ANALISIS MARKETING APPEALS DAN SOURCE OF MESSAGE TERHADAP PENERIMAAN PUBLIK PADA IKLAN PEMBATASAN TRANSAKSI TUNAI Ibrahim Qamarius1
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis marketing appeals dan source of message terhadap penerimaan publik (public acceptance) pada iklan pembatasan transaksi tunai. Penelitian ini menggunakan metode experimental research design dengan analisis statistik deskriptif. Dalam penelitian ini menggunakan 132 orang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sebagai partisipan, dan memakai 17 orang juri dari berbagai kalangan yang terdiri dari dosen pemasaran, pakar dan pemerhati iklan. Penelitian experimental research design ini merupakan riset penelitian dengan 4 (empat) cell yaitu riset penelitian marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia, atau berbentuk 2 x 2 cell. Temuan penelitian bahwa marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai skor yang lebih tinggi pada hampir semua dependent variable penerimaan publik (public acceptance) dan berpengaruh sangat efektif terhadap penerimaan publik (public acceptance). Untuk itu penelitian ini menyarankan agar pemerintah dan pihak terkait lainnya agar dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam melaksanakan sosialisasi ide pembatasan transaksi tunai dan dalam perumusan atau membuat peraturan/perundang-undangan tentang pembatasan transaksi tunai di Indonesia. Kata Kunci : Marketing appeals, source of message, penerimaan publik, pembatasan transaksi tunai.
1
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Pemegang Hak Cipta Pembatasan Transaksi Tunai, e-mail :
[email protected],
[email protected]
I. PENDAHULUAN Salah satu elemen dalam komunikasi pemasaran adalah advertising atau periklanan, dimana periklanan merupakan salah satu elemen dalam komunikasi pemasaran yang paling dikenal dan didiskusikan secara luas. Periklanan juga merupakan alat promosi yang penting, terutama untuk perusahaan yang memiliki produk dan jasa yang ditargetkan untuk mass consumer market (Belch & Belch, 2004). Belch dan Belch (2001:275), menambahkan bahwa daya tarik dalam iklan adalah pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan atau mempengaruhi perasaan konsumen terhadap produk yang diiklankan. Iklan yang menarik adalah iklan yang mempunyai daya tarik, yaitu memiliki kemampuan untuk menarik perhatian pasar (audience) sasaran. Pesan- pesan yang akan disampaikan dapat disajikan dalam gaya penyampaian yang berbeda beda yaitu dengan menampilkan: cuplikan kehidupan individu atau kelompok, gaya hidup individu, fantasi tentang produk, suasana hati (mood), citra seputar produk, musik untuk lebih menghidupkan pesan, simbol kepribadian untuk menciptakan karakter yang mempersonifikasikan produk, memamerkan keahlian dan pengalaman perusahaan dalam menghasilkan produk, bukti bukti ilmiah keunggulan produk, bukti kesaksian dari orang orang terkenal (Tjiptono,1997). Dalam memformulasikan isi pesan yang terbaik, manajemen harus mencari tahu daya tarik, tema, ide atau unique selling proposition (USP). Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis daya tarik yaitu: (a) Daya tarik rasional; (b) Daya tarik emosional; (c) Daya tarik moral. (Kotler, 2004). Daya tarik rasional merupakan menciptakan daya tarik untuk ketertarikan pribadi audience, bahwa produk memberikan keuntungan sesuai fungsional yang diyakini. Sementara daya tarik emosional menciptakan emosi yang negatif atau positif yang sanggup memotifasikan tindakan pembelian. Sedangkan daya tarik moral terkait dengan sensibilitas audience terhadap apa yang benar dan pantas. Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik atau popular terbukti lebih diperhatikan dan diingat audience. Faktor yang membuat sumber dianggap kredibilitas adalah: (a) Keahlian; (b) Kepercayaan; (c) Ketertarikan/kesukaan. Pada dasarnya tujuan dari komunikasi iklan merupakan suatu tugas komunikasi khusus dan tingkat keberhasilan yang harus dicapai terhadap suatu sasaran pada periode tertentu. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong pula perkembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara maupun lintas batas wilayah negara juga semakin berkembang. Tindak kejahatan ini umumnya melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar, dimana uang uang haram tersebut diperoleh pelakunya dengan cara melawan hukum seperti melakukan korupsi, penyuapan, mencuri, merampok, perjudian, prostitusi, memproduksi dan perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme, membuat dan mengedar uang palsu, illegal logging dan sebagainya. Untuk mengelabui aparat penegak hukum a g a r tidak mencurigai uang kotor itu berasal dari hasil tindak pidana kejahatan, maka salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pelakunya ialah melakukan praktik money laundering (pencucian uang), misalnya dengan membeli saham atau properti, sehingga uang kotor itu nantinya menjadi seolah-olah bersumber dari suatu kegiatan usaha yang sah. Menurut Lilley (2003), bahwa sebagian besar tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk memperoleh satu hal, yaitu uang. Uang atau dana yang diperoleh dari tindak pidana, yang dalam hal ini tindak pidana tersebut akan menjadi sia-sia belaka kecuali apabila uang hasil tindak pidana (dana ilegal) itu dapat disamarkan atau disembunyikan oleh pelakunya sendiri atau dibantu pihak lain, dengan cara mencucinya melalui penyedia jasa keuangan (bank dan non-bank) atau menggunakan sarana lainnya, sehingga uang atau dana hasil tindak pidana yang telah berhasil dicuci itu menjadi kelihatan seolah-olah bersumber dari suatu kegiatan yang sah. Dalam hal ini, suatu analogi yang mungkin tepat untuk menggambar proses pencucian uang adalah sebagaimana teori kimia bahwa “logam dapat diubah menjadi emas” (Lilley, 2003:49). Sastraadmodjo (2004), mengemukakan bahwa praktek pencucian uang awalnya dikembangkan di Amerika Serikat oleh organisasi kejahatan, termasuk yang dipimpin Al Capone. Oleh karena penegak hukum di Amerika Serikat mengalami kesulitan membuktikan keterlibatan Al Capone dalam berbagai tindak kejahatan berat termasuk pencucian uang, maka Internal Revenew Service (IRS) menangkap dan memasukkan Al Capone ke penjara berdasarkan perbuatan melawan hukum di bidang pajak. Memang dalam prakteknya, masalah pelanggaran atau penghindaran pajak (tax evation) lebih mudah dibuktikan ketimbang tindak pidana pencucian uang. Pembuktian tindak pidana pencucian uang tidak mudah karena dalam kegiatan bisnis haram tersebut banyak pihak yang terlibat mulai dari pegawai bank, para eksekutif/manajemen bank, pengacara, akuntan hingga profesional lainnya dari semua tingkatan. Dalam konteks penegakan hukum, istilah money laundering bukanlah suatu konsep yang sederhana, melainkan sangat rumit karena masalahnya begitu kompleks sehingga cukup sulit untuk merumuskan 1
delik-delik hukumnya (kriminalisasi) secara objektif dan efektif. Hal ini tercermin dari batasan pengertiannya yang cukup banyak dan bervariasi. Batasan pengertian (definisi) money laundering yang relatif tidak sama (berbeda-beda) itu juga terdapat pada negara-negara yang sama-sama memiliki ketentuan (undang-undang) anti pencucian uang. Demikian juga halnya di antara lembaga dan organisasi internasional yang kompeten di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (Nasution, 2010). Dalam memerangi pencucian uang di tingkat internasional terdapat berbagai ketentuan tentang perbankan untuk mencegah money laundering, diantanya “Basle Committee atau Committee on Banking Regulations and Supervisory Practices” yang berkedudukan di Basle, Swiss, mengeluarkan Statement on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundering pada tahun 1988. Secara umum statement menegaskan peran perbankan dan para pimpinan bank dalam mencegah dimanfaatkannya bank oleh para pelaku kejahatan. Statement juga menggarisbawahi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sangat berpengaruh terhadap stabilitas perbankan, dan kepercayaan tersebut dapat terkikis apabila masyarakat mengetahui bahwa suatu bank terlibat dalam kegiatan kejahatan. Selain itu, ada lembaga internasional dalam memerangi dan memberantas kejahatan pencucian uang, yaitu Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Action Task Force on Money Laundering (FATF) adalah satuan tugas internasional dalam memerangi dan memberantas kejahatan pencucian uang yang didirikan tujuh negara industri maju (G-7) di Paris tahun 1989. Meskipun Indonesia bukan anggota kerja sama pemberantasan pencucian uang regional Asia Pasifik (Asia Pacific Group on Money Laundering/APG), Indonesia terikat berbagai rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Adapun rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) secara garis besar mencakup kerangka umum rekomendasi ada 4 (empat), yaitu : (1) Peran Sistem Hukum Nasional; (2) Sistem Hukum Pidana dan Penegakan Hukum; (3) Peran Sistem Keuangan dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang; (4) Kerjasama Internasional. Pada tahun 1990, Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) untuk pertama kalinya mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi sebagai suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi kejahatan money laundering. Dimana recommendations tersebut menetapkan prinsip-prinsip untuk penyusunan kebijakan impelementasi oleh setiap negara. Namun demikian, FATF memberikan keleluasaan kepada setiap negara dalam mengimplementasikan rekomendasi dengan melihat kondisi dan sistem hukum yang berlaku di setiap negara. Sementara untuk memerangi pencucian uang di Indonesia, berbagai peraturan perundang-undangan juga telah dibuat dan telah diterapkan, seperti Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 3/10/PBI/2001 jo Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/23/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah atau Know Your Customer, Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Tanggal 17 April 2002, Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Menurut Qamarius (2010), korupsi dan pencucian uang lainnya di Indonesia sangat sulit diberantas karena orientasi pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya lebih cenderung pada penindakan/penuntutan daripada pencegahan. Seharusnya antara penindakan/penuntutan dan pencegahan dalam pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya harus harus dilakukan seimbang. Pengalaman selama ini, lembaga penegakan hukum hanya melakukan penyitaan dan denda terhadap harta hasil korupsi dan pencucian uang lainnya, semua harta dari penyitaan dan denda dimasukkan ke kas negara, kemudia menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lagi, kemudian terjadi lagi korupsi dan pencucian uang lainnya. Sehingga korupsi dan pencucian uang lainnya di Indonesia terus terjadi dan berulang-ulang seperti tiada akhir. Meskipun sejak awal kemerdekaan Indonesia telah berusaha melakukan upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya dengan berbagai cara dengan berbagai peraturan/perundang-undangan. Namun, pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya di Indonesia belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Begitu juga sejak tahun 2001 Indonesia telah melakukan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle). Namun penerapan prinsip tersebut belum begitu efektif dalam mencegah korupsi dan money laundering (pencucian uang) lainnya di Indonesia. Sehingga ide pembatasan transaksi tunai merupakan salah satu solusi dan diharapkan akan mampu memberi pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan korupsi dan money laundering (pencucian uang) lainnya di Indonesia. 2
Pembatasan Transaksi Tunai adalah suatu mekanisme atau sistem untuk membatasi transaksi dengan uang tunai, dimana transaksi diatas batas yang ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan. Misalnya transaksi tunai dibatasi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) hari, dimana transaksi diatas batas tersebut harus dilakukan melalui sistem perbankan (Qamarius, 2010). Saat ini, hampir semua pihak telah setuju dengan ide pembatasan transasksi tunai, hal ini terlihat dari berbagai pernyataan pihak terkait seperti Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan berbagai pihak lainnya. Namun sampai saat ini belum bisa memutuskan berapa besaran uang tunai yang dibatasi (Gunawan, 2013). Dalam hal ini belum ada kesepakatan apakah pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) atau Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Selain itu pihak mana yang paling bertanggung jawab untuk melakukan sosialisasi atau sebagai sumber pesan (source of message) pada iklan ide pembatasan transaksi tunai tersebut ? Berdasarkan latar belakang di atas, paper ini menganalis bagaimana marketing appeals (daya tarik iklan) dan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia terhadap public acceptance (penerimaan publik) pada iklan pembatasan transaksi tunai untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya dan berapa pembatasan transaksi tunai yang diharapkan publik, dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) atau kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) ? Tujuan paper ini, pertama adalah untuk mengetahui dan menganalisis marketing appeals (daya tarik iklan) dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bank Indonesia terhadap public acceptance (penerimaan publik) pada iklan pembatasan transaksi tunai untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya; kedua, untuk mengetahui dan menganalisis pembatasan transaksi tunai yang diharapkan publik, dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) atau kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah); ketiga, memberikan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dan pihak terkait lainnya. II. TEORI 2.1. Pemasaran Pemasaran Sosial Pemasaran dikenal luas dengan arti menjual atau mengiklankan, akan tetapi hakikatnya pemasaran sebenarya berarti lebih dari sekedar dua kata itu. Menurut Kotler (2003) bahwa pemasaran merupakan sebuah proses perencanaan dan eksekusi dari konsep, penentuan harga, promosi, serta distribusi dari sebuah produk atau jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Tujuan pemasaran adalah mengkombinasikan keempat elemen tersebut dalam suatu program pemasaran yang dapat memfasilitasi proses pertukaran di pasar. Dalam istilah pemasaran, kombinasi keempat elemen tadi disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Pemasar harus mengetahui bagaimana elemen-elemen ini dapat dikombinasikan untuk mendapatkan suatu program pemasaran yang efisien. Oleh karena itu, menurut Belch & Belch (2004), kondisi pasar harus dianalisis melalui riset konsumen yang hasilnya dapat digunakan untuk mengembangkan strategi dan kombinasi atau bauran pemasaran secara keseluruhan. Berkaitan dengan bauran pemasaran, promosi merupakan elemen dari marketing mix yang dimanfaatkan oleh produsen sebagai sarana komunikasi dengan target konsumennya. Pemasaran sosial adalah suatu proses untuk membuat rancangan, implementasi dan pengawasan program yang bertujuan meningkatkan penerimaan gagasan sosial atau perilaku pada suatu kelompok sasaran (Kotler, 2002). Pada dasarnya pemasaran sosial berupa penerapan teknik pemasaran untuk mendapatkan manfaat sosial. Dengan demikian, prinsip dan kegiatan dalam pemasaran sosial tidak berbeda jauh dengan pemasaran komersial seperti penggunaan teknik analisis meliputi marketing research, pengembangan produk, penentuan harga, periklanan dan promotion akan tetapi dilakukan bukan berdasarkan kepentingan bisnis. Pemasaran sosial (social marketing) adalah strategi “menjual gagasan“ untuk mengubah pemikiran, sikap, perilaku masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu, terhadap isu atau gagasan yang ditawarkan. Penerapan strategi pemasaran dalam dunia sosial terbukti dapat memberdayakan organisasi dalam memperoleh dukungan untuk melanjutkan hidupnya. Menurut Andreason (2003), perbedaan mendasar antara “pemasaran komersil” dan “pemasaran sosial” adalah pada prinsip “4P” yang dikenal sebagai marketing mix. Dalam dunia bisnis “4P” adalah 3
promotion (promosi), price (harga), product (produk) dan place (tempat). Dalam pemasaran sosial ada dua hal lain yang membuat berbeda, yaitu adanya partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan). Pemasaran sosial berhubungan erat dengan partnership (kemitraan) dan policy (kebijakan). Pada prinsipnya, praktik pemasaran sosial tak ada artinya apabila kemitraan tidak dijadikan tujuan organisasi. Demikian pula tak ada artinya upaya mengubah perilaku melalui pemasaran sosial apabila tidak diikuti atau dilanjutkan dengan upaya mendorong tersusunnya sebuah kebijakan. Yang jelas penerapan social marketing, tujuannya bukan semata-mata fund raising (memperoleh dana) karena dalam kenyataan social marketing juga berarti menyampaikan gagasan secara efisien dan tepat. Pemasaran sosial adalah suatu kompleks yang terdiri dari desain, implementasi dan pengawasan suatu program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan gagasan (ide) sosial atau perilaku pada suatu kelompok sasaran. Menurut Windahl (1992), pemasaran sosial dapat dianggap sebagai proses pertukaran antara dua atau lebih pihak yang memandang proses pertukaran sebagai sarana pemenuhan kebutuhan mereka. Untuk itu, peran komunikasi sangat penting, klien dibuat sadar akan adanya kebutuhan lewat komunikasi. 2.2. Komunikasi Pemasaran dan Periklanan Komunikasi pemasaran menggambarkan bagaimana organisasi, perusahaan atau pemerintah yang mengkomunikasikan pesan-pesan kepada sasaran yang dituju. Yang menjadi sasaran yang dituju adalah kelompok konsumen potensial yang menerima pesan-pesan pemasaran tersebut. Komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu aksesnya pemasaran. Dalam dekade terakhir ini, komponen pemasaran dalam bauran pemasaran menjadi semakin penting. Komunikasi pemasaran mempresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran, yang memfasilitasi terjadi pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya (Shimp, 1999:4). Definisi lain mengenai komunikasi pemasaran menurut Belch & Belch (2004:11), menyatakan bahwa: “Integrated marketing communication is a strategic business process used to plan, develop, execute and evaluate coordinated, measurable, persuasive brand communication programs over time with consumers, customers, prospects, employees, associates and other targeted relevant external and internal audiences. The goal is to generate both short-term financial returns and build long-term brand and shareholder value”. Dengan definisi di atas maka dapat dilihat bahwa komunikasi pemasaran secara umum dipandang sebagai sebuah proses bisnis stratejik yang merencanakan, mengembangkan, menerapkan dan mengevaluasi koordinasi, pengukuran, program komunikasi merek yang persuasif dibandingkan dengan integrasi taktis dari beragam kegiatan komunikasi. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemasaran merupakan sebuah proses strategi bisnis dua arah yang menyampaikan pesan perusahaan dalam kaitannya memenuhi needs & wants konsumen yang menstimuli target market, dengan menggunakan communication mix, dengan maksud penciptaan respon dari target market sesuai dengan tujuan akhir yang diinginkan yaitu adanya transaksi pertukaran (exchange). Menurut Kotler (1994) dalam penyampaian pesan kepada konsumen komunikator berusaha memasukkan pesannya ke dalam ingatan jangka panjang konsumen sebagai penerima pesan, ingatan jangka panjang ini merupakan tempat penyimpanan segala macam informasi yang telah diolah. Namun, sebelumnya terlebih dahulu komunikator harus bekerja keras untuk menarik minat konsumen dengan ingatan jangka pendek, dimana saluran pesan tergantung dari pandangan persuasi konsumen sebagai penerima pesan untuk membujuk dirinya berpandangan positif atau negatif terhadap isi pesan yang disampaikan. Salah satu elemen dalam komunikasi pemasaran adalah advertising atau periklanan, dimana periklanan merupakan salah satu elemen dalam komunikasi pemasaran yang paling dikenal dan didiskusikan secara luas. Periklanan juga merupakan alat promosi yang penting, terutama untuk perusahaan yang memiliki produk dan jasa yang ditargetkan untuk mass consumer market (Belch & Belch, 2004). Periklanan menurut Belch & Belch (2004, p. 17) adalah “any paid form of non personal communication about an organization, product, service or idea by an identified sponsor”. Dapat dikatakan bahwa periklanan merupakan suatu bentuk komunikasi persuasif yang satu arah (impersonal) melalui media massa, tidak face-to-face, dan memerlukan pembayaran yang dilakukan oleh sponsor yang teridentifikasi dalam kaitannya menyampaikan informasi mengenai barang atau jasa atau ide. Terdapat beberapa alasan mengapa periklanan menjadi bagian penting dari bauran promosi yang banyak 4
dilakukan pemasar, yaitu (Belch & Belch, 2004): a. Dapat menjadi metode yang efektif dari segi biaya untuk berkomunikasi dengan audience yang berjumlah besar. b. Dapat digunakan untuk membentuk brand image dan daya tarik simbolis untuk sebuah perusahaan atau brand. c. Mampu menimbulkan perasaan yang responsif dengan konsumen ketika diferensiasi elemen lain pada bauran pemasaran sulit dicapai. 2.3 Appeals dalam Periklanan Daya tarik (appeal) iklan merupakan usaha kreatif yang dilakukan oleh pengiklan untuk memotivasi perilaku atau mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu produk (Gilson dan Berkman, 1980:388). Menurut Welbacher (1984:575), daya tarik dalam iklan diartikan sebagai ide atau gagasan mendasar tentang suatu produk yang disampaikan melalui iklan dan bertujuan memunculkan respon tertentu dari konsumen. Sedangkan menurut Belch dan Belch (2001:275), bahwa daya tarik dalam iklan adalah pendekatan yang digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan atau mempengaruhi perasaan konsumen terhadap produk yang diiklankan. Berdasarkan definisi yang telah disebutkan oleh para ahli di atas, maka daya tarik dalam iklan dapat diartikan sebagai ide atau gagasan mendasar tentang suatu produk yang disampaikan melalui iklan. Daya tarik iklan bertujuan memunculkan respon tertentu dari konsumen dan memotivasi perilaku atau mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu produk. Strategi komunikasi pemasaran yang biasanya penting untuk diperhatikan adalah bijak dalam memilih penggunaan daya tarik media periklanan (ad appeal) dan penggunaan daya tarik pesan (message appeal) yang akan disampaikan pada konsumen tersebut. a. Media Appeals Agar kriteria reach, frekuensi dan dampak (impact) dapat diraih secara maksimal, pengiklan harus berusaha menemukan media yang paling efektif untuk men-deliver pesan dalam jumlah exposure yang diinginkan kepada target audience. Reach dipandang sangat penting untuk peluncuran produk baru, perluasan merek terkenal serta apabila pemasar membidik sasaran pasar yang luas. Sementara itu, frekuensi diutamakan apabila ada pesaing-pesaing yang kuat, ada cerita yang agak kompleks yang harus disampaikan, resistensi konsumen yang tinggi atau frekuensi pembelian produk tinggi. Banyak pengiklan percaya bahwa target audience perlu ditampilkan lagi exposure iklan agar dampak iklan lebih terasa. Adanya pengulangan yang terlalu sedikit akan dianggap sia-sia, karena tidak akan sempat menjadi perhatian. Namun sebagian lainnya meragukan pentingnya melakukan pengulangan iklan. Mereka percaya bahwa begitu orang melihat beberapa kali, maka konsumen mungkin bertindak seperti yang dikehendaki pengiklan, mengacuhkan atau justru merasa terganggu. Lantaran hal- hal diatas berkaitan dengan pemilihan media, muncullah profesi baru yaitu media planner. Perencana media harus tahu kemampuan masing-masing jenis media untuk mendeliver reach, frekuensi dan dampak. b. Message Appeals Menurut Bovee (1996:141), pesan iklan adalah ide atau berita yang dikomunikasikan atau yang disampaikan kepada audience melalui media iklan. Aspek penting dalam strategi pesan yang disampaikan dalam iklan adalah cara terbaik dalam mengkomunikasikan produk/jasa apa yang akan disampaikan pada audience mereka. Salah satu keputusan strategi kreatif pengiklan yang penting adalah pemilihan appeal yang tepat. Beberapa iklan dirancang untuk memiliki daya tarik secara rasional, aspek logika bagi keputusan pelanggan dalam proses pembuatan, dan daya tarik lain dalam merasakan usaha membangkitkan reaksi emosional seseorang (Belch & Belch, 2004). Beberapa penelitian yang mengemukakan bahwa keefektifan periklanan dikombinasikan dengan adanya alasan praktis dalam pembelian suatu produk dengan nilai emosional. Iklan yang menarik adalah iklan yang mempunyai daya tarik, yaitu memiliki kemampuan untuk menarik perhatian pasar (audience) sasaran. Pesan- pesan yang akan disampaikan dapat disajikan dalam gaya penyampaian yang berbeda beda yaitu dengan menampilkan: cuplikan kehidupan individu atau kelompok, gaya hidup individu, fantasi tentang produk, suasana hati (mood) atau citra seputar produk, musik untuk lebih menghidupkan pesan, simbol kepribadian untuk menciptakan karakter yang mempersonifikasikan produk, memamerkan keahlian dan pengalaman perusahaan dalam menghasilkan produk, bukti bukti ilmiah keunggulan produk, bukti kesaksian dari orang orang terkenal (Tjiptono,1997). 5
