ANALISIS MODUS OPERANDI PENCUCIAN UANG DAN DETEKSI YANG DILAKUKAN PPATK DENGAN PENDEKATAN FRAUD ELEMENT Rizki Vidyarini Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia,
[email protected]
Heny Kurniawati, SST., Ak., M.Sc Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Indonesia,
[email protected]
Abstrak
Pencucian uang dilakukan sebagai langkah lanjutan pelaku kecurangan (fraud) untuk menyembunyikan hasil kecurangannya, sehingga mencegah dan memberantas pencucian uang merupakan bagian yang sangat penting dalam memberantas tindak fraud secara menyeluruh dan mendalam. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan fraud element dan bertujuan untuk mengetahui jenis penyimpangan asal yang banyak melatarbelakangi pencucian uang yang dideteksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan bendera merah (red flag), mengetahui tahapan dan modus pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku, serta metode deteksi yang digunakan oleh PPATK dalam mengungkap indikasi pencucian uang terkait tindak kecurangan. Objek penelitian ialah PPATK, dengan metode penelitian kualitatif melalui wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Analisis menggunakan berkas arsip pidana terkait kasus pencucian uang dan fraud yang telah berekekuatan hukum tetap (Inkracht). Hasilnya menunjukan bahwa Narkotika, Korupsi, Penipuan, dan Pemalsuan Dokumen merupakan jenis penyimpangan asal yang paling banyak melatarbelakangi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Modus operandi yang dilakukan pada setiap tahapan pencucian uang banyak melalui transaksi perbankan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dan transaksi tunai sehingga diharapkan PPATK dan pemerintah dapat membuat pembatasan transaksi uang tunai dengan nominal yang lebih kecil untuk membatasi ruang gerak pelaku, serta meningkatkan kerjasama dengan penyelenggara uang elektronik yang berpotensi digunakan sebagai media pencucian uang. (RV) Kata Kunci: Modus Operandi, Pencucian Uang, Deteksi, PPATK, Fraud Element.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan, kemampuan, dan kejahatan layaknya sebuah mata rantai yang saling mempengaruhi dan tak terpisahkan dalam kehidupan. Perkembangan jaman dan teknologi membawa dampak yang signifikan dalam cara berkehidupan, tak hanya dampak baik yang dirasakan namun juga dampak buruk. Dampak buruk dari
berkembangnya jaman dan teknologi salah satunya ialah membuat kebutuhan seseorang meningkat, baik kebutuhan primer maupun sekundernya seperti dengan hilangnya batasan jarak dan waktu menuntut seseorang untuk memiliki fasilitas yang memudahkannya untuk bergerak aktif (mobile). Timbulnya kebutuhan secara tidak langsung juga menimbulkan faktor-faktor lainnya, seperti kemampuan dan kejahatan sebagai salah satu bentuk penyimpangan. Untuk memenuhi sebuah kebutuhan tentu seseorang dituntut untuk memiliki kemampuan, ketika kebutuhan tidak diimbangi dengan kemampuan maka akan muncul desakan untuk memenuhi hal tersebut dengan segala cara baik dengan cara yang sah maupun melawan hukum. Cara memenuhi kebutuhan dengan melawan hukum inilah yang kemudian menimbulkan penyimpangan. Perkembangan teknologi dimanfaatkan oleh pelaku penyimpangan seperti pelaku kecurangan dan kejahatan lainnya untuk membantu menjalankan modus dan kejahatannya, hal ini menyebabkan jenis dan modus operandi yang digunakan oleh pelaku pun semakin canggih dan bervariasi. Jenis dan modus operandi penyimpangan mengikuti dari situasi dan kondisi yang ada pada tempat terbentuknya kejahatan tersebut, sehingga modus operandi akan berbeda-beda seperti modus operandi di Negara maju lebih sedikit jenisnya namun lebih rumit dibandingkan dengan di Negara berkembang. Hal ini dikarenakan karakteristik Negara berkembang yang cenderung memiliki pengendalian dan penegakan hukum yang masih terus diperbaiki menjadikan hal tersebut sebagai celah bagi perkembangan jenis dan modus operandi penyimpangan, berbeda halnya dengan kondisi pengendalian, penegakan hukum, dan kemajuan teknologi yang ada di Negara maju membuat celah pelaku menjadi semakin terbatas dan mengakibatkan gerak pelaku akan lebih sulit. Hal ini terjadi karena secara harfiah pelaku akan selalu berusaha mencari celah untuk menyembunyikan dan menyamarkan hasil kejahatannya sehingga dapat menghilangkan jejak penyimpangannya dan pelaku dapat menikmati hasil tanpa terdeteksi oleh aparat penegak hukum. Penyimpangan (fraud) menimbulkan tindak lanjutan yaitu penyembunyian dan penyamaran. Hubungan ketiganya digambarkan secara lebih spesifik salah satunya dalam teori fraud element yang dikemukakan oleh Albrecth (2009). Teori tersebut menjelaskan bahwa suatu penyimpangan atau fraud dibentuk oleh elemen-elemen hingga menjadi suatu tindak penyimpangan yang seutuhnya, yaitu adanya tindak penyimpangan asal (theft act), penyembunyian (concealment), dan pengubahan disertai pemanfaatan hasil (conversion). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu penyimpangan yang dilakukan akan menimbulkan tindakan lanjutan yaitu penyembunyian yang berguna untuk menghilangkan jejak dan penyamaran agar hasil penyimpangannya tersebut dapat dinikmati. Pencucian uang atau selanjutnya disebut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan suatu tindakan lanjutan bagi para pelaku penyimpangan (fraud) dalam melakukan penyembunyian dan penyamaran hasil agar dapat dinikmati dan tidak terdeteksi aparat penegak hukum. Pengertian pencucian uang menurut Pasal 1 angka 1 UndangUndang No. 25 Tahun 2003 adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah merupakan harta kekayaan yang sah. Pencucian uang dilakukan oleh para pelaku dengan melalui beberapa tahapan pencucian uang seperti tahapan penempatan, pelapisan, dan tahapan pencampuran agar seolah berasal dari sumber yang sah untuk kemudian dinikmati hasilnya.
Di Indonesia usaha pencegahan dan pemberantasan pencucian uang terus digalangkan salah satunya dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan instansi pemerintah terkait dengan bahaya dari TPPU karena merupakan tahapan lanjutan dari upaya penyembunyian dan penyamaran hasil penyimpangan (fraud) sehingga menghambat proses pembuktian hukumnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah dengan membentuk Lembaga Financial Intelligence Unit yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Tahun 2002, berdasarkan rekomendasi Financial Action Task Force. Fungsi dan tugas PPATK ialah melakukan analisis, pemeriksaan, evaluasi terhadap laporan tranasaksi mencurigakan yang diberikan oleh Penyedian Barang dan Jasa dan menyampaikan hasil analisa yang berisi indikasi tindak penyimpangan asal (fraud). Lembaga ini merupakan lembaga independen yang berfungsi sebagai sumber informasi keuangan intelejen yang berguna dalam proses penyelidikan dan penyidikan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya hasil analisa dan/ atau pemeriksaan yang diberikan kepada pihak penyidik bersifat sangat rahasia sehingga hanya berfungsi sebagai informasi indikasi awal untuk ditindak lanjuti pada proses penyelidikan dan penyidikan dalam upaya pencarian bukti atas tindak penyimpangan asal (fraud) yang di indikasikan namun bukan merupakan dokumen alat bukti, sehingga tidak dapat di tampilkan dalam persidangan. Mengingat bahaya dan pentingnya pemahaman untuk memberantas dan mencegah Tindak Pencucian Uang (TPPU), maka dengan penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan jenis penyimpangan (fraud) apa yang paling sering melatarbelakangi terjadinya TPPU, apa bendera merah (red flag) suatu tindak pencucian uang dilihat dari transaksinya, apa pola atau kecenderungan modus operandi yang dilakukan pelaku dalam setiap tahapan pencucian uang dan bagaimana peran lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melakukan pendeteksian terhadap laporan yang berindikasi adanya tindak penyimpangan yang disertai tindak pencucian uang. Untuk memberikan pemahaman yang utuh dan menggambarkan hubungan antara TPPU dan fraud, maka dalam melakukan pembahasan terkait penelitian ini menggunakan pendekatan fraud element. Hal ini mendorong penulis untuk menyusun skripsi berjudul : “ANALISIS MODUS OPERANDI PENCUCIAN UANG DAN DETEKSI YANG DILAKUKAN PPATK DENGAN PENDEKATAN FRAUD ELEMENT”
1.2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup kasus-kasus tindak pidana pencucian uang yang di latar belakangi oleh tindak pidana asal, yang melibatkan peran analisis dan pemeriksaan oleh PPATK. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan kasus-kasus pencucian uang, menggunakan fraud element yang mana lingkup pembahasan dibatasi hanya untuk menyimpulkan tindak kejahatannya (theft act), modus operandi pencucian uang (concealment & conversion), red flag kegiatan pencucian uang, dan metode deteksinya. Kasus-kasus yang dijadikan bahan pembahasan merupakan kasus yang telah selesai proses hukumnya dan tidak ada perkembangannya lagi (inkracht).
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jenis penyimpangan yang paling banyak melatar belakangi terjadinya pencucian uang. 2. Untuk melihat apa saja yang menjadi red flag tindak pencucian uang. 3. Untuk mengetahui tahapan pencucian uang dalam penyembunyian hasil penyimpangan. 4. Untuk mengetahui modus operandi yang sering digunakan oleh pelaku pencucian uang. 5. Untuk mengetahui peran dan metode deteksi yang dilakukan PPATK dalam pendeteksian tindak pencucian uang.
1.3.2
Manfaat Penelitian Manfaat dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi PPATK, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam meningkatkan teknik deteksi dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta sebagai bahan acuan dalam menetapkan langkah pencegahan yang lebih intensif di kemudian hari guna mencegah modus yang berulang dan perkembangannya. 2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan yang berkualitas dan menambah wawasan, memberikan gambaran tentang pencucian uang untuk meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat atas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terjadi disekitarnya. 3.
Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran dan mengisi pengetahuan secara lebih mendalam tentang pencucian uang khususnya modus-modus operandi pencucian uang yang sering digunakan berdasarkan tindak pidana asalnya, indikasi-indikasi tindakan pencucian uang dan cara pendeteksian pencucian uang tersebut.
OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan objek penelitian yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang berfungsi sebagai lembaga informasi keuangan intelejen (Financial Intelligence Unit) yang menganalisa informasi dan data keuangan rahasia yang berfungsi untuk membantu penegakan hukum di Indonesia terkait tindak penyimpangan dan pencucian uang. Metode Penelitian yang digunakan ialah dengan melakukan wawancara dengan narasumber PPATK, melakukan studi dokumentasi terhadap berkas arsip pidana kasus penyimpangan atau kecurangan (fraud) yang telah berketetapan hukum tetap (Inkracht) sehingga tidak ada perkembangannya lagi, dan peneliti melakukan studi kepustakaan guna memperkaya landasan teori yang digunakan dalam menyusun kerangka pemikiran dan sebagai dasar dilakukannya penelitian ini.
HASIL DAN BAHASAN Analisis dan pembahasan dilakukan pada kasus fraud yang telah berketetapan hukum (inkracht) terkait dengan tindak pencucian uang dan berguna untuk menjawab tujuan penelitian. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fraud element karena pendekatan tersebut dapat menggambarkan secara garis besar tujuan penelitian bahwa suatu tindak kecurangan hingga menjadi kecurangan yang seutuhnya dibentuk oleh 3 unsur mendasar yaitu adanya penyimpangan asal (theft act) yang dilanjutkan dengan penyembunyian hasil kecurangan untuk menghindari perhatian penegak hukum yang pada akhirnya agar dapat dinikmati oleh pelaku baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa narkotika, penipuan, korupsi, dan pemalsuan dokumen merupakan tindak kecurangan atau penyimpangan asal yang paling banyak melatarbelakangi Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU), dengan bendera merah yang ditemukan pada indikasi kasus pencucian uang transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa identitas rekening atas nama individu yang berbeda untuk kepentingan pelaku. Sebelum akhirnya hasil dari tindak penyimpangan asal itu dinikmati, pelaku akan berupaya untuk menghindari kecurigaan aparat penegak hukum dengan cara menyembunyikan dan menyamarkan hasil dari tindakan tidak sah nya dengan melakukan praktik pencucian uang menggunakan modus yang beragam pada setiap tahapan pencucian uang. Dalam kasus yang dibahas didapati bahwa modus operandi yang banyak digunakan pelaku berdasarkan setiap tahapannya yaitu pada tahapan penempatan (Placement) adalah nominees dimana pelaku menggunakan identitas pihak ketiga dalam menempatkan dananya terutama yang berhubungan dengan jasa keuangan untuk menghindari pelacakan oleh aparat penegak hukum, pada tahapan penlapisan atau penyamaran (Layering) modus yang digunakan oleh pelaku ialah smurfing, structuring, dan u-turn, sedangkan pada tahapan akhir yang merupakan tahapan akhir yang dilakukan pelaku untuk menikmati hasil dari kecurangan yang dilakukannya atau disebut dengan tahapan conversion, pelaku menggunakan modus operandi mingling dan asset purchase with bulk cash dimana pelaku akan berupaya untuk mencampurkan dan menukar hasil dari kecurangan yang telah ia samarkan untuk dapat dinikmati secara langsung seperti mencampurkannya dengan rekening gaji dari hasil pekerjaannya yang sah atau dengan menaruh uang yang semula berada di bank ke dalam bentuk investasi saham untuk menikmati hasil devidennya dan lain sebagainya. Perkembangan modus pencucian uang yang mengikuti perkembangan zaman juga dapat terlihat bahwa saat ini pelaku pencucian uang banyak menggunakan instrumen non tunai untuk jangka waktu panjang sedangkan untuk jangka waktu pendek para pelaku cenderung menggunakan uang tunai untuk membeli barang maupun konsumsi sesuai kebutuhan dan keinginannya.
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Setelah penulis melakukan analisa yang bertujuan untuk mengetahui modus operandi yang digunakan oleh pelaku dan metode deteksi yang digunakan oleh PPATK atas kasus-kasus pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), penulis menarik kesimpulan bahwa: 1. Tindak penyimpangan asal atau pidana asal yang melatarbelakangi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sepanjang Tahun 2005 hingga Bulan April Tahun 2014 di dominasi oleh tindak pidana Narkotika, Korupsi, Penipuan, dan Pemalsuan Dokumen. 2. Pada keempat jenis kejahatan dan kecurangan asal tersebut, terdapat kesamaan red flag yang ditemukan, yaitu transaksi dilakukan dengan menggunakan beberapa rekening atas nama individu lains. 3. Modus operandi yang sering digunakan pelaku dan sama ditemukan pada masing-masing jenis penyimpangan ialah, pada tahapan placement para pelaku pencucian uang tersebut sering menggunakan modus nominees dan/atau penggunaan pihak ketiga untuk menempatkan hasil penyimpangannya, sedangkan pada tahapan layering pelaku biasanya menggunakan modus operandi smurffing, structuring, dan u-turn dalam melakukan pemecahan dan pergerakan dana yang bertujuan untuk menyamarkan dan menjauhkan dana dari sumber dana agar tidak terlihat mencolok atau terdeteksi pihak lain khususnya aparat penegak hukum. Pada tahapan integration modus operandi yang banyak digunakan oleh pelaku ialah mingling dan asset purchase with bulk cash, modus ini dilakukan dengan mencampurkan hasil dari penyimpangan pada tahapan layering dengan dana yang berasal dari penghasilannya yang sah untuk dinikmati dandibelikan aset. 4. Pada jenis tindak penyimpangan asal narkotika, terdapat perbedaan modus operandi yang digunakan oleh jaringan dalam negeri dengan jaringan narkotika luar negeri. Pada tahapan layering jaringan narkotika luar negeri lebih banyak menggunakan modus operandi yaitu exchange transaction, modus ini dilakukan pelaku dengan menukarkan mata uang Rupiah yang diterimanya ke mata uang asing lainnya. Berbeda pada jaringan narkotika dalam negeri modusnya lebih sederhana, yaitu dengan hanya sebatas memecah dana ke beberapa pihak lainnya dalam satuan mata uang yang sama dinamakan smurfing. 5. Modus operandi yang digunakan pada jenis tindak penyimpangan korupsi, cenderung sederhana, namun pola yang dilakukan dalam modus tersebut lebih rumit dan memiliki layering yang berlapis-lapis. 6. Dalam melakukan peran deteksi terhadap tindak pencucian uang dan dugaan penyimpangan asal, PPATK menggunakan metode deteksi yang secara garis besar serupa dengan metode audit investigatif. Metode deteksi yang menjadi kunci utama PPATK dalam mengungkap adanya indikasi aliran dana yang berasal dari tindak penyimpangan asal dan tindak pencucian uang ada tiga, yaitu meminta informasi dari pihak ketiga, konfirmasi, dan analisis. Ketiga metode yang digunakan PPATK tersebut merupakan metode
penting dalam deteksi untuk proses pembuktian dalam pemeriksaan, karena dengan penggabungan ketiga metode tersebut dapat membantu indikasi awal hasil pendeteksian mendekati fakta yang sesungguhnya. Informasi di perkuat oleh konfirmasi dan analisa, sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan untuk proses pembuktian. 7. Seperti teori yang dikemukakan oleh Albrecth (2009) bahwa dalam tindak lanjut aksi hukum atas suatu penyimpangan, persoalan bukti merupakan hal yang penting. Selain peran deteksi PPATK juga memiliki peran sebagai sumber informasi keuangan intelejen bagi penyidik, untuk menindak lanjuti suatu indikasi dari PPATK dan/atau dalam suatu proses penyelidikan yang sedang berlangsung. Informasi yang diberikan dapat membantu pencarian bukti-bukti terkait dengan tindak penyimpangan asal dan tindak pidana pencucian uang. 8. Dalam melakukan peran deteksi, PPATK bekerja sama dengan banyak pihak dan instansi salah satunya ialah : a) Penyedia Jasa Keuangan diantaranya adalah Bank. b) Penyedia Barang dan Jasa diantaranya adalah showroom, perusahaan investasi. c) Instansi Pemerintah, seperti bea dan cukai, dinas kependudukan, kepolisian, dan KPK. d) Financial Intelligence Unit (FIU) Negara lain.
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, penulis mengemukakan saran sebagai berikut: 1. Terkait perannya sebagai pendeteksi dan sumber informasi bagi aparat penegak hukum, diharapkan PPATK dapat meningkatkan dan memperluas pengawasan serta kerja sama dengan pihak-pihak lainnya yang berpotensi di jadikan media pencucian uang. Pihak lain yang berpotensi menjadi media pencucian uang yang baru seperti, penyelenggara e-money, penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang, pedagang barang antik, dan lain sebagainya. Hal ini mengingat modus operandi yang digunakan oleh pelaku mengikuti ketersedian kesempatan dan perkembangan media pencucian uang yang ada. 2.Dalam proses pengumpulan data dan informasi, PPATK diharapkan dapat menggunakan teknik audit investigatif lainnya yaitu pengamatan rahasia untuk memperluas isi informasi, cakupan data dan ke akuratan informasi yang akan diperoleh untuk membantu proses analisa. 3.Pemerintah dan PPATK diharapkan dapat meningkatkan pembatasan transaksi menggunakan uang tunai dengan membuat kebijakan atau peraturan batas nominal transaksi wajib lapor dengan nominal lebih kecil dari peraraturan yang berlaku saat ini, hal ini untuk lebih membatasi ruang gerak pelaku dalam menggunakan uang tunai dalam proses pencucian uangnya sehingg akan lebih mudah untuk di telusuri aliran dananya jika melalui non tunai.
REFERENSI The Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). (2012). Fraud Tree. Diakses pada 16 Juni 2014 dari http://www.acfe.com/fraud-tree.aspx. The Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). (2012). Fraud Examiner Manual. Diakses pada 16 Juni 2014 dari http://www.acfe.com/products.aspx?id=4294970670. Albrecth, W. S., Albrecth, C. C., Albrecth, C. O., & Zimbelman, M. (2009). Fraud Examination. Third Edition. Canada: South Western Cengage Learning. Bahasa, P. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Black, C. (1990). Black's Law Dictionary. 6th edition. St. Paul: West Publishing. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. (2009). Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. Diakses pada tanggal 20 Juni 2014 dari http://hukum.unsrat.ac.id/inst/lampse_113109/3_pedoman.pdf.
Financial Transaction Report Analysis Centre of Canada (FINTRAC Canada). (2010). Guideline 1: Backgrounder. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014 dari http://www.fintrac-canafe.gc.ca/publications/guide/Guide1/1eng.asp#s2-1 Gordon, H. (2008). Term Report Money Laundering . Money Laundering Detection, 2. Hadari, N. (2005). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Husein, Y. (2004). Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Diakses pada 24 Juni 2014 dari http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/12_pencegahan-pemberantasan-tppu-diind_x.pdf. Husein, Y. (2004). Peran PPATK Dalam Mendeteksi Pencucian Uang. Diakses pada 26 Juni 2014 dari http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/25_peran-ppatk-dalam-mendeteksi-pencucian-uang-10mei_x.pdf. Husein, Y. Peranan PPATK Sebagai Financial Intelligence Unit Dalam Penagangan Tindak Pidana Pencucian Uang. Diakses pada tanggal 27 Juni 2014 dari http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/22_perananppatk-sebagai-fiu_x.pdf. INTERPOL’s. (2014). Money Laundering. Diakses pada 23 Juni 2014 dari http://www.interpol.int/fr/Crimeareas/Financial-crime/Money-laundering. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Karni, S. (2000). Auditing: Audit Khusus dan Audit Forensik Dalam Praktik. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. Karyono. (2013). Forensic Fraud. Jakarta: Andi Yogyakarta. Mayangsari, S., & Wandanarum, P. (2013). Auditing: Pendekatan Sektor Publik dan Privat. Jakarta: Media Bangsa. Muslim, F. (2013). Fungsi Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Journal Anti-Money Laundering, 1(1). Nurmalawaty. (2006). Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya . Jurnal Equality, 11 (1) , 14-15. Peterson, B. (2013). Red Flags and Black Markets: Trends in Financial Crime and The Global Banking Response. Journal of Strategic Security, 6(5) , 298-308. PPATK. Lampiran Keputusan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Nomor:2/4/KEP.PPATK/2003. Jakarta. Priatna, D. (2013). Fraud Auditing & Investigation. Jakarta: Mitra Wacana Media. Singleton, T. W., Singleton, A. J., Bologna, G., & Lindquist, R. J. (2006). Fraud Auditing and Forensic Accounting. Third Edition. United States of America: John Wiley & Sons. Sudarmo, M., Sawardi, T., & Yulianto, A. (2008). Fraud Auditing. Edisi Kelima , pp. 76-77. Sjahdeini, S. R. (2003). Pencucian Uang: Pengertian, Sejarah, Faktor-Faktor Penyebab, dan Dampaknya Bagi Masyarakat. Jurnal Hukum Bisnis, 22 (3) . Svensson, J. (2005). Eight Question About Corruption?. Journal of Economic Perspective , 1-5. The Institute of Internal Auditor’s (The IIA’s). (2010). Fraud and Internal Audit. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014 dari http://aiba-us.org/wp-content/uploads/2011/04/20100922AIBAFraud.pdf. Tuanakotta, T. M. (2007). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Tunggal, A. W. (2014). Pencegahan Pencucian Uang. Jakarta: Harvarindo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Widyaiswara, F. (2014). Mengenali Proses Pencucian Uang (Money Laundering) Dari Hasil Tindak Pidana. Diakses pada tanggal 24 Juni 2014 dari http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/files/post/20140203_085447/MENGENALI%20PROSES%20PENCUCIAN %20UANG%20(MONEY%20LAUNDERING)%20DARI%20HASIL%20TINDAK%20PIDANA.pdf.
RIWAYAT PENULIS Rizki Vidyarini lahir di kota Jakarta pada 10 Oktober 2014. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang ilmu Akuntansi pada 2014. Saat ini bekerja sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik Ernst &Young.