ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN LEDRE SEBAGAI AGROINDUSTRI PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BOJONEGORO Nuning Setyowati (Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNS)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memetakan, menganalisa potensi, merumuskan strategi pengembangan dan mengidentifikasi value chain (rantai nilai) dalam agroindustri pangan ledre di Kabupaten Bojonegoro. Metode penelitian yang digunakan adalah deskripitif analitis dengan menggunakan metode survey dan focus group discussion dalam pengumpulan data. Alat analisis yang digunakan dalam penelitin ini adalah Metode Perbandingan Eksponensial, Analythical Hierarchy Process dan analisis SWOT (Strength-Weakness-OpportunityThreath). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tersebar dikecamatan Bojonegoro, Kalitidu, Kasiman, Ngraho, Malo Padangan, Purwosari dan Tambakrejo. Agroindustri ledre merupakan agroindustri unggulan peringkat ketiga di Kabupaten Bojonegoro. Alternatif strategi pengembangan ledre sebagai berikut: Meningkatkan kapasitas produksi guna meningkatkan efisiensi, Peningkatan kemitraan dengan pemasok bahan baku dan distributor, Komitmen untuk kesejahteraan pengrajin, melalui pemberdayaan usaha, Klasterisasi pengrajin ledre untuk mendorong perluasan cakupan pasar, Perluasan sarana promosi produk melalui pameran produk, Inovasi produk ledre (rasa, bentuk, kemasan), Penguatan sinergitas antara semua pihak yang terlibat dalam rantai usaha ledre (pengrajin, pensuplai bahan baku, agen, dan pemerintah. Pelaku yang terlibat dalam ranati nilai agroidnustri ledre antara lain petani/pedagang, pengrajin dan agen. Kata kunci : Ledre, Bojonegoro, Agroindustri, Strategi pengembangan, Value Chain PENDAHULUAN Latar Belakang Agoindustri adalah wahana peningkatan nilai tambah hasil pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dari kemampuan produksi dengan keterbatasan lahan dan modal (Baharsyah, 1993). Agroindustri merupakan titik sentral suatu agribisnis. Berbeda dengan bisnis ”on farm” proses agroindustri dapat lebih terkontrol dan dapat lebih pasti dalam proses produksinya. Sebagai penggerak yang berposisi di tengah dalam agrobisnis, agroindustri merupakan kunci suksesnya agrobisnis. Agroindustri merupakan solusi ketika pengembangan sektor pertanian disuatu wilayah tidak lagi mampu bergantung pada sub sektor on farm, seperti halnya di Kabupaten Bojonegoro. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Timur yang dilalui oleh sungai bengawan Solo. Hal ini menjadi ancaman tersendiri karena posisi ini
menyebabkan Bojonegoro terancam banjir sepanjang tahun. Selain mengancam kehidupan sosial (pemukiman dan sarana umum), potensi banjir ini mengancam kinerja sektor pertanian di Bojonegoro. Berangkat dari kondisi ini, maka agroindustri merupakan alternative solusi untuk tetap meningkatkan kinerja sektor pertanian agar dapat terus menopang perekonomian wilayah. Komoditi pisang merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabapaten Bojonegoro (Agustono, 2010). Komoditi ini memiliki potensi besar dikembangkan diwilayah ini karena mampu beradaptasi dengan banjir yang sering melanda Bojonegoro. Pisang mampu tumbuh dengan baik di sepanjang bantaran sungai Bengawan Solo, di tegal ataupun di pekarangan rumah. Produksi yang melimpah mendorong berkembangnya berbagai olahan berbahan baku pisang mulai dari ledre, tampar pisang, anyaman pisang dan keripik pisang. Salah satu produk olahan pisang yang dikenal sebagai produk khas Bojonegoro adalah ledre. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mengenai bagaimana potensi, menidentifikasi faktor strategis, merumuskan strategi pengembangan dan mengidentifikasi value chain (rantai nilai) dalam agroindustri pangan ledre di Kabupaten Bojonegoro.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan teknik survey dan Focus Group Discussion sebagai metode pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil seluruh kecamatan (27 kecamatan) sebagai lokasi penelitian dengan 3 responden per kecamatan meliputi mantri tani, mantri statistik dan mantri ekonomi. FGD dilakukan di kantor BAPPEDA dengan mengundang stakeholder meliputi staf BAPPEDA, Dinas Pertanian, Aspindo, Desperindagkop dan perwakilan pelaku agroindustri ledre di Bojonegoro. Metode Analisis Adapun alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengidentifikasi peta agroindustri ledre menggunakan analisis Metode Perbandingan Eksponensial. Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan menggunakan criteria jamak.
Teknik ini digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dengan menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) sehingga mengakibatkan urutan prioritas keputusan lebih nyata (Marimin, 2004) 2.
Untuk mengetahui potensi agroindustri (peringkat) ledre menggunakan Analitycal Hierarchy Process (AHP) Analisis ini dilakukan untuk menentukan prioritas pengembangan berdasarkan kepakaran/konsistensi penilaian dari (stake holder) yang dihadirkan dalam FGD. Untuk analisis AHP menggunakan kuesioner terstruktur dengan mengadopsi 11 variabel penilaian dari Bank Indonesia. Adapun variabel-variabel tersebut antara lain: Tenaga kerja terdidik, bahan baku, modal, sarana produksi/usaha, teknologi, sosial budaya, managemen usaha, ketersediaan pasar, harga, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian. Hasil dari analisis AHP dapat menunjukkan peringkat agroindustri ledre diantara agroidnustri lain yang ada di Bojonegoro. Adapun analisis AHP dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice.
3.
Untuk merumuskan strategi pengembangan ledre menggunakan analisis SWOT dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor strategis (kekuatan-kelemahan-peluangancaman) dari agroindustri ledre. Data mengenai faktor strategis dari setiap agroindustri ledre kemudian diolah menggunakan alat analisis matriks SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan agroindustri ledre. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh agroindustri ledre disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis matriks SWOT digambarkan ke dalam Matriks dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies).
Tabel 3. Matriks SWOT
Strenght (S) Menentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal Opportunities (O) Menentukan 5-10 faktorfaktor peluang eksternal
Threats (T) Menentukan 5-10 faktorfaktor ancaman eksternal
Weakness (W) Menentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal
Strategi S-O Strategi W-O Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan memanfaatkan peluang untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T Strategi W-T Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan mengatasi ancaman dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2002 Delapan tahapan dalam penentuan alternatif strategi yang dibangun melalui matriks SWOT adalah sebagai berikut : a. Menuliskan peluang faktor eksternal kunci pengembangan agroindustri ledre di Kabupaten Bojonegoro. b. Menuliskan ancaman faktor eksternal kunci pengembangan agroindustri ledre di Kabupaten Bojonegoro. c. Menuliskan kekuatan faktor internal kunci pengembangan agroindustri ledre di Kabupaten Bojonegoro. d. Menuliskan kelemahan faktor internal kunci pengembangan agroindustri ledre di Kabupaten Bojonegoro e. Mencocokkan kekuataan faktor internal dengan peluang faktor eksternal dan mencatat Strategi S-O dalam sel yang sudah ditentukan. f. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan peluang faktor eksternal dan mencatat Strategi W-O dalam sel yang sudah ditentukan. g. Mencocokkan kekuatan faktor internal dengan ancaman faktor eksternal dan mencatat Strategi S-T dalam sel yang sudah ditentukan. h. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan ancaman faktor eksternal dan mencatat Strategi W-T dalam sel yang sudah ditentukan.
4. Untuk mengidentifikasi rantai nilai dalam agroindustri ledre dilakukan dengan menggunakan analisis value chain map
Untuk analisis rantai nilai (value chain map) dilakukan secara derskriptif dengan mengolah data mengenai rantai nilai agroindustri ledre kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel informatif. Adapun analisis value chain map meliputi profil pelaku dari setiap rantai yang terlibat dalam agroindustri mulai dari supplier, produsen, dan pemasar yang terlibat dalam agroindustri.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Peta Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan hasil analisis MPE diketahui sebaran agroindustri ledre di kabupaten Bojonegoro antara lain di kecamatan Bojonegoro, Kalitidu, Kasiman, Ngraho, Malo Padangan, Purwosari dan Tambakrejo (hasil analisis terlampir). Diantara kecamatan tersebut Kecamatan padangan merupakan kecamatan yang dikenal sebagai sentra penghasil ledre. Pusat penjualan ledre paling banyak ditemukan dikecamatan ini dibanding kecamatan lain yang terlihat dengan banyaknya gerai toko/ agen ledre disepanjang jalan di daerah ini.
2.
Potensi Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan hasil analisis AHP diidentifikasi bahwa ledre merupakan agroindustri unggulan ke tiga di Bojonegoro setelah agroidnustri tempe/tahu dan mebel (hasil analisis terlampir). Peringkat ini menjadi pemicu untuk terus mengembangkan ledre sebagai produk pangan berbahan baku pisang yang potensial untuk meningkatkan nilai tambah komoditi pisang, meningkatkan pendapatan masyarakat dan tentunya mendukung penguatan perekonomian wilayah Bojonegoro.
3.
Strategi Pengembangan Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan hasil analisis SWOT dirumuskan strategi pengembangan ledre sebagai berikut: Tabel 4. Matrik SWOT Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Kekuatan 1. Proses produksi mudah (S1) 2. Bahan baku pisang tersedia/ mudah (S2) 3. Kualitas pisang sebagai bahan baku utama relatif baik (S3)
Peluang Strategi SO 1. Digemari 1. Meningkatkan kapasitas masyarakat (O1) produksi guna 2. Harga terjangkau meningkatkan efisiensi (O2) (S1, S2, S3 dan O1, O2, 3. Produk oleh-oleh O3, O4) khas Bojonegoro 2. Peningkatan kemitraan (O3) dengan pemasok bahan 4. Pasar terjamin (ada baku dan distributor distributor) (O4) (S2, S3, dan O4) Ancaman 1. Posisi tawar pengrajin rendah (T1) 2. Sebagian besar pengrajin menjual ledre kepada agen (T2) 3. Program subsidi pemerintah tidak kontinu (T3)
Strategi ST 1. Klasterisasi pengrajin ledre untuk mendorong perluasan cakupan pasar (S1, S2, S3, dan T1, T2, T3) 2. Perluasan sarana promosi produk melalui pameran produk (S1, S2, S3 dan T1)
Sumber: Analisis Data Primer
Kelemahan 1. Variasi rasa terbatas (W1) 2. Teknologi konvensional (W2) 3. Modal lemah (W3) 4. Keuntungan pengrajin kecil (W4) 5. Harga bahan baku mahal sedangkan harga setoran ledre ke agen tetap (W5) 6. Order kemasan harus dalam jumlah besar (W6) Strategi WO 1. Komitmen untuk kesejahteraan pengrajin, melalui pemberdayaan usaha (W2, W3,WS4 dan O2, O4) 2. Penggunaan teknologi tepat guna (W1, W2, W3 dan O2, O3, O4)
Strategi WT 1. Inovasi produk ledre (rasa, bentuk, kemasan) (W1, W4 dan T1) 2. Penguatan sinergitas antara semua pihak yang terlibat dalam rantai usaha ledre (pengrajin, pensuplai bahan baku, agen, dan pemerintah (W3, W4, W5, dan T1, T2, T3)
Alternatif strategi pengembangan agroindustri ledre berdasarkan analisis SWOT adalah sebagai berikut: a.
Meningkatkan kapasitas produksi guna meningkatkan efisiensi Selama ini, setiap pengrajin yang umumnya adalah ibu rumah tangga hanya mampu menghasilkan 5-8 pack dengan rata-rata keuntungan dengan begitu pendapatan pengrajin juga dapat meningkat. Dengan meningkatkan kapasitas produksi maka diharapkan efisiensi usaha dapat ditingkatkan. Apalagi ledre merupakan makanan yang digemari masyarakat, harganya terjangkau, merupakan oleh-oleh khas daerah Bojonegoro dan terdapatnya agen (distributor) yang menampung ledre produksi mereka. Ditambah lagi adanya bahan baku yang tersedia dengan kualitas yang baik dan proses produksinya mudah, maka peningkatan kapasitas produksi dapat ditingkatkan dengan mudah.
b. Peningkatan kemitraan dengan pensuplai bahan baku dan distributor Strategi ini perlu dilakukan agar kontinuitas bahan baku untuk produksi ledre dapat terjamin sehingga pengrajin ledre selalu dapat memproduksi ledre tanpa kekurangan bahan baku. Kemitraan dengan distributor juga perlu ditingkatkan karena distributor (agen) merupakan penampung dari hasil produksi pengrajin serta sebagai pemasar dari ledre yang dihasilkan pengrajin. Dengan adanya distributor tersebut produk ledre dapat dipasarkan dan pengrajin dapat memproduksi ledre lagi. c. Komitmen untuk kesejahteraan pengrajin melalui pemberdayaan usaha Perlunya komitmen untuk kesejahteraan pengrajin, yaitu dengan adanya pemberdayaan sehingga pengrajin tidak lagi tergantung kepada agen dalam memasarkan produk ledrenya, tetap dapat memasarkan sendiri sehingga diharapkan keuntungan pengrajin lebih meningkat daripada jika ledre dipasarkan oleh agen. Serta adanya keberanian pengrajin untuk bersama-sama mencari atau memperluas segmen pasar ledre keluar wilayah. Pemberdayaan koperasi usaha menjadi salah satu alternatif untuk mendukung perluasan pemasaran ledre dan melindungi harga ledre.
d.
Penggunaan teknologi tepat guna
Penggunaan teknologi tepat guna sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi ledre sehingga proses produksi dapat lebih efisiensi. Teknologi produksi selama ini masih sangat konvensional sehingga produktifitasnya rendah. Sebagai contoh, untuk mengolah ledre masih menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu, proses pemilinan ledre menggunakan tangan dan pengemasan dengan plastik bening. Dalam satu hari seorang pengrajin hanya mampu menghasilkan maksimal 50-60 biji ledre. Dengan produktifitas ini dalam satu hari rata-rata pendapatan pengrajin hanya berkisar Ro.10.000,- s/d Rp.15.000,-. Melalui pengenalan teknologi diharapkan kinerja pengrajin dapat lebih dioptimalkan. e.
Perluasan sarana promosi produk melalui pameran produk Ledre merupakan makanan khas Bojonegoro namun sekarang tersaingidengan produk lain yang berupa camilan lain yang kemasannya menarik. Dengan adanya promosi diharapkan masyarakat masih tetap memilih ledre sebagai camilan pilihan diantara berbagai camilan yang ada. Promosi dapat dilakukan pada media masa, pameran makanan yang diadakan oleh pemda, ataupun melalui pemerintahan. Keunggulan dalam proses produksi misalnya diproses dengan higenis, proses pemasakan benar sehingga tidak mengurangi gizi di dalam pisang, kandungan gizi di dalam ledre serta menyangkut manfaat ledre bagi kesehatan.
f. Klasterisasi pengrajin ledre untuk mendorong perluasan cakupan pasar Perlunya dibuat strasiun agribisnis dapat mempermudah pengrajin dalam memperoleh bahan baku. Contohnya STA Salak di kapas. Adanya pembinaan dari pemerintah dengan bantuan kemasan, dan jaringan pemasaran akan sangat membantu pengrajin agar dapat bersaing dengan pesaing yang ada. Mempromosikan produk dalam berbagai kesempatan (media masa, pameran, melalui pemerintahan) mengenai keunggulan produk (proses produksi, bahan baku, manfaat) g.
Inovasi produk ledre (rasa, bentuk, kemasan) Perlu dilakukannya inovasi produk yang meliputi inovasi rasa, bentuk dan kemasan untuk meningkatkan minat konsumen terhadap ledre. Selama ini ledre
Bojonegoro
yang diproduksi adalah ledre dengan bentuk bulat panjang dan rasa
manis. Inovasi rasa ledre sangat dimungkinkan karena rasa manis cukup mudah dikombinasikan seperti vanilla dan rasa coklat. Inovasi bentuk juga demikian, ledre selain diproduksi dengan bentuk bulat panjang, juga dapat dibuat dalam bentuk pipih. Dengan demikian, konsumen memiliki pilihan dalam membeli ledre. h. Sinergitas antara semua pihak yang terlibat dalam rantai usaha ledre (pengrajin, pensuplai bahan baku, agen, dan pemerintah Perlunya kerjasama Pemerintah dengan swasta sangat berguna untuk mengembangkan agroindustri ledre.pemerintah dan swasta tidak jalan sendiri-sendiri saja sehingga semua pelaku agroindustri ledre dapat mencapai tujuannya yaitu mencapai kesejahteraannya. Adanya pemberdayaan juga dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku agroindustri. Pendampingan mulai dari awal dalam Bisnis Plan sangat membantu pengrajin dalam memanajemen usahnya. 4.
