Mineral dan Batubara ANALISIS PROSPEK PERKEMBANGAN BAUKSIT Triswan Suseno Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara “tekMIRA”
[email protected]
SARI Bauksit adalah bijih paling penting dalam proses pengolahan alumina, sedangkan alumina adalah bahan baku utama dalam industri peleburan aluminium. Aluminium adalah salah satu bahan logam yang saat ini banyak digunakan di dalam kehidupan manusia. Pada tahun 2010, sumber daya bauksit Indonesia tercatat sekitar 726.585.010 ton bijih, sedangkan cadangannya diperkirakan mencapai 179.503.546 ton. Pada tahun 2010, Indonesia tercatat sebagai produsen bauksit ke-7 dunia dengan produksi sebesar 10,28 juta ton. Hingga saat ini, seluruh produksinya diekspor ke luar negeri (Jepang), karena Indonesia belum memiliki industri pengolahan alumina dalam skala besar. Untuk skala kecil, Indonesia telah memiliki industri pengolahan aluminium dengan kapasitas 250.000 ton, alumina yang digunakan sebagai bahan baku seluruhnya diimpor dari Australia. Pada tahun 2020, konsumsi aluminium dunia diperkirakan mencapai 81,09 juta ton, sedangkan produksinya diperkirakan sebesar 77,23 juta ton. Ini berarti bahwa dunia akan mengalami kekurangan pasokan sebesar 3,76 juta ton. Hal ini menjadi peluang pasar bagi produk alumina Indonesia, apabila dua pabrik pengolahan bauksit smelter grade alumina dan chemical grade alumina telah dibangun oleh PT. Aneka Tambang Tbk. dan beroperasi sebelum tahun 2014. Terbitnya Undang-Undang No. 4 tahun 2009 dan Peraturan Menteri ESDM tentang nilai tambah mineral, akan meningkatkan daya saing alumina dan aluminium Indonesia di dunia, sehingga prospek perkembangan bauksit Indonesia di masa mendatang akan lebih baik. Kata kunci : alumina, aluminium, bauksit, prospek
1.
PENDAHULUAN
Aluminium adalah sejenis logam yang sangat banyak manfaatnya dalam berbagai industri manufaktur dan banyak digunakan sehari-hari. Aluminium berasal dari bahan baku bauksit setelah sebelumnya diolah terlebih dahulu menjadi alumina. Pabrik pengolahan aluminium terbesar dan satu-satunya di Indonesia saat ini terdapat di Sumatera Utara, yaitu PT. Inalum. 100% alumina yang selama ini digunakan oleh PT. Inalum sebagai bahan baku untuk mengolah aluminium diperoleh dari luar negeri, yaitu
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
Australia. Indonesia saat ini belum memiliki pabrik pengolahan alumina, padahal apabila bauksit dapat diolah di dalam negeri, tentu akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya menjualnya dalam bentuk bijih bauksit ke luar negeri. Indonesia merupakan salah satu penghasil bauksit, potensinya tersebar di Kijang- Bintan dan sekitarnya di Kepulauan Riau. Pengelola bauksit terbesar di Indonesia saat ini adalah PT. Aneka Tambang Tbk (PT. Antam Tbk). Seiring dengan intensitas produksi yang tinggi dan terusmenerus, jumlah cadangan di daerah ini terus
73
Mineral dan Batubara mengalami penurunan dan diperkirakan telah habis. Namun setelah ditemukannya cadangan baru (1994) di daerah Tayan dan di Kendawangan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang cukup besar, maka harapan keberlangsungan produksi menjadi lebih lama. Konsumen tetap bauksit PT. Antam Tbk adalah perusahaan-perusahaan internasional, yaitu Showa Denko KK Co. Ltd, Sumitomo Chemical Co. Ltd, dan Nippon Light Metals Co. Ltd (Jepang), serta Shandong Aluminium Co. dari Cina. Namun setelah terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor (No.) 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, maka ekspor dalam bentuk wantah itu tidak akan terjadi lagi. Seperti yang dinyatakan dalam pasal 170 yang menyebutkan bahwa pemerintah melarang ekspor tambang dalam bentuk bahan baku, kecuali perusahaan tersebut mampu mengolahnya, baik dalam bentuk setengah jadi maupun jadi. Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, pemerintah melalui peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan waktu hingga tahun 2014 mendatang agar perusahaan dapat membangun industri pengolahan (smelter) di dalam negeri dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tambang, agar dapat memenuhi kebutuhan industri hilir (manufaktur) di dalam negeri. Larangan ekspor wantah setelah setelah diterbitkannya UU No. 4 tahun 2009 ini ternyata telah direspon secara positif oleh beberapa perusahaan tambang di Indonesia. Salah satunya adalah PT. Antam Tbk yang telah mengambil langkah strategis akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian chemical grade alumina (CGA) dan smelter grade alumina (SGA) di Kalimantan Barat (Miraza, 2011). Apabila bauksit tersebut dapat diolah menjadi alumina di dalam negeri, tentu akan memiliki nilai tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dijual dalam bentuk bijih bauksit. Selain itu, keberadaan industri ini diharapkan dapat mengurangi impor alumina yang selama ini
74
dilakukan oleh PT. Inalum, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Oleh karena itu, perlu dikaji sampai sejauh mana prospek bauksit pasca-UU no. 4 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam mendukung perkembangan industri hilir. Untuk mengetahui prospek bauksit Indonesia di masa mendatang adalah dengan mengetahui sejauh mana alumina dan aluminium ini digunakan oleh industri hilir, baik sebagai bahan antara maupun sebagai bahan utama dan jenis industri yang sangat tergantung kepada aluminum.
