ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
MEITA KURNIA WARNANINGSIH H34070062
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
RINGKASAN MEITA KURNIA WARNANINGSIH. Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA). Pemberdayaan usaha kecil merupakan kunci bagi kelangsungan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Usaha kecil sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Salah satunya dapat menjadi solusi dalam menciptakan kesempatan kerja dan perluasan angkatan kerja yang terus mengalami peningkatan. Banyaknya jumlah usaha kecil yang berkembang menunjukkan besarnya potensi yang masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha terutama usaha kecil adalah faktor sumber daya manusia sebagai pelaku usaha terkait dengan sikap kewirausahaan yang dimiliki. Namun, berdasarkan data yang ada permasalahan umum yang dihadapi sebagian usaha kecil adalah keterbatasan sumber daya manusia termasuk aspek kewirausahaan yaitu lemahnya kompetensi kewirausahaan. Hal ini yang menyebabkan bisnis kecil relatif sulit berkembang. Unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan merupakan industri kecil sektor pengolahan dan menjadi salah satu sentra oleh-oleh khas serta berperan sebagai penyumbang PDRB bagi Kabupaten Semarang. Namun, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Kompetensi kewirausahaan yang masih rendah disebabkan oleh peran pemerintah yang terlalu dominan dalam pengembangan usaha sehingga tingkat ketergantungan unit usaha menjadi tinggi. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk (1) mendeskripsikan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan; (2) menganalisis korelasi masing-masing tema sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki; (3) menganalisis hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan. Penelitian ini dilaksanakan di unit usaha kecil Tahu Serasi Bandungan, KWT Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah selama bulan April hingga Mei 2011. Perolehan sampel responden dengan menggunakan metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi. Dalam hal ini responden adalah anggota KWT Damai yang aktif menjalankan usaha Tahu Serasi Bandungan.
ii
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Data tentang karakteristik responden dan modernitas sikap kewirausahaan disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi dan dihitung dengan rumus skor modernitas rata-rata. Sedangkan untuk mengetahui hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha menggunakan analisis korelasi Chi Square. Adapun modernitas sikap kewirausahaan yang diukur terdiri dari 8 indikator, yaitu (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) kerja keras; (5) menghargai waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; dan (8) tanggung jawab individual. Hasil penelitian ini menemukan bahwa secara umum responden memiliki pandangan yang modern terhadap kedelapan tema sikap. Apabila diamati pada masing-masing sikap, masih ada kecenderungan responden yang memiliki sikap-sikap yang tidak modern, khususnya pada tema sikap pengambilan risiko, keinovatifan, dan penghargaan terhadap waktu. Sedangkan tema sikap yang paling modern adalah tema sikap tentang motivasi berprestasi. Melalui uji korelasi Chi Square, diketahui bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan responden anggota KWT tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan unit usaha. Diperoleh ρ hitung yang lebih besar dibandingkan ρ tabel, yang artinya modernitas sikap kewirausahaan anggota KWT Damai dengan keberhasilan unit usaha tidak ada hubungan. Begitu pula dengan masing-masing tema sikap kewirausahaan yang diujikan menunjukkan tidak adanya hubungan dengan keberhasilan usaha. Dengan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa responden baik yang memiliki sikap modern maupun tidak modern memiliki peluang yang sama untuk mencapai keberhasilan usaha. Sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika tidak diwujudkan dalam tindakan wirausaha secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat, kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara mandiri dengan sikap-sikap kewirausahaan yang dimiliki.
iii
ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)
MEITA KURNIA WARNANINGSIH H34070062
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iv
Judul Skripsi :
Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan
Keberhasilan
Unit
Usaha
Kecil
Tahu
Serasi
Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang). Nama
: Meita Kurnia Warnaningsih
NIM
: H34070062
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si. NIP. 19670410 199103 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Meita Kurnia Warnaningsih H34070062
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambarawa, Kabupaten Semarang pada tanggal 4 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suwarna dan Ibu Tati Kurniati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kenteng 1 Ambarawa pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Ambarawa pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Salatiga pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2007. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan UKM antara lain Sharia Economic Student Club tergabung dalam divisi riset tahun 2008 dan UKM Gentra Kaheman tahun 2007. Selain itu, penulis tercatat sebagai anggota Paguyuban Putra Atlas Semarang (PATRA ATLAS). Penulis aktif dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan berpartisipasi dalam kepanitiaan, baik tingkat Departemen maupun IPB.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)” dengan baik . Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain pihak KWT Damai sebagai objek penelitian dalam memberikan pertimbangan perkembangan unit usaha Tahu Serasi Bandungan serta memberikan informasi dan wawasan bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2011 Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si. sebagai pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
2.
Ir. Burhanuddin, MM. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.
3.
Arif Karyadi Uswandi, SP. selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini.
4.
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB.
5.
Seluruh staf pengajar dan karyawan Departemen Agribisnis, FEM IPB.
6.
Kedua orang tua tercinta, Bapak Suwarna dan Ibu Tati Kurniati serta adik Yanuar Dwi Kurnia Putra. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, serta doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
7.
Ibu Subiyati selaku ketua Kelompok Wanita Damai dan seluruh anggota unit usaha Tahu Serasi Bandungan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
8.
Sahabat tersayang Oktiarachmi Budiningrum, Siti Nurmaryam, Ulpah Jakiyah, Felicia Nanda Ariesa, Astri Widayanti Rachmat, Try Asrini, Eka Pratiwi, Juwita Liana terimakasih atas semangat, keceriaan, dan kebersamaan yang telah dibagi.
9.
Decy Ekaningtyas selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman satu bimbingan (Azizah Purwitasari dan Ayu Triwidyaratih) yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa. 11. Seluruh sahabat Agribisnis 44 yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, bantuan, serta banyak pelajaran dan kebersamaan selama kuliah.
ix
12. Sahabat tercinta serta tim Garuda Merah Putih Expedition, Adhi, Icha, Saptyana, Lathifa, Yusrina, Yudi Putranto, Sobri, Risang, Wira, Aji, Bhakti, Yuda, Aga, Arif, Siti Zulaeha, Gerhana, Bella, Yepe, Ian, Tyo yang selalu memberi dukungan, semangat, bantuan, dan doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5. Ruang Lingkup ......................................................................
1 1 8 10 11 11
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 2.1. Wirausaha ............................................................................. 2.2. Karakteristik Kewirausahaan ................................................ 2.3. Modernitas Sikap Kewirausahaan ........................................ 2.4. Kriteria UMKM ...................................................................... 2.5. UMKM Sektor Pengolahan .................................................... 2.6. Permasalahan UMKM ........................................................... 2.7. Keberhasilan Usaha ................................................................
12 12 13 17 22 24 25 27
III
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1 Sikap .............................................................................. 3.1.2 Teori Modernitas ........................................................... 3.1.3 Sikap Wirausaha ............................................................ 3.1.4 Keberhasilan Usaha Kecil.............................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 3.3. Hipotesis ................................................................................
31 31 31 32 33 34 36 41
IV
METODE PENELITIAN .......................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Metode Penentuan Sampel .................................................... 4.3. Desain Penelitian ..................................................................... 4.4. Data dan Instrumentasi ............................................................ 4.5. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 4.6. Metode Pengolahan Data ........................................................ 4.6.1 Analisis Deskriptif ........................................................ 4.6.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................... 4.6.2.1 Skor Modernitas Rata-rata ........................... 4.6.2.2 Analisis Korelasi Chi Square ....................... 4.7. Definisi Operasional................................................................
42 42 42 42 43 44 45 45 45 45 46 47
II
xi
V
GAMBARAN LOKASI DAN USAHA ..................................... 5.1. Potensi Wilayah .................................................................... 5.2. Sejarah Singkat KWT Damai ............................................... 5.3. Visi, Misi, dan Tujuan Usaha................................................ 5.4. Struktur Organisasi ............................................................... 5.5 Produk KWT Damai ............................................................ 5.6. Sumber Bahan Baku.............................................................. 5.7. Proses Produksi ..................................................................... 5.8. Perkembangan Usaha ............................................................ 5.9. Karakteristik Responden .......................................................
51 51 51 53 53 55 56 56 58 59
VI
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 6.1. Modernitas Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Tahu Serasi Anggota KWT Damai ................................................ 6.2. Hubungan Antara Masing-masing Tema Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan ........................................................ 6.3. Hubungan Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan .........
62 62
72 83
VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 7.1. Kesimpulan ........................................................................... 7.2. Saran .....................................................................................
93 93 94
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
94
LAMPIRAN ..........................................................................................
97
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Jumlah Unit UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 .........
3
2.
Penyerapan Tenaga Kerja oleh UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 .......................................................................
4
Jumlah Unit UMKM dan Usaha Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006 .....................................................................
5
Potensi Industri Besar/Menengah dan Kecil Kabupaten Semarang, Jawa Tengah .................................................................
7
5.
Perkembangan Pengrajin Tahu Serasi Bandungan.........................
58
6.
Perkembangan Laba Usaha Tahu Serasi Bandungan .....................
59
7.
Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin ..................................
59
8.
Sebaran Responden Menurut Tingkatan Usia ................................
60
9.
Sebaran Responden Menurut Lama Usaha ....................................
60
10. Sebaran Responden Tingkat Pendidikan Terakhir .........................
61
11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ..................
61
12. Skor Modernitas Rata-rata Seluruh Responden Pelaku Usaha Tahu Serasi Bandungan ......................................................
62
13. Jumlah Responden Berdasarkan Kategori Modernitas Masing-masing Tema Sikap Kewirausahaan .................................
63
14. Nilai Korelasi Chi Square Masing-masing Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha .......................
73
15. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Mengutamakan Prioritas ................................................................
74
16. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Pengambilan Risiko........................................................................
76
17. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Keinovatifan ...................................................................................
77
18. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Kerja Keras .....................................................................................
78
19. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Menghargai Waktu .........................................................................
80
20. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Motivasi Berprestasi .......................................................................
81
21. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Percaya Diri ....................................................................................
82
3. 4.
xiii
22. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Tanggung Jawab Individual ...........................................................
83
23. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha..................................
84
24. Korelasi Chi Square Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan Dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan ....................................................................................
85
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
40
2. Struktur Organisasi KWT Damai ................................................
54
3. Proses Pembuatan Tahu Serasi ......................................................
57
4. Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai Tahun 2008-2010 ...................................
88
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ...................................................................
98
2. Wawancara dengan Informan ...................................................
107
3. Identitas Responden ......................................................................
108
4. Laba Bersih Anggota Tahun 2008-2010 ........................................
109
5. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2008 ......
110
6. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2009 ......
111
7. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2010 ......
112
8. Laba Usaha, Modal dan Kapasitas Produksi Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2008-2010 ...................................................
113
9. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SEBELUM) .......
114
10. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SESUDAH) ........
118
11. Skor Modernitas Rata-rata Responden .........................................
122
12. Hasil Uji Korelasi Chi Square, Hubungan Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha .......................
123
xvi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar
perekonomian
Amerika
bukan
perusahaan-perusahaan
besar
berteknologi tinggi, melainkan dunia wirausaha yang menciptakan ribuan lapangan kerja (Riyanti 2003). Semangat berwirausaha merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan sumberdaya manusia. Negara-negara maju di dunia sebagian besar dapat berkembang pesat perekonomiannya dikarenakan tumbuh dan berkembangnya berbagai usaha yang didorong oleh semangat kewirausahaan
(Azzahra
2009).
Di
Indonesia,
dalam
hal
pendidikan
kewirausahaan (entrepreneurship) masih tertinggal jauh dengan luar negeri. Misalnya, di negara negara Eropa dan Amerika Utara pendidikan kewirausahaan sudah dimulai sejak tahun 1970-an (Kasmir 2006). Padahal, kewirausahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu faktor produksi, kewirausahaan memungkinkan pengorganisasian dan penggabungan faktor produksi lainnya (tanah, tenaga kerja, modal) untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan masyarakat secara efisien dan menguntungkan (Sukirno 1981). Berdasarkan data BPS tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia pada bulan Mei mencapai 237.556.363 jiwa mengalami peningkatan sebanyak 32,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen. Seiring dengan pertambahan penduduk, jumlah angkatan kerja di Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada Februari 2010, jumlah angkatan kerja mencapai 116 juta orang, bertambah 2,26 juta orang dibandingkan pada Februari 2009, yaitu sebanyak 113,74 juta orang dengan tingkat pengangguran 7,41 persen. Bertambahnya jumlah angkatan kerja akan meningkatkan kebutuhan akan lapangan pekerjaan. Sedangkan, kenaikan lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan kenaikan jumlah angkatan kerja. Hal ini menimbulkan masalah bagi pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru. 1
Kewirausahaan (entrepreneurship) memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Kewirausahaan memiliki peran untuk menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efisien, dan menjaga keserasian lingkungan. Jiwa kewirausahaan akan mendorong seseorang memanfaatkan peluang yang ada menjadi sesuatu yang menguntungkan. Pendorong utama meningkatnya kebutuhan akan
entrepreneurship adalah munculnya ragam kesempatan
berusaha dalam produksi, distribusi, dan pemasaran barang dan jasa (Azzahra 2009). Indonesia membutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki jiwa kewirausahaan untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai suatu sektor yang memiliki basis sumber daya alam. Salah satu sektor yang terkait dengan pertanian adalah sektor agribisnis yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, kehutanan dimana potensi dari masing masing sektor tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh para pelaku pembangunan. Sektor
agribisnis menghadapi tantangan yang cukup besar di era
persaingan global saat ini yang menuntut keunggulan, baik keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif. Sehingga, untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang dapat menciptakan keunggulan tersebut, diantaranya adalah wirausaha melalui proses kreatif dan inovatif yang mereka lakukan (Fawaqa 2006). Adanya jiwa wirausaha yang kuat di dalam masing-masing pelaku agribisnis akan menunjang keberhasilan suatu usaha. Faktor tersebut akan menentukan berfungsinya masing masing sub sistem-sub sistem agribisnis, mendukung kelancaran proses dari hulu sampai ke hilir. Kewirausahaan tidak terlepas dari usaha kecil. Wirausaha seringkali dikaitkan dengan situasi kegiatan bisnis seseorang yang dimulai dalam skala usaha kecil dan umumnya dikelola sendiri (Krisnamurthi 2001). UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting dalam 2
pembangunan ekonomi di Indonesia. Industri kecil menyumbang pembangunan dengan berbagai jalan, menciptakan kesempatan kerja, untuk perluasan angkatan kerja, urbanisasi, dan menyediakan fleksibilitas kebutuhan serta inovasi dalam perekonomian secara keseluruhan (Partomo & Soejoedono 2002). Pemberdayaan usaha kecil merupakan kunci bagi kelangsungan hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Usaha kecil dapat digunakan sebagai penggerak utama dalam mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia. Usaha kecil juga dapat digunakan sebagai kunci pemacu ekspor serta peningkatan kesejahteraan rakyat (Riyanti 2003). Jumlah UMKM lebih banyak jika dibanding usaha besar, bahkan dari tahun 2005-2007 jumlah UMKM mengalami peningkatan sebesar 6,23 persen dari 47.017.062 unit usaha pada tahun 2005 hingga mencapai 50.145.800 unit usaha pada tahun 2007. Sampai dengan tahun 2009, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 1.354.991 unit dengan penyerapan tenaga kerja di tahun yang sama yaitu 96.211.332 orang. Berdasarkan data, secara keseluruhan jumlah unit usaha pangsa UMKM mencapai 99 persen, sementara sisanya adalah usaha besar. Hal ini menunjukkan terbukanya lapangan kerja yang semakin meningkat pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Mikro Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 Tahun Indikator
Unit Usaha (A+B) A. UMKM B. Usaha Besar
TAHUN 2005
TAHUN 2006
TAHUN 2007
Jumlah
Pangsa
Jumlah
Pangsa
Jumlah
Pangsa
(Unit)
(%)
(Unit)
(%)
(Unit)
(%)
47.022.084
49.026.380
50.150.263
47.017.062
99,99
49.021.803
99,99
50.145.800
99,99
5.022
0,01
4.577
0,01
4.463
0,01
Sumber : Depkop Indonesia, 2010
Semakin meningkatnya jumlah unit usaha, penyerapan terhadap tenaga kerja juga semakin bertambah. Pada tahun 2007 usaha besar hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 2,73 persen atau sebanyak 2.535.411 tenaga kerja. 3
Sementara, UMKM di Indonesia telah menyerap 90.491.930 tenaga kerja pada tahun 2007 atau sebesar 97,27 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan penyerapan tenaga kerja akan mengurangi tingkat pengangguran secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja oleh Unit Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Usaha Besar Tahun 2005-2007 Tahun Indikator
Tahun 2005 Jumlah
Unit Usaha (A+B)
Tahun 2006
Pangsa (%)
86.305.825
Jumlah
Tahun 2007
Pangsa (%)
90.350.778
Jumlah
Pangsa (%)
93.027.341
A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
83.586.616
96,85
87.909.589
97,30
90.491.930
97,27
2.719.209
3,15
2.441.181
2,70
2.535.411
2,73
(UMKM) B. Usaha Besar
Sumber : Depkop, Indonesia 2010
Peningkatan jumlah serta tingkat penyerapan tenaga kerja juga diiringi dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2007 sektor UMKM telah menyumbang sebesar 56,28 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pada tahun 2005, yaitu sebesar 53,87 persen sedangkan industri besar menyumbang 46,13 persen pada tahun 2005 dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2007 hanya menyumbang sekitar 43,72 persen. Adapun total ekspor non migas pada sektor UMKM masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha besar yaitu hanya sebesar 17,66 persen sedangkan usaha besar mencapai 82,34 persen (Depkop Indonesia, 2010). Hal ini terkait dengan keterbatasan dari sisi skala usaha antara lain, modal, kapasitas produksi, kualitas, standarisasi, dan teknologi. Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan, menunjukkan besarnya potensi usaha kecil yang masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing (Riyanti 2003). Pada umumnya, usaha kecil di Indonesia memiliki keterbatasan sumber daya manusia termasuk aspek kewirausahaan (Bappenas 4
2004). Oleh sebab itu, untuk mencapai keberhasilan salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumberdaya manusia yang terkait dengan sikap kewirausahaan. Para pakar wirausaha berpendapat bahwa aspek sifat merupakan faktor penting dalam keberhasilan wirausaha. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil, sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Kepribadian wirausaha merupakan faktor utama, menyusul sesudahnya faktor kemampuan, faktor teknologi, dan faktor lain. Usaha sektor pertanian masih mendominasi jika dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Pada tahun 2006 jumlah pengusaha kecil sebanyak 26208 ribu unit atau sekitar 53,67 persen dari total unit usaha kecil yang ada. Fakta tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki potensi dalam hal pengembangan bisnis kecil. Dilihat dari sisi kuantitas, jumlah industri kecil pada sektor industri pengolahan cukup banyak, yaitu sebesar 3201 ribu unit usaha. Jumlah usaha kecil pada sektor industri tersebut masih dapat dikembangkan karena peranannya dalam mengolah bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan penghasilan. Tabel 3. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006 Jumlah Unit Usaha Sektor Ekonomi Sektor
No.
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
(Ribu Unit)
(Ribu Unit)
(Ribu Unit)
1.
Pertanian
26208
1.68
0.05
2.
Pertambangan
265.68
0.62
0.12
3.
Industri
3201
16.89
2.56
4.
Listrik, Gas, Air Bersih
14.50
0.96
0.21
5.
Bangunan
162.14
8.76
0.32
6.
Perdagangan
13247
57.65
1.74
7.
Pengangkutan
2697
4.76
0.32
8.
Keuangan
71.43
11.22
1.27
9.
Jasa-jasa
2956
6.92
0.61
48822.75
109.46
7.2
Total Sumber: (Heatubin, 2008)
5
Industri pengolahan yang sangat berperan dan menjadi pendukung sektor pertanian berada pada subsistem agribisnis hilir (agroindustri), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Sektor agroindustri menjadi bagian dari industri kecil yang mampu membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terkait dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, potensi bahan baku lokal dari subsistem usahatani yang dapat diolah secara optimal sehingga memiliki nilai tambah. Dengan demikian, keunggulan bersaing produk dapat dibangun sekaligus memperkuat sistem agribisnis melalui forward linkage. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan orientasi berupa peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien. Hal ini mengacu pada sikap kewirausahaan pelaku usaha dalam melakukan inovasi sehingga peningkatan daya saing produk dapat terwujud, khususnya industri pengolahan skala kecil yang pada umumnya masih menggunakan teknologi sederhana. Di beberapa wilayah di Jawa Tengah khususnya Kabupaten Semarang, unit usaha mikro, kecil, dan menengah mendapat perhatian lebih untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan peran yang dimiliki UMKM dalam membangun perekonomian daerah. Menurut Wakil Bupati (Fathonah 2008), pengembangan UMKM dan koperasi merupakan salah satu upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah bidang tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, banyaknya angkatan kerja tidak terampil dan tidak profesional serta terbatasnya lapangan kerja di sektor formal. Jumlah industri kecil di Kabupaten Semarang terdiri atas industri kecil formal, sentra industri kecil, dan industri kecil informal. Total jumlah usaha kecil masih mendominasi yaitu mencapai 9.502 unit usaha, atau sekitar 98,84 persen dari keseluruhan jumlah kelompok industri, sementara sisanya oleh industri besar dan industri menengah, namun jumlah penyerapan kerja tidak signifikan jika dibandingkan dengan industri besar yang mampu menyerap tenaga kerja hingga mencapai 55.275 orang. Hal ini karena jumlah industri berskala besar di Kabupaten Semarang pada umumnya berupa pabrik-pabrik besar yang memerlukan tenaga kerja relatif banyak. Meskipun demikian, industri kecil juga 6
berpotensi dalam membantu meningkatkan pendapatan daerah, sehingga perlu adanya arahan dan dukungan pemerintah agar industri kecil juga mampu bersaing dalam menciptakan produk yang berkualitas. Tabel 4. Potensi Industri Besar / Menengah dan Kecil Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Jumlah No.
Kelompok Industri
Perusahaan / Sentra
Investasi (Rupiah)
Penyerapan Tenaga Kerja (orang)
1.
Industri Besar
63
3.967.000.000.000
55.275
2.
Industri Menengah
48
13.038.697.934
6.707
3.
Industri Kecil Formal
757
16.297.942
5.588
4.
Sentra Industri Kecil
106
1.038.285.000
21.033
5.
Industri Kecil Informal
8.639
1.805.626
8.292
Sumber : semarangkab, 2010
Sumbangan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Semarang tahun 2003 sebesar 42,45 persen dan selalu menempati urutan pertama dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang. Artinya sektor ini tidak hanya memenuhi Kabupaten Semarang saja, tetapi memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya. Dengan kata lain, sektor ini merupakan sektor yang berpotensi ekspor. Sektor ini memiliki kinerja sektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (Saerofi 2005). Dengan demikian, industri pengolahan pada subsistem agribisnis hilir memiliki potensi untuk berkembang dan mempunyai peran dalam pembangunan ekonomi daerah. Salah satu usaha kecil sektor pengolahan yang menjadi sentra oleh-oleh khas dan berperan dalam menyumbang PDRB Kabupaten Semarang adalah Tahu Serasi Bandungan. Unit usaha ini berada di bawah Kelompok Wanita Tani Damai Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan. Jumlah anggota yang menjadi pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan sampai tahun 2011 berjumlah 36 orang. Unit usaha ini mengalami perkembangan hingga saat ini dengan bertambahnya jumlah asset dan laba usaha. Namun, tingkat pertumbuhannya tidak signifikan. Hal tersebut ditandai dengan kapasitas produksi yang mengalami penurunan tiga tahun terakhir 7
yaitu tahun 2008-2010 (Lampiran 8). Hal ini terkait pengelolaan bahan baku yang kurang optimal, akibat dari harga bahan baku utama kedelai yang tidak stabil, selain itu terkait dengan kualitas SDM pelaku usaha yang relatif masih rendah, terutama bidang manajemen. Menurut Sopanah (2009), jumlah UMKM yang meningkat belum diimbangi dengan perkembangan kualitas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM). Hal tersebut disebabkan karena beberapa KUMKM yang masih menghadapi permasalahan klasik yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya (Pakpahan, 2010). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar industri kecil adalah faktor sumber daya manusia terkait dengan sikap kewirausahaan masing masing pelaku di dalamnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha serta kaitannya terhadap laba usaha kecil khususnya pengolahan tahu Serasi KWT Damai. 1.2 Perumusan Masalah Unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan merupakan industri kecil sektor pengolahan dan menjadi salah satu sentra oleh-oleh khas serta berperan sebagai penyumbang PDRB bagi Kabupaten Semarang. Usaha Tahu Serasi telah menjalankan usaha lebih dari 10 tahun. Akan tetapi, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Selain itu, laba yang diperoleh selama tiga tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu berarti sekitar 7 persen (Lampiran 8). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) 8
rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Lemahnya kompetensi kewirausahaan pada KWTD diakibatkan oleh peran serta pemerintah (Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah) yang mendominasi dalam hal pengembangan produk dan inovasi melalui pelatihan dan pembinaan yang dilakukan secara rutin. Selain itu, pihak pemerintah juga memberikan bantuan berupa modal usaha dan peralatan produksi. Hal tersebut menyebabkan tingkat ketergantungan KWTD terhadap pemerintah menjadi tinggi. Padahal, untuk mencapai sebuah keberhasilan usaha diperlukan kemandirian yang merupakan salah satu ciri sikap wirausaha. Salah satu target yang ingin dicapai oleh KWTD Tahu Serasi Bandungan adalah menjadi unit usaha unggulan dan menjadi icon produsen oleh-oleh khas Kabupaten Semarang, khususnya objek wisata Bandungan. Target tersebut dapat diwujudkan apabila misi dan tujuan usaha dijalankan dengan baik. Kelangsungan usaha Tahu Serasi Bandungan menjadi prioritas KWTD. Oleh sebab itu, kemandirian menjadi salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh unit usaha untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah. Sikap mandiri yang dipupuk masing-masing anggota sebagai unsur manusia yang menjalankan unit usaha diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha sekaligus mengantisipasi apabila suatu saat terlepas dari bantuan pemerintah. Industri kecil dalam sektor ini diharapkan mampu bertahan dan bersaing dengan industri lainnya meskipun dengan menggunakan tingkat teknologi yang pada umumnya masih sederhana. Daya saing produk dapat ditingkatkan dengan adanya suatu inovasi yang terkait dengan sikap kewirausahaan pelaku bisnis dalam mengembangkan usahanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sikap kewirausahaan yang modern merupakan ciri sikap yang melekat pada diri seorang wirausaha berhasil. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi: (1) sikap mental mengutamakan prioritas; (2) sikap mental mengambil risiko; (3) sikap mental inovatif; (4) sikap mental yang 9
mengunggulkan kerja keras; (5) sikap mental menghargai waktu; (6) sikap memiliki motivasi berprestasi; (7) sikap mental berprestasi; (8) sikap mental tanggung jawab individual. Pengalaman yang dimiliki anggota dalam menjalankan usaha Tahu Serasi lebih dari 10 tahun serta pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan dan pembinaan akan mempermudah anggota untuk mengadopsi modernitas sikap kewirausahaan. Modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki oleh masing-masing individu diharapkan dapat menentukan keberhasilan dan kelangsungan usaha. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan? 2. Bagaimana hubungan masing-masing tema sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki? 3. Bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha terhadap keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan? 1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan. 2. Menganalisis korelasi masing-masing tema sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki. 3. Menganalisis hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan yang dijalankan.
