PENELITIAN INDIVIDU
PENERAPAN GREEN TOURISM CONCEPT DI DESA WISATA JATILUWIH TABANAN
Oleh : DewaAyu Made Lily Dianasari
Dibiayaiolehdana DIPA SekolahTinggiPariwisata Nusa Dua Bali TahunAnggaran 2016 denganKontrak No.: SK 09/KP.006/STP/IV/2016 Tanggal 6 April 2016
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSA DUA BALI 2016
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmatNya proposal penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini mengambil tema tentang Penerapan Green Tourism Concept di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan Ucapan terima kasih disampaikan secara tulus kepada semua pihak yang mendukung dimungkinkannya penelitian ini dilaksanakan, terutama pimpinan STP Nusa Dua Bali melalui Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang mendanai penelitian ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Masukan yang konstruktif dari berbagai pihak sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan proposal ini, sehingga pada saatnya nanti penelitian ini dapat dilaksanakan tanpa hambatan yang berarti.
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..…… i HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………..…….iii KATA PENGANTAR ……………………………………..……….……...…………….iv DAFTAR ISI ………………………………………………….…………………………vi DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………...viii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………... ix DAFTAR BAGAN …………………………………………………………………….. x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….….………………………….…….….………… 1 1.2 Rumusan Masalah ………..……………………………….……………. 4 1.3 Tujuan Penelitian ……….…………………...………………...…………4 1.4 Manfaat Penulisan ……..……….……………………....…….………… 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KAJIAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1. Kajian Pustaka ………………………………………………………….6 2.2. Kajian Konsep ………………………………………………………….8 2.3. Landasan Teori ……………………………………………….………..20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, Sampel dan Sampling ………………………………………23 3.2. Desain Penelitian …………………………………………….………..24 3.3. Metode Pengumpulan Data ………………………………….………..26
3.4. Metode Analisis Data …………………………………………………...28 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Desa Jatiluwih ……………………………….…………………34 4.2. Kondisi Fisik Desa Jatiluwih ………….....…………………………….36 4.3. Kondisi Budaya, Religi dan Kesenian .....………………………………38 4.4. Visi dan Misi Desa Jatiluwih …..……………………………………….52 4.5. Potensi Desa Jatiluwih ……………………………………….................40 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Implementasi Green Tourism Perspektif Tri Hita karana di Desa jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata ..............................................................50 5.2. Implementasi Prinsip Green Tourism di Desa Jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata ............................................................................54 5.3. Implikasi Konsepsi Green Tourism Concept di Desa Jatiluwih Terhadap Masyarakat...............................................................................61 5.4. Penilaian Wisatawan Terhadap Penerapan Green Tourism Concept di Desa Jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata …………………..……..62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...........................……………………………….…..……..70 5.2. Saran ...............…………………………………………………..…….75 DAFTAR PUSTAKA Lampiran
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Hamparan Sawah di Desa Jatiluwih ………………………………………41 Gambar 4.2. Air Terjun Yeh Ho Desa Jatiluwih ………………………………………..41 Gambar 4.3. Jalur Trekking Wisatawan ………………………………………………..42 Gambar 4.4. Panen Padi Bali di Desa Jatiluwih ………………………………………..43 Gambar 4.5. Ikatan Padi sehabis panen …………………………………………………44 Gambar 4.6. Kondisi jalan menuju Desa Jatiluwih ……………………………………..46 Gambar 4.7. Homestay di Desa Jatiluwih ………………………………………………47 Gambar 5.1. Proses Nampadin ………………………………………………………….53 Gambar 5.2. Bak Sampah di Sekitar Lokasi Trekking ………………………………….55 Gambar 5.3. Petugas Keamanan Daya tarik Wisata Jatiluwih ………………………….56 Gambar 5.4. Kegiatan Perbaikan Sistem Irigasi ………………………………………..59 Gambar 5.5. Aktifitas Petani di Desa Jatiluwih …………………………………………67 Gambar 5.6. Wawancara dan Pengisian Kuesioner Responden ………………………..68 Gambar 5.7. Aktifitas Pedagang di Desa Jatiluwih …………………………………….69
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Nilai Interval Rata-rata Skor ………………………………………………..33 Tabel 5.1. Profil Responden Mancanegara ……………………………………………..62 Tabel 5.2. Penilaian Wisatawan terhadap Penerapan Green Tourism Concept di Desa Jatiluwih …… ………………………………………………………..65
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………………………25 Bagan 2. Struktur Organisasi Managemen Operasional daya tarik Wisata jatiluwih ….49
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pariwisata Bali di era globalisasi saat ini terus mengalami perubahan dari segi trend pariwisata. Sebelumnya, trend pariwisata yang berkembang di Bali khususnya, berupa wisata massal (mass tourism) dimana kecenderungan wisatawan datang kesuatu destinasi pariwisata secara berbondong-bondong dalam jumlah yang relatif besar. Namum, sejalan dengan perkembangannya, trend pariwisata sekarang telah mengalami perubahan yang cukup drastis menjadi wisata individu atau perorangan.
Wisata
individu
ini
memiliki
kecenderungan
untuk
mengunjungi suatu objek wisata yang berbasis alam. Dengan adanya perubahan trend pasar inilah, sehingga pariwisatapun turut menyesuaikan keinginan pasar dengan adanya pariwisata alternatif seperti Desa Wisata dan yang lebih terbaru lagi adalah dengan adanya Ekowisata. Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah dan didefinisikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata hanya untuk pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu memberikan
bobot
yang
setara
pada
aspek-aspek
sosial
dan
lingkungan.Pembangunan yang dilakukan harus merupakan pembangunan yang membumi, yang selalu selaras dengan keseimbangan alam. Dimana pembangunan membumi dapat diidentikkan dengan pembangunan
1
berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan lingkungan. Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa, ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ide kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Artinya adalah
pembangunan
sumberdaya
(atraksi,aksesibilitas,
amenitas)
pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang.Wisata pada awalnya digolongkan dalam kategori industri hijau(green industry). Namun dengan besarnya pengembangan wisata yang menitikberatkan pada kepentingan ekonomi tanpa mengindahkan potensi lingkungan dan tidak memperhatikan daya dukung dan daya tamping
lingkungan
menimbulkan
terjadinya
penurunan
kualitas
lingkungan. Lingkungan di beberapa obyek wisata rusak akibat besarnya volume pengunjung dan besarnya tekanan terhadap lingkungan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran berbagai pihak terhadap lingkungan dan
isu-isu
tentang
pembangunan
yang
berwawasan
lingkungan telah memberikan konstribusi terhadap pandangan pentingnya prinsip-prinsip wisata berkelanjutan. Prinsip pariwisata yang diharapkan dapat
mempertahankan
kualitas
lingkungan,
mempertahankan
budaya,memberdayakan masyarakat lokal dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, kawasan dan pemerintah. Sejalan dengan Agenda 21 perlu dikembangkan kegiatanpariwisata yang bermanfaat untuk pengembangan kualitas hidup secara berkelanjutan.
2
Salah satu kegiatan wisata yang banyak dibicarakan akhir – akhir ini, bahkan telah menjadi isu global yaitu dengan berkembangnya ekowisata (ecotourism) sebagai kegiatan wisata alam yang berdampak ringan terhadap lingkungan. Konsep ekowisata merupakan salah satu bentuk dari Green Tourism. Menurut
Hadi (2007), prinsip-prinsip ekowisata
(ecotourism) adalah meminimalisir dampak, menumbuhkan kesadaran lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman positif pada turis (visitors)
maupun
penerima
(hosts),
memberikan
manfaat
dan
pemberdayaan masyarakat lokal. Ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial budaya. Kondisi inilah yang membuat Desa Jatiluwih yang menerapkan desanya menjadi bagian dari wisata alternatif dengan menerapkan Green Tourism Concept dan menjadikan desanya sebagai sebuah Desa Wisata, yang mana didalam desa ini memiliki beragam sumber daya alam dan budaya yang membuatnya sangat berpotensi sebagai Desa Wisata dan Ekowisata. Adapun sumber daya alam yang dimiliki oleh Desa Jatiluwih yang membuatnya berbeda dengan desa yang lainnya bahwa Desa Jatiluwih sendri memiliki Perbukitan, area persawahan dengan subaknya yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Mata Pencaharian penduduk masyarakat local yang masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama yang dapat menarik wisatawan
3
untuk berkunjung. Dengan sumber daya yang dimiliki inilah Desa Jatiluwihmampu menjadi salah satu potensi yang dapat di kembangkan menjadi sebuah Ekowisata dengan tetap berbasis kemasyarakatan.
1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan konsep Green Tourism di Desa Wisata JatiluwihTabanan sebagai Daya Tarik Ekowisata? 2. Bagaimanakah penilaian wisatawan terhadap penerapan Konsep Green Tourism di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan? 1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan konsep Green Tourism di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan sebagai daya tarik Ekowisata. 2. Untuk mengetahui penilaian wisatawan terhadap penerapan konsep Green Tourismdii Desa Wisata Jatiluwih Tabanan.
1.4. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut: 1.
Memberikan masukan untuk pengembangan potensi ekowisata di Desa Wisata Jatiluwih tabanan.
4
2.
Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pengembangan dan pengelolaan potensi ekowisata di sebuah Desa dengan melibatkan masyarakat lokal.
3.
Baik pemerintah maupun pihak swasta dapat lebih peka terhadap jenis wisata alternatif yang lebih bersifat sustainable development dan community based tourism.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KAJIAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1. Kajian Pustaka Kajian terhadap ekowisata telah banyak dilakukan baik dari penelitian sebelumnya maupun makalah-makalah yang diseminarkan. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Imam Rudy Kurnianto (2008) tentang Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal, di mana hasil penelitiannya menyatakan Pola pemanfaatan lahan kritis di daerah tangkapan air didominasioleh terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian oleh petanipenggarap / pesanggem (23 %). Sejauh ini upaya konservasi belummenunjukkan hasil yang memuaskan karena adanya silang kepentinganantara pengembangan kehutanan dan pertanian. Pengembangan lahanhutan akan mengurangi lahan pertanian dan demikian sebaliknya.Berdasarkan hal tersebut pendekatan konsep wanatani (agroforest) dapatdijadikan sebagai salah satu potensi pengembangan ekowisata di kawasanwaduk Cacaban. Disamping itu masih terdapat potensi lain seperti wisatatirta, wisata budaya dan wisata edukasi.Pengembangan ekowisata di kawasan waduk Cacaban sangattergantung pada keterlibatan pengampu kepentingan (stakeholder).Berdasarkan hal tersebut diperlukan pembentukan Badan PengelolaEkowisata Waduk Cacaban untuk mengakomodir kepentingan stakeholder. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ngurah Widyatmaja (2006) tentangPenerapan Ekowisata Di Elephant Safari Park, Desa 6
Taro Kabupaten Giayar, dimana hasil penelitiannya menyatakan Penerapan Ekowisata Di Elephant Parksecara umum sudah diterapkan, namun dampak negatif keberadaan ElephantSafari Park dilihat dari segi ekologis belum dirasakan oleh masyarakat setempat,sedangkan dampak positifnya baik dilihat dari segi ekonomi dan sosial budayasudah memberikan manfaat terhadap masyarakat. Selain ke dua peneliti di atas,penelitian Ida Bagus Suryawan (2012) juga membahas tentang Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, di mana hasil penelitiannya menyatakan, potensi ekowisata yang ada di Desa Adat Cau Belayu dijabarkan menjadi sejumlah elemen yaitu : potensi fisik yang tergambarkan dalam kondisi topografi wilayah, kondisi hidrologi dan pola guna lahan yang ada. Potensi budaya yang ada seperti adanya sejumlah pura seperti Pura Titi Gantung dan Pura Dukuh yang memiliki sejarah dan kegiatan upacara menarik. Potensi ekologis dimana Desa Cau Belayu yang berdekatan dengan ODTW Sangeh sehingga pada musim – musim tertentu sering terjadi migrasi monyet menuju ke Cau Belayu untuk mencari makanan, dan sejumlah flora langka yang ada karena masih banyak daerah yang jarang terjamah manusia. Potensi lainnya yang ada seperti perilaku masyarakat yang masih tergantung dengan pola mata pencaharian tradisional seperti pertanian sawah dan kebun dapat dimanfaatkan sebagai sebuah atraksi wisata.
Persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian iniadalah persamaannya sama-sama mengkaji tentang Ekowisata (Wisata
7
Alam),sedangkan perbedaannya penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imam Rudy Kurnianto lebih menekankan pada strategi pengembangan Kawasan Waduk sebagai
ekowisata
Sedangkan
I
Gust
Ngurah
Widyatmaja
dari
segi
PenerapanEkowisata Di Elephant Safari Park terhadap dampak ekologi, ekonomi dan sisialbudaya dan peneliti Ida bagus Suryawan lebih menekankan pada strategi pengelolaan potensi Desa Cau sebagai daya tarik ekowisata. Dalam penelitian ini akan membahas lebih mendalam tentang analisis ekowisata yang dihubungkan dengan konsep Tri Hita Karana sebagai salah satu kearifan local masyarakat Bali yang dilakukan di Ecologde Saribuana. Dari konsep Tri Hita Karana ini juga akan diketahui hubungan implikasinya terhadap karyawan dan masyarakat sekitarnya. 2.2 Kajian Konsep 2.2.1 Konsep Green Tourism Konsep produk hijau (green product)adalah salah satu yang lebih mudah digunakan daripada untuk mendefinisikan.Pariwisata hijau (green tourism) digunakan untuk menunjukkan pariwisata ramah lingkungan tapi memiliki fokus yang berbeda dan makna.Green tourism atau istilah lain yang terkait dengan kepedulian lingkungan sebagian besar digunakan untuk label liburan alam untuk tujuan eksotis ( Wight , 1994 dalam Furqan, dkk. 2010).Kedua, green tourism dapat digunakan sebagai tanda bahwa kegiatan pariwisata mengambil tempat di daerah yang tidak membahayakan lingkungan ( Font dan Suku , 2001 dalam Furqan, dkk.2010).
8
Green tourism merupakan komponen penting dari pariwisata berkelanjutan , didefinisikan sebagai perjalanan ke suatu tujuan dimana flora , fauna , dan warisan budaya adalah sebagai atraksi utama. Definisi ini lebih diperluas untuk mencakup wisata lingkungan yang berkelanjutan untuk tujuan mana dampak iklim diminimalkan dengan tujuan menghormati dan melestarikan sumber daya alam dan beradaptasi program agar sesuai dengan konteks sumber daya yang rapuh ( NCC , 1996; Graci dan Dodds , 2008 dalam Furqan,dkk. 2010) .Greean tourismpenting untuk mendorong kegiatan wisata yang akan membantu mendukung aspek alam dan budaya , serta mendorong penghormatan dan konservasi sumber daya perkotaan dan keragaman budaya . Menurut Dodds dan Joppe ( 2001) dalam Furqan, dkk. (2010) , konsep green tourism dapat dipecah menjadi empat komponen, yaitu : 1. Environmental responsibility : melestarikan , dan meningkatkan alam dan lingkungan fisik untuk memastikan kesehatan jangka panjang dari ekosistem yang mendukung kehidupan . 2. Local economic vitality : mendukung ekonomi lokal, bisnis dan masyarakat untuk memastikan vitalitas ekonomi dan keberlanjutan 3. Cultural diversity : menghormati dan menghargai budaya dan keragaman budaya untuk memastikan terus kesejahteraan budaya lokal 4. Experiential richness : menyediakan memperkaya pengalaman yang dapat memuaskan memuaskan melalui partisipasi aktif baik personal dan menyeluruh , serta keterlibatan dengan alam , masyarakat, tempat dan budayanya.
9
2.2.2 Konsep Ekowisata Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,dimana pada pasal 1 ayat 5 mengatakan bahwa salah satu daya tarik wisata adalahekowisata, di samping wisata budaya dan wisata minat khusus dan pada pasal 14ayat 1 menyebutkan bahwa pengusahaan daya tarik ekowisata merupakan usahapemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan saranawisata. Di samping itu SK Dirjen PHPA Nomor 129/Kpt/DJ/1996 menyebutkabahwa ekowisata merupakan sebuah kegiatan dan sebagian dari kegiatan yang14dilakukan secara sukarela, bersifat sementara dan untuk menikmati gejalakeunikan dan keindahan alam kawasan konservasi. Kedua kebijakan pemerintahtersebut mengukuhkan bahwa ekowisata merupakan kegiatan yang dapatmemberikan harapan masyarakat lokal untuk mengelola potensi alam sekitarnya.Di samping itu ada beberapa sarjana memberikan konsep ekowisata diantaranya :Fandeli (2000:5) memberi batasan ekowisata yaitu suatu bentuk wisata yangbertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaatsecara ekonomis dan mempertahankan keutuhan budaya bagi mayarakat setempat. Berdasarkan pengertian tersebut, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakansuatu gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk Sementara OrganisasiThe Ecotourism Society dalam Higham (2007: 28) mengatakan ekowisata suatu bentuk perjalananwisata ke daerah alami yang dilakukan dengan aturan mengenai konservasilingkungan dan
pelestarian kehidupan serta
10
kesejahteraan penduduk setempat. Dari defenisi di atas dapt diidentifikasikan beberapa prinsip ekowisata (TIES,2000), yakni sebagai berikut: 1.
Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
2.
Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelakuwisata lainnya.
3.
Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasamadalam pemeliharaan atau konservasi Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW).
4.
Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
5.
Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilainilai lokal.
6.
Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan wisata.
7.
Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan terhadap wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
11
Selanjutnya menurut Raka Dalem ( 2002 ; 4), ekowisataadalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat alamiatau daerah
yang
dibuat
berdasarkan
kaedah
alam,
mendukung
upaya
pelestarianlingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu disepakati prinsip-prinsip Ekowisata Bali sebagai berikut. 1. Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya 2. Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaannya terhadap alam 3. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat setempat serta memberdayakan masyarakat setempat. 4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradesi keagamaan masyarakat setempat. 5. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dengan persetujuan masyarakat setempat. 7. Secara konsisten memberikan kepuasan kepada konsumen. 8. Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehingga sesuai dengan harapan. 9. Sistem pengelolaan yang serasi dan seimbang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana. 2.2.3 Konsep Konservasi 12
Konsep konservasi pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt pada tahun 1902 (Fennell, 2003). Konservasi berasal dari kata “conservation”, bersumber dari kata con (together) dan servare (to keep, to save) yang dapat diartikan sebagai upaya memelihara milik kita (to keep, to save what we have), dan menggunakan milik tersebut secara bijak (wise use). Secara leksikal, konservasi dimaknai sebagai tindakan untuk melakukan perlindungan atau pengawetan; sebuah kegiatan untuk melestarikan sesuatu dari kerusakan, kehancuran, kehilangan, dan sebagainya. The International Union For Conservation of Nature and Natural Resourcesdalam Fandeli (2000;7) mengemukakan konservasi adalah usaha manusia untukmemanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar danlestari untuk generasi kini dan mendatang. Adapun tujuan konservasi itu adalah: 1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologi yang tetap mendukung suatu kehidupan. 2) Melindungi keanekaragaman hayati. 3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya . Selanjutnya menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. (Margareta, et al. 2010). Lazimnya, konservasi dimaknai sebagai tindakan perlindungan dan pengawetan alam. Persoalan yang dikaji umumnya adalah biologi dan lingkungan. Salah satu fokus kegiatan konservasi adalah
13
melestarikan bumi atau alam semesta dari kerusakan atau kehancuran akibat ulah manusia. Namun dalam perkembangannya, makna konservasi juga dimaknai sebagai pelestarian warisan kebudayaan (cultural heritage). 2.2.4 Konsep Pariwisata Alternatif Pariwisata alternatif dikembangkan di beberapa daerah tujuan wisata, agardapat mencegah kerusakan alam dan mencegah dampak negatif dari pariwisatamasal. Untuk lebih jelasnya apa itu pariwisata alternatif, ada beberapa sarjanamemberikan konsep pariwisata alternatif seperti ; Smith
(2001)
pariwisata
alternatif
merupakan
suatu
kegiatan
kepariwisataan yangtidak merusak lingkungan, berpihakpada ekologi dan menghindari dari dampak negatif daripembangunan pariwisataberskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalucepatpembangunannya.Berdasarkan pengertian tersebut maka pariwisata alternatif yaitu suatu obyek wisatapilihan lain yang akan dikunjungi wisatawan yang cenderung melihat pada kualitaslingkungan dan menjaga obyek wisata dengan menghindari dampak negatif dari suatu obyek. Pariwisata alternatif secara luas didefinisikan oleh Valene (1992: 36) adalahsebagai bentuk dari kepariwisataan yang konsisten dengan alam, sosial, danmasyarakat serta yang mengijinkan interaksi dan berbagai pengalaman antarawisatawan dengan masyarakat serta yang mengijinkan interaksi dan berbagipengalaman antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Wisata alternatif juga seringdiartikan sebagai bentuk pariwisata yang sengaja disusun dalam sekala kecil yang21memperhatikan aspek kepedulian lingkungan baik lingkungan
14
abiotik, biotik dansosial-budaya masyarakat setempat. Pariwisata alternatif juga muncul akibatkejenuhan terhadap pariwisata massal yang menimbulkan banyak kerusakanlingkungan sosial, serta tidak memperhatikan keberlanjutan dari objek wisata itusendiri. Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pariwisata
alternatif
merupakankecendrungan baru dari bentuk pariwisata yang dikembangkan selama ini, yangmemperhatikan kualitias pengalaman yang diperoleh wisatawan, kualitas lingkungan,dan kualitas sosial budaya masyarakat setempat serta kualitas lingkungan, dankualitas pengalaman yang dikembangkan selama ini, yang memperhatikan kualitassosial budaya masyarakat setempat serta kualitas hidup masyarakat lokal (host). Koslowski dan Travis (1985) dalam Smith (2001) pariwisata alternative merupakan suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihakpada ekologi dan menghidari dari dampak negatif dari pembangunan pariwisataberskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepatpembangunannya. Selain itu menurut Saglio (1979), Bilsen (1987) dan Gonsalven (1984) dalamSmith
(2001),
menyebutkan
bahwa
pariwisata
alternatif
adalah
kegiatankepariwisataan yang memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatupembangunan yang berskala kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataanyang disuguhkan kepada wisatawan, dimana segala aktivitasnya turut melibatkanmasyarakat.
15
Middleton pariwisataalternatif
(1998)
dalam
merupakan
Smith
suatu
(2001),
bentuk
menyebutkan
produk
pariwisata
bahwa yang
mepertimbangkan bahkanmenuntut lebih akrab lingkungan dan tidak merusak budaya. Archer dan Cooper(1993), menyebutkan bahwa pariwisata alternatif merupakan suatu pergerakan yangmemiliki jalan keluar untuk “mengobati sakit” dari pariwisata massal (MassTourism). Cohen (1987) dan Gartner (1996) dalam Smith (2001), menyebutkan bahwapariwisata alternatif bersumber dari dua pandangan ideology yang sejaman, yaitubahwa pariwisata alternatif merupakan reaksi atas konsumerisme modern, danpariwisata alternatif merupakan reaksi dari ekploitasi yang dilakukan Negaraberkembang. Alternatif Tourism is a process which promotion a just farm of travel betweenmembers of differet communities, it seeks to achieve mutual understanding,solidarity and equality amongst participants (Holden 1984:15 dalam Valene2001) Dari pengertian di atas pariwisata alternatif merupakan suatu proses yangmempromosikan suatu destinasi yang kondisinya memang benar-benar layak danpantas di antara komunitas yang berbeda-beda, dimana diputuskan untuk memperolehpemahaman, solidaritas dan kesamaan diantara seluruh komponen. Lebih lanjut Holden (1984:45 dalam Valene 2001) menyatakan bahwa variasipariwisata alternatif dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
16
1. Pariwisata Adventure Merupakan
suatu
kegiatan
pariwisata
alternatif
yang
bernuansa
petualangan(adventure). Petualangan dalam skala kecil dapat terdiri dari bird watching, scubadiving, dalam skala menengah terdiri dari kegiatan yang bernuansa olahragaseperi canoing dan rafting sedangkan dalam skala besar kegiatan petualanganseperti taman safari. 2. Pariwisata Alam Merupakan kegiatan pariwisata alternatif yang menfokuskan diri pada studi danobservasi yang berkaitan dengan flora (tumbuhan) dan fauna (binatang) sertakegiatan landscape. 3. Community Tourism Community
tourism
atau
pariwisata
kerakyatan
merupakan
suatu
kegiatanpariwisata yang dijalankan oleh rakyat, baik dari segi perencanaan sampaievaluasi dan segala manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut sepenuhnyauntuk rakyat yang bersangkutan. 2.2.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang diEropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, danawal 90-an. Konsep pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teoriteoriyang berkembang belakangan.
17
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) dalam Hadi (….) menyatakan bahwa : Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995). Definisi
tersebut
di
atas
mengartikan
konsep
pemberdayaan
(empowerment)sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiapindividu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapatmenyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Selanjutnya
Sumodiningrat
(2001),
menyatakan
pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling seusai bagi kemajuan diri mereka masing-masing. Lebih
lanjut
Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dari pendapat diatas maka dapat di simpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling seusai bagi kemajuan diri mereka masing-masing.
18
Upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan potensi untuk menetukan pilihan kegiatan yang paling sesuai juga di tegaskan oleh Siswanto (1997), yang menyatakan
bahwa secara empirik, banyak studi
menunjukan bahwa masyarakat lebih mampu mengindentifikasi, menilai dan memformulasikan permasalahannya baik fisik, sosial kultur maupun ekonomi dan kesehatan
lingkungan,
membangun
visi
dan
aspirasi
dan
kemudian
memprioritaskan, intervensi, merencana, mengelola, memonitor dan bahkan memilih tehnologi yang tepat. Upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat juga di tegaskan oleh Merriam (1985), yang mengemukakan bahwa pemberdayaan mengandung dua pegertian yaitu ; 1. Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan. 2. Memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. 2.2.6 Konsep Daya Tarik Wisata Konsep tentang daya tarik wisata, banyak dikemukakan para sarjana sertatertuang juga dalam undang-undang kepariwisataan nomor 10 tahun 2009,terutama pasal 1 ayat 5 dimana daya tarik wisata adalah segala sesuatu
19
yangmemiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaanalam ( ekowisata ), budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atautujuan kunjungan wisatawan. Minothi dalam Yoeti (1989:160) mengatakan obyekwisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yangmerupakan daya tarik agar orang mau berkunjung. Macam dan jenis daya tarikwisata itu meliputi:1) Benda-benda yang tersedia di alam semesta seperti pemandangan alam,hutan belukar, kekayaan flora dan fauna.2) Hasil ciptaan manusia seperti peninggalan sejarah, kebudayaan dankeagamaan.3) Tata cara hidup masyarakat seperti adat-istiadat, dan kebiasaan hidupmasyarakat yang menarik untuk disaksikan. Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi oleh wisatawan, hendaknya suatudaerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga persyaratan yaitu :(1) sesuatuyang dapat dilihat (something to see); (2) sesuatu yang dapat dikerjakan(something to do) ; dan (3) sesuatu yang dapat dibeli(something to buy). 2.3. Landasan Teori Berdasarkan uraian di atas, teori yang digunakan dalampenelitian ini adalah teori ekowisata. Adapun perspektifteori tersebut diuraikan sebagai berikut : 2.3.1 Teori Ekowisata Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:53) mengatakan bahwa ide ekowisatayang berkaitan
dengan
kegiatan
wisata
diharapkan
dapat
mendukung
20
konsevasilingkungan hidup, karena tujuan dari ekowisata adalah menciptakan sebuahkegiatan industri wisata yang mampu memberikan peran dalam konservasilingkungan hidup dan berdampak rendah terhadap lingkungan. Sehinggaekowisata memiliki karakteristik tertentu yaitu (1) Adanya manajemen lokaldalam pengelolaan(2) Adanya Produk perjalanan wisata yang berkualitas(3) Adanya penghargaan terhadap budaya setempat (4) Pentingnya pelatihanpelatihan (5) Berhubungan dengan sumber daya alam dan budaya. Menurut (Fennell (2003:176) bahwa ada 6 (enam) prinsip yangharus dipenuhi oleh pengunjung (wisatawan) dalam ekowisata yaitu : 1) Pengunjung harus semaksimal mungkin berusaha meniadakan dampak negatif terhadap lingkungan dan penduduk lokal. 2) Pengunjung
melakukan
perjalanan
wisata
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam, dari keunikan budaya lokal. 3) Pengunjung ikut membantu memaksimalkan partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata. 4) Selayaknya pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha koservasi wilayah yang dilindungi. 5) Seharusnya pengunjung memberikan keuntungan ekonomi dari pekerjaan tradisional mereka.
21
Hal di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Marta Honeydalam Hakim (2004:54), bahwa ekowisata itu harus memiliki beberapa parameteryakni (1)
Perjalanan
ke
kawasan
alamiah
(2)
Dampak
yang
ditimbulkan
terhadaplingkungan rendah (3) Membangun keperdulian terhadap lingkungan(4) Memberikan dampak keuntungan ekonomi (5) Memberikan dampak keuangandan pemberdayaan
masyarakat
lokal
(6)
Adanya
penghargaan
terhadap
budayasetempat.
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Populasi, Sampel dan Sampling Lokasi penelitian adalah di Desa Jatiluwih yang terletak di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Lokasi studi ini dipilih secara purposif (sengaja) dengan beberapa pertimbangan yaitu :
a. Lokasi studi merupakan salah satu desa yang telah mendapatkan penghargaan dunia
sebagai warisan budaya
dunia atau
World
CulturalHeritage dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). b. Potensi lokasi yang cenderung masih alami dengan kerusakan alam yang kecil merupakan daya tarik untuk dikembangkan di daerah lain. c. Adanya keterlibatan masyarakat yang sangat mendukung adanya kegiatan pariwisata. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan pengelola daya tarik wisata Jatiluwih yang dapat memberikan penjelasan tentang penerapan konsepsi green tourism concept yang dilaksanakan di sana. Selain itu beberapa tokoh masyarakat Desa Jatiluwih yang dianggap mampu memberikan penjelasan tentang pegelolaan lingkungan Desa Jatiluwih. Disamping masyarakat local, populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan yang menikmati atraksi ekowisata yang ada di daya tarik wisata Jatiluwih.
23
3.2.Desain Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada penerapan konsepsi ekowisata sebagai salah satu bentuk konsep green tourismkondisi keberadaan lingkungan sekitar. Dengan mengetahui konsepsi green tourism dan ekowisata di Desa Jatiluwih karyawan dan masyarakat nantinya dapat memberikan manfaat ekologis, ekonomis, pendidikan serta social kepada masyarakat. Adapun bagan desain penelitian ini seperti pada bagan 1.
24
Desa Jatiluwih
Kondisi Fisik
Analisis Deskriptif Eksporatif
Environmental responsibility
Kondisi Sosial
Management
Penerapan Konsepsi Green Tourism
Local economic vitality
Cultural diversity
Experiential richness
1. Penerapan konsepsi Green tourism 2. Penerapan konsepsi Ekowisata 3. Implikasi Konsep Green Tourism terhadap masyarakat dan wisatawan 4. Penilaian wisatawan terhadap konsep green tourism
Memberikan manfaat ekologis, manfaat ekonomis, pendidikan dan social masyarakat
Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian
25
3.3.Metode Pengumpulan Data a) Instrument Penelitian Instrumen penelitian menggambarkan penggunaan alat bantu dalam proses penelitian baik proses identifikasi, analisis ataupun proses pengambilan keputusan. Sejumlah instrumen penelitian yang digunakan yaitu : 1. Checklist data. Instrumen ini terdiri atas daftar informasi yang akan dicari mulai dari daftar informasi kondisi fisik dasar seperti topografi, hidrologi dan geologi, kondisi fisik binaan yang terdiri atas informasi pola guna lahan, fasilitas, utilitas dan prasarana transportasi, kondisi sosial budaya masyarakat yang terdiri atas kehidupan sosial dan kegiatan berkesenian warga. 2. Pedoman Wawancara (Interview Guide). Serangkaian pertanyaan ini lebih bersifat terbuka di mana hanya pokok – pokok materi pertanyaan saja yang disajikan. Selanjutnya pertanyaan akan berkembang mulai dari pertanyaan mengenai persepsi, karakteristik pasar wisatawan eksisting dan sejumlah pertanyaan mengenai aspirasi.
Pertanyaan ini ditujukan kepada
para stakeholder
pengelolaan ekowisata yang terdiri atas : perangkat desa, pelaku kebijakan, masyarakat dan sejumlah tokoh masyarakat. 3. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar ia memberikan jawabannya (Sangadji dan Sopiah 2010:193). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner
26
yang berisikan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan tujuan penelitian. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada wisatawan yang mengunjungi daya tarik wisata Jatiluwih dan menikmati atraksi alam sebagai daya tarik wisata ekowisata. Jumlah kuesioner yang akan disebar yaitu 100 buah. b) Proses Pengumpulan Data Secara umum teknik pengumpulan data yang dilakukan pada studi ini mengacu kepada : 1. Observasi. Objek observasi yang digunakan yaitu tempat di mana interaksi sedang berlangsung/akan berlangsung, identifikasi pelaku atau orang yang sedang memainkan peran tertentu, serta observasi kegiatan yang sedang dilakukan oleh aktor/pihak terkait. Secara umum materi observasi yang dilakukan mencakup tiga hal yaitu observasi terhadap potensi ekowisata, observasi terkait pengelolaan yang telah dilakukan dan observasi terkait kondisi wilayah secara menyeluruh. 2. Wawancara. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber yang dianggap kompeten dalam suatu hal. Metode yang digunakan merupakan wawancara terbuka dimana urutan pertanyaan bersifat acak tergantung dari kesiapan nara sumber. Sejumlah hal yang ditanyakan dalam wawancara yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman, pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat,
27
pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan, pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan. 3. Dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dalam rangka memperoleh data langsung kondisi dilapangan dan pengumpulan data dari Dokumen RTRW Kabupaten Tabanan. 3.4.Metode Analisis Data a) Sumber Data Terdapat dua macam sumber data yang diambil / diperoleh yaitu sumber data primer dan data sekunder. 1. Sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang langsung diperoleh dari objek. Secara umum sumber data primer yaitu responden, narasumber, kondisi lapangan dan pihak lain yang dianggap relevan untuk memberikan informasi terkait pelaksanaan studi. Nara sumber yang digunakan pada studi ini yaitu : a. Unsur Bappeda Kabupaten Tabanan dimana data yang diperoleh adalah data mengenai kebijakan tata ruang dan kebijakan pemanfaatan lahan diwilayah Kabupaten Tabanan khususnya diwilayah Desa Jatiluwih b. Pengelola daya tarik wisata Desa Jatiluwih, dimana data yang diperoleh adalah mengenai kebijakan desa, visi dan misi, pengelolaan pariwisata desa.
28
c. Masyarakat Desa Jatiluwih sebagai anggota yang terlibat dalam kepariwisataan Desa Jatiluwih. d. Pengurus Desa Jatiluwih dimana diperoleh informasi mengenai kebijakan terkait lokasi studi dan keterlibatan masyarakat di Desa Jatiluwih e. Wisatawan dimana diperoleh data tentang pendapat mereka penerapan green concept tourism 2. Sumber data sekunder. Sumber data ini berasal dari instansi/pihak yang telah menerbitkan data/informasi yang berguna dalam proses penelitian. Sumber data ini adalah kantor kepala desa, DISPARDA dan BAPPEDA Kabupaten Tabanan. b) Status dan Jenis Data Untuk menunjang kegiatan pengumpulan data, sebelumnya diupayakan kegiatan
identifikasi jenis dan sumber data dalam proses
identifikasi lokasi. Dengan metode pendekatan yang memadukan konsep pendekatan kuantitatif dan kualitatif pada studi ini, jenis data yang akan dicari harusnya terdiri atas data kualitatif dan data kuantitatif. a. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata – kata atau kalimat, antara lain : data kondisi fisik lokasi studi, kondisi sosial, sejumlah gambaran kebijakan, data persepsi dan aspirasi baik stakeholder maupun masyarakat. Data ini umumnya disajikan dalam bentuk uraian, dan foto.
29
b. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau koding yang dapat dikuantifikasi. Data kuantitatif yang digunakan antara lain data mengenai kondisi fisik lokasi studi seperti luas lokasi dan jumlah pegawai. Bentuk data kuantitatif umumnya berupa angka pasti, angka dengan satuan maupun data angka dalam bentuk ordinal. c) Teknik Pemrosesan Data Penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied research) bila dilihat dari tujuannya dimana tujuan akhir dari penelitian ini adalah pemecahan masalah yang dihadapi / yang ada di lokasi studi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Untuk lebih jelas masing pendekatan ini akan dijabarkan sebagai berikut: 1.
Pendekatan kualitatif Pendekatan ini lebih menekankan pada penggambaran variabel secara deskripsi baik dalam bentuk definisi, penjelasan konsep, catatan atau bentuk lainnya yang menggambarkan kondisi lapangan. Dengan pola ini analisa yang digunakan lebih cenderung pemaknaan terhadap kondisi
variabel.
Pendekatan
ini
digunakan
terhadap
proses
penyerapan informasi, identifikasi potensi wisata di lokasi studi hingga proses analisa konsepsi green tourism. 2. Pendekatan kuantitatif Menekankan pada perhitungan data – data yang berupa angka, baik dari proses pendataan sampai dengan proses analisa. Metode analisa
30
data yang digunakan umumnya lebih memiliki ukuran / jawaban yang pasti dari sebuah pertanyaan. Dalam tahap pengumpulan data, data – data kuantitatif yang diambil adalah jumlah penduduk lokal yang bekerja dan jumlah tamu yang menginap. d) Teknik Analisis Data Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif Kualitatif
dimana analisis ini lebih menekankan pada penyimpulan
deduktif dan induktif serta menganalisis dinamika antar fenomena yang ada dengan
menggunakan logika ilmiah. Analisis deskriptif yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif eksploratif Metode analisis deskriptif ekploratif ini lebih menekankan pada ekplorasi / penggalian informasi secara lebih mendalam dan terfokus pada tujuan hasil analisis yang ingin dicapai. Metode ini digunakan untuk mengidektifikasi potensi ekowisata dan penerapannya yang ada di Desa Jatiluwih dari penggambaran mendalam terhadap karakteristik fisik lingkungan, kondisi sosial, management yang ada. Mekanisme kerja dalam penggunaan metode ini lebih kepada proses mendeskripsikan tiap aspek kewilayahan (fisik, sosial, management) yang memiliki / memenuhi unsur keunikan, keindahan dan nilai yang berharga sebagai sebuah daya tarik wisata. Di dalam penelitian ini, penulis akan menyebarkan kuisioner yang berisikan pertanyaan dan pernyataan mengenai penilaian wisatawan terhadap penerapan konsep green tourism di daya tarik wisata Jatiluwih
31
untuk memperoleh data yang diperlukan di dalam penelitian ini. Data tersebut dianalisis dan digolongkan menggunakan skala Likert. Kusmayadi & Sugiarto (2000: 94) menyatakan skala ini merupakan alat untuk mengukur sikap dari keadaan yang sangat positif ke jenjang yang sangat negatif, untuk menunjukkan sejauh mana tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap pernyataan yang diajukan oleh peneliti. Untuk penilaian yang digunakan dalam pengukuran persepsi, akan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut: a. Jawaban sangat baik diberi bobot 5 b. Jawaban baik diberi bobot 4. c. Jawaban cukup baik diberi bobot 3 d. Jawaban buruk diberi bobot 2 e. Jawaban sangat buruk diberi bobot 1 Dari lima skala penilaian diatas, dapat dihitung interval masingmasing kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut: R C=
4 =
K
= 0,8 5
Keterangan C = Interval Kelas R = Range (Nilai tertinggi – Nilai terendah) K = Jumlah Klasifikasi
32
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas, maka diketahui intervalnya yaitu sebesar 0,8. Berdasarkan interval ini, maka dapat ditentukan skala penilaian seperti yang tercantum pada tabel berikut. Tabel 3.1 Nilai Interval Rata-Rata Skor Interval Rata-Rata Skor Kriteria Setiap Variabel 1,00 – 1,79 Sangat Buruk 1,80 – 2,59 Buruk 2,60 – 3,39 Cukup Baik 3,40 – 4,19 Baik 4,20 – 5,00 Sangat Baik Sumber: Durianto (2001:43)
33
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Sejarah Desa Jatiluwih Nama JATILUWIH berasal dari kata JATON dan LUWIH. Jaton artinya Jimat, sedangkan LUWIH artinya bagus. Bertitik tolak dari arti kata tersebut maka Desa Jatiluiwih berarti sebuah Desa yang mempunyai Jimat yang benarbenar bagus atau berwasiat. Sumber lain ada yang menceritakan bahwa di tengah desa ada kuburan binatang purba yakni seekor burung Jatayu. Dari kata Jatayu ini lama kelamaan mengalami perubahan bunyi menjadi JATON AYU yang berarti Luwih atau Bagus. Jadi JATON AYU sama dengan Jatiluwih. Demikianlah akhirnya kata Jatiluwih sejak dulu ditetapkan menjadi nama Desa dan sampai saat ini belum pernah mengalami perubahan. Oleh karena Desa Jatiluwih sudah dikenal sebagai suatu Desa yang mempunyai jimat yang benar-benar bagus/berwasiat, yang dapat dibuktikan dengan adanya hasil-hasil yang cukup memenuhi kebutuhan hidup bagi semua para pendatang dan terjaminnya keselamatan selama mengembangkan kehidupan bertani. Maka pada jaman yang lampau banyaklah Brahmana, Kesatria, Wesia dan Sudra dari Daerah Tabanan yang berkunjung ke Desa Jatiluwih dengan harapan memohon keselamatan golongannya masing-masing. Akhirnya mereka itulah yang mendirikan Pura-Pura yang ada sekarang di Desa Jatiluwih seperti Pura Luhur Petali, Pura Luhur Bhujangga, Pura Rshi, Pura Taksu dan lain-lain. Mengenai penduduknya menurut cerita para Leluhur masyarakat Desa 34
Jatiluwih, semuanya merupakan orang-orang pelarian dari berbagai daerah, beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut : Pada waktu Patih I Dewa Agung Putu Maruti yang memerintah di Puri Kaleran Karangasem melakukan penyerbuan ke Klungkung, maka keadaan disana menjadi kacau. Oleh karena kekacauan inilah banyak rakyatnya yang melarikan diri mencari tempat yang dianggap aman. Diantara rombongan pelarian itu yang berasal dari Kusamba melarikan diri sampai ke Kaki Bukit Batukaru. Ditempat ini mereka mendirikan perkampungan yang mereka namakan Kesambahan. Sampai saat ini ada salah satu Banjar yang bernama Kesambahan. Kata Kesambahan berasal dari kata Sambeh (Bahasa Bali) yang berarti terpencar. Jadi oleh karena pendatang di Kaki Gunung Batukaru adalah pencaran dari Kusamba wilayah Kabupaten Klungkung, maka tempat tinggal pendatang itu dinamakan Kesambahan. Pada saat Bendesa Buduk yang bernama Pasek Tohjiwa dikalahkan oleh Raja Mengwi, maka beberapa rakyatnya tidak mau tunduk kepada Raja Mengwi. Mereka pergi mengasingkan diri ke kaki Bukit Batukaru, mereka ini menempati berbagai Desa. Salah satu rombongannya yang paling besar menetap di Desa Jatiluwih. Memang benar sampai saat ini kebanyakan penduduk Desa Jatiluwih adalah warga Pasek Buduk. Ada lagi rombongan yang berasal dari Singaraja, yaitu dari Desa Gobleg. Salah seorang Pasek Gobleg kena fitnah dan diancam akan dibunuh atau dihukum mati oleh Raja Buleleng. Mungkin karena ketakutan, mereka bersama anak-anaknya melarikan diri sampai ke Desa Jatiluwih dan menetap disana sampai sekarang. Berdasarkan uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa penduduk Desa Jatiluwih sebagian besar nenek moyangnya merupakan orang-orang pelarian 35
yang tidak mau tunduk pada perintah orang-orang yang dianggap musuhnya. Akhirnya setelah mereka mempunyai tempat tinggal yang tetap, maka mulailah dilakukan kegiatan membuka areal perkebunan dan persawahan. Demikian sejarah singkat mengenai Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
4.2. Kondisi Fisik Desa Jatiluwih 4.2.1. Letak Geografis Kondisi geografis Desa Jatiluwih berada pada ketinggian kurang lebih 685 mdpl dengan topografi landai sampai dataran tinggi (jurang). Suhu rata-rata 26-29 derajat Celcius dengan kelembaban berkisar 75-90%. Desa Jatiluwih berada dalam ruang lingkup Kecamatan Penebel dengan jarak tempuh ± 30 menit dari kota kecamatan sekitar 14 km dan kabupaten dengan jarak tempuh ± 50 menit. Luas desa Jatiluwih secara keseluruhan adalah 2126 Ha yang terdiri dari luas tanah sawah 303 Ha, luas lading/kebun 707 Ha, luas pekarangan 24 Ha dan lainlain 1092 Ha. Batas – batas Desa Jatiluwih meliputi : Sebelah Utara
: Hutan lindung
Sebelah Timur
: Desa Senganan
Sebelah Selatan
: Desa Babahan
Sebelah Barat
: Desa Wongaya Gede
Dari segi geografis, Desa Jatiluwih merupakan daerah pertanian dengan petani padi sebagai mayoritas selain itu, daerah ini juga menghasilkan tanaman kebun 36
lainnya seperti sayuran, kelapa, kopi, pisang dll. Selain itu, saat ini dimasyarakat juga telah terbentuk kelompok – kelompok tani yang pada akhirnya akan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat seperti kelompok tani ikan, kelompok ternak, dll. 4.2.2. Kondisi Demografis Dari segi kependudukan, jenis pekerjaan masyarakat masih didominasi sebagai petani dan buruh, karena sarana pendukungnya adalah lahan pertanian yang sangat luas dan sangat bagus sehingga bisa menarik tamu – tamu dari mancanegara. Dari segi pemerintahan, Desa Jatiluwih terbagi atas 8 Banjar Dinas yaitu: Br. Dinas Kesambi, Br. Dinas Kesambahan Kaja, Br. Dinas Kesambahan Kelod, Br. Dinas Jatiluwih Kangin, Br. Dinas Jatiluwih Kawan, Br. Dinas Gunungsari Desa, Br. Dinas Gunungsari Umakayu, Br. Dinas Gunungsari Kelod Untuk mengetahui Sejarah suatu tempat dapat diketahui melalui berbagai bentuk peninggalan seperti lontar-lontar, prasasti atau cerita-cerita yang dapat dipercaya kebenarannya. Didalam menentukan sejarah Desa Jatiluwih sepenuhnya bersumber pada cerita-cerita orang tua yang dapat dipercaya kebenarannya. Saat ini penduduk desa Jatiluwih berjumlah 2.677,orang atau sekitar 830 KK dengan perbandingan jumlah laki-laki adalah 1273 orang dan perempuan 1404 orang. Mayoritas penduduk Desa Jatiluwih adalah beragama Hindu sebanyak 2676 orang dan 1 orang beragama Kristen. Berdasarkan mata pencaharian jumlah penduduk Desa Jatiluwih adalah sebagian besar sebagai petani yaitu 1727 orang, 32 orang PNS, 21 orang TNI/POLRI, 28 orang wiraswasta, 45 orang pegawai swasta, 28 orang pedagang, 37
20 orang buruh dan 876 orang tidak bekerja atau lansia. Saat ini fasilitas yang ada di desa Jatiluwih antara lain 1 buah lapangan desa, dengan 3 Sekolah Dasar yang tersebar di beberapa dusun. 4.3.
Kondisi Budaya, Religi dan Kesenian Dari faktor religi mayoritas masyarakat Desa Jatiluwih beragama Hindu.
Dari segi budaya yang ada di di Desa Jatiluwih adalah ada tradisi dalam prosesi pengabenan misalnya di Desa Jatiluwih yang terdiri dari 2 Desa Pakraman yakni Desa Pakraman Jatiluwih dan Desa Pakraman Gunungsari tidak ada prosesi membakar mayat tetapi dikubur saja ini dikuatkan dengan kepercayaan masyarakat tidak membakar mayat karena tidak jauh dari wilayah desa terdapat beberapa
Pura
besar
dan
termasuk
sungsungan
jagat.
Terdapat
juga
sebuah/beberapa Pura diantaranya : Pura Luhur Pucak Petali, Pura Luhur Bhujangga Waisnawa, Pura Rsi, Pura Luhur Sri Rambut Sedana, Pura Batu Madeg, Pura Sanghyang Meling, Pura Batur dan Tri Kayangan. Dari segi kesenian beberapa tempat di Desa Jatiluwih memiliki kelompok kesenian.sebutlah kemudian, dusun Kesambahan Kaja yang memiliki kelompok kesenian joged bungbung dengan nama Dharma Susila, yang selama ini juga pernah tampil pada event-event wisata.kelompok kesenian joged bungbung ini berdiri pada tahun 2009 dengan jumlah 35 anggota sekaa. Awal munculnya kesenian ini adalah sebagai sarana dalam kegiatan keagamaan disamping itu juga dipergunakan sebagai sarana hiburan dan daya tarik wisata. 4.4.
Visi dan Misi Desa Jatiluwih
38
Penyusunan Visi Desa Jatiluwih dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di desa seperti Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Masyarakat, tokoh agama, lembaga masyarakat desa dan masyarakat desa pada umumnya. Sebagaimana penyusunan visi, misi pun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan partisipatif dan pertimbangan potensi dan kebutuhan Desa Jatiluwih. 4.4.1. Visi Desa Jatiluwih Dengan pertimbangan potensi dan kebutuhan dominan masyarakat desa serta kondisi eksternal di desa, yang mempunyai titik berat di sektor Pariwisata, maka Desa Jatiluwih tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 menetapkan visi yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai, yaitu: “TERWUJUDNYA DESA JATILUWIH YANG ASRI , (AMAN, SEJAHTERA, RELIGIUS, DAN INDAH ) DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN TRI HITA KARANA DALAM MENUJU DESA WISATA AGRO.” 4.4.2. Misi Desa Jatiluwih Sebagaimana proses yang dilakukan maka misi disusun sebagai pedoman dalam menyusun rencana pembangunan lebih detail, misi desa Jatiluwih adalah : Mewujudkan Desa Jatiluwih yang Asri, melalui peningkatan sumber daya manusia, pengembangan kepariwisataan, pelestarian lingkungan yang berpegang teguh pada Tri Hita Karana. Mewujudkan Desa Jatiluwih yang Aman Sejahtera, melalui pengembangan sektor pertanian dalam arti luas yaitu dalam sektor pertanian, perkebunan, perternakan, dan kehutanan yang merupakan mata pencaharian masyarakat Desa Jatiluwih. Mewujudkan Desa Jatiluwih yang 39
Religius dan Indah, melalui penataan tempat – tempat ibadah. Mewujudkan Desa Jatiluwih yang menuju kedalam Desa Wisata Agro. Demikianlah sekilas tentang Visi dan Misi Desa Jatiluwih.
4.5.
Potensi Desa Jatiluwih
4.5.1. Atraksi 1. Atraksi alam Dengan panorama alam yang masih alami maka wisatawan sangat terkesan sekali dengan apa yang ada di Desa Jatiluwih karena jauh dari polusi udara dan riuh rendah bunyi kendaraan serta sangat sejuk. Suasana alam yang sejuk nan alami serta air pegunungan yang bersih sangat cocok untuk pengembangan Wisata Alam. Air pegunungan yang ada digunakan untuk air minum dan sebagai sumber air pertanian yang diorganisir dengan sistem irigasi yang disebut Subak. Dari pantauan letak geografis Desa Jatiluwih dan keadaan alam yang agraris maka masyarakat yang ada mayoritas hidup sebagai petani sawah dan kebun. Dari Desa Jatiluwih kita akan dapat melihat hamparan sawah yang sangat luas serta pegunungan yang sangat hijau dengan hutan yang lebat seperti pada Gambar 4.1. Wisatawan yang datang ke Desa Jatiluwih juga sangat terkesan dengan keramahtamahan penduduk yang ada, sehingga para wisatawan merasa sangat nyaman bila mereka berjalan-jalan di lingkungan desa dan obyek lainnya.
40
Gambar 4.1. Hamparan sawah di Desa Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016)
Selain hamparan sawah Desa Jatiluwih juga memiliki air terjun kembar yaitu air terjun Yeh Ho. Lokasi air terjun ini tidak jauh dari loket tiket masuk Desa Jatiluwih. Kondisi air terjun masih alami dan berpotensi dijadikan sebagai daya tarik ekowisata seperti yang terdapat pada gambar 4.2.
\
Gambar 4.2. Air Terjun Yeh Ho Desa Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) 41
Aktifitas yang dapat dilakukan oleh wisatawan adalah trekking dan cycling. Jalur trekking yaitu melewati persawahan petani lengkap dengan peta dan tanda- tanda sehingga memudahkan wisatawan dan tidak tersesat. Kegiatan trekking wisatawan seperti terlihat pada Gambar 4.3. Untuk kegiatan cycling, badan pengelola dan masyarakat setempat belum mampu untuk menyediakan sepeda namun jalur cycling sudah tersedia, terkadang wisatawan membawa sepeda sendiri. Jalur cycling yang digunakan adalah dari Bedugul menuju Desa Besi Kalung dan berakhir di Desa Jatiluwih.
Gambar 4.3. Jalur trekking wisatawan Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) 2. Atraksi Budaya Atraksi budaya yang dimiliki oleh Desa Jatiluwih adalah upacara yang terkait dengan aktifitas petani di sawah dari menanam sampai panen padi serta tarian baris memedi. Selain itu pula aktifitas budaya lokal seperti jogged, gong wanita, arja, topeng, wayang sekaa santi, sekaa angklung dan lain-lain. Seperti tampak pada gambar 4.4 salah satu tradisi yang ada di Desa Jatiluwih yang membawa daya tarik tersendiri bagi 42
wisatawan. Inilah gambaran tradisi yang ada dan dilestarikan secara turuntemurun oleh masyarakat Desa Jatiluwih. Para pengunjung merasa sangat terkesan dengan apa yang disajikan oleh alam Desa Jatiluwih yang merupakan barometernya padi lokal (beras merah) yang ada. Setelah panen dilakukan, maka akan diikat secara tradisional pula tapi memiliki kekhasan tersendiri dan tidak mudah dilakukan oleh setiap orang tradisi panen pada umumnya dilakukan oleh para wanita tani.
Gambar 4.4. Panen Padi Bali di Desa Jatiluwih Sumber : www. Google.com (diunduh tgl 16 mei 2016) Selain kegiatan panen,
gambar 4.5 adalah model ikatan-ikatan
padi lokal yang baru habis dipanen. Selanjutnya proses pengeringan yang dilakukan dibawah terik matahari dalam jangka waktu kira-kira 7 hari dalam cuaca normal. Setelah kering maka akan diangkut ke rumah masing-masing untuk disimpan dalam sebuah lumbung untuk jangka waktu tertentu. Selanjutnya akan diupacarai sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
43
Gambar 4.5. Ikatan padi sehabis panen Sumber : Ganesha info Bali (diunduh tgl 16 mei 2016)
Setelah semua proses bersangkutan selesai maka dalam jangka waktu tertentu baru mulai bisa menurunkan padi dari lumbung dan diproses menjadi beras untuk dapat dikonsumsi sehari-hari. Bangunan ini terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang dan bisa menyimpan padi dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang panjang sebagai stock pangan petani dalam kurun waktu menunggu musim panen berikutnya. Sektor lain yang menjadi daya tarik wisata adalah keberadaan tempat-tempat suci atau Pura yang merupakan bangunan suci umat Hindu, yang mana prosesi upacara dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan. Sebagai ungkapan syukur terhadap Ida Sanghyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) atas segala karuniaNya. Tari Baris Memedi adalah tarian sakral yang hanya terdapat di Desa Jatiluwih yaitu tarian yang ditarikan pada saat ada upacara ngaben
44
baik ngaben individu maupun ngaben missal masyarakat. Tarian ini ditarikan sehari sebelum Upacara Ngaben/kremasi. Hal lain yang menarik perhatian para wisata adalah faktor keamanan Desa Jatiluwih, yang relative aman dan kondusif. Karena semua unsur terlibat dalam pengamanan desa seperti Perbekel selaku pengelola Obyek melibatkan Bendesa Pakraman, Hansip, serta Pecalang (sebutan satuan pengamanan Desa Adat di Bali). Potensi Wisata Obyek Wisata Jatiluwih Berbasis Tri Hita Karana Desa Jatiluwih sebagai salah satu obyek wisata yang ada di Kabupaten Tabanan, memiliki beragam wisata yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. 4.5.2. Aksesibilitas Untuk menuju Desa Jatiluwih dari Kota Tabanan memerlukan waktu 1 jam dengan jarak tempuh sekitar 25 km. Dari Denpasar , wisatawan harus menuju Kabupaten Tabanan terlebih dahulu. Setelah sampai di Kota Tabanan, selanjutnya wisatawan dapat melihat papan petunjuk jalan yang tercantum arah menuju Kecamatan Penebel. Jalan menuju ke Desa Jatiluwih dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur barat akan melewati Pura Batukaru sedangkan jalur timur akan melewati Desa Senganan. Jalanan tergolong bagus hanya sampai pada batas tertentu selanjutnya kondisi jalan kurang bagus dimana jalan rusak parah karena pengaruh erosi saat musim hujan. Kondisi jalan menuju ke Desa Jatiluwih dari jalur tyimur dapat dilihat pada gambar 4.6.
45
Gambar 4.6 Kondisi jalan menuju Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016)
4.5.3. Amenitas Amenitas merupakan fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola suatu daya tarik wisata untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Masuk ke dalam areal Desa Jatiluwih terdapat beberapa fasilitas seperti Tempat loket karcis, tempat petugas keamanan dan toilet. Selain itu terdapat warung makan dan café yang menawarkan pemandangan alam persawahan. Kondisi parkir kendaraan wisatawan juga tergolong sangat kurang karena Desa Jatiluwih tidak menyediakan lahan parkir sehingga mobil wisatawan parker di pinggir jalan. Akibatnya terkadang terjadi kemacetan disaat-saat jam kunjungan wisatawan ramai. Untuk masuk ke kawasan Desa Jatiluwih, wisatawan diharuskan ke loket terlebih dahulu untuk membeli tiket masuk dengan kondisi bangunan loket yang cukup baik serta papan informasi yang tertera mengenai harga tiket masuk juga terlihat jelas oleh wisatawan. Selanjutnya wisatawan masuk ke
46
dalam areal persawahan daya tarik wisata Jatiluwih dengan menunjukkan karcis yang telah dibeli kepada petugas keamanan. Untuk sarana akomodasi terdapat langsung di desa tersebut berupa homestay seperti pada Gambar 4.7. Tidak terdapat akomodasi yang mewah di Desa Jatiluwih.
Gambar 4.7. Homestay di Desa Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016)
4.5.4. Ancillary service Daya tarik wisata Jatiluwih saat ini berada di bawah Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Jatiluwih. Badan pengelola ini terbentuk dengan Peraturan Bupati Tabanan Nomor 84 Tahun 2013. Adapun visi dan misi daya tarik wisata Jatiluwih adalah sebagai berikut : Visi : Peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
Jatiluwih
melalui
pembangunan yang BALI (Bersih Aman, Lestari, Indah) dengan menitikberatkan pada pertanian. 47
Misi : 1. Mewujudkan masyarakat Jatiluwih yang sehat, cerdas dan berbudaya 2. Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah 3. Mewujudkan pertanian yang tangguh dan bersinergi dengan pariwisata 4. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Pengelolaan daya tarik wisata Jatiluwih berada di bawah managemen operasional daya tarik wisata Jatiluwih yang diketuai oleh manager beserta divisi-divisinya. Adapun struktur organisasi managemen operasional daya tarik wisata Jatiluwih sebagai berikut :
48
MANAGER I Nengah Sutirtayasa, SE. ASISTEN MANAGER I Ketut Nitya SEKRETARIS Dra. Drian Rika Rona
DIVISI PERENCANAAN DAN KEUANGAN I Wayan Winata
DIVISI PARKIR DAN TIKET I Nyoman Wijaya I Gede Nyoman Semarabawa
DIVISI KEAMANAN DAN KETERTIBAN Danton Pecalang Jatiluwih Danton Pecalang Gunungsari
DIVISI UMUM DAN KEPEGAWAIAN I Nengah Sulatra I Ketut Marsista Jaya
DIVISI KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN I Kadek Dwi Maha Putra
DIVISI PENGEMBANGAN DAN PROMOSI Drs. I Gede Ketut Subrata I Gede made Suparta
Bagan 2. Struktur Organisasi Managemen Operasional Daya Tarik Wisata Jatiluwih
49
BAB V PEMBAHASAN
5.1.
Implementasi Green Tourism Perspektif Tri Hita Karana di Desa Jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata Penerapan green tourism perspektif Tri Hita Karana telah diterapkan di Desa
Jatiluwih yaitu pada masing-masing aspek sebagai berikut : 1. Aspek Parahyangan Segi Parhyangan Upacara yang terkait dengan aktivitas petani di sawah, yaitu : 1) Upacara Mapag Toya, yaitu upacara menjemput air ke sumber mata air. Upacara ini diikuti oleh seluruh anggota subak dan dilakukan pada Sasih Ketiga atau sekitar bulan September. 2) Kempelan, yaitu kegiatan membuka saluran air ke sumber aliran air di hulu subak, selanjutnya air mengaliri sawah (bulan September) Upacara Ngendag Tanah Carik, yaitu upacara memohon keselamatan kepada Tuhan saat membajak tanah sawah dan dilakukan oleh masingmasing anggota subak prosesi ini masih pada Sasih Ketiga (bulan September).
50
3) Upacara Ngurit, yaitu upacara pembibitan yang dilakukan oleh semua anggota subak pada masing-masing tanah garapannya. Ngurit dilakukan pada Sasih Kelima (sekitar bulan Nopember). 4) Upacara Ngerasakin, yaitu upacara membersihkan kotoan (leteh) yang tertinggal ketika melakukan pembajakan sawah dan dilakukan setelah pembajakan selesai di masing-masing tanah garapan pada awal Sasih Kepitu (awal bulan Januari). 5) Upacara Pangawiwit (Nuwasen), yaitu upacara mencari hari baik untuk mulai menanam padi yang dilakukan sekitar Sasih Kepitu (awal bulan Januari). 6) Upacara Ngekambuhin, yaitu upacara meminta keselamatan anak padi yang baru tumbuh yang dilakukan pada saat padi berumur 42 hari pada Sasih Kewulu (bulan Pebruari). 7) Upacara Pamungkah, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi dapat tumbuh dengan baik. Upacara ini dilakukan pada Sasih Kawulu (bulan Pebruari). 8) Upacara Penyepian, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi terhindar dari hama/penyakit dan dilakukan Sasih Kesanga sekitar bulan Maret.
51
9) Pengerestitian Nyegara Gunung, yaitu melaksanakan upacara nyegara gunung yang dilakukan di Pura Luhur Petali dan Pura Luhur Pekendungan (bulan Maret/April). 10) Upacara Mesaba, yaitu upacara sebelum panen yang dilakukan pada Sasih Kedasa (bulan April) oleh anggota subak disawahnya masingmasing. 11) Ngadegang Batari Sri (batara Nini), yaitu upacara secara simbolis memvisualisasikan Beliau sebagai Lingga-Yoni. 12) Upacara nganyarin, yaitu upacara mulai panen yang dilakukan pada Sasih Sada (bulan Juni) oleh anggota subak pada masing-masing sawahnya. 13) Manyi, yaitu kegiatan memanen padi (bulan Juli). 14) Upacara Mantenin, yaitu upacara menaikkan padi ke lumbung atau upacara menyimpan padi di lumbung yang dilaksanakan pada Sasih Karo (bulan Agustus). 2. Aspek Pawongan Berbagai macam kegiatan petani di sawah dapat menjadi obyek dan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Apalagi setiap kegiatan tersebut masih mempergunakan cara-cara tradisional seperti meliputi : mencangkul
52
di sawah, Nampadin (membersihkan pematang sawah) seperti pada Gambar 5.1, Ngelampit (membajak sawah), Melasah (meratakan tanah sawah), Nandur (menanam padi).
Gambar 5.1. Proses nampadin Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) 3. Aspek Palemahan Aspek
palemahan
ini
meliputi
aktifitas
manusia
dengan
lingkungannya dimana Desa Jatiluwih merupakan daerah sawah berterassering, perkebunan danhutan pegunungan Kegiatan wisatawan yang dapat dilakukan adalah trekking dancycling. Selain itu juga sudah terdapat sarana pendukung pariwisata yaitu terdapat beberapa tempat penginapan /Pondok Wisata, warung makan yang khas Jatiluwih, dan juga disamping itu terdapat pula Cafe yang menyediakan makanan khas Jatiluwih dengan bahan dasar Beras Merah.
53
Aspek palemahan yang lain adalah sistem pengolahan subak yang dilakukan pekaseh untuk mengatur sistem perairan dan lingkungannya. Disamping itu pengolahan sampah yang terdapat di Desa Jatiluwih belum maksimal.
5.2.
Implementasi Prinsip Green Tourism di Desa Jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata Menurut Dodds dan Joppe ( 2001) dalam Furqan, dkk. (2010) , konsep green tourism dapat dipecah menjadi empat komponen, yaitu : 1. Environmental responsibility : melestarikan alam dan meningkatkan lingkungan fisik untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang dari ekosistem yang mendukung kehidupan . Desa Jatiluwih telah melestarikan sistem irigasi persawahan seluruh desa yang dinamakan dengan subak. Yang mana subak Desa Jatiluwih dipimpin oleh seorang Pekaseh dan untuk subak dipimpin oleh Kelian Subak. Terdapat 7 subak di Desa Jatiluwih yang merupakan subak basah selain itu juga terdapat Subak Abian yang terdiri dari 2 (dua) Subak Abian yakni : Subak Abian Jatiluwih dan Subak Abian Gunungsari. Sistem bercocok tanam yang ada untuk daerah pertanian (sawah) dalam 1 (satu) tahun pola tanam ada 2 (dua) kali tanam dengan tetap melestarikan tradisi menanam padi lokal (padi Bali) yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Jatiluwih. Cara 54
pengolahan lahan pertanian yang masih tradisonal yakni menggunakan sapi atau kerbau untuk membajak sawah serta alat bajak tradisional. Panen dengan cara tradisional pula yaitu menggunakan ani-ani sebagai sarana utama. Dalam kegiatan pengolahan lahan, penanaman dan panen masih dengan pola gotong royong. Tanggungjawab masayarakat terhadap lingkungan Desa Jati Luwih juga dapat terlihat dengan terjaganya kebersihan di sekitar daya tarik wisata Jatiluwih dengan disediakannya tempat sampah bagi para wisatawan yang berkunjung dan melakukan trekking di daya tarik tersebut seperti terlihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2. Bak sampah di sekitar lokasi trekking Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) 2. Local economic vitality :mendukung ekonomi lokal, bisnis dan masyarakat untuk memastikan vitalitas ekonomi dan keberlanjutan.
55
Untuk mendukung perekonomian masyarakat lokal, managemen operasional daya tarik Desa Jatiluwih menggunakan masyarakat lokal sebagai tenaga honorer yang dipekerjakan dan ditempatkan sesuai dengan pos-posnya yaitu sebagai petugas loket karcis, petugas keamanan (pecalang) seperti pada Gambar 5.3, petugas guide dan anggota pengelolanya. Petugas honorer tersebut berjumlah 53 orang yang berasal dari Desa Jatiluwih diberi upah harian dengan tarif Rp. 85.000,-/hari. Di samping itu agar perekonomian masyarakat lokal Jatiluwih meningkat, pengelola daya tarik wisata Jatiluwih melibatkan masyarakat jika ada kegiatan pengambilan gambar untuk televise maupun majalah.
Gambar 5.3. Petugas keamanan daya tarik wisata Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) Adanya kafe, restoran dan penginapan di Desa Jatiluwih dapat memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal di sana sebagai tenaga
56
kerjanya sehingga dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat
setempat. Seperti yang dikatakan oleh salah satu petani yang anaknya yang hanya tamatan sekolah menegahatas langsung bekerja di salah satu kafe sehingga dapat membantu kehidupan keluarganya. 3. Cultural diversity :menghormati dan menghargai budaya dan keragaman budaya untuk memastikan terus kesejahteraan budaya lokal. Budaya lokal yang terdapat di Desa Jatiluwih yang masih sangat dilestarikan adalah sistem irigasi pertanian yaitu berupa ‘subak”. Desa Jatiluwih terdiri dari tujuh (7) subak yang dikoordinir oleh satu subak besar/induk yaitu : a. Subak Jatiluwih dengan luas area 113 hektar b. Subak Besi Kalung dengan luas area 48 hektar c. Subak Kedamaian dengan luas area 56 hektar d. Subak Gunungsari dengan luas area 37 hektar e. Subak Umakayu dengan luas area 36 hektar f. Subak Kesambi dengan luas area 11 hektar g. Subak Umadui dengan luas area 21,7 hektar Selain budaya subak yang yang masih dipertahankan, masyarakat Desa Jatiluwih juga melaksanakan upacara yang berkaitan dengan aktivitas petani di sawah dari upacara sebelum menanam padi sampai upacara pasca panen. Proses pengolahan sawah masyarakat Desa Jatiluwih
57
juga masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan sapi atau kerbau. Budaya pemukiman penduduk Desa Jatiluwih adalah pemukiman masyarakat agraris dengan mempertahankan keberadaan lumbung di setiap rumah masyarakat. Hasil panen yang diperoleh disimpan di masingmasing lumbung yang dimiliki oleh masayarat setempat. Budaya lain yang masih sangat dipertahankan adalah pementasan Tari Baris Memedi atau Sang Hyang Memedi. Tarian ini dipentaskan sehari sebelum ada upacara pembakaran mayat (ngaben) yang tingkatan utama dan menengah. Tarian ini hanya terdapat di daerah Jatiluwih maupun Kecematan Penebel pada umumnya. 4. Experiential richness :menyediakandan memperkaya pengalaman yang dapat memuaskan melalui partisipasi aktif baik personal dan menyeluruh , serta keterlibatan dengan alam , masyarakat, tempat dan budayanya. Partisipasi masyarakat di Desa Jatiluwih yang utama adalah gotong royong yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat. Gotong royong meliputi kebersihan lingkungan sekitar, kebersihan pada sistem irigasi pertanian maupun perbaikan sistem irigasi seperti pada Gambar 5.4.
58
Gambar 5.4. Kegiatan perbaikan sistem irigasi Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) Partisipasi lainnya dari masyarakat terhadap keberadaan pariwisata di Desa Jatiluwih dengan dijadikan Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO adalah mengikuti berbagai penyuluhan maupun pelatihan yang telah dilaksanakan oleh pihak desa dan pengelola yaitu pelatihan pembuatan kripik ubi talas, pelatihan Bahasa Inggris bagi pemuda dan pemudi Desa Jatiluwih oleh salah satu universitas yang ada di Bali. Namun masyarakat Desa Jatiluwih kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, kesibukan dalam aktivitas pekerjaan sebagai petani dan aktivitas pekerjaan sebagai anggota masyarakat desa adat, memberi pengaruh pada kurangnya partisipasi masyarakat dalam sosialisasi program-program kepariwisataan. Di samping itu, dalam keseharian masyarakat setempat, sosialisasi dipahami sebagai kegiatan berkumpul di suatu tempat, mendengarkan, dan berdiam diri. Pemahaman inilah yang sampai saat ini tertanam pada pikiran sebagian besar 59
masyarakat desa setempat. Setelah penetapan subak sebagai Warisan Budaya dunia, terjadi peningkatan pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan fasilitas pariwisata. Parameter partisipasi masyarakat dalam tahap pengembangan adalah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan usaha-usaha pariwisata. Keterlibatan masyarakat seperti pada pengelola penginapan, pengelola restoran dan rumah makan, pengelola fasilitas penyewaan ATV, pengelolaan usaha pengemasan beras merah dan teh beras merah. Selain itu, partisipasi dalam tahap pengembangan juga menyangkut keterlibatan masyarakat sebagai karyawan penginapan serta karyawan restoran dan rumah makan. Desa Jatiluwih belum memiliki program ramah lingkungan namun aspek nyata yang telah diterapkan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan adalah pertanian padi Bali yang hanya di panen setahun sekali. Sangat berbeda dengan pertanian yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Namun pengelolaan sampah yang ada di Desa Jatiluwih kurang tertata dengan baik sehingga masyarakat masih saja membuang sampahnya di sekitar sungai. Untuk hal tersebut pihak Badan pengelola DTW Jatiluwih telah memiliki rencana dalam pengelolaan sampah yaitu berupa “Bank Sampah” sehingga sampah domestik masyarakat dapat dikelola dengan baik. Partisipasi juga dilakukan masyarakat sebagai tenaga honor di badan pengelolaan Desa Jatiluwih sebagai penjaga loket karcis, petugas 60
keamanan (pecalang), petugas kebersihan, pemandu lokal, dan sebagai pengurus dan keanggotan di badan pengelola daya tarik Desa Jatiluwih. 5.3.Implikasi konsepsi Green Tourism di Desa Jatiluwih terhadap masyarakat Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi bagi daerah tujuan wisata seperti Jatiluwih, yang memang sudah terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Bali, tidak perlu dipertanyakan lagi. Apabila dikaitkan dengan kunjungan wisatawan ke Jatiluwih, implikasinya terhadap perkembangan pariwisata Bali pada umumnya adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja dan juga semakin meningkat pula jumlah investasi yang dilakukan oleh wisatawan ke Bali dan ke Jatiluwih pada khususnya. Implikasi kunjungan wisatawan ke Jatiluwih selain dicerminkan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, meningkat pula pendapatan masyarakat pada umumnya yang dihasilkan oleh sektor perdagangan, penginapan dan restoran. Terkait dalam hal ini, dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan berpengaruh pula pada meningkatnya kinerja perekonomian daerah yaitu meningkatnya pendapatan sektor-sektor ekonomi dan berkembangnya lapangan kerja. Dengan meningkatnya pendapatan tersebut maka berpengaruh pula terhadap kesejahteraan masyarakat lokal sehingga akses terhadap kesehatan dan pendidikan akan meningkat pula.Disamping meningkatnya perekonomian adanya kegiatan pariwisata di Desa Jatiluwih telah memberikan manfaat kepada masayarakat yaitu adanya program bantuan kesehatan kepada masing-masing 61
keluarga, bantuan dana pendidikan serta pendirian sekolah untuk anak usia dini yang semuanya dibiayai dari dana kegiatan pariwisata di Desa Jatiluwih.
5.4.
Penilaian Wisatawan Terhadap Penerapan KonsepGreen Tourism di Desa Jatiluwih sebagai Daya Tarik Ekowisata 5.4.1. Profil Responden Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 responden, yaitu wisatawan yang mengunjungi, menikmati atraksi dan melakukan
kegiatan
trekking
di
Desa
Jatiluwih.Profil
responden
mancanegara yang telah berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Profil Responden Mancanegara No
Profil Responden
1
Jenis Kelamin
2
Jumlah Asal Negara
3
Jumlah Usia
4
Jumlah Pekerjaan
Pilihan a. Laki-laki b. Perempuan a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Prancis Spanyol Jerman Jepang Indonesia Australia Inggris USA Austria Belanda Lainnya
a. b. c. d.
≤ 25 26 - 35 36 - 45 ≥ 46
a. Bussiness
Jumlah (orang) 58 42
Persentase (%) 58 42
100 22 13 9 9 9 8 4 4 3 1 18 100 12 46 26 16 100 17
100 22 13 9 9 9 8 4 4 3 1 18 100 12 46 26 16 100 17
62
b. Employee c. Student 5
Jumlah Sumber Informasi
6
Jumlah Frek. Kunjungan
a. b. c. d. e. f.
Internet Buku Brosur Majalah Televisi Lainnya
a. b. c. d.
1x 2x 3x Lebih dari 3 x
Jumlah
77 6 100 46 15 13 7 7 12 100 52 20 12 15 100
77 6 100 46 15 13 7 7 12 100 52 20 12 15 100
Sumber : Hasil Penelitian (data diolah), 2016 Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa menurut kategori jenis kelamin, responden wisatawan laki-laki berjumlah58 orang (58%), sedangkan responden wisatawan perempuan berjumlah 42 orang (42%). Dalam hal ini peneliti lebih banyak menjumpai responden laki-laki dibandingkan perempuan. Adapun profil responden berdasarkan asal negara, dapat dilihat bahwa responden mancanegaraterbesar berasal dari Negara Prancis sebesar22%. Selain itu, dari tabel tersebut dapat digambarkan bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih berasal dari Benua Eropa. Selanjutnya dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden yang berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih berada di rentan usia 26 35 tahun dengan persentase 46%.Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya minat wisatawan yang memiliki usia yang masih tergolong muda untuk berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih.
63
Selanjutnya mengenai pekerjaan responden, dapat dilihat bahwa sebagian besar jenis pekerjaan wisatawan yang berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih yaitu profesional sebesar 77%, pengusaha 17% dan yang berstatus pelajar 6%. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa minat responden berdasarkan pekerjaan profesional yang berkunjung ke daya tarik wisata ini cukup tinggi dibandingkan dengan responden yang memiliki jenis pekerjaan lainnya. Selanjutnya sebagian besar responden mencari sumber informasi mengenai daya tarik Jatiluwihinternet dengan persentase 46% dan paling sedikit melalui majalah dan televise sebesar masing-masing 7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran teknologi dan internet sebagai salah satu alat media untuk mempromosikan atau memperkenalkan suatu produk atau daya tarik wisata tergolong baik dan efektif karena banyak digunakan wisatawan mancanegara sebagai sumber informasi. Untuk
profil
responden
mengenai
frekwensi
kunjungan,
diketahuibahwa sebagian besar wisatawan mancanegara yang telah mengunjungi Jatiluwih hanya satu kali dengan persentase 52%, frekuensi dua kali sebesar 20%, lebih dari tiga kali sebesar 15% dan tiga kali sebesar 12%. Hasil tersebut menggambarkan mayoritas wisatawan berkunjung ke daya tarik wisata Jatiluwih untuk pertama kalinya. 5.4.2. Penilaian Wisatawan
64
Penilaian wisatawan terhadap penerapan konsep green tourism di Desa Jatiluwih sebagai daya tarik ekowisata meliputi 4 aspek yaitu enviromental responsibility, local economic vitality, culture divercity, dan experiential richness. Penilaian ini menggunakan skala 5 yaitu dari yang sangat baik, baik, cukup baik, kurang dan sangat kurang. Adapun penilaian wisatawan terhadap daya tarik wisata Jatiluwih berdasarkan konsep green tourism seperti terlihat pada Tabel 5.2.
No
1
2 3 4
Tabel 5.2 Penilaian Wisatawan terhadap Penenrapan Green Tourism Concept di Desa Jatiluwih RataKomponen 5 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor Jumlah rata Green Tourism skor Enviromental responsibility 40 200 44 176 13 39 2 4 1 1 420 4.2 Local economic vitality 29 145 48 192 19 57 2 4 0 0 398 3.98 Culture divercity 51 255 35 140 13 39 0 0 0 0 434 4.34 Experiential richness 49 245 43 172 8 24 0 0 0 0 441 4.41 Sumber : Hasil Penelitian (data diolah), 2016 Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa penilaian wisatawan terhadap komponenenvironmental responsibility, cultural divercitydanexperiential richness sanat baik yaitu dengan nilai rata-rata diatas 4,2. Hal ini sangat jelas terlihat bahwa wisatawan yang sudah menikmati atraksi daya tarik wisata Jatiluwih yaitu dengan melakukan trekking, puas dengan pemandangan persawahan yang ditawarkan oleh
65
daya tarik ini serta kagum akan sistem irigasi yang telah diterapkan. Konservasi lahan pertanian yang mengandalkan padi Bali yang panennya setiap setahun sekali yaitu dengan beras merahnya memberikan ciri tersendiri bagi daya tarik wisata Jatiluwih. Wisatawan mengatakan bahwa kebersihan di sekitar daya tarik wisata sangat baik. Tidak ditemukan sampah di sekitar areal persawahan, sepanjang jalur trekking maupun pada fasilitas restoran yang dikunjungi. Penyediaan tempat sampah yang dipisahkan antara sampah organik dan anorganik, sudah sesuai dengan standar kebersihan. Dari segi jumlah, tempat sampah perlu ditambah karena wisatawan hanya melihat fasilitas tersebut begitu memasuki jalur trekking (pos cek ulang dari arah timur). Wisatawan yang menikmati pemandangan dari Tugu Penetapan Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia, juga hanya melihat tempat sampah di tempat tersebut. Keberadaan toilet juga dianggap cukup bersih oleh wisatawan walau terkadang dianggap kurang bersih oleh sebagian wisatawan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian terhadap badan pengelola sehingga kebersihan seluruh aspek terjaga. Komponen cultural divercity dan experiential richness wisatawan memberikan penilaian sangat baik berdasarkan pada kebudayaan lokal yaitu berupa penerapan sistem irigasi pertanian yang tidak berubah serta aktifitas petani setiap hari dari pagi sampai senja. Budaya masyarakat local dengan kehidupan sehari-hari sebagai seorang petani seperti ke 66
sawah dan mengembalakan ternak sapi .Salah satu aktifitas petani yang menarik wistawan terlihat seperti pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Aktifitas petani di Desa Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016)
Wawancara dengan salah satu wisatawan yang berasal dari Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 2016 mengatakan bahwa : “I think that it is funtastic scenary. It’s breath taking and culture at the sometime. It’s amazing all the people that depend on the agriculture work that comes from here.” Berdasarkan wawancara dengan wisatawan dan dari hasil penilaian responden semua wisatawan yang berkunjung dan menikmati daya tarik wisata Jatiluwih menyatakan bahwa daya tarik yang ditawarkan oleh Jatiluwih sangat membuat wisatawan puas dengan apa yang disajikan walaupun masih terkendala dengan kondisi jalan yang rusak. Wawancara
67
dan pengisian penilaian responden kepada wisatawan seperti terlihat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6. Wawancara dan pengisian kuesioner responden Sumber : Dokumentasi peneliti (2016) Pada komponen economic vitality, wisatawan memberikan penialain baik denga skor rata-rata 3,98 hal ini dapat terlihat majunya usaha-usaha masyarakat lokal yang berupa kafe, warung dan restaurant dengan menyajikan pemandangan persawahan dengan segala aktfitas masyarakatnya. Selain itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjual souvenir bahkan makanan khas masyarakat pedesaan di tugu
Desa
Jatiluwih
sebagai
warisan
budaya
dunia
sehingga
perekonomian masyarakat juga meningkat seperti terlihat pada Gambar 5.7.
68
Gambar 5.7. Aktifitas pedagang di Desa Jatiluwih Sumber : Dokumentasi peneliti (2016)
Gambar diatas menunjukkan bahwa aktifitas pedagang lokal mendapatkan manfaat yang positif dari kegiatan pariwisata yang ada di Desa Jatiluwih. Sehabis melakukan trekking wisatawan juga sebagian besar menikmati suasan pemandangan persawahan di beberapa kafe bahkan menikmati makan siang di warung-warung yang ada.
69
70
BAB VI KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada Bab V, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan Konsep Green Tourism di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan sebagai daya tarik Ekowisata yang meliputi 4 aspek yaitu enviromental responsibility, local economic vitality, culture divercity, dan experiential richness.
Dari
aspek
environmental
responsibility
masyarakat
mempertahankan sistem irigasi pertanian dan sistem penanaman padi Bali yang merupakan salah satu bentuk konservasi terhadap lingkungan tanah dan air.Aspek local economic vitality, badan pengelola daya tarik Jatiluwih mempekerjakan masyarakat lokal sebagai tenaga honorer pada seluruh aktivitas pariwisata di Desa Jatiluwih dari petugas penjaga loket, keamanan (pecalang), guide dan petugas badan pengelola serta pekerja warung, kafe maupun homestay yang ada sehingga perekonomian masyarakat meningkat. Dari aspek culture diversity, masyarakat Jatiluwh sangat mempertahankan budaya setempat yaitu upacara aktivitas petani di sawah dari mulai membajak sawah, menanam sampai pasca panen. Selain itu juga mempertahankan budaya berupa tarian baris memedi (Sang Hyang Memedi). Aspek experriental richness ini masyarakat berpartisipasi aktif
71
dalam kegiatan gotong royong desa serta segala kegiatan kepariwisataan yang ada di daya tarik wisata Jatiluwih. 2. Penilaian wisatawan terhadap penerapan KonsepGreen Tourism di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan yaitu wisatawan sebagain besar menyatakan sangat
baik
pada
komponen
environmental
responsibility,cultural
divercityexperiential richnessdengan skor rata-rata penilaian diatas 4,2 sedangkan pada komponen local economicvitalitywisatawan memberikan penilaian baik yaitu 3,98. Penilaian tersebut diberikan karena kondisi lingkungan alam Desa Jatiluwih yang masih asri dan terjada keasliannya sehingga tercipta keberlanjutan terhadap alam dan lingkungan ke depan. Disamping itu budaya lokal berupa subak dengan segala jenis aktivitas dan upacaranya yang masih sangat dipertahankan memberikan nilai lebih terhadap daya tarik wisata Jatiluwih.
72
DAFTAR PUSTAKA
Collins, William. 2012. Collins English Dictionary digital edition. Harper Collin Publisher. (http://dictionary.reference.com/browse/ecolodge diunduh tgl 20 maret 2016 jam 10.02 wita) Dalem, AAGR. 2002. Ekowisata: Konsep dan Implementasinyadi Bali. Jurnal Ilmiah Dinamika Kebudayaan Vol IV No. 3 Denpasar. LPM Universitas Udayana. Darmanik, J dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata, Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta. Andi Offset. Durianto, dkk.2001.Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT. GramediaPustakaUatama. Fandeli, C. dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Furqan A., Mat Som A.P. and Hussin R. 2010. Promoting Green Tourism for Future Sustainability. Theoretical and Empirical Researches in Urban Managing Journal. Fennell, David A. 2003. Ecotouism an Introduction. London : Routledge. Heddy, Suwasona, B.Soemitro & Sardjono Soekartomo. 1989. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Higham, James. 2007. Critical Issues in Ecotourism, Understanding a Complex Tourism Phenomenon. USA: Elsevier, Ltd. Irwan, Zoer’aini Djamai. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi Kurnianto, Iman R., 2008. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal, Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Kusmayadi&EndarSugiarto.2000.MetodologiPenelitiandalamBidangKepariwisataan. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama. Page, S.J and Dowling, R.K. 2002. Ecotourism. Harlow: Prentice Hall. Pujaastawa, I.B.G. 2002. “Kearifan Ekologi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia”. Dalam Bumi Lestari; Jurnal Lingkungan Hidup. Volume 2, Nomor 2, Agustus 2002. Halaman 29 – 36. Denpasar: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Unud.
73
Suryawan, Ida Bagus. 2012. Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga Tabanan. Thesis. Denpasar. Universitas Udayana. Soerjani, Moh, dkk. 1987. “Lingkungan : Sumberdaya Alam Dan Kependudukan Sri Widari, D.A.Diyah . 2015 Perkembangan Desa Wisata Jatiluwih Setelah Penetapan Subak Sebagai Warisan Budaya Dunia di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Thesis. Denpasar. Universitas Udayana. Yoeti, Oka.A. 2000. Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta, PT. Pertja. file:///C:/Users/dwi/Desktop/Prinsip%20dan%20Kriteria%20EKOWISATA%20BER BASIS%20MASYARAKAT%20%C2%AB%20Gunung%20Api%20Purba.htm( diakses pada 24thJanuari, 2016 at 16:00 ) http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sistemlkp.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2016 at 11:15 ) http://assets.wwfid.panda.org/downloads/wwf_indonesia_prinsip_dan_kriteria_ecoto urism_jan_2009.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2016 at 11:19 ) http://www.sumbawanews.com/berita/opini/prakarsa-ramah-lingkungan-dalamndustri-hospitality-menuju-pembangunan-berkelanjutan.html( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:25 ) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22372/3/Chapter%20II.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:15 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-badrunalin-7088-3-abii.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:25 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-meytaratna-5865-2-abii.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 1:15 ) http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-275.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 13:29 ) http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00849- M%20Bab2001.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 14:15 ) http://febasfi.blogspot.com/2013/05/definisi-konsep-konservasi-menurut-para.html( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 15:30) http://desajatiluwih.blogspot.co.id/2013_07_01_archive.html (diakses 2 Mei 2016 jam 10.00)
74
DAFTAR PUSTAKA
Collins, William. 2012. Collins English Dictionary digital edition. Harper Collin Publisher. (http://dictionary.reference.com/browse/ecolodge diunduh tgl 20 maret 201 6 jam 10.02 wita) Dalem, AAGR. 2002. Ekowisata: Konsep dan Implementasinyadi Bali. Jurnal Ilmiah Dinamika Kebudayaan Vol IV No. 3 Denpasar. LPM Universitas Udayana. Darmanik, J dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata, Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta. Andi Offset. Fandeli, C. dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Furqan A., Mat Som A.P. and Hussin R. 2010. Promoting Green Tourism for Future Sustainability. Theoretical and Empirical Researches in Urban Managing Journal. Fennell, David A. 2003. Ecotouism an Introduction. London : Routledge. Heddy, Suwasona, B.Soemitro & Sardjono Soekartomo. 1989. Pengantar Ekologi. Jakarta: Rajawali Higham, James. 2007. Critical Issues in Ecotourism, Understanding a Complex Tourism Phenomenon. USA: Elsevier, Ltd. Irwan, Zoer’aini Djamai. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi Kurnianto, Iman R., 2008. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal, Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Page, S.J and Dowling, R.K. 2002. Ecotourism. Harlow: Prentice Hall. Pujaastawa, I.B.G. 2002. “Kearifan Ekologi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia”. Dalam Bumi Lestari; Jurnal Lingkungan Hidup. Volume 2, Nomor 2, Agustus 2002. Halaman 29 – 36. Denpasar: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Unud. Suryawan, Ida Bagus. 2012. Strategi Pengelolaan Potensi Ekowisata di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga Tabanan. Thesis. Denpasar. Universitas Udayana. Soerjani, Moh, dkk. 1987. “Lingkungan : Sumberdaya Alam Dan Kependudukan Dalam Pembangunan”. Jakarta : Universitas Indonesia Yoeti, Oka.A. 2000. Ekowisata, Pariwisata Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta, PT. Pertja.
file:///C:/Users/dwi/Desktop/Prinsip%20dan%20Kriteria%20EKOWISATA%20BERBASIS%20 MASYARAKAT%20%C2%AB%20Gunung%20Api%20Purba.htm( diakses pada 24thJanuari, 2016 at 16:00 ) http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sistemlkp.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2016 at 11:15 ) http://assets.wwfid.panda.org/downloads/wwf_indonesia_prinsip_dan_kriteria_ecotourism_jan_ 2009.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2016 at 11:19 ) http://www.sumbawanews.com/berita/opini/prakarsa-ramah-lingkungan-dalam-ndustrihospitality-menuju-pembangunan-berkelanjutan.html( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 11:25 ) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22372/3/Chapter%20II.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:15 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-badrunalin-7088-3-abii.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 12:25 ) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-meytaratna-5865-2-abii.pdf( diakses pada 10th Pebruari,2015 at 1:15 ) http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-275.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 13:29 ) http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00849- M%20Bab2001.pdf( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 14:15 ) http://febasfi.blogspot.com/2013/05/definisi-konsep-konservasi-menurut-para.html( diakses pada 12th Pebruari,2015 at 15:30) http://desajatiluwih.blogspot.co.id/2013_07_01_archive.html (diakses 2 Mei 2016 jam 10.00)