ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS Oleh REINHARD H. SIANIPAR 077031007/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Reinhard H. Sianipar : Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar Tpa Sampah Terjun Kecamatan Medan MarelanTahun 2009, 2009 USU Repository © 2008
2
ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh REINHARD H. SIANIPAR 077031007/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
3
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 : Reinhard H.Sianipar : 077031007 : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) Ketua
Ketua Program Studi
(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS)
Tanggal Lulus : 08 April 2009
(dr. Surya Dharma, MPH) Anggota
Direktur
(Prof.Dr.Ir.T.Chairunissa, MSc)
4
Telah diuji pada Tanggal : 8 April 2009 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS.
Anggota
: dr. Surya Dharma, MPH. Prof. Harlem Marpaung, Ph.D Ir.Indra Chahaya, M.Si.
5
PERNYATAAN
Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009
Tesis
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan,
A p r i l 2009
Reinhard H.Sianipar
6
ABSTRAK Hidrogen sulfida merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun, mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar asam sulfida terutama dari udara. Paparan hidrogen sulfida dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit kepala dan batuk kronis. Obyek dalam penelitian ini adalah udara ambien mengandung hidrogen sulfida yang memiliki risiko gangguan terhadap kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun dan sekitarnya. Jumlah sampel yang diambil sebagai subyek adalah 40 orang di TPA Terjun dan 40 orang di luar TPA Terjun.Rancangan penelitian adalah crossectional dengan menggunakan uji chi-square.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Terjun dan luar TPA Terjun adalah 0,0290 mg/m³ (SD = 0,02023) dan 0,0033 mg/m³ (SD = 0,00057). Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida pada kedua wilayah penelitian tersebut. Rata-rata besar risiko (RQ) di TPA Terjun adalah 2,3 (SD=1,5068) dan di luar TPA Terjun adalah 0,4 (SD=0,2788).Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan antara masyarakat yang tinggal di TPA dengan masyarakat yang tinggal di luar TPA dengan OR= 12 (95% CI = 3,751- 36,290). Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa keberadaan TPA mempengaruhi kualitas udara lingkungan sekitar TPA, khususnya hidrogen sulfida yang memiliki tingkat risiko. Untuk itu bagi Pemerintahan Kota Medan agar mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan TPA Terjun. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan sistem sanitary landfill. Bagi dinas kesehatan kota Medan khususnya, diharapkan mampu melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat yang terbukti memiliki risiko yang tinggi akan terkena toksisitas hidrogen sulfida di kemudian hari. Kata Kunci : Hidrogen Sulfida, Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Analisis Risiko Kesehatan, Besar Risiko
7
ABSTRACT Sulfide Hydrogen (H2S) is a colorless gas, very poisonous, flammable,and have odor of rotten eggs charateristic.This gas can cause impact to health. Human being of exposure sulfide hydrogen especially from air. Exposure sulfide hydrogen with low concentration within old ones can cause permanent like trouble of breath, headaches and cough chronicly. Object in this research is air of ambient of sulfide hydrogen owning trouble risk to health.This research was done in Garbage Dump Site Terjun area and out of this area. Amount of taken sample as subject were 40 people in Garbage Dump Site Terjun area and 40 people out of area. Design research is crossectional with test of chi-square. The result showed that the average hydrogen sulfide concentration as 0.0290 mg/m³ ((SD = 0.02023) and 0.0033 mg/m³ (SD = 0.00057), respectively. The result was significant different statistically (p < 0.05) for hydogen sulfide concentration from study area. The average RQ showed 2.3 (SD=1.5068) for RQ in Garbage Dump Site Area and 0.4 (SD=0.2788) for RQ in out of Garbage Dump Site Area.The result was significant different statistically (p<0.05) for RQ value, with OR= 12 (95% CI = 3,751- 36,290). It is recomended that The Government of Medan City should changed open dumping system in Garbage Dump Site Terjun Area to sanitary landfill. Department of Health of Medan City especially, should be able to apply risk management to the community in the Garbage Dump Site Terjun Area. Keywords : Hydrogen Sulfide, Garbage Dump Site Area, Health Risk Assessment, Risk Quotient
8
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Proses penulisan dapat terwujud berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc.,Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2. Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS.,Ketua Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, dan Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis 3. dr. Surya Dharma, MPH., selaku anggota Komisi Pembimbing penulisan tesis 4. Prof. Harlem Marpaung, Ph.D dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si., selaku dosen pembanding tesis 5. Keluarga tercinta : Istri Maria Depari, ST, serta kedua buah hati Yehuda Sianipar dan Grace Sianipar yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi bagi penulis
9
6. Teman-teman MKLI angkatan 2007 yang telah mendukung penulis 7. Semua pihak yang telah ikut memberikan masukan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan,
A p r i l 2009
Penulis,
Reinhard H. Sianipar
10
RIWAYAT HIDUP IDENTITAS Nama
: Reinhard H.Sianipar
Tempat/Tgl Lahir
: Medan/10 Desember 1971
Agama
: Kristen
Status Perkawinan
: Menikah
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: PNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan
Alamat Rumah
: Jl. Kemiri Ujung No.A5 Komp.Graha Taman Sari, Medan
Alamat Kantor
: Jl. Willem Iskandar Psr V No.2 Medan Estate
No.HP
: 081373498897
PENDIDIKAN 1987 - 1990
: SMA Negeri 1 Medan
1991 - 1998
: FMIPA Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara
1998 - 1999
: Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara
2007 – saat ini
: Program Pascasarjana Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
PEKERJAAN 1999 – 2003
: Ka.Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Curup
2003 – 2004
: Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong
11
2004 – 2006
: Balai Pengawas Obat dan Makanan di Bengkulu
2006 – saat ini
: Balai Pengawas Obat dan Makanan di Medan
KURSUS/PELATIHAN 11 – 15 Mei 2004
: TOT Penyuluhan Keamanan Pangan di BPOM Bengkulu
27 – 1 Juli 2004
: Pelatihan Inspektur Apotek dan Toko Obat Kab/Kota
18 – 20 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan 23 – 25 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan 6–17 September 2004 : Pelatihan Teknis Pengujian Dasar Produk Pangan dan Bahan Berbahaya 9 – 14 Agustus 2005 : Pelatiahn Surveilan KLB Keracunan Pangan 7 – 8 September 2005 : Pelatihan Audit Internal 28–30 September 2005:Seminar dan Bimtek Sentra Informasi Keracunan Daerah 21-22 November 2005: Validation of Analytical Methods, di Jakarta 12-16 Juni 2006
: Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, di Bengkulu
21 April 2007
: Features and Benefits on Hitachi HPLC, di Medan
9-11 April 2007
: Pelatihan Penilaian dan Pengelolaan Risiko Bahan Kimia Berbahaya
18-28 Juni 2007
: Pelatihan Dasar Mikrobiologi
23-3 November 2007 : Pelatihan Internal Mikrobilogi Lanjutan 22-24 Februari 2008: Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu di Provinsi Sumatera Utara
12
28 Mei 2008
: Biosafety by Merck
10 Februari 2009
: Training Good Weigh Practice (GWP) by Mettler Toledo
3 – 13 Mei 2009
: Pelatihan Regional Mikrobiologi di BBPOM Makassar
13
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK......................................................................................................
i
ABSTRACT.....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR....................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................
v
DAFTAR ISI...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL...........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
xv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN..........................................................................
1
1.1.Latar Belakang...........................................................................
1
1.2.Perumusan Masalah...................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................
4
1.3.1.Tujuan Umum...................................................................
4
1.3.2.Tujuan Khusus..................................................................
4
1.4 Hipotesis......................................................................................
5
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................
5
1.6.Ruang Lingkup Penelitian...........................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
7
2.1 Sampah Padat.............................................................................
7
2.2.Karakteristik Sampah.................................................................
8
2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida)…....................................
9
2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida)............................
9
2.3.2. Penggunaan H2S.............................................................
10
2.3.3. Sumber-sumber Paparan Hidrogen Sulfida....................
10
2.4. Toksikokinetik ……………………………….........................
11
14
2.4.1. Absorbsi........................................................................
11
2.4.2. Distribusi.......................................................................
12
2.4.3. Metabolisme..................................................................
12
2.4.4. Ekskresi.........................................................................
13
2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida........................................
13
2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan............................
13
2.7.Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)......................
14
2.7.1. Konsep dan Definisi........................................................
14
2.7.2. Model Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan…...........
15
2.7.2.1. Perumusan Masalah .......................................
16
2.7.2.2. Identifikasi Bahaya (hazard identification)....
17
2.7.2.3. Analisis Pemaparan (exposure assessment)....
17
2.7.2.4. Analisis Efek (effect assesment).....................
18
2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non karsinogen H2S…………………………………..
20
2.7.2.6. Karakteristik Risiko (risk characterization)...
20
2.7.2.7. Manajemen Risiko..........................................
21
2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan Akhir Sampah
BAB III
(TPA)...................................................................................
22
2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara...
24
2.10.Kerangka Teori....................................................................
24
2.11.Kerangka Konsep Penelitian................................................
27
2.12.Studi Cross-Sectional...........................................................
27
2.13.Teknik Statistik dalam Analisis............................................
30
METODE PENELITIAN..........................................................
32
3.1. Jenis Penelitian.....................................................................
32
3.2. Lokasi Penelitian..................................................................
32
3.3. Waktu Penelitian..................................................................
32
3.4. Populasi dan Sampel ...........................................................
33
15
BAB IV
3.4.1.Populasi.. ....................................................................
33
3.4.2.Sampel.........................................................................
33
3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam udara .................
36
3.5.1. Prinsip Metoda Analisa.............................................
36
3.5.2. Alat dan Bahan..........................................................
37
3.5.3. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi.......................
38
3.5.4. Prosedur Perlakuan dan Pengambilan Sampel..........
38
3.5.5. Cara Analisa..............................................................
39
3.5.6. Reaksi........................................................................
39
3.6. Metode Pengumpulan Data.................................................
40
3.6.1.Sumber Data...............................................................
40
3.6.2.Pengumpulan Data.....................................................
40
3.7. Variabel dan Definisi Operasional......................................
41
3.7.1. Variabel.....................................................................
41
3.7.2 Definisi Operasional..................................................
42
3.8. Teknik Pengumpulan Data..................................................
42
3.9. Pengolahan Data…………..……………...........................
43
3.10 Metode Analisa Data…......................................................
45
HASIL PENELITIAN................................................................
47
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian...............................................
47
4.1.1 Gambaran Umum Wilayah..........................................
47
4.1.2 Keadaan Penduduk.......................................................
47
4.1.3 Tata Guna Lahan..........................................................
48
4.1.4 Data Jumlah Penyakit Terbesar...................................
49
4.2. Analisis Risiko......................................................................
50
4.2.1 Analisis Pemaparan (exposure assessment)................
50
4.2.2 Karakteristik Risiko (risk characterization)........……
52
4.3. Hasil Analisa Univariat .......................................................
52
4.3.1.Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara
16
Ambien di TPA Terjun Tahun 2009..................……..
55
4.3.2.Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien di Luar TPA Terjun .......................................
56
4.3.3 Distribusi Laju Asupan Udara Per Hari (R)................
56
4.3.4 Distribusi Durasi Paparan (Dt)...................................
57
4.3.5 Distribusi Berat Badan (Wb)........................................
57
4.3.6 Distribusi Asupan (Intake) Hidrogen Sulfida......……. 58 4.3.7 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat Menurut Tempat Tinggal Responden...........................
58
4.3.8 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di TPA Terjun...............................................................
59
4.3.9 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di Luar TPA Terjun........................................................
59
4.4. Hasil Analisa Bivariat............................................................
59
4.4.1 Hubungan Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien dengan Besar Risiko (RQ)....................
60
4.4.2 Hubungan Laju Asupan Udara (R) dengan Besar Risiko (RQ)..................................................................
61
4.4.3 Hubungan Durasi Paparan (Dt) dengan Besar Risiko (RQ).............................................................................
62
4.4.4 Hubungan Berat Badan (Wb) dengan Besar Risiko (RQ)............................................................................. BAB V
63
4.4.5 Hubungan Tempat Tinggal dengan Besar Risiko(RQ)
63
PEMBAHASAN............................................................................
65
5.1. Pembahasan Hasil Penelitian.................................................
65
5.1.1 Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien........................
65
5.1.2 Laju Asupan Udara yang mengandung Hidrogen Sulfida.......................................................................... 67 5.1.3 Durasi Paparan (lama paparan)...... .............................
67
17
5.1.4 Berat Badan..................................................................
68
5.1.5 Besar Risiko (RQ) menurut Tempat Tinggal...............
69
5.2. Keterbatasan penelitian.........................................................
70
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
72
6.1. Kesimpulan...........................................................................
72
6.2 Saran.....................................................................................
73
6.2.1 Bagi Instansi Terkait...................................................
73
6.2.2 Bagi Ilmu Pengetahuan………………………………
73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
75
BAB VI
18
DAFTAR TABEL No.
Judul
Halaman
1.
Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan....................................................................................
18
Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga di Lokasi Penelitian Tahun 2008....................
48
Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008................................................................
50
Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H2S dalam Udara (C),Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............................................
53
Distribusi Frekuensi Konsentrasi H2S dalam Udara (C),Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009...................................................................
54
Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida (mg/m³) dalam Udara Ambien menurut Tempat Tinggal Responden di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009...........................................
55
Distribusi Besar Risiko Kesehatan (RQ) Masyarakat Menurut Tempat Tinggal Responden.....................................
58
Hasil Analisa Chi - Square Distribusi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............................................
60
2. 3. 4.
5.
6.
