ANALISIS SEKTOR BASIS PERTANIAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH Oleh : Azhar Bafadal ABSTRACT The purpose of the study is to assess the economic potential and to determine sectors on the basis of agricultural commodities in Kolaka. The study was conducted in Kolaka using secondary data and analysis tools namely Location Quotient ((LQ). The result showed that most of the cocoa production cocoa comes from the development region 6. The agricultural commodities which are the basis on development region 6 is cocoa for plantations; red onion, peppers, beans for vegetables; mango, orange, pineapple for fruit; pig, village chicken, duck, duck eggs for livestock and fish farming to fisheries. The regional economic development sector should pay attention to the base area and the ability to prioritize potential society. The comparative advantage in the form of natural resources need to be accompanied by an increase in competitive advantage that is realized through the creation of human resource farmers increasingly tough. Keywords: Base, Agriculture, Economic Regions, Location quetient
PENDAHULUAN Kebijakan pembangunan pertanian merupakan salah satu kebijakan pembangunan nasional yang sangat penting dan besar pengaruhnya dalam pembentukan ketahanan nasional. Hal ini disebakan karena ketahanan pangan dan gizi merupakan salah satu komponen dalam ketahanan ekonomi, tanpa ketahanan pangan yang memadai, mustahil dapat menjawab perubahan yang mendasar yang akan terjadi dimasa mendatang. Pada saat sekarang dan masa datang, sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi, seperti yang dikemukanan oleh Prakoso (2000) pertama, sektor pertanian merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia; kedua, sektor pertanian merupakan penghasil kebutuhan makanan sebagian besar penduduk Indonesia, utamanya beras, sementara ketahanan pangan merupakan prasyarat utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik; ketiga, sektor pertanian dengan wawasan agribisnis
1)
menempati posisi penting sebagai penyeimbang pendapatan nasional. Teori basis ekonomi didasarkan pada asumsi bahwa secara umum ekonomi suatu wilayah dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis membangun dan memacu penguatan pertumbuhan ekonomi lokal. Sektor basis diidentifikasi sebagai “mesin” ekonomi lokal dan disebut sebagai basis ekonomi dari suatu wilayah (Blakely dan Bradshaw, 2002). Salah satu metode untuk mengetahui potensi ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis adalah analisis Location Questient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Glasson (1977) menyatakan bahwa sektor atau kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempattempat luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor atau kegiatan non basis
Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Oleo Kendari, AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02Universitas Mei 2014,Halu ISSN 0854-0128
152
153
adalah kegiatan yang menyediakan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kapasitas pasar sektor non basis bersifat belum berkembang atau bersifat lokal. Dalam teori basis ekonomi dinyatakan bahwa dalam suatu daerah terdapat dua sektor kegiatan, yaitu basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang memiliki potensi besar dalam menentukan pembangunan menyeluruh di daerah, sedangkan sektor nonbasis merupakan sektor penunjang dalam pembangunan menyeluruh tersebut (Saharuddin, 2005). Sektor basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor barang dan jasa ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan karena sektor ini telah mencukupi kebutuhan di dalam wilayah tersebut. Sektor nonbasis adalah kegiatan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan tanpa melakukan ekspor ke luar wilayah karena kemampuan sektor tersebut untuk mencukupi kebutuhan lokal masih terbatas. Luas lingkup produksi dan pemasarannya bersifat lokal. Menurut Tarigan (2004), sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal sehingga permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Peningkatannnya sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat dengan kondisi masyarakat setempat dan tidak bisa berkembangmelebihi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan asumsi diatas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian adalah sektor basis. Adisasmita (2005) mengatakan, aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek effect) dalam ganda (multiplier perekonomian regional. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pengembangan ekonomi daerah, peranan tersebut dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya sektor industri dan jasa. Sektor pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang cukup tinggi. Dari analisis keterkaitan dapat ditentukan sektor yang layak untuk dijadikan sektor unggulan dalam memacu pertumbuhan ekonomi (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) sebagaimana yang dikemukakan oleh Driver (1994) Korres (1996), Fujimagari (1989), Feldman et al. (1987). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat dalam menciptakan titik temu antarsektor yang lebih efektif dari pada keterkaitan ke depan (Mukhyi, 2007). Kontribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Kolaka masih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun 2007 dan 2008 kontribusi tersebut sebesar 31,54%, dan 30,67%. Walau ada kecenderungan mengalami penurunan namun peranan sektor pertanian masih dominan dalam membangun perekonomian Kolaka, dimana tahun 2011 pangsanya sebesar 26,28%. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Kolaka masih dikuasai oleh sektor Pertanian. Beberapa kajian yang menelaah kontribusi sektoral perekonomian dan sektor unggulan di daerah dilakukan oleh Dault et al. (2009), Yulianita (2009), Novita
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
154
et al (2009), Azhar et al (2002), dan Daryanto (2001). Berdasarkan paparan di atas maka tujuan penelitian adalah mengkaji potensi ekonomi dan menentukan sektor basis pada komoditas pertanian di Kabupaten Kolaka. Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi penting tentang sektor basis yang dapat menjadi andalan Kabupaten Kolaka sehingga dapat dilakukan perencanaan secara baik dan pentahapan yang jelas dalam pengembangan komoditas pertanian tersebut di masa mendatang. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2012. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi di Kabupaten Kolaka karena merupakan salah satu kabupaten yang potensial pada sektor pertanian diaman sekitar 26% perekonomiaannya ditopang oleh sektor pertanian. Jenis, Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data diperoleh Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Peternakan dan Hortikulutra, Dinas Perkebunan, dan BAPPEDA. Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dengan menggunakan Location Quotient (LQ). Analisis LQ ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor pertanian pada wilayah pengembangan, atau sektor apa saja yang merupakan sektor basis (leading sector) dan non basis (non leading sector). Analisis LQ merupakan cara untuk mengukur kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu yang tidak
memberikan suatu kesimpulan akhir tetapi sudah memberi gambaran akan kemampuan daerah pada sektor tertentu. Dengan analisis LQ dapat diketahui sektor pertanian apa saja yang dominan untuk dikembangkan. Analisis LQ dihitung dengan menggunakan rumus:
LQ
(Yik / Ytk ) (Yip / Ytp
Dimana : LQ = Nilai LQ suatu komoditas Yik = Nilai Produksi (Pendapatan) komoditas i di Wilayah Pengembangan Ytk = Nilai Produksi (Pendapatan) sektor i di di Wilayah Pengembangan Yip = Nilai Produksi (Pendapatan) komoditas i di Kabupaten Kolaka Ytp = Nilai Produksi Pendapatan sektor i di Kabupaten Kolaka Metode LQ pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif komoditas pada sektor pertanian pada Wilayah Pengembangan 6 terhadap kondisi Kabupaten Kolaka dengan menggunakan data nilai produksi atau pendapatan. Interpretasi hasil analisi LQ adalah sebagai berikut : 1. Apabila nilai LQ > 1, maka komoditas tertentu merupakan sektor basis yang tingkat spesialisasi pada wilayah pengembangan lebih tinggi dari pada kondisi Kabupaten Kolaka. 2. Apabila nilai LQ < 1, maka komoditas yang bersangkutan tergolong non basis yang tingkat spesialisasinya pada wilayah pengembangan lebih rendah dari pada kondisi Kabupaten Kolaka 3. Apabila nilai LQ = 1, menunjukkan bahwa tingkat spesialisasi pada wilayah pengembangan sama dengan kondisi Kabupaten Kolaka.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
