Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
ANALISIS PERILAKU KEKERASAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KELOMPOK RESIKO (LANJUT USIA) PENGHUNI LAPAS, LAPAS KELAS I TANGERANG Yuliati Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul Jakarta Jalan Arjuna Utara Tol Tomang – Kebon Jeruk Jakarta
[email protected] Abstract Aging in the elderly results in elderly belong to the risk group. Risk groups more easily exposed to health problems, one of which is physical and psychological violence. Risk groups who are in a risky place, causing the individual as a vulnerable group, one place is lemabaga pemayarakatan-risk. This study aims to determine the behavior of physical and psychological violence on elderly inmates in prisons. The study used a sample of 36 respondents totaled occupants penitentiary. The research instrument refers Hwalek-sengtock questionnaire using Likert scale. The results showed that elderly prisoners suffered physical violence (58.33%) and psychological (63.89%). The results of the study recommend nurses, psychologists and prison officers to cooperate in the prevention of physical and psychological violence, as well as improving the means of religious and spiritual as a coping performed by elderly inmates. Keywords: risk group, physical violence, psychological violence Abstrak Penuaan pada lansia mengakibatkan lansia termasuk ke dalam kelompok berisiko. Kelompok berisiko lebih mudah terpapar masalah kesehatan, salah satunya adalah kekerasan fisik dan psikologis. Kelompok berisiko yang berada dalam tempat berisko, menyebabkan individu tersebut sebagai kelompok rentan, salah satu tempat berisko adalah lemabaga pemayarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kekerasan fisik dan psikologis pada narapidana lansia di lembaga pemasyarakatan. Penelitian menggunakan sampel total berjumlah 36 responden penghuni lembaga pemasyarakatan. Instrumen penelitian merujuk pada kuesioner Hwalek-sengtock dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menunjukan bahwa narapidana lansia mengalami kekerasan fisik (58,33%) dan psikologis (63,89%). Hasil penelitian merekomendasikan perawat, psikolog dan petugas lapas untuk bekerjasama dalam melakukan pencegahan kekerasan fisik dan psikologis, serta meningkatkan sarana keagamaan dan spiritual sebagai koping yang dilakukan oleh narapidana lansia. Kata kunci : kelompok resiko, kekerasan fisik, kekerasan psikologis.
Pendahuluan Penuaan pada lanjut usia (lansia) merupakan suatu hal yang pasti. Undangundang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia mendefinisikan Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
lanjut usia sebagai seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Definisi penuaan berdasarkan teori psikologis adalah perubahan sikap dan perilaku lansia karena pengalaman hidup dan faktor 212
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
psikologi lansia tersebut. Peningkatan jumlah lansia mengindikasikan adanya keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan (Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010). Perilaku perlindungan lansia adalah aktivitas yang diarahkan untuk mengurangi risiko individu terhadap perkembangan penyakit atau masalah tertentu. Lansia merupakan individu yang termasuk dalam kelompok berisiko (Daphne, 2011). Lembaga pemasyarakatan menjadi tempat yang berisiko tinggi terhadap perilaku kekerasan fisik, psikologis dan ekonomi pada lansia (Kosberg, 2014). Selain itu lansia mengalami peningkatan masalah kesehatan fisik dan mental di lembaga pemasyarakatan (Keohane, Sed, Sterns A, Lex, Sterns. R., 2008). Masalah-masalah yang terjadi pada lansia di lembaga pemasayarakatan anatara lain, gangguan sistem tubuh, gangguan mental atau stres dan hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan (Burbenk &Smyer, 2009).
Konsep Penuaan Penuaan adalah suatu hal normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diperkirakan terjadi hampir pada semua orang (Stanley, 2002). Penuaan sangat sulit untuk didefinisikan di era saat ini karena perkembangan medis dan kemajuan teknik pelayanan kesehatan, atau tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan kerumitan proses penuaan. Hal tersebut terjadi karena kronologis penuaan seseorang berbeda terkait dengan status kesehatan, gaya hidup sehat dan kepercayaan (Delune & Ladner, 2011; Potter & Perry, 2009).
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
Teori mengenai proses penuaan terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu teori biologi dan teori psikososial. Teori biologi berfokus pada perubahan fisik yang terjadi pada lansia atau suatu proses dasar mengenai terjadinya proses penuaan yang memengaruhi semua organisme kehidupan. Teori mengenai proses penuaan terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu teori biologi dan teori psikososial. Teori biologi berfokus pada perubahan fisik yang terjadi pada lansia atau suatu proses dasar mengenai terjadinya proses penuaan yang memengaruhi semua organisme kehidupan. Teori psikosial menjelaskan perubahan perilaku, peran, dan hubungan yang terjadi pada penuaan. Perubahan perilaku tersebut terjadi sebagai adaptasi atau keberlanjutan lansia menjalani aktivitas sosial
Perubahan - Perubahan Terkait Penuaan Perubahan yang terjadi pada individu lansia meliputi perubahan mental, fisiologis, dan sosiologis (Delune &Ladner, 2011). Potter &Perry (2007) menyebutkan bahwa perubahan fungisonal yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, kognitif, psikososial dan social. Perubahan-perubahan fisik dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, gaya hidup, stresor dan lingkungan (Potter &Perry, 2009).
Perubahan Psikososial Perubahan psikososial pada lansia banyak dan tidak dapat diprediksi, sehingga strategis koping efektif sangat berperan dalam menerima perubahan psikososial tersebut (Miller, 2012). Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi dan kehilangan. Lansia yang mengalami 213
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
kehilangan biasanya timbul perasaan isolasi dan putus asa pada dirinya (Delune & Ladner, 2011). Friedman (2006) dalam Potter & Perry (2009) menyatakan bahwa lansia memiliki berbagai sikap dan anggapan tentang kematian pasangan tetapi mereka jarang memiliki perasaan takut terhadap kematian.
Rentan adalah kondisi yang mudah terkena bahaya atau berisiko dari buruknya sosial, psikologis dan status kesehatan. Lansia termasuk populasi rentan apabila terdapat faktor risiko lain yang mempengaruhi status kesehatannya. Faktor risiko lain yang mempengaruhi status kesehatan seperti lansia yang tinggal di tempat berisiko (tempat yang sulit mengakses pelayanan kesehatan, penjara dan tempat yang mudah terkena bencan alam), jenis kelamin tertentu yang dapat meningkatkan suatu penyakit kronis, ras dan etnik minoritas (Allender, Rector, & Warner, 2010).
pengabaian, dan eksploitasi materi (Hoglund &Olson, 2014 ;Dong &Simon, 2013). Tanda lansia yang mengalami kekerasan fisik adalah adanya memar, terdapat tanda jeratan tali atau benda tumpul atau tajam lainnya, tejadi cidera berulang kali tanpa alasan yang jelas, menolak untuk berobat, dan terdapat benjolan (APA, 2012 ;Hoglund & Olson, 2014). Kekerasan psikologis adalah isolasi sosial yang disengaja atau menggunakan kalimat yang mengancam dengan tujuan untuk membuat ketakutan atau stres mental (Hoglund &Olson, 2014). Kekerasan psikologis pada lansia seperti memperlakukan lansia seperti anak-anak, mengancam, merawat lansia tanpa komunikasi, perilaku manipulatif dan mengisolasi lansia dari keluarga, dan teman. Tanda lansia yang mengalami kekerasan psikologis adalah menjadi sangat pendiam dan tidak komukatif atau responsif, marah, gelisah, ketakutan, tertekan, dan stres mental (APA, 2012 ;NCEA, 2009).
Konsep Kekerasan pada Lansia
Lembaga Pemasyarakatan
Kekerasan pada lansia didefinisikan sebagai kesengajaan atau salah perlakuan pada lansia oleh pengasuh atau orang lain yang dipercaya sehingga mengakibatkan atau dapat mengakibatkan masalah fisik atau psikologi (Hoglund & Olson, 2014). The National Research Council mendefinisikan kekerasan pada lansia sebagai tindakan yang disengaja sehingga menyebabkan bahaya atau berisiko timbulnya bahaya, meskipun tidak bermaksud membahayakannya yang dilakukan oleh pengasuh atau orang lain yang diercayai lansia (Dong &Simon, 2013). Lima jenis kekerasan pada lansia berdasarkan bentuknya antara lain kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikologis atau emosional,
Lembaga pemasyarakatan atau lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Tujuan dari pembinaan di lembaga pemasyarakatan adalah membentuk warga binaan menjadi manusia seutuhnya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasayarakatan. Hak-hak narapidana di lapas antara lain, mendapat perawatan secara rohani maupun jasmani, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, melakukan ibadah sesuai kepercayaan, menyampaikan keluhan dan mendapatkan hak-hak lain
Lansia sebagai Kelompok Berisiko dan Kelompok Rentan
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
214
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (Undang-undang nomor 12 tahun 1995). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di lembaga pemasyarakatan Banten yang merupakan lembaga pemasyarakatan memiliki narapidana terbanyak dan over capacity. Penelitian ini dilakukan bulan Pebruari 2016 hingga akhir bulan Juni 2016.
Gambaran kekerasan psikologis
Hasil Penelitian Analisa Univariat Karakteristik Lansia
Analisa Bivariat Deskripsi kekerasan fisik berdasarkan usia
Tabel 3 Distribusi kejadian kekerasan psikologis pada narapidana lansia di lapas Jawa Barat berdasarkan usia (n=36) Kategori Terjadi kekerasan Tidak terjadi kekerasan Total
Frekuensi (n)
Usia Lansia muda 60-69 thn Lansia tua > 70 thn Suku Jawa Sunda Betawi Batak Tionghoa Lainnya Total
5 17 4 2 3 5 36
77,78 22,22
13,89 47,22 11,11 5,55 8,33 13,89 100
23
63,9
36
100
Lansia muda
Kategori
Presentase (%)
28 8
Presentase (%) 36,1
Tabel 4 Distribusi kejadian kekerasan fisik pada narapidana lansia di Lapas berdasarkan usia (n-36)
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Lansia lapas Kelas I, Tangerang pada bulan (n = 36) Karakteristik
Jumlah (f) 13
(f) Terjadi kekerasan Tidak terjadi kekerasan Total
Lansia tua (%)
10
(%) 35,7
(f) 5
18
64,3
3
37,5
28
100
8
10
Gambaran kekerasan berdasarkan usia
62,5
psikologis
Tabel 5 Distribusi kejadian kekerasan psikologis pada narapidana lansia di Lapas berdasarkan usia pada bulan (n = 36)
2. Insiden Perilaku Kekerasan Fisik Tabel 2 Distribusi kejadian kekerasan fisik pada narapidana lansia di lapas kelas I, Tangerang (n=36) Kategori Terjadi kekerasan Tidak terjadi kekerasan Total
Jumlah (f)
Presentase (%)
15
41,67
21
58,33
36
100
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
Lansia muda Kategori Terjadi kekerasan Tidak terjadi kekerasan Total
Lansia tua
(f)
(%)
(%)
10
25,8
3
37,5
18
64,2
5
62,5
28
100
8
(f)
100
Hasil dan Pembahasan Karakteristik lansia (responden) Karakteristik responden yang diperoleh dari penelitian ini yaitu usia. Peneliti mengkategorikan dua usia lansia 215
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
yaitu lanisa muda dan lansia tua. Narapidana lansia di lembaga pemasyarakatn Jawa Barat paling banyak dalam kategori lansia muda (77,78%). Burnside (1979) dalam Ebersole, et all (2004) menyebutkan bahwa lansia dengan kategori lansia muda atau young old berada dalam rentang usia 60 hingga 69 tahun. Salah satu alasan yang mendasari mengenai jumlah lansia usia di atas 70 tahun lebih sedikit adalah adanya remisi kepentingan kemanusian. Peraturan pemberian remisi untuk individu berusia 70 tahun lebih ini terdapat pada kementrian hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia nomor 21 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat Kejadian kekerasan fisik dan psikologis pada narapidana lansia Peneliti menemukan bahwa narapidana lansia di lembaga pemasyarakatan Jawa Barat sebagian besar tidak tejadi kekerasan fisik (58,33%). Kekerasan fisik pada lansia adalah tindakan sengaja yang dilakukan untuk melawan kekuatan lansia sehingga menimbulkan nyeri fisik atau cidera (Singh, 2014). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2006) dengan hasil bahwa tidak ada budaya kekerasan di lembaga pemasyarakatan tnggerang terhadap narapidana anak wanita. Kekerasan fisik biasanya diikuti dengan kekerasan psikologis (Lachs &Pillemer, 2014). Pernyataan Lachs dan Pillmer (2014) sesuai dengan hasil kekerasan psikologis bahwa sebagian besar narapidana lansia tidak mengalamai kekerasan psikologis (63,89%). Kekerasan psikologis adalah seseorang yang dengan bebas mengancam, menghina, mentertawakan, mengabaikan, Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
dan menteror lansia baik secara verbal maupun non verbal sehingga menyebabkan sakit hati, kesedihan yang mendalam atau stres (Singh, 2014; Daphne, 2011). Miller (2012) menyatakan bahwa kualitas hidup lansia terjadi apabila adanya penuruan kekerasan yang terjadi. Peneliti menyimpulkan bahwa tidak terjadinya kualitas hidup pada narapidana lansia di lembaga pemasyarakatan Jawa Barat karena masalah kekerasan. Peneliti menganalisa bahwa beberapa pernyataan yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kekerasan fisik lebih tinggi adalah pernyataan “saya dipukul atau didorong oleh seseorang di dalam lapas”. Responden sebagian besar fokus pada perilaku mendorong, karena menurut mereka frekuensi memukul dapat dikatakan tidak pernah terjadi, hanya beberapa orang saja pernah mengalami perlakuan tersebut. Salah satu keterangan dari responden mengenai terjadinya perilaku mendorong adalah ketika masuk kamar dan ketika makan. Peneliti tidak melihat secara langsung adanya tandatanda kekerasan fisik tersebut. Tanda lansia yang mengalami kekerasan fisik adalah adanya memar, terdapat tanda jeratan tali atau benda tumpul atau tajam lainnya, tejadi cidera berulang kali tanpa alasan yang jelas, menolak untuk berobat, dan terdapat benjolan (APA, 2012; Hoglund &Olson, 2014). Berdasarkan hasil penelitian oleh Carolyn dkk. menyebutkan bahwa lokasi memar karena kekerasan fisik pada lansia banyak terjadi di tangan, kepala dan leher. Peneliti mendapatkan dua keterangan dari responden yang pernah memiliki luka atau nyeri karena kekerasan fisik. Responden juga menyebutkan bahwa luka tersebut hanya sekali dialami selama di lapas atau dengan frekuensi kadangkadang pada skala instrumen yang diberikan. Data-data tersebut 216
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
menyimpulkan bahwa kekerasan fisik pada narapidana lansia memang tidak terjadi Peneliti menganalisa bahwa meskipun angka kekerasan fisik pada narapidana lansia di lembaga pemasyarakatan jarang ditemukan, namun lansia dan lembaga pemasyarakatan sebagai kelompok berisiko harus tetap dilakukan tahap pencegahan oleh lembaga pemasyarakatan. Pencegahan yang dilakukan dapat bersifat pengawasan dari pertugas lapas dan pengelompokan narapidana lansia dalam satu sel. Pemerintah dalam hal ini dapat menjaga kestabilan kapasitas lembaga pemasyarakatan, karena salah satu penyebab terjadinya kekerasan adalah jumlah penghuni yang melebihi kapasitas (Hartati, 2006). Peneliti menganalisa pernyataanpernyataan yang berhubungan dengan psikologis lansia. Beberapa pertanyaan menunjukan responden cenderung mengarah pada hasil tidak terjadinya kekerasan psikologis di lapas. Namun, pernyataan mengenai kesedihan dan kesepian memiliki nilai paling rendah dibandingan pernyataan lain atau berisiko terjadinya kekerasan psikologis. APA (2012) dan NCEA (2009) menyebutkan bahwa tanda lansia yang mengalami kekerasan psikologis adalah menjadi sangat pendiam dan tidak komukatif atau responsif, marah, gelisah, ketakutan, tertekan, dan stres mental. Penelitian Daphne (2010) mengenai hubungan anatara rasa kesepian dan tingkat terjadinya kekerasan, didapatkan kesimpulan bahwa lansia yang mengalami rasa kesepian dapat terjadi kekerasan fisik dan psikologis. Peneliti menganalisa bahwa banyak faktor lain yang menyebabkan kesedihan dan kesepian yang dirasakan oleh lansia, salah satunya adalah keterbatasan berinteraksi dengan keluarga dan dunia luar. Hicks (2000) Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
menyatakan bahwa kesepian yang terjadi pada lansia akan meningkat apabila berkurangnya hubungan dengan kerabat; meningkatnya ketergantungan; dan hilangnya teman, rumah, kebebasan dan identitas diri. Peneliti menganalisa bahwa lembaga pemasayarakatan perlu melakukan jadwal yang teratur untuk kegiatan lansia selama di lapas, selain itu diadakannya pemanggilan keluarga bagi narapidana lansia yang belum pernah atau sedikit frekuensinya dikunjungi oleh keluarga. Psikolog lapas dalam hal ini dapat melakukan konseling rutin agar maslah-masalah psikologis lansia dapat diatasi sesuai dengan penyebabnya. Sebagian besar responden lebih banyak menghabiskan waktu dengan cara beribadah. Ibadah merupakan salah satu dari praktik kegamaan. Penelitian Doris, Margaret dan Risa (2000) didapatkan bahwa agama dan praktik keagamaan dapat menjadi sistem pendukung spiritual individu. Spiritual adalah hubungan diri sendiri dengan yang lain dan sesutu yang bersifat maha kuat dan tinggi. Menurut teori Fowler dalam Ladner &Delune (2011) menyebutkan bahwa tahap perkembangan spiritual lansia berada pada universalizing faith atau umumnya individu merasa puas dengan kepercayaan yang dianutnya, pada tahap ini individu akan memelihara spiritualnya dengan cara melakukan praktik spiritual atau kegiatan sesuai yang dipercayainya. Penelitian Husnaik dkk (2003) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara spiritualitas dan kesejahteraan seseorang. Penelitian Bryant dan Davis (2005) didapatkan bahwa agama dan spiritual dapat menjadi strategi koping yang bisa memperbaiki trauma tiap individu. Peneliti menyimpulkan bahwa agama dan praktik spiritual yang dilakukan oleh lansia adalah strategi koping untuk mengatasi masalah 217
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
fisik maupun psikologis yang dialami selama di lembaga pemasyarakatan. Peneliti menganalisa bahwa pelaku kekerasan mengarah pada narapidana lansia adalah narapidana dewasa lainnya. WHO (2002) menyebutkan bahwa kekerasan pada lansia dapat terjadi oleh orang-orang yang tinggal bersama dengan lansia tersebut. Pernyataan yang mengarah pada petugas sebagai pelaku kekerasan bernilai tinggi atau tidak terjadi kekerasan. Pernyataan tersebut seperti pernah dihukum, dilarang mengunjungi keluarga saat kunjungan dan dipekerjakan oleh petugas, hampir semua responden menjawab tidak pernah. Penelitian Nofitri (2009) didapatkan hasil bahwa pelayanan petugas lembaga pemasyarakatan berada dalam kategori cukup puas. Aspek penelitian tersebut terdiri dari sikap, cara berpakaian, dan komunikasi petugas. Pelayanan petugas lapas terhadap narapidana lansia dapat mengindikasikan penurunan angka kekerasan, sehingga petugas berperan penting dalam hal pencegahan masalah
Kekerasan Fisik Berdasarkan Usia
dan
Psikologis
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbandingan lansia dengan kategori lansia muda dan lansia tua, lansia dengan kategori tua lebih banyak terjadi kekerasan fisik (62,5%) dan psikologis (37,5%). Berbanding terbalik dengan lansia muda yang angka kejadian kekerasan fisik (35,71%) dan psikologis (25,8%) atau dikatakan bahwa lansia dengan kategori muda paling banyak tidak mengalami kekerasan fisik dan psikologis. Hal tersebut karena penambahan usia pada individu dapat meningkatkan tingkat resiko terjadinya masalah kesehatan termasuk kekerasan (Stanhope &Lancaster, 2004 ;Potter &Perry, 2009).
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
Nazir (2006) menyatakan bahwa penduduk dengan usia > 75 tahun mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan usia dibawahnya. Kecenderungan ini didasarkan pada adanya kondisi fisik akibat proses penuaan, sehingga risiko terjadinya masalah kesehatan semakin besar. Teori menunjukkan, bahwa proses penuaan yang terjadi pada lansia mengakibatkan penurunan kemampuan fungsional lansia (Miller, 2004). Penurunan kemampuan fungsional dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang (Astuti, 2013). Dari teori-teori tersebut disimpulkan bahwa dilihat dari usianya lansia tua memiliki kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan lansia muda. Lembaga pemasyarakatan memberikan remisi bagi narapidana berusia 70 tahun lebih. Peneliti menganalisa bahwa masih ada hal lain dalam memperlakukan lansia tua, salah satunya pemantauan kesehatan secara berkala oleh tenaga kesehatan lapas. Kesimpulan Karakteristik lansia pada penelitian ini sebagian besar berada pada kelompok lansia muda, Narapidana lansia yang tidak tidak terjadi kekerasan fisik lebih banyak daripada lansia yang terjadi kekerasan fisik. Narapidana lansia yang tidak tidak terjadi kekerasan psikologis lebih banyak daripada lansia yang terjadi kekerasan psikologis. Narapidana dengan kategori lansia tua lebih banyak terjadi kekerasan fisik daripada lansia dengan kategori muda. Daftar Pustaka AgeUK. (2013). Factsheet: Safeguarding older people from abuse. England. Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010).Community Health 218
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
Nursing: Promoting and Protecting Public’s Health 7th Ed.Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. American Psychological Association. (2012). Elder Abuse &Neglect: in search of solution. Washington, DC: American Psychological Association. Benjamin, A. E, Matthias, R. E., (2013). Health & Social Work: Abuse and neglect of clients in agency-based and consumer-directed home care. Silver Spring: Oxford University Press. Tersedia di Basis data tesis dan disertasi ProQuest. (ProQuest document ID: 210549232). Burbank, P. &Smyer, T. (2009). The U.S. Correctional System and the Older Prisoner. Thorofare: SLACK inc. Aileen, W., Carolyn, E. Z., Racilia, Laura, M., Linda, R. P.(2013). Injury Patterns and Causal Mechanisms of Bruising in Physical Elder Abuse. International Association of Forensic Nurses. DeLaune, S. C., Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of Nursing: Standards &practice 4th Ed. Canada: Cengage Learning. Ebersole, P., Hess, P.A, dan Luggen, S. (2004). Toward Human Needs and Nursing Response. Michigan : Mosby. Greifinger, Mellow, Safer, Sterns, &William. (2012). Aging in Correctional Custody: Setting a Policy Agenda for Older Prisoner Health Care. Washington: Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
American Association.
Public
Health
HealthLinkBC. (2014). Abuse and Neglect of Older Adults: Understanding gender differences. Columbia Maurier, F.A. & Smith, C.M. (2005). Community Public Health Nursing Practice: Health for Families and Population: Elseviers Saunders. Phelan, A., &Treacy, M. P. (2011). A Review of Elder Abuse Screening Tools for Use in the Irish Context. Dublin: National Centre for the Protection of Older People. United Nation (UN). (2012). Population Ageing and Development 2012. New York : Population Division Department of Economic and Social Affairs United Nation Potter, P. A., &Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing: Concept, process and practice 7th ed. Saint Louis Missouri: Mosby-Elsevier. Wallace, M. (2008). Essentials of Gerontological Nursing. New York: Springer Publishing Company. World Health Organization. (2002). World Report on Violance and Health. Ganeva: World Health Organization. Situs Internet: Dong, X., Simon, M. (2013). Association between elder abuse and use of ED: findings from the Chicago Health and Aging Project. Philadelphia: Elsevier Limited. Diakses dari 219
Analisis Perilaku Kekerasan Fisik dan Psikologis Kelompok Resiko (Lanjut Usia) Penghuni Lapas, Lapas Kelas I Tangerang
http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2015. 12.028 McDonald, Lynn. (2011). Elder Abuse and Neglect in Canada: The Glass is Still Half Full. Cambridge: Cambridge University Press. Diakses dari http://dx.doi.org/10.1017/S071498081 1000286 National Center on Elder Abuse. (2009). Elder abuse or mistreatment defined. Diakses pada tanggal 27 November 2015, from www.ncea.aoa.gov/NCEAroot/Main_S ite/FAQ/Basics/Definition.aspx
Forum Ilmiah Volume 13 Nomor 3, September 2016
220