18
ANALISIS MASALAH DAN POTENSI UNTUK PENDEKATAN TEKNOLOGI PADA SISTEM USAHA TANI TERPADU TANAMAN SAYURAN DAN TERNAK SAPI (STUDI KASUS DI DESA NGABLAK, KAB. MAGELANG, JAWA TENGAH) Oleh : Amrih Prasetyo dan Seno Basuki 1) ABSTRACT Problem analysis and potential for technology approach in the integrated vegetable and cow farming system was conducted in Ngablak Village, Magelang District through Farming System Analysis (FSA). The assessment was diagnostic explorative study which objected to identified the potential and chance could be advantaged also the barrier should be anticipated in the farming agrosystem developed. Part of farming domination mainly in the vegetable and cow covered 88,89%. The biggest income livestock sources was 54%, vegetable plant covered 33% of dry land area. The decreased of agricultural productivity caused by OPT development, decreased of land vertility, and global warming. The problem identification in the agro system could be used to decide the specified location technology. Key words : farming system, identification, potency, problem
PENDAHULUAN Tanaman sayuran akan tumbuh dengan baik pada kawasan pegunungan, disamping kesesuaian biofisik lingkungan untuk tumbuh optimal perlu dilakukan pemupukan. Kombinasi pupuk organik dari faeces ternak dan pupuk kimia mutlak diperlukan pada usahatani ini. Kawasan pegunungan bertopografi berlereng menyebabkan erosi permukaan lebih besar sehingga kebutuhan akan pupuk organik lebih besar untuk mengembalikan kesuburan dan struktur tanah di lahan pertanian. Menurut Manwan dan Made Oka (1990), salah satu isu utama dalam penanganan lahan kering di pulau Jawa adalah bagaimana meningkatkan pendapatan petani dengan pola usahatani yang sesuai sekaligus mampu mengurangi erosi lahan serta mampu melestarikan ketersediaan air tanah. Ternak sapi merupakan pilihan yang tepat sebagai usahatani sambilan untuk menambah pendapatan dan tabungan hidup, namun yang penting adalah manfaat pupuk kompos yang bisa dipakai setiap mulai bercocok tanam sayuran. Kompos sangat berguna bagi pertanian karena dapat memperbaiki struktur tanah, menyediakan unsur-unsur hara, mempercepat proses pertukaran ion antara tanah dan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh optimal secara alami (Nugroho, 2000).
Kawasan pegunungan adalah zona yang nyaman untuk pertumbuhan ternak sapi, karena udara yang sejuk sampai dingin membuat nafsu makan sapi meningkat sehingga feed intake menjadi lebih tinggi. Dukungan rumput alam dan leguminosa perdu tumbuh subur di pegunungan terutama sekitar kawasan hutan dan lerenglereng bukit, biasanya curah hujan lebih tinggi sehingga ketersediaan pakan sepanjang tahun tercukupi. METODOLOGI Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2008 di Desa Ngablak, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lokasi kegiatan merupakan agroekosistem berlahan kering dengan topografi pegunungan kawasan Gunung Merapi dan Merbabu. Kegiatan Farming System Analysis (FSA) merupakan studi diagnostik eksploratif yaitu suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan serta kendala yang harus diantisipasi dalam pengembangan sistem usahatani. Metode yang akan digunakan mengacu pada modul pelaksanaan dengan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilengkapi dengan review data sekunder, dan survei langsung ke lokasi. Data yang
) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Tengah. AGRIPLUS, Volume 20 Provinsi NomorJawa : 01 Januari
1
2010, ISSN 0854-0128
18
19
diperoleh selanjutnya diolah dengan metode statistik secara deskriptif. Ketiga metode tersebut diharapkan dapat saling melengkapi data dan informasi yang diharapkan. Pendekatan kegiatan ini menggunakan zona agroekosistem, agar pelaksanaannya akan lebih terarah dan ruang lingkup permasalahan menjadi lebih spesifik (Harjono, SP dan Achmad Djauhari, 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN Biofisik Desa Ngablak Keragaan biofisik pada lokasi FSA di Ngablak disajikan pada Tabel 1. Informasi karakteristik biofisik sangat penting untuk perencanaan pengembangan sistem usahatani terutama dalam kaitannya dengan pola tanam, waktu tanam dan resiko yang mungkin terjadi. Berdasarkan kondisi tersebut beberapa jenis sayuran dan ternak sesuai untuk dikembangkan.