155
HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Pengembangan Analisis dilakukan dengan membagi wilayah Kolaka atas enam Wilayah Pengembangan (WP), berdasarkan geografis daerah dimana setiap wilayah merupakan agregasi dari beberapa kecamatan. Wilayah Pengembangan 1 berada di bagian utara, yang meliputi Kecamatan Wolo, Samaturu dan Latambaga. Wilayah pengembangan 2 berada pada geografis tengah yang terdiri atas Kecamatan Kolaka. Wundulako, Baula dan Pomalaa. Sedangkan Wilayah Pengembangan 3 berada di selatan Kabupaten Kolaka meliputi Kecamatan Tanggetada, Watubangga, Toari dan Polinggona. Adapun Wilayah Pengembangan 4 terdiri atas Kecamatan Mowewe, Tinondo dan Uluiwoi. Wilayah Pengembangan 5 meliputi Kecamatan Lalolae, Tirawuta dan Loea. Kecamatan Ladongi, Poli-Polia dan Lambandia masuk pada Wilayah Pengembangan 6. Wilayah Pengembangan 5, 6 dan 7 secara geografis berada di sebelah timur Kabupaten Kolaka. Analisis dilakukan pada WP 6 dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah yang memiliki potensi yang tinggi pada komoditas kakao. Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Kolaka adalah daerah penghasil utama kakao di Sulawesi Tenggara, dan wilayah penghasil kakao terbesar di Kolaka berada di WP 6. Potensi Ekonomi Komoditas Pertanian Penggunaan tanah di Wilayah Pengembangan 6 seluas 67812 ha. Hutan negara dan perkebunan mendominasi, masing-masing seluas 28158 ha atau 41.52% dan 21489 ha (31.69%). Kemudian disusul lahan sawah seluas 5660 ha atau 8.35%. Kolam, empang/tebat merupakan penggunaan tanah terendah seluas 90 ha atau (0.13%). Wilayah Pengembangan 6 sangat potensial menjadi kawasan intensifikasi
kakao dan pertanian tanaman pangan. Bahkan sangat diperlukan agar selasar ini ditetapkan sebagai “cocoa belt”. Dalam kaitan dengan koridor Sulawesi dalam MP3EI dalam penciptaan nilai tambah produk pertanian (agroindustri) maka pada WP 6 patut menjadi alternatif untuk dijajaki kemungkinan pendirian pabrik pengolahan kakao berskala ekonomis. Posisi WP 6 yang mendekati beberapa kawasan sentra kakao di Sultra selain Kolaka (Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan) memungkinkan pendirian tersebut dilakukan. Penjajakan pendirian tersebut dengan menggunakan skema joint venture dengan industri dari luar agar mendirikan pabrik di Kabupaten Kolaka. Pembenahan infrastruktur jalan yang memberi akses pada ruas Lambandia ke Konawe Selatan merupakan sesuatu yang perlu mendapat prioritas, dan akan memberi ruang gerak yang lebih leluasa pada WP ini. Luas areal tanaman perkebunan WP 6 mencapai 53753.9 ha. Areal tanaman kakao terluas yakni 51833.4 ha atau 96.43%. Kemudian disusul kelapa dan jambu mete masing-masing seluas 863 ha (1.61%) dan 494 ha (0.92%). Sagu mempunyai luas areal tanam 8.5 ha atau 0.02% terhadap luas areal tanaman perkebunan di WP 6. Mengenai keadaan tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi tanaman perkebunan WP 6 sebanyak 24145.99 ton. Sebagian besar berasal dari kakao sebanyak 23536.39 ton atau 97.48%. Angka tersebut menunjukkan bahwa luasnya areal tanaman kakao menjadikan tingkat produksi yang tinggi pula atau dengan kata lain dominasinya sangat tinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Setelah kakao, diikuti dengan produksi kelapa mencapai 445.94 ton (1.85%). Produksi terendah adalah sagu sebesar 8.05 ton (0.03%), sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
156
Gambar 1. Persentase dan Luas Areal Tanaman Perkebunan Wilayah Pengembangan 6 Kabupaten Kolaka
Gambar 2. Persentase dan Produksi Tanaman Perkebunan WP 6 Kabupaten Kolaka AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
157
