ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU (PERIODE 2004-2010)
OLEH TENGKU ARIF PAHLEVI H14080134
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRACT The main purpose of this study is to identify the economic leading sector of Pekanbaru city. The leading sector will be used for the city’s future economic plan. Pekanbaru city is the capital of Riau Province which is one of the biggest GDRP contributor in the construction of Indonesian GDP. The position of Pekanbaru city is crucial in Riau Province economic development. The city's GDRP has the biggest contribution in the constructing of Riau GDRP. This study employs Location Quotient (LQ) method, Growth Ratio Method and Contribution Index of GDP to determine the leading sector. Porter's Diamond Analysis is used to determine leading sector's competitiveness. The result shows that Pekanbaru's leading sector is trading. This sector have a good competitiveness. It is suggested that the government need to keep the facilities that existed and have to expand the traditional market and roads rejuvenation that not reach all region yet. Keywords: Pekanbaru,Leading Sector,Porter’s Diamond. ABSTRAK Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan Kota Pekanbaru. Sektor unggulan ini akan digunakan untuk perencanaan ekonomi Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau yang merupakan salah satu kontributor PDRB terbesar didalam pembentukan PDB Indonesia. Posisi Kota Pekanbaru sangat penting didalam pembangunan ekonomi Provinsi Riau. PDRB Kota Pekanbaru merupakan yang terbesar didalam pembentukan PDRB Provinsi Riau. Studi ini menggunakan metode Location Quotient (LQ), Metode Rasio Pertumbuhan dan Indeks Kontribusi PDRB untuk menentukan sektor unggulan. Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk melihat dayasaing dari sektor unggulan tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa sektor unggulan Kota Pekanbaru adalah perdagangan. Sektor ini menunjukkan dayasaing yang baik. Disarankan bagi pemerintah untuk menjaga fasilitas yang telah ada dan harus lebih meluaskan peremajaan pasar tradisional dan jalan yang belum mencakup semua wilayah. Kata kunci: Kota Pekanbaru, Sektor Unggulan, Porter’s Diamond.
RINGKASAN TENGKU ARIF PAHLEVI. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan dan Dayasaing di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, periode 2004-2010 (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI) Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah membuat daerah dapat leluasa dalam mengembangkan sektor-sektor perekonomiannya. Perbedaan kelimpahan sumberdaya di masing-masing daerah menciptakan keragaman pada sektor ekonomi unggulannya. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan sumbangsih yang besar terhadap perekonomian Indonesia dilihat dari segi proporsi PDRB terhadap PDB. Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi memegang peranan penting di dalam perkembangan ekonomi Provinsi Riau. Hal tersebut dibuktikan dengan Kota Pekanbaru sebagai daerah dengan kontribusi tertinggi di dalam pembentukan PDRB Provinsi Riau. Melihat pentingnya posisi Kota Pekanbaru di dalam perekonomian Provinsi Riau, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sektor ekonomi unggulan di Kota Pekanbaru serta menganalisis dayasaing sektor unggulan tersebut. Dengan mengetahui sektor unggulan diharapkan penyusunan perencanaan pembangunan menjadi lebih terarah sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ) yang digunakan untuk mengetahui sektor basis, analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan setiap sektor dengan pertumbuhan PDRB-nya dan analisis Indeks Komposit yang digunakan sebagai penentu sektor unggulan. Cakupan wilayah dalam penelitian ini adalah Kota Pekanbaru dengan periode waktu tahun 2004 hingga 2010. Penelitian ini menggunakan tiga indikator dalam penentuan sektor unggulan yaitu nilai LQ, nilai Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh melalui analisis MRP serta nilai kontribusi PDRB. Tiga indikator ini diberi indeks dengan interval nilai 1-5. Setelah indeks masing-masing indikator diperoleh, dilakukan analisis indeks komposit dimana sektor unggulan merupakan sektor dengan nilai indeks komposit terbesar. Indeks LQ tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (sektor basis) adalah sektor listrik dan air minum. Selain itu, subsektor yang memiliki keunggulan komparatif adalah subsektor air minum. Hasil analisis MRP dari komponen indeks RPs menghasilkan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa sebagai sektor potensial Kota Pekanbaru dilihat dari pertumbuhannya dan Subsektor Bank menjadi subsektor potensial. Indeks kontribusi PDRB menyimpulkan bahwa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran merupakan sektor dengan indeks tertinggi. Sementara subsektor dengan indeks tertinggi adalah subsektor perdagangan besar dan eceran. Dengan menggunakan metode indeks komposit, dari ketiga indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran merupakan subsektor unggulan di Kota Pekanbaru.
Hasil analisis dayasaing Porter’s Diamond menunjukkan bahwa Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran Kota Pekanbaru merupakan subsektor yang memiliki dayasaing. Faktor yang menjadi keunggulan subsektor ini adalah sumberdaya manusia, infrastruktur fisik, letak wilayah, permintaan domestik, strategi perusahaan, persaingan, perusahaan industri besar dan fasilitas pendukungnya, peran pemerintah dan peran kesempatan.
ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROPINSI RIAU (PERIODE 2004-2010)
Oleh TENGKU ARIF PAHLEVI H14080134
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi
:
ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN DAYASAING DI KOTA PEKANBARU PROPINSI RIAU (PERIODE 2004-2010)
Nama
: Tengku Arif Pahlevi
NIM
: H14080134
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, M.Si. NIP. 19721107 199802 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, April 2013
Tengku Arif Pahlevi H14080134
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Tengku Arif Pahlevi lahir pada tanggal 30 April 1990 di Pekanbaru, Provinsi Riau. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Tengku Saleh Sharief (alm) dan Syarifah Ruaisyah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SD 009 Pekanbaru pada tahun 2002, kemudian melanjutkan ke SMP 4 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA 8 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PIN setelah menjadi juara dua pada Economic Contest FEM IPB pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif diberbagai kepanitiaan dan organisasi kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music/Agriculture/Expression!! (MAX) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Skripsi ini berjudul “Analisis Sektor Ekonomi Unggulan dan Dayasaing di Kota Pekanbaru Provinsi Riau (Periode 2004-2010)”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tanti Novianti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan. 2. Dr. Ir. Wiwiek Indrayanti, M.Si. selaku Dosen Penguji Utama Skripsi atas masukan-masukannya. 3. Dr. Muhammad Findi Alexandi, SE., M.Si. selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan atas pengkoreksian penulisan skripsi. 4. Kepada orang tua penulis Hj. Syarifah Ruaisyah, kakak-kakak penulis yaitu T. Ersti Yulika Sari, T. Mirza Arafat, T. Triana Mustika Sari dan Said Mahdalius atas doa, dukungan, semangat dan perhatian yang tak ternilai baik berupa materil maupun moril. 5. Teman-teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Music/ Agriculture/ Expression!! (MAX!!) untuk 4 tahun yang sangat berkesan dan tidak biasa ini. 6. Teman-teman Taman Sari Brotherhood Andra, Denden, Fatchur, Fikri, Imo, Oka, Syifa, Wawan dan Fanny. 7. CherryMAX!! Manajemen Oci, Eben, Ijal, Pipiw, Mutia, Uti, Debby, Aufa dan Herna.
ii
8. Teman-teman G-Mayor Khalid, Arka, Bari, Aji dan Faisal untuk pengalaman bermusiknya. 9. Teman sepermainan Iam, Zha dan Memey atas bantuan dan dukungan morilnya. 10. Teman-teman Agritrash Vino, Sahal, Tomi, Busrol, Malik, Adri, Joko, Rian, Iga, Fikri dan Iam atas semua dukungan baik moril dan materil, semangat, doa dan perhatiannya. 11. Teman-teman Dramaga Regency D15 dan Kontri Arif, Agung, Fadly, Aji, Samsu, Pardi, Bayu, Kokom, Tama, Fahri, Ninda, Kuncoro, Bebe, Bayu, Bagus dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 12. Teman-teman Genting Kecik, Ogel, Julia, Maha, Gembung, Indra dan Kiki. 13. Teman-teman Dramaga Cantik Big, Alis, Wisnu, Igun, Agem dan Zikri. 14. Aditya Rakhman, Dewa Putu Adityadharma, Emilie Ayu Hapsari dan Andini Novrianti atas dukungan baik moril maupun materil. 15. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Bogor, Maret 2013
Tengku Arif Pahlevi H14080134
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..iii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….. v DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….vi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….vii I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 10 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......................... 12 2.1. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 12 2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 13 2.1.3. Otonomi Daerah ................................................................................ 18 2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). ....................................... 21 2.1.6. Teori Basis Ekonomi dan Sektor Potensial ........................................ 25 2.1.7 Analisis Porter’s Diamond ................................................................. 26 2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 28 2.3. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 30 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 32 3.1. Jenis dan Sumber Data............................................................................. 32 3.2. Metode Analisis Data .............................................................................. 32 3.2.1. Analisis Deskriptif ........................................................................... 33 3.2.2.
Metode Location Quotient (LQ).................................................... 33
3.2.3.
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ................................... 34
3.2.4.
Koefisien Kontribusi terhadap PDRB............................................ 36
iv
3.2.5.
Analisis Porter’s Diamond ............................................................ 37
3.3. Definisi Operasional Variabel .................................................................. 37 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ............................................................. 39 4.1. Wilayah Geografis ................................................................................... 39 a.
Letak dan Luas .................................................................................... 39
b.
Batas.................................................................................................... 40
c.
Sungai ................................................................................................. 40
d.
Iklim .................................................................................................... 40
4.2. Kependudukan ......................................................................................... 41 4.3. Ketenagakerjaan ...................................................................................... 42 4.4. Sekilas Perekonomian Kota Pekanbaru .................................................... 43 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47 5.1. Indikator Sektor Unggulan ....................................................................... 47 5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ....................................................... 47 5.1.2. Analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP)...................................... 51 5.1.3. Indeks Kontribusi PDRB (IKP) ......................................................... 56 5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit ...................................... 59 5.3. Analisis Porter’s Diamond ...................................................................... 61 5.3.1. Kondisi Faktor .................................................................................. 61 5.3.2. Kondisi Permintaan ........................................................................... 64 5.3.3. Strategi Perusahaan dan Pesaing ........................................................ 66 5.3.4. Industri Pendukung dan Industri Terkait ............................................ 67 5.3.5. Peran Pemerintah Daerah .................................................................. 68 5.3.6. Peran Kesempatan ............................................................................. 70 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 73 6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 73 6.2. Saran ....................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75 LAMPIRAN ...................................................................................................... 79
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Peringkat 8 Teratas PDRB dengan Migas Provinsi Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah) .................................... 7 Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Kota/Kabupaten terhadap PDRB Tanpa Migas Provinsi Riau Tahun 2006-2010. .......................................................... 8 Tabel 3. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kota Pekanbaru, 2010 dan 2011 ..................................................... 43 Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah). ..................................................... 44 Tabel 5. Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 Tahun 2010. ................................................................ 46 Tabel 6. Hasil Penghitungan LQ dan Rata-rata LQ Kota Pekanbaru, Tahun 2004 – 2010. ...................................................................................... 48 Tabel 7. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Pekanbaru menurut sektor tahun 2010 ......................................................................................... 50 Tabel 8. Jaringan Persebaran Bank Umum di Provinsi Riau Tahun 2010. ......... 52 Tabel 9. Hasil Pengukuran Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Pekanbaru (RPs), Tahun 2004 – 2010 ......... 54 Tabel 10. Indeks Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) Kota Pekanbaru Tahun 2004 – 2010. .......................................................................... 55 Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Pekanbaru menurut sektor dan subsektor tahun 2004-2010. ............................................................... 57 Tabel 12. Indeks Kontribusi PDRB Kota Pekanbaru 2004-2010 ......................... 58 Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Pekanbaru .... 59 Tabel 14. Kontribusi Rata-rata Subsektor Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tahun 2004-2010.................................................................. 60 Tabel 15. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota dan Kabupaten di Provinsi Riau Tahun 2004-2010. .................................................... 62
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Grafik nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 (dalam juta rupiah). ............................................................................ 6 Gambar 2. Model Analisis Porter’s Diamond. ................................................... 27 Gambar 3. Kerangka Pemikiran. ........................................................................ 31 Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru (dalam ribu jiwa). ............................................................................ 42 Gambar 5. Grafik Proporsi Pengeluaran Makanan dan Non makanan Masyarakat Kota Pekanbaru Tahun 2007-2010 ................................ 64 Gambar 6. Grafik Perkembangan Pengeluaran Perkapita Kota Pekanbaru (dalam Rupiah) Tahun 2007 -2010. .................................................. 65 Gambar 7. Analisis Porter’s Diamond ............................................................... 72
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah)......................................................................... 80 Lampiran 2. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah)......................................................................... 82 Lampiran 3. Hasil Analisis Location Quotient (LQ). .......................................... 84 Lampiran 4. Hasil Analisis Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) ................. 86 Lampiran 5. Hasil Analisis Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) .......... 88 Lampiran 6. Hasil Analisis Indeks Kontribusi PDRB. ........................................ 90
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional dan meliputi reorganisasi dan reorientasi sistem sosial ekonomi secara menyeluruh meliputi struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping penanganan ketimpangan pendapatan dan pengentasan kemiskinan dengan tetap mengejar percepatan pertumbuhan nasional. Pembangunan merupakan hal yang selalu dituntut oleh setiap bangsa dan merupakan tujuan yang dianggap benar oleh setiap individu (Todaro, 1984). Menurut Sukirno, pembangunan ekonomi juga merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sukirno, 2011). Pembangunan ekonomi memiliki tujuan utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatan potensi dan sumberdaya yang ada. Selain itu, menurut Todaro, pembangunan memiliki tiga tujuan yaitu (Todaro, 1984) : 1. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas penyebaran barang kebutuhan pokok seperti makanan, tempat bernaung, kesehatan dan perlindungan bagi semua anggota masyarakat 2. Meningkatkan taraf hidup yang meliputi ketersediaan lebih banyak lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai dan budaya dan nilai manusiawi, dan
2
3. Memperluas raga pilihan ekonomi dan sosial bagi pribadi maupun bangsa dengan memerdekakan mereka dari perbudakan dan ketergantungan, tidak saja dalam hubungannya dengan orang dan bangsa asing, namun juga dari kebodohan dan kepapanan manusia Pada tahun 1983/84, negara Indonesia mengalami penurunan pendapatan dari sektor minyak dan pajak minyak sebagai imbas terjadinya krisis perekonomian global di negara-negara industri maju. Hal tersebut berimplikasi langsung terhadap keadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana penurunan pendapatan pajak tersebut menyebabkan jumlah anggaran pada tahun itu menurun. Penurunan jumlah anggaran menimbulkan kesadaran akan menurunnya kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan subsidi kepada pemerintah daerah maupun dalam membiayai
proyek-proyek pemerintah di daerah.
Kemungkinan penurunan
kemampuan dari pemerintah tersebut kemudian ditanggapi dengan tekad dari pemerintah untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk berusaha dalam meningkatkan pendapatan asli daerah agar melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak akan menganggu perkembangan ekonomi maupun jalannya pemerintahan di daerah. Sejarah juga mencatatkan bahwa periode krisis terburuk di Indonesia terjadi pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi di bulan Juli 1997 di negara Thailand tidak dipersiapkan secara benar oleh aparatur perekonomian negara, terutama pejabat di bidang moneter. Periode kepemimpinan Presiden Soeharto dinilai lebih banyak memfokuskan diri untuk pembangunan dalam negeri sehingga tidak memperhatikan
3
gejolak yang terjadi di sektor global, salah satunya adalah perekonomian1. Paradigma pemerintahan pada masa itu belum mempercayai pemberian kewenangan kepada pemerintahan daerah yang sebetulnya telah mampu untuk menangani urusan-urusan pemerintahan di level daerah. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya tindakan antisipatif pemerintah pusat terhadap kemungkinan krisis yang terjadi akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik ini menyebabkan ketidakmerataan pembangunan sehingga menimbulkan ketimpangan terutama antara Pulau Jawa dengan daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Abdullah menambahkan, jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk daerah-daerah di Indonesia masih relatif kecil dikarenakan sumber-sumber keuangan potensial masih dikuasai oleh pemerintah pusat namun tidak ada suatu perundangundangan yang mengatur perimbangan pendanaan antara pusat dan daerah. Penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas di pusat juga terjadi karena selama ini pengangkatan, pembinaan dan pemindahan Pegawai Negeri Sipil sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah pusat (Abdullah, 1983). Maka setelah rezim pemerintahan Soeharto berakhir, periode “reformasi” mulai meninggalkan sistem pemerintahan sentralistik tersebut dan beralih kepada konsep otonomi daerah. Otonomi daerah bukan merupakan hal baru dalam catatan sejarah Republik Indonesia. Pemerintah kolonial Belanda telah menerapkan konsep ini jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Pada masa penjajahan kolonial
1
Basri, Faisal. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta.
