UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA
SKRIPSI
NOVITA DWI MAHARANI 0906525573
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
NOVITA DWI MAHARANI 0906525573
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 15 Januari 2013
iii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Saya panjatkan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab dengan segala kesempatan, kemudahan, dan tantangan yang diberikanNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan dan telah saya rencanakan. Berbagai halangan yang datang silih berganti selama proses pengerjaan telah berhasil diatasi demi mencapai keberhasilan hari ini. Karya ini merupakan penanda berakhirnya masa pendidikan sarjana saya di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Senang sekali rasanya saya dapat menuntaskan masa studi selama tujuh semester dengan sebuah karya tulis yang menjadi buah dari apa yang telah saya pelajari dan seluruh kerja keras saya selama ini. Bulan Juni 2012 merupakan fase pembuka yang mengawali penulisan skripsi ini. Masa penyusunan proposal merupakan pengalaman yang sulit sekaligus berharga. Proses yang ada di dalamnya mendorong saya untuk mengembangkan tema penelitian yang menarik, orisinal, realistis, dan tentu saja bermaterikan pokokpokok yang relevan dengan pendidikan dan minat saya. Hingga pada bulan Juli 2012, proposal tersebut diterima dan dapat dimulai proses penulisannya sehingga menjadi sebuah karya akhir yang tercetak pada hari ini. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca, yang berkontribusi, saya sendiri, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Rasa terimakasih harus saya ucapkan kepada pihak-pihak di bawah ini, sebab peran mereka sungguh menjadi bantuan yang semakin mendorong kerja keras saya dalam menyelesaikan skripsi ini: 1) Universitas Indonesia, yang telah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan tinggi terbaik di Indonesia dan menjadi tempat saya menempuh pendidikan sarjana yang membuat saya bangga menjadi bagian dari Universitas Indonesia; iv
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
2) Program
Studi
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
UI,
yang
telah
menyelenggarakan perkuliahan selama tujuh semester dan dua semester pendek bagi saya serta mengantarkan saya pada semester ketujuh ini untuk menyelesaikan karya akhir skripsi; 3) Bank Indonesia, atas kesediaannya menjadi objek penelitian dalam karya akhir saya, kesempatan ini merupakan salah satu sumber daya terbaik yang saya peroleh dalam melahirkan sebuah skripsi yang berkualitas, bergitu banyak pelajaran dan
informasi berharga yang saya dapatkan selama
mengunjungi lokasi Bank Indonesia, harapan kesuksesan dari saya selalu menyertai Bank Indonesia, khususnya bagi orang-orang yang telah banyak membantu dan memudahkan saya; 4) Pusat Pelatihan dan Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, berserta seluruh anggota proyek “Jasa Konsultan Pengembangan Performance Measurement untuk Penerapan Performance Based Budgeting di Bank Indonesia” atas bantuan dan berbagai pelajaran berharga yang mendorong semangat saya untuk menyelesaikan karya akhir ini; 5) Seluruh dosen yang pernah saya singgahi kelasnya, yang sudah memenuhi tugasnya dalam menyampaikan materi-materi pendidikan dan pelajaran melalui proses perkuliahan yang bermutu, setiap pokok yang kalian sampaikan kepada saya adalah modal saya dalam menjalin konsep pengetahuan yang luas dan sungguh membangun dasar bagi apa yang saya lakukan dalam penyusunan skripsi ini; 6) Seluruh petugas yang selalu bersiap sedia di Perpustakaan, PDEB, Lab Komputer, Departemen Akuntansi, Biro Pendidikan, Kemahasiswaan, dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini, tanggung jawab dan konsistensi kalian dalam melayani saya sebagai mahasiswa adalah salah satu faktor terpenting yang memberikan kelancaran bagi saya dalam menempuh masa pendidikan dan menyelesaikan tugas akhir ini; 7) Bp. Thomas Honggo Setjokusumo, selaku dosen pembimbing saya dalam masa penulisan karya akhir, segala materi baik berupa ide, tanggapan dan revisi yang sudah bapak berikan telah menjadi bagian yang melekat sebagai bagian dari kualitas skripsi ini, mohon maaf atas segala kekurangan saya yang v
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
sedikit-banyak telah menggangu bapak, serta ucapan terimakasih yang sungguh besar saya ucapkan atas semua kesediaan, kesempatan, kemudahan, waktu, dan pengorbanan bapak yang telah didedikasikan sebagai bentuk tanggung jawab bapak; 8) Keluarga di rumah, Bp. Bambang Setijanto dan Ibu Endang Rusmiasih selaku kedua orang tua saya, rasa terimakasih yang tulus saya sampaikan atas semua doa dan restu serta nasihat, masukan dan bantuan yang diberikan kepada saya dalam menempuh pendidikan, serta Bp. Jaka Rusdianto selaku paman saya yang telah banyak memberikan bantuan serta nasihat dalam pelajaran hidup serta seluruh dukungan yang diberikan kepada saya, semoga kewajiban saya untuk membahagiakan kalian dapat terpenuhi salah satunya dengan menyelesaikan masa pendidikan sarjana ini; 9) Sahabat-sahabat saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Yurinda Afifah, Iga Trisna, M. Riko, Devin A., M. Aziis, Pascal, Joshua M., Rizki A., Praditya. Berbagai kelas telah kita lalui bersama, banyak sekali pembelajaran baik tentang perkuliahan dan kehidupan telah saya dapatkan dari kalian. Suka dan duka telah kita lewati bersama. Terimakasih atas segala bentuk dorongan dan semangat yang telah kalian berikan. Semoga kita semua dapat segera menyelesaikan pendidikan ini dan harapan kesuksesan di masa mendatang selalu menyertai kita semua. 10) Rekan – rekan seperjuangan dalam menyelesaikan karya akhir skripsi di bawah bimbingan Bp. Thomas Honggo Setjokusumo. Kepada Evelina Pramana dan Natasha Amanda Thamrin yang telah bersama-sama melalui berbagai proses bimbingan, pengurusan surat, hingga sidang kelulusan, saya ucapkan terimakasih. Semoga pengalaman ini menjadi salah satu momen berharga dalam kehidupan kita dan semoga kesuksesan di masa mendatang selalu menyertai kita. 11) Seluruh rekan saya: teman-teman yang pernah berkuliah bersama saya, teman-teman seorganisasi, teman-teman sekegiatan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini, dan kawan-kawan seperjalanan, bersama kalian adalah masa yang memberikan banyak hal untuk berbagi ide, merajut sebuah perjalanan hingga saya sampai ke hari ini, baik secara langsung maupun tidak vi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
langsung dengan segala kekurangannya, semua itu telah menjadi bagian dari apa yang saya miliki dan capai sekarang; 12) Mochammad Riko Yurisdiarto, saya mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Segala kebaikan dan kekurangan yang kita alami bersama telah mengantarkan saya pada hari ini. Seluruh upaya dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi ini tidak akan lengkap tanpa semangat yang telah diberikan olehmu. Semoga berkah terus datang kepada semua pihak yang benar ikhlas dan tulus membantu saya berjalan menuju keberhasilan. Demikian kata pengantar ini saya sampaikan. Terima kasih.
Depok, 04 Desember 2012
Penulis
vii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
viii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Novita Dwi Maharani : Akuntansi : Analisis Penerapan Manajemen Performa dengan Pendekatan Balanced Scorecard Studi Kasus: Bank Indonesia
Skripsi ini dirancang untuk secara komprehensif menganalisis mengenai penerapan manajemen performa menggunakan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia. Kerangka penelitian yang digunakan adalah model eksekusi strategi dan kesesuaiannya dengan operasional sehari-hari berdasarkan kerangka execution premium. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu gambaran yang menyeluruh atas implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia. Analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa karakteristik sektor publik yang melekat di Bank Indonesia telah membentuk suatu implementasi Balanced Scorecard yang unik serta memiliki peran penting dalam manajemen performa. Kata kunci: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
ABSTRACT Name Study Program Title
: Novita Dwi Maharani : Accounting : Analysis of Performance Management Implementation using Balanced Scorecard Approach a Study Case at Bank Indonesia
The aim of this research is to develop a compehensive analysis of performance management implementation in Bank Indonesia using Balanced Scorecard approach. The research framework used in this research is the execution strategy model and its alignment with the daily operation based on execution premium framework. The purpose is to create a complete picture from the implementation of Balanced Scorecard in Bank Indonesia. The qualitative method employed brings conslusion that the public sector characteristic in Bank Indonesia has been create an unique implementation of Balanced Scorecard that has an important role in performance management. Keywords: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
ix
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................... . ii HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ......................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................viii ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................ ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xiv 1.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 1.5. Metode Penelitian ........................................................................... 1.6. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 1.7. Sistematika Penulisan .....................................................................
2.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Balanced Scorecard........................................................................ 10 2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran .... 11 2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis.......................................................... 17 2.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi........ 18 2.2. Eksekusi Strategi pada Sektor Publik ............................................. 20 2.2.1. Develop the Strategy .......................................................... 23 2.2.2. Plan the Strategy................................................................ 28 2.2.3. Align the Organization....................................................... 31 2.2.4. Plan the Operation............................................................. 32 2.2.5. Monitor and Learn ............................................................. 34 2.2.6. Test and Adapt.................................................................... 35 2.3. Permasalahan dalam Penyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard........................................................................ 36
3.
GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA 3.1. Profil Bank Indonesia ..................................................................... 38 3.1.1. Sejarah Bank Indonesia...................................................... 38 3.1.2. Landasan Hukum................................................................ 41 3.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis............... 42 3.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia..................................... 43 x
1 5 6 6 7 8 8
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
3.2.
3.1.5. Tugas Pokok....................................................................... 44 3.1.6. Struktur Organisasi ............................................................ 47 3.1.7. Hubungan Kelembagaan .................................................... 51 3.1.8. Tatakelola Bank Indonesia................................................. 52 Kondisi Terkini Balanced Scorecard Bank Indonesia ................... 55 3.2.1. Balanced Scorecard Bank Indonesia – wide...................... 56 3.2.2. Balanced Scorecard DKM................................................. 60 3.2.3. Balanced Scorecard DPSI ................................................. 62
4.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Proses Pengembangan Strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia.............................................. 65 4.2. Analisis Proses Perencanaan Strategi dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia ..................................... 72 4.2.1. Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard BI.................. 72 4.2.2. Proses dalam Tahapan Perencanaan Strategi ..................... 83 4.3. Analisis Proses Alignment Balanced Scorecard BI........................ 92 4.4. Analisis Proses Perencanaan Operasi dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia .....................................104 4.4.1. Proses Perencanaan Kapasitas Sumber Daya.....................105 4.4.2. Analisis Hubungan Strategi dan Anggaran BI ...................107 4.5. Analisis Proses Pemantauan dan Pengawasan Balanced Scorecard Bank Indonesia..............................................115 4.6. Analisis Proses Tes dan Adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia................................................................................124 4.7. Analisis Mengenai Permasalahan yang Dihadapi oleh BI terkait Penyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard ……………..125
5.
PENUTUP 5.1. Kesimpulan .....................................................................................128 5.2. Keterbatasan Penelitian...................................................................130
DAFTAR REFERENSI..................................................................................132 LAMPIRAN ....................................................................................................139
xi
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel 4.2.
Analisis Permasalahan Performance Drivers BI....................... 74 Analisis Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard Bank Indonesia.......................................................................... 82
xii
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit.......... 12 Gambar 2.2. Balanced Scorecard sebagai Sistem Pengukuran, Sistem Manajemen Strategis, dan Alat Komunikasi................. 19 Gambar 2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap Performa Perusahaan ................................................................ 20 Gambar 2.4. The Management System: Linking Strategy to Operations....... 22 Gambar 2.5. Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai,Visi, dan Strategi................................................................................ 23 Gambar 2.6. Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik............................. 25 Gambar 2.7. Berbagai Metodologi Pendukung Proses Formulasi Strategi.... 27 Gambar 3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia................................. 44 Gambar 3.2. Struktur Organisasi Bank Indonesia.......................................... 48 Gambar 3.3. Peta Strategi Bank Indonesia – wide tahun 2012 ...................... 57 Gambar 3.4. Peta Strategi Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 60 Gambar 3.5. Peta Strategi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 62 Gambar 4.1. Siklus Manajemen Stratejik Bank Indonesia............................. 65 Gambar 4.2. Analisis Lingkungan Strategis Bank Indonesia......................... 67 Gambar 4.3. Kerangka Perumusan Strategi Bank Indonesia ......................... 69 Gambar 4.4. Destination Statement Bank Indonesia tahun 2013................... 71 Gambar 4.5. Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank Indonesia.......................................................................... 84 Gambar 4.6. Usulan Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank Indonesia.......................................................................... 88 Gambar 4.7. Horizontal and Vertical Alignment ........................................... 93 Gambar 4.8. Cascading of the Balanced Scorecard ...................................... 94 Gambar 4.9. Tahapan Penyusunan Peta Strategi Satuan Kerja...................... 96 Gambar 4.10. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia ................................... 98 Gambar 4.11. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia......................... 99 Gambar 4.12. Penurunan Indikator Kinerja Individu Bank Indonesia.............103 Gambar 4.13. Aplikasi Manajemen Kinerja (QPR) Bank Indonesia...............105 Gambar 4.14. Siklus Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia ...........................................111 Gambar 4.15. Pemetaan Rapat Bank Indonesia...............................................117 Gambar 4.16. Agenda Rapat Koordinasi Bank Indonesia Triwulan III tahun 2012.................................................................................121
xiii
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Obyektif Pengumpulan Data dan Daftar Pertanyaan ................139 Peta Strategis BI wide tahun 2012.............................................143 Indikator Kinerja Utama Outcome BI .......................................146 Tabel Pencapaian Indikator Kinerja Utama Outcome BI..........145 Tabel Penyempurnaan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja BI tahun 2012 ....................................146
xiv
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Seperti yang diungkapkan oleh Kinni dan Ries (2000); Christensen dan
Raynor (2003), globalisasi, deregulasi, inovasi teknologi dan ekspektasi konsumen yang tinggi secara berkelanjutan membentuk kembali pemetaan bisnis secara internasional. Untuk dapat berkompetisi secara sukses, perusahaan membutuhkan fokus, inovasi, dan kecerdasan untuk berubah secara cepat (Rhodes, Walsh, and Lok, 2008, p. 1170). Salah satu cara yang digunakan untuk membangun keunggulan yang berkesinambungan adalah dengan menggunakan Balanced Scorecard. Penggunaan Balanced Scorecard yang telah diperkenalkan lebih dari satu dekade yang lalu (Kaplan dan Norton 1992; 1993), pada awalnya adalah suatu sistem yang menyediakan pengecekan terhadap kesehatan perusahaan. Dengan objektif strategis yang menghubungkan matriks ini terhadap empat perspektif, yaitu Financial, Customer, Business Process, dan Learning and Growth,
generasi
pertama
Balanced
Scorecard
tidak
bertujuan
untuk
menampilkan suatu analisis strategi yang komprehensif atau memeriksa customer value proposition. Sementara dalam generasi kedua scorecard, strategi secara langsung menginformasikan apa yang akan diukur dengan menggunakan suatu Strategy Map yang menghubungkan pengembangan kemampuan strategi dengan customer value proposition dan shareholder value (Kaplan dan Norton, 2004). Matriks dan target diturunkan dari suatu strategy map scorecards yang mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian perusahaan, termasuk di dalamnya review performa yang memberikan masukan untuk melaksanakan pengendalian strategi. Dalam perkembangannya, penggunaan Balanced Scorecard juga semakin meluas. Dunia bisnis yang semakin berkembang di seluruh belahan dunia membuat berbagai entitas bisnis memiliki keakraban tersendiri dengan Balanced Scorecard. Kini
tidak
hanya
perusahaan-perusahaan kelas dunia 1
yang
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
2 menggunakannya, namun juga berbagai jenis entitas usaha seperti perusahaan berorientasi profit, perusahaan non-profit, instansi pemerintah, hingga lembaga independen. Hal yang berbeda adalah munculnya tren dari beberapa institusi pemerintah
yang
mencoba
menggunakan
Balanced
Scorecard
untuk
meningkatkan performanya. Begitu pula beberapa badan independen seperti Bank Sentral. Berkembangnya pemanfaatan konsep Balanced Scorecard membuat terjadinya
berbagai
modifikasi
yang
unik
bagi
setiap
entitas
yang
mengaplikasikan konsep ini. Bank Sentral sebagai salah satu entitas yang menerapkan konsep Balanced Scorecard tentu memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan entitas lainnya, sehingga membuat konsep Balanced Scorecard Bank Sentral menarik untuk diteliti lebih lanjut. Bank Indonesia sendiri yang berkedudukan sebagai Bank Sentral Indonesia telah menerapkan beberapa kerangka pemikiran yang berbeda dalam pengelolaan kinerjanya. Sejarah perjalanan penerapan kerangka pemikiran tersebut dimulai pada pertengahan tahun 1980-an, dengan Management by Objectives (MBO) sebagai pilihannya. Namun permasalahan muncul pada saat implementasi dilaksanakan, hal ini dikarenakan muncul pemahaman bahwa pengelolaan kinerja berbasis MBO terlalu menekankan pada hasil akhir sehingga kurang menghargai proses atau aktivitas yang diperlukan dalam pencapaiannya. Pada tahun 1990-an, Bank Indonesia menerapkan konsep Program Kerja Strategis (PKS). Berdasarkan konsep PKS, penilaian kinerja ditekankan pada kedisiplinan satuan kerja dalam melaksanakan aktivitas yang telah disetujui. Pelaksanaan aktivitas program kerja tersebut dengan baik, diyakini akan memberikan hasil akhir yang baik. Program PKS mampu menutupi kelemahan MBO, namun di sisi lain program ini juga menimbulkan kelemahan baru yang justru dapat diatasi dengan MBO, yaitu penilaian yang hanya berdasarkan pelaksanaan program kerja atau aktivitas semata yang menciptakan paradigma bahwa hasil akhir kurang penting. Hal penting lainnya adalah sebelum Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 diberlakukan, Bank Indonesia tidak mempunyai independensi dalam melaksanakan tugas seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
3 tahun 1968. Pada saat itu kewenangan penyusunan kebijakan moneter berada di tangan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan, sedangkan Gubernur BI hanya berperan sebagai anggota. Sejak tahun 1983, Gubernur BI diangkat sebagai pejabat tinggi setara Menteri Negara dan termasuk dalam jajaran kabinet pemerintah. Dengan demikian, posisi BI pada saat itu adalah sebagai bagian dari pemerintah, dan sebagai implikasi adalah tiadanya status independensi dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan moneter (Djiwandono, 2001). Ketiadaan independensi tersebut dipandang sebagai kelemahan struktural. Peran pemerintah dan Dewan Moneter sangat mempengaruhi pengambilan keputusan di bidang moneter dan pengawasan perbankan. Demikian pula dalam perubahan manajemen sangat diwarnai oleh intervensi pemerintah sehingga menurunkan kinerja BI. Setelah mengalami guncangan cukup berat pasca krisis moneter pada tahun 1997 yang menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap kinerja Bank Indonesia, munculah tekad untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh dalam tubuh BI. Proses ini kemudian dinamakan dengan Transformasi Bank Indonesia yang mulai digagas sejak tahun 1999 sebagai jawaban atas amanat UU No. 23/1999 dengan membentuk Tim Transformasi berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia (SK No. 3/5/KEP.GBI/INTERN/2001 dan No. 4/4/KEP.GBI/INTERN/2001). Transformasi Bank Indonesia ini merupakan ujung tombak perubahan manajemen kinerja yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Setelah penerapan konsep-konsep
sebelumnya
yang
dianggap
kurang
berhasil,
perjalanan
pengelolaan kinerja Bank Indonesia secara perlahan telah mempra-kondisikan pimpinan dan keryawan Bank Indonesia untuk menuju organisasi berbasis kinerja. Hingga pada akhirnya, untuk menyeimbangkan antara ‘hasil’ (yang ditekankan oleh konsep MBO) dan proses kerja (yang ditekankan oleh PKS), dipilihlah suatu sistem yang dirasa paling sesuai untuk diterapkan di Bank Indonesia, yaitu Balanced Scorecard. Kini Bank Indonesia merupakan suatu badan independen yang bertugas untuk menetapkan kebijakan moneter. Misi yang diemban oleh Bank Indonesia Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
4 adalah untuk ‘memelihara kestabilan nilai rupiah dengan memelihara kestabilan moneter dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam jangka panjang’. Sebagai bagian yang independen dalam pemerintahan, Bank Indonesia memiliki peranan yang cukup strategis. Sejak tahun 2001dan diimplementasikan mulai tahun 2002, Bank Indonesia telah mengembangkan suatu sistem manajemen performa yang mengintegrasikan perencanaan, penganggaran dan pengukuran performa untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam operasinya. Manajemen performa dengan menggunakan Balanced Scorecard dipandang menjadi suatu bagian penting dalam solusi untuk merealisasikan perencanaan dan penganggaran secara tepat. Untuk itu Bank Indonesia telah membentuk suatu Tim Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) yang memiliki amanat untuk melaksanakan cita-cita tersebut. Proyek pengembangan Balanced Scorecard di Bank Indonesia sendiri menjadi suatu momentum yang menggambarkan upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya. Sebagai badan regulator tentunya Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Bank Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan Balanced Scorecard yang umumnya digunakan oleh perusahaan – perusahaan komersial berorientasi profit maupun organisasi non-profit lainnya, terutama berkaitan dengan output yang dihasilkan oleh Bank Indonesia yang berbeda dengan instansi lain. Selama hampir 11 tahun, penerapan Balanced Scorecard Bank Indonesia terus mengalami perubahan guna menuju penyempurnaan. Selama kurun waktu itu pula, beberapa institusi pemerintah lainnya ikut serta mengembangkan pendekatan Balanced Scorecard sebagai alat penerapan sistem pengukuran dan manajemen performa. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul “ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA”. Bank Indonesia merupakan objek penelitian yang menarik karena kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan yang unik. Independensi Bank Indonesia merupakan salah satu faktor yang dianggap menjadi kunci keberhasilan kinerja Bank Indonesia sekaligus merupakan tanggung jawab yang cukup berat. Selain itu, output yang Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
5 dihasilkan oleh Bank Indonesia yang sulit untuk diukur menjadikan konsep Balanced Scorecard yang diterapkan menjadi berbeda dengan instansi lainnya, terutama perusahaan yang berorientasi profit. Penelitian ini membahas secara mendalam mengenai konsepsi Balanced Scorecard Bank Indonesia secara menyeluruh yang dilanjutkan dengan implementasinya. Permasalahan selama proses penerapan juga akan dianalisis sehingga dapat diketahui beberapa aspek yang masih dapat disempurnakan serta berbagai upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia selama penerapan Balanced Scorecard. Lebih lanjut penelitian membahas mengenai saran-saran aplikatif yang dapat diterapkan dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia tersebut. 1.2.
Rumusan Masalah Telah diuraikan sebelumnya bahwa penerapan Balanced Scorecard dalam
suatu entitas akan memiliki peran penting untuk mengimplementasikan rencana strategis entitas yang seimbang guna memastikan bahwa entitas tersebut mampu beroperasi dengan baik. Hal ini berlaku bagi seluruh entitas bisnis, baik perusahaan berorientasi profit, organisasi non-profit, institusi pemerintah, hingga lembaga independen. Dalam kasus Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki peranan strategis, keberadaan Balanced Scorecard juga sangat penting untuk memastikan Bank Indonesia dapat menjalankan fungsinya secara baik. Untuk menjawab pertanyaan besar: “Bagaimana implementasi Balanced Scorecard sebagai bentuk sistem manajemen performa yang efektif pada Bank Indonesia sebagai suatu badan regulator kebijakan moneter di Indonesia?”, diajukan rumusan-rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia?
2.
Bagaimana proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia?
3.
Bagaimana proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia?
4.
Bagaimana proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia? Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
6 Bagaimana proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard Bank
5.
Indonesia? 6.
Bagaimana proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia?
7.
Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait penyusunan dan implementasi Balanced Scorecard?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan
pemahaman
yang
komprehensif melalui analisis terhadap penyusunan dan penerapan Balanced Scorecard yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Beberapa poin penting yang dianalisis secara mendalam dan menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia 2. Untuk mengetahui proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia 3. Untuk mengetahui proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia 4. Untuk mengetahui proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia 5. Untuk mengetahui proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard Bank Indonesia 6. Untuk mengetahui proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia 7. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait dengan penyusunan dan implementasi konsep Balanced Scorecard 1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Bagi Bank Indonesia
Memberikan masukan mengenai penyusunan dan alignment antara strategy map dan Balanced Scorecard serta operasional, penilaian atas implementasi Balanced Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
7 Scorecard serta penyempurnaannya yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Bank Indonesia sebagai badan regulator.
Bagi Institusi Pemerintah Lain
Memberikan wawasan dan pemahaman mengenai penyusunan dan impementasi Balanced Scorecard dalam institusi pemerintahan sebagai salah satu komitmen untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja.
Bagi Peneliti
Memberikan pemahaman baru mengenai bagaimana penerapan Balanced Scorecard di salah satu badan pemerintahan serta hubungannya dengan peningkatan akuntabilitas dan kinerja. 1.5
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode
penelitian kualitatif atau yang lebih spesifik berupa analisis deskriptif yang berfokus pada ruang lingkup penelitian sebagaimana dijelaskan dalam Bab 1. Analisis deskriptif dalam studi ini dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, 2009). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini didasari pada tujuan untuk mencapai pemahaman mengenai alignment perspektif strategi dan manajemen performa operasional dalam Balanced Scorecard. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal akan dilakukan proses wawancara dengan narasumber terkait dan observasi lapangan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam membangun pemahaman mengenai Balanced Scorecard dalam suatu instansi. Selain itu, juga dilakukan studi literatur baik melalui berbagai karya cetak maupun sumber online demi mendapatkan pemahaman dan mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Selain menggunakan berbagai sumber tersebut, penelitian juga akan didasarkan dengan merujuk pada beberapa peraturan terkait, baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal entitas Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
8 seperti Peraturan Dewan Gubernur maupun Surat Edaran. Berdasarkan berbagai informasi tersebut, akan dilakukan analisis untuk mencapai kesimpulan mengenai implementasi
Balanced
Scorecard
yang akan menjawab permasalahan-
permasalahan dalam studi kasus ini. 1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bersifat sebagai studi kasus terkait penyusunan dan
penerapan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia sebagai suatu badan independen yang berkedudukan sebagai Bank Sentral Indonesia. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data internal Bank Indonesia yang dimiliki dalam kurun waktu dari tahun 2001 hingga tahun 2012 untuk mendapatkan gambaran secara komprehensif mengenai penyusunan, implementasi, permasalahan dan perubahan yang mungkin terjadi selama jangka waktu tersebut. Adapun penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menganalisis penerapan suatu teori yang telah ada sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sendiri merujuk pada suatu teori yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton dalam buku yang berjudul Execution Premium (2008). Penelitian ini berfokus pada analisis mengenai perbandingan antara praktik yang dilakukan oleh objek penelitian dengan teori yang ada (gap analysis). 1.7
Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dipaparkan dalam sistematika berikut: BAB 1: Pendahuluan Bab pertama ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian. Topik yang diambil adalah Balanced Scorecard, sebagai perangkat utama untuk mengupas masalah alignment antara strategi Bank Indonesia dan implementasinya dalam operasional sehari-hari. Perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, ruang lingkup, serta sistematika penulisan juga diungkapkan dalam bab ini.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
9 BAB 2: Tinjauan Pustaka Bab ini memaparkan referensi-referensi yang menjadi landasan teori dalam pembahasan penelitian ini. Teori yang digunakan dalam kerangka penelitian ini adalah: Balanced Scorecard, sistem pengukuran performa, sistem manajemen strategis, alat komunikasi, eksekusi strategi, dan Balanced Scorecard untuk pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya. BAB 3: Gambaran Umum Bank Indonesia Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai profil Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang meliputi sejarah singkat, landasan hukum, visi, misi, nilai dan sasaran strategis, tujuan dan status, tugas pokok, struktur organisasi, hubungan kelembagaan, tatakelola, dan juga mengenai kondisi terkini atas implementasi Balanced Scorecard Bank Indonesia. BAB 4: Analisis dan Pembahasan Penelitian Bab utama yang berisikan pokok-pokok penelitian dan pembahasan secara rinci menurut kerangka dan proses penelitian. Pembahasan dimulai dengan merangkum Balanced
Scorecard
Bank
Indonesia
dan
melakukan
analisis
atas
implementasinya, mengidentifikasi dan menganalisis berbagai perspektif dengan menggunakan perangkat yang sudah dipilih untuk kemudian menarik kesimpulan mengenai eksekusi strategi pada instansi yang terdiri atas enam langkah, juga memberikan pendapat-pendapat kritis peneliti dalam saran-saran yang aplikatif baik secara strategis maupun operasional bagi Bank Indonesia. BAB 5: Penutup Bab terakhir dalam skripisi ini berisi: i) kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis mengenai implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia; dan ii) keterbatasan penelitian terkait proses yang dijalankan selama penulisan dan ruang lingkup penelitian itu sendiri.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Balanced Scorecard Kaplan (1983) mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir,
baik praktisi maupun peneliti menekankan kebutuhan entitas bisnis untuk menggunakan konsep selain pengukuran finansial dalam operasi serta menggunakan variasi yang jauh lebih luas selain matriks keuangan dalam pelaporan performa dan sistem bagi hasil (Banker, Chang, Janakiraman, dan Konstans, 2004). Hal ini menggambarkan awal mula munculnya pemikiran atas ketidakpuasan beberapa pihak, baik dari sisi pelaku bisnis maupun akademisi atas ketergantungan sistem pengukuran performa yang hanya dilihat dari aspek finansial saja. Pemikiran mengenai hal ini kemudian mengalami perkembangan hingga melahirkan suatu konsep Balanced Scorecard. Konsep mengenai Balanced Scorecard sendiri pertama kali dicetuskan oleh Robert Kaplan, seorang profesor akuntansi di Harvard dan David Norton, seorang konsultan di wilayah Boston. Pada tahun 1990 keduanya melakukan serangkaian riset untuk menemukan suatu solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh banyak perusahaan mengenai pengukuran performa yang dirasa masih memiliki banyak kelemahan (Niven, 2003). Berdasarkan hasil riset yang diperoleh, Kaplan dan Norton kemudian memperkenalkan suatu konsep pengukuran performa yang tidak hanya mendasarkan pada aspek pengukuran finansial namun juga non-finansial, berusaha memasukkan konsep strategi jangka panjang dan jangka pendek, serta aspek internal dan eksternal perusahaan yang kemudian dikenal dengan istilah Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1992). Pada awal kemunculannya, Balanced Scorecard menekankan pada konsep “Balance” atau keseimbangan dalam seluruh aspek dan ditujukan untuk pengukuran performa perusahaan (Norton et al., 1997). Ada empat perspektif pengukuran performa yang diperkenalkan pada saat itu yaitu, perspektif financial, customer, internal business process, dan learning and growth. 10
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
11 Pada perkembangannya, konsep Balanced Scorecard yang awalnya dibangun atas dasar kebutuhan untuk melakukan pengukuran performa dengan lebih baik kemudian tidak lagi dipandang hanya sekedar sebagai alat pengukuran performa. Balanced Scorecard diperkenalkan ulang dengan menekankan peranannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang menghubungkan strategi perusahaan dengan operasional sehari-hari, dengan menggunakan konsep Strategy Map Scorecard untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian perusahaan (Dalvis & Albright, 2004; Kaplan dan Norton, 2004a, 2004b). Kemudian muncul pertanyaan mendasar mengenai peranan Balanced Scorecard dalam perusahaan. Ada tiga pandangan berbeda mengenai kedudukan Balanced Scorecard dalam dunia bisnis, yaitu sebagai sistem pengukuran, sistem manajemen strategis, dan alat komunikasi (Niven, 2003). Berikut adalah penjelasan terperincinya: 2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran Rue dan Byars (2005) mengusulkan bahwa pengukuran performa meliputi cara karyawan memilah pekerjaan dan bagaimana mereka menetapkan pengambilan keputusan serta mengkomunikasikan proses rencana perbaikan. Sebagai suatu sistem pengukuran, Balanced Scorecard berusaha menutupi kelemahan aspek finansial yang lazim digunakan sebagai indikator tunggal pengukuran kinerja perusahaan. Indikator finansial mampu menyediakan evaluasi atas performa masa lampau perusahaan namun kurang mampu menggambarkan mekanisme value-creation yang bergantung pada aset tidak terlihat yang tidak mampu digambarkan oleh indikator finansial. Untuk itu, indikator finansial dikenal sebagai lag indicators, dan Balanced Scorecard berusaha memasukkan unsur lead indicators untuk menyempurnakan pengukuran performa yang ingin dicapai. Adapun dalam konsep ini umumnya dikenal empat perspektif yang dianggap mampu merepresentasikan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam penilaian atas kinerja perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan konteks pemerintah atau perusahaan nonprofit, maka terdapat perbedaan mengenai beberapa perspektif serta kedudukannya dalam Balanced Scorecard. Berikut Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
12 adalah gambaran komponen Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi nonprofit:
2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit Sumber: Niven (2003).