7. 8.
19
DAFTAR GAMBAR No.
Judul
Halaman
1.
Draft Model Analisa Risiko.....................................................
16
2.
Kerangka Teori Penelitian.......................................................
26
3.
Kerangka Konsep Penelitian....................................................
27
20
DAFTAR LAMPIRAN No.
Judul
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian................................................................
78
2.
Perhitungan Intake dan Besarnya Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat Akibat Menghirup Udara yang mengandung H2S di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009....................................................
82
3.
Peta Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan.......................
86
4.
Peta Lokasi Penelitian.............................................................
87
5.
Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009................
88
6.
Kurva Histogram Distribusi Laju Asupan Udara udara di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009...................................
89
7.
Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009..........................................................
90
8.
Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009..........................................................
91
9.
Kurva Histogram Distribusi Intake H2S di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009..........................................................
92
10.
Kurva Histogram Distribusi Besar Risiko di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009..........................................................
93
11.
Upaya Pengelolaan / Manajemen Risiko bagi Masyarakat di TPA dan Luar TPA Terjun......................................................
94
12.
Surat Keterangan Hasil Uji H2S dalam Udara Ambien..........
97
21
13. 14.
15.
16.
Surat Keterangan Arah Angin dan Rata-rata Kecepatan Angin........................................................................................
98
Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............
99
Analisa Chi – Square dan Risk Estimate Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009............
106
Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan.....................................................
112
22
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Hidrogen sulfida (H2S) merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun,
mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Nama kimia asam sulfida ini adalah dihidrogen sulfida dan dikenal juga sebutan sebagai gas rawa atau asam sulfida (ATSDR, 2000). Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar terutama asam sulfida dari udara. Gas H2S dengan cepat diserap oleh paru-paru. Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi mata, hidung atau kerongkongan. Bahkan dapat terjadi kesulitan pernafasan pada penderita asma. Konsentrasi lebih tinggi dari 500 ppm dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran dan mungkin kematian. Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan (US EPA, 2003) Paparan H2S dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit kepala, dan batuk kronis.
Ada beberapa bukti untuk menyatakan bahwa ada hubungan
paparan asam sulfida dengan risiko keguguran spontan (Xu et.al,1998).
23
Sumber paparan gas rawa ini berasal dari gudang penyimpanan pupuk, pabrik kertas, industri tekstil, gunung berapi, pengeboran minyak tanah dan gas alam, pengolahan limbah cair dan tempat pembuangan akhir sampah. Tempat
pembuangan
akhir
sampah
dengan
sistem
open
dumping
menimbulkan bau telur busuk karena tumpukan sampah mengalami dekomposisi secara alamiah menghasilkan gas H2S, metana dan amoniak. Bau ini dapat menyebar di TPA dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Soemirat, 2003) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan adalah sebuah kawasan yang merupakan muara pembuangan sampah dari hampir seluruh penjuru kota Medan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun telah beroperasi sejak 7 Januari 1994, dengan sistem open dumping dengan luas areal 14 Ha, 4 km dari sungai Deli, 6 km dari garis pantai, dan 14 km dari pusat kota. Timbunan sampah padat dan kurangnya sistem sanitasi menyebabkan polusi lingkungan dan terancamnya kesehatan komunitas masyarakat yang tinggal di TPA dan sekitarnya. Masyarakat miskin, kumuh, kurang pendidikan dan pekerjaan sebagai pemulung adalah gambaran masyarakat yang tinggal di daerah ini. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam hal keuangan memaksa mereka untuk tetap tinggal di daerah yang sangat rentan terhadap berbagai macam gangguan kesehatan. Salah satu paparan yang terus-menerus harus mereka hadapi setiap hari adalah paparan terhadap udara tercemar dari bau telur busuk
yang mengandung H2S sangat berpeluang
menimbulkan gangguan sistem pernafasan.
24
Menurut penelitian Mardiani (2006) tentang Hubungan Kualitas Udara Ambien dan Vektor terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah menunjukkan bahwa kadar gas H2S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter dari TPA. Studi AMDAL terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989 menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas disertai bau busuk, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi (Noriko, 2003). Meirinda (2008) melakukan pengambilan sampel udara terhadap seluruh rumah masyarakat di TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dari hasil pemeriksaan parameter gas polutan menunjukkan konsentrasi H2S berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11 /1996 Baku Tingkat Kebauan.
.
Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 1.840 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di puskesmas selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2007. Hal ini disebabkan ada hubungan dengan tingginya pencemaran udara yang berasal dari TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan.
25
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan tingginya konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Sampah, dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Perlu diteliti besar risiko gangguan kesehatan pada masyarakat yang terpapar udara mengandung hidrogen sulfida di TPA Sampah dan di luar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisa besaran risiko gangguan kesehatan masyarakat disekitar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan terhadap paparan dari
udara yang
mengandung hidrogen sulfida tahun 2009 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisa rata-rata konsentrasi gas hidrogen sulfida dalam udara di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009 2. Untuk menganalisa rata-rata laju asupan udara yang mengandung hidrogen sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2009. 3.Untuk menganalisa rata-rata durasi paparan udara yang mengandung hidrogen sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2009.
26
4.Untuk menganalisa rata-rata berat badan masyarakat terpapar udara yang mengandung hidrogen sulfida di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009. 5.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009. 6.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan besar risiko gangguan kesehatan masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009. 1.4.
Hipotesis Ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan pada masyarakat yang tinggal
di TPA Sampah Terjun dengan masyarakat yang tinggal luar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009.. 1.5. Manfaat Penelitian 1.Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai jumlah proporsi masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang mempunyai risiko keracunan hidrogen sulfida akibat terpapar udara yang mengandung hidrogen sulfida 2. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Medan untuk melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat di TPA dan Luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang memiliki risiko keracunan hidrogen sulfida karena menghirup udara mengandung H2S. 3. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk dapat menambah pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan analisa risiko dampak
27
kandungan hidrogen sulfida dalam udara terhadap kesehatan masyarakat yang menghirupnya. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah sebuah studi crossectional tentang paparan hidrogen sulfida yang terkandung dalam udara. Pendekatan analisa risiko kesehatan lingkungan digunakan untuk menghitung besaran resiko kesehatan masyarakat akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Kelebihan analisis risiko kesehatan lingkungan adalah mampu meramalkan risiko menurut proyeksi pemaparan ke depan. Kemampuan ini maka risiko gangguan kesehatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang akibat risk agent yang ada di lingkungan, dapat dicegah. Subjek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2008. Sedangkan, objek penelitian ini adalah udara ambien dari wilayah penelitian ini dilakukan yang diuji konsentrasi hidrogen sulfidanya. Lokasi penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di TPA dan diluar TPA. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida dari kedua lokasi tersebut. Dalam
penelitian ini, analisa risiko kesehatan akibat menghirup udara
dibatasi hanya berdasarkan asupan melalui paparan secara inhalasi dari udara yang dihirup di wilayah studi, tidak memperhitungkan asupan dari bahan makanan yang mengandung asam sulfida . Selain itu jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit, juga tidak diperhitungkan.
28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Sampah Padat Menurut defenisinya, sampah adalah bahan / benda padat yang terjadi karena
berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia ( Kusnoputranto, 2000) Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan berasal dari pemukiman penduduk, tempat umum, tempat perdagangan, sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan dan pertanian ( Chandra, 2007 ) Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah padat terbagi atas : 1. Zat organik ( sisa makanan, daun, sayur dan buah) 2. Zat anorganik (logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain ). Sedangkan berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk, terdiri dari : 1. Mudah membusuk ( sisa makanan, potongan daging dan sebagainya) 2. Sulit membusuk ( plastik, karet, dan kaleng ). Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam sampah dapat berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, CO2, NH3, PO4 dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 dan H2S yang berbau tidak enak (Suriawiria,1985).
29
Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi sampah adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar. Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi sampah akan berlangsung secara anaerob. 2.2. Karakteristik Sampah Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota lain, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim, dan sebagainya. Karakteristik sampah mencakup antara lain : 1. Komposisi sampah, terbagi dalam dua golongan, yaitu : Komposisi fisik sampah, adalah besarnya persentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari sampah organik yang bersifat mudah membusuk dan sampah anorganik (kertas, kayu, kaca, logam, plastik). Berdasarkan hasil survai di beberapa kota di Indonesia umumnya, sekitar 70-80 % sampah merupakan sampah organik. Komposisi kimia sampah adalah besarnya persentase dari unsur / senyawa yang terkandung dalam sampah. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur carbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan phospor (CHONSP) serta unsur lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak. 2. Densitas (kepadatan) sampah, adalah besaran yang menyatakan berat sampah persatuan volume. Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi (umumnya di negara industri), maka densitasnya lebih
30
rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara sedang berkembang berkisar antara 100 samapi dengan 600 kg/m³, sedangkan kepadatan sampah kota Medan rata-rata 250 kg/m³. 3. Kadar air sampah, yaitu besaran (biasanya dalam satuan %) yang menyatakan perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat kering sampah tersebut. Untuk negara berkembang besarnya berkisar antara 50-70 %. 2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida) 2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida) Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat dari udara, maka H2S sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering didapat di sumursumur terbuka, saluran air buangan dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metana, dan karbondioksida (Soemirat,2004). Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun, sangat mudah terbakar, karakteristik bau telur busuk (sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppb) dengan berat molekul 34,1 dan titik didih : - 77 º F pada tekanan 760 mmHg, rapat gas : 1,2 serta sedikit larut dalam air. Bila terbakar menghasilkan gas SO2 (US EPA,2003)
31
2.3.2. Penggunaan H2S Hidrogen sulfida dapat dimanfaatkan untuk pembuatan asam sulfat, sebagai gas pembakaran dan bahan peledak. 2.3.3. Sumber-Sumber Paparan Hidrogen Sulfida Hidrogen sulfida adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur, saluran air buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industri tekstil gudang pupuk serta tempat pembusukan sampah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H2S di dalam mulut dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil. Air Hidrogen sulfida lebih berat dari pada udara, maka H2S sering terkumpul di udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air permukaan dan dapat sedikit larut dalam air. Tetapi H2S dapat menguap dari air permukaan kembali ke udara sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil. Udara Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi 0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya terutama sebagai gas dan menyebar di udara pada lapisan bawah, dekat dengan manusia. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam – 3 hari. Selama waktu itu hidrogen sulfida dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2).
32
Jumlah konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara (ambien ) di Amerika Serikat berkisar antara 0,11 – 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang dilaporkan 0,02 – 0,07 ppb. Bencana di Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas di dalam industri kilang minyak di Mexico dekat Gulf of Mexico. Kebocoran H2S yang berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul 10 – 20 menit sejak mulai kebocoran.Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal. Makanan Paparan H2S melalui makanan relatif kecil. Jadi masuknya gas H2S ke dalam tubuh diabaikan. 2.4. Toksikokinetik Pada saat gas ini akan masuk ke dalam tubuh manusia, maka zat tersebut akan mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. 2.4.1. Absorbsi Hidrogen sulfida lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari pada paparan lewat oral. Hidrogen sulfida yang terserap melalui kulit sangat kecil (ATSDR, 2000). Absorbsi dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel
hidrogen
sulfida yang kecil dapat mencapai saluran nafas bawah di mana hidrogen sulfida dapat diabsorbsi. Partilkel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus alveolaris yang sebagian dari partikel akan mengalami pembersihan oleh
33
macrrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas 50 sampai 100 m². Gas pada alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan gas tersebut.
( Mukono, 2005).
Saluran pencernaan makanan merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi paparan H2S, karena kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak ada laporan dari ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H2S mengalami diare. Jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable dan sebagai pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah. Perpindahan bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat lambat. Hal tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara perlahan maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect). 2.4.2. Distribusi Kadar hidrogen sulfida yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Setelah memasuki darah akan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh (sistemik).Laju distribusi akan menuju ke setiap organ di dalam tubuh. Mudah tidaknya zat ini melewati dinding kapiler dan membran sel dari suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut. 2.4.3. Metabolisme Hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang
34
mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi. 2.4.4. Ekskresi Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi hidrogen sulfida dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru. 2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan (US EPA, 2003) 2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan a. Efek akut Laporan dari studi yang banyak dan konsisten dengan observasi dari bau yang dideteksi dan menunjukkan gejala pusing dari H2S yang dihasilkan dari geyser (Cal EPA,1999) Gas H2S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema pulmonary, dan asphyxiant b. Efek kronis Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena polutan H2S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus, Finlandia dilaporkan 1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m³) , 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb
35
(152 µg/m³) maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tetangganya (Parti-Pellinen, et al.1996) 2.7. Analisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) 2.7.1. Konsep dan Defenisi IPCS (2004) mendefenisikan analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau
populasi,
termasuk
identifikasi
ketidakpastian-ketidakpastian
yang
menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (Rahman,2005). Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,
36
bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan datang (Rahman, 2005) 2.7.2. Model Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan Louvar (1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), 2) Analisis Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose Response Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004), sedang mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman dari berbagai model yang ada (Rahman, 2005). Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru (1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal, perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini diharapkan menghasilkan : a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b) Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko.
37
Perumusan Masalah
Identifikasi Bahaya (identifikasi jenis dan hakekat efek-efek yang merugikan kesehatan)
Karakterisasi Bahaya (uraian kualitatif dan kuantitatif sifat-sifat risk agent yang berpotensi menimbulkan efek merugikan)
Analisis Pemajanan (evaluasi konsentrasi atau jumlah agent tertentu yang mencapai populasi sasaran)
Karakterisasi Risiko (pemberitahuan untuk pengambilan keputusan)
Gambar 1.Draft Model Analisa Risiko 2.7.2.1. Perumusan masalah Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis
38
lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent
dapat disimpulkan dari
gangguan kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent oriented, contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya. 2.7.2.2. Identifikasi bahaya (hazard identification) Identifikasi bahaya adalah langkah identifikasi efek yang merugikan atau kapasitas yang dimiliki suatu bahan yang dapat menyebabkan kerugian (BPOM RI, 2001). Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studi toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan (Rahman, 2005). 2.7.2.3.Analisis pemaparan (exposure assessment) Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan, terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru et al, 1996).
39
Tabel 1. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan No
Aspek
Keterangan
1.
Agent
2.
Sumber
3. 4.
Media pembawa Jalur paparan
5. 6. 7.
Konsentrasi paparan Rute paparan Durasi
8.
Frekuensi
Kontinu, intermiten, bersiklus, acak
9.
Latar paparan
10. 11.
Populasi terpapar Lingkup geografis Kerangka waktu
Pemukiman/bukan pemukiman, lingkungan kerja/bukan lingkungan kerja, indoor/outdoor Populasi umum, sub populasi, individu Tempat/sumber spesifik, lokal, regional, nasional, internasional, global Masa lalu, sekarang, masa depan, tren
12.
Biologis, kimia dan fisika Agent tunggal, berganda dan campuran Antropogenik / non antropogenik, area / titik, bergerak/ diam, indoor / outdoor Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk Menhirup udara yang terkontaminasi, makan makanan yang terkontaminasi, menyentuh permukaan benda µg/m³ (udara), mg/kg (makanan), mg/liter (air), % berat Inhalasi, kontak kulit, ingesti, rute berganda Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, seumur hidup
Sumber : Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R.1996 Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki ketidakpastian (BPOM RI, 2001). Oleh
karena itu pengukuran konsentrasi
pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam analisis risiko kesehatan manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total (Total Daily intake) yang dinyatakan sebagai mg/kg/hari. 2.7.2.4. Analisis efek (effect assesment) Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek yang dialibatkannya.
40
Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan terhadap suatu bahan kimia dengan derjaat efek toksik (BPOM RI, 2001). Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama, karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia, risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2001). Sehingga konsep risiko mengandung pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC (Reference Consentration ). RfC bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah (Rahman, 2005). Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek fungsional kronis. 6) Efek mematikan. Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) dengan UF (Uncertainty Factor) x MF (Modifying Factor) (Kolluru et al, 1996).
41
RfC = . NOAEL . UF x MF 2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non-karsinogen H2S Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang tepapar H2S secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC untuk H2S yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mg/m³. Asalusul RfC didasarkan pada suatu nilai NOAEL = 1 mg/m³ dengan nilai LOAEL = 2,6 mg/m³ dengan suatu faktor ketidakpastian 1. Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H2S dari udara adalah sebagai berikut (US EPA,2003) : RfC = . 1mg/m³ = 0,001 mg/m³-hari 1 x 1000 dimana : 1mg/m³ = nilai NOAEL 1
= nilai faktor ketidakpastian (uncertainty factor, UF)
1000
=nilai rekomendasi faktor ketidakpastian untuk paparan dalam udara
2.7.2.6.Karakteristik risiko (risk characterization) Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentarsi acuan (RfC). Rasio antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat RQ. Dalam Analaisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin
42
besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1, maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru et al, 1996). 2.7.2.7. Manajemen risiko Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko, untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upayaupaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik. Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam skenario sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya. Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu : 1. Pengendalian secara administratif atau legal 2. Pengendalian secara teknik / teknologi 3. Perlindungan pribadi Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005).
43
2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan akhir Sampah (TPA) Pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir ádalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah ( dikonversi menjadi tanah) dan merubahnya ke dalam siklus metabolisme alam. Di tinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan b. Mudah dicapai oleh kenderaan-kenderaan pengangkut sampah c. Aman terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Sastrawijaya (1991), ada dua teknik pengelolaan sampah di TPA sampah, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary lanfill. Teknik sanitary lanfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada
44
perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah, dengan menggunakan compactor dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut : a. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul b. Mencegah berkembangnya vektor penyakit c. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan d. Menjaga agar pemandangan tetap indah e. Mencegah kebakaran f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah g. Mengurangi volume lindi
45
2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah beracun, sampah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H2S, N2, H2 dan NH3 ( Soemirat, 2004). Gas H2S yang dilepaskan dari tumpukan sampah mempengaruhi kualitas udara disekitarnya. Hidrogen sulfit ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima. Jadi penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan. 2.10. Kerangka Teori Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai berikut ( Yassi et al.,2001) 1. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan asam sulfida dalam udara yang dihirup oleh masyarakat di sekitar TPA Terjun dengan mengukur konsentrasi asam sulfida. 2. Analisis Dosis-Respon
46
Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon asam sulfida diperoleh dari US EPA (2003) yang menyatakan konsentrasi
acuan
(Reference Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,001 mg/m³. 3. Analisis Paparan Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu dengan mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan memperhitungkan konsentrasi asam sulfida dalam udara, frekuensi paparan, durasi paparan, dan berat badan. 4. Karakteristik Risiko Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi resiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan konsntrasi acuan (RfC). Tingkat resiko dinyatakan dengan bilangan risiko ( Risk Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan risiko kesehatan yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1, semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi ( Kollura et al.,1996). Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang berkaitan dengan asam sulfida dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan diadopsi dari Louvar dan Louvar (1998)
47
ANALISIS RISIKO Identifikasi Bahaya Asam sulfida memiliki sifat-sifat : - rumus molekul : H2S - berat molekul : 34,1 - bentuk : gas (suhu kamar) - warna : tidak berwarna - bau : bau telur busuk - titik didih : -77º C (760 mmHg) - rapat gas : 1,2 - kelarutan : sedikit larut dalam air
Identifikasi Sumber Air, Udara, Makanan
Analisis Paparan - Paparan dari udara melalui inhalasi - Paparan dari makanan dan air melalui Ingesti - Paparan dari air juga dapat melalui kon tak kulit tapi jumlah sangat kecil
Analisis Dosis Respon Dosis Acuan (Reference Dose,RfD) untuk paparan asam sulfida secara oral : 0,003 mg/kg-hari Konsentrasi Acuan (Reference Concentration,RfC ) untuk paparan inhalasi : 0,001 mg/m3-hari
Karakteristik Resiko : - Tingkat Risiko Tinggi ( RQ > 1) - Tingkat Risiko Rendah ( RQ ≤ 1)
Manajemen Resiko Sumber : Louvar FL dan Louvar BD, 1998. Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian
48
2.11. Kerangka Konsep Penelitian
Indikator asupan : - Konsentrasi H2S
RISIKO TINGGI RQ >1
Efek Hidrogen Sulfida : -.Gangguan pernafasan
dalam Udara Ambient
-.Batuk
.-Laju Asupan
-.Sakit kepala
.-Durasi Paparan .-Frekuensi Paparan
RISIKO RENDAH RQ ≤ 1
- Berat Badan -Tempat Tinggal
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian Risk Quotient (RQ) : kemungkinan risiko potensial terjadi Bila , RQ = 0
Æ risiko pasti tidak akan terjadi
0 < RQ ≤ 1 Æ risiko belum terjadi RQ > 1
Æ risiko pasti akan terjadi
2.12. Studi Cross-Sectional Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross-sectional merupakan salah satu bentuk studi observasional (non eksperimental) yang paling sering dilakukan. Kira-kira sepertiga artikel orisinal dalam jurnal kedokteran merupakan laporan studi cross-sectional.
49
Studi cross-sectional dalam arti kata luas mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada suatu saat.Studi seperti ini dapat semata-mata bersifat deskriptif misalnya survai deskriptif nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir dan kadar imunoglobulin pasien asma. Ia juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi perbandingan antara kadar asam urat pada manula yang normal dan yang gemuk. Pada studi cross-sectional, variabel bebas (faktor risiko) dan tergantung (efek) dinilai secara simultan pada suatu saat; jadi tidak ada follow-up. Dengan studi ini diperoleh prevalens suatu penyakit dalam populasi pada suatu saat. Dari data yang diperoleh, dapat dibandingkan prevalens penyakit
pada kelompok dengan risiko
dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa risiko. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko ini kemudian disusun dalam tabel 2 x 2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subyek dari kelompok yang mempunyai faktor risiko yang diteliti, dengan prevalens penyakit atau efek pada subyek yang tidak mempunyai faktor risiko ( Sastroasmoro & Ismael, 2002) Adapun langkah-langkah yang terpenting dalam rancangan studi crosssectional, yaitu : a. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas. Dalam studi cross-sectional analitik hendaklah dikemukakan antar variabel yang diteliti.
50
b.Mengidentifikasi variabel penelitian Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalens harus diidentifikasi dengan cermat. Untuk itu perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas, mana yang termasuk dalam faktor risiko yang ingin diteliti, faktor risiko yang tidak akan diteliti dan efek. Faktor yang mungkin merupakan risiko namun tidak diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan pada waktu pemilihan subyek penelitian. c.Menetapkan subyek penelitian Dalam menetapkan subyek penelitian, harus diupayakan agar variabilitas faktor risiko cukup besar sehingga generalisasi hasilnya lebih mudah, namun variabilitas variabel luar (variabel yang tidak diteliti) dibuat diminimum. Menetapkan populasi penelitian, tergantung kepada tujuan penelitian, maka ditentukan dari populasi terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah besanya kemungkinan untuk memperoleh faktor risiko yang diteliti. Hendaklah dipilih kelompok subyek yang sering terpapar. Besar sampel harus diperkirakan dengan formula yang sesuai. Berdasarkan perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh populasi terjangkau akan diteliti atau dipilih sampel yang representatif. d.Melaksanakan pengukuran. Pengukuran variabl bebas (faktor risiko) dari variabel tergantung (efek ,atau penyakit) harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran. Pengukuran faktor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, tergantung pada sifat faktor
51
risiko, dapat digunakan kuesioner, catatan medik, uji laboratorium atau prosedur pemeriksaan khusus. Pengukuran efek (penyakit) dapat ditentukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan khusus, tergantung pada karakteristik penyakit yang dipelajari. e.Menganalisis data Analisis ini berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko relatif. Hal terakhir inilah yang lebih sering dihitung dalam studi crosssectional untuk mengidentifikasi faktor risiko. 2.13.Teknik Statistik dalam Analisis Statitik memegang peranan yang penting dalam penelitian, baik dalam penyusunan model, perumusan hipotesis, pengembangan alat dan instrumen pengumpulan data, penyusunan desain penelitian, penentuan sampel dan analisis data ( Nazir, 1983). Statistik telah memberikan teknik-teknik sederhana dalam mengklasifikasikan data serta dalam menyajikan data secara lebih mudah, sehingga data tersebut dapat dimengerti secara lebih mudah. Teknik-teknik statistik juga dapat digunakan dalam pengujian hipotesis. Mengingat tujuan penelitian pada umumnya untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Beberapa teknik statistik yang sering digunakan : a. Distrubusi frekuensi b. Mean, median dan mode
52
c. Varians dan standar deviasi d. Uji t untuk membedakan 2 buah mean e. Uji Mann-Whitney f. Uji Chi –Square ( kategori – kategori ) g. Uji Kolmogorov-Smirnov h. Analisis Varians (Anava) i. Teknik Korelasi (numerik-numerik) Jadi penggunaan teknik statistik tersebut tergantung dari hipotesis yang dirumuskan dan data dalam penelitian.