4
Belanda, otonomi dilaksanakan dengan berpedoman pada Regeering Reglement (RR)2 yaitu peraturan pemerintah Hindia Belanda dan menjadi semacam UUD negara pada masa itu. Dalam RR ini dijelaskan bahwa pemerintahan dijalankan dengan 2 sistem, yaitu indirect gebied (pemerintahan tidak langsung) dan direct gebied (pemerintahan langsung). Pada system indirect gebied, pemerintah pusat tidak secara langsung memerintah karena sudah ada sitem pemerintahan tersendiri di daerah tersebut. Daerah yang telah memiliki sistem pemerintahan ini biasanya berbentuk kerajaan yang sudah ada sebelum masa pendudukan Belanda seperti Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kesultanan Palembang, Kesultanan Deli, Kesultanan Aceh, Kesultanan Pontianak dan lain-lain (Nurcholis, 2005). Kerajaan-kerajaan ini sudah terikat perjanjian politik dengan pemerintah Belanda sehingga menjadi koloni dengan status semi merdeka di dalam lingkup pemerintahan Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda hanya menempatkan para pengawas di daerah tersebut dengan pangkat Asisten Residen, Residen atau Gubernur. Penempatan pengawas ini disesuaikan dengan tingkatan daerah yang dikelompokkan menurut tingkat kepentingan pemerintah Hindia Belanda3 (Wikipedia, 2012). Penerapan otonomi daerah di Indonesia berdampak pada segi pemerintahan terutama pemerintahan di daerah. Sejak diberlakukannya kebijakan ini, masingmasing daerah diberikan kebebasan untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan kebijakan masing-masing kepala daerah. Namun kebebasan yang diberikan tetap bertanggung jawab kepada daerah serta diwujudkan dengan pengaturan, pembagian
2 3
Nurcholis, Hanif. “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo. 2005 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_pemerintahan_daerah_di_Indonesia [31 Maret 2012]
5
dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah. Kebebasan ini termasuk juga dalam hal pengembangan sektor ekonomi. Masing-masing daerah memiliki perbedaan kondisi, baik dari segi ketersediaan sumber daya alam maupun kondisi sosial budayanya. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan ada juga daerah yang berkebalikan kondisi sumber dayanya. Perbedaan kelimpahan tersebut membuat masing-masing daerah memiliki sektor ekonomi potensial yang berbeda pula. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh masing-masing kepala daerah akan berbeda satu sama lainnya mengingat adanya perbedaan kelimpahan sumber daya maupun kondisi sosial secara umum. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah satu, belum tentu cocok untuk diterapkan di daerah lainnya. Otonomi daerah menuntut kecakapan dari kepala pemerintahan daerah untuk mengambil kebijakan sesuai dengan situasi daerah sendiri. Kebijakan otonomisasi merupakan bagian dari tujuan pembangunan bangsa yang pada hakikatnya diambil untuk memacu kemajuan daerah serta kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran tersebut, diperlukan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Secara awam, dapat dikatakan bahwa perlu adanya peningkatan pendapatan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan atau meningkatkan standar kualitas hidup masyarakat yang jumlahnya meningkat. Salah satu cara untuk menilai prestasi suatu perekonomian adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB Indonesia mengalami
6
kenaikan dari tahun ke tahun terhitung sejak sebelum dan setelah penerapan otonomi daerah, yang menandakan bahwa otonomi daerah ini tetap memberikan dampak yang positif terhadap kondisi perekonomian Indonesia secara umum. Berikut adalah gambar perkembangan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 tahun 20012010. 2310689.8
2082456.1 1847292.9 1660578.7
1506124.4
1579559
1442984.6
2001
2002
2003
2004
2005
2177741.7
1963974.3
1750815.2
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2005-2011.BPS, diolah.
Gambar 1. Grafik nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 (dalam juta rupiah). Perkembangan positif yang terjadi di dalam perekonomian tersebut secara umum dipengaruhi oleh kontribusi provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Pembentukan PDB Indonesia tidak lepas dari perkembangan perekonomian di daerah. Perkembangan perekonomian daerah dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDB Indonesia secara umum merupakan gabungan dari PDRB masing-masing provinsi. Sejak periode 2006 hingga 2010, posisi PDRB Provinsi Riau selalu berada di posisi 8 teratas PDRB (dengan migas) terbesar dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian
7
Provinsi Riau memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Peringkat kontribusi PDRB dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Peringkat 8 Teratas PDRB dengan Migas Provinsi Indonesia AtasDasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah) Provinsi DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Kalimantan Timur Sumatera Utara Riau Banten
2006 312826713 271249317 257499446 150682655
2007 332971255 287814184 274180308 159110254
2008 353723391 305538687 291205837 168034483
2009 371469499 320861169 303405251 176673457
2010 395664498 342280766 321875841 186995481
96612841.6
98386381.5
103206871
105368811
110579888
93347404.4
99792273.3
106172360
111559225
118640903
83370867.3 86213259.5 91085381.8 93786236.6 97701683.2 61341658.6 65046775.77 79699684.03 83440214.37 88393769.65
Sumber: Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2007-2011.BPS, diolah.
Provinsi Riau menduduki peringkat kedua terbesar kontribusinya terhadap PDB Indonesia setelah Provinsi Sumatera Utara untuk kawasan Sumatera. Dengan perkembangan PDRB yang cenderung meningkat tiap tahunnya, dapat dikatakan bahwa peran Provinsi Riau di dalam perekonomian nasional maupun regional Sumatera semakin penting. Untuk mempertahankan prestasi tersebut, baik kota maupun kabupaten yang ada di Provinsi Riau perlu diperhatikan kinerja perekonomiannya. Sebagai ibukota provinsi, Kota Pekanbaru memegang peranan penting di dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau. Pada periode tahun 2006-2010, Kota Pekanbaru memberikan kontribusi rata-rata paling besar dalam pembentukan PDRB Provinsi Riau atas dasar harga konstan 2000 tanpa migas jika dibandingkan dengan
8
kota/kabupaten lainnya yaitu sebesar 17.48 persen. Perbandingan kontribusi antar kabupaten dan kota di Provinsi Riau dijelaskan dalam Tabel 2. Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Kota/Kabupaten terhadap PDRB Tanpa Migas Provinsi Riau Tahun 2006-2010. Kota/Kabupaten
Kontribusi (%)
Pekanbaru
17.48
Indragiri Hilir
11.98
Siak
10.36
Rokan Hilir
8.37
Pelalawan
8,36
Indragiri Hulu
8.15
Kampar
7.92
Bengkalis
7.64
Kuantan Singingi
6.87
Rokan Hulu
5.96
Dumai
3.03
Kepulauan Meranti
2.90
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
1.2. Perumusan Masalah Melalui pemberian otonomi yang besar pada daerah, maka saat ini dan masa mendatang
keberhasilan
pengembangan
wilayah
sangat
tergantung
pada
kebijaksanaan pemerintah daerah terutama dalam menyikapi perubahan-perubahan yang
terjadi.
Oleh
karena
itu,
setiap
pemerintah
daerah
harus
mampu
mengembangkan visi pengembangan wilayahnya masing-masing sesuai dengan nilai,
9
arah dan tujuan yang akan mengarahkan masa depan wilayah yang bersangkutan (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Perbedaan kelimpahan sumberdaya di masing-masing daerah di Indonesia memberikan keragaman pada sektor ekonomi unggulannya. Perubahan kinerja perekonomian, pola struktur pertumbuhan ekonomi serta indikator ekonomi lainnya merupakan faktor-faktor yang mencerminkan adanya proses pembangunan ekonomi di suatu daerah. Penetapan prioritas pembangunan harusnya didasari oleh analisis tentang sektor dan subsektor mana yang menjadi unggulan dan memiliki potensi ke depan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Sebagai provinsi dengan kontribusi PDRB yang cukup besar terhadap PDB Indonesia, maka pertumbuhan perekonomian Provinsi Riau akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Provinsi Riau dikenal sebagai daerah penghasil migas. Ketergantungan terhadap sektor migas sebagai sektor ekonomi utama sangat tidak ideal untuk perencanaan pembangunan jangka panjang. Hal itu disebabkan sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, cadangan migas cenderung memiliki trend yang negatif dari tahun ke tahun. Oleh karena itulah dibutuhkan identifikasi sektor ekonomi unggulan baru yang berasal dari kelompok non migas. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tentu tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru sebagai ibukota provinsi yang juga merupakan pusat perekonomian provinsi. Dengan mengetahui sektor dan subsektor mana yang menjadi unggulan, maka diharapkan perencanaan pembangunan Kota Pekanbaru akan menjadi semakin terarah dan mampu mendukung terciptanya
10
pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang menjadi objek penelitian ini, yaitu: 1. Sektor/subsektor manakah yang berpotensi di Kota Pekanbaru untuk menjadi sektor/subsektor unggulan wilayah? 2. Bagaimana kondisi dayasaing dari sektor/subsektor tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis sektor/subsektor unggulan di Kota Pekanbaru. 2. Menganalisis dayasaingdan strategi pengembangan subsektor unggulan Kota Pekanbaru. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Sebagai masukan untuk pengambil kebijakan dan instansi-instansi terkait dalam perumusan kebijakan perekonomian Kota Pekanbaru. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya ataupun penelitian sejenis. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan skripsi ini dibatasi pada identifikasi sektor unggulan berdasarkan kontribusinya terhadap PDRB tanpa migas Kota Pekanbaru. Rentang waktu
11
penelitian ini adalah dari tahun 2004 hingga 2010. Pemilihan rentang waktu disesuaikan dengan implementasi UU Otonomi Daerah di Indonesia. Penelitian ini juga hanya difokuskan pada pendekatan secara sektoral dengan menggunakan data PDRB Menurut Lapangan Usaha.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang amat luas. Pemikiran lama mengkaitkan pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan perekonomian. Pada pemikiran klasik,
pembangunan ekonomi mengandung arti kapasitas dari
perekonomian nasional yang pada awalnya statis untuk menciptakan dan mencapai kenaikkan PDB. Pada masa ini, pembangunan umumnya difokuskan pada percepatan pertumbuhan PDB dan PDB per kapita yang diharapkan dapat memberikan efek menetes ke bawah (trickle down effect) di mana kenaikan PDB/PDB per kapita dapat memberikan manfaat pada masyarakat dalam bentuk kesempatan ekonomi.Paradigma yang salah di dalam pendefinisian pembangunan ekonomi ini kemudian melahirkan ketimpangan di dalam perekonomian. Seers dalam Todaro (1984) menyatakan bahwa pembangunan tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan PDB/PDB per kapita, melainkan kondisi sosial lainnya. Maka pembangunan ekonomipun dirumuskan ulang dengan lebih ringkas, yaitu pembangunan untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran di dalam konteks suatu pertumbuhan ekonomi. Di dalam pemikiran yang lebih luas, pembangunan ekonomi adalah perubahan total dari suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun
33
kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kehidupan yang serba lebih baik secara material ataupun spiritual. Pandangan yang luas ini kemudian membuat pengukuran pembangunan ekonomi tidak hanya sebatas diukur dari segi pertumbuhan PDRB ataupun PDRB perkapita, tetapi mencakup sektorsektor yang lebih luas lagi (Todaro, 1984). 2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang secara keseluruhan terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi (Tarigan, 2005). Boediono dalam Tarigan (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Presentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari presentase pertambahan jumlah penduduk sehingga dalam jangka panjang pertumbuhan tersebut akan terus berlanjut. Menurut Lewis dalam Todaro (1984), pertumbuhan ekonomi memiliki keuntungan yaitu pertumbuhan ekonomi menguntungkan masyarakat, bukan karena kekayaan meningkatkan kebahagiaan, tetapi karena pertumbuhan ini meningkatkan medan pilihan manusia (range of human choice). Pertumbuhan ekonomi yang menyebar luas memberikan kebebasan memilih kesenangan dan barang-barang sesuai selera serta menjamin tersedianya fasilitas jasa. Selain itu, pertumbuhan ekonomi memudahkan kita terhindar dari bahaya kelaparan, wabah penyakit, mengurangi angka kematian serta memungkinkan penyebaran aktivitas dan badan-badan yang bersifat kemanusiaan.
34
Secara umum, para ekonom klasik menganggap hanya ada satu mekanisme di dalam pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal. Di masa modern, pertumbuhan ekonomi tidak hanya berasal dari satu sumber saja. Pertumbuhan ekonomi dapat disebabkan oleh beberapa faktor dimana diantara faktor-faktor tersebut tidak ada yang dominan, faktor-faktor tersebut antara lain: (1) Jumlah modal per tenaga kerja (2) Kualitas modal (3) Kualitas tenaga kerja (4) Kuantitas tenaga kerja (5) Perubahan struktural, dan (6) Pertimbangan institusional. Ada beberapa teori di dalam pembahasan pertumbuhan ekonomi wilayah ini antara lain: a. Teori Fredrich List Dalam teori ini, perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan masyarakat. Perkembangan ekonomi akan terjadi apabila dalam masyarakat mempunyai kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perkembangan perorangan melalui lima fase yaitu: fase primitif, beternak, pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. b. W.W. Rostow Dalam dimensi ekonomi menurut Rostow, semua masyarakat dapat digolongkan ke dalam lima kategori, yaitu: 1. Masyarakat Tradisional Merupakan masyarakat yang strukturnya dibangun di dalam fungsi produksi
terbatas
berdasarkan
IPTEK
pra-Newton.
Secara
umum
35
masyarakatnya menggunakan sebagian besar sumber produksinya di sektor pertanian. 2. Prasyarat lepas landas Merupakan masa peralihan di mana sudah mulai adanya perluasan pendidikan serta munculnya tipikal manusia baru yang berprakarsa dalam perekonomian swasta, dalam pemerintahan atau kedua-duanya yang mau memobilisasi tabungan dan mengambil risiko dalam mengejar keuntungan atau dalam melaksanakan modernisasi. 3. Lepas landas (take-off) Fase ini adalah masa antara waktu halangan-halangan dan rintanganrintangan lama terhadap pertumbuhan yang terus-menerus pada akhirnya dapat diatasi.Pertumbuhan sudah merupakan hal yang normal. 4. Gerak menuju kematangan (drive to maturity) Merupakan
tahap
pada
saat
perekonomian
memperlihatkan
kesanggupannya untuk melampaui industri permulaan yang menggerakkan takeoff-nya dan untuk menyerap hasil-hasil teknologi modern yang paling maju serta menerapkannya secara efisien pada sebagian besar sumbersumber yang dimiliki. 5. Zaman konsumsi tinggi (high mass-consumption) Pada masa ini masyarakat memilih untuk memperbesar alokasi sumberdaya produksinya untuk kesejahteraan dan jaminan sosial.Hal tersebut menimbulkan negara kesejahteraan (welfare state) yang merupakan manifestasi dari gerak masyarakat di mana terdapat kecenderungan untuk
36
memperbesar
sumber-sumber
produksinya
yang
digunakan
untuk
menghasilkan barang-barang konsumsi tahan lama dan untuk menawarkan jasa-jasa kepada masyarakat. c. Teori Ekonomi Klasik Teori ekonomi klasik ini diprkarsai oleh Adam Smith di dalam bukunya yang berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations” (1776). Menurut Adam Smith, untuk berlangsungnya perkembangan ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktivitas tenaga kerja dapat bertambah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menuntut adanya akumulasi capital yang berasal dari investasi dan tabungan. Pertumbuhan ekonomi bersifat kumulatif. Artinya, jika ada pasar yang cukup dan akumulasi capital (modal), maka akan ada pembagian kerja dengan produktivitas tenaga kerja menaik. d.
Teori Solow-Swan Asumsi yang digunakan di dalam teori ini adalah: 1. Tenaga kerja (L) tumbuh dengan laju pertumbuhan tertentu, misalnya P pertahun 2. Adanya fungsi produksi = f(K,L) yang berlaku setiap periode 3. Adanya kecendrungan menabung (propensity to save) oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (S) tertentu dari output (Q) 4. Semua tabungan masyarakat diinvestasikan, sehingga S= I= K. Dari asumsi-asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pertumbuhan
dalam model neo-klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth, yaitu adanya keseimbangan di pasar barang.
37
e. Teori Harrod-Domar Teori Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang panjang. Pemikiran utamanya adalah bahwa setiap upaya untuk tinggal landas mengharuskan adanya mobilisasi tabungan dalam dan luar negeri dengan maksud untuk menciptakan investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Asumsi yang digunakan di dalam teori ini adalah: 1. Perekonomian berada dalam keadaan full employment dan barang-barang modal yang diproduksi dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan. 3. Besarnya tabungan masyarakat proporsional dengan besarnya pendapatan nasional. 4. Ada hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok capital keseluruhan (K) dengan GNP (Y). Ini berarti bahwa dalam setiap tambahan netto terhadap stok capital dalam Y/Y merupakan tingkat pertumbuhan GNP (yaitu, presentase pertumbuhan GNP). f. Teori Pertumbuhan Schumpeter Menurut Schumpeter, faktor utama perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dengan para wiraswastawan sebagai pelakunya. Perkembangan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik dan teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Dengan demikian akan timbul beberapa wiraswasta yang menjadi pelopor dalam mencoba menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi.
