ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Tugas Akhir (Skripsi) Dalam Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S-1)
Oleh: MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JAKARTA 2010 M / 1431 H
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JAKARTA 2010 M / 1431 H
i
ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR SUNGAI (DAS) SITU GINTUNG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh MOH. RANGGARA NUGROHO 2040.9300.2656
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir Bakri La Katjong, MT, M.Kom NIP. 470 035 764 NIP.
Zainul Arham, M.Si NIP. 19740730 200710 1 002 NIP.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Sistem Informasi
A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 150 411 252
ii
PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul ”Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Sistem Informasi. Jakarta, September 2010 Tim Penguji,
Penguji I,
Penguji II,
Zulfiandri, S.Kom,MMSI NIP. 19700130 200501 1 003
Ditdit N.Utama, MMSI,M.Com NIP. 19741129 200801 1 006
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir.Bakri La Katjong MT ,M.Kom NIP.470 035 764
Zainul Arham ,M.si NIP. 19740730 200710 1 002 Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Sistem Informasi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis NIP. 19680117 200112 1 001
A’ang Subiyakto, M.Kom NIP. 150 411 252
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta,
September 2010
Moh. Ranggara Nugroho 2040.9300.2656
iv
ABSTRAK Moh. Ranggara Nugroho, Analisis Kritis Daerah Alir Sungai (DAS) Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan (Studi Kasus : Situ Gintung). (Dibawah Bimbingan Bakri La katjong dan Zainul Arham). Sistem Informasi Geografi adalah sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah dan menganalisis dan menghasilkan data yang bereferensi geografis atau geospatial untuk pengambilan keputusan. SIG menampilkan data berupa peta-peta digital sehingga data mudah dianalisis dan tidak mudah rusak hal ini tentu berbeda dengan data yang berupa lembaran kertas atau peta-peta non digital. Hal ini tentu saja memudahkan si pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Pada penelitian ini peneliti membuat analisis areal lahan di Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan dengan menampilkan peta jarak aman, lahan Existing baik peta jalan, pemukiman, lahan hijau dan jenis tanah di wilayah Situ Gintung. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi sistem informasi geografis areal lahan Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan adalah : studi pustaka, observasi, dan metode pengembangan SIG yang meliputi konsep, analisis, pengumpulan materi, pemetaan area lahan, dan implementasi. Dalam hal ini SIG bertujuan membantu menginformasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mengetahui areal Situ Gintung, jarak bebas pembangunan pemukiman menurut peraturan pemerintah dan penggunaan lahan eksisting. Kata Kunci :Analisi Kritis, Daerah Alir Sungai (DAS), Situ Gintung, Ciputat Tangerang Selatan Referensi :10 Buku (1993 – 2007) V Bab + 86 halaman + 25 gambar + 4 tabel + 4 lampiran
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Penguasa alam jagat raya ini yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha Penyayang yang sayangnya tiada akan pernah terbilang. Dan berkat kasih sayangNya pulalah penulis dapat mengerjakan skripsi ini. Shalawat serta salam kecintaan hanya tercurahkan kepada insan budiman manusia pilihan, Nabi besar kita Muhammad SAW. Semoga kita semua mendapatkan syafaatnya baik didunia maupun diakherat kelak. Amin. Setelah berusaha keras akhirnya atas izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, Selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2.
Bapak Bakri La Katjong, MT, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing satu.
3.
Bapak Zainul Arham, M.Si, selaku Pembimbing dua.
4.
Bapak A’ang Subiyakto, M.Kom sebagai Ketua Program Studi Sistem Informasi
5.
Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI sebagai Sekretaris Progam Studi Sistem Informasi, beserta staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Bapak Herlino Nanang, MT, selaku Sekretaris Teknis Program Non Reguler Fakultas Sains dan Teknologi.
vi
7.
Papa (Alm) dan Mama serta kedua abangku tercinta dan ponakanku yang lucu, yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tiada henti-hentinya.
8.
Buat
temen–temen
SI’04B
angkatan
2004
beserta
teman-teman
seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Atas dasar itulah penulis memohon maaf yang sebesarbesarnya kepada semua pihak jika terdapat kesalahan yang kurang berkenan dihati. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, September 2010
Peneliti
vii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul..................................................................................................
i
Halaman Persetujuan Pembimbing..................................................................
ii
Halaman Pengesahan Ujian............................................................................
iii
Halaman Pernyataan........................................................................................
iv
Abstrak.............................................................................................................
v
Kata Pengantar.................................................................................................
vi
Daftar Isi...........................................................................................................
viii
Daftar Tabel......................................................................................................
xi
Daftar Gambar..................................................................................................
xii
Bab I
Pendahuluan ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................
4
1.3 Batasan Masalah......................................................................
4
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................
5
1.4.1 Tujuan............................................................................
5
1.4.2 Manfaat..........................................................................
5
Bab II
1.5 Metodologi Penelitian...............................................................
6
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................
7
Landasan Teori ...............................................................................
9
2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi..............................................
9
2.1.1 Pengertian Sistem..........................................................
9
2.1.2 Pengertian Informasi.....................................................
11
2.2 Sistem Informasi Geografi......................................................
12
2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografis.............................
12
viii
2.2.2 Data Raster....................................................................
17
2.2.3 Data Vektor..................................................................
18
2.2.4 Definisi Buffering........................................................
19
2.2.5 Geomorologi................................................................
23
2.2.6 Lahan Potensial dan Lahan Kritis...............................
27
2.2.7 Persebaran Lahan Potensial dan Lahan Kritis.............
36
Bab III Metodologi Penelitian.....................................................................
53
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
53
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………….
53
3.2.1 Bahan.............………………………………………….
53
3.2.2 Alat...................................……………………………..
54
3.3 Populasi dan Sampel................…………….............................
54
3.4 Metode Yang Digunakan……………………………………..
55
3.4.1 Metode Penelitian..……………………………………..
55
3.4.2 Metode Pelaksanaan.……………………………………
57
Bab IV Hasil dan Pembahasan......................................................................
59
4.1 Profil Instani…………………………...................................... 4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai
59 59
Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)........ 4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.......................................................................... 4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung
60 62
Cisadane.......................................................................... 4.1.4 Tujuan dan Sasaran.........................................................
63
4.1.5 Strategi dan Kebijakan....................................................
64
4.1.6 Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai
65
Ciliwung Cisadane..........................................................
ix
4.2 Wilayah Situ Gintung.................................................................
66
4.3 Pembahasan...............................................................................
68
4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas............
68
4.3.2 Lahan Existing...............................................................
78
4.4 Rencana Pembangunan..............................................................
84
Penutup
85
5.1
Kesimpulan..............................................................................
85
5.2
Saran........................................................................................
85
Daftar Pustaka..................................................................................................
86
Lampiran Lampiran 1
xv
Bab V
Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada Dinas Pekerjaan Umum.....................................................
Lampiran 2
Surat Keterangan Permohonan Penelitian Skripsi Pada
xvi
Kelurahan Cireundeu......................................................... Lampiran 3
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum..................................
xvii
Lampiran 4
Surat Keputusan Penunjukan Dosen Pembimbing............
xxxvi
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Halaman Kelas Kemampuan Lahan, Sifat, dan Resiko Ancaman........ 29
Tabel 2.2
Butir Batuan dan Diameternya….….....................................
31
Tabel 2.3
Kemiringan Lereng ………………………………………..
38
Tabel 2.4
Nilai-Nilai Tipikal Sudut Gesek............................................
49
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Halaman Komponen-Komponen GIS............................................. 14
Gambar 2.2
Sumber Data Sistem Informasi Geografis.......................
16
Gambar 2.3
Profil Tanah………………..............................................
27
Gambar 2.4
Kemiringan Lereng Potensial..........................................
34
Gambar 2.5
Kemiringan Lereng Kritis................................................
36
Gambar 2.6
Penyebab terjadinya lahan kritis.....................................
47
Gambar 2.7
Cara-cara pengawetan tanah (konservasi tanah)............
48
Gambar 3.1
Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi........................
57
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Balai Besar Wilayah Sungai
65
Ciliwung Cisadane….................................................…. Gambar 4.2
Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu….…………..
66
Gambar 4.3
Menu Add Theme……………………………………….
69
Gambar 4.4
Peta Areal Situ Gintung..................................................
70
Gambar 4.5
View (Properties).……………………………………..
71
Gambar 4.6
Menu View Properties...................................................
72
Gambar 4.7
Line Yang Sudah Berubah Warna.................................
73
Gambar 4.8
Create Buffers…………………………..….................
74
Gambar 4.9
Create Buffers “the features of a theme”......................
75
Gambar 4.10
Create Buffers “at a specified distance”.........................
75
Gambar 4.11
Create Buffers “a new theme”......................................
76
Gambar 4.12
Hasil Buffers..................................................................
77
Gambar 4.13
Lahan Existing ”jalan ”...................................................
78
Gambar 4.14
Lahan Existing ”Pemukiman/Lahan Hijau”.................
79
xii
Gambar 4.15
Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan
80
Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a………………… Gambar 4.16
Hasil Buffering Menurut Topografi.…………………..
81
Gambar 4.17
Potongan Situ Gintung....………...................................
82
Gambar 4.18
Jenis Tanah....................................................................
83
Gambar 4.19
Rencana Pembutan Gorong-gorong .............................
84
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kemajuan teknologi telah merambah di semua aspek kehidupan di seluruh dunia, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya penggunaan komputer dalam dunia pendidikan dan kerja yang sudah tidak asing lagi. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi si pengguna dalam memenuhi kebutuhan akan informasi. Salah satu contoh kemajuan teknologi informasi di bidang geografi adalah Sistem Informasi Geografi (SIG). Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan datadata yang berhubungan dengan posisi di permukaan bumi. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem dapat diubah dari sistem konvensional menjadi sebuah sistem berbasis geografis atau gambar, yang dimaksud dengan sistem konvensional adalah sistem yang hanya dapat menampilkan data-data atribut saja, sedangkan sistem yang berbasis geografis adalah sistem yang dapat menampilkan gambaran dari situasi dan data atribut seperti yang ditampilkan pada sistem konvensional (Yousman, 2004) .
1
Perkembangan teknologi saat ini telah banyak membantu manusia dalam mengerjakan pekerjaan mereka sehingga menjadi lebih mudah, cepat dan hasil yang memuaskan. Situ Gintung sebagai bagian dari sistem aliran Sungai Ciliwung Cisadane di bangun sejak tahun 1932 hingga 1933 oleh Belanda Pemanfaatan Situ Gintung adalah untuk kebutuhan air masyarakat, perikanan, pengendali banjir dan wisata.
