ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENAGA REKAM MEDIS TENTANG KODE NEOPLASMA SESUAI KAIDAH ICD-10 DI RSUD TUGUREJO SEMARANG, TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Diploma (Amd. RMIK) Program Studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
Oleh :
DWI NURIN ARIFIYAH D22.2013.01429
PROGRAM STUDI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2016
i
ii
HALAMAN HAK CIPTA
© 2016 Hak Cipta Karya Tulis Ilmiah Ada Pada Penulis
iii
iv
v
vi
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini khusus aku persembahkan untuk : Yang utama Alloh SWT yang senantiasa memberi nikmat hidup, nafas, berjuang dan mampu menghadapi segala ujian sampai sekarang ini, trimakasih atas doa-doa ku yang Engkau kabulkan Ya Alloh, sehingga KTI ini bisa terselesaikan dengan baik,, Ibu saya “Shopiyah” yang sampai sekarang ini menjadi inspirasi saya agar berusaha menjadi wanita tegar, sabar, dan tahu menempatkan diri dengan lingkungan, trimakasih atas doa-doa mu untuk anak mu ini Bu,, Bapak saya “Su’udi Syukur” yang pesannya menjadi motivasi agar saya tidak berhenti ditempat, insyaAlloh saya akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa mewujudkan cita-cita seorang bapak terhadap anaknya ini,, Kakak saya “Dewi Wahidatul Mufidah” yang jauh disana, namun tetap memberi semangat dan motivasi agar adeknya ini bisa lebih baik dari kakanya, Kangen kamu Awiwik,, My moodbooster adek tercinta “Salsa Mutiara Ramadhani” yang cantik dan saleha.Senang sekali bisa ditemani menyelesaikan KTI dengan cerita” dan ocehanya ditengah” Ramadhan. Trimakasih ya nduuk doanya buat mbak win,, Simbah “Hj. Suriyah dan Alm. H. Mawardi” adalah orang tua kedua ku yang senantiasa menjadi inspirasi cucunya agar giat mengerjakan sesuatu,, suwun sanget mbah,, Si Buncit “Aditya Apri Rizky” yang banyak aku recokin soal KTI, kemana-mana bareng, urus ini itu bareng, berjuang bareng, saling menyemangati dan memotivasi agar tidak down, dibelain lari-larian ke Lab Komputer dari kos demi menemukan flashdisk penting ku satu”nya tempat aku menyimpan file KTI yang tertinggal, hohoo makasihh banyaakkkk tidak bisa diungkapkan kata-kata. Semoga kesuksesan menghampiri mu,, Temen-temen ku tersayang dan seru NUS2PHI “Syuha, Putri Codil, Putri Damay, Helga” terimakasih banyak sahabatku,, tidak ada kisah yang paling lengkap selain kisah dengan kalian, semoga tetap terjalin komunikasi dan kesempatan bersama hingga nini” kelak,, SEMANGAT buat tugas akhir kalian, semoga segera lulus dengan baik, aamiin,, Ibu Dyah Ernawati selaku pembimbing KTI ku, terimakasih banyak Ibu cantik,, sukses selalu menjadi pendidik dan ibu super buat anaknya. Maaf banyak menyita waktunya dengan lembaran” revisi KTI ku nggeh Bu,, hehe Dosen” yang sangat menginspirasi saya, Ibu Kriswi, Ibu Sunar, Pak Zein, Ibu Lily, Ibu Tiara, Ibu Oka, Pak Arif, Pak Jaka, Bu Retno, Ibu Maryani, Ibu Dyah juga, pasukan lab RM Bu April, Mas Aby, terimakasih banyaak atas pengejaranya selama ini, tetaplah menjadi sosok” yang menginspirasi,, sehat selalu Pak Bu agar bisa terus mencerdaskan mahasiswa nya, aamin,, Buat teman” satu angkatan DIII RMIK 2013, temen” dan adek” BAI Matholi’ul Anwar, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak kesempatan nya selama ini menjadi bagian dari kalian, bisa berjuang bareng, saling membantu, saling memotivasi, kita semua adalah saudara,, TERIMAKAKASIH BANYAK KALIAN SEMUA JADI INSPIRASI KU,,
viii
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dwi Nurin Arifiyah
Tempat, Tanggal Lahir
: Demak, 30 Agustus 1994
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Banowo No.63, Rt 01 Rw 03 Semen Menur, Kec. Mranggen, Kab. Demak
Riwayat Pendidikan
:
1.
SD Negeri Menur, Tahun 2001
2.
SMP Negeri 1 Mranggen, Tahun 2007
3.
SMA Negeri 1 Mranggen, Tahun 2010
4.
Diterima di Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Tahun 2013
ix
PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya yang telah diberikan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Analisis Pengetahuan dan Sikap Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo Semarang, Tahun 2016” dengan baik dan tepat waktu.Isi dari Karya Tulis Ilmiah ini merupakan hasil penelitian di RSUD Tugurejo, ilmu kajian pustaka, serta materi yang telah penulis terima di bangku perkuliahan. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat yang dimaksudkan untuk mencapai gelar Diploma (Amd.RMIK) pada studi DIII Rekam Medis
dan
Informasi
Kesehatan
Fakultas
Kesehatan
Universitas
Dian
Nuswantoro Semarang. Peneliti menyadari Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari seluruh pihak-pihak yang terkait sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat ; 1.
Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom selaku Rektor Universitas Dian Nuswantoro Semarang
2.
Dr. dr. Sri Andarini Indreswari, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
3.
Arif Kurniadi, M.Kom selaku Ketua Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
4.
Dyah Ernawati, S.Kep,Ns,M.Kes selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah penulis
x
5.
Kriswiharsi Kun Saptorini, S.KM M.Kes (Epid) selaku Reviewer seminar proposal penelitian penulis
6.
dr. Zaenal Sugiyanto, M.Kes selaku penguji Karya Tulis Ilmiah penulis
7.
Dr. Endro Suprayitno, Sp. KJ, M.Si selaku Direktur RSUD Tugurejo Semarang
8.
Roni Rochman, Amd.PK selaku Kepala Instalasi Rekam MedisRSUD Tugurejo Semarang
9.
Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
10. Segenap staf Instalasi Rekam Medis RSUD Tugurejo Semarang 11. Rekan-rekan seperjuangan DIII RMIK 2013, serta semua pihak yang terkait dan telah mendukung serta memotivasi penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Besar harapan penulis semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca khususnya para akademia.
Semarang, Juli 2016
Peneliti
xi
Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Unversitas Dian Nuswantoro Semarang 2016 ABSTRAK DWI NURIN ARIFIYAH ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENAGA REKAM MEDIS TENTANG KODE NEOPLASMA SESUAI KAIDAH ICD-10 DI RSUD TUGUREJO SEMARANG, TAHUN 2016 xxii + 94 Halaman + 12 Tabel, 4 Gambar, 6 Grafik, 6 Lampiran Kompetensi utama tenaga rekam medis adalah menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi ICD-10. Kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 terdiri kode topografi dan morfologi, yang memuat seluruh aspek neoplasma yaitu lokasi, sifat dan perilaku. Berdasarkan survei awal bulan Maret terhadap 10 DRM diketahui 100% tidak terdapat kode morfologi. Sehingga berdampak pada data registrasi kanker dan indeks penyakit. Padahal RS ini sudah memiliki laboratorium Patologi Anatomi, dokter spesialis oncology, dan mayoritas tenaga rekam medis berpendidikan D3 RMIK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif menggunakan motode observasi dan wawancara dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah tenaga rekam medis sebanyak 60 orang dengan teknik total sampling berdasarkan kriteria inklusi. Berdasarkan penelitian, mayoritas usia dewasa, berjenis kelamin perempuan, pengalaman kerja 2 - 4 tahun, berpendidikan D3 RMIK, dan mengikuti pelatihan koding. Pada aspek pengetahuan diketahui mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik namun kurang mengenai buku yang digunakan dalam menentukan kode penyakit, bab dalam ICD-10 tentang neoplasma, digit kode morfologi, arti istilah overlapping, isi rentang blok dalam neoplasma, dan arti perangai pada neoplasma. Sebesar 70% responden memiliki pengetahuan yang baik dan 30% kurang. Pada aspek sikap diketahui responden memiliki anggapan bahwa neoplasma jinak bersinonim dengan tumor dan kanker termasuk kodenya, tanpa kode morfologi maka kode neoplasma sudah tepat dan pelaporannya sudah lengkap, dan C00-D48 blok kode yang berlaku juga untuk kasus kemoteraphy. Sebesar 50% responden memiliki sikap mendukung dan 50% tidak mendukung. Saran dari penelitian ini, RS melakukan evaluasi kebijakan penetapan kode neoplasma, dibuat prosedur tetap tentang kode neoplasma, diadakan pelatihan khusus kepada tenaga rekam tentang ICD dasar dan kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 , inventarisasi ICD-O, selain ICD elektronik petugas perlu ditunjang juga dengan buku ICD10, dilakukan instalasi sistem komputer rumah sakit dan desain formulir resume keluar yang memuat input kode morfologi, memperhitungkan karakteristik tenaga rekam medis, diterapkan kode morfologi, dilakukan sosialisasi untuk menyamakan persepsi antara tenaga koder, dokter, bagian pemeriksaan penunjang dan kebijakan rumah sakit lainnya mengenai kasus neoplasma.
Kata Kunci : Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, Kode Neoplasma, Kaidah ICD-10 Kepustakaan : 35 buah (1982 – 2015)
xii
The Diploma Program on Medical Records and Health Information Faculty of Health Dian Nuswantoro University Semarang 2016 ABSTRACT DWI NURIN ARIFIYAH ANALYSIS THE KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF CODING OFFICER ABOUT CODE OF NEOPLASMS ACCORDING TO RULE OF ICD-10 IN REGIONAL GENERAL HOSPITAL TUGUREJO SEMARANG YEAR 2016 xxii + 94 pages + 12 tables + 4 pictures + 6 graphs+ 6 appendix The main competence of medical records personnel was to establish a code of disease and operation code appropriately according to the classification of ICD-10. Neoplasms code according to the rules ICD-10 comprises topography and morphology codes, which contains all aspects of neoplasm such as location, nature and behavior. Based on the initial survey of 10 document in March , 100% did not use morphological codes. So it impact on cancer registration data and index of disease. Even though the hospital has own laboratory, such as Pathology, oncology specialists, and most medical record staff educated as medical record diploma. This study aimed to analyze the knowledge and attitudes of medical records personnel on neoplasms code according to the rules of ICD-10 in hospitals Tugurejo 2016. This type of research was qualitative descriptive, used observation and interviews methods with a cross sectional approach. The study population were 60 personnel of medical records with a total sampling technique based on inclusion criteria. Based on research, the majority of adult, female, work experience 2-4 years, educated medical record diploma and coding training. In the aspect of knowledge, the majority of respondents have a good knowledge, but lack about the books that used in determining the code of the disease, chapters in ICD-10 about neoplasm, digit code of morphology, meaning of overlapping terms, contents of block ranges in neoplasms, and behaviour of neoplasms. About 70% of respondents have a good knowledge and 30% were less. In the aspect of attitude, respondents have the notion that benign neoplasm synonymous with tumors and cancers including its code, without code of morphology the neoplasm code was correct and the report was complete and C00-D48 block of code that applies to the case of chemotherapy. About 50% of respondents have a supportive attitude and 50% did not support. Suggestions from this study, hospital evaluate the policy in determinating code of neoplasm, made the procedures about code of neoplasm, held special training to the personnel records about basic ICD and code of neoplasm according to the rules of ICD10, an inventory of ICD-O, beside electronics of ICD officers should be supported with book ICD-10, carried out the hospitals installation of the computer system and design form of resume about how to fill the code of morphology, taking into account the characteristics of medical records personnel, applied the code of morphology, disseminate the perception among workers coder, doctors, part of investigations and other hospital policies regarding cases of neoplasms.
Keywords Bibliography
: Characteristics, Knowledge, Attitude, the Code of neoplasms, ICD-10 Rule : 35 pieces (1982 – 2015)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul............................................................................................
i
Halaman Hak Cipta ....................................................................................
ii
Halaman Persetujuan ................................................................................
iii
Halaman Pengesahan ...............................................................................
iv
Keaslian Penelitian ....................................................................................
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi .............................................................
vi
Halaman Persembahan .............................................................................
vii
Riwayat Hidup ...........................................................................................
viii
Prakata .......................................................................................................
ix
Abstrak ......................................................................................................
xi
Abstract .....................................................................................................
xii
Daftar Isi .....................................................................................................
xiii
Daftar Tabel ................................................................................................
xvii
Daftar Gambar ............................................................................................
xviii
Daftar Grafik ..............................................................................................
xix
Daftar Lampiran ..........................................................................................
xx
Daftar Singkatan ........................................................................................
xxi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
5
xiv
Halaman B. Tujuan Penelitian .........................................................................
5
C. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
D. Ruang Lingkup .............................................................................
6
E. Keaslian Penelitian ......................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rekam Medis ...............................................................................
10
B. Perilaku.........................................................................................
11
C. Standar Etika dan Peran Pofesi Tenaga Koder ............................
22
D. Sistem Klasifikasi dan Kodefikasi Diagnosis Berbasis ICD ...........
24
E. ICD Spesialis Oncology ...............................................................
33
F. Neoplasma ..................................................................................
34
G. Kerangka Teori ............................................................................
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep ........................................................................
39
B. Jenis Penelitian ............................................................................
39
C. Variabel Penelitian ........................................................................
39
D. Definisi Operasional .....................................................................
39
E. Populasi dan Sampel ....................................................................
40
F. Pengumpulan Data ......................................................................
41
G. Pengolahan Data .........................................................................
41
H. Analisa Data .................................................................................
42
xv
Halaman BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit ...................................................
43
B. Gambaran Instalasi Rekam Medis ...............................................
48
C. Hasil Penelitian 1.
Karakteristik Tenaga Rekam Medis ........................................
2.
Pengetahuan Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 ...........................................................
3.
51
Sikap Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 ......................................................................
4.
50
59
Hasil Wawancara dengan Kepala IRM, Tenaga Koder Umum dan BPJS, dan Analising Reporting .............................................
63
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Tenaga Rekam Medis ..............................................
67
B. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 .............................................................................
71
C. Sikap Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 .........................................................................................
79
D. Hasil Wawancara dengan Kepala IRM, Tenaga Koder Umum dan BPJS, dan Analising Reporting ....................................................
83
BAB VI PENUTUP A. Simpulan ......................................................................................
87
B. Saran ...........................................................................................
89
xvi
Halaman DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91 LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Keaslian Penelitian ...............................................................................
7
2.1 Bab-bab dalam ICD .............................................................................
25
3.1 Definisi Operasional .............................................................................
40
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Tugurejo, Tahun 2016 ...................................................................................................................
50
4.2 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo, Tahun 2016 .....................................................
51
4.3 Statistik Jawaban tentang Pengetahuan yang Tergolong Benar ..........
55
4.4 Statistik Skor Pengetahuan Jawaban Benar Masing-masing Responden
56
4.5 Rekapitulasi Pengetahuan Masing-masing Responden ........................
56
4.6 Distribusi Sikap Responden tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo , Tahun 2016 ................................................................
59
4.7 Statistik Jawaban tentang Sikap yang Tergolong Mendukung .............
62
4.8 Statistik Skor Sikap Jawaban Mendukung Masing-masing Responden
63
4.9 Rekapitulasi Sikap Masing-masing Responden ...................................
63
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Kerangka Teori .....................................................................................
38
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................
39
4.1 Struktur Organisasi RSUD Tugurejo ....................................................
47
4.2 Struktur Organisasi IRM RSUD Tugurejo .............................................
49
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik
Halaman
4.1 Prosentase Jawaban tentang Pengetahuan yang tergolong Benar ......
55
4.2 Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Umur ............................
57
4.3 Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Jenis Kelamin ..............
57
4.4 Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Lama Kerja ..................
58
4.5 Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Penidikan .....................
58
4.6 Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Pelatihan ......................
