ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH
Oleh : AMBAR SETIANINGSIH A14102042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
AMBAR SETIANINGSIH. Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI Konsumsi tahu mengalami peningkatan sehingga akan diikuti permintaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mana tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal sehingga harus impor kedelai. Usaha tahu di kabupaten Sukoharjo lebih banyak menggunakan kedelai impor daripada kedelai local. Hal ini akan mengakibatkan ketergantungan kedelai impor ya ng jumlahnya meningkat dari tahun ketahun. Kondisi ini akan mempersulit usaha tahu karena harga kedelai berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi. Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Kenaikan ini berdampak pada harga input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga biaya produksi mengalami peningkatan. Perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana karakteristik usaha tahu di Kartasura, (2) Bagaimana pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura, (3) Bagaimana kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura. Penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan jumlah responden dengan metode purposive sebanyak 30 usaha rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura. Data diolah dengan 2 metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif untuk mengetahui gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen, sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dengan analisis regresi berganda. dan perubahan kinerja usaha tahu pong yang dilihat dari perubahan penerimaan, biaya dan keuntungannya dengan membandingkan keadaannya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Kedua analisis ini menggunakan alat bantu kalkulator, program komputer Minitab 14, dan Microsoft Excel. Terdapat tiga sentra industri tahu di Kartasura yang terletak di kelurahan Kartasura, Wirogunan, dan Ngabeyan. Produksi ketiga sentra tersebut masih dalam skala kecil dan rumah tangga Tahu yang diproduksi di Kartasura ada 3 jenis yaitu tahu putih, tahu magel dan tahu pong. Tahu putih lebih banyak diproduksi oleh industri kecil, sedangkan tahu magel dan tahu pong lebih banyak diproduksi oleh industri kecil dan rumah tangga di Wirogunan dan Ngabeyan. Kenaikan harga BBM mengakibatkan perubahan kinerja usaha rumah tangga Tahu Pong dilihat dari penerimaan, biaya dan keuntungannya. Penerimaan Tahu Pong mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen, peningkatan total biaya sebesar 3,73 persen, biaya produksi sebesar 3,10 persen, dan penurunan keuntungan sebesar 8,49 persen. Penerimaan meningkat karena pengusaha melakukan pengurangan ukuran atau peningkatan harga. Biaya input yang mengalami rata-rata peningkatan adalah biaya bahan baku kedelai sebesar 1,76 persen, upah tenaga kerja sebesar 12,32 untuk pekerjaan menggoreng, sedangkan
pekerjaan mengangkut sebesar 5,15 persen, biaya kayu bakar sebesar 6,39 persen, biaya minyak goreng sebesar 5,08 persen, biaya pabrik sebesar 6,07 persen, dan biaya transportasi sebesar 20,53 persen. Penjualan Tahu Pong ini terbatas pada daerah sekitar yaitu Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten. Saluran pemasarannya ada 5 jalur yaitu jalur I dari produsen ke pedagang eceran, yaitu pedagang asongan kemudian diteruskan kepada konsumen, jalur II produsen menjual Tahu Pong kepada pedagang eceran, yaitu pedagang sayur keliling kemudian diteruskan kepada konsumen di daerah penjualannya masing – masing, jalur II produsen Tahu Pong menjual tahu kepada usaha – usaha rumah makan dan warung makan sekitar, jalur IV merupakan jalur terpendek yaitu dari produsen Tahu Pong langsung ke konsumen. Kenaikan harga BBM mengakibatkan perubahan variabel terikat yang berpengaruh nyata terhadap variasi produksi tahu pong yaitu jumlah kedelai, kayu bakar sebelum kenaikan dan jumlah kedelai, minyak goreng, dan kayu bakar sesudah kenaikan harga BBM. Variabel jumlah kedelai, dan kayu bakar berpengaruh nyata terhadap variasi produksi pada taraf nyata 99 persen sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Variabel minyak goreng berpengaruh nyata terhadap variasi produk si pada taraf nyata 95 persen sebelum kenaikan harga BBM.
ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH
Oleh : AMBAR SETIANINGSIH A14102042
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul
: Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
Nama
: Ambar Setianingsih
NRP
: A14102042
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131918659
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131124019
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN
KARTASURA
KABUPATEN
SUKOHARJO,
JAWA
TENGAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN
ATAU
LEMBAGA
LAIN
MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
Bogor, Mei 2007
Ambar Setianingsih A14102042
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1984 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa tengah. Penulis adalah putri terakhir dari 2 bersaudara pasangan Bapak Hantoro dan Ibu Sri Aminah. Pendidikan penulis dimulai dengan bersekolah di TK Aisiyah Wirogunan Kartasura yang diselesaikan pada tahun 1990, SD Negeri 2 Ngabeyan Kartasura pada tahun 1996, SLTP Negeri 1 Kartasura pada tahun 1999 dan dilanjutkan ke SMU Negeri 1 Kartasura pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI), Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di UKM KOPMA IPB Departemen Administrasi dan Keuangan periode 2004-2005.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan segala karunianya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah”. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan pada industri Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006. Skripsi ini mengkaji industri rumah tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura dan pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada bulan Oktober 2005 terhadap keuntungan usaha, pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha. Analisis yang dipakai adalah before after yaitu dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah terjadinya kenaikan harga BBM. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Mei 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi yang disusun ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan pikiran, waktu dan tenaga bagi penulis mulai dari penyusunan proposal sampai skripsi. 2. Bapak
Amzul
Rifin,
SP,
MA
selaku
dosen
penguji
utama
dan
Ibu Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi. 3. Bapak, Ibu, mas topik, mbak yuni dan dede rara tercinta atas segala kasih sayang, doa dan dukungan yang tak terhingga kepada penulis. 4. Bapak Sukasno, dan keluarga Ibu Suparti di Kartasura atas segala bantuan kepada penulis selama penelitian. 5. Keluarga besar penulis di Jakarta, dan Depok yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian ini. 6. Sahabatku Ayu, Iin, Arty dan Iren yang telah memberikan semangat berjuang untuk menuntut ilmu di IPB. 7. Teman-teman AGB 39 yang telah memberi banyak warna yang tak terlupakan bagi penulis.
8. Teman-teman wisma Nurul Fitri, Dian, Emil, Mbak Irma, Sari, Yoli, Widi. Ida untuk bantuan statistiknya. Adik-adik tersayang Ari, Cici, Eka, Hani, Indi, Richi, Risti, Sinta, Sutin, Uma, Umi. 9. Teman-teman di IMM mbak nia, mbak rini, kak fikri, mbak Tito, budi, didik, nissa, cita hafidz dan kakak-kakak, adik-adik di KOPMA IPB atas kesempatan pembelajaran dan pengalamannya. 10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian.............................................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
1 1 4 6 6 6
II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8 2.1. Industri Kecil dan Rumah Tangga ..................................................... 8 2.2. Kedelai............................................................................................... 9 2.3. Komoditi Tahu................................................................................... 10 2.4. Penelitian Terdahulu.......................................................................... 13 III KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis............................................................. 3.1.1. Kinerja Usaha ......................................................................... 3.1.2. Produksi ................................................................................. 3.1.3. Biaya Produksi ....................................................................... 3.1.4. Pemasaran .............................................................................. 3.1.5. Biaya Pemasaran.................................................................... 3.2. Kerangka Operasional .......................................................................
18 18 18 19 24 25 28 28
IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 4.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 4.3. Metode Pengambilan Sampel ............................................................ 4.4. Metode Pengolahan Data................................................................... 4.4.1. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong ....................................................................................... 4.4.2. Dampak Kenaikan harga BBM terhadap Kinerja Usaha Tahu Pong.............................................................................. 4.5. Definisi Istilah ...................................................................................
31 31 31 31 32
V GAMBARAN UMUM INDUSTRI TAHU .............................................. 5.1. Industri Tahu di Kartasura ................................................................. 5.1.1. Industri Tahu Putih di Kartasura ............................................ 5.1.2. Industri Tahu Magel di Kartasura .......................................... 5.1.3. Industri Tahu Pong di Kartasura ............................................
41 41 42 43 43
34 37 38
5.2. Proses Pembuatan Tahu Kartasura................................................... 5.3. Keragaan Usaha Tahu di Kartasura ................................................... 5.3.1.Usaha kecil tahu di Kartasura ................................................ 5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ..............................
44 47 47 51
VI STRUKTUR PENERIMAAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA RUMAH TANGGA TAHU PONG .......................................... 6.1. Struktur Penerimaan Usaha Tahu Pong............................................. 6.2. Struktur Biaya Tahu Pong ................................................................. 6.2.1. Struktur Biaya Produksi Tahu Pong ...................................... 6.2.1.1. Biaya Bahan Baku ..................................................... 6.2.1.2. Biaya Tenaga Kerja ................................................... 6.2.1.3. Biaya Bahan Bakar .................................................... 6.2.1.4. Biaya Minyak Goreng ............................................... 6.2.1.5. Biaya Pabrik .............................................................. 6.2.1.6. Biaya Bumbu............................................................. 6.2.2. Pemasaran Tahu Pong ............................................................ 6.2.2.1. Biaya Pemasaran ....................................................... 6.2.2.2. Saluran Tataniaga Tahu Pong.................................... 6.3. Keuntungan Usaha Tahu Pong ..........................................................
55 55 56 60 61 62 63 64 65 65 65 66 67 69
VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU PONG ......................................................................................... 7.1. Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Produksi .................... 7.1.1. Kedelai ................................................................................... 7.1.2. Minyak Goreng ...................................................................... 7.1.3. Kayu Bakar ............................................................................
72 72 72 74 75
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 77 8.1. Kesimpulan....................................................................................... 77 8.2. Saran ................................................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79 LAMPIRAN ...................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering) ............................. 2
Keragaan Produksi dan Kebutuhan Kedelai di Jawa Tengah Tahun 1998 – 2002 .....................................................................................
3
2
3
Jumlah Unit-Unit Jenis Indutri yang ada di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2004 ........................................................................................
5
4
Kandungan Satu Kilogram Kedelai ............................................................
9
5
Komposisi Asam Amino Tahu Dibandingkan Dengan Komposisi Asam Amino yang Dianjurkan FAO/WHO ...............................................
11
6
Daftar Sentra Industri Kecil Tahu di Kabupaten Sukoharjo.......................
41
7
Modal Awal Usaha Kecil Tahu ..................................................................
48
8
Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo ..........................................
50
9
Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ......................
51
10 Ukuran dan Harga Tahu Pong dari Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura .....................................................................................................
55
11 Perubahan Penerimaan Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM ...........................................................................................................
57
12 Perubahan Biaya Total Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM ............
59
13 Persentase Komponen Biaya Usaha Terhadap Total Biaya Usaha Tahu Pong Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM ..........................
60
14 Perubahan Biaya Produksi Akibat Kenaikan Harga BBM .........................
61
15 Biaya Bahan Baku Kedelai Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM ...........................................................................................................
62
16 Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong ....................................................
63
17 Perubahan Biaya Kayu Bakar Akibat Kenaikan Harga BBM ....................
63
18 Perubahan Biaya Minyak Goreng Akibat Kenaikan Harga BBM ..............
64
19 Biaya transportasi pada penjualan Tahu Pong ............................................
66
20 Perubahan Keuntungan/ Kerugian Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan harga BBM .................................................................................
70
21 Hasil Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM ...............................................................................
72
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Kurva Fungsi Produksi Linier.....................................................................
20
2 Kurva Fungsi Produksi Kuadratik ..............................................................
20
3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial .........................................................
21
4 Hubungan Antara PT, Pr dan PM dalam Proses Produksi..........................
23
5 Kerangka Operasional Penelitian................................................................
30
6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura ..............................................................
46
7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan tahu Sumedang ..............................
47
8 Produksi Tahu oleh Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ...................
52
9 Bagan Saluran Tataniaga Tahu Pong ..........................................................
68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1
Halaman
Gambar Proses Pembuatan Tahu Pong .....................................................
82
2 Penghitungan Keuntungan Pengusaha Tahu di Purwogondo dan Pengusaha Tahu di Wirogunan dan Ngabeyan ........................................ 3
83
Perbandingan Bahan Baku Kedelai yang Digunakan Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Bulan Oktober 2005 ..............................
84
4
Penggunaan Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong .............................
85
5
Penghitungan Keuntungan dari Produksi Tahu Pong Sebelum Kenaikan Harga BBM ..............................................................................................
87
6
Penghitungan Keuntungan Sesudah Kenaikan Harga BBM ....................
88
7
Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum Kenaikan Harga BBM .............................................................................
8
89
Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sesudah Kenaikan Harga BBM ..............................................................................
90
I
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kebutuhan primer manusia ada tiga macam yaitu: pangan, sandang dan
papan. Ketiga kebutuhan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yaitu makanan dan bukan makanan. Kebutuhan makanan adalah pangan dimana kebutuhan ini untuk memenuhi energi, protein, vitamin dan mineral yang digunakan dalam beraktivitas sedangkan kebutuhan bukan makanan adalah sandang dan papan. Pemenuhan kebutuhan makanan penduduk Indonesia mencapai 53,9 persen dari total pengeluaran. Jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat semakin beragam dilihat dari pengeluaran makanan tidak didominasi oleh jenis padipadian. Pengeluaran untuk padi-padian mencapai 25.598 rupiah/kapita/bulan atau 18,02 persen dari pengeluaran makanan (BPS, 2006). Hal ini merupakan keberhasilan pemerintah dalam kampanye penganekaragaman pangan melalui empat sehat lima sempurna. Penganekaragaman makanan oleh masyarakat mengalami hambatan karena krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ini mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat terhadap beberapa jenis pangan seperti pangan hewani sehingga diperlukan pangan yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Tahu dapat menjadi salah satu solusi bagi tidak terjangkaunya pangan hewani. Tahu berasal dari pangan nabati dengan bahan baku utama kacang kedelai. Tahu memiliki kandungan gizi tinggi terutama kandungan proteinnya sebesar 0,49 gram lebih tinggi daripada kedelai yang hanya sebesar 0,39 gram. Tabel 1 menjabarkan nilai gizi tahu dan kedelai.
Tabel 1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering) Zat gizi Protein(gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Serat (gram) Abu (gram) Kalsium (mg) Natrium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B3 (mg)
Tahu 0,49 0,27 0,14 0,00 0,04 9,13 0,38 6,56 0,11 0,001 0,001 0,03
Kedelai 0,39 0,20 0,36 0,05 0,06 2,53 0,00 6,51 0,09 0,01 (sebagai B kompleks)
Sumber: Sarwono dan Saragih (2003)
Mutu protein didalam tahu lebih lengkap asam amino daripada produk olahan kedelai lainnya (Sarwono dan Saragih, 2003). Tahu juga memiliki kandungan kalsium, vitamin dan mineral yang lebih baik daripada kedelai. Berbagai kandungan zat gizi menjadikan tahu sebagai pangan yang menyehatkan. Hal ini telah disadari oleh masyarakat dilihat dari peningkatan konsumsi tahu di tahun 2002, 2003, 2004 masing- masing sebesar 0,129 kg/kapita/minggu, 0,143 kg/kapita/minggu, dan 0,148 kg/kapita/minggu (BPS, 2004). Peningkatan konsumsi tahu tentunya akan diikuti permintaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mencapai 2,24 juta ton setiap tahun1), akan tetapi produksi kedelai sebesar 723,483 ton tahun 2004 dan 808,353 ton tahun 2005 (BPS, 2006). Hal ini akan mengakibatkan kekurangan kedelai yang diatasi dengan mengimpor kedelai dari luar negeri. Penggunaan kedelai impor lebih banyak daripada kedelai lokal karena kualitas produk tahu yang dihasilkan lebih baik daripada kedelai lokal. Begitupula yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo. Usaha tahu di kabupaten ini lebih mengenal kedelai impor daripada kedelai lokal karena 1)
Prospek bisnis. ”Produksi kedelai nasional belum mencukupi”. artikel http://www.prospek.biz/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=69&Itemid=2. (28 Februari 2006)
produksi kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelainya. Setiap tahun kebutuhan kedelai mengalami pertumbuhan sebesar 6,23 persen, sedangkan produksinya mengalami tingkat pertumbuhan sebesar -3,59 persen. Tabel 2 menjabarkan produksi dan kebutuhan kedelai di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 2 Keragaan produksi dan kebutuhan kedelai Propinsi Jawa Tengah tahun 1998-2002 Tahun Produksi Kebutuhan Selisih produksi dengan (ton) (ton) kebutuhan (ton) 1998 176.075 299.528 -123.453 1999 215.809 320.775 -104.966 2000 212.891 324.738 -112.047 2001 178.874 325.796 -146.922 2002 143.791 378.788 -234.997 Rata-rata 185.488 329.965 -144.477 Tk pertumbuhan (%) -3,59 6,23 Sumber: Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah2) Ketergantungan kedelai impor akan semakin besar dari tahun ketahun. Hal ini akan mengakibatkan kesulitan bagi usaha tahu karena harga kedelai berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi. Kabupaten Sukoharjo dengan usaha tahu berskala kecil dan rumah tangga akan mengalami kesulitan akibat harga kedelai ini karena modal yang digunakan sehari- haripun terbatas Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan harga BBM dimulai pada tahun 2000 dan terakhir bulan Oktober 2005 dengan peningkatan mencapai 100 persen (Dartanto, 20053 ). Kenaikan ini berdampak pada harga input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga
2 )
lembaga bbkp jawa tengah. ”Statistik Pangan” http://www.bbkpjateng.go.id/index.php?act=subcontent&subpage=4d. (22 Februari 2006)
biaya produksi mengalami peningkatan. Lebih lanjut Dartanto 3) menyatakan bahwa Kenaikan harga minyak secara langsung akan meningkatkan biaya produksi barang dan jasa dan beban hidup masyarakat. Penyesuaian pada produksi harus dilakukan agar dapat melangsungkan usahanya. Hal ini menarik penulis untuk mengadakan penelitian mengenai usaha kecil dan rumah tangga tahu di Kartasura terutama usaha rumah tangga yang bermodal kecil.
1.2
Permasalahan Selama ini harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri disubsidi pemerintah.
Subsidi ini telah menjadi beban pemerintah yang mencapai 26,4 persen (2000) dari anggaran pemerintah (tim sosialisasi BBM dalam Sahara, 2003). Pemerintah mulai membuat langkah baru dengan mengurangi subsidi terhadap harga BBM sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan ini untuk pertama kali dilakukan pada tahun 2000 sebesar 12 persen. Pada bulan Oktober 2005 terjadi peningkatan harga BBM lebih dari 100 persen (Dartanto, 20053 ). Sahara (2003) menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak langsung terhadap perekonomian yaitu terjadinya kenaikan biaya produksi dan penurunan daya beli masyarakat. Usaha-usaha kecil menengah bermodal kecil akan mengalami kesulitan bila produknya harus bersaing dengan usaha besar apabila terjadi kenaikan biaya produksi. Salah satu daerah yang memiliki usaha kecil menengah adalah Jawa Tengah. Tabel 3 menjabarkan jumlah unit-unit jenis industri di propinsi Jawa Tengah.
3)
Dartanto, Teguh. BBM, kebijakan energi, subsidi dan kemiskinan di Indonesia.Inovasi Bisnis. Vol. 5/VII/November 2005. Artikel. http://io.ppijepang.org/article.php?id=102.(12 Mei 2007)
Daerah Jawa tengah mengalami peningkatan jumlah unit usaha untuk jenis industri kecil dan menengah setiap tahun kecuali tahun 2001 terjadi penurunan jumlah unit usaha dari tahun 2003 sebesar 643.659 menjadi 643.712 tahun 2004. Tabel 3 Jumlah unit-unit jenis industri yang ada di propinsi Jawa tahun 2000-2004 Jenis Industri 2000 2001 2002 2003 Agro Industri 323.652 324.622 324.619 324.709 - Besar 222 223 220 225 - Kecil dan menengah 323.430 324.399 324.399 324.484 Industri 318.619 319.574 319.599 319.645 - Besar 468 469 469 470 - Kecil dan menengah 318.151 319.105 319.130 319.175 Industri Besar 690 692 689 695 Industri Kecil dan 641.581 643.504 643.529 643.659 Menengah Total 642.271 644.196 644.218 644.354
Tengah 2004 324.778 254 324.524 319.660 472 319.188 726 643.712 644.438
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah4)
Industri kecil dan menengah memiliki jumlah yang lebih besar daripada industri besar. Jumlah industri kecil menengah sebesar 643.712 dan industri besar hanya sebesar 726 pada tahun 2004. Melihat jumlah unit usaha yang lebih besar ini dapat disimpulkan penduduk Jawa Tengah banyak yang bekerja pada unit usaha kecil dan menengah dan menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut. Usaha tahu merupakan usaha yang dapat dikerjakan dengan tradisional dan umumnya di Jawa tengah masih dilakukan secara tradisional dengan skala produksi kecil terutama di Kartasura. Usaha tahu Kartasura dibagi menjadi dua menurut skala produksinya yaitu usaha kecil dan rumah tangga. Kenaikan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang akan menyulitkan usaha rumah tangga tahu pong karena penggunaan jumlah modal yang terbatas. Bagaimanakah pengaruh peningkatan harga BBM terhadap 4)
pemerintah daerah jawa tengah. ”data industri” http://www.jawatengah.go.id/instansi.php?DIR=disperindag&DATA=adds/Data%20Uk %20Konsumsi%20Umum. (19 Februari 2006)
produksi dan biaya produksi usaha ini? Perubahan pada biaya produksi akan mengakibatkan
perubahan
keuntungan
yang
didapatkan
pengusaha.
Bagaimanakah perubahan yang terjadi pada keuntungan? Maka sesuai latar belakang tersebut dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah karakteristik usaha tahu di Kartasura?
2.
Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura?
3.
Bagaimanakah kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan : 1.
Mengetahui karakteristik usaha Tahu di Kartasura.
2.
Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM bulan Oktober terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong oleh usaha rumah tangga tahu di Kartasura.
3.
Menganalisis kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1.
Pemerintah atau pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang menyangkut usaha kecil dan rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
2.
Pihak pengusaha sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usahanya jika menghadapi kondisi usaha yang tidak menguntungkan.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada usaha rumah tangga tahu di Kecamatan yang
memproduksi tahu pong. Data-data yang diperlukan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung keuntungan, penerimaan, dan biaya-biaya dari produksi Tahu Pong setiap bulan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM bulan Oktber 2005. Data kualitatif untuk mengetahui profil wilayah dan karakteristik usaha tahu di Kartasura.
II
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Industri Kecil dan Rumah Tangga Pengertian industri kecil berbeda-beda diantara lembaga pemerintah dan non
pemerintah. BPS (2004) membagi industri pengolahan menjadi empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa melihat mesin produksi atau modal yang ditanamkan. Industri besar mempekerjakan 100 orang atau lebih, industri sedang memperkerjakan 20-99 orang, industri kecil memperkerjakan 5-19 orang, industri rumah tangga memperkerjakan 1-4 orang. Departemen Pertindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil berdasarkan
modal
yang
ditanamkan.
Berdasarkan
keputusan
Menteri
Perindustrian dan Perdagangan RI No. 256/MPP/Kep/1997, industri kecil dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah 5 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh daftar industri usaha kecil (2) semua jenis dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar 50 juta rupiah sampai 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan dan wajib memperoleh ijin industri, (3) semua jenis industri dengan nilai investasi diatas 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan wajib memperoleh ijin usaha industri. Murhardjani (2004) mendefinisikan usaha kecil yaitu unit usaha berskala kecil dengan akses terbatas, modal dan nilai investasinya kecil dibawah 5 juta rupiah sampai dengan 25 juta rupiah, penggunaan tenaga kerja lebih banyak melibatkan anggota keluarga antara 1-5 orang dan orientasi pasarnya masih
terbatas. Hasilnya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga daripada diinvestasikan untuk pengembangan usaha. Terlepas dari beberapa pendefinisian usaha kecil dan rumah tangga, usaha ini memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Hal ini didukung oleh pernyataan Toha (2001) bahwa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan masalah pengangguran, pengentasan kemiskinan dan pemerataan distribusi pendapatan. Akan tetapi produkstivitas usaha kecil dan rumah tangga sangat rendah. Peranan IKRT dalam perekonomian karena keunggulan-keunggulannya yaitu padat karya (ketrampilan sedang), sumber daya lokal (hemat devisa), teknologi tepat guna, dan fleksibel (Tambunan, 2002).
2.2
Kedelai Kacang kedelai biasa dijuluki dengan sebutan gold from soil karena bahan
pangan yang bergizi serta sumber utama protein nabati dan minyak nabati bagi manusia. Satu kilogram kedelai terkandung 40 persen protein, 35 persen karbohidrat, 20 persen minyak dan lemak. Kandungan gizi tinggi telah menjadikan kedelai sebagai komoditas pangan yang dapat memperbaiki gizi masyarakat. Tabel 4 menguraikan kandungan yang terdapat pada satu kilogram kedelai. Tabel 4 Kandungan satu kilogram kedelai Kandungan Besar kandungan (gram) Besar Kandungan (%) Zat putih telur (protein) 300 - 400 40 Zat tepung (karbohidrat) 200 - 350 35 Minyak atau lemak 150 - 200 20 Sumber : Kastyanto (1994)
Kedelai dapat diolah menjadi beberapa jenis pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Menurut Suharno dan Mulyana (1996) olahan kedelai dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) kedelai yang diolah melalui proses fermentasi seperti tempe, oncom, tauco, dan kecap, (2) kedelai yang diolah tanpa melalui proses fermentasi seperti tahu, tauge, dan kedelai rebus. Tanaman kedelai termasuk salah satu anggota famili polong-polongan (leguminase) yang memiliki dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Cina dan Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropik di Asia Tenggara 5). Walaupun berasal dari daerah Asia namun dibudidayakan pula oleh masyarakat diluar Asia setelah tahun 1910. Sejarah budidaya kedelai di Indonesia untuk pertama kali tidak dapat diketahui secara pasti. Namun kemungkinan dibawa oleh pedagang Cina pada abad ke-13. Pada tahun 1750 Rumphius melaporkan bahwa kedelai telah banyak ditanam di Jawa dan Bali dan sedikit pulau lainnya. Menurut Manwan dan Sumarno dalam Puspasari (2003) menyatakan bahwa kedelai telah menjadi tanaman penting selain jagung, ubi kayu, serta ubi jalar dan merupakan usaha pertanian yang mantap di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19.
2.3
Komoditi Tahu Tahu merupakan salah satu produk yang berbahan baku kacang kedelai.
Kata Tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao- hu, teu- hu atau tokwa. Kata tao
5)
Wikipedia. “Kedelai” http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai (19 Februari 2006)
atau teu itu berarti kacang sedangkan kata hu atau kwa adalah rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Jika kedua kata ini (tao dan hu) digabung akan membentuk kata tahu yang memberi pengertian makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1994). Sejarah Tahu pertama kali diperkenalkan oleh Liu An tahun 164 SM zaman pemerintahan Dinasti Han kepada para biksu yang kemudian menyebarkannya keseluruh dunia sambil menyebarkan agama Budha (Sarwono dan Saragih, 2005) Tahu mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia ditinjau dari segi pemenuhan kalori, protein dan perbaikan status gizi masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan kesempatan berusaha (Suharno dan Mulyana, 1996). Peningkatan kualitas konsumsi protein terutama asam amino yang ideal, dapat dipenuhi dengan konsumsi tahu. Tabel 5 menjabarkan komposisi asam amino yang dimiliki oleh Tahu. Tabel 5 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi Asam amino yang dianjurkan FAO/WHO Komposisi Asam Amino Anjuran Jenis Asam Tahu No FAO/WHO Asam Amino Amino Tahu Dibandingkan (mg/g) (mg/g N) FAO/WHO (%) 1 Methionine-cystine 220 156 71 2 Threonin 250 178 71 3 Valine 310 264 85 4 Lysine 340 333 98 5 Leucine 440 448 102 6 Isoleucine 250 261 104 7 Phenylalanine, Tyrosine 380 490 129 8 Tryptophan 60 96 160 Sumber : Sarwono dan Saragih, 2005
Tahu banyak mengandung asam amino yang telah dianjurkan oleh FAO/WHO sehingga baik untuk kesehatan. Asam amino lysine merupakan asam amino esencial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia dan harus dipasok
dari luar tubuh. Asam amino ini bisa didapatkan dari tahu yang besar kandungannya 333 mg/g N. Walaupun anjuran FAO/WHO sebesar 340 mg/g, akan tetapi semua jenis asam amino yang dianjurkan oleh lembaga ini ada di dalam tahu. Sarwono dan Saragih (2005) meyatakan ada beberapa macam jenis tahu komersil dilihat dari variasi bentuk, ukuran, dan nama, misalnya: tahu sumedang, tahu bandung, tahu cina, tahu kuning, tahu takwa, dan tahu sutera. 1. Tahu sumedang Tahu ini disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan lembaran-lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan tekstur lunak dan kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang berisi air dan dipotong kecil-kecil bila akan diolah lebih lanjut. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong sehingga disebut tahu pong. 2. Tahu bandung Tahu bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal, wananya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu ini digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. 3. Tahu cina Tahu cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus, dan kenyal dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Dalam pembuatannya digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelainya.
4. Tahu kuning Tahu Kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan cina. 5. Tahu takwa Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Jika dipijit, maka tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman kedelai dan pengerasan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka. 6. Tahu sutera Tahu sutera atau tahu Jepang atau Tofu merupakan tahu yang yang sangat lembut dan lunak. Umumnya tahu ini dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert) dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.
2.4
Penelitian terdahulu Penelitian industri kecil tahu dijumpai pada penelitian Suhendar (2002)
tentang industri kecil Tahu Sumedang. Penelitian ini untuk mengetahui produktivitas dan strategi pengembangannya dengan analisis nilai tambah. Hasilnya adalah pengusaha yang menggunakan kedelai lokal memiliki nilai tambah yang lebih besar jika dibandingkan menggunakan kedelai impor. Usaha ini memiliki kekuatan internal yaitu dari kualitas produk yang dihasilkan baik dari segi mutu dan harga jual serta promosi yang efektif dan efisien, sedangkan peluang eksternalnya adalah jumlah penduduk yang cukup besar dan citra baik produk tahu
Sumedang di masyarakat. Ancaman datang dari kenaikan dan
fluktuasi harga bahan bakar serta ketersediaan dan kontinuitas bahan baku yang berkualitas di pasaran. Umumnya bahan baku tahu menggunakan kedelai impor, sehingga fluktuasi rupiah terhadap dollar menentukan harga dari input ini. Sidaruk (2005) meneliti tentang efektivitas biaya dan kelayakan finansial industri tahu antara Tahu Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana Jaya” di kota Bogor. Hasil perbandingan efektivitas biayanya menunjukkan bahwa Tahu Bandung memiliki nilai efektivitas biaya yang tinggi pada: produk utama terhadap biaya investasi dan biaya total, produk sampingan terhadap biaya investasi dan biaya total, serta penerimaan total terhadap biaya investasi dan biaya total. Tahu Sumedang ’Kelana Jaya” memiliki keunggulan efektivitas biaya pada: produk utama terhadap biaya tetap dan biaya variabel, penerimaan total terhadap biya tetap dan biaya variabel, serta penerimaan total terhadap biaya tetap dan biaya variabel. Hasil analisis sensitivitas pada industri kecil tahu Bandung ”Sulaeman” dan tahu Sumedang ”Kelana Jaya”menunjukkan bahwa kedua usaha tersebut tidak peka terhadap perubahan peningkatan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen. Artinya apabila terjadi penurunan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen kedua usaha tersebut tetap layak untuk dilakukan dengan tingkat diskonto 14,67 persen dan 17,48 persen. Penelitian Sidauruk (2005) mengenai sensitivitas kedua usaha, terlihat bahwa jika terjadi kenaikan harga input maka usaha tersebut masih layak untuk diusahakan. Akan tetapi penelitian ini dilakukan sebelum kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005. Penelitian tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap usaha kecil tahu dilakukan Pangastuti (2006) di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan
analisis dampak terhadap keragaan industri, pendapatan, margin keuntungan yang diterima pengrajin dan elastisitas penggunaan input. Hasil yang didapatkan adalah terjadi perubahan volume produksi, pola pengunaan kedelai, alokasi penguluaran input dan margin keuntungan yang diterima pengrajin. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan input produksi selain kedelai, alokasi pengeluaran untuk bahan baku pembantu dan pendapatan kotor yang diterima pengrajin. Hasil dari perbandingan elastisitas penggunaan input didapatkan bahwa terjadi perubahan elastisitas penggunaan input dalam proses produksi tahu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah peningkatan harga BBM tidak begitu mempengaruhi industri tahu dikarenakan pemakaian BBM tidak terlalu besar, dan terdapat perubahan pola penggunaan bahan bakar dari minyak tanah menjadi kayu bakar. Penelitian dampak kenaikan BBM secara umum juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan Sahara (2003). Selain pengaruh kenaikan harga BBM juga pengaruh kenaikan harga BBM, TDL, tarif telepon dan penyaluran dana kompensasi terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia. Kesimpulan yang didapat adalah kenaikan harga BBM sebesar 88,31 persen, TDL sebesar 41,47 persen, dan tarif telepon sebesar 36,67 persen secara bersama-sama maupun serentak akan berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro dan sektoral baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika dilihat dari keseluruhan kebijakan peningkatan harga, maka peningkatan harga BBM sebesar 88,31% memberikan dampak terburuk. Kebijakan kenaikan tersebut akan lebih dirasakan dalam jangka panjang karena akan menyebabkan terjadinya penurunan investasi yang besar, sehingga menghambat perkembangan sektor riil.
Analisis dampak dari keadaan lingkungan yang berubah secara tiba-tiba juga dijumpai pada penelitian Astuti (2000). Penelitian ini mengenai dampak krisis ekonomi terhadap kinerja dan respon pengusaha industri kecil- menengah pakaian jadi di sentra industri pakaian jadi di kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dalam penelitiannya, Astuti meneliti dampak krisis berdasarkan skala usaha, orientasi pasar, dan hubungan subkontrak. Indikator yang digunakan adalah harga input- input, harga produk, nilai penjualan, dan keuntungan. Hasil yang didapatkan adalah krisis ekonomi meningkatkan rata-rata volume produksi dan harga produk. Peningkatan tersebut mendorong tingginya nilai produksi sehingga rata-rata keuntungan seluruh responden meningkat. Krisis ekonomi juga me ndorong tingginya volume ekspor komoditas pakaian jadi sehingga krisis berdampak positif bagi pengusaha yang berorientasi pasar ekspor. Selain pengusaha yang berorientasi ekspor juga pengusaha yang berorientasi lokal, terutama bagi usaha yang terlibat dalam hubungan subkontrak, bahkan dapat meningkatkan kinerjanya. Dampak terkecil yang dianalisis terjadi pada industri menengah-ekspor-non subkontrak dimana industri tersebut mampu untuk meningkatkan volume produksi dan keuntungannya, sedangkan dampak krisis terbesar terjadi pada industri menengah subkontrak lokal serta kecil- lokalnonsubkontrak. Penelitian mengenai usaha tahu terfokus populasi usaha tahu dengan produksi yang besar dan dapat mengolah sendiri pada pabrik yang dimiliki. Usaha ini jika dilihat dari jumlah tenaga kerja, termasuk usaha kecil. Penelitian Suhendar mengambil penelitian pada usaha kecil tahu sumedang di Bandung, Sidaruk meneliti usaha kecil di kota Bogor dan Pangastuti di Kabupaten Bogor. Penelitian
yang mengambil sampel khusus industri rumah tangga belum dilakukan sehingga penelitian ini terfokus pada industri rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura. Penelitian Suhendar dan Sidaruk menganalisis usaha pada strategi pengembangan, produkstivitas dengan analisis nilai tambah dan efektivitas biaya serta kelayakan finansial sebelum bulan Oktober 2005. Pada bulan tersebut terjadi kenaikan harga BBM hampir 100 persen sehingga mempengaruhi usaha kecil tahu. Penelitian mengenai dampak kenaikan BBM secara makro dijumpai pada penelitian Sahara (2003), penelitian ini terfokus pada kinerja perekonomian makro dan sektoral di Indonesia. Sedangkan penelitina Pangantuti telah terfokus pada kenaikan harga BBM tersebut terhadap usaha- usaha kecil tahu dan belum pada usaha rumah tangga tahu, sehingga penelitian ini terfokus pada usaha rumah tangga tahu karena telah diketahui bahwa usaha rumah tangga memiliki modal yang terbatas.
III
3.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Kinerja Usaha Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) mendefinisikan kinerja sebagai kata benda yang artinya: 1. sesuatu yang dicapai, 2. prestasi yang diperlihatkan, 3. kemampuan kerja (peralatan). Sesuatu yang dicapai oleh suatu usaha erat kaitannya dengan tujuan dari usaha tersebut. Nicholson (2002), menyatakan bahwa tujuan setiap perusahaan adalah mengubah input menjadi output. Penilaian kinerja suatu usaha erat hubungannya dengan input dan output. Bagi pengusaha Usaha Kecil dan Rumah Tangga (UKRT) dengan omset 50 juta rupiah pengubahan input menjadi output ini hanya terbatas untuk kelangsungan usaha tersebut 6), sehingga jika terjadi kenaikan harga input akan mempersulit usaha ini karena akan berpengaruh pada biaya produksi, output dan keuntungannya. Pada bulan Oktober 2005 terjadi kenaikan harga BBM. Oktaviani (2005) menyatakan bahwa pada sisi penawaran, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan biaya produksi sehingga harga-harga meningkat (inflasi) dan output menjadi turun. Dampak tersebut tentunya akan mengakibatkan perubahan pada input dan output UKRT, sehingga produktivitasnya akan berubah. Produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang yang diproduksi) dan sumber atau input yang dipakai untuk menghasilkan hasil tertentu (Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner, 1995). Hubungan fisik antara hasil atau 6)
Kuncoro, Mudrajat. “Usaha Kecil di Indonesia: profil, masalah dan strategi pemberdayaannya”.. Jurnal. http://www.mudrajat.com/upload/journal_usaha-kecil-indonesia.pdf. (27 Maret 2007).
output dengan input ini dapat dinyatakan dalam suatu fungsi produksi (Soekartawi, 2003). 3.1.2 Produksi Produksi (production) adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang didinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang atau jasa (Swastha dan Sukotjo 1998). Bahan-bahan atau input juga dapat disebut sebagai faktor produksi. Hubungan antara faktor produksi dan hasil atau output dapat dinyatakan dalam fungsi produksi. Soekartawi (2003) mendefiniskan fungsi produksi sebagai hubungan timbal balik antara variable yang dijelaskan (Y) berupa output dan variabel yang menjelaskan (X) berupa input. Soekartawi (2003) menjabarkan 3 macam fungsi produksi yang sering dipakai dalam analisis produksi yaitu linier, kuadratik dan eksponensial. 1. Fungsi Produksi Linier Soekartawi (2003) merumuskan secara matematik fungsi produksi ini sebagai berikut: Y = X1 , X2 , …, Xn atau Y = a + b1 X1 + b2 X2 + …+biXi + … + bn Xn dimana: Y = variable yang dijelaskan X = variable yang menjelaskan Fungsi ini memiliki garis produksi linier. Gambar 1 menjabarkan garis fungsi produksi linier.
Y Y = a + bX
0
X Gambar 1 Kurva Fungsi Produksi Linier
Kemiringan garis menunjukkan merupakan produk marginal yang dinyatakan sebagai intersep b. 2. Fungsi Produksi Kuadratik Soekartawi (2003) merumuskan rumus matematik dari fungsi ini yaitu: Y = f (Xi) atau Y = a + bX + cX2 Dimana: Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga Fungsi ini berlaku ketetapan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a + bX – cX2 Berikut merupakan gambar kurva fungsi produksi kuadratik
Y Y = a + bX – cX
0
X Gambar 2 Kurva Fungsi Produksi Kuadratik
3. Fungsi Produksi eksponensial Fungsi ini dapat disebut pula sebagai fungsi Cobb-Douglas. Soekartawi (2003) merumuskan fungsi ini sebagai berikut:
Y = aX
b1 1
X
b2 2
e
u
Penyelesaian dari fungsi ini memerlukan bantuan logaritma yang dapat dituliskan sebagai berikut: LogY = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u Dimana: Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = parameter yang diduga u
= kesalahan (dissturbance term)
e
= logaritma natural, e = 2,718
Fungsi ini dapat digambarkan melalui kurva berikut ini: Y
X Gambar 3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi Cobb-Douglas lebih sering dipakai dari pada fungsi yang lain dengan alasan sebagai berikut: 1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah diband ingkan dengan fungsi yang lain.
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. 3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat return to scale. Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing retuns to scale. Berdasarkan fungsi Cobb-Douglas diatas dapat dituliskan sebagai persamaan, yaitu: 1 < b1 + b2 <1 Sehingga kemungkinan hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut: 1. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 ) < 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 ) = 1, dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 ) > 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input disebut sebagai Elastisitas Produksi (Ep) yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2003): ∆Y ∆X / Y X ∆Y X Ep = x ∆X Y Ep =
atau
Keterangan: Y = output X = faktor produksi Daniel (2004) merumuskan elastisitas produksi sebagai berikut: Ep =
PM PR
Keterangan: Ep = elastisitas produksi PM = produk marginal PR = produk rata-rata Hubungan antara produk masrginal dan rata-rata dapat digambarkan dalam suatu grafik. Gambar 4 menggambarkan hubungan antara produk marginal, produk ratarata dan produk
I
II
III D
Y
PT B
A
C PR
I
II E
Sumber: Daniel (2004)
X PM
Keterangan: PT = produk rata-rata I = daerah dengan Ep > 1 dan produksi tidak efisien II = daerah dengan 1 > Ep > 0 dan produksi efisien III = daerah dengan Ep < 1 dan produksi tidak efisien Gambar 4 Hubungan Antara PT, PR, dan PM Dalam Proses Produksi
Soekartawi (2003) menyatakan hubungan antara PT, PM, PR dan elastisitas produksi sesuai dengan Gambar 4 sebagai berikut: 1. Ep = 1, jika produk rata-rata mencapai maksimum atau bila produk rata-rata sama dengan produk marginal. 2. Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep = 0. 3. Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan increasing rate dan PR juga menaik. Pada tahap ini terjadi di daerah I, produsen masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan. 4. Nilai Ep lebih kecil dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < Ep < 0. 5. Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi di daerah II, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap menaik pada tahapan decreasing rate. 6. Ep < 0, yang berada di daerah III, pada situasi demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun. 7. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan produsen yang bersangkutan. 3.1.3 Biaya Produksi Biaya dalam arti luas merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu, sedangkan dalam arti sempit biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Biaya dibagi menjadi tiga menurut fungsi pokok dalam perusahaan, yaitu: biaya produksi, biaya pemasaran, biaya
administrasi dan umum. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh fungsi produksi untuk mengolah bahan baku menjadi produksi jadi (Mulayadi 2000). Lebih lanjut biaya produksi ini dibagi menjadi tiga yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Menurut Swastha dan Sukotjo (1998) terdapat beberapa biaya, yaitu: biaya variabel, biaya tetap dan biaya total. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah-ubah disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (konstan) untuk setiap tingkatan/sejumlah hasil yang diproduksi. Contoh dari biaya ini adalah gaji pimpinan, sewa gedung dan pajak kekayaan. Biaya total merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain adalah jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap. 3.1.4 Pemasaran Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran dalam pertanian (tataniaga) mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatankegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya (Limbong dan Sitorus 1987).
Sudiyono (2002) menyatakan bahwa pendekatan untuk mempelajari tataniaga ada lima yaitu pendekatan komoditi, pendekatan lembaga, pendekatan fungsi, pendekatan teori ilmu ekonomi dan pendekatan sistem. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), analisis tataniaga ada 4 pendekatan yaitu pendekatan serba fungsi, pendekatan serba lembaga, pendekatan serba barang, dan pendekatan serba sistem. Selain keempat pendekatan tersebut ada juga yang menambahkan dengan pendekatan serba manajemen, dan pendekatan dari segi ekonomi. 1. Pendekatan serba fungsi Pendekatan ini menelaah tataniaga dari sudut pandang fungsi yang dilakukan. Fungsi adalah jasa-jasa, aktivitas, dan tindakan yang diperlukan dalam proses pengaliran barang dan jasa dari titik produsen hingga titik konsumen dalam keadaan baik, lancar dan teratur. Fungsi tataniaga terdiri dari tiga fungsi pokok yaitu: fungsi pertukaran, fungsi penjualan, dan fungsi fasilitas. 2. Pendekatan serba lembaga Pendekatan serba lembaga mempelajari tataniaga dari segi organisasi lembaga- lembaga yang turut serta atau terkait dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga- lembaga yang terlibat adalah produsen, pedagang besar, pengecer,agen-agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. 3. Pendekatan serba barang Pendekatan serba barang menekankan pada kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlakukan terhadap barang/jasa selama proses penyampaiannya mulai
dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini hanya menekankan kepada komoditi / jasa. 4. Pendekatan serba sistem Pendekatan serba sistem memperhatikan 3 aspek yaitu: a. Proses ekonomi yang sedang berjalan dan mengkaji bagaimana kesinambungannya. Dilihat arus komoditi serta arus informasi dari komoditi tersebut. b. Pengidentifikasian pusat-pusat pengawasan dan aktivitas-aktivitas yang sedang berjalan, artinya dipusat mana atau ditingkat mana keputusan tersebut diambil. c. Pengidentifikasian suatu mekanisme yang mengintegrasikan aktivitasaktivitas dalam suatu proses sistem yang sedang berjalan. 5. Pendekatan serba manajemen Pendekatan serba manajemen difokuskan kepada pendapatan dan keputusan yang diambil oleh manager tentang beberapa variabel yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol seperti produksi perusahaan, saluran distribusi, harga, keuangan, administrasi, ketenaga kerjaan, dll. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikontrol adalah persaingan, permintaan, masyrakat, dll. 6. Pendekatan dari teori ekonomi. Pendekatan dari teori ekonomi dihubungkan dengan azas-azas dan hukumhukum ekonomi atau dilihat dai segi teori ekonomi. Penekanannya pada masalahmasalah
supplai
demand,
harga,
kompetisi/persaingan, dan lain sebagainya.
elastisitas,
keseimbangan
pasar,
3.1.5 Biaya Pemasaran Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembagalembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses penyampaian barang atau komoditi mulai dari titik produsen sampai ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pembiayaan merupakan fungsi yang mutlak perlu dalam menangani sistem pemasaran, karena adanya perbedaan waktu yang kadang-kadang cukup lama untuk menyampaikan barang niaga dari produsen ke konsumen. Tingginya biaya pemasaran akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat produsen. Selain itu juga mempengaruhi tingkat margin keuntungan masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditi tertentu.
3.2 Kerangka Operasional Kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober 2005 telah banyak merugikan para pengusaha. Harga bahan baku meningkat sedangkan daya beli masyarakat menurun karena kenaikan harga barang-barang. Keadaan ini akan menyulitkan pengusaha yang bermodal kecil terutama usaha kecil dan rumah tangga. Pengusaha akan terpaksa meningkatkan harga produksinya untuk menutupi kenaikan biaya produksi. Salah satu usaha dalam skala kecil dan rumah tangga di Kartasura adalah tahu. Usaha rumah tangga tahu di Kartasura mengandalkan produksi Tahu Pong yang merupakan produk lanjutan dari Tahu Putih. Tahu ini memiliki input- input produksi seperti kedelai, minyak goreng, kayu bakar, bumbu yang harganya dimungkinkan naik akibat kenaikan harga BBM. Naiknya harga ini akan
mengakibatkan peningkatan pada biaya produksi. Berapakah peningkatan biaya produksinya? Modal menjalankan usaha rumah tangga sangat kecil dan terbatas, sehingga sulit bagi usaha ini menjalankan produksinya karena kenaikan biaya produksi. Sumber daya input yang dimilikipun semakin terbatas karena semakin tidak terjangkau harganya oleh pengusaha. Hal ini akan memaksa pengusaha melakukan perubahan terhadap produksinya. Kondisi tersebut melatar belakangi pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi setiap hari dan kinerja usaha. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi Tahu Pong adalah jumlah kedelai setiap bulan, jumlah minyak goreng setiap bulan, dan jumlah kayu bakar setiap bulan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kinerja usaha dilihat dari perubahannya pada penerimaan, struktur biaya dan keuntungan usaha. Biaya terdiri dari biaya produksi dan biaya pemasaran. Biaya-biaya produksi yang dihitung adalah biaya yang dikeluarkan setiap bulan seperti bahan baku dan tenaga kerja. Biaya pemasaran dianalisis dengan menambahkan analisis lembaga- lembaga yang terlibat dalam pemasaran Tahu Pong tersebut.
Industri rumah tangga tahu Pong di Kartasura
Kenaikan harga BBM
Kenaikan Biaya produksi
Penurunan daya beli masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi : • Jumlah kedelai • Jumlah minyak goreng • Jumlah kayu bakar
Perubahan permintaan Tahu Pong
Perubahan kinerja usaha rumah tangga Tahu Pong di Kartasura
Penerimaan usaha
Struktur Biaya
- Biaya pemasaran - Saluran tataniaga
Keuntungan usaha
Biaya produksi
Rekomendasi
Gambar 5 Kerangka Operasional Penelitian
IV
4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian Penelitian
mengambil
lokasi
di
Kecamatan
Kartasura,
Kabupaten
Sukoharjo. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena kecamatan ini merupakan salah satu penghasil Tahu Pong di Sukoharjo. Tahu Pong merupakan salah satu jenis tahu yang dapat dijadikan produk andalan daerah ini, akan tetapi pengelolaan dari segi produksi, pemasaran dan kelembagaan masih sederhana.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
berasal dari wawancara para pemilik usaha rumah tangga tahu di daerah Kartasura. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur seperti buku potensi kelurahan, kecamatan, kabupaten setempat, departemen terkait, dan BPS.
4.3
Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
(sengaja) sebanyak 30 responden pengusaha rumah tangga tahu Pong di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan responden terjadi di dua kelurahan yaitu Kelurahan Wirogunan dan Kelurahan Ngabeyan. Responden yang terpilih harus memproduksi Tahu Pong dan tidak memiliki pabrik pengolahan tahu putih.
4.4
Metode Pengolahan Data Data diolah dengan dua metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan
kualitatif. Metode kualitatif dilakukan secara deskritif untuk mengetahui gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajeman, sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dan perubahan kinerja usaha Tahu Pong. Analisis dampak kenaikan harga BBM ini menggunakan metode before and after, sehingga dapat melihat perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi dan kinerja usahanya. Produksi dihitung dalam satuan papan/bulan karena terdapat perbedaan bentuk potongan dan ukurannya. Pengolahan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ini menggunakan fungsi produksi CobbDouglas yang dianalisis dengan regresi berganda yang dibantu program komputer Minitab 14. Perubahan kinerja dilihat dari penerimaan, biaya dan keuntungan usaha. Penerimaan dianalisis dari hasil perkalian antara harga dengan jumlah produksinya. Data yang dibutuhkan adalah jumlah produksi dan harga tahu setiap potongnya. Biaya dianalisis dari segi biaya produksi dan pemasarannya. Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan setiap bulan. Data yang dibutuhkan adalah harga dan jumlah input yang terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku penolong serta biaya transportasi. Kedua analisis ini menggunakan program komputer Microsoft Excel. Analisis biaya pemasaran ditambah analisis struktur tata niaga Tahu Pong.
Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibattkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel bebas (Y) dan yang lain disebut sebagai variabel menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003). Lebih lanjut Soekartawi menjelaskan fungsi ini umumnya diselesaikan dengan cara regresi karena sesuai fungsi analisis regresi. Gujarati (1978) menyatakan bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan dengan makasud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahuhi atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan (yang belakangan). Soekartawi (2003) menrumuskan secara matematik fungsi ini, yaitu:
Y = aX
b1 1
X
b2 2
e
u
Persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, yaitu: logY = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + u Dimana: Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = parameter yang diduga u
= kesalahan (dissturbance term)
e
= logaritma natural, e = 2,718
Persyaratan dari fungsi Cobb-Douglas ini adalah: 1.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition. 4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhada p Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong Analisis pengaruh ini dengan membandingkan hasil analisis regresi berganda faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong setiap bulan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
logY = log β 0 + β 1 log X 1 + β 2 log X 2 + β 3 log X 3 + ε Dimana : Y1
= Produksi tahu pong setiap hari (papan/bulan)
β0
= Intersep
β1−8
= Koefisien regresi
X1
= Jumlah penggunaan kedelai setiap bulan (kg/bulan)
X2
= Jumlah penggunaan minyak goreng setiap bulan (kg/bulan)
X3
= Jumlah penggunaan kayu bakar setiap bulan (Rp/bulan)
e
= error term
Model tersebut kemudian di uji dengan uji statistik F untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dengan cara: Hipotesis : H0 : bi = 0; artinya variabel amatan (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi) H1
: bi ? 0; artinya variabel amatan (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi)
Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya sebagai berikut:
ESS k −1 Fhit = RSS N −k Derajat bebas N – k , dimana : ESS
= Jumlah kuadrat yang dijelaskan
RSS
= Jumlah kuadrat residual
N
= Jumlah pengamatan
k
= Jumlah koefisien
Kriteria Uji: Jika : F-hit < F-tabel, maka terima H0 , artinya variabel amatan (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi). Jika : F-hit > F-tabel, maka tolak H0 , artinya variabel amatan (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi). Pengaruh masing- masing variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan menggunakan uji statistik t, yaitu dengan cara pengujian hipotesis:
Hipotesis : H0
: bi = 0; artinya variabel amatan (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi)
H1
: bi ? 0; artinya variabel amatan (Xi) berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi)
Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya dengan derajat bebas N – k, yaitu: t-hit(N-k) =
βˆ i − β i se( βˆ ) i
Kriteria Uji : Jika : t- hit(N-k) < t-tabel, maka terima H0 , artinya variabel amatan (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi). Jika
: t-hit(N-k) > t-tabel, maka tolak H0 , artinya variabel amatan (Xi) berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).
Perbandingan ukuran kebaikan-suai (goodness of fit) dari dua garis regresi yang sama jenis dan jumlah variabelnya dapat menggunakan koefisien determinasi (R2 ). Koefisien determinasi adalah proporsi (bagian) atau prosentase total variasi dalam variabel produksi tahu pong (Y) yang dapat dijelaskan oleh model. Gujarati (1978) koefisien ini dapat dirumuskan sebagai berikut: R2 =
ESS TSS
Dimana: ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan TSS = jumlah kuadrat total Semakin besar nilai R2 maka makin besar variasi variabel produksi tahu pong (Y) dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang terpilih.
Model regresi linier majemuk mensyaratkan tidak adanya multikolinearitas atau hubungan linier di antara variabel bebas. Gujarati (1978) mengkondisikan multikolinearitas sebagai berikut: ? 1 X1 + ?2 X2 + .... + ?k Xk = 0 dimana: X1 , X2 , ..., Xk = variabel besar ? 1 , ?2 , ...., ?k = konstanta Mulitikolinearitas ini dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai VIF lebih dari 10 maka terdapat multikolinearitas dalam model regresi tersebut dan jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinearitas dalam model regresi. 4.4.2 Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Usaha Tahu Pong Analisis dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja dilihat dari perubahan penerimaan, struktur biaya dan keuntungan usaha sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005. Analisis penerimaan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah Tahu Pong yang diproduksi dan harganya. Analisis biaya dibagi menjadi 2 yaitu biaya produksi dan biaya pemasaran. Biaya produksi menggunakan biaya yang termasuk biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang berpengaruh secara langsung jumlah yang diproduksi. Biaya ini terdiri dari biaya bahan baku kedelai, biaya tenaga kerja, biaya pabrik dan bahan penolong seperti bumbu - bumbu, minyak goreng, bahan bakar. Biaya pemasaran merupakan biaya distribusi yang dikeluarkan produsen untuk mengangkut Tahu Pong ketempat jual beli dengan pelanggannya. Analisis lembaga pemasaran Tahu Pong juga ditambahkan dalam analisis ini.
Analisis keuntungan usaha dengan cara membandingkan keuntungan pada saat sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Analisis keuntungan usaha menggunakan rumus matematis yang dirumuskan oleh Soekartawi (1978), sebagai berikut: K = PrT – B Keterangan: K
= Keuntungan usaha setiap bulan (Rp/bulan)
PrT
=
Penerimaan total usaha setiap bulan (Rp/bulan)
B
= Biaya total yang dikeluarkan setiap bulan (Rp/bulan)
Sedangkan penerimaan total dihitung dengan rumus matematis yang dirumuskan oleh Soekartawi (1978) sebagai berikut : PrT = P x Q Keterangan: PrT
= Penerimaan usaha setiap bulan (Rp/bulan)
P
= Harga tahu (Rp/potong)
Q
= Jumlah tahu yang diproduksi setiap bulan (potong/bulan)
4.5
Definisi Istilah Definisi operasional digunakan untuk menyamakan pengertian mengenai
istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen. Biaya produksi adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam penciptaan barang/ jasa. 2. Biaya pemasaran adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam menyampaikan barang/ jasa kepada konsumen.
3. Biaya tetap merupakan penjumlahan biaya penyusutan peralatan yang terdiri dari ember, papan, wajan, serok, susuk, dan tampah yang dihitung dengan metode garis lurus, sebagai berikut: nilai pembelian – nilai penjualan Biaya tetap = waktu pemakaian 4. Papan adalah alas dasar dari kayu untuk mencetak Tahu Putih. Papan digunakan sebagai satuan produksi Tahu Putih. 5. Masakan merupakan sebutan untuk mengubah kedelai menjadi Tahu Putih. Masakan juga menjadi satuan untuk upah yang diberikan untuk mengubah kedelai menjadi Tahu Putih. 6. Biaya pabrik adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha rumah tangga kepada pemilik pabrik karena mengolah kedelainya menjadi Tahu Putih. 7. Pemasaran adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya 8. Produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi barang atau jasa. 9. Tampah adalah tempat berbentuk lingkaran terbuat dari anyaman bambu, digunakan sebagai wadah penampungan Tahu Pong dan Magel yang selesai digoreng dan siap dijual ke pasar – pasar.
10. Wajan adalah tempat menggoreng Tahu Putih menjadi Tahu Pong atau Magel.
V
5.1
GAMBARAN UMUM INDUSTRI TAHU
Industri Tahu di Kartasura Kartasura merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.
Kecamatan ini terletak di daratan tinggi dengan luas 1.923 Ha yang terbagi menjadi 10 desa dan dua kelurahan. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Kota Surakarta di sebelah timur, Kecamatan Gatak di sebelah selatan dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat. Jumlah penduduk mencapai 87.283 jiwa pada tahun 2004. Perekonomian daerah ini didominasi oleh industri pengolahan yang disusul usaha perdagangan, hotel dan restoran (BPS Sukoharjo, 2004) Salah satu jenis industri pengolahan di Kartasura adalah industri Tahu dengan dua sentra industri, yaitu Kelurahan Kartasura dan Wirogunan. Kelurahan Kartasura
memiliki
25
usaha
kecil
tahu
dan
22
unit
usaha
kecil
di Wirogunan. Tabel 6 menjabarkan sentra industri kecil tahu di Kabupaten Sukoharjo. Tabel 6 Daftar sentra industri kecil tahu di Kabupaten Sukoharjo Unit Usaha Kelurahan Kecamatan 2005 2004 2003 Karanganyar Weru 54 54 54 Bulu Bulu 24 24 24 Wirogunan Kartasura 22 22 22 Kartasura Kartasura 25 25 25 Plesan Nguter 30 30 30 Celep Nguter 44 44 44 Parang joro Grogol 32 32 30 Magendo Grogol 32 27 25 Mancasan Baki 22 22 20 Jumlah 285 280 269 Sumber : Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo (2005)
2002 54 24 22 25 30 44 30 25 20 269
Usaha tahu skala rumah tangga juga terdapat di Wirogunan walaupun jumlahnya belum diketahui secara pasti. Jumlah ini tidak mengalami peningkatan atau penurunan dari tahun 2002 - 2005. Sentra industri kecil tahu di Kelurahan Kartasura berpusat di dukuh Purwogondo. Daerah ini merupakan cikal bakal usaha tahu pertama kali di Kecamatan Kartasura yang didirikan oleh Bapak Teguh. Akan tetapi, usaha ini tidak dapat bertahan sampai sekarang. Karyawannya yang umumnya berasal dari Purwogondo mendirikan usaha tahu sendiri di Purwogondo. Dalam perkembangannya, usaha ini menyebar ke daerah sekitarnya yaitu di kelurahan Ngabeyan dan Wirogunan dengan jumlah masing- masing sembilan dan 13 unit usaha kecil tahu. Produksi tahu Kartasura ada tiga jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong. Umumnya usaha di Purwogondo memproduksi Tahu Putih, sedangkan usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan memproduksi ketiga tahu tersebut. 5.1.1 Industri Tahu Putih di Kartasura Tahu Putih merupakan produk olahan langsung dari kedelai yang memiliki potongan kotak. Tahu ini harus diolah lagi agar dapat dikonsumsi langsung. Tahu Putih Kartasura di produksi di tiga wilayah yaitu Purwogondo, Ngabeyan dan Wirogunan. Perbedaan tahu di tiga wilayah ini adalah jumlah produksi dan sistem penyaluran produk kepada konsumen. Usaha tahu di Purwogondo dapat memproduksi Tahu Putih sebanyak 50-60 masakan/hari. Penjualannya langsung kepada pedagang perantara. Pedagang ini yang nantinya menjual tahu kepada konsumen akhir dalam bentuk bungkusan plastik. Setiap bungkus berisi 10-13 potong tahu dengan harga 1.000 rupiah
sampai dengan 1.200 rupiah. Usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan sama jumlah produksinya mencapai sepuluh masakan setiap hari. Penjualannya langsung ditangani pemilik usaha kepada konsumen akhir atau pedagang perantara dipasar tradisional. 5.1.2 Industri Tahu Magel di Kartasura Tahu Magel merupakan produk lanjutan dari Tahu Putih. Persamaannya dengan Tahu Pong adalah cara pembuatannya yaitu Tahu Putih digoreng dalam minyak goreng, sedangkan perbedaannya terletak pada lama penggorengan dan konsumsinya. Jika Tahu Pong digoreng sampai kosong tengahnya atau menggelembung ukurannya, maka Tahu Magel tidak sampai menggelembung dan waktu dibutuhkan lebih singkat daripada Tahu Pong. Tahu Magel tidak dibumbui dan dikonsumsi langsung seperti Tahu Pong karena kegunaannya sebagai bahan masakan. Produksi tahu ini hanya dijumpai di Ngabeyan dan Wirogunan denga n jumlah usaha lebih sedikit daripada usaha tahu yang memproduksi Tahu Pong. Daerah penjualan Tahu Magel terbatas di daerah Kartasura dan Boyolali. 5.1.3 Industri Tahu Pong di Kartasura Tahu Pong merupakan produk lanjutan Tahu Putih yang dapat dikonsumsi langsung. Ciri tahu ini mirip tahu Sumedang yaitu ompong atau kosong di dalamnya, akan tetapi kulit Tahu Pong lebih tipis daripada Tahu Sumedang. Bentuk tahunya ada dua yaitu kencong atau segitiga dan kotak. Tahu Pong banyak dipoduksi oleh usaha rumah tangga ya ng berada di daerah Wirogunan dan Ngabeyan. Jumlah produksi di kedua daerah ini berkisar antara antara satu sampai dengan sepuluh masakan setiap harinya.Daerah
penjualannya telah tersebar pada daerah sekitar Kartasura seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo dan Surakarta.
5.2
Proses Pembuatan Tahu Kartasura Cara pembuatan Tahu Putih Kartasura sama dengan tahu di daerah lain,
sedangkan pembuatan tahu Pong dan Magel dengan cara digoreng dan dibumbui. Tahapan dalam membuat Tahu Putih, Magel dan Pong di Kartasura akan dijabarkan sebagai berikut : 1)
Pemilihan kedelai dan Perendaman Kedelai Bahan baku utama Tahu adalah kedelai. Terdapat dua jenis kedelai yang
digunakan, yaitu kedelai impor yang disebut dengan kedelai Amerika dan kedelai lokal. Perbandingan yang digunakan antara kedelai Amerika dan lokal adalah 2:1 atau 1:1 dengan jumlah campuran kedelai sebanyak enam sampai dengan sepuluh kilogram. Kedelai ini kemudian direndam dengan air selama + dua jam. 2)
Penggilingan kedelai Kedelai rendaman dibuang airnya untuk dic uci dengan air bersih secara
berulang-ulang. Setelah itu kedelai digiling dengan mesin giling yang digerakan dinamo atau diesel. Dinamo menggunakan bahan bakar listrik sedangkan diesel menggunakan bahan bakar solar. Penggilingan ini ditambahkan air sedikit demi sedikit. 3)
Pemasakan dan pengendapan bubur Kedelai Kedelai yang telah menjadi bubur dimasukkan bak pemasakan. Pemasakan
menggunakan uap air dari pemanasan drum air menggunakan bahan bakar brambut atau grajen. Brambut adalah bekas kulit paling luar dari biji padi, sedangkan grajen adalah sisa penggergajian kayu. Uap kemudian dialirkan
melalui pipa ke dalam bak berisi bubur kedelai dengan memberikan air agar menjadi encer. Pemasakan ini memakan waktu kurang lebih 30 menit. Setelah itu bubur dipindahkan kedalam bak berukuran lebih besar daripada bak pemasakan sambil menyaring bubur untuk memisahkan ampas dan air perasannya. Air perasan merupakan sari (pati) kedelai. Pati tahu diaduk pelan-pelan sambil ditambahkan cairan atau air kecut. Hasil pencampuran antara pati tahu dan air kecut ini dinamakan bit tahu. Bit tahu kemudian diendapkan setelah itu lapisan air paling atas diambil untuk ditampung pada ember yang nantinya digunakan kembali sebagai campuran dengan pati tahu. Pada pendirian pabrik tahu pertama kali, air kecut didapatkan dengan mencampur cuka 100 ml dengan air sebanyak satu gentong. 4)
Pencetakan dan pengepresan Bit tahu yang telah diendapkan dalam bak kemudian ditampung di papan
pencetakan kayu yang telah dilapisi kain tipis. Umumnya ukuran cetakan adalah 70x70 cm. Kedelai sebanyak lima sapai dengan tujuh kilogram dapat dijadikan dua buah cetakan, sedangkan sepuluh kilogram menjadi tiga buah cetakan dan 20 kilogram menjadi sepuluh cetakan. Setelah bit tahu dimasukkan ke dalam cetakan kemudian ditutup dengan kayu dan dipres dengan membebankan batu besar di atasnya. 5)
Penggorengan Satu cetakan tahu dipotong-potong menjadi 9x9, 10x10, 12x12, 14x14 atau
17x17 sesuai permintaan pelanggan. Setelah pemotongan tahu mengalami dua kali penggorengan untuk mend apatkan Tahu Pong dan Tahu Magel. Tahu Pong digoreng selama kurang lebih 30 menit, sedangkan tahu Magel hanya berlangsung
kurang lebih lima menit. Gambar 6 memuat bagan pembuatan Tahu Pong Kartasura.
penggilingan
kedelai
Air
Bubur kedelai Pemasakan
Uap Air
Penyaringan
Ampas
Pati kedelai
Pengendapan
Air kecut
Pencetakan
Tahu Putih Pemotongan dan penggorengan
Tahu Magel
Tahu Pong
Bumbu
Gambar 6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura Perbedaan pembuatan Tahu Pong dan Tahu Bandung atau Tahu Sumedang. Terletak pada proses lanjutan pada Tahu Putih untuk menghasilkan ketiga tahu tersebut. Tahu Putih pada Tahu Bandung direbus dengan air yang telah di campur dengan kunyit, sedangkan Tahu Putih pada Tahu Sumedang terlebih dahulu
direbus dengan air campuran garam kemudian dilanjutkan proses penggorengan Potongan-potongan Tahu Putih Kartasura tidak mengalami perebusan akan tetapi langsung digoreng yang disusul pemberian bumbu-bumbu. Proses pembuatan Tahu Sumedang dan Tahu Bandung terdapat pada Gambar 7 (Sidauruk, 2005).
kedelai
penggilingan
perebusan
penyaringan
Susu kedelai Penggumpal (asam nabati)
ampas
penggumpalan
Pencetakan
Perebusan dengan air campuran kunyit
Perebusan dengan air campuran garam
Tahu bandung
penggorengan
Tahu Sumedang
Gambar 7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan Tahu Sumedang 5.3
Keragaan Usaha Tahu di Kartasura
5.3.1 Usaha Kecil Tahu di Kartasura Usaha kecil tahu Kartasura telah memiliki pabrik pengolahan tahu yang berpusat di Kelurahan Kartasura sebanyak 22 unit, Wirogunan sebanyak 13 unit
dan Ngabeyan sebanyak 12 unit (Deperindagkop dan Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo 2005). Jenis tahu yang dijual di Kelurahan Kartasura adalah Tahu Putih, sedangkan tahu di Wirogunan dan Ngabeyan adalah Tahu Putih, Tahu Pong dan Tahu Magel. 1) Modal Modal awal usaha ini untuk pembangunan pabrik dan pembelian peralatan. Pembangunan pabrik digabung atau terpisah dengan tempat tinggal. Umumnya pabrik di Purwogondo dibangun terpisah dari tempat tinggal, sedangkan usaha di Wirogunan dan Ngabeyan digabung dengan tempat tinggal. Tabel 7 menjabarkan modal awal bagi usaha tahu. Tabel 7 Modal Awal Usaha Kecil Tahu Keterangan Lahan Bangunan Dinamo Penggilingan Drum Pipa – pipa Pompa air Cetakan (blabak) Saringan + gayung Ember – ember Listrik Total
Total biaya (Rp) 17.500.000 10.000.000 2.000.000 4.000.000 1.000.000 1.000.000 400.000 2.500.000 500.000 200.000 1.000.000 40.100.000
Lahan pendirian pabrik berkisar antara 300 sampai dengan 400 ribu setiap meter persegi. Mesin penggiling digerakkan dengan dinamo atau diesel. Semua usaha tahu di Purwogondo telah menggunakan dinamo, sedangkan di Wirogunan dan Ngabeyan menggunakan mesin dinamo dan diesel. Drum-drum digunakan sebagai tempat memanaskan air yang uapnya untuk memasak bubur Tahu.
Cetakan-cetakan Tahu berukuran 70 x 70 cm yang disebut papan. Satu kali proses pembuatan Tahu Putih menghasilkan dua cetakan tahu. Air yang digunakan dalam produksi tahu berasal dari air sumur dan tidak menggunakan air PAM karena air yang dibutuhkan dalam jumlah besar. 2) Bahan Baku Bahan baku utama tahu adalah kedelai dari jenis lokal dan impor (kedelai Amerika). Campuran kedelai lokal dan impor berbeda-beda, diantaranya adalah 1 : 1 dan 1 : 2 dengan jumlah total untuk satu proses pembuatan tahu sebanyak enam sampai dengan tujuh kilogram. Satu hari membutuhkan kedelai 2,5 sampai dengan tiga kwintal/hari sehingga pembelian kedelai langsung kepada pedagang grosir kedelai di kota Surakarta. Pembelian langsung kepada petani dari Boyolali dan Klaten juga dilakukan jika terjadi panen kedelai. 3) Tenaga kerja Rata-rata tenaga kerja yang digunakan di Purwogondo sebanyak tiga sampai dengan lima orang dari daerah sekitar. Sistem upah berdasarkan borongan sebesar 2.000 rupiah/masakan. Tenaga kerja yang berkerja di Wirogunan dan Ngabeyan sebanyak satu sampai dengan empat orang/unit usaha dengan dibantu anggota keluarga atau pemilik usaha. Penentuan upah berdasarkan jumlah masakan dengan bayaran setiap tenaga kerja antara 1.000 rupiah/masakan sampai dengan 1.500 rupiah/masakan. Tenaga kerja pembuatan Tahu Putih ini adalah laki- laki karena harus mengerahkan tenaga besar dalam pembuatannya sehingga di Purwogondo tidak dijumpai tenaga kerja wanita. Wirogunan dan Ngabeyan dijumpai tenaga kerja wanita dengan tugas mengolah Tahu Putih menjadi Tahu Pong atau Tahu Magel.
Besar upah dalam satu hari antara 10.000 rupiah/orang sampai dengan 15.000 rupiah/orang. 4) Penjualan Tahu putih dijual oleh pengusaha tahu di Purwogondo seharga 27.000 rupiah/masakan hingga 30.000 rupiah/masakan, sedangkan pengusaha di Wirogunan dan Ngabeyan menjualnya dalam berbagai potongan kotak atau kencong (segitiga) dan harga. Jenis tahu yang dijual ada tiga jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong. 5) Pendapatan usaha Pendapatan usaha tahu Purwogondo didapatkan dari penjualan tahu dan ampasnya. Ampas tahu dijual dengan harga 2.500 rupiah hingga 3.000 rupiah untuk satu masakan. Pengusaha tahu di Purwogondo dapat memproduksi hingga 50 masakan setiap hari, akan tetapi jumlah tersebut di Wirogunan dan Ngabeyan merupakan gabungan olahan bahan baku kedelai milik pribadi dan pengusaha rumah tangga. Pendapatan di Wirogunan dan Ngabeyan didapatkan dari penjualan tahu, ampas tahu dan jasa pengolahan kedelai milik usaha rumah tangga tahu di daerah sekitarnya. Tabel 8 menjabarkan pendapatan yang diperoleh oleh pengusaha tahu di Kartasura. Tabel 8 Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo No
Keterangan
1 2 3 4
Produksi (masakan/ bulan) Penjualan (rupiah/ bulan) Biaya – biaya (rupiah/ bulan) Total pendapatan (rupiah/ bulan)
Pengusaha Purwogondo 1.500 48.750.000 30.673.350 18.076.650
Pengusaha Wirogunan dan Ngabeyan 360 16.192.800 13.889.583 2.303.217
5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura Usaha rumah tangga tahu di Kartasura tersebar di Kelurahan Ngabeyan dan Wirogunan. Karakteristik pengusaha rumah tangga tahu di Kartasura pada usia pemilik usaha didominasi usia 51-60 tahun sebesar 36.67 persen dengan jumlah anggota keluarga didominasi sebanyak empat sampai dengan lima orang sebesar 43.33 persen, sehingga umumnya tenaga kerja diperoleh dari anggota keluarga. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh pengusaha ini didominasi sekolah lanjutan tingkat pertama sebesar 33.33 persen, sedangkan umur usaha didominasi satu hingga sepuluh tahun sebesar 53.33 persen. Usia usaha yang didominasi satu hingga sepuluh tahun menjelaskan bahwa pendirian usaha untuk meningkatkan pendapatan yang turun akibat goncangan ekonomi yaitu krisis ekonomi tahun 1997 dan kenaikan harga BBM. Tabel 9 menjabarkan karakteristik pengusaha rumah tangga di Kartasura. Tabel 9 Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura Keterangan Umur (tahun): • 21-30 • 31-40 • 41-50 • 51-60 • > 60 Jumlah anggota keluarga (orang): • 2-3 • 4-5 • >5 Pendidikan: • tidak tamat SD • SD • SLTP • SLTA Usia usaha (tahun): • 1-10 • 11-20 • > 20
Jumlah pengusaha rumah tangga tahu (%) 6,67 30 20 36,67 6.67 40 43,33 16,67 23,33 30 33,33 13,33 53,33 30 16,67
Umumnya usaha ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu sehingga terdapat kerjasama dengan pemilik pabrik untuk mengolah kedelainya menjadi Tahu Putih dengan upah jasa 3.500 rupiah/masakan hingga 4.000 rupiah/masakan. Tahu yang diproduksi adalah Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong dengan porsi Tahu Pong lebih banyak. Gambar 8 menjelaskan produksi yang dilakukan oleh usaha rumah tangga di Kartasura. Tahu Putih Pabrik Tahu
Usaha rumah tangga Kedelai
Penggorengan
Tahu Pong
Tahu putih
Tahu Magel
Gambar 8 Produksi Tahu Skala Rumah Tangga di Kartasura 1) Modal awal Modal awal usaha ini lebih sedikit dari pada usaha kecil tahu karena usaha ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu. Modal awal digunakan untuk pembelian peralatan yaitu yaitu wajan pengorengan, serok, susuk, tampah. 2) Bahan baku Jumlah bahan baku kedelai untuk satu cetakan berbeda-beda antar pengusaha
yaitu
antara
tiga
kilogram/masakan
sampai
dengan
tujuh
kilogram/masakan. Jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai impor atau lebih dikenal dengan jenis Amerika. Umumnya kedelai dibeli dari pedagang-pedagang eceran yang ada di daerah sekitar.
Bahan
tambahan
lain
yang
dijumpai
pada
Tahu
Pong
adalah
bumbu yang terdiri dari bawang putih, garam dan penyedap rasa. Kepekatan rasa dalam bumbu ini disesuaikan dengan selera konsumen masing – masing. 3) Tenaga kerja Umumnya tenaga kerja adalah wanita yang berasal dari anggota keluarga. Tenaga kerja laki – laki digunakan untuk mengangkut kedelai ke pabrik dan Tahu Putih dari pabrik. Pengangkutan juga dilakukan pada tahu yang telah diolah ke pasar atau tempat jual beli dengan konsumennya. Umumnya waktu membuat Tahu Pong adalah siang hari dan berakhir pada malam hari, sedangkan penjualan dilakukan waktu pagi hari. 4) Penjualan Tahu yang dijual mempunyai dua bentuk yaitu kotak dan kencong (segitiga). Tahu Putih hanya dijual dalam bentuk kotak, sedangkan Tahu Pong dan Magel dijual dalam bentuk kotak dan kencong. Tahu ini memiliki potongan berbeda-beda dalam satu blabak dengan harga yang beragam, misalnya 200 rupiah, 100 rupiah dan 50 rupiah. Tahu Pong yang berukuran besar, yaitu dengan potongan 10 x 10 dalam satu blabak dijual pada rumah makan-rumah makan, sedangkan tahu potongan 14 x 14 dijual kepada pedagang eceran dan konsumen di pasar – pasar tradisional. Tahu yang dijual kepada pedagang asongan dipotong menjadi 400 potongan dengan harga jual 50 rupiah/ potongan. 5) Pendapatan usaha Besarnya pendapatan usaha rumah tangga tahu di Kartasura didasarkan pada jumlah dan jenis produksinya. Umumnya tahu yang dihasilkan adalah Tahu Pong, sehingga biaya operasionalnya adalah biaya bahan baku kedelai, biaya upah
atau balas jasa kepada pabrik tahu, biaya upah mengangkut tahu dari pabrik, biaya tenaga kerja untuk membantu menggoreng tahu, biaya minyak goreng, biaya kayu bakar, biaya bumbu dan biaya transportasi. Biaya upah angkut muncul karena tidak memiliki tenaga kerja pria dalam keluarga untuk pengangkutan tahu putih dari pabrik.
VI
STRUKTUR PENERIMAAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA RUMAH TANGGA TAHU PONG
6.1
Struktur Penerimaan Usaha Tahu Pong Tahu pong termasuk salah satu jenis tahu goreng yang diproduksi di
Kartasura. Produksinya ada dua jenis jika dilihat dari bentuknya yaitu kotak dan kencong (segitiga). Harga yang ditetapkan berbeda-beda sesuai jenis dan ukuran potongannya. Harga yang ditetapkan pengusaha ada 24 tingkatan antara 15 rupiah/potong sampai dengan 250 rupiah/potong, sedangkan ukuran tahunya ada 30 macam potongan. Tabel 10 menjabarkan tingkatan harga Tahu Pong. Tabel 10 Ukuran dan Harga Tahu Pong dari Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura Harga Tahu Pong (Rp) 250/potong 200/potong 2000/11 potong 2000/12 potong 150/potong 125/potong 120/potong 1000/9 potong 100/potong 1000/11 potong 90/potong 800/9 potong 1000/12 potong 80/potong 1000/13 potong 75/potong 70/potong 60/potong 50/potong 1000/24 potong 40/potong 25/potong 20/potong 15/potong
Banyaknya potongan dalam satu papan untuk jenis tahu kotak 100 98,100,110 100 100 140,144,192 120, 165 144 125, 144, 196 169, 289 196 144, 169, 289, 300 256, 289 196, 225, 289 400 400, 450, 462, 484 400, 578 1152 1000 1000
Banyaknya potongan dalam satu papan untuk jenis tahu kencong 200 162, 196, 200, 280, 288 200 288 288 200 196, 288, 450 288 384 288 392 392 -
Tahu jenis kotak memiliki 19 tingkatan harga dengan harga tertinggi 250 rupiah/potong dan harga terendah 15 rupiah/potong, sedangkan ukuran tahu ada 23 macam. Tahu jenis kencong memiliki 12 tingkatan harga
dengan harga
tertinggi 120 rupiah/potong dan harga terendah 1000 rupiah/24 potong, sedangkan ukurannya ada tujuh macam. Kenaikan harga BBM berpengaruh berbeda-beda pada penetapan harga dan ukuran tahu pong oleh pengusaha. Terdapat empat macam tindakan ya ng diambil oleh pengusaha tahu pong dalam menetapkan ukuran dan harganya, yaitu sebagai berikut: 1. Ukuran dan harga tahu yang ditetapkan sama antara sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Pengusaha tidak melakukan peningkatan harga atau pengurangan ukuran karena khawatir jika melakukan tindakan tersebut akan berakibat pada penuruan jumlah pembelian produknya. Tindakan ini paling banyak yang dilakukan oleh para pengusaha sebesar 43,33 persen. Persentase pengusaha yang menjual tahu di Kartasura sebesar 71,43 persen lebih besar dari pada pengusaha yang menjual tahu di luar Kartasura yaitu sebesar 34,778 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan di pasar Kartasura lebih ketat dari pada di luar Kartasura, sehingga pengusaha sulit untuk menaikan harga atau mengurangi ukuran tahu. 2. Harga tahu pong dinaikan oleh produsen dengan ukuran tetap. Peningkatan harga tahu pong oleh produsen denga n alasan pengusaha tidak dapat menanggung resiko kerugian akibat kenaikan harga BBM. Umumnya tahu yang dinaikan harganya adalah tahu yang langsung dijual kepada konsumen akhir dan bukan tahu yang dijual kepada pedagang perantara. Sebesar 40 persen
pengusaha
melakukan
tindakan
ini.
Pengaruh
tempat
penjualan
juga
mempengaruhi pengambilan langkah ini oleh pengusaha. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengusaha yang menjual tahunya diluar Kartasura lebih besar dari pada di Kartasura. Sebesar 43,48 persen pengusaha dengan daerah penjualan di luar Kartasura berani mengambil langkah ini sedangkan pengusaha dengan daerah penjualan di Kartasura sebesar 28,57 persen. Keadaan ini terjadi karena pengusaha tahu dengan penjualan di luar Kartasura memiliki keyakinan bahwa tahu pong kartasura lebih disukai dari pada tahu dari daerah lain, sehingga pengusaha tidak mengkhawatirkan onsumen akan berpindah ke pedagang lain karena harga tahu dinaikan. 3. Produsen memperkecil ukuran tahu pong dengan harga tetap. Umumnya tindakan ini dilakukan oleh pengusaha pada tahu yang dijual kepada pedagang perantara. Pedagang perantara ini tidak mau menerima kenaikan harga tahu sehingga produsen harus mengurangi ukuran tahu. Sebesar 21,74 persen pengusaha melakukan tindakan ini yang mana daerah penjualannya di luar Kartasura. Perubahan harga dan ukuran tahu mengakibatkan peningkatan penerimaan secara rata-rata sebesar 1.43 persen dari 7.561.785 rupiah/bulan menjadi 7.781.830 rupiah/bulan. Tabel 11 menjabarkan perbedaan penerimaan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM dari produksi Tahu Pong di Kartasura. Tabel 11
Perubahan Penerimaan Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM Perubahan penerimaan Banyak Usaha (unit) (%) Tetap 11 36,67 Meningkat 16 53,33 Menurun 3 10 Total 30 100
Peningkatan penerimaan secara rata-rata sangat kecil karena jumlah usaha yang meningkatkan penerimaannya sebanyak 53.33 persen, sedangkan 10 persen mengalami penurunan penerimaan dan 36.67 persen pengusaha tidak mengalami perubahan penerimaan. Penurunan penerimaan oleh 10 persen pengusaha karena terjadi penurunan produksi Tahu Pong sebanyak 60-240 papan/bulan .
6.2
Struktur Biaya Usaha Tahu Pong Biaya usaha Tahu Pong terdiri dari dua jenis dilihat dari pengaruhnya
terhadap jumlah produksi yaitu biaya operasional dan biaya tetap. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan sehari- hari, terdiri dari biaya bahan baku kedelai, biaya pabrik, biaya minyak goreng, biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya bumbu dan biaya transportasi.
Biaya tetap terdiri dari
penyusutan peratan yaitu wajan pengorengan, papan, tong plastik, serok, susuk, dan tampah. Biaya usaha Tahu Pong jika dilihat dari jenis produksinya terdiri dari biaya produksi dan biaya pemasaran. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku kedelai, biaya bahan baku penolong, biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan peralatan, sedangkan biaya pemasaran terdiri dari biaya transportasi. Tabel 12 menjabarkan perubahan biaya total Tahu Pong setelah terjadi kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM mengakibatkan peningkatan rata-rata total biaya sebesar 3,73 persen dari Rp. 5.997.005 rupiah/bulan menjadi 6.462.205,76 rupiah/bulan. Jumlah usaha paling banyak mengalami peningkatan total biaya pada kisaran 6,01 persen sampai dengan 8,00 persen sebesar 33,33 persen, sedangkan peningkatan total biaya 2.01 persen sampai dengan 4,00 persen hanya
sebesar 10 persen dari total usaha. Peningkatan total biaya 0,00 persen sampai dengan 2,00 persen dan lebih dari 8 persen dialami oleh 3,33 persen dari jumlah pengusaha. Penurunan total biaya dialami 10 persen. Tabel 12 Perubahan Biaya Total Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM Jumlah usa Perubahan biaya total (%) unit % Meningkat: 1 3,33 • 0,00 – 2,00 3 10 • 2,01 – 4,00 12 40 • 4,01 – 6,00 10 33,33 • 6,01 – 8,00 1 3,33 • >8,00 Menurun 3 10 Total usaha 30 100 Rata-rata peningkatan total biaya 3,73%
Presentase komponen biaya total usaha terhadap biaya total mengalami peningkatan dan penurunan akibat kenaikan harga BBM. Biaya kedelai, biaya bahan bakar brambut dan penyusutan peralatan mengalami penurunan presentase terhadap biaya total usaha, sedangkan biaya pabrik, tenaga kerja, pabrik, bahan bakar, brambut, bumbu dan transportasi mengalami peningkatan presentase terhadap biaya total. Tabel 13 menjabarkan persentse komponen biaya usaha tahu pong terhadap total biaya. Presentase terhadap biaya usaha terbesar sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM adalah biaya bahan baku kedelai sebesar kurang lebih 60 persen, diikuti oleh biaya minyak goreng dan biaya pabrik. Persentase terendah sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM adalah biaya penyusutan peralatan. Biaya bahan baku kedelai mengalami penurunan persentase terbesar terhadap biaya usaha akibat kenaikan harga BBM sebesar 2,48 persen, sedangkan biaya transportasi me ngalami kenaikan persentase tersebesar sebesar 1,22 persen.
Tabel 13 Persentase Komponen Biaya Usaha Terhadap Total Biaya Usaha Tahu Pong Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Komponen biaya usaha Biaya bahan baku kedelai Biaya pabrik Biaya tenaga kerja • Tenaga kerja angkut • Tenaga kerja menggoreng Biaya minyak goreng Biaya bahan bakar • Kayu bakar • Brambut Biaya bumbu Biaya penyusutan peralatan Biaya transportasi
Persentase terhadap total biaya (%) sebelum sesudah 63,02 60,57 9,37 9,82
Kenaikan atau penurunan persentase komponen biaya terhadap biaya usaha (%) -2,48 0,45
0,38 0,74 17,79
0,39 0,88 18,29
0,01 0,14 0,50
4,35 0,39 0,79 0,18 2,99
4,59 0,36 0,74 0,16 4,21
0,24 -0,03 -0,05 0,02 1,22
6.2.1 Struktur Biaya Produksi tahu Pong Tahu pong merupakan produk lanjutan dari tahu putih. Tahu ini banyak diproduksi oleh usaha rumah tangga sehingga umumnya tenaga kerja berasal dari anggota keluarga. Pemilik memiliki tugas rangkap pada pengolahan dan penjualan. Biaya produksi yang dibahas disini adalah biaya yang mempengaruhi jumlah produksinya, yaitu biaya bahan baku kedelai, biaya pabrik dan biaya bahan lainnya seperti minyak goreng, kayu bakar, dan bumbu. Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan kenaikan biaya produksi pada biaya bahan baku kedelai, biaya pabrik, biaya minyak goreng, dan biaya kayu bakar, sedangkan biaya bumbu tidak mengalami perubahan, sehingga total biaya produksi meningkat sebesar 3,10 persen. Tabel 14 menjabarkan perubahan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM.
Tabel 14 Perubahan Biaya Produksi Akibat Kenaikan Harga BBM Banyaknya usaha Perubahan biaya produksi (%) Unit % Meningkat: • 0,00 - 2,00 • 2,01 - 4,00 • 4,01 - 6,00 • 6,01 - 8,00 • >8,00 Menurun Total usaha Rata-rata peningkatan biaya produksi 3,10%
Peningkatan
rata-rata
biaya
1 3 14 8 1 3 30
produksi
3,33 10 46,67 26,67 3,33 10 100
sebesar
3,10
persen
dari
5.817.695,76 rupiah/bulan menjadi 6.190.228,76 rupiah/bulan. Pada tabel dapat diketahui bahwa usaha ini paling banyak mengalami kenaikan pada kisaran 4,01 persen sampai dengan 6,00 persen sebesar 14 unit usaha atau 46,67 persen dari total usaha. Penurunan biaya produksi dialami oleh 10 persen dari total usaha dengan besar penurunan 18,31 persen, 19,65 persen, dan 22,19 persen.. Penurunan terjadi karena usaha tersebut mengalami penurunan produksi. 6.2.1.1 Biaya Bahan Baku Bahan baku utama membuat tahu pong adalah kedelai. Jenis kedelai yang digunakan adalah jenis Amerika (kedelai impor). Harga bahan baku meningkat secara rata-rata sebesar 4,32 persen dari 3.451,67 rupiah/kg menjadi 3.763,33 rupiah/kg akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan harga kedelai diikuti oleh penurunan penggunaan kedelai sebesar 1,94 persen dari 1.086,8 kg/bulan menjadi 1.045,3 kg/bulan karena terjadi penurunan produksi oleh beberapa pengusaha. Penurunan penggunaan kedelai belum dapat menyeimbangkan peningkatan harga kedelai sehingga rata-rata total biaya kedelai meningkat sebesar 1,76 persen dari
3.779.050 rupiah/bulan menjadi 3.914.100/bulan. Tabel 15 menjabarkan biaya bahan baku yang dikeluarkan usaha rumah tangga tahu di Kartasura. Tabel 15 Biaya Bahan Baku Kedelai Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Ket
Sebelum kenaikan harga BBM
Sesudah kenaikan harga BBM
Qk Pk TBk Qk Pk TBk Total 1.086,8 103.550 113.371.500 1.045,3 112.900 117.423.000 Rata-rata 36,23 3.451,67 3.779.050 34,84 3.763,33 3.914.100 Keterangan: Qk = kebutuhan kedelai Tahu Pong setiap bulan (kg/bulan) Pk = harga kedelai (Rp/kg) T Bk = total biaya bahan baku kedelai Tahu Pong setiap bulan (Rp/bulan)
Kenaikan dan penurunan (%) Qk Pk TBk -1,94
4,32
1,76
6.2.1.2 Biaya Tenaga Kerja Umumnya usaha rumah tangga (URT) di Kartasura menggunakan tenaga kerja keluarga sebanyak satu sampai dengan tiga orang. Akan tetapi beberapa pengusaha menggunakan tena ga kerja diluar keluarga. Hal ini dilakukan karena produksinya lebih dari 10 papan/hari dan tidak terdapat anggota keluarga yang dapat membantu. Tenaga kerja wanita dan pria memiliki tugas yang berbeda. Pekerja wanita bertugas memotong Tahu Putih sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan untuk kemudian menggorengnya menjadi Tahu Pong, sedangkan pekerja pria bertugas mengangkut tahu Putih dari pabrik. Tabel 16 menjabarkan tenaga kerja yang digunakan oleh URT tahu di Kartasura. Tabel 16 Tenaga Kerja pa da Produksi tahu Pong Jenis Tenaga kerja Keluarga • Menggoreng • Mengangkut Bukan Keluarga • Menggoreng • Mengangkut
Banyaknya Usaha (unit)
Upah rata-rata (RP/bulan) Sebelum Sesudah
30 27
-
-
5 3
22.900 23.000
57.000 25.500
Kenaikan/ penurunan (%)
12,32 5,15
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha yang menggunakan bantuan tenaga kerja bukan keluarga lebih sedikit sedikit daripada penggunaan tenaga kerja keluarga, yaitu enam usaha menggunakan tenaga kerja bukan
keluarga untuk tugas menggoreng dan tiga usaha menggunakan tenaga kerja ini untuk tugas mengangkut. Upah yang diberikan untuk tugas menggoreng antara 75.000 rupiah/bulan sampai dengan 450.000 rupiah/bulan dengan kenaikan sebesar 11,32 persen sedangkan upah pekerjaan mengangkut tahu mengalami peningkatan sebesar 5,15 persen akibat kenaikan harga BBM 6.2.1.3 Biaya Bahan Bakar Bahan bakar dalam proses produksi tahu pong digunakan untuk memanaskan wajan penggorengan. Bahan bakar yang digunakan ada dua jenis yaitu kayu dan brambut. Kayu lebih banyak digunakan oleh URT di kartasura karena harganya yang murah dan awet untuk menciptakan panas api yang diinginkan. Kayu diperoleh dari perusahaan pengolahan kayu yang berada di wilayah Kartasura, Sukoharjo dan Surakarta tetapi ada juga yang diperoleh dari pedagang-pedangang eceran kayu sekitar tempat tinggal. Brambut bukan sebagai bahan bakar utama tetapi sebagai pelengkapnya karena cepat menciptakan api. Sebanyak dua pengusaha masih menggunakan brambut. Kenaikan harga BBM mengakibatkan peningkatan biaya kayu bakar sebesar 6,39 persen dari 260.815 rupiah/bulan menjadi 296.396 rupiah/bulan, sedangkan brambut tidak mengalami peningkatan biaya yang besarnya 22.900,00/bulan. Rincian mengenai biaya kayu bakar dapat dilihat pada tabel 17 Tabel 17 Perubahan Biaya Kayu Bakar Akibat Kenaikan Harga BBM Banyaknya usaha Perubahan biaya kayu bakar (%) Unit % Tetap 3 10 Meningkat: 3 10 • 0,01- 5,00 14 46,67 • 5,01-10,00 8 26,67 • > 10,00 Sumber: olahan data primer
Peningkatan biaya kayu bakar antara 5,01 persen sampai dengan 10 persen sebanyak 14 usaha atau 46,67 persen, sedangkan peningkatan pada kisaran 0,01 persen 5 persen sebanyak tiga usaha atau 10 persen dan peningkatan diatas 10 persen sebanyak delapan unit atau 26,67 persen. Sebanyak tiga unit usaha atau 10 persen pengusaha tidak mengalami perubahan biaya ini. 6.2.1.4 Biaya Minyak Goreng Minyak goreng sangat diperlukan untuk menggoreng tahu putih menjadi tahu pong, sehingga produksi ini sangat bergantung pada minyak goreng. Kenaikan harga BBM bulan Oktober meningkatkan rata-rata biaya ini sebesar 5,08 persen 1.067.425 rupiah/bulan menjadi 1.181.699 rupiah/bulan. Tabel 18 menjabarkan perubahan biaya minyak goreng akibat dari kenaikan harga BBM. Tabel 18 Perubahan Biaya Minyak Goreng Akibat Kenaikan Harga BBM Perubahan biaya kayu bakar (%) Meningkat: • 0,01-5,00 • 5,01-10,00 • > 10,00 Menurun
Banyaknya usaha unit % 7 17 3 3
23,33 56,67 10 10
Peningkatan biaya terbesar adalah 12.46 persen dan terendah 4,00 persen. Jumlah usaha paling banyak mengalami peningkatan biaya pada kisaran 5,01 persen sampai dengan 10,00 persen sebesar 56,67 persen dari total URT, sedangkan peningkatan antara 0,01 persen sampai dengan 5,00 persen sebesar 23,33 persen dan lebih dari 10,00 persen sebanyak 10 persen dari total URT. Penurunan biaya dialami oleh 10 persen dari total usaha karena terjadi penurunan produksi, sehingga penggunaan minyak goreng dikurangi jumlahnya dengan ratarata pengurangan sebesar 1,85 persen.
6.2.1.5 Biaya Pabrik Biaya pabrik adalah biaya balas jasa kepada pabrik pengolahan tahu. Biaya ini dihitung dalam satuan masakan yang besarnya Rp. 3000,00/masakan sebelum kenaikan dan Rp. 3500,00/masakan sesudah kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005.
Bulan
Maret
2006
biaya
ini
mengalami
peningkatan
sebesar
Rp. 4000,00/masakan. Rata-rata
peningkatan
biaya
ini
sebesar
6,07
persen
dari
561.900 rupiah/bulan menjadi 634.550 rupiah/bulan. Peningkatan ini lebih rendah daripada peningkatan biaya setiap masakannya sebesar 7.69% karena terjadi penurunan jumlah produksi. 6.2.1.6 Biaya Bumbu Penggunaan bumbu untuk membuat rasa tahu Pong lebih gurih yang terdiri dari garam, bawang putih dan penyedap rasa. Komposisi campurannya tergantung dari selera konsumen. Kenaikan harga BBM tidak mempengaruhi biaya ini yang besarnya 15.000 rupiah/bulan sampai dengan 135.000 rupiah/bulan. Rata-rata pengusaha mengeluarkan biaya ini sebesar 47.500 rupiah/bulan. 6.2.2 Pemasaran Tahu Pong Tahu Pong merupakan barang konsumsi yang murah harganya. Produk ini dijual di pasar-pasar tradisional sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus dalam pemasarannya seperti pelabelan, periklanan, sehingga biaya pemasarannya adalah biaya transportasi menuju pasar tempat bertemu dengan para pembeli yang berada di wilayah Kartasura, Boyolali, Klaten, dan Surakarta.
6.2.2.1 Biaya Pemasaran Biaya pemasaran merupakan biaya transportasi menuju pasar tradisional di daerah sekitarnya. Pasar-pasar tersebut ada 13 tempat, yaitu: pasar kartasura, kleco, delanggu, kembang, sunggingan, boyolali, jongke, ampel, sangkah, ndaleman, colomadu, klewer, dan galgondo. Selain pasar tradisional, pengusaha menjual tahu ini kepada asongan yang akan dijual di terminal- terminal bus di Kartasura dan sekitarnya. Tabel 19 menjabarkan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengusaha tahu pong di Kartasura. Tabel 19 Biaya Transportasi pada Penjualan Tahu Pong No
Kendaraan yang dipakai
1 KU 2 KU 3 KU 4 KU 5 6 KU 7 8 KP+KU 9 KU 10 KU 11 KU 12 KU 13 KU 14 KU 15 KP 16 KP 17 KU 18 KP+KU 19 KU 20 KU 21 KU 22 KP 23 KP+KU 24 KP 25 KP 26 KU 27 KP 28 KU 29 KP 30 KU Total Rata-rata Keterangan: KU = kendaraan umum KP = kendaraan pribadi
Pasar Kleco Kartasura Delanggu Delanggu Asongan Kartasura Asongan Kembang Kartasura Sunggingan Boyolali Sunggingan Jongke Ampel Kleco Sangkah Kartasura Ndaleman Boyolali Kartasura Boyolali Kartasura Kartasura Colomadu Klewer Galgondo Sunggingan Sunggingan Kartasura Sunggingan
Biaya Transportasi Sebelum Sesudah
150.000 60.000 330.000 330.000 0 50.010 0 39.990 180.000 112.500 135.000 180.000 180.000 330.000 150.000 144.000 300.000 75.000 450.000 180.000 300.000 0 300.000 150.000 90.000 300.000 300.000 240.000 172.800 150.000 5.379.300 179.310
210.000 84.000 540.000 540.000 0 50.010 0 60.000 300.000 225.000 165.000 230.010 225.000 480.000 300.000 324.000 360.000 137.490 600.000 300.000 450.000 0 450.000 300.000 150.000 360.000 450.000 240.000 388.800 240.000 8.159.310 271.977
Kenaikan/ penurunan (%)
16,67 16,67 24,14 24,14 0 0 0 20,01 25 33,33 10 12,19 11,11 18,52 33,33 38,46 9,09 29,41 14,29 25 20 0 20 33,33 25 9,09 20 0 38,46 23,08 20,53
Alat transportasi yang digunakan ada dua jenis yaitu kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Pengusaha yang menggunakan kendaraan umum sebanyak 15 pengusaha sedangkan penggunaan kendaraan pribadi sebanyak tujuh pengusaha dan gabungan kendaraan umum dan pribadi sebanyak tiga pengusaha. Terdapat pengusaha yang tidak menggunakan alat transportasi karena penjualannya kepada para asongan dimana tempat penjualan berada di tempat produksi tahu pong tersebut. Kenaikan harga BBM mengakibatkan rata-rata peningkatan biaya ini sebesar 20,53 persen dari 179.310 rupiah/bulan menj adi 271.977 rupiah/bulan. Peningkatan biaya transportasi berkisar antara 0 persen sampai dengan 38.46 persen. Peningkatan 0 persen karena alat transportasi yang digunakan adalah kendaraan pribadi (becak) yang tidak menggunakan bahan bakar. Peningkatan biaya transportasi kendaraan pribadi lebih besar daripada kendaraan umum dengan peningkatan tertinggi pada kendaraan pribadi sebesar 38.46 persen dan 25 persen pada kendaraan umum. Kenaikan harga BBM telah mengakibatkan kenaikan biaya transportasi lebih besar pada kendaraan pribadi dari pada kendaraan umum dilihat dari peningkatan tertinggi. Penurunan biaya tidak ada walaupun terjadi penurunan produksi tahu pong. Hal ini membuktikan bahwa biaya transportasi tidak dipengaruhi oleh jumlah tahu pong yang diangkut tetapi oleh jarak yang ditempuh ke tempat jual beli. 6.2.2.2 Saluran Tataniaga Tahu Pong Penjualan tahu pong berada di daerah sekitarnya dan barang konsumsi tidak tahan lama mengakibatkan singkatnya saluran tataniaga tahu pong. Terdapat lima jalur yang ditempuh tahu pong agar sampai ketangan konsumen akhir. Jalur
pertama dari produsen ke pedagang pengecer (asongan) kemudian kepada konsumen. Produsen pada jalur ini tidak mengeluarkan biaya transportasi sebab pedagang asongan membeli langsung di tempat produksi. Tahu yang dijual kepada pedagang asongan seharga 400 rupiah/ 10 potong yang terjadi peningkatan menjadi 500 rupiah/ 10 potong setelah kenaikan harga BBM. Fungsi tambahan yaitu pembungkusan dilakukan oleh pedagang asongan setiap 10 potong dengan harga 1.000 rupiah/bungkus. Gambar 9 menggambarkan jalur pemasaran tahu pong di Kartasura. pabrik
kedelai
tahu putih Pengusaha RT tahu pong
tahu pong
Pedagang eceran
asongan
rumah dan warung makan
Pedagang sayur keliling
Konsumen Gambar 9 Bagan Saluran Tataniaga Tahu Pong Jalur kedua produsen menjual tahu pong kepada pedagang eceran (pedagang sayur keliling). Produsen pada jalur ini mengeluarkan biaya transportasi karena tempat transaksi dengan pedagang pengecer berada di pasar-pasar tradisional.
Jalur ketiga produsen menjual tahu pong kepada usaha- usaha rumah makan dan warung makan sekitar. tahu pong ini digunakan sebagai makanan pelengkap di meja makan. Jenis tahu yang dijual adalah kotak dengan potongan 100/papan. Harga yang ditetapkan oleh produsen adalah 200 rupiah/potong dan dijual oleh pengusaha rumah atau warung makan dengan harga 500 rupiah/potong. Jalur keempat merupakan jalur paling pendek diantara jalur yang lain karena tahu pong langsung dijual kepada konsumen. Umumnya tempat penjualan berada di pasarpasar tradisional. 6.3
Keuntungan Produksi Tahu Pong Keuntungan produksi tahu pong didapatkan dengan cara mengurangi nilai
penjualan atau penerimaan tahu pong dan biaya-biayanya. Penerimaan dan biaya secara rata-rata mengalami peningkatan akibat kenaikan harga BBM sehingga keuntungan yang didapatkan terjadi perubahan. Tabel 20 menjabarkan perubahan keuntungan yang dialami oleh pengusaha tahu pong sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Rata-rata
penurunan
keuntungan
sebesar
8,49
persen
dari
1.564.779,20 rupiah/bulan menjadi 1.319.624,20 rupiah/bulan. Penurunan keuntungan ini menggambarkan peningkatan penerimaan belum dapat mengatasi peningkatan biayanya. Pengusaha yang mendapatkan keuntungan dari produksi Tahu Pong sebanyak 29 pengusaha sebelum dan sesudah kenaikan, sedangkan pengusaha yang mendapatkan kerugian sebanyak satu usaha sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM.
Tabel 20 Perubahan Keuntungan/ Kerugian Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM No
Langkahlangkah penetapan harga dan ukuran tahu * 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 3 2 3 2 2 2 1 1 3 1 3 3 2 1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rata – rata
Pasar yang dituju**
LK K LK LK Asongan K Asongan LK K LK LK LK LK LK LK LK K LK LK K LK K K LK LK LK LK LK K LK
Keuntungan/ kerugian sebelum kenaikan (Rp/ bulan) 1.107.540,00 259.653,80 5.593.430,00 2.623.176,00 1.250.217,00 1.032.489,20 1.001.274,00 757.089,67 3.826.883,00 1.829.866,00 330.341,50 1.597.868,70 630.524,50 1.701.708,00 855.067,00 739.841,00 622.967,00 -336.529,00 1.025.750,00 1.275.917,00 746.091,00 3.671.841,00 6.081.883,00 1.440.966,00 1.425.127,00 770.098,00 689.091,00 2.200.924,00 1.779.292,00 412.990,00 46.943.377,00 1.564.779,20
Keuntungan/ kerugian sesudah kenaikan (Rp/ bulan) 249.540,00 280.653,80 3.830.930,00 2.094.306,00 888.717,00 537.519,18 1.031.274,00 587.079,67 2.575.883,00 2.315.566,00 372.611,50 1.103.858,70 1.601.534,50 1.083.708,00 632.857,00 943.841,00 1.420.967,00 -324.409,00 880.550,00 1.042.367,00 488.091,00 4.046.841,00 4.671.883,00 233.976,00 586.117,00 1.100.608,00 482.091,00 3.328.924,00 897.292,00 603550,00 39588.727,00 1319.624,20
Kenaikan/ penurunan Keuntungan dan kerugian (%) -63,22 3,89 -18,70 -11,21 -16,90 -31,53 1,48 -12,65 -19,54 11,72 6,01 -18,29 43,50 -22,19 -14,93 12,11 39,04 -1,83 -7,62 -10,07 -20,90 4,86 -13,11 -72,06 -41,72 17,67 -17,67 20,39 -32,95 18,75 -8,49
Keterangan: * langkah yang diambil dalam harga dan ukuran tahu: 1 = harga dan ukuran tahu tetap setelah terjadi kenaikan harga BBM 2 = harga naik dan ukuran tetap setelah terjadi kenaikan harga BBM 3 = harga tetap dan ukuran diperkecil setelah terjadi kenaikan harga BBM ** K = pengusaha menjual tahu di Kartasura LK= pengusaha menjual tahu di luar Kartasura
Keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha mengalami dua pengaruh karena kenaikan harga BBM yaitu meningkat dan menurun. Jumlah pengusaha yang mengalami peningkatan keuntungan sebanyak 11 pengusaha dengan peningkatan sebesar 1,48 persen sampai dengan 45,50 persen. Penurunan
keuntungan dialami oleh 18 pengusaha dengan besar penurunan antara 7,62 persen sampai dengan 72,06 persen. Penurunan kerugian yang dialami satu usaha sebesar 1,83 persen. Pengusaha yang menjual tahu di kecamatan Kartasura sebanyak delapan atau 26,67 persen pegusaha yang mana kenaikan harga BBM ini mengakibatkan tiga pengusaha mengalami peningkatan keuntungan dan lima pengusaha mengalami penurunan keuntungan. Pengusaha yang menjual tahu diluar Kecamatan Kartasura paling banyak sebesar 20 pengusaha atau 66,67 persen. Kenaikan harga BBM mengakibatkan penurunan keuntungan sebanyak 12 pengusaha dari pengusaha yang menjual di luar wilayah Kartasura, sedangkan delapan pengusaha mengalami peningkatan keuntungan. Pengusaha yang menjual kepada pedagang asongan mengalami peningkatan dan penurunan keuntungan.
VII
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU PONG
7.1
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong terdiri dari jumlah
kedelai, jumlah minyak goreng, dan jumlah kayu bakar yang digunakan setiap bulannya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Permodelan yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis dengan regresi berganda. Variabel produksi tahu pong sebagai variabel terikat dan variabel jumlah kedelai, minyak goreng dan kayu bakar sebagai variabel bebas. Hasil regresi dari model fungsi Cobb-Douglas sebelum kenaikan harga BBM ditunjukkan pada tabel 21 dibawah ini. Tabel 21 Hasil Regresi Fungsi Produksi Cobb Douglas Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM Koefisien Peluang T sebelum sesudah sebelum sesudah Intersep -3,0189 -2,7159 0,000 0,001 Jumlah kedelai 0,67483 0,59778 0,000* 0,000* Jumlah minyak goreng 0,15423 0,2969 0,132 0,020** Jumlah kayu bakar 0,27096 0,22391 0,001* 0,008* F hit sebelum = 230,88 R2 sebelum = 96,4 F hit sebelum = 251,97 R2 sesudah = 96,7 Peluang F sebelum = 0,000 R2 (adj) sebelum = 96,0 Peluang F sebelum = 0,000 R2 (adj) sebelum = 96,3 Variabel
VIF sebelum
Sesudah
6,4 5,1 2,5
7,8 7,8 2,9
Keterangan: * Nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen ** Nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen Berdasarkan hasil regresi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM didapatkan nilai peluang F sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari pada taraf nyata lima persen sehingga variabel bebas yang terpilih secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu produksi tahu pong pada taraf nyata 95 persen. Nilai R2 yang didapatkan sebesar 96,4 persen sebelum kenaikan dan 96,7 persen setelah kenaikan harga BBM, yang berarti variasi produksi tahu
pong sebelum kenaikan harga BBM dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas yang terpilih sebesar 96,4 persen, sedangkan 3,6 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Setelah terjadi kenikan harga BBM, variasi produksi tahu pong dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebas yang terpilih sebesar 96,7 persen, sedangkan 3,3 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hasil uji t untuk masing- masing variabel menghasilkan variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi sebelum kenaikan harga BBM adalah variabel jumlah kedelai setiap bulan dan jumlah kayu bakar setiap bulan pada taraf nyata 99 persen. Variabel yang berpengaruh terhadap produksi setelah terjadi kenaikan harga BBM adalah jumlah kedelai, kayu bakar pada taraf nyata 99 persen dan jumlah minyak goreng pada taraf nyata 95 persen. Multikolinearitas tidak ditemukan pada hasil regresi tersebut baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Multikolinearitas dapat dilihat pada nilai VIF. Jika nilai VIF diatas 10 maka regresi tersebut terdapat multikolinearitas. Nilai VIF untuk setiap variabel berada dibawah 10 sehingga tidak terdapat multikolinearitas. 7.1.1
Kedelai Variabel kedelai memiliki nilai positif sebesar 0,67483 sebelum kenaikan
dan 0,59778 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan jumlah kedelai yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong pada taraf nyata 99 persen, sehingga jika terjadi kenaikan jumlah kedelai sebelum kenaikan harga BBM sebesar 1 kilogram setiap bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,67483 papan setiap bulan. Setelah kenaikan harga BBM terjadi kenaikan penggunaan
jumlah kedelai sebesar 1 kilogram setiap bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan peningkatan sebesar 0,59778 papan setiap bulan. Nilai koefisien regresi lebih besar pada saat sebelum kenaikan harga BBM sehingga dapat disimpulakan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan penurunan jumlah produksi untuk setiap penambahan input kedelai. Penambahan input kedelai ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dalam meningkatkan produksinya sebelum kenaikan harga BBM. Koefisien regresi variabel ini lebih besar dari pada variabel bebas lainnya karena persentase penggunaan kedelai sebesar 63,02 sebelum dan 60,57 persen sesudah kenaikan harga BBM dari total biaya tahu pong. 7.1.2
Minyak Goreng Variabel minyak goreng memiliki nilai positif sebesar 0,15423 sebelum
kenaikan dan 0,2969 sesudah kenaikan. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan minyak goreng yang digunakan akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Nilai ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong sebelum kenaikan harga BBM pada taraf nyata 95 persen. Akan tetapi setelah kenaikan harga BBM, nilai ini berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata 95 persen. Setelah terjadi kenaikan harga BBM, jika terjadi kenaikan penggunaan minyak goreng sebesar 1 kilogram setiap bulan maka produksi tahu pong akan meningkat dengan kenaikan sebesar 0,2969 papan setiap bulan. Variabel ini menjadi berpengaruh nyata terhadap produksi setelah kenaikan harga BBM menjelaskan bahwa terjadi pengurangan penggunaan minyak goreng sebesar 1,85 persen setipa bulan karena adanya penurunan harga minyak goreng
sebesar 6,14 persen setipa kilogr am. Sebelum kenaikan harga BBM terjadi penggunaan jumlah minyak goreng yang kurang sesuai dengan produksi tahu pong sehingga variabel ini tidak nyata terhadap produksi. Setelah kenaikan harga BBM, pengusaha terpaksa menyesuaikan penggunaan minyak terhadap produksi tahu pongnya. 7.1.3
Kayu Bakar Variabel ini dihitung dalam satuan rupiah setipa bulan karena sulitnya
mengetahui penggunaan kayu bakar dalam satuan berat per bulan pada umumnya pengusaha tahu pong yang ada. Hasil regresi menunjukan nilai koefisien yang positif untuk variabel ini sebesar 0,27096 sebelum kenaikan dan 0,22391 setelah kenaikan harga BBM. Nilai ini menjelaskan bahwa kenaikan penggunaan kayu bakar akan berpengaruh positif terhadap produksi tahu pong baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Variabel ini berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong pada taraf nyata 99 persen baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Jika terjadi kenaikan kayu bakar sebesar 1 rupiah setiap bulan sebelum kenaikan harga BBM maka akan meningkatkan produksi tahu pong sebesar 0,27096 papan setiap bulan. Jika terjadi kenaikan kayu bakar sebesar 1 rupiah setiap bulan sesudah kenaikan harga BBM maka akan meningkatkan produksi tahu pong sebesar 0,22391 papan setiap bulan. Nilai koefisien regresi lebih besar pada saat sebelum kenaikan harga BBM sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan penurunan jumlah produksi untuk setiap penambahan satu satuan input kayu bakar, hal ini juga diakibatkan oleh peningkatan biaya kayu bakar sebesar 6,39
persen. Hasil regresi untuk variabel ini berpengaruh nyata baik sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM menjelaskan bahwa penggunaan variabel ini telah disesuaikan dengan produksinya sehingga jika variabel ini meningkat maka produksi juga meningkat. Penjumlahan koefisien-koefisien
variabel-variabel bebas dari fungsi
produksi Cobb-Douglas menunjukan return to scale suatu produksi. Sebelum kenaikan harga BBM, hasil penjumlahan koefisien variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong adalah sebesar 0,94579 yang berarti produksi tahu pong berada pada skala kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to scale). Nilai ini menunjukan bahwa penambahan satu persen dari masing- masing variabel kedelai dan kayu bakar akan meningkatkan produksi sebesar 0,94579 persen. Hal ini menunjukan bahwa tingkat produksi telah optimum bahkan terjadi kelebihan penggunaan kedua input tersebut. Setelah terjadi kenaikan harga BBM, hasil penjumlahan koefisien variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah sebesar 1,11859 yang berarti produksi tahu pong berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Nilai ini menunjukan bahwa penambahan satu persen dari masing- masing variabel akan meningkatkan produksi sebesar 1,11859. Hal ini menunjukan bahwa kenaikan harga BBM mengakibatkan pengusaha mengurangi penggunaan inputnya sehingga penambahan produksi diperlukan dengan cara meningkatkan penggunaan input tersebut.
VIII
8.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sentra industri Tahu di Kartasura terletak di Kelurahan Kartasura, Wirogunan, dan Ngabeyan yang masih dalam skala kecil dan rumah tangga. Tahu yang diproduksi ada 3 jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong. Tahu Putih lebih banyak diproduksi oleh industri kecil, sedangkan Tahu Magel dan Tahu Pong lebih banyak diproduksi industri kecil dan rumah tangga di Wirogunan dan Ngabeyan. 2. Kinerja usaha tahu pong mengalami perubahan setelah terjadi kenaikan harga BBM.
Kenaikan
harga
BBM
mengakibatkan
perubahan
perubahan
penerimaan, biaya dan keuntungannya. Penerimaan Tahu Pong mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen sehingga tidak dapat menutupi peningkatan total biaya sebesar 3,73 persen. Keuntungan mengalami penurunan sebesar 8,49 persen. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sebelum kenaikan harga BBM adalah jumlah kedelai setiap bulan dan kayu bakar, sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi produksi setelah kenaikan harga BBM adalah jumlah kedelai, minyak goreng dan kayu bakar.
8.2
Saran
1. Terdapat beberapa pengusaha tahu pong yang menjual di pasar yang sama, akan tetapi mereka memakai alat transportasi yang berbeda dan sendirisendiri. Kepada pengusaha-pengusaha seperti ini sebaiknya menggunakan alat
transportasi yang sama secara bersama-sama sehingga dapat memperingan biaya transportasi yang ditanggung oleh setiap pengusaha tersebut. 2. Pengusaha
yang
mengalami
penurunan
keuntungan
sebaiknya
lebih
memperbanyak produksi tahu putih. Tahu tersebut memiliki struktur biaya yang lebih sedikit dari pada tahu pong sehingga dapat memperkecil total biayanya. 3. Penelitian ini terfokus pada tahu pong sehingga perlunya penelitian pada tahu yang lain seperti tahu putih dan magel untuk dibandingkan secara bersamasama keuntungan yang diperoleh dari ketiga produksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Nina Raditya. 2000. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kinerja dan Respon Pengusaha Kecil Industri Kecil-Menengah Pakaian Jadi (Kasus pada Sentra Industri Pakaian Jadi di Kelurahan Sukabumi, Kebon Jeruk, Jakarta Barat). Skripsi. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik of Indonesia 2000. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2004. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Indonesia 2004. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonomi Indonesia Edisi Juli 2006. Jakarta. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi pertama. Jakarta: Bumi Aksara. Gujarati, Damoar. 1978. Ekonometrika Dasar. Edisi terjemahan. Jakarta: Erlangga Hadaini, Hasni. 2005. Analisis Pendapatan dan Industri kecil Aci Kirai (Studi kasus di Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek, Edisi keempat. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Percetakan AMP YKPN. Kamus Bahasa Indonesia. 1997. Jakarta: Balai Pustaka. Krisnamukti, Bayu. 2001. Agribisnis. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Limbong, Wilson H. Dan Panggabean Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga, Edisi kedua. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Lipsey, Richard G dkk.1995. Pengantar Mikro Ekonomi, Edisi kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara. Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya, Edisi kelima. Yogyakarta: Aditya Media
Murhardjani. 2004. Pemberdayaan Pengrajin Tahu Tempe (Kajian Pengrajin Tahu Tempe di kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Pangastuti, Anggi Santika. 2006. Analisis Dampak Penurunan Subsidi BBM Terhadap Industri Tahu Skala Kecil di Kabupaten Bogor (Studi Kasus: Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Parung, kabupaten Bogor). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Puspasari, Reni. 2003. Analisis Kinerja Sistem Pemasaran pada Industri Kecil Tahu Cibuntu. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sarwono, B. Dan Yan Pieter Saragih. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar Swadaya. Sidauruk, Rimpun Nesrain Surya. 2005. Perbandingan Efektivitas Biaya dan Kelayakan Finansial Industri Kecil Tahu (Studi Kasus Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana Jaya” di Kota Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Simatupang, Pantjar dkk. 1990. Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan pertanian di Indonesia. Bogor : Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian, Edisi kedua. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Suharno, P. dan Wisnu Mulyana. 1996. Ekonomi Kedelai di Indonesia: Industri Tahu dan tempe, Bogor: IPB Press. Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo. 1995. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern), Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Tambunan, Mangara. 2002. Strategi Industri Berbasis Usaha Kecil dan Menengah. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting, Edisi pertama. Jakartas: Penerbit Ghalia Indonesia.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Proses Pembuatan Tahu Pong
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lampiran 2 Penghitungaan Keuntungan Pengusaha Tahu Purwogondo dan Pengusaha Tahu di Wirogunana dan Ngabeyan Pengusaha Purwogondo No 1
2
3.
Keterangan
Pengusaha Wirogunan dan Ngabeyan Jumlah (Rp/bulan)
Keterangan
Penjualan Produksi = 50 msk x Rp. 30000,00 Ampas = 50 x Rp. 2500,00
Penjualan 45000000 Produksi : 3750000 Tahu Putih = 6 msk x (10 x 10) x Rp. 200,00 Tahu Pong = 6 msk x (16 x 16) x 2 x Rp. 80,00 Ampas = 36 msk x Rp. 2500,00 Upah jasa = 24 msk x Rp. 3500,00
Total penjualan Biaya – biaya Kedelai = 2,5 kw x Rp. 350000,00 TK = 50 msk x Rp 2000,00 Brambut Listrik = Rp. 400000,00/ 30 hari Pajak = Rp. 20000,00/ 30 hari Penyusutan peralatan
48750000 Total penjualan Biaya – biaya 26250000 Kedelai = ((6 msk x 7 kg)+(6 msk x 8 kg)) x Rp. 3400,00 3000000 TK = 36 msk x Rp. 2000,00 600000 Brambut = 6 sak x Rp. 3000,00 400000 Kayu bakar = Rp. 300000,00/ 30 hari 200000 Minyak Goreng = 9 kg x Rp. 4700,00 223350 Bumbu Transport Penyusutan peralatan 30673350 Total Biaya 18076650 Pendapatan usaha
Total Biaya Pendapatan usaha
Jumlah (Rp/bulan)
3600000 7372800 2700000 2520000 16192800 9180000 2160000 540000 300000 1269000 60000 150000 230583 13889583 2303217
Lampiran 3 Perbandingan Bahan Baku Kedelai yang Digunakan Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total Rata-rata
Sebelum kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005 Jumlah Harga Total biaya (kg/bulan) (Rp/ kg) (Rp) 1.350 3.200 4.320.000 144 3.500 504.000 2.475 3.250 8.040.000 2.475 3.800 9.405.000 405 3.200 1.296.000 900 3.500 3.150.000 1.350 3.500 4.725.000 240 3.500 840.000 2.700 3.300 8.910.000 1.050 3.800 3.990.000 210 3.300 693.000 975 3.800 3.705.000 1.050 3.500 3.675.000 900 3.500 3.150.000 1.080 3.500 3.780.000 720 3.600 2.592.000 1.800 3.800 6840.000 450 3.500 1.575.000 1.050 3.500 3.675.000 600 3.000 1.800.000 585 3.600 2.106.000 1.950 3.800 7.410.000 1.890 3.500 6.615.000 975 3.500 3.412.500 1.260 3.000 3.780.000 900 3.000 2.700.000 600 3.000 1.800.000 720 3.500 2.520.000 1.170 3.500 4.095.000 630 3.600 2.268.000 32604 103550 113.371.500 1.086,8 3.451,67 3.779.050
Setelah kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005 Jumlah Harga Total biaya (kg/bulan) (Rp/ kg) (Rp) 1.350 3.300 4.455.000 144 4.000 576.000 2.475 3.500 8.662.500 2.475 4.000 9.900.000 405 3.700 1.498.500 900 3.800 3.420.000 750 3.800 2.850.000 240 3.800 912.000 2.700 3.500 9.450.000 1.050 4.200 4.410.000 210 3.500 735.000 975 4.000 3.900.000 1.050 3.800 3.990.000 900 3.800 3.420.000 1.080 4.000 4.320.000 720 3.800 2.736.000 1.800 3.800 6.840.000 450 3.800 1.710.000 1.050 3.900 4.095.000 600 3.800 2.280.000 585 4.000 2.340.000 1.950 3.800 7.410.000 1.890 3.800 7.182.000 540 3.800 2.052.000 1.260 3.400 4.284.000 900 3.400 3.060.000 600 3.400 2.040.000 720 3.800 2.736.000 1.170 3.900 4.563.000 420 3.800 1.596.000 31359 112900 117.423.000 1.045,3 3.763,33 3.914.100
Lampiran 4 Penggunaan tenaga kerja pada produksi Tahu Pong Tenaga kerja No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Penggunaan tenaga kerja Penggorengan pengangkutan Penggorengan Penggorengan Penggorengan pengangkutan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Pengangkutan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan Penggorengan
K
BK
1 1 1 1 2
1 1 1
2 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1
1
1
Sebelum Tahu Pong yang Total upah yang diproduksi (papan/ diberikan (Rp/ bulan/ bulan) orang) 540 270.000 48 900 360.000 900 300.000 150.000 180 300 540 270.000 120 900 300 75.000 60 300 300 300 360 240 600 150 300 240 300.000 180 780
Sesudah Tahu Pong yang Total upah yang diproduksi diberikan (papan/ bulan) (Rp/bulan/ orang) 540 405000 48 900 450.000 900 300.000 210.000 180 300 300 150.000 120 900 300 150.000 60 300 300 300 360 240 600 150 300 240 450.000 180 780
Kenaikan/ penurunan (%) 20 11,11 0 16,67
-28,57
33,33
20
23 Penggorengan 1 540 24 Penggorengan 1 1 300 25 Penggorengan 2 360 26 Penggorengan 1 300 27 Penggorengan 2 300 28 Penggorengan 1 360 29 Penggorengan 1 360 30 Penggorengan 1 180 TK penggorengan 41 5 Rata – rata TK pengangkutan 27 3 Rata – rata Total produksi Tahu Pong sebelum kenaikan = 11.238 papan Rata – rata produksi Tahu Pong sebelum kenaikan = 374,6 papan
300.000
540 180 360 300 300 360 360 120
360.000
687.000 1.710.000 22.900 57.000 690.000 765.000 23.000 25.500 Total produksi Tahu Pong sesudah kenaikan = 10.818 papan Rata – rata produksi Tahu Pong sesudah kenaikan = 360,6 papan
9,09
12,32 5,15
Lampiran 5 Penghitungan Keuntungan dari Produksi Tahu Pong Sebelum Kenaikan Harga BBM No responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penerimaan
8550000 1268400 18450000 16722000 3600000 6000000 8400000 2400000 16950000 7996800 1622400 6936000 5769000 6931200 6753600 4704000 10680000 2261550 7036200 4665600 4271400 15510000 15552000 7092000 7372800 5250000 4860000 6780000 7803000 4665600
Kedelai
Pabrik
4320000 504000 8040000 9405000 1296000 3150000 4725000 840000 8910000 3990000 693000 3705000 3675000 3150000 3780000 2592000 6840000 1575000 3675000 1800000 2106000 7410000 6615000 3412500 3780000 2700000 1800000 2520000 4095000 2268000
810000 72000 1350000 1350000 270000 450000 810000 180000 1350000 450000 90000 450000 450000 450000 540000 360000 900000 225000 450000 360000 270000 1170000 810000 450000 540000 450000 450000 540000 540000 270000
Biaya operasional Tahu Pong Upah Minyak Kayu Tenaga angkut goreng Bakar kerja 270000 1620000 200010 0 0 255000 84000 0 0 1890000 600000 210000 150000 2016000 471420 0 0 414000 300000 0 0 900000 350010 0 270000 846000 600000 0 0 414000 132000 0 0 2142000 480000 0 0 1173000 300000 0 0 270000 69000 0 0 690000 228000 45000 0 675000 120000 0 0 1032000 225000 0 0 1173000 198000 0 0 720000 108000 0 0 1548000 426000 0 0 562500 125010 0 0 1215000 180000 0 0 573750 138000 0 0 675000 138000 0 0 2250000 501000 432000 0 1401000 270000 0 0 1147500 150000 0 0 1215000 249990 0 0 774000 200010 0 0 1260000 288000 0 0 966000 240000 0 0 828000 315000 0 0 1377000 138000 0
Brambut 0 0 360000 300000 0 0 0 0 0 75000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 300000 0 0 0 300000 0 0 0 0 0 0
Bumbu 60000 30000 60000 60000 60000 60000 135000 30000 45000 60000 30000 30000 30000 30000 45000 30000 30000 30000 30000 30000 30000 60000 60000 30000 60000 45000 60000 60000 60000 45000
Penyusutan peralatan
Transportasi
12450 3746.2 16570 16404 9783 7490.82 12726 6920.33 16117 6434 5058.5 10131.33 8475.5 12492 12533 10159 13033 5569 10450 7933 6309 15159 14117 11034 12683 10892 12909 13076 12908 4610
150000 60000 330000 330000 0 50010 0 39990 180000 112500 135000 180000 180000 330000 150000 144000 300000 75000 450000 180000 300000 0 300000 150000 90000 300000 300000 240000 172800 150000
Total biaya
7442460 1008746.2 12856570 14098824 2349783 4967510.82 7398726 1642910.33 13123117 6166934 1292058.5 5338131.33 5138475.5 5229492 5898533 3964159 10057033 2598079 6010450 3389683 3525309 11838159 9470117 5651034 5947673 4479902 4170909 4579076 6023708 4252610
Keuntungan/ kerugian 1107540 259653.8 5593430 2623176 1250217 1032489.2 1001274 757089.67 3826883 1829866 330341.5 1597868.7 630524.5 1701708 855067 739841 622967 -336529 1025750 1275917 746091 3671841 6081883 1440966 1425127 770098 689091 2200924 1779292 412990
Lampiran 6 Penghitungan Keuntungan Sesudah Kenaikan Harga BBM No responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penerimaan
8550000 1358400 18450000 17562000 3600000 6000000 6000000 2400000 16950000 9408000 1802670 6936000 7260000 6931200 7503990 5400000 11880000 2596140 7761000 5356800 4535400 16710000 15552000 4332000 7372800 6187500 5400000 8400000 7803000 3456000
Biaya operasional Tahu Pong Upah Kedelai Pabrik angkut 4455000 1050000 405000 576000 84000 0 8662500 1575000 0 9900000 1575000 210000 1498500 315000 0 3420000 525000 0 2850000 525000 150000 912000 210000 0 9450000 1575000 0 4410000 525000 0 735000 105000 0 3900000 525000 0 3990000 525000 0 3420000 525000 0 4320000 630000 0 2736000 420000 0 6840000 1050000 0 1710000 262500 0 4095000 525000 0 2280000 420000 0 2340000 315000 0 7410000 1365000 0 7182000 945000 0 2052000 315000 0 4284000 630000 0 3060000 525000 0 2040000 525000 0 2736000 630000 0 4563000 630000 0 1596000 210000 0
Minyak goreng 1908000 216000 2385000 2352000 468000 999990 936000 450000 2448000 1326000 294000 780000 750000 1128000 1326000 780000 1692000 624990 1404000 637500 750000 2880000 1800000 849990 1350000 846000 1440000 1092000 900000 637500
Kayu Bakar 200010 84000 720000 514290 360000 399990 360000 144000 540000 390000 96000 312000 129990 252000 237600 156000 474000 150000 216000 189000 156000 501000 429000 180000 300000 240000 390000 300000 351000 120000
Tenaga kerja 0 0 210000 0 0 0 0 0 0 0 0 45000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 432000 0 0 0 0 0 0 0 0
Brambut
Bumbu
0 0 450000 300000 0 0 0 0 0 150000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 450000 0 0 0 360000 0 0 0 0 0 0
60000 30000 60000 60000 60000 60000 135000 30000 45000 60000 30000 30000 30000 30000 45000 30000 30000 30000 30000 30000 30000 60000 60000 30000 60000 45000 60000 60000 60000 45000
Penyusutan peralatan
Transportasi
12450 3746.2 16570 16404 9783 7490.82 12726 6920.33 16117 6434 5058.5 10131.33 8475.5 12492 12533 10159 13033 5569 10450 7933 6309 15159 14117 11034 12683 10892 12909 13076 12908 3950
210000 84000 540000 540000 0 50010 0 60000 300000 225000 165000 230010 225000 480000 300000 324000 360000 137490 600000 300000 450000 0 450000 300000 150000 360000 450000 240000 388800 240000
Total biaya 8300460 1077746.2 14619070 15467694 2711283 5462480.82 4968726 1812920.33 14374117 7092434 1430058.5 5832141.33 5658465.5 5847492 6871133 4456159 10459033 2920549 6880450 4314433 4047309 12663159 10880117 4098024 6786683 5086892 4917909 5071076 6905708 2852450
Keuntungan/ kerugian 249540 280653.8 3830930 2094306 888717 537519.18 1031274 587079.67 2575883 2315566 372611.5 1103858.7 1601534.5 1083708 632857 943841 1420967 -324409 880550 1042367 488091 4046841 4671883 233976 586117 1100608 482091 3328924 897292 603550
Lampiran 7 Hasil Regresi Berganda Fungsi Cobb-Douglas Sebelum Kenaikan Harga BBM Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = - 3.02 + 0.675 X1 + 0.154 X2 + 0.271 X3
Predictor Constant X1 X2 X3
Coef -3.0189 0.67483 0.15423 0.27096
S = 0.141209
SE Coef 0.6325 0.09342 0.09931 0.07198
R-Sq = 96.4%
T -4.77 7.22 1.55 3.76
P 0.000 0.000 0.132 0.001
VIF 6.4 5.1 2.5
R-Sq(adj) = 96.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source X1 X2 X3
DF 1 1 1
DF 3 26 29
SS 13.8109 0.5184 14.3293
MS 4.6036 0.0199
F 230.88
P 0.000
Seq SS 13.4692 0.0591 0.2825
Unusual Observations Obs 28
X1 6.58
Y 5.8861
Fit 5.6025
SE Fit 0.0345
Residual 0.2836
St Resid 2.07R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1.87272
Lampiran 8 Hasil Regresi Berganda Fungsi Cobb-Douglas Setelah Kenaikan Harga BBM
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3 The regression equation is Y = - 2.72 + 0.598 X1 + 0.297 X2 + 0.224 X3
Predictor Constant X1 X2 X3
Coef -2.7159 0.59778 0.2969 0.22391
S = 0.137528
SE Coef 0.6969 0.09941 0.1195 0.07860
R-Sq = 96.7%
T -3.90 6.01 2.48 2.85
P 0.001 0.000 0.020 0.008
VIF 7.8 7.8 2.9
R-Sq(adj) = 96.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source X1 X2 X3
DF 1 1 1
DF 3 26 29
SS 14.2971 0.4918 14.7888
MS 4.7657 0.0189
F 251.97
P 0.000
Seq SS 13.9385 0.2050 0.1535
Unusual Observations Obs 10 27
X1 6.96 6.40
Y 5.7038 5.7038
Fit 5.9706 5.6843
SE Fit 0.0339 0.0874
Residual -0.2668 0.0195
St Resid -2.00R 0.18 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.88205