ANALISIS PENGARUH TINGKAT UPAH MINIMUM, INFLASI, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENGANGGURAN DI KOTA MALANG (1996 – 2013)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Ayudha Lindiarta 0910210029
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS PENGARUH TINGKAT UPAH MINIMUM, INFLASI, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENGANGGURAN DI KOTA MALANG (1996 – 2013)
Yang disusun oleh : Nama
:
Ayudha Lindiarta
NIM
:
0910210029
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 24 Juni 2014
Malang, 24 Juni 2014 Dosen Pembimbing,
Dr. Susilo, SE.,MS. NIP. 19601030 198601 1 001
Analisis Pengaruh Tingkat Upah Minimum, Inflasi, dan Jumlah Penduduk Terhadap Pengangguran di Kota Malang (1996 – 2013) Ayudha Lindiarta Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRAK
Masalah pengangguran merupakan masalah yang sangat komplek yang dialami oleh setiap negara berkembang. Secara ekonomi makro, pengangguran menjadi permasalahan pokok baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan tingkat pengangguran, dapat dilihat ketimpangan atau kesenjangan distribusi pendapatan yang diterima suatu masyarakat. Pokok dari permasalahan ini bermula dari terjadinya kesenjangan antar variabel yang mempengaruhi pengangguran dengan rendahnya tingkat penyerapan tenaga kerja yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat upah minimum, infkasi, dan jumlah penduduk terhadap pengangguran yang terjadi di Kota Malang tahun 1996 – 2013. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda, uji hepotesis menggunakan pengujian secara parsial (Uji t), simultan (Uji F), Uji koefisien Determinan (R2), dan dengan Uji asumsi klasik. Data – data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengangguran, upah minimum, inflasi, dan jumlah penduduk Kota Malang tahun 1996 – 2013. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel UMK mempunyai pengaruh negatif tang tidak signifikan terhadap variabel pengangguran dengan nilai sig t (0,296) > α = 0,05, variabel inflasi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel pengangguran dengan nilai sig t (0,039) < α = 0,05, dan variabel jumlah penduduk mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap variabel pengangguran dengan nilai sig t (0,025) < α = 0,05, sedangkan secara simultan variabel UMK, inflasi, dan jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang signifikan. Kata kunci: Pengangguran, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Inflasi, Jumlah Penduduk
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, ini membuaat Indonesia pantas disebut sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam maupun sumber daya manusiannya. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan untuk perekonomian di Indonesia. Namun faktanya sekarang, banyak warga Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan atau dengan kata lain menjadi pengangguran. Secara ekonomi makro, pengangguran menjadi permasalahan pokok baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiawan (2013:2) mengatakan bahwa pengangguran dapat terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil persentasenya, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan penciptaan lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Atau dengan kata lain, di dalam pasar tenaga kerja jumlah penawaran akan tenaga kerja yang ada lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja. Masalah pengangguran ini merupakan masalah yang selalu menjadi persoalan bangsa Indonesia yang sulit untuk dipecahkan. Hal ini mengingat jumlah kepadatan penduduk indonesia yang terus bertambah dan tidak diiringi dengan tingginya permintaan akan tenaga kerja dan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Berikut merupakan tabel jumlah pengangguran di Indonesia dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Tabel 1: Jumlah Pengangguran Indonesia tahun 2010 - 2013 (Juta Jiwa) Juta Jiwa Jumlah 2010 2011 2012 Pengangguran 8,32 7,70 7,24 Sumber: BPS, 2013 (diolah)
2013 7,39
Masalah pengangguran juga dialami oleh seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia, tidak terkecuali pengangguran yang terjadi di kota Malang. Menarik untuk diamati bahwa Malang merupakan Kota besar dan berkembang yang memiliki banyak industri dan banyak menyerap banyak tenaga kerja. Akan tetapi dalam kenyataannya tingkat pengangguran yang terjadi di Kota Malang masih sangat tinggi. Berikut merupakan tabel jumlah pengangguran di Kota Malang dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Tabel 2: Jumlah Pengangguran Kota Malang tahun 2010 – 2013 (Jiwa) Jiwa Jumlah 2010 2011 2012 Pengangguran 11.817 11.700 10.175 Sumber: BPS, 2013 (diolah)
2013 10.019
Masalah tingginya tingkat pengangguran yang terjadi di Kota Malang juga tidak terlepas dari tingginya jumlah penduduk Kota Malang itu sendiri. Meskipun tidak selalu mengalami kenaikan di setiap tahunnya, akan tetapi jumlah penduduk di Kota Malang bisa dikatakan masih tinggi, hal itu terlihat dari tabel jumlah penduduk Kota Malang dari Tahun 2010 sampai tahun 2013 berikut ini. Tabel 3 Jumlah Penduduk Kota Malang Tahun 2010 – 2013 (jiwa) Tahun Jumlah Penduduk 2010 820.243 2011 894.653 2012 893.833 2013 845.683 Sumber: BPS, 2013 (diolah)
Prosentase 8,31% 0,09% 5,69%
Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kota Malang mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Malang
mencapai 820.243 jiwa. Hingga pada akhir tahun 2013 jumlah penduduk di Kota Malang mengalami penurunan hingga mencapai 845.683 jiwa atau mengalami penurunan sebesar 5,69% dari tahun sebelumnya. Salah satu indikator untuk meningkatkan kesejahteraan adalah dengan penetapan tingkat upah minimum. Tjiptoherijanto, (1996:79) mengatakan bahwa upah atau gaji dapat dipandang sebagai imbalan atau balas jasa kepada para pekerja terhadap output produksi yang telah dihasilkan. Berikut merupakan besaran jumlah UMK Kota Malang dari tahun 2010 sampai dngan tahun 2013: Tabel 4 Besaran tingkat Upah Minimum Kota Malang dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 Tahun Besaran UMK Kota Malang Rp. 1.006.263,2010 Rp. 1.079.887,2011 Rp. 1.132.254,2012 Rp. 1.340.300,2013 Sumber: BPS, 2013 (diolah) Dari data yang diperoleh tentang besaran tingkat Upah Minimum Kota Malang diatas terlihat bahwa, besaran tingkat Upah Minimum Kota Malang dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Sementara itu Sihombing (2009) mengatakan bahwa inflasi adalah suatu keadaan dimanaharga barang – barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama dan terus menerus. Oleh karena itu, tinggi rendahnya tingkat inflasi yang terjadi di suatu negara dapat mengukur baik atau buruknya suatu perekonomian negara tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk mengawasi laju inflasi yang terjadi di negara tersebut. Berikut merupakan tabel tingkat inflasi Kota Malang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Tabel 5 Tingkat inflasi Kota Malang tahun 2010 – 2013 (%) Prosentase Tingkat Inflasi 2010 2011 2012 6,7% 6,0% 4,9% Sumber: BPS, 2013 (diolah)
2013 7,9%
Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui pengaruh tingkat upah minimum, inflasi, dan jumlah penduduk terhadap pengangguran yang terjadi di Kota Malang. Dengan penjelasan yang dijabarkan di atas, maka pokok masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa pengaruh tingkat upah minimum terhadap pengangguran yang terjadi di Kota Malang? 2. Apa pengaruh tingkat inflasi terhadap pengangguran yang terjadi di Kota Malang? 3. Apa pengaruh jumlah penduduk terhadap pengangguran yang terjadi di Kota Malang?
B.
KAJIAN PUSTAKA
Pokok dari permasalahan dalam penelitian ini bermula dari kesenjangan yang terjadi antara jumlah pengangguran di Kota Malang yang cukup tinggi terhadap tingkat upah minimum (UMK), inflasi, dan jumlah penduduk Hubungan Upah Minimum Terhadap Pengangguran David Ricardo mengemukakan bahwa suatu teori yang disebut teori nilai kerja. Upah kerja menurut Ricardo tergantung pada keperluan subsistensi, yaitu kebutuhan minimum yang diperlukan para pekerja agar dapat bertahan hidup. Kebutuhan minimum menurut Ricardo
tergantung pada pada lingkungan dan adat istiadat. Menurut Ricardo, ketika standart umum kehidupan meningkat, upah minimum yang dapat dibayarkan kepada pekerja juga meningkat. Sementara itu Mankiw (1999) Mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya pengangguran adalah adanya kekakuan upah ( Wage rigidity ). Kekakuan upah adalah gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Seperti yang terlihat dalam kurva kekakuan upah berikut ini: Gambar 1 Kurva Kekakuan Upah Riil Upah riil
penawaran pengangguran
upah riil yang kaku
permintaan tenaga kerja
Sumber: Mankiw, 1999 Gambar diatas menunjukkan mengapa kekakuan upah menyebabkan pengangguran. Ketika upah riil diatas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta. Perusahaan harus mendistribusikan kelangkaan pekerjaan di antara para pekerja. Kekakuan upah riil mengurangi tingkat penemuan pekerjaan yang mempertinggi tingkat pengangguran. Hubungan Inflasi Dengan Pengangguran Mankiw (1999:28) mengatakan bahwa inflasi adalah kenaikan dalam keseluruhan tingkat harga. Secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus menerus ( berkelanjutan ) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dapat dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi. Tingkat inflasi memiliki pengaruh terhadap tingkat pengangguran. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Akibatnya dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif Sukirno (2005). Teori yang signifikan dalam menjelaskan sebab akibat inflasi adalah Kurva Phillips, seperti pada gambar di bawah ini: Gambar 2 Kurva Philips
Sumber: Mankiew, 1999
Kurva Philips ini hanya berlaku pada tingkat inflasi ringan dan dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga yang membuat perusahaan meningkatkan jumlah produksinya dengan harapan memperoleh laba yang lebih tinggi. Namun, jika inflasi yang terjadi adalah hyper inflation, kurva Philips tidak berlaku lagi. Pada saat inflasi tinggi yang tidak dibarengi dengan kemampuan masyarakat, perusahaan akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran akan bertambah. Hubungan Jumlah Penduduk terhadap Pengangguran Secara umum penduduk adalah setiap orang yang berdomisili atau bertempat tinggal di dalam wilayah suatu negara dalam waktu yang cukup lama. Haryanto (2013:23) menjelaskan bahwa jumlah penduduk menunjukkan total manusia atau penduduk yang menempati suatu wilayah pada jangka waktu tertentu. Malthus berpendapat tentang hubungan antara populasi, upah riil, dan inflasi. Ketika populasi buruh tumbuh lebih cepat dari pada produksi makanan, maka upah riil turun, karena pertumbuhan penduduk menyebabkan biaya hidup yaitu biaya makanan naik.. Ketika upah riil di suatu wilayah tinggi, maka akan mempengaruhi pengangguran. Ketika terjadi peningkatan upah riil maka suatu perusahaan akan mengurangi jumlah buruhnya, sementara penawaran tenaga kerja yang ada masih tetap tinggi. Ketika penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari pada permintaan tenaga kerja maka akan terjadi pengangguran. Artinya Malthus beranggapan bahwa terdapat pengaruh positif antara pengangguran dengan jumlah penduduk Pendapat berbeda justru dikemukakan oleh Emili Durkheim. Ia beranggapan bahwa pengangguran dan jumlah penduduk memiliki hubungan yang negatif. Ketika jumlah penduduk meningkat maka akan ada persaingan setiap orang untuk lebih meningkatkan pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya. Dengan demikian setiap orang berlomba untuk mendapatkan pekerjaan dan akan menekan tinggi nya jumlah pengangguran.
C. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan data sekunder berbentuk time series dari tahun 1996 sampai dengan 2013 pada Kota Malang. Data ini diperoleh dari dari perpustakaan, website, jurnal atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain Badan Pusat Statistik Jawa Timur, dan Badan Pusat Statistik Kota Malang. Metode Analisis Motode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sedangkan untuk analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda. Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui hubungan variabel dalam perekonomian yang diwakili oleh variabel pengangguran terhadap tingkat upah minimum, tingkat inflasi, dan jumlah penduduk. Hubungan tersebut memiliki hubungan secara fungsional dengan formulasi sebagai berikut: Y = f X1,X2, ……………..................................................1 Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 еt…………………..…......2 Keterangan : Y = Pengangguran β0 = Konstanta β1,β2 = Koefisien Regresi X1 = Tingkat upah minimum = Inflasi X2 X3 = Jumlah penduduk = error term et
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum mengetahui keterkaitan antar variabel dalam penelitian ini, berikut merupakan gambaran umum variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian. Grafik 1 Perkembangan Tingkat Pengangguran di Kota Malang Tahun 1996 - 2013
Sumber: BPS Kota Malang (diolah) Dari grafik diatas terlihat bahwa jumlah pengangguran yang terjadi di Kota Malang dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 masih menunjukkan tingkat fluktuasi yang sangat mencolok. Pada tahun 1996 jumlah pengangguran yang terjadi di Kota Malang sebanyak 26.376 jiwa. Dan keadaan ini terus mengalami peningkatan yang signifikan sampai pada tahun 1999 yang berjumlah 43.202 jiwa. Sedangkan pada tahun 2000 jumlah pengangguran yang ada turun menjadi 26.546 jiwa, yang kemudian terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2002 sebanyak 40.889 jiwa. Selepas dari tahun 2005, jumlah pengangguran yang terjadi di Kota Malang cenderung mengalami kenaikan dan penurunan yang bisa dikatakan lebih stabil. Dari tahun 2006 yang berjumlah 10.257 jiwa, mengalami penurunan hingga menjadi 10.019 jiwa pada akhir 2013. Grafik 2 Perkembangan Tingkat UMK Kota Malang Tahun 1996 – 2013
Sumber: BPS Kota Malang (diolah) Tingkat upah minimum yang terjadi di Kota Malang cenderung mengalami kenaikan yang stabil dari tahun ke tahun. Dari tahun 1996 yang hanya sebesar Rp. 40.740,- meningkat menjadi Rp. 135.353,- pada tahun berikutnya. Hingga pada tahun 2002 telah meningkat menjadi Rp. 443.000,- . Upah minimum Kota Malang tersebut terus mengalami peningkatan sedikit demi sedikit dari tahun ketahun, hingga pada tahun 2013 upah minimum Kota Malang telah mencapai Rp. 1.340.300,- . Dengan keadaan yang demikian, diharapkan para pekerja yang ada dapat meningkatkan skill yang dimilikinya dan juga dapat meningkatkan produktifitas.
