Sudaryatno Sudirham
Analisis Rangkaian Listrik Jilid 1
Darpublic
Hak cipta pada penulis, 2010
SUDIRHAM, SUDARYATNO Analisis Rangkaian Listrik (1) Darpublic, Bandung are-0710 edisi Juli 2011
http://ee-cafe.org Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135. Fax: (62) (22) 2534117
2
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
BAB 10 Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah) Dalam bab ini kita akan melihat beberapa contoh aplikasi analisis rangkaian yang dapat memberikan gambaran keadaan nyata. Rangkaian yang akan kita bahas meliputi rangkaian-rangkaian pemrosesan energi. Pemrosesan energi listrik pada umumnya dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu teknologi arus searah, teknologi arus bolak-balik, dan teknologi pulsa. Mengenai teknologi yang terakhir ini, tidak termasuk dalam cakupan buku ini; kita dapat mempelajarinya pada pelajaran lain. Teknologi arus bolak-balik dengan sinyal sinus merupakan teknologi yang sangat luas dipakai dalam pembangkitan maupun penyaluran energi listrik, namun rangkaian arus bolak-balik ini akan kita pelajari di bab lain; di bab ini kita hanya akan melihat rangkaian pemroses energi dengan tegangan dan arus searah, yang kita sebut rangkaian arus searah. Dalam rekayasa praktis, rangkaian pemroses energi yang pada umumnya merupakan rangkaian berbentuk tangga, digambarkan dengan cara yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan diagram satu garis. Bagaimana diagram ini dikembangkan, akan kita lihat pula di bab ini. Cakupan bahasan dalam bab ini meliputi alat ukur dan pengukuran arus searah, saluran dan jaringan distribusi daya arus searah, penyediaan batere sebagai sumber tenaga arus searah. Dengan mempelajari rangkaian pemroses energi ini, kita akan • mampu menghitung parameter penyalur daya arus searah. • mampu melakukan perhitungan penyaluran daya arus searah. • mampu melakukan analisis rangkaian arus searah yang diberikan dalam bentuk diagram satu garis. • mampu melakukan perhitungan dalam susunan batere. 10.1. Pengukur Tegangan dan Arus Searah Salah satu jenis alat pengukur tegangan dan arus searah adalah jenis kumparan berputar yang terdiri dari sebuah kumparan yang berada dalam suatu medan magnetik permanen. Kumparan yang disangga 3
oleh sumbu dan dilengkapi dengan pegas ini akan berputar apabila ia dialiri arus. Perputaran akan mencapai kududukan tertentu pada saat momen putar yang timbul akibat adanya interaksi medan magnetik dan arus kumparan, sama dengan momen lawan yang diberikan oleh pegas. Sudut pada kedudukan seimbang ini kita sebut sudut defleksi. Defleksi maksimum terjadi pada arus maksimum yang diperbolehkan mengalir pada kumparan. Karena kumparan harus ringan, ia harus dibuat dari kawat yang halus sehingga arus yang mengalir padanya sangat terbatas. Kawat kumparan ini mempunyai resistansi yang kita sebut resistansi internal alat ukur. Walaupun arus yang melalui kumparan sangat terbatas besarnya, namun kita dapat membuat alat ukur ini mampu mengukur arus sampai ratusan amper dengan cara menambahkan resistor paralel (shunt). Terbatasnya arus yang diperbolehkan melalui kumparan juga berarti bahwa tegangan pada terminal kumparan juga sangat terbatas; namun dengan menambahkan resistansi seri terhadap kumparan, kita dapat membuat alat ukur ini mampu mengukur tegangan sampai beberapa ratus volt. CO%TOH-10.1: Sebuah alat ukur kumparan berputar mempunyai resistansi internal 10 Ω dan berdefleksi maksimum jika arus yang mengalir pada kumparan adalah 50 mA. Tentukan resistansi seri yang harus ditambahkan agar alat ini mampu mengukur tegangan sampai 750 V. 10 Ω Penyelesaian : Dengan penambahan resistor Rs seri Rs terjadi pembagian + v = 750 V − tegangan antara Rs dengan kumparan; dengan memilih nilai Rs yang tepat tegangan pada kumparan tetap pada batas yang diijinkan. Rangkaian alat ukur menjadi seperti gambar berikut. Dengan arus pada kumparan dibatasi pada 50 mA, maka:
750 750 = 50 × 10 − 3 ⇒ Rs = − 10 = 14990 Ω Rs + 10 50 × 10 −3
4
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
CO%TOH-10.2: Alat ukur kumparan berputar pada contoh-10.1. (yang memiliki resistansi internal 10 Ω dan defleksi maksimum terjadi pada arus kumparan 50 mA) hendak digunakan untuk mengukur arus sampai 100 A. Tentukan nilai resistasi shunt yang diperlukan. Penyelesaian: Dengan penambahan shunt Rsh akan terjadi pembagian arus antara Rsh dengan kumparan. Dengan memilih nil Rsh yang tepat, arus yang mengalir pada kumparan tetap dalam batas yang diijinkan. Rangkaian alat ukur dengan shunt terlihat pada gambar berikut. Dengan arus kumparan 50 mA, maka : 10 Ω → I sh + 50 × 10 − 3 = 100 100 A
50 mA
Ish
Rsh
→ I sh R sh = 10 × 50 × 10 − 3 ⇒ R sh =
10 × 50 × 10 − 3 100 − 50 × 10 − 3
= 0 ,005 Ω
10.2. Pengukuran Resistansi Salah satu metoda untuk mengukur resistansi adalah metoda voltmeter-amperemeter. Dalam metoda ini nilai resistansi dapat dihitung dengan mengukur tegangan dan arus secara simultan. Dalam contoh berikut ini diberikan dua macam rangkaian yang biasa digunakan untuk mengukur resistansi dengan metoda voltmeter-amperemeter. CO%TOH-10.3: Resistansi Rx hendak diukur dengan menggunakan dua macam rangkaian berikut ini. Jika resistansi internal voltmeter dan amperemeter masing-masing adalah RV dan RI dan penunjukan voltmeter dan amperemeter adalah V dan I, hitunglah Rx pada kedua macam cara pengukuran tersebut. I
I + −
a).
V
+ −
Rx
V
b).
5
Penyelesaian : Untuk rangkaian a), tegangan pada Rx adalah V sedangkan arus yang melalui Rx adalah
Ix = I −
V RV
sehingga
Rx =
V V = I x I − (V / RV )
Jika pengukuran dilakukan dengan menggunakan rangkaian b), arus yang melalui Rx adalah I sedangkan tegangan pada Rx adalah
V x = V − IR I sehingga
Rx =
V V − IR I V = = − RI Ix I I
Pemahaman : Kesalahan pengukuran akan kecil dan nilai Rx dapat dinyatakan dengan Rx = V/I jika RV cukup besar pada rangkaian a) atau RI cukup kecil pada rangkaian b). 10.3. Resistansi Kabel Penyalur Daya Kabel digunakan sebagai penyalur daya dari sumber ke beban. Setiap ukuran dan jenis kabel mempunyai batas kemampuan pengaliran arus yang tidak boleh dilampaui; arus yang melebihi batas akan menyebabkan pemanasan pada kabel yang akan memperpendek umur kabel. Di samping itu, resistansi konduktor kabel akan menyebabkan terjadinya beda tegangan antara sumber dan beban. Oleh karena itu pemilihan ukuran kabel harus disesuaikan dengan besarnya beban. Selain resistansi konduktor, resistansi isolasi kabel juga merupakan parameter yang harus diperhatikan; menurunnya resistansi isolasi akan menyebabkan kenaikan arus bocor. CO%TOH-10.4: Resistansi konduktor suatu kabel sepanjang 500 m pada 20oC adalah 0.58 Ω dan resistansi isolasinya adalah 975 MΩ. Carilah resistansi konduktor dan isolasinya per kilometer.
6
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
Penyelesaian : Resistansi konduktor sebanding dengan panjangnya sesuai dengan relasi R = ρl/A, maka resistansi konduktor per kilometer adalah
Rkonduktor = 2 × 0,58 = 1,16 Ω per km. Resistansi isolasi adalah resistansi antara konduktor dan tanah (selubung kabel). Luas penampang isolasi, yaitu luas penampang yang dilihat oleh konduktor ke arah selubung, berbanding terbalik terhadap panjang kabel; makin panjang kabel, makin kecil resistansi isolasinya. Resistansi isolasi kabel per kilometer adalah
Risolasi = (1 / 2) × 975 = 488 MΩ per km. CO%TOH-10.5: Dua penggalan kabel, masing masing mempunyai resistansi konduktor 0,7 Ω dan 0,5 Ω dan resistansi isolasi 300 MΩ dan 600 MΩ. Jika kedua penggalan kabel itu disambungkan untuk memperpanjang saluran, berapakah resistansi konduktor dan isolasi saluran ini ? Penyelesaian : Karena disambung seri, resistansi total adalah :
Rkonduktor = 0,7 + 0,5 = 1,2 Ω Sambungan seri kabel, menyebabkan resistansi isolasinya terhubung paralel. Jadi resistansi isolasi total adalah :
Risolasi =
300 × 600 = 200 MΩ 300 + 600
10.4. Penyaluran Daya Melalui Saluran Udara Selain kabel, penyaluran daya dapat pula dilakukan dengan menggunakan saluran di atas tanah yang kita sebut saluran udara. Saluran udara ini dipasang dengan menggunakan tiang-tiang yang dilengkapi dengan isolator penyangga atau isolator gantung yang biasanya terbuat dari keramik atau gelas. Konduktornya sendiri dapat merupakan konduktor tanpa isolasi (telanjang) dan oleh karena itu permasalahan arus bocor terletak pada pemilihan isolator penyangga di tiang-tiang dan hampir tidak terkait pada panjang saluran sebagaimana yang kita jumpai pada kabel.