2.
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam pengkajian ini terdiri dari data primer dan sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan secara langsung di lapangan serta wawancara langsung dengan bagian pengolahan, jumlah produksi. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dari berbagai instansi seperti perusahaan, Badan Pusat Statistik, Kementerian Peridustrian, Kementerian Perdagangan, PT. Antam Tbk., PT. Inalum, hasil-hasil penelitian terdahulu serta literatur lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian untuk mendukung data kuantitatif. Model Produksi Dan Konsumsi Bauksit Model hubungan fungsional antara produksi dan konsumsi menurut waktu dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Pt= β0 + β1t + ξ1t Kt= γ0 + γ1t + ξ2t
....... (1) ....... (2)
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara Dalam hal ini, P t = jumlah produksi (bauksit, alumina, aluminium) pada tahun ke-t K t = jumlah konsumsi (bauksit, alumina, aluminium) pada tahun ke-t β0, γ0 = garis perpotongan β1, γ1 = koefisien regresi untuk waktu ke-t ξ t = galat baku (deviasi proyeksi) Model di atas disebut sebagai model regresi sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung atau memperkirakan besarnya pengaruh dari perubahan suatu kejadian, seperti produksi dan konsumsi atau harga bauksit akibat perkembangan produksi alumina dan aluminium secara kuantitatif. Nilai perkiraan untuk waktu yang akan datang, yang disebut sebagai nilai ramalan, sangat berguna untuk melihat perkembangan bauksit di masa mendatang.
3.
PERKEMBANGAN BAUKSIT, ALUMINA DAN ALUMINIUM DUNIA
a.
Sumber Daya Bauksit
Tiga wilayah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar di Indonesia saat ini adalah Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Bangka-Belitung. Berdasarkan jumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP), potensi sumber daya bauksit yang dimiliki secara keseluruhan diperkirakan mencapai sekitar 3,48 miliar ton (7,47% dari sumber daya bauksit dunia, lihat Tabel 1). Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kepulauan Riau (DESDM Kepulauan Riau, 2011) mencatat bahwa jumlah perusahaan penambangan bauksit yang memiliki IUP di wilayah ini terdapat 32 perusahaan, terdiri dari 3 IUP di Karimun, 12 IUP di Tanjung Pinang, Bintan 9 IUP dan 2 perusahaan berada di perbatasan kabupaten. Total luas yang dikuasai oleh para pemegang IUP diperkirakan mencapai 34,99 ha, masing-masing 1,64% dari luas tersebut berada di Karimun, Lingga (93,36%), Tanjung Pinang (1,61%), Bintan (2,33%) dan 1,06% berada di perbatasan dua wilayah.
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
Jumlah sumber daya bauksit di Kepulauan Riau diperkirakan mencapai 180,97 juta ton. Daerah yang masih menyimpan sumber daya bauksit paling besar adalah Kabupaten Lingga, dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton, sisanya tersebar di empat wilayah dengan jumlah yang relatif kecil, karena lokasi penambangannya berada di lahan bekas tambang PT. Antam Tbk yang sudah ditinggalkan. Di Kalimantan Barat (DESDM Kalimantan Barat, 2011) terdapat 49 perusahaan yang memiliki IUP dengan luas total yang dikuasai sekitar 557.259 ha, 27 perusahaan berada di Sanggau dengan luas 247.338 ha, di Bengkayang terdapat 2 perusahaan dengan luas 9.500 ha, Landak sebanyak 8 perusahaan (57.217 ha), Kayong Utara 5 perusahaan (9.985 ha), Kabupaten Pontianak 3 perusahaan (35.250 ha) dan di perbatasan antarkabupaten/kota sebanyak 4 perusahaan (197.970 ha). Jumlah sumber daya bauksit di wilayah ini diperkirakan cukup besar, yaitu sekitar 3,29 miliar ton. Sanggau dan lokasi yang berada di wilayah perbatasan dua kabupaten adalah wilayah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar, masing-masing 1,28 miliar ton dan 1,02 miliar ton. Masa berlakunya IUP tersebut berkisar antara dua 2-20 tahun. Hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi yang jelas mengenai besarnya sumber daya bauksit di Bangka-Belitung, namun diperkirakan sekitar 13,50 juta ton (www.regionalinvestment. bkpm.go.id/, 2011). Dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah sumber daya bauksit mengalami kenaikan sebesar 9,79%, sedangkan cadangan naik sebesar 23,03%. Sebagian besar sumber daya dan cadangan dimiliki oleh pemegang IUP, seperti PT. Harita Prima Abadi, Mineral Kalbar, PT. Wahana Karya Suksesindo, sisanya IUP yang dimiliki BUMN PT. Antam Tbk (Sihite, 2011). Kepulauan Riau merupakan lokasi pengusahaan bauksit tertua di Indonesia yang saat ini telah mengalami penurunan potensi dan kualitas bijih. Namun banyak perusahaan yang masih menambang di daerah ini, terbukti sekitar 32 perusahaan yang memiliki IUP dan sebagian besar telah beroperasi, baik di lokasi bekas
75
Mineral dan Batubara tambang PT. Antam Tbk, maupun lahan baru seperti di Kabupaten Lingga. Hal ini disebabkan oleh adanya permintaan dari Cina, walaupun dengan kadar bauksit berkisar antara 40-48%. US Geological Survey (2011) dan Hydro (2011) menyatakan bahwa sumber daya bauksit dunia jumlahnya diperkirakan sekitar 46,5 miliar ton; 32,01% sumber daya bauksit berada di Guinea, 20,41% di Australia, 17,62% berada di Brasil, sisanya berada di beberapa negara seperti Indonesia sekitar 1,56% (Tabel 1). Jumlah cadangan bauksit Indonesia masih bisa bertambah mengingat seluruh wilayah di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdapat bauksit belum terdeteksi dan tereksplorasi secara komprehensif. b.
