ANALISIS POTENSI DAN KENDALA SERTA STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI UBIKAYU DI LAHAN HUTAN Fachrur Rozi, Nila P, Budhi Santoso R, dan Nasir Saleh Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK
Permintaan ubikayu semakin tahun meningkat seiring dengan perkembangan industri pangan, pakan, maupun energi. Hal ini tidak diimbangi oleh upaya peningkatan produksi ubikayu. Peningkatan produksi sulit dicapai hanya dengan intensifikasi maupun diversifikasi, tetapi juga harus melalui ekstensifikasi (perluasan areal) dan lahan hutan berpeluang untuk dimanfaatkan. Potensi pengembangan ubikayu di lahan hutan didukung oleh faktor internal (kekuatan), antara lain terbentuknya kelompok petani dan LMDH, lahan di bawah tegakan tersedia cukup luas untuk usahatani ubikayu, dan teknologi ubikayu di lahan hutan telah tersedia. Faktor eksternal (peluang) yaitu tingkat harga dari ubikayu semakin menarik bagi petani, dukungan dan koordinasi kelembagaan petani yang difasilitasi oleh Perhutani dan Pemda, serta permintaan untuk kebutuhan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan maupun energi. Kendala faktor internal (kelemahan) adalah tanggung jawab petani kurang dalam pemeliharaan lahan hutan, pengetahuan teknik usahatani ubikayu di lahan hutan kurang, dan pemanfaatan lahan untuk usahatani ubikayu hanya bisa dilakukan di bawah pohon tegakan yang berumur <3 tahun. Faktor eksternal yang menjadi ancaman adalah anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara tanah dan berkembangnya usahatani untuk tanaman kompetitor (jagung, ubi porang) di lahan hutan. Strategi jangka pendek pengembangan ubikayu di lahan hutan adalah mengoptimalkan kelembagaan petani (kelompok tani, LMDH) sebagai media untuk meningkatkan kapasitas petani (capacity building) melalui pendidikan dan pelatihan berusahatani. Optimalisasi kelembagaan tersebut berdampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan petani. Kata kunci: ubikayu, usahatani, potensi, kendala, strategi, lahan hutan
ABSTRACT Analysis of Potency, Constraint and Strategy of Cassava Farming Development in Forest. Cassava demand increases following the development of industries for food, feed and energy. However it is not followed by cassava production. Production increase is difficult to achieve just by intensification and diversification. Extension area by using forest can help it. The potency of cassava development in the forest is supported by internal factors (strengths) including formation of farmer groups and LMDH, land for producing under main crop is available enough as well as cassava technology in the forest has been available. External factors (opportunities) are attractive price of cassava for farmers, supporting farmers institutional facilitated by Perhutani and local government as well as cassava demand for food, feed and energy is rather high. The weakness (internal factors) lack of faced are the lack of farmers responsibility in maintenance of forest, technical knowledge of cassava farming, and utilization of land for cassava farming can only be done under less than 3 years old main crops. External factors (threath) faced are cassava plants are considered can deplete nutrients in the soil as well as the development of competitor crops (maize and porang) in the forest. Short-term strategy for cassava development in the forest is to optimize the farmers institutional (farmers group and LMDH) as a
552
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2015
media for farmers capacity building through farming skill increasing. Impact of the institutional optimization will increase production and income of farmers. Keywords: cassava, farming, constraint, strategy, forest land
PENDAHULUAN Citra komoditas ubikayu saat ini terangkat seiring dengan meningkatnya permintaan dan harga yang kondusif dalam tiga tahun terakhir. Predikat ubikayu sebagai ‘inferior good’ akan ditinggalkan karena beragamnya produk turunan ubikayu yang dibutuhkan oleh industri pangan, pakan, energi maupun industri ‘manufacture’ lain seperti plastik, kertas, tekstil, lem, kosmetik, dan sebagainya (Rozi dan Heriyanto 2009). Sinyal membaiknya perkembangan komoditas ini menginspirasi International Workshop on Cassava (IWoC) di Malang mendeklarasikan revolusi singkong. Gagasan ini terwujud atas dasar perkembangan kebutuhan ubikayu yang terus meningkat (Anonymous 2015). Kondisi membaiknya permintaan, bertolak belakang dengan aspek pasokan ubikayu umumnya dibudidayakan di lahan kering (marjinal) dan diusahakan bila