perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas Dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : TAUFIQ EFFENDI NIM . F0108120
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT An Analysis on Superior Sector Potential in Boyolali Regency in 2006-2010 Taufiq Effendi F0108120 This research aims to identify the superior economic sectors in Boyolali Regency area as the material of information and consideration in economic development planning. This research used secondary data in the form of time series, Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Boyolali Regency and Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Central Java in 2006-2010. The instruments of analysis used were Klassen’s typology, LQ (combined SLQ and DLQ), SWOT and Gravitation analyses. The result of Klassen’s typology analysis showed that the rapidly advancing and growing sectors included electricity, gas, and clean water as well as services sector. The result of LQ analysis (combined SLQ and DLQ) showed that agricultural, trading, electricity, gas, clean water, financial, leasing and company service, and services sectors were the superior ones in Boyolali Regency. From the result of SWOT analysis for agricultural sector, the recommended policy strategies were: 1) improving food tenacity, 2) improving quality and quantity of agricultural product, 3) developing new innovation in agriculture, 4) improving the agricultural infrastructural facility, 5) coping with pest and disease, 6) maintaining the stability of agricultural product price. The result of gravitation analysis showed that Klaten Regency was the area having strongly interaction with Boyolali Regency and could be developed to establish cooperation in regional development. Keywords: Klassen Typology, LQ, DLQ, SLQ, SWOT, Gravitation Analysis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI
ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010 Taufiq Effendi F0108120 Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan perekonomian di wilayah Kabupaten Boyolali sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series), yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah 2006-2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis Tipologi Klassen, analisis LQ (gabungan SLQ dan DLQ), analisis SWOT, dan analisis Gravitasi. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat adalah sektor Listrik, gas, dan air bersih serta sektor jasa-jasa. Hasil analisis LQ (gabungan SLQ dan DLQ) menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor unggulan di Kabupaten Boyolali.. Hasil dari analisis SWOT untuk sektor unggulan pertanian strategi kebijakan yang disarankan yaitu; 1) Peningkatan ketahanan pangan, 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian, 3) Mengembangkan inovasi baru dalam pertanian, 4) Perbaikan fasilitas sarana dan prasarana pertanian, 5) Menanggulangi hama dan penyakit 6) Menjaga kestabilan harga produk pertanian. Hasil analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten adalah daerah yang memiliki hubungan interaksi terkuat dengan Kabupaten Boyolali dan dapat dikembangkan untuk menjalin kerjasama dalam pembangunan wilayah Kata Kunci : Tipologi Klassen, LQ, DLQ, SLQ, SWOT, Analisis Gravitasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul: ANALISIS POTENSI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“ Hidup adalah sebuah perjuangan, maka hidup akan lebih berarti jika kita mau terus berusaha dan berdoa” (Penulis)
“ Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S: Ar-Ra’d 11)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan untuk :
Rabb Penguasa Alam Semesta, Allah SWT atas limpahan kekuatan, nikmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Orangtuaku tercinta, ayah dan ibu yang selalu memberi doa dan pengorbanan untuk penulis Dosen Pembimbing-ku yang dengan sabar telah membantu menyelesaikan karya ini. Semoga Allah tetap memberi beliau hidayah dan keistiqomahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya penulis ucapkan atas segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang
”
ANALISIS
POTENSI
SEKTOR
UNGGULAN
DI
KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2010 ” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.si selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Supriyono, M.si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Bapak Drs. Harimurti, M.Si dan Bapak Dr. Suryanto sebagai penguji, terimakasih atas saran-saran serta masukannya. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Pak Man dan Pak Pur yang udah menjaga keamanan parkir motor di FE UNS. 6. Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. 7. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 8. Kedua Orang tuaku yang aku sayangi. 9. Beibep Jelek thanks banget yah dah ngasih aku support dan motivasi. 10. Teman –teman angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret semua jurusan terutama jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih atas segala yang diberikan sehingga aku dapat berkembang sampai saat ini. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu, semoga dapat terwakili.
11. Teman – teman ku di Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2008 ayo kita tatap masa depan, semoga kita semua bisa sukses bareng. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Akhir kata penulis berharap agar karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca yang budiman.
Surakarta,
Agustus 2012
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i ABSTRAKSI ................................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A.
Latar belakang Masalah ............................................................. 1
B.
Perumusan Masalah .................................................................... 4
C.
Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
D.
Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Pembangunan Ekonomi ............................................................. 7
B.
Pertumbuhan Ekonomi Regional ............................................ 8
C.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ........................... 11
D.
Pengertian Sektor Unggulan ..................................................... 13
E.
Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ............... 14 1. Teori Ekonomi Neo Klasik .................................................. 14 2. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) .............. 15 3. Teori Lokasi ............................................................................. 16 4. Teori Tempat Sentral ............................................................ 17 5. Teori Kausasi Kumulatif ...................................................... 18
F. G.
Otonomi Daerah ............................................................................ 19 commit to user Penelitian Terdahulu .................................................................. 21
perpustakaan.uns.ac.id
H.
digilib.uns.ac.id
Kerangka Pemikiran ................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN A.
Jenis dan Sumber Data ................................................................ 27
B.
Metode Analisis Data ................................................................... 28 1. Analisis Tipologi Klassen...................................................... 28 2. Analisis LQ ................................................................................. 31 a. Static Location Quotient (SLQ) ....................................... 33 b. Dynamic Location Quotient (DLQ) ................................ 34 3. Analisis SWOT ........................................................................... 36 4. Analisis Gravitasi ..................................................................... 38
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Kabupaten Boyolali.................................. 40 1. Aspek Geografis ...................................................................... 40 a. Letak Geografis ................................................................... 40 b. Luas Penggunaan Lahan .................................................. 41 c. Topografi ............................................................................... 42 d. Keadaan Iklim dan Hidrologi ......................................... 42 2. Aspek Demografi .................................................................... 43 3. Aspek Ekonomi ....................................................................... 47
B.
Gambaran Provinsi Jawa Tengah ............................................ 49 1. Aspek Geografis ...................................................................... 49 a. Letak Geografis ................................................................... 49 b. Luas Penggunaan Lahan .................................................. 49 c. Keadaan Iklim...................................................................... 50 2. Aspek Demografis .................................................................. 50 3. Aspek Ekonomi ....................................................................... 52
C.
Analisis Data dan Pembahasan ................................................ 55 1. Analisis Tipologi Klassen .................................................... 55 2. Analisis Loqation Quotient (LQ) ........................................ 58 a. Static Location Quotient (SLQ) .................................... 59 commit to user b. Dynamic Location Quotient (DLQ)............................. 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ ................................ 62 3. Analisis SWOT ......................................................................... 64 4. Analisis Gravitasi.................................................................... 67 BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan ..................................................................................... 69
B.
Saran ................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ADHK Tahun 2000 .............................................................................. 4 Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen ................. 30 Tabel 3.2. Identifikasi SLQ dan DLQ .......................................................... 35 Tabel 3.3.Matriks analisa SWOT................................................................. 36 Tabel 4.2.Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010. 44 Tabel 4.3.Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ................................................................. 45 Tabel 4.4.Sebaran Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekrjaan di Kabupaten Boyolali Tahun 20062010 .................................................................................................... 46 Tabel 4.5.Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ...... 47 Tabel 4.7. Penduduk Jawa Tengah Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio Tahun 2006-2010 ................................................................................ 51 Tabel 4.8.Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengan Tahun 2006-2010 ... 52 Tabel 4.9. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ........................................................................... 54 Tabel 4.10. Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ...................... 56 Tabel 4.11. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 Berdasarkan Tipologi Klassen ............................................................ 57 Tabel 4.12. Nilai SLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......................................................... 59 Tabel 4.13. Nilai DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi commit to user Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......................................................... 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14. Nilai Rata-rata Gabungan SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......... 62 4.15. Identifikasi SLQ dan DLQ Nilai SLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 .......... 63 4.16. Analisis SWOT Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 ........................................... 65 4.17. Hasil Analisis Gravitasi Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 ........ 67
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
halaman Gambar 2.1.Kerangka Pemikiran ................................................................. 26 Gambar 4.1.Peta Kabupaten Boyolali .......................................................... 41 Gambar 4.6.Peta Provinsi Jawa Tengah....................................................... 49
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999:108) Pembangunan di negara-negara berkembang lebih menekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau mendorong perubahan-perubahan atau pembaharuan bidang kehidupan lainnya (Fachrurrazy, 2009) Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Siagian (1984) dalam Fachrurrazy (2009), bahwa keterbelakangan utama yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang adalah di bidang ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahkan dapat dikatakan merupakan tuntutan sejarah apabila pembangunan ekonomi mendapat perhatian utama. Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan berbagai usaha yang konsisten dari berbagai pihak untuk memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi umat manusia. Tujuan commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pokok pembangunan ekonomi menurut Jhingan (1992) dalam Fachrurrazy (2009), ialah untuk membangun peralatan modal dalam skala yang cukup untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian, pertambangan, perkebunan dan industri. Modal juga diperlukan untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, jalan raya, jalan kereta api, dan sebagainya. Singkatnya, hakekat pembangunan ekonomi adalah penciptaan modal overhead sosial dan ekonomi. Indikasi bahwa pembangunan ekonomi daerah mengalami perkembangan yaitu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan distribusinya serta dampaknya kepada sektor-sektor pendukung yaitu jaring produksi dan pemasaran dalam kelembagaan ekonomi serta lingkungan kondusif untuk keseimbangan dan keberlanjutannya
pada
masa
mendatang.
