Analisis Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Proyek Pembangunan Bogor Valley Residence and Hotel Tahun 2014 M. Rohmat Fakhrurrozi1, L. Meily Kurniawidjaja2 1. Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Email :
[email protected] Abstrak Perkembangan konstruksi yang semakin meningkat mempunyai risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagai sarana mencegah terjadinya kecelakaan dan kerugian lainnya yang ditimbulkan. Tujuan penelitian adalah mengetahui pelaksanaan SMK3 melalui analisis temuan ketidaksesuaian hasil audit eksternal OHSAS 18001 dibandingkan dengan PP RI no.50 tahun 2012 di proyek pembangunan Apartemen Bogor Valley Residence dan Hotel tahun 2014. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik. Metode pengambilan data melalui wawancara dengan 3 informan dan data sekunder. Hasil telitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan SMK3 di PT X menurut PP RI no.50 tahun 2012 sebesar 96,9%, yang merupakan tingkatan lanjutan yang harus dipertahankan atau ditingkatkan. Sedangkan penyebab temuan audit adalah tidak adanya peralatan alat ukur, tidak adanya SOP penanganan bahan kimia, perencanaan program yang tidak tepat, tidak adanya SOP perbaharui dokumen, dan terakhir yaitu kurangnya pengawasan/inspeksi area berbahaya. Secara keseluruhan penyebab temuan adalah kurangnya dukungan dan partisipasi aktif dari manajemen baik Pusat maupun proyek terhadap program K3. Kata Kunci
: SMK3, Temuan audit OHSAS 18001, PP RI no.50 Tahun 2012
Analysis of Implementation Occupational Health and Safety Management System in Construction Project Bogor Valley Residence and Hotel 2014 Abstract The development of the growing construction have a high risk of work accidents. Occupational health and safety management systems as a means of preventing the occurrence of accidents and other damage caused. The purpose of this study is to know the implementation of SMK3 through analysis OHSAS 18001 external audit results compared with PP RI No. 50/2012 on project development Bogor Valley Residence apartments and hotels. Study was a descriptive analytic study. Method of data acquisition through interviews with three informants and secondary data. The results showed that the level of adoption research SMK3 in PT X by PP RI No. 50 of 2012 as much as 96.9%, which is an extension form should be preserved or enhanced. While the causes of the audit findings are not the tools of measurement, not the SOP chemical handling, improper planning program, not the SOP renew documents, and lack of supervision and inspection of hazardous areas. On the whole cause of the findings is the lack of support and active participation from top management and project management for K3 program. Keywords: SMK3, Audit OHSAS 18001, PP RI no. 50/2012
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
PENDAHULUAN Perkembangan dunia industri saat ini semakin pesat. Penggunaan teknologi, material berbahaya, prosedur kerja yang kompleks dalam proses produksi mengandung potensi bahaya tinggi jika tidak dikelola dengan baik. Upaya pengelolaan bahaya dan risiko tersebut dilakukan dengan cara menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai kecelakaan kerja masih sering terjadi dalam proses produksi terutama di sektor jasa konstruksi. Berdasarkan laporan International Labor Organitation (ILO), setiap hari terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal sekira 6. 000 kasus. Sementara di Indonesia setiap 100.000 tenaga kerja terdapat 20 orang fatal akibat kecelakaan kerja.Tak hanya itu, menurut kalkulasi ILO tahun 2006, kerugian yang harus ditanggung akibat kecelakaan kerja di negara-negara berkembang juga tinggi, yakni mencapai 4% dari GNP (Gross National Product). Artinya, dalam skala industri, kecelakaan dan penyakit akibat kerja menimbulkan kerugian 4 persen dari biaya produksi berupa pemborosan terselubung (hidden cost) yang dapat mengurangi produktivitas yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya saing suatu negara. (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2013). Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan seluruh pihak harus mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di dalam setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja. Sistem tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No.50/2012 tentang Penerapan SMK3 yang juga diawali dengan penandatanganan komitmen dan kebijakan penerapan SMK3. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk lebih menekankan efektivitas dalam penerapan SMK3 di Indonesia. Dengan terbitnya PP RI no.50 tahun 2012 secara hirarki peraturan perundangan menggantikan peraturan yang berada di bawahnya yakni Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Suatu organisasi memerlukan alat atau cara untuk menilai apakah pelaksanaan K3 telah berhasil atau tidak. Salah satu cara penilaian adalah dengan melakukan audit K3 sebagai bagian dari siklus Plan-Do-Check-Action. Melalui audit, organisasi akan mengetahui
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat melakukan langkah – langkah penyempurnaan berkesinambungan (Ramli, S. 2010). PT X merupakan perusahaan kontraktor swasta nasional dengan ruang lingkup bisnis (niaga) pada bidang jasa, sektor industri konstruksi, dengan aktifitas – aktifitas pekerjaan saat ini meliputi sub – sub bidang perencanaan/perancangan (engineering), penyelia/pengadaan (procurement) dan pembangunan/konstruksi (construction). Dalam mencegah risiko kecelakaan kerja dan kerugian yang diakibatkannya, PT X telah menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001:2007. Saat ini PT X sedang melakukan beberapa proyek pembangunan bangunan tinggi bertingkat salah satunya adalah proyek Bogor Valley Residence & Hotel. Proyek Bogor Valley Residence & Hotel terletak di Jl. Sholeh Iskandar no. 5, Kedung Badak, Kabupaten Bogor, memiliki 3 tower dengan jumlah lantai 20. Tahap pembangunan proyek ini sudah mencapai tahap finishing, artinya pembangunan sudah hampir selesai. Namun risiko adanya kecelakaan kerja masih tetap ada selama proses kerja berlangsung. Adanya Sistem Manajemen K3 berbasis OHSAS 18001 tidak akan berarti jika tanpa penerapan yang konsisten dari pihak manajemen perusahaan, sehingga perlu adanya evaluasi dari penerapan Sistem Manajemen K3 tersebut. TINJAUAN TEORITIS Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan. Undang-undang ini tidak menyebutkan apa SMK3 yang harus dijalankan. Yang penting adalah menerapkan SMK3 di lingkungannya masing-masing. Akan tetapi, untuk mengetahui apakah suatu organisasi telah menerapkan sistem manajemen K3 dengan baik perlu dilakukan pengawasan oleh instansi berwenang. Salah satu mekanisme pengawasan adalah dengan melakukan audit SMK3 melalui lembaga yang ditunjuk pemerintah. Hasil audit ini menggambarkan bagaimana tingkat penerapan sistem manajemen K3 dalam organisasi yang selanjutnya digunakan sebagai bagian dari pengawasan dan pembinaan misalnya pemberian penghargaan bagi organisasi yang memiliki kinerja K3 yang baik. Di lain pihak organisasi yang bergerak secara global, mungkin memerlukan pula pengakuan atas kinerja K3 organisasi. Hal ini dapat diperoleh melalui sertifikasi OHSAS 18001 yang telah disepakati sebagai standar global untuk menilai kinerja K3 organisasi.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, SMK3 organisasi tersebut harus memenuhi kriteria audit SMK3 (Depnaker) yang ditetapkan untuk organisasi kecil, sedang dan besar karena bersifat mandatory. Selanjutnya jika organisasi menginginkan sertifikasi SMK3 yang telah dijalankan, dapat memperolehnya melalui proses audit oleh lembaga sertifikasi salah satu diantaranya menggunakan OHSAS 18001. Dengan demikian suatu organisasi yang telah mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen K3 dengan baik, seharusnya akan memenuhi kriteria baik menurut SMK3 (Depnaker) maupun sistem manajemen K3 lainnya seperti OHSAS 18001 (Ramli, 2010). OHSAS 18001 menggunakan pendekatan kesisteman mulai dari perencanaan, penerapan, pemantauan dan tindakan perbaikan yang mengikuti siklus PDCA (Plan-DoCheck-Action) yang merupakan proses peningkatan berkelanjutan.