Berdasarkan gambar tersebut, beberapa poin penting yang membedakan konsep Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi nonprofit dengan perusahaan profit adalah: 1.
Misi Berada di Puncak Balanced Scorecard
Dalam
perusahaan
profit,
model
Balanced
Scorecard
yang
dibangun
menggambarkan bahwa seluruh ukuran yang ada di dalamnya bertujuan untuk Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
13 mendukung perbaikan performa dasar. Peningkatan shareholder value menjadi tujuan akhir dan tanggung jawab kepada stakeholders finansial hanya untuk melakukan hal tersebut. Berbeda halnya dengan pemerintah dan organisasi nonprofit, dimana keduanya dituntut untuk mengalokasikan dana secara efisien (dari segi finansial), namun demikian hal tersebut bukan menjadi aspirasi mutlak (akhir). Keduanya bekerja untuk tujuan yang lebih tinggi yang digambarkan oleh misi. 2.
Strategi Tetap Menjadi Inti Balanced Scorecard
Strategi tetap menjadi inti dalam sistem Balanced Scorecard, terlepas dari apakah institusi tersebut merupakan perusahaan besar, kecil, berorientasi profit maupun tidak, atau pemerintah. Pemerintah dan organisasi nonprofit seringkali menghadapi kesulitan dalam menetapkan strategi yang tepat dan ringkas. Mayoritas, berusaha mengembangkan pernyataan strategi yang tidak lebih merupakan rincian program serta inisiatif untuk mengamankan pemasukan dana (Niven, 2003). Sementara itu keberadaan perspektif yang pada umumnya dimiliki oleh pemerintah dan organisasi nonprofit dalam konsep Balanced Scorecard adalah: a.
Customer Perspective Perbedaan mendasar dari perusahaan profit dan nonprofit adalah
penempatan misi dalam puncak kerangka Balanced Scorecard. Selanjutnya, dalam perusahaan nonprofit atau pemerintah, komponen yang umumnya berada pada tingkatan kedua setelah misi bukanlah perspektif finansial melainkan perspektif konsumen. Dalam pencapaian misi, perusahaan atau pemerintah harus dapat menentukan pihak yang ingin dituju. Fokus dari keduanya adalah konsumen dan bagaimana pemenuhan kebutuhan konsumen dapat dilaksanakan guna mencapai misi. Pertanyaan mengenai siapa konsumen dari perusahaan nonprofit atau pemerintah adalah suatu pertanyaan yang biasanya sulit untuk dijawab. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara kelompok yang mendesain pelayanan, kelompok yang membayar pelayanan, dan kelompok yang mendapatkan manfaat Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
14 atas pelayanan. Sehingga penentuan konsumen dalam pemerintah maupun organisasi nonprofit menjadi tantangan tersendiri. Terlepas dari hal tersebut, Balanced Scorecard tidak memaksa pengambilan keputusan yang sulit. Memasukkan seluruh konsumen diperbolehkan dalam konsep kerangka Balanced Scorecard sektor publik. Tidak hanya dimungkinkan, namun hal ini juga disarankan mengingat pencapaian misi membutuhkan tercapainya pemenuhan kepuasan setiap kelompok konsumen yang menentukan kesuksesan pemerintah atau organisasi nonprofit. Setiap kelompok konsumen akan menghasilkan pengukuran yang berbeda dalam ketiga perspektif yang lain. Sehingga setelah penentuan konsumen selesai dilakukan maka penentuan ukuran dalam perspektif lain dapat dilaksanakan. b.
Financial Perspective Perspektif ini merupakan perspektif yang sangat penting dalam konsep
Balanced Scorecard. Tidak ada satupun organisasi, terlepas dari statusnya, dapat sukses beroperasi dan memenuhi kebutuhan konsumen tanpa sumber daya finansial. Bagi perusahaan berorientasi profit, perspektif finansial mampu menggambarkan mengenai kemajuan eksekusi strategi yang telah dilakukan dan menjadi ukuran outcome sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai atas pencapaian beberapa perspektif lain sebelumnya. Bagi perusahaan non profit atau sektor publik, perspektif ini memastikan perusahaan mampu mencapai hasil yang diinginkan dengan biaya yang minimal. Pengukuran finansial bagi sektor publik dalam Balanced Scorecard berperan, baik sebagai komponen yang mendukung (enablers) pencapaian kesuksesan dalam perspektif konsumen maupun sebagai hambatan yang harus diatasi oleh setiap organisasi dalam operasinya. Karakteristik yang unik dalam sektor publik adalah mengenai kedudukan perspektif finansial, serta penggunaan beberapa ukuran finansial yang sulit diterapkan dalam Balanced Scorecard dibandingkan
dengan
perusahaan
berorientasi
profit.
Contohnya
adalah
pengukuran jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi nonprofit yang terkadang sulit untuk diukur dalam satuan mata uang. Selain itu karakteristik ukuran Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
15 finansial yang berbeda dengan yang lazim digunakan dalam Balanced Scorecard perusahaan profit menjadi karakteristik lainnya. Pembahasan mengenai kedudukan perpektif finansial dalam perusahaan berorientasi profit tentu berbeda dengan organisasi pemerintah maupun perusahaan berorientasi non profit. Namun bukan berarti karena keduanya tidak mengedepankan pencapaian performa finansial maka perspektif ini menjadi dihilangkan. Keberadaan perspektif finansial yang begitu penting dalam Balanced Scorecard membuat keduanya tetap mempertahankan perspektif ini dengan melakukan diferensiasi mengenai kedudukan serta elemen di dalamnya sesuai dengan tujuan dan karakteristik usaha yang dilakukan. c.
Internal Business Process Perspective Dalam perspektif ini perusahaan dituntut untuk dapat mengidentifikasi
proses-proses kunci yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Proses kunci inilah yang kemudian harus senantiasa ditingkatkan kualitasnya. Setiap organisasi, mulai dari lingkup lokal hingga departemen besar dalam pemerintahan pusat akan memiliki dokumentasi mengenai proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Kunci kesuksesan Balanced Scorecard adalah terletak pada pemilihan dan pengukuran proses-proses tertentu yang mengarahkan perusahaan pada peningkatan outcome bagi konsumen, serta memungkinkan pencapaian misi. Salah satu aspek yang membedakan Balanced Scorecard dengan sistem pengukuran manajemen tradisional adalah, pada sistem tradisional perusahaan cenderung melakukan kontrol dan perbaikan atas proses yang telah ada sebelumnya. Sementara dalam Balanced Scorecard, perusahaan didorong untuk mengembangkan suatu rangkaian proses internal yang benar-benar baru serta penyempurnaan proses internal antar departemen. Bukan merupakan hal yang tidak lazim bahwa perspektif ini memiliki jumlah objektif dan pengukuran yang cukup banyak dalam Balanced Scorecard (Niven, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
16 d.
Learning and Growth Perspective Organisasi yang memiliki visi besar dan ambisi kuat untuk terus tumbuh
tentu tidak cukup hanya dengan mengandalkan perspektif konsumen, proses internal, dan juga finansial. Setelah organisasi dapat mengidentifikasi perspektif finansial, konsumen dan proses internal dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menemukan kekurangan dari infrastuktur organisasional yang ada saat ini (keahlian karyawan, sistem informasi, dan budaya organisasi) dibandingkan dengan level yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh organisasi. Berdasarkan hal ini organisasi dapat mengatur strategi mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan oleh internal organisasi untuk terus tumbuh menjadi lebih baik. Perspektif learning and growth menyediakan suatu infrastruktur yang memungkinkan organisasi untuk mencapai objektif yang ambisius dalam tiga perspektif sebelumnya. Tiga komponen penting yang berusaha dibangun dalam perspektif ini adalah kapabilitas karyawan, kapabilitas sistem informasi, dan budaya organisasi (motivasi, pelimpahan wewenang, dan alignment). Aspek pertama adalah membangun kompetensi karyawan dengan tujuan untuk menciptakan karyawan yang kompeten untuk melaksanakan strategi yang telah disusun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa organisasi yang menerapkan Balanced Scorecard seringkali menghadapi perubahan yang radikal. Karyawan dituntut untuk mengemban tanggung jawab baru untuk membantu organisasi mencapai objektif dalam tiga perspektif sebelumnya. Untuk itu pembangunan kompetensi karyawan menjadi kunci utama yang harus dilakukan oleh organisasi. Aspek kedua adalah infrastruktur informasi. Seperti yang diketahui karyawan yang kompetitif tetap membutuhkan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk memaksimalkan kinerjanya. Kebutuhan informasi bagi setiap karyawan pun berbeda, disinilah tantangan organisasi untuk membangun suatu infrastruktur informasi yang sesuai bagi kebutuhan setiap karyawan. Aspek ketiga adalah pembangunan budaya kerja. Kompetensi dan sistem informasi yang mumpuni tidak akan berjalan maksimal tanpa disertai dengan motivasi karyawan. Dengan Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
17 motivasi yang besar dan disertai pelimpahan wewenang karyawan dapat bekerja dengan lebih maksimal. Sentuhan terakhir adalah bagaimana organisasi mendorong karyawan untuk melakukan alignment antara objektif dan insentif individual dengan strategi organisasi. 2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis Bagi banyak organisasi, Balanced Scorecard telah berubah dari sekedar alat pengukuran performa menjadi suatu konsep yang membantu organisasi dalam mengimplementasikan strategi. Dalam perkembangannya, kedudukan Balanced Scorecard kemudian dianggap mampu mengatasi beberapa hambatan yang muncul dalam proses eksekusi strategi. Adapun beberapa hambatan tersebut: a.
Hambatan visioner: Secara ideal, konsep Balanced Scorecard mampu mengubah strategi organisasi menjadi objektif, pengukuran, target, dan initiatives sehingga memberikan pemahaman bagi tim eksekutif mengenai hal-hal yang masih belum jelas terungkap dalam strategi organisasi. Selain itu juga
memberikan
fokus bagi
karyawan dalam
mengerjakan
tugas
kesehariannya guna membantu organisasi mencapai tujuannya. b.
Hambatan orang: Proses penurunan konsep Balanced Scorecard ke dalam unit bisnis atau unit pendukung memberikan gambaran yang lebih jelas bagi seluruh karyawan mengenai bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam pelaksanaan strategi organisasi.
c.
Hambatan sumber daya: Dalam pelaksanaan strategi organisasi, tentunya keterbatasan sumber daya menjadi salah satu hambatan utama. Konsep Balanced Scorecard mampu memberikan fokus bagi manajer maupun karyawan mengenai apa yang harus mereka lakukan sehingga sumber daya yang tersedia dapat digunakan dengan maksimal.
d.
Hambatan manajemen: Konsep Balanced Scorecard mampu memberikan gambaran yang lebih jelas bagi manajemen dalam mengatasi akar permasalahan sebenarnya yang terjadi apabila timbul hambatan dalam implementasi strategi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
18 2.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi Dalam hal ini, Balanced Scorecard dianggap mampu mentranslasikan strategi yang telah disusun oleh organisasi, mengubahnya ke dalam aspek terperinci dan menurunkannya ke setiap bagian organisasi sehingga dapat dikomunikasikan dengan lebih efektif kepada semua pihak yang ada di dalam organisasi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
20
2.2.
Eksekusi Strategi pada Sektor Publik Berdasarkan Global Survey tahun 2006, prioritas pertama yang dimiliki
oleh senior eksekutif adalah eksekusi strategi (strategy execution). Menempatkan suatu prioritas yang tinggi terhadap eksekusi strategi yang efektif, dapat ditelusuri merupakan permasalahan yang cukup dipertimbangkan dan didokumentasikan dengan baik oleh mayoritas organisasi yang memiliki pengalaman dalam usahanya mengimplementasikan strategi. (Kaplan dan Norton, dalam bukunya yang berjudul The Execution Premium, 2008) telah melakukan survei pada tahun 1996 mengenai eksekusi strategi. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa mayoritas organisasi tidak memiliki suatu sistem formal yang membantu mereka dalam mengeksekusi strategi.
2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap Performa Organisasi Sumber: Kaplan dan Norton (2006). Telah diolah kembali.
Sementara berdasarkan gambar di atas yang menunjukkan hasil suatu follow-up survey pada tahun 2006, diketahui bahwa 54% dari responden telah memiliki suatu proses eksekusi strategi yang formal, dan 70% di antaranya memiliki performa yang memuaskan.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
21
Adapun perbedaan proses eksekusi strategi antara organisasi yang menggunakan sistem eksekusi strategi formal dengan tidak terletak pada enam aspek, yaitu: -
Translate the Strategy: pada tahap ini, organisasi yang menggunakan sistem formal memiliki artikulasi yang lebih jelas mengenai strategi organisasi dan pengukurannya.
-
Manage Strategic Initiatives: organisasi dengan sistem formal mampu mengelola strategic initiatives dalam jumlah kecil dan penting.
-
Align Organizational Units with the Strategy: proses alignment atas unit bisnis atau unit pendukung terhadap strategi dengan menggunakan sistem formal akan lebih baik.
-
Communicate the Strategy: proses komunikasi strategi dengan menggunakan sistem formal dapat lebih terarah dan efektif.
-
Review the Strategy: sistem formal akan membantu organisasi dalam perencanaan rapat rutin untuk melaporkan dan mengelola strategi.
-
Update the Strategy: sistem formal memperhitungkan adanya kebutuhan untuk memperbaharui strategi secara rutin guna menyesuaikan dengan perubahan kondisi. Fokus penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa masih terdapat gap
antara formulasi strategi yang direncanakan pada tingkat atas organisasi dengan eksekusi yang dilakukan oleh departemen maupun karyawan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan alat yang digunakan dalam proses formulasi strategi dan peningkatan operasional. Semakin banyaknya jumlah alat penyusunan strategi dan penerapan operasi di organisasi merupakan hal baik bagi organisasi, namun kurangnya suatu kerangka teoritis untuk memandu proses integrasi dari berbagai alat yang digunakan tersebut yang menjadi kelemahan mendasar yang masih dihadapi oleh organisasi. Berdasarkan hal tersebut, Kaplan dan Norton (The Execution Premium, 2008)
memformulasikan
suatu
kerangka
yang
komprehensif
dan
mengintegrasikan sistem manajemen yang menghubungkan formulasi dan
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
22
perencanaan strategi dengan eksekusi operasional. Kerangka tersebut terdiri atas enam tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4.The Management System: Linking Strategy to Operations Sumber: Kaplan dan Norton (2008).
Pada dasarnya sistem eksekusi strategi tersebut diperuntukkan bagi organisasi berorientasi profit. Sehingga beberapa komponen yang ada di dalamnya kurang relevan dalam konteks pemerintah atau organisasi nonprofit, seperti sales planning, sales forecast, dan profitability analysis. Sistem yang dirancang oleh Kaplan dan Norton tersebut memiliki enam tahapan penting. Penjelasan terperinci mengenai keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
23
2.2.1. Develop the Strategy Tahap pertama yang dilakukan oleh organisasi dalam proses eksekusi strategi adalah mengembangkan strategi. Dalam tahapan ini,Balanced Scorecard berperan penting mentranslasikan misi, nilai, visi, dan strategi organisasi.
2.5.Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai, Visi, dan Strategi Sumber: Niven (2003).
Terdapat tiga hal penting yang mendorong munculnya pengembangan strategi organisasi, yaitu: 1.
Memperjelas Pernyataan Misi, Nilai, dan Visi Sebelum memformulasikan strategi, organisasi harus memiliki satu suara
atas tujuan yang dimiliki (misi), panduan internal yang mengarahkan tindakan yang akan dilakukan (nilai), dan aspirasi organsisasi terhadap hasil yang dicapai di masa mendatang (visi). Sebelum proses formulasi strategi dilakukan, baik badan pemerintah maupun organisasi nonprofit yang bersangkutan terlebih dulu me-review dan mengkonfirmasi ulang pernyataan misi, nilai, dan visi yang dimiliki. Hal penting lainnya setelah mengklarifikasi pernyataan misi, nilai, serta visi tersebut adalah melakukan suatu agenda untuk memberikan inisiatif atas perubahan visi jika dirasa perlu dilakukan. Proses mendorong pembentukan visi yang lebih sempurna merupakan titik awal penting bagi organisasi. Visi yang baik meliputi empat sub-strategi yaitu, dampak dan komunitas, pelayanan dan kualitas, efisiensi dan lingkungan, serta orang dan pembelajaran.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
24
2.
Melakukan Analisis Strategi Setelah organisasi memiliki visi yang jelas dan baik, maka organisasi telah
memiliki suatu gambaran yang jelas mengenai apa yang harus dicapai oleh organisasi. Konsep strategi dalam organisasi sektor publik mendapatkan perhatian yang berbeda dengan organisasi profit pada umumnya. Kaplan, menyatakan bahwa strategi dapat menjadi suatu konsep yang asing bagi organisasi sektor publik, karena agensi tersebut memiliki insentif yang kecil untuk mempunyai pandangan jangka panjang terhadap peran mereka, mereka berusaha melakukan semuanya untuk semua orang dan dapat berakhir tanpa melakukan apapun (Niven, 2003). Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan strategi adalah dengan melakukan analisis terhadap strategi organisasi. Analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis eksternal dan analisis internal. Analisis eksternal bertujuan untuk mengetahui dampak dari tren industri pada level mikro dan makro terhadap strategi dan operasi organisasi. Analisis PESTEL maupun Michael Porter’s Five Forces dapat digunakan sebagai perangkat analisis eksternal. Sementara analisis internal bertujuan untuk menilai performa organisasi serta kemampuan organisasi. Perangkat seperti Value Chain Analysis atau SWOT Analysis dapat digunakan dalam analisis internal. Hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik dalam tahap analisis strategi adalah melakukan analisis terhadap stakeholder yang berhubungan dengan organisasi tersebut. Karakteristik stakeholder yang dimiliki oleh organisasi sektor publik tentunya berbeda dengan organisasi profit pada umumnya. Berikut adalah gambaran mengenai sebagian stakeholder organisasi publik.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
25
2.6.Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik Sumber: Bryson (1995).
3.
Memformulasikan Strategi Pada tahap ini organisasi mencapai titik dimana proses pengembangan
disiplin strategi formal bertemu dengan seni dari formulasi strategi. Manajer organisasi harus menentukan bagaimana mereka akan mencapai agenda berdasarkan analisis mengenai waktu, objektif, themes, isu-isu kritis, peluang, dan ancaman. Lebih lanjut dalam proses memformulasikan strategi, organisasi memiliki dua aspek penting dalam menentukan formula strategi yang paling tepat bagi kebutuhan mereka. Adapun dua aspek tersebut adalah: a.
Menstimulasi Strategi Kreatif Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa proses stimulasi
strategi kreatif yang dilakukan oleh organisasi dapat dilakukan dengan menghubungkan
antara
berbagai
pendekatan
strategis,
operasional,
dan
manajemen risiko yang divisualisasikan oleh Strategy Map. Beberapa jenis strategi yang dapat dibangun oleh organisasi bisa dipacu dari pendekatan keuangan dan portofolio, manajemen risiko, fokus konsumen, kepedulian akan tanggung jawab sosial, inovasi, produktivitas/kualitas, hingga bagaimana penempatan yang ingin dibentuk oleh organisasi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
26
b.
Menggunakan Strategy Map untuk Memandu Pemilihan Strategi
Strategy Map yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. tersebut mampu memandu organisasi dalam proses pemilihan strategi. Setelah organisasi berhasil menentukan strategi yang dianggap tepat, maka langkah selanjutnya adalah mengkodifikasikan strategi tersebut supaya dapat dengan mudah dikomunikasikan kepada seluruh manajer dan karyawan. Elemen penting yang harus diperhatikan adalah pernyataan strategi tersebut harus mengandung tiga elemen fundamental, yaitu objective, advantage, dan scope.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
28
2.2.2. Plan the Strategy Proses perencanaan strategi ini bertujuan untuk mengubah pernyataan arah strategis menjadi objektif, pengukuran, target, initiatives, dan budget yang spesifik guna mengarahkan dan menghubungkan organisasi untuk eksekusi strategi yang efektif. Strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi ditranslasikan dalam objektif. Adapun objektif adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan baik oleh organisasi untuk dapat mengimplementasikan strategi secara efektif (Niven, 2003). Ada lima langkah yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: 1.
Membuat Strategy Map Kaplan dan Norton (1996a, 1996b, 1996c) memperkenalkan tiga prinsip
yang menghubungkan Balanced Scorecard dengan strategi organisasi: (1) hubungan sebab-akibat, (2) performance drivers, (3) keterkaitan dengan tujuan finansial. Strategy Map menggambarkan hubungan sebab-akibat tersebut secara berkesinambungan yang menghubungan seluruh faktor (indikator performa) melalui empat perspektif dan menggambarkan perubahan strategi secara dinamis serta mengindikasikan bagaimana organisasi menghasilkan suatu nilai (Kaplan dan Norton, 2004a, 2004b). Suatu strategi meliputi berbagai dimensi perubahan organisasi, mulai dari perbaikan produktivitas jangka pendek hingga inovasi jangka panjang. Menurut Banker et al. (2004) Strategy Map menyediakan suatu kerangka visual yang meringkas deskripsi strategi organisasi, serta mengubah asset yang tak berwujud menjadi tangible outcomes. Suatu Strategy Map merupakan suatu bentuk arsitektur dalam satu halaman yang memberikan gambaran atas seluruh dimensi strategi yang dikenal dengan strategic themes (Kaplan dan Norton, 2008). Strategic themes sendiri mengelompokkan beberapa objektif yang berkaitan yang ingin dicapai oleh organisasi, sehingga memudahkan organisasi dalam merencanakan dan mengelola setiap komponen kunci strategi secara terpisah namun tetap mengoperasikan secara koheren. Setiap strategic themes memberikan manfaat dalam jangka waktu yang berbeda bagi organisasi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
29
2.
Memilih Pengukuran dan Target Dalam tahap ini, organisasi mengubah objektif yang telah ditentukan
dalam Strategy Map dan strategy themes menjadi suatu Balanced Scorecard yang terdiri atas pengukuran, target, dan gap. Gap tersebut digambarkan oleh suatu visi ambisius yang dicanangkan dalam proses pengembangan strategi, yang kemudian dibagi ke dalam gap pada setiap strategic themes untuk dicapai dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun. Pemilihan pengukuran dan target yang ingin dicapai oleh organisasi merupakan aspek penting dalam eksekusi strategi menjadi operasional keseharian. Untuk setiap objektif strategi yang terdapat dalam Strategy Map, manajer membutuhkan setidaknya satu pengukuran. Sementara penentuan target dapat dilakukan melalui proses pembagian gap sehingga memberikan gambaran target yang logis dan konsisten bagi matriks yang ada dalam perspektif konsumen, proses, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Proses penetapan target dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan logika sebab-akibat atau dengan menggunakan benchmarking baik secara eksternal maupun internal. 3.
Memilih Strategic Initiatives Jika proses penentuan strategic themes, objectives, pengukuran dan target
telah menentukan “apa” yang ingin dicapai oleh organisasi, maka strategic initiatives menentukan “bagaimana” organisasi mencapainya. Strategic initiatives adalah sekumpulan proyek dan program aksi dalam durasi tertentu, di luar aktivitas operasional keseharian organisasi yang membantu dalam mencapai performa yang telah ditargetkan dalam Strategy Map objectives. Proses pemilihan strategic initiatives merupakan hal penting dalam organisasi. Initiatives tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah satu sama lain. Permasalahan yang sering dihadapi oleh organisasi adalah initiatives explosion dimana terlalu banyak pilihan initiatives yang dirasa peru untuk dijalankan, untuk itu pemilihan initiatives yang tepat sangat diperlukan. Suatu strategic themes membutuhkan suatu portofolio terintegrasi dan strategic initiatives yang mendukung pencapaian objektif. Organisasi sebaiknya melakukan suatu proses rasionalisasi initiatives untuk mengeliminasi initiatives yang tidak memberikan kontribusi terhadap Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
30
strategic themes atau juga untuk mengetahui jika masih ada strategic themes yang belum didukung oleh initiatives tertentu. 4.
Menetapkan STRATEX Proses eksekusi strategi membutuhkan suatu portofolio initiatives yang
dapat dijalankan secara berkesinambungan secara terkoordinasi. Hal ini tentunya membutuhkan suatu penganggaran eksplisit. Sistem penganggaran tradisional fokus pada sumber daya yang disediakan untuk fungsi organisasi dan unit bisnis, dan akuntabilitas serta performa dari setiap unit. Investasi strategis untuk initiatives yang bersifat lintas fungsi dan unit bisnis harus dikeluarkan dari anggaran operasional dan dikelola secara terpisah oleh tim pelaksana. Pembuatan anggaran kategori khusus yang dikenal dengan istilah STRATEX (strategic expenditures) dapat memfasilitasi proses ini. Proses penentuan anggaran yang dikhususkan untuk pelaksanaan strategi ini terdiri atas dua komponen yaitu topdown process untuk menentukan level pendanaan total yang dibutuhkan dan bottom-up process untuk memilih strategic initiatives yang akan diberikan pendanaan. Keberadaan STRATEX yang dianggap penting membutuhkan suatu bentuk otorisasi terpisah dalam sistem pendanaan internal organisasi. 5.
Menetapkan Akuntabilitas dalam Pelaksanaan Strategic Initiatives Setelah
keempat
proses
tersebut
berhasil
dilakukan,
organisasi
memperkenalkan suatu struktur akuntabilitas baru untuk mengeksekusi strategi melalui strategic themes. Organisasi kemudian menugaskan beberapa eksekutif untuk menjadi theme owner, memfasilitasi dengan STRATEX, dan mendukung dengan theme teams yang dibentuk di seluruh bagian organisasi. Theme owner dan tim memiliki akuntabilitas dan memberikan umpan balik pada saat eksekusi strategi dari setiap tema dilaksanakan. Karena keberadaan strategic themes yang biasanya memiliki elemen lintas fungsi, sehingga pemilihan theme owner perlu diperhatikan. Sementara itu theme teams adalah sekumpulan individu yang terdiri atas berbagai unit bisnis, regional, maupun pendukung yang bertugas untuk menghubungkan antara objektif strategi dengan tugas operasional. Sementara itu, proses pelimpahan wewenang untuk melakukan eksekusi strategi dari setiap
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
31
themes dapat dilimpahkan kepada unit organisasi yang terkait dengan objektif tersebut, atau apabila pencapaian objektif melibatkan beberapa unit organisasi maka theme teams dapat melaksanakan sendiri proses eksekusi strategi. 2.2.3. Align the Organization Untuk dapat memperoleh manfaat yang maksimal atas pelaksanaan strategi yang telah dibentuk oleh organisasi, maka organisasi yang memiliki multibusiness, atau organisasi dengan multifungsi, harus dapat menghubungkan strategi organisasi dengan strategi dari setiap bisnis individu dan unit fungsinya. Seluruh karyawan harus memahami strategi dan termotivasi untuk membantu organisasi mencapai strategi tersebut. Guna dapat mencapai itu semua, organisasi dapat menerapkan tiga jenis alignment antara strategi organisasi secara keseluruhan dengan unit bisnis, unit pendukung, dan karyawan. 1.
Align Business Unit Strategi biasanya ditentukan dalam level bisnis unit individu. Namun
demikian, suatu organisasi biasanya terdiri atas beberapa unit bisnis atau unit operasi. Strategi level korporasi menentukan bagaimana
strategi dari bisnis
individu dapat diintegrasikan untuk mencapai sinergi namun tidak tersedia bagi unit bisnis yang beroperasi secara independen. Strategi korporasi digambarkan oleh suatu Strategy Map, dimana manajer dapat melakukan cascading atau penurunan secara vertikal kepada setiap unit bisnis. Setiap strategi dapat mencerminkan (1) objektif yang berkaitan dengan strategi lokal, dan (2) objektif yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan strategi unit bisnis lainnya. 2.
