”PENGARUH UPAH MINIMUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN INFLASI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TIMUR TAHUN 2005-2013”
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Mokhammad Bisri Amin 125020100111006
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL Artikel Jurnal dengan judul: ”PENGARUH UPAH MINIMUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN INFLASI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TIMUR TAHUN 2005-2013” Yang disusun oleh: Nama
:
Mokhammad Bisri Amin
NIM
:
125020100111006
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 30 Juni 2016.
Malang, 19 Juli 2016 Dosen Pembimbing,
Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, SE.,MS.,Ph.D NIP.19691210 1997703 1 003
2
”PENGARUH UPAH MINIMUM, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN INFLASI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TIMUR TAHUN 2005-2013” Mokhammad Bisri Amin
Email:
[email protected] Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, SE.,MS.,Ph.D Email:
[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya ABSTRAK Pengangguran merupakan masalah yang mendasar dan sudah mendarah daging di dalam setiap daerah maupun negara. Pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan, kriminalitas dan masalah-masalah sosial politik yang juga semakin meningkat. Jawa Timur merupakan Provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia. Hal ini akan sangat memungkinkan terjadinya pengangguran di wilayah Jawa Timur. Fenomena tersebut juga dibarengi dengan melambatnya perekonomian yang terjadi akhir-akhir ini seperti peningkatan upah minimum yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat serta peningkatan inflasi sehingga hal tersebut menjadi ancaman dan permasalahan Jawa Timur ke depannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum, pertumbuhan ekonomi, dan Inflasi terhadap pengangguran di Jawa Timur. Data yang digunakan adalah data panel, yakni data series periode 2005-2013 serta data cross section sebanyak 8 kabupaten/kota di Jawa Timur dengan pendekatan Random Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Upah minimum dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka sedangkan inflasi berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran terbuka
Kata Kunci: Pengangguran, Upah Minimum, Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi.
A. PENDAHULUAN Salah satu masalah pokok yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia sebagai negara berkembang yang dikelompokkan berdasarkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah yang mendasar dan sudah mendarah daging di dalam setiap daerah maupun negara. Pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan, kriminalitas dan masalah-masalah sosial politik yang juga semakin meningkat. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut semakin rumit seiring adanya konflik antara pengusaha dan pekerja terkait dengan upah, dan tingkat inflasi yang cenderung naik, serta permasalahan ekonomi lainnya seperti melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar sehingga menambah beban negara yang harus segera diatasi. Maraknya fenomena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akhir-akhir ini semakin menjadi fenomena yang meresahkan sejumlah kalangan, baik itu pihak perusahaan maupun kaum buruh. Tentu hal ini akan mengganggu stabilitas nasional khususnya perekonomian negara tersebut. Masalah pengangguran ini penting untuk diteliti dan dianalisa karena pengangguran merupakan masalah pokok yang dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik dikalangan masyarakat dan dapat menganggu stabilitas ekonomi suatu negara. Pengangguran dapat menurunkan tingkat kesejahteraan yang diindikasikan dengan menurunnya daya beli seseorang karena orang tersebut tidak mempunyai penghasilan sehingga tidak dapat melakukan aktivitas konsumsi. Negara Indonesia merupakan salah satu
3
negara berkembang. Hal ini menandakan bahwa banyak sekali permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan. Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia.
Tabel 1: Jumlah Penduduk beberapa Provinsi di Pulau Jawa Provinsi Penduduk 1980
1990
1995
2000
2010
Jawa Barat
27.453.525
35.384.352
39.206.787
35.729.537
43.053.732
Jawa Tengah
25.372.889
28.520.643
29.653.266
31.228.940
32.382.657
Jawa Timur
29.188.852
32.503.991
33.844.002
34.783.640
37.476.757
INDONESIA
147.490.298
179.378.946
194.754.808
206.264.595
237.641.326
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012. Dari data pada tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbesar Indonesia didominasi oleh provinsi yang berada di pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Provinsi Jawa Timur. Pada Tahun 1980 Jawa Timur merupakan Provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia. Kemudian pada tahun 1990 sampai dengan 2010 provinsi Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk yang terbesar pula. Oleh karena itu, mengingat Provinsi Jawa timur adalah salah satu propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, maka Jawa timur sangat berpotensi memiliki jumlah tenaga kerja yang besar sehingga dengan adanya jumlah tenaga kerja yang besar tersebut permasalahan pengangguran juga menjadi permasalahan utama di daerah Jawa timur ini. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja. Berikut disajikan data perbandingan antara pengangguran nasional dengan provinsi Jawa Timur: Gambar 1: Perbandingan Pengangguran Nasional dengan Provinsi Jawa Timur 10 8
8.39
7.87
7.14
6.42 5.08
6
4.25
7.48 6.13
5.33
4.09
6.17 4.3
5.19 4.19
4 2 0
2008
2009
2010
2011
2012
pengangguran Provinsi Jawa Timur
2013
2014