59
xx
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Ijin Penelitian 2. Laporan Data Kepegawaian Tenaga Instalasi Rekam Medis RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2016 3. Kuisioner Pengetahuan dan Sikap Tenaga Rekam Medis dalam Menentukan Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 4. Pedoman Wawancara Kepada Kepala IRM, Tenaga Koder Umum maupun BPJS, dan Petugas Analising Reporting 5. Pedoman Skoring Pengetahuan dan Sikap 6. Dokumentasi Penelitian
xxii
DAFTAR SINGKATAN
1. ICD-10
:International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problem, 10 Revision 2. ICD-O
: ICD-Oncology
3. WHO
:World Health Organization
4. PA
: Patologi Anatomi
5. RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
6. WHA
: World Health Assembly
7. IRM
: Instalasi Rekam Medis
8. RMIK
: Rekam Medis dan Informasi Kesehatan
9. KesMas : Kesehatan Masyarakat 10. DRM
: Dokumen Rekam Medis
11. BPJS
: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
12. RL
: Rekapitulasi Laporan
13. PDE
: Pengolahan Data Elektronik
14. S
: Setuju
15. R
: Ragu-ragu
16. TS
: Tidak Setuju
17. SOP
: Standard Operating Procedure
18. Protap
: Prosedur Ketetapan
19. PMK
: Peraturan Menteri Kesehatan
20. PDF
: Portable Document Format
21. SDM
: Sumber Daya Manusia
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian yang integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan. Sehingga pengembangan rumah sakit pada saat ini tentu tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan.[1] Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban menyelenggarakan rekam medis.[2] Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.[3] Rekam medis merupakan mata rantai terdepan dalam sistem informasi kesehatan yang mana sangat menentukan kualitas dari informasi yang dihasilkan, meliputi kebenaran, ketepatan dan konsistensi maupun kecepatan. Selain itu rekam medis sebagai sumber data pada penelitian-penelitian pengembangan teknologi kedokteran maupun pengobatan, untuk kemajuan layanan kesehatan. Mengingat demikian besarnya kegunaan rekam medis bagi pembangunan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, maupun perlindungan hukum bagi pelayanan kesehatan, maka kebutuhan tenaga yang profesional dan handal sangat diperlukan.[4] Dalam rangka mencapai profesionalisme tenaga rekam medis pemerintah menetapkan standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan yang didalamnya berisi kompetensi - kompetensi yang harus
1
2
dipenuhi seorang perekam medis dan informasi kesehatan. Disebutkan bahwa administrator informasi kesehatan (perekam medis) merupakan profesi yang memfokuskan kegiatannya pada data pelayanan kesehatan dan pengelolaan sumber informasi pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami data, struktur dan menterjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan dan pelayanan kesehatan perorangan, pasien, dan masyarakat. Salah satu kompetensi utama seorang tenaga rekam medis yaitu tenaga rekam medis mampu menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan.[5] Klasifikasi penyakit terbitan WHO yang dikenal dan resmi digunakan di Indonesia adalah International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem yang saat ini sudah mencapai revisi ke 10 edisi 2010. Terdiri dari 3 volume yaitu, volume 1 berupa daftar tabular sebagai cross check, volume 2 berisi intruksi manual, dan volume 3 merupakan indeks alfabetik yang dilihat pertama kali ketika hendak menetapkan kode. Khusus kode neoplasma disediakan klasifikasi ICD-Oncologi (ICD-O) yang menyandi
diagnosis
kanker
berdasarkan
topografi
atau
letak
dan
morfologinya. Tidak jauh berbeda dengan ICD-O kaidah klasifikasi dan kodefikasi kasus neoplasma juga dimuat dalam ICD-10. Tiga aspek yang harus dipertimbangkan ketika menentukan kode neoplasma adalah lokasi tumor, sifat tumor (dikenal sebagai tipe morfologi dan histologi), dan perilaku atau perangai tumor. Lokasi tumor menunjukkan dimana lokasi sel tumor berada, pada ICD-10 terklasifikasi pada bab II kode C00-D48. Morfologi
3
menggambarkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang dilihat di bawah mikroskop. Jaringan asal dan tipe sel neoplasma ganas seringkali menentukan perkiraan kecepatan pertumbuhan, keganasan dan jenis pengobatan
yang
diberikan.
Sedangkan
perilaku
atau
perangai
mengidentifikasi bagaimana tumor akan berkembang, yaitu ganas (primer atau sekunder), in situ, atau tidak jelas atau jinak. Perilaku terdapat pada digit terakhir dari kode morfologi (/0, /1, /2, /3, /6, /9).[6] Dari tiga aspek tersebut akan dihasilkan dua kode yaitu kode lokasi yang memuat apek lokasi tumor dan kode morfologi yang memuat aspek sifat dan perilaku tumor. Kode morfologi panjangnya 5 digit diawali “M”, empat digit pertama mengidentifikasikan sifat neoplasma (struktur dan jenis jaringan dibawah mikroskop) dan digit ke lima menunjukkan perilaku neoplasma tersebut (ganas, in situ, jinak, dll). Untuk mendukung akurasi kodefikasi neoplasma perlu ditunjang hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), yaitu suatu pemeriksaan yang dapat menggambarkan keadaan penyakit itu sendiri dan letak tumbuh sel abnormal. Menimbang
penjelasan
diatas
bahwasannya
pemberian kode
penyakit oleh koder haruslah akurat, lengkap, dan konsisten sesuai kaidah yang berlaku agar mencapai penyajian data dan informasi yang lengkap, pelaporan yang baik dan memudahkan dalam pengendalian manajemen. Hal ini dijelaskan lagi pada standar etika dalam mengkode yaitu meningkatkan akurasi, kelengkapan, dan konsistensi dalam mengkode.[7] Seperti halnya pada kasus neoplasma maka pelaporan yang baik dan lengkap dari kode penyakit kasus neoplasma adalah perlu dilakukan pengkodingan letak dan morfologi.
4
RSUD Tugurejo adalah Rumah Sakit Umum Daerah yang merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tipe B pendidikan yang dalam prakteknya telah melaksanakan standar pengkodean menggunakan ICD-10. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Hanan Asmaratih Purbandari yang berjudul Analisa Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma yang Sesuai dengan Kaidah Kode ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang periode Triwulan I Tahun 2014 diketahui RSUD Tugurejo tidak menerapkan kode morfologi untuk menetapkan sifat dan perangai tumor. Padahal melalui kode M yang terdapat di ICD-O maupun ICD-10 dapat ditentukan kode letak yang tepat dan akurat berdasarkan angka yang tertera pada digit ke lima yang menunjukkan perilaku tumor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan prosentase kode akurat sebesar 45,59 % dan 54,41 % kodenya tidak akurat. Hal ini dikarenakan penulisan diagnosis yang tidak spesifik dan tidak digunakannya hasil PA sebagai petunjuk pemberian kode karena hasil PA yang terlambat keluar.[8] Sedangkan berdasarkan survei awal yang dilaksanakan bulan Maret 2016 di RSUD Tugurejo, observasi terhadap 10 dokumen rekam medis rawat inap kasus neoplasma, hasilnya 100% tidak terdapat kode morfologi. Hal ini menunjukkan dari tahun 2014 hingga 2016 kode morfologi tidak pula ditetapkan di rumah sakit ini. Padahal RSUD Tugurejo telah memiliki sarana prasarana dan sumber daya spesialis bedah oncologi juga laboratorium PA. Menurut hasil wawancara dengan salah satu koder, hal ini disebabkan karena kode morfologi tidak berpengaruh terhadap tarif sehingga kebijakan dari rumah sakit tidak dilakukan penetapan kode morfologi. Ketiadaan
5
pemberian kode morfologi ini akan berdampak pada data registrasi pasien khusus neoplasma dan indeks penyakit. Ditinjau dari kapasitas tenaga rekam medis, sebagian besar (62 %) tenaga rekam medis berpendidikan DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Oleh karena itulah dilakukan penelitian ini dengan maksud mengetahui aspek pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah yaitu, “bagaimana pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo Semarang, tahun 2016 ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik tenaga rekam medis yaitu ; umur, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan terakhir, dan pelatihan. b. Mendeskripsikan pengetahuan tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. c. Mendeskripsikan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan dan saran kepada tenaga rekam medis khusunya tenaga koder di RSUD Tugurejo Semarang tentang kode neoplasma yang sesuai kaidah ICD-10. Selain itu sebagai pertimbangan manajemen rumah sakit mengenai kebijakan pengkodingan kasus neoplasma. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai tambahan referensi tentang pemberian kode penyakit kasus neoplasma di program studi D-III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan di bidang kodefikasi penyakit, khususnya tentang standar pengkodingan, tata cara dan sikap yang tepat terkait penetapan kode kasus neoplasma sesuai kaidah ICD-10. Sekaligus memperoleh pengalaman nyata dapat membandingkan penerapan ilmu yang didapat selama perkuliahan dengan yang diterapkan di lapangan.
E. Ruang Lingkup 1. Lingkup Keilmuan Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu rekam medis dan informasi kesehatan. 2. Lingkup Materi Lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi klasifikasi dan kodefikasi penyakit bab neoplasma.
7
3. Lingkup Lokasi Lokasi dalam penelitian ini adalah di RSUD Tugurejo Semarang. 4. Lingkup Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara dengan pendekatan cross sectional. 5. Lingkup Objek Objek dalam penelitian ini adalah tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo Semarang. 6. Lingkup Waktu Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Mei 2016.
F. Keaslian Penelitian Menurut
sepengetahuan
peneliti,
penelitian
tentang
analisis
pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo Semarang ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Berikut adalah penelitian yang sejenis dengan penelitian ini. Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian No. 1
Nama Hanan Asmaratih Purbandari
2
Febriana
Judul Penelitian Analisa Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma yang Sesuai dengan kaidah Kode ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Periode Triwulan 1 Tahun 2014 Analisis
Metode Deskriptif, metode observasi dan pendekatan cross sectional
Hasil Tingkat prosentase akurasi kode diagnose utama yang sesuai dengan kaidah kode ICD10 pada dokumen rekam medis rawat inap yaitu 45,59% akurat dan 54,41% tidak akurat.
Deskriptif,
Pengetahuan tentang
8
No.
Nama Herliawati
Judul Penelitian Pengetahuan dan Sikap Petugas Rekam Medis tentang Penentuan Kode Penyakit dan INA CBG‟s di RSUD Dr.H.Soewondo Kendal Tahun 2015
Metode metode observasi dan pendekatan cross sectional
3
Eka Hesti Nugraheni
Tinjauan Pengetahuan Petugas Rekam Medis tentang Istilah Medis dan Penentuan Kode Penyakit di RSUD Kota Semarang Tahun 2015
Deskriptif, metode observasi dan kuisioner
4
Ayuk Dwi Lestari
Analisis Tingkat Pengetahuan Petugas Paramedis dan Non Paramedis Tentang Pengkodean Penyakit di Puskesmas Mijen Kota Semarang Tahun 2014
Deskriptif, pendekatan cross sectional, metode observasi dan interview
Hasil kode penyakit petugas rekam medis 100% baik. Pengetahuan tentang INA CBG‟s petugas rekam medis 99% baik. Sikap dalam melakukan kode penyakit dengan ICD-10 tidak selalu dilakukan oleh petugas, namun langkahlangkah dalam menentukan kode penyakit berdasarkan ICD-10 sudah cukup baik sebanyak 80% dapat melakukan kode penyakit Karakteristik petugas rekam medis menunjukan perempuan lebih teliti dan konsisten. Pengetahuan petugas tentang terminologi medis terdapat 94% petugas rekam medis yang mengetahui cara penulisan istilah medis pada diagnosis medis pasien. Penentuan kode penyakit terdapat 5 responden yang mengetahui langkah awal dalam proses pemberian kode penyakit dan hanya 11 responden yang mengetahui tujuan penggunaan ICD-10 dalam menentukan kode penyakit. Tingkat akurasi kode dikarenakan petugas di puskesmas adalah perempuan dengan pengalaman yang minim sehingga perlu adanya pengkajian terhadap petugas di puskesmas terkait pengkodean.
9
No. 5
Nama Yella Olia Fitri
Judul Penelitian Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan dan Komitmen Pimpinan terhadap Pengisian DRM di RSUP Dr. M Djamil Paang Tahun 2011
Metode Deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional study
Hasil Pengetahuan, sikap, dan tindakan petugas kurang tentang pengisian DRM
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Hanan Asmaratih P adalah pada topik penelitian dan lingkup waktu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Febriana Herliawati adalah pada lingkup materi, lingkup lokasi dan lingkup waktu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Eka Hesti Nugraheni adalah pada topik penelitian, lingkup objek, lingkup lokasi, lingkup waktu, dan lingkup metode. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ayuk Dwi L adalah pada topik penelitian, lingkup objek, lingkup lokasi, dan lingkup waktu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yella Olia Fitri adalah pada topik penelitian, lingkup lokasi dan lingkup waktu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rekam Medis 1. Pengertian Rekam Medis Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.[3] Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang
terekam
terhadap
identitas,
anamnesis
penentuan
fisik
laboratorium, diagnosis segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang rawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.[9] 2. Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis Secara umum tujuan pengelolaan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Tanpa didukung dengan system pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi
rumah
sakit
akan
berhasil
sebagaimana
yang
diharapkan.[10] Sedangkan kegunaaan rekam medis adalah : a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, maupun perawatan kepada pasien.
10
11
b. Sebagai
dasar
untuk
merencanakan
pengobatan
ataupun
perawatan yang harus diberikan kepada pasien. c. Sebagai
bukti
perkembangan
tertulis penyakit
atas dan
segala
tindakan
pengobatan
pelayanan,
selama
pasien
berkunjung / dirawat di rumah sakit. d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien. e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. f.
Menyediakan data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis pasien. h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan laporan.[10]
B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Kwick menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Di dalam proses pembentukan atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.[11]
12
2. Faktor-faktor yang Membentuk Perilaku Teori
Lawrence
Green
mencoba
menganalisis
perilaku
manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu :
a. Faktor-faktor pemudah (Predisposing factors) Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung atau pemungkin (Enabling factors) Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah lingkungan, sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku
kesehatan,
sumber
daya,
kebijakan
pemerintah, dan keterampilan petugas.
c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (Reinforcing factors) Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku seperti terwujud dalam sikap seperti dukungan dari atasan, rekan, tenaga kesehatan serta dukungan dari keluarga. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain tersebut diukur dari:
13
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (Knowledge). b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan
yang diberikan (Attitude). c.
Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi yang diberikan (Practice).[11][12]
3. Faktor Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan,
pendengaran,
penciuman,
rasa,
dan
raba.
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.[13] b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
14
antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan benar
tentang
objek
yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Analisis (Analysis) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan. 4) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.
15
5) Sintesis (Synthesis). Sintesis
menunjuk
meletakkan
pada
bagian-bagian
suatu di
kemampuan
dalam
suatu
untuk bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.[11] c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain : 1) Umur Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain.
16
2) Pendidikan Pendidikan seluruh
merupakan
kemampuan
pengetahuan,
proses dan
sehingga
menumbuhkembangkan
perilaku dalam
manusia pendidikan
melalui perlu
dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas. 3) Paparan Media Massa Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki. 4) Sosial Ekonomi (Pendapatan) Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun sekunder keluarga, status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding orang dengan status ekonomi rendah, semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang semakin
17
mudah
dalam
mendapatkan
pengetahuan,
sehingga
menjadikan hidup lebih berkualitas. 5) Hubungan Sosial Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan individu baik maka pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah. 6) Pengalaman Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya diperoleh dari lingkungan
kehidupan
dalam
proses
pengembangan
misalnya sering mengikuti organisasi.[11] d. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran
pengetahuan
dapat
dilakukan
dengan
memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai 0.[11] Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian
18
dilakukan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan rumus yang digunakan sebagai berikut: ᴾ=
×100%
Keterangan : ᴾ
= persentasi
ƒ
= frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi
pilihan yang telah dipilih responden atas pernyataan yang diajukan n
= jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi
pilihan responden selaku peneliti 100%= bilangan genap.[14] 4. Faktor Sikap a. Pengertian Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus / objek, manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.[13]
19
b. Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan : 1) Menerima (Receiving) Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. 2) Merespon (Responding) Merupakan
usaha
untuk
menjawab
pertanyaan
atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah. 3) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.
4) Bertanggungjawab (Responsible) Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.[13] c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap 1) Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi
emosional.
dalam
situasi
yang
melibatkan
faktor
20
2) Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap seseorang
yang
dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. 4) Media Massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya,
berita
yang
seharusnya
faktual
disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya. 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. 6) Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam
21
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.[11] d. Pengukuran Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataanpernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala Likert.[17] Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi,
sikap
atau
pendapat
seseorang
atau
kelompok
mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan peneliti suatu skala psikomtoorik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Skala Likert mempunya realibilitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan skala Thurstone untuk jumlah item yang sama. Masing - masing responden diminta melakukan agreement atau disagreement untuk masing - masing item dalam skala yang terdiri dari 5 point (SS=sangat setuju, S=setuju, R=ragu-ragu, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju). Semua item yang favorable (baik) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang unfavorable (tidak baik) nilai skala sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang
22
sangat tidak setuju nilainya 5. Sedangkan skala Thurstone hanya membuka dua alternatif saja. [15] Langkah-langkah pengukuran sikap menggunakan skala Likert yaitu : 1) Rekap frekuensi setiap item 2) Buat tabel bobot nilai 3) Buat tabel presentase nilai 4) Dari data frekuensi setiap item kemudian setiap poin jawaban dikalikan dengan bobot yang sudah ditentukan dengan tabel bobot nilai. Kemudian dicari total skornya. 5) Lakukan intepretasi dengan terlebih dahulu mencari skor tertinggi (Y) dan skor terendah (X) untuk item penilaian dengan rumus : Y=skor tertinggi Likert x jumlah responden X=skor terendah Likert x jumlah responden 6) Intepretasikan menggunakan rumus indeks % Rumus Indeks % = Total Skor / Y x 100 7) Dari hasil penghitungan tersebut lakukan penilaian dengan tabel presentase nilai. [16]
C. Standar Etika dan Peran Profesi Tenaga Koder 1. Standar Etika Koding a. Menerapkan
akurasi,
kelengkapan,
mengkode. b. Kebutuhan untuk laporan statistik medis.
dan
konsistensi
dalam
23
c. Hanya melaporkan kode dan data yang jelas dan konsisten rekam medis dan kode data setnya. d. Klasifikasi penyakit atau tindakan. e. Menolak untuk mengubah kode. f.
Menolak untuk berpartisipasi atau mendukung kode untuk : 1) Meningkatkan pembayaran. 2) Memenuhi syarat klaim polis asuransi.
g. Memfasilitasi kolaborasi interdisipliner untuk ketepatan kode. h. Memajukan pengetahuan kode melalui diklat. i.
Menolak untuk berpartisipasi atau menyembunyikan etis kode atau praktek abstraksi dan prosedur.
j.
Melindungi kerahasiaan rekam medis dan menolak akses informasi kesehatan.
k. Berperilaku professional menjunjung etis kode. [8] 2. Peran Profesi Rekam Medis sebagai Tenaga Koder a. Partisipasi aktif dalam persiapan penetapan kode klinis. b. Pengkodean penyakit dan prosedur merupakan komponen penting dari casemix. c. Pemahaman terhadap kualitas kode akan berdampak pada sistem pelaporan yang baik. d. Kualitas kode sesuai diagnosis yang telah ditetapkan akan mempunyai dampak sistem pembayaran yang sesuai dengan ketentuan (mengurangi variasi perawatan dan meningkatkan kualitas dan efisiensi). e. Kesalahan kode berdampak pada biaya klaim yang tinggi.
24
f.
Evaluasi penggunaan kode untuk klaim. [8]
D. Sistem Klasifikasi dan Kodefikasi Diagnosis Berbasis ICD 1. Pengertian Kalsifikasi Penyakit Klasifikasi penyakit adalah sistem kategori tempat jenis penyakit dikelompokkan sesuai kriteria yang telah ditentukan. Terdapat dua jenis utama klasifikasi : a. Kelompok pertama mencakup data yang berhubungan dengan diagnosis dan status kesehatan, dan diperoleh langsung dari ICD baik melalui pemadatan atau pengembangan daftar tabulasi. b. Kelompok
klasifikasi
kedua
mencakup
aspek-aspek
yang
berhubungan dengan masalah kesehatan yang umumnya berada diluar diagnosis resmi kondisi sekarang, disamping klasifikasi lain yang berhubungan dengan asuhan kesehatan. Kelompok ini mencakup klasifikasi cacat, prosedur medis dan bedah, dan alasan
untuk
berhubungan
dengan
penyedia
layanan
kesehatan.[17] 2. ICD Dasar ICD dasar adalah daftar kategori 3-karakter, yang dapat dibagi atas 10 sub kategori dengan menggunakan 4-karakter. Revisi 10 menggunakan kode alfa-numerik dengan sebuah huruf pada posisi pertama dan sebuah angka pada posisi ke-2, ke-3, dan ke-4. Karakter ke-4 didahului oleh sebuah titik desimal. Jadi nomor kode yang mungkin ada berkisar dari A00.0 sampai Z99.9.
[17]
25
3. Volume-volume ICD ICD-10 terdiri dari tiga volume, yaitu Volume 1 (klasifikasiklasifikasi utama), Volume 2 (cara penggunaan), dan Volume 3 (indeks alfabet). Hampir seluruh isi Volume 1 berisi klasifikasi utama, yaitu daftar kategori 3-karakter dan subkatageri 4-karakter. Daftar tabulasi 4-karakter dibagi atas 22 Bab. Volume 1 juga berisi hal-hal berikut. a. Morfologi neoplasma, merupakan kode tambahan untuk kode tumor yang terdapat pada Bab II yang hanya mengkode sifat dan tempat tumor. Kode morfologi sama dengan yang dipakai pada adaptasi khusus ICD untuk Oncologi (ICD-O). b. Daftar Tabulasi Khusus, menekankan satu kondisi tertentu dan mengelompokkan kondisi lainnya, karena daftar 4-karakter dan 3karakter terlalu panjang untuk tabel statistik. c. Definisi-definisi,
yang
telah
diadopsi
WHA
(World
health
Assembly) untuk memudahkan perbandingan data internasional. d. Regulasi Nomenklatur, menjelaskan tanggungjawab anggota WHO mengenai klasifikasi penyakit dan penyebab mortalitas, dan cara pengumpulan dan publikasi statistik. [17] 4. Bab-bab ICD Tabel 2.1 Bab-bab dalam ICD Bab I II III
Kode A00-B99 C00-D48 D50-D89
IV V VI VII
E00-E90 F00-F99 G00-G99 H00-H59
Deskripsi Penyakit infeksi dan parasit tertentu Neoplasma Penyakit darah dan organ pembentuk darah dan kelainan tertentu yang melibatkan sistem imun Penyakit endokrin, gizi dan metabolic Mental and behavioural disorders Penyakit system syaraf Penyakit mata dan adnexa
26
Bab VIII IX X XI XII XIII
Kode H60-H95 I00-I99 J00-J99 K00-K93 L00-L99 M00-M99
XIV XV XVI
N00-N99 O00-O99 Poo-P96
XVII
Q00-Q99
XVIII
R00-R99
XIX
S00-T98
XX XXI
V01-Y98 Z00-Z99
XXII
U00-U99
Deskripsi Penyakit telinga dan prosesus mastoideus Penyakit sistem sirkulasi Penyakit sistem pernafasan Penyakit sistem pencernaan Penyakit kulit dan jaringan subkutis Penyakit system musculoskeleton dan jaringan ikat Penyakit sistem genitourinarius Kehamilan, melahirkan, dan nifas Kondisi tertentu yang berawal pada masa perinatal Malformasi, deformasi, dan kelainan kromosom kongenital Gejala, tanda, dan penemuan klinis dan laboratoris abnormal, yang tidak diklasifikasikan di tempat lain Cedera, keracunan, dan akibat lain tertentu dari penyebab eksternal Penyebab eksternal morbiditas dan mortalitas Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan kontak dengan layanan kesehatan Kode untuk tujuan khusus
5. Cara Menggunakan ICD a. Cara Menggunakan Volume 1 1) Pendahuluan Volume 1 berisi klasifikasi berdasarkan kategori diagnosis, yang memudahkan pencarian dan penghitungan statistik. 2) Penggunaan Daftar Inklusi dan Sub Kategori 4-karakter a) Inclusion Terms Di dalam rubrik 3- dan 4-karakter biasanya tertulis sejumlah diagnosis di samping diagnosis utama. Mereka dikenal sebagai „inclusion terms‟ (istilah yang dilibatkan), yaitu contoh-contoh diagnosis yang diklasifikasikan pada rubrik tersebut. Mereka bisa merupakan sinonim atau kondisi yang berbeda dari diagnosis, tapi bukan sub
27
klasifikasinya. Inclusion terms dibuat untuk pedoman isi rubrik.
Banyak
diantara
item
yang
tertulis
disitu
berhubungan dengan istilah penting atau umum yang ada di dalam rubrik. item lainnya adalah kondisi perbatasan (borderline) yang diberikan untuk memperjelas batas antara satu sub kategori dari su bkategori lain. Deskripsi diagnostik umum yang berlaku untuk suatu kelompok kategori, atau semua sub kategori yang berada di dalam kategori 3-karakter, terdapat di dalam catatan berjudul “includes” yang langsung mengikuti judul suatu bab, blok, atau kategori. b) Exclusion Terms Rubrik tertentu berisi daftar kondisi yang didahului oleh kata-kata “excludes” atau „kecuali‟. Semua ini adalah terus yang sebenarnya diklasifikasikan di tempat lain, walaupun judulnya memberi kesan bahwa mereka diklasifikasikan disana. Pengecualian umum untuk sekelompok kategori atau semua sub kategori di dalam suatu kategori 3karakter terdapat pada catatan yang berjudul „excludes‟ yang mengikuti judul suatu bab, blok, atau kategori. c) Uraian Takarir Sebagai tambahan pada inclusion and exclusion terms, dimana takarir digunakan karena terminology yang sangat bervariasi, terutama antara berbagai negara, dan nama
28
yang sama bisa saja telah dipakai untuk menjelaskan kondisi yang agak berbeda. 3) Dua Kode untuk Kondisi Tertentu a) Sistem Dagger dan Asterisk Sistem ini digunakan untuk kode diagnosis penyakit umum sebagai dasar masalah, dan kode manifestasinya pada situs anatomis tertentu yang merupakan masalah tersendiri pula. Kode primer penyakit dasar ditandai oleh dagger (†), dan kode untuk manifestasinya ditandai dengan asterisk (*). Kesepakatan ini dilakukan karena kode penyakit dasar saja sering tidak memuaskan dalam pengolahan statistik penyakit
tertentu,
sementara
manifestasinya
perlu
diklasifikasi pada bab lain karena merupakan alasan untuk mencari asuhan medis. Kode dagger harus selalu digunakan,
sedangkan
asterisk
digunakan
sebagai
tambahan. b) Pengkodean Kembar Lainnya Selain sistem dagger dan asterisk, terdapat situasi yang memungkinkan dua kode ICD dipakai. Catatan pada daftar tabulasi, “Use additional code, if desired…” menunjukkan situasi ini. Kode-kode tambahan ini hanya digunakan pada tabulasi-tabulasi
khusus
salah
satunya
pada
kasus
neoplasma. i.
Untuk neoplasma yang memiliki aktifitas fungsional, kode dari bab II bisa ditambah dengan kode yang
29
sesuai dari bab IV untuk menunjukkan aktivitas fungsionalnya. ii.
Untuk neoplasma, kode morfologi Volume 1 (hal. 1181-1204) bisa ditambahkan untuk identifikasi jenis morfologis tumor tersebut.
4) Konvensi yang Digunakan pada Daftar Tabel a) Parenthesis ( i.
Untuk
) mengurung
kata-kata
tambahan,
yang
mengikuti diagnosis tanpa mempengaruhi nomor kode. ii.
Untuk mengurung kode yang tempat rujukan term eksklusi.
iii.
Pada judul blok, untuk kode 3-karakter dari kategori yang ada pada blok tersebut.
iv.
Untuk kode dagger di dalam kategori asterisk, atau kode asterisk yang mengikuti dagger.
b) Square Brackets [ i.
]
Untuk mengurung sinonim, kata-kata alternatif atau frase penjelasan.
ii.
Untuk merujuk pada catatan sebelumnya.
iii.
Untuk rujukan ke sub kategori 4-karakter yang telah disebutkan
sebelumnya
sekelompok kategori. c) Colon :
yang
berlaku
untuk
30
Titik dua ini digunakan dalam urutan term inklusi dan eksklusi disaat kata-kata yang mendahuluinya bukan merupakan term lengkap untuk rubrik tersebut. Mereka memerlukan satu atau lebih kata tambahan yang diurutkan di bawahnya supaya mereka bisa berperan di dalam rubrik tersebut. d) Brace (kurawal) Brace dipakai pada daftar inklusi dan eksklusi untuk menunjukkan bahwa kata-kata yang mendahului atau mengikutinya bukan term yang lengkap. Setiap term sebelum kurawal harus dilengkapi oleh term yang mengikutinya. e) “NOS” NOS adalah singkatan “Not Otherwise Specified”, yang berarti “tidak dijelaskan.” f)
“NEC” “Not Elsewhere Classified”, kata-kata „tidak diklasifikasikan di tempat lain‟ ini pada kategori 3-karakter, meningkatkan bahwa varian tertentu kondisi tersebut bisa muncul di bagian lain klasifikasi.
g) “And” pada Judul “Dan” bsa berarti “dan/atau”. h) Point Dash .-
31
Kadang-kadang karakter ke-4 digantikan oleh „dash‟ atau strip datar, yang menunjukkan bahwa karakter tersebut harus dicari di dalam kategori yang sesuai alphabet. [17] b. Cara Menggunakan Volume 3 Volume 3 (Indeks Alfabet) dibagi atas bagian-bagian sebagai berikut : 1) Section I, „Indeks alphabet penyakit dan bentuk cedera,‟ berisi semua istilah yang bisa diklasifikasikan pada Bab I-XIX (A00T98) dan XXI (Z00-Z99), dengan pengecualian obat-obatan dan zat kimiawi penyebab keracunan atau efek lain yang tidak diinginkan. 2) Section II, „Penyebab luar cedera,‟ berisi indeks penyebab mortalitas dan morbiditas yang berasal dari luar. 3) Section III, „Tabel Obat dan Zat Kimiawi,‟ berisi indeks obat dan zat kimia yang menyebabkan keracunan dan efek lain yang tidak diinginkan. Struktur volume 3 yaitu, indeks alfabet berisi „lead term‟ yang diletakkan pada bagian paling kiri, dengan kata-kata lain („modifier‟ atau „qualifier‟) pada berbagai level indentasi di bawahnya. Pada section I, modifier yang berindentasi (dimajukan ke kanan) ini biasanya berupa jenis, tempat, atau kondisi yang mempengaruhi kode.
Pada
section
II
mereka
menunjukkan
berbagai
jenis
kecelakaan atau kejadian, kendaraan yang terlibat, dsb. Modifier yang tidak mempengaruhi kode berada di dalam tanda kurung setelah kondisi yang tertulis. [17]
32
6. Tujuan Penggunaan ICD Bertujuan untuk memudahkan pencatatan data mortalitas dan morbiditas, serta analisis, interpretasi, dan pembandingan sistematis data tersebut antara berbagai wilayah dan jangka waktu. ICD dipakai untuk mengubah diagnosis penyakit dan masalah kesehatan lain menjadi kode alfa-numerik, sehingga penyimpanan, pengambilan, dan analisis data dapat dilakukan dengan mudah. [17] 7. Pedoman Penggunaan ICD Pedoman
sederhana
dalam
menggunakan
ICD
untuk
menentukan kode diagnosis atau masalah terkait kesehatan yaitu sebagai berikut. a. Tentukan jenis kondisi, lalu rujuk ke section yang sesuai pada indeks alfabet. b. Tentukan lokasi „lead term.‟ c. Baca dan pedomani semua catatan yang terdapat dibawah „lead term.‟ d. Baca semua term yang berindentasi di bawah „lead term.‟ e. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang „see‟ dan „see also‟ di dalam indeks. f.
Kembali kedaftar tabulasi (volume I) untuk memastikan nomor kode yang dipilih.
g. Pedomani setiap term inklusi dan eksklusi di bawah kode, judul bab, blok, dan kategori. h. Tentukan kode. [17]
33
E. ICD Spesialis Oncology 1. Adaptasi Spesialis Neoplasma Edisi kedua International Classification of Diseases for Oncology (ICD-O), diterbitkan oleh WHO tahun 1990, dimaksudkan untuk penggunaan di tempat pencatatan kanker, bagian patologi, dan bagian lain yang mengkhususkan diri pada kanker. ICD-O merupakan klasifikasi beraksis kembar dengan sistem pengkodean untuk topografi dan morfologi. Kode topografi menggunakan untuk hampir semua
neoplasma,
kategori-kategori
3-
dan
4-karakter
yang
digunakan pada ICD-10 untuk neoplasma ganas (C00-C80). Jadi kode ICD-O memberikan kespesifikan yang lebih besar mengenai situs neoplama tidak-ganas dibandingkan dengan ICD-10. Kode morfologi terdiri dari 5 digit diawali “M”, empat digit pertama mengidentifikasikan sifat neoplasma (struktur dan jenis jaringan), sedangkan digit ke lima menunjukkan perilaku neoplasma tersebut (ganas, in situ, jinak, dll). Kode morfologi ICD-O juga terdapat pada volume 1 ICD-10 dan ditambahkan pada entry yang sesuai pada volume 3. Tabel-tabel tersedia untuk perubahan kode ICD-O edisi kedua ke ICD-10. 2. Blok Kategori Neopalsma Bab-bab dibagi atas bok-blok kategori 3-karakter yang homogen. Pada Bab II, sumbu pertama adalah sifat neoplasma, dan sumbu kedua berdasarkan tempat anatomisnya. C00-C97 Malignant neoplasms D00-D09 In situ neoplasms
34
D10-D36 Benign neoplasms D37-D48 Neoplasms of uncertain or unknown behavior [17]
F. Neoplasma 1. Pengertian Neoplasma Neoplasia
didefinisikan
sebagai
perkembangan
massa
jaringan abnormal yang tidak responsif terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal. Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastic. Istilah ini biasanya sinonim dengan tumor. Istilah neplasma benigna mengacu pada sel-sel neoplastic yang tidak menginvasi jaringan sekitar dan tidak bermetastasis. Metastasis didefinisikan sebagai kemampuan sel kanker untuk menyusup dan membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang jauh dari asalnya. Istilah neoplasma maligna mengacu pada sel-sel neoplastic yang tumbuh dengan menginvasi jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif. Semua neoplasma maligna diklasifikasikan sebagai kanker dan kemudian digambarkan sesuai dengan asal jaringannya. Suatu tumor bisa benigna atau maligna.[18] 2. Perangai Neoplasma Ketika mengkode neoplasma sangat penting menggunakan volume 1 dan 3 bersama-sama untuk mengidentifikasi pemilihan kode yang benar. Tiga hal yang harus dipertimbangkan ketika menentukan kode neoplasma adalah :
35
1. Lokasi tumor (menunjukkan lokasi sel tumor berada, terindeks pada C00-D48 ) 2. Sifat tumor (dikenal sebagai tipe morfologi dan histologi, menunjukkan struktur dan jenis sel atau jaringan di bawah mikroskop contoh sel squamosa) 3. Perilaku tumor (/0 jinak, /1 tidak jelas, /2 in situ, /3 ganas primer, /6 ganas sekunder, /9 malignant, tidak jelas apakah primer atau metastatic) Perilaku mungkin dikode menggunakan kode morfologi. Keterangan mengenai hal ini ditunjukkan dibawah ini : D10-D36 /0 neoplasma jinak / benign D37-D48 /1 neoplasma yang sifatnya tidak jelas dan tidak diketahui perilakunya/ uncertain / unknown behavior, borderline malignancy, low malignant potensial D00-D07 /2
neoplasma in situ, intraepithelial, nonilfiltrating,
noninvasive C00-C75 /3 neoplasma ganas dinyatakan atau diduga menjadi lesi primer / malignant, primary site C76-C80 /6 neoplasma ganas, dinyatakan atau diduga menjadi lesi sekunder./ malignant, metastatic site, secondary site Morfologi menggambarkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang dilihat di bawah mikroskop. Jaringan asal dan tipe sel neoplasma ganas seringkali menentukan perkiraan kecepatan pertumbuhan, keganasan dan jenis pengobatan yang diberikan.
36
Morfologi digambarkan dengan sIstem pengkodean tambahan yang dijumpai pada ICD-10. Perilaku
mengidentifikasi
bagaimana
tumor
akan
berkembang, yaitu ganas (primer atau sekunder), in situ, tidak jelas, atau jinak. Perilaku terdapat pada digit terakhir dari kode morfologi. Kadang-kadang indeks ICD-10 mengindikasikan perilaku dari neoplasma tetapi, pada pengkodean jinak klinisi mengesampingkan perilaku tumor yang diperkirakan maka pada kasus itu, kodelah sesuai dokumen yang dibuat klinisi. Contoh : Adenoma biasanya jinak, jika pada dokumen ditulis ganas, kodelah kasus itu sebagai adenoma ganas. Kode perilaku dirubah dari /0 menjadi /3 yang menunjukkan ganas primer. Tabel neoplasma dimasukan pada volume 3 dan termasuk kode pada Bab II untuk letak tumor secara anatomi. Untuk setiap lokasi, ada 5 kemungkinan nomer kode menurut perilaku tumor. Jika diagnosis yang dikode tidak menggambarkan perilaku tumor, anda harus memperhatikan deskripsi morfologi pada indeks untuk panduan bagaimana tumor seharusnya dikode. Ingin memakai kode untuk tumor ganas primer atau tumor ganas sekunder, tergantung pada diagnosis.[7] 3. Langkah Pengkodean Neoplasma Langkah menentukan kode lokasi dan morfologi neoplasma yang tepat : a. Carilah istilah kunci di Indeks Alphabet. b. Tentukan kode morfologi yang diberikan.
37
c. Periksa kode morfologi pada Tabel Morfologi Neoplasma di Volume 1. d. Carilah pada Tabel Morfologi Neoplasma di Volume 3. Gunakan daftar alphabet dari lokasi anatomis untuk mendapatkan entri lokasi. e. Temukan kode pada kolom tumor sesuai perangai. f.
Periksa ulang pilihan kode pada Volume 1 dari ICD-10. Cek apakah terdapat catatan-catatan eksklusi yang relevan.
g. Kode didapatkan.[7]
38
G. Kerangka Teori
Faktor Pemudah : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Pendidikan 4. Kepercayaan 5. Keyakinan 6. Nilai-nilai Faktor Pemungkin : 1. Lingkungan 2. Keterjangkauan sumber daya 3. Ketersediaan sarana-prasarana 4. Kebijakan pemerintah 5. Keterampilan petugas
Faktor Penguat : 1. Atasan 2. Keluarga 3. Rekan 4. Tenaga kesehatan
Praktek penentuan kode neoplasma dengan ICD-10
Faktor Pengetahuan : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Paparan media massa 4. Sosial ekonomi 5. Pendapatan 6. Hubungan sosial 7. Pengalaman
Faktor Sikap : 1. Pengalaman pribadi 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. Kebudayaan 4. Media massa 5. Lembaga pendidikan & agama 6. Faktor emosional Gambar 2.1 : Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Lawrence W Green & M W Kreuter, 1991 dan S Notoatmodjo, 2003
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Pengetahuan tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10
Karakteristik Tenaga Rekam Medis : 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Lama Kerja 4. Pendidikan Terakhir 5. Pelatihan
Sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep
B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik, pengetahuan, dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD10 dengan pendekatan cross sectional yaitu pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus.
C. Variabel Penelitian 1. Karakteristik tenaga rekam medis 2. Pengetahuan tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10
39
40
3. Sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD10
D. Definisi Operasional Tabel 3.1 : Definisi Operasional No. 1
Variabel Penelitian Karakteristik tenaga rekam medis
2
Pengetahuan tenaga rekam medis
3
Sikap tenaga koder
Definisi operasional Ciri-ciri yang melekat pada diri tenaga rekam medis terdiri dari umur, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan terakhir, dan pelatihan diketahui dari hasil wawancara menggunakan kuesioner. Pemahaman tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner Respon tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner
E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga rekam medis RSUD Tugurejo Semarang sebanyak 60 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti. Sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling yaitu mengambil keseluruhan total populasi sebagai sampel sebanyak 60 orang petugas rekam medis, dengan kriteria inklusi yaitu ; lama kerja ≥ 1 tahun, pendidikan D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, bersedia menjadi responden, dan tidak sedang cuti.
41
F. Pengumpulan Data 1. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Diperoleh secara langsung dari hasil wawancara kepada tenaga rekam medis untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. b. Data Sekunder Diperoleh dari hasil observasi terhadap profil rumah sakit dan laporan. 2. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data primer, data dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara. Sedangkan untuk data sekundernya yaitu melakukan observasi terhadap buku profil rumah sakit dan laporan. 3. Instrument Penelitian Berupa
kuesioner
yang
berisi
pertanyaan-pertanyaan
pengetahuan tentang ICD dasar, neoplasma, dan kode neoplasma serta pertanyaan sikap tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10.
G. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah, kemudian disusun dalam tatanan yang baik dan rapi. Tahap-tahap dalam pengolahan data adalah : 1. Editing Yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara kemudian dilakukan koreksi dan diteliti kembali.
42
2. Scoring Yaitu pemberian skor atau nilai untuk setiap jawaban yang diberikan oleh responden. 3. Tabulating Yaitu melakukan pengolahan data yang diperoleh dengan memasukkan data kedalam tabel dan grafik untuk memudahkan proses analisis.
H. Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalisis secara diskriptif kualitatif untuk menjelaskan dan meggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan tersebut dibandingkan dengan teori dan ditarik kesimpulan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Rumah Sakit 1. Sejarah RSUD Tugurejo Lahan penelitian adalah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adhyatma, MPH. Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo merupakan Rumah Sakit kelas B pendidikan milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di Semarang bagian barat dengan kapasitas tempat tidur yang beroperasional saat ini 323 tempat tidur. Luas tanah 36.566 m2, luas bangunan 15.381 m2 terdiri dari gedung rawat jalan, gedung IGD, 8 bangsal perawatan, kamar bedah, kamar bersalin, bangunan penunjang, kantor, auditorium dan wisma. a. Tahun 1952 : Bagian dari Dinas Pemberantasan Penyakit Kusta Provinsi Jawa Tengah. b. Tahun 1968 : Menjadi Rumah Sakit Kusta Tugurejo c. September 1993 : Merupakan Rumah Sakit Kusta (khusus) milik Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Tengah dengan Eselon IV A. d. 5
Juli
1996
:
Terbit
Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
743/Menkes/Sk/VI 1/1996 tentang penetapan kelas Rumah Sakit Kusta Tugurejo Semarang menjadi setara dengan Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C.
43
44
e. 13 Januari 1999 : Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1999 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Kusta Propinsi Jawa Tengah. f.
26
Desember
2000
:
Keputusan
Menteri
Kesehatan
dan
Kesejahteraan Sosial Nomor 1810/Menkes-Kesos/SK/XI 1/2000 tentang Perubahan Status Rumah Sakit Khusus menjadi Rumah Sakit Umum. g. 28 Januari 2003 : Terakreditasi dengan status akreditasi penuh tingkat dasar sertifikat YM.00.03.2.2.159. h. 19 Nopember 2003 : Keputusan Menteri Kesehatan Rl No. 1600/MENKES/SK/XI/2003 tentang Peningkatan Kelas B Non pendidikan Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. i.
16 Maret 2007 : Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo telah Tersertifikasi ISO 9001 : 2000 untuk manajemen mutu, yaitu Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap (Amarylis 1), Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Pelayanan Rekam Medis dan penunjang pelayanan lainnya.
j.
6
Februari
2008
:
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Tugurejo
Terakreditasi dengan status penuh tingkat lengkap (16 bidang pelayanan)
dengan
sertifikat
No.
01-10/111/359/08,
yaitu
Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis, Farmasi, K3, Radiologi, Laboratorium, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi di
45
Rumah Sakit, Perinatal ResikoTinggi, Pelayanan Rekam Medis, Pelayanan Gizi, Pelayanan Intensif, Pelayanan Darah. k. 07Juni2008 : Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah. l.
29 Juli 2008 : Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo menjadi RS model akreditasi untuk 5 pelayanan yaitu administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, Rekam Medik dengan sertifikat No. HK.03.05/111/2689/08.
m. 1 Januari 2009 : RSUD Tugurejo ditetapkan menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah penuh berdasarkan
Surat
Keputusan
Gubernur
Jawa
Tengah
No.
059/78/2008 Tanggal 21 Oktober 2008 tentang penetapan status pengelolaan keuangan BLUD RSUD Tugurejo Semarang. n. 16 Maret 2010 : Tersertifikasi ISO 9001:2008 untuk manajemen mutu, yaitu Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap (Amarylis 1), Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Pelayanan Rekam Medis, dan penunjang pelayanan lainnya. o. 17 Maret 2011 : Terakreditasi penuh tingkat lengkap (16 bidang pelayanan) yang ke-2 p. 9 Agustus 2012 : Penghargaan Citra Bhakti Kinerja Pelayanan Publik tingkat Provinsi Jawa Tengah Hingga saat ini terakreditasi KARS dengan predikat paripurna dan sebagai Rumah Sakit B Pendidikan. Lokasi RSUD Tugurejo sangat
46
strategis, berada di bagian barat kota Semarang berjarak 15 km dari pusat kota Semarang tepatnya di Jalan Raya Tugurejo, yang merupakan jalur utama pantura. Rumah Sakit Tugurejo dikelilingi oleh perumahan penduduk yang padat serta lingkungan industri yang potensial, seperti kawasan industri Candi dan kawasan industri Gunamekar.
2. Visi, Misi, dan Motto RSUD Tugurejo a. Visi “Rumah Sakit Prima, Mandiri dan Terdepan di Jawa Tengah” b. Misi 1)
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
2)
Meningkatkan sarana dan prasarana dalam rangka menunjang pelayanan medis dan memberikan kenyamanan kepada pasien, keluarga pasien dan karyawan
3)
Meningkatkan program pengembangan mutu pelayanan
medis
dan non medis secara berkesinambungan 4)
Mewujudkan kemandirian, efisiensi, efektifitas dan
fleksibilitas
pengelola keuangan 5)
Menjadi pusat pendidikan kedokteran dan kesehatan lain, serta penelitian dan pengembangan bidang kesehatan
6)
Mengembangkan pelayanan unggulan
c. Motto Kesembuhan dan Kepuasan Anda Adalah Kebahagiaan Kami
47
3. Struktur Organisasi RSUD Tugurejo
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi RSUD Tugurejo
48
B. Gambaran Instalasi Rekam Medis 1. Visi, Misi, dan Tujuan IRM a. Visi Terwujudnya
penyelenggaraan
dokumen
rekam
medis
dan
pelaporan hasil kegiatan pelayanan medis yang berdasarkan petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang berlaku dengan pendekatan manusiawi dan dapat dijangkau sehingga memuaskan semua pihak yang terkait. b. Misi Menyelenggarakan
pelayanan
dokumen
rekam
medis
dan
pelaporan hasil pelayanan medis secara professional dan bermutu. c. Tujuan Menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan dirumah sakit.
49
2. Struktur Organisasi Instalasi Rekam Medis
Gambar 4.2 : Struktur Organisasi IRM RSUD Tugurejo
50
C. Hasil Penelitian Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan data sekunder dengan melihat laporan data kepegawaian Instalasi Rekam Medis RSUD Tugurejo tahun 2016.Sedangkan data primer menggunakan metode wawancara dengan kuesioner. 1. Karakteristik Tenaga Rekam Medis Berdasarkan penelitian bulan Juni terkait karakteristik tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo tahun 2016 diketahui dari jumlah populasi sebanyak 60 orang hanya 10 orang yang memenuhi kriteria inklusi penelitian lama kerja ≥ 1 tahun, pendidikan D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK), bersedia menjadi responden, dan tidak sedang cuti. Diketahui hasilnya sebagai berikut : Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Tugurejo, Tahun 2016 No. 1
2
3
4
5
Karakteristik Responden Umur : a. 24 – 26 tahun b. 31 – 34 tahun c. 35 – 37 tahun Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Lama Kerja : a. 2 – 4 b. 5 – 7 c. 8 – 10 d. 11 – 13 Pendidikan Terakhir : a. D3 RMIK b. D3 RMIK S1 Kesehatan Masyarakat Pelatihan Koding : a. Ya b. Tidak
Sumber : Data Primer, 2016
∑
%
3 2 5
30% 20% 50%
4 6
40% 60%
4 2 1 3
40% 20% 10% 30%
8 2
80% 20%
7 3
70% 30%
51
Berdasarkan tabel karakteristik diatas diketahui, karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas (50%) 35 - 37 tahun, berdasarkan jenis kelamin mayoritas (60%) perempuan, berdasarkan lama kerja mayoritas (40%) 2 – 4 tahun, berdasarkan pendidikan mayoritas (80%) D3 RMIK, sedangkan berdasarkan pelatihan koding mayoritas (70%) mengikuti pelatihan.
2. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma Sesuai Kaidah ICD-10 Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner pada aspek pengetahuan tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016, diketahui hasilnya sebagai berikut : Tabel 4.2 : Distribusi Pengetahuan Responden tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo, Tahun 2016 No . 1
2
3
Pernyataan Apa kepanjangan dari ICD-10 ? a. International Statistical Classification of Disesases th and Related Health Problems, 10 Revision* th b. International Classification of Diseases, 10 Revision th c. International Classification of Procedures, 10 Revision d. Tidak tahu Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan kode penyakit adalah menentukan lead term. Apa arti dari istilah tersebut ? a. Istilah awalan b. Istilah akhiran c. Istilah induk atau kunci* d. Tidak tahu Dalam suatu kategori pada ICD-10 volume 1 terdapat istilah excludes. Apa arti dari istilah tersebut ? a. Sejumlah istilah diagnosis lainnya sebagai tambahan terhadap kategori tersebut b. Istilah-istilah yang dikode di tempat lainnya, tidak dikode dalam kategori tersebut* c. Tidak diklasifikasikan di tempat lain
Jawaban ∑ % 9
90%
1 0
10% 0%
0
0%
0 0 10 0
0% 0% 100% 0%
2
20%
8
80%
0
0%
52
No .
15
16
20
21
Pernyataan d. Tidak tahu Buku apa yang digunakan untuk membantu menentukan kode penyakit? 4. ICD-10 cm Ya* / Tidak 5. ICD-9 cm Ya / Tidak* 6. Kamus bahasa inggris Ya* / Tidak 7. kamus kedokteran Ya* / Tidak Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk menetapkan kode penyakit ? 8 Langkah pertama menentukan jenis Ya* / Tidak kondisi, lalu rujuk ke section yang sesuai pada indeks alphabet Langkah ke 2 menentukan lokasi „lead Ya* / Tidak 9 term‟ 10 Langkah ke 3 membaca dan Ya* / Tidak mempedomani semua catatan yang terdapat dibawah „lead term‟ 11 Langkah ke 4 membaca semua term Ya* / Tidak yang berindentasi di bawah „lead term‟ 12 Langkah ke 5 mengikuti dengan hati- Ya* / Tidak hati setiap rujukan silang „see‟ dan „see also‟ di dalam indeks 13 Langkah ke 6 kembali kedaftar Ya* / Tidak tabulasi (volume I) untuk memastikan nomor kode yang dipilih 14 Langkah ke 7 mempedomani setiap Ya* / Tidak term inklusi dan eksklusi di bawah kode, judul bab, blok, dan kategori Apa itu neoplasma ? a. Massa jaringan tumbuh normal b. Massa jaringan tumbuh abnormal* c. Massa jaringan d. Tidak tahu Bab berapakah dalam ICD-10 yang berisi tentang neoplasma ? a. Bab I b. Bab II* c. Bab III d. Tidak tahu Apa saja yang harus diperhatikan dalam menentukan kode neoplasma ? 17. Lokasi tumor Ya* / Tidak 18. Sifat tumor Ya* / Tidak 19. Perangai tumor Ya* / Tidak Hasil pemeriksaan penunjang apakah yang harus diperhatikan sebelum menentukan kode neoplasma ? a. Hasil uji Patologi Anatomi* b. Hasil EKG c. Hasil laboratorium urin d. Tidak tahu Apa itu kode morfologi ? a. Kode yang menggambarkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang dilihat di bawah
Jawaban ∑ % 0 0% Ya Ya 8 2 9 9 Ya
80% 20% 90% 90% Ya
10
100%
10
100%
10
100%
10
100%
10
100%
9
90%
10
100%
0 10 0 0
0% 100% 0% 0%
0 3 1 6 Ya
0% 30% 10% 60% Ya
10 10 8
100% 100% 80%
10 0 0 0
100% 0% 0% 0%
9
90%
53
No .
22
23
24
25
26
27
28
Pernyataan mikroskop* b. Kode yang menggambarkan lokasi seperti hasil anamnesa c. Kode yang menggambarkan jangka perkembangan massa jaringan neoplasma d. Tidak tahu Apa simbol dari kode morfologi ? a. C b. D c. M* d. Tidak tahu Terdiri dari berapa digit kode morfologi tanpa simbol diawal ? a. 4 digit b. 5 digit* c. 6 digit d. Tidak tahu Digit berapa yang menunjukkan sifat neoplasma ? a. Digit ke 1-4* b. Digit ke 5 c. Digit ke 6 d. Tidak tahu Menunjukkan apakah digit terakhir pada kode morfologi ? a. Lokasi tumor b. Perangai tumor* c. Jumlah massa tumor d. Tidak tahu Apa saja perangai neoplasma pada ICD-10 ? a. Malignant primary & secondary, in situ, benign, uncertain or unknown behavior* b. Malignant primary & secondary, benign, in situ c. Malignant, uncertain or unknown behavior d. Tidak tahu Dalam kode neoplasma terdapat istilah metastatic. Apa arti istilah tersebut ? a. Letak primer b. Menyebar ke tempat lain* c. Berdiri sendiri d. Tidak tahu Apa arti istilah overlapping pada kode neoplasma ? a. Tumpang tindih* b. Meluas c. Menyatu d. Tidak tahu Apa langkah-langkah yang dilakukan dalam menetapkan kode neoplasma ? 29 Langkah pertama yang dilakukan Ya* / Tidak dalam menentukan kode neoplasma setelah membaca diagnosis dokter adalah dengan melihat hasil PA (Patologi Anatomi) terlebih dahulu sebelum menentukan “lead term” Langkah ke 2 adalah mencari “lead Ya* / Tidak 30
Jawaban ∑ % 0
0%
1
10%
0
0%
0 0 10 0
0% 0% 100% 0%
0 8 2 0
0% 80% 20% 0%
1 4 5 0
10% 40% 50% 0%
0 9 0 1
0% 90% 0% 10%
9
90%
0 0 1
0% 0% 10%
0 10 0 0
0% 100% 0% 0%
4 2 1 3 Ya
40% 20% 10% 30% Ya
10
100%
10
100%
54
No .
Pernyataan term‟‟ pada ICD-10 alphabetical index Langkah ke 3 adalah menentukan Ya* / Tidak kode morfologi sesuai hasil PA pada ICD-10 volume 3 32 Langkah ke 4 adalah memperhatikan Ya* / Tidak semua catatan dan term yang berindentasi dibawah “lead term” 33 Langkah ke 5 adalah mengikuti Ya* / Tidak dengan hati-hati setiap rujukan silang „see‟ dan „see also‟ didalam indeks 34 Langkah ke 6 adalah mencari pada Ya* / Tidak tabel morfologi neoplasma di volume 3, menggunakan daftar alphabetik dari lokasi anatomis untuk mendapatkan kode lokasi 35 Langkah ke 7 adalah menemukan Ya* / Tidak kode pada kolom neoplasma sesuai perangai neoplasma 36 Langkah ke 8 adalah setelah Ya* / Tidak menemukan kode morfologi dan lokasi, selanjutnya melakukan cross check pada ICD-10 tabular list 37 Langkah ke 9 adalah mempedomani Ya* / Tidak setiap “inclusion and exclusion term“ dibawah kode, judul blok, dan kategori pada ICD-10 volume 1 38 Langkah ke 10 adalah melakukan Ya* / Tidak koreksi dan meneliti adanya karakter ke-4 dan -5 di ICD-10 volume 1 Apa arti perangai neoplasma /6 ? a. Neoplasma in situ b. Neoplasma ganas primer c. Neoplasma ganas sekunder* d. Tidak tahu Pada rentang blok manakah yang menunjukkan sifat neoplasms of uncertain or unknown behavior ? a. C00-C97 b. D37-D48* c. D10-D36 d. Tidak tahu Sumber : Data Primer, 2016 31
39
40
Keterangan : simbol * jawaban yang seharusnya benar.
Jawaban ∑ % 10
100%
10
100%
10
100%
9
90%
10
100%
9
90%
9
90%
8
80%
3 0 5 2
30% 0% 50% 20%
0 3 0 7
0% 30% 0% 70%
55
Tabel 4.3 : Statistik Jawaban tentang Pengetahuan yang Tergolong Benar N
Valid
40
Missing
0
Mean (Rata-rata)
8.45
Median (Nilai tengah)
9.00
Mode (Nilai sering muncul) Minimum (Nilai minimal) Maximum (Nilai maksimal)
10 1 10
Skoring pengetahuan responden tiap pertanyaan diketahui rata-rata jawaban tentang pengetahuan yang tergolong benar yaitu 8,45 (84,5%). Gafik 4.1 : Prosentase Jawaban tentang Pengetahuan yang Tergolong Benar
120%
Skor Pengetahuan
100% 80% 60% 40% 20% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031323334353637383940
Nomor Pertanyaan Berdasarkan grafik diatas diketahui, terdapat 11 (sebelas) hal yang menunjukkan jawaban responden dibawah rata-rata jawaban tentang pengetahuan yang tergolong benar. Namun terdapat 6 (enam) hal yang menunjukkan jawaban benar responden paling rendah, yaitu mengenai tidak dapat membedakan antara buku yang digunakan untuk menentukan kode penyakit dengan kode tindakan (80% responden), bab
56
dalam ICD-10 berisi tentang neoplasma (50% responden), digit kode morfologi yang menunjukkan sifat neoplasma (90% responden), arti istilah overlapping (60% respoden), arti digit perangai kode neoplasma (50% responden), dan rentang blok yang menunjukkan sifat neoplasms of uncertain or unknown behavior (70% responden). Maka mayoritas responden memiliki pengetahuan tergolong tidak baik mengenai hal-hal tersebut. Tabel 4.4 : Statistik Skor Pengetahuan Jawaban Benar Masing-masig Responden N
Valid Missing
10 0
Mean (Rata-rata)
33.80
Median (Nilai tengah)
35.00
Mode (Nilai sering muncul)
35
a
Tabel 4.5 : Rekapitulasi Pengetahuan Masing-masing Responden Frequency Valid
Percent
Diatas rata-rata (Baik)
7
70.0
Dibawah rata-rata (Kurang Baik)
3
30.0
10
100.0
Total
Berdasarkan tabel diatas diketahui, 70% responden memiliki pengetahuan di atas rata-rata, 30%
dibawah rata-rata.
menunjukkan
responden
mayoritas
neoplasma sesuai kaidah tergolong baik.
pengetahuan
tentang
Hal ini koding
ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016
57
1) Berdasarkan Umur Grafik 4.2 : Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Umur
Rata-rata 34.2 34.0 33.8 33.6
Rata-rata
33.4 33.2 33.0 24 - 26 tahun
31 - 34 tahun
35 - 37 tahun
Berdasarkan grafik diatas diketahui, responden umur 31-37 tahun memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding umur yang lain. 2) Berdasarkan Jenis Kelamin Grafik 4.3 : Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Rata-rata 37.0 36.0 35.0 34.0 33.0 32.0 31.0 30.0
Rata-rata
L
Berdasarkan
P
grafik
diatas
diketahui,
responden
laki-laki
memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding perempuan.
58
3) Berdasarkan Lama Kerja Grafik 4.4 : Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Lama Kerja
Rata-rata 38.0 36.0 34.0 Rata-rata
32.0 30.0 28.0 2 - 4 tahun
5 - 7 tahun
8 - 10 tahun 11 - 13 tahun
Berdasarkan grafik diatas diketahui, responden dengan lama kerja 8-10 tahun memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding responden dengan lama kerja yang lain. 4) Berdasarkan Pendidikan Grafik 4.5 : Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Pendidikan
Rata-rata 36.0 35.0 34.0
Rata-rata
33.0 32.0 D3
D3 -> S1
Berdasarkan grafik diatas diketahui, responden berpendidikan D3
RMIK
melanjutkan
S1
Kesehatan
Masyarakat
memiliki
pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding yang hanya berpendidikan D3 RMIK.
59
5) Berdasarkan Pelatihan Grafik 4.6 : Pengetahuan Benar Responden berdasarkan Pelatihan
Rata-rata 35.0 34.0 33.0 Rata-rata
32.0 31.0 30.0 Ya
Tidak
Berdasarkan grafik diatas diketahui, responden yang mengikuti pelatihan memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding yang tidak mengikuti pelatihan.
3. Sikap Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner pada aspek sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016, diketahui hasilnya sebagai berikut : Tabel 4.6 : Distribusi Sikap Responden tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo, Tahun 2016 Jawaban N o.
Pernyataan
1
Neoplasma bisa bersifat jinak maupun ganas. Sehingga neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun
Setuju
Ragu –ragu
∑
%
∑
%
5
50%
1
10%
Tidak Setuju ∑ % 4
40%*
60
Jawaban N o.
2
3
4
5
6
7
8
9
Pernyataan
Setuju
%
Tidak Setuju ∑ %
0%
10
100%*
0%
0
0%
30%
1
10%
20%
1
10%
20%
6
60%*
30%
6
60%*
10%
0
0%
0%
8
80%*
Ragu –ragu
∑ % ∑ kanker begitu pula kodenya. Dalam menentukan kode neoplasma hanya perhatikan 0 0% 0 lokasinya saja tanpa perhatikan sifat dan perilaku tumor. Salah satu kekhususan kode neoplasma adalah adanya kode letak dan kode morfologi. Morfologi adalah penerang sifat dan perangai 10 100%* 0 tumor. Maka perlu dilakukan pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma. Bila tidak ada kode morfologi, maka kode neoplasma tergolong tidak 6 60%* 3 tepat. Kode morfologi tidak berpengaruh terhadap tarif. Namun ketiadaanya akan berdampak pada data 7 70%* 2 registrasi pasien khusus neoplasma dan indeks penyakit. Pelaporan yang baik adalah pelaporan yang salah satunya memenuhi aspek kelengkapan. Tanpa adanya kode morfologi, 2 20% 2 pelaporan kode neoplasma sudah dianggap lengkap karena sudah mencantumkan kode letak sebagai penentu tarif. C00-D48 merupakan rentang blok pada tabular list yang berlaku untuk kode neoplasma, termasuk untuk 1 10% 3 pasien kemotherapy kasus neoplasma berlaku blok tersebut. ICD-O (Oncology) memiliki spesifikasi yang lebih besar mengenai situs neoplasma tidak 9 90%* 1 ganas dibandingkan dengan ICD10. Dalam menetapkan kode penyakit termasuk neoplasma hanya didasarkan pengaruh tarif saja tidak 2 20% 0 harus sesuai kaidah ICD-10, aspek akurasi, kelengkapan, dan ketepatan kode. Sumber : Data Primer, 2016 *Keterangan : simbol * jawaban yang seharusnya benar
61
Berdasarkan tabel diatas diketahui, mayoritas responden setuju bahwa neoplasma bisa bersifat jinak maupun ganas sehingga neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun kanker begitu pula kodenya, bila tidak ada kode morfologi maka kode neoplasma tergolong tidak tepat, kode morfologi tidak berpengaruh terhadap tarif namun berdampak pada data registrasi pasien khusus neoplasma dan indeks penyakit, dan ICD-O (Oncology) memiliki spesifikasi yang lebih besar mengenai situs neoplasma tidak ganas dibanding ICD-10, sedangkan seluruh responden setuju bahwa salah satu kekhususan kode neoplasma adalah adanya kode letak dan kode morfologi, dan perlu dilakukan pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma. Mayoritas responden tidak setuju bahwa, dalam menentukan kode neoplasma hanya perhatikan lokasinya saja dan dalam menetapkan kode penyakit termasuk neoplasma hanya didasarkan pengaruh tarif saja tanpa sesuai kaidah ICD-10, aspek akurasi, kelengkapan, dan ketepatan kode. Tabel 4.7 : Statistik Jawaban tentang Sikap yang Tergolong Mendukung N
Valid
9
Missing
0
Mean (Rata-rata)
26.00
Median (Nilai tengah)
26.00
Mode (Nilai sering muncul)
25
a
Minimum (Nilai minimal)
19
Maximum (Nilai maksimal)
30
Skoring sikap responden tiap pernyataan diketahui rata-rata jawaban tentang sikap yang tergolong mendukung yaitu 26 atau 87%.
62
Grafik 4.7 : Prosentase Jawaban tentang Sikap yang Tergolong Mendukung 120%
Skor Sikap
100% 80% 60% Skor
40% 20% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Nomor Pernyataan Berdasarkan grafik diatas diketahui, terdapat 4 (empat) hal yang menunjukkan sikap responden dibawah rata-rata jawaban tentang sikap yang tergolong mendukung. Yaitu beranggapan bahwa neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun kanker begitu pula kodenya. bila tidak ada kode morfologi maka kode neoplasma tetap tergolong tepat, tanpa adanya kode morfologi pelaporan kode neoplasma sudah dianggap lengkap, dan C00-D48 merupakan blok kode yang berlaku juga untuk pasien kemotherapy kasus neoplasma. Maka mayoritas responden tidak mendukung mengenai hal-hal tersebut.
Tabel 4.8 : Statistik Skor Sikap Jawaban Mendukung Masing-masing Responden N
Valid Missing
10 0
Mean (Rata-rata)
23.40
Median (Nilai tengah)
23.00
Mode (Nilai sering muncul)
22
Minimum (Nilai minimal)
18
Maximum (Nilai maksimal)
27
63
Tabel 4.9 : Rekapitulasi Sikap Masing-masing Responden Frequency Valid
Percent
Diatas rata-rata (Mendukung)
5
50.0
Dibawah rata-rata (Tidak Mendukung)
5
50.0
10
100.0
Total
Berdasarkan tabel diatas diketahui, sikap responden di RSUD Tugurejo tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 tergolong antara mendukung ataupun tidak mendukung memiliki bobot seimbang.
4. Hasil Wawancara Kepala Instalasi Rekam Medis a. Adakah protap/SOP/kebijakan khusus yang mengatur mengenai penetapan kode penyakit kasus neoplasma ? Jawaban : Tidak ada. Adanya koding secara umum. b. Mengapa kode morfologi tidak ditetapkan di RSUD Tugurejo Semarang ? Jawaban : Kurang lebih 1 bulan terakhir ini dilakukan pemberian kode morfologi, hanya saja kolom penulisannya belum tersedia di dokumen rekam medis sehingga koder menulisnya dibawah kode diagnosis utama pada formulir resume keluar. Selain itu sistem pada komputer untuk masukan data koding yang digunakan belum memuat masukan data kode morfologi begiitu pula sistem pada BPJS. Jadi RSUD Tugurejo belum bisa dianggap sudah menerapkan kode morfologi.
64
c. Adakah
kendala
-
kendala
yang
menjadi
penyebab
tidak
dilaksanakannya pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma di RSUD Tugurejo? Jawaban : Kendalanya antara lain sistemnya belum ada, kode morfologi tidak tertarik pada data entrian komputer sehingga tidak dikode, pada entrian kode INA CBG‟s juga tidak ada, dan terkait pembiayaan rumah sakit kode morfologi tidak berpengaruh (tanpa kode morfologi klaim sudah lolos).
5. Hasil Wawancara Tenaga Koder Umum dan BPJS a. Apa
saja
sarana-prasarana
yang
tersedia
dalam
membantu
penetapan kode penyakit di RSUD Tugurejo ? Jawaban : 1) Umum: Unit komputer, yang memuat sistem entrian dan koding, memuat ICD-10 elektronik, ICD-9 berupa PDF, buku ICD-O, PMK (Peraturan Menteri Kesehatan), kamus kedokteran Harvard University, dan berkas DRM. 2) BPJS : ICD-10 elektronik tahun 2005, ICD-9 cm PDF, kamus kedokteran. b. Apakah sarana prasarana yang tersedia sudah dirasa lengkap untuk membantu penetapan kode penyakit khususnya kasus neoplasma ? Jawaban : 1) Umum : Sudah lengkap. ICD-O sudah ada tapi hanya untuk merujuk referensi saja.
65
2) BPJS : Sudah lengkap, biasanya kalau diperlukan ICD-O bisa melalui online. c. Bagian mana saja yang terkait dalam menunjang akurasi penentuan kode kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ini ?Lalu adakah hambatan dengan bagian-bagian yang terkait tersebut selama menentukan kode kasus neoplasma ? Jawaban : 1) Umum
:
Dokter,
Laborat
pemeriksaan
penunjang
(PA).
hambatannya sebagian besar tulisan Dokter rusak. 2) BPJS : Tim koding, Dokter oncology, bagian keuangan, BPJS, keperawatan, laborat. Hambatannya dengan Dokter terkadang bahasa diagnosannya berubah lebih ke istilah, lalu terkait bagian laboratorium hasil laborat PA biasannya telat 7 harian. d. Dari kode yang dituliskan koder apakah sudah menggambarkan informasi yang lengkap terkait gambaran kasus neoplasma yang diderita pasien ? Jawaban : 1) Umum : Belum, karena informasi untuk sifat dan perangainya belum ada. 2) BPJS : Belum, karena kode morfologi yang dibutuhkan untuk kelengkapan informasinya belum ada, sehingga perlu bagian PDE sistem RSUD Tugurejo untuk melakukan instalasi sistem dan desain formulir baru kasus neoplasma terkait kolom penulisan kode morfologi.
66
6. Hasil Wawancara Petugas Analising Reporting a. Bagaimana pemanfaatan RL 4a dan RL 4b kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ? Jawaban : Ada beberapa yaitu untuk kebutuhan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit)
online,
untuk
penelitian mahasiswa,
permintaan data oncology untuk mengetahui berapa banyak kasusnya, dan untuk data registrasi kanker terkait pemetaan kasus di wilayah. b. Apakah butir informasi yang ada pada RL 4a dan 4b yang sekaligus sebagai
indeks
elektronik
pada
penyakit
neoplasma
sudah
menggambarkan secara lengkap mengenai kasus neoplasma yang diderita pasien ? Jawaban : Belum lengkap, oleh karenanya kode morfologi sangat dibutuhkan sehingga perlu penyesuaian petugas dan kebijakan RS untuk pemberlakuan kode morfologi.l
BAB V PEMBAHASAN
D. Karakteristik Tenaga Rekam Medis Dalam
organisasi
sumber
daya
manusia
merupakan
bagian
terpenting, yaitu orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka terhadap organisasi agar suatu organisasi tetap terjaga eksistensinya. Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik personal (individu) mencakup usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian.[19] Pada penelitian ini terkait pengetahuan dan sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2016, peneliti menggunakan karakteristik tenaga rekam medis terdiri dari; umur, jenis kelamin, lama kerja, pendidikan terakhir, dan pelatihan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari populasi sebanyak 60 orang, 10 orang diantaranya memenuhi kriteria inklusi lama kerja ≥ 1 tahun, pendidikan D3 RMIK, bersedia menjadi responden, dan tidak sedang cuti. Sehingga yang memenuhi syarat sebagai responden atau sampel penelitian sebanyak 10 orang tenaga rekam medis. Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden, tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2016 memiliki karakteristik yang berbeda. Kriteria umur dapat dibedakan menjadi ; masa balita (0-5 tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa awal (26-35 tahun), masa dewasa
67
68
akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun), masa lansia akhir (5665 tahun), dan masa manula (65-sampai atas).[20] Pegawai yang berusia lebih tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada organisasi dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka pada organisasi.[21] Semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia.[22] Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi. Pegawai yang lebih muda cenderung mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya mereka belum berkeluarga atau bila sudah berkeluarga anaknya relatif masih sedikit.[23] Tetapi pegawai yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggungjawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan pegawai yang lebih tua.[24] Hasil distribusi frekuensi karakteristik
responden berdasarkan umur
diperoleh prosentase tertinggi (50%) pada umur 35–37 tahun. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo terdiri dari usia dewasa awal hingga dewasa akhir, sehingga memiliki komitmen lebih tinggi terhadap organisasi, lebih matang dalam berfikir, bertindak, loyalitas yang tinggi, lebih disiplin, dan bertanggungjawab. Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.[25] Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau
69
kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria.[22] Pada umumnya wanita menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya, sehingga komitmennya lebih tinggi. Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa bahwa tanggungjawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka, sehingga gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang sangat penting bagi dirinya.[21] Wanita cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka.[26] Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh prosentase tertinggi (60%) jenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo terdiri dari tenaga perempuan yang dianggap memiliki komitmen, rasa patuh, dan ketelitian lebih tinggi, namun dianggap pula memiliki kemangkiran tinggi sehingga perlu diimbangi tenaga laki-laki agar terbentuk suasana agresif untuk tercapai suksesnya organisasi IRM RSUD Tugurejo. Masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan.l27] Makin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil petugas tersebut. Sehingga memberi peluang orang tersebut untuk meningkatkan prestasi
70
serta beradaptasi dengan lingkungan dimana dia berada.[28] Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan lama kerja diperoleh prosentase tertinggi (30%) rentang 2 – 4 tahun. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis sudah lebih dari 1 tahun berkerja, sehingga memiliki keterampilan dan kualitas kerja yang baik, karena sudah cukup pengalaman dan bekal kerja di RSUD Tugurejo. Pendidikan
merupakan
totalitas
interaksi
manusia
untuk
pengembangan manusia seutuhnya, dan pendidikan merupakan proses yang terus-menerus yang senantiasa berkembang. Peserta didik merupakan masukan, setelah mengalami proses pendidikan dengan memanfaatkan tujuan
pendidikan
yaitu
sumber
daya
dari
kurikulum
yang
ada,
menghasilakan keluaran berupa kemampuan tertentu, sehingga dapat dikatakan
bahwa
perubahan
tingkah
laku
termasuk
didalamnya
pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan dan sebagainya.[29] Pendidikan merupakan proses menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas.[11] Hasil distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir diperoleh prosentase
tertinggi
(80%)
pendidikan
terakhir
D3
RMIK.
Hal
ini
menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo memiliki kualitas pengetahuan tentang rekam medis dan informasi kesehatan dengan baik karena sudah mendapatkan bekal pembelajaran pokok dari bidang ilmu
71
rekam medis dan informasi kesehatan untuk diterapkan pada dunia kerja.Sehingga dapat menguasai 7 kompetensi standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan sehingga lebih memiliki peluang prestasi kerja. Pelatihan (training) merupakan proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu arah guna meningkatakna tujuan-tujuan organisasional. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik terkait pekerjaan. Pelatihan biasanya terfokus pada penyediaan bagi para karyawan keahlian - keahlian khusus atau membantu mereka mengoreksi kelemahan - kelemahan dalam kinerja
mereka.[30]
Hasil
distribusi
frekuensi
karakteristik
responden
berdasarkan pelatihan koding diperoleh prosentase tertinggi adalah (70%) responden yang mengikuti pelatihan koding. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo sudah banyak terbekali ilmu khusus tentang klasifikasi dan kodefikasi penyakit, sehingga tenaga rekam medis memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik mengenai bidang ilmu tersebut.
E. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui
panca
indra
manusia.[13] Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan diantaranya ; umur, pendidikan, paparan medis massa, sosial
72
ekonomi, hubungan sosial, dan pengalaman.[11] Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes / kuesioner tentang objek pengetahuan yang hendak diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 sedangkan salah diberi nilai 0.[11] Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan 100% dan hasilnya berupa persentasi dengan rumus : P =
×100%.[14] Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode
penilain pengetahuan yang sama dengan teori, hanya saja intepretasi dilakukan dengan menghitung total skor pengetahuan selanjutnya dilakukan rata-rata total skor kemudian dikategorikan menjadi baik (diatas rata-rata) dan kurang baik (dibawah rata-rata). Berdasarkan hasil kuesioner dan prosentase jawaban tentang pengetahuan yang tergolong benar mengenai kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016 diketahui, dari 40 hal pertanyaan pengetahuan terdapat 29 (72,5%) hal diketahui dengan baik mayoritas responden, yaitu mengenai kepanjangan ICD-10, arti istilah leadterm, penggunaan buku kamus bahasa inggris dan kamus kedokteran dalam membantu menentukan kode penyakit, langkah-langkah menentukan kode penyakit, pengertian neoplasma, perlunya memperhatikan lokasi dan sifat tumor dalam menentukan kode neoplasma, pemeriksaan penunjang yang diperhatikan sebelum menentukan kode neoplasma, pengertian morfologi, simbol kode morfologi, arti digit terakhir pada kode morfologi, macam-macam perangai neoplasma pada ICD-10, arti istilah metastatic, dan langkah-langkah dalam menentukan kode neoplasma kecuali pada langkah
73
terakhir yaitu melakukan koreksi dan meneliti adanya karakter ke-4 dan ke-5 di ICD-10 volume 1. Dikarenakan responden masih melakukan atau menjumpainya didunia kerja, pernah mendapatkan pembelajaran maupun pelatihan dan masih diketahui hingga sekarang. Terdapat 11 (27,5%) hal yang kurang diketahui mayoritas responden, terdiri dari 5 (12,5%) hal tidak begitu dominan salah dan 6 (15%) sangat dominan salah. Hal yang tidak begitu dominan salah yaitu, sebanyak 20% responden tidak mengetahui tentang arti istilah excludes, penggunaan buku ICD-10 dalam menentukan kode penyakit, perlunya memperhatikan perangai dalam mengkode neoplasma, jumlah digit kode morfologi, dan langkah terakhir dalam menentukan kode yaitu melakukan koreksi dan meneliti adanya karakter ke-4 dan ke-5 di ICD-10 volume 1. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo memiliki pengetahuan tergolong kurang baik mengenai hal-hal tersebut. Dikarenakan responden jarang
melakukannya
didunia
kerja,
pelaksanaan
penetapan
kode
neoplasma dilapangan sepenuhnya sesuai kaidah ICD-10, jarang mendapati kasus tersebut, lupa akan pembelajaran yang pernah didapatkan selama perkuliahan, dari 7 responden yang mengikuti pelatihan koding hanya 3 yang mengikuti pelatihan kode neoplasma, alat bantu yang digunakan responden dalam menetapkan kode penyakit dan tindakan di RSUD Tugurejo menggunakan ICD elektronik dan PDF sehingga responden tidak terlalu memperhatikan isi dari buku tersebut dan kurang sadar kaidah yang diberlakukan
di
buku
ICD
khususnya
mengenai
langkah-langkah
menetapkan kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10, serta belum adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang penetapan kode morfologi pada
74
neoplasma. Sehingga dapat berdampak pada ketidakakuratan kode penyakit kasus neoplasma yang ditetapkan, selain itu jika hal ini berkelanjutan dapat mengurangi kualitas SDM. Sedangkan 6 (15%) dominan salah yaitu, mengenai tidak dapat membedakan antara buku yang digunakan untuk menentukan kode penyakit dengan yang untuk kode tindakan (80% responden), bab dalam ICD-10 yang berisi tentang neoplasma (70% responden), digit kode morfologi yang menunjukkan sifat neoplasma (90% responden), arti istilah overlapping (60% responden), arti digit perangai kode morfologi neoplasma (50% responden), dan rentang blok yang menunjukkan sifat neoplasms of uncertain or unknown behavior (70% responden). Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo memiliki pengetahuan tergolong tidak baik mengenai hal-hal tersebut. Dikarenakan responden jarang melakukannya didunia kerja, pelaksanaan penetapan kode neoplasma dilapangan belum sepenuhnya sesuai kaidah ICD-10, jarang mendapati kasus tersebut, lupa akan pembelajaran yang pernah didapatkan selama perkuliahan, dari 7 responden yang mengikuti pelatihan koding hanya 3 yang mengikuti pelatihan kode neoplasma, alat bantu yang digunakan responden dalam menetapkan kode penyakit dan tindakan di RSUD Tugurejo menggunakan ICD elektronik dan PDF sehingga responden tidak terlalu memperhatikan isi dari buku tersebut dan kurang sadar kaidah yang diberlakukan di buku ICD khususnya mengenai langkah-langkah menetapkan kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10, serta belum adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang penetapan kode morfologi pada neoplasma. Sehingga tenaga rekam medis perlu diberikan pelatihan mengenai ICD dasar, istilah-istilah dalam
75
ICD-10, buku yang digunakan untuk membantu menentukan kode penyakit, langkah-langkah yang benar dalam menentukan kode penyakit, bab dalam ICD-10, hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan kode neoplasma, kode morfologi, bagian dan arti dari digit kode morfologi, macam perangai neoplasma,
istilah
overlapping,
langkah-langkah
yang
benar
dalam
menentukan kode neoplasma, arti perangai, dan rentang blok neoplasma. Sehingga dampaknya kemungkinan besar angka ketidakakuratan kode yang ditetapkan tinggi dan hal ini berakibat fatal jika tidak segera diambil langkah solusi yang tepat karena dapat merugikan institusi baik dari segi finansial maupun kualitas. Skor
pengetahuan
jawaban
benar
masing-masing
responden
diketahui, dari 10 responden 70% responden memiliki pengetahuan di atas rata-rata sedangkan 30% dibawah rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo tahun 2016 memiliki pengetahuan tergolong baik mengenai kode neoplasma sesuai kaidah ICD10. Dikarenakan hanya sebagian tenaga rekam medis yang mengikuti pelatihan koding neoplasma, tidak semua tenaga rekam medisnya pernah ditempatkan dibagian koding, bagi tenaga koder pelaksanaan penetapan kode neoplasma dilapangan saat ini belum sepenuhnya sesuai kaidah ICD10, sebagian besar mengatakan mengalami kesulitan dalam menjawab soal pada kuesioner pengetahuan, responden selain tenaga koder mengeluhkan sudah lupa materi mengenai koding neoplasma karena sudah tidak pernah dipelajari lagi, serta tidak adanya kebijakan khusus yang mengatur tentang penetapan kode morfologi pada neoplasma. Sehingga berdampak pada kualitas SDM maupun hasil kerjanya yang kurang.
76
1. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis berdasarkan Umur Semakin
lanjut
usia
seseorang
semakin
meningkat
pula
kedewasaan teknis, dan tingkat kedewasaan psikologisnya yang menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap orang lain, yang berarti dapat meningkatkan kinerja seseorang.[31] Berdasarkan hasil pengamatan diketahui rentang umur responden terdiri dari; 24 - 26 tahun dengan rata-rata pengetahuan 33,3, rentang umur 31-34 tahun dengan rata-rata pengetahuan 34, dan rentang umur 35 - 37 tahun dengan rata-rata pengetahuan 34. Hal ini menunjukkan berdasarkan umur responden di RSUD Tugurejo tahun 2016 dengan rentang umur 31 - 37 tahun memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD0-10 lebih baik dibanding responden rentang umur lainnya. Diperkirakan tenaga rekam medis pada umur 31 37 tahun memiliki pemikiran yang lebih matang, bijaksana, lebih terkendali emosinya, dan mampu bertoleransi dengan baik sehingga memliki kemampuan berfikir yang lebih baik pula tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. 2. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis berdasarkan Jenis Kelamin Tidak ada perbedaan produktifitas kerja antara tenaga laki-laki dan perempuan.[32] Namun secara psikologis perempuan lebih bersedia untuk mematuhi wewenang sementara laki-laki lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada perempuan dalam memiliki harapan untuk sukses.[33]
77
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui responden terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Laki-laki memiliki rata-rata pengetahuan lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini menunjukkan berdasarkan jenis kelamin responden laki-laki di RSUD Tugurejo tahun 2016 memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD10 lebih baik dibanding perempuan. Diperkirakan tenaga rekam medis laki-laki di RSUD Tugurejo memiliki harapan sukses yang lebih tinggi daripada perempuan. Namun jenis kelamin tidak bisa sebagai faktor tingkat pengetahuan, akan tetapi karena jumlah tenaga rekam medis dominan perempuan, maka perlu diperhatikan formasinya. 3. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis berdasarkan Lama Kerja Makin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil petugas tersebut. Biasanya seseorang sudah masa kerja pada bidang tugasnya makin mudah ia memahami tugas dan tanggungjawabnya, sehingga memberi peluang orang tersebut untuk meningkatkan prestasi serta beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada.[28] Berdasarkan hasil pengamatan diketahui rentang lama kerja responden antara lain ; 2 - 4 tahun memiliki rata-rata pengetahuan 34, 5 7 tahun dengan rata-rata pengetahuan 35, 8 - 10 tahun dengan rata-rata pengetahuan 36, dan 11-13 tahun dengan rata-rata pengetahuan 30,5. Hal ini menunjukkan berdasarkan lama kerja responden di RSUD Tugurejo tahun 2016 rentang lama kerja 8 - 10 tahun memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 paling baik dibanding rentang lama kerja lainnya. Diperkirakan pada rentang lama kerja 8 - 10 tahun seorang tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo sudah
78
sangat mapan masa kerja sehingga mendapati lebih banyak pengalaman terutama dibagian koding indeksing, lebih banyak mendapati atau mengulangi aktifitas pemberian kode neoplasma, dan lebih banyak menerima materi tentang kode neoplasma, makin mudah dan memahami tugas dan tanggungjawabnya, sehingga lebih terampil dalam mengkode neoplasma dengan benar dan kinerjanya lebih berkualitas. 4. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis berdasarkan Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Demikian pula tingkat pendidikan tenaga rekam medis dapat mempengaruhi kinerja yang bersangkutan. Tenaga rekam medis yang berpendidikan tinggi, kinerjanya akan lebih baik dan diharapkan dapat memberi sumbangsihnya berupa saran-saran yang bermanfaat terhadap manajemen rekam medis dalam rangka meningkatkan kinerja perekam medis.[34] Berdasarkan hasil pengamatan diketahui pendidikan terakhir responden D3 RMIK dengan rata-rata pengetahuan 33,4, dan D3 RMIK melanjutkan S1 KesMas dengan rata-rata pengetahuan 35,5. Hal ini menunjukkan berdasarkan pendidikan responden di RSUD Tugurejo tahun 2016 yang berpendidikan D3 RMIK melanjutkan S1 KesMas memiliki pengetahuan lebih baik dibanding yang hanya berpendidikan D3 RMIK. Diperkirakan pendidikan terakhir D3 RMIK melanjutkan S1 KesMas memperoleh kesempatan menerima pembelajaran materi lebih banyak dan lebih sering mempelajari materi-materi yang pernah didapat, memiliki
semangat
berpengetahuan
yang
lebih
tinggi,
sehingga
79
diharapkan lulusan pendidikan terakhir S1 KesMas dapat memberi sumbangsih yang bermanfaat demi meningkatkan kualitas kerja perekam medis yang lain, dan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi diperlukan tenaga rekam medis pendidikan terakhir D3 RMIK untuk menunjang kualitas kinerjanya. 5. Pengetahuan Tenaga Rekam Medis berdasarkan Pelatihan Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performasi pekerja
pada
suatu
pekerjaan
tertentu
yang
sedang
menjadi
tanggungjawabnya atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.[35]
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang
mengikuti
pelatihan memiliki rata-rata pengetahuan 34,5 sedangkan yang tidak mengikuti pelatihan memiliki rata-rata pengetahuan 32. Hal ini menunjukkan berdasarkan pelatihan responden di RSUD Tugrejo tahun 2016 yang mengikuti pelatihan memiliki pengetahuan tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 lebih baik dibanding yang tidak mengikuti pelatihan. Dikarenakan tenaga rekam medis yang mengikuti pelatihan lebih banyak memperoleh materi dan pembelajaran tentang kode neoplasma. Oleh karena itu pelatihan koding sangat penting bagi tenaga rekam medis untuk meningkatkan kualitas diri dan institusi.
F. Sikap Tenaga Rekam Medis tentang Kode Neoplasma sesuai Kaidah ICD-10 Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus / objek, manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
80
yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari - hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.[13] Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap diantaranya ; pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosional.[11] Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan - pernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala Likert.[17] Masing - masing responden diminta melakukan agreement atau disagreement untuk masing - masing item dalam skala yang terdiri dari 5 point (SS=sangat setuju, S=setuju, R=ragu-ragu, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju). Semua item yang favorable (baik) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang unfavorable (tidak baik) nilai skala sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5.[15] Langkah-langkah pengukuran sikap menggunakan skala Likert perlu dilakukan rekap frekuensi setiap item, buat tabel bobot nilai, buat tabel presentase nilai, setiap poin jawaban dikalikan dengan bobot yang sudah ditentukan dengan tabel bobot nilai. Kemudian dicari total skornya, lakukan intepretasi dengan terlebih dahulu mencari skor tertinggi (Y) dan skor terendah (X) untuk item penilaian, intepretasikan menggunakan rumus indeks %. Dari hasil penghitungan tersebut lakukan penilaian dengan tabel presentase nilai.[16] Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode yang sama dengan Likert hanya saja
81
agreement atau disagreement untuk masing - masing item dalam skala terdiri dari 3 point (S=setuju, R=ragu-ragu, TS=tidak setuju,). Semua item yang favorable (baik) kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk setuju nilainya 3, ragu-ragu nilainya 2, tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang unfavorable (tidak baik) nilai skala sangat adalah 1, raguragu nilainya 2, dan tidak setuju nilainya 3. Selanjutnya intepretasi dilakukan dengan menghitung total skor pengetahuan, dihitung nilai rata-rata total skor kemudian dikategorikan menjadi sikap mendukung (skor diatas rata-rata) dan sikap tidak mendukung (skor dibawah rata-rata). Berdasarkan hasil kuesioner dan prosentase jawaban tentang sikap yang tergolong mendukung mengenai kode neoplasma sesuai kaidah ICD10 di RSUD Tugurejo tahun 2016 diketahui, dari 9 (Sembilan) pernyataan sikap terdapat 5 (lima) atau 55,6% hal yang didukung mayoritas responden, dengan beranggapan bahwa dalam menentukan kode neoplasma tidak hanya perhatikan lokasinya saja tanpa perhatikan sifat dan perilaku tumor, salah satu kekhususan kode neoplasma adalah adanya kode letak dan kode morfologi dimana morfologi adalah penerang sifat dan perangai tumor maka perlu dilakukan pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma, ICD-O (Oncology) memiliki spesifikasi yang lebih besar mengenai situs neoplasma tidak ganas dibandingkan dengan ICD-10, kode morfologi tidak berpengaruh terhadap tarif namun ketiadaanya akan berdampak pada data registrasi pasien khusus neoplasma dan indeks penyakit, dan dalam menetapkan kode penyakit termasuk neoplasma tidak hanya didasarkan pengaruh tarif saja tetapi juga harus sesuai kaidah ICD-10, aspek akurasi, kelengkapan, dan ketepatan kode.
82
Terdapat 4 (empat) atau 44,5% hal yang kurang didukung mayoritas responden, terdiri dari 3 (tiga) atau 33,4% hal tidak begitu dominan tidak didukung dan 1 (satu) atau 11,2% dominan tidak didukung. Hal yang tidak begitu dominan tidak didukung yaitu karena 60% responden beranggapan bahwa bila tidak ada kode morfologi maka kode neoplasma tergolong tepat, pelaporan yang baik adalah pelaporan yang salah satunya memenuhi aspek kelengkapan, dimana tanpa adanya kode morfologi pelaporan kode neoplasma sudah dianggap lengkap karena sudah mencantumkan kode letak sebagai penentu tarif, dan C00-D48 merupakan rentang blok pada tabular list yang berlaku untuk kode kemotherapy kasus neoplasma. Namun karena prosentase yang mendukung dan tidak memiliki selisih angka yang tipis sehingga perlu diadakan pelatihan mengenai pentingnya kode morfologi untuk aspek ketepatan kode pada kasus neoplasma, mengenai kriteria pelaporan yang memenuhi aspek kelengkapan informasi pada neoplasma, dan pelatihan mengenai blok kode tabular list yang tepat untuk bagi pasien kontrol kasus neoplasma. Sedangkan 1 (satu) atau 11,2% hal dominan tidak didukung yaitu dengan beranggapan bahwa, neoplasma bisa bersifat jinak maupun ganas sehingga neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun kanker begitu pula kodenya. Hal ini menunjukkan mayoritas tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo bersikap tidak sesuai dengan kaidah ICD-10. Karena tumor bisa bersifat jinak maupun ganas, sedangkan kanker sudah pasti
ganas.
Jika
hal
ini
berkelanjutan
akan
berdampak
pada
ketidakakuratan informasi dan kode penyakit yang ditetapkan. Sehingga
83
perlu diadakan diskusi ataupun pelatihan mengenai kode neoplasma perbedaan kanker dan tumor. Skor sikap benar masing-masing responden tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 diketahui hasilnya, dari 10 responden 5 (50%) responden yang memiliki sikap mendukung dan 5 (50%) memiliki sikap tidak mendukung tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. Hal ini menunjukkan tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo tahun 2016 memiliki sikap dengan bobot seimbang antara yang mendukung atau setuju dan tidak mendukung atau tidak setuju diberlakukanya kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. Oleh karena itu perlu diadakan pelatihan, diskusi, sosialisasi mencapai persamaan persepsi mengenai kode neoplasma yang sesuai kaidah ICD-10 beserta aturan dan dampak yang diakibatkan. Karena jika SDM-nya sendiri memiliki sikap yang tidak mendukung maka dapat berakibat kurangnya kualitas hasil kerja rekam medisnya.
G. Hasil Wawancara dengan Kepala IRM, Tenaga Koder Umum dan BPJS, dan Analising Reporting Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala IRM, koder umum dan BPJS, serta tenaga analising reporting diketahui, di RSUD Tugurejo belum terdapat protap/SOP/kebijakan khusus yang mengatur mengenai penetapan kode penyakit kasus neoplasma, yang ada saat ini hanya langkah-langkah pemberian kode secara umum menggunakan sistem komputer (ICDelektronik). Hal ini dapat berdampak pada ketidakserasian tenaga rekam medis pada satu acuan institusi, tenaga rekam medis tidak memiliki pedoman kerja dalam menentukan kode neoplasma, serta resiko kesalahan
84
dalam menetapkan kode tinggi. Dimana kebijakan yang menjadi acuan tersebut semestinya memenuhi kaidah ICD-10. Untuk itu perlu dibuat protap/SOP/kebijakan tentang penetapan kode neoplasma. Kurang lebih 1 bulan terakhir ini dilakukan pemberian kode morfologi namun masih belum sesuai dengan harapan, kolom penulisannya belum tersedia di DRM. Selain itu sistem pada komputer untuk entry (masukan) data koding yang digunakan belum memuat kode morfologi begitu pula sistem BPJS. Hal ini dapat berdampak kesulitan koder dalam menyajikan informasi kode morfologi pada formulir RM, infomasi pada RL, data registrasi kanker, dan indeks penyakit kurang lengkap, akurat, dan kurang informatif. Dari sisi pasien, gambaran kasus neoplasma yang diderita pasien belum lengkap karena informasi untuk sifat dan perangainya belum ada sehingga kode morfologi dibutuhkan untuk memenuhi aspek kelengkapan. Sehingga perlu bagian PDE sistem RSUD Tugurejo untuk melakukan instalasi sistem RS pada bagian inputan koding, berkesinambungan bagian pelaporan agar memuat masukan kode morfologi kasus neoplasma dan dapat menyajikan informasi yang informatif. sedangkan bagian assembling membuat desain ulang formulir resume keluar (RM 20) pada kolom penulisan kode. Kendala-kendala tidak dilaksanakannya pemberian kode morfologi antara lain sistem pada komputernya belum ada, kode morfologi tidak tertarik pada data entrian komputer, pada entrian kode INA CBG‟s juga tidak ada, dan terkait pembiayaan rumah sakit kode morfologi tidak berpengaruh dengan kata lain tanpa kode morfologi klaim sudah lolos, hal ini perlu diskusi lebih lanjut antara pihak rumah sakit, asuransi, dan bagian yang terkait pelaporan RS untuk mencapai persamaan persepsi pentingnya kode
85
morfologi pada kasus neoplasma agar kode yang ditetapkan sesuai kaidah ICD-10. Karena tanpa kode morfologi sama saja kode neoplasma dianggap tidak tepat. Sehingga berdampak seluruh kode neoplasma yang diberikan di RS memiliki kualitas yang buruk. Diketahui
sarana-prasarana
yang
tersedia
dalam
membantu
penetapan kode penyakit di RSUD Tugurejo terdiri dari, koding umum : unit komputer yang memuat sistem entri-an dan koding, memuat ICD-10 elektronik, ICD-9 berupa PDF, buku ICD-O, PMK (Peraturan Menteri Kesehatan), kamus kedokteran, dan berkas DRM sedangkan koding BPJS : ICD-10 elektronik tahun 2005, ICD-9 cm PDF, kamus kedokteran. Sarana prasarana tersebut menurut koder umum sudah dirasa lengkap untuk membantu penetapan kode penyakit, namun koder umum hanya enggunaan ICD-O untuk merujuk referensi saja, sedangkan koding BPJS tidak ada ICDO dan jika diperlukan maka melalui online. Hal ini berdampak kurang akurat pada kode neoplasma perangai tidak jinak. Karena ICD-O memiliki tingkat spesifikasi lebih besar tentang situs neoplasma tidak ganas dibanding ICD10. Sedangkan ICD-10 yang digunakan koder adalah elektronik sehingga akan lebih sulit mengetahui kaidah-kaidah yang ada di ICD-10. Untuk itu perlu inventarisasi ICD-O baik di koder umum maupun BPJS. Dalam menunjang akurasi penentuan kode kasus neoplasma di RSUD Tugurejo, ada beberapa hambatan dengan bagian-bagian terkait selama menentukan kode neoplasma. Bagi koder umum mereka merasa terkait dengan dokter, laborat pemeriksaan penunjang (PA) dengan hambatan sebagian besar tulisan Dokter rusak, sedangkan hasil laborat PA telat. Bagi koder BPJS merasa terkait dengan tim koding, dokter oncology,
86
bagian keuangan, BPJS, keperawatan, dan laborat. Hambatan dengan dokter terkadang bahasa diagnosannya berubah lebih ke istilah, dengan bagian laboratorium hasil laborat PA telat 7 harian. Hal ini berdampak pada kurangnya tingkat akurasi kode neoplasma yang ditetapkan koder, karena hasil PA menunjukkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang terlihat di bawah mikroskop. Yang nantinya dijadikan pedoman menentukan kode morfologi dan kode letak neoplasma. Sedangkan terkait penulisan dokter jika penafsirannya salah dapat terjadi kekeliruan kode yang ditetapkan. Yang nantinya berdampak luas baik finansial RS, biaya pasien, akurasi pelaporan, maupun kualitas rekam medis. Untuk itu perlu diperlukan evaluasi lebih lanjut mengenai kendala-kendala tersebut. Bisa diadakan reward maupun punishment, dan sosialisasi persamaan persepsi antara koder, dokter, dan tenaga laboratorium. Diketahui pemanfaatan RL 4a dan RL 4b kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ada beberapa yaitu ; untuk kebutuhan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) online, penelitian mahasiswa, permintaan data oncology untuk mengetahui berapa banyak kasusnya, dan untuk data registrasi kanker terkait pemetaan kasus di wilayah. Namun butir informasi yang ada pada RL 4a dan 4b yang sekaligus sebagai indeks elektronik pada penyakit neoplasma belum menggambarkan secara lengkap mengenai kasus neoplasma yang diderita pasien, oleh karenanya kode morfologi sangat dibutuhkan sehingga diperlukan titik temu petugas dan kebijakan RS untuk pemberlakuan kode morfologi agar rumah sakit dapat memanfaatkan RL 4a dan RL 4b secara maksimal.
BAB VI PENUTUP
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1. Pada aspek karakteristik diketahui tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo secara mayoritas terdiri dari usia dewasa, berjenis kelamin perempuan, berpengalaman kerja 2 - 4 tahun, berpendidikan terakhir D3 RMIK, dan mengikuti pelatihan 2. Pada aspek pengetahuan diketahui, pengetahuan tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016 sebagai berikut ; mayoritas responden mengetahui dengan baik tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10, namun ada beberapa hal yang paling tidak diketahui yaitu tidak dapat membedakan antara buku yang digunakan untuk menentukan kode penyakit dengan yang untuk kode tindakan (80% responden), bab dalam ICD-10 yang berisi tentang neoplasma (70% responden), digit kode morfologi yang menunjukkan sifat neoplasma (90% responden), arti istilah overlapping (60% responden),
arti
digit
perangai
kode
morfologi
neoplasma
(50%responden), dan rentang blok yang menunjukkan sifat neoplasms of uncertain or unknown behavior (70% responden). Pengetahuan masingmasing responden diketahui mayoritas (70%) memiliki pengetahuan tergolong baik dan 30% kurang baik mengenai kode neoplasma sesuai
87
88
kaidah ICD-10. Pengetahuan berdasarkan karakteristik paling baik pada tenaga rekam medis umur 31-37 tahun, tenaga rekam medis jenis kelamin laki-laki, tenega rekam medis lama kerja 8-10 tahun, tenaga rekam medis pendidikan D3 RMIK melanjutkan S1 KesMas, dan yang mengikuti pelatihan. 3. Pada aspek sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016 diketahui, mayoritas responden memiliki sikap mendukung tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10, namun mayoritas responden memiliki sikap kurang mendukung dengan beranggapan bahwa bila tidak ada kode morfologi maka kode neoplasma tergolong tetap tepat, tanpa adanya kode morfologi pelaporan kode neoplasma sudah dianggap lengkap, blok C00D48 berlaku untuk kode kemotherapy kasus neoplasma, dan mayoritas sikap responden paling tidak mendukung dengan beranggapan bahwa neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun kanker begitu pula kodenya. Sedangkan sikap masing-masing responden diketahui tenaga rekam medis di RSUD Tugurejo memiliki bobot sikap seimbang antara mendukung dan tidak mendukung tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10. 4. Tidak dilaksanakannya pemberian kode morfologi di RSUD Tugurejo dikarenakan masih terkendala desain formulir dan sistem komputer yang belum sesuai, serta masalah keterkaitan tarif baik asuransi maupun umum.
89
B. SARAN 1. Perlu
dilakukan
evaluasi
mengenai
kebijakan
penetapan
kode
neoplasma, dengan cara mengamati apakah informasi pelaporan terkait kode letak saja yang dihasilkan sudah memenuhi aspek kaidah ICD-10 dan aspek informatif suatu laporan atau belum. 2. Dibuat protap/SOP/kebijakan khusus tentang kode neoplasma memuat kode morfologi agar sesuai kaidah ICD-10, dengan cara sebelumnya didiskusikan bersama oleh tenaga dokter, koder, asuransi, bagian pelaporan, dan pihak RS terkait administrasi. Setelah itu disosialisasikan kepada seluruh tenaga rekam medis terutama bagian koder umum maupun BPJS. 3. Diberikan pelatihan kepada tenaga rekam medis untuk meningkatkan pengetahuan dan agar mengambil sikap yang baik agar kode neoplasma yang ditetapkan akurat, lengkap, informatif, sesuai kaidah ICD-10, khususnya mengenai ICD dasar dan kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 yang masih belum dikuasai dan paling fatal kesalahannya, antara lain tentang buku yang digunakan untuk membantu mengkode penyakit, bab ICD tentang neoplasma, digit yang menunjukkan sifat neoplasma, blok kode pada neoplasma, mengenai perbedaan kanker, tumor, neoplasma beserta kodenya. pentingnya kode morfologi untuk aspek ketepatan kode pada kasus neoplasma, kriteria pelaporan yang memenuhi aspek kelengkapan informasi pada neoplasma, dan blok kode tabular list yang tepat untuk bagi pasien kontrol kasus neoplasma.
90
4. Diberikan inventaris sarana prasarana koding yang lengkap terutama buku ICD-O disetiap bagian tenaga koder agar kode lebih akurat terutama pada kasus neplasma tidak jinak. 5. Tidak hanya ICD elektronik, tetapi tenaga koder juga perlu ditunjang penggunaan buku ICD manual (volume 1, 2, 3) agar memahami kaidahkaidah pengkodean dengan baik dan langkah-langkah mengkoding yang benar menggunakan sesuai pedoman pengkodingan penyakit dan tindakan. 6. Dilakukan instalasi sistem komputer rumah sakit untuk memuat masukan data kode morfologi, berkerjasama dengan bagian PDE, hasilnya disosialisasikan ke tenaga koder. 7. Dibuat desain formulir resume keluar baru yang memuat tempat penulisan kode morfologi, dan hasilnya disosialisasikan ke tenaga koder. 8. Karakteristik diperhitungkan juga dalam melakukan seleksi tenaga kerja rekam medis. 9. Diterapkan kode morfologi agar informasi yang dihasilkan lengkap, kode tepat, akurat, tercapai pemanfaatan Rl 4a RL 4b yang sekaligus sebagai indeks penyakit dengan maksimal, serta memenuhi aspek sesuai kaidah ICD-10. 10. Perlu dilakukan sosialisasi untuk menyamakan persepsi koder, dokter, tenaga bagian laporan pemeriksaan penunjang (laboran) dan kebijakan rumah sakit lainnya yang terkait penerapan kode morfologi dan yang menunjang akurasi kode pada kasus neoplasma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adikoesoemo, S. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.1995. 2. Permenkes no 749a tahun 1989 SK
Menkes 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis. 3. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 46 ayat 1 & Permenkes no. 269/Menkes/Per/III/2008. 4. PORMIKI. Laporan Hasil dan Keputusan Kongres II. Yogyakarta : PORMIKI.1995 5. Kepmenkes RI no. 377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. 6. Sarimawar, S. Panduan Penentuan Kode Penyebab Kematian Menurut ICD10. Jakarta : Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan, DepKes RI. 7. Herliawati, F. “Analisis Pengetahuan dan Sikap Petugas Rekam Medis tentang Penentuan Kode Penyakit dan INA CBG‟s di RSUD DR. H. Soewondo Kendal Tahun 2015”. Jurnal, Fakultas Kesehatan UDINUS. http://eprints.dinus.ac.id/id/eprint/17362, 27 November 2015 11:28. 8. Purbandari, Hanan A. “Analisa Keakuratan Kode Diagnosis Utama Neoplasma yang sesuai dengan Kaidah Kode ICD-10 pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang periode Triwulan I Tahun
2014”.
Jurnal,
Fakultas
Kesehatan
UDINUS.
http://eprints.dinus.ac.id/id/eprint/6669, 21 November 2014 03:16. 9. Huffman, E K. Health Information Management. USA : Brewyn. Illnois, Physicians Record Company. 1994.
91
92
10. Brotowasisto. Dirjen Pelayanan Medik, Dep Kes RI. Peranan Rekam Medis dalam Mendukung Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Kaitan Rumah Sakit sebagai Swadana. Dalam Kumpulan Makalah Seminar Nasional dalam Kongres & Rakernas I-III PORMIKI. DIY : PORMIKI kerjasama Dewan Pimpinan Pusat & Dewan Pimpinan Daerah Propinsi. PORMIKI. 2003. 11. Notoatmodjo, S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. 12. Green, Lawrence W & Kreuter, M W: Health Promotion Planing: An Educational and Environmental Approach 2nd. Edition. Mountain New : Mayfield Publishing Company. 1991. 13. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku Jakarta. Rineka Cipta. 2007. 14. Serbaguna, 2008 dalam Riyani, Dwi. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Suami Dengan Praktik Ibu Balita Ke Posyandu di Dusun Sendang Delik Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Tahun 2011. http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdldwiariyani-6045 Akses 1 April 2016. 13.00 WIB. 15. Wawan, A dan Dewi, M. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika. 2010. 16. Azwar, Syafudin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2003. 17. Sudra, Rano I. Materi Pokok Rekam Medis;1-6/ASIP4315/2 SKS/MODUL EDISI 2. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 2014 18. Tambayong, Jan. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. 2000.
93
19. Widjayanti, T B. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Psikologi, dan Organisasi dengan Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Unit Rawat Inap RS. MH. Thamrin Purwakarta Tahun 2011. Tesis. FKM Universitas Indonesia. 2012. TB WIDJAYANTI, KAR SAKIT - 2012 - academia.edu 20. DepKes RI. Kategori Umur. 2009. 21. Van, Dyne dan Graham J W. Organization Citizenship Behavior, Construct Redefination Measurement and Validation Academic Manajement Journal, 37 (4) pp 765-802. 2005. 22. Robbins. Perilaku Organisasi Jilid I. Edisi Kesembilan. Alih Bahasa : PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. 2003. 23. Nitisemito, Alex.Manajemen Personalia. Graha Indonesia Jakarta. Indonesia. 2000. 24. Siagian, Sondang P. Prof., Dr., MPA., 2001. ”Manajemen Sumber Daya Manusia”, Edisi 1, Cetakan ke 9, Aksara, Jakarta. 25. Hungu. Pengertian Jenis Kelamin. 2007. Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../3/Chapter%20II.pdf
by
G
Marbun - 3122.31Juni3122.24:41WIB 26. Mowday, R.T, Porter , L. W, Steer. RM. Organozational Commitment, Job Satisfaction and Turnover Among Psychiatric Technican
Journal of
Applied.1982 27. Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) 28. Anderson. Performance Appraisal New Jersey : Prantice Hall. The. 1994. 29. Sutrisno, Edy. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.Kencana
94
30. Simamora, Henri. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. Yogyakarta: STIE YKPNieNotoatmodjo, S. Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Jakarta
:
Rineka
Cipta,
1991.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pelatihan 21/06/2016 13:00 WIB 31. Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara Jakarta.1995 32. Ilyas, Yaslis. Kinerja : Teori, penilaian dan penelitian. Cetakan ke 3. Depok ; Pusat kajian ekonomi kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas Indonesia. 2002. 33. Robbins. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi kelima. (Terjemahan). Erlangga. Jakarta. 2001. 34. Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara Jakarta.1997. 35. Notoatmodjo, Soekidjo. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta; 1991. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pelatihan 15/06/2016 1:30 WIB
LAMPIRAN 1
1
2
LAMPIRAN 2
3
4
5
LAMPIRAN 3
6
No. Responden
= …………….....
Tanggal Wawancara = ………………..
KUISIONER
ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENAGA REKAM MEDIS TENTANG KODE NEOPLASMA SESUAI KAIDAH ICD-10 DI RSUD TUGUREJO SEMARANG, TAHUN 2016 PROGRAM STUDI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG
Nama / Initial Name
: ………………………………………………………….
Umur
: ….. tahun
Jenis Kelamin
: L / P (coret yang salah)
Pendidikan Terakhir
: ………………………………………………………….
Pengalaman Kerja di IRM
: ….. tahun
Ikut Pelatihan tentang Koding : Ya …… kali. Jenis Pelaihan : 1.…………………………………………………………. 2…………………………. ……………………………… 3…………………………………………………………. dst
Tidak
7
Berilah tanda silang (X) pada pilihan (a, b, c) yang menurut anda paling tepat dan coret pilihan Ya/Tidak yang salah, bisa lebih dari 1 pilihan ! A. Pengetahuan 1.
Apa kepanjangan dari ICD-10 ? e. International Statistical Classification of Disesases and Related Health Problems, 10th Revision f.
International Classification of Diseases, 10th Revision
g. International Classification of Procedures, 10th Revision h. Tidak tahu 2.
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan kode penyakit adalah menentukan lead term. Apa arti dari istilah tersebut ? e. Istilah awalan f.
Istilah akhiran
g. Istilah induk atau kunci h. Tidak tahu 3.
Dalam suatu kategori pada ICD-10 volume 1 terdapat istilah excludes. Apa arti dari istilah tersebut ? e. Sejumlah istilah diagnosis lainnya sebagai tambahan terhadap kategori tersebut f.
Istilah-istilah yang dikode di tempat lainnya, tidak dikode dalam kategori tersebut
g. Tidak diklasifikasikan di tempat lain h. Tidak tahu 4.
5.
Buku apa yang digunakan untuk membantu menentukan kode penyakit? a. ICD-10 cm
Ya / Tidak
b. ICD-9 cm
Ya / Tidak
c. Kamus bahasa inggris
Ya / Tidak
d. kamus kedokteran
Ya / Tidak
Apa langkah-langkah yang dilakukan untuk menetapkan kode penyakit ? a
Langkah pertama menentukan jenis kondisi, lalu rujuk
Ya / Tidak
ke section yang sesuai pada indeks alphabet b
Langkah ke 2 menentukan lokasi „lead term‟
Ya / Tidak
c
Langkah ke 3 membaca dan mempedomani semua
Ya / Tidak
8
catatan yang terdapat dibawah „lead term‟ D
Langkah
ke
4
membaca
semua
term
yang
Ya / Tidak
Langkah ke 5 mengikuti dengan hati-hati setiap
Ya / Tidak
berindentasi di bawah „lead term‟ E
rujukan silang „see‟ dan „see also‟ di dalam indeks F
Langkah ke 6 kembali kedaftar tabulasi (volume I)
Ya / Tidak
untuk memastikan nomor kode yang dipilih G
Langkah ke 7 mempedomani setiap term inklusi dan
Ya / Tidak
eksklusi di bawah kode, judul bab, blok, dan kategori 6. Apa itu neoplasma ? e. Massa jaringan tumbuh normal f.
Massa jaringan tumbuh abnormal
g. Massa jaringan h. Tidak tahu 7.
Bab berapakah dalam ICD-10 yang berisi tentang neoplasma ? e. Bab I f.
Bab II
g. Bab III h. Tidak tahu 8.
9.
Apa saja yang harus diperhatikan dalam menentukan kode neoplasma ? a. Lokasi tumor
Ya / Tidak
b. Sifat tumor
Ya / Tidak
c. Perangai tumor
Ya / Tidak
Hasil pemeriksaan penunjang apakah yang harus diperhatikan sebelum menentukan kode neoplasma ? e. Hasil uji Patologi Anatomi f.
Hasil EKG
g. Hasil laboratorium urin h. Tidak tahu 10. Apa itu kode morfologi ? e. Kode yang menggambarkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang dilihat di bawah mikroskop f.
Kode yang menggambarkan lokasi seperti hasil anamnesa
9
g. Kode yang menggambarkan jangka perkembangan massa jaringan neoplasma 11. Apa simbol dari kode morfologi ? e. C f.
D
g. M h. Tidak tahu 12. Terdiri dari berapa digit kode morfologi tanpa simbol diawal ? e. 4 digit f.
5 digit
g. 6 digit h. Tidak tahu 13. Digit berapa yang menunjukkan sifat neoplasma ? e. Digit ke 1-4 f.
Digit ke 5
g. Digit ke 6 h. Tidak tahu 14. Menunjukkan apakah digit terakhir pada kode morfologi ? e. Lokasi tumor f.
Perangai tumor
g. Jumlah massa tumor h. Tidak tahu 15. Apa saja perangai neoplasma pada ICD-10 ? e. Malignant primary & secondary, in situ, benign, uncertain or unknown behavior f.
Malignant primary & secondary, benign, in situ
g. Malignant, uncertain or unknown behavior h. Tidak tahu 16. Dalam kode neoplasma terdapat istilah metastatic. Apa arti istilah tersebut ? e. Letak primer f.
Menyebar ke tempat lain
g. Berdiri sendiri h. Tidak tahu
10
17. Apa arti istilah overlapping pada kode neoplasma ? e. Tumpang tindih f.
Meluas
g. Menyatu h. Tidak tahu 18. Apa
langkah-langkah
yang
dilakukan
dalam
menetapkan
kode
neoplasma ? A
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan
Ya / Tidak
kode neoplasma setelah membaca diagnosis dokter adalah dengan melihat hasil PA (Patologi Anatomi) terlebih dahulu sebelum menentukan “lead term” B
Langkah ke 2 adalah mencari “lead term‟‟ pada ICD-
Ya / Tidak
10 alphabetical index C
Langkah ke 3 adalah menentukan kode morfologi
Ya / Tidak
sesuai hasil PA pada ICD-10 volume 3 D
Langkah ke 4 adalah memperhatikan semua catatan
Ya / Tidak
dan term yang berindentasi dibawah “lead term” E
Langkah ke 5 adalah mengikuti dengan hati-hati
Ya / Tidak
setiap rujukan silang „see‟ dan „see also‟ didalam indeks F
Langkah ke 6 adalah mencari pada tabel morfologi neoplasma
di
volume
3,
menggunakan
Ya / Tidak
daftar
alphabetik dari lokasi anatomis untuk mendapatkan kode lokasi G
Langkah ke 7 adalah menemukan kode pada kolom
Ya / Tidak
neoplasma sesuai perangai neoplasma H
Langkah ke 8 adalah setelah menemukan kode
Ya / Tidak
morfologi dan lokasi, selanjutnya melakukan cross check pada ICD-10 tabular list I
Langkah ke 9 adalah mempedomani setiap “inclusion
Ya / Tidak
and exclusion term“ dibawah kode, judul blok, dan kategori pada ICD-10 volume 1 J
Langkah ke 10 adalah melakukan koreksi dan meneliti
Ya / Tidak
11
adanya karakter ke-4 dan -5 di ICD-10 volume 1 19. Apa arti perangai neoplasma /6 ? e. Neoplasma in situ f.
Neoplasma ganas primer
g. Neoplasma ganas sekunder h. Tidak tahu 20. Pada rentang blok manakah yang menunjukkan sifat neoplasms of uncertain or unknown behavior ? e. C00-C97 f.
D37-D48
g. D10-D36 h. Tidak tahu
10
B. Sikap Keterangan : *Berilah satu tanda √ (centang) pada pilihan kolom yang menurut anda paling tepat ! **Pada kolom alasan, sertakan alasan bagaimana jawaban yang benar jika pilihan anda R atau TS, dengan uraian kalimat yang padat, singkat, jelas dan mudah dipahami ! N o
Setuju
Pernyataan
(S)*
. 1
Neoplasma bisa bersifat jinak maupun ganas. Sehingga neoplasma jinak sudah pasti bersinonim dengan tumor maupun kanker begitu pula kodenya.
2
Dalam menentukan kode neoplasma hanya perhatikan lokasinya saja tanpa perhatikan sifat dan perilaku tumor.
3
Salah
satu
kekhususan
kode
neoplasma adalah adanya kode letak dan kode morfologi. Morfologi adalah penerang sifat dan perangai tumor. Maka perlu dilakukan pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma. 4
Bila tidak ada kode morfologi, maka kode neoplasma tergolong tidak tepat.
5
Kode morfologi tidak berpengaruh terhadap tarif. Namun ketiadaanya akan berdampak pada data registrasi pasien khusus neoplasma dan indeks penyakit.
6
Pelaporan pelaporan
yang yang
baik
adalah
salah
satunya
memenuhi aspek kelengkapan. Tanpa
Ragu-
Tidak
ragu
Setuju
(R)*
(TS)*
Alasan**
11
N o
Setuju
Pernyataan
(S)*
. adanya kode morfologi, pelaporan kode
neoplasma
sudah
dianggap
lengkap karena sudah mencantumkan kode letak sebagai penentu tarif. 7
C00-D48 merupakan rentang blok pada tabular list yang berlaku untuk kode
neoplasma,
pasien
termasuk
kemotherapy
untuk kasus
neoplasma berlaku blok tersebut. 8
ICD-O (Oncology) memiliki spesifikasi yang lebih besar mengenai situs neoplasma tidak ganas dibandingkan dengan ICD-10.
9
Dalam menetapkan kode penyakit termasuk
neoplasma
hanya
didasarkan pengaruh tarif saja tidak harus sesuai kaidah ICD-10, aspek akurasi, kelengkapan, dan ketepatan kode.
Ragu-
Tidak
ragu
Setuju
(R)*
(TS)*
Alasan**
12
LAMPIRAN 4
13
PEDOMAN WAWANCARA
A. Kepada Kepala IRM 1. Adakah
protap/SOP/kebijakan
khusus
yang
mengatur
mengenai
penetapan kode penyakit kasus neoplasma ? 2. Mengapa kode morfologi tidak ditetapkan di RSUD Tugurejo Semarang ? 3. Adakah kendala-kendala yang menjadi penyebab tidak dilaksanakannya pemberian kode morfologi pada kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ini?
B. Kepada Tenaga Koder Umum dan BPJS 1. Apa saja sarana-prasarana yang tersedia dalam membantu penetapan kode penyakit di RSUD Tugurejo ? 2. Apakah sarana prasarana yang tersedia sudah dirasa lengkap untuk membantu penetapan kode penyakit khususnya kasus neoplasma ? 3. Bagian mana saja yang terkait dalam menunjang akurasi penentuan kode kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ini ? Lalu adakah hambatan dengan bagian-bagian yang terkait tersebut selama menentukan kode kasus neoplasma ? 4. Dari kode yang dituliskan koder apakah sudah menggambarkan informasi yang lengkap terkait gambaran kasus neoplasma yang diderita pasien.
C. Kepada Petugas Analising Reporting 1. Bagaimana pemanfaatan RL 4a dan RL 4b kasus neoplasma di RSUD Tugurejo ?
14
2. Apakah butir informasi yang ada pada RL 4a dan 4b yang sekaligus sebagai
indeks
elektronik
pada
penyakit
neoplasma
sudah
menggambarkan secara lengkap mengenai kasus neoplasma yang diderita pasien ?
15
LAMPIRAN 5
16
PEDOMAN SKORING
A. Skor Pengetahuan : Benar
=1
Salah
=0
1. International Statistical Classification of Disesases and Related Health Problems, 10th Revision (1) 2. Istilah induk atau kunci (1) 3. Istilah-istilah yang dikode di tempat lainnya, tidak dikode dalam kategori tersebut (1) 4.
a. ICD-10 cm
Ya (1)
b. Kamus bahasa inggris
Ya (1)
c. kamus kedokteran
Ya (1)
5. Langkah-langkah untuk menetapkan kode penyakit : a Langkah pertama menentukan jenis kondisi, lalu rujuk ke
Ya (1)
section yang sesuai pada indeks alphabet b Langkah ke 2 menentukan lokasi „lead term‟
Ya (1)
c Langkah ke 3 membaca dan mempedomani semua
Ya (1)
catatan yang terdapat dibawah „lead term‟ d Langkah ke 4 membaca semua term yang berindentasi
Ya (1)
di bawah „lead term‟ e Langkah ke 5 mengikuti dengan hati-hati setiap rujukan
Ya (1)
silang „see‟ dan „see also‟ di dalam indeks f
Langkah ke 6 kembali kedaftar tabulasi (volume I) untuk
Ya (1)
17
memastikan nomor kode yang dipilih G Langkah ke 7 mempedomani setiap term inklusi dan
Ya (1)
eksklusi di bawah kode, judul bab, blok, dan kategori 6. Massa jaringan tumbuh abnormal (1) 7. Bab II (1) 8.
a. Lokasi tumor
Ya (1)
b. Sifat tumor
Ya (1)
c. Perangai tumor
Ya (1)
9. Hasil Uji Patologi Anatomi (1) 10. Kode yang menggambarkan struktur dan tipe sel atau jaringan seperti yang dilihat di bawah mikroskop (1) 11. M (1) 12. 5 digit (1) 13. Digit ke 1-4 (1) 14. Perangai tumor (1) 15. Malignant primary & secondary, in situ, benign, uncertain or unknown behavior (1) 16. Menyebar ke tempat ain (1) 17. Tumpang tindih (1) 18. Langkah-langkah menetapkan kode neoplasma : A
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan
Ya (1)
kode neoplasma setelah membaca diagnosis dokter adalah dengan melihat hasil PA (Patologi Anatomi) terlebih dahulu sebelum menentukan “lead term” B
Langkah ke 2 adalah mencari “lead term‟‟ pada ICD-10 alphabetical index
Ya (1)
18
c
Langkah ke 3 adalah menentukan kode morfologi sesuai
Ya (1)
hasil PA pada ICD-10 volume 3 d
Langkah ke 4 adalah memperhatikan semua catatan dan
Ya (1)
term yang berindentasi dibawah “lead term” e
Langkah ke 5 adalah mengikuti dengan hati-hati setiap
Ya (1)
rujukan silang „see‟ dan „see also‟ didalam indeks. f
Langkah ke 6 adalah mencari pada tabel morfologi
Ya (1)
neoplasma di volume 3, menggunakan daftar alphabetik dari lokasi anatomis untuk mendapatkan kode lokasi g
Langkah ke 7 adalah menemukan kode pada kolom
Ya (1)
neoplasma sesuai perangai neoplasma h
Langkah ke 8 adalah setelah menemukan kode morfologi
Ya (1)
dan lokasi, selanjutnya melakukan cross check pada ICD-10 tabular list i
Langkah ke 9 adalah mempedomani setiap “inclusion
Ya (1)
and exclusion term“ dibawah kode, judul blok, dan kategori pada ICD-10 volume 1 j
Langkah ke 10 adalah melakukan koreksi dan meneliti adanya karakter ke-4 dan -5 di ICD-10 volume 1
19. Neoplasma ganas sekunder (1) 20. D37-D48 (1) B. Skor Sikap : 1. Jawaban Benar Setuju (S)
=3
Ragu-ragu (R)
=2
Tidak Setuju (TS)
=1
2. Jawaban Salah Setuju (S)
=1
Ragu-ragu (R)
=2
Tidak Setuju (TS)
=3
Ya (1)
19
LAMPIRAN 6
20
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara menggunakan Kuesioner Kepada Responden
21
Wawancara menggunakan Kuesioner Kepada Responden
Wawancara Kepada Kepala Instalasi Rekam Medis RSUD Tugurejo
22
Wawancara Kepada Tenaga Koder Umum IRM RSUD Tugurejo
Wawancara Kepada Tenaga Koder BPJS RSUD Tugurejo
23
Wawancara Petugas Analising Reporting Instalasi Rekam Medis RSUD Tugurejo