53
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Studi cross sectional meneliti suatu faktor paparan dan sebuah masalah kesehatan tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu, yaitu hanya melakukan satu kali pengukuran terhadap variabel-variabelnya dan dinilai dalam satu saat atau suatu periode tertentu. Dengan demikian tidak ada tindak lanjut pada studi cross sectional ( Sastroasmoro & Ismael, 2002). 3.2.Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk yang ada disekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Alasan pemilihan lokasi penelitian berada di lingkungan TPA Terjun adalah : 1. Tingginya konsentrasi asam sulfida yang terkandung dalam udara yang diketahui dari data hasil penelitian Meirinda (2008) 2. Banyaknya rumah-rumah penduduk di TPA Terjun. 3. Data dari Puskesmas Terjun penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar. 3.3. Waktu penelitian Waktu penelitian diawali dengan pengajuan judul penelitian, survai awal, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing,
54
pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data sampai dengan penyusunan laporan akhir direncanakan berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan September 2008 sampai Maret 2009. 3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi A. Populasi Subyek Subyek dalam penelitian ini ádalah seluruh masyarakat yang tinggal di TPA dan di luar TPA Sampah Terjun kecamatan Medan Marelan yang masih berdekatan dengan kawasan TPA dalam radius ± 300 meter di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan pada tahun 2009. B. Populasi Obyek. Obyek yang digunakan ádalah ambien udara yang ada di TPA dan di luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang berdekatan dengan kawasan TPA dalam radius ± 300 meter tahun 2009. 3.4.2. Sampel A. Kriteria Sampel A.1.Kriteria Sampel Subyek Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berusia ≥ 18 tahun yang tinggal di TPA dan di luar TPA Terjun dan telah bermukim minimal 3 tahun. Kriteria usia 18 tahun didasarkan atas keseragaman antropometri dan lama mukim responden minimal 3 tahun didasarkan pada penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995. Studi mereka menyatakan bahwa para pekerja yang
terpapar hidrogen sulfida dengan
55
konsentrasi antara 0,010 – 0,100 ppm dari unit pengolahan minyak mentah selama 40 jam setiap minggu dalam 3-4 tahun, menunjukkan bahwa pekerja mengalami gangguan saluran pernafasan, batuk dan sakit kepala. Unit analisis adalah individu yang menghirup udara yang berasal dari udara TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan. Kriteria Inklusi : 1. Berusia ≥ 18 tahun 2. Menghirup udara di lokasi penelitian 3. Telah bermukim minimal 3 tahun Kriteria Eksklusi : 1. Berusia < 18 tahun 2. Tidak menghirup udara di lokasi penelitian 3. Tinggal dilokasi penelitian selama kurang dari 3 tahun A.2. Kriteria Sampel Obyek Sampel udara yang akan diambil adalah udara ambien di TPA dan di luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009. B. Besar Sampel B.1. Besar Sampel Subyek Besaran sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian ini dihitung berdasarkan ukuiran sampel untuk rancangan crossectional untuk uji hipótesis terhadap dua proporsi ( Sastroasmoro & Ismael, 2002) dengan persamaan sebagai berikut :
56
n1 = n2 = ( Zα √ 2 p. q + Z β √ p1. q1 + p2. q2 ) ² ( p1 – p2 )²
………(1)
n1 = jumlah sampel terpapar yang diperlukan n2 = jumlah sampel tidak terpapar yang diperlukan Zα = deviasi baku normal untuk α pada derajat kepercayaan 95 % Zβ = deviasi baku normal untuk β pada derajat kepercayaan 80 % p = proporsi total = p1 + p2 2 p1 = proporsi efek pada kelompok terpapar p2 = proporsi efek pada kelompok yang tidak terpapar q =1–p Untuk memperoleh besar sampel subyek perla diketahui terlebih dahulu nilai p1 dan nilai p2. Nilai p1 adalah proporsi subyek terpapar H2S dengan nilai RQ > 1. Nilai p2 adalah proporsi subyek tidak terpapar H2S dengan RQ < 1. Untuk itu peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan dengan pengambilan sampel secara acak sebanyak 30 orang sampel di TPA Terjun dan 30 orang sampel di luar TPA Terjun. Menurut Sugiyono (2005) distribusi rata-rata sampel dengan ukuran minimal 30 sampel dianggap normal dan dapat menggunakan statistik parametrik. Studi pendahuluan tersebut, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: p1 = 60 % p2 = 10 % p = p1 + p2 = 0,35 2
57
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai yang diperoleh dari studi pendahuluan tersebut ke persamaan (1), maka diperoleh :
n1 = n2 = { 1,96 √ 2 (0,35) (0,65) + 0,842 √ (0,6) (0,4) + (0,1) (0,9)} ² ( 0,6 – 0,1 )² = 20,97 ~ 21 orang Dengan demikian jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 21 orang untuk tiap kelompok. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diperlukan untuk kelompok subyek di TPA Terjun sebanyak 40 orang dan 40 orang di luar TPA Terjun. B.2. Besar Sampel Obyek Udara ambien yang di ukur diambil pada tiga lokasi, yaitu lokasi 1: TPA (3 titik) , lokasi 2 : luar TPA (3 titik), lokasi 3 : jauh dari TPA (1 titik). 3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam Udara Metoda paling spesifik untuk mengukur konsentrasi H2S di udara dengan reaksi p-amino-dimetil anilin dan FeCl3. ( Magill & Holden,1956) 3.5.1. Prinsip Metoda Analisa Ion sulfida bereaksi dengan p-amino-dimetil anilin dan FeCl3 membentuk metilen biru, yang kemudian intensitasnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.
58
3.5.2. Alat dan Bahan a. Alat : 1. Midged impinger, flow meter, pompa vakum dan generator set 2. Spektrofotometer b. Bahan dan Cara Pembuatan : 1. Larutan penyerap Cd(OH)2 Ditimbang 4,3 gram CdSO4.8H2O dan dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan 0,3 gram NaOH dan diencerkan hingga 1 liter. 2.Larutan amin Ditimbang 12 gram p-amino-dimetil anilin dan ditambahkan 30 ml aquades serta 50 ml H2SO4 pekat. (Stok) Diambil larutan stok 25 ml dan diencerkan dengan H2SO4 : H2O (1:1) sampai 1 liter 3.Larutan FeCl3 Ditimbang 100 gram FeCl3.6H2O dan diencerkan dengan aquades hingga 100 ml 4.Larutan standar sulfida Ditimbang 0,71 g Na2S.9H2O dilarutkan dengan aqudes hingga volume 1 liter ( larutan induk). Kemudian dipipet 10 ml dan diencerkan dengan aquades hingga volume 100 ml.
59
3.5.3. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi 1.Pipet dalam 6 labu tentukur masing-masing 0,1,2,3,4,5 ml larutan standar kerja H2S 2.Ditambahkan 0,5 ml larutan uji amin dan 3 tetes larutan FeCl3. Kemudian ditambahkan larutan penyerap sampai tanda batas 3.Tunggu selama 30-60 menit, dibaca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm. 4.Dihitung konsentrasi H2S dalam satu seri larutan tersebut 5.Dibuat kurva yang menyatakan hubungan absorbansi dengan komsentrasi H2S 3.5.4. Prosedur Perlakuan dan Pengambilan Sampel : (SNI 19-7119.7-2005) 1.Larutan penyerap H2S sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam midget impinger 2.Midget impinger dirangkaikan dengan pompa vakum dan diatur kecepatan aliran udara pada 2 L/menit 3.Kemudian pengambilan sampel uji dilakukan selama 1 jam, setelah itu pompa penghisap dimatikan. 4.Sesudah pengambilan sampel uji, diamkan selama 20 menit untuk menghilangkan pengganggu. (Sampel uji dapat stabil selama 24 jam,jika disimpan pada suhu 5ºC dan terhindar dari sinar matahari).
60
3.5.5. Cara analisa : (SNI 19-7119.7-2005) 1.Diambil 10 ml larutan sampel uji dalam midget (suhu kamar) ke dalam labu takar 25 ml dan ditambahkan 5 ml air suling sebagai pembilas. 2.Sebanyak 0,5 ml larutan amin dan 3 tetes FeCl3 ditambahkan ke dalam labu takar 3. Air suling ditepatkan sampai tanda batas, dihomogenkan dan diamkan selama 30-60 menit 4. Campuran larutan diatas diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm. 5. Untuk pengujian blanko, ulangi seperti langkah-langkah diatas dengan menggunakan sebanyak 10 ml larutan penyerap. 3.5.6. Reaksi : ( Treadwell, 1963) Cd(OH)2 ) +
H2S
-----------> CdS
2[ NH2.C6H4.N(CH3)2. H2SO4 ]
+
2H2O
+ 6 Fe ³ +
S²
----->
p-amino-dimetil aniline sulfat
C6H3 N
N (CH3)2 + 6 Fe² + NH4 + 4H + SO4²
S C6H3
N (CH3)2 Cl
Metilen biru
61
3.6. Metode Pengumpulan Data 3.6.1. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari : 1. Data primer diperoleh dari hasil observasi melalui pengukuran langsung konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di TPA Terjun, data hasil pengisian kuesioner, dan hasil penimbangan berat badan. 2. Data sekunder diperoleh dari pencatatan data-data tentang penduduk dari Kelurahan Terjun, TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan dari Dinas Kebersihan Kota Medan, Puskesmas, Kecamatan Medan Marelan dan informasi kecepatan dan arah angin dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Medan. 3.6.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Data konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien yang di ukur pada TPA, diambil tiga lokasi, yaitu lokasi 1: di TPA (3 titik), lokasi 2 : di luar TPA ( 3 titik ), lokasi 3 : ± 600 m dari TPA. 2. Data individu pengisian kuesioner dan hasil penimbangan. Data kuesioner diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan responden yang tinggal di lokasi penelitian. Sebelum dilakukan wawancara maka peneliti menanyakan kesediaan responden untuk dijadikan sebagai subyek dalam penelitian. Data-data yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk
62
menghitung asupan hidrogen sulfida dalam udara
yang masuk ke tubuh
manusia melalui jalur inhalasi 3.7. Variabel dan Definisi Operasional 3.7.1.Variabel 1.Variabel pengaruh (independent variabel ) adalah konsentrasi hidrogen sulfida, durasi paparan, frekuensi paparan, berat badan, dan tempat tinggal. 2.Variabel terpengaruh (dependent variabel), adalah besar risiko, Risk Quotients (RQ) terjadinya keracunan hidrogen sulfida. Jadi pendekatan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dijadikan sebagai variabel dependen dalam penelitian ini.
63
3.7.2.Definisi Operasional No. Variabel
Defenisi operasional
Skala
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
1.
Konsentrasi H2S
Konsentrasi Asam sulfida yang terukur, hasil pemeriksaan kualitas udara
Ordinal
Impinger
Melakukan pengukuran
mg/m³
2.
Laju Asupan
Banyaknya udara yang dihirup dalam waktu 24 jam
Ordinal
Kuesioner
Hitung
m³/hari
3.
Durasi Paparan
Lamanya waktu responden menghirup udara
Ordinal
Kuesioner
Hitung
tahun
4.
Frekuensi paparan
Banyaknya jumlah hari dalam satu tahun dimana responden menghirup udara
Rasio
Kuesioner
Hitung
hari / tahun
5.
Berat Badan
Berat Badan responden pada saat dilakukan penelitian
Ordinal
Timbangan Berat Badan
Melakukan penimbangan secara insitu
Kilogram
6.
Tempat Tinggal
Rumah tempat tinggal responden ≥ 3 tahun
Nominal
Wawancara
a.TPA b.Luar TPA
Kuesioner
3.8. Teknik Pengumpulan Data Data-data primer yang telah dihitung kemudian dilanjutkan dengan tahaptahap sebagai berikut : 1. Editing (pemeriksaan data) Editing yaitu kegiatan pengecekan terhadap semua isian kuesioner yang telah dikumpulkan yang dilakukan setelah pengambilan data di lapangan dan uji laboratorium telah selesai. Kegiatan ini untuk memastikan bahwa data yang diperoleh tersebut semua telah terisi, konsisten, relevan, dan dapat dibaca dengan baik.
64
2.Coding (pemberian kode) Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan perangkat software komputer. 3. Entry (pemasukan data ke komputer) Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke program komputer untuk diolah. 4. Cleaning Data Entry Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pemasukan data. 5.Penyajian data / laporan, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi sesuai dengan referensi yang relevan serta grafik. 3.9. Pengolahan Data Penelitian ini memperkirakan tingkat risiko kesehatan akibat paparan udara ambien yang mengandung hidrogen sulfida dari populasi berisiko. Data paparan H2S diperoleh dari hasil pengukuran konsentrasi hidrogen sulfida dari udara di wilayah penelitian. Konsentrasi tersebut kemudian dinyatakan sebagai konsentarsi risk agent yang masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi. Pengolahan data menggunakan perhitungan analisis risiko yaitu dengan menghitung asupan (intake), untuk mengetahui tingkat risiko risk agent (RQ) terhadap konsumen. Perhitungan asupan (intake) diperoleh berdasarkan data konsentrasi H2S sebagai risk agent dalam udara (mg/m³), laju asupan paparan
65
(m³/hari), frekuensi paparan tahunan (hari/tahun), durasi paparan (real time) dalam tahun, berat badan (kg), periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk nonkarsinogen) (Kolluru R.V.,et al, 1996). Data asupan konsentrasi H2S dalam udara diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut (Kolluru R.V.et al,1996). I = C x R x t x f x Dt Wb x tavg
.....................................................(2)
Keterangan: I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia (mg/m³x hari) C = konsentrasi risk agent (mg/m³) R = laju (rate) asupan (0,83 m³/jam) t = waktu paparan (jam/hari) f = frekuensi paparan (hari/tahun) Dt=durasi paparan, lama tinggal (tahun) Wb=berat badan responden (kg) tavg=periode waktu rata-rata (30 x 365 hari / tahun untuk zat karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen) Untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan yang akan terjadi dari masingmasing individu, maka dilakukan perhitungan RQ sesuai dengan persamaan berikut : Risk Quotients (RQ) = Intake (mg/kg –hari) .................................(3) (RfC = 0,001mg/m³-hari)
66
Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat akibat menghirup udara yang mengandung hidrogen sulfida. Apabila RQ ≤ 1 menunjukkan paparan masih berada dibawah batas normal dan penduduk yang menghirup udara tersebut aman dari risiko kesehatan oleh H2S sepanjang hidupnya. Sedangkan, bila RQ > 1 menunjukkan paparan berada diatas batas normal dan penduduk yang menghirup udara tersebut memiliki risiko kesehatan oleh hidrogen sulfida sepanjanng hidupnya. 3.10. Metode Analisa Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program lunak komputer dengan tahapan sebagai berikut : 1. Analisis Univariat Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masingmasing variabel. Dalam analisis ini digunakan ukuran nilai tengah mean, median, nilai minimum dan maksimum, 95 % Confidence Interval (CI), simpangan baku untuk data numerik. Yang merupakan variabel dengan data numerik adalah : konsentrasi hidrogen sulfida, laju asupan udara yang dihirup, durasi paparan, frekuensi paparan, berat badan dan besar risiko (RQ) 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel. Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel independen (konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara, laju asupan, durasi paparan, frekuensi paparan, berat badan, dan tempat tinggal ) dan variabel dependen ( besar resikonya terjadinya
67
toksisitas hidrogen sulfida ). Variabel-variabel yang ingin diketahui hubungan yaitu antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji chi-square karena baik variabel independen maupun dependen merupakan data kategorik (data numerik yang sudah diubah menjadi dua kelompok ). Uji ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua kelompok sampel.