Pengangguran Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016. Gambar 1 menunjukkan bahwa pengangguran di Provinsi Jawa Timur ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan pengangguran Nasional. Namun adanya selisih yang tidak terlalu besar yaitu selisih kurang dari 3% sehingga membuat permasalahan pengangguran di Provinsi Jawa Timur harus tetap diwaspadai mengingat pengangguran merupakan masalah dasar yang kompleks yang dampaknya sangat luas. Gambar 2: Pengangguran berdasarkan pendidikan yang ditamatkan [VALUE] 3.61 4.27
SD
5.73
SMP 7.46
10.53
SMA SMK DIPLOMA
4
Sumber: Badan Pusat statistik, 2015. Jika dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan, pengangguran yang terjadi di Jawa Timur pada tahun 2014 didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 10,53 persen. Apabila dilihat total keseluruhan dari pengangguran, lulusan SMK menyumbang sebesar 32 persen. Hal ini dikarenakan banyak dari lulusan SMK sebagian besar telah aktif memasuki pasar kerja dan masih menunggu untuk memulai bekerja daripada melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka juga beranggapan dengan lulusan pendidikan strata SMK harus mendapatkan pekerjaan serta upah yang sesuai dengan ijazahnya. Melemahnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini yang banyak diikuti dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat serta membuat sejumlah kalangan khususnya perusahaan bekerja keras untuk sekedar bertahan dari persoalan tersebut, khususnya perusahaan yang bahan bakunya mengandalkan produk impor. Tingginya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai aktifitasnya membuat mereka lebih memilih mengurangi jumlah tenaga kerjanya, Akibatnya terjadi pengangguran tenaga kerja. Dikalangan masyarakat fenomena pengangguran menjadi suatu fenomena yang sangat meresahkan. Hal ini dikarenakan apabila seseorang tersebut menganggur maka artinya seseorang tersebut tidak mempunyai penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Orang yang mengangur berarti dia tidak mempunyai pekerjaan yang pasti atau bahkan tidak mempunyai pekerjaaan sama sekali sehingga penghasilan yang dia dapatkan sehari-hari sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai penghasilan sehingga dengan tidak adanya penghasilan yang dia dapatkan tersebut, orang yang menganggur tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Gambar 3: Tren Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014 9 8
7
7 6.7
7.2
7.3
5.9
5.33
5
7.7
6.6
6 4
7.6
4.25
4.1
4.5 4.09
4.3
4.19
2010
2011
2012
2013
2014
3 2 1 0 Pertumbuhan ekonomi
Inflasi
Tingkat pengangguran
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa timur (data diolah), 2016 Dari gambar 3 tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran sangatlah fluktuatif, peningkatan pengangguran yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2011 hal ini diikuti dengan turunnya tingkat inflasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi meskipun peningkatannya tidak terlalu tinggi. Dalam kurun waktu 5 tahun variabel-variabel makro ekonomi di provinsi Jawa timur mengalami penurunan, misalnya tingginya inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi akan menjadi rintangan bagi perekonomian Jawa timur ke depan apabila fenomena-fenomena tersebut tidak mampu diatasi dengan baik oleh pemerintah Provinsi jawa timur. Penelitian dari Muniarsih, dkk (2014), menunjukkan bahwa PDRB mempunyai pengaruh positif terhadap pengangguran. Begitu juga dengan tingkat upah yang mempunyai pengaruh yang signifikan
5
terhadap pengangguran sedangkan variabel inflasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengangguran. Sedangkan dalam penelitian yang lain dari Nirmala, Daisy, dan Steeva (2014) tentang pengaruh upah terhadap pengangguran dengan menggunakan metode analisis regresi sederhana menyatakan bahwa upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di Kota Manado hal ini dikarenakan pemerintah daerah memperbanyak pelatihan-pelatihan kapada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas SDM. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar pula di Indonesia sehingga sangat memungkinkan tarjadinya pengangguran yang cukup besar. Selain itu, tingkat upah minimum di Provinsi Jawa Timur tergolong tinggi, tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang cukup tinggi, dari grafik yang dijelaskan sebelumnya Inflasi di Jawa timur cukup tinggi dan memiliki selisih yang cukup kecil dibandingkan inflasi nasional. Kemudian Jawa timur juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan berkembang sehingga Provinsi Jawa Timur perlu dijadikan lokasi penelitian yang menarik. B. TINJAUAN PUSTAKA Konsep ketenagakerjaan Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja adalah bagian penduduk yang mampu bekerja memproduksi barang dan jasa (Ananta, 1990). Tenaga kerja mencakup penduduk yang bekerja atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan atau yang sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah, mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, ataupun yang melakukan kegiatan lain walaupun mereka tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Simanjuntak, 1985). Konsep Pengangguran Pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya (Sukirno, 2004). Seseorang yang dianggap menganggur adalah orang yang berusia 16 tahun ke atas yang tidak bekerja, yang siap bekerja, dan melakukan usaha spesifik untuk menemukan pekerjaan. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pengangguran merupakan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan, serta sedang mencari pekerjaan. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan.
