ANALISIS PEMUJAAN DEWA LANGIT TIONGKOK DAN YUNANI MELALUI ASPEK MITOLOGI Maya Angela, Yessica, Sugiato Lim BINUS UNIVERSITY, JL. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT Sky deities worship in China and Greece originates from myth, and nowadays these worships still exists. The worship is part of society’s culture. In order to give readers pictures the growth, method and the effect of these worships existence, writers did some research through historical analysis. In this research writers used library research method in related sources. The result shows that up to now, Chinese Sky Deity’s worship does exist as people’s belief, but Greek Sky Deity’s believers are almost vanish, though the worship’s ceremony has been held every four years till now and the religious element behind this ceremony is almost gone. These two worships has played roles in building up many parts of human’s civilization, such as architecture, art, literature and many others part.(MA/YS)
Keywords: Myth, Sky Deity, Belief, Yu Huang Da Di, Zeus.
ABSTRAKSI Pemujaan terhadap dewa langit di Tiongkok dan Yunani berawal dari mitos dan masih bertahan hingga sekarang. Pemujaan ini termasuk dalam salah satu bentuk dari kebudayaan masyarakat. Penulis melakukan penelitian terhadap latar belakang pemujaan dewa langit di kedua negara ini untuk memberikan gambaran tentang perkembangan kepercayaan ini,memahami pola pemujaannya dan pengaruhnya pada masyarakat. Penulis menggunakan metode studi pustaka terhadap penelitian-penelitian terkait. Dari penelitian ini, dapat terlihat bahwa pemujaan terhadap dewa langit Tiongkok masih bertahan hingga sekarang sebagai sebuah kepercayaan, sedangkan di Yunani kepercayaan ini sudah mulai hilang, namun bentuk pemujaannya tetap ada hingga saat ini walaupun nilai-nilai religiusnya sudah hampir hilang.Pemujaan yang berasal dari kedua negara ini pun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan peradaban manusia, diantaranya dalam bidang arsitektur,
(MA/YS)
seni, literatur, dan lain sebagainya.
Kata Kunci: Mitos, Dewa Langit, Kepercayaan, Yu Huang Da Di, Zeus.
PENDAHULUAN Salah satu bentuk dari kebudayaan adalah kepercayaan masyarakat terhadap dewa. Sosok dewa dianggap sebagai sosok yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang melebihi manusia. Sebenarnya keberadaan para dewa-dewi ini hanyalah mitos, dan manusia tidak mempunyai cara untuk membuktikan keberadaannya. Tetapi masyarakat tetap mempercayainya, untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi di sekitarnya. Meskipun fenomena-fenomena alam tersebut sebagian besar telah dapat dijelaskan melaluii penelitian, namun masyarakat masih mengaitkan fenomena-fenomena alam tertentu dengan mitos-mitos ini. Mitos ini dibuat berdasarkan pemikiran dan imajinasi masyarakat yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena alam, termasuk mitos kisah tentang para dewa. Tiongkok dan Yunani, memiliki kekayaan mitos yang cukup dikenal masyarakat dunia. dan di dalam penelitian ini, penulis membandingkan latar belakang pemujaan terhadap dewa langit di Tiongkok dan Yunani. Religi berhubungan dengan keyakinan yang diimplementasikan melalui aktivitas pemujaan. Gagasan-gagasan penting berkaitan dengan azas-azas religi dan agama yakni pertama, selain keyakinan upacara juga merupakan perwujudan dari religi atau agama; kedua, upacara religi mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas sosial antar warga masyarakat.; ketiga, upacara bersaji merupakan aktivitas untuk mendorong solidaritas dengan dewa-dewa, (Kontjaraninggrat, 2009). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori animisme, pre-animisme, dan teori religi. Animisme merupakan kepercayaan terhadap jiwa yang bersemayam didalam diri dewa atau berada pada setiap objek yang keberadaannya mempengaruhi dan mengontrol kegiatan kehidupan manusia dan alam di dunia. Animisme percaya bahwa setiap benda dibumi ini memiliki jiwa atau roh, yg keberadaannya dipercaya mengontrol dan mempengaruhi fenomena alam. Teori pre-animisme ini beranggapan bahwa sebelum zaman adanya religi animisme, alam pikiran manusia mengalami dengan nyata didalam alam sekelilingnya dan didalam kehidupannya, adanya berbagai gejala, hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa terjadi dan peristiwa yang luar biasa itu dianggap oleh Marett sebagai suatu kepercayaan yang ada pada manusia sebelum mereka percaya kepada makhluk halus atau roh. Dalam buku Eternal Return (1954), Eliade menjelaskan teori religinya, bahwa manusia memiliki keinginan/kerinduan akan sebuah dunia yang sempurna. Ia juga berpendapat bahwa kehidupan seharihari orang-orang terkait dengan ritual, dan bahwa manusia kuno berharap dapat berpartisipasi dalam ritual dan mendambakan kembalinya surga yang berada di luar waktu sejarah. Dengan menggunakan ketiga teori tersebut penulis menentukan hal-hal apa saja yang menjadi permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu, bagaimana perkembangan kepercayaan terhadap kepercayaan dewa langit Tiongkok dan Yunani di balik eksistensinya yang hanya sebuah mitos, lalu bagaimana dampak dan pola dari permujaan terhadap dewa langit di dalam kehidupan masyarakat.Penulis memilih Tiongkok dan Yunani karena kekayaan mitosnya yang cukup dikenal oleh masyarakat dunia. Melalui perbandingan dewa langit ini, penulis akan meneliti perbedaan pola pikir dan pola pemujaan di kedua negara, untuk memberikan referensi dalam memahami budaya barat.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan melakukan studi pustaka terhadap bahan-bahan yang berkaitan dengan sejarah perkembangan dewa langit di Tiongkok dan Yunani.
