ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR
SKRIPSI
WINWORK SINAGA H34066130
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN WINWORK SINAGA. H34066130. Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN). Pengembangan subsektor peternakan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat memberikan peran nyata bagi pembangunan Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur dalam mengimplementasikan otonomi daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimiliki Kabupaten Cianjur pada subsektor peternakan diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Daerah Regional Bruto yang menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap pembangunan Kabupaten Cianjur serta menganalisis strategi pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Daerah penelitian adalah Kabupaten Cianjur. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai April 2009. Penelitian ini menggunakan Analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, Interpretative Structural Modelling (ISM) dan analisis Strategi Pengembangan menggunakan SWOT dan QSPM. Berdasarkan hasil analisis LQ subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur merupakan komoditi basis. Nilai LQ subsektor peternakan pada tahun 2005-2007 adalah3,14 3,13 dan 3,25. Ditingkat kecamatan sektor peternakan menjadi menjadi basis hampir disetiap kecamatan, kecuali kecamatan Kadupandak, Cianjur, Sukaluyu, Ciranjang, Pacet. Surplus pendapatan peternakan Kabupaten Cianjur pada tahun 2007 adalah sebesar 28.102,81 juta. Ditingkat kecamatan surplus pendapatan peternakan terbesar adalah kecamatan Agribinta, Campaka, Sukaresmi dan Cikalong Kulon. Sedangkan yang memiliki surplus pertumbuhan negatif terbesar adalah kecamatan Cianjur dan Pacet. Nilai kousien lokalisasi subsektor peternakan adalah sebesar 0,05 hal ini berarti sebsektor peternakan memiliki pola yang menyebar. Sektor basis hanya menjadi penerimaan potensial dan merupakan aset bagi wilayah. Sehingga peternakan perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi guna membayar pembangunan. Pertumbuhan proporsional subsektor peternakan Kabupaten Cianjur antara tahun 2003-2007 mengalami pertumbuhan negatif sebesar 5.54 persen. Pertumbuhan pangsa wilayah pada periode yang sama turun sebesar 10,28 persen Hal subsektor peternakan mengalami pertumbuhan yang lambat dan memiliki daya saing yang lemah dibandingkan sektor lain. Hasil analisis interpretative structural modelling diperoleh lembaga yang sangat menentukan dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas UKM dan Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kelima lembaga ini berada pada sektor Linkage. Lembaga Peternakan dan perguruan tinggi berada pada sektor indepemdent sedangkan
Dinas Perkebunan dan Kehutanan dan Lembaga Keuangan serta Dinas Lingkungan Hidup berada pada sektor autonomous. Kekuatan yang dimiliki Kabupaten Cianjur dalam pengembangan peternakan terdiri dari lima faktor yaitu basis peternakan, potensi sumber daya alam, koordinasi antar lembaga, kebijakan pemerintah dan kemampuan memasarkan. Sedangkan kelemahan yang dimiliki yaitu sumberdaya manusi peternak, penyebaran peternakan, adopsi teknologi, kemampuan modal usaha, ketersediaan, sarana prasarana dan laju pertumbuhan Peluang yang ada untuk pengembangan Kabupaten Cianjur terdiri dari lima faktor yaitu potensi pasar, otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi, tuntutan keamanan produk dan ketersediaan kredit. Ancaman yang dihadapi adalah fluktuasi harga, tingkat inflasi, kejadian penyakit ternak, pengaruh global dan sosial budaya masyarakat. Strength-Opportunities (S-O) yaitu pembinaan dan pengembangan berdasarkan potensi wilayah; Strategi Strength-Treaths (S-T) adalah optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal; Strategi WeaknessOpportunities (W-O) yakni dengan pengembangan teknologi tepat guna dan peningkatan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia peternakan; dan Strategi Weaknesses- Treaths (W-T) dilakukan dengan cara Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan; pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan. Alternatif strategi yang diperoleh melalui analisa QSPM diperoleh urutan strategi sebagai berikut (1) pembinaan dan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah; (2) peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak; (3) pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan; (4) pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan; (5) pengembangan teknologi tepat guna dan (6) optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal.
Judul Skripsi
: Analisis Peran dan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur
Nama
: Winwork Sinaga
NIM
: H34066130
Disetujui, Pembimbing
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
Tanggal Kelulusan: 22 Mei 2009
ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR
WINWORK SINAGA H34066130
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Peran dan Strategi Pengembangan
Subsektor
Peternakan Dalam Pembangunan
Kabupaten Cianjur” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditertibkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor, Mei 2009
Winwork Sinaga
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Februari 1985. Penulis merupakan anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan Kartiel Sinaga dan R. Simarmata. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Salagedang Cianjur pada tahun 1991-1994. Pada Tahun 1994-1997 penulis melanjutkan pendidikan dasar di SD Kabar Baik Cianjur. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri II Cianjur. Pendidikan menengah atas diselesaikan Tahun 2003 di SMU Negeri I Cianjur. Penulis melanjutkan pendidikan Diploma III pada tahun yang sama pada Program Studi Teknisi Usaha Ternak Daging, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2006. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Peran dan Strategi Pengembangan subsektor Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur” Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis potensi, peran dan
kelembagaan serta strategi pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat penulis kerjakan, penulis menyadari kemungkinan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan atau dari apa yang diharapkan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Mei 2009
Winwork Sinaga
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam dan penghargaan kepada: 1. Orangtua dan saudara-saudaraku tercinta untuk setiap dukungan, kasih sayang dan doa yang diberikan. Semoga ini menjadi persembahan terbaik 2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Muhammad Firdaus, Ph.D Selaku dosen evaluator atas bimbingan, saran dan evaluasi terhadap perbaikan proposal penelitian. 4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Arief Karyadi SP sebagai dosen komisi akademik atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 5. Pihak-pihak dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur dan lembaga-lembaga lainnya lainnya atas kesediaan waktu, diskusi, dan data bagi penyusunan skripsi ini 6. Yosi Kumalasanti atas koreksi skripsi ini dan Mark Majus atas segala fasilitasnya selama proses perbaikan skripsi ini. 7. Anita, Imam, Yenni, Dodot, Desti, Binsar, Frengki, Afrizal, Andro dan lain-lain selama ngekost. 8. Dina, Dini, Firman, Ardiansyah, Fajar Tirta, Emil, Putri dan teman-teman Penyelenggaraan Khusus Agribisnis dan Manajemen 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu Penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xii
DAFTAR TABEL .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 1 6 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah................................. 2.2. Keterkaitan Subsektor Peternakan ........................................... 2.3. Pembangunan Peternakan ........................................................ 2.4. Teori Ekonomi Basis ................................................................ 2.5. Teori Analisis Shift Share ........................................................ 2.6. Analisis Kelembagaan .............................................................. 2.7. Konsep Manajemen Strategi .................................................... 2.7.1.Formulasi Strategi ............................................................ 2.7.1.1. Analisis Lingkungan Eksternal ........................... 2.7.1.2. Analisis Lingkungan Internal .............................. 2.7.2. Matriks I-E ...................................................................... 2.7.3. Matriks SWOT ................................................................ 2.7.4. Matriks QSPM ................................................................. 2.8. Penelitian Terdahulu ................................................................
8 8 11 12 13 14 17 17 18 19 19 19 20 20 21
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................
25
IV. METODE PENELITIAN............................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 4.3.1. Location Qoutient .......................................................... 4.3.1.1. Surplus Pendapatan ........................................... 4.3.1.2. Kousien Spesialisasi (KS) ................................ 4.3.1.3. Kousien Lokalisasi (Lo) .................................... 4.3.2. Shift Share ..................................................................... 4.3.2.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ...... 4.3.3. Interpretative Struktural Modelling ............................... 4.3.4. Perumusan Straregi ........................................................
28 28 28 29 29 30 31 31 31 31 33 33
V.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIANJUR .................... 5.1. Kondisi Geografis ................................................................... 5.2. Kondisi Demografi .................................................................. 5.3. Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur ..... 5.4. Visi dan Misi Kabupaten Cianjur............................................
40 40 41 41 41
VI. PERAN SUBSEKTOR PETERNAKAN .................................... 6.1. Potensi Subsektor Peternakan ................................................. 6.1.1. Perkembangan Subsektor Peternakan Kabupaten Cianjur ............................................................................ 6.1.1.1. Produksi Peternakan .......................................... 6.1.1.2. Karakteristik Peternakan Kabupaten Cianjur .... 6.2. Analisis Peran Subsektor Peternakan Kabupaten Cianjur ...... 6.2.1. Analisis LQ Subsektor Peternakan................................. 6.2.1.1. Surplus Pendapatan Subsektor Peternakan ....... 6.2.1.2. Kuosien Spesialisasi ......................................... 6.2.2. Analisis Shift Share ........................................................ 6.3. Analisis Kelembagaan .............................................................
47 47 47 47 46 50 50 54 54 56 58
VII. STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN ............................................................................ 7.1. Faktor Strategi Internal ........................................................... 7.1.1. Faktor Kekuatan .............................................................. 7.1.2. Faktor Kelemahan ........................................................... 7.2. Faktor Strategis Eksternal ....................................................... 7.2.1. Peluang ............................................................................ 7.2.2. Ancaman ......................................................................... 7.3. Evaluasi Faktor-Faktor Strategis ............................................. 7.3.1. Evaluasi Faktor Internal .................................................. 7.3.2. Evaluasi Faktor Eksternal ............................................... 7.4. Analisis SWOT ....................................................................... 7.5. Rekomendasi Prioritas Strategis .............................................
62 62 62 64 59 59 61 66 66 68 72 74
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 8.1. Kesimpulan ............................................................................ 8.2. Saran.......................................................................................
75 75 75
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
76
LAMPIRAN ...........................................................................................
78
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Proyeksi Senjang Konsumdi Daging dan Telur di Indonesia 2005-2007 .....................................................................................
2
2. Model Analisis Shift Share ...........................................................
15
3. Kerangka Pemikiran ......................................................................
27
4. Matrik Profil Pertumbuhan ...........................................................
32
5. Peta Basis Subsektor Peternakan Tahun 2004-2006 .....................
52
6. Profil Pertumbuhan Peternakan Tahun 2003-2007 .......................
57
7. Diagram Struktural untuk Pengembangan Peternakan di Kabupaten Cianjur ........................................................................
60
8. Matriks Driver Power-Dependence untuk Kelembagaan .............
61
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan Indonesia tahun 200-2007 ............................................................
3
2. PDRB Per Kapita Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan Indonesia Tahun 2004-2007.........................................................
4
3. Distribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 ....................
4
4. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 ..................................................
5
5. PDRB Subektor Peternakan Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000.....................................................................
5
6. Penilaian Bobot Faktor Strategi Internal ......................................
35
7. Penilaian Bobot Faktor Strategi Eksternal ...................................
36
8. Matriks IFE ..................................................................................
37
9. Matriks EFE .................................................................................
37
10. Matriks SWOT .............................................................................
38
11. Format Dasar QSPM ....................................................................
39
12. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Menurut Kelompok Sektor Tahun 2005-2007 ............................................
43
13. Populasi Ternak Tahun 2004-2007 ..............................................
48
14. Produksi Daging Tahun 2006-2007 .............................................
48
15. Produksi Telur dan Susu Tahun 2006-2007 .................................
49
16. Jumlah Sarana Fisik Peternakan Tahun 2007 ..............................
46
17. Inventarisasi Kelompok Ternak Tahun 2007 ...............................
49
18. Nilai LQ Sektor Perekonomian di Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2007 .........................................................................
51
19. Nilai LQ Sektor Pertanian Tahun 2006-2007 Berdasarkan Harga Konstan 2000 ...............................................................................
52
20. Nilai LQ, Surplus Pendapatan dan Loi Tahun 2006 ....................
63
21. Matrik Evaluasi Faktor Internal ...................................................
70
xiii
22. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal ................................................
71
23. Matrik SWOT Pengembangan Peternakan ..................................
73
24. Alternatif Strategi Pengembangan di Kabupaten Cianjur 2007 ...
74
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Penelitian Terdahulu .....................................................................
79
2. Prospek Investasi Usaha Peternakan di Kabupaten Cianjur .........
80
3. Jumlah penduduk Per Kecamatan Tahun 2007 .............................
81
4. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2007 ................................
83
5. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2006 ................................
84
6. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2005 ................................
85
7. Analisis LQ Tingkat Kecamatan Tahun 2004-2007......................
86
8. Analisis Shift Share .......................................................................
88
9. Hasil Kuesioner Faktor Strategis Internal .....................................
90
10. Rekapitulasi Bobot Faktor Internal ...............................................
92
11. Hasil Kuesioner Faktor Strategis Eksternl ....................................
93
12. Rekapitulasi Bobot Faktor Eksternal ............................................
94
13. Hasil Kuesioner Penilaian Daya Tarik ..........................................
97
14. Rekapitulasi Hasil Olahan QSPM .................................................
99
15. Pengolahan hasil Interpretative Structural Modelling ..................
99
16. Kuesioner Strategi Pengembangan ...............................................
101
17. Kuesioner Penentuan Daya Tarik Alternatif Strategi ...................
106
18. Kuesioner Analisis Kelembagaan .................................................
108
19. Peta Kabupaten Cianjur.................................................................
109
xv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pada tahun 1999 konsep otonomi daerah dicetuskan melalui UU No.
22/1999. Otonomi daerah yang tertuang pada pasal 1 (h) UU No. 22/1999 adalah daerah otonom memiliki kewenangan mengatur dan mengorganisir kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Otonomi daerah ini menitikberatkan pada wilyah kabupaten dan kota dengan memberi kewenangan secara penuh dan luas mengenai sosial ekonomi daerah bersangkutan. Otonomi daerah yang diberikan kepada kabupaten dan kota menurut pasal 11 ayat 2 UU No. 22/1999 salah satunya adalah urusan mengenai sektor pertanian. Implikasinya setiap kabupaten dan kota harus berusaha memanfaatkan segala potensi sektor pertanian yang dimilikinya. Terkait dengan pemanfaatan sumber daya dan potensi daerah sektor pertanian memiliki akar pada sumberdaya domestik. Sekarang mulai timbul kesadaran bahwa pertanian dalam suatu sistem agribisnis merupakan sektor tangguh yang mampu bertahan dalam kondisi krisis. Pertanian juga merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk, sehingga dapat dijadikan penggerak dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan kesempatan bekerja dan berusaha. Pertumbuhan
subsektor
peternakan
masih
dijumpai
beberapa
permasalahan. Pada industri unggas penyediaan bibit dan pakan masih tergantung impor. Pada industri ruminansia besar, sumber bibit yang menghandalkan usaha peternakan rakyat tidak mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat, dan industri pakannya belum diusahakan dengan baik. Terbatasnya infrastruktur dan perdagangan ternak hidup tanpa kendali berpeluang penyebaran penyakit dan tidak terjaminnya kualitas dan keamanan produk. Dari sisi konsumsi, terjadi senjang penawaran dan permintaan, khususnya pada daging sapi sehingga harus dipenuhi dari impor (Ilham, 2007). Sebagai gambaran Bappenas (2004) memproyeksikan antara tahun 20052010 Indonesia mengalami surplus produksi daging unggas, daging non unggas, daging non sapi dan telur, sedangkan untuk daging sapi masih defisit.
Gambarannya dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi itu dapat dijadikan gambaran potensi pasar masing-masing komoditas.
Gambar 1. Proyeksi Senjang Konsumsi dengan Produksi Daging dan Telur di Indonesia, 2005-2010 Di sisi lain, kapasitas produksi ayam ras masih mampu ditingkatkan lagi, hanya permintaannya sangat tergantung pada daya beli konsumen, kualitas gizi dan keamanan produk. Semuanya itu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan. Untuk mengatasi permasalahan diperlukan strategi pembangunan yang fokus pada sasaran yang tepat. Fokus sasaran meliputi komoditas dan wilayah yang akan dikembangkan. Pengembangan subsektor peternakan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Selain itu pembangunan peternakan juga diharapkan dapat menarik dan mendorong
perkembangan
sektor-sektor
lain
yang
berkaitan,
sehingga
memungkinkan terjadinya gerakan dan dinamika dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah berupaya melaksanakan serangkaian kebijakan dan program, namun demikian kendala yang dihadapi cukup besar sehingga beberapa target belum tercapai seperti yang diharapkan. Pembangunan
pertanian
secara
keseluruhan
termasuk
didalamnya
pembangunan peternakan yang berperan sebagai penyedia protein hewani,
2
penyedia bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja dan investasi serta memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa dengan cara meningkatkan output dan pendapatan (Usman, 2006). Dengan melihat peranan yang cukup potensial ini, selayaknya peternakan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peranan peternakan dapat ditingkatkan melalui pengembangan dengan memanfaatkan peluang dan sumberdaya yang dimiliki setiap daerah. Kabupaten Cianjur dalam mengimplementasikan otonomi daerah berusaha untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Potensi yang dimiliki Kabupaten Cianjur pada subsektor peternakan diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) yang menjadi salah satu indikator peningkatan kesejahteraan. Nilai PDRB Cianjur dari tahun 2003-2007 mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur Tahun 2003-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000(dalam juta rupiah) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2006
2007
3.008.037
3.120.373
3.237.178
3.290.267
3.407.763
7.525
7.879
8.263
8.678
9.129
166.068
171.8313
177.707
188.702
201.435
46.984
48.647
50.461
53.147
56.370
194.042
200.215
206.701
218.436
231.475
Perdagangan, hotel dan restoran Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa
1.548.268
1.607.647
1.668.944
1.728.337
1.782.883
316.205
342.192
359.097
372.662
388.568
607.732
627.897
649.242
689.544
728.291
PDRB Total
6.318.986
6.569.796
6.852.052
7.048.229
7.342.965
3,68
3,97
3,82
3,34
4,18
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan
Laju Pertumbuhan
Sumber: BPS Kabupaten Cianjur, 2008
Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2007 menunjukkan sebesar 4,18 persen. Pertumbuhan yang cukup positif ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun 2006. Akan tetapi laju pertumbuhan ini masih rendah dibandingkan dengan ratarata laju pertumbuhan Jawa Barat dan laju pertumbuhan Indonesia seperti terlihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan Indonesia Tahun 2004-2007 Regional 2004 2005 2006 2007 Kabupaten Cianjur
3,97
3,82
3,34
4,18
Jawa Barat
4,77
5,60
6,02
6,41
Indonesia
5,06
5,69
5,51
6,32
Sumber: BPS Jawa Barat, 2008
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kabupaten Cianjur dari tahun 2004 sampai 2007 masih jauh dari rata-rata LPE Jawa Barat dan Indonesia. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi maka pemerintah Kabupaten Cianjur mempunyai inisiatif melalui peningkatan pembangunan ekonomi yang berbasis ekonomi lokal. Indikator lain kesejahteraan adalah pendapatan perkapita penduduk seperti pada Tabel 3. Tabel 3. PDRB Per Kapita Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan Indonesia Tahun 2004-2007 Regional 2004 2005 2006 2007 Kabupaten Cianjur
3.173.732
3.245.536
3.304.672
3.392.240
Jawa Barat
5.956.962
6.233.316
6.494.537
6.793.989
Indonesia
7.655.534
7.999.382
8.313.965
8.725.439
Sumber: BPS Jawa Barat, 2008
PDRB per kapita Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan setiap tahunnya yakni pada tahun 2004 sebesar Rp. 3.173.732 menjadi Rp. 3.392.240 pada tahun 2007. Meskipun demikian PDRB perkapita Kabupaten Cianjur masih sangat
kecil walaupun mengalami peningkatan. PDRB perkapita hanya setengah dari PDRB perkapita Propinsi Jawa Barat dan Indonesia. Hal ini menjadikan Kabupaten Cianjur termasuk kabupaten termiskin di Jawa Barat. Sektor pertanian yang merupakan unggulan Kabupaten Cianjur menjadi penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten Cianjur yaitu mencapai 46,14 persen pada tahun
2007 terhadap total PDRB Kabupaten Cianjur. Dimana
subsektor tanaman bahan makanan menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 36,36 persen pada tahun 2007 disusul oleh subsektor peternakan sebesar 6,36 persen, subsektor perikanan 2,32 persen, subsektor perkebunan 1,07 persen dan subsektor kehutanan sebesar 0,3 persen.
4
Secara umum sektor pertanian mengalami penurunan seperti terlihat pada Tabel 4, kecuali subsektor perkebunan yang mengalami peningkatan. Tabel 4. Distribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2003 – 2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 Sektor Pertanian
47,60
47,50
47,46
46,68
46,41
Tanaman bahan makanan
37,20
37,04
36,94
36,43
36,36
Perkebunan
0,94
0,96
0,98
1,03
1,07
Peternakan
6,79
6,80
6,82
6,57
6,36
Kehutanan
0,31
0,31
0,31
0,31
0,30
Perikanan
2,35
2,39
2,42
2,34
2,32
Sumber BPS Kabupaten Cianjur, 2008
Dilihat dari laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian mengalami penurunan drastis dari 3,74 persen pada tahun 2004 menjadi 1,64 persen pada tahun 2006. Subsektor peternakan mengalami penurunan laju pertumbuhan paling besar dibandingkan subsektor lain. Laju subsektor peternakan menjadi -0,33 persen pada tahun 2006, dari yang sebelumnya 4,11 persen pada tahun 2004 (Tabel 5). subsektor lain yang mengalami penurunan adalah subsektor tanaman bahan makanan dan perikanan, namun laju pertumbuhan kedua subsektor mengalami peningkatan cukup besar pada tahun 2007. Sektor perkebunan dan kehutanan tidak mengalami laju pertumbuhan pada tahun 2004-2006 tidak mengalami penurunan, namun penurunan terjadi pada tahun 2007seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Tahun 2003 – 2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 Sektor Sektor Pertanian
2,80
3,73
3,74
1,64
3,57
-Tanaman bahan makanan
2,47
3,51
3,53
1,92
3,96
-Perkebunan
5,41
5,87
5,89
8,84
8,34
-Peternakan
3,55
4,11
4,04
(0,33)
0,78
-Kehutanan
2,83
2,97
3,13
3,68
2,79
-Perikanan
4,89
5,39
5,43
(0,28)
3,32
Sumber BPS Kabupaten Cianjur, 2008
5
1.2.
Perumusan Masalah Pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Peternakan, Perikanan dan
Kelautan memiliki Program dan kebijakan untuk menjadikan peternakan menjadi salah satu penggerak ekonomi terutama bagi pertanian dan menjadi lumbung ternak bagi provinsi Jawa Barat; menyediakan pangan asal ternak dengan jumlah memadai; peningkatan sumberdaya ternak yang menghasilkan produk ternak yang menghasilkan poduk ternak berkualitas; meningkatkan pendapatan ternak menciptakan lapangan kerja; melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, 2008). Pemerintah
Kabupaten
Cianjur
juga
mempunyai
sasaran
untuk
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dari 3,82 persen pada tahun 2005 menjadi 4,66 persen pada tahun 2011. namun kendala yang dialami pengembangan subsektor peternakan adalah penurunan laju pertumbuhan peternakan dan kontribusi yang disumbangkan terhadap PDRB. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur dengan memperhatikan potensi, peranan peternakan dan kelembagaan yang dimiliki Kabupaten Cianjur.
Melihat dari kondisi dan permasalahan diatas maka yang
perlu dikaji adalah: 1. Bagaimana potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur? 2. Bagaimana
strategi
pengembangan
peternakan
dalam
rangka
meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur?
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah seperti telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur 2. Menganalisis
strategi
pengembangan
peternakan
dalam
rangka
meningkatkan peran subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur.
