Mitologi dan Gender dalam Arsitektur Suku Dani Mukrima Fauriska Djawaru, Toga H. Panjaitan. Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok
[email protected]
Abstrak Naskah ini membahas tentang peran mitologi dan gender dalam pembentukan arsitektur Suku Dani. Mitos merupakan cara manusia menjelaskan bagaimana dunia ini bekerja dengan memenuhi aturan-aturan tertentu, dimana ada kekuatan yang lebih besar dari manusia yang mengatur semua itu. Mitos juga digunakan manusia untuk mendefinisikan ruang yang sakral dan tidak sakral. Berdasarkan mitologi mereka, Suku Dani membagi dan membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Pembagian peran ini berdampak pada cara mereka membentuk dan mengelola ruang mereka. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian etnografi dan wawancara tidak terstruktur. Mythology and Gender in Dani’s Architecture Abstract This journal discusses the role of mythology and gender in term of shaping Dani’s architercture. People uses myth to explain how the world works by fulfilling certain rules, which there is a greater power than humans that set it. Myth is also used by people to define his space into sacred and not sacred. Based on their mythology, Dani people divide and differentiate between the roles of men and women. This division of roles impact the way they form and manage their space. This undergraduated thesis uses a qualitative approach with ethnographic research method and unstructured interviews. Keywords : mythology, belief, sacred, gender
Pendahuluan Pada zaman dahulu kala, ketika manusia mulai membangun peradaban, alam di sekitarnya masih sangat liar. Saat itu manusia berusaha menjelaskan fenomena alam melalui cerita-cerita yang bersifat metafor yang saat ini kita sebut sebagai mitos. Karena hakikatnya mitos adalah penjelasan yang dibuat manusia terkait dengan fenomena alam, maka sudah tentu objek dari mitos adalah hal-hal yang ditemukan oleh manusia disekitarnya sehari-hari. Misalnya perbedaan fungsi biologis antara laki-laki dan perempuan, sifat-sifat manusia, serta fenomena alam seperti banjir, gunung meletus, pergantian musim, dll. Mitos-mitos tersebut diceritakan secara turun-temurun dan membentuk suatu kepercayaan.1 Dari mitos dan kepercayaan yang 1 David, Kenneth C. Don’t Know Much About Mytology. New York: HarperCollins Publishers, 2005. hal. 23.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
dibentuk, manusia mulai mendefinisikan alam di sekitarnya menjadi ruang yang sakral dan ruang yang tidak sakral. Definisi ruang yang sakral dan tidak sakral tersebut kemudian dijadikan landasan dalam pembentukan arsitekturnya – mulai dari rumah tinggal hingga ruang publik.2 Masyarakat yang masih hidup secara tradisional pada saat ini adalah contoh manusia yang masih memegang erat kepercayaan mereka terhadap mitos. Salah satu masyarakat yang ada di Indonesia adalah Suku Dani yang hidup di kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua. Tepatnya di Lembah Balim yang dikelilingi oleh pegunungan Jayawijaya. Masyarakat tradisional tersebut masih menjalani kehidupan yang jauh dari penggunaan teknologi modern. Sistem kepercayaan mereka terhadap leluhur dan roh-roh (animisme) masih sangat kuat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Mereka pun masih tinggal di rumah tradisional yang terdiri dari honai (rumah laki-laki), ebeai (rumah perempuan), hunila (dapur), dan wamai (rumah babi). Penulisan ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan saya akan cara masyarakat tradisional Suku Dani dalam membentuk arsitekturnya yang dilandasi oleh kepercayaan yang mereka miliki. Dari latar belakang tersebut, muncullah beberapa pertanyaan yang, yaitu: 1. Apa sistem kepercayaan dan sistem masyarakat yang dimiliki oleh Suku Dani? 2. Bagaimana masyarakat tersebut memandang perbedaan gender? 3. Apa pengaruh perbedaan gender dalam pembentukan arsitektur Suku Dani? Tinjauan Teoritis a. Mitologi dan Kosmologi Myth atau yang dalam bahasa Indonesia berarti mitos, berasal dari bahasa Yunani mythos yang berarti cerita. Dalam American Heritage Dictionary, mitos adalah cerita yang menjelaskan fenomena yang terjadi di alam – atau dengan istilah yang sering kita gunakan saat ini – sains atau ilmu pengetahuan alam.