Tabel 1. Karakteristik biofisik Ngablak No 1 2 3 4 5 6
Uraian Letak Geografi
Keterangan
1 km dari sub terminal agribisnis wilayah agropolitan Gunung Merapi Merbabu. Karakteristik iklim Curah hujan 3006 mm/th, hari hujan 149 hari/th, awal hujan Oktober, awal kemarau Mei, rata-rata suhu harian 16-21O C. Tanah Jenis Typic Hapludans, tekstur sedang, topografi bergunung, kelerengan 25-45%, ketinggian tempat 1378 m dpl. Luas dan Penggunaan Lahan 303,42 Ha, fasilitas umum 6,61%, tegalan 79,14%, Pekarangan 14,25%. Karakteristik irigasi pertanian Sumber pengairan tadah hujan, lama ketersediaan air 7-8 bulan Pola tanam dominan Pola I (Tomat + Onclang )//Kubis-Cabe//Sawi+Seledri-Bero, Pola II (Kubis + Onclang) – (Tomat + Wortel) – ubis//Seledri-Bero, Pola II (Tembakau + Onclang)//Buncis-Kubis -Bero
Petani telah memahami perilaku iklim setempat sehingga pilihan terhadap komoditas maupun pola tanam yang diusahakan sudah menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Pengelolaan lahan pada kondisi demikian harus lebih konservatif mengingat sifat fisik tanah jenis Typic Hapludans yang teksturnya sedang dengan tingkat kemiringan yang relatif terjal serta curah hujan yang tinggi. Aspek tersebut diperlukan untuk menjaga kesuburan lahan dan menghindari ancaman erosi. Pada tabel tersebut nampak pola tanam yang dominan adalah pola tanam sayuran secara tumpangsari dan tumpang sisip. Bentuk ini dipilih karena untuk memaksimalkan keterbatasan curah hujan dan memperkecil resiko usaha. Dengan pola ini petani tetap memperoleh pendapatan yang kontinyu dari berbagai cabang usahatani yang diusahakan pada lahannya. Sementara itu pada
saat bero digunakan untuk pengolahan tanah dan penataan lahan. Sosial ekonomi masyarakat Karakteristik sosial ekonomi masyarakat disajikan pada Tabel 2. Mayoritas kegiatan usahatani di Ngablak dilakukan oleh petani sendiri sebagai pemilik sekaligus sebagai penggarap seperti tergambar pada Tabel 2. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Jumlah rumah tangga tani yang cukup besar ini menggantungkan sepenuhnya pada keberhasilan usahataninya. Kegiatan usahatani di Ngablak dilakukan secara mandiri oleh petani dengan memobilisasi sumberdaya dalam keluarga. Dalam sistem ini petani bertindak sebagai manajer sekaligus sebagai pekerja dalam usahataninya. Petani mengatur pembagian tugas dalam keluarganya mulai dari persiapan lahan sampai dengan keputusan menjual hasil.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
20
Tabel 2. Karakteristik sosial ekonomi Desa Ngablak, Kabupaten Magelang No Uraian 1 Komposisi penduduk
2 3
Tingkat pendidikan KK rumah tangga petani Status petani
4
Ketersediaan saprotan
5
Pemasaran hasil
6
Ketersediaan tenaga kerja (TK) Ketersediaan alsintan Kinerja kelembagaan pertanian Ketersediaan modal tunai
7 8 9
Keterangan Jumlah usia produktif 2718 jiwa, pria 49,74%, wanita 50,26%, jumlah rumah tangga 1218 KK, rata-rata jumlah tanggungan 3-4 jiwa. Tidak tamat SD 40%, lulus SD 50%, lulus SMP 5%, lulus SMA 5%. Pemilik penggarap 85,55%, pemilik penggarap dan memiliki usaha sampingan 4,58%, buruh tani 9,67%. Seluruh saprotan (benih, pestisida, pupuk) tersedia di kios tani terdekat kecuali urea langka. Cara memperoleh dengan pembelian tunai 80%, yarnen bermitra dengan pedagang pengumpul 20%. Penjualan langsung ke pasar 15%, di jual di rumah 80%, ditebaskan 5%. Cara pembayaran : tunai 100%. TK bersumber dari tenaga keluarga 95%, luar keluarga 5%, tingkat UHL Rp 20.000/HOK. Cukup Kelompok tani : aktif, gapoktan dalam rintisan, KWT : aktif. Modal sendiri 80%, modal mitra 20%.