HASIL DAN BAHASAN Kepercayaan merupakan sebuah bagian dari budaya yang berkembang secara bertahap, dengan kata lain, kepercayaan ini melalui tahap-tahap evolusi sebelum dapat menjadi sebuah kepercayaan
1. Perkembangan Kepercayaan terhadap Dewa Langit Sekitar 4000-1000 tahun sebelum masehi dan sebelum akhirnya menjadi sebuah kepercayaan, kepercayaan sudah terlebih dahulu mengalami evolusi yang diawali dengan munculnya mitologi. Mitologi itu sendiri dimulai ketika manusia mulai mempertanyakan asal-usul dunia dan segala fenomena yang terjadi di dalamnya. Ini termasuk tahap awal dalam proses evolusi kepercayaan, yaitu pre-animisme, di mana manusia pada tahap ini sudah mulai sadar terhadap kondisi alam di sekelilingnya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupannya. Mitos ini dibuat sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut Kemudian mitos-mitos ini berkembang. Kejadian-kejadian mistis di dalam mitos-mitos tersebut melibatkan sosok-sosok roh yang kemudian mereka percayai ada dalam setiap benda di alam semesta. Ini menunjukan tahap berikutnya dalam evolusi kepercayaan yakni animisme.
Roh-roh ini kemudian dibuat memiliki bentuk fisik yang mirip dengan makhluk hidup dan memiliki kekuatan supranatural sesuai dengan imajinasi manusia pada masa itu dan dibuatlah patung untuk menggambarkan imajinasi mereka akan sosok dari roh-roh tersebut, seperti yang ditemukan di daerah Eropa pada sekitar tahun 32.000-30.000 sebelum masehi. Pada tahap selanjutnya, roh-roh ini pun dianggap memiliki bentuk dan sifat yang digambarkan seperti manusia (anthropormophism) jadilah sosok roh ini seperti yang sekarang dikenal sebagai dewa yang berbentuk politeisme, dan diantara dewa-dewi yang dipercaya, langit merupakan salah satu elemen yang dikuasai dewa. Sebagaimana langit dijunjung tinggi, begitu pula dewa langit. Letak langit yang terlihat berada di atas, dimana pun di dunia membuat manusia pun menganggap langit merupakan pelindung, serta tempat tinggal para dewa, sehingga manusia juga menganggap bahwa langit adalah sesuatu yang suci. Dan ini juga mempengaruhi penyembahan terhadap langit yang dilakukan di puncak gunung, pada masa kuno sama halnya seperti pemujaan di Temple of Heaven di Tiongkok, dan Kuil Zeus di Olimpia. Ini dikarenakan manusia menganggap dengan melakukan penyembahan di atas gunung, mereka menjadi lebih dekat dengan langit yang merupakan tahta suci para dewa. Kepercayaan terhadap langit ini pun terus berkembang, meskipun setiap wilayah memiliki masanya masing-masing. Perkembangan ini pun mempengaruhi beberapa aspek kehidupan masyarakat hingga saat ini.
a. Mitos Dewa Langit di Tiongkok Kepercayaan terhadap Langit sebagai suatu kuasa yang terbesar telah ada jauh sebelum dinasti Shang. Lalu pada dinasti Zhou, muncullah Laozi, yang mengajarkan agama Dao, yang juga memiliki dewa-dewi, dan dewa tertinggi dalam ajaran Dao tersebut adalah Yu Huang Da Di yang juga dikenal sebagai dewa langit Sebelum melanjutkan lebih jauh, berikut merupakan kisah mitologi Yu Huang Da Di: Bao Yu (yang mewakili bulan) dan Jing De (matahari), meminta kepada seorang pendeta Dao untuk membantu mereka agar diberkahi anak laki-laki. Tidak lama setelah itu, sang ibu bermimpi melihat Laozi yang sedang menaiki naga dengan membawa seorang bayi laki-laki. Kemudian Bao Yu melahirkan seorang anak laki-laki yaitu Yu Huang. Saat Yu Huang lahir, tubuhnya memancarkan sinar yang sangat terang. Ia tumbuh dengan memiliki kepintaran, sifat welas asih, dan kemampuan untuk menyembuhkan orang sakit. Setelah Ia menjadi kaisar, Ia melepaskan tahtanya, menghabiskan waktu untuk bertapa dengan mendalami ajaran Dao di gunung. Setelah melewati beribu-ribu cobaan, akhirnya dia mencapai kesempurnaan dan naik ke Langit menjadi dewa yang berkuasa dan memerintah selamanya sebagai Kaisar Giok. Walaupun Ia sudah menjadi dewa langit, tetapi Ia tetap turun ke dunia ratusan kali untuk mengajari para manusia, menyembuhkan orang sakit, dan menolong negara. Mitos dewa langit di Tiongkok dibuat oleh masyarakat sedemikian rupa yang di dalamnya mengandung unsur ajaran Dao. Hal ini terlihat dari penggambaran sosok Yu Huang Da Di yang memiliki karakter welas asih, baik, dan berjasa dalam kehidupannya semasa menjadi manusia. Sifat Yu Huang Da Di yang dikisahkan begitu welas asih, membuat mitos ini semakin dipercaya oleh masyarakat Tiongkok.