6
1.4.Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1. Pemerintah daerah Kabupaten Cianjur khususnya Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan untuk dijadikan acuan awal dalam membuat kebijakan pembangunan pertanian terutama pengembangan komoditi peternakan 2. Pihak-pihak lain atau instansi lain yang akan melakukan penelitian mengenai potensi dan pengembangan peternakan atau pemerhati keadaan peternakan di Kabupaten Cianjur. 3. Bagi
penulis
menambah
wawasan
berpikir
dalam
menganalisis
permasalahan pembangunan ekonomi di daerah khususnya di bidang peternakan. 1.5.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam ruang lingkup kajian peran subsektor peternakan terhadap pembangunan Kabupaten Cianjur. agar bahasan tidak terlalu meluas, maka penelitian ini hanya menggunakan indikator pendapatan. Penelitian ini dibatasi sampai tahap rekomendasi strategi, implementasi dapat diserahkan kepada pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cianjur sebagai teknis daerah bidang peternakan. Peternakan merupakan suatu sektor ekonomi bukan sebagai komoditi, tapi Peternakan merupakan penjumlahan keseluruhan dari berbagai komoditi hasil peternakan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Pengertian Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami
evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan
ekonomi,
kemudian
pertumbuhan
dan
kesempatan
kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar, pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan. Perubahan evolutif dari pengertian diatas didasarkan banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran yang diinginkan serta kekurangan informasi dalam memahami persoalan-persoalan yang timbul sebelumnya tidak dapat diramalkan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Anwar, 2005). Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya dalam pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan teknologi, institusi, dan nilai-nilai sosial dapat diakomodasikan kedalam kebijakan dalam situasi yang terus-menerus berubah. Untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi dan kemerataan serta keberlanjutan dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya baik pada tingkatan nasional, regional dan lokal (Anwar, 2005). Pembangunan adalah kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di segala bidang. Pada terminologi ilmu ekonomi pembangunan seringkali dibahas dalam pengertian pertumbuhan material yang dapat memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi suatu wilayah dapat berhasil bila angka pertumbuhan ekonominya cukup tinggi dan sekaligus membawa perubahan yang ada di masyarakat pada kondisi kehidupan yang lebih baik (Soekartawi, 1994). Sampai saat ini indikator keberhasilan pembangunan yang dilakukan suatu negara adalah daerah ataupun wilayah adalah besarnya pendapatan perkapita.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka setiap negara di dunia ini menitikberatkan pembangunan nasionalnya pada bidang ekonomi, walupun tidak mengabaikan pembangunan lainnya. Berdasarkan kenyataan inilah maka pembangunan dikatakan berhasil apabila terdapat kenaikan pendapatan perkapita pada periode tertentu, sebab dengan kenaikan tersebut akan menimbulkan efek berantai pada kegiatan ekonomi lainnya. Makin tinggi pendapatan perkapita maka makin tinggi pula kemampuan ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pembangunan dikatakan berhasil bila telah mengatasi tiga masalah pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran. Pembangunan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah disesuaikan dengan kemampuan fisik dari wilayah tersebut. Walaupun terdapat berbagai konsep pembangunan wilayah seperti dikemukakan diatas namun tujuan pembangunan wilayah harus konsisten dengan pembangunan nasional. Menurut Kadariah (1978) terdapat lima tujuan yaitu mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan kesempatan kerja yang cukup, pemerataan pendapatan, mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan kemakmuran antar daerah dan merubah struktur ekonomi yang timpang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk meciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi (pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut). Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktifitas. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi Perencanaan pembangunan adalah hal yang terpenting dalam membangun suatu daerah. Definisi perencanaan pembangunan mencakup siapa dan bagaimana cara melakukan untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
9
kondisi dan kemampuan yang dimiliki daerah serta untuk terciptanya pembangunan yang efektif dan efisien. Definisi lain dari perencanaan pembangunan adalah usaha pemerintah untuk mengordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung dan untuk mengendalikan variabel ekonomi (pendapatan, ekonomi dan lain-lain) suatu negara atau daerah dalam rangka mencapai tujuan pendahuluan. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber-sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki ekonomi di daerah. Menurut Hanafiah (1988) kegiatan perencanaan wilayah itu saling terkait yang meliputi tiga hal: (a) perencanaan antar wilayah dalam suatu negara, (b) perencanaan antar lokasi dalam suatu wilayah dan (c) perencanaan lokasi dalam setiap sektor. Pembangunan wilayah adalah pembangunan yang didasarkan pada kemampuan wilayah tersebut secara fisik dan sosial masyarakatnya serta sesuai dengan perundangan yang berlaku. Definisi tentang wilayah ini perlu terutama untuk menganalisis mengenai perekonomian di wilayah tersebut. Menurut. Budiharsono (2001) penentuan batas wilayah ditentukan dengan kriteria-kriteria berikut: a. Konsep Homogenitas Konsep ini berkaitan dengan persamaan unsur tertentu seperti unsur ekonomi, politik, sejarah, budaya, pendapatan per kapita dan sebagainya. b. Konsep Nodalitas Konsep ini berkaitan dengan adanya ketergantungan antar wilayah yang bersifat fungsional seperti adanya mobilitas penduduk, arus produksi, arus barang dan juga transportasi antar wilayah. c. Konsep Administrasi atau Unit Program Konsep ini didasarkan oleh adanya kebijakan yang seragam seperti kebijakan pembangunan, sistem ekonomi dan tingkat pajak yang sama. Putri (2003) dalam Bahar (2006) Pembangunan wilayah sering dipakai pola pembangunan wilayah administrasi, karena ada dua alasan yaitu: a. Perencanaan pembangunan wilayah perlu badan pemerintah.
10
b. Wilayah
yang
batasnya
ditentukan
berdasarkan
suatu
unit
pengumpulan data. Pengelompokan wilayah ada dua yaitu: a. wilayah formal yang ditentukan beradasarkan persamaan fisik seperti topografi, iklim dan vegetasi namun hal ini saat ini ditambah dengan kriteria ekonomi yaitu industri dan pertanian. b. wilayah fungsional adalah adanya kekompakan fungsional, saling terkait dalam kriteria tertentu seperti kota besar, kota kecil dan desa yang saling terkait. Wilayah perencanaan adalah kombinasi dari wilayah formal dan fungsional dan memiliki kriteria sebagai berikut: wilayah harus luas untuk syarat bagi investasi, mempunyai paling tidak satu kota sebagai pusat pertumbuhan dan strategi pembangunan yang sama untuk memecahkan masalah lain. 2.2.
Keterkaitan Subsektor Peternakan Suatu usaha peternakan merupakan kegiatan yang bersifat generatif yaitu
manusia meningkatkan faktor-faktor produksi melalui proses produksi ternak. Dalam proses ini diharapkan suatu kegunaan yang optimal dalam bentuk daging, telur, susu, tenaga kerja dan pupuk. Sasaran utama usaha peternakan adalah untuk memperoleh keuntungan. Selain itu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak, memperluas kegiatan industri dan perdagangan, memanfaatkan tenaga kerja anggota keluarga dan mempertinggi daya guna tanah. Suharno (2002) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang dengan meningkatnya pendapatan perkapita merupakan peluang dalam usaha peternakan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka akan semakin meningkatkan jumlah konsumsi terhadap hasil-hasil peternakan. Sementara peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak data beli masyarakat, karena produk peternakan memiliki nilai income elasticity of demand. Lebih lanjut Suharno (2002) mengatakan perkembangan sektor lain seperti industri dan jasa juga turut memacu permintaan produk peternakan, malahan dari sektor ini muncul pasar baru bagi produk peternakan berupa hasil olahan dari daging, susu dan telur.
11
2.3.
Pembangunan Peternakan Saragih (1998) menyatakan paradigma pembangunan peternakan yang
mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global adalah paradigma pembangunan agribisnis berbasis peternakan. Dengan memandang peternakan sebagai sistem agribisnis berbasis peternakan perlu lebih terintegrasi, simultan, komprehensif, dan terarah. Pembangunan agribisnis peternakan berbasis peternakan yang bersifat makro ini harus didukung oleh struktur, perilaku dan kinerja mikro peternakan itu sendiri. Pembangunan peternakan yang tangguh memiliki ciri yaitu mampu memanfaatkan sumberdaya secara optimal, menangkal gejolak teknis maupun ekonomis, mengembangkan struktur produksi memenuhi tuntutan pasar dan berperan dalam pembangunan nasional, daerah dan kawasan (Soehadji 1994). Pengembangan agribisnis peternakan ini bukan saja pengembangan komoditas peternakan saja tetapi lebih dari itu, yakni pembangunan ekonomi (wilayah) yang berbasis pertanian yang didalamnya termasuk peternakan Saragih 1998). Konsep kawasan dalam pembangunan peternakan adalah a. Suatu konsep mengenai pengembangan sistem pemanfaatan ternaklahan. b. Suatu pendekatan yang mengintegrasikan ternak dengan tanaman sehingga ternak lebih berbasis lahan daripada sebagai bagian dari suatu sistem produksi perkotaan. c. Fokusnya adalah pada pemanfaatan lahan dan sumberdaya secara lebih baik, pelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Kawasan peternakan terdiri dari atas kawasan khusus peternakan, merupakan daerah prioritas dengan komoditas unggulan, dengan memperhatikan kesesuaian agroekosistem dan agriklimat serta tata ruang wilayah. Kawasan terpadu merupakan sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan hortikulutura, perkebunan dan perikanan (program lintas subsektor). Kawasan agropolitan merupakan kota pertanian yang dihela oleh desa-desa hinterland. Pembangunan sistem agropolitan meliputi industri pengolahan makanan dan pakan, industri
12
pengolahan pertanian lain, industri peralatan dan input-input pertanian, serta barang konsumsi lain. 2.4
Teori ekonomi basis Inti dari model ekonomi basis adalah arah dan pertumbuhan suatu wilayah
ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut dapat berupa barangbarang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Pendapatan pada sektor basis adalah fungsi dari permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut (Budiharsono, 2001). Teori ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout (1962) dan Pfouts (1960) dalam Budiharsono (2001). Berdasarkan teori ini ekonomi perkotaan memiliki dua bagian utama yaitu (1) aktifitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk diekspor dan (2) aktifitas basis yang menghasilkan barang dan jasa untuk di konsumsi lokal. Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berkaitan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Model ekonomi basis dikembangkan oleh Tiebout tahun 1962 dalam Budiharsono (2001). Dalam model ekonomi basis Tiebout ini alat ukur yang digunakan adalah pendapatan bukan tenaga kerja. Penggunaan alat ukur tenaga kerja mempunyai banyak kelemahan seperti konversi pekerja paruh waktu, dan pekerja musiman menjadi pekerja penuh tahunan. Sehingga penggunaan tenaga kerja relatif kurang peka untuk mengukur perubahan terutama dalam jangka pendek. Kelebihan pendapatan sebagai alat ukur terutama apabila model digunakan untuk mengukur dampak potensial sebagai pasar dan mengetahui peran suatu perekonomian. Kelemahan dengan menggunakan pendapatan adalah masalah ketersediaan dan kepercayaan data. Sektor ekonomi basis atau non basis dapat diketahui dengan menggunakan beberapa metode yaitu pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.
13
Metode kedua adalah metode pengukuran tidak langsung yaitu (1) metode melalui pendekatan asumsi, (2) metode location quotient, (3) kombinasi metode (1) dan (2), dan metode kebutuhan menimum. Dari keempat metode diatas Glason (2004) menyarankan menggunakan metode location quotient (LQ) dalam penentuan sektor basis. Model ekonomi basis akan sangat baik digunakan untuk daerah yang belum berkembang, kecil dan tertutup. location quotient merupakan teknil analisis yang tergolong sederhana dalam menentukan kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan dalam suatu wilayah. Asumsi yang dipakai adalah adanya persamaan permintaan pada wilayah yang kecil dengan wilayah yang lebih luas. Kebutuhan lokal masyarakat akan dipenuhi terlebih dahulu dari hasil daerah namun jika berlebih maka dapat diekspor/dijual ke daerah lain (Kadariah, 1985 dalam Budiharsono 2001). Penyebab mundurnya sektor basis adalah transportasi dan komunikasi yang terus berkembang, pendapatan dan penerimaan daerah terus meningkat, teknologi yang berkembang serta prasarana ekonomi sosial yang memadai. Kemunduran sektor basis disebabkan oleh permintaan yang berubah di luar daerah, cadangan sumber daya alam habis, kemajuan teknologi yang merubah komposisi input. 2.5.
Model Analisis Shift Share Bagi suatu negara yang mempunyai wilayah dan sektor ekonomi yang
beragam, adalah wajar apabila ada beberapa yang maju dan beberapa lainnya pertumbuhannya lamban. Walaupun negara yang bersangkutan telah berusaha untuk menerapkan kebijakan pembangunan wilayahnya agar tidak terjadi kesenjangan. Adanya keragaman dalam struktur industri atau sektor ekonomi menimbulkan perbedaan pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Untuk mengidentifikasikan sumber atau komponen pertumbuhan, lazim digunakan analisis shift share. Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al pada tahun 1960. Analisis shift share ini digunakan dalam menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi, kesempatan kerja dan pendapatan pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari hasil ini dapat diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah relatif dengan sektor-sektor lainnya
14
apakah bertumbuh cepat atau lamban. Analisis ini merupakan metode untuk melihat aktifitas ekonomi di suatu wilayah dengan menggunakan berbagai data. Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun akhir analisis dan tahun dasar analisis. Secara skematik analisis shift share disajikan pada Gambar 2. Komponen Pertumbuhan Wilayah
Maju Pp + ppw ≥ 0
Wilayah ke j (sektor ke i)
Wilayah ke j (sektor ke
Komponen Pertumbuhan Proporsional
Mundur Pp + ppw ≤ 0
Komponen pertumbuhan pangsa pasar
Gambar 2. Model Analisis Shift Share Sumber : Budiharsono, 2001
Pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi beberapa komponen, yaitu : komponen pertumbuhan regional (regional growth component) disingkat PN. Komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growht component) disingkat PP dan komponen pangsa wilayah (regional share growth component) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut
didentifikasi
pertumbuhan
suatu
sektor
perekonomian,
apakah
pertumbuhan cepat atau lambat. Apabila PP +PPW ≥ 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Tetapi apabila PP +PPW ≤ 0 berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. 1. Komponen Pertumbuhan Regional Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional, atau perubahan dalam halhal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang
15
sama terhadap semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedan dalam kebijakan industri dan perbedaan dan struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Pasar Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Walaupun dapat melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah, baik itu laju pertumbuhan maupun daya saing sektor tersebut, akan tetapi analisis shift share juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan terdiri dari: 1. Analisis shift share merupakan suatu teknik pengukuran yang mencerminkan suatu teknik sistem akunting atau analitik. Oleh karena itu, analisis ini tidak dapat menjelaskan mengapa. Misalnya pengaruh daya saing adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif di wilayah-wilayah lainnya. 2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah ekuivalen dengan laju pertumbuhan
nasional.
Gagasan
tersebut
terlalu
sederhana,
karena
mengabaikan sebab-sebab pertumbuhan ekonomi. 3. Arti ekonomi dari kedua pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) tidak dikembangkan dengan baik. Keduanya berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi yang sama, seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi. 4. Analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah
16
bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat. 2.6.
Analisis Kelembagaan Keberhasilan pengembangan peternakan yang berorientasi agribisnisnis
tidak saja ditentukan oleh dinas peternakan semata, tetapi juga didukung oleh lembaga yang berpengaruh atau stakeholder (Eriyatno, 2007). Lembaga tersebut terdiri dari Badan Perencanaan Daerah yang berfungsi dalam hal penyusunan perencanaan pembangunan; Lembaga keuangan dalam penyediaan modal pertanian; Dinas Pertanian dalam hal penyediaan pakan ternak; Dinas Perdagangan
dan
Perindustrian
dalam
hal
kemudahan
pemasaran
dan
pengembangan teknologi pasca panen serta lembaga-lembaga lain yang terlibat. Interpretative Structural Modelling (ISM) dapat membantu dalam mengukur tingkat keterlibatan masing-masing lembaga tersebut. 2.7.
Konsep Manajemen Strategi Strategi adalah penempatan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi
dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai. Menurut Umar (2003) suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut David (2004) strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran jangka panjang. Strategi bisnis dapat termasuk perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi dan usaha patungan. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Selain itu, strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam jangka panjang dan berorientasi ke masa depan. Strategi memiliki
konsekuensi
mempertimbangkan
yang
multifungsi
faktor-faktor
eksternal
dan dan
multidimensi internal
serta
yang
perlu
dihadapi
perusahaan.
17
Manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi serta pengendalian manajemen strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan menejerial yang menentukan keragaan perusahaan dalam jangka panjang. Proses manajemen strategi adalah menentukan cara dan jalan yang mana yang dapat diambil para perencana strategi dalam menentukan sasaran-sasaran, kebijakan dan kegiatan pengambilan keputusan perusahaan. Manajemen strategis merupakan metode untuk mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lainnya tidak dapat atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan keunggulan kompetitif. Memiliki dan menjaga keunggulan kompetitif sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu organisasi. Mengejar keunggulan kompetitif akan mengarah kepada kesuksesan atau kegagalan organisasi. Proses manajemen strategi adalah alur dimana penyusun strategi menentukan sasaran dan menyusun keputusan strategi. Menurut David (2004), proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Proses manajemen strategi dapat dipelajari dan diterapkan dengan menggunakan sebuah model, dimana setiap model menggambarkan semacam proses. Proses manajemen strategi bersifat dinamis dan berkelanjutan. 2.7.1. Formulasi Strategi Formula strategi adalah menentukan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Tahap formulasi strategi terdiri dari (1) pernyataan visi, misi dan tujuan; (2) analisa lingkungan eksternal; (3) analisa lingkungan internal; (4) menetapkan alternatif strategi.
18
2.7.1.1. Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang dan ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dalam manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk keadaan dimana organisasi ini hidup. Analisis lingkungan eksternal menekankan pada pengenalan dan mengevaluasi kecenderungan pada peristiwa yang di luar kendali sebuah perusahaan. Analisis lingkungan eksternal mengungkapkan peluang kunci dan ancaman yang dihadapi suatu organisasi, sehingga manajer dapat merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang dan menghindari/mengurangi dampak ancaman. Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari. 2.7.1.2. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan (David, 2004). Lingkungan internal terdiri dari komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berasal atau berada di dalam organisasi/perusahaan atau berada di dalam jangkauan intervensi mereka. Karena sifatnya yang berasal dari dalam organisasi, maka organisasi/perusahaan lebih memiliki bargain value untuk berkompromi atau menyiasati komponen-komponen yang berada di dalam lingkungan internal. Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua bidang. 2.7.1.3.Matriks I-E Matriks I-E (Internal-Eksternal) merupakan salah satu parameter yang meliputi matrik parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masing-masing akan diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal
19
melalui matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Tujuan penggunaan matriks I-E adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat perusahaan yang lebih detail. Matriks I-E merupakan penggabungan matrik EFE dan IFE yang menghasilkan sembilan macam sel dengan memperlihatkan kombinasi total nilai terbobot dari matriks-matriks IFE dan EFE. Pada prinsipnya kesembilan sel dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda, yaitu pertumbuhan (growth strategy), strategi pertahanan dan pemeliharaan (stability strategy), serta strategi panen/divestasi (retrenchment strategy). 2.7.1.4. Matriks SWOT Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu (1) strategi SO (StrenghtsOpportunity) yaitu menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada; (2) strategi WO (Weakness-Opportunity) bertujuan untuk pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada; (3) strategi ST (Strenghts-threats) yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi dampak ancaman yang ada; (4) strategi WT (Weaknessthreats) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman eksternal. 2.7.2. Matrik QSPM QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) merupakan alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya, serta memerlukan penilaian intuitif yang baik. Kegunaan
20
QSPM adalah untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak dan memutuskan strategi mana yang terbaik. Dalam beberapa hal, QSPM memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu: (1) strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan; (2) tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi; (3) membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dalam proses keputusan. 2.8.
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai sektor basis perekonomian dalam pembangunan
wilayah di Kabupaten Cianjur oleh Pranata (2004) menyimpulkan bahwa pada kurun waktu Tahun 2001-2002 Kabupaten Cianjur dengan menggunakan metode LQ mempunyai enam sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan sektor angkutan dan komunikasi sektor keuangan sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Perhitungan surplus pendapatan bersih untuk masing-masing kecamatan menunjukkan beberapa kecamatan memiliki kontribusi yang relatif besar dan sektor basis yang ada menghasilkan efek pengganda yang berbeda-beda namun relatif sama dengan angka pengganda Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasil analisis skalogram umumnya jumlah penduduk sebagai indikator dalam alokasi pembangunan namun dari hasil skalogram selain jumlah penduduk jumlah desa menentukan alokasi fasilitas pembangunan. Hasil penelitian Pranata (2004) Sektor pertanian menjadi prioritas utama pembangunan dengan dukungan sektor lain baik sektor yang menjadi basis maupun yang non basis serta perlu dukungan bagi pembangunan wlayah selatan. Herlinda (2007) meneliti arahan penataan kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Kota. Hasil analisa spasial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota sesuai dengan lingkungan ekologis sapi potong dengan luas 157.833 ha (57,58%). Hasil overlay peta kesesuaian lingkungan ekologis sapi potong dengan peta kesesuaian hijauan makanan ternak menunjukkan bahwa lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan ternak sapi potong adalah lahan kebun campuran, tegalan/ladang, perkebunan, lahan semak/rerumputan dan hutan produksi dengan
21
sistem ekstensifikasi. Hasil analisis LQ dan Shift Share kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan sapi potong adalah di Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Suliki dan Kecamatan Lareh dengan luas wilayah pengembangan 28.386 ha, daya dukung hijauan makanan ternak 148.151 ST dan kapasitas penambahan ternak sapi potong 24 882 ST. Marfiani (2007) juga menganalisa potensi ekonomi dan strategi pembanguanan di Bogor Barat. Potensi ekonomi wilayah Bogor Barat adalah sektor pertanian (termasuk sektor peternakan, kehutanan dan perikanan) dan pertambangan dan penggalian. Sektor tersebut memliki keunggulan nilai kontirubusi dalam perbandingan wilayah sehingga layak terus dikembangkan dalam peningkatan perekonomian di wilayah Pembangunanan Bogor Barat. Dengan metode LQ Bogor Barat mempunyai beberapa pusat pertumbuhan yang memiliki potensi menjadi penghela bagi pertumbuhan wilayah tersebut. Pusat pertumbuhan tersebut adalah Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea, Ciomas dan Kemang. Hasil analisis limpitan sejajar kecamatan yang perlu mendapat prioritas pembangunan adalah kecamatan yang termasuk kategori wilayah potensial, strategis dan kritis. Marfiani (2007) menekankan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal (strategi W-O). Hasil analisa matriks IFE menunjukkan wilayah Bogor Barat masih memiliki kelemahan yaitu belum mampu memanfaatkan potensi sumberdaya yang besar serta lemahnya jejaring usaha yang berbasis pelaku usaha sehingga sektor perindustrian dan perdagangan didaerah tersebut masih dapat belum berkembang. Hasil
analisa
EFE
menunjukkan
wilayah
Bogor
Barat
mampu
memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang yang dmiliki adalah kondisi perekonomian yang semakin membaik dan ancaman terbesar adalah persepsi ekonomi biaya tinggi dan persaingan antar daerah. Prioritas strategi yang dipilih adalah pengembangan industri yang menunjang aspek pertanian, menemukan dan mempromosikan citra komoditi dan produk unggulan daerah dan menciptakan iklim usaha yang kondusif Bahar (2006) dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan peternakan dalam rangka meningkatkan peran subsektor peternakan. Diketahui
22
kepadatan ternak 50.19 ST/1000 penduduk. produksi daging telah cepat memenuhi kebutuhan 76,48% kebutuhan standar gizi sedangkan produksi telur hanya 25,41%. Pola usaha peternakan yang dilaksanakan pada umumnya merupakan usaha sampingan. Nilai NPV, IRR dan B/C masing-masing ternak adalah: sapi 803.050, 12,19%, dan 1,03; kerbau 1905502, 15,08% dan 1,06; kambing 360.856, 15,79 dan 1,06; babi 858449, 24,03% dan 1,08; ayam buras 955.864, 48,03% dan 1,23; ayam pedaging 5.419.638, 37,89% dan 1,07 dan itik 3.391.256 40,38 dan 1,06. Peranan subsektor peternakan belum begitu menonjol, terlihat dari kontribusi terhadap PDRB pertanian selama periode 2000-2004 sebesar 5,28% dengan ratarata tingkat pertumbuhan 5,16 pertahun. Hasil analisa SWOT dan QSPM, Bahar (2007) memperoleh strategi prioritas adalah melalui pembinaan dan pengembagan usaha peternakan pada skala usaha yang layak secara intensif. Natalia (2004) menganalisis efektifitas kebijakan pembangunan subsektor perkebunan di Kabupaten Kampar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subsektor perkebunan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Kabupaten Kampar yang dibuktikan dengan posisinya sebagai subsektor basis dari sisi pendapatan wilayah yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat lainnya melalui kegiatan ekspor, namun belum mampu menyediakan kesempatan kerja di kabupaten yang dibuktikan dengan posisi subsektor peternakan sebagai subsektor non basis berdasarkan indikator tenaga kerja. Selama periode 1999-2002 subsektor perkebunan memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan wilayah baik dari sisi pendapatan dan kesempatan kerja karena nilai multiplier effect yang lebih besar dari satu. Disisi lain subsektor perkebunan memiliki laju pertumbuhan yang cepat (PP>0). Secara keseluruhan perkebunan merupakan satu-satunya sektor yang memiliki laju perumbuhan yang progresif di Kabupaten Kampar. Hal ini membuktikan kebijakan pemerintah untuk terus mengembangkan perkebunan cukup efektif. Susanto (2004) meneliti tentang peran dan potensi sektor pertanian subsektor tanaman pangan padi dan palawija dalam pembanguan Kabupaten Bogor. Sektor pertanian dan subsektor tanaman pangan memliki nilai LQ yang
23
kecil sehingga dikegorikan bukan basis. Implikasinya peran sektor pertanian dan subesktor tanaman pangan masih kurang penting di Kabupaten Bogor. Hasil perhitungan LQ pada masing-masing kecamatan bahwa setiap kecamatan memiliki basis padi dan palawija. Hasil perhitungan kuosien spesialisasi menunjukkan bahwa semua kecamatan mmiliki nilai KS kurang dari 1. Kousien kurang dari 1 berarti tidak ada spesialisasi kegiatan pertanian dan palawija dan cenderung memiliki beragam komoditi basis. Komoditi padi dan palawija yang diproduksi di Kabupaten Bogor memilki nilai kuosien lokalisasi (Loi) yang kurang dari satu. Nilai Loi kurang dari satu berarti komoditi padi dan palawija menyebar diseluruh Kabupaten Bogor. Nilai lo selama 1999-2002 berkisar 0.111-0,772. Nilai Loi tertinggi adalah komoditi kaacang hijau yaitu 0.772 yang memusat di Kecamatan Cariu. Berdasarkan analisa pasar diketahui bahwa penyebaran pasar tidak merata sebab ada tiga belas kecamatan yang tidak memiliki pasar pemda. Sementara itu kecamatan yang memiliki dua pasar yaitu Ciawi dan Citeureup serta ada dua puluh kecamatan yang memilki satu pasar pemda. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka perbedaan penelitian ini adalah menganalis peran dan potensi serta pengembangan subsektor peternakan secara khusus di Kabupaten Cianjur. Modelling
(ISM)
untuk
Penelitian ini juga Interpretative Stuctural
mengetahui
keterkaitan
antar
lembaga
dalam
pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Alat analisis ISM ini tidak digunakan dalam penelitian terdahulu. Lampiran 1 menunjukkan perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu.
