Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 Di Kabupaten Kulonprogo Abdul Rohman Allail dan Subardjo Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka No. 42 Sidikan Umbulharjo Yogyakarta 55161 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penerapan otonomi daerah yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang lebih menitik beratkan pada pemberian kewenangan kepada daerah. Berdasarkan pasal 200 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, bahwa Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah yaitu dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates. Dengan dirubahnya status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates akan diikuti perubahan di bidang kewenangan, kelembagaan, personil, keuangan dan kekayaan, dan sarana serta prasarana pemerintahan. Penelitian ini yang menjadi subyek adalah Kepala Kecamatan (Camat) Wates, Kepala Kelurahan (Lurah) dan Sekretaris Kelurahan Wates, sedangkan yang menjadi obyek adalah Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 di Kabupaten Kulonprogo, instrument penelitian berupa pedoman observasi, metode pengumpulan data dengan dokumentasi, wawancara, dan studi kepustakaan.. Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data, Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 di Kabupaten Kulonprogo bahwa untuk nama, luas wilayah, batas wilayah, peta, sarana dan prasarana itu tetap, akan tetapi untuk kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja, kekayaan, pembiayaan, perangkat, sarana prasarana, arsip dan dokumentasi serta kelembagaan kemasyarakatannya itu dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Kulonprogo yang dikelola oleh Pemerintah Kelurahan Wates yang baru. Kata kunci : Otonomi Daerah, Desa, Kelurahan.
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, maka penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan dengan asas otonomi. Asas otonomi daerah merupakan hal yang hidup sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di masyarakat. Dilaksanakannya otonomi maka pemerintahan daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan otonomi yang diberikan kepada suatu pemerintah daerah dimaksudkan untuk memaksimalkan penyelenggaraan fungsi-fungsi pokok pemerintahan yang mencakup pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development). Pemerintah daerah secara umum diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 18 ayat 1 setelah amandemen adalah “Negara Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
81
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa pembagian daerah yang dimaksud terdiri atas daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota serta desa sebagai daerah yang terendah tingkatnya. Penerapan otonomi daerah yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yang lebih menitik beratkan pada pemberian kewenangan kepada daerah. Pemberian kewenangan itu dipakai untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Landasan pengaturan dalam pemikiran mengenai pemerintahan desa adalah keragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi pada umumnya dapat diberi pengertian keikutsertaan masyarakat atas kesadaran dan kemauan sendiri dan atau diajak dalam suatu kegiatan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum desa dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya dengan aturan aturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan pasal 216 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk lebih jelasnya, maka uraian yang ada dalam paragraf 2 pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa tugas Kepala Desa adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih sempit. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, bahwa Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan. Dalam pasal 2 yaitu (1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dan (2) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih. Dalam kedudukannya, pada pasal 3 yaitu (1) Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang
82
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan .....
berkedudukan di wilayah kecamatan, (2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/ Walikota melalui Camat, (3) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan pasal 200 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, bahwa Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Perda. Dengan ditetapkan status Desa menjadi Kelurahan kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asalusul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten di bawah Kecamatan. Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan perundang-undangan, maka mau tidak mau, siap tidak siap, semua pemerintahan desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan. Menindaklanjuti isi dari pasal tersebut, telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan. Kepmendagri tersebut merupakan pedoman bagi daerah kabupaten dan kota serta DPRD dalam menetapkan peraturan daerah kabupaten dan kota mengenai pembentukan kelurahan. Pembentukan kelurahan diartikan sebagai pembentukan kelurahan baru sebagai akibat pemecahan, penggabungan dan atau perubahan status desa menjadi kelurahan. Perubahan status desa menjadi kelurahan sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan, adalah merupakan kebijakan atau upaya yang ditempuh pemerintah dalam rangka membentuk kelurahan baru. Dalam penjelasan Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates dikemukakan bahwa prinsip pengaturan mengenai desa yaitu otonomi asli maka penyelenggaraan otonomi desa harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Hal ini berarti penyelenggaraan pemerintahan desa harus selalu mengikuti dinamika perkembangan dan perubahan sosial di desa. Perkembangan kehidupan masyarakat di Desa Wates telah menunjukkan karakteristik masyarakat kota, yaitu ditandai dengan kondisi riil Desa Wates telah tumbuh menjadi pusat pelayanan publik, pusat perdagangan dan industri, dan pusat jasa. Perkembangan tersebut harus diakomodasi agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat meningkatkan taraf hidup dan mensejahterakan masyarakat Desa Wates. Dalam upaya mengikuti perkembangan masyarakat di Desa Wates, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat pelaksanaan pembangunan dan mempercepat
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
83
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
terwujudnya kesejahteraan masyarakat, Desa Wates perlu dirubah statusnya menjadi Kelurahan Wates. Perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates merupakan tindak lanjut prakarsa Pemerintah Desa dan BPD Wates yang telah disetujui lebih dari 2/3 (dua pertiga) penduduk desa yang mempunyai hak pilih. Dengan dirubahnya status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates akan diikuti perubahan di bidang kewenangan, kelembagaan, personil, keuangan dan kekayaan, dan sarana serta prasarana pemerintahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates. Karena dengan berstatus kelurahan, kesempatan untuk mendapatkan anggaran pembangunan menjadi lebih luas. Seperti bantuan dari Pemerintah Pusat akan dapat diterima dalam jumlah lebih besar. Alih status tidak akan merugikan perangkat desa atau masyarakat. Tetapi justru akan lebih menguntungkan. Selain laju pembangunan akan lebih cepat, aset yang dikelola juga akan lebih banyak dan jelas. Namun, pada kenyataannya anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat masih dirasa terlalu minim, sarana dan prasarana yang masih kurang, kurangnya tenaga personil kelurahan, dan juga belum adanya aturan atau payung hukum mengenai LKK (Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan). Maka persoalan yang timbul dari perubahan status desa menjadi kelurahan tersebut adalah bagaimana perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kulonprogo.Nomor 16 Tahun 2008 KAJIAN PUSTAKA 1.
Otonomi Daerah
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 poin 5 dan 6 menyebutkan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurusi urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.
Asas Otonomi Daerah
a.
Sentralisasi Mengenai hubungan kewenangan antara pusat daerah dalam sistem negara kesatuan akan melahirkan suatu konsep yaitu salha satunya adalah sentralisasi. Sentralisasi di dalam bukunya Hanif Nurcholis CS (2010: 1.4) adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi) pada pemerintah pusat (Presiden dan para Menteri). Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan pemerintah pusat (Presiden dan para Menteri), tidak dibagi-bagi kepada
84
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
b.
c.
d.
3.
pejabatnya didaerah dan/atau pada daerah otonom maka disebut sentralisasi. Dekosentrasi Hanif Nurcholis CS (2010:1.5), menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemerintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Desentralisasi Desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam bukunya Syaukani, CS (2009: xvii), bahwa desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan pemerintahan nasional dan pemerintahan lokal. Di dalam mekanisme ini pemerintahan nasional melimpahkan kewenangan kepada pemerintahan dan masyarakat setempat atau lokal untuk diselenggarakan guna meningkatkan kemaslahatan hidup masyarakat. Tugas Pembantuan Disamping asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan daerah di indonesia juga dikenal tugas pembantuan. Menurut Koesoemahatmadja didalam bukunya Hanif Nurcholis, CS (2000: 1.14) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan. Pengertian Pemerintahan Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1320), sistem itu berarti susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya. Sedangkan Pemerintah Daerah di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4.
Sistem Administrasi Pemerintahan Daerah
Sistem administrasi pemerintahan daerah, bahwa sistem artinya kesatuan antar berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan utuh untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan administrasi adalah keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang melibatkan berbagai komponen sumber daya manusia dan pendukungnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Jadi, yang dimaksud dengan sistem administrasi pemerintahan daerah adalah kesatuan yang utuh antara berbagai komponen dalam pemerintahan daerah yang melakukan proses perencanaan,
Citizenship
85
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian untuk mencapai tujuan pemerintahan daerah. (Hanif Nurcholis, CS, 2000: 2.33) 5.
Pemerintah Desa
Desa di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6.
Kelurahan
Menurut Hanif Nurcholis di dalam bukunya (2010: 5.25), kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota dibawah kecamatan. kelurahan merupakan perangkat kecamatan yang dipimpin oleh kepala kelurahan. Lurah adalah kepala kelurahan. Pembentukan kelurahan ditetapkan dengan peraturan daerah. Lurah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat oleh bupati/walikota atas usul camat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, bahwa Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan. 7. Menurut UNDP ( ) karakteriteristik dari good governance yang saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri yakni sebagai berikut: a. setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legimitasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. b. , kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia. c. , transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dipantau. d. lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders. e. , good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosesdur. f. , proses dan lembaga mngenghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.