Jumlah yang menganggur Tingkat Pengangguran
=
X 100 Jumlah angkatan kerja
Konsep Upah Minimum Menurut UU no 13 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 30 tentang ketenagakerjaan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum disebutkan bahwa upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Menurut UU no 13
6
tahun 2003 setiap tahun penetapan upah minimum di suatu daerah selalu disesuaikan oleh pemerintah. Tujuan penetapan upah minimum antara lain: 1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang mendorong mereka menerima upah di bawah tingkat kelayakan. 2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja oleh pengusaha yang memanfaatkan kondisi pasar kerja untuk akumulasi keuntungannya. 3. Mengurangi tingkat kemiskinan absolut pekerja, terutama bila upah minimum tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. 4. Mendorong peningkatan produktivitas baik melalui perbaikan gizi dan kesehatan pekerja maupun melalui upaya manajemen untuk memperoleh kompensasi atas peningkatan upah minimum. 5. Meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum. 6. Menciptakan hubungan industrial yang lebih aman dan harmonis. Interaksi Antara Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja di Pasar Tenaga Kerja Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku-pelaku ini terdiri dari pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja, pencari kerja, dan perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan. (Simanjuntak, 1985). Gambar 4: Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Upah Pengangguran
Supply
W2 W1 W3 demand Q3
Q1
Q2
Sumber: Nanga, 2001. Interaksi antara kurva permintaan dan penawaran tenaga kerja pada gambar 4 di atas membentuk tingkat upah keseimbangan sebesar W 1 dan jumlah tenaga kerja sebesar Q1. Namun pada kasus dalam kurva di atas terjadi peningkatan upah dari W 1 menjadi W2 akan direspon dengan penawaran tenaga kerja yang meningkat dari Q1 menjadi Q3. Akan tetapi, hal ini justru bertolak belakang dengan permintaan tenaga kerjanya. Sehingga kelebihan penawaran tenaga kerja akibat kenaikan upah yang terjadi pada kurva di atas akan menyebabkan tidak terserapnya sebagian tenaga kerja. Dampak dari kenaikan upah tersebut akan mengakibatkan pengangguran. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan ekspansi yang terus menerus dari kemungkinan-kemungkinan produksi yang diukur sebagai peningkatan Gross Domestik Product (GDP) riil pada suatu waktu tertentu. GDP merupakan nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dan tidak termasuk barang yang diproduksi di masa lalu dalam sebuah negara pada suatu periode. Tingkat pertumbuhan ekonomi adalah persentase perubahan GDP riil. Tingkat pertumbuhan ekonomi menjelaskan seberapa cepat perekonomian semakin meluas (Sasongko, 2010). Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output per kapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi meliputi tiga aspek, yaitu: 1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
7
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita, dalam hal ini ada dua aspek penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita adalah output dibagi dengan jumlah penduduk. 3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perpekstif waktu jangka panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang cukup lama mengalami peningkatan output (Boediono, 1992). Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengangguran. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran dapat dijelaskan dalam teori/hukum okun yang menyatakan bahwa adanya pengaruh antara pengangguran dan output dalam siklus bisnis (demburg, 1985).Hukum okun menunjukan bahwa penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross Domestik Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan juga sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengangguran berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin besarlah harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru (Ningsih, 2010). Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga secara keseluruhan dalam waktu tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Definisi singkat inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus (Boediono, 1985). Inflasi juga dikatakan sebagai ukuran terbaik bagi perekonomian dalam suatu negara, tetapi bukan berarti jika suatu negara berada dalam kondisi inflasi yang tinggi maka negara tersebut sangat baik perekonomiannya dan masyarakatnya sejahtera secara keseluruhan. Hubungan Inflasi dan Pengangguran Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menyadari bahwa apabila tingkat pengangguran rendah, masalah inflasi akan dihadapi. Makin rendah tingkat pengangguran, makin tinggi tingkat inflasi. Sebaliknya apabila terdapat masalah pengangguran yang serius, tingkat harga-harga adalah relatif stabil. Berarti tidak mudah untuk menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh dan kestabilan harga secara serentak (Sukirno, 2007). Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung naik. Gambar 5: Kurva Phillips
Inflas i
Penganggura Sumber: Nopirin, 1988. n Pada kurva Phillips di atas menunjukkan bahwa dalam hubungan antara inflasi dengan pengangguran terjadi trade off. Hal tersebut berarti bahwa pada tingkat inflasi yang rendah akan terjadi
8
tingkat pengangguran yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, pada tingkat inflasi yang tinggi maka akan diikuti dengan tingkat pengangguran yang rendah.
C. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data sekunder dan data dalam penelitian ini adalah merupakan data panel. Data sekunder merupakan data yang diterbitkan oleh organisasi yang bukan merupakan pengolahnya (Anto Dajan, 1986). Sedangkan data panel merupakan gabungan antara data runtun waktu (time series) dan data silang (cross section). Peneliti menggunakan data panel tingkat pengangguran terbuka, upah minimum, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Jawa timur tahun dalam kurun waktu tahun 2005-2013. Data diambil dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) serta data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi provinsi Jawa Timur serta instansi dan lembaga lain atau sumber literatur lain yang terkait dengan penelitian ini. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang data penelitiannya atau hasil observasinya berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda karena metode ini sering digunakan untuk menguji ketergantungan antara variabel dependen dengan beberapa variabel independen yang mempengaruhinya. = + + + + TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka 8 kabupaten/kota di Jawa timur UM = Upah Minimum 8 kabupaten/kota di Jawa timur PE = Pertumbuhan Ekonomi 8 kabupaten/kota di Jawa timur If = Inflasi 8 kabupaten/kota di Jawa timur β0 = intersept β1- β3 = koefisien regresi variabel independen μit = Error Term (Standard Error) i = cross-section t = time series D. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh upah minimum, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Timur. Data dalam penelitian ini menggunakan rentang waktu analisis mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 serta data silang yaitu 8 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur antara lain Kabupaten Jember, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tulungagung, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Malang, Kota Probolinggo, dan Kota Surabaya. 8 kabupaten/ kota tersebut dianggap telah mewakili Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan. Alat pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) komputer eviews 7 dengan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Berikut ini akan dijelaskan gambaran umum mengenai kondisi masingmasing variabel. Gambar 6: Perkembangan Pengangguran di Indonesia dan Jawa Timur tahun 2011-2015 8 6
7.48
6.13
6.18
6.17
5.33 4.09
4
5.19 4.19
4.3
4.47
Nasional
Jawa Timur
2 0 2011
2012
2013
2014
9
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah), 2016 Dari gambar 6 di atas dapat diketahui bahwa kondisi pengangguran terbuka sejak tahun 2011 di propinsi Jawa timur mengalami penurunan. Namun apabila dilihat lebih teliti sejak tahun 2012 hingga tahun 2015 pengangguran Jawa timur justru mengalami peningkatan. Begitu juga pengangguran nasional. Hal ini dikarenakan pada tahun-tahun tersebut perekonomian mengalami perlambatan sehingga fenomena tersebut akan berdampak pada pengangguran. Tabel 2: Perkembangan Upah Minimum di Beberapa Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2010-2014 TAHUN PROPINSI
Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Nasional
2010
2011
2012
2013
671.500
732.000
780.000
850.000
660.000
675.000
765.000
830.000
630.000
705.000
745.000
866.250
908.824
988.829
1.088.903
1.296.908
2014 1.000.000 910.000 1.000.000 1.506.231
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015. Melihat dari data tersebut di atas bahwa setiap tahun upah minimum selalu mengalami peningkatan bahkan jarang atau hampir tidak pernah mengalami penurunan. Begitu juga upah minimum propinsi Jawa Timur selalu mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, Jawa Timur merupakan salah satu daerah dengan upah minimum yang besar. Peningkatan upah minimum yang dialami propinsi Jawa timur dalam kurun waktu 5 tahun sebesar 37%, kenaikan ini cukup besar sehingga diharapkan dengan kenaikan tingkat upah tersebut dapat diikuti dengan peningkatan daya beli masyarakat sehingga ekonomi tetap tumbuh. Adanya upah minimum ini bertujuan agar meningkatkan daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum. Selain itu, untuk menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang mendorong mereka menerima upah dibawah tingkat kelayakan. Gambar 7: Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Propinsi Jawa Timur Tahun 2013 Pertanian Pertambangan dan penggalian
1.59 5.32 3.3 5.59 7.68 4.74 10.43
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran
9.08
Pengangkutan dan komunikasi
8.61
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
jasa-jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur (data diolah), 2016
10
Pada Gambar 4.5 dapat dijelaskan bahwa Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa timur pada tahun 2013 ditopang oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor kontruksi, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi yang paling rendah atau dalam arti lain sektor yang tingkat pertumbuhannya paling kecil adalah sektor pertanian. Berbeda dengan sektor industri komunikasi, kontruksi, dan perdagangan. Sektor pertanian sangat mengandalkan iklim dan cuaca pada suatu daerah hal inilah yang menghambat sektor pertanian hanya tumbuh sekitar 1,59 persen di tahun 2013. Selain itu sulitnya petani dalam mengakses kredit juga turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di sektor ini. Gambar 8: Perkembangan inflasi Jawa Timur dan Nasional tahun 2009-2013 10
6
4
8.38 7.59
6.96 6.96
8
4.5 4.3
4.09 3.79
3.62 2.78
2 0 2009
2010
2011 Jawa timur
2012
2013
Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur (data diolah), 2016 Gambar 8 merupakan perbandingan antara inflasi nasional dengan inflasi di daerah Jawa timur. Dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir secara umum terjadi peningkatan inflasi baik nasional maupun daerah Jawa timur itu sendiri. Selain itu selisih besaran angka inflasi nasional dan Jawa timur sangatlah kecil sehingga hal tersebut akan menjadi suatu permasalahan bagi perekonomian daerah Jawa timur mengingat inflasi juga merupakan salah satu variabel makro ekonomi yang erat kaitannya dengan pengangguran. Analisis Data Dalam menentukan model yang tepat dalam regresi yang menggunakan data panel, maka ada beberapa uji yang harus dilakukan antara lain: uji chow dan uji hausman. Uji chow merupakan uji untuk membandingkan model common effect dengan fixed effect yang akan dipakai. Sedangkan Uji Hausman digunakan untuk membandingkan antara model fixed effect dengan random effect. Uji Chow Hipotesis yang dibentuk dalam uji chow adalah sebagai berikut: H0: Model Common Effect H1: Model Fixed Effect H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H0 diterima jika P-value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%. Dari hasil pengujian yang dilakukan di Eviews 7 ditemukan bahwa nilai dari P-value sebesar 0.0000 atau dengan kata lain nilai P-value lebih kecil dari nilai α. Artinya jika P-value lebih kecil dari nilai α maka itu berarti H0 ditolak, sehingga model yang digunakan yaitu fixed effect, namun masih perlu diuji lagi dengan menggunakan uji hausman. Uji Hausman Uji Hausman merupakan uji yang digunakan untuk membandingkan model fixed effect dengan random effect. Hipotesis yang dibentuk dalam uji Hausman adalah sebagai berikut: H0: Model Random Effect H1: Model Fixed Effect H0 ditolak jika P-value lebih kecil dari nilai a. Sebaliknya, H0 diterima jika P-value lebih besar dari nilai a. Nilai a yang digunakan sebesar 5%.
11
Dari hasil pengujian yang dilakukan melalui software Eviews 7 ditemukan bahwa nilai dari Pvalue 0,2986, Nilai P-value lebih besar dari α. Apabila nilai P-value lebih besar dari α maka H0 diterima sehingga model yang tepat digunakan dalam regresi data panel pada penelitian ini menggunakan model Random effect. Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini untuk menguji normalitas Menggunakan metode Jarque-Bera test atau J-B test, yaitu membandingkan JB hitung dengan X 2 tabel. Jika JB hitung < nilai X2 tabel maka data berdistribusi normal atau nilai Probability < derajat kepercayaan yang ditentukan. Gambar 9: Hasil Uji Normalitas 7
Series: Standardized Residuals Sample 2005 2013 Observations 72
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1
Jarque-Bera Probability
1.17e-14 0.808612 7.317826 -6.177594 3.725423 -0.126478 1.814118 4.410905 0.110201
0 -6
-4
-2
0
2
4
6
Sumber: Eviews 7, 2016. Dari gambar 9, dapat diketahui bahwa hasil dari pengujian data tersebut menunjukkan bahwa nilai dari Jarque-Bera yaitu 4,410905. Sedangkan nilai X2 dalam data ini yaitu 7,815. Berdasarkan hasil dari pengujian data tersebut dapat dilihat nilai dari Jarque-Bera < nilai X2 , Oleh karena itu data tersebut dikatakan berdistribusi normal, sehingga bisa dilanjutkan ke pengujian selanjutnya. Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat kolerasi antar variabel dalam suatu model regresi panel. Masalah multikolineritas dapat terjadi karena beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut antara lain: 1. Model yang berlebihan, hal ini terjadi jika banyaknya variabel penjelas melebihi banyaknya observasi. 2. Spesifikasi model, hal ini terjadi karena ada variabel penjelas yang belum dimasukkan atau ada variabel penjelas yang seharusnya dikeluarkan dari model regresi. 3. Kendala dalam model Untuk menguji masalah multikolinearitas dapat melihat matriks korelasi dari variabel bebas, jika terjadi koefisien korelasi lebih dari 0,80 maka terdapat multikolinearitas (Gujarati, 2006). Apabila hubungan antar variabel independen yang satu dengan yang lain di atas 0,80 maka di dalam model tersebut dikatakan terdapat gejala multikolinearitas. Tabel 3 Hasil Uji Multikolinieritas X1 X2 X3 X1
1.000000
0.449484
-0.401887
X2
0.449484
1.000000
-0.304156
X3
-0.401887
-0.304156
1.000000
Sumber: Eviews 7, 2016. Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai korelasi antar variabel independen adalah kurang dari 0,80. Maka dalam model tersebut tidak terdapat korelasi diantara variabel independen. Hal tersebut
12
menunujukkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas sehingga dapat dilanjutkan kepengujian selanjutnya. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam model sampel kecil maupun dalam sampel besar. Salah satu cara untuk menguji adanya atau tidaknya otokorelasi adalah dengan percobaan Durbin-Watson (DW). Hasil perhitungan dilakukan dengan perbandingan dengan F tabel. Kriteria pengujiannya adalah apabila nilai hasil Durbin Watson < F tabel, maka di antara variabel bebas dalam persamaan regresi tidak ada otokorelasi. Tetapi apabila nilai dari Durbin-Watson > F tabel maka diantara variabel bebas dalam persamaan regresi terdapat indikasi otokorelasi. Hasil kesimpulann ada atau tidaknya autokorelasi adalah berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika nilai Durbin – Watson adalah 2 atau berada diantara d u dan 4 – du, maka tidak terjadi autokorelasi. 2. Jika nilai Durbin – Watson berada diantara 0 dan d L, maka terjadi autokorelasi positif. 3. Jika nilai Durbin – Watson berada diantara 4 – dL, maka terjadi autokorelasi negatif. 4. Jika nilai Durbin – Watson berada diantara d L dan dU atau diantara 4 – du dan 4 – dL, maka tidak dapat diambil kesimpulan apakah terjadi autokorelasi atau tidak. Dari hasil regresi, diperoleh nilai durbin-watson statistic sebesar 1,549279. Dengan nilai DW tabel n=72, k=3, α=5%. Maka didapat nilai d L= 1,5323 dan d u= 1,7054. Jika melihat aturan diatas, nilai Durbin – Watson statistic berada diantara nilai batas bawah (d L) dan batas atas (d U) yakni 1,5323 < 1,549279 < 1,7054. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini tidak dapat mengambil keputusan apa – apa. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas adalah variansi data yang digunakan untuk membuat model menjadi tidak konstan. Untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji glejser, yakni meregresikan nilai mutlaknya. Kriteria pada metode glejser ini yaitu apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5% maka H0 diterima, artinya dalam model ini tidak terjadi gejala heterokedastisitas. Sedangkan apabila nilai probabilitas lebih kecil dari 5% maka H 0 ditolak, hal ini berarti bahwa dalam model yang digunakan terjadi gejala heterokedastisitas. Tabel 4: Hasil Uji Heterokedastisitas Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C
10.76049
6.493115
1.657215
0.1021
X1
-0.924397
1.142637
-0.809003
0.4213
X2
-0.356043
0.195567
-1.820572
0.0731
X3
-0.006203
0.049566
-0.125153
0.9008
Sumber: Eviews 7, 2016. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat probabilitas pada model yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar dari 5%. Hal ini berarti bahwa H 0 diterima, yang artinya tidak ada gejala heterokedastisitas pada model tersebut. Hasil Pengujian Statistik Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Dari hasil regresi yang dilakukan dengan bantuan software Eviews 7, diperoleh nilai R 2 sebesar 0,575670. Hal ini berarti bahwa sekitar 57 persen dari variabel dependen dalam hal ini pengangguran, mampu dijelaskan oleh variabel independen yang dalam hal ini
13
