3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
REFORMASI PEMBIAYAAN SEKTOR PERTANIAN UNTUK MEMPERKUAT KELEMBAGAAN EKONOMI PERDESAAN Sahat M. Pasaribu dan Bambang Sayaka
PENDAHULUAN Orientasi pembangunan seluruh sub sektor pada sektor pertanian saat ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat, menghasilkan berbagai produk industri berbasis pertanian, membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, serta memperbaiki kondisi ekonomi dan lingkungan. Kekurangan bahan pangan, khususnya makanan pokok beras akan menimbulkan gejolak sosial ekonomi dan politik masyarakat, sehingga kemandirian pangan menjadi tantangan pembangunan pertanian di waktu yang akan datang. Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian, sasaran utama Kementerian Pertanian dalam pembangunan pertanian nasional periode 2010-2014 adalah pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan dengan fokus utama pada lima komoditas unggulan nasional, yaitu (a) padi, (b) jagung, (c) kedelai, (d) gula, dan (e) daging sapi (Renstra Kementerian Pertanian, 2010). Dalam lima tahun terakhir ini, Kementerian Pertanian telah berupaya keras untuk mempercepat peningkatan produksi komoditas diatas. Namun demikian, harus diakui bahwa dalam pelaksanaan di lapangan, banyak tantangan yang harus dilalui dan tidak semua target dapat dicapai (Kementerian Pertanian, 2010). Berbagai masalah yang bersifat multidimensional yang dihadapi untuk memenuhi permintaan berbagai komoditas pertanian harus dicermati dan disikapi dengan beragam kebijakan peningkatan produksi. Masalah pertama adalah penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian. Kedua, terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Selanjutnya, masalah ketiga adalah lemahnya sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang selalu meningkat dan terpelihara secara terus menerus. Keempat adalah muncul dari terbatasnya akses layanan usaha, khususnya dalam ketersediaan modal kerja. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas, sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (ORZ FRVW SURGXFWLRQ) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
473
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Pemerintah telah menyediakan anggaran yang sangat besar untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi. Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan (Nugrayasa, 2012). Beberapa tahun terakhir ini, sektor pertanian juga dihadapkan pada tantangan yang semakin berat, tetapi sekaligus merupakan peluang dalam kaitan anomali iklim. Iklim ekstrim yang sulit diprediksi menjadi penghalang bagi kegiatan pengembangan usaha pertanian, khususnya usahatani padi. Berbagai jenis tanaman budidaya sulit diharapkan dapat berproduksi secara optimal, sehingga petani dihadapkan pada risiko kerusakan tanaman yang berujung pada kerugian. Namun di tengah tantangan itu, terbuka peluang mengoptimalkan berbagai potensi yang tersedia guna meningkatkan produksi berbagai produk pertanian. Melalui sosialisasi penerapan teknologi budidaya yang adaptif terhadap perubahan iklim, perbaikan infrastruktur pertanian, perluasan areal pertanaman, sistem irigasi yang efisien, dan manajemen usahatani yang lebih baik, peluang meningkatkan produksi beberapa komoditas pertanian sangat terbuka. Hal inilah yang memberi keyakinan bahwa ditengah tantangan berat perubahan iklim global, produksi beras, misalnya diharapkan dapat meningkat. Sementara itu, pada waktu yang akan datang produksi bebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi lainnya, seperti jagung, kedele, bahkan gula maupun daging sapi diharapkan dapat meningkat mencapai target peningkatan produksi yang direncanakan. Dengan semua permasalahan yang semakin kompleks untuk menyediakan bahan pangan dan hasil pertanian untuk industri lainnya, diperlukan upaya mengefektifkan setiap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pertanian baik oleh pemerintah, khususnya untuk meningkatkan kapasitas produksi padi/beras secara nasional, maupun oleh pihak-pihak terkait lainnya. Pembiayaan yang bersumber dari APBN akan semakin terbatas mengingat banyaknya kebijakan dan program pembangunan di erbagai sektor. Dalam konteks inilah skema pembiayaan untuk mendukung pembangunan sektor pertanian dan sekaligus menguatkan kelembagaan pertanian di perdesaan perlu dirumuskan dengan baik. Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan kinerja melalui peningkatan layanan berkualitas dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal. Kementerian Pertanian diharapkan mampu mengimplementasikan fungsi-fungsi fasilitasi, regulasi, dan promosi dan proteksi dengan efektif serta mampu menarik serta mendorong peran para pemangku kepentingan lainnya secara optimal. Saat ini sangat diperlukan cara mencapai tingkat produksi dan produktivitas berbagai komoditas pertanian agar mampu bersaing secara global ditengah pengaruh perubahan iklim, keadaan ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan, tingginya tingkat pengangguran, meningkatnya kemiskinan, dan melonjaknya harga-harga pangan di dunia yang berpengaruh terhadap posisi tawar masyarakat. Bagi petani (yang lemah dalam banyak aspek), sumber-sumber pembiayaan dan kegiatan pemanfaatan dana
474
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
yang tersedia sangat diperlukan karena pembiayaan pembangunan sektor pertanian akan berdampak pada penguatan kemampuan kelembagaan ekonomi perdesaan untuk memperbaiki pendapatan petani dan masyarakat. Tulisan ini membahas aspek-aspek terkait dengan pembiayaan pembangunan sektor pertanian. Pembiayaan sektor pertanian perlu dipusatkan (IRFXVHG) pada sejumlah pos pembangunan yang penting dan bersifat segera yang berdampak luas pada kehidupan petani dan perdesaan. Reformasi pembiayaan pertanian membutuhkan kearifan para pengambil keputusan agar penggunaan dana semakin efektif, efisien dan mampu mendorong masyarakat meningkatkan partisipasi dalam kegiatan pengembangan ekonomi di perdesaan.
