ANALISIS PERPAJAKAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA : STUDI KASUS TENTANG PENGUSAHA ORANG PRIBADI TERTENTU DI JAKARTA PUSAT
LISADEA FEBIANA JL.Nurdin 2 no 1C grogol,jakarta barat 08179835588
[email protected]
Dosen Pembimbing : Heri Sukendar W, Drs., AK., MM
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Jurusan Akuntansi dan Keuangan Skripsi Sarjana Strata 1 Akuntansi Semester Genap tahun 2012/2013 Analisis Perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengguna Norma : Studi Kasus Tentang Pengusaha Orang Pribadi Tertentu Di Jakarta Pusat Lisadea Febiana 1301044731 Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai masalah kebijakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto di Indonesia dan tarif terbaru sesuai pasal 25 ayat (7). Tujuan diterapkan kebijakan norma adalah memberikan alternatif kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan. Tarif terbaru 2010 diterapkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini menemukan bahwa Norma Perhitungan Penghasilan Neto memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas , tetapi tidak memberikan keadilan. Namun di sisi lain diterapkannya tarif sesuai pasal 25 ayat (7) untuk pengusaha tertentu berdampak lebih bayar untuk Pengusaha Tertentu yang memiliki omset kecil. LDF Kata Kunci : Norma Perhitungan Penghasilan Neto, Tarif Pajak sesuai pasal 25 ayat 7
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Fakultas Ekonomi dan Komunikasi Jurusan Akuntansi dan Keuangan Skripsi Sarjana Strata 1 Akuntansi Semester Genap tahun 2012/2013 Analisis Perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengguna Norma : Studi Kasus Tentang Pengusaha Orang Pribadi Tertentu Di Jakarta Pusat Lisadea Febiana 1301044731 Abstrak
This thesis discusses the policy issues Norma Calculation Of Net Icome in Indonesia and the latest rates in accordance with article 25, paragraph (7). Applied policy goal is to provide an alternative to the norm of individual taxpayer who can not afford to do bookeeping. 2010 latest rates applied to the individual taxpayer certain employers. This study used a qualitative approach. In this study finds that Norm Calculation of Net Income to provide convenience to the individual taxpayer who does work or independent work, but does not give it justice. But on the other hand the apllication of rates in accordance with article 25, paragraph (7) for certain employers pay to have more impact certain employers have little turnover. LDF
Keywords: Norm Calculation Of Net Income, Tax Rates in accordance tih article 25, paragraph 7
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu bentuk pendapatan negara yang menyumbang persentase terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor pendapatan lainnya. Oleh karena itu , keberhasilan suatu negara dalam mengumpulan pajak dari warga negaranya akan menimbulkan stabilitas ekonomi dari negara yang bersangkutan. Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang sosial maupun ekonomi. Pada mulanya pajak bukan merupakan suatu pemungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat untuk memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar, untuk membuat jalan umum dan sebagainnya. Hukum pajak yang juga disebut hukum fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dengan warganya atau badan- badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak yang disebut wajib pajak. Hukum pajak dibagi kedalam hukum pajak material dan hukum pajak formal. tetapi sebagian besar dari undang-undang pajak yang berlaku sebelum undang-undang pajak nasional adalah berasal dari undang-undang produk pemerintah Hindia Belanda. Undang – undang ini banyak mengalami perubahan dan tambahan yang disusun dalam bahasa indonesia, sehingga disusun undangundang nasional yang merupakan salah satu faktor yang mendukung pembangunan yang dilaksanakan sampai sekarang , sehingga memiliki arti sejarah bagi bangsa dan negara. Undangundang tersebut terdiri dari : 1. Undang- undang nomor 6 tahun 1983 yang telah diubah keempat kalinya dan terakhir dengan undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2.
Undang – undang nomor 7 tahun 1983 yang telah diubah untuk empat kalinya dan terakhir dengan undang – undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
3.
Undang – undang nomor 8 tahun 1983 yang telah diubah ketiga kalinya dan terakhir dengan undang – undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM
Reformasi tersebut salah satunya bertujuan untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan perhitungan pajak, dan pajak yang menyesuaikan dengan kondisi wajib pajak. Reformasi dalam perpajakan terus dilakukan pemerintah yang meliputi perumusan dan pembuatan peraturan perundang-undangan dan penyempurnaan administrasi perpajakan yang memudahkan pelayanan bagi wajib pajak. Perubahan Undang-Undang Pajak tetap berpegang pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan, kemudahan, dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self-assessment. Perubahan tersebut terjadi karena untuk menyeimbangkan pesatnya perkembangan ekonomi dan sosial sebagai hasil pembangunan dan globalisasi serta reformasi diberbagai bidang usaha yang tidak lepas dari peraturan- peraturan bidang perpajakan. Peraturan perpajakan yang mengatur tentang norma bagi penghasilan wajib pajak orang pribadi diatur dalam PMK NO. KEP-536/PJ/2000 . Namun pada tahun 2010 pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dan Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 pasal 25 ayat 7 untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha bebas. Hal ini menimbulkan kerancuan bagi wajib pajak orang pribadi pedagang eceran dalam menghitung pajak penghasilan terutang. Kerancuan itu adalah dalam hal manakah wajib pajak orang pribadi pedagang eceran boleh menggunakan norma atau menggunakan peraturan terbaru 2010. Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara namun juga memiliki fungsi distribusi pendapatan. Pajak penghasilan orang pribadi merupakan salah satu instrumen untuk mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan antara masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan yang berpenghasilan rendah rendah. Kemiskinan, baik relatif dan mutlak, menimbulkan beberapa kendala bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Kesenjangan sosial diantara anggota masyarakat yang paling miskin yang dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi bagi bangsa secara keseluruhan. Sehingga kesulitan yang dialami oleh anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat berimplikasi pada masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mewujudkan fungsi distribusi pendapatan, tarif pajak penghasilan orang pribadi di Indonesia mengenakan tarif pajak progresif dimana masyarakat yang berpenghasilam tinggi akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Pengenaan tarif pajak progresif ini sekaligus merupakan wujud dari teori daya pikul dimana pajak yang dibebankan kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonominya. Tarif pajak penghasilan orang pribadi meningkat seiring dengan meningkatnya penghasilan. Prinsip yang mendasari pajak progresif adalah bahwa mereka yang memiliki kemampuan lebih harus menanggung beban yang lebih besar dari total penerimaan pajak negara dari mereka yang kurang mampu. Jadi orang pribadi berpenghasilan rendah tidak hanya membayar pajak lebih sedikit, tetapi mereka membayar persentase yang lebih kecil dari pendapatan mereka dalam bentuk pajak. Undang-undang pajak penghasilan menyatakan bahwa penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk usaha, pekerjaan bebas ataupun penghasilan-penghasilan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dalam suatu karya tulis yang berjudul “Analisis Perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengguna Norma: Studi Kasus Tentang Pengusaha Orang Pribadi Tertentu di Jakarta Pusat”
1.2
Ruang Lingkup Permasalahan Menteri Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan keputusan Nomor 536/PJ/2000 Tentang Norma bagi Wajib Pajak yang Menghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Norma Perhitungan. Pada tahun 2010 berdasarkan PER Dirjen Nomor 32/PJ/2010 pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengenaan PPh pasal 25 bagi pengusaha tertentu dengan kategori peredaran usaha dibawah 4,8M sesuai pasal 25 ayat 7 Undang-Undang PPh nomor 36 tahun 2008. Hal tersebut menimbulkan kebingungan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu terkait dengan jumlah utang pajak. Sebagai contoh : anggsuran berdasarkan Norma Perhitungan atau tarif pajak sesuai pasal 25 ayat 7. Bila Wajib Pajak Orang Pribadi adalah pedagang pengecer yang tingkat keuntungannya kecil, maka akan timbul kekhawatiran bahwa jumlah angsuran dapat melibihi pajak yang terutang di akhir tahun. Kondisi demikian dikhawatirkan berimplikasi negative pada kepatuhan wajib pajak. Pada kasus ini, difokuskan pada pedagang yang ada di Jakarta Pusat , khususnya Pedagang yang ada di Pasar Tanah Abang. Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah dampak untuk pengusaha tertentu takstil di Pasar Tanah Abang yang omsetnya kecil ? 2.
Pengaruh dari tarif pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Pasar Tanah Abang ?
Metode penelitian Bab ini membahas metode penelitian yang meliputi pendekatan penelitian , jenis penelitian , teknik pengumpulan dan pengolahan data, informan atau narasumber , site penelitian, dan batasan penelitian. Metode penelitian merupakan tata cara mengenai bagaimana suatu suatu penelitian dilaksanakan. Penelitian yang berkualitas bergantung pada metode penelitian yang digunakan untuk dapat menggambarkan proses penelitian. Peneliti harus dapat menggunakan metode penelitian sesuai dengan topik yang dikaji , dengan memperhatikan kesesuaian antara tujuan, metode dan sumberdaya yang tersedia. 3.1
Objek Penelitian Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif. Objek penelitian menurut sugiyono (2009 : 13) adalah sebagai berikut: “ Objek Penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliable tentang suatu hal.dari penulisan ini adalah pajak penghasilan dari wajib pajak orang pribadi yang terdaftar sebagai wajib pajak.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa objek penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha yang biasanya memiliki tempat usaha lebih dari satu, sehingga bisa juga disebut sebagai pengusaha tertentu. Sehingga timbul kewajiban untuk membayar pajak setiap bulan. Wajib pajak melapor, menghitung dan menyetor sendiri. Peraturan yang mengatur ketentuan tersebut terdapat pada Undang- Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dan juga melakukan penelitian pada Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan. 3.1.1
Bidang Usaha Penelitian ini dilakukan terhadap wajib pajak yang melakukan usaha kecil menengah, Seperti pedagang yang menjual barangnya di pasar. Barang tersebut meliputi barang kebutuhan sandang seperti pakaian . dan barang yang dijual meliputi barang grosiran atau retail. 3.2.
Desain Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer, karena jenis penelitian ini kualitatif. Yang dimaksud dengan data primer adalah, Pengumpulan data yang didapat dari melakuakan tinjauan langsung ke tempat yang diteliti dengan seperti melakukan wawancara, observasi, dokumentasi dan juga reperformance. Data juga didapat dari Direktorat Jendral Pajak, langsung ke bagian Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat.
3.2.1
Metode Pengumpulan Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber data utama. Metode pengumpulan data yang dipakai meliputi: a. Metode Kepustakaan (library Research) Metode penelitian ini biasanya dilakukan dengan cara membeli, membaca atau meminjam buku yang berhubungan erat dengan tema skripsi yang dibuat, seperti buku Undang-Undang perpajakan terutama Pajak Penghasilan yang merupakan tema dari penelitian ini. b.Metode Studi Lapangan (field Research) Metode ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung wajib pajak dan melakukan beberapa hal seperti : 1.
Observasi Penulis melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat aktivitas wajib pajak yang berhubungan dengan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh).
2.
Wawancara Wawancara dilakukan berupa komunikasi verbal dengan tujuan mendapatkan informasi dan dilaksanakan dengan pedoman wawancara. Peneliti akan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan pajak norma perhitungan penghasilan neto dan pengusaha tertentu.
3.
Kuesioner Penulis akan menyebarkan kuesioner kepada wajib pajak di Pasar Tanah Abang untuk melakukan pengumpulan data tentang kepuasan dan keadilan tarif pajak terhadap pengusaha tertentu.
Hasil dan bahasan
Perbandingan Perhitungan Menggunakan Norma atau Tarif 0,75% untuk Pengusaha Tertentu Perhitungan menggunakan Norma mempunyai keuntungan dan kerugian. Yang menjadi keuntungan dari perhitungan norma adalah wajib pajak pribadi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar jasa pembukuan dan perhitungan pajak pun lebih mudah. Sedangkan yang menjadi kerugian bagi wajib pajak adalah pada saat mengalami kerugian wajib pajak tetap dibebankan membayar pajak sesuai dengan omset wajib pajak tersebut. Perhitungan menggunakan tarif 0, 75% untuk Wajib Pajak yang mempunyai pekerjaan atau usaha bebas. Kelemahan atau kendala yang ditemui sering kali Wajib Pajak tidak mau dan tidak mampu mencatat penjualannya setiap bulan. Kebanyakan dari mereka hanya memperkirakan berapa penjualannya per bulan. Sehingga pajak yang dia setor bisa jadi kurang bayar atau lebih bayar dari keadaan sebenarnya. akibatnya untuk Wajib Pajak omset kecil, pada akhir tahun dimungkinkan akan terjadi lebih bayar. Kasus 1: Pedagang pengecer tekstil di tanah abang bernama Bp. Kiki status kawin mempunyai 3 anak. Dia memulai usahaanya tahun 2011, dan mempunyai omset Rp. 125.000.000 per tahun . Dari usaha tersebut, keuntungan yang didapat adalah 5%-20%
Dapat dilihat dari kasus diatas penggunaan norma lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan Norma 30%
PTKP(k/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang
(14.870.000)
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
Anggsua n PPh 25(0,75% ) 937.500
7.500.000
(13.620.000)
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
8.750.000
(12.370.000)
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
21.120.000 21.120.000 21.120.000
10.000.000 11.250.000 12.500.000
(11.120.000) (9.870.000) (8.620.000)
(556.000) (493.000) (431.000)
37.500.000 37.500.000 37.500.000
21.120.000 21.120.000 21.120.000
16.380.000 16.380.000 16.380.000
819.000 819.000 819.000
937.500 937.500 937.500
11% 12% 13% 14%
21.120.000 21.120.000 21.120.000 21.120.000
13.750.000 15.000.000 16.250.000 17.500.000
(7.370.000) (6.120.000) (4.870.000) (3.620.000)
(368.500) (306.000) (243.500) (181.000)
37.500.000 37.500.000 37.500.000 37.500.000
21.120.000 21.120.000 21.120.000 21.120.000
16.380.000 16.380.000 16.380.000 16.380.000
819.000 819.000 819.000 819.000
937.500 937.500 937.500 937.500
15%
21.120.000
18.750.000
(2.370.000)
(118.500)
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
16%
21.120.000
20.000.000
(1.120.000)
(56.000)
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
17%
21.120.000
21.250.000
130.000
6.500
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
18%
21.120.000
22.500.000
1.380.000
69.000
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
19%
21.120.000
23.750.000
2.630.000
131.500
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
20%
21.120.000
25.000.000
3.880.000
194.000
37.500.000
21.120.000
16.380.000
819.000
937.500
Persentase keuntunga n
PTKP(K/3)
Laba
Penghasilan Kena Pajak
5%
21.120.000
6.250.000
6%
21.120.000
7%
21.120.000
8% 9% 10%
PPh Terutang
tarif 0,75% untuk pengusaha tertentu , karena menurut penelitian yang dilakukan tarif 0,75% akan selalu mengakibatkan Wajib Pajak menjadi lebih bayar. Tetapi terjadi lebih bayar hanya terjadi pada wajib Pajak yang memiliki omset kecil dibawah Rp. 150.000.000,- . akan tetapi jika pengusaha yang mempunyai omset Rp. 150.000.000 atau lebih tidak akan terjadi lebih bayar. Seperti yang dikatakan Bp. kiki melalui wawancara “ omset kecil karena banyak saingan dan dagangan lagi sepi”.
Kasus 2 : Bp. Ali pedagang pengecer tekstil di Pasar Tanah Abang blok A status kawin dan mempunyai 3 orang anak. Mempunyai omset Rp. 135.000.000,- per tahun dengan keuntungan yang didapat 10%-20%.
Persentase
Penghasilan
PPh
Kena Pajak
Terutang
Penghasilan
PPh
Anggsuan PPh
Kena Pajak
Terutang
13.500.000
(7.620.000)
25(0,75%)
21.120.000
19.380.000
969.000
21.120.000
14.850.000
1.012.500
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
12%
21.120.000
1.012.500
(246.000)
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
13%
1.012.500
(3.570.000)
(178.500)
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
18.900.000
(2.220.000)
(111.000)
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
21.120.000
20.250.000
(870.000)
(43.500)
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
16%
21.120.000
21.600.000
480.000
24.000
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
17%
21.120.000
22.950.000
1.830.000
91.500
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
18%
21.120.000
24.300.000
3.180.000
159.000
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
19%
21.120.000
25.650.000
4.530.000
226.500
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
20%
21.120.000
27.000.000
5.880.000
294.000
40.500.000
21.120.000
19.380.000
969.000
1.012.500
PTKP(K/3)
Laba
Norma 30%
PTKP(k/3)
10%
21.120.000
(381.000)
40.500.000
11%
(6.270.000)
(313.500)
16.200.000
(4.920.000)
21.120.000
17.550.000
14%
21.120.000
15%
keuntungan
Dari kasus diatas , Pengusaha tertentu yang memiliki omsert kecil akan terjadi lebih bayar pada akhir tahun. Hal ini berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. karena menurut hasil yang didapat dari kuesioner dan wawancara, jika tarif wajar dikenakan untuk Wajib Pajak yang berpenghasilan rendah , maka mereka akan taat membayar pajak.
Simpulan dan saran 5.1
Simpulan Dari hasil analisa data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai “ Perpajakan Wajib Pajak Pengguna Norma (Studi Kasus pada Pengusaha Orang Pribadi Tertentu di Jakarta Pusat)”, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Norma Perhitungan Penghasilan Neto lebih banyak digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaksanakan kewajibannya, karena memberikan kemudahan bagi pelaksanaan administrasi perpajakan walaupun bertentangan dengan sistem self-assesment yang dianut oleh sistem perpajakan di Indonesia . Tetapi norma tidak memberi keadilan pada Wajib Pajak, karena dalam Norma tidak mengakui adanya kerugian. Walaupun dalam keadaan rugi, Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk melakasanakan kewajiban perpajakannya. 2.
5.2
Berdasarkan hasil penelitian, Tarif 0,75% sesuai pasal 25 ayat 7 akan berdampak lebih bayar terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang berpenghasilan rendah. Tetapi terjadi lebih bayar hanya pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang omsetnya dibawah Rp. 150.000.000,- , Tetapi diatas omset Rp. 150.000.000 akan terjadi kurang bayar.
Saran 1. Peraturan perpajakan perlu disusun dengan merumuskan kebijakan pajak yang sederhana untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto yang kecil dengan memperhatikan kemampuan ekonomi Wajib Pajak melalui adanya pengakuan terhadap kerugian, sehingga adanya keadilan. 2.
Meskipun memberikan kemudahan dalam administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, tetapi metode Norma Perhitungan Penghasilan Neto juga mempermudah Wajib Pajak menggelapkan pajak, sehingga mengurangi penghasilan pajak. Oleh karena itu harus memulai mewajibkan pembukuan dengan cara yang lebih sederhana bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan dilakukan pemeriksaan berkala.
3.
Agar memperoleh keadilan maka harus melaksanakan pembukuan sehingga kerugian dapat diperhitungkan sesuai dengan ketentuan.
Referensi Braithwaite, V., Reihant, M., and smart, M. (2009). Tax non-compliance 30s: Knowledge, morale or scepticism? In B. Togler, J. Alm and Avoidance and Tax Evasion. London: Routledge. Retrieved Http://vab.anu.edu.au/present/agetax.pdf Dwikora Harjo (2013). Perpajakan Indonesia . Jakarta : Penerbit Mitrra Wacana Media. Kirchler (2007), The Economic Psychology of Tax Behavior, Cambridge University Press. Loo, Ern Chen McKerchar, Margaret, Hansford, Ann (2010), Finding on the Impact of Self Assesment on the Compliance Behavior of Individual Tax Payer in Malaysia: A Case Study Approach, Journal of Australia Taxation. Mardiasmo (2011). Perpajakan (edisi revisi). Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta. Murphy, K. (2010). 'Procedural justice and the regulation of tax compliance behaviour: The moderating role of personal norms'. In J. Alm, J. Martinez-Vasques, and B. Torgler (Eds.), Developing Alternative Frameworks for Explaining Tax Compliance. London: Routledge. Rahayu, Ning, & Iman, S, Bunga Rampai Perpajakan Indonesia, (Jakarta: FISIP UI Press, 2007) Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 536/PJ./2000, Tentang Norma Perhitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Republik Indonesia, Peraturan Menteri keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010, Tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai Peredaran Usaha tidak melebihi Jumlah Tertentu. Republik Indonesia, Keputusan Presiden RI No. 99 Tahun 1998, Tentang Usaha Kecil. Republik Indonesia, Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 Tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Siti Resmi (2013). Perpajakan teori dan kasus (edisi 6). Jakarta : Salemba Empat. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis, CV.Alfabeta,Bandung. Torgler, B. (2007). Tax Compliance and Tax Morale: A Theoretical and Empirical Analysis. Cheltenham: EE. Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Waluyo.(2011). Perpajakan Indonesia (edisi 10). Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Wiryaman B Ilyas dan Richard Burton, 2010, Hukum Pajak Edisi 5, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.