ANALISIS PENERAPAN PENGETAHUAN ETNOBOTANI MASYARAKAT BADUY DALAM KETAHANAN PANGAN
SYAFITRI HIDAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Penerapan Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Baduy dalam Ketahanan Pangan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Syafitri Hidayati NIM E351110041
________________________________ * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait.
RINGKASAN SYAFITRI HIDAYATI. Analisis Penerapan Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Baduy dalam Ketahanan Pangan. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM ZUHUD. Masalah ketahanan pangan sedang menjadi isu penting dan banyak kalangan meyakini bahwa dunia telah menghadapi krisis pangan sejak 2007. Krisis pangan yang terjadi di Indonesia bukan pada tingkat makro melainkan pada tingkat mikro (keluarga) di daerah-daerah pedesaan yang terpencil, karena dampak dari kebijakan pemerintah di masa lalu yang menerapkan tarif impor komoditas pangan sangat rendah sehingga harga komoditas pangan yang diimpor lebih rendah dari hasil pertanian lokal atau nasional. Akibatnya di daerah-daerah pedesaan yang berpotensi menjadi lumbung pangan tidak bergairah mengembangkan produksi pangannya karena pendapatan yang akan mereka terima tidak menjanjikan. Berdasarkan Peta Kerawanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas- FSVA) 2009, sebanyak 100 kabupaten dari 265 kabupaten yang ada di Indonesia masuk dalam kategori rawan pangan utama, termasuk beberapa kabupaten yang surplus pangan. Berdasarkan peta tersebut masyarakat Baduy berada pada kondisi rawan pangan prioritas III. Namun masyarakat Baduy memiliki seperangkat pengetahuan tradisional yang diduga mampu membawanya dalam kondisi tahan pangan. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan. Pendekatan etnobotani digunakan karena tumbuhan memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai status ketahanan pangan masyarakat Baduy berdasarkan indikator penerapan pengetahuan etnobotani yang dimiliki. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengukur nilai tumbuhan pangan tradisional penting (Cultural Food Significant Index) masyarakat Baduy dan (2) mengukur tingkat penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober 2012 di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten dengan subyek penelitian masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) spesies tumbuhan pangan tradisional bernilai penting (Cultural Significant Plant) yang diperoleh melalui wawancara terhadap 60 responden yang dipilih secara purposive sampling dan eksplorasi lapang, (2) penerapan pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan (infrastruktur material, struktur sosial, dan superstruktur ideologi) yang diperoleh melalui Focus Group Discussion terhadap ketua adat, perangkat desa, dan beberapa masyarakat yang terkait erat dengan pemanfaatan tumbuhan pangan, (3) studi pustaka dilakukan pula untuk melengkapi data spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Baduy dan kondisi umum lokasi. Masyarakat Baduy memanfaatkan 240 spesies tumbuhan pangan, 46 varietas padi ladang, 42 varietas pisang, 12 varietas talas, 9 varietas kelapa, 17 varietas ubi jalar, 2 varietas terung, 8 varietas singkong, 2 varietas mangga, 2 varietas rambutan, 2 varietas jagung, dan 3 varietas nanas. Spesies tumbuhan
pangan tersebut diambil dan dimanfaatkan dari area budidaya dan hutan alam yang berada di sekitar Baduy. Rata-rata indeks tingkat pengetahuan etnobotani (Mg) responden berada pada tingkat sedang yaitu 0,83 yang nilainya lebih besar dari Q1 (Kuartil satu yaitu 0,795). Nilai Mg yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, asal, dan aktivitas harian. Berdasarkan hasil analisis statistika dengan Kruskal Wallis test, perbedaan kelas umur menunjukkan perbedaan yang nyata, sebaliknya jenis kelamin dan asal tidak berbeda nyata. Sehingga perbedaan usia akan mempengaruhi tingkat pengetahuan etnobotani pangan. Retensi pengetahuan etnobotani adalah kemampuan masyarakat untuk menyimpan pengetahuan etnobotani yang dimilikinya. Responden yang berada pada KU-5 mampu menyimpan pengetahuan etnobotani yang lebih besar dibandingan KU yang lain, dengan nilai MG yang tertinggi yaitu 0,939. Sebaliknya Responden yang berasal dari KU-1 dan KU-2 memiliki nilai RG, RC, dan CA yang terendah. Nilai CA antar kelas umur menunjukkan tingkat perubahan tahunan yang terjadi antar kelas umur, nilai CA dari KU-5 mengalami kecenderungan menurun (-) hingga KU-1. Kondisi perubahan tahunan yang terjadi berada pada kondisi normal. Terlihat dari jarak perubahan tahunan antar kelas umur sangat kecil (<0,25). Hal ini mengindikasikan bahwa pewarisan pengetahuan etnobotani pada masyarakat Baduy masih berlangsung dengan baik. Ketersediaan pangan, akses pangan, kesehatan, dan pemanfaatan pangan masyarakat Baduy dalam kondisi yang baik. Pangan yang ada dikelola dengan pengetahuan tradisional yang bersifat lokal sehingga stabil dan terus berkembang sesuai karakteristiknya. Pengetahuan tersebut diwariskan secara baik dari ayah atau ibu dan orang yang lebih tua kepada anak.
Kata kunci : tumbuhan pangan penting, pengetahuan tradisional, Baduy, ketahanan pangan
SUMMARY SYAFITRI HIDAYATI. Ethnobotany Application Analysis of the Baduy People in Food Security. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD. The food security was become an important issue and many people believed that the world is in food crisis since 2007. Food crisis in Indonesia not at the macro level but at the micro level (family) in the rural areas, because of the impact from government policies in the past. Based Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2009, 100 from 265 districts in Indonesia in the category of major food insecurity, included some districts that surplus food condition. Based on these maps Baduy tribal society have been at 3rd priority insecurity. But actually the Baduy people has traditional knowledge were able to hold him in conditions of food security. Generally, this study aims to assess the food security status of Baduy tribal society based on indicators of the application ethnobotanical knowledge. In particular, the study aims to: (1) measure the cultural food significant plants and (2) measure the level of application ethnobotanical knowledge Baduy tribal society in food security. The research was conducted in August and October 2012 in the Village of Kanekes, Leuwidamar Sub-District, Lebak District within Banten Province. The subject in this research are the people from inner Baduy and outer Baduy. Baduy people utilized 240 food plants species, 46 variety of field paddies, 42 variety of bananas, 12 variety of taroes, 9 variety of coconuts, 17 variety of sweet potatoes, 2 variety of eggplants, 8 variety of cassavas, 2 variety of manggoes, 2 variety of rambutans, 2 variety of corns, and 3 variety of pineapples wich be found in cultivation area and forest. The level of traditional knowledge about food plant was in normal condition 0.833, where the from the old age to young age in small decrease retention (<0,25). The ability of local communities in the named and used of the plant was highly influenced by age. The older generations of Baduy knew more about traditional plants than the younger generations. Youngers Baduy knew fewer types of plants because they have been influenced by the modern society. Unfortunatelly, they pay more attention about high technology, television, used phone than to learned about how they can develop their knowledge about the traditional plants. Therefore, the interest in plants have been reducing. Based on the indicators, the use of knowledge about food plants Baduy people are in a good food secturity condition. Moreover, successful retension occurs from generation to generation. This indicates that the Baduy people still will be able to use food resources in their land. Key words: signifcant food plants, traditional knowledge, Baduy, food security
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugian kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENERAPAN PENGETAHUAN ETNOBOTANI MASYARAKAT BADUY DALAM KETAHANAN PANGAN
SYAFITRI HIDAYATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iwan Hilwan, MS
Judul Tesis : Analisis Penerapan Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Baduy dalam Ketahanan Pangan Nama : Syafitri Hidayati NIM : E351110041
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Dr Ir Agus Hikmat, MScF Ketua
Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Januari 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberian kenikmatan kepada kita, diantaranya meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad Shalallahu’alaihi wa salam yang membawa manusia ke zaman terang benderang. Tesis yang berjudul ”Analisis Penerapan Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Baduy dalam Ketahanan Pangan” tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku dosen pembimbing yang memberikan masukan dan arahan dalam menyempurnakan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc, Prof Dr Ir Alex Hartana, MSc dan Dr Ir Iwan Hilwan, MS atas segala ilmu dan saran yang telah diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI selaku pihak pemberi beasiswa Unggulan Calon Dosen dan Tenaga Pendidik. Kang Samin, Teh Rasti, Teh Elas, Panggiwa Rasudin dan Panggiwa Sajum, Jaro Sami, Jaro Darni, serta Jaro Dainah yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas dorongan, doa, kasih sayang, tenaga, dan materi yang tidak mungkin dapat tergantikan, serta seluruh pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah kalian berikan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu diperlukan masukan dari banyak pihak. Semoga tesis ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya pada sekolah pascasarjana IPB terutama yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan etnobotani masyarakat.
Bogor, Februari 2013 Syafitri Hidayati
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Etnobotani Pengetahuan Tradisional Mengenai Tumbuhan Spesies Tumbuhan Pangan Tradisional Penting Ketahanan dan Kedaulatan Pangan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Jenis Data Metode Pengumpulan Data Analisis Data KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Topografi dan Iklim Masyarakat Baduy HASIL DAN PEMBAHASAN Makanan Pokok Tumbuhan Pangan Tradisional Masyarakat Baduy Frekuensi Pemanfaatan Tumbuhan Pangan Bagian Tumbuhan Pangan yang Dimanfaatkan Cara Pengolahan Tumbuhan Pangan Rasa dan Kesukaan terhadap Tumbuhan Pangan Penggunaan Tumbuhan Pangan untuk Kesehatan Penerapan Pengetahuan Etnobotani dalam Ketahanan Pangan Ketahanan Pangan Masyarakat Baduy Kontribusi Pengetahuan Etnobotani dalam Konservasi Tumbuhan Pangan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix x x x 1 2 3 3 4 6 7 7 8 11 11 11 13 18 19 19 22 27 30 31 32 33 34 35 39 43 45 45 46 50
ii
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Parameter data penelitian Pemilihan responden penelitian Nilai indeks tingkat ketersediaan Nilai indeks frekuensi pemanfaatan Nilai indeks bagian yang dimanfaatkan Nilai indeks keanekaragaman penggunaan pangan Nilai indeks tingkat rasa dan kesukaan Nilai indeks penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan Karakteristik masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar Susunan kegiatan upacara adat dan perladangan di Baduy berdasarkan penanggalan Kategori tumbuhan hasil eksplorasi Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan Cara pengolahan tumbuhan pangan Karakteristik masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam tentang pangan Perubahan pengetahuan etnobotani pangan masyarakat Baduy Perbandingan indikator FSVA dengan kondisi aktual Baduy
11 12 14 15 15 16 16 16 20 23 28 31 32 37 38 40
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kerangka pemikiran penelitian Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia (Deptan 2009) Peta Desa Kanekes Jumlah penduduk Baduy tahun 1985-2012 Penyakit yang diderita masyarakat Baduy Sketsa huma masyarakat adat Baduy Ikatan atau pocong padi yang sedang dikeringkan di lantaian Leuit Baduy Letak dan kompleks leuit di Baduy Tipe penggunaan lahan di kawasan Baduy Supa jangkar (a) dan suum pahatu (b) Tingkat ketersedian tumbuhan pangan musiman dalam satu tahun Frekuensi pemanfaatan tubuhan pangan oleh masyarakat Baduy Tingkat rasa dan kesukaan terhadap spesies tumbuhan pangan Tingkat pemanfaatan tumbuhan untuk kesehatan Perubahan pengetahuan etnobotani per tahun berdasarkan kelas umur
5 9 18 20 21 22 24 25 26 29 29 30 31 33 34 38
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2.
Panduan wawancara FGD (Focus Group Discussion) Daftar kuisioner CFSI (Cultural Food Significant Index)
51 52
iii
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Daftar kuisioner penerapan pengetahuan tradisional Daftar responden penelitian Tingkat pengetahuan tradisional masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan Analisis statistik non parametrik uji Kruskal Wallis dan Man Withney Sistem sosiokultural masyarakat Baduy Tanaman pangan budidaya Tumbuhan pangan liar penting Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Baduy
53 54 55 56 57 58 66 70
iv
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ketahanan pangan sedang menjadi isu penting dan banyak kalangan meyakini bahwa dunia telah menghadapi krisis pangan sejak 2007 (Tambunan 2008). Krisis pangan yang terjadi di Indonesia bukan pada tingkat makro melainkan pada tingkat mikro (keluarga) di daerah-daerah pedesaan yang terpencil, karena dampak dari kebijakan pemerintah di masa lalu ketika pemerintah menerapkan tarif impor komoditas pangan rendah (lebih rendah dari ketentuan WTO) sehingga harga-harga komoditas pangan yang diimpor lebih rendah dari hasil pertanian lokal atau nasional. Akibatnya di daerah-daerah pedesaan yang berpotensi menjadi lumbung pangan tidak bergairah mengembangkan produksi pangannya karena pendapatan yang akan mereka terima tidak memadai. Selain itu ketersediaan pangan secara makro belum menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Kelancaran distribusi dan daya beli masyarakat merupakan dua unsur penting dalam mewujudkan ketahanan pangan (Sibuea 2008). Selanjutnya Sibuea (2008) menjelaskan bahwa rendahnya ketahanan pangan di Indonesia disebabkan pula oleh kebijakan”berasisasi” yang diberlakukan oleh pemerintah sejak dulu. Berdasarkan Peta Kerawanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas- FSVA) 2009, sebanyak 100 kabupaten dari 265 kabupaten yang ada di Indonesia masuk dalam kategori rawan pangan utama, termasuk beberapa kabupaten yang surplus pangan (Deptan 2009). Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar yang mengarah pada dasar penetapan kriteria daerah rawan pangan. Salah satu indikator rawan pangan yang digunakan adalah persentase kepala keluarga yang tidak tamat pendidikan dasar. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah diasumsikan tidak dapat memanfaatkan pangan berbasis sumber daya lokal (SDL) secara optimal dan mengakses sumber pangan tersebut. Indikator tersebut tidak relevan jika digunakan pada kawasan adat yang dikelola oleh masyarakat secara tradisional. Karena masyarakat adat atau masyarakat tradisional telah mengembangkan pengetahuan dan kearifan tradisional dalam mengelola sumber daya alamnya dan terbukti lestari hingga saat ini (KMNLH 2001). Sebagai contoh masyarakat Baduy yang terbukti mampu mengelola ladang/huma sebagai penghasil berasnya dan teknologi leuit yang merepresentasikan lumbung padi bagi masyarakat Baduy. Kemampuan sistem pertanian masyarakat yang bersumber dari penggunaan pengetahuan tradisional telah dimiliki oleh masyarakat adat secara turun-temurun di suatu daerah dan erat kaitannya dengan pengelolaan lingkungan secara lestari sehingga terbukti mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan pangan berkelanjutan (Chapman 2007; Pierotti 2011). Kelaparan adalah sebuah kejadian yang hampir tidak mungkin terjadi pada masyarakat Baduy (Maryoto 2009). Selama puluhan tahun, mereka tidak pernah mengalami hal tersebut dan selama itu pula masyarakat Baduy tidak mendapatkan pendidikan formal. Beras senantiasa tersedia karena masyarakat Baduy memiliki disiplin tinggi dalam menjaga ketersediaan pangannya. Mereka melestarikan budaya lumbung beras masyarakat yang disimpan dalam leuit. Selain beras,
2
masyarakat Baduy mengembangkan dan menggunakan beberapa spesies tumbuhan pangan lain untuk memenuhi kebutuhan pangannya seperti taleus (Colocasia esculenta), tangkil (Gnetum gnemon), dan berbagai spesies buahbuahan serta sayuran yang dibudidayakan ataupun diambil langsung dari hutan. Masyarakat Baduy memanfaatkan 127 spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan, huma, pekarangan, reuma, jami, dan di sempadan sungai (Suansa 2011). Tingginya jumlah spesies yang dimanfaatkan mengindikasikan bahwa masyarakat Baduy memiliki banyak pilihan (diversifikasi) dalam budaya pangannya. Makan dan kebutuhan pangan, erat kaitannya dengan budaya yang berkembang di suatu tempat. Budaya atau kebiasaan makan dan pola makan akan berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Perbedaan ini semakin terlihat antara masyarakat satu dengan yang lainnya, sebagai contoh mayarakat adat Jae di Papua yang memiliki kebudayaan meramu, orang Jae memakan hampir segala sesuatu yang tersedia untuk bisa dimakan agar tetap hidup. Rasionalisasi dari sistem pengetahuan orang Jae tentang apa yang bisa dan tidak bisa dimakan merupakan sebuah proses panjang sampai pada penetapan spesies tumbuhan tertentu sebagai makanan. Tumbuhan ditetapkan sebagai makanan karena tidak mematikan orang, sebaliknya sesuatu yang mematikan tidak boleh dimakan (Apomfires 2002). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dari kebudayaanlah pola makanan suatu masyarakat atau komunitas akan lahir dan terbentuk. Demikian pula dengan masyarakat adat Baduy yang mengembangkan aspek sosial budaya pangan spesifiknya. Budaya sebagai arahan hidup membentuk kepercayaan dan moral masyarakat adat Baduy (Aspartia 1996). Budaya juga berperan dalam memberikan nilai sosial pada makanan, seperti adanya beberapa jenis tumbuhan yang memiliki nilai sosial yang rendah, sebaliknya tumbuhan pangan lain memiliki nilai sosial yang tinggi. Sebagai contoh, beras dianggap memiliki nilai sosial yang lebih tinggi daripada sumber karbohidrat lainnya seperti singkong, jagung, dan lain-lain (Tan et al. 1970). Berbagai penelitian yang mengkaji hubungan antara budaya dengan tumbuhan pangan telah banyak dilakukan, namun kuantifikasi tumbuhan pangan tradisional penting belum banyak digali. Kenyataannya metode kuantifikasi ini sangat penting dilakukan dalam aplikasi ilmu etnobotani yang sedang berkembang (Pieroni 2001). Pengukuran nilai penting budaya terhadap suatu spesies (Cultural Significant Plant) akan menjadi dasar dalam pengukuran pengetahuan tradisional masyarakat (indigenouse knowledge) dalam pemanfaatan spesies tumbuhan pangan. Selanjutnya pengetahuan tradisional masyarakat terhadap pemanfaatan spesies tumbuhan beserta sistem pangan yang meliputi infrastruktur material, struktur sosial, dan superstruktur ideologis dapat dijadikan dasar dalam pengukuran retensi dan penggunaan pengetahuan etnobotani dalam ketahanan pangan pada masyarakat adat Baduy (Zent 2009; Suansa 2011). Rumusan Masalah Pilar utama dalam penetapan ketahanan pangan yang digunakan pada Peta Kerawanan Pangan adalah (1) ketersediaan pangan, (2) akses pangan, (3) kesehatan dan gizi, (4) kerawanan pangan (Deptan 2005). Ketersediaan pangan diukur dengan pendekatan ketersediaan serealia serta membandingkan produksi padi dan jagung dengan konsumsi normatif masyarakat terhadap komoditi
3
tersebut. Salah satu indikator dari akses pangan adalah jumlah kepala keluarga yang tidak tamat pendidikan dasar. Salah satu indikator dalam kesehatan dan gizi adalah jumlah perempuan buta huruf. Jika indikator tersebut digunakan dan disimulasikan pada komunitas masyarakat Baduy yang berada di Kabupaten Lebak, daerah ini termasuk dalam daerah prioritas 3 (Deptan 2009). Baduy menjadi daerah rawan pangan prioritas ke-3 karena tingkat pendidikan yang relatif rendah, tingkat buta huruf yang relatif tinggi, akses listrik yang rendah, meskipun termasuk dalam daerah surplus pangan yang sedang. Kenyataannya Baduy memiliki seperangkat pengetahuan tradisional yang diadaptasikan dan digunakan dalam waktu panjang sehingga diduga mampu membawa masyarakat Baduy dalam kondisi yang tahan pangan. Pengukuran tingkat ketahanan pangan masyarakat Baduy dilakukan dengan pendekatan etnobotani (pangan) atau pemanfaatan tumbuhan lokal oleh masyarakat. Pendekatan ini digunakan karena tumbuhan memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia (NTBG 2007; Suansa 2011). Penetapan tumbuhan pangan bernilai budaya tinggi (Cultural Significant Plant) merupakan pemberian nilai terhadap suatu spesies tumbuhan berdasarkan budaya yang melekat dalam suatu komunitas masyarakat (Pieroni 2001). Penilaian tersebut merepresentasikan keeratan hubungan antara manusia dengan tumbuhan dalam penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan (etnobotani) pangan. Selanjutnya nilai tersebut dijadikan dasar untuk mengukur penggunaan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan. Sehingga muncul dua pertanyaan penting dalam penelitian, yaitu: 1. Spesies tumbuhan pangan tradisional (cultural significant plant) apa yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy sebagai bahan pangan? 2. Berapa besar tingkat penggunaan pengetahuan etnobotani masyarakat adat Baduy dalam ketahanan pangan? Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai status ketahanan pangan masyarakat Baduy berdasarkan indikator penerapan pengetahuan etnobotani yang dimiliki. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengukur nilai tumbuhan pangan tradisional penting masyarakat Baduy. 2. Mengukur tingkat penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat adat dalam mendokumentasikan pengetahuan tradisionalnya serta merealisasikan pengakuan dan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Bagi stakeholder yang terkait penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam penentuan kriteria status ketahanan pangan pada komunitas masyarakat adat atau tradisional. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu dalam penyusunan program dan pengembangan daerah serta pengambilan kebijakan yang tepat, efektif, dan efisien dalam perwujudan ketahanan pangan.
4
Kerangka Pemikiran Pendekatan pengetahuan etnobotani digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi status ketahanan pangan masyarakat Baduy. Pengetahuan tersebut terdiri atas pengenalan spesies tumbuhan pangan tradisional penting (Cultural Food Significant Index) termasuk tanaman pangan budidaya dan tumbuhan pangan liar, serta sistem sosio kultur yang terdiri dari: infrastruktur material, struktur sosial, dan super struktur ideologi (Pieroni 2001; Zent 2009). Selanjutnya pengetahuan etnobotani tersebut dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui retensi pengetahuan etnobotani. Retensi pengetahuan etnobotani adalah kemampuan masyarakat adat untuk menyimpan pengetahuan etnobotani yang dimilikinya (Zent 2009). Semakin besar (+) penurunan kemampuan retensi masyarakat Baduy antar kelas umur menunjukkan kecenderungan hilangnya pengetahuan tradisional, sebaliknya semakin rendah (-) penurunan kemampuan retensi masyarakat Baduy antar kelas umur menunjukkan kecenderungan penggunaan pengetahuan etnobotani dan mengarah pada ketahanan pangan. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran teoritis melalui pendekatan Pieroni (2001) dan Zent (2009).
5
Food Security and Vulnerability Atlas 2009
Ketersediaan Pangan Perbandingan konsumsi normatif terhadap produksi bersih padi, jagung, dan singkong.
Akses Pangan 1. Kepala keluarga tidak tamat pendidikan dasar. 2. Areal yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat (%) 3. Rumah tangga tanpa listrik (%)
Pemanfaatan Pangan 1. Angka harapan hidup 2. Perempuan buta huruf 3. Rumah tangga yang berjarak >5 km dari pelayanan kesehatan.