Luas panen sayuran WP 6 seluas 364 ha. Sebagian besar merupakan kacang panjang seluas 102 ha atau 28.02%. Luas panen tomat dan kangkung masing-masing 56 ha (15.38%) dan 46 ha (12.64%). Terung dan bayam mempunyai luas panen yang sama yakni 40 ha (10.99%). Luas panen terendah adalah buncis 7 ha (1.92%). Produksi sayuran WP 6 sebanyak 95.3 ton. Areal kacang panjang yang luas mampu memberikan produksi yang tertinggi yaitu mencapai 28.4 ton atau 29.8%. Bayam dan terung mempunyai kesamaan luas lahan namun tingkat produksinya berbeda, masingmasing 15.2 ton (15.95%) dan 8.5 ton (8.92%). Produksi buncis adalah terendah yaitu 2 ton (2.1%). Produksi buah-buahan WP 6 mencapai 780.7 ton. Sebagian besar berupa mangga yakni 241.4 ton atau 30.92%, sedangkan jeruk sebesar 171.3 ton (21.94%). Buah pisang dan durian masing-masing produksinya sebanyak 151 ton (19.34%) dan 126 ton (16.14%), sementara produksi nanas adalah terendah 4.7 ton (0.6%). Populasi ternak di WP 6 sebanyak 711453 ekor. Populasi ayam kampung mendominasi yaitu 568951 atau 79.84%, disusul ayam ras dan itik sebesar 81000 ekor (11.39%) dan 54179 ekor (7.62%). Populasi kerbau adalah terendah yaitu 276 ekor
(0.04%). Produksi tertinggi daging ternak berasal dari ayam kampung sebanyak 248836 kg atau 45.05% dari produksi daging WP 6 yang mencapai 552355 ton. Meskipun populasi sapi lebih tinggi dari babi namun tingkat produksi babi lebih besar yakni 101248 ton atau 18.33%. Produksi terendah adalah kerbau 4100 ton (0.74%). Sebagian besar telur dihasilkan oleh ayam kampung sebanyak 357872 kg atau 41.83%, sedangkan itik sebanyak 305570 Kg (35.72%). Produksi ayam ras sebesar 192000 kg atau 22.44% dari produksi telur WP 6 yang mencapai 855442 kg. Sektor Basis Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan Sektor basis pada WP 6. Sektor basis ditunjukkan oleh nilai LQ > 1. Tabel 1 menyajikan hasil perhitungan yang memiliki nilai LQ > 1. Analisis LQ merupakan ukuran kemampuan suatu selasar dalam suatu sektor tertentu dan dapat memberikan gambaran akan kemampuan WP 6 pada sektor tertentu. Oleh karena itu dengan analisis LQ dapat diketahui sektor atau komoditas yang dominan untuk dikembangkan lebih lanjut pada pada masing-masing selasar.
Tabel 1. Nilai LQ Komoditas Pertanian Wilayah Pengembangan 6 Kabupaten Kolaka NILAI LQ WILAYAH PENGEMBANGAN 6 Perkebunan Nilai Komoditas LQ Kakao
1.29
Sayuran Komoditas
Nilai LQ
Buah-Buahan Nilai Komoditas LQ
Peternakan Nilai Komoditas LQ
Bawang Merah
12.16
Mangga
1.80
Babi
Cabe
1.98
Jeruk
2.05
Buncis
1.03
Nenas
1.45
2.01
Ayam Kampung Telur Itik
1.28
Itik
1.90
Perikanan Nilai Komoditas LQ Budidaya 1.95 Perikanan
1.36
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
158
Dari Tabel 1 tampak bahwa di WP 6 hanya kakao yang merupakan komoditas perkebunan sebagai sektor basis, sedangkan untuk sayuran adalah bawang merah dan cabe. Besarnya nilai LQ untuk bawang merah disebabkan hampir semua produksi bawang merah di Kabupaten Koalaka dihasilkan dari WP 6 ini. Sedangkan untuk buah-buahan yang menjadi basis adalah mangga, jeruk dan nanas. Pada kelompok peternakan, komoditas basis adalah babi, ayam kampung, dan telur itik dan itik. Budidaya perikanan merupakan komoditas basis untuk sektor perikanan mengingat pada WP 6 wilayahnya tidak memiliki laut. Sektor basis dapat menggambarkan kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di WP 6 dimana sektor tersebut sudah mampu memenuhi kebutuhan di daerahnya bahkan berpotensi ekspor. Atas dasar pemahaman di atas, sektor ini merupakan sektor yang potensial untuk ditingkatkan di masa mendatang. Meskipun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka, akan tetapi tidak boleh melupakan sektor non basis. Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia tani yang makin profesional. Masyarakat tani, terutama masyarakat tani tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat, perlu terus dibina dan didampingi sebagai manusia tani yang makin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. Sumberdaya alam dan manusia patut menjadi dasar bagi pengembangan pertanian masa depan. Dengan demikian perlu dirumuskan suatu kebijaksanaan pembangunan pertanian yang mengarah pada
peningkatan kemampuan dan profesionalitas petani dan masyarakat perdesaan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dan lestari dengan memanfaatkan rekayasa teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan petani, kesejahteraan masyarakat perdesaan serta menghapus kemiskinan. Sektor pertanian adalah salah satu potensi pembangunan ekonomi Kabupaten Kolaka selain pertambangan dan industri, sehingga basis pengembangan ekonomi kerakyatan harus diarahkan pada sektor pertanian dalam arti luas mencakup agribisnis dan agroindustri. Peran agribisnis dan agroindustri tidak hanya melaksanakan peran sebagai penampung tenaga kerja, tetapi juga sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mempercepat pemerataan pembangunan serta meningkatakan perolehan devisa. Kabupaten Kolaka dalam memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya ekonomi lokal (local economic resources development) lebih mengedepankan potensi tersebut, seperti sektor pertanian dalam arti luas. Alasan pemilihan tersebut didasarkan pada kenyataan, bahwa (1) Kabupaten Kolaka yang masyarakatnya agraris mempunyai potensi yang cukup besar terhadap perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, (2) industri-industri cukup berkembang baik industri lokal maupun industri berskala besar. Jika dilihat dari perkembangan ekonomi makro Kabupaten Kolaka, maka sektor dominan adalah sektor pertanian, pertambangan dan industri. KESIMPULAN DAN SARAN Komoditas perkebunan yang menjadi sebagai sektor basis di Wilayah Pengembangan 6 Kabupaten Kolaka adalah kakao, dan pada kelompok sayuran adalah bawang merah dan cabe. Sedangkan untuk
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
159
kelompok buah-buahan yang menjadi basis adalah mangga, jeruk dan nanas. Komoditas basis kelompok peternakan adalah babi, ayam kampung, telur itik dan itik. Budidaya perikanan merupakan komoditas basis untuk sektor perikanan. Pembangunan pertanian patut mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam perlu diiringi dengan peningkatan keunggulan kompetitif yang diwujudkan melalui penciptaan sumberdaya manusia petani yang makin tangguh. Masyarakat tani, terutama masyarakat tertinggal sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat perlu terus dibina dan didampingi sebagai petani yang makin maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan. DAFTAR PUSTAKA Azhar, S.L. Fuaidah, M.N. Abdussamad. 2002. Analisis Sektor Basis dan Noon Basis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Faperta Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh. Banda Aceh. Adisasmita, R.H., 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Grahayu Ilmu, Surabaya. Alamsyah, Perencanaan Ekonomi dan Sektor unggulan, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Blakely, E. J., 1994. Planning Local Economic Development. Theory and Practice, Second Edition, Sage Publication, London. Daryanto, A. 2001. Peranan Sektor Pertanian dalam Pemulihan Ekonomi. Agrimedia 6 (3) : 43-46 Daryanto, A dan Y. Hafizrianda. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accunting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Prees. Bogor. Dault, A., A. Kohar, A. Suherman. 2009. Analisis Kontribusi Sektor Perikanan Pada Struktur Perekonomian Jawa
Tengah. Jurnal Saintek Perikanan 5(1):15-24. Driver C. 1994. Structural Change in the UK 1974-1984 : an Input-Output Analysis. Applied Economics 26 : 153-158. Feldman G., D. McClain, K.Palmer. 1987. Sources of Structural Change in the United States, 1963-1978 : an InputOutput Perspective. The Review of Economics and Statistics 69 (3): 503510. Fujimagari D. 1989. The Sources of Change in Canadian Industry Output. Economic Systems Research 1(2): 187-201. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Penerbit FE UI. Jakarta. Korres G.M. 1996. Sources of Structural Change : an Input-Output Decomposition Analysis for Greece. Applied Economics Letters 3 : 707710. Mukhyi, M.A. 2007. Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Provinsi Jawa Barat: Pendekatan Analisis IRIO. (www.google-Potensi-Pertanian- pdf, diakses, tanggal 25 Nopember, 2010) Novita, D., Rahmanta, K. Mahalli. 2009. Dampak Investasi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, 4(3): 131141. Prakoso, M. 2000. Mempersiapkan Pertanian Sebagai Poros Penggerak Perekonomian Nasional. Departemen Pertanian, Jakarta Saharuddin, S., 2005. Pengaruh Pengembangan Ekonomi Terhadap Penerimaan APBD dan Kesejahteraan Rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128
160
Tarigan, R., 2004. Perencanaan Pengembangan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta. Yulianita, A. 2009. Analisis Sektor Unggulan dan Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Fakultas Ekonomi Univ. Sriwijaya. Ogan Ilir.
AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 02 Mei 2014, ISSN 0854-0128