PERENCANAAN PEMBIAYAAN PERTANIAN Sektor Pertanian memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan nasional diantaranya: sebagai penyerap tenaga kerja, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto, sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi rill lainnya (Ashari, 2009). Sebagai penunjang kehidupan sebahagian besar masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktivitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja disawah kurang dari setengah hektar, aktivitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan (World Bank, 2003).
Desain Rancangan Pembiayaan Sektor Pertanian Besaran anggaran Kementerian Pertanian terus meningkat sejalan dengan perkembangan program dan peningkatan bantuan (subsidi, bantuan sosial) seperti disajikan dalam Tabel 1 berikut. Subsidi yang disediakan pemerintah menunjukkan kecenderungan meningkat sejalan dengan semakin intensifnya teknik budidaya dan kebutuhan permodalan dalam berusahatani.
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
475
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ Tabel 1. APBN Kementerian Pertanian 2007-2013 (dalam miliar rupiah) No. 1. 2.
Jenis anggaran Belanja Kementerian Subsidi: Pangan Pupuk Benih PSO Kredit Program
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
6.532,3
7.203,9
7.676,5
8.016,1
15.986,0
17.097,8
17.819,5
6.584,3 6.260,5 479,0 1.025,0 347,5
12.095,9 15.181,5 985,2 1.729,1 939,3
12.987,0 18.329,0 1.597,2 1.339,4 1.070,0
15.153,8 18.410,9 2.177,5 1.373,9 823,0
16.539,3 16.344,6 96,9 1.833,9 1.522,9
20.926,3 13.958,6 129,5 2.151,4 1.293,9
17.197,9 16.228,8 1.454,2 1.521,1 1.248,5
Sumber: Kementerian Keuangan (www.anggaran.depkeu.go.id)
Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 menetapkan sasaran produksi komoditas pangan utama untuk tahun 2014 sebagai berikut: (1) Padi 75,7 juta ton dengan tingkat pertumbuhan dari tahun 2010-2014 sebesar 3,22 %; (2) Jagung 29,0 juta ton (10,02 %); (3) Kedelai 2,7 juta ton (20,05 %); (4) Gula 4,8 juta ton (12,55 %); dan (5) Daging sapi 0,55 juta ton (7,30 %) (Kementerian Pertanian, 2010). Realisasi pencapaian produksi padi, jagung dan kedelai pada tahun 2013 (berdasarkan Angka Sementara BPS), masing-masing 71,291 juta ton GKG, 18,506 juta ton pipilan kering, dan 780 ribu ton biji kering. Khusus untuk padi, jika dibandingkan dengan angka tetap produksi tahun sebelumnya (2012), produksi padi meningkat 2,235 juta ton atau 3,24% (Kementerian Pertanian, 2014). Angka-angka diatas merupakan angka-angka resmi yang disepakati antar pemangku kepentingan dan menjadi acuan untuk merencanakan dan mendesain pembangunan pertanian kedepan. Dengan meningkatnya konversi lahan pertanian (khususnya lahan sawah) ke penggunaan lain, kondisi infrastruktur usahatani yang banyak mengalami kerusakan (khususnya jaringan irigasi), belum adanya varietas pangan yang melebihi tingkat produktivitas (HYV) saat ini, serta semakin meningkatnya permintaan pangan karena pertambahan penduduk, angka-angka diatas perlu didalami, dipahami, dan disiasati secara cermat untuk menghindari kesalahan arah rencana pengembangan kedepan.
Skema Pembiayaan APBN Kementerian Pertanian a. Skema subsidi harga Dalam Renstra Kementerian Pertanian diatur skema pemberian subsidi harga untuk pupuk dan benih. Upaya tersebut dilaksanakan untuk mendukung peningkatan produksi dan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan yang diaplikasikan melalui saprodi, yaitu benih, pupuk, obat-obatan, alat dan mesin pertanian. Saat ini, skim subsidi pupuk adalah subsidi harga yang penyalurannya dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Melalui fasilitasi subsidi pupuk secara tertutup dapat diterapkan efisiensi penggunaan pupuk organik yang terindikasi dengan peningkatan penggunaan pupuk majemuk NPK dan penggunaan pupuk organik (Kementerian Pertanian, 2010).
476
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
b. Skema Bansos Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah program PUAP. PUAP merupakan bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri yang dikoordinasikan oleh Kemenko Kesra. Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat (BLM) sebagai implementasi dari program PNPM-Mandiri, beserta program lainnya seperti: Primatani, FEATI, PIDRA, P4MI, program Inpres Desa Tertinggal (IDT), program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Kegiatan PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok tani atau gapoktan, yang selanjutnya akan diberikan kepada petani anggota, baik petani pemilik, penggarap, buruh tani maupun rumahtangga tani sebagai bantuan modal finansial dalam kegiatan usaha pertanian. Program PUAP mulai diimplementasikan sejak tahun 2008 dan berlangsung hingga saat ini.