68
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1.Gambaran Umum Wilayah Medan Marelan merupakan salah satu kecamatan yang berada di bagian utara Kota Medan propinsi Sumatera Utara. Secara administratif, kecamatan Medan Marelan terdiri dari 5 (lima kelurahan) antara lain adalah (Lampiran 4) 1. Kelurahan Labuhan Deli 2. Kelurahan Rengas Pulau 3. Kelurahan Terjun 4. Kelurahan Tanah Enam Ratus 5. Kelurahan Paya Pasir. Kecamatan Medan Marelan memiliki luas wilayah 44,47 km² dengan batasbatas sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Medan Belawan 2. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang 3. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang 4. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Medan Labuhan 4.1.2.Keadaan Penduduk Jumlah penduduk kecamatan Medan Marelan berjumlah 121.721 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 58.918 jiwa den penduduk perempuan 62.803 jiwa.
69
Penelitian ini dilakukan pada di dua kelurahan di kecamatan Medan Marelan, yaitu : kelurahan Terjun dan kelurahan Paya Pasir. Kelurahan Terjun terdiri dari 22 lingkungan, sedangkan kelurahan Paya Pasir terdiri dari 8 Lingkungan. TPA Terjun sendiri berada di wilayah Lingkungan 6 kelurahan Terjun. Adapun keadaan penduduk di daerah penelitian adalah sebagai berikut (Lampiran 5 ): Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di Lokasi Penelitian Tahun 2008 No.
Kelurahan
Rumah Tangga
Penduduk Laki-laki Perem Puan
1
Terjun
5.050
11.256
13.992
25.248
5,0
2
Paya Pasir
2.223
5.570
5.544
11.114
5,0
Jumlah
Rata-rata Anggota RT
Sumber : BPS Kota Medan,2008
4.1.3. Tata Guna Lahan a. Kelurahan Terjun Luas wilayah kelurahan Terjun adalah 16,05 km² yang terdiri lahan pemukiman dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun dengan luas areal 14 Ha. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun telah beroperasi sejak 7 Januari 1994 dengan menggunakan sistem open dumping. Jumlah sampah dari kota Medan yang dibuang ke TPA Terjun sekitar 1500 m³ sampah per hari. Dalam rangka mengurangi timbunan sampah, memperpanjang umur pakai TPA dan meminimalkan dampak lingkungan di sekitar lokasi TPA, maka dilakukan upaya pengolahan
70
sampah. Upaya yang telah dilakukan adalah daur ulang dengan memanfaatkan kembali benda-benda yang masih mempunyai nilai ekonomis, pemadatan (Balling) dan pembakaran ( Dinas Kebersihan Kota Medan,2008) Berdasarkan survai industri besar / sedang tahun 2007 tidak terdapat industri kimia, industri logam dan industri pertambangan di kelurahan Terjun. Jenis industri rumah tangga yang ada adalah industri makanan dan minuman (BPS Kota Medan, 2007). b. Kelurahan Paya Pasir Luas wilayah kelurahan Paya Pasir adalah 10 km² yang terdiri lahan pemukiman dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun dengan luas areal 14 Ha. Berdasarkan survai industri besar / sedang tahun 2007
terdapat industri
plastik di kelurahan Paya Pasir dan tidak terdapat jenis industri rumah tangga (BPS Kota Medan, 2007) . 4.1.4.Data Jumlah Penyakit Terbesar Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dengan jumlah kasus sebanyak 2.784 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di puskesmas selama bulan Januari sampai dengan Desember 2008. Adapun data sepuluh penyakit terbanyak sebagai berikut :
71
Tabel 3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008 No.
Nama Penyakit
Jumlah Penderita
1.
ISPA
2784
2.
Diare
1918
3.
Gigi
1608
4.
Mata
314
5.
TB Paru
311
6.
Kecacingan
184
7.
Hypertensi
178
8.
Maag
165
9.
Scabies
135
10.
THT
131
Sumber : Puskesmas Medan Marelan, 2008
4.2. Analisis Risiko 4.2.1 Analisis Pemaparan (Exposure Assessment) Analisa pemaparan dilakukan untuk menentukan dosis risk agent hidrogen sulfida yang diterima individu sebagai asupan atau intake (I), yang dihitung dengan persamaan : I = C x R x t x f x Dt Wb x t avg Keterangan : I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia (mg/kg x hari )
72
C = konsentrasi risk agent (mg/m³) R = laju asupan (0,83 m³/jam) t = waktu paparan (jam/hari) f = frekuensi paparan (hari/tahun) Dt = durasi paparan, lama tinggal (tahun) Wb =berat badan responden (kg) tavg=periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat non karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen) Nilai C dan Wb diperoleh dari pengukuran pada lokasi penelitian sedangkan t, Dt dari hasil kuesioner serta nilai R, f, t avg (periode waktu rata-rata) didapat dari referensi. Nilai t avg untuk zat non-karsinogen dengan frekuensi paparan (f) 365 hari/tahun adalah = 30 tahun x 365 hari/tahun = 10950 hari. Contoh perhitungan besarnya intake untuk masing-masing individu adalah sebagai berikut : Hasil penelitian diketahui bahwa salah seorang responden bernama H.Sitompul yang setiap hari bekerja diluar lokasi penelitian rata-rata 8 jam dengan berat badan (Wb) = 50 kg. Responden tersebut telah tinggal selama (Dt) = 12 tahun dengan frekuensi paparan setahun (f) = 365 hari/tahun,nilai t avg untuk zat nonkarsinogen adalah = 10950 hari dan bila berada di lokasi maka, responden setiap hari menghirup udara bau yang mengandung hidrogen sulfida dengan konsentrasi (C) = 0,029 mg/m³ dan laju asupan (R) = 0,83 m³/jam, sehingga besarnya Intake (I) adalah: I = 0,029 mg/m³ x 0,83 m³/jam x 16 jam/hari x 350 hari/tahun x 12 tahun 50 kg x 10950 hari
73
= 0,0029 mg/kg-hari Jadi asupan (intake) hidrogen sulfida per hari untuk responden tersebut adalah 0,0029 mg/kg-hari. Hasil perhitungan secara lengkap disajikan pada lampiran 2. 4.2.2.Karakteristik Risiko (Risk Characterization) Karakterisasi risiko dilakukan untuk membandingkan hasil analisa pemaparan (intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal dengan bilangan risiko atau Risk Quotient (RQ). RQ dihitung dengan persamaan (3): Risk Quotient (RQ) = Intake (mg/kg-hari) . (RfC = 0,001mg/kg-hari) RfC merupakan dosis acuan yang diperoleh dari kepustakaan (US EPA, 2003).RfC untuk hidrogen sulfida adalah 0,001 mg/kg-hari, maka nilai RQ untuk hidrogen sulfida dapat ditentukan. Dari contoh perhitungan asupan diatas, maka nilai RQ untuk responden tersebut adalah : Risk Quotient (RQ) = 0.0029 mg/kg-hari = 2,9 0,001 mg/kg-hari Jadi Besar Risiko (RQ) responden tersebut adalah 2,9. Hasil perhitungan secara lengkap disajikan pada lampiran 2. 4.3. Hasil Analisa Univariat Berdasarkan hasil analisa univariat diperoleh bahwa variabel numerik : laju asupan,lama paparan (Dt), asupan (risk agent) , besar risiko (RQ), tidak memenuhi asumsi distribusi normal, karena uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai p < 0,05 (lihat tabel 4 ).Oleh karena itu dalam penelitian ini seluruh variabel numerik diubah menjadi kategorik.
74
Tabel 4. Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009 Variabel Konsentrasi H2S dalam udara (mg/m³) Laju asupan udara mengandung H2S(m³/hari)
Mean Min Median Maks
Intake Hidrogen Sulfida ( mg/kg-hari ) Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat
p-value Kolmogorov Smirnov
0,003
0,00381
0,0188
0,122
0,0100 14,7844
0,052 8,30
0,03581 14,0620
3,2459
0,001
15,5067 Dapat diolah paparan: 365
karena hari/thn)
Homogen
14,0620
Berat Badan responden (kg)
SD
0,0160
Frekuensi Paparan (hari / tahun) Durasi paparan (tahun)
95 % CI
19,92 Data tidak (Frekuensi
11,76
4
10,75
4,549
0,000
15,00 57,40
15 30
12,77 54,74
11,95
0,200
58,00 0,0014
90 0,0001
60,06 0,0011
0,0014
0,000
0,0008 1,449
0,0057 0,10
0,0018 1,126
1,4490
0,000
0,800
5,70
1,771
Kategorisasi variabel berdasarkan nilai referensi untuk variabel konsentrasi hidrogen sulfida dan besar risiko (RQ) gangguan kesehatan, sedangkan variabel lain berdasarkan nilai median. Selengkapnya kategorisasi seluruh variabel disajikan pada tabel 5.
75
Tabel 5.Distribusi Frekuensi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009 Variabel
Jumlah
Konsentrasi H2S dalam udara ambien > 0,028 mg/m³ ≤ 0,028 mg/m³ TOTAL Laju Asupan Udara yang mengandung H2S ≥ 14 m³/hari < 14 m³/hari TOTAL Durasi Paparan (Dt) ≥ 15 tahun < 15 tahun
Persentase (%)
3 3 6
50 50 100
41 39 80
51 49 100
49 31 80
61 39 100
TOTAL
39 41 80
49 51 100
Tempat Tinggal Responden - TPA Terjun - Luar TPA Terjun
40 40
50 50
TOTAL
80
100
30 50 80
38 62 100
TOTAL Berat Badan (Wb) > 58 kg ≤ 58 kg
Responden
Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat > 1 ≤ 1
TOTAL
Hasil
analisa
pada
tabel
4
menunjukkan
uji
Kolmogrov-Smirnov
menghasilkan nilai p sebesar 0,122. Hal ini berarti distribusi data normal. Rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di lokasi penelitian adalah 0,016
76
mg/m³, dengan simpangan baku 0,0188 mg/m³. Konsentrasi terendah adalah 0,003 mg/m³ dan konsentrasi tertinggi 0,052 mg/m³. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di lokasi penelitian adalah berada diantara 0,00381 mg/m³ sampai dengan 0,03581 mg/m³ (tabel 4). 4.3.1 Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam udara ambien di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009 Distribusi hasil pengukuran konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 5. Tabel 6. Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida (mg/m³) dalam Udara Ambien Menurut Tempat Tinggal Responden di TPA dan di luar TPA Terjun Tahun 2009 Tempat Tinggal Responden
N
TPA Luar TPA
3
Mean Median 0,0290
Min Maks 0,016
SD 0,02023
p-value Kolmogrov-Smirnov -
3
0,0180 0,0033
0,052 0,003
0,00057
-
0,0030
0,004
Hasil analisa pada tabel 6 menunjukkan uji Kolmogorov-Smirnov tidak ada nilainya. Maka nilai p diambil dari tabel 4 sebesar 0,122 . Oleh karena distribusi data untuk konsentrasi hidrogen sulfida di TPA normal, maka yang dijadikan nilai tengah adalah mean. Rata-rata (mean) konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di TPA Terjun adalah 0,0290 mg/m³ dengan simpangan baku 0,02023 mg/m³. Konsentrasi terendah adalah 0,016 mg/m³ dan konsentrasi tertinggi mencapai 0,052 mg/m³.
77
4.3.2. Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam udara ambien di Luar TPA Terjun Hasil analisa pada tabel 6 menunjukkan uji Kolmogorov-Smirnov tidak ada nilainya. Maka nilai p diambil dari tabel 4 sebesar 0,122. Hal ini berarti distribusi data normal.Oleh karena distribusi data untuk konsentrasi hidrogen sulfida di luar TPA normal, maka yang dijadikan nilai tengah adalah mean. Rata-rata (mean) konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara ambien di luar TPA Terjun adalah 0,0033 mg/m³ dengan simpangan baku 0,00057 mg/m³. Konsentrasi terendah adalah 0,003 mg/m³ dan konsentrasi tertinggi mencapai 0,004 mg/m³. 4.3.3.Distribusi Laju Asupan Udara Perhari (R) Distribusi laju asupan udara per hari pada responden di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (Tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,001 yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Hal ini dapat juga dilihat dari gambar 6. Oleh karena distribusi data untuk laju asupan udara tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) laju asupan udara di lokasi penelitian adalah 14,0620 m³/hari, dengan simpangan baku 3,2459 m³/hari. Laju asupan udara terendah adalah 8,30 m³/hari dan tertinggi mencapai 19,92 m³/hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata laju asupan udara di lokasi penelitian adalah berada diantara 14,0620 m³/hari sampai dengan 15,5067 m³/hari (tabel 4).