b. Mitos Dewa Langit di Yunani Masyarakat Yunani kuno, pada awalnya terdiri dari suku Minoan dan suku Mycenean. Kedua suku ini memiliki bahasa dan tulisannya masing-masing. Suku Minoan dengan naskah Linear A, dan Mycenean dengan Linear B-nya. Kepercayaan Yunani Kuno ini berasal dari suku Mycenean, terbukti dengan ditemukannya naskah Linear B yang berisi inventaris pemujaan untuk berbagai dewa, nama dewa-dewi serta pahlaman suku Mycenean. Sedangkan kisah dewa-dewi Yunani yang saat ini kita kenal, berasal dari mitologi Yunani dalam epik ditulis oleh Homer yaitu Iliad dan Odyssey. Epik ini ditulis pada sekitar abad ke-8 SM berdasarkan kumpulan dari peninggalan dan legenda suku Mycenean. Sebelum membahas lebih lanjut, akan lebih baik jika mengetahui kisah dewa-dewi dalam mitologi Yunani berikut: Pada awalnya ada suatu kuasa (entitas) awal misterius yang berkuasa yaitu, Chaos menciptakan Gaia (Bumi) serta beberapa dewa primer lainnya. Gaia yang selanjutnya melahirkan Uranus (Langit) tanpa pasangan. Lalu Uranus menjadi suami Gaia dan melahirkan 12 Titan, 6 laki-laki dan 6 wanita. Uranus yang menganggap jumlah Titan tersebut sudah cukup banyak, memutuskan tidak boleh ada Titan lagi yang lahir, maka keturunan yang lahir setelahnya dipaksa masuk kembali ke rahim Gaia oleh Uranus. Ini mengakibatkan Gaia tidak senang, dan ia meminta pertolongan anak-anaknya para
titan untuk menghentikan Uranus. Kronos, bungsu dari para Titan setuju untuk membantu Gaia menghentikan Uranus. Menggunakan cara yang telah direncanakannya, Kronos bersembunyi di rahim Gaia, agar ketika Uranus tiba, Kronos keluar dan memotong kelamin Uranus. Rencana inipun berhasil dan menyebabkan jatuhnya kekuasaan Uranus dan menjadikan Kronos penguasa langit. Untuk meneruskan keturunannya Kronos pun menikah dengan saudarinya, Rhea, dan melahirkan Titan generasi kedua. Namun dikarenakan adanya ramalan yang mengatakan bahwa kekuasaan Kronos akan dijatuhkan oleh anaknya, ia pun dengan sengaja menelan anaknya segera setelah mereka dilahirkan. Di sini terlihat bahwa Kronos tidak belajar dari kesalahan ayahnya, Uranus, dan sama halnya dengan kejadian Uranus, Rhea tidak terima dengan tingkah laku Kronos dan memohon kepada ibunya, Gaia, untuk menyembunyikan anaknya, Zeus, segera setelah ia dilahirkan, dan alih-alih memberikan bayi yang lahir kepada Kronus, ia memberikan batu yang dibungkus kain yang segera ditelan Kronus tanpa disadarinya. Rencana Rhea ini berhasil tanpa diketahui oleh Kronus, bahwa Rhea secara diam-diam membesarkan Zeus yang setelah beranjak dewasa memberontak terhadap kekuasaan ayahnya dengan bantuan dari beberapa saudara-saudarinya menjatuhkan kekuasan Kronos, dan memaksa Kronos memuntahkan saudara-saudarinya. Perang pemberontakan ini dipercaya terjadi di Olympia, yang selanjutnya disebut sebagai tahta suci Zeus. Setelahnya Zeus membagi kekuasaan dengan saudara-saudarinya dan iapun mendapatkan tahta dewa langit hingga seterusnya. Mitologi dalam kebudayaan Yunani berbeda dengan mitologi di kebudayaan Tiongkok, tidak ada dewa yang maha penyayang dalam kisah dewa-dewi Yunani.
2. Pola Kepercayaan Terhadap Dewa Langit Setiap kepercayaan memiliki ritualnya masing-masing untuk menyembah dewa dalam kepercayaannya dan ritual yang dilakukan pada masa awal kepercayaan ini terbentuk dengan ritual pada masa kini tentu memiliki pola yang berbeda. Di bawah ini penulis menjabarkan pola kepercayaan terhadap dewa langit di Tiongkok dan Yunani
a. Pola Pemujaan Dewa Langit Tiongkok (Yu Huang Da Di) Semasa dinasti Shang (1600–cc. 1046 BC) dan Zhou (1045–256 BC) Dewa Langit telah dipuja sebagai dewa yang paling tinggi dan berkuasa diantara para dewa-dewa lain. Berlatar dari kisah dewa langit yang berasal dari kekaisaran, kaisar pada dinasti Zhou menganggap dirinya sebagai putera langit yang memegang mandat dari Kaisar Giok. Kaisar memegang peranan penting dalam memimpin pemujaan kepada Langit, sedangkan masyarakat biasa tidak diperbolehkan untuk memuja Kaisar Giok. Awalnya pemujaan terhadap Kaisar Giok dilaksanakan di Gunung Tai. Pemujaan di lakukan oleh seorang raja dan pada saat langit berada pada titik balik matahari saat musim dingin. Sehari sebelum upacara pemujaan dilakukan, kaisar datang ke Kuil Langit yang diikuti oleh pejabat-pejabat dalam setiap tingkatan, prajurit penjaga, musisi, dan lain-lain yang jumlahnya sekitar 2000 orang. Sesampainya di Kuil Langit, pertama-tama kaisar menghampiri kuil kecil, membakar dan menancapkan dupa, kemudian bersujud kepada papan Langit dan papan leluhur kekaisaran. Setelah itu kaisar menuju ke ruang aula untuk melaksanakan pantangan dan puasa selama semalam. Sekitar 2 jam sebelum matahari terbit, kaisar mengganti jubah terlebih dahulu dengan jubah berwarna biru langit yang mewakili warna langit. Kemudian menuju ke gerbang selatan melewati pagar yang memiliki altar di dalamnya, berdiri di luar gerbang ketika pejabat pengadilan pengorbanan upacara menata perlengkapan upacara. Di depan papan Langit disediakan berbagai persembahan. Setiap posisi dan jalannya ritual, serta semua peserta upacara harus sesuai dengan peraturan. Ketika semua perlengkapan dan persembahan telah disusun, kaisar berjalan melewati gerbang dan menuju ke altar untuk melangsungkan pemujaan bersamaan dengan permainan musik. Kaisar terlebih dahulu menancapkan tiga buah dupa di tempat pembakaran dupa di tengah meja altar, kemudian berlutut sebanyak tiga kali dan setiap kali berlutut 3 kali membungkuk. Persembahan anggur dituang, persembahan lainnya disajikan dan memanjatkan doa yang telah tertulis yang berisi pemberian persembahan dan doa untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Setelah doa selesai dipanjatkan, ritual di tutup dengan berlutut dan membungkuk dengan cara yang sama. Ditengah-tengah lingkaran altar, kaisar berdiri menyaksikan semua persembahan dibakar di tungku pembakaran. Ketika selesai, semua perlengkapan pemujaan ditempatkan kembali seperti semula. Kemudian tulisan doa, gulungan sutra, dan semua persembahan lainnya dibakar. Hingga akhirnya kaisar meninggalkan Kuil Langit dan kembali ke istana. Sejak zaman dinasti Song (960-1127), peraturan akan pemujaan terhadap langit yang hanya boleh dilakukan oleh kaisar dilonggarkan dan masyarakat diperbolehkan melakukan pemujaan. Pemujaan dilakukan di tempat yang terbuka dan menghadap ke Langit. Saat pemujaan tidak boleh ada
jemuran ataupun sesuatu yang bukan dipersembahkan untuk Kaisar Giok. Hal tersebut tidak boleh dilakukan karena tidak menghormati dan dapat membuat Kaisar Giok marah. Pemujaan terhadap langit dan nenek moyang merupakan kepercayaan yang secara turun temurun masih dilakukan hingga saat ini. Pemujaan ini masih dipercaya dan diteruskan hingga sekarang oleh masyarakat Tionghoa, yang menganggapnya sebagai salah satu bentuk berbakti. Pemujaan terhadap Kaisar Giok dilakukan pada saat hari besar seperti ulang tahun Kaisar Giok (tanggal 9 bulan 1 kalender lunar), imlek (tanggal 1 bulan 1 kalender lunar), pemujaan sehari-hari . Saat ulang tahun Kaisar Giok dan perayaan Imlek, cara pemujaan yang dilakukan sama. Di atas altar telah disediakan dengan macam-macam buah-buahan (jika buah-buahan yang disajikan kecil, maka siapkan tiga atau lima buah), sayuran, lima gelas kecil teh, dan sepasang lilin di kiri-kanan altar. Anggota keluarga membentuk barisan, dimulai dari yang paling tua sampai yang paling muda. Jika anggota keluarga tidak dapat berdoa bersama-sama maka dimulai dari yang paling tua terlebih dahulu. Setiap anggota keluarga memegang dupa yang telah dibakar, masing-masing tiga buah, yang dipegang dengan kedua tangan dan ditempelkan ke antara kedua alis (kepala keluarga menggunakan tiga buah dupa yang lebih besar). Hal tersebut dimaksudkan agar apa yang kita doakan baik permintaan maupun ucapan syukur dapat tersampaikan melalui dupa yang terbakar menjadi asap, dan asap yang membumbung itu dapat mengirimkan doa kita kepada Kaisar Giok. Setelah itu, pemimpin keluarga memanjatkan doa dengan mengucap syukur dan terimakasih, serta mempersembahkan makanan di altar sebagai tanda rasa hormat. Kemudian disusul dengan penancapan dupa oleh anggota keluarga dari yang tua hingga ke yang muda. Dalam menancapkan dupa dimulai dari tengah, kanan, dan kemudian baru kiri (cara buddhis) dan kemudian merangkapkan kedua tangan sebagai penutup.Pemujaan diakhiri dengan pembakaran kertas kuning yang terdapat corak keemasan di bagian tengahnya yang telah lebih dahulu dilipat, di tempat pembakaran kertas altar. Pemujaan pada hari biasa dan tanggal 1 dan 15 tanggalan lunar dikelenteng, hal pertama yang dilakukan yaitu membakar sepasang lilin merah dan di letakkan di tempat lilin yang telah disediakan keleteng. Setelah itu membakar dupa dan dewa yang paling pertama yang harus disembah adalah Kaisar Giok, yang terdapat di bagian depan tengah keleteng, dibawah langit, dengan pendupaan yang besar. Persembahan minyak yang berwarna merah ke lampu minyak dilakukan sebagai bentuk persembahan lain selain buah atau makanan, serta sebagai bentuk permohonan agar dikabulkan dan keberuntungan menyertai selalu. (persembahan minyak merah ini jarang dilakukan di hari biasa). Setelah selesai sembahyang, kertas yang berwarna kuning dibakar di dalam tempat pembakaran yang berada dibagian depan sisi kiri atau kanan dari kelenteng. Kertas yang dibakar ini merupakan suatu bentuk atas apa yang telah kita dapat dan kita berikan kepada Langit dan dewa. Masyarakat sehari-harinya lebih sering memuja dewa langit di rumah setiap malam atau pagi dan malam. Pemujaan yang dilakukan sederhana, yaitu dengan berdiri di dekat papan yang bertuliskan ‘Tian Gong’ yang menghadap ke luar, memegang 3 buah dupa yang menyala dengan kedua tangan dan ditempelkan diantara kedua alis. Setelah selesai berdoa, dupa di acung-acungkan tiga kali dan kemudian baru ditancapkan satu persatu di mulai dari yang tengah, kanan dan kiri (cara buddhis). Tidak ada persembahan buah kepada dewa langit dan peletakan lilin merah di sisi kanan-kiri altar pada pemujaan sehari-hari.