7
CO%TOH-10.6: Dari suatu gardu distribusi dengan tegangan kerja 550 V disalurkan daya ke dua rangkaian kereta listrik. Dua rangkaian kereta tersebut berada masing-masing pada jarak 1 km dan 3 km dari gardu distribusi. Kereta pertama mengambil arus 40 A dan yang ke-dua 20 A. Resistansi kawat saluran udara adalah 0,4 Ω per km, sedangkan resistansi rel sebagai saluran balik adalah 0,03 Ω per km. Tentukanlah (a) tegangan kerja di masing-masing kereta, (b). Daya yang diserap saluran (termasuk rel). Penyelesaian : Diagram rangkaian listrik dari sistem yang dimaksudkan dapat digambarkan seperti di bawah ini. 40+20=60A
20A
0,4Ω Gardu Distribusi
+ 550V −
(0,4Ω/km) 0,8Ω
+ V1 − 0,03Ω 1 km
40A
0,06Ω
+ V2 −
20A
(0,03Ω/km) 3 km
a). Tegangan kerja kereta pertama (V1) dan kereta kedua (V2) adalah:
V1 = 550 − 60(0,4 + 0,03) = 524,2 V V2 = V1 − 20(0,8 + 0,06) = 507 V b). Daya yang diserap saluran adalah
p saluran = 60 2 (0,4 + 0,03) + 20 2 (0,8 + 0,06) = 1892 W = 1,89 kW 10.5. Diagram Satu Garis Penggambaran saluran distribusi seperti pada contoh 10.6. di atas dapat dilakukan dengan lebih sederhana, yaitu menggunakan diagram satu garis. Cara inilah yang sering dilakukan dalam praktik. Satu saluran digambarkan dengan hanya satu garis saja, beban dinyatakan dengan kebutuhan daya atau besar arusnya. Posisi gardu dan beban-beban dinyatakan dalam panjang saluran ataupun resistansi saluran. Resistansi saluran dinyatakan sebagai resistansi total yaitu jumlah resistansi kawat kirim dan resistansi kawat balik. 8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
Sebagai contoh, diagram satu garis dari sistem penyaluran daya pada contoh 10.6. dapat kita gambarkan sebagai berikut. 1 km
2 km
atau
550V
0,43Ω
0,86Ω
550V 40A
20A
40A
20A
(resistansi saluran 0.43Ω/km)
CO%TOH-10.7: Suatu saluran distribusi 2 kawat dicatu dari kedua ujungnya (A dan D) dengan tegangan 255 V dan 250 V. Beban sebesar 100 A dan 180 B C A berada di titikA D 0,015Ω 0,01Ω 0,025Ω simpul B dan C seperti terlihat pada diagram 100A 180A satu garis berikut. Resistansi yang tertera pada gambar adalah resistansi satu kawat. Tentukanlah tegangan di tiap titik beban (B dan C) serta arus di tiap-tiap bagian saluran. Penyelesaian: Dengan memperhitungkan saluran balik, resistansi saluran menjadi dua kali lipat. Persamaan tegangan simpul untuk “simpul” B dan C adalah 70 V B − 20 V C = 12650 53 , 3V C − 20 V B = 8153 , 3
12650 × 53,3 + 8153,3 × 20 = 251,3 V 53,3 × 70 − 400 8153,3 + 20 × 251,3 ⇒ VC = = 247,1 V 53,3 Arus pada segmen AB, BC dan CD adalah : ⇒ VB =
V − VB 255 − 251,3 I AB = A = 185 A ; = R AB 0,02 I BC = I AB − 100 = 85 A; I DC = 180 − I BC = 95 A
9
Penurunan Diagram Satu Garis. Bagaimana mungkin metoda tegangan simpul dapat kita aplikasikan pada rangkaian yang digambarkan dengan diagram satu garis? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita lihat diagram rangkaian sebenarnya (dua kawat) sebagai berikut. IAB
C
B
A V1
ICD
IBC
+ −
RCD′
RBC′
RAB′
A'
RCD
RBC
RAB
B' IAB′
D + − D'
C' IBC′
V2
ICD′
Jika simpul B dan B' serta C dan C' kita pandang sebagai dua simpul super, maka untuk keduanya berlaku
I AB − I BC + I BC '− I AB ' = 0 dan I BC − I CD + I CD '− I BC ' = 0 Karena IAB = IAB' (hubungan seri), maka haruslah
I BC = I BC ' dan oleh karenanya I CD = I CD ' Dengan kesamaan arus-arus ini maka aplikasi HTK untuk setiap mesh pada rangkaian di atas akan memberikan V A' A + I AB R AB + V BB ' + I AB ' R AB ' = 0 V B ' B + I BC RBC + VCC ' + I BC ' R BC ' = 0 VC ' C + I CD RCD + V DD ' + I CD ' RCD ' = 0
yang dapat ditulis sebagai
( ( (
) ) )
V A' A + I AB R AB + R AB ' + VBB ' = 0 VB ' B + I BC RBC + RBC ' + VCC ' = 0 VC ' C + I CD RCD + RCD ' + VDD ' = 0 Tiga persamaan terakhir ini tidak lain adalah persamaan rangkaian yang berbentuk : 10
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
IAB A + −
V1
C
B RBC+RBC’
RAB+RAB’
A'
ICD
IBC
B'
D RCD+RCD’
+ −
V2
D'
C'
Dengan mengambil simpul B' sebagai simpul referensi kita dapat memperoleh persamaan tegangan untuk simpul B dan C sebagai VC VA 1 1 +I ' − VB − =0 + BB RAB + R ' RBC + R ' RAB + RAB' RBC + RBC' AB BC VB VD 1 1 +I ' − VC − =0 + RBC + R ' RCD + R ' CC RBC + R ' RCD + R ' BC CD BC CD Inilah persamaan tegangan simpul B dan C yang dapat kita peroleh langsung dari diagram satu garis : B A
RAB+RAB’
C RCD+RCD’
RBC+RBC’ IBB’
D
ICC’
Jadi, dengan menambahkan resistansi saluran balik pada saluran kirim, maka saluran balik tidak lagi mengandung resistansi. Dengan demikian saluran balik ini dapat kita pakai sebagai simpul referensi yang bertegangan nol untuk seluruh panjang saluran balik tersebut. Dengan cara demikian ini, maka kita dapat memperoleh persamaan “tegangan simpul” langsung dari diagram satu garis tanpa harus menggambarkan diagram rangkaian sebenarnya, dengan catatan bahwa yang dimaksud dengan “tegangan simpul” adalah tegangan antara saluran pengirim dan saluran balik di lokasi yang sama.
10.6. Jaringan Distribusi Daya Penyaluran daya listrik dapat bermula dari satu sumber ke beberapa titik beban ataupun dari beberapa sumber ke beberapa titik beban. Jaringan penyaluran daya ini, yang disebut jaringan distribusi daya, dapat berbentuk jaringan radial, mesh, atau ring. Ke-tiga bentuk
11
jaringan tersebut akan kita lihat secara berturut-turut dalam contoh berikut.
CO%TOH-10.8: Tiga beban di A, X 250V B, dan C, masing-masing memerlukan arus 50, 20, dan 60 0,04Ω 0,05Ω A dicatu dengan jaringan radial C dari sumber X yang 0,1Ω A tegangannya 250 V. Penyaluran 60A daya dari sumber ke beban 50A dilakukan melalui saluran yang B resistansi totalnya (saluran 20A pengirim dan saluran balik) diperlihatkan pada gambar. Carilah tegangan masing-masing beban dan daya diserap saluran pada tiap cabang saluran. Penyelesaian :
V A = V X − 0,05 × 50 = 247,5 V; V B = 250 − 0,1× 20 = 248 V; VC = 250 − 0,04 × 60 = 247,6 V
p XA = (50) 2 × 0,05 = 125 W; p XB = ( 20) 2 × 0,1 = 40 W; p XC = (60) 2 × 0,04 = 144 W
CO%TOH-10.9: Titik beban A dan B serta B dan C pada contoh 10.8, dihubungkan dengan interkonektor yang resistansi masing-masing terlihat pada gambar di samping ini. Carilah tegangan masing-masing beban dan daya diserap saluran pada tiap cabang saluran dan interconnector, serta arus saluran.