78
4.3.4. Distribusi Durasi Paparan (Dt) Distribusi durasi / lama paparan pada responden di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 7. Berdasarkan kurva histogram durasi paparan (gambar 6.) dan uji KolmogorovSmirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk durasi paparan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) durasi paparan di lokasi penelitian adalah 15,00 tahun dengan simpangan baku 4,549 tahun. Durasi paparan terendah adalah 4 tahun dan tertinggi mencapai 15 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata durasi paparan di lokasi penelitian adalah berada diantara 10,75 tahun sampai dengan 12,77 tahun (tabel 4 ). 4.3.5 Distribusi Berat Badan (Wb) Distribusi berat badan pada responden di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 8. Berdasarkan kurva histogram berat badan (gambar 7) dan uji KolmogorovSmirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data normal. Oleh karena distribusi data untuk berat badan normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah mean. Rata-rata (mean) berat badan di lokasi penelitian adalah 57,40 kg dengan simpangan baku 11,95 kg. Berat badan terendah adalah 30 kg dan tertinggi mencapai 90 kg. Dari hasil estimasi interval dapat
79
disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata durasi paparan di lokasi penelitian adalah berada diantara 54,74 kg sampai dengan 60,06 kg (tabel 4 ). 4.3.6.Distribusi Asupan (Intake) Hidrogen Sulfida Distribusi asupan (intake) hidrogen sulfida pada responden di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 dapat dilihat pada lampiran 9. Berdasarkan kurva histogram Intake Hidrogen Sulfida (gambar 8) dan uji Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk Intake H2S tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) Intake H2S di lokasi penelitian adalah 0,0008 mg/kg-hari dengan simpangan baku 0,0014 mg/kg-hari. Intake H2S terendah adalah 0,0001 mg/kg-hari dan tertinggi mencapai 0,0057 mg/kg-hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata Intake H2S di lokasi penelitian adalah berada diantara 0,0011 mg/kg-hari sampai dengan 0,0018 mg/kg-hari (tabel 4 ). 4.3.7 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat Menurut Tempat Tinggal Responden Tabel 7.Distribusi Besar Risiko Kesehatan (RQ) Masyarakat menurut Tempat Tinggal Responden Variabel
Mean Median
Min Maks
95 % CI
SD
TPA Terjun
2,413
0,70
1,931-2,894
1,5068
p-value KolmogrovSmirnov 0,000
Luar TPA Terjun
2,300 0,485
5,70 0,10
0,396-0,574
0,2788
0,000
0,400
1,20
80
4.3.8 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di TPA Terjun Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000, yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) besar risiko untuk masyarakat yang tinggal di lokasi TPA Terjun adalah 2,300 dengan simpangan baku 1,5068. Nilai RQ terendah adalah 0,70 dan tertinggi mencapai 5,70. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata RQ untuk masyarakat yang tinggal di lokasi TPA Terjun adalah berada diantara 1,931 sampai dengan 2,894 (tabel 6 ). 4.3.9.Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di Luar TPA Terjun Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (tabel 4 ) menghasilkan nilai p sebesar 0,000, yang menunjukkan distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah adalah median. Rata-rata (median) besar risiko untuk masyarakat yang tinggal di luar lokasi TPA Terjun adalah 0,400 dengan simpangan baku 0,2788. Nilai RQ terendah adalah 0,10 dan tertinggi mencapai 1,20. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata-rata RQ untuk masyarakat yang tinggal di luar lokasi TPA Terjun adalah berada diantara 0,396 sampai dengan 0,574 (tabel 6). 4.4. Hasil Analisa Bivariat Analisa bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan dengan uji Chi Square, karena variabel-variabel yang diuji baik variabel
81
independen maupun variabel dependen merupakan data kategorik pengkategorian variabel-variabel yang diteliti selengkapnya disajikan pada tabel 7. Tabel 8. Hasil Analisa Chi Square Distribusi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009 Variabel
Konsentrasi H2S dalam udara ambien > 0,028 mg/m³ ≤ 0,028 mg/m³ Laju Asupan Udara yang mengandung H2S ≥ 14 m³/hari < 14 m³/hari Durasi Paparan (Dt) ≥ 15 tahun < 15 tahun Berat Badan Responden (Wb) > 58 kg ≤ 58 kg Tempat Tinggal Responden - TPA Terjun - Luar TPA Terjun
Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan RQ ≤ 1 RQ > 1
OR
95% CI
N
%
N
%
15 35
37,5 87,5
25 5
62,5 12,5
11,667
3,751- 36,290
21 29
51,2 74,4
20 10
48,8 25,6
2,762
1,074-7,101
25 25
51,0 50,0
24 6
49,0 19,4
4,000
1,396-11,458
23 27
59,0 65,9
16 14
41,0 34,1
1,342
0,541-3,325
15 35
37,5 87,5
25 5
62,5 12,5
11,667
3,751- 36,290
4.4.1 Hubungan Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien dengan Besar Risiko (RQ) Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel menunjukkan bahwa ada 25 responden dari 40 responden (62,5 %) yang menghirup udara yang mangandung H2S di atas kadar maksimal yang diperbolehkan menurut Keputusan
82
Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11/1996 memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 40 responden yang menghirup udara mengandung H2S yang tidak melebihi kadar maksimal, hanya 5 responden (12,5 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S. Hasil uji statistik dengan CI 95% dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 ( 3,751 – 36,290 ), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang terpapar udara yang mengandung H2S melebihi kadar maksimal dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi kadar maksimal. Nilai OR adalah 11,67. Hal ini berarti bahwa responden yang terpapar udara mengandung H2S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,67 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang tidak melebihi kadar maksimal. 4.4.2 Hubungan Laju Asupan Udara (R) dengan Besar Risiko (RQ) Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada 20 responden dari 41 responden ( 48,8 %) yang menghirup udara yang mangandung H2S ≥ 14 m³ per hari memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 39 responden yang menghirup udara mengandung H2S yang kurang dari 14 m³, hanya 10 responden (25,6 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S.
83
Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 (1,074 – 7,101 ), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara mengandung H2S ≥ 14 m³ per hari dengan responden yang menghirup udara kurang dari 14 m³ per hari . Nilai OR adalah 2,762. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara mengandung H2S yang melebihi 14 m³ per hari
mempunyai peluang 2,762 kali
memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi 14 m³ per hari 4.4.3 Hubungan Durasi Paparan (Dt) dengan Besar Risiko (RQ) Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada 24 responden dari 49 responden ( 49 %) yang menghirup udara yang mangandung H2S selama 15 tahun
memiliki risiko akan mengalami gangguan
kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 31 responden yang menghirup udara mengandung H2S kurang dari 15 tahun, hanya 6 responden (19,4 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S. Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 (1,396 – 11,458), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara mengandung H2S selama 15 tahun dengan responden yang menghirup udara kurang dari 15 tahun. Nilai OR adalah 4,000. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara
84
mengandung H2S selama 15 tahun mempunyai peluang 4,000 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 15 tahun. 4.4.4 Hubungan Berat Badan (Wb) dengan Besar Risiko (RQ) Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada 16 responden dari 39 responden ( 41,0 %) yang mempunyai berat badan lebih dari 58 kg memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Dari 41 responden yang mempunyai berat badan tidak lebih dari 58, hanya 14 responden (34,1 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S. Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang mencakup 1 (0,541 – 3,325 ), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang memilki berat badan lebih dari 58 kg dengan responden yang mempunyai berat bedan tidak melebihi 58 kg. Nilai OR adalah 1,342. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat badan lebih dari 58 kg
mempunyai peluang 1,342 kali memiliki risiko akan mengalami
gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan tidak melebihi 58 kg. 4.4.5 Hubungan Tempat Tinggal Responden dengan Besar Risiko (RQ) Hasil uji Chi Square seperti yang ditampilkan pada tabel 8 menunjukkan bahwa ada 25 responden dari 40 responden (62,5 %) yang tinggal di TPA Terjun memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup udara yang
85
mengandung H2S. Dari 40 responden yang tinggal di TPA Terjun, hanya 5 responden (12,5 %) yang berpotensi akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar udara mengandung H2S. Hasil uji statistik dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 (3,751 – 36,290), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang tinggal di TPA Terjun dengan responden yang tinggal di luar TPA Terjun. Nilai OR adalah 11,667. Hal ini berarti bahwa responden yang tinggal di TPA Terjun mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar TPA Terjun.
86
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pembahasan Hasil Penelitian Distribusi hasil pengukuran konsentrasi H2S dalam udara ambien, laju asupan udara, lama paparan, berat badan, asupan (intake) dan besar risiko (RQ) responden yang terpapar H2S di TPA Terjun maupun di luar TPA Terjun tahun 2009 dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi frekuensi apakah berdistribusi normal atau tidak normal. Dinyatakan distribusi normal apabila kurva histogram berbentuk seperti lonceng, mean = median = modus dan nilai p > 0,05. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa laju asupan udara, lama paparan, asupan (intake) dan besar risiko berdistribusi nomal, kecuali konsentrasi hidrogen sulfida dan berat badan. Dalam menentukan rata-rata untuk data yang berdistribusi normal adalah nilai mean. Bila sebaliknya, maka rata-ratanya ialah nilai median. 5.1.1.Konsentrasi H2S dalam udara ambien Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, kota Medan dikelola dengan sistem open dumping. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja.Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat dan berbagai kutu, serta menimbulkan bahaya kebakaran.
87
Dari hasil pemeriksaan dari 6 titik di lokasi penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada konsentrasi H2S antara udara ambien di TPA dengan di luar TPA. Rata-rata (mean) konsentrasi H2S di TPA Terjun adalah 0,029 mg/m³, sedangkan rata-rata (mean) konsentrasi H2S di luar TPA Terjun 0,0033 mg/m³. Nilai OR adalah 11,667. Hal ini berarti bahwa responden yang terpapar udara mengandung H2S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang tidak melebihi kadar maksimal. Peneliti juga melakukan pengukuran konsentrasi H2S dalam udara ambien yang berjarak ± 600 meter dari TPA Terjun sebagai kontrol yang menunjukkan bahwa konsentrasi H2S sama dengan 0 mg /m³. Berdasarkan wawancara singkat dengan penduduk sekitar tidak ada mengalami gangguan pernafasan,batuk dan sakit kepala karena mencium bau seperti bau telur busuk. Keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP50/MENLH/11/1996
tentang
Baku
Tingkat
Kebauan,
menyebutkan
bahwa
konsentrasi maksimum H2S adalah 0,02 ppm (0,028 mg/m³). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup tersebut maka rata-rata konsentrasi H2S dalam udara ambien di TPA Terjun telah melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan. Sebagai perbandingan, untuk rata-rata konsentrasi H2S dalam udara ambien di luar TPA Terjun masih berada dibawah kadar maksimum yang diperbolehkan.
88
5.1.2.Laju Asupan Udara yang Mengandung Hidrogen Sulfida Rata-rata (median) laju asupan udara di lokasi penelitian adalah 14,1100 m³/hari.Data laju asupan ini diperoleh dari hasil perkalian antara faktor 0,83 m³ / jam dengan lamanya (t) berada di lokasi penelitian. Hasil uji beda diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghirup udara dengan laju asupan ≥ 14 m³/hari dengan responden yang memiliki laju asupan kurang dari 14 m³/hari. Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa distribusi responden yang memiliki laju asupan kurang dari 14 m³/hari dan memiliki RQ>1 hanya 10 atau 25,6 % (lihat lampiran 9). Nilai OR adalah 2,762. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara mengandung H2S ≥ 14 m³ per hari mempunyai peluang 2,762 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 14 m³ per hari. 5.1.3 Durasi Paparan (lama paparan) Rata-rata (median) durasi paparan di lokasi penelitian adalah 15 tahun dengan durasi paparan terendah adalah 4 tahun dan maksimum 15 tahun. Dari 80 responden yang diteliti, sekitar 61,0 % ( 49 orang) telah terpapar H2S selama ≥ 15 tahun. Dari uji statistik diperoleh nilai OR adalah 4,0. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara mengandung H2S selama 15 tahun mempunyai peluang 4,0 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S
89
yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 15 tahun. Paparan yang terus-menerus dari H2S dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Target organ yang sering terganggu adalah sistem saluran pernafasan. Sebuah penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995 bahwa ada hubungan paparan H2S dari unit pengolahan minyak dan efek gangguan kesehatan para pekerja pada saluran pernafasan, batuk dan sakit kepala. Peneliti membagi area studi menjadi 2 wilayah berdasarkan perbedaan konsentrasi H2S dalam udara ambien. Rata-rata konsentrasi H2S di TPA adalah 0,029 mg/m³ dan di luar TPA adalah 0,0033 mg/m³. Efek gangguan saluran pernafasan dievaluasi berdasarkan pengisian kuesioner seperti batuk, sakit kepala dan sesak nafas.Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara di TPA Terjun dan luar TPA Terjun secara statistik dengan CI 95 %, yang menandakan adanya gangguan saluran pernafasan pada penduduk yang tinggal di TPA Terjun walaupun sifatnya hilang-timbul. 5.1.4 Berat Badan Dalam analisa risiko, berat badan akan mempengaruhi besarnya nilai risiko dan secara teoritis semakin berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinannya untuk risiko mengalami gangguan kesehatan. Dalam penelitian ini, dari uji bivariat dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang mencakup nilai 1 (0,541 – 3,325). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang memiliki berat badan melebihi 58 kg dengan responden yang memiliki berat badan kurang dari atau sama dengan 58 kg.