1. Kebijakan K3
Peningkatan berkelanjutan
PLAN
17. Tinjauan Manajemen
Perencanaan 2. Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian 3. Persyaratan legal dan lainnya 4. Objektif dan program K3
ACT
Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan
CHECK
12. Pengukuran kinerja dan pemantauan 13. Evaluasi pemenuhan 14. Penyelidikan insiden, Ketidaksesuaian, koreksi dan pencegahan 15. Pengendalian rekaman 16. Audit internal
DO
Implementasi dan operasi 5. Sumber daya, peran, tanggung jawab, tanggung gugat, dan wewenang 6. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian 7. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi 8. Dokumentasi 9. Pengendalian dokumen 10. Pengendalian operasi 11. Tanggap darurat
Gambar 1 Elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 Sekilas sistem manajemen terlihat abstrak, karena itu OHSAS 18001 memberikan pedoman penerapannya dengan menetapkan persyaratan sistem manajemen K3 untuk masing
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
– masing elemen. Dengan memenuhi persyaratan setiap elemen tersebut, secara otomatis sistem manajemen K3 akan berjalan menurut proses yang diinginkan. Elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 adalah sebagai berikut. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 atau yang biasa disebut PP 50 ditandatangani pada tanggal 12 April 2012 oleh Presiden Repubik Indonesia DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono. dimana pada tanggal 24 Mei 2012 dilakukan louching PP 50 oleh Bapak Menteri Muhaimin Iskandar dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di kota Surabaya. Dengan terbitnya PP 50 secara hirarki peraturan perundangan mengantikan peraturan yang berada di bawahnya seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif dengan melakukan telaah hasil audit dan analisis penyebab ketidaksesuaian penerapan OHSAS 18001:2007 dan dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah RI no. 50 tahun 2012. Peneltian ini dilakukan di PT. Djasa Ubersakti proyek pembangunan apartemen Bogor Valley Residence dan Hotel, yang berlokasi di jalan Raya Soleh Iskandar No. 5, Kedung Badak - Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April - Mei tahun 2014. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, pengisian data kuesioner, pedoman wawancara kepada tiga informan serta mendokumentasikan kegiatan di lapangan dengan menggunakan kamera dan data laporan kegiatan SMK3 sebagai dokumen sekunder. Sedangkan observasi digunakan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program SMK3 di lapangan. HASIL PENELITIAN •
Hasil Audit Eksternal OHSAS 18001 Berdasarkan audit yang dilaksanakan pihak URS kepada PT.X di proyek pembangunan Bogor Valley Residence and
Hotel, didapatkan lima temuan
ketidaksesuaian antara pelaksanaan K3 di lapangan dengan standar OHSAS 18001 (Tabel 1).
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
Tabel 1 Deskripsi temuan audit eksternal OHSAS 18001 tahun 2013
•
No.
Klausul
1
4.5.1
2
4.4.6
3
4.5.7
4
4.4.5
5
4.3.1
Deskripsi temuan
Tipe temuan
Belum dilakukannya pengukuran lingkungan kerja seperti kebisingan, pencahayaan, suhu, dll. Tidak adanya dokumen MSDS untuk material yang mengandung bahan kimia seperti cat, cornice adhesive, tinner, dll.
MNC
Belum dilakukannya simulasi tanggap darurat bencana/kebakaran di lokasi proyek pembangunan Bogor Valley Residence and Hotel. Dokumen IBPPR (Identifikasi Bahaya, Pengendalian dan Penilaian Risiko) belum lengkap, tidak adanya spesifikasi kegiatan pada proyek Bogor Valley Residence and Hotel, masih kegiatan di proyek pada umumnya. Tidak adanya rambu/tanda berupa safety line pada tepi tangga di lantai 21.
MNC
MNC
PNC
PNC
Temuan Klausul 4.5.1 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja Dari hasil perbandingan jawaban informan terhadap kriteria PP RI no.50 tahun 2012 mengenai temuan pengukuran lingkungan kerja, didapatkan ada 1 ketidaksesuaian dari 3 kriteria yaitu tidak terlaksananya pengukuran lingkungan kerja secara teratur (Tabel 2). Ketidaksesuaian tersebut adalah pengukuran lingkungan belum dilakukan secara teratur di PT X. Tabel 2 Perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 dengan tingkat pemenuhan SMK3 di PT. X berdasarkan temuan klausul 4.5.1 Kriteria PP RI no.50 tahun 2012 7.2.1 7.2.2 7.2.3
•
Informan 1 Belum Ya Ya
Informan 2 Belum Ya Ya
Informan 3 Belum Ya Ya
Hasil Tidak sesuai Sesuai Sesuai
Temuan Klausul 4.4.6 Pengendalian Operasional Dari 5 kriteria tentang MSDS terdapat 2 ketidaksesuaian, yang pertama adalah tidak adanya lembar data keselamatan BKB (Bahan Kimia Berbahaya) atau MSDS di proyek pembangunan Bogor Valley Residence & Hotel. Ketidaksesuaian yang kedua adalah tidak adanya petugas yang berkompeten dalam penanganan BKB (Tabel 3). Tabel 3 Perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 dengan tingkat pemenuhan SMK3 di PT.X berdasarkan temuan klausul 4.4.6 Kriteria PP RI no. 50 tahun 2012 9.3.1 9.3.2
Informan 1 Ya Tidak ada
Informan 2
Informan 3
Ya Harusnya ada
Ya Sebagian ada
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
Hasil Sesuai Tidak
9.3.3 9.3.4 9.3.5
•
Ya Ya Tidak
Ya Ya Tidak
Ya Ya Tidak
sesuai Sesuai Sesuai Tidak sesuai
Temuan Klausul 4.4.7 Tanggap Darurat Dari 7 kriteria yang ditanyakan kepada informan mengenai tanggap darurat terdapat satu ketidaksesuaian yaitu belum dilakukannya instruksi dan pelatihan mengenai tanggap darurat kepada seluruh pekerja proyek Bogor Valley Residence & Hotel (Tabel 4). Tabel 4 Perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 dengan tingkat pemenuhan SMK3 di PT.X berdasarkan temuan klausul 4.4.7 Kriteria PP RI no.50 tahun 2012 6.7.1 6.7.2 6.7.3 6.7.4 6.7.5 6.7.6 6.7.7
•
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Hasil
Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya
Sesuai Sesuai Tidak sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Temuan Klausul 4.4.5 Pengendalian Dokumen Dari 3 kriteria PP RI no.50 tahun 2012 yang berhubungan dengan dokumen IBPPR (Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko) terdapat satu ketidaksesuaian yaitu tidak adanya sistem untuk membuat perubahan terhadap dokumen K3. Sehingga dalam audit eksternal OHSAS 18001 ditemukan dokumen IBPPR tidak di up date sesuai dengan proses kerja di lapangan (Tabel 5). Temuan ini bersifat PNC (Potensial NonCompliance). Tabel 5 Perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 dengan tingkat pemenuhan SMK3 di PT.X berdasarkan temuan klausul 4.4.5 Kriteria PP RI no. 50 tahun 2012 4.2.1 4.2.2 4.2.3
•
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Hasil
Tidak Ya Ya
Tidak Ya Ya
Tidak Ya Ya
Tidak Sesuai Sesuai Sesuai
Temuan Klausul 4.3.1 Pengendalian Risiko Kriteria yang berkaitan dengan inspeksi tempat kerja telah sesuai dan tidak ditemukan ketidaksesuaian. Namun dari hasil audit eksternal OHSAS 18001 didapatkan
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
bahwa masih ditemukan area berbahaya di tepi tangga yaitu tidak diberikan rambu – rambu/
tanda
safety
line.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
masih
kurangnya
pengawasan/inspeksi area berbahaya di proyek pembangunan Bogor Valley Residence & Hotel (Tabel 6). Tabel 6 Perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 dengan tingkat pemenuhan SMK3 di PT.X berdasarkan temuan klausul 4.3.1 Kriteria PP RI no. 50 tahun 2012 7.1.1 7.1.2 7.1.3
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Hasil
Ya Ya Ya
Ya Ya Ya
Ya Ya Ya
Sesuai Sesuai Sesuai
. PEMBAHASAN 1. Analisis Perbandingan Temuan Audit Eksternal OHSAS 18001 dengan PP RI no.50 Tahun 2012 Berdasarkan hasil telitian didapatkan 5 ketidaksesuaian dari total 21 kriteria PP RI no.50 tahun 2012 yang berhubungan dengan temuan audit SMK3 di proyek Bogor Valley Residence & Hotel. Rangkuman ketidaksesuaian tersebut yaitu •
Pengukuran lingkungan tidak dilakukan secara teratur
•
Tidak adanya dokumen MSDS
•
Tidak ada petugas yang berkompeten dalam penanganan bahan kimia (ahli K3 kimia)
•
Pelatihan tanggap darurat belum dilaksanakan bagi para pekerja
•
Tidak adanya sistem untuk perubahan dokumen K3 Dari tingkat pencapaian tertinggi yaitu 166 kriteria, PT.X mampu memenuhi kriteria
sebanyak 161 setelah adanya 5 temuan ketidaksesuaian. Berdasarkan penilaian tingkat penerapan SMK3 menurut PP RI no.50 tahun 2012, maka didapatkan prosentase tingkat penerapan sebesar 96,9% (lihat tabel 2.2). Hal ini menunjukkan bahwa PT X dalam penerapan SMK3 termasuk pada kategori tingkat lanjutan dengan tingkat penilaian penerapan memuaskan atau kategori hijau/aman yang harus dipertahankan atau ditingkatkan. 2. Analisis Penyebab Ketidaksesuaian Temuan Audit Eksternal OHSAS 18001 Menurut Triyatmoko (2013), sektor Konstruksi mempunyai jumlah kriteria ketidaksesuaian yang paling besar, yaitu 27.7%. Walau pun secara jumlah perusahaan yang diaudit lebih sedikit dibandingkan dengan sektor Industri Pengolahan yang jumlah
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
ketidaksesuaian sebanyak 20.3%. Hal tersebut menggambarkan bahwa penerapan Sistem Manajemen K3 pada sektor Konstruksi mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri pengolahan. Berdasarkan hasil audit eksternal yang dilakukan oleh URS kepada PT. X di proyek pembangunan Bogor Valley Residence and Hotel, terdapat lima temuan ketidaksesuaian. Lima temuan ini disebabkan oleh berbagai macam faktor penyebab, namun menurut jawaban informan faktor utama adanya temuan ini adalah kurangnya dukungan, komitmen serta partisipasi aktif dari pihak manajemen pusat maupun proyek, dan tidak adanya perencanaan anggaran untuk kegiatan K3 yang membutuhkan biaya yang besar. Sebaiknya ada keterlibatan manajemen atau partisipasi aktif dalam kegiatan K3 sehingga akan menumbuhkan sikap kesadaran dan kepedulian terhadap kegiatan K3. Kepemimpinan yang efektif dari senior manajemen merupakan kunci positif mengindikasikan budaya keselamatan (Cooper, 2001). Kepemimpinan
merupakan
kunci yang menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannnya. 3. Penyebab Temuan Klausul 4.5.1 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja K3 Berdasarkan hasil telitian penyebab adanya temuan pengukuran lingkungan kerja ini karena PT X tidak mempunyai alat pengukur lingkungan. Pihak manajemen PT X kurang menyadari pentingnya pengukuran lingkungan kerja. Selama ini PT X melakukan pengukuran hanya untuk memenuhi audit eksternal dengan menyewa alat ukur lingkungan. Selain perusahaan tidak memenuhi persyaratan OHSAS 18001, perusahaan juga telah mengabaikan kesehatan dari para pekerja dari hazard atau bahaya lingkungan di area kerja. Menurut Kurniawidjaja, L. M (2011), perbaikan lingkungan kerja diterapkan sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit akibat kerja, yaitu untuk mengendalikan hazard atau bahaya lingkungan di tempat kerja yang bersifat fisik, kimia dan biologic, seperti bising, pencahayaan, temperatur dan kelembapan, getaran, logam berat, pelarut, bahan karsinogenik, virus flu burung atau HIV, kuman tbc dan sebagainya. Upaya perbaikan lingkungan kerja untuk pencegahan penyakit dilaksanakan dengan program higiene industri yang bertujuan memberikan lingkungan kerja yang sehat, selamat dan nyaman bagi semua pekerja, dengan cara menjaga pajanan hazard tetap aman di bawah nilai ambang batas. Sebaiknya perusahaan melakukan pelatihan terkait pengukuran lingkungan dari pihak luar yang berkompeten, baik bagi manajemen maupun bagi petugas K3. Sehingga pihak
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
manajemen akan menyadari pentingnya melakukan pengukuran lingkungan kerja. pengukuran lingkungan ini untuk mengetahui area kerja yang berpotensi memiliki pajanan bahaya fisik, kimia, dan biologi yang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas). Selain itu perusahaan juga sebaiknya mempunyai seorang HI (Hygiene Industry) sebagai pihak yang berkompeten untuk melakukan pengukuran. 4. Penyebab Temuan Klausul 4.4.6 Pengendalian Operasional Menurut Kepmenaker no. PER-187/MEN/1999, perusahaan yang memakai dan menyimpan bahan kimia harus melakukan tindakan pengendalian bahaya agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pengendalian bahaya bisa dilakukan dengan adanya lembar MSDS dan petugas yang berkompeten seperti penunjukan petugas K3 kimia. Material yang mengandung bahan kimia di proyek pembangunan Bogor Valley Residence and Hotel sebagian tidak dilengkapi MSDS (Material Safety Data Sheet) seperti cat propan, cat dulux, cornice adhesive, tinner, dan solar. Berdasarkan jawaban para informan adanya temuan ini karena kurangnya koordinasi dan komunikasi antar petugas yang berwenang mengenai material bahan berbahaya di proyek Bogor Valley Residence & Hotel. Penyebabnya adalah tidak adanya sistem pengendalian dokumen berupa prosedur penanganan bahan kimia mulai dari pengadaan bahan kimia, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan sisa limbah bahan kimia. Informasi tersebut biasanya tertuang dalam dokumen MSDS masing – masing bahan kimia. PT. X perlu memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pekerja mengenai penggunaan, penyimpanan, dan penanganan bahan kimia berdasarkan MSDS bahan tersebut, agar tidak terjadi ledakan, kebakaran, atau dampak kesehatan bagi para pekerja. Sebaiknya petugas K3 secara aktif melakukan pendataan mengenai pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan limbah bahan kimia yang digunakan di proyek pembangunan Bogor Valley Residence & Hotel sesuai dengan prosedur dan SOP yang telah disusun. Sehingga dapat diketahui material bahan kimia yang tidak terdapat MSDS. 5. Penyebab temuan Klausul 4.4.7 Tanggap Darurat Penyebab belum dilaksanakannya simulasi tanggap darurat berdasarkan jawaban dari para informan, pelaksanaan program tanggap darurat terpaku pada proses kegiatan
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
proyek, yaitu pelaksanaan simulasi dilakukan setelah kegiatan struktur selesai (toppig off) dan beralih pada kegiatan finishing. Sehingga hal ini menjadi temuan audit pada saat kegiatan struktur masih berlangsung. Temuan ini termasuk dalam kategori MNC (Minor Non-Compliance) artinya tidak terlalu serius dan masih bisa diperbaiki sebelum sertifikat dikeluarkan. Tenggang waktu pemenuhan selama 20 hari, dalam waktu tersebut perusahaan masih bisa mengadakan simulasi tanggap darurat. Sebaiknya program pelaksanaan simulasi tanggap darurat tidak terpaku pada kegiatan proyek (topping off), pihak MR dan petugas K3 merubah prosedur pelaksanaan simulasi menjadi prioritas program K3 sebelum dilakukannya audit ekstenal. Kemudian penanggung jawab program K3 harus bisa memberikan masukan dan pengertian kepada manajemen untuk melakukan simulasi tanggap darurat dan pentingnya simulasi bagi pekerja. Sehingga dukungan dana akan tercapai dan kegiatan bisa dilakukan sebelum audit eksternal. 6. Penyebab Temuan Klausul 4.4.5 Pengendalian Dokumen Menurut Ramli (2010), banyak kecelakaan terjadi karena kurangnya informasi mengenai suatu peralatan, sistem atau prosedur di tempat kerja karena dokumen tidak mendukung. Sering terjadi dokumen kadaluarsa masih dipergunakan di tempat kerja. Gambar atau P&ID (Piping & Instrumentation Diagram) yang sangat diperlukan untuk pengoperasian yang aman tidak pernah di up date terutama jika terjadi perubahan mendasar. PT. X sebagai perusahaan konstruksi highrise building memiliki risiko kecelakaan yang sangat tinggi, telah menetapkan prosedur IBPPR (Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko) dan melakukan pengendalian risiko secara berkala. Penyebab utama adanya temuan mengenai dokumen IBPPR yang tidak ter-update menurut para informan adalah sistem pengendalian dokumen tidak ter-update dengan baik. Dokumen tidak direvisi dan diperbaharui sesuai dengan kondisi dan peraturan yang masih berlaku. Sebaiknya PT X melakukan update dokumen IBPPR setiap awal proyek dimulai. Update atau revisi mencakup kegiatan/proses spesifik yang ada pada proyek Bogor Valley Residence & Hotel, karena setiap proyek tidak sama dari segi lokasi dan faktor lingkungan juga akan mempengaruhi.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
7. Penyebab Temuan Klausul 4.3.1 Manajemen Risiko PT
X
dalam
menentukan
pengendalian
risiko
mempertimbangkan
hirarki
pengendalian mulai dari desain dan proses, engineering control, administrasi & pengendalian prosedur, alat pelindung diri (APD), dan rencana tindak darurat. Pada temuan audit tidak adanya rambu-rambu/ tanda bahaya pada tepi tangga merupakan kelalaian dalam pengendalian administratif yaitu memberi proteksi pada daerah atau lokasi yang berpotensi bahaya. Kelalaian ini diperkuat oleh para informan yang menyatakan bahwa penyebab temuan tersebut merupakan kurangnya pengawasan dari petugas safety di proyek. Dalam Permenaker trans 01 tahun 1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan pasal 104 menyebutkan pegawai pengawas K3 melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan K3 di tempat kerja. Salah satu wujud kuatnya komitmen manajemen adalah dengan menempatkan seorang petugas khusus terkait pelaksanaan K3 dan melapor langsung kepada level manajemen (Cooper, 2001). Sebaiknya petugas K3 secara konsisten melakukan inspeksi/pengawasan area kerja yang berbahaya. Inspeksi harus terdokumentasikan dalam laporan kondisi bahaya. Dari laporan ini kemudian dianalisis tindakan pengendaliannya dan segera dilakukan tindakan perbaikannya. Kegiatan inspeksi harus dilakukan rutin karena proses pekerjaan konstruksi sangat berisiko tinggi, terutama pada sikap dan perilaku pekerja. 8. Tindakan Perbaikan Manajemen Tindakan perbaikan dari manajemen PT. X dengan adanya temuan audit eksternal adalah melakukan tinjauan manajemen. Management Representative (MR) membuat program untuk satu periode sekaligus. Program berisi agenda yang menjelaskan pokok bahasan dan rencana waktu pelaksanaan. Pokok bahasan untuk tinjauan antara lain: 1. Kebijakan dan sasaran K3 2. Hasil Audit K3 3. Laporan kecelakaan, insiden dan ketidaksesuaian 4. Proses peningkatan kinerja 5. Hasil tinjauan manajemen yang lalu 6. Perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen K3 7. Peluang-peluang peningkatan Tinjauan manajemen menghasilkan suatu keputusan dan perbaikan mengenai pelaksanaan Sistem Manajemen K3 di perusahaan. Hasil tinjauan tersebut dirangkum
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
dalam risalah rapat yang kemudian dibagikan kepada seluruh personil yang terlibat dalam pelaksanaan K3. SIMPULAN Berdasarkan telitian yang dilakukan mengenai analisis pelaksanaan SMK3 di proyek pembangunan Bogor Valley Residence & Hotel, dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Hasil audit eksternal OHSAS 18001 di PT.X sudah baik menurut URS sebagai auditor independen, walaupun terdapat temuan ketidakseseuaian berupa MNC (Minor Non Compliance) dan PNC (Potensial Non Compliance), sertifikasi tetap diteruskan setelah melakukan tindakan perbaikan terhadap temuan tersebut. 2. Hasil perbandingan kriteria PP RI no.50 tahun 2012 terhadap penerapan SMK3 di PT.X berdasarkan 5 temuan audit adalah tingkat penerapan sebesar 96,9% dari 166 kriteria PT.X telah memenuhi 161 kriteria. Hal ini termasuk kategori tingkat lanjutan dengan tingkat penilaian penerapan memuaskan atau kategori hijau/aman yang harus dipertahankan atau ditingkatkan. 3. Hasil temuan audit eksternal OHSAS 18001, yaitu : •
Klausul 4.5.1 tentang pengukuran lingkungan menurut para informan disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan komitmen manajemen akan pentingnya mempunyai alat ukur lingkungan.
•
Klausul 4.4.6 tentang dokumen MSDS menurut para informan disebabkan oleh tidak adanya sistem pengendalian dokumen berupa prosedur penanganan bahan kimia mulai dari pengadaan bahan kimia, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan sisa limbah bahan kimia. Informasi tersebut biasanya tertuang dalam dokumen MSDS masing – masing bahan kimia.
•
Klausul 4.4.7 tentang tanggap darurat menurut para informan disebabkan oleh pemilihan waktu kegiatan yang tidak tepat,yaitu setelah audit eksternal. Selain itu sulitnya pencairan dana dari manajemen.
•
Klausul 4.4.5 tentang pengendalian dokumen menurut para informan disebabkan oleh sistem pengendalian dokumen yang tidak ter-update.
•
Klausul 4.3.1 tentang manajemen risiko menurut para informan disebabkan oleh kurangnya pengawasan oleh petugas safety lapangan dalam hal pengendalian risiko.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
Penyebab utama dari semua temuan menurut informan adalah kurangnya peran aktif dan komitmen manajemen terhadap pelaksanaan SMK3 di proyek Bogor Valley Residence & Hotel, sehingga kurangnya anggaran biaya dan pelaksanaan K3 menjadi tidak di prioritaskan. SARAN Berdasarkan telitian yang telah dilakukan, saran yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan efektifitas penerapan sistem manajemen K3 di PT.X adalah : 1. Mempertahankan dan meningkatkan hasil audit yang telah dicapai dalam penerapan K3 di proyek dan mengantisipasi sebaik mungkin agar tidak terjadi kembali temuan ketdaksesuaian yang serupa. 2. Sebaiknya perusahaan melakukan pelatihan terkait pengukuran lingkungan dari pihak luar yang berkompeten, baik bagi manajemen maupun bagi petugas K3. Sehingga pihak manajemen akan menyadari pentingnya melakukan pengukuran lingkungan kerja. pengukuran lingkungan ini untuk mengetahui area kerja yang berpotensi memiliki pajanan bahaya fisik, kimia, dan biologi yang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas). Selain itu perusahaan juga sebaiknya mempunyai seorang HI (Hygiene Industry) sebagai pihak yang berkompeten untuk melakukan pengukuran. 3. Petugas K3 sebaiknya secara aktif melakukan pendataan mengenai pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan limbah bahan kimia yang digunakan di proyek pembangunan Bogor Valley Residence & Hotel sesuai dengan prosedur dan SOP yang telah disusun. Sehingga dapat diketahui material bahan kimia yang tidak terdapat MSDS. 4. Program pelaksanaan simulasi tanggap darurat sebaiknya tidak terpaku pada kegiatan proyek (topping off), pihak MR dan petugas K3 merubah prosedur pelaksanaan simulasi menjadi prioritas program K3 sebelum dilakukannya audit ekstenal. Kemudian penanggung jawab program K3 harus bisa memberikan masukan dan pengertian kepada manajemen untuk melakukan simulasi tanggap darurat dan pentingnya simulasi bagi pekerja. Sehingga dukungan dana akan tercapai dan kegiatan bisa dilakukan sebelum audit eksternal. 5. Sebaiknya PT X melakukan update dokumen IBPPR setiap awal proyek dimulai. Update atau revisi mencakup kegiatan/proses spesifik yang ada pada proyek Bogor Valley Residence & Hotel, karena setiap proyek tidak sama dari segi lokasi dan faktor lingkungan juga akan mempengaruhi. Perlu adanya SOP tentang sistem perubahan dokumen.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
Sebaiknya petugas K3 secara konsisten melakukan inspeksi/pengawasan area kerja yang berbahaya. Inspeksi harus terdokumentasikan dalam laporan kondisi bahaya. Dari laporan ini kemudian dianalisis tindakan pengendaliannya dan segera dilakukan tindakan perbaikannya. Kegiatan inspeksi harus dilakukan rutin karena proses pekerjaan konstruksi sangat berisiko tinggi, terutama pada sikap dan perilaku pekerja.
KEPUSTAKAAN Abudayeh, Osama, et al. (2006). An Investigation of Management’s Commitment to Construction Safety. International Journal of Project Management, 24, 167–174. Awaludin, S. (2013). Studi Efektifitas Penerapan Sistim Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di PT Global Process System. Tesis. Depok : FKM-UI. Cooper, Dominic. (2001) Improving Safety Culture, A Practical Guide. British Library cataloguing in publication data. Evelyn Ai Lin Teo; Florence Yean Yng Ling; Derrick Sern Yau Ong. 2005. Fostering safe work behaviour in workers at construction sites. [Jurnal]. Engineering, Construction and Architectural Management Vol 12 No. 4 hal 410-422, Singapura. Kurniawidjaja, L. Meily. (2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Kusumastuti, Rahayu. et. al. (2008). Pengenalan MSDS Bahan Kimia Dalam Proses Reaksi Bunsen Untuk Menunjang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. [Jurnal]. Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir – BATAN. Vol.12 (4). No.111. Jakarta. Menteri Tenaga Kerja No.05/Men/1996. 1996. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta Pusat Humas Kemnakertrans. 2013. Kecelakaan Kerja Tinggi, Muhaimin Canangkan Bulan Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
(K3)
Tahun
2013.
http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/786. (diakses pada 20 April 2014) Peraturan Pemerintah RI No.50. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja no. PER-187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Keja. Peraturan Republik Indonesia. Undang-undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013
PT. Djasa Ubersakti. (2014). Data proyek Bogor Valley Residence dan Hotel, Bogor: PT. DU. Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta : PT. Dian Rakyat. Rinaldo, D. Digita. (2009). Komitmen Manajemen Pada Pelaksanaan K3 di PT X (Persero) Ditinjau Dari Segi Kepemimpinan dan Administrasi Tahun 2009. Depok : FKM-UI. Stoner, et al. 1996. Manajemen (edisi bahasa Indonesia jilid 1). Victory Jaya Abadi. Suma’mur PK. . 1996. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. Tarigan, S. Paulus, et. al. (2013). Analisis Tingkat Penerapan Program Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) dengan Pendekatan SMK3 dan Risk Assesment di PT.XYZ. [Jurnal] e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No. 5, pp. 8-16. FT-USU. Triyatmoko. (2013). Analisa Tingkat Pemenuhan Penerapan Sistem Manajemen K3 di Indonesia. Depok : FKM-UI. Usman, S. 2010. Studi Evaluasi Tingkat Pemenuhan Penerapan Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan OHSAS 18001:2007 di Universitas Indonesia, Depok. Tesis. Depok : FKM-UI.
Analisis pelaksanaan…, M. Rohmat Fakhrurrozi, FKM UI, 2013