Perbedaan Penalaran Moral Pada Penghuni Remaja Lapas Tangerang Di Tinjau Dari Pembinaan Pendidikan Formal Dan Non Formal
Dewi Kania Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27. Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11530.
[email protected] (Dewi Kania, Cornelia Istiani, M.Psi.)
Abstract This study aims to determine the differences in moral reasoning in juvilent deliquent terms based coaching formal and non-formal education. To be undertaken coaching can be beneficial for the juvilent deliquent moral reasoning, so the guidance provided better again. Where the juvilent deliquent really have a stock when they are free and can improve their understanding in order not to return again do anything that can make them fit into prison again. The hypothesis is the presence and absence of moral reasoning differences between adolescents who receive guidance formal and non-formal education. Subjects in this study were children who follow guidance Prison formal and non-formal education in prison tangerang. The number of research subjects were 100 juvilent deliquent consisting of 50 people who follow the formal education and 50 people who follow the non-formal education. Selection of subjects using purposive sampling. From the results of statistical tests using Independent T-test: 0.701 with p0,05 (p> 0.05). With different test results conducted on the above, it can be concluded: there was no significant difference between moral reasoning juvilent deliqunet that follow formal and non-formal training in Tangerang juvilent deliquent. Keywords: Moral Reasoning, Adolescent, Lapas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penalaran moral pada remaja Lapas ditinjau berdasarkan pembinaan pendidikan formal dan non formal. Agar pembinaan yang di lakukan dapat bermanfaat untuk penalaran moral para Andik, sehingga pembinaan yang diberikan lebih baik lagi. Dimana para Andik benar-benar memiliki bekal ketika mereka sudah bebas dan dapat memperbaiki pemahaman mereka agar tidak kembali lagi melakukan perbuatan yang dapat membuat mereka masuk ke dalam Lapas lagi. Hipotesis yang diajukan
adalah ada dan tidak adanya perbedaan penalaran moral antara remaja yang mendapat pembinaan pendidikan formal dan non formal. Subjek dalam penelitian ini adalah anak Lapas yang mengikuti pembinaan pendidikan formal dan non formal didalam Lapas tangerang. Jumlah subjek penelitian sebanyak 100 Andik yang terdiri 50 orang yang mengikuti pendidikan formal dan
50 orang yang mengikuti pendidikan non formal.
Pemilihan subjek menggunakan purposive sampling. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Independent T-test : 0,701 dengan p0,05 (p > 0,05). Dengan hasil uji beda yang dilakukan di atas, maka dapat diambil kesimpulan : tidak ada perbedaan penalaran moral yang signifikan antara andik yang mengikuti pembinaan formal dan non formal di dalam Lapas Tangerang. Kata Kunci : Penalaran Moral, Remaja, Lapas
PENDAHULUAN Setiap tahun fenomena kriminalitas yang dilakukan oleh remaja semakin meningkat. banyak kasus yang di timbulkan oleh remaja yang dapat membuat orang bertanya dimana peran orangtua sebagai pembimbing dan pengayom anak berada. Kenakalan remaja yang sudah seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus dari waktu ke waktu menjadi semakin rumit. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh remaja disebabkan oleh berbagai faktor. Ratnawati (2008) menyebutkan faktor-faktor tersebut antara lain adalah dampak negatif perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan cara hidup, dan kurang memperoleh kasih sayang, bimbingan, dan pengawasan dari orang tua. Di dalam Lapas, andikpas mendapatkan beberapa fasilitas dan pembinaan. Tujuan dari pembinaan adalah agar para Andik tidak mengulangi lagi perbuatannya, menemukan kembali kepercayan dirinya, dan dapat diterima kembali menjadi bagian dari anggota masyarakat. Pembinaan yang dilakukan bertujuan untuk merubah tingkah laku anak didik pemasyarakataan (ANDIKPAS) supaya tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi dan tidak mengulangi perbuatannya. Pendidikan formal : SD, SLTP, dan SLTA, Pendidikian formal dilakukan dengan memberikan pengajaran yang juga diajarkan di bangku sekolah sesuai petunjuk dari Kementrian Pendidikan Nasional agar kemudian anak-anak didik ini dapat mengikuti Ujian Nasional seperti halnya anak-anak di luar Lapas Anak. Pendidikan formal sedikit banyak mempengaruhi moral individu Dalam lingkungan formal ini setiap individu akan
mendapatkan pendidikan yang lebih luas mengenai pedoman dan etika moral kemanusiaan untuk bekalnya dalam menghadapi pergaulan di masyarakat. Pendidikan Non-Formal ,Kejar paket A, B dan C. dimana program ini bertujuan agar anak-anak mendapatkan pengajaran untuk mengikuti ujian kesetaraan paket A, B, C. Pendidikan non-formal lain berupa kesenian yaitu dengan dibentuknya kelompokkelompok musik seperti band, marawis, dan juga angklung. Kedua perbedaan pada pembinaan ini adalah pembinaan formal dimana lebih kepada pemberian materi yang sama seperti pada sekolah umumnya. Dimana pemberian materi lebih padat dan waktu yang diberikan lebih banyak di ruangan. Dimana pendidikan non- formal sendiri adalah pembinaan yang berikan sesuai dengan minat para Andik sendiri, waktu yang diberikan pun lebih flexsibel dan tidak dilakukan setiap hari. Dimana pendidikan berperan penting dengan penalaran moral setiap individu. Sesuai dengan faktor-faktor yang dikemukakan oleh Muslimin yang dapat mempengaruhi penalaran moral itu adalah diskusi antara orangtua, hukuman, dan peran kognitif yang tinggi seperti pendidikan.
METODE PENELITIAN Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sample orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karekteristik tertentu (Djarwanto,1998). Desain penelitian menggunakan kuantitatif yang bersifat non eksperimental, yang menekankan pada jumlah data yang dikumpulkan. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang sebelumnya tidak dimanipulasi terlebih dahulu, baik subyek maupun kondisi lingkungan sekitar. Independent sample t-test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang tidak saling berpasangan atau tidak saling berkaitan. Tidak saling berpasangan dapat diartikan bahwa penelitian dilakukan untuk dua subjek sampel yang berbeda. Prinsip pengujian uji ini adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data, sehingga sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu harus diketahui apakah variannya sama (equal variance) atau variannya berbeda (unequal variance). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan independent sample t-test dimana bertujuan untuk membandingkan rata-rata dua grup yang tidak saling berpasangan atau
tidak saling berkaitan (santoso, 2009). Penelitian ini menggunakan alat ukur DIT (defining issues test) dengan menggunakan skala likert antara satu hingga lima (sangat penting, penting, netral, tidak penting dan sangat tidak penting). Skala likert yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena (Djaali & Muljono, 2008).
HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan subjek pendidikan dalam penelitian ini terdiri dari 2 kategori yaitu pendidikan formal dan non formal. Dalam pendidikan formal (SMA) terdapat 50 subjek, lalu dalam pendidikan non formal (paket c, tamping, band, olahraga, keterampilan, kerohanian, dan marawis).
Tabel. 4.2 Subjek Pendidikan Formal Pendidikan Formal
Frekuensi
Persentasi
SMA
50
100%
Sumber : olah data SPSS 20 Tabel. 4.3 Subjek Pendidikan Non-Formal Pendidikan Non-Formal
Frekuensi
Presentasi
Paket C
8
16%
Tamping
14
28%
Band
12
24%
Olahraga
7
14%
Keterampilan
3
6%
Kerohanian
4
8%
Marawis
2
4%
Total
50
100%
Sumber : olah data SPSS 20
Tabel.4.4 Hasil Uji Hipotesis Jenis
Mean
t
df
kelamin Pendidikan Penalaran
Formal
moral
Pendidikan
Sig (2tailed)
116,10 1,637
98
0,105
108,68
non formal Sumber : olah data SPSS 20
Berdasarkan hasil uji beda dengan menggunakan independent sample t-test didapatkan nilai signifikan menentukan varians adalah 0,701 (>0,05). Karena nilai p>0,05 maka varians kedua kelompok adalah homogen. Nilai Sig (2-trailed) pada equal variance Assumed adalah 0,105 (>0,05). Nilai tersebut p>0,05 maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut dimana penalaran moral pada anak-anak pendidikan formal lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak pendidikan non formal (Mpendidikan formal= 116,10 dan Mpendidikan non formal= 108,68). Berdasarkan hasil yang sudah didapatkan dan dijelaskan dari bab sebelumnya, ada beberapa simpulan yang diperoleh. Perbedaan penalaran moral pada penguni remaja Lapas tangerang di tinjau dari pembinaan pendidikan formal dan non formal dimana dapat dilihat bahwa kedua grup tersebut tidak mempunyai perbedaan terhadap penalaran moral pada anak didik lapas secara signifikan. Hasil pada penelitian ini menunjuka bawha tidak adanya perbedaan penalaran moral pada penghuni remaja Lapas ditinjau berdasarkan pendidikan formal dan non formal. Pada awalnya peneliti berasumsi bahwa akan terdapat perbedaan penalaran moral pada remaja Lapas ditinjau dari pendidikan yang mereka lakukan. Karena berdasarkan pendidikan yang mereka ambil dimana kegiatan formal dan non formal yang dilakukan sangat berbeda, dimana kegiatan formal dilakukan setiap hari dari senin sampai jumat dari jam 7 sampai dengan 11, sedangkan pendidikan non formal sendiri dilakukan pada hari tertentu dan jam tertentu sesuai dengan kegiatan non formal yang mereka jalani. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini bahwa tidak terdapat perbedaan penalaran moral pada anak lapas berdasarkan pembinaan pendidikan yang mereka
lakukan. Karena berdasarkan teori terdapat faktor lain adalah para Andik ini masih tergolong tinggal dalam satu lingkungan yang sama. Dimana pengaruh yang di dapatkan akan sangat kuat karena mereka berkomunikasi satu sama lain dan menjalani aktifitas bersama. Faktor dalam kesempatan pengambilan peran dimana individu sulit untuk memungkinkan mengambil perspektif sosial seperti menerima ide, perasaan. Situasi moral dan konflik moral kognitif.
REFERENSI
Asep Hermawan. (2009). Penelitian bisnis. Jakarta : PT. Grasindo Asik belajar, 2013. Tahap perkembangan piaget. Diunduh pada 15 agustus,2014. dari : http://asikbelajar.com/piaget-dan-teori-tahap-tahap. Bartens. K. (2007). ETIKA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bynum, J. E., & Thompson, W. E. (2001). Juvenile Delinquency: A sociological approach. Boston: Allyn & Bacon. Barus, C. P. (2013).jurnal.usu.ac.id. Sosial ekonomi keluarga dan hubungannya dengan kenakalan remaja di desa lantasan baru kecamatan patumbak kabupaten deli serdang. Desmita, (2008). Psikologi perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosadakarya. Duska R., dan Whelan M. (1982). Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, Terjemahan Dwija Atmaka, Yogyakarta: Kanisius. Djarwanto. (1996). Mengenal beberapa uji statistik dalam penelitian.Liberty. Yogyakarta. Djaali dan Muljono. (2008). Pengukuran dalam bidang pendidikan. Jakarta: PT.Grasindo. Dacey, J., dan Kenny, M. (2001). Adolescent development (2nd ed). New York: Mc Graw Hill. Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo, (Jakarta : Erlangga, 1999) Faza, I. R.(2013). Peran sikap terhadap operasi medis, norma subjektif, persepsi kendali perilaku, dan perilaku masa lalu dalam memprediksikan intensi untuk menjalani operasi medis studi pada pasien kanker dan pasien penyakit jantung. skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Gunarsa, Singgih, D. (2004). Psikologi perkembangan anak, remaja dan keluarga. Jakarta : PT. Gunung Mulia. Handayani, S. (2010). Buku ajar pelayanan keluarga berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Kencana Kurniawan, A. (2009). Belajar mudah SPSS untuk pemula. Yogyakarta: Mediakom. Kartono, K. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: CV Rajawali Kohlberg, Lawrence. (1995).Tahap-tahap perkembangan moral. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Monks,F.J. (2002). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya.Cet.14.: Yogyakarta: Gajah Mada University Muslimin, Z. I. (2004). Penalaran moral pada siswa SLTP umum dan madrasah tsanawiyah. humanitas: Indonesian Psychological Journal Margaretha, (2014). Perkembangan Remaja. Diunduh pada 8 oktober 2014. Dari http://psikologiforensik.com Rahman, Arief, S (2012). Pengaruh pendidikan formal dan informal terhadap prestasi pendidikan. Diunduh pada tanggal 20 November 2014, dari : https://ariefrahmans.wordpress.com/2012/01/01/pengaruh-pendidikan-formalnon-formal-dan-informal-terhadap-prestasi-pendidikan/ Rest, J. R. (1979). Revised Manual for The Defining Issues Test.USA: Mineapolis Minnesota Moral Research Projects. Sari. (2011). Hubungan keharmonisan keluarga dengan penalaran moral pada remaja delinkuen. Skripsi S1. Universitas Sumatera Utara, Medan. Syaifuddin, A. (2008). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santoso, S. (2009). Panduan lengkap menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sarwono. S.W. (2011). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sholichatun, Y. (2011). Stress dan strategi koping pada anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Psikologi islam 8(1), 23-42. Diperoleh tanggal 5 Agustus,2014 dari http://psikologi.uin-malang.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Stres-DanStaretegi-Coping-Pada-Anak-Didik-DiLembaga-Pemasyarakatan-Anak.pdf.
SDP, (2011). Data Terakhir Jumlah Penghuni Perkanwil. Diunduh pada 13 oktober 2014. Dari http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly SRAD, (2014). Society Reaearch In Adult Development. Diunduh pada 20 oktober 2014. Dari http://www.adultdevelopment.org/ Santrock. J.W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup edisi kelima . Jakarta : Erlangga. Tarigan, K. S., & Siregar, A. R. (2013). Gambaran penalaran moral pada remaja yang tinggal di daerah konflik. Psikologia. World Health Organization. (1984). A programming for controlling acute respiratory infection children and memorandum for WHO meeting. Bull. WHO. 62:47-58.