Prospek Bauksit
www.indexmundi (2011) menyebutkan bahwa pada tahun 2010, sekitar 30,66% produksi bauksit dunia berasal dari Australia, diikuti oleh
Tabel 1. Cadangan dan sumber daya bauksit dunia (1000 Ton) Negara Australia
Cadangan
Sumber daya
5.900.000
9.500.000
900.000
2.300.000
Brazil
2.000.000
8.200.000
Guinea
7.400.000
14.900.000
Jamaika
2.000.000
2.500.000
India Rusia
770.000 200.000
1.400.000 250.000
Venezuela
320.000
1.800.000
Suriname
580.000
600.000
Kazakhstan
360.000
450.000
Yunani
600.000
650.000
Indonesia
179.504
3.478.515
3.220.496 24.430.000
3.273.415 46.550.000
Cina
Negara lainnya Jumlah
Sumber : Hydro (2011): U.S. Geological Survey (2008): Setiawan (2010)
76
Cina 20,11%, Brasil 14,01%, sedangkan Indonesia memberikan kontribusi produksi dunia sebesar 3,27% (Tabel 2). Hingga tahun 2010, tercatat tidak kurang dari 25 negara yang menghasilkan bijih bauksit dengan total produksi diperkirakan mencapai 221,73 juta ton. Selama kurun waktu 2003-2010, tingkat pertumbuhan produksi bauksit dunia naik sebesar 5,23% per tahun. Cina adalah negara yang paling tinggi tingkat pertumbuhan produksi bauksitnya yaitu 20,83%, disusul kemudian oleh Brasil 8,60%. Di kawasan Asia, Indonesia adalah pengekspor bauksit ketiga. Namun saat ini Indonesia menjadi pengekspor terbesar di Asia setelah kedua negara tersebut menghentikan ekspornya dalam rangka memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri masing-masing. Seluruh produksi bauksit Indonesia diekspor ke luar negeri dalam bentuk bijih, khusus produk yang berasal dari PT. Antam Tbk. diekspor ke Jepang, sedangkan bauksit yang berasal perusahaan pemilik IUP diekspor ke Cina. Tingginya perkembangan kebutuhan bauksit di kedua negara tersebut, sehingga negara yang menjadi sasaran untuk mendapatkannya adalah Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara penghasil yang terdekat dibandingkan harus mencarinya ke negara penghasil yang jauh seperti Amerika Latin. Produksi bauksit Indonesia selama kurun waktu 2004-2010 sangat fluktuatif, bahkan cenderung tidak stabil. Hal ini dikarenakan Jepang sebagai konsumen utama PT. Antam Tbk. melakukan restrukturisasi dalam industri logam aluminium Jepang sebagai akibat semakin mahalnya biaya energi yang diperlukan dalam proses pengolahan bauksit, maka permintaan bauksit Jepang cenderung menurun. Selain itu, ketergantungan Jepang terhadap bauksit negara lain (khususnya Indonesia) juga turut memengaruhi perkembangan produksi alumina Jepang. Sebagai penghasil bauksit, Indonesia saat ini belum memiliki perusahaan peleburan bauksit, sehingga seluruh bijih bauksit diekspor ke luar
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara Tabel 2. Produksi bauksit dunia menurut negara, 2003-2010 (000 ton)
Negara
2003
2004
2005
Australia
55.602
56.593
59.959
Cina
13.000
17.000
Brasil
17.363
Guinea
Produksi 2006
2007
2008
2009
2010
61.780
62.398
61.389
65.231
67.015
22.000
27.000
30.000
35.000
40.000
48.331
20.950
22.034
23.236
25.461
28.098
28.200
30.624
15.000
15.254
16.817
18.784
18.519
18.400
15.600
15.766
Jamaika
13.444
13.296
14.116
14.865
14.568
14.363
7.817
7.314
India
10.414
11.285
12.385
13.940
20.343
21.210
16.000
17.501
Rusia
5.500
6.000
5.000
6.300
5.775
5.675
5.775
5.872
Venezuela
5.446
5.842
5.900
5.928
5.500
5.500
2.500
2.279
Suriname
4.215
4.052
4.757
4.924
5.054
5.200
4.000
3.997
Kazakhstan
4.737
4.706
4.815
4.884
4.943
5.160
5.130
5.199
Yunani
2.418
2.444
2.495
2.163
2.126
2.176
2.100
2.055
Indonesia Negara lainnya Total (Dunia)
1.263
1.331
1.442
1.517
15.406
9.886
10.083
10.285
4.892
4.668
5.073
6.860
7.292
7.237
5.326
5.490
153.294
163.421
176.794
192.181
217.384
219.293
207.763
221.729
Sumber : - Hydro(2011) - www.indexmundi.com/minerals (2011) - Setiawan (2010)
negeri (Jepang dan Cina), sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus diimpor dari negara lain (Australia). Mengantisipasi UU No 4 tahun 2009, saat ini PT. Antam Tbk berencana membangun pabrik pengolahan bauksit SGA dan CGA. Pabrik CGA akan dibangun di daerah Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dengan kapasitas produksi 300 ribu ton alumina per tahun. Dengan demikian, bauksit yang diperlukan sebagai umpan untuk proses pengolahan alumina diperkirakan mencapai 720.000 ton/tahun. Rencana pembangunan pabrik SGA di
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak, dengan kapasitas 1,2 juta ton alumina per tahun, berarti bijih bauksit yang diperlukan sekitar 2,7 juta ton per tahun. Apabila kedua produk tersebut berjalan sesuai dengan rencana, berarti setiap tahun kedua pabrik ini memerlukan bahan baku bijih bauksit paling sedikit 3,42 juta ton per tahun. Dengan kondisi cadangan yang ada saat ini, maka diperkirakan umur pabrik diperkirakan dapat bertahan paling tidak selama 100 tahun. Dengan asumsi bahwa bijih bauksit ini memang digunakan untuk pabrik alumina di dalam negeri, karena sebagaimana diketahui, Cina adalah