c. Skema Subsidi Bunga Kredit Subsidi bunga kredit adalah selisih bunga antara bunga yang diterima perbankan dengan bunga yang dibayar petani. Subsidi bunga merupakan salah satu insentif bagi petani/peternak yang ada pada skim kredit program. Skim kredit yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian saat ini adalah: (1) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KPP-E); (2) Kredit pembangunan Energi Nabati dan revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP); (3) Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS); dan (4) Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Ditjen PSP, 2012 dan Menko Perekomian, 2012). KPP-E adalah kredit modal kerja dan atau investasi yang diberikan oleh perbankan kepada petani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan (tebu), peternakan, koperasi dalam rangka pengadaan pangandan kelompok tani dalam rangka pengadaan alat dan mesin pertanian. Lahan yang dibiayai sampai 4 Ha dengan plafon maksimum Rp. 50 juta per dibitur. Suku bunga kepada petani tebu 7% dan kepada petani non tebu 6% per tahun. KPEN-RP merupakan kredit investasi yang diberikan oleh perbankan kepada petani sawit, kakao, dan karet yang didukung dengan subsidi bunga oleh pemerintah kepada petani. Jangka waktu kredit untuk sawit dan kakao 13 tahun dengan masa tenggang 5 tahun, untuk karet 15 tahun dengan masa tenggang 7 tahun. Suku bunga kepada petani sawit dan kakao 7% pertahun sedangkan kepada petani karet 6% per tahun. KUPS merupakan kredit yang diberikan oleh perbankan kepada pelaku usaha peternakan (kelompok/gabungan kelompok, koperasi dan perusahaan) yang didukung dengan subsidi pemerintah. Jangka waktu kredit enam tahun dengan masa tenggang dua tahun. Pelaku usaha yang memanfaatkan KUPS wajib melakukan kemitraan. Suku bunga kepada pelaku usaha 5% per tahun. Skim kredit program dengan fasilitas penjaminan seperti KUR adalah fasilitas pemerintah yang diberikan kepada Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM-K) termasuk sektor pertanian adalah dalam bentuk imbal jasa penjaminan (IJP) atau premi dan penjaminan sebesar 70%
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
477
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
dari kredit yang disalurkan, melalui lembaga penjamin. Tabel 2 memperlihatkan bentuk skim kredit yang digulirkan oleh Kementerian Pertanian berdasarkan Renstra 20102014. Tabel 2. Skim Kredit Program Kementerian Pertanian berdasarkan Renstra 2010-2014 Keterangan Bunga dibayar petani/ debitur Bunga diterima Bank Subsidi bunga Maksimum kredit per debitur Jangka waktu kredit (maksimum) Komoditas yang dibiayai
KPP-E
KPEN-RN
KUPS
KUR
5-7% 12,25-13,25% 5,25-8,25% Rp.50 Juta 5 Tahun Pangan, Horti, Tebu, Ternak, Alsintan
6-7% 12% 5-6% Rp.172 Juta 13-15 Tahun Sawit, Kakao dan Karet
5% 13% 8% Rp.66 Milyar 6 Tahun Pembibitan Sapi
Maks 14-22% Maks 14-22% Rp.500 Juta 3-5 Tahun Semua jenis komoditas
Sumber: Ditjen PSP (2012) dan Kemenko Perekonomian (2012).
d. Skema Program/Kegiatan Selain skema subisdi harga, bansos, subsidi bunga kredit, Kementerian Pertanian juga melaksanakan skema program/kegiatan untuk mendukung swasembada dan swasembada berkelanjutan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas. Menurut Pedoman Umum Pelaksanaan SL-PTT tahun 2010 akan mendapat fasilitasi/dukungan penyediaan benih padi non hibrida, padi hibrida, padi gogo, jagung hibrida, kedelai dan kacang tanah melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dari PSO seluas 2,95 juta hektar. SL-PTT merupakan Sekolah Lapangan bagi petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Melalui penerapan SL-PTT petani akan mampu mengelola sumberdaya yang tersedia (varietas, tanah, air dan sarana produksi) secara terpadu dalam melakukan budidaya di lahan usahataninya berdasarkan kondisi spesifik lokasi sehingga petani menjadi lebih terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam rangka peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Namun demikian wilayah diluar SLPTT akan tetap dilakukan pembinaan peningkatan produksi sehingga produksi dan produktivitas tahun 2010 dapat meningkat. Kegiatan BP3 (Bantuan Penanggulangan Padi Puso) merupakan program peningkatan produksi pangan berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan bencana alam lain yang sulit diprediksi. Tanaman pangan padi diketahui berisiko
478
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
tinggi, sehingga petani padi perlu dilindungi agar terhindar dari risiko kerugian karena kehilangan hasil usahatani/gagal panen (puso). Secara umum, proses produksi tanaman pangan dipengaruhi oleh perubahan iklim dan yang dominan mengakibatkan kerugian atau gagal panen (puso) adalah bencana alam, berupa banjir, kekeringan, dan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pemerintah memberikan bantuan biaya usahatani kepada kelompok tani/petani melalui rekening kelompok tani sebagai Bantuan Penanggulangan Padi Puso akibat pertanamannya mengalami puso. Bantuan biaya usahatani yang diberikan tidak sebesar kebutuhan aktual dilapang, namun diharapkan dapat meringankan beban dan menjadi stimulan bagi pemulihan proses produksi di daerah yang terkena dampak perubahan iklim ekstrim. Maksud pemberian bantuan penanggulangan padi puso sebagai bentuk upaya mempertahankan produksi pangan dalam mendukung ketahanan pangan, sedangkan tujuannya untuk: (a) memberikan bantuan kepada petani yang mengalami puso, (b) meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan, dan (c) mewujudkan ketahanan pangan nasional.