upah minimum, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi. Sedangkan sisanya, yakni sebesar 43 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Untuk melihat variabel independen berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen maka perlu dilihat dari tingkat signifikansinya. Jika nilai signifikansinya lebih kecil dari alpha maka H 0 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Namun apabila nilai signifikansinya lebih besar dari alpha maka H0 ditolak, artinya antara variabel independen tidak terdapat pengaruh secara serentak terhadap variabel dependen. Dari hasil olah data yang dilakukan dengan menggunakan Eviews 7 diperoleh nilai Probabilitas Fhitung sebesar 0,000000. Oleh karena sig < alpha maka H 0 diterima, yang berarti bahwa variabel independen yang dalam hal ini yaitu upah minimum, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen yang dalam hal ini yaitu pengangguran di propinsi Jawa timur. Uji Signifikansi Individual (Uji t) Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menjelaskan variasi variabel tak bebas. Ketentuan di dalam uji t dengan cara Quick Look, yaitu melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t tabel dengan t hitungnya. Jika nilai Probability < alpha yang ditentukan maka H 0 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara individual antara variabel independen terhadap variabel dependen. Begitu juga sebaliknya, apabila nilai probability > alpha yang ditentukan maka H0 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara individual antara variabel independen terhadap variabel dependen. 1. Dari hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan eviews 7 diperoleh nilai probability sebesar 0,0000. Nilai tersebut lebih kecil daripada alpha atau sig < α sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel upah minimum terhadap pengangguran di propinsi Jawa timur. Sedangkan nilai koefisien upah minimum sebesar -6.860125 menunjukkan bahwa jika variabel upah minimum mengalami kenaikan 1%, maka akan menurunkan nilai pengangguran sebesar 6.860125 persen. Dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. 2. Dari hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan eviews 7 diperoleh nilai probability sebesar 0,0402. Nilai tersebut lebih kecil daripada alpha atau sig < α sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di propinsi Jawa timur. Sedangkan nilai koefisien pertumbuhan ekonomi sebesar -0.519957 menunjukkan bahwa jika variabel pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan 1%, maka akan menurunkan nilai pengangguran sebesar 0.519957 persen. Dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. 3. Dari hasil regresi yang dilakukan dengan menggunakan eviews 7 diperoleh nilai probability sebesar 0,0024. Nilai tersebut lebih kecil daripada alpha atau sig < α sehingga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi terhadap pengangguran di propinsi Jawa timur. Sedangkan nilai koefisien inflasi sebesar 0.182162 menunjukkan bahwa jika variabel inflasi mengalami kenaikan 1%, maka akan meningkatkan nilai pengangguran sebesar 0.182162 persen. Dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. Pembahasan Pertama, Upah merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan di dalam dunia usaha dan perekonomian, baik itu dari kalangan pengusaha maupun dari kalangan buruh/tenaga kerja. Sedangkan upah minimum merupakan upah bulanan terendah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pihak buruh atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Penetapan upah minimum adalah salah satu bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah kepada pihak pekerja/buruh. Kebijakan upah minimum diterapkan dengan tujuan untuk melindungi pekerja/buruh dari kesewenangan pengusaha dalam memberikan upah yang tidak layak. Sehingga dengan adanya upah minimum diharapkan pihak buruh
14
mampu memenuhi kebutuhannya yang didasarkan atas kebutuhan hidup minmum dan kebutuhan hidup layak. Dalam teori pasar tenaga kerja menyatakan bahwa upah memiliki pengaruh yang positif terhadap pengangguran. Peningkatan upah akan meningkatkan pengangguran. Peningkatan upah akan menurunkan permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja sedangkan dari sisi penawarannya peningkatan upah akan meningkatkan penawaran tenaga kerja sehingga jarak antara penawaran yang tidak tertampung inilah menyebabkan pengangguran. Dari hasil penelitian ini upah minimum memiliki pengaruh yang signifikan pengaruhnya negatif terhadap pengangguran di Jawa timur. Artinya dengan adanya peningkatan upah minimum terjadi penurunan tingkat pengangguran terbuka di Jawa timur. Peningkatan upah yang dikhawatirkan akan memicu peningkatan pengangguran telah diantisipasi oleh pemerintah dengan membuat regulasi penangguhan bagi perusahaan yang belum mampu membayar tenaga kerja sesuai dengan besaran upah minimum yang berlaku sehingga dengan penangguhan tersebut dapat menjaga iklim usaha yang baik yang membuat perusahaan tetap beroperasi sesuai dengan kemampuannya tanpa harus mengurangi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan tersebut. Selain itu dengan adanya peningkatan upah minimum akan memicu semangat bagi para tenaga kerja sehingga mereka akan banyak masuk ke pasar tenaga kerja khususnya sektor yang padat karya. Kedua, Pertumbuhan ekonomi sangat penting diperhatikan mengingat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator yang sering dipakai untuk melihat perekonomian suatu negara atau daerah. Pertumbuhan ekonomi sangat berhubungan dengan pengangguran. Pada saat Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah mengalami penigkatan maka hal ini akan meningkatkan pendapatan suatu wilayah tersebut serta banyak terbuka lapangan pekerjaan. Hukum okun menunjukan bahwa penambahan 1 (satu) point pengangguran akan mengurangi GDP (Gross Domestik Product) sebesar 2 persen. Ini berarti terdapat pengaruh yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan pengangguran dan juga sebaliknya pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengangguran berhubungan juga dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja berhubungan dengan investasi, sedangkan investasi didapat dari akumulasi tabungan, tabungan adalah sisa dari pendapatan yang tidak dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin besarlah harapan untuk pembukaan kapasitas produksi baru yang tentu saja akan menyerap tenaga kerja baru. Dari hasil penelitian ini variabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan dan pengaruhnya negatif terhadap pengangguran di Jawa timur. Artinya adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh pada penurunan pengangguran di Jawa timur. Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan diikuti dengan banyaknya lapangan pekerjaan sehingga banyak masyarakat yang terserap yang hal ini akan berdampak pada penurunan pengangguran di Jawa timur. Selain itu, konsumsi masyarakat yang meningkat juga mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa timur. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat daya beli masyarakat tinggi yang ditandai dengan salah satu indikator peningkatan konsumsi masyarakat tadi. Dengan adanya daya beli masyarakat yang tinggi tersebut mampu mendorong permintaan permintaan barang dan jasa yang diimbangi dengan peningkatan penawaran dari sisi produsen, sehingga produksi perusahaan pun juga mengalami peningkatan. Peningkatan produksi tersebut akan banyak membutuhkan tenaga kerja sehingga banyaknya tenaga kerja yang terserap tadi pengangguran semakin menurun. Ketiga, Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunnya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung naik. Dari hasil penelitian ini variabel inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan pengaruhnya positif terhadap pengangguran di Jawa timur. Artinya adanya peningkatan inflasi akan berpengaruh peningkatan pengangguran di Jawa timur.
15
Hal ini dikarenakan tingginya inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dari pada harga barang impor. Masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di wilayah Jawa timur cenderung memiliki sifat suka mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri daripada barang domestik. Selain itu, akibat peningkatan inflasi dalam negeri membuat harga barang impor lebih murah daripada harga barang domestik sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi barang impor daripada barang dari dalam negeri. Hal ini akan membuat pasar untuk produk-produk domestik menjadi lesu, lesunya pasar bagi produk dalam negeri tersebut mengakibatkan produsen akan mengurangi jumlah barang yang akan diproduksi sehingga hal tersebut akan sangat berdampak bagi para pekerja. Dengan adanya penurunan produksi maka perusahaan juga akan mengurangi jumlah tenaga kerja sehingga hal ini akan menyebabkan meningkatnya pengangguran.
Gambar 10: Ekspor Impor Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2013
Ekspor Impor Provinsi Jawa Timur 4 000 000 000 2 000 000 000
2012
2013 Ekspor
Impor
Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah), 2016. Pada tahun 2013 Provinsi Jawa timur mengalami peningkatan impor hal ini mendukung penjelasan sebelumnya bahwa produksi masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Selain itu Masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di wilayah Jawa timur cenderung memiliki sifat suka mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri daripada barang domestik karena karena adanya peningkatan inflasi produk domestik menjadikan barang impor lebih murah daripada barang lokal. Sehingga peningkatan inflasi tidak diikuti dengan peningkatan penjualan yang berimbas pada peningkatan investasi. Hal ini menjadikan peningkatan inflasi akan meningkatkan pengangguran di Provinsi Jawa timur. Dari penjelasan di atas menjawab pertanyaan dari rumusan masalah bahwa variabel inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat pegangguran terbuka di Jawa timur. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran karena menurut penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Muniarsih menyatakan bahwa inflasi tidak disebabkan oleh faktor ekonomi saja melainkan faktor politik sehingga menghasilkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengangguran. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pengujian data yang dilakukan secara satatistik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
16
Pertama, upah minimum dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap pengangguran di Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini ternyata tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan ada hubungan positif antara upah minimum terhadap pengangguran. Hal ini disinyalir akibat kemungkinan dampak dari kenaikan upah sudah diantisipasi oleh pemerintah dengan membuat regulasi yang bisa membantu perusahaan yang belum mampu membayar tenaga kerja sesuai dengan besaran upah yang telah ditentukan sehingga aktifitas usaha tetap berjalan tanpa ada pengurangan jumlah tenaga kerja. Inflasi berpengaruh positif terhadap pengangguran di Jawa Timur. Hal ini ternyata tidak sesuai dengan hipotesis awal dari penelitian ini yang menyatakan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran. Hal ini disinyalir karena terjadi peningkatan inflasi yang tinggi maka harga produk domestik menjadi lebih mahal dari produk impor sehingga masyarakat beralih untuk lebih mengkonsumsi produk impor. Hal ini akan menurunkan produksi sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya akibat dari penurunan produksi tersebut.
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mencoba memberikan saran, diantaranya sebagai berikut: Pertama, kebijakan yang pro terhadap setiap lapisan masyarakat seperti penetapan upah minimum seharusnya dipertahankan dengan berbagai mekanisme dan regulasi yang tetap menjaga iklim usaha sehingga selain menjaga daya beli masyarakat khususnya dari kalangan buruh kebijakan tersebut mampu meningkatkan produksi sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Pemerintah seharusnya lebih sering memberikan berbagai program pelatihan kepada masyarakat dengan tujuan agar skill dan kemampuan masyarakat berkembang sehingga masyarakat dengan mudah memasuki pasar kerja. Selain itu peran masyarakat dalam menjaga semangat untuk bekerja harus tetap terjaga sehingga dengan kenaikan upah minimum diharapkan juga diikuti dengan peningkatan produksinya. Kedua, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkualitas pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang dilakukan secara konsisten, serta tidak hanya mendorong dari sisi konsumsi masyarakat saja namun lebih meningkatkan dari sisi produksinya seperti mempercepat pembangunan infrastruktur jalan khususnya di daerah-daerah, dan memberikan bantuan bagi umkm agar terus tumbuh. Ketiga, pemerintah seharusnya mengendalikan inflasi, hal ini dikarenakan inflasi yang berlebihan justru berbahaya bagi perekonomian. Pengenaan standarisasi sangat penting dilakukan baik itu barang dan jasa pertanian maupun non pertanian untuk melindungi produk dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga seharusnya memberikan upaya berupa sosialisasi kepada masyarakat untuk menambahkan rasa bangga dan cinta terhadap produk dalam negeri. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penurunan permintaan pada produk dalam negeri, produksi semakin meningkat sehingga hal ini akan menurunkan tingkat pengangguran. Daftar Pustaka Aris, Ananta. 1990. ”Ekonomi Sumber Daya Manusia”, Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2015 “Perkembangan Upah Minimum Propinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014”. BPS Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2016. “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. BPS Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2016. “Pertumbuhan Ekonomi triwulanan provinsi Jawa Timur 2013 menurut lapangan usaha”. BPS Jawa Timur. Badan Pusat Statistik. 2016. “Perkembangan Inflasi Indonesia”. BPS Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2016. “Perkembangan Inflasi Jawa Timur”. BPS Jawa Timur.
17
Badan Pusat Statistik. 2012. “Jumlah penduduk Indonesia Tahun 1971-2010”. BPS Jakarta. Bellante Don Mark Jackson. 1990. “Ekonomi Ketenagakerjaan”. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Boediono. 1985. ”Ekonomi Makro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi no.2”. Yogyakarta. BPFE. Boediono. 1992. ”Teori Pertumbuhan Ekonomi Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4”. Yogyakarta. BPFE. Dajan, Anto. 1986. “Pengantar Metode Statistik Jilid I”. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia. Dernburg Dan Karyaman, Muchtar. 1992. “Makro Ekonomi”. Jakarta. Erlangga. Satria, Dias. 2015. Analisi regresi : model data panel. http://www.diassatria.com (online) diakses pada 25 Desember 2015 Gujarati, Damodar. 2007. ”Dasar-dasar Ekonometrika”, Jakarta, Erlangga. Gregory.N, Mankiw. 2000. ”Teori Makro Ekonomi Edisi Kelima”, Jakarta, Erlangga. Insukindro. 2003. ”Model Pelatihan Ekonometrika”. Universitas Gajah Mada. Kuncoro. 2003. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta. Erlangga. Muana, Nanga. 2001. “Makroekonomi teori, masalah dan kebijakan, edisi perdana”, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. Mustika, Agustina. 2010. “Analisis Tingkat Pengangguran Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya di Kota Semarang”. Semarang. Universitas Diponegoro. Muniarsih, Ni Kadek. Dunia, Ketut. Meitriana, Made Ary. 2014. “Pengaruh Nilai PDRB, Tingkat Upah, dan Tingkat Inflasi Terhadap Pengangguran Terbuka Provinsi Bali Tahun 2003-2012”. Jurnal Universitas Ganesha Vol. 4 no.1. Mansur, Nirmala. Engka, Daisy. Tumangkeng, Steeva. 2014. “Analisis Upah terhadap Pengangguran di Kota Manado tahun 2003-2014”. Jurnal Berkala Efisiensi vol. 14 no. 2. Nopirin. 1988. ”Ekonomi Moneter”. Yogyakarta. BPFE. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI no 1 tahun 1999 Purnomo, Hadi Teguh. 2008. ”Penaksiran kesenjangan output Indonesia: Aplikasi metode kalman filter dan hodrick-prescott filter” journal of Indonesian applied economic. Ratna, F. Ningsih. 2010. “Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran di Indonesia Periode Tahun 1988-2008”. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah. Sangadji, Maryam. 2014. “Analisis Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran Di Kota Ambon”. Jurnal Ekonomi Volume VIII Nomor 1. ISSN: 1978-3612. Sasongko. 2010. “Pengantar Ekonomi Makro”. FEB. Universitas Brawijaya.
18
Maqbool, M. Shahid. Abdul Sattar, T. Mahmood. Bhalli, M. N. 2013. “Determinant of Unemployment Empirical Evidence from Pakistan”. Pakistan Economic and Social Review. Volume 51 No 2. Pp. 191-207. Simanjuntak. 1985. ” Pengantar Ekonomi SDM”. Jakarta. LPFE UI. Sugiyono. 2014. “Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R&D”. Bandung, Alfabeta. Sukirno, Sadono. 2004. “Makro ekonomi: Teori Pengantar”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sukirno, Sadono. 2000. ”Makroekonomi Modern”. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Todaro, Michael P. 2005. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. 3 rd ed”. Jakarta, Erlangga. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
19