12
X
250V 0,04Ω
0,05Ω 0,1Ω
0,15Ω
A 50A
C 60A
0,1Ω
B
20A
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
Penyelesaian : Persamaan tegangan simpul untuk simpul A, B, dan C adalah V V 1 1 + VA + 50 − B − X = 0 0,1 0,05 0,05 0,1 V V V 1 1 1 + + VB + 20 − A − C − X = 0 0,1 0,15 0,1 0,1 0,1 0,15 V V 1 1 + VC + 60 − B − X = 0 0 , 04 0 , 15 0 , 15 0 ,04
30V A + 50 − 10V B − 5000 = 0 80 20 VB + 20 − 10V A − VC − 2500 = 0 3 3 95 20 VC + 60 − VB − 6250 = 0 3 3 30 − 10 0 VA 4950
− 30 80 − 20 VB = 7440 0 − 20 95 VC 18570 3 − 1 0 VA 495 0 7 − 2 VB = 1239 0 0 125 VC 30954 Dari sini kita peroleh VC = 247,63 V; VB =
1239 + 2 × 247,64 = 247,75 V ; 7
495 + 247,75 = 247,58 V 3 Daya diserap saluran adalah VA =
p XA =
(V X − V A ) 2 (250 − 247,58) 2 = = 117 W 0,05 R XA
p XB =
(250 − 247,75) 2 = 50,6 W 0,1
p XC =
(250 − 247,63) 2 = 146,4 W 0,04 13
p AB =
(V A − VB ) 2 ( 247,58 − 247,75) 2 = = 0,3 W 0,1 0,1
(247,75 − 247,63) 2 = 0,1 W 0,15 Arus pada saluran: (V − V A ) (250 − 247,58) = = 48,4 A I XA = X R XA 0,05 p BC =
(250 − 247,75) = 22,5 A 0,1 (250 − 247,63) = 59,3 A I XC = 0,04 I XB =
CO%TOH-10.10: Gambar berikut ini adalah diagram satu garis jaringan distribusi dengan sumber-sumber yang dinyatakan sebagai arus masuk ke jaringan dan beban-beban dinyatakan dengan arus keluar dari jaringan. Pada jaringan berstruktur cincin ini, hitunglah arus-arus pada tiap cabang saluran. I2
30A I1 70A
B
80A
0,02Ω C
0,01Ω A
I3
0,02Ω D
I6 120A
0,01Ω F
0,01 0,03Ω Ω E I5
60A I4
60A
Penyelesaian : Aplikasi HTK untuk loop dan HAK untuk lima “simpul” memberikan persamaan dalam bentuk matriks sebagai berikut :
14
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
0,01 0,02 0,02 0,01 0,03 0,01 I1 I2 0 0 0 0 1 −1
0 − 70
1
−1
0
0
0
0
I3
0
1
−1
0
0
0
I4
0
0
1
−1
0
0
I5
60
0
0
0
1
−1
0
I6
− 60
=
30 − 80
Eliminasi Gauss memberikan :
1 2 2 1 3 1
I1
0
0 2 2 1 3 2
I2
− 70 − 150
0 0 2 1 3 4
I3
0 0 0 1 3 6
I4
0 0 0 0 3 7
I5
− 450
0 0 0 0 0 1
I6
− 81
=
− 390
Dari sini kita peroleh :
I 6 = −81 A ; I 5 = 39 A ; I 4 = −21 A ; I 3 = 39 A ; I 2 = −41 A ; I 1 = −11 A Tanda negatif : arah arus berlawanan dengan arah referensi.
10.7. Batere Batere merupakan sumber daya arus searah yang banyak digunakan, terutama untuk daya yang tidak terlalu besar serta keadaan darurat. Untuk daya besar, susunan batere dicatu oleh sumber arus searah yang diperoleh dari penyearahan arus bolak-balik. Berikut ini kita akan melihat penyediaan batere, sedangkan penyearahan arus bolakbalik akan kita lihat pada sub-bab berikutnya mengenai rangkaian dengan dioda. Suatu batere tersusun dari sel-sel yang merupakan sumber daya searah melalui konversi energi kimia. Setiap sel mempunyai tegangan yang tidak besar dan oleh karena itu untuk memperoleh tegangan sumber yang kita inginkan, kita harus menyususn sel-sel itu menjadi suatu susunan batere. Sebagai contoh, sumber daya untuk mobil merupakan sumber dengan tegangan 12 V yang
15
tersusun dari 6 sel terhubung seri dan masing-masing sel bertegangan 2 volt. Penyediaan batere haruslah diusahakan optimal baik dilihat dari pertimbangan ekonomis maupun teknis. Berikut ini suatu contoh perhitungan penyediaan batere.
CO%TOH-10.11: Suatu susunan batere diperlukan untuk memberikan arus sebesar 6 A pada beban resistif sebesar 0,7 Ω. Jika sel-sel yang tersedia mempunyai ggl (emf) 2,1 V dengan resistansi internal 0,5 Ω, tentukanlah jumlah sel dan susunannya. Penyelesaian : Jika kita anggap susunan 6A batere kita sebagai suatu V + RTh Th 0,7 Ω − sumber Thévenin, maka untuk mencapai transfer daya maksimum resistansi Thévenin harus sama dengan resistansi beban, yaitu
RTh = Rbeban = 0,7 Ω Karena arus ditetapkan sebesar 6 A, maka sumber tegangan Thévenin, VTh, haruslah
VTh = 6 × (0,7 + 0,7) = 8,4 V Sel yang tersedia mempunyai ggl 2,1 V sehingga diperlukan 4 buah sel dihubungkan seri untuk memperoleh tegangan 8,4 V. Susunan seri ini mempunyai resistansi total sebesar 4×0,5=2 Ω. Untuk memperoleh RTh sebesar 0,7 Ω (atau mendekati) diperlukan tiga susunan paralel, yang akan meberikan Rekivalen = 0,66 Ω. Jadi kita memerlukan 4 × 3 = 12 sel, yang tersusun menjadi 4 seri 3 paralel seperti terlihat pada gambar di bawah ini. 4×0,5 Ω +
+
+
0,7 0.7 Ω
4×2,1 V −
16
6A
−
−
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
Pemahaman : Jika susunan seri kita kurangi jumlah sel-nya, menjadi hanya 3, maka tegangan total menjadi 3×2,1=6,3 V, dan resistansinya menjadi 3×0,5=1,5 Ω. Dengan mempertahankan susunan tetap 3 paralel, resistansi ekivalen menjadi 0,5 Ω. Arus beban akan menjadi 6,3/(0,5+0,7) = 5,025 A, kurang dari yang diharapkan yaitu 6 A. Jika kita coba menambah jumlah cabang paralelnya menjadi 4, resistansi ekivalen menjadi 1,5/4 = 0,375 Ω. Arus beban menjadi 6,3/(0,375+0,7) = 5,86 A; tetap masih kurang dari 6 A. Jadi susunan 12 sel menjadi 4 seri terparalel 3, adalah yang optimal dengan arus beban 8,4/(0,66+0,7) = 6,17 A.