Kebijakan
perubahan
struktur
perekonomian harus dikembangkan selaras dengan perekembangan global yang menantang dari segi keunggulan produk dan kemampuan bersaing ( Sidin, 2001 dalam Sabana, 2007). Perkembangan ekonomi juga tercermin dari adanya transformasi struktural ekonomi yang tinggi, misalnya adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, maupun transformasi sosial dan ideologi yang tinggi yaitu adanya perubahan sikap, kelembagaan dan ideologi ( Todaro, 1987 dalam Sabana, 2007). Pembangunan daerah ini harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masingmasing daerah, maka pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemerintah memberikan kewenangan
yang
seluas-luasnya
kepada
daerah,
khususnya
daerah
kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan sumber-sumber daya secara optimal. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten yang melaksanakan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan masyarakat Boyolali bisa merasa lebih baik karena dapat mengatur sendiri urusan di daerahnya. Dalam hal ini masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali sendirilah yang tahu apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan Kabupaten Boyolali. Pada Tabel 1.1 adalah gambaran perekonomian Kabupaten Boyolali. Terlihat bahwa pada tahun 2006 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali Rp 3.601.225,20 juta, tahun 2007 tumbuh sebesar 4,08 persen menjadi Rp 3.748.102,11 juta, tahun 2008 tumbuh sebesar 4,04 persen menjadi Rp 3.899.372,86 juta, tahun 2009 tumbuh sebesar 5,16 persen menjadi Rp commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.100.520,26 juta, dan tahun 2010 tumbuh sebesar 3,16 persen menjadi Rp 4.248.048,24 juta. Dapat dilihat dari Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Boyolali terus mengalami pertumbuhan dari tahun 2006-2010, hal tersebut menandakan bahwa pembangunan di Kabupaten Boyolali mengalami kemajuan. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Juta Rupiah) Tahun
Nilai (juta Rp)
Pertumbuhan (%)
2006 3.601.225,20 2007 3.748.120,11 2008 3.899.372,86 2009 4.100.520,26 2010 4.248.048,24 Sumber: BPS Kab. Boyolali, diolah
4,08 4,04 5,16 3,6
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul “ANALISIS
POTENSI
SEKTOR
UNGGULAN
DI
KABUPATEN
BOYOLALI TAHUN 2006-2010”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali berdasarkan Tipologi Klassen? 2. Sektor-sektor manakah yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali berdasarkan Analisis LQ?
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Berdasarkan
kekuatan,
kelemahan,
peluang
dan
ancaman/tantangan pada sektor potensial yang ada, strategi sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan ? 4. Bagaimanakah hubungan interaksi antara Kabupaten Boyolali dengan daerah-daerah di sekitarnya?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pola pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali berdasarkan Tipologi Klassen. 2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali berdasarkan Analisis LQ. 3. Untuk mengetahui strategi kebijakan sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan sektor potensial yang ada. 4. Mengidentifikasi daerah-daerah di sekitar Kabupaten Boyolali yang memiliki interaksi yang kuat dengan Kabupaten Boyolali.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pengembangan ilmu, dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang Ekonomi Regional terutama mengenai perencanaan pembangunan daerah yang merupakan salah satu commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alternatif pemecahan masalah di daerah serta peningkatan pembangunan daerah yang dapat meningkatkan kemajuan daerah/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. 2. Bagi calon peneliti selanjutnya, menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi dan perencanaan pembangunan daerah sebagai dasar pertimbangan penelitian selanjutnya. 3. Bagi pemerintah daerah serta instansi-instansi yang terkait, memberikan gambaran, masukan, dan bahan pertimbangan untuk menyusun perencanaan, pembangunan wilayah kabupaten dan pengambilan keputusan dalam kebijakan pembangunan daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional, sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan itu lebih besar dalam GDP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau apakah terjadi perubahan struktur atau tidak (Sukirno,1981 dalam Prishardoyo 2008). Menururt Todaro dalam Prishardoyo (2008), bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu: 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs). 2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Dari definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai empat sifat penting pembangunan ekonomi merupakan: Suatu proses yang berarti
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, kenaikan pendapatan perkapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang, perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya).
B. Pertumbuhan Ekonomi Regional Teori pertumbuhan ekonomi wilayah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi. Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatu wilayah. Pertumbuhan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
terjadi dapat ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah. Menurut Glasson (1977) dalam Fachrurrazy (2009), pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen ataupun eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktorfaktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, , 2008:86). Perubahan sistem pemerintahan menimbulkan perubahan yang cukup signifikan dalam pengelolaan pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah dan sistem perencanaan yang selama ini cenderung seragam telah berubah menjadi lebih bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dihadapi di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
daerah. Penetapan kebijaksanaan yang sebelumnya hanya sebagai pendukung kebijaksanaan nasional telah mengalami perubahan sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah. Kondisi ini juga memicu persaingan antara daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Richardson (2001) dalam Fachrurrazy (2009) perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang dititikberatkan dalam analisis tersebut belakangan adalah perpindahan faktor (factors movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
regional.
Perkembangan
dan
pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komparatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009). Suatu
perekonomian
dikatakan
mengalami
pertumbuhan
atau
perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun - tahun berikutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu: ·
Pertanian.
·
Pertambangan dan Penggalian.
·
Industri Pengolahan.
·
Listrik, Gas dan Air Bersih.
·
Bangunan/Konstruksi.
·
Perdagangan.
·
Pengangkutan dan Komunikasi.
·
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
·
Jasa-jasa.
Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah ada empat pendekatan yang digunakan (BPS, 2002 dalam Wawan 2010), yaitu : 1.
Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun. Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
dalam perekonomian. Untuk menghitung pendapatan
regional
berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiaptiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor. 2.
Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi: a. Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) b. Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) c. Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal) d. Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
3.
Pendekatan
Pengeluaran,
adalah
model
pendekatan
dengan
menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah, yaitu: a. Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. b. Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto (investasi). c. Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Sedangkan cara penyajian PDRB dilakukan sebagai berikut: 1.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya maupun pada penilaian komponen nilai PDRB.
2.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi.
Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan untuk penelitian pertumbuhan ekonomi Kabupaten adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
D. Pengertian Sektor Unggulan Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan nilai tambah yang dihasilkan oleh unit-unit ekonomi yang dikelompokkan menurut sektor lapangan usaha. Besarnya peranan setiap sektor menggambarkan struktur ekonomi daerah (BPS, 1999 dalam Usya, 2006). Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi. Kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar. Ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang. Keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo, 2002 dalam Usya, 2006).
E. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang
metode dalam menganalisis
perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor - faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999:114). Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999:115) adalah sebagai berikut : 1. Teori Ekonomi Neo Klasik Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalsis pembangunan daerah (regional) karena teori ini tidak memiliki dimensi spasial yang signifikan. Namun demikian, teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Artinya,
sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan
alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah. 2. Teori Basis Ekonomi (Economy Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Perumbuhan industri - industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Strategi pembangunan daerah yang muncul yang didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan
eksternal
bukan
internal.
Pada
akhirnya
akan
menyebabkan ketergantungan yang sangat tingi terhadap kekuatan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis - jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. 3. Teori Lokasi Para ekonomi regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yaitu : lokasi, lokasi dan lokasi. Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri. Perusahaan cenderung untuk meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar. Model pengembangan industri kuno menyatakan bahwa lokasi yang terbaik adalah biaya yang termurah antara bahan baku dengan pasar. Tentu saja banyak variabel lainnya yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya dan sanitasi. Perusahaan-perusahaan yang berbeda membutuhkan kombinasi-kombinasi yang berbeda pula atas faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, seringkali masyarakat berusaha untuk memanipulasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
biaya dari faktor-faktor tersebut untuk menarik perusahaanperusahaan industri. Keterbatasan dari teori lokasi ini pada saat sekarang adalah bahwa teknologi dan komunikasi modern terlah mengubah signifikasi suatu lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang. 4. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daearh yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjaadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daearh pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
5. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi
daerah-daerah
sekitar
kota
yang
semakin
buruk
menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan
antara
daerah-daearah
tersebut
(maju
versus
terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya.
Pengembangan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian
daerah
yang
bersangkutan
serta
proses
pertumbuhannya.
Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad 1999:114). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya: ·
Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
·
Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya
ditujukan
untuk
memenuhi
perekonomian secara nasional.
commit to user
kebutuhan
analisis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
·
Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran - aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
·
Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
F. Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka daerah mempunyai hak, wewenang dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai perundang-undangan. Sejalan dengan adanya Undang-undang Otonomi Daerah tersebut maka sudah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menangani potensi wilayah yang berada dalam ruang lingkup pemerintahannya. Ada
beberapa
pertimbangan
sebagai
dasar
penetapan
daerah
kabupaten/kota sebagai titik berat pelaksanaan otonomi daerah (Kuncoro 1995:4). 1. Dari dimensi polotik, daerah kabupaten/kota kurang punya fanatisme kedaerahan sehingga resiko separatism dan peluang berkembangnya aspirasi masyarakat federasi secara relatif bisa merugikan. 2. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif. 3. Daerah kabupaten/kota merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan sehingga daerah kabupaten/kota yang lebih mengetahui potensi rakyat daerahnya.
Otonomi daerah mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk memungkinkan daerah mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga daerah secara kreatif dapat membina dan mengembangkan kemampuan organisasi, aparatur dan sumber-sumber keuangan secara optimal. 2. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan melalui perluasan jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan public.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3. Untuk menumbuhkan kemandirian daerah. Pemerintah dan masyarakat perlu membangun usaha bersama yang mampu memberikan daya saing bagi daerah dalam pertumbuhannya yang secara nyata berjalan bersama-sama dengan daerah-daerah lain. 4. Untuk dapat mengembangkan mekanisme demokrasi di tingkat daerah, dengan menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat. 5. Untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki dan perluasan kewenangan birokrasi lokal.
G. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sabana (2007) dengan judul “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan Sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Tengah.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pekalongan dalam klasifikasi pendapatan perkapita tinggi dan pertumbuhan rendah atau daerah maju tapi tertekan. Dengan analisis LQ, di hampir semua sektor di Kota pekalongan merupakan sektor unggulan kecuali sektor pertanian dan sektor industri. Namun demikian dengan analisis overlay menunjukkan bahwa sektor yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi hanya ada dua sektor, yaitu sektor perdagangan dan sektor keuangan. Dengan model gravitasi digambarkan bahwa Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan adalah dua daerah yang memiliki keterkaitan secara kuat dengan Kota Pekalongan dan dapat dikembangkan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah. Dari seluruh perhitungan yang telah dilakukan dapat ditarik suatu simpulan bahwa ditetapkannya Kota Pekalongan sebagai kawasan andalan kurang tepat, namun demikian jika dilihat dari banyaknya sektor unggulan maupun adanya keterkaitan ekonomi antardaerah penetapan Kota Pekalongan dianggap tepat. Dari penelitian Usya (2006) dengan judul “Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang.” Hasil penelitian berdasarkan analisis S-S menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang, ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang, walaupun pertumbuhannya lambat. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Subang terus mendorong perkembangan sektor primer misalnya sektor pertanian dengan cara intensifikasi lahan pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian melalui penerapan teknologi tepat guna serta peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat 4 sektor basis (sektor pertanian, sektor bangunan/ kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa), dan 5 sektor non basis (sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan). Kabupaten Subang sebaiknya memperhatikan sektor-sektor non basis yang memiliki potensi pertumbuhan dan daya saing yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
baik seperti sektor listrik, gas dan air bersih agar dapat dimanfaatkan secara tepat terutama bagi masyarakat Kabupaten Subang
melalui peningkatan pelayanan
masyarakat dengan penambahan infrastruktur serta sarana dan prasarana sektor tersebut. Dari penelitian Prishardoyo (2008) dengan judul “Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pati Tahun 200-2005.” Berdasarkan hasil analisis location quotient sektor-sektor potensial yang dapat diandalkan selama tahun analisis 20002005 adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan wilayah (Gravitasi) selama tahun analisis 2000-2005 menunjukkan bahwa Kabupaten yang paling kuat interaksinya dengan Kabupaten Pati adalah Kabupaten Kudus dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 1.491.863,31. Sedangkan yang paling sedikit interaksinya adalah Kabupaten Jepara dengan nilai interaksi rata-rata sebesar 138.810.362,30. Dari penelitian Fachrurrazy (2009) yang berjudul “Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB”. Hasil analisis Klassen Tipology menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
industri pengolahan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kabupaten Aceh Utara. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor sektor bank dan lembaga keuangan lainnya. Hasil analisis per sektor berdasarkan ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteria sektor maju dan tumbuh pesat, sektor basis, dan kompetitif adalah sektor pertanian.
H. Kerangka Pemikiran Otonomi daerah secara langsung akan dapat mempengaruhi pembangunan daerah Kabupaten Boyolali. Pembangunan daerah sendiri dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor perekonomian dan sektor nonperekonomian. Sektor perekonomian
meliputi
sembilan
sektor
yaitu
sektor
pertanian,
sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air minum, sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa. Untuk mengidentifikasi posisi perekonomian suatu daerah dengan mengacu pada perekonomian daerah yang lebih tinggi digunakan Analisis Tipologi Klassen. Hasil analisis akan menunjukkan posisi sektor dalam PDRB yang diklasifikasikan atas sektor maju dan tumbuh pesat, sektor potensial atau masih dapat berkembang, sektor relatif tertinggal, dan sektor maju tapi tertekan. Berdasarkan klasifikasi ini dapat dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
pembangunan atas posisi perekonomian yang dimiliki terhadap perekonomian daerah yang menjadi referensi. Kegiatan
ekonomi
wilayah
berdasarkan
teori
ekonomi
basis
diklasifikasikan ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis dan non basis. Teori ekonomi basis dilakukan dengan pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran tidak langsung meliputi pendekatan asumsi, metode LQ dan metode kombinasi. Kriteria LQ terdiri atas LQ > 1, berarti sektor tersebut merupakan sektor basis, dan LQ ≤ 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode kombinasi gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan dan menganalisis strategi sektor potensial yaitu sektor unggulan yang terpilih di Kabupaten Boyolali berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan. Sehingga dapat disimpulkan dan direkomendasikan kebijakan sektoralnya. Sedangkan untuk mencari wilayah mana di sekitar Kabupaten Boyolali yang berpotensi kuat dalam pertumbuhannya digunakan Analisis Gravitasi. Adanya interaksi antara desa-kota menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah 1 dengan wilayah 2 sebagai konsekuensi interaksi kota-desa dalam teori pusat pertumbuhan. Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar penentuan daerah kerjasama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Selanjutnya dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan daerah. Hasil yang diperoleh dari keempat analisis tersebut dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaanpembangunan di masa mendatang. Bagan alur penelitian pengembangan potensi sektoral untuk perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Boyolali dapat dilihat sebagai berikut :
Perekonomian Kabupaten Boyolali
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Analisis
Analisis LQ
Tipologi
(SLQ & DLQ)
Klassen
Analisis SWOT (Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam PDRB)
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
commit to user
Analisis Gravitasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digumakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan periode pengamatan tahun 2006-2010. Data sekunder ini di peroleh dari berbagai penerbitan yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Boyolali dari kantor atau dinas yang terkait dengan penelitian ini. Datadata ini meliputi : 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Boyolali. 3. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah. 4. Jumlah penduduk Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, dan Kota Surakarta. 5. Jarak Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, dan Kota Surakarta.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
B. Metode Analisis Data Agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, maka digunakan empat analisis yaitu analisis Tipologi Klassen, analisis LQ (Location Quotient), analisis SWOT, dan Model Gravitasi. 1. Analisis Tipologi Klassen Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kabupaten Boyolali dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Jawa Tengah sebagai daerah referensi. Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008 dalam Fachrurrazy, 2009) : a. Kuadran I, yaitu sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) . Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski > sk. b. Kuadran II , yaitu sektor maju tapi tertekan (stagnant sector). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski > sk. c. Kuadran III,
yaitu sektor potensial atau masih dapat
berkembang (developing sector). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski < sk. d. Kuadran IV, yaitu sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si< s dan ski < sk. Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Tipologi Klassen Kuadran I
Kuadran II
Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)
Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector)
si > s dan ski > sk
si < s dan ski > sk
Kuadran III
Kuadran IV
Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector)
Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector)
si > s dan ski < sk Sumber: Sjafrizal, 2008:180
commit to user
si < s dan ski < sk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2. Analisis LQ Kegiatan perencaanan ekonomi untuk pengembangan sektor kegiatan ekonomi dimulai dengan melakukan proses identifikasi sektor unggulan atau potensial ekonomi daerah. Penentuan sektor-sektor ekonomi unggulan perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan di sisi lain mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menentukan apakah prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan
daerah
untuk
melihat
sektor
yang
memiliki
keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah adalah LQ (Location Quotient). LQ Dalam penelitian ini, digunakan untuk menentukan sektor-sektor ekonomi yang dominan yang dapat dikategorikan sebagai sektor basis pada kabupaten yang merupakan pusat pertumbuhan yang ada di Provinsi Jawa Tengah dengan membandingkan besarnya peranan suatu sektor disuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Kabupaten Boyolali terhadap besarnya peranan suatu sektor yang sama pada Provinsi Jawa Tengah. Metode LQ (Location Quotient) adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Adapun rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut (Arsyad,1999:142) :
LQ =
vi / vt vi / Vi = Vi / Vt vt / Vt
Keterangan:
LQ
= Location Quotient
vi
= Nilai sektor i di Kabupaten Boyolali
vt
= Total nilai PDRB Kabupaten Boyolali
Vi
= Nilai sektor i di Provinsi Jawa Tengah
Vt
= Total nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah
Kriteria pengukuran LQ adalah sebagai berikut : ·
Bila nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kabupaten Boyolali di Provinsi Jawa Tengah sama dengan sektor yang sama pada perekonomian tingkat Provinsi Jawa Tengah.