38
Mereka yang berhasil melakukan inovasi akan menimbulkan efek monopoli pada pencetusnya karena merupakan penerapan hal-hal yang baru. g. Teori Kuznet. Menurut
Kuznet, untuk mencapai kematangan ekonomi, diperlukan
peningkatan output nasional secara terus-menerus, dan dapat dipertahankan. Untuk mempertahankan pertumbuhan output diperlukan kemajuan tekonologi. Namun kemajuan teknologi ini juga harus dibarengi dengan perubahan perilaku, persepsi sosial dan diikuti dengan penyesuaian ideologi. 2.1.3. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan. Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan
masalah
kesenjangan
pembangunan,
terutama
dalam
konteks
pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini hanya dipandang sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Perkembangan konsep tentang pemerintahan daerah dimulai sejak orde lama, yaitu pada tahun 1945. Kebijakan otonomi daerah pada masa itu lebih menitikberatkan pada dekosentrasi dimana kepala daerah hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Kemudian pada tahun 1999, berawal dari dikeluarkannya Undang-Undang nomor 22 tentang Otonomi Daerah, maka konsep desentralisasi mulai diperkenalkan. Namun, kebijakan otonomi daerah pada masa ini
39
masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih sebagai alat pemerintahan pusat. Mulai tahun 2004, Indonesia
menggunakan
Undang-Undang
nomor
32
sebagai
landasan
penyelenggaraan otonomi daerah. Menurut UU nomor 32 tahun 2004, ada tiga prinsip pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: 1. Desentralisasi
adalah
penyerahan
wewenang
pemerintahan
dari
pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasaran, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawabannya kepada yang menugaskan. 2.1.4. Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan semua nilai tambah bruto (gross value added) barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik (Indonesia) tanpa memperhatikan asal dari faktor produksinya apakah berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Selain itu, PDB juga didefinisikan sebagai total pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor
40
produksi dalam kegiatan proses produksi di suatu negara selama satu periode (setahun) (BPS, 2012). Hubbard dan O’Brien (2009) menjelaskan bahwa PDB merupakan konsep sentral di dalam makroekonomi sehingga butuh pendefinisian yang tepat. Berikut adalah karakteristik dari PDB: 1. PDB dihitung menggunakan harga pasar yang berlaku, bukan jumlah produksi. Hal tersebut dilakukan karena di dalam suatu perekonomian, terdapat banyak produk yang dihasilkan oleh produsen-produsen di dalam negeri. Jika perhitungan PDB menggunakan satuan jumlah barang, maka hasil yang didapatkan akan tidak dapat diinterpretasikan sehingga dalam perhitungannya, PDB menggunakan satuan harga agar lebih mudah untuk disajikan. 2. PDB hanya memasukkan nilai harga produk akhir dari suatu produksi. Maksud dari nilai harga produk akhir ini adalah harga yang diterima oleh konsumen akhir dimana produk tersebut tidak akan dimasukkan kembali ke dalam proses produksi lainnya. Produk akhir dari suatu proses produksi dipakai sebagai instrumen perhitungan dari PDB agar tidak menimbulkan double counting (perhitungan ganda). 3. PDB hanya mencakup produksi saat ini. Maksudnya, perhitungan PDB hanya mencakup proses produksi yang terjadi pada satu periode waktu saja. Misalnya perhitungan PDB pada tahun 2010 hanya mencakup barang dan jasa yang diproduksi pada tahun 2010 saja. Selain itu, dalam perhitungannya PDB tidak memasukkan nilai dari barang bekas. Jika
41
suatu barang dibeli pada tahun 2010 (contoh: mobil) dan kemudian barang tersebut dijual lagi pada tahun yang sama, maka nilai dari barang tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam perhitungan PDB. PDB digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi karena: 1. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktifitas produksi tersebut. 2. PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran guna menghitung PDB yakni untuk membandingkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya. 3. Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (wilayah domestik). Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik. 2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
42
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di dalam suatu provinsi atau daerah kabupaten/kota (BPS, 2012). Ada 2 pendekatan yang digunakan di dalam perhitungan PDB/PDRB (Colander, 2001) : 1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) Pendekatan pengeluaran menghitung PDB/PDRB sebagai nilai pasar barang jadi dengan cara menjumlahkan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk membeli barang jadi tersebut. Pengeluaran total untuk barang jadi merupakan jumlah dari pengeluaran untuk empat kelompok besar: konsumsi, investasi, pemerintah dan ekspor netto. a. Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran konsumsi meliputi pengeluaran untuk semua barang dan jasa yang diproduksi dan dijual kepada rumah tangga selama satu tahun (kecuali pengeluaran untuk perumahan tempat tinggal yang digolongkan sebagai investasi.).Pengeluaran tersebut termasuk pengeluaran untuk jasa-jasa seperti perawatan kesehatan, biaya pengacara hingga barang-barang tahan lama seperti kendaraan bermotor. b. Pengeluaran Investasi Pengeluaran investasi adalah pengeluaran untuk produksi barang yang tidak dikonsumsi saat ini, termasuk pengeluaran untuk persediaan, barang modal seperti pabrik dan peralatannya, dan pengeluaran untuk perumahan tempat tinggal. Persediaan merupakan
43
bahan baku produksi maupun barang jadi yang belum terjual. Bagi perusahaan, akumulasi persediaan termasuk kedalam kategori investasi lancar karena barang tersebut merupakan barang yang diproduksi dan tidak digunakan untuk konsumsi saat ini.Perusahaan memerlukan barang modal seperti peralatan pabrik, mesin dan bangunan pabrik.Penciptaan barang-barang modal barumerupakan tindakan investasi yang biasa disebut investasi tetap.Perumahan menghasilkan maanfaat untuk waktu yang lama sehingga dikategorikan sebagai investasi bukan konsumsi. c. Pengeluaran Pemerintah untuk Barang dan Jasa Pengeluaran pemerintah didapat dengan cara menghitung jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluarannya pemerintah pengeluaran
termasuk
hingga
kegiatan
pembayaran
pemerintah
gaji
dimasukkan
investasi
yang
pegawai. ke
dalam
dilakukan
Tidak
semua
perhitungan
PDB/PDRB ini. Hanya pengeluaran yang menghasilkan manfaat berupa jasa ataupun barang saja yang dimasukkan ke dalam perhitungan (contoh: biaya pensiun tidak dimasukkan ke dalam perhitungan) (Lipsey, et al, 1992). d. Ekspor Netto Ekspor netto adalah pengurangan langsung total ekspor dengan total impor yang terjadi pada satu periode (O’Sullivan, et al, 2010).
44
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Pendekatan pendapatan menghitung nilai seluruh pendapatan yang diperoleh dari proses produksi. Ada 4 variabel yang digunakan yaitu: a. Kompensasi Karyawan. Komponen ini terdiri dari upah dan gaji yang dibayarkan kepada karyawan atas jasa yang diberikan. Yang dimaksud upah termasuk penghasilan bersih (take-home pay), pajak penghasilan, jaminan sosial, dana pensiun dan tunjangan tambahan lainnya (Lipsey, et al, 1992). b. Sewa. Sewa merupakan pembayaran atas jasa penggunaan tanah atau faktor produksi lainnya yang disewakan.Yang termasuk sewa adalah sewa rumah dan sewa yang diperhitungkan atas penggunaan rumah yang ditempati pemiliknya sendiri. c. Bunga. Yang termasuk bunga adalah bunga yang diperoleh dari deposito di bank, bunga yang diperoleh dari pinjaman kepada perusahaan dan pendapatan atas investasi lainnya. d. Laba. Laba adalah bagian yang tersisa setelah pembayaran upah dan gaji karyawan, sewa serta bunga.Laba pada perusahaan terbagi
45
menjadi dua yaitu laba yang dibagikan kepada pemilik perusahaan dan laba yang ditahan untuk kegiatan perusahaan. 2.1.6. Teori Basis Ekonomi dan Sektor Potensial Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non-basis. Hanya kegiatan basis yang dapata mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Ada beberapa cara dalam menilai suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor basis atau non-basis, antara lain: a. Metode Langsung Metode ini dilakukan dengan cara melakukan survey secara langsung kepada pelaku usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka memebeli bahan-bahan yang dibutuhkan di dalam proses produksi. b. Metode Tidak Langsung Mengingat begitu rumitnya proses penilaian dengan metode langsung, maka metode tidak langsung dapat dipakai untuk mengukur suatu kegiatan dapat dikategorikan basis atau non-basis. Salah metode tidak langsung tersebut adalah metode asumsi.Dalam metode ini berdasarkan kondisi wilayah tertentu, ada kegiatan-kegiatan tertentu yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan non-basis.Kegiatan yang
46
mayoritas produknya dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang masuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap basis, sedangkan yang mayoritas produknya dipasarkan lokal dianggap non-basis. c. Metode Campuran Di dalam kondisi yang sudah berkembang di mana banyak usaha yang tercampur antara yang basis dan non-basis, peniliaian suatu sektor menggunakan metode asumsi murni akan memberikan kesalahan yang besar dan jika dilakukan dengan metode langsung murni akan dirasa cukup berat. Dengan kondisi tersebut, maka akan lebih mudah jika dilakukan penilaian dengan menggunakan metode campuran yaitu metode yang menggabungkan metode asumsi dengan metode langsung. d. Metode Location Quotient (LQ) Metode ini adalah salah satu metode tidak langsung yang dilakukan dengan cara membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah suatu sektor tertentu di wilayah kita dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. 2.1.7 Analisis Porter’s Diamond Porter (1990), menjelaskan bahwa faktor penentu dayasaing wilayah ditentukan oleh empat faktor pokok dan dua faktor penunjang. Ilustrasi metode ini ditunjukkan pada Gambar 2.
47
Peran Pemerinta
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Kondisi Permintaan
Kondisi Faktor
Industri Pendukung dan Industri Terkait
Peran Kesempata
Sumber: Analysis of Competitiveness of Greek’s Olive Oil Sector Using Porter’s Diamond Model, George dan Manasis, 2011, diolah.
Gambar 2.Model Analisis Porter’s Diamond. Penjelasan Gambar 2: 1. Kondisi faktor merupakan keadaan faktor-faktor produksi seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, infrastruktur dan teknologi yang tersedia di suatu wilayah 2. Kondisi permintaan menggambarkan komposisi permintaan pasar domestik, ukuran
dan
pola
pertumbuhan
permintaan
pasar
domestik
serta
internasionalisasi permintaan pasar domestik. 3. Industri pendukung dan terkait menggambarkan tentang industri-industri pemasok bahan baku dan industri pendukung lainnya yang saling terkait di suatu wilayah. 4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik dan internasional.
48
5. Peran pemerintah lebih kepada bagaimana pemerintah memberikan pengaruh lewat kebijakan-kebijakan baik fiskal maupun moneter terhadap kondisi faktor produksi, kondisi permintaan pasar dan mengatur perdagangan. 6. Peran kesempatan merupakan faktor yang tidak bisa dipengaruhi oleh pemerintah maupun perusahaan. Kesempatan akan menciptakan lingkungan bersaing dan mempengaruhi tingkat dayasaing seperti penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik eksternal dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing. Kesempatan ini akan menciptakan atau memberikan kekayaan tambahan. 2.2. Penelitian Terdahulu Sondari (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Wilayah Provinsi Jawa Barat” dengan menggunakan data tahun 2001-2005. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis LQ, pengganda pendapatan serta analisis Shift Share. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pada kurun waktu 2001-2005 sektor perekonomian yang menjadi unggulan Provinsi Jawa Barat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Di antara beberapa sektor tersebut, industri pengolahan memiliki dampak pengganda terbesar.Secara umum, pergeseran bersih perekonomian di Provinsi Jawa Barat tergolong ke dalam kelompok lambat. Sabuna (2010) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor-sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara
49
Timur (periode 2000-2008)”. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis Shift Share, LQ, MRP, Klassen Typologi dan analisis overlay. Analisis overlay merupakan alat analisis yang berfungsi untuk menggabungkan hasil dari analisis LQ dan MRP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa daerah Timor Tengah Selatan tidak memiliki sektor unggulan. Anggriyanti (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sektor Perekonomian Unggulan Provinsi Sumatera Utara (2001-2009)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share. Dari penelitian ini didapat kesimpulan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor-sektor yang memiliki keunggulan relatif dengan nasional. Sektor bangunan, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor-sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat serta mampu bersaing dengan sektor-sektor ekonomi yang sama di wilayah lain. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor yang pertumbuhannya lambat namun tetap mampu bersaing dengan wilayah lain. Tambunan (2010) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010”. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), indeks kontribusi PDRB, Indeks komposit dan analisis Porter’s Diamond. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa sektor ekonomi unggulan Kota Dumai untuk periode 2000-2010 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan subsektor
50
pengangkutan sebagai subsektor unggulannya. Dari analisis Porter’s Diamond, subsekstor ini menunjukkan kondisi yang berdayasaing. Pragari (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dayasaing Pariwisata Kabupaten Kuningan: Pendekatan Porter’s Diamond”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shift Share, indeks komposit, analisis kuadran dan analisis Porter’s Diamond. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dayasaing pariwisata Kabupaten Kuningan berada pada posisi dua belas dari 26 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat. Faktor yang menentukan dayasaing pariwisata Kabupaten Kuningan adalah kondisi faktor yang terdiri dari jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja pariwisata yang ada saat ini. Kabupaten Kuningan memiliki keterbatasan yaitu terbatasnya anggaran dan kurangnya pemasaran/sosialisai mengenai pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kuningan. Pada penelitian ini setelah didapatkan hasil analisis indeks komposit, sektor yang dikategorikan unggulan kemudian dianalisis kembali untuk mendapatkan subsektor unggulan. Subsektor yang memenuhi kriteria dari ketiga alat analisis yang digunakan dapat disimpulkan sebagai subsektor ekonomi unggulan Kota Pekanbaru untuk kemudian dianalisis keadaan dayasaingnya. 2.3. Kerangka Pemikiran Kota
Pekanbaru
merupakan
ibukota
dari
Provinsi
Riau.
Sebagai
ibukotaprovinsi, maka kota ini selayaknya menjadi pusat dari perekonomian serta penentu dari pertumbuhan ekonomiProvinsi Riau secara umum. Oleh karena itu akan diteliti sektor ekonomi yang menjadi unggulan berdasarkan koefisien LQ, koefisien
51
MRP dan kontribusi PDRB. Hasil dari ketiga alat analisis tersebut kemudia dianalisis lagi untuk melihat subsektor mana yang menjadi unggulan. Setelah didapat subsektor unggulan,
kemudian
dianalisis
bagaimana
keadaan
dayasaingnya
dengan
menggunakan analisis Porter’s Diamond.Secara ringkas, kerangka pemikiran digambarkan pada Gambar 3. Penerapan UU Otonomi Daerah tahun 2004
Pekanbaru sebagai Ibukota dan Pusat Perekonomian Provinsi Riau
PDRB Kota Pekanbaru periode 2004-2011 Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha adhk tahun 2000
Analisis LQ
Analisis MRP
Analisa Indeks Komposit
Sektor/Subsektor Unggulan
Analisis Daya Saing Poter’s Diamond Gambar 3.Kerangka Pemikiran
Kontribusi Sektor terhadap PDRB
32
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Pekanbaru (tahun 2004 – 2010) dan PDRB kabupaten/kota Provinsi Riau (tahun 2004 – 2010) menurut lapangan usaha berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000; (2) Jumlah penduduk Kota Pekanbaru tahun (2010 dan 2011); (3) Keadaan Angkatan Kerja Kota Pekanbaru tahun (2010 dan 2011) menurut jenis kegiatan usaha; (4) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis, pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya. Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru dalam bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS Pusat dan BPS Provinsi Riau serta instansi terkait lainnya. 3.2. Metode Analisis Data Secara umum, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan beberapa alat analisis lain seperti: analisis Location Quotient (LQ), analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) yang terdiri atas rasio pertumbuhan wilayah studi (Rps) dan rasio pertumbuhan wilayah referensi (Rpr), Indeks Komposit serta analisis Porter’s Diamond.
33
3.2.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman tentang gambaran perekonomian Kota Pekanbaru dengan menyajikan pemaparan dalam bentuk tabel, grafik serta diagram. Analisis deskriptif mengenai gambaran perekonomian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah struktur ekonomi serta pertumbuhan ekonomi Kota Pekanbaru. 3.2.2. Metode Location Quotient (LQ) Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis sektor perekonomian mana yang dapat dijadikan sebagai sektor basis di kota Pekanbaru. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai: X
X RV
LQ =
X
X atau LQ =
RV
… … … … … … … … … … … . (3.1)
RV RV
Keterangan: = Indeks/koefisien Location Quotient sektor i di kabupaten/kota j = PDRB adhk sektor i di kabupaten/kota j = PDRB adhk sektor i di Provinsi = Total PDRB adhkkabupaten/kota j = Total PDRB adhk Provinsi
34
Dari hasil analisis Location Quotient (LQ), didapat kesimpulan: 1. Jika nilai LQ> 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor potensial yang menunjukkan sektor tersebut mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar kabupaten/kota 2. Jika nilai LQ< 1, berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor potensial yang menunjukkan sektor tersebut belum mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota; 3. Jika LQ= 1, berarti suatu sektor hanya mampu melayani pasar di dalam wilayah kabupaten/kota saja atau belum dapat memasarkan hasil dari sektor tersebut ke luar daerah lain. 3.2.3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Analisis MRP dapat digunakan untuk menganalisis sektor dan subsektor ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan PDRB. MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Dalam analisis MRP, terdapat dua macam rasio pertumbuhan, yaitu: 1. Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu merupakan perbandingan antara pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah referensi dengan formulasi: ∆ =
∆
… … … … … … … … … … … … … . … … (3.2)
35
2. Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) sektor i di wilayah studi dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan (PDRB) di wilayah referensi dengan formulasi: ∆ =
… … … … … … … … … … … … … (3.3)
∆
dimana: ∆
= ∆
∆
= ∆
∆
=
.
