ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN)
OLEH KEMAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN H14102121
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
KEMAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN. Analisis Penurunan Pajak Tak Langsung Produk-Produk Pangan Strategis dalam Perekonomian Indonesia (Analisis Input-Output Sisi Penawaran) (dibimbing oleh SAHARA).
Masalah produksi pangan di Indonesia masih menjadi sorotan utama, walaupun demikian menurut data BPS sektor pertanian masih mampu berproduksi lebih maksimal. Namun disamping itu, pemerintah juga harus memperhatikan pertumbuhan penduduk dan perubahan paradigma masyarakat tentang makanan dikarenakan tingkat pengetahuan yang semakin tinggi tentang pangan bergizi, hal ini akan menunjukkan peningkatan konsumsi makanan oleh masyarakat. Namun ironisnya pada tahun 2003 rata-rata tingkat konsumsi pangan penduduk Indonesia (1989,89 kalori), masih berada di bawah standar kecukupan, sementara pada tahun 2004 turun sebesar 3,83 kalori sehingga secara rata-rata tetap berada di bawah batas standar kecukupan. Meningkatnya harga pangan di Indonesia menjadi alasan yang cukup kuat mendasari masalah ketahanan pangan. Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar, saat ini pajak menyumbang 78 persen dari total penerimaan negara. Namun masalah pajak sangat memberatkan, karena pada dasarnya pajak tak langsung adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen melalui produsen dengan menaikkan harga barang. Untuk itu perlu dilakukan kebijakan penurunan pajak khususnya sektor pangan (yang mencakup pangan pertanian maupun sektor industri pangan) demi meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap pangan yang baik dan secara jangka panjang dapat terwujudnya ketahanan pangan nasional. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor pangan strategis di Indonesia, (2) menganalisis pengaruh penurunan pajak tak langsung terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja di sektor pangan strategis dan sektor-sektor lainnya. Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah analisis InputOutput. Data yang digunakan adalah data sekunder dari Tabel Transaksi Total atas Harga Produsen Tahun 2003 klasifikasi 66 Sektor. Tabel tersebut kemudian diagregasi menjadi 27 sektor. Penelitian ini menggunakan alat bantu software Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi sektor industri pangan sangat tergantung terhadap hasil produksi sektor tanaman bahan makanan lainnya, dan tanaman kacang-kacangan. Di sisi lain sektor industri pangan mempunyai peranan yang besar terhadap kegiatan produksi sektor listrik, gas, dan air. Dilihat dari nilai koefisien penyebaran, sektor industri mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menyediakan input bagi sektor yang menyediakan input bagi sektor industri pangan (sektor hulunya) dengan kuat. Nilai kepekaan penyebaran sektor pangan merupakan sektor yang outputnya banyak digunakan sebagai input dalam proses produksi sektor lain dalam
perekonomian Indonesia. Hal ini berarti bahwa sektor pangan dapat memicu pertumbuhan sektor lainnya. Analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor pangan strategis memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pembentukkan output dan pendapatan sektor dalam perekonomian, dan berpengaruh kuat terhadap peningkatan tenaga kerja khususnya sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Kesimpulan yang bisa diambil dari hasil penelitian adalah Penurunan pajak tak langsung dapat mempengaruhi peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja khususnya di sektor pertanian dan industri pangan secara signifikan. Sektor yang terkena dampak paling besar adalah sektor bahan makanan lainnya dan sektor tanaman kacang-kacangan pada sektor pertanian (hulunya), dan sektor industri makanan lainnya, dan industri tepung pada sektor industri pangan (hilirnya). Sedangkan untuk sektor lainnya listrik, gas, dan air yang paling peka terhadap dampak penurunan pajak produk pangan. Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang telah dilakukan maka saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah (1) penurunan pajak tak langsung harus dilakukan, namun pemerintah tetap harus mengawasi proses pengenaan tarif pajak yang selama ini berlaku, (2) dibutuhkan suatu kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak secara ekstensifikasi dengan menertibkan wajib pajak yang lalai, (3) diberlakukan kembali swasembada pangan dengan proyek investasi pembangunan sektor pertanian jangka panjang. Sebagai upaya pengembalian arah kebijakan berbasis industri pertanian demi terwujudnya kemandirian pangan dalam rangka menuju kondisi ketahanan pangan nasional.
ANALISIS PENURUNAN PAJAK TAK LANGSUNG PRODUK-PRODUK PANGAN STRATEGIS DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODEL INPUT-OUTPUT SISI PENAWARAN)
Oleh KEMAS MUHAMMAD HUSNI THAMRIN H14102121
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Kemas Muhammad Husni Thamrin
Nomor Registrasi Pokok : H14102121 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Penurunan Pajak Tak Langsung ProdukProduk Pangan Strategis dalam Perekonomian Indonesia (Analisis Input-Output Sisi Penawaran)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Sahara, SP, M.Si NIP. 132 232 456
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan: 16 Juni 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Kemas Muhammad Husni Thamrin H14102121
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Kemas Muhammad Husni Thamrin lahir di Palembang, 29 Juli 1984. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Drs. H. K.M Hasan Farouk, MM dan Hj. Ny Maimunah. Penulis mengawali jenjang pendidikan di TK Aisyiah Bustanul Atfal Palembang tahun 1989, kemudian melanjutkan ke SDN 560 Palembang dan pindah ke SDN 343 Palembang hingga lulus tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah ke SLTPN 1 Palembang hingga tahun 1999, lalu penulis melanjutkan ke SMUN 1 Palembang dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya di Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selama penulis menjalankan studinya, penulis aktif di beberapa organisasi antara lain DPM FEM IPB (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen), SES-C (Syariah Economic Student-Club) FEM IPB. Tahun 2005 penulis menjabat sebagai Sekretaris Jenderal HIPOTESA (Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Ekonomi) IPB dan menjadi delegasi mahasiswa IPB untuk IMEPI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) di Solo dan Surabaya dalam rangka Kongres Nasional, dan sampai saat ini masih aktif sebagai anggota HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan menulis dan pernah menjuarai be be r a pakompe t i s ia nt a r al a i nJ ua r aI I ILombaEs s a yPol i t i k” FEM Be r a s pi r a s i ” , Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Kecinaan Ke-3 oleh Sinology Centre UMY se-Jawa, Juara II Lomba Penulisan Artikel Ekonomi Nasional Gebyar Inaugurasi 2005 Universitas Brawijaya Malang, Juara III Lomba Sayembara Penulisan Novel&Artikel Wanita-Keluarga Islami 2005 Tingkat Nasional oleh Gema Insani Press, Juara II Lomba Penulisan Opini PIONT 2005 se-Sumatera oleh UKMF PILAR Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Hingga saat ini penulis masih aktif membuat artikel dan karya tulis di berbagai kesempatan. Pada kesempatan lain penulis juga aktif dalam kegiatan olahraga diantaranya masuk dalam tim sepakbola FEM dalam meraih medali perunggu di Olimpiade IPB 2005.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini mengambil judul “Anal i s i s Pe nur unan Pajak Tak Langsung Produk-Produk Pangan Strategis dalam Perekonomian Indonesia (Model Input-Out putSi s iPe nawar an) ”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya dan setulusnya kepada Sahara, SP, M.Si yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis dan moral dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si yang telah menguji hasil karya skripsi ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran dan kritikan kepada Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr sebagai Komisi Pendidikan. Penulis juga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari peserta seminar hasil penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada mereka. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis baik teknis maupun secara moril dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. H. K.M. Hasan Farouk, MM dan Ibu Hj. Ny. Maimunah serta saudara-saudara penulis yaitu Nyimas Hasanah, SE (Nina) beserta keluarga, K.A Fachry, SH beserta keluarga, dan K.M Aidil Fitri. Kesabaran dan kasih sayang mereka sangat berarti dalam mendorong proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2006
Kemas Muhammad Husni Thamrin H14102121
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii I.
II.
PENDAHULUAN....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................
4
1.3 Tujuan ................................................................................................
8
1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ............... 10 2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 10 2.1.1. Pengertian Pajak ..................................................................... 10 2.1.2. Peranan Pajak di Sektor Pertanian ......................................... 13 2.1.3. Definisi Pangan Strategis ....................................................... 17 2.1.4. Penelitian Terdahulu .............................................................. 19 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 22 2.2.1. Model Input-Output ................................................................ 22 2.2.2. Struktur Tabel Input-Output.................................................... 25 2.2.3. Analisis Input-Output Sisi Penawaran dan Sisi Permintaan ... 29 2.2.4. Analisis Dampak Penyebaran ................................................. 29 2.2.5. Analisis Multiplier .................................................................. 30 2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 33
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 36 3.1 Lokasi Penelitian ................................................................................. 36 3.2 Waktu Penelitian ................................................................................. 36 3.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 36 3.4 Metode Analisis .................................................................................. 37 3.4.1. Dasar Analisis Input Output Sisi Penawaran .......................... 38
3.4.2. Analisis Dampak Penyebaran ................................................. 41 3.4.3. Analisis Multiplier .................................................................. 42 3.4.4. Analisis Dampak Perubahan Input Primer .............................. 47 3.4.5. Koefisien Pendapatan ............................................................... 48 3.4.6. Koefisien Tenaga Kerja............................................................ 48 3.5. Konsep dan Definisi ............................................................................ 49 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 54 4.1. Struktur Input Antara&Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis . 54 4.1.1. Stuktur Input Antara Sektor Pangan Strategis ........................ 54 4.1.2. Struktur Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis ............. 55 4.2. Analisis Dampak Penyebaran ............................................................ 59 4.2.1. Koefisien Penyebaran.............................................................. 59 4.2.2. Kepekaan Penyebaran ............................................................. 59 4.3. Analisis Multiplier ............................................................................. 61 4.3.1. Multiplier Output .................................................................... 62 4.3.2. Multiplier Pendapatan ............................................................. 62 4.3.3. Multiplier Tenaga Kerja .......................................................... 62 4.4. Analisis Dampak Perubahan Input Primer ......................................... 64 4.4.1. Dampak Terhadap Output ....................................................... 64 4.4.2. Dampak Terhadap Pendapatan................................................ 65 4.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja ............................................ 67 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 69 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 69 5.2 Saran.................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71 LAMPIRAN ...................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha di Negara Indonesia, 2001-2004 (persen) ................................................................................... 1 1.2
Produksi Pangan Strategis Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2002-2004 (Juta Ton) ................................................................................ 2
1.3
Konsumsi Rata-rata per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Strategis di Indonesia Tahun 2000-2004 (Kg) ............... 3
1.4
Anggaran Pendapatan Negara Indonesia Tahun 2002-2005 (Milyar Rupiah)......................................................................................... 5
2.1
Jenis Pembagian Pajak Tak Langsung Menurut Neraca Pemerintahan Umum di Indonesia Tahun 2005 ........................................ 12
2.2
Pengelompokan Produk Pangan Strategis Menurut Neraca Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2005 ................................................ 18
2.3
Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran Sektor Pertanian.................................................................................................... 19
2.4
Hasil Penelitian Terdahulu Sektor Pertanian ............................................ 20
2.5
Struktur Tabel Input-Output ...................................................................... 25
2.6
Struktur Kuadran Tabel Input-Output ....................................................... 27
3.1
Ringkasan Rumus Multiplier Ouput, Pendapatan dan Tenaga Kerja .......................................................................................................... 46
4.1
Struktur Komposisi Input Antara Sektor Pangan Strategis Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) ........................................................ 55
4.2
Struktur Output Total Sektor Pangan dan Sektor Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 (Milyar Rupiah) ................................................... 56
4.3
Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor Pangan dan Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 (Milyar Rupiah) ...................................................................................................... 57
4.4
Struktur Alokasi Permintaan Antara Sektor Industri Pangan Indonesia terhadap Sektor Lainnya Tahun 2003 (Milyar Rupiah)............ 58
4.5
Koefisien Penyebaran Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 .................................................................. 60
4.6
Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 .................. 63 Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis terhadap Perubahan Jumlah Output Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) ........................................................ 65
4.7
4.8
Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis terhadap Perubahan Jumlah Pendapatan Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) ........................................ 66
4.9
Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis terhadap Perubahan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) ........................................ 67
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1 Kurva permintaan dan penawaran produk pangan........................................ 13 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran........................................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Kode dan Klasifikasi Sektor Tabel yang Digunakan ................................ 75 2.
Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2003 Klasifikasi 27 sektor ............. 78
3.
Tabel Matriks Koefisien Output Klasifikasi 27 Sektor ............................. 84
4.
Tabel Matriks Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 27 Sektor ............. 87
5.
Tabel Matriks Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 27 Sektor ............ 90
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia saat ini sedang menghadapi masa transformasi yang panjang.
Hal ini terlihat dari kecenderungan perubahan arah kebijakan pembangunan nasional. Namun pergeseran arah kebijakan pembangunan ini yang bermula berbasis pertanian kemudian diarahkan pada sektor industri mengakibatkan menurunnya konsentrasi pemerintah dan publik pada sektor pertanian. Hal ini menyebabkan semakin menurunnya kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia (Makmun dan Yasin, 2003). Tabel 1.1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 menurut Lapangan Usaha di Negara Indonesia, 2001-2004 (Persen) No 1.
Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Produk Domestik Bruto Sumber: BPS, 2004(a)
2001 15,63
2002 16,04
2003 15,93
2004 15,38
8,18 2,18 2,04 1,04 2,19 10,81 30,07 0,64 5,30 15,90 4,59 8,02 9,04 100,00
8,25 2,36 2,22 1,01 2,20 8,64 29,73 0,83 5,45 16,87 5,26 8,29 8,89 100,00
8,01 2,39 2,18 0,99 2,36 8,28 28,83 0,95 5,50 16,55 5,77 8,51 9,68 100,00
7,42 2,49 2,13 0,94 2,40 8,55 28,34 0,99 5,84 16,19 6,09 8,44 10,18 100,00
Berdasarkan Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa kontribusi pertanian semakin menurun dalam kurun lima tahun terakhir yaitu dari 15,63% (2001) menjadi 15,38% (2004). Namun sektor industri pengolahan yang merupakan target
pembangunan ternyata juga mengalami penurunan yaitu 30,07% (2001) menjadi 28,34% (2004). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya sektor industri masih belum memiliki pondasi yang kuat sebagai basis perekonomian Indonesia. Proses transformasi pembangunan ini justru tidak memperhatikan permasalahan yang sebenarnya dialami oleh bangsa Indonesia. Masalah peningkatan jumlah penduduk dan pengangguran seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan jangka panjang, dan diharuskan adanya komitmen kembali dari pemerintah untuk meningkatkan sektor pertanian khususnya sektor tanaman pangan dan pangan penunjang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia dan mewujudkan penciptaan ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional diperlukan berbagai cara dilakukan oleh pemerintah baik berupa ekstensifikasi maupun program intensifikasi pertanian. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas pangan di Indonesia dalam arti luas, yaitu bukan hanya dalam pertanian saja, tapi meliputi peternakan dan perikanan sebagai salah satu komponen pangan utama. Tabel 1.2. Produksi Pangan Strategis Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2002-2004 (Juta Ton) No. Jenis Pangan 1. Padi 2. Jagung 3. Umbi-umbian 4. Kacang-kacangan 5. Daging 6. Telur 7. Susu Sumber : BPS, 2004(b)
Standar satuan Gabah Kering Giling Pipilan Kering Umbi Basah Bahan Kering Kilogram Butir Liter
2002 51,490 9,650 18,680 1,679 1,770 0,946 0,493
2003 52,140 10,890 20,510 1,793 1,871 0,974 0,553
2004 54,090 11,220 21,320 1,867 1,931 1,051 0,596
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa produksi pangan pertanian secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi sektor pangan di Indonesia masih dapat ditingkatkan. Peningkatan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat menjadikan kecenderungan perbaikan pola konsumsi masyarakat dengan lebih memperhatikan gizi. Pada dasarnya pola konsumsi makanan sehari-hari hendaknya memenuhi dua kriteria, yaitu cukup kalori dan protein. Kebutuhan kalori biasanya diperoleh dari konsumsi makanan pokok (karbohidrat), sementara kebutuhan protein sebagian besar diperoleh dari konsumsi makanan yang berasal dari hewani, seperti daging, ikan, telur, dan susu (Ariani dan Rahman, 2003) Tabel 1.3. Konsumsi Rata-rata per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Pangan Strategis di Indonesia Tahun 2000-2004 (Kg) No. Jenis Makanan 1. Beras 2. Jagung 3. Umbi-umbian 4. Kacang-kacangan (hanya kedelai) 5. Daging 6. Telur Ayam 7. Susu Kental Manis 8. Ikan (termasuk diawetkan) 9. Minyak kelapa/goreng/jagung 10. Gula Sumber: BPS, 2004(b)
2002 1,924 0,077 0,222 0,307 0,074 0,095 0,032 0,296 0,177 0,198
2003 1,930 0,064 0,230 0,301 0,087 0,094 0,031 0,329 0,171 0,193
2004 1,899 0,174 0,280 0,269 0,083 0,100 0,032 0,314 0,170 0,190
Tabel 1.3 menunjukkan pada tahun 2004 konsumsi bahan makanan penting yaitu jagung, umbi-umbian, telur ayam, dan susu
menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun 2003. Relatif stabilnya tingkat konsumsi beras, dan
terjadinya
peningkatan
pada
makanan
pokok
lainnya
mungkin
menggambarkan terjadinya diversifikasi konsumsi makanan pokok pada sebagian kelompok penduduk. Terlihat dari semakin meningkatnya konsumsi terhadap
pangan hewani menunjukkan bahwa penduduk Indonesia semakin memperhatikan konsumsi gizi. Namun ironisnya pada tahun 2003 rata-rata tingkat konsumsi pangan penduduk Indonesia (1989,89 kalori), masih berada di bawah standar kecukupan, sementara pada tahun 2004 turun sebesar 3,83 kalori sehingga secara rata-rata tetap berada di bawah batas standar kecukupan (BPS, 2004). Masalah semakin meningkatnya harga pangan di Indonesia menjadi alasan yang cukup kuat mendasari masalah keamanan pangan. Masalah pajak menjadi salah satu aspek tingginya harga jual produk pangan strategis di Indonesia. Hal ini membuat daya beli masyarakat akan cenderung menurun untuk produk pangan sehingga Indonesia akan sulit mencapai kondisi ketahanan pangan. Namun disamping itu, pajak merupakan instrumen kebijakan pemerintah terbesar dalam penerimaan negara. Dilematis kebijakan tersebut menjadi tujuan penelitian ini yang akan menganalisis dampak penurunan pajak tak langsung pada produk pangan strategis yang merupakan produk pokok sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia, sebagai upaya terciptanya ketahanan pangan yang berkesinambungan untuk masa depan Indonesia.
1.2.
Perumusan Masalah Penerimaan negara Indonesia saat ini sangat bergantung pada penerimaan
pajak. Pemerintah telah mentargetkan penerimaan negara di sektor pajak tahun 2006 sebesar Rp 362 Trilyun atau meningkat sebesar 20 persen dari tahun 2005.
Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak, dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas1 (Dirjen Pajak, 2006). Tabel 1.4. Anggaran Pendapatan Negara Indonesia Tahun 2002-2005 (Milliar Rupiah) Sumber Penerimaan Penerimaan Dalam Negeri Penerimaan Pajak Pajak Dalam Negeri Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan Cukai Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional Bea Masuk Pajak Ekspor Penerimaan Bukan Pajak Hibah Jumlah Penerimaan Sumber : BPS 2004(c)
2002 301.874 219.627 207.029 104.497 70.100
2003 336.155 254.140 241.742 120.925 80.790
2004 349.300 272.175 260.224 133.968 86.273
2005 379.627 297.844 285.481 142.193 98.828
8.129
9.925
8.031
13.487
22.353 1.950 12.598 12.249 349 82.247 0 301.874
27.945 2.157 12.398 11.960 438 82.015 0 336.155
27.671 4.281 11.951 11.636 315 77.125 634 349.934
28.934 2.040 12.363 12.018 345 81.783 750 380.377
Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa besarnya penerimaan negara sangat didominasi dari penerimaan pajak. Pada tahun 2005, penerimaan pajak mencapai 78 persen dari penerimaan negara total (termasuk hibah). Target yang ditetapkan oleh pemerintah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ekstensifikasi pajak dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi pajak dilakukan dengan meningkatkan jumlah pembayar pajak (wajib pajak), sedangkan intensifikasi pajak yaitu meningkatkan nilai pajak itu sendiri. Apabila ditinjau dari sisi intensifikasi pajak, saat ini pajak di Indonesia sudah terlalu tinggi, bahkan untuk pajak perusahaan mencapai 30 persen. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah
1
Wilkipedia, www.google.com
(PP) No. 55/2004 tentang Perubahan Kelima Atas PP No.145/2000 tentang kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang ditetapkan pada 31 Desember 2004, dan ketentuan tersebut diberlakukan efektif per 1 Januari 2005. Kategori produk yang dihapus PPnBM-nya adalah meliputi kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan atau diragi, kelompok air buah dan air sayuran, kelompok minuman non alkohol, produk kecantikan dan permadani selain yang dibuat dari sabut kelapa (coir), sutera atau wool atau bulu hewan halus.2 Masalah pajak tak langsung ini akan memberatkan konsumen, karena pada dasarnya pajak tak langsung adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen melalui produsen dengan menaikkan harga barang (BPS, 2005). Melihat dari tujuan pemerintah Indonesia bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan) dan ditegaskan kembali pada Pasal 45 dan Pasal 46 Bab IV UU No.7 Tahun 1996 Tentang Ketahanan Pangan menjelaskan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Menurut FAO3 bahwa tahun 2003 terdapat sekitar 200 juta orang yang mengalami kelaparan di dunia. Sedangkan di tahun 2035 proyeksi bertambahnya penduduk Indonesia mencapai dua kali lipat dari tahun 2003 (Husodo, 2003). Hal ini menegaskan kebutuhan pangan yang semakin meningkat dengan pesat dari 2
Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, www.pajak.go.id Dalam Press Release FAO No.00/43
3
tahun ke tahun harus memiliki sebuah solusi yang baik. Peran pemerintah dalam menangani masalah pangan termasuk stabilitas harga dan pengenaan beban pajak di sektor pangan harus segera dihapus atau seminimal mungkin dikurangi. Kebijakan pajak akan menyulitkan pertumbuhan sektor pertanian. Keterkaitan perkembangan sektor pertanian khususnya pangan merupakan kebijakan strategis yang harus diambil pemerintah, mengingat sektor ini merupakan sumber pendapatan masyarakat di pedesaan (terutama buruh dan pemilik lahan sempit), dan sektor hulu dalam industri pangan di Indonesia (Ratnawati, 1996). Sektor yang akan berpengaruh langsung dan tidak langsung adalah sektor industri pengolahan khususnya industri pangan itu sendiri dan sektor perdagangan. Serta sektor-sektor lain yang mempunyai keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan sektor pangan. Kebijakan tersebut hanya dapat ditanggulangi dengan perencanaan pembangunan nasional yang baik untuk ketahanan pangan Indonesia, dan untuk menjamin terlaksananya konsep tersebut harus dimiliki konsep kesiapan kebijakan perpajakan yang baik, sehingga pelaksanaan investasi di sektor pertanian khususnya produk pangan strategis dapat terlaksana demi mewujudkan ketahanan pangan di masa yang akan datang. Hal-hal yang akan menjadi bahasan adalah: 1. Bagaimana keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor pangan strategis di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh penurunan pajak tak langsung terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja di sektor pangan strategis dan sektor-sektor lainnya?
1.3.
Tujuan Berdasarkan uraian permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini,
tujuan penulisan ini adalah: 1. Menganalisis keterkaitan sektor pangan strategis terhadap sektor-sektor lainnya dalam perekonomian Indonesia melalui struktur input antara dan struktur antara sektor pangan strategis. 2. Menganalisis besar pengaruh penurunan pajak tak langsung sektor pangan strategis terhadap kinerja ekonomi, berdasarkan pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian mengenai analisis dampak penurunan pajak tak langsung
produk-produk pangan strategis di Indonesia berguna untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pajak produk pangan strategis terhadap sektor-sektor dalam perekonomian Indonesia. 1. Bagi pemerintah oleh instansi terkait, seperti Departemen Pertanian dan Departemen Perdagangan, penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh penurunan pajak produk pangan strategis dalam perekonomian Indonesia, dan dampaknya terhadap konsumsi pangan dan pengembangan industri pangan di Indonesia. Tentunya akan mempengaruhi regulasi di sektor pertanian khususnya sektor pangan yang menjadi konsentrasi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan.
2.
Bagi penulis dapat dijadikan sebagai proses belajar yang memberikan banyak tambahan informasi dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
3. Serta untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian sejenis.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Instrumen pajak tak langsung dalam penelitian ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). 2. Dampak penurunan pajak tak langsung dilihat dari penurunan sektor pajak tak langsung netto. 3. Sektor pangan strategis merupakan gabungan antara sektor pangan pertanian (hulu) dan sektor industri pangan (hilir). 4. Sektor pangan strategis yang merupakan bahan makanan pokok diasumsikan sebagai barang inelastis, karena merupakan salah satu barang kebutuhan dasar manusia.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Pajak Menurut Soemitro (2002) dinyatakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mandapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan Andriani (2002) juga menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan menurut Kamus Ekonomi, Uang dan Bank (Sahrani dan Wijaya, 2003), pajak adalah iuran wajib kepada negara berdasarkan undang-undang, untuk membiayai belanja negara dan sebagai alat untuk mengatur kesejahteraan dan perekonomian. Pengenaan pajak ini dilaksanakan sebagai sumber penerimaan negara terbesar. Seperti yang dijelaskan dalam pendahuluan di atas, besar kontribusi pajak terhadap PDB Indonesia mencapai 78 persen (Departemen Keuangan, 2004). Target yang ditetapkan oleh pemerintah ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ekstesifikasi pajak dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi pajak
dilakukan dengan meningkatkan jumlah pembayar pajak (wajib pajak), sedangkan intensifikasi pajak yaitu meningkatkan nilai pajak itu sendiri. Sumber penerimaan pajak didapat dari dua jenis pajak yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan kepada wajib pajak lainnya. Contoh, pajak langsung yaitu pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan. Pajak ini langsung terkait dengan penghasilan wajib pajak atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) wajib pajak.4 Pajak tak langsung adalah pajak yang bisa dialihkan ke pihak lain. Misalnya, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang. Sasaran pajak tak langsung sebenarnya konsumen, sedangkan pengusaha kena pajak hanya bertindak sebagai pemungut pajak5 (Rochaety dan Tresnati, 2005) Berdasarkan definisi di atas, penelitian ini lebih berkonsentrasi pada analisis dampak dari pajak tak langsung. Dalam Neraca Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintahan Umum6 (2005), pajak tak langsung merupakan pajak yang dipungut pemerintah umum (pusat dan daerah) melalui konsumen berkenaan dengan barang dan jasa yang diproduksi, dijual, dikirim, atau dipergunakan. Pada umumnya pajak tak langsung tersebut dibebankan pada biaya produksi dari barang dan jasa yang bersangkutan. Dalam neraca ini, pajak tak langsung di bagi menjadi tiga kelompok seperti pada Tabel 2.1.
4
Kamus Istilah Ekonomi, hal 247 Ibid, halaman 249 6 Neraca Pemerintahan Umum Indonesia 1999-2004, BPS 2005. 5
Tabel 2.1 Jenis Pembagian Pajak Tak Langsung Menurut Neraca Pemerintahan Umum di Indonesia Tahun 2005 No
Jenis Pajak
Klasifikasi (Macam) Pajak
1.
Pajak Impor
a. b.
2.
Pajak barang-barang produksi dalam negeri
a. b. c. d.
3.
Pajak tak langsung lainnya
Pajak penjualan barang impor Bea masuk
Pajak Penjualan Cukai Pajak Ekspor Pajak pendapatan penjualan minyak dalam negeri e. Setengah (50%) dari pajak kendaraan bermotor f. Pajak radio g. Pajak pengusahaan hasil hutan h. Pajak izin penangkapan ikan i. Pajak tontonan j. Pajak pembangunan k. Pajak pemotongan hewan l. Pajak reklame m. Pajak minuman keras n. Pajak registrasi perusahaan o. Pungutan desa . a. b. c. d.
19 persen dari pajak lainnya untuk pemerintah pusat 50 persen pajak tak langsung lainnya dari daftar keuangan pemerintah daerah 30 persen penerimaan rutin lainnya untuk penerimaan daerah Dua per tiga (2/3) dari pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sumber: BPS, 2005
Dalam penelitian ini, fokus pajak akan dipersempit dengan hanya melihat penurunan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan untuk Barang Mewah (PPnBM) dan pajak sektor industri pada produk pangan strategis. Dalam kamus Istilah Ekonomi (Rochaety dan Tresnati, 2005), PPN adalah pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi pada proses produksi atau distribusi. Pajak ini bisa dipungut berkali-kali (multistage). PPN diatur oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang hanya dipungut sekali pada saat
barang berkategori mewah diserahkan atau dijual oleh pabrikan yang menghasilkan barang tersebut. 2.1.2. Peranan Pajak di Sektor Pertanian Gambar 2.1 memperlihatkan keadaan permintaan dan penawaran dari produk pangan pada umumnya. Kurva semula digambarkan dengan S dan D, equilibrium pada E0 dengan harga P0 dan kuantitas Q0. Pajak PPN dan PPnBM sebesar t dibebankan menyebabkan kurva penawaran naik menurut jumlah pajak ke S’ , dan equilibrium di E1. Harga konsumen (harga yang harus dibayarkan oleh konsumen) naik ke P1, harga penjual (harga yang diterima oleh penjual setelah kena pajak) turun ke P2, dan kuantitas turun ke Q1.
P1
E1 t
P0
E0
P2
Q1
Q0
Gambar 2.1. Kurva permintaan dan penawaran produk pangan Sumber : Lipsey, et.al, 1995 Kurva permintaan sangat tidak elastis (inelastis) dikarenakan produk pangan pokok merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kenaikan harga konsumen tidak mempengaruhi penurunan yang signifikan dalam kuantitas yang diminta, maka harga konsumen naik hampir sepenuhnya sama dengan jumlah
pajak dan harga penjualan turun hanya sedikit, akibatnya sebagian besar pajak ditanggung oleh konsumen. Penurunan pajak produk pangan terhadap industri pangan akan membuat perusahaan makanan mengurangi beban pajak kepada masyarakat yang menjadi konsumen pangan. Beban pangan tersebut dikurangi dengan cara menurunkan harga jual (P1 ke P0) produk pangan dan perusahaan pun mampu mendapatkan harga di P0 (P2 ke P0) kembali. Sehingga konsumsi pangan akan kembali ke Q0 (dari Q1 ke Q0). Menurut FAO (1993) pengenaan pajak di sektor pertanian pada negaranegara berkembang mempunyai beberapa tujuan yaitu: 1. Menghasilkan pendapatan bagi pemerintah untuk membiayai investasi umum dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Kaitan dengan hal tersebut, maka penggunaan pajak pertanian untuk membantu mentransfer modal dan tenaga kerja dari pertanian ke industri dalam hubungannya dengan transformasi ekonomi. 2. Kecukupan (self-sufficiency) dalam produksi bahan makan seringkali didorong oleh subsidi produksi pangan melalui penerimaan yang dihasilkan dari pajak ekspor pertanian. Penerimaan pajak pertanian juga sering digunakan untuk menstabilkan harga pangan atau mensubsidi konsumen. 3. Pengenaan pajak dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dari penggunaan sumberdaya di sektor pertanian dan untuk mengarahkan diversifikasi pertanian.
4. Pada negara-negara berkembang, pajak juga digunakan untuk mengurangi penawaran dari produk pertanian yang spesifik dimana negara yang bersangkutan mempunyai kekuatan monopoli pada pasar dunia. Sebagai contoh adalah pengenaan pajak pada karet oleh Indonesia dan Malaysia yang menghasilkan 30 dan 40 persen dari ekspor dunia (FAO,1993). Pengenaan pajak ekspor tersebut untuk menjaga harga dunia tetap tinggi dengan membatasi penawaran. Pengenaan pajak di sektor pertanian pada masa awal pembangunan erat kaitannya
dengan
pola
transformasi
dan
pembangunan.
Timer
(1988)
memperlihatkan ada empat tahap yang berbeda dari transformasi pertanian dalam hubungannya dengan pembangunan yaitu: 1. Tahap pertama ditujukan ketika produktivitas pertanian output pangan per unit area atau tenaga kerja meningkat. Pada tahap ini terjadi surplus pangan, surplus tenaga kerja dan surplus finansial. 2. Tahap kedua adalah pengembangan industri dan jasa lainnya dengan menggunakan surplus dari sektor pertanian. 3. Tahap ketiga dalam pembangunan yang memperlihatkan integrasi yang lebih baik dari sektor pertanian ke dalam perekonomian melalui penyediaan infrastruktur dan pasar. 4. Tahap keempat dimana sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dari sektor lainnya. Salah satu isu utama dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana mempercepat proses transformasi tersebut.
Pajak di sektor pertanian secara garis besar dibagi dua golongan yaitu pengenaan pajak implisit dan pengenaan pajak eksplisit. Pajak implisit telah banyak dibahas baik dalam literatur maupun dalam tingkat kebijakan dibanding pajak eksplisit, karena sektor pertanian di negara-negara berkembang sebagian besar dikenakan pajak implisit terutama melalui penilaian yang lebih (overestimate) dari nilai tukar dan intervensi harga. Pajak implisit tidak memberikan pendapatan bagi pemerintah (sehingga tidak mempengaruhi anggaran pemerintah secara langsung), tetapi melalui transfer pendapatan melalui perubahan harga relatif, yang mempunyai pengaruh penting pada alokasi sumberdaya dan distribusi pendapatan (FAO,1993). Meskipun itu, pajak eksplisit juga memiliki peranan penting pada sektor pertanian yaitu: 1. Pajak eksplisit mempengaruhi secara langsung anggaran pemerintah dan transfer intersektoral, sehingga perubahannya akan mempengaruhi peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi. 2. Penggunaan pajak eksplisit dalam era perdagangan bebas (pajak perdagangan internasional) berupa pajak ekspor dan tarif impor akan mempengaruhi daya saing produk pertanian (produk non migas). Menurut FAO (1993) instrument pajak di sektor pertanian dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ketegori yaitu: 1. Pajak yang memberikan pengaruh langsung kepada anggaran pemerintah tetapi tidak mengakibatkan transfer pendapatan swasta intersektoral. Pajak tersebut meliputi pajak implisit dan eksplisit, berupa Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), serta subsidi input dan subsidi output (merupakan program pengeluaran pemerintah) yang menghasilkan transfer sumberdaya dari pemerintah ke sektor pertanian. 2. Pajak yang memberikan pengaruh langsung kepada anggaran pemerintah dan juga mengakibatkan transfer intersektoral. Pajak tersebut meliputi pajak eksplisit yaitu pajak cukai dan pajak penjualan, pajak ekspor, tarif impor dan pajak pemasaran. Pajak tersebut memberikan penerimaan pada pemerintah dan sekaligus mempengaruhi pendapatan sektor pertanian melalui perubahan dalam harga relatif pertanian dibandingkan harga non pertanian. 3. Pajak yang tidak memberikan pengaruh pada anggaran pemerintah secara langsung tetapi mempengaruhi transfer pendapatan swasta intersektoral. Pajak tersebut merupakan pajak implisit meliputi kebijakan nilai tukar sektor pertanian, hambatan non tarif, kebijakan kontrol harga, operasi stok penyangga da upaya mendapatkan monopoli. Pajak tersebut tidak memberikan penerimaan kepada pemerintah tetapi mentrasfer pendapatan dari pertanian ke sektor non pertanian melaui perubahan harga relatif. 2.1.3. Definisi Pangan Strategis Pangan pertanian adalah produksi pertanian dalam arti luas dan penggunaannya sebagai pangan, termasuk pengawetan, pengolahan, dan pemasaran produk-produk pangan
dan aspek-aspek konsumsi pangan yang
berkaitan dengan pertanian. Menurut Hasan (1994) pangan adalah komoditas strategis karena merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga berarti dari segi stabilitas nasional.
Menurut Kamus Istilah Ekonomi (2005) sembilan bahan pokok meliputi beras, ikan asin, minyak goreng, gula pasir, garam, minyak tanah, sabun cuci, tekstil kasar dan batik cap. Namun dalam kaitannya dengan pangan, istilah pangan strategis lebih ditekankan pada sub sektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan), sektor peternakan dan perikanan. Pengelompokan komponen produk pangan strategis ditampilkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Pengelompokan Produk Pangan Strategis Menurut Neraca Bahan Makanan di Indonesia Tahun 2005 No 1.
Komoditi Padi-padian
Keterangan
Padi-padian terdiri atas bahan makanan seperti; gandum beserta produksi turunannya tepung gandum (terigu), gabah (gabah kering giling) beserta turunannya beras, jagung (pipilan), dan jagung basah. 2. Umbi-umbian Kelompok bahan makanan ini meliputi: ubi jalar, ubi kayu dengan produksi turunannya gaplek dan tapioka, tepung sagu yang merupakan turunan dari sagu. 3. Kacang-kacangan Meliputi kacang tanah, kacang kedele, kacang hijau, kacang merah, kacang polong, kacang tunggak, kacang mete, kacang lainnya, tahu, tempe, tauco, oncom, dan lain-lain. 4. Buah-buahan meliputi jeruk, mangga, apel, alpokat, rambutan, duku, durian, salak, nanas, pisang, papaya, jambu, sawo, belimbing, kedondong, semangka, nangka, tomat buah, dan lain-lain. 5. Sayur-sayuran Meliputi bayam, kangkung, kol, buncis, kacang panjang, tomat, mentimun, daun ketela pohon, terong, labu siam, sayur sop, sayur asam, nangka muda, papaya muda, bawang merah, cabe, dan lain-lain. 6. Daging Meliputi daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, daging babi, daging kuda, daging ayam buras, daging ayam ras petelur, daging ayam ras pedaging, dan daging itik. 7. Telur Meliputi telur ayam buras, telur ayam ras petelur, telur itik. 8. Susu Meliputi susu sapi murni, susu sapi olahan, susu kerbau, susu kambing, susu kuda, dan lain-lain. 9. Ikan Meliputi dua jenis yaitu ikan darat dan ikan laut, yaitu: tuna/cangkalang/tongkol, kakap, cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tenggiri, bandeng, belanak, mujair, mas, udang, rajungan dan kepiting, kerang darah, cumi-cumi,sotong, dll. 10. Gula Meliputi gula pasir, gula merah (dengan berbagai jenisnya). 11. Minyak dan Lemak Minyak adalah lemak yang berasal dari kelompok bahan makanan nabati, seperti minyak kacang tanah, minyak kelapa, minyak sawit. Dan makanan hewani, berupa lemak hewan, dan lainnya Sumber: Neraca Bahan Makanan oleh BPS, dan dikombinasikan berdasarkan berbagai asumsi
Pengelompokkan pada Tabel 2.2 dibuat berdasarkan dari kriteria data Susenas Badan Pusat Statistik yang merujuk dari bahan makanan yang disajikan dalam Neraca Bahan Makanan (NBM) Badan Pusat Statistik. Dalam proses pengembangannya, definisi pangan strategis tidak hanya meliputi produksi on farm saja, melainkan juga memperhatikan proses mulai dari produksi sampai dapat dipasarkan/dikonsumsi dalam bentuk segar atau bentuk olahan produk turunannya (BPS, 2000). Sehingga alur komponen sektor pangan strategis meliputi beberapa industri hulu pangan yang terkait hingga industri dihilirnya, seperti industri pengolahan makanan, daging, ikan dan lainnya. 2.1.4. Penelitian Terdahulu Pada umumnya penelitian dengan menggunakan analisis Tabel I-O memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran, serta multiplier sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Dalam penelitian dahulu, penelitian hanya mengulas pada peranan pajak/tarif perdagangan terhadap sektor pertanian yang menggunakan model keseimbangan umum (Ratnawati, 1996), dan belum pernah ada penelitian dengan analisis Tabel I-O di sektor pangan strategis. Sehingga berbagai acuan pada penelitian dahulu masih bersifat umum pada sektor pertanian saja. Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran di Sektor Pertanian Lokasi
Penelti
Tahun Penelitian 2000
Tahun yang Diteliti 1995
Kaltim
Eka Puspitawati
Jawa Barat Kab. Bogor
Fitria Nurlaela
2003
2000
0,830
1,030
Nina Yayu Kartinah
2004
1999
0,823
-
Sumber : Puspitawati (2000), Nurlaela (2003), Kartinah (2004)
Koefisien Penyebaran 0,830
Kepekaan Penyebaran 1,040
Tabel 2.3 menunjukkan bahwa nilai koefisien penyebaran untuk sektor pertanian di masing-masing lokasi penelitian kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa daya kepekaan sektor pertanian kurang mampu untuk menarik sektor hulu melalui distribusi manfaat dari pengembangan sektor tersebut terhadap perkembangan sektor lainnya. Sedangkan untuk nilai kepekaan penyebaran sektor pertanian umumnya lebih dari satu, hal ini menunjukkan bahwa sektor ini memiliki kemampuan untuk mendorong perkembangan sektor hilirnya. Tabel 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Sektor Pertanian Penelitian Lokasi
Kaltim
Penelti
Tahun Penelitian
Tahun yang Diteliti 1995
Multiplier Output Tipe I Tipe II
Eka 2000 1,180 1,440 Puspitawati Jawa Fitria 2003 2000 1,230 1,490 Barat Nurlaela Kab. Nina Yayu 2004 1999 1,195 1,921 Bogor Kartinah Sumber : Puspitawati (2000), Nurlaela (2003), Kartinah (2004)
Multiplier Pendapatan Tipe I Tipe II
Mutiplier Tenaga Kerja Tipe Tipe I II
1,140
1,380
1,060
1,140
1,230
1,500
1,110
1,230
1,112
1,446
1,121
1,446
Tabel 2.4 menunjukkan bahwa nilai keterkaitan output, pendapatan, dan tenaga kerja tipe I lebih besar daripada tipe II. Hal ini dikarenakan multiplier tipe II rumah tangga merupakan faktor endogen. Nilai-nilai multiplier tersebut menunjukkan kemampuan sektor tersebut dalam mendorong peningkatan output, pendapatan dan penciptaan lapangan kerja. Pada penelitian yang lain mengenai dampak kebijakan tarif impor dan pajak ekspor terhadap kinerja perekonomian, sektor pertanian dan distribusi pendapatan di Indonesia: suatu pendekatan model keseimbangan umum oleh Ratnawati (1996), menjelaskan bahwa hasil simulasi kebijakan memperlihatkan penurunan tarif impor dan pajak ekspor (penghapusan pajak) secara nyata
menyebabkan terjadinya trade off antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan memperburuk distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi. Namun pada sektor tanaman pangan, peternakan dan kehutanan memperlihatkan terjadinya defisit neraca perdagangan baik sebelum penurunan pajak dilakukan maupun setelah penurunan pajak. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor tersebut rentan terhadap pelonggaran hambatan perdagangan (penurunan tarif impor). Mengingat sektor tersebut merupakan sektor strategis bagi masyarakat (penyedia pangan dan papan), serta sebagai sumber pendapatan masyarakat di pedesaan (terutama buruh dan pemilik lahan sempit) maka sebaiknya sektor tersebut dilindungi. Upaya tersebut dilakukan dengan cara memperpanjang masa penurunan tarif
dan
mempertimbangkan
kesiapan
sektor-sektor
tersebut
dalam
mengantisipasi pelanggaran hambatan perdagangan. Sesuai dengan kesepakatan AFTA dan APEC (tahun 2003 dan tahun 2020), hendaknya penurunan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan masing-masing sektor sehingga pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi dapat dipertahankan. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (1996) dengan penelitian ini adalah instrumen yang digunakan, yaitu penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dengan menggunakan analisis I-O, sedangkan untuk penelitian Ratnawati (1996) adalah dampak kebijakan tarif impor dan pajak ekspor dengan menggunakan analisis CGE statis. Efek yang terjadi jelas memiliki perbedaan mendasar mengenai hasil analisis dan dampak yang ditimbulkan setelah analisis tersebut.
2.2.
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.2.1. Model Input-Output Menurut Miller dan Blair (1985) sebuah model Input-Output (I-O) umumnya dikontruksi dari data-data ekonomi yang diamati dari sebuah area ekonomi menjadi sebuah Tabel I-O. Pengertian Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matrik. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Disamping itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Sebagai metode kuantitatif tabel ini memberikan gambaran menyeluruh tentang : 1.
Struktur perekonomian suatu wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.
2.
Struktur input antara yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektorsektor produksi.
3.
Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari luar wilayah tersebut.
4.
Struktur permintaan barang dan jasa, baik berupa permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Tabel I-O mulai dirilis oleh W. Leontif sejak 1930. Saat ini I-O telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima. Kegunaannya tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur suatu perekonomian tetapi juga mencakup cara untuk memprediksi perubahan-perubahan struktur tersebut, menganalisis konsumsi energi, polusi lingkungan dan ketenagakerjaan (Miller dan Blair, 1985). Leontif mengemukakan Tabel I-O termasuk dalam model Simple General Equilibrium. Sifat keseimbangan inilah yang merupakan salah satu kelebihan Tabel I-O yang dibandingkan dengan alat analisis lainnya dalam ilmu ekonomi perencanaan dan pembangunan. Data yang disajikan dalam metode ini merupakan informasi rinci tentang input dan output sektoral yang mampu menggambarkan keterkaitan antar sektor dalam kegiatan perekonomian. Dalam menyusun suatu Tabel I-O apalagi yang bersifat statis (static model) menurut Jensen dan West (1986) diperlukan 3 asumsi atau prinsip dasar yaitu keseragaman (homogenitas) merupakan suatu prinsip dimana output hanya dihasilkan secara tunggal, yang berarti bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda. Asumsi kedua kesebandingan (proportionality) merupakan suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut. Asumsi ketiga yaitu penjumlahan (additivitas) adalah asumsi total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan.
Berdasarkan asumsi tersebut maka Tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien input dan koefisien output diasumsikan tetap (konstan) selama periode analisa atau proyeksi. Karena koefisien input dianggap konstan, maka teknologi yang digunakan oleh sektorsektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Beberapa tahun belakangan ini, model I-O telah dikembangkan untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari analisis I-O (BPS, 2000 dan Miller dan Blair,1985) antara lain adalah : 1.
Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.
2.
Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.
3.
Untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
4.
Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.
5.
Untuk
menggambarkan
perekonomian
suatu
wilayah
mengidentifikasikan karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.
dan
2.2.2. Struktur Tabel Input-Output (I-O) Struktur Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks be r ukur a n“ nx n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendiskripsikan suatu hubungan tertentu (Miller dan Blair, 1985). Format Tabel I-O domestik disajikan pada Tabel 2.5. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan distribusi output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan antara berisi penjualan produksi sebuah sektor kepada sektor lain. Permintaan akhir merupakan kolom tambahan yang berisikan catatan penjualan produksi sebuah sektor ke pasar akhir, seperti konsumsi rumah tangga atau konsumsi pemerintah. Tabel 2.5. Struktur Tabel Input-Output Sektor Penjual
Sektor Pembeli
Input Primer
Total Output (X)
1
2
n
Permintaan Akhir (Y)
1
z11
z12
z1n
Y1
X1
2
z21
z22
z2n
Y2
X2
Yn
Xn
n
zn1
zn2
znn
Nilai Tambah
W1
W2
Wn
Impor
M1
M2
Mn
X1
X2
Xn
Total Input (X) Sumber : Miller dan Blair, 1985
Isian sepanjang kolomnya menunjukkan komposisi input yang digunakan oleh setiap sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Input antara berisi komposisi input yang disediakan oleh sektor-
sektor lainnya. Input primer merupakan kolom tambahan yang berisikan input yang bukan berasal dari sektor lainnya, seperti tenaga kerja. Apabila tabel tersebut dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut : X1 =
z11 + z21 +… +z 2n + Y1
X2 =
z21 + z22 +… +z 2n + Y2
Xi = Xn =
zi1 + zi2 +… +z in + Y2
z1n + z2n +… +z nn + Yn
dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi : n
zij + Yi = Xi
untuk i = 1,2,3....,n.
i 1
zij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j, Yi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i. Apabila angka-angka dibaca menurut kolom, khususnya pada input antara, maka angka pada kolom (sektor) itu menunjukkan berbagai input yang diperlukan dalam proses produksi pada sektor tersebut. Berdasarkan ilustrasi Tabel I-O maka persamaan aljabar untuk input yang digunakan oleh masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai berikut : X1 =
z11 + z21 +… +z n1 + W1
X2 =
z12 + z22 +… +z n2 + W2
Xi = Xn =
zi1 + zi2 +… +z in + Wi
z1n + z2n +… +z nn + Wn
dan secara ringkas dapat ditulis menjadi n
zij + Wj = Xj untuk j = 1,2,3,...,n. j1
dimana Wj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. Analisa I-O kedua sistem persamaan diatas memegang peranan penting, yaitu sebagai dasar analisa ekonomi mengenai keadaan perekonomian
suatu
wilayah. Persamaan pertama akan menjadi dasar dari analisis I-O sisi permintaan sedangkan persamaan kedua akan menjadi dasar dari analisis I-O sisi penawaran.
Permintaan Akhir
Distribusi
I Struktur antara industri
II Pola konsumsi
III Pendapatan
IV Transfer non-pasar
Output Total
Produksi
Input Primer
Tabel 2.6. Struktur Kuadran Tabel Input-Output
Input Total Sumber : Schaffer, 1999 (diolah)
Selanjutnya secara umum matrik dalam Tabel I-O dibagi menjadi empat kuadran, yaitu kuadran I, II, II, dan IV (Tabel 2.6). Menurut Schaffer (1999) isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut : a. Kuadran I Kuadran I (Interindustry Structure Quadrant) menunjukkan hubungan produksi dalam sebuah ekonomi. Setiap sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan
antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Analisis I-O kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena kuadran ini yang menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. b. Kuadran II Kuadran II (Consumption Pattern Quadrant) menggambarkan pola perilaku konsumen dan menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. Hal lain yang penting dalam kuadran II adalah kolom ekspor. c. Kuadran III Kuadran III (Income/Final Payment Quadrant) menunjukkan pendapatan pelaku ekonomi utama, termasuk didalamnya pendapatan rumah tangga (upah/gaji), pembayaran pajak tak langsung kepada pemerintah, pengeluaran subsidi oleh pemerintah, surplus usaha dan penyusutan pendapatan dari industri. Pembayaran keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Kuadran III juga mencakup pembayaran kepada industri yang berada diluar ekonomi untuk pembayaran barang dan jasa yang diimpor. d. Kuadran IV Kuadran IV (Nonmarket Transfer Quadrant) menunjukkan transaksi yang terjadi tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.
2.2.3. Analisis Input-Output Sisi Penawaran dan Sisi Permintaan Analisis I-O sisi penawaran berbeda dengan analisis I-O sisi permintaan dalam hal faktor eksogennya. Analisis I-O sisi permintaan menggunakan faktor permintaan akhir sebagai faktor eksogennya sedangkan analisis I-O sisi penawaran menggunakan faktor input primer sebagai faktor eksogennya. Faktor endogen utama dalam kedua analisis tersebut tetap sama, yaitu output. 2.2.4. Analisis Dampak Penyebaran Dalam kerangka kerja model I-O, perubahan kapasitas produksi di suatu sektor tertentu selalu menimbulkan dua dampak ekonomi terhadap sektor lain dalam perekonomian. Jika sebuah sektor j meningkatkan outputnya maka akan terjadi kenaikan permintaan dari sektor j (sebagai sektor pembeli) kepada sektor yang hasil produksinya digunakan sebagai input untuk produksi sektor j. Dampak dari suatu kegiatan produksi terhadap permintaan barang dan jasa input yang diperoleh dari produksi sektor lain disebut sebagai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Di sisi lain, kenaikan output sektor j akan meningkatkan jumlah output sektor j yang tersedia yang dapat digunakan sebagai input untuk kegiatan produksi sektor lain. Dampak yang ditimbulkan karena penyediaan hasil produksi suatu sektor terhadap penggunaan input lain disebut sebagai keterkaitan ke depan (forward linkages). Pengukuran kedua jenis analisis keterkaitan tersebut belum memadai untuk mengidentifikasi sektor-sektor kunci. Indikator-indikator tersebut belum dapat diperbandingkan sehingga kedua analisis tersebut harus dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor
tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis lanjutan tersebut disebut dengan analisis dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. 2.2.5. Analisis Multiplier Analisis multiplier merupakan salah satu alat analisis I-O yang mencoba mengukur suatu dampak dari perubahan variabel eksogen, dalam hal ini adalah input primer, dari sebuah sektor tertentu terhadap variabel-variabel endogen tertentu. Tiga variabel endogen yang menjadi fokus utama dalam analisis multiplier ini adalah output, pendapatan dan tenaga kerja. Oleh karena itu, analisis multiplier ini terdiri atas tiga macam analisis, yaitu analisis multiplier ouput, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Ketiga macam analisis tersebut dapat dibagi lagi ke dalam dua tipe multiplier, yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Pada intinya analisis multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja merupakan variasi dari analisis multiplier output. Analisis multiplier pendapatan dan tenaga kerja masih menggunakan matriks kebalikan Leontif terbuka dan matriks kebalikan Leontif tertutup sebagai dasar analisis, tetapi pada kedua analisis ini kedua matriks kebalikan Leontif tersebut dikalikan dengan koefisien pendapatan (untuk analisis multiplier pendapatan) dan koefisien tenaga kerja (untuk analisis multiplier tenaga kerja). a.
Multiplier Output Multiplier output sebuah sektor didefinisikan sebagai perubahan nilai total
dari output atau produksi semua sektor ekonomi yang terjadi akibat perubahan satu satuan dalam jumlah input primer sektor tertentu. Peningkatan dalam jumlah
input primer sektor tertentu tidak hanya akan meningkatkan output produksi sektor tersebut, tetapi juga akan meningkatkan ketersediaan output sektor tersebut yang dapat digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu, terjadi peningkatan jumlah output dalam perekonomian yang disebabkan oleh efek langsung dan tidak langsung dari peningkatan jumlah input primer sektor tertentu. Apabila analisis dilakukan dengan menggunakan matriks kebalikan Leontif terbuka (yang berarti tidak menganggap sektor rumah tangga sebagai suatu sektor produksi sendiri), maka akan didapatkan angka multiplier output biasa (simple output multiplier) atau multiplier output tipe I. Jika analisis multiplier output menggunakan matriks kebalikan Leontif tertutup (yang berarti memasukkan sektor rumah tangga sebagai faktor endogen), maka akan didapatkan angka multiplier output total (total output multiplier) atau multiplier output tipe II. Melalui matriks kebalikan Leontif tertutup sebagai dasar analisis tidak hanya dapat dilihat efek langsung dan tidak langsung dari perubahan faktor-faktor input primer yang eksogen, namun juga dapat dilihat efek tambahan berupa induced effect akibat faktor rumah tangga tersebut. b.
Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan digunakan untuk mengukur perubahan jumlah
pendapatan rumah tangga total diseluruh sektor dalam perekonomian yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit uang input primer di sektor tertentu. Angka multiplier output di atas menghitung output total yang tercipta yang tercipta akibat adanya satu unit uang input primer, sedangkan angka multiplier pendapatan ini
mencoba menerjemahkan peningkatan input primer tersebut kedalam bentuk pendapatan rumah tangga (bukan output). Transformasi perubahan dari bentuk output kedalam bentuk pendapatan rumah tangga tersebut dapat dicari dari multiplier kebalikan Leontif terbuka dan tertutup yang masing-masing dikalikan dengan koefisien pendapatan. Koefisien pendapatan merupakan
hasil bagi dari jumlah upah dan gaji sektor tertentu
dengan total output sektor tersebut. Sama seperti analisis multiplier output, analisis multiplier yang dilakukan dengan menggunakan matriks kebalikan Leontif terbuka akan mendapatkan angka multiplier pendapatan biasa (simple income multiplier) dan analisis multiplier output yang menggunakan matriks kebalikan Leontif tertutup, akan mendapatkan angka multiplier pendapatan total (total income multiplier). Perbedaannya adalah untuk mencari multiplier output tipe I dan II multiplier biasa dan multiplier total tersebut harus dibagi lagi dengan efek awal, yaitu proporsi upah dan gaji dalam total output untuk setiap sektor yang bersangkutan (koefisien pendapatan). Multiplier tipe I didapat dengan membagi pengganda biasa dengan koefisien pendapatan sementara multiplier tipe II didapat dengan membagi multiplier total dengan koefisien pendapatan. c.
Multiplier Tenaga Kerja Angka multiplier tenaga kerja atau bisa pula disebut sebagai efek lapangan
pekerjaan merupakan efek total dari perubahan lapangan di perekonomian akibat adanya satu unit uang perubahan input primer di suatu sektor tertentu. Angka multiplier tenaga kerja ini pada dasarnya mirip dengan angka multiplier
pendapatan, angka multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II dicari dengan cara yang sama dengan angka multiplier pendapatan, perbedaannya terletak pada koefisien yang digunakan. Pada multiplier tenaga kerja ini koefisien yang digunakan adalah koefisien tenaga kerja. Koefisien tenaga kerja didapatkan dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian di suatu wilayah dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.
2.3.
Kerangka Pemikiran Operasional Strategi pembangunan saat ini adalah mengarah pada peningkatan mutu
sumber daya manusia. Sistem ketahanan pangan merupakan salah satu target yang ingin dicapai oleh pemerintah saat ini, untuk menjamin ketersediaan dan keamanan pangan masyarakat Indonesia di beberapa waktu ke depan. Namun kebijakan pajak pada sektor pertanian semakin mempersulit persaingan dan pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia, khususnya produk pangan strategis yang merupakan kebutuhan pokok. Permasalahan yang akan timbul adalah menurunnya produksi pertanian dikarenakan biaya produksi yang begitu tinggi akibat sektor pertanian tidak lagi mendapat prioritas untuk subsidi, dan mendapat tekanan dari produk-produk impor yang semakin mudah untuk masuk. Akibatnya akan mempengaruhi trend dari konsumsi masyarakat itu sendiri dengan menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk pangan strategis, dan investasi untuk sektor pertanian khususnya pangan akan mempengaruhi secara tidak langsung untuk perkembangan industri pangan.
Penelitian ini mengasumsikan terjadinya penurunan pajak tak langsung pada produk pangan strategis. Penurunan ini difokuskan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan untuk Barang Mewah (PPnBM) pada sektor pangan dan industri pangan strategis yang bernilai 10 persen dari total nilai pajak tak langsung, dan akan dianalisis menggunakan Tabel Input-Output dengan bantuan software Microsoft Excel. Analisis Input-Output ini akan melihat struktur permintaan dari produk pangan strategis tersebut, kemudian akan melihat seberapa besar dampak penyebaran di sektor pangan strategis, efek multiplier, dan dampak perubahan input primer dari sektor pangan strategis. Hasilnya akan menyimpulkan beberapa rumusan dan beberapa simulasi kebijakan untuk perpajakan guna mengevaluasi sistem perpajakan di sektor pertanian yang sudah ada demi mewujudkan sistem ketahanan pangan di Indonesia. Gambar 2.2 menjelaskan alur kerangka pemikiran teoritis yang telah dipaparkan ada penjelasan diatas. Penelitian ini ingin menganalisis dampak penurunan pajak tak langsung produk pangan strategis. Ada empat jenis analisis Input-Output yang akan dilakukan, yaitu : (1) struktur permintaan, (2) analisis dampak penyebaran, (3) analisis multiplier (pengganda), (4) analisis dampak input primer. Melalui analisis penurunan pajak tak langsung produk-produk pangan strategis dalam perekonomian Indonesia dengan model I-O ini, diharapkan akan mampu memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk peningkatan pembangunan sektor pertanian di Indonesia sebagai basis utama perekonomian.
Strategi Pembangunan Nasional
Sistem Ketahanan Pangan Nasional
Pajak Pertanian
Produksi, Konsumsi Rumah Tangga, Investasi Produk Pangan Strategis
Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis
PPN dan PPnBM Produk Pangan Strategis Tabel Input-Output
Analisis Input-Output
Struktur Permintaan
Dampak Penyebaran
Multiplier
Asumsi dan Keterbatasan
Microsoft Excel E.Views 4.1
Dampak Input Primer
Evaluasi Kebijakan Pajak dan Harga Pangan Serta Sistem Ketahanan Pangan Nasional Keterangan :
: Hal yang di analisis : Tidak di analisis
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi Penelitian Penelitian mengenai dampak penurunan pajak tak langsung terhadap
produk-produk pangan strategis mengambil lokasi di wilayah negara Indonesia. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa: (1) tersedianya Tabel Input-Output Indonesia dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap, (2) pengenaan pajak tak langsung dilakukan dalam skala nasional, dan (3) belum adanya penelitian tentang peran pajak tak langsung terhadap sektor pangan strategis di Indonesia yang menggunakan analisis InputOutput.
3.2.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga bulan Mei 2006.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data, pembentukan asumsi-asumsi pangan strategis, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi.
3.3.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sebagian
besar merupakan data Tabel Input-Output Transaksi Total Atas Harga Produsen Indonesia tahun 2003 klasifikasi 66 sektor, yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Alasan penggunaan tabel tersebut adalah dikarenakan
penelitian ini tidak mempunyai hubungan dengan jumlah ekspor dan impor dan tabel yang disusun atas harga produsen juga dipandang lebih stabil. Beberapa data sekunder lainnya diambil dari Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB, Balai PUSTAKA Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perpajakan, Departemen Keuangan, Bappenas, dan dinas terkait lainnya. Tabel Input-Output Indonesia Up Dating tahun 2003 diagregasi menjadi total 27 sektor, sementara sub sektor pangan strategis pada sektor pertanian yang menjadi fokus utama analisis diagregasi menjadi 12 sektor secara on-farm meliputi sektor tanaman pangan, peternakan, dan perikanan, serta ditambah agregasi 6 sektor industri yang merupakan turunan dari sektor pangan tersebut (selengkapnya lihat Lampiran 1). Sistematika pengagregasian ini didasarkan dari eratnya keterkaitan antar sektor-sektor tertentu dan juga didasarkan atas asas kesatuan komoditi, yaitu asas yang mendasarkan pengelompokkan pada keseragaman wujud fisik komoditi (BPS, 2000). Pengagregasian juga ditinjau dari definisi pangan strategis yang dikeluarkan oleh BPS dalam Neraca Bahan Makanan. Sehingga terjadi penggabungan beberapa sektor di luar sektor pertanian seperti peternakan dan perikanan, dan tidak dimasukkannya sub sektor perkebunan. Pada sektor industri, pengaggregasian ditinjau dari jenis industrinya yang berbasis pada industri bahan makanan seperti pada definisi pangan strategis tersebut.
3.4.
Metode Analisis Alat analisis utama yang digunakan untuk mempelajari dampak penurunan
pajak tak langsung produk-produk pangan strategis di Indonesia adalah analisis
Tabel I-O sisi penawaran berdasarkan rumus dan analisis yang dituliskan Miller & Blair (1985). Analisis dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel. Penggunaan analisis tabel I-O sisi penawaran dikarenakan pada tabel I-O kolom pajak tak langsung merupakan bagian dari input primer yang terletak pada kuadran
III. Dampak penurunan pajak tak langsung sektor pangan strategis
terhadap perubahan jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja dapat diketahui dengan menggunakan metode analisis Input-Output sisi penawaran. Keterkaitan dan peran sektor pangan strategis di Indonesia dapat dikaji berdasarkan analisa struktur input antara dan permintaan antara. Analisis dampak penyebaran, dan multiplier dapat memperlihatkan kemampuan dari sebuah sektor untuk mempengaruhi perekonomian. Analisis perubahan input primer dapat menjawab dampak apa yang akan diterima oleh sektor pangan jika terjadi penurunan pajak di sektor industri pangan. 3.4.1. Dasar Analisis Input Output Sisi Penawaran Pada Tabel Input-Output, zij diasumsikan sebagai jumlah output sektor i yang digunakan dalam sektor j sementara Xi merupakan output total sektor i. Koefisien output didapat dari rasio zij dengan Xi.
Koefisien ini dapat
di i nt e r pr e t a s i ka ns e ba ga i” p e rha r g aout puts e kt oribe r a paha r g aout putda r i sektor i yang digunakan oleh sektor j. Secara matematis dapat dituliskan : zij
aij
Xi
........................................................................................................... (4.1)
dimana : aij
= Koefisien output
Xi
= Total output sektor i
dengan demikian dapat disusun matriks sebagai berikut : a11 a12 a13 z11 X1 A a 21 a 22 a 23 z 21 X 2 a a a z31 X 3 33 31 32
z12 X1 z 22 X 2 z32 X 3
z13 X1 1 X1 0 0 z11 z12 z13 z 23 X 2 0 1 X 2 0 z 21 z 22 z 23 (4.2) 0 z33 X 3 0 1 X z z z 3 31 32 33
sehingga -1
Ā=( X˚ ) z ....................................................................................................... (4.3) Pada model Input-Output sisi penawaran, jumlah output ternyata tidak hanya bisa dihitung dari penjumlahan baris (penjumlahan masing-masing permintaan antara dengan permintaan akhir) tetapi juga bisa dari penjumlahan kolom (ke bawah). Sehingga berlaku hipotesis : X 1 z11 z 21 z n1 W1 X 2 z12 z 22 z n 2 W2 X n z1n z 2n z nn Wn
..................................................................... (4.4)
atau [ X1 X2 Xn ]=i ’z+ [ W1 W2 Wn ]
............................................................ (4.5)
persamaan (4.5) memperlihatkan total output sebagai penjumlahan kolom, dengan kata lain merupa ka n pe nj uml a ha n ke ba wa h da r iz ( i ’ z ) yang kemudian ditambahkan W1 ke kolom pertama dan Wn ke kolom n. Dalam bentuk matriks X’=i ’ z+ W
.............................................................................................. (4.6)
persamaan diatas paralel dengan model dalam sisi permintaan ( X = zi + Y). Perhatikan bahwa pada persamaan (4.6) X telah di transpose, dan W didefinisikan sebagai vektor baris. Apabila kita mengubah persamaan (4.3) ( zij/ X˚=ā ij ) menjadi z =X˚Ā
............................................................................................... (4.7)
kemudian memasukkan persamaan (4.7) ke dalam persamaan (4.6) didapatkan X’=i ’( X˚Ā)+W
............................................................................. (4.8)
ka r e nai ’ X˚=[X1 X2 ]=X’ma ka X’(I–Ā)=W s e hi ngga -1
X’=W (I–Ā) maka -1
∆X’=∆W (I–Ā) dimana : I
= matriks identitas berukuran n x n yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya,
W
= input primer,
X
= output,
( I –Ā)
= matriks Leontif,
-1 ( I –Ā)
= matriks kebalikan Leontif ().
Asumsi dasar dari pendekatan sisi penawaran adalah pola distribusi output merupakan pola yang stabil dalam sistem ekonomi, yang berarti jika output dari sektor i ditingkatkan dua kali lipat maka penjualan dari sektor i terhadap sektorsektor lain yang menggunakan output dari sektor i tersebut juga akan meningkat
sebesar dua kali lipat. Sehingga dalam model sisi penawaran, koefisien output tetaplah yang digunakan bukan koefisien input tetap. 3.4.2. Analisis Dampak Penyebaran 1.
Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran (coefficient of dispersion) disebut juga indeks daya
penyebaran ke belakang.
Analisa ini menunjukkan nilai koefisien yang
memberikan gambaran tentang besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit kenaikan output sektor tertentu untuk semua sektor di dalam suatu sistem perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief terbuka.
Secara matematis
dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut: n
n Bj
ij
i 1 n n
……………………………………………………………. .(4.9)
ij
i 1 j 1
dimana:
2.
Bd
= Koefisien penyebaran
ij
= Unsur matrik kebalikan Leontif terbuka
n
= Jumlah sektor
Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran (sensitivity of dispersion) disebut juga indeks daya
penyebaran ke depan. Kepekaan penyebaran ini memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul oleh kenaikan satu unit output dari sebuah sektor tertentu
terhadap semua sektor di dalam perekonomian. Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif terbuka. Secara matematis analisa ini dapat dapat dinyatakan sebagai berikut: n
n Fi
ij
............................................................................................. (4.10)
j 1 n n
ij
i 1 j 1
dimana: Fi
= Kepekaan penyebaran
ij
= Unsur matriks kebalikan Leontif terbuka
n
= Jumlah sektor
3.4.3. Analisis Multiplier Berdasarkan matriks kebalikan Leontif, baik untuk model terbuka maupun tertutup dapat ditentukan nilai-nilai multiplier biasa dan multiplier total. Nilai multiplier tipe I dan tipe II dari multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja didapatkan dengan cara membagi nilai multiplier biasa dan multiplier total dengan efek awal (koefisien pendapatan atau koefisien tenaga kerja sektor yang bersangkutan), untuk selengkapnya lihat Tabel 3.1. a.
Multiplier Output Tipe I (Biasa) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kenaikan
satu satuan input primer suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. n
Oi
ij
j 1
…………………………………………………………….(4.11)
dimana :
b.
Oi
= Multiplier output tipe I sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif terbuka
Multiplier Output Tipe II (Total) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kenaikan
satu satuan input primer suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung ditambah dengan efek induksi rumah tangga. Untuk menghitung multiplier output sederhana digunakan adalah: n 1
Oi
ij
…………………………………………………………….(4.12)
j 1
dimana :
c.
Oj
= Multiplier output tipe II sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif tertutup
Multiplier Pendapatan Tipe I Multiplier pendapatan tipe I adalah besarnya peningkatan pendapatan pada
seluruh sektor akibat meningkatnya input primer output sektor tersebut sebesar satu satuan.
Artinya apabila input primer terhadap output sektor tertentu
meningkat sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan total pendapatan rumah tangga seluruh sektor dalam perekonomian sebesar nilai multiplier pendapatan sektor yang bersangkutan. n
a
Hi
j 1
n 1, j ij
............................................................................................. (4.13)
H Yi i a n1,i
….......................................................................................... (4.14)
dimana : Yi
= Multiplier pendapatan tipe I sektor i
Hi
= Multiplier pendapatan biasa sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif terbuka
a n 1,i = Koefisien pendapatan sektor i d.
Multiplier Pendapatan Tipe II Multiplier pendapatan tipe II ini selain menghitung pengaruh langsung dan
tidak langsung juga menghitung pengaruh efek induksi rumah tangga. n 1
a
Hi
n 1, j ij
………. . ............................................................................... (4.15)
j 1
Hj Yi a n1,i
. …………………………………………………………. . .(4.16)
dimana : Yi
= Multiplier pendapatan tipe II sektor i
Hi
= Multiplier pendapatan total sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif tertutup
a n 1,i = Koefisien Pendapatan sektor i e.
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I Multiplier tenaga kerja tipe I adalah berubahnya kesempatan kerja yang
terjadi pada seluruh sektor dalam perekonomian akibat penambahan input primer dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung.
n
Ei wn 1, jij
............................................................................................ (4.17)
E Wi i wn 1,i
............................................................................................ (4.18)
j 1
dimana : Wi
= Multiplier tenaga kerja tipe I sektor i
Ei
= Multiplier tenaga kerja biasa sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif terbuka
w n 1,i = Koefisien tenaga kerja f.
Multiplier Tenaga Kerja Tipe II Multiplier tenaga kerja tipe I adalah berubahnya kesempatan kerja yang
terjadi pada seluruh sektor dalam perekonomian akibat penambahan input primer dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung dan ditambah dengan efek induksi. n 1
w
…………………………………………………………… (4.19)
E Wi i wn1,i
…………………………………………………………… (4.20)
n 1, j ij
Ei
j 1
dimana : Wi
= Multiplier tenaga kerja tipe II sektor i
Ei
= Multiplier tenaga kerja total sektor i
ij
= Matriks kebalikan Leontif tertutup
a n 1,i = Koefisien tenaga kerja
Tabel 3.1.
Ringkasan Rumus Multiplier Ouput, Pendapatan dan Tenaga Kerja Rumus multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja
Output n
Tipe I (Biasa)
Oi
ij
(4.11)
ij
(4.12)
n 1, j ij
(4.13)
n 1, j ij
(4.14)
j 1
n 1
Tipe II (Total)
Oi
j 1
Pendapatan n
Biasa
a
Hi
j 1
n 1
Total
a
Hi
j 1
Tipe I
H Yi i a n1,i
(4.15)
Tipe II
Hj Yi a n1,i
(4.16)
Tenaga Kerja n
Biasa
w
n 1, j ij
Ei
(4.17)
j 1
n 1
w
(4.18)
Tipe I
E Wi i wn1,i
(4.19)
Tipe II
E Wi i wn 1,i
(4.20)
Total
n 1, j ij
Ei
j 1
Sumber : Miller & Blair (1985)
3.4.4. Analisis Dampak Perubahan Input Primer Untuk dapat melihat dampak penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen pada produk pangan strategis terhadap sektor-sektor perekonomian digunakan rumus sebagai berikut, yang diolah dari BPS (2003). a. Dampak Terhadap Pembentukan Output ( X w ) X w (WPajak )( I A ) 1 ………………………………………………. . .(4.21) b. Dampak Terhadap Pembentukan Pendapatan ( Pw ) (WPajak )( I A ) 1 Pw ………………………………………………. .(4.22)
p
c. Dampak Terhadap Pembentukan Tenaga Kerja ( Tw ) (WPajak ) ( I A ) 1 Tw ……………………………………………….(4.23)
p
dimana : Xw
= Matriks baris dampak terhadap output
Pw
= Matriks baris dampak terhadap pendapatan
Tw
= Matriks baris dampak terhadap tenaga kerja
WPajak
= Matriks baris input primer (berisi nilai penurunan pajak)
( I A ) 1
= Matriks kebalikan Leontif terbuka
( I A ) 1
= Matriks kebalikan Leontif terbuka yang masing-masing sektornya telah dikalikan dengan masing-masing koefisien pendapatan
( I A )1
= Matriks kebalikan Leontif terbuka yang masing-masing sektornya telah dikalikan dengan masing-masing koefisien tenaga kerja
p
= Koefisien pendapatan sektor penurunan pajak
p
= Koefisien tenaga kerja sektor penurunan pajak
3.4.5. Koefisien Pendapatan ( ) Koefisien pendapatan adalah suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Ui Xi
i
…………………………………………………………….(4.24)
dimana :
i
= Koefisien pendapatan sektor i
Ui
= Jumlah upah dan gaji sektor i
Xi
= Jumlah output total sektor i
3.4.6. Koefisien Tenaga Kerja ( ) Koefisien tenaga kerja adalah suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan tenaga kerja. L i i Xi
…………………………………………………………….(4.25)
dimana : j
= Koefisien tenaga kerja sektor i
Li
= Jumlah upah dan gaji sektor i
Xi
= Jumlah output total sektor i
3.5. Konsep dan Definisi a.
Output Output dalam Tabel I-O adalah output domestik, yaitu nilai dari barang
dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik) tanpa membedakan asal-usul pelaku produksinya. Pelaku dapat berupa perusahaan dan perorangan dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi usaha yang bergerak dibidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain. b.
Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan
sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Isian sepanjang baris pada transaksi antara mempelihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolommya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut input antara.
c.
Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan
konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan Akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukkan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. (i).
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan
rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor. (ii).
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang
dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. (iii).
Pembentukan modal tetap Pembentukan modak tetap meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian
barang-barang modal baru baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar daerah.
(iv).
Perubahan Stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir
tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi: (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. (v).
Ekspor dan Impor Berbeda dengan pengertian ekspor dan impor pada umumnya, pada Tabel
I-O regional, yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor barang ke luar negeri dinyatakan dengan free on board yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dari nilai cost insurance and freight ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor.
e.
Input Primer Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang
terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. (i)
Upah dan Gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun
barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. (ii).
Surplus Usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas
pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. (iii).
Penyusutan Penyusutan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan
dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. (iv).
Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan
subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan pajak penjualan atas barang mewah,
sebagainya. Konsep pajak tak langsung akan berkebalikan dari subsidi, oleh karena itu pengaruh pajak tak langsung akan negatif terhadap perekonomian. (v).
Subsidi Subsidi adalah bantuan yang diberikan kepada produsen. Subsidi pada
dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Oleh karena itu subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negatif. Simulasi kebijakan yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan menurunkan pajak tak langsung produk pangan strategis yang merupakan sub sektor pertanian. Asumsi besarnya jumlah pajak yang akan diturunkan sebesar 10 persen atas dasar nilai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai untuk barang Mewah (PPnBM). Besar penurunan pajak diambil dari asumsi penurunan PPN dan PPnBM pada industri makanan yang diajukan oleh Ketua Gabungan Makanan dan Minuman (GAPMMI) Thomas Darmawan saat Presiden SBY melakukan inspeksi ke Ditjen Pajak akan minta penghapusan pajak pertanian dan produk pertanian sebesar 10%. Pajak itu telah membuat sub sektor ekonomi pertanian menjadi melamban dan khususnya petani menjadi semakin sulit (Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, 2006). Nilai diperoleh langsung dari kolom pajak di sektor pangan strategis (kolom yang sudah diagregasi) di dalam Tabel Transaksi Domestik Atas Harga Produsen Indonesia Up Dating Tahun 2003 yaitu sebesar Rp 937 milyar.
IV. HASIL PEMBAHASAN
4.1.
Struktur Input Antara dan Permintaan Antara Strategis
Sektor Pangan
Berdasarkan analisis Tabel Input-Output Indonesia dapat dihasilkan gambaran mengenai struktur komposisi input antara dan distribusi permintaan antara dari sektor pangan strategis di Indonesia pada tahun 2003. Gambaran komposisi input antara dan distribusi permintaan antara tersebut secara tidak langsung dapat menggambarkan keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan dari sektor pangan strategis. Keterkaitan ke belakang sebuah sektor dapat juga diartikan sebagai hubungan sektor tersebut dengan sektor hulunya atau sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut. Sementara keterkaitan ke depan dapat diartikan sebagai hubungan sektor tersebut dengan sektor hilirnya atau sektor yang menggunakan output dari sektor tersebut (selengkapnya lihat Lampiran 2). 4.1.1. Struktur Input Antara Sektor Pangan Strategis Tabel 4.1 memperlihatkan struktur komposisi input yang digunakan oleh sektor industri pangan dalam proses produksinya. Input antara terbesar sektor pangan stategis berasal dari sektor industri lainnya yaitu sebesar Rp 785 milyar atau sebesar 37,45 persen dari seluruh total input antara untuk sektor pangan strategis. Tingginya nilai input antara sektor pangan strategis yang berasal dari sektor industri lainnya menjelaskan sektor pangan strategis mempunyai keterkaitan ke belakang yang kuat dengan sektor tersebut. Oleh karena itu,
perubahan harga yang terjadi pada output industri lainnya, dapat mempengaruhi produksi sektor pangan strategis dengan signifikan. Tabel 4.1. Struktur Komposisi Input Antara Sektor Pangan Strategis Indonesia Tahun 2003 (Juta Rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Sektor Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Input antara dari sektor pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa Total input antara
Nilai 11.873.034 1.721.119 3.142.162 1.143.545 5.180.141 25.850 1.341.802 5.568.472 6.788.555 19.483.939 25.532.124 14.100.862 19.593.693 115.495.298 39.312.829 40.141.984 40.129.188 64.204.185 43.800.315 6.682.015 54.139.868 784.792.810 51.963.017 219.164.305 246.108.892 149.787.584 120.750.863 119.076.276 2.095.549.429
Persen 0,57 0,08 0,15 0,05 0,25 0,00 0,06 0,27 0,32 0,93 1,22 0,67 0,94 5,51 1,88 1,92 1,91 3,06 2,09 0,32 2,58 37,45 2,48 10,46 11,74 7,15 5,76 5,68 100,00
4.1.2. Struktur Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis Tabel 4.2 menunjukkan total output yang dihasilkan oleh sektor pangan strategis yaitu sebesar Rp 766 trilyun atau sekitar 16,47 persen dari seluruh total output perekonomian. Sebanyak Rp 393 trilyun atau 8,44 persen total output
dihasilkan oleh sektor pangan strategis sebagai sub-sektor pertanian, dan Rp 373 trilyun atau 8,02 persen dihasilkan dari sektor industri pangan. Tabel 4.2. Struktur Output Total Sektor Pangan dan Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 (Milyar Rupiah) No.
Total Output
Sektor Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
14 15 16 17 18 19
20
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Permintaan Antara Industri Pangan Strategis Lainnya Total
Persen 72.257 18.601 22.287 18.381 64.602 3.653 5.474 19.752 26.528 32.208 48.546 60.792
1,55 0,40 0,48 0,39 1,39 0,08 0,12 0,42 0,57 0,69 1,04 1,31
393.079 59.159 66.658 76.676 66.947 12.750 91.287
8,44 1,27 1,43 1,65 1,44 0,27 1,96
373.476 3,888,557 4.655.112
8,02 83,53 100,00
Sebanyak Rp 393 trilyun dari total output yang dihasilkan oleh sektor pangan strategis, sebagian besar yakni Rp 208 trilyun digunakan untuk memenuhi permintaan antara dan sisanya sebesar Rp 141 trilyun digunakan untuk memenuhi permintaan akhir. Pada sektor industri pangan, Rp 125 trilyun digunakan untuk memenuhi permintaan antara dan sisanya sebesar Rp 249 trilyun digunakan untuk memenuhi permintaan akhir (Tabel 4.3).
Jumlah permintaan antara sektor pangan dan industri pangan tersebut merupakan jumlah penggunaan output sektor pangan strategis oleh sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input dalam proses produksinya. Jumlah permintaan akhir sektor pangan strategis Rp 390 trilyun (Rp 141 trilyun + Rp 249 trilyun) merupakan jumlah penggunaan output sektor pangan strategis oleh sektor lain untuk keperluan konsumsi akhir atau untuk di ekspor. Tabel 4.3. Struktur Permintaan Antara dan Akhir Sektor Pangan dan Industri Pangan Indonesia Tahun 2003 (Milyar Rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
14 15 16 17 18 19
20
Sektor Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Permintaan Antara Industri Pangan Strategis Lainnya Total
Permintaan Antara
Permintaan Akhir
Nilai 70.306 16.075 15.425 3.762 5.187 3.459 5.371 19.715 21.288 11.729 19.198 16.063
Persen 3,35 0,77 0,74 0,18 0,25 0,17 0,26 0,94 1,02 0,56 0,92 0,77
Nilai 1.951 2.526 6.861 14.619 59.415 194 103 37 5.239 20.478 29.349 44.729
Persen 0,08 0,10 0,27 0,57 2,32 0,01 0,00 0,00 0,20 0,80 1,15 1,75
207.578 17.621 11.569 13.269 38.568 2.368 41.287
9,91 0,84 0,55 0,63 1,84 0,11 1,97
140.772 41.538 55.089 63.407 28.379 10.381 50.000
7,25 1,62 2,15 2,48 1,11 0,41 1,95
124.682 1.763.290 2.095.549
5,95 84,14 100,00
248.794 2.125.268 2.559.563
9,72 83,03 100,00
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat struktur distribusi permintaan antara sektor industri pangan yang digunakan oleh pangan sektor pertanian. Sektor padi,
peternakan, kelapa sawit, unggas dan hasilnya dan tanaman kacang-kacangan menduduki peringkat pertama sampai kelima secara berturut-turut. Tabel 4.4. Struktur Alokasi Permintaan Antara Sektor Pangan Strategis Indonesia terhadap Sektor Lainnya Tahun 2003 (Milyar Rupiah) No.
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 180
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Total Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa Permintaan Antara Industri Pupuk
Nilai 70.306 16.075 15.425 3.762 5.187 3.459 5.371 19.715 21.288 11.729 19.198 16.063 77.904 285.482 140.612 17.621 11.569 13.269 38.568 2.368 41.287 798.257 44.518 25.991 264.473 169.501 162.922 79.111 2.095.549
Persen 3,35 0,77 0,74 0,18 0,25 0,17 0,26 0,94 1,02 0,56 0,92 0,77 3,72 13,62 6,71 0,84 0,55 0,63 1,84 0,11 1,97 38,09 2,12 1,24 12,62 8,09 7,77 3,78 100,00
Hal diatas dapat mengidentifikasikan bahwa sektor industri pangan mempunyai keterkaitan ke depan yang besar terhadap kelima sektor tersebut. Sehingga kelima sektor tersebut akan menerima dampak paling besar apabila terjadi penurunan pajak tak langsung dari sektor industri pangan. Sebanyak 13,62
persen dari alokasi permintaan antara sektor industri pangan yang sebesar Rp 125 trilyun berada di sektor pangan pertanian. Selebihnya industri lain sebanyak 38,09 persen dan sektor perdagangan dan hotel sebesar 12,62 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi sektor industri lain, sektor pertanian dan perdagangan dan hotel sangat bergantung pada hasil industri pangan.
4.2.
Analisis Dampak Penyebaran
4.2.1. Koefisien Penyebaran Berdasarkan Tabel 4.5 tidak ada satu sektor pun dari sektor pertanian yang mempunyai nilai koefisien penyebaran lebih dari satu. Hal ini berarti tidak ada satupun sektor pertanian yang mampu meningkatkan output sektor yang menyediakan input bagi kelima sektor tersebut dengan signifikan. Koefisien penyebaran dapat juga disebut sebagai daya penyebaran ke belakang. Nilai rata-rata koefisien penyebaran industri pangan sebesar 1,55 (terdiri dari 5 sub sektor industri pangan) menerangkan bahwa sektor industri mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menyediakan input bagi sektor yang menyediakan input bagi sektor industri pangan (sektor hulunya) dengan kuat. 4.2.2. Kepekaan Penyebaran Pada Tabel 4.5 dapat terlihat bahwa rata-rata dari dua belas sektor pangan sebagai sub sektor pertanian memiliki nilai kepekaan penyebaran lebih dari satu (yaitu 1,09). Hal ini menerangkan bahwa sektor pangan merupakan sektor yang outputnya banyak digunakan sebagai input dalam proses produksi sektor lain
dalam perekonomian Indonesia. Hal ini berarti bahwa sektor pangan dapat memicu pertumbuhan sektor lainnya. Nilai kepekaan yang terbesar dalam sektor pangan adalah tanaman bahan makanan lainnya (1,60), tanaman kacang-kacangan (1,40), padi (1,28), tebu (1,27), peternakan (1,25), jagung dan kelapa sawit (1,21). Terdapat lima sektor lain yang memiliki nilai kepekaan penyebaran dibawah satu seperti tanaman umbi-umbian, sayur-sayuran dan buah-buahan, pemotongan hewan, unggas dan hasilnya, dan perikanan. Tabel 4.5. Koefisien Penyebaran Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pangan Indonesia Tahun 2003
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Sektor
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Rata-Rata Sektor Pangan Pertanian Lainnya Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Rata-Rata Sektor Industri Pangan
0,61 0,57 0,58 0,55 0,58 0,53 0,56 0,57 0,63 0,90 0,91 0,64 0,64 0,66 0,96 1,32 1,08 1,82 1,07 1,50 1,55
1,28 1,40 1,21 0,73 0,60 1,60 1,27 1,21 1,25 0,87 0,89 0,75 1,09 1,36 0,82 0,66 0,69 1,14 0,71 0,95 0,99
Kepekaan penyebaran dapat juga disebut sebagai daya penyebaran ke depan. Nilai kepekaan rata-rata sektor industri pangan sebesar 0,99 menerangkan bahwa sektor industri pangan secara rata-rata tidak mampu mempengaruhi
pembentukan output sektor yang menggunakan input bagi sektor indutri pangan (sektor hilirnya) dengan kuat. Namun terdapat satu sektor yang memilki nilai kepekaan lebih dari satu yaitu 1,14 berarti sektor ini mampu mempengaruhi pembentukan output sektor yang menggunakan input bagi sektor industri pangan dengan kuat atau mempunyai daya penyebaran ke depan yang kuat.
4.3.
Analisis Multiplier Analisis multiplier pada intinya adalah untuk melihat apa yang akan terjadi
terhadap variabel-variabel endogen tertentu jika terjadi perubahan dalam variabelvariabel eksogen, seperti variabel permintaan akhir pada analisis I-O sisi permintaan dan variabel input primer pada analisis I-O sisi penawaran. Penelitian ini menggunakan analisis I-O sisi penawaran. Analisis multiplier yang akan dibahas dalam penelitian adalah multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Ketiga analisis masingmasing dapat dibagi menjadi dua tipe utama yaitu multiplier tipe I dan tipe II. Multiplier tipe I yang diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks kebalikan Leontif terbuka dan multiplier tipe II yang diperoleh dari matriks kebalikan Leontif tertutup. Nilai multiplier tipe I menunjukkan jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Nilai multiplier tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut yang telah ditambah dengan
efek induksi dari konsumsi rumah tangga, multiplier tipe II inilah yang digunakan dalam analisis, karena produk pangan dipengaruhi oleh kegiatan rumah tangga. 4.3.1. Multiplier Output Nilai multiplier output sektor pangan dan industri pangan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Rata-rata sektor indutri pangan mempunyai nilai multiplier output tipe II sebesar 2,10. Nilai multiplier output tipe II menunjukkan bahwa jika rumah tangga dianggap sebagai faktor endogen maka kenaikan input primer di sektor pangan sebesar satu satuan mengakibatkan perubahan output yang terjadi sebesar 2,10 satuan. Berdasarkan Tabel 4.6 lima sektor pangan yang mempunyai nilai multiplier output tipe II terbesar adalah tanaman bahan makanan lainnya (3,22), tanaman kacang-kacangan (2,83), padi (2,61), tebu (2,60), peternakan (2,53). 4.3.2. Multiplier Pendapatan Pada Tabel 4.6 dapat kita lihat nilai multiplier pendapatan sektor pangan dan industri pangan. Sektor industri pangan mempunyai nilai pendapatan tipe II rata-rata sebesar 2,89. Nilai ini menunjukkan bahwa jika rumah tangga dianggap sebagai faktor endogen maka kenaikkan input primer di sektor pangan sebesar satu satuan maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan pendapatan sebesar 2,89. Terdapat lima sektor pangan yang mempunyai nilai multiplier pendapatan tipe II terbesar yaitu sektor tanaman bahan makanan lainnya (3,86), tanaman kacang-kacangan (3,19), jagung (2,93), padi (2,19), pemotongan hewan (2,17). 4.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Nilai multiplier tenaga kerja sektor industri pangan tipe II sebesar 5,47 menunjukkan bahwa jika rumah tangga dianggap sebagai faktor endogen maka
kenaikkan input primer sektor industri pangan sebesar satu satuan akan mengakibatkan peningkatan jumlah kesempatan kerja sebesar 5,47 jiwa. Tabel 4.6. Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pangan Indonesia Tahun 2003
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Sektor
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Rata-Rata Sektor Pangan Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Rata-Rata Sektor Industri Pangan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa
Multiplier Output
Multiplier Pendapatan
Tipe I
Tipe II
Tipe I
2,40 2,63 2,28 1,37 1,13 3,01 2,38 2,28 2,35 1,63 1,68 1,41 2,56 2,09 2,10 1,54 1,23 1,30 2,14 1,34 1,78 1,87 1,88 2,20 1,14 1,74 2,01 1,71 1,49
2,61 2,83 2,49 1,58 1,35 3,22 2,60 2,41 2,53 1,83 1,88 1,59 2,68 2,28 2,16 1,72 1,37 1,52 2,34 1,57 2,01 2,10 1,98 2,36 1,15 1,88 2,17 1,83 1,63
0,08 0,28 0,18 0,09 0,03 0,11 0,02 0,01 0,09 0,18 0,03 0,02 0,06 0,09 0,09 0,08 0,01 0,17 0,10 0,07 0,27 0,14 0,12 0,37 0,05 0,09 0,16 0,04 1,18
Tipe II 2,19 3,19 2,93 1,84 1,29 3,86 1,62 2,03 2,15 2,17 1,57 1,51 1,95 2,18 2,49 2,49 1,36 3,05 2,68 2,15 2,73 2,89 2,31 3,99 1,17 1,83 2,53 1,53 1,42
Multiplier Tenaga Kerja Tipe Tipe I II 0,02 1,43 0,06 1,75 0,04 1,78 0,02 1,28 0,01 1,09 0,02 1,58 0,00 1,18 0,00 1,17 0,02 1,63 0,04 1,34 0,01 1,23 0,00 1,15 0,01 1,28 0,02 1,38 0,28 4,40 0,15 4,14 0,01 1,60 0,31 5,81 0,18 4,16 0,12 3,47 0,49 8,19 0,25 5,47 0,22 3,10 1,17 9,56 0,08 1,25 0,06 1,60 0,11 2,05 0,36 5,01 1,18 1,44
Pada Tabel 4.6 lima sektor pangan yang mempunyai nilai multiplier tenaga kerja tipe II terbesar adalah jagung (1,78), tanaman kacang-kacangan (1,75), peternakan (1,63), tanaman bahan makanan lainnya (1,58), dan padi (1,43).
4.4.
Analisis Dampak Perubahan Input Primer Pajak tak langsung untuk produk pangan strategis (khususnya PPN dan
PPnBM) dikenakan kepada komoditi yang memiliki nilai tambah dari komoditi on farm-nya dan lebih terkonsentrasi pada industri pangan. Sehingga analisis dampak penurunan pajak ini dilakukan melalui perubahan input primer industri pangan. Tabel 4.7, Tabel 4.8, dan Tabel 4.9 menunjukkan dampak penurunan pajak tak langsung produk pangan strategis sebesar 10 persen atau Rp 937 milyar dari nilai sektor pajak tak langsung terhadap perubahan jumlah output, perubahan jumlah pendapatan dan perubahan tenaga kerja, masing-masing di sektor pangan pertanian dan sektor industri pangan itu sendiri. 4.4.1. Dampak Terhadap Output Berdasarkan Tabel 4.7 penurunan pajak produk pangan dari sisi output akan meningkatkan jumlah output total sektor pertanian sebesar Rp 493.632 juta atau 30,38 persen dari total perubahan output. Lima sektor pertanian yang menerima dampak peningkatan output terbesar adalah perikanan (6,19%), padi (6,17%), pemotongan hewan (4,08%), sayur-sayuran dan buah-buahan (3,00%), unggas dan hasilnya (2,89%). Sektor industri pangan yang mengalami peningkatan paling besar yaitu sekitar Rp 856 juta. Tiga sektor perekonomian yang menerima dampak perubahan output terbesar adalah industri pengolahan makanan (13,38%), industri makanan lainnya (12,12%), dan industri tepung (10,24%). Berdasarkan hasil analisis dilihat bahwa dampak penurunan pajak dapat mempengaruhi peningkatan output yang cukup besar terhadap sektor pertanian dan sektor industri pangan.
Tabel 4.7. Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis Terhadap Perubahan Jumlah Output Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 No.
Sektor
Perubahan Output Juta Rupiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Total Sektor pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Total Sektor Industri Pangan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa Total
Persen
100.267 19.034 34.186 14.819 48.762 67 510 22.700 34.070 66.265 46.990 100.564 5.399 493.632 1.769 217.350 123.162 121.850 166.417 30.645 196.903 856.327 71.503 1.274 13.877 96.972 47.090 10.209 32.293 1.624.944
6,17 1,17 2,10 0,91 3,00 0,00 0,03 1,40 2,10 4,08 2,89 6,19 0,33 30,38 0,11 13,38 7,58 7,50 10,24 1,89 12,12 52,71 4,40 0,08 0,85 5,97 2,90 0,63 1,99 100,00
4.4.2. Dampak Terhadap Pendapatan Pada Tabel 4.8 dampak penurunan pajak tak langsung akan meningkatkan jumlah pendapatan total sektor pertanian sebesar Rp 77.396 juta atau 38,23 persen dari total perubahan pendapatan, dan total peningkatan pendapatan sektor industri pangan sebesar Rp 81 juta atau 40 persen dari total perubahan pendapatan.
Tabel 4.8. Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Terhadap Perubahan Jumlah Pendapatan Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 No.
Sektor
Perubahan Pendapatan Juta Rupiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Total Sektor pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Total Sektor Industri Pangan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa Total
12.357 2.331 3.907 1.652 10.149 6 144 4.992 6.186 7.708 11.641 15.036 1.284 77.396 164 14.418 20.261 4.920 17.642 2.284 21.340 80.865 7.552 81 2.263 15.756 5.260 2.613 10.518 202.468
Persen 6,10 1,15 1,93 0,82 5,01 0,00 0,07 2,47 3,06 3,81 5,75 7,43 0,63 38,23 0,08 7,12 10,01 2,43 8,71 1,13 10,54 39,94 3,73 0,04 1,12 7,78 2,60 1,29 5,19 100,00
Lima sektor pertanian yang menerima dampak perubahan pendapatan terbesar adalah perikanan (7,43%), padi (6,10%), unggas dan hasilnya (5,75%), sayur-sayuran dan buah-buahan (5,01%), dan pemotongan hewan (3,81%). Sektor industri yang menerima dampak paling besar adalah industri makanan lainnya (10,54%), industri minyak (10,01%), dan industri tepung (8,71%).
4.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja Penurunan pajak produk pangan strategis dapat juga dilihat dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang ada. Hal ini dapat dilihat dari dua sektor yang berpengaruh langsung terhadap penurunan pajak produk pangan ini. Tabel 4.9. Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Produk Pangan Strategis Terhadap Perubahan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pertanian Indonesia Tahun 2003 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Sektor Padi Tanaman Kacang-Kacangan Jagung Tanaman Umbi-Umbian Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan Tanaman bahan makanan lainnya Tebu Kelapa Sawit Peternakan Pemotongan Hewan Unggas dan Hasilnya Perikanan Pertanian Lainnya Total Sektor pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Makanan Industri Minyak Industri Penggilingan Padi Industri Tepung Industri Gula Industri Makanan Lainnya Total Sektor Industri Pangan Industri Lainnya Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, dan Hotel Angkutan, Jasa dan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa - Jasa Total
Perubahan Tenaga Kerja Jiwa Persen 6.272 13,73 2.135 4,68 2.856 6,25 83 0,18 2.895 6,34 133 0,29 18 0,04 19.514 42,73 3.914 8,57 5.292 11,59 1.744 3,82 121 0,27 332 0,73 45.309 99,21 3 0,01 44 0,10 29 0,06 90 0,20 164 0,36 2 0,00 26 0,06 355 0,78 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 45.668 100,00
Pada sisi tenaga kerja jumlah kesempatan kerja yang bertambah akibat dari penurunan pajak produk pangan adalah sebesar 45.309 jiwa atau 99,21 persen dari
total perubahan kesempatan kerja yang ada diseluruh sektor perekonomian. Sedangkan jumlah kesempatan kerja yang meningkat di sektor industri pangan akibat dari penurunan pajak produk pangan strategis adalah sekitar 355 jiwa atau 1 persen dari total jumlah tenaga kerja yang ada (Tabel 4.9). Lima sektor pertanian yang terkena dampak paling besar atas penurunan pajak produk pangan adalah kelapa sawit (42,73%), padi (13,73%), pemotongan hewan (11,59%), sayur-sayuran dan buah-buahan (6,34%), dan jagung (6,25%). Hal ini membuktikan bahwa pada sektor industri pengaruh penurunan pajak produk pangan strategis tidak terlalu signifikan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang ada karena sektor industri termasuk kategori jenis usaha yang padat modal dengan orientasi pada kerja mesin. Sebaliknya pada sektor pertanian merupakan sektor padat karya. Tiga sektor yang menerima dampak perubahan kesempatan kerja terbesar adalah sektor kelapa sawit (42,73%), sektor padi (13,73%), dan sektor pemotongan hewan (11,59%). Sehingga dapat dijelaskan bahwa penurunan pajak produk pangan sangat mempengaruhi peningkatan tenaga kerja pada sektor pertanian.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1.
Produksi sektor industri pangan sangat tergantung dari hasil produksi sektor tanaman bahan makanan lainnya, dan tanaman kacang-kacangan. Di sisi lain sektor industri pangan mempunyai peranan yang besar terhadap kegiatan
produksi
sektor
listrik,
gas,
dan
air.
Hasil
analisis
memperlihatkan bahwa sektor pangan strategis memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pembentukkan output dan pendapatan sektor dalam perekonomian, dan berpengaruh kuat terhadap peningkatan tenaga kerja khususnya
sektor
pertanian.
Sektor
pangan
pertanian
mampu
mempengaruhi pembentukkan ouput sektor yang menggunakan output dari sektor tersebut dalam hal ini sektor industri pangan. Sedangkan sebaliknya, sektor industri pangan hanya mampu mempengaruhi output sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara signifikan yang dalam hal ini sektor pertanian. 2.
Penurunan pajak tak langsung produk-produk pangan strategis mempunyai pengaruh yang cukup besar pada sektor bahan makanan lainnya dan sektor tanaman kacang-kacangan pada sektor pertanian (hulunya), serta sektor industri makanan lainnya, dan industri tepung pada sektor industri pangan (hilirnya). Sektor lainnya adalah listrik, gas, dan air yang paling peka terhadap dampak penurunan pajak produk pangan.
5.2.
Saran
1. Pemerintah harus mengawasi proses pengenaan pajak yang selama ini berlaku. Karena rasio pajak di Indonesia masih sangat rendah, maka penurunan pajak akan mengurangi penerimaan pemerintah, dan proses investasi pembangunan akan terhambat. 2. Dibutuhkan kebijakan peningkatkan penerimaan pajak secara ekstensifikasi dengan menertibkan wajib pajak yang lalai, sehingga penurunan pajak produk pangan bukan menjadi hambatan terhadap investasi pembangunan. 3. Diberlakukan kembali swasembada pangan dengan proyek investasi pembangunan sektor pertanian jangka panjang. Sebagai upaya pengembalian arah kebijakan berbasis industri pertanian demi terwujudnya kemandirian pangan dalam rangka menuju kondisi ketahanan pangan nasional. 4. Dilakukan beberapa kebijakan untuk meningkatkan produksi sektor pangan pertanian dalam negeri, karena sampai saat ini input industri pangan masih bergantung pada komoditi impor. Sehingga apabila pembangunan pertanian tidak diperhatikan, maka penurunan pajak produk pangan hanya akan menyulitkan persaingan sektor pertanian di Indonesia. Hasil analisis dalam penelitian ini hanya melihat dampak penurunan pajak tak langsung produk pangan strategis secara umum. Penelitian ini belum dapat melihat dampak penurunan pajak tak langsung produk pangan strategis secara khusus terhadap penerima kebijakan ini. Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian yang akan datang akan mampu mengatasi kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M dan Rahman. 2003. Penawaran dan Permintaan Komoditas KacangKacangan dan Umbi-Umbian di Indonesia. Icaserd Working Paper, No.17: 1-17. Badan Pusat Statistik. 2000. Neraca Bahan Makanan: Studi Keterbandingan Data Ketersediaan dan Data Konsumsi Tahun 2000. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2003. Tabel Input-Output Up Dating 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2004(a). Laporan Perekonomian Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2004(b). Statistik Pertanian 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2004(c). Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _________________. 2005. Neraca Pemerintahan Umum Indonesia 1999-2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Darmansyah, S. 2003. Dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Kinerja Ekonomi Tanaman Pangan Indonesia: Suatu Pendekatan Multi Komoditi. [Disertasi]. Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Keuangan. 2004. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1999/2000. Departemen Keuangan, Republik Indonesia. Edward, D. 2004. Cabut Pajak Pertanian 10% Untuk Rangsang Perekonomian. [Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Online]. www.bisnis.com. [17 April 2006]. Food Agriculture Organization. 1993. Agricultural Taxation in Developing Countries. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Hasan, I. 1994(a). Menyukseskan Swasembada Pangan. Bulog, Jakarta.
______. 1994(b). Sambutan Penutupan Meneg Urusan Pangan pada Widyakarya Nasional Pangan dan GiziVI. LIPI, Jakarta. Husodo, S.Y. 2003. Membangun Kemandirian di Bidang Pangan: Suatu Kebutuhan Bagi Indonesia. [Jurnal Ekonomi Rakyat Online]. www.ekonomirakyat.org [23 April 2006]. Kartinah, N.Y. 2004. Analisis Dampak Investasi Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, G.R, P.N Courant, D.D Purvis, dan P.O Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh, Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. Makmun, dan A. Yasin. 2003. Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap PDB Sektor Pertanian. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, 7: 57-83. Miller, B., dan Peter D. B. 1985. Input-Output Analysis : Foundations and Extensions. Prentice-Hall, Inc, New Jersey. Nasution, C.S. 2003. Analisis Potensi dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia 1990-2000. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, 7: 59-82. Nazara. S. 1997. Analisis Input-Output. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta. Nurlaela, F. 2003. Analisis Dampak Investasi Sektor Pertanian di Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Parwito. 2005. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pertanian, Mungkinkah Dicabut?. [Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Online]. www.bisnis.com. [17 April 2006]. Puspitawati, E. 2000. Perencanaan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur. [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rachman, P.S.H. 2004. Permintaan Komoditas Pangan: Analisis Perkembangan Konsumsi Untuk Rumah Tangga dan Bahan Baku Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Rachman, P.S.H, A. Purwoto, dan G.S Hardono. 2005. Kebijakan Pengelolaan Cadangan Pangan Pada Era Otonomi Daerah dan Perum Bulog. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Bogor.
Ratnawati, A. 1996. Dampak Kebijakan Tarif Impor dan Pajak Ekspor Terhadap Kinerja Perekonomian, Sektor Pertanian dan Distribusi Pendapatan di Indonesia: Suatu Pendekatan Model Keseimbangan Umum. [Disertasi]. Ekonomi Pertanian. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rochaety, E dan R. Tresnati. 2005. Kamus Istilah Ekonomi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Sahrani, A dan D. Wijaya. 2003. Kamus Ekonomi, Uang dan Bank. Penerbit Restu Agung, Jakarta. Schaffer, W. A. 1999. Regional Impact Model. Regional Research Institute. West Virginia University, West Virginia. Simatupang, P. 2004. Justifikasi dan Metode Penetapan Komoditas Strategis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Suryana, A dan Tahlim. 1997. Penawaran, Permintaan, dan Perilaku Kebiasaan Makan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Balitbang Pertanian. Sutarto, 2005. Pertanian Banyak Dikenai Pajak yang Hambat Investasi. [Tempo Online]. www.tempointeraktif.com. [17 April 2006]. Syah, D, et.al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Kode dan Klasifikasi Sektor Tabel yang Digunakan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Agregasi Sektor Tabel I-O Tahun 2003 PADI TANAMAN KACANG-KACANGAN JAGUNG TANAMAN UMBI-UMBIAN SAYUR-SAYURAN DAN BUAHBUAHAN TANAMAN BAHAN MAKANAN LAINNYA KARET TEBU KELAPA KELAPA SAWIT TEMBAKAU KOPI TEH CENGKEH HASIL TANAMAN SERAT TANAMAN PERKEBUNAN LAINNYA TANAMAN LAINNYA PETERNAKAN PEMOTONGAN HEWAN UNGGAS DAN HASIL-HASILNYA KAYU HASIL HUTAN LAINNYA PERIKANAN PENAMBANGAN BATUBARA DAN BIJI LOGAM PENAMBANGAN MINYAK, GAS, DAN PANAS BUMI PENAMBANGAN DAN PENGGALIAN LAINNYA INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN INDUSTRI MINYAK DAN LEMAK INDUSTRI PENGGILINGAN PADI INDUSTRI TEPUNG, SEGALA JENIS INDUSTRI GULA INDUSTRI MAKANAN LAINNYA INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI ROKOK INDUSTRI PEMINTALAN INDUSTRI TEKSTIL, PAKAIAN, DAN KULIT INDUSTRI BAMBU, KAYU, & ROTAN INDUSTRI KERTAS, BARANG DARI KERTAS DAN KARTON INDUSTRI PUPUK DAN PESTISIDA INDUSTRI KIMIA PENGGILINGAN MINYAK BUMI
No. 1 2 3 4
13 7 13 8 13 13 13 13 13
Agregasi Sektor dalam Penelitian PADI TANAMAN KACANG-KACANGAN JAGUNG TANAMAN UMBI-UMBIAN SAYUR-SAYURAN DAN BUAHBUAHAN TANAMAN BAHAN MAKANAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA TEBU PERTANIAN LAINNYA KELAPA SAWIT PERTANIAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA
13
PERTANIAN LAINNYA
13 9 10 11 13 13 12
16 17 18 19 20 21 21 21
PERTANIAN LAINNYA PETERNAKAN PEMOTONGAN HEWAN UNGGAS DAN HASIL-HASILNYA PERTANIAN LAINNYA PERTANIAN LAINNYA PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN INDUSTRI MINYAK DAN LEMAK INDUSTRI PENGGILINGAN PADI INDUSTRI TEPUNG, SEGALA JENIS INDUSTRI GULA INDUSTRI MAKANAN LAINNYA INDUSTRI LAINNYA INDUSTRI LAINNYA INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21 21 21
INDUSTRI LAINNYA INDUSTRI LAINNYA INDUSTRI LAINNYA
5 6
14 14 14 15
Lampiran 1. Lanjutan No.
No.
51 52
Agregasi Sektor Tabel I-O Tahun 2003 INDUSTRI BARANG-BARANG KARET DAN PLASTIK INDUSTRI BARANG-BARANG DARI MINERAL BUKAN LOGAM INDUSTRI SEMEN INDUSTRI DASAR BESI DAN BAJA INDUSTRI LOGAM DASAR BUKAN BESI INDUSTRI BARANG DARI LOGAM INDUSTRI MESIN, ALAT-ALAT DAN PERLENGKAPAN LISTRIK INDUSTRI ALAT PENGANGKUTAN DAN PERBAIKANNYA INDUSTRI BARANG LAIN YANG BELUM DIGOLONGKAN DIMANAPUN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN
53
PERDAGANGAN
24
54
RESTORAN DAN HOTEL
24
55 56 57 58 59 60 61
ANGKUTAN KERETA API ANGKUTAN DARAT ANGKUTAN AIR ANGKUTAN UDARA JASA PENUNJANG ANGKUTAN KOMUNIKASI LEMBAGA KEUANGAN USAHA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN PEMERINTAHAN UMUM DAN PERTAHANAN JASA SOSIAL KEMASYARAKATAN JASA LAINNYA KEGIATAN YANG TAK JELAS BATASANNYA JUMLAH PERMINTAAN ANTARA JUMLAH INPUT ANTARA IMPOR UPAH DAN GAJI SURPLUS USAHA PENYUSUTAN PAJAK TAK LANGSUNG SUBSIDI NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
42 43 44 45 46 47 48 49 50
62 63 64 65 66 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302
Agregasi Sektor dalam Penelitian
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21 21
INDUSTRI LAINNYA INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
21
INDUSTRI LAINNYA
22 23
25 25 25 25 25 25 26
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, RESTORAN&HOTEL PERDAGANGAN, RESTORAN&HOTEL ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI ANGKUTAN, JASA, & KOMUNIKASI LEMBAGA KEUANGAN
26
LEMBAGA KEUANGAN
27
JASA-JASA
27 27
JASA-JASA JASA-JASA
27
JASA-JASA
180 190 200 201 202 203 204 205 209 210
JUMLAH PERMINTAAN ANTARA JUMLAH INPUT ANTARA IMPOR UPAH DAN GAJI SURPLUS USAHA PENYUSUTAN PAJAK TAK LANGSUNG SUBSIDI NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
301 302
Lampiran 1. Lanjutan No. 303 304 305 306 309 310 401 402 403 404 409 501 502 503 509 600 700
Agregasi Sektor Tabel I-O Tahun 2003 PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO PERUBAHAN STOK EKSPOR BARANG DAGANGAN EKSPOR JASA JUMLAH PERMINTAAN AKHIR JUMLAH PERMINTAAN IMPOR BARANG DAGANGAN PAJAK PENJUALAN BEA MASUK IMPOR JASA JUMLAH IMPOR MARGIN PERDAGANGAN BESAR MARGIN PERDAGANGAN ECERAN BIAYA PENGANGKUTAN JUMLAH MARGIN PERDAGANGAN DAN BIAYA PENGANGKUTAN JUMLAH OUTPUT JUMLAH PENYEDIAAN
No. 303 304 305 306 309 310
Agregasi Sektor dalam Penelitian PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO PERUBAHAN STOK EKSPOR BARANG DAGANGAN EKSPOR JASA JUMLAH PERMINTAAN AKHIR JUMLAH PERMINTAAN
Lampiran 2. Tabel Input-Output Indonesia 2003, Klasifikasi 27 Sektor (Juta Rupiah)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
1 5.630.459 0 0 0 0 0 0 0 363.424 0 0 0 2.303.203 0 0 0 0 0 0 0 2.700.699 0 16.778 388.602 136.058 126.316 207.495 11.873.034 0 8.904.370 49.433.166 1.126.762 916.177 0 60.380.475 72.253.509 4.519.644
2 0 1.133.962 0 124.912 0 0 0 0 88.315 0 561 0 13.239 0 0 0 0 0 0 0 80.897 180 1.471 222.884 39.390 2.739 12.569 1.721.119 0 2.107.156 12.900.876 297.784 176.110 0 15.481.926 17.203.045 1.069.542
3 0 0 1.134.057 0 0 0 0 0 459.157 0 3.815 0 149.290 0 0 0 0 0 0 0 671.123 0 17.375 290.119 318.079 30.604 68.543 3.142.162 0 2.428.469 15.294.696 66.313 317.089 0 18.106.567 21.248.729 1.232.632
4 0 0 0 332.471 0 0 0 0 259.569 0 2.619 0 28.618 0 0 0 0 0 0 0 162.039 466 1.008 301.073 9.861 4.189 41.632 1.143.545 0 2.048.175 14.820.590 213.603 141.510 0 17.223.878 18.367.423 1.039.604
5 0 22.405 0 0 922.934 0 0 0 893.220 0 414.200 0 30.793 0 0 0 0 0 0 0 612.413 0 8.213 2.189.091 38.919 6.568 41.385 5.180.141 0 12.832.451 42.982.421 197.917 461.050 0 56.473.839 61.653.980 6.513.444
6 0 0 0 0 0 10.555 0 0 299 0 0 0 1.769 0 0 0 0 0 0 0 2.560 0 31 10.128 202 255 51 25.850 0 13.320 99.727 126 642 0 113.815 139.665 6.761
Lampiran 2. Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
7 0 0 0 0 0 0 264.722 0 0 0 0 0 17.898 0 0 0 0 0 0 0 607.120 245 136.581 123.129 29.519 61.004 101.584 1.341.802 0 1.548.453 2.547.452 30.270 4.128 0 4.130.303 5.472.105 785.958
8 0 0 0 0 0 0 0 273.295 83.287 0 0 0 1.701.868 0 0 0 0 0 0 0 1.571.701 1.820 130.404 219.770 82.818 71.591 1.431.918 5.568.472 0 3.720.587 6.704.089 705.960 218.813 0 11.349.449 16.917.921 1.888.481
9 2.029.293 364.551 196.811 216.677 75.789 0 78.506 0 79.032 303 28.970 0 204.870 46 0 17.081 187.590 1.048 127 2.183.207 32.764 4.382 10.142 923.419 41.525 44.129 68.293 6.788.555 0 4.170.576 11.355.611 404.689 249.910 0 16.180.786 22.969.341 2.116.884
10 0 0 0 0 0 0 0 0 11.994.330 29.246 3.392.209 0 0 39 0 0 0 0 0 40 59.648 56.315 351 2.681.866 1.134.130 75.426 60.339 19.483.939 0 3.706.068 8.137.295 62.575 469.014 0 12.374.952 31.858.891 1.881.111
11 19.228 71.712 466.550 0 6.276 0 0 0 0 0 2.178.024 0 211.571 2.210 11.630 12 217.690 0 0 18.718.097 245.308 5.979 1.360 2.701.977 605.998 0 68.502 25.532.124 0 11.921.426 10.348.102 290.953 27.424 0 22.587.905 48.120.029 6.051.029
12 0 0 79.486 2.077 1.499 611 0 0 0 0 23.447 2.068.920 3.619.127 0 0 68 46.489 52 0 2.446.952 2.277.128 12.874 52.331 2.517.786 347.856 402.561 201.598 14.100.862 0 9.042.112 34.390.272 2.034.227 908.349 0 46.374.960 60.475.822 4.589.559
Lampiran 2. Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
13 938.218 21.603 157.984 11.236 0 0 0 0 1.442.615 25 71.211 2.113 5.007.815 2 0 1.276 2.497 0 22 270.342 5.126.261 28.633 531.034 1.590.119 331.067 326.097 3.733.523 19.593.693 0 20.305.904 41.516.034 2.641.641 1.295.654 0 65.759.233 85.352.926 10.306.789
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30.792 18.432.383 0 0 0 0 0 0 8.073.307 65.615 1.546.095 1.713.253 4.735.490 3.919.770 796.124 39.312.829 0 19.323.187 139.698.727 8.430.841 2.082.776 0 169.535.531 208.848.360 719.266
15 0 595.890 114 9.785 240.674 9.486 0 61.370 4.532.298 185.170 370.738 10.783.140 57.101 860 4.979.399 105.267 335 365.310 109.136 342.019 868.573 163.171 13.368 12.835.725 2.980.789 523.914 8.352 40.141.984 0 3.743.527 10.372.149 485.763 1.691.178 0 16.292.617 56.434.601 245.070
16 0 135.719 254.435 0 100 0 0 18.478.949 484.637 28.628 122 371 3.663.253 497 28.388 9.304.086 11 883 1.083 62.164 1.440.636 69.005 7.361 2.875.678 2.959.211 333.662 309 40.129.188 0 10.888.671 13.489.870 861.784 820.733 0 26.061.058 66.190.246 712.828
17 60.746.990 172.313 38.527 0 475 0 0 0 0 0 0 0 134.518 0 2.150 0 868.210 22.585 0 43 23.837 7.165 25 1.633.816 533.174 20.306 51 64.204.185 0 3.060.113 5.300.724 2.867.890 355.226 0 11.583.953 75.788.138 200.331
18 52.337 3.423.368 1.471.435 114.095 10.580 3.274.257 0 6 1.599 53.589 292.325 44.063 192.339 643 527.789 337.492 282.061 20.719.124 227.270 549.033 816.276 122.727 3.269 5.718.985 5.180.202 362.978 22.473 43.800.315 0 7.034.438 13.545.025 955.299 1.019.369 0 22.554.131 66.354.446 460.510
Lampiran 2. Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
19 0 0 0 0 1 0 5.014.859 0 0 0 0 0 122.101 30.709 28 33 0 408.581 65.427 118 183.202 2.458 2.186 738.985 76.849 33.296 3.182 6.682.015 0 681.852 1.260.716 233.657 288.575 0 2.464.800 9.146.815 44.638
20 21 20.857 397.386 5.996.779 9.991 11.188.897 11.619 335.264 92 152.307 249.537 22.665 78.823 781 1.589 9.009 892.074 6.740 149.286 1.872.837 1.216.132 79.902 275.236 373.858 86.343 771.984 53.192.464 54.672 81.536.454 1.277.945 215.547 782.755 423.410 1.769.531 16.982 4.770.966 5.182.645 614.799 516.079 6.282.360 2.159.373 1.519.408 457.913.316 481.632 18.940.874 67.137 1.539.502 8.778.950 64.475.643 6.100.953 65.608.178 803.538 29.152.016 3.342 552.219 54.139.868 784.792.810 0 0 9.152.845 132.357.133 16.332.969 239.255.945 3.523.749 53.601.486 1.302.906 43.846.257 0 -653.380 30.312.469 468.407.441 84.452.337 1.253.200.251 599.192 8.664.773
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 30.082.067 0 0 0 0 0 0 7.076.347 10.054.258 360.438 2.595.370 579.552 1.170.823 44.147 51.963.017 0 4.463.355 8.412.986 9.296.734 1.035.266 -4.740.337 18.468.004 70.431.021 166.139
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4.862.597 10.234.518 0 0 0 0 0 0 147.898.540 158.998 135.846 32.112.480 5.716.896 14.847.213 3.197.217 219.164.305 0 53.999.216 43.079.940 9.776.945 5.074.440 0 111.930.541 331.094.846 4.106.597
24 37.443 3.025.389 265.391 2.052.040 2.759.724 62.268 10.633 0 171.950 6.976.646 10.820.766 2.316.258 443.210 1.898 3.718.734 572.049 7.345.335 5.004.536 603.291 1.812.759 60.848.100 8.015.983 3.166.494 54.689.439 21.631.373 47.671.327 2.085.856 246.108.892 0 95.337.332 199.760.174 22.167.493 23.391.741 0 340.656.740 586.765.632 16.845.995
Lampiran 2. Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
25 0 268.559 0 231.200 0 0 0 0 36.138 93.780 927.106 149.604 39.218 159.380 6.661.085 5.468 1.680.707 1.637.782 169.051 504.249 49.864.406 1.176.598 4.131.461 26.621.860 28.132.650 19.150.718 8.146.564 149.787.584 0 29.941.287 49.907.104 34.424.305 4.049.052 -54.418 118.267.330 268.054.914 4.976.928
26 27 180 0 433.380 70.305.591 0 832.929 16.075.170 13 160.097 15.425.416 19 332.022 3.761.890 0 767.260 5.187.156 7 206 3.458.878 0 0 5.371.090 0 0 19.714.703 0 242.430 21.288.326 0 1.272.773 11.729.129 781 315.604 19.197.636 89.390 149.051 16.063.111 131.162 973.311 77.904.126 0 75.999 140.612.377 0 198.326 17.621.021 7 19.911 11.568.915 0 851.418 13.268.856 0 454.074 38.567.586 0 62.050 2.368.335 78.831 5.877.296 41.286.883 20.003.457 27.578.006 798.257.072 2.579.528 2.569.296 44.518.202 7.391.518 6.719.164 25.990.943 21.311.502 14.211.387 264.473.036 13.671.718 8.478.194 169.500.651 37.565.176 6.216.226 162.922.442 17.927.754 40.285.866 79.110.888 120.750.863 119.076.276 2.095.549.429 0 0 0 91.708.726 82.769.327 627.210.076 122.053.781 33.612.010 1.146.612.451 17.911.975 15.382.754 187.993.495 5.843.637 3.283.060 99.270.086 0 0 -5.448.135 237.518.119 135.047.151 2.055.637.973 358.268.982 254.123.427 4.151.187.402 1.294.832 9.746.381 90.784.917
301 302 0 0 2.518.316 0 6.497.201 0 14.610.622 0 58.787.514 0 378.696 0 12.407 0 0 0 3.424.857 0 20.376.307 0 29.236.989 0 35.939.416 0 12.001.985 0 1.929.587 0 35.023.568 0 32.654.409 0 63.407.336 0 28.263.164 0 11.345.508 0 59.785.607 0 353.610.907 0 25.912.816 0 0 0 236.367.605 0 121.764.952 0 126.466.474 101.873.669 124.364.729 61.827.571 1.404.680.972 163.701.240 123.832.971 2.165.864
Lampiran 2. Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
303 0 0 0 0 0 0 0 0 1.162.547 0 0 0 0 246.757 0 0 0 0 0 0 64.531.256 0 305.103.901 14.169.110 0 0 1.005.463 386.219.034 45.384.027 0 0 0 0 0 0 0 0
304 1.951.032 811 360.589 5.538 -125.880 -185.035 90.402 266 -423.080 -1 4.559 -33.584 -3.736.218 -2.052.488 794 348 -686 -344 -1.379.990 -10.788.954 -8.070.623 0 0 2.279.194 0 0 0 -22.103.350 15.978.938 0 0 0 0 0 0 0 0
305 45 6.471 3.375 3.286 753.321 216 31 36.660 1.074.993 102.097 106.957 8.822.742 6.091.297 105.608.085 6.513.750 22.433.828 403 116.375 415.663 1.003.660 352.406.262 0 0 62.712.823 0 0 0 568.212.340 0 0 0 0 0 0 0 0 0
306 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6.033.323 0 0 28.954.240 13.473.193 6.501.413 3.890.462 58.852.631 0 0 0 0 0 0 0 0 0
309 1.951.077 2.525.598 6.861.165 14.619.446 59.414.955 193.877 102.840 36.926 5.239.317 20.478.403 29.348.505 44.728.574 14.357.064 105.731.941 41.538.112 55.088.585 63.407.053 28.379.195 10.381.181 50.000.313 768.511.125 25.912.816 305.103.901 344.482.972 135.238.145 234.841.556 191.088.225 2.559.562.867 187.361.800 0 0 0 0 0 0 0 0
310 72.256.668 18.600.768 22.286.581 18.381.336 64.602.111 3.652.755 5.473.930 19.751.629 26.527.643 32.207.532 48.546.141 60.791.685 92.261.190 246.344.318 59.159.133 66.657.500 76.675.909 66.946.781 12.749.516 91.287.196 1.566.768.197 70.431.018 331.094.844 608.956.008 304.738.796 397.763.998 270.199.113 4.655.112.296 503.924.895 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3. Matrik Koefisien Output Klasifikasi 27 Sektor KOLOM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
1 0,0779 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0137 0,0000 0,0000 0,0000 0,0250 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0017 0,0000 0,0001 0,0006 0,0004 0,0003 0,0008
2 0,0000 0,0610 0,0000 0,0068 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0033 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0004 0,0001 0,0000 0,0000
3 0,0000 0,0000 0,0509 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0173 0,0000 0,0001 0,0000 0,0016 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0001 0,0005 0,0010 0,0001 0,0003
4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0181 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0098 0,0000 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0002
5 0,0000 0,0012 0,0000 0,0000 0,0143 0,0000 0,0000 0,0000 0,0337 0,0000 0,0085 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0036 0,0001 0,0000 0,0002
6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0029 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0484 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0004 0,0002 0,0001 0,0002 0,0004
8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0138 0,0031 0,0000 0,0000 0,0000 0,0184 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0000 0,0004 0,0004 0,0003 0,0002 0,0053
9 0,0281 0,0196 0,0088 0,0118 0,0012 0,0000 0,0143 0,0000 0,0030 0,0000 0,0006 0,0000 0,0022 0,0000 0,0000 0,0003 0,0024 0,0000 0,0000 0,0239 0,0000 0,0001 0,0000 0,0015 0,0001 0,0001 0,0003
10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,4521 0,0009 0,0699 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0008 0,0000 0,0044 0,0037 0,0002 0,0002
11 0,0003 0,0039 0,0209 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0449 0,0000 0,0023 0,0000 0,0002 0,0000 0,0028 0,0000 0,0000 0,2050 0,0002 0,0001 0,0000 0,0044 0,0020 0,0000 0,0003
12 0,0000 0,0000 0,0036 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0340 0,0392 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0268 0,0015 0,0002 0,0002 0,0041 0,0011 0,0010 0,0007
Lampiran 3. Lanjutan KOLOM 13 1 0,0130 2 0,0012 3 0,0071 4 0,0006 5 0,0000 6 0,0000 7 0,0000 8 0,0000 9 0,0544 10 0,0000 11 0,0015 12 0,0000 13 0,0543 14 0,0000 15 0,0000 16 0,0000 17 0,0000 18 0,0000 19 0,0000 20 0,0030 21 0,0033 22 0,0004 23 0,0016 24 0,0026 25 0,0011 26 0,0008 27 0,0138
14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0748 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0052 0,0009 0,0047 0,0028 0,0155 0,0099 0,0029
15 0,0000 0,0320 0,0000 0,0005 0,0037 0,0026 0,0000 0,0031 0,1709 0,0057 0,0076 0,1774 0,0006 0,0000 0,0842 0,0016 0,0000 0,0055 0,0086 0,0037 0,0006 0,0023 0,0000 0,0211 0,0098 0,0013 0,0000
16 0,0000 0,0073 0,0114 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,9356 0,0183 0,0009 0,0000 0,0000 0,0397 0,0000 0,0005 0,1396 0,0000 0,0000 0,0001 0,0007 0,0009 0,0010 0,0000 0,0047 0,0097 0,0008 0,0000
17 0,8407 0,0093 0,0017 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0000 0,0000 0,0000 0,0113 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0027 0,0017 0,0001 0,0000
18 0,0007 0,1840 0,0660 0,0062 0,0002 0,8964 0,0000 0,0000 0,0001 0,0017 0,0060 0,0007 0,0021 0,0000 0,0089 0,0051 0,0037 0,3095 0,0178 0,0060 0,0005 0,0017 0,0000 0,0094 0,0170 0,0009 0,0001
19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,9161 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0013 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0061 0,0051 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0012 0,0003 0,0001 0,0000
20 0,0003 0,3224 0,5020 0,0182 0,0024 0,0062 0,0001 0,0005 0,0003 0,0581 0,0016 0,0061 0,0084 0,0002 0,0216 0,0117 0,0231 0,0713 0,0482 0,0688 0,0010 0,0068 0,0002 0,0144 0,0200 0,0020 0,0000
21 0,0055 0,0005 0,0005 0,0000 0,0039 0,0216 0,0003 0,0452 0,0056 0,0378 0,0057 0,0014 0,5765 0,3310 0,0036 0,0064 0,0002 0,0774 0,0405 0,0237 0,2923 0,2689 0,0046 0,1059 0,2153 0,0733 0,0020
22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1221 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0045 0,1428 0,0011 0,0043 0,0019 0,0029 0,0002
23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0527 0,0415 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0944 0,0023 0,0004 0,0527 0,0188 0,0373 0,0118
24 0,0005 0,1626 0,0119 0,1116 0,0427 0,0170 0,0019 0,0000 0,0065 0,2166 0,2229 0,0381 0,0048 0,0000 0,0629 0,0086 0,0958 0,0748 0,0473 0,0199 0,0388 0,1138 0,0096 0,0898 0,0710 0,1198 0,0077
Lampiran 3. Lanjutan KOLOM 25 1 0,0000 2 0,0144 3 0,0000 4 0,0126 5 0,0000 6 0,0000 7 0,0000 8 0,0000 9 0,0014 10 0,0029 11 0,0191 12 0,0025 13 0,0004 14 0,0006 15 0,1126 16 0,0001 17 0,0219 18 0,0245 19 0,0133 20 0,0055 21 0,0318 22 0,0167 23 0,0125 24 0,0437 25 0,0923 26 0,0481 27 0,0302
26 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0014 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0128 0,0366 0,0223 0,0350 0,0449 0,0944 0,0664
27 0,0060 0,0448 0,0072 0,0181 0,0119 0,0001 0,0000 0,0000 0,0091 0,0395 0,0065 0,0025 0,0105 0,0003 0,0034 0,0003 0,0111 0,0068 0,0049 0,0644 0,0176 0,0365 0,0203 0,0233 0,0278 0,0156 0,1491
Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontif Terbuka Klasifikasi 27 Sektor KOLOM 1 2 3 4 5 1 1,0857 0,0002 0,0008 0,0004 0,0017 2 0,0012 1,0652 0,0009 0,0005 0,0042 3 0,0009 0,0001 1,0542 0,0003 0,0025 4 0,0005 0,0075 0,0004 1,0186 0,0010 5 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 1,0147 6 0,0007 0,0001 0,0003 0,0001 0,0010 7 0,0005 0,0001 0,0004 0,0002 0,0010 8 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0002 9 0,0170 0,0037 0,0186 0,0101 0,0351 10 0,0006 0,0001 0,0003 0,0002 0,0012 11 0,0005 0,0001 0,0004 0,0002 0,0102 12 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0003 13 0,0306 0,0003 0,0024 0,0005 0,0012 14 0,0013 0,0001 0,0004 0,0001 0,0005 15 0,0003 0,0001 0,0003 0,0001 0,0005 16 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 17 0,0003 0,0001 0,0002 0,0001 0,0006 18 0,0007 0,0001 0,0003 0,0001 0,0010 19 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0004 20 0,0009 0,0002 0,0006 0,0004 0,0033 21 0,0030 0,0001 0,0008 0,0002 0,0009 22 0,0013 0,0001 0,0004 0,0002 0,0010 23 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 24 0,0014 0,0005 0,0008 0,0006 0,0044 25 0,0016 0,0002 0,0015 0,0002 0,0009 26 0,0010 0,0001 0,0004 0,0001 0,0008 27 0,0016 0,0001 0,0005 0,0002 0,0004 1,1527 1,0791 1,0853 1,0338 1,0892
6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0029 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0030
7 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0000 0,0002 1,0509 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0007 0,0003 0,0001 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0007 0,0003 0,0005 0,0004 0,0004 0,0003 0,0005 1,0565
8 0,0007 0,0011 0,0008 0,0004 0,0001 0,0005 0,0003 1,0142 0,0048 0,0006 0,0004 0,0001 0,0211 0,0009 0,0003 0,0000 0,0002 0,0005 0,0002 0,0008 0,0019 0,0011 0,0006 0,0010 0,0012 0,0007 0,0068 1,0615
9 0,0338 0,0312 0,0236 0,0131 0,0014 0,0030 0,0166 0,0007 1,0055 0,0021 0,0015 0,0005 0,0039 0,0003 0,0010 0,0007 0,0034 0,0031 0,0015 0,0263 0,0004 0,0008 0,0001 0,0024 0,0012 0,0007 0,0005 1,1794
10 0,0166 0,0220 0,0215 0,0071 0,0010 0,0040 0,0088 0,0007 0,4568 1,0042 0,0757 0,0009 0,0027 0,0007 0,0020 0,0006 0,0029 0,0041 0,0020 0,0287 0,0010 0,0027 0,0002 0,0071 0,0061 0,0017 0,0009 1,6828
11 0,0099 0,0919 0,1484 0,0066 0,0012 0,0250 0,0123 0,0035 0,0124 0,0160 1,0515 0,0034 0,0069 0,0014 0,0079 0,0035 0,0098 0,0259 0,0125 0,2326 0,0019 0,0044 0,0004 0,0105 0,0098 0,0027 0,0012 1,7136
12 0,0028 0,0130 0,0212 0,0017 0,0004 0,0045 0,0021 0,0007 0,0049 0,0034 0,0025 1,0360 0,0454 0,0015 0,0017 0,0005 0,0021 0,0044 0,0021 0,0311 0,0031 0,0026 0,0005 0,0062 0,0037 0,0026 0,0021 1,2026
Lampiran 4. Lanjutan KOLOM 13 1 0,0180 2 0,0074 3 0,0128 4 0,0025 5 0,0006 6 0,0024 7 0,0019 8 0,0005 9 0,0600 10 0,0025 11 0,0033 12 0,0006 13 1,0624 14 0,0029 15 0,0011 16 0,0003 17 0,0012 18 0,0023 19 0,0010 20 0,0072 21 0,0063 22 0,0042 23 0,0023 24 0,0050 25 0,0042 26 0,0028 27 0,0178 1,2335
14 0,0015 0,0032 0,0014 0,0013 0,0004 0,0031 0,0013 0,0007 0,0023 0,0024 0,0024 0,0010 0,0075 1,0859 0,0034 0,0002 0,0013 0,0030 0,0013 0,0017 0,0106 0,0069 0,0060 0,0070 0,0229 0,0152 0,0061 1,2000
15 0,0103 0,0570 0,0153 0,0074 0,0057 0,0172 0,0150 0,0063 0,1962 0,0141 0,0174 0,2027 0,0132 0,0028 1,0966 0,0028 0,0044 0,0151 0,0125 0,0202 0,0042 0,0091 0,0008 0,0291 0,0168 0,0072 0,0020 1,8015
16 0,0035 0,0139 0,0172 0,0020 0,0006 0,0026 0,0017 1,1030 0,0317 0,0038 0,0029 0,0011 0,0740 0,0026 0,0033 1,1624 0,0015 0,0026 0,0012 0,0036 0,0051 0,0051 0,0012 0,0088 0,0155 0,0040 0,0091 2,4840
17 0,9236 0,0120 0,0030 0,0009 0,0003 0,0016 0,0007 0,0002 0,0151 0,0012 0,0013 0,0004 0,0279 0,0013 0,0009 0,0001 1,0121 0,0016 0,0005 0,0011 0,0029 0,0019 0,0003 0,0045 0,0037 0,0015 0,0016 2,0220
18 0,0092 0,2946 0,1094 0,0142 0,0012 1,3073 0,0275 0,0088 0,0110 0,0077 0,0149 0,0056 0,0074 0,0026 0,0196 0,0090 0,0083 1,4536 0,0284 0,0141 0,0041 0,0078 0,0008 0,0185 0,0310 0,0061 0,0022 3,4252
19 0,0003 0,0023 0,0009 0,0003 0,0001 0,0084 0,9680 0,0001 0,0005 0,0005 0,0006 0,0002 0,0023 0,0006 0,0004 0,0001 0,0003 0,0093 1,0055 0,0003 0,0010 0,0007 0,0005 0,0019 0,0010 0,0007 0,0006 2,0073
20 0,0285 0,4011 0,5813 0,0273 0,0038 0,1121 0,0554 0,0158 0,0507 0,0687 0,0141 0,0139 0,0171 0,0043 0,0321 0,0158 0,0288 0,1166 0,0565 1,0807 0,0054 0,0149 0,0012 0,0231 0,0314 0,0081 0,0027 2,8114
21 0,0563 0,1195 0,0673 0,0358 0,0162 0,2250 0,0827 0,0819 0,1258 0,1095 0,0781 0,0260 0,9020 0,5915 0,0728 0,0154 0,0333 0,2103 0,0831 0,0734 1,4625 0,5070 0,0237 0,2122 0,3941 0,1788 0,0512 5,8352
22 0,0012 0,0027 0,0011 0,0012 0,0004 0,0026 0,0011 0,0006 0,0019 0,0024 0,0024 0,0007 0,0065 0,1583 0,0018 0,0002 0,0011 0,0025 0,0010 0,0013 0,0100 1,1716 0,0025 0,0082 0,0088 0,0081 0,0020 1,4022
23 0,0137 0,0294 0,0132 0,0120 0,0047 0,0317 0,0125 0,0090 0,0251 0,0260 0,0247 0,0069 0,1472 0,1060 0,0157 0,0024 0,0106 0,0300 0,0124 0,0148 0,1458 0,0655 1,0057 0,0843 0,0697 0,0702 0,0259 2,0149
24 0,1138 0,2720 0,0865 0,1375 0,0506 0,1547 0,0693 0,0175 0,1522 0,2567 0,2889 0,0641 0,0637 0,0531 0,0975 0,0143 0,1170 0,1477 0,0672 0,1000 0,0768 0,1871 0,0177 1,1327 0,1261 0,1661 0,0300 4,0610
Lampiran 4. Lanjutan KOLOM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
25 0,0335 0,0593 0,0211 0,0255 0,0046 0,0565 0,0247 0,0054 0,0433 0,0257 0,0438 0,0330 0,0431 0,0310 0,1458 0,0023 0,0337 0,0593 0,0248 0,0260 0,0611 0,0571 0,0181 0,0724 1,1319 0,0772 0,0482 2,2085
26 0,0094 0,0240 0,0108 0,0097 0,0038 0,0153 0,0066 0,0027 0,0142 0,0182 0,0170 0,0070 0,0260 0,0228 0,0137 0,0012 0,0086 0,0150 0,0065 0,0144 0,0335 0,0715 0,0287 0,0560 0,0727 1,1216 0,0916 1,7227
27 0,0294 0,1046 0,0615 0,0307 0,0166 0,0315 0,0156 0,0044 0,0481 0,0634 0,0250 0,0087 0,0417 0,0253 0,0168 0,0026 0,0212 0,0325 0,0154 0,0914 0,0396 0,0721 0,0264 0,0439 0,0552 0,0343 1,1816 2,1396
2,4047 2,6344 2,2764 1,3653 1,1288 3,0143 2,3773 2,2772 2,3472 1,6316 1,6801 1,4133 2,5576 2,0984 1,5356 1,2346 1,3031 2,1418 1,3366 1,7752 1,8833 2,1975 1,1387 1,7433 2,0118 1,7131 1,4873 50,7085
Lampiran 5. Matriks Kebalikan Leontif Tertutup Klasifikasi 27 Sektor KOLOM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 201
1 0,0779 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0137 0,0000 0,0000 0,0000 0,0250 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0017 0,0000 0,0001 0,0006 0,0004 0,0003 0,0008 0,0017
2 0,0000 0,0610 0,0000 0,0068 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0033 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0004 0,0001 0,0000 0,0000 0,0004
3 0,0000 0,0000 0,0509 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0173 0,0000 0,0001 0,0000 0,0016 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0001 0,0005 0,0010 0,0001 0,0003 0,0005
4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0181 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0098 0,0000 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0002 0,0004
5 0,0000 0,0012 0,0000 0,0000 0,0143 0,0000 0,0000 0,0000 0,0337 0,0000 0,0085 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0036 0,0001 0,0000 0,0002 0,0025
6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0029 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0484 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0004 0,0002 0,0001 0,0002 0,0004 0,0003
8 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0138 0,0031 0,0000 0,0000 0,0000 0,0184 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0000 0,0004 0,0004 0,0003 0,0002 0,0053 0,0007
9 0,0281 0,0196 0,0088 0,0118 0,0012 0,0000 0,0143 0,0000 0,0030 0,0000 0,0006 0,0000 0,0022 0,0000 0,0000 0,0003 0,0024 0,0000 0,0000 0,0239 0,0000 0,0001 0,0000 0,0015 0,0001 0,0001 0,0003 0,0008
10 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,4521 0,0009 0,0699 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0008 0,0000 0,0044 0,0037 0,0002 0,0002 0,0007
11 0,0003 0,0039 0,0209 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0449 0,0000 0,0023 0,0000 0,0002 0,0000 0,0028 0,0000 0,0000 0,2050 0,0002 0,0001 0,0000 0,0044 0,0020 0,0000 0,0003 0,0023
12 0,0000 0,0000 0,0036 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0340 0,0392 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0268 0,0015 0,0002 0,0002 0,0041 0,0011 0,0010 0,0007 0,0018
Lampiran 5. Lanjutan KOLOM 13 1 0,0130 2 0,0012 3 0,0071 4 0,0006 5 0,0000 6 0,0000 7 0,0000 8 0,0000 9 0,0544 10 0,0000 11 0,0015 12 0,0000 13 0,0543 14 0,0000 15 0,0000 16 0,0000 17 0,0000 18 0,0000 19 0,0000 20 0,0030 21 0,0033 22 0,0004 23 0,0016 24 0,0026 25 0,0011 26 0,0008 27 0,0138 201 0,0039
14 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0748 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0052 0,0009 0,0047 0,0028 0,0155 0,0099 0,0029 0,0037
15 0,0000 0,0320 0,0000 0,0005 0,0037 0,0026 0,0000 0,0031 0,1709 0,0057 0,0076 0,1774 0,0006 0,0000 0,0842 0,0016 0,0000 0,0055 0,0086 0,0037 0,0006 0,0023 0,0000 0,0211 0,0098 0,0013 0,0000 0,0007
16 0,0000 0,0073 0,0114 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,9356 0,0183 0,0009 0,0000 0,0000 0,0397 0,0000 0,0005 0,1396 0,0000 0,0000 0,0001 0,0007 0,0009 0,0010 0,0000 0,0047 0,0097 0,0008 0,0000 0,0021
17 0,8407 0,0093 0,0017 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0000 0,0000 0,0000 0,0113 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0027 0,0017 0,0001 0,0000 0,0006
18 0,0007 0,1840 0,0660 0,0062 0,0002 0,8964 0,0000 0,0000 0,0001 0,0017 0,0060 0,0007 0,0021 0,0000 0,0089 0,0051 0,0037 0,3095 0,0178 0,0060 0,0005 0,0017 0,0000 0,0094 0,0170 0,0009 0,0001 0,0014
19 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,9161 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0013 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0061 0,0051 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0012 0,0003 0,0001 0,0000 0,0001
20 0,0003 0,3224 0,5020 0,0182 0,0024 0,0062 0,0001 0,0005 0,0003 0,0581 0,0016 0,0061 0,0084 0,0002 0,0216 0,0117 0,0231 0,0713 0,0482 0,0688 0,0010 0,0068 0,0002 0,0144 0,0200 0,0020 0,0000 0,0018
21 0,0055 0,0005 0,0005 0,0000 0,0039 0,0216 0,0003 0,0452 0,0056 0,0378 0,0057 0,0014 0,5765 0,3310 0,0036 0,0064 0,0002 0,0774 0,0405 0,0237 0,2923 0,2689 0,0046 0,1059 0,2153 0,0733 0,0020 0,0257
22 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1221 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0045 0,1428 0,0011 0,0043 0,0019 0,0029 0,0002 0,0009
23 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0527 0,0415 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0944 0,0023 0,0004 0,0527 0,0188 0,0373 0,0118 0,0105
24 0,0005 0,1626 0,0119 0,1116 0,0427 0,0170 0,0019 0,0000 0,0065 0,2166 0,2229 0,0381 0,0048 0,0000 0,0629 0,0086 0,0958 0,0748 0,0473 0,0199 0,0388 0,1138 0,0096 0,0898 0,0710 0,1198 0,0077 0,0185
Lampiran 5. Lanjutan KOLOM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 201
25 0,0000 0,0144 0,0000 0,0126 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0014 0,0029 0,0191 0,0025 0,0004 0,0006 0,1126 0,0001 0,0219 0,0245 0,0133 0,0055 0,0318 0,0167 0,0125 0,0437 0,0923 0,0481 0,0302 0,0058
26 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0014 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0128 0,0366 0,0223 0,0350 0,0449 0,0944 0,0664 0,0178
27 0,0060 0,0448 0,0072 0,0181 0,0119 0,0001 0,0000 0,0000 0,0091 0,0395 0,0065 0,0025 0,0105 0,0003 0,0034 0,0003 0,0111 0,0068 0,0049 0,0644 0,0176 0,0365 0,0203 0,0233 0,0278 0,0156 0,1491 0,0160
301 0,0000 0,1354 0,2915 0,7949 0,9100 0,1037 0,0023 0,0000 0,1291 0,6327 0,6023 0,5912 0,1301 0,0078 0,5920 0,4899 0,8270 0,4222 0,8899 0,6549 0,2257 0,3679 0,0000 0,3882 0,3996 0,3179 0,4603 0,0000