·
Bila nilai LQ > 1. Sektor tertentu merupakan sektor basis atau Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat Kabupaten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Boyolali di Provinsi Jawa Tengah lebih besar dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Provinsi Jawa Tengah. ·
Bila nilai LQ < 1. Sektor tertentu merupakan sektor non basis atau Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor tertentu di Kabupaten Boyolali di Provinsi Jawa Tengah lebih kecil dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Metode location quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: static location quotient (SLQ sering disebut LQ) dan dynamic location quotient (DLQ). a. Static Location Quotient (SLQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya peran suatu sektor atau industri di suatu daerah terhadap besarnya peran sektor atau industri tersebut secara nasional.
SLQ dirumuskan sebagai berikut:
SLQ =
qi qr Qi Qn
di mana: SLQ j
= Koefisien Static Location Quotient
Qi
= Pendapatan sektor i Provinsi Jawa Tengah
qi
= Pendapatan sektor i Kabupaten Boyolali
Qn
= Pendapatan total Provinsi Jawa Tengah
Qr
= Pendapatan total Kabupaten Boyolali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Berdasarkan formula di atas dapat dijelaskan bahwa jika koefisien LQ > 1, maka sektor tersebut cenderung akan mengekspor keluaran produksinya ke wilayah lain, atau mungkin ekspor ke luar negeri. Sedangkan jika nilai koefisien LQ < 1, ini berarti sektor tersebut cenderung mengimpor dari wilayah lain atau dari luar negeri. b. Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ, dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan sektor ekonomi dari waktu ke waktu. DLQ dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (dimodifikasi Saharuddin, 2006 dalam Ma’ruf, 2009):
é (1 + gij ) (1 + g j ) ù IPPSij ú = DLQij = ê êë (1 + Gi ) (1 + G) úû IPPSi t
di mana : DLQij
= Indeks potensi sektor i di regional
gij
= Laju pertumbuhan sektor i di regional
gj
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional
Gi
= Laju pertumbuhan sektor i di nasional
G
= Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional
t
= Selisih tahun akhir dan tahun awal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
IPPSij
= Indeks Potensi Pengembangan sektor i di regional
IPPSi
= Indeks Potensi Pengembangan sektor i di nasional
Nilai DLQ yang dihasilkan dapat diartikan sebagai berikut: jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di nasional. Namun, jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan sektor i di regional lebih rendah dibandingkan nasional secara keseluruhan. Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif. Tabel 3.2 Identifikasi SLQ dan DLQ Kriteria
DLQ > 1
DLQ < 1
SLQ > 1
Unggulan
Prospektif
SLQ < 1
Kurang Andalan Prospektif
Sumber: Tri Widodo, 2006: 120
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
3. Analisis SWOT
Secara khusus, model analisis SWOT yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah yang diperkenalkan oleh Kearns pada tahun 1992, Diagram ini menampilkan matriks delapan kotak, dua yang paling atas adalah faktor eksternal, yaitu faktor peluang dan ancaman/tantangan. Sedangkan di sebelah kiri adalah kotak faktor internal, yaitu kekuatankekuatan dan kelemahan sektoral. Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemua antara faktorfaktor internal dan eksternal. Tabel 3.3 Matriks analisa SWOT-Klasifikasi Isu
OPPORTUNITY
TREATHS
STRENGTH
Comparative Asventage
Mobilization
WEAKNESS
Divestmen/Investmen
Damage Control
Sumber: Rangkuti, 2001
Keterangan : a. Comparative Adventage Apabila di dalam kajian terlihat peluang-peluang yang tersedia ternyata juga memiliki posisi internal yang kuat, maka sektor tersebut dianggap memiliki keunggulan komparatif. Dua elemen potensial eksternal dan internal yang baik ini tidak boleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dilepaskan
begitu
saja,
tetapi
akan
menjadi
isu
utama
pengembangan. Meskipun demikian, dalam proses pengkajiannya tidak boleh dilupakan adanya berbagai kendala dan ancaman perubahan kondisi lingkungan yang terdapat di sekitarnya untuk digunakan sebagai usaha dalam mempertahankan keunggulan komparatif
tersebut
(Strategi
Strength
-
Opportunity
:
Menggunakan kekuatan memanfaatkan peluang).
b. Mobilization Kotak ini merupakan kotak kajian yang mempertemukan interaksi antara ancaman/tantangan dari luar yang diidentifikasikan untuk memperlunak ancaman/tantangan dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman tersebut menjadi sebuah peluang. (Strategi Strength - Treaths : Menggunakan kekuatan untuk mengusir hambatan).
c. Invesment/Divesment Kotak ini merupakan kajian yang menuntut adanya kepastian dari berbagai peluang dan kekurangan yang ada. Peluang yang besar di sini akan dihadapi oleh kurangnya kemampuan potensi sektor untuk menangkapnya. Pertimbangan harus dilakukan secara hati-hati, apakah memutuskan untuk menggarap peluang itu,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
atau melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain. (Strategi Weakness - Opportunity : Menggunakan peluang untuk menghindari kelemahan).
d. Damage Control Kotak ini merupakan tempat untuk menggali berbagai kelemahan
yang
akan
dihadapi
oleh
sektor
di
dalam
pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari pertemuan antara ancaman dan tantangan dari luar dengan kelemahan yang terdapat di dalam kawasan. Strategi yang harus ditempuh adalah mengambil keputusan untuk mengendalikan kerugian yang akan dialami, sehingga tidak menjadi lebih parah dari perkiraan. (Strategi Weakness - Treaths : Meminimalkan kelemahan dan mengusir hambatan).
4. Analisis Gravitasi Analisis gravitasi adalah analisis untuk mengetahui seberapa kuat hubungan interaksi antara Kabupaten Boyolali dengan daerah-daerah lain lain disekitarnya. Dalam analisis gravitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa. Hubungan antara daerah dipersamakan dengan hubungan antara massa-massa wilayah yang mempunyai daya tarik, sehingga saling mempengaruhi antara daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
antar daerah. Rumus gavitasi yang digunakan adalah sebagai berikut (Prishardoyo, 2008):
Dimana : Tij = kekuatan gravitasi antara kota I dan kota j Pi = jumlah penduduk di kota I Pj = jumlah penduduk di kota j dij = jarak fisik antara kota I dan kota j Nilai Tij
menunjukkan eratnya hubungan antara daerah 1 dan
daerah 2, semakin besar nilai Tij maka semakin erat hubungan interaksi antara dua daerah tersebut, maka semakin besar juga perjalanan ekonomi yang terjadi. (Badrudin dalam Sabana 2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali 1. Aspek Geografis a. Letak Geografis 0
Kabupaten Boyolali terletak pada posisi geografis antara 110 22’0
0
0
110 50’ Bujur Timur dan antara 7 7’-7 36’ Lintang Selatan. Posisi geografis wilayah Kabupaten Boyolali merupakan kekuatan yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan daerah karena berada pada segitiga wilayah Yogyakarta-Solo-Semarang (Joglosemar) yang merupakan tiga kota utama di wilayah Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Boyolali dengan bentang Barat-Timur sejauh 48 km dan bentang Utara-Selatan sejauh 54 km, mempunyai luas wilayah kurang lebih 1.015,10
, dengan batas-batas wilayah, sebagai berikut :
Sebelah Utara : yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang. Sebelah Timur : yaitu Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Sukoharjo. Sebelah Selatan: yaitu Kabupaten Klaten dan Provinsi D.I. Yogyakarta. Sebelah Barat : yaitu Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Kabupaten Boyolali secara administratif terbagi dalam 19 kecamatan terdiri 263 desa dan 4 kelurahan.