Align Support Unit Manajemen organisasi memiliki tendensi untuk memperlakukan unit
pendukung dan fungsi staf organisasi sebagai suatu sumber pengeluaran yang terpisah, sehingga di satu sisi organisasi memiliki kecenderungan untuk meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh unit pendukung tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan strategi dan operasi yang dilakukan oleh unit-unit pendukung menjadi tidak sejalan dengan strategi organisasi maupun unit bisnis
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
32
yang berhubungan dengannya. Eksekusi strategi yang baik, membutuhkan unit pendukung untuk menyesuaikan strategi yang dibentuknya menjadi strategi valuecreation bagi organisasi maupun unit bisnis.unit pendukung juga perlu melakukan negosiasi dengan unit bisnis yang didukungnya mengenai level jasa yang akan diberikan. Pembuatan Strategy Map dan scorecards bagi unit pendukung, membantu setiap unit untuk menentukan dan mengeksekusi strategi yang dapat meningkatkan strategi yang diterapkan oleh unit bisnis maupun organisasi. 3.
Align Employees Keberadaan karyawan menjadi sangat penting karena karyawan adalah
pihak yang mampu melaksanakan proyek, program, dan initiatives yang dibutuhkan dalam pengimplementasian strategi. Pemahaman yang baik oleh karyawan atas strategi sangat dibutuhkan guna menjamin operasi sehari-hari yang dilakukan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Karyawan tidak akan dapat membantu proses implementasi strategi yang tidak mereka sadari atau ketahui. Untuk itu, organisasi menggunakan suatu program komunikasi formal untuk membantu karyawan dalam memahami strategi dan memotivasi mereka untuk mencapainya. Manajer dapat melaksanakan program komunikasi dengan menghubungkan objektif dan insentif personal karyawan dengan objektif yang ingin dicapai oleh unit bisnis dan organisasi. Selain komunikasi yang baik, pelatihan dan progam pengembangan karier menjadi kunci yang dapat membantu memberikan keuntungan bagi karyawan jika eksekusi strategi berjalan dengan sukses. 2.2.4. Plan Operation Bagian berbeda dan cukup penting yang ingin diungkapkan oleh Kaplan dan Norton dalam The Execution Premium, 2008 adalah adanya suatu sistem manajemen komprehensif yang menggambarkan hubungan eksplisit antara strategi jangka panjang dengan operasi harian. Organisasi menghubungkan proses aktivitas perbaikan dengan prioritas strategi serta anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam operasional sehingga konsisten
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
33
dengan strategi yang telah direncanakan. Ada dua hal penting yang dilaksanakan oleh perusahan dalam proses perencanaan operasional, yaitu: 1.
Memperbaiki Proses-Proses Penting Objektif yang digambarkan dalam strategy map menunjukkan bagaimana
eksekusi strategi akan dilakukan. Beberapa tema yang telah ditentukan dalam strategy map menggambarkan proses-proses kunci yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik oleh organisasi. Setelah mengidentifikasi berbagai proses kunci yang diperlukan guna perbaikan, organisasi dapat mendukung tim manajemen proses dengan membentuk suatu dashboard yang terkustomisasi yang berisikan
indikator-indikator
kunci
dari
performa.
Dashboard
tersebut
memberikan fokus dan umpan balik bagi karyawan yang melaksanakan proses perbaikan. 2.
Mengembangkan Suatu Resource Capacity Plan Proses perencanaan perbaikan dan pengukuran serta target level tinggi atas
strategi organisasi yang ada dalam Balanced Scorecard harus diubah ke dalam suatu rencana operasi tahunan. Rencana operasi dalam sektor publik terdiri atas dua komponen, yaitu: a.
Resource capacity plan. Organisasi dapat menggunakan perangkat model time-driven activity based costing (TDABC) untuk mentranslasikan sales forecast ke dalam estimasi kapasitas sumber daya yang dibutuhkan untuk periode yang diperkirakan. Model TDABC menggunakan capacity drivers, typically time, untuk menggambarkan biaya sumber daya yang diperlukan dalam transaksi, produk, konsumen yang dilakukan pada setiap proses. Model ini dapat menggambarkan secara mudah perkiraan penjualan dan proses perbaikan ke dalam kuantitas sumber daya seperti orang, peralatan, dan fasilitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana.
b.
Operating and capital budgets. Setelah manajer menyetujui kuantitas dan formulasi sumber daya yang dibutuhkan untuk periode mendatang, penghitungan mengenai implikasi finansial dan anggaran operasional serta modal dapat dilakukan dengan mudah. Jumlah pengalian antara kuantitas
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
34
sumber daya yang diperlukan dengan biaya dari setiap sumber daya dapat menggambarkan anggaran biaya yang diperlukan untuk memasok sumber daya guna perencanaan penjualan dan operasi. Beban yang harus dikeluarkan oleh organisasi dibagi ke dalam dua tipe, yaitu operating expense (OPEX) atau biaya yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan operasi dan capital expenditure (CAPEX) guna peningkatan kapasitas sumber daya peralatan. 2.2.5. Monitor and Learn Setelah strategi ditentukan, direncanakan, dan dihubungkan dengan suatu rencana operasional yang komprehensif, organisasi mulai melakukan eksekusi atas rencana strategis dan operasional tersebut, memonitor hasil yang diperoleh, dan mengambil tindakan untuk memperbaiki operasi dan strategi berdasarkan suatu informasi baru dan pembelajaran. Dalam tahap pengawasan dan pembelajaran ini, organisasi menggunakan dua pendekatan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan strategi dan operasi, permasalahan yang dihadapi, serta berbagai aspek yang mempengaruhi atau bahkan mengubah strategi dan operasi di masa depan. Dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh organisasi adalah: 1.
Operational Review Meeting Rapat yang dilaksanakan oleh organisasi ini bertujuan untuk mengevaluasi
performa jangka pendek organisasi (operasional) dan merespon permasalahanpermasalahan yang baru-baru ini dihadapi oleh organisasi yang membutuhkan penanganan dengan segera. Rapat untuk mengevaluasi operasi organisasi ini berkorespondensi dengan frekuensi data yang dihasilkan oleh operasi dan tingkat kecepatan respon yang ingin dicapai oleh organisasi atas berbagai isu taktis yang muncul. Banyak organisasi melakukan rapat ini setiap seminggu sekali, dua kali seminggu, bahkan rapat harian untuk mengevaluasi dashboard operasional atas penjualan, pemesanan, dan pengiriman dan untuk menyelesaikan isu-isu yang baru terjadi, komplain dari konsumen penting, keterlambatan pengiriman, kerusakan produk, kerusakan mesin produksi, kekurangan kas, permasalahan Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
35
absensi karyawan hingga peluang penjualan baru. Sifat dari rapat ini adalah departmental dan fungsional, dengan mengumpulkan beberapa karyawan ahli dari berbagai departemen guna menyelesaikan masalah secara bersama. Rapat ini memiliki ciri khas dilaksanakan secara cepat, fokus tinggi terhadap hal yang sedang dibahas, dipicu oleh data, dan berorientasi pada aksi. 2.
Strategy Review Meeting Rapat ini dilaksanakan organisasi untuk mendiskusikan indikator dan
initiatives dari Balanced Scorecard dan menilai kemajuan serta hambatan yang terjadi selama proses eksekusi strategi. Organisasi biasa melakukan rapat ini sebulan sekali dengan mengumpulkan pemimpin tim. Para pemimpin tim mendiskusikan apakah eksekusi strategi berjalan sesuai dengan rencana, mendeteksi permasalahan yang terjadi selama implementasi, usaha yang dilakukan
untuk
mengatasi
permasalahan
yang
terjadi,
tindakan
yang
direkomendasikan untuk memperbaiki penyebab masalah, dan menetapkan tanggung jawab untuk mencapai target performa yang telah ditetapkan. Dengan memisahkan rapat untuk mengevaluasi operasi dan strategi, organisasi menghindari kesalahan untuk tidak memperhitungkan operasi jangka pendek dan isu-isu taktis dalam diskusi mengenai implementasi dan adaptasi strategi. 2.2.6. Test and Adapt Sebagai tambahan selain melakukan rapat untuk mengevaluasi strategi dan operasi, organisasi perlu untuk melaksanakan suatu rapat terpisah yang bertujuan untuk menguji apakah asumsi yang digunakan untuk membangun strategi masih valid digunakan. Hal penting yang dibahas dalam tahap ini adalah mengenai apakah strategi yang ditetapkan oleh organisasi masih relevan jika diterapkan saat ini. Berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal organisasi tentu mendorong adanya suatu penyesuaian yang dilakukan secara terus-menerus terhadap strategi organisasi. Melalui rapat untuk mengevaluasi dan memperbaharui strategi, organisasi memiliki akses tambahan data yang berasal dari dashboard operasi dan matriks bulanan Balanced Scorecard, informasi baru
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
36
mengenai perubahan lingkungan kompetitif dan regulasi, serta ide atau peluang baru yang dikontribusikan oleh karyawan. 2.3.
Permasalahan dalam Penyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000) mengungkapkan mengenai tiga isu yang dapat
menyebabkan kegagalan (pitfall) dalam adopsi Balanced Scorecard yang dilakukan oleh beberapa organisasi atau entitas nonprofit. Tiga kelompok permasalahan yang menghambat penciptaan Strategy-Focused Organizations tersebut adalah: 1.
Transitional Issues Permasalahan transisional terjadi saat terjadi perubahan yang sangat
drastis dalam organisasi. Beberapa organisasi yang sebelumnya telah menerapkan Balanced Scorecard dengan baik, terkadang mengalami akuisisi atau merger, sementara tim manajemen senior dalam organisasi baru tidak memiliki ketertarikan
terhadap
pendekatan
baru
(Balanced
Scorecard)
dan
mengabaikannya. Masalah lainnya adalah saat organisasi menerapkan strategi minimalisasi biaya, maka pendekatan Balanced Scorecard yang membutuhkan dana dalam jumlah cukup banyak dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Permasalahan lainnya adalah saat Balanced Scorecard dianggap memenangkan perang lokal namun kalah dalam perang yang lebih besar. Maksudnya adalah kondisi dimana Balanced Scorecard mampu memberikan umpan balik bahwa strategi yang sedang diterapkan oleh direktur organisasi salah, hal ini berarti Balanced Scorecard mampu memberikan gambaran kepada organisasi mengenai kesalahan strategi. Namun demikian, hal ini kemudian menyebabkan direktur lama dipecat dan digantikan dengan yang baru, dan direktur baru tidak memiliki ketertarikan terhadap Balanced Scorecard sehingga menyebabkan organisasi tidak menggunakannya lagi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
37
2.
Design Failures Beberapa kegagalan terjadi karena organisasi membangun Balanced
Scorecard yang buruk. Contoh yang ada, adalah ketika terlalu sedikit ukuran yang digunakan (satu atau dua untuk setiap perspektif) dan gagal menyeimbangkan outcome yang ingin dicapai dengan performance drivers untuk menciptakan outcome tersebut, atau sebaliknya terlalu banyak ukuran yang digunakan dan tidak pernah mengidentifikasi hal-hal yang penting. Terutama organisasi yang membangun KPI Scorecards,
yang tidak
dapat membantu pencapaian
performance breakthroughs, namun hanya meningkatkan performa operasional. Begitu
pula
dengan
Stakeholder
Scorecards
yang hanya
fokus
pada
mempertahankan kepuasan konsumen, karyawan, supplier, dan komunitas biasanya kurang memiliki suatu strategi untuk menciptakan keunggulan yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Kegagalan juga dapat terjadi saat unit bisnis dan unit pendukung tidak berhubungan (aligned) dengan strategi secara keseluruhan. 3.
Process Failures Kegagalan yang paling umum terjadi adalah proses organisasi yang buruk.
Setidaknya terdapat tujuh tipe kesalahan proses dalam Balanced Scorecard, yaitu kurangnya komitmen dari manajemen senior terhadap pelaksanaan proyek, terlalu sedikit individu yang terlibat dalam pembangunan Balanced Scorecard, menjaga scorecard hanya di level atas organisasi, proses pengembangan yang terlalu panjang (dianggap sebagai suatu proyek dalam satu waktu atau tidak berkesinambungan), memperlakukan Balanced Scorecard sebagai suatu proyek sistem, mempekerjakan konsultan yang tidak handal, dan memperkenalkan scorecard hanya sebagai alat pendekatan perhitungan kompensasi.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
BAB 3 GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA
3.1.
Profil Bank Indonesia1
3.1.1. Sejarah Bank Indonesia Sejarah perkembangan dunia perbankan di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Hindia Belanda, dimana pada saat itu kondisi keuangan Hindia Belanda dianggap membutuhkan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran serta didukung oleh kebutuhan para pengusaha di Batavia. Hal ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 28 mengenai Oktroi dan Ketentuan-ketentuan mengenai De Javasche Bank (DJB). Kemudian pada 24 Januari 1828 berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Nomor 25 ditetapkan Akte Pendirian DJB sekaligus menjadi cikal bakal bank sirkulasi di nusantara. Pada periode revolusi kemerdekaan (1945-1950) terdapat dua bank yang bertugas sebagai bank sirkulasi, yaitu DJB dan Bank Nasional Indonesia (BNI) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Mata uang yang berlaku pada saat itu adalah mata uang Belanda dan Jepang yang kemudian digantikan oleh ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Sementara itu, pada tahun 1951, setelah diadakannya Konferensi Meja Bundar yang kemudian mengakhiri Agresi Militer Belanda II, diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 24 tahun 1951untuk menasionalisasi DJB hingga menjadi suatu lembaga yang kini dikenal sebagai Bank Indonesia. Sedangkan BNI 1946 diubah fungsinya menjadi bank pembangunan. Pada tahun 1953, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 11 tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Dalam UndangUndang tersebut dijelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) didirikan dengan tujuan
1
Keterangan mengenai profil Bank Indonesia ini diperoleh melalui hasil pengolahan informasi yang didapatkan dalam publikasi profil Bank Indonesia dari situs resmi BI (www.bi.go.id), Laporan Keuangan Tahunan BI tahun 2011, Undang-Undang BI, Indonesian Banking Booklet (Vol. 8, March 2011), serta materi perkuliahan Kebanksentralan dari Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan-BI yang disampaikan di FEUI 38 Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
39 untuk menggantikan De Javasche Bank N.V. sekaligus berperan sebagai bank sentral Indonesia. Kedudukan BI pada saat itu sebagai badan hukum milik negara menjadikan BI berhak melakukan tugas-tugas berdasarkan Undang-Undang Bank Sentral. Tugas yang diemban oleh BI pada saat itu adalah menjaga stabilitas rupiah,
menyelenggarakan
peredaran
uang
di
Indonesia,
memajukan
perkembangan urusan kredit, dan melakukan pengawasan pada urusan kredit tersebut. Adapun hubungan BI dengan pemerintah pada saat itu telah ditetapkan sesuai dengan UU No. 11 tahun 1953 (sekaligus mencabut De Javasche Bankweet 1922 dan UU tanggal 31 Maret 1922), bahwa BI wajib menyelenggarakan kas umum negara dan berperan sebagai pemegang kas pemerintah Republik Indonesia (RI). Selain itu, BI juga memberikan uang muka dalam rekening koran kepada pemerintah. Berdasarkan pasal 21 UU tersebut, pimpinan BI adalah Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasihat. Sementara Dewan Moneter terdiri atas Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, dan Gubernur BI yang bertugas menetapkan kebijakan umum moneter dan memberikan petunjuk kepada direksi berkaitan dengan kebijakan bank. Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1968 mengenai Bank Sentral yang sekaligus mencabut UndangUndang Nomor 11 tahun 1953. Berdasarkan UU No. 13 tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah; mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sementara peran Dewan Moneter masih sama dengan yang telah diatur dalam undang-undang sebelumnya. Pada tahun 1999, negara Indonesia mengalami gejolak perekonomian yang cukup keras yang disebabkan dampak kondisi ekonomi global pada saat itu. Bank Indonesia merupakan lembaga tinggi negara yang mengalami perubahan cukup drastis akibat krisis moneter pada saat itu. Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan UU No. 13 tahun 1968 dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional, untuk itulah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank Indonesia. Perubahan mendasar yang Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
40 dilakukan adalah status bank sentral yang independen yang diberikan kepada Bank Indonesia. Dengan demikian BI bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang. Selain itu tugas BI yang diarahkan pada satu sasaran (single objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini Bank Indonesia masih tetap didukung oleh tiga pilar utama lainnya yaitu pengendalian
moneter
dengan
prinsip
kehati-hatian,
pengaturan
sistem
pembayaran yang cepat dan tepat, serta pengawasan sistem perbankan dan keuangan yang sehat. Perubahan lainnya adalah keputusan untuk menghapus Dewan Moneter, sehingga tugas pengelolaan moneter sepenuhnya berada pada Bank Indonesia. Penerapan UU No. 23 tahun 1999 dinilai masih mengalami beberapa kelemahan, salah satunya mengenai independensi Bank Indonesia yang dinilai terlalu luas. Dengan menitikberatkan pada koordinasi yang lebih baik antara penyusunan kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil, serta terwujudnya prinsip keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangya dengan pengawasan dan tanggung jawab atas kinerjanya yang harus memenuhi akuntabilitas publik yang transparan, dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian dengan mengubah dan menyempurnakan UU. No. 23 tahun 1999. Pemerintah melakukan amandemen dengan menetapkan UU No. 3 tahun 2004 sebagai jawabannya. Selain berkaitan dengan independensi, beberapa poin penting yang diubah adalah pembentukan lembaga pengawasan bank yang mengawasi sektor jasa keuangan secara independen selambat-lambatnya 31 Desember 2010, dan pembentukan Badan Supervisi terhadap Bank Indonesia untuk membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Goncangan krisis ekonomi secara global pada tahun 2008 kemudian mendorong pemerintah untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999. Peraturan ini membahas mengenai kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
41 kesulitan pendanaan jangka pendek. Kebijakan ini terjadi karena pelaksanaan fungsi Bank Indonesia sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR) melalui pemberian fasilitas kredit pada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek (FPJP) dan dijamin dengan agunan berkualitas tinggi dan mudah dicairkan terutama mengenai kriteria agunan dirasakan sudah tidak sejalan dengan kondisi ekonomi pada saat itu. Pada tahun 1999, pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 mengenai penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2008. 3.1.2. Landasan Hukum Landasan hukum pertama Bank Indonesia telah diamanatkan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Pendirian Bank Indonesia memiliki landasan hukum sebagaimana telah diatur di dalam UndangUndang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2004 dan terakhir kali diamandemen menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 2009. Penyusunan undang-undang tersebut mengacu pada beberapa dasar hukum, yaitu: Pasal 23 D UUD 1945 (Amandemen keempat, tahun 2002), “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang” TAP MPR No. X/MPR/1998 (Bab IV Huruf A Butir 1a) “Penanggulangan krisis di bidang ekonomi bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar, tersedianya kebutuhan sembilan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga yang terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional. Agenda yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
42 a. Mewujudkan nilai tukar rupiah yang stabil dan wajar melalui pemilihan dan penetapan sistem nilai tukar untuk mengendalikan fluktuasi kurs. Karena itu, perlu diambil tindakan alternatif dari kebijakan
yang
telah
dilaksanakan.
Otoritas
moneter
harus
membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen yang dikukuhkan oleh Undang-undang tentang Bank Sentral yang memuat substansi mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan devisa, yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang. TAP MPR No. XVI/MPR/1998 (Pasal 9) “Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.” 3.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis Visi “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.” Misi “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.” Dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut, BI menetapkan nilai-nilai strategis yang terdiri atas Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas – Kebersamaan atau dikenal dengan sebutan (KITA - Kompak). Selain itu Bank Indonesiamenetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
43 1.
Terpeliharanya Kestabilan Moneter
2.
Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
3.
Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel
4.
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
5.
Memelihara SSK: (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank, surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi
6.
Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
7.
Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi
8.
Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan kerangka hukum
9.
Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.
3.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia Tugas Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai satu tujuan tunggal (single objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah dalam hal ini terdiri atas dua komponen, yaitu stabilitas rupiah terhadap harga barang dan jasa (stabilitas domestik/nasional) serta stabilitas rupiah dibandingkan dengan mata uang negara lain (stabilitas internasional). Kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang dan jasa tercermin dalam laju inflasi, sedangkan kestabilan terhadap mata uang negara lain tercermin dalam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Terhitung sejak tahun 2005, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utamanya, atau yang dinamakan dengan Inflation Targeting Framework serta menganut nilai tukar mengambang (free floating). Tujuan tunggal yang dianut oleh Bank Indonesia berbeda dengan multi-tujuan yang harus dicapai oleh Bank Indonesia sebelum reformasi, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai rupiah serta berperan sebagai kas negara. Tujuan tunggal yang kini dianut oleh Bank Indonesia sendiri memberikan kejelasan bagi Bank Indonesia untuk fokus dalam pemeliharaan stabilitas nilai rupiah. Status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral telah mengalami perubahan pasca reformasi. Sebelum reformasi, status Bank Indonesia Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
44 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1968 menyatakan bahwa BI termasuk ke dalam Pemerintah di bawah Departemen Keuangan. Sementara itu Dewan Moneter berperan melakukan perencanaan dan penetapan kebijakan moneter dan peran Bank Indonesia adalah melaksanakan kebijakan moneter yang telah disusun oleh Dewan Moneter tersebut. Setelah reformasi, status, kedudukan dan peranan Bank Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 yang memberikan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang melaksanakan fungsi otoritas moneter. BI ditetapkan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan tidak berada dalam campur tangan pemerintah/pihak lainnya. Hubungan pemerintah dan BI terbatas pada koordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. 3.1.5. Tugas Pokok Instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuan tunggalnya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah disebut dengan tugas pokok Bank Indonesia. Ada tiga pilar utama tugas pokok BI yang dilaksanakan guna mencapai tujuan tunggal Bank Indonesia yang digambarkan sebagai berikut:
3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia Sumber: www.bi.go.id diunduh pada tanggal 14 September 2012 pukul 10.03 WIB Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
45 1.
Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Pilar pertama yang kokoh menjaga tujuan tunggal Bank Indonesia adalah
penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Kebijakan ini berkaitan dengan pengaturan jumlah uang beredar guna menjaga tingkat inflasi yang dikenal dengan Inflation Targeting Framework. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu: a.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) OPT merupakan salah satu instrumen pengendalian moneter dengan cara mengatur jumlah uang beredar. Mekanisme pengendalian uang primer melalui OPT dilakukan melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), pembelian surat berharga, serta intervensi dalam pasar valuta asing.
b.
Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Minimum Requirement Reserve) Pengaturan Giro Wajib Minimum ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Kebijakan ini merupakan instrumen penentuan pencadangan sejumlah aktiva lancar oleh setiap bank kepada Bank Indonesia, yang besarannya dihitung berdasarkan persentase kewajiban segeranya. Pengendalian moneter dapat dilakukan oleh BI dengan menaikkan atau menurunkan besaran Giro Wajib Minimum yang harus dicadangkan oleh setiap bank.
c.
Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Rate) Instrumen ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya sebagai Lender of the Last Resort. Kebutuhan perbankan dalam memiliki buffer untuk menyerap risiko saat terjadi guncangan dalam kondisi perekonomian atau terkena dampak krisis membuat BI berkepentingan untuk menciptakan mekanisme pertahanan perbankan yang kuat.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
46 d.
Pengaturan Kredit atau Pembiayaan Merupakan kebijakan penetapan pertumbuhan atas penyaluran kredit atau pembiayaan oleh lembaga perbankan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pengendalian moneter.
e.
Pengelolaan Devisa Kebijakan moneter pengelolaan cadangan devisa dilaksanakan dengan menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun jenis investasi surat berharga. Pengelolaan cadangan devisa ini lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan dibandingkan maksimalisasi keuntungan. Dengan instrumen kebijakan ini, diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi dengan jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang memiliki kinerja yang lebih baik. Selain kelima instrumen tersebut, Bank Indonesia juga menerapkan
kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilisasi nilai rupiah terhadap nilai mata uang asing. Dalam perjalanannya, Bank Indonesia telah melakukan perubahan terhadap sistem nilai tukar. Selama kurun waktu 1970-1978, Bank Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap. Pada tahun 1978 hingga 1997 berubah menjadi sistem nilai tukar mengambang, dan terakhir sejak 14 Agustus 1997, Bank Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas. Hal ini berarti, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh kondisi pasar sehingga kurs benar-benar mencerminkan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Akan tetapi, untuk tetap menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia melakukan upaya sterilisasi pada pasar valuta asing pada saat-saat tertentu yang diperlukan. 2.
Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Tugas pengaturan dan penjagaan atas kelancaran sistem pembayaran yang
diemban oleh Bank Indonesia merupakan pilar kedua yang mendukung tercapainya tujuan tunggal Bank Indonesia. Dalam hal ini, kelancaran sistem pembayaran yang dimaksud adalah untuk jenis transaksi tunai maupun non-tunai. Untuk mengurangi risiko pembayaran antar bank dan meningkatkan efisiensi Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
47 pelayanan sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menetapkan kebijakankebijakan tertentu. Untuk jenis pembayaran tunai, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran. Sementara untuk jenis pembayaran non-tunai, Bank Indonesia menyediakan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yaitu layanan pembayaran berbasis elektronik. Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki
wewenang
memberikan
izin
kepada
instansi
tertentu
untuk
menyelenggarakan jasa sistem pembayaran seperti sistem kliring, transfer, maupun sistem pembayaran lainnya. 3.
Mengatur dan Mengawasi Bank Tugas pokok mengatur dan mengawasi bank, merupakan pilar ketiga yang
dijalankan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi pengawasan, serta memberikan sanksi terhadap bank. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2004 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor 23 thaun 1999, ditetapkan mengenai pengalihan tugas pengawasan dan pengaturan bank dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam kurun waktu paling lambat 31 Desember 2010. Akan tetapi, Undang-Undang OJK tersebut baru disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 dan menyatakan bahwa pengalihan tugas tersebut akan dilakukan pada 1 Januari 2013. Adapun OJK sendiri akan menjadi leburan Bapepam-LK dan Direktorat Pengawasan Bank di Bank Indonesia. 3.1.6. Struktur Organisasi Struktur organisasi Bank Indonesia (BI) terdiri atas Dewan Gubernur yang membawahi Komite, Direktorat (Satuan Kerja), dan jaringan kantor. Berdasarkan perkembangan terbaru, struktur organisasi BI difokuskan kepada dua tujuan utama yakni pencapaian stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan. Selain kedua Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
48 bidang tersebut yang mewakili tujuan utama, BI juga memiliki fungsi manajemen intern sebagai unit pendukung strategis (strategic support unit) yang terdiri atas manajemen strategis dan manajemen pendukung guna menjamin agar pelaksanaan tugas dari bidang-bidang utama tersebut dapat berjalan secara lancar, efektif, dan efisien. Selain itu, BI juga memiliki jaringan kantor yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jaringan kantor tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu Kantor Bank Indonesia (KBI) dan beberapa Kantor Perwakilan (KPw)
3.2. Struktur Organisasi Bank Indonesia Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011 Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
49 Penjelasan lebih jauh mengenai komponen dalam struktur organisasi BI adalah sebagai berikut: a. Dewan Gubernur Pada bagian teratas struktur organisasi BI adalah Dewan Gubernur sebagai pimpinan. Dalam UU No. 23 Tahun 1999 pasal 36 hingga 51 terdapat Peraturan terkait Dewan Gubernur dan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Dewan Gubernur terdiri dari satu orang Gubernur, satu orang Deputi Gubernur Senior, dan empat hingga tujuh orang Deputi Gubernur. Masa jabatan Dewan Gubernur adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali pada jabatan yang sama untuk satu periode berikutnya. Dewan Gubernur diusulkan dan diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR melalui mekanisme fit and proper test. Untuk Deputi Gubernur, pengusulan nama calon oleh presiden didasarkan pada rekomendasi Gubernur. RDG memiliki wewenang atas pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur yang memiliki kewenangan akhir untuk memutuskan. RDG dilaksanakan sekurangkurangnya satu kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter yang dapat dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili Pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara. RDG juga dilaksanakan sekurangkurangnya satu kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang prinsipil dan strategis. b. Komite-Komite Komite berkedudukan sebagai penghubung Dewan Gubernur dan manajemen (direktorat-direktorat). Komite merupakan forum yang beranggotakan beberapa Anggota Dewan Gubernur dan Pimpinan Satuan Kerja. Komite ini dibentuk untuk memfasilitasi dan mendukung hal-hal yang akan dibahas dan diputuskan dalam RDG atau ditindaklanjuti oleh Anggota Dewan Gubernur. Tujuan pembentukan komite ini antara lain: (1) meningkatkan kualitas dan mempercepat proses pengambilan keputusan; (2) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengambilan keputusan; dan (3) mendukung pengembangan Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
50 kepemimpinan dan kompetensi sumber daya manusia. Komite-komite tersebut terdiri dari: - Komite Kebijakan Moneter - Komite Stabilitas Sistem Keungan - Komite Pengaturan dan Pengawasan Perbankan - Komite Internasional - Komite Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja - Komite Sumber Daya Manusia Adapun tugas Komite adalah membahas, mematangkan dan memberikan rekomendasi atas materi yang bersifat Kebijakan Prinsipil dan Strategi (Strategic Policy) dan Kebijakan Operasional (Operational Policy) untuk memfasilitasi dan mendukung hal-hal yang akan diputuskan dalam RDG atau akan ditindaklanjuti oleh Anggota Dewan terkait lainnya. Sedangkan wewenang Komite adalah memberikan rekomendasi atas materi yang bersifat Kebijakan Prinsipil dan Strategi (Stategic Policy) dan Kebijakan Operasional (Operational Policy) kepada RDG atau Dewan Gubernur. c. Satuan Kerja (Direktorat)
BI mengelompokkan tiga bidang utama yang menggambarkan tugas pokoknya yaitu moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Pengelompokan juga dilakukan secara fungsional yakni stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, dimana bidang pengawasan perbankan dan sistem pembayaran berada di bawah fungsi stabilitas sistem keuangan sedangkan kebijakan moneter berada di bawah fungsi stabilitas moneter. Sebagai tambahan, terdapat satu kelompok bidang yang menjalankan fungsi manajemen intern sebagai pendukung strategis (strategic support). Tiga sektor utama dan satu sektor pendukung dalam organisasi BI membawahi direktorat-direktorat sebagai satuan kerja. Direktorat ini terdiri dari biro, bagian, dan tim sebagai unit kerja direktorat. Direktorat dipimpin oleh seorang Direktur.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
51 d. Jaringan Kantor Bank Indonesia memiliki jaringan kantor yang membantu pelaksanaan tugasnya baik di dalam maupun di luar negeri. Jaringan kantor di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) yang saat ini jumlahnya mencapai 41 kantor dan jaringan kantor sebagai perwakilan di luar negeri yang disebut Kantor Perwakilan (KPw) yang saat ini mencapai jumlah 4 kantor yang terletak di New York, London, Tokyo, dan Singapura. 3.1.7. Hubungan Kelembagaan Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan Bank Indonesia memiliki posisi yang unik yaitu, berada di luar pemerintahan dan tidak sejajar dengan BPK, DPR, MA, atau kementerian. Namun demikian, BI merupakan suatu lembaga negara yang masih memiliki hubungan kerja dan perlu melakukan koordinasi dengan badan pemerintahan lainnya. Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 pasal 21 ayat (1) telah dibahas mengenai hubungan bank sentral dengan pemerintahan, yakni pemerintah pusat dan bank sentral berkordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Koordinasi yang dilakukan oleh BI diantaranya adalah dengan presiden dan DPR yaitu dalam hal penyampaian informasi tertulis mengenai evaluasi perlaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter. Sementara koordinasi yang dilakukan dengan pemerintah dan DPR adalah salam penyampaian rencana dan realisasi anggaran tahunan, serta koordinasi dengan BPK dalam penyampaian laporan keuangan tahunan. Sementara dalam hal hubungan keuangan dengan pemerintah, BI berperan membantu penerbitan dan penempatan surat-surat utang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan untuk membeli sendiri surat-surat utang negara tersebut. Sedangkan dalam hal kerja operasional, BI bertindak sebagai pemegang kas pemerintah, menatausahakan seluruh rekening pemerintah, dan membantu pemerintah dalam urusan pinjaman luar negeri.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
52 3.1.8. Tatakelola Bank Indonesia Pasca reformasi setelah adanya krisis ekonomi 1997, Bank Indonesia merupakan salah satu lembaga negara yang mengalami tuntutan untuk meningkatkan tatakelola (good governance). Tantangan kelembagaan dan tatakelola tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah perubahan struktural serta globalisasi ekonomi dan keuangan, meluasnya demokratisasi sistem sosial politik di banyak negara, sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia, berkembangnya peran, tugas, dan tantangan bank sentral, teori dan kebijakan bank sentral yang terus berkembang (reformasi bank sentral), serta adanya penyempurnaan Undang-Undang bank sentral. Adapun reformasi kelembagaan dan penguatan tatakelola dalam BI sendiri terdiri atas beberapa aspek, yaitu kepemimpinan bank sentral, proses perumusan kebijakan, independensi bank sentral, serta akuntabilitas dan transparansi bank sentral. Sementara itu, Amtebrink (2004) menyampaikan tiga pilar tatakelola bank sentral, yaitu independensi, akuntabilitas, dan transparansi (Ahsan, Skullym dan Wickramanayke, 2006). Berdasarkan penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa agar independensi BI dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka BI dituntut untuk transparan dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik. 1.