77
Mineral dan Batubara negara yang paling banyak mengonsumsi bauksit dunia, sehingga negara ini banyak memerlukan bauksit dari negara penghasil, di samping karena keterbatasan cadangan yang dimilikinya. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan industri pengolahan alumina di negara ini selama kurun waktu 2003-2010 yang naik sebesar 15%. Pada tahun 2010, kebutuhan bauksit Cina sebesar 79,16 juta ton, 37,25 juta ton di antaranya diimpor dari Indonesia (75%) dan sisanya dari Australia (Hydro, 2011). Selain itu, Cina juga menguasai sekitar 40,48% produk alumina dunia (Tabel 3). Konsumsi bauksit Cina akan terus meningkat dan pada tahun 2020 akan menjadi 211,93 juta ton (Gambar 1). Sedangkan produksi bauksit dunia pada tahun yang sama diperkirakan akan meningkat menjadi 394,46 juta ton (Gambar 3), berarti sekitar 53,73% produk bauksit dunia terserap oleh kebutuhan bauksit Cina. Oleh karena itu, wajar bahwa Cina sangat tergantung kepada bauksit. Namun dengan diberlakukannya larangan ekspor bauksit Indonesia dalam bentuk bijih, kemungkinan Cina akan mengalihkan pencarian ke negara-negara Australia atau kawasan Asia lainnya. Seiring dengan perkembangan industri yang begitu pesat, khususnya industri aluminium, ternyata akan meningkatkan laju pertumbuhan kebutuhan bauksit dunia sebesar 5,79%. Cina
Gambar 1. Sumber konsumsi bauksit Cina (000 ton)
78
sendiri dengan gerakan industri nasionalnya diperkirakan akan mengalami kenaikan konsumsi bauksit sebesar 15,71%, disusul kemudian oleh India 9,48% (Gambar 1). Hal ini mengindikasikan bahwa untuk 10 tahun ke depan masih menjadi komoditas tambang yang menjadi andalan industri pengolahan alumina dan aluminium. c.
Prospek Alumina
Hinga tahun 2010, alumina sebagai bahan baku utama dalam proses pengolahan aluminium saat ini dipasok oleh sekitar 30 negara penghasil alumina dengan total produksi 121,83 juta ton (Tabel 3). Hingga tahun 2006 produksi alumina dunia dikuasai oleh Australia (25,82%). Namun, memasuki tahun 2007, Cina mulai mendominasi produksi alumina dunia dengan kontribusi sebesar 39,17% (2010). Dominasi ini terlihat pula dari laju pertumbuhan produksi alumina Cina dalam kurun waktu 2003-2010 yang naik sebesar 15,71%, sedangkan Australia naik hanya 3,35%. Sekitar 85% produk tambang bauksit digunakan untuk memproduksi alumina yang disempurnakan untuk menjadi aluminium metal, sisanya digunakan untuk refractories, abrasives, produk bangunan, integrated circuit, dan juga bahan baku untuk LCD screen (http:// www.medanbisnisdaily.com, 2011). Hingga tahun 2020, perkembangan alumina dunia akan mengalami peningkatan sebesar 17,81% atau menjadi sebesar 143,52 juta ton (Gambar 3). Hal ini dipicu oleh adanya permintaan alumina dari Cina dan telah beroperasinya dua pabrik pengolahan alumina di Indonesia. Pertumbuhan industri yang sangat pesat di Cina mengakibatkan kebutuhan alumina semakin tinggi. Selama kurun waktu 2003-2010, konsumsi alumina Cina naik cukup signifikan, yaitu 34,76%. Pada tahun 2010, kebutuhan alumina Cina mencapai 54,36 juta ton. 87,88% kebutuhan alumina Cina dipenuhi dari dalam negeri, namun kekurangannya diimpor dari beberapa negara (Gambar 2). Konsumsi
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara Tabel 3. Perkembangan produksi alumina dunia menurut negara, 2003 - 2010 (1.000 ton) Negara
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
16.529
16.700
17.704
18.312
18.844
19.475
20.126
20.800
Cina
6.110
6.990
8.610
13.700
19.500
26.278
35.411
47.720
Brasil
5.111
5.300
5.300
6.793
6.890
7.464
8.085
8.758
Jamaika
3.844
4.023
4.086
4.099
3.941
3.967
3.994
4.021
India
2.500
2.600
2.700
2.800
2.900
3.010
3.123
3.241
Rusia
3.230
3.269
3.259
3.265
3.300
3.318
3.336
3.354
Venezuela
1.882
1.900
1.920
1.892
1.900
1.905
1.909
1.914
Suriname
2.004
2.039
1.944
2.153
2.200
2.255
2.312
2.370
Kazakhstan
1.420
1.468
1.505
1.515
1.556
1.592
1.629
1.667
Amerika Serikat
4.860
5.350
5.220
4.700
3.900
3.712
3.532
3.361
Ukraina
1.434
1.563
1.632
1.672
1.700
1.775
1.852
1.934
Spanyol
1.380
1.400
1.400
1.400
1.400
1.405
1.410
1.415
Italia
1.064
1.114
1.093
1.159
1.327
1.404
1.486
1.573
Kanada
1.109
1.170
1.214
1.220
1.220
1.250
1.280
1.311
Irlandia
1.100
1.100
1.100
1.100
1.100
1.100
1.100
1.100
Jepang
363
340
330
340
330
322
315
308
4.140
4.944
4.965
4.814
4.105
4.991
7.805
16.975
58.080
61.270
63.982
70.934
76.113
85.221
98.706
121.821
Australia
Negara Lainnya Jumlah
Sumber : - http://www.indexmundi.com/minerals (2011), diolah kembali.
