ANALISIS KETERLIBATAN PEGAWAI DALAM PEKERJAAN DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN (Studi kasus di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman) Suyati,Siwi Lastari, SE.,MM, Winanto Nawarcono, SE.,MM ABSTRACT Performance is influenced by individual characteristics (ability and skill, personality, perception, attitude, experience, gender, age, race, traits, and learning capacity) and the work environment (organizational structure, job design, policies, rules, awards, and sanctions and resources). Performance is the performance results of operations of both quantity and quality employees in an organization. Assessment of performance through self assessment (self assessment) is the most common approach to measuring and understanding individual differences. Of the 40 respondents, 34 respondents were in the score 50-74 entering the medium category, while others are located at 6 respondents score 75-100 are included in the high category. And nothing at all that is in the score 25-49 of respondents means that does not exist at all employees who are in the low category. From the above data it can be concluded that the Employees' Involvement in Sleman District Health Office Who's because 34 respondents from 40 respondents as a whole is in the medium category, while another 6 respondents who are in the high category and nothing at all that is in the low category. Upshot: Employee Involvement Sleman District Health Office if viewed from the employees' loyalty Medium. Based on the results of research conducted on the Involvement of Employees Working in Sleman District Health Office, it can be concluded that: 1. The amount of employee involvement in completing the work in Sleman District Health Office of average height when seen from the analysis that there were 33 respondents from 40 respondents or 82.5%. 2. Sleman District Health Office personnel almost all have been involved in completing a job in Sleman District Health Office.
ABSTRAK Kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu (kemampuan dan keterampilan, kepribadian, persepsi, sikap, pengalaman, jenis kelamin, umur, ras, ciri, dan kapasitas belajar) dan lingkungan kerjanya (struktur organisasi, desain pekerjaan, kebijakan, aturan-aturan, penghargaan, dan
sanksi serta sumber daya). Kinerja adalah penampilan hasil usaha pegawai baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja melalui penilaian sendiri (self assesment) merupakan pendekatan yang paling umum untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Dari 40 responden, 34 responden berada di skor 50 – 74 yang masuk ke dalam kategori sedang, sedangkan 6 responden lainnya berada pada skor 75 – 100 yang termasuk ke dalam kategori tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam skor 25 – 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan yang berada dalam kategori rendah. Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sedang karena 34 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori sedang, sedangkan 6 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari Loyalitas kerja karyawan Sedang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Keterlibatan Kerja Pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Besarnya keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman rata-rata tinggi jika dilihat dari analisis bahwa terdapat 33 responden dari 40 responden atau 82,5%. 2. Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman hampir semua telah terlibat dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah, merupakan waktu yang tepat untuk memacu reformasi pemerintah daerah menuju pemerintah daerah yang efektif, efisien, ekonomis, dan akuntabel. Sumberdaya manusia yang tangguh dan berkualitas dituntut untuk mampu bertahan, berkembang dan bersaing sehingga kelangsungan hidup suatu organisasi dapat terus berjalan dan bertahan melawan perubahan yang sangat cepat. Pelayanan dinas kesehatan yang dibutuhkan saat ini adalah pelayanan kesehatan yang prima. Sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi akan menunjang peningkatan kualitas dan produktivitas pelaksanaan program-program kesehatan. Visi Dinas Kesehatan ialah Terwujudnya Sleman Sehat. Sedangkan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman ialah (1) Menggerakkan peran serta masyarakat dan mengembangkan kerjasama lintas sektor dalam pembangunan berwawasan kesehatan, (2) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga, masyarakat beserta lingkungannya, (3) Mengatur dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas pelayanan kesehatan , (4) Menjamin pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin dan mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan masyarakat, (5) Mengembangkan informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu, lengkap melalui jaringan kerja sama. Misi di atas diharapkan dapat merealisasikan Visi Dinas Kesehatan untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Sleman Sehat. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman membawahi UPTD sebanyak 25 Puskesmas. Jumlah
pegawai di kantor dinas kesehatan
kabupaten Sleman sebanyak 101 orang. Dari fungsi dan tugas yang diemban oleh kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman maka peranan pegawai negeri sipil amat penting. Kendala dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Sleman adalah belum maksimalnya pegawai dalam memberikan pelayanan. Jika dilihat dari loyalitas pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya Pegawai Dinas Kesehatan Sleman dirasa masih kurang karena masih ada sebagian pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan belum sesuai dengan yang diharapkan bila tidak ada kontrol dari atasan. Contohnya ialah waktu penyelesaian tugas belum sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sebagian pegawai masih belum mampu menggunakan peralatan teknologi seperti komputer. Hal ini membuat perencanaan program dan keputusan yang diambil, tidak berdasarkan informasi yang akurat (not evidence based). Efektifitas organisasi banyak dipengaruhi oleh efektifitas individu, sehingga rendahnya kinerja pegawai berpengaruh pula pada rendahnya kinerja dinas kesehatan secara keseluruhan. Kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu (kemampuan dan keterampilan, kepribadian, persepsi, sikap, pengalaman, jenis kelamin, umur, ras, ciri, dan kapasitas belajar) dan lingkungan kerjanya (struktur organisasi, desain pekerjaan, kebijakan, aturan-aturan, penghargaan, dan sanksi serta sumber daya). Kinerja adalah penampilan hasil usaha pegawai baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Penilaian kinerja melalui penilaian sendiri (self assesment) merupakan pendekatan yang paling umum untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Penilaian kinerja pegawai menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000 merupakan alat yang menumbuhkan motivasi untuk menumbuhkan dan memperbaiki kinerja yang kurang dengan menunjukkan kemampuan terbaiknya. Instrumen ini dipakai untuk kelengkapan penggunaan DP3 pada dinas kesehatan. Setiap individu mempunyai jati diri yang khas dan sedikitnya mempunyai delapan faktor yaitu
(1) karakteristik biografikal yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja; (2) kepribadian yang meliputi keturunan, pengalaman dan situasi; (3) persepsi yang meliputi diri yang bersangkutan sendiri, sasaran, persepsi dan situasi; (4) kemauan belajar; (5) nilai-nilai yang dianut meliputi sumber orang tua, sumber masyarakat sekitar, sumber teman-teman dan sumber dirinya sendiri; (6) sikap yang meliputi sumber orang tua, sumber guru dan teman-teman; (7) kepuasan kerja yang meliputi pekerjaan yang penuh tantangan, penerapan sistem penghargaan yang adil, kondisi yang mendukung dan sikap rekan sekerja; serta (8) kemampuan yang meliputi fisik dan mental. Kinerja pegawai dipengaruhi oleh faktor-faktor (1) karakteristik individu, berupa (a) demografi yang meliputi umur, jenis kelamin, suku bangsa, dan pengalaman kerja, (b) kemampuan dan kecakapan, (c) psikologi yang meliputi kepribadian, persepsi, sikap, ciri dan kapasitas belajar; (2) lingkungan berupa (a) lingkungan kerja meliputi desain pekerjaan, struktur organisasi, kebijakan dan aturan, kepemimpinan, penghargaan dan sanksi serta sumber daya, dan (b) lingkungan non kerja meliputi keluarga, ekonomi, kesenangan dan hobi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian : “Analisis Keterlibatan Pegawai Dalam Pekerjaan Di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman”. B. Perumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu : 1. Seberapa besar keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman? 2. Apakah semua pegawai sudah terlibat dalam penyelesaian pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman?
C. Batasan Penelitian Batas penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah pegawai di Bagian Tata Usaha dan Bidang Pelayanan Medis dalam menyelesaikan pekerjaan rutin di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui seberapa besar keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
E. Manfaat Penelitian 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta Hasil penelitian Kesehatan
ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Dinas
Kabupaten
Sleman
dalam
menentukan
langkah
selanjutnya
dan
mengembangkan kebijakan guna meningkatkan motivasi kerja karyawan. 2. STIE Nusa Megarkencana Yogyakarta Sebagai bahan bacaan dan reverensi bagi para mahasiswa khususnya bagi yang ingin mempelajari mengenai manajemen sumber daya manusia. 3. Peneliti Penulis dapat menerapkan teori-teori yang telah didapatkan di bangku kuliah baik secara lisan maupun tulisan dan dari buku-buku literatur terutama yang berhubungan dengan sumber daya manusia.
F. Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Di dalam bab ini membicarakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Landasan Teori Bab ini berisi berbagai macam teori yang digunakan sebagai landasan penelitian dan hipotesis.
BAB III
: Metode Penelitian
BAB IV
: Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Di dalam bab ini menjelaskan Kondisi umum, lokasi, Visi, Misi Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
BAB V
: Hasil Penelitian Bab ini berisi proses analisis data penelitian melalui kuesioner.
BAB VI
: Kesimpulan dan Saran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Manajemen Sumber Daya Manusia 1.
Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya yang lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen ini terdiri dari enam unsur yaitu: men, money, methode, machine, materials and market. Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut sumber daya manusia. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang menyebutnya manajemen kepegawaian atau manajemen personalia (Hasibuan, 2002:9). Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM adalah manusia yang merupakan tenaga kerja dalam perusahaan. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan, meskipun perusahaan memiliki alat-alat canggih. Mengatur karyawan adalah sulit dan kompleks karena mereka mempunyai pikiran, peranan, status, keinginan dan latar belakang yang heterogen yang dibawa ke dalam organisasi. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti mengatur mesin, modal atau gedung.
2.
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Agar pengertian MSDM menjadi lebih jelas, berikut ini beberapa pengertian berbagai ahli : Malayu Hasibuan (2002:12) “MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif
dan
efisien
membantu
terwujudnya
perusahaan,
karyawan
dan
masyarakat”. Edwin B. Flippo : “Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian karyawan dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat”. 3.
Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia Tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan dan pemimpin (Hasibuan. 2002:12). a. Pengusaha Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan tersebut tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan tersebut. b. Karyawan Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, karena tanpa keikutsertaan mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses dan tujuan yang ingin dicapai. Karyawan adalah
penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. c. Pemimpin Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai tujuan. 4.
Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan penting dan dominan dalam manajemen. MSDM mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut: a. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan job description, job specification, job requirement dan job evaluation. b. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan karyawan berdasarkan asas the right man in the right place dan the right man in the right job. c. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemberhentian. d. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang akan datang. e. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. f. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
g. Memonitor kemajuan teknik, dan perkembangan serikat buruh. h. Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian prestasi karyawan i. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal. j. Mengatur pensiun, pemberhentian dan pesangonnya. 5.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi
manajemen
sumber
daya
manusia
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. a. Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program ini meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. Program yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
c. Pengarahan Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membentuk tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahannya agar mengerjakan semua tugas dengan baik. d. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana.
Pengendalian
karyawan
meliputi
kehadiran,
kedisiplinan,
perilaku,
kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. e. Pengadaan Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. f. Pengembangan Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. g. Kompensasi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
h. Pengintegrasian Pengintegrasian adalah kegiatan untuk menyatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil kerjanya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. i. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan. j. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. k. Pemberhentian Pemberhentian adalah terputusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini dapat disebabkan oleh keinginan karyawan, perusahaan, kontrak kerja habis dan sebab-sebab lainnya. B. Produktivitas Karyawan 1. Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas bukanlah suatu perhitungan kuantitas, tetapi suatu rasio perbandingan dan merupakan suatu pengukuran matematis dari suatu tingkat efisien. Produksi berkaitan dengan kuantitas, sedangkan produktivitas adalah hasil penelitian dari
suatu masukan, artinya produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input) per satuan waktu (Payaman J, Simanjuntak 2001:38). Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (Ravianto/Murlita, 1998:13). Produktivitas bisa diartikan sebagai sesuatu atau perbandingan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output) (Suprihanto, 1992:17). Produktivitas juga dapat diartikan sebagai suatu konsep yang bersifat universal, yang bertujuan menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber yang semakin sedikit (Konferensi Oslo, 1984). Sering terjadi produksi meningkat tanpa dibarengi peningkatan produktivitas. Penggunaan sumber daya-sumber daya yang efisien dan efektif mutlak diperlukan, disamping ada faktor-faktor lain yang mendukung antara lain : tingkat pendidikan, keterampilan kerja, disiplin, sikap dan etika, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja dan iklim kerja yang baik. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu (Payaman J. Simanjuntak, 2001:39-41): a. Kualitas dan Kemampuan Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk memperkembangkan diri serta kemampuan
untuk memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitas kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja. Latihan kerja pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan, pendidikan biasanya bersifat umum, sedangkan latihan bersifat khusus dan teknis operasional. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah motivasi kerja, etos kerja dan sikap mental karyawan. Pemupukan motivasi, etos dan sikap kerja yang berorientasi kepada produktivitas membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan teknik-teknik tertentu, antara lain dengan menciptakan iklim dan lingkungan yang menyenangkan dan hubungan industrial yang serasi. Kemampuan fisik pekerja memerlukan perhatian pengusaha dewasa ini, terutama karena tingkat upah umumnya rendah sehingga pemenuhan gizi dan kesehatan pekerja umumnya sangat terbatas. b. Sarana Pendukung Sarana pendukung untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1) Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri 2) Menyangkut kesejahteraan pekerja yang tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja. Sebagaimana dikemukakan di atas, perbaikan-perbaikan di bidang
lingkungan kerja dapat menunbuhkan
kegairahan kerja, semangat dan kecepatan kerja. Perbaikan-perbaikan di bidang
pengupahan dan jaminan sosial ini dapat menumbuhkan motivasi dan meningkatkan kemampuan fisik karyawan. Peranan manajemen juga sangat strategis untuk peningkatan produktivitas, yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja, menetapkan orang-orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat, serta menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. c. Supra Sarana Yang terjadi dalam perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luarnya, seperti sumber-sumber faktor produksi yang akan digunakan, prospek pemasaran, perpajakan, perijinan, lingkungan hidup dan lain-lain. Kebijakan pemerintah di bidang ekspor-impor, pembatasan-pembatasan dan pengawasan, juga mempengaruhi ruang gerak pimpinan perusahaan dan jalannya aktivitas perusahaan. 3. Pengukuran Produktivitas Kerja Pada umumnya cara yang berguna untuk mengukur produktivitas kerja karyawan adalah dengan mempertimbangkan unit biaya tenaga kerja (labour cost), atau total biaya tenaga kerja per unit (output) yang dihitung dengan membagi rata-rata biaya tenaga kerja dengan rata-rata tingkat (output) (Mathis dan Jackson, 2001:85). Dengan menggunakan biaya tenaga kerja dapat dilihat bahwa suatu perusahaan yang membayar gaji relatif tinggi dapat bersaing secara ekonomis jika karyawan juga dapat mencapai tingkat Produktivitas Kerja Karyawan yang tinggi. Dilihat secara defisional dapat dikatakan bahwa Produktivitas Kerja Karyawan adalah kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan seseorang dalam waktu tertentu. Hal
ini menunjukkan bahwa pengukuran Produktivitas Kerja Karyawan adalah dengan membandingkan antara kualitas dan kuantitas hasil produksi per satuan waktu. Kuantitas kerja berkaitan dengan jumlah atau banyaknya hasil kerja. Untuk mengetahui kuantitas kerja seseorang meliputi banyaknya hasil kerja yang dinyatakan dengan upah, usaha untuk menghasilkan lebih banyak dan kesesuaian dengan jumlah target yang telah ditentukan. Sedangkan kualitas kerja berkaitan dengan mutu atau tidaknya suatu hasil kerja. Untuk mengetahui hasil kerja meliputi apakah hasil pekerjaan sesuai dengan petunjuk pedoman kerja, kesalahan dalam bekerja, ketelitian, efisiensi, dan efektivitas serta upaya untuk meningkatkan hasil kerja menjadi lebih baik. C. Motivasi Kerja Karyawan 1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegitan tertentu guna untuk mencapai tujuan (Sukanto Reksohadiprojo, 1992:271). Sedangkan motivasi kerja menurut Mohammad As’ad (2002:45) adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dapat juga disebut sebagai semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang ikut menentukan besar kecilnya prestasinya. Unsur motivasi yang berpengaruh pada produktivitas kerja (Siagian, 1995:75) adalah motivasi berprestasi (dorongan dari dalam diri seseorang untuk selalu berprestasi), motivasi terhadap mutu kerja dan mutu kehidupan hari esok yang lebih baik (dorongan dari dalam diri seseorang untuk selalu menjaga dan meningkatkan mutu kerjanya, serta
selalu mengusahakan kehidupan hari esok yang lebih baik). Motivasi ini selalu berada di bawah sadar manusia sehingga perlu dibangkitkan. Motivasi menjadi sesuatu yang penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Banyak pekerja yang tidak mengetahui motivasi dirinya, sehingga mereka beranggapan bahwa bekerja hanyalah sekedar menjalankan perintah pimpinan. Keadaan seperti ini jelas merugikan usaha pencapaian tingkat produktivitas yang tinggi. Motivasi yang rendah tercermin pada sikap pekerja terhadap pekerjaannya, serta sangat berpengaruh pada hasil pekerjaannya. Manajer harus mengetahui hal-hal apa yang dapat membangkitkan motivasi kerja seseorang. Orang bersedia untuk bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari maupun kebutuhan yang tidak disadari, berbentuk materi atau nonmateri, kebutuhan fisik maupun rohani. 2. Tujuan Motivasi Tujuan motivasi antara lain sebagai berikut (Hasibuan, 2002:146): a.
Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
b.
Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
c.
Mempertahankan kestabilan kerja karyawan
d.
Meningkatkan kedisiplinan karyawan
e.
Mengefektifitaskan pengadaan karyawan
f.
Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
g.
Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
h.
Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan
i.
Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
j.
Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
3. Proses Motivasi a.
Tujuan Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para karyawan dimotivasi ke arah tujuan itu.
b.
Mengetahui Kepentingan Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan atau perusahaan saja.
c.
Komunikasi Efektif Harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya keuntungan tersebut dapat diperolehnya.
d.
Integrasi Tujuan Tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e.
Fasilitas Pemimpin perlu untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu yang akan mendukung kelancaran pekerjaan.
f.
Team Work Pemimpin harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan, team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
4. Teori-teori Motivasi Teori Kepuasan (Content Theory) Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebututuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang. Penganut-penganut teori motivasi kepuasan antara lain: 1) Frederik Winslow Taylor dengan teori motivasi klasik Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya. 2) A.H. Maslow dengan Maslow’s Need Hierarchy Theory Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat tiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Lima jenjang/hierarki tersebut adalah (Gibson, 1994:92): a) Kebutuhan fisik dan biologis b) Kebutuhan keselamatan dan keamanan c) Kebutuhan sosial d) Kebutuhan akan penghargaan e) Kebutuhan akan aktualisasi diri
D. Semangat Kerja 1. Pengertian Istilah semangat kerja sampai sekarang belum mempunyai perumusan yang jelas. Perumusan istilah tersebut sering dihubungkan dengan istilah-istilah lain, seperti gairah kerja, moril kerja, dorongan kerja, motivasi kerja dan etos kerja. Berdasarkan pendapat para tokoh seperti Danim (2004:15), Anoraga (2001:35), Greenberg dan Baron (1997) dalam Yuwono, dkk (2005:62) mengenai motivasi kerja, dan Anoraga (2001:29) mengenai etos kerja, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja, motivasi kerja dan etos kerja merupakan istilah yang berbeda tetapi memiliki indikator-indikator perilaku yang sama. Pendapat lain tentang semangat kerja seperti Chaplin (2004:21), Gondokusumo (1996:36), Moekijat (1979:185), yang menyamakan istilah semangat kerja dengan moril kerja, sedang Maier (1955:111) selain menyamakan istilah semangat kerja dengan moril kerja juga menyamakan dengan kegairahan kerja, ahli-ahli lain yang menyamakan istilah semangat kerja dengan kegairahan kerja seperti Danim (2004:48), dan Nitisemito (1996:96). Berdasarkan pendapat para ahli mengenai semangat kerja, penulis menyimpulkan bahwa semangat kerja, moril kerja, dan kegairahan kerja merupakan istilah yang sama. Mengenai pengertian semangat kerja Chaplin (2004:211), mengartikan bahwa : ” Morale (moril) adalah sikap atau semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan organisasi yang baik ”. Pengertian ini menunjukkan bahwa istilah semangat kerja dan moril kerja adalah sama. Definisi semangat kerja yang disampaikan oleh Chaplin di atas, selaras dengan yang disampaikan Gondokusumo (1996:86) yang menyatakan bahwa : “ Semangat kerja atau morale adalah refleksi dari sikap pribadi maupun dari sikap kelompok terhadap kerja atau
kerjasama”. Pengertian semangat kerja dalam hal ini berhubungan dengan sikap. Sikap sendiri menurut Anni (2004:114-115) bisa positif atau negatif terhadap objek sikapnya tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pengalaman, pembelajaran, identifikasi, perilaku peran. Sikap akan memberikan pedoman atau peluang kepada seseorang untuk mereaksi secara lebih otomatis dan memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku. Pencerminan dari sikap individu atau sekelompok individu terhadap kerja atau kerjasama itu yang dinamakan semangat kerja. Menurut Allport dalam Maier (1955:109) dalam buku Civilian Morale tentang semangat kerja dijelaskan bahwa : ”Moril sebagai sikap imdividu di dalam sebuah kelompok yang bersifat formal ”. Pernyataan ini menyiratkan dua hal yaitu : personal dan corak-corak sosial berkaitan dalam kondisi kejiwaan disebut semangat kerja. Allport percaya untuk memiliki semangat kerja yang tinggi diperlukan: (a) Tiap individu harus memiliki kepastian hukum dan nilai-nilai yang membuat hidup lebih bermanfaat bagi individu, sehingga dia memiliki energi dan rasa percaya diri untuk menghadapi masa depan, (b) Dia harus sadar dan tahu pekerjaan yang harus dilakukan guna mempertahankan atau meluaskan segudang nilai-nilainya yang berharga, (c) nilai-nilainya yang berharga harus sesuai dengan nilai-nilai kelompoknya, terdapat upaya koordinasi dalam mencapai sasaran atau hasil. Penulis lain, Katz dalam Maier (1955:109) dalam buku Problems in Social Psychology, mengenai semangat kerja dijelaskan bahwa semangat kerja melibatkan dua hal : ”Adanya sebuah tujuan umum diantara anggota kelompok dan penerimaan jalan atau usaha kecil yang diakui secara sosial dalam mencapai tujuan itu ”. Uraian Katz tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja menggambarkan suatu keadaan bagaimana anggota-anggota kelompok berusaha untuk mewujudkan tujuan bersama. Suatu kelompok yang mampu mencapai tujuan
bersama dengan baik dengan adanya penerimaan dari masing-masing anggota kelompok tanpa ada paksaan, maka kelompok tersebut memiliki semangat kerja yang tinggi. Menurut Danim (2004:48) mengenai definisi semangat kerja dijelaskan bahwa : ” Moril kerja sebagai padanan bahasa inggris working morale diartikan ’kegairahan kerja’. Moril atau kegairahan kerja adalah kesepakatan batiniah yang mincul dari dalam diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan ”. Uraian Danim tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja merupakan suatu kondisi mental individu atau kelompok dimana dalam diri individu atau kelompok itu sendiri terjadi kesepakatan batiniah untuk mencapai tujuan organisasi. Individu tersebut akan berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan kemauan batiniahnya sendiri dan senang hati tanpa adanya paksaan dari luar diri individu. Menurut Nitisemito tentang pengertian semangat kerja dijelaskan bahwa : ”Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik”. Uraian tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja dapat dilihat dari usaha giat individu dalam melakukan pekerjaan dengan harapan dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat dan lebih baik. Berdasarkan dari definisi-definisi semangat kerja di atas, penulis menyimpulkan bahwa semangat kerja yaitu suatu keadaan kesepakatan batiniah dari diri individu atau kelompok yang merupakan refleksi dari sikap terhadap kerja atau kerjasama yang memungkinkan seorang pekerja dengan dorongan kemauan untuk menghasilkan kerja yang lebih baik sesuai dengan tujuan bersama. 2. Karakteristik Semangat Kerja Menurut Danim (2004:48-49) tentang karakteristik semangat kerja, dinyatakan bahwa semangat kerja (working morale) dapat dibedakan menjadi dua dimensi secara kategoris, yaitu : a. Semangat kerja tinggi (suasana batin positif) memiliki ciri-ciri :
1)
Senang; individu yang memiliki semangat kerja tinggi dengan senang hati melaksanakan pekerjaannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun
2)
Bersemangat; individu yang memiliki semangat kerja tinggi memiliki antusias atau dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya
3)
Menyelesaikan; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan berusaha
untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan sebaikbaiknya. 4)
Bekerja Menyamping atau Latelar; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan berinteraksi dengan individu lain atau karyawan lain secara dinamis. Individu memiliki empati yang tinggi kepada individu lain atau tidak hanya erorientasi pada diri sendiri tetapi juga peduli pada orang lain.