Grafik 3 Perkembangan Tingkat Inflasi Kota Malang Tahun 1996 – 2013
Sumber: BPS Kota Malang (diolah) Dari data diatas terlihat bahwa tingkat inflasi yang terjadi di Kota Malang dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2013 cenderung mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup stabil di kisaran 0 – 15%. Hanya saja pada tahun 1998 terjadi lonjakan inflasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 93,16%. Setelah tahun 1998, keadaan inflasi Kota Malang relatif kecil, yaitu sebesar 1,49% dan meningkat lagi menjadi 10,62% pada tahun 2000. Keadaan yang fluktuatif tersebut terus terjadi hingga tahun 2013. Pada tahun 2013 inflasi Kota Malang sebesar 7,92%. Grafik 4 Pekembangan Jumlah Penduduk Kota Malang Tahun 1996 – 2013
Sumber: BPS Kota Malang (diolah) Dari grafik diatas, maka terlihat bahwa jumlah penduduk Kota Malang cenderung mengalami peningkatan setiat tahunnya. Pada tahun 1996 jumlah penduduk Kota Malang berjumlah 698.895 jiwa. Keadaan tersebut terus mengalami peningkatan sampai tahun 2001 yaitu sebanyak 741.815 jiwa. Pada tahun berikutnya jumlah penduduk Kota Malang mengalami penurunan yang signifikan, dari 741.815 jiwa menjadi 571.244 jiwa pada tahun 2002. Selepas tahun 2002, jumlah penduduk yang ada kembali mengalami tren kenaikan. Hingga pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Malang sudah mencapai 894.653 jiwa, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2012 dan tahun 2013. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Malang turun menjadi 893.833 jiwa, dan pada tahun 2013 mengalami penurunan kembali menjadi 845.683 jiwa. Hasil Estimasi dan Uji Statistik Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 1996 - 2013 dan menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan software spss. Persamaan Regresi Persamaan regresi digunakan mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Tabel 6 Persamaan Regresi
Model 1
(Constant) X1 X2 X3
Unstandardized Coefficients B Std. Error 88904.643 22484.206 -.007 .007 185.721 81.530 -.083 .033
Standardized Coefficients Beta -.238 .315 -.539
t 3.954 -1.085 2.278 -2.512
Sig. .001 .296 .039 .025
Sumber: Data sekunder (Diolah) Berdasarkan pada Tabel 6 didapatkan persamaan regresi sebagai berikut : Y = 88904,643 – 0,007 X1 + 185,721 X2 – 0,083 X3 Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Pengangguran akan menurun sebesar 0,007 orang untuk setiap tambahan satu satuan X1 (UMK). Jadi apabila UMK mengalami peningkatan 1 satuan, maka Pengangguran akan menurun sebesar 0,007 orang dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan. 2. Pengangguran akan meningkat sebesar 185.721 orang untuk setiap tambahan satu satuan X2 (Inflasi), Jadi apabila Inflasi mengalami peningkatan 1 satuan, maka Pengangguran akan meningkat sebesar 185.721 orang dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan. 3. Pengangguran akan menurun sebesar 0,083 orang untuk setiap tambahan satu satuan X3 (Jumlah penduduk), Jadi apabila jumlaha penduduk mengalami peningkatan 1 satuan, maka Pengangguran akan menurun sebesar 0,083 orang dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan. Koefisien Determinasi (R2) Untuk mengetahui besar kontribusi variabel bebas (UMK (X1), Inflasi (X2), dan Jumlah penduduk (X3)) terhadap variabel terikat (Pengangguran) digunakan nilai R2, nilai R2 seperti dalam Tabel 7 dibawah ini: Tabel 7 Koefisien Korelasi dan Determinasi Model 1
R .869
R Square .755
Adjusted R Square .702
Sumber : Data sekunder (diolah) . 2
Dari analisis pada Tabel 4.5 diperoleh hasil R (koefisien determinasi) sebesar 0,755. Artinya bahwa 75,5% variabel Pengangguran akan dipengaruhi oleh variabel bebasnya, yaitu UMK(X1), Inflasi (X2), dan Jumlah penduduk (X3). Sedangkan sisanya 24,5% variabel Pengangguran akan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis a. Hipotesis I (F test / Serempak) Uji simultan menunjukkan bahwa apakah terdapat pengaruh dari variabel bebas/prediktor terhadap variabel terikat/respon secara simultan. Hipotesis pada uji F yaitu : H0 ditolak jika F hitung > F tabel H0 diterima jika F hitung < F tabel
Tabel 7 Hasil Uji F/Serempak ANOVAb Model 1
Sum of Squares 2E+009 6E+008 2E+009
Regression Residual Total
df 3 14 17
Mean Square 628891811.5 43781006.79
F 14.364
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data sekunder (diolah) Berdasarkan Tabel 7 nilai F hitung sebesar 14,364. Sedangkan F tabel (α = 0.05 ; db regresi = 3 : db residual = 14) adalah sebesar 3,344. Karena F hitung > F tabel yaitu 14,364 > 3,344 atau nilai sig t (0,000) < α = 0.05 maka model analisis regresi adalah signifikan. b.
Hipotesis II (t Test / Parsial) Uji parsial menunjukkan bahwa apakah setiap variabel bebas dapat memberikan pengaruh pada variabel terikat. Hipotesis pada uji t yaitu : H0 : Variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat H1 : Variabel bebas mempengaruhi variabel terikat
Tabel 8 Hasil Uji t / Parsial
Model 1
(Constant) X1 X2 X3
Unstandardized Coefficients B Std. Error 88904.643 22484.206 -.007 .007 185.721 81.530 -.083 .033
Standardized Coefficients Beta -.238 .315 -.539
t 3.954 -1.085 2.278 -2.512
Sig. .001 .296 .039 .025
Sumber: Data sekunder (diolah) t test antara X1 (UMK) dengan Y (Pengangguran) menunjukkan t hitung = 1,085. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 14) adalah sebesar 2,145. Karena t hitung < t tabel yaitu 1,085 < 2,145 atau nilai sig t (0,296) > α = 0.05 maka pengaruh X1 (UMK) terhadap Pengangguran adalah tidak signifikan. Hal ini berarti H0 diterima. t test antara X2 (Inflasi) dengan Y (Pengangguran) menunjukkan t hitung = 2,278. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 14) adalah sebesar 2,145. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,278 > 2,145 atau nilai sig t (0,039) < α = 0.05 maka pengaruh X2 (Inflasi) terhadap Pengangguran adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. t test antara X3 (Jumlah penduduk) dengan Y (Pengangguran) menunjukkan t hitung = 2,512. Sedangkan t tabel (α = 0.05 ; db residual = 14) adalah sebesar 2,145. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,512 > 2,145 atau nilai sig t (0,025) < α = 0.05 maka pengaruh X3 (Jumlah penduduk) terhadap Pengangguran adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Asumsi – asumsi Klasik Regresi 1. Uji normalitas Prosedur uji dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan ketentuan sebagai berikut : H0 : residual tersebar normal H1 : residual tidak tersebar normal Jika nilai sig. (p-value) > maka H0 diterima yang artinya normalitas terpenuhi.
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters
a,b
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz ed Residual 18 .0000000 6004.577151 .139 .139 -.094 .591 .876
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Data sekunder (diolah) Dari hasil perhitungan didapat nilai sig. sebesar 0.876 (dapat dilihat pada Tabel 9) atau lebih besar dari 0.05; maka ketentuan H0 diterima yaitu bahwa asumsi normalitas terpenuhi. 2.
Uji Autokorelasi Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW-test). Hipotesis yang melandasi pengujian adalah: H 0 : ρ = 0 (tidak terdapat autokorelasi di antara sisaan)
H 1 : ρ ≠ 0 (terdapat autokorelasi di antara sisaan) Tabel 10 Hasil Uji Autokorelasi DurbinWatson 1.869
Model 1
Sumber: Data sekunder (diolah) Dari Tabel 10 diketahui nilai uji Durbin Watson sebesar 1,869 yang terletak antara 1.736 dan 2.264, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi tidak terdapat autokorelasi telah terpenuhi. 3.
Uji Multikoleniaritas Cara pengujiannya adalah dengan membandingkan nilai Tolerance yang didapat dari perhitungan regresi berganda, apabila nilai tolerance < 0,1 maka terjadi multikolinearitas. Tabel 11 Hasil Uji Multikolinieritas
Model 1
X1 X2 X3
Collinearity Statistics Tolerance VIF .364 2.749 .917 1.091 .381 2.624
Sumber: Data sekunder (diolah) Pada hasil pengujian didapat bahwa keseluruhan nilai tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.