alumina Cina tahun 2015 sebesar 56,23 juta. 90,74% dipenuhi oleh industri alumina dalam negeri, sedangkan sisanya akan diimpor. Hingga tahun 2020, konsumsi alumina Cina akan terus meningkat, yaitu menjadi 60,02 juta ton, berarti jumlah ini akan menyerap 41,82% produksi alumina dunia.
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
d.
Prospek Aluminium
Di dunia ini sudah tercatat tidak kurang sekitar 43 negara yang memiliki industri pengolahan aluminium, salah satunya adalah Indonesia. Negara penghasil aluminium terbesar antara lain Cina, Rusia, Amerika Serikat dan Australia.
79
Mineral dan Batubara
Gambar 2. Proyeksi konsumsi alumina Cina (1.000 ton) Produksi aluminium dunia tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 40,76 juta ton, naik sebesar 53,12% dibandingkan dengan tahun 2003 yang jumlahnya hanya sebesar 27,89 juta ton (Tabel 4). Tingkat pertumbuhan produksi aluminium yang paling tinggi adalah negara Cina (6,04%), disusul kemudian oleh India (5,18%). Dalam kurun waktu 2003-2010, pertumbuhan produksi aluminium mengalami kenaikan rata-
rata sebesar 6,05%, lebih rendah dari pertumbuhan produksi alumina yang rata-rata meningkat 12,28%. Cina mendominasi produksi aluminium dunia dengan jumlah 14,97 juta ton atau 36,73% dari produksi dunia, namun produksinya tidak untuk diekspor, melainkan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir yang tengah berkembang di negara ini. Sektor industri yang menggunakan aluminium tersebut antara lain : – Industri otomotif, untuk membuat bak truk dan komponen kendaraan bermotor. – Sektor konstruksi dalam pembangunan perumahan seperti kusen dan jendela. – Industri manufaktur untuk membuat badan pesawat terbang. – Industri pengolahan makanan dan minuman, untuk kemasan berbagai jenis produk. – Sektor lain, misal untuk kabel listrik, peralatan rumah tangga dan barang kerajinan. – Membuat termit, yaitu campuran serbuk aluminium dengan serbuk besi oksida, digunakan untuk mengelas baja di tempat, misalnya untuk menyambung rel kereta api.
Gambar 3. Realisasi dan proyeksi produksi bauksit, alumina dan aluminium dunia, 2011-2020 (000 ton)
80
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara Tabel 4. Produksi aluminium dunia menurut negara, 2003 - 2010 (1.000 ton) Negara
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Australia
1.857
1.894
1.903
1.932
1.957
1.974
1.983
1.998
Cina
5.450
6.670
7.800
9.360
12.600
13.200
13.900
14.973
Brazil
1.381
1.457
1.499
1.605
1.655
1.661
1.736
1.865
Amerika Serikat
2.703
2.516
2.481
2.284
2.554
2.658
2.727
2.825
India
799
862
942
1.105
1.222
1.308
1.400
1.538
Rusia
3.478
3.592
3.647
3.718
3.955
4.090
4.115
4.279
Venezuela
601
624
615
610
610
610
610
612
Yunani
165
167
165
163
166
160
160
159
Jepang
6
6
7
7
7
7
7
7
200
247
252
250
242
243
250
250
Negara lainnya
11.248
11.811
12.491
12.826
13.083
13.574
13.638
14.199
Jumlah
27.889
29.846
31.802
33.860
38.051
39.484
39.525
42.705
Indonesia
Sumber : Hydro (2011)
Pada tahun 2010, PT. Inalum Indonesia hanya mampu memasok 0,7% dari kebutuhan aluminium dunia yang besarnya 41,01 juta ton (Subiantoro, 2011); 24 juta ton di antaranya konsumsi aluminium Cina. Dengan kemampuan produksi aluminium yang sebesar 14,97 juta ton, maka Cina masih mengalami kekurangan pasokan sebesar 9,03 juta ton. Kekurangannya biasanya dipasok dari negara-negara penghasil alumina lainnya. Seiring dengan semakin tinginya pertumbuhan industri manufaktur di bagai sektor menyebabkan permintaan aluminium juga semakin tinggi, mengingat hampir seluruh industri manufaktur selalu mengandung unsur aluminium. Subiantoro (2011) memperkirakan kebutuhan aluminium dunia hingga tahun 2020 diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 7,56% per tahun atau mencapai 81,09 juta ton. Dengan kata lain, konsumsi aluminium dunia akan naik dua kali lebih besar dibandingkan dengan tahun 2010 yang jumlahnya sebesar 39,13 juta ton. Cina sebagai konsumen terbesar aluminium dunia terutama untuk memenuhi kebutuhan di bidang otomotif dan perumahan
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
dengan total permintaan mencapai 41,01 juta ton pada tahun 2020 (http://bataviase.co.id, 2010). Tingginya produksi makanan dan minuman juga memicu besarnya jumlah permintaan aluminium yang digunakan untuk pengemasan, yaitu aluminium foil. Perkembangan produksi aluminium dunia diperkirakan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 6,32% per tahun. Cina adalah negara yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya, yaitu 11,12%. Dengan menggunakan model dalam persamaan (1) dan (2), maka pada tahun 2015, produksi aluminium dunia diperkirakan akan naik sebesar 55,98 juta ton, sedangkan pada tahun 2020 naik menjadi 77,23 juta ton (Gambar 3). Hydro (2011) memperkirakan kebutuhan aluminium dunia pada tahun 2015 akan mencapai 59 juta ton. Ini berarti dunia akan mengalami kekurangan pasokan aluminium sebesar 3,02 juta ton. Sedangkan pada tahun 2020 kemungkinan akan mengalami kekurangan pasokan aluminium dunia sebesar 3,76 juta ton. Kondisi ini menjadi peluang bagi industri pengolahan alumina Indonesia untuk memasok kebutuhan aluminium dunia.
81
Mineral dan Batubara Kemampuan Indonesia memasok kebutuhan aluminium dunia hanya 0,70%, karena kapasitas produksi aluminium Indonesia hanya 250.000 ton (Tabel 5). 150.000 ton (60%) dari jumlah produk tersebut diekspor ke Jepang, sisanya 100.000 ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal, kebutuhan domestik aluminium Indonesia sudah mencapai 350 ribu ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15 persen per tahun (http://www.koran-jakarta.com/, 2011). Artinya bahwa industri hilir aluminium Indonesia akan mengalami kekurangan sebesar 71,43% per tahun, selama ini kekurangannya dipasok dari Australia. Tabel 5. Produksi dan penjualan aluminium ingot PT Inalum, 2004-2011 PENJUALAN (Ribu Ton) (Juta $ US)
TAHUN
PRODUKSI (Ribu Ton)
2004
247
240
430
2005
252
248
503
2006
248
246
503
2007
241
248
650
2008
246
249
552
2009
257
255
469
2010
254
254
578
2011
250
250
594
Sumber : PT. Inalum (2011)
Sementara ini, PT. Inalum hanya mengolah aluminium dalam bentuk batang. Perusahaan ini belum mampu memproduksi aluminium billet, slab, aluminium rod (kabel) atau casting alloy (otomotif); padahal, produk-produk ini yang paling banyak digunakan oleh industri manufaktur sebagai bahan baku industri hilir. Untuk memenuhi kebutuhan aluminium billet dan slab di dalam negeri, Indonesia masih mengimpor dari perusahaan luar negeri, seperti Rio Tinto, Alcan, Comalco, Hydro dan Dubai.
82
Menurut data Kementerian Perindustrian, produsen aluminium di Indonesia jumlahnya sekitar 76 perusahaan, terdiri dari produsen produk aluminium alloy ingot, aluminium ekstrusi, aluminium lembaran (sheet) dan aluminium foil. Hingga tahun 2009, total kapasitas produksi aluminium nasional sekitar 136.000 ton per tahun untuk aluminium lembaran dan aluminium foil. Industri aluminium lembaran menggunakan aluminium ingot sebagai bahan baku. Produksi aluminium lembaran terutama digunakan sebagai bahan dasar industri peralatan dapur dan rumah tangga, peralatan listrik, bahan bangunan dan aluminium foil. Ada empat perusahaan aluminium terbesar di Indonesia, yaitu PT. Alumíndo Light Metal Industry Tbk. (ALMI), PT. Indal Aluminium Industry (Indal), PT. Starmas Inti Aluminium Industry (SIAI) dan PT. Indo Aluminium Intikarsa (IAI). Maspion Grup melalui dua anak perusahaannya, yaitu PT. Alumindo Light Metal Industry Tbk (ALMI) dan PT. Indal Aluminum Industry merupakan produsen aluminium lembaran terbesar di Indonesia. ALMI merupakan perusahaan aluminium terintegrasi, sebab ALMI juga memiliki pabrik aluminium foil. Dengan demikian, produksi aluminium lembarannya dapat diserap oleh pabrik aluminium foil, sebab salah satu industri pengguna produk aluminium lembaran adalah industri aluminium foil. Pada tahun 2009 ini, total kapasitas produksi industri aluminium lembaran diperkirakan akan meningkat menjadi 190.000 ton/tahun. Menyusul rencana ALMI yang akan melakukan ekspansi dengan meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 144.000 ton/ tahun dari sebelumnya hanya 70.000 ton/tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, aluminium produk perusahaan ini telah diekspor ke berbagai negara di kawasan Asia, Eropa dan Australia. Produk aluminium foil yang dihasilkan dari perusahaan ini terdiri dari berbagai macam jenis, yaitu aluminium untuk pembungkus
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara makanan, aluminium tape, rice warmer component, aluminium foil untuk rokok, aluminium foil untuk flexible food packaging, aluminium foil untuk farmasi, aluminium foil isolasi dan aluminium ducting. Asia merupakan pasar aluminium terbesar dunia, wilayah ini menyerap 39% produk aluminium dunia, disusul kemudian oleh Amerika Utara (25%) dan Eropa Barat (23%) (Daystar Marketing, 2008).