REFORMASI PEMBIAYAAN PERTANIAN Pembiayaan Terintegrasi Rencana aksi pencapaian sasaran peningkatan produksi bahan pangan utama meliputi dua strategi dan pola utama, yaitu pola intensifikasi dan pola ekstensifikasi. Strategi dan pola intensifikasi dilaksanakan melalui peningkatan teknologi budidaya yaitu pemanfaatan benih unggul, pemupukan tepat guna, perlindungan terhadap hama penyakit, pengelolaan tanaman terpadu, peningkatan kualitas layanan penyuluh dan peningkatan sumber daya manusia pertanian, dan peningkatan kualitas serta ketersediaan sarana prasarana usahatani. Sedangkan pola ekstensifikasi diimplementasikan melalui perluasan areal pertanian dan penambahan populasi ternak. Di samping itu, juga dilakukan upaya pengembangan kelembagaan dan insentif harga melalui beberapa program seperti peningkatan pemanfaatan lembaga keuangan dan penyediaan kredit program, subsidi pupuk dan benih, pola PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan), dan LM3 (Lembaga Mandiri Mengakar pada Masyarakat) (Ditjen Tanaman Pangan, 2012). Rencana aksi peningkatan produksi bahan pangan utama tersebut dalam implementasinya memerlukan pembiayaan yang sangat besar dan berkesinambungan. Pembiayaan untuk strategi, kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan produksi komoditas pangan utama dapat diupayakan dan disinergikan melalui berbagai sumber pembiayaan seperti pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, pihak swasta domestik, investor baik domestik maupun luar negeri, perbankan dan lembaga non bank, dan bahkan dari masyarakat pelaku usaha pertanian pangan sendiri. Dari sisi pemerintah, yaitu Kementerian Pertanian, pembiayaan dan dukungan pendanaan untuk rencana aksi peningkatan produksi komoditas pangan utama diatas dilakukan
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
479
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
dengan dukungan dana dan kebijakan melalui berbagai mekanisme dan jenis pembiayaan seperti dana Dekonsentrasi, dana Tugas Pembantuan, Dana Alokasi Khusus, dan bentuk dukungan dana lainnya berupa subsidi dan kredit program. Dukungan anggaran pemerintah untuk pembangunan pertanian masih jauh dari cukup yaitu hanya sekitar 10-15% dari pembiayaan total atau investasi yang diperlukan. Oleh sebab itu pembiayaan terbesar justru berada pada peran swasta, perbankan dan masyarakat, yang mencapai 85-90%. Untuk meningkatkan efektifitas pembiayaan dan pendanaan pemerintah dalam peningkatan produksi komoditas pangan utama kedepan maka perlu juga dimengerti dan dipahami seberapa jauh program atau kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian mampu menarik dan mendorong peningkatan peran swasta, perbankan dan masyarakat dalam aspek pembiayaan dan pendanaan. Diantara upaya penguatan kelembagaan di perdesaan adalah program perlindungan dan pemberdayaan petani yang secara langsung melibatkan pihak swasta seperti dalam program asuransi pertanian. Hasil uji coba asuransi usahatani padi yang dilaksanakan sejak 2012/2013 di beberapa sentra produksi padi di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jawa Timur menunjukkan antusiasme petani menjadi peserta asuransi dan keterlibatan perusahaan asuransi umum telah menciptakan sinergi kegiatan yang saling menguntungkan dalam pola kerjasama berbentuk kemitraan. Antusiasme petani sebagai pihak tertanggung (LQVXUHG) semakin terlihat dengan diperolehnya manfaat langsung (ganti rugi karena klaim kerusakan tanaman padi) dari perusahaan asuransi yang menjadi penanggung (LQVXUHU) kerugian petani. Peran swasta, dalam konteksi ini, sangat signifikan sementara program asuransi usahatani padi ini juga mendorong penguatan kelembagaan kelompok tani dengan aktivitas yang bersifat kebersamaan. Pelajaran yang dapat ditarik dari program sangat membantu para pengambil keputusan untuk melakukan reformasi pembiayaan pertanian karena instrumen asuransi dapat melindungi petani dari kerugian karena risiko kerusakan tanaman. Peran inovasi teknologi pertanian akan semakin penting mengingat pemerintah bertekad mewujudkan kembali swasembada pangan (beras) pada 2010 seperti yang pernah dicapai pada tahun 1984. Dalam mencapai swasembada tersebut banyak kendala dan tantangan yang dihadapi diantaranya terjadi pelandaian peningkatan produksi padi sawah, alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, dan upaya perluasan areal yang sulit dilakukan (Suhendrata, 2008). Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah memperkenalkan setidaknya 3 (tiga) program peningkatan produksi dan produktivitas pangan/padi yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian (Program SL-PTT sejak 2008 dan SRI sejak 2011) dan Kementerian Negara BUMN (Program GP3K sejak 2011). Ketiganya sama-sama bertujuan untuk mengaplikasikan teknologi berusahatani, mendukung ketersediaan input usahatani, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Ketiganya diklaim memiliki keunggulan dan berhasil meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Namun demikian, sejalan dengan UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Inpres No. 5/2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Kondisi
480
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
Iklim Ekstrim, Perpres No. 14/2011 tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk, dan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dipandang sangat perlu untuk meninjau dan merancang ulang seluruh program dan kegiatan pembangunan pertanian, khususnya usahatani padi. Rekonstruksi program peningkatan produksi dan produktivitas padi ini diharapkan dapat dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan menganut prinsip intensif, integratif, dan komprehensif dengan fokus pada berbagai aspek pendukung kinerja sistem usaha pertanian (Biro Perencanaan, 2013). Kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program peningkatan produksi padi hampir mencakup seluruh simpul sistem berproduksi, seperti kendala keseragaman mengadopsi teknologi, keterbatasan modal kerja, kurangnya pengawalan di lapangan, hingga kendala pemasaran hasil usahatani. Keseluruhan kendala internal ini masih ditambah lagi oleh persoalan beradaptasi terhadap perubahan iklim global. Lebih rinci diantara permasalahan ini termasuk (a) kurang memadainya fasilitas infrastruktur pertanian, khususnya kerusakan jaringan irigasi dengan sebagian lahan kekurangan pasokan air, (b) tidak tersedianya modal usahatani yang cukup untuk menyediakan input usahatani, terutama kesulitan mengakses modal, keterbatasan menyediakan tenaga kerja, dan miskinnya alsintan terapan, (c) kurang intensifnya penyuluhan dan pengawalan usahatani di lapangan, termasuk dalam kaitan perlindungan usahatani, dan (d) rendahnya posisi tawar petani, khususnya karena informasi harga dan manajemen pemasaran dalam transaksi jualbeli komoditas padi (upaya pemberdayaan petani). Program SL-PTT dan SRI sama-sama bertujuan untuk meningkatkan produksi padi, walaupun teknologi SL-PTT juga diaplikasikan pada komoditas jagung. Keduanya banyak memiliki persamaan persyaratan dan dilaksanakan di wilayah pertanaman padi. Dua program program intensifikasi pertanaman padi ini dipandang tidak efektif jika dilaksanakan oleh dua instansi setingkat eselon satu pada Kementerian Pertanian. Kedua program intensifikasi ini dinilai tidak bertautan, berjalan sendiri-sendiri, dan seperti terdapat jarak atau terjadi kesulitan berkomunikasi antar lembaga yang bernaung dalam satu payung (kementerian). Hal ini harus dihindari karena telah menimbulkan dualisme kegiatan dan kesulitan pada instansi pelaksana (dinas yang mengurusi pertanian) di lapangan. Perlu dicatat bahwa harmonisasi elemen pada kelembagaan adalah kunci utama keberhasilan program, termasuk upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi. Kedua program diatas dapat digabungkan untuk mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, bahkan perlu segera diintegrasikan teknologi yang diperkenalkan masingmasing program kedalam satu aplikasi intensifikasi. Instansi terkait di tingkat pusat harus mampu memberikan contoh penggunaan anggaran yang efisien dalam kebijakan yang diambil dan menunjukkan bahwa teknologi yang diperkenalkan dapat dilaksanakan oleh satu unit kegiatan di tingkat lapangan. Duplikasi program harus dapat dihindarkan sejak perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan karena setiap program pada prinsipnya harus mudah dikendalikan, dan tidak sulit disesuaikan dengan kondisi wilayah atau mengikuti keadaan agro-ekosistem setempat.
