ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA
SKRIPSI
Oleh: ARIEF FERRY YANTO A14105515
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ARIEF FERRY YANTO. Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang. Di bawah Bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA. Sayuran merupakan bahan makanan penting yang diperlukan oleh manusia karena berperan sebagai sumber vitamin dan mineral untuk tubuh, yang berfungsi sebagai pengatur proses metabolisme serta untuk mengatur dan melindungi aringan tubuh. Vitamin dan mineral tersebut sangat penting walaupun diperlukan dalam jumlah yang kecil. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya permintaan akan sayuran dan semakin banyak masyarakat yang mengerti akan arti penting sayuran. Maka perkembangan produksi sayur-sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Jenis sayuran yang mempunyai prospek yang bagus diantaranya : bawang merah, tomat dan wortel. Tomat merupakan komoditas jenis sayur – sayuran yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai kalangan. Tomat pada umumnya dipergunakan sebagai bumbu masakan sehari – sehari, bahan baku industri seperti sambal dan saos, dikonsumsi segar serta digunakan dalam berbagai konsumsi segar serta digunakan dalam berbagai konsumsi rumah tangga, rumah makan sampai hotel. Khusus untuk komoditas tomat secara umum pemerintah menganggap komoditas tersebut mempunyai peluang pasar yang cukup baik dan memiliki peluang nilai tambah yang cukup menguntungkan serta potensi sumber dayanya yang cukup tersedia. Produk Tomat Bandung dalam perencanaan persediaan dibedakan dengan produk biasa. Hal ini terkait dengan karakteristik dari produk pertanian yang memiliki sifat yang mudah rusak dan mudah busuk sehingga masa simpan tidak tahan lama atau pendek, memerlukan suatu pengendalian mutu produk yang dilakukan pada masa yang hampir bersamaan dengan perencanaan dan pengelolaan persediaan baik secara kuantitas maupun biaya. Tingginya permintaan yang tidak dapat diprediksi secara pasti menjadi permasalahan dalam penyediaan produk secara kontinyu. Faktor lain adanya fluktuasi permintaan sayuran itu sendiri, bila jumlah persediaan tidak mencukupi permintaan maka akan mengalami kehilangan penjualan potensial. Faktor – faktor inilah yang akan dipertimbangkan dalam pembuatan suatu kebijakan pengendalian persediaan yang optimal. Salah satu cara untuk menjaga persediaan dalam kapasitas optimal yaitu dengan perencanaan pengendalian persediaan produk itu sendiri. Oleh karena itu perusahaan memerlukan sistem manajemen persediaan yang terencana agar biaya yang dikeluarkan lebih efisien, sehingga perusahaan dapat memperkirakan dengan tepat kapan harus memulai memesan, berapa jumlah tomat Bandung yang dipesan dan frekuensi pemesanan yang harus dipesan. Salah satu contoh perusahaan yang melakukan pengendalian seperti supermarket. Salah satunya supermarket Super Indo Muara Karang. Salah satu cara untuk menjaga persediaan sayuran dalam keadaan optimal adalah dengan mengetahui kemungkinan jumlah yang diminta oleh konsumen. Meramalkan jumlah permintaan dapat dilakukan melalui pendekatan peramalan tingkat penjualan. Walaupun hasil ramalan tidak dapat dengan tepat menduga penjualan periode karena faktor – faktor yang berpengaruh tidak sepenuhnya diperhitungkan, namun metode ini dapat dilakukan untuk memberikan gambaran
kepada pihak manajemen tentang jumlah dan fluktuasi penjualan sayuran periode ke depan. tujuan utama dari peramalan manajemen persediaan adalah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dari manajemen produksi dan inventori. Metode peramalan yang digunakan adalah metode time series, dengan melihat MSE yang terkecil maka model SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 dengan nilai MSE sebesar 5345, merupakan model yang paling sesuai untuk menggambarkan deret data penjualan tomat Bandung untuk 12 bulan ke depan. Sebelum melakukan peramalan maka yang diperlukan identifikasi pola data penjualan bulanan tomat Bandung di supermarket Super Indo dimulai dari bulan Januari 2002 sampai dengan bulan Desember 2007, dengan rentang waktu 72 bulan yang berarti terdapat 72 data penjualan tomat Bandung. Setelah itu, dilakukan identifikasi biaya persediaan yang sebelumnya, yang meliputi biaya pemesanan dan penyimpanan. Hasil analisis kuantitas pemesanan optimal yang dilakukan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) serta dilakukan analisis persediaan pengaman dan analisis titik pemesanan kembali. Berdasarkan hasil perhitungan EOQ diperoleh jumlah pemesanan ekonomis untuk tomat Bandung sebesar 215,91 kg. Dengan diketahui jumlah pemesanan ekonomis ini maka frekuensi pemesanan bisa diketahui, yaitu dengan cara jumlah pemakaian tomat Bandung dibagi dengan hasil ramalan dengan nilai EOQ, maka didapatkan frekuensi pemesanan sebanyak 83 kali pemesanan dalam setahun. Dengan menggunakan model EOQ diperoleh biaya pemesanan tahun 2008 sebesar Rp 1.257.782, sedangkan untuk biaya penyimpanan sebesar Rp 1.263.289 sehingga total biaya persediaan tomat Bandung pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 2.521.071. Dari hasil perhitungan bahwa dengan menggunakan metode EOQ ternyata ada perbedaan yang cukup signifikan antara total biaya persediaan Tahun 2008 dengan Tahun 2007. Penghematan biaya persediaan Rp 677.901 atau 21,19 persen. Dengan menggunakan metode EOQ diperoleh jumlah dan frekuensi pemesanan yang lebih rendah, sehingga biaya persediaan yang keluar menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan total biaya persediaan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan. Dalam menentukan persediaan pengaman, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan (service level approach). Hal ini disebabkan persediaan pengaman yang diterapkan perusahaan masih cukup besar. Jika dibandingkan antara kebijakan perusahaan dalam menetapkan persediaan pengaman dengan kebijakan persediaan pengaman menurut EOQ, akan terlihat selisih biaya yang cukup besar yaitu sebesar Rp 5.039.483,26. Titik pemesan kembali merupakan batas jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana barang persediaan harus dipesan kembali. Dengan jumlah pemesanan optimal sebesar 215,91 kg dan persediaan pengaman 418,63 kg, maka persediaan maksimum 634,54 kg. Titik pemesanan kembali akan dilakukan setelah persediaan tomat Bandung 493,63 kg dengan selang waktu empat hari, sehingga pada waktu tunggu antara 1 sampai 2 hari perusahaan sudah dapat menerima produk yang dipesan. Dengan melakukan perencanaan pengendalian persediaan ini pada akhirnya diharapkan supermarket Super Indo akan dapat menjamin suatu pelayanan yang baik kepada konsumen, dan meningkatkan efisiensi supermarket Super Indo dalam pengendalian persediaannya.
ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG JAKARTA UTARA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ARIEF FERRY YANTO A14105515
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang
Nama
: ARIEF FERRY YANTO
NRP
: A14105515
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir.Juniar Atmakusuma, MS NIP. 130 804 891
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus : Selasa, 29 Januari 2008
PERNYATAAN DENGAN BERJUDUL
INI
SAYA
MENYATAKAN
”ANALISIS
BAHWA
PERENCANAAN
SKRIPSI
YANG
PENGENDALIAN
PERSEDIAAN TOMAT BANDUNG DI SUPERMARKET SUPER INDO MUARA KARANG” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor,
Januari 2008
ARIEF FERRY YANTO
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kotaraya, Sumatera Selatan pada tanggal 07 Februari 1984 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara keluarga Bapak M. Saleh Ibrahim dan Ibu Rosdiyati. Pendidikan formal dimulai di SD Negeri 1 Kayuagung dan lulus pada tahun 1996.
Selanjutnya jenjang pendidikan dilanjutkan di SLTP Negeri 1
Kayuagung dan kemudian berlanjut di SMU Negeri 1 Kayuagung. Pada tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Diploma III Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Program Studi Manajemen Bisnis Perikanan dan selesai Tahun 2005. Pada Tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian
pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mencoba menerapkan metode peramalan Time Series untuk meramalkan volume penjualan untuk periode ke depan, kemudian hasil ramalan penjualan dijadikan dasar untuk membuat perencanaan pengendalian persediaan yang optimal. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu harapan adanya kritik dan masukan yang konstruktif dari para pembaca
Bogor,
Januari 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan doa, perhatian dan kasih sayang yang tak pernah putus. Kakak dan adik, Yuk Rita, K’in, d’yeesy, d’Teza dan Bibi Toy yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. 2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec selaku dosen penguji utama yan telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan mengenai teknik penulisan karya ilmiah yang baik dan benar. 5. Bapak M. Firdaus, SP. Msi. PhD selaku dosen evaluator yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. 6. Santi S. sahabat hati yang selalu setia mendukung dalam suka dan duka, selalu memotivasi dengan tulus dan sabar. 7. Kak Rudi, yang telah memberikan dorongan dan semangat serta yang terkait dalam kelancaran skripsi ini
informasi
8. Yeesy Yolanda (echi), sahabat yang selalu memberikan semangat, untuk terus menyelesaikan skripsi ini. 9. Baim dan ubaydillah, terima kasih atas dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini. 10. Teman – teman kostan : Sudarsono, Jam’an, Fajar, dan Wawan. Selamat berjuang. 11. Kepada seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. 12. Teman-temanku Ekts.MAB’39 : Dimas Satria, Mimank, Rika, Ola’. Terima kasih atas kebersamaan selama ini, semoga kita menjadi orang yang berhasil.
Bogor, Januari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................... 1 Perumusan Masalah ....................................................................................... 7 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 10 Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 10 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Produk ..................................................... 11
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sayuran .......................................................................................... 12 2.1.1 Tomat .................................................................................................. 13 2.2 Penanganan Pasca Panen ............................................................................... 14 2.3 Usaha Eceran.................................................................................................. 17 2.3.1 Jenis-jenis Eceran................................................................................ 17 2.4 Persediaan ..................................................................................................... 18 2.4.1 Jenis-Jenis Persediaan ......................................................................... 19 2.4.2 Fungsi Persediaan ............................................................................... 20 2.4.3 Biaya-biaya Persediaan ....................................................................... 21 2.4.4 Pengendalian Persediaan..................................................................... 22 2.5 Peramalan...................................................................................................... 24 2.6 Metode Peramalan......................................................................................... 25 2.6.1 Metode Peramalan Kualitatif .............................................................. 26 2.6.2 Metode Peramalan Kuantitatif ............................................................ 26 2.6.2.1 Metode Deret Waktu (Time Series)........................................ 27 2.7 Pemilihan Metode Peramalan ...................................................................... 32 2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 33 2.6 Persamaan dan Perbedaan Penelitian ........................................................... 37 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................................... 38 3.1.1 Konsep Peramalan dalam Manajemen Persediaan........................... 38 3.1.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)........................................ 39 3.1.3 Persediaan Pengaman (Safety Stock)................................................ 43 3.1.4 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)...................................... 44 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 45 IV 4.1 4.2 4.3
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 48 Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 48 Metode Analisis Data................................................................................... 49 4.3.1 Identifikasi Sistem Persediaan Bahan Baku Perusahaan ................ 50
4.4
4.5 V 5.1 5.2 5.3
5.4
4.3.2 Pendekatan Peramalan Penjualan Tomat ....................................... 50 Analisis Kuantitatif PengendalianBahan Baku ........................................... 59 4.4.1 Teknik Economic Order Quantity (EOQ)....................................... 59 4.4.2 Analisis Persediaan Pengaman......................................................60 4.4.3 Titik Pemesanan Kembali ..............................................................61 Definisi Operasional...................................................................................61 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Umum Perusahaan ........................................................................63 Struktur Organisasi.....................................................................................64 5.2.1 Sarana dan Prasarana.........................................................................67 Sistem Pengadaan dan Persediaan Tomat Bandung...................................68 5.3.1 Jenis dan Asal Tomat Bandung.......................................................68 5.3.2 Proses Pengadaan Tomat Bandung .................................................69 5.3.3 Proses Penanganan Tomat Bandung ...............................................72 Identifikasi Biaya Persediaan Tomat Bandung ..........................................73
VI 6.1 77 6.2 6.3
PERAMALAN TINGKAT PENJUALAN TOMAT BANDUNG Identifikasi Pola Data Penjualan Tomat Bandung .....................................
VII 7.1 82 7.2
PERENCANAAN PENGENDALIAN TOMAT BANDUNG Proyeksi Biaya Persediaan Tomat Bandung ..............................................
82 7.3 7.4 7.5
Penerapan Metode Peramalan Time Series ................................................ 78 Hasil Ramalan Metode Time Series Terpilih ............................................. 80
Analisis Pengendalian Bahan Baku dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ).......................................................................................... Analisis Persediaan Pengaman................................................................... 85 Analisis Titik Pemesanan Kembali ............................................................ 88 Implikasi Terhadap Manajemen Supermarket Super Indo........................ 90
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ...............................................................................................91 8.2 Saran..........................................................................................................92 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................93 LAMPIRAN ........................................................................................................95
DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Produksi Sayuran Indonesia tahun 2001-2006................................................ 2 2. Jenis dan Jumlah Ritel di Jabotabek Tahun 2005 ........................................... 5 3. Volume Penjualan Sayuran di Supermarket Super Indo Muara Karang Per Bulan Tahun 2007..................................................................................... 9 4. Penelitian-penelitian Terdahulu ...................................................................... 37 5. Kriteria dan Volume Sayuran di Supermarket Super Indo ............................. 67 6. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Tomat Bandung Tahun 2007 ..... 74 7. Tingkat Persediaan Rata – rata Tomat Bandung Tahun 2007......................... 74 8. Komponen Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2007.......................75 9. Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2007...........................................................................76 10. Nilai MSE Beberapa Model Peramalan Penjualan Buah Tomat Bandung ...79 11. Proyeksi Penjualan Tomat Bandung Tahun 2008...........................................81 12. Proyeksi Biaya Pemesanan Tomat Bandung Tahun 2008 ..............................82 13. Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2008........83 14. Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Tomat Bandung.............................83 15. Frekuensi Pemesanan Optimal Tomat Bandung .............................................84 16. Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Tahun 2008 ............84 17. Perhitungan Penghematan Biaya Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang .....................................................85 18. Waktu Tunggu Rata – Rata dan Standar Deviasi Periode 2008......................86 19. Tambahan Biaya Penyimpanan karena Adanya Persediaan Pengaman Periode Tahun 2007 dan 2008.......................................................87 20. Persediaan Maksimum Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Berdasarkan Model EOQ Tahun 2008............................................................88 21. Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Periode Tahun 2008 .........................88
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Volume Penjualan Sayuran Per Bulan Tahun 2007......................................... 9 2. Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan.................................... 41 3. Tingkat Persediaan Versus Waktu dalam EOQ ............................................... 42 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 47 5. Struktur Organisasi Super Indo Muara Karang................................................ 64 6. Pola PengirimanTomat Bandung supermarket Super Indo.............................. 70 7. Plot Data Penjualan Tomat Bandung Tahun 2002-2007 .................................77 8. Rencana Operasi Pengendalian Persediaan Tomat Bandung Tahun 2008.......89
I PENDAHULUAN
1.2
Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hortikultura tropika yang berlimpah
berupa keanekaragaman genetik yang luas. Keanekaragaman sumber daya lahan, iklim dan cuaca dapat dijadikan suatu kekuatan untuk menghadapi persaingan yang makin ketat dalam agribisnis hortikultura di masa depan. Sayuran merupakan bahan makanan penting yang diperlukan oleh manusia karena berperan sebagai sumber vitamin dan mineral untuk tubuh, yang berfungsi sebagai pengatur proses metabolisme serta untuk mengatur dan melindungi jaringan tubuh. Vitamin dan mineral tersebut sangat penting walaupun diperlukan dalam jumlah yang kecil. Produk sayuran memiliki ciri-ciri antara lain : (1) dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan hidup atau segar, sehingga bersifat mudah rusak (perishable); (2) komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air, bukan oleh kandungan bahan kering (dry matter); (3) produk sayuran bersifat meruah atau memerlukan banyak tempat karena ukurannya besar (voluminous atau bulky) sehingga sulit dan mahal dalam pengangkutannya (Harjadi, 1989). Berdasarkan data produksi dan luas panen sayuran Indonesia tahun 20012006, menunjukkan bahwa perkembangan produksi sayur-sayuran di Indonesia cenderung mengalami peningkatan (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena semakin tingginya permintaan akan sayuran dan semakin banyak masyarakat yang mengerti akan arti penting sayuran.
Meningkatnya produksi sayuran juga
dikarenakan adanya peningkatan taraf penghasilan masyarakat, teknologi pertanian yang maju sehingga berdampak terhadap produksi sayuran.
2
Tabel 1 Produksi Sayuran Indonesia tahun 2001-2006 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006* Rata-Rata
Produksi (Ton) 6.919.624 7.144.745 8.574.870 9.059.676 9.101.986 9.089.499 8.315.067
Luas Panen (Ha) 794.033 824.361 913.445 977.552 944.695 932.531 897.769
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006 (diolah). Keterangan : *Data Sementara
Jenis sayuran yang mempunyai prospek yang bagus di antaranya : bawang merah, tomat dan wortel (Tugiyono, 2007). Direktorat Pengembangan Usaha Hortikultura melaporkan bahwa produksi nasional tomat Tahun 2002-2006 mengalami fluktuasi, rata – ratanya berturut – turut adalah 790.126 ton, 657.459 ton, 626.872 ton, 647.020 ton dan 678.526 ton. Fluktuasi produksi tersebut kemungkinan disebabkan beberapa hal antara lain kultur teknis yang kurang baik dan pengendalian hama dan penyakit yang kurang efisien. Tanaman tomat perkembangannya menyebar luas ke daerah – daerah dalam hal produktivitas seperti di Jawa Barat dan di luar Jawa. Daerah sentra produktivitas tomat yang termasuk ke lima besar Tahun 2006 adalah Jawa Barat (20.25 Ton/Ha), Sumatera Utara (21.34 Ton/Ha), dan Sumatera Barat (16,66 Ton/Ha). Dengan demikian bahwa Sumatera Utara merupakan mempunyai produktivitas tomat terbesar di Indonesia pada tahun 2006. (BPS dan Direktorat Jenderal Bina Produksi, 2006). Sebagai salah satu komoditas hortikultura unggulan, tomat secara umum mempunyai prospek yang cukup cerah. Peluang pasar baik dalam negeri maupun luar negeri masih sangat terbuka dan menjajikan. Hal ini dapat diketahui selama periode 1998-2003 volume ekspor tomat Indonesia sudah mencapai 8.623.263 Kg
3
dengan nilai ekspor sebesar US $ 2.272.346 atau rata – rata per tahun sebesar 1.437.211 Kg dengan nilai US $ 378.724,3. Sedangkan volume ekspor tomat selama kurun waktu yang sama mencapai 2.090.407 Kg dengan nilai US $ 806. 585 tanpa Tahun 2001. Secara umum perkembangan ekspor maupun impor mengalami peningkatan, apabila semakin tinggi produksi tomat nasional, maka pengeluaran devisa negara untuk mengimpor tomat Tomat merupakan komoditas jenis sayur – sayuran yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai kalangan. Tomat pada umumnya dipergunakan sebagai bumbu masakan sehari – hari, bahan baku industri seperti sambal dan saos, dikonsumsi segar serta digunakan dalam berbagai konsumsi segar serta digunakan dalam berbagai konsumsi rumah tangga, rumah makan sampai hotel. Khusus untuk komoditas tomat secara umum pemerintah menganggap komoditas tersebut mempunyai peluang pasar yang cukup baik dan memiliki peluang nilai tambah yang cukup menguntungkan serta potensi sumber dayanya yang cukup tersedia (BPS dan Direktur Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2007). Kegiatan agribisnis termasuk pada komoditas sayur-sayuran terutama tomat. Tomat memiliki karakteristik yang mudah rusak dan sifatnya tidak tahan lama sehingga dilakukan penanganan yang lebih baik. Penanganan merupakan bagian penting yang dapat mempengaruhi keseluruhan arus barang.
Pada
dasarnya penanganan diperlukan untuk mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan.
Penanganan juga diperlukan dalam kegiatan
agribisnis, karena penanganan bertujuan untuk memperkecil kehilangan dan kerusakan produk. Akhirnya keberhasilan penanganan tidak hanya dirasakan oleh produsen karena memperkecil kerusakan produk, tapi juga dirasakan oleh
4
supermarket karena komoditas sayuran yang akan dibeli dari produsen merupakan mutu yang terbaik. Suatu supermarket besar penting memiliki kepentingan untuk menangani komoditas tomat karena kebutuhan dalam memberikan pelayanan kelengkapan yang terbaik untuk para konsumennya. Hal ini dapat juga dikaitkan dengan konsep one stopped shopping dimana konsumen dapat memenuhi semua kebutuhan barang konsumsi, termasuk produk pangan segar yang biasanya hanya ditemui di pasar tradisional. Supermarket juga perlu untuk mengetahui jumlah pembelian dan persediaan sayuran yang tepat dikarenakan jumlah persediaan yang terlalu besar, mengakibatkan
besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan. Apabila persediaan sayuran yang disediakan terlalu sedikit maka dapat
menyebabkan
terjadinya
kekurangan
persediaan,
sehingga
dapat
menghambat kinerja manajemen persediaan, dan dalam hal ini menjadi suatu kendala dari Supermarket Super Indo. Supermarket Super Indo merupakan salah satu bisnis eceran yang ada di Indonesia. Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa supermarket Super Indo merupakan bisnis eceran dengan ritel terbanyak pada periode Tahun 2005. Hal ini ada konsistensi pada manajemen untuk mengembangkan bisnis eceran yang lebih maju. Bisnis eceran di Indonesia diramaikan dengan munculnya pasar swalayan, departemen store atau tempat-tempat perbelanjaan lainnya.
Seiring dengan
berjalannya waktu, berbagai pengecer telah banyak bermunculan di Indonesia, baik berbentuk perusahaan sendiri maupun grup dari perusahaan yang telah berkembang lebih dahulu. Para ritel lokal juga mulai mengembangkan bisnisnya,
5
baik dalam bentuk hypermarket, supermarket, minimarket maupun pengecer kecil tradisional. Tabel 2 Jenis dan Jumlah Ritel di Indonesia Tahun 2005 Jenis
Minimarket
Supermarket
Toko Cash and Carry Hypermarket
Nama ACI Alfamart Rumah Matahari Narajaya Warung IR Pasar Prima Starmart Indomart Alfa Diamond Hero Super Indo Yogya Matahari Ramayana Sogo Ranch Market Makro Goro Indogrosir Carrefour Club Store Giant
Jumlah 13 392 6 5 9 38 38 546 10 3 43 52 4 29 20 3 3 6 3 3 10 4 6
Sumber: Deperindag, 2006 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat jumlah ritel yang ada di Indonesia. Jenis ritel yang ada di Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu minimarket, supermarket, toko cash and carry, dan hypermarket. Diantara keempat jenis ini paling banyak outlet yang tersebar di Jabotabek adalah minimarket. Kenaikan jumlah minimarket disebabkan karena apabila mendirikan sebuah outlet minimarket tidak dibutuhkan tempat yang luas, dengan frekuensi pertambahan jaringan relatif cepat dan penyebaran yang cukup luas, baik melalui pola pengelolaan sendiri (reguler) maupun melalui kerjasama waralaba. Salah satu
6
jenis ritel yang terus berkembang selain minimarket adalah supermarket. Pada masyarakat golongan kelas menengah inilah peningkatan pendapatan yang terjadi diharapkan akan meningkatkan konsumsi barang kebutuhan sehari-hari di supermarket. Hal ini disebabkan karena supermarket memiliki berbagai fasilitas yang memberikan kenyamanan dibandingkan dengan pasar-pasar tradisional. Pada penjualan produk segar sangat berkaitan berkaitan dengan pengendalian mutu. Kepentingan konsumen terhadap mutu terbukti pada penelitian Novanda (2003) yang menyimpulkan bahwa kualitas produk segar yang ditawarkan merupakan faktor kedua dalam memilih suatu toko pangan segar kelas menengah, setelah faktor kedekatan lokasi tempat tinggal. Hasil penelitan tentang kepentingan konsumen akan aspek mutu dalam pembelian sayuran yang baik tersebut, dapat dijadikan pertimbangan oleh Supermarket Super Indo dalam pengendalian persediaan sayur-sayuran. Oleh karena itu, dalam upaya menghadapi persaingan pasar, maka Supermarket Super Indo diharapkan mampu menghasilkan produk segar yang berkualitas dan sesuai dengan permintaan pasar. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya perencanaan produksi yang baik. Salah satu cara perencanaan produksi yang baik adalah dengan cara analisis pengendalian persediaan produk. Tomat Bandung dalam hal ini Supermarket Super Indo harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan permintaan dengan ketersediaan barang di gudang. Sehingga perusahaan Super Indo menjadi perusahaan pengecer terbesar yang mampu bersaing dan merebut pangsa pasar degnan meningkatkan kemampuan menghasilkan keuntungan/laba.
7
1.2
Perumusan Masalah Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan penanganan dan
pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan adanya jaminan tersedianya persediaan sayuran yang tepat pada waktunya, baik kuantitas maupun kualitasnya. Supermarket Super Indo bergerak pada bisnis ritel. Super Indo terus berkembang dan berusaha untuk memuaskan kebutuhan dan memudahkan pelanggan, untuk belanja produk-produk berkualitas dengan harga yang ekonomis. Supermarket Super Indo mempunyai gudang fresh yang merupakan tempat menyimpan bahan-bahan makanan segar seperti buah-buahan, sayursayuran, daging segar, ayam segar serta sea food, yang dilengkapi dengan alat pendingin agar barang yang disimpan tidak cepat rusak. Pada kegiatan yang dilakukan pada supermarket Super Indo, manajemen persediaan sayuran berbeda dari produk biasa. Karakteristiknya yang mudah rusak dan mudah busuk berkaitan dengan pendeknya masa penyimpanan, memerlukan suatu pengendalian mutu produk yang dilakukan pada masa yang hampir bersamaan dengan perencanaan dan pengelolaan persediaan baik secara kuantitas maupun biaya. Serta permintaan yang tidak dapat diprediksi secara pasti menjadi permasalahan dalam penyediaan produk secara kontinyu. Sistem pembayaran produk segar yang bukan konsinyasi sehingga barang yang tidak terjual menjadi resiko kerugian pihak supermarket Super Indo. Unsur biaya dan jumlah kerusakan akan diperhitungkan dalam biaya persediaan pada
8
persediaan produk segar. Begitu pula dengan jumlah kerusakan tomat Bandung akan turut diperhitungkan dalam membuat kebijakan pengendalian persediaan optimal. Identifikasi awal pada proses persediaan produk sayur-sayuran akan diperlukan untuk mengetahui seluruh kegiatan dalam manajemen persediaan tomat Bandung di Supermarket Super Indo. Masalah lain yang berkaitan dengan persediaan tomat Bandung adalah jumlah dan waktu persediaan barang. Faktor utama yang dipertimbangkan adalah karakteristik sayuran yang bersifat mudah rusak dan mudah busuk sehingga tidak dapat tersimpan dalam waktu yang lama.
Biaya penyimpanan menjadi
konsekuensi dalam hal tersebut. Faktor lain adanya fluktuasi permintaan tomat Bandung itu sendiri, bila jumlah persediaan tidak mencukupi permintaan maka akan menyebabkan Supermarket Super Indo mengalami kehilangan penjualan potensial. Faktor – faktor inilah yang akan dipertimbangkan dalam pembuatan suatu kebijakan pengendalian persediaan yang optimal. Berdasarkan data volume penjualan beberapa jenis sayuran di Superindo seperti tertera pada Tabel 3, diketahui bahwa penjualan sayuran tiap bulannya mengalami fluktuasi dikarenakan produksi sayuran tidak menentu, ada yang musiman dan tidak menjamin persediaannya disaat yang dibutuhkan. Faktor lain adanya hari besar keagamaan sehingga terjadinya peningkatan volume penjualan Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa volume penjualan tomat Bandung paling banyak dibandingkan dengan penjualan yang lainnya. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 1, bahwa volume penjualan paling banyak dengan jumlah penjualan yang lebih berfluktuasi dibandingkan produk sayur yang lainnya.
9
Tabel 3. Volume Penjualan Sayuran di Supermarket Super Indo Muara Karang Per Bulan Tahun 2007 Pemakaian Bahan Baku (Kg) Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agsts Sept Okt Nov Des Total
Tomat Bandung
Kentang Besar
1.246,139 1.387,372 1.391,340 1.541,656 1.548,470 1.355,160 1.483,060 1.507,823 1.553,263 1.668,272 1.554,050 1.302,319 17.797,924
Jenis Sayuran Bawang Bawang Merah Putih
1.096,886 964,809 1.082,376 995,178 1.044,128 885,108 1.011,334 927,658 1.030,425 1.038,871 813,673 638,583 11.529,029
652,074 747,810 711,024 695,150 479,461 516,224 543,576 653,541 724,962 763,581 703,642 457,840 7.648,885
543,474 575,838 510,934 505,662 506,406 480,094 509,762 511,435 530,486 562,682 541,024 407,653 6.185,450
195,420 201,438 211,070 195,562 226,256 191,051 158,370 134,106 146,021 235,412 204,931 104,602 2.204,239
Jenis Sayuran Tomat Bandung
1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0 O kt
Ju li
Jenis Sayuran Kentang Besar A pr il
Ja n
Wortel Sayur
Jenis Sayuran Bawang Merah
Gambar 1. Volume Penjualan Sayuran Per Bulan Tahun 2007 Sumber : Manajemen Supermarket Super Indo Muara Karang
Salah satu cara untuk menjaga persediaan dalam kapasitas optimal yaitu dengan perencanaan pengendalian persediaan produk itu sendiri.
Hal ini
dilakukan terutama karena adanya keterkaitan antara jumlah kerusakan yang terjadi dengan faktor jumlah persediaan yang ada dan kinerja penanganan produk sayuran, sehingga jumlah kerusakan dapat diperkirakan dan diperhitungkan sebelumnya dalam penyimpanan persediaan. Pengendalian persediaan yang
10
optimal diharapkan dapat memberikan alternatif pengendalian persediaan yang akan memberikan biaya total yang minimum. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem persediaan tomat Bandung yang diterapkan di Supermarket Super Indo? 2. Bagaimana proses kegiatan pengadaan persediaan tomat Bandung yang akan dilakukan di Supermarket Super Indo?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah 1. Mengidentifikasi proses pengadaan persediaan produk tomat Bandung di Supermarket Super Indo. 2. Menganalisis kebijakan perusahaan mengenai sistem perencanaan persediaan tomat Bandung di Supermarket Super Indo. 3. Menganalisis persediaan pengaman, waktu pemesanan kembali dan penghematan biaya persediaan tomat Bandung yang dapat dicapai dengan menggunakan perencanaan yang tepat.
1.6
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak
manajemen Supermarket Super Indo dalam pengambilan kebijakan perencanaan pengendalian persediaan produk tomat Bandung, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pentingnya pengelolaan barang
11
yang sistematis untuk efektivitas dan efisiensi perusahaan. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki serta sebagai sarana memperluas pengetahuan, bagi pihak lain diharapkan dapat sebagai sumber informasi yang bermanfaat.
1.7
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Produk Analisis pengendalian dan persediaan hanya mengambil sebagian
komoditi sayuran dengan jenis dan kriteria tertentu diantaranya wortel, bawang merah, bawang putih, kentang dan tomat Bandung. Berdasarkan kondisi yang terjadi di lokasi pada periode tertentu. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih sayuran dengan ketersediaan, dan penjualan tertinggi sepanjang tahun dan musiman tanpa diketahui secara pasti varietasnya. Jenis sayuran yang diteliti yaitu tomat Bandung yang ada di Supermarket Super Indo Muara Karang.
12
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Sayuran Sayuran merupakan salah satu tanaman hortikultura di samping buah-
buahan, tanaman hias dan tanaman obat. Pada awalnya istilah hortikultura dikenal di Eropa Tengah. Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus yang berarti kebun dan colare yang berarti membudidayakan. Secara harfiah hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan tanaman kebun. Sayur-sayuran dibutuhkan manusia untuk beberapa macam manfaat. Kandungan aneka vitamin, karbohidrat, dan mineral pada sayur-sayuran tidak dapat disubstitusi dengan makanan pokok. Menurut Nazaruddin (2000), jenis – jenis sayuran berdasarkan dataran dapat digolongkan menjadi sayuran dataran tinggi dan sayuran dataran rendah, yaitu: 1. Sayuran dataran tinggi Sayuran ini memiliki penyesuaian yang baik pada tanah yang dingin dan lembab. Penyerapan air pada suhu rendah dapat terlaksana dengan baik. Pada umumnya sayuran dataran tinggi dikonsumsi pada bagian vegetatifnya seperti daun, kuncup, batang, atau bagian yang berada di permukaan tanah. Sayuran dataran tinggi memiliki daerah perakaran yang dangkal. Biasanya hanya sampai pada kedalaman 60 cm, dikarenakan adanya penyesuaian dengan ketersediaan air tanah yang lebih banyak pada lapisan atas. Paprika, kubis dan selada merupakan contoh dari beberap sayuran yang terdapat pada dataran tinggi. Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan paprika berkisar 500-1500m dpl. Di Indonesia tanaman ini cocok di tanam di daerah dataran tinggi Cipanas, Sukabumi, Garut, Cisarua,
13
Brastagi dan Lembang. Sedangkan bagi kubis dengan ciri – ciri iklim yang sejuk dengan ketinggian berkisar 1000-2000 m dpl. Curah hujan antara 1000-1500 mm/th, dengan suhu berkisar 15-25 0C. 2.
Sayuran dataran rendah Sayuran ini peka terhadap suhu rendah karena dapat menghambat laju
pertumbuhan tanaman. Bagian yang dikonsumsi pada sayuran rendah umumnya adalah buahnya. Sayuran dataran rendah memiliki daerah perakaran yang relatif dalam seperti kacang panjang, mentimun dan terong. Sayuran seperti kacang panjang agar dapat tumbuh dengan baik membutuhkan tanah yang gembur dan kaya akan bahan organik. Kacang panjang bisa ditanam di lahan tegalan, lahan sawah, maupun pekarangan. Lahan terbuka di dataran rendah sangat disukai tanaman kacang panjang. Di dataran rendah mentimun juga akan tumbuh dengan baik dengan syarat tanah yang bereaksi mendekati normal (pH 6-7). Terung juga banyak diusahakan di dataran rendah dengan ketinggian tempatnya dari 1-1200 m dpl. Terung juga toleran terhadap tanah-tanah yang miskin hara. Khusus untuk tomat dapat dibudidayakan di kedua dataran tersebut, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.
2.1.1
Tomat Tanaman tomat termasuk kelas Dicotyledonneae (berkeping dua), tanaman
ini memiliki akar tunggang dengan akar samping yang menjalar di seluruh permukaan atas, sedangkan bunganya berjenis dua dengan 5 buah kelopak berwarna hijau. Jenis tomat beraneka ragam seperti bulat pipih yang biasa dikenal tomat biasa (lycopersicum commune), jenis tomat ini sangat cocok ditanam
14
didataran rendah; jenis tomat apel (Lycopersicum pyriforme) sangat cocok ditanam di daerah pegunungan; tomat kentang (Lycopersicum grandifolium), tomat keriting (Lycopersicum validum) serta jenis yang kecil seperti kelereng yang disebut juga tomat cherry. Tomat dapat ditanam di dataran tinggi dan juga di dataran rendah, namun di daerah yang bertanah basah dan banyak curah hujan pertumbuhannya kurang baik. Menurut Tugiyono (2007), tomat dapat dipanen setelah berumur 90 – 100 hari sesudah semai yaitu buah yang telah masak di pohon, Atau 8-10 hari sebelum menjadi masak (berwarna merah). Umur petik tergantung varietas tomat yang ditanam dan kondisi tanaman. Panen dapat dilakukan beberapa kali, yaitu antara 10-15 kali pemetikan buah dengan selang 23 hari sekali. Pemetikan juga dapat dilakukan pagi atau sore hari. Pada waktu pemanenan buah yang dipetik tidak boleh terjatuh atau terluka. Karena hal ini dapat menurunkan kualitas dan dapat menjadi sumber masuknya bibit penyakit. Tomat yang telah masak dimasukkan ke dalam alat pendingin dengan suhu 5100C sehingga tomat tersebut tahan lama. Tanaman tomat banyak mengandung vitamin dan mineral. Tomat juga berfungsi untuk menurunkan berat badan dikarenakan terdapat zat – zat kandungan di dalamnya yang cukup bergizi tetapi tidak menggemukkan seperti karoten (vit. A); Thiamin (Vit. B3); Riboflavin (Vit. B2, Asam Askorbat (Vit. C); Protein; Karbohidrat; Lemak; Kalsium (Ca); Fosfor(P) serta Zat besi (Fe).
2.2
Penanganan Tomat Bandung Menurut Sudjadi (1998), bahwa program penelitian pasca panen
hortikultura diarahkan untuk mendapatkan paket teknologi tentang penanganan
15
primer sebagai program jangka pendek
dan penanganan atau pengolahan
sekunder sebagai program jangka panjang. 1. Penelitian mengenai penanganan primer Digunakan untuk mendapatkan informasi dan data fisik, data fisiologis dan data biologis. Data tersebut diperlukan dalam menentukan bahan baku yang cocok dan bermutu tinggi serta mengetahui penyebab terjadinya kehilangan hasil sebelum panen sampai ke tangan konsumen bagi produk untuk konsumsi segar. 2. Penelitian mengenai penanganan sekunder Diarahkan untuk mendapatkan data mengenai bahan baku yang cocok dan bermutu untuk konsumsi langsung maupun untuk pengolahan selanjutnya yang berupa data fisik dan data kimiawi. Data fisik mencakup data mengenai bentuk warna, dan kekerasan.
Data kimiawi meliputi data mengenai
komposisi kimia dan nilai gizi. Pada saat tomat Bandung telah sampai di gerai (Outlet) di supermarket Super Indo, harus segera dilakukan penanganan agar mutunya dapat dipertahankan tetap tinggi serta berbagai bentuk kehilangan dapat dikurangi atau mungkin ditiadakan. Secara garis besar sistem penanganan tomat Bandung yang biasa diterapkan sebagai berikut : a. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan residu pestisida. Namun, hal ini tidak dilakukan pada tomat Bandung yang teksturnya lunak dan mudah lecet atau rusak.
16
b. Sortasi Sortasi dilakukan untuk memisahkan tomat Bandung yang mutunya rendah (ukuran terlalu kecil, kematangan tidak sesuai, rusak, lecet, memar dan busuk). c. Grading Grading adalah suatu operasi memisah-misahkan tomat Bandung berdasarkan kelas mutunya, dapat berdasarkan ukuran, baik volumenya maupun ukuran panjang, tingkat kematangan dan warna. d. Pengemasan dan Pengepakan Pengemasan tomat dilakukan agar terhindar dari kerusakan akibat gesekan atau benturan sehingga mutunya dapat dipertahankan. Pengemasan dilakukan dengan terlebih dahulu membungkus tomat Bandung (kemasan primer, biasanya berupa plastik atau kertas) dan kemudian diikuti dengan kemasan sekunder yang berupa karton atau kotak kayu. Selanjutnya karton atau kotak kayu tersebut disimpan diatas suatu palet untuk kemudian dikirim ke ruang pendingin. e. Pendinginan (cooling) Proses pendinginan (cooling) sering kali disebut precooling untuk membedakan dengan proses penyimpanan dingin (cool storage). Pendinginan dimaksudkan adalah untuk (1) menghilangkan panas (yang berasal dari lapangan); (2) memperlambat respirasi; (3) menurunkan kepekaan terhadap serangan mikroba; (4) mengurangi jumlah air yang hilang dan (5) memudahkan pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin atau transportasi yang berpendingin.
17
2.3
Usaha Eceran Kotler (2005) menyatakan usaha eceran (retailing) meliputi semua
kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Pengecer atau toko eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran.
2.3.1
Jenis-jenis Eceran Jenis-jenis toko baru memenuhi preferensi konsumen yang sangat
berbeda-beda untuk tingkat layanan dan layanan khusus. Para pengecer dapat memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat layanan (Kotler, 2005) : 1. Swalayan (self-service) : Swalayan adalah landasan semua usaha diskon. Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukan, membandingkan dan memilih sendiri guna menghemat uang. Jenis-jenis yang termasuk dalam usaha swalayan adalah toko barang khusus, toko serba ada, pasar swalayan, toko kenyamanan (Convenience), toko diskon, pengeccer potongan harga, toko pabrik (Factory Outlets) dan pasar hiper (Hypermarket). 2. Swapilih (Self Selection) : Para pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan. 3. Pelayanan terbatas (Limited Service) : Pengecer ini menjual lebih banyak barang belanja, dan pelanggan memerlukan lebih banyak informasi serta bantuan. Toko-toko itu juga menawarkan jasa (seperti kredit dan hak mengembalikan barang).
18
4. Pelayanan penuh (full service) : Pramuniaga siap untuk membantu dalam tiap tahap dari proses menemukan, membanding dan memilih. Pelanggan yang suka dilayani akan memilih jenis toko ini. Biaya karyawan yang tinggi, ditambah dengan jumlah barang khusus yang tinggi dan jenis barang yang peruputarannya lambat dan banyaknya jasa, menyebabkan eceran yang berbiaya tinggi.
2.4
Persediaan Persediaan menurut Handoko (2000) adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya - sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan sumber daya mungkin internal ataupun eksternal. Kegunaan persediaan bahan baku sampai bahan jadi menurut Assauri (1993) : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan barang datang 2. Menghilangkan resiko barang yang dipesan rusak 3. Menumpuk barang yang dihasilkan secara musiman 4. Menjamin kelancaran arus produksi 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal 6. Memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan 7. Memberikan jaminan barang selalu ada 8. Membuat pengadaan / produksi
19
2.4.1 Jenis-Jenis Persediaan Menurut Handoko (2000), setiap jenis mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaannya yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas: 1. Persediaan bahan mentah (raw materials), Persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu dan komponenkomponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), Persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) Persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in process) Persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods) Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
20
2.4.2
Fungsi Persediaan Persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan
penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu faktor waktu, faktor ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaannya dan faktor ekonomis (Yamit, 2005). 1. Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time). 2. Faktor ketidakpastian waktu datang dari supplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan. 3. Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat dan berbagai kondisi lainnya.
Persediaan dilakukan
untuk mengantisipasi ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya tersebut. 4. Faktor ekonomis adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Pembelian dalam jumlah besar memungkinkan perusahaan mendapatkan potongan harga yang dapat menurunkan biaya. Selain itu pemesanan dalam jumlah besar dapat pula menurunkan biaya karena biaya transportasi per unit menjadi lebih rendah. menjaga stabilitas dan fluktuasi bisnis.
Persediaan diperlukan untuk
21
2.4.3
Biaya-biaya Persediaan Menurut
Handoko,
(2000)
Pengambilan
keputusan
yang
akan
mempengaruhi besarnya jumlah persediaan, unsur-unsur biaya variabel yang akan dipertimbangkan sebagai berikut : 1. Biaya Penyimpanan (holding costs atau carrying costs) Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah Biaya fasilitasfasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin); biaya modal yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan; biaya keusangan; biaya penghitungan dan konsiliasi laporan; biaya asuransi persediaan; biaya pajak persediaan; biaya pencurian; pengrusakan atau perampokan serta biaya penanganan persediaan 2. Biaya Pemesanan (order costs atau procurement costs) Biaya-biaya pemesanan tidak tergantung dari jumlah yang dipesan tetapi frekuensi pemesanan. Biaya-biaya pemesanan yang terperinci meliputi : Pemroses pesanan dan biaya ekspedisi; upah; biaya telepon; pengeluaran surat menyurat; biaya pengepakan dan penimbangan; biaya pemeriksaan atas penerimaan; biaya pengiriman barang serta biaya hutang lancar.
Biaya
pemesanan total per periode (tahunan) adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
22
3. Biaya Penyiapan (Manufacturing) Bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri oleh perusahaan, maka akan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari : Biaya mesin-mesin menganggur; biaya persiapan tenaga kerja langsung; biaya scheduling; biaya ekspedisi. 4. Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan Biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada waktu diperlukan bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : Kehilangan penjual; kehilangan pelanggan; biaya pemesanan khusus; biaya ekspedisi; selisih harga; terganggunya operasi; tambahan pengeluaran kegiatan manajerial Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek, terutama karena kenyataan bahwa biaya ini sering merupakan opportunities costs, yang sulit diperkirakan secara obyektif. Dalam menilai suatu persediaan ada beberapa cara yang tepat dapat digunakan, diantaranya adalah :
2.4.4 Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan komponen rakitan, bahan baku dan barang hasil (produk) sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan dengan efektif dan efisien (Assauri, 1993). Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan menimbulkan
23
kerugian dalam perusahaan. Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan, penurunan nilai, besarnya dana untuk investasi lain berkurang, dan juga kenaikan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan meningkat. Kekurangan persediaan akan menganggu jalannya proses produksi, tidak dapat memenuhi kepuasan pelanggan dengan baik, dan meningkatnya biaya pemesanan sejalan dengan meningkatnya frekuensi pembelian persediaan. Menurut Assauri (1993) tujuan pengendalian persediaan dinyatakan sebagai usaha untuk: 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan berakibat pada biaya pemesanan yang menjadi besar. Kebijaksanaan dalam pengendalian persediaan perlu ditetapkan dalam rangka pengaturan persediaan bahan, baik mengenai pemesanannya, maupun mengenai tingkat persediaan yang optimum. Kebijaksanaan mengenai pemesanan bahan baku meliputi penentuan mengenai bagaimana cara pemesanannya, berapa jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis serta kapan pemesanan tersebut dilakukan. Sedangkan dalam kebijaksanaan mengenai tingkat persediaan perlu ditentukan besarnya persediaan pengaman yang merupakan persediaan
24
minimum, besarnya persediaan pada waktu pemesanan kembali dilakukan, dan besarnya persediaan maksimum (Assauri, 1993). Persediaan pengaman merupakan batas jumlah persediaan terendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan. Pemesanan standar merupakan banyaknya bahan baku yang dipesan dalam jumlah tetap untuk suatu periode yang telah ditentukan. Pemesanan ini berdasarkan atas pertimbangan efisiensi biaya persediaan yang minimum. Pentingnya pengendalian persediaan bagi usaha eceran sangat diperlukan sekali, dikarenakan persediaan yang tetap ada digunakan untuk antisipasi dari fluktuasi permintaan dari konsumen.
2.5 Peramalan Assauri (1993),
memberikan definisi peramalan sebagai suatu proses
memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi secara masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil.
Peramalan sangat penting penggunaannya dalam
berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Peramalan merupakan kegiatan untuk menduga apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Ada tiga langkah peramalan yang dianggap penting.
Pertama,
menganalisis data yang lalu dengan cara membuat tabulasi untuk menentukan pola dari data tersebut. Kedua, menentukan metode peramalan yang akan digunakan, yang dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dari kenyataan yang terjadi atau metode yang akan menghasilkan penyimpangan terkecil. Ketiga,
25
memproyeksikan data yang lalu dengan metode peramalan yang digunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan. Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horizon waktu masa depan yang mendasarinya. Menurut Render dan Heizer (2001), tiga kategori peramalan yang bermanfaat bagi manajer operasi adalah : 1. Peramalan jangka pendek.
Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi
umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat produksi. 2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga satu tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas, dan menganalisis rencana operasi. 3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih, digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan. Hal yang membedakan peramalan jangka menengah dan jangka panjang dari peramalan jangka pendek adalah bahwa peramalan jangka menengah dan jangka panjang lebih kompetitif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan perencanaan produk, pabrik dan proses.
2.6
Metode Peramalan Metode peramalan ini dibagi dalam dua kategori utama, yaitu metode
kuantitatif dan metode kualitatif (Makridakis et al., 1999). Metode peramalan
26
kualitatif didasarkan pada intuisi atau pengalaman empiris dari perencana atau pengambil keputusan, sehingga relatif bersifat subyektif. Peramalan kuantitatif memiliki sifat obyektif karena didasarkan pada keadaan aktual dan adanya teori mengenai metode yang digunakan secara empiris.
2.6.1
Metode Peramalan Kualitatif Metode kualitatif dapat digunakan jika data historis maupun empiris
variabel yang diramal tidak ada, tidak cukup atau kurang dpercaya. Input utama yang digunakan dalam metode ini adalah judgement, opini dan pengalaman. Metode kualitatif dibagi menjadi dua bagian, yaitu metode eksploratoris dan normatif. Metode eksploratoris dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak ke arah masa depan, seringkali dengan melihat semua kemungkinan yang ada. Metode normatif dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai berdasarkan kendala, sumber daya dan teknologi yang tersedia. Beberapa metode atau teknik yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : jury of executif (expert )opinion. Delphi method dan pendekatan hirarki analitik.
2.6.2 Metode Peramalan Kuantitatif Peramalan kuantitatif memiliki sifat yang objektif karena didasarkan pada keadaan aktual (data) yang diolah dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode ini memerlukan data historis atau data empiris sehingga setiap variabel
27
dituntut untuk memiliki satuan ukur atau dapat diukur. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut : 1. Tersedianya informasi tentang masa lalu (data historis). 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang Dua asumsi pertama merupakan syarat keharusan bagi penerapan metode kuantitatif. Asumsi ketiga merupakan syarat kecukupan, artinya walaupn asumsi ketiga dilanggar oleh model yang dirumuskan masih dapat digunakan, hanya saja akan memberikan kesalahan peramalan yang relatif besar bila perubahan pola data atau bentuk hubungan fungsional tersebut terjadi secara sistematis. Metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : (1) Metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan berdasarkan deret waktu (time series). Tujuan metode ini adalah menemukan pola data deret berskala, mengekstrapolasi pola dalam deret berkala dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan, dan (2) Metode peramalan dengan menggunakan analisa
pola
hubungan
antara
variabel
dengan
variabel
lain
yang
mempengaruhinya yang bukan variabel waktu, disebut metode korelasi atau sebab akibat (causal method).
2.6.2.1 Metode Deret Waktu (Time Series) Menurut Render dan Heizer (2001), metode time series memprediksi berdasarkan asumsi bahwa masa depan adalah fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain metode ini melihat pada apa yang terjadi selama periode waktu dan
28
menggunakan seri data masa lalu untuk membuat suatu ramalan. Metode ini biasanya digunakan untuk peramalan jangka pendek atau sangat pendek. Alasan utama penggunaan metode ini adalah sederhana, cepat dan murah. Hanke et al (2003) menyatakan bahwa salah satu aspek penting dalam memilih metode peramalan yang sesuai untuk data time series adalah mempertimbangkan beberapa pola data. Pola data tersebut dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1. Pola horizontal (stasioner), terjadi apabila data observasi berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. 2. Pola musiman, terjadi ketika data observasi dipengaruhi oleh faktor musiman yang merupakan fluktuasi yang terjadi kurang dari setahun dan berulang pada tahun-tahun berikutnya. Komponen musiman relatif dominan pada peubahpeubah yang besarannya tergantung pada musim atau cuaca. 3. Pola siklis, terjadi apabila data observasi terlihat naik atau turun dalam periode waktu yang tidak tetap. Data berfluktuasi seperti gelombang di sekitar garis trend. 4. Pola trend, terjadi apabila terdapat kenaikan atau penurunan pada periode yang panjang. Metode-metode yang digunakan dalam peramalan time series terdiri dari beberapa metode, antara lain : 1. Metode Analisis Trend Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan pola data yang mengandung unsur trend. Model trend yang bisa digunakan ada empat macam, yaitu : linier, kuadratik, pertumbuhan eksponensial, dan kurva-s.
29
Seringkali untuk pola data yang mengandung unsur trend, metode ini lebih akurat dari metode sejenisnya yang juga bisa dipakai untuk mengatasi data dengan pola data trend (Hanke et al., 2003). 2. Metode Naive Menurut Hanke et al., (2003), peramalan naive
mengasumsikan bahwa
periode terkini merupakan prediktor terbaik dari masa depan. Peramalan naive untuk masing-masing periode adalah segera berikutnya setelah observasi. Seratus persen bobot diberikan pada nilai deret waktu kini. Peramalan naive kadang kala disebut sebagai “tanpa perubahan”. 3. Metode Rata-Rata a. Metode Rata-Rata Sederhana (Simple Average), metode ini memakai nilai rata-rata dari seluruh nilai ramalan periode berikutnya. Akibatnya akan memberikan nilai ramalan yang lebih akurat jika deret data berkisar diantara nilai tengahnya atau data stasioner. Metode ini tidak memperhitungkan trend dan musiman, cocok untuk data stasioner serta hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode ke depan serta kurang praktis karena peramal harus menyimpan seluruh data historis. b. Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average). Metode ini menggunakan rata-rata sebagai ramalan untuk periode mendatang. Setiap kali muncul pengamatan baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Metode ini tidak dapat mengatasi unsur trend dan musiman (Hanke et al., 2003).
30
c. Metode Rata-Rata Bergerak Ganda (Double Moving Average), salah satu untuk meramalkan data time series yang memiliki trend linier adalah dengan menggunakan metode rata-rata bergerak ganda. Metode ini menghitung rata-rata bergerak data rata-rata sebelumnya (Hanke et al., 2003). 4. Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Metode pemulusan eksponensial merupakan metode yang secara terus menerus merevisi nilai ramalan dengan mempertimbangkan perubahan atau fluktuasi data terakhir. Metode Smoothing dipakai untuk memperkecil atau mengurangi ketidakteraturan musim dari data. Ada beberapa metode pemulusan eksponensial (Eksponensial Smoothing) diantaranya adalah a. Metode
Pemulusan
Eksponensial
Tunggal
(Single
Exponential
Smoothing). Metode ini digunakan untuk peramalan jangka pendek (satu periode berikutnya) dengan serial data historis yang berpola horizontal atau stasioner. Metode ini mengurangi masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpan semua data historis. Hanya pengamatan terakhir, ramalan terakhir dan suatu nilai α yang harus disimpan. b. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda : Metode Linier Satu Parameter dari Brown (Double Exponential Smoothinf with Linier Trend). Metode ini digunakan untuk data time series dengan trend linier. Metode ini memiliki tambahan nilai pemulusan dan disesuaikan dengan mengatasi unsur trend. c. Metode Dua Parameter dari Holt (Exponential Smoothing Linier Trend). Metode pemulusan eksponensial dari Holt memiliki prinsip yang sama dengan Brown hanya saja Holt tidak menggunakan rumus pemulusan
31
berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Metode ini cocok untuk pola data stasioner, pola trend konsisten serta data dengan faktor musiman. d. Metode Winters’. Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend linier dan musiman. Metode ini memiliki kelebihan yaitu mudah dan cepat dalam meng-update ramalan ketika data baru diperoleh. Metode ini tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga jika ada pengaruh siklus, hasil ramalannya menjadi tidak baik. Metode winters’ terdiri atas model multiplikatif (fluktuasi proporsional terhadap trend) dan aditif (fluktuasi relatif konstan). Dalam metode winters’ terdapat tiga parameter yang digunakan yaitu α, β dan γ yang dapat dipilih secara subjektif atau dengan meminimalkan ukuran galat ramalan seperti MSE. 5. Metode Dekomposisi Metode dekomposisi adalah teknik peramalan yang bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen pembentuk pola data dari variabel ekonomis atau bisnis yaitu trend, variasi musiman, siklus dan unsur acark (Firdaus, 2006). Metode ini dibagi atas dua macam, yaitu dekomposisi aditif dan dkomposisi multiplikatif. Pada dasarnya bila komponen siklikal diasumsikan tidak ada, prosedur yang dilakukan dalam metode dekomposisi ini terdiri atas tiga tahapan. Pertama memisahkan komponen trend dari data, kedua memisahkan komponen musiman dari data, dan ketiga mengestimasi persamaan trend dari data yang sudah dihilangkan komponen musimannya. 6. Metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA)
32
Menurut Hanke et al., 2003, metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) atau model rata-rata bergerak terpadu autoregresi, adalah jenis model linier yang mampu mewakili deret waktu yang stasioner maupun non stasioner. Model ARIMA tidak mengikutkan variabel bebas dalam pembentukannya, tetapi menggunakan informasi dalam deret itu sendiri untuk menghasilkan ramalan. Untuk model ARIMA musiman atau Seasonal Autoregresive Integrated Moving Average (SARIMA), yaitu autoregresif dan rata-rata bergerak reguler yang memperhitungkan korelasi pada selang rendah serta autoregresi dan rata-rata bergerak musiman yang memperhitungkan korelasi pada selang musiman. Selain itu, untuk deret non stasioner tambahan selisih musiman seringkali dibutuhkan untuk melengkapi spesifikasi model. Jumlah data yang dibutuhkan dalam metode ini relatif besar (Hanke et al., 2003). Sedangkan bagi dat non-musiman paling tidak dibutuhkan 40 data atau lebih, sedangkan untuk data musiman dibutuhkan paling tidak data sekitar enam atau sepuluh tahun tergantung pada panjang periode musiman yang digunakan untuk membangun sebuah model ARIMA. Selain itu, model harus secara berkala disesuaikan kembali ketika data baru tersedia.
2.7
Pemilihan Metode Peramalan Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang sesuai dan tepat
untuk data yang tersedia. Ketepatan menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antar hasil ramalan dengan kenyataan.
33
Mulyono (2000), menjelaskan bahwa beberapa kriteria yang biasa dipakai adalah akurasi, jangkauan peramalan, biaya dan kemudahan dalam penerapan. Meski banyak ukuran akurasi tetapi tidak ada sebuah ukuran yang diakui umum sebagai yang paling baik karena setiap ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan. Teknik peramalan yang memberikan nilai MSE paling kecil dapat dianggap atau dipertimbangkan sebagai yang paling baik dan itu berarti bahwa di masa lalu model dapat menirukan kenyataan secara baik. Akurasi peramalan tidak selalu berhubungan dengan kecanggihan atau kerumitan teknik yang dipakai. Teknik yang terpilih sebagai yang terbaik saat ini pun tidak dapat memberikan jaminan hasil terbaik di masa depan, karena masih menghadapi ketidakpastian. Hal yang perlu untuk diperhatikan adalah kebaikan suatu model tidak ditentukan oleh seberapa jauh teknik tersebut dapat menirukan kenyataan pada masa lalu. Jika kita menghadapi beberapa teknik yang memberikan kemampuan yang sama dalam menirukan kenyataan maka hendaknya dipilih teknik atau model yang paling sederhana (Mulyono, 2000).
2.8
Penelitian Terdahulu Menurut Ismail (2007), dengan penelitiannya yang berjudul Analisis
Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal pada PT Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi, menyimpulkan bahwa meramalkan jumlah permintaan dapat dilakukan melalui pendekatan peramalan penjualan.
Metode peramalan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi Metode Tren Linier, Metode Tren Kuadratik, Metode Tren Eksponensial, Metode Winters’ Multiplikatif, Metode Winters’ Aditif, Metode Dekomposisi Multiplikatif, Metode Dekomposisi Aditif,
34
dan Metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA). Kemudian dari metode-metode tersebut dicari model terbaik berdasarkan nilai terendah. Hasil identifikasi yang dilakukan terhadap pola data bulanan dari bulan Januari 2002 sampai Desember 2006 menunjukkan bahwa data penjualan TBS dan FTG memiliki unsur tren dan musiman. Sedangkan hasil analisis kuantitas pemesanan optimal menggunakan metode EOQ menunjukkan bahwa untuk TBS sebaiknya setiap kali memesan sebanyak 4.875 krat dengan frekuensi pemesanan sebanyak 57 kali, sedangkan untuk FTG setiap kali memesan sebaiknya kuantitas pemesanannya adalah 1.387 karton dengan frekuensi 19 kali dalam setahun. Penelitian yang dilakukan oleh Royanti tahun 2006 dengan Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rajungan di PT Muara Bahari Internasional Cirebon Jawa Barat. Metode analisis data yang digunakan adalah model pengendalian persediaan bahan baku yang termasuk dalam rencana kebutuhan bahan yaitu MRP (Material Requirement Planning System) dengan teknik LFL (Lot for Lot), teknik (EOQ) Economic Order Quantity dan teknik PPB (Part Period Balancing). Sedangkan dari sistem pemakaian yang digunakan di PT MBI adalah metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang terlebih dahulu tiba atau yang dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan maka itu yang akan digunakan terlebih dahulu.
Hasil perbandingan antara kebijakan perusahaan
dengan metode MRP, diperoleh penghematan biaya pemesanan terbesar pada teknik PPB yaitu 60,34 persen, teknik LFL hanya memberikan penghematan sebesar 20,69 persen dan pada teknik EOQ juga memberikan penghematan yang cukup besar yaitu 53,54 persen.
35
Helena, 2006 dengan penelitian yang berjudul Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional pada PT X Bogor. PT X di daerah Bogor Jawa Barat yang mengolah tanaman obat (simplisia) menjadi jamu tradisional dalam bentuk kapsul dan herbal. Penentuan jumlah persediaan simplisia baik dari segi tingkat pemesanan ataupun kuantitas pembeliannya dianalisis dengan menggunakan MRP dengan penentuan ukuran lot teknik LFL, EOQ dan PPB.
Simplisia yang digunakan PT X dalam proses
produksi berjumlah 21 jenis.
Dalam penelitian ini simplisia yang dianalisis
dibatasi dengan sistem klasifikasi ABC yang menerapkan “Pareto Analysis” yang membagi bahan baku menjadi tiga kelas yaitu A, B dan C berdasarkan nilai pembeliannya. Bahan baku yang dianalisis adalah simplisia yang termasuk dalam kelas A yaitu jahe merah dan adas soa. Dalam penelitian Kuraesin (2006) dengan judul Analisis Manajemen Persediaan Kedelai pada Perusahaan Perdagangan Kedelai CV AS Jaya, dilakukan untuk menghitung proyeksi penjualan kedelai di masa yang akan datang dengan menyesuaikan kebutuhan konsumen dan menganalisis metode proyeksi penjualan yang paling optimal, dengan menggunakan model analisis trend, rata-rata bergerak single exponential smoothing dan model expected opportunity loss (EOL) dalam pengambilan keputusan persediaan yang akan digunakan dalam menentukan kuantitas pembelian yang akan dilakukan.
Pada intinya adalah
menyediakan kedelai yang dibutuhkan oleh pembeli pada waktu yang tepat dan dengan kuantitas yang tepat pula. Model yang menghasilkan nilai kesalahan terkecil, kemudian digunakan untuk memproyeksikan penjualan kedelai periode
36
yang akan datang. Proyeksi penjualan yang dihasilkan dengan model pemulusan eksponensial tunggal adalah sebesar 33.167,8 kg. Penelitian yang dilakukan oleh Jafarudin (2005) dengan judul Peramalan Volume Produksi TBS di Kebun Percobaan Betung IIA, penelitian ini bertujuan menganalisis pola data produksi TBS di Kebun Percobaan Betung IIA dan mendapatkan metode peramalan model Time Series yang paling sesuai untuk meramalkan produksi TBS Kebun Percobaan Betung IIA. Identifikasi pola data produksi TBS dilakukan dengan mengamati pola dan plot autokorelasinya. Metode Time Series yang terbaik berdasarkan nilai MSE, MAPE dan RMS terendah adalah ARIMA (1,1,2)(1,1,2)6. Melalui metode tersebut, diperkirakan volume produksi TBS percobaan Betung sebesar 529.620,5 kg. Hasil ramalan produksi Tandan Buah Segar (TBS) berfluktuasi di sekitar nilai 28.244,3 kg sampai dengan 60521,3 kg. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang menerapkan metode analisis pengendalian baik teknik EOQ maupun MRP pada berbagai perusahaan dapat menghemat sejumlah biaya. Hasil perhitungannya menghasilkan kuantitas pemesanan dan penyimpanan serta frekuensi pemesanan optimal sehingga total biaya pemesanan dan penyimpanan dapat diminimalkan. Oleh karena itu, penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan metode analisis kuantitatif pengendalian persediaan dalam merencanakan persediaan tomat bandung, yang didasarkan dari hasil peramalan penjualan.
37
Penelitian-penelitian tentang topik pengendalian persediaan yang telah disimpulkan diatas, dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4. Tabel 4. Penelitian-penelitian Terdahulu No.
Peneliti
Tahun
Komoditi
1
Ismail
2007
Teh
2
Royanti
2006
Rajungan
3
Helena
2006
Tanaman obat (simplisia)
4
Kuraesin
2006
Kedelai
5
Jafarudin
2005
Kelapa Sawit
2.9
Topik Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal pada PT Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rajungan di PT Muara Bahari Internasional Cirebon Jawa Barat Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional pada PT X Bogor Analisis Manajemen Persediaan Kedelai pada Perusahaan Perdagangan Kedelai CV AS Jaya Peramalan Volume Produksi TBS di Kebun Percobaan Betung IIA
Alat Analisis Metode Peramalan time series dan metode economic Order Quantity (EOQ) MRP dengan penentuan ukuran lot teknik LFL, EOQ dan PPB MRP dengan penentuan ukuran lot teknik LFL, EOQ dan PPB Analisis Tren, Rata-rata Bergerak, Single Exponential Smoothing, dan EOL Metode time series
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu adalah dari
segi penggunaan metode analisis data dengan menggunakan dengan metode EOQ. Sedangkan perbedaan yang paling mendasar adalah dari segi lokasi penelitian di supermarket Super Indo Muara Karang Jakarta Utara dan dari segi produk sayur yang diteliti.
38
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Peramalan dalam Manajemen Persediaan Peramalan merupakan dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, yang dapat membantu dilakukan perencanaan dan pengambilan keputusan. Aspek utama dari pengambilan keputusan adalah kemampuan untuk memprediksi situasi yang berada di sekitar keputusan. Peramalan sangat penting penggunaannya dalam berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Dalam pengelolaan persediaan, terdapat dua keputusan penting yang harus dilakukan oleh manajemen, yaitu berapa banyak jumlah bahan/barang yang harus dipesan untuk setiap kali pengadaan persediaan, dan kapan pemesanan barang harus dilakukan. Semakin banyak barang yang disimpan mengakibatkan semakin besar biaya penyimpanan. Sebaliknya, semakin sedikit barang yang disimpan dapat menurunkan biaya penyimpanan, tetapi menyebabkan frekuensi pembelian barang semakin besar. Maka, setiap keputusan yang diambil mempunyai pengaruh terhadap besarnya biaya persediaan. Sehingga perusahaan yang diperlukan adalah membuat catatan akurat tentang pesanan yang diminta pelanggan untuk menghitung jumlah pesanan yang diterima tersebut. Pelayanan pesanan (order service) yang pasti akan menentukan persediaan sayuran di dalam gudang. Hal yang sangat diperhatikan dalam permintaan pelanggan yaitu peramalan terhadap independent demand karena bersifat tidak pasti.
39
Permintaan suatu barang, tergantung dari sifat permintaan barang tersebut. Sifat dari permintaan suatu barang terbagi menjadi dua, yaitu permintaan barang yang bersifat terikat (dependent) dan permintaan barang yang bersifat bebas (independent). Suatu barang dikatakan mempunyai sifat dependent apabila permintaan atas barang tersebut dipengaruhi oleh permintaan barang lainnya, sedangkan barang bersifat independent apabila permintaan akan barang tersebut tidak dipengaruhi oleh permintaan barang lain. Peramalan dalam manajemen persediaan bertujuan untuk meramalkan besarnya jumlah persediaan yang dibutuhkan dari permintaan pembeli yang tidak pasti. Selanjutnya dikombinasikan dengan pelayanan pesanan yang bersifat tidak pasti, sehingga diketahui total permintaan dari suatu produk agar memudahkan manajemen produksi dan inventori. Jadi tujuan utama dari peramalan manajemen persediaan adalah untuk menccapai efektivitas dan efisiensi dari manajemen produksi dan inventory.
3.1.2 Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik ini merupakan teknik pengendalian persediaan yang tertua dan paling umum dikenal.
Teknik ini digunakan untuk analisis pengendalian
persediaan pada barang dengan sifat permintaan bebas (independent), artinya permintaan barang tersebut tidak mempengaruhi permintaan barang lainnya. Model EOQ merupakan model atau teknik pengendalian persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan pemesan persediaan (Handoko, 2000).
40
Menurut Handoko (2000) teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi memiliki sejumlah asumsi, diantaranya adalah: 1. Permintaan akan produk adalah konstan dan seragam, 2. Harga per unit produk adalah konstan 3. Biaya penyimpanan per unit per tahun adalah konstan 4. Biaya pemesanan per pesanan adalah konstan 5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima adalah konstan 6. Tidak terjadi kekurangan barang Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimalkan biaya total. Asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya pemesan (set up costs) dan biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs).
Biaya-biaya lain seperti biaya satuan persediaan itu sendiri adalah
konstan. Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara biaya persediaan dengan kuantitas pesanan.
Biaya persediaan tersebut terdiri atas biaya pemesanan
(S.D/Q) dan biaya pemesanan (H.Q/2). Pada biaya pemesanan (kurva S.D/Q), terdapat hubungan yang negatif antara biaya dengan kuantitas pesanan, artinya semakin banyak kuantitas yang dipesan, biaya pemesanan cenderung menurun. Sedangkan sebaliknya untuk biaya penyimpanan (garis H.Q/2), kuantitas pesanan berkorelasi positif dengan biaya penyimpanan. Semakin besar jumlah yang dipesan, biaya penyimpanan akan semakin tinggi.
41
Biaya Total Biaya Total Persediaan Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan Q
Kuantitas (Q) Gambar 2 Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Sumber: Handoko, 2000. Berdasarkan Gambar di atas, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara perpotongan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Jumlah pemesanan yang optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan antara keduanya. Padea titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan adalah minimal Kondisi di atas EOQ menunjukkan biaya penyimpanan yang lebih tinggi daripada biaya pemesanan. Biaya penyimpanan cenderung tinggi karena semakin banyak jumlah bahan baku yang disimpan, maka biaya yang dikeluarkan juga akan semakin besar. Sedangkan untuk biaya pemesanan sebaliknya, semakin banyak jumlah yang dipesan, biaya pemesanan cenderung menurun. Kuantitas pesanan di bawah titik EOQ menunjukkan bahwa biaya pemesanan lebih tinggi daripada biaya penyimpanan.
Biaya pemesanan
cenderung besar, karena semakin kecil jumlah pesanan, maka biaya pesanan semakin tinggi, sedangkan biaya penyimpanan cenderung kecil, karena semakin
42
sedikit jumlah bahan baku yang dipesan, maka biaya penyimpanan juga akan semakin kecil. Permintaan akan produk adalah konstan dan seragam, grafik tingkat persediaan berbentuk seperti Gambar 3. Q merupakan jumlah yang dipesan, sedangkan R adalah re-order point, d adalah tingkat permintaan dan L adalah lead time. Tingkat Persediaan (unit)
Q
R
Pesanan diterima
Pesanan dilakukan
d
Reorder point
EOQ R = dL Waktu
L
L
Gambar 3 Tingkat Persediaan Versus Waktu dalam EOQ (Handoko, 2000) Waktu
tunggu
(lead
time)
perlu
diperhatikan
untuk
mengatasi
ketidakpastian bahan baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut tidak selalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi untuk melindungi Kelebihan EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis, dapat diolah secara manual, dan jika ditambahkan persediaan pengaman maka EOQ dapat digunakan untuk perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi.
Tetapi kelemahannya, EOQ kurang peka terhadap fluktuasi
43
pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu EOQ hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimal dan frekuensi pemesanan.
3.1.3
Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman ini berfungsi sebagai persediaan yang dipersiapkan
guna menghadapi keadaan yang tidak pasti, baik ketidakpastian kebutuhan akan bahan maupun ketidapastian waktu tunggu. Penentuan besarnya persediaan pengaman dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang penting adalah perkiraan penggunaan persediaan di masa yang akan datang. Selain itu juga kemungkinan akan stock sayuran akan menimbulkan biaya khusus misalnya untuk melakukan pemesanan secara tepat. Faktor lain adalah lead time dan coverage time (waktu yang terlindung). lead time adalah jarak waktu antara saat pengadaan pesanan sampai saat pesanan itu diterima. Sedangkan coverage time adalah jangka waktu yang efektif dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan (Handoko, 2000). Menurut Assauri (1993), persediaan pengaman dapat ditentukan dengan beberapa pendekatan, yaitu probability of stock approach dan level service approach. Pemilihan pendekatan berdasarkan pertimbangan sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang tepat. Pada probability of stock approach (kemungkinan kekurangan bahan baku) dipakai asumsi bahwa lead time konstan. Dengan asumsi ini, stock out hanya terjadi karena adanya penambahan permintaan bahan baku. Perusahaan
44
melakukan pemesanan pada saat persediaan bahan baku mencukupi untuk pemakaian selama waktu tunggu. Sedangkan level of service (tingkat pelayanan) dipakai asumsi adanya ketidakpastian waktu tunggu dan pemakaian bahan baku yang menyebabkan terjadinya stock out. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Jarak waktu penyerahan (delivery lead time), yaitu jarak waktu yang terdapat antara pengadaan pesanan dengan saat penerimaan barang yang dipesan sampai ke gudang persediaan. 2. Waktu yang terlindungi (coverage time), yaitu waktu yang efektif dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan. Persediaan pengaman merupakan persediaan minimum, yaitu batas jumlah persediaan yang paling rendah yang harus ada dalam suatu jenis bahan baku. Persediaan
pengaman
dimaksudkan
untuk
menghindari
kemungkinan
kekurangan bahan baku. Sedangkan persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan paling besar yang dapat disediakan oleh perusahaan. Persediaan maksimum dimaksudkan untuk menghindari kerugian karena kelebihan bahan baku yang akan menimbulkan pemborosan biaya.
3.1.4
Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Menurut Assauri (1993), titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari
jumlah persediaan yang ada pada saat pesanan harus diadakan kembali. Titik ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk menggantikan persediaan yang telah ada. Titik pemesanan kembali merupakan hasil perkalian antara waktu
45
tunggu yang dibutuhkan untuk memesan dan jumlah penggunaan rata – rata barang selama waktu tunggu ditambah besarnya persediaan pengaman.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Hal-hal
yang
perlu
diidentifikasi
dalam
manajemen
persediaan
perusahaan, antara lain: (1) prosedur pembelian mencakup kebutuhan sayuran; (2) waktu tunggu dalam pengadaan persediaan; (3) biaya-biaya persediaan sayuran yang dikeluarkan; (4) harga sayuran dan (5) kebijakan yang selama ini dijalankan perusahaan.
Kebijakan perusahaan ini misalnya stok minimum persediaan
sayuran untuk persediaan pengaman. Waktu tunggu bahan baku akan digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada waktu yang tepat. Waktu tunggu bahan baku didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan. Supermarket Super Indo memiliki kepentingan untuk menangani komoditas sayuran karena kebutuhan dalam memberikan pelayanan kelengkapan yang terbaik untuk para konsumennya. Sifat sayuran yang mudah rusak serta sulitnya memprediksi permintaan pelanggan yang berfluktuasi menjadi kendala bagi perusahaan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat. Maka, hal pertama yang
perlu
dilakukan
dalam
analisis
pengendalian
persediaan
yaitu
mengidentifikasi sistem perusahaan dalam manajemen pengendalian persediaan, seperti penentuan besar pesanan, kebijakan perusahaan persediaan bahan bakunya serta cara menangani persediaan selama ini sehingga kuantitas bahan baku dapat terpenuhi.
46
Perencanaan pengendalian persediaan digunakan untuk mengetahui jumlah bahan baku pada masa yang akan datang, dengan cara menerapkan peramalan dari model time series. Data penjualan yang digunakan pada tahun 2002 sampai dengan 2007 dan diramalkan untuk memproyeksikan besarnya pemakaian bahan baku yang akan datang, sehingga mengetahui fluktuasi pemakaian bahan baku periode ke depannya serta dapat menentukan rencana persediaan yang optimal berdasarkan peramalan yang dilakukan. Dari data volume penjualan sayuran dapat dianalisis persediaan pengaman, dan titik pemesanan kembali. Sedangkan jumlah bahan baku yang dihasilkan dari metode EOQ dan persediaan pengaman merupakan persediaan maksimum yang dapat dihasilkan perusahaan. Metode tersebut diterapkan dalam perhitungan pengendalian persediaan bahan baku baik pada data hasil ramalan maupun data aktual penjualan sayuran. Dari analisis diatas akhirnya dapat dilihat tingkat persediaan yang optimum dan meminimalkan resiko perusahaan dalam menghadapi permintaan pelanggan yang fluktuatif. Secara ringkas, kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.
47
Identifikasi Kondisi dalam Manajemen Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang
Pendekatan Volume Penjualan
Identifikasi Biaya Persediaan
Identifikasi Pola Data Penjualan
Biaya-biaya Persediaan: 1. Biaya Pemesanan 2. Biaya Penyimpanan
Penerapan Metode Time Series Proyeksi Biaya Pemesanan dan Penyimpanan
Metode Time Series Terbaik
Hasil Ramalan Penjualan untuk 12 bulan ke Depan
Analisis Pengendalian Persediaan
Metode Perusahaan
Metode EOQ Jlh Pesanan Ekonomis Persediaan Persediaan Pengaman Maksimal Titik Pemesanan Kembali
Tingkat Persediaan Sayuran Optimal dengan Efisiensi Biaya Persediaan
Keterangan :
= Dibandingkan
Gambar 4 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
48
IV METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Supermarket Super Indo yang berlokasi di
Muara Karang No. 2 Jakarta Utara. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Supermarket Super Indo merupakan salah satu supermarket yang menyediakan komoditas agribisnis, yang memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi. Pengumpulan data dilakukan pada akhir bulan Agustus 2007 sampai dengan bulan Desember 2007.
4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan, baik pimpinan, staf, maupun karyawan untuk mengetahui kondisi operasional perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam rangka pengendalian persediaannya. Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan data kuantitatif.
Data
kualitatif yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa sejarah dan perkembangan perusahaan, struktur organisasinya, kegiatan pemesanan dan fasilitas pendukung. Sedangkan data kuantitatif mengenai pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Data persediaan bahan baku, yang meliputi data persediaan awal bahan baku, pemakaian bahan baku, pemesanan (pembelian) bahan baku, jadwal rencana produksi dan waktu tunggu pengadaan bahan baku.
49
2. Biaya pemesanan yaitu biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan bahan baku selama sekali pesan. Data tersebut terdiri dari biaya telepon, dan biaya administrasi. 3. Biaya penyimpanan yaitu biaya yang dikenakan akibat persediaan yang ada. Biaya penyimpanan ini meliputi biaya pemeliharaan, dan biaya listik. Untuk biaya opportunity cost yang dihitung dari hasil perkalian harga produk, tingkat suku bunga dan persediaan rata – rata., Data biaya – biaya ini kemudian akan diproyeksikan untuk menghitung perencanaan pengendalian persediaan tahun berikutnya. Asumsi dasar yang digunakan untuk menghitung biaya persediaan satu tahun ke depan adalah laju persentase biaya dari tahun sebelumnya.
4.3
Metode Analisis Data Pengolahan
data
dilakukan
secara
bertahap,
dimulai
dengan
pengelompokkan data, perhitungan penyesuaian untuk kemudian ditabulasikan menurut keperluan. Kemudian data yang telah ditabulasi disiapkan untuk input komputer sesuai dengan model yang digunakan. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Minitab 13 for Windows dan komputer excel. Data ini disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian dianalisis secara deskriptif dan interpretasi untuk menjelaskan hasil dari pengolahan data. Untuk data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan dari hasil studi literature, akan diolah dan disajikan dalam bentuk narasi.
50
4.3.1
Identifikasi Sistem Persediaan Bahan Baku Perusahaan Pertama kali yang dilakukan untuk identifikasi sistem pengelolaan
persediaan, yaitu mengidentifikasi kondisi perusahaan dalam melakukan manajemen persediaan yang telah dijalankan selama ini, meliputi kebijakankebijakan perusahaan dalam menentukan kebutuhan bahan persediaan, besarnya kuantitas pembelian barang sediaan yang akan dilakukan, menentukan waktu pembelian yang berkaitan dengan waktu tunggu dari barang yang akan dikirim oleh pemasok dan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Selain itu perlu juga diketahui, mengenai fasilitas-fasilitas dan juga sarana penyimpanan dan pengangkutan yang tersedia serta proses pencatatan dan administrasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam upaya mengontrol keluar masuknya barang dari gudang penyimpanan. 4.3.2
Pendekatan Peramalan Penjualan Tomat
a. Identifikasi Pola Data Penjualan Tomat Tahap pertama dari pengolahan data adalah menyajikan data penjualan tomat dalam bulanan dengan bentuk plot terhadap waktu. Berdasarkan plot penjualan tersebut akan dapat diduga apakah pola datanya memiliki unsur trend, musiman, siklis atau tidak. Tujuan membuat plot serial data adalah untuk : a) Mendeskripsikan pola penjualan tomat sebagai pertimbangan awal yang membantu dalam pemilihan metode peramalan di tahap pengolahan selanjutnya. b) Melihat kecenderungan fluktuasi penjualan tomat berdasarkan jumlah data yang tersedia.
51
Selanjutnya
dilakukan plot autokorelasi untuk menunjukkan keeratan
hubungan antara lain nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Untuk menghitung nilai autokorelasi digunakan rumus di bawah ini
∑ (Y n
rk =
t = k +1
t
∑ (Y n
t =1
dimana : rk
)(
− Y Yt − k − Y t
−Y
)
)
2
= Nilai koefisien autokorelasi untuk selang k periode
Y
= Mean nilai dari deret
Yt
= Observasi pada periode t
Yt-k = Observasi pada k periode lebih awal atau periode t-k Sumber : Firdaus, 2006. Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai berikut : 1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada periode time lag dua periode atau tiga periode tidak berbeda nyata dengan nol maka data tersebut stasioner. 2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda nyata dengan nol maka data tersebut menunjukkan pola trend. 3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag mempunyai jarak secara sistematis yang berbeda nyata dengan nol maka data tersebut mempunyai unsur musiman. b. Menerapkan Metode-metode Peramalan Time Series Metode Peramalan time series yang akan digunakan untuk pengolahan data yang terdiri dari Metode Single Exponensial Smoothing, Metode Double
52
Exponensial Smoothing, Metode Winter’s Aditif, Metode Dekomposisi Aditif dan Metode Box-Jenkins (ARIMA). Metode-metode peramalan yang digunakan telah berdasarkan plot data dan autokorelasi yang menunjukkan pola data dan karakteristik hasil ramalan yang dibutuhkan. Formula dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut : 1. Metode Pemulusan Eksponensial a. Single Exponensial Smoothing : Ŷt+1= αYt+(1+α) Ŷt b. Double Exponensial Smoothing : •
St = αYt + (1+ α) St-1
•
S”t = α(St) + (1 – α)S”t-1
•
at = 2 St – S”t
•
bt
•
Ramalan Periode t ke depan :Ŷt = at + bt (t)
=
Dimana:
α (S – S” ) t t 1−α
St = Pemulusan tahap 1 S”t = Pemulusan tahap 2 Yt = Nilai aktual periode t Α = Konstanta pemulusan (0< α <1) at
= Nilai intersep
bt
= Nilai slope
Ŷ
= Nilai ramalan periode t
t = Periode waktu c. Metode Winter’s Multiplikatif Metode awal : Yt = Trt*Snt*εt dengan Trt = a + b(t) Update parameter :
53
•
Update komponen level
: at = α(Yt / Snt-1) + (1- α)(at-1+bt-1)
•
Update komponen level
: bt = β(at – at-1) + (1-β)(bt-1)
•
Update komponen seasonal
: Snt = γ(Yt / at) + (1-γ)(Snt-1)
•
Ramalan (Y) pada (p) periode ke depan : Ŷt+p = [at + bt(p)]Snt-L+p
Metode Winter’s Aditif Metode Awal : Yt = Trt + Snt + εt dengan Trt = a + b(t) Update parameter : •
Update komponen level
: at = α(Yt – Snt-1) + (1- α)(at-1 + bt-1)
•
Update komponen slope
: bt = β(at – at-1) + (1-β)(bt-1)
•
Update komponen seasonal
: Snt = γ(Yt – at) + (1-γ)(Snt-1)
•
Ramalan (Y) pada (p) periode ke depan : Ŷt+p = [at + bt(p)] Snt-L+p
Dimana Yt
= Data aktual pemakaian bahan baku ayam periode t
at
= Pemulusan terhadap deseasonalized data pada periode t
bt
= Pemulusan terhadap dugaan trend pada periode t
Snt
= Pemulusan terhadap dugaan musiman pada periode t
Ŷt+p
= Ramalan m periode ke depan setelah periode t
α, β, Ŷ = L
Pembobot pemulusan
= Banyaknya periode dalam satu tahun
2. Metode Dekomposisi a. Metode Dekomposisi Multiplikatif
: Yt = Trt*Clt*Snt*εt
b. Metode Dekomposisi Aditif
: Yt = Trt + Clt + Snt + εt
Dimana : Trt
= Komponen trend pada periode t
Clt
= Komponen siklus pada periode t
Snt
= Komponen musiman pada periode t
54
εt
= Komponen galat pada periode t
3. Metode Box-Jenkins (ARIMA/SARIMA) a. Model Non Musiman (ARIMA) ARIMA adalah singkatan dari autoregressive integrated moving average. Model ini dapat dijelaskan sebagai berikut : ARIMA (p, d, q) Dimana : p
= Menunjukkan orde/derajat autoregressive (AR)
d
= Menunjukkan orde/derajat defferencing (pembedaan)
q
= Menunjukkan orde/derajat moving average (MA)
b. Model Musiman (SARIMA) SARIMA adalah singkatan dri Seasonal Autoregressive Integrated Moving
Average. Model ini dapat dijelaskan sebagai berikut : SARIMA (p, d, q)(P, D, Q)L Dimana
p, P = Orde autoregressive (AR) non musiman dan musiman d, D = Orde pembedaan non musiman dan musiman q, Q = Orde moving average (MA) non musiman dan musiman L
= Beda kala musiman
Prosedur Box-Jenkins terdiri dari beberapa tahapan yaitu identifikasi, estimasi, uji diagnostik dan peramalan.
Î
Tahap Identifikasi Identifikasi model Box-Jenkins yang sesuai terjadi dalam dua fase yaitu
merubah data menjadi stasioner apabila diperlukan dan mentukan model sementara dengan mengidentifikasi ACF (Autocorrelation Functions) dan PACF (Partial Autocorrelation Functions).
55
Tahap pertama yaitu menentukan apakah serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data stasioner adalah data deret waktu yang tidak mengandung trend, dengan maksud data yang nilainya berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata tetap. Sedangkan apabila data tidak stasioner maka dilakukan pembedaan (differencing) data asli hingga data bersifat stasioner. Pembedaan pertama (first
differencing) dari data yang diperoleh dengan mengurangi nilai dua pengamatan yang berurutan pada data tersebut. Apabila juga belum stasioner maka dilakukan pembedaan
kedua
(second
differencing)
dihitung
dengan
membedakan
pembedaan pertama. Pembedaan kedua dilakukan jika data yang pembeda pertama masih menunjukkan adanya trend. Pembedaan pertama
: Zt = ∆Yt = Yt – Yt-1
Pembedaan kedua
: Zt = ∆2Yt =(Yt – Yt-1) – (Yt-1 – Yt-2)
Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dibandingkan. dengan distribusi untuk model ARIMA yang sesuai. Autokorelasi mirip dengan korelasi,yaitu ketergantungan bersama antara nilainilai suatu deret berkala yang sama pada periode yang berlainan. Tetapi pada korelasi berhubungan dengan deret berkala untuk selang waktu (time lag) yang berbeda, dan seterusnya digambarkan sebagai grafik maka hasil yang diperoleh disebut sebagai sample autocorrelation function (ACF) atau correlogram.
Î
Tahap Estimasi dan Pengujian Model Setelah model ditemukan maka parameter dari model harus diestimasi dan
diuji. Ada dua cara untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut, yaitu :
56
a. Trial dan error (mencoba-coba), yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa. b. Perbaikan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian mempergunakan komputer untuk memperluas penaksiran tersebut secara iteratif. Setelah berhasil menduga nilai parameter model yang ditetapkan, selanjutnya adalah menentukan apakah model tersebut sudah layak digunakan atau belum. Terdapat dua cara yang dapat digunakan untuk menentukan, yaitu : a. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat polapola yang belum diperhitungkan. Nilai kesalahan yang terbentuk sesudah dilakukan pemodelan ARIMA diharapkan bersifat acak, yang ditandai dengan tidak adanya autokorelasi residual yang signifikan dan tidak ada nilai autokorelasi parsial residual yang signifikan. b. Mempelajari stastitik sampling dan pemecahan optimum untuk dapat melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. Nilai-nilai dugaan terhadap parameter model ARIMA yang telah diukur akan memberikan informasi nilai lain selain nilai dugaan parameter, yaitu nilai standar error dugaan tersebut. Dari informasi ini maka akan diperoleh matriks interkorelasi antar parameter yang diduga sehingga dikatakan sudah memadai apabila nilai korelasi dugaan parameter tersebut tidak signifikan.
57
Model yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Residual hendaknya bersifat acak dan terdistribusi normal. Jika residual/error bersifat acak, ACF dan PACF dari residual secara statistic harus sama dengan nol. Jika tidak, hal ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan belum sesuai dengan data. Untuk menguji autokorelasi residual digunakan uji statistik Ljung-Box (Q). H0 : ρ1 = ρ2 = ... = ρm = 0 H1 : Terdapat autokorelasi yang nyata pada selang 1 hingga m 2
rk k =1 n − k m
Q = n(n + 2)∑
dimana : n = Jumlah observasi k
= Selang waktu
m
= Jumlah selang waktu yang diuji
rk
= Fungsi autokorelasi sampel dari residual berselang k
Bila Q > X2α(m-p-q) maka tolah H0 atau jika nilai p (p-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalkan p < 0,05), maka tolah H0 dan model dipertimbangkan tidak memadai. 2. Berlaku prinsip parsimony, artinya model yang dipilih adalah model yang memiliki jumlah parameter terkecil. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol, ini dapat dilihat dari nilai P-Value koefisien yang kurang dari 0,05. 4. Kondisi invertibilitas dan stasioneritas harus terpenuhi. Yt = µ + εt - Θ1 εt-1 - Θ1 εt-2 - ...- Θq εt-q Jumlah koefisien MA harus kurang dari 1
58
Θ1 + Θ2 + ...+ Θq < 1
Kondisi invertibilitas
Yt = δ + Φ1 Yt-1 + Φ2 Yt-2 + ... + εt Jumlah koefisien AR harus selalu kurang dari 1 Φ1 + Φ2 + ... + Φp < 1
Kondisi stasioneritas
5. Proses iterasi harus convergence, berarti prosesnya berhenti ketika telah menghasilkan parameter yang memberikan nilai SSE terkecil. 6. Nilai MSE model harus kecil.
Î
Peramalan dengan Model Setelah model yang sesuai diperoleh, dapat dibuat peramalan untuk satu
atau beberapa periode yang akan datang. Dalam estimasi ini interval keyakinan dapat ditentukan. Pada umumnya semakin jauh peramalan, maka interval keyakinan akan semakin besar.
c.
Pemilihan Metode Peramalan Time Series Pada tahap ini, beberapa metode yang telah dicoba dibandingkan dan
dipilih salah satu metode yang paling baik, untuk meramalkan penjualan tomat bandung. Alat yang digunakan untuk membandingkan dan memilih metode peramalan yang ada adalah nilai rata-rata kesalahan kuadratik MSE (Mean Square Error), yang mempunyai formulasi sebagai berikut : n
MSE = [ ∑ e 2 t ] / n t =1
Dimana : Yt Ŷt
= Nilai Aktual = Nilai Ramalan
Yt - Ŷ t = n
Error
= Banyaknya data/observasi
59
4.4
Analisis Kuantitatif PengendalianBahan Baku
4.4.1
Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ yang sering digunakan dalam menentukan ukuran lot yang
meminimumkan biaya persediaan dapat dicari dengan menggunakan rumus dasar EOQ (Handoko, 2000) :
EOQ
dimana:
=
(2SD )/H
D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S = Biaya pemesanan per pesanan. H = Biaya penyimpanan per unit per tahun.
Penurunan rumusnya adalah sebagai berikut: Rumusan EOQ diperoleh dengan perhitungan kalkulus melalui pengambilan derivative pertama persamaan biaya total berikut ini:
TC = H
Q D +S H 2 Q
Q = persediaan rata-rata 2 D = menunjukkan jumlah pesanan yang dilakukan per periode, dengan Q
jumlah setiap kali pesan Q. TC minimum terjadi bila d TC/dQ = 0 dan d2TC/dQ2 > 0 d TC/dQ = h/2-SD/Q2 = 0 SD/Q2 = H/2 Q2 = 2SD/H Q=
(2SD )/H
Sedangkan d2TC/dQ2 = D/dQ (H/2 – SD/Q2)
60
= 2SD/Q3 > 0
(2SD )/H , biaya total adalah minimum.
Jadi, pada Q =
4.4.2 Analisis Persediaan Pengaman
Penentuan
besarnya
persediaan
pengaman
dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang penting adalah jarak waktu penyerahan dan waktu yang terlindung. Jarak waktu penyerahan adalah jarak antara saat pengadaan pesanan sampai saat pesanan itu diterima. Sedangkan waktu yang terlindung adalah jangka waktu yang efektif dimana persediaan pengaman dapat menutup fluktuasi permintaan tanpa dibantu oleh penambahan persediaan (Handoko, 2000). Besarnya persediaan pengaman ditentukan dengan rumus sebagai berikut: S
= K.βu
βu
=√L(βD2) + D2 (βl2)
Keterangan:
S
= Persediaan Pengaman (kg)
K
= Policy faktor, yang nilainya tergantung pada besarnya tingkat pelayanan (%)
βu
= Standar deviasi dari waktu yang terlindung
βD
= Standar deviasi dari pemakaian bahan baku
βL
= Standar deviasi dari waktu tunggu (lead time)
L
= Waktu tunggu rata-rata
D
=Rata-rata penggunaan bahan baku rata-rata
Rumus diatas digunakan untuk menentukan tingkat persediaan pengaman berdasarkan distribusi normal yaitu untuk bahan baku yang dipakai bergerak cepat. Besarnya persediaan minimum sama dengan persediaan pengaman,
61
sedangkan persediaan persediaan maksimum diperoleh dari jumlah persediaan pengaman ditambah dengan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal. 4.4.3
Titik Pemesanan Kembali
Titik pemesanan kembali merupakan batas waktu dimana perusahaan harus memesan kembali bahan baku. Titik ini merupakan batas jumlah persediaan yang ada di gudang dimana persediaan tersebut harus diadakan kembali. Dalam menentukan titik pemesanan kembali ini data yang baru diketahui meliputi data rata-rata pemakaian bahan baku dan rata-rata waktu tunggu per hari, pemakaian selama waktu dan besarnya persediaan pengaman. Besarnya titik pemesanan kembali dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : T
=
S + (L.d)
Keterangan : T
=
Titik pemesanan kembali
L
=
Waktu tunggu rata-rata
d
=
Rata-rata pemakaian per hari
L.d
=
Pemakaian bahan baku selama waktu tunggu
S
=
Persediaan pengaman
4.5
Definisi Operasional
Batasan – batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijadikan sebagai berikut : 1. Data Time Series adalah analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret waktu, seperti mingguan, bulanan dan tahunan.
62
2. Data Stasioner adalah data yang nilai – nilai dalam deret datanya memiliki rata – rata dan varian yang tetap sesuai dengan berjalannya waktu. 3. Data tidak Stasioner adalah data dalam deretnya tidak memiliki nilai ratarata konstan atau nilai ragamnya yang konstan. 4. Persediaan tomat segar adalah persediaan yang dijual di supermarket Super Indo Muara Karang yang sudah dikemas maupun belum dikemas (kg). 5. Harga penjualan merupakan harga rata – rata penjualan tomat segar di supermarket Super Indo Muara Karang. 6. Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan setiap kali melakukan pemesanan (Rp/pesanan). 7. Biaya penyimpanan yaitu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan selama satu hari karena menyimpan persediaan (Rp/kg). 8. Biaya pembelian yaitu biaya rata – rata yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan tomat segar dari supplier (Rp/kg). 9. Biaya kerusakan adalah biaya yang ditimbulkan akibat masih adanya sisa barang namun tidak bernilai jual atau barang yang benar – benar terbuang pada satu periode, termasuk biaya akibat susut bobot tomat segar selama penyimpanan (Rp/Kg). 10. Biaya total persediaan yaitu jumlah biaya yang digunakan dalam mempersiapkan tomat segar di supermarket Super Indo Muara Karang. 11. Lead Time (waktu tunggu), yaitu selisih atau perbedaan waktu antara saat dilakukan pemesanan sampai dengan bahan baku diterima. 12. Frekuensi pemesanan yaitu besarnya kebutuhan sayuran per periode di bagi dengan jumlah pemesanan per pesanan dalam satu periode (tahunan).
63
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Umum Perusahaan
PT. Lion Super Indo didirikan pada bulan Agustus 1977. Super Indo merupakan Grup The Lion Delhaize dan pemegang saham Indo. Grup The Lion Delhaize yang berpusat di Belgia, adalah ritel internasional dengan banyak cabang di dunia, yaitu terdapat di 10 negara antara lain : Thailand terkenal dengan nama Food Lion, Singapura terkenal dengan Shop’n Save dan Indonesia terkenal
dengan nama Super Indo. Super Indo mendapat perijinan usaha dengan akte notaris dengan nomor DE/11137.HP.01.04.TH.2001. Walaupun lahir di masa krisis, Super Indo mencoba untuk bertahan dan berkembang. Dimulai dengan 10 toko pada tahun 1997 menjadi 12 toko pada tahun 1998, 14 toko pada tahun 1999, 20 toko pada tahun 2000, 34 toko pada tahun 2003 dan pada tahun 2005 telah mencapai 52 toko. Supermarket Super Indo tersebar di pulau Jawa di antaranya : Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Bandung. Penyebaran lokasi di luar pulau Jawa baru ada di Palembang saja. Super Indo terus berusaha untuk memuaskan kebutuhan dan memudahkan pelanggan, untuk belanja produk-produk berkualitas dengan harga yang ekonomis. PT. Lion Super Indo mendirikan gudang induk pada bulan November 2002. Gudang induk fresh merupakan gudang utama milik PT. Lion Super Indo yang berada di Jalan Lodan raya No. 103 Jakarta Utara. Lokasi gudang induk fresh terletak di belakang kantor pusat PT. Lion Super Indo.
Gudang induk merupakan gudang untuk tempat penyimpanan bahanbahan makanan segar seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging segar, ayam
64
segar, serta sea food, yang dilengkapi dengan alat pendingin agar barang yang telah disimpan tidak cepat rusak. Saat ini gudang induk fresh memiliki sekitar 40 kendaraan yang dilengkapi dengan alat pendingin yang digunakan untuk melakukan pengiriman barang ke gerai (outlet). Gudang induk selain menampung buah – buahan dan sayuran juga menampung daging, ayam dan ikan segar.
5.2 Struktur Organisasi
Supermarket Super Indo Muara Karang didalam melakukan kegiatan usahanya telah dilengkapi struktur organisasi dengan 70 orang karyawan. Seperti pada organisasi atau perusahaan lainnya, struktur organisasi yang dimaksudkan agar seluruh kegiatan yang dijalankan dapat mencapai sasaran dan tujuan perusahaan, sehingga dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Disamping itu dapat digunakan untuk mengetahui tugas dan tanggung jawab dalam rangka menjalankan roda organsasi/perusahaan. Secara lengkap struktur organisasi yang ada di supermarket Super Indo Muara Karang dapat dilihat pada Gambar 5. Area Manager
Store Manager Asisten Manager Operasional
Officer Perishable Staff Perishable
Officer Dry Staff Merchandiser
Head Cashier Cashier
Asisten Manager Logistik
Receiving Fresh Deposit
Gambar 5 Struktur Organisasi Super Indo Muara Karang Sumber : Manajemen Super Indo Muara Karang.
Receiving Dry
Adm. Officer
Helper
Operator
65
Tugas dan wewenang masing-masing jabatan sebagai berikut : 1. Area Manager
Tugas dari area manager adalah bertanggung jawab dan mengawasi atas semua kawasan area yang telah ditentukan oleh perusahaan. Area manager akan dibantu oleh kepala cabang setiap supermarket yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Kepala Cabang (Store Manager) Tugas kepala cabang adalah bertanggung jawab untuk memastikan dan melakukan pengawasan atas pemenuhan order, harga beli dan kualitas. Kepala cabang dalam tugas sehari-harinya dibantu oleh dua staff, yaitu asisten manager operasional dan asisten manager logistik. 3. Asisten Manager Operasional Tugasnya bertanggung jawab membantu menyelesaikan tugas kepala cabang dalam dalam menyelesaikan kegiatan operasional sehari-hari. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh officer perishable, officer dry dan head cashier.
4. Asisten Manager Logistik Tugasnya melakukan kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan penanganan barang. Asisten manager logistik dalam kegiatan sehari – harinya dibantu oleh receiving fresh, receiving dry dan administrasi officer. 5. Officer Perishable Officer perishable berjumlah empat karyawan yang berfungsi untuk
mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan laporan barang masuk dan barang keluar, terutama barang mudah rusak seperti produk agribisnis.
66
6. Officer Dry Officer Dry berjumlah empat karyawan yang bertanggung jawab untuk
menerima barang dengan kualitas yang baik dan benar sesuai orderan. Officer Dry dibantu oleh tujuh staff merchandiser.
7. Kepala Kasir/Head Cashier Bertanggung jawab terhadap transaksi-transaksi harian dan membuat laporan keuangan. Kepala kasir berjumlah empat karywan akan dibantu oleh enam staff cashier dan deposit. 8. Receiving Fresh Receiving Fresh terdiri dari empat karyawn, bertanggung jawab atas barang
yang telah diterima dan merapikan barang di gudang serta penyortiran mengenai barang yang telah dipesan, terutama produk – produk segar. Sekaligus memeriksa stok barang dan barang – barang yang datang dari gudang induk dengan dibantu oleh petugas penerimaan (helper receiving). 9. Administrasi Officer
Bertanggung jawab dan mengawasi pencatatan pengeluaran, penerimaan dan stok barang yang berjumlah empat karyawan. Serta membuat laporan bulanan dan tahunan yang kemudian dilaporkan kepada manajer. Hari kerja karyawan supermarket Super Indo Muara Karang adalah enam hari dalam seminggu, namun karyawan hari libur yang ditetapkan tidak menentu sesuai dengan shift yang berlaku. Waktu jam kerja karywan selama 9 jam kerja sehari, dengan pembagian dibagi dua shift. Shift pertama shift pagi yang berlangsung pada pukul 07.00-16.00 WIB. Shift kedua adalah shift sore yang berlangsung pada pukul 16.00-22.00 WIB (termasuk istirahat).
67
Penetapan gaji ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, kecakapan dan prestasi kerja para karyawan. Pengupahan diatur menurut status pekerja yaitu perorangan dan bulanan dengan susunan upah menurut : upah pokok, upah lembur, tunjangan yang diatur berdasarkan status, jabatan dan golongan.
5.2.1 Sarana dan Prasarana
Sarana yang dimiliki oleh supermarket Super Indo antara lain : 1 unit timbangan listrik yang digunakan untuk mengukur berat buah saat diterima dari supplier ; 1 unit timbangan listrik yang digunakan untuk mengukur berat tomat Bandung ; 45 unit keranjang bolong untuk meletakkan sayuran, untuk tomat Bandung hanya diperlukan lima unit dari total keranjang bolong yang ada ; stempel penerimaan barang digunakan untuk mengetahui barang yang datang ; stempel untuk barang stok digunakan untuk mengetahui barang yang telah disimpan ; palet merupakan nampan dari kayu yang permukaan atas, dan bawahnya datar yang berukuran 32 x 36 inchi yang digunakan untuk menumpuk barang ; blower merupakan pendingin ruangan ; hand fallet yaitu alat untuk memudahkan pengangkutan barang ; lima buah komputer dan rak penyimpanan tas atau loker. Sarana umum lainnya adalah satu unit ruang pendingin chiller yaitu ruangan untuk menyimpan buah dan sayuran khususnya tomat Bandung ; satu ruang frozen yaitu ruangan untuk menyimpan daging dan ikan segar dan ruang kantor operasional. Prasarana yang terdapat di gudang induk fresh antara lain : tempat parkir, mushola serta toilet.
68
5.3 Sistem Pengadaan dan Persediaan Tomat bandung 5.3.1
Jenis dan Asal Tomat Bandung
Dalam kegiatan pengadaan tomat Bandung di supermarket Super Indo harus memiliki standar kualitas di antaranya mutu yang baik dan tidak cacat (Lampiran 1). Berbagai macam sayuran keras seperti kol, jagung, brokoli, kacang kacangan, kentang, labu dan petai yang disediakan oleh supermarket Super Indo, dikirim langsung setiap dua hari sekali dari Gudang Induk Fresh (GIS). Untuk pengadaan sayuran daun umumnya dilakukan oleh supermarket Super Indo Muara Karang itu sendiri. Hal ini dilakukan karana sayuran daun memiliki sifat yang tidak tahan lama dan mudah layu. Sayuran yang terdapat di supermarket Super Indo memiliki standar kualitas maupun kuantitas yang telah ditentukan, dapat dijelaskan pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5 Kriteria dan Volume Sayuran di Supermarket Super Indo No 1. 2.
Sayuran
Kriteria Sayuran baby Ukuran seragam Sayuran Keras Kerusakan maksimum Ukuran seragam Sumber : Manajemen Super Indo Muara Karang.
Jika pemasok tidak mampu memenuhi kriteria di atas maka supermarket Super Indo akan mengembalikan barang yang telah diterima atau pemutusan kerjasama dan mencari supplier lain yang dapat bekerjasama dengan baik. Dalam penelitian ini, sayuran yang dianalisis merupakan sayuran yang paling tinggi penjualannya dibandingkan dengan jenis sayuran yang lainnya, yaitu tomat Bandung. Supermarket Super Indo menerima dari pasokan dari beberapa supplier tergantung jenisnya. Tomat Bandung dipesan dari Parung Farm yang berlokasi di
69
Ciawi, Mitra Tani Parahyangan di Cianjur, Ilham Fresh Vegetable di Sukaraja – Sukabumi serta Segar Tani yang berlokasi di Galudra - Cujrug. 5.3.2
Proses Pengadaan Tomat Bandung
Supemarket Super Indo Muara Karang merupakan salah satu gerai (toko) yang dimiliki oleh perusahaan Super Indo, yang memiliki tujuan antara lain mendapatkan keuntungan besar dalam penjualannya. Manajemen pengadaan dan pengendalian tomat Bandung. merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk mencapai target tersebut. Proses pengadaan tomat Bandung dilakukan oleh Officer Perishable
dan beserta staff perishable
dalam
menentukan waktu dan jumlah yang harus dipesan. Form pemesanan tomat Bandung yang berisi rencana pemesanan dibuat setiap minggu sebelumnya, kemudian dikirimkan kepada supervisor logistik (Gudang Induk Fresh) yang diterima seminggu berikutnya. Pemesanan ke setiap supplier dilakukan oleh Gudang Induk Fresh (GIS). Pengadaan Tomat Bandung di supermarket Super Indo dikirim langsung setiap harinya oleh Gudang Induk Fresh yang berlokasi di Jakarta Utara. Gudang Induk Fresh dalam hal tomat Bandung memiliki syaratsyarat tertentu oleh pemasok dalam memenuhi pengadaan yang akan didistribusikan ke outlet-outlet. Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh supplier adalah sebagai berikut : 1. Status Perusahaan Pemasok yang bekerjasama dengan Gudang Induk Fresh terdiri dari pemasok yang berbadan hukum. 2. Kemampuan pemasok untuk memenuhi kualitas yang dibutuhkan
70
Kualitas tomat Bandung yang baik merupakan syarat yang paling utama didalam melakukan kerjasama dengan supplier. 3. Kemampuan pemasok menepati waktu pengiriman Pemasok yang diinginkan oleh GIS yaitu mampu memenuhi pengiriman tomat Bandung tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Keterlambatan waktu pengiriman tomat Bandung dapat menghambat kegiatan pengadaan dan mengakibatkan kerusakan pada komoditi tersebut. 4. Kemampuan menjamin keamanan pasokan dalam perjalanan Pengiriman sayuran dalam perjalanan menuju GIS perlu mendapatkan jaminan keamanan oleh pihak pemasok, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Jika hal tersebut terjadi maka menjadi tanggung jawab pemasok. Pengiriman yang dilakukan oleh Gudang Induk Fresh merupakan tipe biasa dilakukan secara terus menerus yang terdiri dari makanan segar, seperti sayuran, buah dan daging. Gudang Induk Fresh mengirim tomat Bandung ke supermarket Super Indo Muara Karang sekitar pukul 06.30-11.00 WIB. (1)
Gerai (outlet)
(2)
Gudang Induk Fresh (3)
Keterangan
Supplier (4)
: 1 dan 2 : proses pemesanan 3 dan 4 : proses pengiriman
Gambar 6 Pola Pengiriman tomat Bandung supermarket Super Indo Pengadaan tomat Bandung dengan supplier melalui kesepakatan kerjasama (kontrak) untuk keamanan transaksi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
71
Untuk beberapa item Fresh Vegetable, untuk luar kota (Yogya, Surabaya, Palembang dan Bandung), tidak semua item sayuran di supply dari GIS (Gudang Induk Super Indo) atau CWH (Central Warehouse) dikarenakan terkadang toko atau cabang diluar Jabodetabek, menjual item/barang khusus yang diminati oleh customer setempat, sehingga item tertentu memang diorder oleh toko sendiri, dan
tidak melalui Gudang Induk. Sedangkan untuk item yang sifatnya tidak spesifik , item harus diorder ke gudang induk Pengadaan tomat Bandung dari Supermarket Super Indo Mara Kuarang dari GIS dengan cara : •
Toko membuat estimasi permintaan barang dengan cara manual di Book Order dan stock / inventory barang.
•
Melalui Komputer / POS Staff Officer membuat order atas barang2 yang stoknya sudah menipis/kosong
Sedangkan untuk mekanisme pengiman data tomat Bandung diantaranya: •
Data Order yang sudah lengkap, dikirim melalui system applikasi komputer, ke data center Gudang Induk.
•
Dari Gudang Induk, akan keluar List PO dari cabang / toko.
•
Dari list permintaan toko, gudang menyiapkan tomat Bandung, dan diloading ke area loading. Barang dimasukkan ke mobil ber cooler (berpendingin)
•
Saat pengiriman gudang membuat BKB (Bukti Keluar Barang), sebagai faktur/dokumen/surat jalan sopir ke cabang.
•
Setelah mobil bongkar di receiving, toko/cabang mengecek kembali barang yang diorder, kemudian. Toko membuka BTB (Bukti Terima Barang), sesuai dengan barang yang diterima.
72
5.3.3 Proses Penanganan Tomat Bandung
Kegiatan penanganan yang dilakukan pada saat penerimaan tomat Bandung sebelum masuk gudang, yaitu produk yang diterima harus diperiksa terlebih dahulu mengenai jumlah barang yang telah ditentukan berdasarkan Purchase Order (PO) serta kualitas produk yang diterima harus sesuai kriteria
yang telah ditentukan. Setelah itu, pemindahan dilakukan secara hati – hati pada saat tomat Bandung diangkut ke dalam gudang dan ditaruh di keranjang yang telah ditentukan untuk disortasi. Penyortiran dapat dilakukan dengan memisahkan tomat Bandung yang rusak. Sortasi dilakukan berdasarkan kualitas dan ukuran. Sortasi ini penting untuk menentukan harga. Penilaian kualitas setiap komoditi tidak sama, tergantung dari sifat, jenis dan cirinya, misalnya tomat Bandung dengan karakteristik tidak ada memar, mulus, tidak busuk/segar, berwarna merah atau semburat merah. Dalam hal ini, supermarket Super Indo menerima tomat Bandung dari GIS dengan tingkat kematangan 70-80 persen. Beberapa kriteria kualitas di antaranya tingkat ketuaan, kekerasan, ukuran, warna, bau, kerusakan maksimum, kotoran, dan busuk maksimum. Setelah disortir maka akan dihasilkan beberapa golongan tomat Bandung yang mempunyai kualitas baik dan memenuhi standar untuk dijual. Penyortiran tomat Bandung dilakukan oleh satu atau dua orang. Jika tidak memenuhi kriteria di atas maka tomat Bandung tersebut akan dikembalikan kepada supplier. Pengemasan tomat Bandung sudah dilakukan oleh pemasok, karena itu merupakan salah satu cara untuk memenangkan persaingan dan mendapatkan konsumen, kemudian dimasukkan ke ruang penyimpanan.
73
Penyimpanan tomat Bandung akan memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu akan memperbaiki mutunya. Tujuan utama penyimpanan adalah untuk mengendalikan laju transpirasi, respirasi, infeksi penyakit dan mempertahankan produk agar tetap segar. Tomat Bandung yang telah selesai disortir akan disimpan di ruang pendingin atau ruangan chiller. Ruangan pendingin yang terdapat di supermarket Super Indo ada dua bagian, yaitu yang pertama yang bersuhu 4-100C digunakan untuk menyimpan sayuran dan buah – buahan, sedangkan untuk tomat Bandung dapat disimpan pada suhu 80 - 100 C maka cocok untuk ruangan chiller yang pertama dan kedua freezer dengan suhu ≤ 50C digunakan untuk meyimpan daging segar, ayam segar dan potongan, sosis, dan ikan segar. 5.4 Identifikasi Biaya Persediaan Tomat Bandung
Biaya persediaan hanya mencakup biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sedangkan biaya yang lainnya tidak terdapat di Supermarket Super Indo Muara Karang. Biaya pemesanan merupakan biaya yang terjadi karena melakukan pemesanan yang merupakan hasil perkalian antara pemesanan per pesanan frekuensi pemesanan. Komponen – komponen biaya pemesanan terdiri dari biaya telepon dan biaya administrasi, sedangkan untuk biaya angkut telah ditanggung oleh Gudang Induk Fresh. Sebelum dilakukan perhitungan persediaan tomat Bandung dilakukan proporsi terlebih dahulu, proporsi tomat Bandung didapatkan dari total penjualan sayuran yang termasuk lima besar saja sebesar 22.716,642 kg, maka dibagi dengan total penjualan tomat Bandung Tahun 2007 sebesar 17.797,924 kg dan didapatkan untuk proporsi tomat Bandung sebesar 78%
74
Perincian biaya pemesanan per pesanan tomat Bandung dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Tomat Bandung Tahun 2007 Jenis Biaya Biaya Pemesanan Per Pesanan Persentase (Rp/pesanan) % Biaya Telepon 9.370 64,31 Biaya Administrasi Total
5.200
35,69
14.570
100
Pemesanan yang dilakukan oleh supermarket Super Indo setiap dua hari sekali jadi dalam setahun pemesanan dilakukan dalam 182 kali pesan, maka rata – rata biaya telepon setelah diproporsi 78 persen sebesar Rp 9.370,00 atau 64,31 persen
dari total biaya pemesanan, sedangkan biaya administrasi setelah
diproporsi 47 persen sebesar Rp 5.200,00 atau 35,69 persen dari total pemesanan (Lampiran 2). Biaya penyimpanan dipengaruhi oleh tingkat persediaan rata –rata tomat bandung yang disimpan pada Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Tingkat Persediaan rata – rata Tomat Bandung Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata - rata
Volume Penjualan
1246,139 1387,372 1391,34 1541,656 1548,47 1355,16 1483,06 1507,823 1553,263 1668,272 1554,05 1561,319 17797,924 1483.160
75
Komponen biaya penyimpanan tomat Bandung terdiri opportunity cost merupakan biaya yang dikorbankan akibat adanya persediaan tomat Bandung apabila biaya untuk persediaan tersebut disimpan di bank. Dari hasil perhitungan untuk opportunity cost diperoleh sebesar Rp 4902,00 per kilogram. Biaya ini didapat dari hasil perkalian antara harga tomat Bandung per satuan Rp 4.750 per kg dengan rata – rata tingkat suku bunga tahun 2007, yaitu 8,60 persen selama satu tahun. Biaya listirik dibebankan terhadap pemakaian listrik chiller. Chiller berukuran 4,6m X 1,85m X 2,4m dan mempunyai daya sebesar 1300 watt atau setara dengan 3 PK serta beban listrik untuk tipe industri sebesar Rp 900/KWH dan diproporsi dari tomat bandung sebesar 78 persen (Lampiran 2). Biaya pemeliharaan juga termasuk dengan pengisian freon yang dilakukan pada chiller sekaligus perbaikan chiller. Rincian komponen biaya penyimpanan tomat Bandung dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 8. Tabel 8 Komponen Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2007 Tomat Bandung Komponen Rp/kg/thn % 4.902 43,89 Opportunity cost Biaya Listrik 5.316 47,60 Biaya pemeliharaan 950 8,51 Total 11.168 100 Pemenuhan persediaan tomat Bandung di Super Indo dilakukan dengan pemesanan optimal. Pemesanan dilakukan dalam satu tahun terjadi dalam 182 kali pemesanan dengan jumlah pemesanan rata – rata sebesar 98 kg. Berdasarkan dari total tomat Bandung sebesar Rp 17.797,924 dibagi dengan pemesanan dalam satu tahun sebesar 182 kali. Tabel 9 menjelaskan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan tomat Bandung periode Tahun 2007.
76
Tabel 9 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2007 Produk Tomat Bandung Frekuensi Pemesanan (kali) (1) 182 Jumlah/Pesanan (kg) (2) 98 Biaya Pesan (Rp/Pesanan) (3) 14.570 Biaya Simpan (Rp/kg/thn (4) 11.168 Biaya Pesan/thn (5) = (1)x(3) 2.651.740 Biaya Simpan/thn (6) = (4)x(2)x(0,5) 547.232 (7) = (5) + (6) Total biaya persediaan 3.198.972 Berdasarkan tabel di atas, bahwa biaya pemesanan yang dilakukan dalam setahun sebesar Rp 2.651.740, dan biaya penyimpanan sebesar Rp 547.232, sehingga dapat diketahui bahwa total biaya persediaan untuk tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang sebesar Rp 3.198.972.
77
VI. PERAMALAN TINGKAT PENJUALAN TOMAT BANDUNG
6.1 Identifikasi Pola Data Penjualan Tomat Bandung
Identifikasi pola dari data penjualan tomat bandung digunakan dalam pemilihan metode peramalan yang paling sesuai.
Pada tahap ini, dilakukan
identifikasi pola data penjualan bulanan tomat bandung di supermarket superindo dimulai dari bulan Januari 2002 sampai dengan bulan Desember 2007. Maka terdapat rentang waktu 72 bulan yang berarti terdapat 72 data penjualan tomat bandung. Data penjualan tomat bandung yang dianalisis merupakan volume penjualan yang tertinggi di antara sayuran yang lain. Plot data produksi dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.
Plot Data Penjualan Tomat Bandung 1700 1600
Penjualan
1500 1400 1300 1200 1100 2002
2003
2004
2005 Tahun
2006
2007
Gambar 7 Plot Data Penjualan Tomat Bandung Tahun 2002-2007
78
Berdasarkan plot data tersebut, penjualan tomat bandung setiap bulannya mengalami fluktuatif (Lampiran 3), dilihat dari bulan – bulan tertentu mengalami kenaikan yang sangat signifikan seperti terdapat hari besar nasional, hari libur anak sekolah serta hari raya idul fitri. Adanya kenaikan tersebut mengakibatkan volume penjualan akan meningkatkan seperti pada bulan Oktober 2006 sebesar 1668,272/kg. Sebaliknya dengan adanya penurunan volume penjualan tomat bandung disebabkan pada bulan tersebut jarang terdapat hari besar nasional seperti pada bulan januari. Berdasarkan plot data di atas didapat rata – rata penjualan tiap bulannya sebesar 1346,611/kg per bulan. Hasil plot data menunjukkan bahwa data penjualan tomat bandung memiliki unsur tren dan musiman. Sebaran data tersebut mengikuti suatu variasi yang berulang setiap tahun dengan titik terendah dan tertinggi, titik – titik tersebut cenderung meningkat setiap tahun. Siklus yang berulang setiap tahun dengan titik terendah dan tertinggi menandakan adanya unsur musiman, sedangkan kecenderungan titik – titik meningkat setiap tahun menandakan adanya unsur tren pada data penjualan tomat bandung.
6.2 Penerapan Metode Peramalan Time Series
Penerapan metode peramalan ini dilakukan pada tingkat penjualan tomat bandung di Supermarket Super Indo, setelah tingkat penjualan tomat bandung diidentifikasi, maka didapat model peramalan yang paling sesuai berdasarkan nilai MSE terkecil. Berdasarkan Tabel 10 maka MSE yang paling terkecil adalah 5345 dengan metode yang terbaik SARIMA (1,0,0)(2,0,0)4.
79
Tabel 10 Nilai MSE Beberapa Model Peramalan Penjualan Buah Tomat Bandung No. 1. 2.
3.
4.
5. 6. 7.
Metode Single Exponential Smoothing (Alpha 0,310087) Double Exponential Smoothing Alpha (level) 0,918399 Gamma (trend) 0,033886 Winters’ Aditif Alpha (level) 0,2, Gamma (trend) Delta (seasonal) 0,2
MSE 6898
Urutan Terbaik 4
7893,18
5
8665,66
6
8701,96
7
5474,19 5469,45 5345
3 2 1
0,2
Winters’ Multiplikatif Alpha (level) 0,2, Gamma (trend) 0,2, Delta (seasonal) 0,2 Dekomposisi Aditif Dekomposisi Multiplikatif SARIMA (1,0,0)(2,0,0)4
Berdasarkan hasil pengolahan data, model SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 merupakan model yang paling sesuai untuk menggambarkan deret data penjualan tomat bandung untuk 12 bulan ke depan. Bahwa pola data penjualan tomat bandung memiliki komponen tren dan musiman, dan dari plot ACF dan PACF (Lampiran 4) terlihat bahwa data sudah stasioner sehingga dapat diterapkan metode SARIMA pada deret penjualan tomat bandung. Berdasarkan dari plot autokorelasi, dimana korelogram untuk data pembedaan pertama menunjukkan ACF bersifat dying down, sedangkan PACF bersifat cuts off.
Maka disimpulkan bahwa model SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4
dengan nilai MSE sebesar 5345 (Lampiran 4).
Setelah dilakukan estimasi
parameter model, maka selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Ada enam kriteria dalam evaluasi model Box – Jenkins, yaitu: 1. Residual peramalan bersifat acak. Dari session ditujukkan bahwa nilai P-value untuk uji ini lebih besar dari 0,05 yang berarti residual sudah acak. Selain itu
80
ACF dan PACF residual (Lampiran 4) dari model mempunyai pola cuts off, yang menunjukkan bahwa residual memang sudah acak. 2. Model parsimonious. Model tentatif yang diperoleh dapat ditulis sebagai SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 menunjukkan bentuk yang paling sederhana. 3. Parameter yang diestimasi berbeda nyata dari nol, yaitu nilai P-Value koefisien harus kurang dari 0,05. Pada session, P-Value koefisien AR 1 = 0,000. 4. Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR kurang dari 1 (0,9745); persamaan tidak mengandung koefisien MA. Hal ini berarti kondisi invertibilitas terpenuhi. 5. Proses iterasi harus convergence. Pada session ini belum terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,00010.
6. Model harus memiliki MSE yang kecil. Pada model ditunjukkan dengan nilai MSE sebesar 5345.
6.3 Hasil Ramalan Metode Time Series Terpilih
Berdasarkan identifikasi unsur – unsur yang terdapat pada data penjualan tomat bandung, maka metode yang paling sesuai yaitu SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 . Hasil ramalan untuk 12 bulan ke depan untuk tahun 2008 dapat dilihat Tabel 11. Hasil ramalan tersebut menunjukkan bahwa penjualan terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Penjualan tomat bandung tertinggi diprediksi pada bulan Februari 2008, sedangkan penjualan terendah diprediksi akan terjadi pada bulan Juni 2008
81
VII. PERENCANAAN PENGENDALIAN TOMAT BANDUNG
Perencanaan pengendalian tomat Bandung merupakan ramalan akan tingkat penjualan yang diharapkan supermarket super indo di masa mendatang. Peramalan tingkat penjualan tomat Bandung dilakukan satu tahun ke depan, dari hasil peramalan yang telah dilakukan bahwa total pemakaian tomat Bandung tahun 2008 sebesar 17.999,11 kg dengan rata – rata 1.499,926 kg (Tabel 11). Setelah itu diterapkan dengan metode Economic Order Quantity (EOQ) yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan tomat Bandung yang optimal bagi perusahaan dengan persediaan minimal. Dengan menentukan jumlah persediaan yang optimal perlu menentukan besarnya permintaan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Proyeksi tingkat penjualan tomat Bandung periode tahun 2008 dapat dilihat Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11 Proyeksi Penjualan Tomat Bandung Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total Rata – rata Standar Deviasi
Jumlah Penjualan (Kg) 1.524,68 1.559,74 1.541,13 1.515,29 1.501,29 1.413,08
1.475,89 1.477,43 1.496,62 1.515,88 1.486,07 1.492,01 17999,11 1499,926 37,26111
82
7.1 Proyeksi Biaya Persediaan Tomat Bandung
Proyeksi biaya persediaan tomat Bandung dihitung untuk periode ke depan yaitu tahun 2008. Asumsinya bahwa perhitungan biaya persediaan tahun 2008 dihitung dari laju persentase perubahan dari tahun sebelumnya. Biaya persediaan terdiri dari biaya penyimpanan yang terdiri dari biaya pemeliharaan dan biaya listrik diasumsikan tetap selama tahun 2008. Asumsi harga tomat Bandung diperlakukan konstan dikarenakan adanya kontrak perjanjian antar supplier. Data Proyeksi
Biaya Persediaan Tomat Bandung Tahun 2008 dapat dilihat pada
Lampiran 5. Proyeksi biaya persediaan tomat Bandung bahwa biaya pemesanan yang terdiri dari biaya telepon mengalami peningkatan 2,5 persen. Sehingga biaya telepon didapatkan dari hasil bagi proyeksi biaya telepon dalam setahun dengan tingkat pemesanan tomat Bandung di supermarket Super Indo. Setelah itu di proporsi 78 persen. Sedangkan untuk biaya administrasi tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Proyeksi biaya pemesanan tomat Bandung dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Proyeksi Biaya PemesananTomat Bandung 2008 Jenis Biaya
Biaya Telepon Biaya Administrasi Total
Biaya Pemesanan Per Pesanan (Rp/pesanan) 9.954
Persentase % 65,57
5.200
34,31
15.154
100
Biaya penyimpanan salah satunya dari biaya listrik pada chiller pada periode tahun 2008 akan adanya peningkatan. Namun peningkatannya tidak terlalu besar dengan diasumsikan bahwa peningkatan listrik meningkat 5 persen
83
jadi meningkat sebesar Rp 5.600 (Tabel 13). Biaya ini merupakan pembagian antara total biaya penyimpanan tomat Bandung setahun dengan tingkat persediaan tomat Bandung rata – rata pertahun yang disimpan. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan dan opportunity cost tetap sama dengan tahun sebelumnya.
Tabel 13 Proyeksi Komponen Biaya Penyimpanan Tomat Bandung Tahun 2008 Komponen
Opportunity cost Biaya Listrik Biaya pemeliharaan Total
Tomat Bandung Rp/kg/thn 4.902 5.600 1.200 11.702
%
41,89 47,86 10,29 100
7.2 Analisis Pengendalian Bahan Baku dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Pengendalian persediaan tomat Bandung dengan model EOQ menjelaskan bagaimana perusahaan memesan tomat Bandung dalam jumlah pemesanan dan frekuensi pemesanan yang optimal dengan biaya persediaan yang minimal. Dengan menentukan jumlah persediaan yang optimal perlu menentukan besarnya permintaan, biaya pemesanan/pembelian dan biaya penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan biaya persediaan tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang pada tahun 2007, belum optimal dalam pengendalian persediaannya. Maka dihitung perencanaan pengendalian persediaan tomat Bandung dengan menggunakan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimal Tomat Bandung Produk Tomat Bandung (1) 17.999,11 Ramalan Permintaan (2) 15.154 Proyeksi Biaya Pemesanan (3) Proyeksi Biaya Penyimpanan 11.702 EOQ (4)=2(2)(1)/3 46.617,42 (5)=√(4) 215,91
84
Berdasarkan hasil perhitungan EOQ diperoleh jumlah pemesanan ekonomis untuk tomat Bandung sebesar 215,91 kg. Dengan diketahui jumlah pemesanan ekonomis ini maka frekuensi pemesanan bisa diketahui, yaitu dengan cara jumlah pemakaian tomat Bandung dibagi dengan hasil ramalan dengan nilai EOQ (Tabel 15). Tabel 15 Frekuensi Pemesanan Optimal Tomat Bandung Komoditi
Permintaan (1)
Tomat Bandung
17.999,11
EOQ (2)
215,91
Frekuensi Pesan (3)=(1)/(2) 83
Setelah melakukan perhitungan, maka diketahui bahwa frekuensi pemesanan untuk tomat Bandung ini sebanyak 83 kali pemesanan selama setahun untuk periode 2008. Perhitungan pemesanan tomat Bandung ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Tahun 2008 Produk Tomat Bandung Frekuensi Pemesanan (kali) (1) 83 Jumlah/Pesanan (kg) (2) 215,91 Biaya Pesan (Rp/Pesanan) (3) 15.154 Biaya Simpan (Rp/kg/thn (4) 11.702 Biaya Pesan/thn (5) = (1)x(3) 1.257.782 Biaya Simpan/thn (6) = (4)x(2)x(0,5) 1.263.289 (7) = (5) + (6) Total biaya persediaan 2.521.071 Dengan menggunakan model EOQ(Tabel 16) diperoleh biaya pemesanan tahun 2008 sebesar Rp 1.257.782, sedangkan untuk biaya penyimpanan sebesar Rp 1.263.289 sehingga total biaya persediaan tomat Bandung pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 2.521.071. Dari hasil perhitungan bahwa dengan menggunakan metode EOQ ternyata ada perbedaan yang cukup signifikan antara total biaya persediaan Tahun 2008
85
dengan Tahun 2007. Total biaya persediaan dengan menggunakan metode EOQ jauh lebih kecil dibandingkan dengan total biaya persediaan tomat Bandung menurut kebijakan perusahaan. Hal ini ditunjukkan dari adanya penghematan, yaitu adanya selisih antara total biaya persediaan tomat Bandung tahun 2007 dengan tahun 2008. Tabel 17 Perhitungan Penghematan Biaya Persediaan Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Muara Karang Biaya Persediaan Tomat Bandung Tahun 2007 Tahun 2008 (1) (2)
Komoditi
Tomat Bandung
3.198.972
2.521.071
Penghematan (Rp) (3)=(1)-(2) 677.901
Dari perhitungan pada Tabel 17, penghematan biaya persediaan Rp 677.901 atau 21,19 persen. Dengan menggunakan metode EOQ diperoleh jumlah dan frekuensi pemesanan yang lebih rendah, sehingga biaya persediaan yang keluar menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan total biaya persediaan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan.
7.3 Analisis Persediaan Pengaman
Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang muncul untuk menjaga kelancaran dan menghindari kekurangan tomat Bandung (stock out) akibat penjualan tomat Bandung yang lebih besar dari perkiraan semula atau disebabkan keterlambatan penerimaan. Persediaan pengaman diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya
fluktuasi permintaan terhadap komoditi sayuran
khususnya tomat Bandung. Dalam
menentukan
persediaan
pengaman,
dalam
penelitian
ini
menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan (service level approach).
86
Tingkat pelayanan ini dihitung berdasarkan perbandingan secara rata – rata dari seluruh penjualan terhadap persediaan perusahaan. Pihak manajemen di supermarket Super Indo Muara Karang menentukan tingkat pelayanan sebesar 99,9 persen sehingga nilai policy factor adalah 3. Dalam menentukan persediaan pengaman perlu diketahui waktu tunggu rata – rata dan standar deviasi dari waktu tunggu, pemakaian tomat Bandung rata – rata dan standard deviasi dari penjualan tomat Bandung. Standar deviasi penjualan tomat Bandung adalah 37,26 dan perkiraan rata – rata penjualan tomat Bandung sebesar 1499,926 (Tabel 11). Waktu tunggu pemesanan tomat Bandung relatif konstan yaitu berkisar antara 1 sampai 2 hari telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada Tabel 18 terlihat waktu tunggu rata – rata dan standar deviasi waktu tunggu. Waktu tunggu rata – rata adalah 0,05 bulan dengan standar deviasinya sebesar 0,0236. Hasil perhitungan waktu tunggu rata – rata dan standar deviasi waktu tunggu dapat dijelaskan pada Tabel 18. Tabel 18 Waktu Tunggu Rata – Rata dan Standar Deviasi Periode 2008 Waktu Tunggu Komoditi Hari Bulan 1 0,0333 Tomat Bandung 2 0,0667 Rata – rata 1,5 0,050 Standar Deviasi 0,7071 0,0236 Supermarket Super Indo mempunyai persediaan pengaman untuk menjaga stabilitas penjualan tomat Bandung Tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 6, maka dengan ini manajemen supermarket Super Indo menetapkan besarnya persediaan pengaman sebesar 5 persen dari total penjualan tomat Bandung yang diasumsikan pada Tahun 2007 . Selama Tahun 2007, perusahaan melakukan
87
tingkat penjualan tomat Bandung sebesar 17.797,92 kg, sehingga jumlah persediaan pengaman 5 persen yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar 889,89 kg. Tabel 19 Tambahan Biaya Penyimpanan karena Adanya Persediaan Pengaman Periode Tahun 2007 dan 2008 Tahun Jumlah Biaya Simpan Tambahan Biaya Persediaan Rp/kg/tahun Simpan (Rp/Tahun) Pengaman (kg) (1) (2) (3)=(1)x(2) 2007 889,89 11.168 9.938.291,52 2008 418,63 11.702 4.898.808,26 Selisih Biaya Simpan (Rp/Tahun) 5.039.483,26 Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada Tahun 2007 supermarket Super Indo dalam menetapkan persediaan pengaman sehingga tambahan biaya penyimpanan sebesar Rp 9.938.291,52. Sedangkan dengan model EOQ pada Tahun 2008 tambahan biaya persediaan karena adanya persediaan pengaman sebesar Rp 4.898.808,26. Jika dibandingkan antara kebijakan perusahaan dalam menetapkan persediaan pengaman dengan kebijakan persediaan pengaman menurut EOQ, akan terlihat selisih biaya yang cukup besar yaitu sebesar Rp 5.039.483,26. Besarnya selisih tambahan biaya penyimpanan karena adanya persediaan pengaman tersebut disebabkan perusahaan masih sangat besar dalam menetapkan persediaan pengaman yang harus ada untuk mengatasi fluktuasi permintaan pelanggan. Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar yang diadakan supermarket Super Indo agar tidak menyediakan sayuran secar berlebihan dengan mempertimbangkan efisiensi biaya dan kapasitas ruang penyimpanan (Chiller). Persediaan maksimum ini diperoleh dari penjumlahan antara persediaan pengaman dengan jumlah pemesanan ekonomis.
88
Proyeksi persediaan maksimum pada Supermarket Super Indo berdasarkan perhitungan EOQ tercantum pada Tabel 20. dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa persediaan maksimum dari tomat Bandung di Supermarket Super Indo Tahun 2008 sebesar 351,89 kg. Tabel 20 Persediaan Maksimum Tomat Bandung di Supermarket Super Indo Berdasarkan Model EOQ Tahun 2008 Jumlah Pemesanan Optimal
Persediaan Pengaman
Persediaan Maksimum
(1)
(2)
(3)=(1)+(2)
215,91
418,63
634,54
7.4 Analisis Titik Pemesanan Kembali
Titik pemesan kembali merupakan batas jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana barang persediaan harus dipesan kembali. Dengan mengetahui titik pemesanan kembali, maka supermarket Supermarket Super Indo akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan. Untuk mengetahui besarnya titik pemesanan kembali diperlukan data rata – rata penjualan tomat Bandung per hari sebesar 50 kg, didapatkan dari rata - rata penjualan tomat Bandung dalam sebulan sebesar 1499,926 dibagi dengan 30 hari dalam sebulan, waktu tunggu rata – rata per hari, persediaan pengaman penjualan tomat Bandung selama waktu tunggu. Besarnya titik pemesanan kembali untuk tomat Bandung dapat dijelaskan pada Tabel 21. Tabel 21 Perhitungan Titik Pemesanan Kembali Periode Tahun 2008 Produk Tomat Bandung Waktu Tunggu Rata–Rata (Hari) (1) 1,5 Rata-Rata Permintaan per Hari (2) 50 Permintaan Selama Waktu Tunggu (3)=(1)x(2) 75 Persediaan Pengaman 418,63 (4) (5)=(3)+(4) Titik Pemesanan Kembali 493,63
89
Dari Tabel 21 dapat diketahui selama 2008, Supermarket Super Indo harus memesan tomat Bandung pada saat persediaan tersebut mencapai 493,63 kg. Jika terjadi kekurangan pasokan akibat pembelian tidak dilakukan pada titik tersebut, maka kekurangan tomat Bandung dapat dipenuhi dengan persediaan pengaman. Kg
634,54
Pesanan Diterima Pesanan Maksimum
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan
Waktu Pesan EOQ=215,91
493,63 Titik Pemesanan Kembali 418,63 Persediaan Pengaman
Lead Time
4
6
Lead Time
8
Lead Time
10
12
Lead Time
14
16
18
Gambar 8 Rencana Operasi Pengendalian Persediaan Tomat Bandung Tahun 2008 Dengan jumlah pemesanan optimal sebesar 215,91 kg dan persediaan pengaman 418,63 kg, maka persediaan maksimum 634,54 kg. Titik pemesanan kembali akan dilakukan setelah persediaan tomat Bandung 418,63 kg dengan selang waktu empat hari, sehingga pada waktu tunggu antara 1 sampai 2 hari perusahaan sudah dapat menerima produk yang dipesan. Berdasarkan pengalaman supermarket Super Indo bahwa batas masa simpan tomat Bandung adalah empat hari, sedangkan pemesanan kembali sesuai dengan perhitungan titik pemesan kembali dilakukan pada hari keempat. Dengan melakukan perencanaan pengendalian persediaan ini pada akhirnya diharapkan supermarket Super Indo akan dapat menjamin suatu pelayanan yang baik kepada konsumen, dan
Hari
90
meningkatkan
efisiensi
supermarket
Super
Indo
dalam
pengendalian
persediaannya.
7.5 Implikasi Terhadap Manajemen Supermarket Super Indo
Hasil perhitungan perencanaan pengendalian persediaan tomat Bandung ini, dapat dijadikan sebagai alternatif kebijakan yang dapat dipergunakan oleh Manajemen Supermarket Super Indo. Setelah itu dilakukan peramalan volume penjualan tomat Bandung pada periode ke depan meskipun tidak dapat memproyeksikan dengan tepat, namun dapat memberikan gambaran kepada pihak manajemen tentang jumlah dan fluktuasi pemakaian tomat Bandung periode ke depan, sehingga dapat diperkirakan jumlah dan waktu pemesanan tomat bandung untuk menghemat biaya persediaan tomat Bandung yang harus ditanggung supermarket Super Indo. Implikasi dengan penerapan metode EOQ dapat dihitung biaya persediaan, sehingga didapatkan pemesanan yang optimal. Dalam hal ini, EOQ ternyata menghasilkan penghematan biaya persediaan Tomat Bandung yang signifikan dibandingkan dengan metode yang digunakan supermarket Super Indo. Namun, dalam penerapannya masih menghadapi beberapa kendala, yaitu terpenuhinya asumsi – asumsi dalam penerapan metode tersebut, antara lain permintaan produk konstan dan tidak terjadi kekurangan barang. Pada kenyataannya memang sulit untuk memenuhi asumsi – asumsi tersebut. Meskipun demikian, metode EOQ dapat diterapkan untuk pengendalian persediaan jika ditambahkan dengan persediaan pengaman.
91
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Pengendalian persediaan sayuran di Supermarket Super Indo Muara Karang, menunjukkan bahwa tomat Bandung merupakan tingkat penjualan tertinggi dari sayuran lainnya. Hasil identifikasi bahwa manajemen persediaan Supermarket Super Indo belum optimal dalam pengelolaan ersediaan tomat Bandung. Kondisi tersebut dapat dilihat dari pembelian tomat Bandung bersifat speculative purchasing sehingga biaya persediaan yang dikeluarkan oleh
perusahaan sangat besar. Masalah utama dari perusahaan dalam menerapkan manajemen pengendalian persediaan adalah permintaan konsumen yang berfluktuasi dan telah ditetapkan dengan Gudang Induk Super Indo dalam penyediaan sayuran. Perencanaan pengendalian sayuran untuk periode tahun 2008 digunakan hasil ramalan penjualan tomat Bandung dan proyeksi biaya persediaan tomat Bandung. Metode yang digunakan dalam peramalan yaitu metode time series, hasil analisis dari model tersebut yang paling sesuai dalam periode ke depan adalah Metode SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 dengan nilai MSE sebesar 5345. Hasil analisis jumlah pemesanan optimal menggunakan metode EOQ menunjukkan bahwa tomat Bandung sebaiknya setiap kali memesan sebanyak 215,91 kg dengan frekuensi pemesanan sebanyak 83 kali setiap dua hari sekali. Hasil perhitungan persediaan pengaman menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan bahwa sebaiknya supermarket Super Indo Muara Karang menetapkan jumlah persediaan pengaman sebesar 418,63 kg. Persediaan minimum yang harus
92
dimiliki oleh supermarket Super Indo sama dengan besarnya persediaan pengaman. Titik
pemesanan
kembali
bertujuan
agar
perusahaan
melakukan
pemesanan tomat Bandung, pada saat persediaan yang tersedia di gudang mencapai kuantitas tertentu. Dengan ditentukannya titik pemesanan kembali, supermarket Super Indo dapat menentukan kapan pemesanan tomat Bandung dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan bahwa analisis titik pemesanan kembali mengharuskan supermarket Super Indo memesan pada saat persediaan 493,63 kg maka perusahaan harus melakukan pemesanan tomat Bandung kembali.
8.2 Saran
1. Dalam menentukan jumlah pemesanan, Supermarket Super Indo sebaiknya meminimalkan pemesanan yang terlalu sering. Maka sebaiknya Supermarket Super Indo menggunakan metode EOQ
sehingga frekuensi pemesanan
optimal dan biaya persediaan dapat dihemat. 2. Supermarket Super Indo perlu memimalkan persediaan pengaman untuk mengefisiensi biaya penyimpanan dan juga kelebihan persediaan tomat Bandung.
93
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi Modern. LP FEUI. Jakarta Buffa, E.S dan Sharin, R. K. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan. Binarupa Aksara. Jakarta. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2007. Produksi Sayuran Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi, 2006. Produktivitas Tomat Menurut Provinsi. Jakarta. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam (ARIMA, SARIMA, ARCH-GARCH). IPB Press, Bogor. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, 2007. Kebijakan Pengembangan Bisnis Ritel Modern. Jakarta Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Harjadi, S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hanke, J. E., D.W. Wichern, dan A.G. Reitsch. 2003. Peramalan Bisnis. Edisi Ketujuh. Prenhallindo. Jakarta. Helena. 2006. Analisis Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Jamu Tradisional pada PT X Bogor. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. http://www.BI.go.id. 2007. Suku Bunga Bank Indonesia Periode 2007. Ismail, A. 2007. Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal pada PT Sinar Sosro Kantor Penjualan Sukabumi. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jafarudin. 2005. Peramalan Volume Produksi TBS di Kebun Percobaan Betung IIA. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. (Molan, B. dan Sarwiji, B., Penerjemah) PT. INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta.
94
Kuraesin, D. 2006. Analisis Manajemen Persediaan Kedelai pada Perusahaan Perdagangan Kedelai CV AS Jaya. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Makridakis, S., S. C. Wheelwright dan V. E. McGee. 1999. Metode Peramalan dan Aplikasi Peramalan. Ed ke-2. Suminto h, Penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Forecasting Methods and Applications. Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Nazaruddin. 2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta. Novanda, 2003. Analisis Pengendalian Persediaan Buah Segar. Skripsi. Program Sarjana Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Render, B dan J. Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Salemba Empat. Jakarta. Royanti, I. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rajungan di PT Muara Bahari Internasional Cirebon Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soeseno, S. 1984. Kebun Sayur di Pekarangan Anda. Penerbit Kinta. Jakarta. Sudjadi, S. T. 1998. Keragaan dan Program Pascapanen Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. Sugiarto dan Harijono. 2000. Peramalan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tugiyono, H. 2007. Bertanam Tomat. Edisi Ketigapuluh. Penebar Swadaya, Jakarta. Yamit, Z. 2005. Manajemen Persediaan. Edisi Kedelapan. Ekonosia. Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1 Standar Sayur-sayuran Segar di Supermarket Super Indo 1. Jenis : sayuran keras No.
Nama Sayuran
Satuan
Berat atau Isi/kemasan 75 gr
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Akar alang – alang ikt Asparagus hijau Belimbing Sayur Biets Brokoly Buncis Jagung biasa Jagung acar Jagung manis kulit Jagung manis kupas Jengkol
Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Pcs/1 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
12. 13.
Kacang Bogor kulit Kacang Jogo merah
Kg/1000 Kg/1000
400 gr 250 gr
14. 15. 16.
Kacang kedelai Kacang panjang biasa Kacang panjang hijau tua
Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
400 gr 300 gr 300 gr
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kacang tanah kulit Kapri Kelapa sayur Kembang kol Kentang besar Kentang kecil Kol merah Kol putih
Kg/1000 Kg/1000 Pcs/1 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
150 gr
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Labu acar Labu air Labu kabocha Labu parang Labu siam Lencah sayur Lobak besar Melinjo Nangka muda Okra Oncom bandung Petai besar Sawi putih Singkong Talas Bogor Tauge biasa Tauge kecambah Tauge kedelai Terong jepang
Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Pcs/1 Ppn/1 Kg/1000 Kg/1000 Pcs/1 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
250 gr 300 gr 200 gr 250 gr 2 pcs 400 gr 5 pcs 5 pcs 250 gr
Standar Kuantitatif
Standar Kualitatif
Panjang 30 cm Pucuk biets disertakan 3cm Panjang bonggol max 8cm Panjang buncis 15-20 cm Panjang min 12 cm Panjang min 12 cm Panjang min 12 cm Diameter 3 cm
Ukuran seragam Tdk tumbuh tunas
Min 2-3 biji/kacang
Ikat menjadi 2 bagian
0,5 kg 350 gr 0,5 kg 0,5 kg 400-450 gr
Min 1,5 kg/pcs Min 1 kg/pcs Min 4 kg/pcs
2 pcs/0,5 kg 250 gr
Min 1,5 kg/pcs
250 gr
Min 0,5 kg/pcs
200 gr Panjang min 30 cm 0,5 kg Minimum 0,5 kg/pcs 150 gr 150 gr 3 pcs/200gr 250 gr 3pcs/500 gr
Panjang min 12 cm Panjang min 10 cm Panjang min 20 cm Panjang min 15 cm
Jenis kol bulat
97 Lanjutan Lampiran 1 No.
Nama Sayuran
Satuan
44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
Terong Medan Terong ungu panjang Timun acar Timun besar Timun Jepang Tomat apel Tomat Bandung Tomat Cherry
Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
52. 53. 54. 55.
Tomat sayur hijau Ubi madu cilembu Ubi merah Wortel
Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
2. Jenis Sayuran baby No. Nama Sayuran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Buncis baby Caisim Baby Kailan baby putih Kyuri baby Paitsay baby Sawi baby Wortel baby Zhukini baby Cucuwis
Berat atau Isi/kemasan 5 pcs 3 pcs 2 pcs 2-3 pcs 8-10 pcs/kg 300 gr 300 gr 1 kg 0,5 kg
Satuan Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000 Kg/1000
Standar Kuantitatif
Standar Kualitatif
Panjang min 15 cm Panjang min 20 cm Ukuran 1kg 30-35 pcs Jenis bulat /lonjong Panjang min 20 cm
Berat atau isi/kemasan 300 gr 300 gr 250 gr 300 gr 250 gr 250 gr 300 gr 400 gr 250 gr 300 gr
98
Lampiran 2. Perhitungan Biaya Persediaan Tahun 2007 Bulan januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Hasil Proporsi 78%
Biaya telepon Rp 190.445 180.165 180.180 185.170 175.243 197.158 175.054 169.000 180.912 198.265 172.514 182.435 2186.541 12013.96154 9.370
Biaya Administrasi Rp 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 1.200.000 6593.406593 5.200
listrik chiller Rp 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 10.108.800 6815,71626 5.316
Biaya pemeliharaan Rp 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 1.800.000 1213,62469 950
99
Lampiran 3. Data Penjualan Tomat Bandung Tahun 2002-2007 Tingkat Penjualan Tomat Bandung Tahun 2002-2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
2002 1117.26 1137.51 1145.54 1215.71 1261.58 1173.81 1251.31 1224.35 1267.45 1350.57 1241.76 1227.65 16616.5
2003 1109.62 1180.21 1210.43 1268.28 1305.91 1221.39 1305.59 1291.92 1314.73 1413.75 1293.44 1285.43 17203.7
2004 1168.58 1221.46 1240.29 1360.73 1371.56 1296.34 1319.43 1301.04 1360.27 1473.45 1361.64 1345.17 17823.96
2005 1207.88 1274.83 1305.62 1416.23 1439.31 1258.96 1367.68 1387.94 1421.54 1505.62 1425 1410.89 18426.5
2006 1238.6 1320.36 1335.75 1480.49 1482.15 1325.51 1418.82 1442.54 1485.51 1584.75 1491.35 1495.6 19107.43
2007 1246.139 1387.372 1391.34 1541.656 1548.47 1355.16 1483.06 1507.823 1553.263 1668.272 1554.05 1561.319 17797.92
100
Lampiran 4. Plot ACF dan PACF Penjualan Tomat Bandung Autocorrelation Function for Penjualan (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 2
Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ACF 0,700589 0,546629 0,353877 0,332333 0,503414 0,444340 0,440110 0,233045 0,188762 0,337515
4
6
T 5,94 3,29 1,87 1,68 2,45 2,00 1,88 0,95 0,76 1,35
8
10 Lag
Lag 11 12 13 14 15 16 17 18
LBQ 36,83 59,58 69,25 77,90 98,05 113,99 129,87 134,39 137,40 147,19
12
14
16
ACF 0,427116 0,633634 0,392060 0,260418 0,107907 0,091282 0,215237 0,172621
T 1,66 2,38 1,37 0,89 0,36 0,31 0,72 0,57
18
LBQ 163,13 198,78 212,66 218,89 219,98 220,77 225,26 228,20
Partial Autocorrelation Function for Penjualan (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 2
4
6
8
10 Lag
12
14
16
18
101
Lanjutan Lampiran 4. Output Model SARIMA (1,0,0) (2,0,0)4 untuk Penjualan Tomat Bandung ARIMA Model: penjualan Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSE 887229 743086 642860 568845 495764 434818 393023 374675 373116 372789 372680 372650 372648 372647
0,100 0,250 0,400 0,550 0,700 0,808 0,887 0,942 0,957 0,964 0,968 0,972 0,973 0,974
Parameters 0,100 0,100 0,128 0,060 0,131 0,012 0,084 -0,054 -0,038 -0,163 -0,188 -0,288 -0,338 -0,405 -0,473 -0,504 -0,504 -0,525 -0,511 -0,532 -0,514 -0,534 -0,516 -0,536 -0,517 -0,537 -0,517 -0,537
969,632 820,196 692,094 587,013 484,340 380,556 265,544 154,812 119,002 100,529 88,145 78,563 74,938 71,378
Unable to reduce sum of squares any further * WARNING * Back forecasts not dying out rapidly Final Estimates of Parameters Type AR 1 SAR 4 SAR 8 Constant Mean
Coef 0,9745 -0,5170 -0,5368 71,378 1361,7
SE Coef 0,0459 0,1053 0,1114 9,203 175,6
T 21,22 -4,91 -4,82 7,76
P 0,000 0,000 0,000 0,000
Number of observations: 72 Residuals: SS = 363494 (backforecasts excluded) MS = 5345 DF = 68 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 116,4 8 0,000
24 177,8 20 0,000
36 235,9 32 0,000
48 266,8 44 0,000
Lampiran 5 Data Proyeksi Biaya Persediaan Tomat Bandung Tahun 2008 Biaya telepon Biaya Administrasi Tahun 2007 Tahun 2007 Bulan Rp januari 190.445 100000 Februari 180.165 100000 Maret 180.195 100000 April 185.170 100000 Mei 175.243 100000 Juni 197.158 100000 Juli 175.054 100000 Agustus 169.000 100000 September 180.912 100000 Oktober 198.265 100000 November 172.514 100000 Desember 182.435 100000 Total 2.186.556 1200000 Proyeksi kenaikan (%) 2.5% 0% Hasil 2.241.219 1200000 Proyeksi Tahun 2008 12.300 6593,40659 Proporsi biaya (78%) 9.954 5.200
listrik chiller Tahun 2007
842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842.400 842400 842.400 842.400 842.400 842.400 10.108.800 5% 10.614.240 7156,503681 5.600
Biaya pemeliharaan Tahun 2007
150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 1.800.000 0% 1.800.000 1200 950
102
103 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Persediaan Pengaman (Data Ramalan)
β u = L( β D 2 ) + D 2 ( β L 2 )
β u = (0,05)(37,262 ) + (1499,926 2 )(0,02362 )
βu = 1.901,348532 = 139.54
S = K.βu = 3 x 139.54 = 418,63