Kemudian disebutkan bahwa mitos juga
menjelaskan aspek psikologi, budaya, dan padangan dalam masyarakat, atau dengan kata lain hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan alam.3 Singkat kata, mitos adalah cerita yang sudah ada semenjak zaman dahulu kala yang menjelaskan seluruh aspek kehidupan manusia. 2 3
Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. hal. 22-‐23. David, Kenneth C. Don’t Know Much About Mytology. New York: HarperCollins Publishers, 2005. hal. 24-‐25.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Sedangkan mitologi atau mythology
diartikan sebagai a body or collection of myths
belonging to a people and addressing their origin, history, deities, ancestors, and heroes.4 Dalam bukunya Mircea Eliade mengatakan bahwa “to tell a myth is to proclaim what happened ab origine”5 mitos digunakan manusia untuk menjelaskan tentang asal-usul manusia. Karena kesakralannya, masyarakat tradisional menceritakan mitos dan kepercayaan mereka tidak pada sembarang waktu dan tempat. Terlebih lagi mitos yang bersangkutan dengan penciptaan manusia oleh Tuhan atau dewa. Mitos-mitos tersebut termasuk salah satu cara manusia menjelaskan bagaimana dunia ini bekerja secara teratur; memenuhi aturan-aturan tertentu yang terdapat kekuatan yang lebih besar yang mengatur semua itu. Cosmology atau yang dalam bahasa Indonesia berarti kosmologi dijabarkan dalam kamus online Mirriam Websteran sebagai a theory or doctrine describing the natural order of the universe.6 Kosmologi berhubungan erat dengan sifat alamiah manusia yang ingin dapat mengontrol keadaan disekitarnya. Hal-hal yang kemudian berada di luar kontrol manusia tidak dibiarkan membuat manusia bingung dan takut, tetapi kemudian coba dijelaskan dalam mitos-mitos. b. Sakral dan Tidak Sakral Micea Eliade menjelaskan dalam bukunya The Sacred and The Profane bahwa bagi orang yang memiliki kepercayaan, ruang-ruang di sekitarnya memiliki kualitas yang berbeda-beda. Kualitas ini disebabkan oleh nilai yang diberikan oleh suatu kepercayaan terhadap suatu benda.7 Dijelaskan lebih lanjut bahwa ada tempat-tempat yang dianggap sakral dan ada tempat yang dianggap tidak sakral. Tempat yang tidak sakral ini tidak memiliki keteraturan. “If every inhabited territory is a cosmos, this is precisely because it was first concentrated ... it is the work of the gods or is in comminication with the world of the gods.”8 Tempat yang memiliki keteraturan ini telah melalui campur tangan penciptaan Tuhan. Karena telah melalui campur tangan dari Tuhan, ruang-ruang tersebut dianggap memiliki nilai kesakralan. 4
http://ahdictionary.com/word/search.html?q=mythologies&submit.x=0&submit.y=0 Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. hal. 95. 6 http://www.merriam-‐webster.com/dictionary/cosmology 7 Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. hal. 20. 8 Ibid. hal. 30. 5
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Kesakralan tersebut kemudian ditiru oleh manusia di dalam membentuk rumahnya. Ada yang menyatukan dan memiliki ruang yang sakral di rumahnya. Ada juga yang memisahkan ruang sakral yang digunakan untuk meninggikan pencipta alam semesta dengan rumah yang ditinggalinya. Tetapi baik ada atau pun ada ruang yang sakral pada rumahnya, ruang itu terpisah dari ruang-ruang yang memenuhi kebutuhan domestik manusia.9 c. Nilai Budaya dalam Pembetukan Arsitektur Arsitektur mencerminkan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat. Dalam bukunya House Form and Culture, Amos Rapoprt menjelaskan bahwa dalam pembentukan arsitektur tradisional dan vernakular, terdapat hal yang bersifat fisik dan non fisik yang mempengaruhi bentuk dari rumah tradisional. Yang termasuk dalam hal non fisik adalah kepercayaan dan yang termasuk dalam hal yang eksplisit adalah iklim, tapak, material pembentuk bangunan, teknologi, dll. Dalam subbab mengenai kepercayaan, Amos Rapoport mengakatan bahwa hal-hal yang bersifat fisik dapat terpinggirkan oleh kepercayaan dalam pembentukan arsitektur tradisional.10 Kepercayaan mempengaruhi bentuk, pengaturan ruang, dan orientasi dari rumah tersebut. Bentuk yang tercipta dapat merupakan simbolisasi suatu nilai yang terkandung di dalam kepercayaan tersebut.11 Dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan arsitektur tradisional. d. Gender Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, laki-laki berarti “manusia yg mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan adakalanya berkumis”.12 Sedangkan perempuan berarti “manusia yg mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui”.13 Laki-laki dan perempuan dibedakan berdasarkan fungsi biologisnya. Fungsi biologis ini adalah fungsi yang dijalankan manusia dalam bereproduksi dan melanjutkan keturunan. dalam definisi yang dikeluarkan oleh American Psycological Association, laki-laki dan perempuan merupakan identitas gender.14 9
Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. hal. 65. Rapoport, Amos. House Form and Culture. New Jersey: Prentice-‐Hall Inc, 1969. hal. 40. 11 Ibid. hal. 41 12 http://kbbi.web.id/laki 13 http://kbbi.web.id/perempuan 14 http://www.apa.org/pi/lgbt/resources/sexuality-‐definitions.pdf 10
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Didefinisikan lagi di dalam American Psycological Association, identitas gender menyebabkan masyarakat memiliki pandangan, perasaan, dan perlakuan yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan.15 Sedangkan dalam kamus online Merriam Webster, gender yang dalam bahasa Indonesia berarti gender didefinisikan sebagai “the behavioral, cultural, or psychological traits typically associated with one sex”.16 Dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan bagaimana masyarakat bereaksi dengan perbedaan jenis kelamin dimiliki manusia. Dalam bukunya The Rites of Passage, Arnold van Gennep menjelaskan bahwa dalam masyarakat tradisional, perempuan sering diletakkan di tingkat terbawah dalam tatanan masyarakat. Bahkan perempuan terkadang dijadikan komoditi dalam melakukan upacaraupacara adat.17 Cara masyarakat memandang dan memperlakukan perempuan biasanya dipengaruhi oleh sistem masyrakat mereka. Dalam Mariage, Family, & Kin, Jane Granskog menyebutkan bahwa dalam melanjutkan keturunannya, manusia