BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
ANALISIS PERANAN PRO-POOR TOURISM DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MISKIN DI DESA WISATA PASANGGRAHAN PURWAKARTA Pudin Saepudin Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Jalan Dr. Setiabudhi No. 186 Bandung E-mail:
[email protected] Abstrak: Pariwisata memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian terbukti masih sangat sedikit diantaranya yang memperhatikan kesejahteraan masyarakat miskin atau dengan kata lain pariwisata yang dimaksud adalah pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor tourism).Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan pro-poor tourism dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di Desa Wisata Pasanggrahan, Purwakarta.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif deskriptif dengan memakai pengambilan sampling jenuh (sensus).Dari hasil analisis diketahui bahwa peranan pro-poor tourism dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Desa Wisata Pasanggrahan belum merata sepenuhnya diterima oleh mereka. Kata-kunci :pro-poor tourism, masyarakat miskin, Desa Wisata Pasanggrahan Abstract: Tourism has become a strategic sector in the economic growth of a country,however, none of these roles has paid attention more to the impact on the poor. In other words, it is pro-poor tourism that generates much benefit for the poor. The objective of this study was to determine the extent of the role of pro-poor tourism in improving the welfare of poor people in the Tourism Village of Pasanggrahan, Purwakarta. This study used quantitative and descriptive qualitative researche methods with census figure. Based on the results of analysis show that the role of pro-poor tourism in improving the welfare of poor people in the Tourism Village of Pasanggrahan has not been provided evenly. Keywords: pro-poor tourism, the poor, Tourism Village of Pasanggrahan
kehadirannya dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat miskin. Namun demikian pada praktiknya masih sulit untuk menjadikan pariwisata sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini dijelaskan oleh Hall (2007) bahwa meskipun sudah diketahui peranan pariwisata sangat membantu ekonomi bagi negara-negara berkembangdalam bentuk pendapatan nilai tukar mata uang asing, investasi asing, kenaikan pendapatan dari pajak, dan terciptanya banyak lapangan kerja, namun kehadirannya masih belum mampu memerangi kemiskinan secara nyata.
PENDAHULUAN Peranan pariwisata begitu strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara karena kehadirannya telah memberikan kontribusi yang nyata bagi terbukanya lapangan kerja dan usaha-usaha pendukung pariwisata lainnya. Namun demikian dari peranannya tersebut terbukti masih sangat sedikit diantaranya yang memperhatikan dampak pariwisata terhadap masyarakat miskin. Dengan kata lain pariwisata yang dimaksud adalah pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin atau pro-poor tourism yang
37
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
tahun 1970-an (De kadt, 1970).Pada tahun 1990-an riset-riset pariwisata berkembang dari sekedar pengembangan ekonomi meluas menjadi pariwisata yang keberlanjutan dan terbentuknya jenis-jenis pariwisata baru seperti ekowisata yang mengutamakan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat lokal (Cater, 1993). Reid (2003) dalam Hall (2007) mengatakan bahwa baru-baru ini telah terjadi pergeseran konsep pengembangan pariwisata yang lebih memperhatikan persamaan dan kesejahteraan penduduk lokal sebagai tujuan utama. Dari ketertarikan pengembangan pariwisata terhadap persamaan dan kesejahteraan maka muncul studi pariwisata yang memiliki ketertarikan pada strategi pengentasan/penurunan kemiskinan yang sekarang dikenal dengan pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin atau propoor tourism (PPT). Secara sekilas pro-poor tourism hampir sama dengan sustainable tourism, namun demikian sebenarnya kedua istilah itu berbeda, hal ini dijelaskan oleh Ashley, dkk. (2001) bahwa:
Selain itu, pada umumnya dampak pariwisata lebih banyak diukur dari besarnya kontribusi pariwisata terhadap pendapatan bruto dan juga lapangan kerja yang dihasilkan.Demikian pula pertumbuhan pariwisata lebih sering diukur oleh banyaknya jumlah wisatawan yang datang, lama tinggal, dan jumlah pengeluaran wisatawan. Hal ini dipertegas oleh Jamieson, dkk., (2004) bahwa bagaimanapun juga tidak ada satupun penghitungan di atas yang mengukur dampak pariwisata terhadap masyarakat miskin atau paling tidak mengukur tren pertumbuhan ekonomi dan penurunan jumlah masyarakat miskin dengan adanya pariwisata. Lebih jauh dijelaskan bahwa begitu banyak literatur yang membahas mengenai besarnya peranan pariwisata bagi negara-negara berkembang, daerahdaerah terpencil, dan daerah yang termarjinalkan, namun demikian sangat sedikit diantaranya yang memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat miskin. Demikian pula Desa Wisata Pasanggrahan merupakan salah satu destinasi pariwisata unggulan yang secara administratif terletak di Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta. Adapun desa wisata ini berada ± 35 km dari Kota Purwakarta, dengan ketinggian ± 650 meter di atas permukaan laut dan temperatur udara rata – rata berkisar antara 17oC– 20oC.Desa Wisata ini memiliki banyak potensi pariwisata baik wisata alam maupun wisata budaya yang perlu diteliti lebih lanjut, hal ini terlihat dari masih rendahnya pendidikan masyarakat serta sedikitnya lapangan kerja di bidang pariwisata yang tercipta padahal tingkat kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Pasanggrahan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peranan pariwisata sebagai salah satu penggerak ekonomi di negara-negara berkembang telah menjadi fokus utama penelitian di bidang studi pariwisata sejak
x Sustainable tourism di dunia lebih memfokuskan pada destinasi utama yaitu daerah utara sedangkan pro-poor tourism sebaliknya yaitu wilayah selatan. x Sustainable tourism lebih mengutamakan aspek lingkungan dan sosial dalam kegiatan utamanya sedangkan pro-poor tourism menjadikan kemiskinan sebagai fokus utamanya. x Sustainable tourism memiliki sedikit petunjuk praktis sedangkan pro-poor tourism sudah berpengalaman menghasilkan petunjuk-petunjuk praktis yang sebenarnya bisa digabungkan dengan sustainable tourism.
Lebih lanjut Ashley, dkk. (2001) menjelaskan perbedaan pro-poor tourism dengan ecotourism dan community based tourism dimana ecotourism merupakan jenis wisata yanglebih menekankan pada
38
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
dkk. (2001) dalam Cole dan Morgan (2010) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam pro-poor tourism adalah:
konservasi lingkungan agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat setempat sedangkan pro-poor tourism adalah wisata yang lebih mengutamakan pada tujuan utamanya yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Adapun perbedaan community based tourism dengan pro-poor tourism terletak pada sasaran pengembangan pariwisata yang ditujunya dimana community based tourism lebih diarahkan pada keterlibatan masyarakat setempat secara umum sedangkan pro-poor tourism lebih jauh lagi dengan mengutamakan keterlibatan masyarakat miskin. Adapun batasan miskin menurut the World Bank dalam Chen dan Ravallion (2008) dalam Cole dan Morgan (2010) yaitu bilamana seseorang memiliki penghasilan antara US$ 1.25 sampai dengan US$ 2 per harinya. Pengertian pro-poor tourism menurut Bennet, dkk (1999) adalah pariwisata yang memberikan peningkatan manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat miskin.Hal ini dipertegas oleh Spenceley and Seif (2003) bahwa PPT adalah pariwisata yang menghasilkan manfaat bagi masyarakat miskin baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Sedangkan Ashley, dkk (2001) mendefinisikan PPT sebagai pariwisata yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat miskin dimana manfaat tersebut bisa dalam bentuk ekonomi, sosial, lingkungan, maupun budaya. Dari ketiga definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa PPT ini merupakan pariwisata yang mengutamakan manfaat bagi masyarakat miskin baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan.Adapun tujuan dari PPT sebagaimana disebutkan oleh Holland, dkk (2003) adalah untuk meningkatkan manfaat pariwisata bagi masyarakat miskin dan meningkatkan partisipasi mereka dalam mengelola produk-produk pariwisata. Bennett, dkk.(1999) dan Ashley,
1. Strategi pro-poor tourism sebaiknya diikuti dengan peningkatan infrastruktur 2. Prinsip-prinsip pro-poor tourism juga berlaku bagi semua segmen meskipun nantinya akan ada keberagaman strategiseperti pada mass tourism dan wildlife tourism 3. Lebih memfokuskan pada peningkatan manfaat dan bukan hanya sekedar mengurangi biaya 4. Belajar mengaplikasikan sektor-sektor lain seperti usaha kecildan good governance ke dalam dunia pariwisata 5. Menjadikan pariwisata sebagai sebuah bisnis secara realistis 6. Tidak mengharapkan persamaan manfaat yang diterima setiap individu masyarakat miskin 7. Belajar sambil praktik
Peranan pro-poor tourism dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin bisa dalam berbagai bentuk seperti pendapatan meningkat, infrastruktur yang memadai, keamanan terjamin, komunikasi berjalan dengan baik, adanya partisipasi aktif dari masyarakat miskin dalam kegiatan pariwisata, dan juga muncul harapan untuk hidup lebih baik (Roe, dkk, 2002). Sedangkan Ashley, dkk (2001) mengelompokkan peranan pro-poor tourism bagi kesejahteraan masyarakat miskin ke dalam dua bagian besar yaitu aspek finansial dan aspek non-finansial sebagai berikut: 1. Aspek finansial Maksudnya peranan pariwisata atau dampak pariwisata terhadap pendapatan tetap masyarakat miskin sebagai pekerja dan pendapatan tidak tetap sebagai pekerja lepas dan atau usaha sendiri. 2. Aspek non-finansial 1) Sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki masyarakat miskin seperti keahlian, pendidikan, dan kesehatan.
39
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup substansial dan spasial. Adapun ruang lingkup substansial merupakan teori-teori yang berhubungan dengan pro-poor tourism sedangkan ruang lingkup spasial adalah Desa Wisata Pasanggrahan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1 tentang peta wilayah studi.
2) Sumber daya fisik (physical capital)seperti jalan, air bersih, dan infrastruktur lain. 3) Sumber daya keuangan (financial capital)masyarakat miskin seperti peluang untuk melakukan pinjaman dan adanya pendapatan kolektifdari pariwisata. 4) Sumber daya sosial (social capital) maksudnya keterlibatan masyarakat miskin dalam berorganisasi. 5) Sumber daya alam (natural capital) yang dimiliki oleh masyarakat miskin seperti kepemilikan tanah, kebun dan lain-lain. 6) Akses terhadap informasi luar (access to information) yang dimiliki oleh masyarakat miskin seperti televisi, telepon, majalah, dan surat kabar. 7) Kebijakan (policy context) yaitu kebijakan pemerintah terkait pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin. 8) Peluang pasar (market opportunities) artinya peluang pasar yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat miskin baik pasar yang sudah ada maupun peluang pangsa pasar yang baru. 9) Nilai-nilai budaya (cultural values) maksudnya pelestarian nilai-nilai seni dan budaya yang dilakukan oleh masyarakat miskin. 10) Optimisme, kebanggaan dan partisipasi (optimism, pride, and participation) yang dimiliki oleh masyarakat miskin terhadap kegiatan pariwisata di daerahnya.
METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif deskriptif. Metode kuantitatif sendiri menurut Sugiyono (2012) merupakan metode penelitian dengan data berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Sedangkan Nazir (1999) menjelaskan bahwa metode kualitatif deskriptif merupakan cara untuk meneliti dengan melihat keadaan objek penelitian melalui uraian, pengertian atau penjelasan suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Pengumpulan data primer berupa: (1) wawancara, dilakukan terhadap pemerintah Desa Pasanggrahan; (2) kuesioner, dilakukan terhadap responden yaitu masyarakat miskin yang ada di Desa Wisata Pasanggrahan, dan: (3) observasi, pengamatan langsung dan mencatat secara sistematis untuk mendapatkan data yang diperlukan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian terhadap data-data terkait yang diperoleh melalui dokumen penelitian yang berasal dari instansi terkait atau dari hasil kajian literatur/kajian pustaka serta hasil penelitan yang berkaitan dengan objek masalah yang sama. Populasi yang diambil dalam
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengembangan pro-poor tourism terhadap aspek finansial dan aspek non-finansial masyarakat miskin di Desa Wisata Pasanggrahan serta bagaimana strategi pengembangan pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan pro-poor tourism mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di Desa Wisata Pasanggrahan.
40
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
penelitian ini adalah masyarakat miskin yang ada di Desa Wisata Pasanggrahan yang berjumlah 122 Kepala Keluarga (KK), sedangkan samplingyang digunakan adalah sampling jenuh (sensus). Arikunto (1998) menjelaskan mengenai sampling jenuh bahwa sebagai ancer-ancer, jika peneliti mempunyai beberapa ratus subyek dalam populasi, mereka dapat menentukan kurang lebih 25%-30% dari jumlah subyek tersebut, namun jika anggota subyek dalam populasi hanya meliputi antara 100 hingga 150 orang dan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan angket/kuesioner, sebaiknya subyek sejumlah itu diambil
seluruhnya. Dengan demikian sampling jenuh yang diambil dalam penelitian ini adalah 122 KK sesuai dengan jumlah populasi yang ada. Metode Analisis Data Data tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam data primer dan data sekunder. Kedua data tersebut kemudian diolah dengan beberapa cara seperti naratif yaitu menyajikan data ke dalam bentuk narasi terutama digunakan pada saat menyajikan data kualitatif, tabulasi yaitu menyajikan data ke dalam bentuk tabel dan peta yang dimaksudkan untuk memenuhi perspektif data spasial.
Gambar 2. Lokasi Penelitian Desa Wisata Pasanggarahan Jumlah penduduk Desa Wisata Pasanggrahan adalah sebanyak 2.362 jiwa yang terdiri dari 1.165 laki-laki dan 1.197 perempuan dengan total 674 Kepala Keluarga (KK), terdiri dari 556 KK lakilaki dan 118 KK perempuan. Dari total 674 KK tersebut terdapat 122 KK yang masuk kategori miskin berdasarkan kriteria dari pemerintah desa dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri. Selain itu dari total 122 KK
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses perencanaan Desa Wisata Pasanggrahan telah melalui empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pengelolaan, dan evaluasi yang dilakukan mulai tahun 2001 di bawah kepemimpinan kepala desa Bapak Roib dan didukung penuh oleh Bapak Dedi Mulyadi yang sekarang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Purwakarta.
41
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
masyarakat miskin tersebut, maka hanya terdapat 32 KK saja yang memiliki homestay dengan jumlah homestay terbanyak ada di dusun 3 yaitu Kampung
Tajur dan Kampung Darmaga. Adapun profil keluarga miskin itu sendiri dapat dilihat pada cross tabulation di tabel 1.
Tabel 1. Profil Keluarga Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Kategori Jenis Kelamin
Deskripsi
KK
%
Pria
49
Wanita Total
Ada Homestay
Tidak Ada Homestay
KK
%
KK
%
40%
14
44%
35
39%
73
60%
18
56%
55
61%
122
100%
32
100%
90
100%
Status
Belum Menikah
0
0%
0
0%
0
0%
Pernikahan
Menikah
75
61%
28
88%
47
52%
Cerai
47
39%
4
13%
43
48%
Total
122
100%
32
100%
90
100%
Data Jumlah
Tidak Punya
4
4%
0
0%
4
4%
Anak
1-3 anak
67
63%
24
75%
43
48%
4-5 anak
40
38%
6
19%
34
38%
> 5 anak
11
10%
2
6%
9
10%
Total
122
100%
32
100%
90
100%
Desa Pasanggrahan
101
83%
29
91%
72
80%
Kecamatan Bojong
15
12%
2
6%
13
14%
Luar Kec. Bojong
6
5%
1
3%
5
6%
Total
122
100%
32
100%
90
100%
Desa Pasanggrahan
96
79%
26
81%
70
78%
Kecamatan Bojong
20
16%
4
13%
16
18%
Luar Kec. Bojong
6
5%
2
6%
4
4%
Total
122
100%
32
100%
90
100%
Penopang
Suami
33
27%
18
56%
15
17%
Ekonomi
Isteri
32
26%
6
19%
27
30%
Keluarga
Suami Isteri
2
2%
1
3%
1
1%
Menantu
2
2%
2
6%
0
0%
Anak
53
43%
5
16%
47
52%
Total
122
100%
32
100%
90
100%
Daerah
Asal
Suami
Daerah
Asal
Isteri
Sumber : Data Hasil Olahan Penulis
42
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
tergantung tawaran kerjanya, bisa jadi dalam bulan ini mendapatkan uang sejumlah Rp 300.000.- tetapi bulan depan tidak ada pendapatan sama sekali karena tidak ada tawaran kerja sehingga hal ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi pemerintah untuk tetap memasukkannya ke dalam kriteria msikin. Hal ini berbeda dengan masyarakat mampu yang walaupun mungkin pendapatannya bisa jadi tidak menentu namun mereka masih memiliki lahan atau sawah sendiri untuk dikelola. Adapun mata pencaharian sampingan bagi masyarakat miskin yang ada di Desa Wisata terlihat adanya kesamaan antara mata pencaharian tetap sebelumnya dengan mata pencaharian sampingan yaitu untuk pekerjaan sebagai petani, tukang bangunan, dan pedagang.Petani yang dimaksud sebagai pekerjaan tetap adalah diperuntukkan bagi mereka para petani yang menggarap sawah atau ladang orang lain secara tetap atau terus menerus dalam kurun waktu tertetu, sedangkan pekerjaan petani sampingan diperuntukkan bagi mereka yang bertani atau bercocok tanam di sawah atau ladang orang lain sewaktu-waktu atau sesuai kebutuhan pemilik tanah dan tidak terikat waktu. Tukang bangunan yang dimaksud sebagai mata pencaharian sampingan diperuntukan bagi mereka para pekerja bangunan yang bekerja tanpa keahlian khusus seperti tukang aduk.Sedangkan berdagang sebagai mata pencaharian sampingan biasanya terjadi pada saat ada kunjungan wisatawan dalam jumlah cukup banyak dimana masyarakat memanfaatkannya untuk berjualan keperluan sehari-hari wisatawan atau lebih tepat dikatakan sebagai pedagang musiman. Pendapatan sampingan yang diperoleh masyarakat miskin di Desa Wisata Pasanggrahan sebenarnya cukup sulit dibedakan dengan pendapatan tetap karena pada kenyataannya pekerjaan mereka ratarata sangat tergantung pada tawaran kerja yang ada. Dengan kata lain pendapatan
Peranan Pro-poor tourism dalam meningkatkan aspek finansial masyarakat miskin di Desa Pasanggrahan setelah menjadi desa wisata terlihat seiring dengan adanya penurunan angka pengangguran sebesar 27,78% atau sekitar 5 KK pasca desa ini dijadikan desa wisata yang berarti kehadirannya membuka sedikit kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. Namun demikian dari mata pencaharian tersebut, maka pekerjaan yang dimaksud yang terkait dengan pariwisata menurut mereka dari 122 KK hanya ada 32 KK yaitu mereka para KK yang memiliki homestay. Adapun masyarakat miskin lainnya yang tidak memiliki homestay merasa tidak bekerja untuk kegiatan pariwisata walaupun pada prakteknya ada diantara mereka yang bekerja terkait dengan pariwisata namun secara tidak langsung, misalnya pembuat gula aren, pembuat rangginang, dan lainlain yang barang buatannya dikumpulkan terpusat di satu tempat yaitu di rumah sekertaris desa untuk diperjualbelikan kepada wisatawan yang membutuhkannya sebagai buah tangan atau oleh-oleh. Adapun pendapatan masyarakat yang di bawah Rp 200.000.- per bulan pada saat sebelum menjadi desa wisata mencapai 79 KK atau 64,75% dari total semua KK masyarakat miskin, namun terjadi penurunan sebesar 43,04% menjadi 45 KK setelah desa ini menjadi desa wisata. Hal ini menjadi pertanda baik bagi perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Selain itu juga terlihat adanya pendapatan masyarakat miskin yang berada di antara Rp 200.000.- sampai dengan Rp 300.000.- per bulan bahkan berada di atas Rp 300.000.- per bulan. Hal ini sedikit keluar dari kriteria masyarakat miskin yang dibuat oleh pemerintah desa dan PNPM sebelumnya yaitu di bawah Rp 200.000.per bulan. Berdasarkan wawancara dengan pemerintah desa setempat diketahui bahwa pendapatan tersebut tidak selamanya sejumlah itu atau dengan kata lain
43
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
mereka per bulan merupakan akumulasi dari pendapatan tetap dan pendapatan sampingan mereka. Peranan Pro-poor tourism dalam meningkatkan aspek non-finansial masyarakat miskin di Desa Pasanggrahan berupa sumber daya manusia yang berbentuk keahlian, pendidikan dan kesehatan masyarakat miskin baik sebelum maupun sesudah menjadi desa wisata tidak ada perubahan signifikan, kecuali untuk pendidikan. Pendidikan anak meningkat cukup signifikan dimana terjadi penurunan anak yang tadinya tidak sekolah menjadi bersekolah sebanyak 12 orang atau turun sebesar 24% dan terjadi peningkatan jumlah lulusan baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, maupun sekolah menengah umum.Khusus untuk pendidikan anak ke jenjang perguruan tinggi masih belum terlihat kenaikan jumlahnya, hal ini dikarenakan biaya kuliah jauh lebih mahal dibandingkan sekolah biasa serta biaya hidup dan transportasi yang bertambah karena harus tinggal di kota atau jauh dari kampung halaman. Sumber daya fisik berupa kondisi jalan, listrik, dan air bersih mengalami peningkatan setelah menjadi desa wisata kecuali moda transportasi yang masih belum ada perubahan dan masih mengandalkan ojek.Telah terjadi perubahan infrastruktur jalan yang signifikan di Desa Pasanggrahan dari yang sebelumnya berbatu pada saat sebelum menjadi desa wisata menjadi beraspal setelah desa ini menjadi desa wisata.Demikian pula halnya dengan ketersediaan jaringan listrik telah terjadi perubahan penting bagi masyarakat miskin dari sebelumnya tidak memiliki jaringan listrik menjadi memilikinya setelah desa ini menjadi desa wisata.Khusus untuk pengadaan sarana air bersih belum sepenuhnya dirasakan oleh semua KK miskin dimana masih terdapat 12 KK yang belum memilikinya walaupun desa ini telah menjadi desa wisata. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa 12 KK ini berada di dusun 2 yaitu dusun dimana sebagaian masyarakat khususnya daerah santri belum bisa menerima sepenuhnya kehadiran pariwisata, namun demikian sampai penelitian ini dilakukan sudah terlihat adanya pembangunan sarana air bersih walaupun belum selesai sehingga diharapkan ke depannya semua masyarakat khususnya masyarakat miskin sepenuhnya merasakan manfaat air bersih. Sumber daya keuangan masyarakat miskin maksudnya adalah kemudahan mereka pada saat memerlukan dana pinjaman termasuk di dalamnya sumber pinjaman dan besarannya serta pendapatan kolektif yang dikumpulkan dari kegiatan pariwisata.Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat miskin sebelum desa ini menjadi desa wisata belum memiliki kesempatan untuk memperoleh pinjaman uang. Hal ini berbanding terbalik setelah desa ini menjadi desa wisata dimana mereka bisa mendapatkan pinjaman. Namun terlihat bahwa terdapat 94 KK atau 77,05% menyebutkan bahwa tidak ada pinjaman, hal ini lebih disebabkan karena mereka tidak tertarik untuk meminjam mengingat mereka sendiri tidak terlalu yakin mampu untuk mengembalikannya sehingga sebenarnya hal ini bukan berarti tidak ada pinjaman. Aspek non-finansial berikutnya yaitu sumber pinjaman yang umumnya digunakan oleh masyarakat miskin adalah dari program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri.Hal ini dikarenakan selain bunganya rendah, pembayaran bunga sendiri kembali ke masyarakat, serta kemudahan yang didapat dibandingkan dengan pinjaman ke bank umum. Pendapatan kolektif adalah pendapatan yang dikumpulkan dari setoran pemilik homestay yang rumahnya digunakan oleh wisatawan untuk menginap dengan besaran setoran sesuai dengan yang disepakati bersama antara warga dengan pemerintah dusun.Pendapatan kolektif ini
44
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
tanah milik masyarakat miskin untuk pariwisata menurut mereka tidak ada sama sekali yang artinya tidak ada satupun diantara mereka yang merasa tanahnya digunakan untuk kegiatan pariwisata baik sebelum maupun sesudah desanya menjadi desa wisata, padahal yang terjadi sebenarnya tanah mereka memiliki andil besar dalam menunjang keberhasilan pariwisata seperti halnya kegiatan live in dimana wisatawan ikut mengerjakan kegiatan bercocok tanam di sawah dan ladang walaupun frekuensi wisata live in ini tidak sering. Dampak pariwisata bagi aspek nonfinansial masyarakat miskin terkait akses informasi yang dimaksud di sini adalah ketersediaan surat kabar/majalah, kepemilikan televisi, telepon rumah, telepon genggam, dan fasilitas internet yang dimiliki oleh mereka. Program surat kabar/majalah masuk desa sepertinya tidak berlaku di Desa Pasanggrahan karena sebelum maupun sesudah menjadi desa wisata keberadaan surat kabar dan majalah menjadi barang yang tidak begitu dikenal. Mereka masih beranggapan bahwa surat kabar atau majalah tidak begitu bermanfaat bagi mereka dan waktu untuk membacanya pun sedikit, lebih dari itu bagi sebagian masyarakat yang buta huruf lebih memilih televisi dibandingkan dengan surat kabar atau majalah karena tidak perlu dibaca. Hal yang sebaliknya terjadi adalah dengan televisi yang sudah 100% dimiliki oleh masyarakat miskin baik sebelum maupun sudah menjadi desa wisata walaupun kondisinya berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Kondisi televisi yang dimiliki rata-rata 14” dan banyak dari mereka adalah televisi bekas namun seiring berkembangnya pariwisata di sana, sebagian dari mereka sudah mampu membeli televisi dengan ukuran tetap sama 14”. Kepemilikan telepon rumah menjadi suatu barang langka di sana karena tidak ada satupun diantara mereka yang memilikinya baik sebelum maupun sesudah menjadi desa wisata, hal
selanjutnya digunakan untuk keperluan dusun seperti perbaikan saluran air kotor, dan lain-lain. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hanya ada 28 KK yang mengatakan ada pendapatan kolektif ini sedangkan sisanya tidak, hal ini diketahui bahwa 28 KK tersebut berasal dari dusun 3 yaitu Kampung Tajur dan Kampung Darmaga yang memang memiliki homestay paling banyak dan juga secara administrasi sudah tertata baik. Sumber daya sosial dalam aspek nonfinansial yang dimaksud adalah keterlibatan masyarakat miskin dalam berorganisasi baik organisasi formal dari pemerintah maupun non-formal dari masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah menjadi desa wisata maka hanya baru 1 KK masyarakat miskin yang masuk ke dalam organisasi formal sebagai perangkat desa yaitu Bapak Arob sebagai kepala dusun 1 sedangkan sisanya tidak. Namun demikian untuk keikutsertaan dalam organisasi nonformal seperti arisan ibu-ibu, kelompok pembuat gula aren, dan lain-lain pasca desa ini menjadi desa wisata sudah mulai banyak yaitu sebesar 39,34%. Dampak pariwisata terhadap aspek non-finansial berupa sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat miskin yang dimaksud dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kepemilikan tanah, penggunaan tanah desa oleh masyarakat miskin dan pemanfaatan tanah mereka terkait pariwisata.Kepemilikan tanah masyarakat miskin sebelum dan sesudah desa ini menjadi desa wisata jumlahnya tetap, hal ini cukup wajar karena harga tanah cukup mahal dan sulit bagi mereka untuk membelinya.Selain itu 48 KK yang memiliki tanah pun diketahui adalah warisan dari orang tuanya dan tanahnya pun tidak luas.Penggunaan tanah desa seperti di sekitar area bumi perkemahan baik sebelum maupun sesudah menjadi desa wisata tidak diberikan pengelolaannya kepada masyarakat miskin atau masih dikelola oleh pemerintah desa.Sedangkan penggunaan
45
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
ini lebih disebabkan karena mereka menganggap harga telepon genggam cukup terjangkau dan telepon rumah sendiri kurang praktis dibandingkan dengan telepon genggam. Oleh karena itu tidaklah heran apabila masyarakat miskin di Desa Wisata Pasanggrahan memiliki telepon genggam.Di sini terlihat bahwa kenaikan kepemilikan telepon genggam sebelum dan sesudah menjadi desa wisata sangat besar yaitu sebanyak 93 KK atau naik 547,05%. Kendatipun demikian bukan berarti telepon genggam yang mereka miliki berupa telepon genggam yang memiliki fitur-fitur canggih seperti pada umumnya, melainkan telepon genggam sederhana yang fungsi utamanya hanya untuk telepon dan sms bahkan banyak diantaranya merupakan telepon bekas atau merknya China. Internet merupakan satu kebutuhan penting bagi masyarkat perkotaan, namun tidak demikian dengan masyarakat desa apalagi masyarakat miskin seperti di Desa Pasanggrahan yang tidak ada satupun dari mereka memiliki fasilitas internet baik sebelum maupun sesudah desanya menjadi desa wisata. Hal ini sangat wajar bila mengingat tingkat kepentingan dari mereka terhadap internet sangat kecil dan juga ketiadaan biaya yang harus dikeluarkan untuk itu. Aspek non-finansial berikutnya adalah kebijakan pemerintah Kabupaten Purwakarta terkait pengembangan pariwisata di Desa Pasanggrahan.Dari hasil kuesioner dengan masyarakat miskin diketahui bahwa terjadi perubahan yang sangat penting terkait kebijakan pemerintah daritadinya tidak ada menjadi ada pasca desa ini dijadikan desa wisata.Hal ini bisa dilihat dari sejarah Desa Wisata Pasanggrahan sebelumnya dimana pemerintah mulai memberikan konsentrasi dalam membangun Desa Pasanggrahan menjadi desa wisata baik secara fisik maupun non-fisik.Oleh karena itu sangat wajar bila masyarakat miskin menganggap
telah ada kebijakan positif terkait pariwisata. Pangsa pasar yang ada menurut masyarakat miskin didominasi oleh sekolah yaitu sebesar 97,54% disusul kemudian pemerintah sebesar 2,46%.Selain itu diketahui tidak ada pasar lain selain kedua pasar tadi padahal selama penelitian berlangsung banyak wisatawan yang berkunjung berasal dari perusahaan atau pribadi, hal ini disebabkan karena pendapat mereka hanya terpusat pada kehadiran wisatawan yang menginap di homestay saja yang datang selama ini jadi tidak memperhitungkan wisatawan lain dari perusahaan yang melakukan kegiatan seperti camping atau outbound. Selain itu ketika ditanya mengenai harapan untuk mencari segmentasi pasar yang baru, ratarata dari mereka tidak mengerti dan tidak faham sehingga jawabannya sama yaitu tidak tahu. Hal ini sangat wajar mengingat rata-rata pendidikan dan pengalaman mereka yang minim. Aspek non-finansial berikutnya dari dampak pariwisata terhadap masyarakat miskin adalah nilai-niai budaya.Dari hasil penelitian diketahui bahwa keinginan dan kesadaran masyarakat khususnya masyarakat miskin untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh Desa Pasanggrahan baik berupa rumah julang ngapak (rumah khas Sunda), seni kuliner Sunda, kesenian Sunda, dan cara bercocok tanam khas petani pegunungan di Jawa Barat muncul setelah desa ini dijadikan desa wisata. Kesadaran ini tumbuh seiring adanya pengarahan dari kepala desa periode 20012007, Bapak Roib yang dengan sabar meminta masyarakatnya termasuk masyarakat miskin untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang sehingga bukan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat itu sendiri melainkan juga bisa dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung. Saat ini justru nilai-nilai budaya tersebut menjadi salah satu daya tarik wisata selain alam
46
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
pemandu wisata, pengrajin cinderamata, dan lain-lain, membuka dan memfasilitasi kesempatan berusaha seperti memberikan bantuan modal untuk menjadi pengrajin makanan khas Desa Pasanggrahan, dan lain-lain, serta memaksimalkan pendapatan kolektif untuk kegiatan-kegiatan yang dapat membantu ekonomi seperti pinjaman lunak tanpa bunga untuk usaha, dan lainlain. 2. Strategi pengembangan dengan fokus utama pada aspek non-ekonomi masyarakat miskin yaitu dengan cara memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal yang terkait pariwisata dan bidang-bidang yang mendukungnya, seperti pelatihan pemandu wisata, pelatihan merapikan kamar tidur, dan lain-lain tanpa dipungut biaya, melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan pariwisata seperti swakelola pekerjaan-pekerjaan yang dananya berasal dari bantuan, memimpin dan mengarahkan mereka dalam pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan seperti kegiatan Jumat bersih, serta mengawasi dan mengarahkan mereka untuk selalu waspada terhadap pengaruh-pengaruh negatif kehadiran pariwisata bagi kehidupan sosial dan budaya. 3. Strategi pengembangan dengan fokus utama pada reformasi proses dan kebijakan yaitu dengan cara melakukan reformasi kebijakan pariwisata seperti rencana induk pengembangan pariwisata daerah (RIPPDA) yang berpihak pada masyarakat miskin, meningkatkan partisipasi mereka dalam proses pembuatan keputusan, serta melakukan kerjasama yang erat dengan stakeholder pariwisata lainnya terutama yang pro masyarakat miskin seperti dengan asosiasi travel agent (ASITA) untuk lebih mengenalkan dan memasarkan keberadaan Desa Wisata Pasanggrahan.
pegunungannya yang menjadi primadona wisatawan untuk berkunjung ke Desa Wisata Pasanggrahan. Rasa optimis masyarakat khususnya masyarakat miskin terhadap pengembangan pariwisata di desanya telah menggambarkan betapa dulu saat sebelum digagas menjadi desa wisata, masyarakat Desa Pasanggrahan sendiri tidak optimis dengan ide kepala desa Bapak Roib untuk mengembangkan desa ini menjadi desa wisata. Namun seiring dengan kedatangan wisatawan dan permintaan kunjungan yang semakin hari semakin bertambah, maka optimisme itu muncul. Selain itu pengelolaan yang terpusat di pemerintahan desa dengan kepemimpinan beliau menjadikan kepercayaan dan harapan masyarakat akan keberhasilan pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka semakin meningkat. Rasa bangga menjadi bagian dari masyarakat Desa Pasanggrahan muncul dalam diri masyarakat termasuk masyarakat miskin bukan hanya setelah desa ini menjadi desa wisata melainkan jauh sebelum desa ini dikenal menjadi Desa Wisata Pasanggrahan. Hal ini bisa dilihat dari pendapat mereka semua yang mengemukakan kebanggaan terhadap kampung halaman tercinta tanpa terkecuali. Demikian halnya dengan rasa optimisme sebelumnya, maka partisipasi masyarakat miskin dalam kegiatan pariwisata juga muncul setelah desa ini menjadi desa wisata, hal ini sangat wajar mengingat adanya bukti keberhasilan desa dalam mendatangkan wisatawan dari tahun ke tahun dan telah memberikan harapan besar perbaikan ekonomi dan kesejahteraan mereka. Adapaun strategi pengembangan propoor tourism yang perlu dikembangan di Desa Wisata Pasanggrahan agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat miskin adalah sebagai berikut : 1. Strategi pengembangan dengan fokus utama pada aspek ekonomi masyarakat miskin yaitu dengan cara membuka lapangan kerja bagi mereka, seperti
47
Pudin Saepudin Analisis Peranan Pro-Poor Tourism dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin di Desa Wisata Pasanggrahan Purwakarta
Tourism Work for The Poor, ProPoor Tourism Report, 1, 2. Bennet, O., Roe, D., & Ashley, C. (1999). Sustainable Tourism and Poverty Elimination Study, A Report to the Department for International Development, 6. Cater, E.A. (1993). Ecotourism in the third world: Problems for Sustainable Development. Tourism Management, 14 (2), 85-90. Cole, S., & Morgan, S. (2010). Tourism and Inequality: Problems and Prospects. Oxfordshire UK: CAB International. De Kadt, E. (1979). Tourism – Passport to Development?, Oxford University Press, Oxford. Jamieson, W., Goodwin H., & Edmunds C. (2004). Contribution of Tourism to Poverty Alleviation. Paper of Seminar on Tourism and Poverty Reduction, 2. Hall, C. M. (2007). Pro-Poor Tourism: Who Benefits? Perspective on Tourism and Poverty Reduction. England: Channel View Publications. Holland. J, Burian M., & Dixey L. (2003). Tourism in Poor Rural Areas, PPT Working Paper.12. 3. Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Roe, D., Goodwin, H., & Ashley, C. (2002). The Tourism Industry and Poverty Reduction: A Business Primer, Propoor Tourism Breifing March, 2, 2 – 3. Spenceley, A. & Seif, J. (2003). Strategies, Impacts and Costs of Pro-Poor Tourism Approaches in South Africa. PPT Working Paper.11.7 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
SIMPULAN Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan pro-poor tourism dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Desa Wisata Pasanggrahan belum merata diterima oleh mereka, hal ini salah satunya disebabkan karena dari total 122 KK masyarakat miskin, baru ada 32 KK yang memiliki homestay, sedangkan sisanya belum sama sekali dijadikan homestay sehingga manfaatnya belum banyak dirasakan oleh mereka. Adapun rekomendasi penulis adalah perlunya membangun dan menyeragamkan kembali homestay untuk dusun 1 yang terdiri dari Kampung Borondong, Kampung Pasanggrahan, Kampung Sawah Lega, dan Kampung Ciangga serta dusun 2 yang terdiri Kampung Depok I, Kampung Depok II, Kampung Dengklok, dan Kampung Babakan, perlunya program pelatihan terpadu terutama terkait pariwisata seperti pelatihan pemandu wisata, pelatihan bahasa, pelatihan merapikan kamar, dan lain-lain, perlunya penambahan trayek angkutan pedesaan sebagai moda transportasi dari dan menuju Desa Wisata Pasanggrahan, perlunya memberikan kesempatan pengelolaan tanah desa kepada masyarakat miskin secara bergantian, perlunya mencari peluang pangsa pasar baru dan meningkatkan kegiatan pemasaran yang ada. Sedangkan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang relevan untuk dilakukan adalah meneliti tentang daya dukung lingkungan (carrying capacity)dan strategi pemasaran (marketing strategy) terkait pengembangan pariwisata di Desa Wisata Pasanggrahan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ashley, C., Roe, D., & Goodwin, H. (2001). Pro-Poor Tourism Strategies: Making
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Kepala Desa Pasanggrahan, Purwakarta beserta jajarannya yang telah memberikan waktu dan tempat bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. 48