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Sumber: Muhammad Syaiful Nazar
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Boyolali
b. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Boyolali dengan luas 1.015,10
, sebagian
besar (70%) merupakan lahan kering baik berupa tegalan, pekarangan, maupun hutan dan sisanya berupa sawah, waduk/kolam, dan lahan lainnya. Wilayah yang memiliki lahan kritis dan lahan kering meliputi Kecamatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Sambi, Simo, Nogosari, Andong, Klego, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi. Sementara itu, wilayah Kecamatan Selo, Cepogo, Ampel, dan Musuk beriklim cukup sejuk mendukung untuk pengembangan budidaya peternakan sapi dan hortikultura.
c. Topografi Topografi wilayah Kabupaten Boyolali adalah, sebagai berikut: ·
Antara 75-400 m dpl yaitu Kecamatan Teras, Banyudono, Sawit, Mojosongo, Ngemplak, Simo, Nogosari, Kemusu, Karanggede, dan sebagian Boyolali.
·
Antara 400-700 m dpl yaitu Kecamatan Boyolali, Musuk, Mojosongo, Cepogo, Ampel, dan Karanggede.
·
Antara 700-1000 m dpl yaitu sebagian Kecamatan Musuk, Ampel, dan Cepogo.
·
Antara 1000-1300 m dpl yaitu sebagian Kecamatan Cepogo, Ampel, dan Selo.
·
Antara 1300-1500 m dpl yaitu Kecamatan Selo.
d. Keadaan Iklim dan Hidrologi Wilayah Kabupaten Boyolali termasuk iklim tropis dengan rata-rata curah hujan sekitar 2824 milimeter/tahun. Dari sisi hidrologi, terdapat potensi/kekayaan sumber daya air, meliputi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
·
Sumber air dangkal/mata air atau masyarakat setempat menyebutnya umbul, terdapat di Tlatar (Kecamatan Boyolali), Nepen (Kecamatan Teras), Pengging (Kecamatan Banyudono), Pantaran (Kecamatan Ampel),
·
Waduk, terdapat di Kedungombo (Kecamatan Kemusu) seluas 3.536 ha, Kedungdowo (Kecamatan Andong) seluas 48 ha, Cengklik (Kecamatan Ngemplak) seluas 240 ha, dan Bade (Kecamatan Klego) seluas 80 ha.
·
Terdapat 4 (empat) sungai sebagai penyedia air baku yaitu Sungai Serang, Cemoro, Pepe, dan Gandul.
2. Aspek Demografi Penduduk merupakan komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Terutama jika jumlah penduduk yang besar, itu mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dari penduduk rendah, maka jumlah penduduk yang banyak akan menjadi beban bagi masyarakat. Penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun 2006 berjumlah 944.181 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 461.806 jiwa dan perempuan sebanyak 482.375 jiwa, dengan luas wilayah 101.510,10 ha maka kepadatan penduduk sebesar 930 jiwa/ km2. Sedangkan pada akhir tahun 2010 jumlah penduduk menjadi 953.839 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 467.762 jiwa dan perempuan sebanyak 486.077 jiwa, serta kepadatan penduduk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
sebesar 940 jiwa/ km2. Data tersebut memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk Kabupaten Boyolali selama 5 tahun terjadi penambahan 9.738 jiwa atau terjadi pertumbuhan rata-rata 0,25%. Data perkembangan penduduk Kabupaten Boyolali sejak akhir tahun 2006 sampai dengan awal tahun 2010, seperti tabel berikut :
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Boyolali Tahun 2006 – 2010 Jenis Kelamin Luas Pertum Kepadatan Wilayah Jumlah buhan Penduduk Laki – Peremp (%) ( Jiwa/Km) ( ) Laki uan 461.806 482.375 944.181 463.295 483.731 947.026 0,30 464.837 484.757 949.594 0,27 466.481 485.236 951.717 0,22 467.762 486.077 953.839 0,22 Sumber data: BPS Kab. Boyolali, diolah.
1.015,10 1.015,10 1.015,10 1.015,10 1.015,10
930 933 935 938 940
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Boyolali dari tahun ke tahun mengalami penurunan, yaitu dari periode 2006-2007 tumbuh sebesar 0,30% dan pada akhir periode 2010 hanya tumbuh 0,22%. Namun tingkat kepadatan penduduk semakin tinggi yang perlu menjadi perhatian utamanya dalam penyediaan lahan pemukiman dan pertanian. Sedangkan penduduk Kabupaten Boyolali sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 menurut kelompok umur dapat dilihat tabel berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Boyolali Tahun 2006 – 2010 Rentang Usia (Tahun)
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
69.648 78.311 87.254 71.165 76.952 78.217 76.404 63.373 70.475 63.143 51.05 21.449 24.672 74.196
69.857 78.546 87.52 71.381 77.179 78.451 76.633 35.06 70.69 63.328 51.208 41.953 42.29 74.43
70.989 77.8 87.944 72.975 76.414 78.24 79.091 64.3 70.554 63.573 48.795 42.145 43.259 73.515
71.154 77.982 88.15 73.142 76.586 78.416 79.261 64.438 70.701 63.716 48.902 42.231 43.352 73.686
94.649 65.479 84.616 72.777 62.253 72.864 71.682 70.737 71.279 65.082 57.586 44.054 34.035 87.746
JUMLAH 944.181 947.026 949.594 Sumber data: BPS Kab. Boyolali data diolah
951.717
953.839
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 > 64
Pengelompokkan penduduk berdasarkan kelompok umur sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan utamanya dalam penataan jumlah angkatan kerja penduduk yang umumnya adalah usia di atas 15 tahun sampai dengan dibawah 64 tahun atau yang dikenal dengan usia produktif. Usia produktif tersebut akan dikurangi perkembangannya tiap tahun pada jumlah yang melanjutkan sekolah dan jumlah penduduk yang terserap pada lapangan kerja maka selisihnya dikenal dengan angka pengangguran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Penduduk Kabupaten Boyolali sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 usia 10 tahun ke atas yang bekerja berdasar lapangan pekerjaan dapat dilihat tabel berikut.
Tabel 4.4 Sebaran Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas yang Bekerja Berdasar Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Boyolali Tahun 2006 – 2010 Lapangan Pekerjaan
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
Pertanian Tanaman Pangan 234.847 241.398 243.264 244.493 243.360 Perkebunan 16.088 16.511 16.733 17.122 17.256 Perikanan 1.241 1.327 1.262 1.258 1.358 Peternakan 47.014 49.878 51.172 50.398 54.225 Pertanian Lainnya 25.235 24.908 25.126 25,410 25.318 Industri Pengolahan 41.917 42.591 43.455 42.591 41.128 Perdagangan 54.956 52.055 51.366 51.542 50.573 Jasa 60.033 53.381 54.015 53.059 48.164 Angkutan 7.191 7.090 7.128 7.177 6.745 Lainnya 308.840 313.897 307.284 315.459 306.017 TOTAL 797.362 798.623 800.805 802.581 793.635 Sumber Data : BPS Kab. Boyolali data diolah
Struktur mata pencaharian penduduk Kabupaten Boyolali, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, diikuti sektor jasa dan sektor perdagangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
3. Aspek Ekonomi Dalam melihat perekonomian daerah , salah satu indikator yang sering digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah yang bersangkutan. PDRB juga merupakan indikator untuk mengukur kinerja daerah dalam membangun daerah Kabupaten Boyolali, yang dihitung dengan mengunakan harga berlaku dan harga konstan.
Tahun
Tabel 4.5 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010 PDRB ADHB PDRB ADHK Pertumbuhan Pertumbuhan Nilai (juta Rp) (%) Nilai (juta Rp) (%)
2006 5.142.433,04 2007 5.708.063,97 11,00 2008 6.446.546,37 12,94 2009 7.142.868,31 10,80 2010 8.101.684,49 13,42 Rata6.508.319,83 12,04 rata Sumber Data : BPS Kab. Boyolali data diolah
3.601.225,20 3.748.120,11 3.899.372,86 4.100.520,26 4.248.048,24 3.919.322,52
4,08 4,04 5,16 3,60 4,22
Dengan menggunakan harga berlaku, PDRB Boyolali mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Diketahui pada tabel 4.5 PDRB Kabupaten Boyolali pada tahun 2006 sebesar Rp 5.142.436,03 juta meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 5.708.063,97 juta pada tahun 2008 terjadi peningkatan PDRB menjadi sebesar Rp 6.446.546,37 juta pada tahun 2009 dan 2010 PDRB meningkat lagi masing-masing menjadi sebesar Rp 7.142.868,31 juta dan Rp 8.101.684,49 juta. Sementara jika menggunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
harga konstan, PBRB Boyolali terus mengalami peningkatan yang dapat diartikan adannya kemajuan dalam pembangunan di Kabupaten Boyolali. Diketahui pada Tabel 4.5 pada tahun 2006 PDRB Kabupaten Boyolali sebesar Rp 3.600.897,97 juta meningkat sampai tahun 2010 menjadi sebesar Rp 4.248.048,24 juta. Laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Boyolali menurut harga berlaku pada periode 2006-2007 mengalami pertumbuhan sebesar 11,00 persen, terus meningkat sebesar 12,94 persen pada periode 2007-2008, pada periode 2008-2009 tumbuh sebesar 10,80 persen dan pada periode 2009-2010 tumbuh sebesar 13,42 persen. Sementara laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Boyolali menurut harga konstan pada periode 2006-2007 mengalami pertumbuhan sebesar 4,08 persen, dan terus meningkat sampai tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,22 persen.