memiliki dua sistem keturunan yaitu sistem patrilineal dan matrilineal.18 Hubungan keluarga pada sistem patrilineal dapat di telusuri melalui garis keturunan laki-laki. Sedangkan hubungan keluarga pada sistem matrilineal dapat ditelusuri dari garis keturunan perempuan. Laki-laki bersifat dominan dalam pembagian kerja dan banyak melakukan mobilisasi. Adanya peperangan menjadi salah satu faktor yang penting dalam penggunaan sistem ini di dalam masyarakat. Sedangkan dalam sistem matrilineal, perempuanlah yang lebih dominan. Faktor penting yang membuat sistem matrilineal digunakan adalah ketika pertanian merupakan hal terpenting dalam menjalankan kehidupan suatu masyarakat dan tugas wanita sangat dominan dalam pertanian tersebut.19 Mircea Eliade menyatakan bahwa, “woman, then, is a mystically held to be one with the earth, childbearing is seen as variant, on the human scale, or the telluric fertility”.20 Perempuan sangat erat kaitannya dengan kesuburan. Sehingga dalam praktiknya, tugas yang 15
http://www.apa.org/pi/lgbt/resources/sexuality-‐definitions.pdf http://www.merriam-‐webster.com/dictionary/gender 17 Gennep, Arnold Van. The Rite of Passage. Chicago: The University of Chicago Press, 1960. hal. 33-‐34. 18 http://www.csub.edu/~jgranskog/BS435/BS435MarFamKinRv2.pdf 19 http://www.csub.edu/~jgranskog/BS435/BS435MarFamKinRv2.pdf 20 Eliade, Mircea. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. hal. 144. 16
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
bersangkutan dengan kesuburan seperti mengolah lahan pertanian dibebankan kepada perempuan. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena berupa tulisan deskriptif dan eksplanatori. Diawali dengan melakukan studi literatur yang berhubungan dengan topik, yaitu tentang mitologi, kosmologi, arsitektur tradisional, dan budaya dari etnis tertentu. Kemudian pengumpulan data di lapangan dengan teknik etnografi dan wawancara tidak terstruktur. Penelitian ini dilakukuan di Desa Suroba, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya sejak tanggal 14 April – 1 Mei 2014. Suku Dani Suku Dani adalah kelompok etnis yang menghuni Pegunungan Tengah Papua, di Lembah Balim yang dikelilingi oleh rangkaian Pegunungan Jayawijaya. Secara administratif, lokasi dimana Suku Dani tinggal masuk dalam wilayah Kabupaten Jayawijaya. Secara geografis, kabupaten tersebut terletak di antara 3⁰-5⁰ Lintang Selatan dan 137⁰-141⁰ Bujur Timur. Luasnya diperkirakan mencapai 7.030 km2 dengan ketinggian 1500-3000 m di atas permukaan laut. Iklim daerah tersebut adalah iklim tropis, tetapi karena letaknya yang cukup tinggi menyebabkan suhu udara di Kabupaten Jayawijaya relatif dingin; berkisar antara 14,5⁰C sampai 25,5⁰C. Secara umum tingkat kelembaban di Kabupaten Jayawijaya berkisar antara 58%-81%. Curah hujan tidak merata diakibatkan oleh angin dan gunung yang tinggi. Yang mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi adalah di bagian Lembah Balim. Bentang alam di Distrik Kurulu terdiri dari perbukitan dan lembah yang tanahnya relatif subur. Terdapat banyak anak sungai Balim yang mengalir di sekitar desa ini. Mata pencaharian yang umum di bagi orang Dani adalah berkebun. Mereka berkebun dengan sistem ladang yang berpindah-pindah. Mereka juga beternak babi, tetapi tidak untuk dijadikan sumber makanan sehari-hari. Babi memiliki nilai yang sangat penting bagi orang Dani. Babi digunakan untuk membayar mahar dan dalam upacara-upacara adat. Untuk makan sehari-hari, orang Dani biasanya melakukan perburuan hewan-hewan liar seperti tikus tanah, ular, burung,
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
dsb. Kadang-kadang mereka juga menangkap ikan dan udang di sungai. Yang menjadi menjadi makanan utama mereka adalah ubi jalar atau hipere. Sebagian besar orang Dani tinggal di rumah tradisional mereka. Tempat mereka tinggal berupa kompleks kecil bernama sili yang dihuni oleh 1 keluarga yang besar. Sili terdiri dari beberapa bangunan, yaitu honai (rumah laki-laki), ebeai (rumah perempuan), hunila (dapur), dan wamai (rumah babi). a. Sistem Kepercayaan Kepercayaan Suku Dani dititikberatkan pada penghormatan terhadap leluhur. Leluhur bagi mereka adalah manusia nyata yang pernah hidup lalu meninggal dan rohnya masih berada di sekitar mereka. Mereka percaya bahwa roh leluhur dapat mendatangkan kesuburan bagi kebun, babi, serta istri-istri, mempengaruhi kemenangan dalam peperangan, serta mendatangkan musibah apabila nilai-nilai hidup baik dilanggar. Musibah tersebut dapat berupa gagal panen, kekalahan perang, wabah penyakit, dsb. Kepercayaan dan penghormatan mereka terhadap leluhur diperlihatkan melalui mitos tentang asal usul manusia. Cerita ini saya kutip dari Pastor Frans Lieshout dalam bukunya yang berjudul Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim - Papua. Diceritakan bahwa dahulu kala manusia Dani pertama kali muncul di sekitar danau Maima. Kemudian dari antara manusia itu, ada seseorang yang bernama Naruekul yang berkulit lebih putih dibandingkan manusia lainnya. Dia kemudian mengjarkan mereka bagaiman membuat kebun, perkawinian, membuat rumah, dan nilai-nilai hidup baik. Namun karena pengetahuan yang dimilikinya, manusia lainnya merasa terancam. Sehingga mereka membunu Naruekul dan menguburkannya. Tidak berapa lama kemudian, dari kuburannya muncul berbagai tanaman dan hewan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akhirnya mereka sadar bahwa Naruekul bukan orang biasa. Kemudian mereka menggali kuburan Naruekul dan membawa tulang-tulangnya menyebar ke seluruh lembah Balim. Tulang Naruekul ini menjadi simbol leluhur yang diberi nama kaneke. Kaneke dibungkus dengan kulit kayu dan disimpan di setiap pilamo (rumah adat) dalam suatu ruang khusus yang disebut dengan kako. Pilamo ini hanya dapat ditinggali oleh keturunan tertentu yang disebut sebagai Kepala Suku Kesuburan dan setiap desa hanya memiliki satu pilamo. Kepala Suku Kesuburan adalah orang yang diwarisi kekuatan khusus dari leluhur,
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