Rawan Pangan Prioritas III
Tahan Pangan
Masyarakat Baduy
Rawan Pangan
+
‐ Pengetahuan Etnobotani Pangan Tumbuhan Pangan Tradisional Penting 1. Tanaman pangan budidaya (penyebutan, ketersediaan, penggunaan tumbuhan, komersialitas, dan eksklusivitas)
Sistem Sosio kultural 1. Infrastruktur material 2. Struktur sosial 3. Super struktur ideologis
2. Tumbuhan pangan liar (penyebutan, ketersediaan, frekuensi pemanfaatan, bagian yang dimanfaatkan, pengolahan, dan rasa dari tumbuhan pangan, serta pemanfaatan dalam kesehatan)
‐
+ Retensi Pengetahuan Etnobotani
Keterangan: tanda +/- menunjukkan kecenderungan retensi pengetahuan etnobotani
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
6
2 TINJAUAN PUSTAKA Etnobotani Awal tahun 1985, ilmu etnobotani secara sederhana telah menggambarkan penggunaan tumbuhan oleh masyarakat suku Aborigin, namun dalam kurun waktu yang panjang ilmu tersebut mengalami perkembangan tidak hanya terbatas pada penggunaan tumbuhan tetapi juga mempelajari bagaimana masyarakat tradisional merasakan dan mengelola tumbuhan serta hubungan saling ketergantungan antara tumbuhan dan masyarakat tradisional (Cotton 1996). Pengertian Etnobotani berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ethnos yang berarti bangsa dan botany yang berarti tumbuhan (Young 2007). Selanjutnya Young (2007) menjelaskan bahwa etnobotani berisi keseluruhan fakta-fakta yang spesifik berkaitan dengan budaya dan agama suatu masyarakat tradisional dalam mengolah dan memanfaatkan tumbuhan dari lingkungan lokalnya. Pemanfaatan tersebut dapat berupa pangan, obat, bahan bakar, tempat tinggal, dan bahan dalam upacara maupun acara adat sesuai dengan budaya setempat. Dalam Deklarasi Kaua’I pada tahun 2007 dijelaskan bahwa hubungan antara manusia dan tumbuhan merupakan suatu interaksi ketergantungan yang saling mempengaruhi. Jika tumbuhan tidak ada, maka kehidupan manusiapun tidak akan pernah ada. Tumbuhan memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyedia biomasa utama yang dihasilkan dari proses fotosintesis yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu etnobotani berkembang tidak hanya dalam tataran pengenalan jenis tumbuhan saja, tetapi juga bagaimana masyarakat tradisional mengelolanya dan memanfaatkannya dengan bersumber pada rasionalisasi dan pengetahuan tradisional yang dimilikinya (NTBG 2007). Secara luas etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam pemanfaatan secara tradisional (Harshberger 1896; Cotton 1996). Studi etnobotani dapat membantu masyarakat dalam mencatat dan merekam kearifan lokal yang dimiliki selama ini, untuk masa mendatang. Sehingga studi etnobotani dapat memberikan kontribusi dalam proses pengenalan sumber daya alam di suatu wilayah melalui kegiatan dokumentasi kearifan lokal bersama masyarakat setempat (Ndero dan Thijssen 2004). Ruang lingkup Secara sederhana ruang lingkup etnobotani dibatasi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mendalami persepsi masyarakat tentang sumberdaya nabati di lingkungannya (Waluyo 1992). Senada dengan hal tersebut Harrington dan Marreco (1916) menjelaskan bahwa etnobotani sebagai ilmu pengetahuan memiliki karakter yang sistematis dan merupakan hasil dari sebuah penelitian dengan metode yang benar. Sejak dari proses pengumpulan spesies tumbuhan, mengidentifikasi spesies tumbuhan, kemudian membuat daftar spesies dan menganalisis manfaat dari masing-masing spesies harus dilakukan dengan konsep
7
dan landasan yang benar. Selanjutnya etnobotani menjadi sebuah batasan penelitian yang terdiri dari dua pertanyaan penting, yaitu: 1. Apa konsep dan ide masyarakat tradisional terhadap pengelolaan tumbuhan? 2. Apa dampak yang diberikan tumbuhan terhadap kehidupan manusia, budaya, agama, dan pemenuhan kebutuhan hidupnya? Pengetahuan Tradisional Mengenai Tumbuhan Secara umum pengetahuan tradisional adalah tata nilai dalam tatanan kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan yang berkembang di suatu masyarakat tradisional (Chapman 2007). Pengetahuan tersebut bersifat dinamis, berkelanjutan, dan dapat diterima oleh komunitasnya (Zent 2009). Pengetahuan tradisional berkembang dari generasi ke generasi dan terwujud dalam seperangkat aturan, pengetahuan, keterampilan, tata nilai, etika yang mengatur tatanan sosial di suatu komunitas (Pierotti 2011). Secara spesifik pengetahuan tradisional mengenai tumbuhan adalah keseluruhan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan penamaan, ekologi, dan pemanfaatan tumbuhan serta pengelolaannya (Cotton 1996). Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam mendokumentasikan pengetahuan tradisional mengenai tumbuhan adalah melalui: (1) pendekatan manfaat (meliputi obat, pestisida nabati, sumber nutrisi, dan manfaat lainnya), (2) pendekatan kognisi/pengetahuan dasar dalam pemanfaatan tumbuhan, (3) ekologi budaya, (4) perubahan dan penyebaran pengetahuan tradisional, serta (5) sumber pengetahuan tradisional (sebagai proses pengamatan, percobaan, dan adaptasi). Spesies Tumbuhan Pangan Tradisional Penting Tumbuhan merupakan sumber daya penting dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup seperti makanan, pakan, dan medis. Pemanfaatan spesies tumbuhan pangan oleh masyarakat adat (etnobotani) adalah hasil dari pengalaman dan rasionalisasi yang terjadi untuk waktu yang lama sehingga tercermin dalam makanan dan budaya. Sebagai contoh orang Jae yang mengkonsumsi hampir semua spesies tumbuhan asalkan tidak menyebabkan kematian (Ampofires 2002). Jadi tumbuhan pangan dan budaya memiliki hubungan dekat dapat digunakan untuk menentukan tingkat ketahanan pangan pada area spesifik (Loring dan Gerlach 2009). Banyak penelitian membahas tentang hubungan antara tumbuhan pangan dan budaya, namun pengembangan dengan metode kuantitatif belum banyak dilakukan. Kenyataannya metode kuantitatif dalam pengukuran speies tumbuhan pangan tradisional penting sangat dibutuhkan dalam aplikasi ilmu etnobotani (Pieroni 2001). Pengembangan metode kuantitatif untuk mengukur nilai penting tumbuhan telah dilakukan pada tahun 1988 terhadap tumbuhan mawar di Kanada (Turner 1988). Pengukuran dilakukan dengan tiga kriteria, yaitu kualitas penggunaan sebagai tumbuhan utama atau sampingan dengan lima skala pengukuran, intensitas atau frekuensi penggunaan, dan eksklusifitas tumbuhan dalam suatu kebudayaan dan ritual adat. Selanjutnya tiga kriteria tersebut dikembangkan lagi untuk menganalisis etnobotani dan mengevaluasi tumbuhan bernilai budaya dan etnik yang penting di Gunung Yucca (Nevada, USA). Pengukuran dilakukan
8
dengan mengurangi kriteria kualitas penggunaan tumbuhan dan menambahkan kriteria lain yang berkaitan dengan budaya dan etnis pada masing-masing kelompok (Johns 1990). Pieroni (2001) menggabungkan metode yang digunakan oleh Turner (1998) dan Johns (1990) untuk menilai tumbuhan pangan liar penting di Tuscany, Italia. Pengukuran dilakukan dengan tujuh indeks utama yaitu indeks penyebutan, indeks ketersediaan, indeks frekuensi pemanfaatan, indeks pengolahan tumbuhan, bagian yang dimanfaatkan, indeks rasa dan kesukaan, dan penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan. Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Ketahanan Pangan Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang telah ditetapkan sebagai hak asasi manusia dalam Universal Declaration of Human Rights. Pada KTT Pangan sedunia tahun 1996 di Roma, para pemimpin negara dan pemerintah telah mengikrarkan kemauan dan komitmennya untuk mencapai ketahanan pangan dan menghapus kelaparan di semua negara (Kementan 2012). Ketahanan pangan adalah keadaan dimana setiap rumah tangga mempunyai pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No. 7 1996). Menurut World Food Summit 1996, ketahanan pangan terjadi jika semua orang secara terus-menerus baik secara fisik, sosial, dan ekonomi memiliki akses pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat (FAO 1996). Sebagaimana FIA tahun 2005, FSVA tahun 2009 dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (1) ketersediaan pangan, (2) akses terhadap pangan, dan (3) pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan secara fisik di daerah yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/ perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman, dan bantuan pangan maupun kombinasinya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi. Pemanfaatan ini meliputi cara penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar memasak (Deptan 2009). Peta ketahanan dan kerawanan pangan Indonesia menggunakan enam tingkatan ketahanan pangan yang ditandai dengan perbedaan warna. Daerah yang menjadi prioritas utama dalam kerentanan pangan ditunjukkan dengan warna merah yang semakin tua sebaliknya warna hijau yang semakin tua menunjukkan daerah yang semakin tahan pangan (Gambar 2).
Gambar 2 Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia (Deptan 2009)
9
10
Kedaulatan pangan Kedaulatan pangan secara sederhana merupakan suatu kemampuan untuk hidup dengan menggunakan apa yang kita hasilkan. Kedaulatan pangan merupakan hak masyarakat untuk menentukan makanan dan pertanian mereka sendiri; dalam upaya melindungi dan mengatur produksi pertanian domestik dan perdagangan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, menentukan sejauh mana mereka ingin menjadi mandiri; membatasi pembuangan produk di pasar mereka, dan untuk menyediakan kebutuhan pangan dari perikanan lokal berbasis masyarakat. Kedaulatan pangan tidak meniadakan perdagangan, melainkan mengutamakan kebijakan dan pelaksanaan perdagangan yang melayani hak-hak masyarakat atas pangan yang aman, sehat, dan ekologi yang berkelanjutan (Nyeleni 2007). Konsep kedaulatan pangan tertuang dalam enam prinsip, yaitu: 1. Fokus pada pangan untuk manusia sebagai pemenuhan kebutuhan dasar, bukan sebagai komoditas ekspor. 2. Menghormati nilai dan hak petani sebagai penyedia pangan dan menolak segala kebijakan dan tindakan yang mengancam mata pencahariannya. 3. Membentuk sistem pangan lokal dengan mendekatkan produsen dan konsumen sebagai pengambil keputusan dalam isu-isu pangan, menjaga produsen pangan dari sistem perdagangan yang tidak adil. 4. Membangun kontrol yang bersifat lokal, mereka bisa mengembangkan dan membagi daerah sesuai dengan kondisi alam yang ada dengan mempertimbangkan lingkungan yang berkelanjutan, bukan paradigma privatisasi terhadap sumber daya. 5. Membangun pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam produksi pangan , sistem panen, dan mengembangkan kearifan lokal untuk generasi yang akan datang serta menolak pengetahuan asing yang justru mengganggu sistem lokal yang telah ada. 6. Bekerja dengan kaidah alam, dimana alam diciptakan dalam keragaman dan memiliki kemampuan adaptasi sehingga berkelanjutan. Menolak segala metode yang membahayakan bagi fungsi ekosistem seperti sistem pertanian monokultur yang bertentangan dengan kaidah alam. Prinsip tersebut menunjukkan bagaimana kemajuan kedaulatan pangan yang tidak hanya sebagai konsep, melainkan arah dan tindakan yang dapat dilakukan pada tingkat individu atau komunitas lokal yang berbasis ekologi. Dalam beberapa tahun terakhir gerakan kedaulatan pangan telah muncul negaranegara maju termasuk Inggris dengan cara memberikan kontribusi untuk lebih ramah lingkungan dan sistem pangan yang berkelanjutan (World Development Movement 2011). Selain itu saat ini telah pengukuran kedaulatan pangan melalui “Food Sovereignty Assesment Tool” oleh First Nations Development Institute pada tahun 2004.
11
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten dengan subyek penelitian masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2012. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi spesies tumbuhan pangan tradisional penting (Cultural Significant Plant) dan penggunaan pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan, serta data spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy dan kondisi umum lokasi yang dikumpulkan melalui studi pustaka (Tabel 1). Tabel 1 Parameter data penelitian Parameter 1. Pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan
2. Spesies tumbuhan pangan penting
3. Spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy 4. Kondisi umum lokasi
Variabel a. Pengetahuan tradisional tentang penamaan dan identifikasi spesies tumbuhan pangan. b. Sistem sosiokultur dalam pemanfaatan spesies tumbuhan pangan: 1. Infrastruktur material 2. Struktur sosial 3. Super struktur ideologis a. Tanaman pangan budidaya b. Tumbuhan pangan liar penting
Nama spesies, manfaat, cara pemanfaatan, potensi pemanfaatan Letak, luas, iklim, topografi, demografi penduduk.
Pengumpulan Data Focus Group Discussion
Wawancara semi terstruktur Wawancara semi terstruktur, eksplorasi lapang, dan observasi partisipatif Buku identifikasi “Tumbuhan Berguna Indonesia” (Heyne 1987 dan herbarium Studi Pustaka
Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan observasi partisipatif, wawancara (Focus Group Discussion dan wawancara semi terstruktur), eksplorasi lapang, dan pembuatan herbarium untuk identifikasi spesies, serta studi pustaka (Tabel 1). a. Observasi partisipatif Pencatatan dilakukan selama penulis mengikuti dan terlibat pada aktivitas masyarakat yang sedang dikaji. Sebagai contoh, peneliti mengikuti proses pengambilan/pemanenan padi di ladang masyarakat Baduy.
12
Wawancara (Focus Group Discussion dan wawancara semi terstruktur) Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengetahui data keseluruhan komunitas, atau data umum sebanyak-banyaknya yang dihasilkan dari informan kunci meliputi tetua adat (Jaro Dainah, Jaro Sami, dan Jaro Darni), perangkat desa (Panggiwa Rasudin dan Panggiwa Sajum), dan beberapa masyarakat yang sangat terkait dengan pemanfaatan tumbuhan pangan (Idrus 2009). Selanjutnya hasil FGD digunakan sebagai data dasar (konsep kuisioner) dalam pengukuran penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy. Wawancara semi terstruktur dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat penentuan spesies tumbuhan bernilai budaya tinggi, dan pada pengukuran penggunaan pengetahuan etnobotani dalam ketahanan pangan. Wawancara dilakukan secara langsung dengan bantuan panduan wawancara dan kuisioner. Penentuan responden dilakukan dengan quota sampling yaitu sebanyak 30 responden yang berasal dari Baduy Dalam dan 30 responden dari Baduy Luar. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi jumlah minimal responden dalam suatu pengolahan data yang bersifat korelasional (Gay 1981). Selanjutnya pemilihan responden dilakukan dengan purposive sampling (terpilih) dengan pertimbangan usia, jenis kelamin, dan asal (Tabel 2). b.
Tabel 2 Pemilihan responden penelitian Asal
Baduy Dalam Baduy Luar
c.
Kelas umur Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
I <24 tahun 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
II 25-39 tahun 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
III 40-54 tahun 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
IV 55-69 tahun 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
V >69 tahun 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
Eksplorasi Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui ketersediaan tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy dan pengambilan spesimen untuk identifikasi tumbuhan pada masing-masing tipe penggunaan lahan. Selain untuk mengetahui ketersediaan tumbuhan di berbagai tipe penggunaan lahan masyarakat Baduy, eksplorasi juga bertujuan untuk mengambil bagian tumbuhan untuk dijadikan herbarium. Lahan tersebut meliputi hutan (leuweung), ladang (huma), pinggir rumah (pipir imah), sekitar kampung (tatajuran), ladang yang diberakan 1-2 tahun (jami), di sempadan sungai (pipir cai), pinggir saung (pipir saung), dan hutan sekunder atau kebun (reuma) yang terbagi di Baduy Dalam, Baduy Luar, dan luar Desa Kanekes. d. Pembuatan herbarium Kegiatan ini dilakukan untuk membantu proses identifikasi spesies tumbuhan dengan mengoleksi atau mendokumentasikan spesimen dari lapangan berupa bagian tumbuhan yang terdiri dari ranting, daun, bunga, dan buah jika ada. Adapun tahapan dari pembuatan herbarum meliputi: 1. Mengambil spesimen herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil. Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan wawancara.
13
2. 3.
4. 5. 6.
7.
8.
Contoh herbarium dipotong dengan panjang ± 40 cm menggunakan gunting. Kemudian contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan label berukuran (3 cm x 5 cm). Label berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, dan lokasi pengumpulan. Selanjutnya herbarium disusun dan disemprot dengan alkohol 70%. Kemudian herbarium disimpan di dalam trash bag, untuk di bawa ke Laboratorium Konservasi Tumbuhan Fakultas Kehutanan IPB. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan herbarium yang meliputi: penggantian kertas koran, penyusunan herbarium di atas sasak, dan pengovenan pada suhu 60° C selama 5 hari. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses identifikasi untuk mendapatkan nama ilmiah, habitus, dan data taksonomi yang dibutuhkan. Selanjutnya herbarium yang telah selesai diidentifikasi dengan buku identifikasi dan sebagian dikirim kepada pakar identifikasi tumbuhan.
e.
Studi pustaka Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan pula dengan mencocokan ciri dan nama lokal spesies tumbuhan dengan buku “Tumbuhan Berguna Indonesia” (Heyne 1987). Data pendukung meliputi spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Baduy dan kondisi umum lokasi penelitian (luas, letak, iklim, dan demografi penduduk) diperoleh melalui studi pustaka. Analisis Data Tumbuhan pangan penting a. Tanaman pangan budidaya Analisis data tanaman pangan budidaya penting dilakukan secara kuantitatif dengan modifikasi persamaan Pieroni (2001) dan Johns (1990): CFCI=QI x (AI + FuI+CoI) x EI Keterangan CFCI : Cultural Food Cultivated Index (Spesies tanaman pangan budidaya penting) QI : Quotation Index (tingkat penyebutan tumbuhan pangan ) AI : Availability Index (tingkat ketersediaan tumbuhan pangan) CoI : Commercial Index (nilai komersial tumbuhan pangan) FuI : Food use Index (penggunaan tumbuhan pangan) EI : Exclusivity Index (penggunaan tumbuhan pangan dalam kegiatan/ ritual adat) QI (Quotation Index) merupakan nilai sejumlah spesies tanaman pangan penting yang mampu disebutkan oleh responden secara spontan. Spesies yang hanya disebutkan oleh 1 atau 2 orang dianggap bukan spesies tumbuhan bernilai budaya penting sehingga dapat diabaikan. AI (Availability Index) yaitu tingkat ketersediaan tanaman pangan yang ditunjukkan oleh ada (skor: 2) dan tidaknya (skor: 1) teknologi penyimpanan atau pengawetan yang memungkinkan tanaman/ bagian tanaman tersebut tersedia sepanjang tahun.
14
CoI (Commercial Index) merupakan tingkat komersial suatu spesies tanaman dimana kategori dibagi menjadi tanaman yang digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi/ subsisten (skor: 1) dan dapat dijual (skor: 2) FuI (Food use Index) merupakan tingkat penggunaan tumbuhan dalam pemenuhan nutrisi tubuh yang terbagi dalam tiga kategori. Pangan pokok sebagai penghasil karbohidrat (skor: 3), sayur dan buah sebagai penghasil vitamin dan mineral (skor: 2), dan sebagai bahan tambahan pangan (skor 1). EI (Exclusivity Index) merupakan tingkat kekhususan tumbuhan pangan yang digunakan pada upacara dan ritual adat. Selain itu penerapan aturan khusus yang membuat tanaman pangan budidaya menjadi sangat diperhatikan (skor: 2) menjadikan nilai tumbuhan ini lebih besar dari tumbuhan lainnya (skor: 1). b. Tumbuhan pangan liar Analisis data tumbuhan pangan bernilai budaya penting dilakukan secara kuantitatif dengan persamaan yang dikembangkan oleh Pieroni (2001): CFSI= QI x AI x FUI x PUI x MFFI x TSAI x FMRI x 10-2 Keterangan: CFSI : Cultural Food Significant Index (spesies tumbuhan pangan tradisional penting) QI : Quotation Index (tingkat penyebutan tumbuhan pangan ) AI : Availability Index (tingkat ketersediaan tumbuhan pangan) FUI : Frequency of Use Index (frekuensi pemanfaatan tumbuhan pangan) PUI : Part of Use Index (bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan) MFFI : Multi-Functional Food Use Index (keanekaragaman penggunaan tumbuhan pangan) TSAI : Taste Score Appreciation Index (rasa dan kesukaan tumbuhan pangan) FMRI : Food-Medicinal Role Index (tingkat penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan) QI (Quotation Index) merupakan nilai sejumlah spesies tumbuhan pangan penting yang mampu disebutkan oleh responden secara spontan. Spesies yang hanya disebutkan oleh 1 atau 2 orang dianggap bukan spesies tumbuhan bernilai budaya penting sehingga dapat diabaikan. AI (Availability Index) yaitu tingkat keterjangkauan dan ketersediaan yang dirasakan oleh masyarakat. Nilai keterjangkauan ditunjukkan dengan kemudahan dalam memperoleh tumbuhan yang dirasakan oleh responden, sedangkan ketersediaan diukur dari perjumpaan spesies tumbuhan di lapangan. Adapun kategori yang digunakan adalah mudah, biasa, agak sulit, dan sulit sedangkan untuk koreksi lapang ketersediaan spesies dikategorikan dalam lebih dari 2 lahan, terdapat di 2 lahan saja, dan hanya ada di 1 lahan yang bersifat lokal (Tabel 3). Tabel 3 Nilai indeks tingkat ketersediaan Ketersediaan Mudah Biasa Agak sulit Sulit Kondisi lapang Lebih dari 2 lahan Terdapat di 2 lahan berbeda Hanya ada di 1 lahan Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 4,0 3,0 2,0 1,0 Nilai indeks -0,5 -1,0
15
Hasil dari wawancara terhadap tingkat ketersediaan selanjutnya dikoreksi secara kuantitatif dengan nilai indeks yang ada. Sebagai contoh spesies peutag (Syzigium lineata Duthie.) disebutkan agak sulit ditemukan oleh masyarakat namun berdasarkan hasil eksplorasi hanya ditemukan di dua lahan saja, yaitu di hutan (leuweung) dan kebun (reuma). Maka nilai indeks ketersediaan dari spesies tersebut adalah 2,0+ (-0,5)= 1,5. FUI (Frequency of Use Index) atau tingkat frekuensi pemanfaatan menggambarkan seberapa sering tumbuhan tersebut digunakan. Kategori dalam frekuensi penggunaan meliputi lebih dari 1 kali dalam seminggu, 1 kali dalam seminggu, satu kali dalam sebulan, hingga penggunaan 30 tahun lalu (Tabel 4). Tabel 4 Nilai indeks frekuensi pemanfaatan Frekuensi penggunaan >1 kali/minggu 1 kali/minggu 1kali/ bulan >1 kali/tahun dan <1 kali/bulan 1kali/tahun Lebih dari 30 tahun tidak menggunakan Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,5
PUI (Part of Use Index) atau tingkat keanekaragaman bagian yang dimanfaatkan. Pada aspek ini spesies tumbuhan yang dimanfaatkan pada beberapa bagian dengan tujuan yang berbeda memiliki nilai yang lebih tinggi daripada spesies yang dimanfaatkan seluruh bagian mudanya untuk satu tujuan (Tabel 5). Tabel 5 Nilai indeks bagian yang dimanfaatkan Bagian yang digunakan Kulit Akar dan rimpang/stolon Akar muda Umbi Batang Daun Tangkai daun Daun muda Tuak Tunas Pucuk daun Bunga Buah Biji Seluruh bagian tumbuhan Seluruh bagian tumbuhan muda Caps atau tudung jamur Seluruh tubuh buah pada jamur Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 1,00 1,50 1,00 1,50 1,00 1,50 1,00 1,00 1,00 1,25 0,75 0,75 1,50 1,00 3,00 2,00 1,50 2,00
MFFI (Multi Fuctional Food Use Index) atau keanekaragaman penggunaan pangan merupakan penilaian terhadap cara atau pengolahan tumbuhan pangan mulai dari pemanfaatan secara sederhana hingga tahapan yang
16
lebih kompleks/rumit. Semakin rumit proses dalam pengolahan tumbuhan pangan, nilai indeks akan semakin besar (Tabel 6). Tabel 6 Nilai indeks keanekaragaman penggunaan pangan Penggunaan Bahan mentah sebagai makanan kecil Bahan mentah sebagai lalaban Digoreng dengan atau tidak dengan kocokan telur Dididihkan Didihkan kemudian digoreng Didihkan kemudian diisi bahan lain Sup (campuran) Direbus perlahan Dibakar/dipanggang Bumbu/rempah-rempah Bumbu untuk tujuan tertentu atau spesifik Selai Sirup Digunakan hanya sebagai campuran Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 0,50 1,50 1,00 1,00 1,50 1,50 0,75 1,00 1,00 1,00 0,75 1,00 1,00 -0,50
TSAI (Taste Score Appreciation Index) atau tingkat rasa dan kesukaan yaitu nilai indeks dari rasa dan kesukaan responden terhadap suatu jenis tumbuhan pangan. Penilaian tersebut dibagi dalam rentang nilai 4 hingga 10 dengan interval yang berbeda (Tabel 7). Tabel 7 Nilai indeks tingkat rasa dan kesukaan Rasa dan kesukaan Paling enak Sangat enak Enak Biasa Kurang enak Tidak enak Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 10,0 9,0 7,5 6,5 5,5 4,0
FMRI (Food Medical Role Index) atau tingkat penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan. Nilai indeks ini menggambarkan nilai manfaat kesehatan yang dimiliki oleh tumbuhan pangan. Sehingga tumbuhan tersebut memiliki nilai yang lebih penting. Sebagai contoh, jika suatu spesies tumbuhan dikonsumsi karena manfaatnya sebagai obat maka akan memiliki nilai indeks yang lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan yang tidak diketahui manfaat untuk kesehatan manusia (Tabel 8). Karena kesehatan juga memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Tabel 8 Nilai indeks penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan Peranan pangan-obat Sangat tinggi (pangan ini adalah obat) Tinggi (pangan ini berkhasiat obat) Menengah keatas (pangan ini sangat menyehatkan) Menengah ke bawah (pangan ini sehat) Tidak diketahui Sumber: Pieroni (2001)
Nilai indeks 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0
17
Penerapan Pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan Penggunaan pengetahuan tradisional masyarakat adat tentang tumbuhan pangan dan ketahanan pangan dinilai melalui pengenalan spesies tumbuhan pangan tradisional penting dan sistem sosiokultur (infrastruktur material, struktur sosial, dan superstruktur ideologi) yang berlaku di masyarakat Baduy. Selanjutnya dapat dianalisis secara kuantitatif dengan persamaan Phillips dan Gentry (1993) diacu dalam Pei et al. (2009) untuk menghitung indeks pengetahuan etnobotani. Mgj= 1 ∑ Vi n Keterangan: Mgj : rata-rata tingkat pengetahuan etnobotani yang dimiliki oleh anggota kelompok j n : jumlah anggota dalam kelompok j Vi : jumlah pengetahuan tradisional yang dimiliki anggota i dari kelompok j j : kelas umur atau jenis kelamin Selanjutnya, untuk mengetahui signifikansi dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tradisional dilakukan pengolahan data menggunakan SPSS 15.0. Analisis yang digunakan adalah statistika non parametrik (Zent 2009), yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung kepada asumsi-asumsi yang kaku (Daniel 1990). Uji non parametrik yang digunakan adalah: 1. Kruskal Wallis Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif dengan k sampel independen dari populasi yang sama. Tes ini digunakan untuk menguji perbedaan dari setiap kelas umur (KU). 2. Mann Whitney Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif dengan dua sampel independen dari populasi yang sama. Tes ini digunakan untuk menguji perbedaan dari setiap jenis kelamin dan tempat tinggal. Nilai MGj digunakan untuk menilai perubahan pengetahuan. Nilai MGj akan dikelompokkan berdasarkan kelas umur yang memiliki interval 15 tahun. Penilaian terhadap perubahan pengetahuan etnobotani menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Zent (2009). Aspek yang diukur adalah tingkat retensi (RG), tingkat retensi komulatif (RC), dan tingkat perubahan tahunan (CA). 1. RGt = Mgt Mgr keterangan: RGt : tingkat retensi kelas umur t gt : rata-rata pengetahuan kelas umur t gr : rata-rata pengetahuan kelas umur t+1 2. RCt = RCr 10log(RGt) keterangan: RCt : tingkat retensi komulatif kelas umur t RCr : tingkat retensi komulatif kelas umur t+1 3. CAt = RCt-1 ygt keterangan: CAt : tingkat perubahan tahunan kelas umur t ygt : interval waktu kelas umur.