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
481
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
Program GP3K dapat diadaptasi sesuai dengan model awalnya, dalam pengertian bahwa program ini menyediakan bantuan modal kerja usahatani secara lengkap sesuai rekomendasi pemberian input/anjuran usahatani setempat untuk menjamin keberhasilan pertanaman (tidak diberi ruang kepada petani untuk mengambil paket secara mandiri menurut kebutuhannya). Pola pemberian bantuan ini perlu dirumuskan kembali dengan mengintegrasikannya pada model intensifikasi produksi pola SL-PTT dan SRI. Ketiga program ini harus dapat diupayakan bersinergi membentuk program baru sistem intensifikasi terintegrasi komoditas pangan (padi, jagung, kedelai, dan seterusnya). Keseragaman program mendukung ketersediaan pangan nasional memerlukan koordinasi yang efektif pada level instansi yang lebih tinggi, seperti level kementerian koordinator bersama badan perencana pembangunan karena bersifat lintas sektoral. Perencanaan pembangunan yang efektif (tepat sasaran) diperlukan untuk menjamin konsistensi dan keberlanjutannya. Tanpa suatu terobosan pengendalian terpadu, program terkait peningkatan produksi pangan/khususnya padi (memenuhi tujuan program P2BN), diperkirakan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, adaptasi sinergis antara GP3K, SL-PTT, SRI dan program peningkatan produksi pangan lainnya mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan permintaan domestik dan stabilisasi politik dan ekonomi.
Reorientasi Pengambilan Keputusan Salah satu kebijakan yang perlu dipertimbangkan adalah perubahan pola pikir birokrasi yang dengan sendirinya memerlukan reformasi kelembagaan birokrasi. Namun demikian disadari bahwa upaya-upaya memperbaiki kelembagaan birokrasi pemerintah tidaklah mudah karena dalam banyak hal masih merupakan warisan sistem birokrasi lama. Ada warisan-warisan kelembagaan yang masih perlu dibenahi seperti desentralisasi versus integrasi, partisipasi dalam demokrasi, aturan-aturan hukum (UXOH RI ODZ) sulit diberlakukan,yang kesemuanya memerlukan proses yang mungkin memakan waktu. Oleh karena itu transformasi kelembagaan adalah proses yang panjang. Demikian pula diperlukan reformasi dalam alokasi sumber daya alam yang didukung oleh komitmen politik yang kuat agar sektor pertanian tidak terancam oleh keterpurukan yang disebabkan oleh semakin menipisnya kepemilikan lahan oleh petani. Sumber daya manusia yang bergerak disektor pertanian juga perlu diperkuat termasuk didalamnya sumber daya manusia dalam sistem birokrasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat petani sendiri. Upaya tersebut diperlukan untuk membangun suatu kerangka transformasi pembangunan dan pola pikir yang disepakati bersama sehingga tidak terjadi antagonisme dalam pelaksanaan kebijakan. Kualitas sumberdaya manusia sangat menentukan pencapaian sasaran atau tujuan kebijakan pembangunan pertanian kedepan. Sumberdaya manusia dengan pola pikir yang lebih maju dan prospektif dalam sistem birokrasi pemerintah, swasta, dan
482
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
masyarakat, termasuk petani diperlukan untuk memetakan kerangka transformasi pembangunan pertanian yang efektif. Kinerja kelembagaan yang menaungi sumberdaya manusia diharapkan dapat meningkat dan efisien melalui berbagai penyesuaian terhadap kondisi terkini dengan mengikuti alur perubahan dalam suatu proses yang panjang. Komitmen politik yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan harus mampu menghindarkan sektor pertanian dari keterpurukan yang disebabkan oleh tujuh bentuk ancaman, yakni (a) semakin sempitnya lahan usaha, (b) meluasnya kerusakan infrastruktur, (c) mahalnya input pertanian, (d) sulitnya akses permodalan, (e) kurangnya pengendalian OPT, (f) rendahnya interaksi petani-peneliti-penyuluh, dan (g) lemahnya kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Rancangan reformasi pembiayaan sektor pertanian perlu disiapkan untuk membalikkan ketujuh ancaman diatas dan sekaligus memperkuat kelembagaan ekonomi perdesaan. Dengan reformasi pembiayaan ini, penentuan kebijakan sektor pertanian yang berorientasi kedepan harus dilakukan atas dasar: (a) Perencanaan pembiayaan yang terfokus (komoditas) dan komprehensif (hulu-hilir), (b) Pelaksanaan program yang memanfaatkan inovasi dan teknologi terapan, dan (c) Pelibatan kelembagaan dengan sistem pengelolaan kegiatan yang integratif (selalu dapat ditelusuri/monitor, dievaluasi/analisis, dan direvisi/reorientasi). Kebijakan peningkatan produksi beras memerlukan dukungan politik pembiayaan secara baik. Dalam konteks ini, skema pembiayaan yang dirancang dengan sumber dari dana APBN merupakan bagian dari politik pembiayaan pembangunan pertanian. Kebijakan sumber pembiayaan APBN dapat berupa kebijakan pembiayaan subsidi/bantuan dan pembiayaan lainnya. Kebijakan pembiayaan subsisdi/bantuan mencakup: (1) Subsidi harga, (2) Bansos, (3) Subsidi bunga kredit dan (4) Program kementerian di tingkat Eselon I seperti: Program benih, perluasan areal, infrastruktur, pasar dan asuransi. Tulisan ini meninjau berbagai informasi dan data yang tersedia, termasuk dari literatur atau dari hasil kajian (data sekunder) yang relevan untuk kebijakan pembiayaan subsidi/bantuan untuk memberikan pandangan yang lebih terfokus dalam konteks politik anggaran pembangunan pertanian kedepan. Diantara data dan informasi tersebut tercakup kebijakan pembiayaan terkait dengan kegiatan perluasan areal, pembangunan infrastruktur (irigasi dan jalan usahatani), dan penyediaan alsintan (traktor, tresher dan huller). Terdapat empat sasaran utama pembangunan pertanian yang sekaligus sebagai empat sukses Kementerian Pertanian. Sasaran utama pembangunan pertanian yaitu: (a) mewujudkan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (b) mewujudkan peningkatan diversifikasi pangan, (c) mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, serta (d) mewujudkan peningkatan kesejahteraan petani. Pada pembangunan sub sektor tanaman pangan, pencapaian keempat sasaran (target) utama diharapkan dapat memberikan dampak kinerja yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan nasional dan ketahanan pangan nasional, baik kebutuhan pangan, kebutuhan pakan, kebutuhan energi maupun kebutuhan bahan baku untuk industri lainnya. Selain itu, dampak kinerja pembangunan tanaman pangan juga diharapkan dapat mengurangi jumlah kemiskinan dan meningkatkan pendapatan
