ANALISIS KONSUMSI PANGAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA
AGUNG ANGGORO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Provinsi DKI Jakartaadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalamDaftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Agung Anggoro NIM I14124003
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK AGUNG ANGGORO. Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan penduduk DKI Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.Sampel yang digunakan adalah data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010dengan jumlah sampel sebanyak 1626rumah tangga dengan 4964 anggota rumah tangga.Data konsumsi pangan pangan diperoleh dari contoh dengan menggunakan food recall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ± 711.48 kkal/kap/hari dan rata-rata konsumsi protein rumah tangga 50.82 ± 27.1 g/kap/hari. Tingkat konsumsi energi (TKE) sebagian besar rumah tangga masuk ke dalam kategori defisit tingkat berat (53.1%), tingkat konsumsi protein (TKP) sebagian besar rumah tangga masuk kategori normal dan lebih (47.2%) dan skor pola pangan harapan (PPH) sebesar 76.6. Hasil uji Spearman menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (P>0.05) antara pendidikan ibu, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga. Kata kunci : konsumsi pangan,rumah tangga,tingkat konsumsi energi (TKE), tingkat konsumsi protein (TKP)
ABSTRACT AGUNG ANGGORO. Analysis Food Consumption Population Province DKI Jakarta.Supervised by YAYUK FARIDA BALIWATI. This study was aimed to assess food consumption of people in DKI Jakarta. The design of this study was cross sectional study. The study which is conduted from analyzing food consumption data of Basic Health Research 2010 collected by a 24-hour recall method. Subject obtained from1626 households with 4964 household members.The result showed that energy consumption average of households stood at 1500 ± 711.48 kkal/cap/day and protein consumption average of households stoodat 50.82 ± 27.1 g/cap/day.Almost all (53.1%) energyadequacy level (TKE) households stood atextreemly leveldeficit category,proteinadequacylevel (TKP) households stood at normal category (47.2%) and desirable dietary pattern (PPH) stood at76.6. Spearman test resultshowed there wasno significant correlation(P>0.05) between maternal education level, number of household memberand food expenditure to householdsTKE and TKP. Keywords : food consumption, household, energy adequacy level (TKE),protein adequacy level (TKP)
ANALISIS KONSUMSI PANGAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA
AGUNG ANGGORO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi :Analisis KonsumsiPanganPendudukProvinsi DKIJakarta Nama :Agung Anggoro NIM :I14124003
Disetujui oleh
Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
DrRimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah konsumsi pangan wilayah, dengan judul Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Propinsi DKI Jakarta. Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuDrIrYayukF Baliwati,MS selaku pembimbing, serta Bapak ProfDrIrAli Khomsan,MSselaku penguji yang telah banyak memberi saran. Penghargaan dan terima kasihpenulis sampaikan kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani proses tugas belajar pada program sarjana gizi masyarakat Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada M.Yulianto yang telah membantu proses pegolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, istri dan anak-anakku, kakak dan adiktercinta, civitas akademika Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor serta seluruh teman-temanmahasiswa gizi alih jenis angkatan 6 dan teman-teman mahasiswa gizi reguler atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015 Agung Anggoro
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Tujuan Umum
2
Hipotesis Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
5
Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
12 13
Karakteristik Sosial
15
Analisis Konsumsi Pangan
15
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan TKE&TKP Rumah Tangga 20 SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Sumber dan cara pengumpulan data Riskesdas 2010 Kategori variabel penelitian Karakteristik Rumah tangga Sebaran anggota rumah tangga (ART) berdasarkan umur dan jenis kelamin 5. Sebaran tingkat kecukupan energi (TKE) anggota rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin 6. Sebaran tingkat kecukupan protein (TKP) anggota rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin 7. Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga 8. Pola konsumsi pangan pendudukPropinsi DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 9. Kecenderungan prevalensi status gizi balita dan penyakit di Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdas tahun 2007,2010 dan 2013 10. Hubungan karakteristik keluarga dengan TKE dan TKP rumah tangga
6 11 13 15 16 17 18 19 20 20
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta Alur pengambilan sampel di Provinsi DKI Jakarta
4 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) tahun 2004 2 Hasil uji korelasi antara pendidikan ibu rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga 3 Hasil uji korelasi anttara besar keluarga dengan TKE dan TKP rumah tangga 4 Hasil uji korelasi antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga
25 26 26 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak azasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sebagaimana dinyatakan dalam UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan. Oleh karena itu peranan pangan dan gizi dapat dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembanguna serta dijadikan indikator atas keberhasilan pembangunan. Sumber daya manusia berkualitas yang ditandai dengan hidup sehat, aktif dan produktif berkelanjutan, dapat diperoleh dengan cara memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Dalam ukuran energi dan protein masingmasing dibutuhkan 2000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kapita/hari (WNPG 2004). Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia. Asupan zat gizi tersebut diperoleh dengan mengonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai jenis kelompok pangan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Konsumsi pangan yang beragam dapat memberikan asupan zat gizi yang seimbang karena konsumsi pangan yang beragam dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi diantara jenis makanan yang dikonsumsi(Hardinsyah et al.2002). Keberagaman(diversifikasi) konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dapat ditunjukkan melaluiskor Pola Pangan Harapan (PPH). PPH adalah jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. PPH tidak hanya memenuhi kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas, dan kemampuan daya beli (Hardinsyah et al. 2001). Berdasarkan data Susenas BPS yang diolah oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Maret 2013, pola konsumsi pangan secara nasional jauh dari beragam, ditandai dengan skor PPH Nasional tahun 2009-2012 mengalami fluktuasi namun cenderung menurun. Skor PPH tahun 2009 sebesar 75.7 masih rendah dari skor ideal (100), terus mengalami fluktuasi hingga mencapai 75.4 di tahun 2012. Begitu pula dengan konsumsi energi nasional tahun 2009 sebesar 1927 kkal/kap/hari, terus mengalami fluktuasi hingga menjadi 1852 kkal/kap/hari di tahun 2012 masih rendah dari konsumsi energi ideal (2000 kkal/kap/hari) yang direkomendasikan oleh Widya Karya Pangan dan Gizi (WNPG) 2004. Hal yang sama terjadi di Propinsi DKI Jakarta, skor PPH tahun 2009 sebesar 82.9 terus mengalami fluktuasi hingga mencapai 81.2 di tahun 2012. Konsumsi energi di Propinsi DKI Jakarta tahun 2009 sebesar 1896 kkal/kap/hari, terus mengalami fluktuasi hingga menjadi 1871 kkal/kap/hari di tahun 2012.
2 Menurut Widyanto (2007) jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah jumlah anggota rumah tangga dan pengeluaran perkapita (Tanziha et al. 2010).Menurut Hamidet al (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga baik kuantitas dan kualitasnya adalah pendidikan ibu rumah tangga. Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting keragaman konsumsi pangan yaitu, daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan. Hasil analisis Asmaret al (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diversifikasi pangan berdasarkan PPH secara signifikan adalah pendidikan ibu rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga. Ada dua variabel yang juga memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH yaitu pendidikan kepala rumhtangga dan pendapatan (Cahyani 2008). Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dan daerah melalui perhitungan Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) dan skor PPH selama ini hanya menggunakan data konsumsi rumah tangga Susenas (BPS), penggunaan data sekunder lain seperti data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) untuk menilai konsumsi pangan rumah tangga dan daerah masih jarang dilakukan, karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui konsumsi pangan rumah tanggadan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menganalis konsumsi pangandan faktor-faktor yang mempengaruhinya, khususnya di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola konsumsi pangan di DKI Jakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi pangan di DKI Jakarta? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinyadi DKI Jakarta Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga (tingkat pendidikan, pengeluaran rumah tangga dan besar keluarga). 2. Menganalisis konsumsi pangan rumah tangga di DKI Jakarta. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsumsi pangan rumah tangga. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsumsi pangan rumah tangga.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta mengenai pola konsumsi penduduk pada tahun 2010 dan untuk mengevaluasi kualitas konsumsi pangan penduduk sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH).
KERANGKA PEMIKIRAN Pola konsumsi khususnya konsumsi pangan rumah tangga merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan produktivitas rumah tangga. Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Dalam ukuran energi dan protein masing-masing dibutuhkan 2000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kap/hari (WNPG 2004). Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia. Salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah jumlah konsumsi energi atau konsumsi protein. Di Indonesia metode yang digunakan dalam menilai intake untuk kelompok orang/populasi adalah membandingkan intake zat gizi dari kelompok orang/populasi dengan intake zat gizi yang dianjurkan atau dikenal dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG merupakan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan semua umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bila jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan AKG, akan menghasilkan suatu nilai yang disebut tingkat konsumsi pangan dan dinyatakan dalam persen. Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 menganjurkan angka kecukupan konsumsi rata-rata penduduk Indonesia adalah 2000 kkal/orang/hari untuk energi dan 52 g untuk protein. Pola Pangan Harapan (PPH) digunakan untuk mengukur keanekaragaman konsumsi pangan secara kuantitas dan kualitas..Keberagaman (diversifikasi) konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dapat ditunjukkan melalui skor PPH. PPH adalah jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. PPH tidak hanya memenuhi kecukupan gizi, akan tetapi sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung oleh cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas, dan kemampuan daya beli. Pendekatan PPH dapat digunakan untuk menilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangannya (dietary score).Situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya ditunjukkan dengan semakin tingginya skor mutu pangan (Hardinsyah et al. 2001). Skor Pola Pangan Harapan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor internal (individual) seperti pendapatan, preferensi, budaya dan religi serta pengetahuan gizi, maupun faktor eksternal seperti agro-ekologi, produksi, ketersediaan dan distribusi (Suryana 2008).
4 Menurut Widyanto (2007) jumlah anggota keluarga mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah jumlah anggota rumah tangga (Tanziha et al. 2010). Jumlah anggota rumah tangga merupakan faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga (Suyastri 2008). Menurut analisis Asmaraet al. (2009) menunjukkan jumlah anggota rumah tangga berkorelasi negatif dengan skor PPH yang memiliki makna semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah skor PPH.Hasil analisis Widyanto (2007) menyatakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap Tingkat Kecukupan Energi (TKE) adalah pengeluran perkapita (Tanziha et al. 2010). Salah satu faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga (Suyastri 2008). Menurut Cahyani (2008) pendapatan rumah tangga merupakan salah satu variabel yang memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH. Menurut Hamidet al (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga baik kuantitas dan kualitasnya adalah pendidikan ibu rumah tangga. Hasil analisis Cahyani (2008) pendidikan kepala rumah tangga merupakan salah satu variabel yang memberikan pengaruh dominan terhadap skor PPH. Menurut Asmara et al (2009) pendidikan ibu rumah tangga berpengaruh positif terhadap skor PPH. Bagan kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta ditampilkan dalam Gambar 1. Karakteristik rumah tangga Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah anggota keluarga Pengeluaran rumah tangga
Karakteristik individu Usia Jenis kelamin BB
Konsumsi Pangan
Faktor eksternal Produksi pangan Ketersediaan pangan Distribusi pangan
Gambar1Kerangka pemikiran analisis konsumsi pangan di Provinsi DKI Jakarta Keterangan : variabel yang diteliti : hubungan yang dianalisis : hubungan yang tidak dianalisis :variabel yang tidak diteliti
5
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Data yang diolah pada penelitian ini merupakan data sekunder dari hasil penelitian Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang menggunakan desain cross sectional study dan dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan. Data Riskesdas 2010 dikumpulkan oleh tenaga terlatih dengan kualifikasi minimal tamat D3 kesehatan di beberapa daerah sejak bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus 2010. Penelitian ini meliputi proses pengolahan, analisis, dan interpretasi yang dilakukan pada bulan September 2014-Desember 2014 di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Jawa Barat. Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang digunakan dalam Riskesdas 2010. Pemilihan sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam Riskesdas 2010 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan two stage sampling, yaitu pemilihan sampel dengan dua tahap. Populasi dalam Riskesdas 2010 merupakan seluruh rumah tangga yang mewakili 33 provinsi yang tersebar di 441 kabupaten/kota dari total 497 kabupaten/kota di Indonesia. Blok Sensus (BS) yang dipilih dari setiap kabupaten/kota yang termasuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota dilakukan sepenuhnya oleh BPS dengan memperhatikan status ekonomi dan rasio perkotaan/perdesaan. Pemilihan blok sensus tersebut proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sebanyak 2800 blok sensus dipilih untuk kesehatan masyarakat dengan 70000 rumah tangga. Sebanyak 2798 blok sensus (99.9%) berhasil dikunjungi oleh tim Riskesdas 2010. Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi yaitu sampel rumah tangga di propinsi DKI Jakarta. Total sampel dalam penelitian ini adalah 111 blok sensus yang terdiri dari 2682 rumah tangga dan 9040 anggota rumah tangga.Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalahrumah tangga dengan data anggota rumah tangga lengkap dengan kondisi sehat, dan konsumsi harian normal. Selanjutnya dilakukan proses cleaning data terhadap anggota rumah tangga dengan data berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan yang tidak lengkap, individu yang memiliki Z-Skor TB/U <-6, TB/U >6, BB/U <-6, BB/U >5, BB/TB <-5 dan BB/TB >5 (WHO 2007 dan Prasetyo 2013). Cleaning juga dilakukan pada individu dengan BMI <13 dan BMI >40, serta individu dengan konsumsi<20% AKG dan >400% AKG (Anwar 2014).Selanjutnya cleaning dilakukan terhadap rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang tidak lengkap, tidak ada data kepala keluarga (KK) dan tidak ada data ibu rumah tangga. Setelah melalui proses cleaning, diperoleh sampel yang mewakili populasi DKI Jakarta sebanyak 1626rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga 4964orang. Alur pengambilan sampel Propinsi DKI Jakarta tersaji pada gambar 2.
6 Jumlah rumah tangga : 2682
Pengolahan dantangga Analisis Data Jumlah anggota rumah : 9040 orang Cleaning data : - data berat badan, tinggi badan, dan konsumsi pangan anggota rumah tanggayang tidak lengkap - kondisi anggota rumah tangga saat wawancara (diet, puasa, sakit, hajatan) - Jumlah anggota rumah tangga yang tidak sesuai - Tidak ada data kepala keluarga (KK) dan ibu rumah tangga Jumlah sampel :1626 rumah tangga (60,6% dari sampel awal) dengan 4964 anggota rumahtanggga
Gambar2Alur pengambilan sampel di Provinsi DKI Jakarta Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder yang diperoleh dalam bentuk electronic file berupa entry data dan hasil pengolahan Riskesdas 2010. Sumber dan cara pengumpulan data yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1Sumber dan cara pengumpulan data Riskesdas 2010 Data Sosial ekonomi rumah tangga
Konsumsi pangan individu dan rumah tangga
Peubah Karakteristik keluarga Daerah Nomor kode sampel Jumlah anggota keluarga Pendidikan Pekerjaan
Kuesioner Riskesdas (RKD10.RT) Blok I No 1 & 2 Blok I No 7 Blok II No 2 Blok IV No 8 Blok IV No 9
Karakteristik individu Jenis kelamin Umur Status hamil
Kuesioner Riskesdas (RKD10.RT) Blok IV No 4 Blok IV No 7 Blok IV No 10
Pengeluaran rumah tangga Makanan Non makanan
Kuesioner Riskesdas (RKD10.RT) Blok VII Blok VII
Konsumsipangan Jenis pangan
Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX
Jumlah pangan Antropometri Berat Badan Tinggi Badan
Sumber :Riskesdas 2010
Sumber data yang digunakan
Blok IX Kuesioner Riskesdas (RKD10.IND) Blok IX Blok IX
7 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel dan SPSS 16.0. Proses pengolahan data yang dilakukan adalah editing, cleaning, dan analisis. Proses cleaning dilakukan terhadap data berat badandan konsumsi yang tidak lengkap serta sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji normalitas, serta korelasiSpearman. Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah tangga Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data karakteristik keluarga yang dianalisis secara statistik deskriptif.Data tersebut meliputi tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga, pekerjaan dan tingkat pengeluaran rumah tangga.Pengelompokan pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga dibagi menjadi lima kategori, yaitu tidak sekolah, SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA dan perguruan tinggi.Pekerjaan kepala keluarga dikelompokkan menjadi lima kelompok,yaitu tidakbekerja,TNI/Polri/PNS/Pegawai,wiraswasta/layananjasa/dagang,petani/nelay an/buruh dan lainnya.Pengeluaran rumah tangga dinyatakan dalam pengeluaran (Rp/kap/bulan).
Penilaian Konsumsi Pangan Rumah tangga Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan jumlah zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Untuk dapat menilai konsumsi gizi keluarga maka data konsumsi pangan yang telah dikumpulkan dalam bentuk satuan gram harus dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi lain. Kandungan zat gizi pangan yang dikonsumsi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang dihitung berdasarkan jenis dan jumlah bahan pangan dalam gram/URT yang dikonsumsi sampel.Konsumsi pangan keluarga merupakan penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing anggota keluarga. Perhitungan kandungan zat gizi tersebut digunakan untuk menghitung tingkat kecukupan masing-masing zat gizi. Adapun langkah-langkah untuk menilai konsumsi pangan keluarga/rumah tangga adalah sebagai berikut : 1. Menghitung konsumsi pangan keluarga/rumah tangga berdasarkan hasil penjumlahan dari konsumsi pangan masing-masing anggota keluarga/rumah tangga.
=
dimana : KPK = konsumsi pangan i keluarga KPiI = konsumsi pangan i individu anggota keluarga
8 2. Menghitung konsumsi zat gizi keluarga/rumah tangga berrdasarkan data konsumsi pangan keluarga/rumah tangga yang telah dikonversi ke dalam energi dan protein. =
100
( ) 100
dimana : KG = kandungan zat gizi dari setiap bahan makanan/pangan B = Berat bahan makanan (gram) G = Kandungan zat gizi dari bahan makanan dalam 100 g BDD BDD = % bahan makanan yang dapat dimakan 3. Menghitung total konsumsi energi dan protein aktual keluarga.
=
dimana : KaGK = Konsumsi energi dan protein aktual keluarga KaGi = konsumsi energi dan protein aktual individu anggota keluarga 4. Menghitung angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan untuk masing-masing anggota keluarga setelah dikoreksi dengan berat badan (BB) standar menurut umur berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.
=
keterangan : AKGi = Angka kebutuhan energi dan protein yang dianjurkan BBa = Berat badan aktual (kg) selama dalam kisaran BB sehat/U BBs = Berat badan standar yang tercantum dalam AKG AKG = Angka kebutuhan energi dan protein yang tercantum dalam AKG 5. Menghitung angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan bagi keluarga/rumah tangga dengan menjumlahkan angka kecukupan energi dan protein masing-masing anggota keluarga/rumah tangga. =
keterangan : AKGK = angka kecukupan energi dan protein keluarga AKGi = angka kecukupan energydan protein individu anggota keluarga 6. Menghitung tingkat konsumsi zat gizi keluarga/rumah tangga dengan membandingkan antara konsumsi aktual keluarga/rumah tangga dengan angka kecukupan yang dianjurkan (AKG) untuk keluarga/rumah tangga. =
100%
9 keterangan : TKGK = Tingkat konsumsi zat gizi keluarga KaGk = konsumsi zat gizi aktual keluarga AKGK = angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk keluarga Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi keluarga dinyatakan dalam bentuk persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat dihitung menurut Departemen Kesehatan (1996) yaitu: (1) defisit tingkat berat (<70% kebutuhan), (2) defisit tingkat sedang (70-79% kebutuhan), (3) defisit tingkat ringan (80-89% kebutuhan), (4) normal (90-119% kebutuhan), dan (5) kelebihan (≥120% kebutuhan). 7. Kuantitas konsumsi pangan dapat diukur melalui energi yang dikonsumsi melalui perhitungan % terhadap total kkal. Sedangkan secara kualitas, konsumsi pangan diukur melalui skor PPH, apabila skor PPH mencapai 100 maka dapat dikatakan keanekaragaman konsumsi pangan efektif, tetapi jika kurang dari 100 maka keanekaragaman konsumsi pangan masih belum efektif (Asmara et al. 2009). Data yang digunakan dalam perhitunganskor PPH adalah data jumlah konsumsi energi per kelompok pangan, yang selanjutnya berdasarkan hasil perkalian antara proporsi energi dari masing-masing kelompok pangan dengan masing-masing pembobotnya diperoleh skor PPH (BKP 2014). Perhitungan skor PPH setiap kelompok pangan diberi bobot berdasarkan pada fungsi pangan dalam triguna makanan yaitu zat tenaga (sumber karbohidrat), zat pembangun (sumber protein) dan zat pengatur (sumber vitamindan mineral). Ketiga fungsi zat gizi tersebut memiliki proporsi yang seimbang, masing-masing sebesar 33.3% (berasal dari 100% dibagi 3). Penetapan pembobotan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Kelompok pangan sumber karbohidrat (padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan gula) dengan total kontribusi energi (%AKG) sebesar 74%, menghasilkan bobot sebesar 0.5 (berasal dari 33.3% dibagi 74%). b. Kelompok pangan sumber protein (kacang-kacangan dan pangan hewani) dengan total kontribusi energi 17%, memperoleh bobot 2.0 (berasal dari 33.3% dibagi 17%). c. Kelompok pangan sumber vitamin dan mineral (buah dan sayur) dengan total kontribusi energi 6%, diberi bobot 5.0 (berasal dari 33.3% dibagi 6%) d. Kelompok pangan lainnya (aneka minuman dan bumbu) diberi bobot 0, dengan pertimbangan bahwa konsumsi minuman dan bumbu tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Langkah-langkah penilaian konsumsi pangan untuk menghitung skor PPH adalah sebagai berikut: a. Mengelompokkan jenis-jenis pangan yang dikonsumsi menjadi 9 kelompok pangan utama: (1) padi-padian (beras,jagung,gandum dan hasil olahannya); (2) Umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu dan hasil olahannya); (3) pangan hewani (ikan, daging, telur, susu dan hasil olahannya); (4) minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak jagung, minyak goreng/kelapa sawit dan
10
b. c. d. e.
f.
g.
h.
i.
j.
margarin); (5) buah dan biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari, mete, coklat); (6) kacang-kacangan (kedele,kacang tanah, kacang hijau,kacang merah dan kacang lainnya); (7) gula (gula pasir, gulamerah dan sirup); (8) sayuran dan buah (semua jenis sayuran dan buah); (9) lain-lain (minuman dan bumbu). Mengubah/mengkonversi jenis dan satuan berat pangan dalam suatu kelompok pangan yang sama. Misalnya tepung beras menjadi beras, satuan butir menjadi g. Menjumlahkan konsumsi pangan pada setiap kelompok pangan yang satuannya sudah sama. Menghitung sub total energi (kkal) dan menjumlahkan konsumsi energi pada setiap kelompok pangan. Menghitung total konsumsi energi aktual perkapita/hariseluruh kelompok pangan.
=
ℎ
Menghitung kontribusi (%) energi dari setiap kelompok pangan terhadap total konsumsi energi aktual (%) =
100%
Menghitung kontribusi (%) energi terhadap AKE (2000 kkal)
=
Menghitung Skor AKE. = %
(%
)
100%
Menghitung skor PPH pada setiap kelompok pangan dengan memperhatikan skor maksimum. Skor maksimum adalah batas maksimum setiap kelompok pangan yang memenuhi komposisi ideal. Penghiungan skor PPH masing-masing kelompok pangan dengan ketentuan sebagai berikut : - jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor maksimum - jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor AKE. Menjumlahkan skor PPH semua kelompok pangan. Hasil perhitungan tersebut disebut dengan skor konsumsi pangan aktual yang menunjukkan tingkat keragaman dan mutu konsumsi pangan.
11 Tabel 2Kategori variabel penelitian No
Variabel
1
Pendidikan kepalaKeluarga
2
3
4
5
Pendidikan ibu Rumah tangga
Pekerjaan kepala keluarga
Besar keluarga
Pengeluaran rumah tangga (Rp/kap/bulan)
6
Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga
7
Tingkat konsumsi energi (TKE) dan protein (TKP)
8
Skor PPH wilayah
Kategori Tidak tamat/tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs Tamat SMA/MA Tamat perguruan tinggi (PT) Tidak tamat/tamat SD/MI Tamat SLTP/MTs Tamat SMA/MA Tamat perguruan tinggi (PT) Tidak bekerja TNI/POLRI/PNS/ Pegawai wiraswasta/layanan jasa/dagang petani/nelayan/buruh Lainnya ≤ 4 anggota keluarga (kecil) 5 - 7 anggota keluarga (sedang) > 7 anggota keluarga (besar)
Rp. 338.783(tidak miskin) <60% (tahan pangan) ≥ 60% (rentan pangan)
Defisit tingkat berat : ≤70% AKG Defisit tingkat sedang : 70-80% AKG Defisit tingkat ringan : 80 – 89 % AKG Normal : 90 – 119% AKG Kelebihan : ≥120% AKG 0 – 100
Sumber Riskesdas (2010)
Riskesdas (2010)
Riskesdas (2010)
Sudiharto (2007)
BPS (2011) Manesa (2008)
Depkes (1996)
Hardinsyah (2001)
Datayang diperoleh dari hasil pengolahan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara statistic.Analisis statistik menggunakan uji normaldan uji korelasi Spearman.Hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah
12 tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tanggadengan tingkat konsumsi energi (TKE) rumah tangga dan tingkat konsumsi protein (TKP) rumah tangga dianalisis dengan menggunakan analisis statistik uji korelasi Spearman. Definisi Operasional Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Konsumsi pangan adalahsejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi individu/rumah tangga selama sehari atau 24 jam dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi, secara kuantitas dinilai dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP), secara kualitas dinilai dengan skor Pola Pangan Harapan(PPH). Pangan adalahsegala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yangdiolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanandan minuman bagi konsumsi manusia dan memberikan kontribusi energi dan zat gizi bagi tubuh. Pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran konsumsi/belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan dalam waktu tertentu yang dinilai dengan uang dalam satuan Rp/kapita/bulan, kemudian dikategorikan menjadi dua yaitu miskin jika dibawah garis kemiskinan dan tidak miskin jika di atas garis kemiskinan. Pengeluaran pangan rumah tangga adalah pengeluaran konsumsi/belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam waktu tertentu yang dinilai dengan uang dalam satuan Rp/kapita/bulan Proporsi pengeluaran pangan adalah persentase pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga terhadap total pengeluaran rumah tangga, kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu tahan pangan jika <60% dan rentan jika di atas ≥60%. Skorpola pangan harapan adalahnilai yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang beragam,bergizi seimbang dan aman, yang dihitung berdasarkan metodePPH. Tingkat konsumsi energi adalah kecukupan konsumsi energiyang dinyatakan sebagai ratio antara konsumsi energi rumah tangga dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dinyatakan dalam persen. Tingkat konsumsi protein adalah kecukupan konsumsi protein yang dinyatakan sebagai ratio antara konsumsi protein rumah tangga dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dinyatakan dalam persen. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan menurut jenjang pendidikan yang telah ditempuh, melalui pendidikan formal di sekolah, berjenjang dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi, yaitu dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik rumah tanggameliputi tingkat pendidikan kepala keluarga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, pekerjaan kepala keluarga, pekerjaan ibu rumah tangga, besar keluarga, pengeluaran rumah tangga dan proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga. Karakteristik sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 3 berikut : Tabel 3Karakteristik rumah tangga Variabel Tingkat pendidikan KK Tidak pernah sekolah Tidak tamat/tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Perguruan Tinggi Total Tingkat pendidikan ibu Tidak pernah sekolah Tidak tamat/tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Perguruan Tinggi Total Pekerjaan KK Tidak bekerja TNI/Polri/PNS/Pegawai Wiraswasta/layan jasa/dagang Petani/nelayan/buruh Lainnya Total Pekerjaan iburumah tangga Tidak bekerja TNI/Polri/PNS/Pegawai Wiraswasta/layan jasa/dagang Petani/nelayan/buruh Lainnya Total Besar keluarga ≤ 4 anggota keluarga (kecil) 5 – 7 anggota keluarga (sedang) > 7 anggota keluarga (besar) Total Pengeluaran rumah tangga (Rp/kap/bln) Pengeluaran pangan Pengeluaran non pangan Pengeluaran total Pengeluaran rumah tangga (Rp/kap/bln) < Rp. 338.783.-/kap/bln (miskin) >Rp. 338.783.- (tidak miskin) Total Proporsi pengeluaran pangan < 60% (tahan pangan) ≥ 60% (rentan pangan) Total
n
%
25 339 315 691 256 1626
1.5 20.9 19.4 42.5 15.7 100.0
37 452 348 575 214 1626
2.3 27.8 21.4 35.4 13.2 100.0
100 389 755 280 104 1626
6.2 23.9 46.4 17.2 6.3 100.0
996 148 258 68 156 1626
61.2 9.1 15.9 4.2 9.6 100.0
1436 173 17 1626
88.3 10.6 1.1 100.0
587 396 945 226 1 532 623
38.3 61.7 100.0
47 1579 1626
2.9 97.1 100.0
1254 372 1626
77.1 22.9 100.0
14 Berdasarkan Tabel 3, sebagian besar (42.5%) tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) adalah tamat SLTA, begitu pula tingkat pendidikan ibu rumah tangga sebagian besar (35.4%) adalah tamat SLTA, namun masih terdapat 20.9% kepala keluarga dan 27.8% ibu rumah tangga yang tidak tamat / tamat SD. DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 juga menampilkan data yang hampir sama bahwa sebagian besar tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta (41.7%) adalah tamat SLTA dan 20.1% tidak tamat / tamat SD. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan. Latar belakang pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, terutama dalam pemilihan makanan sehari-hari yang berperan penting dalam menentukan status gizi balita dan keluarga (Damanik et al. 2010). Sebagian besar pekerjaan kepala keluarga adalah wiraswasta yaitu 46.4% namun masih terdapat 6.2% kepala keluarga yang tidak berkerja, sedangkan untuk ibu rumah tangga terdapat 15.9% berprofesi sebagai wiraswasta namun sebagian besar (61.2%) tidak bekerja. Jumlah yang hampir sama terdapat pada DKI dalam angka tahun 2011 yaitu sebesar 34.9% pekerjaan penduduk adalah wiraswasta. Jenis pekerjaan yang dilakukan akan mempengaruhi besar pendapatan yang diterima individu. Sebagian besar rumah tangga contoh (88.3%) termasuk keluarga kecil, hanya 1.0% yang termasuk keluarga besar. Data ini sesuai dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga di DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 sebesar 3.93 atau ≤ 4 orang. Menurut Hartog et al (1995) dalam Tanziha dan Herdiana (2009) besar keluarga mempengaruhi kebiasan makan dan gizi rumah tangga. Pengeluaran rata-rata rumah tangga perkapita perbulan adalah sebesar Rp 1532623, dimana pengeluaran rata-rata untuk pangan adalah sebesar Rp 587 396 atau 38.3% dari total pengeluaran dan pengeluaran rata-rata untuk non pangan Rp 945 226atau 61.7% dari total pengeluaran. Data ini lebih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran rata-rata perkapita per bulan DKI Jakarta dalam angka 2011 yang sebesar Rp 1047996dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 37.52% dan proporsi pengeluaran non pangan sebesar 62.48%. Pengeluaran rata-rata rumah tangga perkapita perbulan yang diperoleh juga masih lebih besar dari upah minimum propinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2010 yang sebesar Rp 1 118 009. Berdasarkan garis kemiskinan yang terdapat pada DKI Jakarta dalam angka 2011 yaitu sebesar Rp 338783/kapita/bulan, sebagian besar rumah tangga contoh (97.0%) termasuk keluarga tidak miskin, hanya 3.0% sisanya yang termasuk keluarga miskin, lebih kecil jika dibandingkan dengan data persentase penduduk miskin yang terdapat di DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 yaitu sebesar 4.04%. Berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumatangga, sebagian besar rumah tangga contoh (77%) memiliki proporsi pengeluaran pangan <60% sehingga termasuk dalam rumah tangga dengan kategori “tahan pangan”, hal ini sejalan dengan data pengeluaran rata-rata/kapita/bulan menurut kelompok barang yang terdapat di DKI Jakarta dalam angka tahun 2011, dimana pengeluaran ratarata/kapita/bulan penduduk untuk kelompok makanan adalah sebesar 37.52% atau <60%. Kerentanan suatu rumah tangga terhadap akses pangan tercermin dalam proporsi pengeluaran untuk membeli makanan.Rumah tangga disebut memiliki keterjangkauan pangan yang baik apabila pendapatan perkapitanya berada di atas
15 garis kemiskinan dan proporsi pengeluaran pangannya kurang dari 60% pengeluaran riil (Manesa 2008). Tabel 4Sebaran anggota rumah tangga (ART) berdasarkan umur dan jenis kelamin Variabel Umur 0-5 tahun (balita) 6-12 tahun (usia sekolah) 13-15 tahun (pra remaja) 16-18 tahun (remaja) 19-55 tahun (dewasa) ≥ 56 tahun (lansia) Total
Laki-laki N % 39 0.7 108 2.2 87 1.8 135 2.7 1831 36.9 302 6.1 2502 50.4
Perempuan n % 53 1,2 89 1.7 92 1.8 132 2.7 1886 38.0 210 4.2 2462 49.6
TotalART n % 92 1.9 197 3.9 179 3.6 267 5.4 3717 74.9 512 10.3 4964 100.0
Berdasarkan Tabel 4, persentase anggota rumah tangga menurut jenis kelamin hampir seimbang yaitu 50.4% laki-laki dan 49.6% perempuan, komposisi ini tidak jauh berbeda dengan data penduduk DKI Jakarta dalam angka tahun 2011 yaitu 50.7% laki-laki dan 49.3% perempuan. Sebagian besar anggota rumah tangga (74.9%) berusia dewasa yaitu pada kelompok umur 19-55 tahun, hal ini tidak jauh berbeda dengan data penduduk DKI Jakarta dalam angka tahun 2011, dimana kelompok usia dewasa merupakan kelompok yang dominan yaitu sebesar 67.7%. Analisis Konsumsi Pangan Dari sisi norma gizi terdapat standar minimum jumlah makanan yang dibutuhkan seorang individu agar dapat hidup sehat dan aktif beraktivitas. Salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah jumlah konsumsi energi atau konsumsi protein.Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan jumlah zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).Sebaran tingkat kecukupan energi individu atau anggota rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, jumlah anggota rumah tangga dengan tingkat konsumsi energi normal dan lebih adalah sebesar 23.2%, namun sebagian besar (57.5%) anggota rumah tangga tingkat konsumsi energinya dibawah kebutuhan minimal atau ≤ 70 % AKG, dimana kontribusi terbesar pada kelompok umur 1955 tahun yaitu sebesar 42.3% yang terdiri dari 23.1% pada laki-laki dan 19.2% pada perempuan. Hasil riskesdas 2010 melaporkan bahwa penduduk DKI Jakarta yang konsumsinya dibawah kebutuhan minimal atau yang ≤70% AKG adalah sebesar 39.9% , yang kontribusi terbesarnya terdapat pada kelompok umur 16-18 tahun sebesar 53.3%, dan kelompok umur 19-55 tahun sebesar 42.3% . Hasil analisis Anwar dan Hardinsyah (2014), menyatakan bahwa median pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi pada kelompok umur 19-49 tahun (dewasa) secara nasional adalah sebesar 69.1% yang mencakup 65.6% dari sampel penelitian. Hasil analisis Prasetyo et al (2013), menyatakan rata-rata kecukupan energi anak usia 2-6 tahun secara nasional sebesar 84.4%, dan hasil analisis Pertiwiet al(2014)
16 menyatakan bahwa rata-rata kecukupan energi anak usia 7-12 tahun secara nasional adalah sebesar 69.5 %. Tabel 5Sebaran tingkat kecukupan energi (TKE) anggota rumah tangga menurut umurdan jenis kelamin TKE Umur
≤70%
70-80%
80-89%
90-119%
≥120 %
TOTAL
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
tahun
8
0.2
6
0.1
1
0.0
4
0.1
20
0.4
39
0.8
6-12 tahun
53
1.1
11
0.2
9
0.2
22
0.4
13
0.3
108
2.2
13-15 tahun
69
1.4
3
0.1
5
0.1
6
0.1
4
0.1
87
1.8
Laki-laki 0-5
16-18 tahun
97
2.0
13
0.3
9
0.2
10
0.2
6
0.1
135
2.7
19-55 tahun
1146
23.1
219
4.4
135
2.7
229
4.6
102
2.1
1831
36.9
≥ 56 tahun
215
4.3
27
0.5
21
0.4
27
0.5
12
0.2
302
6.1
Sub total 1
1588
32.0
279
5.6
180
3.6
298
6.0
157
3.2
2502
50.4
Perempuan 0-5
tahun
16
0.3
3
0.1
7
0.1
10
0.2
17
0.3
53
1.1
6-12 tahun
49
1.0
11
0.2
3
0.1
14
0.3
12
0.2
89
1.8
13-15 tahun
62
1.2
11
0.2
7
0.1
6
0.1
6
0.1
92
1.9
16-18 tahun
90
1.8
11
0.2
13
0.3
10
0.2
8
0.2
132
2.7
19-55 tahun
951
19.2
233
4.7
159
3.2
357
7.2
186
3.7
1886
38.0
≥ 56 tahun
98
2.0
29
0.6
17
0.3
44
0.9
22
0.4
210
4.2
Sub total 2
1266
25.5
298
6.0
206
4.1
441
8.9
251
5.1
2462
49.6
TOTAL
2854
57.5
577
11.6
386
7.8
739
14.9
408
8.2
4964
100.0
Berdasarkan tabel 6, sebagian besar (43.4%) anggotarumah tangga tingkat konsumsi proteinnya normal dan lebih. Hasil analisis Anwar dan Hardinsyah (2014), menyatakan bahwa rata-rata pemenuhan kebutuhan protein pada kelompok umur 19-49 tahun (dewasa) secara nasional adalah sebesar 50.1 g atau 96.3% AKG yang mencakup 88.2% dari sampel penelitian. Hasil analisis Prasetyo et al (2013), menyatakan rata-rata kecukupan energi anak usia 2-6 tahun secara nasional sebesar 140.1%, dan hasil analisis Pertiwi et al(2014) menyatakan bahwa rata-rata kecukupan protein anak usia 7-12 tahun secara nasional adalah sebesar 115.5 %. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan individu, menurut Hardinsyah (2007) keragaman konsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengetahuan gizi, daya beli pangan, waktu yang tersedia untuk pengolahan pangan dan tersedianya pangan lokal.Menurut Suryana (2008), konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor internal (individu) seperti pendapatan, preferensi, budaya dan religi serta pengetahuan gizi. Faktor eksternal sepertiproduksi,ketersediaan dan distribusi.Kekurangan konsumsi bagi seseorang dari standar minimum akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas dan produktivitas kerja. Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dalam
17 jumlah dan kualitas (terutama pada anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia. Tabel 6Sebaran tingkat kecukupan protein (TKP) anggota rumah tangga menurut umur dan jenis kelamin TKP Umur
≤70% n
%
70-80%
80-89%
90-119%
n
%
n
%
n
%
≥120 % n
%
TOTAL n
%
Laki-laki 0-5
tahun
1
0.02
1
0.02
1
0.02
9
0.18
27
0.54
39
0.8
6-12 tahun
29
0.58
9
0.18
6
0.12
19
0.38
45
0.91
108
2.2
13-15 tahun
42
0.85
10
0.20
9
0.18
13
0.26
13
0.26
87
1.8
16-18 tahun
64
1.29
20
0.40
11
0.22
23
0.46
17
0.34
135
2.7
19-55 tahun
723
14.56
228
4.59
164
3.30
380
7.66
336
6.77
1831
36.9
≥ 56 tahun
169
3.40
28
0.56
15
0.30
55
1.11
35
0.71
302
6.1
Sub total 1
1028
20.71
296
5.96
206
4.15
499
10.05
473
9.53
502
50.4
Perempuan 0-5
tahun
10
0.20
4
0.08
2
0.04
9
0.18
28
0.56
53
1.1
6-12 tahun
31
0.62
4
0.08
6
0.12
24
0.48
24
0.48
89
1.8
13-15 tahun
36
0.73
12
0.24
10
0.20
15
0.30
19
0.38
92
1.9
16-18 tahun
56
1.13
11
0.22
14
0.28
24
0.48
27
0.54
132
2.7
19-55 tahun
640
2.89
187
3.77
147
2.96
398
8.02
514
10.35
886
38.0
≥ 56 tahun
75
1.51
19
0.38
18
0.36
43
0.87
55
1.11
210
4.2
Sub total 2
848
7.08
237
4.77
197
3.97
513
10.33
667
3.44
2462
49.6
TOTAL
1876
37.8
533
10.7
403
8.1
1012
20.4
1140
23.0
4964
100.0
Hasil analisis konsumsi pangan rumah tangga seperti terlihat pada Tabel 7 yang merupakan Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga., rata-rata konsumsi energi rumah tangga hanya 1500 ± 711.48 kal/kap/hari atau hanya 75.0 ± 35.6 % dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan, sedangkan rata-rata konsumsi protein sebesar 50.82 ± 27.1 g/kap/hari atau 96.7 ± 52.1 % dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Anwar dan Hardinsyah (2014) bahwa dari data Riskesdas 2010 didapatkan rata-rata konsumsi energi untuk kelompok umur 19-49 tahun (dewasa) 1566.1 ± 153.6 kkal dan ratarata konsumsi protein 50.1 ± 6.8 g. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebagian besar rumah tangga (53.1%) termasuk dalam kategori defisit tingkat berat atau ≤ 70% angka kecukupan energi (AKE), hanya 19.9% yang termasuk kategori normal dan lebih. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga sebagian besar (47.2%) termasuk dalam kategori normal dan lebih, sedangkan 30.3% diantaranya masuk ke dalam kategori defisit tingkat berat. Data yang tidak jauh berbeda dengan laporan Riskesdastahun 2010 yang menyatakan bahwa 39.9% penduduk DKI Jakarta konsumsi energinya kurang dari 70% dan 30.7% penduduk DKI Jakarta konsumsi proteinnya kurang dari 80%. Data yang sama juga tersaji pada laporan Riskesdas 2007 yang menyatakan bahwa terdapat 63.9% rumah tangga di DKI Jakarta yang konsumsi energinya kurang dari rerata nasional (1735.5 kkal) dan terdapat 50.3% rumah tangga yang konsumsi proteinnya kurang dari rerata nasional (55.5 g).
18 Tabel 7Sebaran tingkat kecukupan gizi (TKG) rumah tangga Konsumsi energi (Kal/kap/hr) Rata-rata ± Sd Konsumsi protein (g/kap/hr) Rata-rata ± Sd Variabel Tingkat konsumsi energi (TKE) rumah tangga Defisit tingkat berat : ≤70% AKG Defisit tingkat sedang : 70-80% AKG Defisit tingkat ringan : 80 – 89 % AKG Normal : 90 – 119% AKG Kelebihan : ≥120% AKG Total Tingkat konsumsi protein (TKP) rumah tangga Defisit tingkat berat : ≤70% AKG Defisit tingkat sedang : 70-80% AKG Defisit tingkat ringan : 80 – 89 % AKG Normal : 90 – 119% AKG Kelebihan : ≥120% AKG Total
1500 ± 711,48kkal 50,82 ± 27,10 g n
%
863 253 186 239 85 1626
53.1 15.6 11.4 14.7 5.2 100.0
492 207 159 415 353 1626
30.3 12.7 9.8 25.5 21.7 100.0
Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan, yang juga merupakan indikator kualitas konsumsi pangan adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Menurut Hardinsyah (2002), dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan penduduk berdasarkan skor pangan (dietary score). Semakin tinggi skor mutu pangan, mengindikasikan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.Gambaran tentang pola konsumsi penduduk Propinsi DKI Jakarta tersaji pada tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, kuantitas konsumsi pangan penduduk DKI Jakarta termasuk defisit tingkat sedang yang ditandai dengan jumlah konsumsi energi sebesar 1500 kalori baru mencapai 76.4% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 2000 kalori. Kontribusi tertinggi terhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) didominasi dari kelompok pada-padian yaitu sebesar 42.1 %, dimana konsumsi beras masih mendominasi yaitu sebesar 165 g/kap/hari , disusul terigu dengan 62.1 g/kap/hari. Sebaliknya kontribusi kelompok umbi-umbian masih sangat rendah yaitu hanya 0.8%, konsumsi tertinggi terdiri dari konsumsi singkong 4.4 g/kap/hari dan sagu 3.7 g/kap/hari. Hal ini menandakan bahwa kelompok padi-padian merupakan sumber pangan pokok penduduk di Propinsi DKI Jakarta.Konsumsi umbi-umbian di Propinsi DKI Jakarta perlu ditingkatkan dengan carakonsumsi makanan berbahan dasar dari tepung umbi-umbian seperti tepung mokaf, tepung ubi, tepung singkong dan tepung talas. Hal ini guna mengurangi ketergantungan penduduk terhadap beras, sekaligus mendukung program diversifikasi konsumsi pangan pokok non beras dan non terigu. Konsumsi pangan hewani didominasi oleh konsumsi susu dan olahannya sebesar 90.1 g/kap/hari, kemudian daging unggas sebesar 56.1 g/kap/hari dan ikan sebesar 37.7 g/kap/hari. Konsumsi kelompok kacang-kacangan didominasi oleh konsumsi kacang kedelai sebesar 44.6 g/kap/hari, sedangkan konsumsi kelompok sayur dan buah sebesar 193.6 g/kap/hari, terdiri dari konsumsi sayur 120.9
19 g/kap/hari dan konsumsi buah sebesar 69.3 g/kap/hari masih dibawah konsumsi yang dianjurkan untuk buah dan sayur yaitu sebesar 300 g/hari. Perlu meningkatkan konsumsi sayur dan buah satu setengah kali dari rata-rata konsumsi yang ada. Berdasarkan harga bahan pangan pokok yang diperoleh dari BPS dan Kementerian Perdagangan RI tahun 2010, biaya yang harus dikeluarkanuntuk konsumsi ideal adalah sebesar Rp 20897/kapita/hari atauRp 626 900/kapita/bulan, lebih besar dari rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga aktual sebesar Rp 587 396. Hal ini menandakan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan belum dapat memenuhi kebutuhan pangan ideal. Perlu adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan keluarga melalui pendidikan non formal mengenai manajemen sumberdaya keluarga bagi kepala keluarga atau ibu rumah tangga selaku pengelola keuangan keluarga agar terjadi perbaikan pola pengeluaran rumah tanggayang dapat mendukung upaya perbaikan gizi dan kesehatan keluarga. Tabel 8Pola konsumsi pangan penduduk Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data Riskesdastahun 2010 Gram aktual
Gram ideal
231.4 165.3 0.2 62.1 12.7 4.4 1.7 2.5 3.7
275
2
Padi-padian a.Beras b.Jagung c.Terigu Umbi-umbian a.Singkong b.Ubi Jalar c.Kentang d.Sagu
Rp Ideal *) 1984
100
373
3
Pangan Hewani
230.5
150
a.Daging b.Unggas c.Telur d.Susu e.Ikan Minyak dan Lemak a.Minyak Kelapa b.Minyak Sawit Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan a. Kedelai b.Kacang Tanah c.Kacang Hijau Gula a. Gula Pasir b.Gula Merah Sayur dan Buah a. Sayur b. Buah Lain-lain Total
12.6 56.1 30.1 90.1 37.7 1.2 0.0 1.2 0.4 48.4 44.6 2.0 1.0 17.1 16.7 0.1 193.6 120.9 69.3
No 1
4
5 6
7
8
9
Kelompok dan Jenis Pangan
9434
20
229
35
519
30
326
250
8033
20897
Kalori
%
AKE*)
Skor Maks
Skor PPH
842 601 0.7 226 15 5.2 2.1 3.0 4.5
55.1
42,1
25.0
21.0
1.0
0.8
2.5
0.4
351
24.1
18.4
24.0
24.0
0.8
0.6
5.0
0.3
0.2 9.1
0.1 6.9
1.0 10.0
0.1 10.0
3.7
2.9
2.5
1.4
5.1
3.9
30.0
19.4
0.9 100.0
0.7 76.4
100.0
76.6
20.1 81.4 48.1 141.1 60.3 12 0.1 11.9 3 128 117.3 5.7 2.9 57 55.8 0.4 7 48.4 27.7 14 1500
Keterangan : *) harga bahan pangan pokok tahun 2010 sumber BPS dan Kemendag RI
20 Kualitas konsumsi penduduk DKI Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar 76.6 masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal 100. Kelompok pangan yang telah mencapai skor ideal hanya pangan hewani (24.0) dan kacang-kacangan (10.0) sedangkan kelompok pangan yang lain masih rendah dari skor ideal. Konsumsi pangan seharusnya tidak sekedar memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) saja namun juga seimbang dalam komposisi antar jenis pangan, hal ini penting karena konsumsi pangan yang beragam dan seimbang dapat saling melengkapi kekurangan zat gizi diantara jenis makanan yang dikonsumsi (Hardinsyah et al. 2002). Menurut Almatsier (2001) konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan.Dampak dari konsumsi pangan yang tidak memenuhi kecukupan zat gizi dalam jangka waktu yang lama adalah menurunnya status gizi dan meningkatnya angka kesakitan.Hal ini dapat terlihat dari hasil laporan Riskesdas tahun 2007-2013 yang menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi gizi kurang dan stunting pada balita serta peningkatan prevalensi beberapa penyakit, tersaji pada tabel 9. Tabel9 Kecenderungan prevalensi status gizi balita dan penyakit di Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data riskesdas tahun 2007,2010 dan 2013 Prevalensi (%) Balita pendek ISPA Pneumonia
2007 26.7 22.6 1.7
2010 26.6 tidak ada data tidak ada data
2013 28.0 26.0 3.7
Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan TKE & TKP Rumah tangga Hasil uji korelasi Spearman hubungan antara karakteristik keluarga dengan TKE rumah tangga dan TKP rumah tangga disajikan pada tabel 10. Tabel 10Hubungankarakteristikkeluarga dengan TKE dan TKP rumah tangga Variabel TKE rumah tangga TKP rumah tangga Pendidikan ibu p= 0.954 p= 0.311 r= 0.001 r= -0.25 Besar keluarga p= 0.806 p= 0.380 r= 0.006 r= 0.022 Pengeluaran pangan p= 0.980 p= 0.314 r=-0.001 r=-0.025
Hubungan antara pendidikan ibu rumah tangga dangan tingkat kecukupan energi (TKE) rumah tangga berdasarkan uji korelasiSpearman dengan menggunakan galat 95% menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendidikan ibu rumah tangga dengan TKE rumah tangga. Begitu pula antara pendidikan ibu rumah tangga dengan tingkat kecukupan protein (TKP)
21 rumah tangga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05).Hasil penelitian ini sejalan dengan Bambang (2012) yaitu tingkat pendidikan ibu rumah tangga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecukupan gizi rumah tangga.Halinidisebabkan walaupun ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki kemampuan serta pengetahuan dalam menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga cenderung dapat menyusun menu makanan yang baik bagi perbaikan gizi keluarga,namun karena sebagian besar anggota rumah tangga mempunyai aktivitas di luar rumah baik sebagai pelajar maupun pekerja sehingga masing-masing individu memiliki keputusan sendiri dalam memilih menu makanan yang dikonsumsinya. Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting individu dalam memilih konsumsi pangan yang beragam yaitu daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan. Hubungan antara besar keluarga dangan tingkat kecukupan energi (TKE) rumah tangga berdasarkan uji korelasiSpearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendidikan besar keluarga dengan TKE rumah tangga. Begitu pula antara besar keluarga dengan tingkat kecukupan protein (TKP) rumah tangga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p> 0.05).Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tanziha (2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadapTKE rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga. Dalam hal ini karena sebagian besar anggota rumah tangga mempunyai aktivitas dan menghabiskan waktunya di luar rumah baik sebagai pelajar maupun bekerja mencari nafkah sehingga masingmasing individu memiliki keputusan sendiri dalam memilih menu makanan yang dikonsumsinya. Menurut Suryana (2008), konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor internal (individu) seperti pendapatan, preferensi, budaya dan religi serta pengetahuan gizi. Sedangkan faktor eksternal seperti produksi, ketersediaan dan distribusi. Hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga dangan tingkat kecukupan energi (TKE)rumah tanggaberdasarkan uji korelasiSpearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengeluaran pangan rumah tanggadengan TKE rumah tangga.Begitu pula hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan tingkat kecukupan protein (TKP) rumah tangga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p> 0.05).Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tanziha (2010) yang menyatakan bahwa pengeluaranperkapita berpengaruh nyata terhadap TKE dan TKP rumah tangga.Menurut Nilasari (2012), proporsi pengeluaran pangan rumah tangga berkorelasi negatif dengan pendapatan artinya alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan rumah tangga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan. Hal ini sesuai dengan teori Engel yang menyatakan pengeluaran pangan meningkat seiring peningkatan pendapatan namun persen pengeluaran pangan menurun. Besarnya biaya pangan tidak hanya bergantung pada besarnya pendapatan rumah tangga tapi juga bergantung pada pengetahuan gizi penentu pembelian pangan (ibu rumahtangga/kepala keluarga) dan komposisi anggota rumahtangga (Hardinsyah 2007).Dalam hal ini karena masing-masing anggota rumah tanggaatau individu memiliki keputusan sendiri dalam memilih menu makanan yang dikonsumsinya maka tingkat kecukupan gizi rumahtangga
22 tidak hanya bergantung pada pengeluaran pangan rumah tangga tapi bergantung juga pada faktor determinan individu atau anggota rumah tangga dalam memilih konsumsi pangannya.Menurut Hardinsyah (2007), ada lima faktor yang diduga merupakan determinan penting individu dalam memilih konsumsi pangan yang beragam yaitu daya beli, pengetahuan gizi, waktu yang tersedia untuk pengelolaan pangan, kesukaan pangan dan ketersediaan pangan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar kepala keluarga (42.5%) dan ibu rumah tangga (35.4%) mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA.Sebagian besar (46.4%) pekerjaan kepala keluarga adalah wiraswasta dan sebagian besar (61.2%) ibu rumah tangga tidak bekerja. Sebagian besar (88.3%) rumah tangga termasuk dalam keluarga kecil dengan anggota rumah tangga ≤4 0rang.Rata-rata pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan sebesar Rp. 1532623, sebagian besar rumah tangga (97.0%) termasuk keluarga tidak miskin. Berdasarkan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga sebagian besar rumatangga (77%) memiliki proporsi pengeluaran pangan <60% sehingga termasuk kategori rumah tangga “tahan pangan”. Rata-rata konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ±711.48 kkal/kap/hari, sedangkan untuk protein sebesar 50.82 ± 27.10 g/kap/hari. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebagian besar rumah tangga (53.1%) termasuk dalam kategori defisit tingkat berat.Tingkat Konsumsi Protein (TKP)rumah tangga sebagian besar (47.2%) termasuk dalam kategori normal dan lebih.Kualitas konsumsi penduduk DKI Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar 76.6 masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal 100. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan (p>0.05) antara pendidikan ibu rumah tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga. Saran Meningkatkan promosi kesehatan mengenai Pedoman Gizi Seimbang (PGS) kepada masyarakat, khususnya pentingnya sarapan pagi dan konsumsi makanan yang beragam dan seimbang sehingga masyarakat dapat mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai kebutuhan agar dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Perlu adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan keluarga melalui pendidikan non formal mengenai manajemen sumberdaya keluarga bagi kepala keluarga atau ibu rumah tangga selaku pengelola keuangan keluarga agar terjadi perbaikan pola pengeluaran rumah tanggaditandai dengan peningkatan alokasi pengeluaran untuk pangan keluarga yang dapat mendukung upaya perbaikan gizi dan kesehatan keluarga.