B. Gambaran umum Provinsi Jawa Tengah 1. Aspek geografis a. Letak Geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 50 40’ dan 70 30’ Lintang Selatan dan antara 1080 30’ dan 1110 30’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Jawa Tengah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
memiliki luas wilayah yakni 32.548
, atau sekitar 25,04% dari luas pulau
Jawa, dan mempunyai batas-batas wilayah yaitu : Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah timur
: Provinsi Jawa Timur
Sebelah selatan
: DI Yogyakarta dan Samudra Indonesia
Sebelah barat
: Provinsi Jawa Barat
Sumber : Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah
Gambar 4.6 Peta Provinsi Jawa Tengah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
b. Luas Penggunaan Lahan Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010 tercatat sebesar 32.548
. Luas yang ada, terdiri dari 991.524 hektar (30,47 persen)
lahan sawah dan 2.262.888 hektar (69,53 persen) bukan lahan sawah. Menurut penggunaannya, persentase lahan sawah yang berpengairan teknis adalah 39,02 persen, tadah hujan 27,47 persen dan lainnya berpengairan setengah teknis , sederhana, dan lain-lain.
c. Keadaan Iklim Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah tahun 2011 berkisar antara 24,9°C sampai dengan 27,6°C. Tempat - tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 76 persen sampai dengan 85 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus Bojongsari sebesar 2196 mm dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap sebesar 302 hari.
2. Aspek demografi Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32.282.657 jiwa atau sekitar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
13,58 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Tabel 4.7 Penduduk Jawa Tengah Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio Tahun 2006-2010 Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Sex rasio 2006 16.054.473 16.123.257 32.177.730 99,57 2007 16.064.122 16.316.157 32.380.279 98,46 2008 16.192.295 16.434.095 32.626.390 98,53 2009 16.123.190 16.741.373 32.864.563 96,31 2010 16.091.112 16.291.545 32.382.657 98,77 Sumber : Survei Penduduk Tahun 2010, BPS Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui pada tahun 2006, jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32.177.730 jiwa. Dengan jumlah penduduk perempuan lebih besar yaitu 16.123.257 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 16.054.473 jiwa. Jumlah penduduk Jawa Tengah terus meningkat dari tahun 2006 hingga tahun 2009, yaitu sebesar 32.864.563 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Jawa Tengah mengalami penurunan menjadi sebesar 32.382.657 jiwa. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan oleh sex rasio (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 98,77%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 994,92 jiwa setiap kilometer persegi.
3. Aspek ekonomi Pada Tabel 4.8 dapat dilihat kondisi/gambaran perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah yang merupakan indikator ekonomi utama untuk mengukur sejauh mana Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan pembangunan.
Tabel 4.8 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 PDRB Atas Dasar Harga PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Konstan Tahun Nilai Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan (juta Rp) (%) (juta Rp) (%) 2006 281.996.709,11 20,29 150.682.654,74 5,33 2007 312.428.807,07 10,79 159.110.253,79 5,59 2008 367.135.954,90 17,51 168.034.483,29 5,61 2009 397.903.943,75 8,38 176.673.456,57 5,14 2010 444.396.468,19 11,68 186.995.480,65 5,84 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah, data diolah Berdasarkan harga konstan, nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang dapat diartikan adannya kemajuan dalam pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2006 diketahui PDRB Provinsi Jawa Tengah sebesar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Rp150.682.654,74 juta hingga tahun 2010 PDRB Provinsi Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 186.995.480,65 juta. Sementara berdasarkan harga berlaku ,nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 diketahui PDRB Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 28.996.709,11 juta hingga tahun 2010 PDRB Provinsi Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 444.396.468,19 juta Laju pertumbuhan PDRB di Provinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 20,29 persen. Pada tahun 2007 laju pertumbuhan menurun menjadi sebesar 10,79 persen. Pada tahun 2008 laju pertumbuhan meningkat dengan pertumbuhan sebesar 17,51 persen. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan menurun menjadi sebesar 8,38 persen. Dan pada tahun 2010 laju pertumbuhan meningkat kembali dengan pertumbuhan sebesar 11,68 persen. Sementara Laju pertumbuhan PDRB di Provinsi Jawa Tengah menurut harga konstan pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar 5,33 persen,
terus
meningkat hingga tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 5,61 persen. Pada tahun 2009 laju pertumbuhan menurun dengan pertumbuhan sebesar 5,14 persen, dan menigkat kembali pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan sebesar 5,84 persen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tabel 4.9 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (juta rupiah) Sektor/Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan Pengangkutan dan Komunikasi
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
31.002.199,11
31.862.697,60
32.880.707,85
34.101.148,13
34.955.957,64
16.782.99,61
1.782.886,65
1.851.189,43
1.952.866,7
2.091.257,42
48.189.134,86
50.870.785,69
55.348.962,88
57.444.175,45
61.390.101,24
1.256.430,34
1.340.845,17
1.408.666,12
1.489.552,65
1.614.857,68
8.446.566,35
9.055.728,78
9.647.593.00
10.300.647,63
11.014.598,6
31.816.441,85
33.898.013,93
35.226.196,01
37.766.356,61
40.055.356,39
7.451.506,22
8.052.597,04
8.581.544,49
9.192.949,9
9.805.500,11
5.399.608,70
5.767.341,21
6.218.053,97
6.701.533,13
7.038.128,91
15.442.467,70
16.479.357,72
16.871.569,54
17.724.216,37
19.029.722,65
150.682.654,74
159.110.253,79
168.034.483,29
176.673.456,57
186.995.489,65
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah, data diolah PDRB Provinsi Jawa Tengah disumbang oleh 9 sektor/lapangan usaha yaitu : pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa. Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Jawa Tengah di dominasi oleh 3 (tiga) sektor/lapangan usaha yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pertanian. Sektor industri pengolahan Pada tahun 2006 sebesar Rp 48.189.134,86 juta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 61.390.101,24 juta. Sektor perdagangan pada tahun 2006 sebesar Rp 31.816.441,85 juta terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 40.055.356,39 juta. Sedangkan sektor pertanian pada tahun 2006 sebesar Rp 31.002.199,11 juga terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar Rp 34.955.957,64.
C. Analisis Data & Pembahasan 1. Analisis Tipologi Klassen Metode Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui pengelompokkan sektor ekonomi di Kabupaten Boyolali menurut struktur pertumbuhannya. Dengan menggunakan Matrix Klassen dapat dilakukan empat pengelompokkan sektor berdasarkan laju pertumbuhan dan nilai kontribusi. Pada Tabel 4.10. terlihat bahwa sektor yang menyumbangkan kontribusi rata-rata paling besar terhadap PDRB Kabupaten Boyolali adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 34,12 persen, sektor perdagangan sebesar 24,88 persen, sektor industri pengolahan sebesar 16,27 persen, dan sektor jasa-jasa sebesar 10,58 persen. Sektor yang menyumbangkan kontribusi paling kecil adalah sektor pertambangan dan galian yaitu hanya sebesar 0,94 persen. Untuk rata-rata pertumbuhan paling besar adalah sektor jasa-jasa, yaitu sebesar 14,94 persen, sektor pertambangan dan galian sebesar 12,44, serta sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 11,69. Sedangkan sektor yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
memiliki rata-rata pertumbuhan paling kecil adalah sektor pertanian, yaitu hanya sebesar 1,56 persen. Tabel 4.10 Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 (dalam persen) Sektor/Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Boyolali Rata-rata Rata-rata pertumbuhan kontribusi (si) (ski)
Jawa Tengah Rata-rata Rata-rata pertumbuhan kontribusi (s) (sk)
1,56
34,12
3,29
19,63
12,44 4,16
0,94 16,27
8,70 5,17
1,11 32,45
11,69 8,46 2,84
1,28 2,79 24,88
5,82 6,21 5,60
0,84 5,75 21,24
5,10
2,74
6,62
5,11
3,99 14,94
6,40 10,58
6,71 5,73
3,69 10,17
Sumber: lampiran, diolah Secara Provinsi sektor-sektor yang menyumbangkan
kontribusi
PDRB Jawa Tengah paling besar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 32,45 persen, sektor perdagangan sebesar 21,24 persen, sektor pertanian sebesar 19,63 persen, dan sektor jasa-jasa sebesar 10,17 persen. Sedangkan sektor yang menyumbangkan kontribusi paling kecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu hanya sebesar 0,84 persen. Sementara pertumbuhan sektor-sektor di Provinsi Jawa Tengah paling tinggi adalah sektor pertambangan dan galian yaitu sebesar 8,70 persen, diikuti sektor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 6,71 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,62 persen. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan paling kecil adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 3,29 persen. Selanjutnya klasifikasi sektor PDRB Kabupaten Boyolali tahun 20062010 berdasarkan Tipologi Klassen disajikan pada Tabel 4.11 Tabel 4.11 Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Boyolali Tahun 20062010 Berdasarkan Tipologi Klassen Kuadran I Kuadran II Sektor yang maju dan tumbuh dengan Sektor maju tapi tertekan (stagnant pesat (developed sector) sector) si > s dan ski > sk si < s dan ski > sk · Sektor Listrik, gas, dan air bersih · Sektor Jasa-jasa
Kuadran III Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) si > s dan ski < sk · Sektor Pertambangan dan galian · Sektor Bangunan/konstruksi Sumber: data diolah dari tabel 4.10
· Sektor Pertanian · Sektor Perdagangan · Sektor Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Kuadran IV Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) si < s dan ski < sk · Sektor Pengangkutan dan komunikasi · Sektor Industri pengolahan
Keterangan: si : Rata-rata pertumbuhan sektor PDRB Boyolali s : Rata-rata pertumbuhan sektor PDRB Jawa Tengah ski: Rata-rata kontribusi sektor terhadap PDRB Boyolali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
sk : Rata-rata kontribusi sektor terhadap PDRB Jawa Tengah Sesuai hasil analisis pada Tabel 4.11 dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor jasa-jasa. Sementara itu, sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk ke dalam sektor maju tapi tertekan. Sektor-sektor yang tergolong ke dalam sektor potensial untuk berkembang
adalah
sektor
pertambangan
dan
galian,
serta
sektor
bangunan/konstruksi. Sementara sektor-sektor yang tergolong ke dalam sektor relatif tertinggal, yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor industri pengolahan.
2.
Location Quotient (LQ) Metode Location Quotient (LQ) dibedakan menjadi dua, yaitu: Static Location Quotient (SLQ sering disebut LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ). Menurut Kadariah (1985), dasar pemikiran dari penggunaan teknik LQ yang dilandasi teori ekonomi basis mempunyai makna sebagai berikut: karena industri basis itu menghasilkan barang dan jasa baik untuk pasar di daerah maupun untuk pasar di luar daerah, maka penjualan hasil ke luar daerah akan mendatangkan pendapatan ke dalam daerah itu. Arus pendapatan itu menyebabkan kenaikan konsumsi maupun investasi, yang pada akhirnya menaikkan pendapatan daerah dan kesempatan kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
a. Static Location Quotient (SLQ) Hasil dari analisis Static Location Quotient (SLQ) Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010 dapat dilihat dalam Tabel 4.12
Tabel 4.12 Nilai SLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 rataSektor/Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 rata Pertanian 1,74 1,74 1,74 1,74 1,73 1,74 Pertambangan dan Galian 0,77 0,82 0,83 0,87 0,97 0,85 Industri Pengolahan 0,51 0,51 0,50 0,50 0,50 0,50 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,42 1,48 1,55 1,54 1,58 1,52 Bangunan/Konstruksi 0,46 0,49 0,48 0,48 0,51 0,48 Perdagangan 1,21 1,18 1,19 1,15 1,13 1,17 Pengangkutan dan Komunikasi 0,56 0,53 0,53 0,53 0,53 0,54 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,79 1,75 1,74 1,70 1,69 1,73 Jasa-Jasa 0,85 0,95 1,05 1,13 1,23 1,04 Sumber : lampiran, diolah. Berdasarkan hasil analisis Static Location Quotient (SLQ) terhadap sembilan sektor perekonomian di kabupaten Boyolali atas dasar harga konstan selama kurun waktu 2006-2010. Diketahui dari rata-rata Static Location Quotient (SLQ) bahwa lima dari sembilan sektor perekonomian tersebut merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Boyolali yaitu: sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, sektor keuangan, persewaan dan jasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
perusahaan, serta sektor jasa-jasa dengan nilai rata-rata LQ ≥ 1, artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian tersebut di tingkat Kabupaten Boyolali lebih besar dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Provinsi Jawa Tengah sehingga sektor-sektor perekonomian
tersebut
dapat
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
wilayahnya dan mampu mengekspor keluar wilayah. Sedangkan untuk empat sektor perekonomian lainnya yaitu: sektor pertambangan dan penggalia, sektor industri pengolahan, sektor bangunan/konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Boyolali dengan nilai rata-rata LQ < 1, artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor-sektor perekonomian tersebut di Kabupaten Boyolali lebih kecil dari sektor
yang sama pada
perekonomian tingkat Provinsi Jawa Tengah sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan belum
mampu mengekspor
produksinya keluar wilayah.
b. Dynamic Location Quotient (DLQ) Metode DLQ adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perubahan posisi sektor perekonomian dimasa yang akan datang. Hasil dari analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-2010 dapat dilihat dalam Tabel 4.13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Tabel 4.13 Nilai DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 rataSektor/Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 rata Pertanian 0,77 Pertambangan dan Penggalian 0,56 Industri Pengolahan 0,78 Listrik, Gas dan Air Bersih 15,45 Bangunan/Konstruksi 1,33 Perdagangan 0,44 Pengangkutan dan Komunikasi 7,10 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,65 Jasa-Jasa 0,70 Sumber : lampiran, diolah.
0,44
2,39 10,59
0,01
2,84
0,17 2,40
0,04 11,30 21,41 1,48 0,25 2,25
6,70 1,43
0,33 7,04 0,70
0,29 0,02 1,19
0,10 0,49 9,05
0,46 2,00 0,30
3,33 2,18 2,34
0,04
0,49
3,33
0,32
2,26
0,74 0,70
3,10 2,24 0,28 11,90
0,17 1,49
1,38 3,01
Berdasarkan hasil analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) terhadap sembilan sektor perekonomian di Kabupaten Boyolali atas dasar harga konstan selama kurun waktu 2006-2010. Diketahui dari rata-rata Dynamic
Location
Quotient
(DLQ)
bahwa
sembilan
sektor
perekonomian Kabupaten Boyolali yaitu: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa mempunyai nilai rata-rata LQ>1, artinya bahwa potensi perkembangan sektor-sektor perekonomian tersebut di Kabupaten Boyolali lebih cepat dibandingkan sektor yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
sama di Provinsi Jawa Tengah, sehingga menunjukkan bahwa sektorsektor tersebut masih bisa diharapkan untuk menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang bagi Kabupaten Boyolali.
c. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif. Hasil dari analisis gabungan SLQ dan DLQ di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat di Tabel 4.14 dan gambar 4.15.
Tabel 4.14 Nilai Rata-rata Gabungan SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 Rata-rata SLQ Rata-rata DLQ Sektor/Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Sumber : lampiran, diolah.
commit to user
1,74 0,85 0,50 1,52 0,48 1,17 0,54
2,84 6,70 1,43 3,33 2,18 2,34 2,26
1,73 1,04
1,38 3,01
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tabel 4.15 Identifikasi SLQ dan DLQ Sektor Perekonomian Di Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2010 Kriteria SLQ > 1
DLQ > 1
DLQ < 1 Prospektif :
Unggulan : ·
Pertanian
·
Perdagangan
·
Listrik,
Gas,
dan
Air
Bersih ·
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
· SLQ < 1
Jasa-jasa
Andalan : ·
Pertambangan dan galian
·
Industri Pengolahan
·
Bangunan/Konstruksi
·
Pengangkutan dan
Kurang Prospektif :
Komunikasi
Berdasarkan Tabel 4.14 nilai rata-rata gabungan SLQ dan DLQ Kabupaten Boyolali dijadikan kriteria dalam menentukan sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang prospektif, dapat diketahui pada gambar 4.15 identifikasi gabungan SLQ dan DLQ bahwa lima sektor perekonomian Kabupaten Boyolali yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor unggulan di Kabupaten Boyolali. Untuk empat sektor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
lainnya yaitu: sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan/konstruksi, serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor andalan di Kabupaten Boyolali.
3. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui strategi kebijakan sektoral apa sajakah yang dapat dirumuskan dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan sektor potensial yang ada. Analisis pengembangan sektor pertanian dipilih karena sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbangkan kontribusi terbesar dalam perekonomian Kabupaten Boyolali sehingga diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada serta diharapkan dapat membuat kesempatan kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Analisis SWOT
Tabel 4.16 Analisis SWOT Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah Kekuatan (S): Kelemahan (W): 1. Dukungan penuh dari pemerintah daerah. 2. Komoditas unggulan. 3. Tersedianya sarana dan prasarana. 4. Motivasi yang tinggi dari para petani. 5. Tersedianya lahan & tenaga kerja banyak.
1. Kendala permodalan modal. 2. Produktivitas sumber daya pertanian yang rendah. 3. Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petani. 4. Lemahnya mengakses informasi pasar
Peluang (O):
Strategi S-O:
Strategi W-O:
1. Adanya bantuan pemerintah. 2. Permintaan komoditi pertanian yang relatif masih tinggi. 3. Adanya kelompok tani dan Koperasi. 4. Semakin berkembangnya tekhnologi . 5. Inovasi produk olahan pertanian yang semakin tinggi.