86
Citizenship
Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan .....
g.
h.
Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi. Strategic vision, para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini. (Sedarmayanti, 2003: 7)
Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta e!sien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara ketiga domain; negara, sektor swasta dan masyarakat (civil society). Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh. Dengan terwujudnya good governance ini maka akan tercipta pula clean governance dimana setiap bentuk kerjasama antara pemerintah dan stakeholders didasarkan pada bentuk kerjasama transparan yang dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif dengan Subjek penelitian ini adalah Kepala Kecamatan Wates (Camat), Kepala Kelurahan Wates (Lurah), dan Sekretaris Kelurahan Wates Data diperoleh melalui metode pengamatan langsung (observasi), wawancara, dokumentasi dan studi pustaka untuk mengungkap informasi tentang perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 di Kabupaten Kulonprogo. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif, secara terinci sistematis dan terus menerus yang meliputi langkah-langkah reduksi data, klasi!kasi data, penafsiran data, display data, dan menarik kesimpulan. Menurut Pendapat Patton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2008: 280), menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. Jadi analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi suatu kesatuan data yang dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
87
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008 di Kabupaten Kulonprogo. Dari hasil penelitian di lapangan, dapat dilihat bahwa perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates itu prosesnya atau mekanismenya berlangsung lama dari tahun 2005 yakni berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan maka perubahan status tersebut bermulai dari adanya prakarsa dan kesepakatan dari masyarakat Wates untuk perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates. Karena masyarakat melihat bahwa Perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates tersebut sudah memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a. Luas wilayah tidak berubah yaitu 428.2422 Ha. b. Jumlah penduduk 16.217 jiwa atau 4548 Kepala Keluarga. c. Prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan Kelurahan Wates. d. Potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian. e. Kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa dan industri. f. Meningkatnya volume pelayanan. Berdasarkan pertimbangan tersebut kemudian masyarakat Wates mengajukan usul perubahan status desa menjadi kelurahan tersebut kepada BPD dan Kepala Desa Wates. Prakarsa Pemerintah Desa Wates bersama Badan BPD Wates dengan memperhatikan aspirasi rakyat Wates. Aspirasi rakyat Wates dalam memprakasai dan kesepakatan adanya perubahan status tersebut paling sedikit disetujui 2/3 dari jumlah penduduk Wates yang mempunyai hak pilih. BPD Wates mengadakan rapat bersama Kepala Desa Wates untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD Wates tentang Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates. Kepala Desa Wates mengajukan usul perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates kepada Bupati Kulonprogo melalui Camat wates, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD Wates. Kemudian dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati Kulonprogo menugaskan Tim Kabupaten Kulonprogo bersama Tim Kecamatan Wates untuk melakukan observasi ke Desa Wates yang akan diubah statusnya menjadi Kelurahan Wates, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati Kulonprogo. Bahwa rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak untuk merubah status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates, Bupati Kulonprogo menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates.
88
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan .....
Selanjutnya Bupati Kulonprogo mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD Kulonprogo. DPRD bersama Bupati Kulonprogo melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates, dan mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa Wates. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates itu telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati Kulonprogo disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati Kulonprogo untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kulonprogo. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates itu disampaikan oleh Pimpinan DPRD 7 (tujuh) hari setelah tanggal persetujuan bersama, ditetapkan oleh Bupati/Kulonprogo paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama dan dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates yang telah ditetapkan oleh Bupati Kulonprogo, kemudian Sekretaris Daerah Kulonprogo mengundangkan Peraturan Daerah tersebut di dalam Lembaran Daerah Kulonprogo yaitu Peraturan Daerah Kulonprogo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates. Tujuan dari perubahan status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates adalah upaya percepatan pelaksanaan pembangunan, peningkatan pelayanan masyarakat, optimalisasi pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka percepatan terwujudnya kesejahteraan. Dengan berubahnya status Desa wates menjadi Kelurahan Wates bahwa untuk seluruh kekayaan dan sumber-sumber pendapatan Desa Wates menjadi kekayaan Dacrah Kabupaten Kulonprogo dan dikelola oleh Kelurahan Wates untuk kepentingan masyarakat Wates itu sendiri. Selain itu perubahan itu juga diikuti oleh perubahan-perubahan pada administrasi pemerintahan sebagai berikut: 1. Kewenangan Dengan berubahnya status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates untuk kewenangan Desa Wates dengan otonomi desanya sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Wates berdasarkan asal usul dan adat istiadat atau kebiasaan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Wates untuk diubah menjadi kewenangan wilayah kerja Lurah Wates sebagai Perangkat Daerah Wates didasarkan atas pelimpahan sebagian urusan Bupati Kulonprogo kepada Lurah Wates, sehingga Lurah disini sangat bergantung pada pemerintah daerah tatu Bupati Kulonprogo. 2.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Untuk susunan organisasi dan tata kerja Kelurahan Wates ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kulonprogo Nomor 17 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Wates.
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
89
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
3.
Kekayaan Bahwa untuk seluruh kekayaan dan pendapatan Pemerintah Desa Wates setelah perubahan statusnya menjadi Kelurahan Wates itu diserahkan kepada dan menjadi milik Pemerintah Daerah. Yang artinya bahwa seluruh kekayaan dan pendapatan Pemerintahan Desa akan dikelola oleh Kelurahan Wates dengan memperhatikan kepentingan Pemerintah Daerah dan masyarakat di Kelurahan Wates.
4.
Pembiayaan Mengenai pembiayaan penyelenggaraan pemerintah itu berbeda dengan Pemerintah Desa yang seluruhnya dibiayai sendiri sedangkan untuk Kelurahan Wates bahwa seluruh pembiayaan penyelenggaraan pemerintahannya itu dibebankan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
5.
Perangkat Untuk Lurah dan Perangkat Kelurahan Wates diisi dari Pegawai Negeri Sipil Daerah yang memenuhi persyaratan dan diutamakan yang bertempat tinggal atau berdomisili di Kelurahan Wates atau Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bersedia untuk bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Wates. Sedangkan untuk perangkat Desa Wates diberhentikan dengan hormat dar jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Wates serta diberikan uang pesangon sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
6.
Sarana Prasarana, Arsip dan Dokumentasi Untuk sarana prasarana, arsip dan dokumentasi Pemerintah Desa Wates, setelah mengalami perubahan statusnya menjadi Kelurahan Wates itu diserahkan dan mennjadi milik Pemerintah Daerah. Artinya sarana prasarana, arsip dan dokumentasi itu akan dikelola oleh Pemerintah Kelurahan Wates yang baru dengan memperhatikan Pemerintah Daerah dan masyarakat di Kelurahan Wates.
7.
Lembaga Kemasyarakatan Bahwa untuk lembaga kemasyarakatan Pemerintah Desa Wates yang ada tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sampai dengan dibentuknya lembaga kemasyarakatan Kelurahan Wates yang baru dan diatur dalam peraturan daerah tersendiri. Hingga saat ini Kelahiran Wates sedang menunggu delegasi atau dibuat dan diundang-undangkan peraturan daerah tentang lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Wates.
90
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan ..... Tabel 1. Perbedaan desa dan kelurahan dapat diuraikan sebagai berikut: No.
Pemerintah Desa
Kelurahan
1
Kewenangan : bahwa kewenangan desa, yaitu: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Kewenangan kelurahan, yaitu: menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Serta melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati.
2.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Untuk susunan organisasi dan kerja desa yaitu: a. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. b. Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya. c. Perangkat Desa lainnya terdiri atas : 1) sekretariat desa 2) pelaksana teknis lapangan 3) unsur kewilayahan. d. Jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. e. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.
Untuk susunan organisasi dan kerja kelurahan yaitu: a. Lurah b. Perangkat Kelurahan yang terdiri dari : 1) Sekretariat 2) Seksi Pemerintahan 3) Seksi Perekonomian dan Pembangunan 4) Seksi Kesejahteraan Rakyat 5) Seksi Pemberdayaan Masyarakat, dan 6) Kelompok Jabatan Fungsional Tertentu. c. Uraian tugas masing-masing unsur organisasi Kelurahan diatur dengan Peraturan Bupati.
3.
Kekayaan Kekayaan kelurahan, yaitu Kekayaan Desa, yaitu a. Seluruh kekayaan dan sumber Bahwa pengelolaan kekayaan desa itu pendapatan milik Pemerintah diserahkan dikelola oleh kepala desa dan perangkatnya kepada dan menjadi milik Pemerintah melalui peraturan desa. Daerah. b. Kekayaan dan sumber pendapatan dikelola oleh Kelurahan dengan memperhatikan kepentingan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat.
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
91
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
4.
Pembiayaan Pembiayaan kelurahan yaitu bahwa untuk Untuk pembiayaan desa yaitu pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan Bahwa untuk pembiayaan penyelenggaraan kelurahan berasal dari alokasi APBD. pemerintahan desa berasal dari APB Desa.
5.
Perangkat Perangkat desa yaitu a. Kepala Desa b. Sekretaris Desa diisi dari pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat oleh sekretaris daerah. c. Kaur-kaur d. Pelaksana urusan e. Kadus
Perangkat kelurahan yaitu seluruhnya diambil dari pegawai negeri sipil (PNS) a. Kepala kelurahan (Lurah) b. Sekretaris Kelurahan c. Seksi pemerintahan d. Seksi perokonomian dan pembangunan e. Seksi pemberdayaan f. Seksi kemasyarakatan
6.
Sarana Prasarana, Arsip dan Dokumentasi Sarana dan prasarana, arsip dan dokumentasi desa di kelola oleh pemerintah desa.
Sarana prasarana, arsip dan dokumentasi kelurahan diserahkan kepada pemerintah daerah dan dikelola oleh kelurahan.
7.
Lembaga Kemasyarakatan Lembaga kemasyarakatan desa yaitu a. BPD b. LKMD c. Dukuh d. RW e. RT dll.
Lembaga kemasyarakatan kelurahan yaituTidak ada BPD a. LPMK b. RW c. RT dll.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian hasil pembahasan mengenai “Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates menurut Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2008“ maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan yang kemudian didelegasikan ke dalam Peraturan Daerah Kulonprogo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates menjadi Kelurahan Wates itu sudah dideklarasikan pada tanggal 1 Desember 2010. Kemudian untuk nama, luas wilayah, batas wilayah, peta, sarana dan prasarana itu tetap, akan tetapi untuk kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja, kekayaan, pembiayaan, perangkat, sarana prasarana, arsip dan dokumentasi dan kelembagaan kemasyarakatannya itu dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Kulonprogo yang dikelola oleh Pemerintah Kelurahan Wates yang baru.
92
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
Analisis Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates Menurut Peraturan .....
DAFTAR PUSTAKA Adipedia. Perbedaan Pemerintahan Desa dan Kelurahan. http://www.adipedia. com/2011/05/perbedaan-pemerintahan-desa-dan.html, diakses 08Januari 2012 Alwasilah, Chaedar. (2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya Arikunto, S. (2000). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. (2008). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. Rosdakarya Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nawawi, Hadari. (1998). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nurcholis, Hanif, CS. (2010). Administratif Pemerintahan Daerah. Jakarta: Universitas Terbuka Nurlan, Darise. (2009). Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: Edisi Kedua PT. Indeks Peraturan Daerah Kulonprogo Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Kelurahan Peraturan Daerah Kulonprogo Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan Rahman, Maman. (1999). Strategi dan Langkah-langkah Penelitian. Semarang: IKIP Semarang Press Saparin, Sumbar. (1979). Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Jakarta: Ghalia Indonesia Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan yang baik) dalam rangka otonomi daerah upaya membangun organisasi efektif dan e!sien melalui restrukturisasi dan pemberdayaan. Bandung: CV. Mandar Maju Soemitro, Ronny Hanitijo. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia Sudirwo, Daeng. (1981). Pokok-pokok pemerintahan di daerah dan pemerintahan desa. Bandung: Angkasa Sugiyono, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Syamsiah. (2009). Pengertian Pembangunan. http://profsyamsiah.wordpress. com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/,19 Januari 2012 Syaukani, CS. (2009). Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013
93
Abdul Rohman Allail dan Subardjo
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Desa di akses pada tanggal 8 Januari 2012 Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelurahan di akses pada tanggal 8 Januari 2012
94
Jurnal Citizenship, Vol. 2 No. 1, Juli 2013