38
Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.7, Desember 2014, 38-47
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BPR KONVENSIONAL DI KOTA PEKANBARU Neneng Salmiah, Fahmi Umar, Reni Farwitawati Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning
Abstrak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) termasuk lembaga keuangan dibawah pengawasan Bank Indonesia, hendaknya melaksanakan pengendalian dalam pemberian kredit sesuai dengan Peraturan BI Nomor 11/26/PBI/2011. Namun dalam pelaksanaannya, sebagian besar BPR di Pekanbaru menghadapi permasalahan dengan NPL yang tentu saja akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan BPR tersebut sekaligus berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian masyarakat kota Pekanbaru terutama disektor UMKM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengendalian internal dalam pemberian kredit pada BPR konvensional di Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini sejumlah 17 BPR konvensional di Pekanbaru. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria: (1) BPR yang sudah beroperasi lebih dari 1 tahun (2) BPR yang sudah memiliki penilaian kinerja aktiva produktif yang diukur dengan NPL. Terdapat jumlah sampel sebanyak 16 BPR. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum BPR konvensional di Pekanbaru telah melakukan pengendalian internal dalam pemberian kredit sesuai dengan Peraturan BI Nomor 11/26/PBI/2011 tetapi belum optimal. Tingginya NPL pada BPR Konvensional di Pekanbaru disebabkan karena tidak dilakukannya pengawasan kredit dalam bentuk pengecekan ulang data dokumen dan administrasi kredit secara berkala serta masih ada sebagian besar BPR yang belum melakukan monitoring dalam bentuk peninjauan terhadap debitur yang dilakukan oleh account officer secara berkala Kata Kunci: Pengendalian Internal, Non Performing Loan, BPR konvensional
Abstract Public Credit Bank (BPR) including financial institution under supervision Bank Indonesia, should carry out control in credit provision in accordance with the BI number 11/26/PBI/2011. But in practice, mostly BPR in Pekanbaru have the problem with was certainly would negative impact over the sustainability of BPR itself and affect economic development in Pekanbaru especially UMKM sector. The purpose of this research is to analyze internal control in credit provision in BPR conventional in Pekanbaru. Population in this research some 17 BPR conventional in Pekanbaru. The sampling technique used was purposive sampling criteria: (1) the BPR which already operates more than 1 year (2) the BPR which already have performance assessment of productive assets as measured by the NPL. There are a total of 16 samples number of BPR. Analytical techniques descriptive quantitative. The results showed that in general the conventional BPR in Pekanbaru has been conducting internal control in accordance with the regulations on credit granting BI number 11/25/PBI/2011 but not optimal. The high NPL on BPR conventional in Pekanbaru because he did not control the credit in the form of repeated checking of documents and administrative data periodically, as well as credit remains largely unfinished BPR monitoring in the form of a review against the debtor are done by an account officer at regular intervals. Keywords: Internal Control, Non Performing Loan, BPR Konventional
Analisis Pengendalian Internal Dalam Pemberian Kredit Pada BPR Konvensional...