Dalam memformulasikan pesan, Kotler (2004) mengemukakan ada 4 (empat) permasalahan, yaitu: a. Isi Pesan Dalam memformulasikan isi pesan yang terbaik, manajemen harus mencari tahu daya tarik, tema, ide atau unique selling proposition (USP). Ada tiga jenis daya tarik yaitu : 1. Daya tarik rasional Menciptakan daya tarik untuk ketertarikan pribadi audience, bahwa produk memberikan keuntungan sesuai fungsional yang diyakini. 2. Daya tarik emosional. Menciptakan emosi yang negatif atau positif yang sanggup memotifasikan tindakan pembelian. Mengetahui emotional selling propotition (ESP) yang tepat untuk produk, misal, keunikan produk dibanding pesaingnya adalah penting. 3. Daya tarik moral, hal ini terkait dengan sensibilitas audience terhadap apa yang benar dan pantas. b. Struktur Pesan 1. Struktur pesan dengan memberikan kesimpulan. Membangkitkan pertanyaan apakah pesan tersebut dirancang dengan menyajikan juga kesimpulan ataukah membiarkan audience yang menyimpulkan sendiri. Pada situasi tertentu, hal ini dapat menimbulkan reaksi negatif, yaitu jika komunikator tampak tidak terpercaya hingga audience kesal pada upaya untuk mempengaruhi mereka, atau jika issue simple atau audience terpelajar hingga justru penjelasan yang terlalu terperinci terasa mengganggu, atau jika issue sangat personal hingga audience akan kesal pada upaya komunikator untuk menggambarkan kesimpulan. 2. Struktur pesan dengan satu atau dua pesan. Membangkitkan pertanyaan apakah sebaiknya pesan hanya memuji tentang produk ataukah juga menyebutkan beberapa kekurangan produk. Hal ini dengan menyoroti beberapa temuan berikut, yaitu bahwa pesan satu sisi sangat tepat untuk audience yang pro pada posisi komunikator sedangkan pesan dua sisi sangat tepat bila audience merupakan oposisi. Pesan dua sisi juga cenderung lebih efektif diterapkan pada audience yang memiliki pendidikan yang lebih baik. Pesan dua sisi juga cenderung untuk lebih efektif pada audience yang cenderung kontra propaganda. 3. Struktur pesan dengan permintaan presentasi. Membangkitkan pertanyaan apakah pesan menyajikan argumen yang kuat pada awal atau pada akhir. c. Bentuk Pesan Pesan harus terbangun pada bentuk yang kuat. Bentuk pesan adalah dengan memperhatikan media yang digunakan sebagai saluran komunikasi. Unsur eksternal seperti budaya juga berpengaruh dalam memilih bentuk pesan. d. Sumber Pesan Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik atau popular terbukti lebih diperhatikan dan diingat audience. Faktor yang membuat sumber dianggap kredibilitas adalah: 1. Keahlian, yaitu pengetahuan khusus yang dimilikin penyampai pesan yang dianggap dapat mendukung pesan, misal, dokter, ilmuwan. 2. Kepercayaan, yaitu seberapa dipercayanya penyampai pesan tersebut oleh audience misalnya, teman akan lebih dipercaya daripada orang tidak dikenal. 3. Ketertarikan/kesukaan, yaitu kemenarikan sumber bagi audience, yang dapat dicapai melalui kejujuran, humor dan kewajaran. Pemilihan pendekatan daya tarik iklan yang terbaik dari yang dikembangkan biasanya memerlukan riset pasar (Lamb & Hair, 2001), kriteria untuk evaluasi meliputi diinginkan, ekslusivitas dan dapat dipercaya. Daya tarik tersebut pertama tama harus mampu memberikan kesan positif dan menimbulkan keinginan target pasar. Iklan juga harus eksklusif atau unik, konsumen harus mampu membedakan pesan pemasang iklan dari pesan para pesaingnya. Yang paling penting daya tarik tersebut harus dapat dipercaya (Lamb & Hair, 2001). 2.4. Marketing Appeals dalam Organisasi Sosial Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jika organisasi dibedakan berdasarkan tujuan. Maka, organisasi ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: organisasi yang tujuannya mencari keuntungan (profit oriented) dan organisasi sosial (non profit oriented). Berikut akan dijelaskan mengenai marketing appeals yang terkandung dalam kedua organisasi tersebut. 2.4.1. Marketing Appeals dalam Organisasi Sosial-Profit Banyak hal yang membedakan marketing appeals antara organisasi sosial yang bersifat non profit dengan organisasi profit. Pada organisasi profit, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha 6
organisasinya. Organisasi profit memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Pada dasarnya strategi pemasaran yang muncul dalam organisasi profit cenderung sama dengan organisasi publik dan pemerintah. Kehidupan semua organisasi tergantung pada hubungan pertukaran untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan, kemudian mengubah sumber daya itu menjadi produk dan jasa, yang kemudian mendistribusikannya secara efisien kepada pasar target. Pemasaran berkaitan dengan pengembangan, pemeliharaan dan/atau pengaturan hubungan pertukaran yang mencakup produk, jasa, organisasi, orang, tempat atau penyebab. Menurut Winardi (1992), pemasaran dapat memberikan keuntungan bagi organisasi apalagi jika pemasaran tersebut diterapkan secara sistematis. Keuntungan pemasaran adalah organisasi yang menerapkan pemasaran yang sistematis akan memperoleh dua keuntungan, yaitu: 1. Organisasi dapat meningkatkan kepuasan pasar target karena lebih memahami kebutuhan konsumen dan kemudian dapat mengembangkan produk dan jasa yang lebih cocok. 2. Efisien kegiatan-kegiatan pemasaran organisasi akan meningkat karena memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang bagaimana merumuskan harga, promosi, dan komunikasi serta distribusi. 2.4.2 Marketing Appeals dalam Organisasi Non Profit Organisasi nirlaba/organisasi sosial yang bersifat non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu/perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil. Organisasi tersebut juga tidak mementingkan perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba. Organisasi tersebut meliputi sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politik, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset, museum, dan para petugas pemerintah. Menurut Hannagan (1992), Organisasi Non Profit dapat dibedakan berdasarkan: a. Sumber dananya. Apakah berasal dari anggaran pemerintah lewat pajak dan pinjaman, atau dari sumbangan sukarela atau dari sumber lainnya. b. Jenis produk/pelayanannya. Apakah organisasi tersebut menyediakan produk/pelayanan tangible, atau perhatiannya terfokus pada perubahan perilaku. c. Bentuk Organisasinya: · Donatif yaitu organisasi yang hanya menggantungkan pendapatan hanya dari sumbangan/donasi. · Komersial yaitu organisasi yang mengenakan biaya atas jasanya. · Mutual yaitu apabila sebagian besar kegiatan organisasi dikontrol oleh penggunanya (users). · Entrepreneurial yaitu organisasi yang dipimpin oleh manajer profesional. 2.5. Tindak Pidana Pencucian Uang Istilah pencucian uang atau money laudering telah di kenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat (Husein, 2007). Saat itu, tepatnya tahun 1929, Amerika Serikat sedang menghadapi krisis ekonomi yang sangat berat, jatuhnya harga-harga saham di Wall Street menyeret Amerika Serikat dan dunia dengan depresi besar (great depression). Sehingga semakin memarakkan organisasi kejahatan mafia dalam kegiatan bisnis ilegal, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan pencucian pakaian ini perkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil usaha pelacuran (Sutedi, 2006:17). Lebih lanjut menurut Sutedi (2006:18), pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah sehingga kemudian muncul istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram perdagangan narkotika. Yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering di Indonesia, menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi: “Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”. 7
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Illegal Narkotika, Obat-Obatan Berbahaya dan Psikotropika Tahun 1988 (the United Nations Convention Againts Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psychotropic Substances of 1988) mengartikan money laundering adalah: “The convertion or transfer of property, knowing that such property is derived from any serious (indictable) offence or offences, or from act of participation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the commission of such an offence or offences to evade the legal consequences of his action; or The concealment or disguise of the true nature, source, location, disposition, movement, rights with respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences.“(Konversi atau pengalihan harta, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari serius (dapat dituduh) pelanggaran atau pelanggaran, atau dari tindakan partisipasi dalam tindak pidana atau pelanggaran, untuk tujuan menyembunyikan atau menyamarkan kekayaan yang tidak sah atau membantu apapun orang yang terlibat dalam komisi seperti suatu pelanggaran atau pelanggaran untuk menghindari konsekuensi hukum dari tindakannya, atau penyembunyian atau penyamaran yang sifat benar, sumber, lokasi, sifat, gerakan, hak-hak yang berkaitan dengan, atau kepemilikan properti, mengetahui bahwa kekayaan tersebut berasal dari seorang yang serius (dapat dituduh) pelanggaran atau pelanggaran atau dari suatu tindakan seperti partisipasi dalam suatu tindak pidana atau pelanggaran). Dalam sektor perbankan di Indonesia, inisiatif untuk memerangi pencucian uang secara aktif dan serius telah dimulai sejak Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) pada tanggal 18 Juni 2001. Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain 40 rekomendasi The Financial Action Task Force (FATF) dan Core Principle No. 15 dari Basel Committee on Banking Supervision, 2003. Aktifitas pencucian uang (money laundering) secara umum merupakan suatu cara meyembunyikan, memindahkan dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan (organization crime), maupun individu yang melakukan tindakan penggelapan, perdagangan narkotika dan sebagainya. Kegiatan tersebut, secara garis besar melibatkan asset (pendapatan/ kekayaan) yang disamarkan atau disembunyikan asal-usulnya sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang illegal. Melalui tindakan yang melanggar hukum ini, pendapatan atau kekayaan yang didapat dirubah menjadi dana yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal. Modus kejahatan seperti ini dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan tehnologi dan rekayasa keuangan yang cukup complicated. Secara sederhana, kegiatan ini pada dasarnya dapat dikelompokkan pada tiga kegiatan, antara lain (Manual CFE = Certified Fraud Examiners, 2006), yaitu: 1. Placement (penempatan) merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktifitas kejahatan misalnya dengan sistem keuangan. Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyeludupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, ataupun dengan memecah uang tunai dalam jumlah besar menjadi jumlah kecil ataupun mendepositokan pada di bank atau dibelikan surat berharga seperti misalnya saham-saham atau juga mengkonversikan kedalam mata uang lainnya atau transfer uang kedalam valuta asing. Bentuk kegiatan ini antara lain sebagai berikut : a. Menempatkan dana pada bank. b. Menyetorkan uang pada bank pada bank sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail. c. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain. d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah sehingga mengubah kas menjadi kredit pembiayaan. e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi,membelikan hadiah yang nilainya tinggi/mahal sebagai penghargaan/hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaaan jasa keuangan lain. 2. Layering (pelapisan) diartikan sebagai memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya yaitu aktifitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ketempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin ke rekening8
rekening perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank, terutama di negaranegara yang tidak kooperatif dalam upaya memerangi kegiatan pencucian uang. Bentuk kegiatan ini antara lain ; a. Transfer dana dari suatu bank ke bank lain. b. Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah. c. Memindahkan uang tunai lintas batas Negara melalui jaringan kegiatan usaha yang sah. 3. Integration (penggabungan) yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu “legitimate explanation” bagi hasil kejahatan. Disini uang yang di “cuci” melalui placement maupun layering dialihkan kedalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang dilaundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor keuangan khususnya perbankan, membuat industri ini menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian uang. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan industri keuangan untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk yang ditawarkannya. Perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum. Bahkan melalui sistem perbankan pelaku dalam waktu yang sangat cepat dapat memindahkan dana hasil kejahatan melampaui batas yurisdiksi negara, sehingga pelacakannya akan bertambah sulit apalagi kalau dana tersebut masuk ke dalam sistem perbankan yang negaranya menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat.
Adapun skema pencucian uang adalah sebagaimana pada gambar berikut ini:
Gamba 2.1 Skema Pencucian Uang Sumber : The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 2.6. Pembatasan Transaksi Tunai Dalam upaya memerangi kejahatan money laundering (pencucian uang), Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) sejak tahun 1990 telah mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi sebagai suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi kejahatan money laundering (FATF, 1990). Di Indonesia, meskipun sejak awal kemerdekaan Indonesia telah berusaha melakukan upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya dengan berbagai cara dan dengan berbagai peraturan/perundangundangan. Namun, pemberantasan korupsi di Indonesia belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan. Begitu juga sejak tahun 2001 Indonesia telah melakukan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle). Namun penerapan prinsip tersebut belum begitu efektif dalam mencegah korupsi dan money laundering (pencucian uang) lainnya. Untuk itu, Pembatasan Transaksi Tunai merupakan salah satu solusi untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang (money laundering) lainnya. Pembatasan Transaksi Tunai diharapkan mampu memberi pengaruh yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi dan pencucian uang (money laundering) lainnya di Indonesia (Qamarius, 2010). 9
Kebijakan untuk Pembatasan Transaksi Tunai sangat sesuai dengan salah satu rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), yaitu Peran Sistem Keuangan dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Menurut Qamarius (2010), Pembatasan Transaksi Tunai adalah suatu mekanisme atau sistem untuk membatasi transaksi dengan uang tunai, dimana transaksi diatas batas yang ditentukan harus dilakukan melalui sistem perbankan. Misalnya transaksi tunai dibatasi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) hari, dimana transaksi diatas batas tersebut harus dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan penerapan pembatasan transaksi tunai (restrictions on cash transactions/limitations on cash transactions) atau pembatasan pembayaran tunai (restrictions on cash payments/limitations on cash payments) akan mendorong less cash society (minimalisasi penggunaan uang tunai) atau transaksi non tunai (non cash transaction). Dimana dengan penerapan pembatasan transaksi tunai tersebut, seluruh bank dan lembaga keuangan lainnya ikut berperan aktif dalam pencegahan korupsi dan money laundering (pencucian uang) lainnya, disamping menjalankan fungsi dan tugas utamanya. Penerapan pembatasan transaksi tunai di Indonesia saat ini tidak akan mempunyai dampak apapun terhadap berbagai transaksi, karena untuk transaksi diatas batas transaksi tunai atau penarikan uang tunai dapat dilalukan dengan cara pembayaran melalui Transfer Bank, Tranfer melalui ATM, Mobile Banking, Internet Banking, Electronic Channel, SMS Banking, Phone Banking, Kartu Kredit dan lewat sistem perbankan lainnya. Pembatasan transaksi tunai akan menjadi upaya pencegahan (preventif) untuk menutup peluang korupsi dan pencucian uang lainnya secara signifikan. Dimana dengan pembatasan transakti tunai tersebut akan dapat mendeteksi aliran dana korupsi dan pencucian uang lainnya, karena selama ini sangat sulit membuktikan berbagai tindakan korupsi dan pencucian uang lainnya di Indonesia. Menurut Agus Santoso (2012), ada beberapa keuntungan dari kebijakan pembatasan transaksi tunai: Pertama, negara melindungi masyarakat dari resiko kejahatan uang palsu serta dapat melindungi dari perampokan uang tunai. Kedua, biaya pencetakan dan peredaran fisik uang rupiah tentu akan berkurang secara signifikan. Ketiga, akan terbangun masyarakat yang ber-bank (bank minded society) dan terbiasa menggunakan kartu (less cash society). Terbangunnya masyarakat seperti ini tentu akan secara signifikan menjadi alat bantu pencegahan korupsi maupun pemberantasan korupsi, karena semua transaksinya tercatat. III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Eksperimen Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen (experimental research design). Desain eksperimen merupakan sekumpulan prosedur yang mengarahkan sebuah penelitian eksperimen dengan melakukan hal-hal yang spesifik seperti variabel independen apa yang harus dimanipulasi, variabel dependen yang mana yang harus diukur, level of treatment yang mana yang akan digunakan, bagaimana memilih test unit dan menyusun test unit tersebut dalam kelompok yang berbeda, bagaimana melakukan kontrol untuk selection bias, dan bagaimana meminimalkan pengaruh dari extraneous variable terhadap hasil eksperimen (Aaker et al., 2003). Desain eksperimen merupakan desain penelitian yang paling tepat dalam menjelaskan hubungan dalam studi ini. Menurut Neuman (2000), desain eksperimen merupakan desain penelitian yang terkuat dalam menguji hubungan kausalitas yang dikarenakan oleh tiga kondisi yang ada dalam hubungan kausalitas (conditions for causality) yaitu temporal order yaitu harus ada penyebab sebelum ada akibat, association yaitu akibat yang timbul tersebut dikarenakan ada asosiasi yang kuat dengan penyebab atau disebut juga dengan cocomittan variation (dua variabel yang berubah secara bersamaan) dalam studi ini dilakukan dengan memberikan manipulasi, dan eliminating alternative yaitu hubungan tersebut terjadi dikarenakan oleh penyebab tersebut bukan oleh faktor yang lain, dengan melakukan kontrol. Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen erat kaitanya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan (Solso & MacLin, 2002). Menurut Cooper & Schindler (2006), eksperimen merupakan studi yang melibatkan intervensi oleh periset diluar apa yang diharapkan untuk pengukuran. Intervensi ini umumnya adalah manipulasi suatu variabel dalam sebuah latar belakang dan mengamati bagaimana hal itu mempengaruhi pokok masalah yang sedang dikaji (misalnya, orang-orang atau entitas fisik). Periset dalam hal ini memanipulasi variabel bebas atau penjelas lalu mengamati apakah variabel terikat yang dihipotesiskan terpengaruh oleh intervensi. Sementara Sugiyono (2008), mendefinisikan penelitian eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. 10
Sedangkan menurut Arikunto (2010), penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada sunjek selidik. Dengan kata lain penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat. Caranya adalah dengan membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak menerima perlakuan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah experimental research design, dimana dalam penelitian ini mencari pengaruh dari daya tarik pemasaran (marketing appeals) pada iklan ide pembatasan transaksi tunai di Indonesia, baik source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Policy Benefit Institution dan Bank Indonesia sebagai Policy Execution Institution maupun dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) terhadap penerimaan publik (public acceptance) pada iklan pembatasan transaksi tunai untuk pemberantasan korupsi dan pencucian uang lainnya. Independent variable dimanipulasi untuk mencari tahu perbedaan pengaruhnya terhadap dependent variable (public acceptance). Dalam penelitian yang berbentuk experimental research design tersebut berjenis statistical designs dengan menggunakan desain faktorial. Menurut Malhotra (2007), desain faktorial (factorial design) merupakan suatu statistical experimental research yang digunakan untuk mengukur pengaruh dua atau lebih independent variable dalam level yang bervariasi dan interaksi antar variabel. Penelitian yang menggunakan metode factorial design dapat mengkonseptualisasikan penelitiannya dalam bentuk tabel. Dalam penelitian ini berbentuk two-factorial design, dimana setiap level dari satu variable menampilkan baris dan setiap level dari variable lainnya menampilkan kolom. Penelitian ini menggunakan aspek marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai, dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (Policy Benefit Institution) dan Bank Indonesia (Policy Execution Institution) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan experimental research design tersebut yang menggunakan jenis statistical experimental research-factorial design, yaitu: a. Partisipan Menurut Cooper & Schindler (2006), dalam memilih sampel penelitian eksperimen menggunakan teknik nonprobabilitas, yaitu suatu teknik pengambilan sample yang tidak didasarkan pada rumusan statistik tetapi lebih pada pertimbangan subyektif peneliti dengan didasarkan pada jangkauan dan kedalaman masalah yang ditelitinya. Sedangkan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan metode random sampling (sampling acak) yaitu pengambilan sampel berdasarkan populasi dari mana sampel diambil merupakan populasi yang homogen yang mengandung satu ciri (Arikunto, 2010). Dalam menguji perumusan masalah, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 132 partisipan, dimana partisipan yang terpilih adalah partisipan yang cenderung homogen dimana hal ini dilakukan untuk mengurangi selection bias. Dalam penelitian ini 132 partisipan yang dipilih adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI), Program Pendidikan Strata 1 (S1) kelas regular dan kelas ekstensi dengan rentang usia 17 tahun sampai dengan 29 tahun. Mereka dianggap mempunyai karakteristik dan perilaku yang sama, dimana para partisipan cenderung mempunyai karakteristik yang sama dari sisi demografi seperti usia, pendidikan, status ekonomi dan sosial lainnya. Homogenitas antar kelompok dilihat berdasarkan jenis kelamin dan umur, serta tingkat pendidikan yang diharapkan dapat memberikan respons yang sama terhadap iklan yang ditawarkan. Homogenitas dari partisipan diperlukan agar pengaruh dari setiap independent variable terhadap dependent variable dapat diperbandingkan karena berasal dari karakteristik partisipan yang sama. Partisipan dikelompokkan dalam empat kelompok secara acak dan semuanya mendapatkan kuesioner yang berbeda (between subjects). b. Independent variable Independent Variable atau disebut dengan treatment merupakan variabel atau alternatif yang dapat dimanipulasi oleh penulis untuk diketahui pengaruhnya yang dapat diukur dan diperbandingkan (Maholtra, 2007). Sementara menurut Soegandar (2009), independent variable (variabel bebas) adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya segala atau faktor atau unsur lain, yang pada gilirannya gejala atau faktor atau unsur kedua itu disebut variabel terikat. Variabel bebas adalah kondisi atau karakteristik yang oleh pengeksperimen dimanipulasikan di dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobeservasi. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab munculnya gejala atau kondisi tersebut. Independent variable yang dimanipulasi oleh penulis yaitu marketing appeals dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- dan Rp. 100.000.000,- (tinggi dan rendahnya pembatasan transaksi tunai) dan pengaruhnya terhadap penerimaan 11
public (public acceptance) yang dapat diukur dan diperbandingkan. Maksud dari marketing appeals yang dimanipulasi adalah sebagai independent variable dimana variable tersebut dimanipulasi tampilannya dan diciptakan sendiri oleh penulis. Dimana penulis menampilkan independent variable tersebut berupa 4 (empat) tipe gambar iklan/print ad, yaitu iklan pembatasan transaksi tunai (iklan yang bersumber dari institusi negara) yang dimanipulasi baik dengan menggunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Bank Indonesia (BI), dalam kondisi Rp. 50.000.000,- dan Rp. 100.000.000,- (tinggi dan rendahnya pembatasan transaksi tunai). Dengan demikian terdapat 4 (empat) jenis independent variable yang tercipta sebagai stimulus dan diuji untuk mencari perbedaan pengaruhnya terhadap dependent variable (public acceptance). Untuk tipe iklan yang pertama dipilih dengan menggunakan sebagai sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan jumlah yang dibatasi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Sementara untuk tipe iklan yang kedua menggunakan sumber pesan Bank Indonesia sebagai sumber pesan, dengan jumlah yang dibatasi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Untuk tipe iklan yang ketiga dipilih dengan menggunakan sebagai sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan jumlah yang dibatasi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sedangkan untuk tipe iklan yang ke empat menggunakan sumber pesan Bank Indonesia sebagai sumber pesan, dengan jumlah yang dibatasi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.1, 3.2, 3.3 dan 3.4.
Gambar 3.1 Iklan dengan Sumber Pesan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam Kondisi Rp. 50.000.000,-
Gambar 3.2 Iklan dengan Sumber Pesan Bank Indonesia, dalam Kondisi Rp. 50.000.000,-
12
Gambar 3.3 Iklan dengan Sumber Pesan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam Kondisi Rp. 100.000.000,-
Gambar 3.4 Iklan dengan Sumber Pesan Bank Indonesia, Dalam Kondisi Rp. 100.000.000,c. Dependent Variable Dependent variable adalah variabel yang mengukur pengaruh dari independent variable terhadap unit test (Malhotra, 2007). Menurut Hapidin (2010), dependent variable (variabel terikat) yaitu kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul yang tidak muncul ketika pengeksperimen mengintruksi, mengubah atau mengikat. Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat variabel bebas atau yang dipengaruhi oleh variabel bebas inti. Beberapa atribut yang dianggap bisa mewakili dimensi yang berkontribusi terhadap penerimaan publik merupakan dependent variable yang diukur untuk melihat dampak dari independent variable (marketing appeals). Dalam penelitian ini dikemukakan beberapa atribut yang bertindak sebagai dependent variable. Atribut-atribut berikut dianggap dapat mewakili dimensi yang berkontribusi terhadap penerimaan publik dalam konteks iklan pembatasan transaksi tunai, yang akan diukur dengan menggunakan 6 (enam) skala likert dan open-question: a. Iklan Sangat Menarik (PA1) b. Iklan Sangat Jelas (PA2) c. Mendukung Pembatasan Transaksi Tunai (PA3) d. Bersedia Menandatangani Petisi (PA4) 3.2
Manipulasi Marketing Appeals Sebelum stimulus digunakan, terlebih dahulu dilakukan pre-test untuk memastikan bahwa gambar iklan pembatasan transaksi tunai yang telah dimanipulasi dan ditampilkan adalah memang dianggap iklan yang mengandung unsur dari kedua aspek source of message (Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia). 13
3.2.1 Pre-test 1 Pre-test 1 dilakukan dengan menggunakan 17 orang juri, yang terdiri dari dosen pemasaran, pakar iklan dan pemerhati iklan, dimana kepada mereka ditanyakan dugaan mereka terhadap sumber iklan ( source of message) yang menggunakan marketing appeals. Terdapat 8 alternatif stimuli gambar iklan pembatasan transaksi tunai yang diolah dan dimanipulasi baik iklan yang menggunakan source of message Komisi Pemberantasan Korupsi maupun Bank Indonesia. Setelah iklan diolah dan dimanipulasi sedemikian rupa, mereka memilih diantara 8 alternatif gambar iklan tersebut, gambar mana yang paling mencerminkan source of message sebagai berikut:
Gambar 3.5 Alternatif Stimuli Sumber Iklan Organisasi Non-Profit (Komisi Pemberantasan Korupsi) Pada pre-test 1 di atas, iklan yang menggunakan source of message Komisi Pemberantasan Korupsi yang terpilih untuk dilanjutkan pada pre-test 2, karena dianggap lebih jelas memperlihatkan sumber pesan (source of message).
Gambar 3.6 Alternatif Stimuli Sumber Iklan Organisasi Non-Profit (Bank Indonesia) Pada pre-test 1 di atas, iklan yang menggunakan source of message Bank Indonesia yang terpilih untuk dilanjutkan pada pre-test 2, karena dianggap lebih jelas memperlihatkan sumber pesan (source of message).
14
3.2.2. Pre-test 2 Setelah dilakukan pre-test 1, selanjutnya untuk memastikan gambar iklan institusi negara yang mana yang dianggap iklan yang mengandung unsur marketing appeals. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pre-test 2 untuk mengetahui apakah masih terdapat kesulitan dalam memahami kuesioner yang diajukan. Pre-test 2 dilakukan dengan menggunakan 17 orang sebagai juri, yang terdiri dari dosen pemasaran, pakar pemasaran dan pemerhati iklan. Dimana kepada mereka ditanyakan beberapa item penerimaan publik yang dinilai sesuai dengan marketing appeals dari gambar iklan institusi negara yang ditampilkan. Dari hasil pre-test ini dilakukan revisi sampai kuesioner dapat dipahami dengan jelas. 3.3. Desain Kuesioner Berdasarkan hasil pre-test, maka gambar iklan yang telah terpilih tersebut digunakan sebagai stimuli dalam penelitian dan disajikan dalam kuesioner. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaanpertanyaan mengenai ke empat atribut penerimaan publik (public acceptance) dalam 2 (dua) kondisi, yaitu dalam kondisi Rp. 50.000.000,- dan Rp. 100.000.000,- (tinggi dan rendahnya pembatasan transaksi tunai). Seterusnya dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan bersifat filler (pertanyaan yang berbeda/pengalihan), kemudian pertanyaan-pertanyaan manipulation check (uji manipulasi) dan pertanyaan-pertanyaan personal/demografi. 3.4.
Pengumpulan Data Manipulasi dari independent variable dilakukan dengan memberikan ke empat stimuli yang berbeda kepada partisipan dengan 4 (empat) cell yang berbeda, yang terdiri dari 132 partisipan yang valid, yaitu: Tahap 1. Aspek Marketing Appeals dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) terhadap penerimaan publik (public acceptance). a. Kelompok partisipan (A) yang menerima stimulus berupa gambar iklan dengan sumber iklan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. b. Kelompok partisipan (B) yang menerima stimulus berupa gambar iklan dengan sumber iklan Bank Indonesia (BI) dalam kondisi kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), direncanakan sebanyak 33 partisipan. c. Kelompok partisipan (C) yang menerima stimulus berupa gambar iklan dengan sumber iklan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. d. Kelompok partisipan (D) yang menerima stimulus berupa gambar iklan dengan sumber iklan Bank Indonesia (BI) dalam kondisi kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), direncanakan sebanyak 33 partisipan. Tahap 2. Aspek Manipulation Check, dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah): a. Kelompok partisipan yang sama pada tahap 1, yaitu partisipan (A) yang menerima stimulus berupa pertanyaan sesuai iklan dengan sumber iklan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. b. Kelompok partisipan yang sama pada tahap 1, yaitu partisipan (B) yang menerima stimulus berupa pertanyaan sesuai iklan dengan sumber iklan Bank Indonesia (BI) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. c. Kelompok partisipan yang sama pada tahap 1, yaitu partisipan (C) yang menerima stimulus berupa pertanyaan sesuai iklan dengan sumber iklan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (lima puluh juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. d. Kelompok partisipan yang sama pada tahap 1, yaitu partisipan (D) yang menerima stimulus berupa pertanyaan sesuai iklan dengan sumber iklan Bank Indonesia (BI) dalam kondisi Rp. 100.000.000,(lima puluh juta rupiah) direncanakan sebanyak 33 partisipan. Partisipan dipilih dalam setiap kelas dan stimuli diacak agar setiap partisipan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan setiap stimuli. Kuesioner dibagi kepada semua partisipan dalam 2 (dua) tahap. Tahap pertama diberikan kuesioner dengan pertanyaan yang berhubungan dengan beberapa atribut yang bertindak sebagai dependent variable. Atribut-atribut tersebut dianggap bias mewakili dimensi yang berkontribusi terhadap penerimaan publik (public acceptance). 15
Pertanyaan dalam kuesioner itu akan diukur dengan menggunakan 6 (enam) skala Likert ( Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Agak Tidak Setuju, Agak Setuju, Setuju, Sangat Setuju) dan open-question. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sebagai berikut : a. Menurut saya, gambar iklan sosial diatas sangat menarik (PA1) b. Menurut saya, pesan dalam iklan sosial diatas sangat jelas (PA2) c. Saya bersedia menandatangani petisi yang mendukung Pembatasan Transaksi Tunai Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah), yang diiklankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi agar Indonesia bebas dari korupsi dan pencucian uang lainnya (PA3) d. Saya bersedia menandatangani petisi yang mendukung Pembatasan Transaksi Tunai Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah), yang diiklankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi agar Indonesia bebas dari korupsi dan pencucian uang lainnya (PA4) Setelah pertanyaan diatas (tahap pertama) selesai di jawab dan dikumpulkan, selanjutnya diberikan kuesioner dengan pertanyaan uji manipulasi (manipulation check). Pertanyaan dalam kuesioner dengan pertanyaan uji manipulasi (manipulation check) itu akan diukur dengan menggunakan skala Guttman, dengan memberi nilai pada setiap jawaban. Untuk jawaban yang benar akan diberikan nilai 1, dan untuk jawaban yang salah nilainya 0. Pertanyaan-pertanyaan untuk uji manipulasi (manipulation check) tersebut adalah sebagai berikut : a. Menurut Anda, organisasi apa yang mengeluarkan iklan pembatasan transaksi tunai tersebut ? (MC1) b. Berapakah jumlah pembatasan transaksi tunai yang disampaikan dalam iklan sosial ? (MC2) c. Menurut Anda, apa tujuan dari iklan sosial pembatasan transaksi tunai tersebut ? (MC3) Setelah partisipan menjawab pertanyaan-pertanyaan tahap 1 dan dikumpulkan, kemudian dilanjutkan dengan tahap 2. Hasil jawaban partisipan dikumpulkan melalui research assistants yang membatu dalam setiap kelas. 3.5. Pengkodean Data Data yang telah terkumpul diberi kode untuk mengorganisasikan proses penginputan data ke dalam program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Pengkodean yang dilakukan oleh penulis adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1 berikut ini: Tabel 3.1 Tabel Pengkodean Data No
Keterangan
Kode
Nomor Kode
1
Rp. 50.000.000 - KPK
A
001 - 033
2
Rp. 50.000.000 - BI
B
001 - 033
3
Rp. 100.000.000 - KPK
C
001 - 033
4
Rp. 100.000.000 - BI
D
001 - 033
5
6
Item Penerimaan Publik : a. Iklan Sangat Menarik b. Iklan Sangat Jelas c. Mendukung Pembatasan Transaksi Tunai d. Bersedia Menandatangani Petisi Item Manipulation Check : a. Organisasi Yang Mengeluarkan Iklan b. Jumlah Pembatasan Transaksi Tunai c. Tujuan Pembatasan Transaksi Tunai
PA1 PA2 PA3 PA4 MC1 MC2 MC3
Sumber: Data primer diolah (2013) 3.6. Metode Analisa Data DI2 Riset eksperimen ini merupakan riset penelitian yang berbentuk 2 (dua) aspek marketing appeals, yaitu marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dalam kondisi DI3 Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan 2 (dua) sumber pesan (source of message) Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia terhadap penerimaan publik (public acceptance). 16
Dengan demikian, aspek marketing appeals terhadap penerimaan publik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dimana marketing appeals yang terdiri dari 2 level yaitu dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan 2 level sumber pesan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia. Dengan demikian, dalam penelitian studi eksperimen ini menggunakan 2 x 2 = 4 cell, seperti pada Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2 Aspek Marketing Appeals dan Source of Message Marketing Appeals Pembatasan Transaksi Tunai
Source of Message Policy Benefit Policy Execution Institution (KPK) Institution (BI)
Rp. 50.000.000,-
A
B
Rp. 100.000.000,-
C
D
Sumber: Data primer diolah (2013) Sedangkan riset penelitian yang berbentuk manipulation check, dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dalam penelitian ini, pertama akan mencoba menggambarkan profil partisipan dari sisi demografi, seperti usia, jenis kelamin dan status pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan manipulation check, yaitu: (a) Organisasi apa yang mengeluarkan iklan pembatasan transaksi tunai tersebut; (b) Berapakah jumlah pembatasan transaksi tunai yang disampaikan dalam iklan sosial; (c) Apa tujuan dari iklan sosial pembatasan transaksi tunai tersebut ? Penerimaan publik (public acceptance) terbentuk dari dimensi yang diwakili oleh beberapa atribut. Pertama, akan dilakukan analisa penerimaan publik dari keempat stimulus berupa gambar iklan institusi negara (iklan pembatasan transaksi tunai) yang dimanipulasi. Sebelumnya akan dipastikan terlebih dahulu apakah terdapat perbedaan besarnya rata-rata dalam setiap sumber pesan yang terkandung dalam iklan institusi negara tersebut yang telah dimanipulasi antara unsur Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia. Langkah selanjutnya adalah analisa yang dilakukan dengan kombinasi antara stimulus berupa gambar iklan institusi negara (iklan pembatasan transaksi tunai) yang dimanipulasi dengan stimulus dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah). Disini akan terlihat bagaimana perbedaan penerimaan publik yang timbul atas stimulus marketing appeal dalam masing-masing kondisi yang berbeda baik kondisi Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Kemudian dilanjutkan dengan analisa berikutnya yaitu analisa dengan kombinasi antara stimulus berupa gambar iklan institusi negara (iklan pembatasan transaksi tunai) yang dimanipulasi dengan stimulus dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah). Disini akan terlihat bagaimana perbedaan penerimaan publik yang timbul atas stimulus marketing appeals dalam masing-masing kondisi yang berbeda. Dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), penulis akan mengumumkan pada partisipan dalam bentuk informasi bahwa hasil penelitian tersebut akan ditayangkan/dipresentasikan, maka diperlukan kamera perekam untuk mendokumentasikan kegiatan dalam pengisian kuesioner oleh partisipan. Hasil analisa tersebut akan menjawab perumusan masalah seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Keseluruhan analisa tersebut dilakukan dengan mencari nilai mean dari respon yang didapat. Dalam menguji pengaruh unsur Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) digunakan metode analisa statistik deskriptif. Dalam penelitian ini, dependent variable adalah atribut yang mewakili dimensi yang berkontribusi terhadap penerimaan publik. Data dari dependent variable ini berupa data metric dan diukur dengan menggunakan skala interval atau skala rasio. Dalam pengukuran menggunakan skala semantic differential (6 scale) dengan asumsi bahwa skala 6 tersebut sudah cukup menggambarkan gradasi persepsi partisipan atas dependent variable yang diukur. Sedangkan data dari manipulation check (uji manipulasi) akan diukur dengan menggunakan skala Guttman, yaitu dengan memberi nilai pada setiap jawaban. Untuk jawaban yang benar akan diberikan nilai 1, dan untuk jawaban yang salah nilainya 0. 17
IV. HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai, dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Policy Benefit Institution dan Bank Indonesia (BI) sebagai Policy Execution Institution terhadap penerimaan publik (public acceptance). Dimana unsur marketing appeals adalah pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan unsur source of message (sumber pesan) adalah Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaia Policy Benefit Institution dan Bank Indonesia sebagai Policy Execution Institution untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penerimaan publik (public acceptance). 4.1.1 Studi Eksperimen Penelitian ini membahas mengenai aspek marketing appeals yaitu pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan aspek source of message (sumber pesan) yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia) terhadap penerimaan publik (public acceptance). Dalam studi ini meliputi variabel marketing appeals terdiri dari 2 (dua) tipe yaitu pembatasan transaksi tunai, dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), serta 2 (dua) tipe source of message yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia. Dengan demikian penelitian ini terdiri dari 2 x 2 = 4 cell. 4.1.2. Profil Partisipan Jumlah total partisipan yang didapat dalam penelitian ini adalah sebanyak 132 partisipan eksperimen berdasarkan cell-nya yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Jumlah Partisipan Eksperimen Berdasarkan Cell Source of Message Marketing Appels Pembatasan Pembatasan Tunai
Policy Benefit Institution (KPK)
Policy Execution Institution (BI)
Rp. 50.000.000,-
33
33
Rp. 100.000.000,-
33
33
Total
66
66
132
Sumber: Data primer diolah (2013) Dari sisi demografi, ada beberapa hal yang dapat dilihat dalam penelitian ini, yaitu: usia, jenis kelamin dan status pernikahan partisipan. Untuk data pendidikan, pekerjaan dan pendapatan partisipan tidak dimasukkan dalam penelitian ini, karena semua partisipan adalah mahasiswa pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. a. Usia Partisipan Dari penelitian yang dilakukan, secara total diperoleh persentase partisipan terbesar adalah pada kelompok usia 19 tahun (45,5 %), 20 tahun (27,3%), 21 tahun (11,4 %), 18 tahun (4,5 %), 17 tahun (0,8 %), 23 tahun (0,8 %), 24 tahun (0,8 %), 26 tahun (0,8 %), 29 tahun (0,8 %).
18
Gambar 4.1 Profil Usia Partisipan Sumber: Data primer diolah (2013) b. Jenis Kelamin Jenis kelamin partisipan dalam penelitian ini didominasi oleh wanita. Dimana secara total diperoleh presentase partisipan terbanyak adalah berjenis kelamin wanita (62,1%) dan pria sebanyak (37,9%), seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 berikut ini.
Gambar 4.2 Jenis Kelamin Partisipan Sumber: Data primer diolah (2013) c. Status Pernikahan Partisipan dalam penelitian ini pada umumnya belum menikah (93,9%), yang sudah menikah hanya sebanyak (6,1%), sebagaimana terlihat pada Gambar 4.3 dibawah ini.
Gambar 4.3 Jenis Kelamin Partisipan Sumber: Data primer diolah (2013) 19
4.1.3 Analisis Statistik Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto, 2009). 4.1.3.1. Analisis Deskriptif - Stimulus Source of Message Analisa statistik deskriptif dilakukan untuk setiap atribut-atribut yang dianggap dapat mewakili dimensi yang berkontribusi terhadap penerimaan publik (public acceptance) dalam konteks iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia, dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), yang menggunakan 6 (enam) skala Likert, yaitu: 1. Iklan Sangat Menarik (PA1) 2. Iklan Sangat Jelas (PA2) 3. Mendukung Pembatasan Transaksi Tunai (PA3) 4. Bersedia Menandatangani Petisi (PA4) Dalam perbandingan secara deskriptif seperti pada Tabel 4.2, diperoleh hasil dengan rata-rata terbesar adalah pada iklan yang menggunakan marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu PA3 (4,8939), PA4 (4,7121), PA2 (4,3788) dan PA1 (4,2576). Sementara iklan yang menggunakan marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Bank Indonesia hanya memiliki hasil rata-rata terbesar pada PA3 (4,2879) dan PA4 (4,2879). Berikut adalah Tabel 4 .2 yang menunjukkan tentang perbedaan mean untuk masing-masing dependent variable (public acceptance - PA1 PA2, PA3 dan PA4) dalam iklan yang menggunakan unsur marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia. Tabel 4.2 Analisis Statistik Deskriptif - Perbedaan Mean Penerimaan Publik Source of Message (KPK dan BI) dalam Berbagai Kondisi Public Acceptance (Penerimaan Publik)
Policy Benefit Institution/ Komisi Pemberantasan Korupsi
Policy Execution Institution/ Bank Indonesia
Mean
S.Dev
Mean
S.Dev
Iklan Sangat Menarik (PA1)
4,2576
0,77083
3,3333
1,15470
Iklan Sangat Jelas (PA2)
4,3788
0,69648
3,4697
1,08443
Mendukung Pembatasan Transaksi Tunai (PA3)
4,8939
0,74687
4,2879
1,30990
Bersedia Menandatangani Petisi (PA4)
4,7121
0,87293
4,2424
1,41487
Sumber: Data primer diolah (2013) 4.1.3.2 Analisis Statistik Deskriptif - Stimulus Marketing Appeals Secara deskriptif dapat dilihat bahwa penggunaan marketing appeals pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) mempunyai skor yang lebih tinggi untuk hampir semua atribut penerimaan publik dibandingkan dengan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi dan sumber pesan (source of message) dari Bank Indonesia baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dalam perbandingan deskriptif masing-masing dependent variable (public acceptance) diperoleh hasil bahwa iklan yang menggunakan unsur marketing appeals terbesar terdapat pada iklan pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) yaitu PA3 (5,1818), PA4 (4,8485) dan PA2 (4,4242). Sementara iklan pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) Komisi 20
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) diperoleh hasil terbesar pada PA3 (4,6061), PA4 yaitu (4,5758) dan PA2 (4,3333). Untuk iklan pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,(lima puluh juta rupiah) diperoleh hasil terbesar pada PA3 yaitu (4,5152) dan PA4 (4,4242). Sedangkan iklan pembatasan transaksi tunai Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) hanya diperoleh hasil terbesar pada PA3 yaitu (4,0606) dan PA4 (4,0606). Berikut adalah Tabel 4 .3 yang menunjukkan tentang perbedaan mean untuk masing-masing dependent variable (public acceptance) dalam iklan yang menggunakan unsur marketing appeals pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bank Indonesia baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Tabel 4.3 Analisis Statistik Deskriptif - Stimulus Marketing Appeals Source of Message Marketing Appeals Pembatasan Transaksi Tunai
Rp. 50.000.000,-
Rp. 100.000.000,-
Policy Benefit Institution (KPK)
PA
PA1 PA2 PA3 PA4 PA1 PA2 PA3 PA4
Policy Execution Institution (BI)
Mean
Std.Dev
Mean
Std.Dev
4,2424 4,3333 4,6061 4,5758 4,2727 4,4242 5,1818 4,8485
0,43519 0,59512 0,70442 0,70844 1,09320 1,05349 1,00000 1,17985
3,6364 3,8485 4,5152 4,4242 3,0303 3,0909 4,0606 4,0606
0,99430 1,09320 0,97215 1,22552 1,23705 0,94748 1,56004 1,57994
Sumber: Data primer diolah (2013) Dalam perbandingan Tabel 4.3 tersebut diatas secara umum dapat dilihat bahwa: a. Dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam iklan pembatasan transaksi tunai tersebut mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pesan dari Bank Indonesia dalam iklan pembatasan transaksi tunai untuk hampir semua atribut penerimaan publik (public acceptance). b. Dalam kondisi Rp. 100.000.000, (seratus juta rupiah) untuk iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam iklan pembatasan transaksi tunai tersebut mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pesan dari Bank Indonesia dalam iklan pembatasan transaksi tunai untuk hampir semua atribut penerimaan publik (public acceptance). 4.1.4 Manipulation Check Uji manipulasi (manipulation check) dalam eksperimen dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang maksimal dalam kelompok-kelompok eksperimen. Pengukuran dalam uji manipulasi dilakukan agar subjek secara akurat dapat memiliki perbedaan dengan subjek lainnya pada perlakuan variabel (Sekaran, 2003). Analisa statistik deskriptif uji manipulasi (manipulation check) dalam konteks iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) adalah menggunakan kuesioner dengan jawaban benar atau salah, yaitu: 1. Organisasi Yang Mengeluarkan Iklan (MC1) 2. Jumlah Pembatasan Transaksi Tunai (MC2) 3. Tujuan Pembatasan Transaksi Tunai (MC2) Dalam perbandingan secara deskriptif, diperoleh hasil uji manipulasi (manipulation check) seperti dalam Tabel 4 .4 yang menunjukkan tentang perbedaan mean untuk masing-masing uji manipulasi (manipulation check - MC1, MC2 dan MC3) dalam iklan yang menggunakan unsur marketing appeals 21
d e n g a n source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan Bank Indonesia. Berikut adalah Tabel 4 .4 yang menunjukkan tentang perbedaan mean untuk masing-masing dependent variable (public acceptance) uji manipulasi (manipulation check) dalam iklan yang menggunakan unsur marketing appeals pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bank Indonesia baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Tabel 4.4 Analisis Statistik Deskriptif - Manipulation Check Source of Message Marketing Appeals Pembatasan Transaksi Tunai
Rp. 50.000.000,-
Rp. 100.000.000,-
Policy Benefit Institution (KPK)
MC MC1 MC2 MC3 MC1 MC2 MC3
Policy Execution Institution (BI)
Mean
Std.Dev
Mean
Std.Dev
0,9697 1,0000 1,0000 0,9091 0,9697 0,9091
0,17408 0,00000 0,00000 0,29194 0,17408 0,29194
0,9697 0,9394 0,9394 0,6970 0,9697 0,9091
0,17408 0,24231 0,24231 0,46669 0,17408 0,29194
Sumber: Data primer diolah (2013) Dalam Tabel 4.4 diatas, perbandingan deskriptif masing-masing uji manipulasi (manipulation check) diperoleh hasil bahwa iklan yang menggunakan marketing appeals pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) diperoleh hasil terbesar pada MC2 (1,000), MC3 (1,000), dan MC1 (0,9697). Sementara iklan pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) diperoleh hasil terbesar pada MC1 (0,9697), MC2 yaitu (0,9394) dan MC3 (0,9394). Untuk iklan pembatasan transaksi tunai dengan sumber pesan (source of message) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) diperoleh hasil terbesar pada MC2 yaitu (0,9697), MC1 (0,9091) dan MC3 (0,9091). Sedangkan iklan pembatasan transaksi tunai Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) hanya diperoleh hasil terbesar pada MC2 yaitu (0,9697), MC3 (0,9091) dan MC1 (0,6970). 4.2 Analisis Dari data hasil analisis statistik deskriptif seperti pada Tabel 4.2 di atas, iklan pembatasan transaksi tunai yang mengunakan unsur source of message terdapat perbedaan rata-rata (mean) terbesar pada iklan yang menggunakan marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu PA3 (4,8939), PA4 (4,7121), PA2 (4,3788) dan PA1 (4,2576). Sedangkan iklan yang menggunakan marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Bank Indonesia hanya memiliki hasil rata-rata (mean) terbesar pada PA3 (4,2879), PA4 (4,2879), PA2 (3,4697), dan PA1 (3,3333). Dengan demikian, terlihat bahwa iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki hasil rata-rata lebih besar dibandingkan iklan yang menggunakan marketing appeals dengan source of message (sumber pesan) dari Bank Indonesia. Sedangkan data hasil analisis statistik deskriptif, iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan unsur marketing appeals seperti pada Tabel 4.2 diatas terdapat perbedaan mean (M), dimana penggunaan source of message (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam iklan pembatasan transaksi tunai (M-PA1= 4,2578; M-PA2= 4,3788; M-PA3= 4,8939; PA4= 4,7121) memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan source of message Bank Indonesia (M-PA1= 3,3333; M-PA2= 3,4697; M-PA3= 4,2879; M-PA4= 4,2424) dalam iklan pembatasan transaksi tunai. 22
Dengan demikian penggunaan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam iklan pembatasan transaksi tunai dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik secara signifikan. Temuan dalam penelitian ini bahwa iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (M-PA1= 4,2578; M-PA2= 4,3788; M-PA3= 4,8939; PA4= 4,7121) secara keseluruhan pada iklan pembatasan transaksi tunai di Indonesia. Marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik, hal ini dapat disebabkan karena citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap partisipan lebih baik daripada Bank Indonesia, sehingga lebih dipercaya oleh partisipan. Selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap lebih populer (dikenal) oleh partisipan daripada Bank Indonesia. Kredibilitas sebuah institusi negara sangatlah penting untuk diperhatikan agar publik memiliki rasa trust (kepercayaan) untuk penerimaan publik terhadap lembaga tersebut. Penulis juga merasa yakin jika suatu institusi negara memiliki citra yang baik dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta cukup dikenal, maka pengaruh penggunaan marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam iklan sosial dapat lebih efektif. Begitu juga data hasil analisis statistik deskriptif, iklan sosial yang menggunakan stimulus kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dalam iklan pembatasan transaksi tunai tersebut seperti Tabel 4.3 diatas terdapat perbedaan mean (M) dari iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu (M-PA1= 4,2727; M-PA2= 4,4242; M-PA3= 5,1818; M-PA4= 4,8485) memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan stimulus kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan source of message dari Bank Indonesia (M-PA1=3,0303; M-PA2=3,0909; M-PA3=4,0606; M-PA4=4,0606). Sementara data hasil analisis statistik deskriptif, iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan stimulus kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dalam iklan pembatasan transaksi tunai dalam Tabel 4.3 tersebut diatas terdapat perbedaan mean (M) dari iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam iklan pembatasan transaksi tunai, yaitu (M-PA1=4,2424; M-PA2= 4,3333; M-PA3= 4,6061; M-PA4=4,5758) memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan stimulus kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan source of message dari Bank Indonesia (M-PA1= 3,6364; M-PA2= 3,8485; M-PA3= 4,5152; M-PA4= 4,4242). Penelitian ini menemukan bahwa iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (PA3, PA4) secara signifikan. Temuan dalam penelitian ini bahwa iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (public acceptance) secara signifikan. Begitu juga iklan dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) juga dianggap efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (PA3, PA4) secara signifikan. Temuan dalam penelitian ini bahwa iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dianggap efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (public acceptance) secara signifikan. Secara terperinci stimulus marketing appeals sebagaimana terdapat dalam Tabel 4.3 diatas dapat dijelaskan bahwa : 1. Mean (rata-rata) dengan skor terbesar terdapat pada PA3 yaitu (5,1818), iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dan lebih besar dari PA3 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), yaitu (4,0606). 2. Mean (rata-rata) pada urutan kedua terbesar terdapat pada PA4 yaitu (4.8485), yang juga iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dan lebih besar dari PA4 iklan dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), yaitu (4,0606). 23
3. Iklan pembatasan transaksi tunai dengan mean (rata-rata) pada urutan ketiga terbesar terdapat pada PA3 yaitu (4,6061), dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan lebih besar dari PA3 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), yaitu (4,5152). 4. Iklan pembatasan transaksi tunai dengan mean (rata-rata) pada urutan ke empat terbesar terdapat pada PA4 yaitu (4,5758), dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan lebih besar dari PA4 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi, yaitu (4,4242). 5. Mean (rata-rata) pada urutan kelima terbesar terdapat pada PA2 yaitu (4.4242), yang juga merupakan iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dan lebih besar dari PA2 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah), yaitu (3,0909). 6. Iklan pembatasan transaksi tunai dengan mean (rata-rata) pada urutan ke enam terbesar terdapat pada PA2 yaitu (4.3333), dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan lebih besar dari PA3 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), yaitu (3,8485). 7. Mean (rata-rata) pada urutan ketujuh terbesar terdapat pada PA1 yaitu (4,2727), yang juga merupakan iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dan lebih besar dari PA1 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah), yaitu (3,0303). 8. Iklan pembatasan transaksi tunai dengan mean (rata-rata) pada urutan ke delapan terbesar terdapat pada PA1 yaitu (4,2424), dengan source of message dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan lebih besar dari PA1 iklan pembatasan transaksi tunai dengan source of message dari Komisi Bank Indonesia dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), yaitu (3,6364). Dari data hasil analisis statistik deskriptif, uji manipulasi (manipulation check) sebagaimana dalam Tabel 4.4 diatas, terdapat perbedaan mean (M) dari iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu (M-MC1 = 0,9697; M-MC2 = 1,0000; d a n M-MC3 = 1,0000) yang memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan source of message dari Bank Indonesia (M-MC1= 0,9697; M-MC2= 0,9394; dan M-MC3= 0,9394). Dengan demikian, dalam eksperimen iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya ditemukan 1 (satu) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check), yaitu pada M-MC1 (0,9697). Sementara dalam eksperimen iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan sumber pesan dari Bank Indonesia ditemukan 5 (lima) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check), yaitu pada M-MC1= 1 partisipan (0,9697); M-MC2= 2 partisipan (0,9394) dan M-MC3= 2 partisipan (0,9394). Sedangkan dari data hasil analisis statistik deskriptif, untuk uji manipulasi (manipulation check) sebagaimana dalam Tabel 4.4 diatas, terdapat perbedaan mean (M) dari iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu (M-MC1 = 0,9091; M-MC2 = 0 , 9697; d a n M-MC3 = 0 , 9091) yang memiliki mean yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan source of message dari Bank Indonesia (M-MC1= 0,6970; M-MC2= 0,9697; dan MMC3= 0,9091). Dengan demikian, dalam eksperimen iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya ditemukan 7 (tujuh) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check), yaitu pada M-MC1 = 3 partisipan (0,9091); M-MC2 = 1 partisipan (0,9697) dan MMC3 = 2 partisipan (0,9091). Sementara dalam eksperimen iklan pembatasan transaksi tunai yang 24
menggunakan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan sumber pesan dari Bank Indonesia ditemukan 10 (sepuluh) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check), yaitu pada M-MC1 = 6 partisipan (0,6970); M-MC2 = 1 partisipan (0,9697) dan MMC3 = 3 partisipan (0,9091). Berdasarkan eksperimen penelitian yang dikembangkan maka dapat memperkuat konsep-konsep teoritis dan memberikan dukungan empiris terhadap penelitian terdahulu. Literatur-literatur yang menjelaskan tentang kreativitas iklan dan kredibilitas endorser terhadap daya tarik iklan, efektifitas iklan, dan sikap terhadap iklan telah diperkuat keberadaannya oleh konsep-konsep teoritis dan dukungan empiris mengenai hubungan-hubungan kausalitas dan variabel-variabel yang mempengaruhi efektifitas iklan. Selanjutnya efektifitas iklan akan mempengaruhi penerimaan publik (public acceptance) terhadap iklan pembatasan transaksi tunai. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Policy Benefit Institution diperoleh hasil dengan skor lebih tinggi dibandingkan dengan source of message (sumber pesan) Bank Indonesia (BI) sebagai Policy Execution Institution baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dimana hasil data dari analisa statistik deskriptif bahwa iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi diperoleh hasil dengan hasil lebih tinggi dan dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (public acceptance) di Indonesia dibandingkan dengan penggunaan source of message (sumber pesan) Bank Indonesia. Hasil penelitian ini secara empiris memperkuat pendapat Kotler (2004), tentang memformulasikan isi pesan yang terbaik harus mencari tahu daya tarik, tema, ide atau unique selling proposition (USP). Ada tiga jenis daya tarik yaitu daya tarik rasional, daya tarik emosional dan, daya tarik moral. Hasil penelitian ini juga secara empiris memperkuat teori Belch & Belch (2004) tentang beberapa tipe umum dalam message appeal, yaitu pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik atau populer terbukti lebih diperhatikan dan diingat audience, karena faktor yang membuat sumber dianggap kredibilitas adalah: 1. Keahlian, yaitu pengetahuan khusus yang dimiliki penyampai pesan yang dianggap mendukung pesan. 2. Kepercayaan, yaitu seberapa dipercayanya penyampai pesan oleh audience. 3. Ketertarikan/kesukaan, yaitu yang dicapai melalui kejujuran, humor dan kewajaran. V. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis statistik deskriptif dalam penelitian eksperimen ini, maka paper ini dapat memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama, secara umum marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Policy Benefit Institution diperoleh hasil dengan skor lebih tinggi dibandingkan dengan source of message (sumber pesan) Bank Indonesia (BI) sebagai Policy Execution Institution baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Dimana hasil data dari analisa statistik deskriptif bahwa iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi diperoleh hasil dengan hasil lebih tinggi dan dianggap lebih efektif dalam mempengaruhi penerimaan publik (public acceptance) di Indonesia dibandingkan dengan penggunaan source of message (sumber pesan) Bank Indonesia. Kesimpulan kedua, dari hasil analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai skor yang lebih tinggi pada hampir semua dependent variable penerimaan publik (public acceptance) dan berpengaruh sangat efektif terhadap penerimaan publik (public acceptance) di Indonesia dibandingkan dengan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan menggunakan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi dan sumber pesan (source of message) dari Bank Indonesia baik dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) maupun kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah). Kesimpulan ketiga, dari hasil analisis statistik deskriptif perbandingan masing-masing uji manipulasi (manipulation check) diperoleh hasil bahwa dalam eksperimen iklan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya ditemukan 1 (satu) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check). Sementara dalam kondisi Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta 25
rupiah) dengan sumber pesan dari Bank Indonesia ditemukan 5 (lima) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check). Sedangkan dalam kondisi Rp. 100.000.000,(seratus juta rupiah) dengan sumber pesan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya ditemukan 7 (tujuh) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check) dan kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan sumber pesan dari Bank Indonesia ditemukan 10 (sepuluh) partisipan (dari 33 partisipan) yang salah menjawab dalam uji manipulasi (manipulation check). Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, paper ini memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Marketing appeals iklan pembatasan transaksi tunai dalam kondisi Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan source of message (sumber pesan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai skor yang lebih tinggi pada hampir semua dependent variable penerimaan publik (public acceptance) dan berpengaruh sangat efektif terhadap penerimaan publik (public acceptance) di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah dan pihak terkait lainnya dapat mempertimbangkan hasil eksperimen ini dalam melaksanakan sosialisasi ide pembatasan transaksi tunai di Indonesia. Demikian juga halnya dalam perumusan dan membuat peraturan/perundang-undangan pembatasan transaksi tunai di Indonesia. 2. Dari hasil analisis statistik deskriptif, menunjukkan bahwa hampir semua dependent variable penerimaan publik (public acceptance) terutama PA3 (Mendukung Pembatasan Transaksi Tunai) dan PA4 (Bersedia Menandatangani Petisi) memiliki mean dengan skor sangat tinggi, sehingga pemerintah dan pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah dan kebijakan strategis untuk mewujudkan pembatasan transaksi tunai di Indonesia. 3. Dalam hasil analisis statistik deskriptif perbandingan masing-masing uji manipulasi (manipulation check) masih masih terdapat adanya kesalahan jawaban dalam uji manipulasi (manipulation check), terutama menyangkut jumlah pembatasan dan tujuan pembatasan transaksi tunai. Untuk itu pemerintah dan pihak terkait lainnya perlu melakukan sosialisasi secara kontinu kepada rakyat Indonesia melalui berbagai media. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan, dimana dengan keterbatasan ini diharapkan dapat dilakukan perbaikan untuk kesempurnaan pada penelitian yang akan datang. Yang merupakan keterbatasan dalam penelitian ini, dimana hanya menggunakan source of message (sumber pesan) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bank Indonesia (BI). Sementara untuk source of message (sumber pesan) juga dapat menggunakan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung¸ Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Pemeriksan Keuangan, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan lain-lain. Sedangkan untuk marketing appeals, sebagaimana dalam teori Bovee (1996), Belch & Belch (2004), Kotler (2004) dan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, masih banyak terdapat unsur-unsur marketing appeals seperti media appeals, rational appeals, self-benefit appeals, other-benefit appeals, dan unsur marketing appeals lainnya. Untuk itu pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah beberapa variable lain yang memungkinkan dapat mempengaruhi penerimaan publik dan mampu mengembangkan konseptual dan permodelan kajian kajian ini yang lebih luas.
26
DAFTAR PUSTAKA Alifahmi, Hifni, ( 2005), Sinergi Komunikasi Promosi, Jakarta: Quantum.
Pemasaran,
Integrasi
Iklan, Publik Relations dan
Agustina, Rosa (2003), Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Arikunto, Suharsimi, (2009), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Asian Development Bank (2003), Manual on Countering Money Laundering and The Financing of Terrorism, 22 Nopember 2012, http://www2.adb.org/documents/manuals/countering_money_laundering/prelim.pdf Bank Indonesia, (2001), “Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dan Anti Pencucian Uang (Anti Money Laundering)”, 10 Nopember 2012, http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Prinsip+Mengenal+Nasabah+dan+Anti+Pencucian+Uang Bank for International Settlements, (1998), Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money-Laundering, 12 Nopember, 2012, www.bis.org/publ/bcbsc137.pdf Belch, George E, & Michael A. Belch, (2004), Advertising and Promotion: An intergrated Marketing Communications Perspective (6th ed.), New York: McGraw Hill. Buku Saku Korupsi (2003), Memahami Untuk Membasmi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Bucy, Pamela, H. (1992), White Collar Crime: Cases and Materials. St. Paul, Minn: West Publishing Co. Corruption Perceptions Index, (2011), Corruption http://cpi.transparency.org/cpi2011/results/=
Perceptions
Index,
19
Nopember
2012,
Cooper Donald R, Schindler Pamela S, (2006), Metode Riset Bisnis, Volume 1, Edisi 9, dan Volume 2, Edisi 9, Jakarta: PT Media Global Edukasi. Durianto, Darmadi, Sugiarto, Tony Sitinjak, ( 2001), Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. European Union, (16 Februari 2012), Commissioner Michel Barnier welcomes the adoption of revised international standards in support of the fight against Money Laundering and Terrorist Financing, 24 Nopember 2012, http://europa.eu/rapid/press-release_MEMO-12-113_en.htm?locale=en Fadjar, Abdul Mukthie, (2002), Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Fajar, Asep Rahmat (2002), Potret Dunia Peradilan lndonesia, Refleksi dan Proyeksi, Media Hukum dan Keadilan Teropong, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Jakarta: FHUI. Financial Action Task Force, (Oktober, 2003), 40 Recommendations and Basel Committee on Banking Supervision, 12, Nopember, 2012, http://www.fatfgafi.org/media/fatf/documents/FATF%20Standards%20-%2040%20Recommendations%20rc.pdf ______________ (2012), FATF Members and Observers, 30 Nopember 2012, gafi.org/pages/aboutus/membersandobservers/
http://www.fatf-
Financial Crime Prevention Project, (2006), Manual Pelatihan dan Persiapan Ujian CFE (Certified Fraud Examiner) untuk KPK, BPK, PPATK, Inspektorat Jenderal dan Kejaksaan Agung.
Ganarsih, Yenti, (2009), Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering), Jakarta: FHUI. Ghozali, Imam, (2005), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gunawan, Andri, (18 Maret 2013), Pembatasan Transaksi Tunai Cegah Peluang Korupsi, 28 Maret 2013, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5146c85fc3821/pembatasan-transaksi-tunai-cegahpeluang-korupsi Hadad, D, Muliawan, (7 Maret 2012), BI Pastikan Batasi Transaksi Tunai, 16 Nopember 2012, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/294110-transaksi-tunai-dibatasi--bi-beri-masukan-dpr Hamzah, M, Chandra, (27 Oktober 2011), Pembatasan Transaksi Tunai Permudah Basmi Korupsi, 24 Nopember 2012, http://www.mediaindonesia.com/read/2011/10/27/271734/284/1/PembatasanTransaksi-Tunai-Permudah-Basmi-Korupsi Hannagan, T.J, (1992), Marketing for Non-Profit Sector, London: Mcmillan Press Ltd. Hartati, Evi, ( 2005) , Tindak Pidana Korupsi, Semarang: Sinar Grafika. Husein, Yunus, (2003), RAHASIA BANK: Privasi Versus Kepentingan Umum, Jakarta: Pascasarjana FH UI. Indrayana, Denny (2005), Negara dalam Darurat Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika. Jefkins, Frank, (1996), Periklanan, Jakarta: Erlangga. Kasali, Rhenald, (1995), Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta: Pustaka Grafiti. Komisi Pemberantasan Korupsi, (2002), Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 17 Nopember 2012, http://www.kpk.go.id/uploads/PDdownloads/uu302002.pdf Kotler, Philip, (1989), Social Marketing: Strategies for Changing Public Behaviour, New York: The Free Press. ______________, (1999), Marketing Mangement (2nd ed.), New Jersey: Prentice Hall. ______________, (2000), Manajemen Pemasaran, Jilid 2, Jakarta, Bumi Aksara. ______________, (2002), Social Marketing: Improving The Quality of Life Second Edition. Sage Publications, Inc. ______________, (2009), Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan Implementasi Jakarta: PT. Prenhallindo.
dan
Kontrol,
Lilley, Peter, (2003), Dirty Dealing: The Untold Truth About Global Money Laundering, International Crime and Terrorism, London and Sterling, VA: Kogan Page Limited. Lopa, Baharudin, (1992), Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta: Rineka Cipta. Mahkamah Konstitusi, (15 Oktober 2010), Putusan Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 37-39/PUUVIII/2010, hal:38, 24 Nopember 2012, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Sinopsis/sinopsis_Putusan%2037-39-PUU2010%20_Komisi%20Pemberantasan%20Tindak%20Pidana%20K.pdf Malhotra, Naresh K, (2007), Marketing Research: an Applied Orientation (5th ed.), New Jersey: Pearson.
Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 11/28/PBI/2009, Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, 25 Nopember 2012. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/3D8D2600-2699-4D04-A19331C49C1D052F/17234/pbi_112809.pdf Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 12/20/PBI/2010, Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, 25 Nopember 2012, http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/pbi_122010.htm Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, (2011), Undang-Undang tentang Pencucian Uang, 25 Nopember 2012, http://www.ppatk.go.id/pages/view/17 Qamarius, Ibrahim, (30 Juli 2011), Pembatasan Transaksi Tunai Solusi Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang Lainnya, 14 Nopember 2012, http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/07/30/pembatasan-transaksi-tunai-solusipemberantasan-korupsi-dan-pencucian-uang-lainnya ______________, (02 September 2011), Pemaafan Nasional Bersyarat untuk Pemberantasan Korupsi di Indonesia, 14 Nopember 2012, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e6097ba4491b/pemaafan-nasional-bersyarat-untukpemberantasan-korupsi-di-indonesia-broleh--ibrahim-qamariusRajagukguk, Erman, (2011), Butir-Butir Hukum Ekonomi, Jakarta: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi FHUI. Santoso, Agus, (26 Juli 2012), PPATK: Pembatasan Transaksi Tunai Akan Turunkan Korupsi, 4 Nopember 2012, http://www.antarasumbar.com/berita/nasional/d/0/236621/ppatk-pembatasan-transaksi-tunaiakan-turunkan-korupsi.html ______________ (27 Juli 2012), Cegah Gratifikasi dan Suap, Transaksi Tunai dibatasi Rp 100 Juta, 23 Nopember 2012, http://finance.detik.com/read/2011/12/27/112453/1800148/5/cegah-gratifikasi-dansuap-transaksi-tunai-dibatasi-rp-100-juta?f990101mainnews ______________, (27 Juli 2012), Pembatasan Transaksi Tunai dapat Tekan Korupsi, 20 Nopember 2012, http://www.investor.co.id/home/pembatasan-transaksi-tunai-dapat-tekan-korupsi/41458 ______________, (6 Agustus 2012), PPATK: Pembatasan transaksi tunai persempit gerak koruptor, 20 Nopember 2012, http://www.merdeka.com/tag/p/ppatk/ppatk-pembatasan-transaksi-tunaipersempit-gerak-koruptor.html ______________, (6 Agustus 2012), PPATK: Perlu Ada Regulasi Batasi Transaksi Tunai, 19 Nopember 2012, http://m.inilah.com/read/detail/1891107/ppatk-perlu-ada-regulasi-batasi-transaksi-tunai ______________, (3 Januari 2013), Pembatasan Tarik Tunai Tekan Korupsi Sampai 70 Persen, 10 Januari 2013, http://m.tribunnews.com/2013/01/03/pembatasan-tarik-tunai-tekan-korupsi-sampai-70-persen ______________, (18 Desember 2012), Ini Keuntungan Pembatasan Transaksi Tunai, 20 Januari 2013, http://nasional.news.viva.co.id/news/read/375710-ini-keuntungan-pembatasan-transaksi-tunai Shimp, A Terence, (2003), Periklanan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid 1, Edisis Kelima, Jakarta: Erlangga. Sulaksana, Uyung, (2003), Integrated Marketing Comunications, Yogyakarta: Pustaka Fajar. Sutedi, Adrian, (2006), Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika.
Yusuf, Muhammad, (23 Desember 2011), PPATK: Pembatasan Transaksi Tunai Banyak Manfaat, 20 Nopember 2012, http://finance.detik.com/read/2011/12/23/164536/1798834/5/ppatk-pembatasantransaksi-tunai-banyak-manfaat?f771108bcj ________________, (23 Oktober 2012), Pembatasan Nilai Transaksi Efektif Tekan Suap, 20 Nopember 2012, http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/10/23/mcckh0-pembatasan-nilaitransaksi-efektif-tekan-suap ________________, (2 Januari 2013), PPATK: Pembatasan Transaksi Tunai Gairahkan Industri Perbankan, 6 Januari 2013, http://jaringnews.com/ekonomi/umum/31124/ppatk-pembatasan-transaksi-tunaigairahkan-industri-perbankan ________________, (3 Januari 2013), Pembatasan Transaksi Tunai Turunkan Potensi Korupsi 70%, 6 Januari 2013, http://www.suarapembaruan.com/home/pembatasan-transaksi-tunai-turunkan-potensikorupsi-70/28665 ________________, (7 Januari 2013), PPATK: Pembatasan Transaksi Tunai Tangkal Politik Uang, 7 Januari 2013, http://us.m.news.viva.co.id/news/read/380061-ppatk--pembatasan-transaksi-tunaitangkal-politik-uang ________________, (28 Januari 2013), PPATK dorong komisi III DPR atur transaksi tunai, 29 Januari 2013, http://nasional.kontan.co.id/xml/ppatk-dorong-komisi-iii-dpr-atur-trransaksi-tunai ________________, (28 Januari 2013), PPATK Minta Komisi III Buat Aturan Pembatasan Transaksi Tunai, 29 Januari 2013, www.merdeka.com/politik/ppatk-minta-komisi-iii-buat-aturan-pembatasantransaksi-tunai.html ________________, (29 Januari 2013), PPATK Minta DPR Dukung Pembatasan Transaksi Tunai, 30 Januari 2013, http://www.infobanknews.com/2013/01/ppatk-minta-dpr-dukung-pembatasantransaksi-tunai Windahl, Sven et. al, (1992), Using Communication Communication, London: SAGE Publication.
Theory-An
Introduction
to Planned
World Bank, (2003), Basel Committee on Banking Supervision-Bank For International Settlements, 15 Nopember 2012, http://www1.worldbank.org/finance/assets/images/11-annex01-f.qxd.pdf
Lampiran: Photo Eksperimen
Peneliti sedang melakukan Pre Test Gambar Iklan dengan salah seorang Pembimbing Teknis/Juri, Dr. Adi Zakaria Afiff (kanan). Beliau adalah Direktur Program Pascasarjana Ilmu Manajemen (PPIM) Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia (sekarang Wakil Rektor II Univesitas Indonesia)
Salah seorang Dosen Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, Bapak Imam Salehuddin (berdiri) sedang membantu membagikan kuesioner kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi, Univesitas Indonesia
Salah seorang Dosen Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, yang juga salah seorang Staf Ahli Menko Perekonomian RI, Bapak Roy Darmawan (berdiri) dan partisipan pada saat pengisian kuesioner eksperimen di Fakultas Ekonomi, Univesitas Indonesia
Partisipan sedang mengisi kuesioner eksperimen di Fakultas Ekonomi, Univesitas Indonesia
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia sebagai Partisipan sedang mengisi kuesioner eksperimen