10.7.1. Sel-sel Ujung (Sel Akhir) Pada umumnya pembebanan pada batere tidaklah selalu tetap. Jika arus beban bertambah, maka tegangan batere akan menurun karena ada resistansi internal. Tegangan batere juga akan menurun pada beban konstan, seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu jika diperlukan suatu tegangan keluaran yang tertentu besarnya, maka diperlukan sel ujung yang akan dimasukkan ataupun dikeluarkan dari susunan batere agar perubahan tegangan keluaran masih dalam batas-batas yang diperbolehkan. CO%TOH-10.12: Dari suatu susunan batere diperlukan tegangan keluaran sebesar 220 V. Jika tegangan maksimum tiap sel adalah 2,5 V sedangkan tegangan minimum yang masih diperkenankan adalah 1,85 V, berapakah jumlah sel (terhubung seri) yang diperlukan, dan berapakah jumlah sel ujung. Penyelesaian : Jumlah sel yang diperlukan harus dihitung dengan memperhatikan tegangan minimum sel agar pada tegangan minimum ini tegangan keluaran batere masih bernilai 220 V. 220 = 119 buah Jadi jumlah sel yang diperlukan adalah % = 1,85 Pada saat sel bertegangan maksimum, jumlah sel yang 220 = 88 buah diperlukan hanyalah % 0 = 2,5 Jadi jumlah sel ujung adalah %u = 119 − 88 = 31 buah. 17
10.7.2. Pengisian Batere Dalam proses pengisian batere, daya dari sumber ditransfer ke batere. Daya yang dikeluarkan oleh sumber, selain untuk mengisi batere sebagian akan hilang menjadi panas dalam batere (karena adanya resistansi internal batere), hilang pada saluran, dan juga hilang pada sumber itu sendiri karena adanya resistansi internal sumber. Kita lihat contoh berikut ini. CO%TOH-10.13: Sebuah sumber tegangan searah 250 V dengan resistansi internal sebesar 0,5 Ω digunakan untuk mengisi batere yang terdiri dari 100 sel, masing-masing dengan ggl 2,2 V dan resistansi internal 0,01 Ω. Hitunglah a) arus pengisian. b) daya pe- ngisian batere, c) daya hilang sebagai panas dalam batere, d) daya hilang sebagai panas pada sumber. Penyelesaian : Rangkaian + Rb Rs pengisisan batere + − + (100 × 2,2) V − 250 V adalah seperti − gambar di samping ini. Ggl total batere dan resistansi internalnya adalah :
GGL = 100 × 2,2 = 220 V ;
Rb = 100 × 0,01 = 1 Ω
a). Arus pengisisan adalah :
− GGL 250 − 220 V = = 20 A I = sumber 0,5 + 1 Rs + Rb b). Daya untuk pengisisan batere adalah :
p pengisian = GGL × I = 220 × 20 = 4400 W . c). Daya hilang sebagai panas dalam batere adalah ;
p panas = I 2 Rb = 20 2 × 1 = 400 W d). Daya hilang pada sumber :
p panas
18
sumber
= I 2 Rsumber = 202 × 0,5 = 200 W
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
10.8. Generator Arus Searah Pembahasan secara rinci dari suatu generator arus searah dapat kita pelajari dalam pembahasan khusus mesin-mesin listrik. Generator arus searah dalam ulasan berikut ini dipandang sebagai piranti yang dapat dimodelkan secara sederhana, sebagai sebuah sumber arus searah selain batere yang kita bahas di atas. Kita mengenal beberapa jenis generator yang dibedakan menurut macam penguatan (eksitasi) yang digunakan, yaitu generator berpenguatan bebas, generator berpenguatan seri, dan generator berpenguatan shunt (paralel), generator berpenguatan kompon. Di sini kita hanya akan melihat generator berpnguatan bebas. Generator arus searah berpenguatan bebas dapat dimodelkan dengan sumber tegangan tak-bebas CCVS. Arus eksitasi, if, mengalir melalui kumparan eksitasi, yang merupakan kumparan stator, dan menimbulkan medan magnet. Dalam medan magnetik inilah rotor yang mendukukung kumparan jangkar berputar dengan kecepatan n putaran per menit (n rpm) sehingga di kumparan jangkar ini timbul tegangan. Tegangan jangkar ini mencatu beban yang dihubungkan ke terminal generator; karena belitan jangkar memiliki resistansi maka terdapat resistansi seri yang terhubung ke tegangan yang terbangkit di kumparan jangkar yang disebut resistansi jangkar, Ra. Tegangan yang terbangkit di kumparan jangkar sebanding dengan fluksi magnetik di stator dan kecepatan perputaran rotor sehingga tegangan jangkar dapat dinyatakan dengan
V g = k a nφ dengan ka suatu konstanta yang tergantung dari konstruksi jangkar, n kecepatan perputaran rotor, dan φ adalah fluksi magnet. Jika kita anggap rangkaian magnetik memiliki karakteristik linier + Ra maka fluksi φ dapat kita + tegangan i f cgnif anggap sebanding dengan _ generator arus eksitasi −
φ = kfif
CCVS, model generator arus searah sehingga tegangan generator dapat kita nyatakan sebagai
V g = c g ni f dengan cg adalah suatu tetapan. 19
Soal-Soal Rangkaian Arus Searah 1. Tegangan pada sebuah resistor R yang sedang dialiri arus searah diukur dengan menggunakan sebuah voltmeter yang mempunyai resistansi internal 20 kΩ. Voltmeter menunjuk 200 V. Jika arus total adalah 0,05 A, hitunglah nilai R. 2. Arus yang melalui sebuah resistor R diukur menggunakan ampermeter yang mempunyai resistansi internal 0,1 Ω (resistor R dihubungkan seri dengan ampermeter). Jika tegangan yang diberikan adalah 10 V dan ampermeter menunjuk 50 A. Hitung R. 3. Sebuah voltmeter jika dihubungkan langsung ke sumber tegangan menunjuk 240 V, jika melalui resistor seri 50 kΩ, ia menunjukkan 90 V. Berapakah resistansi internalnya ?. 4. Sebuah voltmeter jika diserikan dengan resistor 50 kΩ menunjuk 90 V pada tegangan sumber 240 V. Jika resistor 50 kΩ diganti dengan suatu resistansi Rx maka voltmeter menunjuk 3 V. Dengan membandingkan dua pengukuran tersebut, hitunglah Rx . 5. Dua buah voltmeter masing-masing mempunyai resistansi internal 20 kΩ dan 30 kΩ. Jika mereka dihubungkan seri dan pada hubungan seri ini diberikan tegangan 300 V, berapakah penunjukkan masing-masing ? 6. Suatu batere terdiri dari 10 buah sel masing-masing mempunyai emf 1,8 V dan resistansi internal 0,02 Ω. Jika sepuluh sel itu dihubungkan seri untuk mencatu beban resistor 2,8 Ω, berapakah daya yang diserap beban ? Jika sepuluh sel tersebut dihubungkan paralel untuk mencatu beban yang sama, berapa daya diserap beban ? 7. Dua buah batere 120 V mempunyai resistansi internal berbeda, masing-masing 0,2 Ω dan 0,25 Ω. Kedua batere diparalelkan untuk mencatu daya pada resistor 60 Ω. Hitunglah arus yang diberikan oleh masing-masing batere. 8. Sebuah beban memerlukan arus 100 mA pada tegangan 5 V. Sumber yang tersedia bertegangan 24 V. Untuk memenuhi keperluan itu digunakan potensiometer yang resistansi totalnya 20
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
10 kΩ. Berapa daya diserap beban dan berapa daya diberikan oleh sumber ? 9. Dua alat pemanas digunakan secara bersamaan pada tegangan 240 V. Arus total yang mereka ambil adalah 15 A. Salah satu pemanas diketahui menyerap daya 1200 W. Berapa daya yang diserap pemanas yang lain dan hitunglah resistansi masingmasing pemanas. 10. Resistansi konduktor suatu jenis kabel adalah 0,014 Ω per 100 m. Kabel jenis ini digunakan untuk menyalurkan daya searah ke sebuah beban 100 A pada jarak 250 m dari pusat pencatu daya. Hitung perbedaan tegangan antara ujung kirim dan ujung terima kabel dan hitung daya hilang pada saluran ini. 11. Tiga buah beban masing-masing 50 A, dihubungkan pada satu pusat pencatu daya searah melalui kabel-kabel yang terpisah. Resistansi kabel (saluran kirim + saluran balik) ke beban A, B, dan C berturut-turut adalah 0,05 , 0,1 , dan 0,02 Ω. Jika tegangan di pencatu daya adalah 250 V, hitung tegangan di masing-masing beban.
Rangkaian dengan Diagram Satu Garis 12. Diagram satu garis berikut ini menunjukkan penyaluran daya searah ke tiga beban menggunakan satu saluran kabel. Pusat pencatu daya di A bekerja pada tegangan 250 V. Tentukan pada tegangan berapa masing-masing beban beroperasi. IA
0,02Ω A
0,02Ω B
80A
50A
0,01Ω C 30A
13. Suatu kabel penyalur daya dicatu di kedua ujungnya untuk memberi daya pada dua beban seperti terlihat pada diagram satu garis berikut. Jika tegangan di A 255 V, dan di D 250 V, hitunglah tegangan di B dan C. Hitung pula arus masuk di A dan D, dan arus di segmen B-C. IA
0,02Ω A 100A
0,04Ω B
0,03Ω C D 150A
ID
21
14. Gambarkan diagram satu garis untuk sistem pada soal 11. Jika beban A dan B dihubungkan dengan kabel konektor yang resistansinya 0,1 Ω, dan beban B dan C dengan kabel konektor 0,015 Ω. hitung tegangan di masing-masing beban. 15. Diagram satu garis suatu jaringan distribusi daya searah dengan konfigurasi cincin adalah sebagai berikut. Jika sumber di A bekerja pada 250 V, hitung tegangan masing-masing beban dan arus di segmen-segmen jaringan distribusi. 120A C
A
80A
0,01Ω
D 0,02Ω
0,005Ω 0,02Ω
E B 0,04Ω
100A
16. Sebuah beban 100 A berada pada jarak 250 m dari pusat pencatu daya. Jika tegangan jatuh pada beban tidak boleh lebih dari 5 V dan jika resistivitas bahan konduktor kabel adalah 0,018 Ω.mm2/m, hitunglah penampang konduktor kabel yang diperlukan.
22
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)
BAB 11 Rangkaian Pemroses Sinyal (Rangkaian Dioda dan OPAMP) Dalam bab ini kita akan melihat beberapa contoh aplikasi analisis rangkaian, dengan contoh-contoh rangkaian pemrosesan sinyal. Kita akan melihat rangkaian-rangkaian dengan menggunakan dioda dan rangkaian dengan OP AMP. Dengan mempelajari rangkaian pemroses sinyal di bab ini, kita akan • memahami rangkaian penyearah, pemotong gelombang; • mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian dioda; • mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian OP AMP dengan resistor. • mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian OP AMP dengan elemen dinamis. • memahami hubungan-hubungan bertingkat rangkaian OP AMP.