b. Pola Pemujaan Dewa Langit Yunani (Zeus) Pada abad ke-10 SM, Olympia menjadi tempat suci atau kuil pemujaan Dewa Zeus, dan pemujaan di tempat ini pula yang menjadi cikal bakal Olympic Games yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 776, yang diadakan dengan tujuan menghormati Dewa Zeus. Olympic Games ini awalnya didominasi elemen religius dan ritual yang keras sepanjang pertandingan berlangsung, dan diadakan di depan kuil di kawasan Olympia ini. Perlengkapan yang terpenting dalam pertandingan ini adalah tripad (tumpuan kaki tiga, mirip seperti pendupaan yang dipakai dalam kebudayaan Tiongkok) dari perunggu dan ketel besar yang berkualitas, barang rampasan perang yang dipasang dengan galah, objek seni, dan perlengkapan lain untuk pertandingan. Ada beberapa ritual yang dilakukan sebelum memulai pertandingan. Ritual yang paling awal diselenggarakan pada malam tepat sebelum hari pertandingan diselenggarakan yaitu, para peserta memberikan korban persembahan di makam Pelops. Pelops merupakan cucu Zeus, yang oleh ayahnya, Tautalus, dipotong menjadi 20 bagian dan dimasak lalu dipersembahkan kepada para dewa. Namun para dewa mengetahui bahwa sajian itu merupakan daging putranya sendiri, dan tidak memakannya (kecuali Demeter yang tidak menyadarinya akibat duka yang ditimbulkan dari kehilangan putrinya). Setelah Pelops dihidupkan kembali, ia menjadi raja Pisa dan mengembalikan kemegahan dalam perayaan Olympic Games. Dilanjutkan dengan perlombaan lari menuju altar Zeus di pagi hari, dan diikuti dengan pengucapan sumpah di depan altar Zeus, sebelum akhirnya pertandingan dapat berlangsung. Seiring
waktu, jumlah penonton terus bertambah. Untuk memfasilitasi jumlah penonton yang semakin banyak, maka didirikan gedung untuk melaksanakan permainan ini. Tidak hanya jumlah penonton saja yang meningkat, semakin lama ragam pertandingan dalam Olympic Games pun semakin bertambah. Di jaman purbakala Olympia selalu berfungsi dengan baik sebagai tempat pertandingan. Tetapi sejak dukungan dan keikutsertaan bangsa Romawi dalam pertandingan ini, nilai-nilai religius dalam pertandingan ini pun semakin memudar, dikarenakan keikutsertaan bangsa romawi yang bukan sekedar mencari hiburan, namun juga untuk kepentingan politik. Namun seiring waktu, dengan datangnya para imigran dan orang Yunani sendiri bermigrasi ke negara lain, menyebabkan kepercayaan terhadap dewa-dewi Yunani semakin memudar dan menjadikan agama yang dominan di Yunani adalah agama yang mayoritas dianut oleh para imigran yaitu Ortodoks, dan kepercayaan terhadap dewa-dewi termasuk dewa langit di Yunani disebut sebagai agama Yunani Kuno. Hingga saat ini Olympic Games terus diselenggarakan secara rutin, tetapi nilai-nilai religiusnya telah pudar dan berubah menjadi lebih modern. Salah satu elemen yang kita ketahui identik dengan Olympic Games adalah penyulutan api dengan obor pada acara pembukaan yang merupakan simbol dari Olympic Games yang pertama kali muncul pada penyelenggaraan Olympic Games tahun 1928, tetapi estafet obor pada penyelenggaraan Olympic Games ini sendiri baru muncul tahun1936. Prosesi penyalaan api Olympic itu sendiri dipercaya memiliki makna religious. Api yang digunakan untuk menyalakan obor dalam stadiun tempat terselenggaranya Olympic Games, haruslah berasal dari Yunani, tepatnya dinyalakan di depan kuil Hera di Olympia, dan penyulutannya memiliki tata cara yang telah ditentukan, yakni dengan menggunakan sinar matahari oleh seorang aktris yang memainkan peran sebagai pendeta, dengan koreografi dan kostum yang telah disesuaikan dengan masa Yunani kuno. Pada masa Yunani kuno, api ini selalu disulut di altar Zeus dan Hera di depan kuil mereka. Penyalaan api Olympic di depan kuil Hera pada Olympic Games di masa modern ini difungsikan sebagai pengingat ritual penyulutan api di kedua kuil tersebut pada masa kuno.
3. Pengaruh Perkembangan Kepercayaan terhadap Dewa Langit Hingga Saat Ini Walaupun keberadaan dewa langit tidak dapat dibuktikan, namun bagi masyarakat yang percaya, keberadaan dewa langit ini tidak diragukan. Karena manusia percaya ada kekuatan yang lebih besar daripada dirinya, yang mengatur segala peristiwa di luar kendali manusia. Dan kepercayaan terhadap dewa langit ini sedikit-banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek.
a. Kepercayaan terhadap Dewa Langit Tiongkok (Yu Huang Da Di) Selain memberikan pengaruh batiniah seperti rasa aman, hormat, dan takut akan berbuat sesuatu yang buruk, kepercayaan ini membentuk pola pikir masyarakat yang tergambar dalam bentuk karya yang menuangkan perasaan masyarakat kepada dewa langit, seperti menghasilkan suatu karya sastra yang menyebutkan nama, panggilan, dan kehidupan dewa langit, arsitektur, lukisan, novel, filosofi, patung, lagu yang menggambarkan sosok dari dewa langit. Kepercayaan terhadap dewa langit bukan hanya di Tiongkok saja, tapi kepercayaannya berpengaruh hingga ke bagian timur lainnya, dan sama halnya dengan Tiongkok, pengaruh dewa langit juga mempengaruhi kehidupan masyarakat timur khususnya dalam karya seni berupa puisi. Seperti halnya masyarakat Jepang yang juga memiliki karya sastra berupa puisi dalam buku Jingika yang menjadi salah satu kumpulan sajak kekaisaran dengan artian “Ka” (
神祇
天神地祇
歌) yang artinya lagu atau