Berdasarkan informasi pada Tabel 2 nampak bahwa kelancaran kegiatan usahatani telah didukung oleh sistem kelembagaan pasar yang sudah mapan terutama untuk pasar input dan pasar output serta lembaga permodalan. Tingkat pendidikan petani nampaknya kurang menunjang keberhasilan usahataninya mengingat bidang usaha agribisnis sayuran relatif sarat dengan muatan teknologi yang memerlukan pemahaman yang cukup. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang sesuai
untuk meningkatkan kemampuan petani melalui kegiatan pada organisasi petani yang saat ini kegiatannya masih dalam rintisan. Faktor pembatas dan pendukung keberhasilan usahatani Hasil identifikasi faktor pembatas dan pendukung disajikan pada Tabel 3. Identifikasi ini bermanfaat untuk menentukan pilihan teknologi yang sesuai dalam sistem usahatani di lokasi.
Tabel 3. Hasil identifikasi faktor pembatas dan pendukung (bio fisik dan sosial ekonomi) dalam 5 tahun terakhir No 1
Uraian Perkembangan OPT utama
2 3
Perkembangan kesuburan tanah Perkembangan iklim
4
Perkembangan ketersediaan air
Keterangan Penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur meningkat, hama fluktuatif Relatif tetap Curah hujan fluktuatif Awal atau akhir musim bergeser Fluktuatif Cenderung semakin sulit
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
21
Tabel 3. Lanjutan No 5
6 7 8 9
Uraian Perkembangan pasar saprotan
Perkembangan harga produksi pertanian. Perkembangan ketersediaan alsintan Perkembangan ketersediaan tenaga kerja Perkembangan kelembagaan pertanian
Faktor pembatas produksi yang dirasakan semakin tinggi intensitasnya adalah gangguan berbagai OPT sayuran terutama yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri sementara itu yang berasal dari hama bersifat fluktuatif tergantung musimnya. Faktor pembatas yang lain adalah perilaku musim hujan yang bergeser dari biasanya yang menyebabkan awal atau akhir musim hujan berubah dan ketersediaan air juga menjadi fluktuatif. Untuk antisipasi keadaan ini dengan penerapan teknologi antara lain dengan penggunaan varietas-varietas unggul yang sesuai dan perlakuan agronomis pendukungnya secara intensif (mulsa, ZPT, dll) dimana sarana dan prasarananya tersedia di pasaran secara mudah. Terdapat kecenderungan bahwa harga sarana produksi dirasakan semakin tinggi sementara itu perkembangan harga hasil petani tidak sejalan dengan kenaikan harga saprodinya. Menghadapi situasi ini petani mulai sadar akan pentingnya memperkuat kelembagaan tani melalui kolektivitas dalam pengadaan perbekalan tani maupun pemasaran hasil. Cabang usahatani dominan Hasil identifikasi cabang usahatani di Ngablak disajikan pada Tabel 4. Dari tabel tersebut cabang usahatani utama adalah sayuran
Keterangan Ketersediaan volume maupun jenisnya semakin variatif Harga cenderung semakin mahal Fluktuatif Cukup Cukup Semakin aktif
pada lahan tegalan dan ternak sapi. Sedangkan cabang usaha lainnya tidak dominan (usaha off farm dan ikan). Pada lahan tegalan para petani selalu mengusahakan berbagai jenis sayuran yang dominan adalah kubis, tomat dan cabe besar (88,89%). Penanaman sayuran dilakukan dalam pola tumpang sisip oleh karena itu ketiga komoditas tersebut proporsinya seimbang. Usaha ternak sapi dilakukan oleh 88,89% petani. Keberadaan ternak sapi sebagai cabang usahatani ini terkait dengan usahatani sayuran yang memerlukan pupuk dari limbah ternak. Selama ini petani masih mendatangkan pupuk kandang dari luar daerah karena pupuk kandang hasil ternak sendiri masih belum mencukupi. Cabang usahatani yang cukup potensial adalah tembakau dan kentang. Kedua komoditas tersebut pernah menjadi cabang utama usahatani namun tingkat resiko usahanya dianggap terlalu tinggi maka pada saat ini sudah jarang yang mengusahakan. Pada tabel tersebut juga nampak bahwa cabang usaha pada lahan pekarangan tidak dominan karena secara umum pekarangan di Ngablak luasannya relatif sempit sehingga terbatas untuk diusahakan.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
22
Tabel 4. Cabang usahatani dominan pada SUT Desa Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2008 Usaha on farm dan off farm A. Usahatani pada lahan Tegalan (m2/KK)
B. Usahatani pada lahan Pekarangan (batang/KK) C. Usahatani pemeliharaan Ternak (ekor/KK)
Komoditas utama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 1 2 3
Kubis Tomat Cabe Besar Wortel Onclang Sawi Sledri Buncis Kentang Tembakau Jeruk Keprok Alpukat Labu Siam Pisang Sapi Potong Kelinci Enthog
Sumber pendapatan rumah tangga tani. Hasil identifikasi sumber pendapatan petani disajikan pada Tabel 5. Dari tabel tersebut nampak bahwa rata-rata agregat total pendapatan petani adalah Rp 12,7 juta per tahun. Kontribusi terbesar berasal dari usaha ternak sapi (54%) selanjutnya diikuti hasil dari usahatani sayuran (33%) di tegalan (lahan kering). Sumber pendapatan lain seperti usaha off farm dan tanaman pekarangan tidak signifikan. Usaha ternak sapi potong meskipun memberi sumbangan tertinggi dalam pendapatan rumah tangga tani masih dianggap sebagai usaha
Cabang usaha Rerata Penguasaan 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 2.209 25 15 1 21 2 57 40
% Petani yang mengusahakan 88,89 88,89 88,89 88,89 88,89 66,67 66,67 66,67 36,89 33,33 22,22 33,33 33,33 11,11 88,89 11,11 11,11
sambilan. Sebagai usaha sambilan tentunya prioritas perhatian pemilik juga tidak sepenuhnya sesuai persyaratan baku teknis budidaya sapi. Hal ini tercermin dari pola pemeliharaan dan tingkat penerapan teknologinya. Status ternak masih disamakan dengan usaha menabung yang akan dipergunakan ketika memerlukan pengeluaran tunai dalam jumlah besar. Usaha yang dianggap sebagai usaha pokok adalah bercocok tanam sayuran. Dengan status sayuran ini maka semua curahan sumberdaya akan diprioritaskan untuk keberhasilan usaha sayuran.
Tabel 5. Sumber pendapatan petani pada SUT Desa Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6
Komponen Pendapatan Usahatani pada lahan tegalan Usahatani pada lahan sawah Usahatani pada lahan pekarangan Usahatani ternak Usaha ikan Usaha off farm Total pendapatan rumah tangga tani
Nilai (Rp tahun-1) 4.159.000 351.000 6.838.000 1.415.000 12.763.000
Pangsa (%) 32.59 2,75 53,57 11,09 100
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
23
Tingkat penerapan teknologi komoditas utama Hasil identifikasi penerapan teknologi pada komoditas utama (kobis, cabe besar dan tomat) SUT Ngablak disajikan pada Tabel 6. Hasil pada tabel tersebut nampak bahwa semua komoditas utama penerapan teknologinya sangat intensif. Pada ketiga komoditas tersebut jenis dan kualitas teknologi yang diterapkan sama karena merupakan satu rangkaian dalam pola tanam.
Petani sayuran di Ngablak menerapkan sistem tanam dengan pola tumpang sisip dengan alasan untuk memaksimalkan fungsi lahan, air dan memperkecil resiko usaha. Pola tanam ini diterapkan secara berulang pada setiap musim tanam secara terus menerus. Dalam beberapa tahun terakhir ini tanaman kubis dan cabe mengalami gangguan produksi dan petani belum berhasil mengatasinya. Petani masih belum beralih pada komoditas lain karena mereka sudah terbiasa dengan ketiga komoditas tersebut.
Gambar 6. Kobis sebagai komoditas andalan (kiri), pola tumpang sisip yang optimal (kanan)
Tabel 6. Tingkat penerapan teknologi komoditas utama pada SUT Desa Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2008 Komponen Teknologi 1. Persiapan lahan
2. Benih 3. Tanam
Kobis Pengolahan sempurna Pemberian pupuk kandang 20 ton ha-1 Guludan lebar 100 cm diberi mulsa, saluran 40 cm Pemberian pupuk Phonska 100 kg ha-1
Unggul import Jarak tanam 50 X 50 Tumpang sari dengan wortel Tumpang sisip dengan onclang menjelang panen
Komoditas Cabe Besar TOT pada bekas tanaman kubis Tanpa penambahan pupuk organik Pemberian Phonska 100 kg ha-1
Hibrida Jarak tanam 80 X 50 cm Tumpang sisip dengan sawi Menjelang panen disisipi Tomat dan seledri.
Tomat TOT bekas tanaman sebelumnya Tanpa penambahan pupuk organik Pemberian Phonska 100 kg ha-1
Unggul import Jarak tanam 80 X 50 cm Tumpang sisip dengan onclang
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
24
Tabel 6. Lanjutan Komponen Teknologi 4. Pemupukan
5. Pemeliharaan 6. Penanganan OPT
Kobis Urea 100 kg ha-1, ZA 100 kg ha-1, pupuk daun 1 kali per minggu. Penyiangan ringan OPT ditangani kalau sudah parah. Menggunakan oplosan beberapa jenis pestisida.
Sesuai perkembangan tanaman
7. Panen
8. Pasca panen Sortasi 9. Penjualan Di rumah 10. Produktivitas 20-30 ton ha-1
Analisis masalah dan tujuan Hasil analisis masalah kinerja SUT disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut nampak bahwa pada komoditas sayuran utama petani menghadapi masalah berupa terganggunya produksi yang disebabkan oleh gangguan OPT. Intensitas serangan OPT tersebut dirasakan semakin meningkat bahkan dapat mengakibatkan puso. Upaya-upaya pemberantasan sudah dilakukan tetapi belum berhasil. Kubis dan cabe merupakan komoditas
Komoditas Cabe Besar Urea 100 kg ha-1, ZA 100 kg ha-1, pupuk daun 1 kali/minggu. Penyiangan ringan OPT ditangani kalau sudah parah. Menggunakan oplosan beberapa jenis pestisida. Panen bertahap Hijau gelap sampai merah tua. Sortasi Di rumah 8-12 ton ha-1
Tomat Urea 100 kg ha-1, ZA 100 kg ha-1, pupuk daun 1 kali/minggu. Penyiangan ringan OPT ditangani kalau sudah parah. Menggunakan oplosan beberapa jenis pestisida.
Sesuai perkembangan tanaman Sortasi Di rumah 15-20 ton ha-1
andalan petani. Kedua komoditas ini selalu mengisi pola tanam baku petani yang diusahakan secara terus menerus secara tumpang sisip. Selama ini petani belum pernah mengganti pola tanamnya dengan tanaman lainnya, hal inilah yang diperkirakan sebagai akar masalah timbulnya gangguan produksi tersebut. Petani masih tetap mengusahakan kedua tanaman andalan tersebut karena sudah terbiasa dan seringkali dapat menghasilkan pendapatan besar.
Tabel 7. Analisis masalah kinerja SUT Desa Ngablak, Kabupaten Magelang tahun 2008 Uraian
Kubis Pendapatan Rendah Produktivitas Rendah Terserang penyakit akar gada.
Akibat Sebab Masalah Akar Masalah
Pola tanam monoton Penggunaan pupuk kandang belum matang. Penggunaan pestisida tidak tepat..
Komoditas Cabe Merah Pendapatan Rendah Produktivitas Rendah Terserang patek Terserang layu Terserang virus kuning. . Pola tanam monoton Penggunaan pupuk kandang belum matang. Penggunaan pestisida tidak tepat..
Penggemukan Sapi Pendapatan Rendah Keuntungan rendah Konsentrat harus beli Hijauan pakan belum dibudidayakan Belum mengetahui teknologi penyusunan formula pakan. Belum mengetahui teknologi budidaya hijauan pakan.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
25
Petani juga mengalami masalah teknis sehubungan usahatani sapi potong. Dalam budidaya sapi potong faktor pemenuhan kebutuhan pakan menjadi salah satu penentu keberhasilan. Selama ini petani merasakan semakin tinggi biaya pakan yang harus dibeli sementara itu suplai pakan dari tanaman sendiri terbatas. Kedua hal tersebut belum mampu diatasi oleh para petani. Petani tetap mengusahakan ternak meskipun dengan biaya pakan yang mahal karena ternak akan menghasilkan limbah untuk digunakan usahatani sayuran sendiri atau dijual. Keterbatasan pakan bisa diatasi dengan cara memanfaatkan lahan berlereng yang tidak bisa ditanami sayuran ditanami rumput raja, leguminosa yang berfungsi ganda sebagai
tanaman penutup tanah atau konservasi. Usahatani terpadu ini tidak hanya positif untuk meningkatkan produktivitas per satuan areal lahan, tapi juga guna dalam mendukung sistem usaha tani yang efisien, lestari, ramah lingkungan, dan berkelanjutan (Azwar, 2005). Selain rumput, beberapa jenis leguminosa seperti lamtoro, gamal, turi, stilo, dan hiris tahan cekaman kekeringan sehingga dapat ditanam pada wilayah kering dengan tipe iklim C dan D, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman leguminosa tidak berpotensi menjadi gulma sehingga dapat ditanam di sekitar lahan tanaman pangan. Bahkan tanaman leguminosa dapat menjadi sumber hara nitrogen dan sebagai tanaman konservasi tanah (Bambang R. Prawiradiputra, 2008).
Tabel 8. Analisis tujuan intervensi teknologi dan kelembagaan SUT Desa Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2008 Uraian Akibat Tujuan
Kubis Pendapatan Meningkat Produktivitas tinggi
Hasil
Penyakit akar gada dapat dikendalikan
Cara
Mengetahui pola tanam yang dinamis Menggunakan kompos matang Menggunakan pestisida secara tepat.
Komoditas Cabe Merah Pendapatan meningkat Produktivitas tinggi Penyakit patek dapat dikendalikan Penyakit layu dapat dikendalikan Penyakit virus kuning dapat dikendalikan. Mengetahui pola tanam yang dinamis Menggunakan kompos matang Menggunakan pestisida secara tepat.
Berdasarkan masalah yang ada diperlukan beberapa perbaikan teknologi agar kinerja SUT meningkat. Tujuan akhir perbaikan teknologi adalah agar pendapatan petani meningkat. Pada Tabel 8. disajikan hasil analisis tujuan. Dari tabel tersebut diharapkan petani secara individu akan dapat memecahkan
Penggemukan Sapi Pendapatan meningkat. Keuntungan meningkat. Membuat formula pakan sendiri. Hijaun pakan dibudidayakan intensif. Mengetahui teknologi penyusunan formula pakan Mengetahui teknologi budidaya hijauan pakan.
permasalahan sendiri. Pada pola tanam baku yang dipilih petani selama ini harus diperbaiki mengingat dari pola tersebut permasalahan gangguan produksi sayuran itu muncul sehingga penyakit akar gada tidak berkembang menjadi daerah endemik, demikian juga terhadap tanaman cabe yang sudah terinfeksi dengan
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
26
penyakit virus kuning. Petani membutuhkan pengetahuan untuk memperbaiki SUT-nya antara lain pengetahuan pola tanam sehat, teknologi pengomposan dan penggunaan pestisida secara tepat. Tambahan pengetahuan juga diperlukan terhadap usahatani sapi potong. Dengan mengetahui teknologi penyusunan formula pakan serta teknologi budidaya hijauan pakan usaha menjadi lebih efisien dan berhasil. Intervensi teknologi dan kelembagaan Intervensi inovasi teknologi SUT yang diperlukan di Desa Ngablak disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan tabel tersebut jenis teknologinya sebenarnya tidak banyak tetapi relatif sulit penerapannya karena menyangkut perubahan pola tanam yang sudah membudaya pada perilaku petani. Perbaikan teknologi SUT di Desa Ngablak diperlukan sebagai upaya menjaga kelestarian usahatani yang berbasis sayuran. Petani sayuran di Desa Ngablak adalah petani rasional ditinjau dari pola pikirnya yang berorientasi pasar sehingga keputusan pemilihan komoditas selalu atas pertimbangan bisnis. Dengan rasionalitas petani ini maka setiap perbaikan teknologi yang dianjurkan diperlukan adanya pembuktian dan didukung penjelasan yang mudah dimengerti. Anjuran terhadap pergiliran tanaman adalah penting untuk ditindaklanjuti mengingat belum ada cara lain penanggulangan masalah penyakit akar gada pada kubis dan virus kuning pada cabe selain pergantian jenis tanaman. Sampai saat ini intensitas dua penyakit tersebut terus meningkat bahkan menyebabkan puso. Berdasarkan potensi alamnya sebenarnya banyak alternatif komoditas lain yang sesuai serta nilai ekonominya juga tinggi. Istifadah N. dan Dikna DP. (2008), melaporkan bahwa penyakit akar gada yang disebabkan oleh P.brassicae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kubiskubisan. Salah satu pengendalian penyakit akar gada yang ramah lingkungan adalah pengendalian secara biologi. bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman (bakteri endofit) merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang berpotensi sebagai agen pengendali biologi.
Bakteri endofit diisolasi dari akar tanaman kubiskubisan sehat yang diperoleh dari beberapa tempat. Isolat bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan menunjukkan efek penekanan terhadap penyakit akar gada yang paling baik yaitu sebesar 55%. Untuk mengatasi masalah ini petani melakukan pengendalian hama secara ekologis yaitu menggunakan senyawa kimia sisa tanaman yang membusuk dalam tanah (biofumigasi). Mereka juga menyiangi tanaman yang terserang, melakukan rotasi tanaman, mengairi dengan baik, memusnahkan tanaman sakit, serta menggunakan pupuk organik yang diproses. Mudahnya memperoleh bahan membuat metode ini mudah diterapkan (Eko Istiyanto dan Suparyo, 2008). Untuk mewujudkan anjuran ini secara masal diperlukan langkah-langkah yang sistematis dan program yang sinergis dari berbagai pihak yang bertanggungjawab. Dinas dan instansi dapat mengambil peran sesuai tupoksi masing-masing. Sementara itu pintu masuk anjuran perbaikan adalah pada kelompok tani melalui BPP Ngablak. Kelompok tani dapat bertindak sebagai pelaku percontohan penerapan teknologi anjuran maupun sebagai sasaran langsung penerima sosialisasi inovasi teknologi atau pelatihan teknologi yang dianjurkan. Diharapkan petani akan dapat memperoleh pengetahuan baru dan dapat melakukan penilaian sendiri terhadap contoh penerapan. Dampak yang diharapkan adalah penerapan terhadap anjuran. Efektivitas anjuran sangat ditentukan oleh kinerja teknologi yang dipilih oleh karena itu teknologi yang dipilih hendaknya memiliki peluang keberhasilan yang besar (teknologi yang sudah berhasil) Anjuran perbaikan teknologi pengomposan telah mendapat tanggapan positif dari petani dan ditindak lanjuti dengan pelatihan pembuatan kompos oleh kelompok tani secara swadaya. Sementara itu kelompok tani juga menunggu adanya sosialisasi maupun percontohan dari instansi terkait sehubungan dengan perbaikan teknologi yang dianjurkan baik terhadap komoditas sayuran maupun ternak.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
27
Tabel 9. Alternatif intervensi teknologi dan kelembagaan SUT pada Desa Ngablak Kabupaten Magelang tahun 2008 Keterlibatan
Petani
Kelompok Tani
Pembuat Kebijakan Instansi
Intervensi teknologi dan kelembagaan Kubis Cabe Besar Perbaikan teknologi budidaya Perbaikan teknologi dalam hal : budidaya dalam hal : a) Pergiliran tanam a) Pergiliran tanam b) Penggunaan kompos b) Penggunaan kompos yang sudah matang yang sudah matang c) Penggunaan pestisida c) Penggunaan pestisida secara tepat secara tepat d) Pengendalian secara ekologis
Sapi Peningkatan keuntungan melalui penggunaan bahan pakan lokal dengan cara : a) Penyusunan formula pakan sapi potong b) Intensifikasi tanaman pakan
a) Sosialisasi pola tanam berkelanjutan b) Pelatihan pembuatan kompos c) Sosialisasi penggunaan pestisida yang benar
a) Sosialisasi pola tanam a) Pelatihan berkelanjutan penyusunan b) Pelatihan pembuatan formula pakan kompos b) Sosialisasi c) Sosialisasi pemanfaatan penggunaan pestisida sumber pakan yang benar lokal a) Pemasyarakatan teknologi usahatani sayuran berkelanjutan. b) Peningkatan PSK SDM petani a) Kelompok tani d). BPTP Jateng. b) Dinas Pertanian Kab. Magelang e) KIPP Kab. Magelang c) BPP Ngablak f) Dinas peternakan Kab. Magelang
Pada pergiliran tanaman komoditas sayuran dianjurkan agar tidak menanam jenis tanaman yang famili sama pada bekas lahan tanaman sayuran tersebut. Karena penyakit yang disebabkan oleh virus akan cenderung menyerang pada jenis tanaman yang berfamili sama yang ditularkan oleh kutu daun. Misalnya pada tanam musim tanam I menanam jenis tanaman tomat kemudian bekas lahan tersebut ditanami cabe untuk MT II. Kedua jenis tanaman ini mempunyai famili yang sama yaitu solanaceae, sehingga sangat rentan terhadap serangan virus kuning.
mengarahkan pada teknologi pertanian yang tepat sehingga diperoleh pendapatan optimal dalam berusahatani dan kerugian yang minimal. Hasil analisis dengan metode FSA di Desa Ngablak, Kabupaten Magelang menunjukkan porsi usahatani terbesar adalah tanaman sayuran yaitu 88,89% pada lahan tegalan. Usaha peternakan sapi mempunyai porsi yang sama yaitu 88,89% meskipun skala usaha rata-rata kecil namun sebagai sumber pendapatan sebesar 53,57%. Permasalahan yang dihadapi dalam berusahatani meliputi perkembangan organisme pengganggu tanaman, penurunan kesuburan lahan dan pergeseran iklim.
KESIMPULAN Analisis masalah dan peluang sangat bermanfaat apabila digunakan sebelum menerapkan sistem usahatani dalam suatu kawasan agroekosistem. Hasil analisis akan
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
28
DAFTAR PUSTAKA Azwar. 2005. Peran Tanaman pakan Ternak Sebagai Tanaman Konservasi dan Penutup Tanah di Perkebunan. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Puslitbangnak, Bogor. Bambang R. Prawiradiputra. 2008. Tanaman Pakan Yang Cocok untuk Musim Kemarau. Warta Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Vol 30, No. 3. Manwan, I. dan Made Oka. 1990. Penelitian Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan: Pokok Pemikiran dan Cara Pelaksanaannya. Makalah disampaikan pada Raker Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Maros.
Nugroho, A. 2000. Kompos yang diperkaya “sebuah Alternatif Penanganan Sampah Kota” Makalah lokakarya Posyantek Pemanfaatan Teknologi Biogas dan Kompos dari Sampah Kota/Pertanian. Universitas DiponegoroPersatuan Insinyur Indonesia, Semarang. Noor Istifadah dan Dikna D. Putri. 2008. Kemampuan Bakteri Endofit Akar Tanaman KubisKubisan untuk Menekan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor) pada Tanaman Kubis. Fakultas Fitopatologi Jurusan Hama dan penyakit Tumbuhan.Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung Eko Istiyanto dan Suparyo. 2008. Biofumigasi menekan layu bakteri kentang dan akar gada kobis. Majalah Salam. Majalah Pertanian Berkelanjutan.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128