tinggal di pilamo dan menjaga kaneke serta benda-benda sakral lainnya. Kaneke bersifat sangat sakral sehingga tidak sembarangan orang boleh mengetahui, melihat, memegang, dan memindahkan kaneke dari tempatnya. Kesakralannya menyebabkan perbincangan mengenai kaneke hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu dalam rapat tertutup dengan suara yang pelan dan tidak boleh diketahui oleh perempuan dan anak-anak. Karena menganut sistem patrilineal, maka kedudukan perempuan Suku Dani berada di bawah laki-laki. Nilai-nilai hidup baik yang diwariskan oleh leluhur berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja bagi Suku Dani. Dalam bahasa Balim, nilai-nilai hidup baik tersebut disebut wene hesekewa kolik welagarek yang berarti ketetapan yang merupakan dasar kehidupan orang Dani. Jika nilai hidup baik ini dilanggar, maka orang yang melanggar akan mendapatkan musibah. Terdapat 5 nilai hidup baik, yaitu21: a. wene opakima dapulik (nilai kebersamaan dan kesatuan) b. wene nabua-habua meke hasik (nilai saling mengasihi dan berbagi) c. wene wita waya welairek meke hasik (nilai perkawinan) d. wene silo wesa maga meke hasik (nilai larangan karena hal sakral atau rahasia) e. wene pogot agat ika oka sue bagai meke hasik (nilai alam, langit, dan bumi serta semua jenis tumbuhan dan hewan) Terdapat mitos lain tentang satu dewa pencipta alam semesta dan segala isinya yang bernama Mo dan dilambangkan sebagai matahari22. Pada versi lainnya dewa ini disebut dengan nama Mbok atau Abok atau Apuk23. Awalnya Mo berada bersama-sama dengan manusia di bumi. Tetapi karena peperangan dan manusia saling membunuh, Mo kemudian menjauhkan diri dan naik ke langit. Informasi tentang dewa ini bersifat sangat sakral dan rahasia, sehingga tidak boleh sembarangan diketahui orang. Kesakralan informasi tentang Mo ini bahkan berada di atas kaneke. Mereka juga percaya terhadap roh yang disebut mogat atau mokat, yaitu roh orang-orang yang telah mati mendiami tempat-tempat di sekitar rumah dan kampung. Mogat paling banyak terdapat pada tempat abu sisa pembakaran jenazah (waloleger). Waloleger berada di bagian belakang di antara honai dan ebeai. Tempat ini hanya boleh diakses oleh 21
Lieshout, Frans. Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim – Papua : Kebudayaan Balim, Tanah Subur Bagi Benih Injil. Jayapura: Sekretariat Keuskupan Jayapura, 2009. hal. 364-‐369 22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Upacara Tradisional Lingkaran Hidup Suku Meybrat dan Suku Dani do Daerah Irian Jaya. n.d: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, n.d. hal. 145-‐146. 23 Lieshout, Pastor Frans. Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim – Papua : Kebudayaan Balim, Tanah Subur Bagi Benih Injil. Jayapura: Sekretariat Keuskupan Jayapura, 2009. hal. 60.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
kaum laki-laki dan hanya didatangi pada saat meletakkan tulang dan abu setelah proses kremasi jenazah dilakukan. Terlihat bahwa terdapat tingkatan dalam sistem kepercayaan Suku Dani, yaitu Mo berada di tingkat paling atas, diikuti roh leluhur dan nilai hidup baik yang diwarisikan oleh mereka, kepala suku kesuburan yang memiliki atou, laki-laki, dan yang berada di tingkat paling bawah adalah perempuan dan anak-anak. Walaupun mereka telah memeluk agama, tetapi adat istiadat dan kepercayaan lokal masih dianut dan diamalkan dalam kehidupannya sehari-hari. b. Sistem Masyarakat Suatu desa dipimpin oleh 2 orang kepala suku (kain), yaitu kepala suku kesuburan dan kepala suku perang. Kepala suku kesuburan bertindak sebagai kepala desa yang mengatur jalannya upacara adat dan mengambil keputusan-keputusan menyangkut desanya. Sedangkan kepala suku perang hanya mengurusi perihal perang, dari rapat persiapan hingga memimpin peperangan di lapangan. Kepala-kepala suku ini adalah orang-orang yang memiliki kekuatan khusus yang diwarisi secara turun-temurun dari para leluhur. Lembah Balim juga dipimpin oleh kepala suku yang paling besar yang disebut kain kok yang memimpin keseluruhan klen. Sistem perkawinan yang dimiliki Suku Dani adalah sistem perkawinan 2 belah marga yang disebut moiety, yaitu marga yang merupakan bagian kelompok Wita hanya boleh menikah dengan marga yang merupakan bagian kelompok Waya dan begitu pula sebaliknya. Sistem pernikahan ini merupakan salah satu warisan dari leluhur mereka, bersifat tabu dan tidak boleh dilanggar. Orang Dani percaya bahwa pelanggaran terhadap peraturan ini akan mengakibatkan pelakunya mengalami musibah, seperti memiliki keturunan yang cacat, tidak memiliki keturunan, bahkan kematian bagi salah satu di antara suami atau istri. Jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan, ia akan memberitahu nama perempuan tersebut kepada orang tuanya. Setelah itu orang tuanya akan menghubungi orang tua dari perempuan tersebut untuk meminangnya. Jika lamaran tersebut disetujui, pihak lakilaki akan memberikan beberapa ekor babi sebagai mahar. Perkawinan orang Dani juga menganut sistem perkawinan poligami, yaitu satu orang suami dengan lebih dari 1 istri. Lakilaki yang memiliki banyak istri biasanya adalah orang yang memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat, misalnya kain. Perkawinan mereka bersifat patrilineal yang berarti keturunan yang diperoleh dari perkawinan tersebut melanjutkan garis keturunan dari sang ayah.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Laki-laki dan perempuan memiliki peranannya masing-masing dalam menjalankan kehidupan berumahtangga. Laki-laki memiliki 4 peran utama, yaitu (1) mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik seperti membuka kebun baru, membuat parit, membuat rumah, dll; (2) berpolitik; (3) berperang dan menjaga keamanan desa, kebun, dan keluarganya dari serangan musuh; (4) melakukan ritual-ritual tradisional. Sedangkan perempuan hanya memiliki satu peran yang bersangkutan dengan kesuburan. Walaupun hanya satu peran, tetapi peran tersebut terdiri dari banyak tugas, yaitu merawat kebun dan pekarangan yang ada di rumah, memanen hasilnya, merawat dan membesarkan babi, melahirkan dan membesarkan anak, serta melayani suaminya. Arsitektur Suku Dani Sebagian besar orang Dani tinggal di rumah tradisional mereka. Tempat mereka tinggal berupa kompleks kecil bernama sili yang dihuni oleh 1 keluarga yang besar. Sili terdiri dari beberapa bangunan, yaitu honai (rumah laki-laki), ebeai (rumah perempuan), hunila (dapur), dan wamai (rumah babi).