18
4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Baduy berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten (Gambar 3). Secara geografis terletak pada 6°27’27”–6°30’0” LS dan 108°3’9”–106°4’55” BT.
Sumber: Garna (1993)
Gambar 3 Peta Desa Kanekes
19
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001, luas wilayahnya 5.136,58 hektar (ha), terdiri dari 381 ha lahan pertanian, 1500 ha ladang, 250 ha perkampungan, 5,58 ha rawa, dan 3000 ha hutan lindung. Desa Kanekes terdiri atas 63 kampung, 3 kampung Baduy Dalam yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik, serta 60 kampung Baduy Luar. Secara administrasi Baduy di batasi dan diapit oleh 16 desa dari 6 kecamatan (Gambar 3). Sebelah Utara dibatasi oleh Desa Bojongmenteng, Desa Cisimeut Raya, Desa Nayagati yang ketiganya termasuk dalam Kecamatan Leuwidamar. Sebelah Barat dibatasi oleh Desa Parakan Besi, Desa Kebon Cau, Desa Karangnunggal yang terletak di Kecamatan Bojongmanik dan Kecamatan Cirinten. Sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Cikate dan Desa Mangunjaya yang termasuk dalam Kecamatan Cijaku. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangcombong, Desa Hariang, dan Desa Cicalebang yang termasuk dalam Kecamatan Muncang dan Kecamatan Sobang. Topografi dan Iklim Wilayah Baduy merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng yang berada ketinggian 300-600 m dpl dengan topografi berbukit, bergelombang, dan kemiringan rata-rata mencapai 45%. Suhu rata-rata di wilayah Baduy adalah 20° C dan curah hujan rata-rata 4000 mm/tahun (Dinas Sosial 1999). Masyarakat Baduy Secara umum masyarakat Baduy terbagi atas 2 bagian, yaitu Baduy Dalam (tangtu) dan Baduy Luar (panamping). Pembagian ini merupakan bentuk adaptasi, toleransi, dan demokrasi masyarakat Baduy terhadap dinamika masyarakat Baduy, namun berdasarkan beberapa literatur wilayah Baduy juga meliputi masyarakat Baduy yang mendiami Desa Cikakal Girang (sering disebut dengan Baduy muslim) dan Baduy Kompol. Masyarakat di masing-masing pembagian tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama masyarakat Baduy yang berpegang teguh pada pikukuh karuhun (rukun) dan buyut (larangan). Pikukuh karuhun tersebut antara lain (Kurnia dan Sihabudin 2010): 1. Bertapa bagi kesejahteraan dan keselamatan pusat dunia dan alam semesta 2. Memelihara Sasaka Pusaka Buana 3. Mengasuh ratu memelihara menak 4. Menghormati guriang dan melaksanakan muja 5. Melakukan seba setahun sekali 6. Menyelenggarakan dan menghormati upacara adat Ngalaksa 7. Mempertahankan dan menjaga adat Bulan Kawalu Perbedaan antara masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar terlihat dari ketaatan dan kepatuhan dalam melaksanakan amanat leluhur, sedangkan masyarakat Baduy luar cenderung menjadi potret kerukunan, kesetiaan, dan tolong-menolong dengan masyarakat Baduy Dalam meskipun mereka memiliki perbedaan dan keringanan dalam pelaksanaan hukum adatnya (Tabel 9).
20
Tabel 9 Karakteristik masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar Perbedaan Baduy Dalam Baduy Luar 1. Bentuk rumah Kontur tanah tidak dirubah dan Tanah dapat dirubah/ diratakan dibiarkan sesuai aslinya sesuai keinginan. 2. Aturan adat Masih sangat ketat Agak longgar dalam pelaksanaan 3. Pakaian Hanya 2 warna, hitam dan putih Hanya 2 warna, hitam dan putih, blacu umumnya putih, hanya umumnya hitam, dijahit sesuai dijahit jarum dan tangan secara kemampuan. Diperkenankan sederhana. Tidak diperkenankan menggunakan aksesoris dari emas. menggunakan aksesoris emas. Sumber: Kurnia dan Sihabudin (2010)
Persamaan
Menghadap UtaraSelatan (nyulah nyanda) Aturan umumnya sama Wanita memakai kebaya, laki-laki memakai ikat kepala.
Demografi Jumlah penduduk Baduy mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah kampung (Gambar 4). Jumlah kampung di Baduy pada tahun 1985 adalah 30 kampung, meningkat menjadi 49 kampung di tahun 1994, pada tahun 2000 mengalami penambahan jumlah menjadi 52 kampung, di akhir tahun 2008 bertambah menjadi 58 kampung, dan di awal tahun 2009 hingga 2010 bertambah menjadi 59 kampung. Pada akhir tahun 2012 jumlah kampung di Baduy luar kembali mengalami peningkatan sehinga total kampung yang ada di Baduy adalah 63 kampung. Meskipun terjadi penambahan jumlah kampung dan jumlah penduduk, jumlah kampung di Baduy Dalam tetap dipertahankan dengan jumlah tiga kampung saja yaitu Cikeusik, Cibeo, dan Cikertawana. Penambahan jumlah kampung hanya dapat dilakukan di kawasan Baduy Luar dengan pertimbangan dari pemerintah adat dan pemerintah desa.
Gambar 4 Jumlah penduduk Baduy tahun 1985 hingga 2012 Kepercayaan Masyarakat adat Baduy menganut kepercayaan Slam Sunda Wiwitan yang dalam kepercayaan tersebut mengakui adanya Tuhan (Gusti Allah) sebagai pencipta alam yang menciptakan manusia pertama yaitu Nabi Adam dan mengakui Nabi Muhammad sebagai saudara muda dari keturunan mereka yang memiliki amanat sebagai penutup kesempurnaan perjalanan sejarah keyakinan manusia untuk berkiblat pada Ka’bah, sehingga pada upacara tertentu mereka
21
mengenal dan membaca dua kalimah sahadat sebagai penyempurna dari sahadatsahadat lainnya (Kurnia dan Sihabudin 2010). Mata pencaharian Mata pencaharian utama masyarakat Baduy adalah berladang (ngahuma) yang merupakan rukun hidup (pikukuh) dan bernilai sangat penting (Garna 1988; Suansa 2011). Selain berladang terdapat juga kegiatan lain yaitu menyadap aren (nyadap aren) untuk selanjutnya diolah menjadi gula aren dan mencari madu (nyiar odeng) yang umumnya dilakukan oleh laki-laki Baduy. Sedangkan perempuan Baduy biasanya membantu suaminya di ladang dan menenun kain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (khususnya perempuan Baduy Luar). Pendidikan Masyarakat Baduy tidak mengenal pendidikan formal, karena menurut masyarakat Baduy anak yang bersekolah justru akan minteri atau menipu dan tidak jujur. Pendidikan yang dikembangkan adalah pendidikan non-formal. Pengetahuan diberikan orang tua kepada anak-anaknya agar dapat bertahan dan hidup mandiri. Pengetahuan tersebut diberikan secara lisan dari orang tua kepada anaknya. Sebagai contoh, orang tua telah mengajarkan pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dapat dan tidak dapat dikonsumsi sejak usia 8-10 tahun, yaitu pada saat anak telah mengikuti kegiatan berladang. Kesehatan Masyarakat Baduy memiliki akses yang mudah menuju ke UPT Puskesmas Cisimeut yang berada di Jalan Raya Ciboleger Km. 02- Bojog Menteng- Leuwidamar. Penyakit tertinggi yang diderita oleh masyarakat Baduy antara lain: ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), dermatitis, scabies (kudis), gastritis, infeksi jamur, myalgia (nyeri dalam sum-sum tulang), reumatik, dan suspen kecacingan (Dinkes Kecamatan Leuwidamar 2008). Meskipun ISPA menjadi penyakit yang paling banyak diderita, dermatitis jika digabungkan dengan penyakit kulit lainnya seperti scabies (kudis), alergi, infeksi jamur, dan infeksi kulit, penyakit yang terjadi pada kulit lebih banyak diderita oleh masyarakat Baduy (Gambar 5).
Sumber: Dinas Kesehatan Kecamatan Leuwidamar (2008)
Gambar 5 Penyakit yang diderita masyarakat Baduy
22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Makanan Pokok Makanan pokok masyarakat Baduy adalah beras yang berasal dari padi (pare), berdasarkan hasil wawancara terdapat 46 varietas padi yang masih ditanam dan dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy. Meskipun demikian, jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa padi yang ada di baduy berjumlah 89 varietas (Iskandar dan Ellen 1999). Bagi masyarakat Baduy padi adalah sesuatu yang sangat berharga karena berkaitan dengan kepercayaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri, Sang Dewi Padi. Dalam aturan adat, masyarakat Baduy tidak diperkenankan untuk menanam padi sawah/basah, membajak tanah, menggunakan pestisida, dan mengaliri sawah dengan air sehingga sistem perladangan yang digunakan adalah ladang tadah hujan. Hal ini berimplikasi pada keharusan masyarakat Baduy untuk menguasai kondisi perubahan musim dan masa tanam yang mereka tentukan dengan melihat perputaran gugusan bintang di langit (Kurnia dan Sihabudin 2010; Wilodati 2007). Padi yang biasa ditanam adalah pare ketan biasa, pare koneng, pare siang, pare seungkeu, pare pendok dan pare ketan langga sari (Raharjo et al. 2002; Senoaji 2011). Padi hanya ditanam satu kali dalam satu tahun dengan ketentuan padi yang ditanam minimal berasal dari 5 varietas (Senoaji 2011). Selain itu terdapat aturan bahwa pare ketan tidak boleh ditanam berhadapan dengan pare siang dan pare koneng, dan letak pare ketan harus ada di sebelah barat (Gambar 6). Pengetahun berladang masyarakat Baduy sangat arif, untuk tetap menjaga kesuburan tanah, ladang yang telah dipanen padinya akan ditinggalkan selama 3-5 tahun untuk mengembalikan kekayaan unsur hara tanah (memberakan). Peralatan yang digunakan dalam berladang hanya arit (sabit), kujang (pisau), kored (untuk membersihkan rumput), dan aseuk (untuk membuat lubang tempat biji ditanam).
Sumber: Iskandar dan Ellen (1999)
Gambar 6 Sketsa huma masyarakat adat Baduy
23
Pengelolaan ladang (huma) Dalam tradisi masyarakat Baduy dikenal enam jenis huma yang memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya baik secara fungsi, letak, serta kepemilikan dan proses pengerjaannya. Keenam jenis huma tersebut antara lain (1) huma serang yaitu ladang khusus untuk padi yang dianggap suci dan berada di wilayah Baduy Dalam (tangtu), (2) huma puun yaitu ladang khusus milik puun (pemimpin Baduy), (3) huma tangtu yaitu ladang milik orang Baduy tangtu/dalam (Kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikertawana), (4) huma tuladan, yaitu ladang bersama yang berada di Baduy Luar yang hasilnya untuk keperluan desa, (5) huma panamping yaitu ladang para warga panamping/ Baduy Luar, (6) huma orang Baduy yaitu ladang orang-orang Baduy di luar Desa Kanekes. Ada tujuh tahap dalam proses mengerjakan huma, yaitu: 1. Narawas dan nyacar : diawali dengan kegiatan narawas (membaca mantra selama 3 hari dan meletakkan panglai, asahan, kakait, dan daun tepus sebagai tanda), selanjutnya menebas semak belukar (agar sinar matahari dapat masuk) tetapi pepohonan besar tidak ditebang. Kegiatan ini berlangsung kira-kira 30 hari untuk menyelesaikan lahan ±1 hektar. 2. Nukuh dan nuaran : menumpuk ranting dan daun-daun pepohonan setelah itu ditinggalkan selama 3 hari. 3. Ganggang : mengeringkan ranting dan daun di bawah teriknya matahari selama 15 hari. 4. Ngahuru : membakar lahan garapan untuk menghilangkan tumbuhan pengganggu. Sebelum melakukan kegiatan tersebut dibacakan mantra agar api tidak menjalar selain itu dibuat pula sekat bakar di sekitar pohon yang tersisa agar pohon tidak ikut terbakar. 5. Ngaduruk : membakar sisa-sisa ranting dan daun yang telah dikeringkan 6. Nyasap : membersihkan rumput-rumput kecil yang masih tersisa 7. Ngaseuk : membuat lubang untuk menanam menggunakan tugal (pria) menanam butiran padi dalam lubang tanam (wanita). Sistem penanggalan masyarakat Baduy berbeda dengan sistem penanggalan hijriyah maupun masehi meskipun dalam penanggalan Baduy dikenal 12 bulan sama seperti yang lainnya namun dalam 1 bulan hanya ada 30 hari. Dengan demikian dalam satu tahun ada 360 hari dan ada 4-5 hari masa untuk menghitung atau menentukan penanggalan tahun berikutnya berdasarkan kolejer (dasar penentuan waktu masyarakat Baduy). Penentuan bulan dan penanggalan masyarakat Baduy sangat erat kaitannya dengan kalender kegiatan upacara adat yang dimulai dari seba di bulan safar, sebagai tanda dimulai tahun baru kalender Baduy sampai kawalu tutug pada akhir bulan katiga (Tabel 10). Tabel 10 Susunan kegiatan upacara adat dan perladangan di Baduy berdasarkan penanggalan No 1. 2.
Bulan Safar (April-Mei) Kalima (Mei-Juni)
3. 4.
Kaenem (Juni-Juli) Katujuh (JuliAgustus)
Kegiatan Upacara Adat Seba Muja pada tanggal 17-18, acara geseran, kawinan, dan sunatan Hajatan perkawinan dan selamatan
Kegiatan Berladang Narawas huma serang Nyacar huma serang Nukuh di huma serang Ngaduruk dan ngaseuk di huma serang, nyacar di huma puun
24
Tabel 10 Lanjutan No 5.
6.
7. 8.
9. 10.
Bulan Kadalapan (AgustusSeptember) Kasalapan (SeptemberOktober) Kasapuluh (Oktober-November) Hapit Lemah (NovemberDesember) Hapit Kayu (Desember-Januari) Kasa (JanuariFebruari)
Kegiatan Upacara Adat
Kegiatan Berladang Ngored di huma serang, nukuh dan ngaduruk di huma tangtu Ngored di huma serang dan huma puun Ngored dan meuting di huma Ngirab sawah, ngored, dan meuting Ngored, ngubar pari, dan meuting Panen di huma serang
Kawalu Tembeuy (awal) puasa tanggal 17 di Cikeusik dan Cikertawana, tanggal 18 di Cibeo 11. Karo (FebruariKawalu Tengah puasa tanggal 18 di Panen di huma puun Maret) Cikeusik dan 19 di Cibeo Panen di huma tangtu dan 12. Katiga (MaretKawalu Tutug (akhir) puasa tanggal April) 17 di Cikeusik dan Cikertawana, huma masyarakat tanggal 18 di Cibeo. Acara ngalaksa tanggal 20-27 Sumber: Ichwandi dan Shinohara (2007); Kurnia dan Sihabudin (2010)
Bagi masyarakat Baduy ngahuma adalah suatu kegiatan yang membutuhkan kerja sama erat antara pria dan wanita. Pada masa pertama padi tidak dibiarkan begitu saja, tetapi pada tiga bulan pertama diurus dengan baik misalnya dengan membersihkan rumput menggunakan kored (ngored) yang dilakukan beberapa kali. Selain itu padi diubaran atau diobati, campuran debu dapur dengan berbagai ramuan umbi sebagai pencegah hama. Waktu tanam atau ngaseuk ditentukan dengan perhitungan tepat dengan tujuan agar menghindari masa hama padi (Garna 1996).
Gambar 7 Ikatan atau pocong padi yang sedang dikeringkan di lantaian Padi dapat dipanen ketika sudah mencapai umur 6 bulan. Cara menuai padi dilakukan secara tradisional menggunakan anai-anai (etem). Potongan padi
25
diikat menggunakan tali bambu. Satu ikat padi disebut pocong yang kemudian disimpan pada galah bambu dengan menggunakan batang kayu yang bercabang yang disebut dengan lantaian (Gambar 7). Menyimpan padi dengan cara ini dimaksudkan agar padi mengering sebelum diangkut ke kampung. Mengangkut padi ke kampung dinamakan nunjal. Pengangkutan padi biasanya dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Hasil panen ini selanjutnya disimpan di leuit (lumbung padi). Leuit berbentuk serupa rumah, namun lebih kecil dan bertiang tinggi. Terbuat dari kayu, berdinding anyaman bambu, dan beratap dari daun kirai (Gambar 8). Terdapat sebuah pintu di salah satu sisi tepi atap sebagai jalan untuk memasukkan dan mengeluarkan padi. Pintu ini hanya dapat dijangkau dengan menggunakan tangga. Teknologi leuit yang unik ini tidak memungkinkan tikus atau binatang sejenisnya masuk ke dalam leuit. Karena pada ujung pondasi diberikan kayu berbentuk lempengan bundar (gelebeg) yang diletakkan secara horizontal sehingga tikus tidak dapat merayap pada lempengan kayu tersebut.
Gambar 8 Leuit Baduy Setiap keluarga memiliki leuit. Jumlah leuit menentukan status sosial ekonomi sebuah keluarga. Semakin banyak leuit, semakin tinggi pula statusnya. Hingga saat ini, jumlah leuit yang ada di Baduy telah melebihi jumlah rumah dan KK yang ada di Baduy. Dalam satu KK minimal telah memiliki 1,2 ± 0,6 bagi masyarakat Baduy Luar, dan 1,6 ±0,5 bagi masyarakat Baduy Dalam (Khomsan dan Wigna 2009). Selain terdapat leuit yang dimiliki secara individual, terdapat juga leuit yang kepemilikannya komunal. Leuit berfungsi layaknya tabungan pangan. Padi yang disimpan di dalam leuit dapat awet hingga 100 tahun. Semakin lama padi disimpan di dalam leuit, semakin berwarna merah dan teksturnya mengeras. Letak leuit berada di luar kampung dan bergerombol membentuk sebuah kompleks. Biasanya dalam sebuah kompleks terdapat sekitar lima hingga sepuluh leuit (Gambar 9). Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika terjadi kebakaran di kampung, hasil panen masih dapat diselamatkan. Perkampungan Baduy seringkali mengalami musibah kebakaran mengingat bahan bangunan
26
rumah yang seluruhnya dari bambu dan kayu yang mudah terbakar. Dapur tempat memasak pun terdapat di dalam rumah sehingga kesalahan kecil saja mampu membakar rumah dalam waktu yang relatif singkat.
Gambar 9 Letak dan kompleks leuit di Baduy Upacara adat yang penting bagi masyarakat Baduy Terdapat tiga upacara adat yang penting bagi masyarakat Baduy, yaitu kawalu, ngalaksa, dan seba. Kawalu adalah bulan suci bagi masyarakat Baduy, yaitu bulan penuh dengan kebahagiaan dan kemuliaan yang diisi dengan kegiatan berdoa untuk keselamatan alam dan manusia serta isinya, beribadah, memohon ampunan dari dosa dan berbagai kesalahan. Pada bulan ini masyarakat dilarang makan sembarangan, terutama masyarakat Baduy Dalam dilarang makan telur dan daging, dilarang makan bebirusan (batang muda), dilarang melaksanakan acara yang ramai seperti perkawinan dan sunatan, dilarang memotong rambut, dan membunuh hewan. Selanjutnya ngalaksa yang tergolong sakral dan dan sangat rahasia. Pada upacara ini masyarakat Baduy melaksanakan rukun agama sunda wiwitan yang difokuskan pada kegiatan mendoakan keselamatan manusia, ngajiwa batin, dan melaksanakan amanah leluhur. Selain itu pada upacara ini masyarakat Baduy membuat laksa dari tepung padi dan hasil panen pada tahun ini untuk diserahkan kepada leluhur dan khususnya untuk cadangan yang akan diberikan pada pejabat pemerintah pada acara seba. Seba adalah kegiatan keagamaan yang wajib dijalankan oleh masyarakat Baduy. Seba merupakan kegiatan baku yang intinya adalah silahturahmi masyarakat Baduy pada Ratu dan Menak (pejabat pemerintahan) dengan didasari kesadaran dan keikhlasan. Pada pelaksanaan seba masyarakat Baduy berjalan menuju kantor pemerintah sambil membawa hasil bumi mereka. Selanjutnya disampaikan pula hal yang berkaitan dengan keluhan adat, kejadian-kejadian yang menimpa adat, serta harapan-harapan adat.
27
Tumbuhan Pangan Tradisional Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy memanfaatkan 240 spesies tumbuhan pangan, 46 varietas padi ladang, 42 varietas pisang, 12 varietas talas, 9 varietas kelapa, 17 varietas ubi jalar, 2 varietas terung, 8 varietas singkong, 2 varietas mangga, 2 varietas rambutan, 2 varietas jagung, dan 3 varietas nanas. Total spesies dan varietas tersebut adalah 374. Sebanyak 238 spesies dan varietas tanaman telah di budidayakan sedangkan 136 spesies dan varietas tumbuhan pangan masih liar. Tanaman pangan budidaya Selain pare ladang atau huma juga ditanami dengan tanaman budidaya lain seperti terong, taleus, pisang, dan ubi. Terdapat 238 spesies dan varietas tanaman pangan yang dibudidayakan di huma dan reuma Baduy. Huma dikelola dengan sistem perladangan yang sangat memperhatikan keanekaragaman jenis yang ada didalamnya (Louhui et al. 2009), sehingga adaptif dan mampu menjaga stabilitas ekosistem (Garna dan Judistira 1985; Eden 1987). Sebanyak 238 spesies dan varietas tanaman pangan mampu disebutkan oleh lebih dari tiga orang responden sehingga seluruh tanaman pangan tersebut termasuk dalam kategori penting. Adapun tingkat penting tanaman terbagi menjadi empat kategori, yaitu: sangat penting (>218), penting (164 sampai 218), agak penting (110 sampai 163), dan kurang penting (<110). Tanaman yang termasuk dalam kategori sangat penting antara lain beberapa spesies pare (Oryza sativa L), dimana pare siang, pare ketan langgasari, pare ambu ganti, pare ketan, dan pare menyam menjadi lima varietas padi tertinggi karena lebih banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy. Padi menjadi tanaman yang sangat penting karena menjadi pangan pokok yang wajib ditanam oleh seluruh masyarakat Baduy. Ketersediaan pare sebagai sumber pangan berkelanjutan yang diwujudkan dengan leuit dan penggunaanya dalam upacara adat maupun perkawinan menjadikan spesies ini bernilai sangat penting bagi masyarakat Baduy. Meskipun demikian seluruh pare yang ditanam di huma tidak boleh dijual. Selain padi spesies asam ranji (Dialium indum L), kawung (Arenga pinnata Merr.), beberapa varietas pisang (Musa paradisiaca L.), awi mayan (Gigantochloa robusta Kurz.), dan kadu (Durio zibethinus Murr.) menjadi tanaman yang termasuk dalam kategori sangat penting. Spesies tanaman yang bernilai penting antara lain hiris (Cajanus cajan Mill.), cokrom (Solanum melongena L.), kaweni (Mangifera odorata Griff.), kalapa (Cocos nucifera L.), dan binglu (Mangifera caesia Jack.). Hiris merupakan jenis kacang yang sangat sering dikonsumsi masyarakat Baduy, kacang tersebut biasanya dipanen dan disimpan ke dalam toples sehingga dapat dimanfaatkan kembali saat akan memasak. Berbeda dengan cokrom, kaweni, binglu, dan kelapa yang belum diketahui cara penyimpanannya sehingga biasanya spesies tersebut dikonsumsi dan dijual saat jumlahnya berlebih. Secara umum tidak ada aturan adat yang melarang penjualan sumberdaya pangan yang berasal dari huma dan reuma, kecuali hanya untuk spesies pare. Spesies dan varietas tanaman yang bernilai agak penting antara lain: kapundung (Baccaurea sp.), nangka walanda (Annona muricata L.), hajeli (Coix lacryma-jobi L.) , koas (Canavalia ensiformis DC. ), dan kenyut. Selanjutnya spesies yang dinilai kurang penting adalah laja bereum (Alpinia purpurata
28
(Vieill.) K. Sch), lingsuh (Baccaurea lanceolata Muell.), gempol (Nauclea orientalis L.), kanas (Ananas comosus Merr.), dan lopang (Luffa cylindrica Roem.). spesies dan varietas tanaman pangan yang dinilai agak penting dan kurang penting merupakan tanaman yang sedikit diketahui responden dan hanya berfungsi sebagai bumbu (sambara) atau tambahan pangan saja. Tumbuhan pangan liar Tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy tidak hanya tanaman budidaya yang berasal dari huma dan reuma tetapi juga terdapat 136 spesies dan varietas tumbuhan pangan liar dari hutan yang tumbuh dengan sendirinya. Sebanyak lebih dari tiga responden mampu menyebutkan nama spesies dan varietas tumbuhan pangan liar sehingga memiliki nilai penting bagi masyarakat Baduy. Proses wawancara yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh proses recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari dimasa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada obyek (Hilgard dan Bower 1975). Kemampuan mengingat kembali dilakukan melalui proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Berdasarkan hasil analisis data, tumbuhan pangan liar terbagi atas empat kriteria tingkat kepentingan yaitu: sangat penting (>82,3), penting ( 33 sampai 82,3), agak penting (11,91 sampai 32,9) dan kurang penting (<11,91). Tumbuhan pangan yang memiliki nilai sangat penting antara lain jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.), supa lember aceh (Auricularia auricula Bull. J Schrot.), cau abu (Musa sp), laja goah (Alpinia malaccensis Rosc.), dan paku kapal (Aspidium repandum Willd.). berdasarkan hasil eksplorasi lapang Baduy memiliki keanekaragaman pisang yang sangat tinggi yaitu 42 varietas. Sebanyak 24 varietas masih belum dibudidayakan karena dianggap tidak laku dijual dan kurang enak rasanya. Meskipun demikian masyarakat Baduy mengetahui bahwa varietas pisang tersebut dapat dikonsumsi sehingga menjadi potensi yang dapat kita gali untuk pengembangan dimasa yang akan datang. Tumbuhan pangan yang bernilai penting adalah mayasih (Erechtites valerianifolia (Wolf.) DC), areuy sineureut, beunying (Ficus fistulosa Reinw.), cau beusi (Musa sp), dan paku hurang (Stenochlaena palustris Bedd.). Tingkatan penting mengindikasikan bahwa tumbuhan ini masih cukup banyak diketahui oleh masyarakat dan cukup sering dikonsumsi. Selain itu tumbuhan pangan liar tidak hanya ditemukan di hutan, tetapi sangat mungkin ada di tipe penggunaan lahan lainnya. Masyarakat Baduy membagi tipe penggunaan lahannya menjadi delapan (Gambar 10). Berdasarkan hasil eksplorasi diperoleh bahwa 96,3 tumbuhan pangan liar Baduy dapat ditemukan di lebih dari 2 tipe penggunaan lahan (Tabel 11). Hal ini sangat sesuai dengan hasil dari wawancara yang menyatakan bahwa tumbuhan pangan liar di Baduy mudah untuk ditemukan. Tabel 11 Kategori tumbuhan liar hasil eksplorasi No 1. 2. 3.