Independensi Bank Indonesia Independensi bank sentral diartikan sebagai kebebasan untuk dapat
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan politik dan campur tangan dari pihak lain. Fukuyuma (2004) mengungkapkan bahwa sebuah bank sentral harus dibangun dan diposisikan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh tekanan “demokratis” politik jangka pendek Terdapat tiga poin mengenai independensi BI, yaitu: a.
Dari sisi principal-agent theory, pemberian mandat yang jelas dari publik (principal) kepada BI (agent) untuk pemfokusan tujuan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
53 b.
Dengan mandat yang jelas yang diatur dalam UU, BI perlu diberikan kewenangan penuh dalam kebijakan moneternya untuk mencapai tujuan yang telah dimandatkan.
c.
Dengan kewenangan yang penuh, perlu ada suatu mekanisme bagi pertanggung-jawaban pelaksanaan kebijakan melalui akuntabilitas kepada DPR dan transparansi kepada publik.
Adapun berdasarkan UU No, 23 tahun 1999 (PPSK, 2010) indpendensi bank sentral telah diatur dengan penjelasan sebagai berikut:
Legal independence, sesuai pasal 4 ayat 2
Goal independence, sesuai pasal 10 ayat 1(a)-penjelasan
Instrument independence, sesuai pasal 10 ayat 1b
Personal independence, sesuai pasal 9
Budget independence, sesuai pasal 60 ayat 2
2.
Transparansi Bank Indonesia
Tuntutan mengenai peningkatan transparansi BI karena adanya beberapa pertimbangan, yaitu: a.
Meningkatnya independensi BI seiring dengan meluasnya demokratisasi politik.
b.
Penetapan kebijakan moneter dengan Inflation Targeting Framework yang menuntut transparansi yang lebih luas.
c.
Pentingnya transparansi dan komunikasi kepada pasar dan para pelaku ekonomi untuk pengelolaan ekspektasi terhadap arah kebijakan BI. Adapun transparansi yang dilakukan oleh BI ditujukan kepada Parlemen,
pemerintah, pasar, para pemerhati bank sentral, dan media masa. Sementara strategi komunikasi yang dilakukan oleh BI adalah melalui konferensi dan siaran pers, publikasi laporan dan hasil penelitian, diskusi dengan perbankan, dunia usaha dan para pakar, serta seminar dan program komunikasi lainnya,.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
54 Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004, transparansi yang dilakukan oleh BI diantaranya:
Penyampaian informasi kepada masyarakat luas pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan tahun sebelumnya, serta rencana kebijakan dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang.
Komunikasi secara berkala atas keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) baik melalui press release amupun press conference.
Penerbitan berbagai publikasi seperti Tinjauan Kebijakan Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, dan Laporan Tahunan, juga statistik dan hasil-hasil penelitian.
Penyampaian laporan triwulanan dan tahunan kepada Pemerintah sebagai informasi
Diskusi dan program sosialisasi lainnya dengan pakar, dunia udaha, perbankan, dan media di pusat dan daerah.
Pengembangan kurikulum kebanksentralan di dunia pendidikan.
3.
Akuntabilitas Bank Indonesia
Berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia, akuntabilitas BI kepada DPR dan publik secara langsung. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa instrumen, yaitu: a.
Audit Kinerja
Penyampaian laporan tertulis mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang secara tahunan dan triwulanan kepada DPR, Pemerintah, dan masyarakat (melalui media massa).
Laporan tersebut digunakan DPR sebagai bahan evaluasi/penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan BI sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR.
DPR
dapat
meminta
penjelasan
mengenai
pelaksanaan
tugas
dan
wewenangnya, termasuk penilaian kinerja BI. Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
55 b.
Audit Anggaran – Keuangan
Penyampaian anggaran secara operasional untuk mendapatkan persetujuan DPR dan penyampaian anggaran kebijakan secara khusus kepada DPR.
Pemeriksaan keuangan oleh BPK dan penyampaian laporannya kepada DPR sebagai bahan untuk evaluasi kinerja keuangan BI.
Penyampaian laporan keuangan tahunan kepada masyarakat (melalui media massa).
c.
Pengawasan Lainnya
Pembentukan Badan Supervisi untuk membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu, yaitu Badan Supervisi Bank Indonesia.
3.2.
Kondisi Terkini Balanced Scorecard Bank Indonesia Gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard BI sendiri dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu gambaran mengenai Balanced Scorecard BI-wide, serta Balanced Scorecard yang telah diturunkan ke beberapa unit organisasi BI. Dalam penggambaran mengenai kondisi terkini Balanced Scorecard BI, diambil dua satuan kerja BI sebagai sampel gambaran cascading atas Balanced Scorecard BIwide. BI sendiri mengelompokkan satuan kerja utama di dalamnya berdasarkan tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh BI, yaitu menetapkan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjaga kelancaran sistem sistem pembayaran. Sementara sebagai tambahan terdapat satu kelompok bidang yang berfungsi sebagai unit pendukung (strategic support) yang disebut sebagai manajemen internal. Untuk unit satuan kerja utama, Direktorat Riset dan Kebijakan Ekonomi Moneter (DKM) menjadi sampel penelitian, sementara untuk unit pendukung dipilih Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI). Pemilihan kedua satuan kerja tersebut sebagai sampel penelitian didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard dan penurunannya di tingkat satuan kerja, baik itu pada satuan kerja utama (dalam hal ini diwakili oleh DKM) dan satuan kerja pendukung (dalam hal ini diwakili oleh DPSI). Adapun pemilihan sampel untuk satuan kerja utama dan pendukung dilakukan Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
56 secara acak untuk mendapatkan sampel yang lebih obyektif dan menghindari bias. Sementara itu pengambilan sampel mengenai kantor perwakilan baik dalam negeri maupun luar negeri tidak dilakukan mengingat keterbatasan waktu penelitian dan fokus yang diharapkan dapat dibentuk melalui tiga sampel yang digunakan. Berikut adalah gambaran mengenai Balanced Scorecard BI dan satuan kerja terkait: 3.2.1. Balanced Scorecard Bank Indonesia – wide Balanced Scorecard BI-wide atau yang juga dikenal dengan parenthal balanced scorecard adalah suatu gambaran strategis yang komprehensif mengenai visi, misi, nilai strategis, hingga diturunkan ke dalam berbagai sasaran strategis, indikator kinerja utama, dan program kerja yang ingin dicapai oleh BI. Sejak pertama kali disusun dan diimplementasikan pada tahun 2002, telah terjadi berbagai evolusi terkait dengan Balanced Scorecard BI-wide yang bertujuan untuk menyempurnakan konsep dan implementasinya. Untuk tahun 2012 sendiri, BI telah menyusun suatu peta strategis yang memberikan gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard yang dianut oleh BI. Peta strategis ini disusun pada periode sebelumnya, yaitu pada tahun 2011. Berikut adalah gambaran peta strategis BI pada tahun 2012:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
57
3.3. Peta Strategi Bank Indonesia-wide tahun 2012 Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Startegis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Dalam peta strategis tersebut hanya digambarkan mengenai sasaran strategis yang ingin dicapai oleh BI pada tahun 2012. Peta strategis tersebut disusun pada tahun 2011 dan menggambarkan lima perspektif yang digunakan dalam Balanced Scorecard BI, yaitu: 1.
Perspektif Stakeholders, merupakan perspektif yang menjadi outcome dalam Balanced Scorecard BI. Hal ini mengingat aktivitas utama BI sebagai bank sentral Indonesia yang melayani para stakeholders, sehingga perspektif terhadap stakeholders menjadi perspektif yang menjadi hasil akhir pencapaian seluruh aktivitas yang dilakukan oleh BI (lag indicator).
2.
Perspektif Proses Internal merupakan perspektif yang fokus dalam penyempurnaan proses-proses internal yang menjadi kunci bagi keberhasilan BI. Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
58 3.
Perspektif Finansial, merupakan perspektif yang membahas mengenai aspek keuangan dalam BI yang juga diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang BI sebagai bank sentral.
4.
Perspektif Good Governance, adalah perspektif yang mendukung perspektif internal yang membahas mengenai pentingnya tatakelola yang baik dalam tubuh BI sebagai bentuk tanggung jawab atas independensi BI.
5.
Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang memfokuskan pada aspek pembelajaran dan peningkatan kualitas internal BI ke depannya. Sementara itu terkait dengan sasaran strategis (SS) yang ada di level BI-
wide, terdapat 17 sasaran strategis dengan penjelasan sebagai berikut:
SS1: (Stabilitas Nilai Rupiah) adalah sasaran strategis akhir yang menjadi final outcome Bank Indonesia, dimana pencapaian dari seluruh sasaran strategis yang ada dalam setiap perspektif diharapkan dapat membantu pencapaian SS ini.
SS2: (Bauran Kebijakan Moneter yang Efektif) adalah SS yang berada di bawah tanggung jawab beberapa direktorat yang menangani masalah moneter (DKM, DPM, DSM, DPD) dengan
fokus mengenai pembentukan dan
pelaksanaan kebijakan moneter sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimana SS ini akan diturunkan kepada satker yang terkait.
SS3: (Sistem Perbankan yang Sehat, Stabil, dan Efisien) adalah SS yang berada di bawah beberapa direktorat yang menangani masalah stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada pengaturan dan pengawasan bank sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimana SS ini akan diturunkan kepada satker yang terkait.
SS 4: (Sistem Pembayaran yang Aman dan Efisien) adalah SS yang berada di bawah beberapa direktorat yang menangani masalah stabilitas sistem keuangan dengan fokus pada pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem pembayaran sebagai salah satu tugas pokok BI. Dimaana SS ini akan diturunkan kepada satker terkait.
SS 5 – SS 12: adalah SS yang ada dalam perspektif proses internal, dimana SS tersebut akan diturunkan kepada beberapa satker terkait yang memiliki Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
59 relevansi dengan tujuan dari pelaksanaan SS tersebut dan mendukung pencapaian dalam SS pada perspektif stakeholders.
SS 13: (Mengelola Keuangan BI secara Optimal) adalah SS tunggal yang ada dalam perspektif finansial dimana SS ini fokus dalam pengelolaan pendapatan serta penggunaan anggaran yang efisien dalam mencapai strategi BI. Adapun SS ini sendiri akan diturunkan kepada setiap satker.
SS 14: (Meningkatkan Good Governance BI) adalah SS tunggal dalam perspektif tatakelola dimana SS ini akan diturunkan kepada setiap satker.
SS 15: (Mempercepat Pemenuhan Kuantitas & Kualitas SDM) adalah SS yang ada dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dimana SS ini sendiri berada di bawah tanggung jawab Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) dan diturunkan kepada setiap satker.
SS 16: (Menata Organisasi dan Proses Kerja yang Terintegrasi) adalah SS yang ada dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dimana SS ini akan diturunkan kepada seluruh satker.
SS 17: (Mengintegrasikan Sistem Informasi) adalah SS terakhir yang ada dalam konsep Balanced Scorecard level BI-wide di bawah tanggung jawab Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) dan diturunkan kepada setiap satker.
Sementara itu gambaran konsep Balanced Scorecard untuk dua direktorat sampel adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
60 3.2.2. Balanced Scorecard Direktorat Riset dan Kebijakan Ekonomi Moneter (DKM)
3.4. Peta Strategi Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia tahun 2012 Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
61 Sama halnya dengan Balanced Scorecard yang ada pada level BI-wide, dalam Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (DKM), juga terdapat lima perspektif yang membangun konsep Balanced Scorecard unit bisnis BI, yaitu: 1.
Perspektif Stakeholders, yang berkedudukan sebagai outcome. Dimana untuk DKM sendiri stakeholders yang menjadi sasaran pencapaian strategi adalah dunia usaha, perbankan, dan masyarakat dengan SS.1. sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai melalui pencapaian berbagai sasaran strategis dalam perspektif lainnya.
2.
Perspektif Internal Process, merupakan perspektif yang fokus pada upaya BI untuk memperbaiki proses internalnya guna mendukung pencapaian outcome.
3.
Perspektif Financial, adalah perspektif yang bertujuan mendukung perspektif internal process dengan fokus untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan DKM.
4.
Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang berada di tingkat paling bawah dengan tujuan meningkatkan proses pembelajaran dan pengembangan di DKM.
5.
Perspektif Good Governance, merupakan perspektif yang mendukung perspektif learning and growth sebagai bentuk keinginan DKM untuk menciptakan tatakelola yang baik.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
62 3.2.3. Balanced Scorecard Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI)
3.5. Peta Strategi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia tahun 2012 Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Sementara di Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) BI sendiri terdapat lima perspektif yang membangun Balanced Scorecard, yaitu: Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
63 1.
Perspektif Stakeholders, dalam perspektif ini terdapat dua sasaran strategis yang ingin dicapai oleh DPSI sebagai outcome (lag indicators).
2.
Perspektif Internal Process, sama dengan konsep Balanced Scorecard di level BI-wide maupun DKM, perspektif ini bertujuan untuk meningkatkan proses internal DPSI guna mendukung pencapaian sasaran strategis dalam perspektif stakeholders.
3.
Perspektif Financial, merupakan perspektif yang bertujuan memaksimalkan pengelolaan keuangan di DPSI. Sama halnya seperti di tingkat BI-wide dan DKM.
4.
Perspektif Learning and Growth, merupakan perspektif yang bertujuan meningkatkan pembelajaran dan pengembangan di DPSI guna menunjang sasaran strategis dalam perspektif sebelumnya.
5.
Perspektif Good Governance, merupakan perspektif yang muncul dengan tujuan menciptakan tatakelola yang baik di DPSI. Sama halnya dengan level BI-wide dan DKM.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab utama yang berisi analisis secara mendalam mengenai konsep Balanced Scorecard Bank Indonesia serta implementasi strategi ke dalam operasional sehari-hari. Pembahasan akan dibagi menjadi tujuh topik besar sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan dalam Bab 1 mengenai eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. Hal ini bertujuan agar didapatkan suatu gambaran yang komprehensif mengenai konsepsi Balanced Scorecard hingga implementasi serta berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia. Berdasarkan kerangka teoritis mengenai eksekusi strategi ke dalam operasi organisasi yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton (2008) dan telah disesuaikan dengan konteks pemerintahan atau organisasi non profit, maka dapat digambarkan enam langkah yang dimulai dengan pengembangan strategi hingga proses tes dan adaptasi, seperti yang telah dibahas dalam Bab 2. Sementara dalam BI sendiri telah dikembangkan suatu siklus yang dinamakan siklus manajemen stratejik. Dalam siklus ini terdapat lima langkah yang dilakukan oleh BI setiap tahunnya, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
64
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
65
4.1. Siklus Manajemen Stratejik Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Pada dasarnya kegiatan atau langkah-langkah yang ditempuh oleh BI dalam eksekusi strateginya sama dengan kerangka yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. Berikut adalah analisis yang telah dilakukan untuk setiap tahapan eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard di BI: 4.1.
Analisis Proses Pengembangan Strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia Dalam tahapan pengembangan dan perencanaan strategi, BI melakukan
suatu rangkaian kegiatan yang dinamakan Forum Strategis (FORSTRA), di dalamnya terdapat Board Retreat dan komunikasi Forstra yang menghasilkan produk-produk seperti visi, misi, nilai strategis, dan peta strategis BI yang terdiri atas sasaran strategis, indikator kinerja utama, dan target indikator kinerja utama serta draf program kerja. Forstra sendiri dihadiri oleh Dewan Gubernur untuk bertemu dan melakukan diskusi guna pengambilan keputusan strategis BI.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
66 Forstra merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat penting keberadaannya di BI. Diawali dengan rangkaian kegiatan pra-Forstra, dimana dibentuk tim kerja yang bertugas membantu Dewan Gubernur dalam mempersiapkan berbagai materi yang akan dibahas dalam Forstra yang dilaksanakan pada bulan Juli setiap tahunnya. Setelah rangkaian kegiatan praForstra dilalui hingga seluruh materi yang diperlukan telah siap, maka dilaksanakanlah rangkaian kegiatan Forstra. Forstra sendiri pada dasarnya adalah rapat
yang
dihadiri
oleh
Dewan
Gubernur
untuk
merumuskan
dan
mengembangkan strategi. Dalam pelaksanaannya Dewan Gubernur dapat mengundang mitra diskusi, yaitu beberapa Pimpinan Satuan Kerja tertentu. Setelah Forstra dilakukan dan diperoleh strategi yang akan dilaksanakan pada tahun
mendatang,
rangkaian
kegiatan
selanjutnya
pasca-Forstra
adalah
komunikasi Forstra, yang bertujuan untuk menyampaikan hasil Forstra kepada seluruh individu di BI secara bertahap. Terdapat enam kegiatan yang dilakukan dalam Forstra, yaitu: 1.
Penetapan misi, visi, dan nilai strategis BI
2.
Analisis lingkungan strategis
3.
Kerangka perumusan strategis (destination statement)
4.
Penyusunan matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI
5.
Penyusunan peta strategi BI
6.
Penyusunan program kerja inisiatif BI
Pengembangan Strategi BI
Perencanaan Strategi BI
Dalam tahap pengembangan strategi terdapat beberapa proses yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Proses pertama yang dilakukan adalah pengembangan misi, visi, dan nilai strategis. Dalam tahap ini relatif tidak dilakukan perubahan terhadap misi, visi, dan nilai strategis BI terutama sejak BI mendapatkan mandat untuk mencapai tugas tunggal (single objective) yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah pasca krisis moneter. Karena BI merupakan suatu lembaga keuangan negara yang berkedudukan sebagai bank sentral Indonesia menyebabkan keberadaan dan kedudukan BI relatif dalam kondisi yang stabil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan berorientasi profit yang lebih sering mengalami perubahan karena tuntutan untuk Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
67 mempertahankan posisinya dalam persaingan pasar. Keberadaan dan tujuan pendirian BI sebagai bank sentral yang relatif konstan ini membuat tahapan penilaian ulang mengenai misi, visi, dan nilai strategis relatif berjalan singkat tanpa perubahan berarti. Proses kedua yang dijalankan oleh BI dalam tahapan pengembangan strategi adalah analisis strategi. Hal ini perlu digarisbawahi karena meskipun posisi BI dalam pemerintahan negara yang relatif stabil tanpa mendapatkan tuntutan untuk berkompetisi dengan lembaga lainnya, hal ini bukan berarti BI dapat mengabaikan berbagai faktor lain yang mempengaruhi kinerja dan keberhasilan pencapaian tujuan BI. Setiap tahunnya, BI tetap melakukan proses analisis
strategi
yang
dikenal
sebagai
Analisis
Lingkungan
Strategis
(environmental scanning). Berikut adalah gambaran analisis lingkungan strategis BI:
4.2. Analisis Lingkungan Strategis Bank Indonesia Sumber: Hasil Forum Strategis (FORSTRA) Bank Indonesia. Telah diolah kembali.
Dalam analisis lingkungan strategis ini beberapa komponen yang menjadi bahan pembahasan adalah review keadaan makroekonomi Indonesia hingga saat dilakukan analisis tersebut, berbagai usulan isu strategis yang diajukan oleh satuan kerja BI, serta berbagai aspek lain yang mempengaruhi kinerja BI. Terdapat lima aspek yang dianalisis dalam tahapan ini, yaitu: Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
68 1.
Aspek Hukum, sebagai lembaga keuangan negara yang menempati kedudukan tertinggi dalam posisinya sebagai bank sentral, keberadaan BI sangat lekat dengan aspek hukum. Hal ini baik berupa aturan hukum atau undang-undang terkait yang mengatur tentang BI maupun berbagai produk hukum yang dihasilkan oleh BI seperti peraturan, ketetapan, dan keputusan. Setiap tahunnya BI mempertimbangkan produk hukum yang dianggap memiliki pengaruh terhadap posisi dan kinerja BI yang dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu Amandemen UU BI, UU lainnya dan RUU terkait.
2.
Aspek Internasional, berkaitan dengan kedudukan BI sebagai bank sentral tentunya tugas dan kebijakan yang dikeluarkan oleh BI akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh kondisi eksternal, salah satunya adalah kondisi internasional.
3.
Aspek Regional, adalah berkaitan dengan kondisi Indonesia dalam konteksnya sebagai anggota beberapa kerjasama multilateral yang dibentuk berdasarkan kondisi geografis. Beberapa wacana dalam aspek regional serta kondisi regional tempat Indonesia berada tentu memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kondisi Indonesia yang pada akhirnya juga mempengaruhi kebijakan BI sebagai bank sentral.
4.
Aspek Nasional, merupakan aspek penting yang memberikan pengaruh langsung terhadap kebijakan yang diproduksi oleh BI selaku bank sentral. Aspek ini meliputi kondisi perekonomian, politik, serta berbagai isu nasional penting lainnya yang dianggap perlu mendapat sorotan karena ditengarai berpengaruh cukup signifikan.
5.
Aspek Internal, adalah aspek yang berkaitan dengan kondisi internal BI pada tahun berjalan. Hal ini juga dianggap mempengaruhi kebijakan BI.
Sementara berdasarkan analisis yang dilakukan dengan dihadiri oleh perwakilan dari setiap satuan kerja, BI kemudian dapat meringkas dan mensortir puluhan isu yang diajukan menjadi beberapa isu penting yang dianggap relevan dalam tahun berjalan. Langkah ketiga yang dilakukan dalam tahapan ini adalah formulasi strategi BI. Strategi yang diformulasikan dalam langkah ini khususnya adalah Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
69 strategi tahunan yang akan dilaksanakan oleh BI. Selain itu BI juga menggunakan pendekatan pernyataan tujuan (Destination Statement (DS)) sebagai gambaran (snapshot) atas apa yang ingin dicapai oleh organisasi dalam beberapa tahun ke depan (jangka menengah). Penggunaan pernyataan tujuan bermanfaat untuk menggambarkan suatu kondisi yang lebih spesifik daripada visi ditetapkan untuk dicapai dalam target waktu tertentu. Berikut adalah kerangka perumusan strategis yang disusun oleh BI:
4.3. Kerangka Perumusan Strategi Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
BI sendiri mulai menerapkan pendekatan pernyataan tujuan dari tahun 2008, dengan mengembangkan suatu kerangka perumusan strategi seperti gambaran di atas diharapkan meningkatkan kapabilitas BI dalam menerjemahkan visi, misi, dan nilai strategis BI ke dalam suatu tujuan yang lebih jelas dan terarah Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
70 untuk ditargetkan mampu dicapai dalam kurun waktu lima tahun mendatang yang disesuaikan dengan masa jabatan Dewan Gubernur. Pernyataan tujuan BI sendiri difokuskan dalam tiga hal sesuai dengan tugas pokok BI, yaitu menciptakan dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang ditunjang oleh tiga pilar yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, serta mengatur dan mnejaga kelancaran sistem permbayaran. Hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan BI dalam menyusun strategi tahunan yang lebih baik dan terarah sesuai dengan pernyataan tujuan yang ditetapkan dalam jangka menengah. Penyusunan kerangka perumusan strategis yang demikian dirasakan telah mampu memberikan gambaran yang lebih jelas oleh seluruh bagian BI dibandingkan dengan pada saat awal penyusunan Balanced Scorecard BI. Berikut adalah gambaran pernyataan tujuan BI hingga tahun 2013:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
71
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
72
4.2.
Analisis Proses Perencanaan Strategi dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia Tahapan perencanaan strategi dalam eksekusi strategi sebenarnya beririsan
dengan tahapan pengembangan strategi. Hal ini dikarenakan BI memutuskan untuk menggabungkan keduanya dalam satu rangkaian kegiatan Forstra. Hal ini terkait dengan mekanisme birokrasi di BI, dimana segala keputusan harus diambil oleh Dewan Gubernur sebagai pemegang keputusan tertinggi di BI. Sehingga walaupun rangkaian kegiatan melibatkan banyak pihak, namun langkah terakhir yang harus dilakukan merupakan tanggung jawab dan wewenang Dewan Gubernur yang dilaksanakan melalui Forstra. Kegiatan keempat hingga keenam yang dilakukan dalam Forstra termasuk dalam tahapan perencanaan strategi. Dalam tahapan pengembangan strategi terdapat beberapa komponen yang menjadi fokus pembahasan, diantaranya: (1) peta strategis, (2) ukuran dan target, (3) portofolio inisiatif, dan (4) pendanaan (STRATEX). Sementara itu pembahasan yang dilakukan meliputi dua bagian, yaitu mengenai prinsip dan perspektif Balanced Scorecard BI yang tercermin dalam Peta Strategis BI serta mekanisme pengembangan strategi yang dilakukan oleh BI. 4.2.1. Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard Bank Indonesia Gambaran mengenai konsep Balanced Scorecard BI sendiri sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab 3 direpresentasikan oleh Peta Strategis BI tahun 2012. Peta strategis tersebut menggambarkan lima perspektif yang dimiliki oleh Balanced Scorecard BI, dimana setiap perspektif memiliki sasaran strategis yang ingin dicapai. Kaplan dan Norton (1996a, 1996b, 1996c) memperkenalkan tiga prinsip yang menghubungkan Balanced Scorecard dengan strategi organisasi: (1) hubungan sebab-akibat, (2) performance drivers, (3) keterkaitan dengan tujuan finansial. Sementara berdasarkan gambaran Peta Strategis BI sendiri keberadaan tiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Hubungan sebab-akibat, dalam Peta Strategis BI telah digambarkan hubungan sebab-akibat antara sasaran strategis dalam satu perspektif dengan sasaran strategis yang berada dalam perspektif lain atau perspektif yang sama. Hal ini
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
73
menunjukkan hipotesis yang dibangun mengenai keterkaitan antar sasaran strategis. Semua sasaran strategis bermuara pada sasaran strategis yang menjadi tujuan akhir (final outcome) yang ingin dicapai, baik di level BI-wide maupun satuan kerja. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam Peta Strategis BI-wide dan DKM hubungan sebab-akibat ini sudah tergambar dengan jelas melalui alur tanda panah, dimana perspektif Financial, Good Governance, dan Learning and Growth disusun untuk mendukung seluruh sasaran strategis dalam perspektif Internal Process. Sementara setiap sasaran strategis dalam perspektif Internal Process memiliki keterkaitan dengan sasaran strategis dalam perspektif Stakeholders dan yang ada dalam perspektif itu sendiri begitu pula dengan sasaran strategis yang ada dalam perspektif Stakeholders. Namun demikian hubungan sebab-akibat tidak digambarkan dalam metode yang sama untuk Peta Strategis DPSI. Setiap sasaran strategis tidak digambarkan kaitan satu dengan yang lain dengan menggunakan tanda panah. Hal ini sebenarnya dapat dibenarkan, karena penggambaran hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis tidak harus melalui penggambaran tanda panah. Namun demikian hal ini perlu digarisbawahi karena masih adanya kelemahan berupa inkonsistensi penggambaran hubungan sebab-akibat dalam Peta Strategis di BI. 2.
Performance Drivers, dalam mencapai Sasaran strategis yang telah ditentukan dalam setiap perspektif, BI sendiri telah mengembangkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang digunakan sebagai ukuran pencapaian target-target yang disusun guna mendukung pencapaian sasaran strategis tersebut. IKU tersebut kemudian diterjemahkan dalam Program Kerja (PK), yaitu strategi yang mendeskripsikan aktivitas yang harus dilaksanakan oleh BI maupun satuan kerja. PK sendiri kemudian dibagi menjadi PK inisiatif dan non-inisiatif yang akan dibahas lebih lanjut dalam sub pokok pembahasan berikutnya. Sementara masing-masing PK dijabarkan ke dalam detail PK yang menggambarkan rincian kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mendukung PK. Secara prinsip, BI telah mengembangkan perangkat performance drivers yang bertujuan mendorong pencapaian sasaran strategis. Penyusunan komponen Peta Strategis BI sendiri terdiri dari sasaran strategi
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
74
(baik level BI maupun Satuan Kerja) dan performance drivers, yang terdiri atas IKU, PK dan detail PK. Keterkaitan antara sasaran strategis dan IKU sendiri telah cukup baik, begitu pula dengan PK. Namun demikian, masih terdapat beberapa masalah terkait dengan performance drivers. Berikut ini adalah pemetaan beberapa contoh permasalahan dalam performance drivers: Tabel 4.1. Analisis Permasalahan Performance Drivers No. 1.