Tetapi pada tanggal 27 Maret 2009 tanggul Danau gintung jebol dengan kronologi sebagai berikut: Berawal pada tanggal 26 Maret 2009 mulai jam 16.00 hingga 19.00 wib, hujan lebat dan disertai angin kencang dan petir melanda kawasan Ciputat dan sekitarnya membuat permukaan air danau Situ Gintung meningkat dan melebihi kapasitas. Akibatnya tanggul Situ yang berada di Kelurahan Cirendeu Ciputat jebol dan air meluap ke pemukiman warga yang berada di belakang tanggul tersebut. Ratusan pemukiman warga mengalami luluhlantah dan puluhan rumah dan bangunan lainnya mengalami kerusakan cukup parah. Ratusan rumah penduduk hancur luluh merata dengan tanah, puluhan penduduk meninggal dunia dan ratusan penduduk dinyatakan hilang.
2
Tanggal 26 maret 2009 :
1.
Pukul 14.00 WIB turun hujan deras disertai angin.
2.
Pukul 16.00 WIB hujan makin deras disertai butiran es melanda wilayah selatan Jakarta yang mengakibatkan air Situ Gintung penuh.
3.
Pukul 23.00 WIB warga mulai mendengar suara gemuruh dari arah tanggul di Situ Gintung dan sejumlah warga mulai berbenah karena takut tanggul akan jebol.
Tanggal 27 maret 2009 :
1.
Pukul 00.00 WIB – 01.00 WIB tanggul di sisi utara mulai retak.
2.
Pukul 03.00 WIB – 04.00 WIB tanggul yang dijadikan jembatan yang dibangun Belanda tahun 1930-an tidak mampu menahan air dan akhirnya jebol. Air bah menerjang RT.02, RT.03, RT.04 yang berada di RW.08 Kampung Poncol, Situ Gintung, Cireundeu, Ciputat, Tangerang.
3.
Pukul 04.00 WIB air mulai bertambah tinggi, warga mengungsi, ada yang naik ke atap rumah. (sumber BBMG Wilayah II Kampung Utan Ciputat)
Saat ini lahan di sekitar Situ Gintung telah berubah seakan sebuah lahan tidur yang tentu saja memerlukan penataan ulang, untuk menghindari terulangnya kejadian yang sama maka pada kesempatan ini
3
saya tertarik melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS KRITIS DAERAH ALIR
SUNGAI
(DAS)
SITU
GINTUNG
CIPUTAT
TANGERANG SELATAN” untuk sebagai bahan informasi untuk mendukung penataan lahan Situ Gintung bagi pemerintah kota Tangerang khususnya Dinas PU (Pekerjaan Umum)
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah yang akan penulis lakukan kemukakan adalah: 1. Bagaimana merancang GIS yang bisa menggambarkan kondisi fisik areal Situ Gintung dan sekitarnya. 2. Bagaimana GIS tersebut dapat menjadi penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasi-lokasi peruntukan: -
Areal Situ Gintung.
-
Jarak
bebas
pembangunan
pemukiman
terhadap
pemukiman menurut peraturan pemerintah. -
1.3.
Penggunaan lahan eksisting.
Batasan Masalah Untuk mencapai tujuan supaya penelitian yang dilakukan lebih terarah dan dengan menimbang keterbatasan yang ada, maka penelitian hanya menekankan pada:
4
1. Layout hasil aplikasi pada ArcView 2. Informasi yang di tampilkan hanya sebatas hasil buffering yang terdapat disekitar Situ Gintung.
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Tujuan dilaksanakan skripsi ini adalah: -
Menghasilkan GIS penggunaan lahan pemukiman yang menggunakan ketentuan jarak bebas yang ditentukan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) no. 63 tahun 1993 pasal 10 bagian a, berdasarkan kemiringan topografi, pemukiman dan vegetasi.
1.4.2. Manfaat a.
Manfaat untuk mahasiswa adalah: 1. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu sistem informasi. 2.
Untuk memenuhi beban satuan kredit semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai persyaratan akademis di Fakultas Sains Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sistem Informasi.
3. Menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.
5
4. Membandingkan teori yang didapat di perkuliahan dengan masalah yang sebenarnya dilapangan. b.
Manfaat untuk Masyarakat adalah : 1. Menyediakan informasi bagi masyarakat dalam hal pembangunan sekitar areal Situ Gintung. 2. Menyediakan informasi mengenai data tata lahan maupun laporan yang dibutuhkan baik tingkat masyarakat.
c.
Manfaat untuk Universitas adalah : 1. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menguasai materi yang diberikan. 2. Mengetahui seberapa jauh mahasiswa menerapkan ilmu-ilmu yang bersifat teori dan sebagai evaluasi terhadap materi yang telah diberikan.
1.5.
Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data meliputi 1. Lokasi Penelitian: Situ Gintung 2. Pengumpulan data: b.
Data
Primer,
meliputi:
wawanacara
dengan
key-person,
participant observation, dan cognitive mapping. b.
Data Sekunder, meliputi dokumentasi peta Situ Gintung, dan peta
6
digital. 3. Modelling dan Overlay dengan menggunakan program GIS ArcView 3.3 4. Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan
dengan
teori-teori
atau
konsep-konsep
yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
1.6.
Sistematika Penulisan Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyajikan dalam 5 bab yang digambarkan sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pada
bab
ini
akan
diuraikan
tentang
latar
belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan dan hipotesis. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan secara singkat teori yang mendukung penyusunan dan penulisan tugas akhir ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pemaparan metode yang penulis pakai dalam pencarian data maupun perancangan sistem yang dilakukan pada penelitian.
7
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas tentang analisa kebutuhan sistem, perancangan sistem serta implementasi sistem yang dibuat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dari apa yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan memberikan saran untuk pengembangan sistem yang lebih baik lagi.
8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Sistem Informasi 2.1.1 Pengertian Sistem Sistem adalah sekumpulan unsur / elemen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Sistem menurut para ahli (Barus dan Wiradisastra, 1996): a.
Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.
b.
Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.
c.
Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya. 9
Syarat-syarat sistem : 1.
Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
2.
Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
3.
Adanya hubungan diantara elemen sistem.
4.
Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih penting dari pada elemen sistem.
5.
Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen. Secara garis besar, sistem dapat dibagi dua: a. SISTEM FISIK (PHYSICAL SYSTEM ): Kumpulan elemen-elemen/unsur-unsur yang saling berinteraksi satu sama lain secara fisik serta dapat diidentifikasikan secara nyata tujuan-tujuannya. Contoh: -
Sistem transportasi, elemen : petugas,mesin, organisasi yang menjalankan transportasi
-
Sistem Komputer, elemen : peralatan yang berfungsi bersamasama untuk menjalankan pengolahan data.
b. SISTEM ABSTRAK (ABSTRACT SYSTEM):
10
Sistem yang dibentuk akibat terselenggaranya ketergantungan ide, dan tidak dapat diidentifikasikan secara nyata, tetapi dapat diuraikan elemen-elemennya.
2.1.2 Pengertian Informasi Informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan operasi-operasi dimulai dari perencanan pengamatan dan pengumpulan data, kemudian untuk penyimpanan dan analisis data, termasuk penggunaan informasi yang diturunkan ke beberapa proses pembuatan keputusan. Kualitas dari suatu informasi (quality of nformation) tergantung dari tiga hal, yaitu informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya (timeliness) dan relevan (relevance). a.
Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai ke penerima informasi kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merubah atau merusak informasi tersebut.
b.
Tepat pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang 11
tidak akan mempunyai nilai lagi. Karena informasi merupakan landasan di dalam pengambilan keputusan, apabila terlambat dalam pengambilan keputusan, maka akan berakibat fatal. Dewasa ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus cepatnya informasi tersebut untuk didapat, sehingga diperlukan teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkan, mengolah dan mengirimkannya. c.
Relevan, berarti informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya. Relevan informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya berbeda.
Suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa informasi yang digunakan di dalam suatu sistem informasi geografis umumnya
digunakan
untuk
beberapa
kegunaan.
Sehingga
tidak
memungkinkan dan sulit untuk menghubungkan suatu bagian informasi pada suatu masalah yang tertentu dengan biaya untuk memperolehnya, karena sebagian besar informasi dinikmati tidak hanya oleh satu pihak di dalam perusahaan. Lebih lanjut sebagian besar informasi tidak dapat persis ditaksir keuntungannya dengan suatu nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya (Prahasta, 2002).
12
2.2
Sistem Informasi Geografi 2.2.1 Definisi Sistem Informasi Geografi (SIG) Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG) diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Dan
merupakan
sistem
infomasi
berbasis
komputer
yang
menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, analisa, memperagakan dan menampilkan data spatial untuk menyelesaikan perencanaan, mengolah dan meneliti permasalahan. Dengan definisi ini , maka terlihat bahwa aplikasi SIG dilapangan cukup luas terutama bagi bidang yang memerlukan adanya suatu sistem informasi tidak hanya menyimpan, menampilkan, dan menganalisa data atribut saja tetapi juga unsur geografisnya seperti PT. Telkom, Pertamina, Departemen Kelautan, Kehutanan, Bakosurtanal, Marketing, Perbankan, Perpajakan.
13
Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabunagan dari dua suku kata, yaitu Geo yang berarti bumi dan Graphien yang berarti lukisan. Dengan demikian jika diartikan, maka geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan secara luas, yatiu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas dalam hubungannya dengan keruangan (Prahasta, 2002).
Gambar 2.1. Komponen-komponen GIS (Prahasta, 2002)
1.
Orang
yang
menjalankan
sistem
meliputi
mengoperasikan,
mengembangkan bahkan memperoleh Manfaat dari sistem. Kategori orang yang menjadi bagian dari SIG ini ada beragam, misalnya operator,
analis,
programmer, database administrator bahkan
stakeholder.
14
2.
Aplikasi merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable dan sebagainya.
3.
Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut.
4.
Data grafis/spasial ini merupakan data yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi yang memiliki referensi (koodinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut.
5.
Sedangkan data atribut misalnya data sensus penduduk, catatan survei, data statistik lainnya. Kumpulan data-data dalam jumlah besar dapat disusun menjadi sebuah basisdata. Jadi dalam SIG juga dikenal adanya basisdata
yang
lazim
disebut
sebagai
basisdata
spasial
(spatialdatabase). 6.
Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus dan memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak ini cukup beragam, misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows, Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan ada Knoppix GIS dan masih banyak lagi. 15
7.
Perangkat keras ini berupa seperangkat komputer yang dapat mendukung pengoperasian perangkat lunak yang dipergunakan. Dalam perangkat keras ini juga termasuk didalamnya scanner, digitizer, GPS, printer dan plotter.
INPUT DATA
PROSES DATA
- Data Spatial - Data Tabular - Data Raster
- Pengolahan - Analisis
OUTPUT DATA - Tabel - Grafik - Peta
Gambar 2.2. Sumber Data Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2002)
Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu: Peta adalah gambar atau lukisan pada kertas, dan sebagainya yang menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya; denah; representasi melalui gambar dari suatu daerah yang menyatakan sifat-sifat seperti batas daerah, sifat permukaan. Peta dalam arti luas adalah sebuah alat peraga, bisa berupa gambar tentang tinggi rendahnya suatu daerah (topografi), penyebaran penduduk, curah hujan, penyebaran batuan (geologi), penyebaran jens tanah dan semua hal lain yang berhubungan dengan kedudukan dalam 16
ruang. Sedangkan pengertian peta dalam arti sempit (konvensional) adalah gambar dari permukaan bumi, dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi. Adapun fungsi dari peta adalah : a.
Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya dengan tempat lain) di permukaan bumi.
b.
Memperlihatikan ukuran, karena melalui peta dapat diukur luas daerah dan jarak di atas permukaan bumi.
c.
Memperlihatkan atau menggambarkan bentuk-bentuk permukaan bumi.
d.
Menyajikan data tentang potensi suatu daerah. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data
spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial. Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid/sel) sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data 17
yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (Prahasta, 2002)
2.2.2 Data Raster Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau pixel-pixel yang membentuk grid.
Kumpulan pixel-pixel yang menggambar suatu obyek
spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap pixel dalam dataset raster mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik.
Informasi yang
terdapat dalam satu pixel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data atribut (informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, dan pemukiman) dan koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut. Data spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur obyek spasialnya (peta). Akurasi model data ini tergantung pada resolusi atau ukuran dari pixelnya (sel/grid) yang mewakili luasan di permukaan bumi. Memori yang digunakan untuk model raster ini cukup besar. Data berbentuk raster terdiri dari citra satelit, foto udara, dan gambar. Data gambar sebelum disimpan kemodel raster harus dikonversi
18
kebentuk digital dahulu dengan menggunakan scanner atau perangkat lain (Prahasta, 2002). 2.2.3 Data Vektor Data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon). Bentuk-bentuk tersebut didefinisikan oleh sistem koordinat cartesian dua dimensi (x,y).
Representasi vektor suatu obyek
spasial merupakan suatu usaha menyajikan obyek sesempurna mungkin. Untuk itu, dimensi koordinat diasumsikan bersifat kontinyu (tidak dikuantisasi sebagaimana pada model data raster) yang memungkinkan semua posisi, panjang dan dimensi didefinisikan dengan presisi. Data vektor tidak memerlukan memori yang besar. Data model vektor terdiri dari peta-peta dan peta tersebut harus dikonversikan dahulu kedalam bentuk digital dengan menggunakan scanner (Prahasta, 2002). Faktor-faktor penunjang kesuksesan SIG antara lain : a.
Set data, digunakan untuk merepresentasikan sesuatu tentang dunia nyata pada suatu saat.
b.
Organisasi data, mengorganisasikan data ke dalam suatu bentuk database.
19
c.
Pemilihan model, menggambarkan obyek atau fenomena yang ada di dunia dan memprediksi bagaimana suatu kejadian alam terjadi.
d.
Kriteria, digunakan untuk mengevaluasi model yang nantinya menunjukkan tingkat kegunaan dari user untuk membuat keputusan
2.2.4 Definisi Buffering Buffering merupakan salah satu analisis spatial yang sering digunakan dalam SIG. Buffer biasanya digunakan untuk mewakili suatu jangkauan pelayanan ataupun luasan yang diasumsikan dengan jarak tertentu untuk suatu kepentingan analisis spasial. Buffer dapat dilakukan untuk tipe feature polygon, polyline maupun point. Pembuatan buffer membutuhkan penentuan jarak dalam satuan yang terukur (meter atau kilometer). Fungsi buffer sering digunakan untuk membuat penyangga dengan suatu jarak tertentu pada feature titik, garis maupun polygon yang diseleksi. Hasil dari bufer ini dapat berupa garis atau feature polygon. Feature yang dipilih untuk dibuffer dapat lebih dari satu layer dan dapat lebih dari satu tipe feature. Jika lebih dari satu feature di pilih untuk dibuffer maka buffer yang terpisah akan dibentuk untuk setiap pilihan feature (Nuarsa, 2004). a.
Kelebihan dari metode ini diantaranya yaitu:
20
1.
Mudah dilakukan pembuatan buffering berdasarkan feature yang diseleksi.
2.
Memberikan banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai aplikasi.
3. b.
Proses buffering tidak membutuhkan waktu yang lama.
Kekurangan dari metode ini yaitu: 1.
Buffering tidak dapat dilakukan untuk beberapa layer secara langsung, sehingga proses buffering dilakukan satu per satu.
2.
Hasil dari beberapa buffering membutuhkan penyusunan atau pengaturan agar layer tidak tumpang tindih, dalam hal ini tidak terjadi secara otomatis.
c.
Aplikasi Buffering dan Manfaatnya 1.
Menentukan batas kewenangan kabupaten yaitu 3 mil dari garis pantai serta batas kewenangan propinsi yaitu 12 mil agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemanfaatan sumberdaya serta tidak menimbulkan konflik baik dalam masyarakat atau pemerintah terkait dengan pemanfaatan ganda.
2.
Membuat zona inti, zona penyangga atau zona pemanfaatan berdasarkan suatu jarak untuk suatu kawasan Daerah Perlindungan Laut atau daerah konservasi. Dengan demikian
21
masyarkat dapat mengetahui daerah yang diperuntukan untuk perlindungan dan pemanfaatan. 3.
Memprediksi daerah yang rawan banjir sehingga dapat segera mengevakuasi warga berada pada kawasan rawan banjir.
4.
Mengetahui penyebaran bahan pencemar dari daerah pesisir atau bahan berbahaya dan beracun dengan mengestimasi jarak atau radius dari bahan pencemar yang telah tersebar di perairan. Sehingga dapat menghasilkan keputusan secara cepat dalam mencegah warga untuk tidak mengkonsumi ikan di daerah tersebut.
5.
Mengestimasi luasan tumpahan minyak kapal tanker dengan suatu radius tertentu sehingga dapat diketahui daerah mana yang terkena tumpahan minyak.
6.
Melakukan ekspansi sektor di suatu kawasan baik di pesisir dan laut sehingga tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang ganda antara dua kepentingan yang berbeda.
7.
Menghitung luas kerusakan mangrove dengan misalnya mangrove ditebang pada radius 100 meter dari garis pantai yang ada dengan mengimplementasikan fungsi bufer yang ada pada aplikasi GIS pada masing-masing garis pantai yang dievaluasi. 22
8.
Mengestimasi daerah yang rawan atau berpotensi terkena tsunami dengan menerapkan fungsi bufer misalnya pada radius 50 km dari garis pantai sehingga dapat merencanakan permukiman penduduk yang aman dari tsunami.
2.2.5 Geomorfologi Kata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentukbentuk permukaan bumi. Namun, Geomorfologi bukan hanya mempelajari bentuk-bentuk muka bumi, tetapi lebih dari itu mempelajari material dan proses. Berdasarkan pada pengertian Geomorfologi diatas, secara singkat dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi membicarakan tentang bentuk lahan dan proses yang terjadi di permukaan bumi termasuk pergerakan material, air dan drainase serta faktor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik. Secara singkat berikut ini disajikan mengenai beberapa definisi geomorfologi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
23
1)
Menyatakan bahwa Geomorfologi adalah studi tentang bentuk lahan.
2)
Dinyatakan bahwa geomorfologi adalah studi mengenai bentuklahan dan terutama tentang sifat alami, asal mula, proses perkembangan, dan komposisi material penyusunnya.
3)
Disebutkan bahwa geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan.
4)
Menyatakan
bahwa
Geomorfologi
adalah
studi
yang
menguraikan bentuklahan dan proses yang mempengaruhi pembentukannya serta mengkaji hubungan timbal balik antara bentuklahan dengan proses dalam tatanan keruangannya. 5)
Bentuk lahan adalah menjadi sasaran Geomorfologi bukan hanya daratan tetapi juga yang terdapat di dasar laut (lautan).
Dengan demikian obyek kajian dari Geomorfologi berdasarkan definisi-definis
tersebut
adalah
bentuklahan,
bukan
hanya
sekedar
mempelajari bentuk-bentuk yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana
bentuk-bentuk
tersebut
bisa
terjadi,
proses
apa
yang
mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Misalnya, dalam mempelajari pegunungan, lembah-lembah atau bentukan-bentukan lain yang ada di permukaan bumi, bukan hanya mempelajari dalam arti mengamati serta mengukur bentukan-bentukan tersebut, tetapi juga mnedeskripsikan dan 24
menganalisa bagaimana bentukan itu terjadi. Dalam hal ini kita harus berhatihati, karena pada bentukan yang tampak sama, ada kemungkinan latar belakang pembentukan dan kejadiannya tidak sama, bahkan sangat berbeda sekali. Umpamanya suatu deretan pegunungan, mungkin terjadi karena pelipatan kulit bumi, patahan, mungkin juga karena hasil pengerjaan erosi yang demikian hebat, sehingga menimbulkan relief permukaan bumi yang bervariasi, dan penyebab lainnya. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Geomorfologi adalah mempelajari bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Di samping itu, juga menelaah dan mengkaji bentuklahan secara deskriptif, mempelajari cara pembentukannya, proses alamiah dan ulah manusia yang berlangsung, pengkelasan dari bentuklahan serta cara pemanfaatannya secara tepat sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Konsep Dasar Geomorfologi
25
Dalam mempelajari geomorfologi secara baik diperlukan secara baik dasar pengetahuan yang baik dalam bidang klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan kimia yang mana berkaitan erat dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara garis besar proses pembentukan muka bumi menganut azas berkelanjutan dalam bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang meliputi pembentukan daratan oleh tenaga dari dalam bumi (endogen), proses penghancuran/pelapukan karena pengaruh luar atau tenaga eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran muka bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian seterusnya merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam sekala waktu sangat lama. Geomorfologi bukan hanya sekedar mempelajari bentuklahan yang tampak saja, tetapi juga mentafsirkan bagaimana bentuk-bentuk tersebut bisa terjadi, proses apa yang mengakibatkan pembentukan dan perubahan muka bumi. Jadi meliputi bentuklahan (landform), proses-proses yang menyebabkan pembentukan dan perubahan yang dialami oleh setiap bentuklahan yang dijumpai di permukaan bumi termasuk yang terdapat di dasar laut/samudera serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam tatanan keruangan dan kaitannya dengan lingkungan. Jadi proses-proses geomorfologi mempelajari ekologi bentang lahannya yang tersusun atas batuan, bentuklahan, tanah, vegetasi, penggunaan lahan, dan lain-lain. Dengan demikian bahwa dalam mempelajari geomorfologi terkait pada geologi, 26
fisiografi, dan proses geomorfologi yang menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan bentuklahan. Konsep dasar Geomorfologi perlu dipahami secara baik untuk mempelajari Geomorfologi dalam membantu mengenal dan menganilasa kenampakan bentuklahan di permukaan bumi, sehingga pada akhirnya dapat mengenal peristilahan baik secara deskriptif maupun secara empiris, terutama nanti dalam melakukan klasifikasi bentuklahan. Geomorfologi mempunyai peran dan terapan dalam survei dan pemetaan, survei geologi, hidrologi, vegetasi, penggunaan lahan pedesaan, keteknikan, ekplorasi mineral, pengembangan dan perencanaan, analisis medan, banjir, serta bahaya alam disebabkan oleh gaya endogen (Suprapto, 2001).