Kategori Hanya ditemukan di 1 Lahan Terdapat di 2 lahan berbeda Terdapat di >2 lahan
Jumlah 3 2 131
Persentase (%) 2,2 1,5 96,3
29
1) leuweung/ hutan 2) huma/ ladang 3) pipir imah/ pinggir rumah 4) tatajuran/ penggir kampung Sumber: Marlina (2009); Suansa (2011) modifikasi
Keterangan:
5) jami/ ladang yang diberakan 2-3 tahun 6) pipir cai/ pinggir sungai 7) pipir saung/ pinggir saung 8) reuma/ kebun
Gambar 10 Tipe penggunaan lahan di kawasan Baduy Tumbuhan pangan liar yang termasuk dalam kategori agak penting antara lain dahu (Dracontomelon mangiferum Bl.), areuy canar (Smilax leucophylla Bl.), supa tikukur (Coprinus plicatilis (Curtis) Redhead et al.), supa nyeruan (Polyporus derrmoporus Pers.), dan areuy palungpung (Merremia peltata (L.) Merr.). Supa merupakan jenis jamur yang tumbuh pada batang atau kayu yang telah lapuk, sedangkan suum adalah jenis jamur yang tumbuh dari tanah (Gambar 11). Meskipun masyarakat Baduy mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewaninya, terdapat 26 spesies jamur yang juga berperan sebagai sarana pemenuhan proteinnya. Jamur merupakan sumber protein tinggi dan bernilai ekonomis tinggi (Hall et al. 2003).
(a) (b) Gambar 11 Supa jangkar (a) dan suum pahatu (b) Tumbuhan pangan liar yang termasuk dalam kategori kurang penting antara lain: manglong, hantap heulang (Sterculia macrophylla Vent.), gelam (Melaleuca cajuputi Powell), peutag (Syzygium lineata Duthie.), dan gamet
30
(Celosia argentea L.). tumbuhan tersebut sangat jarang diketahui oleh responden selain itu rasanya yang dianggap kurang enak membuat tumbuhan ini sangat jarang dikonsumsi oleh masyarakat Baduy (Lampiran 9). Frekuensi Pemanfaatan Tumbuhan Pangan Masyarakat Baduy umumnya makan tiga kali dalam satu hari yang biasanya dilakukan bersama-sama pada pagi hari sebelum berangkat ke ladang, siang hari saat di ladang (biasanya dilakukan di saung), dan sore hari. Makanan yang dikonsumsi utamanya adalah nasi, ikan asin, sayur, lalaban, sambal, dan kerupuk. Tumbuhan berperan dalam pemenuhan karbohidrat seperti beras, jenisjenis singkong, jenis-jenis ubi, dan jenis-jenis talas. Selanjutnya sayuran dan lalaban seluruhnya berasal dari tumbuhan, begitupula dengan sambal yang dibuat dari campuran beberapa spesies tumbuhan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber pangan dilakukan hampir setiap hari, namun tumbuhan memiliki sifat fisiologis dan kebiasaan tumbuh yang berbeda-beda sehingga menyebabkan tumbuhan tersebut mampu hidup selama satu tahun (annual plant), dua tahun (biennials), dan lebih dari 2 tahun (parenial plant) (Harjadi 1996). Hal ini berimplikasi pada frekuensi pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy. Frekuensi pemanfaatan (konsumsi) dilakukan jika tumbuhan tersebut ada (musiman atau tersedia sepanjang tahun). Berdasarkan hasil identifikasi terdapat 175 tumbuhan pangan yang bersifat musiman, seperti pare (Oryza sativa L.), buah-buahan seperti asam ranji (Dialium indum L.), picung (Pangium edule Reinw.), dan pisitan monyet (Dysoxylum allaceum Bl.). Sepanjang tahun masyarakat Baduy dapat memanen dan mengkonsumsi beraneka tumbuhan pangan, disamping spesies-spesies yang dapat dikonsumsi setiap hari seperti poh-pohan (Pilea trinerva Wight.), paku hurang (Stenochlaena palustris Bedd.), dan paku kapal (Aspidium repandum Willd.) (Gambar 12).
Gambar 12 Tingkat ketersediaan tumbuhan pangan musiman dalam satu tahun Puncak panen tumbuhan pangan tertinggi ada pada bulan kasa, karo, katiga. Ketiga bulan tersebut merupakan bulan suci bagi masyarakat Baduy, pada tiga bulan ini dilakukan puasa dan ritual adat (kawalu, ngalaksa, dan seba) serta panen di huma (berurutan dari huma serang, huma puun, huma tangtu, dan huma masyarakat). Ketiga upacara adat tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang berujung pada wujud rasa syukur masyarakat Baduy atas hasil panen yang telah diperoleh (lihat Tabel 10).
31
Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 203 spesies tumbuhan dimanfaatkan lebih dari satu kali dalam satu minggu (Gambar 13). Konsumsi dilakukan sebanyak 2 atau 3 kali dalam satu minggu, seperti pisang dan sayuran. Namun ada pula tumbuhan yang dimanfaatkan hampir setiap hari jika sedang musim panennya. Seperti buah peuteuy (Parkia speciosa Hassk.), buah mangga (Mangifera indica L.), dan buah kadu (Durio zibethinus Murr.).
Gambar 13 Frekuensi pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Baduy Bagian Tumbuhan Pangan yang Dimanfaatkan Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 16 bagian utama tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy (Tabel 12). Pemanfaatan bagian yang paling tinggi adalah bagian buah, karena buah merupakan tempat menyimpan cadangan makanan dan hasil fotosintesis pada tumbuhan baik dalam bentuk kandungan pati, gula, air, vitamin, dan mineral, sehingga buah menjadi bagian yang sangat bermanfaat untuk dapat dikonsumsi oleh manusia (Jain dan Priyadarshan 2009). Jumlah total bagian spesies tumbuhan yang dimanfaatkan adalah 507, jumlah tersebut lebih besar daripada total tumbuhan yang ditemukan yaitu 374. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat beberapa spesies yang dimanfaatkan lebih dari satu bagian saja. Seperti tumbuhan kawung (Arenga pinnata Merr.) yang dimanfaatkan buahnya untuk manisan caruluk, campuran minuman (dirujak); tuak atau nira untuk dibuat menjadi gula; batang tuanya dapat dioleh menjadi tepung/sagu; batang mudanya dapat dimakan langsung atau dimasak sebagai sayur. Jika suatu spesies tumbuhan memiliki beberapa bagian yang dapat dimanfaatkan, maka dapat menjamin spesies tersebut bertahan dan tetap pada kondisi baik sehingga keberadaannya akan lestari (Pei et al. 2009). Tabel 12 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bagian Buah Biji Daun muda Umbi Seluruh bagian muda Batang muda/Birus Daun
Jumlah 179 84 66 48 31 30 20
Persentase (%) 35,2 16,5 13,0 9,8 6,1 5,9 3,9
32
Tabel 12 Lanjutan No Bagian 8. Bunga 9. Rimpang 10. Tuak 11. Daun dengan sedikit batang 12. Batang 13. Akar 14. Seluruh bagian 15. Caps/ tudung jamur 16. Kulit Jumlah total bagian
Jumlah 19 6 5 5 4 3 3 3 1 507
Persentase (%) 3,7 1,2 1,0 1,0 0,8 0,6 0,6 0,6 0,2 100,0
Cara Pengolahan Tumbuhan Pangan Masyarakat Baduy mengolah tumbuhan pangannya dengan beberapa proses, mulai dari dimakan langsung, dibakar, direbus, dikukus, dan cara pengolahan lainnya (Tabel 13). Persentase terbesar dalam pengolahan tumbuhan pangan adalah dengan memakan langsung sebagai makanan kecil. Tumbuhan yang dapat dikonsumsi langsung biasanya adalah tumbuhan penghasil buah seperti pisang (Musa sp), kadu (Durio zibethinus Murr.), dan famili kacangkacangan (Fabaceae). Tabel 13 Cara pengolahan tumbuhan pangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Cara pengolahan Dimakan langsung sebagai makanan kecil Disayur/ dibuat sup Direbus Sebagai campuran/ bumbu Dikukus Digoreng Digoreng dengan tepung Dibakar Dimakan langsung sebagai lalaban Dibuat sirup
Jumlah 201 185 156 105 78 76 73 58 22 1
Persentase (%) 21,05 19,37 16,34 10,99 8,17 7,96 7,64 6,07 2,30 0,10
Pemanfaatan bagian tertinggi adalah pada bagian buah (Tabel 12). Buah biasanya dikonsumsi secara langsung setelah dibersihkan (Tabel 13), hal ini sangat sesuai dengan hasil analisis data yang mengindikasikan bahwa pemanfaatan tumbuhan pangan secara langsung adalah cara yang paling sering digunakan oleh masyarakat Baduy. Buah dikonsumsi langsung karena dapat mempertahankan kandungan vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya sehingga dapat mempertahankan antioksidan yang dapat mencegah timbulnya penyakit karena radikal bebas (Key et al. 1996). Berbeda dengan pendapat Khomsan dan Wigna (2009) yang menyatakan bahwa masyarakat Baduy lebih sering menggoreng pangannya karena dianggap praktis, pada penelitian ini pengolahan dengan cara menggoreng baik dengan tepung maupun tidak justru jarang dilakukan. Pengolahan dengan menggoreng menggunakan minyak terbilang rumit bagi masyarakat Baduy. Sebagian besar dari masyarakat masih menggunakan minyak kelapa yang dibuat sendiri, sehingga penggunaan minyak sawit (diperoleh dengan cara membeli) terutama bagi masyarakat Baduy Dalam masih sangat terbatas. Selain itu harga minyak goreng
33
di pasaran dirasa mahal dan tidak efisien. Masyarakat Baduy lebih memilih untuk merebus dan mengukus makanan yang akan dikonsumsi. Meskipun terlihat sangat sederhana, proses perebusan dan pengukusan justru aman bagi kesehatan terutama dalam mengolah kacang-kacangan (Fabaceae). Kacang-kacangan merupakan penghasil protein yang tinggi, namun pengolahan masakan dapat mempengaruhi daya cerna dan penyerapan protein pada usus. Proses perebusan dan pengukusan memiliki dampak yang sama dalam memanaskan kacang, dan efektif membunuh tripsin inhibitor yang menghambat penyerapan protein (Kusumayanti 1983). Selain itu proses perebusan dan pengukusan dilakukan pada suhu 80ºC hingga 100 ºC sehingga tidak menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi, penghancuran vitamin, dan degradasi lemak. Proses merebus dan mengukus hanya dilakukan untuk melembutkan tekstur sehingga mudah dikunyah dan menjadi lebih lezat (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Rasa dan Kesukaan terhadap Tumbuhan Pangan Rasionalisasi masyarakat Baduy dalam memilih tumbuhan untuk dikonsumsi tidak terlepas dari proses trial and error sehingga pada akhirnya menetapkan suatu jenis tumbuhan dapat dan tidak dapat dikonsumsi. Selain itu, rasa juga berperan penting dalam penentuan jenis tumbuhan pangan. Manusia akan mengkonsumsi makanan yang dirasa enak meskipun subyektif dalam penilaiannya. Hal ini sangat sesuai dengan hasil wawancara penilaian rasa dari tumbuhan pangan yang terbanyak adalah enak, yaitu 275 tumbuhan. Sedangkan yang terendah adalah tidak enak, yaitu dua tumbuhan (Gambar 14). Secara umum manusia cenderung menilai rasa melalui mekanisme kimia yang ada pada indera perasanya yaitu melalui rasa, bau dan reaksi kimia yang dihasilkan pada indera perasa tersebut (Beauchamp dan Mennella 2009). Manusia akan lebih memilih bau yang harum, dan rasa yang manis dibandingkan bau busuk dan rasa yang pahit. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi masyarakat Baduy yang memilih jenis pare menyan (Oryza sativa L.) sebagai padi yang paling enak karena ketika dimasak dan dikonsumsi nasi yang dihasilkan berbau wangi seperti beras pandan wangi.
Gambar 14 Tingkat rasa dan kesukaan terhadap spesies tumbuhan pangan
34
Pemilihan varietas pisang yang paling digemari adalah cau galek atau pisang tanduk (Musa paradisiaca) dan pisang ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L. Kunt.) karena rasanya yang manis dan memiliki bau khas yang menambah selera. Selain itu peuteuy (Parkia speciosa Hassk.) dan kadu (Durio zibethinus Murr.) juga menjadi buah yang sangat disukai oleh masyarakat Baduy. Dua spesies tumbuhan yang disebutkan memiliki rasa tidak enak adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan gintung (Bischofia javanica Bl.). Belimbing wuluh dirasa terlalu asam dan memiliki rasa pahit diujung (after taste) setelah dimakan langsung, sehingga spesies ini lebih sering digunakan untuk bumbu (sambara) sedangkan gintung dinilai memiliki rasa yang tidak enak karena rasa pahit yang mendominasi ketika dikonsumsi. Meskipun demikian, gintung mengandung saponin yang dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon, membantu kadar kolesterol menjadi normal, serta mempunyai sifat iritasi mucosal dan membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol sehingga masih perlu untuk dikonsumsi (Amelia 2004). Penggunaan Tumbuhan Pangan untuk Kesehatan Secara umum pangan memiliki tiga peranan penting: (1) fungsi utama sebagai asupan zat gizi yang sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia, (2) sebagai sensori atau pemuasan sensori seperti rasa yang enak, rasa, dan tekstur yang baik, (3) secara fisiologis menjadi regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imunitas, dan pertahanan tubuh (Shimizu 2002). Selain itu pangan memiliki manfaat untuk kesehatan atau yang biasa dikenal dengan pangan fungsional. Pangan fungsional merupakan pangan alami atau pangan olahan yang mengandung komponen bioaktif sehingga dapat memberikan dampak positif pada fungsi metabolisme manusia (Wildman 2007). Berdasarkan hasil wawancara, terdapat tiga puluh satu spesies tumbuhan yang dikonsumsi untuk mengobati penyakit (Gambar 15), seperti lampuyang (Zingiber amaricans Bl.), kalapa tawa (Cocos nucifera L. var. Viridis), supa koja (Dictyophora indusiata Vent.), cikur (Kaempferia galanga L.), dan spesies lainnya. Sedangkan persentase terbesar adalah tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya bagi kesehatan, meskipun demikian manfaat bahan pangan terhadap kesehatan tentu saja kembali pada fungsi utama pangan yaitu sebagai asupan gizi esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Gambar 15 Tingkat pemanfaatan tumbuhan untuk kesehatan
35
Penggunaan tumbuhan sebagai bahan pangan yang memiliki manfaat dalam kesehatan dibatasi hanya pada penggunaan melalui mulut (oral), baik dalam bentuk bahan mentah sebagai makanan atau minuman, juga sebagai bahan campuran seperti laja (Alpinia galanga Sw.). Kuantifikasi terhadap penggunaan tumbuhan pangan sebagai obat dibagi menjadi lima kriteria, yaitu pangan adalah obat, pangan berkhasiat obat, pangan menyehatkan, pangan sehat, dan pangan. Kriteria pangan sebagai obat meliputi tumbuhan pangan yang hanya dikonsumsi ketika seseorang telah mengalami sakit. Sebagai contoh areuy sineureut yang hanya dikonsumsi bila terkena penyakit sineureutan. Selanjutnya kriteria pangan berkhasiat obat adalah spesies tumbuhan pangan yang diminum ketika seseorang mengalami sakit, tetapi harus dikonsumsi secara berkelanjutan. Sebagai contoh jeruk nipis (Citrus aurantifolia Christm & Panz Swingle) yang dikonsumsi selama batuk. Kriteria pangan menyehatkan dan pangan sehat adalah penggunaan pangan sebagai pencegah penyakit, sehingga dikonsumsi sebelum seseorang menderita sakit. Namun perbedaan terletak pada frekuensi pemanfaatan. Hal yang menarik dalam pemanfaatan pangan dalam kesehatan adalah perbandingan tumbuhan yang menyehatkan dan sehat lebih banyak dibandingkan jumlah tumbuhan pangan yang berperan sebagai obat dan berkhasiat obat. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Baduy lebih memilih untuk menjaga kesehatannya dibandingkan harus mengobati bila mereka telah terkena suatu penyakit. Rasionalisasi dan pandangan hidup masyarakat Baduy sangat sesuai dengan program yang telah dikembangkan oleh Maari Ma Health Aboriginal Corporation dalam menanggulangi dan mengontrol kemungkinan terjadinya penyakit kronis untuk menurunkan jumlah penderita penyakit kronis seperti diabetes dan cardiovascular pada orang-orang Aborigin (Burke et al. 2005).
Penerapan Pengetahuan Etnobotani dalam Ketahanan Pangan Penggunaan pengetahuan etnobotani dinilai dari kemampuan responden dalam pengenalan spesies tumbuhan pangan dan sistem sosiokultur yang berkembang di dalam masyarakat Baduy. Pengenalan spesies tumbuhan pangan meliputi tanaman dibudidayakan maupun tumbuhan liar dengan nilai tumbuhan yang berbeda-beda (Lampiran 8 dan 9). Sistem sosiokultur yang berkembang meliputi infrastruktur material, struktur sosial, dan superstruktur ideologis (KMNLH 2001). Infrastruktur material berisi bahan, bentuk, ide, teknologi dan benda yang dikembangkan masyarakat Baduy sehingga serasi dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang ada, sebagai contoh leuit yang digunakan untuk menyimpan cadangan pangannya. Struktur sosial pada dasarnya adalah perilaku yang diperlihatkan manusia baik yang timbul karena hubungan antar sesama maupun dengan lingkungan biofisiknya. Sebagai contoh adanya upacara adat kawalu, ngalaksa, dan seba yang merupakan wujud rasa syukur masyarakat Baduy dan penghormatan mereka terhadap pemerintah dengan cara menyerahkan sebagian hasil buminya pada pemerintah Banten. Superstruktur ideologis meliputi cara-cara yang terpolakan, yang dengan cara tersebut masyarakat Baduy berfikir, melakukan suatu konsep, menilai, dan merasa. Superstruktur ideologis masyarakat
36
Baduy terdiri atas agama Slam Sunda Wiwitan, sistem pemerintahan dan sistem adat (Lampiran 7). Tingkat pengetahuan etnobotani Rata-rata indeks tingkat pengetahuan etnobotani (Mg) responden berada pada tingkat sedang yaitu 0,83 yang nilainya lebih besar dari Q1 (Kuartil satu yaitu 0,79). Nilai Mg yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, asal, dan aktivitas harian. Berdasarkan hasil analisis statistika dengan Kruskal Wallis test, perbedaan kelas umur menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai P= 0,00 yang lebih kecil dari taraf nyata 0,05 (Lampiran 6). Sehingga perbedaan usia akan mempengaruhi tingkat pengetahuan etnobotani pangan responden. Semakin tinggi usia seseorang, akan semakin tinggi pula pengetahuan etnobotani yang dimiliki. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman hidup, intensitas atau frekuensi ke hutan, dan tingginya intensitas pemanfaatan tumbuhan pangan. Selain itu, diketahui pula pada kurun waktu 30 tahun terdapat perbedaan jumlah dan spesies tumbuhan pangan yang saat ini mulai berkurang. Sebagai contoh pada tahun 1999 telah tercatat terdapat 89 varietas pare (Oryza sativa L.) yang dikembangkan oleh masyarakat Baduy secara in-situ (Iskandar dan Ellen 1999). Namun pada saat penelitian, tercatat hanya 43 varietas pare (O. sativa L.) yang masih di tanam dan dikonsumsi. Sehingga bisa jadi masyarakat yang berada pada usia lebih muda seperti KU-1 dan KU-2 sudah tidak mengetahui tumbuhan tersebut. Rata-rata tingkat pengetahuan laki-laki adalah 0,84 dan nilainya lebih tinggi daripada rata-rata tingkat pengetahuan etnobotani perempuan yaitu 0,82. Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisis statistika dengan Man Withney test diketahui bahwa tingkat pengetahuan laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata (Lampiran 6). Perbedaan tersebut terjadi hanya karena interaksi dan frekuensi laki-laki yang lebih tinggi terhadap hutan. Laki-laki lebih sering ke hutan dan mengkonsumsi spesies tumbuhan pangan yang jarang dikonsumsi oleh perempuan, namun perempuan Baduy juga terbiasa mengolah tumbuhan pangan yang dibawa oleh lelaki Baduy dari hutan. Hutan merupakan sumber tumbuhan pangan, beberapa spesies tumbuhan pangan potensial seperti manglong, peutag (Sizygium lineata Duthie.), dan manjakalan (Blumeodendron tokbrai Kurz.) hanya tersedia di hutan saja. Lakilaki membawa makanan (bekal) dari rumah yang telah disiapkan perempuan (istri mereka) umumnya terdiri dari nasi dan lauk. Selanjutnya laki-laki akan melengkapi kebutuhan pangannya dengan mengambil tumbuhan dari hutan untuk lalaban dan buah sebagai sumber vitamin. Begitu pula dengan wanita, meskipun intensitasnya lebih rendah. Meskipun demikian berdasarkan hasil eksplorasi tumbuhan pangan tertinggi tersedia di huma yang diolah secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan. Sehingga keduanya akan memiliki pengetahuan yang relatif sama. Rata-rata tingkat pengetahuan responden yang berasal dari Baduy Luar adalah 0,83 dan nilainya lebih rendah daripada masyarakat Baduy Dalam yaitu 0,84. Meskipun demikian, berdasarkan hasil analisis statistika dengan Man Withney test diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden dari Baduy Dalam dan Baduy Luar tidak berbeda nyata (Lampiran 6). Hal ini disebabkan pembagian masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar hanya merupakan bentuk tenggang
37
rasa dan keluwesan masyarakat Baduy menghadapi perkembangan masyarakat (Kurnia dan Sihabudin 2010), sedangkan pengetahuan terhadap tumbuhan pangan menjadi kepentingan masing-masing individu masyarakat yang kaitannya lebih kepada pemenuhan kebutuhan dasar hidup. Sehingga baik masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar memiliki pengetahuan etnobotani pangan yang relatif setara. Selisih nilai pengetahuan tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah spesies tumbuhan pangan yang boleh dan tidak boleh ditanam baik di Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Sebagai contoh spesies dangdeur (Manihot sp) tidak diperbolehkan ditanam di kawasan Baduy Dalam, sebaliknya beberapa varietas pisang (Musa sp.) dan ubi jalar (Ipomoea batatas) di Baduy Dalam memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi (Tabel 14). Tabel 14 Karakteristik masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam tentang pagan Perbedaan Alat masak
Baduy Dalam Tidak boleh menggunakan alat modern, yang ada hanya: dangdang (seeng), kuali (kekenceng), kukusan (aseupan), hihid, lumping (pangarih), kuluwung, boboko, pinggan/ mangkuk, somong (gelas bambu), panyiru (sendok dari bambu) atau sendok plastik, dan botol besar tempat minum.
Baduy Luar Telah menggunakan alat masak semi modern, seperti panci, wajan, sendok besi.
Bahan tambahan makanan
Tidak menggunakan MSG
Telah menggunakan MSG
Tanaman pangan yang dilarang/ tidak ada
Dangdeur (Manihot sp), alpuket (Persea americana P. Mill.), kopi (Coffea arabica L.), dan coklat (Theobroma cacao L.).
Pare jannah, pare jeruk (Oryza sativa L.), beberapa varietas pisang seperti Cau Bangkunang, cau hoe, cau hurang, dan cau janten.