tanaman padi, jagung, atau kacang-kacangan sudah tidak dapat berproduksi dengan baik. Pada posisi demikian, tanaman ubikayu menjadi komoditas sampingan (secondary crop) yang diusahakan kurang intensif. Teknologi produksi ubikayu juga belum diterapkan petani secara optimal. Umumnya petani menggunakan varietas lokal dan pemupukan belum diterapkan sesuai dengan rekomendasi setempat atau bahkan tidak menggunakan pupuk sama sekali. Akibatnya kompetisi pemanfaatan lahan untuk tanaman ubikayu mengharuskan mencari lahan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan. Lahan hutan menjadi pilihan, namun diperlukan dukungan sarana, teknologi, maupun kelembagaan petani untuk mengelolanya. Menurut Mulyani dan Las (2008), peningkatan produksi sulit dicapai hanya melalui intensifikasi dan diversifikasi, sehingga perluasan areal (ekstensifikasi) harus dilakukan untuk menghindari dampak negatif terhadap ketersediaan pangan nasional. Berdasarkan hasil tumpang tepat antara peta kesesuaian lahan dan peta penggunaan lahan (tahun 2000– 2004), diperkirakan masih tersedia 7 juta ha lahan kering yang sesuai untuk tanaman semusim dan 15,30 juta ha untuk tanaman tahunan. Usahatani ubikayu dapat mengambil peluang ini. Permasalahan yang dihadapi usahatani ubikayu antara lain produktivitas rendah dan budidaya konvensional yang masih bergantung kepada kondisi agroklimat yang ada. Masalah ini menjadikan pasokan ubikayu ke berbagai industri tidak kontinyu. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan teknologi yang sudah tersedia, baik dalam hal pembibitan (varietas) maupun budidaya atau pengaturan pola tanam (Suhartina 2005; Subandi et al. 2006). Petani belum menguasai teknologi karena teknologi ubikayu, terutama bagi mereka yang menempati daerah marjinal (lahan kering, pinggir hutan). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari peluang dan strategi pengembangan ubikayu di lahan hutan.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Blora, di mana ubikayu dibudidayakan di bawah tegakan jati pada musim tanam 2014. Survei dilakukan di Desa Bogem Kecamatan Japah Kabupaten Blora menggunakan pendekatan PRA pada
Rozi et al.: Strategi Pengembangan Usahatani Ubikayu di Lahan Hutan
553
responden kunci (petani, kelembagaan LMDH, pamong, pemangku hutan, pelaku pemasaran ubikayu dan industri). Analisis data menggunakan teknik SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats). Pengambilan keputusan dalam sistem usahatani ubikayu dihipotesiskan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Freddy 2001; Stephanie and Liang 2012). Dalam SWOT, analisis faktor internal diterjemahkan ke dalam kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal dijabarkan ke dalam peluang (opportunities) dan ancaman (threath). Faktor internal adalah kemampuan pelaku usahatani (petani/kelompok tani, LMDH, Perhutani, pelaku pemasaran dan industri), sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh di luar jangkauan kemampuan pelaku usahatani. Dari hasil analisis SWOT diperoleh faktor-faktor permasalahan dan potensi (peluang) dan strategi keberhasilan pengembangan ubikayu di lahan hutan di bawah tegakan jati. Di samping itu juga diketahui posisi peta kekuatan berdasar sumberdaya yang dimiliki untuk pengembangan ubikayu di wilayah hutan. Hasil matrik IFAS dan EFAS dari analisis SWOT dapat digambarkan ordinat yang dipetakan ke dalam empat kwadran. Posisi ordinat memberikan interpretasi posisi kekuatan pengembangan ubikayu saat ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Lahan Hutan untuk Pengembangan Ubikayu Wilayah kerja Perhutani adalah kawasan hutan negara di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten seluas 2.426.206 hektar. Luas hutan yang dikelola Perhutani tidak termasuk kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Pelestarian Alam (PHPA). Sebagaimana UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan bahwa luas hutan minimal 30% dari luas wilayahnya. Luasan hutan yang dikelola Perhutani di Jawa dan Madura dibanding daratan yang ada saat ini adalah lebih kurang 24% sehingga luas hutan yang ada perlu dipertahankan keberadaannya untuk mempertahankan daya dukung lingkungan. Salah satu peluang perluasan areal tanam untuk ubikayu adalah kawasan hutan jati muda (di bawah umur 5 tahun), baik pada HTI maupun HTR. Perhutani mengelola hutan produksi seluas 1,75 juta ha dan hutan lindung seluas 0,69 juta ha. Sedangkan di Kabupaten Blora areal yang bisa dimanfaatkan dengan tegakan pohon jati seluas 78.982 ha (Wikipedia Perhutani 2014).