sajak, dan “jingi” ( ) yang kepanjangannya “tenjin chijin” ( ) yang artinya “Dewa Langit dan Bumi. Tidak hanya di Jepang, di Korea juga terdapat puisi dari Kim Namjo yang walaupun puisinya bertemakan cinta dan kesedihan, Kim Namjo tetap menggunakan Langit sebagai sesuatu yang religius. Selain itu, Arsitektur bangunan Tiongkok merupakan salah satu arsitektur yang beribu-ribu tahun tetap menjadi ciri khas negaranya, juga masih terlihat pengaruh arsitektur Tiongkok di negara timur yang sudah moderen seperti Jepang, Korea dan Vietnam memiliki bangunan yang sejenis, khususnya bangunan untuk berdoa. Hal ini dikarenakan masyarakat Tiongkok sendiri tetap berpegang pada pemahaman tentang kepercayaan mereka. Arsitektur Tiongkok sangat dipengaruhi oleh filosofi ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Bentuk ideal dan keharmonisan dalam masyarakat dapat dilihat dari filosofi Tien-Yuan Ti-Fang yang berarti langit bundar dan bumi persegi. Konsep dasar arsitektur Tiongkok menggunakan perhitungan fengshui yang mengkombinasikan keselarasan antara Langit, Bumi, dan manusia, hal ini bermaksud agar rumah/bangunan yang ditempati dapat memberikan keharmonisan/keselarasan kepada manusia yang
bertempat tinggal di rumah tersebut. Ciri-ciri dari arsitektur warga Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara adalah adanya ruang terbuka dan elemen-elemen struktural yang terbuka. Masyarakat Tiongkok percaya bahwa rumah yang bagian depan/teras nya terbuka, saat pemujaan dilaksanakan pemujaan, maka Langit akan mudah untuk melihat mereka dan mendapat berkat dari-Nya. Bagian teras dari arsitektur Tiongkok dibuat lebih lapang dan tidak banyak tertutup oleh genting. Hal ini dimaksudkan agar doa yang dipanjatkan dapat tersampaikan kepada Langit. Dalam arsitektur rumah bagian selatan Tiongkok, terdapat ventilasi kecil di bagian tengah pada bangunan rumah yang dari lantai hingga atap bangunan tidak tertutup, ini disebut sebagai Tian Jing yang artinya sumur langit. Selain berfungsi sebagai silkulasi udara dan penerangan, Tian Jing juga digunakan sebagai tempat untuk sembahyang kepada Langit. Peran Dewa Langit sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Tionghoa. Hal ini berpengaruh terhadap perasaan masyarakat yang kemudiannya menuangkannya dlm bentuk seni, misalnya patung yang dibuat untuk memberikan suatu gambaran sosok Dewa Langit yang pada akhirnya menanamkan suatu keberadaan-Nya untuk selalu di ingat. Terdapat catatan lukisan paling awal mengenai lukisan Kaisar Giok dibuat pada abad ke-10 oleh Shike di Shu. Di gunung Tai terdapat tahta patung Dewa Langit. Patung emasnya berpakaian dari jubah sutra, memakai mahkota mutiara dan tangan-Nya memegang papan lempengan suci. Dan pada dinasti Song terdapat lukisan dinding yang mengilustrasikan dewa yang mengenakan pakaian yang seperti kaisar. Dalam filosofi Zhou Barat buku periode Shangshu (Buku Dokumen) filsuf Mengzi mengatakan "Apapun yang orang inginkan-langit akan memberikannya”. Dalam Tian wen (Heavenly Question) koleksi Chuci (Lagu dari Selatan), yang menganggap Langit sebagai hal yang utama, sehingga sering terdapat pertanyaan yang menanyakan sifat manusia dan alam semesta, tetapi pada akhirnya, Langit tidak menjawab pertanyaan yang penting tersebut. Dan karya klasik yang telah terkumpul sejak dinasti Han ini yaitu shijing (Book of Songs) salah satu liriknya yaitu: “Ciptaan Langit” dalam karangannya tertulis: Langit menciptakan gunung tinggi, Qi Shan yang tinggi ke langit, raja yang terbengkalai. Raja agung menahannya, memulai usaha baru dengan gagasan yang sulit Yang sudah dilakukan itu, dia kelola dengan susah payah, membenahi Qi Shan yang masih dalam bentuk datar; aksara kesejahteraan raja. Aksara mewarisi prestasi yang berjasa, kedamaian semua orang. Terlihat bahwa sosok dewa langit memberikan perasaan yang dapat digambarkan melalui lirik dan nyanyian, tapi juga ke dalam suatu karya berbentuk dan pengaruh yang dirasakan oleh masyarakat timur.
b. Kepercayaan terhadap Dewa langit Yunani (Zeus) Meskipun kepercayaan tehadap dewa-dewi Yunani, terutama dewa langit Zeus sudah semakin ditinggalkan, namun kisah dewa-dewi Yunani ini tidak pernah pudar dari tengah masyarakat dunia. Namun, kepercayaan terhadap dewa langit di Yunani, membawa pengaruh dan perkembangan yang cukup besar dalam tidak hanya satu melainkan beberapa aspek kehidupan dalam masyarakat Yunani, bahkan masyarakat dunia . Aspek pertama yang mendapat pengaruh dari kepercayaan terhadap dewa langit ini dalam bidang hukum di dalam masyarakat Yunani itu sendiri. Hal pertama yang dapat kita lihat disini adalah, dipercayanya Zeus memiliki peran sebagai “lawgiver”. Ini dikemukakan oleh seorang penyair Yunani yang bernama Hesiod, dalam karyanya “Work and Days” : “Zeus membuat beberapa cara hidup (nomos) bagi manusia, yakni: dikarenakan bagi segala ikan di laut, hewan di darat dan burung yang terbang di udara tidak berlaku hukum(dikē) diantara mereka maka mereka diciptakan untuk saling memangsa satu sama lain, tetapi kepada manusia ia berikan hukum, dimana sejauh ini merupakan hal terbaik.” (Early Greek Law, 1986:1). Selain itu, kisah-kisah pahlawan dengan mitologi dewa-dewi Yunani yang ditulis oleh Homer, juga mengandung unsur keadilan di dalamnya. Hukum pada masa awal Yunani lebih mengatur soal moralitas manusia secara umum, dan lebih mengacu pada hukum yang mengatur perilaku seseorang secara umum, hampir tidak ada hukum yang mengatur tentang ketetapanyang berhubungan dengan pihak otoritas seperti hukum pada umumnya. Pada tahap berikutnya, hukum ini berkembang menjadi hukum tertulis, yang muncul pada sekitar abad ke-7 dan ke-6 , seperti yang tergambarkan dalam karya Homer, hukum-hukum ini mengalami perubahan yang signifikan. Semua hukum pada masa Yunani kuno ini dibuat dengan awalnya yang dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat pada masa itu kepada dewa langit. Hingga akhirnya saat ini, hukum berkembang menjadi seperti sekarang. Hal ini juga terkait kepada bidang politik. Walaupun pemikiran pollitik telah lebih dahulu muncul di Asia Kuno yakni sekitar 450 SM, namun tidak lama setelahnya muncul pemikiran politik di Yunani Kuno. Pemikiran politik di Yunani Kuno ini lebih serius dan lebih terarah. Pemikiran ini tidak
hanya berupa ide, namun juga terwujud dalam sistem pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat Yunani Kuno, seperti telah adanya perundang-undangan, sistem kelembagaan dalam bernegara. Bidang lain yang juga terpengaruh oleh eksistensi dewa langit yang dapat kita lihat secara jelas, yakni bidang seni. Seni telah di kenal sejak masa Yunani Kuno, dan terlihat mendapat pengaruh juga oleh kepercayaan terhadap dewa-dewi Yunani, khususnya Zeus. Dapat kita lihat dengan jelas, yakni peninggalan berupa kuil-kuil, patung dan benda seni lainnya yang berkaitan dengan dewa-dewi Yunani. Kemampuan membuat patung ini sudah ada sejak zaman bangsa Mycenea. Bangsa Mycenea memiliki keahlian dalam membuat tembikar, patung dan benda kerajinan lainnya dari batu gamping (limestone) dan perunggu. Ini terbukti dengan ditemukannya barang-barang peninggalan bangsa Mycenea yang dibuat khusus untuk menujukan kebesaran dewa langit. Selain benda-benda kerajinan, seni memiliki cakupan yang luas, hal pertama yang akan dibahas dalam bidang seni ini adalah literatur Yunani. Mitos merupakan salah satu bentuk literatur yang berkembang dalam masyarakat Yunani yang akhirnya tersebar ke seluruh dunia dan mitos ini merupakan permulaan dari berkembangnya literatur Yunani. Tidak jarang dapat dijumpai hasil-hasil karya sastra yang melibatkan kisah mitologi dewa-dewi Yunani di dalamnya. Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini pun, masih banyak penulis yang mengembangkan kisah dewa-dewi Yunani ini dalam karya tulisnya, terutama novel Salah satu bentuk seni lainnya, yang juga terpengaruh oleh kepercayaan terhadap dewa langit ini adalan teater. Dalam bukunya yang berjudul “Kitab Teater”, Nano Riantiarno menulis bahwa asalusul teater dengan naskah yang pertama berasal dari Yunani. Teater ini pada awalnya merupakan drama dalam festival pemujaan dewa-dewi Yunani. Awalnya pemujaan ini diadakan dengan pembacaan syair yang mengisahkan tentang kehidupan dewa-dewi Yunani, yang seiring waktu, pembacaan syair ini diiringi dengan musik. Kemudian ritual ini terus berkembang sehingga menjadi sebuah permainan drama musikal, dengan adanya para pelakon drama (aktor), dan akhirnya permainan drama ini dimainkan di sebuah tempat pertunjukan yang sangat besar yang disebut amphiteater, dan jadilah ritual ini menjadi sebuah permainan teater. Kemudian permainan teater ini pun terus berkembang, menyebar dan akhirnya menjadi teater yang dikenal oleh masyarakat luas, sebagai salah satu bentuk seni hiburan. Drama yang dimainkan di dalam teater, yang berasal dari mitologi dewa-dewi Yunani juga merupakan kisah tragedi yang pertama kali muncul di dunia. Selain itu arsitektur juga merupakan salah satu bidang yang terpengaruh. Kebudayaan Yunani memiliki pengaruh yang sangat kuat di kerajaan Romawi, ini dikarenakan keikutsertaan bangsa Romawi sejak jaman Yunani Kuno, dalam Olympic Games. Bangsa Romawi kemudian membawa pengaruh budaya tersebut ke beberapa negara di Eropa, termasuk arsitektur, hingga akhirnya terus menyebar terutama ke negara-negara di dunia bagian barat. Dalam hal bentuk, arsitekur Yunani berpengaruh dalam pembangunan arsitektur dunia, terutama arsitektur bangunan megah. Pembangunan stadion pada masa kini, memiliki struktur yang sama dengan amphiteater. Gedunggedung teater juga memiliki bentuk yang sama seperti teater pada masa Yunani Kuno. Masih banyak gedung-gedung lain di dunia yang arsitekturnya terpengaruh oleh arsitektur Yunani Kuno, sebagai contoh: Colloseum, Gedung Putih, serta beberapa gedung pemerintahan di beberapa negara,terutama di wilayah barat.
KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat beberapa aspek dalam kehidupan manusia yang terpengaruh akibat kepercayaan terhadap dewa langit ini. Berikut kami simpulkan perbedaan latar belakang dan pengaruh dari kepercayaan terhadap dewa langit Tabel 1 Tabel Perbedaan Kepercayaan Dewa Langit Tiongkok dan Yunani Muncul Sifat Dewa Asal mula dewa
Tiongkok 10 SM (Dinasti Shang dan Zhou) Memiliki sifat-sifat baik manusia Manusia (manusia yang menjadi dewa)
Filosofi mitos
Welas Asih
Yunani 10 SM Memiliki sifat-sifat seperti manusia Dewa (dewa dan manusia berbeda, manusia tidak dapat menjadi dewa, begitu pula sebaliknya) Tragedi
Pemujaan pada masa kuno Pemujaan pada masa kini
Keberadaan penganut pada masa kini Eksistensi pemujaan dewa langit pada masa kini Nilai dalam dalam pemujaan Kepercayaan terhadap dewa langit pada masa kini Pelaku pemujaan Bidang-bidang yang terpengaruh hingga saat ini
Pemujaan di Gunung Tai Shan (dinasti Zhou hingga Yuan), Temple of Heaven (dinasti Ming dan Qing) • Pemujaan sehari-hari di rumah • Tanggal 1 dan 15 kalender lunar di kelenteng • Perayaan ulang tahun Yu Huang Da Di tanggal 9 bulan pertama pada kalender lunar Masih ada
Ritual Olympiade di Olympia Perhelatan Olympic Games diadakan setiap 4 tahun
yang
Hampir tidak ada
Masih ada
Masih dilakukan, namun hanya sebagai tradisi (Olympic Games)
Masih ada
Hanya tersisa api olimpiade sebagai simbol pemujaan Yunani Kuno
Daoisme
Masyarakat tionghoa pada umumnya Arsitektur modern bergaya ketimuran, karya sastra (puisi), nyanyian (lirik), filosofi masyarakat
Atlet-atlet dari negara peserta Olympic Games Hukum dan politik, karya literatur (terutama novel), arsitektur gedunggedung administrasi bergaya Eropa, seni pahat, drama, teater
REFERENSI Armstrong, K. (1994). A History of God. New York: Ballantine Books. Armstrong, K. (2005). A Short History of Myth. Edinburgh: Canongate Books Ltd, I4 High Street. Armstrong, K. (2007). The Great Transformation: Awal Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan. Bary, W. T. D. (Ed.). (2008). Sources of East Asian Tradition. New York: Columbia University press. Bauer, S. W. (2010). Sejarah Dunia Kuno: Dari cerita tertua sampai jatuhnya Roma. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Bertans, K. (1999). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Blodget, H. (1899). The Worship of Heaven and Earth by Emperor of China. Journal of the American Oriental Society. 20 (1): 64-66. Bogucki, P. (Ed.). (2008). Encyclopedia of Society and Culture in the Ancient World, volume III. New York: Infobase Publishing. Cahill, J. (1998). The Olympic Flame and Torch: Running Towards Sydney 2000. Global and Cultural Critique: Problematizing the Olympic Games. Australia: University of Technology. Cornford, F.M. (2004). From Religion to Philosophy. New York: Dover Publications. Edkins, J. D. D.(2012). Religion in China: Containing a Brief Account of the Three Religions of the Chinese: with Observations on the Prospects of Christian Conversion Amongst that People. London: Ulan Press. Eichman, S. (2000). Taoism and the Arts of China. California: University of California Press. Frazer, J. (2009). The Golden Bough. New York: Oxford University Press. Gagarin, M. (1989). Early Greek Law. London: University of California Press. Gennep, A. V. (1961). The rites of passage. Chicago : University of Chicago Press Hayyu, P. (2009). Dewa Dapur Sebagai Salah Satu Mitos dalam Cina dan Bentuk Pemujaannya, Depok. Karetzky, P. E. (2013). Chinese Religious Art. Lexington Books. Kartono, J.L. (2012). Studi Tentang Konsep Tatanan Arsitektur Tionghoa di Surabaya yang Dibangun Sebelum Tahun 1945. Journal of Architecture and Built Environment. 39 (2) : 103 Kerenyi, K. (2003). The Gods of the Greeks. Textbook Publishers. Khoo, Boo Eng. (2012). A Simple Approach to Taoism Festivals, Worship and Rituals. Singapore: Trafford Publishing.
Knapp, R. G. (Ed.). (2005). Chinese Houses, the Architectural Heritage of a Nation. Amerika: Turtle Publishing. Koentjaraningrat. (2009). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kohl, D. (1984). Chinese Architecture in the Straits Settlements and Western Malaya.Heinemann Asia. McGeogh, K. M. (Eds.). (2011). World History Encyclopedia: Early Civilizations, 4000-1000 BCE, Vol 4. USA: ABC-CLIO. Mustansyir, Rizal. (2004). Filsafat Analitik Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Olinyk, C. E. (2010). Poems of the Gods of the Heaven and the Earth: An Annotated Translation of the Jingika Book of the Senzaishu, Amherst. Pasaribu, S. (Eds.). (2010). Lao Tzu: Tao Te Ching 81 Filsafat Hidup Tao. Yogyakarta: New Diglossia. Pals, D. L. (2011). Seven Theories of Religion. Jogjakarta: IRCiSoD. Perkins, D. (Ed.). (2000). Encyclopedia of China: The Essential reference to China, Its History and Culture. New York : Roundtable Press. Smith, W. (Ed.). (2007). A New Classical Dictionary of Greek and Roman Biography, Mythology and Geography. Whitefish: Kessinger Publishing LLC. Sudrajat. (2010). Yunani Sebagai Icon Peradaban Barat. Jurnal ISTORIA, Vol 8, No. 1, Edisi September. Tylor, E.B. (2010). Primitive Culture. South Carolina: Nabu Press. Werner, E.T.C. (1922). Myths and Legends of China. New York: George G. Harrap & Co. Ltd.
常万里.领导者必读书手册 :中国文化知识手册[M]. 北京: 中国华侨出版社, 2002. 陈建宪.玉皇大帝信仰[M]. 北京: 学苑出版社,1995. 何泌章,夏代云.从万物有灵看苗族建筑中的环境伦理思想[J].吉首大学学报 (社会科学版) , 2010,31.(3) : 23. 黄剑波. 宗教人类学的发展历程及学科转向[J].中国社科院民族学人类学研究所 (广西民族研 究) , 2005, 35.(2): 37 梅莉. 玉皇崇拜论[J].湖北大学学报 (哲学社会科学版) , 2011,38.(5) : 87-88. 米尔恰•伊利亚德著 宴可佳、姚蓓琴译.神话的存在: 比较宗教的范型[M]. 桂林: 广西师范大学 出版社, 2008. 泰勒.原始文化[M]. 北京: 上海文艺出版社, 1992. 乌丙安. 民间神谱[M]. 沈阳: 辽宁人出版社,2007. 吴福友.伊利亚德的宗教现象学之研究[D]. 上海: 复旦大学,2006. 吴国桢.中国的传统[M]. 北京: 东方出版社, 2006. 西格尔著 刘象愚译. 神话理论[M].北京: 外语教学与研究出版社, 2008. RIWAYAT PENULIS
Maya Angela lahir di Medan, 6 Oktober 1992. Menamatkan pendidikan SMA di SMA Yadika 2 pada tahun 2010 Yessica lahir di Tangerang, 5 February 1992. Menamatkan pendidikan SMA di SMAN 2 Jakarta pada tahun 2010 Sugiato Lim lahir di kota Mentok Bangka, 20 Juli 1988. Menamatkan S1 di BLCU Chinese Language and Culture pada 2010 dan S2 di BLCU Master of Teaching Chinese to Speakers of Other Language pada 2012. Saat ini bekerja sebagai FM SCC Sastra China Universitas Bina Nusantara.