PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a.
Mengingat :
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan mengenai pembentukan, penghapusan, penggabungan Desa dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat berdasarkan asal- usul dan adat istiadat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada dalam daerah Kabupaten;
b.
bahwa sehubungan dengan maksud pada huruf a di atas dan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, maka perlu mengatur pembentukan, penghapusan, penggabungan dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan;
c.
bahwa pembentukan, penghapusan, penggabungan dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
1.
Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655 );
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4857); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pencabutan beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Mengenai Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA dan BUPATI JEMBRANA
2
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Jembrana. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adala h Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jembrana. 4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten dalam wilayah kerja Kecamatan. 6. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Pemerintah Desa adalah Perbekel dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 8. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa. 9. Perbekel adalah sebutan dari Kepala Desa. 10. Pembentukan Desa adalah penggabungan beberapa Desa, atau bagian wilayah Desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Desa menjadi dua Desa atau lebih, atau pembentukan Desa baru di luar Desa yang telah ada. 11. Penghapusan Desa adalah tindakan meniadakan Desa yang ada sebagai akibat tidak legi memenuhi persyaratan. 12. Penggabungan Desa adalah penyatuan dua Desa atau lebih menjadi Desa baru. 13. Banjar adalah bagian dari wilayah Desa dengan batas-batas yang jelas yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan Desa.
3
BAB II PEMBENTUKAN DESA Pasal 2 (1) Pembentukan Desa bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan serta untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. (2) Pembentukan Desa dapat berupa penggabungan beberapa Desa atau bagian Desa yang bersandingan, pemekaran dalam satu Desa menjadi dua Desa atau lebih, atau pembentukan Desa di luar Desa yang sudah ada. Pasal 3 (1) Dalam pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. jumlah penduduk sekurang-kurangnya 1500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 KK;-; b. luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat; c. wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan dan komunikasi antar Banjar; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; e. potensi yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; g. sarana dan prasarana, yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan Desa dan perhubungan serta sarana dan prasarana sosial, dan pemasaran produksi; dan h. dalam pembentukan Desa berdasarkan faktor-faktor tersebut pada huruf a sampai dengan g, perlu mempedomani pula tata Desa yang memungkinkan kelancaran perkembangan Desa yang selaras dan sesuai dengan tata Pemerintahan Desa, tata masyarakat dan tata ruang fisik Desa, guna mempertahankan keseimbangan lingkungan. (2) Disamping persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentukan Desa perlu memperhatikan juga mengenai Nama Desa, perangkat Desa dan jumlah bagian wilayah Desa yang akan dibentuk.
4
Pasal 4 (1) Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal- usul dan adat istiadat serta sesuai dengan syarat-syarat pembentukan Desa dan persyaratan lain sesuai kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mencapai usia penyelenggaraan pemerintahan Desa paling sedikit 5 (lima) tahun. Pasal 5 (1) Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Peraturan Daerah sebaga imana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, luas Desa, batas Desa, pusat pemerintahan dan bagian wilayah kerja Desa. Pasal 6 Mekanisme dan tata cara pembentukan Desa adalah sebagai berikut : a.
adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk Desa;
b.
masyarakat mengajukan usul pembentukan Desa kepada BPD dan Perbekel;
c.
BPD mengadakan rapat bersama Perbekel untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan Desa, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa;
d.
Perbekel mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi Desa yang akan dibentuk;
e.
dengan memperhatikan dokumen usulan Perbekel, Bupati menugaskan Tim Kabupaten bersama Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati;
f.
bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk Desa baru, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa;
g.
penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas wilayah Desa yang akan dibentuk;
h.
Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa hasil pembahasan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD;
5
i.
DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sesuai dengan mekanisme yang ada, dan bila diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa; dan
j.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. BAB III PENGGABUNGAN ATAU PENGHAPUSAN DESA Pasal 8
(1) Desa yang karena perkembangan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat digabung dengan Desa lain atau dihapus. (2) Penggabungan Desa harus mendapatkan persetujuan dari kedua Pemerintahan Desa. Pasal 9 (1) Penggabungan atau penghapusan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, terlebih dahulu dimusyawarahkan oleh Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat Desa masing- masing. (2) Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bersama Perbekel Desa yang bersangkutan. (3) Keputusan Bersama Perbekel Desa yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan oleh salah satu Perbekel kepada Bupati melalui Camat. (4) Hasil penggabungan atau penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB IV BATAS DESA Pasal 10 (1) Batas wilayah Desa menggunakan batas alam dan atau batas buatan. (2) Penetapan lokasi batas wilayah Desa ditetapkan melalui musyawarah antara masing- masing Desa. (3) Penetapan dan Penegasan batas Desa ditetapkan dengan Keputusan bersama Pemerintah Desa yang bersangkutan.
6
(4) Penetapan dan Penegasan batas wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disahkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 11 Tata cara penetapan dan penegasan batas Desa berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB V KEWENANGAN DESA Pasal 12 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa mencakup : a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal- usul Desa; b.
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada Desa;
c.
tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten; dan
d.
urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang- undangan diserahkan kepada Desa. Pasal 13
(1) Urusan pemerintahan yang diserahkan sebaga imana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. (2) Urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan pembiayaannya. (3) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. (4) Pemerintah Desa berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
BAB VI PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
7
Pasal 14 (1) Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi Kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan aspirasi masyarakat setempat. (2) Aspirasi masyarakat sebgaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) penduduk Desa yang mempunyai hak pilih. Pasal 15 Perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. luas wilayah yang tidak berubah; b. jumlah penduduk paling sedikit 4500 jiwa atau 900 KK; c. prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggara nya pemerintahan Kelurahan; d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keaneka ragaman mata pencaharian; e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa industri; dan f. meningkatnya volume pelayanan. Pasal 16 (1) Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang tersedia di Kabupaten. (2) Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan Daerah. (3) Perbekel dan Perangkat Desa serta BPD dari Desa yang diubah statusnya menjadi Kelurahan, diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan diberikan penghargaan sesuai dengan nilai- nilai sosial budaya dan kemampuan Daerah. (4) Pendanaan sebagai akibat perubahan status Desa menjadi Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 17 Tata cara pengajuan dan penetapan perubahan status Desa menjadi kelurahan adalah sebagai berikut :
8
a. adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk merubah status Desa menjadi Kelurahan; b. masyarakat mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan kepada BPD dan Perbekel; c. BPD mengadakan rapat bersama Perbekel untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status Desa menjadi Kelurahan, dan kesepakatan rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; d. Perbekel mengajukan usul perubahan status Desa menjadi Kelurahan kepada Bupati melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD; e. dengan memperhatikan dokumen usulan Perbekel, Bupati menugaskan Tim Kabupaten dan Tim Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan diubah statusnya menjadi Kelurahan, yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati; f. bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak untuk merubah status Desa menjadi Kelurahan, Bupati menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; g. Bupati mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan kepada DPRD untuk dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD; h. DPRD bersama Bupati melakukan pembahasan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, dan bila diperlukan dapat mengikut sertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat Desa; i.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. BAB VII PEMBENTUKAN BANJAR Pasal 18
(1) Dalam wilayah Desa dapat dibentuk Banjar yang merupakan bagian wilayah kerja Pemerintahan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. (2) Pembentukan Banjar dalam Desa terjadi karena pembentukan Banjar di luar Banjar yang sudah ada sebagai akibat adanya pemekaran, penggabungan, atau penataan. (3) Banjar dalam Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan persyaratan lain yang ditentukan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
9
Pasal 19 Banjar dalam Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus atau digabung. Pasal 20 (1) Batas wilayah Banjar dalam Desa harus menggunakan batas alam atau batas buatan. (2) Penetapan batas wilayah Banjar dalam Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. BAB VIII PERSYARATAN PEMBENTUKAN BANJAR Pasal 21 Pembentukan Banjar dalam Desa dapat dilaksanakan dengan memperhatikan syaratsyarat yang harus dipenuhi, yaitu : a. jumlah pend uduk minimal 500 (lima ratus) jiwa atau 100 KK; b.
luas wilayah yang terjangkau secara berdayaguna dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat;
c.
tercipta suasana yang memberikan kemungkinan adanya kerukunan hidup umat beragama dan kerukunan hidup masyarakat dalam hubungannya dengan adat istiadat; dan
d.
memungkinkan kelancaran perkembangan Banjar ataupun Lingkungan yang selaras sesuai dengan tata masyarakat dan tata ruang wilayah untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan yang lestari. BAB IX MEKANISME PEMBENTUKAN Pasal 22
(1) Pembentukan Banjar dalam Desa diusulkan oleh Kelihan Banjar atas prakarsa masyarakat kepada Perbekel. (2) Usul Kelihan Banjar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengkajian oleh Perbekel. (3) Apabila usul pembentukan Banjar tersebut dipandang layak, maka Perbekel menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Pembentukan Banjar untuk diajukan kepada BPD. (4) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas oleh Perbekel bersama BPD untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.
10
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 (1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan yang mengatur tentang Pembentukan, Penghapusan, atau Penggabungan Desa dinyatakan tidak berlaku lagi. (2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jembrana. Ditetapkan di Negara pada tangal 31 Mei 2007 BUPATI JEMBRANA,
I GEDE WINASA Diundangkan di Negara pada tanggal 31 Mei 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JEMBRANA,
I KETUT WIRYATMIKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2007 NOMOR 7.
11
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN
I.
PENJELASAN UMUM Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan sehubungan dengan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan, maka dalam rangka meningkatkan kemampuan penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara berdaya guna dan berhasil guna serta untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperhatikan perkembangan dan atau kemajuan dalam tiap Desa, perlu mengatur pembentukan, penghapusan, penggabungan dan perubahan status Desa menjadi Kelurahan serta pembentukan Banjar dalam Desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Pembentukan desa dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas.
12
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 5 Yang dimaksud dengan dihapus adalah tindakan meniadakan desa yang ada. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Yang dimaksudkan dengan memperhatikan saran masyarakat adalah usulan disetujui paling sedikit dua pertiga penduduk desa yang mempunyai hak pilih. Pasal 8 Yang dimaksud dengan potensi ekonomi dan kondisi sosial budaya masyarakat adalah jenis dan usaha jasa dan produksi, keanekaragaman status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai agraris ke jasa industri dan meningkatnya volume pelayanan. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil dalam ketentuan ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang tersedia di Kabupaten Jembrana. Ayat (2) Yang dimaksud dengan dikelola oleh Kalurahan adalah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan melibatkan masyarakat Kelurahan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
13
Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Pembentukan Banjar dapat dilakukan apabila Desa bersangkutan sangat luas sehingga memudahkan terselenggaranya pelayanan pemerintahan secara efisien dan efektif. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas.
14
Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7.
15