−
… … … … … . … … … … … … . … … (3.4)
−
… . … … … … … … … … … … … … (3.5)
. .
−
… … … … … … … … … … … … …. (3.6)
Keterangan: ∆
: Perubahan PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j : PDRB sektor (subsektor) i di wilayah j pada tahun dasar .
∆
: PDRB sektor/subsektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis : Perubahan PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi : PDRB sektor (subsektor) i secara nasional/provinsi pada tahun akhir dasar
.
∆
: PDRB sektor/subsektor i di provinsi/nasional pada tahun akhir analisis : Perubahan PDB/PDRB : Total PDB/PDRB pada tahun dasar
.
: Total PDB/PDRB pada tahun akhir analisis
36
3.2.4. Koefisien Kontribusi terhadap PDRB Nilai tambah yang terbentuk di masing-masing sektor nilai tambah total yang tercipta dalam perekonomian dapat dirumuskan dengan: ⁄
=
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (3.7)
Setelah nilai masing-masing indikator tersebut diperoleh, kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing indikator. Untuk lebih menyederhanakan, nilai koefisien sektor dan subsektor setiap indikator yang memiliki nilai koefisien terendah diberi indeks 1, tertinggi diberi indeks 5 dan yang nilainya berada di anatara terendah dan tertinggi dihitung menggunakan rumus: =
−
dimana:
(
−
)×( −
−
)
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.8)
= Indeks sektor dan subsektor ke-j = indeks tertinggi (=5) = indeks terendah (=1) = nilai koefisien sektor tertinggi indikator i = nilai koefisien sektor terendah indikator i = nilai koefisien sektor ke-j
Apabila indeks masing-masing indikator telah didapat, maka hasil indeks seluruh indikator untuk tiap sektor ditambahkan, kemudian dirata-ratakan. Sektor yang memiliki rata-rata indeks tersbesar disimpulkan sebagai sektor unggulan.
37
3.2.5. Analisis Porter’s Diamond Analisis Porter’s Diamond digunakan untuk menganalisis kondisi dayasaing sektor unggulan kota Pekanbaru. Analisis ini berupa analisis secara deskriptif berdasarkan empat elemen utama yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan pesaing dan terakhir adalah industri pendukung dan industri terkait. Selain empat elemen utama tersebut, terdapat dua komponen pendukung didalam penyusunan analisis ini yaitu peran pemerintah daerah dan peran kesempatan. 3.3. Definisi Operasional Variabel Berikut adalah konsep serta definisi variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini: 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu kurun waktu tertentu yang dihasilkan suatu daerah. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Dinamakan domestik karena menyangkut batas wilayah daerah. Disebut konstan karena harga digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000) dan dinamakan berlaku karena menggunakan harga pada tahun berjalan (tahun sesuai dengan periode perhitungan PDRB). PDRB juga sering disebut dengan NTB (Nilai Tambah Bruto). 2. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan dari nilai PDRB atas dasar harga konstan pada suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan pada tahun sebelumnya.
38
3. Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di suatu wilayah. Sektor atau lapangan usaha pada ini sama dengan konsep yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang terdiri dari sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan perbankan serta yang terakhir adalah sektor jasa-jasa. 4. Sektor dan subsektor ekonomi potensial merupakan sektor dan subsektor ekonomi yang memiliki satu atau gabungan kriteria seperti keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif dan spesialisasi jika dibandingkan dengan sektor dan subsektor ekonomi yang sama pada wilayah lainnya. 5. Kontribusi sektor adalah sumbangan (share) atau presentase dari nilai tambah tiap sektor terhadap total PDRB pada suatu periode waktu tertentu. 6. Keunggulan kompetitif berarti kemampuan dayasaing kegiatan ekonomi yang lebih besar pada suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif juga merupakan cerminan dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan tolak ukur. 7. Keunggulan komparatif mengacu pada kegiatan ekonomi suatu daerah yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi perekonomian daerah tersebut. Perbandingan tersebut merupakan perbandingan kontribusi nilai tambah bruto suatu sektor/subsektor ekonomi suatu daerah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Wilayah Geografis a. Letak dan Luas Kota Pekanbaru terletak antara 101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' 0°45' Lintang Utara dengan ketinggian berkisar 5 – 50 meter dari permukaan laut. Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 - 11 meter. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1987 tanggal 7 September 1987, daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62.96 Km² menjadi ± 446.50 Km² yang terdiri dari 8 kecamatan dan 45 kelurahan/desa. Dari hasil pengukuran di lapangan oleh BPN tingkat I Riau, ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632.26 Km². Kota Pekanbaru umumnya merupakan daerah datar dengan struktur tanah terdiri dari jenis aluvial dengan pasir. Untuk daerah pinggiran kota, pada umumnya terdiri dari jenis tanah organosol dan humus yang merupakan rawa-rawa dan bersifat asam sehingga sangat kerosif untuk besi. Dilihat dari komposisi penggunaan lahan, sekitar 52.51% luas lahan yang ada di Kota Pekanbaru digunakan untuk lahan bukan pertanian. Terjadinya peningkatan kegiatan pembangunan menyebabkan peningkatan pada sektor kegiatan penduduk di segala bidang yang pada akhirnya meningkatkan tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan lainnya. Demi menciptakan ketertiban di dalam
40
pemerintahan dan pembinaan wilayah yang luas, maka dibentuklah kecamatankecamatan baru sejalan dengan dikeluarkannya Perda (Peraturan Daerah) Kota Pekanbaru nomor 4 tahun 2003. Pemberlakuan Perda tersebut berimbas pada satuan administratif baru Kota Pekanbaru yang awalnya terdiri dari 8 kecamatan dan 45 kelurahan/desa menjadi 12 kecamatan dan 58 kelurahan/desa. b. Batas Kota Pekanbaru berbatasan dengan daerah Kabupaten/Kota :
Sebelah Utara
:
Sebelah Selatan :
Sebelah Timur
Sebelah Barat
Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan :
:
Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan Kabupaten Kampar
c. Sungai Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur. Memiliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Air Hitam, Siban, Setukul, Pengambang, Ukui, Sago, Senapelan, Limau, Tampan dan Sail. Sungai Siak merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya. d. Iklim Kota Pekanbaru umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34.1º C – 35.6º C dan suhu minimum antara 20.2º C – 23.0º C dengan curah hujan antara 38.6 – 435.0 mm/tahun. Curah hujan tertinggi tercatat pada bulan
41
September 2010 yaitu 466.6 mm dan yang terendah pada bulan Oktober 2010 yaitu 120.7 mm. Kelembapan udara rata-rata berkisar antara 69% – 78%. Berikut adalah keadaan musim di Kota Pekanbaru: a) Musim hujan jatuh pada bulan Januari hingga April dan September hingga Desember. b) Musim kemarau jatuh pada bulan Mei hingga Agustus. 4.2. Kependudukan Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) 2010, jumlah sementara penduduk Kota Pekanbaru adalah 903.9 ribu jiwa yang terdiri dari 459.5 ribu penduduk laki-laki dan 444.4 ribu penduduk perempuan. Dari segi persebaran, terdapat 3 kecamatan dengan persebaran penduduk yang tinggi yaitu Kecamatan Tampan 173.2 ribu jiwa (19.16%), Kecamatan Marpoyan Damai dengan 125.3 ribu jiwa (13.87%) dan Kecamatan Tenayan Raya dengan 123.3 ribu jiwa (13.64%). Kecamatan Sail dan Pekanbaru Kota merupakan dua kecamatan dengan jumlah penyebaran penduduk terkecil yaitu masing-masing sebesar 21 ribu jiwa (2.33 %) dan 25 ribu jiwa (2.77 %). Sedangkan untuk kecamatan lainnya, besar penyebaran penduduk berada pada kisaran empat hingga sepuluh persen. Dengan luas teritorial 632.6 Km2, maka kepadatan penduduk rata-rata Kota Pekanbaru adalah sebesar 1400 jiwa per-km2 dengan Kecamatan Sukajadi sebagai kecamatan terpadat dengan 12700 jiwa per-km2 dan yang terendah adalah Kecamatan Rumbai Pesisir dengan 410 jiwa per-km2. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota
42
Pekanbaru semenjak sensus pertama pada tahun 1961 hingga yang terakhir pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan (BPS, 2010). 1000
903.9
900 800 700
609.2
600 500
398.6
400 300 200
104.7
144.8
186.2
100 0 1961
1971
1980
1990
2000
2010
Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru (dalam ribu jiwa). Sumber: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Kota Pekanbaru. BPS Kota Pekanbaru, diolah.
4.3. Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan merupakan hal yang krusial sebagai penggerak di dalam suatu roda perekonomian. Komposisi tenaga kerja di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh proses demografi. Penduduk usia kerja di Kota Pekanbaru mengalami peningkatan sebesar 2.09 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2010, tercatat jumlah penduduk usia kerja sebesar 643,473 jiwa dan pada tahun 2011 meningkat sebanyak 2 persen atau 13,480 jiwa menjadi 656,953 jiwa. Namun demikian, peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut tidak diikuti dengan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerjanya (TPAK). Pada tahun 2011, terjadi penurunan TPAK yang awalnya pada tahun 2010 tercatat sebesar 67.7 persen menjadi
43
64.16 persen. Penurunan TPAK ini terjadi karena peningkatan penduduk usia kerja ternyata lebih besar kepada bukan angkatan kerja. Berikut adalah perbandingan jumlah penduduk usia kerja Kota Pekanbaru tahun 2010 dan 2011. Tabel 3. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama di Kota Pekanbaru, 2010 dan 2011 Jenis Kegiatan Utama
2010
2011
435,603
421,532
1. Bekerja
391,047
382,185
2. Pengangguran
44,556
39,347
207,870
235,421
1. Sekolah
89,513
81,504
2. Mengurus Rumah Tangga
102,556
128,169
643,743
656,943
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
67.70
64.16
Tingkat Pengangguran (%)
10.23
9.33
I. Angkatan Kerja
II. Bukan Angkatan Kerja
Jumlah
Sumber: Info Eksekutif Kota Pekanbaru 2011. BPS Kota Pekanbaru, diolah.
4.4. Sekilas Perekonomian Kota Pekanbaru Secara umum, Kota Pekanbaru merupakan satu dari dua kota yang memiliki potensi perekonomian menjanjikan bersama Kota Dumai. Kedua kota tersebut memiliki potensi perekonomian, baik dari segi kekayaan sumberdaya, maupun letak wilayah yang sangat strategis karena berdekatan dengan salah satu pusat perekonomian Asia Tenggara yaitu Singapura. Berdasarkan dua pertimbangan
44
tersebut, maka kedua kota ini ditetapkan sebagai titik pertumbuhan ekonomi skala nasional (BPS, 2011). Perekonomian Kota Pekanbaru memiliki perkembangan yang cukup baik jika dilihat dari PDRB dan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000. Terhitung sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah pada tahun 2004, Kota Pekanbaru cenderung memiliki trend menanjak. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan 2000 (dalam juta rupiah). Tahun
PDRB
PDRB Per Kapita
2004
5,004,326.22
7,154,004.37
2005
5,450,933.15
7,358,637.96
2006
6,367,596.81
8,439,861.26
2007
6,997,154.88
8,971,873.12
2008
7,630,442.50
9,715,580.36
2009
8,302,631.95
10,342,247.20
2010
9,047,929.45
10,078,249.00*
Keterangan: *) angka sementara
Sumber: Pekanbaru Dalam Angka 2007 – 2011. BPS, diolah. Perkembangan perekonomian Kota Pekanbaru sangat dipengaruhi oleh kehadiran perusahaan minyak, pabrik pulp dan kertas, serta perkebunan kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya. Kota Pekanbaru pada triwulan I 2010 mengalami peningkatan inflasi sebesar 0.79 persen, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0.30 persen. Berdasarkan kelompoknya, inflasi terjadi hampir pada
45
semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok sandang dan kelompok kesehatan yang pada triwulan laporan tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar 0.88 persen dan 0.02 persen. Secara tahunan inflasi Kota Pekanbaru pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 2.26 persen, terus mengalami peningkatan sejak awal tahun 2010 yaitu 2.07 persen pada bulan Januari 2010 dan 2.14 persen pada bulan Februari 2010. Kebijakan pembangunan Kota Pekanbaru tetap bertumpu penekanannya pada aspek pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kota Pekanbaru merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk berkembang. Sebagai ibukota Provinsi Riau, kebijakan umum pembangunan di bidang ekonomi akan dititikberatkan pada sektor-sektor yang mampu memacu sektor lainnya untuk berkembang. Secara umum, tujuan pembangunan ekonomi Kota Pekanbaru adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilakukan agar stabilitas ekonomi dapat tercipta sehingga kemakmuran dapat dinikmati oleh masyarakat. Dalam tahun 2010 situasi
makro
perekonomian
Kota Pekanbaru
menunjukkan perkembangan yang mantap. Struktur perekonomian didominasi oleh sektor tersier, karena sekitar 50 persen dari total PDRB Pekanbaru didominasi oleh sektor-sektor ini. Upaya pengembangan sektor-sektor lainnya, terutama sektor sekunder diharapkan akan memacu terjadinya transformasi sektoral, sehingga struktur ekonomi akan menjadi lebih kokoh, seimbang, dan dinamis. Situasi makro Kota Pekanbaru dapat dilihat dari perkembangan masing-masing sektor ekonominya.
46
Tabel 5. Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 Tahun 2010. Lapangan Usaha / Industrial Origin 1. Pertanian /Agriculture
Pertumbuhan / Growth 3.78
2. Pertambangan dan Penggalian /Mining and Quarrying
3.47
3. Industri Pengolahan /Manufacturing Industries
5.98
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih /Electricity, Gas, and Water
5.57
Supply 5. Bangunan /Construction
8.96
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran /Trades, Hotel, and
9.83
Restaurant 7. Angkutan
dan
Komunikasi /
Transportation
and
9.83
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan /Finance,
10.86
Communication
Ownership of Dwelling and Business Services 9. Jasa-jasa /Services
8.37 PDRB /GRDP
8.98
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah. Dari Tabel 5 dapat dilihat pertumbuhan dari sektor-sektor yang dominan seperti keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor dengan pertumbuhan paling besar. Timbulnya kepercayaan bank didalam penyaluran kredit sebagai imbas dari tingkat kredit macet di Kota Pekanbaru yang rendah menjadi salah satu penyebab perkembangan positif ini. Dengan berkembangnya sektor-sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tersebut, maka pertumbuhan sektor-sektor lainnya akan ikut tergerak sehingga akan tercipta struktur ekonomi yang kokoh dan dinamis
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Pekanbaru diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quotient (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Setelah diperoleh sektor yang dapat diunggulkan, kemudian digunakan analisis Porter’s Diamond untuk melihat dayasaingnya. 5.1. Indikator Sektor Unggulan Pada dasarnya sektor unggulan merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusi, bukan hanya untuk daerah itu sendiri tetapi juga untuk daerah lain. Pada penelitian ini, penentuan sektor unggulan dilihat berdasarkann indikator koefisien Location Quotient (LQ) dari sisi PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (Rps) yang diperoleh dari analisis MRP serta kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2004 – 2010. Hasil yang didapatkan pada semua indikator adalah berupa angka indeks dengan interval nilai 1 sampai 5. Sektor dengan nilai indeks tertinggi merupakan sektor unggulan berdasarkan karakteristik tiap indikator. 5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) Pengelompokan sektor basis menggunakan analisis LQ bergantung pada perkembangan kegiatan produksi dari sektor-sektor bersangkutan, untuk kemudian dibandingkan dengan perkembangan hasil produksi sektor yang sama di level provinsi. Hasil analisis LQ Kota Pekanbaru ditunjukkan oleh Tabel 6.
48
Tabel 6. Hasil Penghitungan LQ dan Rata-rata LQ Kota Pekanbaru, Tahun 2004 – 2010. Sektor/Subsektor 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. Listrik dan Air Minum a. Listrik b. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa a. Bank b. Lembaga Keuangan Non Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
LQ Tahun 2010 0.04 0.03 0.65 0.01 0.01 0.03 0.55 0.55 2.52 2.48 3.06 2.31 1.73 1.68 3.11 3.25 2.38 2.11 2.19 0.06 5.73 2.10 3.67 2.47 4.15 2.12 1.19 3.53 1.60 1.46 2.04 2.16 1.83 2.06
Rata-rata LQ Tahun 2004-2010 0.04 0.03 0.74 0.02 0.02 0.04 0.62 0.62 2.63 2.65 3.03 2.47 1.79 1.74 3.39 3.13 2.45 2.21 2.35 0.07 5.81 2.33 4.02 2.54 4.66 2.27 1.28 3.94 1.68 1.50 2.28 2.45 2.14 2.28
49
Berdasarkan Tabel 6, sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Pekanbaru pada tahun 2010 serta selama periode setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah di Indonesia pada tahun 2004 – 2010 terdiri dari 6 sektor yang sama. Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif di Kota Pekanbaru dengan nilai LQ lebih dari satu ( > 1) yaitu, sektor listrik dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa dan terakhir adalah sektor jasa-jasa. Secara umum, sektor yang memiliki nilai LQ lebih dari satu ( > 1) dikategorikan telah mampu memenuhi permintaan di dalam daerah itu sendiri dan dimungkinkan untuk melakukan ekspor ke luar daerahnya. Dari segi subsektor, terdapat beberapa subsektor yang memiliki nilai koefisien LQ lebih dari satu ( > 1). Subsektor bank merupakan subsektor dengan nilai koefisien LQ paling besar yaitu 4.15, kemudian subsektor jasa perusahaan pada urutan kedua dengan nilai koefisien LQ sebesar 3.53 dan subsektor air minum berada pada urutan ketiga dengan nilai koefisien LQ sebesar 3.06. Dari hasil LQ tersebut kemudian dilakukan indeksasi. Indeksasi dilakukan untuk memberikan penilaian kriteria yang sama pada setiap indikator sektor unggulan sehingga
indikator
tersebut
dapat
dihitung
secara
bersama-sama
dengan
menggunakan indeks komposit. Sektor pertambangan dan penggalian diberikan nilai 1 karena merupakan sektor yang memiliki nilai LQ paling rendah, sedangkan sektor listrik dan air minum yang merupakan sektor dengan nilai LQ paling tinggi diberikan nilai indeks sebesar 5.
50
Tabel 7. Indeks Location Quotient (LQ) Kota Pekanbaru menurut sektor tahun 2010 Sektor/Subsektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 9. Jasa-jasa
LQ Tahun 2010 0.040 0.013 0.554 2.521 2.314 1.725 2.384 2.473 1.596
Indeks 1.043 1.000 1.863 5.000 4.670 3.731 4.781 4.924 3.525
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Berdasarkan penghitungan indeks LQ pada tahun 2010 (Tabel 7), sektor dengan nilai indeks tertinggi dimiliki oleh sektor listrik dan air minum. Namun demikian, hasil dari analisis LQ tersebut tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya Kota Pekanbaru. Sampai saat ini Kota Pekanbaru masih bergantung dengan pasokan listrik dari PLTA Koto Panjang yang terletak di Kabupaten Kampar. Selain itu, dari subsektor air minum, PDAM Kota Pekanbaru masih mengalami defisit di dalam pemenuhan kebutuhan air bagi penduduk Kota Pekanbaru. Ketidaksesuaian antara nilai koefisien LQ dengan keadaan sebenarnya di Kota Pekanbaru, dapat disebabkan oleh sifat dari data sekunder dimana data yang digunakan di dalam pembentukan nilai LQ adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang sangat statis dan dikumpulkan secara periodik oleh lembaga penyedia data (dalam penelitian ini adalah BPS Kota Pekanbaru). Hal tersebut menyebabkan data sekunder tidak dapat menjelaskan fenomena-fenomena di luar rentang waktu pengumpulan data seperti adanya fluktuasi supply dan demand
51
sehingga memungkinkan adanya ketidaksesuaian antara data dengan kondisi daerah sebenarnya. Sektor dengan nilai indeks terendah dimiliki oleh pertambangan dan penggalian.Hal tersebut sesuai dengan kondisi alam Kota Pekanbaru yang tidak memiliki daerah pertambangan sehingga kegiatan pertambangan dan penggalian tidak dapat dijadikan sebagai kegiatan ekonomi yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut lagi. 5.1.2. Analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP) Analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP) terdiri atas dua instrumen pengukuran. Instrumen pertama adalah Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang menunjukkan
rasio
pertumbuhan
sektor/subsektor
dengan
nilai
PDRB
sektor/subsektor tersebut antara Kota Pekanbaru dengan Provinsi Riau. Instrumen kedua adalah Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr), yaitu rasio pertumbuhan suatu sektor/subsektor ekonomi di Provinsi Riau terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB) agregat di Provinsi Riau. Analisis MRP ini digunakan untuk melihat bagaimana potensi dari suatu sektor/subsektor memberikan dampak pada perekonomian wilayah. Nilai RPs dan RPr diatas satu ( > 1) mengindikasikan bahwa suatu sektor/subsektor memiliki potensi untuk dikembangkan. Dari hasil penghitungan dengan menggunakan analisis MRP (Tabel 8), sektor keuangan, persewaan dan jasa di Kota Pekanbaru merupakan sektor yang memiliki nilai RPs paling tinggi (RPs = 1.171), dan secara umum sektor tersebut juga
52
potensial di Provinsi Riau (RPr > 1). Nilai RPs dan RPr yang diatas 1 ( > 1) menjelaskan bahwa sektor tersebut dapat dikategorikan sebagai sektor yang potensial dilihat dari pertumbuhan PDRBnya. Selain sektor tersebut, terdapat tiga sektor lain yang memiliki kriteria RPs dan RPr diatas satu ( > 1) yaitu sektor bangunan, perdagangan hotel dan restoran, dan pengangkutan dan komunikasi. Sektor keuangan, persewaan dan jasa dikategorikan sebagai sektor yang memiliki potensi terutama pada subsektor perbankan. Berikut adalah persebaran bank umum menurut kota/kabupaten di Provinsi Riau pada tahun 2010. Tabel 8. Jaringan Persebaran Bank Umum di Provinsi Riau Tahun 2010. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Kabupaten / Kota Pekanbaru Bengkalis Dumai Indragiri Hulu Indragiri Hilir Kampar Kuantan Singi Pelalawan Rokan Hulu Rokan Hilir Siak Meranti Total
Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota KP Kanwil KC KCP KK Lainnya 1 1 43 102 21 36 4 36 3 9 7 14 3 7 4 17 6 5 4 16 1 4 2 28 2 3 2 14 2 3 2 21 1 3 1 16 1 2 2 16 1 2 2 26 3 8 3 4 1 2 1 1 76 310 45 84
Sumber: http://www.riau.go.id/index.php?/ind/Bumd, diolah.
Jaringan perbankan Provinsi Riau sejauh ini masih terpusat di Kota Pekanbaru. Hal tersebut menjadikan subsektor perbankan masih menjadi subsektor yang memiliki potensi baik di masa depan. Kegiatan perekonomian di Kota
53
Pekanbaru yang semakin maju akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan sektor perbankan di kota ini. Kegiatan bisnis pada umumnya membutuhkan sumber pendanaan yang salah satunya didapatkan dari pinjaman bank. Selain itu, kemajuan perekonomian akan membawa dampak pada semakin makmurnya kondisi ekonomi masyarakat. Semakin makmur masyarakat di suatu wilayah, maka akan semakin tinggi pula kecendrungan dari masyarakat tersebut untuk menabung (Modigliani, 1986). Sektor pertanian dan sektor listrik dan air minum merupakan sektor dengan nilai RPr dan RPs yang lebih kecil dari satu ( < 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor listrik dan air minum bukan merupakan sektor yang potensial jika dilihat dari sisi pertumbuhannya baik di Kota Pekanbaru maupun di Provinsi Riau. Sektor pertanian merupakan sektor yang tidak dapat dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang potensial. Pada umumnya, kegiatan perekonomian masyarakat di Kota Pekanbaru lebih terpusat pada kegiatan yang bersifat off-farm. Sebagai kota yang diproyeksikan sebagai kota bisnis, lahan-lahan kosong yang terdapat di Kota Pekanbaru lebih difungsikan sebagai lahan untuk bangunan seperti pusat bisnis maupun perumahan. Meskipun memiliki lahan yang difungsikan sebagai lahan pertanian, namun hal tersebut tidak dapat memberikan potensi yang baik di masa depan karena mayoritas sifat tanah di Kota Pekanbaru adalah gambut yang bersifat asam sehingga tidak cocok jika diusahakan sebagai lahan pertanian secara luas.
54
Tabel 9. Hasil Pengukuran Rasio Pertumbuhan Provinsi Riau (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Kota Pekanbaru (RPs), Tahun 2004 – 2010 Sektor/Subsektor 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. Listrik dan Air Minum a. Listrik b. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa a. Bank b. Lembaga Keuangan Non Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
RPs 0.835 0.956 0.695 0.672 0.287 0.631 0.813 0.813 0.923 0.873 1.456 1.016 1.079 1.077 0.946 1.335 1.082 1.043 0.934 1.100 1.124 0.813 0.885 1.171 0.918 0.887 0.881 0.829 0.969 1.044 0.805 0.817 0.684 0.825
RPr 0.651 0.320 0.978 0.840 0.332 0.859 2.697 8.202 1.260 1.111 1.111 0.816 0.885 0.455 1.167 1.228 1.229 1.149 1.220 1.201 1.013 0.957 0.873 1.670 1.284 2.470 1.748 3.607 1.066 1.201 1.234 1.127 1.102 1.210 1.250 1.250 1.201
55
Untuk penghitungan indeks komposit, hasil penghitungan MRP yang diindekskan adalah RPs dengan pertimbangan bahwa RPs menggambarkan secara khusus potensi sektor ekonomi Kota Pekanbaru.Hasil indeksasi RPs ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) Kota Pekanbaru Tahun 2004 – 2010. Sektor/Subsektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 9. Jasa-jasa
RPs
Indeks
0.835 0.287 0.813 0.923 1.016 1.079 1.082 1.171 0.969
3.480 1.000 3.380 3.876 4.297 4.583 4.598 5.000 4.083
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Dari hasi penghitungan indeks, sektor keuangan, persewaan dan jasa merupakan sektor dengan indeks tertinggi pada tahun 2004-2010. Hal tersebut sesuai dengan keadaan riil yang terjadi baik di Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru. Sektor keuangan, persewaan dan jasa terutama subsektor bank mengalami kenaikan kinerja. Kinerja perbankan dapat dilihat dari tingkat kredit macetnya (NPL). Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai NPL (diatas 5%) maka bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank. Nilai NPL perbankan Kota Pekanbaru tercatat sebesar 2.22 persen pada tahun 2010 (utusanriau.com, 2013).
56
5.1.3. Indeks Kontribusi PDRB (IKP) PDRB merupakan salah satu indikator yang digunakan di dalam meniliai kondisi perekonomian suatu wilayah. PDRB menurut lapangan usaha terdiri dari sembilan sektor ekonomi dimana masing-masing sektor memiliki subsektor tersendiri. Salah satu cara untuk menentukan sektor ekonomi yang dapat dijadikan andalan di suatu wilayah adalah dengan cara melihat seberapa besar kontribusi dari sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah secara agregat. Indeks kontribusi PDRB digunakan untuk melihat rasio nilai PDRB tiap sektor terhadap nilai PDRB total. Kontribusi PDRB pada penelitian ini merupakan kontribusi rata-rata sektor/subsektor selama tahun 2004-2010 di Kota Pekanbaru. Berdasarkan Tabel 10, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang memiliki rata-rata kontribusi tersebesar yaitu 30.954 persen selama tahun 2004-2010 dengan subsektor perdagangan besar dan eceran menjadi pemberi kontribusi paling banyak yaitu sebesar 29.086 persen. Perdagangan besar dan eceran menjadi kontributor terbesar di dalam struktur perekonomian tanpa migas Kota Pekanbaru, terutama dari sektor penjualan bahan kebutuhan pokok dan alat-alat komunikasi dan elektronik. Indikator kontribusi PDRB ini kemudian diindeksasi agar diperoleh kesamaan kriteria penilaian untuk melakukan indeks komposit. Sektor yang memiliki indeks kontribusi PDRB terbesar diberikan nilai indeks tertinggi yaitu 5 sedangkan yang terdendah diberikan nilai indeks sebesar 1.
57
Tabel 11. Rata-rata kontribusi PDRB Kota Pekanbaru menurut sektor dan subsektor tahun 2004-2010. Sektor/Subsektor 1. Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian a. Pertambangan b. Penggalian 3. Industri Pengolahan a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. Listrik dan Air Minum a. Listrik b. Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa a. Bank b. Lembaga Keuangan Non Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga Sumber : BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Kontribusi PDRB (%) 1.697 0.145 1.492 0.060 0.031 0.031 10.955 10.955 1.292 1.068 0.224 16.986 30.954 29.086 1.003 0.866 14.656 11.584 8.436 0.060 2.108 0.980 3.072 6.084 3.187 0.425 1.820 0.651 17.345 11.803 5.542 0.464 0.599 3.814
58
Pada Tabel 12, berdasarkan hasil analisis IKP pada tabel 11, kesembilan sektor yang dianalisis diindeksasi untuk dilihat sektor mana yang merupakan sektor unggulan Kota Pekanbaru. Sektor yang memiliki nilai indeks tertinggi dapat disimpulkan sebagai sektor unggulan. Tabel 12. Indeks Kontribusi PDRB Kota Pekanbaru, Tahun 2004-2010 Sektor/Subsektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 9. Jasa-jasa
IKP 1.697 0.031 10.955 1.292 16.986 30.954 14.656 6.084 17.345
Indeks 1.216 1.000 2.413 1.163 3.193 5.000 2.892 1.783 3.240
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2012, diolah.
Dari hasil indeksasi koefisien IKP Kota Pekanbaru tahun 2004-2010, didapatkan hasil bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan. Sedangkan sektor yang tidak dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan adalah sektor pertambangan dan penggalian. Kota Pekanbaru merupakan kota yang diproyeksikan sebagai kota perdagangan di Provinsi Riau. Oleh karena itu, kegiatan perdagangan sangat mendominasi di dalam pembentukan PDRB Kota Pekanbaru. Kegiatan yang berhubungan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran dapat dikategorikan sebagai kegiatan utama perekonomian Kota Pekanbaru. Hal tersebut terbukti kontribusi yang sangat besar yaitu sepertiga (30.954 %) dari total PDRB Kota Pekanbaru tahun 2004-2010 berasal dari kegiatan ini.
59
5.2. Sektor Unggulan Berdasarkan Indeks Komposit Penentuan sektor unggulan dilakukan dengan metode indeks komposit yang menggunakan tiga indikator, yaitu koefisien Location Quotient (LQ) dari sisi PDRB tahun 2010, Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) yang diperoleh dari analisis serta rata-rata kontribusi PDRB tiap sektor ekonomi tahun 2004-2010. Indeks komposit merupakan rata-rata dari total nilai indeks tiga indikator penentu sektor unggulan tersebut. Indeks komposit dengan nilai tertinggi didalam penelitian ini disimpulkan sebagai sektor unggulan Kota Pekanbaru. Tabel 13. Indeks komposit sebagai penentu sektor unggulan Kota Pekanbaru Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Minum 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 9. Jasa-jasa
Indeks Indeks Kontribusi Komposit 1.216 2.374 1.000 1.000 2.413 2.826 1.163 3.559 3.193 4.207
Indeks LQ 1.043 1.000 1.863 5.000 4.670
Indeks RPs 3.480 1.000 3.380 3.876 4.297
3.731
4.583
5.000
4.575
4.781 4.924 3.525
4.598 5.000 4.083
2.892 1.783 3.240
4.318 4.289 3.819
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit pada Tabel 13, dapat disimpulkan bahwa sektor unggulan Kota Pekanbaru dengan indeks komposit terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 4.575. Dari tiga indikator yang digunakan, sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki keunggulan dari segi kontribusi terhadap PDRB Kota Pekanbaru dengan nilai indeks sebesar 5, sedangkan dari indeks LQ dan indeks RPs sektor ini memiliki indeks
60
masing-masing sebesar 3.731 dan 4.583. Sektor dengan indeks komposit tertinggi kedua adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa dan sektor dengan nilai komposit terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai indeks sebesar 1. Dari sisi subsektor, dilakukan analisis dengan menggunakan kriteria dari ketiga alat analisis yang digunakan di dalam penelitian ini.Hasil identifikasi subsektor unggulan ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14. Kontribusi Rata-rata Subsektor Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tahun 2004-2010 Subsektor a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran
Rata-rata LQ 1.737 3.394 3.128
Rata-rata RPS 1.08 0.95 1.34
Rata-rata IKP 29.086 1.003 0.866
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Jika dilihat dari Tabel 14, subsektor perdagangan besar dan eceran merupakan subsektor yang memenuhi kriteria sebagai sektor unggulan karena mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan yang berasal dari luar wilayah (nilai koefisien LQ rata-rata diatas 1 ( >1) ), sektor dengan potensi yang baik dan merupakan sektor yang potensial juga di Provinsi Riau (nilai koefisien rata-rata RPr dan RPs diatas 1 ( >1) ), dan memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kota Pekanbaru (dilihat dari rata-rata indeks kontribusi PDRB). Perdagangan besar dan eceran sebagai subsektor unggulan terkait dengan keberadaan berbagai pusat perbelanjaan, pasar-pasar tradisional berskala besar serta merupakan kota tujuan belanja masyarakat di luar wilayah Kota Pekanbaru.
61
5.3. Analisis Porter’s Diamond Berdasarkan hasil penghitungan indeks komposit, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor unggulan Kota Pekanbaru. Dari sisi subsektor, subsektor andalan Kota Pekanbaru adalah subsektor perdagangan besar dan eceran Penelitian
ini
menggunakan
analisis
Porter’s
Diamond
untuk
menggambarkan dayasaing subsektor perdagangan besar dan eceran. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan melihat dayasaing subsektor perdagangan besar dan eceran dengan pertimbangan bahwa subsektor ini memberikan kontribusi paling besar terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Pekanbaru secara rata-rata selama periode tahun 2004-2010. Analisis dayasaing ini digambarkan dengan empat elemen di dalamnya. Keempat elemen tersebut meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan dan pesaing serta industri pendukung dan industri terkait. Selain empat elemen tersebut, juga akan dilihat peran pemerintah dan peran kesempatan terhadap subsektor perdagangan besar dan eceran ini. 5.3.1. Kondisi Faktor Secara umum kondisi faktor dapat dianalisis secara deskriptif melalui sumberdaya manusia, sumberdaya modal, kondisi infrastruktur, teknologi serta faktor alam yang dimiliki suatu wilayah seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah penduduk dan potensi sumberdaya alam. Semakin baik kondisi tersebut maka wilayah tersebut semakin berdayasaing. Pencapaian standar kualitas masyarakat dapat dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meningkatnya status pembangunan manusia
62
dipengaruhi oleh meningkatnya indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM. Angka IPM Kota Pekanbaru selama tahun 2004-2010 dapat dikatakan baik karena termasuk kategori menengah atas dengan nilai 78.27 pada tahun 2010. Selama kurun waktu sepuluh periode tersebut, Kota Pekanbaru merupakan wilayah dengan nilai IPM tertinggi di Provinsi Riau dengan kecenderungan memiliki presentase nilai yang meningkat tiap tahunnya. Secara lengkap, peringkat IPM kota dan kabupaten di Provinsi Riau ditunjukkan oleh Tabel 15. Tabel 15. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota dan Kabupaten di Provinsi Riau Tahun 2004-2010. Kota/Kabupaten Kota Pekan Baru Kota Dumai Siak Bengkalis Indragiri Hilir Kuantan Sengingi Kampar Rokan Hulu Indragiri Hulu Pelalawan Rokan Hilir Kepulauan Meranti
2004 75,6 73,7 72,6 71,9 71,4
2005 75,9 75,3 73,5 72,9 72,7
2006 76,2 75,5 74,6 73,1 73,4
IPM 2007 76,98 76,31 75,15 73,36 73,87
70,6
71,6
71,9
72,47
72,95
73,38
73,7
69,8 69,5 68,9 68,7 67,6
71,7 70,1 70,9 69,2 68,6
72 71 72 70 70,9
72,98 71,43 72,96 71,43 71,06
73,64 71,84 73,43 72,07 71,51
74,14 72,29 73,89 72,69 71,98
74,43 72,66 74,18 73,18 72,43
-
-
-
-
-
70,15
70,62
2008 77,54 76,91 75,64 74,12 74,41
2009 77,86 77,33 76,05 74,64 74,95
2010 78,27 77,75 76,46 75,11 75,24
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2013, diolah.
Dari sisi infrastruktur, Kota Pekanbaru memiliki beberapa pasar tradisional dengan fasilitas yang memadai, pusat perbelanjaan modern serta menggiatnya pembangunan ruko (rumah toko) pada jalan-jalan utama kota ini. Pasar tradisional terdapat di Kota Pekanbaru antara lain Pasar Bawah, Pasar Raya Senapelan, Pasar
63
Dupa, Pasar Andil, Pasar Rumbai, Pasar Limapuluh dan Pasar Cik Puan. Dari sisi pusat perbelanjaan modern, Kota Pekanbaru memiliki Plaza Senapelan, Plaza Citra, Plaza Sukaramai, Mall Pekanbaru, Mall SKA, Mall Ciputra Seraya, Lotte Mart, Metropolitan Trade Center, The Central, Ramayana dan Giant. Sebagai sebuah kota modern, Kota Pekanbaru juga dilengkapi dengan infrastruktur dan fasilitas umum yang semakin baik. Dengan tersedianya transportasi darat, laut, serta udara, kota-kota besar dan negara-negara tetangga dapat dijangkau melalui Bandara Sultan Syarif Kasim II. Keberadaan pelabuhan kapal dan ferry di Sungai Siak dan jaringan jalan raya yang menghubungkan Kota Pekanbaru dengan seluruh kota-kota di Pulau Sumatera bahkan Jakarta sebagai ibu kota negara juga menjadi nilai tambah Kota Pekanbaru sebagai kawasan perdagangan dan bisnis. Dilihat dari letak wilayah, Kota Pekanbaru diyakini dapat dengan cepat tumbuh dan
berkembang
melalui
jalur
perdagangan
internasional dengan
memanfaatkan lokasi yang sangat menguntungkan, yakni berada di simpul segi tiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura, dan di jalur lalu lintas angkutan lintas timur Sumatera. Selain itu, Kota Pekanbaru berbatasan langsung dengan beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Dari segi kelengkapan sarana dan prasarana terutama dalam hal pusat perbelanjaan, ketiga kabupaten ini masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan Kota Pekanbaru. Hal tersebut menjadikan Kota Pekanbaru sebagai kota tujuan belanja masyarakat daerahdaerah di sekitar wilayah Kota Pekanbaru.
64
5.3.2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk barang dan jasa. Pada subsektor perdagangan besar dan eceran, kondisi permintaan dapat digambarkan melalui tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Pekanbaru. Salah satu cara mengukur kesejahteraan masyarkat di Kota Pekanbaru adalah dengan melihat banyaknya proporsi pengeluaran penduduk di Kota Pekanbaru baik untuk komoditi makanan dan non makanan. Proporsi pengeluaran masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi terhadap kebutuhan non pangan seperti perumahan, barang dan jasa, pakaian dan barang tahan lama (kendaraan, perhiasan dan lain sebagainya) relatif lebih besar dibandingkan dengan masyarakat dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah (Royyan, 2006). 70 55.88
60 50
44.12
57.83
55.16 44.84
42.17
55.31 44.69
40 30 20 10 0 2007
2008 Makanan
2009 Non-makanan
2010
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Gambar 5. Grafik Proporsi Pengeluaran Makanan dan Non makanan Masyarakat Kota Pekanbaru Tahun 2007-2010
65
Pada Gambar 5, terlihat bahwa proporsi pengeluaran masyarakat di Kota Pekanbaru lebih besar terhadap komoditi non makanan. Meskipun ada fluktuasi, namun secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat Kota Pekanbaru relatif makmur didasari dengan proporsi pengeluaran tersebut. Secara alamiah, kuantitas pangan yang dibutuhkan oleh seseorang akan mencapai titik maksimum sedangkan kebutuhan non pangannya tidak (Mulyanto, 2005). Selain dengan melihat proporsi pengeluaran, pengukuran kondisi permintaan di Kota Pekanbaru juga dapat dilakukan dengan melihat kondisi pengeluaran perkapita masyarakat. Dari segi pengeluaran perkapita masyarakat Kota Pekanbaru, terlihat adanya perkembangan tren yang positif meskipun terdapat adanya fluktuasi yang kecil. 1000000 900000
943667
924207
934999
2008
2009
2010
800000 700000 573995 600000 500000 2007
Sumber: BPS Kota Pekanbaru, 2011, diolah.
Gambar 6. Grafik Perkembangan Pengeluaran Perkapita Kota Pekanbaru (dalam Rupiah) Tahun 2007 -2010. Pada tahun 2007, terjadi peningkatan pengeluaran perkapita yang cukup tinggi sebesar 369672 rupiah (64%). Hal tersebut dipengaruhi oleh terjadinya inflasi yang dipicu oleh kenaikan indeks harga kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesasr 3.95 persen, kesehatan sebesar 2.03 persen, pendidikan,
66
rekreasi dan olahraga 0.99 persen, sandang sebesar 0.46 persen, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0.29 persen serta bahan makanan sebesar 0.11 persen. Beberapa komoditas yang menyebabkan terjadinya inflasi di Kota Pekanbaru ini adalah terjadinya peningkatan harga pada rokok, tomat sayur, ikan serai, emas perhiasan, bahan pelumas/oli, beras, surat kabar harian dan gula pasir. Tercatat tingkat inflasi pada tahun 2007 adalah sebesar 9.16 persen (year on year) (BPS Kota Pekanbaru, 2006). Kondisi permintaan memperlihatkan kondisi yang baik dan memiliki keunggulan secara umum yang ditunjukkan dengan peningkatan pengeluaran perkapita masyarakat serta proporsi pengeluaran masyarakat terhadap komoditi non makanan lebih tinggi daripada komoditi makanan. 5.3.3. Strategi Perusahaan dan Pesaing Kota Pekanbaru memiliki beberapa pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern. Salah satu pasar tradisional yang ada di Kota Pekanbaru adalah Pasar Bawah. Pasar Bawah merupakan satu-satunya pasar tradisional yang dijadikan pasar wisata oleh Pemerintah Kota Pekanbaru. Pasar Bawah merupakan pasar tradisional dengan rancangan modern serta menjadi salah satu ikon sekaligus pasar tertua di Kota Pekanbaru. Komoditi yang disediakan oleh pasar ini mencakup kerajinan khas maupun barang-barang impor seperti pernak-pernik aksesori rumah tangga, barangbarang antik, produk busana hingga barang-barang elektronik. Kenyamanan serta kebersihan merupakan poin tambahan lainnya dari pasar ini jika dibandingkan dengan
67
pasar-pasar lain. Persaingan antara pasar-pasar tradisional masih belum terlalu berarti karena hampir kesemuanya dikelola oleh pemerintah Kota Pekanbaru. Selain pasar-pasar tradisional, pusat perbelanjaan modern juga banyak terdapat di Kota Pekanbaru. Persaingan yang terjadi pada pusat perbelanjaan modern lebih terletak kepada spesialisasi dari segi komoditi yang ditawarkan. Di dalam prakteknya, segmentasi pasar dilakukan oleh pusat perbelanjaan modern di Kota Pekanbaru. Mall SKA dan Mall Ciputra Seraya merupakan pusat perbelanjaan dengan segmentasi pasar masyarakat menengah ke atas, sedangkan Plaza Sukaramai lebih kepada masyarakat menengah ke bawah. Hal tersebut tercermin dari komoditas yang ditawarkan dimana Mall SKA dan Mall Ciputra Seraya menawarkan barang primer, sekunder dan tersier sedangkan Plaza Sukaramai hanya barang primer dan sekunder saja. Selain ketiga pusat perbelanjaan tersebut, Kota Pekanbaru memiliki pusat perbelanjaan lain yaitu Mall Pekanbaru dan Plaza Senapelan dimana keduanya mengkhususkan kepada penjualan barang-barang elektronik terutama handphone. Persaingan kedua pusat perbelanjaan lebih kepada sisi promosi karena dari segi komoditi relatif identik. 5.3.4. Industri Pendukung dan Industri Terkait Kota Pekanbaru merupakan kota yang diproyeksikan sebagai kota perdagangan dan jasa. Hingga saat ini, proyeksi tersebut didukung oleh tersedianya fasilitas penunjang yang lengkap. Tersedianya fasilitas perbankan, asuransi, perusahaan perdagangan valuta asing serta jasa industri lainnya didukung juga oleh perusahaan-perusahaan besar yang membuka kantor pusat dan cabang di Kota
68
Pekanbaru antara lain perusahaan asing PT. Chevron Pacific Indonesia yang merupakan perusahaan pengolahan minyak terbesar di Indonesia, PT. Indah Kiat Pulp and Paper yang bergerak di bidang usaha pulp dan kertas serta perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan seperti PT. Surya Dumai dan PT. Siak Raya. Terkait dengan sektor perdagangan, sektor pariwisata dan perhotelan merupakan sektor yang berperan penting di dalam mendukung sektor ini. Kota Pekanbaru memiliki banyak hotel bertaraf bintang tiga hingga lima. Keberadaan sektor perhotelan ini menambah insentif bagi para pelaku bisnis untuk melakukan bisnisnya di Kota Pekanbaru. Sebagai kota perdagangan, Kota Pekanbaru banyak dikunjungi oleh pelaku bisnis yang berasal dari luar kota sehingga keberadaan sektor perhotelan ini dipandang penting. Dengan adanya pengunjung dari luar kota, sektor pariwisata akan ikut terpengaruh karena pelaku bisnis dapat dianggap sebagai wisatawan potensial. 5.3.5. Peran Pemerintah Daerah Dukungan pemerintah terhadap subsektor perdagangan tampak dari visi pembangunan Kota Pekanbaru menuju tahun 2020 yaitu: “ Terwujudnya Kota Pekanbaru Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa, Pendidikan serta Pusat Kebudayaan Melayu, Menuju Masyarakat Sejahtera yang Berlandaskan Iman dan Taqwa”. Visi 2020 tersebut menjelaskan keinginan pemerintah Kota Pekanbaru dalam dekade 20 tahun ke depan dan dengan dukungan masyarakat untuk berusahan semaksimal mungkin dapat mewujudkan Kota Pekanbaru menjadi pusat perdagangan dan jasa di kawasan Sumatera.
69
Pemerintah Kota Pekanbaru, sebagaimana telah dicantumkan dalam VisiMisi dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Pekanbaru adalah mengembangkan
ekonomi
berbasis
kerakyatan
sebagai
perwujudan
dalam
mengangkat ekonomi masyarakat lapis bawah. Perwujudan ini dijabarkan dalam program dan kegiatan di berbagai dinas terkait, seperti; Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Sosial dan Pemakaman, Dinas Pertanian, Dinas Tenaga kerja, dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana. Keseluruhan instansi ini menjabarkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) setiap tahun baik dalam bentuk bantuan, pendidikan dan latihan, sosialisasi dan penyuluhan maupun pengikutsertaan dalam berbagai iven daerah dan nasional dan bentuk pembinaan lanjutan lainnnya. Disamping itu juga pemerintah Kota Pekanbaru, juga menghimbau kepada pengusaha skala besar dalam hal pembiayaan dengan memanfaatkan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) BUMN/BUMS/BUMD, pemasaran hasil produksi dan pembinaan kualitas produksi. Dengan kebijakan yang telah dilakukan banyak tumbuh pengusaha kecil dalam bidang pertenunan, makanan tradisional dan kerajinan rakyat dalam menghadapi persaingan pasar yang ketat terutama produk-produksi luar negeri dari negara tetangga (Zulkarnain, 2010). Pembangunan di Kota Pekanbaru terutama di sektor transportasi memberikan dampak semakin mudahnya akses terhadap Kota Pekanbaru. Renovasi terhadap bandar udara (bandara) Sultan Syarif Kasim II adalah salah satu bentuk pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan adanya bandara bertaraf internasional, maka Kota Pekanbaru akan semakin terbuka terhadap perekonomian
70
global. Akses yang mudah adalah syarat yang mutlak dibutuhkan bagi kota perdagangan. Selain bandara, perbaikan pada prasarana jalan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau pada jalan-jalan antar kota akan memudahkan distribusi dari dalam maupun ke luar Kota Pekanbaru. Secara umum, pemerintah Kota Pekanbaru bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Riau mencanangkan beberapa megaproyek antara lain: 1. Penambahan kapasitas kelistrikan kota 2. Dua proyek fly-over di pusat Kota Pekanbaru 3. Dua proyek jembatan (Siak III dan Siak IV) 4. Penambahan trayek transportasi pada sarana angkutan massal Trans Metro Pekanbaru. 5.3.6. Peran Kesempatan Komitmen pemerintah pusat untuk melaksanakan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA), kerjasama informal APEC dan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2020 akan membuat perekonomian Indonesia semakin terbuka dengan negara asing. Kota Pekanbaru dengan aksesnya yang memadai dan berjarak relatif dekat dengan salah satu pusat perekonomian dunia yaitu Singapura akan merasakan efek dari kebijakan pemerintah pusat tersebut. Dengan adanya kebijakan perdagangan bebas, maka kegiatan di subsektor perdagangan ini akan semakin menggiat. Menanggapi tantangan pemerintah untuk menjadikan Indonesia peringkat 10 (sepuluh) besar di dalam pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah Provinsi Riau
71
menyusun strategi pertumbuhan ekonomi melalui “Kawasan Strategi dan Cepat Tumbuh”. Di antara 6 (enam) usulan “Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh” di Provinsi Riau, Kota Pekanbaru termasuk salah satu di dalamnya. Kota Pekanbaru akan dijadikan sebagai “Kota Metropolitan” dengan fungsi utama kota industri, perdagangan dan jasa serta pusat layanan permukiman dengan skala provinsi. Untuk menjadikan Kota Pekanbaru menjadi “Kota Metropolitan”, maka diperlukan perencanaan infrastruktur yang lebih matang untuk masa mendatang dengan tujuan utama mendukung kegiatan industri, perdagangan, dan mempermudah mobilitas para penduduk. Rencana Jalan Tol Pekanbaru - Dumai dengan total panjang ruas jalan tol 135.34 Km yang akan segera dilaksanakan diyakini dapat memberikan pengaruh positif terhadap wilayah-wilayah yang dilalui dan berdampak terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Pekanbaru ini banyak didukung dari adanya aliran investasi baik dari dalam maupun luar negeri yang dibuktikan dengan banyaknya penanam modal atau perusahaan melakukan aktivitas jual dan membeli barang modal untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa. Kota Pekanbaru merupakan tuan rumah dari “3rd Islamic Solidarity Games (ISG) Indonesia” yang akan dilaksanakan pada tahun 2013. ISG ini merupakan iven olahraga negara-negara Islam berskala internasional. Perhelatan olahraga ini dapat menjadi magnet bagi pengunjung baik lokal maupun mancanegara untuk mengunjungi Kota Pekanbaru. Iven olahraga juga identik dengan kedatangan para pendukung tim yang akan berlaga. Kedatangan warga asing tersebut akan menyebabkan Kota Pekanbaru semakin dikenal oleh masyarakat internasional. Hal
72
tersebut akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian terutama sektor perdagangan. Hasil dari analisis Porter’s Diamond secara ringkas dijelaskan oleh Gambar 7.
Peran Pemerintah (+)
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan: 1. Strategi perusahaan (+) 2. Persaingan (+)
Kondisi Faktor:
Kondisi Permintaan:
1. SDM (+)
1. Permintaan dari
2. Infrastruktur Fisik (+)
dalam daerah (+)
3. Letak Wilayah (+)
Industri Pendukung dan Industri Terkait: 1. Fasilitas Pendukung (+) 2. Perusahaan industri besar (+)
Gambar 7. Analisis Porter’s Diamond
Peran Kesempatan (+)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ), sektor listrik dan air minum merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan dengan nilai koefisien sebesar 2.52 pada tahun 2010. Pada analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP), sektor keuangan, persewaan dan jasa merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan dengan nilai koefisien MRP sebesar 1.171. Berdasarkan hasil analisis Indeks Kontribusi PDRB (IKP), sektor perdagangan, jasa dan restoran adalah sektor yang memenuhi kriteria untuk dikategorikan sebagai sektor ekonomi unggulan dengan nilai koefisien IKP sebesar 30.954 persen. 2. Berdasarkan hasil analisis indeks komposit, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan Kota Pekanbaru dengan nilai indeks komposit sebesar 4.575. 3. Subsektor perdagangan besar dan eceran merupakan subsektor unggulan dari Kota Pekanbaru karena memiliki kriteria nilai koefisien LQ pada tahun 2010 dan MRP lebih dari satu ( > 1) dan memiliki kontribusi yang besar terhadap pembentukan PDRB Kota Pekanbaru tahun 2004-2010 sebesar 29.086 persen. 4. Subsektor perdagangan besar dan eceran merupakan subsektor yang berdayasaing karena memiliki faktor-faktor pembentuk dayasaing yaitu kondisi faktor, kondisi
74
permintaan, strategi perusahaan dan pesaing, industri pendukung dan industri terkait serta didukung oleh peran pemerintah serta kesempatan. 6.2. Saran 1. Subsektor perdagangan besar dan eceran telah menunjukkan subsektor yang unggul dan berdayasaing tinggi. Sarana dan prasarana yang telah dimiliki oleh Kota Pekanbaru sebagai penunjang subsektor tersebut harus lebih dipelihara dan dikembangkan lebih lanjut. Peremajaan jalan masih belum mencakup semua wilayah sehingga butuh perhatian lebih lanjut dari pemerintah Kota Pekanbaru demi kelancaran transportasi yang merupakan sektor pendukung bagi subsektor perdagangan. 2. Sebagai kota yang akan diproyeksikan sebagai pusat perdagangan kawasan Sumatera, kekurangan pada sektor listrik dan air minum perlu untuk disegerakan perbaikannya terutama sektor listrik. Masalah kurangnya pasokan listrik di Kota Pekanbaru serta ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pasokan listrik dari daerah lain akan sangat mengganggu kegiatan perekonomian dan tentunya akan menjadi disinsentif bagi pelaku bisnis dan investor untuk melakukan kegiatannya di Kota Pekanbaru. Diperlukan adanya percepatan realisasi penambahan pembangkit tenaga listrik agar masalah pasokan listrik dapat segera diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali, S.H. 2002.Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu FederalismeSebagai Suatu Alternatif. C.V. Rajawali. Jakarta. Anggriyani, R. 2010. Analisis Sektor Perekonomian Unggulan Provinsi Sumatera Utara (2001-2009) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS). 2002. Statistik Indonesia : Statistical Yearbook of Indonesia2002.BPS, Jakarta. ________________.2003. Statistik Indonesia2003.BPS, Jakarta.
Indonesia:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2004. Statistik Indonesia2004.BPS, Jakarta.
Indonesia:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2005. Statistik Indonesia2005.BPS, Jakarta.
Indonesia:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2006. Statistik Indonesia2006.BPS, Jakarta.
Indonesia:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2007. Statistik Indonesia2007.BPS, Jakarta.
Indonesia
:
Satistical
Yearbook
of
________________. 2008. Statistik Indonesia2008.BPS, Jakarta.
Indonesia
:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2009. Statistik Indonesia2009.BPS, Jakarta.
Indonesia
:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2010. Statistik Indonesia2010.BPS, Jakarta.
Indonesia
:
Statistical
Yearbook
of
________________. 2011. Statistik Indonesia2011.BPS, Jakarta.
Indonesia
:
Statistical
Yearbook
of
Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. 2010. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010: Data Agregat per Kecamatan. BPS, Pekanbaru. _________________ . 2011. Info Eksekutif Kota Pekanbaru. BPS, Pekanbaru
76
_______________ . 2007. Pekanbaru dalam Angka : Pekanbaru in Figure2007. BPS, Pekanbaru ________________ . 2008. Pekanbaru dalam Angka : Pekanbaru in Figure2008. BPS, Pekanbaru. ________________ . 2009. Pekanbaru dalam Angka : Pekanbaru in Figure2009. BPS, Pekanbaru. ________________ . 2010. Pekanbaru dalam Angka : Pekanbaru in Figure2010. BPS, Pekanbaru. ________________ . 2011. Pekanbaru dalam Angka : Pekanbaru in Figure2011. BPS, Pekanbaru. Basri, Faisal. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru, dan Prospek Perekonomian Indonesia. Prenada Media Group. Jakarta. Colander, D. C. 1998. Macroeconomics. Third edition. Mc Graw-Hill companies, USA. Daryanto, Arif dan Hafizrianda, Yundy. 2010. Model-model Kuantitatif: untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, Konsep dan Aplikasi. IPB Press. Bogor. George, G. dan Manasis, G. 2011. Analysis of Competitiveness of Greek’s Olive Oil Sector Using Porter’s Diamond Model [Jurnal]. Eurojournals, Greece. Hubbard, R. G. dan O’Brien, A. P. 2009.Macroeconomics.Third edition. Pearson, USA. Lipsey, G., et al. 1992. Pengantar Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Mankiw, N. G. 2006. Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Mulyanto. 2005. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Rajawali, Jakarta. Modigliani, F. 1986. Life Cycle, Individual Thrift, and The Wealth of Nations [Jurnal]. American Economic Review, American Economic Association, USA. Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Grasindo. Jakarta.
77
O’Sullivan, A. ,et al. 2010. Macroeconomics: Principles, Applications, and Tools.6TH Edition. Pearson. USA. Pragari, R. 2011. Analisis Dayasaing Pariwisata Kabupaten Kuningan : Pendekatan Porter’s Diamond [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prayitno, H dan Santosa, B. 1996.Ekonomi Pembangunan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. ---------------------. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.Republik Indonesia. Jakarta. Royyan. 2006. Porsi Pengeluaran Masyarakat. Ghalia, Jakarta. Sabuna, D. 2010. Identifikasi Sektor-sektor Unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Periode 2000-2008) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, Sadono. 2011. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Sondari, D. 2007. Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, S. 2011. Identifikasi Sektor Unggulan di Kota Dumai Provinsi Riau Tahun 2000-2010 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta. Todaro, M. P. 1984. Ilmu Ekonomi: Bagi Negara Sedang Berkembang, Suatu Pengantar Mengenai Dasar-Dasar Masalah-Masalah dan Kebijaksanaan dalam Pembangunan, Buku I. Akademika Pressindo, Jakarta. http://id.wikipedia.org/wiki[31 Maret 2012] http://pekanbarukota.bps.go.id/index.php/perbandingan-regionalBPS Kota Pekanbaru [24 Oktober 2012]
78
Zulkarnain. 2010. Peran Budaya Melayu dan Kewirusahaan [Jurnal]. Bappeda Kota Pekanbaru, Pekanbaru. http://pekanbaru.go.id [20 Oktober 2012] http://utusanriau.com/news/detail/6583/2012/05/21/2010,-kredit-macet-perbankan-diriau-2,22-persen#.UVwUXaJHLZA [15 Maret 2013] http://www.riau.go.id/index.php?/ind/Bumd [15 Maret 2013]
LAMPIRAN
80 PDRB PROPINSI RIAU ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (DALAM JUTA RUPIAH) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
11,649,245.97
12,464,887.42
13,308,660.62
14,103,047.84
14,785,911.40
15,494,292.46
16,071,126.47
16,706,357.97
a. Tanaman Bahan Makanan
1,594,506.03
1,649,395.17
1,689,455.26
1,724,881.20
1,768,512.67
1,809,453.28
1,836,552.10
1,903,316.26
b. Tanaman Perkebunan
4,074,206.58
4,369,777.82
4,792,832.66
5,252,099.26
5,622,057.76
6,071,166.19
6,439,653.53
6,914,991.06
580,458.27
609,783.03
653,525.97
699,643.99
751,979.61
813,625.48
866,741.31
912,993.57
d. Kehutanan
4,322,953.99
4,679,814.25
4,920,276.33
5,074,529.74
5,186,666.49
5,231,586.91
5,301,012.57
5,249,511.33
e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
1,077,121.09
1,156,117.15
1,252,570.40
1,351,893.65
1,456,694.87
1,568,460.61
1,627,166.96
1,725,545.74
236,096.71
316,532.74
402,755.59
517,987.32
645,265.50
762,271.23
863,113.40
947,119.29
a. Pertambangan
21,722.31
76,283.35
144,633.34
229,674.74
323,161.62
411,963.38
483,336.57
527,383.85
b. Penggalian
214,374.40
240,249.39
258,122.25
288,312.58
322,103.88
350,307.85
379,776.83
419,735.44
4,749,048.45
5,230,451.01
5,705,202.21
6,224,832.81
6,934,901.25
7,557,511.42
8,038,386.73
8,655,113.32
-
-
-
-
-
-
-
-
4,749,048.45
5,230,451.01
5,705,202.21
6,224,832.81
6,934,901.25
7,557,511.42
8,038,386.73
8,655,113.32
137,226.29
151,556.65
165,499.00
175,200.34
185,050.79
197,745.09
204,021.91
215,418.61
a. Listrik
113,381.12
126,587.02
139,736.33
148,554.95
157,539.15
169,069.83
174,472.34
184,785.25
b. Air Minum
23,845.17
24,969.63
25,762.67
26,645.39
27,511.65
28,675.26
29,549.56
30,633.35
1,892,746.43
2,064,977.55
2,212,679.83
2,395,732.42
2,674,930.31
2,972,880.21
3,233,711.46
3,519,496.47
4,683,120.21
5,121,976.81
5,641,815.35
6,278,665.89
6,840,260.85
7,504,882.30
8,170,755.01
9,001,431.20
4,527,458.05
4,951,976.08
5,453,810.45
6,071,558.29
6,613,065.87
7,254,200.20
7,899,455.25
8,708,055.90
79,713.62
87,181.63
96,018.57
105,769.39
115,369.99
126,417.86
136,786.83
147,588.45
75,948.54 1,604,702.91
82,819.10 1,794,891.88
91,986.33 1,982,655.81
101,338.21 2,173,442.62
111,824.99 2,331,648.28
124,264.24 2,575,353.68
134,532.94 2,788,135.53
145,786.84 3,050,959.99
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM
5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN
81
KOMUNIKASI a. Pengangkutan
1,451,114.03
1,611,354.05
1,760,596.85
1,905,429.35
2,010,195.81
2,194,880.05
2,337,423.70
2,510,960.09
1. Angkutan Darat
1,000,518.68
1,092,605.76
1,195,699.12
1,299,202.68
1,352,923.62
1,468,888.44
1,565,293.22
1,678,081.62
2. Angkutan Laut
263,283.58
291,098.65
306,087.01
322,412.93
345,590.28
375,253.63
394,729.70
422,705.14
3. Angkutan Udara
82,254.43
103,744.15
121,170.51
133,777.15
147,439.15
169,285.57
183,342.10
200,138.46
4. Jasa Penunjang Angkutan
105,057.34
123,905.49
137,640.21
150,036.59
164,242.76
181,452.40
194,058.68
210,034.87
b. Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
153,588.88
183,537.83
222,058.96
268,013.27
321,452.47
380,473.63
450,711.83
539,999.90
549,238.94
653,130.59
771,841.96
892,826.69
1,011,841.54
1,149,980.23
1,266,639.45
1,388,321.99
a. Bank
84,863.05
129,654.68
194,169.46
264,562.28
320,483.32
391,264.51
451,161.39
507,336.20
b. Lembaga Keuangan Non Bank
51,458.50
55,915.85
60,660.12
65,534.34
72,074.44
79,180.92
84,429.41
91,269.65
c. Sewa Bangunan
369,876.12
419,382.89
464,101.85
505,464.68
554,668.27
608,389.88
653,949.66
706,387.73
d. Jasa Perusahaan
43,041.27
48,177.17
52,910.53
57,265.38
64,615.51
71,144.91
77,098.99
83,328.41
9. JASA-JASA
2,825,348.20
3,081,363.13
3,325,431.29
3,655,897.19
4,010,950.18
4,382,013.82
4,756,033.97
5,157,606.38
2,184,789.93
2,378,271.92
2,545,684.84
2,800,377.59
3,063,274.58
3,345,185.00
3,635,690.78
3,933,991.21
640,558.27
703,091.21
779,746.45
855,519.60
947,675.60
1,036,828.82
1,120,343.19
1,223,615.17
1. Sosial Kemasyarakatan
49,313.17
56,031.30
61,431.11
66,975.37
73,138.11
79,706.45
87,669.16
95,936.80
2. Hiburan dan Rekreasi
73,714.13
79,257.43
86,943.57
97,207.27
107,512.53
117,990.81
130,158.52
142,700.58
3. Perorangan dan Rumahtangga
517,530.98
567,802.48
631,371.77
691,336.97
767,024.96
839,131.57
902,515.51
984,977.80
TOTAL
28,326,774.11
30,879,767.78
33,516,541.66
36,417,633.12
39,420,760.10
42,596,930.44
45,391,923.93
48,641,825.22
a. Pemerintahan Umum b. Swasta
82
PDRB KOTA PEKANBARU ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (DALAM JUTA RUPIAH) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
2003
2004
93,515.20
98,342.17
2005 102,487.26
2006 107,095.96
2007
2008
2009
2010
111,625.43
116,126.76
120,716.69
125,282.86
8,551.99
8,549.00
8,919.35
9,080.29
9,262.66
9,497.13
9,722.22
9,929.30
-
-
-
-
-
-
-
-
81,579.46
86,325.38
89,992.03
94,245.87
98,380.63
102,459.27
106,629.36
110,798.57
d. Kehutanan
-
-
-
-
-
-
-
-
e. Perikanan
3,383.74
3,467.79
3,575.88
3,769.80
3,982.14
4,170.35
4,365.11
4,554.99
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Pertambangan
1,511.87
1,738.91
1,853.07
1,983.05
2,082.37
2,168.51
2,252.86
2,331.04
-
-
-
-
-
-
-
-
b. Penggalian
1,511.87
1,738.91
1,853.07
1,983.05
2,082.37
2,168.51
2,252.86
2,331.04
3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Pengolahan Migas
548,926.85
606,067.75
653,963.13
699,871.59
746,614.03
793,267.43
841,894.72
892,240.02
b. Industri Pengolahan Tanpa Migas
548,926.85
606,067.75
653,963.13
699,871.59
746,614.03
793,267.43
841,894.72
892,240.02
4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM a. Listrik
70,399.93
73,587.11
76,412.63
81,130.93
84,903.63
90,675.37
95,685.35
101,015.15
58,117.84
60,795.83
63,153.30
67,171.82
70,201.29
75,039.03
79,143.66
83,512.39
b. Air Minum
12,282.08
12,791.29
13,259.33
13,959.11
14,702.34
15,636.34
16,541.68
17,502.76
817,681.10
910,021.80
988,736.31
1,075,520.04
1,172,610.89
1,277,475.43
1,390,532.00
1,515,123.67
1,436,831.93
1,589,960.90
1,777,759.78
1,961,790.07
2,187,933.63
2,398,747.60
2,630,543.34
2,889,072.70
1,351,923.88
1,496,489.43
1,668,296.36
1,840,852.61
2,055,181.24
2,253,657.12
2,472,036.49
2,715,532.09
b. Hotel
47,338.82
52,172.70
59,836.19
65,412.64
70,562.85
75,426.04
80,155.26
85,293.21
c. Restoran
37,569.23
41,298.77
49,627.23
55,524.82
62,189.54
69,664.44
78,351.59
88,247.40
5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran
83
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat
680,640.95
775,672.47
844,787.18
930,692.55
1,019,819.53
1,126,064.51
1,231,638.88
1,352,677.34
559,988.55
631,160.89
680,959.74
740,396.94
796,552.54
863,468.23
921,066.27
983,934.47
430,533.75
470,183.91
499,456.52
538,222.00
570,602.19
608,016.58
644,315.17
683,747.26
2. Angkutan Laut
2,963.77
3,266.97
3,576.21
3,819.08
4,106.49
4,345.53
4,591.92
4,854.12
3. Angkutan Udara
80,743.63
101,755.85
119,301.95
135,783.29
154,826.38
179,217.06
195,360.09
213,196.47
4. Jasa Penunjang Angkutan
45,747.41
55,954.17
58,625.06
62,572.56
67,017.48
71,889.06
76,799.09
82,136.62
120,652.39
144,511.58
163,827.44
190,295.61
223,266.99
262,596.28
310,572.62
368,742.87
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank
213,515.43
271,539.02
339,332.42
413,242.33
473,033.16
521,390.71
576,120.28
638,666.73
71,487.49
111,573.53
167,738.05
229,036.97
275,730.73
309,035.26
347,170.21
391,503.84
b. Lembaga Keuangan Non Bank
21,826.33
23,773.85
24,845.22
26,598.56
28,589.83
30,852.29
33,323.56
36,046.09
c. Sewa Bangunan
88,425.49
100,913.52
108,137.52
115,783.82
123,783.83
133,559.68
144,418.08
156,390.34
d. Jasa Perusahaan
31,776.12
35,278.12
38,611.63
41,822.99
44,928.76
47,943.48
51,208.43
54,726.45
9. JASA-JASA
b. Komunikasi
854,076.07
925,849.30
995,601.36
1,096,270.29
1,198,532.20
1,304,506.20
1,413,247.82
1,531,519.95
a. Pemerintahan Umum
578,858.20
622,211.72
670,822.83
743,923.86
818,764.60
895,618.44
977,836.21
1,067,210.44
b. Swasta
275,217.87
303,637.57
324,778.53
352,346.42
379,767.61
408,887.76
435,411.61
464,309.51
1. Sosial Kemasyarakatan
22,188.53
25,373.64
27,463.31
29,885.25
32,162.51
34,589.41
36,516.05
38,601.11
2. Hiburan dan Rekreasi
31,079.74
33,578.51
35,078.05
37,451.14
40,335.78
43,464.59
45,929.03
48,634.25
3. Perorangan dan Rumahtangga
221,949.60
244,685.43
262,237.17
285,010.03
307,269.32
330,833.76
352,966.54
377,074.15
TOTAL
4,717,099.33
5,252,779.43
5,780,933.14
6,367,596.81
6,997,154.88
7,630,422.51
8,302,631.95
9,047,929.45
84
HASIL ANALISIS LOCATION QUOTINENT (LQ) LAPANGAN USAHA
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-Rata LQ
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
0.05
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan
-
-
-
-
-
-
-
-
0.83
0.80
0.77
0.74
0.70
0.67
0.65
0.74
d. Kehutanan
-
-
-
-
-
-
-
-
e. Perikanan
0.02
0.02
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.02
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.01
0.01
0.02
-
-
-
-
-
-
-
-
0.04
0.04
0.04
0.04
0.03
0.03
0.03
0.04
0.68
0.66
0.64
0.61
0.59
0.57
0.55
0.62
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Pertambangan b. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Pengolahan Migas
-
-
-
-
-
-
-
-
b. Industri Pengolahan Tanpa Migas
0.68
0.66
0.64
0.61
0.59
0.57
0.55
0.62
4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM a. Listrik
2.85 3.08
2.68 2.82
2.65 2.62
2.58 2.59
2.56 2.51
2.56 2.48
2.52 2.48
2.63 2.65
b. Air Minum
3.09
3.01
2.98
3.00
3.01
3.04
3.06
3.03
5. BANGUNAN
2.59
2.59
2.57
2.47
2.40
2.35
2.31
2.47
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1.82
1.83
1.79
1.80
1.78
1.76
1.73
1.79
a. Perdagangan Besar dan Eceran
1.78
1.77
1.73
1.75
1.73
1.71
1.68
1.74
b. Hotel
3.52
3.61
3.54
3.45
3.33
3.20
3.11
3.39
c. Restoran
2.93
3.13
3.13
3.13
3.13
3.18
3.25
3.13
2.54
2.47
2.45
2.46
2.44
2.42
2.38
2.45
2.30
2.24
2.22
2.23
2.20
2.15
2.11
2.21
2.53
2.42
2.37
2.38
2.31
2.25
2.19
2.35
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat
85
2. Angkutan Laut
0.07
0.07
0.07
0.07
0.06
0.06
0.06
0.07
3. Angkutan Udara
5.77
5.71
5.80
5.92
5.91
5.83
5.73
5.81
4. Jasa Penunjang Angkutan
2.65
2.47
2.39
2.30
2.21
2.16
2.10
2.33
4.63
4.28
4.06
3.91
3.85
3.77
3.67
4.02
b. Komunikasi
2.44
2.55
2.65
2.63
2.53
2.49
2.47
2.54
a. Bank
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
5.06
5.01
4.95
4.85
4.41
4.21
4.15
4.66
b. Lembaga Keuangan Non Bank
2.50
2.37
2.32
2.23
2.18
2.16
2.12
2.27
c. Sewa Bangunan
1.41
1.35
1.31
1.26
1.23
1.21
1.19
1.28
d. Jasa Perusahaan
4.30
4.23
4.18
3.92
3.76
3.63
3.53
3.94
9. JASA-JASA
1.77
1.74
1.71
1.68
1.66
1.62
1.60
1.68
a. Pemerintahan Umum
1.54
1.53
1.52
1.51
1.49
1.47
1.46
1.50
b. Swasta
2.54
2.41
2.36
2.26
2.20
2.12
2.04
2.28
1. Sosial Kemasyarakatan
2.66
2.59
2.55
2.48
2.42
2.28
2.16
2.45
2. Hiburan dan Rekreasi
2.49
2.34
2.20
2.11
2.06
1.93
1.83
2.14
3. Perorangan dan Rumahtangga
2.53
2.41
2.36
2.26
2.20
2.14
2.06
2.28
86
HASIL PENGOLAHAN RASIO PERTUMBUHAN WILAYAH STUDI (RPS) Sektor/Subsektor
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-rata RPS
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
0.74
0.62
0.75
0.87
0.84
1.06
0.96
0.84
(0.01)
1.78
0.86
0.79
1.09
1.58
0.59
0.96
-
-
-
-
-
-
-
-
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
1.15
0.59
0.67
0.59
0.51
0.62
0.73
0.69
d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0.34 0.44
0.37 0.24
0.68 0.25
0.73 0.20
0.62 0.23
1.25 0.29
0.72 0.36
0.67 0.29
-
-
-
-
-
-
-
-
b. Penggalian
1.24
0.88
0.60
0.43
0.47
0.46
0.33
0.63
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
1.03
0.87
0.77
0.59
0.70
0.96
0.78
0.81
a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan
a. Pertambangan
a. Industri Pengolahan Migas
-
-
-
-
-
-
-
-
b. Industri Pengolahan Tanpa Migas
1.03
0.87
0.77
0.59
0.70
0.96
0.78
0.81
4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM a. Listrik
0.43 0.40
0.42 0.37
1.05 1.01
0.83 0.75
0.99 0.94
1.74 1.71
1.00 0.93
0.92 0.87
b. Air Minum
0.88
1.15
1.54
1.64
1.50
1.90
1.58
1.46
5. BANGUNAN
1.24
1.21
1.06
0.77
0.80
1.01
1.01
1.02
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1.137
1.164
0.917
1.289
0.992
1.089
0.967
1.079
a. Perdagangan Besar dan Eceran
1.14
1.13
0.91
1.31
1.00
1.09
0.96
1.08
b. Hotel
1.09
1.45
0.92
0.87
0.72
0.76
0.81
0.95
c. Restoran
1.10
1.82
1.17
1.16
1.08
1.51
1.51
1.34
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
1.178
0.852
1.057
1.316
0.997
1.135
1.043
1.082
1.15
0.85
1.06
1.38
0.91
1.03
0.92
1.04
1.00
0.66
0.90
1.45
0.76
0.91
0.85
0.93
a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat
87
2. Angkutan Laut
0.97
1.84
1.27
1.05
0.68
1.09
0.81
1.10
3. Angkutan Udara
1.00
1.03
1.33
1.37
1.06
1.08
1.00
1.12
4. Jasa Penunjang Angkutan
1.24
0.43
0.75
0.75
0.69
0.98
0.84
0.81
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
1.01 1.44
0.64 1.37
0.78 1.39
0.87 1.09
0.96 0.75
0.99 1.03
0.95 1.13
0.89 1.17
a. Bank
1.06
1.01
1.01
0.96
0.55
0.81
1.03
0.92
b. Lembaga Keuangan Non Bank
1.03
0.53
0.88
0.75
0.80
1.21
1.01
0.89
c. Sewa Bangunan
1.06
0.67
0.79
0.71
0.82
1.09
1.03
0.88
d. Jasa Perusahaan
0.92
0.96
1.01
0.58
0.66
0.81
0.85
0.83
9. JASA-JASA
0.93
0.95
1.02
0.96
0.96
0.98
0.99
0.97
a. Pemerintahan Umum
0.85
1.11
1.09
1.07
1.02
1.06
1.11
1.04
b. Swasta
1.06
0.64
0.87
0.72
0.82
0.81
0.72
0.80
1. Sosial Kemasyarakatan
1.05
0.85
0.98
0.83
0.84
0.56
0.61
0.82
2. Hiburan dan Rekreasi
1.07
0.46
0.57
0.73
0.80
0.55
0.61
0.68
3. Perorangan dan Rumahtangga
1.05
0.64
0.91
0.71
0.82
0.89
0.75
0.82
b. Komunikasi
88
HASIL ANALISIS RASIO PERTUMBUHAN WILAYAH REFERENSI (RPR) Sektor/Subsektor 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Pertambangan b. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM a. Listrik b. Air Minum 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan
Rata-rata RPr
2004
2005
2006 2007 2008 2009 2010
0.78
0.79
0.69
0.59
0.59
0.57
0.55
0.65
0.38 0.80 0.56 0.92 0.81 3.78 27.87 1.34 1.12 1.12 1.16 1.29 0.52 1.01 1.04 1.04 1.04 1.00 1.32 1.23
0.28 1.13 0.84 0.60 0.98 3.19 10.49 0.87 1.06 1.06 1.08 1.22 0.37 0.84 1.19 1.19 1.19 1.30 1.23 1.08
0.24 1.11 0.82 0.36 0.92 3.31 6.79 1.35 1.05 1.05 0.68 0.73 0.40 0.96 1.30 1.31 1.17 1.17 1.11 0.95
0.31 0.85 0.91 0.27 0.94 2.98 4.94 1.42 1.38 1.38 0.68 0.73 0.39 1.41 1.08 1.08 1.10 1.25 0.88 0.67
0.29 0.99 1.02 0.11 0.95 2.25 3.41 1.09 1.11 1.11 0.85 0.91 0.52 1.38 1.21 1.20 1.19 1.38 1.30 1.14
0.23 0.93 0.99 0.20 0.57 2.02 2.64 1.28 0.97 0.97 0.48 0.49 0.46 1.34 1.35 1.36 1.25 1.26 1.26 0.99
0.51 1.03 0.75 0.14 0.84 1.36 1.27 1.47 1.07 1.07 0.78 0.83 0.51 1.23 1.42 1.43 1.10 1.17 1.32 1.04
0.32 0.98 0.84 0.33 0.86 2.70 8.20 1.26 1.11 1.11 0.82 0.88 0.46 1.17 1.23 1.23 1.15 1.22 1.20 1.01
89
1. Angkutan Darat 2. Angkutan Laut 3. Angkutan Udara 4. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Non Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga
1.02 1.17 2.90 1.99 2.16 2.10 5.86 0.96 1.49 1.32 1.01 0.98 1.08 1.51 0.83 1.08
1.11 0.60 1.97 1.30 2.46 2.13 5.83 0.99 1.25 1.15 0.93 0.82 1.28 1.13 1.14 1.31
1.00 0.62 1.20 1.04 2.39 1.81 4.19 0.93 1.03 0.95 1.15 1.16 1.12 1.04 1.36 1.10
0.50 0.87 1.24 1.15 2.42 1.62 2.56 1.21 1.18 1.56 1.18 1.14 1.31 1.12 1.29 1.33
1.06 1.07 1.84 1.30 2.28 1.69 2.74 1.22 1.20 1.25 1.15 1.14 1.17 1.11 1.21 1.17
1.00 0.79 1.27 1.06 2.81 1.55 2.33 1.01 1.14 1.28 1.30 1.32 1.23 1.52 1.57 1.15
1.01 0.99 1.28 1.15 2.77 1.34 1.74 1.13 1.12 1.13 1.18 1.15 1.29 1.32 1.35 1.28
0.96 0.87 1.67 1.28 2.47 1.75 3.61 1.07 1.20 1.23 1.13 1.10 1.21 1.25 1.25 1.20
90
HASIL ANALISIS INDEKS KONTRIBUSI PDRB (IKP) Ratarata IKP
Sektor/Subsektor
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
1.982
1.872
1.773
1.682
1.595
1.522
1.454
1.697
a. Tanaman Bahan Makanan
0.181
0.163
0.154
0.143
0.132
0.124
0.117
0.145
b. Tanaman Perkebunan
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
1.729
1.643
1.557
1.480
1.406
1.343
1.284
1.492
d. Kehutanan
-
-
-
-
-
-
-
e. Perikanan
0.072
0.066
0.062
0.059
0.057
0.055
0.053
0.060
0.032
0.033
0.032
0.031
0.030
0.028
0.027
0.031
-
-
-
-
-
-
-
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Pertambangan b. Penggalian
-
-
0.032
0.033
0.032
0.031
0.030
0.028
0.027
0.031
11.637
11.538
11.312
10.991
10.670
10.396
10.140
10.955
-
-
-
-
-
-
-
11.637
11.538
11.312
10.991
10.670
10.396
10.140
10.955
1.492
1.401
1.322
1.274
1.213
1.188
1.152
1.292
a. Listrik
1.232
1.157
1.092
1.055
1.003
0.983
0.953
1.068
b. Air Minum
0.260
0.244
0.229
0.219
0.210
0.205
0.199
0.224
5. BANGUNAN
17.334
17.325
17.103
16.891
16.758
16.742
16.748
16.986
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
30.460
30.269
30.752
30.809
31.269
31.437
31.683
30.954
28.660
28.489
28.859
28.910
29.372
29.535
29.774
29.086
1.004
0.993
1.035
1.027
1.008
0.988
0.965
1.003
3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Pengolahan Migas b. Industri Pengolahan Tanpa Migas 4. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM
a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Darat
-
0.796
0.786
0.858
0.872
0.889
0.913
0.944
0.866
14.429
14.767
14.613
14.616
14.575
14.758
14.834
14.656
11.871
12.016
11.779
11.628
11.384
11.316
11.094
11.584
9.127
8.951
8.640
8.453
8.155
7.968
7.760
8.436
91
2. Angkutan Laut
0.063
0.062
0.062
0.060
0.059
0.057
0.055
0.060
3. Angkutan Udara
1.712
1.937
2.064
2.132
2.213
2.349
2.353
2.108
4. Jasa Penunjang Angkutan
0.970
1.065
1.014
0.983
0.958
0.942
0.925
0.980
2.558
2.751
2.834
2.988
3.191
3.441
3.741
3.072
4.526
5.169
5.870
6.490
6.760
6.833
6.939
6.084
a. Bank
1.515
2.124
2.902
3.597
3.941
4.050
4.181
3.187
b. Lembaga Keuangan Non Bank
0.463
0.453
0.430
0.418
0.409
0.404
0.401
0.425
c. Sewa Bangunan
1.875
1.921
1.871
1.818
1.769
1.750
1.739
1.820
d. Jasa Perusahaan
0.674
0.672
0.668
0.657
0.642
0.628
0.617
0.651
9. JASA-JASA
18.106
17.626
17.222
17.216
17.129
17.096
17.022
17.345
12.271
11.845
11.604
11.683
11.701
11.737
11.777
11.803
5.834
5.781
5.618
5.533
5.427
5.359
5.244
5.542
1. Sosial Kemasyarakatan
0.470
0.483
0.475
0.469
0.460
0.453
0.440
0.464
2. Hiburan dan Rekreasi
0.659
0.639
0.607
0.588
0.576
0.570
0.553
0.599
3. Perorangan dan Rumah tangga
0.047
4.658
4.536
4.476
4.391
4.336
4.251
3.814
b. Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
a. Pemerintahan Umum b. Swasta