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
483
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
Program Pembangunan Pertanian
Usahatani Padi: Sumber Pembiayaan APBN
Usaha Pertanian Lainnya: Pembiayaan Sumber APBN & Lainnya
Kebijakan Pembiayaan Subsidi/ Bantuan
Subsidi Harga: Benih, Pupuk
Opsi Kebijakan
Kebijakan Pembiayaan Lainnya
Bansos: PUAP, BP3, BLBU, LM3
BP3
Subsidi Bunga Kredit: KKP-E, KUR, KUPS, KPENRP
Program Kementan: Benih, Areal, Infrastruktur, Alsintan, Pasar, Asuransi
Areal, Irigasi, Traktor, Tresher, Huller, AP
Respon petani
Gambar 1.
Review (data sekunder)
Evaluasi (data sekunder)
Evaluasi (data primer)
Program Pembangunan Pertanian dan Sumber Pembiayaan APBN (Sumber: Pasaribu HWDO 2012)
negara. Dalam hal ini, pembangunan tanaman pangan dikelompokkan pada pengembangan komoditas utama yaitu: padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan ubi kayu; serta komoditas alternatif (Ditjen Tanaman Pangan, 2011). Pencapaian sasaran pembangunan tanaman pangan akan ditempuh melalui strategi 7 strategi yaitu: (1) revitalisasi lahan; (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan; (3) revitalisasi infrastruktur dan sarana; (4) revitalisasi sumber daya manusia; (5) revitalisasi pembiayaan petani; (6) revitalisasi kelembagaan petani; serta (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir. Ketujuh strategi pembangunan pertanian tersebut akan memengaruhi tingkat keberhasilan yang dapat dicapai. Namun demikian, harus disadari bahwa ketujuh strategi tersebut melibatkan institusi pemerintah lainnya dan institusi non pemerintah. Untuk mewujudkan pencapaian Empat sukses tersebut diatas, orientasi peningkatan produksi menjadi alat (instrumen) utama yang diprioritaskan. Berkaitan dengan peningkatan produksi, Ditjen Tanaman Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui empat strategi yaitu: (a) peningkatan produktivitas, (b) perluasan areal dan optimasi lahan, (c) penurunan konsumsi beras dan pengembangan diversifikasi pangan, dan (d) peningkatan manajemen. Untuk itu, sebagai jaminan tambahan bagi petani atau pelaku usaha pertanian, pemerintah memberikan stimulan atau dukungan pembiayaan baik berupa
484
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
bantuan, subsidi ataupun insentif lainnya. Pemberian ini sebagai bagian dari meringankan biaya usaha dan sekaligus meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi diperlukan dukungan infrastruktur penunjang pertanian seperti irigasi, jalan usahatani dan lainnya, penyuluhan aplikasi teknologi produksi, bantuan permodalan pertanian, misal melalui penjaminan pinjaman, subsidi bunga, dan kredit lunak terhadap petani, dan peningkatan pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan mutu hasil pertanian, sarana pemasaran hasil. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa kebijakan di bidang pertanian dapat meliputi kebijakan: harga, kebijakan pemasaran dan struktural. Kebijakan harga merupakan salah satu kebijakan yang dapat menjamin stabilitas harga input dan output serta mencegah agar pendapatan produsen tidak berfluktuatif antar musimnya. Menurut Ellis (1992) terdapat beberapa instrumen dalam kebijakan harga yang dapat berdampak pada stabilitas harga pertanian antara lain yaitu instrumen perdagangan seperti tarif/bea masuk impor, dan instrumen intervensi langsung seperti kebijakan harga dasar dan harga maksimum. Misalnya, untuk komoditas padi terdapat kebijakan harga pokok pembelian pemerintah saat ini. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan swasembada beras berkelanjutan, pemerintah berkewajiban memberikan dukungan berbagai program/ upaya dengan sumber pembiayaan APBN. Dukungan program pada penelitian ini khususnya dipilah dalam 2 program yaitu: (1) upaya/program perluasan areal tanaman padi, yang antara lain melalui skema pembiayaan APBN untuk pengembangan infrastruktur pertanian (irigasi dan jalan usahatani), (2) upaya/program peningkatan produktivitas padi, yang antara lain melalui skema pembiayaan untuk pengembangan benih/varietas unggul, subsidi pupuk, bantuan sosial (misalnya PUAP dan BLBU), subsidi bunga kredit untuk modal usahatani, program Primatani, SL-PTT dan lainnya. Dalam kaitan ini, skema pembiayaan APBN untuk mendukung upaya pencapaian swasembada beras, misalnya, layak untuk ditinjau secara menyeluruh. Adapun program dengan skema pembiayaan APBN yang perlu difokuskan di sini, termasuk (a) subsidi harga (benih dan pupuk), (b) bantuan sosial (seperti PUAP dan BLBU), (c) subsidi bunga kredit (KKP-E dan KUR), serta (d) program kegiatan eselon I, seperti: Primatani, SL-PTT, SRI, dan pengembangan infrastruktur seperti irigasi dan jalan usahatani. Selanjutnya, dari program dengan skema pembiayaan APBN tersebut dapat dirumuskan bagaimana implementasinya di tingkat mikro (usahatani) serta bagaimana efektivitasnya dalam rangka peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas beras. Hasil tinjauan ini sangat diperlukan sebagai bahan untuk merumuskan rekomendasi skema fasilitasi pembiayaan APBN untuk meningkatkan produksi beras.
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
485
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
PENGUATAN KELEMBAGAAN EKONOMI PERDESAAN Dalam kerangka pembangunan pertanian nasional, bantuan dan fasilitasi pemerintah masih terus dibutuhkan. Fasilitasi tersebut dapat berbentuk: (a) sertifikasi lahan untuk memenuhi persyaratan agunan agar petani EDQNDEOH, (b) pembinaan petani/kelembagaan petani yang lebih intensif untuk mencapai level “mampu” pada aspek manajerial usaha, c) introduksi inovasi teknologi (hulu-hilir) yang adaptif terhadap perubahan iklim, (d) pembangunan infrastruktur pertanian yang memadai, (e) ketersediaan sarana produksi tepat waktu dengan biaya terjangkau, (f) melakukan pengawasan dan pendampingan yang intensif dengan fungsi dan peran penyuluhan pertanian, serta (g) membantu kegiatan pemasaran dengan keterjangkauan pada lembaga keuangan (Pasaribu, 2007). Dengan meninjau secara komprehensif berbagai masalah dan tantangan dalam program pembangunan pertanian serta menelaah kemungkinan peluang dan kesempatan yang tersedia, rekonstruksi program diperlukan untuk mengefektifkan kegiatan dan mengefisienkan pembiayaan serta memudahkan pelaksanaan di lapangan dan sekaligus membuat hubungan kelembagaan bersinergi untuk mencapai tujuan program intensifikasi usahatani padi secara nasional. Pada masa pembangunan ekonomi jangka pendek kedepan (2015-2019), program-program pembangunan pertanian yang bersifat bantuan sosial atau subsidi harus dikurangi secara drastis. Ditengah kesulitan pemerintah untuk menyediakan dana yang memadai, reorientasi pembangunan pertanian harus mampu mengambil porsi pembiayaan yang terukur. Dalam kaitan ini, rekonstruksi pembiayaan pada berbagai program pembangunan usaha pertanian dalam struktur pengembangan kawasan perlu dikonsentrasikan pada beberapa program/kegiatan berikut dan dipertimbangkan serta dijadikan prioritas untuk menggantikan program yang bersifat bansos, program terduplikasi atau program model lain yang tidak terstruktur: a.
Penyediaan benih bermutu (dan bersertifikat) dan saprodi lain yang dapat diperoleh petani dengan mudah dan dengan harga terjangkau (diaplikasikan secara berimbang);
b.
Perbaikan infrastruktur usaha pertanian (ketersediaan air dengan jaringan irigasi yang baik dan ditunjang oleh ketersediaan jalan usahatani);
c.
Pengadaan alsintan dengan harga yang murah (sederhana, tepat guna, dan mudah dioperasikan, terutama untuk menggantikan tenaga kerja manusia yang semakin langka di perdesaan);
d.
Penyelenggaraan penyuluhan dan pengawalan (dengan memanfaatkan petani maju/SURJUHVVLYH IDUPHUV yang difasilitasi pemerintah melalui pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan, keahlian, pengetahuan praktis tentang pertanian, serta pembukaan wawasan dengan pola pikir yang argumentatif dan antisipatif);
486
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
e.
Peningkatan akses terhadap permodalan (atau sumber-sumber keuangan mikro dengan pinjaman berbunga rendah, terjangkau petani, dan dengan persyaratan minimum); dan
f.
Perlindungan dan pemberdayaan petani (melindungi risiko usahatani melalui penerapan skema asuransi pertanian).