1. Pelaku Usaha: 1. Pelaku Usaha: a. Memanfaatkan a. Lebih mengoptimalkan peran tersedianya sarana dan kelompok tani dan koperasi. prasarana yang tersedia b. Dengan adanya kemajuan untuk meningkatkan hasil teknologi, maka diharapkan pertanian. dapat meningkatkan hasil b. Mengoptimalkan bantuan pertanian. pemerintah untuk c. Lebih menggali informasi dan kelangsungan usaha mengembangkan wawasan pertanian. tentang pasar dan pemasaran. c. Memenuhi permintaan d. Mengikuti penyuluhan dan pasar dan memperluas pelatihan tentang pertanian. pasar. 2. Pemerintah Daerah: d. Mengembangkan produk a. Mempermudah dalam olahan pertanian untuk pemberian permodalan/kredit mencapai pangsa pasar untuk usaha pertanian. baru. b. Memberi pembinaan tentang 2. Pemerintah Daerah: pertanian dan pemasaran. a. Prioritas utama pembangunan ekonomi. b. Penguatan agroindustri berbasis produk pertanian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Ancaman/ Tantangan (T):
Strategi S-T:
Strategi W-T:
1. Persaingan yang yang tinggi terhadap komoditi pertanian. 2. Menurunnya kualitas sarana dan prasarana. 3. Tidak menentunya harga jual produk pertanian. Harga cenderung jatuh pada saat panen. 4. Serangan hama/penyakit ternak. 5. Ancaman bencana alam yang dapat terjadi setiap saat.
1. Pelaku Usaha: a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian untuk menghadapi persaingan. b. Lebih mengembangkan akses pasar. c. Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadahi, diharapkan dapat memperlancar kelangsungan usaha. d. Menanggulangi serangan hama/ penyakit ternak. 2. Pemerintah Daerah: a. Tingkatkan perlindungan dan pemberian akses pasar. b. Mendorong peningkatan standar mutu komoditas, penataan, dan pengembangan industri pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah. c. Melakukan penelitian dan mengembangkan inovasi/penemuan baru untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
1.
commit to user
Pelaku Usaha: a. Meningkatan kemampuan manajemen dan kompetensi kewirausahaan di kalangan pelaku usaha. b. Menggali informasi, selalu mengamati pasar dan selalu berinovasi. 2. Pemerintah Daerah: a. Peningkatan/pengamanan ketahanan pangan. b. Mengadakan dan memberi fasilitas untuk melakukan penelitian tentang hama/penyakit ternak. Agar hama/penyakit ternak dapat diatasi c. Perbaikan dan penambahan fasilitas sarana prasarana.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
4. Analisis Gravitasi Analisis Gravitasi digunakan untuk mengetahui wilayah mana saja yang memiliki hubungan interaksi kuat dengan Kabupaten Boyolali. Semakin besar nilai gravitasinya, maka semakin kuat pula interaksi antara wilayah 1 dengan wilayah 2. Dengan demikian semakin banyak pula perjalanan ekonomi yang terjadi sebagai konsekuensi interaksi kota-desa dalam regional (Badrudin dalam Jamzani Sodik dan Nia Septia Ardyani, 2005).
Tabel 4.17 Hasil Analisis Gravitasi Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2010. Jarak dari Boyolali (Meter)
2006
2007
2008
Surakarta
27.000
664,29
669.51
Sukoharjo
38.000
540,28
Karanganyar
40.000
498,43
Wonogiri
58.000
Sragen Klaten
Kota
Nilai Indeks Gravitasi Rata-rata
2009
2010
681,17
689,57
653,34
671,58
545.40
550,61
555,69
559,47
550,29
503.92
513,72
519,17
523,54
511,76
316,57
332.51
342,32
349,36
353,27
338,81
54.000
279,73
281.76
283,95
286,36
288,99
284,16
38.000
845,61
850.61
855,22
859,39
863,71
854,91
Sumber : lampiran, diolah. Pada Tabel 4.17 menunjukkan hasil perhitungan Analisis Gavitasi antara Kabupaten Boyolali dengan daerah - daerah di sekitarnya, dengan periode pengamatan dari tahun 2006 - 2010. Daerah yang memiliki nilai gravitasi tertinggi dengan Kabupaten Boyolali adalah Kabupaten Klaten, yaitu sebesar 854,91. Selanjutnya diikuti Kota Surakarta dengan rata-rata nilai gravitasi sebesar 671,58, dan Kabupaten Sukoharjo sebesar 550,29. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten, Kota Surakarta, dan Kabupaten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Sukoharjo adalah daerah yang memiliki hubungan erat dengan Kabupaten Boyolali. Keeratan ini diperlihatkan dari tingginya mobilitas dan interaksi kegiatan ekonomi. Disamping itu faktor jarak juga berpengaruh terhadap eratnya hubungan antara Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Klaten, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo, bahwa jarak yang dekat tersebut akan mempermudah akses berpindah dan beraktivitas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian yang dilakukan tentang analisis potensi sektor unggulan di Kabupaten Boyolali dengan periode pengamatan tahun 2006-2010, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut ini : A. Kesimpulan 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat di Kabupaten Boyolali selama tahun penelitian 20062010, yaitu: sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor jasa-jasa. Sektor yang tergolong maju tapi tertekan yaitu : sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. 2. Berdasarkan gabungan analisis Static Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Boyolali selama periode penelitian 2006-2010, yaitu: sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa. 3. Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di lapangan, beberapa strategi yang dapat di terapkan dalam pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Boyolali yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
a. Untuk Pelaku usaha ·
Memanfaatkan
sarana
dan
prasarana
yang
tersedia
untuk
meningkatkan hasil pertanian. ·
Mengoptimalkan bantuan pemerintah untuk kelangsungan usaha.
·
Memenuhi permintaan pasar dan memperluas pasar.
·
Mengembangkan produk olahan pertanian untuk mencapai pangsa pasar baru.
·
Lebih mengoptimalkan peran kelompok tani dan koperasi.
·
Dengan adanya kemajuan teknologi, maka diharapkan dapat meningkatkan hasil pertanian.
·
Lebih Menggali informasi dan mengembangkan wawasan tentang pasar dan pemasaran.
·
Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian untuk menghadapi persaingan.
·
Menanggulangi serangan hama/ penyakit ternak.
·
Meningkatkan
kemampuan
manajemen
dan
kompetensi
kewirausahaan di kalangan pelaku usaha. ·
Menggali informasi, selalu mengamati pasar dan selalu berinovasi.
b. Pemerintah daerah ·
Prioritas utama pembangunan ekonomi.
·
Penguatan agroindustri berbasis produk pertanian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
·
Mempermudah dalam pemberian permodalan/kredit untuk usaha pertanian.
·
Memberi pembinaan tentang pertanian dan pemasaran.
·
Peningkatan perlindungan dan pemberian akses pasar.
·
Mendorong peningkatan standar mutu komoditas, penataan, dan pengembangan industri pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah.
·
Melakukan penelitian dan mengembangkan inovasi/penemuan baru untuk meningkatan produktivitas pertanian.
·
Peningkatan/pengamanan ketahanan pangan.
·
Mengadakan dan memberi fasilitas untuk melakukan penelitian tentang hama/penyakit ternak. Agar hama/penyakit ternak dapat diatasi.
·
Perbaikan fasilitas sarana prasarana pertanian di Kabupaten Boyolali.
4. Hasil Analisis Gravitasi menunjukkan bahwa nilai gravitasi tertinggi adalah Kabupaten Klaten, ini berarti Kabupaten Klaten memiliki hubungan interaksi paling kuat dengan Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
B. Saran Berdasarkan kesimpulan, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat. Artinya, pertumbuhan dan kontribusi sektor tersebut lebih baik di Kabupaten Boyolali dari pada Provinsi Jawa Tengah. Diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dapat mempertahankan trend positif tersebut yang selanjutnya sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor jasa-jasa dapat menciptakan kesempatan kerja baru. 2. Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Boyolali
diharapkan
agar
lebih
mengutamakan pengembangan pada sektor-sektor unggulan yaitu: sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa, tanpa mengabaikan
sektor-sektor
lainnya
dalam
perencanaan
pelaksanaan
pembangunan. 3. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbangkan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Kabupaten Boyolali, oleh karena itu sektor pertanian yang dipilih untuk dianalisis dengan SWOT. Pemerintah Kabupaten Boyolali diharapkan dapat melaksanakan strategi-strategi yang telah dirumuskan dalam SWOT dan diharapkan sektor pertanian ini dapat berpartisipasi menyokong ketahanan pangan nasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali diharapkan dapat mengembangkan kerjasama secara lebih intensif dan berkelanjutan dengan daerah-daerah disekitar Kabupaten Boyolali agar tercapai pembangunan yang optimal.
commit to user