Permasalahan Ketidaksesuaian linkage
Contoh Contohnya adalah detail PK “Pengadaan Jasa
antara Konsultan Microsoft PSS” dikaitkan dengan PK
detail PK dan PK
75 “Pelaksanaan Operasional TI”, padahal ada PK 77 “Pengadaan Barang dan Jasa TI”.
2.
Inkonsistensi
Beberapa PK yang memiliki nama ganda untuk
kode dan nama kode PK yang sama di DKM, seperti PK 01 di PK
DKM yang memiliki dua nama, yaitu PK 01 “Penguatan moneter
framework dan
bauran
kebijakan
makroprudensial
(termasuk
penguatan TPI/TPID)” dan PK 01 “Analisis dan kajian isu-isu strategis terkait ekonomi dan moneter”
serta
PK
05
yang
dinamakan
“Pelaksanaan koordinasi Tim Pengendali Inflasi” dan
“Pemanfaatan
Crisis
Management
Protocol”. 3.
Detail PK Satker Contohnya
detail
PK
“Kerajsama
dengan
yang sama namun stakeholders”, “Evaluasi telkomex”, “Pengadaan dikaitkan dengan Jasa Konsultan Microsoft PSS”, “Pelaksanaan PK yang berbeda Knowledge Sharing (Kamisan)”, dan beberapa antara
suatu detail PK lain yang dikaitkan dengan PK 49
Satker
dengan “Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia”
Satker lainnya
di DPSI sementara di DTI terkait dengan PK 75 “Pelaksanaan Operasional TI”.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
75
3.
Keterkaitan dengan tujuan finansial, tidak diterapkan dalam Balanced Scorecard BI mengingat BI bukan merupakan perusahaan yang berorientasi profit, sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai oleh BI bukanlah perspektif finansial melainkan perspektif stakeholders. Dalam Peta Strategis BI sendiri telah dapat tergambar bahwa sasaran strategis yang menjadi lag indicators berada dalam perspektif stakeholders, dimana SS.1. menjadi final outcome yang ingin dicapai oleh BI. Hal ini dapat dilihat dalam Peta Strategis level BIwide dan DKM, sementara dalam Peta Strategis DPSI sendiri final outcome tidak tergambar dengan menggunakan alur tanda panah apakah SS.1. atau SS.2. dalam perspektif stakeholders yang menjadi tujuan akhir, ataukah kedua Sasaran strategis tersebut. Hal ini kembali menunjukkan adanya masalah inkonsistensi dalam Peta Strategis BI yang harus ditangani. Salah satu peran Balanced Scorecard dalam perusahaan adalah sebagai
sistem pengukuran yang menggambarkan empat perspektif yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk menggambarkan tujuan akhir serta value creation untuk mencapainya, yaitu perspektif financial, customer, internal process, dan learning and growth (Kaplan dan Norton, 2000). Hal yang menarik dalam Balanced Scorecard BI adalah karakteristiknya yang berbeda dengan Balanced Scorecard perusahaan berorientasi profit pada umumnya. Perspektif yang dibangun dalam Balanced Scorecard BI berbeda, pun demikian dengan perspektif yang menjadi tujuan utama pencapaian strategi BI. Berdasarkan sampel yang digunakan dalam penelitian, yaitu Balanced Scorecard level BI-wide, DKM, dan DPSI dapat terlihat perspektif-perspektif yang ada serta kedudukannya. Dalam peta strategis tersebut dapat digambarkan adanya lima perspektif yang menjadi komponen pembentuk Balanced Scorecard level BI-wide dan satuan kerja. Jika diruntut ke belakang, pada masa awal pembentukan Balanced Scorecard BI, perspektif yang diajukan oleh Tim Pamka pada waktu itu adalah empat perspektif, yaitu perspektif stakeholders (stakeholders perspective), perspektif proses internal (internal process perspective), perspektif keuangan (financial perspective), dan perspektif pembelajaran dan pengembangan (learning and growth perspective), sesuai dengan pedoman LAN (2008). Namun demikian
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
76
seiring dengan berjalannya waktu implementasi Balanced Scorecard, BI merasakan perlunya suatu perspektif baru yang dianggap cukup penting keberadaannya dalam penyusunan dan pencapaian sasaran strategis BI, yaitu perspektif tatakelola (good corporate governance perspective). Adapun analisis mendalam mengenai masing-masing perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard level BI-wide dan satuan kerja adalah sebagai berikut: 1.
Perspektif Stakeholders (Stakeholders Perspective) Perspektif stakeholders merupakan perspektif outcome yang ada dalam
Balanced Scorecard BI dan berada pada lapisan paling atas (top). Hal ini tentu berbeda dengan perusahaan berorientasi profit yang menggunakan perspektif keuangan sebagai perspektif outcome, karena seluruh kegiatan dan pencapaian dari perspektif lainnya dibentuk guna mewujudkan sasaran strategis dalam perspektif keuangan seperti pencapaian profit dalam jumlah tertentu. Jika dikaitkan dengan isu tatakelola sendiri, terdapat dua paradigma yang berlawanan antara share-holding dan stake-holding (Letza, Sun dan Kirkbride, 2004). Di BI sendiri sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang, maka berdiri dan terselenggaranya bank sentral di Indonesia bertujuan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan stakeholder-nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa BI menganut pola stake-holding governance. Untuk itu pencapaian sasaran strategis dalam perspektif ini menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh BI terkait dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh BI guna mencapai berbagai perspektif yang lain. Stakeholders BI sendiri dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu stakeholders primer dan sekunder. Stakeholders primer terdiri dari masyarakat umum (publik), DPR, Pemerintah, dan kalangan perbankan. Sementara stakeholders sekunder meliputi institusi keuangan internasional dan sektor bisnis. Perspektif stakeholders BI menggantikan perspektif customer yang lazim digunakan oleh perusahaan berorientasi profit. Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa ada dua ukuran yang lazim digunakan dalam perspektif customer, yaitu customer core measurement dan value proposition. Sementara dalam perspektif stakeholders BI sendiri juga terdapat stakeholders core
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
77
measurement, yang digambarkan dalam SS.1. level BI-wide dan DKM serta performance drivers yang digambarkan oleh SS lain dalam perspektif stakeholders. Dalam perspektif stakeholders BI tahun 2012 sendiri terdapat empat sasaran strategis yang ingin dicapai. Hal yang menarik adalah bahwa sasaran strategis utama atau tujuan akhir (final outcome) yang ingin dicapai oleh BI adalah SS.1. yaitu tercapainya stabilitas nilai rupiah. Sasaran strategis utama ini sesuai dengan amanat Undang-Undang mengenai tugas pokok BI yaitu mencapai dan mempertahankan stabilitas nilai rupiah. Seluruh sasaran strategis lain yang ada di semua perspektif diarahkan guna mencapai sasaran strategis akhir tersebut. Dalam perspektif stakeholders sendiri, untuk membantu pencapaian SS.1., BI menetapkan tiga sasaran strategis lainnya, yang ketiganya merupakan sasaran strategis yang ingin dicapai oleh setiap satuan kerja utama BI, yang berkaitan dengan tugas pokok BI yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjaga menciptakan dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sementara dalam level DKM, juga dapat tergambar bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai adalah SS.1. yaitu “tersedianya rekomendasi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang kredibel dan efektif mendukung pencapaian sasaran tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah”. Dimana pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh berbagai sasaran strategis lainnya. Guna membentuk perspektif stakeholders, tentunya sangat bergantung pada amanat Undang-Undang yang menentukan tujuan pembentukan dan penyelenggaraan BI. Karena BI berdiri berdasarkan amanat Undang-Undang, hal ini membuat sasaran strategis yang ada dalam perspektif stakeholders menjadi relatif tetap, namun demikian BI tetap memperhitungkan berbagai kemungkinan perubahan yang terjadi. Selain Undang-Undang, faktor lain yang tak kalah penting adalah kondisi eksternal seperti kondisi ekonomi atau pasar yang membentuk ekspektasi stakeholders. Hal ini sangat penting untuk diketahui dan dipahami oleh BI dalam rangka menyusun sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU), dan program kerja (PK) yang ada dalam perspektif ini. Untuk dapat mengetahui
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
78
ekspektasi stakeholders, BI melakukan dua kegiatan, yaitu survei dan focus group discussion (FGD) yang ditujukan kepada stakeholders yang menerima dampak langsung dari kebijakan BI. Survei dilaksanakan terhadap stakeholders dengan mekanisme tertentu terkait penentuan stakeholders, pemilihan sampel, hingga pelaksanaan survei. Hasil survei penilaian kinerja BI juga digunakan untuk mengetahui isu-isu eksternal yang strategis dan kritis yang perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan strategis. Salah satu contoh survei yang dilakukan adalah survei mengenai tingkat kepercayaan pelaku pasar terhadap kredibilitas kebijakan moneter. Selain menggunakan survei, BI juga melakukan FGD untuk menangkap ekspektasi stakeholders terkait beberapa hal, contohnya dengan mengundang para ekonom, atau perwakilan dari pihak perbankan guna membahas kondisi dan rencana sasaran strategis dalam perspektif terkait. 2.
Perspektif Proses Internal (Internal Process Perspective) Kaplan dan Norton (2008) mengungkapkan tuntutan perusahaan untuk
dapat megidentifikasi proses-proses kunci yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dalam perspektif ini. Di BI sendiri proses kunci yang dilakukan bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi stakeholders. Perspektif proses internal BI sama halnya dengan perspektif proses bisnis internal yang ada dalam perusahaan berorientasi profit. Perspektif proses internal disusun bersamaan dengan perspektif keuangan dan tatakelola yang menjadi satu tingkatan dengan perspektif ini dalam Balanced Scorecard level BI-wide. Dalam perspektif ini, kaitan stakeholders juga cukup besar. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa dinamika eksternal yang kompleks juga mempengaruhi jalannya beberapa proses di tubuh BI, selain upaya yang dilakukan oleh internal BI. Contohnya adalah tindakan perbankan dan pelaku bisnis yang dapat mempengaruhi efektivitas kebijakan bank sentral pada perekonomian. Perbedaan yang ada adalah terkait proses yang ada di dalamnya. Jika dalam perusahaan berorientasi profit proses internal lazimnya dikelompokkan menjadi tiga bagian (inovasi, proses produksi, dan servis setelah penjualan), maka di BI tidak ada pembagian seperti demikian. Hal ini didasarkan dari kegiatan pokok yang dilakukan oleh BI yang memiliki karakteristik berbeda dengan
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
79
perusahaan berorientasi profit. Dalam perspektif ini, BI mengidentifikasi proses penting apa saja yang harus dilakukan oleh BI guna menunjang pencapaian sasaran strategis dalam perspektif stakeholders. Secara konsepsional, proses strategis dimaksud harus mampu dijabarkan ke dalam level governance di dalam organisasi (Shaw, 2003). 3.
Perspektif Keuangan (Financial Perspective) Hal yang juga membedakan BI dengan perusahaan berorientasi profit
adalah perspektif keuangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika dalam perusahaan berorientasi profit perspektif keuangan berada di puncak Balanced Scorecard sebagai outcome, tidak halnya dengan di BI yang menjadikan perspektif stakeholders sebagai outcome. Walaupun BI tidak didirikan dengan tujuan untuk memperoleh profit, namun keberadaan perspektif keuangan cukup penting keberadaannya di BI guna membantu pencapaian perspektif proses internal dan perspektif stakeholders. Perspektif keuangan di sini bukanlah sasaran ekonomi makro Indonesia, melainkan merujuk pada keuangan internal BI sendiri. Perspektif keuangan BI menggambarkan upaya BI untuk tetap menjaga sumbersumber keuangan bagi pembiayaan kegiatan dalam rangka mewujudkan visinya. Indikator yang digunakan dalam perspektif ini adalah efektivitas, efisiensi, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan, hasil penilaian terhadap laporan keuangan oleh BPK. Selain itu, perspektif keuangan yang ada di BI relatif stabil, atau dengan kata lain cenderung tidak mengalami perubahan setiap tahunnya. Hal ini berbeda dengan perusahaan berorientasi profit, dimana perspektif keuangan dapat disusun, disesuaikan dengan level siklus bisnis perusahaan. Di BI sendiri perspektif keuangannya fokus pada dua hal, yaitu pendapatan (revenue) dan efektivitas serta efisiensi pengelolaan anggaran. Aspek pendapatan sejalan dengan wewenang tunggal BI dalam mengelola cadangan devisa negara dimana hasilnya digunakan untuk membiayai perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter BI. Sementara aspek pengelolaan anggaran dimunculkan dari tuntutan supaya BI mampu memanfaatkan anggaran yang ada secara efektif dan efisien dalam mencapai sasaran strategis BI. Hal yang dapat membedakan ukuran-ukuran yang digunakan
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
80
dalam pengukuran perspektif finansial adalah kondisi keuangan yang dialami oleh BI. Apabila BI diperkirakan akan mengalami kondisi defisit, maka target yang disusun dalam aspek pendapatan tidak setinggi apabila berada dalam kondisi keuangan normal. 4.
Perspektif Tatakelola (Corporate Governance Perspective) Merupakan perspektif terbaru yang dimunculkan dalam Balanced
Scorecard. Kebutuhan untuk melibatkan perspektif tatakelola dalam mendukung pencapaian sasaran strategis outcome BI adalah sejalan dengan kesadaran BI akan pentingnya tatakelola BI sebagai pilar penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan tunggal BI. Penekanan akan aspek tatakelola sebenarnya sudah muncul sejak reformasi Indonesia tahun 1999, dimana BI merupakan salah satu lembaga negara yang dituntut untuk memiliki tatakelola yang baik guna menimbulkan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Sementara itu, BI sendiri memiliki komponen tatakelola bank sentral seperti yang dikemukakan oleh Amtebrink (2004), yaitu independensi, akuntabilitas, dan transparansi (Ahsan, Skullym dan Wickramanayke, 2006). Hal yang perlu dicermati dalam perspektif ini adalah sasaran strategis yang dibangun di dalamnya hanya mencantumkan tujuan pencapaian akuntabilitas, tanpa memasukkan komponen independensi dan transparansi sebagai pilar lainnya dalam tatakelola bank sentral. Sementara hal yang penting adalah adanya ketidakkonsistensian kedudukan dari perspektif tatakelola BI. Jika dilihat dalam Peta Strategis level BI-wide, perspektif ini bertujuan untuk mendukung pencapaian dalam perspektif proses internal, sedangkan pada level satuan kerja (DKM dan DPSI) perspektif ini bertujuan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis dalam perspektif pembelajaran dan pengembangan. Hal ini tentunya perlu dicermati untuk memastikan kedudukan, fungsi dan tujuan utama dari keberadaan perspektif ini. Apabila memang perspektif ini sengaja dijadikan menjadi suatu perspektif tersendiri karena dianggap keberadaannya cukup penting dan memerlukan perhatian khusus, maka pertanyaan selanjutnya adalah dimana posisi dari perspektif ini dalam Balanced Scorecard BI? Apa tujuan yang ingin dicapai dari perspektif ini dan perspektif mana yang didukung oleh pencapaian
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
81
sasaran strategis dalam perspektif ini? Hal ini yang masih menjadi pertanyaan dan perlu diperjelas, karena perspektif sebagai komponen utama pembentuk Balanced Scorecard harus tepat sebelum organisasi dapat mengimplementasikannya dalam operasional sehari-hari. Berdasarkan permasalahan terkait inkonsistensi perspektif tatakelola, perlu dicermati bahwa perspektif ini memiliki keterkaitan yang erat dengan perspektif proses internal. Keberadaan sasaran strategis dalam perspektif tatakelola sesuai apabila diterapkan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis dalam perspektif proses internal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaiknya BI melakukan penyamaan perspepsi dalam Balanced Scorecard baik di level BI-wide maupun satker mengenai perspektif tatakelola sehingga inkonsistensi mengenai kedudukan dan fungsi perspektif ini menjadi konsisten. 5.
Perspektif Pembelajaran dan Pengembangan (Learning and Growth Perspective) Merupakan perspektif yang ditentukan paling akhir dalam penyusunan
Balanced Scorecard level BI-wide. Namun demikian terkait dengan tidak konsistennya keberadaan perspektif tatakelola antara yang ada di level BI-wide dan satuan kerja menyebabkan hubungan keduanya masih belum jelas. Apakah perspektif tatakelola memang disusun sebelum perspektif ini? Hal itu masih harus dicari jawabannya. Selain itu sama halnya dengan perusahaan berorientasi profit, perspektif ini dibentuk akan adanya kesadaran bahwa untuk membantu BI mencapai berbagai sasaran strategis yang ambisius dalam empat perspektif sebelumnya (dengan asumsi perspektif tatakelola disusun sebelum perspektif ini), BI
memerlukan
suatu
proses
pembelajaran
dan
pengembangan
yang
berkelanjutan. Aspek yang dibangun dalam perspektif ini di level BI-wide adalah karyawan, infrastruktur teknologi, dan budaya kerja, yang digambarkan dalam tigasasaran strategis. Hal ini sejalan dengan aspek enablers dalam perspektif pembelajaran dan pengembangan yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton (2000). Ketiga aspek tersebut diharapkan dan mencakup aspek penting yang harus
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
82
senantiasa disempurnakan oleh BI untuk menunjang berbagai sasaran strategis dalam perspektif lainnya. Namun demikian di level satuan kerja (DKM dan DPSI) hanya terdapat 2 sasaran strategis dalam perspektif ini, dimana aspek karyawan dan budaya kerja (organisasi) melebur menjadi satu. Berdasarkan analisis tersebut dapat dipetakan kondisi Balanced Scorecard BI jika dilihat dari aspek prinsip dan perspektif yang dibangun dalam tabel berikut ini: Tabel 4.2. Analisis Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard BI No.
Prinsip atau
Kondisi Saat Ini
Perspektif 1
Prinsip
hubungan Prinsip sebab-akibat antar sasaran strategis baik
sebab-akibat
dalam satu perspektif maupun dengan perspektif lainnya sudah tergambar jelas dalam Peta Strategis level BI-wide dan DKM. Namun demikian masih ada inkonsistensi dalam penggambaran hubungan sebab-akibat di level DPSI.
2
Prinsip Performance Sudah tergambar dalam Peta Strategis BI baik di Drivers
level BI-wide, DKM, dan DPSI mengenai penjabaran
masing-masing
Sasaran
Strategis
menjadi Indikator Kinerja Utama, Program Kerja dan detail PK. Namun demikian linkage antara performance drivers (detail PK) terhadap PK dan Sasaran strategis masih dipertanyakan, serta masih adanya inkonsistensi mengenai penamaan PK. 3
Prinsip
menunjang Tidak diterapkan di BI, karena karakteristiknya
tujuan finansial
yang berbeda dengan perusahaan profit. Namun seluruh Sasaran strategis yang ada ditujukan untuk menunjang pencapaian Sasaran strategis dalam perspektif stakeholders
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
83
No.
Prinsip atau
Kondisi Saat Ini
Perspektif 4
Stakeholders
Merupakan outcome dan lag indicators yang ingin
Perspective
dicapai dan berada di puncak Balanced Scorecard BI. Stakeholders telah ditetapkan sesuai amanat UU sehingga tidak dilakukan kegiatan seperti penetapan perusahaan
target
konsumen
komersial).
(seperti
Untuk
dalam
menangkap
ekspektasi stakeholders digunakan survei dan focus group discussion. 5
Internal
Process Sama halnya dengan perusahaan berorientasi
Perspective
profit, untuk mengidentifikasi proses kunci guna memberi nilai tambah bagi stakeholders. Sudah digambarkan dengan baik.
6
Financial Perspective
Merupakan perspektif ketiga dalam Balanced Scorecard BI. Fokus pada pengelolaan pendapatan serta anggaran.
7
Good
Governance Merupakan
Perspective
perspektif
yang
paling
baru
dimunculkan dalam Balanced Scorecard BI. Hanya
fokus
pada
akuntabilitas.
Terdapat
inkonsistensi mengenai kedudukan perspektif ini dalam Balanced Scorecard. 8
Learning and Growth Sama halnya dengan perusahaan berorientasi Perspective
profit. Mendorong penyempurnaan pada aspek karyawan,
budaya
organisasi,
dan
sistem
informasi
4.2.2. Proses dalam Tahapan Perencanaan Strategi Produk pertama yang dihasilkan dalam langkah ini adalah matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI, yang disusun di tingkat Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI berdasarkan
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
84
usulan dari berbagai satuan kerja. Matriks ini sendiri baru dikembangkan pada tahun 2012 sebagai kertas kerja yang membantu Tim Perencanaan Strategis dalam penyusunan peta strategi BI. Sebelumnya BI tidak melakukan kegiatan ini dan langsung melakukan penyusunan peta strategi BI. Matriks ini sendiri bertujuan untuk mempermudah BI dalam menetapkan kompenen-komponen yang diperlukan dalam penyusunan peta strategi yaitu sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU), dan program kerja (PK) supaya keseluruhannya memiliki keterkaitan dan sejalan dengan strategi BI secara keseluruhan. Hal ini tidak lepas dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dimana tim penyusun mengalami kesulitan dalam menetapkan SS, IKU, dan PK yang sesuai dan memiliki linkage dengan strategi BI. Terlebih berkaitan dengan pembuktian hubungan sebab akibat yang disusun dalam hipotesis perspektif Balanced Scorecard. Berikut adalah gambaran matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI:
4.5. Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, 9 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Proses perencanaan dan pengendalian strategis yang dilakukan oleh BI ditelaah dengan menggunakan matriks tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai setiap komponen yang pada akhirnya memudahkan Tim Perencanaan Strategis dalam menyusun Strategy Map BI secara komprehensif. Adapun beberapa komponen yang dianalisis dalam matriks ini adalah:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
85
1.
Kondisi yang diharapkan
Pada
komponen
pertama,
Tim
Perencanaan
Strategis
berusaha
untuk
mengidentifikasi kondisi-kondisi apa yang diharapkan mampu dicapai oleh BI pada tahun mendatang. Analisis ini dilakukan berdasarkan data yang telah disusun dalam Destination Statement. Yang dimaksudkan dengan Destination Statement BI adalah suatu alat pernyataan tujuan yang ingin dicapai oleh BI pada jangka waktu menengah. Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani antara misi, visi, dan nilai strategis yang memberikan gambaran jangka panjang dengan strategi tahunan. Pencapaian yang ingin diperoleh dalam Destination Statement disesuaikan dengan masa jabatan Gubernur BI yaitu lima tahun. Berdasarkan Destination Statement, Tim Perencanaan Strategis kemudian menganalisis kondisi-kondisi apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh BI pada tahun mendatang. 2.
Isu strategis
Komponen kedua dalam matriks ini adalah isu strategis, yang diturunkan dari kondisi yang diharapkan oleh BI. Isu strategis membahas mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh BI untuk dapat mencapai kondisi yang diharapkan tersebut. Sehingga apabila dalam komponen pertama dibahas mengenai “apa” yang ingin dicapai, maka dalam komponen kedua dibahas mengenai “bagaimana” supaya kondisi tersebut dapat terealisasi, atau tahap-tahap apa saja yang harus dilakukan supaya kondisi yang diharapkan dapat dicapai. 3.
Target
Selanjutnya berdasarkan kondisi yang diharapkan dan isu-isu strategis yang telah diidentifikasi, Tim Perencanaan Strategis kemudian menetapkan target apa saja yang harus dicapai oleh BI. Target ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih tajam mengenai apa saja yang harus dicapai oleh BI supaya pada akhirnya dapat merealisasikan kondisi yang diharapkan. Hal ini tidak lepas dari kebutuhan BI untuk mengidentifikasi “jembatan-jembatan” yang harus dibangun dalam rangka mencapai tujuan akhir. Dengan adanya target maka diharapkan pelaksanaan yang nantinya dilakukan dapat lebih terarah.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
86
4.
Kondisi saat ini
Pada komponen keempat, Tim Perencanaan Strategis mengidentifikasi kondisi apa saja yang kini dihadapi oleh BI. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai posisi BI saat ini dan dapat memberikan perbandingan dengan kondisi yang diharapkan ke depannya. Dengan mengetahui kondisi saat ini, BI dapat mengetahui hal apa saja yang harus diperbaiki dan sejauh apa kondisi saat ini dengan yang harus dicapai. 5.
Kendala
Tim Perencanaan Strategis juga mengidentifikasi kendala apa saja yang dihadapi oleh BI dalam rangka mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya. Kendala-kendala yang telah diidentifikasi ini mempunyai gambaran cukup penting bagi BI, dengan harapan apabila kendala tersebut telah diidentifikasi maka BI dapat merencanakan dan melakukan tindakan preventif untuk mencegah kendala tersebut sehingga tidak menghambat proses pencapaian target. 6.
Rencana Strategis
Berdasarkan kondisi dari lima komponen sebelumnya, tim kemudian dapat memperoleh gambaran mengenai jarak antara kondisi ideal yang ingin dicapai dengan kondisi pada saat ini, strategi yang ingin dijalankan serta kendala yang dihadapi. Kemudian
Tim Perencanaan Strategis menyusun suatu Rencana
Strategis yang menggambarkan rencana yang disusun oleh BI selama kurun waktu dua tahun mendatang. 7.
Action Plan
Selanjutnya setelah Rencana Strategis dua tahun mendatang telah disusun, maka BI menetapkan action plan yang harus dilaksanakan oleh BI pada tahun mendatang. Hal ini bertujuan untuk mengubah gambaran strategis menjadi gambaran yang lebih riil mengenai aksi-aksi apa saja yang harus dilaksanakan oleh BI pada tahun mendatang.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
87
8.
Satker
Komponen berikutnya adalah penetapan satuan kerja apa saja yang terlibat dalam pencapaian sasaran strategis tersebut. Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI bertugas untuk mengidentifikasi satuan kerja mana saja yang menjadi pengampu dalam pencapaian sasaran strategis terkait. Hal ini penting, karena identifikasi satker terkait akan sangat menentukan pihak mana saja yang nantinya dilibatkan dalam setiap isu strategis yang telah disusun oleh BI. Identifikasi satker terkait merupakan langkah awal untuk menetapkan peran dan tanggung jawab setiap satker dalam menunjang pencapaian kondisi yang diharapkan. 9.
Indikator keberhasilan
Komponen ini merupakan gambaran sistematis mengenai hal apa saja yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pencapaian target. Indikator ini dapat ditetapkan dengan berdasarkan pada action plan yang direncanakan pada tahun mendatang baik dengan menggunakan ukuran eksak, proxy, maupun aktivitas. 10. Sasaran strategis Komponen berikutnya adalah sasaran strategis yang merupakan intisari dari berbagai proses analisis komponen sebelumnya. Sasaran strategis inilah yang kemudian digunakan untuk membangun Strategy Map BI, yang menggambarkan suatu blueprint mengenai berbagai sasaran strategis, program kerja, serta IKU yang harus dicapai oleh BI. 11. Penjabaran Program Kerja Sasaran strategis yang telah diidentifikasi kemudian dijabarkan secara lebih terperinci mengenai program kerja apa saja yang harus dilakukan oleh BI. Untuk kondisi saat ini, beberapa sasaran strategis BI akan langsung terkait dengan program kerja yang dilakukan dalam tingkat BI-wide maupun satker. Program kerja (PK) yang dilakukan oleh BI dibagi ke dalam dua jenis, yaitu PK inisiatif dan PK non-inisiatif. Berkaitan dengan Forstra, PK yang ditetapkan pada saat itu
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
88
hanyalah PK inisiatif, sementara non-inisiatif ditetapkan oleh masing-masing satuan kerja saat proses cascading. 12. IKU BI-wide Komponen terakhir yang diperoleh atas analisis berbagai komponen sebelumnya adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) BI-wide. IKU menggambarkan mengenai apa saja yang menjadi ukuran keberhasilan pencapaian sasaran strategis BI. Setiap IKU terkait dengan PK tertentu. Satu IKU dapat terkait dengan lebih dari satu PK. Untuk saat ini IKU dapat diidentifikasi berdasarkan PK maupun kendala yang telah diidentifikasi sebelumnya. Hal yang perlu dicermati adalah terlepas dari keberadaan matriks perencanaan dan pengendalian strategis sebagai kertas kerja DPSHM BI, masih terdapat kelemahan yang dimiliki, yaitu keberadaan komponen indikator keberhasilan dan IKU BI-wide yang overlap. Dalam matriks yang sebenarnya telah disusun oleh BI untuk tahun anggaran 2013, jika diteliti maka kedua komponen tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang sama sehingga sebaiknya dihilangkan salah satu komponennya, begitu pula dengan komponen Action Plan dan Sasaran Strategis yang overlap. Selain itu penetapan IKU BI-wide masih ada inkonsistensi kemunculannya. Salah satu contoh terkait dengan isu Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), IKU yang disusun ada yang muncul berdasarkan PK, namun ada juga yang muncul dari kendala (link dari setiap komponen masih kurang jelas). Berdasarkan hal tersebut, usulan matriks yang lebih tepat adalah sebagai berikut:
4.6. Usulan Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis Bank Indonesia
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
89
Berdasarkan analisis, matriks di atas adalah usulan yang diajukan untuk memperbaiki beberapa kelemahan matriks sebelumnya. Komponen penting yang menjadi masukan bagi BI adalah bahwa sebaiknya dilakukan breakdown atas pernyataan tujuan BI yang ditetapkan untuk jangka waktu lima tahun menjadi tujuan-tujuan tahunan yang lebih spesifik pada masa awal setelah penetapan pernyataan tujuan. Hal ini bermanfaat untuk memberikan gambaran bagi BI mengenai tujuan apa saja yang direncanakan untuk dicapai setiap tahunnya selama lima tahun mendatang. Selain itu, berdasarkan usulan dapat dilihat bahwa matriks tersebut dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kolom 1 hingga 5 menggambarkan pemetaan arah dan rencana pencapaian BI serta kolom 6 hingga 10 menggambarkan penjabaran berbagai komponen yang ada dalam Peta Strategis BI. Selanjutnya setelah matriks perencanaan dan pengendalian strategis dibentuk maka BI akan menyusun suatu peta strategi yang merupakan blue-print atas Balanced Scorecard BI. Penyusunan peta strategi sebenarnya menjadi sangat mudah dan terarah karena sebelumnya telah disusun matriks, sehingga langkah selanjutnya hanya mengubah detail matriks ke dalam suatu gambaran yang komprehensif. Dalam peta strategi BI sendiri digambarkan hubungan sebab-akibat antar sasaran strategis yang berada dalam berbagai perspektif yang berbeda, sehingga dapat menunjukkan hipotesis yang dibangun mengenai keterkaitan antar satu sasaran strategis dengan yang lain, yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai sasaran strategis utama, yaitu SS.1. Hal yang perlu dicermati dalam peta strategis BI adalah bahwa pada saat ini BI tidak menggunakan konsep strategic themes guna mengelompokkan beberapa sasaran strategis yang memiliki kesamaan karakteristik. Sebenarnya BI pernah mencoba menerapkan konsep strategic themes beberapa tahun lalu, namun hal ini dirasakan kurang membawa manfaat bagi BI karena justru menimbulkan kerancuan atas pengelompokkan sasaran
strategis,
sehingga
kini
penggunaan
konsep
strategic
themes
ditiadakan.Selain itu produk ketiga dalam tahapan ini, yaitu program kerja yang telah tercakup dalam matriks perencanaan dan pengendalian strategis BI menjadi lebih mudah disusun dalam peta strategis BI.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
90
Selain pembentukan matriks perencanaan dan pengendalian strategis yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan peta strategi BI, hal lain yang ditetapkan dalam tahap ini adalah penentuan ukuran dan target BI. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI, sampai saat ini BI belum menetapkan batasan atas penggunaan ukuran dan target yang digunakan untuk membangun Balanced Scorecard BI. Faktor utama yang dinilai menyebabkan penuhnya (corwded) Balanced Scorecard BI adalah karena banyaknya inisiatif, ukuran dan target yang diusulkan oleh beberapa satuan kerja guna menilai pencapaian sasaran strategis. Pihak PSHM melakukan mekanisme negosiasi dengan satuan kerja terkait untuk mendiskusikan dan mengarahkan penggunaan beberapa ukuran dan target yang dirasa dapat memberikan gambaran yang cukup bagi pencapaian sasaran strategis, namun hasil akhirnya adalah mengikuti kemauan satuan kerja terkait setelah diskusi dilaksanakan. Hal ini menimbulkan suatu indikasi bahwa terjadi masalah initiative explosion dalam penyusunan Balanced Scorecard BI. Terkait dengan program kerja yang ada dalam Balanced Scorecard BI sendiri dikenal sebagai program kerja strategis (PK Strategis), yaitu program kerja yang terkait dengan BI atau berada dalam level BI-wide. PK Strategis sendiri dikelompokkan menjadi dua jenis PK, yaitu PK insiatif dan PK non-inisiatif. PK inisiatif adalah program kerja yang ditentukan oleh BI terkait dengan pencapaian indikator kinerja utama (IKU), di luar program kerja rutin yang dilaksanakan oleh setiap satuan kerja yang menunjang pencapaian strategi BI. PK inisiatif ditetapkan melalui Forstra yang menentukan SS, IKU, serta PK inisiatif BI. Sementara PK non-inisiatif adalah program kerja yang memang menjadi tanggung jawab satuan kerja untuk dilaksanakan secara rutin. PK non-inisiatif baru ditetapkan oleh masing-masing satuan kerja setelah Forstra selesai dilaksanakan pada saat proses cascading ke tingkat satuan kerja berlangsung. Sementara itu, isu yang cukup disoroti dalam pembahasan mengenai langkah perencanaan strategi, adalah kecenderungan instansi pemerintah yang menyusun sasaran strategis dalam bentuk output (seperti jumlah kebijakan yang dihasilkan, jumlah peraturan, dan sebagainya). Namun demikian di BI sendiri,
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
91
sasaran strategis sudah disusun dalam bentuk outcome atau kebermanfaatan, seperti dampak dan efektivitas kebijakan. Hal ini merupakan langkah yang baik dalam penyusunan Balanced Scorecard, namun demikian topik ini menimbulkan isu menarik lainnya, yaitu bagaimana strategi BI untuk mengatasi kesulitan dalam pengukuran outcome tersebut supaya tidak menimbulkan missing measurement. Pada awalnya BI memang mengalami hambatan dalam pengukuran outcome, namun seiring dengan berjalannya waktu, BI terus berupaya untuk merumuskan suatu pendekatan terbaik dalam pengukuran outcome, yaitu dengan membentuk formulasi. Misalnya adalah dengan menyusun formula untuk menghitung tingkat efektivitas kebijakan moneter, sehingga didapatkan suatu cara yang mampu mengkuantifisir ukuran yang abstrak tersebut. Sementara terkait dengan akuntabilitas inisiatif yang diusulkan dalam Balanced
Scorecard,
BI
menunjuk
initiative
sponsor.
Mekanisme
penunjukkannya adalah melalui Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (PSHM) BI, yang mendiskusikan dan mengusulkan penunjukkan Anggota Dewan Gubernur Bidang terkait (DG Bidang) yang membawahi satuan kerja koordinator inisiatif. Alasan penunjukkan juga diuraikan dan diajukan kepada Dewan Gubernur BI (GBI) sebagai pengambil keputusan terakhir. Penunjukkan DG Bidang dari satuan kerja koordinator bertujuan untuk mempermudah proses komunikasi dan pelaporan satuan kerja tersebut atas kemajuan atau permasalahan dalam pelaksanaan insiatif. Mengenai aspek anggaran, yaitu strategy expense (stratex), dalam tahapan ini BI belum melakukan pembahasan mengenai besaran anggaran strategi. Di BI sendiri tidak ada pembagian anggaran berdasarkan strategi yang dilaksanakan. Penetapan anggaran dan strategi BI sendiri dibawah tanggung jawab dua direktorat yang berbeda. Anggaran di bawah kendali Direktorat Keuangan Internal (DKI) dan strategi ditangani oleh DPSHM. Anggaran yang dikenal di BI sendiri sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2004 (diperbaharui UU No. 6 tahun 2009) pasal 60 adalah sistem penganggaran internal berdasarkan unit bisnis dan unit pendukung. Penyusunan anggaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anggaran kebijakan dan anggaran operasional yang nanti lebih dibahas dalam
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
92
tahapan perencanaan operasi. Sementara di dalam anggaran tersebut dimasukkan unsur strategi dalam penetapan plafon anggaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu sistem anggaran strategi yang bersifat lintas fungsi dan unit bisnis yang memiliki otorisasi terpisah dengan sistem anggaran internal. 4.3.
Analisis Proses Alignment Balanced Scorecard Bank Indonesia Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak Direktorat
Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) selaku SMO, diketahui bahwa tahapan ketiga dan keempat dalam eksekusi strategi di BI sendiri hampir menyatu dalam prosesnya, sama seperti tahapan pertama dan kedua. Tahap ketiga dalam eksekusi strategi adalah menurunkan strategi yang telah dibentuk dalam Balanced Scorecard BI-wide ke tingkat unit bisnis, unit pendukung, dan individu (karyawan). Dalam penurunan Balanced Scorecard BI sendiri terbagi ke dalam dua proses, yaitu vertical alignment dan horizontal alignment. Tahap penurunan (cascading) yang dilakukan di BI masih dipandu oleh Tim Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (Pamka) yang berperan sebagai Strategic Management Officer (SMO). Proses pembimbingan yang dilakukan oleh Tim Pamka untuk setiap satuan kerja dalam penurunan Balanced Scorecard ini disebut dengan Klinik Cascading. Hal ini pada dasarnya mengarahkan seluruh satuan kerja terkait untuk melakukan penurunan sesuai dengan kerangka yang telah disusun oleh Tim Pamka, apabila satuan kerja terkait memiliki keraguan mengenai penurunan, maka Tim Pamka bertugas melakukan penjelasan dan meyakinkan satuan kerja tersebut. Berikut adalah gambaran penurunan Balanced Scorecard BI secara horisontal dan vertikal:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
93
4.7. Horizontal and Vertical Alignment Sumber: Presentasi mengenai Implementasi Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja di Bank Indonesia, 1 Maret 2012.
Untuk tahapan vertical alignment sendiri merupakan suatu proses mendesain dan menghubungkan kegiatan satuan kerja secara vertikal untuk mendukung pencapaian sasaran strategis BI. Sejak tahun 2012, BI telah mengembangkan suatu pedoman cascading strategi level BI ke level satuan kerja untuk program kerja inisiatif. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dan mempermudah proses cascading, sehingga kontribusi setiap satuan kerja dalam pencapaian sasaran BI semakin jelas dan segenap program yang dilakukan oleh satuan kerja semakin fokus pada strategi. Proses ini dilakukan dengan mendelegasikan Balanced Scorecard BI-wide kepada Balanced Scorecard satuan kerja guna memastikan seluruh sasaran strategis, indikator kinerja utama, dan program kerja inisiatif pada Balanced Scorecard BI-wide terdistribusi habis ke satuan kerja sesuai dengan fungsi dan tugas. Berikut adalah gambaran penurunan Balanced Scorecard BI:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
94
4.8. Cascading of the Balanced Scorecard Sumber: Hasil Wawancara Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Dalam penurunan Balanced Scorecard BI, objek yang diturunkan adalah komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, yaitu sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU), dan program kerja (PK). Terdapat empat prinsip yang digunakan dalam penurunan ini, yaitu: 1.
Penurunan dilakukan antar objek yang sama, hal ini berarti SS akan diturunkan menjadi SS satuan kerja, IKU menjadi IKU satuan kerja dan PK menjadi PK satuan kerja.
2.
Penurunan dilakukan antar perspektif yang sama atau perspektif di atasnya. Maksudnya adalah perspektif process dapat diturunkan menjadi perspektif outcome namun tidak boleh diturunkan menjadi perspektif learning and growth).
3.
Penurunan SS yang berasal dari perspektif internal, keuangan, governance, dan learning and growth dalam Balanced Scorecard BI-wide ke SS perspektif stakeholders dalam Balanced Scorecard satuan kerja maka akan mengalami penyesuaian kalimat menjadi kalimat yang menggambarkan kondisi.
4.
Setiap objek (SS, IKU, maupun PK) dapat diturunkan dengan metode yang berbeda.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
95
Adapun metode yang digunakan dalam menurunkan objek Balanced Scorecard BI dibagi menjadi empat cara, yaitu: 1.
Identik (Identical) atau fully cascade, yaitu pendelegasian objek Balanced Scorecard BI-wide kepada suatu satuan kerja tertentu tanpa mengalami perubahan sama sekali, termasuk kalimat, ukuran, dan target yang ingin dicapai.
2.
Berbagi tanggung jawab (Shared) atau partially cascade, yaitu pendelegasian suatu objek Balanced Scorecard BI-wide kepada beberapa satuan kerja tertentu sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing, dilakukan dengan menambahkan nama satuan kerja terkait setelah nama SS yang diturunkan.
3.
Kontribusi (Contributory), yaitu pendelegasian suatu objek Balanced Scorecard BI-wide kepada beberapa satuan kerja terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya, dimana kalimat dari objek yang diturunkan berbeda sesuai dengan kontribusi satuan kerja. Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan komponen pembentuk SS, IKU, dan PK serta satuan kerja mana saja yang terkait.
4.
Prioritas Lokal (Unique), yaitu prioritas dari beberapa satuan kerja yang tidak memiliki kaitan langsung dengan strategi BI namun dibutuhkan untuk mampu mencapai SS lainnya dalam perspektif yang sama atau berbeda atau oleh satuan kerja berbeda. Metode ini biasanya muncul akibat adanya horizontal alignment dengan satuan kerja lainnya.
Dalam pelaksanaan vertical alignment atas Balanced Scorecard BI-wide, telah disusun suatu pedoman mengenai langkah-langkah penurunan yang harus dilakukan, yaitu:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
96
4.9. Tahapan Penyusunan Peta Strategi Satuan Kerja Sumber: Aulia Pohan dan Tim SPAMK-BI. Towards High Performance Organization, 2006, p.44. Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat, 1 Maret 2012. Telah diolah kembali.
Dalam perjalanan implementasi Balanced Scorecard BI telah dilakukan beberapa perubahan guna mencapai penyempurnaan. Salah satu perubahan yang telah dilakukan oleh BI adalah dalam hal penurunan (cascading) Balanced Scorecard BI-wide kepada Balanced Scorecard satuan kerja (baik unit bisnis maupun pendukung). Pada tahun 2006, penurunan dilakukan melalui sepuluh tahapan yang kemudian diringkas serta diperdalam pada tahun 2012 menjadi enam tahapan, yang terdiri atas: 1.
Tahap 1, tahapan ini menyederhanakan langkah 1 sampai 4, yaitu mempelajari misi, visi, rencana strategis, struktur organisasi dan tugas pokok serta output dari BI dan juga satuan kerja. Hal ini bertujuan untuk
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
97
mendapatkan gambaran umum mengenai komponen-komponen pembentuk peta strategis. 2.
Tahap 2, tahapan ini baru disusun pada tahun 2012 dimana terlebih dulu akan dilakukan proses mempelajari Balanced Scorecard BI secara mendalam. Hal ini penting untuk dilakukan supaya penyusun mengetahui secara mendalam mengenai Balanced Scorecard BI-wide yang akan diturunkan di tingkat satuan kerja.
3.
Tahap 3, meringkas langkah 5 hingga 7 yang berupa serangkaian identifikasi secara menyeluruh atas sasaran strategis (SS), indikator kinerja utama (IKU), target, serta inisiatif strategis BI yang menjadi kewenangan satuan kerja tertentu.
4.
Tahap 4, adalah tahapan yang cukup penting yang baru dikembangkan pada tahun 2012. Pada tahapan ini dilakukan analisis mengenai kewenangan satuan kerja secara mendalam dan menentukan metode penurunan yang akan digunakan di antara empat pilihan metode yang tersedia. Selain itu pada tahap ini dilakukan tabulasi mengenai metode penurunan yang dipilih sehingga mempermudah dalam penelusuran kembali (traceability).
5.
Tahap 5, menyederhanakan langkah 8 hingga 10 yaitu tahapan pembangunan peta strategis pada tingkat Satker secara terperinci yang terdiri atas SS (menggambarkan sasaran yang ingin dituju oleh satuan kerja), IKU (mencerminkan ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan), dan PK (merefleksikan berbagai aktivitas yang harus dilakukan oleh satuan kerja untuk mendukung pencapaian SS dan IKU).
6.
Tahap 6, merupakan tahapan terakhir dalam penurunan Balanced Scorecard dimana disusun suatu hubungan sebab-akibat pada peta strategis satuan kerja. Hal ini sangat penting untuk membangun linkage sehingga hipotesis yang dibangun dalam berbagai perspektif yang ada menjadi jelas dan dapat diuji kebenarannya. Sebagai sampel dalam penelitian ini, diambil dua contoh penurunan
Balanced Scorecard BI-wide ke tingkat satuan kerja. Contoh pertama adalah penurunan kepada salah unit bisnis utama (business unit) BI yaitu Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter (DKM).
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
98
4.10. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012.
Contoh di atas menggambarkan penurunan atas salah satu sasaran strategis yang ada dalam perspektif stakeholders (outcome) dimana stakeholders yang dituju adalah para pelaku pasar. Penurunan ini dilakukan dengan metode adopsi
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
99
penuh atau identik, dimana sasaran strategis (SS.2.) mengenai bauran kebijakan moneter yang efektif dengan IKU.2. mengenai efektivitas transmisi bauran kebijakan moneter yang ada pada tingkat BI-wide diturunkan secara penuh kepada DKM dalam perspektif yang sama. Hal ini dapat terjadi karena sasaran strategis serta indikator kinerja utama yang ada dalam tingkat BI-wide memang sepenuhnya berasal dari unit bisnis Moneter dalam hal ini DKM. Penurunan dilakukan secara identik, namun demikian terdapat perbedaan kalimat yang tidak sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh berikutnya adalah penurunan yang dilakukan ke tingkat unit pendukung (support unit), yaitu Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) BI, yaitu:
4.11. Sampel Penurunan Balanced ScorecardDirektorat Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
100
Contoh di atas menggambarkan penurunan yang dilakukan kepada tingkat unit pendukung, dimana penurunan yang dilakukan juga menggunakan metode identik. Yang sedikit berbeda dengan contoh penurunan dalam unit bisnis sebelumnya adalah bahwa dalam sampel ini penurunan dilakukan dari sasaran strategis yang ada dalam perspektif learning and growth pada tingkat BI-wide menjadi sasaran strategis dalam perspektif stakeholders dalam tingkat DPSI. Hal yang kurang konsisten dengan prinsip dasar penurunan Balanced Scorecard adalah bahwa pada tingkat DPSI tidak dilakukan perubahan kalimat menjadi kalimat kondisi karena berada dalam perspektif stakeholders. Sementara itu horizontal alignment antar satuan kerja bertujuan untuk menghubungkan kegiatan satuan kerja dengan keseluruhan kegiatan satuan kerja secara horisontal. Dalam vertical alignment yang telah dilakukan sebelumnya, terkandung risiko “silo-thinking” yaitu suatu peristiwa yang terjadi ketika satuan kerja secara eksplisit tidak mampu mengenali isu koordinasi antar satuan kerja dan isu ketergantungan dalam Balanced Scorecard mereka yang sebenarnya harus dikelola guna mencapai visi dan misi BI. Sebenarnya hal ini telah berusaha diminimalisir dengan melakukan tahapan analisa harapan stakeholders internal (dalam tahapan penyusunan peta strategis satuan kerja), namun untuk memastikan sinergi yang menyeluruh di semua satuan kerja, maka perlu dilakukan komunikasi horisontal. Di BI sendiri, proses aligning yang dilakukan secara horisontal dikenal dengan istilah “synergizing”. Hal ini mampu memperjelas peran serta tanggung jawab antar satuan kerja dalam mencapai sasaran strategis BI, bahwa setiap satuan kerja harus saling mendukung dalam rangka pencapaian sasaran strategis BI. Proses horizontal alignment ini dilakukan terutama untuk memperjelas hubungan antara unit bisnis dan unit pendukung. Penurunan yang dilakukan pada tingkat BIwide kepada tingkat manajemen internal (unit pendukung) lebih sulit jika dibandingkan dengan unit bisnis, karena seringkali sasaran strategis atau indikator kinerja utama yang ada pada tingkat BI-wide tidak berkaitan langsung dengan unit pendukung. Salah satu contohnya adalah penurunan yang dilakukan kepada unit Museum yang lebih banyak diambil dari tugas pokok unit bersangkutan dalam pembangunan peta strategis unit tersebut. Namun demikian dalam pencapaian
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
101
sasaran strategis tersebut keberadaan unit pendukung sangat penting untuk membantu unit bisnis mencapai sasaran strategisnya. Sehingga seringkali memunculkan sasaran strategis baru di tingkat unit pendukung yang tidak ada di tingkat BI-wide namun harus dicapai untuk bisa mencapai sasaran strategis lainnya. Hal ini berkaitan dengan metode prioritas lokal yang merupakan metode keempat dalam penurunan Balanced Scorecard. Konsep yang diusung adalah kemitraan (partnership), dimana antar satuan kerja terkait melakukan kerjasama saling mendukung. Peran mitra di sini didefinisikan sebagai koordinasi, dukungan, atau kerjasama. Secara umum, metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Masing-masing satuan kerja menguji peta strateginya dan untuk setiap saasaran strategis diajukan pertanyaan, “Manakah satuan kerja utama yang perlu kami ajak bermitra untuk mencapai sasaran strategis kami?”
Pada saat setiap satuan kerja mempresentasikan peta strategi dan IKU-nya, satuan kerja yang memerlukan mitra strategis internal memberikan komentar mengenai harapan mereka dan menanyakan apakah harapan tersebut dapat dipenuhi oleh mitra strategis. Berdasarkan masukan yang didapatkan, para satuan kerja kemudian memepertajam scorecard mereka masing-masing berdasarkan harapan-harapan tersebut, lalu mendiskusikannya.
Proses ini dilakukan secara bergiliran oleh semua satuan kerja sehinggaa internal negosiasi antar satuan kerja yang menjadi “supplier” dan satuan kerja yang menjadi “customer” dapat terjadi. Selain penurunan yang dilakukan kepada tingkat unit bisnis dan unit
pendukung baik secara vertikal maupun horisontal, BI juga telah melakukan penurunan hingga kepada tingkat individual. Meskipun sampai saat ini penurunan hingga ke tingkat individu dirasakan masih sangat sulit terutama terkait dengan sistem penghargaan yang diberikan dan disinergikan dengan strategi guna mendorong insentif karyawan untuk membantu pencapaian sasaran strategis BI. Hal yang menarik adalah bahwa proses penurunan peta strategis hingga ke level individu baru dilakukan setelah tahapan keempat dalam eksekusi strategi selesai dilaksanakan. Setelah dilakukan negosiasi kesepakatan kerja antara
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
102
Pimpinan Satuan Kerja dan Dewan Gubernur Bidang, dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak kerja, maka barulah karyawan membuat Rencana Kerja Individu (RKI) yang digunakan sebagai panduan bagi setiap individu dalam melaksanakan tugas yang menunjang pencapaian strategi. Namun demikian perlu ditekankan bahwa belum ada kepastian mengenai linkage antara strategi dengan RKI maupun Indikator Kinerja Individu (IKI), karena BI belum melakukan evaluasi secara menyeluruh. Penurunan yang dilakukan hingga ke tingkat individu menjadi tanggung jawab Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) BI. Dalam hal ini telah dikembangkan suatu Indikator Kinerja Individual (IKI) untuk menurunkan strategi BI secara tidak langsung kepada individu dalam BI. IKI sendiri dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1.
IKI outcome, adalah indikator kinerja individu yang menggambarkan hasil yang ingin dicapai atas seluruh aktivitas kinerja yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Setiap karyawan maksimal memiliki dua IKI outcome.
2.
IKI process, menggambarkan indikator mengenai aktivitas yang harus dilakukan oleh setiap karyawan guna mendukung pencapaian IKI outcome. Setiap karyawan maksimal memiliki empat IKI process.
3.
IKI pengembangan, adalah indikator kinerja individu yang berkaitan dengan human development seperti kewajiban mengikuti kursus, pelatihan, atau sertifikasi tertentu yang berkaitan dan mendukung kinerjanya. Setiap individu maksimal memiliki dua IKI pengembangan. Pembatasan jumlah IKI bertujuan untuk memfokuskan karyawan terhadap
IKI yang dianggap penting serta bersifat strategis yang keberadaannya dipandang sangat penting guna membantu pencapaian sasaran strategis BI, walaupun pada kenyataannya tanggung jawab atau tugas yang harus dilakukan oleh setiap individu melebihi batas maksimal jumlah IKI. Sementara itu penurunan IKI yang dilakukan di BI dapat dilihat melalui skema berikut:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
103
4.12. Penurunan Indikator Kinerja Individu Bank Indonesia Sumber: Hasil Wawancara Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012. Telah diolah kembali.
Hingga saat ini BI masih terus melakukan penyempurnaan terkait dengan IKI. Pengembangan IKI sendiri sebenarnya telah sampai kepada level individu serta dilengkapi dengan sistem informasi terintegrasi yang dapat diakses oleh setiap karyawan, sehingga karyawan dapat mengetahui IKI-nya masing-masing dan memantau pencapaian IKI tersebut. Hal ini sangat penting guna mencapai prinsip mengubah strategi menjadi pekerjaan setiap orang setiap harinya yang harus
dicapai
oleh
Strategy-Focused
Organization.
Namun
demikian
keterkaitannya dengan strategi level BI-wide masih belum dapat dipastikan. Hingga akhir tahun 2012 direncanakan akan dilakukan evaluasi mengenai keterkaitan IKI dan strategi BI hingga pada level kepala divisi dengan menggunakan mekanisme Scoring Alignment, yang menilai tiga komponen, yaitu: 1.
Kelengkapan komponen
2.
Jenis IKI dan substansi kesesuaian dari level atas hingga level bawah
3.
Kesesuaian IKI dengan peran jabatan berdasarkan UTPPJ (Uraian Tugas Pokok dan Persyaratan Jabatan)
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
104
4.4.
Analisis Proses Perencanaan Operasi dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia Dalam tahapan perencanaan operasi, langkah yang dilakukan oleh BI
adalah perbaikan proses-proses penting (key process improvement), resource capacity planning dan operating and capital budgets. Dalam tahapan identifikasi proses-proses penting yang ada guna mendukung pencapaian strategi BI, perlu diingat bahwa BI tidak menggunakan konsep strategic themes sehingga proses identifikasi proses penting tidak dilakukan berdasarkan dengan panduan tersebut. Hal ini dapat dilakukan oleh suatu instansi apabila konsep strategic themes memang dipandang kurang cocok diterapkan. Sementara untuk umpan balik yang diberikan kepada karyawan untuk mengetahui indikator-indikator kunci dari performa yang pada akhirnya dapat memberikan fokus bagi karyawan untuk melakukan perbaikan, telah digunakan suatu sistem dashboard
yang disebut
Aplikasi Manajemen Kinerja dengan menggunakan produk QPR. Berikut adalah gambaran QPR di BI:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
105
4.13. Aplikasi Manajemen Kinerja (QPR) Bank Indonesia Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 1 Maret 2012.
Setiap triwulanan, Manajer Indikator Kinerja Utama (Manajer IKU) dari setiap satuan kerja akan melakukan pengisian data IKU pada Aplikasi Manajemen Kinerja yang bersifat on-line. Aplikasi ini sendiri berfungsi sebagai Scorecard dan Dasboard System yang berperan menjadi alat bantu dalam memonitor dan mengukur kinerja BI dan satuan kerja. 4.4.1. Proses Perencanaan Kapasitas Sumber Daya Sementara secara umum, tanggung jawab dalam pelaksanaan resource capacity planning berada di tangan Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) BI selaku SMO. Dalam rencana pengalokasian kapasitas sumber daya tersebut, BI membagi beberapa komponen sumber daya yang dialokasikan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Beberapa komponen sumber daya tersebut adalah logistik, anggaran, manusia, dan sistem informasi. Berikut adalah penjelasan terperinci atas setiap komponen terkait:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
106
1.
Logistik
Alokasi logistik yang dilakukan berdasarkan strategi yang telah disusun oleh BI sampai saat ini masih berada di bawah kendali DPSHM. Namun demikian dirasakan adanya kelemahan dalam proses ini, dimana alokasi logistik ditengarai belum maksimal dikarenakan belum ada suatu mekanisme baku untuk memandu pengalokasian logsitik. Untuk itu, direncanakan adanya pembentukan suatu Forum yang bertugas untuk membantu pengalokasian logsitik sesuai dengan kebutuhan setiap satuan kerja sesuai dengan strategi yang harus dicapainya. 2.
Anggaran
Proses pengalokasian anggaran berada di bawah kendali Direktorat Keuangan Internal (DKI) BI. Proses ini sudah lebih terstruktur dan memiliki porsi tersendiri terkait pembahasan anggaran yang disusun oleh BI. Namun demikian terkait dengan agenda DPR dalam rangka pengajuan anggaran dan pemisahan pengendalian anggaran dan strategi menyebabkan alignment di antara keduanya masih dipertanyakan yang nanti akan dibahas dalam sub pokok pembahasan berikutnya. 3.
Manusia
Salah satu masalah yang sampai saat ini dihadapi oleh BI adalah terkait alokasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan strategi BI. Pengalokasian sumber daya manusia berada di bawah wewenang Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM), namun demikian hingga saat ini, penentuan alokasi sumber daya manusia lebih diserahkan kepada satuan kerja terkait. Penentuan mengenai kebutuhan dan proses sebenarnya telah ditetapkan, misalnya untuk melaksanakan strategi X, maka DPSHM menyatakan kebutuhan sekian orang dalam satuan kerja terkait untuk bertanggung jawab dalam implementasinya. Namun belum ada suatu mekanisme baku dalam penentuan pihak yang bertanggung jawab atas pencapaian strategi tersebut. Sehingga person in charge (PIC) strategi belum ditetapkan serta belum adaanya suatu mekanisme untuk mengevaluasi perimbangan antar satuan kerja.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
107
4.
Sistem Informasi
Untuk alokasi sumber daya sistem informasi, direktorat yang memegang peranan penting adalah Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) BI. Dalam pengalokasian sistem informasi, sudah terdapat suatu mekanisme baku yang cukup baik, yaitu melalui pelaksanaan Forum Manajemen Sistem Informasi. Forum ini bertujuan untuk mewadahi dan menganalisa hingga menghasilkan alokasi sistem informasi yang dibutuhkan oleh setiap satuan kerja. Melalui forum ini, seluruh program kerja yang terkait dengan sistem informasi dikumpulkan dan diseleksi, dimana program kerja disertai dengan target deliverables yang diinginkan oleh satuan kerja pengguna (user requirement). Semua inisiatif terkait sistem informasi selain inisiatif yang berasal dari DPSI BI sendiri, dimasukkan dalam forum ini. Berdasarkan berbagai usulan dan permintaan yang diajukan, Tim Pelaksana (Teknis) akan menyeleksi program kerja mana saja yang diterima, dilakukan pengadaan dan pengembangan sistem informasinya, serta program kerja mana yang dapat ditunda pelaksanaannya. DPSI sendiri telah menyusun Rencana Strategis Sistem Informasi Bank Indonesia (Renstra SIBI), dimana dibentuk suatu alat yang dikenal dengan sebutan Rumah SIBI untuk menggambarkan infrastruktur sistem informasi di BI. Seluruh pengembangan terkait sistem informasi yang diminta oleh satuan kerja lain harus sesuai dengan infrastruktur tersebut. 4.4.2. Analisis Hubungan Strategi dan Anggaran Bank Indonesia Salah satu hal yang menjadi karakteristik di BI adalah terkait dengan anggaran. Karena anggaran BI telah ditetapkan sesuai Undang-Undang hanya terdiri atas dua jenis anggaran yaitu anggaran kebijakan dan anggaran operasional, maka penyusunan anggaran diklasifikasikan berdasarkan ketentuan tersebut. Anggaran yang digunakan baik bersifat operasional (untuk beban keseharian pelaksanaan kegiatan) maupun modal (untuk pembelian barang-barang seperti asset tetap) keduanya melebur dalam setiap jenis anggaran, baik itu operasional maupun kebijakan.
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
108
Hal tersebut menjadi menarik untuk dijadikan salah satu fokus dalam penelitian mengenai penerapan
konsep Balanced Scorecard BI, yaitu terkait
dengan hubungan anggaran dan strategi yang telah disusun sesuai dengan pendekatan Balanced Scorecard. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, keberadaan dan pelaksanaan tugas BI selalu menggunakan Undang-Undang sebagai pedoman. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan BI dalam negara yang didorong karena kebutuhan akan terselenggaranya pemerintahan dan sistem ketatanegaraan yang baik, sehingga seluruh hal yang berkaitan dengan BI tercantum dalam Undang – Undang. UU No. 23 tahun 1999 yang terakhir kali direvisi menjadi UU No. 6 tahun 2009 mengatur mengenai Bank Indonesia, termasuk dalam penentuan tujuan dan tugas BI yang kemudian didefinisikan dalam rangkaian SS dan IKU BI dalam konsep Balanced Scorecard. Sementara UU No. 17 tahun 2003 mengenai Keuangan Negara, menetapkan penyusunan anggaran yang berdasarkan rencana kerja, atau dengan kata lain mewajibkan penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) atau Performance Based Budgenting (PBB). Dimana di antara kedua komponen tersebut harus terdapat suatu alignment yang secara bersamaan menyusun Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI). Hal ini sejalan dengan konsep Balanced Scorecard sebagai double-loop learning yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton (2000) yang menghubungkan strategi melalui konsep Balanced Scorecard (manajemen strategi) dengan operasi melalui konsep anggaran (manajemen operasi), sehingga keduanya menjadi satu kesatuan. Sesuai dengan permintaan DPR pada tahun 2010 supaya BI dapat melaksanakan sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), maka penyusunan anggaran diharapkan memiliki keterkaitan dengan manajemen kinerja BI. Sementara sehubungan dengan penggunaan konsep Balanced Scorecard BI, muncul pertanyaan mengenai kaitannya dengan sistem penganggaran di BI. Karena BI merupakan salah satu lembaga negara yang memiliki independensi, maka dalam pelaksanaan fungsi dan wewenangnya, BI berada dalam
pengawasan
DPR.
Salah
satu
komponen
yang
perlu
dipertanggungjawabkan kepada DPR adalah masalah anggaran. Sesuai dengan
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
109
agenda DPR, setiap tahunnya direncanakan akan dilakukan penyerahan rencana anggaran untuk tahun mendatang pada akhir bulan September. Hal ini dimaksudkan agar DPR memiliki waktu selama dua bulan untuk melakukan pembahasan mengenai rencana anggaran yang diajukan oleh BI, yaitu pada bulan Oktober dan November. Sehingga pada akhirnya rencana anggaran tersebut dapat disetujui oleh DPR pada bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai. Untuk itu, BI dituntut melakukan penyusunan strategi yang kemudian akan menjabarkan dalam bentuk rencana kegiatan dan selanjutnya dapat diperhitungkan menjadi berbagai pengeluaran
yang diperlukan. Sehingga untuk dapat
menyesuaikan dengan agenda pembahasan rencana anggaran oleh DPR, BI kemudian melakukan perubahan jadwal Forstra sebagai langkah penetapan strategi. Jika dulu Forstra dilaksanakan pada bulan Agustus, kini BI menetapkan pelaksanaan Forstra pada bulan Juli sehingga ada waktu yang lebih banyak untuk menyusun rencana anggaran berdasarkan strategi yang telah ditetapkan. Sehingga pada bulan September, BI telah memiliki rencana anggaran yang siap diajukan kepada DPR beserta draft SS, IKU, dan PK inisiatif yang masih dapat mengalami perubahan. Adapun anggaran yang dikenal di BI sendiri sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 3 tahun 2004 (diperbaharui UU No. 6 tahun 2009) pasal 60 adalah sistem penganggaran internal berdasarkan unit bisnis dan unit pendukung. Penyusunan anggaran dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anggaran kebijakan dan anggaran operasional adalah anggaran kebijakan dan anggaran operasional. Untuk anggaran kebijakan adalah anggaran yang dimiliki oleh tiga satuan kerja utama BI, yaitu moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Anggaran kebijakan hanya perlu disampaikan kepada DPR tanpa perlu mendapat persetujuan. Sementara yang kedua adalah anggaran operasional, yaitu berbagai anggaran yang dibutuhkan oleh unit pendukung serta kantor perwakilan dalam negeri dan luar negeri. Jenis anggaran ini yang kemudian harus disampaikan dan mendapat persetujuan dari DPR. Kelemahan yang dirasakan terkait dengan agenda DPR dalam penyusunan anggaran dan strategi adalah perubahan kondisi yang terjadi ditengah proses
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
110
pengajuan strategi dapat menyebabkan perubahan dalam inisatif yang diajukan oleh satuan kerja. Hal ini seringkali menyebabkan mismatch antara pembaharuan yang sudah dilakukan di tingkat satuan kerja (operasional) dengan tingkat PSHM. Selain itu jika dikaitkan dengan anggaran, maka perubahan yang terjadi dalam komponen strategi sudah tidak dapat disesuaikan dengan anggaran, karena anggaran telah diproses melalui mekanisme yang berbeda oleh DPR. Hal yang paling penting adalah terkait dengan pengajuan rencana anggaran yang dilakukan oleh BI hanya berdasarkan hasil Forstra yang baru mencakup anggaran berbasis draft SS, IKU, dan PK insiatif, sementara PK non-inisiatif yang merupakan PK rutin satuan kerja baru ditetapkan setelah rencana anggaran diajukan. Pembahasan mengenai keterkaitan Balanced Scorecard sebagai sistem manajemen performa BI dengan anggaran, dapat dimulai dengan siklus Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) yang telah disusun oleh BI sebagai berikut:
Universitas Indonesia Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
111
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
112
Siklus SPAMK ini diatur dalam PDG No. 12/9/PDG/2010, sementara petunjuk teknis mengenai sistem ini dijelaskan dalam Surat Edaran No. 12/85/INTERN.
Tujuan
dari
penerapan
SPAMK
sendiri
adalah
untuk
mengintegrasikan tiga hal penting yaitu perencanaan, penganggaran, dan manajemen kinerja BI sehingga mendukung penyusunan ABK. SPAMK dipandang sebagai bagian dari reformasi ketiga sistem tersebut (Walsh, Luis dan Lok, 2004). Integrasi ketiga hal ini sendiri telah mendapatkan momentum dengan dilahirkannya bebrerapa produk hukum pemerintah, seperti Inpres 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 33 tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 21 tahun
2004
mengenai
Rencana
Kegiatan
dan
Anggaran
Kementrian
Negara/Lembaga, PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara, PP No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Surat Edaran Menpan No. SE/31/M.PAN/12/2004 perihal Penetapan Kinerja, Permpenpan No. 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Perpres No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010 – 2025. Di antara ketiga komponen tersebut, perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, oleh karenanya output dari perencanaan adalah penganggaran (Bastian, 2006). Sedangkan manajemen kinerja merupakan tatakelola pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan dokumen perencanaan dan penganggaran yang telah ditetapkan oleh organisasi, atau dalam istilah lain manajemen kinerja sebagai tatakelola perilaku dan hasil kerja seseorang dalam pencapaian tujuan organisasi (Brumbach, 1988; Amstrong, 1994; Bates dan Holton, 1995; Waal, 2007). Secara umum terdapat paling tidak empat manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui proses SPAMK, yaitu (a) untuk meningkatkan orientasi kepada stakeholders, (b) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas menuju tatakelola yang lebih baik, (c) untuk menciptakan
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
113
strategy focused organization, (d) untuk membangun organisasi yang berbudaya berbasis kinerja (Simanjuntak, 2004). BI sendiri kendati sudah berusaha menerapkan SPAMK sebagai wujud intergrasi strategi dan anggaran, masih mengalami beberapa kelemahan di dalamnya. Fungsi SPAMK BI dilaksanakan oleh dua satuan kerja, yaitu DPSHM sebagai pelaksana sistem perencanaan dan manajemen kinerja serta DKI sebagai pelaksana sistem anggaran. DPSHM sepenuhnya bertanggung jawab terhadap penyusunan dan implementasi strategi BI yang dituangkan dalam Balanced Scorecard melalui rangkaian Forstra, penurunan ke setiap satuan kerja hingga evaluasi. Sementara DKI bertanggung jawab atas penyusunan anggaran dimana setiap tahunnya DKI menetapkan plafon anggaran untuk masing-masing satuan kerja dengan mengacu pada data historis satker dan penentuannya berupa inkremental dari jumlah kebutuhan satker pada periode sebelumnya (konsep anggaran tradisional), bukan pada program kerja yang disusun oleh satker tersebut. Hal ini disebabkan karena rencana anggaran sudah harus diajukan oleh BI kepada DPR pada bulan September, dimana anggaran disusun hanya mengacu pada hasil Forstra, sementara penurunan strategi ke tingkat satker masih terus berlangsung setelahnya (dalam tahap 4 baru dilakukan penetapan Peta Strategi Satker). Selain itu, sistem aplikasi yang digunakan oleh kedua satker tersebut terpisah, dimana DKI memiliki dua sistem aplikasi penunjang anggaran, yaitu PPA dan BI-SOSA sementara DPSHM menggunakan AMK. PPA (Proyeksi dan Penyusunan anggaran) adalah suatu aplikasi yang digunakan oleh DKI dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sedangkan aplikasi BI-SOSA (Sentralisasi Otomatisasi Sistem Akunting) digunakan untuk melakukan pencatatan dan dalam kaitannya dengan sistem akuntansi. Saat ini, aplikasi PPA dan BI-SOSA berada di bawah kontrol DKI dan hanya sebatas aplikasi untuk anggaran dengan alignment yang masih lemah atas manajemen kinerja. Dalam aplikasi PPA, telah dimasukkan komponen manajemen kinerja seperti SS, IKU, dan PK yang menjadi dasar pernyusunan anggaran, namun demikian karena adanya pemisahan aplikasi AMK dan PPA, pembaharuan komponen AMK seringkali terlambat di up-date di
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
114
PPA (lag time). Sementara AMK (Aplikasi Manajemen Kinerja) yang digunakan oleh DPSHM juga tidak memasukkan indikator penyerapan anggaran dalam penilaian kinerja, melainkan penilaian berdasarkan pencapaian IKU BI. Sampai saat ini, BI masih belum memiliki suatu mekanisme baku untuk menerapkan ABK yang baik. Belum adanya sistem pengukuran output BI serta metode alokasi biaya menjadi fakor penghambat dalam penyusunan ABK. Sesuai dengan konsep ABK, maka seharusnya setiap anggaran disusun berdasarkan rencana kerja yang telah dibuat. Namun karena BI menerapkan konsep Balanced Scorecard, maka penyusunan anggaran harus sesuai dengan SS dan IKU yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah utama yang dihadapi oleh BI adalah membangun alignment antara komponen strategi dalam Balanced Scorecard dengan anggaran. Sebelum
melakukan
pembahasan
mengenai
keterkaitan
Balanced
Scorecard dan anggaran, maka perlu dilakukan analisis mengenai komponen Balanced Scorecard BI sendiri. Analisis dimulai dengan menelaah pola hubungan PK dan SS yang ada baik di level BI-wide maupun satuan kerja. Hubungan antara Peta Strategis (SS dan IKU) di level BI-wide dan Peta Strategis (SS dan IKU) di level satuan kerja adalah one-to-many, artinya satu SS atau IKU di level BI-wide dapat diturunkan kepada lebih dari satu SS atau IKU satuan kerja. Sementara hubungan SS dan IKU satuan kerja terhadap PK pada saat ini adalah many-tomany, artinya satu SS Satker dapat memiliki lebih dari satu PK, sebaliknya satu PK Satker dapat terkait dengan lebih dari satu SS Satker. Terakhir, adalah pola hubungan PK dan anggaran yang berupa one-to-one, artinya anggaran disusun dalam level PK. Dalam penetapan linkage SS Satker ke PK, BI melakukannya secara tidak langsung, yaitu melalui Tugas Pokok Satuan Kerja (TPSatker) dan Tugas Pokok Unit Kerja (TPUker). Hal ini menyebabkan akurasi di level satker menjadi meningkat. Namun demikian permasalahan yang terjadi adalah linkage antara SS BI dan SS Satker, yang dinilai masih memiliki banyak kelemahan. Beberapa SS Satker yang muncul akibat adanya horizontal alignment terkesan hanya berupa ‘pajangan’ tanpa dilanjutkan dengan pembentukan PK. Selain itu linkage
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
115
beberapa SS Satker tersebut dengan SS BI terkesan dipaksakan, sehingga level akurasi di tingkat BI-wide lebih rendah. Pada akhirnya, by system, anggaran menjadi terserap habis pada Peta Strategi BI-wide dan hubungan PK-SS dalam ATBI secara keseluruhan lebih menekankan pada kelengkapan (external reporting oriented). Hal ini menggambarkan kondisi trade-off yang dialami oleh BI antara akurasi dan kelengkapan. Jika BI ingin meningkatkan akurasi, maka tidak semua SS Satker dipaksakan untuk dihubungkan dengan SS BI-wide sehingga ada beberapa anggaran yang memang menjadi bagian Peta Strategis Satker saja. Anggaran Berbasis Kinerja fokus pada keterkaitan yang kuat antara informasi kinerja dan anggaran sehingga pengukuran kinerja tidak terlepas dari pengukuran anggaran (OECD, 2007). Sampai saat ini BI masih berupaya untuk membangun suatu sistem ABK yang terstruktur dan lebih baik yang terkait dengan kepentingan internal serta kepentingan eksternal berupa laporan pertanggungjawaban kepada DPR. Sementara salah satu hal yang ingin dicapai oleh BI adalah dapat menerapkan suatu pengukuran biaya yang terstandardisasi (standard cost). Sehingga tantangan terbesar BI adalah membangun suatu sistem standar biaya yang ilmiah. 4.5.
Analisis Proses Pemantauan dan Pengawasan Balanced Scorecard Bank Indonesia Dalam tahap pemantauan dan pengawasan terdapat dua kegiatan yang
lazimnya dilakukan oleh perusahaan atau entitas yang menggunakan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem manajemen performa. Dua kegiatan tersebut adalah review operasional (operational review) dan review strategis (strategic review). Kaplan dan Norton dalam beberapa literaturnya (1992, 1996, 2000, 2008) menekankan pentingnya keberadaan review strategis dalam penyusunan dan pengimplementasian Balanced Scorecard. Berbagai sampel yang digunakan oleh keduanya menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan maupun organisasi nonprofit yang diteliti cenderung hanya fokus pada review operasional. Setiap rapat yang dilakukan bertujuan untuk melakukan pembahasan mengenai performa yang telah dicapai sebelumnya,
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
116
didominasi dengan presentasi oleh perwakilan berbagai unit mengenai pencapaian yang mereka raih, selisih antara target dan pencapaian, serta upaya untuk menutup selisih tersebut. Hal ini dinilai terlalu fokus terhadap isu-isu jangka pendek yang dialami oleh perusahaan dan membutuhkan penanganan dengan cepat. Namun demikian, terpusatnya perhatian dan tersitanya waktu rapat untuk pembahasan lingkup operasional membuat organisasi lupa akan review strategis yang seharusnya juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Isu jangka panjang terkait strategi seringkali dikesampingkan, seperti isu mengenai validitas asumsi-asumsi yang digunakan untuk membangun startegi, kondisi eksternal maupun internal yang terus berubah dan berpotensi besar mengubah strategi, serta ketepatan hipotesis yang dibangun dalam hubungan antar perspektif yang digunakan sebagai landasan pembangunan strategi. Masalah yang sangat sering terjadi adalah organisasi cenderung menggabungkan review operasional dan strategis dalam satu waktu rapat. Terkadang rapat operasional dilakukan pada awal hari (pagi hingga siang) sementara review strategi pada akhir hari (siang hingga sore). Namun demikian hal ini menjadikan organisasi terlalu fokus pada aspek operasional, tak jarang pembahasan operasional kemudian terus berlangsung hingga akhir rapat dan menyebabkan aspek strategis menjadi tidak terbahas dalam rapat. Untuk itulah keduanya mengusulkan adanya pemisahan antara rapat operasional dan strategis. Di BI sendiri telah dilakukan lima jenis rapat yang rutin dilaksanakan. Hal ini dapat dipetakan menjadi suatu gambaran pelaksanaan berbagai rapat serta arahan pembahasan yang dilakukan di dalamnya:
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
117
4.15. Pemetaan Rapat di Bank Indonesia Sumber: Olahan sendiri
1.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rapat Dewan Gubernur merupakan rapat yang dihadiri oleh para Dewan
Gubernur BI yang memiliki keputusan tertinggi atas penentuan segala kebijakan yang ada di BI. RDG sendiri wajib dihadiri oleh Dewan Gubernur BI yang memenuhi kuorum guna dapat melakukan pengambilan keputusan. Jumlah maksimal Dewan Gubernur BI sendiri adalah 9 orang, sementara pada tahun ini terdapat 5 orang Dewan Gubernur BI. Sehingga untuk memenuhi persyaratan keabsahan pengambilan keputusan maka setidaknya rapat harus dihadiri oleh 3 orang Dewan Gubernur BI. Rapat ini dilaksanakan dengan frekuensi mingguan, bulanan, triwulanan, dan tahunan yang berfungsi sebagai penentu keputusan akhir dalam isu-isu penting yang terjadi di BI. Sesuai dengan amanat Undang-Undang,
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
118
maka untuk hal yang bersifat strategis juga harus diputuskan melalui persetujuan Dewan Gubernur BI. Namun demikian kekurangan yang dirasakan hingga saat ini adalah pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dirasakan kurang memiliki hubungan dengan peta strategi BI. Sehingga perubahan yang ingin dilakukan adalah: a.
Mengarahkan Board Seminar dalam pembahasan dan penyampaian informasi kepada Dewan Gubernur yang mendalam (kedalaman topik dapat dirasakan), pengecekan tingkat pencapaian setiap target dan hambatannya.
b.
Mengarahkan pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang melakukan pembahasan yang berhubungan (link) dengan peta strategi BI (topik-topik yang berkaitan dengan SS dan IKU BI). Selain itu keluhan yang diajukan adalah adanya tugas tambahan yang
selalu diberikan berdasarkan keputusan RDG kepada satuan kerja tanpa memperhitungkan beban kerja dari satuan kerja terkait. Hal ini menimbulkan hilangnya fokus dari satuan kerja mengenai tugas yang perlu diprioritaskan dalam pencapaian strategi BI. Hal lain yang terjadi dalam rapat evaluasi di BI sendiri adalah belum adanya sistem reward and punishment dalam menindaklanjuti pencapaian setiap satuan kerja. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan sistem ini, penghargaan kepada satuan kerja yang memiliki kinerja baik selayaknya mendapatkan apresiasi dari BI sehingga memacu setiap satuan kerja untuk meningkatkan upaya dalam pencapaian kinerjanya (membangun intensif eksternal). 2.
Board Seminar Rapat ini dilaksanakan sebagai bentuk persiapan untuk melangsungkan
RDG. Mengingat kewenangan yang tinggi dalam RDG berkaitan pengambilan keputusan di BI, maka diperlukan suatu persiapan terlebih dulu apabila disinyalir perlu dilakukan pendalaman terhadap beberapa topik tertentu yang akan dibahas dalam RDG. Apabila RDG yang akan dilaksanakan membahas topik penting yang
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
119
perlu didalami, maka dilaksanakanlah Board Seminar untuk membantu proses pendalaman materi. 3.
Rapat Koordinasi Triwulanan Rapat ini dilaksanakan secara triwulanan yang dilakukan oleh DG Bidang
yang bertemu dengan Pimpinan Satuan Kerja, yang dikenal dengan sebutan Rapat Koordinasi (Rakor) Triwulanan. Setiap triwulan akan dilaksanakan rapat sebagai berikut:
Triwulan I, dilaksanakan pada bulan April (secara tatap muka)
Triwulan II, dilaksanakan pada bulan Juli (secara tertulis)
Triwulan III, dilaksanakan pada bulan Oktober, (secara tatap muka) dan;
Triwulan IV, dilaksanakan pada bulan Januari (secara tertulis) Penyempurnaan yang dilakukan oleh BI adalah meningkatkan frekuensi
penyelenggaraan rapat pembahasan strategis, dimana jika dulu rapat dilakukan formal setiap dua kali dalam satu tahun (semesteran) dengan DG Bidang, maka kini rapat dilaksanakan empat kali dalam satu tahun. Untuk setiap triwulan, pembahasan yang dilakukan serupa kecuali untuk triwulan kedua dan keempat. Pada triwulan kedua rapat yang dilaksanakan secara tertulis, sehingga tidak ada pertemuan untuk pembahasan melainkan hanya menghasilkan laporan tertulis. Hal ini karena pelaksanaannya bersamaan dengan pengembangan strategi BI untuk tahun ke depan (Forstra) sehingga waktu yang ada digunakan untuk melakukan pembahasan lebih menitikberatkan pada perencanaan dan pengembangan strategi BI dalam Frostra. Sementara untuk triwulan empat juga serupa dengan triwulan dua, hal ini dikarenakan waktu pelaksanaannya bersamaan dengan evaluasi eksternal tahunan yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban BI terhadap DPR. Rapat triwulanan tersebut merupakan pembahasan yang dilakukan oleh setiap satuan kerja yang diwakili oleh Pimpinan Satuan Kerja terkait dengan tim Pamka dan DG Bidang. Tim Pamka sendiri diwakili oleh Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) selaku tim yang memegang kontrol atas penyusunan, implementasi dan kontrol strategi, Direktorat Keuangan
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
120
Internal (DKI) selaku tim yang bertanggung jawab atas penyusunan anggaran keseluruhan di BI, Direktorat Sumber Daya Manusia (DSDM) selaku tim yang bertanggung jawab atas pengalokasian sumber daya yang ada di BI, serta Direktorat Audit Internal (DAI) selaku tim yang bertanggung jawab terhadap tercipta dan terpeliharanya tatakelola yang baik di tubuh BI. Selain itu penyempurnaan lain yang telah dilakukan oleh BI terkait dengan rapat ini, yaitu jika dulu rapat tersebut dilaksanakan dengan diwakili oleh Manajer IKU Satker sebagai perwakilan dari pihak satuan kerja terkait, maka kini mulai tahun 2012 BI memiliki kebijakan bahwa Pimpinan Satuan Kerja terkait harus menghadiri rapat tersebut untuk berdiskusi langsung dengan Tim Pamka dan DG Bidang mengenai kemajuan serta permasalahan operasional yang dihadapi selama implementasi strategi. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan yang dirasakan dalam praktik sebelumnya, yaitu pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam atas satuan kerja terkait yang dimiliki oleh Pimpinan Satuan Kerja diharapkan dapat memaksimalkan hasil pembahasan serta brainstorming atas evaluasi operasional satuan kerja terkait. Begitu pula dengan kekhawatiran mengenai beberapa poin yang mungkin tidak disampaikan kepada Pimpinan Satuan Kerja dikarenakan kelalaian Manajer IKU Satker ataupun sebab lainnya. Selain itu hal terpenting yang ingin dicapai adalah bahwa dengan keterlibatan langsung Pimpinan Satuan Kerja dalam pembahasan operasional diharapkan Pimpinan terkait memiliki keterikatan lebih terhadap strategi dan operasional satuan kerjanya serta membentuk komitmen yang lebih baik di dalamnya. Selain pihak yang terlibat dalam pembahasan, materi bahasan yang dikaji dalam rapat evaluasi operasional tersebut juga mendapat sorotan. Jika dulu pembahasan sangat menitikberatkan pada aspek kesesuaian anggaran dimana Direktorat Keuangan Internal mendominasi jalannya rapat dengan mengevaluasi penggunaan anggaran satuan kerja dan setiap satuan kerja terkait diarahkan untuk meminimalisir anggarannya, maka kini pembahasan lebih mengarah kepada aspek strategis. Hal ini menyebabkan peran Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat menjadi lebih banyak terutama terkait dengan fokus rapat untuk mensinergikan anggaran dan program kerja yang diusung oleh satuan kerja
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
121
terkait (aspek kelayakan). Ini berarti satuan kerja tidak lagi didorong untuk menekan anggarannya, melainkan menyusun anggaran yang sesuai dengan berbagai inisiatif dan program kerja yang disusun. Satuan kerja diperbolehkan untuk mengajukan anggaran dalam jumlah yang cukup besar selama anggaran tersebut dirasa relevan dan program kerja yang diusulkan penting untuk dilaksanakan guna mendukung strategi BI-wide. Sebagai contoh pembahasan adalah agenda rapat triwulanan BI pada triwulan ketiga tahun 2012 sebagai berikut:
4.16. Agenda Rapat Koordinasi Bank Indonesia Triwulan III tahun 2012 Sumber: Presentasi Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, 23 Oktober 2012.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa fokus pembahasan dalam rapat koordinasi triwulanan yang diselenggarakan di BI sangat menekankan pada pembahasan tingkat pencapaian BI secara keseluruhan dan setiap satuan kerja. Mulai dari pencapaian indikator kinerja utama dan pelaksanaan PK strategis di tingkat BI-wide, pencapaian kinerja satuan kerja, realisasi anggaran satuan kerja dan pelaksanaan manajemen risiko BI. Hal ini megindikasikan suatu temuan menarik yaitu pelaksanaan rapat koordinasi triwulanan tersebut cenderung hanya
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
122
fokus pada pembahasan operasional di tingkat BI yang merupakan kelanjutan progress report dalam tingkat satuan kerja yang kemudian disampaikan ke tingkat BI. Sementara untuk porsi pembahasan strategi yang ada dalam level BI-wide maupun level satuan kerja cenderung tidak ter-cover dalam rakor triwulanan ini. Rapat mengenai isu strategis hanyalah yang berada di tingkat Dewan Gubernur BI (GBI), dengan alasan bahwa RDG memegang wewenang tertinggi dalam pengambilan keputusan termasuk yang bersifat strategis. Namun demikian masih sangat perlu dilakukan pembahasan strategis di tingkat Pimpinan Satuan Kerja, Tim Pamka, dan DG Bidang sebagai masukan dalam pelaksanaan RDG nantinya. Sementara itu selain pembahasan operasional yang dilakukan dalam rakor ini, BI juga melakukan pembahasan bersifat strategis di sela-sela pembahasan operasional. Penyempurnaan yang telah dilakukan oleh BI adalah dengan melakukan filter atau pemilihan topik penting yang perlu dibahas dalam rakor triwulanan tersebut. Jika dulu topik yang muncul dapat beragam sehingga fokus pembahasaan dirasakan kurang didapat. Kini topik yang dimunculkan hanya beberapa yang dianggap sangat penting. Selain itu pembahasan diarahkan pada topik yang terkait dengan strategi BI-wide yang porsinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini penting karena sebagian dari rapat tersebut dilaksanakan untuk melakukan pembahasan dalam ranah BI dan bukan satuan kerja secara individual. Terlepas dari penyelenggaraan rapat pembahasan strategi dan operasional yang masih overlap, dimana terdapat fakta terkait bahwa pembahasan strategis seringkali digabungkan ke dalam pembahasan operasional yang membuat BI kurang memiliki fokus tersendiri dalam pembahasan strategi, BI telah melakukan suatu langkah penyempurnaan yang cukup baik. Penyempurnaan yang dilakukan adalah dengan membentuk suatu output atas rakor triwulanan dalam bentuk laporan eksekutif (executive report). Jika dulu output yang dihasilkan hanya berupa catatan review yang disampaikan kepada Anggota Dewan Gubernur (DG Bidang) terkait dengan pencapaian satuan kerja yang berada di bawah pengawasannya, kini BI menetapkan diproduksinya laporan eksekutif yang memungkinkan seluruh DG bidang memiliki laporan terintegrasi dimana mereka
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
123
tidak lagi hanya mengetahui review atas satuan kerja di bawahnya namun seluruh satuan kerja yang ada di BI. Laporan eksekutif triwulanan merupakan suatu ringkasan progress pencapaian BI (baik berupa IKU dan PK terkait), penilaian risiko, dan realisasi anggaran yang disusun oleh Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (DPSHM) dan disampaikan kepada Anggota Dewan Gubernur (ADG). Dalam rakor triwulan I dan III diadakan rakor yang mempertemukan DG dan Pimpinan Satuan Kerja untuk melakukan pembahasan atas laporan eksekutif triwulan I dan III serta isu-isu lainnya yang dianggap penting untuk dibahas. Guna meningkatkan efektivitas waktu, pembahasan pendalaman hanya menitikberatkan pada pencapaian yang berada di bawah target. BI sendiri memiliki ketetapan bahwa pencapaian PK akan digambarkan dalam bentuk warna, yaitu hijau (jika pencapaiannya sesuai atau di atas target), kuning (jika pencapaian kurang dari target yang ditetapkan). Jika dulu juga digunakan indikator warna merah untuk pencapaian target yang buruk, sekarang BI memiliki kebijakan untuk tidak menggunakan warna merah karena dianggap terlalu menekan satuan kerja yang memperoleh penilaian tersebut. Berikut ini adalah daftar isi laporan eksekutif BI: a.
Perkembangan pencapaian IKU BI
b.
Perkembangan pelaksanaan PK Strategis (PK Inisiatif dan non-inisiatif yang mendukung IKU BI, serta penugasan tindak lanjut Rapat Dewan Gubernur (RDG))
c.
Analisis Enterprise Wide Risk Management (EWRM)
d.
Realisasi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI)
4. Rapat Internal Satuan Kerja Rapat ini dilaksanakan setiap minggu atau dua minggu sekali yang dilakukan oleh setiap bagian, dimana setiap bulannya Kepala Bagian akan melakukan pelaporan kepada Pimipinan Satuan Kerja. Rapat pembahasan operasional menjadi wewenang satuan kerja terkait, begitu pula dalam pembahasannya mengenai angka pencapaian berada dalam lingkup satuan kerja.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
124
5.
Evaluasi Tahunan (Annual Evaluation) Setiap tahunnya BI akan melakukan evaluasi eksternal atas implementasi
strategi yang telah dijalankan selama satu tahun. Rapat evaluasi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh BI kepada salah satu stakeholder-nya yaitu DPR. Dalam rapat ini dilakukan pembahasan mengenai keberadaan IKU-outcome, yaitu IKU yang berada dalam perspektif stakeholders. 4.6.
Analisis Proses Tes dan Adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia Untuk tahapan tes dan adaptasi mengenai implementasi Balanced
Scorecard sendiri dikenal beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh entitas terkait untuk menguji kesesuaian serta validitas komponen yang membangun Balanced Scorecard tersebut (Kaplan dan Norton, 2008). Beberapa pendekatan tersebut antara lain adalah: 1.
Profitability analysis
2.
Strategy correlations
3.
Emerging strategies
Selain itu dalam Kaplan dan Norton (2000) dijelaskan mengenai beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan umpan balik atas strategi yang telah disusun dan diimplementasi, yaitu: 1.
Correlation analysis
2.
Management gaming
3.
Anecdotal reporting
4.
Initiative review
5.
Peer review
6.
Emergent strategy Karena BI sendiri merupakan suatu lembaga independen dalam
pemerintahan yang bukan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka pendekatan profitability analysis tidak digunakan dalam pengujian strategi yang dibangun dalam Balanced Scorecard. Pendekatan yang digunakan oleh BI dalam pengujian dan adaptasi strategi adalah dengan menggunakan pendekatan emerging
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
125
strategy, dimana perubahan yang didorong dari faktor eksternal BI tidak jarang menyebabkan BI harus melakukan penyesuaian terkait dengan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Perubahan kondisi, bahkan di tengah periode pengajuan strategi dapat menyebabkan perubahan insiatif yang diajukan guna menyesuaikan dengan kondisi yang menjadi asumsi dalam membangun strategi tersebut. Selain dengan menggunakan pendekatan emergent strategy, BI juga melakukan initiative review, yaitu dengan mempertemukan initiative sponsor (DG Bidang terkait) dengan pelaksana sesuai dengan timeline yang telah ditetapkan. Misalnya saja apabila dalam pelaksanaan strategi ditetapkan bahwa salah satu target harus dicapai pada bulan Mei, maka pada bulan Juni dilakukan review atas inisiatif tersebut. Untuk management gaming, anecdotal review, dan peer review memang tidak diterapkan dan kurang sesuai dengan karakteristik BI, namun demikian correlation analysis yang seharusnya menjadi alat utama yang dapat digunakan oleh BI sebagai umpan balik atas pengujian hipotesis dari berbagai sasaran strategis yang telah dibentuk dalam lima perspektif Balanced Scorecard tidak dilaksanakan. Hal ini tentu sangat disayangkan karena melalui correlation analysis seharusnya dapat diketahui apakah berbagai sasaran strategis yang telah disusun serta keterkaitannya dapat dibuktikan kebenarannya. 4.7.
Analisis Mengenai Permasalahan yang Dihadapi oleh Bank Indonesia Terkait Penyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard Terkait dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam perusahaan
atau entitas nonprofit dalam menerapkan konsep Balanced Scorecard, Kaplan dan Norton (2000) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tiga kelompok masalah yang dapat memicu kegagalan bagi perusahaan, yaitu (1) Transitional Issues, (2) Design Failures, dan (3) Process Failures.
Analisis mengenai berbagai
permasalahan yang terjaid dalam penyusunan dan implementasi konsep Balanced Scorecard BI sendiri adalah: 1.
Transitional Issues Secara umum, permasalahan ini terjadi karena didorong atas perubahan
yang cukup drastis dalam perusahaan, baik disebabkan oleh sikap senior manajer
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
126
yang tidak mendukung konsep ini atau konsep Balanced Scorecard dipandang tidak sesuai dengan strategi perusahaan. Penolakan-penolakan yang terjadi saat penyusunan maupun implementasi Balanced Scorecard BI sendiri tidak dirasakan. Pada awal penyusunannya tahun 2001 sendiri, sempat timbul keraguan dari pihak internal BI serta adanya penolakan dari beberapa pihak yang disebabkan adanya pesimisme mengenai keberhasilan pengimplementasian konsep Balanced Scorecard. Namun demikian isu tersebut berhasil ditepis dengan upaya dari pihak-pihak BI yang mencoba meyakinkan pihak internal BI yang lainnya. Sehingga pada akhirnya konsep ini terus dibangun dan diterapkan oleh BI sampai saat ini. 2.
Design Failures Untuk kegagalan desain Balanced Scorecard pada dasarnya terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menyempurnakan desain sehingga tidak menyebabkan permasalahan yang berujung pada kegagalan implemetasi. Permasalahan desain yang pertama adalah konsistensi perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard. Seperti yang telah dibahas dalam sub bab sebelumnya, diketahui bahwa perspektif tatakelola (good governance) belum jelas penempatan dan kedudukannya dalam Balanced Scorecard BI. Di level BI-wide perspektif ini setingkat dengan perspektif proses internal dan keuangan sementara di level satuan kerja (DKM dan DPSI) berada satu tingkat dengan perspektif pembelajaran dan pengembangan. Hal ini penting untuk dipastikan kedudukan serta peran dari perspektif tersebut. Selain itu indikasi terlalu penuhnya (crowded) Balanced Scorecard BI dikarenakan belum adanya pembatasan ukuran dan target yang dicantumkan dalam Balanced Scorecard juga harus mendapatkan perhatian, sehingga hal-hal yang dicantumkan dalam Balanced Scorecard memang merupakan hal yang bersifat strategis. Di samping kedua hal tersebut, isu ketiga yang harus diperhatikan adalah keterkaitan (alignment) antara seluruh satuan kerja baik utama maupun pendukung terhadap strategi BI-wide. DPSHM telah berusaha menciptakan suatu mekanisme baku mengenai tahapan penurunan (cascading) secara vertikal untuk PK inisiatif, namun demikian harus benar-benar dikaji kembali implementasinya
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
127
sehingga proses penurunan dapat dilakukan secara tepat. Selain itu horizontal alignment yang dapat memunculkan SS baru tingkat Satker yang tidak berhubungan langsung dengan SS BI-wide juga harus diperhatikan supaya SS yang dibentuk benar-benar bermanfaat keberadaannya, bukan sekedar ‘ditempel’ tanpa tindak lanjut. Pun demikian dengan alignment pada unit pelengkap seperti Museum BI yang keterkaitannya sangat jauh dengan strategi BI harus diperhatikan. 3.
Process Failure Merupakan permasalahan yang paling sering dihadapi oleh perusahaan-
perusahaan yang menerapkan konsep Balanced Scorecard. Begitu pula dengan BI, yang mengalami beberapa permasalahan terkait dengan implementasi Balanced Scorecard yang bersumber dari kesalahan proses di dalamnya. Berdasarkan tujuh tipe kegagalan proses yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton (2000), tidak satupun kriteria yang dialami oleh BI. Permasalahan proses yang dialami oleh BI sendiri merupakan berbagai kekurangan-kekurangan yang masih ada disertai dengan kendala teknis baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal BI seperti yang telah diuraikan dalam sub pokok pembahasan sebelumnya.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Setelah menyelesaikan pembahasan di Bab 4 dengan menggunakan konsep
eksekusi premium disertai dengan beberapa perangkat yang ada di dalamnya, penelitian ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan yang dapat menjawab perumusan masalah yang telah diajukan di Bab 1. Jawaban untuk ketujuh rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tahapan
pertama
dalam
eksekusi
strategi,
yaitu
mengenai
proses
pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia telah dianalisis dengan kesimpulan bahwa Bank Indonesia memiliki proses pengembangan strategi yang melekat dengan proses perencanaan strategi yang dilakukan dalam Forstra. Analisis yang dilakukan dapat memberikan gambaran mengenai proses dalam tahapan ini secara menyeluruh, dimana berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa Bank Indonesia telah melakukan proses pengembangan strategi dengan baik. 2.
Tahapan kedua adalah proses perencanaan strategi. Analisis yang dilakukan terbagi menjadi dua langkah, yaitu analisis mengenai prinsip dan perspektif Balanced Scorecard Bank Indonesia serta analisis tentang proses dalam tahapan perencanaan strategi. Analisis mengenai prinsip dan perspektif Balanced Scorecard menghasilkan kesimpulan bahwa masih terdapat kelemahan dalam prinsip performance drivers pada Balanced Scorecard Bank Indonesia, sementara dari sisi perspektif Good Corporate Governance masih terdapat inkonsistensi mengenai kedudukannya dalam Balanced Scorecard. Analisis mengenai tahapan dalam proses perencanaan strategi menghasilkan kesimpulan bahwa alat yang digunakan dalam proses ini, yaitu Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis, masih memiliki beberapa kekurangan. 128
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
129
3.
Tahapan ketiga adalah proses alignment Balanced Scorecard Bank Indonesia, dimana berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia telah menyusun suatu pedoman yang lengkap mengenai penurunan Balanced Scorecard baik secara horizontal maupun vertikal hingga ke level satuan kerja untuk PK inisiatif. Namun demikian dalam praktiknya masih terdapat inkonsistensi dalam penerapan pedoman yang dibuat. Sementara untuk penurunan hingga ke tingkat individual telah dilakukan, namun keterkaitannya dengan strategi level BI-wide masih belum dapat dipastikan.
4.
Tahapan keempat merupakan proses perencanaan operasi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa masih belum ada suatu prosedur yang baku dalam melakukan proses pengalokasian sumber daya logistik, anggaran, dan manusia ke dalam setiap objektif strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Lebih lanjut mengenai keterkaitan antara strategi dan anggaran di Bank indonesia masih belum ada suatu mekanisme baku dalam penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja.
5.
Tahapan kelima adalah analisis pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard. Analisis yang dilakukan telah berhasil memetakan berbagai rapat yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa sebagian besar rapat yang dilakukan hanya fokus dalam pembahasan penilaian kinerja operasional. Sementara materi mengenai review strategi dinilai sangat kurang. Selain itu belum ada suatu mekanisme untuk memisahkan rapat yang bertujuan untuk melakukan pembahasan dalam ranah operasional dengan pembahasan yang bersifat strategis.
6.
Tahapan keenam dalam eksekusi premium adalah mengenai proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia hanya menggunakan pendekatan emergent strategy dan initiative review dalam proses ini.
7.
Terkait dengan permasalahan yang dapat memicu kegagalan terhadap konsep Balanced Scorecard yang dialami oleh BI sendiri lebih kepada kelemahan desain yang masih terjadi, seperti masih terdapat inkonsistensi perspektif, beberapa kekurangan yang ditemukan dalam hubungan PK dan detail PK, serta penurunan ke tingkat unit bisnis maupun pendukung. Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
130
Ketujuh rumusan masalah tersebut dapat memberikan suatu gambaran menyeluruh mengenai proses eksekusi strategi dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard dengan kaitannya terhadap operasional sehari-hari. 5.2.
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi yang dilakukan untuk menganalisis
implementasi sistem manajemen performa dengan pendekatan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia. Pemahaman atas proses eksekusi strategi tersebut diperoleh dengan melakukan kunjungan di Bank Indonesia. Penelitian ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan karena berbagai kekurangan yang terdapat di dalamnya. Adapun beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah:
Durasi yang ditempuh untuk mendokumentasikan segala aktivitas dalam objek penelitian dirasakan terlalu cepat untuk memperoleh suatu pemahaman yang mendalam mengenai seluruh proses yang ada di dalamnya.
Peneliti tidak melakukan analisis terhadap seluruh Balanced Scorecard yang ada di direktorat dan tingkat kantor perwakilan baik dalam negeri maupun luar negeri. Analisis hanya dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu Balanced Scorecard level BI-wide, Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter, serta Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi. Namun demikian, penelitian ini tetap berusaha untuk mendapatkan informasi yang lengkap dari perwakilan di kantor pusat Bank Indonesia.
Bank Indonesia tidak memperkenankan untuk mengakses data secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan program kerja. Hal ini menyebabkan penelitian hanya dilakukan berdasarkan sampel indikator kinerja utama dan program kerja yang dapat diakses datanya.
Kedua orang yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah orangorang yang kompeten dalam mendeksripsikan masing-masing proses eksekusi strategi Bank Indonesia. Namun hal ini bukan berarti mampu memberikan gambaran
yang
sempurna
dalam
proses
tersebut.
Penelitian
ini
mengupayakan proses perolehan informasi dan data yang secara akurat Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
131
mampu menggambarkan dan melengkapi keterangan dari narasumber tersebut.
Menginterpretasikan proses eksekusi strategi sangat bergantung dari arus komunikasi dan pemahaman antara kedua belah pihak; dalam hal ini narasumber sebagai pengirim informasi dan peneliti sebagai penerima informasi. Selalu ada celah kesenjangan antara informasi yang berusaha dijelaskan oleh narasumber dengan apa yang berhasil diinterpretasikan dalam penelitian ini. Hal ini berusaha diminimalisir dengan penggunaan metode dan desain penelitian yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas informasi.
Keterbatasan ruang lingkup juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Penelitian ini mengambil data antara tahun 2001 hingga tahun 2012, beberapa dari data-data tersebut bukan merupakan data yang paling terbaru yang dimiliki oleh objek penelitian. Untuk itu dengan segala keterbatasan yang ada dalam penelitian ini diharapkan penelitian ini tetap dapat menghasilkan informasi yang komprehensif.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Ahsan, A., Skully, M., Wickramanayake, J. (2006). Determinants of Central Bank Independence and Governance: Problems and Policy Implications. Journal of Administration and Governance. Amstrong, M. (1994).Performance Management. London: Kogen Page. Ltd. Amtenbrink, Fabian. (2004). Three Pillars of Central Bank Governance – Towards A Model Central Bank Law or A Code of Governance? Banker, R. D., Chang, H. M., Janakiraman, S. N., Konstans, C. (2004). A Balanced Scorecard Analysis of Performance Metrics. European Journal of Operation Research, 154, 423 – 436. Banker, R.D., Chang, H. M., and Pizzini, J. (2004). The Balanced Scorecard: Judgemental Effects of Performance Measures Linked to Strategy. The Accounting Review, 79(1), 1 – 23. Bastian, Indra.(2006). SistemPerencanaandanPenganggaranPemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: PenerbitSalembaEmpat. Bates, R.A., Holton, E.F. (1995). Computerized Performance Monitoring: Review of Human Issues. Human Resources Management Review, Winter, p. 267 – 288. Brumbach, G.B. (1988). Some Ideas, Issues, and Predictions about Performance Management.Public Personnel Management, Winter, p. 387 – 404. Christensen, C., and Raynor, M. (2003). The Innovator’s Solution. Boston, MA: Harvard Business School Press. Cooper, D.J., and Morgan, W. (2008). Case Study Research in Accounting. Accounting Horizons, Vol. 22, No. 2, p. 159 – 178.
132
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
133
Djiwandono, J. Soedradjad. (2001). Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Fukuyuma, F. (2004). State-building: Governance and World Order in the Twenty-first Century, Profile Books, London. Indonesian Banking Booklet, Vol. 8, March, 2011. John, M. Bryson. (1995). Strategic Planning for Public and Nonprofit Organization. San Francisco: Jossey-Bass. Kaplan, R. S. (1983). Measuring Manufacturing Performance: A New Challenge for Managerial Accounting Research. The Accounting Review, 58, 686 – 705. Kaplan, R.S., Norton, D. (1992). The Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance. Harvard Business Review, Jan/Feb, 71 – 79. Kaplan, R.S., Norton, D. (1993). Putting the Balanced Scorecard to Work. Harvard Business Review, Sept/Oct, 134 – 147. Kaplan, R. S., and Norton, D. (1996a). Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System, Harvard Business Review, 74(1), 75 – 85. Kaplan, R.S., and Norton, D. (1996b). The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press. Kaplan, R. S., and Norton, D. (1996c). Link the Balanced Scorecard to Strategy. California Management Review, 39(1), 53 – 79. Kaplan, R.S., and Norton, D. (2000). The Strategy Focused Organization – How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment. Boston, MA: Harvard Business School Press. Kaplan, R. S., and Norton, D. (2001a). Transforming the Balanced Scorecard from Performance Measurement to Strategic Management: Part I. Accounting Horizons. Vol. 15, No. 1, March 2001, p. 87 – 104.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
134
Kaplan, R. S., and Norton, D. (2001a). Transforming the Balanced Scorecard from Performance Measurement to Strategic Management: Part II. Accounting Horizons. Vol. 15, No. 2, June 2001, p. 147 – 160. Kaplan, R.S., Norton, D. (2004a). Strategy Maps: Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. Boston, MA: Harvard Business School Press. Kaplan, R. S., Norton, D. (2004b). The Strategy Map: Gudie to Aligning Intangible Asset. Strategy and Leadership, 32(5), 10 – 17. Kaplan, R.S., Norton, D. (2008). The Execution Premium – Lingking Strategy to Operations for Competitive Advantage. Boston: MA, Harvard Business Press. Kinni, T., and Ries, A. (2000).Future Focus. Oxford: Capstone. LAN. (2008). Kajian Penyusunan Pedoman Penerapan Manajemen Kinerja pada Instansi Pemerintah. Jakarta: LAN. Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia tahun 2011. Letza, S., Sun, X. dan Kirkbride, J. (2004). Shareholding Versus Stakeholding: a Critical Review of Corporate Governance, Corporate Governance: an International Review, Vol. 12, no. 3, p. 242 – 262. Lukviarman, N. (2005). Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen Kinerja Bank Indonesia: Sudut pandang governance. Niven, Paul R. (2003). Balanced Scorecard Step-by-Step for Government and Nonprofit Agencies. US: John Wiley. Organization for Economic Co-operation and Development/OECD. (1998). Corporate Govvernance: Improving Competitivenuess and Access to Capital in Global Markets, the Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, the OECD, Paris. Organization for Economic Co-operation and Development/OECD. (2007). Performance Budgeting in OECD Countries. Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
135
Pohan, Aulia., dan Tim SPAMK – Bank Indonesia. (2006). Towards High Performance Organization, Perjalanan Bank Indonesia dalam Mengelola Startegi dan Kinerja. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Bank Sentral: Status, Kedudukan, Tujuan, dan Tugas Pokok. Disampaikan dalam Mata Kuliah Kebanksentralan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rodhes, Jo., Walsh, Paul., and Lok, Peter. (2008). Convergence and Divergence Issues in Strategic Management – Indonesia’s Experience with the Balanced Scorecard in Human Resource Management. The International Journal of Human Resource Management, Vol. 19, 1170 – 1185. Rue, L. W., and Byars, L .L. (2005). Management Skillss and Application (11th ed.). Homewood: McGraw-Hill. Sekaran, Uma. (2003). Research Method for Business (4th ed.). US: John Wiley. Shaw, R. (2003). Coreporate Governance and Risk: a System Approach, John Wiley & Sons, Hoboken. Simanjuntak, R. (2004). Strengthening BI Transformation with Strategic Planning Based BSC: Learning and Sharing Experience, Strategic Planning and Performance
Management
Forum;
Improving
Strategic
Planning
Performance Management as a Journey Toward Better Governance in Public Sector, Bali (Indonesia), December 14 – 15. Simons, R. (2000). Performance Management and Control Systems for Implementing Startegy: Text and Cases, Prentice – Hall. Somantri, Gumilar R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No.2. Stake, R.E. (2000). Handbook of Qualitative Research. 2nd edition. N Dezin and Y. Lincoln, eds. Thousand Oaks. CA: Sage.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
136
Treacy, M., and Wiersema, F. (1995). The Discipline of Market Leaders. Reading: MA, Perseus Books. Waal, Andre de. (2007). Strategic Performance Management: A Managerial and Behavioural Approach. New York: Palgrave Macmillan, p. 19. Walsh, P., Luis, S., Lok, P. (2004). The Balanced Scorecard at the Central Bank of Indonesia: Reform in Progress, Bank Indonesia, Jakarta. Referensi Undang – Undang dan Produk Hukum Lainnya: Instruksi Presiden Republik Indonesia 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara, Bab IV Huruf A Butir 1a. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, pasal 9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 mengenai Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
137
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/7/PBI/2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah. Permpenpan Nomor 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010 – 2025. Surat Edaran Menpan No. SE/31/M.PAN/12/2004 perihal Penetapan Kinerja. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Amandemen keempat, tahun 2002, pasal 23D. Undang – Undang Nomor 24 tahun 1951. Undang-Undang No. 11 tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1968 mengenai Bank Sentral. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
1
tahun
2004
tentang
Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
138
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Lampiran 1 Obyektif Pengumpulan Data dan Daftar Pertanyaan
Obyektif pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi dalam tujuh bagian besar sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Berikut ini adalah ketujuh obyektif yang ada dalam penelitian ini: 1.
Develop the Strategy
2.
Plan the Strategy
3.
Align the Business
4.
Plan Operations
5.
Monitor and Learn
6.
Test and Adapt
7.
Problem Analizing
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini adalah daftar pertanyaan acuan yang dibuat sebagai basis pengumpulan data. Jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan ini dapat diperoleh baik melalui wawancara, presentasi oleh narasumber, observasi, maupun ketiganya. Oleh sebab itu, pertanyaan ini bukan bentuk yang secara langsung ditanyakan kepada narasumber, melainkan merupakan struktur logika yang harus dijawab oleh peneliti untuk selanjutnya diolah dalam analisis. Pengajuan pertanyaan saat wawancara sangat bergantung pada konteks saat wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan acuan yang bersumber dari daftar di bawah ini. Pertanyaan yang muncul dalam wawancara juga dapat timbul akibat proses diskusi dua arah yang dilakukan dengan narasumber. Di bawah ini adalah daftar pertanyaan acuan yang digunakan dalam penelitian ini: Develop the Strategy 1.
Bagaimana proses penyusunan hingga implementasi Balanced Scorecard BI secara keseluruhan?
2.
Apakah misi, visi, nilai strategis, dan sasaran strategis BI?
139
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
3.
Bagaimana proses penetapan misi dan visi BI, serta bagaimana upaya BI untuk terus memperbaharui misi dan visinya?
4.
Bagaimana proses pengembangan strategi di BI?
5.
Apa saja kegiatan dan output yang dihasilkan dari proses pengembangan strategi BI (Forstra)?
6.
Pendekatan apa yang digunakan oleh bI dalam melakukan analisis atas strategi?
7.
Faktor utama apa yang dapat menentukan atau mengubah strategi BI?
8.
Bagaimana proses formulasi strategi BI?
Plan the Strategy 1.
Bagaimana proses perencanaan strategi BI secara umum?
2.
Apa saja kegiatan dan output yang dihasilkan dari proses perencanaan strategi (Forstra)?
3.
Perpsektif apa saja yang ada dalam konsep Balanced Scorecard BI?
4.
Bagaimana obyektif, kedudukan dan hubungan antar perspektif dalam konsep Balanced Scorecard BI?
5.
Bagaimana keterkaitan antar elemen dalam peta strategi BI?
6.
Perangkat utama apa yang digunakan oleh BI dalam proses perencanaan strategi?
7.
Bagaimana proses penentuan inisiatif, ukuran, dan target Balanced Scorecard BI?
8.
Bagaimana penentuan pihak yang bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap inisatif dalam Balanced Scorecard BI?
9.
Bagaimana gambaran umum proses penetapan anggaran strategi BI?
Align the Organization 1.
Bagaimana proses penurunan Balanced Scorecard BI secara umum?
2.
Pada tingkat mana saja penurunan Balanced Scorecard BI dilakukan?
3.
Prinsip apa saja yang digunakan dalam penurunan Balanced Scorecard BI?
140
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
4.
Apakah terdapat metode atau pedoman dalam melakukan penurunan Balanced Scorecardlevel BI-wide kepada tingkat unit bisnis atau tingkat yang lebih bawah?
5.
Bagaimana tahapan terperinci atas proses penurunan Balanced Scorecard BI?
6.
Bagaimana proses penurunan Balanced Scorecard BI hingga ke level individu (jika ada)?
Plan the Operation 1.
Langkah apa saja yang dilakukan oleh BI dalam melakukan perencanaan operasi?
2.
Sistem apakah yang digunakan oleh BI untuk membantu proses penyusunan dan implementasi Balanced Scorecard BI?
3.
Bagaimana gambaran proses perencanaan kapasitas sumber daya?
4.
Bagaimana
hubungan
antara
konsep
anggaran
dan
strategi
yang
dikembangkan berdasarkan konsep Balanced Scorecard BI? 5.
Bagaimana mekanisme penyusunan anggaran berbasis kinerja yang dilakukan oleh BI?
6.
Bagaimana proses pembagian delegasi atau wewenang dalam penentuan penyusunan anggaran dan strategi?
Monitoring and Learn 1.
Rapat apa saja yang dilaksanakan di BI?
2.
Bagaimana frekuensi pelaksanaan masing-masing jenis rapat?
3.
Apa saja agenda yang dibahas dalam setiap jenis rapat?
4.
Apa tujuan utama penyelenggaraan setiap rapat?
Test and Adapt 1.
Proses analisis apa saja yang digunakan oleh BI untuk menguji konsep Balanced Scorecard yang telah diimplementasikan sebelumnya?
2.
Bagaimana proses analisis tersebut dilakukan dan waktu pelaksanaannya?
141
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Problem Analyzing 1.
Apa saja kelemahan yang masih dimiliki dalam konsep Balanced Scorecard BI?
2.
Kelemahan terbesar apa yang dapat memicu kegagalan dalam penerapan konsep Balanced Scorecard BI?
142
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Lampiran 2 Peta Strategi Bank Indonesia 2012
143 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Lampiran 3 Peta Strategi dan Daftar Indikator Kinerja Utama (IKU) Outcome Bank Indonesia 2012
144 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Lampiran 4 Tabel Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Outcome Bank Indonesia Tabel
No
Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia Posisi Agustus 2012
Sasaran Strategis
1
Stabilitas Rupiah
2
Bauran Kebijakan Moneter yang Efektif
3
4
Nilai IKU 1
Sistem Perbankan yang Stabil, Sehat dan Efisien
Target
Pencapaian s.d. Agustus
4,5 % ± 1
4,58%
100
100 (Efektif)
Indikator Kinerja Utama (IKU)
Tingkat Inflasi IHK (yoy)
IKU 2
Efektifitas Transmisi Bauran Kebijakan Moneter *
IKU 3
Rata-rata Volatilitas Nilai Tukar Rp/USD
Angka tertentu
Sesuai target
IKU 4
Indeks Keyakinan Stakeholder Terhadap Kredibilitas Kebijakan Moneter**
Min 4 (skala 1-6)
4,58
IKU 5
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Rasio Net Performing Loans (NPL)
Maks 2
1,65
≤ 5%
2,19% ***
Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR)
≥8%
17,24% ***
IKU 6
Indeks Keyakinan Stakeholders terhadap Stabilitas Sistem Keuangan**
Min 4 (skala 1-6)
4,64
SistemPembayara IKU 7 n yang Aman dan Efisien
Kecepatan setelmen antar bank di Systemically Important Payment System (SIPS)
Min 99% transaksi harian terselesaikan Min 4 (skala 1-6)
99,9%
IKU 8
Indeks Kepuasan terhadap Uang Layak Edar**
*
4,49
Pengukuran melalui 4 jalur transmisi kebijakan moneter yaitu suku bunga, nilai tukar, likuiditas dan ekspektasi inflasi ** Pengukuran melalui survey lembaga independen pada akhir tahun. Pencapaian pada Agustus merupakan hasil Focus Group Discussion (FGD) triwulan 2 *** Data posisi Juli 2012
145 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Lampiran 5 Tabel Penyempurnaan Pelaksanaan Sistem Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia tahun 2012 Aspek
Sebelumnya
Saat ini (2012)
a. Cascading Strategy
PSHM mengidentifikasi
Telah disusun metode
Map BI (SS, IKU, PK
Satker yang menjadi
cascading yang
pengampu, namun belum
memastikan bahwa setiap
menggunakan metode
komponen SM tersebut
yang konsisten.
dialokasikan ke Satker
Inisiatif)
terkait (kecuali IKU InflasidanIndeks SSK yang merupakan domain langsung DG). b. Penetapan SS, IKU,
- Pembahasan SS, IKU,
- Pembahasan SS, IKU,
PK
PK dan anggaran Satker
PK dan anggaran Satker
dananggaranSatker
dilakukan terpisah oleh
dilakukan bersama-sama
PSHM dan DKI dan
oleh Satker Komite
terkonsentrasi di level
PAMK (PSHM, DSDM,
Manajer IKU (bukan
DKI) + DAI dengan
pimpinan Satker, kecuali
Pemimpin Satker.
Satker tertentu).
- Sesuai arahan GBI,
- Kendala keterbatasan
PSHM telah menghimbau
SDM sering diutarakan
Satker untuk mengurangi
oleh Satker, namun tidak
kegiatan yang tidak jelas
semua Satker mau
relevansinya dengan
mengurangi rencana PK
kondisi saat ini.
yang banyak.
146 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
c. Capacity Planning
- Anggaran Saat ini
DSDM telah dilibatkan
penetapan anggaran
dalam pembahasan PK
dilakukan oleh DKI
dan anggaran dengan
terutama berdasarkan data
Pemimpin Satker,
historis realisasi anggaran
khususnya untuk aspek
Satker.
kebutuhan SDM
- Sistem Informasi Saat ini seleksi PK yang membutuhkan dukungan sistem informasi telah
(Permintaan Satker vs. ketersediaan baik melalui rekrutmen PCPM, MLE, mutasi, atau promosi).
dilakukan oleh Forum Manajemen SI (FMSI). d. Alignment antar PK
PSHM melakukan
Sampai dengan Agustus
alignment IKU dan PK
2012, proses alignment
antar satker dalam
belum optimal karena
pembahasan dengan
deadline pengajuan
Manajer IKU.
RATBI ke DPR
Khusus untuk PK kajian dan riset di area tugas
menyebabkan PK Satker disusun secepatnya.
pokok BI, PSHM dibantu
PSHM akan melakukan
oleh satker terkait (DKM).
pertemuan antar Satker untuk meningkatkan alignment PK antar Satker.
e. Review pelaksanaanStrategi, Program Kerja, danAnggaranSatker
- Progress Review
- Laporan Progress
pencapaian IKU dan
Review satker dan PK
PKARI per satker
Inisiatif tetap sama.
dilaporkan ke ADG Bidang setiap semester.
- Rakor dilakukan pada
147 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Dapat dilakukan tatap
Triwulan I dan III dengan
muka antara ADG dengan
fokus pada progress
satker yang dihadiri pula
kinerja BI (IKU, PK
oleh DKI, PSHM, DAI,
Strategis, dan Anggaran).
dan DSDM.
Kinerja dan anggaran per
- Progress PK Inisiatif BI
satker tidak dibahas
dilaporkan ke Initiative Sponsor tiap triwulan/semester. - Progress IKU outcome BI dan PK Inisiatif BI wide serta beberapa isu topikal terkait anggaran dan pelaksanaan strategi satker dibahas dalam Rakor Triwulanan antara seluruh pimpinan satker dengan DG. f. RDG/Board
- RDG dan BS membahas
- PSHM mendata usulan
Seminar (BS)
berbagai topik baik terkait
topik RDG/BS yang
SS/IKU BI maupun usulan
terkait dengan strategi BI-
Satker lainnya.
wide.
- Sering terjadi tambahan
- Porsi topik RDG/BS
tugas kepada Satker dari
yang terkait dengan
RDG tanpa
strategi BI-wide makin
memperhitungkan beban
meningkat.
kerja yang sudah ada (tidak direprioritisasi)
148 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013