Value Chain Map pada Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan hasil analisis data primer teridentifikasi rantai usaha agroindustri ledre sebagai berikut: Tabel 4. Value Chain Agroindustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Peran Pelaku Bentuk Produk Kemudahan menjual produk Daya tawar harga dan kualitas terhadap pembeli (lbh kuat, seimbang, lbh lemah) Harga produk Keuntungan Sistem Pembayaran (tunai, tempo, ijon) Metode pembayaran (konvensional, bank) Keinginan/Standar yang disukai pembeli Lembaga Pendukung Usaha
Sumber: Analisis Data Primer
Pemasok 1 Petani
Pengolah 1 Produsen
Pemasar 1 Agen
Pisang Mudah Lemah
Pemasok 2 Pedagang pasar Pisang Mudah Seimbang
Ledre Mudah Lemah
Ledre mudah Kuat
25.000/ tandan 50% per tandan Tunai
30.000/ tandan 30% per tandan Tunai
Rp 4500/bks
10.000/bks
Rp.1500 (30%) Tunai
55 % per bks
konvensional
Konvensional
Konvensional
konvensional
pisang raja masak pohon
pisang raja masak pohon
renyah, gurih, manis
renyah, gurih
-
-
-
-
Tunai
Bahan baku agroindustri ledre ini berasal dari petani dan pedagang pasar. Karena untuk menjaga kontinyuitas bahan baku yang berupa pisang tersebut maka pensuplainya yaitu petani dan pedagang pasar. Harga bahan baku di petani lebih murah yaitu Rp 25.000,00 dibandingkan dengan di perdagang pasar yang mencapai Rp 30.000,00. Untuk daya tawar dari pelaku agroindustri atau pengrajin dalam membeli bahan baku ini lemah karena harga sudah ditentukan oleh petani dan pedagang pasar. Untuk keuntungan yang diperoleh petani yaitu antara 50% mengingat pisang mampu tumbuh dengan baik diwilayah ini tanpa perlu biaya perawatan yang mahal seperti pupuk ataupun pestisida. Namun untuk membawanya sampai ke pedagang pasar dan pengrajin ledre, petani mengeluarkan biaya transportasi karena jarak rumah dengan konsumen (pasar dan pengrajin ledre) cukup jauh. Untuk selera yang dicari yaitu pisang masak di pohon. Produsen dalam memasarnya ledrenya tidak mengalami kesulitan karena ada agen yang sudah bersedia menampung produksinya. Namun masalah yang timbul adalah harga yang diberikan agen terhadap pengrajin ledre sangat murah yaitu Rp 4500,00 per 15 biji ledre/ pack). Harga ledre ditentukan oleh agen. Dengan harga yang rendah ini pengrajin hanya memperoleh keuntungan Rp 1500,00. Bahkan di tempat agen, pengrajin sendiri yang harus membantu mengemas kedalam kardus yang telah disediakan oleh agen tanpa ada fee tambahan. Harga ledre yang dijual oleh agen yaitu Rp 10.000,00 per bungkus dengan setiap bungkus berisi 15 biji. Keuntungan yang diperoleh agen dalam pemasaran ledre ini adalah 55% per bungkus. Ledre yang banyak diminati konsumen yaitu mempunyai rasa renyah, gurih dan manis. Untuk sistem pembayaran yang dilakukan oleh semua yang terlibat dalam rantai agroindustri ledre ini (pemasok, pengolah dan pemasar) yaitu secara tunai dengan metode pembayaran konvensional. Tidak ada lembaga yang mendukung dalam majunya agroindustri ini padahal agroindustri memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku yang mencukupi dan ledre sebagai produk khas Bojonegoro. Dalam agroindustri ini terlihat bahwa rantai yang menikmati marjin atau keuntungan paling besar adalah agen karena memang 90% pengrajin menjual ledre ke agen karena takut resiko produk tidak terjual dan desakan kebutuhan rumah tangga. Dilain pihak, pengrajin memperoleh keuntungan paling kecil dan memiliki posisi tawar paling rendah dibanding pihak lain yang terlibat dalam agroindustri.