24
III. KERANGKA PEMIKIRAN OPERASIONAL Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemekaran wilayah di seluruh Indonesia merupakan salah satu peluang bagus bagi daerah untuk dapat berkembang. Daerah dapat terus berusaha untuk meningkatkan perekonomian dengan memanfaatkan potensi yang ada. Otonomi daerah sifatnya adalah sebuah kebijakan yang ditentukan oleh pusat untuk melihat sejauhmana daerah siap dalam melaksanakan semua yang ada di undang-undang otonomi daerah. Lima tahun ke depan terdapat lima unggulan bisnis yang diperkirakan mampu memacu pertumbuhan pembangunan perekonomian wilayah Kabupaten Cianjur lima unggulan bisnis tersebut adalah: Pertanian, Pariwisata, Kerajinan rumah tangga, Industri manufaktur, perdagangan dan jasa. Dari kelima unggulan perekonomian tersebut, sektor pertanian termasuk didalamnya subsektor peternakan sangat berperan besar dalam perekonomian Kabupaten Cianjur. Pemerintah Kabupaten Cianjur melalui Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan memiliki program dan kebijakan untuk menjadikan peternakan menjadi salah satu penggerak ekonomi terutama bagi pertanian, menjadi lumbung ternak bagi provinsi Jawa Barat dan menyediakan pangan asal ternak dengan jumlah memadai dan berkualitas serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun untuk mencapai hal itu terkendala oleh pertumbuhan sektor ekonomi yang rendah dan laju pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto subsektor peternakan yang mengalami penurunan cukup besar. Pembangunan subsektor peternakan dapat menjadi sektor yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dari penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Melihat fenomena ini, diperlukan suatu rencana yang strategis untuk pengembangan peternakan sehingga dapat memberikan peranan nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian untuk penentuan strategi pengembangan subsektor peternakan dalam rangka meningkatkan peran dalam pembangunan Kabupaten Cianjur. Perumusan
strategi
pengembangan
peternakan
dilakukan
melalui
identifikasi potensi, peran dan kelembagaan subsektor peternakan. Identifikasi
potensi dapat dilihat dari keadaan geografi, demografi, perkembangan perekonomian dan perkembangan peternakan Kabupaten Cianjur. Peran subsektor peternakan dilakukan dengan menelaah data PDRB Kabupaten Cianjur dan PDRB Propinsi Jawa Barat dan menilai pertumbuhan subsektor peternakan. Analisis Location Quotient dilakukan untuk menilai apakah peternakan berperan menjadi sektor basis di suatu wilayah dalam periode tertentu dengan mengukur konsentrasi sektor tersebut di wilayah yang bersangkutan dan membandingkan pada wilayah pembanding yang lebih luas indikator. Surplus peternakan
dilakukan untuk
mengetahui besaran pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang disumbangkan subsektor peternakan. Kuosien Lokalisasi untuk mengetahui penyebaran peternakan. Analisis Identifikasi sektor basis dan nonbasis akan menggambarkan ekonomi Kabupaten Cianjur secara sektoral dan regional yang bermanfaat bagi perencanaan pembangunan selanjutnya. Analisis shift share digunakan untuk menganalisis pertumbuhan subsektor peternakan sehingga dapat diketahui apakah sektor peternakan memiliki petumbuhan yang cepat atau
lambat diantara sektor lainnya. Pengembangan
peternakan tidak hanya ditentukan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan saja. Banyak lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang atau mendukung percepatan pengembangan subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur. Metode interpretative structural modelling dapat membantu menganalisis kelembagaan baik struktur dan keterkaitan dalam pengembangan peternakan. Perumusan strategi dilakukan dengan analisis faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT dan dilanjutkan dengan analisis Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif. Strategi ini dapat menjadi acuan awal kebijakan pengembangan peternakan untuk diimplementasikan. Kerangka Pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
26
Pembangunan Kabupaten Cianjur
Perdagangan dan Jasa-jasa
Industri Manufaktur
Pertanian
Parawisata
Kerajinan Rumah Tangga
Peternakan Permasalahan • Menjadi penggerak ekonomi • Menjadi lumbung ternak di Jawa Barat • Penyedia pangan asal ternak dan tenaga kerja • Peningkatan pendapatan dan investasi • Pertumbuhan ekonomi yang lemah • Laju Pertumbuhan peternakan yang rendah
Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan dalam Pembangunan Kabupaten Cianjur Analisis Potensi Subsektor Peternakan • Geografi • Demografi • Perkembangan perekonomian • Perkembangan Peternakan
Analisis Peran Subsektor Peternakan • Analisis Location Qoutient • Kuosien Lokalisasi • Surplus Pendapatan • Analisis Shift Share
Analisis Kelembagaan Subsektor Peternakan • Struktur kelembagaan • Keterkaitan Lembaga
Perumusan Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Rekomendasi Strategi Pengembangan Subsektor Peternakan Kabupaten Cianjur
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
27
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat
selama dua bulan dari bulan Februari sampai Maret 2009. Pemilihan daerah dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa sektor pertanian umumnya dan sektor peternakan khususnya merupakan ciri dominan perekonomian daerah tersebut, dimana kondisi geografis dan sumberdaya alamnya mendukung kegiatan sektor pertanian dan peternakan. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak-pihak atau dinas yang terkait langsung dengan kebijakan pembangunan peternakan. Pengambilan responde untuk penentuan kekuatan eksternal dan internal, analisis SWOT, dan analisis QSPM dilakukan dengan metode Purposive Sampling, responden dengan metode purposive sampling, responden dengan sengaja dipilih sebanyak 5 orang. Responden adalah orang yang mengenal betul dinamika perkembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Responden tersebut adalah 1. Kasi Bina Mutu Penyuluhan Peternakan 2. Kasi Perencanaan dan Pengembangan Peternakan/Produksi peternakan 3. Staf Bina Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 4. Pelaksana Bina Usaha Peternakan 5. Bidang Perencanaan Perekonomian Badan Perencanaan Daerah Responden untuk analisis kelembagaan juga dilakukan dengan purposive sampling. Analisis kelembagaan menggunakan 6 responden yang berasal dari Bappeda, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian, Dinas UMKM dan Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan. Responden tersebut adalah orang mengetahui hubungan kerjasama antar lembaga. Responden tersebut adalah 1. Kasie Kemitraan UMKM dan Koperasi, Dinas UMKM dan Koperasi
2. Kasubag Umum Dinas Perindustrian dan Perdagangan 3. Kasi Bina Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 4. Bidang Perencanaan Perekonomian Badan Perencanaan Daerah 5. Bina Program Dinas Perkebunan dan Kehutanan Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu dan berbagai literatur. Data sekunder yang utama berasal dari BPS yakni data series antara tahun 2003 sampai 2007. Sumber-sumber lain diperoleh dari instansi-instansi terkait,
seperti
Dinas
Perikanan
dan
Peternakan,
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Dinas Pertanian atau instansi dan lembaga lainnya terkait dengan tujuan penelitian. 4.3.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Pemakaian metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan khususnya sektor peternakan yaitu keadaan umum wilayah potensi wilayah keadaan sosial ekonomi dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Analisis interpretative structural modelling untuk analisis kelembagaan dalam pengembangan peternakan. Analisis LQ untuk mengetahui basis peternakan di Kabupaten Cianjur dan Kecamatan-kecamatan yang ada Di Cianjur. Analisis shift share untuk mengetahui pertumbuhan subsektor peternakan. 4.3.1. Location Quotient (LQ) Metode LQ adalah perbandingan antar pangsa relatif pendapatan sektor tertentu pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor tertentu terhadap pada tingkat nasional terhadap pendapatan nasional (Budiharsono, 2001). Diperlukan beberapa asumsi yang berkaitan dengan pengembangan sektor peternakan yaitu: a. Kegiatan perekonomian Kabupaten Cianjur adalah homogen b. Terdapat pola permintaan yang sama antara kecamatan dan kabupaten c. Sistem perekonomian yang masih berkembang atau tertutup dalam Kabupaten Cianjur, artinya seluruh kebutuhan akan terlebih dahulu oleh diproduksi dalam wilayah itu dan apabila terjadi kekurangan maka akan diambil dari wilayah lain
29
d. Penjualan hasil peternakan sesuai dengan spesialisasinya Dalam mengidentifikasi komoditi basis dan bukan komoditi basis pertanian, penggunaan LQ adalah sebagai berikut: Si/Sj LQ =
Ni/NJ
Dimana: LQ = Besarnya kuosien lokasi subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur termasuk kecamatan di wilayah Cianjur Si = Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/kabupaten Sj = Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten Ni = Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat kabupaten/propinsi Nj = Jumlah total PDRB pada tingkat kabupaten/propinsi Jika LQ > = 1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut lebih berperan bagi perekonomian di suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah diatasnya. 4.3.1.1. Surplus Pendapatan Setelah diketahui sektor basis atau non basis, maka perlu dihitung nilai mutlak(rupiah) yang diperoleh dari sektor peternakan. Surplus pendapatan bertujuan mengetahui besaran yang disumbangkan subsektor peternakan pada wilayah tertentu. Jika suatu sektor menjadi positif maka sektor memiliki surplus pendapatan positif. SP = ((Si/Sj)-(Ni-Nj)) * Si Si
= Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/Kabupaten Cianjur
Sj
= Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten
Ni
= Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat Kabupaten Cianjur atau Propinsi Jawa Barat
Nj
= Jumlah total PDRB pada tingkat Kabupaten Cianjur atau Propinsi Jawa Barat Jika surplus subsektor peternakan bernilai positif maka komoditi ini dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebaliknya jika surplus komoditi ini negatif maka tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
30
4.3.1.3. Kousien Lokalisasi (Loi) Digunakan untuk mengetahui penyebaran kegiatan peternakan di suatu daerah sehingga diketahui tingkat aglomerasinya Loi
= (Si/Sj)- (S/Nj)
Si
= Jumlah PDRB subsektor peternakan pada tingkat kecamatan/Kabupaten Cianjur
Sj
= Jumlah total PDRB disetiap kecamatan/kabupaten
Ni
= Jumlah PDRB Subsektor peternakan pada tingkat Kabupaten Cianjur atau Propinsi Jawa Barat
Nj
= Jumlah total PDRB pada tingkat Kabupaten Cianjur atau Propinsi Jawa Barat Bila nilai kousien lokalisasi lebih dari satu maka produksi suatu komoditi
lebih memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah. Sedangkan nilai kuosien lokalisasi kurang dari satu maka komoditi tersebut lebih bersifat menyebar. 4.3.2. Analisis Shift Share Analisis shift share melihat perubahan PDRB yang terjadi pada dua titik waktu. Tahun analisis yang digunakan adalah tahun 2003 sampai tahun 2007 Perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut ∆ Yij = Y’ij – Yij....................................................................................(4.1) 4.3.2.1 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu Pertumbuhan Nasional (PN), Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Ketiga Komponen tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Pnij
= (Ra) Yij...................................................................................(4.2)
Ppij
= (Ri-Ra) Yij..............................................................................(4.3)
PPWij = (ri – Ri) Yij.............................................................................(4.4) Dimana :
Ra
= (Y’..-Y..)/Y..
Ri
= (Y’i.-Yi)/Yi.
Ri
= (Y’ij-Yij)/Yij
31
Dimana : Y’..
= PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007
Y..
= PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2003
Y’i
= PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2007
Yi.
= PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2003
Y’ij
= PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2007
Y’ij
= PDRB Kabupaten Cianjur sektor i pada wilayah ke j 2003
∆ Yij = Pnij + Ppij + PPWij...............................................................(4.5) Apabila persamaan (4.1), (4.2),(4.3), dan (4.4) disubtitusikan ke persamaan (4.6) maka didapat : Y’ij-Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij.......................................(4.7) Apabila Ppij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya melambat, sedangkan apabila Ppij > 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah laju ke laju pertumbuhannya cepat. Apabila PPW < 0, sektor i tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, sedangkan apabila PPW > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk perkembangan sektor i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cara Efektif untuk mengevaluasi pertumbuhan produksi (PDRB) subsektor Peternakan ataupun sektor lain pada kurun waktu 2003-2007 adalah dengan cara mengekspresikan persen perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Sumbu PP sebagai absis dan PPW sebagai ordinat (Gambar 4). PPW Sektor IV
Sektor I
PB
Sektor III
Sektor II
PP
Gambar 4. Matrik Profil Pertumbuhan. Sumber: Budiharsono 2001
32
Profil pertumbuhan hasil analisis shift share dibagi menjadi 4 kuadran yaitu: 1. Kuadran I menunjukkan bahwa PP dan PPW bernilai positif. Hal ini berarti sektor-sektor di wilayah tersebut pertumbuhannya cepat demikian juga
daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik apabila
dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pergesaran bersih bernilai positif yang berarti sektor-sektor tersebut merupakan wilayah progresif. 2. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang berada di wilayah yang pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing daya sektor tersebut tidak baik dibandingkan sektor lain. 3. Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah tertentu mengalami pertumbuhan lambat dan daya saing yang rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa semua sektor yang berada di kuadran III nilai pergesesaran bersihnya negatif yang berarti sektor-sektor tersebut merupakan wilayah lamban. 4. Kuadran IV menunjukkan sektor-sektor yang berada pada wilayah tertentu mengalami pertumbuhan negatif, tetapi memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor-sektor lain. 5. Garis yang memotong kuadran II dan IV melalui sumbu yang membentuk sudut 450. garis tersebut merupakan nilai PB = 0, sehingga bagian atas tersebut merupakan PB positif (Pbij ≥ 0) sehingga menunjukkan sektorsekto yang progresif. Sebaliknya di bawah garis tersebut berarti menunjukkan sektor-sektor yang lambat (PB ≤ 0). 4.3.3. Interpretative Structural Modelling (ISM) Teknik ISM adalah suatu alat dalam pemodelan strukturalisasi hubungan langsung yang diproses melalui pengkajian kelompok guna memotret masalah yang komplek dari suatu sistem oleh suatu tim atau seorang peneliti (Eriyatno, 2007). Teknik ini kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat digunakan untuk membuat pembandingan dari masing-masing lembaga yang merupakan stakeholder dalam pengembangan peternakan yang berorientasi
33
agribisnis. Dengan demikian dapat diketahui lembaga mana yang paling berpengaruh dalam menunjang keberhasilan program pengembangan ternak. Model ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen yang dapat memberikan manfaat dan guna meramu sistem secara efektif untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Langkah analisa teknik ISM adalah sebagai berikut a. Menyusun Struktural Self Interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan simbol V, A, X, O yaitu: Nilai V bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 1 Nilai A bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 1 Nilai X bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 0 Nilai O bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 0 Pengertian nilai satu adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan nilai nol memiliki pengertian tidak terdapat adanya hubungan kontekstual antara elemen i (horizontal) dan j (vertikal) dan sebaliknya b. Membuat tabel Reachability Matrix (RM) dengan mengganti V, A, X, O menjadi nilai riil 1 dan 0 c. Lakukan perhitungan menurut aturan transivity kemudian dilakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi model yang terhubung. Pengolahan lebih lanjut adalah penetapan plihan jenjang (level partition). Pengolahan bersifat tabulatif dengan pengisian format dan bisa dibantu dengan komputer. Klasifikasi subelemen berdasarkan tabel RM dengan menyusun ’DrivePower-Dependence’ dalam 4 sektor yaitu: a. Sektor 1, yaitu weak driver - weak dependent variables (autonomous). Peubah disektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau mempunyai hubungan tetapi kecil walaupun hubungan tersebut bisa saja kuat. b. Sektor 2, yaitu weak driver – strongly dependent variables (dependents) umumnya peubah disini tidak bebas c. Sektor 3, yaitu strong driver – strongly dependent variables (linkage). Pada sektor ini peubah harus dikaji secara lebih hati-hati karena hubungan antar peubah tidak stabil.
34
d. Sektor 4, strong driver – weak dependent variables (independent). Pada sektor ini peubah merupakan bagian sisa dari sistem yang disebut peubah bebas 4.3.4. Perumusan Strategi Evaluasi faktor eksternal (External Factor Evaluation-EFE) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Pada matriks analisis EFE dikembangkan daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari. Sedangkan matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Tahapan-tahapan dalam menyusun matriks EFE dan IFE adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal dan Internal Perusahaan Langkah awal yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasi faktor internal baik itu kekuatan dan kelemahan serta identifikasi eksternal organisasi dengan mendaftarkan peluang dan ancaman yang dimiliki organisasi. 2. Teknik Pembobotan Penentuan bobot pada analisis faktor eksternal dan internal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan pada pihak manajemen atau ahli strategi dengan menggunakan metode paired comparison (Tabel 6-7). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap variabel penentu eksternal dan internal dengan membandingkan setiap variabel pada baris (horizontal) dengan variabel pada kolom (vertikal). Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: 1 = Jika faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika faktor horizontal sama penting dengan faktor vertikal 3 = Jika faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Strategi A B C Internal A B C ... Total
…
Total
Bobot
Sumber : David, 2004
35
Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Faktor Strategi A B C D Eksternal A
…
Total
Bobot
B C … Total Sumber : David, 2004
Bobot setiap faktor diperoleh dengan menentukan nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor. Bobot yang diberikan pada setiap faktor berada pada kisaran 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Faktor-faktor yang dianggap mempunyai pengaruh terbesar pada prestasi perusahaan diberi bobot tertinggi, tanpa mempedulikan apakah faktor tersebut kunci kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada setiap faktor harus sama dengan 1,0. Bobot dari setiap faktor diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Xi Ai =
i
∑ Xi
Keterangan : ai = Bobot faktor ke-i Xi = Nilai faktor ke-i i = 1, 2,..., n
i=1
3. Penentuan Rating Menurut David (2004), rating (peringkat) menggambarkan seberapa besar efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor strategis yang ada. 4. Perkalian Bobot dan Peringkat Langkah selanjutnya, nilai dari pembobotan disusun dengan rating (peringkat) pada tiap faktor dan nilai tertimbang dari setiap faktor kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total nilai tertimbang organisasi (Tabel 8-9).
36
Tabel 8. Matriks IFE Faktor-Faktor Internal Kunci
Bobot
Rating
Nilai Tertimbang
(a)
(b)
(c) =(a) x (b)
1…………..
……….
……….
……….
2…………..
……….
……….
……….
3…………..
……….
……….
……….
1…………..
……….
……….
……….
2…………..
……….
……….
……….
3…………..
……….
……….
……….
Bobot
Rating
Nilai Tertimbang
(a)
(b)
(c) =(a) x (b)
1…………..
……….
……….
……….
2…………..
……….
……….
……….
3…………..
……….
……….
……….
1…………..
……….
……….
……….
2…………..
……….
……….
……….
3…………..
……….
……….
……….
Kekuatan
Kelemahan
Jumlah
1,0
Sumber : David, 2004
Tabel 9. Matriks EFE Faktor-Faktor Eksternal Kunci Peluang
Ancaman
Jumlah
1,0
Sumber : David, 2004
Total nilai tertimbang pada matriks IFE dan EFE akan berada pada kisaran 1,0 (terendah) hingga 4,0 (tertinggi), dengan nilai rata-rata 2,5. Semakin tinggi total nilai tertimbang perusahaan pada matriks IFE dan EFE mengindikasikan perusahaan merespon kekuatan dan kelemahan (faktor internal) atau peluang dan ancaman (faktor eksternal) dengan sangat baik, begitu pula sebaliknya.
37
5. Tahap Pencocokan (Matching Stage) Tahap pencocokan merupakan tahapan untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap input. 6. Matriks Strenght-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT) Matriks SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif akan memaksimalkan
kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan
ancaman. Kombinasi faktor-faktor eksternal dan intenal dalam matriks SWOT, yaitu stategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kelemahan-peluang (W-O), strategi kelemahan-ancaman (W-T) dan stategi kekuatan-ancaman (S-T). Analisis matriks SWOT akan menghasilkan beberapa alternatif strategi yang dapat dipilih perusahan dalam mengembangkan usahanya (Tabel 10). Tabel 10. Matriks SWOT
Peluang (Opportunities – O) Peluang-peluang eksternal perusahaan. Ancaman (Threats – T) Ancaman-ancaman eksternal perusahaan.
Kekuatan (Strengths – S) Kekuatan-kekuatan internal perusahaan.
Kelemahan (Weaknesses – W) Kelemahan-kelemahan internal perusahaan.
Strategi SO Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi WO Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang.
Strategi ST Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman.
Strategi WT Minimalkan kelemahan dan hindari ancaman.
Sumber: David, 2006
7. Tahap Keputusan (Decision Stage) Tahap terakhir dari formulasi strategi yaitu tahap pengambilan keputusan. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). David (2004) menyatakan bahwa QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Langkah-langkah penyusunan strategi terpilih melalui QSPM adalah sebagai berikut:
38
a. Mendaftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Input datanya diperoleh dari matriks IFE dan EFE yang telah dibuat. b. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan ekstertal. Bobot ini identik dengan yang digunakan pada matriks IFE dan EFE. c. Mengidentifikasi strategi alternatif yang diperoleh dari matriks SWOT yang layak untuk diimplementasikan. d. Menetapkan skor kemenarikan relatif (Attractiveness Score/AS) untuk masing-masing strategi alternatif yang terpilih. Nilai 1 = tidak menarik, Nilai 2 = agak menarik, Nilai 3 = menarik, dan Nilai 4 = sangat menarik. Nilai Attractiveness Score adalah seberapa besar daya tarik relatif alternatif strategi dalam mengatasi faktor-faktor eksternal dan internal. e. Menghitung Total Attractiveness Score (TAS) yang diperoleh dari perkalian bobot dengan AS pada masing-masing baris. TAS menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing altematif strategi. f. Menghitung jumlah Total Attractiveness Score, dengan cara menjumlahkan semua Total Attractiveness Score pada setiap kolom QSPM. Nilai TAS yang tertinggi menuniukkan bahwa strategi tersebut yang paling baik untuk diimplementasikan. Tabel 11 merupakan contoh dari QSPM. Tabel 11. Format Dasar QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) Alternatif Strategi Faktor-faktor Bobot Strategi I Strategi II Strategi III AS TAS AS TAS AS TAS Faktor Internal Faktor Eksternal Total Sumber: David, 2004
39
V. GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIANJUR 5.1.
Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa
Barat, dengan jarak 65 km dari ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km Ibu Kota Negara (Jakarta) serta terletak diantara 6021’ - 7025’ Lintang selatan dan 1060-107025’ Bujur Timur. Terletak antara 7-2.962 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 hektar dengan luas tanah sawah 63.299 hektar dan luas lahan darat 286.849 hektar. Batas wilayah Kabupaten Cianjur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut (Lampiran 19). Secara geografis wilayah ini terbagi dalam 3 bagian yaitu wilayah utara, wilayah tengah, dan wilayah selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32 kecamatan, 342 desa dan 6 kelurahan di wilayah kota Cianjur. Cianjur bagian utara merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.963 meter, sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang digunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Cianjur bagian tengah merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga rentan terhadap pergeseran tanah dan longsor. Sedangkan Cianjur Selatan merupakan daerah berbukit kecil dan sebagian besar merupakan dataran rendah. Kabupaten Cianjur memiliki curah hujan pertahun rata-rata antara 1000 sampai 4000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 pertahun. Keadaan ini menjadikan sebagian besar lahan sangat subur. Sungai-sungai besar dan kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi pertanian. Secara geografis posisi Kabupaten Cianjur cukup strategis karena dilalui jalur lalu lintas antara Bandung dan Jakarta sehingga berpotensi menumbuhkan kegiatan perdagangan, industri dan parawisata.
5.2
Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan setiap
tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,18 persen pertahunnya. Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Pada Tahun 2007 adalah sebesar 2.138.465 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.106.306 orang dan perempuan sebanyak 1.032.099 orang (BPS Kabupaten Cianjur, 2008). Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Cianjur sebanyak 152.798 orang, Kecamatan Cibeber 118.290 orang, Kecamatan Karang Tengah 125.486 orang dan Kecamatan Bojongpicung sebanyak 105.337 orang. Jumlah penduduk per kecamatan 2007 dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil Suseda tahun 2007 penduduk usia 10 tahum keatas yang merupakan angkatan kerja yaitu 998.841 jiwa yang terbagi dalam dua yaitu yang bekerja sebanyak 860.828 jiwa dan yang berstatus pengangguran yaitu sebanyak 138.013 jiwa. Angkatan kerja yang bergerak dibidang pertanian 51,40 persen, industri 5,37 persen, perdagangan 23,04 persen, jasa kemasyarakatan 7,81 persen, dan lainnya meliputi pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air, bangunan, angkutan, pergudangan dan komunikasi, keuangan, asuransi, persewaan dan jasa perusahaan mencapai 12,38 persen. 5.3
Perkembangan dan Struktur Ekonomi Kabupaten Cianjur Pertumbuhan ekonomi/PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2007
menunjukkan angka positif yaitu sebesar 4,18 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang cukup positif ini menunjukkan sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun 2006. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) lapangan usaha dibagi menjadi tiga kelompok sektor primer, sekunder dan kelompok terseier, maka LPE Kabupaten Cianjur 2007 untuk masing-masing sektor adalah sebesar 3,58 persen, 6,3 persen dan 4,49 persen. Untuk LPE kelompok sekunder mengalami sedikit peningkatan, sedangkan untuk sektor primer mengalami peningkatan yang cukup signifikan untuk laju pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan LPE total sebagai Base Line maka dapat dilihat keadaan kelompok sektor yang terbagi tiga kelompok yaitu:
41
1. Sektor primer Sektor primer adalah sektor yang tidak mengolah baha baku melainkan hanya menggunakan sumber-sumber yang ada (seperti tanah dan deposit lainnya), yaitu sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Untuk kelompok sektor ini laju pertumbuhannya pada tahun 2007 sebesar 3,58 persen yang berada di bawah rata-rata. Tumbuhnya sektor ini disumbang secara signifikan dari sektor pertanian dengan membaiknya kapasitas produksi pertanian sehingga cukup mengangkat kinerja kelompok sektor primer ini. Dimana pada tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu menjadi 3,57 persen dan masih merupakan subsektor yang cukup dominan dalam sumbangannya terhadap pembentukan PDRB kabupaten. Dan untuk sektor pertambangan dan penggalian laju pertumbuhannya sebesar 5,20 persen. 2. Sektor sekunder Sektor sekunder adalah sektor yang mengolah bahan baku baik dari sektor primer maupun dari sektor primer itu sendiri menjadi bahan lain yang mempunyai nilai yang lebih tinggi, diantaranya yaitu sektor industri pengolahan; listrik, gas dan air minum serta bangunan/konstruksi. Sektor sekunder di Kabupaten Cianjur pada tahun 2007 laju pertumbuhannya mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya menjadi 6,30 persen. Tingginya LPE kelompok ekonomi sekunder ini disebabkan membaiknya sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. 3. Sektor tersier Sektor tersier atau dikenal dengan sektor jasa, yaitu sektor yang tidak merubah bentuk fisik melainkan jasa yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor angkutan dan telekomunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor-sektor jasa lainnya. Laju pertumbuhan untuk sektor tersier pada tahun 2007, terlihat berada sedikit diatas pertumbuhan rata-rata yaitu sebesar 4,49 persen. Dengan kontribusi laju pertumbuhan yang cukup dominan yaitu sektor perdagangan sebesar 3,16 persen, sektor angkutan dan telekomunikasi sebesar 7,74 persen, sektor keuangan sebesar 4,27 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 5,62.
42
Secara keseluruhan terlihat adanya perbaikan kinerja perekonomian Kabupaten Cianjur, karena laju pertumbuhan mengarah ke angka positif walaupun masih berada dibawah angka 5 persen. Besarnya laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2005-2007 menurut kelompok sektor-sektor dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Menurut Kelompok Sektor Tahun 2005-2007 (persen) Kelompok Sektor 2005 2006 2007 Primer
3,75
1,65
3,58
a. Pertanian
3,74
1,64
3,57
b. Pertambangan
4,87
5,03
5,20
3,36
5,84
6,30
a. Industri
3,42
6,19
6,75
b. Listrik, air minum
3,67
5,32
6,07
c. Bangunan
3,24
5,68
5,97
3,95
4,74
4,49
a. Perdagangan
3,79
3,58
3,16
b. Pengangkutan
4,55
7,61
7,74
c. Keuangan
4,94
3,78
4,27
d. Jasa-jasa
3,40
6,21
5,62
3,82
3,34
4,18
Sekunder
Tersier
PDRB Sumber BPS Kabupaten Cianjur, 2008
5.4.
Visi Misi Kabupaten Cianjur Tantangan berat yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk
meningkatkan kemakmuran masyarakatnya disebabkan karena masih tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cianjur. Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk ( LPP ) sebesar 1,96 % per tahun pada tahun 2005, maka berbagai masalah sosial misalnya pengangguran dan kemiskinan akan lebih sulit diatasi. Masalah yang menghambat upaya peningkatan kesehatan penduduk Kabupaten Cianjur terutama berkaitan dengan munculnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan juga akan sulit diatasi, disamping persoalan tidak tekendalinya eksploitasi sumber daya alam yang juga dihadapi.
43
Kehendak kuat untuk memperbaiki kondisi tersebut merupakan driving force yang akan menggerakan Kabupaten Cianjur untuk mencapai kemakmuran masyarakat yang lebih tinggi. Ukuran kemakmuran yang digunakan dalam upaya meraih citacita ini adalah peningkatan Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ). Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Cianjur periode 2006-2011 mengarahkan upaya pembangunan pada akselerasi pencapaian IPM tersebut dengan visi ”Cianjur Lebih Cerdas, Sehat, Sejahtera dan Berakhlaqul Karimah.” Misi ini ditetapkan untuk menyelesaikan persoalan bagaimana agar IPM Kabupaten Cianjur dapat terus meningkat secara signifikan sampai akhir periode jangka menengah 2006-2011. Dengan memahami kondisi Kabupaten Cianjur saat ini, maka misi yang dipikul dalam rangka mencapai visi berkaitan erat dengan butir-butir dalam pernyataan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan akses terhadap pendidikan yang bermutu. Akses terhadap pendidikan yang bermutu akan meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Cianjur guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu hidup masyarakat Kabupaten Cianjur itu sendiri. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah : 1. Meningkatkan rata-rata lama sekolah (RLS) dari 6.42 pada tahun 2005 menjadi minimal 9 pada tahun 2011 (naik 2,58 point). 2. Meningkatkan angka melek huruf (AMH) dari 97,55 pada tahun 2005 menjadi 99,96 pada tahun 2011. 3. Meningkatnya kualitas pendidikan yang berakhlakulkarimah. 4. Berkembangnya seni budaya daerah yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi kesehatan akan mempengaruhi kesiapan msyarakat untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari dalam rangka memperoleh penghidupan yang lebih baik.Permasalahan yang ada pada masa periode 2001-2005 adalah : 1. Belum optimalnya pembinaan pola hidup bersih dan sehat pada masyarakat. 2. Rendahnya derajat kesehatan lingkungan.
44
3. Rendahnya kualitas dan keterjangkauan, serta kurang meratanya pelayanan kesehatan. Sasaran yang hendak dicapai : 1. Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) dari 65.33 tahun 2005 menjadi 67,50 pada tahun 2011. 2. Menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 52,40 per seribu kelahiran pada tahun 2005 menjadi 48,00 per seribu kelahiran pada tahun 2011. 3. Menurunnya angka kematian ibu Melahirkan dari 362 per 100.000 ibu melahirkan pada tahun 2005 menjadi 355 per 100.000 ibu melahirkan pada tahun 2011. 4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak dari 1,3 pada tahun 2005 menjadi 1,0 pada tahun 2011. 5. Menurunnya angka kelahiran dari 2,45 pada tahun 2005 menjadi 2,20 pada tahun 2011. 3. Meningkatkan pembangunan ekonomi yang berbasis potensi lokal. Tingginya angka penduduk miskin dan angka pengangguran, degradasi Sumber Daya Alam, serta persaingan ekonomi regional-global merupakan suatu tantangan strategis yang harus dihadapi dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah. Pemecahan yang paling dapat mengakomodasi semua permasalahan tersebut adalah melalui perluasan kapasitas fiskal daerah dan perluasan basis produktif sektor ekonomi rakyat. Permasalahan yang ada pada masa periode 2001-2005 adalah : 1. Kurangnya pengembangan potensi lokal perwilayah pembangunan. 2. Kurangnya lapangan kerja. 3. Kurangnya pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah. Sasaran yang hendak dicapai : 1. Meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dari 3,82 persen pada tahun 2005 diestimasikan menjadi 4,66 persen pada tahun 2011. 2. Lebih baiknya pemerataan pendapatan, yang ditunjukan dengan Gini Ratio pada tahun 2005 sebesar 0,192 diestimasikan mengalami kenaikan pada tahun 2011.
45
4. Meningkatkan pembinaan ahklaqul karimah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara warga Cianjur yang dikenal religius merupakan modal dasar dalam menyukseskan pembangunan manusia. Pembinaan akhlak menuju akhlakulkarimah bagi seluruh pelaku pembangunan Kabupaten Cianjur menjadi suatu keharusa yang tidak bisa diabaikan untuk mengisi kehausan dan kehampaan spiritual yang umumnya menyertai pesatnya kemajuan pembangunan masyarakat suatu daerah. Permasalahan yang ada pada masa periode 2001-2005 adalah : 1. Belum berkembangnya keterpaduan pendidikan fomal, non formal dan informasi yang dilandasi nilai-nilai ahklakulkarimah. 2. Belum meratanya dukungan terhadap lembaga-lembaga keagamaan. 3. Belum berkembangnya aplikasi nilai-nilai ahklakulkarimah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara. Sasaran yang hendak dicapai : 1. Meningkatnya pembinaan kerukunan antar umat seagama, antar umat beragama dan antara umat beragama dan pemerintah (tri kerukunan). 2. Meningkatnya
kesalehan
sosial
dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
46
VI. PERAN SUBSEKTOR PETERNAKAN Sektor perekonomian di suatu wilayah pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Sektor basis yaitu sektor ekonomi yang memenuhi permintaan pasar atas barang-barang dan jasa-jasa keluar batas perekonomian suatu wilayah. Sektor ini tergantung pada banyaknya sumberdaya yang dimiliki. Semakin banyak sumberdaya yang dimiliki, maka selain akan dapat memenuhi kebutuhan wilayah bersangkutan juga dapat memenuhi permintaan dari luar batas wilayah tersebut. 6.1.
Potensi Subsektor Peternakan. Kondisi Kabupaten Cianjur yang strategis di Jawa Barat menjadi
keunggulan dalam pengembangan peternakan. Hal ini mempermudah pemasaran hasil-hasil peternakan. Kondisi alam yang subur menjadi potensi utama bagi pengembangan peternakan. Lahan yang subur membuat ketersediaan hijauan untuk pakan tersedia melimpah. Keadaan tersebut semakin meyakinkan bahwa peternakan di Kabupaten Cianjur memiliki potensi yang bagus serta dapat menjadi peluang investasi. Peluang investasi peternakan dapat dilihat pada Lampiran 3. 6.1.1. Perkembangan Sektor Peternakan Kabupaten Cianjur Secara umum sektor peternakan mengalami perkembangan setiap tahunnya baik jumlah populasi ternak, produksi daging, susu dan telur, partisipasi dalam kelompok ternak. Namun sarana fisik peternakan tidak mengalami perkembangan bahkan cenderung tidak berubah. 6.1.1.1. Produksi Peternakan Secara umum populasi peternakan di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan setiap tahunnya. Populasi sapi potong pada tahun 2007 adalah sebanyak 24.415 ekor, sapi perah 2.225 ekor, kerbau 13.824 ekor, kuda 1.429 ekor, kambing 89.221, domba 239.914 ekor, ayam petelur 1.140.718 ekor, ayam pedaging 5.096.770 ekor, ayam buras 3.014.764 ekor dan itik sebanyak 377.409 ekor. Perkembangan populasi ternak dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:
Tabel 13. Populasi Ternak Tahun 2004-2007 (ekor) Jenis Ternak 2004 2005
2006
2007
Sapi Potong
21804
22272
23319
24415
Sapi Perah
1822
1867
1905
2255
13448
13087
14107
13824
1345
1372
1397
1429
84750
86262
87680
89221
255328
258603
264327
239914
Ayam Petelur
1050000
1076250
1108537
1140718
Ayam Pedaging
4571000
4776695
4878315
5096770
Ayam Buras
2772396
2855567
2941369
3014764
333864
353897
367481
377409
Kerbau Kuda Kambing Domba
Itik
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2008
Seiring meningkatnya jumlah populasi ternak maka produksi daging tahun 2007 pun mengalami peningkatan sebesar 19, 4 persen untuk sapi impor, 33,3 persen untuk sapi lokal, 29,6 persen untuk kerbau, 7,3 persen untuk domba, 2,8 persen untuk ayam petelur, 2,3 persen untuk ayam pedaging, 2,4 persen untuk ayam buras dan 2,6 persen daging itik, sedangkan yang mengalami penurunan adalah produksi daging kambing sebesar 3,2 persen (Tabel 14). Tabel 14. Produksi Daging Tahun 2006-2007 (kg) Jenis Ternak 2006
2007
Sapi Potong Impor
1021238
1267449
Sapi Potong Lokal
839680
1258978
Kerbau
185420
263368
Kambing
264989
256860
1509445
1628516
596403
613718
19983919
20463532
2721633
2789675
230172
236384
Domba Ayam Ras Petelur Ayam Ras Pedaging Ayam Buras Itik Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2008
48
Tabel 15 menunjukkan jumlah produksi telur yang meningkat meskipun jumlah peningkatannya kecil. Produksi pada tahun 2007 telur dari ayam ras petelur dihasilkan sebanyak 10.488.987 kg, itik 2.467.603, dan ayam buras 1.848.907 kg. sedangkan produksi susu mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu dari 4.436.000 kg tahun 2006 menjadi 5.237.048 kg pada tahun 2007 Tabel 15. Produksi Telur dan Susu Tahun 2006-2007 (kg) 2006 Ayam Ras Petelur
2007
10193077
10488987
Itik
2464338
2467603
Ayam Buras
1803811
1848907
Susu
4436006
5237048
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2008
6.1.1.2 Karakteristik Peternakan Kabupaten Cianjur Sarana fisik untuk peternakan sejak tahun 2005 sampai tahun 2007 tidak mengalami perubahan apapun begitupun luas tanah pengangonan untuk ternak tidak mengalami peningkatan (Tabel 16). Partisipasi peternak untuk bergabung atau membentuk kelompok ternak cukup tinggi hal ini ditunjukkan dengan jumlah kelompok tani/ternak yang tergabung sebanyak 159 tahun 2007 (Tabel 17). Tabel 16. Jumlah Sarana fisik Peternakan Tahun 2007 Jenis
2006
2007
RPH
2
2
RPA
1
1
Demplot Peternakan
1
1
Pasar Hewan
2
2
BPP
2
2
Pos Keswan
2
2
1308,62
1308,62
Tanah Pengangonan (ha) Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2008
Penduduk yang memiliki memelihara ternak untuk dijual atau diusahakan secara komersial cukup banyak. Pada tahun 2007 jumlah rumah tangga ternak sapi potong mencapai 5.570, sapi perah sebanyak 266, kerbau sebanyak 4.603, kambing sebanyak 12.324, domba sebanyak 36.942, ayam ras pedaging sebanyak
49
232, ayam ras petelur sebanyak 55, ayam buras sebanyak 114.223 dan itik sebanyak 3.539 rumah tangga. Tabel 17. Inventarisasi Kelompok Tani Ternak Tahun 2007 Jenis Komoditi
Banyaknya Kelompok Menurut Kelas
Jumlah
Pemula
Lanjut
Madya
Utama
Pengolahan hasil ternak
3
-
-
-
3
Domba
54
5
4
-
63
Kambing
-
1
-
-
1
Ayam Pelung
8
-
-
-
8
Ayam Buras
14
-
-
-
14
Kelinci
3
1
-
-
4
Sapi Potong
38
9
2
3
52
Sapi Perah
6
-
1
-
7
Penetasan telur itik
1
-
-
-
1
Itik
5
-
1
-
6
132
16
8
3
159
Tahun 2007
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan, 2008
6.2.
Analisis Peran Subsektor Peternakan Kabupaten Cianjur Sebelum melakukan analisis LQ untuk sektor pertanian khususnya
subsektor peternakan, terlebih dahulu dilakukan analisis LQ untuk masing-masing sektor ekonomi di Kabupaten Cianjur sebagai gambaran umum dengan pembanding Propinsi Jawa Barat. Penjabaran secara makro tentang nilai LQ seluruh sektor perekonomian akan membantu menentukan sektor dan subsektor unggulan yang layak diprioritaskan dalam pembangunan daerah selajutnya. Tahun 2006-2007 menunjukkan bahwa terdapat 5 sektor prekonomian yang menjadi basis yaitu sektor pertanian; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. dalam waktu rentang dua tahun sektor pertanian memiliki kedudukan sangat kuat dalam basis kabupaten cianjur dengan nilai LQ masing-masing 3,45 dan 3,56. Ini berarti sektor pertanian memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Hal ini selaras dengan kontribusi sektor pertanian yang mencapai 47,1 persen.
50
Sektor perekonomian yang bukan merupakan basis ekonomi di Kabupaten Cianjur adalah sektor pertambangan dan pengolahan, sektor pengolahan, dan sektor bangunan. Hal ini berarti tidak memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah di tingkat Provinsi Jawa Barat (Tabel 18). Tabel 18. Nilai LQ Sektor Perekonomian di Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2007 No Lapangan Usaha 2006 2007 1
Pertanian
3.45
3.56
2
Pertambangan & Penggalian
0.05
0.05
3
Industri Pengolahan
0.06
0.06
4
Listrik & Air Bersih
0.36
0.37
5
Bangunan
0.97
0.97
6
Perdagangan, Hotel & Restoran
1.24
1.22
7
Pengangkutan & Komunikasi
1.63
1.63
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1.77
1.68
9
Jasa-jasa/ Service
1.38
1.45
Sumber: Lampiran 4-6 (hasil olahan)
6.2.1
Analisis LQ subsektor peternakan Analisis LQ digunakan untuk menentukan basis subsektor peternakan
diantara subsektor pertanian lainnya. Selain itu digunakan untuk menganalisis peranan sumber penerimaan dari wilayah kabupaten terhadap wilayah Propinsi sehingga diketahui potensi peternakan di wilayah tersebut. Tabel 19 dibawah ini menunjukkan bahwa semua subsektor-subsektor pertanian merupakan basis ekonomi bagi perekonomian Kabupaten Cianjur. Dari tahun 2005 sampai tahun 2007 subsektor peternakan menempati urutan ketiga setelah subsektor tanaman bahan makanan dan sektor perikanan. Nilai LQ subsektor peternakan adalah 3,14, 3,13 dan 3,25. Dengan demikian subsektor peternakan termasuk subsektor yang sangat penting peranannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Cianjur dan layak untuk dikembangkan. Subsektor peternakan merupakan salah satu primadona komoditi perdagangan di Kabupaten Cianjur diantara lain sapi potong, sapi perah, ayam petelur, ayam pedaging, domba dan kambing serta hasil olahannya.
51
Tabel 19. Nilai LQ Sektor Pertanian Tahun 2006-2007 Berdasarkan Harga Konstan 2000 No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 1
Tanaman Bahan Makanan
3.52
3.71
3.79
2
Perikanan
3.24
3.51
3.70
3
Peternakan
3.14
3.13
3.25
4
Kehutanan
1.69
1.64
1.85
5
Perkebunan
1.25
1.38
1.54
Sumber: Lampiran 4-6 (hasil olahan)
Ditingkat Kecamatan hampir semua kecamatan di wilayah pembangunan selatan dan tengah Kabupaten Cianjur merupakan basis ekonomi kecuali Kecamatan Kadupandak (0,92).
Wilayah Basis Wilayah non basis
Gambar 5. Peta Basis Subsektor Peternakan tahun 2004-2006 Gambar 5 diatas menunjukkan kecamatan yang menjadi basis subsektor peternakan. Pada Wilayah Utara Kabupaten Cianjur yang menjadi basis adalah Warung Kondang (1,34), Cilaku (1,32), Mande (1,16), Sukaresmi (1,13) dan Cikalong Kulon (1,44). Sebagian Kecamatan di wilayah utara seperti kecamatan Cianjur, Sukaluyu, Ciranjang, Pacet (Cipanas) tidak menjadi basis peternakan. Sebagian besar wilayah utara di Kabupaten Cianjur tidak menjadi basis karena sector perdagangan, jasa, parawisata lebih dominan karena ditunjang berbagai sarana seperti pusat pemerintahan, jasa, perdagangan dan serta pusat pengembangan social budaya. Disamping itu wilayah utara dilintasi jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota besar sehingga pergerakan ekonomi lebih cepat terutama bidang perdagangan dan parawisata.
52
Gambar 5 menunjukkan hampir semua kecamatan di wilayah tengah dan selatan Kabupaten Cianjur merupakan basis peternakan. Kedua wilayah ini sangat mendukung untuk pengembangan peternakan karena ditunjang kondisi alam yang menunjang, wilayah yang lebih luas dibanding wilayah utara dengan padat penduduk. Sekitar 63,90% penduduk Kabupaten Cianjur terkonsentrasi di bagian utara, 19,19% mendiami berbagai kecamatan dibagian tengah dan sisanya sebanyak 17,12% berada di berbagai Kecamatan di bagian selatan kabupaten Cianjur. Kecamatan dengan nilai LQ tertinggi adalah Agribinta (2,75), Naringgul (3,24), dan Campaka (2,07) sedangkan kecamatan-kecamatan lain memiliki nilai LQ yang relative sama. Hanya satu kecamatan diwilayah bagian selatan yang bukan merupakan basis peternakan yaitu kecamatan kadupandak yang memiliki nilai LQ (0,97). Pada kecamatan sektor yang paling dominan adalah pertanian tanaman pangan dan perikanan. Nilai LQ masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 20. Subsektor Peternakan di Kabupaten Cianjur dan sebagian Kecamatan Cianjur merupakan basis namun ekonomi basis bukan menjadi jaminan bagi peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut. Sector basis disini hanya menjadi penerimaan potensial dan merupakan aset bagi wilayah. Sehingga peternakan perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi guna membayar pembangunan.
6.2.1.1 Surplus Pendapatan Subsektor Peternakan Besarnya surplus pendapatan subsektor peternakan dipengaruhi oleh pola permintaan nilai semua wilayah provinsi dan sistem perekonomian tertutup. Dengan asumsi ini kegiatan peternakan akan memberikan surplus pendapatan pada kabupaten cianjur. Nilai surplus pendapatan ini merupakan indikator apakah suatu wilayah dapat mencukupi kebutuhannya dan mengekspor atau mengimpor dari luar wilayah. Surplus peternakan adalah melihat besaran nilai (rupiah) yang diperoleh dari kegiatan peternakan. Bila positif berarti daerah mampu menjual produk-produk peternakan ke daerah lain.
53
Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor basis menghasilkan surplus pendapatan yang positif sedangkan untuk komoditi non basis menghasilkan surplus pendapatan yang negative. Subsektor peternakan Kabupaten Cianjur mengalami surplus pendapatan yaitu pada tahun 2006 adalah sebesar Rp 26.992,21 (juta) dan Rp 28.102,81 (juta) pada tahun 2007 (Lampiran 6). Dengan adanya surplus pendapatan yang cukup tinggi maka Kabupaten Cianjur dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat juga masyarakat di kabupaten lainnya, sehingga memberikan keuntungan bagi kabupaten untuk membeli komoditi non basis guna memenuhi kebutuhan wilayahnya. Jadi surplus pendapatan subsektor peternakan yang cukup besar dapat dimanfaatkan untuk membeli komoditi nonbasis yang kurang memenuhi kebutuhan masyarakat. Ditingkat Kecamatan yang memiliki nilai surplus tertinggi adalah kecamatan. Agribinta, Campaka, Sikaresmi, Naringgul dan Cikalong Kulon. Surplus Pendapatan defisit terbesar berada di kecamatan Cianjur dan Pacet (Tabel 20). 6.2.1.2 Kuosien Lokalisasi (Loi) Subsektor Peternakan Kousien
lokalisasi
digunakan
untuk
mengidentifikasikan
tingkat
pemusatan dan penyebaran suatu kegiatan. Kousien lokalisasi yang mendekati nilai satu maka produksi peternakan lebih memusat dan beraglomerasi pada satu wilayah. Sedangkan nilai kuosien lokalisasi bila mendekati nol maka komoditi tersebut menyebar disetiap wilayah. Nilai Kuosien lokalisasi subsektor peternakan Kabupaten Cianjur ditingkat Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 0,06 (Lampiran). Ditingkat kecamatan subsektor peternakan menyebar atau tidak berpusat disuatu kecamatan (Tabel 22).
54
Tabel 20. Nilai LQ, Surplus Pendapatan dan Loi Tahun 2006 Kecamatan LQ SP (juta rupiah) Agrabinta 2.75 2007.40 Leles Sindangbarang 1.42 237.71 Cidaun 1.25 161.81 Naringgul 3.24 645.15 Cibinong 1.00 2.33 Cikadu Tanggeung 1.27 117.79 Kadupandak 0.92 -45.84 Cijati Pagelaran 1.18 79.92 Sukanegara 1.52 158.99 Takokak 1.16 40.39 Campaka 2.07 1329.92 Cibeber 0.77 -166.64 Warung kondang 1.34 496.26 Gekbrong Cilaku 1.32 184.52 Sukaluyu 0.39 -115.32 Bojongpicung 0.73 -175.47 Ciranjang 0.72 -192.36 Mande 1.16 73.94 Karangtengah 0.97 -21.99 Cianjur 0.27 -1292.40 Cugenang 0.85 -112.14 Pacet 0.46 -1794.26 Cipanas Sukaresmi 1.13 2506.87 Cikalongkulon 1.44 3746.29
Loi 0.05 0.01 0.01 0.03 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.04 -0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.09 -0.01 -0.07 0.14 0.17
Sumber : Lampiran 7 (hasil olahan)
6.2.2
Analisis Shift Share Analisis Shift Share bertujuan menganalisis perubahan berbagai indikator
ekonomi seperti pendapatan pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari hasil ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor sektor lain.
55
Kontribusi sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur maupun Propinsi Jawa Barat telah mengalami peningkatan pada era otonomi daerah tahun 20032007, maka tiap sektor ekonomi akan memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur dan Propinsi Jawa Barat disajikan dalam bentuk nilai Ra, Ri, dan ri (Lampiran 8). Nilai Ra didasarkan pada perhitungan selisih antara PDRB total propinsi Jawa Barat tahun 2007 dengan total Propinsi Jawa Barat tahun 2003, sehingga nilai Ra adalah yang didapat tiap sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada ada di Propinsi Jawa Barat memiliki nilai yang sama. Nilai Ra adalah sebesar 24,82 persen.Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2007 pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat meningkat sebesar 24,82 persen. Nilai Ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB Propinsi Jawa Barat subsektor Peternakan pada tahun 2007 dengan PDRB Propinsi Jawa Barat subsektor peternakan pada tahun 2003 dibagi dengan PDRB Propinsi Jawa Barat subsektor peternakan pada tahun 2003. Sehingga nilai Ri pada subsektor peternakan di seluruh kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat memiliki nilai yang sama besar. Nilai Ri subsektor peternakan adalah sebesar 19 persen. Hal ini berarti ada peningkatan kontribusi sektor peternakan sebesar 19 persen terhadap PDRB Jawa Barat. Nilai ri memiliki perhitungan yang berbeda dengan nilai Ra dan Ri. Adapun perhitungan nilai ri didasarkan pada selisih antara PDRB subsektor peternakan Kabupaten Cianjur tahun 2007 dibagi dengan PDRB subsektor peternakan tahun 2003 dibagi dengan PDRB subsektor peternakan tahun 2003. Nilai ri PDRB subsektor peternakan adalah sebesar 9 persen. Pertumbuhan subsektor peternakan termasuk sektor lainnya dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen tersebut adalah pertumbuhan regional (PR), pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Pengaruh pertumbuhan regional menjelaskan seberapa besar PDRB Kabupaten Cianjur meningkat bila jumlah PDRB Propinsi Jawa Barat persektor bertambah dengan laju yang sama dengan pertumbuhan regional, sehingga
persentase
komponen
regional
sama
dengan
persentase
laju
pertumbuhan, yaitu sebesar 24,82 persen.
56
Komponen
pertumbuhan
proporsional
sebagai
pengaruh
kedua,
menjelaskan perbedaan kenaikan PDRB tingkat propinsi dengan kenaikan PDRB sektor perekonomian untuk semua sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada di propinsi Jawa Barat sama besar. Sektor peternakan memiliki persentase yang negatif ( PP>0), berarti pertumbuhan subsektor termasuk peternakan lamban. Subsektor peternakan mengalami penurunan kontribusi peternakan sebesar 5,54 persen atau sebesar 23.764,81 juta. Subsektor peternakan memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Hal ini ditunjukkan dengan persentase pertumbuhan pangsa wilayah mengalami penurunan sebesar 10,48. Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor peternakan dengan cara mengekspresikan persen perubahan PP dan PPW. Persentase PP pada sumbu absis dan PPW pada sumbu sebagai ordinat(Gambar 6).
PPW
IV
I
PP
III
II
Gambar 6. Profil Pertumbuhan Peternakan Tahun 2003-2007
1. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 2. Peternakan 3. Perkebunan 4. Kehutanan 5. Perikanan 6. Pertambangan dan Penggalian 7. Industri Pengolahan 8. Listrik dan Air 9. Bangunan 10. Perdagangan, Restoran dan Hotel 11. Keuangan dan Persewaan 12. Jasa-jasa
Gambar 6 diatas menunjukkan posisi peternakan berada pada Kuadran 3 yang berarti pertumbuhan sektor peternakan di Kabupaten Cianjur termasuk lambat. Sehingga nilai pergeseran bersihnya mengalami pertumbuhan negatif sebesar 16,01 persen. 6.3.
Analisis Kelembagaan Analisa Kelembagaan untuk pengembangan peternakan menggunakan
teknik Interpretative Structural Modelling. Metode ini merupakan metode menyeleruh yang dapat menggambarkan pengaturan dari lembaga-lembaga dan
57
hubungan antar lembaga dalam membentuk suatu sistem. Dalam sistem, struktur adalah dasar dari setiap sistem yang kompleks, sehingga kajian terhadap struktur menjadi sangat penting, sebab manajemen yang efektif hanya bisa dilakukan melalui penelusuran dari struktur sistem itu sendiri. Lembaga-lembaga yang menunjang dan mendukung untuk pengembangan peternakan adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bank Pembangunan Daerah atau lembaga keuangan lain, Perguruan Tinggi, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas UKM dan Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Peternak itu Sendiri. Setiap lembaga memliki masing-masing peran dan keterkaitan dalam pembangunan Kabupaten Cianjur. Setiap lembaga bisa langsung maupun tidak mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Peran tersebut masing-masing lembaga tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Dinas peternakan merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Lembaga ini merupakan yang melaksanakan teknis dan operasional peternakan. Baik pelaksanaan, pembinaan dan peningkatan produksi peternakan. 2. Badan Perencanaan Daerah Badan Perencanaan Daerah merupakan pelaksanan koordinasi antar lembaga di Kabupaten Cianjur. Lembaga ini berperan untuk merencanakan, merancang, mengkoordinasikan, mengalokasikan dana, dan monitoring serta mengevaluasi suatu program pembangunan peternakan. Selain itu menyusun kebijakan tentang peternakan bersama Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan beberapa lembaga lain yang berkepentingan. 3. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Lembaga bagi peternakan yang berfungsi sebagai penyedia bahan makanan ternak seperti biji-bijian, hijauan, dan berbagai limbah pertanian. 4. Peternak (produsen) Peternak merupakan pelaksana dalam mengusahakan usaha peternakan. Peternaklah yang terjun langsung dalam teknis pemeliharaan, pembibitan,
58
penggemukan, dan perawatan termasuk penjualan ternak. Baik buruknya produksi peternakan tergantung pengusahaan dari para peternak. 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas ini berperan dalam pencarian wilayah pemasaran dan distribusi hasilhasil peternakan serta pengembangan teknologi yang tepat guna terutama pengolahan hasil-hasil peternakan agar memiliki nilai tambah. Selain itu mengatur masalah perijinan pendirian usaha peternakan dan pengawasan keamanan produk hasil-hasil peternakan. 6. Dinas UKM dan Koperasi Dinas ini berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia usaha peternakan terutama di dalam manajemen usaha agar lebih efisien dan efektif. 7. Lembaga Keuangan Lembaga ini berperan sebagai penyediaan kredit bagi peternak atau lembaga lain untuk mengusahakan peternakan. Peranan lembaga ini begitu penting terutama bagi peternak yang kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya atau bagi orang/perusahaan yang ingin membuka usaha peternakan. 8. Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi berperan sebagai pusat riset pengembangan peternakan terutama dibidang pengembangan teknologi peternakan seperti pakan, bibit, teknologi pascapanen dan pembinaan dan pelatihan sumber daya peternak 9. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Lembaga ini berperan dalam menyediakan hijauan peternakan serta lahan dalam pengembangan peternakan 10. Dinas Lingkungan Hidup Lembaga ini berperan dalam mengurangi dan pengawasan dampak dengan adanya usaha peternakan seperti pengolahan limbah. Hasil Analisa Interpretative Structural Modelling didapat bahwa Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Daerah dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sebagai pemain kunci (level 1) dalam pengembangan peternakan. pengembangan oleh lembaga-lembaga ini lebih bersifat operasional atau teknis dan perencanaan peternakan bagaimana mencapai peningkatan produksi peternakan (Gambar 7).
59
Strategi Pengembangan Peternakan Kabupaten Cianjur
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Bapeda
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Dinas UKM dan Koperasi BPD/Lembaga Keuangan
Dinas Pertanian Tan. Pangan dan Horti
Peternak
Dinas Lingkungan Hidup
Perguruan Tinggi
Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Gambar 7. Diagram Struktural untuk Pengembangan Peternakan di Kabupaten Cianjur Sumber: Hasil olahan ISM (lampiran 15)
Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas UKM dan Koperasi dalam pengembangan peternakan berada pada level 2. Peranan kedua lembaga ini lebih banyak dalam pengembangan teknologi pasca panen, pencarian wilayah pemasaran dan pembinaan dalam manajemen. Dinas Peternakan Perikanan dan Peternakan, Bappeda dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas UMKM dan Koperasi termasuk peubah linkages (pengkait) dari sistem dimana tindakan pada lembaga-lembaga tersebut akan menghasilkan sukses pada pengembangan peternakan Di Kabupaten Cianjur. Apabila perhatian lembaga-lembaga ini lemah, maka akan menyebabkan kegagalan dalam pengembangan peternakan. Peternak berada pada sektor IV (independent) bersama dengan lembaga perguruan tinggi. Lembaga-lembaga ini memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam pengembangan. Sedangkan Dinas Lingkungan Hidup, Lembaga keuangan, dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan berada pada sektor I (autonomous). Hal ini berarti dalam pengembangan peternakan lembaga-lembaga ini tidak memiliki keterkaitan dengan sistem kalaupun ada hubungan yang ada kecil, meskipun hubungan antar lembaga tersebut kuat (Gambar 8).
60
DP
IV
III
I
Keterangan:
Dependence Sektor I = Autonomous Sektor III = Linkage
II
A. Bapeda B. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura C. Dinas Industri dan Perdagangan D. Dinas UMKM dan Koperasi E. Dinas Peternakan Perikanan dan kelautan F. Peternak G. Perguruan Tinggi H. Dinas Perkebunan dan Kehutanan I. Dinas Lingkungan Hidup J. BPD/Lembaga Keuangan
Sektor II = Dependent Sektor IV = Independent
Gambar 8. Matrik Driver Power (DP)-Dependence Untuk Kelembagaan
61
VII. STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN 7.1.
Faktor Strategi Internal Berdasarkan wawancara dan masukan dari responden diperoleh beberapa
beberapa faktor strategi yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan peternakan dalam Kabupaten Cianjur 7.1.1. Faktor Kekuatan Faktor kekuatan adalah bagian dari faktor strategis internal. Dianggap sebagai kekuatan karena dapat mendukung terhadap pengembangan Kabupaten Cianjur, oleh karena itu faktor kekuatan harus dimnfaatkan secara maksimal. Faktor kekuatan yang dimiliki Kabupaten Cianjur dalam pengembangan peternakan adalah sebagai berikut: 1.
Basis Ekonomi Peternakan Dengan
menggunakan
indikator
pendapatan
subsektor
peternakan
merupakan basis dengan nilai LQ ditingkat kabupaten sebesar 3,25 yang berarti peranan peternakan cukup penting bagi perekonomian Kabupaten Cianjur. Dengan nilai LQ sebesar itu Kabupaten Cianjur mampu memenuhi kebutuhan hasil-hasil peternakan dan mengirimkan ke daerah lain. Peternakan di sebagian besar kecamatan di Kabupaten Cianjur menjadi basis perekonomian kecuali di kecamatan Cianjur, Cipanas, Kadupandak, Cibeber, Sukaresmi, Pacet, dan Karang Tengah. sehingga untuk pemenuhan beberapa hasil ternak didatangkan dari daerah atau kecamatan lain. 2.
Potensi sumber daya alam Dilihat dari aspek sumber daya alam seperti luas lahan serta potensi bahan
pakan yang masih cukup tersedia dan potensial untuk dikelola bagi pengembangan peternakan. Sebagian lahan di Kabupaten Cianjur merupakan lahan yang subur. Sungai-sungai besar dan kecil terdapat cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengairan bagi pertanian dan peternakan. Kabupaten Cianjur juga memiliki posisi yang strategis yaitu berada diantara jalur ibukota Negara (Jakarta) dan ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung).
3.
Koordinasi antar lembaga Pengembangan
peternakan
tidak
mungkin
dilakukan
oleh
Dinas
Peternakan, Perikanan dan kelautan secara sendirian, akan tetapi perlu keterlibatan dari instansi lain dan stakeholder terkait sangat dibutuhkan. Dukungan pengembangan Kabupaten Cianjur sangat kuat dari pemerintahan daerah untuk mengembangkan pertanian termasuk didalamnya peternakan. Kerjasama lintas sektoral sering terjadi terutama untuk pengembangan peternakan. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan selalu berkoordinasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Dinas Koperasi dan UMKM serta lembaga-lembaga lain Kerjasama dan koordinasi mulai ditingkatkan lagi ketika Pemerintah Propinsi meluncurkan Program GEMAR (Gerakan multi aktivitas Agribisnis) di setiap kabupaten. GEMAR adalah suatu gerakan bersama dari segenap pemangku kepentingan rumpun pertanian di Jawa Barat, sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan dan daya saing masyarakat (petani) melalui penambahan multi aktivitas agribisnis berbasis ekonomi lokal dengan model siklus tertutup, yang melibatkan peran multi stakeholder dan integrasi multi sektor termasuk didalamnya perguruan tinggi dan lembaga keuangan. 4.
Kemampuan memasarkan Keunggulan peternak di daerah ini dalam hal memasarkan produknya
karena dekatnya jarak antar konsumen dengan produsen peternakan di Kabupaten Cianjur. Hal ini memberikan tingkat kepercayaan konsumen menjadi lebih baik kepada produsen daerah. alasan keamanan pangan, produk peternakan didaerah ini dapat langsung diketahui dan dinilai keamanannya oleh konsumen. 5.
Kebijakan Pemerintah Kebijakan adalah suatu keputusan yang memberikan arahan untuk
memberi solusi terhadap permasalahan khusus yang berkembang dikalangan masyarakat. Kebijakan yang tepat akan memberikan dampak positif yang sesuai dengan yang diharapkan. Kebijakan tersebut tertuang di dalam Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Barat Tahun 2008 yang bertujuan meningkatkan kualitas dan produktifitas sumberdaya manusia, ketahanan pangan. Kebijakan dan peningkatan daya beli masyarakat. Pengembangan peternakan di
63
Kabupaten Cianjur tertuang di dalam Peraturan Daerah no. 12 tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011 yang salah satunya berisi tentang pengembangan subsektor peternakan di wilayah Kabupaten Cianjur. Di dukung pula oleh Peraturan Bupati mengenai pemberian bibit ternak atau bakalan kepada peternak. Pemerintah pusat memiliki kebijakan agar pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota agar melestarikan sumberdaya dan memanfatkan sumberdaya genetik ternak. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri no. 35 tahun 2006 tentang pedoman pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak. 7.1.2. Faktor Kelemahan Faktor kelemahan adalah bagian dari faktor strategis internal, faktor tersebut dianggap sebagai kelemahan karena akan menjadi kendala dalam pengembangan usaha petenakan di Kabupaten Cianjur. Faktor kelemahan yang dapat dimimalisir dalam upaya pengembangan peternakan antara lain: 1. Sumber Daya Manusia Peternak Salah satu inefisiensi dalam pengusahaan pengembangan peternakan adalah ketidakharmonisan antara pelaku dan pembina. Faktor ketidakharmonisan ini adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia peternakan. Masih rendah dan terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia akan menjadi hambatan dalam percepatan proses transfer teknologi dan pengetahuan kepada peternak dalam memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya yang tersedia. Dari sisi peternak diketahui sebagian besar peternak berpendidikan sekolah dasar bahkan ada yang tidak tamat pendidikan dasar. 2.
Penyebaran peternakan Lokasi peternakan sangat menyebar diseluruh Kabupaten Cianjur. Hal ini
diketahui dari nilai kousien lokalisasi subsektor peternakan di Kabupaten Cianjur bernilai 0,06. Bila nilai kousien lokalisasi kurang dari satu maka sektor tersebut menyebar merata. Lokasi peternakan yang menyebar ini terkait dengan sebagian besar usaha peternakan masih merupakan usaha sampingan atau bersifat subsisten. Penyebaran peternakan ini membuat pengembangan peternakan menjadi lebih sulit karena membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang lebih besar untuk menjangkau lokasi usaha peternakan yang menyebar. Kebijakan pembangunan 64
peternakan menjadi kurang efektif dan efisien karena informasi, bantuan teknis, pembimbingan dan lain-lain terhadap peternakan tidak sampai kepada peternak secara merata. Sebagai akibatnya usaha pengembangan peternakan berjalan lambat. 3.
Adopsi Teknologi Perkembangan informasi dan teknologi merupakan pendorong nilai
tambah ekonomi yang juga dapat mendorong peningkatan daya saing bangsa. Kemampuan dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan iptek di Indonesia mengalami peningkatan. Berbagai hasil penelitian, pengembangan dan rekayasa teknologi telah banyak dimanfaatkan baik oleh pihak industri maupun masyarakat umum. Meskipun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan pemanfaatan teknologi masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Adopsi Teknologi yang rendah terjadi karena peternak secara umum kekurangan informasi dan atau masih berkaitan erat dengan terbatasnya kemampuan sumber daya peternak atau lembaga Pembina. 4.
Ketersediaan Sarana Prasarana Sarana Prasarana Peternakan di Kabupaten Cianjur belum tersedia secara
memadai. Sarana peternakan pun tidak terdistribusi secara merata. sarana peternakan kurang adalah pos kesehatan hewan, Rumah Potong Hewan yang masih tradisional dan belum terjaga kebersihannya, akses jalan ke sentra peternakan banyak yang rusak sehingga menyebabkan tambahan biaya bagi produsen. 5.
Kemampuan Modal Usaha Peternak kesulitan dalam mengembangkan usaha peternakannya karena
memiliki keterbatasan modal. Usaha peternakan memerlukan modal yang cukup besar. Ketidakmampuan menyediakan modal ini terjadi karena masih rendahnya pendapatan penduduk. Selain itu akses modal petani terhadap fasilitas kredit cukup sulit karena persyaratan cukup banyak dan tingkat kepercayaan lembaga keuangan masih rendah terhadap sector pertanian pada umumnya. 6.
Laju pertumbuhan peternakan Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa subsektor peternakan
merupakan sektor yang pertumbuhannya lambat dan memiliki daya saing yang
65
rendah dibandingkan sektor-sektor lain. Laju pertumbuhan proporsional peternakan tahun 2003-2007 mengalami penurunan sebesar 5,54 persen dan pertumbuhan pangsa wilayah tahun 2007 menurun sebesar 10,48 persen 7.2.
Faktor Strategis Eksternal Faktor strategis internal terdiri dari peluang yang dapat dimanfaatkan dan
ancaman yang harus dihindari untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. 7.2.1. Peluang Faktor yang dianggap sebagai peluang adalah faktor yang bisa dimanfaatkan dalam upaya mencapai tujuan. Faktor-faktor yang merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah: 1.
Potensi pasar Posisi Kabupaten Cianjur yang strategis yang terletak diantara ibu kota
negara dan ibu kota propinsi dapat menjadikan kota-kota tersebut menjadi peluang target pasar. Selain itu pertumbuhan penduduk kabupaten Cianjur yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,24 sedangkan rata-rata Jawa Barat sebesar 1,9 persen pertahun sehingga menjadi peluang pasar baru. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemenuhan gizi terutama protein yang semakin tinggi akan berpotensi menaikkan konsumsi hasil-hasil peternakan. Posisi strategis Kabupaten Cianjur yang berada pada jaringan jalan nasional dan provinsi membuat kemudahan untuk mengirim hasil-hasil peternakan ke kota-kota lain, terutama ke Jakarta dan Bandung. Tingkat konsumsi daging dan susu belum mencapai target, yaitu 10,1 kg/tahun untuk daging dan 6,16 kg/tahun untuk susu dimana konsumsi daging dan susu di kabupaten cianjur baru mencapai 8,32 kg/tahun dan 4,24 tahun. sedangkan untuk konsumsi telur sudah memenuhi pencapaian normal yaitu sebesar 12,1 kg/per tahun 2. Ketersediaan kredit Tahun 2007 di Kabupaten Cianjur terdapat banyak cukup banyak bank dan koperasi simpan pinjam. Bank yang menyediakan kredit untuk usaha kecil atau usaha rakyat terdiri dari bank pemerintah dan swasta antara lain Bank Rakyat 66
Indonesia, Bank Jabar Banten, Bank Tabungan Pensiunan Negara, CIMB Niaga, Bank Central Asia, Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara. hal ini dapat menjadi peluang untuk menyediakan modal bagi pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Kredit yang dapat dimanfaatkan adalah kredit usaha rakyat dan kredit UMKM 3.
Otonomi daerah Berlakunya otonomi daerah sejak tahun 1999 dengan lahirnya Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 dan kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk mengatur diri sendiri melalui local self government dan melaksanakan pembangunan sesuai prakarsa dan karakteristik daerah masing-masing. Dengan terbukanya kesempatan tersebut, diharapkan masyarakat dan pemerintahan kabupaten dapat berpacu untuk lebih kreatif dalam membangun daerahnya masing-masing. 4.
Pertumbuhan ekonomi Besarnya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan kenaikan
PDRB setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cianjur. Laju pertumbuhan ekonomi cianjur pada tahun 2007 meningkat menjadi 4,14 dari 3,34 pada tahun 2006 dan diestimasikan meningkat menjadi 4,66 pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar yaitu dari 5,06 persen tahun 2004 menjadi 6,3 persen pada tahun 2007 dengan semakin baiknya pertumbuhan ekonomi tersebut maka akan meningkatkan daya beli masyarakat, dengan demikian permintaan komoditi peternakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat akan semakin baik. 5.
Tuntutan keamanan produk (ASUH) Selain tuntutan kuantitas terhadap kebutuhan pokok produk peternakan,
saat ini masyarakat luas telah mulai sadar akan pentingnya keamanan pangan yaitu produk hasil ternak yang aman, sehat, utuh dan halal. Pada saat ini standar kualitas ditentukan oleh konsumen, konsumen mempunyai kekuatan penuh untuk memilih produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Tuntutan keamanan produk dapat menjadi peluang yang menambah nilai bagi produsen.
67
7.2.2. Ancaman Faktor ancaman adalah faktor yang dianggap bisa menghambat pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Ancaman yang dapat mengganggu kelangsungan upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah sebagai berikut: 1.
Tingkat Inflasi Tingkat inflasi akibat tekanan krisis dan meningkatkan berbagai komoditas
terutama pakan berdampak pada semua sektor usaha peternakan. inflasi yang tinggi akan berdampak pada stabilitas harga yang tidak menentu. Hal ini akan mengakibatkan
peternak
kesulitan
membeli
sarana
produksi,
sehingga
mengancam kelangsungan usaha peternakan terutama bagi pengusaha ternak yang bermodal kecil. 2. Kejadian penyakit ternak Kejadian penyakit ternak akan mempengaruhi tingkat keamanan dan produksi ternak. Selain itu, beberapa jenis penyakit terutama penyakit Zoonis akan mempengaruhi usaha peternakan dan permintaan produk peternakan. isu penyakit antrax, avian influence, pemalsuan/kecurangan pada perlakuan daging/ternak sangat mempengaruhi kondisi peternakan di Jawa Barat. 3.
Fluktuasi Harga Seperti halnya produk pertanian secara umum, harga produk peternakan
juga sangat fluktuatif. Penyebab terjadinya fluktuasi harga produk peternakan adalah karena : pertama, pertumbuhan berat badan akan menemui titik optimum, sehingga konversi pakan akan semakin meningkat yang akan mengakibatkan tingkat keuntungan peternak semakin turun karena meningkatnya biaya pakan; kedua, produk peternakan seperti daging, telur, susu tidak dapat disimpan lama. Kedua hal ini menuntut peternak harus menjual hasil ternaknya walaupun harga saat itu murah. Disisi lain pada waktu-waktu tertentu seperti menghadapi hari-hari besar keagamaan harga produk peternakan dapat meningkat tinggi. 4. Sosial budaya masyarakat Cukup banyak kasus pada pendirian usaha peternakan mengalami penolakan oleh masyarakat dilingkungan sekitar usaha peternakan di Kabupaten Cianjur. alasan utama penentangan ini adalah polusi yang ditimbulkan peternakan
68
terutama polusi udara yang akan mengganggu mereka. Kasus pencurian pun akan menjadi ancaman bagi peternak. 5.
Pengaruh global Pengaruh global terutama ekonomi sangat mempengaruhi sektor
peternakan baik langsung maupun tidak langsung. Pada saat ini pengaruh global yang dominan adalah krisis keuangan dan krisis ekonomi. Hal membuat perlambatan ekonomi dunia termasuk Indonesia. Tingkat konsumsi akan menurun dan ekspor pun ikut menurun. Sehingga pendapatan pemerintah mengalami penurunan, hal ini berpengaruh terhadap belanja pemerintah pusat dan daerah Pengembangan energi alternatif dibanyak negara, membuat harga komoditi utama pertanian terutama biji-bijian seperti jagung dan kedelai di dunia meningkat cukup drastis. Banyak petani menjual hasil pertanian mereka kepada perusahaan energi karena harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan untuk pakan dan pangan. Hal ini membuat perusahaan peternakan harus membeli bahan baku dengan harga yang lebih tinggi agar persediaan mereka selalu ada. Sebagian bahan baku untuk pakan dalam negeri berasal dari impor, sehingga harga pakan dalam negeri mengalami kenaikan. Hal ini membuat pengembangan peternakan memjadi terhambat karena peningkatan biaya pakan. 7.3.
Evaluasi Faktor-faktor Srategis Alat yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor
strategis yang dapat mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur matriks evaluasi faktor internal untuk faktor internal, dan evaluasi faktor eksternal untuk faktor strategis eksternal. Tujuan dari matriks IFE/EFE adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh faktor strategi internal/eksternal mempengaruhi keberhasilan pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur 7.3.1. Evaluasi Faktor Internal Hasil perhitungan bobot dan rating dari faktor-faktor strategis internal yang mempengaruhi pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur terlihat seperti Tabel 21. Elemen kekuatan terdiri dari lima faktor yaitu basis ekonomi, potensi sumber daya alam, koordinasi antar lembaga dan kemampuan memasarkan Kebijakan pemerintah. Nilai bobot masing-masing faktor tersebut adalah 0,097; 0,082; 0,117; 0,083; dan 0,112. Kekuatan utama dalam 69
pengembangan peternakan adalah peternakan merupakan basis ekonomi, koordinasi antar lembaga dan kebijakan pemerintah. Kelemahan utama pada pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur adalah penyebaran peternakan, adopsi teknologi dan kemampuan modal usaha dengan nilai bobot masing-masing adalah 0,084, 0,085 dan 0.075. Sedangkan faktor lain merupakan kelemahan kecil. Tabel 21. Matrik Evaluasi Faktor Internal Faktor internal Bobot
Rata-rata
skor total rata-rata
Kekuatan Basis peternakan
0,097
3,60
0,350
Potensi sumberdaya alam
0,082
4,00
0,327
Koordinasi antar lembaga
0,117
3,80
0,446
Kemampuan memasarkan
0,083
3,20
0,265
Kebijakan pemerintah
0,112
3,60
0,403
0,491
1,790
Kelemahan Sumberdaya manusia peternak
0,076
1,80
0,137
Penyebaran Peternakan
0,084
1,80
0,151
Adopsi teknologi
0,085
1,20
0,101
Kemampuan modal usaha
0,075
1,00
0,075
Ketersediaan sarana prasarana
0,088
1,80
0,159
Laju pertumbuhan peternakan
0,101
2,00
0,202
0,509
0,825 2,616
Sumber: Hasil Olahan Kuesioner (Perhitungan Lampiran 9-10)
Dilihat jumlah skor total elemen kekuatan dan kelemahan sebesar 2.616 yang berada diatas-atas rata 2.500, berarti bahwa Kabupaten Cianjur masih diatas rata-rata
dalam kekuatan
internal
keseluruhannya
untuk
pengembangan
peternakan. respon kekuatan sebesar 1.790 dan respon kelemahan sebesar 0,825.
7.3.1. Evaluasi Faktor Eksternal 70
Elemen peluang terdiri dari lima faktor yaitu potensi pasar, otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi, tuntutan keamanan produk dan ketersediaan produk, masing-masing bobot faktor peluang tersebut adalah 0.086, 0,128, 0,087, 0,087 dan 0,097 (Tabel 22). Peluang yang dapat direspon dengan baik dalam pengembangan peternakan adalah potensi pasar. Hal ini berarti potensi pasar bila digali lebih lanjut akan menunjang keberhasilan pengembangan peternakan. Tabel 22. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Eksternal Rata-rata
Rata-rata
Skor Total rata-rata
Peluang Potensi pasar
0,086
3,40
0,291
Otonomi Daerah
0,128
2,00
0,256
Pertumbuhan Ekonomi
0,087
2,00
0,173
Tuntutan Keamanan Produk
0,087
2,00
0,173
Ketersediaan Kredit
0,097
1,40
0,135
0,483
1,028
Ancaman Fluktuasi Harga
0,08
3,80
0,317
Tingkat Inflasi
0,139
2,40
0,333
Kejadian Penyakit Ternak
0,077
3,80
0,291
Pengaruh Global
0,107
2,80
0,299
Sosial Budaya Masyarakat
0,111
2,00
0,222
0,517
1,462 2,491
Sumber: Hasil Kuesioner (Hasil Perhitungan Lampiran 11 dan 12)
Tabel 22 menunjukkan ancaman yang mempengaruhi pengembangan peternakan adalah fluktuasi harga dan kejadian penyakit ternak dengan bobot masing-masing adalah 0,083 dan 0,077. Sedangkan tiga faktor ancaman kurang kuat pengaruhnya terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur. Dilihat dari skor total sebesar 2,491 berarti nilai tersebut berada di bawah 2,500 hal ini berarti kabupaten cianjur dalam usahanya memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Respon terhadap elemen peluang (total skor 1,028)
71
lebih rendah dibandingkan respon terhadap ancaman (total skor 1,461). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Cianjur kurang memanfaatkan peluang yang ada. 7.4.
Analisis SWOT Hasil Analisis SWOT menghasilkan beberapa alternatif strategi seperti
ditampilkan pada Tabel 23 1.
Strategi Strength-Opportunities (S-O) Menggunakan kekuatan yang dmiliki untuk memanfaatkan peluang yang
ada dengan cara pembinaan dan pengembangan berdasarkan potensi wilayah. Kabupaten Cianjur yang memiliki sumber daya alam yang melimpah cukup baik untuk pengembangan peternakan berdasarkan kondisi alam di setiap wilayah yang ada di Kabupaten Cianjur. Pengembangan peternakan Kabupaten Cianjur dapat dilakukan di kecamatan-kecamatan yang menjadi basis peternakan dikabupaten cianjur. Pengembangan di wilayah utara di Kecamatan Sukaresmi, Cikalong kulon, dan Warung Kondang. Wilayah selatan hampir semua kecamatan cocok sebagai wilayah peternakan terutama kecamatan Campaka, Agrabinta dan Naringgul. Koordinasi lembaga yang cukup baik dan dukungan pemerintah terhadap peternakan dapat memacu pertumbuhan peternakan di daerah basis. 2.
Strategi Strength-Treaths (S-T) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang
ada dapat dilaksanakan Optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal. Sumber daya alam yang melimpah serta dukungan pemerintah yang kuat dapat mengatasi pengaruh buruk kondisi krisis global terutama ekonomi dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. dengan memanfaatkan sumber daya lokal maka kondisi sosial masyarakat akan merespon secara positif dengan adanya peternakan karena mereka dilibatkan dalam pengembangan ekonomi. 3.
Strategi Weakness-Opportunities (W-O) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang
ada dapat dilaksanakan melalui pengembangan teknologi tepat guna dan peningkatan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia peternakan. Kegiatan di sektor peternakan selama ini belum dapat memberikan kehidupan yang layak disebabkan oleh belum mempunyai produk peternakan merespon tuntutan konsumen saat ini yang menuntut kualitas tinggi. 72
Pengembangan teknologi pascapanen dimaksudkan untuk menumbuhkan efisiensi dan memiliki nilai tambah. Pembinaan SDM harus lebih intensif lagi dan lebih menjangkau usaha peternakan yang menyebar. 4.
Strategi Weaknesses- Treaths (W-T) Kondisi dimana subsektor peternakan berusaha memnimalkan ancaman
untuk menghadapi ancaman. Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan dan pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan. Upaya kemitraan dapat menolong produsen peternakan untuk mengatasi atau mengurangi tekanan dari berbagai ancaman dan kelemahan peternakan. Strategi pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan untuk melindungi sumberdaya ternak agar tidak merugikan peternak. Strategi ini juga perlu dilaksanakan untuk menjamin produk yang (ASUH) selain itu untuk memenuhi tuntutan produk yang ASUH perlu dilakukan pengawasan pemotongan hewan. Tabel 23. Matrik SWOT Pengembangan Peternakan KEKUATAN (S) S1 Basis peternakan S2 Potensi Sumberdaya Alam S3 Koordinasi antar lembaga S4 Kemampuan memasarkan S5 Kebijakan Pemerintah
PELUANG (O) 1. O1 Potensi Pasar O2 Ketersediaan kredit O3 Otonomi Daerah O4 Pertumbuhan ekonomi O5 Tuntutan Keamanan Produk ANCAMAN (T) T1 Tingkat Inflasi 4. T2 Kejadian penyakit ternak T3 Fluktuasi Harga T4 Sosial Budaya Masyarakat T5 Pengaruh Global
STRATEGI S-O Pembinaan dan Pengembangan berdasarkan potensi wilayah (S1, S2, S3, O1, O3)
STRATEGI S-T Optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal (T4, T5, S1, S2, S3)
KELEMAHAN (W) W1 Sumberdaya Manusia Peternak W2 Penyebaran peternakan W3 Adopsi Tekonologi W4 Kemampuan Modal Usaha W5 Ketersediaan Sarana dan Prasarana W6 Laju Pertumbuhan
2. 3.
5.
6.
STRATEGI W-O Pengembangan teknologi tepat guna (O5, O3, O4, W2, W3 Peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternak (O1, O5, W1, W2, W3) STRATEGI W-T Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan (T2, T4, T5, W1, W2, W4, W5) Pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan (T2, W1, W2, T4)
73
6.6.
Rekomendasi Prioritas Strategi Alternatif srategi yang didapatkan dari matrik SWOT dianalisis
menggunakan QSPM untuk menetapkan strategi prioritas. Penentuan peringkat pedoman pada total daya tarik (TAS) masing-masing alternatif strategi yang ada. Jumlah nilai tertinggi berarti menunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik dilaksanakan dibanding strategi lain. Berdasarkan hasil penilaian dari matriks QSPM, maka diperoleh urutan strategi dari yang nilai TAS paling tinggi hingga paling rendah. Dari urutan tersebut dapat dihasilkan strategi yang paling menarik untuk diimplementasikan dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur (Tabel 24). Tabel 24. Alternatif strategis pengembangan di Kabupaten Cianjur Alternatif Strategi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TAS
Rangking
Pembinaan dan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah Peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan Pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan Pengembangan teknologi tepat guna
5,8877
I
5,6179
II
5,4295
III
5,1682
IV
5,0985
V
Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal
5,0984
VI
dan
pengamanan
Sumber: Tanggapan Responden (Perhitungan Lampiran 13-14)
74
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Subsektor peternakan berpotensi besar untuk dikembangkan. Subsektor
peternakan menjadi basis ekonomi dan berperan besar bagi pembangunan Kabupaten Cianjur. Subsektor peternakan memiliki surplus pendapatan yang cukup besar meskipun subsektor peternakan memiliki pola menyebar dan laju pertumbuhannya mengalami perlambatan. Lembaga yang dapat memacu pengembangan peternakan terdiri dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan; Badan Perencanaan Daerah; Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura; Bank Pembangunan Daerah atau lembaga keuangan lain; Perguruan Tinggi; Dinas Perkebunan dan Kehutanan; Dinas Lingkungan Hidup; Dinas UKM dan Koperasi; Dinas Perindustrian dan Perdagangan; dan Peternak. Strategi yang dapat diterapkan oleh lembaga pemangku kepentingan peternakan adalah pembinaan pengembangan peternakan berdasarkan potensi wilayah dan peningkatan pembinaan dan pengembangan peternak SDM peternak.
8.2.
Saran Pemerintah Kabupaten Cianjur lebih giat menarik investor untuk
mengembangkan peternakan di Kabupaten Cianjur. Meningkatkan jumlah tenaga penyuluhan peternakan agar menjangkau lebih banyak peternak di Kabupaten Cianjur.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Effendi. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Tinjauan Kritis. Bogor: P4Wpress. Bahar, Zul Amry. 2006. Strategi Pengembangan Peternakan dalam Rangka Meningkatkan Peran Subsektor Peternakan di Kabupaten Bengkalis [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. [Bapeda] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2007. Rencana Kerja Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008. Bandung: Bapeda Provinsi Jawa Barat. [Bapeda] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2008. Statistik Pembangunan Gubernur Jawa Barat. Bandung: Bapeda Provinsi Jawa Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2008. PDRB Kabupaten Perkecamatan Tahun 2003-2007. Cianjur: BPS Kabupaten Cianjur. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur. 2008. Cianjur dalam Angka Tahun 2007. BPS Kabupaten Cianjur. Cianjur [BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. 2008. Jabar dalam Angka Tahun 2007. Bandung: BPS Propinsi Jawa Barat. Budiharsono, S. 2001 Teknik Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramita. Eriyatno, Fadjar, S. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor: IPB Press. Dinas Peternakan dan Perikanan. Statistik Peternakan Tahun 2005-2007. Cianjur: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur. David, Fred R. 2004. Manajemen Strategis dan Konsep. New Jersey: Prentice Hall Inc. Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sihombing Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hanafiah, T. 1982. Pendekatan Wilayah Terhadap Masalah Pembangunan Pedesaan. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. ______1988. Aspek Lokasi dalam Analisis Ekonomi Wilayah. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Herlinda, Susy. 2007. Arahan Penataan Kawasan Penebaran dan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Lima Puluh Kota [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Marfiani, Teni. 2007. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan Ekonomi di Bogor Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Natalia, Maya. 2004. Analisis Efektifitas Kebijakan Pembangunan Subsektor Perkebunan di Kabupaten Kampar [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Ilham, Nyak. 2007. Alternatif Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan PDB Peternakan di Indonesia. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 No. 4 Desember 2007:335-357. Pranata, Erfin Widya. 2004. Analisis Sektor Basis Perekonomian dalam Pembangunan Wilayah di Era Otonomi Daerah: studi kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Susanto, Dwi. 2004. Peran dan Potensi Sektor Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Padi dan Palawija dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan, Kumpulan Pemikiran. Bogor: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Soehadji. 1994. Membangun Peternakan yang Tangguh. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Padjadjaran. Orasi Ilmiah Usman, Sunyoto. 2006. Pembangunan Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dan
Pemberdayaan
Masyarakat.
77
LAMPIRAN
78
Lampiran 1. Penelitian Terdahulu No 1
Pengarang Alat Analisis Zul Amry Analisis Bahar Kelayakan, 2006 LQ, SWOT dan QSPM
2
Susy Herlinda 2007
3
Teni Marfiani 2007
4
Maya Natalia 2004
5
Erfin Widya Pranata 2004
6
Dwi Susanto 2004
Tujuan Identifikasi pola, jenis, peternakan, kontribusi, kelayakan dan strategi pengembangannya di Kabupaten Bengkalis
Persamaan Objek Penelitian subjek peternakan, menggunakan analisis LQ, SWOT dan QSPM Shift Identifikasi lahan dan Analisis Analisis Karakterisasi daya dukung Kab Lima Share dan LQ Kota, Kunci, LQ Puluh dan dan Shift pengembangan kapasitas peningkatan Share berdasarkan potensi Analysis sumber daya lahan untuk sapi potong LQ, Identifikasi sektor basis Analisis LQ, unggulan dan merancang QSPM, SWOT Skalogram, berbagai alternatif Sistem strategi dan prioritas Limpitan ekonomi di Bogor Barat Sejajar, SWOT, dan QSPM Shift Share, Peranan dan kontribusi Analisis LQ dan LQ dan ME subsektor perkebunan Shift Share dan dampak aktivitasnya di Kabupaten Kampar LQ, Menganalisis basis sektor Analisis LQ skalogram perekonomian Cianjur, dan multiplier peranan sektor basis, lokalisasi dan spesialisasi effect perekonomian LQ, Menganalisis basis Analisis LQ tanaman pangan dan Multiplier palawija, perseberan, effect peranan dan efektifitas kebijakan di Kabupaten Bogor
Perbedaan Penggunaan ISM, Analisis Shift Share. tidak menggunakan analisis kelayakan
Peternakan secara luas bukan sapi potong. Analisis ISM, QSPM, SWOT, tidak ada analisis karakteristik dan kunci. Topik penelitian terbatas peternakan. (ISM)
Topik Penelitian, QSPM, SWOT, ISM Topik Peternakan, Strategi pengembangan.
Topik Peternakan, Strategi Pengembangan
79
Lampiran 2. Jumlah penduduk Per Kecamatan Tahun 2007 Kecamatan Agrabinta Leles Sindangbarang Cidaun Naringgul Cibinong Cikadu Tanggeung Kadupandak Cijati Pagelaran Sukanegara Takokak Campaka Cibeber Warung kondang Gekbrong Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang mande Karangtengah Cianjur Cugenang Pacet Cipanas Sukaresmi Cikalongkulon Jumlah
Luas Wilayah (Km2) 9,820 11,549 18,544 30,642 25,740 23,124 12,389 12,486 9,403 5,403 14,054 16,973 22,450 6,012 14,058 4,854 4,395 6,639 4,602 13,206 4,080 11,570 4,115 2,094 4,911 6,993 12,623 12,623 17,237 3501,48
Jumlah Penduduk 38334 34860 50443 63981 45565 59389 36553 65028 49223 32928 51943 47804 86945 62883 24418 118290 65133 47781 91462 105337 88781 65078 125486 152798 94506 99169 92042 78620 94216 2138465
80
Lampiran 3. Prospek Investasi Usaha Peternakan Di Kabupaten Cianjur Komoditas/ Kegiatan Bisnis 1. Budidaya Kerbau
Justifikasi (Ringkas) a. Bibit tersedia (populasi 21670 ekor) b. Wilayah persawahan (58275 ha) c. Populasi menyebar
Skala Usaha K-M
2. Penggemukan a. Permintaan tinggi Sapi Potong b. Limbah tanaman pangan cukup tinggi
M-B
3. Budidaya Kuda a. Sebagai sarana rekreasi b. Populasi cukup menyebar
K
4. Pengembangbiakan kambing
a. Bibit tersedia (populasi 20.249 ekor) b. Diminati masyarakat c. Sebagai ternak rakyat 5. Penggemukan Bibit tersedia (populsi 188.355) Domba 6. Perusahaan Ayam Ras Daging
: tinggi
Daya Dukung Prioritas Teknologi KelemDaerah pendukung bagaan + ++ Terdapat 7 kelompok peternak kerbau
SDM
SDA
7193 KK
++
10.500 ekor per 1550 KK tahun
++
++
++
Terdapat 10 kelompok peternak sapi potong
634 KK
++
+
+
+
Pendukung lain a. Kebun bibit rumput 16,5 ha b. Terdapat rawa 389 ha a. Padang rumput 1775 ha b. Kebun bibit rumput 16,5 ha +
20.249 KK
++
+
+
+
++
++
++
K-M
129.000 ton (lokal)
M-B
257.000 ton
a. Perputaran modal cepat M-B b. Sarana produksi terjamin (breeding farm 8 buah) c. Sistem agribisnis mantap 7. Perusahaan Perputaran modal, sarana M-B Ayam Ras produksi terjamin, sistem Petelur agribisnis mantap 8. Budidaya a. Bibit tersedia (populasi 2 K-M Ayam Buras juta ekor) b. Investasi kecil c. Sebagai ternak rakyat K-M 9. Budidaya Itik a. Bibit tersedia (populasi 89.800) b. Lahan sawah luas (58.275 ha) c. Bahan pakan tersedia (dedak,keongmas) d. Menghasilkan aneka produk (daging,telur) Keterangan : --: rendah/belum dikembangkan + : sedang ++
Permintaan Pasar 7900 to per tahun
Kendala utama
Jalan
Produktivitas ternak rendah (<100%/th)
---
Ciranjang
Bibit semakin langka (populasi tinggal 3308)
---
Cidaun Agrabinta Bojongsoang
Investasi tinggi, bibit terbatas
---
+
Penyakit cacing
---
Pacet Warungkondang Cibeber Sindangbarang Cibinong Mande
+
+
Penyakit cacing
---
3 juta kg per tahun
+
+
+
++
++
++
Fiktuasi harga sarnaa produksi dan produk
---
3.16 juta Kg per tahun
+
+
+
++
++
++
Fiktuasi harga sarana produksi dan produk Wabah penyakit tetelo
---
a.
---
1.5 juta ton per tahun
13.201 KK
+
++
+
97 kelompok peternakan
+
Daging 4.8 ton per tahun
3582 KK
+
++
++
14 kelompok peternakan
+
Telur 7.97 juta butir
Lokasi Desa/Kecamatan
b.
Terjadinya kelangkaan bibit Gangguan keracunan pestisida
---
Sindangbarang Cugenang Cidaun Cidaun Cugenang Cidauh Cidaun Cugenang Cidauh Sindangbarang Campola Cikalong kulon Karangtengah Ciranjang Cikalongkulon
81
Komoditas/ Kegiatan Bisnis
Justifikasi (Ringkas)
Skala Usaha
Daya Dukung Prioritas Teknologi KelemSDA Daerah pendukung bagaan ++ --+ ---
1.
Budidaya Ayam Pelung
a. Memiliki keunggulan kualitas b. Dikenal sebagai wilayah pusat bibit c. Semakin diminati
K-M
2.
Industri
K-M
++
+
+
---
+
++
+
3.
Industri Pakan
B
++
+
+
---
+
+
+
4.
Bahan baku tersedia (sapi 4.495 lb, Kerbau 382 lb, kambing 8.215 lb, Domba 19.875 lb) a. Bahan baku tersedia (limbah tanaman pangan, produk dan limbah perikanan) b. Untuk memasok daerah sekitar a. Belum terdapat RPA b. Populasi ayam ras cukup tinggi (1.5 juta)
Rumah potong Ayam (RPA) Industri a. Bahan baku terseida (sapi pengolahan 1.129 ton/th, ayam ras Daging 3.013 ton per tahun) Sapi/Ayam b. Perubahan pola konsumsi ke arah siap makan
M-B
+
+
++
---
+
+
+
Investasi besar
---
Cugenang Cianjur Pacet
M-B
++
+
++
---
+
+
+
Kontinuitas bahan baku
---
Kadupandak Cikalong kulon
5.
Keterangan : --+ ++
: rendah/belum dikembangkan : sedang : tinggi
SDM +
Pendukung Kendala utama lain Sebagai ternak Demplot ayam pelung hobi sehingga pasar terbatas 35 buah
Lokasi Desa/Kecamatan
Permintaan Pasar +
Kualitas kulit masih rendah
Jalan ---
---
---
Cibeber Cianjur Warungkondang Ciranjang Karangtengah Cugenang Pacet sukaresmi Agrabinta Sindangbarang Pagelaran Mande Mande Cikalong Pagelaran Cibinong
82
Lampiran 4. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2007 No
Lapangan Usaha
1 1
2 Tanaman Bahan Makanan Peternakan Perkebunan Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa/ Service PDRB
2 3 4 5 6 7 8 9
Si/Sj (3) / (4) 8 0.10 0.09 0.04 0.05 0.10 0.00 0.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.04 0.04
Ni/Nj 9 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Xi-Xj (8) - (9) 10 0.07 0.06 0.01 0.02 0.07 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
Kab. Cianjur
Jawa Barat
Thn 2007 3
Thn 2007 4
Si/Ni 5
Sj/Nj 6
LQ 2007 (5) / (6) 7
2,669,571.65
26,264,301.00
0.36
0.10
3.79
466,979.56 78,625.99 22,267.22 170,318.66
5,355,850.00 1,902,034.00 449,415.00 1,715,891.00
0.06 0.01 0.00 0.02
0.02 0.01 0.00 0.01
3.25 1.54 1.85 3.70
9,129.16
6,491,519.00
0.00
0.02
0.05
201,434.96 56,370.75 231,475.51
122,702,671.00 5,750,579.00 8,928,178.00
0.03 0.01 0.03
0.45 0.02 0.03
0.06 0.37 0.97
1,787,882.68
54,789,912.00
0.24
0.20
1.22
537,049.75
12,271,025.00
0.07
0.04
1.63
388,568.36
8,645,553.00
0.05
0.03
1.68
728,290.80 7,347,965.05
18,728,218.00 273,995,146.00
0.10
0.07
1.45
S. Pend (10) * 3 11 199749.97 28192.81 1141.65 506.12 12338.18 -231.99 -5071.37 -959.16 -206.35 10394.28 9101.82 7043.36 8790.10
Kuos Lokalisasi (5) - (6) 12 0.27 0.04 0.00 0.00 0.02 -0.02 -0.42 -0.01 0.00 0.04 0.03 0.02 0.03
Kuos Spesil (8) - (9) 0.07 0.06 0.01 0.02 0.07 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
83
Lampiran 5. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2006 Lapangan Usaha 2 Tanaman Bahan Makanan Peternakan Perkebunan Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa/ Service PDRB
Si/Sj (3) / (4) 8 0.10 0.09 0.04 0.04 0.10 0.00 0.00 0.01 0.03 0.03 0.04 0.05 0.04
Ni/Nj 9 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Xi-Xj (8) - (9) 10 0.07 0.06 0.01 0.02 0.07 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
Kab. Cianjur Thn 2006 3 2,567,832.97 463,352.22 72,575.36 21,662.70 164,843.58 8,678.05 188,701.90 53,147.07 218,435.93
Jawa Barat Thn 2006 4 25,282,624.65 5,411,347.99 1,927,436.59 482,982.49 1,717,629.37 6,982,246.74 114,299,625.74 5,427,579.55 8,232,950.09
Si/Ni 5 0.36 0.07 0.01 0.00 0.02 0.00 0.03 0.01 0.03
Sj/Nj 6 0.10 0.02 0.01 0.00 0.01 0.03 0.44 0.02 0.03
LQ 2003 (5) / (6) 7 3.71 3.13 1.38 1.64 3.51 0.05 0.06 0.36 0.97
1,728,336.85
50,719,350.06
0.25
0.20
1.24
498,456.30
11,143,253.97
0.07
0.04
1.63
372,662.09
7,672,322.47
0.05
0.03
1.77
689,543.87 7,048,228.89
18,200,096.05 257,499,445.76
0.10
0.07
1.38
S. Pend (10) * 3 11 190516.01 26992.21 746.22 378.67 11308.23 -226.75 -4853.58 -934.31 -183.47 11587.91 8653.12 7900.60 7250.56
Kuos Lokalisasi (5) - (6) 12 0.27 0.04 0.00 0.00 0.02 -0.03 -0.42 -0.01 0.00 0.05 0.03 0.02 0.03
Kuos Spesil (8) - (9) 0.07 0.06 0.01 0.02 0.07 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
84
Lampiran 6. Analisis LQ Kabupaten Cianjur Tahun 2005 Lapangan Usaha 2 Tanaman Bahan Makanan Peternakan Perkebunan Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa/ Service PDRB
Si/Sj (3) / (4) 8 0.10 0.09 0.04 0.05 0.09 0.00 0.00 0.01 0.03 0.04 0.04 0.05 0.04
Ni/Nj 9 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Xi-Xj (8) - (9) 10 0.07 0.06 0.01 0.02 0.06 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
Kab. Cianjur Thn 2007 3 2,519,413.48 464,873.58 66,683.09 20,894.74 165,313.54 8,262.63 177,707.03 50,460.87 206,700.70
Jawa Barat Thn 2007 4 25,490,000.00 5,280,000.00 1,900,000.00 440,000.00 1,820,000.00 7,200,000.00 105,330,000.00 5,650,000.00 7,780,000.00
Si/Ni 5 0.37 0.07 0.01 0.00 0.02 0.00 0.03 0.01 0.03
Sj/Nj 6 0.10 0.02 0.01 0.00 0.01 0.03 0.43 0.02 0.03
LQ 2004 (5) / (6) 7 3.52 3.14 1.25 1.69 3.24 0.04 0.06 0.32 0.95
1,668,644.46
47,260,000.00
0.24
0.19
1.26
463,226.54
10,330,000.00
0.07
0.04
1.60
359,097.39
7,720,000.00
0.05
0.03
1.66
649,242.40 6,820,520.45
16,820,000.00 243,020,000.00
0.10
0.07
1.38
S. Pend (10) * 3 11 181451.74 28462.52 552.04 431.90 10582.34 -212.10 -4465.91 -902.58 -51.60 14166.61 8349.65 7073.26 7649.09
Kuos Lokalisasi (5) - (6) 12 0.26 0.05 0.00 0.00 0.02 -0.03 -0.41 -0.02 0.00 0.05 0.03 0.02 0.03
Kuos Spesil (8) - (9) 0.07 0.06 0.01 0.02 0.06 -0.03 -0.03 -0.02 0.00 0.01 0.02 0.02 0.01
85
Lampiran 7. Analisis LQ Tingkat Kecamatan Tahun 2004-2006
Agrabinta Leles Sindangbarang Cidaun Naringgul Cibinong Cikadu Tanggeung Kadupandak Cijati Pagelaran Sukanegara Takokak Campaka Cibeber Warung kondang Gekbrong Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang mande Karangtengah Cianjur Cugenang Pacet Cipanas Sukaresmi Cikalongkulon Jumlah
86
PDRB peternakan 3 2004 2005 2006 37811.39 39032.7 37758.12
2004 202291.67
PDRB 4 2005 209693.64
2004 0.19
Si/Ni 5 2005 0.19
19056.65 18833.40 20469.80 17049.83
19624.44 19277.86 21239.46 17571.56
15466.98 15320.38
Sj/Nj 6 2004 2005 2006 0.07 0.07 0.06
(5) / (6) 7 2004 2005 2006 2.82 2.80 2.75
2006 213848.45
2006 0.18
18992.14 19014.30 20539.55 17004.25
198389.78 227859.56 93785.61 252495.24
206165.84 234547.80 97252.45 260010.34
207825.29 236407.22 98781.92 264087.73
0.10 0.08 0.22 0.07
0.10 0.08 0.22 0.07
0.09 0.08 0.21 0.06
0.07 0.07 0.07 0.07
0.07 0.07 0.07 0.07
0.06 0.06 0.06 0.06
1.45 1.25 3.29 1.02
1.43 1.24 3.28 1.02
1.42 1.25 3.24 1.00
16285.18 16025.12
15730.75 15486.30
183223.25 245348.37
189110.51 255693.65
192427.33 262256.29
0.08 0.06
0.09 0.06
0.08 0.06
0.07 0.07
0.07 0.07
0.06 0.06
1.27 0.94
1.29 0.94
1.27 0.92
14912.00 14127.50 11305.84 33974.87 14818.88
15814.18 14990.69 11890.36 35248.93 15344.95
15265.18 14469.76 11487.38 34085.26 15846.23
189346.81 137951.45 146171.15 241211.18 300818.51
197073.71 143583.95 152144.77 250709.02 312683.17
201044.59 148107.80 154278.90 256307.77 321122.38
0.08 0.10 0.08 0.14 0.05
0.08 0.10 0.08 0.14 0.05
0.08 0.10 0.07 0.13 0.05
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
1.19 1.54 1.17 2.12 0.74
1.21 1.57 1.17 2.11 0.74
1.18 1.52 1.16 2.07 0.77
29705.76
30674.17
29669.60
325101.54
337421.74
344588.03
0.09
0.09
0.09
0.07
0.07
0.06
1.38
1.37
1.34
18287.58 4953.70 13425.93 13686.10 14531.92 18458.20 14025.08 15747.91 24566.90
19285.50 5254.37 14056.95 14348.50 15228.00 19373.72 14554.02 16340.03 24934.11
18537.11 5733.02 14584.37 14863.87 15719.05 18720.31 14642.53 16804.35 26160.45
202860.48 217877.63 294632.72 301122.32 197361.13 284499.93 768366.88 290754.08 804687.55
210704.67 226530.48 304185.12 312475.45 205784.28 293664.81 801100.28 301274.00 837822.14
218791.60 231130.09 312128.96 322903.77 211869.79 300082.46 850321.64 308969.87 891176.76
0.09 0.02 0.05 0.05 0.07 0.06 0.02 0.05 0.03
0.09 0.02 0.05 0.05 0.07 0.07 0.02 0.05 0.03
0.08 0.02 0.05 0.05 0.07 0.06 0.02 0.05 0.03
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
1.36 0.34 0.69 0.68 1.11 0.98 0.27 0.82 0.46
1.38 0.35 0.69 0.69 1.11 0.99 0.27 0.82 0.45
1.32 0.39 0.73 0.72 1.16 0.97 0.27 0.85 0.46
17715.48 17856.03 436108.11
19058.31 18290.74 453743.85
18372.65 22671.91 452158.44
237508.92 225787.11 6569452.87
246422.33 234105.45 6820159.60
253921.76 245631.04 7048011.44
0.07 0.08
0.08 0.08
0.07 0.09
0.07 0.07
0.07 0.07
0.06 0.06
1.12 1.19
1.16 1.17
1.13 1.44
Lanjutan Lampiran 7
2004 0.031
9 2005 0.031
2006 0.030
0.04 0.04 0.05 0.04
0.04 0.04 0.05 0.04
0.04 0.04 0.05 0.04
0.030 0.035 0.014 0.038
0.030 0.034 0.014 0.038
0.04 0.04
0.04 0.04
0.03 0.03
0.028 0.037
0.03 0.03 0.03 0.08
0.03 0.03 0.03 0.08
0.03 0.03 0.03 0.08
0.03 0.07 0.04 0.01 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03 0.04 0.06
0.03 0.07 0.04 0.01 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03 0.04 0.05
0.04 0.04
0.17 0.16
87
Si/Sj (3) / (4) 8 2004 2005 2006 0.09 0.09 0.08
Ni/Nj
2004 0.06
Xi-Xj (8) - (9) 10 2005 0.06
2004 2114.00
S. Pend (10) * 3 11 2005 2157.63
2006 2007.40
Kuos Lokalisasi (5) - (6) 12 2004 2005 2006 0.12 0.12 0.11
Kuos Spesil (8) - (9) 13 2004 2005 2006 0.06 0.06 0.05
2005 0.05
0.029 0.034 0.014 0.037
0.01 0.01 0.03 0.00
0.01 0.01 0.03 0.00
0.01 0.01 0.03 0.00
257.23 160.09 668.57 11.26
255.53 156.07 691.34 10.58
237.71 161.81 645.15 2.33
0.03 0.02 0.15 0.00
0.03 0.02 0.15 0.00
0.03 0.02 0.14 0.00
0.01 0.01 0.03 0.00
0.01 0.01 0.03 0.00
0.01 0.01 0.03 0.00
0.028 0.037
0.027 0.037
0.01 0.00
0.01 0.00
0.01 0.00
117.17 -33.97
132.93 -34.83
117.79 -45.84
0.02 0.00
0.02 0.00
0.02 -0.01
0.01 0.00
0.01 0.00
0.01 0.00
0.029 0.021 0.022 0.037
0.029 0.021 0.022 0.037
0.029 0.021 0.022 0.036
0.01 0.01 0.00 0.04
0.01 0.01 0.00 0.04
0.01 0.01 0.00 0.04
80.09 160.99 41.54 1399.34
94.20 179.66 46.34 1442.55
79.92 158.99 40.39 1329.92
0.01 0.04 0.01 0.07
0.01 0.04 0.01 0.07
0.01 0.03 0.01 0.07
0.01 0.01 0.00 0.04
0.01 0.01 0.00 0.04
0.01 0.01 0.00 0.04
0.04 0.07 0.04 0.01 0.03 0.03 0.03 0.04 0.03 0.04 0.06
0.046 0.049 0.031 0.033 0.045 0.046 0.030 0.043 0.117 0.044 0.122
0.046 0.049 0.031 0.033 0.045 0.046 0.030 0.043 0.117 0.044 0.123
0.046 0.049 0.031 0.033 0.044 0.046 0.030 0.043 0.121 0.044 0.126
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.08 -0.01 -0.07
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.09 -0.01 -0.07
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.09 -0.01 -0.07
-175.02 553.38 202.16 -108.02 -188.81 -197.82 47.66 -18.12 -1189.34 -128.32 -1625.28
-184.57 556.07 223.88 -113.68 -191.47 -203.66 51.59 -6.99 -1242.70 -133.37 -1692.85
-166.64 496.26 184.52 -115.32 -175.47 -192.36 73.94 -21.99 -1292.40 -112.14 -1794.26
-0.02 0.02 0.02 -0.04 -0.02 -0.02 0.01 0.00 -0.05 -0.01 -0.04
-0.02 0.02 0.02 -0.04 -0.02 -0.02 0.01 0.00 -0.05 -0.01 -0.04
-0.01 0.02 0.02 -0.04 -0.02 -0.02 0.01 0.00 -0.05 -0.01 -0.03
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.08 -0.01 -0.07
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.09 -0.01 -0.07
-0.01 0.02 0.01 -0.02 -0.01 -0.01 0.00 0.00 -0.09 -0.01 -0.07
0.17 0.20
0.036 0.034
0.036 0.034
0.036 0.035
0.00 0.01
0.14 0.12
0.14 0.17
79.16 117.40
2605.77 2237.74
2506.87 3746.29
0.01 0.01
0.01 0.01
0.01 0.03
0.00 0.01
-0.04 -0.03
-0.04 -0.03
Lampiran 8. Analisis Shift Share Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Atas Dasar Harga Konstan 2000 atas harga konstan 2000 Tahun No Lapangan Usaha 2003(C) 2007 1 Tanaman Bahan Makanan 2,351,682.60 2,669,571.65 Peternakan 429,177.19 466,979.56 Perkebunan 221,025.79 78,625.99 Kehutanan 19,676.53 22,267.22 Perikanan 148,791.56 170,318.66 2 Pertambangan & Penggalian 17,157.85 9,129.16 3 Industri Pengolahan 166,097.18 201,434.96 4 Listrik & Air Bersih 46,491.05 56,370.75 5 Bangunan 193,990.29 231,475.51 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,386,083.63 1,787,882.68 7 Pengangkutan & Komunikasi 424,175.34 537,049.75 Keuangan, Persewaan & Jasa 8 Perusahaan 316,218.53 388,568.36 9 Jasa-jasa/ Service 607,742.09 728,290.80 PDRB 6,319,325.91 7,347,965.05
No 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Tanaman Bahan Pangan Peternakan Perkebunan Kehutanan Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa/ Service PDRB
Tahun 2003 2007 23,690,000.00 26,264,301.00 4,490,000.00 5,355,850.00 1,850,000.00 1,902,034.00 590,000.00 449,415.00 1,780,000.00 1,715,891.00
Ra
Ri
ri
0,2482 0,2482 0,2482 0,2482 0,2482
0,11 0,19 0,03 0,076 0,096
0,14 0,9 0,036 0,13 0,14
8,230,000.00
6,491,519.00
0,2482
0,79
0,53
93,930,000.00 4,920,000.00 5,980,000.00
122,702,671.00 5,750,579.00 8,928,178.00
0,2482 0,2482 0,2482
0,31 0,17 0,049
0,21 0,21 0,19
42,760,000.00
54,789,912.00
0,2482
0,28
0,29
9,380,000.00
12,271,025.00
0,2482
0,31
0,27
6,970,000.00 14,940,000.00 219,510,000.00
8,645,553.00 18,728,218.00 273,995,146.00
0,2482 0,2482
0,24 0,25
0,23 0,20
88
Lanjutan Lampiran 8 Ra 11 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
Pertumbuhan Regional (11) * C 583,717.23 106,527.18 54,861.38 4,883.96 36,931.94 4,258.79 41,227.41 11,539.66 48,150.83 344,043.41 105,285.66 78,489.42 150,849.24
ri - Ri 13 0.03 -0.10 -0.67 0.37 0.18 -0.26 -0.09 0.04 -0.30 0.01 -0.04 -0.01 -0.06
Pertumb Pangsa Wilayah 13 * C 62,340.77 (44,960.01) (148,616.48) 7,279.21 26,886.02 (4,404.32) (15,541.17) 2,031.23 (58,153.23) 11,844.32 (17,861.36) (3,667.52) (33,551.66)
Persen 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82 24.82
Ri - Ra 12 -0.14 -0.06 -0.22 -0.49 -0.28 -0.46 0.06 -0.08 0.24 0.03 0.06 -0.01 0.01
Pertumbuhan Proporsional (12) * C (328,168.95) (23,764.81) (48,644.71) (9,572.48) (42,290.86) (7,883.17) 9,651.54 (3,691.19) 47,487.61 45,911.32 25,450.11 (2,472.07) 3,251.13
Persen (13.95) (5.54) (22.01) (48.65) (28.42) (45.94) 5.81 (7.94) 24.48 3.31 6.00 (0.78) 0.53
Persen 2.65 -10.48 -67.24 36.99 18.07 -25.67 -9.36 4.37 -29.98 0.85 -4.21 -1.16 -5.52
89
Lampiran 9. Hasil Kuesioner Faktor Srategis Internal Responden 1 Asep Koswara Faktor Penentu
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
28
0,127
3
2
2
2
2
2
2
2
19
0,086
1
3
3
3
3
3
3
27
0,123
4
2
2
2
2
2
18
0,082
2
A
Basis Peternakan
B
Potensi sumberdaya alam
2
C
Koordinasi antar lembaga
2
3
D
Penyebaran Peternakan
2
2
1
E
Kebijakan pemerintah Sumberdaya manusia peternak
2
3
2
2
2
2
1
2
F
1
G
Kemampuan memasarkan
2
2
1
2
1
2
H
Adopsi teknologi
2
2
1
2
1
2
3
I
Kemampuan modal usaha Ketersediaan sarana prasarana Laju Pertumbuhan Peternakan
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
2
J K
1
∑
Bobot
Rank
20
0,091
4
18
0,082
4
2
2
2
17
0,077
3
2
2
2
19
0,086
1
2
2
18
0,082
1
2
18
0,082
2
18 220
0,082 1,000
2
2
Responden 2 Edwin Mahatir MR Faktor Penentu
A
B
C
D
E
F
G
H
2
1
1
2
2
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
I
J
K
3
2
2
18
0,082
4
3
3
1
1
22
0,100
4
2
2
3
2
2
25
0,114
4
3
2
2
3
2
2
23
0,105
2
2
2
2
3
2
2
19
0,086
4
1
2
2
1
2
15
0,068
1
3
3
1
2
22
0,100
4
2
2
2
18
0,082
1
A
Basis Peternakan
B
Potensi sumberdaya alam
2
C
Koordinasi antar lembaga
3
2
D
Penyebaran Peternakan
3
2
1
E
Kebijakan pemerintah
2
2
1
1
F
Sumberdaya manusia peternak
2
1
1
1
2
G
Kemampuan memasarkan
3
1
2
2
2
3
H
Adopsi teknologi
2
1
2
2
2
2
I
Kemampuan modal usaha
1
1
1
1
1
2
1
2
J
Ketersediaan sarana prasarana
2
3
2
2
2
3
3
2
3
K
Laju Pertumbuhan Peternakan
2
3
2
2
2
2
2
2
3
1
1 2
∑
Bobot
1
12
0,055
1
2
24
0,109
2
22 220
0,100 1,000
2
90
Rank
Responden 3 Agung Rianto Faktor Penentu
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
2
2
3
3
3
3
3
3
3
1
1
2
1
2
2
2
2
2
3
2
3
2
2
3
2
2
2
2
3
3
3
2
∑
Bobot
rank
26
0,118
4
1
17
0,077
4
3
1
24
0,109
4
1
2
2
17
0,077
2
3
3
3
26
0,118
4
2
2
2
1
16
0,073
2
1
2
2
2
17
0,077
3
2
2
2
19
0,086
2
2
2
18
0,082
1
A
Basis Peternakan
B
Potensi sumberdaya alam
2
C
Koordinasi antar lembaga
2
3
D
Penyebaran Peternakan
1
2
1
E
Kebijakan pemerintah
1
3
2
2
F
Sumberdaya manusia peternak
1
2
1
2
1
G
Kemampuan memasarkan
1
2
2
2
1
2
H
Adopsi teknologi
1
2
2
2
1
2
3
I
Kemampuan modal usaha
1
2
1
3
1
2
2
J
Ketersediaan sarana prasarana
1
2
1
2
1
2
2
2
2
K
Laju Pertumbuhan Peternakan
3
3
3
2
1
3
2
2
2
2
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Bobot
rank
3
1
3
3
2
2
2
2
2
2
22
0,100
3
1
2
1
2
2
2
2
2
1
16
0,073
4
3
2
3
3
3
3
3
1
27
0,123
4
2
3
1
2
1
2
2
17
0,077
2
3
3
3
3
3
1
24
0,109
3
2
2
2
2
2
17
0,077
2
1
2
2
1
17
0,077
3
2
2
2
19
0,086
1
2
2
19
0,086
1
2
18
0,082
2
24 220
0,109 1,000
2
2
2
17
0,077
1
23 220
0,105 1,000
2
Responden 4 Oos Kosasih Faktor Penentu A
Basis Peternakan
B
Potensi sumberdaya alam
1
C
Koordinasi antar lembaga
3
3
D
Penyebaran Peternakan
1
2
1
E
Kebijakan pemerintah
1
3
2
2
F
Sumberdaya manusia peternak
2
2
1
1
1
G
Kemampuan memasarkan
2
2
1
3
1
2
H
Adopsi teknologi
2
2
1
2
1
2
3
I
Kemampuan modal usaha
2
2
1
3
1
2
2
2
J
Ketersediaan sarana prasarana
2
2
1
2
1
2
2
2
2
K
Laju Pertumbuhan Peternakan
2
3
3
2
3
2
3
2
2
2
∑
91
Responden 5 Hermin Apriantini A
Faktor Penentu
B
C
D
E
F
G
H
I
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
21
0,095
3
1
2
1
2
1
3
2
2
1
17
0,077
4
3
2
3
3
3
3
3
1
25
0,114
4
1
2
2
2
2
1
1
16
0,073
2
3
3
3
3
3
2
27
0,123
3
2
2
2
2
2
18
0,082
2
1
2
2
2
18
0,082
3
2
2
2
18
0,082
1
1
1
16
0,073
1
2
20
0,091
2
24 220
0,109 1,000
2
A
Basis Peternakan
B
Potensi sumberdaya alam
2
C
Koordinasi antar lembaga
1
3
D
Penyebaran Peternakan
2
2
1
E
Kebijakan pemerintah
2
3
2
3
F
Sumberdaya manusia peternak
2
2
1
2
1
G
Kemampuan memasarkan
2
3
1
2
1
2
H
Adopsi teknologi
2
1
1
2
1
2
3
I
Kemampuan modal usaha
2
2
1
2
1
2
2
2
J
Ketersediaan sarana prasarana
2
2
1
3
1
2
2
2
3
K
Laju Pertumbuhan Peternakan
2
3
3
3
2
2
2
2
3
J
K
2
∑
Bobot
rank
Lampiran 10. Rekapitulasi Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Internal
Bobot
Rating
total
R1
R2
R3
R4
R5
Ratarata
R1
R2
R3
R4
R5
Ratarata
Kekuatan A
0,091
0,082
0,118
0,100
0,095
0,097
4
4
4
3
3
3,60
0,350
B
0,082
0,100
0,077
0,073
0,077
0,082
4
4
4
4
4
4,00
0,327
C
0,127
0,114
0,109
0,123
0,114
0,117
3
4
4
4
4
3,80
0,446
D
0,077
0,100
0,077
0,077
0,082
0,083
3
4
3
3
3
3,20
0,265
E
0,123
0,086
0,118
0,109
0,123
0,112
4
4
4
3
3
3,60
0,491
0,403 1,790
Kelemahan G
0,082
0,068
0,073
0,077
0,082
0,076
2
1
2
2
2
1,80
0,137
H
0,086
0,105
0,077
0,077
0,073
0,084
1
2
2
2
2
1,80
0,151
I
0,086
0,082
0,086
0,086
0,082
0,085
1
1
2
1
1
1,20
0,101
J
0,082
0,055
0,082
0,086
0,073
0,075
1
1
1
1
1
1,00
0,075
K
0,082
0,109
0,077
0,082
0,091
0,088
2
2
1
2
2
1,80
0,159
L
0,082
0,100
0,105
0,109
0,109
0,101 0,509
2
2
2
2
2
2,00
0,202 0,825 2,616
92
Lampiran 11. Hasil Kusioner Faktor Strategis Eksternal Responden 1 Asep Koswara A B C D E F G H I J
Faktor Penentu Tingkat Inflasi Potensi Daerah Otonomi Daerah Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Fluktuasi Harga Pertumbuhan Ekonomi Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat
A 1 3 1 1 1 1 1 1 2
B 3 3 2 2 2 2 2 3 3
C 1 1 1 2 1 1 1 2 2
D 3 2 3 2 2 2 2 3 3
E 3 2 2 2 1 2 1 2 2
F 3 2 3 2 3
G 3 2 3 2 2 2
2 2 3 3
H 3 2 3 2 3 2 2
2 2 2
I 3 1 2 1 2 1 2 1
3 3
J 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2
∑ 24 14 24 14 19 13 16 13 21 22 180
Bobot 0.133 0.078 0.133 0.078 0.106 0.072 0.089 0.072 0.117 0.122
Rank 3 3 2 1 1 4 2 4 3 2
Responden 2 Edwin Mahatir MR A B C D E F G H I J
Faktor Penentu Tingkat Inflasi Potensi Daerah Otonomi Daerah Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Fluktuasi Harga Pertumbuhan Ekonomi Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat
A
B 3
1 2 1 1 1 1 1 1 2
3 2 1 1 1 1 1 1
C 2 1 1 1 1 1 1 1 2
D 3 2 3 1 1 1 1 1 1
E 3 3 3 3 2 2 3 2 3
F 3 3 3 3 2 2 2 2 1
G 3 3 3 3 2 2
H 3 3 3 3 1 2 3
1 2 1
I
J 3 3 3 3 1 3 3 2 1
3 3 3 3 2 2 2 1
3 2
1
∑ 26 22 26 22 12 15 16 13 14 14 180
Bobot 0.144 0.122 0.144 0.122 0.067 0.083 0.089 0.072 0.078 0.078
Rank 2 3 2 4 3 3 2 3 2 2
Responden 3 Agung Rianto A B C D E F G H I J
Faktor Penentu Tingkat Inflasi Potensi Daerah Otonomi Daerah Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Fluktuasi Harga Pertumbuhan Ekonomi Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat
A 1 3 1 1 1 1 1 1 2
B 3 3 2 2 2 2 2 3 3
C 1 1 1 2 1 1 1 2 2
D 3 2 3 2 2 2 2 3 3
E 3 2 2 2 1 2 1 2 2
F 3 2 3 2 3 2 2 3 3
G 3 2 3 2 2 2 2 2 2
H 3 2 3 2 3 2 2 3 3
I 3 1 2 1 2 1 2 1 2
J 2 1 2 1 2 1 2 1 2
∑ 24 14 24 14 19 13 16 13 21 22 180
Bobot 0.133 0.078 0.133 0.078 0.106 0.072 0.089 0.072 0.117 0.122
93
Rank 3 3 2 1 1 4 2 4 3 2
Responden 4 Oos Kosasih A B C D E F G H I J
Faktor Penentu Tingkat Inflasi Potensi Daerah Otonomi Daerah Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Fluktuasi Harga Pertumbuhan Ekonomi Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat
A
B 3
1 2 1 1 1 1 1 1 2
3 2 2 2 2 2 3 3
C 2 1 1 2 1 1 1 2 2
D 3 2 3
E 3 2 2 2
2 2 2 2 3 3
1 2 1 2 2
F 3 2 3 2 3 2 2 3 3
G 3 2 3 2 2 2
H 3 2 3 2 3 2 2
2 2 2
I 3 1 2 1 2 1 2 1
3 3
J 2 1 2 1 2 1 2 1 2
∑ 25 14 23 14 19 13 16 13 21 22 180
Bobot 0.139 0.078 0.128 0.078 0.106 0.072 0.089 0.072 0.117 0.122
Rank 2 4 2 2 1 4 2 4 3 2
J 2 1 2 1 2 3 1 2 2
∑ 26 13 18 14 18 21 14 17 19 20 180
Bobot 0.144 0.072 0.100 0.078 0.100 0.117 0.078 0.094 0.106 0.111
Rank 2 4 2 2 1 4 2 4 3 2
2
Responden 5 Hermin Apriantini A B C D E F G H I J
Faktor Penentu Tingkat Inflasi Potensi Daerah Otonomi Daerah Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Fluktuasi Harga Pertumbuhan Ekonomi Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat
A
B 3
1 1 1 1 1 1 1 1 2
3 2 2 2 3 2 3 3
C 3 1 1 1 3 2 3 2 2
D 3 2 3
E 3 2 3 2
2 3 1 2 3 3
1 2 1 2 2
F 3 2 1 1 3 1 1 2 1
G 3 1 2 3 2 3
H 3 2 1 2 3 3 1
3 2 3
I 3 1 2 1 2 2 2 2
2 2
2
Lampiran 12. Rekapitulasi Bobot Faktor Eksternal No
Faktor Srategis Eksternal Faktor Peluang
A
B
C
D
E
Rata2
Rank
Total
1 2 3 4 5
Potensi Daerah Otonomi Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit
0.078 0.133 0.089 0.078 0.106
0.122 0.144 0.089 0.122 0.067
0.078 0.133 0.089 0.078 0.106
0.078 0.128 0.089 0.078 0.106
0.072 0.100 0.078 0.078 0.100
0.086 0.128 0.087 0.087 0.097 0.483
3 2 2 2 1
0.291 0.256 0.173 0.173 0.135 1.028
1 2 3 4 5
Faktor Ancaman Fluktuasi Harga Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat Tingkat Inflasi
0.072 0.072 0.117 0.122 0.133
0.083 0.072 0.078 0.078 0.144
0.072 0.072 0.117 0.122 0.133
0.072 0.072 0.117 0.122 0.139
0.117 0.094 0.106 0.111 0.144
0.083 0.077 0.107 0.111 0.139 0.517 1.000
4 4 3 2 2
0.317 0.291 0.299 0.222 0.333 1.462 2.491
94
Lampiran 13. Hasil Kuesioner Penilaian Daya Tarik Responden 1 (Bidang Perencanaan Ekonomi Bappeda) Bobot Faktor Kekuatan Basis peternakan Potensi sumberdaya alam Koordinasi antar lembaga kemampuan memasarkan Kebijakan pemerintah Faktor Kelemahan Sumberdaya manusia peternak Penyebaran Peternak Adopsi teknologi Kemampuan modal usaha Ketersediaan sarana prasarana Laju Pertumbuhan Peternakan Faktor Peluang Potensi Daerah Otonomi Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Faktor Ancaman Fluktuasi Harga Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat Tingkat Inflasi
0,097 0,082 0,117 0,083 0,112
Strategi 1 AS TAS 4 0,389 4 0,327 3 0,352 3 0,335 3 0,248
Strategi 2 AS TAS 3 0,292 3 0,245 2 0,235 3 0,335 2 0,165
Strategi 3 AS TAS 3 0,292 4 0,327 2 0,235 3 0,335 3 0,248
Srategi 4 AS TAS 4 0,389 3 0,245 2 0,235 2 0,224 3 0,248
Srategi 5 AS TAS 3 0,292 4 0,327 2 0,235 2 0,224 3 0,248
Srategi 6 AS TAS 4 0,389 3 0,245 2 0,235 2 0,224 2 0,165
0,076 0,084 0,085 0,075
3 2 2 2
0,229 0,167 0,169 0,151
4 2 2 2
0,305 0,167 0,169 0,151
2 3 2 2
0,153 0,251 0,169 0,151
2 2 2 2
0,153 0,167 0,169 0,151
4 3 3 3
0,305 0,251 0,254 0,226
3 2 3 2
0,229 0,167 0,254 0,151
0,088
2
0,176
2
0,176
2
0,176
2
0,176
2
0,176
3
0,265
0,101
3
0,303
3
0,303
3
0,303
2
0,202
4
0,404
4
0,404
0,086 0,128 0,087 0,087 0,097
4 3 3 3 2
0,342 0,383 0,26 0,26 0,193
3 3 2 2 2
0,257 0,383 0,173 0,173 0,193
4 3 3 4 2
0,342 0,383 0,26 0,347 0,193
2 3 4 2 2
0,171 0,383 0,347 0,173 0,193
4 2 2 2 3
0,342 0,256 0,173 0,173 0,29
2 3
0,171 0,383 0 0,173 0,193
0,083 0,077 0,107 0,111 0,139
3 3 4 4 2
0,25 0,23 0,427 0,444 0,278 5,915
3 3 3 3 2
0,25 0,23 0,32 0,333 0,278 5,136
3 3 4 4 2
0,25 0,23 0,427 0,444 0,278 5,794
3 2 2 3 2
0,25 0,153 0,213 0,333 0,278 4,855
2 3 2 2 2
0,167 0,23 0,213 0,222 0,278 5,286
2 2 3 2 4 2 2
0,25 0,153 0,427 0,222 0,278 4,978
95
Responden 2 (Kasi Pengembangan dan Produksi Peternakan) Bobot Faktor Kekuatan Basis peternakan Potensi sumberdaya alam Koordinasi antar lembaga kemampuan memasarkan Kebijakan pemerintah Faktor Kelemahan Sumberdaya manusia peternak Penyebaran Peternak Adopsi teknologi Kemampuan modal usaha Ketersediaan sarana prasarana Laju Pertumbuhan Peternakan Faktor Peluang Potensi Daerah Otonomi Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Faktor Ancaman Fluktuasi Harga Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat Tingkat Inflasi
0,097 0,082 0,117 0,083 0,112
Strategi 1 AS TAS 4 0,389 3 0,245 3 0,352 2 0,224 4 0,331
Strategi 2 AS TAS 2 0,195 3 0,245 3 0,352 2 0,224 4 0,331
Strategi 3 AS TAS 3 0,292 4 0,327 3 0,352 3 0,335 3 0,248
Srategi 5 AS TAS 4 0,389 3 0,245 2 0,235 2 0,224 3 0,248
Srategi 6 AS TAS 2 0,195 3 0,245 4 0,469 4 0,447 4 0,331
Srategi 6 AS TAS 3 0,292 2 0,164 3 0,352 2 0,224 3 0,248
0,076 0,084 0,085 0,075
2 3 2 3
0,153 0,251 0,169 0,226
3 2 4 3
0,229 0,167 0,338 0,226
2 3 3 2
0,153 0,251 0,254 0,151
3 2 3 4
0,229 0,167 0,254 0,302
3 2 3 3
0,229 0,167 0,254 0,226
3 2 3 3
0,229 0,167 0,254 0,226
0,088
4
0,353
2
0,176
2
0,176
3
0,265
3
0,265
4
0,353
0,101
2
0,202
2
0,202
2
0,202
2
0,202
2
0,202
2
0,202
0,086 0,128 0,087 0,087 0,097
4 3 3 2 2
0,342 0,383 0,26 0,173 0,193
3 3 2 3 2
0,257 0,383 0,173 0,26 0,193
3 3 3 2 2
0,257 0,383 0,26 0,173 0,193
4 3 2 3 2
0,342 0,383 0,173 0,26 0,193
4 2 2 2 3
0,342 0,256 0,173 0,173 0,29
3 3 2 3 2
0,257 0,383 0,173 0,26 0,193
0,083 0,077 0,107 0,111 0,139
3 2 3 4 3
0,25 0,153 0,32 0,444 0,417 5,831
2 2 2 2 2
0,167 0,153 0,213 0,222 0,278 4,985
3 3 3 3 2
0,25 0,23 0,32 0,333 0,278 5,419
2 2 2 3 2
0,167 0,153 0,213 0,333 0,278 5,256
2 3 2 2 2
0,167 0,23 0,213 0,222 0,278 5,374
3 2 4 2 2
0,25 0,153 0,427 0,222 0,278 5,307
96
Responden 3 (Kasi Bina Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura) Bobot Faktor Kekuatan Subsektor peternakan merupakan basis ekonomi Potensi sumberdaya alam Koordinasi antar lembaga Kebijakan pemerintah Kemampuan memasarkan Ketersediaan bibit ternak Faktor Kelemahan Sumberdaya manusia peternak Penyebaran Peternak Adopsi teknologi Kemampuan modal usaha Ketersediaan sarana prasarana Laju Pertumbuhan Peternakan Faktor Peluang Potensi Daerah Otonomi Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Faktor Ancaman Fluktuasi Harga Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat Tingkat Inflasi
Strategi 1 AS TAS
Strategi 2 AS TAS
Strategi 3 AS TAS
Srategi 4 AS TAS
Srategi 5 AS TAS
Srategi 7 AS TAS
0,089 0,075 0,107 0,103 0,077 0,082
4 3 2 3 3 2
0,358 0,225 0,214 0,309 0,23 0,164
3 3 2 2 3 3
0,268 0,225 0,214 0,206 0,23 0,246
3 4 2 3 3 3
0,268 0,3 0,214 0,309 0,23 0,246
4 3 2 3 3 3
0,358 0,225 0,214 0,309 0,23 0,246
3 4 3 3 2 3
0,268 0,3 0,321 0,309 0,153 0,246
3 3 3 3 2 2
0,268 0,225 0,321 0,309 0,153 0,164
0,076 0,084 0,085 0,075 0,088 0,101
3 3 3 3 2 2
0,229 0,251 0,254 0,226 0,176 0,202
4 2 2 2 2 2
0,305 0,167 0,169 0,151 0,176 0,202
3 2 3 3 2 2
0,229 0,167 0,254 0,226 0,176 0,202
3 2 2 2 2 3
0,229 0,167 0,169 0,151 0,176 0,303
4 2 3 3 3 2
0,305 0,167 0,254 0,226 0,265 0,202
3 3 2 3 2 3
0,229 0,251 0,169 0,226 0,176 0,303
0,086 0,128 0,087 0,087 0,097
3 3 3 3 3
0,257 0,383 0,26 0,26 0,29
4 4 2 2 2
0,342 0,511 0,173 0,173 0,193
3 4 3 4 2
0,257 0,511 0,26 0,347 0,193
3 3 2 2 2
0,257 0,383 0,173 0,173 0,193
4 3 2 2 3
0,342 0,383 0,173 0,173 0,29
2 3 2 2 2
0,171 0,383 0,173 0,173 0,193
0,083 0,077 0,107 0,111 0,139
3 3 4 4 2
0,25 0,23 0,427 0,444 0,278 5,917
2 3 2 3 2
0,167 0,23 0,213 0,333 0,278 5,174
2 2 3 3 2
0,167 0,153 0,32 0,333 0,278 5,641
3 2 2 3 2
0,25 0,153 0,213 0,333 0,278 5,185
2 3 2 2 3
0,167 0,23 0,213 0,222 0,417 5,628
3 2 4 2 2
0,25 0,153 0,427 0,222 0,278 5,22
97
Lampiran 14. Rekapitulasi Hasil Olahan QSPM
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3
Strategi Strategi Strategi Strategi Strategi Strategi Srategi 1 2 2 4 5 6 7 5.915 5.136 5.729 4.835 4.854 5.296 4.893 5.896 5.063 5.441 5.203 5.225 5.371 5.356 5.810 5.160 5.617 5.203 5.088 5.669 5.110 5.874 5.119 5.596 5.081 5.056 5.445 5.119
Lampiran 15. Pengolahan hasil Interpretative Structural Modelling 1. Pengolahan hasil Kuisioner menjadi matrik SSIM seperti Tabel berikut: Lembaga 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Dinas Peternakan, A A X X A A X X X Perikanan dan Kelautan 1 X X X X X A X X 2 Bapeda Dinas Koperasi O O X X A V X 3 Dinas Industri dan X O X A V X 4 Perdagangan Perguruan Tinggi BPD/Lembaga Keuangan Peternak Dinas Pertanian Dinas Perkebunan dan 9 Kehutanan 10 Dinas Lingkungan Hidup 5 6 7 8
O O O A O
O O O X
X A V
O A
O
98
Lanjutan Lampiran 2. Pembuatan Reachibilty Matrik (mengubah lambang V,X, O, A pada Matrik SSIM). Tabel Reachibility Matrik No Lembaga A B C D E F G H I J DP R A Dinas Peternakan, 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 6 4 Perikanan dan Kelautan B C D E F G H I J
Bapeda Dinas Koperasi Dinas Industri Perdagangan
1 1 dan 1
1 1 1
1 1 1
1 0 1 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 9 0 0 7 0 1 8
1 3 2
0 1 1 1 0
0 0 0 1 1
6 4 7 8 4
4 5 3 2 5 5
Perguruan Tinggi BPD/Lembaga Keuangan Peternak Dinas Pertanian Dinas Perkebunan dan Kehutanan
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 0
1 0 1 1 0
1 0 0 1 0
0 0 1 0 0
1 0 1 1 1
0 0 0 0 0
Dinas Lingkungan Hidup Dependence R
0
1
0
1 0
0 0 1
0 1 4
9
9
8
8
4
5
4
9
3
4
1
1
2
2
4
3
4
1
5
4
F
G
H
I
J
Tabel RM setelah transformasi matrik
A B C D
A
B
C
D
Dinas Peternakan, 1 Perikanan dan Kelautan
1
1
1
1
1 1
1 1 0
Bapeda Dinas Koperasi Dinas Industri Perdagangan
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1
0 1 dan 1
E
0 1 1 0 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 0
1 0 0 1 0
0 1 0 0 0
I J
Dinas Lingkungan Hidup
1
1
0
1
0
0 0
0 0 1
6
9
7
8
4
8
G H
Dependence
1 8 2 2 9
8
0 0 1 1 0
F
r
1 9
Perguruan Tinggi BPD/Lembaga Keuangan Peternak Dinas Pertanian Dinas Perkebunan dan Kehutanan
E
DR
0 1 1 1 0
0 0 0 1 1
0 0 0 1 0
4 5 3 4 4 9 1 5 4
3 6
7
4
4
5
4
Keterangan: Dependence menjadi sumbu horizontal dan DR menjadi sumbu vertikal, yang kemudian menjadi matrik Driver Power dan Dependence
99
Tabel Penetapan Pilihan Jenjang (Level Partition) Lembaga RS AS Intercept Dinas Peternakan, 1,2,3,4,5,6,7,8,9 1,3,4,7,8 1,3,4,7,8 Perikanan dan Kelautan Bapeda 2,3,4,5,6,7,8,9,10 1,2,3,4,6,7,8,9,10 2,3,4,6,7,8,9,10 Dinas Koperasi 1,2,3,4,5,6,7,8 1,2,3,4,5,7,8 1,2,3,4,7,8 Dinas Industri dan 1,2,3,4,5,7,8,10 1,2,3,4,5,6,8,10 1,2,3,4,5,8,10 Perdagangan Perguruan Tinggi 3,4,5,7 1,2,3,4,5,8 3,4,5 BPD/Lembaga Keuangan 2,4,6,7,8 1,2,3,6 2,6 Peternak 1,2,3,7 1,2,3,4,6,7,8 1,2,3,7 Dinas Pertanian 1,2,3,4,5,7,8,9,10 1,2,3,4,5,6,8,9 1,2,3,4,5,8,9 Dinas Perkebunan dan 2,8,9 1,2,8,9 2,8,9 Kehutanan Dinas Lingkungan Hidup 1,2,4,10 2,4,8,10 2,4,10 Keterangan: Urutan level menjadi dasar pembuatan bagan strukturl.
Level 1 1 2 2 4 3 4 1 5 5
100
Lampiran 16. Kuesioner Strategi Pengembangan KUESIONER PENELITIAN PENENTUAN FAKTOR PENGENDALI Judul Penelitian : ANALISIS PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Pekerjaan/jabatan Alamat
: : :
Kami mohon Bapak/Ibu dapat mengisi kuesioner ini secara objektif dan benar. Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademik tujuan ilmiah, semua data yang diberikan akan dijamin kerahasiaanya sesuai kode etik ilmiah
WINWORK SINAGA NRP H34066130
SARJANA PENYELANGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 101
PENENTUAN BOBOT FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Petunjuk Pengisian Nilai diberikan pada perbandingan berpasangan antara dua faktor (vertikal dan horizontal) berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya terhadap faktor internal dan eksternal perusahaan. Untuk menentukan bobot setiap faktor digunakan skala 1,2 dan 3 dengan keterangan skala sebagai berikut: Nilai 1 : Jika Indikator Horisontal kurang penting daripada indikator vertikal Nilai 2 : Jika Indikator Horisontal sama penting dibandingkan indikator vertikal Nilai 3 : jika Indikator Horisontal lebih penting daripada indikator vertikal Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Penentu A B C D A. Basis Peternakan B. Potensi sumberdaya alam
E
F
G
H
I
J
K
C
D
E
F
G
H
I
C. Peyebaran peternakan
D. Motivasi peternak E. Kebijakan pemerintah F. Sumberdaya manusia peternak G. Kemampuan memasarkan H. Adopsi teknologi I. Kemampuan modal usaha J. Ketersediaan sarana prasarana K. Laju Pertumbuhan Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal Faktor Penentu A. Tingkat inflasi
A
B
J
B. Potensi pasar
C. Otonomi daerah D. Tuntutan keamanan produk (asuh)
E. F. G. H. I. J.
Ketersediaan kredit Fluktuasi harga Pertumbuhan ekonomi Kejadian penyakit ternak Pengaruh ekonomi global Sosial budaya masyarakat
102
PENENTUAN PERINGKAT FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Penentuan Peringkat dimaksudkan untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi lingkungannya. A. Variabel Faktor Internal Variabel Faktor internal ini terdiri dari Faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang mungkin dapat diatasi/dihindari dalam upaya pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur Petunjuk Pengisian: Berikan tanda (√) pada Kolom yang tersedia dengan pilihan sebagai berikut: Nilai 4, jika faktor tersebut merupakan kekuatan utama Nilai 3, jika faktor tersebut merupakan kekuatan kecil Nilai 2, jika faktor tersebut merupakan kelemahan kecil Nilai 1, jika faktor tersebut merupakan kelemahan utama 1. Faktor Kekuatan Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi faktor-faktor kekuatan berikut ini terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur? No 1 2 3 4 5 6
Faktor Kekuatan Basis Peternakan Potensi Sumberdaya Alam Kemampuan Memasarkan Koordinasi antar lembaga Kebijakan Pemerintah
1
2
3
4
2. Faktor Kelemahan Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi faktor-faktor kekuatan berikut ini terhadap pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur? No 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Kelemahan Penyebaran Peternakan Sumberdaya Manusia Peternak Adopsi Tekonologi Ketersediaan Sarana dan Prasarana Kemampuan Modal Usaha Laju Pertumbuhan Peternakan
1
2
3
4
103
B. Variabel Faktor Eksternal Variabel Faktor eksternal ini merupakan faktor-faktor kunci peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang dapat dihindari dalam pengembangan peternakan di Kabupaten Cianjur 1. Faktor Peluang Berikan tanda (√) pada kolom yang tersedia dengan pilihan sebagai berikut: Nilai 1, jika kemampuan meresponnya tidak baik/kurang Nilai 2, jika kemampuan meresponnya agak baik Nilai 3, jika kemampuan meresponnya baik Nilai 4, jika kemampuan meresponnya sangat baik No Faktor Peluang 1 2 3 4 1 Potensi Pasar 2 Ketersediaan kredit 3 Otonomi Daerah 4 Pertumbuhan ekonomi 5 Tuntutan Keamanan Produk 2. Faktor Ancaman Berikan tanda (√) pada kolom yang tersedia dengan pilihan sebagai berikut: Nilai 1, jika faktor ancaman tidak berpengaruh Nilai 2, jika faktor ancaman kecil pengaruhnya Nilai 3, jika faktor ancaman kuat pengaruhnya Nilai 4, jika faktor ancaman sangat kuat pengaruhnya No 1 2 3 4 5
Faktor Ancaman Tingkat Inflasi Kejadian penyakit ternak Fluktuasi Harga Sosial Budaya Masyarakat Pengaruh Global
1
2
3
4
104
Lampiran 17. Kuesioner Penentuan Daya Tarik Alternatif Strategi KUESIONER PENELITIAN PENENTUAN DAYA TARIK ALTERNATIF STRATEGI DENGAN QSPM Judul Penelitian : ANALISA PERAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN CIANJUR
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Pekerjaan/jabatan Alamat
: : :
Kami mohon Bapak/Ibu dapat mengisi kuesioner ini secara objektif dan benar. Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademik tujuan ilmiah, semua data yang diberikan akan dijamin kerahasiaanya sesuai kode etik ilmiah
WINWORK SINAGA NRP H34066130
SARJANA PENYELANGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 105
Penentuan Daya Tarik Alternatif Strategi dengan QSPM Nama Responden Jabatan
: :
Tujuan untuk mendapatkan penilaian responden terhadap nilai daya tarik suatu strategi atas strategi yang lain berdasarkan kondisi faktor-faktor strategi yang tersedia. Alternatif strategi yang dihasilkan oleh analisis SWOT adalah Sebagai berikut: 1. Pembinaan dan Pengembangan berdasarkan potensi wilayah 2. Pengembangan teknologi tepat guna 3. Peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternak 4. Optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal 5. Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan 6. Pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan Petunjuk Pengisian Penberian Nilai daya tarik suatu strategi adalah dengan memberikan nilai numerik (1 sampai 4) yang paling sesuai menurut responden Nilai Daya Tarik Adalah 1 = Tidak Menarik 2 = Agak Menarik 3 = Cukup Menarik 4 = Sangat Menarik
106
Faktor Kekuatan Basis peternakan Potensi sumberdaya alam Koordinasi antar lembaga kemampuan memasarkan Kebijakan pemerintah Faktor Kelemahan Sumberdaya manusia peternak Penyebaran Peternak Adopsi teknologi Kemampuan modal usaha Ketersediaan sarana prasarana Laju Pertumbuhan Peternakan Faktor Peluang Potensi Daerah Otonomi Daerah Pertumbuhan Ekonomi Tuntutan Keamanan Produk Ketersediaan Kredit Faktor Ancaman Fluktuasi Harga Kejadian Penyakit Ternak Pengaruh Ekonomi Global Sosial Budaya Masyarakat Tingkat Inflasi
SI AS
S2 AS
S3 AS
S4 TAS
S5 AS
S6 TAS
Keterangan: 1. Pembinaan dan Pengembangan berdasarkan potensi wilayah 2. Pengembangan teknologi tepat guna 3. Peningkatan pembinaan dan pengembangan SDM Peternak 4. Optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan sumberdaya lokal 5. Pengembangan kemitraan yang lebih luas dan saling menguntungkan 6. Pemeriksaan kesehatan ternak secara kontinyu dan tindak pencegahan penyakit hewan
107
Lampiran 18. Kuesioner Analisis Kelembagaan ANALISIS KELEMBAGAAN Nama Responden Jabatan
: :
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui lembaga mana yang paling berpengaruh dalam pengembangan subsektor peternakan Kabupaten Cianjur. Selain itu analisis ini juga untuk mengetahui keterkaitan antar lembaga. Petunjuk Pengisian Berikan Simbol V, A, X, atau O pada Tabel berikut Nilai V bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 1 Nilai A bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 1 Nilai X bila eij bernilai 1 dan eji bernilai 0 Nilai O bila eij bernilai 0 dan eji bernilai 0 (dimana Eij adalah hubungan kolom – baris dan Eji Merupakan hubungan Baris – Kolom Pengertian nilai satu adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan nilai nol memiliki pengertian tidak terdapat adanya hubungan kontekstual antara elemen i (horizontal) dan j (vertikal) dan sebaliknya 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
1. Dinas Perikanan dan Peternakan 2. Bapeda 3. Koperasi 4. Dinas Industri dan Perdagangan 5. Perguruan Tinggi 6. BPD/Lembaga Keuangan 7. Peternak 8. Dinas Pertanian 9. Dinas Perkebunan dan Kehutanan 10.
108
Lampiran 19. Peta Kabupaten Cianjur
109