Retensi pengetahuan etnobotani Retensi pengetahuan etnobotani adalah kemampuan masyarakat untuk menyimpan pengetahuan etnobotani yang dimilikinya (Zent 2009). Penurunan retensi akan mengakibatkan pengetahuan tersebut lambat laun akan hilang. Jika hal tersebut terjadi secara cepat dengan intensitas yang besar, maka masyarakat dalam kondisi yang tidak stabil (dalam hal pangan) dan mengarah pada kerentanan pangan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa responden yang berada pada KU-5 mampu menyimpan pengetahuan etnobotani yang lebih besar dibandingan KU yang lain, terbukti dengan nilai MG yang tertinggi dari KU-5 sebesar 0,939 (Tabel 15). Responden dari KU-5 memiliki nilai RG yang tertinggi dan dianggap sebagai kelas umur yang paling menguasai etnobotani pangan di Baduy. Pengalaman yang dimiliki oleh KU-5 lebih banyak dibandingkan oleh KU yang lainnya. Selain itu responden pada KU-5 hidup pada periode yang lebih lama, dimana tersedia lebih banyak tumbuhan pangan dibandingkan saat dilakukan penelitian. Sehingga banyak dari spesies-spesies tumbuhan pangan yang bagi KU5 dapat dimakan, sedangkan KU lainnya menganggap bahwa tumbuhan tersebut
38
tidak biasa dimakan. Meskipun pada kenyataanya tumbuhan tersebut masih ada dan dapat dikonsumsi. Tabel 15 Perubahan pengetahuan etnobotani pangan masyarakat Baduy Kelas Umur MG RG RC CA 0,939 1,000 1,000 0,000 V (>69) 0,887 0,944 0,944 -0,004 IV (55-69) 0,851 0,960 0,906 -0,006 III (40-54) 0,788 0,926 0,839 -0,011 II (25-39) 0,701 0,890 0,746 -0,017 I (10-24) Keterangan: MG (tingkat pengetahuan etnobotani); RG (tingkat retensi); RC (tingkat retensi komulatif); CA (perubahan pengetahuan setiap tahun)
Responden yang berasal dari KU-1 dan KU-2 memiliki nilai RG, RC, dan CA yang terendah karena pada usia tersebut, pengalaman dan interaksi terhadap spesies tumbuhan pangan lebih rendah daripada KU yang lainnya. Selain itu kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pangan dibebankan pada orang tua, sehingga responden yang berada pada KU-1 umumnya belum menikah dan belum memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu responden yang berada pada KU-1ndan KU-2 mulai terpengaruh oleh jenis makanan modern dan kemajuan teknologi, sehingga ketertarikan terhadap spesies tumbuhan pangan menjadi berkurang. Sebagai contoh, anak yang biasanya membantu ke ladang menjadi enggan karena lebih tertarik menonton televisi. Spesies tumbuhan pangan yang biasa dikonsumsi menjadi tergeser dengan keberadaan makanan yang biasa diperoleh dari warung dan swalayan yang ada di kampung Ciboleger (kampung terdekat yang berada di luar Baduy). Nilai CA antar kelas umur menunjukkan tingkat perubahan tahunan yang terjadi antar kelas umur berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa CA dari KU-5 mengalami penurunan hingga KU-1 (Gambar 16). Perkembangan dan pengetahuan bersifat dinamis dan akan bertambah seiring dengan pengalaman yang dijalani (Berk 2006). Pengetahuan akan berkembang pesat dimasa muda (KU-1 dan KU-2) dan selanjutnya melandai pada usia tua (KU-4, KU-5), sehingga kondisi retensi pengetahuan yang terjadi pada masyarakat Baduy berada pada kondisi normal. Terlihat dari jarak CA responden KU-1, dan KU-2 lebih besar dari KU-4, dan KU-5).
Gambar 16 Perubahan pengetahuan etnobotani per tahun berdasarkan kelas umur
39
Kecenderungan negatif yang ditunjukkan oleh perubahan pengetahuan etnobotani antar kelas umur yang terjadi pada masyarakat Baduy mengindikasikan bahwa proses pewarisan pengetahuan masih terjadi secara baik. Meskipun tidak secara tertulis, orang tua mengajarkan kepada anaknya jenis-jenis tumbuhan yang dapat dan tidak dapat dikonsumsi. Kegiatan tersebut berlangsung ketika anak telah mampu dan mulai ikut ngahuma (berladang). Proses tersebut tidak berhenti hingga anak berkembang menjadi dewasa. Setelah anak menjadi dewasa, pengetahuan bersumber pada pengalaman dan interaksinya langsung terhadap jenis-jenis tumbuhan pangan baik dari anggota keluarganya maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Ketahanan Pangan Masyarakat Baduy Konsep ketahanan yang saat ini berkembang secara nasional telah menempatkan posisi masyarakat Baduy sebagai daerah rawan prioritas III dengan indikator yang kurang sesuai dengan karakteristik masyarakat yang ada di dalamnya. Ketahanan pangan adalah keadaan dimana setiap rumah tangga mempunyai pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No. 7 1996). Pilar utama yang ada di dalamnya adalah (1) ketersediaan pangan, (2) akses terhadap pangan, (3) pemanfaatan pangan, dan (4) daerah dengan kerentanan terhadap kerawanan pangan transier (Deptan 2009). Parameter ketersediaan pangan diukur menggunakan perbandingan ketersediaan beras, jagung, dan singkong dengan konsumsi normatif masyarakat. Kenyataannya selain padi, jagung, singkong, dan ubi jalar masyarakat Baduy memanfaatkan keanekaragaman pangan seperti hajeli (Coix lacryma-jobi L.), huwi kumbili (Coleus tuberosus Benth.), huwi manjangan (Dioscorea sp), dan spesies tumbuhan yang beranekaragam dalam memenuhi kebutuhan pangan. Bagi masyarakat Baduy, pangan yang terbaik adalah pangan yang beragam. Dengan mengkonsumsi tumbuhan pangan yang beragam, akan mendapatkan nutrisi yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip dasar dari diversifikasi pangan yang berkembang saat ini. Prinsip diversivikasi pangan adalah bahwa tidak ada satupun komoditas atau bahan pangan yang memenuhi unsur gizi secara keseluruhan yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga memilih makanan bukan semata-mata hanya karena pertimbangan unsur makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak saja tetapi juga pada pertimbangan kebutuhan serat, antioksidan, dan nutrisi mikro yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebijakan “berasisasi” yang dilakukan pemerintah telah merusak keseimbangan dan keanekaragaman pangan masyarakat yang stabil menjadi pangan yang tidak mandiri dengan program andalannya raskin (beras miskin). Sebagai contoh masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki komoditi pangan utama jagung termasuk daerah termiskin karena tidak mampu menghasilkan dan mengkonsumsi beras. Kenyataannya kondisi alam dan lingkungan yang ada di NTT sangat sesuai dengan komoditi jagung, bukan beras. Namun kebijakan pemerintah telah menjadikan beras sebagai pangan utama yang bergengsi dan menjadi indikator utama dalam kemandirian dan ketahanan pangan suatu wilayah (Ofong 2007).
•
•
•
•
•
• • • •
•
• •
•
22
Persentase dari daerah ditanami padi yang rusak akibat kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi non hutan. Angka deforestasi hutan berdasarkan analisis citra satelit Landsat .
Data bencana alam yang terjadi di Indonesia dan kerusakannya selama periode 2000 – 2007 Penyimpangan curah hujan
Angka harapan hidup pada saat lahir Berat badan balita di bawah standar (Underweight) Perempuan >15 th yang tidak dapat membaca/ menulis. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air ledeng/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Persentase rumah tangga yang tinggal pada jarak lebih dari 5 kilometer dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan yang terlatih, paramedik, dan sebagainya).
Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan Lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN.
Daerah dengan kerentanan terhadap kerawanan pangan transien / Vulnerability to Transient Food Insecurity
Pemanfaatan pangan / Food Utilization
Akses pangan/ Food and livelihoods Access
Parameter Ketahanan Pangan Ketersediaan pangan/ Food availability
• Sistem perladangan (huma) diterapkan dengan memperhatikan kaidah ekologi. • Penanaman di ladang (huma) hanya akan dimulai saat akan turun hujan untuk mengurangi resiko gagal panen. • Kalender tanam yang diterapkan di Baduy telah mempertimbangkan musim keluarnya hama tanaman, selain itu penggunaan pestisida alami (ngubaran pare) dilakukan untuk menjaga ladang dari hama. • Pengetahuan etnobotani yang diterapkan masyarakat Baduy terbukti mampu menjaga dan mengelola kelestarian hutan (Suansa 2011). Hutan merupakan sumber tumbuhan pangan liar yang potensial.
• Pengolahan pangan di Baduy dilakukan secara alami dan aman dari zat kimia berbahaya (tidak menggunakan pestisida). • Ketersediaan dan kualitas air di Baduy bergantung pada kondisi sungai. Terdapat aturan adat yang melarang pembuatan sumur karena dianggap merusak lingkungan (Senoaji 2011). • Masyarakat memilih mencegah daripada mengobati penyakit, terbukti dengan tingginya jumlah konsumsi tumbuhan pangan menyehatkan (dikonsumsi sebelum sakit) daripada tumbuhan berkhasiat obat (dikonsumsi jika sakit). • Secara informal adanya dukun yang dipercaya mampu membantu proses pengobatan.
• Budaya berbagi dan memberi (social entitlement) • Penerapan dan keberlanjutan pengetahuan etnobotani antar generasi dalam pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan pangan lokal secara lestari. • Keterjangkauan masyarakat terhadap tumbuhan pangan lokal • Ketersediaan tumbuhan pangan lokal di wilayah Baduy
• Keragaman pangan/ diversifikasi pangan • Cadangan pangan di leuit (lumbung padi)
Indikator Kondisi Aktual Baduy
Tabel 16 Perbandingan indikator FSVA dengan kondisi Baduy
Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar
Indikator FSVA 2009
40
41
41
Baduy menjadi salah satu obyek pelaksanaan program raskin tersebut. Namun kondisi ini tidak serta merta merubah tatanan adat yang berlaku di Baduy, karena masyarakat Baduy justru mampu mengembangkan strategi ketahanan pangan mereka. Meskipun masyarakat Baduy memenuhi kebutuhan beras seharihari dengan cara membeli beras dari luar kampung, beras yang mereka hasilkan disimpan di dalam leuit dan dikonsumsi secukupnya pada saat berlangsung upacara adat dan kebutuhan sehari-hari yang mendesak. Hal ini dilakukan karena menurut pandangan orang Baduy jika tampak isi leuit tidak lagi penuh, ini menjadi pertanda buruk dalam katahanan pangan mereka. Karena itulah jumlah leuit terus bertambah dan bahkan melebihi jumlah rumah. Leuit merupakan simbol ketahanan pangan bagi masyarakat Baduy dan merepresentasikan ketersediaan pangan yang berkelanjutkan. Masyarakat Baduy sangat pandai berhemat dalam menjaga persediaan pangan. Strategi tersebut merupakan bentuk adaptasi dan rasionalisasi masyarakat Baduy dalam menghadapi kemungkinan terburuk saat pangan tidak lagi mencukupi. Sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat di NTT yang menabung atau menyimpan pangan (jagung) dengan metode pengasapan. Di Timor Barat, misalnya, biasanya jagung disimpan di atas loteng ume kbubu (rumah bulat), kemudian diasapi, agar dapat bertahan lama dan tidak rusak. Strategi ini diusahakan untuk dapat bertahan dalam situasi-situasi di mana persediaan pangan mereka mulai menipis atau habis; biasanya dipersiapkan untuk menghadapi masa paceklik atau lapar biasa, yaitu antara Desember sampai Februari sebelum musim panen (Ofong 2007). Strategi lain pernah dilakukan oleh masyarakat Darfur di Sudan yang memilih untuk sedikit kelaparan dan menghemat beras yang dimiliki agar bisa membibitkan dan menanam pada tahun selanjutnya untuk menjaga ketersediaan pangan yang berkelanjutan (De Waal 1989). Parameter akses pada FSVA 2009 diukur dari persentase masyarakat di bawah garis kemiskinan, lalu-lintas antar desa yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat, dan persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, misalnya generator. Jika dibandingkan dengan income perkapita minimum yang ditetapkan oleh garis kemiskinan nasional Indonesia yaitu Rp 166.697,00/ bulan Baduy berada pada kondisi yang miskin karena pendapatan perbulan masyarakat tidak menentu tergantung pada hasil ladangnya. Masyarakat Baduy memperoleh uang dari penjualan hasil panen di ladang yang dimiliki (exchange entitlement). Seluruh hasil ladang boleh dijual kecuali beras. Income perkapita yang ditetapkan tidak dapat menggambarkan kemampuan masyarakat Baduy dalam mengakses pangan. Masyarakat Baduy memiliki budaya memberi atau meminjam makanan dari tetangga atau saudaranya (social entitlement) sehingga pola income perkapita menjadi tidak relevan. Umumnya masyarakat memiliki nilai income perkomunitas yang menunjukkan bahwa komunitas tersebut mampu secara mandiri menjaga komunitasnya dalam memperoleh pangan. Akses pangan diukur pula dari persentase rumah tangga tanpa listrik dan areal yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat. Jika indikator tersebut digunakan, maka masyarakat Baduy akan berada pada 100% areal tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 dan 100 % rumah tangganya tanpa listrik. Indikator tersebut tidak akan pernah sesuai sepanjang masyarakat Baduy masih memegang teguh hukum adatnya. Karena masyarakat Baduy memiliki aturan untuk tidak
42
menggunakan listrik dan tidak merubah struktur tanah yang ada. Oleh karena itu akses pangan adalah pengetahuan etnobotani dan kemampuan masyarakat Baduy dalam memanfaatkan tumbuhan pangan. Dengan pengetahuan etnobotani yang dimiliki, masyarakat Baduy mampu mengelola lahan huma dan reuma, pemanfaatan potensi tumbuhan pangan liar di hutan, dan memanfaatkan secara arif sehingga menjamin ketersediaan yang bekelanjutan. Selanjutnya parameter pemanfaatan pangan diukur melalui angka harapan hidup, persentase perempuan buta huruf, dan rumah tangga yang berjarak > 5 km dari pelayanan kesehatan. Masyarakat Baduy lebih menggunakan prinsip hidup sehat dan mencegah penyakit daripada harus mengobati penyakit dalam pemanfaatan pangan. Hal ini terbukti dengan konsumsi tumbuhan pangan yang juga berkhasiat obat dan menyehatkan bagi tubuh, masyarakat Baduy lebih sering mengolah pangannya dengan cara merebus dan mengukus sehingga baik bagi kesehatan. Selain itu dalam proses pengelolaan ladang yang dilakukan menggunakan pupuk dan pestisida alami yang dapat menyebabkan pare (Oryza sativa L.) yang dipanen dan disimpan tetap dalam kondisi baik meski disimpan dalam waktu yang panjang dan aman dikonsumsi. Proses pengeringan pare sebelum dimasukkan ke dalam leuit menjadi teknologi sederhana dalam pengawetan bahan pangan. Tidak hanya proses penyimpanan, pada saat pengolahan nasi hingga nasi dihidangkan, masyarakat Baduy masih menggunakan sistem akeul atau mengipas sambil mengaduk nasi yang baru dimasak dengan dulang dan pengarih agar menurunkan kadar gula dan uap panas pada nasi seperti yang dilakukan pada masyarakat di Kampung Naga di Tasikmalaya (Hidayatullah dan Fasya 2012). Kerentanan terhadap kerawanan pangan transier merupakan kerentanan terhadap bencana alam dan goncangan mendadak lainnya yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Kerawanan pangan dilihat dari ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi perubahan kondisi alam dan lingkungannya, seperti bencana alam, penyimpangan curah hujan, serangan hama, dan deforestasi. Kenyataannya masyarakat Baduy memiliki pengetahuan etnobotani dalam mengelola sumberdaya lokal yang dimilikinya. Pengelolaan lingkungan yang ada di Baduy dilakukan dengan menyesuaikan pada kondisi dan kaidah alam. Masyarakat Baduy seperti masyarakat adat pada umumnya memiliki kemampuan dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam yang terjadi (Telapak 2011). Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan perubahan masa hama tanaman berkembang, oleh karena itu musyawarah terhadap perubahan masa tanam dilakukan oleh pimpinan adat Baduy untuk kemudian ditaati oleh seluruh masyarakat Baduy. Kehidupan masyrakat Baduy dalam mengelola pangan, tidak terlepas dari pengelolaan hutan. Dimana hutan menjadi sumber pangan potensial yang pengelolaannya didasarkan pada pengetahuan tradisional sehingga lestari. Hutan sebagai zona inti dalam menjaga keseimbangan alam, reuma dan huma sebagai lahan budidaya, sedangkan pekarangan menjadi lahan pertama dalam mengurangi tekanan terhadap hutan. Selanjutnya reuma, huma, dan pekarangan merupakan zona penyangga yang berfungsi untuk mengurangi tekanan dan perubahan fungsi hutan (Suansa 2011). Pengetahuan etnobotani pangan yang digunakan dan sesuai dengan kondisi serta sumber daya yang tersedia di wilayah Baduy telah membawa masyarakat Baduy dalam kondisi yang tahan pangan sebagaimana disampaikan oleh Mulvany
43
(2007) bahwa sistem pangan terbaik adalah sistem pangan yang tumbuh dan berkembang secara lokal dan spesifik. Pengetahuan tersebut telah diturunkan selama bertahun-tahun melalui pewarisan pengetahuan secara informal (dari orangtua atau orang yang lebih tua kepada anaknya). Tingkat pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy berada pada tingkat sedang dengan retensi dari KU-5 menurun hingga KU-1. Kondisi ini sangat wajar terjadi karena kelas umur tua akan lebih banyak tahu dibandingkan kelas umur yang lebih muda, meskipun demikian perubahan tahunan yang terjadi dari masing-masing KU berada pada tingkatan yang rendah dengan kecenderung negatif sehingga mengindikasikan bahwa proses pewarisan pengetahuan etnobotani masih berlangsung. Kecenderungan tersebut dapat menggambarkan bahwa masyarakat Baduy masih berada pada kondisi tahan pangan.
Kontribusi Pengetahuan Etnobotani dalam Konservasi Tumbuhan Pangan Tidak kurang dari 25.000 jenis tumbuhan tersedia di bumi, namun hanya 5% saja yang sudah tergali manfaatnya (Munawaroh dan Astuti 2008). Etnobotani sebagai sumber pengetahuan yang mampu menggali pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat tradisional menjadi langkah yang efektif dalam kegiatan dokumentasi sumber plasma nutfah yang tersedia di dunia. Sebagai contoh masyarakat di Papua yang telah mampu mengkonservasi 200 varietas ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dengan sistem budidaya yang sesuai dengan lingkungan alamnya yaitu: mina wen hipere, Yabu Waganak, Yabu Enaifpipme, dan Yabu Lome (Rauf dan Lestari 2009). Masyarakat Baduy yang memiliki hubungan sangat erat dengan tumbuhan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan pangannya memiliki hubungan timbal balik yang berkelanjutan. Proses produksi berupa budidaya tumbuhan pangan di huma dan reuma terbukti mampu menjaga keragaman dan ketersediaan tumbuhan pangan sepanjang tahun. Huma dan reuma menjadi salah lahan konservasi in-situ bagi 46 varietas padi ladang. Jumlah varietas padi ladang di Baduy lebih tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman varietas padi di Kecamatan Krayan, Kalimantan Timur yang mampu mengawetkan 37 varietas padi lokalnya. Meskipun demikian jumlah tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan keanekaragaman varietas padi di Kecamatan Pujungan, Kalimantan Timur. Puluhan varietas tersebut di ‘rumat” dan “leluri” untuk menjaga dan melindungi keanekaragaman plasma nutfah padi di Kalimantan Timur (Nasution et al. 1995). Keragaman varietas padi yang ada menunjukkan bahwa penerapan etnobotani masyarakat mampu mengawetkan plasma nutfah tidak hanya ditingkat spesies tetapi juga di tingkat genetik. Huma Baduy dikelola dengan sangat hati-hati sejak permulaan menanam, perawatan, hingga panen. Masyarakat Baduy sangat pandai membaca kondisi lingkungan, sehingga kegiatan menanam di huma hanya akan dilakukan jika kondisi lingkungan mendukung. Sistem huma dan reuma dilakukan dengan menanam beberapa spesies dan varietas tanaman pangan sehingga mengurangi resiko kegagalan panen dan juga mengurangi dampak ekologi pada suatu spesies atau sumberdaya. Hal ini dilakukan pula oleh masyarakat adat dikalimanta melalui sistem tembawang yang memadukan tengkawang, nyatoh, kemenyan,
44
jelutung, pulai, damar, buah-buahan, jenis-jenis kayu, palem, rotan, sirih, pakis untuk sayur, dan berbagai tumbuhan obat (de Foresta 2000). Selain padi masyarakat Baduy memiliki 42 varietas pisang yang hingga saat ini belum optimal kita manfaatkan sebagai sumber plasma nutfah yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sebanyak 24 varietas belum dibudidayakan karena dianggap kurang komersial dan kurang diminati oleh masyarakat. Selain tumbuhan budidaya, terdapat 136 spesies dan varietas tumbuhan pangan liar yang berasal dari hutan. Hutan merupakan sumber plasma nutfah alami yang menyediakan tumbuhan pangan potensial yang tidak kalah beragam dibandingkan dengan tanaman budidaya. Sebanyak 26 spesies jamur yang tersedia secara liar di hutan menjadi pangan potensial yang tentu saja berpeluang besar untuk dapat dibudidayakan. Jamur yang tumbuh secara lokal akan lebih berkembang di kondisi tropis Indonesia dibandingkan dengan spesies jamur introduksi dari negara sub tropis yang berkembang dan dibudidayakan di Indonesia. Penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy secara langsung telah mampu melindungi dan mengawetkan keanekaragaman plasma nutfah tidak hanya ditingkat spesies, tetapi juga ditingkat genetik. Pengetahuan etnobotani yang tertuang dalam larangan dan aturan adat telah dikembangkan dari rasionalisasi dan kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Oleh karena itu pengetahuan etnobotani yang bersifat adaptif dan berkembang secara lokal selayaknya diakui dan dilindungi sehingga dapat mewujudkan sinergitas manusia dan tumbuhan sebagai bagian dari ekosistem secara berkelanjutan.
45
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy menerapkan pengetahuan etnobotani dalam ketahanan pangan. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan pangan baik budidaya maupun liar. Selain beras, jagung, ubi jalar, dan singkong masyarakat Baduy juga memanfaatkan tumbuhan pangan dari hutan sebagai sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Simpulan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Masyarakat Baduy memanfaatkan 240 spesies tumbuhan pangan, 46 varietas padi ladang, 42 varietas pisang, 12 varietas talas, 9 varietas kelapa, 17 varietas ubi jalar, 2 varietas terung, 8 varietas singkong, 2 varietas mangga, 2 varietas rambutan, 2 varietas jagung, dan 3 varietas nanas. Tumbuhan pangan tersebut diperoleh dari hasil budidaya maupun tumbuh secara liar di hutan. 2. Masyarakat Baduy memiliki rata-rata tingkat pengetahuan etnobotani yang sedang (0,833). Pengetahuan tersebut diwariskan secara baik dari ayah atau ibu dan orang yang lebih tua kepada anak dengan perubahan tahunan yang sangat kecil (<0,25).
Saran 1.
2.
3.
4.
Pemerintah perlu mengkaji ulang definisi dan indikator dalam penetapan status ketahanan pangan nasional. Penetapan status ketahanan pangan tidak dapat diseragamkan karena terdapat perbedaan karakteristik antar masyarakat yang tinggal di suatu kawasan. Kenyataaan menunjukkan bahwa dewasa ini masyarakat adat telah beralih dari pertanian subsisten menuju pertanian komersial. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang melindungi mekanisme pasar yang adil sehingga menguntungkan bagi masyarakat adat. Perlu dilakukan studi yang sama pada berbagai masyarakat adat yang ada di Indonesia untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari konsep ketahanan pangan nasional melalui pendekatan pengetahuan tradisional pada masingmasing wilayah (bioekogeografi dan bioregional). Perlu dilakukan kajian serupa dengan pendekatan pangan yang dominan pada suatu masyarakat.
46
DAFTAR PUSTAKA Amelia. 2004. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. Kimianet, Portal Kimia Indonesia: LIPI. Apomfires F. 2002. Makanan pada Komuniti Adat Jae: Catatan Sepintas- Lalu dalam Penelitian Gizi. Jurnal Antropologi Papua. 1(2): 1-16. Aspartia U. 1996. Study Pola Konsumsi Pangan Masyarakat melalui Pendekatan Karakteristik Agroekologi di Kabupaten Kupang, NTT (Nusa Tenggara Timur) [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB: Bogor. Beauchamp G, Mennella JA. 2009. Early Flavor Learning and its Impact on Later Feeding Behavior. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 48: 25-30. Burke H, Cook M A, Weston R. 2005. Maari Ma Chronic Disease Strategy: “While prevention is better than cure, control is better than complication”. Maari Ma Health Aboriginal Corporation: Broken Hill. Chapman PM. 2007. Traditional Ecological Knowledge (TEK) and Scientific Weight of Evidence Determinations. Marine Pollution Buletin 54: 1893 1840. Cotton CM. 1996. Ethnobotany Principles and Applications. New York: Jhon Wiley and Sons. Daniel WW. 1990. Applied Non Parametric Statistics. Second Edition. Boston: PWS-Kent Publishing Company. De Foresta, H., A. Kusworo, W.A. Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas Indonesia, Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF: Bogor. De Waal, A. (1989). Famine that Kills : Darfur, Sudan, 1984-1985. Oxford: Clarendon Press. [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Food Insecurity Atlas (FIA) - Peta Kerentanan Pangan Indonesia. Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI dan WFP. PT Enka Deli: Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia (FSVA) - Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia. Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI dan WFP. PT Enka Deli: Jakarta. [Dinkes] Dinas Kesehatan. 2008. Laporan Sepuluh Penyakit Terbanyak di Desa Kanekes. UPT Puskesmas Cisimeut. Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Banten [Dinsos] Dinas Sosial. 1999. Informasi Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak. Cabang Dinas Sosial Propinsi Dati I Jawa Barat. Kabupaten Lebak Eden MJ. 1987. Traditional Shifting Cultivation and The Tropical Forest System. TREE 2 (11): 340-343. [FAO] Food Agriculture Organization. 1996. Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit Plan Action- World Food Summit 13-17 November 1996 Rome Italy. FAO Corporate Document Repository.
47
Garna J. 1993. Masyarakat Terasing Indonesia. Koentjaraningrat, editor. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Garna, Judistira K. 1985. Masyarakat Baduy dan Kebudayaannya. Pusat Kajian dan Pengembangan Sosial Budaya: Bandung. Gay LR. 1981. Educational Resarch: Competencies for analysis and application. Second eddition. Charles E Mermil Publishing Company: Ohio. Hall IR, Stephenson SL, Buchanan PK, Yun W, Cole ALJ. 2003. Edible and Poisonous Mushrooms of The World. Timber Press: UK. Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia: Jakarta. Harrington WWRJP, Marreco BF.1916. Ethnobotany of The Tewa Indians. Government Printing Office: Washington. Harshberger JW. 1896. The Purpose of Ethnobotany. Botanical Gazette. 21: 146154. Hidayatullah R, Fasya M. 2012. Konsep Nasi dalam Bahasa Sunda: Studi Antropolinguistik di Kampung Naga, Kecamatan salawu, kabupaten tasikmalaya. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS.DAN_ SASTRA_INDONESIA/197712092005011. MAHMUD_FASYA/ Etnolinguistik/Konsep%20Nasi%20dalam%20Bahasa%20Sunda.pdf [25 November 2012]. Hilgard ER, Bower GH. 1975. Theory of Learning (5 th ed.). Englewood. Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Microsoft Encarta Encyclopedia: Labor Union USA. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Edisi ke-dua. Erlangga: Jakarta. Iskandar J, Ellen R. 1999. In-situ Conservation of Rice Landraces Among The Baduy of West Java. Journal of Ethnobiology 19(1): 97·125. Jain SM, Priyadarshan PM. 2009. Breeding Plantation Tree Crops: Tropical Species. Helsinki University Rubber Research Institute of India: Helsinky. Johns T. 1990. With Bitter Herbs they Shall Eat it. University Arizona Press: Tucson. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2012. Pedoman Umum Program Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Tahun 2012. Kementrian Pertanian Republik Indonesia: Jakarta. [KMNLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2001. Bunga Rampai Kearifan Lingkungan. Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia: Jakarta Key ETJ, Thorogood M, Appleby PN. 1996. Dietary habits and mortality in 11.000 vegetarians and health conscious people: results of a 17 year follow up. BMJ 313:775. http://www.bmj.com/content/313/7060/775. [8 November 2012] Khomsan A, Wigna W. 2009. Sosio-budaya Pangan Suku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan 4(2): 63 – 71. Kurnia A, Sihabudin A. 2010. Saatnya Baduy Bicara. Bumi Aksara: Jakarta. Kusumayanti A. 1983. Pengaruh Pemasakkan terhadap Kandungan Tripsin Inhibitor Kedelai (Glycine max L.), Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus
48
L.), Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala L.), dan Saga (Adenanthera pavqnina L.) [Skrisi]. Fakultas Pertanian: IPB. Louhui L, Lixin S, Weiming Y, Xinkai Y, Yuan Z. 2009. Building on Traditional Shifting Cultivation for Rotational Agroforestry: Experiences from Yunnan, China. Forest Ecology and Management 257: 1989-1994. Marlina E. 2009. Traditional Community of Baduy, West Jawa Toward Architecture Sustainability. http://www.fab.utm.my/download/Conference Semiar/SENVAR52004SPS402.pdf. [1 November 2012]. Maryoto A. 2009. Jejak Pangan- Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan. PT. Kompas Media Nusantara: Jakarta. Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengawetan Pangan. CV. Alfabeta: Bandung. Mulvany P. 2007. Food Sovereignty Comes of Age: Africa leads efforts rethink our food system. http://www.ukfg.org.uk/docs/FoodSov17Dec2007.pdf. [23 November 2012]. Nasution RE, Roemantyo H, Walujo EB, Kartosedono S. 1995. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II, buku 2. Puslitbang Biologi LIPI, Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada, Ikatan Pustakawan Indonesia. Ndero G, Thijssen R. 2004. Studi Etnobotani: Menemukan Jenis-jenis Tanaman Potensial. Tropical Ethnobiology. 1: 8-9. [NTBG] National Tropical Botanical Garden. 2007. Ethnobotany, the science of survival: a declaration from Kaua‘i. National Tropical Botanical Garden. Volume XXIV No. 4 Nyeleni. 2007. Forum for Food Sofereignty. http://www.foei.org/en/resources/pub lications/food-sovereignty/2000-2007/nyeleni-forum-for-food-sovereignty. [29 Januari 2013]. Ofong L. 2007. Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan Di NTT. Working Papers: Institute of Indonesia Tenggara Studies. IITS Publications: NTT. Pei S, Zhang G, Huai H. 2009. Application of Traditional Knowledge in Forest Management: Ethnobotanical Indicator of Sustainable Forest Use. Forest Ecology and Management 257: 2017-2027. Pieroni. 2001. Evaluation of Cultural Significance of Wild Food Botanical Traditionally Consumed in Northwestern Tuscany, Italy. Jurnal Etnobiologi 2 (1): 89-104. Pierotti RJ. 2011. Indigenous Knowledge, Ecology, and Evolutionary Biology. New York; Routledge. Rahardjo, Mudji J, Rahayu YS. 2002. Urang Kanekes di Banten Kidul. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata: Jakarta. Rauf AW, Lestari MS. 2009. Pemanfaatan Komoditas Pangan Lokal sebagai Sumber Pangan Alternatif di Papua. Jurnal Litbang Pertanian 28(2).54-62 Senoaji A. 2011. Perilaku Masyarakat Baduy dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di Banten Selatan. Jurnal Humaniora 23: 14-25.
49
Shimizu Toshio. 2002. Newly Established Regulation in Japan: foods with health claims. Asia Pacific Journal Clin Nutr 11(2): S94–S96 Sibuea P. 2008.Reforma Agraria. Kebangkitan Pertanian. Kompas- Teropong, Nusantara. Sabtu, 14 Juni: 37. Suansa NI. 2011. Penggunaan Pengetahuan Etnobotani dalam Pengelolaan Hutan Adat Baduy [Skripsi]. Fakultas Kehutanan: IPB. Tambunan T. 2008. Ketahanan Pangan di Indonesia Mengidentifikasi Beberapa Penyebab. Pusat Studi UKM Universitas Trisakti: Jakarta. Tan MG, Abunain, Suharso, Rahardjo J, Suhardjo, Mulyohardjo S. 1970. Aspek Sosio-Budaya, Pola Konsumsi Pangan dan Kebiasaan Makan pada Lima Daerah Pedesaan di Indonesia. Direktorat Gizi. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Telapak. 2011. Mengarusutamakan Masyarakat Adat dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. http://forestclimatecenter.org/files/2011-08-18%20Meng arusutamakan%20IP%20dlm%20Adaptasi%20&%20Mitigasi%20CC%20 -%20Kertas%20Kebijakan%20oleh%20Telapak.pdf Turner NJ. 1988. The Importance of a Rose: Evaluating the Cultural Significant of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. American Anthropologist 90 (2): 272-290. Waluyo EB. 1992. Tumbuhan dalam Kehidupan Tradisional Masyarakat Dewan Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI. Perpustakaan Nasional RI: Bogor. Hal: 216-224. Wildman REC. 2007. Handbook of Nutraceuticals And Functional Foods. CRC PressINC: Boca Raton. World Development Movement. 2011. Transforming our food system: The movement for food sovereignty. Campaign Briefing. http://www. wdm.org.uk/sites/default/files/Food%20sovereignty%20briefing_10.11_0. pdf. [29 Januari 2013]. Young KJ. 2007. Ethnobotany. New York: Chelsea House Publisher. Zent S. 2009. Methodology for Developing a Vitality Index of Traditional Environmental Knowledge (VITEK) for the Project “Global Indicators of the Status and Trends of Linguistic Diversity and Traditional Knowledge.”Principal Investigator Centro de Antropologia Instituto Venezolano de Investigaciones Cientificas (IVIC). Venezuela.
LAMPIRAN
51
Lampiran 1 Panduan wawancaraFGD (Focus Group Discussion) 1. Ketersediaan Pangan a. Jenis-jenis tumbuhan pangan b. Media penyimpanan dan kepemilikan lumbung pangan
2. Keamanan Pangan a. Sistem pertanian/perladangan dalam produksi pangan b. Keamanan produksi pangan dari penggunaan pestisida kimia c. Keamanan pengolahan pangan dari cemaran biologi dan zat kimia berbahaya
3. Kemerataan Pangan a. Jumlah lumbung pangan dan kapasitas lumbung pangan per kepala keluarga b. Cadangan pangan per kepala keluarga c. Kepemilikan lahan pertanian/perladangan (huma), kebun (reuma), dan pekarangan
4. Keterjangkauan Pangan a. Kemampuan individu dalam memperoleh pangan b. Sistem distribusi pangan
5. Pengetahuan tradisional terkait katahanan pangan a. Pengetahuan tradisional tentang penamaan, identifikasi, penggunaan tumbuhan pangan, dan ekologi tumbuhan pangan. b. Sistem sosio kultural yang terkait ketahanan pangan (infrastruktur material, sistem sosial, dan super struktur ideologis.
52
Lampiran 2 Daftar Kuisioner CFSI (Cultural Food Significant Index) 1. Identitas responden Nama
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Status
:
Asal
:
2. Spesies tumbuhan pangan apa sajakah yang anda manfaatkan? No
Nama spesies
3. Dari masing-masing jenis tersebut bagaimana ketersediaannya dan dimana anda bisa mendapatkannya? No
Nama spesies
Ketersediaan
Tempat tumbuh
4. Berapa kali/frekuensi anda menggunakan tumbuhan tersebut? No
Nama spesies
Frekuensi pemanfaatan
5. Bagian manakah yang anda manfaatkan dari tumbuhan tersebut? No
Nama spesies
Bagian yang dimanfaatkan
6. Digunakan/diolah sebagai apakah tumbuhan pangan trsebut? No
Nama spesies
Pengolahan tumbuhan
7. Bagaimana rasa dari tumbuhan pangan tersebut? No
Nama spesies
Rasa
8. Apakah tumbuhan pangan ini memiliki manfaat untuk kesehatan? No
Nama spesies
Kandungan obat
53
Lampiran 3 Daftar kuisioner penerapan pengetahuan tradisional 1. Identitas responden Nama
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Status
:
Asal
:
2. Apakah anda mengetahui : No
Spesies tumbuhan
Penamaan Ya Tidak
Identifikasi Ya Tidak
Manfaat Ya Tidak
Ekologi Ya Tidak
3. Apakah anda mengetahui infrastruktur material yang terkait ketahanan pangan? No
Infrastruktur material
Ya
Tidak
4. Apakah anda mengetahui sistem sosial yang terkait ketahanan pangan? No
Struktur sosial
Ya
Tidak
5. Apakah anda mengetahui super struktur ideologis yang terkait ketahanan pangan? No
Super struktur ideologis
Ya
Tidak
54
Lampiran 4 Daftar responden penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
Nama Sarman Sarmin Idong Sangsang Darma Sapri Yadi Jarmin Sami Darni Marsitar Ayah Carcah Abah Sarminah Armah Ayah Ati Darti Arti Janati Sania Darni Arwi Rodisah Nini Arwi Nini Jahadi Nini Idong Nini Yarman Ambu Jakam Tarisah Sarminah Nini Sarja Edi Ako Pila Jangkrak Saidam Amir Erwin Pulung Rasudin Sajum Jamrud Samani Asrap Ijom Asan Ayah Nasinah Lina Itok Rasti Raibah Elas Sodah Pulung Runi Lati Isah Ani Ambu Sarwi Rosidah Ambu Marjayi Ambu Yalci
Jenis Kelamin L L L L L L L L L L L L L L L P P P P P P P P P P P P P P P L L L L L L L L L L L L L L L P P P P P P P P P P P P P P P
Umur 15 20 24 30 35 39 45 50 52 55 60 65 70 70 80 10 14 23 30 37 26 50 40 53 68 55 60 85 90 70 13 16 23 28 32 36 40 41 50 63 54 68 72 80 90 15 19 22 27 29 30 40 42 50 65 56 60 90 70 80
Kelas Umur 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5
Asal Cikertawana Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cikertawana Cibeo Cikeusik Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cibeo Cikeusik Cibeo Cibeo Cikeusik Cibeo Cikeusik Cikeusik Cibeo Cikeusik Cibeo Cikertawana Cibeo Cikeusik Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 3 Kaduketug 1 Gajeboh Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 1 Kaduketug 3 Kaduketug 1 Kaduketug 3 Kaduketug 3 Kaduketug 1 Kaduketug 3
55
Lampiran 5 Tingkat pengetahuan tradisional masyarakat Baduy dalam ketahanan pangan Nama Ayah Nasinah Ayah Ati Asan Ijom Armah Abah Sarminah Sarminah Rosidah Tarisah Ambu Yalci Nini Sarja Ambu Marjayi Asrap Ayah Carcah Jamrud Marsitar Darni Samani Nini Idong Isah Ambu Jakam Ambu Sarwi Ani Nini Yarman Sami Jarmin Sajum Yadi Rasudin Pulung Nini Jahadi Rodisah Lati Runi Nini Arwi Pulung Sapri Erwin Darma Amir Sangsang Saidam Darni Sania Sodah Elas Raibah Arwi Idong Pila Jangkrak Sarmin Ako Sarman Edi Janati Rasti Itok Lina Arti Darti
Umur 90 80 80 72 70 70 90 90 85 80 70 70 68 65 63 60 55 54 68 65 60 60 56 55 52 50 50 45 41 40 53 50 50 42 40 40 39 36 35 32 30 28 37 30 30 29 27 26 24 23 20 16 15 13 23 22 19 15 14 10
Jenis Kelamin L L L L L L P P P P P P L L L L L L P P P P P P L L L L L L P P P P P P L L L L L L P P P P P P L L L L L L P P P P P P
Kelas Umur 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
V 0,984 0,950 0,974 0,969 0,948 0,953 0,919 0,903 0,918 0,944 0,905 0,908 0,919 0,853 0,896 0,889 0,818 0,908 0,895 0,868 0,896 0,903 0,899 0,895 0,858 0,834 0,871 0,782 0,871 0,866 0,879 0,893 0,867 0,817 0,883 0,790 0,766 0,845 0,798 0,787 0,795 0,798 0,748 0,828 0,789 0,757 0,734 0,809 0,774 0,698 0,785 0,698 0,765 0,686 0,585 0,728 0,712 0,715 0,620 0,648
V total 11,274
MG 0,939
10,640
0,887
10,211
0,851
9,455
0,788
8,414
0,701
56
Lampiran 6 Analisis statistik non parametrik uji Kruskal Wallis dan Man Withney 1.
Variabel kelas umur
Tingkat_pengetahuan
Kelas_Umur
N
Mean Rank
<24 25-39 40-54 55-69 >69
12 12 12 12 12
7.50 19.17 30.92 41.12 53.79
Total
60 Test Statisticsa,b Tingkat_pengetahuan
Chi-Square df Asymp. Sig.
51.662 4 .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelas_Umur 2.
Variabel jenis kelamin
Tingkat_pengetahuan
Jenis_Kelamin
N
Laki_laki Perempuan
30 30
Total
60
Mean Rank
Sum of Ranks
31.70 29.30
951.00 879.00
Test Statisticsa Tingkat_pengetahuan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
414.000 879.000 -.532 .595
a. Grouping Variable: Jenis_Kelamin 3.
Variabel asal
Tingkat_pengetahuan
Asal
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Bauy_Dalam Baduy_luar
30 30
30.07 30.93
902.00 928.00
Total
60 Test Statisticsa Tingkat_pengetahuan
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Asal
437.000 902.000 -.192 .848
57
Lampiran 7 Sistem sosiokultural masyarakat Baduy a.
Infrastruktur material
No 1. 2. 3. 4. 5.
IM Aseupan Baris Batok Cako Dapung
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Dodogong Dulang Etem Gayung Gobang Halu Halus sambel Hawu Hihid Jahas Jambangan Kalaci Katung Kekeb Kekenceng Kujang Kukuk Kukuran
24.
Kuluwung
25. 26. 27. 28. 29.
Lantaian Lemeung Lesung Leuit Leukeur
30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Lodong Lulumpang Ngaduruk Ngahuru Nganyaran Ngaseuk Ngored Ngubaran pare
38.
Ngunjal
39. 40. 41.
Nyasap Nyiru Oncog
42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
Pangarih Pangbeasan Paninggur Paninggur laksa Panyiru Periuk Peso Ranggap Ruas Sangku Seeng Sigai Tomo
Fungsi alat bagian untuk mengukus nasi alat untuk menyimpan nasi (lebih kecil dari dulang) alat untuk mencetak gula merah, dibuat dari kayu Ki Ceuhay dibuat dari daun Aren, alat untuk menampung madu daun pisang yang digunakan untuk menutup aseupan sebelum ditutup dengan kekeb alat untuk menggerakkan paninggur, dilakukan dengan tenaga manusia untuk tempat nasi yang akan di akeul alat pemotong padi alat yang terbuat dari batok kelapa digunakan untuk mengambil air alat untuk nuaran/nebang kayu. untuk menumbuk padi alat penumbuk tungku untuk memasak kipas untuk mendinginkan nasi saat diaduk di dulang tempat untuk memakan nasi kayu yang berlubang mirip hawu, digunakan untuk meletakkan sangku sendok/serok/sodet yang terbuat dari batok kelapa tempat menampung air minum penutup aseupan yang terbuat dari kayu tempat masak alat untuk nyacar/membersihkan ladang dan nyasap. Gagang dari akar Jeunjing tempat air minum, yang terbuat dari buah Areuy kukuk parutan kelapa yang terbuat dari besi (digunakan dengan cara memarutkan daging kelapa yang masih menempel pada batoknya) tempat untuk meletakkan aseupan sementara ketika nasi setengah masak yang terbuat dari bamboo tempat untuk menjemur padi memasak di salam bambu tempat menumbuk padi tempat menyimpan pare alas untuk menyimpan peralatan masak (agar bs berdiri dengan tegak) yang terbuat dari anyaman daun cangkuang alat untuk menampung hasil sadapan dari Awi Gede alat penumbuk yang terbuat dari kayu atau batu membakar ladang dalam tumpukan-tumpukan kecil membakar ladang dalam luasan yang besar mencicipi hasil panen pertama kali menanam padi menggunakan kayu Sempur atau Ngenge menyiangi padi yang baru ditanam setelah 15hari, agar hasil padi bagus untuk menghilangkan hama dan hasil padi bagus, menggunakan Ki sepe dan mengkudu, berfungsi seperti pupuk alat pemikul yang dibuat dari Kayu Hareno untuk memikul hasil padi yang akan disimpan di leuit. membersihkan rumput kecil yang masih tumbuh setelah dibersihkan alas untuk menapi beras setelah ditumbuk (nutu) alat untuk mengambil durian yang jaraknya jauh, bentuknya seperti keranjang kecil yang diikat ke gantar/bambu alat untuk mengaduk nasi di dulang alat untuk menyimpan beras yang akan dimasak alat untuk memukul pelepah buah aren batang kayu yang digunakan untuk menekan laksa saat dicetak sendok yang terbuat dari daun pisang alat terbuat dari tanah yang berfungsi untuk memasak sayur pisau atau alat memotong keranjang besar untuk menampung durian lodong kecil hanya satu buku untuk menampung air aren cetakan untuk membuat laksa (d:15cm, t:25cm) alat untuk mengukus nasi (dandang) tangga bambu yang dibuat untuk mengambil aren alat untuk memasak air dan memasak sayur
58
b.
Struktur sosial
No 1.
SS Kepemilikan lahan (diturunkan)
2. 3. 4.
Jaro Tangtu Jaro Pamarentah Sistem Pemerintahan Desa
5.
Kelembagaan adat
6.
Pewarisan pengetahuan
c.
Super struktur ideologis
No 1.
SSI Pangan sudah turcukupi
2. 3.
Agama lokal Kawalu
4.
Ngalaksa
5. 6.
Seba Pantun dan mantra saat berladang
Keterangan Hak milik lahan garapan untuk kegiatan huma dan penggunaan lahan lainnya. Kepala adat tertinggi Kepala pemerintahan tertinggi Lembaga formal yang dibentuk sebagai penyambung antara masyarakat dengan pemerintah Lembaga non formal yang mengatur kehidupan masyarakat Baduy secara adat Pemberian informasi mengenai pengetahuan tradisional yang dimiliki orang tua kepada anaknya
Keterangan Mensyukuri apa yang telah ada sebagai pemberian dari Gusti Allah. Slam sunda wiwitan Bulan suci bagi masyarakat Baduy, yaitu bulan penuh dengan kebahagiaan dan kemuliaan yang diisi dengan kegiatan berdoa untuk keselamatan alam dan manusia serta isinya Membuat laksa dari tepung padi dan hasil panen pada tahun ini untuk diserahkan pada acara seba Menyerahkan sebagian hasil bumi pada pemerintah Permohonan doa agar hasil buminya baik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
No
Nama Spesies Alpukat Asam Ranji Awi Apus Awi Gede Awi Hideung Awi Mayan Balimbing Balimbing Wuluh Barahulu Bayam/ Senggang Binglu/ Kemang Boled Bonteng Buncis Buni/ Huni Cabe Rawit Cangkudu Cau Ambon Cau Badak Cau Bangkunang Cau Beleum Cau Bogo Cau Bogo Jangkung Cau Emas Cau Galek/ tanduk Cau Jebug Cau Kepok Cau Ketan Cau Lampeneng Cau Muli Cau Nangka Cau Raja Bulu Cau Raja Sereh Cau Raja/ raja sereh Cau Sabulan
Suku Lauraceae Fabaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Oxalidaceae Oxalidaceae Zingiberaceae Amaranthaceae Anacardiaceae Cucurbitaceae Cucurbitaceae Fabaceae Euphorbiaceae Solanaceae Rubiaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae
Lampiran 8 Tanaman pangan budidaya Nama Ilmiah Persea americana P. Mill. Dialium indum L. Gigantochloa apus Kurz. Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja Gigantochloa atroviolacea Widjaja. Gigantochloa robusta Kurz. Averrhoa carambola L. Averrhoa bilimbi L. Amomum maximum Auct. Amaranthus lividus L. Mangifera caesia Jack. Gymnopetalum integrifolium Kurz. Cucumis sativus L. Phaseolus vulgaris L. Antidesma bunius Streng. Capsicum fructescens L Morinda citrifolia L. Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa acuminata balbisiana Colla Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L.
QI 40 45 25 14 19 34 43 16 28 39 42 41 45 39 36 44 35 47 6 18 43 29 20 46 46 19 41 42 34 42 45 40 36 45 32
AI 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
FUI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Komersil 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
EI 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Skor 200 540 250 140 190 340 215 80 112 195 210 164 225 195 180 220 140 235 30 90 215 145 100 230 230 95 205 210 170 210 225 200 180 225 160
59
No 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Nama Spesies Cau Selendang Cau Tarali/ Australi Cikur Coklat Cokrom/ terong hijau Cokrom/ terong ungu Cokrom/terong kupa Dangdeur Apu Dangdeur Cangkudu Dangdeur Ketan Dangdeur Koneng Dangdeur Lampeneng Dangdeur Mentega Dangdeur Nangka Dangdeur Roti Dukuh Gamas Gedang Gempol Hajeli Hiris Honje Bereum Honje Biasa Huwi Bodas Huwi Curug Huwi Dahong Huwi Doro Huwi Endog Huwi Hideung Huwi Kalapa Huwi Ketan Huwi Kiara Huwi Kihiyang Huwi Kumbili Huwi Manis
Lampiran 8 Lanjutan
78
Suku Musaceae Musaceae Zingiberaceae Sterculiaceae Solanaceae Solanaceae Solanaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Meliaceae Cucurbitaceae Caricaceae Rubiaceae Poaceae Fabaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Dioscoreaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Labiatae Convolvulaceae
Nama Ilmiah Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Kaempferia galanga L. Theobroma cacao L. Solanum melongena L. Solanum melongena L. Solanum indicum L. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Manihot utilissima Pohl. Lansium domesticum Corr. Sechium edule (Jacq.) Swartz Carica papaya L. Nauclea orientalis L. Coix lacryma-jobi L. Cajanus cajan Mill. Nicolaia solaris var. Aurantiaca Horan. Nicolaia atropurpurea Val. Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Dioscorea alata L. Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Coleus tuberosus Benth. Ipomoea batatas (L.) Lamk
QI 9 29 46 25 42 44 12 21 17 9 22 15 22 15 25 44 38 39 5 25 44 11 42 28 5 11 22 7 37 36 24 28 6 39 35
AI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
FUI 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Komersil 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
EI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
45 145 230 125 210 220 60 105 85 45 110 75 110 75 125 220 152 156 20 150 220 33 126 140 25 55 110 35 185 180 120 140 30 195 175
Skor
60
No 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105
Nama Spesies Huwi Manjangan Huwi Mantang Bodas Huwi Mantang Bulawok Huwi Mantang Dangdeur Huwi Mantang Kalapa Huwi Mantang Waluh Huwi Nangka Huwi Ramok Huwi Ronyok Jaat Jagong Amis Jagong Biasa Jahe Jambu Aer Jambu Batu Jambu Bool Jambu Cingcalok Jambu Samarang Jatake Jeruk Bali Jeruk Garut Jeruk Gede (Bodas) Jeruk Nipis Kacang Belendung Kacang Gepoy Kacang Hejo Kacang Herang Kacang Jarami/ kacang sapu Kacang Kebug Kacang Panjang Kacang Suuk Kacang Tempe Kacapi Kadu Kalapa Ading
Lampiran 8 Lanjutan
Suku Dioscoreaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Convolvulaceae Dioscoreaceae Unidentified Fabaceae Poaceae Poaceae Zingiberaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Anacardiaceae Rutaceae Rutaceae Rutaceae Rutaceae Unidentified Unidentified Fabaceae Unidentified Unidentified Unidentified Fabaceae Fabaceae Fabaceae Meliaceae Bombacaceae Arecaceae
Nama Ilmiah Dioscorea alata L. Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Ipomoea batatas (L.) Lamk Dioscorea sp Unidentified Psopocarpus tetragonolobus DC. Zea mays var Saccharata L. Zea mays L. Zingiber officinale Rosc. Syzygium aquea Burm. F. Psidium guajava L. Syzygium malaccense L. Syzygium aqueum Alston Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L. M. P. Bouea macrophylla Griff. Citrus maxima Merr. Citrus nobilis Lour. Citrus grandis Merr. Citrus aurantifolia Christm. &Panz) Swingle Unidentified Unidentified Phaseolus radiatus L. Unidentified Unidentified Unidentified Vigna sinensis Endl. Arachis hypogea L. Glycine max Merr. Sandoricum koetjape Merr. Durio zibethinus Murr. Cocos nucifera L.
QI 6 8 7 6 5 7 14 39 15 42 42 42 43 44 42 42 30 25 43 19 21 34 39 34 33 11 34 32 36 43 33 31 44 48 29
AI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
FUI
Komersil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2
EI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30 40 35 30 25 35 70 195 75 210 252 252 172 220 168 210 120 100 172 76 84 136 156 136 132 55 136 128 144 172 165 124 220 240 145
Skor
61
No 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140
Nama Spesies Kalapa Balida Kalapa Beureum Kalapa Caruluk Kalapa Genjah Kalapa Hejo Kalapa Koneng Kalapa Puyuh Kalapa Tawa Kanas Beureum Kanas Buaya Kanas Hejo Kangkung air Kapundung Kaweni Kawung Kembang Sarengenge Kenyut Kepes Keras Tulang Koas Kokosan Koneng Kopi Kowang Areuy Kowang Dungkuk Kucai Kukuk Kundur Kupa Laja Laja Bereum Leunca Lingsuh Lopang Manga Darmayu
Lampiran 8 Lanjutan
80
Suku Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Bromeliaceae Bromeliaceae Bromeliaceae Convolvulaceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Arecaceae Asteraceae Unidentified Unidentified Staphyleaceae Fabaceae Meliaceae Zingiberaceae Rubiaceae Fabaceae Fabaceae Liliaceae Cucurbitaceae Cucurbitaceae Myrtaceae Zingiberaceae Zingiberaceae Solanaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Anacardiaceae
Nama Ilmiah Cocos nucifera L. Cocos nucifera L. var. rubescens Cocos nucifera L. Cocos nucifera L. Cocos nucifera L. Cocos nucifera L. Cocos nucifera L. var. pumila Cocos nucifera L. var. viridis Ananas comosus Merr. Ananas comosus Merr. Ananas comosus Merr. Ipomoea reptana Poir. Baccaurea sp. Mangifera odorata Griff. Arenga pinnata Merr. Helianthus annuus L. Unidentified Unidentified Turpinia montana Kurz. Canavalia ensiformis DC. Lansium aqueum (Jack) Miq. Curcuma domestica Val. Coffea arabica L. Canavalia sp. Canavalia gladiata DC. Allium odorum L. Lagenaria leucantha Rusby. Benincasa hispida (Thunb.) Cogn. Syzygium polycephala Miq. Alpinia galanga Sw. Alpinia purpurata (Vieill.) K. Sch Solanum nigrum L. Baccaurea lanceolata Muell. Luffa cylindrica Roem. Mangifera indica L.
QI 16 42 19 22 43 35 21 30 9 9 43 13 40 44 41 19 37 42 32 36 46 44 36 31 34 41 35 41 44 41 36 40 26 21 24
AI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2
FUI
Komersil 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2
EI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
80 210 95 110 215 175 105 150 36 36 172 65 160 220 492 95 148 168 128 144 230 176 180 124 136 205 175 164 220 164 108 160 104 84 120
Skor
62
No 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175
Nama Spesies Manga Golek Manggu/ Manggis Markisa Menteng Moris Nangka Nangka Beurit Nangka Bubur Nangka Walanda Oyong Pandan Pare Abu Ganti Pare Alean Pare Bangban Pare Beuntik Pare Cangkudu Pare Cao Pare Cokrom Pare Hawara Pare Hawara Benteur Pare Hideung Pare Janah Pare Jeruk Pare Karang Pare Kasumba Pare Ketan Areuy Pare Ketan Hideung Pare Ketan Keong Pare Ketan Keuyeup Pare Ketan Langgasari Pare Ketan Putri Pare Ketan Siang/bulu kuda Pare Kiara Pare Kolelet Pare Koneng
Lampiran 8 Lanjutan
Suku Anacardiaceae Clusiaceae Passifloraceae Euphorbiaceae Anacardiaceae Moraceae Moraceae Moraceae Annonaceae Cucurbitaceae Pandanaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae
Nama Ilmiah Mangifera indica L. Garcinia mangostana L. Passiflora edulis Sims. Baccaurea racemosa Muell. Arg. Spondias dulcis Forst. Artocarpus heterophyllus Lmk. Artocarpus champeden Spreng. Artocarpus sp. Annona muricata L. Luffa acutangula (L.) Roxb Pandanus amaryllifolius Roxb. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Var Glutinosa Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L.
QI 27 35 28 41 39 42 42 33 31 34 27 49 7 37 37 8 37 34 34 38 37 28 25 28 16 48 34 45 30 55 50 46 46 28 38
AI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
FUI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Komersil 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
EI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Skor 135 175 140 205 195 210 210 165 155 136 135 588 84 444 444 96 444 408 408 456 444 336 300 336 192 576 408 540 360 660 600 552 552 336 456
63
No 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210
Nama Spesies Pare Konyal Pare Kowas Pare Limar Pare Lulut Pare Menteng Pare Menyan Pare Menyan Hideung Pare Menyan Putih Pare Nangsi Pare Pendok Pare Rabeg Pare Racik Pare Rumbai Pare Sampai Pare Sereh Pare Seungkeu Pare Seuti Pare Siang Pare Singgul Pare Sireupeun Pare Tapos Pare Tembaga Paria Pedes Peuteuy Pisitan monyet Poh-pohan Rampai Roway Salak Sasawi Sawi Lobak Semangka Sereh Seureuh
Lampiran 8 Lanjutan
82
Suku Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Poaceae Cucurbitaceae Piperaceae Fabaceae Meliaceae Urticaceae Solanaceae Fabaceae Arecaceae Cruciferae Cruciferae Cucurbitaceae Poaceae Piperaceae
Nama Ilmiah Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Oryza sativa L. Momordica charantia L. Piper nigrum L. Parkia speciosa Hassk. Dysoxylum allaceum Bl. Pilea trinerva Wight. Solanum lycopersicum var. cerasiforme L. Phaseolus lunatus Linn. Salacca edulis Reinw. Brassica rugosa Prain. Brassica rapa var. parachinensis L. Citrulus vulgaris Schard. Andropogon nardus L. Piper betle L.
QI 18 25 36 24 36 48 48 33 5 16 6 33 35 7 36 35 38 60 41 23 14 22 42 36 42 43 16 31 37 38 36 26 32 30 31
AI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
FUI 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Komersil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2
EI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Skor 216 300 432 288 432 576 576 396 60 192 72 396 420 84 432 420 456 720 492 276 168 264 168 180 210 215 64 124 185 190 180 130 160 150 155
64
No 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238
Nama Spesies Taleus Balitung/ Sente Taleus Bogor Taleus Colat Taleus Endog Taleus Hejo Taleus Hideung Taleus Honje Taleus Ketan Taleus Landak Taleus Loma Taleus Lunglum Taleus Ronyok Taleus Ruyung Taleus Susun Tangkil Teong Tiwu Tiwu Endog Tiwu Koneng Tomat Tundun Aceh Tundun Biasa Walang Biasa Walang Cina Waluh Waluh Bodas Waluh Hideung Watu
Lampiran 8 Lanjutan
Suku Araceae Arecaceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Araceae Gnetaceae Solanaceae Poaceae Poaceae Poaceae Solanaceae Sapindaceae Sapindaceae Zingiberaceae Apiaceae Cucurbitaceae Cucurbitaceae Cucurbitaceae Pedaliaceae
Nama Ilmiah Alocasia macrorrhiza Schoot. Colocasia gigantea Hook. Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Colocasia esculenta (L.) Schott Gnetum gnemon L. Solanum quitoense Lamk. Saccharum officinarum L. Saccharum edule Hassk. Saccharum officinarum L. Solanum lycopersicum L. Nephelium lappaceum L. Nephelium lappaceum L. Achasma walang Val. Eryngium foetidum L. Curcubita pepo Curcubita moschata Duch. Curcubita sp. Sesamum orientale L.
QI 25 23 5 20 7 39 34 41 5 19 16 27 21 17 40 24 38 30 6 40 41 35 19 22 40 35 35 27
AI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
FUI 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Komersil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
EI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Skor 125 115 25 100 35 195 170 205 25 95 80 135 105 85 200 96 190 120 24 160 164 140 76 88 160 140 140 108
65
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Nama Spesies Antanan Areuy Amis Mata Areuy Canar Areuy Canar Bokor Areuy Kacembang Areuy Ki Koneng Areuy Leuksa Areuy Palungpung Areuy Sinereut Awi Ater Awi Bitung Beuka Beungang Beunying Biksir Bintatoet Calagor Caliket Cangkuang Cariang Cau Abu Cau Anggasa Cau Apu Cau Beusi Cau Gejloh Cau Gembor Cau Haseum Cau Haseup Cau Hoe Cau Hurang Cau Janten Cau Jarum Cau Kulutuk Cau Lagadai Cau Lubang
Suku Apiaceae Moraceae Liliaceae Liliaceae Myrsinaceae Menispermaceae Urticaceae Convolvulaceae Unidentified Poaceae Poaceae Zingiberaceae Bombacaceae Moraceae Bombacaceae Rubiaceae Sapindaceae Sapotaceae Pandanaceae Araceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae
Lampiran 9 Tumbuhan pangan liar penting
84
Nama Ilmiah Centella asiatica Urban. Ficus montana Burm.f. Smilax leucophylla Bl. Smilax macrocarpa Bl. Embelia ribes Burm. Arcangelisia flava Merr. Pipturus repandus Wedd. Merremia peltata (L.) Merr. Unidentified Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro Dendrocalamus asper Backer. Globba marantina L. Neesia altissima Bl. Ficus fistulosa Reinw. Durio zibethinus Murr. Canthium horridum Benth. Nephelium juglandifolium Bl. Chrysophyllum roxburghii G.Don. Pandanus furcatus Roxb. Homalomena alba Hassk. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa brachycarpa Back. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L.
QI 35 33 11 14 42 21 16 26 18 25 33 16 5 31 27 18 29 11 9 20 42 30 36 40 40 45 27 31 12 13 17 36 34 31 15
AI 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Eksplorasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FUI 4 4 3 3 4 4 2 2 4 5 5 5 4 3 5 5 5 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
PUI 2 1,5 1,5 1,5 2,5 2,5 1 1 2,5 2 2 2 1 1,5 1,5 3 1,5 1,5 2 1,5 2,25 2,25 2,25 1,5 2,25 2,25 2,25 2,25 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
TSAI 7,5 6,5 5,5 5,5 5,5 5,5 9 7,5 7,5 7,5 10 7,5 7,5 7,5 5,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 7,5 6,5 7,5 5,5 7,5 5,5 5,5 7,5 5,5 5,5 7,5 7,5 6,5 7,5 7,5
FMRI 1 1 1 1 1 5 4 4 3 1 1 1 1 5 1 3 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
MFFI 1,25 0,5 3 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 3 3 3,5 1 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 2,5 1,5 3 2,5 2,5 1,5 2,5 2,5 2,5 2,5 0,5 0,5 0,5 1,5 0,5 1,5 1,5
ICS 105 19,31 32,67 6,93 46,2 115,5 23,04 31,2 81 168,75 198 84 3 78,47 16,71 91,13 32,63 9,9 20,25 148,5 340,2 175,5 243 79,2 270 222,75 133,65 209,25 7,92 8,58 15,3 97,2 53,04 83,7 40,5
66
No 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70.
Nama Spesies Cau Manjangan Cau Masakijo Cau Nipah Cau Papan Cau Rejang Cau Sepet Cau Serebu Cau Sisir Cau Susuh Cecendet Cereme Ceuri Dahu Dangdeur Karet Gamet Gelam Gintung Hanggasa Hantap Hantap Heulang Hantap Manuk Harendong Leuweung Hareundang Hawuan Huwi Bangban Huwi Gadung Huwi Patat Huwi Sawut Jambu Mede Jengkol Kadongdong Leuweung Kalimborot Katulampa Ki Hiyang Ki Lauk
Lampiran 9 Lanjutan
Suku Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Musaceae Solanaceae Euphorbiaceae Clusiaceae Anacardiaceae Euphorbiaceae Amaranthaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Zingiberaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Sterculiaceae Melastomataceae Melastomataceae Elaeocarpaceae Convolvulaceae Dioscoreaceae Maranthaceae Dioscoreaceae Anacardiaceae Fabaceae Anacardiaceae Fagaceae Elaeocarpaceae Fabaceae Euphorbiaceae
Nama Ilmiah Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Musa paradisiaca L. Physalis angulata L. Phyllanthus acidus Skeels. Garcinia dioica Bl. Dracontomelon mangiferum Bl. Manihot glaziovii M.A. Celosia argentea L. Melaleuca cajuputi Powell Bischofia javanica Bl. Amomum dealbatum Roxb. Sterculia rubiginosa Vent. Sterculia macrophylla Vent. Sterculia sp. Bellucia axinanthera Triana Clidemia hirta (L.) D. Don Elaeocarpus floribundus Bl. Ipomoea batatas (L.) Lamk Dioscorea hispida Dennst. Marantha arundinacea L. Dioscorea pentaphylla L. Anacardium occidentale L. Pithecellobium lobatum Benth. Spondias pinnata Kurz. Lithocarpus sp. Elaeocarpus glabra Bl. Albizzia procera Benth. Acalypha caturus Bl.
QI 20 28 21 45 40 41 36 28 32 39 37 42 37 15 15 3 23 27 10 8 11 35 17 27 17 15 6 22 35 46 41 21 21 13 14
AI 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 1 2 2 4 1 3 4 4 3 4 2 2 2 4 4 4 4 2 3 2
Eksplorasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -0,5 -0,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FUI 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 2 3 4 2 3 2 3 4 2 2 3 3 3 5 5 5 5 4 5 5 5 4 3 4
PUI 1,5 1,5 1,5 2,25 1,5 1,5 1,5 2,25 1,5 2,5 3 2,5 1,5 2,5 1 2,5 1,5 2,5 1 1 1 1,5 1,5 1 2,5 1,5 1,5 2,5 2,5 1,5 2,5 1 1,5 1 1
TSAI 7,5 7,5 6,5 5,5 7,5 5,5 5,5 5,5 5,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 7,5 5,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 6,5 7,5 5,5 7,5 5,5 5,5 5,5 7,5 7,5
FMRI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 1 1 1 1 1 5 4 1 1 1 5 1
MFFI 1,5 1,5 1,5 2,5 1,5 0,5 0,5 2,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 2 0,5 0,5 0,5 0,5 1 1 1 0,5 0,5 0,5 2,5 2,5 2,5 2,5 0,5 1,5 0,5 2 0,5 0,5 1
ICS 54 75,6 49,14 222,75 108 27,06 23,76 138,6 21,12 292,5 83,25 126 24,98 90 1,65 0,84 3,8 15,19 12 1,8 5,78 118,13 57,38 9,11 159,38 30,94 14,63 103,13 192,5 621 56,38 46,2 6,93 21,94 8,4
67
No 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105.
Nama Spesies Kiara Bunut Kondang Laja Goah Lampeni Langkodeh Lempuyang Leungsir Limus/ Bacang Manggu Leuweung Manglong Manjakalan Mayasih Muncang/ Kemiri Onyam Paku Hurang Paku Kapal Parasi Pari Peusar Peutag Picung Purut Putat Rane Rendeu Rukem Salam Leuweung Salempat Saninten Sempur Sempur Gunung Sentul Seueur Seuhang Supa Akar
Lampiran 9 Lanjutan
86
Suku Moraceae Moraceae Zingiberaceae Myrsinaceae Blechnaceae Zingiberaceae Sapindaceae Anacardiaceae Clusiaceae Unidentified Euphorbiaceae Asteraceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Filices Polypodiaceae Amarillydaceae Anacardiaceae Moraceae Myrtaceae Flacourtiaceae Moraceae Lecythidaceae Selaginellaceae Acanthaceae Flacourtiaceae Myrtaceae Araceae Arecaceae Dilleniaceae Dilleniaceae Meliaceae Euphorbiaceae Moraceae Tricholomataceae Nama Ilmiah Ficus glabella Bl. Ficus variegata Bl. Alpinia malaccensis Rosc. Ardisia humilis Vahl. Stenochlaena palustris Bedd. Zingiber amaricans Bl. Pometia pinnata Forst. Mangifera foetida Lour. Garcinia lateriflora Bl. Unidentified Blumeodendron tokbrai Kurz. Erechtites valerianifolia (Wolf.) DC Aleurites moluccana Willd. Antidesma ghaesembilla Gaertn Stenochlaena palustris Bedd. Aspidium repandum Willd. Curculigo latifolia Dryand. Mangifera similis Bl. Artocarpus rigida Bl. Syzygium lineata Duthie. Pangium edule Reinw. Parartocarpus venenosa Becc. Planchonia valida Bl. Selaginella willdenowii Baker. Staurogyne elongata Bl. Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi Syzygium operculata Roxb. Schismatoglottis calyptrata Z. & M. Castanopsis javanica Bl Dillenia aurea Smith. Dillenia indica L. Sandoricum koetjape Merr. Antidesma tetrandrum Bl. Ficus grossularioides Burm.f. Clitocybe sp.
QI 7 29 36 21 12 43 16 40 26 17 16 33 41 23 33 33 34 27 17 14 40 5 14 10 37 19 13 28 26 11 6 20 12 35 18
AI 3 2 4 2 4 4 2 4 4 1 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4
Eksplorasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FUI 3 2 4 4 2 5 4 5 3 5 5 3 4 4 4 4 3 4 3 2 5 3 2 5 3 3 2 2 5 5 5 5 3 3 5
PUI 1 1,5 2,5 1 1 1 1 1,5 1 1,5 1,5 1,5 1 2,5 1 1 1,5 1,5 1,5 1 1 1,5 1 1 1 1,5 1,5 1 1 0,75 0,75 1,5 1,5 2,5 3,5
TSAI 7,5 5,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 7,5 5,5 5,5 7,5 5,5 7,5 5,5 7,5 7,5 9 5,5 5,5 7,5 7,5 6,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 6,5 6,5 5,5 6,5 7,5 7,5
FMRI 1 5 2 1 1 5 1 1 1 1 1 5 1 5 1 5 5 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1
MFFI 0,5 0,5 1,5 0,5 0,5 0,5 1 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 1,5 1,5 0,5 0,5 0,5 0,5 1 0,5 0,5 1,5 1,5 0,5 0,5 1 1,5 0,5 0,5 0,5 1 0,5 1,5
ICS 2,36 23,93 324 6,3 3,6 161,25 7,04 45 8,58 7,01 22,5 81,68 24,6 63,25 59,4 297 137,7 17,82 8,42 3,15 60 2,93 4,2 56,25 37,46 12,83 5,85 16,8 58,5 2,68 2,19 16,5 14,04 147,66 141,75
68
No 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136.
Nama Spesies Supa Amis Supa Baseuh Supa Beas/ Supa mireug Supa Bejog Supa Cau Supa Jangkar Supa Kamande Supa Kayang Supa Kebo Supa Koja Supa Lember Aceh Supa Lember Lutung Supa Leteng Supa Nyeruan Supa Padali Supa Patukul Supa Songket Supa Teropong Supa Tikukur Suum Bulan Suum Ka’ak Suum Pahatu Suum Pare Suum Rampak Suum Uncal Takokak Tangkalak Tapos Tepus Teureup Tewu Landu
Lampiran 9 Lanjutan
Suku Tricholomataceae Agarics Polyporaceae Pleurotaceae Unidentified Unidentified Unidentified Hygrophoraceae Unidentified Phallaceae Auriculaceae Auriculaceae Unidentified Polyporaceae Paxillaceae Boletales Unidentified Agaricaceae Agaricaceae Agaricaceae Unidentified Paxillaceae Unidentified Tricholomataceae Hygrophoraceae Solanaceae Lauraceae Euphorbiaceae Zingiberaceae Moraceae Moraceae
Nama Ilmiah Mycena sp. Champanella sp. Irpex lacteus Fr. Pleurotus sp. Unidentified Unidentified Unidentified Bertrandia sp. Unidentified Dictyophora indusiata Vent. Auricularia auricula Bull. J Schrot. Auricularia polytricha Mont. Sacc. Unidentified Polyporus dermoporus Pers. Paxillus involutus Batsch (Fr). Boletus sp. Unidentified Coprinus disseminatus Pers. Coprinus plicatilis (Curtis) Redhead et al. Gymnopus sp Unidentified Hygrocybe acutoconia (Fr) P. Kumm. Unidentified Marasmiellus candidus (Bolton) Singer. Hygrocybe sp. Solanum torvum Swartz. Litsea robusta Bl. Elateriospermum tapos Bl. Amomum coccineum Bl. Artocarpus elastica Reinw. Artocarpus glauca Bl.
QI 37 28 25 7 26 32 14 14 12 8 36 17 6 6 25 14 7 7 18 28 16 11 26 35 29 35 11 22 21 14 20
AI 4 4 4 2 4 4 3 2 3 2 4 4 2 4 2 4 1 3 3 2 1 2 2 3 2 4 3 4 2 2 3
Eksplorasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FUI 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 3 2 3
PUI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3,5 1,5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1,5 1,5 1,5 2,5 2,5 1,5
TSAI 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 10 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 5,5 7,5 7,5 7,5 7,5
FMRI 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
MFFI 1 1 2 1 1 1 0,5 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 1,5 0,5 1 0,5 1,5 0,5
ICS 111 84 150 10,5 78 96 78,75 21 19,8 16 432 102 18 36 131,25 63 10,5 15,75 40,5 84 24 33 39 157,5 87 70,88 6,81 49,5 11,81 15,75 10,13
69
Areuy Leuksa
Areuy Palungpung Areuy Sinereut Asam Ranji Awi Apus
Awi Ater Awi Bitung Awi Gede Awi Hideung Awi Mayan Balimbing Balimbing Wuluh Barahulu
Bawang Beureum Bawang Bodas Bayam/ Senggang Beuka Beungang Beunying
Biksir Binglu/ Kemang Bintatoet
8
9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26
27 28 29
Nama spesies Alpukat Antanan Areuy Amis Mata Areuy Canar Areuy Canar Bokor Areuy Kacembang Areuy Ki Koneng
No 1 2 3 4 5 6 7
Buah Buah Daun
Umbi Umbi Daun dan batang Akar Biji Buah
Tuak Daun muda dan buah Buah Tuak , daun muda dan seluruh bagian muda Seluruh bagian muda Seluruh bagian muda Seluruh bagian muda Seluruh bagian muda Seluruh bagian muda Buah Buah Buah
Tuak
Bagian Buah Daun dan batang Buah Umbi Buah Tuak dan buah Akar dan buah
Dimakan langsung Dimakan langsung Ditumbuk kemudian dicampur air dan kapur sirih untuk dibuat cincau
Sebagai bumbu Sebagai bumbu Disayur bening, dikukus Direbus, dikukus, disayur bening, ditumis Disangrai Dimakan langsung
Diminum Dimakan langsung Dimakan langsung Tuak : diminum, daun muda : dimakan langsung, seluruh bagian muda : direbus, disayur santen, sayur bening Direbus, disayur santen, sayur bening. Direbus, disayur santen, sayur bening. Direbus, disayur santen, sayur bening. Direbus, disayur santen, sayur bening. Direbus, disayur santen, sayur bening. Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Sebagai bahan campuran Dilalap, disayur santen, dikukus, di tumis Dimakan langsung Dibakar, direbus, digoreng dengan tepung Dimakan langsung Tuak : diminum, buah : dimakan langsung Akar : dihaluskan dan dicampur dengan air, kemudian diminum, Buah : dimakan langsung Diminum
Lampiran 10 Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat Baduy
sakit perut, mempercepat kering luka Sakit perut, obat cacingan. Tidak diketahui Tidak diketahui Daun dimakan bila keracunan Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Batang dimemarkan kemudian diteteskan ke mata Meredakan masuk angin Tidak diketahui Menurunkan darah tinggi Tidak diketahui Tidak diketahui Getah dari buah untuk obat bisul, obat sakit perut Tidak diketahui Tidak diketahui Meredakan panas dalam
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Sakit kuning
70
Nama spesies Boled
Bonteng Buncis Buni/ Huni Cabe Rawit Calagor Caliket Cangkuang
Cangkudu
Cariang
Cau Abu
Cau Ambon Cau Anggasa
Cau Apu
Cau Badak Cau Bangkunang
Cau Beleum
Cau Beusi
No 30
31 32 33 34 35 36 37
38
39
40
41 42
43
44 45
46
47
Lampiran 10 Lanjutan
90
Buah
Bunga dan buah
Buah Buah
Bunga dan buah
Buah Bunga dan buah
Bunga dan buah
Buah
Daun muda dan buah
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Batang muda/Birus dan daun muda
Bagian Daun muda dan buah
Bunga : disayur santen, ditumis, disambel, dimakan langsung, direbus, dikukus; Buah: diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, direbus, dikukus, dibakar Diperam hingga masak,dimakan langsung Bunga : disayur santan, sayur bening, direbus, dimakan langsung; Buah : diperam hingga masak, dimakan langsung, dikukus Bunga : disayur santan, direbus, dimakan langsung; Buah : diperam hingga mask, digoreng, dibuat keripik Dimakan langsung Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dibuat keripik, dibakar. Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : direbus, dibakar, digoreng, dimakan langsung Diperam hingga masak, direbus, dibakar.
Dimakan langsung, disayur bening
Cara Pemanfaatan Daun muda : dikukus, dipepes, Buah : disayur dengan santan, sayur bening, direbus Dimakan langsung, direbus Disayur bening, ditumis, campuran Dimakan langsung Disambel Dimakan langsung Dimakan langsung Batang muda/Birus : disayur santen, dimakan langsung, Daun muda : dimakan langsung, disayur santan, sayur bening Daun muda : direbus, Buah : dimakan langsung
Buah yang muda dan bunga untuk obat sakit perut Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui
Daun untuk obat padi, buah dan daun untuk obat darah tinggi dan buah juga untuk obat penyakit typhus Daun untuk obat yang terkena ulat, batang nya dibakar kemudian digosokkan untuk menghilangkan gatal jika kena ulat. Tidak diketahui
Menurunkan darah tinggi Tidak diketahui Tidak diketahui Menambah nafsu makan Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui
71
Cau Bogo Jangkung
Cau Emas
Cau Galek/ tanduk
Cau Gejloh
Cau Gembor
Cau Haseum
Cau Haseup
Cau Hoe Cau Hurang Cau Janten Cau Jarum Cau Jebug Cau Kepok
Cau Ketan
Cau Kulutuk Cau Lagadai
Cau Lampeneng
Cau Lubang
Cau Manjangan
49
50
51
52
53
54
55
56 57 58 59 60 61
62
63 64
65
66
67
Nama spesies Cau Bogo
No 48
Lampiran 10 Lanjutan
Buah
Buah
Buah
Buah Buah
Buah
Buah Buah Buah Buah Buah Bunga dan buah
Bunga dan buah
Bunga dan buah
Bunga dan buah
Bunga dan buah
Buah
Buah
Bunga dan buah
Bagian Bunga dan buah
Cara Pemanfaatan Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, direbus, dibakar, digoreng dengan tepung atau yidak, dimakan langsung Bunga : disayur bening, ditumis, direbus ; Buah :diperam hingga masak, direbus, dibakar, dikukus. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, direbus, dikukus, dibakar. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, direbus, dikukus, dibakar, dibuat keripik. Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dikukus Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga mask, dimakan langsung Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dimakan langsung Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dimakan langsung Diperam hingga masak dan dimakan langsung Diperam hingga masak dan dimakan langsung Diperam hingga masak dan dimakan langsung Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dikukus, direbus, dimakan langsung Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Dijadikan campuran Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Obat sakit perut Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Khasiat Obat Buah yang muda dan bunga untuk obat sakit perut
72
Nama spesies Cau Masakijo Cau Muli Cau Nangka
Cau Nipah Cau Papan
Cau Raja Bulu
Cau Raja Cau Raja Sereh Cau Rejang Cau Sabulan Cau Selendang Cau Sepet Cau Serebu Cau Sisir
Cau Susuh Cau Tarali/ Australi
Cecendet
Cereme Ceuri
Cikur
Coklat Cokrom/ terong hijau Cokrom/ terong ungu Cokrom/terong kupa Dahu
No 68 69 70
71 72
73
74 75 76 77 78 79 80 81
82 83
84
85 86
87
88 89 90 91 92
Lampiran 10 Lanjutan
92
Bagian
Buah dan biji Buah Buah Buah Buah
Rimpang dan daun
Daun dan buah Daun muda dan buah
Akar dan buah
Buah Buah
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Bunga dan buah
Bunga dan buah
Buah Bunga dan buah
Buah Buah Buah
Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung
Rimpang : dilalap, sebagai bumbu; Daun : dimakan langsung, ditumis
Sebagai perasa asam pada sambal Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, di buat keripik, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dikukus, direbus, dimakan langsung Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak, dimakan langsung Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Bunga : disayur santen, direbus, disambel, dimakan langsung, ditumis; Buah : diperam hingga masak dan dimakan langsung Diperam hingga masak dan dimakan langsung, Diperam hingga masak, digoreng pakai tepung atau tidak, dikukus, direbus, dan dimakan langsung. Akar : direbus lalu diminum; Buah : dimakan langsung
Akar (direbus lalu diminum) untuk obat susah buang air karena makan jengkol. Tidak diketahui Pereda sesak nafas dan nyeri dada Obat setelah melahirkan, obat memar Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
73
Dangdeur Cangkudu
Dangdeur Karet
Dangdeur Ketan
Dangdeur Koneng
Dangdeur Lampeneng
Dangdeur Mentega
Dangdeur Nangka
Dangdeur Roti
Dukuh Gamas
Gamet Gedang
Gelam Gempol
94
95
96
97
98
99
100
101
102 103
104 105
106 107
Nama spesies Dangdeur Apu
No 93
Lampiran 10 Lanjutan
Daun muda dan buah Buah
Daun muda Batang muda/Birus, daun dan batang, daun dan buah
Buah Daun muda dan buah
Umbi, daun, dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Daun dan daun muda
Umbi, daun, dan daun muda
Bagian Umbi, daun, dan daun muda
Cara Pemanfaatan Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Umbi : dibuat tape, dibuat keripik, dibuat tepung, dibuat opak, dibuat gatot, direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun : dicarucub (direbus dengan air gula kawung); Daun muda : dilalap, disayur santan, ditumis, direbus Dimakan langsung Daun muda : disayur bening; Buah : disayur bening, direbus, ditumis, di oseng. Penambah rasa asam pada masakan Batang muda/Birus, Daun dan batang serta Daun : direbus, disayur santan, dioseng; Buah : diperam sampai masak kemudian dimakan langsung, buah yang masih muda dapat direbus, disayur santan, dioseng, ditumis, dikukus Dimakan langsung Dimakan langsung Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui Meredakan panas dalam
Getah sebagai obat luka
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui
74
Nama spesies Gintung Hajeli Hanggasa Hantap Hantap Heulang Hantap Manuk Harendong Leuweung Hareundang
Hawuan Hiris Honje Bereum
Honje Biasa
Huwi Bangban
Huwi Bodas
Huwi Curug Huwi Dahong
Huwi Doro
Huwi Endog Huwi Gadung
Huwi Hideung
Huwi Kalapa
No 108 109 110 111 112 113 114 115
116 117 118
119
120
121
122 123
124
125 126
127
128
Lampiran 10 Lanjutan
94
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Batang muda/Birus dan buah
Cara Pemanfaatan
Direndam 3 hari kemudian di campus dengan abu, kemudian di goreng, dikukus, direbus. Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Batang muda/Birus : dimakan langsung, disambel; Buah : disambal, dan untuk penambah rasa asam pada sambal
Dimakan langsung Dimakan langsung, disayur bening, dan biji muda disambel. Batang muda/Birus : dimakan langsung, disambel; Buah : disambal, dan untuk penambah rasa asam pada sambal
Dimakan langsung Dibakar, disangrai Dibakar, disangrai Dibakar, disangrai Dimakan langsung Dimakan langsung
Batang muda/Birus dan buah Biji Biji Biji Buah Buah
Daun muda Biji Batang muda/Birus dan buah
Dimakan langsung
Bagian
Buah
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Buah untuk obat sakit perut Daunnya dihaluskan dan dioleskan ke kulit yang gatal (penyakit kulit) Tidak diketahui Tidak diketahui Tuak dan batang muda dimakan langsung sebagai obat sakit kuning Tuak dan batang muda dimakan langsung sebagai obat sakit kuning Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui
75
Huwi Kiara
Huwi Kihiyang
Huwi Kumbili
Huwi Manis
Huwi Manjangan Huwi Mantang Bodas
Huwi Mantang Bulawok Huwi Mantang Dangdeur Huwi Mantang Kalapa
Huwi Mantang Waluh Huwi Nangka
Huwi Patat Huwi Ramok
Huwi Ronyok
Huwi Sawut
Jaat
Jagong Amis Jagong Biasa
130
131
132
133
134 135
136
138
139 140
141 142
143
144
145
146 147
137
Nama spesies Huwi Ketan
No 129
Lampiran 10 Lanjutan
Buah Buah
Buah dan biji
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Umbi dan daun muda
Bagian Umbi dan daun muda
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Buah : dimakan langsung, direbus, disayur bening, disayur santen, ditumis; Biji : yang tua disangrai Buah yang muda disayur bening, dan digoreng dengan tepung. Buah yang muda disayur bening, dan digoreng dengan tepung.
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Daun muda : disayur. Dikukus, dimakan langsung
Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui
76
Nama spesies Jahe
Jambu Aer Jambu Batu
Jambu Bool Jambu Cingcalok Jambu Mede
Jambu Samarang Jatake Jengkol Jeruk Bali Jeruk Garut Jeruk Gede (Bodas) Jeruk Nipis Kacang Belendung Kacang Gepoy
Kacang Hejo
Kacang Herang
Kacang Jarami/ kacang sapu
Kacang Kebug
Kacang Panjang
Kacang Suuk
No 148
149 150
151 152 153
154 155 156 157 158 159 160 161 162
164
165
166
163
167
168
Lampiran 10 Lanjutan
96
Bagian
Buah dan biji
Daun muda, buah dan biji
Buah dan biji
Daun muda, buah dan biji
Daun muda, buah dan biji
Buah dan biji
Buah Daun muda dan buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah dan biji Daun muda, buah dan biji
Buah Buah Daun muda dan buah
Daun muda dan buah
Rimpang
Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung, di sayur, dibuat kerupuk, disayur santan, direbus, dibakar. Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Buah : disayur, dimakan langsung, direbus, disayur santen; Biji : disangrai Daun muda : dimakan langsung; Buah : disayur, dimakan langsung, direbus, disayur santen; Biji : disangrai Buah : disayur, dimakan langsung, direbus, disayur santen; Biji : disayur, disangrai Daun muda : dimakan langsung, dikukus, disayur bening dan sayur santen; Buah : dimakan langsung, disayur pakai santan, sayur bening; Biji : disayur pakai santan Daun muda : dimakan langsung, dikukus, disayur bening dan sayur santen; Buah : dimakan langsung, disayur pakai santan, sayur bening; Biji : disayur pakai santan, sayur bening Buah : dimakan langsung, disayur pakai santan, sayur bening; Biji : disayur pakai santan, sayur bening Daun muda : dimakan langsung, dikukus, disayur bening dan sayur santen; Buah : dimakan langsung, disayur pakai santan, sayur bening; Biji : disayur pakai santan, sayur bening Buah: direbus; Biji : digoreng dengan tepung atau tidak, sebagai bumbu
Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung
Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Dimakan langsung, disambel, bumbu, dibuat permen dan minuman gula jahe
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Daun muda untuk obat sakit perut Tidak diketahui Tidak diketahui Getah dari buah untuk obat bengkak karena sengatan lebah Tidak diketahui Tidak diketahui Daun untuk obat sakit kulit Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Obat setelah melahirkan, obat memar, obat masuk angin, obat demam
77
Kadongdong Leuweung Kadu
Kalapa Ading
Kalapa Balida
Kalapa Beureum
Kalapa Caruluk
Kalapa Genjah
Kalapa Hejo
Kalapa Koneng
Kalapa Puyuh
Kalapa Tawa
Kalimborot Kanas Beureum Kanas Buaya Kanas Hejo Kangkung air Kapundung Katulampa
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182 183 184 185 186 187 188
Nama spesies Kacang Tempe Kacapi
No 169 170
Lampiran 10 Lanjutan
Biji Biji Biji Biji Daun dan batang Buah Buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Batang muda/Birus dan buah
Daun muda dan buah
Daun muda dan buah
Bagian Biji Daun muda dan buah
Direbus, dibakar Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung, ditumis, dioseng, dibuat gorengan dengan tepung Dimakan langsung Dimakan langsung
Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan)
Daun muda : dioseng; Buah : buah yang masih mentah dibuat sayur bening, dan buah yang matang dimakan langsung Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan) Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, di oseng; Buah : dimakan langsung, sebagai bumbu (santan)
Daun muda : dimakan langsung; Buah : Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Direbus Daun muda : direbus; Buah : Dimakan langsung
Kulit buah di tumbuk dan dicampur air untuk obat sakit perut Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Kulit buah di tumbuk dan dicampur air untuk obat sakit perut Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Daun direbus dengan air lalu diminum untuk mengobati sakit perut Tidak diketahui
78
Nama spesies Kaweni Kawung
Kembang Sarengenge Kenyut Kepes Keras Tulang Ki Hiyang
Ki Lauk Kiara Bunut Koas Kokosan Kondang
Koneng
Kopi Kowang Areuy
Kowang Dungkuk
Kucai Kukuk
Kundur
Kupa Laja
Laja Bereum
No 189 190
191 192 193 194 195
196 197 198 199 200
201
202 203
204
205 206
207
208 209
210
Lampiran 10 Lanjutan
98
Rimpang dan batang muda
Buah Rimpang dan batang muda
Buah dan biji
Seluruh bagian Daun muda dan buah
Biji
Biji Biji
Rimpang
Daun muda Daun muda Buah dan biji Biji Buah
Biji Buah dan biji Biji Daun dan batang, tunas Daun muda
Bagian Daun muda dan buah Tuak, batang, batang muda/birus, buah
Dimakan langsung Rimpang : bumbu ; Batang muda : dimakan langsung, sayur bening, campuran sayur atau bumbu Rimpang : bumbu ; Batang muda : dimakan langsung, sayur bening, campuran sayur atau bumbu
Dimakan langsung, ditumis, di oseng, sebagai bumbu Daun muda : dimakan langsung, dikukus; Buah :disayur bening, disayur santen, direbus, dioseng Buah : disayur bening, disayur santen, direbus, dioseng; Biji : disangrai
Direndam lalu bisa diolah dengan cara digoreng, di pepes
Disangrai, lalu di tumbuk haluis dan dibuat kopi Direndam lalu bisa diolah dengan cara digoreng, di pepes
Dimakan langsung, disambel, diparut lalu diminum airnya
Digunakan untuk pembungkus ikan tetapi dapat dimakan Dimakan langsung Buah : dimakan langsung ; Biji : direndam 2 hari, dikukus, digoreng Dimakan langsung Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Dimakan langsung Tuak : dibuat gul kawung; Batang : dibuat sagu; Batang muda/Birus : dimakan langsung, disayur bening, sayur santen; Buah : dibuat campuran minuman Dibuat kuaci Buah : dimakan langsung, disayur bening, disayur santen; Biji : disayur santan Disayur santen, di oseng, sayur bening Daun dan batang : dikeringkan kemudian dibuat seperti teh; Tunas : supa Dimakan langsung
Biji disangrai lalu di makan untuk menurunkan gula darah Tidak diketahui daun untuk mengobati gatal karena ulat daun untuk mengobati gatal karena ulat
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Mencegah osteoporosis Kulit ditempelkan pada persendian yang pegal Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Getah untuk obat sakit perut dan bisul Obat setelah melahirkan, dan obat tipus Tidak diketahui Daun dioleskan di tempat yang memar dan bengkak atau luka Daun dioleskan di tempat yang memar dan bengkak atau luka Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui
79
Lampeni Langkodeh Lempuyang
Leunca Leungsir Limus/ Bacang Lingsuh Lopang Manga Darmayu Manga Golek Manggu Leuweung Manggu/ Manggis Manglong Manjakalan Markisa Mayasih Menteng Moris Muncang/ Kemiri Nangka Nangka Beurit Nangka Bubur Nangka Walanda Onyam
Oyong
212 213 214
215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235
236
Nama spesies Laja Goah
No 211
Lampiran 10 Lanjutan
Buah
Buah Biji Buah Buah Buah Buah Buah Kulit Buah Buah Buah Buah Daun Daun dan buah Daun dan buah Biji Buah Buah Buah Buah Daun muda dan buah
Daun muda Daun muda Batang muda/Birus
Bagian Rimpang dan batang muda
Disayur bening
Dimakan langsung, disambel, dioseng Disangrai Dimakan langsung Dimakan langsung Dioseng, ditumis, disayur santen, disambel Dimakan langsung Dimakan langsung Kulit buah untuk pengeras gula Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Bumbu Dimakan langsung, yang muda disayur Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung, campuran es Dimakan langsung
Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Rimpang : dimakan langsung; Batang muda : dimakan langsung, sayur bening
Khasiat Obat Rimpangnya untuk obat pegel linu dengan cara direbus dan dicampur dengan kulit pisitan dan capeu Tidak diketahui Tidak diketahui Umbi untuk obat pegel linu dengan cara direbus bersama laja goah Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Pucuk daun untuk obat sakit perut Daun untuk obat memar dan bengkak, buah disayur untuk obat darah tinggi
80
Paku Kapal
Pandan Parasi
Pare Abu Ganti Pare Alean Pare Bangban Pare Beuntik Pare Cangkudu Pare Cao Pare Cokrom Pare Hawara Pare Hawara Benteur Pare Hideung Pare Janah Pare Jeruk Pare Karang Pare Kasumba Pare Ketan Areuy Pare Ketan Hideung Pare Ketan Keong Pare Ketan Keuyeup Pare Ketan Langgasari Pare Ketan Putri Pare Ketan Siang/bulu kuda Pare Kiara Pare Kolelet Pare Koneng Pare Konyal Pare Kowas Pare Limar
238
239 240
241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261
262 263 264 265 266 267
Nama spesies Paku Hurang
No 237
Lampiran 10 Lanjutan
100
Biji Biji Biji Biji Biji Biji
Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji
Daun Buah
Daun muda
Daun muda
Bagian
Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa
Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa
Cara Pemanfaatan Dimakan langsung, disayur bening, sayur santen, ditumis, dioseng, direbus, dikukus Dimakan langsung, disayur bening, sayur santen, ditumis, dioseng, direbus, dikukus sebagai pewangi dan bumbu Dimakan langsung
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Daun untuk obat patah tulang (dioles dan dimakan) Tidak diketahui Batang muda untuk obat gigitan ular Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui
81
Peusar Peutag Peuteuy
Picung Pisitan Poh-pohan Purut Putat Rampai Rane Rendeu
290 291 292
293 294 295 296 297 298 299 300
Nama spesies Pare Lulut Pare Menteng Pare Menyan Pare Menyan Hideung Pare Menyan Putih Pare Nangsi Pare Pendok Pare Rabeg Pare Racik Pare Rumbai Pare Sampai Pare Sereh Pare Seungkeu Pare Seuti Pare Siang Pare Singgul Pare Sireupeun Pare Tapos Pare Tembaga Pari Paria Pedes
No 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289
Lampiran 10 Lanjutan
Dimakan langsung Disambel Dimakan langsung, disayur bening, sayur santen, dioseng, ditumis Dimakan langsung
Biji Buah Daun muda
Daun muda Buah Daun muda Daun muda
Cara Pemanfaatan Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Ditumbuk lalu ditanak, dibuat laksa Dimakan langsung Direbus, dikukus, disayur santen, di oseng, ditumis Bumbu Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung, direbus, sebagai campuran, disayur, dioseng, disambel, ditumis Direndam 3 hari setelah itu bisa disayur, digoreng, disayur. Dimakan langsung Dimakan langsung
Bagian
Buah Daun muda Biji
Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Biji Buah Buah Biji
Tidak diketahui Tidak diketahui Daun untuk obat luka Tidak diketahui
Tidak diketahui Kulit untuk obat pegel linu Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Mencegah demam Mencegah dan mengobatimasuk angin Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
82
Nama spesies Roway Rukem Salak
Salam Leuweung Salempat Saninten Sasawi
Sawi Lobak
Semangka Sempur Sempur Gunung Sentul Sereh Seueur Seuhang
Seureuh
Supa Akar Supa Amis Supa Baseuh Supa Beas/ Supa mireug Supa Bejog Supa Cau Supa Jangkar Supa Kamande
Supa Kayang Supa Kebo Supa Koja Supa Lember Aceh
No 301 302 303
304 305 306 307
308
309 310 311 312 313 314 315
316
317 318 319 320
321 322 323 324
325 326 327 328
Lampiran 10 Lanjutan
102
Bagian
Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian
Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian
Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian
Daun
Daun muda dan buah
Buah Buah Buah Buah Batang muda/Birus
Daun
Daun Daun muda Biji Daun
Buah Buah Buah
Disayur santen Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Disayur santen, ditumis, dioseng
Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Disayur bening Disayur bening Dimakan langsung
Digoreng dengan tepung, disayur Disayur bening Disayur bening Digoreng dengan tepung, disayur
Daun muda : dimakan langsung, disayur santen, sayur bening, untuk pembukus ikan (dimakan); Buah : dimakan langsung Dimakan untuk nyirih
Bumbu Disayur bening, sayur santen Direbus, dimakan langsung, disangrai, dibuat tepung Dimakan langsung, dikukus, direbus, disayur bening, sayur santen, ditumis, dioseng Dimakan langsung, dikukus, direbus, disayur bening, sayur santen, ditumis, dioseng Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung Bumbu
Cara Pemanfaatan Dimakan langsung, disayur bening, sayur santen, ditumis, di oseng Dimakan langsung Dimakan langsung
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Obat penyakit kamande (nyeri pinggang) Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Daun untuk obat wajah dan membersihkan mata Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Getah untuk obat luka
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui Daun untuk obat panas dalam, dan obat mencret Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
83
Takokak Taleus Balitung/ Sente Taleus Bogor
Taleus Colat Taleus Endog
Taleus Hejo
Taleus Hideung
Taleus Honje
Taleus Ketan
Taleus Landak
Taleus Loma
344 345 346
347 348
349
350
351
352
353
354
Nama spesies Supa Lember Lutung Supa Leteng Supa Nyeruan Supa Padali Supa Patukul Supa Songket Supa Teropong Supa Tikukur Suum Bulan Suum Ka’ak Suum Pahatu Suum Pare Suum Rampak Suum Uncal Tagkil
No 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343
Lampiran 10 Lanjutan
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Buah Umbi Umbi dan batang muda/birus
Bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian dan caps Caps Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Seluruh bagian Daun muda, bunga, buah dan biji
Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening
Cara Pemanfaatan Disayur santen, ditumis, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Seluruh bagian : digoreng dengan tepung, disayur; Caps : bagian tua disayur Disayur bening, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Disayur bening Disayur bening Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Dipepes, disayur bening, disayur santen, dioseng Daun muda : dimakan langsung, disayur bening, sayur; Bunga : disayur; Buah : kulit buah digoreng, dioseng; Biji : emping, keceprek, disayur Dimakan langsung, direbus, disambel, dikukus Direbus, dikukus, digoreng, dibakar Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Tidak diketahui
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
Khasiat Obat Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui
84
Nama spesies Taleus Lunglum Taleus Ronyok
Taleus Ruyung
Taleus Susun
Tangkalak Tapos Teong Tepus Teureup Tewu Landu Tiwu Tiwu Endog Tiwu Koneng Tomat
Tundun Aceh
Tundun Biasa
Walang Biasa Walang Cina Waluh
Waluh Bodas
Waluh Hideung
Watu
No 355 356
357
358
359 360 361 362 363 364 365 366 367 368
369
370
371 372 373
374
375
376
Lampiran 10 Lanjutan
104
Buah
Daun muda dan buah
Daun muda dan buah
Daun Daun muda Daun muda dan buah
Buah
Buah
Buah Buah Buah Batang muda/birus dan buah Buah dan biji Buah Batang Bunga Batang Buah
Umbi dan batang muda/birus
Umbi dan batang muda/birus
Bagian Umbi dan batang muda/birus Umbi dan batang muda/birus
Disangrai lalu disambel
Daun muda : dikukus, untuk membukus lauk dan dimakan; Buah : disayur bening, sayur santen, dikukus
Daun muda : dikukus, untuk membukus lauk dan dimakan; Buah : disayur bening, sayur santen, dikukus
Bumbu Dimakan langsung Daun muda : dikukus, untuk membukus lauk dan dimakan; Buah : disayur bening, sayur santen, dikukus
Dimakan langsung
Dimakan langsung
Cara Pemanfaatan Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : sayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Umbi : direbus, dikukus, digoreng, dibakar; Batang muda/Birus : disayur bening Dimakan langsung Direndam 2 malam lalu dibakar, disangrai lalu disambal Direbus Dimakan langsung Buah : dimakan langsung; Biji : disangrai Dimakan langsung Dimakan langsung Dimakan langsung, disambel, dibakar, disayur santen, sayur bening, dioseng Dimakan langsung Disambel, sebagai bumbu
Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak diketahui Buah untuk menurunkan tekanan darah Daun dikompres untuk penurun panas Daun dikompres untuk penurun panas Tidak diketahui Tidak diketahui Akar untuk melancarkan buang air kecil dengan cara direbus dan diminum airnya Akar untuk melancarkan buang air kecil dengan cara direbus dan diminum airnya Akar untuk melancarkan buang air kecil dengan cara direbus dan diminum airnya Tidak diketahui
Getah untuk obat luka bakar
Getah untuk obat luka bakar
Khasiat Obat Getah untuk obat luka bakar Getah untuk obat luka bakar
85
86
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sleman- Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 23 Mei 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis terlahir dari ayah yang bernama Mulian Jamin Alwi dan ibu Kartini. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kentungan pada tahun 1994-2000, dilanjutkan SLTPN 1 Depok pada tahun 2000-2003, SMAN 11 Yogyakarta pada tahun 2003-2006, selanjutnya program sarjana Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006-2011. Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa pasca sarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika. Selama perkuliahan penulis mendapatkan Beasiswa Unggulan Calon Dosen dan Tenaga Pendidik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti 2011). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Analisis Penerapan Pengetahuan Etnobotani Masyarakat Baduy dalam Ketahan Pangan” di bawah bimbingan Dr Ir Agus Hikmat, M ScF dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS.