OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
ARTIKEL
Oleh :
Eddi Dalimunthe NPM.1410018412048
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA
2016
OPTIMIZATION ASSIGNMENT AND AUTHORITY BETWEEN POLICE AND CORRUPTION ERADICATION COMMISSION IN INQUIRIES AND INVESTIGATIONS CORRUPTION Eddi Dalimunthe1, Dr Fitriati, SH, M.H.2, Syafridatati, SH, M.H. 1 1. Legal Studies Program Post graduate Bung Hatta University 2. Legal Studies Program University Taman Siswa
[email protected] ABSTRACT
Coordination of investigations and investigations conducted by the Commission and the Police have in common in performing these tasks. Coordination is regulated in Law Number 30 of 2002, Article 8 paragraph (2) of the Corruption Eradication Commission. The fact that both the law enforcement and the Police Commission is still visible lack of coordination in the examination and investigation of corruption. The problem is: 1. How duties and authority of the Police and the Commission in the investigation and investigation of corruption ?, 2. How Optimizing the duties and authority of the Police and the Commission in the investigation and investigation of corruption? This study using sociological juridical approach, the data used are primary data and secondary data. Data was obtained through interviews, document studies and analyzed qualitatively. The authority supervising the research results owned by the Commission of its existence has the duty and function as a means of power relations between the KPK and the police. Where one part of the supervision that is taking over the handling of the case made by the Commission to investigators previously considered no progress or development. Optimization of tasks and responsibilities between the police and prosecutors in investigations and inquiries carried out by the MoU on coordination of the task. As well as the cooperation undertaken in the case of criminal investigations of corruption.
Keywords: Optimization, coordination, KPK, Police
OPTIMALISASI TUGAS DAN WEWENANG ANTARA KEPOLISIAN DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Eddi Dalimunthe1, Dr Fitriati, S.H., M.H.2, Syafridatati, S.H., M.H. 1 1. Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta 2. Program studi Ilmu Hukum Universitas Taman Siswa
[email protected] ABSTRAK
Koordinasi penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh KPK dan Kepolisian mempunyai kesamaan dalam melakukan tugas tersebut. Koordinasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Pasal 8 ayat (2) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kenyataannya kedua penegak hukum tersebut yaitu KPK dan Kepolisian masih terlihat kurang koordinasi dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Permasalahannya adalah : 1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi?, 2. Bagaimanakah Optimalisasi tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data diperoleh melalui wawancara, studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian Kewenangan supervisi yang dimiliki oleh KPK keberadaannya mempunyai tugas dan fungsi sebagai sarana hubungan kewenangan antara KPK dengan Kepolisian. Dimana salah satu bagian dari supervisi yaitu mengambil alih penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK terhadap penyidik sebelumnya yang dianggap tidak mengalami kemajuan atau perkembangan. Optimalisasi tugas dan wewenang antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penyelidikan dan penyidikan dilakukan dengan adanya Mou tentang koordinasi tugas tersebut. Serta adanya kerjasama yang dilakukan dalam hal penyidikan tindak pidana korupsi. Kata Kunci : Optimalisasi, koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian
penyelenggara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang undang
Hukum
menyatakan
Kitab Undang Acara
bahwa
Pidana
yang
dapat
menjadi penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang. Pada Undang–undang nomor 30
tahun
2002
tentang
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
terdapat
dalam
Pasal
11
menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang
penyelidikan,
melakukan
penyidikan,
dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan
tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak
hukum
atau
negara,
mendapat
perhatian
yang
meresahkan
masyarakat,
dan/atau
menyangkut
kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sesuai dengan pasal yang dimaksud jelas
menyatakan
bahwa
instansi
terkait harus melakukan koordinasi dan
kerjasama
dalam
melakukan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Pada penegak
kenyataannya hukum
tersebut
kedua yaitu
Kepolisian dan KPK masih terlihat kurang
berkoordinasi
maupun
bekerjasama antar kedua lembaga ini, seperti yang pernah terjadi perseteruan antara lembaga Kepolisian dan KPK yang dikenal dengan istilah“Cicak dan Buaya”,
ini
menandakan
bahwa
kurangnya koordinasi dan kerjasama yang baik antar penegak hukum dalam mencegah dan memberantas Tindak
Pidana
Korupsi
sehingganya
dengan ketentuan perundang-undangan
menimbulkan suatu kontroversi dan
yang berlaku, akan
bahkan
bersama-sama mempunyai kesamaan
membuat
penilaian
yang
tetapi secara
negatif oleh masyarakat Indonesia
dalam
tujuan
pokoknya
yaitu
terhadap penegakan hukum. Padahal
pemasyarakatan
kembali
para
kedua lembaga ini adalah sama-sama
narapidana.
penegak hukum yang berwenang untuk
Tindak pidana korupsi yang
mencegah dan memberantas tindak
merupakan
pidana korupsi.
dalam
tindak
pidana
penanganannya
khusus
diperlukan
Aparat Negara yang berwenang
suatu kerjasama dengan pihak lain,
dalam pemeriksaan perkara Tindak
untuk dapat diselesaikan perkaranya
Pidana Korupsi adalah : Kepolisian,
oleh
Kejaksaan,
Pemberantasan
Komisi
Korupsi (KPK) dan Hakim merupakan
(KPK),
empat
masing-masing
merupakan penegak hukum dalam
mempunyai tugas, wewenang dan
penanganan tindak pidana korupsi dan
kewajiban
dengan
kejaksaan memiliki tugas rangkap
Peraturan perundang-undangan yang
selain penyidik juga sebagi penuntut
berlaku. Dalam menjalankan tugasnya,
umum. Maka dalam menyelesaikan
unsur aparat penegak hukum tersebut
kewajibannya masing-masing harus
merupakan
penegak
yang
bekerjasama dengan pihak lain yang
mempunyai
peranan
berbeda-beda
terkait. Kerjasama dengan pihak lain
sesuai dengan bidangnya serta sesuai
ini disebut dengan hubungan hukum,
Komisi
unsur
yang
yang
sesuai
hukum
Kepolisian,
Kejaksaan
Pemberantasan ketiga
lembaga
dan
Korupsi tersebut
karena dalam melakukan kerjasama
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
dalam suatu aturan atau hukum yang sifatnya
pasti.
Hubungan
hukum
Bedasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan
dengan pihak lain itu dapat berupa
yang
perseorangan,
permasalahan sebagai berikut yaitu :
Instansi
badan
hukum
pemerintahan.
dan
Hubungan
1.
diteliti
dapat
Bagaimanakah
dirumuskan
tugas
dan
hukum dengan perseorangan misalnya
wewenang Kepolisian dan KPK
dengan
dalam
seorang
saksi,
seorang
tersangka, seorang penasehat Hukum.
penyidikan
Hubungan
hukum
korupsi ?
hukum
misalnya
Terorganisasi
dengan
badan
perusahaan
dimana
tersangka
melakukan tindakan korupsi. Untuk melaksanakan tugas pemberantasan Korupsi
menurut
peraturan
berlaku,
penyidik
Tindak
2.
penyelidikan tindak
dan pidana
Bagaimanakah optimalisasi tugas dan wewenang Kepolisian dan KPK ?
C. Metode Penelitian
yang
Tipe penelitian yang digunakan
Pidana
dalam penelitian ini adalah penelitian
Korupsi adalah Kepolisian, Kejaksaan
Yuridis Sosiologis. Sifat penelitian ini
dan Komisi Pemberantasan Korupsi
adalah
(KPK). Seluruh penegak hukum dan
memaparkan segala data yang dip
badan-badan yang terkait ini yang
roses sebagai hasil penelitian secara
harus saling mendukung dan saling
analitis. Jenis data adalah :
membantu
a. Data Primer
untuk
berhasilnya
penyidikan Tindak Pidana Korupsi.
deskriptif
analisis
yaitu
Data
primer
adalah
data
yang
diperoleh dari sumber pertama atau diperoleh
dari
Polri.
Pada
Data-data yang diperoleh berupa
penelitian ini sumber data primer
data primer dan sekunder, analisa
adalah Kepolisian dan KPK.
dilakukan secara kualitatif atas dasar
b. Data Sekunder antara lain : terdiri
disiplin ilmu hukum. Analisis data
dari bahan hukum primer, bahan
dilakukan secara bersamaan dengan
hukum sekunder dan bahan hukum
prose pengambilan data akan dapat
tersier.
menentukan seberapa jauh informasi
Tehnik atau metode pengumpulan data
perlu ditambah dan beberapa serta
yang dipakai dalam penelitian adalah
siapa
wawancara
secara
diwawancarai serta untuk menentukan
untuk
data apa yang selanjutnya perlu lebih
langsung
lapangan.
ADRIAN/ Panit V Tipikor Bareskrim
(Interview) kepada
informan
menggali
informasi
banyaknya
dengan
sebanyakmenggunakan
lagi
informan
yang
akan
diperdalam lagi. II.HASIL
PENELITIAN
DAN
instrumen berupa pedoman wawancara
PEMBAHSAN
(Interview guide) terstruktur yang telah
A. Tugas dan wewenang Kepolisian
disusun
dan KPK dalam Penyelidikan dan
sebelumnnya.
Wawancara
dilakukan dengan 2 orang penyidik Polri
yang
pernah
melakukan
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Selaras
dengan
semangat
penyidikan tindak pidana korupsi yaitu
reformasi Polri yang membuat grand
AKBP SRI SUHARTINI / Kasubag
strategi
Ops Bareskrim polri dan AKP ALEX
Strategis Pimpinan Polri di dalamnya,
Polri
dengan
Kebijakan
Bahwa pemberantasan Tindak Pidana
melakukan audit internal pada bulan
Korupsi adalah merupakan prioritas
agustus 2003. Dari audit tersebut
bagi Polri. Peran Polri disini menjadi
diketahui bahwa pada posisi euro
sangat penting, karena Polri menjadi
dalam jumlah besar mencurigakan
ujung
tombak
dalam
penegakan
karena peredaran euro di Indonesia
meskipun
dalam
terbesar dan kinerja euro yang sedang
perkembangannya selain Polri dan
baik pada saat itu. Dari audit akhirnya
Jaksa, Negara membentuk lembaga
diketahui ada pembukaan
lain yang khusus menangani tindak
amat besar dan Negara bakal rugi lebih
pidana Korupsi yaitu KPK, hal ini
dari satu triliun rupiah. peran Polri
disebabkan
pidana
terhadap kasus BNI, dalam melakukan
yang
penyidikan. Pada kasus korupsi yang
hukum,
korupsi
karena
adalah
tindak Kejahatan
L/C yang
merupakan ekstra ordinary crime dan
dilakukan
mempunyai implikasi sangat besar
Bupati,
bagi terhambatnya kemajuan Negara,
menghadapi banyak kendala, untuk
juga sebagian besar pelaku korupsi
melakukan pemblokiran terhadap suatu
berada pada jalur birokrasi yang
rekening Bank yang diduga sebagai
memegang kekuasaan sehingga di
hasil pidana korupsi, Polri harus
butuhkan lembaga superbodi agar bisa
memiliki bukti awal yang cukup dan
melewati regulasi yang ada.
didasari dengan Laporan Polisi yang
Sebagai contoh kasus BNI yang awalnya menghebohkan
terbongkar ini
tatkala
kasus BNI
resmi,
oleh
Gubernur
ataupun
dalam
prosesnya
Polri
dikirimkan
Indonesia persetujuan
dan dari
melalui harus
Bank
mendapat
Gubernur
Bank
Indonesia, yang tentu saja prosesnya
Korupsi
memakan waktu yang cukup lama.
kepolisian sendiri masih melakukan
Demikian halnya dalam melakukan
perbuatan-perbuatan
pemeriksaan
baik
maupun
Tersangka
Kepala
Daerah
maupun
yang
koruptif;
sebagai
saksi
seperti pungutan liar, makelar kasus,
terhadap
para
jual beli jabatan.
seperti
Gubernur
Dalam tindak pidana korupsi
Polri
harus
yang mana terdapat beberapa lembaga
persetujuan
oleh
Bupati,
mendapatkan
bila dari dalam internal
yang
berdasarkan
peraturan
Presiden melalui Kementerian Dalam
perundang-undangan
mempunyai
Negeri yang sudah barang tentu juga
tugas dan wewenang dalam penyidikan
memerlukan waktu yang tidak sedikit.
yakni Kepolisian Negara Republik
Dengan segala keterbatasannya
Indonesia (POLRI) berdasarkan Pasal
itu Polri selalu berusaha ekstra keras
14 ayat (1) huruf g Undang-Undang
untuk bersama-sama lembaga terkait
Nomor
dalam memberantas Korupsi. Karena
Kepolisian
Negara
Republik
korupsi adalah musuh bersama yang
Indonesia,
Kejaksaan
berdasarkan
harus diperangi tidak hanya dari luar
ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a
akan tetapi juga dari dalam lembaga
Undang-Undang Nomor 16 Tahun
Kepolisian itu sendiri, ada anekdot
2004 Tentang Kejaksaan dan Komisi
yang mengatakan bahwa mustahil
Pemberantasan
membersihkan
kotor
berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c
yang kotor, artinya
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
mustahil Polri mampu memberantas
tentang Komisi Pemberantasn Korupsi.
dengan sapu
lantai
yang
2
Tahun
2002
Korupsi
tentang
(KPK)
Dalam hal KPK berpendapat
Bersama Kepala Kepolisian Negara
bahwa suatu perkara korupsi yang
Republik
ditangani terdapat cukup bukti maka
KEP/16/VII/2005 dan KPK Nomor:
KPK dapat melakukan sendiri proses
07/POLRI-KPK/VII/2005
penyidikan
Kerjasama
atau
KPK
dapat
Indonesia
POLRI
No.
Pol:
tentang
Dengan
KPK
melimpahkan perkara korupsi tersebut
Dalam Rangka Pemberantasan Tindak
kepada pihak POLRI atau Kejaksaan,
Pidana Korupsi, Keputusan bersama
barulah setelah pelimpahan perkara
tersebut memiliki tujuan untuk saling
dari KPK kepada penyidik POLRI
membantu
telah dilakukan, maka berdasarkan
pemberantasan
pelimpahan tersebut POLRI memiliki
Korupsi, diantaranya dalam penguatan
wewenang penyidikan, tetapi dalam
kelembagaan
proses penyidikan yang dilakukan,
memberikan bantuan personil dan
POLRI harus melakukan koordinasi
fasilitas yang menunjang pelaksanaan
dan
perkembangan
penanganan perkara korupsi dan juga
penyidikan yang dilakukannya kepada
diadakannya kerjasama dalam bidang
KPK (pasal 44 ayat (4) dan (5)). Selain
oprasional seperti: perlindungan saksi
itu,
dan/atau pelapor sebagaimana yang
melaporkan
dalam
pemberantasan senantiasa
melaksanakan korupsi
melakukan
KPK
melakukan
Tindak
dimana
Pidana
saling
diatur dalam pasal 15 huruf a Undang-
koordinasi
Undang
dengan Kepolisian, bentuk koordinasi
Tentang
antara Kepolisian dengan KPK di
Korupsi.
tuangkan dalam bentuk Keputusan
dalam
Nomor Komisi
30
Tahun
2002
Pemberantasan
Setelah Mengingat
terbentuknya KPK
khusus
KPK,
Bahwa, dalam hal Tindak Pidana
dibentuk
Korupsi
untuk memberantas Tindak Pidana
penegak
Korupsi, kewenangan yang dimiliki
negara, dan orang lain yang ada
oleh POLRI dalam penyidikan Tindak
kaitannya
Pidana
pada
korupsi yang dilakukan oleh aparat
kewenangan yang dimiliki oleh KPK,
penegak hukum atau penyelenggara
sehingga
POLRI
Negara,
Melakukan
penyidikan
Korupsi
dibatasi
Berwenang terhadap
yang
melibatkan
hukum,
dengan
masyarakat,
aparat
penyelenggara
tindak
pidana
mendapat
perhatian
dan/atau
menyangkut
Tindak Pidana Korupsi yang tidak
kerugian negara paling sedikit Rp.
melibatkan aparat penegak hukum
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah),
penyelenggara negara, dan orang lain
POLRI juga berwenang melakukan
yang ada kaitannya dengan Tindak
penyidikan jika KPK melimpahkan
Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
perkara
aparat
penyidik POLRI.
penegak
penyelenggara
hukum
tersebut
kepada
wewenang
B. Optimalisasi Penyelidikan dan
penyidikan terhadap Tindak Pidana
Penyidikan yang dilakukan oleh
Korupsi
Kepolisian dan KPK dalam Tindak
perhatian
yang
Negara,
atau
korupsi
tidak
mendapat
masyarakat;
dan/atau
Pidana Korupsi
wewenang penyidikan terhadap Tindak
Kewenangan KPK mengambil
Pidana Korupsi yang menyangkut
alih
kewenangan
kerugian negara kurang dari Rp.
penuntutan
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
mencegah terjadinya penyelewengan
ini
penyidikan dilakukan
dan guna
kekuasaan yang dimiliki oleh aparat
mengenai
penegak hukum dalam hal korupsi
korupsi, penyidik kepolisian wajib
dilakukan oleh anggota dari lembaga
untuk melakukan tindakan hukum.
yang
Dengan demikian, keberadaan KPK
menangani
perkara
korupsi
dugaan
pidana
tersebut, wewenang pengambil alihan
bukan
penyidikan dan penuntutan ini hanya
polisi. Namun demikian berdasarkan
dapat dilakukan oleh KPK dalam hal
ketentuan
sebagaimana aturan dalam pasal 9
subtansial, KPK dapat melakukan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
hubungan
sebagaimana
kewenangannya,
telah
diuraikan
sebelumnya.
sebagai
tindak
penghambat
undang-undang
secara
fungsional seperti
kerja
atas tindakan
hukum kordinasi, supervisi, bersama
Hubungan
kewenangan
antar
penyidik Kepolisian dan Kejaksaan
penyidik Polisi dan KPK tidak ada
atau bahkan pengambil alihan terkait
pembagian khusus. Akan tetapi kedua
kasus tindak pidana korupsi sesuai
institusi tersebut dapat melakukan
persyaratan yang ditentukan undang-
tindakan
undang.
hukum
terhadap
pelaku
tindak pidana korupsi, berdasarkan
Dalam
hal
melakukan
laporan yang masuk terkait dugaan
penyidikan tipikor Polri dan KPK tdk
korupsi. Hingga saat ini, tidak ada
pernah melakukan penyidikan secara
ketentuan
bersama-sama karena kedua belah
memberikan
hukum
yang
kewenangan
tidak terhadap
pihak
merupakan
insitusi
yang
penyidik kepolisian untuk menangani
berbeda/ atau insitusi yang berdiri
tindak pidana korupsi. Besar atau kecil
secara sendiri dan Kapolri bertanggung
jawab
secara
langsung
kepada
upaya kerjasama antara Kepolisian dan
Presiden dan sebaliknya Ketua KPK
KPK antara lain :
juga
a.Upaya-upaya
bertanggung
langsung
kepada
jawab Presiden,
secara juga
yang
dilakukan
kerjasama antara Polri Dan KPK
mempunyai Filosofi yang berbeda
1). Membuat MOU antara Polri dan
dimana KPK adalah sifatnya bersifat
KPK
ethok/sementara
filosofinya
2). Apabila dilaksanakan penyuluhan
mencegah sementara Polri mempunyai
maupun penyajian pemahaman tentang
filosofi penegakan hukum serta sistem
tindak
maupun
masyarakat umum dengan permintaan
dan
Undang-undang
yang
memisahkan kedua Insitusi tersebut.1 Sesuai dengan hasil penelitian penulis
dengan
cara
Pidana
Korupsi
kepada
dari pihak Polri maka salah satu dari pihak KPK akan berdsedia menjadi
wawancara
narasumber dan bahkan menawarkan
kepada AKBP SRI SUHARTINI yang
anggaran dari KPK dalam pelaksanaan
menjabat KBO Tipikor Mabes Polri
kegiatan tersebut dan sebaliknya Polri
dan AKP Alex Adrian yang menjabat
juga bersedia menjadi narasumber
sebagai Perwira Unit V Tipikor Mabes
apabila di undang oleh pihak KPK.
Polri di gedung Bareskrim Polri
3).
Bidang Tipikor, dalam wawancara
menemukan terlebih dahulu perkara
tersebut terlihat jelas beberapa upaya-
Korupsi maka Polri memberitahukan
Seandainya
Pihak
Polri
kepada Pihak KPK/berbentuk surat pemberitahuan maupun surat tembusan 1
Wawancara dengan penyidik KPK tanggal 21 Agustus 2015
kepada pihak KPK
bahwa kasus
tersebut sudah ditangani oleh pihak
Adapun perbedaan antara KPK
Polri begitu juga sebaliknya KPK juga
dan kepolisian dalam mengusut tindak
akan memberitahukan kepada pihak
pidana korupsi adalah alur kerjanya.
Polri.
KPK
4).
Apabila
kasus-kasus
perkara
dapat
bertindak
sebagi
penyelidik, penyidik, dan penuntut
korupsi P19 baik yang di pegang oleh
serta
Polri maupun KPK maka kedua belah
pengadilan
pihak
gelar
kepolisian hanya dapat melakukan
perkara/Supervisi sebelum dilanjutkan
tindakan hukum yang kewenangannya
ke bagian penuntut umum.
melakukan
5). Apabila dalam hal menangani
penyidikan
kasus korupsi yang secara kebetulan
koordinasi menuju proses pengadilan
tertuju
umum pada pengadilan negeri.
,Insitusi
melaksanakan
pada
satu
lebih
korupsi
koruptor
tipikor.
Sedangkan
penyelidikan yang
melalui
nantinya
dan jalur
banyak
Contoh adalah penyidikan kasus
mendapatkan barang bukti dengan
simulator SIM tersebut, kepolisian
sendirinya insitusi tersebut yang akan
berpedoman pada MoU yang telah
memegang kasus tersebut, bagi yang
disepakati bersama oleh POLRI, KPK
mendapatkan
dan Kejaksaan pada tanggal 29 Maret
dengan
yang
kasus
mengadili
sedikit barang bukti
sendirinya
mengalah
dan
memberikan bukti-bukti kepada pihak
2012. Bahwa pada pasal 8 poin 1 menyebutkan,
“jika
para
pihak
yang lebih banyak barang buktinya.2
2
Wawancara dengan AKBP SRI SUHARTINI yang menjabat KBO Tipikor Mabes Polri dan
AKP Alex Adrian yang menjabat sebagai Perwira Unit V Tipikor Mabes Polri di gedung Bareskrim Polri Bidang Tipikor tanggal 23 Agustus 2015
melakukan penyelidikan pada sasaran
penyelidikan dan penyidikan terhadap
yang
tindak pidana korupsi yang terjadi di
sama,
duplikasi penentuan
untuk
menghindari
penyelidikan instansi
yang
maka
Indonesia. Kompetensi kewenangan
wajib
dan fungsi KPK,
yang memiliki
menindaklanjuti penyelidikan adalah
landasan dasar hukum Undang-undang
instansi
Nomor
yang
lebih
mengeluarkan
surat
dahulu perintah
30
Tahun
2002
Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
penyelidikan atau atas kesepakatan
Korupsi,
para
kepolisian
memiliki kesamaan tanggung jawab
melakukan
operasional
pihak”.
mengatakan
Pihak telah
yang
secara
dalam
hal
melakukan
penyelidikan sejak tanggal 21 Mei
tindakan
2012, dan KPK mengklaim telah
penuntutan terhadap pelaku tindak
melakukan penyelidikan sejak tanggal
pidana
20 Januari 2012 dan meningkatkan ke
kepolisian.
tahap penyidikan pada tanggal 27 Juli
2. Optimalisasi koordinasi penyidikan
2012.
antara kepolisian dan KPK dilakukan
III. PENUTUP
dengan pembuatan MOU kerjasama
1. Proses penyelidikan dan penyidikan
tentang penyidikan berupa koordinasi.
yang
POLRI,
Kerjasama lain adalah Kewenangan
Kejaksaan dan KPK terhadap pelaku
supervisi yang dimiliki oleh KPK
Tindak Pidana Korupsi Masing-masing
keberadaannya mempunyai tugas dan
memiliki
fungsi
dilakukan
oleh
kewenangannya
masing-
masing di dalam melakukan proses
hukum
subtantif
korupsi
sebagai
kewenangan
penyidikan
dengan
sarana
antara
KPK
dan
penyidik
hubungan dengan
Kepolisian, maupun kejaksaan sebagai
kewenangan lembaga penyidik yang
institusi
lain.
yang
mempunyai
lah
kewenangan menangani kasus korupsi.
Daftar Pustaka
Dimana
salah-satu
Buku-buku
supervisi
yaitu
bagian
pengambil
dari alihan
penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK tarhadap penyidik sebelumnya yang
dianggap
tidak
mengalami
kemajuan atau perkembangan baik Kepolisian maupun Kejaksaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 pasal 8 ayat (2) Tentang Komisi
Pemberantasan
Korupsi.
Adapun mekanisme supervisi yang dilakukan oleh KPK terhadap instansi yang bersangkutan sebenarnya tidak diatur secara jelas dalam Undangundang, namun kewenangan supervisi yang
dimiliki
keberadaannya
oleh
dimaksudkan
KPK untuk
Abbas Said, Tolak Ukur Penilaian Penggunaan Diskresi oleh Polisi Dalam Penegakan Hukum Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 1, Nomor 1 Maret 2012. Abdul Rahman Saleh, 2005, Penegakan Hukum Sebagai Komponen Integral Pembangunan Nasional, Wacana Hukum. Alatas, Syeh Hussein, 1987, Korupsi Sebab Sifat dan Fungsi, LP3ES, Jakarta. Anastasia Sumakul, “Hubungan dan Kewenangan KPK Dan Kejaksaan Dalam Menangani Tipikor”. Jurnal Lex Crimen Vol. I No. 4 Oktober-Desember 2012. Andi Hamzah, 1995, Delikdelik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Pradnya Paramita, Jakarta. Andi Hamzah, 2007, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Radja Grafindo Persada, Jakarta.
mengawasi lembaga penyidik agar tidak terjadi penyalahgunaan tugas dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 1999, Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, Jakarta.
Baharuddin Lopa, 2003, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Elwi Danil, Supra, 2000, Fungsionalisasi Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi (studi tentang Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana, Terhadap tindak Pidana Korupsi di Indonesia), Naskah Disertasi, Program Pascasarjana (S3), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Fitria, “Eksistensi KPK Sebagai Lembaga Penunjang dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal NESTOR. Vol. 2 No. 2 Tahun 2012. Pontianak: Magister Hukum UNTAN. Fockema Andrea, 1983, Kamus Hukum terjemahan Bina cipta, Bina Cipta, Bandung. Harkristuti Harkrisnowo, 2002, Korupsi, Konspirasi dan Keadilan di Indonesia, Jurnal DictumLeIP, Edisi I, Lentera Hati, Jakarta. Hermien Hadiati Koeswadji, 1994, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hibnu Nugroho, “Rekonstruksi Wewenang Penyidik Dalam Perkara Tipikor (Kajian Wewenang Polisi DalamPenyidikan Tipikor)”, Jurnal
Media Hukum, Vol. 16 No.3 Desember 2009, Yogyakarta: FH UMY. Ian Mc. Walters, 2006, Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia, Temprina Media Grafika, Surabaya. IGM Nurdjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Indriyanto Seno Adji, 2001, Korupsi dan Hukuim Pidana, Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum”Prof. Oemar Seni Adji, SH dan Rekan” Edisi Pertama. Indryanto Seno Adji, 2006, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Diadit Media, Jakarta. I.P.M. Ranu Handoko, 1996, “Terminologi Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta. Jeane Neltje Saly, “Harmonisasi Kelembagaan Dalam Penegakan Hukum Tipikor” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No.1 Maret 2007. Jeremy Pope, 2003, Strategi Memberantas Korupsi (Edisi Ringkas), Transparency International Indonesia, Jakarta. Kimberly Ann Elliot, 1999, Corruption and The Global Economy,