11.1. Rangkaian Dengan Dioda Kita telah melihat bagaimana karakteristik dioda dan kita juga telah mempelajari rangkaian dengan dioda pada waktu membahas model piranti. Rangkaian yang telah kita kenal adalah penyearah setengah gelombang, penyearah gelombang penuh dengan empat dioda (penyearah jembatan), dan rangkaian pensaklran. Berikut ini kita masih akan melihat penyearah gelombang penuh dari jenis yang lain, yaitu menggunakan transformator. Namun untuk mengingat kembali, kita sebutkan secara ringkas apa yang sudah kita pelajari. 11.1.1. Penyearah Setengah Gelombang Rangkaian dan hasil penyearahan digambarkan lagi seperti terlihat pada Gb.11.1. Nilai rata-rata arus adalah: 2π
I as =
V I 1 i R d ( ωt ) = m = m ∫ 2π πR π 0
23
i + vD −
+
vs
RL
vs iR
Vm
B + vR −
A
0
Ias π
0
ωt
2π
C
Gb.11.1. Penyearah setengah gelombang.
11.1.2. Penyearah Gelombang Penuh (Rangkaian Jembatan) Rangkaian penyearah jembatan serta sinyal hasil pemrosesannya digambarkan lagi seperti terlihat pada Gb.11.2. D1
D2 A
v +
D4
v
Vm
i + RL
B D3
C i
0
π
0
Ias ωt
2π
D
Gb.11.2. Penyearah gelombang penuh jembatan. Dengan mudah dapat dihitung nilai arus searah
I as =
2 Vm 2 I m = π RL π
11.1.3. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Transformator Diagram rangkaian penyearah ini terlihat pada Gb.11.3. D1 i1
v1
Vm
+
v
+
v2
i1
i2
v1
0 v2
R
0
π
Ias
2π ωt
i2
+
D2
Gb.11.3. Penyearah gelombang penuh dengan transformator ber-titik-tengah.
24
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
Rangkaian ini menggunakan transformator dengan belitan sekunder terbagi dua sama besar (belitan sekunder mempunyai titik tengah) sehingga dapat memberikan dua tegangan sekunder sama besar. Perbandingan lilitan transformator untuk keperluan ini disesuaikan dengan besar tegangan keluaran yang diinginkan. Aplikasi HTK untuk kedua loop di sekunder transformator memberikan V sin ωt − v D1 v −v v1 − v D1 − iR = 0 → i = 1 D1 = 1m R R v 2 − v D 2 − Vm1 sin ωt − v D 2 = v2 − v D 2 − iR = 0 → i = R R
(11.1)
Pada waktu D1 konduksi,
i=
V1m sin ωt R
yang hanya akan bernilai positif pada selang 0 ≤ ωt ≤ π. Dalam selang ini persamaan kedua dari (11.1) menjadi
Vm1 sin ωt −V1m sin ωt − v D 2 = → v D 2 = −2Vm1 sin ωt R R
(11.2)
Jadi pada saat D1 konduksi, D2 tidak konduksi karena vD2 < 0. Pada setengah perioda berikutnya, D2 konduksi sedangkan D1 tidak konduksi. Arus yang mengalir pada R akan tetap sama seperti pada setengah perioda sebelumnya. Tegangan balik maksimum yang diderita oleh dioda adalah –2Vm1.
11.1.4. Filter (Tapis) Pasif Tujuan dari penyearahan adalah memperoleh arus searah. Dalam penyearah yang kita bahas di atas, kita tidak memperoleh arus searah murni melainkan arus searah yang berubah secara periodik; jadi arus searah ini mengandung komponen arus bolak-balik. Variasi tegangan ini disebut riak tegangan. Riak tegangan pada penyearah gelombang penuh lebih kecil dari riak tegangan pada penyearah setengah gelombang. Untuk lebih memperkecil riak tegangan ini digunakan filter yang bertugas untuk meloloskan komponen searah dan mencegah komponen bolak-balik.
25
Filter Kapasitor. Dengan menambahkan kapasitor paralel dengan beban R pada rangkaian penyearah setengah gelombang, maka riak tegangan akan sangat ditekan. Sebagaimana kita ketahui, kapasitor dapat menyimpan energi. Pada saat tegangan sumber naik, kapasitor akan terisi sampai mencapai tegangan maksimum. Pada saat tegangan sumber menurun, kapasitor akan melepaskan energi yang disimpannnya melalui beban (karena pada saat ini dioda tidak konduksi). Dengan demikian beban akan tetap memperoleh aliran energi walaupun dioda tidak konduksi. Selanjutnya bila dioda konduksi lagi, kapasitor akan terisi dan energi yang tersimpan ini akan dilepaskan lagi pada waktu dioda tidak konduksi; dan demikian seterusnya. Filter semacam ini tentu saja dapat pula digunakan pada penyearah gelombang penuh. Gb.11.4. memperlihatkan rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Jika v = Vm sin ωt , bagaimanakah bentuk tegangan keluaran pada beban R ? Pada waktu dioda konduksi, iD kapasitor terisi sampai tegangan maksimum. Pada waktu v menurun + + vD − tegangan sumber menjadi lebih vR v kecil dari tegangan kapasitor dan − dioda tidak konduksi, vC = vR. Kapasitor melepaskan muatannya Gb.11.4. Filter kapasitor. melalui R dan selama pelepasan muatan ini, kita mempunyai loop tertutup RC seri. Untuk loop ini berlaku dv dv v R = vC = RiR = R ( −iC ) = − RC C → RC C + vC = 0 dt dt Persamaan diferensial ini memberikan dvC 1 1 =− dt → ln vC = − t + K ⇒ vC = K1e − (1 / RC )t vC RC RC Nilai K1 ditentukan oleh nilai awal tegangan kapasitor yaitu pada saat ia mulai melepaskan energinya yang hampir sama besar dengan tegangan maksimum yang dicapai sesaat sebelum dioda berhenti − (1 / RC )t konduksi, yaitu Vm. Jadi vC = Vm e . Dioda akan kembali konduksi manakala v > vC . Maka tegangan pada R adalah
pada waktu dioda konduksi : v R = vC = Vm sin ωt V pada waktu dioda tak konduksi : v R = vC = Vm e − (1 / RC )t V 26
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
15
T
10
∆vC
vR =v v
5 0 -5 0
ωt 0.1
0.05
-10
0.15
∆T
-15
Dengan menambahkan kapasitor, riak tegangan dapat diperkecil. Kita dapat melihat bahwa tegangan kapasitor menurun sebesar ∆vC . Penururnan tegangan ini menunjukkan adanya pelepasan muatan sebesar C∆vC dan ini sama dengan jumlah muatan yang ditransfer melalui R dalam selang waktu (T−∆T), yaitu sebesar Ias(T−∆T). Dengan relasi ini kita dapat memperkirakan besarnya C yang diperlukan untuk membatasi riak tegangan (membatasi ∆vC ).
∆ qC = C ∆vC = I as (T − ∆T ) ≈ I asT ⇒ C=
I asT I Vas = as = f∆vC Rf∆vC ∆vC
(11.3)
CO%TOH-11.1: Pada penyearah dengan filter Gb.11.2, R = 5 kΩ, dan diinginkan tegangan dan arus di R adalah Ias = 10 mA dan Vas = 50 V, sedangkan riak tegangan tak lebih dari 1% × Vas , berapakah nilai C dan berapa tegangan masukan v jika frekuensinya 50 Hz ? Penyelesaian : ∆vC = 0,01Vas → →C =
Vas = 0,1 ∆vC
Vas 1 1 = × = 400 µF Rf∆vC 5000 × 50 0,01
Vas = 50 V → Vm ≈ 50 V → v = 50 sin(100πt ) V (jika sumber yang tersedia 220 V, diperlukan transformator).
27
11.2. Rangkaian Dengan OP AMP Karakteristik OP AMP telah kita bahas pada waktu kita membahas model piranti di Bab-5. Dua rangkaian dasar OP AMP, yaitu rangkaian penyangga dan rangkaian penguat non-inversi telah pula kita pelajari. Di sub-bab ini kita akan membahas rangkaianrangkaian OP AMP yang lain termasuk rangkaian dengan elemen dinamis. Apa yang telah kita pelajari mengenai OP AMP akan kita ulang secara ringkas.
11.2.1. Karakteristik Penguat Operasional (OP AMP) Ideal OP AMP iP adalah suatu io + vP = v% v + P piranti (11.4) − berbentuk + vo i P = i % = 0 v% + rangkaian i% − terintegrasi yang cukup Gb.11.5. Rangkaian dan karakteristik rumit, terdiri OP AMP ideal. dari transistor, resistor, dioda, kapasitor, yang semuanya terangkai dalam satu chip. Walaupun rangkaiannya rumit, OP AMP dapat dimodelkan dengan suatu karakteristik i-v yang agak sederhana. Rangkaian dan karakteristik OP AMP ideal yang kita gunakan untuk melakukan analisis adalah seperti terlihat pada Gb.11.5.
11.2.2. Rangkaian Penyangga Rangkaian penyangga serta relasi masukan-keluaran diperlihatkan lagi pada Gb.11.6. iP vP v% vs
+ −
+ −
vo
R
vo = vs
(11.5)
i%
Gb.11.6 Rangkaian Penyangga.
28
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
11.2.3. Rangkaian Penguat %on-Inversi Rangkaian penguat non-inversi serta relasi masukan-keluaran diperlihatkan lagi pada Gb.11.7. iP vP vs
+ −
v%
+ −
vo R1
i%
vo =
R2
R1 + R 2 vs R2
(11.6)
umpan balik
Gb.11.7. Rangkaian penguat non-inversi
11.2.4. Rangkaian Penguat Inversi Diagram rangkaian penguat inversi terlihat pada Gb.11.8. Sinyal masukan dan umpan balik, keduanya dihubungkan ke terminal masukan inversi. Terminal non-inversi dihubungkan vs ke titik pentanahan, sehingga vP = 0.
umpan balik i2 A vo R2
i1 R1 + −
i% v%
−
vP
+
Persamaan tegangan simpul untuk Gb.11.8. Penguat inversi simpul A adalah 1 v v 1 + i % − s − o = 0 v % + R R R R 2 1 2 1 Oleh karena v% = vP = 0 dan i% = iP = 0, maka v s + o =0 R R 1 2
v
sehingga
R v = − 2 v o R s 1
(11.7)
Kita lihat bahwa gain loop tertutup adalah K = − (R2 / R1). Tanda negatif menunjukkan terjadinya pembalikan polaritas sinyal. Oleh karena itu rangkaian ini disebut penguat inversi.
29
CO%TOH-11.2: Di samping ini adalah salah satu varian rangkaian penguat inversi. Tentukanlah hubungan keluaranmasukan dan resistansi masukan.
R1
vs
R2
A
+ vo
−
+ −
+ R3
Penyelesaian : Persamaan tegangan simpul untuk simpul A (terminal inversi) :
1 1 v % + R1 R 2
v v + i % − s − o = 0 R1 R 2
Untuk OP AMP ideal i% = iP = 0, dan v% = vP = 0 maka
− v s − vo v − R2 + =0 → o = R1 R2 vs R1 Karena vA = vP = 0 maka iin = vs / R1. Resistansi masukan adalah
v vs Rin = in = = R1 iin vs / R1 Pengaruh adanya R3 akan terlihat jika kita menggunakan rangkaian Gb.5.12. CO%TOH-11.3: iin R4 Pada variasi R B 1 rangkaian penguat inversi di + samping ini, vs R5 − tentukanlah hubungan keluaranmasukan dan resistansi masukan.
A
R2 − +
+ vo
Penyelesaian : Kita pandang rangkaian ini terdiri dari seksi sumber, yaitu rangkaian sebelah kiri dari simpul B, dan seksi beban yaitu rangkaian di sebelah kanan simpul B (rangkaian penguat 30
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
inversi). Jika seksi sumber kita ganti dengan rangkaian ekivalen Thévenin-nya, maka rangkaian menjadi seperti di bawah ini. R1
A
R2 −
VT
+ −
+ vo
+
Dengan cara seperti pada contoh sebelumnya, kita akan memperoleh
vo R2 R2 =− =− VT R1 + RT R1 + R 4 || R5 Maka : vo v V R2 R5 R2 R5 = o × T =− × =− vs VT vs R1 + R4 || R5 R4 + R5 ( R1R5 + R1R4 + R4 R5 )
Resistansi masukan adalah Rin = vs / iin. Karena vA = v% = vP = 0, maka iin = vs / (R4 + R1||R5), sehingga Rin =
vs R ( R + R5 ) + R1R5 = R4 + R1 || R5 = 4 1 iin R1 + R5
11.2.5. Rangkaian Penjumlah Diagram rangkaian penjumlah atau adder terlihat pada Gb.11.9. Rangkaian ini mempunyai dua i1 masukan dan keduanya dihubungkan ke terminal R1 iF masukan yang sama, yang A disebut titik penjumlah. vo R2 Terminal masukan non-inversi ditanahkan, sehingga vP = 0 = v% v1 + v2 + − − v% dan i% = 0 (model ideal). − + v P
Persamaan tegangan untuk simpul A adalah
simpul Gb.11.9. Rangkaian penjumlah.
31
1 v v v 1 1 + i % − 1 − 2 − o = 0 v % + + R R R R R R F F 2 1 2 1 v1 v 2 v o → + + =0 R1 R2 R F Dari persamaan ini dapat diperoleh hubungan antara keluaran dan masukan yaitu v v R R v o = − R F 1 + 2 = − F v1 − F v 2 = K1v1 + K 2 v 2 R R R R2 2 1 1
(11.8)
Jadi, tegangan keluaran merupakan jumlah dari tegangan masukan yang masing-masing dikalikan dengan gain yang berkaitan. Jumlah masukan sudah barang tentu tidak terbatas hanya dua. Jika terdapat N masukan dengan tegangan masukan masing-masing vn dan resistansi Rn maka
vo = ∑ K n vn
Kn = −
dengan
n
RF Rn (11.9)
CO%TOH-11.4: Carilah tegangan keluaran dari rangkaian di samping ini.
R R v1
−
vo
+
v2 R
Penyelesaian :
R R v1 − v2 = −(v1 + v 2 ) R R Tegangan keluaran merupakan inversi dari jumlah tegangan masukan. vo = −
CO%TOH-11.5: Carilah tegangan keluaran dari rangkaian di samping ini.
R
A
v1
+ −
v2
vo R
R R
Penyelesaian : Persamaan tegangan untuk simpul A adalah 32
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
v v 1 1 vP + + iP − 1 − 2 = 0 R R R R v +v → vP = 1 2 2 Karena v% = vo/2, maka : v1 + v 2 v o = → vo = v1 + v 2 2 2 Tegangan keluaran merupakan jumlah tegangan masukan.
Pemahaman : Masing-masing sumber pada rangkaian ini mengeluarkan arus :
v −v v −v v − v P v 2 − v1 i1 = 1 P = 1 2 ; i2 = 2 = R 2R R 2R Sumber-sumber terbebani secara tidak merata (tidak sama). Pembebanan sumber tidak terjadi apabila v1 = v2. Hal ini berbeda dengan rangkaian pada contoh 7.7. Pada contoh 7.23. masing-masing sumber mengeluarkan arus v − v % v1 v − v % v2 i1 = 1 = ; i2 = 2 = R R R R Jadi pada rangkaian penjumlah inversi, sumber akan tetap terbebani walaupun v1 = v2. CO%TOH 11.6: Carilah tegangan keluaran vo dari rangkaian pemjumlah di samping ini.
13kΩ
vo 5kΩ v1
Penyelesaian :
A
+ −
v2
+ −
Rangkaian penjumlah ini mempunyai keluaran
vo = −
65kΩ − +
65 65 v1 − v2 = −(5v1 + 13v2 ) 13 5
Pemahaman : Apabila kita diminta untuk merancang penjumlah dengan formulasi vo seperti di atas, kita tidak akan memperoleh nilai 33
resistor seperti apa yang tertera dalam diagran di atas. Dalam kenyataan nilai-nilai resistansi pada rangkaian ini tidak ada di pasaran. Oleh karena itu kita harus melakukan modifikasi dengan memilih nilai resistor yang ada di pasaran yang mendekati nilai-nilai ini. Misalkan resistor 65 kΩ kita ganti dengan 56 kΩ. Penggantian ini mengharuskan dua resistor yang lain bernilai masing-masing 11.2 kΩ dan 4.31 kΩ. Dengan toleransi ± 5 % kita dapat memilih resistor 11 kΩ dan 4.3 kΩ. Pemilihan nilai-nilai resistor yang ada di pasaran ini akan memberikan formulasi tegangan keluaran
vo = −
56 56 v1 − v 2 = −(5,09v1 + 13,02v2 ) 11 4 .3
Dalam perancangan, kita harus melakukan kompromi seperti ini. Tegangan keluaran yang kita peroleh akan mempunyai kesalahan jika dibandingkan terhadap formulasi ideal yang semula diinginkan. Namun dengan pemilihan komponen yang tepat, kesalahan ini dapat dibatasi tidak lebih dari sesuatu nilai yang ditetapkan; dalam contoh ini kesalahan tersebut tidak lebih dari 2 %.
11.2.6. Rangkaian Pengurang atau Penguat Diferensial Diagram rangkaian pengui1 i2 rang atau penguat vo diferensial ini terlihat pada R1 R2 i% Gb.11.10. Salah satu v% tegangan masukan + v − 1 R3 vP − dihubungkan ke terminal + masukan inversi dengan iP v2 + rangkaian inversi, R4 − sedangkan tegangan masukan yang lain dihubungkan ke terminal Gb.11.10. Penguat diferensial. masukan non-inversi dengan rangkaian non inversi. Hubungan masukan – keluaran dapat dicari dengan menggunakan prinsip superposisi. Jika v2 dimatikan maka terminal non inversi terhubung melalui resistor ke titik pentanahan, jadi vP = 0 karena iP = 0. Dalam keadaan ini rangkaian bekerja sebagai penguat inversi; maka 34
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
R vo1 = − 2 v1 (11.10) R1 Jika v1 dimatikan maka terminal inversi mendapat tegangan yang besarnya adalah R1 v% = vo2 (11.11) R1 + R2 Tegangan di terminal non-inversi
vP =
R4 v2 R3 + R4
(11.12)
Karena v% = vP maka dari (11.11) dan (11.12) kita peroleh R4 atau v o2 = R3 + R4
R1 R4 v o2 = v2 R1 + R2 R3 + R4
R1 + R2 R1
v 2
(11.13)
Keluaran total adalah R v o = v o1 + v o2 = − 2 R1 = − K1v1 + K 2 v 2
R4 R1 + R2 v1 + R3 + R4 R1
v 2
(11.14)
Dalam keadaan khusus, jika kita buat R1 = R2 = R3 = R4 maka vo = v2 − v1.
CO%TOH 11.7: Carilah vo pada rangkaian di bawah ini. A
v1 R v2
2R
R/2
B
vo
− +
R
Penyelesaian : Persamaan tegangan untuk simpul A dan B memberikan
35
3v vo v v v 1 1 v% + =0→ % = 1 + o + i% − 1 − 2R R 2R R 2R R 2R v 2v → v% = 1 + o 3 3 2v 2v 2 1 v P + + iP − 2 = 0 → v P = 2 3 R R R Karena v% = vP maka
2v1 v o 2v 2 + = → 3 3 3
v o = 2v 2 − 2v1
Pemahaman : Dalam rangkaian di atas, arus yang keluar dari masing-masing sumber adalah
v −v v −v v − 2v 2 / 3 3v1 − 2v 2 i1 = 1 % = 1 P = 1 = R R R 3R v2 2v 2 = i2 = R + R / 2 3R Terlihat di sini bahwa masing-masing sumber mendapat beban yang berbeda. Kejadian seperti ini harus diperhatikan agar jangan terjadi pembebanan berlebihan pada salah satu sumber. Pembeban-an pada sumber akan tetap terjadi walaupun v1 = v2. Pembebanan pada sumber dapat ditiadakan dengan menghubungkan sumber langsung ke terminal masukan OP AMP sehingga sumber akan melihat resistansi masukan yang tak-hingga besarnya. Rangkaian yang kita bangun akan memerlukan lebih dari satu OP AMP yang terangkai secara bertingkat, suatu bentuk hubungan yang akan kita bahas berikut ini.
11.2.7. Hubungan Bertingkat Rangkaian OP AMP Hubungan bertingkat adalah hubungan dari dua atau lebih unit rangkaian dimana keluaran dari satu unit rangkaian menjadi masukan bagi unit rangkaian berikutnya. Suatu contoh hubungan bertingkat diberikan pada Gb.11.11.
36
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
v1
v2
K1
v1
v3
K2
vo
K3
v3
v2
vo
+ −
−
−
+
+
Gb.11.11. Hubungan bertingkat. Keunggulan rangkaian OP AMP adalah bahwa mereka dapat dihubungkan secara bertingkat tanpa menyebabkan perubahan hubungan masukan-keluaran dari masing-masing rangkaian. Jika masing-masing rangkaian (masing-masing tingkat) dalam contoh ini mempunyai gain K1, K2, dan K3 , maka gain keseluruhannya menjadi K1 × K2 × K3. Rangkaian OP AMP mempunyai resistansi keluaran nol. Oleh karena itu pada hubungan bertingkat tidak terjadi pengaruh pembebanan pada rangkaian OP AMP dan dengan demikian tidak mengubah hubungan masukan-keluaran. Walaupun demikian, daya yang diperlukan oleh suatu tingkat harus masih dalam batas kemampuan daya tingkat di depannya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui resistansi masukan rangkaian OP AMP agar kita dapat melakukan evaluasi apakah keperluan daya suatu tingkat tidak melampaui kemampuan daya tingkat di depannya. Secara umum resistansi masukan dapat dinyatakan sebagai Rin = vin / iin. Pada penguat non-inversi, iin = iP = 0, sehingga penguat noninversi mempunyai resistansi masukan Rin = ∞. v1 + −
vo v1 R1 R2
Penguat Non-Inversi
R1
_
R2
vo
+
Penguat Inversi
Pada penguat inversi, iin = ( vin - v% ) / R1 ; karena v% = vP = 0 maka iin = vin / R1, sehingga untuk penguat inversi Rin = R1. Dalam hubungan bertingkat, resistansi masukan penguat inversi yang 37
nilainya berhingga ini akan membebani rangkaian tingkat di depannya. Dalam perancangan, kita cenderung untuk membuat R1 besar untuk memperkecil pembebanan ini. Tetapi gain loop tertutup dari penguat ini berbanding terbalik dengan R1, yaitu K = −(R2 / R1); jadi jika R1 diperbesar gain akan mengecil. Menghadapi hal demikian ini kita harus melakukan kompromi dalam memilih nilai R1.
CO%TOH-11.8: Tentukan tegangan keluaran vo dari hubungan bertingkat di samping ini.
v1 +
+ −
R
R
vo 1
R R
− +
+ v o
Penyelesaian : Tingkat pertama rangkaian v2 + ini berupa penguat noninversi dengan keluaran v o1 = 2v1 . Keluaran ini menjadi masukan di tingkat ke dua yang berupa sebuah penguat diferensial dengan keluaran yang dapat diturunkan sebagai berikut.
v v 1 1 v % + + i % − o1 − o = 0 R R R R → vo = 2v % − vo1 = 2v2 − 2v1 Pemahaman : Keluaran dari rangkaian ini sama dengan rangkaian pada contoh11.7. Jelaslah bahwa suatu formulasi keluaran dapat dipenuhi oleh lebih dari satu macam rangkaian. Rangkaian mana yang dipilih dalam suatu perancangan tergantung dari berbagai pertimbangan, baik teknis maupun ekonomi. Jika kita bandingkan rangkaian pada contoh-11.7 dan 11.8 akan terlihat bahwa sumber-sumber pada contoh-11.7 terbebani sedangkan pada contoh-11.8 sumber-sumber tidak terbebani karena mereka terhubung pada penguat non-inversi yang resistansi masukannya tak-hingga. Jika daya sumber sangat terbatas, rangkaian pada contoh-11.8 akan menjadi pilihan walaupun untuk itu diperlukan biaya lebih besar karena perlu dua OP AMP.
38
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
11.3. Diagram Blok Dalam rangkaian-rangkaian OP AMP yang kita bahas di atas (penguat inversi, non-inversi, penjumlah, pengurang), terdapat hubungan linier antara keluaran dan masukan. Oleh karena itu kita dapat melihat setiap rangkaian sebagai suatu unit pemroses sinyal yang mengandung suatu konstanta tertentu yang menetapkan hubungan antara masukan dan keluarannya. Unit itu dapat digambarkan dengan suatu blok saja dengan menyebutkan konstanta proporsionalitasnya. Cara penggambaran seperti ini kita sebut diagram blok. Gb.11.12 memperlihatkan rangkaian, diagram blok, dan konstanta proprosionalitas dari penguat non-inversi dan penguat inversi. v1
vo
+
vo
v1
K
_
R1
K=
R2
R1 + R2 R2
Penguat Non-Inversi v1
vo R1
_ +
v1
R2
vo K
K =−
R2 R1
Penguat Inversi Gb.11.12. Rangkaian dan diagram blok penguat non-inversi dan penguat inversi Gb.11.13. memperlihatkan rangkaian, diagram blok, dan konstanta proprosionalitas penjumlah dan pengurang. Suatu diagram blok memperlihatkan urutan pemrosesan sinyal secara fungsional tanpa melihat detil rangkaian listriknya.
39
v1
R1
vo
v1
K1
RF
v2
− +
R2
K1 = −
vo
+ +
v2
K2 = −
K2
Penjumlah v1
R1 R3
v2
− +
vo v vo 1
R2
K1 vo
+
K1 = −
RF R2
R2 R1
R + R2 R4 × K 2 = 1 R1 R3 + R4
+
v2
R4
RF R1
K2
Pengurang
Gb.11.13. Rangkaian dan diagram blok penjumlah dan pengurang.