5)
Mendorong; individu yang memiliki semangat kerja tinggi segala perilakunya akan mengandung unsur dorongan untuk maju baik bagi diri individu sendiri, individu lain maupun bagi organisasi yang ditempatinya. Ia akan bersikap optimis terhadap pekerjaannya dan akan terus membangun walaupun mengalami kegagalan.
6)
Terpanggil; individu yang memiliki semangat kerja tinggi dengan keinginan dan kemauannya sendiri melaksanakan pekerjaan dengan tulus demi tercapainya tujuan-tujuan individu maupun organisasi.
7)
Partisipasi Maksimal; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan bekerja dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dan tugas yang diterimanya. Ia juga cenderung melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
8)
Percaya Diri; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan percaya diri sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya dalam mencapai tujuan-tujuan atau tantangantantangan di masa depan.
9)
Rasa Sejawat; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan lebih berpikir sebagai ”kami” daripada sebagai ”saya”, dengan dilandasi saling tolong menolong yang baik dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan.
10) Inovatif; individu yang memiliki semangat kerja tinggi akan mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam menunjang perkembangan organisasi. b. Semangat kerja rendah (suasana batin negatif) memiliki ciri-ciri : 1)
Tidak senang, individu yang memiliki semangat kerja rendah akan merasa tertekan dalam pekerjaannya.
2)
Loyo; individu dengan semangat kerja rendah cenderung loyo dan tidak bergairah dalam pekerjaannya.
3)
Menunda; individu dengan semangat kerja rendah akan malas bekerja, ia akan cenderung menunda pekerjaan dan kurang disiplin.
4)
Bekerja vertikal; individu dengan semangat kerja rendah hanya mampu melihat dirinya, tanpa mau tahu pekerjaan orang lain.
5)
Menghambat; individu dengan semangat kerja rendah cenderung menghambat jalannya kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Ia cenderung pesimis dalam menghadapi pekerjaannya sehingga mudah untuk putus asa.
6)
Ikatan ambil muka; individu dengan semangat kerja rendah dalam melaksanakan pekerjaan cenderung ambil muka saja di hadapan orang lain atau tidak melakukan pekerjaan dengan tulus dari hatinya yang terdalam.
7)
Partisipasi Seadanya; individu dengan semangat kerja rendah akan cenderung melibatkan diri dalam pekerjaan seadanya saja, tanpa adanya usaha untuk bekerja secara maksimal.
8)
Menunggu Perintah; individu dengan semangat kerja rendah cenderung menunggu perintah dari atasan tanpa adanya usaha untuk bekerja secara maksimal.
9)
Lepas-Lepas; individu dengan semangat kerja rendah dalam bekerja ia cenderung bertindak semaunya sendiri tanpa mengindahkan aturan dan norma-norma yang ada dalam organisasi.
10) Meniru; individu dengan semangat kerja rendah hanya bisa meniru orang lain atau kurang kreatif dalam memecahkan masalah dalam pekerjaannya. Nitisemito (1996:97) menyatakan bahwa turun atau rendahnya semangat kerja, memiliki indikasi-indikasi antara lain : a. Turunnya atau rendahnya produktivitas; kondisi ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan keadaan sebelumnya. Produktivitas yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan, penundaan pekerjaan, dan sebagainya. seorang karyawan yang semangat atau kegairahan kerjanya turun, cenderung malas melaksanakan tugas-tugas, sengaja menunda-nunda pekerjaan, atau memperlambat siap pekerjaan, dan sebagainya. b. Tingkat absensi yang naik atau tinggi; pada umumnya jika semangat atau kegairahan kerja turun, mereka akan malas untuk setiap hari datang bekerja. c. Labour turnover (tingkat perpindahan karyawan yang tinggi); kondisi ini terjadi bisa disebabkan ketidaksenangan mereka bekerja pada perusahaan atau organisasi tersebut. d. Tingkat kerusakan yang naik atau tinggi; naiknya kerusakan menunjukkan bahwa semangat atau kegairahan kerja berkurang,terjadi kecerobohan dalam pekerjaan, dan sebagainya. e. Kegelisahan di mana-mana; kondisi ini terjadi jika semangat dan kegairahan kerja turun. Kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja, keluh kesah, serta halhal yang lain. f. Tuntutan yang sering kali terjadi; tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan. g. Pemogokan; kondisi ini juga merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan, dan sebagainya. Jika tuntutan tidak berhasil pada umumnya berakhir dengan suatu pemogokan. Maier (1955:111) menyatakan bahwa ciri-ciri semangat kerja yang tinggi, adalah sebagai berikut :
a. Semangat Berkelompok Artinya : (1) karyawan lebih berpikir sebagai “kami” daripada sebagai “saya”, (2) mereka akan saling tolong-menolong dan tidak saling bersaing untuk saling menjatuhkan, (3) keberhasilan merupakan salah satu pengalaman sebagai sebuah keuntungan dari segalagalanya. b. Kualitas Untuk Bertahan Artinya sebuah kelompok atau individu tidak kehilangan pandangan dari tujuannya ketika ketidak baikan menimpa orang yang memiliki semangat kerja tinggi adalah orang yang tidak pernah putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang timbul dalam pekerjaannya. c. Kegairahan atau Antusiasme Aspek ini menyiratkan motivasi yang tinggi. Jika karyawan memiliki kegairahan dalam bekerja, hal itu berarti karyawan memiliki dorongan untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. d. Kekuatan Untuk Melawan Frustasi Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tidak memiliki sikap yang pesimistis, apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya dan akan terus membangun walaupun mengalami kegagalan. Berdasarkan teori-teori di atas, peneliti menyimpulkan semangat kerja dapat diukur melalui : 1) Kepuasan Merupakan perasaan puas atau tidak ada masalah dalam berhubungan dengan pimpinan, rekan sekerja, pekerjaan, manajemen, ataupun dengan semua yang terkait dengan kegiatan perusahaan. 2) Samangat Berkelompok
Merupakan kemampuan karyawan untuk dapat lebih berpikir sebagai ”kami” daripada sebagai ”saya” demi pencapaian tujuan bersama, dan dan adanya kesediaan saling membantu yang baik. 3)
Keterlibatan Kerja Merupakan suatu kemampuan atau sikap dari para karyawan terhadap kerja atau tanggung jawab yang dihadapi.
4) . Kedisiplinan Merupakan suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan ketentuan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis. 5) Dorongan Untuk Maju Usaha untuk meningkatkan karier atau prestasi, dapat bertahan terhadap kondisi yang kurang menyenangkan atau pantang menyerah dan mampu untuk melawan frustasi 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli seperti Danim (2004:15), Anoraga (2001:35), Greenberg dan Baron (1997) dalam Yuwono, dkk (2005:62) dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi semangat kerja sama dengan motivasi kerja. Masdani (1978) dalam Anoraga 2001:85) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan antara lain : a. Faktor Kepribadian dan Kehidupan Emosional Sendiri. Seseorang bekerja dengan bersemangat atau tidak sangat dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan kehidupan emosional. Orang yang cenderung memiliki kepribadian yang pesimistik, rendah diri, atau kurang bisa menyesuaikan dengan baik dalam lingkungan kerjanya maka akan cenderung memiliki semangat kerja yang rendah.
b. Faktor Luar. Lingkungan eksternal juga dapat mempengaruhi semangat kerja seorang pegawai baik lingkungan rumah, maupun lingkungan di luar rumah, bahkan lingkungan kejanya. Apabila lingkungan luar pegawai tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka akan berpengaruh pada semangat kerjanya. Maier (1955:113) menggaris bawahi faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi semangat kerja, yaitu sebagai berikut : a. Timbal Balik Pengorbanan (Mutual Sacrifice) Pentingnya faktor timbal balik pengorbanan pada industri dan organisasi ditunjukkan dengan fakta bahwa ketidak adilan merupakan keluhan umum dari para karyawan berlawanan dengan pemberi kerja atau pemimpin. Perlakuan tidak adil kepada karyawan, atau pemberian penghargaan, gaji oleh pemberi kerja kepada karyawan yang tidak sesuai dengan apa yang telah dilakukannya dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan tersebut. b.
Peran Serta Dalam Aktivitas Kelompok (Participation) Ketika kelompok individu bekerja bersama-sama, semangat yang paling tinggi jika setiap individu tidak hanya diperbolehkan, namun juga secara aktif didorong, untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan. Berbeda dengan individu yang tidak diakui peran sertanya, ia dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan akhirnya menimbulkan semangat kerja yang rendah.
c.
Pengalaman Dari Kemajuan ( Experience of Progress) Pengalaman kemajuan yang diberikan oleh pemimpin atau pengawas kepada para karyawannya akan ikut mempengaruhi semangat kerja mereka.
d.
Toleransi dan Kebebasan (Tolerance and Freedom) Atmosfir kerja merupakan bagian penting dalam membangun kondisi semangat kerja. Ketika setiap orang berada di bawah tekanan dan atmosfir kerjanya otoriter bukan demokratis, akan
merangsang setiap individu untuk frustasi. Frustasi nantinya dapat memunculkan sikap yang sedikit agresif untuk saling menjatuhkan, dan kondisi ini dapat mempengaruhi semangat kerja. e. Tipe Pemimpin (Type of Leader) Karakter-karakter pemimpin juga dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan. Sedangkan menurut Anoraga (2001:85) dijelaskan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan antara lain: a. Job Security, pekerjaan yang dipegang karyawan merupakan pekerjaan yang aman dan tetap. Adanya kemungkinan bahwa karyawan dapat dirumahkan, diberhentikan, digeser merupakan faktor penting yang mengurangi ketenangan dan kegairahan. Semangat kerja seorang karyawan tersebut dalam situasi demikian akan hanya bekerja secara rutin saja, sekadar melakukan tugas sehari-hari, sedang produktivitas, kreativitas, inisiatif sangat kurang optimal, karena konsentrasi terbagi secara naluriah. b. Opportunities for Advancement, yaitu kemungkinan atau kesempatan untuk mendapat kemajuan. Adanya kesempatan dalam pekerjaan untuk mendapatkan kemajuan dari segi fisik seperti gaji maupun kemajuan dari segi psikologis seperti mendapat pujian atau penghargaan juga akan mempengaruhi semangat kerja pegawai. c. Kondisi Kerja yang Menyenangkan. Suasana lingkungan kerja yang harmonis, tidak tegang akan menjadikan pegawai lebih bersemangat dalam bekerja dibanding dengan suasana lingkungan kerja yang suram. d. Good Working Companion, rekan sekerja yang baik. Faktor kepribadian seringkali menonjol yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi harmoni dalam hubungan sosial antar karyawan, demikian juga latar belakang kebudayaan dan adat kebiasaan karyawannya.
e. Hubungan dengan pimpinan atau faktor pimpinan yang baik. Pimpinan yang baik akan mempengaruhi rasa takut pada karyawan dan akan menimbulkan rasa hormat atau menghargai, sehingga pegawai akan lebih senang dalam menjalankan tugas-tugas dan mempengaruhi semangat kerja mereka. f. Kompensasi, Gaji, atau Imbalan. Faktor ini walaupun tidak menempati urutan paling atas, tetapi masih merupakan faktor yang mudah mempengaruhi kegairahan atau semangat kerja. Bagi seorang karyawan pada umumnya yang akan memasuki suatu perusahaan, imbalan yang akan diterima diperbandingkan dengan imbalan yang mungkin diterima pada perusahaan lain. Perbedaan yang menyolok dapat menggoyahkan gairah atau semangat. g. Nilai perbandingan yang ada antara kelompok mereka sendiri yaitu penghargaanatau perhatian. Pegawai yang mendapatkan penghargaan atau perhatian yang sesuai akan lebih bergairah atau bersemangat dalam menjalankan tugas mereka. Menurut Danim (2004:52-53) faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja yaitu : a. Kesadaran akan tujuan organisasi. Manusia yang sadar akan tujuan organisasinya biasanya memiliki tanggung jawab dan terdorong mencapai target kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. b. Hubungan antar manusia dalam organisasi berjalan harmonis. Suatu suasana yang menyenangkan bagi individu akan merangsang semangat kerja individu tersebut. c. Kepemimpinan yang menyenangkan. Gaya kepemimpinan yang demokratis, jujur dan adil akan membangkitkan semangat kerja karyawan, karena mereka merasakan adanya pengakuan dan penghargaan. d. Tingkatan organisasi.
Makin tinggi posisi manusia organisasional, pekerjaan yang dilakukannya akan semakin konseptual. Sebaliknya makin rendah posisi manusia organisasional, pekerjaan yang dilakukannya makin teknis. Keadaan seperti ini, akan mempengaruhi semangat kerja mereka yang dapat berbeda pula. e. Upah dan gaji. Secara umum, semakin tinggi upah dan gaji, semakin tinggi pula semangat kerja karyawannya. f. Kesempatan untuk meningkat atau promosi. Manusia organisasional akan terdorong semangat kerjanya, mketika ada keyakinan bahwa dengan tampilan semacam itu terbuka akses baginya untuk meningkatkan karier atau promosi. g. Pembagian tugas dan tanggung jawab. Kejelasan akan tugas dan tanggung jawab utama membuat manusia organisasional dapat bekerja dalam suasana kepastian dan lebih tenang, sehingga dapat mempengaruhi semangat kerjanya. h. Kemampuan individu. Kemampuan masing-masing individu baik potensi, minat, inteligensi, kekuatan fisik, dan sebagainya dapat mempengaruhi semangat kerja mereka. i. Perasaan diterima dalam kelompok. Rasa diterima oleh anggota kelompok merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat bekerja dengan derajat semangat kerja tertentu. j. Dinamika kelompok. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik, akan menentukan apakah seseorang terdorong untuk tampil dengan semangat kerja yang tinggi atau sebaliknya. k. Kepribadian. Manusia dengan kepribadian terbuka, umumnya semangat kerjanya mudah dirangsang. Sebaliknya, manusia organisasional yang cenderung tertutup amat sulit menerima rangsangan dan isyarat perubahan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja antara lain : a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, seperti kepribadian, kehidupan emosional termasuk nilai-nilai yang dianut pribadi, tingkat kepuasan, penyesuaian diri, dan lainlain. b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu, yaitu bisa berasal dari lingkungan rumah,lingkungan pergaulan dan terutama lingkungan kerjanya, seperti job security,kesempatan untuk mendapat kemajuan, perlakuan yang adail dari atasan maupun rekan sekerja,hubungan sosial dengan rekan sekerja, gaji, jaminan sosial terhadap kesehatan, kompensasi dan keamanan kerja. E. Kelompok Kerja 1. Pengertian Mengenai pengertian kelompok kerja, Robins (1999:107) menjelaskan bahwa, “kelompok didefinisikan sebagai dua atau lebih individu, yang berinteraksi dan saling tergantung antara satu dengan yang lain, yang bersama-sama ingin mencapai tujuan tertentu”. Johson dan Johnson dalam Sarwono (2001:5) merumuskan definisi kelompok, sebagai berikut: Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction) yang masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok dan masingmasing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.Berdasarkan definisi-definisi di atas, penulis mendefinisikan bahwa kelompok kerja adalah suatu unit sosial di lingkungan kerja yang terdiri dari dua orang atau lebih saling berinteraksi dan bergantung yang menggabungkan diri untuk mencapai tujuan tertentu yang diatur (distrukturkan) atau dengan seperangkat norma dan peran.
2. Konsep Dasar Kelompok Untuk mempelajari kelompok dan mengenalnya, pengetahuan tentang konsep dasar kelompok adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Kelompok memiliki suatu struktur yang membentuk perilaku dari anggotanya. Strukturstruktur kelompok tersebut diantaranya: a. Peran Suatu kelompok menuntut identitas dan harapan tertentu para anggotanya. Kelompok yang berbeda menuntut persyaratan peran yang berbeda terhadap orang-orang. Dan kita dapat lebih memahami perilaku individu dalam situasi khusus jika kita mengetahui peran apa yang sedang dimainkan oleh orang tersebut. b. Norma Merupakan standar perilaku yang diterima di dalam suatu kelompok yang dirasakan bersama-sama oleh para anggota kelompok tersebut. Setiap kelompok akan membentuk serangkaian normanormanya sendiri-sendiri. Dengan norma, kelompok menggunakan tekanan terhadap anggotanya untuk menuntun perilaku anggota agar menyesuaikan diri dengan standar kelompok. Jika orang-orang dalam kelompok melanggar norma tersebut, maka anggota kelompok akan bertindak untuk mengoreksinya atau bahkan dapat menghukum pelanggar tersebut. c. Kekohesifan (kekompakan) Merupakan sejauh mana anggota tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap barada dalam kelompok tersebut. Semakin kompak kelompok tersebut, para anggota semakin mengarah pada tujuannya. Jika norma kinerja tinggi (misalnya, output tinggi, pekerjaan berkualitas, kerjasama dengan individu di luar kelompok), maka suatu kelompok yang kompak akan lebih produktif daripada kelompok yang kurang kompak. Namun, jika kekompakannya tinggi dan norma kinerjanya tinggi, maka produktivitas meningkat, namun
kurang dari kelompok yang tinggi nilai kekompakannya dan tinggi situasi normanya. Bila kekompakan norma kinerja dan kekompakannya rendah, maka tidak akan ada pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas. d.
Ukuran Ukuran dari suatu kelompok dapat mempengaruhi perilaku kelompok secara keseluruhan. Kelompok yang lebih kecil lebih cepat menyelesaikan tugas dibandingkan dengan kelompok-kelompok yang lebih besar. Akan tetapi, jika kelompok tersebut sedang terlibat dalam pemecahan masalah, kelompok yang besar secara konsisten mendapatkan nilai yang lebih baik daripada kelompok yang lebih kecil.
e.
Komposisi Kebanyakan aktivitas kelompok memerlukan berbagai kemampuan dan pengetahuan. Dengan syarat tersebut, maka akan lebih logis untuk menyimpulkan bahwa kelompokkelompok heterogen-mereka yang terdiri dari individu-individu yang tidak sama, mungkin akan lebih memiliki kemampuan dan informasi yang beragam dan mestinya lebih efektif dibandingkan dengan kelompokkelompok yang homogen.
f. Status Status merupakan faktor yang penting dalam memahami perilaku karena status merupakan motivator yang berpengaruh dan memiliki konsekuensi, perilaku yang utama ketika individu-individu melihat suatu perbedaan antara apa yang mereka anggap status dan apa pendapat orang mengenainya. Status merupakan pembedaan peningkatan gengsi, posisi atau peringkat di dalam suatu kelompok.
BAB III METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka penelitian menggunakan pendekatan deskriptif, dan hanya menjelaskan tentang keterlibatan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta yang beralamat di Jalan Candi Jonggarang No 6 Beran Tridadi Sleman Yogyakarta. 3. Subyek Penelitian Subjek penelitian adalah karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian berjumlah 40 orang. 4. Objek Penelitian Objek penelitian ini dilihat dari keterlibatan pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dalam menyelesaikan pekerjaan. 5. Teknik Pengumpulan Data a.
Dokumentasi Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa “Dokumen adalah benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan-catatan dan sebagainya” (1998:149). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang meliputi
dokumen tentang perkembangan kinerja, jumlah karyawan struktur organisasi dan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan sebagainya.. b.
Observasi Metode ini digunakan untuk pengambilan data dengan cara mengadakan penelitian langsung ke obyek penelitian.Penelitian ini mengadakan observasi langsung dalam pengambilan data di dinas.
c.
Angket Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa “Angket merupakan daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal lain yang ingin diketahui”. (Suharsimi Arikunto, 1998). Angket dalam penelitian ini merupakan daftar pertanyaan tertulis mengenai tingkat keterlibatan karyawan dalam penyelesaian pekerjaan
di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman. 6. Populasi dan Sampel Suharsimi Arikunto mengartikan “populasi adalah keseluruhan obyek penelitian” (1998:115). Sedangkan Sugiyono mengartikan populasi sebagai “wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (2003:72). Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang memiliki sifat tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yang berada di dinas kesehatan Kabupaten Sleman berjumlah 40 orang. Sesuai dengan kerangka pengambilan sampel adalah 40 orang (jumlah anggota sampel).
7. Teknik Analisis Data Mean Mean adalah nilai rata-rata dari observasi suatu variabel dan merupakan jumlah semua observasi dibagi jumlah observasi. Mean dapat dirumuskan sebagai berikut. Χ=
Σx n
Χ adalah mean atau rata-rata
Σx berarti jumlah data semua responden n adalah jumlah responden
BAB IV GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN
A. Kondisi Umum dan Lokasi Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang ada di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan luas wilayah 574,82 km2 (18 % dari luas DIY) terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa dan 1212 dusun. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 938.694 jiwa, terdiri
laki-laki 464.874 jiwa dan perempuan 673.820 jiwa. Tingkat
kepadatan penduduk 1.633 jiwa/km2, rasio jenis kelamin laki-laki per wanita sebesar 98,1 dengan laju pertumbuhan penduduknya 1,43%, rasio beban tanggungan kelompok produktif per kelompok tidk produktif 81,8 % artinya setiap 100 orang produktif menanggung sebanyak 82 orang tidak produktif, dan rata-rata jumlah jiwa per kepala keluarga 3-4 jiwa/KK.
Batas-batas wilayah Kabupaten Sleman bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali propinsi Jawa Tengah, bagian timur berbatas dengan Kabupaten Klaten propinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta, Propinsi DIY dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo propinsi DIY dan Kabupaten Magelang propinsi Jawa Tengah. Kebijakan pemerintah tentang desentralisasi secar efektif mulai 1 Januari 2001 yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam pasal 11 UU No. 22 tahun 1999 disebutkan bahwa kesehatan merupakan salah satu bidang wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah. Sebelum pelaksanaan desentralisasi, maka kebijakan tentang kesehatan ditentukan oleh pemerinah pusat, sedangkan daerah lebih berfungsi sebagai unsur pelaksana dalam kurun waktu 5 tahun pelaksanaan desentralisasi ternyata telah banyak menimbulkan friksi-friksi antara pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten/kota yang sering kal,i diikuti dengan kebijakan sesaat dan tidak berdasarkan bukti tapi merespon berkembangnya rumor.Kebijkan sesaat ini sangat luas dimentasinya mulai dari struktur organisasi, tata kerja dan kewenangan, sumber daya manusia, subsidi dan keuangan. Meskipun pada tahun 1995, Kabupaten Sleman merupakan salah satu percontohan otonomi daerah dan ternyata dalam melaksanakan desentralisasi masih diperlukan perubahan yang sangat mendasar. Hal ini tercermin dalam peraturan daerah No 12 tahun 2000 yang menetapkan 2 Sekretariat, 7 dinas dan 5 lembaga teknis daerah, padahal sebelumnya 22 dinas dan 5 lembaga teknis. Sehubungan dengan terbitnya PP 8 tahun 2003 maka perda 12 tahun 2000 dirubah dengan Perda 12 tahun 2003 yang menetapkan 2
Skretariat, 9 dinas, 5 Badan, 5 Kantor dan 1 RSUD (setara badan). Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan bidang kesehatan. Adapun fungsinya adalah merumuskan kebijakan teknis bidang kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan umum bidang kesehatan, serta pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas. B. Visi dan Misi Visi Reformasi di bidang kesehatan telah menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Sleman “Terwujudnya Sleman Sehat”. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut adalah masyarakat Kabupaten Sleman, penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Kabupaten Sleman. Dalam visi Terwujudnya Sleman Sehat, lingkungan yang diharapkan adalah kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya. Perilaku masyarakat sesuai yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang bermutu tanpa ada hambatan, baik yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat non ekonomi. Pelayanan kesehatan yang
bermutu dimaksudkan disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat serta meningkatnya kemampuan masyarakat tersebut di atas, derajat kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Misi Untuk dapat mewujudkan Visi Terwujudnya Sleman Sehat, ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan sebagai berikut: 1. Menggerakkan
dan
mengembangkan
peran
serta
masyarakat
dalam
pembangunan yang berwawasan kesehatan. Para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbanganpertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan apalagi yang berdampak negatif terhadap kesehatan tidak boleh dilakukan. Seluruh elemen sistem kesehatan harus berperan sebagai penggerak utama (Primer Mover) Pembangunan Berwawasan Kesehatan. 2. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga, masyarakat dan lingkungan. Tugas utama sektor kesehatan adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat Kabupaten Sleman, setiap individu, keluarga dan masyarakat Kabupaten Sleman tanpa meninggalkan upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan. Untuk terselenggaranya tugas ini upaya kesehatan diupayakan yang bersifat promotif
dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif serta diupayakan terciptanya lingkungan sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis dan non ekonomis. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, namun demikian penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan mengikut sertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat dan potensi swasta. 4. Memantapkan pembinaan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Sleman sesuai dengan penataan kelembagaan dan organisasi telah ditetapkan dengan SK Bupati Sleman No.45 tahun 2001, dalam penataan tersebut Puskesmas dijabat oleh Kepala Puskesmas setara eselon IV dan dibantu oleh tiga koordinator yaitu koordinator pelayanan klinis, koordinator pelayanan kesehatan masyarakat dan koordinator Tata Usaha. C. Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Susunan Organisasi 1. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. 2. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang kesehatan. 3. Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan b. Pelaksanaan tugas bidang kesehatan c. Penyelenggaraan pelayanan umum bidang kesehatan d. Pembinaan dan pengembangan kesehatan e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 4. Susunan Organisasi a. Kepala Dinas b. Bagian Tata Usaha 1. Sub Bagian Umum 2. Sub Bagian Kepegawaian 3. Sub Bagian Keuangan 4. Sub Bagian Perencanaan c. Bidang Pelayanan Medis 1. Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan 2. Seksi Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 3. Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan 4. Seksi Registrasi dan Akreditasi d. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat 1. Seksi Kesehatan Keluarga 2. Seksi Gizi 3. Seksi Promosi dan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat 4. Seksi Kesehatan Reproduksi
e. Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1. Seksi Pencegahan Penyakit 2. Seksi Pemberantasan Penyakit 3. Seksi Penyehatan Makanan, tempat usaha, industri dan pemukiman 4. Seksi Pengawasan Kualitas air dan Sanitasi Tempat umum Industri dan Pemukiman f. Bidang Pelindungan Kesehatan Masyarakat 1. Seksi Kesehatan Jiwa 2. Seksi Perlindungan Masyarakat Rawan Kesehatan 3. Seksi Sarana dan Prasarana Kesehatan g. Unit Pelaksana Teknis Dinas h. Kelompok Jabatan Fungsional BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Data 1. Karakteristik responden Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir. Masing-masing karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Jenis kelamin Berdasarkan jenis kelamin, karakteristik responden adalah sebagai berikut : Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
1.
Perempuan
26
65%
2.
Laki-laki
14
35%
40
100%
Jumlah Sumber : data primer
Berdasarkan tabel 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa sejumlah 40 responden, sebagian besar berjenis kelamin perempuan, yaitu 26 orang atau 65% sedangkan untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 14 orang atau 35%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman sebagai responden adalah perempuan. b. Umur Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur No. Umur
Jumlah
Persentase (%)
1
20 - 25 tahun
4
10
2
26 – 30 tahun
12
30
3
31 – 35 tahun
12
30
4
36 – 40 tahun
10
25
5
≥45
2
5
Jumlah
40
100
Sumber : data primer Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui sejumlah 4 orang responden yang berumur 20-25 tahun atau 10%, untuk jumlah responden yang berumur 26-30 tahun berjumlah 12 orang atau 30 %, untuk responden yang berumur 31-35 berjumlah 12 orang atau 30% sedangkan untuk responden yang berumur 36-40
tahun berjumlah 10 orang atau 25% dan untuk yang berumur lebih dari 45 tahun berjumlah 2 orang atau 5%. c. Pendidikan terakhir Pendidikan terakhir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan latar belakang pendidikan formal adalah sebagai berikut : Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No.
Pendidikan Terakhir
Jumlah
Persentase
1.
SLTA
7
17,5%
2.
D3
20
50%
3.
S1
13
32,5%
40
100%
Jumlah Sumber : data primer
Berdasarkan tabel 5.3 tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman memiliki latar belakang pendidikan S1 sejumlah 13 orang atau 32,5% dari sejumlah 40 responden. 2. Tolok Ukur Penelitian Keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dapat diukur berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner. Indikator Keterlibatan karyawan dalam penyelesaian pekerjaan berdasarkan : a. Penyelesaian tugas kantor b. Loyalitas kerja
c. Lingkungan kerja d. Kerajinan dalam pekerjaan Berdasarkan pengukuran hasil kuesioner maka dapat dibuat tolok ukur standar sebagai berikut : 1) Tinggi jika skor 75 – 100 2) Sedang jika skor 50 – 74 3) Rendah jika skor 25 - 49 3. Analisis data dalam perhitungan Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskiptif dalam penelitian ini untuk mengetahui tanggapan responden pada masing-masing variabel yang diteliti. a. Penyelesaian Tugas Kantor Keterlibatan kerja karyawan jika dilihat dari penyelesaian tugas kantor di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman bisa dibilang tinggi, hal ini bisa dilihat dari hasil analisis sebagai berikut : Tabel 5.4 Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4) Penyelesaian tugas kantor No
Skor
Jumlah Responden Jumlah
Ukuran
Persentase
1
25 – 49
0
0
Rendah
2
50 – 74
7
17,5
Sedang
3
75-100
33
82,5
Tinggi
Total
40
100
Sumber : data olahan Jika dilihat dalam tabel tersebut di atas, bisa dengan jelas kita analisis bahwa dalam skor 75 – 100 terdapat 33 responden yang bisa dibilang penyelesain tugas kantor dalam kategori tinggi. Dan dalam skor 50- 74 ada 7 responden yang dalam penyelesaian tugas kantor bisa dikatakan sedang sedangkan dalam skor 2549 tidak ada sama sekali. Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa penyelesaian tugas kantor di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tinggi, sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa jika dilihat dari Penyelesaian tugas kantor karyawan Dinas kesehatan Kabupaten Sleman Keterlibatan Karyawan dalam Pekerjaan Di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tinggi. b.
Loyalitas Kerja Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari indikator Loyalitas Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis di bawah ini : Tabel 5.5 Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4) Loyalitas kerja No Skor
Jumlah Responden Jumlah
Persentase
Ukuran
1
25 – 49
0
0
Rendah
2
50 – 74
34
85
Sedang
3
75- 100
6
15
Tinggi
Total
40
100
Sumber : data olahan
Dari 40 responden, 34 responden berada di skor 50 – 74 yang masuk ke dalam kategori sedang, sedangkan 6 responden lainnya berada pada skor 75 – 100 yang termasuk ke dalam kategori tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam skor 25 – 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan yang berada dalam kategori rendah. Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sedang karena 34 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori sedang, sedangkan 6 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari Loyalitas kerja karyawan Sedang. c. Lingkungan Kerja Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari indikator Loyalitas Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis di bawah ini : Tabel 5.6 Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4) Lingkungan kerja No
Skor
Jumlah Responden Jumlah
Persentase
Ukuran
1
25 – 49
0
0
Rendah
2
50 – 74
18
45
Sedang
3
75- 100
22
55
Tinggi
40
100
Total
Sumber : data olahan Dari 40 responden, 18 responden berada di interval 50 – 74 yang masuk ke dalam kategori sedang sedangkan 22 responden lainnya berada pada skorl 75 – 100 yang termasuk ke dalam kategori Tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam skor
25 – 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan
yang berada dalam kategori rendah.Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Tinggi karena 18 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori sedang, sedangkan 22 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari Lingkungan kerja karyawan Tinggi. d. Kerajinan dalam Pekerjaan Keterlibatan kerja karyawan dalam penelitian ini juga bisa dilihat dari indikator Lingkungan Kerja Karyawan adalah sedang. Hal ini bisa dilihat Dari hasil analisis di bawah ini : Tabel 5.7 Hasil jawaban responden berdasarkan (Perhitungan di lampiran 4) Kerajinan dalam pekerjaan No
Skor
Jumlah Responden Jumlah
Persentase
Ukuran
1
25 – 49
0
0
Rendah
2
50 – 74
22
55
Sedang
3
75- 100
18
45
Tinggi
Total
40
100
Sumber : data olahan Dari 40 responden, 22 responden berada di skor 50 – 74 yang masuk ke dalam kategori sedang sedangkan 18 responden lainnya berada pada skor 75 – 100 yang termasuk ke dalam kategori Tinggi. Dan tidak ada sama sekali yang berada dalam skor 25 – 49 dari responden itu berarti bahwa tidak ada sama sekali karyawan yang berada dalam kategori rendah.Dari data di atas bisa disimpulkan bahwa Keterlibatan Kerja Karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Sedang karena 22 responden dari 40 responden secara keseluruhan berada dalam kategori sedang, sedangkan 18 responden yang lain berada dalam kategori tinggi dan tidak ada sama sekali yang berada dalam kategori rendah. Jadi kesimpulannya, Keterlibatan Kerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman jika dilihat dari Lingkungan kerja karyawan Sedang. 4. Analisis Keterlibatan Pekerjaan Pegawai a. Analisis keterlibatan seluruh pegawai berdasarkan proporsi keterlibatan pegawai dalam pekerjaan maka dapat disusun hasil sebagai berikut : Tabel 5.8 Perhitungan data analisis Pegawai No
Indikator
Jumlah Responden Jumlah
Persentase
Ukuran
1
Penyelesaian tugas kantor
33
82.5
Tinggi
2
Loyalitas kerja
34
85
Sedang
3
Lingkungan kerja
22
55
Tinggi
4
Kerajinan dalam bekerja
22
55
Sedang
Sumber : data olahan Berdasarkan perhitungan tabel 5.8 data analisis pegawai tersebut, dapat dijelaskan bahwa proporsi keterlibatan seluruh pegawai dalam pekerjaan dilihat dari masingmasing indikator dapat dijelaskan untuk penyelesaian tugas kantor hasil tinggi nilai 82 %, untuk loyalitas kerja sedang nilai 85 %, untuk lingkungan kerja tinggi nilai 55 %, sedangkan untuk kerajinan dalam bekerja sedang nilai 55 %. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa hampir semua pegawai sudah terlibat dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
BAB VI KESIMPULAN
B. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Keterlibatan Kerja Pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Besarnya keterlibatan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman rata-rata tinggi jika dilihat dari analisis bahwa terdapat 33 responden dari 40 responden atau 82,5%. 2. Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman hampir semua telah terlibat dalam menyelesaikan pekerjaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
C. SARAN Adapun saran yang dapat disampaikan sehubungan hasil penelitian tersebut antara lain :
1) Bagi Dinas, hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan di dalam Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. 2) Bagi STIE Nusa Megarkencana, hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu referensi yang bermanfaat bagi mahasiswa serta memperkaya khazanah keilmuan bidang manajemen sumber daya manusia maupun manajemen perusahaan. 3) Bagi peneliti, yang berminat dengan bidang sejenis hendaknya memasukkan faktor lainnya yang berhubungan dengan keterlibatan kerja Pegawai mengingat masih banyak faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan kerja Pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Cetakan ketiga. Jakarta : PT Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Jakarta : Rineka Cipta Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.Cetakan Pertama. Jakarta : PT Rineka Cipta Gerungan, W. A. 1996. Psikologi sosial. Bandung : Alumni Gondokusumo. 1996. Komunikasi Penugasan. Cetakan Pertama. Jakarta : PT Gunung Agung Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.Jakarta. Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta Mangkunegara, A.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Siagian, S. P. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Tanjung, H dan Arep, I. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Trisakti. Jakarta. Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.