4.
Uji Heterokesdatisitas Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan nilai simpangan residual akibat besar kecilnya nilai salah satu variabel bebas. Prosedur uji dilakukan dengan Uji scatter plot. Gambar 3 Uji Heteroskedastisistas Scatterplot
Regression Standardized Predicted Value
Dependent Variable: Y
2
1
0
-1
-1
0
1
2
Regression Standardized Residual
Sumber: Data sekunder (diolah) Dari hasil pengujian tersebut didapat bahwa diagram tampilan scatterplot menyebar dan tidak membentuk pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam homogen (konstan) atau dengan kata lain tidak terdapat gejala heterokedastisitas. Pembahasan dan Hasil Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, kita dapat mendalami dan memperluas wawasan guna menjawab lebih rinci dan detail tentang variabel – variabel yang mempengaruhi pengangguran di Kota Malang pada penelitian ini. Pertama, variabel upah minimum mempunyai pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap variabel pengangguran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Neneng Sandra (2004) yang berjudul “Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau Jawa”. Dimana upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdampak tidak signifikan terhadap pengangguran, dimana dugaan parameter upah riil tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan tenaga kerja karena pada umumnya upah bersifat kaku. Upah tidak langsung berubah ketika ada suatu perubahan melainkan akan direspon dalam jangka panjang. Kedua, variabel Inflasi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap variabel Pengangguran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kincaka Rizka (2007) dengan penelitian yang berjudul analisis tingkat pengangguran dan faktor – faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Dimana dalam penelitian tersebut variabel inflasi berpengaruh positif terhadap variabel pengangguran. Dengan menggunakan pendekatan dari Philips dengan menghubungkan antara inflasi dengan pengangguran untuk kasus di Kota Malang berbeda. Dalam penelitian yang telah dilakukan diatas terlihat bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap pengangguran. Artinya jumlah pengangguran akan meningkat seiring dengan peningkatan inflasi. Dari hasil diatas maka, penggambaran dari kurva Phillips yang menghubungkan inflasi dengan pengangguran untuk kasus di Kota Malang tidak tepat digunakan sebagai kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran yang ada karena dalam kurva Philips ini hanya berlaku pada saat tingkat inflasi tinggi dan pada waktu jangka pendek saja. Ketiga, variabel jumlah penduduk mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap variabel jumlah penduduk. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Farid Alghofari (2010) dengan judul Analisis tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1980 - 2007. Dimana dalam penelitian tersebut variabel jumlah penduduk memiliki ikatan yang kuat terhadap variabel pengangguran. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan jumlah penduduk sejalan dengan jumlah pengangguran. Pendapat Malthus tentang “natural law” atau hukum alamiayah yang mempengaruhi jumlah penduduk juga mendukung tentang penelitian ini, bahwa pertumbuhan jumlah penduduk akan bertambah lebih cepat dibandingkan dengan jumlah bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara jumlah penduduk dengan kebutuhan hidup.
E. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan yang telah dilakukan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Variabel tingkat upah minimum dan variabel pengangguran yang terjadi di Kota Malang berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Hal ini bisa dikatakan bahwa ketika variabel tingkat upah minimum naik maka variabel pengangguran yang ada akan turun. Akan tetapi dalam penelitian ini terdapat pengaruh yang tidak signifikan antar kedua variabel tersebut. Parameter upah minimum yang ada tidak berpengaruh secara nyata terhadap permintaan akan tenaga kerja, karena pada umumnya upah bersifat kaku. Upah tidak langsung berubah ketika ada suatu perubahan melainkan akan direspon dalam jangka panjang. Variabel inflasi dan variabel pengangguran yang ada di Kota Malang berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini berarti ketika variabel inflasi naik maka variabel pengangguran juga akan naik. Untuk kasus di Kota Malang pada khususnya, kenaikan harga – harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi, bukan karena kenaikan permintaan. Dengan kenaikan biaya produksi inilah yang menyebabkan perusahaan akan mengurangi para pekerja yang ada, karena suatu perusahaan akan memilih memaksimalkan produksinya dengan jumlah pekerja yang sedikit dan dengan biaya produksi yang tinggi. Variabel jumlah penduduk dan variabel pengangguran yang terjadi di Kota Malang berpengaruh negatif dan signifikan. Hal ini berarti kerika variabel jumlah penduduk tinggi maka variabel pengangguran akan turun. Hal ini terjadi karena pada kasus pengangguran yang terjadi di Kota Malang didominasi oleh pengangguran yang terdidik. Secara tidak langsung bahwa ketika jumlah penduduk tinggi dan diikuti dengan banyaknya pengangguran terdidik maka pengangguran akan terserap, karena dengan keadaan yang demikian maka akan mendorong sertiap orang berloba – lomba untuk mendapatkan pekerjaan Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, perusahaan maupun bagi pihak-pihak lain. Adapun saran yang diberikan, antara lain: Pertama, Diharapkan pihak pemerintah dapat mempertahankan serta meningkatkan mutu dari Jumlah penduduk, karena variabel Jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang dominan dalam mempengaruhi Pengangguran, diantaranya yaitu dengan cara menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan untuk pencari kerja, sehingga Pengangguran akan menurun. Kedua, Diharapkan pihak perusahaan juga harus bisa berperan aktif dalam menekan jumlah pengangguran yang ada dan menciptakan stabilisasi perekonomian nasional. Hadirnya perusahaan – perusahaan di tengah masyarakat diharapkan mampu memberikan kontribusi riil dalam mengatasi permasalahan nasional yaitu pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Alghofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 1980-2007. Jurnal Pengangguran, Vol.1, (No. 1). Ambargo, Hardiono. 2012. Pengangguran. ( Online ) http://dhino-ambargo.blogspot.com. Diakses: 1 Februari 2014 Badan Pusat Statistik. 2013. Data Pengangguran Kota Malang. Malang: Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik. 2013. Data Upah Minimum Kota Malang. Malang: Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik. 2013. Data Inflasi Kota Malang. Malang: Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2013. Data Jumlah Penduduk Kota Malang. Malang: Badan Pusat Statistik Dajan, Anto. 1987. Pengantar Metode Statistik Jilid II. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia Fitra Kincaka Rizka. 2007. Analisis Tingkat Pengangguran dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Indonesia. Skripsi Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Undip. Semarang Gujarati, Damodar. 2002. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga Haryanto, Tri. 2013. Geografi Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Klaten: Intan Pariwara Mankiw, N. Gregory. 1999. Teori Ekonomi Makro Edisi Keempat. Jakarta: Airlangga Melayu S.P Hasibuan, 1996, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta: bumi aksara putra Moekijat, 1999, Kamus Manajemen, Bandung: Penerbit Mandar Maju Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Manullang. 1974. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia Riechell. 2011. Mobilitas Penduduk. (Online) http://riechell.wordpress.com. Diakses: 5 Juli 2014 Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada Setiawan, A. hendra. 2013. Analisis Pengruh DRB, Tingkat UMK, Tingkat Inflasi dan Beban / Tanggungan Penduduk Terhadap Pengangguran Terbuka di Kota Magelang Periode 1990 - 2010. UNDIP. Journal of economics. Volume 2, nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1 – 14 Sihombing, Ruben. 2009. Pengertian dan Dampak Inflasi. http://sihombingruben.blogspot.com. Diakses: 29 Januari 2014
(
Online
)
Suroto. 1986. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Sandra, Neneng. 2004. Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau Jawa. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Sugiono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia Dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta: Kanisius Tjiptoherijanto, Prijanto. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Wibisono, Gunawan. 2012. Hubungan Antara Inflasi dan Pengangguran Dalam Kurva Phillips (Online) http://gunawanw23.blogspot.com. Diakses: 16 Mei 2014