23 Pendidikan gizi secara formal khususnya mengenai PGS dimasukkan ke dalam mata pelajaran di sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah sebagai sarana meningkatkan pengetahuan gizi sejak dini. Meningkatkan konsumsi makanan pokok non beras dan non terigu dengan cara mengkonsumsi makanan pokok berbahan dasar tepung umbi-umbian seperti roti, kue dan mie menggunakan tepung mokaf dan tepung talas. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur satu setengah kali dari rata-rata konsumsi yang ada agar tercapai konsumsi buah dan sayur sesuai anjuran sebesar 300 g sehari.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama. Anwar K dan Hardinsyah. 2014.Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan (PPH) pada dewasa usia 19-49 tahun di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2014, 9(1) : 51-58. Asmara R, Hanani N, Purwaningsih A. 2009.Pengaruh faktor ekonomi dan non ekonomi terhadap diversifikasi pangan berdasarkan pola pangan harapan (studi kasus di Dusun Klagen, Desa Kepuh Kembeng, Kec. Peterongan Kab. Jombang). Jurnal AGRISE, Januari 2009IX (1): 1412 -1425. Bambang JS, Nabiu M dan Sugiarti S.2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan gizi mandiri pangan di Desa Barat Wetan Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Januari 2012 4(1). Cahyani.2008. Analisis faktor sosial ekonomi keluarga terhadap keanekaragaman konsumsi pangan berbasis agribisnis di Kab.Banyumas [tesis]. Semarang (ID). Program Magister Agribisnis Program Pascasarjana Undip Semarang. DamanikR, Ekayanti I, Hariyadi D. 2010.Analisis pengaruh pendidikan ibu terhadap status gizi balita di Propinsi Kalimantan Barat.Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2010 5(2) : 69-77. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2007. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. _________________. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hamid et al. 2013.Analisis pola konsumsi pangan rumah tangga (studi kasus di Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur). Jurnal AGRISE, Agustus 2013XIII (3) : 1412 -1425. Hardinsyah, Baliwati Y, Martianto D, Rachman HS, Widodo A, Subiyakto. 2001. Pengembangan Konsumsi Pangan Dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan. Jakarta (ID):Badan BIMAS Ketahanan Pangan. Hardinsyah et al. 2002. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Jakarta (ID):Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan, Badan BIMAS Ketahanan Pangan, DEPTAN. Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2007 2(2): 55-74.
24 Kementerian Kesehatan. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ___________________. 2013. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Manesa J, Baliwati FY, Tanziha I. 2008.Ketahanan pangan rumah tangga di desa penghasil damar Kabupaten Lampung Barat.Jurnal Gizi dan Pangan, November 2008 3(3) : 172-179. Nilasari A, Harisudin M,Widiyanto. 2012.Analisis hubungan antara pendapatan dengan proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan gizi rumah tangga petani di Kabupaten Cilacap.Surakarta (ID): Jurnal Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret. Pertiwi K, Hardinsyah, EkadwiyaniK.2014. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan(PPH) pada anak usiasekolah 7-12 tahun di Indonesia.Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2014, 9(2) : 117-124. Prasetyo TJ, Hardinsyah, Sinaga T.2013. Konsumsi pangan dan gizi serta skor pola pangan harapan(PPH) pada anak usis 2-6 tahun di Indonesia.Jurnal Gizi dan Pangan, Nopember 2013, 8(3) : 159-166. Sudirhato.2007.Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta (ID): EGC. Suryana. 2008. Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi: faktor pendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia.Jurnal Pangan, 52: 1-11. Suyastiri.2008. Diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan di Kec. Semin Kab. Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan April 2008 13(1) :51-60. Tanziha dan Herdiana.2009.Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2009 4(2) : 106-115. Tanziha, Hardinsyah dan Ariani M. 2010.Determinan intensitas kerawanan pangan serta hubungannya dengan food coping strategis dan tingkat kecukupan energi di kecamatan rawan pangan dan tahan pangan. Jurnal Gizi dan Pangan,Maret 2010 5(1) : 39-48. Widyanto.2007. Analisisfaktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga buruh industri kecil di Kecamatan Turen Kab.Malang[skripsi].Jember (ID). Program Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jember. [WHO] World Health Organization. 2007.Standard Deviation of Anthropometric Z-Scores as a Data Quality Assesment Tool Using The 2006 WHO Growth Standards : A Cross Country Analysis. www.who.int [diunduh 19 Desember 2014]. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004.Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Jakarta (ID). Direktorat Standarisasi ProdukPangan
LAMPIRAN
25
Lampiran 1 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (per orang per hari) AKG 2004
No gol 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Gol
Umur
Anak
Pria
Wanita
Wanita Hamil Trimester 1
Wanita Hamil Trimester 2
Lampiran 1 ( lanjutan )
0-6 bln 7-12 bln 1-3 th 4-6 th 7-9 th 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+ 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+ 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+ 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+
BB (kg)
TB (cm) 6 8,5 12 18 25 35 48 55 60 62 62 62 38 49 50 52 55 55 55 38 49 50 52 55 55 55 38 49 50 52 55 55 55
60 71 90 110 120 138 155 160 165 165 165 165 145 152 155 156 156 156 156 145 152 155 156 156 156 156 145 152 155 156 156 156 156
Energi (kkal)
Protein (g) 550 650 1000 1550 1800 2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050 2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600 2230 2530 2380 2080 1980 1930 1780 2350 2650 2500 2200 2100 2050 1900
10 16 25 39 45 50 60 65 60 60 60 60 50 57 55 50 50 50 45 67 74 72 67 67 67 62 67 74 72 67 67 67 62
26 No gol
Gol
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Umur
BB (kg)
10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+ 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+ 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65 th+
Wanita Hamil Trimester 3
Wanita Menyusui0-6 bulan
Wanita Menyusui7-12 bulan
Energi (kkal)
TB (cm) 38 49 50 52 55 55 55 38 49 50 52 55 55 55 38 49 50 52 55 55 55
145 152 155 156 156 156 156 145 152 155 156 156 156 156 145 152 155 156 156 156 156
Protein (g) 2350 2650 2500 2200 2100 2050 1900 2550 2850 2700 2400 2300 2250 2100 2600 2900 2750 2450 2350 2300 2150
67 74 72 67 67 67 62 67 74 72 67 67 67 62 67 74 72 67 67 67 62
Lampiran 2 Uji korelasi antara pendidikan ibu rumah tangga dengan TKE & TKP rumah tangga Correlations TKE Correlation Coefficient TKE
**
,693
,001
,000
,954
1626
1626
1626
**
1,000
-,025
Sig. (2-tailed)
,000
.
,311
N
1626
1626
1626
,001
-,025
1,000
Sig. (2-tailed)
,954
,311
.
N
1626
1626
1626
Correlation Coefficient PIR
PIR
.
Correlation Coefficient TKP
1,000
Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho
TKP
,693
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 3 Uji korelasi antara besar keluarga dengan TKE & TKP rumah tangga
27 Correlations TKE Correlation Coefficient TKE
,006
,000
,806
1626
1626
1626
**
1,000
,022
Sig. (2-tailed)
,000
.
,380
N
1626
1626
1626
,006
,022
1,000
Sig. (2-tailed)
,806
,380
.
N
1626
1626
1626
Correlation Coefficient PPP
,693
.
Correlation Coefficient TKP
BK **
1,000
Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho
TKP
,693
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 4 Uji korelasi antara pengeluaran pangan rumah tangga dengan TKE & TKP rumah tangga Correlations PP Correlation Coefficient PP
-.025
.001
.
.314
.980
1626
1626
1626
-.025
1.000
.693
Sig. (2-tailed)
.314
.
.000
N
1626
1626
1626
.001
**
1.000
Sig. (2-tailed)
Correlation Coefficient TKP
Correlation Coefficient TKE
TKE
1.000
N Spearman's rho
TKP
.693
**
Sig. (2-tailed)
.980
.000
.
N
1626
1626
1626
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 27 Juli 1976.Penulis adalah anak pasangan Bapak Slamet dan Ibu Sri Murwani dan merupakan anak pertama dari empat bersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri SituGintung2, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 87Jakarta dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 47Jakarta. Penulis melanjutkan kuliah Diploma III di Akedemi Gizi Jakarta Departemen Kesehatan. Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang di Desa Palasarihilir Kecamatan Parungkuda Kabupaten Sukabumi Jawa Barat,RSIA Harapan Kita Jakarta, danInstitusi Penyelenggara Makanan untuk Karyawan Krakatau Steel Cilegon.Penulis menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1998. Pada tahun 2000, penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil di Propinsi DKI Jakarta dan ditugaskan di Puskesmas Kecamatan Kepulauan Seribu, kemudian pada tahun 2006-2008 penulis dipindahtugaskan ke Puskesmas Kecamatan Pademangan Jakarta Utara dan saat ini bertugas di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara.Penulis melanjutkan studi ke jenjang pendidikan sarjana pada program alih jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui ujian mandiri tahun 2012 dengan dibiayai oleh Pemda Propinsi DKI Jakarta dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada tahun 2015.