Analisis Analisis didefinisikan bagaimana memahami dan menspesifikasi dengan detail apa yang harus dikerjakan oleh sistem (Al Fatta, 2007). 2.2.6 LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS
27
Selama ini orang beranggapan bahwa tanah sama pengertiannya dengan lahan. Padahal menurut konsep geografi, lahan dan tanah memiliki perbedaan yang mendasar. Tanah dalam bahasa Inggris disebut Soil. Tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga, terdiri dari lebar, panjang, dan dalam, merupakan bagian paling atas dari kulit bumi. Sedangkan lahan dalam bahasa Inggrisnya land. Lahan adalah merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisis meliputi relief (topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan, dan manusia. Jadi kesimpulannya, pengertian lahan lebih luas dari tanah. Tanah mempunyai susunan lapisan tanah atau disebut juga propil tanah.
Gambar 2.3. Profil tanah (Hardjowigeno, 2002).
28
Horison O merupakan horison organik. Terdapat pada tanah bervegetasi. padat (hutan primer) yang belum diganggu oleh kegiatan manusia. Horison A merupakan campuran mineral dan organik. Disebut horison eluviasi (pencucian), karena pada horison ini banyak mineral dan organik yang tercuci. Horison B disebut juga horison iluviasi (penimbunan), karena tempat penimbunan mineral dan organik dari horison A. Horison C, lapisan batuan induk yang belum banyak mengalami proses pelapukan. Horison R, batuan induk yang sama sekali belum mengalami proses pelapukan.
1. Pengertian Lahan Potensial Lahan Potensial adalah lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dalam arti sempit lahan potensial selalu dikaitkan dengan produksi pertanian, yaitu lahan yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah. Tetapi dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia, yaitu lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan tersebut memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh, 29
suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk permukiman, pariwisata, atau kegiatan lainnya. 2. Pengertian Lahan Kritis Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan tersebut (Sitanala, 2006). Berikut ini disajikan tabel yang menghubungkan, kelas kemampuan lahan dan resiko ancaman/hambatan. Tabel 2.2: Kelas kemampuan lahan, sifat, dan resiko ancaman (Hardjowigeno, 2002). Kelas
Topografi
Sifat Lahan
I
Hampir Datar
II
Lereng Landai Struktur tanah kurang baik, pengolahan harus hati-hati, mengandung garam Natrium
Ada ancaman erosi, terancam banjir.
III
Lereng Miring Untuk tanaman semusim tanahnya padat, kemampuan menahan air Bergelombang rendah, kandungan garam natrium sedang
Mudah tererosi
Pengairan baik, mudah diolah, kemampuan menahan air baik, subur dan respon terhadap pupuk.
Resiko Ancaman Ancaman erosi kecil, tidak terancam banjir
30
IV
Lereng Miring Lapisan tanah tipis, kemampuan Sangat mudah tererosi menahan air rendah, kandungan garam dan sering banjir Dan Berbukit natrium tinggi
V
Datar
Tidak cocok untuk pertanian, tanahnya berbatu-batu
Selalu tergenang air
VI
Lereng Agak
Tanah berbatu-batu, mengandung garam natrium sangat tinggi
Erosi kuat, tidak cocok untuk pertanian
Curam VII
Lereng Curam Tanah berbatu, hanya untuk padang rumput
Erosi sangat kuat, perakaran sangat dangkal
VII
Lereng Sangat Curam
Tidak cocok untuk pertanian, lebih sesuai dibiarkan (alami)
1.
Berbatu dan kemampuan menahan air sangat rendah
Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari sudut Pertanian (Hardjowigeno, 2002). a. Ciri-ciri Lahan Potensial Untuk Pertanian 1)
Tingkat Kesuburan Tinggi
Lahan yang subur adalah lahan dengan tanah yang banyak mengandung mineral untuk kebutuhan hidup tanaman. Hal ini sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Untuk tanaman bijibijian banyak membutuhkan mineral posfor, untuk tanaman sayuran membutuhkan mineral zat lemas (N2), dan tanaman umbi-umbian membutuhkan mineral alkali. Jadi agar lahan dapat berproduksi secara 31
optimal harus disesuaikan, antara jenis mineral yang dikandung lahan dengan jenis tanaman yang akan diusahakan. 2)
Memiliki Sifat Fisis yang Baik
Lahan yang memiliki sifat fisis baik adalah lahan yang daya serap air dan sirkulasi udara di dalam tanahnya cukup baik. Sifat fisis ini ditunjukkan oleh tekstur dan struktur tanahnya. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan dengan ukuran partikel pembentuk tanah. Partikel utama pembentuk tanah adalah pasir, lanau (debu), dan lempung (tanah liat). Berasarkan ukuran partikel batuan, perhatikan tabel 2.3. Tekstur tanah berpengaruh terhadap daya serap dan daya tampung air. Tanah lempung teksturnya sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya. Tekstur tanah yang ideal untuk pertanian adalah geluh, yaitu tanah yang lekat. Tekstur tanah geluh terdiri dari dua macam tanah, yaitu tanah lanau (20% lempung, 30-50% lanau dan 30-50% pasir) dan tanah lanau berpasir (20-50% lanau/lempung, 50-80% pasir). Struktur tanah adalah sifat fisis tanah yang dikaitkan dengan cara partikel-partikel tanah berkelompok. Struktur tanah ini berpengaruh terhadap pengaliran air dan sirkulasi udara di dalam tanah.
32
Tabel 2.3. Butir batuan dan diameternya (Hardjowigeno, 2002). No.
Nama Butir Batuan
Diameter (dalam mm)
1.
Bongkah
Lebih dari 256 mm
2.
Berangkal
Antara 64 – 256 mm
3.
Kerakal
Antara 4 – 64 mm
4.
Kerikil
Antara 2 – 4 mm
5.
Pasir
Antara 0.053 – 2 mm
6.
Lanau
Antara0,002 – 0.053 mm
7.
Lempung
Kurang dari 0.002 mm
3)
Belum Terjadi Erosi
Terjadinya erosi pada suatu lahan akan menyebabkan berubahnya lahan potensial menjadi lahan kritis. Lahan yang telah mengalami erosi, tingkat kesuburannya berkurang, sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Erosi mengakibatkan lahan tanah yang paling atas terkelupas. Sisanya tinggal tanah yang tandus, bahkan sering merupakan batuan yang keras (padas). Proses erosi yang kuat sering dijumpai di daerah pantai, akibat abrasi (pengikisan oleh gelombang laut) dan di daerah pegunungan dengan lereng terjal serta miskin tumbuhan. Erosi di pegunungan akibat adanya longsor dan soil creep (tanah merayap). 33
b. Ciri-ciri Lahan Kritis Untuk Pertanian 1)
Tidak Subur
Lahan tidak subur adalah lahan yang sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Umumnya lahan tidak subur terdapat di daerah yang resiko ancamannya besar (ancaman erosi dan banjir). 2)
Miskin Humus
Lahan yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian, karena tanahnya kurang subur. Tanah Humus adalah tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk. Tanah humus dapat dijumpai di daerah
yang
tumbuhannya lebat, contohnya hutan primer. Sedangkan lahan yang miskin humus adalah lahan yang terdapat di daerah yang miskin atau jarang tumbuhan, contohnya kawasan pegunungan yang hutannya rusak. 2.
Ciri-ciri Lahan Potensial dan Lahan Kritis dilihat dari Sudut Permukiman (Hardjowigeno, 2002). a. Ciri-ciri Lahan Potensial untuk Permukiman 34
1)
Daya Dukung Tanah Besar
Artinya memiliki kemampuan untuk menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Jadi bila didirikan bangunan di atasnya tidak amblas. 2)
Fluktuasi Air Baik
Artinya memiliki kedalaman air tanah yang sedang. Fluktuasi air berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, jika air tanahnya dangkal maka keadaan di atasnya lembab dan jika air tanahnya dalam maka keadaan di atasnya gersang (kering/tandus). 3)
Kandungan Lempung cukup Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang kerutnya tanah.
Hal
ini
erat
kaitannya
dengan
pembuatan
pondasi,pembangunan jalan, saluran air, dan sebagainya. 4)
Topografi Topografi yang ideal untuk permukiman adalah yang kemiringan lahannya antara 0% sampai 3%. Kemiringan merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horisontal dikali 100%. B
z y 4m
35 5m
C
x
A
Gambar 2.4 Kemiringan Lereng Potensial
Kemiringan lereng gambar di atas adalah : z = y x 100 % x
Kemiringan lereng 0% berarti tanahnya rata, dan kemiringan lereng 100% berarti sudut kemiringannya 45% (sangat curam). Topografi erat kaitannya dengan kenyamanan hunian (tempat tinggal) dan keamanan dari ancaman bencana alam seperti tanah longsor, banjir, dan sebagainya. b. Ciri-ciri Lahan Kritis untuk Permukiman 1)
Daya dukung tanah rendah, artinya tidak mampu menahan beban dalam ton tiap satu meter kubik. Sehingga bila didirikan bangunan di atasnya, bangunan tersebut akan roboh (amblas).
2)
Fluktuasi air tidak baik, artinya air tanahnya terlalu dangkal atau terlalu dalam. Hal ini dapat mempengaruhi bangunan dan kesehatan penduduk yang tinggal di atas lahan tersebut.
3)
Topografi 36
Topografi yang tidak cocok untuk permukiman adalah yang kemiringannya lebih dari 3%. Karena topografi dengan kemiringan lebih dari 3% resiko ancaman bencana alam seperti tanah longsor dan banjir besar. Hal ini dapat mengganggu kenyamanan hunian dan keamanan dari bencana alam tersebut.
Gambar 2.5 Kemiringan Lereng Kritis
Untuk mengetahui suatu lahan potensial atau kritis untuk pemukiman dapat dilihat dari kemiringan lerengnya yaitu perbandingan antara jarak vertikal (y) dan jarak horisontal (x) dikalikan 100% atau y x 100% x 2.2.7 PERSEBARAN LAHAN POTENSIAL DAN LAHAN KRITIS 1.
Persebaran Lahan Potensial Lahan potensial tersebar di daerah dataran rendah, pegunungan, dan
pantai. Tetapi lahan potensial biasanya banyak terdapat di dataran rendah, karena dataran rendah merupakan daerah endapan dengan tingkat kemiringan dan erosi yang kecil. Berikut ini akan dijelaskan persebaran lahan potensial di daerah pantai, dataran rendah, dan pegunungan (Hardjowigeno, 2002). 37
a. Lahan Potensial di Kawasan Pantai Lahan potensial di kawasan pantai memiliki ciri-ciri: - kemiringan 0 - 3%. - perbedaan tinggi 0 - 5 m dari permukaan laut. Kemiringan dan perbedaan tinggi yang rendah, menyebabkan lahan potensial di daerah pantai terletak pada kawasan pasang surut air laut. Kawasan ini banyak di tumbuhi tanaman bakau (mangrove), fungsi tanaman bakau mengurangi abrasi dan mencegah perembasan air laut sampai jauh ke pedalaman. Lahan potensial kawasan pantai di Indonesia terdapat di pantai Timur Sumatera, pantai Barat, dan Selatan Kalimantan. b. Lahan Potensial di Dataran Rendah Mulai dataran pantai sampai ketinggian 400 meter dari permukaan laut termasuk wilayah dataran rendah. Lahan potensial di dataran rendah memiliki ciri-ciri: - kemiringan 3 - 15%. - perbedaan tinggi 5 - 10 m dari permukaan laut. - umumnya merupakan endapan alluvial (endapan yang dibawa oleh air sungai). 38
Pengikisan di daerah ini masih relatif kecil dan tata airnya cukup baik. Karena merupakan endapan alluvial hasil erosi yang diangkut sungai yang berhulu di daerah vulkanis (gunung api). Sehingga kawasan ini memiliki kesuburan yang cukup tinggi. Lahan potensial dataran rendah di Indonesia antara lain terdapat di Utara Jawa Barat (Indramayu). c. Lahan Potensial di Daerah Pegunungan/Perbukitan Lahan potensial di daerah pegunungan/perbukitan memiliki ciri-ciri: - kemiringan 15 - 30%. - perbedaan tinggi 10 - 300 m dari permukaan laut. - kesuburan tanah tergantung pada batuan induk dan tingkat pelapukan. Erosi di daerah yang rendah relatif kecil, makin tinggi dan miskin tumbuhan (vegetasi) tingkat erosi makin besar. Jika tanahnya terbentuk dari hasil vulkanis (letusan gunung api), maka tanahnya subur. Pada kawasan dataran rendah antara dua pegunungan (inter-mountain plain) dapat terbentuk endapan alluvial yang subur. Lahan potensial kawasan pegunungan di Indonesia banyak dijumpai pada kawasan pegunungan yang hutannya masih baik (belum rusak). Hubungan antara kemiringan dengan topografi, dapat Anda lihat pada tabel 2.4. 39
Tabel 2.4. Kemiringan lereng (Hardjowigeno, 2002). Simbol
2.
Kemiringan Lereng
Topografi
1.
Kurang dari 3%
Datar
2.
3 – 5%
Berombak
3.
15 - 30%
Bergelombang
4.
30 - 50%
Berbukit
5.
50 - 80%
Curam
6.
80 - 100%
Sangat curam
7.
100 - 150%
Terjal
8.
150% - ke atas
Sangat terjal
Persebaran Lahan Kritis a. Lahan Kritis di Kawasan Pantai Kawasan pantai akan menjadi lahan kritis, jika terjadi pengikisan
pantai oleh gelombang laut (abrasi) yang kuat. Abrasi dapat menyebabkan lapisan sedimen (endapan) akan hancur dan lenyap. Peristiwa ini terjadi pada muara sungai yang pantainya terbuka dengan gelombang laut yang besar, seperti di daerah muara sungai Progo (DI. Yogyakarta) dan muara sungai Cimanuk (Jawa Barat). b. Lahan Kritis di Kawasan Dataran Rendah 40
Lahan kritis di kawasan dataran rendah terjadi akibat adanya genangan air atau proses sedimentasi (pengendapan) bahan yang menutupi lapisan tanah yang subur. Genangan air terjadi karena tanahnya lebih rendah dari daerah sekitarnya, sehingga waktu hujan lebat terjadi banjir dan air menggenang. Lahan kritis di dataran rendah dapat dijumpai pada daerah sekitar Demak (jawa Tengah), Lamongan, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban (Jawa Timur). c. Lahan Kritis di Kawasan Pegunungan/Perbukitan Lahan kritis di kawasan pegunungan terjadi akibat adanya longsor, erosi atau soil creep (tanah merayap). Lapisan tanah yang paling atas (top soil) terkelupas, sisanya tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng terjal dan miskin tumbuhan penutup. Lahan kritis di kawasan pegunungan banyak dijumpai pada pegunungan yang hutannya telah rusak. Lahan kritis kawasan pegunungan di Indonesia antara lain di pegunungan Kendeng Utara (Jawa Timur) dan sekitar gunung Ciremai (Jawa Barat).
Pemanfaatan Lahan Potensial dan Kendalanya Sampai saat ini, belum seluruh lahan di permukaan bumi dimanfaatkan seara optimal oleh manusia. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala (hambatan), misalnya gurun pasir dengan amplitudo suhu (perbedaan suhu) 41
yang tinggi, lereng terjal, daerah yang sangat tinggi atau daerah yang tertutup salju. Selama ini manusia hanya memanfaatkan lahan yang memungkinkan untuk hidup sesuai dengan tingkat kebudayaannya. 1.
Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Pantai Lahan potensial di daerah pantai ternyata memiliki arti ekonomi yang
cukup tinggi. Pemanfaatan lahan potensial di daerah pantai antara lain: a. Untuk Usaha Tambak Udang dan Bandeng Kendala (hambatan) yang dihadapi adalah adanya pasang surut yang perbedaannya cukup besar. Cara mengatasinya dengan membuat sistem saluran yang dilengkapi dengan pintu air, untuk mengatur pergantian air agar pH (tingakat keasaman) nya tetap. b. Untuk Usaha Pembuatan Garam Kendala utama yang dihadapi dalam usaha ini adalah cuaca (curah hujan) yang tidak teratur. c. Untuk Wisata Bahari (Wisata Laut) Kendala yang dihadapi daerah pantai yang dijadikan tempat wisata antara lain kurangnya sarana transportasi, penerangan (listrik), adat istiadat masyarakat, dan keamanan.
42
2.
Pemanfaatan Lahan Potensial di Daerah Dataran Rendah Lahan potensial pada kawasan dataran rendah dimanfaatkan untuk
pertanian. Di sini juga ada kendala yang dihadapi seperti pada daerah pantai. Kendala yang dihadapi terutama terjadinya genangan air yang cukup lama setelah banjir, sehingga dapat mengurangi bahkan menggagalkan hasil pertanian (panen). 3.
Pemanfaatan Lahan Potensial di Kawasan Pegunungan/Perbukitan Lahan potensial di kawasan pegunungan, umumnya dimanfaatkan
untuk perkebunan, perhutanan, dan wisata pegunungan. Kendalanya antara lain, terjadinya tanah longsor, erosi, dan soil creep (tanah merayap). Hal ini disebabkan lahan potensial di kawasan pegunungan memiliki kemiringan yang relatif besar dibandingkan dengan lahan potensial di pantai maupun di dataran rendah. Cara Pelestarian Lahan Potensial Agar lahan
potensial dapat memberikan daya dukung terhadap
kehidupan manusia dalam waktu yang relatif lama, maka harus dilakukan upaya pelestarian. Usaha pelestarian lahan ini berkaitan erat dengan usaha pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Secara garis besar usaha pelestarian/pengawetan tanah dibagi menjadi dua, yaitu (Hardjowigeno, 2002): 43
1.
Metode Vegetatif Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara
menanam vegetasi (tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini sangat efektif (tepat) dalam pengontrolan erosi. Ada beberapa cara mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain: a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali lahan gundul dengan jenis tanaman tahunaan. Jenis tanamannya antara lain, akasia,angsana, flamboyan. Fungsinya untuk mencegah erosi, mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan bawah. b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis tanaman keras. Jenis tanamannya antara lain, pinus, jati, rasamala, dan cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil hasilnya (kayunya). c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanam tanaman
searah
dengan
garis
kontur.
Fungsinya
untuk
menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air ke dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada lahan dengan kemiringan 3 - 8%.
44
d. Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam lahan dengan tumbuhan keras (pinus, jati, cemara). Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah permukaan oleh air hujan, memperlambat erosi dan memperkaya bahan organik tanah. e. Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu melakukan penanaman
berbagai jenis tanaman secara berbaris
(larikan). Penanaman berbaris tegak lurus terhadap arah aliran air atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak tanaman diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman dipersempit. Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan tanah. f. Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman secara bergantian (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan dengan musim. Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak berkurang. 2.
Metode Mekanik Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui tehnik-
tehnik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air. Beberapa cara yang umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
45
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu pengolahan tanah sejajar dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air dan memperbesar resapan air. b. Pembuatan
tanggul/pematang/guludan
bersaluran
Pembuatan
tanggul sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tanah. Pada tanggulnya dapat ditanami palawija. c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras (tanggatangga) pada lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang lereng, memperbesar resapan air dan mengurangi erosi. d. Pembuatan saluran air (drainase) Saluran pelepasan air ini dibuat untuk memotong lereng panjang menjadi lereng yang pendek. Sehingga aliran air dapat diperlambat dan mengatur aliran air sampai ke sungai. Metode pengawetan tanah atau pengontrolan erosi menjadi sangat efektif apabila metode mekanik dipadukan atau dikombinasikan dengan metode vegetatif, misalnya terrassering dan bufering. Cara Pelestarian Lahan Potensial Di Pantai, Dataran Rendah, dan Pegunungan (Hardjowigeno, 2002). 46
1.
Pelestarian Lahan Potensial di kawasan Pantai Untuk menjaga kelestarian lahan potensial di kawasan pantai antara
lain: a. Tidak melakukan pengeringan rawa di kawasan pantai atau pengrusakan hutan bakau (mangrove). b. Membuat sistem saluran air yang dilengkapi dengan pintu air untuk mengatur pergantian air agar pH nya tetap. 2.
Pelestarian Lahan Potensial di Dataran Rendah Pelestarian lahan potensial di dataran rendah antara lain dengan: a. Pembuatan/perbaikan saluran air (drainase) b. Penggunaan lahan secara teratur disesuaikan dengan kondisi fisisnya. c. Pemupukan tanah dalam jumlah seimbang, untuk menghindari keracunan atau kejenuhan tanah terhadap pupuk. d. Melakukan sistem pergiliran tanaman (crop rotation).
3.
Pelestarian Lahan Potensial di Pegunungan/Perbukitan Usaha pencegahan terjadinya lahan kritis di pegunungan anatara lain: 47
a. Penanaman pohon pelindung (tanaman penutup tanah) Fungsinya untuk menghambat penghancuran tanah lapisan atas oleh air hujan. Jenis tanaman yang paling cocok adalah tanaman reboisasi (pinus, jati, rasamala, dan cemara). b. Penanaman secara kontur yaitu melakukan penanaman searah dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan memperbesar resapan air. c. Penggunaan tehnik pengolahan lahan secara baik yaitu pengolahan tanah menurut garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air. d. Pembuatan teras. (terrassering) Fungsinya untuk mengurangi panjang lereng, memperbesar resapan air, dan mengurangi erosi. e. Pembuatan tanggul/guludan bersaluran fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap dalam tubuh.
48
Gambar 2.3 dan 2.4 menggambarkan beberapa penyebab terjadinya lahan kritis dan usaha pelestarian lahan.
Gambar 2.6 Penyebab terjadinya lahan kritis (Hardjowigeno, 2002)
49
Keterangan gambar: a. Pergiliran tanaman (crop rotation) b. Pengendalian penggembalaan c. Reboisasi d. Bendungan alami kecil e. Memperkuat pinggir sungai f. Pengolahan tanah menurut garis kontur. Gambar 2.7 Cara-cara pengawetan tanah (Hardjowigeno, 2002).
Iklim Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan yang terjadi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m³ per satuan luas, atau secara lebih 50
umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. Besarnya curah hujan dapat dimaksud untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun. Intensitas hujan menyatakan besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15 atau 30 menit, yang dinyatakan dalam mm jam־¹ atau cm jam־¹. Kekuatan perusakan air yang mengalir di permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin curamnya dan panjangnya lereng permukaan tanah (Arsyad, 2006).
Topografi Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman lereng 45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar
kecepatan
aliran
permukaan
yang
dengan
demikian
memperbesar energi angkut aliran permukaan. Selain dari pada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpecik kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan, semakin banyak (Arsyad, 2006). Tabel 2.5 Nilai-nilai tipikal sudut gesek (Hardiyatmo, 2006)
51
Jenis Tanah
Nilai Sudut
KERIKIL Ukuran sedang
40º - 55 º
Berpasir
35º - 50 º
PASIR Kering dan tidak padat
-
Jenuh dan tidak padat
-
Kering dan padat
43º - 50º
Jenuh dan padat
43º - 50º
LANAU atau PASIR BERLANAU Tidak padat
27º - 30º
Padat
30º - 35º
LEMPUNG
20º - 42º
Tanah Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda. Kepekaan tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat yang mempengaruhi adalah : 1. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan 2. sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan sturktur tanah terhadap disperse dan penghancuran
52
agregat tanah oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad, 2006).
Vegetasi Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Oleh karena itu ia mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Arsyad, 2006).
Manusia Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang di usahakannya akan rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik dan 53
produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusi akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 2006)
Daerah Alir Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kawasan lahan di mana semua air, dari hujan maupun salju, mengalir ke bawah menuju suatu penampung air seperti kali, sungai, danau atau tangkapan
rawa-rawa. DAS
juga disebut kawasan
(catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu
“menangkap” seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan hilir. DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan kilometer persegi, atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah. Di dalam kawasan DAS yang sangat luas, di mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah pegunungan), ada banyak DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai kecil yang mengalir ke bawah menuju sungai yang lebih lebar dan laut). DAS yang sehat mampu melindungi pasok air, menaungi hutan, tanaman dan
satwa liar, menjaga tanah tetap subur dan mendukung 54
komunitas yang mandiri, perubahan besar dan mendadak pada DAS, seperti pembabatan pohon dan
semak-semak, penimbunan
sampah, atau
pembangunan jalan raya, perumahan dan bendungan dapat merusak DAS dan sumber-sumber airnya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat dan mendatangkan masalah-masalah kesehatan, kelaparan dan perpindahan penduduk. Perencanaan yang menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS dan bagaimana air dan
lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah
munculnya masalah-masalah di masa depan.
55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun Barat, No. 58 Jakata Timur (khususnya subbidang perancangan dan program) dan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur Tangerang Selatan 15419. Waktu penelitian ini mulai bulan 30 Oktober 2009 – 30 November 2009
3.2
Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan yang digunakan adalah peta dasar digital Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi Banten dalam bentuk vektor dengan skala 1 : 10.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Cibinong dalam format shapefile dengan extention .shp, jarak aman wilayah 56
konservasi disekitar area lahan sekitar Situ Gintung yang dikeluarkan oleh Kementerian Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang terjadi di Situ Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Letak geografis Situ Gintung berada di antara 106 Bujur Timur dan 06 Lintang Selatan. 3.2.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu buah PC dengan spesifikasi sebagai berikut : 1.
Perangkat Lunak : Microsoft windows xp profesional SP2, ArcView 3.3 dengan ekstensi JPEG (JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk pemasukkan data spasial maupun data atribut serta pengolahan peta.
2.
Perangkat Keras
: Pentium IV 2.16 GHz, Memori 896 MB DDR,
Harddisk 2.17 GHz.
3.3
Populasi dan Sampel Populasi sekaligus sampel pada penelitian ini adalah area lahan sekitar Situ
Gintung Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Kabupaten
Tangerang Selatan, Provinsi Banten. 57
3.4
Metode yang digunakan 3.4.1 Metode Penelitian 1.
Metode Studi Pustaka Pada metode Studi Pustaka, peneliti mengumpulkan dan mempelajari
buku – buku yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam Pengembangan tata lahan pada Situ Gintung ini yang merupakan bagian data – data, yaitu : a. Buku Sistem Informasi Geografi dengan MapInfo Profesional karya Yeyep Yousman. b. Buku Analisis dan Perancangan Sistem Informasi karya Hanif Al Fatta. c. Buku Sistem Informasi Geografi karya Baba Barus dan U. S Wiradisastra d. Buku Menganalisa Data Spatial dengan ArcView GIS 3.3 karya I Wayan Nuarsa. Tulisan dan artikel dari internet dan buku-buku lain untuk selengkapnya dapat dilihat pada daftar pustaka. 2.
Metode Wawancara
58
Melakukan wawancara mengenai data area Situ Gintung, jarak aman pembangunan pemukiman dan koordinat Situ Gintung dilakukan dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum Wilayah Cisadane (Sub Bidang Perencanaan dan Program) Jalan infeksi tarun barat no.58 Jakarta Timur berdasarkan UU SDA No. 7 tahun 2004. Dari wawancara tersebut diperoleh informasi bahwa Sungai lintas propinsi dan Danau yang berada dialiran Sungai Ciliwung Cisadane berada dibawah wewenang pemerintah pusat yaitu Departemen Pekerjaan Umum, Balai Besar Wilayah Sungai Cisadane Ciliwung. Selain itu wawancara juga dilakukan dengan Kantor Kelurahan Cireundeu Jalan Cireundeu Raya, Ciputat Timur Tangerang Selatan 15419. Dari wawancara ini diperoleh informasi berkaitan dengan batas-batas administrasi Kelurahan Cireundeu dimana Situ Gintung terletak disana.
59
3.4.2 Metode Pelaksanaan
Gambar 3.1 Flowchart Kegiatan Pelaksanaan Skripsi
Flowchart (diagram alir) tersebut menunjukkan kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian skripsi secara keseluruhan. Adapun penjelasan pelaksanaan proses Skripsi sesuai flowchart adalah :Langkah awal 60
penulis membuat proposal untuk mengajukan penelitian dan pengambilan data di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) Jalan Infeksi Saluran Tarun Barat, No. 58 Jakata Timur selama 1 bulan terhitung dari bulan Oktober – November. Setelah diterima penulis mulai melakukan penelitian dan pengambilan data di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS CC) dengan melakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan peta Situ Gintung, jarak aman pembangunan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah mendapat data-data yang dibutuhkan penulis melakukan analisa data, kemudian penulis melakukan pengolahan data menggunakan tehnik Buffering di Arcview, yang pada akhirnya akan didapatkan hasil output seperti : layout keadaan penataan lahan di sekitar Situ Gintung berupa lokasilokasi peruntukan -
Areal Situ Gintung.
-
Jarak bebas pembangunan pemukiman terhadap pemukiman menurut peraturan pemerintah.
-
Penggunaan lahan eksisting.
61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Profil Instansi 4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Permen No. 13/PRT/M/2006)
Tugas Pokok Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah :
1. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah unit pelaksana teknis di Bidang Konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan Pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen SDA melalui Direktur terkait. 2. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dipimpin seorang Kepala dan dibantu oleh satu Kabag TU dan 3 Kepala Bidang. 3. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan SDA yang meliputi perencanaan, pelaksanaan Konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane.
62
Fungsi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane adalah menyelenggarakan:
1. Penyusunan pola dan rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane. 2. Penyusunan rencana dan pelaksana pengelolaan kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 3. Pengelolaan SDA pada wilayah sungai Ciliwung Cisadane. 4. Penyiapan rekomendasi yeknis dalam rangka pemberian ijin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 5. Operasi dan pemeliharaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 6. Pengelolaan sistim hidrologi pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 7. Penyelenggaraan data dan informasi SDA wilayah sungai ciliwung cisadane. 8. Fasilitas kegiatan koordinasi pengelolaan SDA wilayah sungai ciliwung cisadane. 9. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA pada wilayah sungai ciliwung cisadane. 10. Pelaksanaan ketatausahaan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
63
4.1.2 Sejarah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane 1. Tahun 1965 dibentuk Komando Proyek Banjir (Kopro Banjir) yang khusus menangani masalah banjir di Jakarta. 1. Tahun 1984 berubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya dan sekitarnya. 2. Tahun 1994 berubah menjadi Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane atau PIPWS Cilcis. a. Program: - Pengelolaan sumber air dan pengendalian banjir; - Pengembangan dan konservasi sumber air. b. Wilayah Kerja: - Wilayah Jabodetebek, - Batas Sungai Cimanceuri di Barat dan Cikarang di Timur. 1. Tahun 2005 dibentuk Induk Pelaksana Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (IPK PWSCC ). 2. Tahun 2007 menjadi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
(BBWSCC)
dengan
tugas
pokok dan program
pengelolaan Sumber Daya Air (SDA): a. Konservasi, 64
b. Pendayagunaan Sumber Daya Air, c. Pengendalian Daya Rusak Air.
4.1.3 Visi dan Misi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane a. Visi -
Terwujudnya pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) wilayah sungai Ciliwung Cisadane yang layak bagi kesejahteraan rakyat dan berkelanjutan di wilayah jabodetabek.
b. Misi -
Melaksanakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane yang berkelanjutan.
-
Mendayagunakan Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane secara adil serta memenuhi persyaratan kualitas untuk berbagai kebutuhan masyarakat di wilayah Jabodetabek.
-
Mengendalikan daya rusak air di wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
-
Mengurangi masalah banjir yang akan terjadi dengan upaya struktural. 65
-
Memperdayakan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
-
Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal rekomendasi teknis untuk perijinan di dalam Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
4.1.4 Tujuan dan Sasaran a. Tujuan -
adalah untuk mendukung terjadinya kesejahteraan sosial dan pertumbuhan Ekonomi Jabodetabek yang berkesinambungan.
b. Sasaran -
Tercapainya peningkatan jaringan irigasi, rehabilitasi irigasi, pengoperasian dan pemeliharaan seluruh jaringan irigasi terbangun.
-
Menurunnya luas kawasan yang berpotensi terkena bencana banjir.
-
Meningkatnya jumlah wadah air berupa waduk dan rehabilitasi Situ sebagai penyedia air baku air minum dan irigasi. 66
4.1.5 Strategi dan Kebijakan 1. SDA adalah Sistem yang sangat kompleks. 2. Wilayah SDA dapat berupa satu bagian dari wilayah administrasi pemerintahan atau lintas wilayah administrasi. 3. Keterkaitan tak terpisahkan antara rencana tata ruang dan rencana pengelolaan wilayah sungai. 4. Adanya batas teknis antara DAS dan CAT yang ada selalu berdempetan secara tepat. 5. Batasan teknis tidak selamanya sama dengan batasan administrasi. 6. Sistem SDA dapat dipandang debagai bagian infrastruktur ke airan. 7. Pengelolaan bisa dilihat dari segi fungsi, misalnya untuk irigasi, drainase sumber air dan sebagainya. 8. Pengelolaannya harus dilihat sebagai suatu sistem yang terintegrasi, komprehensif, dan saling ketergantungan satu sama lainnya.
67
4.1.6 STRUKTUR
ORGANISASI
BALAI
BESAR
WILAYAH
SUNGAI CILIWUNG CISADANE Sesuai SK. Menteri PU Nomor : 384/KPTS/M/2006, Nomor : 135/KPTS/M/2008 Tanggal, 09 Januari 2008 dan SK. Dirjen.SDA No. 39/KPTS/D/2008 Tgl, 21 Februari 2008
Gambar 4.1. STRUKTUR ORGANISASI BBWS CC
68
4.2
Wilayah Situ Gintung
Gambar 4.2 Batas Administrasi Kelurahan Cireundeu
Pada Gambar 4.2 di atas dijelaskan bahwa Situ Gintung adalah Situ buatan yang terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dalam konstelasi Jakarta, letak geografis Situ Gintung berada di sekitar 106 Bujur Timur dan 06 Lintang Selatan. Awalnya Situ Gintung sebagai waduk yang menjadi tempat penampungan air hujan dan pengairan ladang pertanian di sekitarnya. Situ ini dibangun oleh 69
Belanda antara tahun 1932-1933. Luas awal situ itu ± 31 ha dengan kedalaman rata-rata 10 meter. Kapasitas penyimpanan air mencapai 2,1 juta meter kubik. Tetapi pendataan Tahun 2008, luas situ tinggal ± 21,4 ha. Kapasitas penyimpanan air pun berkurang menjadi hanya ± 1,5 juta m3. Penduduk Cireundeu ± 23.451 jiwa yang terbagi atas 12 rw dan 52 rt. Situ Gintung adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan yang termasuk salah satu sungai utama di Provinsi Banten dan DKI Jakarta. Di tengah Situ Gintung terdapat pulau kecil yang menyambung sampai ke tepi daratan. Luas pulau kecil yang diberi nama Pulau Situ Gintung itu, sekitar ± 1,5 ha. Dalam perkembangannya, situ ini telah berubah fungsi, selain sebagai tempat penampungan air hujan, tempat wisata alam dan wisata air, juga tempat olah raga dan taman atau ruang terbuka. Selain itu di sekitar Situ Gintung tumbuh dan berkembang kawasan permukiman baik di hulu, sekitar situ, dan hilir. Secara geografis Situ Gintung berbatasan dengan :
1. Utara
: berbatasan dengan Rempoa
Disebelah utara situ gintung terdapat pemukiman penduduk yang cukup padat perumahan. 2. Timur
: berbatasan dengan Kampung Pisangan Timur
Dibagian timur situ gunung kepadatan pemukiman tidak begitu terlihat, tetapi cukup banyak terdapat lahan kosong atau lahan hijau. 70
3. Selatan
: berbatasan dengan Kampung Pisangan Barat.
Pada sebelah selatan Situ Gintung keadaan geografisnya hampir seimbang, karena cukup banyak lahan hijau dan cukup banyak juga pemukiman penduduk yang dibangun diselatan Situ Gintung. 4. Barat
: berbatasan dengan Cempaka Putih.
Batas administrasi Situ Gitung dibagian barat hampir sama dengan keadaan geografisnya diwilayah utara Situ Gintung, yaitu padat akan pemukiman penduduk dan dilalui jalan yang menghubungkan antara Propinsi Banten dan Propinsi DKI Jakarta.
4.3
Pembahasan 4.3.1 Pengolahan Area Situ Gintung dan Jarak Bebas Pengolahan data dilakukan dengan mengolah data sekunder dari Dinas PU Balai Besar Wilayah Ciliwung Cisadane yang telah terkumpul Data – data tersebut adalah : Jarak bebas menurut Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993 Data spasial
71
Di bawah ini adalah langkah-langkah pengolahan data : 1. Buka ArcView 3.3 2. Buka view baru, dengan mengklik new pada toolbox view. 3. Klik 4234.shp,
atau Add Theme lalu cari file K1209-4234.shp, C1209B1209-4234.shp,
H1209-4234.shp,
Pemukiman.shp,
Lahan_hijau.shp.
Gambar 4.3 Menu Add Theme
72
4. Cek list layer H1209-4234.shp maka akan muncul Gambar 4.4. yang merupakan areal Situ Gintug
Gambar 4.4 Peta Dasar Areal Situ Gintung
73
5. Lalu klik View (Properties)
Gambar 4.5 View (Properties)
74
6. Selanjutnya akan keluar menu View Properties, pada menu Map Units dan Distance Units ganti santuannya menjadi meter OK
Gambar 4.6 Menu View Properties
7. Langkah selanjutnya klik
atau Select Feature
75
8. Kemudian klik bagian line yang akan di buffers hingga berubah warna
Gambar 4.7 Line Yang Sudah Berubah Warna
76
9. Selanjutnya klik menu Theme setelah itu pilih Create Buffers lihat Gambar 4.8 dibawah
Gambar 4.8 Create Buffers
77
10. Maka akan keluar Gambar 4.9 Klik menu the features of a theme pilih H1209-4234.shp Next
Gambar 4.9 Create Buffers “the features of a theme”
11. Maka akan keluar Gambar 4.10 seperti dibawah ini, pada menu at a specified distance ketik nominalnya menjadi 50, number of rings menjadi 1, distance between rings 50 dan distance units are Meters next
Gambar 4.10 Create Buffers “at a specified distance”
78
12. Selanjutnya akan keluar Gambar 4.11 seperti dibawah ini, pada menu ini pilih in a new theme dan kemudia simpan di folder yang diinginkan kemudian klik finis.
Gambar 4.11 Create Buffers “a new theme”
79
13. Hasil Buffers pada Gambar 4.12 berikut adalah areal Situ Gintung dengan jarak bebas 50 meter yang sesuai dengan pasal 10 bagian a yang berisi untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter kearah darat. Pasal ini terdapat dalam Peraturan Menteri (permen) PU No.63 Tahun 1993.
Gambar 4.12 Hasil Buffers
80
4.3.2 Lahan Existing
Gambar 4.13 Lahan Existing (jalan)
Dari Gambar 4.13 di atas dijelaskan bahwa terdapat nama-nama jalan yang ada didaerah areal Situ Gintung.
81
Gambar 4.14 Lahan Existing (Pemukiman / Lahan Hijau)
Pada Gambar 4.14 diatas dijelaskan terdapatnya lahan pemukiman penduduk atau bangunan lainnya, dapat dilihat juga padatnya pemukiman warga hampir berbatasan dengan Situ Gintung, hal ini dapat membahayakan warga yang tinggal atau membangun bangunan perumahan di sekitar Situ Gintung dan juga terdapat lahan hijau atau lahan kosong yang ada disekitar Situ Gintung
82
Gambar 4.15 Hasil Buffering Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a
Di Gambar 4.15 ini dijelaskan bahwa areal Situ Gintung bagian Barat banyak terdapat pemukiman warga yang seharusnya dipindahkan dan sebagian besar terdapat dikomplek UI yang cenderung dominan dipindahkan karena dianggap tidak aman atau memasuki batas rawan pembangunan pemukiman yang ditetapkan oleh pemerintah menurut keputusan Menteri Pekerjaan Umum tahun 1993 pasal 10 bagian a, kemudian pemukiman diwilayah jalan ISCI juga mengalami titik kerawanan pembangunan pemukiman dan ini berlaku hingga daerah pemukiman disekitar jalan Kerta Mukti. Di bagian Utara areal Situ Gintung sendiri dapat dilihat, pinggiran 83
jalan Ir H. Juanda hampir memasuki areal tidak aman menurut keputusan Menteri Pekerjaan Umum. Hal ini juga berlaku dijalan Setu / H. Dalih memasuki daerah rawan pembangunan pemukiman, daerah pemukiman yang rawan terdapat juga dijalan Pelayang hingga jalan masuk menuju jalan Gunung Raya Dalam dan jalan Gunung Indah Raya, untuk dibagian Timur Situ Gintung terdapat sedikit sekali pemukiman warga yang memasuki daerah rawan pembangunan yang telah ditentukan oleh peraturan pemerintah dikarenakan didaerah ini banyak terdapat lahan hijau atau lahan kosong.
Gambar 4.16 Hasil Buffering Menurut Topografi
84
Gambar 4.16 ini menjelaskan topografi yang tidak cocok untuk dibangun pemukiman penduduk, karena kondisi contur yang begitu curam yaitu 10 meter antara dasar Situ hingga pinggiran Situ, untuk tanah Lempung sendiri memiliki sudut 20º kemiringannya, sedangkan dari tekstur tanah Lempung sendiri kurang dari 0.002 mm, dapat dilihat pada Gambar 4.17 dibawah ini, perpotongan Situ Gintung, disitu dapat dilihat banyaknya pemukiman warga yang dibangun dan ini sangat membahayakan kalau dilihat berdasarkan karakteristik tanah yang ada di Situ Gintung
Gambar 4.17 Potongan Situ Gintung
Berikut ini rumus penghitungan jarak aman berdasarkan topografinya : Tangen 20º = 0.364
85
Jadi, menurut perhitungan rumus diatas jarak aman berdasarkan topografi kemiringan areal Situ Gintung sejauh 27 meter dari bibir Situ Gintung. Perhitungan berdasarkan sudut kemiringan 20º dan kedalaman Situ 10 meter.
Gambar 4.18 Jenis Tanah
Pada Gambar 4.17 diatas menjelaskan jenis tanah yang terdapat diareal Situ Gintung, hampir keseluruhan tanah yang terdapat diareal Situ Gintung yaitu jenis tanah lempung yang mempunyai diameter kurang dari 0.002 mm, tanah lempung ini teksturnya sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil, kelembaban tinggi dan dapat diurai menggunakan tangan, 86
untuk bagian Utara dan Timur sendiri terdapat jenis tanah timbunan, lempung, kelembaban tinggi dan lunak.
4.4
Rencana Pembangunan
Gambar 4.19 Rencana Pembutan Gorong-gorong
Gambar 4.19 diatas menunjukan rencana kedepan pada Situ Gintung, dimana line yang berwarna biru rencana pembuatan gorong-gorong dengan lebar di sisi kanan-kiri masing-masing 10 m, dimana di sisi kanan-kiri tersebut difungsikan sebagai jalur hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jalan 87
inspeksi yang juga berfungsi sebagai jalur evakuasi, rencana pembangunan gorong-gorong ini dibuat dari Situ Gintung (line berwarna Biru) hingga Kali Pesanggrahan (line berwarna kuning) yang ± 1 km dan lebar goronggorongnya sendiri ± 6 Meter.
88
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan 1. Dengan hasil laporan skripsi ini dapat dilihat mengenai bentuk fisik Situ Gintung. 2. Dengan adanya skripsi ini, dapat diketahui batas bebas pembangunan pemukiman areal kritis diSitu Gintung berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tahun 1993 pasal 10 bagian a dan berdasarkan topografinya. 3. Dapat diketahui mengenai letak administrasi, dimana disebalah Timur banyak terdapat lahan hijau atau lahan kosong, sedangkan dibagian Utara, Selatan, Barat banyak sekali terdapat pemukiman penduduk dan hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah Dinas Pekerjaan Umum (PU) pusat.
5.2
Saran Sebaiknya untuk Departemen Pekerjaan Umum pusat agar memberi tanda secara nyata mengenai batas areal kritis pembangunan pemukiman diareal Situ Gintung agar masyarakat disekitar dapat mengetahui mengenai jarak aman secara langsung. 89
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta, Hanif. 2007, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern. Penerbit Andi, Yogyakarta. Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Barus, Baba. And Wiradisastra, U. S. 1996. Sistem Informasi Geografi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hardiyatmo, Chrstady Hary. 2006. Mekanika Tanah 1. Gadjah Mada University Press. Hardjowigeno, Sarwono. 2002. Ilmu Tanah. Penerbit Akademik Pressindo. Jakarta Nuarsa, I.W. 2004. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 untuk Pemula. Jakarta. Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung Peraturan Menteri PU No.63 Tahun 1993 Suprapto, Dibyosaputro. 2001, Geomorfologi Dasar, Yogyakarta Yousman, Yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan MapInfo Profesional. Yogyakarta http://bbwsciliwungcisadane.com/index.php?option=com_content&task=view&id=142& Itemid=1 Senin 12 Oktober 2009 jam 15:46wib http://www.scribd.com/doc/19333723/DEFINISI-TANAH minggu 23 mei 2010 22:24wib
86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993 PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN DAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENIMBANG : a. bahwa sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya. b. bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka penguasaan sungai Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang menyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai
xvii
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguaasaan Sungai dan Bekas Sungai.
MENGINGAT : 1. Undang-undang Nomor. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Organisasi Departemen; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi Departemen; 6. Keputusan Presiden RI Nomor 64/M/1988 tentang Kabinet Pembangunan V; 7. Keputusan Presiden RINomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 8. Peraturan Menteri P.U Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai; 9. Peraturan Menteri P.U Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan atas Air dan atau Sumber Air;
xviii
10. Peraturan Menteri P.U Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air atau Sumber Air.
MEMUTUSKAN: MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI.
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum; 2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I/Daerah Khusus/Daerah Istimewa; 4. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I/Kepala Daerah Khusus/Kepala Daerah Istimewa;
xix
5. Pejabatyang berwenang adalah Direktur Jenderal Pengairan atas nama Menteri atau Gubenur Kepala Daerah; 6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum pada Propinsi yang bersangkutan; 7. Dinas adalah Pekerjaan Umum Propinsi Daerah Tingkat I atau Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi di Daerah Tingkat I; 8. Badan Hukum tertentu adalah Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 Undang-undang No. 11 Tahun 1974, yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara dibawah pembinaan Menteri PU, dan mempunyai tugas pokok mengembangkan dan mengusahakan air dan atau sumber air untuk digunakan bagi kesejahteraan masyarakat dengan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup; 9. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kana dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan; 10. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai; 11. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai; 12. Daerah sempadan danau/waduk adalah sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk;
xx
13. Daerah manfaat sungai adalha mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah dibebaskan; 14. Daerah penguasaan sungai adalh dataran banjir, daerah retensi; bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan; 15. Bekas sungai adalah sungai yang tidak berfungsi lagi; 16. Tepi sungai adalha batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini; 17. Kawasan perkotaan adalah Wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebgai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan social dan kegiatan ekonomi; 18. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai; 19. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Bagian Kedua Lingkup Pengaturan Pasal 2 Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri dari: a. Penetapan garis sempadan sungai termasuk danai dan waduk;
xxi
b. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai; c. Pemanfaatan lahan pada daerah penguasaan sungai; d. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai.
BAB II GARIS SEMPADAN SUNGAI Bagian Pertama Maksud dan Tujuan Pasal 3 1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termsuk danau dan awaduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. 2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan: a.
Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya;
b.
Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjada fungsi sungai;
c.
Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
xxii
Bagian Kedua Tata Cara Penetapan Pasal 4 1) Penetapan garis sempadan sungai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Menteri batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal;
b.
Untuk sungai- sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah berdasarkan usulan dari Dinas;
c.
Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetaplan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu yang bersangkutan.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a.
Melakukan survei;
b.
Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan sungai yang bersangkutan, dari hasilsurvei sebagaimana dimaksud dalam butir bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya;
c.
Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10.
xxiii
3) Garis sempadan sungai telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. 4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun. Bagian Ketiga Kriteria Pasal 5 Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari: a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan; b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan; c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan; d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
Pasal 6 1) Garis sempadan sungai bertanggul di tetapkan sebagai berikut: a.
Garis sempadan sungai bertanggunl di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
b.
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar, dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.
xxiv
3) Kegiatan lahan yang berstatus Negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksudn dalam ayat (2) harus dibebaskan.
Pasal 7 1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luas kawasan perkotaan diperkotaan didasarkan pada kriteria: a.
Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus)Km2 atau lebih;
b.
Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kuran dari 500 (lima ratus) Km2.
2) Penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan. 3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus)m, sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Pasal 8 Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggunl di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria:
xxv
a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)meter, garis sempadan ditetaplan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. c. Sungai yang mempunyao kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan sungai sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.
Pasal 9 1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai sertai bangunan sungai. 2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka segaka perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan.
Pasal 10 Penetapan garis sempadan danau, waduk, mata air, dan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut mengikuti kriteria yang telah ditetapkan dalam Keputusan RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, sebagai berikut:
xxvi
a. Untuk danau dan waduk, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. b. Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 (dura ratus) meter di sekitar mata air. c. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan berfungsi sebagai jalur hijau.
Bagian Keempat Pemanfaatan Daerah Sempadan Pasal 11 1) Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut: a.
Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diizinkan;
b.
Untuk kegiatan niaga, penggalian, dan penimbunan;
c.
Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan;
d.
Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum;
e.
Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api;
xxvii
f.
Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan lemasyarakatan yang tidal menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai;
g.
Untuk pembangunan prasarana lalu lintak air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta memenuhi syart-syarat yang ditentukan. 3) Pejabatyang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melalui pembebasan tanah.
Pasal 12 Pada daerah sempadan dilarang: a. Membuang sampah, limbah padat atau cair; b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.
xxviii
BAB III DAERAH MANFAAT SUNGAI Bagian Pertama Umum Pasal 13 1) Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan sungai dilaksanakan oleh Direktur Jenderal,
Pemerintah
Daerah,
dan
Badan
Hukum
tertentu,
sesuai
denganwewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap wilayah sungai yang bersangkutan. 2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan inventarisasi yang mencakup: a. Mata air, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, dan debit air; b. Palung sungai, memuat informasi antara lain mengenai nama, lokasi, panjang, dan kapasitas; c. Daerah sempadan yang dibebaskan, memuat informasi antara lain mengenai lokasi, luas, tahun pembebasan dan sumber dana. 3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Dinas dan Badan Hukum tertentu. 4) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaporkan sekurangkurangnya setiap 5 (lima) tahun kepada Direktur Jenderal.
xxix
Bagian Kedua Pemanfaatan Pasal 14 1) Maysarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan;
b.
harus dengan izin pejabat yang berwenang;
c. mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12; d.
tidak menganggu upaya pembinaan sungai.
2) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang pembinaannya menjadi kewenangan Menteri, diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Meneti dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah yang terkait. 3) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah, diberikan oleh Gubenur Kepala Daerah dengan rekomendasi teknis dari Dinas setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Wilayah; 4) Izin pemanfaatan lahan di daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu dilengkapi dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu, dan izin diberikan oleh: -
Gubernur Kepala Daerah dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada satu Propinsi;
xxx
-
Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada lebih dari stu Propinsi.
5) Masyrakat yang memanfaatkan lahan di daerah manfaat sungai, dapat dikenakan kontribusi dlam rangka pemeliharaan daerah manfaat sungai, yang dapat berupa uang dan tenaga.
BAB IV DAERAH PENGUASAAN SUNGAI Bagian Pertama Umum Pasal 15 1) Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat yang berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal mungkin bagi keselamatan umum. 2) Batas daerah penguasaan sungai yang berupa daerah retensi ditetapkan 100 (seratus) meter dari evelasi banjir rencana di sekeliling daerah genangan, sedangkan yang berupa dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana sekurang-kurangnya periode ulang 50 (lima puluh) tahunan. 3) Pejabat yang berwenang mengatur rencana peruntukan daerah penguasaan sungai dengan memperhatikan kepentingan instasi lain yang bersangkuta.
xxxi
Bagian kedua Pemanfaatan Pasal 16 1) Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah penguasaan sungai untuk kegiatan/keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 ayat (3). 2) Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah sempadan, diberikan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). 3) Izin pemanfaatan lahan di daerah pengusaan sungai yang berada di luar daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V BEKAS SUNGAI Pasal 17 1) Lahan bekas sungai merupakan inventaris kekayaan milik negara yang berada di bawah pembinaan Direktur Jenderal atas nama Menteri. 2) Pemanfaatan lahan bekas sungai diprioritaskan untuk: a.
Mengganti lahan yang terkena alur sungai baru;
b.
Keperluan pembangunan prasarana pengairan;
c.
Keperluan pembangunan lainnya, dengan cara tukar bangun;
d.
Keperluan budidaya dengan syarat tertentu
xxxii
3) Permohonan pemanfaatan lahan bekas sungai diajukan kepada Direktur Jenderal. 4) Direktorat Jenderal melakukan inventarisasi lahan bekas sungai dan mengadakan pemuktahiran data inventarisasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan ini dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing 2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada: a. Direktur Jenderal untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Menteri atau Badan Hukum tertentu. b. Dinas, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenganan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu. 3) Pengusutan ata pelanggaran ketentuan di dalam Peraturan ini dapat dilakukan oleh: a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipoil (PPNS), atau b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan kepada pihak kepolisian.
xxxiii
Pasal 19 1) Masyarakat wajib menaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah sempadan, daerah manfaatkan sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. 2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan pengamanan baik fungsi maupun fisik sungai.
BAB VII SANKSI Pasal 20 Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2), Pasal 12, Pasal 14 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 19 Peraturan ini dapat dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Sanksi pidana sebagaimana ditetabpkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang Sungai, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Sanksi administrative sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
xxxiv
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 21 1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru. 2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan, daerah manfaat sunngai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya daerah sempadan segera menyesuaikan BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan ditetapkan dengan keputusan tersendiri. 3) Peraturan Menteri ini disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan atau dilaksanakan. DITETAPKAN
: JAKARTA
PADA TANGGAL : 27 Februari 1993 MENTERI PERKERJAAN UMUM ttd RADINAL MOOCHTAR
xxxv