90
Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa distribusi responden yang memiliki berat badan lebih dari 58 kg dan mempunyai nilai RQ >1 berjumlah 16 (53%). Apabila dibandingkan distribusi responden yamg mempunyai berat badan kurang atau sama dengan 58 kg dan memiliki nilai RQ > 1 berjumlah 14 (47%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa persentase kedua kelompok responden tersebut tidak berbeda, sehingga hasil uji bivariatnya juga tidak berbeda. Nilai OR adalah 1,342. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat badan lebih dari 58 kg mempunyai peluang 1,342 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan tidak melebihi 58 kg. 5.1.5 Besar Risiko (RQ) menurut Tempat Tinggal Penelitian ini menghasilkan 80 nilai RQ (Risk Quotient). Ada dua kelompok populasi yang diteliti yaitu kelompok populasi di TPA dan kelompok populasi di luar TPA. Ada sebanyak 30 responden yang mempunyai nilai RQ>1 atau sebanyak 38,0 %. Dan dari 30 responden yang mempunyai nilai RQ>1, ada 25 responden yang tinggal di TPA Terjun (83,33 %) dengan nilai OR 11,667. Dapat diambil kesimpulan bahwa responden yang tinggal di TPA Terjun mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar H2S dalam udara ambien dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar TPA Terjun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata (median) besaran risiko (RQ) di TPA Terjun adalah 2,300. Hasil ini menunjukkan bahwa penduduk di lokasi TPA
91
Terjun berdasarkan parameter, populasi telah memilki risiko akan terkena gangguan kesehatan akibat terpapar H2S dari pembusukan sampah. Hasil analisa hubungan konsentrasi H2S dengan besar risiko (RQ) dengan CI 95 % dan nilai interval kepercayaan yang tidak mencakup 1 (3,751- 36,290 ), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang terpapar udara yang mengandung H2S melebihi kadar maksimal dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi kadar maksimal. Nilai OR adalah 11,667. Hal ini berarti bahwa responden yang terpapar udara mengandung H2S melebihi kadar maksimal mempunyai peluang 11,667 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup H2S yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden yang tidak melebihi kadar maksimal. 5.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik. Keterbatasan desain ini adalah pengukuran hanya dilakukan sesaat. Keterbatasan lain dalam penelitian adalah : 1.Data untuk penilaian paparan dalam penelitian ini hanya berdasarkan hasil satu kali pengukuran risk agent (hidrogen sulfida), dengan tidak memperhitungkan adanya perbedaan konsentrasi sebelum ataupun sesudah penelitian ini dilakukan, sehingga konsentrasi yang diukur untuk menghitung asupan (intake) H2S yang diterima kurang mewakili. 2.Dalam perhitungan asupan (intake) hanya menghitung asupan yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun, tidak memperhitungkan asupan dari
92
sumber lain dari industri sebagai pencemar H2S karena di lokasi penelitian tidak ada ditemukan industri penghasil H2S. 3.Jalur paparan hidrogen sulfida melalui oral dan kulit tidak diukur. Hal ini disebabkan karena jalur paparan lewat oral dan kontak kulit sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. 4.Tidak dilakukan pemeriksaan organ saluran pernafasan dari masing-masing responden untuk mengetahui efek toksisitas H2S. Hanya berdasarkan laporan dari hasil kuesioner antara lain : batuk-batuk, pusing dan sesak nafas. 5.Untuk pengukuran biomarker paparan (exposure) H2S tidak dilakukan dalam penelitian ini karena keterbatasan dana dan waktu. Berdasarkan keterbatasan penelitian ini maka diharapkan dari hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut, sehingga faktor-faktor keterbatasan penelitian ini dapat teratasi.
93
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Rata-rata konsentrasi H2S dalam udara ambien di TPA Terjun tahun 2009 adalah 0,0290 mg/m³ dan rata-rata konsentrasi H2S di luar TPA Terjun tahun 2009 adalah 0,0033 mg/m³. 2. Rata-rata laju asupan udara yang mengandung H2S di TPA dan luar TPA Terjun tahun 2009 yaitu 14,0620 m³/hari atau ~ 14 m³/hari 3. Rata-rata durasi atau lama paparan terhadap H2S dalam udara ambien pada masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun tahun 2009 adalah 15 tahun 4. Rata-rata berat badan masyarakat yang terpapar H2S dalam udara ambien di TPA Terjun dan luar TPA Terjun tahun 2009 adalah 57,40 kg ~ 57 kg 5. Rata-rata besaran risiko (RQ) gangguan kesehatan akibat terpapar H2S dalam udara ambien pada masyarakat yang tinggal di TPA Terjun adalah 2,3 dan ratarata risiko (RQ) gangguan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di luar TPA Terjun adalah 0,4 6. Ada perbedaan konsentrasi H2S dalam udara ambien di TPA dan luar TPA Terjun kecamatan Medan Marelan kota Medan tahun 2009. 7. Ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan antara masyarakat yang tinggal di TPA Terjun dengan masyarakat yang tinggal di luar TPA Terjun kecamatan Medan Marelan kota Medan tahun 2009.
94
6.2. Saran 6.2.1.Bagi Instansi Terkait a.Pemerintah Kota Medan Disarankan kepada Pemerintah Kota (Pemko) Medan agar mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan TPA Terjun. Ada dua alternatifnya adalah dengan menggunakan sistem sanitary landfill atau Lokasi TPA dipindahkan. b.Dinas Kesehatan Kota Medan Sebaiknya melaksanakan program penyuluhan kesehatan masyarakat dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1.Menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini untuk menginformasikan pada masyarakat yang tinggal di TPA Terjun dan sekitarnya mengenai konsentrasi H2S. 2.Memberikan informasi mengenai jumlah asupan (Intake) H2S yang masuk ke dalam tubuh masyarakat yang bermukim di TPA akibat terpapar H2S dalam udara ambien. 3.Memberitahukan risiko kesehatan yang akan terjadi di kemudian hari khususnya pada responden yang hasil perhitungan RQ-nya lebih besar dari 1, jika masih tetap tinggal di TPA Terjun. 6.2.2.Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai informasi mengenai risiko paparan hidrogen sulfida pada masyarakat disekitar TPA
95
Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan dan sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.
96
DAFTAR PUSTAKA ATSDR.2000. Toxicological Profile for Hydrogen Sulfide.US Departement of Health and Human Services. Public Health Services. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. ATSDR 2003. Draft Toxicological Profile for Hydrogen Sulfide Up Date.US Departement of Health and Human Services. Public Health Services. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. BPOM, 2001. Manajemen Risiko, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Percetakan Negara 23, Jakarta Pusat Chandra, Budiman.,2007.Pengantar Kesehatan Lingkungan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta Hastono, S.P.2001. Analisis Data. Modul Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia IPCS. 2004 Enviromental Health Criteria XXX: Principles for modelling, doseresponse for the risk assessment of chemicals, Geneva, IPCS, and World Health Organization Kep.Men.L.H. No.KEP-50 / MENLH / 11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Jakarta. Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R. 1996. Risk Assessment and Management Handbook : for Enviromental, Health and Safety Professional, McGraw Hill, New York Kusnoputranto H dan Dewi Susanna, 2000. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta Louvar FL and Louvar BD.1998. Health and Envromental Risk Analysis : Fundamental with Application. Volume 2, New Jersey, Prentice Hall PTR Magill L.Paul and Holden R.Francis. 1956. Air Pollution Handbook, McGraw-Hill Book Company,Inc,New York Meirinda.2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Udara dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan MEdan Marelan, USU, Medan
97
Mukono, H.J.2005. Toksikologi Lingkungan, Penerbit Airlanga Universitas, Cetakan I, Surabaya Nazir M, 1983. Metode Penelitian, Penerbit : Darussalam, Aceh Noriko, Nita.,2003. Tinjauan Akhir Tempat Pemusnahan Akhir Bantar Gebang Bekasi, Progaram Pasca Sarjana S3, Institut Pertanian Bogor. http://tumoutou.net/6 sem2 023/nita noriko.htm. Diakses tgl. 15-9-2008. Parti-Pellinen, Martila O, Vikka V, 1996.South Karelia Air Pollution Study : Effects of Law –Levels Exposure to Maladorous Sulfur Compounds on Symptoms, Arch. Environmental Healths. Rahman, A.2005. Prinsip-Prinsip Dasar, Metode, Teknik, dan Prosedur Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Pusat kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Sastrawijaya T.,1991. Pencemaran Lingkungan, Jakarta : PT .Rineka Cipta. Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta Soemirat, J. 1999.Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta ------------- 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sugiyono.2005. Metode Penelitian Administrasi. Edisi ke-12. Alfabeta, Bandung Suriawiria U.,1985. Pengantar Mikrobiologi Umum, Penerbit : Angkasa, Bandung Treadwell F.P, 1963. Analytical Chemistry, John Wiley & Sons, Inc,Ninth Edition, New York U.S. EPA.2000 : Integrated Risk Information System. Database April On-Line Inhalation RfC (Assesment Last Revised July 01,1995 U.S. EPA.2003 : Integrated Risk Information System Toxicity Summary for Hidrogen Sulfide Wilburn, KH and R.H.Warshaw.1995. Hydrogen Sulfide and Reduced Sulfur Gases Adversely Effect Neurophysiological Function, Toxicology & and Industrial Health.
98
Xu X, Cho SI, Sammel M,1998. Association of Retrochemical Exposure with Spontaneus Abortion. Occupational Environmental, ed. 55 Yassi, A.et al. 2001. Basic Environmental Health, Oxford University Press
99
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS RESIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA DALAM UDARA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 A. Karakteristik Keluarga I. Tempat Penelitian Kelurahan Lingkungan No. Nama KK
II. Data Keluarga yang Tinggal Serumah No. Nama Jenis Kelamin Umur ( L/P) (tahun) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hubungan dalam Kel.
100
Lampiran 1 III. Data lamanya paparan bau terhadap individu No.
Pertanyaan
1.
Berapa lama anda menetap ditempat ini ? .
2.
Rata-rata dalam seharian lamanya berada di luar lokasi ini ? .
3.
tahun
. jam
Jadi rata-rata berada di lokasi .
. jam
B. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nomor Urut Responden :
Isilah pertanyaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan beri tanda silang pada pertanyaan pilihan. I. IDENTITAS a. Nama
:
b.Tgl Lahir /Umur : c. Jenis Kelamin
: 1. Laki-laki 2. Perempuan
Lampiran 1
101
Lampiran 1 d. Status Perkawinan : 1. Menikah 2. Belum Menikah 3. Duda 4. Janda e. Agama
: 1. Islam 2. Kristen 3. Hindu 4. Budha
f. Status Pekerjaan
: 1. Bekerja Jenis pekerjaan : o Pemulung o Pedagang /wiraswasta o Pegawai Swasta / Negeri o Buruh o Lain-lain : ………………. 2. Tidak Bekerja
g. Pendidikan
: 1. Pendidikan Sekolah Dasar ( SD) atau sederajat
102
Lampiran 1. 2. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau sederajat 3. Pendidikan Sekolah Menengah Umum atau sederajat 4. Pendidikan Perguruan Tinggi
II. DATA ANTROPOMETRI Berat Badan :
kg.
III.DATA KESEHATAN 1. Penyakit yang sering diderita sejak 3 tahun terakhir berada di lokasi : a. Batuk
b. Sakit kepala
c. Pilek
d. Sesak Nafas
e. Tidak ada
2. Setelah menetap dilokasi saat ini, pada tahun keberapa mulai timbul : a. Tahun -1
b. Tahun -2
c. Tahun-3
3. Sifat penyakit tersebut : a. Terus-menerus
b. Hilang-kambuh
4. Usaha dalam mengatasinya : a. Pengobatan sendirii
b. Berobat ke Puskesmas
c. Berobat praktek Bidan / Mantri
103
Lampiran 2.
104
Lampiran 2.
105
Lampiran 2.
106
Lampiran 2.
107
Lampiran 3
Lampiran 3.Peta Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan
108
Lampiran 4
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian
109
Lampiran 5
Histogram
3
Frequency
2
1
Mean =0.016 Std. Dev. =0.019 N =6
0 0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0.060
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
Lampiran 5. Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
110
Lampiran 6
Laju Asupan
20
Frequency
15
10
5
Mean =14.78 Std. Dev. =3.246 N =80
0 8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
22.00
Laju Asupan
Lampiran 6. Kurva Histogram Distribusi Laju Asupan Udara di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
111
Lampiran 7
Histogram
50
Frequency
40
30
20
10 Mean =11.76 Std. Dev. =4.549 N =80
0 2.5
5
7.5
10
12.5
15
Lama Paparan
Lampiran 7. Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
112
Lampiran 8
Berat Badan
12.5
Frequency
10.0
7.5
5.0
2.5 Mean =57.4 Std. Dev. =11.951 N =80
0.0 30
40
50
60
70
80
90
Berat Badan
Lampiran 8. Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
113
Lampiran 9
Histogram
30
Frequency
20
10
Mean =0.0014 Std. Dev. =0.0014 N =80
0 0.0000E0
1.0000E-3
2.0000E-3
3.0000E-3
4.0000E-3
5.0000E-3
6.0000E-3
Intake Risk Agent
Lampiran 9. Kurva Histogram Distribusi Intake Hidrogen Sulfida di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
114
Lampiran 10
Histogram
30
Frequency
20
10
Mean =1.45 Std. Dev. =1.449 N =80
0 0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Besar Risiko
Lampiran 10. Kurva Histogram Distribusi Besar Risiko Kesehatan Masyarakat di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009
115
Lampiran 11 Selain program penyuluhan, ada 3 langkah skenario yang dapat dilakukan sebagai upaya manajemen / pengelolaan risiko bagi anggota masyarakat dengan RQ>1. Pada dasarnya pengelolaan risiko adalah memanipulasi intake agar nilainya sama dengan RfC sehingga I / RfC = 1. Untuk membuat I (intake) = RfC dapat dilakukan dengan beberapa skenario, yaitu : 1. Menurunkan Konsentrasi H2S Besar penurunan konsentrasi H2S secara kuantitatif berbeda-beda untuk setiap segmen populasi karena perbedaan pola paparan dan karakteristik antropometri. Berikut adalah contoh perhitungan untuk menurunkan konsentrasi H2S dengan menggunakan data antropometri dan pola paparan sesuai parameter populasi studi ini (Wb=50 kg, f = 350 hari/tahun ) dengan laju asupan = 14 m³/hari, dan RfC = 0,001 m³/kg-hari, menggunakan persamaan : RfC = I RfC = C x R x f x Dt Wb x tavg 0,001 m³/kg-hari = C mg/m³ x 14 m³/hari x 350 hari/tahun x 12 tahun 50 kg x 30 tahun x 365 hari / tahun C = 0,0093 mg/m³ Konsentrasi 0,0093 mg/m³ adalah konsentrasi yang aman bagi orang-orang yang berat badannya 50 kg dan terpapar terus-menerus setiap hari selama 350 hari dalam setahun untuk jangka waktu 12 tahun.
116
Berdasarkan hasil penelitian ada 25 responden (62,5 %) yang terpapar H2S dalam udara ambien pada konsentrasi diatas 0,028 mg/m³ dan 5 responden (11,1 %) pada konsentrasi dibawah 0,028 mg/m³ yang memiliki RQ > 1. 2. Menurunkan Laju Asupan Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memanipulasi intake, agar nilainya sama dengan RfC adalah dengan menurunka laju asupan. Contoh berikut diambil dari seorang respoden yang memiliki nilai RQ tertinggi yaitu 5,7 dengan rata-rata konsentrasi H2S yang terpapar sebesar 0,029 mg/m³, berat badan (Wb) 45 kg, lama paparan (Dt) 15 tahun : R = I x Wb x t avg C x f x Dt = 0,001 m³/kg-hari x 45 kg x 10.950 hari / tahun 0,029 mg/m³ x 350 hari x 15 tahun = 3,24 m³/hari Jadi laju asupan H2S dalam udara ambien yang dianjurkan untuk responden tersebut adalah 3,24 m³/hari, agar udara yang terhirup oleh responden tersebut tidak menyebabkan risiko gangguan kesehatan. 3. Mengurangi Waktu Kontak Cara yang mungkin untuk mengurangi waktu kontak adalah memperkecil paparan tahunan (f). Berikut diberikan contoh pengubahan f yang ditabulasi pada tabel 7.1 untuk 3 responden yaitu (a) 0,029 mg/m³ ; Berat Badan (BB) 61 kg (b) 0,029 mg/m³; BB 59 kg (c) 0,029 mg/m³ ; Berat Badan (BB) 64 kg dengan contoh perhitungan :
117
f = 0,001 m³/kg-hari x 61 kg x 365 hari/tahun 0,029 mg/m³ x 14 m³/hari = 54,84 hari / tahun ~ 55 hari / tahun Contoh pengendalian risiko dengan menurunkan paparan tahunan (f) pada tiga responden. No Konsentrasi H2S (C) (mg/m³) 1. 0,029
Berat Badan (Wb) (kg) 61
Paparan Tahunan (f) ( hari/tahun) 54,84
2.
0,029
59
53,04
3.
0,029
64
57,54
Pada contoh diatas tampak bahwa responden nomor 1 hanya boleh terpapar H2S dalam udara ambien dengan konsentrasi sebesar 0,029 mg/m³ selama 54,84 hari atau dibulatkan menjadi 55 hari dalam setahun.Sedangkan untuk responden kedua dan ketiga masing-masing hanya boleh terpapar selama 54 hari dan 58 hari dalam setahun. Dengan melakukan manajemen risiko diharapkan anggota masyarakat yang memiliki risiko akan terkena gangguan kesehatan di kemudian hari akibat terpapar H2S dalam udara ambien di TPA Terjun dapat dihindari.
118
Lampiran 12
Lampiran 12. Surat Keterangan Hasil Uji H2S dalam Udara Ambien
119
Lampiran 13
Lampiran 13. Surat Keterangan Arah Angin dan Rata-rata Kecepatan Angin
120
Case Processing Summary Lampiran 14 Cases Valid N
Missing Percent
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
6
N
Total
Percent
7.5%
74
N
92.5%
Percent 80
100.0%
Descriptives
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
Statistic .01600
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Std. Error .007707
-.00381
Upper Bound
.03581
5% Trimmed Mean
.01472
Median
.01000
Variance
.000
Std. Deviation
.018879
Minimum
.003
Maximum
.052
Range
.049
Interquartile Range
.024
Skewness
1.808
.845
Kurtosis
3.435
1.741
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic Konsentrasi H2S dalam udara ambien
.291
a Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 6
.122
Statistic .759
df
Sig. 6
.024
121
Lampiran 14 Case Processing Summary Tempat Tinggal
Cases Valid N
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
TPA Luar TPA
Percent
Missing N
Total
Percent
N
Percent
3
100.0%
0
.0%
3
100.0%
3
100.0%
0
.0%
3
100.0%
Descriptives
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
Tempat Tinggal TPA
Statistic Mean 95% Confidence Interval for Mean
.02867 Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean
.07893 .
Median
.01800
Variance
.000
Std. Deviation
.020232
Minimum
.016
Maximum
.052
Range
.036
Interquartile Range
.
Skewness
1.713
Kurtosis Luar TPA
-.02159
.
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.00333 Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation
.00190 .00477 . .00300 .000 .000577
Minimum
.003
Maximum
.004
Range
.001
Interquartile Range Skewness Kurtosis
. 1.732 .
122
Lampiran 14 Tests of Normality Tempat Tinggal
Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic
Konsentrasi H2S dalam udara ambien
TPA Luar TPA
df
Sig.
.368
3
.
.385
3
.
a Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Laju Asupan
80
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 80
Percent 100.0%
Descriptives
Laju Asupan
Statistic 14.7844
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Std. Error .36290
14.0620
Upper Bound
15.5067
5% Trimmed Mean
14.8363
Median
14.1100
Variance
10.536
Std. Deviation
3.24587
Minimum
8.30
Maximum
19.92
Range
11.62
Interquartile Range
5.81
Skewness Kurtosis
-.084
.269
-1.058
.532
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Statistic df Laju Asupan .166 80 a Lilliefors Significance Correction
Sig. .000
Shapiro-Wilk Statistic .937
df 80
Sig. .001
123
Lampiran 14 Case Processing Summary Cases Valid N Berat Badan
80
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 80
Percent 100.0%
Descriptives
Berat Badan
Statistic 57.40
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Std. Error 1.336
54.74
Upper Bound
60.06
5% Trimmed Mean
57.53
Median
58.00
Variance
142.825
Std. Deviation
11.951
Minimum
30
Maximum
90
Range
60
Interquartile Range
15
Skewness
-.106
.269
Kurtosis
-.036
.532
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Berat Badan
Statistic .057
df 80
* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
Sig. .200(*)
Shapiro-Wilk Statistic .986
df 80
Sig. .556
124
Lampiran 14 Case Processing Summary Cases Valid N Lama Paparan
80
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 80
Percent 100.0%
Descriptives
Lama Paparan
Statistic 11.76
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean
Std. Error .509
10.75 12.77 12.01
Median
15.00
Variance
20.690
Std. Deviation
4.549
Minimum
4
Maximum
15
Range
11
Interquartile Range
9
Skewness Kurtosis
-.875
.269
-1.071
.532
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Lama Paparan
Statistic .374
a Lilliefors Significance Correction
df 80
Sig. .000
Shapiro-Wilk Statistic .674
df 80
Sig. .000
125
Lampiran 14 Case Processing Summary Cases Valid N Intake Risk Agent
80
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 80
Percent 100.0%
Descriptives
Intake Risk Agent
Statistic .001449
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
Std. Error .0001620
.001126 .001771
5% Trimmed Mean
.001317
Median
.000800
Variance
.000
Std. Deviation
.0014490
Minimum
.0001
Maximum
.0057
Range
.0056
Interquartile Range
.0020
Skewness
1.293
.269
.516
.532
Kurtosis
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Intake Risk Agent
Statistic .273
a Lilliefors Significance Correction
df 80
Sig. .000
Shapiro-Wilk Statistic .788
df 80
Sig. .000
126
Lampiran 14 Case Processing Summary Cases Valid N Besar Risiko
80
Missing Percent 100.0%
N 0
Total
Percent .0%
N 80
Percent 100.0%
Descriptives
Besar Risiko
Statistic 1.449
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
Std. Error .1620
1.126
Upper Bound
1.771
5% Trimmed Mean
1.317
Median
.800
Variance
2.100
Std. Deviation
1.4490
Minimum
.1
Maximum
5.7
Range
5.6
Interquartile Range
2.0
Skewness
1.293
.269
.516
.532
Kurtosis
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov(a) Besar Risiko
Statistic .273
a Lilliefors Significance Correction
df 80
Sig. .000
Shapiro-Wilk Statistic .788
df 80
Sig. .000
127
Lampiran 15 Case Processing Summary Cases Valid N Berat Badan * Besar Risiko
Missing Percent
80
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Berat Badan * Besar Risiko Crosstabulation Total
Besar Risiko >1 Berat Badan
> 58
% within Berat Badan <= 58
16
23
39
59.0%
100.0%
14
27
41
34.1%
65.9%
100.0%
30
50
80
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within Berat Badan
>1
41.0%
Count % within Berat Badan
Total
<=1
Count
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .525
.163
1
.686
.404
1
.525
Value .404(b)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.645
Linear-by-Linear Association
.399
N of Valid Cases
80
1
.528
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.63. Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for Berat Badan (> 58 / <= 58)
1.342
.541
3.325
For cohort Besar Risiko = >1
1.201
.681
2.120
For cohort Besar Risiko = <=1
.896
.636
1.261
N of Valid Cases
80
.343
128
Lampiran 15 Case Processing Summary Cases Valid N Lama Paparan * Besar Risiko
Missing Percent
80
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Lama Paparan * Besar Risiko Crosstabulation Total
Besar Risiko >1 Lama Paparan
>=15
Count % within Lama Paparan
<15 Total
24
25
49
51.0%
100.0%
6
25
31
19.4%
80.6%
100.0%
30
50
80
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within Lama Paparan
>1
49.0%
Count % within Lama Paparan
<=1
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .008
5.902
1
.015
7.480
1
.006
Value 7.110(b)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.009
Linear-by-Linear Association
7.021
N of Valid Cases
80
1
.008
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.63.
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for Lama Paparan (>=15 / <15)
4.000
1.396
11.458
For cohort Besar Risiko = >1
2.531
1.168
5.484
For cohort Besar Risiko = <=1
.633
.458
.875
N of Valid Cases
80
.007
129
Lampiran 15
Case Processing Summary Cases Valid N
Laju Asupan * Besar Risiko
Missing Percent
80
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Laju Asupan * Besar Risiko Crosstabulation Total
Besar Risiko >1 Laju Asupan
>= 14
Count % within Laju Asupan
< 14 Total
41
48.8%
51.2%
100.0%
10
29
39
25.6%
74.4%
100.0%
30
50
80
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within Laju Asupan
>1 21
Count % within Laju Asupan
<=1 20
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .033
3.632
1
.057
4.633
1
.031
Value 4.566(b)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.040 4.509
1
.034
N of Valid Cases
80 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.63. Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower
Upper
Lower
Odds Ratio for Laju Asupan (>= 14 / < 14)
2.762
1.074
7.101
For cohort Besar Risiko = >1
1.902
1.024
3.535
For cohort Besar Risiko = <=1
.689
.485
.978
N of Valid Cases
80
.028
130
Lampiran 15 Konsentrasi H2S dalam udara ambien * Besar Risiko Crosstabulation Total
Besar Risiko >1 Konsentrasi H2S dalam udara ambien
> 0.028
Count % within Konsentrasi H2S dalam udara ambien
<= 0.028
<=1 25
15
40
62.5%
37.5%
100.0%
5
35
40
12.5%
87.5%
100.0%
30
50
80
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within Konsentrasi H2S dalam udara ambien
Total
Count % within Konsentrasi H2S dalam udara ambien
>1
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .000
19.253
1
.000
22.783
1
.000
Value 21.333(b)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
Linear-by-Linear Association
21.067
N of Valid Cases
80
1
.000
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower Odds Ratio for Konsentrasi H2S dalam udara ambien (> 0.028 / <= 0.028)
Upper
Lower
11.667
3.751
36.290
For cohort Besar Risiko = >1
5.000
2.128
11.749
For cohort Besar Risiko = <=1
.429
.282
.650
N of Valid Cases
80
.000
131
Lampiran 15 Case Processing Summary Cases Valid N Tempat Tinggal dalam 2 kelompok * Besar Risiko
Missing Percent
80
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 80
100.0%
Tempat Tinggal dalam 2 kelompok * Besar Risiko Crosstabulation Besar Risiko >1 Tempat Tinggal dalam 2 kelompok
TPA
Count % within Tempat Tinggal dalam 2 kelompok
Luar TPA
Count % within Tempat Tinggal dalam 2 kelompok
Total
Count % within Tempat Tinggal dalam 2 kelompok
Total
<=1
>1
25
15
40
62.5%
37.5%
100.0%
5
35
40
12.5%
87.5%
100.0%
30
50
80
37.5%
62.5%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .000
19.253
1
.000
22.783
1
.000
Value 21.333(b)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
Linear-by-Linear Association
21.067
N of Valid Cases
80
1
.000
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
.000
132
Lampiran 15 Risk Estimate Value
95% Confidence Interval
Lower Odds Ratio for Tempat Tinggal dalam 2 kelompok (TPA / Luar TPA)
Upper
Lower
11.667
3.751
36.290
For cohort Besar Risiko = >1
5.000
2.128
11.749
For cohort Besar Risiko = <=1
.429
.282
.650
N of Valid Cases
80
133
Lampiran 16
Lampiran 16. Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan