ABSTRAK KOORDINASI PENYIDIKAN ANTARA PPATK DAN KPK DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oleh: Abi Hussein Email:
[email protected] Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, merupakan lembaga independen di bawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk memberantas tindak pidana pencucian uang sangat memerlukan koordinasi yang erat dengan lembaga penegak hukum lain khususnya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan permasalahan: a) Bagaimanakah koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? b) Apakah faktor-faktor penghambat koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber berasal dari studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan Wakil Ketua PPATK dan dosen Fakultas Hukum Unila. Data yang diperoleh kemudian diolah melalui proses klasifikasi data, editing, interpretasi, dan sistematisasi. Data yang telah diolah kemudian akan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan diambil menggunakan metode induktif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: a) Bentuk koordinasi antara PPATK dengan KPK adalah koordinasi horizontal. Koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang terjadi pada saat ada kasus tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK yang di dalam kasus tersebut juga terdapat unsur tindak pidana pencucian uang atau sebaliknya kasus pencucian uang yang sedang dilakukan penyidikan oleh PPATK di dalamnya terdapat dugaan kasus korupsi dimana hasil korupsi tersebut dilakukan pencucian uang. Koordinasi yang dilakukan berdasarkan nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari 2011 ini merupakan perkembangan dari nota kesepahaman sebelumnya 29 April 2004 berupa pertukaran informasi, perumusan produk hukum, penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, penelitian, serta
1
pengembangan sistem IT. b) Faktor-faktor penghambat koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah: dari sisi sarana atau fasilitas yang mendukung, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PPATK saat ini belum dapat secara optimal mengakses dan memeriksa semua transaksi perbankan; dari faktor aparat penegak hukum adalah PPATK dan KPK memiliki kewenangan masingmasing yang berbeda satu sama lainnya; dan sisi faktor hukum atau peraturan perundang-undangan adalah PPATK tidak memiliki kewenangan penyelidikan. Adapun saran dalam penelitian ini adalah perlu dirumuskan kebijakan untuk mewujudkan koordinasi yang sinergis antara PPATK dengan KPK dalam rangka memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi melalui peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan sistem koordinasi sebagai upaya membangun kemitraan (partnership building). Kata kunci: koordinasi, PPATK, KPK, tindak pidana pencucian uang.
2
COORDINATION IN INVESTIGATION BETWEEN INTRAC COMMISSION IN THE ERADICATION OF MONEY LAUNDERING By Abi Hussein, Diah Gustiniati, SH, MH, Irzal Fardiansyah, SH, MH Legal Studies Program, Faculty of Law, University of Lampung Email:
[email protected] ABSTRACT
Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) as stipulated in Law No.. 8 of 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering, an independent agency under the President of the Republic of Indonesia, which has the task of preventing and combating money laundering. INTRAC in carrying out its duties and functions require close coordination with other law enforcement agencies in particular is the Corruption Eradication Commission (KPK). The problem in this study is: How is coordination between INTRAC investigation and the Commission in combating Money Laundering and Is inhibiting factors INTRAC coordination between the investigation and the Commission in the fight against Money Laundering. This study uses a normative approach and empirical judicial approach. Sources derived from the literature study and interviews with Vice Chairman INTRAC and lecturer at the Faculty of Law Unila. Results and discussion of research shows that: Forms of coordination between the Commission INTRAC is horizontal coordination. Coordination between INTRAC investigation and the Commission in combating Money Laundering occurs when there are cases of corruption investigation is being conducted by the Commission in such cases there is also the element of money laundering or vice versa money laundering investigation is being conducted by INTRAC in Inside are alleged cases of corruption where corruption was committed money laundering. Factors inhibiting coordination between INTRAC investigation and the Commission in combating Money Laundering are: facilities and infrastructure owned by INTRAC currently not optimal access and inspect all banking transactions; INTRAC and the Commission has the authority of each different; and INTRAC not have the authority investigation. Keywords: coordination, INTRAC, KPK, money laundering.
1
I. PENDAHULUAN Pelaku tindak pidana pada umumnya berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penelusuran harta kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangUndangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik.1 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) (Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang 1
Ferry Aries Suranta, Peranan PPATK Dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money Laundering, Jakarta: Gramata Publishing, 2010, hlm. 64
No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, merupakan lembaga independen di bawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain. Koordinasi antar lembaga negara dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang sangat perlu dilakukan. PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk memberantas tindak pidana pencucian uang sangat memerlukan koordinasi yang erat dengan lembaga penegak hukum lain khususnya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinasi antara PPATK dengan KPK disebabkan karena berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa hasil tindak pidana pencucian uang yang pertama adalah uang hasil tindak pidana korupsi. Hampir semua uang hasil tindak pidana korupsi dilakukan pencucian uang oleh pelakunya, oleh karena itu
2
maka sangat penting koordinasi antara PPATK dengan KPK. Contoh kasus korupsi yang di dalamnya terdapat pula unsur tindak pidana pencucian uang dapat dilihat pada kasus korupsi SKK Migas dengan tersangka Rudi Rubiandini, kasus korupsi Simulator SIM dengan tersangka Djoko Susilo dan masih banyak kasus korupsi lainnya. Penandatangan perjanjian kerja sama atau MoU mengenai koordinasi antara PPATK dengan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang telah dilakukan pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2011 sebagai tindak lanjut disahkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Nara sumber dalam penelitian ini adalah Sumber berasal dari studi kepustakaan dan hasil wawancara dengan Wakil Ketua PPATK dan dosen Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian akan diolah dengan langkah-langkah, yaitu klasifikasi, editing, interpretasi dan sistematisasi. Data yang diolah dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode induktif.
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi Penyidikan Antara PPATK Dan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang PPATK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia dapat bekerja sama dengan pihak lain atau lembaga lain baik lembaga nasional atau lembaga internasional.2 Salah lembaga nasional yang bekerja sama dengan PPATK adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerja sama dan koordinasi antara PPATK dengan KPK sangat erat karena sebagian besar tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK berasal dari hasil laporan analisis keuangan dari PPATK dan sebagian besar tindak pidana korupsi yang terjadi dan ditangani oleh KPK di dalamnya terdapat unsur-unsur tindak pidana pencucian uang. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa kerja sama nasional yang dilakukan PPATK dengan pihak yang terkait dituangkan dengan atau tanpa bentuk kerja sama formal. Pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pihak yang mempunyai keterkaitan langsung atau tidak langsung dengan pencegahan dan
2
Yunus Husein, Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Penyedia Jasa Keuangan. Jakarta: PPATK, 2003, hlm. 7
3
pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.
Kerja sama dan koordinasi tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK dapat melakukan kerja sama pertukaran informasi berupa permintaan, pemberian, dan penerimaan informasi dengan pihak, baik dalam lingkup nasional maupun internasional, yang meliputi: a. Instansi penegak hukum; b. Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan; c. Lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; d. Lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang; dan e. Financial intelligence unit negara lain.
Fungsi PPATK dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, yaitu sebagai berikut: a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain (predicate crimes).
Tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam UndangUndang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 telah ditambahkan, termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada UndangUndang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang
PPATK dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya tidak terlepas dari koordinasi dan kerja sama dengan lembaga lainnya baik lembaga dalam negeri atau lembaga asing yang bergerak di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Salah satu lembaga dalam negeri yang menjadi mitra PPATK dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya adalah KPK. Bentuk koordinasi antara PPATK dengan KPK adalah koordinasi horizontal. Hal ini karena, baik PPATK maupun KPK merupakan lembaga negara setingkat dan sama kedudukannya karena dibentuk berdasarkan amanat undang-undang. PPATK dalam rangka memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan KPK telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah dua kali melakukan penandatangan MoU, yaitu pada 29 April 2004 dan
4
11 Februari 2011. Kerjasama ini dilakukan untuk pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari 2011 ini merupakan perkembangan dari nota kesepahaman sebelumnya 29 April 2004. MoU ini adalah salah satu lanjutan dari disahkannya UndangUndang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pidana Pencucian Uang. Agus Santoso mengatakan Nota kesepahaman (MoU) tanggal 29 April 2004 antara lain mengatur mengenai koordinasi dalam menindaklanjuti temuan sesuai dengan kewenangan dan tugas masing-masing lembaga, pertukaran informasi dalam rangka penegakan hukum dan keadilan, penunjukkan Petugas Penghubung (LO) atau penempatan pegawai antar instansi, penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan sosialisasi program dan kelembagaan, serta pembahasan kasus bersama.3 Agus Santoso mengatakan Nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari 2011 merupakan penguatan Mou sebelumnya. Hal-hal yang diatur dalam MoU ini meliputi pertukaran informasi, perumusan produk hukum, penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, penelitian, serta pengembangan sistem IT. Selain itu, KPK juga sudah dapat menggunakan Secure Online Communication milik PPATK. Sistem SOC memungkinkan kedua
lembaga ini saling bertukar informasi secara online dan aman.4 Koordinasi penyidikan antara PPATK dengan KPK erat hubungan dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian dan tindak pidana korupsi. Hal ini karena kedua tindak pidana ini pada kenyataan saling berhubungan. Pelaku tindak pidana korupsi biasanya juga melakukan tindak pidana pencucian uang untuk menyamarkan uang hasil korupsinya. Permintaan informasi tersebut dilakukan melalui Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (DPKJAKI) masing-masing. Misalnya apabila KPK meminta kepada PPATK mengenai transaksi perbankan yang akan diselidiki, maka KPK melalui Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (DPKJAKI) akan mengirimkan surat permohonan atas nama ketua KPK kepada PPATK.5 Permintaan informasi dari KPK ke PPATK melalui Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (DPKJAKI) PPATK akan mengirimkan surat permohonan atas nama ketua KPK kepada PPATK. Surat permohonan ini berisikan data-data yang berkaitan dengan informasi transaksi perbankan yang diminta, seperti nama nasabah dan perkiraaan waktu transaksi perbankan yang diminta.6 Surat permohonan dari diterima di Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (DPKJAKI) dari KPK kemudian akan diproses lebih lanjut oleh Wakil 4
Hasil wawancara tanggal 22 April 2014. Ibid. 6 Ibid. 5
3
Hasil wawancara tanggal 22 April 2014
5
Ketua PPATK Bidang Kerja Sama Antar Instansi yang diteruskan kepada Pusat Teknologi Informasi KPK. Pusat Teknologi Informasi ini akan melakukan penelitian terhadap transaksi perbankan yang diminta oleh KPK. Hasil ini kemudian yang akan diberikan kepada KPK melalui petugas penghubung (LO) PPATK.7 Maroni mengatakan koordinasi antara PPATK dengan KPK dapat terjadi pada saat adanya kasus tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK yang di dalam kasus tersebut juga terdapat unsur tindak pidana pencucian uang atau sebaliknya kasus pencucian uang yang sedang dilakukan penyidikan oleh PPATK di dalamnya terdapat dugaan kasus korupsi dimana hasil korupsi tersebut dilakukan pencucian uang.8 Hal yang dikatakan oleh nara sumber Maroni di atas, tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan nara sumber Eddy Rifai’i. Eddy Rifai’I mengatakan bahwa koordinasi antara PPATK dan PPATK terjadi pada kasus tindak pidana pencucian uang yang dimana kekayaan yang berupa uang atau benda berharga tersebut diduga dari hasil tindak pidana korupsi. Apabila di dalam kasus pidana korupsi yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK terdapat unsur tindak pidana pencucian uang, maka koordinasi antara PPATK dan KPK harus dilakukan dan sebaliknya pula.9
7
Hasil wawancara tanggal 22 April 2014 Hasil wawancara tanggal 7 Mei 2014 di Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung 9 Hasil wawancara tanggal 5 Mei 2014 di Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung 8
Selanjutnya Maroni mengatakan koordinasi antar lembaga PPATK dan KPK sangatlah penting dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dan juga tindak pidana korupsi, karena apabila diperhatikan hampir semua tindak pidana korupsi di dalamnya terdapat unsur tindak pidana pencucian uang, misalnya pada kasus-kasus korupsi saat ini, para pelaku mayoritas melakukan pencucian uang, seperti dengan membeli properti, rumah, tanah, kendaraan dan dimasukkan sebagai modal membuka usaha.10 Menurut peneliti penanganan tindak pidana korupsi oleh KPK memang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pelaku tindak pidana korupsi umumnya menyamarkan dan menyembunyikan harta kekayaaan yang diperolehnya sebelum dinikmati atau digunakan, yang masuk dalam ruang lingkup TPPU. Pemahaman terhadap proses penyidikan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana asal (predicate crime) dari TPPU akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya menelusuri dan mengembalikan kerugian negara (asset recovery) yang timbul akibat tindak pidana korupsi, serta memperberat hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dan TPPU. Untuk itu perlu peningkatan kompetensi penegak hukum dalam penanganan TPPU dan tindak pidana korupsi secara berkesinambungan melalui berbagai kegiatan pelatihan, diskusi, kerja sama dan koordinasi antar lembaga khususnya antara PPATK dengan KPK.
10
Hasil wawancara tanggal 7 Mei 2014
6
Menguatkan koordinasi dan kerja sama penegakan hukum merupakan suatu keharusan. Koordinasi dan kerja sama ini ke depan sangat diharapkan semakin erat dilakukan, terutama untuk tindak lanjut dari informasi hasil analisis yang diberikan. Selain menguatkan kerja sama, tidak tertutup kemungkinan PPATK akan melakukan langkah kerja sama yang serupa dengan lembaga lain yang terkait dengan misi penegakan hukum dan keadilan serta pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, antara lain melalui kerja sama dengan Badan Pertahanan Nasional (BPN), kalangan universitas, dan Bursa Efek Indonesia.11 Persyaratan minimal tercapainya keberhasilan kerja sama antar lembaga dalam melakukan koordinasi dan kerja sama, yaitu pertama, perlu unsur kepercayaan (trust). Maksudnya, tidak ada keraguan dari pihak-pihak dalam berkoordinasi dan bekerja sama. Unsur ini merupakan motor penggerak koordinasi dan kerja sama. Kedua, komunikasi. Pihakpihak yang berkoordinasi dan bekerja sama harus melakukan komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik (two-way communications), sehingga terjadi transfer informasi di antara kedua belah pihak. Ketiga, saling mendukung, bersinergi dalam mencapai tujuan koordinasi dan kerja sama. Unsur lain adalah adanya semangat, komitmen, dan misi yang sama dengan saling mendukung. Kebutuhan terhadap adanya kerja sama antar lembaga ini merupakan suatu konsekuensi logis dari sebuah
lembaga yang menginginkan terwujudnya keadilan dan penegakan hukum.12 PPATK juga telah menyurati pihak perbankan untuk segera memberikan informasi terkait fasilitas apa saja yang dimiliki setiap nasabah di bank bersangkutan, mulai dari tabungan, giro, deposito, safe deposit box, hingga fasilitas kredit. Termasuk informasi untuk mengetahui, berapa jumlahnya, dimana disimpan, jenisnya apa saja dan fasilitas lainnya. Berbagai data itu dihimpun PPATK untuk membangun Sistem Pelaporan Jasa keuangan Terpadu (Sipesat). Lewat sistem ini, PPATK dapat mengetahui semua nasabah di perbankan memiliki fasilitas apa saja yang dimilikinya.
C.
Koordinasi antara PPATK dengan KPK berkaitan dengan proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang tidak terlepas dari beberapa faktor yang dapat menghambat pelaksanaan koordinasi tersebut. Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono 13 Soekanto , dipengaruhi oleh lima faktor. Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan. Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam peroses pembuatan 12
Yunus Husein. Op.cit. hlm. 17-18 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali, 2007, hlm. 4-5. 13
11
Yunus Husein. Op.cit. hlm. 15
Faktor-Faktor Penghambat Koordinasi Penyidikan Antara PPATK dan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
7
dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam perilaku masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Sementara itu Satjipto Rahardjo14, membedakan berbagai unsur yang berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat. Berdasarkan kriteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga unsur utama yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Pertama, unsur pembuatan Undang-Undang (lembaga legislatif). Kedua, unsur penegakan hukum (polisi, jaksa dan hakim). Unsur ketiga, yaitu unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.
Kendala yang sering muncul adalah sebagai berikut:15 a. Faktor penghambat koordinasi antara PPATK dengan KPK dari sisi sarana atau fasilitas yang mendukung, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PPATK saat ini belum dapat secara optimal mengakses dan memeriksa semua transaksi perbankan, sehingga tidak semua transaksi diketahui atau dapat dicari PPATK. Hal ini karena begitu banyak transaksi yang dilakukan dalam satu bank. Transaksi perbankan yang dilakukan dalam satu hari dapat mencapai jutaan transaksi. PPATK saat ini belum dapat secara optimal mengakses dan memeriksa semua transaksi perbankan yang dicurigai merupakan hasil tindak pidana korupsi secara cepat tanpa didukung dengan informasi yang lengkap yang diberikan oleh KPK. Masalahnya semakin sulit karena kurang baiknya administrasi kependudukan. Satu orang selain bisa memiliki lebih dari satu identitas, juga bisa saja memiliki perbedaan data identitas dalam beberapa dokumen kependudukan. Hal ini mengingatkan kembali tentang pentingnya single identification number (SIN). Pasal 13 UndangUndang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan bahwa setiap penduduk wajib memiliki nomor induk kependudukan (NIK) yang berlaku seumur hidup dan
Adanya MoU antara KPK dengan PPATK dalam pelaksanaannya sangat membantu kerja PPATK, meski terdapat beberapa kendala. Agus Santoso mengatakan bahwa selama ini beberapa kendala muncul dalam melakukan kerja sama, terutama dalam hal permintaan informasi dari pihak penyidik termasuk juga di sini penyidik KPK.
14
Satjipto Rahardjo. Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, 1983, hlm. 23-24.
15
Hasil wawancara tanggal 22 April 2014
8
selamanya belum optimal. NIK merupakan nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Seharusnya seseorang boleh memiliki satu identitas saja. Selama ini belum diterapkannya secara optimal menjadikan kerja PPATK dan penegak hukum menjadi lebih sulit. Selain adanya kesulitan akibat data identitas yang tidak detail dan spesifik, kendala yang juga muncul adalah adanya persepsi bahwa informasi yang diberikan PPATK dapat dijadikan alat/barang bukti. Hasil analisis PPATK hanya merupakan informasi intelijen keuangan (financial intelligence) yang harus ditindaklanjuti dengan penyelidikan untuk mencari barang bukti atau alat bukti. Informasi itu sendiri bersifat sangat rahasia dan tidak dapat diberikan kepada pihak lain, karena itu hanya dapat digunakan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, atau penegakan hukum oleh penyidik atau instansi peminta informasi. Kurang spesifiknya identitas serta periode transaksi dari informasi yang diinginkan kurang fokus. PPATK, dalam hal ini, memerlukan data minimal: identitas (nama bukan alias dan tanggal lahir), nama bank/penyedia jasa keuangan, dan periode/kurun transaksi. Belum lagi jumlah penyedia jasa keuangan (PJK) nonbank lebih banyak lagi. Detail identitas pun sangat diperlukan. Pentingnya
nama resmi (bukan alias) serta tanggal lahir, mengingat begitu banyak nama orang yang sama di Indonesia, tetapi sangat jarang nama sama tersebut memiliki tanggal lahir yang sama pula. Pada tindak pidana korupsi, biasanya pelaku melakukan pencucian uang dengan membuka rekening bank dengan nama palsu atau nama orang lain. Apabila data identitas yang diberikan oleh KPK tidak lengkap, maka berakibat sulitnya transaksi yang dicurigai dapat terlacak. b. Selain faktor penghambat di atas, Maroni mengatakan bahwa faktor penghambat koordinasi antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dari faktor aparat penegak hukum adalah PPATK dan KPK memiliki kewenangan masing-masing yang berbeda satu sama lainnya, PPATK dan KPK juga sebagai dua lembaga yang berbeda memiliki sistem kerja yang berbeda. Terlebih lagi PPATK tidak hanya melakukan penelitian atau pemeriksaan terhadap dugaan pencucian uang yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi saja.16 c. Selanjutnya Agus Santoso mengatakan faktor penghambat tugas PPATK dari sisi faktor hukum atau peraturan perundang-undangan adalah PPATK tidak memiliki kewenangan penyelidikan. Apabila pemerintah ingin lebih memperkuat lagi PPATK. 16
Hasil wawancara tanggal 7 Mei 2014
9
PPATK harus diberi kewenangan penyelidikan. Dengan kewenangan ini, PPATK bisa mengonfirmasi kepada orangnya, yang saat ini wewenang PPATK baru sebatas pemeriksaan. Kendala lainnya adalah masih sulit memantau suap dalam bentuk uang tunai, maka PPATK meminta agar Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Tunai segera diberlakukan. Rancangan undang-undang tersebut sudah ada di DPR, oleh karena itu PPATK berharap UndangUndang Pembatasan Transaksi Uang Tunai dapat disahkan pada tahun 2014.17 Menurut peneliti, penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang harus didukung oleh semua instansi pemerintah dalam bentuk kerja sama dan saling terbuka, serta meningkatkan koordinasi dengan membuat sistem yang terintegrasi satu sama lainnya. Koordinasi yang baik antara PPATK dan KPK akan menciptakan hubungan lintas instansi yang sinergis. Salah satu dapat dilakukan melalui upaya melakukan pemetaan terhadap masalah-masalah yang timbul terkait koordinasi dan cara mengatasinya, serta meningkatkan pembentukan lembaga kerja sama yang melibatkan instansi pemerintah lainnya.
III. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu terjadi pada saat adanya kasus tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK yang di dalam kasus tersebut juga terdapat unsur tindak pidana pencucian uang atau sebaliknya kasus pencucian uang yang sedang dilakukan penyidikan oleh PPATK di dalamnya terdapat dugaan kasus korupsi dimana hasil korupsi tersebut dilakukan pencucian uang. Koordinasi yang dilakukan berdasarkan nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari 2011 ini merupakan perkembangan dari nota kesepahaman sebelumnya 29 April 2004 berupa pertukaran informasi, perumusan produk hukum, penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, penelitian, serta pengembangan sistem IT. Selain itu, KPK juga sudah dapat menggunakan Secure Online Communication milik PPATK. Sistem SOC memungkinkan kedua lembaga ini saling bertukar informasi secara online dan aman. 2. Faktor-faktor penghambat hubungan koordinasi antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah:
17
Hasil wawancara tanggal 22 April 2014
10
a. Faktor penghambat koordinasi penyidikan antara PPATK dengan KPK dari sisi sarana atau fasilitas yang mendukung, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PPATK saat ini belum dapat secara optimal mengakses dan memeriksa semua transaksi perbankan, sehingga tidak semua transaksi diketahui atau dapat dicari PPATK. Hal ini karena begitu banyak transaksi yang dilakukan dalam satu bank. Transaksi perbankan yang dilakukan dalam satu hari dapat mencapai jutaan transaksi. PPATK saat ini belum dapat secara optimal mengakses dan memeriksa semua transaksi perbankan yang dicurigai merupakan hasil tindak pidana korupsi secara cepat tanpa didukung dengan informasi yang lengkap yang diberikan oleh KPK. b. Faktor penghambat koordinasi penyidikan antara PPATK dan KPK dalam pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dari faktor aparat penegak hukum adalah PPATK dan KPK memiliki kewenangan masing-masing yang berbeda satu sama lainnya, PPATK dan KPK juga sebagai dua lembaga yang berbeda memiliki sistem kerja yang berbeda. c. Faktor penghambat tugas PPATK dari sisi faktor hukum atau peraturan perundang-undangan adalah PPATK tidak memiliki kewenangan penyelidikan.
DAFTAR PUSTAKA Husein, Yunus. 2003. Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Penyedia Jasa Keuangan. PPATK, Jakarta Rahardjo, Satjipto. 1983. Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung Sitompul, Zulkarnain. 2005. Upaya Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang, Medan Soekanto, Soerjono. 2007. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta Suranta, Ferry Aries. 2010 Peranan PPATK Dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money Laundering. Gramata Publishing, Jakarta Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang