PENGARUH PENULISAN DIANOSIS DAN PENGETAHUAN PETUGAS REKAM MEDIS TENTANG TERMINOLOGI MEDIS TERHADAP KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS Rano Indradi Sudra1
2
Abstract
Keywords Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ketepatan penulisan diagnosis dan Pengetahuan petugas rekam medis tentang terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosis pada dokumen rekam medis. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi subyek dalam penelitian ini adalah seluruh petugas rekam medis di RSUD Dr Moewardi yang berjumlah 38 orang. Populasi obyek adalah 380 dokumen rekam medis pasien rawat inap. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data ketepatan penulisan diagnosis dan keakuratan kode diagnosis adalah adalah , buku terminologi medis dan ICD-10. Analisis data dengan regresi linier ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kode diagnosis (p=0.001). Dan ada pengaruh pengetahuan petugas terhadap keakuratn kode diagnosis (p=0.001). Simpulan penelitian ini adalah pengetahuan dan penggunaan bahasa terminologi medis akan berpengaruh terhadap kekauratan kode diagnosis. Kata Kunci :pengetahuan, terminology medis, keakuratan kode.
PENDAHULUAN
proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan, bahan dasar dalam pengelompokan INA-CBG’s ( ) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional dan internasional mortalitas dan morbiditas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis, menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, serta untuk penelitian epidemiologi dan klinis (Hatta, 2011).
Kepmenkes RI Nomor 377/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan, seorang perekam medis harus mampu menetapkan kode penyakit dan tindakan dengan Indonesia ( ) tentang penyakit dan tindakan medis dalam pelayanan dan manajemen kesehatan. Penerapan pengkodean digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit, masukan bagi sistem evaluasi dan pelaporan diagnosis medis, memudahkan
67
67
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
Ketidakakuratan kode diagnosis akan mempengaruhi data dan informasi laporan, ketepatan tarif INACBG’s yang pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat), jamkesda (jaminan kesehatan daerah) dan jampersal (jaminan persalinan) di Indonesia. Dalam hal ini apabila coder) salah mengkode penyakit, maka jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda. Tarif pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan kesehatan yang tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut sehingga merugikan pihak penyelenggara jamkesmas maupun pasien. dan masalah kesehatan lainnya yang terdapat pada beberapa macam rekaman tentang kesehatan dan rekaman vital. Menurut Hatta (2011), fungsi ICDterkait kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas.
(kategori) dimana kesatuan penyakit disusun berdasarkan criteria yang telah ditentukan. ICD-10 mempunyai tujuan untuk mendapatkan rekaman sistematik. ICD-10 juga digunakan untuk menterjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi kode alfanumerik yang akan memudahkan penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analisa data. Terminologi medis adalah ilmu peristilahan medis yang merupakan bahasa khusus antar profesi medis/ kesehatan yang merupakan sarana komunikasi antara mereka yang berkecimpung langsung/tidak langsung di bidang asuhan/pelayanan medis /kesehatan. Oleh karena itu, istilah medis ini harus dipahami dan dimengerti oleh setiap profesi kesehatan agar dapat terjalin komunikasi yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh ketepatan penulisan diagnosis dan pengetahuan petugas rekam medis tentang penggunaan bahasa terminologis terhadap keakuratan kode diagnosis.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi subyek dalam 68
penelitian ini adalah seluruh petugas rekam medis di RSUD Dr Moewardi yang berjumlah 38 orang. Populasi obyek adalah 380 dokumen rekam medis pasien rawat inap. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data ketepatan penulisan diagnosis dan keakuratan kode diagnosis adalah adalah , buku terminologi medis dan ICD-10. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data Pengetahuan petugas rekam medis adalah kuesioner. Pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara. Hasil penelitian dianalisis dengan regresi linier ganda.
HASIL Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Jenis Kelamin Pria
Jumlah
%
22 16 N=38
57,9 42,1 100 %
17 21 N=38
44,7 55,3 100 %
<8 Total
25 13 N=38
65,8 34,2 100 %
Pendidikan D3 RM D3 Non RM SMA Total
18 11 9 N=38
47,4 28,9 23,7
Total Usia <30 Total Masa Kerja
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petugas rekam medis adalah pria sebanyak 22 orang (57,7%). Pengalaman kerja atau masa kerja petugas rekam <8 tahun sebanyak 13 orang (34,2%). Petugas rekam medis yang berpendidikan D3 Rekam Medis sebanyak 18 orang atau 47,4%, sedangkan sisanya berpendidikan D3 Non rekam medis dan SMA.
Rano Indradi Sudra dan Antik Pujihastuti. Pengaruh Penulisan Diagnosis dan Pengetahuan ...
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Variabel Penelitian ketepatan penggunaan terminologi medis Pengetahuan petugas tentang Keakuratan kode diagnosis & tindakan
MiniVariMean mum mum ance 38 4 9 6,63 1,217 1,482 N
diagnosis utama dapat dijelsakan oleh variabel X1, X2. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai Fhitung =69,4> Ftabel=4,00 atau nilai p<0,05 sehingga Ho ditolak artinya ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dan pengetahuan petugas berpengaruh secara keakuratan kode diagnosis.
38 5
8
6,45
1,005 1,011
38 4
9
6,58
1,177 1,385
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah ketepatan penggunaan terminologi medis dalam penulisan diagnosis minimum adalah 4 kode diagnosis utama, maksimum 9 kode diagnosis utama, dan rata – rata 6,63 dari 10 Dokumen Rekam Medis yang dikode oleh tiap – tiap petugas rekam medis. Persentase ketepatan penggunaan istilah medis/terminologi medis adalah (252/380) atau 66,30%. Pengetahuan petugas tentang terminologi medis adalah skor rata – rata 6,45. Persentase tingkat pengetahuan petugas tentang terminologi medis adalah (235/385 x100% = 61%).
-
No 1 2
3 4 5 6 7
Variabel
B
Beta Nilai Nilai Nilai Nilai R2 t P F P X1 0,662 0,684 6,50 0,001 69,4 0,001 79,9 X2 0,326 0,277 3,026 0,010 Konstanta 2,626 0,046 0.099
Tabel 3 menunjukkan bahwa uji hipotesis secara partial ditunjukkan oleh nilai t, pada variabel ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dalam penulisan diagnosis (X1) nilai t hitung (6,50) > t tabel(2,0) atau nilai p=0,001 sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh bahasa terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosis. Nilai t pada variabel pengetahuan petugas rekam medis (X2) adalah 3,026 > ttabel(2,0) atau nilai p=0,010 sehingga Ho ditolak yang berarti ada pengaruh rekam medis terhadap keakuratan kode diagnosis. R Square = 79,9% berarti 80%% keakuratan kode
8 9
Kasus Gastritis Erosif gus + anemia due to blood loss Radang kelopak mata dan conjungtiva Bronchitis acute Usia : 12 tahun Kekeruhan lensa mata kanan Usia : 2 bulan DM II AKDR
Dengue Fever Hepatitis Usia : 2 bulan 10 KP BTA+
Terminologi Lead Term Medis (TM) (LT) Gastritis -
Kode
conjunctionjunctivitis
conjunctionjunctivitis
H10.9
-
Bronchitis
J40
cataract
cataract
H26.9
Diabetes Insertion contraseptive -
Diabetes Insertion
E14 Z30.9
Fever Hepatitis
A91 K75.9
Tuberculosis
Tuberculosis A15.9
K29.0 I85.9
Tabel 4 menunjukkan bahwa kode tidak akurat disebabkan antara lain adalah kesalahan dalam menentukan bahasa terminologi medis dari diagnosis dokter. Dan meskipun terminologi medis benar juga belum tentu menjamin kode diagnosis penyakit akurat, dan teknik penelusuran juga tidak benar. Pada kasus no 1 coder sudah tepat dalam menetapkan lead term gastritis namun tidak melakukan penelusuran lebih lanjut dengan melihat ICD 10 volume 3; dan mencocokkan pada ICD 10 volume 1: Other acute gastritis sehingga kode akhir yang akurat pada kasus 1 adalah K29.1.
69
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
No 1
2
3
4
5
Kasus Gastritis Erosif
Termino(TM) Gastritis Erosif
Laed Term
Kode ICD
Gastritis Acute (Erosive) K29.1 ces – esophagus esophagus ices see also + anemia + anemia varix due to due to varix blood loss blood loss - esophagus I85.9 -bleeding I85.0 Radang Blepharo- Bleph- Blephakelopak conjunctictiti- aroroconmata dan vitis con- junctiviconjungtiva juncti- tis H10.5 vitis Bronchitis Bronchitis Bron- Bronchihiiacute acute chitis tis Usia : 12 - under tahun 15 years of age J20.9
K29.1 K29.1 Other acute gastritis I85.0 I85.0 Oesophageal varices with bleeding
Cataract (cortical) (immature)(incipient) (see also Cataracta) H26.9 - congenital Q12.
Q12.0 Q12.0 Congenital cataract
Kekeruhan Cataract lensa mata kanan Usia : 2 bulan
Gastritis
Kode Akhir
Cataract
H10.5 H10.5 Blepharoconjunctivitis J20.9 J20.9 Acute bronchitis, unspeci-
Pada kasus no 3 coder salah dalam menggunakan bahasa TM dari diagnosis penyakit sehingga lead term juga tidak tepat. Diagnosis penyakit Radang kelopak mata dan conjungtiva dalam bahasa TM; Blepharoconjungtivitis, lead term : Blepharoconjungtivitis, penelusuran lebih lanjut dalam ICD 10 volume 3: Blepharoconjunctivitis H10.5, pada ICD 10 volume 1: H10.5 Blepharoconjunctivitis. Kode diagnosis penyakit yang akurat adalah H10.5.
PEMBAHASAN Ketepatan penulisan diagnosis merupakan penilaian terhadap tepat tidaknya penulisan diagnosis dengan menggunakan bahasa terminologi medis oleh dokter yang merawat yang terdapat pada berkas rekam medis pasien rawat inap tribulan
70
deskriptif menunjukkan bahwa rata – rata ketepatan penggunaan terminologi medis dalam penulisan diagnosis adalah 6,63. Dari 380 dokumen rekam medis masith terdapat 33,7% DRM yang tidak tepat. Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan penulisan diagnosis adalah karena dokter tidak menggunakan bahasa terminologi medis dengan benar sehingga terjadi kesalahan dalam penulisan diagnosis. Menurut Hatta, 2011 penulisan diagnosis yang dibuat oleh dokter wajib menggunakan bahasa terminologi medis dan memakai huruf balok agar dapat dibaca dengan mudah dan jelas. Dampak yang terjadi bila penulisan diagnosis tidak tepat adalah berpengaruh pada biaya pelayanan kesehatan, data dan informasi laporan rumah sakit juga tidak benar. Penggunaan berdampak pada kode diagnosis tidak akurat. Ketepatan penulisan diagnosis sangat berpengaruh terhadap administrasi rumah sakit. Karena sebagai tujuan utama rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, tertib administrasi rumah sakit tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Majunya teknologi informasi, kegunaan rekam medis dapat dilihat dalam 2 kelompok besar. Pertama, yang paling berhubungan langsung dengan pelayanan pasien (primer). Kedua, yang berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien (sekunder) (Hatta, 2011). Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa ada penggunaan bahasa terminologi medis terhadap keakuratan kode diagnosis pada nilai t hitung (6,50) > t tabel(2,0) atau nilai p=0,001. Keakuratan kode diagnosis merupakan ketepatan pemberian kode diagnosis berdasarkan ICD-10. Berdasarkan hasil diskripsi statistk bahwa keakuratan kode diagnosis ; mempunyai nilai minimal 4, nilai maksimal 9 dan rata – rata =6,58. Dan dari 380 dokumen rekam medis terdapat 66% kode akurat dan 33 % kode tidak akurat. Persentase ketidakakuratan kode diagnosis tersebut disebabkan karena kesalahan dokter dalam menulis diagnosis tidak menggunakan tingkat pengetahuan petugas rekam medis tentang terminologi medis masih rendah. Menurut Depkes RI, 2008 sekitar 65% rumah sakit di Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam sistem
Rano Indradi Sudra dan Antik Pujihastuti. Pengaruh Penulisan Diagnosis dan Pengetahuan ...
belum membuat diagnosis yang lengkap dan jelas berdasarkan ICD-10 serta belum tepat pengkodeannya. Apabila diagnosis yang dicantumkan pada dokumen rekam medis penulisannya tidak tepat, maka kemungkinan kode diagnosis juga tidak akurat dan berdampak pada biaya pelayanan kesehatan. Ketidakakuratan kode diagnosis akan mempengaruhi data dan informasi laporan, ketepatan tarif yang pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien jamkesmas, jamkesda dan (coder) salah dalam memberi kode diagnosis, maka jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda. Tarif pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan kesehatan yang tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut sehingga merugikan pihak penyelenggara jamkesmas maupun pasien. Coder sebagai sumber daya manusia dalam rekam medis harus mempunyai kompetensi yang baik. Untuk menjalankan pekerjaan di unit rekam medis diperlukan sumber daya manusia yang memenuhi kompetensi perekam medis yang merupakan seorang profesi perekam medis merupakan lulusan dari program diploma 3 pendidikan rekam medis dan informasi kesehatan. Profesi perekam medis harus menguasai kompetensinya sebagai seorang perekam medis. Kepmenkes Nomor 377 tahun 2007 tentang standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan, menyebutkan tentang kompetensi perekam medis yang digolongkan menjadi 2 kompetensi, yaitu kompetensi pokok dan pendukung.
– rata 6,45. Sebagai contoh, meskipun penggunaan terminologi medis dalam penulisan diagnosis benar belum tentu menjamin kode diagnosis penyakit akurat, dan teknik penelusuran juga tidak benar. Pada kasus no 1 tabel 4.4 coder sudah tepat dalam menetapkan lead term gastritis namun tidak melakukan penelusuran lebih lanjut dengan melihat ICD 10 volume 3; dan mencocokkan pada ICD 10 volume 1: Other acute gastritis sehingga kode akhir yang akurat pada kasus 1 adalah K29.1. Dalam hal ini pemahaman coder tentang terminologi medis sangat penting. Dalam menetapkan kode diagnosis selain memperhatikan penggunaan terminologi medis dari suatu diagnosis penyakit, coder harus memperhatikan informasi pendukung yang terdapat dalam DRM. Hal ini terlihat pada pembahasan kasus no 4; diagnosis: Bronchitis acute pada pasien umur 12 tahun; pada ICD vol.3 Bronchitis -under 15 years of age J20.9 dan pada pada ICD vol.1. J20.9 Acute bronchitis, unspecified. Jika coder tidak memperhatikan informasi umur maka kode akhir tidak akurat adalah J40. Berdasarkan uji F menujukkan Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa nilai Fhitung =69,4> Ftabel=4,00 atau nilai p<0,05 sehingga Ho ditolak artinya ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dan pengetahuan petugas berpengaruh secara simultan atau bersama – sama Ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dan pengetahuan petugas tentang terminologi medis memberikan kontribusi sebesar 80% terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit.
SIMPULAN Petugas rekam medis dalam hal ini coder harus mampu memahami tentang istilah medis yang digunakan dalam penulisan doagnosis maupun tindakan serta masalah kesehatan terkait. Penggunaan istilah medis dalam penulisan diagnosis akan berpengaruh pada penentuan kode diagnosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh rekam medis terhadap keakuratan kode diagnosis. Pengetahuan petugas rekam medis pada katagori cukup, hal ini terlihat pada hasil diskripsi statistik : skor pengetahuan minimal 5, maksimal 8 dann rata
1.
2.
3.
Ada pengaruh secara partial dan signifikan ketepatan penggunaan terminologi medis dalam penulisan diagnosis terhadap keakuratan kode diagnosis pada nilai p=0,0001. Ada pengaruh secara partial dan signifikan pengetahuan petugas tentang terminologi medis dalam penulisan diagnosis terhadap keakuratan kode diagnosis pada nilai p=0,010. Ada pengaruh secara bersama – sama dan medis dalam penulisan diagnosis dan pengetahuan petugas rekam medis terhadap keakuratan kode diagnosis pada nilai p=0,0001.
71
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.1 Maret 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269 tahun 2008. Rekam Medis. Jakarta
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Jakarta: Rineka Cipta. Azwar S. 2011. Pustaka Pelajar
Yogyakarta:
Budi SC. 2011. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.
.
Hatta G. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI Press. Hatta G. 2011. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI Press. Kasim F. Sistem Klasifikasi Utama Morbiditas dan Mortalitas. Hatta G. 2008. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI Press. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 377/Menkes/SK/III/2007. Kesehatan. Merida L, et.all, 2002, Health Information AHIMA, Chicago Nuryati. 2011. Istilah Medis). Yogyakarta: Quantum Sinergis Media.
72
P2JK-Yanmed-RSDS. 2009. Sekilas INADRG disampaikan pada Diklat Pemantapan Implementasi Pelayanan Jamkesmas dengan Skurka, Margaret A. 2003. Health Information Management, Principles and Organization for Health Information Services, 5th ed. Chicago: AHA Press Com Sudra, IR. Konsultasi-Faktor yang Berperan dalam Akurasi Pengkodean. http://www.ranocenter. sid=139 dipublikasikan pada 21 Maret 2008, diunduh pada 03 Januari 2011 Sugiyono. 2012. Bandung: Alfabeta
.
Susetyo B. 2012. Penelitian. World Health Organization. 2004. International World Health Organization. Yulius O. 2010. Yogyakarta: Panser Pustaka
Geneva: