1
ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEINGINAN MENABUNG DAN MEMPEROLEH PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Aiyub
The research was conducted in Nanggroe Acheh Darussalam Province, it aimed to indentify characteristic of society clasification and behaviour toward Islamic banking, and also mapping potency of network developed Islamic banking in research area. Research method was quantitative with logistic Regression Model and Chow test. The result of the research indicated society behaviour mostly unknown about system and islamic banking product. Society behaviour has two sides, namely willingness to save and to get fund from Islamic Bank. It indicated mostly willingness to save, was 462 person (92,4%) an addition, willingness to get fund was great also., it was 466 person (93,2%). Simoultaneously both funding side and saving side indicated potency to develop Islamic Bank, it was at middle catagory. Although patially it has the great potency. Chow Test indicated different among 7 research areas, each area has differented characteristic. Therefore the developed Islamic Bank in NAD Province need to searched partially. Key word : Syariah Banking, Potence, Preference and behaviour
Aiyub adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 1
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
2
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Pendahuluan Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia dan juga di NAD. Permasalahan yang muncul antara lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah terutama disebabkan oleh dominasi perbankan konvensional. Disamping itu, struktur pengetahuan dan persepsi masyarakat yang sudah terbangun sekian lama terhadap bank konvesional, tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada perbankan yang berazaskan Syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian ini dirasa penting untuk mengungkapkan bagaimana struktur persepsi masyarakat NAD saat ini, serta bagaimana peluang dan strateginya untuk dirubah agar lebih menerima perbankan syariah. Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah menarik untuk mempelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi bank syariah. Apakah karakter tersebut bersifat khas, dan apakah mereka merupakan pasar yang potensial untuk kedepan? Lebih khusus lagi, perlu pula digali bagaimana potensi perbankan secara umum, baik sektor usaha maupun segmen masyarakatnya, serta dimana lokasi yang sesuai untuk pengembangannya. Sejalan dengan pelaksanaan Syariat Islam di NAD yang telah berjalan selama empat tahun lebih, berbagai upaya dan langkah terus ditempuh oleh pihak yang mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan Syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan termasuk aspek perbankan syariah. Seiring dengan itu rehabilitasi dan rekontruksi di NAD dan Nias pasca gempa bumi dan tsunami perlu dilakukan berbagai kegiatan yang dapat mendukung pelaksanaan Syariat Islam dan kebijakan-kebijakan untuk masa yang akan datang khususnya dalam aspek perbankan syariah, oleh sebab itu perbankan syariah perlu mengembangkan jaringan perbankannya dengan berbagai upaya baik melalui peningkatan pemahaman masyarakat mengenai produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk perbankan syariah, perkembangan jaringan perbankan syariah akan tergantung pada besarnya demand masyarakat terhadap sistem perbankan ini. Oleh karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap Syariat Islam dalam sektor perbankan syariah agar lebih efektif diperlukan informasi yang lengkap mengenai karakteristik dan perilaku nasabah/calon nasabah terhadap perbankan syariah. Penelitian yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai hal-hal tersebut diperlukan sejalan dengan keinginan agar kebijakan dalam pelaksanaan Syariat Islam mengenai perbankan syariah dapat ditumbuh kembangkan dalam masyarakat, begitu juga kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terhadap perbankan syariah di NAD haruslah didasarkan pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan (research-based policy making). Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana perilaku kelompok masyarakat di wilayah penelitian terhadap perbankan Islam. (2) Bagaimana peta potensi pengembangan jaringan perbankan Islam di wilayah penelitian.
3
Landasan Teoritis Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengetahui persepsi masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam, karena keterbatasan dana dan waktu, penelitian ini hanya dibatasai pada tujuh buah Kabupaten dan Kota, sementara masih terdapat 14 Kabupaten dan Kota lainnya yang tidak termasuk dalam wilayah penelitian untuk studi awal ini. Populasi yang menjadi sampel hanya 500 orang untuk tujuh Kabupaten. Namun demikian Kabupaten dan Kota serta sampel yang dipilih sudah cukup mewakili daerah penelitian. Rencana pengembangan ke depan diharapkan Kabupaten dan Kota yang dipilih serta masyarakat yang menjadi sampel jauh lebih banyak dari studi awal ini. Yang terpenting dari rencana pengembangan hasil penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai landasan yang kuat bagi pengembangan bank syariah di Nanggroe Aceh Darussalam. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori preferensi dan pilihan konsumen. Menurut teori preferensi dan pilihan konsumen, seorang konsumen dalam membuat keputusan terhadap apa yang ingin dibelinya melalui beberapa proses, yaitu proses pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian dan perilaku pascapembelian (Engel, Blackwell, Miniard, 1994). Dalam proses pengenalan kebutuhan seseorang akan mencari tentang manfaat dari produk tersebut atau konsumen berusaha menemukan sumber motivasi yang menyebabkan dia tertarik dan melibatkan diri dalam produk tersebut. Dalam proses selanjutnya konsumen akan berusaha mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai produk tersebut dalam hal ini konsumen akan mencoba mencari mediamedia informasi yang menginformasikan tentang produk tersebut, misalnya media cetak atau media elektronik. Tahap selanjutnya seorang konsumen akan melakukan evaluasi alternatif yang menjadi pertimbangan awal bagi konsumen untuk mendapatkan produk tersebut. Termasuk dalam pertimbangan pada tahap ini adalah mengenai harga, mutu atau merk dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh barang tersebut dibandingkan dengan barang lainnya. Setelah semua selesai dan matang dalam pertimbangan kemudian proses selanjutnya adalah proses pengambilan keputusan yaitu membeli atau tidak barang tersebut. Seandainya konsumen akhirnya memutuskan untuk membeli maka hal penting yang perlu diketahui adalah perilaku konsumen pascapembelian. Dalam hal ini adalah sejauhmana konsumen merasa puas terhadap apa yang dibelinya. Adakah membawa kepada imeg yang baik atau buruk bagi pembuatan keputusan selanjutnya. (Dijelaskan berdasarkan Gambar 1)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
4
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
PENGENALAN KEBUTUHAN Manfaat yang dicari Motivasi Keterlibatan
PENCAIRAN INFORMASI Sumber Informasi Media Berpengaruh Fokus Perhatian
EVALUASI ALTERNATIF Pertimbangan Awal Indikator Mutu
PROSES PEMBELIAN Alasan Pemilihan Jenis Tempat Pengeluaran
PERILAKU PASCAPEMBELIAN Tingkat Kepuasan Loyalitas Gambar 1. Proses Keputusan Konsumen Sumber : Engel, Blackwell, Minard (1994) Pandangan dalam teori “Veblen Effects” juga menjadi sorotan dan pertimbangan tersendiri dalam penelitian ini, menurut Veblen, konsumsi atraktif yang dilakukan konsumen dipengaruhi oleh elemen sosiologi dan psikologi dimana hal ini kemudian mempengaruhi terhadap fungsi permintaan. Elemen tersebut menjadi faktor bahwa turunan utilitas dari suatu unit komoditi yang digunakan untuk konsumsi atraktif tidak hanya tergantung dari tingkat kualitas sejenis dari barang tersebut tetapi juga harga yang dibayarkan untuk unit barang tersebut. (Anny Ratnawati, dkk, 2001).
5
Menurut Bentler dan Speckart (1997) mengatakan bahwa minat atau keinginan seseorang untuk memperoleh atau mendapatkan (membeli) sesuatu produk atau barang selain secara langsung dipengaruhi oleh faktor-faktor sikap dan norma subjektif, juga dipengaruhi oleh faktor perilaku sebelumnya. Model Bentler dan Speckart merupakan pengembangan dari reasoned action model Fishbein dan Ajzein yang diformulasikan sebagai berikut : B ~ BI = w1 AB + w2 SN AB = E(bi) (ei) SN = E(NBj) (MCj) Dimana B adalah perilaku tertentu, BI adalah minat konsumen untuk melaksanakan perilaku B, AB adalah sikap konsumen untuk melaksanakan perilaku B, bi adalah kekuatan dari keyakinan penting (probabilitas subjektif yang dipegang oleh seorang konsumen bahwa melaksanakan perilaku B cenderung menimbulkan akibat i ("akibat" mencakup konsekuensi, upaya, biaya, karakteristik, dan atribut lain), ei adalah evaluasi tentang akibat i, SN merupakan norma subjektif yang berkaitan dengan apakah orang lain j (referen) menghendaki konsumen tersebut melakukan perilaku B, NBj adalah keyakinan normatif dari konsumen bahwa orang penting lain (referen) j berpendapat ia seyogyanya atau tidak seyogyanya melaksanakan perilaku B, MCj adalah motivasi konsumen untuk menuruti pengaruh dari referen j, w1 dan w2 merupakan bobot regresi yang ditentukan secara empiris, n adalah banyaknya keyakinan penting yang dipegang oleh konsumen tersebut berkenaan dengan pelaksanaan perilaku B dan M merupakan banyaknya referen yang relevan. Menurut Markoni Badri (2003) mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa, seperti faktor budaya (culture), sosial (social), pribadi (personal), dan faktor psikologis (psychological factor). Faktor psikologis yang berhubungan dengan keyakinan (agama) konsumen biasanya akan lebih sensitif dan lebih respon dibandingkan, beberapa teori dan pandangan di atas menjadi landasan pembuatan kerangka pikir dalam penelitian ini. Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan persepsi masyarakat terhadap Bank Islam khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian pendahuluan yang dilakukan Wibisana dkk. (1999) di Jawa Timur secara sederhana dapat memberikan gambaran awal tentang perilaku dan persepsi masyarakat terhadap Bank Islam. Penelitian lain tentang masalah yang sama dilakukan di Jordan oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour (1984). Penelitian yang lebih lengkap tentang potensi, preferensi dan perilaku masyarakat terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga Penelitian Undip (2004), penelitian ini mengambil lokasi di Jogyakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa preferensi masyarakat terhadap tingkat kompatibilitas menunjukkan tingkat kecocokan terhadap System perbankan syariah dimana sebagian besar masyarakat
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
6
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
tidak setuju terhadap tingkat kompatibilitas dari perbankan syariah. Tingkat kompatibilitas terendah terlihat pada Kabupaten Demak,Kota Semarang dan Kabupaten Kendal. Dari sisi perilaku masyarakat yang dilihat dari dua aspek masingmasing keinginan masyarakat untuk menabung dan memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah, penelitian ini menemukan sekitar 59,00 persen yang menginginkan menabung di perbankan syariah dan 55,11 persen yang menyatakan menginginkan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah. Ditinjau dari pengembangan Bank Syariah di Jawa Tengah maupun DIY dapat dilihat bahwa pengembangan perbankan syariah mempunyai prospek yang mengembirakan. Hal ini tercemin dimana sebagian besar responden mempunyai respon yang positif meskipun mereka belum mengenal tentang sistem dan produk-produk perbankan syariah. Studi pendahuluan tentang Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat Islam di Jawa Timur (Wibisana dkk. 1999) menunjukkan adanya keberagaman persepsi masyarakat terhadap B`ank Islam. Pemahaman tentang bunga, misalnya, menunjukkan bahwa sebagian besar (yaitu 55%) masyarakat (responden) mengatakan halal. Persepsi tersebut didukung oleh sebagian ulama dan santri yang mengatakan bahwa bunga bank hukumnya halal. Dari seluruh responden yang berjumlah 60 orang hanya 10% yang mengatakan haram, selebihnya mengatakan subhat dan tidak tahu. Dari temuan tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum memahami keberadaan bank Islam secara lengkap. (Wibisana dkk. 1999, 43-8; cf. Erol dan El-Bdour 1989; El- Bdour 1984). Temuan di atas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989). Penelitian yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya lebih berorientasi pada profit dari pada kepatuhan mereka kepada perintah agama. Dengan kata lain, motivasi agama bukan merupakan faktor dominan yang dipertimbangkan untuk memilih bank syariah, tetapi motivasi yang kuat adalah berdasarkan pada motif profit oriented (Erol dan El-Bdour 1989, 33). Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian El- Bdour (1984) sebelumnya. Apa yang diungkapkan diatas merupakan sebuah potret tentang persepsi masyarakat terhadap Bank Islam. Namun demikian, pemahaman masyarakat tentang bunga hanya merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap Bank Islam. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap masih sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi dan perilaku masyarakat terhadap Bank Islam. Metodelogi Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam, untuk wilayah sampel Utara/Timur dipilih Kabupaten Aceh Utara dan Lhokseumawe. Wilayah yang dekat dengan ibukota Provinsi NAD dipilih Kabupaten Aceh Besar. Untuk wilayah tengah (pegunungan) dipilih Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Dan, wilayah kepulauan dipilih Kabupaten Sabang.
7
Pengambilan sampel lokasi didasarkan atas pertimbangan (1) potensi agama (Islam) dan (2) potensi ekonomi. Indikator yang digunakan untuk mendeteksi potensi agama (Islam) meliputi: (a) jumlah masjid dan meunasah, (b) proporsi jamaah haji terhadap penduduk muslim dan (c) proporsi penduduk muslim terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Sedangkan potensi ekonomi meliputi (1) tingkat pertumbuhan ekonomi, (2) PDRB perkapita dan (3) proporsi PAD terhadap APBD, jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan, aktivitas perdagangan, aktivitas perbankan dan pertimbangan peneliti. Jumlah responden yang dikumpulkan adalah minimal sebanyak 100 responden untuk setiap Kabupaten/kota, yang terdiri atas: 20 responden pengusaha (produsen) dan 80 responden masyarakat (konsumen atau rumah tangga konsumsi). Yang dimaksudkan pengusaha (produsen) adalah termasuk masyarakat atau rumah tangga yang bergerak dalam kegiatan menghasilkan atau menjual barang atau jasa, misalnya pedagang besar atau pedagang kecil. Sedangkan masyarakat (rumah tangga konsumsi) adalah masyarakat sebagai konsumen, misalnya PNS, TNI/Polri, Pelajar/Mahasiswa, karyawan swasta, dan lain-lain. Penentuan lokasi kecamatan terpilih di setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kriteria yang sama dalam pemilihan kabupaten/kota. Pengambilan responden dipilih secara accidental dengan memperhatikan penyebaran antar kecamatan. Metode Analisis Data Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap alat ukur (kuisioner). Kuisioner yang akan digunakan sebagai alat pengumpulan data perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi product moment (person) sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan uji Crobach Alpha. Untuk mengetahui preferensi dan perilaku masyarakat terhadap perbankan Islam digunakan metode skoring dan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antar variabel digunakan Logistic Regression. Pembentukan model dalam penelitian berdasarkan kerangka Pikir seperti yang tercantum pada gambar 2.
LOKASI
POTENSI 1. Demografi 2. Ekonomi 3. Nilai Sosial 4. Sistem Sosial
SIKAP Menerima atau Menolak 1. Prinsip Syariah 2. Produk Syariah
PERILAKU THD PRODUK SYARIAH Menerima atau Menolak 1. Tabungan 2. Pembiayaan
PREFERENSI 1. Keuntungan Relatif 2. Kompatibilitas 3. Kompleksitas 4. Triabilitas
Gambar 2. Model Kerangka Pikir Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
8
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Keterangan : De De1 De2 De3
= Demografi = Jenis Kelamin = Umur = Pendidikan
Sv Sv1 Sv2
Ec Ec1 Ec2 Ec3
= Nilai Sosial Ss = Keragamaan Ss1 = Keterbukaan Terhadap Ss2 Hal baru Pf= Preferensi D Pf1 = Keuntungan Relatif Pf2 = Kompatibilitas Pf3 = Kompleksitas Pf4 = Triabilitas/Observabilitas
= Ekonomi = Pekerjaan = Pendapatan = Aksebilitas Wilayah = Sistem Sosial = Toleransi Thd Penyimpangan Agama = Akses terhd Informasi = Lokasi (Aceh Utara, Lhokseumawe, A.Tengah, Bener Meriah, Aceh Besar, Aceh Barat dan Sabang)
Sumber : dimodivikasi dari PPKP-LP Undip (2000)
Estimasi pengembangan bank Islam dari sisi tabungan dan pembiayaan akan digunakan model logit dengan persamaan sebagai berikut : (Gujarati, 1995;555). Pi = e zi ..................................................................................................(1) 1 − Pi k
Z i = β o + ∑ β i X ij .......................................................................................(2) j =1
Jadi : k
β o + ∑ β i X ij Pi = e j =1 .........................................................................................(3) 1 − Pi
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritik maka persamaan (2) tersebut dapat dioperasionalisasikan sebagai berikut :
Z i = α 0 + ∑ α i Deij + ∑ β i Ecij + ∑ χ i Svij + ∑ δ i Ss ij + ∑ φi Pf ij ...........................(4) Dimana : Zi = Sikap Masyarakat Bank Syariah De = Demografi (jenis kelamin, umur dan pendidikan) Ec = Ekonomi (jenis pekerjaan, pendapatan dan aksebilitas wilayah) Sv = Nilai Sosial (keberagamaan dan sikap terbuka menerima hal yang baru) Ss = Sistem Sosial (toleransi terhadap penyimpangan agama, kemampuan akses informasi) Pf = Preferensi (keuntungan Relatif, Kompleksitas, Bagi Hasil, Triabilitas) α = adalah Konstanta αi,βi,χi,δi,Фi = Koefisien variabel yang diestimasi
9
Untuk mencapai tujuan ke dua, akan digunakan model alternatif yaitu model chow test (Gujarati, 1995; 263 – 264). Dengan menggunakan model tersebut akan diuji apakah perbedaan persamaan regresi antar Kabupaten dan Kota berbeda atau sama. Dengan menggunakan model tersebut dapat dibuat mapping mengenai potensi pengembangan Bank Islam dan karakteristik kelompok masyarakat dan perilakunya terhadap Bank Islam. Hasil Penelitian Pengetahuan masyarakat tentang Bank Syariah sangat terbatas, masih sebatas pernah mendengar namanya saja dan tidak semua dari mereka yang mengaku pernah mendengar mampu menyebutkan dengan baik nama Bank Syariah. Kebanyakan masyarakat mendengar Bank Syariah dari media massa dan dari teman, di samping dari media lainnya. Pengetahuan masyarakat tentang sistem pengelolaan Bank Syariah juga masih sangat rendah, hanya 47 orang (9.4%) yang tahu tentang sistem bagi hasil dan 1 orang saja (0,2%) yang tahu tentang wadiah. Demikian pula pengetahuan masyarakat terhadap produk Bank Syariah, baik produk penghimpun dana (3.2%), produk penyaluran dana (2.4%) dan produk jasa (0%) masih sangat rendah sekali. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap Bank Syariah melahirkan persepsi atau pandangan yang keliru terhadap Bank Syariah dan ini akan membentuk preferensi yang rendah pula yang berakhir dengan rendahnya keputusan masyarakat untuk memilih Bank Syariah. Persepsi masyarakat terhadap bunga yang diberikan oleh Bank Konvensional masih beragam, 80 orang (16%) mengatakan halal, 298 orang (59.60%) mengatakan haram, 114 orang (22.80%) menyebutkan subhat dan 8 orang (1,6%) mengatakan ragu-ragu. Preferensi masyarakat terhadap keuntungan relatif (68%), Sistem bagi hasil (71%), multi keuntungan (72.6%) dan kesungguhan mencari informasi (63.4%). Dari keempat konstruk yang ditanyakan ternyata menunjukkan preferensi yang sangat tinggi dan ini menunjukkan pengembangan Bank Syariah sangat berpotensi tinggi. Keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan pada Bank Syariah sangat tinggi yaitu 462 orang (92.4%) dan 446 orang (93.2%) (hasil penambahan antara jawaban sangat bersedia dan bersedia) Tabel. 1 Perilaku Masyarakat Terhadap keinginan Menabung dan Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Sangat Ragu- Tidak Tidak Jlh Katagori Sangat Bersedia Bersedia Ragu Bersedia Bersedia Jumlah 77 385 36 1 1 500 Menabung Persen 15.4 77 7.2 0.2 0.2 100 Jumlah 119 347 30 4 0 500 Pembiayaan Persen 23.8 69.4 6 0.8 0 100 Sumber : Data Penelitian Lapangan (2006)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
10
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Berdasarkan hasil regresi logistik seperti dalam Tabel 2 menunjukkan Jenis Kelamin (De1), Pendapatan (Ec2), Keberagamaan (Sv1), Toleransi Terhadap Penyimpangan Agama (Ss1), Akses Terhadap Informasi (Ss2), Kompatibilitas (Pf2), Kompleksitas (Pf3) dan Triabilitas (Pf4) berpengaruh secara positif terhadap keinginan menabung sedangkan variabel Umur (De2), Pendidikan (De3), Pekerjaan (Ec1), Aksebilitas Wilayah (Ec3), Pendidikan (Sv2) dan Keuntungan Relatif mempunyai pengaruh secara negatif terhadap keinginan menabung. Tabel 2 Hasil Regresi Logistik Terhadap Keinginan Menabung Pada Bank Syariah Variables in the Equation B Step a 1
a.
De1 De2 De3 Ec1 Ec2 Ec3 Sv1 Sv2 Ss1 Ss2 Pf1 Pf2 Pf3 Pf4 Constant
S.E. 1.139 -1.001 -.508 -.103 .146 -.703 .481 -.242 .570 .572 -.866 .257 .524 .959 1.872
.794 1.115 .523 .100 .518 .937 1.163 .683 1.071 1.018 .534 .575 .419 .591 1.987
Wald 2.058 .807 .944 1.059 .080 .564 .171 .126 .283 .315 2.627 .199 1.564 2.636 .888
df
Sig. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
.151 .369 .331 .303 .778 .453 .679 .723 .595 .574 .105 .655 .211 .104 .346
Exp(B) 3.122 .367 .601 .902 1.157 .495 1.617 .785 1.768 1.771 .421 1.293 1.689 2.609 6.502
Variable(s) entered on step 1: De1, De2, De3, Ec1, Ec2, Ec3, Sv1, Sv2, Ss1, Ss2, Pf1, Pf2, Pf3, Pf4.
Sumber : Data diolah (2006)
Dari sisi keinginan memperoleh pembiayaan, hasil regresi logistik menunjukkan bahwa variabel (De1), (Ec2), (Sv1), (Ss1), (Ss2), (Pf2) dan (Pf4) memiliki hubungan positif dengan keinginan menabung sedangkan variabel (De2), (De3), (Ec1), (Ec3), (Sv2), (Pf1) dan (Pf3) memiliki hubungan negatif dengan keinginan menabung pada Bank Syariah. Hasil uji Chow Test dari sisi tabungan ditemukan bahwa nilai Fhitung (104,63) > dari nilai Ftabel (2,51), dan demikian pula dari sisi pembiayaan nilai Fhitug (95,68) > nilai Ftabel (2,51) hal ini menunjukkan bahwa wujudnya perbedaan yang sangat signifikan antar daerah penelitian. Masing-masing daerah menunjukkan karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui bagaimana peta potensi pengembangan Bank Syariah di wilayah penelitian, maka dilihat hubungan masing-masing faktor dengan cara menggabungkan skor masing-masing variabel atau faktor yang telah dimasukkan ke dalam model, yaitu faktor demografi, faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor sistem sosial. Di mana faktor demografi dihitung dengan variabel umur dan jenis pendidikan serta pertimbangan jumlah penduduk masing-masing wilayah penelitian, faktor ekonomi diukur dengan variabel tingkat pendidikan dan kemampuan akses wilayah, faktor sosial diukur melalui variabel keragamaan dan sikap keterbukaan terhadap hal yang baru sedangkan faktor sistem sosial diukur melalui sikap toleransi terhadap penyimpangan agama dan kemampuan akses terhadap informasi. Nilai atau range
11
skor dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu katagori rendah (0-50,99 point), katagori sedang (51-75,99 point) dan katagori tinggi (76-100 point) Tabel 4 Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah Dilihat dari Sisi Tabungan KATAGORI No Kabupaten Karakteristik Nilai Sistem Demografi Ekonomi Sosial Sosial 1 2 3 4 5 6 7 1 Aceh Utara Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sangat Potensial 2 3 4 5 6 7
Lokseumawe Aceh Tengah Bener Meriah Aceh Besar Aceh Barat Sabang Jumlah
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Potensial
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Sedang
Sedang Sedang Rendah Sedang
Rendah Tinggi Rendah Sedang
Sedang Rendah Sedang Sedang
Tinggi Rendah Rendah Sedang
Sedang Sedang Kurang Potensial Sedang
Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006
Berdasarkan hasil pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi tabungan di wilayah penelitian, maka terlihat bahwa Kabupaten Aceh Utara sangat potensial untuk dikembangkan Bank Syariah karena memiliki potensi demografi, nilai sosial dan sistem sosial yang tinggi walaupun memiliki nilai ekonomi yang sedang. Lhokseumawe juga lahan yang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah karena Lhokseumawe memiliki penduduk yang relatif banyak (sedang), tingkat ekonomi masyarakat yang relatif tinggi (sedang) serta memiliki nilai sosial serta sistim sosial yang tinggi. Sedangkan Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Besar dan Aceh Barat memiliki potensi yang sedang untuk pengembangan bank syariah karena umumnya daerah tersebut memiliki kemampuan akses informasi dan aksebilitas wilayah yang masih agak rendah. Namun dari sisi ekonomi terlihat Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Barat memiliki potensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Sedangkan kota Sabang hasil pemetaan menunjukkan bahwa daerah tersebut untuk sekarang ini kurang potensial untuk dikembangkan Bank Syariah, hal ini disebabkan karena Sabang dari segi demografi memiliki jumlah penduduk yang tergolong rendah, kemudian tingkat ekonomi dan sistem sosial terutama kemampuan akses informasi juga tergolong dalam katagori rendah, walaupun dari nilai sosial Sabang memiliki nilai yang agak tinggi (sedang).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
12
Tabel 5 Pemetaan Daerah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Bank Syariah Dari Sisi Pembiayaan KATAGORI Karakteri No Kabupaten Sistem stik Nilai Sosial Demografi Ekonomi Sosial 1 2 3 4 5 6 7 Sangat 1 Aceh Utara Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Potensial 2 3 4 5 6
Lhokseumawe Aceh Tengah Bener Meriah Aceh Besar Aceh Barat
7
Sabang
Jumlah
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Potensial
Sedang Rendah Sedang Sedang
Sedang Tinggi Rendah Tinggi
Sedang Sedang Sedang Rendah
Rendah Rendah Tinggi Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Kurang Potensial Sedang
Sumber : Data Penelitian Lapangan diolah, 2006
Kalau dilihat pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah di wilayah penelitian dari sisi pembiayaan, maka terlihat tidak ada perbedaan sama sekali dengan pemetaan potensi pengembangan Bank Syariah dari sisi tabungan. Oleh karena semua variabel dan faktor yang diuji memiliki nilai katagori yang sama seperti telah dijelaskan pada sisi tabungan maka dari sisi pembiayaanpun memiliki kesimpulan yang sama. Kesimpulan akhir yang dapat digambarkan melalui pemetaan potensi di atas adalah bahwa secara keseluruhan potensi pengembangan Bank Syariah ditujuh wilayah penelitian adalah berada dalam katagori sedang. Hal ini disebakan secara rata-rata indikator, demografi, ekonomi sistem sosial dan nilai sosial berada dalam katagori sedang. Kesimpulan ini adalah kesimpulan awal yang diambil secara menyeluruh (rata-rata) namun apabila dilihat secara terpisah untuk masing-masing kabupaten/kota maka kesimpulannya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas. Kesimpulan dan Saran Dari hasil pembahasan terhadap potensi, preferensi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap Bank Syariah di Nanggroe Aceh Darussalam dapat disimpulkan karakteristik dan perilaku kelompok masyarakat di wilayah penelitian dimana sikap masyarakat terhadap sistem dan produk perbankan syariah menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengetahui tentang sistem maupun produk perbankkan syariah, sehingga keadaan ini memberikan nilai potensi yang kurang terhadap pengembangan Bank Syariah. Namun demikian keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan sangat tinggi sekali.
13
Potensi nilai sosial, terutama potensi agama terlihat bahwa hampir semua daerah memiki potensi yang tinggi, sementara itu respon masyarakat terhadap hal-hal yang baru, terlihat Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe dan Kota Sabang memiliki tingkat responsif yang tinggi. Sedangkan Kabupaten Aceh Barat termasuk dalam katagori yang rendah dan Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Aceh Besar tergolong dalam katagori yang sedang. Pemetaan terhadap keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan pada Bank Syariah terlihat bahwa keseluruhan kabupaten dan kota memiliki nilai potensial yang tinggi (diatas 85%) dan yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh Barat (98%), Aceh Besar (97%), Bener Meriah (96%), Lhokseumawe (95%), Aceh Utara (94%), Aceh Tengah (86%) dan Sabang (84%). Hasil pemetaan secara keseluruhan dengan menggabungkan semua faktor untuk setiap daerah baik dari sisi pembiayaan maupun dari sisi tabungan maka dapat disimpulkan bahwa secara umum potensi pengembangan bank syariah di wilayah penelitian adalah berada dalam katagori sedang. Walaupun secara terpisah terlihat beberapa daerah. Rekomendasi Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait, pertama di Nanggroe Aceh Darussalam ada beberapa Bank Syariah yang telah beroperasi namun selama ini Bank Syariah tersebut masih sangat rendah aktifitas sosialisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu ke depan diharapkan perlu dilakukan sosialisasi yang lebih gencar dan efektif baik melalui media electronik maupun media cetak. Hal ini adalah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap Bank Syariah. Kedua, sosialisasi yang efektif dan intensif perlu ditekankan pada pengenalan sisi keunggulan komparatif yang dimiliki Bank Syariah disamping tentang produk dan jasa yang dimiliki oleh Bank Syariah. Hal ini dilakukan untuk menepis sikap keragu-raguan dikalagan masyarakat. Ketiga, bagi masyarakat yang sudah bersedia bergabung dan menjadi nasabah Bank Syariah supaya tetap dijaga kepercayaan dari mereka dengan tetap memberi imeg yang baik yaitu melalui pelayanan dan profesionalisme kerja yang tinggi. Keempat, Bagi Bank Syariah juga perlu meningkatkan kinerja yang baik, melengkapkan perangkat kerja yang memadai, seperti aspek legalitas, prosedural, sumber daya baik finansial yang kuat maupun sumber daya manusia yang handal,dan kelima, bagi daerah-daerah yang belum memiliki Bank Syariah, supaya dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah atau pengusaha untuk melihat potensi yang sangat besar bagi penggembagan Bank Syariah. Rendahnya jumlah nasabah dan kurang berkembangnya perbankan syariah di Nanggroe Aceh Darussalam tidak terlepas dari langkanya jumlah perbankan syariah di Nanggroe Aceh Darussalam. Apabila perlu semua bank umum yang beroperasi di Nanggroe Aceh Darussalam diharuskan untuk membuka konter syariah (dual banking) dalam rangka mendukung pelaksanaan Syariat Islam.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
14
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Referensi Ancok, Djamaludin,1995. Teknik Penyusunan Skala Pengukur, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank Indonesia. Jakarta Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking : Theory, Practice and Challenges. Oxford University Press. USA. Anonimus. 2000. Perkembangan Ekonomi-Keuangan Daerah tahun 1999 Propinsi Jawa Barat. Bank Indonesia. Bandung. Anonimus. 2000. Keynote Speech : Deputi Gubernur Bank Indonesia Pada Seminar Nasional :“Pengembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dalam Menyikapi Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas” , Bandung, 14 Oktober 2000 Anonimus. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Bank Indonesia. Jakarta Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum ”, Tazkia Institute dan Bank Indonesia, Jakarta. Antonio, M.Syafei, 1999, “Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan”, Tazkia Institute dan Bank Indonesia, Jakarta. Al-Omar, Fuad , M.Abdel Haq. 1996. Islamic Banking : Theory, Practice and Challenges. Oxford University Press. USA. Aunuddin. 1989. Analisis Data. PAU Ilmu Hayat IPB. Bogor. Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah : Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. AlvaBet. Jakarta Aceh Tengah Dalam Angka, 2004, Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh Tengah. Aceh Utara Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh Utara Aceh Barat Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh Barat Aceh Besar Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Aceh Barat Basri, Ikwan Abidin, MA. 2000. Perkembangan Umat Islam di Indonesia. Artikel. www.tazkia.com. Jakarta. ____________________. 2000. Kendala Sosialisasi Perbankan Syariah di Indonesia. Artikel. www.tazkia.com. Jakarta.
15
Bank Indonesia, 2000, “Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah”. Bank Indonesia, 2000, “Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Bank Syariah “. Bank Indonesia, 2000, “Potensi, Freferensi dan Perilaku Masyarakat Terhadap Bank Syariah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta.” Bentler, P.M. dan G.Speckart, 1979, "Model of Attitude Behavior Relations", Psychological Review, vol 86, pp. 448-465. Bener Meriah Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Bener Meriah Caragata, Warren. July 21, 2000. Shariah Lenders Make Headway in Indonesi+ a. Article. Asiaweek. Chapra, M. Umer. 1999. Why Has Islam Prohibited Interest ? (Rationale behind The Prohibition of Interest). Pakistan. Clark, C.T. dan L.L. Sckade. 1983. Statistical Analysis for Administrative Decisions. South Western Publishing Co., Ohio. Eiser, J.Richard, 1987, Social Psychology : Attitude, Cognition, and Social Behavior, Cambrige, Cambrige University Press. Elkington, John, et.al., 1991, The Green Business Guide : How to Take Up-and Profit from-the Environmental Challenge, London, Victor Gollancz Ltd. El-Bdour, R. 1984. The Islamic Economic System: a theoretical and empirical analysis of money and banking in the Islamic economic framework. Unpublished PhD Dissertation. Utah State University, Logan-Utah. Erol, Cengiz and Radi El-Bdour. 1989. Attitudes, behavior, and patronage factors of bank customers towards Islamic banks. International Banking & Marketing Vol. 7, No.6: 31-7. Engel, James F., Roger D. Blackwell & Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid I. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. ______________________________________________. 1995. Perilaku Konsumen. Jilid II. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. Eryanto, Dian Eka Hendralesmana. 2000. Identifikasi Kepentingan Nasabah dalam Memilih Bank. Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
16
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Fishbein, M, I. Ajzen, 1975, Belief, Attitude, Intention, and Behavior : An Introduction to Theory and Research, Sydney, Addison-Wesley Publishing Company. Gibson L, James, Ivancevic, John M., Donelly, James H., 1987, “Organisasi: Perilaku, Struktur dan Proses”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. Mc Graw-Hill International Edition. Hosmer, D.W. dan S. Lemeshow. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons, New York. Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kotler, Philip & Gary Armstrong. 1993. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi & Pengendalian. Volume Satu & Dua. Edisi Ketujuh. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. __________________________. 1994. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid I. Edisi V. Intermedia. Jakarta. Kaynak, E and Yavas, 1985, “Segmenting The Banking Market by Account Usage : An Empirical Investigation”, Journal of Profesional Services Marketing, Vol.1 No.1/2. Loudon, David.L. and Bitta A.D.,1984. “Consumer Behaviour : Concepts and Applications”, Mc Graw Hill, Singapore. Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah. Pedoman Sistem Komputerisasi Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Tehnik Bagi Hasil. Modul Pelatihan. Lhokseumawe Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Lhokseumawe Mudradjat Kuncoro dan Suharjono (2002) Aplikasi, ed I, Jogjakarta : BPFE.
Manajemen Perbankan : Teori dan
Muhammad (2000) Teknik Perhitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, Jogjakarta : UII Press McCullagh, P. and J.A. Nelder. 1983. Generalized Linear Models. Chapman, London. Mirakhor, Abbas. 1995. Theory of an Islamic Financial System. Encyclopedia of Islamic Banking and Insurance. London. Pindick, Robert S., and Rubenfield, Daniel. 1981. Econometric Models and Economic Forecast. International Student Edition, Mc Graw-Hill.
17
Presley, John R and Hummayon Dar, 1999, “Attitudes Towards Islamic Finance : An Update of Empirical Evidence”, 7th Intensive Orientation Courses : Islamic Economic, Banking & Finance, Leicester, UK. Siregar, Mulya. 2000. Makalah “Kajian Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta Sjahdeini, S. Remy. 1999. Perbankan Islam: Kedudukan dan Peranannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Grafiti. Jakarta.. Swastha, D.Basu, 1992, "Riset Tentang Minat dan Perilaku Konsumen: Sebuah Catatan dan Tantangan bagi Peneliti yang Mengacu pada Theory of Reasoned Action", Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No.1, Tahun VII. Sabang Dalam Angka, 2004 Kerjasama Bappeda dengan BPS Kota Sabang Wibisana, M. Jusuf, Iwan Triyuwono, Nurkholis, A. Erani Yustika. 1999. Studi Pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. Malang: Centre for Business & Islamic Economics Studies – Faculty of Economics Brawijaya University dan Bank Indonesia Jakarta. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika, Ed.-3. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yasni, Muhammad Gunawan, SE. Ak., MM. 2000. Pembiayaan Syariah – Alternatif Pengembangan Pembiayaan Modal Ventura Indonesia. Artikel. www.tazkia.com. Jakarta Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 http//www.wikipedia.org. Harian Serambi Indonesia Harian Pikiran Rakyat Harian Kompas
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
18
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
KUALITAS LAYANAN DAN HUBUNGAN KEPERCAYAAN SEBAGAI PENGUAT RELATIONSHIP OUTCOMES Damanhur dan Faisal Matriadi
This article focuses at the impact of relationship efforts (direct mail, personalization preferential treatment, and tangible rewarding) and service quality made by a retailer in retail business as the strengthening relationship marketing outcomes. At Business-to-Consumer (BTC) relationships and develops a theoretical model of the consumer's perspective. There are two different perspectives: psychological and behavioral outcomes of relationship marketing. The psychological outcomes of trust, commitment and satisfaction relationship are presented. The impact of relationship effort and service quality has been suggested that a way of increasing Sthrenghtening relationship outcomes in retail business through secure relationships between buyers and sellers. Keywords: customer relationship marketing, retail business, relationship effort, service quality, relationship outcomes.
Damanhur adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Faisal Matriadi adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 18
19
Pendahuluan Lima filosofi dasar mengenai studi manajemen pemasaran dalam menjalankan praktek pemasaran. Ke lima filosofi tersebut, terdiri dari pemasaran yang berorientasi pada (1) produsen (2) produksi (3) penjual (4) pasar (5) pemasaran sosial (Kotler, 2003: 12). Pemasaran berorientasi pasar sebagai artikulasi dari konsep pemasaran yang kini banyak dianut perusahaan. Namun demikian, redefinisi konsep pemasaran masih terus berlangsung, untuk mencari konsep yang sesuai dengan tuntutan lingkungan (Kotler, 2003:25). Redefinisi konsep pemasaran tersebut dipicu oleh terjadinya pergeseran paradigma orientasi pasar dari transaksional (transactional) menjadi relasional (relationship). Kotler (2003: 34) menegaskan, perusahaan perlu melakukan penyesuaian praktek pemasaran dari transactional marketing menuju relationship marketing. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Pawitra, (2005) bahwa telah terjadi redefinisi disiplin pemasaran dengan menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) "Proses of planning and executing" bergeser menjadi "an organizational function and a set of process.“ maknanya adalah peranan pemasaran lebih difokuskan pada tataran strategik dalam suatu organisasi dan tidak lagi terbatas pada pengambilan keputusan taktis. Pemasaran bukan suatu fungsi manajemen yang berdiri sendiri tetapi menjadi kegiatan dalam proses organisasi keseluruhan. (2) 4-P yang merupa-kan taktik pemasaran bergeser menjadi "creating, communicating and delivering value to customer." 4-P merupakan kelompok variabel yang dapat dikendalikan organisasi yang dimaksudkan untuk meliput pasar sasaran sehingga dapat memuaskan sebaik mungkin para pelanggan di pasar itu. Sebenarnya para pelanggan menginginkan proporsi nilai (value proposition) berupa penawaran total untuk memenuhi kebutuhan preferensi, dan ekspektasi mereka sehingga tercapai kepuasan. 4-P tidak cukup untuk menentukan persepsi nilai pelanggan yang merupakan perbandingan antara persepsi manfaat dan persepsi pengorbanan. Manfaat untuk pelanggan tidak hanya ditentukan oleh atribut produk, promosi dan distribusi, namun turut berperan atribut servis dan atribut yang bersifat "intangibles" lain seperti merek, reputasi, ekuitas pelanggan, ekuitas karyawan, ekuitas pemasok dan lain-lain. Di lain sisi, pengorbanan tidak hanya ditentukan oleh biaya transaksi yakni harga yang harus dibayar untuk suatu tawaran, tetapi turut pula menentukan biaya. Teridentifikasi pula dengan jelas peluang maupun persaingan bisnis ritel di Indonesia sangat terbuka. Konsumen mulai kritis untuk memilih dan mengambil keputusan dalam menentukan toko dan jenis ritel dalam memenuhi kebutuhannya dan telah terjadi perubahan pola berbelanja pada masyarakat perkotaan dengan munculnya kecenderungan konsumen lebih menyukai berbelanja pada ritel-ritel modern dibandingkan ritel tradisional. Menurut hasil sigi konsumen yang dilakukan oleh AC Nielsen dan dikutip pada Pilar Bisnis (Juli, 2003), terjadi peralihan pola belanja, di mana sekitar 24%
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
20
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
konsumen kini cenderung untuk berbelanja di pasar modern (untuk diperkotaan jumlahnya mencapai 41%). Pada 12 kota besar di Indonesia, konsumen memilih pasar modern melebihi pasar tradisional yaitu sebesar 53%. Lebih lanjut, masih berdasarkan hasil penelitian AC Nielsen dan dikutip dalam Tempo (Mei, 2003) menunjukkan bahwa kontribusi pasar tradisional terhadap penjualan barang konsumsi menurun dari 84,1% tahun 1999 menjadi 74,4% di tahun 2002. Sebaliknya Supermarket mengalami kenaikan dari 3% tahun 1999 menjadi 20,1% pada tahun 2002. Di sini terlihat bahwa pasar tradisional akan perlahan-lahan tergeser oleh industri ritel modern. Menurut Widjaja (2002) banyak faktor pendorong kesuksesan ritel modern skala besar, beberapa diantaranya adalah pilihan lokasi yang tepat, dukungan teknologi sistem informasi, harga murah, maupun kelengkapan produk. Semakin terfragmentasinya pasar dan tidak jelasnya perbedaan antara satu format ritel dengan format ritel yang lain. Maka keunggulan strategi format ritel yang hanya berorientasi pada pilihan lokasi, sistem informasi handal, harga murah maupun kelengkapan produk tidak akan cukup untuk dapat memenangkan persaingan. Lebih jauh Meerzorg (2003) mengemukakan, bahwa salah satu kunci sukses dalam bidang bisnis ritel modern adalah implementasi strategi customer relationship, disamping tentunya penentuan lokasi, srategi harga, dan penggunaan teknologi informasi. Pendapat ini dipertegas oleh Crosby et al., (1990), dengan mengemukakan bahwa dalam lingkungan ritel dewasa ini, taktik relationship marketing memainkan peranan penting dengan meningkatnya tuntutan konsumen terhadap dibangunnya relasi yang harmonis antara pelanggan dan peritel. Sedangkan Sweeney seperti dikutip dalam Suhata (2003), menegaskan bahwa implementasi strategi relationship marketing memang sangat dibutuhkan dalam bisnis ritel, dengan menyatakan pendapat sebagai berikut: "dibandingkan bisnis manufaktur, peritel memiliki keunggulan dalam membina hubungan dengan konsumen karena peritel memiliki posisi yang lebih baik dalam mendeteksi pola pembelian konsumen dan menerapkan kemampuan tersebut dengan efisiensi biaya. Sebagai contoh, dalam bisnis ritel memungkinkan menyapa dan memperlakukan tamu dengan lebih baik, memberikan program loyalty dan perlakuan istimewa (preferential treatment) dengan memberikan reward kepada pelanggan yang berbelanja dalam jumlah tertentu." Salah satu implementasi strategi relasional menurut Levy dan Weitz (2004) adalah komunikasi, perlakuan istimewa (preferential treatment), personalisasi (personalisation) dan balas jasa (rewarding) yang dapat diistilahkan dengan upaya relasional (relationship effort). Lebih jauh dijelaskan bahwa upaya relasional (relationship effort) adalah aktivitas terintegrasi dengan tujuan membangun relasi dengan pelanggan dalam jangka panjang. Taruhan utama dalam meraih keberhasilan suatu strategi pemasaran adalah menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan nilai unggul kepada pelanggan. Maka fokus pada implementasi upaya relasional (relationship effort) saja dianggap belumlah cukup. Garbarino dan Johnson, (1999); Gruen et al.,
21
(2000); Gwinner et al., (1998); Pritchard et al., (1999) seperti dikutip dalam Fulerton, (2004) mengemukakan pendapat sebagai berikut: "Recently, a number of scholars have attempted to study the nature of service relationships thereby merging two fields of study from the relationship marketing perspective, customer commitment is seen as being the key determinant of customer retention and loyalty. On the other hand, the services marketing literature generally views service quality as the central construct that drives customer loyalty as a result of this work, there is a significant opportunity to merge these two fields of study in order to build a more comprehensive understanding of organization-consumer relationships in services industries." Maknanya : Saat ini, sejumlah peneliti sudah mencoba untuk melakukan studi terhadap sifat alami service relationship dengan menggabungkan dua bidang telaah dari perspektif relationship marketing, dimana komitmen pelanggan dilihat sebagai kunci faktor penentu dari retensi pelanggan dan loyalitas. Sedang di sisi lain, literatur pemasaran jasa pada umumnya melihat kualitas layanan sebagai konstruk inti yang mendorong loyalitas pelanggan. Oleh sebab itu, merupakan kesempatan yang signifikan untuk menggabungkan dua bidang telaah yaitu kualitas layanan dan pemasaran relasional dalam penelitian dengan pemahaman organization-consumer relationship yang lebih komprehensif dalam industri jasa. Dengan demikian upaya relasional (relationship effort) dan kualitas layanan yang unggul inilah yang dapat diistilahkan sebagai strategi penguat relationship outcomes. Artikel ini akan mencoba menelaah secara konseptual: (1) Implementasi pemasaran relasional dalam bisnis ritel modern, (2) Dimensi upaya relasional (relationship effort) sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai dengan karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia, (3) Dimensi dan atribut kualitas layanan sebagai strategi penguat relationship outcomes yang sesuai dengan karakteristik bisnis ritel modern di Indonesia. (4) Implikasi strategi penguat relationship effort terhadap keluaran relasional (relationship outcomes) dalam bisnis ritel modern di Indonesia. Implementasi Pemasaran Relasional (Relationshipmarketing) dalam Bisnis Ritel Modern Bisnis ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis (Berman, 2001:3). Sedangkan menurut Levy dan Weitz (2004:64) bisnis ritel sebenarnya dapat dikategorikan sebagai bisnis jasa, namun dengan kebutuhan layanan yang sangat rendah. Bisnis jasa dengan layanan tinggi dapat dikatakan sebagai jasa dalam arti murni seperti restoran, jasa perbankan, jasa konsultan manajemen, jasa asuransi. Lebih jauh, menurut Berry (1986) dalam Subash et al., (2000), sangat membantu untuk mengklasifikasikan peritel dalam "good" dan "services' retailer, di mana bisnis ritel termasuk dalam kategori jasa namun dengan prosentase service atau layanan yang sangat kecil dibandingkan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
22
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
dengan bisnis jasa pelayanan penuh seperti restoran, salon maupun konsultan manajemen. Dalam mengimplementasikan konsep relationship marketing dalam bisnis ritel dibutuhkan pendekatan yang relatif sama dengan implementasi dalam bisnis jasa khususnya jasa dengan keterlibatan layanan yang rendah (low contact services). Bisnis ritel sendiri telah mengalami evolusi dengan pergeseran dari bisnis ritel tradisional menuju bisnis ritel modern. Di mana keberadaan bisnis ritel modern ditandai dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Elektronic Data Interchange (EDI), dan EFT (Elektronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut diharapkan menunjang peningkatan efisiensi (Maulana, 1999). Namun demikian, bergesernya orientasi pada bisnis ritel modern ternyata belum diikuti oleh pola orientasi terhadap konsumen. Seperti dikemukakan oleh Beatty et al.,(1996) sebagai berikut: "However, retailer generally have little knowledge on the types of value drivers that they should focus at". Jadi, bagaimanapun peritel pada umunya memiliki sedikit pengetahuan tentang tipe dan nilai yang mendorong pada fokus yang harus peritel lakukan. Bendapudi dan Berry (1997) menambahkan bahwa; "Conceptualized what some of these drivers might be, but no systematic, empirical investigation has been reported. Especially research pertaining to relationship marketing in consumer market has advanced little.” Perhatian peritel terhadap relationship marketing dengan fokus konsumen masih dianggap kurang sistematik dan kurang didukung oleh aktivitas investigasi empiris. Beberapa ritel market dikatakan telah maturity (mengalami kedewasaan) dan kesulitan dalam mendiferensiasikan diri hanya berdasarkan seleksi terhadap merchandise (barang dagangan) saja (Berry, 1986). Peritel diharapkan melakukan aktivitas dan usaha yang lebih keras melalui pembenahan proses, layanan dan teknologi untuk meningkatkan customer value (Morgan dan Hunt, 1994) seperti dikutip dalam Odekerken et al., (2003). Menurut Odekerken et al., (2003), peningkatan usaha dalam bisnis ritel dapat dilakukan dengan membangun relasi (relationship effort). Membangun relasi menjadi hal penting sebagai landasan untuk membangun customer retention, dengan alasan: (1) Harapan konsumen terhadap kualitas dari produk dan jasa yang dikonsumsi semakin meningkat, (2) Persaingan diantara peritel juga semakin meningkat, dengan marketing strategi dan taktik yang relatif sama, misalnya dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama, promosi harga, melakukan share terhadap distribution channel System, dan memperlakukan konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (Berry, 1986)) (3. Peritel dihadapkan pada tuntutan baru tentang keterbatasan dan ketidakjelasan marketing environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, dan meningkatnya fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk. (Juttner dan Wehrli, 1994) seperti dikutip dalam Odekerken etal., (2003).
23
Program keanggotaan (membership) merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas relasional yang dilakukan oleh peritel, seperti dikemukakan oleh Gummesson (1999:81) sebagai berikut:"Frequent flyer' loyalty programmes are the technically most advanced attempts to create long term individual relationship through membership." Bisnis ritel membutuhkan strategi relationship dengan dukungan data base yang lengkap melalui program keanggotaan sebagai kekuatan untuk mewujudkan relationship outcome yang pada akhirnya akan menumbuhkan retensi konsumen yang tinggi. Menurut Oderkeken et al.,(2003) penelitian tentang relationship marketing, tidak mungkin dilakukan tanpa pengetahuan atau pemahaman bahwa variabel inti yang menjadi perhatian dari relationship adalah adanya suatu interrelasi potensial pada saat lampau maupun akan datang bagi konsumen dengan peritel. "One or more exchanges between a consumer and a retailer that are perceived by the consumer as being interrelated to potential past and future exchanges with the retailer" Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa bisnis ritel sebagai bisnis yang sukar sekali melakukan diferensiasi membutuhkan upaya relationship (relationship effort) untuk mewujudkan customer retention dan loyalitas pelanggan. Menurut Odekerken et al., (2003) sebagai berikut; "A relationship effort as any effort that is actively made by retailer towards a consumer, that is intended to contribute to the consumer's perceived customer value above and beyond the core product and or service efforts received, and that can only be perceived by the consumer after continued exchange with the retailer." Upaya relasional adalah usaha aktif peritel dalam memberikan kontribusi terhadap harapan konsumen untuk mewujudkan customer retention melalui penyampaian produk inti dan layanan yang membuat terjalinnya relasi yang berkelanjutan. Menurut Oder-kerken et al., (2003) Relationship efforts mengacu pada (1) usaha secara aktif yang dilakukan oleh peritel. Sebagai contoh: "confinient benefit" diwujudkan dari kondisi bahwa konsumen secara rutin belajar dari pengalaman belanja dengan mengingat lokasi produk pada display supermarket. Confinient benefit akan lebih cepat terwujud, karena peran aktif peritel untuk menginformasikan pada konsumen melalui signage (tanda-tanda yang terpasang pada display ritel) ataupun komunikasi secara personal. (2) sejalan dengan pendapat Gwinner et al., (1998) relationship effort didefinisikan mirip dengan relationship benefit jika dilihat dari perspektif peritel, yaitu manfaat yang didapatkan oleh konsumen dari relasi jangka panjang yang terjalin sesuai dengan kinerja core service yang diberikan oleh produsen dalam hal ini peritel. Menurut Levy dan Weitz (2004:348) dikemukakan pendapat sebagai berikut:"Four approaches that retailers use to retain their best customers are (1) frequent shopper programs, (2) special customer service, (3) personalization, (4) community for building customer retention and loyalty is develop a sense for
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
24
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
customers to exchange information using buletin boards and develop more personal relationship with each other and the retailer by communication." Terdapat empat pendekatan yang dapat dilakukan peritel untuk mempertahankan pelanggan serta membuat pelanggan menjadi setia yaitu melalui program belanja secara teratur, perlakuan istimewa bagi pelanggan, personalisasi dan membangun komunitas melalui pertukaran informasi dengan buletin dan mengembangkan relasional secara personal melalui komunikasi. Dengan demikian, terdapat 4 (empat) aktivitas relationship effort yang diharapkan dapat menjaga orientasi retensi pelanggan pada peritel, yaitu komunikasi (communication), perlakukan istimewa (preferential treatment), personalisasi (personalization), dan balas jasa (rewarding). Penjelasan untuk masing-masing upaya relasional (relationship effort) dapat dirinci sebagai berikut: Komunikasi (communication) Komunikasi adalah persepsi konsumen terhadap sampai seberapa jauh peritel memberikan informasi kepada konsumen secara terus menerus melalui media komunikasi langsung, hal ini dikemukakan oleh Duncan dan Moriarty, (1998) sebagai berikut: "Communication is a consumer perception of the extent to which a retailer keeps its regular customer informed through direct communication media " Komunikasi merupakan kondisi utama yang harus ada untuk terciptanya sebuah relasi (Duncan dan Moriaty, 1998). Dengan komunikasi, usaha-usaha yang diarahkan untuk membangun relasi, yang dilakukan oleh peritel/produsen dapat dipahami oleh konsumen. Penyebaran katalog merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh pihak peritel. Sebagai contoh, salah satu peritel besar yang beroperasi di Indonesia, menyebarkan tidak kurang dari 1 juta katalog setiap kali terbit (dua minggu sekali). Selain katalog besar yang mewakili seluruh toko, ada juga katalog pendek yang di up date setiap lima hari sekali. Kemudian ACTION SPOT bekerja sama dengan prinsipal produk yang dipromosikan dan biaya promosi ditanggung bersama juga merupakan salah satu alternatif lain dalam melakukan komunikasi dengan pelanggan. Di sisi lain, promosi melalui media televisi maupun surat kabar juga menjadi pilihan bagi peritel, berdasarkan data AC NIELSON menunjukkan periode Januari-Oktober 2004 sebuah peritel besar di Indonesia menghabiskan anggaran iklan sebesar Rp 20,70 miliar dengan persentasi terbesar di surat kabar, sebesar Rp 18,33 miliar. Perlakuan Istimewa (preferential treatment) Perlakuan istimewa (preferential treatment) menurut Gwinner et al., (1998) adalah persepsi konsumen terhadap sampai sejauh mana perlakuan dan pelayanan terhadap konsumen membership dilakukan lebih baik dibandingkan bukan konsumen reguler. Terkait dengan relationship, tidak semua konsumen menyukai diperlakukan dengan cara yang sama, diharapkan adanya konsumen yang fokus dan
25
selektif untuk mendapatkan perlakukan istimewa (Peterson, 1995). Argumentasi terhadap hal ini adalah perlakuan umum sebagai pemenuhan kebutuhan dasar dari setiap konsumen memang penting untuk dipenuhi, namun perlakuan istimewa terhadap konsumen selektif penting dilakukan dalam upaya sebagai retensi bagi peritel. Hal ini juga merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mengimplementasikan strategi relasional. Sedangkan preferential treatment menurut Sheth dan Parvatiyar (2002) diartikan sebagai layanan kepada pelanggan berupa waktu belanja spesial atau akses untuk produk baru. Diungkap pula bahwa konsumen mengharapkan tidak ingin diperlakukan sama dengan konsumen lain. Beberapa pemasar memberikan kritik kepada peritel yang memperlakukan konsumen secara sama dengan tidak ada perbedaan yang mengakibatkan perusahaan akan kehilangan tidak hanya sebagian keuntungan tetapi lebih jauh akan kehilangan kesetiaan pelanggan. Peterson (1995) berpendapat bahwa perlakuan istimewa kepada pelanggan akan memungkinkan penjual untuk memberikan sesuatu yang sangat mendasar bagi pembeli yaitu perasaan dihargai, sehingga persepsi pelanggan yang lebih tinggi terhadap perlakuan istimewa/preferential treatment akan meningkatkan tingkat relationship outcomes secara keseluruhan. Personalisasi (personalization) Personalisasi (Personalization) menurut Metcalf et al.,(1992) adalah persepsi konsumen terhadap sampai sejauh mana peritel berinteraksi dengan konsumen reguler secara ramah dan dengan cara-cara personal. Pentingnya pertukaran personal antara pembeli dan penjual dalam mempengaruhi relationship outcomes bukan merupakan hal baru terkait dengan relationship dan proses sosial (Beatty et al.,1996). Pentingnya hubungan personal antara pelanggan dengan peritel akan berpengaruh pada hasil keluaran hubungan, sehingga tidaklah mengherankan jika hubungan personal dapat dikatakan merupakan proses sosial (Beatty et al., 1996). Sebagai contoh, Stone (1954) dalam Beatty et al.,(1996) menekankan pentingnya hubungan personal dalam keberadaan suatu tempat perbelanjaan. Crosby dan Cowles, (1990) menerangkan bahwa interaksi sosial dihasilkan oleh pusat perbelanjaan yang mampu memberikan motivasi kepada pelanggan untuk terus berbelanja. Manfaat hubungan sosial antara lain adalah perasaan sebagai keluarga, perasaan sebagai teman, dukungan sosial (Berry, 1995), pengakuan personal, penyebutan nama konsumen, memahami pelanggan secara pribadi, percakapan secara bersahabat, dan penampakan keakraban serta kehangatan antara peritel dengan pelanggannya. Balas Jasa (rewarding) Balas jasa (rewarding) menurut Peterson, (1995) adalah persepsi konsumen terhadap sampai sejauh mana peritel menawarkan manfaat yang berwujud seperti harga atau pemberian insentif kepada konsumen reguler untuk menumbuhkan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
26
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
loyalitas. Manfaat yang berwujud tersebut dapat berupa, pemberian hadiah cumacuma, bonus belanja, kupon belanja, point untuk menginap di Hotel, maupun pemberian tiket film. Balas jasa mengindikasikan adanya kerja sama atau hubungan dengan pihak lain. Banyak pemasar yang berfokus bahwa penyediaan reward bertujuan utama sebagai insentif harga dan investasi yang mampu menjaga loyalitas pelanggan (Berry, (1995); Peterson, (1995)). Jadi reward ditetapkan sebagai jaminan bahwa pelanggan mendapatkan sesuatu yang bersifat nyata karena kesetiaan mereka. Dimensi dan Atribut Kualitas Layanan sebagai Strategi Penguat (Relationship Outcomes) Perbedaan karakteristik jasa dan manufaktur mempunyai implikasi yang sangat besar dalam menetapkan pemahaman dan penentuan kualitas layanan. Demikian halnya dalam ritel dibutuhkan pendekatan yang tepat sesuai dengan aspek-aspek yang dibutuhkan dalam operasional ritel tersebut untuk membangun dimensi kualitas layanan yang dapat diimplementasikan dalam bisnis ritel. Menurut Finn dan Lamb, (1991:489) sebagai berikut;"The service categories that were used in the development of SERVQUAL are very different to goods retailing (they fall closer to the pure service end of the pure service-pure goods continuum than store retailing) and it may well be that consumers use different criteria to evaluate competing goods retailers who sell a mix of goods and services than they use to evaluate retailers that are primarily or exclusively service firms.” Kategori layanan yang digunakan untuk mengembangkan SERVQUAL sangat berbeda pada goods retailing. Demikian pula konsumen, menggunakan kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi good retailer yang merupakan campuran antara good dan service yang dapat disebut sebagai exclusively service firm. Pemahaman terhadap konsep kualitas dengan dimensi dan atribut yang sesuai dalam bisnis ritel tentunya membutuhkan telaah terhadap berbagai hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kualitas layanan dalam bisnis ritel. Beberapa penelitian tentang kualitas layanan dalam ritel bisnis diawali oleh: a) Carman (1990) dianggap sebagai pionner works in the field of retailing melakukan penelitian pada tyre retailer (pengecer ban), dengan menggunakan analisis faktor poros (axis factor analysis) yang diikuti oleh rotasi terhadap lima dimensi dalam SERVQUAL dengan instrumen yang khusus. b) Finn dan Lamb (1991) mengembangkan penelitian pada obyek departemen store dan discount store (toko diskon), dengan menggunakan confirmatory factor analysis menemukan instrumen yang khusus dalam SERVQUAL. Tanpa melakukan modifikasi pada model SERVQUAL, model tersebut tidak dapat digunakan secara valid dalam mengukur kualitas layanan dalam perusahaan ritel. c) Penelitian ketiga yang banyak menyumbang konsep kualitas dalam bisnis ritel
27
d)
e)
f)
g)
h)
i)
dilakukan oleh Teas (1993). Mengembangkan penelitian pada discount store dengan menggunakan penelitian conjoint untuk menetapkan ekspektasi dan persepsi konsumen dalam skala SERVQUAL dan dibandingkan dengan models attitudinal (model sikap) sebagai ideal point. Kesimpulan dari penelitian ini mengindikasikan bahwa dengan menggunakan ideal point dalam menetapkan ekspektasi konsumen akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pengukuran kualitas layanan. Sedangkan penelitian keempat dilakukan oleh Bell et al., (1997) menggunakan teknik insidental untuk mengidentifikasikan dan mengek-plorasi dimensi dari kualitas layanan dalam food retail operation. Dikategorisasikan dalam dua kelompok yaitu dalam positif dan negatif insidental dan didapatkan enam kelompok yaitu physical environment, merchandise-related, non core service, interpersonal, process and price. Temuan dalam riset Bell ini adalah critical insident techniques sebagai komplemen metodologi SERVQUAL (Koelemeijer, 1995). Sedangkan tiga penelitian berikutnya, merupakan penelitian di bidang ritel yang benar-benar melakukan modifkasi pada item atribut SERVQUAL, yaitu; Penelitian yang dilakukan oleh Guiry et al., (1992) seperti dikutip dalam Ioccobucci (1998) dengan analisis exploratory factor analysis menetapkan 51 atribut dengan 15 atribut yang diadopsi dari model SERVQUAL dan tambahan 36 item. Dabholkar et al., (1996) juga dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis, menetapkan 28 atribut, dimana 17 atribut diadopsi dari SERVQUAL ditambahkan 11 item baru. Dengan dimensi (a) Physical aspect (b) Reliability, (c) personal interaction, (d) problem solving, (e) Policy. Vasquez dan Ruiz (1995) seperti dikutip dalam Vasquez et al., (2001) dengan menggunakan metode analisis Principal Component Factor Analysis. Menetapkan 24 atribut di mana 12 item berasal dari SERVQUAL dan tambahan 12 item yang baru. Subhash C. Mehta et al., (2000) dengan menggunakan lima dimensi yaitu; service personneal, physical aspect, merchandise, confidence, parking dan menetapkan 22 item yang berbeda dengan SERVQUAL. Brady dan Cronin (2001) dengan dimensi (a) Interaction Quality - Kualitas interaksi (b) Outcome Quality Kualitas keluaran (c) Environment Qualitykualitas lingkungan.
Kesembilan penelitian yang terkait dengan kualitas layanan tersebut menetapkan atribut yang dianggap sesuai dengan aspek operasional bisnis ritel, meliputi; physical environment, policy dalam hal ini terkait dengan harga maupun jaminan pengembalian produk), keanekaragam barang dagangan (high variation of merchandise), lay out (tata letak) yang memudahkan konsumen menemukan barang-barang kebutuhan mereka, maupun kesigapan-kecepatan karyawan dalam memberikan layanan. Berikut pada Tabel 1 kesembilan penelitian dalam bidang ritel akan dirinci dengan lebih jelas berdasarkan dimensi kualitas layanan.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
28
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Dimensi dan atribut pada Tabel 1 dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dimensi dan atribut yang sesuai untuk menilai kualitas layanan dalam bisnis ritel. Tentunya akan lebih sempurna dengan tetap mempertimbangkan faktor sosial, nilai, norma dan budaya masyarakat yang terkait dengan terbentuknya pola perilaku belanja konsumen pada suatu wilayah geografis dan demografis tertentu. Tinjauan Konseptual: Implikasi Strategi Penguat Relationship Effort Menurut Callaghan et al., (1995), terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam membangun relationship marketing yakni: (1 konsumen menghargai satu pertukaran sebagai sesuatu kondisi yang penting dan sufficient dari suatu keberadaan relasi, ditandai dengan terbentuknya sebuah continuum relationship. (2) terinspirasi oleh postulat Barnes (1997) yang menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat ini terfokus pada perspektif konsumen. (3) eksistensi relationship terjadi jika pembeli menerima pertukaran dengan penjual sebagai interaksi yang potensial pada masa lalu maupun masa akan datang. Dengan tiga dasar pertimbangan di atas diharapkan akan terwujud relationship outcomes yaitu: relationship satisfaction, trust, relationship commitment serta buying behavior (Oderkerkenetal.,2003). Tabel 1. Studi Kualitas Layanan pada Perusahaan Ritel No 1
Studi Carman (1990)
Instrumen 5 dimensi dalam SERVQUAL
2
Finn dan Lamb (1991)
5 dimensi dalam SERVQUAL
3
Teas (1993)
5 dimensi dalam SERVQUAL
4
Bell (1997)
5 dimensi
5
Guiry, Hutchinson Weitz (1992)
51 atribut, 17 dari dan 5 SERVQUAL dan ada tambahan 11 item
Analisis Axis factor analysis
Dimensi Kualitas Tangible, reliability, responsiveness, Emphaty, assurance Confirmatory Tangible, reliability, factor anaylis responsiveness, Emphaty, assurance (dengan modifikasi) Conjoint research Tangible, reliability, of expectation and responsiveness, Emphaty, perception assurance (dengan modifikasi) Critical incident Physical Environment, technique merchandise-related, non core service, interpersonal, process and price Exploratory factor 1. Personal service and analysis employee interaction 2. Product assortment 3. Reliability of retailer transaction procedures 4. Employee availability prior to transaction 5. Tangible 6. Reliability of retail service policy 7. Price
29
6
Vazquez, Rodriguez dan Ruiz (1995)
24 atribut, 12 dari SERVQUAL ditambah 12 item.
Principal component factor analysis
1.
4. 5. 1. 2. 3.
Product presentation and shopping convinience Awareness of promotion Quality of assortment and of personal interaction Pricing policy Retailers’ recognition and prestide Physical aspects Reliability, promises , do it right Personal interaction, trust, kindness Problem resolving Retailers’ policies Interaction Quality Outcome Quality Environment Quality
1. 2. 3. 4. 5.
Service Personnel Physical Aspect Merchandise Confidence Parking
2. 3. 4. 5.
7
Dabholkar, Thorpe dan Rentz (1996)
28 atribut, 17 dari SERVQUAL ditambah 11 item.
Confirmatory factor analysis
1. 2. 3.
8
Brady dan Cronin (2001)
22 item
Confirmatory Factor Analysis
9
Subhash C. Mehta, Ashok K. Lalwani and Soon Li Han, 2000.
22 atribut
Confirmatory factor analysis
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Pada saat peritel mengimplementasikan relationship marketing effort untuk membangun relationship outcomes seperti yang mereka harapkan dengan berbagai cara, aktivitas tersebut akan memberikan kesan yang baik kepada pelanggan. Adanya investasi waktu, usaha dan sumber lain menciptakan hubungan dengan pelanggan, maka akan tercipta efek psikologis yang akan membuat pelanggan bertahan dan mempertahankan hubungan tersebut dan memberikan suatu balasan timbal balik (Smiths dan Barclay, 1997) seperti dikutip dalam Berry (1995). Menurut Gruen (1995), seperti dirinci pada Gambar 1 di bawah ini. Implementasi pemasaran relasional (relationship marketing) dalam konteks Business to Customer (BTC) mengembangkan dua pendekatan terkait dengan relationship outcomes yaitu pendekatan psychological outcomes dan behavioral outcomes. Di mana dalam psychological outcomes meliputi tiga konstruk yaitu commitment, trust dan relationship satisfaction, sedangkan dalam behavioral outcomes meliputi propensity to terminate relationship, opportunistic behavior, citizenship behavior dan allocated purchase share.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
30
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Sumber: Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer Markets, International Business Review, Vol.4, No.4, pp. 447-469.
Merujuk pada apa yang menjadi inti dari postulat Barnes (1997) yang menyatakan bahwa tidak ada relationship yang akan tetap ada, tanpa perasaan konsumen bahwa relasi tersebut memang benar-benar ada. Pemahaman postulat ini terfokus pada perspektif konsumen dengan demikian pendekatan psychological outcomes meliputi tiga konstruk yaitu commitment, trust dan relationship satisfaction dipandang mempunyai andil yang besar dalam mengevaluasi keberhasilan implementasi relationship effort dalam bisnis ritel modern. Berikut akan diperjelas masing-masing dimensi dari relationship outcomes menurut perspektif psychological. Kepercayaan (trust) Dalam konteks relationship marketing, kepercayaan merupakan salah satu dimensi untuk menentukan seberapa jauh suatu pihak merasakan integritas dan janji yang ditawarkan oleh pihak lain. Trust diartikan sebagai kesediaan mengandalkan kemampuan, integritas dan motivasi pihak lain untuk bertindak dalam rangka memuaskan kebutuhan dan kepentingan seseorang sebagaimana disepakati bersama secara implisit maupun eksplisit. (Sheth dan Mittal, 2004 seperti dikutip dalam Tjiptono (2005: 415)). Sedangkan menurut Callaghan et al., (1995), kepercayaan didefinisikan sebagai keinginan untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang dipercayai. Penelitian Morgan dan Hunt (1994) mengungkapkan bahwa perilaku hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan mitra-mitranya banyak ditentukan oleh kepercayaan, ternyata akan mempunyai hubungan yang positif dengan niat ulang melakukan pembelian maupun loyalitas. Dalam studi ini, trust dikonseptualisasikan sebagai komponen dari business relationship yang menentukan tingkat dimana peserta/anggota/parties merasakan perasaan
31
kebersamaan (integrity) dari perjanjian yang ditawarkan oleh pihak lain dalam organisasi. (Callaghan et al., 1995). Lebih jauh, menurut Callaghan et al., (1995) pengertian kepercayaan dalam pemasaran ritel lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada keyakinan konsumen atas kualitas dan keandalan layanan peritel yang diterimanya. Secara operasional, kepercayaan mengacu pada pendapat Gwinner et al., (1998) yang lebih menekankan pada keuntungan psikologis dari pada perlakuan istimewa terhadap pelanggan atau manfaat sosial dalam hubungan pelanggan dengan peritel. Sedangkan menurut Gwinner et al., (1998), kepercayaan konsumen adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang obyek, atribut dan manfaatnya. Obyek dapat berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan sedangkan sikap atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak dimiliki oleh obyek. Pada akhirnya, Morgan dan Hunt (1999) mendifinisikan trust sebagai konstruk kunci dari model relationship marketing. Sejalan dengan teori bahwa semakin tinggi level kepercayaan antara pembeli dan penjual, semakin besar peluang untuk melanjutkan relasi dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Komitmen (commitment) Menurut Tjiptono (2005: 415), sejumlah riset menunjukkan bahwa dua pilar utama pemasaran relasional adalah trust dan commitment. Dengan kata lain pelanggan harus mempercayai pemasar dan selanjutnya berkomitmen pada pemasar sebelum bisa terjalin relasi yang saling menguntungkan dalam jangka panjang. Trust merupakan faktor yang paling krusial dalam setiap relasi, pada umumnya trust akan terbentuk lebih dahulu sebelum komitmen tersebut muncul. Menurut Tjiptono (2005: 415) komitmen merupakan hasrat atau keinginan kuat untuk mempertahankan dan melanjutkan relasi yang dipandang penting dan bernilai jangka panjang. Komitmen biasanya tercermin pada perilaku kooperatif dan tindakan aktif untuk tetap mempertahankan relasi yang telah terbina. Kepuasan Relasional (relationship satisfaction) Sheth dan Parvatiyar (1995) menggunakan kognitif konsistensi teori yang mengkaitkan kekerapan perilaku positif pelanggan dalam pasar relasional yang disebabkan oleh pengalaman pelanggan merasakan kepuasan. Kepuasan pelanggan telah diteliti secara ekstensif dan ditemukan bahwa peningkatan kepuasan akan mengarahkan pada peningkatan perilaku pembelian ulang (Yi, 1990 seperti dikutip dalam Gruen, 1995). Berangkat dari pemikiran inilah, tidaklah mengherankan jika kepuasan menjadi konstruk yang digunakan dalam banyak penelitian pemasaran relasional. Howard dan Sheth (1969) seperti dikutip dalam Gruen (1995) mendefinisikan kepuasan relasional sebagai berikut: "A party's affective state of
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
32
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
feeling adequately or inadequately rewarded for the sacrifice undergone in facilitating an exchange relationship." Kepuasan relasional adalah suatu kecenderungan satu pihak untuk merasakan kecukupan atau ketidakcukupan reward/balas jasa terhadap pengorbanan yang terjadi dalam memfasilitasi suatu pertukaran relasional. Dengan demikian, definisi ini mengarahkan pada dua hal sebagai kunci yang membedakan dengan kepuasan transaksional yaitu ; (1) kepuasan relasional lebih didasari oleh equity theory sehingga kepuasan yang terjadi lebih pada tataran behaviora / perilaku. (Scholl, 1981) (2). Williams dan Hazer (1986) seperti dikutip dalam Gruen (1995) dikemukakan sebagai berikut: "Transactional satisfaction will be more volatile than relationship satisfaction." Kepuasan transaksional lebih bersifat mudah berubah diban-dingkan kepuasan relasional. Melalui relationship outcomes meliputi keeper-cayaan (trust), komitmen (commitment) dan kepuasan relasional(relationship satisfaction) tentunya dapat digunakan sebagai satandar dalam mengevaluasi keberhasilan dari strategi penguat relationship outcomes meliputi upaya relasional (relationship effort) dan kualitas layanan. Kesimpulan Redefinisi konsep pemasaran dipicu pergeseran paradigma orientasi pasar dari berbasis transaksional menjadi berbasis relasional. Tujuan dari bisnis saat ini adalah menciptakan kepuasan konsumen. Profit bukanlah tujuan tetapi reward (hasil). Pendapat ini didasari oleh opini bahwa apabila konsumen merasa puas, maka mereka mendapatkan "value" yang akan menciptakan keuntungan bagi shareholders dalam jangka panjang melalui aktivitas rebuying dari relasi yang terjalin dengan lebih baik. Dalam konteks tersebut pergeseran paradigma dari transactional menjadi relationship merupakan keharusan. Pemahaman Relationship marketing, baik dalam perspektif sejarah munculnya, maupun dilihat dari perspektif sempit dan luas, dapat ditemukan satu esensi dari pemasaran relasional yaitu aktivitas pemasaran yang ditujukan untuk membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang dengan stakeholder kunci, dilandasi prinsip manfaat saling menguntungkan. Peningkatan usaha dalam bisnis ritel dapat dilakukan dengan membangun relasi (relationship effort). Membangun relasi menjadi hal penting sebagai landasan untuk membangun customer value, dengan alasan: (1) Harapan konsumen terhadap kualitas dari produk dan jasa yang dikonsumsi semakin meningkat, (2) Persaingan diantara riteler meningkat, dengan marketing strategi dan taktik yang relatif sama misalnya dengan menawarkan jenis merchandise yang relatif sama, promosi harga, melakukan share terhadap distribution channel system, dan memperlakukan konsumen dengan lebih baik melalui layanan yang prima (3) Riteler dihadapkan pada klaim baru tentang keterbatasan dan ketidak jelasan marketing environment dalam bisnis ritel antara pasar dengan industri, dan meningkatnya fragmentasi pasar maupun semakin pendeknya daur hidup produk
33
Strategi penguatan relationship outcomes melalui aktivitas preferential treatment, komunikasi, personalisasi, rewarding serta penentuan kualitas layanan dengan dimensi yang sesuai dengan operasional ritel diharapkan mampu menciptakan relasi yang terbangun dengan orientasi jangka panjang dan berkelanjutan. Referensi B Beatty, Sharon E., James EC, Kristy ER, and Jungki Lee, 1996. CustomerSales Associate Retail Relationship. Journal of Retailing, Vol. 72, No. 3, pp. 223-47. Bell J., Gilbert D., Lockwood A., 1997, Service Quality in Food Retailing Operations : Critical Incident Analysis. The International Review of Retail, Journal of Distribution and Consumer Research, Vol. 7, No. 4, pp. 405-423. Bendapudi N., and Berry L., 1997. Costumer Motivations for Maintaining Relationship with Service Provider, Journal of Retailing, Vol. 773, No. 1,pp 15-37. Berman B., and Evans J.R, 2001. Retail Management A Strategic Approach. Eight Edition, Prentice Hall., Inc., New Jersey, USA. Berry, Leonard L, 1986. Retail Business are Service Business, Journal of Retailing, Vol 62, Spring, pp.3-6. __, 1995. Relationship Marketing of Services-Growing Interest, Emerging Perspectives. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol 23 (4), pp.236-45. Brady M. and Cronin J., 2001. Some New Thoughts on Conceptualizing Perceived Service Quality : A Hierarchical Approach. Journal of Marketing,Vol65(3),pp..34-49. __, Brand R., 2002. Performance Onl y Measurement of Service Quality: A Replication and Axtension. Journal of Business Research, Vol. 55, pp. 1731. Business News, 1996. Masyarakat Indonesia Gemar Berbelanja. Edisi 8 Maret. Callaghan M., McPhail J. and Yau OHM, 1995. Dimensions of Relationship Marketing Orientation: An Empirical Exposition, Proceeding of The Seventh Biannual World Marketing Congress, Melbourne, Australia, July, Vol. VII-II, pp. 10-65. Carman M. James, 1990. Consumer Perceptions of Service Quality: An Assessment of The SERVQUAL Dimensions, Journal of Retailing,Vol.66,No.1,pp.33-55.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
34
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Christopher M, Payne A, and Ballantyne, 2002. Relationship Marketing; Creating Stockholder Value. First Edition, Oxford: Butterword-Heinemann. Collier, A. David, 1992. Service, Please: The Malcolm Baldrige National Quality Award Business Horizons, July-August, 1992. Cronin, J. Joseph and Taylor A.Steven, 1992. Measuring Service Quality: A Reexamination and Extension, Journal of Marketing, Vol. 62, pp.55-68. Crosby L., Evans K., and Cowles D., 1990. Relationship Quality in Service Selling: An Interpersonal Influences Perspective. Journal of Marketing, Vol. 54, pp. 68-81. Dabholkar PA., 1995. Contingency Framework for Predicting Causallity Between Customer Satisfaction and Service Quality. Advances in Customer Research, Vol. 22, pp. 101-8. _ _ , T h o r p e D . I. , R e n t z J . O . , 1 9 9 6 . A Measure of Service Quality For Retail Stores: Scale Development and Validation. Journal of The Academy of Marketing Science, Vol. 24, No. 1,pp3-16. Davis, Ferd D., Bagozzi Ricard P. and Warshaw Paul R., 1989. User Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theorical Models. Management Science, Vol. 35, No. 8. pp. 982-1003. Driver, Carrole and Johnston Robert, 2001. Understanding Service Customers The Value of Hard and Soft Attributes, Journal of Service Research, Vol. 4, No. 2, pp. 130-139. Duncan T., and Moriaty S.C., 1998. Communication Based Marketing Model For Managing Relationship. Journal of Marketing, Vol. 62, pp. 1-13. Evan Jr. dan Lskin R.L., 1994. The Relationship Marketing Process : A Conceptualiation and Aplication. Journal of Industrial Marketing Management, Vol. 23, No. 4, pp. 439-52. Fin D.W., Lamb C.W., 1991. An Evaluating of The SERVQUAL Scales in A Retailing Setting. Journal of Advances in Consumer Research, Vol. 18, Association for Consumer Research, Provo, UT, pp.483-490. Fullerton, Gordon, 2004. The Service Quality-Loyalty Relationship in Retail Services: Does Comitment Matter?. Journal Of Retailing and Consumer Service, Accepted 6 April 2004. Ganesan, Shankar, 1994. Determinants of Long-Term Orientation in BuyerSeller Relationship. Journal of Marketing, Vol. 58, No.2, pp. 1-19. Gronroos, 1990. Service Management and Marketing. Lexington, MA, Lexington Books.
35
Gruen T., 1995. The Outcome Set of Relationship Marketing in Consumer Markets, International Business Review, Vol4, No.4, pp. 447-469. _ _ , S u m m e r s J , a n d A c i t o F , 2 0 0 0 . Relationship Marketing Activities, Commitment and Membership Behaviors in Professional Associations. Journal of Marketing Vol. 64, No. 3, pp. 34-49. Gwinner KP, Gremler DD, and Bitner MJ, 1998. Relational Benefit in Service Industries: The Customer Perspektif. Journal Academic Marketing Science, Vol. 26, pp. 101-114. Huppert, John W. Sidney, J. Arenson, and Richard H. Evans, 1978. An application of Equity Theory to Buyer-Seller Exchange Situation, Journal of Marketing, Vol. 15, No.2, pp. 250-60. Koelemeijer K., 1995, The Retail Service Encounter identifying Critical Service Experiences, Journal Of Managing Service Quality, Chapman, London. Kompas Harian, 1996. Perkembangan Bisnis Ritel di Indonesia, edisi 3 Januari. ____________, 2005, Pertumbuhan Ritel Indonesia,Edisi 8 April. Kotler, Philip, 2003, Marketing Management Analysis, Planning, Implememtation and Controll, International Edition, Uppersadle River, Prentice Hall.Inc. New Jersey. Levy M., and Weitz A. Barton, 2004. Retailing Management, Fifth Edition, Mc Graw Hill, Irwin, New York. USA. Levy S., and Zaltman G., 1975. Marketing Society and Conflict. Englewood Cliffs, Prentice Hall, New York. Looy, Van Bart, Gemmel Paul and Dierdonck Van R., 2003. Service Management An Integrated Approach. Second Edition, Pearson Education-Prentice Hall.Inc. Harlow-England Maulana, Agus, 1999. Perilaku Konsumen Di Masa Krisis, Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran. Usahawan No1 Th. XXVIII, edisi Januari. Meerzorg H, 2003. Kunci Sukses Berbisnis Ritel. Majalah Manajemen, Edisi April. Metcalf LE, Frear CR, Krishnan R,1992. Buyer -Seller Relationship an Aplication of The IMP Interaction Model. Europian Journal of Marketing, Vol. 26, pp 27-46. Morgan, Robert M. and Hunt Shelby D., 1999. The Commitment -Trust Theory of Relationship Marketing. Journal of Marketing, Vol. 58, No.3, pp 20-38. Mueller, O. Ralph, 1996. Basic Principles of Structural Equation Modeling, an Introduction to LISREL and EQS. Springer-Verlag New York,Inc.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
36
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Narver J.C., Slater S.F., 1990. The Effect of A Market Orientation on Business Profitability. Journal of Marketing, Vol. 54, pp. 20-35. Oderkerken, S. Gaby, Wulf D.K., and Schumacher P., 2003. Strengthening Outcomes Of Retailer-Consumer Relationships The dual Impact Of Relationship Marketing Tactics and Consumer Personality, Journal of Business Research Vol. 56, pp. 177-190. Pawitra T., 2005. Redefinisi Marketing, Prasetya Mulya Management Research Series, Report No.001, June. Peterson RA, 1995. Relationship Marketing and The Consumer, Journal Academic of Marketing Science, Vol. 23, pp. 278-281. Pilar Bisnis, 2003. Pilar Utama, Peta Rirel Modern, Konsumen Tetap Jadi Raja, Edisi 06, Tahun VI, 17-30 Maret, Hal. 10-39. _________,2003, Mendung Di Bisnis Ritel, Edisi 13, Tahun VI, 7-13 Juli, Hal. 68-8 Pope, Nigel, 1998. Consumption Values, Sponsorship Awareness, Brand and Product Use. Journal of Product & Brand Management, Vol.7 No.2, pp. 124-136. Reichheld F., and Sasser W.E., 1990. Zero Defection: Quality Comes to Service, Harvard Business Review, Vol 68, September-October, pp. 105-111 Rene Johannes, 1996. Berkembangnya Bisnis Eceran Skala Besar di Jakarta, Management & Usahawan Indonesia, No. 2 Tahun XVIII. Sager J., and Ferris G., 1986. Personality and Salesforce Selection in The Pharmaceutical Industry. Industrial Marketing Manage, Vol. 15, pp. 319-24. Samuel, 1995. Proyeksi Pasar Ritel Jabotabek, Ritel Indonesia, Vol. 1, No. 1, pp. 35-43. Shajahan S., 2004. Relationship Marketing Text & Cases, Tata Mc Graw Hill Co., New Delhi. Shani D., Chalasani S., 1992. Exploiting Niches Using Relationship Marketing, Journal of Consumer Marketing, May Vol. 9, No. 3, pp. 33-42 Sheth, Jagdish and Atul Parvatiyar, 2002. Relationship Marketing in Consumer Market: Antecedents and Conequences. Journal of The Academy of Marketing Science, Vol. 23, No.4, pp. 255-71. Smfr@nchise, 2001. Trend Industri Retail di Indonesia di Millenium Baru, Edisi November. 2002. Pangsa Pasar Swalayan di 6 kota Besar di Insonesia, Edisi (enam) November. _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2 0 0 3 . P r e d i k s i J u m l a h P e n d u d u k Indonesia Tahun 2010, Edisi Januari.
37
Subhash, C. Mehta, Ashok K. Lalwani and Soon Li Han, 2000. Service Quality in Retailing: Relative Efficiency of Alternative Measurement Scales For Different Product-Service Environtment, International Journal Of Retail and Distribution Management, Vol.28, No.2, pp. 62-72. Suhata, H. Parlina, 2003. Analisis Pengaruh Perceived Relationship Invesment Terhadap Relationship Quality dan Behavioral Loyalty, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Taylor A., Steven and Baker T, 1994. An Assessment of The Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction in The Formation of Consumers' Purchase Intentions. Journal of Retailing, Vol. 70, No. 2, pp. 163-178. ________, and Cronin Joseph Jr, 1994. Modeling Patient Satisfaction and Service Quality, Journal Of Healthcare Marketing, Vol. 14, No. 1, pp. 3543. Teas R. Keneth, 1993, Consumer Expectation and The Measurement of Perceived Service Quality, Journal of Professional Service Marketing, Vol. 8, No.2, pp. 33-54. __________,1993. Expectation, Performance, Evaluation, and Consumers Perception of Quality, Journal of Marketing, Vol. 57, pp. 18-34. Tempo, 2003. Kemajuan Ritel Bisnis Indonesia, Edisi 22 Mei. Tjiptono Fandy, 2005. Pemasaran Jasa. Edisi Pertama, Bayu Media Publishing, Malang. Widjaja HN, 2002. Mengungkap Sukses Hypermarket, Pikiran Rakyat Cyber Media. Wilson DT., 1995. An Integrated Model of Buyer -Seller Relationship. Journal Academic of Marketing Science, Vol. 23,No.4, pp. 335-45. Wulf K.D and Odekerken G.S, 2003. Assesing The Impact of a Retailer's Relationship Effort on Consumers Attitude and Behavior, Jounal of Retailing and Consumer Services, Vol.10, pp. 95-108. Yadi E. Nur, 2003. Analisis Industri Ritel Indonesia, Tesis, Univeristas Gadjah Mada, Yogyakarta. Vazques, Rodolfo, Del Bosque Ignatio A. Rodriques, Diaz ana Ma, Ruiz V. Agustin, 2001. Service Quality in Supermarket Retailing: Identifying Critical Service Experiences, Journal of Retailing and Consumer Service, Vol. 8, pp. 1-14.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
38
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU KONSUMEN DALAM KEPUTUSAN PEMILIHAN LEMBAGA MENTAL ARITMETIKA DI KOTA MALANG
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen
The objectives of this research are to analize the influence of consumer individual and environmental factor toward decision in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City, and which variable of the main consumer’s consideration in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City. The result of the study indicated that the consumer individual and environmental factor have partial and simultant influence toward decision in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City, and the motivation have dominant influence in selecting Arithmetic Mental Educational Institution in the Malang City. Based on the study results, it can be suggested that as a profesional institution, the Arithmetic Mental Educational Institution should be oriented the consumer needs. The managers of Arithmetic Mental Educational Institutions should understand the consumer behaviour to plan the strategy and policy to keep the interest of consumers. Key words : individual factor, environmental factor, consumer behaviour
Aniek Indrawati adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang Teuku Zulkarnaen adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 38
39
Pendahuluan Menyadari tentang arti pentingnya sumber daya manusia, pendidikan merupakan suatu kelembagaan yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Segala daya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyusun suatu sistem pendidikan yang benar-benar bisa menjawab tantangan di masa-masa mendatang. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional disebutkan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluasluasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Dengan adanya Undang-Undang tersebut memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendirikan atau menyelenggarakan pendidikan. Keadaan ini ditunjukkan oleh pertumbuhan jumlah Lembaga-Lembaga Pendidikan Non Formal di Indonesia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan tersebar di seluruh tanah air. Salah satu Lembaga Pendidikan Non Formal yang akhir-akhir ini lagi booming adalah Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika. Lembaga ini memberikan semacam kursus belajar Mental Aritmetika. Mental Aritmetika adalah sebuah metoda pengajaran matematika kepada anak yang menggunakan alat bantu soroban atau sempoa, yaitu alat hitung tradisional Jepang atau Cina yang bisa menghitung dengan sangat akurat dan cepat , bahkan lebih cepat daripada menggunakan kalkulator. Pesatnya pertumbuhan Lembaga-Lembaga pendidikan tersebut serta jumlah yang cenderung meningkat di satu sisi memang sesuai dengan hasrat untuk meratakan kesempatan memperoleh pendidikan bagi generasi muda. Namun di sisi lain perlu memperhatikan peningkatan mutu dan efisiensi. Permasalahan akan timbul jika lembaga-lembaga itu tidak mengerti apa sebenarnya yang menjadi tujuan dan harapan dari konsumen. Memahami perilaku konsumen adalah problem mendasar ketika akan menentukan strategi pemasaran. Dengan mengenal konsumen akan dipahami karakteristik maupun bagaimana seseorang pembeli membuat keputusannya serta berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku mereka dalam mengambil keputusan atas pembelian suatu produk / jasa (Kotler, 1994) Seperti halnya dalam pemilihan produk, ketika konsumen akan memilih jasa pendidikan juga dipengaruhi banyak faktor. Pandangan yang berbeda dari konsumen atas apa yang dihasilkan lembaga-lembaga tersebut menyebabkan adanya ketidakmerataan jumlah peminat diantara Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika yang ada. Untuk membentuk citra yang baik terhadap lembaga, dalam rangka menarik minat calon siswa, maka lembaga pendidikan dalam hal ini Pendidikan Mental Aritmetika dapat mengembangkan berbagai upaya berdasarkan pada Konsep Pemasaran. Dalam pelaksanaannya Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika harus menetapkan bagaimana penyusunan Sistim Pemasaran yang menguntungkan, yaitu suatu sistem yang bisa memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pesaingnya.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
40
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor individu dan lingkungan konsumen dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang dan untuk mengetahui variabel apa yang dominan pengaruhnya dari kedua faktor tersebut terhadap keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Perilaku Konsumen Definisi perilaku konsumen menurut Loudon (1993) adalah “Customer behavior may be defined as decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquaring, using or disposing of good and service”(Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisisk yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat menggunakan barang dan jasa) Sedangkan menurut Engel (1997), adalah “Customer behavior may defined as the acts of individuals directly involved in decision process that preceds and determine these acts” (Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barangbarang atau jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut). Bila kita tarik kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut, maka perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa-jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi lingkungan, termasuk proses pengambilan keputusan. Sehingga terdapat dua hal yang penting dalam perilaku konsumen ini, yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik dalam rangka memperoleh dan menggunakan barang serta jasa-jasa ekonomi. Setiap individu memiliki perilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Menurut Loudon (1993) mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang perlu diperhatikan dalam menelaah perilaku konsumen, yaitu : 1. Stimulus variable Merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Misalnya : merk, jenis barang, iklan, kemudahan membeli barang dan penataan barang. 2. Response variable Merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respon sangat tergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Misalnya : keputusan membeli barang, penilaian terhadap barang, dan perubahan sikap terhadap suatu produk. 3. Intervening variable
41
Merupakan variabel antara stimulus dan respon. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa dan persepsi terhadap suatu barang. Peranan variabel ini adalah untuk memodifikasi respon. Model Perilaku Konsumen Assael (1984) mengembangkan suatu model Perilaku Konsumen dimana faktor individual konsumen, limgkungan, dan strategi marketing mix yang diterapkan produsen akan mempengaruhi konsumen dalam memilih suatu produk. Setelah melakukan pembelian, konsumen memberikan respon terhadap produk yang dibeli. Respon konsumen ini dapat dilihat sebagai umpan balik bagi pemasar untuk pengembangan strategi pemasaran dan bagi konsumen sebagai evaluasi setelah pembelian. Model Assael memperlihatkan adanya penekanan hubungan antara pemasar dan konsumen. Komponen dasar dari model tersebut adalah pada pengambilan keputusan konsumen, yaitu proses dalam merasakan dan mengevaluasi informasi brand, dengan pertimbangan bagaimana alternatif brand tersebut dapat memenuhi kebutuhan, dan konsumen memutuskan untuk memilih brand yang bersangkutan. Sedangkan menurut Phlip Kotler (1996) untuk mempelajari perilaku konsumen, tidak cukup hanya mempelajari apa yang dibeli konsumen tetapi juga dimana mereka membeli, bagaimana mereka membeli dan kapan mereka membeli. Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen antara lain : 1. Faktor Marketing Mix Dalam bukunya Kotler mendefinisikan bahwa marketing mix adalah kelompok kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar pasaran. Ada 4 faktor dalam bauran pemasaran, yaitu : a. Product, merupakan sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan, termasuk di dalamnya adalah obyek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 1995). b. Price, merupakan jumlah uang yang harus dibayar pelanggan dan konsumen untuk suatu produk (Kotler, 1995). c. Promotion, merupakan kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual ke pembeli atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku. Sedangkan Swastha & Irawan (1997) mengatakan bahwa promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Akhirnya promosi adalah semua jenis kegiatan yang ditujukan untuk mendorong permintaan. d. Place, berhubungan dengan proses menyampaikan produk ke konsumen. Produk tidak akan mempunyai arti apa-apa bagi konsumen apabila tidak disampaikan atau tidak tersedia pada saat dan tempat yang diinginkan konsumen.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
42
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
2. Faktor Lingkungan Lingkungan dimana konsumen berada akan mempengaruhi perilaku konsumen tersebut dalam membeli suatu produk baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor lingkungan ini perlu dikaji oleh pihak pemasar sehingga diketahui berapa besar pengaruhnya kepada pengambilan keputusan. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam faktor lingkungan ini antara lain : a. Kebudayaan, merupakan seperangkat nilai dasar, persepsi dan perilaku melalui proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, 1995). Sedangkan Assael (1984) mendefinisikan bahwa bahwa kebudayaan adalah nilai-nilai, norma dan kebiasaan dimana seseorang individu belajar dari masyarakat dan membimbing mereka menuju pola perilaku yang bersifat umum dalam masyarakat. b. Kelas sosial merupakan suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai posisi (kedudukan) yang kurang lebih sama (sederajat) dalam suatu masyarakat (Loudon & Dellabitta, 1993). Sedangkan Kotler (1995) berpendapat bahwa kelas sosial mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, orang yang berada dalam suatu kelas sosial cenderung berperilaku sama. Kedua, seseorang dipandang mempunyai posisi sesuai dengan kelas sosialnya. Ketiga, kelas sosial seseorang dinyatakan oleh sejumlah variabel, seperti pekerjaan, kekayaan pendidikan dan orientasi terhadap nilai dan bukan hanya oleh salah satu variabel saja. Keempat, seseorang mampu berpindah dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya dalam masa hidupnya. c. Kelompok referensi merupakan kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang (Kotler, 1995). Menurut Engel et al (1997), kelompok referensi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk dengan tiga cara, yaitu : 1) pengaruh utilitarian (normatif) adalah tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok dalam berpikir dan berperilaku, 2) pengaruh nilai ekspresif adalah mencerminkan keinginan akan asosiasi psikologis dan kesediaan untuk menerima nilai dari orang lain tanpa tekanan, 3) pengaruh informasi dimana kepercayaan dan perilaku orang lain diterima sebagai bukti mengenai realitas. d. Keluarga merupakan kelompok yang terdiri dari dua atau lebih yang berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama (Engel et al, 1997). Setiap individu dalam keluarga bisa mempengaruhi seseorang dalam keputusan pembeliannya. 3. Faktor Psikologis Faktor psikologis merupakan faktor dasar dalam perilaku konsumen yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Ada beberapa faktor yang terkait dengan faktor psikologis ini, yaitu : a. Motivasi, merupakan suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan (Swasta & Irawan, 1997). Segala sesuatu yang dilakukan seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri seseorang tersebut.
43
b.
c.
d.
e.
Pembelajaran, bisa diartikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari adanya pengalaman (Swasta & Irawan, 1997). Proses pembelajaran ini terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Sikap merupakan suatu keadaan seseorang yang mudah terpengaruh untuk memberikan tanggapan atau penilaian terhadap suatu obyek yang ada di lingkungan sekitarnya dan berpengaruh secara langsung terhadap perilakunya (Kotler, 1995). Maka setiap sikap yang dibentuk dari informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman masa lalunya atau melalui hubungan dengan orang lain. Kepribadian, merupakan ciri-ciri psikologis yang membedakan seseorang yang menyebabkan terjadinya tanggapan relatif terhadap lingkungannya. Kepribadian seseorang biasanya digambarkan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, gampang mempengaruhi, berdiri sendiri, menghargai orang lain, bersifat membela diri dan kemampuan menyesuaikan diri (Kotler, 1995). Persepsi, merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti (Kotler, 1995). Jadi persepsi merupakan kegiatan memilih, mengolah dan menafsirkan informasi yang diperoleh dan memberikan tanggapan terhadapnya.
Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Malang, dengan memilih enam Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika yang menyelenggarakan program pendidikan mental aritmetika mulai tingkat dasar, tingkat lanjutan, sampai tingkat mahir, yang telah terdaftar pada Departemen Pendidikan Nasional Sie Pendidikan Masyarakat. Keenam lembaga tersebut adalah : Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Borobudur, Yayasan Aritmetika Indonesia Cabang Suropati, Kazeoru Citarum, Kazeoru Jalan Jeruk, Intelma Mental Aritmetika, dan Putra Bangsa Mental Aritmetika. Populasi target penelitian adalah orang tua dari warga belajar yang mengikuti program pendidikan mental aritmetika pada Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Dipilihnya orang tua sebagai populasi target dalam penelitian ini karena pengambil keputusan dalam pemilihan lembaga adalah bukan warga belajar atau anak didik, melainkan orang tuanya. Hal ini disebabkan karena peserta didik Lembaga Pendidikan ini adalah anak-anak yang berusia 4 sampai 12 tahun. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Artinya sampel ditentukan dengan pertimbangan tujuan penelitian dan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah : orang tua (wali) dari siswa belajar Pendidikan Mental Aritmetika pada tingkat pra level dan tingkat satu. Dipilihnya tingkat ini karena diharapkan para orang tua masih memiliki ingatan yang baik tentang faktor-faktor pertimbangan dalam memilih lembaga untuk anak mereka. Besarnya sampel setiap Lembaga ditetapkan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
44
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
secara propotional random sampling, yaitu dipilih secara acak dengan jumlah sebanding dengan jumlah peserta program pendidikan di setiap Lembaga. Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun dalam kalimat-kalimat pertanyaan. Responden diminta memberikan tanggapannya dengan memilih salah satu pilihan jawaban. Jawaban dari responden yang bersifat kualitatif dikuantitatifkan dan diukur dengan menggunakan skala Likert. Data dianalisis dengan Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan program SPSS forWindows versi 11. Hasil-hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dengan mengambil responden sebanyak 175 orang tua dari siswa yang berada tingkat pra level dan tingkat 1 dari enam Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang sebagai sampel, maka dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu sebesar 80%. Ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini yang memutuskan untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika sebagian besar adalah orang tua laki-laki dari siswa belajar atau ayah mereka. Dari pengelompokan responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa 90 % responden adalah berusia di bawah 40 tahun. Ini bisa ditunjukkan oleh usia siswa didik LPMA yang rata-rata berusia dibawah 12 tahun, sehingga orang tua mereka pun sebagian besar masih tergolong relatif muda. Apabila ditinjau dari tingkat pendidikan responden, 86 % orang tua siswa didik LPMA didominasi oleh lulusan sarjana dan pascasarjana. Sedangkan lulusan SMA dan Diploma hanya sekitar 14 %. Ini menggambarkan bahwa mayoritas orang tua siswa belajar LPMA di Kota Malang adalah berpendidikan tinggi dan menyadari arti pentingnya pendidikan Mental Aritmetika sebagai pendidikan dasar bagi putraputrinya. Lebih dari 80 % siswa didik LPMA mempunyai orang tua dengan tingkat pendapatan perbulan di atas Rp. 1.000.000. Hasil ini menggambarkan bahwa Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang kebih didominasi oleh konsumen dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Hasil analisis regresi berganda antara variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang disajikan dalam table 1. Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Berganda Variabel Konstanta Kebudayaan (X1) Kelas Sosial (X2) Kelompok Refrensi (X3) Keluarga (X4)
Koefisien regresi -2.535 0.125 0.135 0.214 0.120
Standard Error
T
Sig. t
0.053 0.056 0.051 0.059
2.358 2.411 4.195 2.034
0.003 0.026 0.000 0.030
45
Motivasi (X5) Pembelajaran (X6) Sikap (X7) Persepsi (X8) R R square Standard error F hitung Significan F Durbin Watson Test F tabel ( α = 5%) t tabel ( α = 5%)
0.351 0.155 0.141 0.148 0,949 0,797 0,079 23.872 0,000 2,053 1,98 1,721
0.054 0.030 0.044 0.039
6.499 5.167 3.205 3.795
0.000 0.006 0.021 0.002
Sumber : Data Primer Diolah Persamaan regresi berganda yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = -2.535 + 0,125X1 + 0,135X2 + 0,214X3 + 0,120X4 + 0,351X5 + 0,155X6 + 0,141X7 + 0,148X8 Dari hasil perhitungan regresi berganda diketahui bahwa nilai multiple regression (R) sebesar 0,949 mengandung makna keseluruhan variabel independen memiliki keeratan hubungan yang tinggi dengan variabel dependen. Sedangkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,797 menunjukkan kontribusi variabel-variabel independen untuk menjelaskan variabilitas variabel dependen sebesar 79.7 %. Sisanya yaitu sebesar 20.3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam model regresi penelitian. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika Fhitung > Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara simultan terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Jika thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara parsial terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan nilai Fhitung sebesar 23.872 (p = 0,000) yang lebih besar dari Ftabel 1,98. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpenmgaruh secara simultan terhadap keputusan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
46
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
pemilihan LPMA di Kota Malang. Sementara itu, hasil perhitungan nilai t untuk masing-masing variabel seperti yang dicantumkan dalam Tabel 1, menunjukkan bahwa variabel-variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh secara parsial terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang. Kesimpulan ini didasarkan atas fakta bahwa nilai thitung semua variabel penelitian lebih besar dari ttabel pada taraf uji 5 %. Kontribusi efektif variabel independen dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang paling dominan. Adapun kontribusi efektif masing-masing variabel independen terhadap keputusan pemilihan LPMA dinyatakan dalam Tabel 2. Tabel 2. Kontribusi Efektif Masing-Masing Variabel Independen Variabel Independen Kebudayaan (X1) Kelas Sosial (X2) Kelompok Refrensi (X3) Keluarga (X4) Motivasi (X5) Pembelajaran (X6) Sikap (X7) Persepsi (X8) Total Sumber : Data Primer Diolah
Koefisien Beta 0.167 0.175 0.302 0.153 0.469 0.252 0.201 0.208
Koefisien Korelasi Sederhana 0.426 0.310 0.336 0.403 0.427 0.357 0.521 0.546
Kontribusi Efektif (%) 7.10 5.43 10.15 6.17 20.03 8.99 10.47 11.36 79.7
Berdasarkan kontribusi efektif masing-masing variabel independen, variabel yang dominan pengaruhnya terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang adalah motivasi. Selanjutnya, secara berturut-turut, variabel independen yang memiliki dominasi pengaruh terhadap keputusan pemilihan LPMA di Kota Malang dari tertinggi ke terendah sebagai berikut : persepsi, sikap, kelompok referensi, pembelajaran, kebudayaan, keluarga, dan kelas sosial. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pemilihan Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Hal ini menunjukkan adanya motivasi dari orang tua yang mengharapkan dengan ikut sertanya putra-putri mereka dalam program pendidikan mental aritmetika ini putraputri mereka akan bisa meningkat prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini terkait dengan salah satu tujuan Pendidikan Mental Aritmetika yaitu meningkatkan konsentrasi berpikir anak.
47
Para konsumen dalam hal ini para orang tua berharap bahwa dengan mengikut sertakan anak-anak mereka dalam pendidikan tersebut, maka akan bisa mengatasi adanya mathematics phobia yang banyak dialami oleh anak-anak sekolah. Di samping itu, Pendidikan Mental Aritmetika dianggap sebagai alternatif solusi terhadap kurang efektifnya Lembaga Bimbingan Belajar. Motivasi konsumen juga didukung oleh adanya beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mengikuti Pendidikan Mental Aritmetika dengan baik, daya ingat dan daya konsentrasi mereka meningkat sehingga rata-rata prestasi belajar mereka juga semakin baik. Inti dari belajar Mental Aritmetika sebenarnya bukan untuk menghasilkan anak yang mampu berhitung cepat. Inti dari Mental Aritmetika, menurut Andreas Chang, Ketua AMMA adalah untuk meningkatkan konsentrasi, kreativitas , dan juga kecerdasan emosional anak. Hal senada juga dikemukakan oleh pakar psikologi anak, Dr Seto Mulyadi, dimana anakanak yang belajar Mental Aritmetika cenderung memiliki rasa percaya diri tinggi dan logika berfikir yang jernih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr Dwijo Saputro DSPJ, psikiater anak pada RS Husada Jakarta, menyatakan bahwa belajar Mental Aritmetika dapat mengoptimalkan fungsi otak secara keseluruhan. Pemahaman konsumen tentang arti pentingnya Pendidikan Mental Aritmetika yang didukung oleh peran lingkungan telah membuat para konsumen mulai berpikir untuk memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika yang tepat dan berkualitas. Sikap dan persepsi akan kualitas lembaga terbentuk dengan berbagai tawaran menarik yang diberikan serta pengaruh kelompok referensi. Kualitas produk ini dilihat konsumen dari merk atau nama dari lembaga serta kualitas alumninya. Hal ini sesuai dengan kenyataan dimana beberapa Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Malang adalah merupakan lembaga cabang dari yayasan atau asosiasi Pendidikan Mental Aritmetika yang berpusat di Jakarta, misalnya YAI (Yayasan Aritmetika Indonesia), AMA (Abacus Mental Aritmetika), dan sebagainya, sehingga nama lembaga sangat diperhatikan oleh konsumen karena sering dikaitkan dengan kualitas yayasan pusat yang menaunginya. Kondisi tersebut tidak terlepas dari profesionalisme tenaga pengajar, dimana sebagian besar tenaga pengajar tersebut telah mendapat rekomendasi dari yayasan-yayasan pusat. Kelas sosial juga merupakan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Hal ini terkait dengan masih relatif mahalnya biaya pendidikan ini sehingga tingkat pendapatan paling berperan dalam pertimbangan konsumen. Kondisi ini juga semakin diperjelas dengan terpilihnya sampel responden yang sebagian besar (lebih dari 80%) adalah orang tua yang berpenghasilan di atas Rp. 1,000,000. Faktor ini terkait juga dengan tingkat pendidikan dari orang rua siswa. Data karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua siswa berpendidikan sarjana. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua peserta belajar program pendidikan mental aritmetika adalah orang-orang yang mengerti akan pentingnya pendidikan sejak usia dini.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
48
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran juga merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pemilihan Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika. Terkait dengan hal itu, konsumen sangat memperhatikan kurikulum dan silabus yang ditetapkan oleh lembaga karena hal itu erat hubungannya dengan hasil akhir atas penguasaan materi pendidikan mulai tingkat dasar sampai tingkat mahir. Di samping itu kurikulum pendidikan mental aritmetika menurut orang tua siswa harus benar-benar sejalan dengan tingkat kemampuan dasar serta usia anak-anak mereka sehingga dengan kurikulum yang ditetapkan oleh lembaga tidak akan memberatkan atau menjadi beban bagi siswa belajar. Informasi mengenai Kurikulum Program ini tidak terlepas dari peranan anggota keluarga. Anak bisa memperoleh informasi dari teman-temannya yang telah mengikuti pendidikan mental aritmetika dan memberikan masukan pada orang tuanya. Demikian juga dengan saudara dekat yang memberikan informasi mengenai kurikulum program yang ditawarkan oleh lembaga tertentu yang telah mereka pilih. Masukan dan pengaruh teman dari orang tua siswa memberikan banyak pengaruh pada konsumen dalam memutuskan memilih lembaga yang tepat untuk putra-putri mereka. Tidak kalah pentingnya adalah pengaruh guru sekolah. Ini terkait dengan adanya beberapa sekolah dasar maupun taman kanak-kanak yang sudah mulai memasukkan program pendidikan mental aritmetika ini sebagai kegiatan ekstra kurikuler disekolah. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, keluarga, motivasi, pembelajaran, sikap dan persepsi berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap keputusan pemilihan Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Motivasi merupakan variabel dominan yang dipertimbangakan konsumen dalam keputusan memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang. Rekomendasi Sebagai suatu lembaga profesional setiap Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika sebagai satuan dalam konteks sistem penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Luar Sekolah harus berorientasi pada kebutuhan konsumen (customer oriented). Dalam hal ini maka pengelola Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika di Kota Malang harus memaiami fakdor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika, baik faktor individu konsumen maupun lingkungannya. Harapan-harapan orang tua siswa hendaknya dijadikan pedoman untuk menyusun strategi pemasaran yang tepat, terutama yang terkait dengan kualitas
49
produk yang ditawarkan, sehingga akan terbentuk motivasi, sikap dan persepsi yang positif terhadap lembaga. Studi dalam penelitian ini masih terbatas pada analisis regresi berganda, bagi peneliti yang berminat dapat mengembangkan studi ini ke analisis multivariate lain yang menganalisis respon konsumen terhadap jasa yang diberikan oleh Lembaga Pendidikan Mental Aritmetika.
Referensi Alma, Buchari (1992), Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Alfabeta, Bandung. Arikunto, Suharsimi (1996), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. Ke Sepuluh, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Assael, Henry (1984), Consumer Behaviour and Marketing Action, Fourth Edition, Kent Publishing Company, Boston. Engel, J.F. Blacwell. Roger D & Paul W Winiard (1997), Perilaku Konsumen, Alih Bahasa : Budiyanto F.X, Jilid I, Binapura Aksara, Jakarta. Kotler, Philip (2000), Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Alih Bahasa : Acelia A.H, Jilid I, Salemba Empat, Jakarta. Kotler Philip dan Paul N Bloom (1997), Teknik dan Strategi Memasarkan Jasa Profesional, CV Intermedia, Jakarta. Loudon, D.L & Della Bitta, Albert J (1993), Consumer Behaviour, Concepts and Applications, 4th edition, Mc Graw Hill Inc., New York. Malhotra, Naresh K (1993), Marketing Research : Applied and Orientation, Prentice Hall International, Inc., USA. Stanton, J. William (1996), Fundamentals of Marketing, Diterjemahkan oleh Drs.Yohanes Lamarto, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sugiyono (2000), Statistika untuk Penelitian, Alfabeta Bandung.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
50
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
ROLE OF LOCAL LEGISLATURE IN LOCAL FINANCIAL CONTROL: THE EFFECT OF KNOWLEDGE, AND RULES, PROCEDURES AND POLICIES (RPPS) (Case study of regency and municipal legislatures in Bengkulu Province)
Rini Indriani
This studi examines what budget knowledge, and RPPs (rules, procedures, and policies) potentially influence on the role of local legislature in local financial control. In this study, the dependent variable is role of local legislature in local financial control, and independent variables are budget knowledge and RPPs. The study sample was drawn from regencies and municipal in Bengkulu province: Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Rejang Lebong, and Kota Bengkulu. The questioner distributes are 147 questioner to local legislature members. Questioner returned are 117 questioner, an of this amount 97 questioner can be processed. Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other words, budget knowledge influence significantly on local legislature role in local financial control in regencies and municipality in Bengkulu Province. Result of partial hypothesis test cannot support H2, indicated that RPPs do not influence significantly. Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of role of local legislature in local financial control is influenced by independent variables of budget knowledge and RPPs is significant with determination score (R2) smaller than 20%. Key Words: budget knowledge, RPPs (rules, procedures, and policies), local legislature, role of local legislature, and local financial control.
Rini Indriani adalah dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang 50
51
Background With enactment of Law (Undang-Undang Republik Indonesia) No. 22/1999 and Law No. 25/1999 on Local Autonomy, improvement towards accountability in local financial management begins to be clear. The indication is increasingly function local legislature (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD) in controlling local government policies. Governmental Regulation (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia) No.105/2000 on Local Financial management and accountability states that: 1) local financial control management is held by local legislature; 2) local legislature has authority to order local external supervision agency to make examination on local financial management. In implementation of its function, members of local legislature must be able to represent constituents and, of course, supported with knowledge and other requirements. Education of New Jersey legislature members is lawyer; occupation background will build members ethic standards (legislature in New Jersey, 2001). Moreover Yudono said that to be able to use their rights appropriately, local legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism, public policy, control technique, budget preparation and so on. In other studies by Tinor (1993), Syahwine (1995) and Saleh (1996), it is said that length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle role of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy element). Badein and Zammuto (1991) wrote that excessive rules, procedure and policies can lead to (1) individual and organizational disfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking behaviours, decrease job satisfaction, and trigger cynicism and alienation. Based on the above matters, the researcher is interested to make study about impact of knowledge, RPPs, on role of local legislature in local financial controls. In this study, the dependent variable is role of local legislature in local finance control, and independent variables are knowledge and RPPs. Study object is regency and municipal legislature in Bengkulu Province. Problems formulation According to description in background section, it can be formulated problems as follows: 1) Do knowledge influence role of local legislature in local finance control of regencies and municipalities in Bengkulu Province. 2) Do rules, procedure and policies influence role of local legislature in local financial control of regencies and municipalities in Bengkulu Province Research Limitation Research Area Researcher limited the research on problems of impact of knowledge, and rule, procedure and policies on role of regency and municipal legislature in Bengkulu
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
52
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Province, including Rejang Lebong Regency, North Bengkulu Regency, South Bengkulu Regency and Bengkulu City. Variables Due to wide means of knowledge, this research limited the knowledge as respondent perception on regional budget (RAPBD/APBD) and detecting budget wasting or failure and leakage. In next section, knowledge is meant as budget knowledge. RPPs are limited as respondent perception on Law No.4/1999, Law No.22/1999, Law Number 25/1999, Governmental Regulation No. 105/1999, Governmental Regulation No.108/1999, Government Regulation No1/2001, and Presidential Decree (Keputusan Presiden Republik Indonesia) No. 74/2001 In other side, role of local legislature in local financial control is limited in use of local legislature rights in planning, implementation and reporting regional budget. More over, variables identification and measurement is discussed at chapter III Research Objective Based on the above problems formulation, this research is conducted with objectives: 1) to test influence budget knowledge on role of local legislature in local financial control of regencies or city in Bengkulu province, 2) to test impact of RPPs on role of local legislature in local financial control of regencies and city in Bengkulu Province.
Literature Review And Hypothesis Development Local finance, according to Governmental Regulation No. 105/2000 article 1 (1) mean as all regional right and obligation to implement local government that can be assessed monetarily including many forms of wealth related to the local right and obligation within framework of regional budget. Regional budget is annual financial planning established base on Regional Regulation on Regional Budget. Budget Cycle Henley et al in Mardiasmo (2002) classified budget cycle into four steps that consist of Preparation step In local level (province and regency/municipality) based on Government Regulation No. 108/2000, local government is required to make document of regional planning that consist of PROPEDA (RENSTRADA). Flow chart of Structure of Local Planning Document and LPJ-KDH can be seen in figure 2.1. Approval/ratification step This step involves complicated political process. Executive leaders are demanded not only to have sufficient managerial skill but also must have political skill, salesmanship and coalition building. Implementation Step
53
After the budget is approved by legislature, the next step is budget implementation. In this step, the most important thing is to posses accounting information system and management control system. Reporting and Evaluation Step Budget preparation, ratification and implementation relate to operational aspect of the budget, whereas reporting and evaluation steps relate to accountability aspect.
KEBIJAKAN PRIORITAS NASIONAL
RENSTRADA
PROPENAS
REPETADA 2003 POLDAS • • • •
REALITAS DAN KEBUTUHAN DAERAH
VISI MISI ARAH KEBIJAKAN
P R O P E D A
APBD
RAKORBANG 2002
APBN
APBN
REPETADA 2003 PENYEMPURNAAN
RAPBD 2003
APBD
RENSTRA DINAS
LPJ-KDH 1. LAPORAN INDUK 2. LAMPIRAN • • • •
PERHITUNGAN APBD NOTA PERHITUNGAN APBD ALIRAN KAS NERACA DAERAH
Figure 2.1 Flowchart of Structure of Local Planning Document and LPJ-KDH
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
54
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Regional Financial Control Control is all activities and actions to ensure that implementation of an activity not deviate from established goal and planning (Baswir, 1999). According to Law No.30/1970 on State Treasury, control is an activity to obtain assurance whether implementation of job or activity is conducted accord with established plan, rules and goals. Therefore, regional financial control is all actions to ensure regional financial management to be carried out according to established plan rules and goals. Control is not only required in implementation and evaluation steps but also in planning step (Mardiasmo, 2001). Control is meant as a observational process of entire organization activities to all activities conducted according to determined plan (Siagian, 1978). In addition, Suyamto define control as all attempt or activity to know or evaluate job implementation whether or not accord to it must be. Presidential Decree No. 74/2001, article no.1 (6) state that local government control as an activity process to assure to local government operate as plan and rules of law. Moreover, article 2 state that local government operation controls consist of functional control, legislature control and society control. Control of regional budget is not separate step in budget cycle but it is an integral part from planning to reporting step. Role of Regency/municipal legislature Local legislature has two functions, that is: As a partner of regional leader in formulate regional policy As a controller over implementation of the policy conducted by regional leader To implement the functions, local legislature has authorities or rights to take certain actions. The rights are arranged in Law No. 4/1999 article 34. Refer to Kaho (2001) to conduct first function, namely, decide local regulation and local budget, local legislature has right to make changes over regional regulation draft, propose regional regulation draft and define budget of local legislature while for the second function, namely, do control, local legislature has right to require responsibility report from Governor, regent and mayor, take explanation from local executive, make examination, propose statement, and ask question from each members. Governmental regulation No.105/200 article 40 state that ”control over budget implementation is done by local legislature”, and in explanation of the article, it is stated that such control is not examination but control that directed to assure target achievement that determined by local legislature. Moreover, in Presidential Decree No 74/2001, article 1 (8) states that legislature control is control activities conducted by local legislature over regional government according to its task, authority and rights. Accord with new developing paradigm, local legislature has important position, task, function and wider local financial management control. So, it must do really its control function. Control of local financial management should be began from planning process to reporting process. The following section will describe role of local legislature from planning process, implementation and evaluation.
55
In regional budget planning, regional legislature has main role in activities: 1) people aspiration collection; 2) define direction and general policy of local budget and determining strategy and priority of local budget; 3) clarification and ratification (budget discussion in plenary session); 4) decision and legalization. In budget implementation step, role of local legislature can be realized by evaluating regional budget trough quarterly report and do field monitoring by inspection and take realization repot. It includes evaluation on budget revising or shifting. Because problems that often rise on implementation step is any revision and shift budget (technical training module, 2000). In reporting step, role of local legislature can be implemented by evaluating regional budget realization report as a whole (a year budget) by examining budget calculation report and budget calculation note as well as field inspection. Education and Experience In order to able to realize its function well, quality of local legislature members is very important. Formulation of appropriate regional policy depends heavily on legislature skill to deal with life problems faced by people. Knowledge and skill is obtained through education and experience. In implementing control function it also need education and experience. About relation between education and position of legislature member as people representatives, Truman (1960) stated: ”Any politician, whether legislator, administrator or judge, whether elected or appointed is obliged to make decision that are guided in party by relevant knowledge that available to him”. The matter close relate to education is experience that also affect one’s ability. Many experiences will help some one to solve her/his problems. According to legislature member position as representative of local people, they should be experienced people in social and state organization. Knowledge Yudoyono said that that to be able to use their rights appropriately, local legislature should not only have skill on politic, but also mastering enough knowledge on technical concept of government, legislature working mechanism, public policy, control technique, budget preparation and so on. And Guerrero (2001) suggest that legislature has not assistance institution specializing on budget issues and support daily activities so assessment, statement and budget realization is limited by legislature knowledge. The legislature must have wide knowledge and perception on local issues. From the above description, it is formulated hypothesis: HO1:
knowledge of local legislature members on budget effect role of local legislature in local financial control.
Rule, Procedure and Policies Badein and Zammuto (1991) stated that rules determine or prohibit action by specifying what is allowed or not. Procedures indicate a set of strategy to achieve goals. Policies are general statement as guidance in decision-making. The excessive
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
56
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
rules, procedure and policies can lead to (1) individual and organizational disfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking behaviour, decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation. Accord with Osborne and Gaebler (2000), governmental affair that conducted based on regulation will be ineffective and inefficient because its performance will be slow and long winded. Laws also affect organizational behaviour because big existence of the organization and its relation with daily activities in regulations framework will involve federal, state and local regulations (Hall, 1996). Moreover, study by Tinov (1993), Syahwinie (1995) and Saleh (1996) suggest that the length of process must be carried to use local legislature rights may obstacle role of local legislature in doing its function (tending to contain burden bureaucracy element). Of the above description, the hypothesis is formulated as follow: H2: RPPs effect legislature role in local financial control Research Method Data Collection and Sample choosing Data collection is carried out using questioners. The questioner is distributed to respondent by giving directly to each respondent group. Questioners are also collected directly after respondent given period of a week to complete the questioner. In addition to questioner, the researcher also make interview directly to respondent in determined sampling area. It is a survey research that is a research that intended to know characteristic of population by analyzing data taken as sample and an explanatory research that will highlight relationship between research variables and test hypothesis formulated (Singarimbun, 1989). Therefore, sampling method used is examining all research objects in population area (all regency and municipal local legislature in Bengkulu Province). The respondent is members of regency and municipal local legislature in Bengkulu Province that became analysis unit in this study, that consist of 1) 39 members of Rejang Lebong regency Legislature (40 minus one that no inter period substitution), 2) 45 member of Local legislature of North Bengkulu regency, 3) 33 members of Local legislature of South Bengkulu regency (35 minus one member appointed as vice regent and minus one member died), 3) 30 member of Local legislature of Bengkulu city. Questioner is distributed to all legislature members and data processed is from completely filled questioner returned. Questioner distributes are 147 questioner accord with above calculation to each local legislature members. Questioner returned are 117 questioner, an of this amount 97 questioner can be processed. Survey Technique Questioner is distributed directly to each members of regency/municipal legislature in Bengkulu Province. Secretariat of commission in each
57
regency/municipal legislature is asked to help distributing questioner to the respondent, except for a regency where questioners were distributed through meeting section due to procedure exist there. In a determined day, it was held a session to explain problems studied. Variables Identification and Measurement Dependent variable used in this study is role of local legislature in local financial control that done in three steps, namely, role in budget planning, budget implementation and reporting planning. The independent variables are knowledge and rules, procedure and policies (RPPs). Both dependent and independent variables are unobservable. Instruments were prepared by researcher based on related theories and studies, and discussed with advisor lecture and lectures of Social and politic science faculty. Before used in study area, the instrument is pilot-tested in Sleman regency and Yogya city, in Special Territory of Yogyakarta Province. Variables measurement used Likert scale with range of 1 to 5. Role of local legislature in local finance control Syafwinei (1995) said that role of local legislature is set of behavior expected can be implemented by local legislature members accord with job description. Local legislatures play roles if their members do their rights actively based on Law No. 4/1999, and Presidential Decree No.74/2001 article 15. Instrument to measure local legislature role in local financial control in this study is active use of local legislature rights in controlling (accord with Law No.4/1999, and Presidential Decree No. 74/2001, article 15) that is ask responsibility report of governor, regent and mayor, ask explanation from local government, make examination, make statement, ask question by each members in their activities in budget planning, implementation and reporting step. In planning step local legislature has right to propose local regulation draft. In this study, local legislature role in regional budget planning is primary in 1) determining budget strategy and priority; 2) clarification and ratification (budget discussion in plenary session). In budget implementation step, role of local legislature can be realized by evaluating regional budget trough quarterly report and do field monitoring by inspection and get realization repot. It includes evaluation on budget revising or shifting. In reporting step, role of local legislature can be implemented by evaluating regional budget realizations report as a whole (a year budget) by examining budget calculation report and budget calculation note annual as well as field inspection (technical training module, 2000). Knowledge of local legislature members on local financial control Indriantoro and Supomo (1999) stated that knowledge is basically output of process of seeing, listening, feeling and thinking that to be a basic for human to behave and act. Salim (1991) means it by 1) cleverness, something known, 2) something known about matter studied.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
58
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Local finance, accord Regulation No.105/2000 article 1(1) is meant as all local right and obligation doing local governmental business that can be asses monetary including all wealth relate to right and obligation within regional budget framework. It means to obtain knowledge about local financial control members of local legislature 1) must study and understand local budget draft/budget, 2) are able to detect wasting, failure, and budget leakage (Demographic and Policies Study CenterUGM). Knowledge is measured by ask if local legislature members study and understand local budget draft/budget, budget calculation note, and are able to detect any wasting or failure, and budget leakage. These variables are said as budget knowledge variable. Rules, procedures, and policies Excessive rules, procedure and policies can lead to (1) individual and organizational dysfunctional; (2) destroy individual initiatives, eliminate risk-taking behaviour, decrease job satisfaction and trigger cynicism and alienation. Instrument to measure impact of rules, procedure and Policies is developed from result of the studies by Tinov (1993), Syahwinie (1995), and Saleh (1996) which said that: 1) rules, procedures and policies can obstacle role of local legislature in realization its function, 2) it is necessary for revision of rules, procedure and policies. A field study report in Makassar said that it need to review local legislature conduct. Giving great right to local legislature with enactment of Law No.22/1999 may raise negative implication (Yudoyono, 2000). Measurement of RPPs is done by asking member of legislature about the issues. RPPs intended in this study are Law No.4/1999, Law No.22/1999, Law No 25/1999, Governmental Regulation No, 105/1999 Governmental Regulation No 108/1999, Governmental Regulation No1/2001; Presidential Decree No.74/2001; and local Legislature Decree on local legislature regulation and conduct in each regency or municipality. Reliability and validity test To see reliability of each instruments it is used Cronbach Alpha coefficient. An instrument is reliable when it has Alpha Cronbach coefficient more than 0.6 (Nunnaly, 1978). Validity testing is done by see Kaiser’s MSA value and factor loading value,. Kaiser’s MSA value expected is bigger than 0.5 (Kaiser and Rice, 1974). Factor loading value expected is greater than 0.4 (Riyanto, 1997). Result of reliability and validity test over the study data indicate that instrument used is reliable and valid. Result from reliability and validity test is presented completely in table 3.1
59
Tabel 3.1 The Result of Reability and Validity No
Reability Test Cronbach Alpha 0.9158
Variable
1
Budget Knowledge
2 3 4 5
RPPs Role in budget planning step Role in implement- tation step Role in reporting step
0.7206 0.8345 0.8793 0.8719
Validity Test Factor Loading Kaiser MSA 0.650 – 0.848 0.828 0.534 – 0.782 0.527 - 0.795 0.642 – 0.779 0.675 – 0.801
0.668 0.746 0.839 0.857
Data analysis Hypothesis of this study will be tested using multiple regressions. It is to know influence of independent variable on dependent variable both in partial and simultaneous way. To analysis data, it used software of SPSS for Windows released 10.05 program. Regression equation in this study is: Y=b0+bix1 +b2x2 +e, where Y=role of local legislature in local finance control, X1= knowledge on budget, X2= Rules, Procedures, and Policies, e=error. Appropriateness of sample regression function in predicting actual value may be measured from its goodness of fit. It is measured using some statistics values, among others are: t statistic value, F statistic value, and determination coefficient. A statistical result is said significant statistically when its statistical test within critical area (where H0 is rejected). Conversely, it is said insignificant when statistical test score is in area where Ho is received. In this study it is used two tail test with significance level of 95% that mean α =0.05 Descriptive Statistic Analysis was done over 97 respondent replies that met criteria to be process further. Table 4.1 present descriptive statistics about description of theoretical range, actual range, mean and deviation standard. Tabel 4.1 Descriptive Statistic
Budget Knowledge
97
Theore- tical Range 10 – 50
RPPs
97
6 – 30
6
Role in budget planning step
97
9 – 45
Role in implement- tation step
97
Role in reporting step
97
Variable
N
Actual Range Min. Maks. 10 50
41.1856
Standard Deviation 5.8955
30
18,7113
4.7521
18
45
34.7629
6.5824
9 – 45
18
45
35.3711
6.6666
8 - 40
14
40
32.8247
6.1118
Means
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
60
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Hypothesis test Result of partial regression analysis of independent variable, namely, budget knowledge and RPPs on role of local legislature in local finance control at each step is presented in table 4.2 Tabel 4.2 Result of Partial Regression Analysis Dependent Variable: Role of Local Legislature (DPRD) Independent Variable Budget Knowledge RPPs
Budget Planning Step koef. p t test B value
Implementtation Step koef. p t test B value
Reporting Step koef. p t test B value
0.459
4.423
0.000
0.481
4.552
0.000
0.408
4.168
0.000
0.204
1.581
0.117
0.008
0.064
0.949
0.102
0.843
0.401
Hypothesis 1 test. The first hypothesis tested in this study is to see if any impact of budget knowledge on role of local legislature in local financial control. Result of regression analysis indicated that budget knowledge influence significantly on role of local legislature in local finance control in planning, implementation and reporting step with significant level of 0.000 that meant more than p<0.05. Score of t account from regression is 4.423 in planning step, 4.552 in implementation step, and 4.168 in reporting step, where score of t acount is bigger than t table (1.980). H1 is supported. Therefore, conclusion from the result is that budget knowledge influence significantly on role of local legislature in local finance control. When its is viewed from beta coefficient that indicate positive score it can be conclude that impact of budget knowledge on role of local legislature is positive. It means budget knowledge can increase role of local legislature in local financial control. Refer to Indriantoro and Supomo (1999) that knowledge is a result of process of seeing, listening, feeling and thinking that become a base for human to behave and act. The process is obtained from education and experience. So, knowledge will more contribute when supported by education and experience sufficient for each task. Hypothesis 2 test Result of regression analysis indicated that second hypothesis is not influence significantly on role of local legislature in local financial control in planning, implementation and reporting steps because significance score are 0.117 in planning step, 0.949 in implementation and 0.401 in reporting step that greater than p value>0.05. Score of t account of regression is –1.581 in planning step and –0.064 in implementation step so score of t account is greater than t table (-1.980), while in
61
reporting step t account of 0.843 is smaller than t table (1.980) that means H2 is not supported. It can be drawn conclusion that RPPs is not significantly influence on role of local legislature in local financial control. H2 rejection may be caused by a fact that local legislature is a maker and approver local regulation and policies, as well as the position of local legislature is political position. Simultaneous Test (F test) In addition to separated hipotesis test discussed in previous section, result of regression indicated that variability of role of local legislature in local financial control in each step is influenced by independent variables of knowledge and RPPs. It is indicated from R2 of 0.188 (18.8%) and F score of 10.905 in planning step; R2 of 0.181 (18.1%) and F score of 10.359 in implementation step; R2 of 0.162 (16.2%) and F score of 9.107 in reporting step; and pa value in each step of 0.000. Significance score is smaller than determined threshold, namely, 0.05. F count in each steps also indicate result that bigger than F table (3.80) it means variability of role of local legislature in local financial control in each step is influenced by independent variables of knowledge and RPPs is significant. However, when it is viewed in determination score (R2 ) that smaller than 20 in each step, the result indicated that influence of budget knowledge and RPPs on role of local legislature in local financial control is weak. It means that there is many factor influence the relationship. Conclusion Result of partial hypothesis test can support first hypothesis (H1). In other words, budget knowledge influence significantly on local legislature role in local financial control in three steps, namely, planning, implementation, and reporting in all regencies and municipalities in Bengkulu Province. Of beta coefficient indicated positive value it can be concluded that influence of budget knowledge on role of local legislature is positive. Result of partial hypothesis test cannot support H2, indicated that RPPs do not influence significantly. Beside partial hypothesis test, regression result also indicate that variability of role of local legislature in local financial control in each step is influenced by independent variables of budget knowledge and RPPs. Score of F account showed significant result, meant variability of role of local legislature in local financial control is influenced by independent variables of budget knowledge and RPPs is significant with determination score (R2) smaller than 20% in each step. Limitation This study has some limitation both from methodological side and problems studied. The limitations, among other, are: 1. Variable of budget knowledge was measured by respondent perception not by doing test whether respondents have actually budget knowledge.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
62
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
2. Data collection using questioner method has weakness in control accuracy of respondent replies, because there was possibility for respondent not to reply as actual condition. 3. Use of Likert Scale also has inherent limitation on reply control. In relate to halo effect disease that is any respondent’s tendency to reply neutral. So, if there is any disease symptom it will influence obtained result. 4. Respondent used in this study is members of regency and municipal legislature in Bengkulu Province, so the conclusion cannot generalized for other setting or for Indonesia as whole. This study is possible to get different result when applied in other location. 5. The low determination coefficient indicate that determination score is low. It is due to many other factor influence role of local legislature in local financial control. Suggestion To improve role of local legislature, the members must has sufficient knowledge to decide policies. The knowledge is obtained by education and experience. So the requirement to be members of local legislature is having education and experience supporting in making decision. To support their activities, local legislature may use permanent or ad hoc assistance. Besides giving input to local legislature, members of local legislature can use assistance in form of knowledge sharing. Especial to support local legislature role in local financial control, local legislature need special assistance on budget issues as well as in law issues. The next study is expected to include other factor that influence local legislature in local financial control such as motivation, conflict, local government transparency and other factors. To get better result sample used must be widened so it can be generalized on other setting. Respondent is not only regency and municipal legislature but also provincial legislature and even central legislature. Reference Alamsyah (1997), Mekanisme Pengawasan APBD di Kabupaten Sleman, Thesis, MAP UGM, Yogyakarta. Badudu, JS dan Zain, Sultan Mohammad (1994), Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Baswir, Revrisond (1999), Akuntansi Pemerintahan Indonesia, BPFE Yogyakarta. Bedein, Arthur G. and Zammuto, Raymond F (1991). Organizations Theory and Design. The Dry Pres. Orlondo Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kamus Besar Bahsa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Dewey dan Humber (1951), Human Behavior, MacMillan Company, New York, pp 571
63
Finkle, Jason L., dan Richard W. Gable (1971), Political Development and Social Change, John Willey and Sons, New York. German Tecnical Cooperation dan Clean Urban Project (2000), Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kasitas bagi Pemerintahan Daerah: Temuan Studi Lapangan Kota Makasar, http://www.gtzsfdm.or.id/capacity/cb index.htmReport No. TR03/Makassar. Griffith, Terri, Sawyer, Jhon E. and Neale, Margaret A. (1999), Information Technology as a Jealous Misterss: Competition for Knowledge Between Individuals and Organization, Guerrero, Juan Pablo (2001), Role of Legislature and Civil Society in the Budget Process in Mexico, http://www.brook.edu/views/testimony/ors2ag. Hall, Richad (1996). Organization; Structure, Processes, and outcome. Prentice Hall, Ellewod Chiffs. Housel, Thomas dan Bell, Arthur H. (2001), Measuring and Managing Knowledge, McGraw-Hill, New York. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang (1999), Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Kaho, Josef Riwu (2001), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Rajawali Press,Jakarta. Mardiasmo. (2001), Pengawasan, Pengendalian dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintahan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah _________ (2001), Perencanaan Keuangan Publik sebagai Suatu Tuntutan dalam Pelaksanaan Pemerintahan Daerah yang Bersih dan Berwibawa, Makalah, Jakarta. _________ (2001), Akuntansi Sektor Publik, Andi. Yogyakarta Menteri Negara Otonomi Dearah & Pusat Antar Universitas-Studi Ekonomi UGM (2000), Modul Pembekalan Teknis Manajemen Stratejik dan Teknik Pengganggaran/Keuangan Bagi Anggota DPRD dan Pejabat Pemda. New Jersey, Function and Powers, Legislature in New Jersey, http://www.google.com. Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bagi Pemerintahan Daerah (2000), Kerangka Normatif Peran dan Fungsi DPRD, http://www.gtzsfdm.or.id /capacity/working_papers/kn/KNAugustB1DPRD Obsorne, David and Gabler, Ted. (2000), Kewirausahaan Birokrasi Reinventing Government Mentaransformasikan Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Penerbit PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, http://www.gtzsfdm.or.id /public/decrees. __________, Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah, http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
64
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
__________, Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001) __________, Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001). __________, Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Citra Umbara, Bandung (2001) __________, Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, http://www.cides.or.id/otda. __________, Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, http://www.cides.or.id/otda. __________, Keputusan Presiden No. 74 tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, http://www.gtzsfdm.or.id/public/decrees/kepres74_1999pdf. __________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 903/2477/SJ tahun 2001 Perihal Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD tahun Anggaran 2002. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. __________, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 080/1160/SJ tanggal 7 Juni 2002 Perihal Pedoman Pelaksanaan Rapat Koordinasi Pembangunan Propinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2002 dan Penyusunan Repetada 2003. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Salim, Peter dan Salim, Yenny (1991), Kamus Bahasa Kontemporer, Modren English Press, Jakarta Sekaran, Uma, (1992), Research Methods for Business: Skill Bulding Approach.Jhon Wiley & Sons Inc, New York. Siagian, Sondang (1998), Manajemen Strategik, Bumi Aksara, Jakarta Soenarto, Amin (1979), Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Komunikasi Primer, dan Keuangan Daerah Terhadap Aktivitas Para Anggota DPRD Tingkat II dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan Fisipol UGM, Yogyakarta. Suardi (2000), Strategi Peningkatan Peranan Pengawasan di Daerah: Studi Kasus Itwilprop Jambi Selaku Aparat Pengawasan Fungsional, Thesis, MAP-UGM, Yogyakarta. Subakti, Ramlan A. (1977), Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan DPRD Tingkat II dalam Menjalankan Fungsi-fungsinya, Jurusan Pemerintahan Fisipol UGM, Yogyakarta. Tinov, Muhammad Yohamzy (1993), Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Studi Kasus tentang Pelaksanaan Fungsi DPRD pada Lembaga DPRD Tingkat I Riau, Tesis, Program Studi Ilmu Politik_Pasca UGM. Tjokrowino, M. (2000) Birokrasi dalam Polemik. Penerbit Pustaka Pelajar, Malang Truman, David B. (1960) The Governmental Process, Political Interest and Public Opinion, Alfred A Knof, New York. Vembriarto, St. (1977), Pendidikan Sosial, Jilid 1, Paramita, Yogyakarta.
65
Waterfield, Harry Lec (1955) The Legislative Process in Kentucky, Legislative Research Commonweallth of Kentucky, Frankfort, Kentucky. Yudoyono, Bambang (2000) Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, http://www.bangda.depdagri.go.id/jurnal/Jendela/ jendela3.htm. Zulheri (2000), Reformasi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP), Media Akuntasi No. 10 bulan Juni.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
66
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DENGAN PERTUMBUHANNYA
Naz’aina
Monetary crisis that happened to become economic crisis which had a great implication to national banking has forced government to do banking restructurizations. One of the restructurizations is to develop Islamic banking. This research aims to know that there is a significant correlation healthiness ratio of Commercial Islamic Bank (CIB)) with CAMEL approach consist of CAR, NPL, FBR, ROA, BOPO, LDR and CML for the years of 2002 and 2003 with the bank growth.Data analysis for testing hypothesis uses Pearson Correlation Analysis with help from Series SPSS 10.00 for windows program. The result shows that there is a significant correlation betwen healthiness ratio with growth of Commercial Islamic Bank (CIB).
Key words : Camel, Islamic Bank, Growth.
Naz’aina adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 66
67
Pendahuluan Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997 – 1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan termasuk perbankan mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas asset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Selama periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah atau NPL (non performing loan) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. NPL Bank Syariah lebih rendah dan mengalami proses recovery yang lebih cepat dibandingkan bank konvensional dalam periode pasca krisis ekonomi (lihat gambar 1). 26.77%
12.96%
14.08%
4.04%
Gambar 1
2000
2001
Bank Konvensional Bank Syariah
Perbandingan NPL Bank Syariah dan Bank Konvensional Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (BI:2002)
Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada masyarakat. Data juga menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat menyalurkan dana kepada sektor produksi dengan LDR (Loan to Deposit Ratio) berkisar antara 113 – 117 %. LDR bank konvensional menurun berada pada level 50% sedangkan bank syariah telah kembali diatas 100% (lihat gambar 2).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
68
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
250
200
150
100
50
0 92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
Bank Konvensional Bank Syariah
Gambar 2 Perbandingan LDR Bank Syariah dan Bank Konvensional Sumber: Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia (BI:2002)
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earnings dan Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor : 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Ketentuan tentang tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, juga sebagai tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun industri perbankan secara keseluruhan. Secara umum pangsa pasar perbankan syariah terhadap total bank di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 1 Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank di Indonesia (dalam jutaan rupiah)
Total Asset Deposit Fund Credit/Financing Extended LDR/FDR NPL
Islamic Banks Nominal Share 4.05 0.36% 2.92 0.35% 3.28 0.80% 112.30% 4.12%
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia Desember 2002
Total Banks 1112.20 835.80 410.30 49.09% 8.10%
69
Walaupun perkembangan bank syariah secara nasional masih kecil, namun melihat pertumbuhan asset, dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan memperlihatkan pertumbuhan yang sangat meggembirakan . Demikian juga dengan rasio NPL dan LDR, dimana bank syariah mempunyai nilai yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, memproyeksikan bahwa total asset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2850% selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 356,25% tiap tahunnya. Sebuah pertumbuhan asset yang sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya asset bank syariah ini dikarenakan adanya kepastian disisi regulasi serta berkembangnya pemikiran masyarakat tentang keberadaan bank syariah (Adiwarman Karim, 2003:29). Disisi lain, pertumbuhan jaringan kantor dan Sumber Daya Manusia (SDM) bank syariah masih kurang. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan perbankan syariah karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan base customer sehingga masyarakat akan menjangkau unit-unit tersebut. Masalah SDM merupakan masalah yang paling rumit bukan saja dalam pengembangan produk, tapi dalam operasional bank syariah secara keseluruhan. Bahkan problem ini juga bukan saja menjadi masalah lokal di Indonesia tetapi juga bank syariah di seluruh dunia. Sumber daya manusia merupakan asset perusahaan yang harus terus dibina, dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya. Sebagai bank yang beroperasi dengan pola syariah, SDM yang dimiliki oleh perbankan syariah bukan hanya dituntut kemampuan teknis perbankan, melainkan harus juga mendalami dan menguasai masalah kesyariahannya. Jika SDM yang dimiliki tidak memahami masalah syariah, dikhawatirkan dalam pelaksanaannya bisa melanggar hal-hal yang dilarang oleh syar’i. Selain itu wajib dilakukan adalah peningkatan kualitas pelayanan oleh SDM yang ada untuk menghindari kualitas layanan yang banyak tapi tidak excellent. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan penelitian untuk menganalisis hubungan tingkat kesehatan dengan pertumbuhan Bank Umum Syariah Landasan Teoritis Pengertian dan Fungsi Bank Syariah Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuanketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Perwataatmaja & Syafii’Antonio,1999:1). Bank Syariah memiliki fungsi sebagai berikut (PAPSI, 2003:1): (1) (2) (3) (4)
Manejer Investasi; Investor; Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran; Pengemban fungsi sosial
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
70
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Adapun jenis-jenis Produk Bank Syariah a.
Produk Titipan (Al-Wadi’ah) “ Wadi’ah yad al amanah” “ Wadi’ah yad adh dhamanah b. Produk bagi hasil Mudharabah Musyarakah Muzara’ah Musaqah c. Jual – beli (sale and purchase) Bai’ Al Murabahah Bai’ As-salam Bai’ Al-Istishna d. Sewa (Operational Lease and Financial Lease) Al-Ijarah Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik e. Jasa (Fee Based Services) Al-Wakalah Al-Kafalah Al-Hawalah Ar Rahn Al-Qardh Konsep Bagi Hasil Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana pada prinsipnya referensi perhitungan bagi hasil adalah dari seluruh pendapatan yang diperoleh bank dalam menjalankan usahanya, yang kemudian dibagikan kepada pemilik dana sesuai dengan porsi yang disepakati. Konsep bagi hasil ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Tabel 2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil BUNGA BAGI HASIL a. Penentuan bunga dibuat pada waktu a.Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan untung berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi b. Besarnya prosentase berdasarkan pada b.Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang jumlah keuntungan yang diperoleh dipinjamkan
71
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang c.Bagi hasil tergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, proyek yang dijalankan oleh nasabah kerugian akan ditanggung bersama oleh untung atau rugi kedua belah pihak d. Jumlah pembayaran bunga tidak d.Jumlah pembagian laba meningkat sesuai meningkat sekalipun jumlah dengan peningkatan jumlah pendapatan. keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “ booming”. e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak e.Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi dikecam) oleh semua agama termasuk hasil. Islam. Sumber : Syafi’i Antonio (2000:87)
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku (Y.Sri Susilo, 2000:22). Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia dilakukan dengan menggunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earnings dan Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor : 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Tabel 3 Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Faktor yang dinilai
Komponen
Bobot
1.Permodalan
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
25%
2.Kualitas Aktiva Produktif
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif.
30%
3.Manajemen
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang 25% dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh bank 5% a. Manajemen Umum 25% b. Manajemen Resiko
4.Rentabilitas
a.rasio laba usaha rata-rata terhadap volume usaha b.rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional
10% 15% 10% 5% 5%
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
72
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
5.Likuiditas
a. rasio kewajiban bersih antar bank terhadap modal inti 10% b. rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank 5% dalam rupiah dan valuta asing 5%
Sumber: Bank Indonesia, S.K. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998
Empat dari lima aspek tingkat kesehatan bank dinilai berdasarkan rasio-rasio keuangan. Rasio dimaksud adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Menurut Machfoedz (1994 : 114) rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang dengan menghubungkan dengan fenomena-fenomena ekonomi. Pertumbuhan Perusahaan Menurut Kaplan dan Norton (1996:48) bahwa “growth business are at the early stages of their life cycle. They have products or services with the significant growth potential”. Pertumbuhan (growth) sebagai tahapan awal siklus kehidupan perusahaan bank yang ditunjukkan dengan adanya produk dan jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Pada tahapan ini, beberapa hal yang dijalankan pihak manajemen adalah komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun fasilitas pelayanan, menambah kemampuan operasi pelayanan, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dari pengertian diatas, peneliti membatasi pengertian pertumbuhan bank dalam hal: pertumbuhan asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor, pertumbuhan sumber daya manusia dan pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan). Metode Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Korelasi adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dalam satu populasi. Sifat perbedaan yang utama adalah usaha untuk menaksir hubungan dan bukan sekedar deskripsi (Husein Umar 1998:25). Penelitian ini dilakukan pada 2 Bank Syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada masalah hubungan tingkat kesehatan bank syariah yang diukur dengan metode CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earnings dan Liquidity) yang tertuang dalam SK.DIR.BI Nomor : 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Dengan pertumbuhan bank syariah yang terdiri dari pertumbuhan asset (aktiva tetap), pertumbuhan jaringan kantor, pertumbuhan sumber daya manusia dan pertumbuhan produk (jumlah pembiayaan). Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menilai tingkat kesehatan bank menurut pola Bank Indonesia (suatu bank dikategorikan sehat, cukup sehat, kurang
73
sehat dan tidak sehat) melainkan difokuskan kepada rasio-rasio kesehatan bank (CAMEL). Oleh karena itu tidak dilakukan perhitungan terhadap kredit dan pembobotan terhadap rasio-rasio CAMEL. Dalam penelitian ini Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diproksikan dengan NPL (Info Bank, Juni 2003). NPL mengukur kemampuan bank dalam berusaha mengoptimalkan aktiva produktif khususnya yang berbentuk pembiayaan yang dimilikinya dalam memperoleh laba dengan jalan meminimalkan pembiayaan macet. Empat dari unsur CAMEL diukur dengan menggunakan rasio keuangan, yang diperoleh melalui data sekunder sedangkan satu unsur yaitu Manajemen tidak dapat diterapkan dengan manajemen kuesioner, tetapi dapat diproksikan dengan besarnya pendapatan bukan bunga/bagi hasil atau fee based income (FBI) (Wilopo: 2001). Manajemen bank saat ini tidak dapat hanya mengandalkan pendapatannya dari pembiayaan yang disalurkan tapi harus mencari sumber-sumber lain seperti dari jasajasa perbankan (fee based income), karena fee based income tidak mempunyai resiko dan mempunyai pendapatan yang lebih pasti Populasi dan Sample Populasi yang dimaksud dalam suatu penelitian dapat berupa benda, manusia, gejala, peristiwa, atau hal-hal lain yang memiliki karakteristik tertentu untuk memperjelas masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini meliputi keseluruhan karakteristik dan unsur-unsur yang menyangkut tingkat kesehatan bank dan pertumbuhan bank pada Bank Umum Syariah. Sampel dalam penelitian ini adalah Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri,karena kedua bank inilah yang merupakan bank syariah yang telah lama beroperasi di Indonesia Operasionalisasi Variable Secara sistematik semua variabel dalam penelitian ini, dapat disajikan dalam matriks operasionalisasi variabel seperti pada tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Operasionalisasi Variabel VARIABEL
Rasio-rasio kesehatan bank (x)
SUB VARIABEL
KONSEP SUB VARIABEL
a. Capital (X1)
Kemampuan bank untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan
INDIKATOR
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
SKALA
Rasio
(CAR) Rasio
b. Assets Quality (X2) Semua aktiva dalam rupiah maupun valuta
Rasio pembiayaan bermasalah terhadap total
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
74
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
asing yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. c.Management (X3)
d.Earnings (X4)
e. Liquidity (X5)
pembiayaan (NPL)
Rasio
Diproksikan dengan NPL
Dalam proses pencapaian misi, tujuan dan strategi bank diperlukan management yang berkualitas yang berkinerja baik.
Rasio fee based income terhadap total pendapatan (FBR)
Rasio
Diproksikan dengan Fee Based Income ratio
Mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas yang dicapai oleh bank.
a. rasio laba terhadap total aktiva
Sumber: BI SK No.30/277/KEP/DIR,1 9 Maret 1998
Rasio
(ROA) b. rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
Dapat memenuhi kewajiban hutanghutangnya dan dapat memenuhi permintaan pembiayaan yang diajukan tanpa penangguhan.
Rasio
a.rasio call money terhadap modal inti (CML) b. rasio pembiayaan yang diberikan terhadap dana pihak ketiga (LDR)
Rasio
75
Pertumbu han bank (Y)
sebagai tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, pada tahapan ini, beberapa hal yang dijalankan pihak manajemen adalah komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun fasilitas pelayanan, menambah kemampuan operasi pelayanan, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi. Sumber: KaplanNorton (1996:48)
a.pertumbuhan investasi (Aktiva Tetap)
NB t − NB NB t − 1
t −1
Rasio
x 100 %
Rasio b. pertumbuhan SDM
SDM t − SDM t −1 x 100% SDM t −1 c.pertumbuhan jaringan kantor (JK)
JK t − JK JK t − 1
t −1
Rasio
Rrasio
x 100 %
d. pertumbuhan pmbiayaan (JP)
JPt − JPt −1 x 100 % JPt −1 Sumber: Sofyan Syafri Harahap (1998)
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan metode statistik untuk menguji apakah rasiorasio kesehatan bank sebagai variabel bebas (independen) berhubungan dengan pertumbuhan bank sebagai variabel terikat (dependen). Untuk menguji hubungan ini dilakukan analisis korelasi. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya koefisien korelasi (Sugiyono, 2002: 210). Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi Pearson ( ρ ) yang bertujuan untuk menentukan derajat hubungan antara variabel X dengan variabel Y (Sugiyono, 2002:215). Rumus yang digunakan adalah :
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
76
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
n
n
n
i =1
i =1
n∑ X iYi −∑ X i ∑ Yi rYX =
i =1
2 n n n 2 n 2 n∑ X i − ∑ X i n∑ Yi − ∑ Yi i =1 i =1 i =1 i =1 2
Adapun interpretasi dari nilai koefisien korelasi adalah sebagai berikut: Nilai r = +1 atau mendekati +1 menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat dan searah antara kedua variabel yang diteliti Nilai r = -1 atau mendekati -1 menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat dan terbalik antara kedua variabel yang diteliti Nilai r = 0 atau mendekati 0 menunjukkan hubungan yang timbul antara kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan Analisis korelasi dilakukan terhadap masing-masing variabel tingkat kesehatan terhadap variabel pertumbuhan untuk tahun 2002 dan 2003. Sedangkan pengujian koefisien korelasi, digunakan rumus statistik uji-t yaitu: t=
rs
n−2
(1 − r ) 2 s
Harga t hitung dibandingkan dengan harga t tabel dengan kesalahan 5% uji dua pihak dan dk = n – 2 dengan kriteria: Ho diterima atau Ha ditolak jika t hitung ≤ t tabel Ho ditolak atau Ha diterima jika t hitung 〉 t tabel Hasil-hasil Penelitian Data-data variable independent dan variable dependent Untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, maka terlebih dahulu disajikan nilai rata-rata dan standar deviasi dari data variabel independent yaitu tingkat kesehatan bank umum syariah dan data variable dependent yaitu pertumbuhan bank umum syariah.
Variabel Rasio CAR Rasio NPL Rasio FBR Rasio ROA Rasio BOPO Rasio LDR Rasio CML
Tabel 5 Nilai Rata-rata Data Variabel Tingkat Kesehatan Rata-rata (%) Standar deviasi 20.8300 3.6350 11.3875 2.4250 84.7900 79.5125 0.7925
Sumber : Laporan Tahunan BUS (data diolah, 2005)
2.5072 0.3586 0.9903 0.3203 2.4705 5.9368 0.3877
77
Tabel 6 Data Pertumbuhan Bank Syariah Tahun 2002 dan 2003 Pertumbuhan
Aktiva Tetap 01/'02 02/03 % %
BMI
2.02% 10.39 %
BSM
34.93% 37.40%
SDM 01/'02 02/03 % % 18.52 % 8.63% 18.49 % 8.14%
Jaringan Kantor 01/'02 02/03 % % 11.76%
34.21%
18.92%
31.82%
Pembiayaan 01/'02 02/03 % % 15.35 35.23 % % 15.39 37.89 % %
Sumber : Laporan Tahunan BUS (Data diolah, 2005)
Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan dengan Pertumbuhan Aktiva Tetap Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio kesehatan bank dengan pertumbuhan aktiva tetap. Tabel 7 Pengujian Hubungan Rasio-Rasio Kesehatan Bank dengan PertumbuhanAktiva Tetap Indikator Kesehatan CAR NPL FBR ROA BOPO LDR CML
r 0.996 0.980 -0.956 0.988 -0.951 -0.967 0.951
Bank Umum Syariah t-hitung t-tabel 16.514 4.3027 6.915 4.3027 -4.627 4.3027 8.973 4.3027 -4.371 4.3027 -5.381 4.3027 4.339 4.3027
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 7 menunjukkan bahwa semua rasio-rasio kesehatan bank pada bank umum syariah memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan aktiva tetap. Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio kesehatan bank dengan pertumbuhan sumber daya manusia.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
78
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Tabel 8 Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan SDM Indikator Bank Umum Syariah Kesehatan r t-hitung t-tabel Keterangan CAR 0.971 5.761 4.3027 Signifikan NPL 0.921 3.352 4.3027 Tdk signifikan FBR -0.978 -6.590 4.3027 Signifikan ROA 0.926 3.461 4.3027 Tdk signifikan BOPO -0.864 -2.432 4.3027 Tdk signifikan LDR -0.913 -3.167 4.3027 Tdk signifikan CML 0.921 3.350 4.3027 Tdk signifikan Sumber : Hasil pengolahan data (2005) Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 8 menunjukkan bahwa rasio CAR dan FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM, sementara rasio lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya, rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan SDM. Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan PertumbuhanKantor Cabang Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio kesehatan bank dengan pertumbuhan kantor cabang. Tabel 9 Pengujian Hubungan Rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Kantor Cabang Indikator Kesehatan Bank Umum Syariah r t-hitung t-tabel Keterangan CAR 0.995 14.445 4.3027 Signifikan NPL 0.996 15.782 4.3027 Signifikan FBR -0.899 -2.904 4.3027 Tdk signifikan ROA 0.972 5.842 4.3027 Signifikan BOPO -0.977 -6.421 4.3027 Signifikan LDR -0.921 -3.346 4.3027 Tdk signifikan CML 0.988 9.169 4.3027 Signifikan Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada table 9 menunjukkan bahwa rasio FBR dan LDR pada bank umum syariah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sementara rasio lainnya memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang. Bila dilihat dari nilai
79
koefisien korelasinya, rasio NPL dan CAR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan kantor cabang. Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan Pada tabel berikut disajikan nilai koefisien korelasi beserta statistik uji yang digunakan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan antara rasio-rasio kesehatan bank dengan pertumbuhan pembiayaan Tabel 10 Pengujian Hubungan Rasio-rasio Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Pembiayaan Indikator Kesehatan CAR NPL FBR ROA BOPO LDR CML
r 0.973 0.926 -0.991 0.946 -0.874 -0.946 0.906
Bank Umum Syariah t-hitung t-tabel Keterangan 5.918 4.3027 Signifikan 3.458 4.3027 Tdk signifikan -10.411 4.3027 Signifikan 4.147 4.3027 Tdk signifikan -2.545 4.3027 Tdk signifikan -4.119 4.3027 Tdk signifikan 3.028 4.3027 Tdk signifikan
Sumber : Hasil pengolahan data (2005)
Dari hasil pengujian seperti yang diuraikan pada tabel 10 menunjukkan bahwa rasio CAR dan FBR pada bank umum syariah memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, sementara rasio lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya, rasio FBR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan pembiayaan. Analisis Hubungan Rasiotingkat Kesehatan Bank dengan Pertumbuhan Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson menunjukkan bahwa pada bank syariah semua rasio kesehatan bank menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap. Aktiva Tetap merupakan salah satu aktiva yang sangat dibutuhkan perusahaan untuk memperlancar kegiatannya, oleh karena itu perusahaan harus melakukan usaha-usaha untuk meningkatkannya. Berdasarkan uji korelasi Pearson, menunjukkan bahwa rasio CAR dan FBR pada bank syariah mempunyai hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM. Sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM bank syariah. Masalah sumber daya manusia dalam perbankan syariah merupakan masalah yang paling rumit, karena sumber daya manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang luas di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktik perbankan, serta mempunyai komitmen yang kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Jarang didapati dalam suatu bank SDM yang memahami kedua ilmu dasar ini. Oleh karena
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
80
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
itu diperlukan biaya yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM bank syariah dan biaya ini dapat diperoleh dengan peningkatan modal dan peningkatan pendapatan fee based income. Untuk pertumbuhan kantor cabang, sesuai dengan uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa rasio CAR, NPL, ROA, BOPO dan CML pada bank syariah memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sedangkan rasio FBR dan LDR tidak memiliki hubungan yang signifikan. Pengembangan jaringan kantor bank diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Kurangnya jumlah bank akan menghambat kerjasama antar bank berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas. Jaringan kantor menjadi penting dalam perkembangan perbankan syariah karena ia merupakan unit layanan bagi pemenuhan based customer sehingga masyarakat akan menjangkau unit-unit tersebut. Selain itu kebijaksanaan perusahaan untuk menetapkan pertumbuhan kantor cabang tidak melalui fee based income dan LDR. Untuk pertumbuhan pembiayaan, rasio CAR dan FBR pada bank syariah memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan. Bila dilihat dari nilai koefisien korelasinya, rasio CAR memiliki hubungan yang paling kuat dengan pertumbuhan pembiayaan. Bank Syariah dalam menjalankan usahanya mempunyai 5 prinsip operasional yang terdiri dari (1) sistem simpanan (2) bagi hasil (3) margin keuntungan (4) sewa (5) fee (Antonio : 2001). Dengan keragaman kegiatan usaha bank syariah tersebut telah menumbuh kembangkan berbagai aspek transaksi ekonomi dalam masyarakat sehingga bank syariah akan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kebutuhan dunia usaha. Dengan keragaman produk maka diperlukan modal yang cukup sehingga dapat memicu pertumbuhan pembiayaan. Sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, hal ini disebabkan karena ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Dari hasil pengujian korelasi Pearson, sebahagian besar rasio-rasio kesehatan bank berhubungan dengan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa ketentuan tentang tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai: tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun industri perbankan secara keseluruhan. Hal serupa juga dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concepts No.1 (SFAC No.1) bahwa penilaian kinerja dapat digunakan untuk melihat prospek perusahaan yang bersangkutan di masa yang akan datang. Kesimpulan - Semua rasio kesehatan bank memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan aktiva tetap
81
-
-
-
Rasio CAR dan FBR memilki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM, sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan SDM. Rasio CAR, NPL, ROA, BOPOdan CML memiliki hubunganyang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang, sedangkan rasio FBR dan LDR tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan kantor cabang. Rasio CAR dan FBR memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan, sedangkan rasio NPL, ROA, BOPO, LDR dan CML tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan pembiayaan.
Rekomendasi - Dari hasil pengujian korelasi membuktikan bahwa rasio modal (CAR) merupakan rasio yang memiliki hubungan signifikan positif dengan pertumbuhan, oleh sebab itu disarankan kepada perbankan untuk tetap menjaga rasio CAR - Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah populasi yaitu jumlah bank dan tahun penelitian, mempertimbangkan ukuran perusahaan sehingga bank yang bermodal besar tidak disatukan dengan bank yang bermodal kecil dan memasukkan faktor-faktor selain faktor fundamental dalam variable penelitian seperti subsidi pemerintah dan keadaan politik agar dapat memberikan hasil yang komprehensif.
Referensi Adiwarman Karim, 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kotemporer, Gema Insani. Jakarta ________________, 2003. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. The International Institute of Islamic Thought (IIIT). Jakarta ____________, 1998. SK. No:30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ____________, 2002.Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta ___________, 2003. Statistik Perbankan Syariah. Jakarta FASB. 1978. Statement Of Financial Accounrting Concept No.1: Objectives of Financial Reporting by Bussiness Enterprises. Husein Umar, 1998. Riset Akuntansi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jaklarta. ___________________________, 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Salemba Empat. Jakarta Kaplan and Norton, 1996. Translating Strategy into Action The Balanced Scorecard, Havard Business School Press Boston. Massachussets
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
82
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Karnaen Perwataatmaja dan Syafi’i Antonio, 1999. Apa dan Bagaimana Bank Islam. PT Dana Bhakti Prima Yasa. Yogyakarta Lukman Dendawijaya, 2003. Manajemen Perbankan, Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta Martono, 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ekonisia. Yogyakarta Mas’ud Machfoedz, 1994. Financial Ratio Analysis And The Prediction Of Earnings Changes In Indonesia. Kelola Gajah Mada University Business Review No.7/111 Muhammad Syafi’I Antonio, 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institute. Jakarta ________________________, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek,Gema Insani Press. Jakarta Sofyan Syafri Harahap, 2000. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Tim Biro Riset Info Bank, 2003. Sembilan Rasio Keuangan yang Menentukan Kinerja. Jakarta Sugiyono, 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV.Alvabeta. Bandung Y.S Wilopo, 2001. Prediksi Kebangkrutan Bank. Simposium Nasional Akuntansi ke III. Jakarta Y.Sri Susilo dkk, 2000.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan Pertama: Salemba Empat, Jakarta
83
ANALISIS PROSPEK INVESTASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN PIDIE
Syamsul Bahri The goal of the research to analyze investment prospect to superior agriculture commodity (pepper and soybean) are observed in financial side in Kabupaten Pidie and to know the problem that face by farmers of superior agriculture commodity (pepper and soybean)in Kabupaten Pidie. To analyze are used primary data the result of field research. The data are respondent characteristic, land area, financing, income of harvest per period and the others they have related with construction and capitalization from external fund like banking and non banking institution from government. The sample for soybean commodity has taken at Kembang Tanjong and the pepper commodity at Kecamatan Delima. To analyze working advisability used to some criteria investment that forecast able to answer the problems in research. It is happens criteria that use are Net Present Value (NPV), Gross Benefit Ratio (Gross B/C), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal rate of Return (IRR) and Break Even Point (BEP). The result of research gave expression that pepper and soybean commodity in both locations feasible to grow up. This is establish by Net Present Value score is Rp. 2,234,450 and Rp. 1,975,300, Gross B/C is 1.076 and 1.050, Net B/C is 2.070 and 2.310, IRR is higher than interest that is 63.61% and 49.67% per year. While pay back period has gotten on 3 month 18th days and 6 month 5th days age plant.
Key word: Capital, organization, commodity, criteria investment
Syamsul Bahri adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 83
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
84
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Pendahuluan Dalam konteks perekonomian nasional, sektor pertanian masih menempati posisi terpenting dan cukup strategis. Kecuali memiliki kandungan impor yang rendah, sektor ini ternyata juga relatif lebih tangguh dan mampu bertahan dari pengaruh krisis ekonomi, dibanding dengan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), menurut Badan Pusat Statistik (2000), merupakan sektor yang masih mampu bertahan dan tumbuh positif, dengan laju 0,56 persen. Kabupaten Pidie yang terletak diantara Kabupaten Bireuen, Aceh Besar, dan Aceh Barat, merupakan kawasan yang cocok untuk sektor pertanian (zona pertanian). Daerah pertanian yang dimaksud disini adalah upaya pengembangan sektor pertanian yang tidak terlepas dengan sektor industri, dalam artian pengembangan sektor yang diikuti pula oleh tumbuhnya sektor industri, khususnya industri pengolahan. Namun pemanfaatan sumber daya daerah tersebut masih mengalami banyak kendala. Selain disebabkan oleh masih minimnya informasi tentang potensi daerah yang dapat dikembangkan, juga belum terciptanya iklim investasi yang memadai, terutama dalam penyediaan infrastruktur, disamping kestabilan politik dan keamanan yang masih rentan oleh berbagai gangguan. Dalam upaya mendorong dan menarik minat para calon investor baik domestik maupun asing, maka penyediaan informasi tentang potensi daerah dinilai sangat penting. Informasi ini diharapkan bermanfaat antara lain : (1) para calon investor besar/profesional lebih cepat menangkap peluang usaha; (2) para pelaku usaha kecil dan menengah di dalam dan luar daerah dapat memilih dan mengidentifikasi usaha-usaha yang prospektif dan layak. Selama ini, informasi tentang profil informasi investasi komoditas unggulan di Kabupaten Pidie masih sangat terbatas. Komoditas unggulan dimaksud dari sektor pertanian tanaman pangan adalah kedelai dan cabai yang banyak diminati untuk diusahakan oleh masyarakat di daerah ini. Mencermati keadaan tersebut, maka perlu dipikirkan langkah konkrit untuk mendukung penyedian informasi bagi para calon investor dari dalam dan luar negeri. Dalam hal ini, perlu juga mempertimbangkan persyaratan baik teknik maupun operasional dari segi teknis yang harus mendapat perhatian adalah persyaratan tumbuh tanaman kedelai dan cabai, maka dapat dikatakan Kabupaten Pidie sangat potensi. Kedelai salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang cukup penting bagi kehidupan manusia, dewasa ini kedelai juga banyak digunakan untuk pakan dan bahan industri serta semakin meningkatnya perhatian masyarakat akan bahan pangan bergizi menyebabkan permintaan kedelai diprediksikan akan mengalami peningkatan. Sedangkan cabai merupakan bahan pangan yang harus terjamin diupayakan ketersediaannya. Dalam upaya merangsang pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pidie dan memperluas kesempatan kerja, maka perencanaan dan pengembangan
85
produksi kedelai dan cabai yang menguntungkan petani perlu mendapat perhatian serius. Sehubungan dengan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang peluang usaha dan analisis kelayakan investasi usahatani kedelai dan cabai di Kabupaten Pidie ditinjau dari segi keuntungan petani. Tinjauan Teoritis Salah satu usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia adalah dengan memberdayakan kembali sektor pertanian, mengingat sektor ini mampu berperan mendorong upaya pemulihan ekonomi dan memperluas lapangan kerja. Disamping juga dapat meningkatkan pendapatan dan pemerataan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi tentang prospek investasi. Dalam hali ini kriteria investasi merupakan salah satu peralatan di dalam pengevaluasian proyek atau sebagai suatu ukuran dalam rangka pengambilan keputusan terhadap rencana yang memungkinkan atau menguntungkan, atau bahkan sebaliknya bisa merugikan apabila kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu proyek. Menurut Syakhiruddin (1981 : 46) pada umumnya kriteria investasi yang digunakan dalam proyek investasi adalah sebagai berikut : 1. Net Present Value (NPV) 2. Net Benefit Cost Ratio 3. Gross Benefit Cost Ratio 4. Gross Benefit Cost Ratio 5. Profitabilitiy Ratio 6. Internal Rate of Return Disamping itu, masih ada kriteria yang dianggap juga penting adalah Pay Back Period ( PBP) dan Break Even Point (BEP). Pay Back Period merupakan suatu jangka waktu tertentu yang menunjukkan kapan terjadinya arus penerimaan secara kumulatif mampu mengembalikan seluruh biaya investasi yang di tanamkan ke dalam proyek termasuk biaya pengganti (baik biaya investasi maupun arus benefit dalam bentuk present value). Sedangkan jangka waktu terjadinya arus benefit secara kumulatif mampu menutupi total cost disebut dengan break even point, atau sering dikatakan waktu dimana seluruh biaya sudah dapat dikembalikan dari kegiatan proyek. Bagi para penentu kebijakan (policy makers) yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang langka itu ke dalam proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang terbanyak bagi perekonomian artinya yang menghasilkan The Social Return atau Economic Return yang tertinggi. 1. Perbedaan Penilaian antara Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi, ada beberapa unsur yang berbeda penilaiannya antara Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi yakni dalam hal harga, biaya, pembayaran transfer. 2. Tahapan studi kelayakan bisnis a. Penemuan ide pokok, untuk satu ide proyek pengambil keputusan biasanya tergantung pada 3 faktor yaitu:
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
86
cocok dengan kata hatinya mampu melibatkan diri dalam hal-hal teknis keyakinan akan kemanfaatan proyek untuk menghasilkan laba. a.
b.
c.
d.
e.
Tahap penelitian, setelah ide-ide proyek dipilih, selanjutnya dilakukan penelitian. proses itu dengan mengumpulkan data, lalu mengelola data dengan memasukkan teori-teori relevan, menganalisa dan menginterprestasikan hasil pengolahan data dengan alat-alat analisis yang sesuai menyimpulkan hasil sampai pada pekerjaan membuat laporan hasil penelitian. Tahap evaluasi proyek bisnis, ada 3 (tiga) evaluasi proyek yaitu: mengevaluasi usaha proyek yang akan didirikan, mengevaluasi proyek yang sedang beroperasi, mengevaluasi proyek yang selesai dibangun. Tahap pengurutan usaha yang layak, dilakukan jika terdapat lebih dari proyek yang dianggap layak, maka untuk itu diprioritaskan proyek yang mempunyai skor tertinggi untuk direalisasikan. Tahap rencana pelaksanaan proyek bisnis, setelah suatu usulan proyek di setujui untuk direalisasikan , maka ditentukanlah jenis pekerjaan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap jenis pekerjaan. Jumlah dan kreatifikasi tenaga pelaksanaan, ketersediaan dana dan sumberdaya lain, kesiapan manajemen dan lain-lain. Tahap pelaksana proyek bisnis, setelah semua rencana persiapan uang harus dikerjakan setelah disiapkan. Tahap pelaksanaan proyekpun dimulai. Semua tenaga pelaksana proyek dari pemimpin proyek sampai pada tingkat paling bawah harus bekerja sama dengan sebaiknya sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan. Memang pada kenyataannya sulit ditemukan bahwa rencana yang dibuat sama persis dengan realisasinya.
Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian dilakukan di Kabupaten Pidie. Penentuan daerah tersebut karena mengingat bahwa Kabupaten Pidie merupakan daerah potensial untuk dikembangkan usaha tani kedelai dan cabai. Hal ini sesuai dengan sistem penentuan lokasi secara “Purposive Random Sampling”, yaitu pengambilan lokasi penelitian sesuai dengan kepentingan penelitian. Adapun lokasi penelitian tersebut adalah di Kecamatan Delima untuk komoditas cabai dan Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai. Pemilihan kedua kecamatan dikarenakan daerah tersebut memiliki lebih banyak jumlah produksinya dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain, yang terdapat di kabupaten ini. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani menurut bilangan kepala keluarga yang mengusahakan usaha tani kedelai dan cabai. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dipilih responden untuk masing-masing komoditas yaitu sebanyak 30 sampel. Sehingga keseluruhan menjadi 60 responden. Penarikan sampel dilakukan secara “Stratified Random Sampling”. Sampel dipilih
87
ditiga tingkat kelompok petani masing-masing 10 sampel pada kelompok rendah, menengah dan kelompok usaha yang sudah cukup besar. Model Analisis Metode analisis data akan digunakan beberapa kriteria investasi yang dianggap mampu menjawab permasalah dalam penelitian ini. Adapun kriteria yang digunakan adalah: 1. Net Present Value (NPV) NPV =
N
∑
NBi (1 + i)-n
i=1
2. Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
Gross B/C =
∑
B
∑
C
3. Net Benefit Ratio (Net B/C) Net B/C =
∑ NB(+) ∑ NB(−)
4. Internal Rate of Return (IRR) NPV1 . ( i2 - i1 )
IRR = i1 + NPV1 - (NPV2) 5. Break Event Point (BEP) BEP = TP-1 +
Σ TCi – Σ Biep
–1
ΣBp dimana : Net NPV
= Net Present Value
Gross B/C = Gross Benefit Cost Ratio Net B/C
= Net Benefit Cost Ratio
IRR
= Internal Rate of Return
NB
= Total Benefit yang telah hubungkan dengan tingkat bunga
C
= Total Pengeluaran (biaya) yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
NB (-)
= Pengeluaran yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
88
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
NB (+)
= Penerimaan yang telah dihubungkan dengan tingkat bunga
N P- 1
= Tahun sebelum Terdapat BEP.
BC-1
= Jumlah total cost yang telah di- discount.
Biep-1
= Jumlah benafit yang telah di- discount sebelum BEP.
BP
= Jumlah benefit pada saat BEP.
Untuk pengujian hipotesis yang telah dirumuskan di atas, maka digunakan kriteria-kriteria sebagai berikut (Syakhiruddin, 1981 : 45) (1) (2) (3) (4)
NPV lebih besar dari 0 (nol). Gross B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu). Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu). IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.
Apabila kriteria-kriteria tersebut dapat dipenuhi, maka hipotesis dapat diterima, yang berarti usahatani kedelai dan cabai di Kabupaten Pidie adalah layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan serta menguntungkan petani kedelai dan cabai secara finansial. Demikian pula sebaliknya bila tidak memenuhi kriteria investasi sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka baru dapat disimpulkan bahwa pengembangan kedelai dan cabai tidak layak untuk dilaksanakan, karena merugikan petani secara finansial. Hasil-hasil Penelitian Keadaan Sampel Petani Kedelai dan Cabai Karakteristik petani kedelai dan cabai dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai petani kedelai dan cabai dan tanggungan keluarga. Karakteristik petani ini merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kemampuan seorang petani dalam mengelola usahanya, meningkatnya produksi, mengefisienkan pengunaan biaya produksi dan untuk meningkatkan pendapatan. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.1. TABEL 4.1 Rata-Rata Karakteristik Responden di Daerah Penelitian Tahun 2005 No.
Karakteristik
Rata-rata
Satuan (tahun/orang)
Kec. K. Tanjong
Kec. Delima
1.
Umur
Tahun
43,93
44,67
2.
Pendidikan
Tahun
11,30
10,50
3.
Jumlah Tanggungan
orang
4,43
4,67
4
Jumlah Angkatan Kerja
orang
2,57
2,87
30
30
Jumlah Responden Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)
89
Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan yang dimaksudkan didalam penelitian ini adalah luas bidang tanah yang dimanfaatkan, diusahakan, dan digarap oleh petani sampel untuk bercocok tanam kedelai dan cabai. Keadaan rata-rata lahan garapan yang diusahakan petani sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL 4.2 Rata-Rata Luas Lahan Garapan Kedelai Dan Cabai Dari Petani Sampel di Daerah Penelitian Tahun 2005 No.
Kecamatan
Sampel (orang)
Rata-rata Lahan Garapan (ha)
1.
Kembang Tanjong
30
1,11
2.
Delima
30
0,98
Sumber : Data Primer, 2005
Produksi dan Nilai Produksi Produksi dalam penelitian ini adalah penerimaan kotor dalam bentuk fisik berupa hasil usaha tani kedelai dan cabai. Sementara nilai produksi merupakan hasil perkalian antara banyaknya produksi dengan harga satu satuan. Besarnya nilai produksi sangat ditentukan oleh banyaknya produksi. Semakin banyak produksi yang dihasilkan perstuan waktu, maka semakin besar pula nilai produksinya. Akan tetapi besar kecilnya yang diperoleh petani adalah sangat tergantung kepada tingkat pengelolaan usaha tani itu sendiri, luas garapan yang diusahakan, ketersediaan modal, dan penyediaan tenaga kerja yang tepat. Rata-rata produksi dan nilai produksi perhektar dalam satu kali masa usaha dari usaha tani kedelai dan cabai di daerah penelitian adalah sebagai berikut. TABEL 4.3 Rata-Rata Produksi dan Nilai Produksi Perhektar Di Daerah Penelitian, Tahun 2005 No.
Kecamatan
Luas Areal sample (ha)
Rata-rata Produksi (kg/ha)
Rata-rata Nilai Produksi (Rp/ha)
1.
Kembang Tanjong
33,26
1.675
8.374.400
2.
Delima
29,29
1.343
10.072.450
Sumber : Data Primer, 2005
Pembiayaan Usahatani Pembiayaan usahatani yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah semua biaya yang dibutuhkan pada usahatani kedelai dan cabai, baik dibayar maupun tidak dibayar. Perhitungan pembiayaan usahatani kedelai dan cabai dimulai dari fase
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
90
persiapan tanaman sampai dengan fase menghasilkan produksi dalam batas umur ekonomis, dimana didalam penelitian ini dibatasi masing-masing untuk kedelai 4 bulan dan cabai 7 bulan. Komponen pembiayaan dalam usahatani kedelai dan cabai di daerah penelitian mencakup biaya tenaga kerja, pengadaan bahan, peralatan, dan biaya umum. Tenaga kerja yang dibutuhkan terutama untuk kegiatan pada : (1) fase persiapan tanam, termasuk pembersihan, penanaman, membuat drainase, dan pemagaran. (2) fase pemeliharaan; mencakup kegiatan pengendalian hama, serta pemupukan dan lainnya; dan 3) pemanenan dan pemasaran hasil. Tenaga kerja yang digunakan umumnya berasal dari dalam keluarga, kecuali pada kegiatan-kegaitan tertentu, karena tidak mampu untuk dikerjakan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam usaha tani kedelai dan cabai adalah bibit, pupuk, insektisida, cangkul, parang, skop, kawat duri, gubuk, dan lainya. Sementara biaya umum mencakup biaya yang berhubungan dengan pengelolaan usahatani kedelai dan cabai. Besarnya rata-rata pembiayaan usahatani kedelai dan cabai di daerah penelitian adalah sebagai berikut : TABEL 4.4 Rata-Rata Pembiayaan Usahatani Kedelai Di Daerah Penelitian Tahun 2005 No.
Jenis Pembiayaan
1.
Tenaga Kerja
2. 3.
Rata-Rata (Rp)
%
1.123.333
0,514
Bahan dan Peralatan
769.757
0,351
Biaya Umum
294.500
0,135
2.187.590
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2005
TABEL 4.8 Rata-Rata Pembiayaan Usaha Tani Cabai Di Daerah Penelitian Tahun 2005 No
Jenis Pembiayaan
Rata-rata (Rp)
%
1.
Tenaga Kerja
1.059.167
0,518
2.
Bahan dan Peralatan
905.667
0,443
3.
Biaya Umum
78.500
0,039
2.043.333
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer, 2005
91
Aspek Teknis Aspek teknis dalam hal ini merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pengembangan pengusahaan komoditas kedelai dan cabai secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek ini dijalankan. Memperhatikan kondisi fisik tanah, iklim, sumber daya manusia, serta prasarana dan sarana di Kabupaten Pidie, maka secara teknis kondisi wilayah ini sangat mendukung bagi dikembangkannya komoditas unggulan seperti kedelai dan cabai. Khusus komoditas kedelai, potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Pidie sangat sesuai untuk budidaya tanaman ini, terutama di Kecamatan Kembang Tanjong. Sementara itu, komoditas cabai yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini diantaranya adalah lokasi proyek, luas areal, dan pemilihan jenis teknologi produksi. Sesuai dengan pengamatan lapangan dari segi lokasi proyek dan luas areal, termasuk pemilihan teknik produksi yang tepat. Pengembangan komoditas cabai di Kabupaten Pidie terutama di kecamatan Delima sangat potensial. Berkaitan dengan pemilihan teknologi yang digunakan maka perlu diperhatikan berapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diberikan dari pemilihan teknologi tersebut. Disamping itu juga perlu diperhatikan kemampuan pengetahuan penduduk/petani (tenaga kerja) setempat dan kemungkinan pengembangannya, pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi tersebut terhadap sosial masyarakat setempat. Aspek Organisasi/Manajemen Pengembangan komoditas unggulan dalam konteks agribisnis tidak hanya difokuskan pada aspek “on-farm” atau budidaya, seperti produksi (kuantitas dan kualitas), melainkan juga perlu diberikan tumpuan pada aspek organisasi/manajemen dalam hal budidaya maupun pemasaran hasil produksi. Tahap pertama yang diperlukan adalah perencanaan, termasuk di dalamnya mengidentifikasi berbagai kegiatan yang perlu dilakukan, lama waktu masing-masing kegiatan, dan biaya yang mesti dikeluarkan, disamping supply logistik agar semua kegiatan dapat berjalan lancar. Menyangkut dengan manajemen usahatani ini ada beberapa pertanyaan yang mesti diatur secara optimal, yakni 1) mengenai apa, bagaimana, siapa, dan kapan kegiatan tersebut dilaksanakan; 2) fasilitas apa yang diperlukan; dan 3) pengawasan yang diperlukan supaya kegiatan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Ketersediaan organisasi dan kemampuan manajemen usahatani sangat menentukan keberhasilan suatu sistem agribisnis. Koordinasi yang baik antar kelompok tani yang ada, misalnya, akan mewujudkan keseragaman dalam kegiatan usahatani baik dalam hal produksinya (pengolahan tanah, pemilihan benih/bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) maupun pasca panen. Dengan cara yang demikian, kegiatan usahatani menjadi efisien dan dapat mengantisipasi terjadinya fluktuasi harga.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
92
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Persoalan yang sering mengemuka di dalam sistem agribisnis adalah belum mantapnya keterkaitan antara subsistem-subsistem yang ada. Bahkan, salah-satu subsistem mendasar yang belum tertangani dengan baik adalah pada “off-farm” hilirnya (pengolahan dan pemasaran). Disisi yang sama, para petani masih kurang pengetahuan tentang pasar sehingga mereka sering mengalami kerugian sewaktu memasarkan hasil produksinya. Sesuai dengan ketentuan pasar, bila produksi berlebihan secara spontan harga komoditas tersebut akan rendah, demikian pula sebaliknya. Pada umumnya para petani produsen tidak mengetahui tentang berapa jumlah persediaan komoditi yang bersangkutan di pasar. Demikian juga tentang berapa harga keseimbangan yang berlaku di pasar untuk komoditi tersebut. Fenomena ini juga berkaitan dengan struktur pasar yang dihadapi petani produsen yang tidak memihak kepada petani. Untuk mengantisipasi hal tersebut, disamping menciptakan sistem agribisnis yang mantap, juga diperlukan kerjasama antarmitra usaha yang saling menguntungkan. Lembaga atau mitra usaha ini dapat dipercaya sebagai penyangga dalam mempertahankan harga pasar yang adil dan menguntungkan para petani produsen. Dalam kaitannya dengan aspek organisasi/manajemen, faktor kelembagaan seperti koperasi dan kelompok tani diharapkan mampu berperan aktif dan saling bekerjasama dalam menampung hasil produksi para petani. Aspek Pemasaran Pemasaran kedelai dan Cabai di Kabupaten Pidie selama ini tidak terbatas di dalam daerah saja melainkan telah menjangkau luar daerah, khususnya Medan (Propinsi Sumatera Utara). Perkembangan dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan bahwa pemasaran kedelai menunjukkan trend yang meningkat. Harga yang berlaku di tingkat petani dan pengecer terlihat sangat bervariasi dan ditentukan oleh kualitas kedelai dan Cabai. Untuk Kedelai di tingkat petani dijual pada kisaran harga antara Rp. 4.200,-/kg – Rp 4.750,-/kg. Harga di tingkat pengumpul/grosir sebesar Rp. 4.750,-/kg – Rp 5.000,-/kg, sementara harga yang berlaku di pusat penjualan pasar kabupaten maupun propinsi berkisar antara Rp 6.000,- – Rp 7.000,- untuk setiap kilogramnya. Sementara cabai juga terlihat sangat bervariasi, disamping relatif sangat berfluktuasi. Di tingkat petani harga cabai rata-rata dijual pada kisaran Rp. 5.000,-/kg – 7.500,-/kg. Harga ditingkat pengumpul sebesar Rp. 8.000,-/kg – Rp. 9.000,-/kg, sementara harga yang berlaku dipusat penjualan pasar kabupaten dan provinsi berkisar Rp. 10.000,-/kg. Analisis Finansial Komoditas Kedelai Menilik dari jumlah penduduk Nanggroe Aceh Darussalam yang diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat diprediksikan bahwa prospek pemasaran usaha pertanian tanaman pangan pada pasar lokal masih cukup terbuka. Dengan asumsi bahwa faktor keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kondusif, maka Kabupaten Pidie dinilai sangat berpotensi menjadi penyedia hasil produksi kedelai, cabai bagi daerah-daerah lain yang masih kekurangan. Bahkan untuk keperluan ekspor daerah ini mampu menyediakannya. Hal ini tentunya perlu dukungan dari
93
semua pihak dalam rangka mempercepat proses tercapainya target tersebut. Perhitungan analisis kelayakan agribisnis kedelai dilakukan untuk lahan seluas satu hektar dan lokasi kegiatannya di Kabupaten Pidie, tepatnya di Kecamatan Sakti. •
Net Present Value ( NPV) Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah : n NPV = ∑ NBi (1 + i)-n i=1 NPV = Rp 2.334.458
NPV = Rp 2.334.450 Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan sebenarnya yang akan diperoleh akhir empat bulan mendatang adalah Rp. 583.600,•
Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
∑ ∑
Gross B/C =
B C
Rp.2.334.458,Gross B/C
=
= 1,076 Rp.2.168.650,-
Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,076 dapat dijabarkan bahwa usahatani kedelai layak dikembangkan. penambahan di dalam total biaya sebesar 1 persen akan mampu meingkatkan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,076. •
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah sebagai berikut : Σ NB(+)
Net B/C
=
Σ NB(-) Rp.4.093.108,-
Net B/C
=
= 2,070 Rp.1.978.550,-
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
94
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,070 Nilai Net B/C ratio sebesar 2,070 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,070, sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.070,-. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten pidie layak diusahakan. •
Internal Rate of Return (IRR) NPV1 IRR
. (i2 – i1)
= i1 +
NPV1 - (NPV2) 2.334.458 . (0.64-0.20)
= 0,20 +
2.334.458 – (-20.912)
= 0,20 + (0,99122 x 0,44)
= 0,20 + 0,4361 = 0,6361 atau 63,61 % per-tahun IRR IRR sebesar 63,61 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank di bawah 63,61 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 63,61 persen per tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan. •
Break Event Point (BEP) Σ TCi – Σ Biep
BEP = BuP-1 +
–1
ΣBp 2.168.500 – 737.303 BEP = 3
+
BEP = 3
+ 0,613
2.334.458
= 3,613, atau 3 (tiga) bulan 18 (delapan belas) hari
95
Nilai BEP sebesar 3,613 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 3 bulan 18 hari semua biaya sudah dapat dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk dikembangkan dimasa mendatang.
Analisis Finansial Komoditas Cabai Perhitungan analisis kelayakan investasi secara finansial untuk agribisnis cabai dilakukan untuk acuan luas satu hektar dan lokasi kegiatan di Kabupaten Pidie tepatnya di Kecamatan Delima. Kendati demikian, hasil analisis ini dapat diaplikasikan untuk lokasi-lokasi lain, dengan tanpa mengalami perbedaan yang berarti. Penilaian harga input dan output seluruhnya didasarkan pada harga pasar (market price). •
Net Present Value ( NPV)
Analisis NPV dalam studi ini dilakukan pada tingkat suku bunga pinjaman pasar (20%), maka NPV yang diperoleh adalah : n NPV = ∑ NBi (1 + i)-n i=1 NPV = Rp 1.975.342
NPV = Rp 1.975.300 Dengan asumsi bunga bank sebesar 20 % per tahun, maka penerimaan sebenarnya yang akan diperoleh akhir tujuh bulan mendatang adalah Rp. 1.975.300,atau setara dengan Rp. 282.150,- untuk setiap bulannya. •
Gross Benefit Cost Ratio ( Gross B/C)
Gross B/C =
∑
B
∑
C
Rp.1.975.342,Gross B/C
=
= 1,050 Rp.1.881.850,-
Nilai Gross B/C Ratio sebesar 1,050 mengindikasikan bahwa usaha ini layak dikembangkan, dimana penambahan didalam total biaya sebesar 1 persen akan berdampak pada peningktan penerimaan kotor sebesar Rp. 1,050. Angka tersebut lebih besar dari satu.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
96
•
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Perhitungan nilai Net Benefit Cost Ratio (B/C) untuk Blang pohroh adalah sebagai berikut : Σ NB(+)
Net B/C
=
Σ NB(-) Rp.3.482.697,-
Net B/C
=
= 2,310 Rp1.507.350,-
Perhitungan Net B/C yang diperoleh menunjukkan bahwa upaya pengembangan komoditas kedelai layak untuk dikembangkan, yakni 2,310 Nilai Net B/C ratio sebesar 2,07 berarti setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 dalam usahatani kedelai, akan diperoleh peningkatan penerimaan sebesar Rp. 2,310, sehingga bila dikalikan seribu maka tiap penambahan biaya produksi sebanyak Rp1.000 akan meningkatkan penerimaan sebesar Rp 2.310,-. Hal ini mengindikasikan bahwa pengembangan usahatani kedelai di Kabupaten Pidie layak diusahakan. •
Internal Rate of Return (IRR) NPV1 IRR
. (i2 – i1)
= i1 +
NPV1 - (NPV2) 1.975.342
= 0,20 +
. (0.50-0.20) 1.975.342– (-21.957)
= 0,20 + (0,989006 x 0,30)
= 0,20 + 0,2967 = 0,4967 atau 49,67 % per-tahun IRR IRR sebesar 49,67 persen per-tahun, menunjukkan bahwa pengembangan agribisnis kedelai di Kabupaten Pidie masih bisa dilakukan pada tingkat bunga bank di bawah 49,67 persen per-tahun. Suku bunga pinjaman di atas 49,67 persen per tahun usaha ini tidak dapat dikembangkan. •
Break Event Point (BEP) Σ TCi – Σ Biep BEP = BuP-1 +
ΣBp
–1
97
1.881.850 – 1.533.267 BEP = 6
+
BEP = 6
+ 0,1765
1.975.342
= 6,1765, atau 6 (enam) bulan 5 (lima) hari Nilai BEP sebesar 6,1765 bermakna bahwa usahatani kedelai sangat layak untuk diusahakan, dimana pada umur proyek 6 bulan 5 hari semua biaya sudah dapat dikembalikan. Dengan demikian kegiatan usahatani kedelai cukup baik untuk dikembangkan dimasa mendatang.
Kesimpulan 1)
2)
3)
4)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai dan cabai di masingmasing kecamatan sampel yaitu Kembang Tanjong untuk komoditas kedelai dan Delima untuk komoditas cabai. Untuk kedua komoditas unggulan tersebut dapat digambarkan masing-masing sebagai berikut : a) umur rata-rata responden komoditas kedelai adalah 43,93 tahun, dan 44,67 tahun untuk komoditas cabai; b) Tingkat pendidikan rata-rata komoditas kedelai 11,30 tahun, 10,50 tahun untuk komoditas cabai; c) Jumlah tanggungan rata-rata sebanyak 4,43 orang untuk komoditas kedelai dan 4,67 orang untuk komoditas cabai, dan d) jumlah angkatan anggota keluarga yang dapat menjadi tenaga kerja adalah masingmasing 2,57 orang dan 2,87 orang. Luas lahan untuk komoditas kedelai dan cabai masing-masing 33,26 ha dan 29,29 ha, dengan rata-rata produksi secara berurut adalah 1.675 kg/ha dan 1.343 kg/ha. Sementara nilai produksi untuk masing-masingnya Rp. 8.374.400 dan 10.072.450 untuk sekali masa panen. Total biaya yang dibutuhkan untuk komoditas kedelai adalah Rp. 2.187.590, terbagi dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp1.123.333, atau 51,40 persen, biaya bahan dan peralatan sebanyak Rp. 769.757, atau 35,10 persen, dan sisanya sebanyak 13,50 persen untuk biaya umum, atau sebesar Rp. 294.500. Sementara itu, total biaya untuk komoditas cabai adalah sebesar Rp. 2.043.333 yang tersebar dalam biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.059.167, atau 51,80 persen, untuk bahan dan peralatan mencapai Rp. 909.667, atau 44.30 persen, dan alokasi untuk biaya umum hanya sebesar 3,90 persen, atau Rp. 78.500. Dari hasil analisis kelayakan usaha pengembangan agribisnis komoditas kedelai dan cabai di Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa kedua komoditas ini sangat menguntungkan untuk dikembangkan. Dengan tingkat bunga pinjaman yang berlaku 20 persen per tahun, diperoleh nilai-nilai untuk masing-masing komoditas sebagai berikut : a) NPV kedelai sebesar Rp. 2.334.458, NPV cabai sebesar Rp. 1.975.342; b) Gross B/C kedelai sebesar 1,076 Gross B/C Cabai sebesar 1,050; c) Net B/C kedelai sebesar 2,070, dan Net B/C cabai sebesar 2,310; d) IRR kedelai sebesar 63,61 persen dan IRR cabai mencapai 49,67
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
98
5)
6)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
persen; dan d) BEP kedelai pada saat umur tanaman 3 bulan 18 hari, BEP cabai pada saat umur tanaman 6 bulan 5 hari. Perolehan hasil tersebut menunjukkan bahwa NPV > 0 (bernilai positif), Gross dan Net B/C > 1, IRR > dari tingkat bunga yang berlaku, dan Break Even point relatif cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tani kedelai dan cabai yang diusahakan petani di Kabupaten Pidie memperlihatkan prospek yang layak untuk dikembangkan. Dengan demikian hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dapat diterima. Hingga saat ini, upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah belum menyentuh secara nyata usaha pengembangan baik kualitas maupun kuantitas produksi yang dihasilkan para petani kedelai dan cabai.
Rekomendasi 1)
2)
3)
4)
Sehubungan dengan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan agar usaha tani kedelai dan cabai dapat terus dikembangkan. Pengembangan tersebut dapat ditempuh dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, mekanisasi, dan diversifikasi. Diharapkan kepada instansi/dinas terkait untuk terus meningkatkan pembinaan terhadap usahatani tanaman pangan khususnya kedelai dan cabai terutama dalam hal teknis dan mutu produksi, sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan. Peranan koperasi dan lembaga keuangan yang ada saat ini relatif masih belum berperan dalam pengembangan usaha tani. Diharapkan ke depan dapat berperan lebih aktif dalam pembinaan usaha ini, agar petani mampu meningkatkan kemakmurannya. Hasil usahatani masyarakat Pidie tersebut diharapkan dapat menembus pasar ekspor. Oleh sebab itu, keberadaan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang dapat difungsikan untuk merangsang petani daerah, melalui peningkatan ekspor hasil pertanian termasuk kedelai dan cabai.
Referensi Anonymous, (1994). Repelita VI 1994/1995-1998/1999, Buku III, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta Armia, (1993), Analisis Tingkat Pendapatan Antara Pengrajin Pandai Besi Dan Petani Padi, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh Badan Pusat Statistik, (2000). Aceh Dalam Angka. Kantor Statistik Nanggroe Aceh Darussalam. ______. (1986), Peluang Penanaman Modal Asing, BKPMD, Jakarta
99
Bambang TC, (1993) Beberapa Sisi Pengembangan Industri dan Sektor Informal, Yokyakarta: BPFG UGM Boediono, (1992), Ekonomi Makro, Liberty Darmawin, Budi (1999), Analisis Kelayakan Kompos Pada Proyek Bahorok Sustainable Development Program di Desa Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh Djoyohadikusumo S, (1995). Indonesia Dalam Perkembagan Dunia Kini Dan Masa Akan Datang, Yogyakarta: LP3ES Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanley (1997). Makro Ekonomi. Terjemahan J. Mulyadi, Erlangga, Jakarta Delorme, (1993), Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta. Ibrahim, Yacob, H.M, (1998). Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Marsudi, Edy (1997). Analisis Finansial Usahatani Melinjo di Kabupaten Pidie, Laporan Hasil Penelitian (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian, Unsyiah, Banda Aceh Samuelson, Paul. A (1992). Ekonomi, Jilid I, Edisi ke-12, Jakarta:Erlangga. Sanusi (1999), Analisis Finansial Pembibitan Melinjo Pada CV. Tanoh Anoe di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh Shahril (1999), Analisis Finansial Pengembangan Usaha Jeruk Nipis di Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Timur, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh Soediyono, (1992). Ekonomi Makro Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, Edisi Ke-6, Yogyakarta: Liberty. Soekartawi, (1993). Prinsip—Prinsip Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafinso Persada. Sukirno S, (2000). Pengantar Ekonomi Mikro, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Raja Grafinso Persada.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
100
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
________, (1991). Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Syakhiruddin, (1981) Analisis Perencanaan Proyek, Banda Aceh: Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Todaro, MP, (1999). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Cetakan Keenam. Jakarta: Erlangga Waluya, (1996), Pengantar Teori Ekonomi, Raja Grafika Persada, Jakarta Yuslinaini (1994), Analisis Finansial Pembibitan Kentang Varietas Herta Pada Proyek Pengembangan Holtikultura Terpadu di Kecamatan Pengasing Kabupaten Aceh Tengah, Skripsi (Tidak dipulikasikan). Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh
101
PETUNJUK BAGI CALON PENULIS
1. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dan harus merupakan tulisan asli dari hasil penelitian, telaah pustaka, laboratorium, pengalaman lapangan atau gagasan yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain; 2. Tulisan yang dimuat dalam Majalah Ilmiah E-Mabis berasal dari bidang Ilmuilmu Ekonomi, Manajemen dan Bisnis; 3. Naskah diketik dengan perangkat lunak pengolahan kata Microsolft Word (MSWord 6.0 ke atas) yang dicetak pada satu permukaan (tidak dibolak-balik) kertas berukuran A-4 putih 80 gram /m2, dengan jarak 1,5 spasi (kecuali abstrak), dengan tata letak porfraif, serta jarak margin kiri dan atas 4 cm, kanan dan bawah 3 cm. Panjang naskah 15-20 halaman, termasuk halaman dan table; 4. Naskah yang termasuk katagori penelitian, disusun dengan urutan sebagai berikut a. Judul : diusahakan singkat dan mencerminkan isi penelitian/karya ilmiah, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris; b. Nama Penulis : ditulis dibawah judul, tanpa gelar kesarjanaan. Jika penulis lebih dari satu orang hendaknya diurutkan dan diberi angka Arab di akhir nama masing-masing penulis. Angka-angka Arab tersebut diberi keterangan sebagai catatan kaki pada halaman pertama, lengkap dengan alamat lembaga penulis; c. Abstrak : ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, diketik satu spasi dan maksimum 150 kata. Dibawah abstrak dicantumkan kata kunci (key-words) antara 3-5 frasa (phrase); d. Pendahuluan : (tanpa subjudul, berisi : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Tinjauan Pustaka); e. Metode Penelitian (alat/bahan, cara penelitian, teknik pengambilan data dan teknik analisis); f. Hasil dan Pembahasan : menguraikan hasil yang diperoleh, disertai pembahasan baik dalam bentuk tabel, grafik dan gambar; g. Kesimpulan dan Rekomendasi; h. Daftar Pustaka; i. Biodata Penulis (daftar riwayat hidup/curriculum vitae); 5. Naskah yang termasuk katagori non penelitian/konseptual, disusun dengan urutan sebagai berikut; a. Judul ( sama dengan poin 4.a) b. Nama Penulis (sama dengan poin 4.b) c. Abstrak (sama dengan poin 4.c) d. Pendahuluan (berisi: Latar Belakang, Perumusan Masalah, Sedikit Tinjauan Pustaka. Tidak dipecah menjadi anak sub judul, tetapi dalam bentuk alinea saja) e. Pembahasan (Isi Informasi/pemikiran ilmiah penulis) f. Kesimpulan dan Saran (saran tidak merupakan keharusan) g. Daftar pustaka
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
102
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007
6. Naskah tidak diperkenankan memakai lampiran; 7. Daftar pustaka yang ditampilkan hanya yang benar-benar diacu/dikutip saja: penulisan daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang secara kronologis: a. Untuk buku : nama pokok dan inisial pengarang, tahun terbit. Judul Buku jilid, edisi. tempat/kota penerbit : nama penerbit b. Untuk karangan/artikel dalam pertemuan ilmiah atau seminar nama pokok dan inisial pengarang, tahun “Judul Karangan”. Singkatan nama pertemuan (penyelenggara). Waktu; tempat/kota pertemuan. c. Untuk karangan/artikel dalam majalah atau jurnal : nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul karangan : nama majalah atau jurnal. Jilid (nomor) halaman permulaan dan akhir. d. Untuk tulisan dari internet : nama pokok dan inisial pengarang, tahun. Judul tulisan. Nama jurnal atau majalah/sumberlainnya. (online), vol.,no., (alamat sumber rujukan dan tanggal diakses) 8. Naskah yang dikirim ke redaksi rangkap 2 (asli dan foto copynya) dan disertakan disketnya selambat-lambatnya 1(satu) bulan sebelum penerbitan 9. Dewan redaksi dapat mengubah dan mengoreksi bahasa dan istilah, tanpa merubah isi dan maknanya dengan atau tanpa memberitahukan penulis. 10. Dewan redaksi dapat menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi persyarat atas pertimbangan dan saran reviewer. 11. Tulisan dapat dikirim ke kesekretariatan Emabis Jl. Tgk. Chiek Ditiro No. 26 Lt. 3 Lancang Garam – Lhokseumawe Telp. (0645) 41373 – 45006 – 40915 Fax. (0645) 44450 E-mail :
[email protected] http://malikussaleh/journal.com