10
1.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Peneliti, merupakan wadah untuk melatih kemampuan analisis penulis serta pengaplikasian konsep-konsep ilmu yang diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi di lapangan. 2. Kalangan akademisi, sebagai bahan kajian atau acuan bagi penelitian selanjutnya. 3. Instansi terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengembangkan sikap kewirausahaan pelaku usaha dalam rangka pengembangan bisnis kecil khususnya KWTD Tahu Serasi Bandungan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit usaha kecil khususnya KWTD Tahu Serasi Bandungan. Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Statistika Deskriptif dan Analisis Korelasi Chi Square. Adapun modernitas sikap kewirausahaan yang diukur terdiri dari 8 indikator, yaitu : (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) sikap terhadap kerja; (5) penghargaan terhadap waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; dan (8) tanggung jawab individual.
11
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wirausaha Dalam pengertian sehari-hari istilah “entrepreneur” sering diidentikkan dengan pengusaha, pedagang, saudagar, ataupun dengan istilah wiraswastawan, atau wirausahawan (Tawardi 1999). Banyak orang melakukan wirausaha karena tuntutan kebutuhan, kemudian melalui proses yang panjang sehingga perilaku wirausaha sebenarnya dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh setiap orang, jika orang tersebut ada kemauan dan dorongan, walaupun awalnya disebabkan oleh adanya tekanan untuk menjaga eksistensi kehidupannya (Dirlanudin 2010). Wirausaha adalah orang yang berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang wirausaha dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal yang biasa karena mereka berprinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko keuangan yang bakal dihadapi, semakin besar pula keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan (Satya 2010). Menurut Wijandi dan Sarma (2002) bahwa inti kewirausahaan adalah kemandirian. Kemandirian seseorang banyak ditentukan oleh kepercayaan dirinya atas apa yang harus dihadapi. Kemandirian untuk mampu bekerja mandiri akan sulit dilakukan jika tidak terbiasa belajar, berlatih dan kerja mandiri yang memberikan pengalaman sukses. Kepercayaan diri sangat menentukan keberanian seseorang untuk bertindak atau mengambil risiko, karena faktor keyakinan atas kemampuan diri sangat bergantung pada seberapa tinggi kepercayaan dirinya untuk berhasil. Menurut Meredith et all. dalam (Dirlanudin 2010), para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan yang ada, mengumpulkan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan 12
sukses. Wirausaha akan berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Seorang wirausaha adalah seseorang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan usaha yang dimilikinya, dan dilakukan dengan
penuh
kreatif,
inovatif,
mempertimbangkan
kemampuan
diri
(swakendali), mampu mengambil risiko, mampu melihat ke depan, mampu memanfaatkan peluang, mampu bergaul, suka bekerja keras, penuh keyakinan dan bersikap mandiri (Tawardi 1999). Wirausaha merupakan tindakan seseorang yang berani mengambil risiko sebuah bisnis, mempunyai asumsi adanya pertumbuhan bisnis dan hasil-hasilnya yang dapat meningkatkan kapitalisasi perusahaan. Memiliki kemampuan berusaha sendiri tanpa bergantung pada orang lain dan tangguh menghadapi cobaan. Tindakan yang dilakukannya untuk mengelola sebuah bisnis dengan karakteristik inovasi yang tinggi. Wirausaha bukanlah sekedar pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha. Apabila hal tersebut dimiliki oleh pengusaha kecil dengan kualitas yang tinggi, maka kesejahteraan pengusaha dan tenaga kerja serta keluarga yang menggantungkan hidup pada usaha tersebut akan dapat ditinggalkan (Dirlanudin, 2010). 2.2. Karakteristik Kewirausahaan Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Pakpahan 2010). Kemampuan berwirausaha mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Dalam bidang psikologi wirausaha, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bewirausaha yang berfokus pada karakteristik (ciri-ciri) kepribadian individu seperti: Locus of control, pengambilan risiko, motivasi akan prestasi, gaya penyelesaian masalah, keinovatifan, persepsi, dan nilai kerja, Zimmerer dalam (Kasmir 2006). Sejarah kewirausahan menunjukkan bahwa kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta berasal dari kelas yang sama Suparman dalam (Tawardi 1999). Rata-rata wirausahawan adalah
anak dari orang tua yang 13
kondisi keuangan memadai, tidak miskin dan tidak kaya. Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi berasal dari semua kelas sosial (Tawardi 1999). Selanjutnya terdapat beberapa karakteristik dari wirausahawan yang berhasil memiliki sifat-sifat yang dikenal dengan 10 D dari Bygrave (Azzahra, 2009): 1. Dream Seorang wirausaha mempunyai visi bagaimana keinginannya terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya, dan yang paling penting adalah dia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya tersebut. 2. Decisiveness Seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat. Mereka membuat keputusan secara tepat dengan penuh perhitungan. Kecepatan dan ketepatan dia mengambil keputusan adalah merupakan faktor kunci (key factor) dalam kesuksesan bisnisnya. 3. Doers Begitu seorang wirausaha membuat keputusan maka dia langsung menindaklanjutinya. Mereka melaksanakan kegiatannya secepat mungkin yang dia sanggup, artinya seorang wirausaha tidak mau menunda-nunda kesempatan yang dapat dimanfaatkan. 4. Determination Seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian. Rasa tanggung jawabnya tinggi dan tidak mau menyerah, walaupun dia dihadapkan pada halangan atau rintangan yang tidak mungkin diatasi. 5. Dedication Dedikasi seorang wirausaha terhadap bisnisnya sangat tinggi, kadang-kadang dia mengorbankan hubungan kekeluargaan, melupakan hubungan dengan keluarganya untuk sementara. Mereka bekerja tidak mengenal lelah, 12 jam sehari atau tujuh hari seminggu. Semua perhatian dan kegiatannya dipusatkan semata-mata untuk kegiatan bisnisnya. 14
6. Devotion Devotion berarti kegemaran atau kegila-gilaan. Demikian seorang wirausaha mencintai pekerjaan bisnisnya dia mencintai pekerjaan dan produk yang dihasilkannya. Hal inilah yang mendorong dia mencapai keberhasilan
yang
sangat
efektif
untuk
menjual
produk
yang
ditawarkannya. 7. Details Seorang wirausaha sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci. Dia tidak mau mengabaikan faktor-faktor kecil tertentu yang dapat menghambat kegiatan usahanya. 8. Destiny Seorang wirausaha bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak dicapainya. Dia merupakan orang yang bebas dan tidak mau tergantung dengan orang lain. 9. Dollars Wirausahawan tidak sangat mengutamakan mencapai kekayaan. Motivasinya bukan memperoleh uang. Akan tetapi uang dianggap sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya. Mereka berasumsi jika mereka sukses berbisnis maka mereka pantas mendapat laba, bonus atau hadiah. 10. Distribute Seorang wirausaha bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya terhadap orang-orang kepercayaannya. Orang-orang kepercayaan ini adalah orang-orang yang kritis dan mau diajak untuk mencapai sukses dalam bidang bisnis Menurut kewirausahaan
Ibnoe
Soedjono
merupakan
fungsi
dalam dari
(Pakpahan perilaku
2010)
kemampuan
kewirausahaan
dalam
mengombinasikan kreativitas, inovasi, kerja keras dan keberanian menghadapi risiko untuk memperoleh peluang. Kemudian menurut Kasmir (2006) berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan harapan dan keinginan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Namun, banyak juga wirausahawan yang berhasil untuk beberapa generasi. Bahkan banyak pengusaha yang semula hidup sederhana 15
menjadi sukses dengan ketekunannya. Berikut beberapa ciri wirausahawan yang dikatakan berhasil: 1. Memiliki visi dan tujuan yang jelas 2. Inisiatif dan selalu proaktif 3. Berorientasi pada prestasi 4. Berani mengambil risiko 5. Kerja keras 6. Bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang 7. Komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati 8. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankannya maupun tidak Karakteristik wirausaha menurut Longenecker et all dalam (Satya 2010) sebagai berikut: 1. Keinginan untuk mengambil risiko Risiko yang diambil para wirausahawan di dalam memulai dan waktu menjalankan bisnisnya berbeda-beda. Misalnya dengan menginvestasikan uang miliknya, mereka mendapat risiko keuangan. Dan jika mereka meninggalkan pekerjaannya, mereka mempertaruhkan kariernya. Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk memulai dan menjalankan bisnisnya juga mendatangkan risiko bagi keluarganya. 2. Percaya diri J.B Rotter mengemukakan bahwa kesuksesan wirausaha tergantung pada usaha mereka sendiri yang mempunyai pengendalian yang disebut Internal Locus of Control. Sebaliknya wirausaha yang merasa bahwa hidupnya
dikendalikan
oleh
besarnya
keberuntungan
atau
nasib
mempunyai pengendalian yang disebut Eksternal Locus of Control. Oleh karena itu wirausaha yang sukses adalah orang yang percaya pada diri sendiri, karena orang yang mempunyai keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka. 16
3.
Kebutuhan akan keberhasilan Psikologi mengakui bahwa tiap orang berbeda dalam tingkat kebutuhan akan keberhasilannya. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan keberhasilan menurun, terlihat puas dengan status yang dimiliki saat ini, sedangkan orang dengan tingkat kebutuhan keberhasilan meningkat senang bersaing dengan standar keunggulan dan memilih untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas yang dibebankan kepadanya, dalam David Mc Cleland (1961) dalam Longenecker et al. (2001).
4. Kepemimpinan, memiliki watak mampu memimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik. 5. Keorisinilan, memiliki watak inovatif, kreatif, fleksibel, banyak sumber, serba bisa, dan memiliki banyak pengetahuan. Pada umumnya para wirausaha yang berhasil banyak memiliki cara yang sama. Antara lain penuh energi, inovatif, berani mengambil risiko serta keinginan untuk berprestasi, selain itu juga sifat optimis dan percaya akan masa depan (Tawardi 1999). 2.3. Modernitas Sikap Kewirausahaan Sikap adalah keadaan dan kesiapan mental, yang terorganisasi melalui pengalaman, yang secara langsung dan dinamis mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek atau semua situasi yang mempunyai hubungan dengan dirinya Alport dalam (Tawardi 1999). Selanjutnya menurut Rakhmat dalam (Pakpahan 2009) sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Menurut Krech, dkk, sikap adalah sistem atau organisasi yang bersifat menetap dari komponen koqnisi, efeksi dan konasi. Jadi sikap menekankan keterkaitan antara ketiga komponen yang saling menunjang. Koqnisi berupa sesuatu yang dipercayai oleh subyek pemilik sikap (keyakinan), komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subyek (Tawardi 1999).
17
Menurut Ajzen dan Fishbein dalam (Pakpahan 2009), semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek, semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin negatif maka semakin kecil intensi untuk berperilaku. Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito dalam (Pakpahan 2009), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behaviour). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku (action). Perilaku juga dapat dikaitkan dengan reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan. Jika disimpulkan, maka sikap adalah kesiapan untuk berespon secara konsisten terhadap sesuatu obyek yang mempunyai aspek koqnisi, afeksi, dan kecenderungan untuk berkehendak, yang dapat bersifat positif dan negatif dengan intensitas yang berbeda, (Tawardi 1999). Sedangkan Trandis (1971) membagi sikap dalam tiga komponen yaitu: (1) komponen pengetahuan; (2) komponen keterampilan; dan (3) komponen sikap mental. Morris (1976) menyatakan bahwa perasaan dalam sikap terdiri tiga komponen utama, yaitu: (1) komponen kepercayaan (belief) terhadap suatu obyek tertentu; (2) komponen perasaan (feeling); dan (3) komponen kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Dengan demikian, menurut Tawardi (1999), yang dimaksud dengan sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang untuk berespon secara konsisten terhadap sembilan aspek karakteristik atau ciri-ciri perilaku yang dimiliki oleh wirausaha. Penilaian tingkat sikap kewirausahaan yang dilakukan terhadap anggota kelompok belajar usaha adalah dengan cara mengetahui jumlah skor dari sembilan komponen indikatornya yang meliputi pemanfaatan peluang, berorientasi hasil, keluwesan bergaul, bekerja keras, percaya diri, pengambilan risiko, pengendalian kemampuan diri, keinovatifan, dan kemandirian, yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan jalan memperhatikan perilaku
yang
mencerminkan penilaian koqnisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Hasil 18
penelitian menunjukkan, secara total perilaku sikap kewirausahaan adalah sebagian (30,90 persen) anggota memiliki sikap kewirausahaan tergolong kategori rendah, sebanyak 49,10 persen tergolong kategori sedang, dan sisanya (20 persen) tergolong kategori tinggi. Secara keseluruhan responden bersikap terhadap kesembilan indikator berada taraf sedang, namun pada sikap aspek pemanfaatan peluang bertaraf rendah. Berdasarkan penelitian
(Fauzi 2009), sikap kewirausahaan ditandai
dengan percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani menanggung risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi pada masa depan. Berdasarkan hasil pengolahan data dari 20 responden dan pembahasannya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sikap kewirausahaan yang dimiliki para pengusaha Tulang Sepatu yang bernilai 82,3 persen berada dalam interval 68 persen - <84 persen termasuk dalam kategori baik, hal ini dilihat dari indikator-indikator pembentuk sikap kewirausahaan seperti percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi kemasa depan yang telah dimiliki oleh pengusaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon. 2. Keberhasilan Usaha Tulang Sepatu di Kecamatan Bandung Kulon dengan indikator yang meliputi aspek kemampuan dan kemauan, tekad yang kuat dan kerja keras, kesempatan dan peluang, berada pada tingkat yang sangat baik dimana tanggapan respondennya bernilai 84 persen berada diantara 84 persen - <100 persen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa para pengusaha Tulang Sepatu sudah merasa berhasil dalam berusaha seiring dengan berkembangnya usaha yang dijalankan yang ditandai oleh meningkatnya daerah pemasaran. 3. Hasil analisis data tentang hubungan sikap kewirausahaan dengan keberhasilan
usaha
Tulang
Sepatu,
menunjukkan
bahwa
sikap
kewirausahaan mempunyai hubungan dengan keberhasilan usaha yang ditandai oleh adanya korelasi yang kuat yakni r = 0,775. Selanjutnya hasil uji hipotesis menghasilkan t hitung > t tabel = 3,363 > 2,101, yang artinya ada hubungan antara sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha. 19
Sedangkan berdasarkan penelitian Anggraeni, menemukan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil, dan yang membedakan secara maksimal antara kelompok pengusaha industri kecil berhasil, statis dan tidak berhasil adalah aspek swa kendali dan prestatif; ada perbedaan yang signifikan dalam hal sikap kewirausahaan di antara pengusaha industri kecil pria dan wanita, ada hubungan yang signifikan antara sikap kewirausahaan, usia, lama berusaha, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan latar belakang keluarga secara bersama-sama dengan keberhasilan pengusaha industri kecil dan yang memberikan sumbangan yang terbesar adalah variabel sikap kewirausahaan dan variabel tingkat Terkait dengan sikap yang modern, menurut Inkeles dalam (Myron 1977), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilai-nilai dan perasaanperasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki sifat: 1. Bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi pembaharuan dan perubahan (inovatif) 2. Demokratis mengenai dua opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri 3. Tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya 4. Menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar 5. Yakin bahwa orang dapat belajar 6. Yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan 7. Menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain 8. Berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi 9. Adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut 20
Inkeles, ditentukan pula oleh faktor-faktor yang efektif yakni pendidikannya; pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha produktif dan administrstif lainnya. Berdasarkan jenis kepribadian, Hagen dalam (Pakpahan 2010) ciri-ciri kepribadian inovatif antara lain: kebutuhan terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas kepribadian tersebut tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu terdapat kebutuhan sangat besar untuk menundukkan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri sendiri. Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur dan dapat dianalisis. Karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan ekonomi, diliputi kepribadian otoriter. Menurut
penelitian
Pakpahan
(2010),
definisi
modernitas
sikap
kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan dari keenam pernyataan proyeksi masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi: (1) sikap mental mengutamakan prioritas; (2) sikap mental mengambil risiko; (3) sikap mental inovatif, (4) sikap mental yang mengunggulkan kerja keras; (5) sikap mental 21
menghargai waktu; (6) sikap memiliki motivasi berprestasi; (7) sikap mental percaya diri; (8) sikap mental tanggung jawab individual. Dari kedelapan atribut tersebut, diujikan terhadap responden yang merupakan pengurus koperasi karyawan di Kecamatan Cibinong. Secara umum, dari semua responden yang diteliti memiliki pandangan yang modern terhadap kedelapan tema sikap. Melalui Uji Koefisien Rank Spearman diperoleh hasil bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan koperasi. Hal ini dilihat dari ρ hitung dibandingkan
yang lebih kecil
ρ tabel, yang berarti bahwa modernitas sikap kewirausahaan
pengurus tidak berhubungan dengan keberhasilan koperasi karyawan. 2.4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Partomo dan Soedjono dalam (Widiameiga 2010) definisi UMKM pada umumnya mencakup dua aspek, yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut (range of the member employees). Berdasarkan UU Nomor 9 dan Inpres Nomor 10, beberapa instansi menetapkan kriteria Usaha Kecil dan Usaha Menengah
menurut beberapa
pendekatan. Departemen Perindustrian, Lembaga Bank, dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menetapkan kriteria Usaha Kecil, dan Usaha Menengah berdasarkan pendekatan (kriteria) modal. Berdasarkan jumlah modal, Usaha Mikro adalah usaha dengan modal kurang dari 200 juta rupiah. Usaha Kecil adalah usaha dengan modal sebesar 200 juta hingga satu milyar rupiah. Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha dengan modal sebesar satu hingga lima milyar rupiah. Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja dan Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan kriteria Usaha Kecil, dan Usaha Menengah berdasarkan pendekatan tenaga kerja. Sesuai dengan jumlah penggunaan tenaga kerja, Usaha Mikro adalah usaha dengan penggunaan tenagakerja 1-4 orang. Usaha Kecil adalah usaha dengan penggunaan tenagakerja 5-19 orang, sedangkan Usaha Menengah adalah usaha dengan penggunaan tenaga kerja 2099 orang, (Heatubin 2008). 22
Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah : 1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang, perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang ini. Adapun kriteria dari UMKM dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008, Pasal 6 adalah sebagai berikut: 1) Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih (asset) kurang dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, omzet tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 2) Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3) Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, 23
memiliki hasil penjualan tahunan Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah). Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2004) mengategorikan usaha mikro berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5 sampai 19 orang, (Kurniawan 2008). Menurut Hastuti dalam (Kurniawan 2008) usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja serta kepemilikan asset dan pendapatannya terbatas. Kemudian dipaparkan oleh Sinaga dalam (Kurniawan 2008) bahwa Industri Kecil dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan aspek pengolahan dan teknologi yang digunakan, yaitu: 1) Kelompok industri kecil tradisional yang memiliki ciri-ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayanan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan masih dalam batas pembinaan administratif pemerintah; 2) Kelompok industri kerajinan menggunakan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan keterampilan nasional. Ciri yang amat spesifik adalah mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa erat kaitannya dengan seni budaya bangsa; 3) Kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya hingga modern dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penggunaannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan mesin industri produksi khusus. 2.5. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sektor Pengolahan Secara luas, agribisnis berarti ”bisnis berbasis sumber daya alam”. Obyek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Fungsi agribisnis terdiri dari kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan secara ekonomi, 24
yaitu sektor pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input), produksi primer (on farm), pengolahan (agroindustri), dan pengemasan. Adapun industri pengolahan berada pada subsistem agribisnis hilir (agroindustri) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Menurut Kementrian Koperasi dan BPS (2005) dalam (Heatubin 2008), sektor industri pengolahan terdiri dari industri migas dan industri non-migas. Industri migas meliputi pengilangan minyak bumi dan gas alam cair. Sedangkan industri non-migas terdiri dari 9 jenis industri (subsektor) masing-masing: (1) industri makanan; (2) industri tekstil; (3) industri barang kayu dan hasil hutan lainnya; (4) industri kertas dan barang cetakan; (5) industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; (6) industri semen dan barang galian bukan logam; (7) industri logam dasar besi dan baja; (8) industri alat angkutan, mesin dan peralatannya; (9) dan industri barang lainnya. Kegiatan-kegiatan dalam sektor ini mencakup kegiatan mengubah bentuk bahan organik dan non organik secara mekanis dan kimawi menjadi produk yang bermutu dan bernilai tinggi sehingga mendekati pada pemenuhan kebutuhan konsumen. Berdasarkan Gordon & Craig dalam (Kurniawan 2008), Usaha Mikro dan Kecil sektor non-pertanian yang cocok dikembangkan di daerah pedesaan adalah industri pengolahan. UMK non pertanian di pedesaan biasanya bersifat informal, yang artinya tidak memiliki badan hukum tetap, dan dikuasai oleh masingmasing individu dan rumah tangga. Bagi masyarakat pedesaan, industri pengolahan dalam skala mikro dan kecil merupakan suatu peluang bagi tersedianya lapangan kerja. 2.6. Permasalahan UMKM Menurut Wijono (2005), kendala yang dihadapi oleh UMK dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu pasar, bantuan penyuluhan, dan akses terhadap sumber pembiayaan. Di lain sebab, Suhariyanto (2007) menyebutkan bahwa UMK di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian yang memiliki produktivitas yang sangat rendah. Perubahan arah pembangunan dari sektor pertanian ke non pertanian masih menghadapi banyak kendala dalam hal 25
infrastruktur dan fasilitas ekonomi yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan UMK. Beberapa permasalahan UMK menurut Arif dan Wibowo (2004) dalam Satya (2010) antara lain adalah masalah pemasaran produk, teknologi, pengelolaan keuangan, kualitas sumberdaya manusia dan permodalan. Selanjutnya berdasarkan Sumardjo (2001) dalam Satya (2010), permasalahan yang dihadapi oleh UMK disebabkan oleh: (1) Posisi dalam persaingan rendah karena lemahnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut pemasok, peraturan atau kebijakan pemerintah, kecenderungan perubahan pasar atau teknologi baru sehingga memiliki daya saing rendah. (2) Usaha kecil sering tidak memiliki catatan mengenai usahanya secara teratur dan sistematis karena sering tercampur antara modal usaha dengan uang untuk rumah tangga, sehingga kesulitan untuk memperoleh dana dari bank. (3) Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk mengakses ke bank karena tidak adanya agunan untuk memenuhi tuntunan audit akuntansi dari bank. (4) Keluar masuknya karyawan usaha kecil dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh rendahnya upah, ketidakjelasan masa depan, tidak adanya jaminan sosial dan kepastian usaha, sehingga sering ditinggalkan karyawan yang terampil. Menurut Iwantono (2006) dalam Satya (2010) permasalahan yang dihadapi oleh UMK di Indonesia meliputi: (1) Akses pasar, umumnya UMK tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas jasa barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UMK juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional.
26
(2) Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UMK dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan administratif dan penjaminan. (3)
Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumberdaya manusia yang dimiliki UMK sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UMK akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan manajemen modern.
(4)
Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Para pelaku UMK mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar, sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.
(5)
Kelemahan dalam jaringan usaha. Jaringan bisnis merupakan unsur dalam penetrasi pasar dan keunggulan bersaing. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi, mengakibatkan UMK pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis. Caracara pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada caracara konvensional sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha.
2.7. Keberhasilan Usaha Menurut Riyanti (2003) menyatakan bahwa unsur terpenting di balik keberhasilan usaha adalah keterampilan wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan mengembangkan suatu usaha di pasar tersebut. Begitu pula disebutkan bahwa keberhasilan usaha diukur dari tingkat kemajuan yang dicapai perusahaan dalam hal akumumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, 27
perbaikan sarana fisik, perluasan usaha, dan kepuasan karyawan. Keberhasilan seorang wirausaha tidak semata-semata diukur dalam bentuk uang, tetapi juga melihat kemajuan dalam proses bisnis internal perusahaan dan kepuasan kerja karyawan. Ukuran kesuksesan seorang wirausaha antara lain adalah : 1) Kelangsungan usaha. 2) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. 3) Meningkatkan kesejahteraan keluarga. 4) Meningkatkan kualitas hidup bagi para pemakai produk. Syahrial (1998) dalam Satya (2010) mengemukakan bahwa sukses adalah kemampuan mengenal potensi diri dan mengoptimalkan potensi tersebut. Pribadi yang sukses adalah pribadi yang mendayagunakan potensinya sehingga bermanfaat bagi banyak orang. Dimensi kesuksesan antara lain: 1) Mengenal potensi diri dan mengoptimalkannya. 2) Tidak diukur secara materi, kekuasaan, atau status sosial. 3) Diukur dari nilai manfaatnya bagi orang lain. 4) Tetap dikenang secara luas meski sudah meninggal. Kesuksesan usaha juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor kondusif tersebut antara lain: 1) Keluarga yang harmonis dan demokratis. 2) Pendidikan formal dan non formal. 3) Pergaulan dengan teman-teman yang sukses. 4) Lingkungan masyarakat yang kondusif. Selain faktor kondusif, terdapat pula faktor-faktor yang menjadi penghambat meraih sukses, yaitu: 1) Adanya sikap tidak percaya diri. 2) Mental yang cepat puas, santai, dan feodal. 3) Sistem pendidikan nasional yang kurang memperhatikan sikap kritis, keberanian, dan kreativitas siswa. 4) Sistem politik yang cenderung represif. Menurut penelitian Dirlanudin (2010), keberhasilan usaha bukanlah sesuatu yang dapat diraih dalam waktu yang sesaat namun memerlukan upaya keras, ketekunan dan kecekatan dalam mengelola usaha tersebut dengan terus 28
membaca lingkungan eksternal sejalan dengan perubahan dan tuntutan para konsumen. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan para pengusaha kecil industri agro antara lain adalah (1) jumlah pelanggan; (2) kecenderungan loyalitas; (3) perluasan pangsa pasar; (4) kemampuan bersaing; (5) peningkatan keuntungan. Dari hasil pengumpulan data, selanjutnya dianalisis seluruh indikator peubah keberhasilan. Tingkat keberhasilan pengusaha kecil industri agro menunjukkan tingkat pencapaian mereka dalam mengelola usahanya. Di samping itu, keberhasilan juga menunjukkan eksistensi mereka.dalam mengatasi kendala dan permasalahan yang cenderung kompleks sejalan dengan perubahan faktor eksternal. Berdasarkan penelitian Dirlanudin (2010) tersebut, dapat diketahui bahwa data mengelompok pada kategori sedang (87,3 persen) dan baik (9,2 persen), artinya para pengusaha kecil industri agro tingkat keberhasilannya cenderung pada kategori sedang, dengan kata lain keberhasilan relatif tidak besar. Hal ini dapat menyebabkan upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan keluarganya terhambat. Masih perlu adanya peningkatan terhadap ke lima indikator yang disebutkan seperti jumlah pelanggan, loyalitas pelanggan, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing, dan peningkatan keuntungan. Dengan demikian, industri kecil dapat dikategorikan berhasil. Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Kemampuan kewirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional terutama menuju suatu kunci keberhasilan usaha. Beragam ciri kewirausahaan mempengaruhi keberhasilan usaha maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan menurut beberapa ahli sifat kewirausahaan mempengaruhi pertumbuhan suatu negara. Dapat dikatakan sifat kewirausahaan yang modern mampu mempercepat pertumbuhan tersebut. Sifatsifat yang telah diuraikan tersebut diantaranya: motivasi berprestasi, pengambilan risiko, inovatif, kerja keras, bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, serta tepat pada waktunya, dan sebagainya. 29
Kepribadian kewirausahaan yang demikian dapat memperngaruhi individu dan aktivitasnya. Berdasarkan penelitian terdahulu, pada umumnya sikap kewirausahaan merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha. Oleh karena itu, penelitian ini pun ingin mengetahui bagaimana modernitas sikap kewirausahaan serta hubungannya dengan keberhasilan unit usaha. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tema sikap kewirausahaan yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan aktivitas bisnis sehingga unit usaha dapat lebih berkembang.
30
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Sikap G.W Allport dalam (Sears 1999) mengemukakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Krech dan Crutchfield (1948) mendefinisikan sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perceptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu (Sears 1999). Sikap terdiri dari dua indikator utama yaitu value of expectation outcome yakni nilai yang dimiliki oleh seseorang individu yang mendorongnya untuk memiliki sikap tertentu atas suatu perilaku serta expectation outcome atau harapan yang akan terjadi jika satu individu memiliki sikap untuk berperilaku tertentu. Sikap dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki dan dikumpulkan seseorang sepanjang hidupnya. Pembentukan nilai dapat melalui pengalaman langsung, informasi, pengaruh dari orang lain, maupun pribadi atau individu sendiri yang memaknai pengalaman orang lain. Sikap dilakukan individu berdasarkan pandangannya terhadap suatu obyek melalui proses belajar baik dari pengalaman maupun dari yang lainnya. Proses belajar ini dapat terjadi karena pengalaman-pengalamannya sendiri dengan obyek-obyek sikapnya, tetapi dapat juga diperoleh melalui orang-orang di sekitarnya atau lingkungan sosialnya termasuk kultur budaya setempat. Dale (2003) menyatakan bahwa sikap dibentuk dari kombinasi pengalaman, kondisi sosial dan kepribadian. Sikap ditunjukkan dalam bentuk perilaku, kebanyakan metode pelatihan dengan mengubah sikap akan mengubah keyakinan seseorang akan sesuatu dan akhirnya merubah perilaku seseorang. Menurut Callhoun dan Joan (1995), sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu, dan
31
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu dengan cara-cara tertentu. Ciri-ciri sikap menurut Walgita dalam (Satya 2009) antara lain: a. Sikap bukan dibawa orang sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang hidup. b. Sikap dapat berubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang. c. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Sikap dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan obyek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. d. Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga berkenaan dengan satu obyek saja, dengan sederetan obyek-obyek serupa. e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat ini membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang 3.1.2. Teori Modernitas Mc Clelland dalam (Suwarsono 1990) menjelaskan bahwa salah satu kelompok masyarakat yang bertanggung jawab atas proses modernisasi negara-negara Dunia Ketiga adalah kaum wiraswastawan domestik. Tujuan kegiatan wirasastawan tidak hanya sekadar mencari dan mengumpulkan laba. Dalam hal ini, laba lebih merupakan indikator dari keinginan pencapaian tujuan yang lain. Sesungguhnya yang ingin dicapai oleh para wiraswastawan tersebut adalah untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakannya melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya. Hal ini disebut sebagai motivasi berprestasi atau kebutuhan berprestasi. Inkeles dalam (Suwarsono 1990) menyebutkan bahwa manusia modern memiliki berbagai karakteristik pokok sebagai berikut: 1. Terbuka terhadap pengalaman baru. Ini berarti, bahwa manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru.
32
2. Manusia modern akan memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, seperti orang tua, kepala suku (etnis), dan raja. 3. Manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan, termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta. 4. Manusia modern memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi. Mereka berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya. 5. Manusia modern memiliki rencana jangka panjang. Mereka selalu merencanakan sesuatu jauh di depan dan mengetahui apa yang akan mereka capai, misalnya dalam waktu lima tahun ke depan. 6. Manusia modern aktif terlibat dalam percaturan politik. Mereka bergabung dengan berbagai organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi aktif dalam urusan masyarakat lokal. 3.1.3. Sikap Wirausaha Menurut
(Sujijono
1995),
pengetahuan
wirausaha
merupakan
kemampuan seseorang untuk mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, dan gejala yang berkaitan dengan kemampuan menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia mengambil risiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensipotensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmojo 2003): 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. 33
Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orangtuanya sendiri. Dari pengertian sikap dan wirausaha, maka yang dimaksud dengan sikap wirausaha adalah reaksi atau respon seseorang, secara afektif dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sedangkan, tindakan wirausaha adalah perbuatan seseorang dalam mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. 3.1.4. Keberhasilan Usaha Kecil Keberhasilan usaha kecil terutama sangat ditentukan oleh individu pengusaha itu sendiri selain lingkungan eksternal. Artinya sampai sejauh mana pengusaha kecil itu mampu mengelola, membenahi secara tepat dan optimal potensi internalnya di samping memiliki kehandalan dalam membaca peluang, beradaptasi dan mampu mengantisipasi secara cermat terhadap fluktuasi lingkungan eksternal seperti perubahan pasar, selera konsumen, perubahan harga
34
bahan baku, perkembangan teknologi, perubahan kebijakan pemerintah maupun iklim ekonomi dan kondisi politik lainnya. Menurut Day (1990), performance outcomes (keberhasilan) perusahaan meliputi : (1) satisfaction (kepuasan) artinya semakin banyak pihak-pihak yang merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga mereka tidak berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar, dan (4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang signifikan. Selanjutnya Day menyebutkan bahwa performance outcomes yang menunjukkan tercapainya pertumbuhan dan keuntungan dipengaruhi oleh positions of advantage yang meliputi: nilai pelanggan yang superior dan biaya yang relatif rendah. Selain itu positions of advantage juga menentukan sources of advantage yang meliputi: keahlian yang superior, sumber-sumber yang superior dan sistem kendali yang superior. Namun demikian sources of advantage akan terwujud bila ada investasi terusmenerus yang diambil dari performance outcomes. Perusahaan yang berkembang dan mampu merencanakan suksesi menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) ditentukan oleh (1) kepemimpinan dalam perekonomian baru, artinya wirausahawan harus mampu memperngaruhi dan memberikan semangat pada orang lain untuk bekerja dalam mencapai tujuan perusahaan dan kemudian memberikan mereka kekuasaan dan kebebasan dalam mencapainya. Di samping wirausahawan harus mampu bertindak tepat dalam menghadapi segala kemungkinan perubahan perekonomian; (2) mempekerjakan karyawan yang tepat, dalam hal ini menerima karyawan baru merupakan hal yang penting. Untuk menghindari kesalahan penerimaan wirausahawan harus mengembangkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi yang berarti, merencanakan dan melaksanakan wawancara yang efektif dan memeriksa referensi sebelum 35
menerima karyawan manapun; (3) membentuk budaya dan struktur organisasi secara tepat. Budaya perusahaan adalah kode pelaksanaan khusus dan tak tertulis yang mengatur tingkah laku, sikap, hubungan, dan gaya organisasi; dan (4) mengatasi tantangan dalam memotivasi pekerja. Kriteria keberhasilan usaha skala kecil menurut Ghost et al dalam (Riyanti 2003) tentang wirausaha kecil di Singapura menggunakan beberapa kriteria untuk mengukur keberhasilan usaha, antara lain menggunakan net profit growth, sales revenue growth (laba penjualan), return of investment (laba setelah pajak), dan market share (pangsa pasar). Selain itu, kriteria keberhasilan usaha kecil apabila terjadi peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah pelanggan, perluasan usaha, dan perbaikan sarana fisik. Di samping itu kepuasan kerja juga dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan karena kepuasan kerja merupakan prakondisi bagi tingkat produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan customer service. Kunci keberhasilan usaha skala kecil menurut Plotkin, Duncan serta Wilkin & Sons dalam (Riyanti 2003) menyimpulkan bahwa usaha kecil berhasil karena wirausaha memiliki otak cerdas yaitu kreatif, memiliki rasa ingin tahu, mengikuti perkembangan teknologi, kemudian menerapkannya secara produktif, keterampilan wirausaha untuk mengenali pasar khusus dan mengembangkan usahanya di pasar tersebut serta mengenali trend produk di pasar lebih cepat dari pesaing, di samping kualitas dan relasi dengan pelanggan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kewirausahaan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi tingkat pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Kewirausahaan memiliki peran dalam membantu peningkatan penyerapan tenaga kerja di suatu daerah. Salah satu pengembangan konsep kewirausahaan dapat diterapkan pada usaha mikro kecil dan menengah. Potensi usaha kecil masih dapat dikembangkan, baik dalam produktivitas maupun daya saing sehingga dapat mencapai keberhasilan sekaligus menambah daya tampung tenaga kerja daerah.
36
Usaha mikro kecil sektor pengolahan menjadi salah satu sektor yang berperan dalam penyumbang PDRB tertinggi dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang sejak tahun 2003 yaitu sebesar 42,45 persen, artinya sektor ini tidak hanya memenuhi Kabupaten Semarang saja, namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya. Dengan kata lain, sektor ini merupakan sektor yang berpotensi ekspor. Namun, jumlah penyerapan kerja tidak signifikan jika dibandingkan dengan industri besar, selain itu dari tahun ke tahun usaha kecil sektor pengolahan belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Usaha mikro kecil sektor pengolahan kedelai, tahu serasi Kecamatan Bandungan merupakan salah satu sentra bisnis oleh-oleh khas daerah yang turut berperan dalam menyumbang PDRB daerah. Namun, perkembangan usaha ini tidak terlalu signifikan. Hal ini ditandai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan masih fluktuatif bahkan mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir (2008-2010). Kendala tersebut diakibatkan oleh pengelolaan bahan baku yang masih belum optimal dan kualitas SDM yang relatif masih rendah sehingga berpengaruh terhadap produktivitas. Keadaan ini secara tidak langsung berkaitan dengan (a) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pencapaian keberhasilan unit bisnis KWTD. Lemahnya kompetensi kewirausahaan pada KWTD diakibatkan oleh peran serta pemerintah (Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah) yang mendominasi dalam hal pengembangan produk dan bantuan modal. Hal tersebut menyebabkan tingkat ketergantungan KWTD terhadap pemerintah menjadi tinggi. Padahal, untuk mencapai sebuah keberhasilan usaha diperlukan kemandirian yang merupakan salah satu ciri sikap wirausaha. Kemandirian menjadi salah satu hal yang ingin diwujudkan oleh unit usaha untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah. Sikap mandiri yang dipupuk masing-masing anggota sebagai unsur manusia yang menjalankan
37
unit
usaha
diharapkan
dapat
menjaga
kelangsungan
usaha
sekaligus
mengantisipasi apabila suatu saat terlepas dari bantuan pemerintah Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan sumber daya manusia yang dapat menciptakan suatu keunggulan agar suatu usaha dapat mencapai keberhasilan, diantaranya adalah wirausaha melalui proses kreatif dan inovatif. Untuk mencapai suatu keberhasilan tersebut, salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor sumber daya manusia yang terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan. Sebagian besar keberhasilan usaha, khususnya usaha kecil, sangat ditentukan oleh faktor wirausaha. Faktor internal seorang wirausaha yang dapat mempengaruhi keberhasilan yang paling utama adalah sikap. Faktor tersebut memiliki peranan yang penting karena akan menentukan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang tanpa dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sikap ditentukan oleh keyakinan (beliefs) seseorang terhadap sesuatu ketika melakukan suatu perilaku yang telah diyakininya. Dengan adanya sikap kewirausahaan dari masingmasing pelaku usaha akan membantu agar suatu usaha dapat berkembang dan mencapai keberhasilan. Pada penelitian ini dilihat modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha. Sikap modern dalam berwirausaha yang banyak diacu merupakan pandapat beberapa ahli, diantaranya Mc Clelland, Inkeles, Hagen dan para ahli lainnya, serta modifikasi dari peneliti. Modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari beberapa indikator diantaranya : (1) mengutamakan prioritas; (2) pengambilan risiko; (3) keinovatifan; (4) sikap terhadap kerja; (5) penghargaan terhadap waktu; (6) motivasi berprestasi; (7) sikap percaya diri; (8) tanggung jawab individual. Kedelapan atribut sikap kewirausahaan tersebut merupakan atribut sikap yang melekat pada seseorang usahawan yang berhasil. Dari kedelapan indikator tersebut kemudian diukur tingkat kemodernan sikap masing-masing individu pelaku usaha. Alat analisis yang digunakan untuk pengukuran atribut tersebut berupa rumus skor modernitas (Prasodjo, 1987). Dari rumus tersebut dibuat kategori modernitas sikap kewirausahaan, mencakup 2 tingkat yakni modern dan tidak modern. Dari total rata-rata perhitungan tersebut dapat diketahui tingkat modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha 38
unit bisnis Tahu Serasi Bandungan. Untuk kategori modern memiliki skor modernitas berkisar antara 3 sampai dengan 4, sedangkan untuk kategori sikap yang tidak modern skornya berkisar antara 1 sampai dengan 2,99. Selanjutnya untuk mengetahui tentang bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan unit bisnis KWTD tahu serasi Bandungan digunakan alat analisis dengan menggunakan rumus Korelasi Chi Square. Hasil analisis diperoleh dengan mengintegrasikan skor modernitas rata-rata pelaku usaha pada unit bisnis KWTD tahu serasi Bandungan pada rumus Korelasi Chi Square. Dari hasil perhitungan akan diperoleh suatu keputusan uji apakah modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha pada unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan berhubungan atau tidak dengan keberhasilan unit bisnis. Dalam hal ini indikator yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan unit usaha adalah peningkatan jumlah laba tiga tahun terakhir (2008-2010).
39
Kewirausahaan dan sektor industri kecil merupakan salah satu solusi dalam membantu peningkatan penyerapan tenaga kerja
Unit Usaha Tahu Serasi Bandungan berperan sebagai salah satu penyumbang PDRB Kabupaten Semarang
Unit Usaha Tahu Serasi KWT Damai dalam perkembangannya tidak terlalu siginifikan
(a) lemahnya kompetensi kewirausahaan akibat dominasi pemerintah; (b) rendahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar.
Modernitas Sikap Kewirausahaan - Mengetahui prioritas utama - Pengambilan risiko - Keinovativan - Penghargaan terhadap waktu - Kerja keras - Motivasi berprestasi - Percaya diri - Tanggung jawab individual
Tingkah Laku
Keberhasilan Unit Usaha (peningkatan jumlah laba)
Rumus skor modernitas : Analisis tingkat modernitas pelaku usaha
Rumus Korelasi Chi Square: Analisis uji hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 40
3.3. Hipotesis Berdasarkan penjelasan
mengenai skema kerangka pemikiran tersebut
maka pada penelitian ini akan diuji mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan unit usaha: Ho
: Antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha saling bebas (tidak ada hubungan).
H1
: Antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha tidak saling bebas (ada hubungan).
41
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah dengan responden pelaku usaha mikro kecil pada unit bisnis Tahu Serasi Bandungan Kelompok Wanita Tani Damai, Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa unit bisnis Tahu Serasi Bandungan Kelompok Wanita tani Damai merupakan sentra oleh-oleh khas daerah yang mengalami perkembangan sejak awal terbentuk tahun 2003 hingga sekarang tahun 2011 sehingga dapat membantu peningkatan pendapatan daerah khususnya Kecamatan Bandungan. Penelitian lapang dilakukan selama satu bulan ( April – Mei ) untuk pengumpulan dan analisis data. 4.2. Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian ini adalah para pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan anggota Kelompok Wanita Damai Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan. Data populasi diperoleh dari administrasi Kelompok Wanita Damai, Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan. Pemilihan responden dilakukan menggunakan metode sensus. Responden yang dipilih adalah semua anggota Kelompok Wanita Tani Damai yang aktif sebagai pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan (21 responden). 4.3. Desain Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dapat memberikan gambaran mengenai modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha, serta membantu dalam melihat hubungannya dengan keberhasilan usaha. Selain itu, prosedur dan teknik penelitian menggunakan metode kasus. Metode ini merupakan suatu pendekatan penelitian yang bersifat kasus sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk
mendapatkan
gambaran
secara
rinci
tentang
modernitas
sikap 42
kewirausahaan serta hubungannya dengan tingkat keberhasilan usaha kecil Tahu Serasi Bandungan. Cara kerja metode ini memungkinkan peneliti memiliki kebebasan melakukan penelitian eksplorasi yang sangat mendalam sehingga akan diketahui sebab dan akibat dari proses yang ada hingga dapat diketahui pula bagaimana cara mengatasi fenomena yang ada (Soekartawi, 2002). Metode ini mampu memberikan gambaran rinci sehingga dapat digunakan untuk dijadikan bahan peneitian lanjutan. 4.4. Data dan Instrumentasi Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan perangkat kecamatan dan desa terkait, ketua Kelompok Wanita Tani dan pelaku usaha di lokasi masing-masing dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang relevan dengan topik yang diteliti, data relevan dari Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pertanian bagian Pengembangan Kabupaten Semarang. Pengambilan data sekunder diperoleh juga dari literatur-literatur, baik yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai kajian kewirausahaan, modernitas sikap, serta keberhasilan usaha mikro kecil, baik dari media cetak (tabloid dan majalah), maupun media elektronik (internet). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, penyimpan data elektronik, dan alat pencatat. Untuk memastikan bahwa kuesioner yang digunakan dapat dipercaya dan valid, maka dilakukan uji realibilitas dan uji validitas. Menurut Umar (2005), uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sedangkan, realibilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur sesuatu yang sama dan menghasilkan pengukuran relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut dapat dikatakan andal. Dikatakan reliable atau dapat dipercaya apabila mantap atau stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability).
43
Uji validitas dan realibilitas pada penelitian ini dilakukan terhadap 10 orang responden sebagai pengujian awal kuesioner. Jumlah pertanyaan awal dari masing-masing indikator tema sikap kewirausahaan adalah 48 pertanyaan. Setelah melalui tahap uji validitas dan realibilitas kuesioner, pertanyaan yang lolos uji untuk mengukur modernitas sikap kewirausahaan sejumlah 41 pertanyaan (Lampiran 9). Dimana pada masing-masing variabel tema sikap terdapat 5 sampai 6 pertanyaan acuan untuk menguji tingkat modernitasnya. Hasil akhir uji dari realibilitas menunjukkan Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0, 600. Untuk masing-masing variabel tema sikap dari tema sikap ke satu sampai ke delapan,
nilai realibilitas secara berturut-turut sebesar
0,8675; 0,8476;
0,9032; 0,8920; 0,9043; 0,8630; 0,8922. Sedangkan, nilai validitas dari semua pertanyaan lebih dari 0, 500 (Lampiran 10). Hal ini berarti semua pertanyaan yang diujikan sudah reliabel dan valid untuk digunakan dalam penelitian. Setelah melalui tahap uji validitas dan realibilitas, kuesioner disebar kepada responden lainnya. 4.5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi wawancara, wawancara mendalam serta observasi lapang yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan bantuan kuesioner dan daftar pertanyaan wawancara untuk memperoleh data secara utuh yang dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Wawancara lebih mendalam dilakukan dengan pihak Kelompok Wanita Tani Damai yang berhubungan dengan kegiatan unit usaha Tahu Serasi Bandungan dan seluruh pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan. Selain itu kuesioner digunakan untuk mendapatkan data dari pelaku usaha terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki. Dalam setiap pengisian kuesioner peneliti melakukan pendampingan untuk mengantisipasi adanya kesulitan atau kesalahpahaman dalam
mengartikan pertanyaan
kuesioner. Pendampingan yang dilakukan dalam setiap pengisian kuesioner juga dimaksudkan untuk mencari informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner. 44
4.6. Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi selama penelitian. Sedangkan data kuantitatif diperoleh berupa data perkembangan UMKM Kabupaten Semarang, data anggota pelaku usaha unit bisnis Tahu Serasi Bandungan, dan data penilaian modernitas sikap kewirusahaan yang dimiliki masing-masing pelaku usaha. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan modernitas sikap kewirausahaan yang ada pada diri pelaku unit usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan. Sedangkan analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi analisis tingkat modernitas sikap serta hubungannya terhadap keberhasilan unit bisnis. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah menggunakan software computer Microsoft Excel, dan SPSS 15.0 for Windows. 4.6.1. Analisis Deskriptif Dalam menggambarkan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha digunakan analisis deskriptif yang didukung oleh hasil pengukuran melalui rumus skor modernitas. Dengan demikian dapat diketahui tingkat modernitas masing-masing tema sikap yang dimiliki oleh pelaku usaha. 4.6.2. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4.6.2.1. Skor Modernitas Rata-Rata Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil penelitian, terlebih dahulu melewati proses coding, scoring, untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam tabel frekuensi dan tabel tabulasi silang. Proses pengolahan data diuraikan sebagai berikut : a. Coding meliputi proses memberikan kode atau simbol pada setiap kategori jawaban responden baik dari karakteristik responden maupun tiap pernyataan sikap kewirausahaan. Proses coding dipakai untuk menyederhanakan jawaban responden dalam bentuk kode atau simbol tertentu. 45
b. Scoring meliputi proses penyederhanaan jawaban responden atas pernyataan modernitas yang dibuat konsisten dalam bentuk data ordinal pada masing-masing jawaban pertanyaan. Untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, yaitu tentang bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan akan menggunakan rumus skor modernitas rata-rata (Prasojo 1987) sebagai berikut :
1
.∑
1 .