1
39
Pendahuluan Perbankan menempati posisi yang strategis dalam pembangunan dan perekonomian negara, karena sektor perbankan berfungsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk pembiayaan pembangunan. Berkaitan dengan fungsi diatas, Pemerintah melalui berbagai kebijaksanaan ekonomi telah mendorong partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam meningkatkan jasa perbankan termasuk bagi pengusaha kecil dan masyarakat pedesaan. Salah satu cara untuk mengantisipasi meningkatnya aktivitas ekonomi pengusaha kecil dan masyarakat pedesaan adalah dengan mengembangkan kegiatan usaha jasa perbankan melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Aktivitas perekonomian di Kota Pekanbaru mengalami pertumbuhan yang cukup pesat baik pada sektor usaha makro maupun sektor usaha mikro. Pada sektor usaha mikro dapat kita lihat semakin meningkatnya jumlah pengusaha kecil yang tentu saja ikut memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian di Kota Pekanbaru. Keberadaan dan pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Pekanbaru tidak terlepas dari dukungan BPRBPR yang ada di kota Pekanbaru. Sampai dengan periode Juli 2013, BPR konvensional berdasarkan badan hukum yang ada di Kota Pekanbaru berjumlah 17 BPR. BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. Bank mempunyai tujuan sesuai pasal 4 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan UU Nomor 7 tahun 1992 yaitu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mencapai tujuan di atas, semua kegiata pelaksanaan didalam perbankan tidak terlepas dari aktivitas pengendalian internal. Pengendalian internal sangat penting dilaksanakan didalam suatu perusahaan perbankan yang berguna untuk menjaga asset perusahaan, menguji ketepatan dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi operasional dan mendorong para karyawan dalam perusahaan untuk mematuhi kebijakan manajemen. Aktivitas pengendalian internal ini juga sangat penting diterapkan dalam aktivitas pemberian kredit yang dilakukan oleh bank. Pengendalian ini bisa berupa pengawasan atau pemantauan terhadap proses pemberian kredit, ketaatan manajemen terhadap ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan dan pemantauan terhadap usaha serta penggunaan kredit yang diberikan terhadap debitur guna menghindari terjadinya penyimpangan atau untuk menjamin pengembalian kredit oleh debitur sehingga setiap bank mampu menjaga kinerja keuangannya terutama dari aspek aktiva produktif yang diukur dengan Non Performing Loan (NPL) sesuai standar yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Pemberian kredit mengandung suatu tingkat risiko tertentu dimana ada kemungkinan kredit yang tidak dapat ditagih atau kredit yang bermasalah (NPL). NPL merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja suatu bank dengan standar yang telah ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan yang ada di Indonesia. Adapun standar NPL gross yang telah ditetapkan BI sebagai angka toleransi bagi kredit bermasalah di suatu bank maksimum sebesar 5% (SE BI No.7/3/DPNP). BPR termasuk lembaga keuangan yang berada di bawah pengawasan BI, hendaknya melaksanakan pengendalian untuk setiap aktivitas perbankan yang dilakukannya, begitu juga dengan aktivitas pengendalian pemberian kredit. Dalam pemberian kredit BPR seharusnya melakukan pengendalian internal yang sesuai dengan Peraturan BI No. 11/26/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5266). Dengan prosedur pemberian kredit yang diisyaratkan BI dan sekaligus menjadi acuan dalam pengendalian pemberian kredit diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kredit bermasalah (NPL). Namun dalam pelaksanaannya sebagian besar BPR di kota Pekanbaru
40
Neneng Salmiah, Fahmi Umar, Reni Farwitawati
menghadapi permasalahan dengan NPL yang tentu saja mempunyai dampak negatif terhadap keberlangsungan BPR sekaligus terhadap perkembangan perekonomian masyarakat kota Pekanbaru terutama di sektor UMKM. Tabel 1 Tingkat NPL pada BPR Konvensional di Kota Pekanbaru Periode No. Nama BPR Juli 2012 Des 2012 Maret 2013 1. PT.BPR Arsham Sejahtera 2. PT.BPR Delta Dana Mandiri 7,43% 6,75% 7,35% 3. PT.BPR Duta Perdana 6,17% 6,62% 12,24% 4. PT.BPR Fianka Rezalina Fatma 13,41% 31,2% 22,7% 5. PT.BPR Harta Mandiri 17,47% 16,29% 25,94% 6. PT.BPR Indomitra Mega Kapital 18,69% 22,31% 29,86% 7. PT.BPR Mandiri Jaya Perkasa 4,68% 5,37% 4,3% 8. PT.BPR Pekanbaru 25% 24,25% 23,07% 9. PT.BPR Tuah Negeri Mandiri 21,04% 18,53% 16,88% 10. PT.Tunas Mitra Mandiri 11,83% 8,73% 7,57% 11. PT.BPR Anugerah Bintang Sejahtera 7,83% 5,92% 5,66% 12. PT.BPR Graha Margahayu 1,82% 3,07% 2,45% 13. PT.BPR Mitra Rakyat Riau 33,85% 34,9% 34,62% 14. PT.BPR Payung Negeri Bestari 3,28% 1,1% 2,56% 15. PT.BPR Putra Riau Mandiri 5,93% 8,66% 1,00% 16. PT.BPR Unisritama 0,27% 0,82% 0,6% 17. PT.BPR Faiza Pradani Andi 9,19% 9,10% 5,39% Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan tabel 1 di atas dapat kita lihat bahwa sampai dengan bulan Juli 2013 BPR yang ada di kota Pekanbaru berjumlah 17 BPR. Dari 17 BPR tersebut hanya ada satu BPR yang belum memiliki tingkat NPL yaitu PT. BPR Arsham Sejahtera dimana BPR tersebut adalah BPR yang masih baru sedangkan 16 BPR lainnya sudah memiliki tingkat NPL. Dari 16 BPR tersebut, 75% memiliki tingkat NPL melebihi standar maksimal yang ditetapkan oleh BI, yaitu diatas 5%. Hal ini tentu saja menggambarkan kinerja yang buruk bagi BPR-BPR yang ada di kota Pekanbaru terutama kinerja aktivitas pemberian kredit. Kinerja aktivitas pemberian kredit yang buruk ini tidak terlepas dari pengaruh pengendalian internal yang dilakukan oleh BPRBPR yang ada di kota Pekanbaru dalam pemberian kredit. Dari uraian latar belakang penelitian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian terkait dengan tingginya tingkat NPL pada sebagian besar BPR Konvensional di kota Pekanbaru dengan judul “ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BPR KONVENSIONAL DI KOTA PEKANBARU”. 2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pengendalian Internal Pengendalian adalah kegiatan manajemen setiap hari untuk meyakinkan bahwa aktivitas organisasi sesuai dengan yang telah direncanakan (Daljono:2009:4). Dalam buku lain menyatakan, pengendalian adalah aktivitas manajerial untuk memonitor implementasi rencana dan melakukan perbaikan sesuai kebutuhan. Pengendalian biasanya dicapai dengan menggunakan umpan balik (Hansen dan Mowen:2009:8). Adapun unsur-unsur sistem pengendalian internal sebagai berikut (Mulyadi:2002:183) : a. Lingkungan pengendalian b. Penaksiran risiko c. Informasi dan komunikasi d. Aktivitas pengendalian
Analisis Pengendalian Internal Dalam Pemberian Kredit Pada BPR Konvensional...
41
e. Pemantauan Pengendalian internal terdiri atas beberapa unsur-unsur, namun hendaknya tetap diingat bahwa unsur-unsur tersebut saling berhubungan dalam suatu sistem. 2.2
Tujuan Pengendalian Internal Tujuan utama pengendaliann internal adalah (Midjan dan Susanto : 2001 : 58) a. Menjaga aset perusahaan b. Menguji ketepatan dan keandalan data akuntansi c. Mendorong efisiensi operasional d. Mendorong para karyawan dalam perusahaan untuk mematuhi kebijakan manajemen Pengendalian bukan hanya untuk mencari kesalahan tetapi berusaha untuk menghindari terjadinya kesalahan serta memperbaikinya jika terdapat kesalahan. Jadi pengendalian dilakukan sebelum proses, saat proses dan setelah proses yakni hingga hasil akhir diketahui. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen dilakukan secara efektif dan 2.3
Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Bagi BPR Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4645) sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5266), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai kebijakan dan prosedur perkreditan bagi Bank Perkreditan Rakyat secara tertulis sebagai berikut : a. Umum Pemberian kredit merupakan kegiatan utama BPR yang mengandung risiko sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan usaha BPR. Dalam rangka mengantisipasi risiko tersebut, BPR harus secara konsisten menerapkan prinsip kehati-hatian dan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk itu BPR wajib memiliki pedoman kebijakan dan prosedur secara tertulis yang paling kurang memuat aspek yang ditetapkan dalam Pedoman Standar Kebijakan Perkreditan BPR (Pedoma Standar KPB), sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat edaran Bank Indonesia ini. b. Pedoman Kebijakan Perkreditan BPR Pokok-pokok kebijakan perkreditan BPR yang mengacu pada Pedoman Standar KPB paling kurang mencakup: 1) Kebijakan pokok dalam perkreditan, yang paling kurang meliputi: a) Prinsip Kehati-hatian dalam Perkreditan; b) Organisasi dan Manajemen Perkreditan; c) Kebijakan Persetujuan Kredit; d) Dokumentasi dan Administrasi Kredit; e) Pengawasan Kredit; dan f) Penanganan Kredit Bermasalah. 2) Transparansi, yang merupakan kebijakan BPR untuk memberikan informasi dengan lengkap dan jelas mengenai kredit yang ditawarkan kepada debitur/calon debitur. Informasi tersebut paling kurang meliputi : a) Informasi mengenai karakteristik kredit yang ditawarkan kepada debitur/calon debitur yang mencakup nama kredit yang ditawarkan, manfaat dan risiko yang melekat, persyaratan kredit, biaya-biaya yang melekat, perhitungan bunga dan jangka waktu kredit yang ditawarkan; dan b) Kejelasan mengenai bentuk dan isi Perjanjian Kredit serta pengikatan agunan.
42
Neneng Salmiah, Fahmi Umar, Reni Farwitawati
c. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris Dewan komisaris wajib melakukan pengawasan aktif terhadap pelaksanaan kebijakan perkreditan, yang paling kurang mencakup : 1) Menelaah dan menyetujui kebijakan perkreditan BPR yang diusulkan oleh Direksi; 2) Mengawasi pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan BPR; 3) Melaporkan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan prosedur perkreditan BPR oleh Direksi kepada Bank Indonesia dalam laporan pelaksanaan rencana kerja secara semesteran sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai rencana kerja dan laporan pelaksanaan rencana kerja BPR; 2.4
Definisi Kredit Secara umum dikatakan bahwa kredit adalah kepercayaan. Dalam bahasa latin disebut ”credere”, artinya kepercayaan pihak bank (kreditur) kepada nasabah (debitur) dimana bank percaya nasabah akan mengembalikan pinjamannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Dapat diartikan juga bahwa debitur memperoleh kepercayaan dari bank untuk memperoleh dana dan mempergunakan dana tersebut sebagimana mestinya serta mampu untuk mengembalikan sesuai perjanjian yang telah disepakati. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan atau credo yang berarti saya percaya. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit, berarti ia memperoleh kepercayaan (trust) (Firdaus dan Ariyanti : 2004 : 214). 2.5
Prosedur Pemberian Kredit Pemberian kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Oleh karena itu sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga (Dahlan : 2004 : 165). Adapun prosedur pemberian kredit adalah sebagai berikut: a. Pengajuan berkas-berkas b. Penyelidikan berkas pinjaman c. Wawancara I, II d. Keputusan kredit e. Penandatanganan akad kredit f. Realisasi kredit dan penyaluran atau penarikan dana.
2.6
Pengertian BPR Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. 2.7
Ketentuan-Ketentuan Pokok BPR Sebagai salah satu jenis bank maka pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan memberikan izin (right to license), kewenangan untuk mengatur (right toregulate), kewenangan
Analisis Pengendalian Internal Dalam Pemberian Kredit Pada BPR Konvensional...
43
untuk mengawasi (right to control) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction). Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat (PBI Np.8/26/2006). 3 3.1
METODE Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua BPR Konvensional yang ada di kota Pekanbaru yang berjumlah sebanyak 17 BPR. Teknik Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: (1) BPR yang sudah beroperasi lebih dari 1 tahun, (2) BPR yang sudah memiliki penilaian kinerja aktiva produktif yang diukur dengan NPL. Berdasarkan teknik purposive sampling diatas maka diperoleh sampel pada penelitian ini sebanyak 16 BPR 3.2
Metode Analisis Data Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu metode pengumpulan data yang disusun dan diolah kemudian dianalisis dengan cara membandingkannya dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011. 4
HASIL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 16 responden melalui penyebaran kuesioner, diperoleh jawaban responden tentang pengendalian internal dalam pemberian kredit pada BPR konvensional di Pekanbaru yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Rekapitulasi Jawaban Responden Tentang Pengendalian Internal dalam Pemberian Kredit pada BPR Konvensional Di Pekanbaru NO
1
2
3
PERNYATAAN
Ket
Pada saat calon debitur mengajukan kerdit maka calon debitur wajib mengisi permohonan/ aplikasi kredit yang telah disediakan BPR Aplikasi kredit yang ada di BPR tempat saudara bekerja mencantumkan tentang latar belakang perusahaan, maksud dan tujuan memperoleh kredit, jangka waktu kredit, cara calon nasabah mengembalikan kredit Dalam menyampaikan permohonan kredit, calon debitur diminta menyampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut akte pendirian perusahaan, penjelasan singkat tentang rencana bisnis yang akan dilaksanakan, laporan kelayakan proyek (untuk jumlah kredit yang besar), laporan keuangan perusahaan, NPWP, keterangan domisili perusahaan, izin-izin yang diperoleh dalam rangka pembangunan proyek maupun bisnis yang telah berjalan, rekening perusahaan pada beberapa bank
Frek
SS 15
Jawaban Responden S CS KS TS 0 0 0 0
Jlh 15
Skor (%)
100
0
0
0
0
100
Frek
15
0
0
0
0
15
Skor (%)
100
0
0
0
0
100
Frek
8
6
1
0
0
15
Skor (%)
53
40
7
0
0
100
44
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Neneng Salmiah, Fahmi Umar, Reni Farwitawati
Sebagai langkah awal untuk mendapatkan kredit, suatu permohonan kredit dituntut adanya kejelasan dan kelengkapan dalam berkas permohonan kredit Setelah permohonan kredit diterima oleh bank maka calon debitur diminta untuk memberi keterangan-keterangan tambahan yang dapat menjelaskan isi dari berbagai dokumen yang disampaikan kepada bank melalui wawancara Analisis kredit yang dilakukan petugas bank meliputi analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition of Economy, Collateral) Dalam melakukan analisis kemampuan calon nasabah dalam melakukan pembayaran kredit dari usaha yang akan dibiayai mencakup aspek manajemen, aspek produksi, aspek pemasaran, aspek personalia, aspek finansial Pemberian kredit harus berdasarkan prinsip Prudence (kehati-hatian) yang diatur dalam Pedoman Kebijakan Perkreditan Sebelum membuat Notifikasi (Persetujuan Kredit), Account Officer harus meminta Pendapat Bagian Legal untuk membuat Legal Opinion (analisa kredit dari segi yuridis) Bagian Admin Kredit melakukan pengecekan ulang atas kelengkapan data dan dokumen debitur yang wajib dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali
Frek
9
5
1
0
0
15
Skor (%)
60
33
7
0
0
100
Frek
6
6
3
0
0
15
Skor (%)
40
40
20
0
0
100
Account Officer melakukan kunjungan berkala kepada nasabah sekurang-kurangnya 3 (enam) bulan sekali. Hasil kunjungan dan pemantauan harus dituangkan dalam laporan tertulis Semua pejabat/pegawai BPR yang terkait dengan perkreditan termasuk Pengurus BPR paling kurang harus melaksanakan keahliannya secara professional, jujur, obyektif, cermat dan seksama. Semua pejabat / pegawai BPR memiliki komitmen untuk tidak melaksanakan perbuatan-perbuatan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Pengertian analis kredit adalah pekerjaan meliputi mempersiapkan pekerjan-pekerjaan dari segala aspek untuk mengetahui kelayakan suatu permohonan kredit dan menyusun suatu laporan analisis yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan kredit
Frek Skor (%) Frek
4
11
0
0
0
15
27
73
0
0
0
100
5
10
0
0
0
15
Skor (%)
33
67
0
0
0
100
Frek Skor (%) Frek
15
0
0
0
0
15
100
0
0
0
0
100
14
1
0
0
0
15
Skor (%)
93
7
0
0
0
100
Frek
1
4
1
8
1
15
Skor (%)
7
26
7
53
7
100
Frek
2
3
1
9
0
15
Skor (%)
13
20
7
60
0
100
Frek
5
10
0
0
0
15
Skor (%)
33
67
0
0
0
100
Frek
5
10
0
0
0
15
Skor (%)
33
67
0
0
0
100
Frek
1
6
8
0
0
15
Skor (%)
7
40
53
0
0
100
Analisis Pengendalian Internal Dalam Pemberian Kredit Pada BPR Konvensional...
15
Analis kredit merupakan tahap yang penting dalam penentuan keputusan yang akan diambil oleh bank terhadap permohonan kredit
45
Frek
1
14
0
0
0
15
Skor (%)
7
93
0
0
0
100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2013 5
PEMBAHASAN BPR konvensional di Kota Pekanbaru secara garis besar telah melaksanakan prosedur pemberian kredit dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden tentang prosedur pertama yaitu Pengajuan berkas-berkas yang diwakili dengan kuesioner no. 1 – 4 dimana ratarata responden menjawab sangat setuju dan setuju diatas 50%. Angka ini menunjukkan bahwa dalam prosedur pemberian kredit, BPR konvensional di Kota Pekanbaru telah mempersiapkan formulir aplikasi kredit sesuai yang diisyaratkan dan dilengkapi dengan berkas-berkas yang diminta sesuai yang tercantum dalam aplikasi kredit tersebut. Prosedur kedua yaitu penyelidikan berkas pinjaman diwakili dengan kuesioner nomor 68 menunjukkan bahwa responden menjawab sangat setuju dan setuju rata-rata diatas 50%. Angka ini menunjukkan bahwa dalam prosedur pemberian kredit, BPR konvensional di Kota Pekanbaru telah melakukan penyelidikan berkas pinjaman sebagai upaya meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Prosedur ketiga yaitu wawancara diwakili dengan kuesioner nomor 5 menunjukkan bahwa BPR konvensional di Kota Pekanbaru telah melakukan wawancara sebelum persetujuan pemberian kredit diberikan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden, sangat setuju 40% dan setuju 40%. Artinya 80% BPR konvensional di Kota Pekanbaru melakukan wawancara dalam prosedur pemberian kredit sebagai upaya meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Prosedur keempat yaitu keputusan kredit yang diwakili dengan kuesioner nomor 9, 12, 13, dan 15 menunjukkan bahwa BPR konvensional di Kota Pekanbaru dalam memberikan keputusan kredit telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian dimana pejabat/ petugas BPR telah menggunakan keahliannya semaksimal mungkin sebelum memberikan keputusan kredit. Hal ini dapat terlihat dari jawaban nomor 9, 12, 13 dan 15 dimana sebagian besar atau diatas 50% responden memberikan jawaban sangat setuju dan setuju. Pada prosedur nomor 5 dan nomor 6 tentang penandatangan akad kredit dan realisasi kredit, BPR konvensional di Kota Pekanbaru juga telah melakukan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil wawancara dan observasi terhadap sebagian besar BPR di Kota Pekanbaru dimana dalam pelaksanaan penandatanganan akad kredit dilakukan di hadapan notaris dan realisasi kredit sesuai dengan jumlah kredit yang telah disetujui. Setelah kredit disetujui dan direalisasikan, seharusnya BPR tetap melaksanakan pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan bagi Bank Perkreditan Rakyat yaitu dalam hal dokumentasi dan administrasi kredit serta pengawasan kredit. Dari kuesioner nomor 10 – 11 tentang bagian pengecekan ulang atas kelengkapan data dan dokumen debitur yang wajib dilakukan oleh admin kredit minimal 6 (enam) bulan sekali serta monitoring yang dilakukan account officer dalam bentuk kunjungan berkala kepada nasabah yang minimal 3 (tiga) bulan sekali serta dituangkan dalam laporan tertulis mendapat jawaban sangat setuju dan setuju rata-rata 16,5% atau jauh dibawah 50%. Begitu juga peran analis kredit dalam prosedur pemberian kredit yang sehat, belum terlaksana secara optimal. Hal ini terlihat dari jawaban responden atas kuesioner nomor 14 tentang pengertian analis kredit adalah pekerjaan meliputi mempersiapkan pekerjan-pekerjaan dari segala aspek untuk mengetahui kelayakan suatu permohonan kredit dan menyusun suatu laporan analisis yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan kredit dimana total jawaban sangat setuju dan setuju hanya 47% (dibawah 50%). Hal ini menunjukkan adanya indikasi sebagian analis kredit belum melaksanakan perannya secara maksimal. Padahal dari kuesioner no. 15 jelas dikatakan bahwa analis kredit merupakan tahap yang penting dalam penentuan pemberian kredit, seperti yang dijawab oleh responden dengan total sangat setuju dan setuju sebesar 7% dan 93%.
46
Neneng Salmiah, Fahmi Umar, Reni Farwitawati
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pemberian kredit tidak terlepas dari tujuan perbankan dalam pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Jika dikaitkan dengan pelaksanaan kredit yang dilakukan oleh PT. BPR konvensional yang ada di Pekanbaru, maka tujuan tersebut telah dicapai dengan memberikan ataupun menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan dana untuk kelangsungan ataupun kemajuan usaha yang dijalankan. Namun sebelum melaksanakan pemberian kredit seharusnya BPR dapat menyalurkan kredit yang sehat atau dengan kata lain berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir terjadinya kredit bermasalah (NPL, Non Performing Loan) dengan cara melakukan pengendalian internal yang sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2011 mengenai Pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan bagi Bank Perkreditan Rakyat serta prosedur pemberian kredit. Bertitik tolak dari hasil penelitian diatas, kita dapat melihat bahwa secara garis besar BPR konvensional yang ada di Kota Pekanbaru telah melakukan pengendalian internal dalam pemberian kredit sesuai dengan pedoman kebijakan dan prosedur perkreditan serta prosedur pemberian kredit sesuai yang diisyaratkan untuk meminimalisir kredit bermasalah namun belum optimal terutama dalam menjalankan peran analis kredit sebagai bagian terpenting dalam mempertimbangkan keputusan pemberian kredit. Hal ini dapat kita lihat dari jawaban responden terhadap kuesioner nomor 14. Disamping itu, dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa setelah kredit direalisasikan, BPR tidak melakukan pengawasan kredit secara aktif seperti melakukan pengecekan ulang data yang dilakuakn admin kredit dalam hal dokumentasi dan administrasi kredit serta sebagian besar BPR konvensional di Kota Pekanbaru tidak melakukan pengawasan kredit berupa kunjungan berkala yang dilakukan account officer minimal 3 (tiga) bulan sekali. Hal ini dapat dilihat dari jawaban kuesioner nomor 10 tentang Bagian Admin Kredit melakukan pengecekan ulang atas kelengkapan data dan dokumen debitur yang wajib dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dimana responden menjawab cukup setuju 7%, kurang setuju 53% dan tidak setuju 7%. Total secara keseluruhan dari ketiga jawaban tersebut sebesar 67% menunjukkan indikasi bahwa BPR konvensional di Kota Pekanbaru sebagian besar tidak melakukan pengecekan ulang kelengkapan data dan dokumen debitur. Padahal ini merupakan bagian dari pengendalian internal pemberian kredit dalam upaya meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Setelah kredit direalisasikan, seharusnya BPR juga melakukan pengawasan dengan cara melakukan monitoring dalam bentuk kunjungan berkala yang dilakukan oleh account officer maksimal 3 (tiga) bulan sekali. Bahkan ada juga pengurus bank yang mempunyai kebijakan melakukan kunjungan berkala 1 (satu) bulan sekali. Namun dari hasil penelitian dapat kita lihat bahwa sebagian besar BPR konvensional yang ada di Kota Pekanbaru tidak melakukan pengawasan tersebut. Hal ini sesuai dengan jawaban responden terhadap kuesioner nomor 11 dimana 76% responden menjawab cukup setuju dan kurang setuju. Sistem pengendalian internal merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manajemen secara keseluruhan. Begitu pula pada BPR konvensional yang ada di Pekanbaru dalam proses pemberian kredit seharusnya diadakan pengendalian internal mulai pada saat permohonan kredit diajukan oleh debitur dan disetujui kemudian seharusnya tetap melakukan pengawasan secara berkala sehingga diharapkan BPR dapat meminimalisir terjadinya kredit bermasalah sampai kredit tersebut dilunasi. 6
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pembahasan dari struktur pengendalian intern dalam sistem pemberian kredit pada BPR konvensional di Pekanbaru adalah sebagai berikut: 1. Secara umum BPR konvensional di Kota Pekanbaru telah melakukan pengendalian internal dalam pemberian kredit sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2011 tetapi belum optimal. 2. Masih ada analis kredit belum melaksanakan perannya dengan baik dan maksimal.
Analisis Pengendalian Internal Dalam Pemberian Kredit Pada BPR Konvensional...
47
3. Tingginya NPL pada BPR Konvensional Di Pekanbaru disebabkan oleh karena tidak dilakukannya pengawasan kredit dalam bentuk pengecekan ulang data dokumen dan administrasi kredit secara berkala serta masih ada sebagian besar BPR yang belum melakukan monitoring dalam bentuk peninjauan terhadap debitur yang dilakukan account officer secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA [1] Amanina, Ruzanna, Evaluasi Terhadap Sistem Pengendalian Intern Pada Proses Pemberian Kredit Mikro (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Majapahit Semarang), Semarang, 2008. [2] Baidaie, M.Chatim. Corporate Governance dan Kebijakan Audit. Edisi Revisi. Yayasan Pendidikan Internal Audit, Institut Pendidikan dan Pelatihan Audit an Manajemen, Jakarta. 2005. [3] Hansen Mowen, Akuntansi Manajerial, Edisi 8, Salemba Empat, Jakarta, 2009 [4] Harun, Hesty, Penerapan SPI Dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit Usaha Pada BRI KCP Boulevard Manado, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, ISSN 2303-1174, Manado, 2009. [5] Jerry Weygandt, Sistem Informasi Akuntansi, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta, 2007. [6] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. [7] ______, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo, Jakarta, 2008. [8] Midjan La dan Susanto Azhar, Sistem Informasi Akuntansi, Edisi 5, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. [9] Mulyadi, Pemeriksaan Akuntansi, Edisi 4, STIE YKPN, Yogyakarta, 2002. [10] Papalangi S., Riska, Penerapan SPI Dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit UKM Pada PT. BRI (Persero) Tbk MANADO, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, ISSN 2303-1174, Manado, 2010. [11] Peraturan Bank Indonesia nomor 11/26/PBI/2011 tentang Pedoman Kebijakan Dan Prosedur Perkreditan Bagi Bank Perkreditan Rakyat [12] Peraturan Bank Indonesia No.8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat [13] Surat Edaran Bank Indonesia No.07/3/DPNP/2003 tentang Standar NPL Gross [14] Surat Edaran No.05/ 22/ DPNP/2003. Tentang Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern Bagi Bank Umum