4.
PERKEMBANGAN BAUKSIT, ALUMINA DAN ALUMINIUM DUNIA
a.
Aluminium Lembaran
Dalam periode lima tahun terakkhir (2004-2008), produksi aluminium lembaran nasional mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 3,4% per tahun. Produksi aluminium ini tercatat sebesar 54.483 ton pada 2004, kemudian meningkat hingga mencapai 61.920 ton pada 2008. Jumlah produksi ini menurun 4,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 64.601 ton. Tingginya permintaan produk aluminium di pasar domestik ini didorong oleh pembangunan proyek properti yang cukup cepat, dengan salah satu bahan baku yang dibutuhkan adalah produk aluminium. Produksi aluminium lembaran nasional yang meningkat ini merupakan kontribusi dari ALMI sebagai produsen terbesar aluminium ini di dalam negeri. ALMI saat ini memproduksi aluminium lembaran, aluminium foil, dan aluminium roll forming building decoration, juga memenuhi permintaan industri peralatan rumah tangga yang cukup besar. Pada 2008 lalu ALMI berhasil mendapatkan pesanan produk aluminium hingga 12.000 ton. Jumlah pesanan yang masuk ini melebihi kapasitas produksi ALMI yang hanya 6.500 ton per bulan. b.
Aluminium Foil
Dalam periode 2004-2008 produksi aluminium foil mengalami pertumbuhan rata-rata yang relatif kecil, yaitu hanya 0,95% per tahun. Produksi aluminium foil tercatat sebesar 13.472
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
ton pada 2005 atau meningkat 1,4% dari 13.283 ton pada 2004. Namun pada 2006 produksi aluminium foil merosot 5,3% menjadi 12.697 ton, kemudian tahun berikutnya menjadi 12.157 ton atau turun 4,3%. Namun pada 2008, produksi aluminium foil kembali mengalami kenaikan sebesar 12,5% menjadi 13.677 ton. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan di pasar domestik. Tingginya permintaan terhadap aluminium foil, baik di pasar domestik maupun pasar ekspor, mendorong ALMI sebagai produsen aluminium foil terbesar di Indonesia, menambah kapasitas produksi aluminium foil. Pada 2007 meski sudah meningkatkan kapasitas produksi hingga dua kali lipat menjadi 7 ribu ton per tahun, ALMI terus berupaya menggenjot kapasitas produksi menjadi 8 ribu ton untuk mengantisipasi lonjakan permintaan aluminium foil di pasar domestik dan ekspor. Pada 2009 ini ALMI menambah lagi kapasitas produksi aluminium foil menjadi 20.000 ton per tahun melalui penambahan mesin separator dan doubler. Sebelumnya kapasitas produksinya tercatat masih sebesar 15.600 ton per tahun. Peningkatan kapasitas ini seiring dengan kenaikan daya serap pasar menyusul kondisi pasar yang mulai pulih dari dampak krisis ekonomi global. Untuk meningkatkan daya saing di pasar global, ALMI menjalin kerja sama dengan perusahaan sejenis di Cina, yakni Southern Aluminium Industry Co Ltd yang memiliki kapasitas produksi aluminium foil 40.000 ton per tahun. Kerja sama tersebut mencakup pemasaran produk jadi ke Cina dan pengadaan bahan baku dari Cina. Kerjasama tersebut semakin meningkatkan kemampuan produksi kedua perusahaan dalam memenuhi permintaan produk aluminium di pasar dunia. Terlebih, pasar bebas Asean-China (AseanChina Free Trade Agreement) mulai dilakukan bertahap yang ditandai dengan penghapusan tarif bea masuk aluminium lembaran menjadi 0%. Begitu pula dengan bea masuk aluminium foil yang saat ini dikenai 5%, akan dihapus menjadi 0% mulai 2010.
83
Mineral dan Batubara Sejauh ini produksi aluminium coil ALMI sebanyak 60% diekspor dengan tujuan utama Amerika Serikat yang mencapai 60% dari total ekspor ALMI. Sisanya diekspor ke Australia dan beberapa negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Cina. Sementara sisanya sekitar 40% ditujukan untuk penjualan di pasar domestik, yang mengandalkan produk aluminium lembaran dan aluminium foil. Selama tahun 2010, Jepang mengimpor 1,9 juta ton aluminium. Sebanyak 410 ribu ton masuk dari Australia, 250 ribu ton dari Brasil dan dari Amerika Serikat sebesar 200 ribu ton. Dari Indonesia (PT. Inalum), Jepang mendapat pasokan 140 ribu ton selama tahun silam. Berdasarkan indikator tersebut, maka diperkirakan bahwa ekspor aluminium Indonesia ke Jepang akan terus meningkat.