Keterangan: X = skor modernitas rata-rata sikap kewirausahaan n = jumlah responden i = kategori responden p = jumlah pertanyaan 1i = skor modernitas tiap kategori jawaban Xi = jumlah responden dalam tiap kategori Dari rumus skor modernitas rata-rata sikap kewirausahaan tersebut, dibuat kategori modernitas sikap kewirausahaan, mencakup dua tingkat yakni modern dan tidak modern. Kategori modern memiliki skor modernitas yakni berkisar antara 3 sampai dengan 4, sedangkan untuk kategori sikap yang tidak modern skornya berkisar antara 1 sampai dengan 2,99. Rumus skor modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha unit bisnis tahu serasi di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Rumus skor modernitas sikap kewirausahaan dilihat dengan dua cara, yaitu: 1. Melihat modernitas sikap kewirausahaan anggota untuk semua tema kewirausahaan. 2. Melihat modernitas sikap kewirausahaan anggota untuk masing-masing tema sikap kewirausahaan 4.6.2.2. Analisis Korelasi Chi Square Penelitian selanjutnya yaitu tentang bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha dengan keberhasilan usaha menggunakan analisis korelasi Chi Square. Analisis ini dikembangkan untuk menguji 46
apakah beberapa ukuran nominal berhubungan satu sama lain atau tidak. Dengan kata lain, apakah dua atau lebih distribusi populasi didistribusikan dalam bentuk sama dan sehubungan dengan kriteria yang diinginkan. Analisis ini dilakukan dengan alat bantu berupa software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 15.0 for Windows (Nazir 2005) Rumus korelasi Chi Square yang digunakan adalah sebagai berikut:
2
Keterangan: = chi square X2 Oij = frekuensi yang termasuk pada tiap sel (i,j) Eij = frekuensi yang diharapkan dalam sel (i,j) k = jumlah baris n = jumlah kolom Rumus tersebut digunakan karena data yang ada untuk kedua variabel adalah dalam bentuk data kategorik dan nominal dan rumus tersebut sesuai digunakan untuk melihat korelasi dua variabel dengan bentuk data nominal. Dengan demikian diperoleh keputusan uji sebagai berikut : 1. Jika nilai ρhitung > ρtabel, maka terima Ho, artinya modernitas sikap kewirausahaan pelaku dengan keberhasilan unit usaha saling bebas (tidak ada hubungan). 2. Jika nilai ρhitung < ρtabel maka terima H1, artinya modernitas sikap dengan keberhasilan unit usaha tidak saling bebas (ada hubungan). 4.7. Definisi Operasional Modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seseorang wirausahawan dari pernyataan proyeksi dari masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi sikap:
47
1) Sikap mental mengutamakan prioritas adalah sikap yang mengarahkan pada kemampuan dalam mengutamakan prioritas yang lebih penting dari segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk mencapai tujuan berusaha. Sikap yang dianggap modern ditentukan dari kemampuan individu untuk mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit. Sedangkan sikap yang tidak modern ditentukan dari kemampuannya untuk tidak bersedia mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit. 2) Sikap mental mengambil risiko adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menanggung risiko lebih modern dengan memperhitungkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan usahanya. Seorang wirausaha modern akan cenderung menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangannya, dan menjauhi risiko yang tinggi, karena mereka ingin berhasil. Dengan kata lain sikap modern dimiliki oleh mereka yang menyukai risiko sedang, dan sikap tidak modern dimiliki mereka yang menyukai risiko tinggi dan rendah, bahkan tidak berani untuk menanggung risiko sama sekali. 3) Sikap mental inovatif adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menemukan ide-ide atau cara-cara baru yang lebih bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan baik produk maupun teknis pelaksanaan. Sikap modern dimiliki oleh mereka yang tertarik untuk mempelajari dan memperhitungkan hal-hal baru, memberikan gagasan dan alternatif untuk mendukung usahanya, sedangkan mereka yang memiliki sikap yang tidak modern yakni mereka yang tidak tertarik untuk mempelajari dan memperhitungkan hal-hal di bidang usaha yang baru dan menemukan gagasan baru. 4) Sikap mental yang mengunggulkan kerja keras adalah sikap terarah yang mengacu pada kemampuan menunjukkan untuk selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Seorang yang mempunyai pandangan kewirausahaan yang modern akan bersikap optimis
(tidak
pasrah terhadap nasib)
terhadap
hasil 48
pekerjaannya atau memiliki keyakinan bahwa setiap usaha suatu saat akan berkembang mencapai hasil yang memuaskan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menyukai pekerjaan yang mudah (tanpa perlu kerja keras), tidak harus bekerja, serta tidak menyukai tantangan. 5) Sikap mental menghargai waktu. Pandangan mengenai kerja keras memiliki kaitan erat dengan masalah penggunaan waktu yang efisien dan mutu hasil yang dikehendaki. Seorang wirausaha modern akan memandang waktu sebagai salah satu modal kerja, sehingga setiap jam akan dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat terutama dalam rangka memajukan usaha. Sedangkan, wirausaha yang tidak modern menganggap bahwa kegiatan yang bermanfaat seperti mengikuti pelatihan hanya akan membuang waktu, dan memaklumi orang jika tidak dapat menepati janji. 6) Sikap memiliki motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi, dan berusaha untuk mencapai kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja, dan mereka tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi. 7) Sikap mental percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak raguragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala hal situasi. Seseorang dengan sikap tidak modern tidak memiliki rasa percaya diri, dan pesimis untuk melakukan sesuatu. Sedangkan, mereka yang memiliki sikap modern adalah mereka yang selalu optimis dan tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya. 8) Sikap mental tanggung jawab individual. Pemikulan tanggung jawab disini, lebih berarti individualisme, di mana si pribadi sendiri yang akan merasakan dan menerima hasil dari keberhasilannya maupun akibat dari 49
kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, serta berupaya memperbaiki hasil usahanya. Sedangkan, mereka yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaannya, dan tidak bertangung jawab terhadap kegagalan usahanya. Masing-masing tema sikap akan memiliki skor antara 1 sampai dengan 4. Skor tersebut diperoleh dari rumus modernitas rata-rata yang akan dibagi dalam dua kelompok kategori yaitu modern dan tidak modern, dimana skor sikap yang tidak modern antara 1 sampai dengan 2,99; dan skor modern antara 3 sampai dengan 4.
50
V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN USAHA 5.1. Potensi Wilayah Kecamatan Bandungan memiliki peran strategis sebagai salah satu tujuan wisata Kabupaten Semarang. Letak wilayah Kecamatan Bandungan berada di lereng Gunung Ungaran merupakan dataran tinggi dengan suhu udara relatif sejuk, sehingga menjadi salah satu daya tarik wisata dan minat pengunjung. Lahan pertanian masih luas pada umumnya ditanami jenis tanaman pangan dan hortikultura seperti sayur-sayuran yang merupakan komoditi utama dari Kecamatan Bandungan dan wilayah sekitarnya. Oleh sebab itu, Kecamatan Bandungan menjadi salah satu daerah sentra produk agribisnis, baik produk segar maupun produk olahan. Potensi tersebut difasilitasi oleh adanya terminal agribisnis yang merupakan pusat kegiatan ekonomi bagi pelaku usaha di sektor pertanian. Beberapa sektor yang berperan bagi perekonomian Kecamatan Bandungan antara lain sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi dengan kontribusi 33,20 persen. Sektor-sektor yang mempunyai andil terbesar itu adalah sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi sebesar 39,33 persen atau 50 356,43 juta rupiah, sektor jasa-jasa sebesar 32,06 persen atau 41 055,48 juta rupiah, dan sektor pertanian sebesar 20,88 persen atau 26 734,74 juta rupiah. Disamping sektor-sektor tersebut, usaha Tahu Serasi juga memiliki andil dalam perekonomian Kecamatan Bandungan. Sebagai produk khas atau oleh-oleh, Tahu Serasi menjadi salah satu produk icon yang diminati pengunjung atau wisatawan. 5.2. Sejarah Singkat KWT Damai Kelompok Wanita Tani Damai merupakan salah satu wadah perkumpulan masyarakat yang mayoritas anggotanya adalah wanita dari beberapa desa di Kecamatan Bandungan antara lain Desa Ampelgading, Desa Golak, Desa Karanglo, dan Desa Kenteng. Sebelumnya pernah berdiri Gabungan Kelompok Tani Mekar Tani, namun peran sertanya masih belum maksimal. Kelompok Wanita Tani Damai merupakan salah satu kelompok usaha yang bergerak di 51
bidang agribisnis yang memfokuskan pada usaha pengolahan kedelai menjadi produk tahu dan susu sari kedelai. Usaha ini pada awalnya berdiri karena inisiatif Ibu Subiyati yang tidak lain merupakan ketua Kelompok Wanita Tani Damai. Sebelum memulai usaha ini, Ibu Subiyati adalah seorang karyawan accounting Hotel Amanda. Namun, sejak krisis ekonomi tahun 1997 minat pengunjung hotel semakin menurun dan berpengaruh terhadap pendapatan karyawannya. Oleh karena itu, Ibu Subiyati beralih profesi dan mulai merintis usaha Tahu Serasi. Alasan beliau untuk memulai usaha ini karena Tahu Serasi sudah menjadi icon atau oleh-oleh khas dari desa wisata di Kecamatan Bandungan. Namun, pada saat itu produsen yang mengusahakan masih terbatas, yaitu hanya satu pabrik dengan kapasitas produksi yang belum mencukupi permintaan dan dikelola oleh bukan warga lokal. Melihat kenyataan tersebut, Ibu Subiyati kemudian mulai merintis usaha Tahu Serasi karena persaingan antar produsen tidak begitu banyak, dan minat konsumen yang pada umumnya adalah wisatawan masih tinggi. KWT Damai terbentuk sejak tahun 1998 dengan jumlah anggota 21 orang. Dalam perkembangannya KWT Damai memulai usaha pengolahan kedelai menjadi tahu yang kemudian dikenal dengan nama produk Tahu Serasi Bandungan dan menjadi penciri khas oleh-oleh kawasan wisata Bandungan, Kabupaten Semarang. Masing-masing anggota memiliki kios sendiri dalam melakukan penjualan. Usaha produksi tahu secara mandiri dilakukan oleh kelompok pada tahun 2004. Hal ini didukung oleh adanya bantuan baik berupa dana maupun peralatan dari BPMKP (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan) dan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang sehingga kelompok dapat mendirikan rumah produksi tahu secara kolektif. Selain unit usaha Tahu Serasi, KWT Damai juga membentuk koperasi simpan pinjam dan usaha fotocopy. Pada tahun 2007 KWT Damai memperoleh badan hukum sebagai Koperasi Serba Usaha “DAMAI” dimana di dalam AD/ART nya berprinsipkan koperasi. Hasil dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota selanjutnya dikelola untuk mengembangkan usaha Tahu Serasi Bandungan. Diantaranya, menambah kapasitas produksi, memperbaiki kemasan, re-investasi alat dan akumulasi modal. Selain bantuan dana dan peralatan, KWT Damai juga 52
beberapa kali memperoleh pelatihan dari Dinas Pertanian dan civitas akademika setempat seperti universitas dan sekolah tinggi. Pelatihan yang diberikan meliputi pendidikan kewirausahaan, teknologi pengolahan hasil pertanian, dan pemahaman tentang UMKM. 5.3. Visi, Misi, dan Tujuan Usaha Kelompok Wanita Tani Damai belum memiliki pernyataan tertulis mengenai visi, misi dan tujuan. Padahal untuk bersaing dalam industri dan pengembangan usaha, KWT Damai harus memiliki arahan yang jelas dalam memasarkan usahanya. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan pimpinan KWT Damai, dapat dinyatakan bahwa visi KWT Damai adalah menjadi unit usaha unggulan dan menjadi icon produsen oleh-oleh khas Kabupaten Semarang, khususnya objek wisata Bandungan. Misi KWT Damai secara umum adalah memperoleh laba sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup anggotanya, mempertahankan dan meningkatkan
kualitas
serta
melakukan
inovasi
produk
tahu
serasi,
meningkatkan loyalitas konsumen serta memberdayakan masyarakat yang ada di lingkungan usaha. Adapun tujuan usaha KWT Damai adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga produk tahu serasi dapat dikenal masyarakat lebih luas sebagai oleh-oleh khas Kabupaten Semarang pada umumnya dan desa wisata Bandungan pada khususnya dalam rangka meraih pelanggan dan mengatasi persaingan usaha. 5.4. Struktur Organisasi Struktur organisasi dalam suatu perusahaan akan memberikan kejelasan dalam menentukan pembagian tugas, tanggung jawab, hubungan kerja dan batas wewenang masing-masing. Struktur organisasi KWT Damai dapat dikatakan masih sederhana, hanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan dua orang pengawas sesuai dengan struktur organisasi pada koperasi. Struktur organisasi yang masih sederhana berpengaruh pada kegiatan dan kinerja usaha KWT Damai menjadi kurang optimal. Hal ini disebabkan tidak adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan beberapa pengurus merangkap melakukan 53
pekerjaan lain. Selain itu, tidak adanya fungsi tugas yang penting seperti bagian administrasi, bagian produksi, dan bagian pemasaran menyebabkan kinerja usaha belum maksimal karena terjadi penumpukan tugas yang ditangani oleh satu orang pengurus.
Ketua Subiyati
Sekretaris Riyanti
‐ ‐ ‐
Pengawas: Kotijah Purwanto Sumidi
Bendahara Sugiyarti
Gambar 2. Struktur Organisasi KWT Damai Setiap pengurus memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Deskripsi kerja masing-masing bagian sebagai berikut: 1. Ketua, memiliki tugas dan wewenang dalam menetapkan kebijakan seluruh aktivitas usaha. Melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap seluruh aktivitas usaha KWT Damai. 2. Sekretaris, bertugas merencanakan keperluan usaha dan melakukan seluruh pencatatan dokumen terkait dengan seluruh aktivitas usaha KWT Damai. 3. Bendahara, memiliki tanggung jawab dalam hal mengatur keuangan KWT Damai, melakukan pencatatan dalam bentuk laporan keuangan. 4. Pengawas, bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan usaha, meneliti catatan dan pembukuan, memberikan koreksi, saran, dan teguran kepada pengurus. 1) Waktu Kerja Produksi Tahu Serasi hanya dilakukan setiap hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Hal ini dikarenakan pengunjung biasanya ramai pada hari-hari tersebut. Produksi dan penjualan dilakukan sekaligus pada hari yang sama. Dengan demikian, produk yang dijual masih dalam keadaan baru dan segar. Produksi dilakukan di rumah produksi 54
dengan beberapa karyawan dimulai pukul 04.00 pagi hingga sore hari sekitar pukul 15.00 diselingi waktu istirahat pada tengah hari. Beberapa karyawan lainnya mengantarkan produk yang sudah jadi ke kios kios tempat penjualan yang berada pada area wisata Bandungan. 2) Sistem Upah Sistem upah karyawan dilakukan secara harian setiap kali produksi. Sekali produksi dengan kapasitas 50 kg kedelai pada hari sabtu dan minggu mendapatkan upah Rp 30.000,00 per harinya. 5.5. Produk KWT Damai Produk KWT Damai berupa tahu mentah berbentuk persegi yang dikemas dalam kemasan plastik. Setiap kemasan berisi 10 potong tahu yang masingmasing berukuran ± 4 cm x 4 cm. Harga setiap bungkus berkisar antara Rp 8000,00-Rp 9000,00. Rentang harga tersebut menjadi suatu patokan yang ditetapkan kelompok sebagai harga minimal dan maksimal dalam melakukan penjualan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi harga bahan baku kedelai yang beberapa tahun terakhir belum stabil dan cenderung fluktuatif. Harga jual tahu terpaksa dinaikkan apabila terjadi kondisi kenaikan harga kedelai. Dengan demikian kemungkinan kerugian dapat diminimalisasi. Hal tersebut menjadi salah satu kendala dari unit usaha ini. Rataan tahu yang dapat dihasilkan dalam satu minggu sebanyak 125 kemasan, dengan kapasitas produksi kurang lebih 50 kg bahan baku berupa kedelai lokal. Produk Tahu Serasi mempunyai karakteristik berbeda dengan tahu yang diproduksi dari daerah lain yaitu tanpa bahan pengawet, rasanya lezat, bentuk fisiknya pulen (padat) dan warnanya putih. Tahu serasi telah menjadi icon (pertanda) bagi kecamatan Bandungan karena diproduksi di beberapa desa di Bandungan meliputi desa Ampelgading dan Kenteng. Hal ini ditunjang peran strategis Bandungan sebagai tujuan wisata sehingga Tahu Serasi menjadi produk wisata kuliner dengan berdirinya beberapa kios dipinggir jalan yang menjual Tahu Serasi dalam bentuk matang (digoreng). Bentuk sudah matang atau digoreng dan disajikan bersama sambal kecap, harga per porsinya Rp 10.000,-. Tahu Serasi juga dijual mentah di beberapa kios sekitar Pasar Bandungan. Selain 55
itu tahu serasi sudah merambah di pasar modern di kota-kota besar seperti Semarang, Yogjakarta, Solo dan Purwokerto. Dengan demikian, keberadaan usaha tahu serasi telah menghidupkan perekonomian lokal khususnya bagi masyarakat kota Bandungan. 5.6. Sumber Bahan Baku Bahan baku kedelai yang dibutuhkan KWT Damai diperoleh dengan cara bekerja sama dengan supplier bahan baku kedelai PT. Alam Segar. Dengan demikian pasokan bahan baku kedelai dapat terjamin baik kualitas dan harga. Meskipun terkadang fluktuasi harga dapat terjadi karena kondisi di pasar. Baik akibat permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, bahkan adanya isu formalin pada tahu dan isu impor kedelai akibat pasokan dalam negeri tidak dapat memenuhi. Kendala tersebut juga berpengaruh terhadap kapasitas dan harga produksi serta penjualan Tahu Serasi Bandungan KWT Damai. Namun, hingga saat ini kebutuhan bahan baku masih dapat dikendalikan. 5.7. Proses Produksi Dalam melakukan proses produksi diperlukan peralatan dan bahan antara lain tungku, dandang besar, kayu bakar, ember, wajan, gayung, saringan besar, kain mori dan plastik. Sedangkan bahan dasar yang diperlukan dalam pembuatan Tahu Serasi adalah kedelai dan garam. Proses produksi dimulai dengan merendam bahan baku berupa kedelai selama enam jam di dalam dandang besar kemudian dipanaskan di atas tungku. Setelah itu, kedelai dirimbang atau dibersihkan dari kulitnya. Setelah dibersihkan dari kulitnya, kedelai digiling halus kemudian diperas dan diambil sarinya. Sari kedelai yang masih kotor kemudian disaring dan dimasukkan kedalam tempat untuk selanjutnya direbus kembali. Setelah rebusan mendidih, sari kedelai tersebut disaring kembali agar sarinya bebas dari kotoran. Hasil saringan tadi diberi garam dan air tahu lalu diendapkan. Setelah mengendap, air dibuang dan diambil ampasnya dengan disaring. Ampas yang tersaring kemudian dicetak berbentuk persegi dengan cara dibungkus kain mori. Hasil bungkusan tadi kemudian di press atau ditekan hingga air keluar dan 56
didiamkan hingga cukup kering dan memadat. Setelah itu, bungkus dibuka dan tahu yang telah jadi disusun dalam nampan dan dibiarkan dingin, kemudian dikemas dalam bungkus plastik yang sudah berlabel. Adapun alur proses produksi Tahu Serasi dapat dilihat pada gambar berikut:
Perendaman Pembersihan kulit Penggilingan
Diperas dan diambil sarinya Penyaringan
Perebusan
Pemberian garam
Pengendapan Pencetakan Pendinginan
Pengemasan
Gambar 3. Proses Pembuatan Tahu Serasi
57
5.8. Perkembangan Usaha Perkembangan usaha tahu serasi mengalami penurunan sekitar tahun 2008. Pengrajin tahu serasi pada saat itu menurunkan kapasitas produksinya (Suara Merdeka, 19 Januari 2008). Sebelum tahun 2008, setiap pengrajin mengolah 90 kg kedelai untuk diolah menjadi tahu sebanyak kurang lebih 2.100 potong tahu dan produk sampingan yaitu susu kedelai sebanyak 140 liter. Besaran tersebut bervariasi tergantung penekanan setiap pengrajin terhadap produksi tahu dan susu kedelai. Namun, setelah tahun 2008 mereka hanya mampu mengolah 50 kg70 kg kedelai atau turun hampir 40 persen. Penurunan produksi tahu serasi sebagai respon terhadap permintaan yang juga cenderung turun disebabkan beberapa hal yaitu 1) kenaikan harga jual tahu akibat harga bahan baku yang meningkat (harga kedelai dari 3.500/kg menjadi 7.500/kg sampai 8.000/kg, 2) penurunan pengunjung wisata Bandungan akibat penurunan pendapatan masyarakat. Tabel 5. Perkembangan Pengrajin Tahu Serasi Bandungan No. 1.
Keterangan
90
50
2.100
1.200
3.500
8000
Tingkat Produksi Tahu perhari (potong)
3.
Th.2008
Bahan Baku kedelai yang dapat diolah (kilogram/minggu)
2.
Th.2007
Harga Kedelai (kilogram)
Sumber: Berbagai surat kabar yang diolah
Setelah tahun 2008, kapasitas produksi Tahu Serasi KWT Damai sekitar 50-70 kg per minggu, atau sekitar 125 lebih kemasan tahu. Harga bahan baku kedelai berkisar antara Rp 6.000,00-Rp 7500,00 per kg. Bahkan, pendapatan KWT cenderung meningkat setiap tahunnya. Berikut laba usaha Tahu Serasi KWT Damai tiga tahun terakhir, yaitu:
58
Tabel 6. Perkembangan Laba Usaha Tahu Serasi Bandungan Laba Usaha
Th. 2008
Th. 2009
Th. 2010
Rp. 10.322.250,00
Rp. 11.040.300,00
Rp.12.330.100,00
5.9. Karakteristik Responden Dari 21 responden yang diteliti, yang paling mendominasi adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sekitar 17 orang atau 81 persen. Hal ini karena Kelompok Wanita Tani merupakan wadah perkumpulan wanita. Sisanya sebesar 19 persen (4 orang) berjenis kelamin laki-laki. Adapun mayoritas yang menjabat sebagai pengurus adalah wanita mulai dari ketua (pimpinan), sekretaris dan bendahara. Sementara yang menjabat sebagai pengawas terdiri dari 2 pria dan 1 wanita. Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
1.
Laki-laki
2.
Perempuan
Jumlah (orang)
Persentase (%) 4
19
17
81
Jika berdasarkan tingkatan usia, kategori responden dibagi menjadi empat tingkatan yaitu usia ≤ 30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan ≥ 51tahun. Sebanyak 12 responden (57 persen) berada pada range usia 41-50 tahun, sementara pada tingkatan usia 31-40 tahun sebanyak 33 persen dari total keseluruhan responden, yaitu 7 orang. Sedangkan untuk kategori usia ≤ 30 tahun sebesar 10 persen (2 orang) dan untuk kategori usia ≥ 51 tahun tidak ada. Berdasarkan persentase responden menurut tingkatan usia, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden yang menekuni usaha Tahu Serasi adalah kategori usia 41-50 tahun sebanyak 57 persen, kemudian dengan jumlah 33 persen responden berada pada kategori usia 31-40 tahun yang merupakan usia produktif atau paruh baya. Sementara, kategori usia muda ≤ 30 tahun yang menjalankan usaha serupa masih minim, yaitu 10 persen.
59
Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkatan Usia No.
Kategori Usia
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
≤ 30 tahun
2
10
2.
31 - 40 tahun
7
33
3.
41 – 50 tahun
12
57
4.
≥ 51 tahun
-
-
Apabila dilihat dari lama menjalankan usaha, sebanyak 15 (71 persen) responden telah menjalankan usaha Tahu Serasi Bandungan lebih dari 10 tahun. Sebanyak 5 responden (24 persen) telah menjalankan usaha antara kurun waktu 3-5 tahun. Sedangkan 5 persen sisanya (1 orang) yang menjalankan usaha ini kurang dari 2 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden telah berpengalaman dalam usaha Tahu Serasi. Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Usaha No.
Lama Usaha
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
≤ 2 tahun
1
5
2.
3-5 tahun
-
-
3.
6-9 tahun
5
24
4.
≥ 10 tahun
15
71
Adapun jika dilihat dari tingkat pendidikan formal responden, dibagi menjadi empat tingkatan atau kategori pendidikan terakhir yang dimiliki responden. yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Dari keseluruhan responden, sebanyak 7 (33 persen) berpendidikan terakhir SD, sebanyak 9,5 persen yaitu 2 orang responden berpendidikan terakhir di jenjang SMP, 10 orang (48 persen) berpendidikan terakhir SMA. Sedangkan sisanya 2 responden atau 9,5 persen adalah lulusan Perguruan Tinggi. Jika dilihat, responden didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA dan SD. Hal ini akan mempengaruhi sikap dalam hal beusaha karena pengetahuan yang dimiliki responden berdasarkan tingkat pendidikan berbeda satu sama lain.
60
Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
SD
7
33
2.
SMP
2
9,5
3.
SMA
10
48
4.
PT
2
9,5
Berdasarkan tingkat pendapatan, dibagi menjadi 4 tingkatan. Dalam hal ini tingkat pendapatan masing-masing responden setiap bulannya. Adapun pembagian tingkatan dalam rupiah yaitu < 500.000, 500.000 ≤ 1.000.000, 1.000.000 ≤ 2.500.000, dan > 5.000.000. Jika dilihat dari wawancara reponden, sebanyak 14 persen (3 orang) menyatakan berpendapatan < 500.000 begitu pula jumlah responden dengan tingkat pendapatan 1.000.000 ≤ 2.500.000 memiliki persentase yang sama. Sementara sebagian besar responden yaitu, sebanyak 13 orang (62 persen) menyatakan berpendapatan 500.000 ≤ 1.000.000 dan 10 persen sisanya mengaku berpendapatan > 5.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan sebagian besar anggota responden belum begitu tinggi. Dengan demikian, usaha Tahu Serasi belum memberikan hasil yang maksimal bagi pelaku usaha. Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan No.
Tingkat Pendapatan per bulan
Jumlah
Persentase
(Rp)
(orang)
(%)
1.
<500.000
3
14
2.
500.000 ≤ 1.000.000
13
62
3.
1.000.000 ≤ 2.500.000
3
14
4.
> 5000.000
2
10
Adapun dari keseluruhan responden, sebanyak 28 persen menyatakan pernah mengikuti pendidikan informal, antara lain seperti kursus memasak, menjahit, pembuatan makanan kecil, pengolahan hasil pertanian dan beberapa pelatihan terkait dengan bidang kewirausahaan.
61
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Modernitas Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Tahu Serasi Anggota KWT Damai Kecamatan Bandungan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 21 responden yang merupakan pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan, menunjukkan sikap yang cenderung modern terhadap delapan tema sikap kewirausahaan. Kecenderungan tersebut ditunjukkan dari hasil perhitungan skor modernitas rata-rata seluruh responden terhadap kedelapan tema sikap kewirausahaan. Dalam penelitian ini, diperoleh skor modernitas rata-rata bernilai 3,10 yang berarti bahwa dari secara keseluruhan responden
menunjukkan
sikap
yang
modern
terhadap
delapan
tema
kewirausahaan. Apabila dilihat dari masing-masing tema sikap kewirausahaan, kelima tema yang diujikan menunjukkan pandangan yang modern, sedangkan tiga tema lainnya menunjukkan pandangan yang tidak modern. Masing-masing tema yang memiliki kecenderungan modern antara lain, mengetahui prioritas utama, kerja keras, motivasi berprestasi, rasa percaya diri, dan tanggung jawab individual, sedangkan tema sikap mengambil risiko, keinovatifan, dan menghargai waktu belum menunjukkan sikap yang modern oleh pelaku usaha Tahu Serasi anggota KWT Damai. Tabel 12. Skor Modernitas Rata-rata Seluruh Responden Pelaku Usaha Tahu Serasi Bandungan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tema Sikap Kewirausahaan Mengutamakan prioritas Pengambilan risiko Keinovatifan Kerja keras Menghargai waktu Motivasi berprestasi Percaya diri Tanggung jawab individual
Total rata-rata skor
Skor Modernitas Rata-rata 3,01 2,95 2,98 3,30 2,99 3,36 3,08 3,13 3,10
62
Berdasarkan hasil skor modernitas masing-masing responden anggota KWT Damai sebanyak 76,19 persen (16 responden) dapat dikatakan memiliki sikap modern, sebesar 23,81 persen memiliki kecenderungan pandangan belum modern terhadap kedelapan tema sikap yang diujikan (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap atau pandangan individu untuk merespon secara modern dan konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seseorang wirausahawan dari keseluruhan pertanyaaan proyeksi masingmasing
atribut
modernitas
sikap
kewirausahaan
yaitu,
sikap
mental
mengutamakan prioritas, sikap mental mengambil risiko, sikap mental inovatif, sikap mental yang mengunggulkan kerja keras, sikap mental menghargai waktu, sikap memiliki motivasi berprestasi, sikap mental percaya diri, dan sikap mental tanggung jawab individual. Tabel 13. Jumlah Responden Berdasarkan Kategori Modernitas Masing-masing Tema Sikap Kewirausahaan No.
Tema Sikap
Modern (%)
Tidak Modern (%)
1.
Mengutamakan prioritas
57
43
2.
Pengambilan risiko
57
43
3.
Keinovatifan
52
48
4.
Kerja keras
85
15
5.
Menghargai waktu
52
48
6.
Motivasi berprestasi
90
10
7.
Percaya diri
52
48
8.
Tanggung jawab individual
76
24
Penjabaran dari masing-masing tema sikap kewirausahaan responden adalah sebagai berikut: 1. Sikap Mental Mengutamakan Prioritas (Tema 1) Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pandangan modernitas sikap responden dalam menanggapi tema 1 menunjukkan sikap yang sudah modern. Skor rata-rata modernitas yang diperoleh adalah 3,01. Kecenderungan yang modern didasarkan atas keputusan untuk memanfaatkan peluang kredit dan dana serta pemahaman tentang prioritas yang diutamakan untuk kepentingan dirinya dan keberhasilan usahanya. 63
Apabila ditelaah lebih lanjut, responden pada umumnya menyatakan bahwa menentukan prioritas utama dalam memanfaatkan peluang kredit untuk menambah modal adalah hal penting. Demikian pula, responden setuju dalam memanfaatkan informasi sebagai prioritas utama untuk acuan dalam pengambilan keputusan terkait keberhasilan usahanya. Sebanyak 19 responden (90,4 persen) memilih memanfaatkan pelayanan kredit apabila kredit tersebut benar-benar diperlukan untuk kelangsungan dan keberhasilan usaha. Selain itu, responden beranggapan bahwa mencari informasi terkait dengan jenis kredit yang akan digunakan menjadi salah satu hal penting. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan usaha dengan memanfaatkan jenis kredit yang tepat. Dalam hal ini, pemanfaatan kredit dan informasi menjadi prioritas yang diutamakan responden dalam keberhasilan usahanya. Pemanfaatan peluang dana untuk menambah modal dan kelanjutan usaha juga dimanfaatkan dengan baik oleh sebagian besar responden. Responden menganggap bahwa pemanfaatan dana sebagai prioritas utama dalam mengembangkan usaha dan memutar keuangan.
Terkait dengan hal tersebut, seorang responden
menyatakan sebagai berikut. “Peluang untuk keberhasilan sebaiknya dimanfaatkan. Apalagi jika kekurangan dana atau modal, apa salahnya untuk memanfaatkan fasilitas kredit. Tapi memang sebaiknya harus dicari tahu dulu jenis kredit atau pinjaman apa yang cocok buat usaha kita. Biar nantinya nggak memberatkan ketika pengembalian”, (SB, 45 tahun). Berdasarkan pernyataan responden tersebut, dapat memberikan gambaran bahwa pelaku usaha dalam hal ini adalah anggota KWT Damai memiliki sikap yang modern dalam memahami prioritas utama untuk menggunakan dan memanfaatkan peluang yang ada. Peluang tersebut antara lain mencakup informasi, kredit, dan dana. 2. Sikap Mental Mengambil Risiko (Tema 2) Skor rata–rata modernitas yang diperoleh dari tema sikap ini adalah 2,95 yang menunjukkan bahwa responden berpandangan tidak modern terhadap tema sikap kewirausahaan kedua. Pandangan sikap dalam pengambilan risiko diuraikan ke dalam lima pertanyaan proyeksi yang dapat menggali bagaimana responden bersikap terhadap risiko-risiko yang dapat berpengaruh terhadap 64
kelangsungan usahanya. Tingkat modernitas sikap dalam pengambilan risiko ditentukan dari keputusan responden dalam memilih jenis risiko usaha tidak hanya didasarkan atas faktor keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang besar tapi juga berdasarkan pada perhitungan dan kemampuan serta keahlian responden dalam mengelola usahanya menuju keberhasilan. Dalam hal ini, sikap modern dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Sikap yang modern tercermin dari jawaban responden yang cenderung memilih risiko sedang. Apabila dikaji lebih lanjut, sebanyak 12 responden (57,1 persen) memiliki kecenderungan untuk menghindari risiko usaha yang terlalu tinggi. Bahkan, responden setuju untuk menghindari risiko sekecil mungkin. Responden lebih memilih menjalankan atau memulai usaha dengan risiko yang rendah meskipun keuntungan yang didapatkan tidak seberapa. Sebanyak 17 responden (80,9 persen) bahkan memilih untuk tidak mengambil risiko sama sekali. Kecenderungan ini pada umumnya disebabkan responden merasa takut merugi apabila dalam menjalankan usaha dihadapkan pada risiko yang terlalu tinggi. Menurut pernyataan 17 responden (80,9 persen) akan lebih baik apabila dalam menjalankan usaha tidak berisiko sama sekali. Sementara, 21 responden (100 persen) setuju bahwa dalam menjalankan usaha sudah pasti dihadapkan pada risiko. Namun, mereka mengungkapkan lebih memilih usaha dengan risiko yang rendah. Kecenderungan ini, pada umumnya karena responden merasa khawatir usahanya akan mengalami kerugian yang terlalu besar. Hal ini dinyatakan oleh salah seorang responden sebagai berikut: “Dalam berdagang dan menjalankan usaha, pasti ada risikonya. Akan tetapi kalau risikonya terlalu besar, saya takut nantinya malah merugi. Lebih baik mencari jenis usaha yang risikonya paling kecil. Meskipun untungnya hanya sedikit, yang penting usahanya masih terus berjalan”. (SG, 46 th). Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa responden tidak mempedulikan pada keuntungan yang besar. Meskipun dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar, responden beranggapan keputusan tersebut terlalu berisiko. Sehingga responden lebih memilih menjalankan usaha
65
berdasarkan perhitungan risiko yang relatif rendah daripada kemungkinan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 3. Sikap Mental Keinovatifan (Tema 3) Salah satu sikap yang turut berperan dalam kewirausahaan adalah kesediaan dalam menerima pengalaman-pengalaman baru, terbuka terhadap pembaharuan dan perubahan. Sikap keinovatifan merupakan salah satu ciri dari manusia modern. Oleh karena itu, pandangan sikap ini perlu dikaji melalui lima pertanyaan proyeksi yang dimaksudkan untuk mengetahui pandangan sikap kewirausahan responden terkait dengan mental keinovatifan. Dari lima pertanyaan tersebut dapat diketahui sejauh mana responden berani mengambil keputusan dalam pengembangan usahanya melalui kemampuannya dalam menemukan ide-ide baru yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan usahanya. Hal tersebut tercermin melalui minat responden untuk melakukan usaha baru yang lebih menguntungkan daripada usaha lamanya. Selain itu, minat untuk melakukan usaha baru juga ditandai dengan kemauannya dalam menggali informasi untuk mewujudkan inovasi dalam usahanya. Apabila diperhatikan, kecenderungan responden dalam menanggapi sikap mental keinovatifan dapat dikatakan tidak modern. Hal ini ditunjukkan oleh skor modernitas rata-rata seluruh responden sebesar 2,98. Dengan demikian, kesadaran responden dalam bersikap inovatif masih kurang. Kemauan responden dalam melakukan pengembangan usaha juga belum maksimal. Responden beranggapan bahwa keuntungan yang ada sudah dirasa mencukupi, sehingga tidak perlu lagi melakukan pengembangan usaha baru karena ditakutkan akan terbengkalai dan kesulitan membagi waktu antara menjalankan usaha lama dan usaha yang baru dirintis. Adapun ide-ide baru dan inovasi baik dalam hal produk maupun teknis pelaksanaan usaha biasanya mereka peroleh dari pihak eksternal seperti dinas terkait yaitu, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan UMKM, serta akademisi yang melakukan penyuluhan maupun diklat. Sehingga dalam memunculkan pembaharuan dan ide-ide baru dari pihak responden secara 66
individu masih kurang karena terbiasa menerima hal tersebut dari pihak eksternal. Hal tersebut diperkuat dengan penyataan responden sebagai berikut: “ Saya masih kurang yakin untuk membuka usaha baru lagi. Usaha saat ini saja sudah cukup untung. Takutnya kalau membuka usaha baru lagi malah terbengkalai tidak terurus. Kalaupun ada produk-produk baru atau informasi baru biasanya didapat dari penyuluhan dinas dan universitas. Jadi kami tinggal menjalankan.” (SB, 45th) Dari pernyataan tersebut, menegaskan bahwa kemauan dan minat berinovasi dari masing-masing responden masih kurang. Responden masih kurang peka dalam melakukan pembaharuan dan mewujudkan usaha baru. Reponden lebih mengutamakan keuntungan usaha ketika usaha sedang berjalan bukan berfokus pada kelangsungan usaha. 4. Sikap Mental Kerja Keras (Tema 4) Berdasarkan hasil penelitian, responden cenderung sudah modern dalam menanggapi tema sikap kerja keras. Hal ini ditunjukkan dari hasil skor modernitas rata-rata yaitu 3,30. Tema sikap bekerja keras diuraikan dalam lima pertanyaan proyeksi untuk mengetahui pandangan dan kemauan bekerja keras yang dimiliki oleh responden. Tingkat modernitas pandangan dinilai dari jawaban atas pertanyaan proyeksi yang menganggap bahwa bekerja keras adalah hal mutlak dalam menjalankan suatu usaha agar mencapai hasil kerja yang maksimal. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (95,2 persen) setuju bahwa dalam mencapai suatu hasil kerja yang maksimal, diperlukan usaha dan kerja keras. Sebanyak 18 responden (85,7 persen) yang memiliki kecenderungan modern beranggapan apabila ada waktu luang sebaiknya digunakan untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat daripada bersantai. Menurut mereka yang beranggapan demikian, fokus pada pekerjaan adalah hal yang penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu responden sebagai berikut : “Kerja keras itu penting dalam berusaha. Kalau tidak dengan kerja keras, kapan usahanya mau maju. Apalagi, saya juga pekerjaannya tidak hanya di Tahu Serasi tapi juga bekerja di tempat lain.” , (SW, 43th).
67
Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa kemauan bekerja keras dari masing-masing responden dalam menjalankan usahanya merupakan salah satu hal yang diutamakan. Adapun waktu luang sebaiknya dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan lain yang berguna. 5. Sikap Mental Menghargai Waktu ( Tema 5) Skor modernitas rata-rata keseluruhan responden terhadap tema menghargai waktu memiliki kecenderungan tidak modern yaitu dengan nilai 2, 99. Sikap mental menghargai waktu dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam kewirausahaan, karena sikap tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan usaha seseorang. Seorang wirausahawan yang tidak dapat mengatur waktu dengan baik akan merugikan diri sendiri serta dapat mengurangi kepercayaan dari orang lain. Pandangan tentang sikap menghargai waktu diuraikan melalui lima pertanyaan proyeksi mengenai bagaimana seseorang menyikapi ketepatan waktu atau ketepatan janji yang telah dibuat. Selain itu, pertanyaan yang diajukan juga dimaksudkan untuk menggali tingkat toleransi seseorang terhadap ketidaktepatan waktu dalam menjalankan seluruh aktivitasnya. Skor rata-rata modernitas yang belum mencapai nilai 3 menunjukkan kecenderungan yang tidak modern terhadap tema sikap penghargaan terhadap waktu. Apabila dianalisis lebih lanjut, hal ini disebabkan oleh sikap 10 responden yang masih bisa memaklumi adanya kelonggaran waktu. Ketepatan waktu bukan menjadi hal utama yang diperhatikan pada situasi tertentu. sebanyak 47,6 persen responden setuju apabila ada seseorang yang tiba-tiba membatalkan janji yang telah dibuat apabila memiliki alasan yang kuat. Bahkan, terkadang membatalkan janji secara mendadak karena adanya keperluan lain yang lebih mendesak. Responden tersebut menyatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa karena masing-masing individu mempunyai kesibukan dan keperluan yang beragam, sehingga cukup memaklumi apabila ada sedikit keterlambatan waktu ataupun pembatalan janji jika beralasan. Hal ini seperti dituturkan oleh seorang responden sebagai berikut : “ Namanya orang kan keperluannya beragam, apalagi jika tiba-tiba ada urusan lain yang lebih penting dan mendesak. Kalau menurut saya 68
maklum saja. Mau gimana lagi. Kadang saya juga terlambat datang rapat bulanan KWT bahkan terpaksa tidak hadir gara-gara ada urusan lain yang tidak bisa ditinggal. Nanti kalau ada informasi yang penting bisa tanya ke anggota lain yang hadir rapat.”, (TN, 42th). Berdasarkan penyataan tersebut mencerminkan bahwa pandangan responden terhadap tema sikap menghargai waktu masih kurang. Dilihat pada kenyataannya, KWT Damai seringkali membatalkan rapat bulanan yang sudah ditetapkan. Bahkan, terkadang banyak anggota yang tidak hadir karena masingmasing memiliki keperluan di tempat lain yang harus dilakukan. Responden beranggapan bahwa profesi mereka bukan karyawan yang diwajibkan untuk mematuhi SOP secara ketat dan disiplin tinggi. Peraturan yang diterapkan dalam KWT relatif fleksibel, tidak adanya sanksi tegas mengakibatkan anggota tidak merasa diharuskan untuk bersikap lebih disiplin terhadap waktu dan tepat pada janji. 6. Sikap Mental Motivasi Berprestasi (Tema 6) Sikap memiliki motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi dan berusaha untuk mencapai kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja dan tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi. Berdasarkan dari skor modernitas rata-rata yang diperoleh, 17 responden (80,9 persen) memiliki tanggapan yang
modern terhadap sikap mental
motivasi berprestasi. Skor modernitas rata-rata bernilai 3,36. Dengan kata lain, mayoritas responden memiliki ambisi dalam mencapai prestasi. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap sikap mental motivasi berprestasi digunakan lima pertanyaan proyeksi yang telah teruji reliabilitas dan validitasnya. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diungkapkan responden, 19 orang (90,4 persen) menyatakan tidak setuju bahwa
kegagalan menyebabkan 69
penurunan kinerja atau prestasi. Kegagalan adalah hal yang wajar terjadi, bahkan dapat menjadi pemicu semangat untuk memulai kembali sebuah usaha. Menurut mereka, bekerja merupakan salah satu cara untuk mencapai prestasi dan untuk mengoptimalkan kualitas diri masing-masing terhadap pekerjaan yang dijalankan. Pada dasarnya responden setuju jika dalam mencapai sebuah keberhasilan dibutuhkan usaha yang maksimal dan bukan berasal dari pujian. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa responden beranggapan bahwa tidak ada kaitannya antara jumlah pujian yang diperoleh dengan peningkatan kinerja usaha. Hal ini seperti yang dituturkan oleh seorang responden sebagai berikut: “Kegagalan itu hal yang wajar, apalagi dalam menjalankan usaha. Rugi, bangkrut, itu salah satu risiko buka usaha.Kegagalan yang terjadi justru harusnya menjadi semangat untuk bangkit dan berusaha lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu yang menjadi penyebab kegagalan. Selain itu, pujian tidak ada hubungannya dengan kinerja usaha. Berhasil atau tidaknya kita dalam melakukan sesuatu itu tergantung pada diri sendiri yang paling utama”, (TN, 42th). 7. Sikap Mental Percaya Diri (Tema 7) Sikap percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Seseorang dapat dikatakan memiliki sikap yang modern apabila optimis, tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya
sehingga dapat mencapai keberhasilan usaha.
Sedangkan sikap tidak modern ditunjukkan dengan sikap yang pesimis dan tidak memiliki rasa percaya diri dalam melakukan sesuatu. Untuk mengkaji pandangan responden terhadap tema tersebut diuraikan dalam enam pertanyaan proyeksi terkait dengan sikap percaya diri. Dari hasil perhitungan skor modernitas rata-rata, mayoritas responden cenderung berpandangan modern terhadap tema sikap percaya diri, yakni bernilai 3,08. Ini berarti tingkat percaya diri dari responden tergolong tinggi. Sebanyak 19 responden (90,4 persen) menunjukkan sikap yang optimis dalam melakukan sesuatu. Responden memiliki kecenderungan yang setuju jika seseorang terus berupaya dengan mengoptimalkan hasil usahanya walaupun akan terjadi kegagalan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah seorang responden sebagai berikut: 70
“Dalam menjalankan usaha harus optimis. Kalau tidak begitu, pikiran kita bisa terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Nantinya malah menghambat usaha kita sendiri. Kalau toh gagal, selama yang kita usahakan kembali itu baik dan tidak berbuat curang pasti hasilnya nanti tidak akan sia-sia”, (YT, 30 th). Sejumlah responden juga mengungkapkan bahwa dalam suatu usaha tidak perlu melakukan kecurangan untuk kemajuan usaha sendiri. Beberapa responden berpandangan bahwa kecurangan yang dilakukan hanya akan membahayakan diri serta usaha yang dijalankan. 8. Sikap Mental Tanggung Jawab Individual (Tema 8) Tanggung jawab disini adalah tanggung jawab individual dimana individu tersebut yang merasakan dan menerima hasil dari kesuksesan atau akibat dari kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugas, bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, dan berupaya memperbaiki hasil usaha. Sedangkan, seseorang yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaan, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usaha. Namun demikian, dalam penerapannya bukan berarti setiap orang harus menjalankan usaha sendiri tanpa bantuan orang lain. Menurut prinsip usaha modern, tanggung jawab individual disini dapat diartikan sebagai kemauan seseorang menanggung risiko terhadap segala kemungkinan akibat, apabila ia mendelegasikan wewenang serta tanggung jawab. Berdasarkan hasil analisis, responden menunjukkan sikap yang modern terhadap tema sikap yang bertanggung jawab. Hal ini dilihat dari skor modernitas rata-rata keseluruhan responden bernilai 3,13. Dengan kata lain, responden pada umumnya memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatan, dan berupaya memperbaiki hasil usahan. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan bersedia bertanggung jawab membayar sebagian hutang perusahaan meskipun rekan kerja yang lain tidak bertanggung jawab. Menurut 21 responden, dalam 71
menjalankan usaha bersama seharusnya risiko juga ditanggung bersama. Responden menganggap bahwa kesediaan bertanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab yang memang harus dijalankan karena usaha tersebut hasil usaha bersama. Bila setiap tema sikap kewirausahaan dibandingkan, ternyata tema sikap tentang motivasi berprestasi menunjukkan skor modernitas yang tertinggi (modern) yaitu sebesar 3,36. Sedangkan, tema sikap pengambilan risiko, menunjukkan skor modernitas terendah (tidak modern) yaitu sebesar 2,95. Pada tema sikap pengambilan risiko, responden dikategorikan belum cukup modern. Hal ini karena mereka cenderung tidak berani dalam mengambil risiko yang dapat membahayakan kelangsungan usaha. 6.2. Hubungan Antara Masing-masing Tema Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan Berdasarkan hasil uji korelasi Chi Square ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara masing-masing tema modernitas sikap kewirausahaan dengan variabel keberhasilan usaha. Secara keseluruhan, tema sikap A, B, C, D, E, F, G, dan H dapat disimpulkan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan keberhasilan usaha. Hal ini terlihat dari hasil output SPSS yang dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan output SPSS 15.0 For Windows, ditemukan bahwa nilai ρ (0.198) > alpha 15 persen. Dengan demikian, jika berdasarkan hipotesis awal maka terima H0 yaitu antara tema sikap A dengan keberhasilan usaha saling bebas (tidak berhubungan). Hal tersebut tidak jauh berbeda terhadap tujuh tema sikap kewirausahaan lainnya. Berdasarkan hasil uji korelasi Chi square, nilai korelasi antara variabel tema sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha menunjukkan nilai ρ lebih besar dari alpha 0,15 atau taraf kesalahan 15 persen. Adapun hasil output SPSS dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing
tema
sikap
yang
berkaitan
dengan
modernitas
sikap
kewirausahaan responden ternyata tidak ada hubungannya dengan keberhasilan usaha. 72
Tabel 14. Nilai Korelasi Chi Square Masing-masing Modernitas Tema Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha No.
Tema Sikap
Nilai Korelasi
1.
Mengutamakan prioritas
0.198
2.
Pengambilan risiko
0.830
3.
Keinovatifan
0.943
4.
Kerja keras
0.471
5.
Menghargai waktu
0.156
6.
Motivasi berprestasi
0.630
7.
Percaya diri
0.156
8.
Tanggung jawab individual
0.406
Berdasarkan nilai korelasi dari hasil pengolahan data yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa dari delapan tema sikap kewirausahaan yang diujikan dalam penelitian ini yaitu tema sikap mengutamakan prioritas, pengambilan risiko, keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri, dan tanggung jawab individual secara keseluruhan memiliki nilai korelasi lebih dari alpha 15 persen. Dengan demikian, pada kasus ini menunjukkan bahwa ternyata tingkat modernitas dari ke delapan tema sikap kewirausahaan tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha. Antara sikap yang modern dan tidak modern memiliki peluang yang sama untuk mencapai keberhasilan usaha. Adapun penjelasan dari masing-masing tema sebagai berikut: 1. Mengutamakan Prioritas Berdasarkan skor modernitas rata-rata yang diperoleh, tema sikap mengutamakan prioritas termasuk dalam kategori modern. Kecenderungan modern didasarkan atas keputusan untuk memanfaatkan peluang kredit dan dana serta pemahaman tentang prioritas yang diutamakan untuk kepentingan dirinya dan keberhasilan usahanya. Selain itu, responden beranggapan bahwa mencari informasi terkait dengan jenis kredit yang akan digunakan menjadi salah satu hal penting. 73
Jika dilihat dari hasil output pada crosstab, sebanyak 43 persen merupakan responden yang tidak modern dan berhasil dalam menjalankan usaha. Sebanyak 47,5 persen responden memiliki kecenderungan yang modern dan berhasil. Perbedaan jumlah persentase yang tidak terlalu jauh tersebut mengindikasikan bahwa tema sikap mengutamakan prioritas tidak terlalu mempengaruhi keberhasilan usaha. Bahkan, sebanyak 9,5 persen responden yang memiliki sikap modern namun tidak berhasil. Sementara, tidak ada satu pun responden yang memiliki kecenderungan tidak modern terhadap tema sikap mengutamakan prioritas dan dinyatakan tidak berhasil. Jika dianalisis lebih lanjut, responden dengan kecenderungan modern namun tidak berhasil memiliki tingkat pendidikan terakhir relatif tinggi yaitu SMA, sehingga akan lebih mudah mengadopsi ciri-ciri sikap modern. Responden memiliki kecenderungan untuk membuat keputusan dalam memanfaatkan
peluang
kredit
dan
informasi
yang
ada.
Namun,
kecenderungan tersebut lebih diutamakan dalam usaha lain yang lebih diprioritaskan. Usaha tahu serasi sebagai sampingan, sehingga tidak terlalu difokuskan untuk menghidupi keluarga. Tabel 15. Hasil Crosstab Uji Korelasi Mengutamakan Prioritas
Chi
Square
Tema
Sikap
Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
Mengutamakan proritas Total
Modern
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
0 (0%)
9 (43%)
9
2 (9,5%)
10 (47,5%)
12
2
19
21
Tema sikap mengutamakan prioritas tidak memiliki hubungan secara nyata terhadap keberhasilan usaha, dilihat dari uji korelasi Chi Square. Hal ini karena anggota KWT Damai dalam menentukan sebuah keputusan terkait dengan kelangsungan usaha tidak dilakukan oleh masing-masing individu pelaku usaha. Akan tetapi, segala jenis keputusan terkait dengan pemanfaatan kredit, peluang perolehan dana dan informasi dilakukan oleh beberapa orang pengurus yang terdiri oleh ketua, sekretaris, dan bendahara saja. Meskipun 74
masing-masing anggota memiliki sikap yang modern dalam hal menentukan prioritas utama, tapi dalam pengelolaan usaha diatur oleh beberapa orang pengurus KWT Damai. Sementara anggota tidak memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri-sendiri keputusan terkait dengan usaha yang dijalankan. Hal ini karena usaha merupakan usaha milik bersama atau kelompok. Sehingga, dalam pengambilan keputusan terkait kelangsungan usaha diserahkan kepada pengurus dengan mengutamakan kepentingan bersama. Perolehan dana maupun pemanfaatan informasi yang ada digunakan untuk kepentingan usaha kelompok dan tidak dikelola oleh masing-masing anggota secara individu. Dana yang diperoleh digunakan untuk keperluan pabrik milik kelompok dan dikelola oleh pengurus sebagai pemegang keputusan. Sementara, anggota hanya sebagai pemasar dari produk dan tidak turut serta dalam pengelolaan dana dan pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan tema sikap mengutamakan prioritas dari responden tidak berkorelasi dengan keberhasilan usaha. 2. Pengambilan Risiko Tingkat modernitas sikap dalam pengambilan risiko ditentukan dari keputusan responden dalam memilih jenis risiko usaha tidak hanya didasarkan atas faktor keinginan untuk mendapatkan keuntungan besar tapi juga berdasarkan pada perhitungan dan kemampuan serta keahlian responden dalam mengelola usahanya menuju keberhasilan. Skor modernitas rata-rata responden menunjukkan kecenderungan yang tidak modern terhadap tema pengambilan risiko. Responden lebih memilih untuk menghindari risiko usaha yang terlalu tinggi dan menjalankan usaha dengan risiko serendah mungkin. Berdasarkan hasil crosstab, sebagian besar responden (52 persen) memiliki kecenderungan modern terhadap tema sikap pengambilan risiko dan berhasil dalam usahanya. Sebanyak 38 persen responden memiliki sikap tidak modern tetapi berhasil. Sementara responden dengan kriteria tidak modern dan tidak berhasil serta modern dan tidak berhasil, masing-masing sebanyak 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar 75
responden yang memiliki sikap untuk mengambil risiko sedang berhasil dalam usahanya. Namun, sebagian yang lain ternyata juga berpeluang untuk berhasil meskipun tidak memiliki sikap yang modern terhadap tema sikap pengambilan risiko. Tabel 16. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Pengambilan Risiko Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Berhasil
Tidak Modern
1 (5%)
8 (38 %)
9
Modern
1 (5%)
11 (52 %)
12
2
19
21
Pengambilan risiko
Total
Berhasil
Total
Pengambilan jenis risiko terkait dengan pengambilan keputusan pelaku usaha. Usaha tahu serasi merupakan usaha milik kelompok dimana dalam pengelolaannya berdasarkan pada kepentingan bersama. Jenis risiko yang dapat ditimbulkan dan besar pengaruhnya terhadap usaha tahu serasi antara lain risiko produksi, risiko harga, dan risiko pemasaran. Sikap mental masing-masing responden terkait pengambilan risiko tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Hal tersebut disebabkan masing-masing risiko tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh individu sebagai anggota kelompok,
tetapi
ditanggung
bersama
sebagai
kelompok.
Adapun
pengambilan keputusan terkait produksi dan harga ditentukan oleh pengurus, sementara anggota hanya berperan sebagai pemasar produk di kios masingmasing. 3. Keinovatifan Kecenderungan
responden
dalam
menanggapi
sikap
mental
keinovatifan termasuk dalam kategori tidak modern. Kemauan dan minat berinovasi dari masing-masing anggota masih kurang. Responden kurang peka dalam melakukan pembaharuan dan mewujudkan usaha baru.
76
Responden lebih mengutamakan keuntungan usaha ketika usaha sedang berjalan bukan berfokus pada kelangsungan usaha. Sebanyak 43 persen responden memiliki sikap yang tidak modern terhadap keinovatifan tetapi berhasil. Responden dengan kriteria modern dan berhasil sebanyak 47 persen. Sedikit lebih banyak, namun dengan selisih yang tidak jauh berbeda. Responden dengan tingkat keinovatifan yang tinggi maupun tidak, ternyata memiliki peluang untuk mencapai keberhasilan usaha. Hal tersebut yang menyebabkan tidak adanya korelasi antara tema sikap keinovatifan dengan keberhasilan usaha. Tabel 17. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Keinovatifan Keberhasilan Kategori
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
Tema Sikap
Tidak Modern
1 (5%)
9 (43 %)
10
Keinovatifan
Modern
1 (5%)
10 (47 %)
11
2
19
21
Total
Sikap mental keinovatifan responden tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap keberhasilan usaha berarti bahwa responden yang inovatif maupun tidak inovatif, tidak ada pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha. Pada usaha tahu serasi, adanya inovasi yang dilakukan di tentukan oleh kelompok bukan secara individu. Hal ini agar produk yang dihasilkan dapat seragam satu sama lain karena merupakan produk yang menggunakan label kelompok. Dengan demikian, masing-masing anggota memiliki keterbatasn dalam
mengambil
keputusan
untuk
pengembangan
usaha
melalui
kemampuannya dalam menemukan ide-ide baru yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan usaha. Ide-ide baru dan inovasi baik dalam hal produk maupun teknis produksi dan pengelolaan usaha biasanya diperoleh dari pihak eksternal seperti Dinas Pertanian, universitas setempat melalui program diklat, penyuluhan, pembinaan dan KKN mahasiswa. Hal ini karena tahu serasi merupakan produk oleh-oleh khas atau icon yang dapat menarik minat pengunjung atau 77
wisatawan khususnya bagi Kabupaten Semarang. Oleh sebab itu, lembaga terkait memberikan perhatian dan dukungan penuh terhadap usaha tersebut. 4. Kerja Keras Usaha dan kerja keras diperlukan untuk mencapai suatu hasil kerja yang maksimal. Fokus pada pekerjaan adalah hal yang penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Berdasarkan hasil penelitian, responden cenderung sudah modern dalam menanggapi tema sikap kerja keras. Seseorang yang mempunyai pandangan kewirausahaan yang modern akan bersikap optimis (tidak pasrah terhadap nasib) dan memiliki keyakinan bahwa setiap usaha suatu saat akan berkembang mencapai hasil yang memuaskan. Sehingga, sikap mental mengunggulkan kerja keras dibutuhkan untuk pencapaian hasil yang maksimal. Sikap kerja keras merupakan sikap terarah yang mengacu pada kemampuan untuk selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Berdasarkan hasil crosstab terlihat bahwa persentase responden dengan kriteria modern terhadap tema sikap kerja keras dan berhasil paling besar yaitu 71,5 persen. Sementara, sebanyak 19 persen responden memiliki kecenderungan sikap yang tidak modern, namun berhasil. Sedangkan, sebanyak 9,5 persen merupakan responden yang memiliki kecenderungan sikap modern dan tidak berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengunggulkan kerja keras, pada umumnya berhasil dalam berusaha. Tabel 18. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Kerja Keras Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
Kerja keras
Modern
Total
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
0 (0%)
4 (19 %)
4
2 (9,5%)
15 (71,5 %)
17
2
19
21
78
Berdasarkan uji korelasi Chi Square, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara tema sikap kerja keras dengan keberhasilan usaha. Hal ini karena usaha tahu serasi yang dijalankan masing-masing anggota bukan merupakan mata pencaharian yang utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Masing-masing anggota memiliki pekerjaan lain yang lebih diutamakan disamping melakukan pemasaran tahu serasi. Produksi dan penjualan tahu serasi tidak dilakukan setiap hari, tetapi pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional saja, sehingga hari biasa digunakan untuk melakukan pekerjaan utama. Sikap mental kerja keras yang dimiliki oleh masing-masing anggota lebih diutamakan untuk menjalankan pekerjaan yang bukan sampingan. Mata pencaharian yang dilakukan oleh responden antara lain sebagai karyawan hotel, petani, guru, penjaga toko, pekerja pabrik, pegawai kecamatan, dan penjaga vila. Sementara, usaha tahu serasi merupakan usaha sampingan agar mendapatkan tambahan biaya hidup. Oleh sebab itu, sikap mental kerja keras responden tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap keberhasilan usaha kelompok. Meskipun usaha yang dijalankan sudah lebih dari sepuluh tahun, hasil usaha relatif stagnan karena responden tidak terlalu menggantungkan hidup dari usaha tersebut. 5. Menghargai Waktu Pandangan tentang sikap menghargai waktu terkait dengan bagaimana sesorang menyikapi ketepatan waktu dan ketepatan janji yang telah dibuat. Tingkat
toleransi
seseorang
terhadap
ketidaktepatan
waktu
dalam
menjalankan seluruh aktivitasnya menjadi salah satu ciri seorang wirausahawan. Sebanyak 47,5 persen responden yang memiliki kecenderungan yang tidak modern terhadap tema sikap menghargai waktu ternyata berhasil dalam menjalankan usaha. Sementara, 43 persen reponden yang memiliki sikap modern dan berhasil dalam menjalankan usaha. Responden yang modern namun tidak berhasil sebanyak 9,5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa
79
tema sikap menghargai waktu belum menjadi hal yang diprioritaskan dalam menjalankan usaha tahu serasi. Tabel 19. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Menghargai Waktu Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
Menghargai waktu
Modern
Total
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
0 (0%)
10 (47,5 %)
10
2 (9,5%)
9 (43 %)
11
2
19
21
Hasil uji korelasi Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap mental menghargai waktu dengan keberhasilan usaha. Jika dilihat dari skor modernitas rata-rata responden menunjukkan kecenderungan pandangan yang tidak modern terhadap tema sikap tersebut. Peraturan yang ditetapkan oleh KWT Damai relatif fleksibel dan tidak menerapkan sanksi tegas mengakibatkan anggota tidak merasa diharuskan untuk mematuhi SOP secara ketat dan disiplin waktu. Penjadwalan dalam hal produksi sampai pemasaran sudah ditetapkan secara kontinu oleh pengurus KWT. Rapat dan pertemuan rutin bukan merupakan hal yang diwajibkan bagi anggota. Beragam kesibukan dan keperluan yang beragam menyebabkan responden memaklumi keterlambatan waktu dan pembatalan janji. Adapun pengambilan keputusan pada rapat lebih didominasi oleh pengurus karena dianggap lebih berpengalaman dan memiliki kompetensi. Hal tersebut menyebabkan anggota beranggapan bahwa sikap menghargai waktu dalam melakukan aktivitas usaha tidak berpengaruh terhadap kinerja usaha. 6. Motivasi Berprestasi Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi dan berusaha untuk mencapai kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Berdasarkan skor modernitas rata-rata yang diperoleh, responden memiliki tanggapan yang modern terhadap sikap mental motivasi berprestasi. Akan 80
tetapi, uji korelasi Chi Square menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tema sikap motivasi berprestasi dengan keberhasilan usaha. Apabila dilihat dari hasil crosstab, mayoritas responden yaitu 81 persen memiliki kecenderungan yang modern terhadap tema sikap motivasi berprestasi dan berhasil dalam menjalankan usaha. Sedangkan, sebanyak 9,5 persen responden merupakan responden yang tidak berhasil namun memiliki sikap yang modern, begitu pula dengan reponden yang modern dan tidak berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memilki motivasi berprestasi yang tinggi, pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Tabel 20. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Motivasi Berprestasi Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
Motivasi berprestasi Total
Modern
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
0 (0%)
2 (9,5 %)
2
2 (9,5%)
17 (81 %)
19
2
19
21
Usaha tahu serasi yang dikelola oleh KWT Damai memiliki ketentuan yang mengikat anggota sebagai pelaku usaha dan pemasar produk. Anggota diwajibkan menjual minimal sepuluh bungkus produk tahu serasi setiap melakukan penjualan pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur. Peraturan yang ditetapkan oleh pihak kelompok relatif fleksibel dan tidak menerapkan sistem reward maupun punisment. Hal tersebut menyebabkan anggota merasa bahwa dengan menjual produk dengan jumlah batas minimal tidak akan merugi. Target dan tujuan usaha yang kurang maksimal mengakibatkan motivasi yang sudah ada dalam diri masing-masing individu tidak berkembang. 7. Percaya Diri Sikap percaya diri mengacu pada kemampuan sendiri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala hal situasi. Sikap modern 81
adalah sikap yang selalu optimis dan tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjannya. Responden yang memiliki kecenderungan modern terhadap tema sikap percaya diri dan berhasil sebanyak 43 persen. Sedangkan, 47,5 persen responden memiliki sikap yang tidak modern tapi berhasil. Sementara sebanyak 9,5 persen responden memiliki sikap yang modern dan tidak berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa tema sikap percaya diri belum dapat dipastikan menentukan keberhasilan usaha. Tabel 21. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Percaya Diri Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
percaya diri
Modern
Tidak Berhasil
Total
Total
Berhasil
0 (0%)
10 (47,5 %)
10
2 (9,5%)
9 (43 %)
11
2
19
21
Berdasarkan skor modernitas rata-rata responden, tingkat percaya diri responden tergolong tinggi. Responden menunjukkan sikap yang optimis dalam melakukan sesuatu. Tidak adanya hubungan antara tema sikap percaya diri dengan keberhasilan usaha karena peran anggota hanya sebagai pemasar produk dimana tingkat kepercayaan diri tidak terlalu mendominasi dan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan unit usaha. 8. Tanggung Jawab Individual Tanggung jawab individual terkait bagaimana individu merasakan dan menerima hasil dari kesuksesan atau akibat dari kegagalan yang dihadapi. Besar keinginan untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu
dalam
membuat
keputusan
sendiri
terutama
dalam
hal
perkembangan usaha. Berdasarkan tabel crosstab, sebanyak 66,5 persen responden memiliki kecenderungan yang modern terhadap tema sikap tanggung jawab individual dan berhasil dalam menjalankan usaha. Sebanyak 24 persen responden 82
memiliki sikap yang tidak modern tapi berhasil. Sedangkan, sebanyak 9,5 persen adalah responden dengan sikap modern dan tidak berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki sikap tanggung jawab individual pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Tabel 22. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Tanggung Jawab Individual Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Tidak Modern
tanggung jawab individual Total
Modern
Tidak Berhasil
Total
Berhasil
0 (0%)
5 (24 %)
5
2 (9,5%)
14 (66,5 %)
16
2
19
21
Berdasarkan uji korelasi Chi Square, menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara tema sikap tanggung jawab dengan keberhasilan usaha. Hal ini berkaitan dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri yang terbatas. Adapun pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perkembangan usaha ditentukan oleh beberapa orang yang dipercaya dan dianggap berkompeten di dala kelompok. Sementara, anggota menjalankan keputusan yang telah disepakati bersama. Sehingga, tema sikap tanggung jawab individual menjadi tidak dominan dan tidak memberikan pengaruh maupun kontribusi terhadap perkembangan usaha. 6.3. Hubungan Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan Keberhasilan Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan
dengan
Berdasarkan hasil crosstab, sebanyak 66,5 persen resonden yang memiliki sikap yang modern pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Sebanyak 9,5 persen yang memiliki sikap yang modern, ternyata tidak berhasil dalam menjalankan usaha. Sedangkan, sebanyak 24 persen responden yang tidak modern bisa berhasil dalam menjalankan usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kecenderungan sikap yang modern pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Meskipun demikian, sebagian responden yang tidak 83
modern ternyata juga berpeluang untuk berhasil dalam menjalankan usaha walaupun dengan persentase yang lebih sedikit. Tabel 23. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Keberhasilan Kategori Tema Sikap
Modern
Total
Berhasil
0 (0%)
5 (24 %)
5
2 (9,5%)
14 (66,5 %)
16
2
19
21
Tidak Modern
tanggung jawab individual
Tidak Berhasil
Total
Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara modernitas sikap pengurus dengan keberhasilan usaha. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji korelasi Chi Square yang menunjukkan bahwa nilai korelasi atau ρ hitung ternyata lebih besar daripada ρ tabel. Dalam hal ini digunakan taraf kesalahan atau alpha 15 persen. Dengan demikian, perhitungan tersebut membuktikan bahwa H1 (hipotesis satu) ditolak dan terima H0 yang menunjukkan bahwa antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha saling bebas (tidak ada hubungan). Baik responden yang memiliki sikap yang modern maupun tidak modern, dapat memiliki peluang yang sama untuk berhasil dalam menjalankan usaha. Hal ini karena, tingkat modernitas tidak berpengaruh terhadap keberhasilan unit usaha. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 24.
84
Tabel 24. Korelasi Chi Square Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .691b .000 1.152
.658
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .406 1.000 .283
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.571
.417
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 48.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Dewi (2009) sikap merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam individu yang mencerminkan apakah seseorang merasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Engel, Blackwell dan Miniard (1994) menyatakan bahwa sifat yang terpenting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang dengan keyakinan kuat, sementara yang lain mungkin ada dengan tingkat kepercayaan minimum. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan jauh lebih diandalkan untuk membimbing perilaku. Sementara, sikap akan menjadi lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Hal ini karena sikap bersifat dinamis bukan statis. Sikap wirausaha merupakan reaksi atau respon seseorang, secara efektif dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensipotensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sedangkan, tindakan wirausaha adalah perbuatan seseorang dalam mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasi. 85
Pada kasus yang terjadi pada unit usaha KWT, menunjukkan tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994), hal ini bisa saja terjadi karena adanya ketidaksesuaian (lack of correspondences) dengan perilaku atau tindakan. Di dalam sikap terkandung komponen konatif berkenaan dengan predisposisi atau kecenderungan individu untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan objek sikap. Dalam hal ini objek sikap yang diteliti terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan. Komponen konatif bukan perilaku nyata, namun masih berupa keinginan untuk melakukan suatu tindakan. Ketidaksesuaian yang terjadi menyebabkan sikap kewirausahaan yang dimiliki oleh responden belum sampai pada tahap tindakan atau perilaku. Hal ini karena sikap yang dipegang belum mencapai kepercayaan yang maksimum. Sikap yang dipegang belum dapat diandalkan untuk membimbing perilaku. Sikap wirausaha sendiri berupa reaksi atau respon seseorang, secara efektif dalam menemukan peluang berusaha dalam mengelola produk mulai dari tahap proses sampai tahap pemasaran. Sedangkan tindakan wirausaha berarti perbuatan nyata seseorang dalam menerapkan sikap yang sudah melekat pada diri wirausahawan. Pada unit usaha Tahu Serasi, bisa saja sikap yang ada belum diwujudkan secara nyata melalui tindakan atau perilaku. Hal ini karena usaha merupakan milik bersama atau kelompok, sehingga dalam pelaksanaan dan pengelolaannya berdasarkan kepentingan bersama. Masing-masing individu dibatasi oleh kepentingan tersebut sehingga tidak dimungkinkan untuk mengelola dan mengembangkan usahanya secara individu. Adanya peraturan dan keterikatan pada KWT Damai menyebabkan anggota tidak leluasa dalam memanfaatkan peluang usaha yang ada, melakukan inovasi, melalui proses kreatif untuk mengembangkan usaha secara mandiri. Pengelolaan
usaha
terkait
dengan
pengambilan
keputusan
usaha,
pengelolaan dan penentuan cara produksi, pengadaan produk, dan pengaturan modal operasi dibebankan oleh beberapa orang yang bertanggung jawab sebagai pengurus. Sedangkan, anggota hanya berkewajiban memasarkan produk dan meningkatkan penjualan sesuai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan. Adapun dana baik untuk modal dan investasi, selain berasal dari kelompok juga 86
diperoleh dari pemerintah, yaitu Dinas Pertanian setempat. Selain itu usaha tahu serasi juga mendapat perhatian penuh dari pemerintah melalui program pembinaan dan pelatihan yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Hal ini karena tahu serasi merupakan produk oleh-oleh khas yang diharapkan dapat berkembang menjadi salah satu produk icon yang dapat dikenal oleh masyarakat secara luas dan dapat menarik minat wisatawan yang berkunjung pada salah satu objek wisata Kabupaten Semarang. Semula sikap kewirausahaan responden diduga memiliki kaitan dengan keberhasilan usaha antara lain ditandai dengan adanya perkembangan usaha pada periode waktu tertentu. Akan tetapi, sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika tidak diwujudkan dalam tindakan wirausaha secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat, kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara mandiri dengan sikapsikap kewirausahaan yang dimiliki. Kriteria yang digunakan untuk menganalisa keberhasilan unit usaha tahu serasi dilihat dari beberapa kategori antara lain: (1) peningkatan jumlah laba; (2) peningkatan akumulasi modal; (3) peningkatan kapasitas produksi. Ukuran keberhasilan tersebut dapat dikatakan berkaitan satu sama lain. Dilihat dari akumulasi modal, apabila terjadi peningkatan selama periode usaha, maka diharapkan akan terjadi peningkatan dalam kapasitas produksi. Dalam hal ini modal yang ada digunakan untuk meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas produk. Dengan meningkatnya kapasitas produksi, maka produk yang terjual akan semakin banyak. Dengan adanya peningkatan penjualan, maka diharapkan laba usaha juga dapat meningkat. Semakin meningkatnya laba usaha, maka hasil usaha yang diperoleh masing-masing anggota mengalami peningkatan. Hal-hal tersebut yang menjadi indikasi adanya perkembangan usaha sehingga dapat dikatakan berhasil. Namun, pada kenyataan di lapangan tidak membuktikan demikian. Adanya peningkatan laba usaha belum tentu mengindikasikan adanya peningkatan pada modal maupun kapasitas produksi. Apabila dilihat dari perkembangan laba usaha 87
yang diperoleh unit usaha Tahu Serasi Bandungan tiga tahun terakhir, dapat dikatakan mengalami peningkatan, namun tidak signifikan. Dengan adanya peningkatan laba usaha tersebut, maka pendapatan masing-masing anggota pelaku usaha Tahu Serasi juga bertambah, tapi hanya sedikit. Jika dilihat dari akumulasi modal usaha masih relatif fluktuatif, sementara kapasitas produksi tiga tahun terakhir mengalami penurunan (Gambar 4). Berdasarkan indikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa usaha belum berhasil.
Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai 2008-2010 50000000 34037700 40000000
27618400
26638500
30000000
modal (Rp)
20000000
laba usaha (Rp)
10000000 0
10322250
11040300
12330100
2008
2009
2010
1
2
3
4000 3500
3411
3339
3000 2500
2447
2000 Kapasitas produksi (kg)
1500 1000 500 0 1
2
3
Gambar 4. Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai 2008-2010 88
Tinggi rendahnya modal dan kapasitas produksi sebagai ukuran keberhasilan unit usaha dalam penelitian ini, belum tentu berhubungan secara searah terhadap perolehan laba usaha. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya fluktuasi dari segi modal dan kapasitas produksi sehingga dapat mempengaruhi penjualan Tahu Serasi, antara lain harga beli bahan baku kedelai. Selama periode usaha tiga tahun terakhir dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi beberapa kali fluktuasi harga bahan baku utama yaitu, kedelai. Meskipun telah bekerjasama secara tetap dengan supplier, yaitu PT. Alam Segar, adanya perubahan harga bahan baku ternyata sulit dihindari. Hal ini akibat pasokan kedelai dalam negeri beberapa tahun terakhir masih belum stabil. Selain itu, masuknya kedelai impor yang merupakan konsekuensi dari kurangnya pasokan kedelai lokal yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri menjadi penyebab fluktuasi harga bahan baku. Selama ini unit usaha Tahu Serasi terbiasa menggunakan bahan baku kedelai lokal dari PT. Alam Segar dengan kualitas baik. Dari tahun 2007 menuju tahun 2008 harga kedelai per kilogram mengalami lonjakan harga sangat signifikan dari
Rp 3.500,- per kilogram
menjadi Rp 7.500,- sampai Rp 8.000,- per kilogram. Akibatnya, kapasitas produksi mengalami penurunan sekitar 40 persen. Adapun dari tahun 2008 sampai tahun 2010 kapasitas produksi sengaja diturunkan akibat penyesuaian dengan jumlah permintaan pasar. Dalam hal ini sebagian besar konsumen tahu serasi adalah pengunjung atau wisatawan. Sehingga adanya penurunan jumlah pengunjung yang merupakan target pasar potensial Tahu Serasi Bandungan berdampak pada penurunan kapasitas produksi atau penjualan. Selain itu, munculnya produk pesaing sejenis yang diproduksi di luar KWT juga berpengaruh terhadap penjualan. Namun demikian, dalam kasus ini penurunan kapasitas produksi tidak menyebabkan laba usaha juga menurun. Sebaliknya, laba usaha dari tahun 2008 sampai tahun 2010 justru mengalami peningkatan, walaupun tidak terlalu signifikan persentase peningkatannya yaitu 7 persen dan 12 persen dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Perolehan peningkatan laba ini ada kaitannya dengan harga bahan baku kedelai yang cenderung mengalami penurunan tiga tahun 89
terakhir. Tahun 2008 kisaran harga kedelai Rp. 8000,- per kilogram kemudian mengalami penurunan harga pada tahun 2009 dan 2010 yaitu Rp 6.500,- per kilogram dan Rp 6.000,- per kilogram. Adanya penurunan harga tersebut menyebabkan biaya produksi dapat ditekan, tetapi harga jual produk tetap stabil. Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari selisih biaya yang cukup besar antara biaya produksi yang dikeluarkan dengan harga jual produk akibat adanya penurunan harga bahan baku kedelai. Oleh sebab itu, meskipun kapasitas produksi menurun, usaha masih memperoleh laba. Adapun fluktuasi modal terjadi akibat beberapa kebutuhan untuk proses produksi yang cenderung meningkat pada tahun 2009. Antara lain adanya penambahan tenaga kerja serta pembelian alat dan bahan untuk proses produksi beserta perlengkapannya, yaitu pembelian kayu bakar, plastik untuk kemasan dan beberapa perlengkapan pabrik lainnya. Pengeluaran biaya relatif besar antara lain untuk upah tenaga kerja, biaya makan untuk tenaga kerja dan THR. Oleh karena itu, modal yang ada terpakai lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Adapun rician pengeluaran dan laporan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7. Selain itu, perolehan modal usaha diperoleh bukan dari anggota KWTD saja, namun dari pemerintah khususnya Dinas Pertanian setempat juga sering memberikan suntikan dana untuk pengembangan usaha Tahu Serasi Bandungan. Selain faktor-faktor di atas, beberapa hal yang dapat dijadikan acuan perkembangan usaha tahu serasi. Antara lain dukungan dari pemerintah, lembaga dan dinas terkait setempat. Berdasarkan analisis di lapangan, KWT Damai merupakan salah satu industri kecil sektor pengolahan hasil pertanian yang mendapat perhatian penuh dari Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian serta UMKM setempat, khususnya pemerintah Kabupaten Semarang. Selain bantuan dana, KWT Damai juga seringkali mendapatkan pelatihan secara rutin dari program pemerintah serta kemudahan dalam administrasi terkait usaha kecil.
Pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan keahlian secara teknik
mengenai pembuatan tahu saja, tapi juga berupa pelatihan mengenai kewirausahaan, pengetahuan tentang UMKM dan bisnis, serta inovasi produk yaitu pelatihan pembuatan berbagai makanan kecil, pengolahan hasil pertanian menjadi produk yang bernilai tambah, pengolahan limbah tahu. Berbagai macam 90
pelatihan tersebut tidak hanya diadakan oleh pemerintah saja, tapi juga civitas akademika yang turut berperan dalam mendukung terwujudnya pengembangan usaha. Antara lain oleh pihak LPPM melalui kegiatan KKN mahasiswa atau kegiatan kunjungan lapang lainnya. Beberapa universitas yang turut berperan antara lain adalah Universitas Negeri Semarang, Universitas Diponegoro, Unisula, Untag, dan beberapa perguruan tinggi setempat lainnya. Bahkan tak jarang dari pihak pemerintah sendiri terjun langsung untuk melakukan pengawasan di lapangan. Berdasarkan uraian di atas, fluktuasi dalam hal kapasitas produksi, modal usaha, dan laba usaha tahu serasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Indikasi keberhasilan dilihat dari laba usaha, akumulasi modal, dan kapasitas produksi belum tentu berhubungan secara searah. Peningkatan laba usaha belum tentu diakibatkan oleh peningkatan kapasitas produksi dan penjualan. Dalam kasus ini, beberapa hal yang mempengaruhi variabel tersebut antara lain, perubahan harga bahan baku kedelai sehingga berdampak terhadap perubahan biaya produksi dan jumlah laba, perubahan jumlah pengunjung atau wisatawan yang menjadi target pasar potensial Tahu Serasi, adanya pesaing sejenis dalam cakupan wilayah yang sama, serta dukungan dari pihak luar seperti pemerintah dan lembaga terkait, baik dalam hal finansial maupun non finansial.
91
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Secara umum, responden anggota KWT Damai yang menjalankan unit usaha tahu serasi Bandungan memiliki pandangan yang modern terhadap ke delapan tema sikap. Apabila diamati pada masing-masing tema sikap, masih ada kecenderungan responden yang memiliki sikap-sikap yang belum modern, di antaranya pada sikap pengambilan risiko, keinovatifan, dan penghargaan terhadap waktu.
Sedangkan, tema sikap yang paling modern yang dimiliki
responden adalah tema sikap tentang motivasi berprestasi. Berdasarkan uji korelasi Chi Square diketahui bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan responden dengan keberhasilan unit usaha saling bebas (tidak ada hubungan). Begitu juga masing-masing tema sikap dari tema sikap pertama sampai tema sikap ke delapan tidak berhubungan secara nyata terhadap keberhasilan unit usaha. Hal ini diperoleh dari nilai ρ hitung lebih besar dari alpha 15 persen yang berarti tidak signifikan. Dengan demikian, pada kasus ini menunjukkan bahwa ternyata tingkat modernitas dari ke delapan tema sikap kewirausahaan tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap keberhasilan usaha. Begitu pula ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara modernitas sikap responden dengan keberhasilan usaha. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji korelasi Chi Square yang menunjukkan bahwa nilai korelasi atau ρ hitung ternyata lebih besar daripada ρ tabel. Dalam hal ini digunakan taraf kesalahan atau alpha 15 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
antara sikap yang modern dan tidak modern memiliki
peluang yang sama untuk mencapai keberhasilan usaha. Sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika tidak diwujudkan dalam tindakan wirausaha secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat, kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara mandiri dengan sikap-sikap kewirausahaan yang dimiliki. 92
7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap unit usaha Tahu Serasi Bandungan KWT Damai, maka terdapat beberapa saran sebagai bahan pertimbangan unit usaha dalam upaya pengembangan usaha serta untuk referensi penelitian serupa selanjutnya. Adapun saran yang direkomendasikan antara lain: 1. Sikap kewirausahaan sebaiknya diwujudkan dalam perilaku atau tindakan nyata. Hal tersebut dapat diwujudkan antara lain dengan ikut serta dalam pengambilan keputusan terkait dengan perkembangan usaha, mengemukakan dan mewujudkan ide-ide baru atau inovasi, secara mandiri mencari dan memanfaatkan informasi yang didapat sebaik mungkin untuk kepentingan usaha serta inisiatif untuk memanfaatkan peluang usaha yang ada dengan sebaik-baiknya. 2. Pembagian jobdesk secara jelas serta struktur organisasi yang lebih terperinci pada unit usaha Tahu Serasi agar kinerja usaha dapat berjalan secara maksimal. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih agar satu orang tidak merangkap pekerjaan yang lain dalam waktu yang sama. Beberapa tugas yang belum terorganisasi dengan baik antara lain adalah pengelolaan pada bagian produksi, bagian administrasi, dan bagian pemasaran. Tugas-tugas penting tersebut masih dilakukan oleh pengurus yang merupakan ketua kelompok. Oleh sebab itu, dengan adanya orang yang dapat bertanggung jawab terhadap fungsi tugas-tugas tersebut diharapkan kinerja usaha lebih maksimal. 3. Perlu diadakannya pertemuan wajib secara rutin antar anggota sebagai wadah untuk berdiskusi dan berbagi terkait dengan perkembangan usaha yang sedang dijalankan. Selain itu ilmu yang didapat dari program pelatihan dari pemerintah yang hanya diikuti oleh wakil dari kelompok perlu disebarkan kembali ke seluruh anggota KWT sehingga pelatihan yang ada dapat diterima secara merata. Dengan demikian kemandirian kelompok wanita tani dapat terpupuk dan tidak terus-menerus tergantung pada dukungan lembaga terkait dan pemerintah.
93
DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2003. Kewirausahaan. Ed ke-5. Bandung: CV Alfabeta. Aggraini, Nenny. 1995. Perbandingan Sikap Kewirausahaan di Antara Pengusaha Industri Kecil “Berhasil, Statis dan Tidak Berhasil” (Studi Pada Perkampungan Industri Kecil Pulogadung, Jakarta Timur) [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Azzahra, Rifzashani. 2009. Perilaku Wirausaha Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Peserta Program Kewirausahaan Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) dan Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa (PPKM). Bogor: Program Studi Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Dirlanudin. 2010. Perilaku Wirausaha dan Keberdayaan Pengusaha Kecil Industri Agro. [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Fawaqa, Leinina. 2006. Potensi Wirausaha di Kalangan Mahasiswa (Perbandingan antara Mahasiswa yang Mendapat dengan yang idak mendapat Mata Kuliah Kewirausahaan). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Heatubin, AB. 2008. Peranan Usaha Kecil dan Menengah dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor. [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Iwantono, Sutrisno. 2006. Kiat Sukses Berwirausaha, Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Grasindo. Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kurniawan, Andri. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil (Studi Kasus Industri Sepatu di Desa Sukaluyu Kecamatan Tamasari Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Longenecker J.G, Carlos J. W. Moore, Petty W. 2001. Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta: Salemba Empat. Marbun, B.N. 1996. Manajemen Perusahaan Kecil. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Mulyanto, Dede. 2006. Usaha Kecil dan Persoalannya di Indonesia, Seri Bibliografi Bercatatan. Bandung: Akatiga.
94
Mutis, Thoby. 1995. Kewirausahaan yang Berproses. Jakarta: Grasindo. Pakpahan, SM. 2010. Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Partomo, TS dan Abd. Rachaman Soejoedono. 2002. Ekonomi Skala Kecil / Menengah dan Koperasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Perry, Martin. 1998. Mengembangkan Usaha Kecil, dengan Memanfaatkan Berbagai Bentuk Jaringan Kerja Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Riduwan. 2008. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta Riyanti, BPD. 2003. Kewirausaahn dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: Grasindo. Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data dan Penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta: Andi. Satya, LD. 2010. Pengaruh Sikap dan Norma Subyektif Terhadap Intensi Menjadi Wirausaha Sukses. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Sears, David O, dkk. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Soetjipto W. 1996. Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi ed ke sembilan Jilid 2, Jakarta: Erlangga Supranto. 1989. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga Suwarsono dan Alvin Y.So.2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia.. Jakarta: Pustaka LP3ES. Tawardi, Bambang. 1999. Sikap Kewirausahaan Anggota Kelompok Belajar Usaha dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya (Kasus Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten Jawa Tengah). [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Usman H, Setiady PA. 2000. Pengantar Statistik . Jakarta: Bumi Aksara Widiamega, AP. 2010. Evaluasi Program Pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sebagai Implementasi Corporate Social Responbility (Kasus Program Pembinaan UMKM Yayasan Dharma Bhakti Astra). Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
95
Weiner, Myron. 1977. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Zimmerer, Thomson W. and Norman M. Scarborough. 2005. Peran Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis kecil. Ed ke-4. Jakarta: PT. Indeks.
96
LAMPIRAN
97
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus: Unit Usaha KWT Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang) (Meita Kurnia Warnaningsih, H34070062)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Saya Meita Kurnia Warnaningsih, Mahasiswa Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor yang sedang melakukan penelitian mengenai ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus: Unit Usaha KWT Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang). Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap agar Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Perlu diperhatikan bahwa dalam mengisi kuesioner ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Apa pun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Atas waktu dan kesediaan Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya sampaikan terima kasih.
98
A. Identitas Responden Petunjuk Pengisian: - Isilah titik-titik kosong dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan anda. - Beri tanda checklist (√) pada kotak jawaban yang tersedia sesuai dengan identitas anda. 1. No Responden
: ………………..
2. Nama Responden
: ………………
3. Jenis Kelamin
: [1] Pria
4. Umur
: ………..tahun
5. Status Pernikahan
: [1] Menikah
6. Pendidikan Terakhir
: [1] Tidak Sekolah
[2] Wanita [2] Belum menikah
[2] SD [3] Tamat SD [4] SMP [5] Tamat SMP [6] SMA [7] Tamat SMA [8] Perguruan Tinggi 7. Lama Menjalankan Usaha
: …………………….
8. Pendapatan per bulan
: [1] <500.000 [2] 500.000 ≤ 1.000.000 [3] 1.000.000 ≤ 2.500.000 [4] 2.500.000 ≤ 5.000.000 [5] > 5.000.000
9. Pendidikan Informal / Kursus / Pelatihan (yang sedang atau pernah diikuti): [1] Ya, Pernah
[2] Tidak Pernah
Jika Ya, apa saja kursus/pelatihan yang pernah Anda ikuti (sebutkan): …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………... 99
B. Modernitas Sikap Kewirausahaan Petunjuk Pengisian : Beri tanda checklist (√) pada kotak jawaban yang tersedia sesuai dengan identitas anda 1. Mengetahui Prioritas Utama
No. 1.
2.
3.
4.
5.
Pernyataan
STS
TS
S
SS
Santriaji hendak mengembangkan usaha warungnya, namun ia tidak memiliki cukup modal. Untuk itu, ia mencoba untuk mengajukan kredit dan mencari informasi dan memahami dengan baik tentang risiko dan peluang kredit bagi keberhasilan usahanya. Bagaimana menurut anda terhadap sikap Santriaji tersebut? Sebagai seorang petani, Pak Surya memilih untuk bergabung dengan gapoktan di desanya yang memiliki pelayanan koperasi simpan pinjam. Sebelumnya dia belum memiliki pengalaman dalam melakukan pinjaman kredit yang kemudian mencari informasi terkait dengan risiko kredit dan keuntungannya ikut gapoktan, karena ia beranggapan dengan tergabung dengan gapoktan dan melakukan pinjaman kredit dapat membantu usaha sampingan warung kelontong yang dijalankannya. Begaimana menurut anda terkait dengan sikap Pak Surya tersebut? Bu Ratih memiliki usaha kecil kerajinan tangan. Untuk pertama kalinya ia mengajukan proposal ke salah satu pihak dinas terkait agar usahanya mendapat tambahan dana. Hingga akhirnya usaha Bu Ratih mendapat kucuran dana yang cukup besar. Melalui dana tersebut, Bu Ratih mengalokasikan dananya untuk memenuhi pembelian bahan baku dan sebagian lagi didepositokan untuk dana cadangan. Bagaimana menurut pendapat anda terhadap sikap Bu Ratih tersebut? Terkait dengan kasus nomor 4, teman Bu Ratih, Bu Endang menyarankan agar dana yang didapatkan lebih baik disimpan dan dipakai untuk keperluan tersier (seperti membeli alat elektronik, furniture, perabot dapur, dan barang lainnya). Bagaiman pendapat anda terhadap sikap Bu Endang tersebut? Berbeda dengan Bu Endang, Bu Lis rekan kerja Bu Ratih menyarankan agar dana yang ada 100
digunakan untuk membuka usaha baru yang lain karena belum tentu ada kesempatan kedua untuk mendapatkan bantuan dana. Bagaimana menurut anda terkait dengan sikap Bu Lis tersebut? 2. Bersedia Menanggung Risiko
No. 1. 2.
3.
4. 5.
Pernyataan STS Mengambil risiko yang terlalu besar sama saja dengan berjudi. Si A memiliki kesempatan usaha yang sangat besar. Untuk melakukan usaha tersebut harus menggunakan seluruh harta kekayaannya yakni dengan menanamkan saham kepada instansi yang bersangkutan. Atas dorongan mendapatkan keuntungan yang besar maka si A menggunakan hanya sebagian hartanya (tidak seluruhnya) untuk investasi. Bagaimana menurut anda terhadap sikap si A? Si B memiliki kesempatan mendapatkan keuntungan usaha cukup besar. Untuk melaksanakan usaha tersebut ia harus menggunakan harta kekayaannya cukup banyak (walaupun tidak sampai sebagian besar hartanya digunakan). Ternyata Si B tidak jadi melakukan usaha tesebut. Bagaimana menurut anda terhadap sikap Si B? Bentuk usaha yang paling baik adalah usaha yang mendapatkan keuntungan yang sangat besar meskipun risikonya juga besar. Bentuk usaha yang paling baik adalah usaha yang dapat dipahami informasi usahanya, caracara usaha, dan risiko-risiko yang diterima.
TS
S
SS
TS
S
SS
3. Keinovatifan
1.
2.
Pernyataan STS Dalam menentukan bidang usaha, sebaiknya dipilih yang jelas-jelas menguntungkan tanpa perlu mencari informasi risiko kerugian yang nantinya didapat. Usaha dagang Pak Satriyo dalam keadaan baik, mendapatkan keuntungan yang cukup memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarganya. Akan tetapi ia memutuskan untuk membuka usaha baru berupa bengkel sepeda motor. Kemudian ia mencari informasi terkait dengan usaha barunya, dan memahami betul risiko serta peluang dari bidang usaha yang baru, hingga ia berani membuka usaha tersebut.
101
3. 4.
5.
Bagaimana pendapat anda terhadap sikap Pak Satriyo tersebut? Jika rajin mencari informasi, makin banyak menemukan dan memperoleh hal-hal baru untuk mencapai keberhasilan usaha. Seorang pengusaha roti yang rotinya cukup banyak diminati konsumen ingin mengembangkan usahanya agar lebih untung. Maka ia mengganti kemasan roti dengan kemasan yang lebih higienis dan murah tanpa mengurangi mutu rasa roti. Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan. Bagaimana menurut anda terhadap sikap pengusaha tersebut? Pada kasus yang sama dengan nomor 5, beberapa pengusaha roti lainnya justru mengurangi bobot roti dan mengganti kemasan roti. Bagaimana sikap anda terhadap sikap pengusaha tersebut?
4. Kerja Keras
No. 1. 2.
3.
4. 5.
Pernyataan STS Merupakan hal yang paling membahagiakan jika dalam hidup ini tidak harus bekerja. Sebagai seorang pengusaha kita harus terusmenerus memusatkan perhatian kita pada pekerjaan dan bekerja keras untuk mencapai hasil yang lebih baik. Waktu santai sebanyak mungkin dimanfaatkan untuk melakukan hal yang berguna. Seorang pekerja keras adalah seseorang yang menyukai pekerjaan yang sulit dan banyak tantangannya dan berusaha memperbaiki kesalahan atas pekerjannya untuk keberhasilan usaha. Walau bagaimana sulitnya suatu pekerjaan, harus bertekad menyelesaikannya. Si A seorang pedagang es cendol di pinggiran jalan. Pada suatu hari Si A terkena gusuran dan peringatan Satpol PP untuk tidak berjualan di kawasan tersebut. Namun Si A tidak pantang menyerah, selama peraturan tersebut diberlakukan ia berjualan secara berkeliling di kawasan tersebut karena baginya di wilayah tersebut ia mendapat cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Bagaimana tanggapan anda terhadap sikap si A?
TS
S
SS
102
5. Menghargai Waktu
No. 1. 2. 3.
4.
5.
Pernyataan STS Waktu untuk mengikuti segala macam kursus atau pelatihan, maupun aktif berorganisasi adalah hal yang penting dan bermanfaat. Sekali pekerjaan dimulai, maka pekerjaan itu harus selesai dengan tuntas dan berhasil tepat waktu. Si B merasa bersalah karena ia tidak dapatmenepati rencana/janji yang diberikan pada orang lain. Walaupun sebenarnya Si B memiliki alas an kuat untuk menjelaskan sehingga ia terpaksa tidak menepati janji. Bagaimana menurut anda terhadap sikap si B? Seseorang seharusnya dapat memaklumi orang lain yang kebetulan tidak dapat menepati janji yang telah diberikan. Apalagi banyak kebutuhan mendadak yang muncul lebih penting daripada urusan yang telah dijanjikan. Bagaimana menurut anda terhadap sikap ini? Bu Aci dan Bu Eka hendak pergi berbelanja ke supermarket. Keduanya sama-sama ingin membeli kebutuhan pokok. Bu Aci membeli segala macam kebutuhannya tanpa menggunakan daftar belanja. Sedangkan Bu Eka membeli barang kebutuhannya sesuai dengan yang tertulis dalam daftar belanjaannya. Bagaimana menurut anda terhadap sikap Bu Aci?
TS
S
SS
TS
S
SS
6. Motivasi Berprestasi
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan STS Perlu adanya gagasan-gagasan dan ambisi dalam diri sendiri untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Bekerja hanyalah untuk kesenangan pribadi dan untuk mendapatkan pujian dari orang lain, dan bukan untuk mencapai prestasi. Memperbaiki kinerja atas hasil yang diperoleh sama dengan berprestasi dan berusaha mengoptimalkan kualitas diri sendiri. Kegagalan hanya membuat prestasi kerja menurun, apalagi saat tidak mendapat pujian maupun penghargaan dari orang lain. Sebagai camat yang teladan, Pak Wiro seringkali mendapatkan penghargaan dari bupati. Namun demikian, dia terus memperbaki
103
kinerjanya. Walaupun mendapat banyak pujian, tapi ia tidak merasa bangga maupun sombong. Bagaimana pendapat anda terhadap sikap Pak Wiro? 7. Rasa Percaya Diri
No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pernyataan STS Si A hendak mempresentasikan proposalnya di depan atasannya dan rekan kerjanya. Proposal itu dibuat sendiri olehnya. Akan tetapi, sebelum penampilannya di depan, si A merasa ragu dan risau. Ia tidak yakin proposalnya akan disetujui. Walaupun pada akhirnya proposal tersebut diterima. Bagaimana menurut anda terhadap sikap Si A tersebut? Usaha yang paling baik adalah yakin pada diri sendiri akan dapat menyelesaikan setiap persoalan ataupun pekerjaan untuk mencapai keberhasilan, walaupun kegagalan itu pasti terjadi. Badu seringkali merasa iri dengan orang lain. Bahkan saat temannya berhasil memenangkan kasus di pengadilan, Badu menganggap bahwa rekannya itu berbuat curang. Ia pun menganggap bahwa keberhasilan rekannya tersebut pasti dibantu oleh orang lain. Bagaimana pendapat anda terhadap sikap Badu? Reni seringkali merasa bersalah dan selalu menyalahkan dirinya sendiri ketika ia menghadapi kegagalan dalam lomba cerdas cermat. Bahkan saat ada perlombaan lagi, Reni tidak ingin mengikutinya. Sehingga butuh waktu bagi Reni untuk menyemangati dirinya kembali. Bagaimana tanggapan anda terhadap sikap Reni? Pak Toni seorang pengusaha sukses. Ia termasuk orang yang pantang menyerah. Bahkan ketika usahanya mengalami kerugian, Pak Toni ingin usahanya berjalan dengan baik meskipun kegagalan pasti terjadi. Pada suatu ketika, rekan kerja Pak Toni berkomentar bahwa Pak Toni terlalu egois, bahkan reannya melakukan kecurangan agar ia juga bisa berhasil. Bagaimana menurut anda terkait dengan sikap rekan kerja Pak Toni? Berdasarkan kasus nomor 5, Bagaimana pendapat anda terhadap sikap Pak Toni?
TS
S
SS
104
8. Tanggung Jawab Individual
No. 1.
2.
3.
4.
5.
Pernyataan STS Si A adalah salah satu karyawan yang cukup professional dan berprestasi. Pada suatu ketika ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan si A untuk dilaporkan kepada atasannya dalam waktu satu minggu ke depan. Akan tetapi si A menunda menyelesaikan pekerjaannya karena merasa bahwa atasannya tidak akan memarahinya. Bagaimana pendapat anda terhadap sikap si A? Berkaitan dengan kasus nomor 1, salah satu rekan kerja si A memilih utntuk menyelesaikan pekerjaannya. Rekannya merasa bahwa pekerjaan itu menjadi tanggung jawab dan harus diselesaikan dengan tuntas. Bagaimana pendapat anda terkait dengan sikap rekan kerja si A tersebut? Anda dan beberapa rekan kerja sepakat untuk bekerja sama membuka usaha (konveksi) dengan modal bersama. Suatu ketika usaha tersebut mengalami kerugian sehingga perusahaan terlibat hutang dan rekan kerja anda yang lain kabur. Sebagai usaha bersama, dalam hal ini Anda ikut bertanggung jawab membayar sebagian hutang perusahaan. Anda pun bersedia membayar kerugian tersebut. Bagaimana pendapat anda terhadap kejadian tersebut? Misalnya si B bekerja dalam suatu usaha dagang. Kemudian si B ditunjuk oleh atasannya untuk mengembangkan bidang usaha yang baru. Tetapi lalu usaha tersebut mengalami kerugian yang disebabkan oleh kecerobohan anak buahnya bukan kesalahan anda. Untuk mempertanggungjawabkan kegagalan tersebut pada atasannya, maka si B menjelaskan pada atasannya bahwa kegagalan itu pada dasarnya bukan kesalahannya tapi anak buahnya. Lalu si B, tidak bersedia membantu dan mencoba untuk memperbaiki kerugian. Bagaimana pendapat anda terhadap sikap si B? Sama dengan kasus nomor 5, akan tetapi setelah menjelaskan pada atasannya si B justru mencoba bertanggungjawab terhadap kerugian tersebut. Sebagai pekerja ia berusaha memberikan yang terbaik untuk atasannya.
TS
S
SS
105
Bagaimana menurut anda terhadap sikap si B ini? Keterangan: STS = Sangat Tidak Setuju; TS = Tidak Setuju; S= Setuju; dan SS= Sangat Setuju
106
Lampiran 2. Wawancara dengan Informan Informan : Ketua Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan 1. Berapa jumlah anggota yang menjadi pelaku usaha yang tergabung dalam Unit Usaha Tahu Serasi Bandungan? 2. Sudah berapa lama berjalan dan bagaimana perkembangannya sampai sekarang? 3. Bagaimana teknis pelaksanaan unit usaha dan apa pengaruhnya terhadap KWT Damai? 4. Apakah sering diadakan pelatihan dari dinas terkait terhadap unit usaha? 5. Bagaimana teknis produsi mulai dari perolehan bahan baku sampai pemasaran Tahu Serasi Bandungan? 6. Apakah terdapat data lengkap terkait perkembangan unit usaha, jika iya data apa saja? 7. Apakah unit usaha memperoleh bantuan baik berupa modal maupun peralatan, jika iya, darimana saja asalnya, kapan dan berapa banyak?
107
Lampiran 3. Identitas Responden Usia (tahun)
Pendidikan Terakhir
Lama Usaha
Subiyati
Jenis Kelamin (L/P) P
45 th
SMA
13 th
1.000.000≤2.500.000
2. 3.
Sutrisno Sugiyarti
L P
45 th 46 th
PT SMP
13 th 11 th
1.000.000≤2.500.000 1.000.000≤2.500.000
4.
Sri Wahyuni
P
43 th
SD
7 th
500.000≤1.000.000
5. 6.
Soliyah Suyatini
P P
28 th 42 th
SMA SD
3 th 10 th
500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Supriyati Kusmiati Sari K. Triyanti Riyanti Kotijah
P P P P P P
48 th 45 th 31 th 30 th 43 th 45 th
SD SD SMA SMA SMA SMA
12 th 10 th 10 th 11 th 11 th 11 th
500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000 >5.000.000
13. 14. 15. 16. 17.
Naryati Karsin Juwarni Judiyanto Jupriyono
P L P L L
36 th 46 th 35 th 46 th 43 th
SD PT SD SMA SD
6 th 11 th 6 th 11 th 7 th
<500.000 >5.000.000 <500.000 500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000
18. 19. 20. 21.
Sri Utari Budi S. Biyanto Eni T.
P P L P
35 th 35 th 39 th 35 th
SMP SMA SMA SMA
10 th 7 th 11 th 11 th
500.000≤1.000.000 <500.000 500.000≤1.000.000 500.000≤1.000.000
No
Nama Responden
1.
Pendapatan/bulan
108
Pendidikan Informal (Ya/Tidak) Ya, Pelatihan pengolahan hasil pertanian, kewirausaha an, manajemen agribisnis Tidak Ya, Menjahit, kewirausaha an, pengolahan makanan Ya, Menjahit, pembuatan makanan kecil Tidak Ya, Pengolahan limbah tahu Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya, Kewirausah aan Tidak Tidak Tidak Tidak Ya, Kursus memasak Tidak Tidak Tidak Tidak
Lampiran 4. Laba Bersih Anggota Tahun 2008-2010 Laba Bersih (Rp)
No.
Responden Anggota
1.
Subiyati
351.021
447.910
465.800
2.
Sutrisno
80.000
88.600
100.400
3.
Sugiyarti
356.472
394.220
482.600
4.
Sri Wahyuni
234.996
252.620
266.600
5.
Soliyah
80.000
88.600
100.400
6.
Suyatini
228.120
280.940
344.600
7.
Supriyati
292.462
349.085
395.000
8.
Kusmiati
80.000
88.600
100.400
9.
Sari Kusumastuti
80.000
88.600
100.400
10.
Triyanti
299.459
291.265
289.400
11.
Riyanti
210.930
88.600
100.400
12.
Kotijah
80.000
88.600
100.400
13.
Naryati
80.000
88.600
100.400
14.
Karsin
80.000
88.600
100.400
15.
Juwarni
353.034
343.480
454.400
16.
Judiyanto
80.000
88.600
100.400
17.
Jupriyono
80.000
88.600
100.400
18.
Sri utari
313.252
395.695
464.000
19.
Budi Surtiningsih
325.244
373.275
443.600
20.
Biyanto
80.000
88.600
100.400
21.
Eni Turiyah
326.963
392. 450
449.999
2008
2009
2010
109
Lampiran 5. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2008 No.
Keterangan
Masuk
Keluar
Sisa
1.
Penjualan tahu
Rp. 31.771.250,-
2.
Penjualan susu kedelai
Rp. 5.189.500,-
3.
Bahan baku kedelai
Rp. 25.587.000,-
4.
Solar dan oli
Rp. 200.000,-
5.
Listrik
Rp. 240.000,-
6.
THR dan sumbangan
Rp. 450.000,-
7.
Fotocopy
Rp. 67.500,-
8.
Tas Plastik
Rp. 94.000,-
Total
Rp. 39.960.750,-
Rp. 26.638.500,-
Rp.10.322.250,-
Perincian pembagian hasil usaha ‐
Laba Usaha
Rp. 10.322.250,-
‐
Sewa Rumah Produksi
Rp.1.000.000,-
‐
Jasa Pengelola 33%
Rp. 3.104.250,-
‐
Dana cadangan + pengurus (5%)
Rp. 621.800,-
‐
Dibagi rata anggota (50%)
Rp. 2.798.100,-
‐
Dibagi rata menurut penjualan (50%)
Rp. 2.798.100,-
*harga kedelai : Rp. 7500,- / kg
110
Lampiran 6. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2009 No.
Keterangan
Masuk
Keluar
Sisa
1.
Penjualan tahu
Rp. 37.538.200,-
2.
Penjualan susu kedelai
Rp. 5.951.500,-
3.
Saldo tahun lalu
Rp. 1.588.300,-
4.
Bahan baku kedelai
Rp. 21.707.200,-
5.
Upah tenaga kerja
Rp. 4.387.500,-
6.
Makan karyawan
Rp. 1.755.000,-
7.
Kayu bakar
Rp. 1.950.000,-
8.
Garam
Rp. 202.000,-
9.
Plastik pack
Rp. 1.495.000,-
10.
Transportasi
Rp. 975.000,-
11.
Tas plastik
Rp. 228.000,-
12.
Fotocopy
Rp. 48.000,-
13.
Sumbangan
Rp. 200.000,-
14.
Listrik
Rp. 240.000,-
15.
THR
Rp. 400.000,-
16.
Solar dan oli
Rp. 450.000,-
Total
Rp. 45.078.000
Rp. 34.037.700,-
Rp. 11.040.300,-
Perincian pembagian hasil usaha ‐
Laba usaha
Rp. 11.040.300,-
‐
Sewa Rumah Produksi
Rp.1.000.000,-
‐
Jasa Pengelola 33%
Rp. 3.343.000,-
‐
Dana cadangan + pengurus (5%)
Rp. 669.730,-
‐
Dibagi rata anggota (50%)
Rp. 3.013.785,-
‐
Dibagi rata menurut penjualan (50%)
Rp. 3.013.785,-
*harga kedelai : Rp. 6500,- / kg
111
Lampiran 7. Laba Rugi Penjualan Tahu Serasi KWT Damai Tahun 2010 No.
Keterangan
Masuk
Keluar
Sisa
1.
Penjualan tahu
Rp. 34.185.500,-
2.
Penjualan susu kedelai
Rp. 5.763.000,-
4.
Bahan baku kedelai
Rp. 14.680.250,-
5.
Upah tenaga kerja
Rp. 4.114.500,-
6.
Makan karyawan
Rp. 2.457.000,-
7.
Kayu bakar
Rp. 1.525.000,-
8.
Garam
Rp. 98.400,-
9.
Plastik pack dan tas
Rp. 1.445.000,-
10.
Transportasi
Rp. 1.105.000,-
12.
Fotocopy
Rp. 24.000,-
13.
Sumbangan
Rp. 200.000,-
14.
Listrik
Rp. 240.000,-
15.
THR
Rp. 600.000,-
16.
Solar dan oli
Rp. 805.250,-
17.
Tutup kepala, masker,
Rp. 324.000,-
Sepatu boot Total
Rp. 39.948.500,-
Rp. 27.618.400,-
Rp. 12.330.100,-
Perincian pembagian hasil usaha ‐
Laba usaha
Rp. 12.330.100,-
‐
Sewa Rumah Produksi
Rp.1.000.000,-
‐
Jasa Pengelola 33%
Rp. 3.738.900,-
‐
Dana cadangan + pengurus (5%)
Rp. 759.120,-
‐
Dibagi rata anggota (50%)
Rp. 3.416.040,-
‐
Dibagi rata menurut penjualan (50%)
Rp. 3.416.040,-
*harga kedelai : Rp. 6000,- / kg
112
Lampiran 8. Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai 2008-2010 No.
Keterangan
2008
2009
2010
1.
Laba usaha
Rp. 10.322.250,-
Rp. 11.040.300,-
Rp. 12.330.100,-
2.
Modal
Rp. 26.638.500,-
Rp. 34.037.700,-
Rp. 27.618.400,-
3.
Kapasitas produksi
3411 kg
3339 kg
2447kg
113
Lampiran 9. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SEBELUM) Variabel Tema A (Mengutamakan Prioritas) R E L I A B I L I T Y A)
A N A L Y S I S
N of Cases = Statistics for Scale
Mean 17,5000
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
15,5000 14,6000 14,2000 14,1000 13,9000 15,2000
Reliability Coefficients Alpha =
,3141
-
S C A L E
(A L P H
10,0 N of Variables 6
Variance 4,5000
Std Dev 2,1213
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Squared Multiple Correlation
-,5661 ,4044 ,7863 ,7925 ,2926 ,4174
,6146 ,7564 ,8715 ,8833 ,4506 ,5238
6,5000 2,9333 2,4000 2,3222 3,6556 3,5111
6 items Standardized item alpha =
,6289
Variabel Tema B (Pengambilan Risiko) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 18,7000
Std Dev 2,4060
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
15,5000 15,4000 15,5000 15,8000 15,8000 15,5000
4,5000 4,0444 4,5000 3,9556 3,9556 4,5000
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 5,7889
,7232
,6211 ,3221 ,6211 ,4391 ,4391 ,6211
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,7947
114
Variabel Tema C (Keinovatifan) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 17,1000
Std Dev 2,4244
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
15,5000 13,6000 15,3000 13,7000 13,8000 13,6000
4,5000 3,8222 5,5667 4,0111 3,5111 3,8222
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 5,8778
,8484
,5072 ,8627 ,0670 ,7735 ,7555 ,8627
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,8352
Variabel Tema D (Kerja Keras) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 18,1000
Std Dev 2,5144
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
Squared Multiple Correlation
14,8000 14,7000 14,8000 14,7000 15,0000 16,5000
4,4000 4,9000 3,7333 4,4556 3,1111 6,9444
,8334 ,5055 ,8179 ,7339 ,7914 -,3266
,8783 ,8460 ,8641 ,6780 ,8880 ,4097
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 6,3222
,7719
6 items Standardized item alpha =
,7592
115
Variabel Tema E (Menghargai Waktu) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 18,0000
Std Dev 3,2660
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
14,6000 14,7000 15,5000 15,4000 14,6000 15,2000
8,2667 8,4556 6,7222 6,4889 8,2667 7,9556
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 10,6667
,8075
,7184 ,7040 ,7312 ,8069 ,7184 ,2221
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,8719
Variabel Tema F (Motivasi Berprestasi) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 18,7000
Std Dev 2,1108
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
15,2000 15,2000 15,2000 15,7000 15,3000 16,9000
3,0667 2,8444 3,0667 2,6778 2,9000 4,9889
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 4,4556
,7362
,6019 ,7500 ,6019 ,6111 ,7328 -,3775
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,6959
Variabel Tema G (Percaya Diri) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004
Mean 19,1000
N of Variables 6
Variance 8,1000
Std Dev 2,8460
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
16,2000 15,6000 15,5000 16,5000
5,2889 5,8222 5,8333 5,8333
,6679 ,7863 ,8018 ,8018
Squared Multiple Correlation . . . .
116
VAR00005 VAR00006
15,6000 16,1000
Reliability Coefficients Alpha =
,8922
5,8222 5,8778
,7863 ,5500
. .
6 items Standardized item alpha =
,9058
Variabel Tema H (Tanggung Jawab Individual) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 18,1000
Std Dev 2,1318
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
14,7000 14,7000 15,5000 16,3000 14,6000 14,7000
2,9000 2,9000 2,9444 4,9000 3,1556 2,9000
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 4,5444
,7980
,7834 ,7834 ,7524 -,2857 ,5934 ,7834
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,7715
117
Lampiran 10. Hasil Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner (SESUDAH) Variabel Tema A (Mengutamakan Prioritas)
Statistics for Scale
VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 15,5000
Std Dev 2,5495
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
12,6000 12,2000 12,1000 11,9000 13,2000
3,8222 3,9556 3,6556 4,9889 5,0667
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 5
Variance 6,5000
,8675
,7394 ,7781 ,8810 ,5395 ,5518
Squared Multiple Correlation ,5918 ,8499 ,8808 ,3651 ,5238
5 items Standardized item alpha =
,8647
Variabel Tema B (Pengambilan Risiko) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 15,4000
Std Dev 2,0111
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
12,2000 12,2000 12,5000 12,5000 12,2000
3,0667 3,0667 2,2778 2,2778 3,0667
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 5
Variance 4,0444
,7486
,5417 ,5417 ,5488 ,5488 ,5417
Squared Multiple Correlation . . . . .
5 items Standardized item alpha =
,7990
118
Variabel Tema C (Keinovatifan) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 15,3000
Std Dev 2,3594
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
13,7000 11,8000 11,9000 12,0000 11,8000
4,2333 3,5111 3,6556 3,3333 3,5111
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 5
Variance 5,5667
,9032
Squared Multiple Correlation
,5020 ,9001 ,8328 ,7213 ,9001
. . . . .
5 items Standardized item alpha =
,9079
Variabel Tema D (Kerja Keras) N of Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005
Mean 16,5000
Variance 6,9444
Std Dev 2,6352
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
13,2000 13,1000 13,2000 13,1000 13,4000
4,8444 5,2111 4,1778 4,9889 3,6000
Reliability Coefficients Alpha =
,8920
Variables 5
,8779 ,6221 ,8376 ,7321 ,7758
Squared Multiple Correlati ,8758 ,7917 ,8606 ,6667 ,8841
5 items Standardized item alpha =
,9094
Variabel Tema E (Menghargai Waktu) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004
Mean 15,2000
N of Variables 5
Variance 7,9556
Std Dev 2,8206
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
11,8000 11,9000 12,7000 12,6000
5,7333 5,8778 4,2333 4,2667
,7908 ,7875 ,8579 ,8548
Squared Multiple Correlation . . . .
119
VAR00005
11,8000
5,9556
Reliability Coefficients Alpha =
,9043
,6877
.
5 items Standardized item alpha =
,9206
Variabel Tema F (Motivasi Berprestasi) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005
Mean 16,9000
Std Dev 2,2336
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
13,4000 13,4000 13,4000 13,9000 13,5000
3,3778 3,1556 3,3778 3,2111 3,3889
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 5
Variance 4,9889
,8630
,6882 ,8307 ,6882 ,5580 ,7013
Squared Multiple Correlation . . . . .
5 items Standardized item alpha =
,8709
Variabel Tema G (Percaya Diri) Statistics for Scale
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006
Mean 19,1000
Std Dev 2,8460
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
16,2000 15,6000 15,5000 16,5000 15,6000 16,1000
5,2889 5,8222 5,8333 5,8333 5,8222 5,8778
Reliability Coefficients Alpha =
N of Variables 6
Variance 8,1000
,8922
,6679 ,7863 ,8018 ,8018 ,7863 ,5500
Squared Multiple Correlation . . . . . .
6 items Standardized item alpha =
,9058
120
Variabel Tema H (Tanggung Jawab Individual) Statistics for Scale
Mean 16,3000 Scale Mean if Item Deleted
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00005 VAR00006
12,9000 12,9000 13,7000 12,8000 12,9000
Reliability Coefficients Alpha =
,9070
Variance 4,9000 Scale Variance if Item Deleted 3,2111 3,2111 3,1222 3,2889 3,2111
Std Dev Variables 2,2136 5 Corrected ItemSquared Total Multiple Correlation Correlati ,7685 ,7685 ,8280 ,6975 ,7685
. . . . .
5 items Standardized item alpha =
,907
121
Lampiran 11. Skor Modernitas Rata-rata responden No.
Skor Modernitas Masing-masing Tema 1
2
3
4
5
6
7
Skor Rata-rata 8
Seluruh Tema Kategori Kewirausahaan
1.
2,40 3,00 2,80 3,40 2,60 4,00 3,83 3,80
3,22
Modern
2.
3,60 2,60 2,60 4,00 2,60 2,80 2,50 2,80
2,93
Tidak Modern
3.
3,80 3,00 3,60 4,00 2,60 2,80 2,67 2,80
3,15
Modern
4.
2,80 3,00 2,80 3,00 4,00 3,80 3,50 3,80
3,33
Modern
5.
2,80 3,40 2,60 3,00 3,20 3,40 3,50 3,40
3,16
Modern
6.
3,60 4,00 2,40 2,80 3,20 3,60 3,16 3,40
3,27
Modern
7.
3,40 3,20 3,40 4,00 4,00 3,80 3,83 3,80
3,67
Modern
8.
2,60 3,00 3,40 2,60 2,60 3,00 2,83 2,80
2,85
Tidak Modern
9.
2,60 3,00 3,20 3,20 2,60 3,00 2,83 2,80
2,90
Tidak Modern
10.
3,40 2,60 3,60 3,20 3,00 3,60 3,16 2,60
3,14
Modern
11.
3,40 3,00 2,80 3,60 3,40 3,60 3,33 3,40
3,31
Modern
12.
2,60 3,20 2,60 3,20 2,80 3,20 3,50 3,20
3,03
Modern
13.
3,20 2,80 3,00 3,00 3,00 3,20 2,83 3,00
3,00
Modern
14.
2,80 3,20 2,80 3,00 3,20 3,60 3,00 3,00
3,07
Modern
15.
3,20 2,80 3,20 2,80 3,00 3,20 3,16 3,00
3,04
Modern
16.
3,40 3,00 2,60 3,80 2,60 3,60 2,67 3,60
3,15
Modern
17.
3,20 2,80 3,00 3,00 3,00 3,20 2,83 3,00
3,00
Modern
18.
3,00 2,60 2,80 3,00 2,80 3,00 2,83 2,60
2,82
Tidak Modern
19.
3,00 2,20 3,20 3,60 3,20 3,40 3,00 3,00
3,07
Modern
20.
2,60 2,80 3,00 3,60 2,80 3,40 2,83 3,00
3,00
Modern
21.
2,00 2,80 3,00 3,60 2,60 3,40 2,83 3,00
2,90
Tidak Modern
122
Lampiran 12. Hasil Uji Korelasi Chi Square, Hubungan Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha
Crosstabs Case Processing Summary
Valid N Tema A * Tingkat Keberhasilan Tema B * Tingkat Keberhasilan Tema C * Tingkat Keberhasilan Tema D * Tingkat Keberhasilan Tema E * Tingkat Keberhasilan Tema F * Tingkat Keberhasilan Tema G * Tingkat Keberhasilan Tema H * Tingkat Keberhasilan Skor rata-rata * Tingkat Keberhasilan
Percent
Cases Missing N Percent
Total N
Percent
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
21
100.0%
0
.0%
21
100.0%
123
Tema Sikap A (Mengutamakan prioritas) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema A
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 9 2 10 2 19
Total 9 12 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.658b .288 2.395
1.579
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .198 .592 .122
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.486
.314
.209
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 86.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap A dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap A dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.198)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap A dengan Keberhasilan Usaha
124
Tema Sikap B (Pengambilan risiko) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema B
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 1 8 1 11 2 19
Total 9 12 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .046b .000 .046
.044
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .830 1.000 .831
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.686
.834
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 86.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap B dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap B dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.830)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap B dengan Keberhasilan Usaha
125
Tema Sikap C (Keinovatifan) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema C
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 1 9 1 10 2 19
Total 10 11 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .005b .000 .005
.005
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .943 1.000 .944
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.738
.945
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 95.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap C dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap C dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.943)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap C dengan Keberhasilan Usaha
126
Tema Sikap D (Kerja keras) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema D
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 4 2 15 2 19
Total 4 17 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .520b .000 .894
.495
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .471 1.000 .345
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.648
.482
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 38.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap D dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap D dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.471)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap D dengan Keberhasilan Usaha
127
Tema Sikap E (Menghargai waktu) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema E
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 10 2 9 2 19
Total 10 11 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 2.010b .453 2.778
1.914
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .156 .501 .096
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.476
.262
.167
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 95.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap E dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap E dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.156)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap E dengan Keberhasilan Usaha
128
Tema Sikap F (Motivasi berprestasi) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema F
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 2 2 17 2 19
Total 2 19 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .233b .000 .422
.222
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .630 1.000 .516
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.814
.638
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 19.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap F dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap F dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.630)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap F dengan Keberhasilan Usaha
129
Tema Sikap G (Percaya diri) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema G
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 10 2 9 2 19
Total 10 11 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 2.010b .453 2.778
1.914
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .156 .501 .096
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.476
.262
.167
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 95.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap G dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap G dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.156)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap G dengan Keberhasilan Usaha
130
Tema Sikap H (Tanggung jawab individual) * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Tema H
Tidak Modern Modern
Total
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 5 2 14 2 19
Total 5 16 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .691b .000 1.152
.658
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .406 1.000 .283
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.571
.417
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 48.
Hipotesis : H0 : Antara Tema Sikap H dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Tema Sikap H dengan Keberhasilan Usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.406)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Tema Sikap H dengan Keberhasilan Usaha
131
Skor Modernitas rata-rata * Keberhasilan Usaha Crosstab Count
Skor rata-rata
Tingkat Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 0 5 2 14 2 19
Tidak Modern Modern
Total
Total 5 16 21
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .691b .000 1.152
.658
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .406 1.000 .283
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.571
.417
21
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 48.
Hipotesis : H0 : Antara Skor modernitas rata-rata dengan Keberhasilan Usaha saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : Antara Skor modernitas rata-rata dengan Keberhasilan usaha tidak saling bebas (ada hubungan)
Nilai-p(0.406)>alpha 15% maka terima H0 artinya tidak ada hubungan antara Skor modernitas rata-rata dengan Keberhasilan Usaha
132