Gambar 4. 1 sili dan elemen-elemen di dalamnya sumber: ilustrasi pribadi
a. Sili Di dalam satu sili tinggal satu keluarga besar dengan beberapa kepala keluarga yang berasal dari satu garis keturunan yang sama. Contohnya, Bapak Agayaga Kosai tinggal bersama kedua anak laki-lakinya Hepaus Kosai dan Alex Kosai, dimana kedua anak laki-lakinya
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
tersebut juga telah berkeluarga. Kedua anak laki-laki tersebut tinggal dengan keluarga mereka dalam satu sili bersama ayah dan keluarga ayahnya. Kerabat lain yang tidak memiliki marga yang sama juga dapat ikut tinggal bersama di sili tersebut jika diinginkan. Jika seorang anak laki-laki merasa dirinya sanggup untuk tinggal terpisah dari orang tuanya, ia dapat membangun dan tinggal di sili miliknya sendiri. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan dengan para informan, pembuatan sili baru terdiri dari beberapa tahapan. Dimulai dengan calon penghuni akan memilih lahan kosong di desanya untuk dibangun sili. Setelah itu, dia akam melakukan perbincangan dengan warga desa yang sudah tinggal di sekitar tapak yang ingin digunakan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang kepemilikan tanah. Setelah status kepemilikan tanah jelas, dilakukan upacara pemotongan babi untuk meminta izin dari roh leluhur yang menghuni tapak tersebut. Pihak yang melakukan upacara ini adalah kaum laki-laki yang akan membersihkan tapak tersebut. Babi yang menjadi tumbal tadi dimasak dan dimakan bersama setelah pekerjaan membersihkan tapak telah selesai dilakukan. Setelah itu mereka akan ke hutan membawa kapak untuk mengambil bahan baku pembuatan sili dan seluruh bangunan yang ada di dalamnya. Sebelum pohon yang akan diambil kayunya dipotong, dilakukan sebuah upacara dengan cara mengelus batang pohon yang akan diambil kayunya dengan bulu burung nuri merah (werene) dengan maksud memindahkan roh di pohon yang hendak diambil kayunya ke pohon yang lebih kecil di sekitarnya. Tetap saja yang melakukan upacara ini adalah para laki-laki yang akan menebang dan membuat sili dan berbagai bangunan di dalamnya. Pekerjaan pembuatan sili ini tidak dilakukan sendiri oleh laki-laki calon penghuni sili tersebut, melainkan semua laki-laki lainnya di desa yang dapat membantu melakukan pekerjaan ini. Hal ini lumrah dilakukan karena salah satu nilai hidup baik orang Dani adalah kebersamaan. Sedangkan para perempuan bertugas untuk menyiapkan konsumsi bagi para laki-laki yang bekerja. Tugas untuk membersihkan tapak dan menebang pohon sudah seharusnya dibebankan kepada laki-laki karena laki-laki memiliki fisik yang lebih kuat daripada perempuan. Sedangkan tugas untuk melakukan upacara diserahkan kepada laki-laki karena dalam sistem kepercayaan Suku Dani derajat laki-laki berada di atas perempuan. Lagi pula yang akan melakukan intervensi langsung terhadap alam seperti menebang pohon adalah laki-laki, maka merekalah yang seharusnya meminta izin pada para leluhur penghuni alam tersebut.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Setelah selesai mempersiapkan kayu untuk membat rumah, yang pertama kali dibuat adalah menancapkan pagar (leger) untuk mendefinisikan sebesar apa ruang yang akan digunakan untuk satu sili tersebut. Dalam pendefinisian ruang sili, tidak ada dasar patokan yang pasti. Besarnya sili tergantung dari kebutuhan si pengguna. Di pagar tersebut dibuat sebuah gerbang (mokar aila/mokarai) mokar artinya setan; aila artinya tempat; ai artinya rumah; jadi gerbang tersebut berarti tempatnya setan. Atau berarti setan hanya sampai pada gerbang tersebut dan tidak dapat masuk ke dalam lingkungan sili. Hanya gerbang tersebut yang dapat digunakan untuk masuk dan keluar dari sili, sehingga ada kontrol dari penghuni sili terhadap tamunya. Proses pembangunan sili memiliki tata cara tertentu yang sudah diwarisi turun-temurun oleh leluhur Suku Dani. Laki-laki berperan besar dalam pembentukan ruang sili pada tahap pembangunan. Hal ini disebakan karena laki-laki bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang membutuhkan fisik yang kuat. Sedangkan perempuan tidak memiliki andil apa pun pada tahap pembangunan ini. b. Honai Dalam bahasa Balim, honai berarti rumah laki-laki dengan hon/hun berarti laki-laki dan ai berarti rumah. Di dalam sili hanya terdapat satu buah honai. Rumah ini ditempati oleh seluruh laki-laki yang tinggal di dalam sili tersebut. Anak laki-laki yang sudah bisa lepas dari pengasuhan ibunya, sudah harus pindah dan tinggal di honai bersama laki-laki lainnya. Karena hanya terdapat 1 honai untuk seluruh laki-laki di dalam 1 sili, ukuran honai lebih besar dari pada ebeai. Besar honai ini juga tidak memiliki patokan tertentu, disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Honai terletak tepat di seberang mokaraila, dengan pintu masuk honai menghadap ke arah gerbang tersebut. Hal ini dimaksudkan agar laki-laki dapat terus memantau siapa saja yang masuk dan keluar dari sili dengan alasan keamanan.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Gambar 4. 2 laki-laki dapat mengawasi mokaraila dari dalam honai sumber: ilustrasi pribadi
Denah honai berbentuk lingkaran, begitu juga dengan sili dan ebeai. Bentuk ini adalah simbol dari nilai hidup baik Suku Dani yang pertama, yaitu nilai kebersamaan dan kesatuan. Lingkaran saya anggap tepat untuk menyimbolkan nilai kebersamaan. Ketika kita menarik garis dari pusat lingkaran ketepiannya, kita akan memperoleh jarak yang sama antara satu garis dengan garis yang lainnya. Tidak ada perbedaan antara panjang garis yang satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan arti nilai kebersamaan di Suku Dani. Setiap orang diperlakukan sama dan tidak ada pembeda. Karena merupakan rumah laki-laki, perempuan tidak boleh masuk ke dalamnya. Perempuan hanya boleh sampai di depan pintu honai. Jika ingin memberikan atau menerima sesuatu, laki-laki yang akan keluar untuk menemui perempuan. Laki-laki mendiami, tidur, membersihkan, mengatur tata letak barang, dan menerima tamu laki-laki serta berdiskusi di dalam honai tersebut. Honai terdiri dari 2 tingkat. Tingkat 1 digunakan laki-laki untuk menyimpan barang, berkumpul, makan, menerima tamu laki-laki, dan rapat. Perapian hanya digunakan untuk membuat api untuk memanaskan ruangan, tidak untuk memasak. Api akan dinyalakan di perapian ketika matahari sudah mulai terbenam. Sebelum tidur, api akan dimatikan agar mereka tidak menghirup asap ketika tidur. Tingkat 2 adalah tempat tidur laki-laki. Mereka tidur dengan posisi kepala dekat dengan tungku perapian dan kaki mengarah ke dinding honai. Lantai 2 dapat diakses menggunakan tangga vertikal dan masuk melalui rongga yang terdapat di lantai 2.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Honai tidak memiliki jendela sama sekali. Mereka percaya bahwa jika ada bukaan sedikit saja di honai, mogat akan bisa masuk dan menimbulkan musibah. Mitos tentang setan yang akan masuk menjadi masuk akal ketika kita melihat kembali bahwa suhu udara di Lembah Balim sangat dingin. Jika ada bukaan, udara malam yang sangat dingin akan masuk dan dapat menyebabkan mereka jatuh sakit.
Gambar 4. 3 denah lantai 1 dan 2 honai sumber: ilustrasi pribadi
Letak honai mengakomodir laki-laki dalam menjalankan perannya sebagai penjaga keamanan keluarganya, hingga letaknya langsung berseberangan dengan mokaraila. Dalam sistem kepercayaan Suku Dani, tingkatan laki-laki berada di atas perempuan. Menurut pendapat saya, perempuan tidak dapat masuk ke dalam rumah laki-laki karena honai bersifat sakral, dan hal yang bersifat sakral tabu untuk diketahui oleh perempuan. c. Pilamo Pilamo adalah honai adat. Pilamo dihuni oleh kepala suku kesuburan secara turun-temurun. Secara garis besar fungsi dan tata ruang pilamo sama seperti honai biasa. Yang membedakannya adalah terdapat kaneke di dalam pilamo ini. Sesuai dengan teori yang dinyatakan Eliade, keberadaan kaneke yang merupakan simbol dari leluhur orang Dani menyebabkan pilamo menjadi lebih sakral dibandingkan honai
dan bangunan lainnya.
Terdapat ruang kecil di sudut kiri dalam yang bernama kako, disinilah kaneke dan benda sakral lainnya disimpan. Juga terdapat tungku kecil di belakang pilamo yang digunakan untuk memasak hewan-hewan untuk kepentingan upacara adat.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Gambar 4. 4 kako tempat menyimpan kaneke sumber: ilustrasi pribadi
Pilamo ini tidak boleh diakses oleh perempuan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kaneke yang keberadaannya sakral. Dalam sistem kepercayaan Suku Dani, perempuan berada di tingkatan terbawah dan tidak diperkenankan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai halhal yang bersifat sakral. Keberadaan kaneke di dalam pilamo menyebabkan ruang di dalamnya menjadi sakral dan terlarang untuk perempuan. d. Ebeai Ebeai sering disebut rumah perempuan karena ditinggali oleh perempuan. Sebenarnya ebe/ewe berarti pokok atau isi dan ai berarti rumah. Jadi secara bahasa ebeai berarti rumah keluarga. Dengan begitu, inti dari keluarga di Suku Dani adalah perempuan. Menurut saya hal ini dapat terjadi karena peran perempuan di dalam rumah yang berhubungan dengan kesuburan. Cara pembuatan, bentuknya, dan fungsinya sama seperti honai, tetapi digunakan oleh perempuan. Yang berbeda adalah ukurannya lebih kecil karena sati ebeai hanya dihuni oleh satu istri. Jika seorang kepala keluarga memiliki lebih dari satu istri, masing-masing istri tersebut dapat memiliki satu ebeai, dapat pula tinggal bersama di satu ebeai. Keputusan ini diambil setelah dilakukan perundigan di antara para istri. Perempuan berperan penuh dalam merubah tata letak di dalam rumah. Bentuk rumah tidak pernah mengalami perubahan smenjak pertama dibangun, sama halnya dengan honai. Hal yang membedakan antara honai dan ebeai, perapian juga dapat digunakan untuk memasak jika tengah malam perempuan dan anak-anak merasa lapar lapar dan makanan masak sudah habis.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Ebeai tidak boleh dimasuki sembarang laki-laki. Anak laki-laki yang sudah tidak perlu perawatan intensif dari ibu harus pindah ke honai. Biasanya ini berlaku bagi anak laki-laki yang berumur lima tahun ke atas. Anak laki-laki yg sudah besar boleh masuk dan berbincang dengan sang ibu, tetapi tidak boleh tidur di dalam ebeai. Selain anak laki-laki, yang boleh masuk ebeai adalah suami dari perempuan tersebut. Hubungan seksual dilakukan di dalam rumah ini. Jika di dalam ebeai tinggal lebih dari satu istri, istri-istri yang lain harus menunggu di luar ketika sang suami sedang melakukan hubungan seksual dengan istri yang diinginkannya. e. Hunila Hunila berarti dapur. Masing-masing istri memiliki tungku sendiri. Di depan masing-masing tungku terdapat pintu keluar dari dapur yang berhadapan dengan pintu masuk ebeai pemilik tungku tersebut. Walaupun dapat dimasuki laki-laki, hunila benar-benar dikuasai oleh perempuan. Jika ada tambahan istri, maka hunila akan diperpanjang dan ditambahkan lagi tungku baru untuknya. Sama seperti akan dibuat ebeai baru untuk istri tersebut.
Gambar 4. 5 pintu masuk hunila dan ebeai sumber: ilustrasi pribadi
Hunila adalah tempat menyimpan bahan makanan yang digantung di dalam noken. Noken adalah tas anyaman yang terbuat dari rumput yang dimiliki oleh perempuan. Noken dapat diibaratkan sebagai dompet keluarga. Di hunila ini juga disimpan alat-alat masak dan alat-alat berkebun. Untuk keperluan memasak, perempuan hanya mengangkat air seperlunya dari kali. Sedangkan peralatan masak dicuci di kali. f. Wamai
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Wam berarti babi dan ai berarti rumah, dengan begitu wamai berarti rumah babi. Babi diperlakukan khusus oleh orang Dani, babi diperlakukan selayaknya manusia. Babi tidak boleh dipukul dan diberi minum susu langsung payudara seorang perempuan yang mengurusnya. Babi yang sedang dalam masa penyusuan akan diletakkan di dalam noken dan dibawa kemana-mana oleh perempuan yang mengasuhnya. Sehingga babi tersebut dapat diberi susu dimana pun dan kapan pun. Perempuan berperan untuk membersihkan, memberi makan dan merawat babi-babi tersebut dalam menjalankan perannya di bidang kesuburan. Laki-laki bertanggung jawab untuk membangun, menambahkan, dan mengurangi ruang di wamai ketika jumlah babi bertambah atau berkurang. Jika terdapat penambahan istri, laki-laki juga bertanggung jawab untuk membangun ebeai baru, serta menambahkan tungku dan memperbesar hunila. Letak ebeai, hunila, dan wamai tidak memiliki patokan yang pasti. Letaknya dapat ditukar kanan dan kirinya. Ini berarti tidak terdapat hirarki untuk ketiga bangunan tersebut. Menurut saya ini menunjukkan bahwa hirarki yang ada di dalam sili hanya dua, yaitu laki-laki dan perempuan. g. Silima dan Pekarangan Silimo adalah ruang kosong di tengah sili. Di dalam silimo berlangsung upacara-upacara adat. Tidak ada aturan khusus yang mendefinisikan pembagian ruang silimo untuk laki-laki dan perempuan. Kecuali pada saat upacara kematian. Ketika jenazah telah habis terbakar, abu pembakaran jenazah dan tulang-yulang yang tersisa kemudian diambil oleh laki-laki dan diletakkan di waloleger. Hal ini merupakan tugas laki-laki karena upacara kematian bersifat sakral, waloleger pun bersifat sakral dan tidak boleh diakses oleh perempuan.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Gambar 4. 6 waloleger yang tidak boleh diakses oleh perempuan diberi warna biru sumber: ilustrasi pribadi
Pekarangan sudah dibuka bersamaan dengan pembukaan lahan untuk membuat sili. Laki-laki yang bertugas membuka dan menanam pekarangan dan kebun. Sedangkan wanita bertugas untuk merawat dan memanen. Merawat pekarangan dan babi adalah kegiatan yang intensif dilakukan perempuan sehari-hari.
Gambar 4. 7 ruang perempuan sumber: ilustrasi pribadi
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Gambar 4. 8 ruang laki-laki ilustrasi pribadi
Di dalam sili ada beberapa tempat lain yang tidak dapat didatangi oleh perempauan karena bersifat sakral. Dalam sistem kepercayaan Suku Dani, hal-hal yang bersifat sakral tidak boleh diketahui oleh perempuan. Tempat-tempat seperti tungku di belakang pilamo dan waloleger hanya dapat didatangi oleh laki-laki. Secara proporsi, ruang-ruang yang tidak dapat didatangi perempuan tidak terlalu besar, namun ruang dimana perempuan beraktivitas sehari-hari mengambil porsi yang sangat besar di dalam sili. Dalam diagram di atas, ruang khusus perempuan bukan berarti laki-laki tidak dapat mendatanginya, tetapi laki-laki tidak punya peran yang besar atau tidak punya peran sama sekali dalam mengubah tata ruang di ruang khusus perempuan. Sistem kepercayaan dan sistem masyarakat Suku Dani mempengaaruhi masyarakat dalam membagi peran antara laki-laki dan perempuan dalam rumah. Laki-laki berperan sebagai agen pembangun rumah tradisional Suku Dani. Seberapa besar kebutuhan ruang pada awal membangun sili diputuskan oleh laki-laki. Sedangkan perempuan tidak memiliki andil dalam pembangunan tersebut.. Peran
laki-laki
dalam
menjalankan
kehidupan
berumahtangga
dan
bermasyarakat
menyebabkan laki-laki tidak banyak berkegiatan di dalam sili. Sedangkan peran perempuan dalam bidang kesuburan menyebabkan perempuan berperan besar dalam pengelolaan ruang di sili. Perempuan sama sekali tidak memiliki peran dalam pembentukan rumah pada tahap awal, tetapi seiring berjalannya waktu, pengelolaan ruang yang dilakukan perempuan memiliki
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
andil dalam penambahan dan pengurangan bangunan di rumah tradisional Suku Dani. Perempuan dapat memutuskan untuk menambah dan mengurangi bangunan, lalu perubahandalam bangunan itu akan dilakukan oleh laki-laki. Kesimpulan Sistem kepercayaan Suku Dani menitikberatkan pada penghormatan terhadap leluhur. Dalam sistem kepercayaan yang mereka miliki, terdapat nilai larangan karena hal yang sakral dan rahasia. Nilai ini menyebabkan ada perkara dan tempat yang bersifat sakral dan rahasia yang tidak boleh diketahui sembarang orang. Karena berada di tingkat yang paling bawah dalam sistem kepercayaan mereka, perempuan tidak diperkenankan untuk mengetahui hal-hal yang bersifat sakral. Ruang yang didefinisikan sebagai ruang yang sakral oleh kepercayaan mereka sama sekali tidak boleh diakses oleh perempuan. Dalam sistem masyarakatnya pun, perempuan tidak dapt memiliki jabatan dan berada di tingkatan terbawah. Laki-laki dan perempuan
memiliki
peranannya
masing-masing
dalam
menjalankan
kehidupan
berumahtangga yang didefinisikan oleh sistem kepercayaan dan sistem masyrakat mereka. Laki-laki dan perempuan memiliki rumah yang terpisah. Laki-laki hanya akan mendatangi rumah perempuan ketika mereka akan melakukan hubungan seksual. Sedangkan perempuan sama sekali tidak boleh masuk ke dalam rumah laki-laki. Begitu juga dengan daerah-daerah lain seperti tungku adat dan waloleger. Ruang gerak perempuan dibatasi oleh kedudukannya dalam sistem kepercayaan Suku Dani. Walaupun tampaknya ruang gerak perempuan dibatasi oleh kepercayaan yang mereka miliki, ruang gerak perempuan cukup besar di dalam lingkungan sili. Peran perempuan dalam bidang kesuburan menyebabkan perempuan di Suku Dani memiliki wewenang untuk mengatur ruang-ruang seperti ebeai, hunila, wamai, dan pekarangan serta kebun. Laki-laki dapat mengakses ruang-ruang tersebut, tetapi laki-laki tidak punya peran yang besar atau tidak punya peran sama sekali dalam mengelola tata ruang di dalamnya. Berdasarkan teori dan studi kasus yang dilakukan pada rumah tradisional masyarakat Suku Dani, dapat disimpulkan bahwa sistem kepercayaan dan sistem masyarakat mempengaruhi Suku Dani dalam membagi peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, rumah tangga, dan berimbas pada arsitekturnya. Laki-laki berperan sebagai pembangun rumah tradisional Suku Dani, sedangkan perempuan berperan dalam pengelolaan ruang di dalamnya.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014
Perempuan sama sekali tidak memiliki peran dalam pembentukan rumah, tetapi pengelolaan yang dilakukan perempuan memiliki andil dalam penambahan dan pengurangan bangunan di rumah tradisional Suku Dani. Misalnya ketika babi yang dirawat oleh perempuan bertambah jumlahnya atau pekarangan butuh diperluas karena terdapat tambahan anak. Yang kemudian penambahan dan pengurangan bangunan ini akan dilakukan oleh laki-laki. Daftar Referensi American Psycological Association. Definition of Terms: Sex, Gender, Gender Identity, Sexual Orientation. Feb 18-20 2011. 27 Juni 2014. < http://www.apa.org/pi/lgbt/resources/sexuality-definitions.pdf> David, Kenneth C. Don’t Know Much About Mytology. New York: HarperCollins Publishers, 2005. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Upacara Tradisional Lingkaran Hidup Suku Meybrat dan Suku Dani do Daerah Irian Jaya. n.d: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, n.d. Eliade, Mircea. The Myth of The Eternal Return. New Jersey: Princeton University Press, 1965. ------------------. The Sacred and The Profane. New York: Harper&Row Publishers, 1961. Gennep, Arnold Van. The Rite of Passage. Chicago: The University of Chicago Press, 1960. Granskog, Jane. Marriage, Family, & Kin. California State University, Bakersfield. n.d. 29 Juni 2014.
Hartati, Tatik Cahyani. Penataan Ruang Silimo Berdasarkan Kebudayaan Dani. Jakarta: Universitas Indonesia, 1996. Lieshout, Frans. Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim – Papua : Kebudayaan Balim, Tanah Subur Bagi Benih Injil. Jayapura: Sekretariat Keuskupan Jayapura, 2009. Rapoport, Amos. House Form and Culture. New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1969.
Mitologi dan..., Mukrima Fauriska Djawaru, FT UI, 2014