5.
PENUTUP
a. Pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina memiliki prospek yang baik di masa mendatang, mengingat pasar alumina dunia masih cukup besar terutama Cina, karena negara ini masih mengalami kekurangan pasokan alumina hingga tahun 2020. b. Harga alumina Indonesia dapat bersaing, apabila energi yang digunakan adalah energi air, karena biayanya lebih murah.
84
Upaya untuk mengatasi kendala ini antara lain : a. Membangun kerja sama antarpemilik modal untuk mendirikan pabrik pengolahan dengan modal bersama/konsorsium. b. Membangun pabrik pengolahan berskala kecil (custom plant) di daerah-daerah yang memiliki potensi bauksit prospektif. c. Membangun kerja sama dengan perusahaan pengolahan agar dapat menampung bauksit dari IUP sekitar perusahaan pengolah.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Barat, 2011, Daftar Perusahaan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin Kontrak Karya di Kalimantan Barat, Pontianak. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kepulauan Riau, 2011, Daftar Perusahaan Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin Kontrak Karya di Kepulauan Riau, Tanjung Pinang. Daystar Marketing, 2008, Value Added Aluminum Manufacturing : Market Analysis for Investment Attraction. Hydro, 2011, New global Bauxite & Alumina Business, April, 2011.
c. Indonesia perlu membangun pengolahan jenis produk aluminium yang saat ini banyak diminati oleh pasar internasional, seperti aluminium lembaran, ekstrusi dan foil.
Miraza, T., 2011, Industri Pengolahan Bijih Bauksit Menuju Alumina, Pt. Antam, Tbk, Seminar Nasional Persatuan Insinyur Indonesia 2011, Jakarta.
d. Salah satu kendala yang akan dihadapi oleh para penambang kecil (IUP) terkait dengan UU no. 4 tahun 2009 adalah mereka tidak memiliki modal untuk membangun pabrik pengolahan, sehingga dikhawatirkan terhentinya kegiatan pertambangan atau yang lebih mengkhawatirkan adalah terjadinya penyelundupan komoditas ini.
OECD, 2010, Materials Case Study 2: Aluminium, Working Document, OECD Environment Directorate, OECD Global Forum On Environment, Focusing On Sustainable Materials Management, 25-27 October 2010, Mechelen, Belgium. PT. Antam (Persero) Tbk, 2011, Laporan Tahunan 2010, Titik Balik untuk Mempercepat Pertumbuhan.
M&E, Vol. 11, No. 3, September 2013
Mineral dan Batubara PT. Inalum, 2011, Company Profile, Asahan, Medan. Soelarno, Witoro, 2011, Kesiapan SDM dalam Industri berbasis Alumina, Seminar Nasional Persatuan Insinyur Indonesia, "Visi dan Nilai Tambah Industri Berbasis Alumina, 18 Mei 2011, Jakarta. Sihite, T., 2011, Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara "Cadangan dan Pemanfaatan Mineral Bauksit Terkini dan Harapan ke Depan", Seminar Nasional Persatuan Insinyur Indonesia, Persatuan Insinyur Indonesia, "Visi dan Nilai Tambah Industri Berbasis Alumina, 18 Mei 2011, Jakarta. Setiawan, B., 2010, Kebijakan dan Rencana Strategis Pengembangan Pertambangan, Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional 2010, Jakarta. Subiantoro, A., 2011, Bisnis Industri Aluminium Indonesia Peluang dan Tantangan, Seminar Nasional Visi dan Nilai Tambah Industri Berbasis Alumina, Jakarta. Sulaiman, Indah, Hoki dan Aditya, 2009, Proses Isolasi Aluminium dari Bauksit dan Pemanfaatannya, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. U.S. Geological Survey, Bauxite And Alumina, 2011, Mineral Commodity Summaries, January 2011.
www.politikindonesia.com/index , 2011, 3 Tahun Lagi, Indonesia Tak Lagi Impor Alumina, 11/ 04/2011 15:40 WIB. www.d.umn.edu/~pmorton/ , 2007, Aluminium. ppt, Cost of Making Aluminium, 20:03, 23-42011. www.koran-jakarta.com/, 2011, BUMN Didesak Ambil Alih Saham Inalum Kepemilikan Saham , Danareksa Siap Beli Aset-aset Milik Pemerintah, Jumat, 15 Oktober 2010, 1:07, 1 Mei 2011. www.suar.okezone.com/read/2011, Buram Ekspor-Impor, Analisa Ekonomi, 23:59, 30 April 2011. www.medanbisnisdaily.com, 2011, Pasca Pengambilalihan Inalum, RI Bakal Jadi Produsen Alumina Terbesar, 0:23, 1 Mei 2011. www.bataviase.co.id, 2010. Bisnis Indonesia Permintaan aluminium naik, 28 Mei 2011, 20:08. www.indexmundi.com/minerals, 2011. Production and Consumption of Bauxite, Alumina and Aluminium by Country (thousand metric tons). www.regionalinvestment.bkpm.go.id/, 2011. Potensi Bauksit di Bangka-Belitung, Rabu, 22/2/2012, 13:2).
www.metalsalloy.com/tag/lme-aluminium, 2011, Aluminum News, Nonferrous Metal, Nonferrous Metals Prices, 12-5-2011, 14:11.
Analisis Prospek Perkembangan Bauksit ; Triswan Suseno
85