CO%TOH-11.9: Gambarkan diagram blok rangkaian di bawah ini dan tentukan tegangan keluaran vo. 10kΩ 10kΩ
5kΩ
v1
+
− +
v2
10kΩ
vo1 +
vo2 10kΩ
5kΩ + vo
10kΩ
−
−
+
+
Penyelesaian : Tingkat pertama adalah penguat inversi dengan K1 = −0,5. Tingkat ke-dua adalah penjumlah inversi dengan K2 = −1 untuk masukan vo1 dan v2. Tingkat ke-tiga adalah penguat inversi dengan K3 = −0,5. Diagram blok rangkaian ini dan keluarannya vo adalah sebagai berikut: v2
−1
−v2 +
v1
40
−0,5
−0,5v1
−1
+
0,5v1−v2
−0,5
−0,25v1−0,5v2 vo
0,5v1
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
11.4. Rangkaian OP AMP Dinamik 11.4.1. Rangkaian Integrator Integrator adalah salah satu rangkaian OP AMP dinamik. Rangkaian integrator mirip dengan rangkaian penguat inversi tetapi resistor pada saluran umpan balik diganti de-ngan kapasitor, seperti terlihat pada Gb.11.14. Bagaimana rangkaian ini berfungsi dapat kita analisis sebagai berikut.
iR
iC
A
+ vs R i%
C
v% vP
+ vo
−
+
Gb.11.14. Integrator inversi
Persamaan tegangan simpul untuk simpul A adalah:
v d 1 v % − C (v o − v % ) − s = 0 dt R R Untuk OP AMP ideal v% = vP = 0 = vA , sehingga persamaan di atas menjadi vs d = −C (vo ) R dt
vo (t )
∫v
atau
o ( 0)
d (v o ) = −
1 t v s dt RC 0
∫
Dari persamaan ini kita peroleh 1 t vo = vo (0) − v s dt (11.15.a) RC 0 Karena vA = 0, maka vo = vC ; jika tegangan awal kapasitor adalah nol, maka vo(0) = vC (0) = 0, dan persamaan (11.15.a) menjadi
∫
1 t v s dt (11.15.b) RC 0 Jadi tegangan keluaran vo merupakan integral dari tegangan masukan vs . Rangkaian ini merupakan rangkaian integrator inversi karena konstanta proporsionalitasnya negatif. Diagram blok dari integrator adalah sebagai berikut: vo = −
v1
K
∫
∫
vo
K = 1/RC
41
iC
11.4.2. Rangkaian Diferensiator Rangkaian diferensiator diperoleh dengan menukar posisi resistor dan kapasitor pada rangkaian integrator, seperti terlihat pada Gb.11.15. Persamaan tegangan simpul untuk simpul A dalam rangkaian ini adalah:
iR
A
+ vs
C
+ vo
R
i% v%
−
vP
+
Gb.11.15. Diferensiator inversi.
v% v d − C (vs − v % ) − o = 0 R dt R Karena vA = v% = vP = 0 , maka
vo d = −C (vs ) R dt
atau
1
v s (t )
t
∫v (0) d (vs ) = − RC ∫0 vodt s
Di sini vs merupakan tegangan kapasitor, dan jika tegangan awal kapasitor adalah nol maka dv 1 t vs = − vo dt atau v o = − RC s (11.16) RC 0 dt
∫
Jadi tegangan keluaran merupakan diferensiasi dari tegangan masukan. Rangkaian ini disebut diferensiator inversi karena konstanta proporsionalitasnya negatif. Diagram blok dari diferensiator adalah sebagai berikut: v1
K
CO%TOH-11.10: Tentukan tegangan keluaran vo pada rangkaian di samping ini. Penyelesaian :
d dt
vo
K = −RC
R3 vs +
C
R1
R4
R2
−
+
−
+
Rangkaian ini terdiri dari diferensiator inversi dan penjumlah inversi. Diagram blok dari rangkaian ini adalah :
42
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
+ vo
− R4 R3 − R4 R2
d dt
−R1C
vs
+ +
vo
Tegangan keluaran adalah
dv v o = − R1C s dt
− R4 − R4 v s + R2 R3
R R C dv R = 1 4 s − 4 v s R2 dt R3 CO%TOH-11.11: Tentukan tegangan keluaran vo pada rangkaian di samping ini.
v1 +
v2 +
R2
R1
R3
C
R5
−
−
+
+
+ vo
R4
Penyelesaian : Rangkaian ini terdiri dari penguat diferensial dan integrator. Diagram blok dari rangkaian ini adalah : − R2 R1
v1 v2
R4 R + R2 × 1 R3 + R4 R1
+ +
−
1 R5C
∫
vo
Tegangan keluaran adalah v o (t ) = −
1 R5C
t
R
∫ R3 +4R4 × 0
R R1 + R2 v 2 − 2 v1 dt + v o (0) R1 R1
Pemahaman : Jika kita buat semua resistor bernilai sama, R, maka keluaran dari rangkaian di atas adalah t
v o (t ) = −
1 {v2 − v1 }dt + vo (0) RC ∫ 0
43
CO%TOH-11.12: Tunjukkanlah bahwa keluaran rangkaian OP AMP dengan induktor di bawah ini masing-masing merupakan integrasi dan diferensiasi tegangan masukannya. A + vs
A
L
+ vo
R −
+ vs
L
R −
+
+ vo
+
(a)
(b)
Penyelesaian : Rangkaian
a)
v % = vP = 0 → v L = vs = L
:
di L → ∫ v s dt = L ∫ diL 0 i L ( 0) dt i L (t )
t
iL (0) adalah arus awal induktor. Jika arus awal ini nol maka i L (t )
t
∫0 vs dt = L∫0
diL → i L (t ) =
1 t v s dt L ∫0
Untuk terminal masukan inversi berlaku
v v 1 t iL + o + 0 = 0 → v s dt + o = 0 sehingga R L 0 R R t v s dt vo = − L 0
∫
∫
Rangkaian b) : Jika arus awal induktor adalah nol maka
iL (t ) =
1 t v o dt L 0
∫
Untuk terminal masukan inversi berlaku
v v 1 t iL + s + 0 = 0 → vo dt + s = 0 R L 0 R
∫
Dari sini diperoleh t
L
∫0 vo dt = − R vs 44
sehingga
vo = −
L dv s R dt
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
Soal-Soal 1. Carilah tegangan vo rangkaian di samping ini, jika vs = 380cos314t V, dioda ideal. vs
+ −
1µF 100k Ω
1µF
+ vo −
2. Pada sebuah resistor 10 kΩ diperlukan tegangan searah agar mengalir arus 20 mA. Tegangan searah diberikan dari penyearah setengah gelombang yang masukannya adalah tegangan bolakbalik 220 V, 50 Hz. Tentukan kapasitor filter yang harus diparalelkan dengan resistor agar riak gelombang tegangan tidak lebih dari 10%. 3. Carilah hubungan antara tegangan keluaran vo dan tegangan masukan vs pada rangkaian-rangkaian berikut ini dan gambarkan diagram bloknya.
vs
+ 2kΩ −
+ − 1kΩ
+ vo −
1kΩ
+ vo −
a). 8kΩ vs
+ 2kΩ −
− +
b).
vs
+ 2kΩ −
+ − 4kΩ 1kΩ 2kΩ
+ vo −
c).
45
4kΩ
i1
− +
1kΩ
+ 2kΩ −
vs
+ vo −
1kΩ d). 4kΩ
2kΩ 2kΩ vs
− 1kΩ +
+ −
i1
1kΩ
+ vo −
1kΩ e). + −
2kΩ 2kΩ + − 1kΩ
vs
4kΩ 1kΩ 2kΩ
+ vo −
2kΩ
+ vo −
f). + 2kΩ −
+ 2kΩ −
vs1
+ −
1kΩ
vs2
2kΩ
g). 4kΩ
2kΩ vs1
+ −
− +
1kΩ + −
vs2
1kΩ
+ vo −
2kΩ
h).
46
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
4. Carilah hubungan antara vo dan is rangkaian-rangkaian berikut. 8kΩ − +
is
+ vo −
1kΩ
a). 8kΩ 2kΩ
is
− +
+ vo −
1kΩ
b). 1.
Gambarkan diagram blok dari rangkaian berikut ini dan dengan diagram blok tersebut tentukan tegangan keluaran vo. 50kΩ 1V + 10kΩ 5kΩ 10kΩ 50kΩ + vs1
− +
− +
10kΩ 10kΩ
10kΩ
+ vs2
+ vo
− +
10kΩ
a). 10kΩ 10kΩ 5kΩ 10kΩ 20kΩ 10kΩ 50kΩ + vs
− +
− +
+ vo
− +
b). 6. Carilah arus i pada rangkaian berikut ini jika vs = 4sin3000t V. 12kΩ 16kΩ 4kΩ vs
+ −
− +
8kΩ − +
i
12kΩ 47
7. Tentukan tegangan keluaran vo pada rangkaian berikut dinyatakan dalam vs dan gambarkan diagram bloknya.
2kΩ 2kΩ + vs
2kΩ
− +
+ vo 2kΩ
0,5µF
a). + vs
2µF 100kΩ
− +
100kΩ + vo
100kΩ
b). + vs
2µF 100kΩ
100kΩ − +
+ vo
c). 8. Tentukan tegangan keluaran vo pada rangkaian berikut dinyatakan dalam vs1 dan vs2.
vs1 +
4kΩ − +
vs2 + 8kΩ
48
0,5µF + vo
Sudaryatno Sudirham, Analsis Rangkaian Listrik (1)
49