REKOMENDASI DAN PENUTUP Pembangunan seluruh sub sektor pada sektor pertanian saat ini sedang dikerahkan untuk menyediakan bahan pangan bagi masyarakat, menghasilkan berbagai produk berbasis pertanian, membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, serta memperbaiki kondisi ekonomi dan lingkungan. Ketahanan dan kemandirian pangan adalah salah satu tujuan utama pembangunan pertanian nasional. Kekurangan bahan pangan, khususnya makanan pokok beras akan menimbulkan gejolak sosial ekonomi dan politik yang memengaruhi kehidupan masyarakat. Masalah-masalah multidimensional yang dihadapi untuk memenuhi permintaan berbagai komoditas pertanian sangat beragam dan dalam konteks ini, pemerintah berusaha untuk terus meningkatkan produksi melalui inovasi teknologi dan penerapan program percepatan usaha pertanian (Pasaribu, 2012). Pada beberapa tahun terakhir ini, sektor pertanian juga dihadapkan pada tantangan yang semakin berat, tetapi sekaligus merupakan peluang dalam kaitan anomali iklim. Iklim ekstrim yang sulit diprediksi menjadi penghalang bagi kegiatan pengembangan usaha pertanian, khususnya usahatani padi. Berbagai jenis tanaman budidaya sulit diharapkan dapat berproduksi secara optimal, sehingga petani dihadapkan pada risiko kerusakan tanaman yang berujung pada kerugian. Namun di tengah tantangan itu, terbuka peluang mengoptimalkan berbagai potensi yang tersedia guna meningkatkan produksi berbagai produk pertanian. Melalui sosialisasi penerapan teknologi budidaya yang adaptif terhadap perubahan iklim, perbaikan infrastruktur pertanian, perluasan areal pertanaman, sistem irigasi yang efisien, dan manajemen usahatani yang lebih baik, peluang meningkatkan produksi beberapa komoditas pertanian sangat terbuka. Permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi dimasa mendatang untuk meningkatkan produksi komoditas pangan, terutama beras akan semakin berat dengan semakin terbatasnya sumber-sumber pembiayaan pemerintah dan sumber daya lainnya. Untuk itu diperlukan upaya mengefektifkan setiap kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pertanian dan pengembangan usahatani oleh pemerintah, khususnya untuk meningkatkan kapasitas produksi padi/beras. Dalam konteks ini, skema pembiayaan peningkatan kapasitas produksi perlu dirumuskan untuk mendukung pencapaian swasembada beras dalam tahun-tahun yang akan datang. Pembiayaan pertanian yang bersumber dari APBN akan semakin terbatas karena banyaknya kebijakan dan program pembangunan di berbagai sektor. Dalam kaitan ini, perubahan pendekatan dibutuhkan untuk merumuskan alternatif skema pembiayaan
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
487
5HIRUPDVL3HPELD\DDQ6HNWRU3HUWDQLDQ8QWXN0HPSHUNXDW.HOHPEDJDDQ(NRQRPL3HUGHVDDQ
APBN yang lebih efektif sebagai masukan dalam pengambilan keputusan kebijakan peningkatan produksi/produktivitas padi/beras nasional. Program peningkatan produksi pertanian dan peternakan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana merupakan salah satu dari paket teknologi. Saat ini paket teknologi tepat guna sudah cukup banyak yang dapat dimanfaatkan petani dan peternak untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan kapasitas produksi pertanian dan peternakan. Berbagai varietas unggul komoditi pertanian, bibit ternak yang berproduksi tinggi, berbagai teknologi produksi produk pupuk organik, alat dan mesin pertanian serta aneka teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak yang diinformasikan kepada masyarakat. Kendalanya adalah belum sepenuhnya paket teknologi tersebut yang dapat diadopsi oleh masyarakat. Upaya untuk memperluas baku lahan pertanian menjadi sangat penting dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya lahan dan air yang ada. Melihat pentingnya peranan ketersediaan sumberdaya lahan dan air dalam pembangunan pertanian, maka pemerintah melalui Perpres No. 24 tahun 2010 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010, telah menetapkan pembentukan institusi yang menangani pengelolaan sumber daya lahan dan air yaitu Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan perluasan areal tanaman pangan. Implikasi kebijakan terhadap seluruh pembiayaan pembangunan pertanian nasional perlu memerhatikan beberapa isu berikut: (1) Revisiting semua program pembiayaan pembangunan pertanian saat ini dengan meninjau ulang dan melakukan pemusatan pembiayaan pada program dan kegiatan tertentu/refocusing, termasuk program yang tidak dicakup dalam penelitian ini, (2) Menghindari berbagai bentuk bansos (seperti BP3); memperluas program perlindungan (risk management), seperti aplikasi sistem asuransi usahatani padi, (3) Subsidi benih dan pupuk perlu terus diperbarui dengan meningkatkan efektivitas program, dan (4) Rekayasa teknologi dan inovasi benih padi diusulkan mendapat porsi pembiayaan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA Ashari. 2009. Peran Perbankan Nasional Dalam Pembiayaan Sektor Pertanian di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 27 (1) 2009: 13-27. PSEKP. Bogor. Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian. 2013. Telaah Program Peningkatan Produksi Padi. Laporan Teknis. Kementerian Pertanian. Jakarta. Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. 2012. Realisasi Penyaluran KKPE. Kementerian Pertanian. Jakarta.
488
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
3HQGHNDWDQ3HPEDQJXQDQGDQ3HQJHORODDQ6XPEHU'D\D3HUWDQLDQ
Ditjen Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan Untuk mencapai Sawsembada dan Sawsembada Berkelanjutan. Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Jakarta. Kemenko Perekonomian. 2012. Realisasi Penyaluran KUR. Kemenko Perekonomian, Jakarta. Kementerian
Keuangan. 2014. Data Pokok APBN 2007-2013. http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/Data%20Pokok%20APB N%202013.pdf. (Dikutip 26 September 2014).
Kementerian Pertanian. 2014. Laporan Evaluasi Program, Kegiatan dan Anggaran Kementerian Pertanian Tahun 2013. Kementerian Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010– 2014. Kementerian Pertanian. Jakarta. Nugrayasa, O. 2012. Lima Masalah yang Membelit Pembangunan Pertanian di Indonesia. www.setkab.go.id (1 Desember 2012). Pasaribu, S.M., A. Agustian, J. Hestina, R. Elizabeth, dan E.S. Yusuf. 2012. Kajian Alternatif Skema Pembiayaan APBN untuk Mendukung Swasembada Beras. Laporan Teknis. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Pasaribu, S.M., B. Sayaka, W.K. Sejati, A. Setyanto, J. Hestina, dan J. Situmorang. 2007. Analisis Pembiayaan Sektor Pertanian. Laporan Teknis. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Suhendrata, T. 2008. Peran Inovasi Teknologi Pertanian Dalam Peningkatan Produktivitas Padi Sawah untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian, 18-19 November 2008. Yogyakarta. World
Bank. 2003. Prioritas Masalah Pertanian di Indonesia. Siteresources.worldbank.org/INTIINDONESIA/Resources/Publication/ 280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-11 (3 Januari 2011).
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian
489