KESIMPULAN 1. Agroindustri ledre tersebar dibeberapa kecamatan antara lain kecamatan Bojonegoro, Kalitidu, Kasiman, Ngraho, Malo Padangan, Purwosari dan Tambakrejo. 2. Agroindustri ledre merupakan agroindustri unggulan peringkat ketiga di Kabupaten Bojonegoro. 3. Alternatif strategi pengembangan ledre di kabupaten Bojonegoro sebagai berikut: Meningkatkan kapasitas produksi guna meningkatkan efisiensi, Peningkatan kemitraan dengan pemasok bahan baku dan distributor, Komitmen untuk kesejahteraan pengrajin, melalui pemberdayaan usaha, Klasterisasi pengrajin ledre untuk mendorong perluasan cakupan pasar, Perluasan sarana promosi produk melalui pameran produk, Inovasi produk ledre (rasa, bentuk, kemasan), Penguatan sinergitas antara semua pihak yang terlibat dalam rantai usaha ledre (pengrajin, pensuplai bahan baku, agen, dan pemerintah. 4. Pelaku yang terlibat dalam rantai nilai agroindustri ledre antara lain petani/pedagang, pengrajin dan agen dengan keuntungan terbesar dinikmati oleh agen. SARAN 1. Klasterisasi pengrajin ledre diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar pengrajin karena selama ini pengrajin bergantung kepada agen untuk memasarkan ledre. 2. Pemerintah hendaknya memfasilitasi pemberdayaan pengrajin ledre dan pengenalan adopsi teknologi produksi ledre untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi agroindustri ledre. DAFTAR PUSTAKA Agustono et al (2010). Strategi Pengembangan Komoditi Pertanian Unggulan Di Daerah Rawan Banjir Dalam Rangka Mendukung Keberhasilan Otonomi Daerah Di Bojonegoro (Pendekatan Tipologi Klassen Dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Laporan Penelitian Fakultas Pertanian UNS. Surakarta Baharsyah,S. 1993. Pembangunan Sumbersaya Manusia, Iptek dan Faktor Penunjang lain dalam Pengembangan Agroindustri. Makalah pada Lokakarya dan Seminar Pengembangan Agroindustri.Serpong. Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi pengambilan keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indoensia. Jakarta Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN: Tabel 1. Peta Agroidnustri Ledre di Kabupaten Bojonegoro Kecamatan Rangking 1 MPE
Kecamatan Bojonegoro Kecamatan Kalitidu Kecamatan Kasiman Kecamatan Malo Kecamatan Ngraho Kecamatan Padangan Kecamatan Purwosari Kecamatan Tambakrejo
Mebel Olahan Belimbing Tempe/tahu Patung kayu Kerajinan pelepah pisang Ledre Ledre Tempe/tahu
Alternatif Komoditi Rangking 2 Rangking 3 MPE MPE
11.938.185 Ledre 3.903.831 Olahan singkong 3.904.396 Mebel 225.685 Ledre 5.765.863 Kasur 5.768.057 Tempe/tahu 3.906.154 Tempe/tahu 2.589.289 Ledre
Rangking 4
1.681.223 Tempe/tahu 656.708 1.063.605 Anyaman bambu 656.977 Marning 655.496 Ledre 225.835 Ukiran(souvenir) 225.079 Tortila jagung 6.696 Olahan singkong 1.682.104 Ledre 1.680.356 Marning 2.589.473 mebel 225.667 Kecap 393.193 Rengginang 392.391 Olahan singkong 1.681.223 Anyaman bambu 65.958 Olahan singkong
Rangking 5 MPE
225.080 Ledre 124.840 15.496 Bubut kayu 6.666 6.658 Keripik tempe 2.662 227.244 Tempe/tahu 225.460 32.762 Kerupuk 15.338 66.162 Anyaman bambu 33.734 2.612
Tabel 1. Agroindustri Unggulan Berdasarkan Analisis AHP di Kabupaten Bojonegoro Ranking Komoditi 1 Tempe/Tahu 2 Mebel 3 Ledre 4 Tembakau Rajangan 5 Olahan singkong 6 Tampar Pisang 7 Tunggak jati 8 Bubut Kayu 9 Keripik Pisang 10 Kerajinan Pelepah Pisang Sumber: Harisudin et al (2011)
Nilai AHP 0,179 0,136 0,119 0,094 0,087 0,086 0,085 0,080 0,067 0,067
MPE