Peluang dan Permasalahan Ubikayu di Lahan Hutan Pengaruh Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Apabila dijabarkan, pengaruh pengembangan usahatani ubikayu di wilayah hutan ke dalam dua faktor tersebut dalam analisis SWOT disajikan pada Tabel 1.
554
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2015
Tabel 1. Faktor internal dan eksternal pengembangan ubikayu di lahan hutan. No 1.
2.
3.
Faktor internal
Faktor eksternal
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Adanya dukungan kelembagaan (kelompok petani, LMDH) Lahan luas di bawah tegakan tersedia untuk usahatani ubikayu
Tanggung jawab petani dalam pemeliharaan lahan hutan kurang
Tingkat harga dari ubikayu semakin menarik bagi petani.
Pengetahuan teknik usahatani ubikayu di lahan hutan kurang
Koordinasi kelembagaan yang kondusif (Perhutani, Pemda)
Teknologi ubikayu di lahan hutan telah tersedia
Lahan yang diusahakan dibawah umur pohon tegakan <3 tahun
Permintaan kebutuhan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan maupun energi
Ancaman Anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara dalam tanah Berkembangnya usahatani untuk tanaman kompetitor (jagung, ubi porang) di lahan hutan
Analisis faktor lingkungan internal menggambarkan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sistem usahatani ubikayu. Kekuatan dan kelemahan yang teridentifikasi adalah sebagai berikut. a. Kekuatan 1. Terbentuknya kelembagaan (kelompok petani, LMDH) Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bertujuan memanfaatkan lahan/ruang/waktu kegiatan pengelolaan komoditas dan pemanfaatan hasil dengan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling mendukung. Dasar kaidah pengelolaannya adalah: (1) keseimbangan ekologi (ekologi, ekonomi, sosial); (2) kesesuaian kultur budaya setempat; (3) keselarasan pembangunan regional; (4) keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. Dengan demikian tujuan pengelolaan hutan merupakan simbiosis mutualistik (saling menguntungkan) bagi perusahaan (pengelola hutan) dan masyarakat dekat hutan (MDH). 2. Lahan di bawah tegakan tersedia luas untuk usahatani ubikayu Salah satu peluang perluasan areal tanam untuk ubikayu adalah kawasan hutan jati muda (di bawah 5 tahun), baik pada HTI maupun HTR. Perhutani mengelola hutan produksi 1,75 juta ha dan hutan lindung seluas 0,69 juta ha. Sedangkan di Kabupaten Blora areal yang bisa dimanfaatkan dengan tegakan pohon jati seluas 78.982 ha. 3. Teknologi ubikayu di lahan hutan telah tersedia Balitkabi sejak musim tanam 2013 bekerjasama dengan Perhutani KPH Blora melakukan penelitian teknologi produksi ubikayu di bawah tegakan pohon jati umur 2 tahun menggunakan varietas unggul JPP (Jati Perbaikan Pati) yang mempunyai pertumbuhan cepat. Teknologi ubikayu, baik varietas maupun teknik budidaya dari berbagai kondisi agroklimat, telah tersedia dan diaplikasikan oleh petani (Radjit dan Prasetiaswati 2011) b. Kelemahan 1. Tanggung jawab petani masih kurang dalam pemeliharaan lahan hutan Petani memanfaatkan segala sumber penghidupan yang ada dalam hutan untuk mempertahankan eksistensi dan umumnya masih terbelakang serta tidak pernah mengenal keadaan di luar wilayahnya. Hutan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Rozi et al.: Strategi Pengembangan Usahatani Ubikayu di Lahan Hutan
555
(eksplorasi) dan tidak menjaga pelestarian (Suprayitno et al. 2012). 2. Pengetahuan teknik usahatani ubikayu di lahan hutan kurang Belum dikuasai teknologi ubikayu untuk optimalisasi lahan hutan oleh petani, sementara usahatani ubikayu di lahan hutan dibatasi oleh kendala, seperti tingkat kesuburan, tegakan, akses pasar dan sebagainya. 3. Lahan yang diusahakan di bawah pohon tegakan <3 tahun Ada nota kesepakatan antara pengelola hutan (Perum Perhutani) dan masyarakat dalam mewujudkan pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, maka lahan untuk tumpangsari dengan tanaman pokok hutan (jati, pinus) bisa dikelola jika umur tanaman pokoknya tidak lebih dari 3 tahun atau tinggi tanaman 2,5 meter (Radjit et al. 2014). Setelah tanaman berumur di atas 3 tahun maka lahan tersebut tidak boleh dimanfaatkan untuk budidaya tumpangsari (ubikayu). Alasan teknisnya karena di atas umur tersebut tanaman tumpangsari akan ternaungi oleh tanaman pokok sehingga akan menurunkan hasil. Kalaupun tetap dimanfaatkan, dikuatirkan masyarakat pengguna lahan hutan akan memotong batang/ranting (merempesi) tanaman pokok (jati, pinus, dan mahoni) agar tanaman tumpangsari (ubikayu) tidak ternaungi oleh tanaman pokok. Hal ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sistem usahatani ubikayu digunakan matrik faktor strategi internal (IFAS/Internal Factors Analysis Summary) seperti dijabarkan pada Tabel 2. Sistem usahatani ubikayu mempunyai skor total 8,0 dengan skor kekuatan 5,9 dan skor kelemahan 2,1. Hal ini berarti kekuatan yang dimiliki usahatani ubikayu di bawah tegakan lebih dominan dibanding kelemahan, sehingga kekuatan tersebut akan mampu menutupi kelemahan yang ada. Selisih skor antara kekuatan dan kelemahan adalah 3,8<5,9. Berarti keadaan dalam lingkungan internal usahatani ubikayu di lahan hutan masih dapat dikendalikan. Tabel 2. Matrik faktor strategi internal (IFAS) sistem usahatani ubikayu di lahan hutan. Faktor internal
Bobot (%)
Rating
Skor
Kekuatan Adanya kelembagaan (kelompok petani, LMDH) yang mendukung Lahan luas di bawah tegakan tersedia untuk usahatani ubikayu Teknologi ubikayu di lahan hutan telah tersedia Jumlah ariable kekuatan
33,3 25,0 12,5
4 4 3
2,9 2,1
Kelemahan Tanggung jawab petani dalam pemeliharaan lahan hutan kurang Pengetahuan teknik usahatani ubikayu di lahan hutan kurang Lahan yang diusahakan dibawah umur pohon tegakan <3 tahun Jumlah ariable kelemahan
12,5 8,3 8,3
Total skor Selisih skor
5,9 4 4 3
0,9 0,6 0,6 2,1 8,0 3,8
Analisis faktor lingkungan eksternal digunakan untuk melihat peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap kelangsungan sistem ini. Faktor-faktor peluang dan ancaman teridentifikasi sebagai berikut: c. Peluang 1. Tingkat harga ubikayu semakin menarik bagi petani. 556
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2015
Tiga tahun terakhir harga ubikayu cukup kondusif, berkisar antara Rp800‒1000 per kg. Bahkan memasuki tahun 2015 harga di tingkat petani untuk dimasukkan ke pabrik sampai Rp1300/kg. Kondisi ini menjadi pertimbangan petani tebu turun ubikayu, karena dua tahun terakhir harga tebu turun. 2. Dukungan (fasilitas) dari Perhutani dan Pemda melewati kelembagaan petani Terbentuknya kelembagaan seperti LMDH adalah bentuk tanggung jawab Perhutani terhadap masyarakat pinggir hutan yang difasilitasi pemerintah, sehingga terwujud winwin solution, terjaganya hutan, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 3. Permintaan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan dan energi; Permintaan ubikayu terus meningkat seiring dengan berkembangnya beragamnya industri yang menggunakan ubikayu sebagai bahan baku. d. Ancaman 1. Anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara tanah Ubikayu dianggap sangat boros hara. Ketika dipanen, hara terangkut bersama umbi sehingga terjadi pengurasan hara dari tanah bekas tanaman ubikayu. Oleh karena itu, tanaman ini dianggap menguruskan tanah. Ada KPH di Jawa Tengah yang membatasi pengembangan ubikayu dengan melarang menanamnya di wilayah hutan karena alasan tersebut. Penyuluhan teknologi ubikayu perlu dilakukan untuk menepis anggapan ini. 2. Berkembangnya usahatani tanaman kompetitor (jagung, porang) di lahan hutan Pilihan tanaman yang berumur pendek dan cepat mendapatkan hasil dalam bentuk uang segar seperti jagung menjadi ancaman usahatani ubikayu. Ubi porang dapat diantisipasi dengan pengaturan pola tanam dengan ubikayu. Apabila tegakan telah berumur tiga tahun, maka tanaman ubikayu dapat diganti dengan ubi porang karena tanaman ini memerlukan naungan yang cukup lebat selama pertumbuhannya. Tabel 3. Matrik faktor strategi eksternal (EFAS) sistem usahatani ubikayu di lahan hutan. Faktor eksternal Peluang: Tingkat harga dari ubikayu semakin menarik bagi petani. Koordinasi kelembagaan yang kondusif (Perhutani, Pemda) Permintaan kebutuhan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan maupun energi Jumlah variabel peluang Ancaman: Anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara dalam tanah Berkembangnya usahatani untuk tanaman kompetitor (jagung, ubi porang) di lahan hutan Jumlah variabel ancaman Total skor Selisih skor
Bobot (%)
Rating
Skor
23,1 0
4 3
1,3 0
30,8
4
1,5
53,9
2,8
30,8
4
2,3
15,4
3
0,8
46,2
3,1 5,9 0,3
Untuk mengetahui peluang dan ancaman bagi sistem usahatani ubikayu digunakan matrik faktor strategi eksternal (EFAS/External Factors Analysis Summary) seperti pada Tabel 3. Sistem usahatani ubikayu mempunyai skor total 5,9 dengan skor peluang 2,8 dan
Rozi et al.: Strategi Pengembangan Usahatani Ubikayu di Lahan Hutan
557
skor ancaman 3,1. Hal ini berarti ancaman usahatani ubikayu di bawah tegakan lebih dominan dibanding peluangnya, sehingga diperlukan upaya untuk mengatasi ancaman tersebut. Namun selisih skor antara ancaman dan peluang kecil yaitu 0,3<2,8. Berarti pengaruh lingkungan eksternal usahatani ubikayu di lahan hutan masih dapat dikendalikan. Peta Kekuatan Pengembangan Ubikayu di Lahan Hutan Dilihat dari pengaruh faktor internal, yakni kekuatan dan kelemahan pengembangan ubikayu di hutan, maka kekuatan mempunyai nilai lebih tinggi dari kelemahan (5,9>3,8) (Tabel 2). Hal ini berarti faktor pendukung pengembangan ubikayu di hutan cukup besar dan dapat menutupi kekurangan sumberdaya yang ada. Namun, pengaruh eksternal berupa ancaman cukup besar dan mempunyai nilai lebih tinggi dibanding peluang (3,1>2,8) Tabel 3. Apabila dianalisis komparasi dengan menggabungkan pengaruh internal dan eksternal, maka total skor faktor internal lebih tinggi dari skor faktor eksternal (8,0>5,9). Interpretasi dari hal tersebut meskipun adanya ancaman pengembangan ubikayu di lahan hutan tetapi masih dapat diantisipasi dengan kemampuan dari kekuatan sumberdaya yang dimiliki. Untuk mengetahui pengembangan ubikayu di lahan hutan dapat dilihat dengan memetakan semua nilai faktor yang dimiliki, baik internal maupun eksternal, dalam suatu diagram. Kemudian dicari posisi ordinat dengan menghitung selisih skor faktor internal antara kekuatan dan kelemahan. Selisih skor faktor eksternal yaitu besarnya peluang dan ancaman. Peta kekuatan pengembangan ubikayu di lahan hutan didapatkan pada ordinat 3,8 dan -0,3 yaitu di kuadran II. Implementasinya adalah pengembangan ubikayu di lahan hutan menghadapi ancaman, tetapi akan teratasi dengan upaya pengelolaan dari kekuatan sumberdaya yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan ke arah kekutan (S) dalam Gambar 1.
Gambar 1. Peta kekuatan pengembangan ubikayu di lahan hutan.
558
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2015
Strategi Tercapainya Pengembangan Ubikayu di Lahan Hutan Nilai skor tertinggi hasil analisis dari masing-masing faktor, baik internal maupun eksternal, menunjukkan urgensi yang tinggi pengaruhnya sehingga terpilih sebagai dasar untuk menetapkan strategi yang diambil. Masing-masing faktor yang terpilih sangat berpengaruh seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Skor tertinggi masing-masing faktor internal dan eksternal dari sistem usahatani ubikayu di lahan hutan.
No 1.
Faktor-faktor Internal dan eksternal Kekuatan (Strengths)
2.
Kelemahan (Weaknesses)
3.
Peluang (Opportunities)
4.
Ancaman (Threats)
Uraian Adanya kelembagaan (kelompok petani, LMDH) yang mendukung Tanggung jawab petani dalam pemeliharaan lahan hutan kurang Permintaan kebutuhan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan maupun energi Anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara dalam tanah
skor 2,9 0,9 1,5 2,3
Berdasar skor urgensi faktor internal dan eksternal dapat disusun strategi untuk pencapaian tujuan (Tabel 4). Ada empat strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan sistem usahatani ubikayu di lahan hutan, yaitu strategi S-O,W-O, S-T, dan W-T (Tabel 5). Tabel 5. Formulasi strategi SWOT dari sistem usahatani ubikayu di lahan hutan.
Faktor eksternal
Kekuatan (S) Adanya kelembagaan (kelompok petani, LMDH) yang mendukung
Kelemahan (W) Tanggung jawab petani dalam pemeliharaan lahan hutan kurang
Peluang (O) Permintaan kebutuhan ubikayu cukup besar untuk bahan pangan, pakan maupun energi
Intensifkan penanaman ubikayu di bawah tegakan dengan teknologi baru (peningkatan IP, varietas dan teknologi budidaya)
Optimalkan kelembagaan petani (kelompok tani, LMDH) untuk berusahatani ubikayu dalam menunjang peningkatan produksi
Ancaman (T) Anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara dalam tanah
Optimalkan kelembagaan petani (kelompok tani, LMDH) sebagai media peningkatan kapasitas petani (‘capacity building’) melalui pendidikan dan ketrampilan berusahatani
Libatkan kelembagaan petani dalam pengelolaan hutan bersama pemangku hutan (perhutani) dalam pelestarian keberlanjutan sumberdaya hutan
Faktor internal
Dalam jangka pendek dan segera harus dijalankan strategi diversifikasi (S-T) yaitu optimalkan kelembagaan petani (kelompok tani, LMDH) sebagai media peningkatan kapasitas petani (capacity building) melalui pendidikan dan keterampilan berusahatani. Saat ini pengembangan ubikayu di lahan hutan menghadapi ancaman dan harus diantisipasi dengan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki sebagai kekuatan.
KESIMPULAN DAN SARAN Potensi pengembangan ubikayu di lahan hutan didukung oleh: a. Faktor internal, yaitu terbentuknya kelompok petani dan LMDH, lahan di bawah tegakan tersedia cukup luas untuk usahatani ubikayu, dan teknologi ubikayu di lahan hutan telah tersedia. Rozi et al.: Strategi Pengembangan Usahatani Ubikayu di Lahan Hutan
559
b. Faktor eksternal, yaitu harga ubikayu semakin menarik bagi petani, dukungan kelembagaan yang difasilitasi Perhutani dan Pemda serta permintaan ubikayu cukup besar. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan ubikayu di lahan hutan: a. Faktor internal, adalah tanggung jawab petani kurang dalam pemeliharaan lahan hutan, pengetahuan teknik usahatani ubikayu di lahan hutan kurang, dan lahan yang diusahakan dibawah pohon tegakan umur <3 tahun. b. Faktor eksternal, adalah anggapan tanaman ubikayu boros atau menguras hara tanah dan berkembangnya usahatani untuk tanaman kompetitor (jagung, ubi porang) di lahan hutan. Strategi jangka pendek dalam pengembangan ubikayu di lahan hutan adalah mengoptimalkan kelembagaan petani (kelompok tani, LMDH) sebagai media untuk meningkatkan kapasitas petani (capacity building) melalui pendidikan dan keterampilan berusahatani. Dampak dari optimalisasi kelembagaan petani ini akan meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2015. Revolusi Singkong Dideklarasikan di Malang. Http://balitkabi.litbang. Pertanian.go.id /kilas-litbang/1822-revolusi-singkong. Anny Mulyani dan Irsal Las. 2008. Potensi Sumberdaya Lahan dan optimasi Pengembangan Komoditas Penghasil Bioenergi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 27(1). 2008. Radjit, B.S. dan N. Prasetiaswati. 2011. Optimasi Hasil Ubikayu Menggunakan Teknologi Adaptif. Buletin Iptek Tanaman Pangan 6(2):243‒256. Radjit, S.R., N. Saleh., Y. Widodo., N. Prasetiaswati, S. Wahyuningsih. 2014. Teknologi produksi ubikayu di lahan tegakan hutan jati. Pros. Sem. Nas. Pembangunan pertanian terpadu berkelanjutan untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan energy dalam menyosong era Asia. UNS. Solo: 17 hlm. Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rozi, F. dan Heriyanto. 2009. Ubikayu sebagai Komoditas Ekonomi. hlm. 335‒350. Dalam J. Wargiono, Hermanto, dan Sunihardi (ed.). Ubikayu. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Meyo, S.E.M. and D. Liang 2012. SWOT Analysis of Cassava Sector in Cameroon. Internat. Scholarly and Sci. Res. & Innovation 6(11) 2012. http://waset.org/publications/6225/swotanalysis-of-cassava-sector-in-cameroon. p. 69‒174 Subandi. Yudi W., Nasir, S., dan Lawu J.S. 2006. Dalam Didik H., Subandi, dan Nasir S. (Ed.). Prospek, Strategi, dan Teknologi Pengembangan Ubikayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan. Puslitbangtan. Bogor. Suhartina. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. hlm. 1‒64. Riyanto, S.A., Sumardjo, D.S. Gani dan B.G. Sugihen. 2012. Motivasi dan Partisipasi Petani dalam Pengelolaan Hutan Kemiri di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. J. Penyuluhan, September 2012 8(2).
560
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2015