1
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PADA KAWASAN REHABILITASI MANGROVE DI DESA TEMBURUN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS Fatimah Farhana1), Andi Zulfikar dan Chandra Joei Koenawan2)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji Email :
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesesuaian lahan untuk kawasan rehabilitasi mangrove di Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan Anambas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Januari 2016. Penentuan titik pengambilan data menggunakan metode Random Start Sistematic Sampling. Parameter yang diukur dengan cara menganalisis elevasi, kondisi ekologi dan kondisi oseanografi. Analisis elevasi yaitu mengukur elevasi lahan, Analisis ekologi dengan mengamati jenis vegetasi mangrove yang tumbuh di lokasi rehabilitasi. Sedangkan analisis oseanografi meliputi analisis substrat, pengukuran pasang surut, arus laut, salinitas dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis kesesuaian lahan untuk rehabilitasi mangrove di Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan Anambas termasuk dalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dengan nilai persentase kesesuaian 88,25 %.
Kata kunci: Analisis Kesesuaian, Rehabilitasi Mangrove, Desa Temburun.
1 2
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
2
ANALYSIS SUITABILITY MANGROVE REHABILITION AREA IN THE VILLAGE TEMBURUN ANAMBAS ISLAND3 Fatimah Farhana1), Andi Zulfikar dan Chandra Joei Koenawan2)
Study Programme of Aquatic Resources Management Faculty of Marine Science and Fisheries Maritime Raja Ali Haji of University Email :
[email protected]
ABSTRAK
This study aimed to analyze the suitability of land for mangrove rehabilitation area in the village Temburun, Anambas Island. This study was conducted in November 2015 to January 2016. The determination of the point of data collection using sistematic Start Random Sampling method. Parameters measured by analyzing the elevation, ecological and oceanographic conditions. Analysis of elevation that is measuring the elevation of land, ecological analysis by observing the type of vegetation that grows in mangrove rehabilitation site. While oceanographic analysis includes analysis of substrates, measuring tides, ocean currents, salinity and temperature. The results showed that the analysis of the suitability of land for mangrove rehabilitation in the village Temburun, Anambas Island included in the category S1 which is in accordance with suitability percentage value 88.25%.
Key Words: Analysis Suitability, Mangrove Rehabilitation, Temburun Village
1
2
Student of Aquatic Resource Management Programme Study Lecture Faculty of Marine Science and Fisher
3
PENDAHULUAN Di Indonesia, sebagian besar ekosistem mangrove telah mengalami degradasi. Degradasi ini meliputi adanya kegiatan peralihan fungsi dari ekosistem mangrove menjadi area pemukiman dan ditambah lagi dengan fenomena alam seperti abrasi atau erosi pantai. Dari sumber Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan adanya abrasi pantai terjadi pada 750 desa (1996-1999), kemudian meningkat menjadi 700 desa (1999) dan pada tahun 2003, angka ini berkembang menjadi 12000 desa dimana 90% diantaranya adalah desa tanpa hutan mangrove atau hutan mangrove mengalami kerusakan (Iskandar, 2008). Hal ini terjadi dikarenakan adanya tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaan yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Karena alasan itulah FAO berpendapat bahwa rehabilitasi mangrove merupakan salah satu upaya konservatif untuk mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi serta mengalami erosi pantai (Iskandar, 2008). Degradasi hutan mangrove yang setiap tahun selalu meningkat tentunya akan mengakibatkan sumberdaya alam yang ada di dalamnya berkurang bahkan akan punah. Hal ini memberikan dampak terhadap kesejahteraan dan ekonomi masyarakat yang memanfaatkan hutan mangrove sebagai mata pencariannya, untuk itu dalam mempertahankan hutan mangrove sebagai sumberdaya alam diperlukan tindakan pemulihan dan perbaikan dengan cara rehabilitasi hutan mangrove yang sesuai dengan peruntukan dan kelayakannya. Kepulauan Anambas sebagai salah satu Kabupaten di Kepulauan Riau memiliki potensi mangrove yang dapat menunjang
sektor perikanan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu daerah yang memiliki ekosistem mangrove di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas adalah Desa Temburun yang terletak di pesisir Kecamatan Siantan. Pada tahun 2012 telah diadakan kegiatan penanaman mangrove yang merupakan kerjasama antara KNPI Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Premier Oil yang mempunyai pendanaan khusus melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), untuk bersama-sama melakukan rehabilitasi mangrove. Penanaman mangrove dilaksanakan di Desa Temburun selama hampir 3 tahun belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, bibit mangrove yang disemai dan ditanam selalu gagal (mati) serta pertumbuhan sangat lambat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka analisis kesesuaian lahan untuk kawasan rehabilitasi mangrove di Desa Temburun perlu untuk dilakukan agar dapat diketahui kondisi dan karakteristik lingkungan mangrove yang ada di Desa Temburun. Selain itu, dapat juga diketahui kesesuaian lokasi yang ada terhadap syarat–syarat pertumbuhan mangrove sebagai salah satu komponen penting dalam penentuan suatu kawasan rehabilitasi mangrove sehingga dapat dilakukan suatu bentuk pengelolaan yang bersifat konservatif sebagai salah satu upaya untuk mendukung pengembangan program pengelolaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan di Desa Temburun Kabupaten Kepulauan Anambas. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai Januari 2016 di Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan
4
Anambas. Penentuan titik pengambilan data menggunakan metode Random Start Sistematic Sampling. Adapun untuk titik pengambilan data struktur vegetasi mangrove alami menggunakan sistem plot 10 x 10 meter, sedangkan titik pengambilan data jenis substrat, kualitas air dan kondisi lainnya memiliki jarak per 10 meter. Gambar 1 merupakan lokasi untuk pengambilan data dengan rincian sebagai berikut: 1. Area pengambilan data untuk struktur vegetasi mangrove alami seluas ± 4,8 ha dengan 21 titik pengambilan data. 2. Area pengambilan data jenis substrat, kualitas air dan kondisi lainnya ± 4,6 ha dengan 112 titik pengambilan data.
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Data 1. Elevasi lahan Data elevasi lahan mangrove di peroleh dari hasil pengolahan data pasang surut, adapun data sekaligus peta yang digunakan oleh peneliti di adopsi dari penelitian Zulfikar et.al 2016. 2. Jenis vegetasi Pengambilan data jenis vegetasi dengan cara mengamati dan mencatat langsung jenis mangrove yang tumbuh disekitar lokasi penelitian.
3. Substrat Pengambilan data substrat dengan menggunakan core sedimen pada setiap titik penelitian sebanyak ± 500 gram. Kemudian sampel tersebut dipindahkan kedalam kertas sampel yang telah disiapkan. Adapun prosedur kerja untuk menetapkan tekstur sebagai berikut: a. Keringkan sampel yang telah disiapkan, dengan cara disangrai untuk mempercepat pengeringan. b. Timbang berat awal ayakan dan panci c. Kemudian timbang sampel awal d. Setelah itu ayak sampel menggunakan ayakan 7 tingkat e. Timbang sampel pada masing–masing ayakan menggunakan timbangan digital f. Hitung berat bersih = berat ayakan akhir – berat ayakan awal g. Penentuan tekstur menggunakan GRADISTAT dan Software R. 4. Salinitas Salinitas diukur dengan menggunakan Handrefraktrometer. Prosedur penggunaan alat adalah lakukan kalibrasi terlebih dahulu, kemudian mengambil sampel perairan dan simpan di atas prisma, selanjutnya lihat hasil salinitas pada papan skala dan catat salintas yang tertera. 5. Suhu Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan Multi Tester (YK-2005 WA). Pengukuran suhu dilakukan dengan menghidupkan multi terster dengan menekan tombol “ON” kemudian Probe dimasukkan untuk pengukuran Suhu. Kemudian Probe pada alat tersebut dicelupkan kedalam perairan. Seluruh bagian dari probe suhu harus tercelup kedalam air yang diukur. Setelah itu didiamkan beberapa menit sampai
5
dapat dipastikan angka yang ditunjukkan pada layar berada dalam kondisi tidak bergerak (stabil). Kemudian catat nilai suhu yang ditunjukkan pada layar sebelah kiri bawah multi terster tersebut. 6. Pasang surut Pengambilan data pasang surut air laut di lakukan dengan mengambil data pada Dinas Hidro – Oseanografi TNI Angkatan Laut terdekat. Adapun data yang diambil yaitu data selama 2 tahun yaitu data tahun 2015 – 2016 di perairan Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas. 7. Kecepatan arus Pengukuran kecepatan arus menggunakan pelampung dan stop watch yaitu dengan menghitung selang waktu yang dibutuhkan hingga mencapai jarak yang ditentukan (2 meter). Kriteria Objektif Penilaian
Atau
Indikator
Untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk rehabilitasi mangrove berdasarkan kondisi lingkungan dibutuhkan kriteria sebagai acuan penentuan kelayakan lokasi pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Mangrove N o 1
Kriteria
Elevasi
Satua n
Kesesuaian lahan S1
S2
S3
S4
M
0 – 0,05
0,05
0,55 – 0,78
<0/
lahan
2
Jumlah
Jenis
>5
Pustaka
–
>
0,55
0,78
2–4
1
0
Mangrove 3
4
Subtrat
Salinitas
Suhu
Selanjutnya setiap parameter dilakukan pembobotan berdasarkan studi pustaka untuk digunakan dalam penelitian atau penentuan tingkat kesesuaian lahan. Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat diberi bobot lebih tinggi daripada parameter yang lebih lemah pengaruhnya. Untuk mendapat nilai bobot tiap parameter digunakan persamaan (Utojo et al., 2004 dalam Iman, 2014) seperti rumus di bawah ini dan hasil pembobotan serta nilai skor dapat dilihat pada Tabel 2. ( ) Dimana: Wj =Bobot Parameter n = Jumlah Parameter rj = Posisi Ranking rp = parameter (p = 1,2,3,.....n) Tabel 2. Pembobotan dan Skoring dari Parameter yang Terukur N o 1
Jenis
Ppt
(2006)
Dahuri
Lanau –
Pasir
Pasir
Kerik
Barkey
lempung
halu
sedang –
il
(1990)
s
Pasir kasar
20 – 30
10 –
30 – 37
o
C
26 – 28
21 – 26
18 – 20
Parameter Elevasi lahan
Brown
2
Jumlah jenis Mangrove
3
Substrat
(2003)
20 5
mengevaluasi lahan mangrove di setiap stasiun penelitian. Dalam penelitian ini setiap parameter dibagi dalam 4 kelas yaitu sangat sesuai, sesuai, sesuai bersyarat dan tidak sesuai. Kelas sangat sesuai diberi nilai 4, kelas sesuai diberi nilai 3, kelas sesuai bersyarat diberi nilai 2 dan tidak sesuai diberi nilai 1.
<9/
Kusmana
> 38
(1995)
< 18 /
Kusmana
> 28
(1995)
Setelah mengetahui kriteria parameter kesesuaian untuk pertumbuhan mangrove, maka dilakukan dengan metode pengharkatan (scoring) sehingga dapat
4
Salinitas
5
Suhu
Kriteria 0 – 0,05 0,05 – 0,55 0,55 – 0,78 < 0 atau > 0,78 > 5 jenis 2 – 4 jenis 1 0 Lanau – lempung Pasir halus Pasir sedang – pasir kasar Kerikil 20 – 30 10 – 20 30 – 37 < 10 atau > 38 26 – 28 21 – 26 18 – 20 < 18 atau > 28
Batas Nilai
Bobot
4 3 2 1
Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai
0,33
4 3 2 1 4
Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai Sangat sesuai
0,27
3 2
Sesuai Sesuai bersyarat
1 4 3 2 1 4 3 2 1
Tidak sesuai Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai
0,2
Nilai skor 1,32 0,99 0,66 0,33 1,08 0,81 0.54 0,27 0,8 0,6 0,4
0,13
0,07
0,2 0,52 0,39 0,26 0,13 0,28 0,21 0,14 0,07
6
Berdasarkan nilai skor setiap parameter maka dilakukan penilaian untuk menentukan apakah lahan tersebut sesuai untuk perencanaan rehabilitasi mangrove dengan menggunakan formulasi yang dikemukakan oleh Utojo et al. (2004) dalam Iman 2014 sebagai berikut:
Sehingga diperoleh penentuan kategori berdasarkan persentase interval kesesuaian seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Interval Nilai Kesesuaian Berdasarkan Kategori Kesesuaian No. 1. 2. 3. 4.
Kategori S1 (Sangat Sesuai) S2 (Sesuai) S3 (Sesuai Bersyarat) N (Tidak Sesuai)
% Interval Kesesuaian 75 – 100 50 – 75 25 – 50 0 – 25
Pengolahan Data Untuk pengolahan data dan penyusunan laporan akhir menggunakan Laptop, software MS. Word, MS. Excel, MAPInfo Professional 10.0, Surfer 10.7 dan MS. Power point.
pada titik pengambilan yang di overlay (tumpang susun) dengan peta lokasi awal. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter pendukung Adapun hasil yang didapatkan selama penelitian untuk data pendukung adalah sebagai berikut: a. Pasang surut Secara fisiologi, pasang surut tidak dibutuhkan oleh ekosistem mangrove, tetapi pasang surut sangat mempengaruhi parameter penentu kesesuaian lahan rehabilitasi mangrove lainnya. Adapun untuk melihat konstanta pasang surut untuk wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas khususnya wilayah Tarempa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konstanta pasang surut wilayah Tarempa, Kabupaten Anambas
Analisis Data Analisis kesesuaian lahan mencakup 2 tahapan analisis, yaitu penyusunan matriks kesesuaian lahan hutan mangrove yang dasarkan pada hasil pengukuran beberapa parameter dan tahapan kedua yaitu analisis spasial untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk hutan mangrove. Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil overlay (tumpang susun) dari peta lokasi awal. Pembuatan peta masing masing parameter di lokasi penelitian didasarkan kepada hasil pengukuran masing-masing parameter
Sumber : KPLP Provinsi Kepulauan Riau 2015 - 2016 Keterangan : MLLW Z - (M2 + K1 + O1) MHLW Z – {M2 - (K1 + O1)} MSL Z MLHW Z + {M2 - (K1 + O1)} MHHW Z + (M2 + K1 + O1)
7
pada lokasi rehabilitasi dibawah ambang batas toleransi sehingga mangrove dapat tumbuh secara optimal baik secara alami maupun secara transplantasi. b. Kecepatan arus Siklus hidrologi sangat dibutuhkan dalam merencanakan suatu usaha rehabilitasi mangrove secara alami, karena diharapkan adanya pola aliran air laut yang kuat dapat membawa bibit mangrove masuk ke dalam lokasi pada saat kondisi pasang. Umumnya mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang. Adapun hasil pengukuran kecepatan arus di Desa Temburun dapat dilihat pada Gambar 3. Kecepatan Arus (M/dtk)
Berdasarkan data yang diperoleh dari KPLP Provinsi Kepulauan Riau, dari hasil pengamatan konstanta dapat diketahui bahwa tipe pasang surut di perairan Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas dari tanggal 01 Januari 2015 s/d 31 Desember 2016 termasuk tipe pasang surut diurnal. Dimana tipe pasang surut ini terjadi satu kali pasang naik dan satu kali pasang surut dalam satu hari dengan periode 24 jam 50 menit. Gambar 2 merupakan Hasil peramalan pasang surut untuk wilayah Tarempa sampai Desember 2016 .
0.300 0.200 0.100 0.000 1 7 13192531374349556167 Titik Penelitian
Gambar 3. Hasil pengukuran kecepatan arus di Lokasi penelitian Gambar 2. Grafik hasil peramalan pasang surut perairan Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas. Sumber : KPLP Provinsi Kepulauan Riau 2015 - 2016 Pada berbagai jenis vegetasi mangrove memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap variabel–variabel pasang surut tersebut. Hal itu dikarenakan setiap jenis mangrove memiliki batas toleransi yang berbeda pula. Diharapkan dengan mengetahui tingkat toleransi ini, kita mampu memanipulasi kondisi lingkungan
Dari hasil pengukuran di lokasi penelitian, maka diperoleh nilai kisaran rata kecepatan arus di Desa Temburun yaitu 0,044 m/dtk, dengan kecepatan arus minimum 0,037 m/dtk dan maksimum 0,073 m/dtk. Kecepatan arus ini masih tergolong dalam kategori arus lambat, dimana kisaran kecepatan arus < 0,1 m/dtk (Hasmawati, 2001 dalam Iman, 2014).
8
Parameter kesesuaian Data analisis kesesuaian lahan di lokasi penelitian adalah sebagai berikut: a. Elevasi lahan Ketinggian suatu lahan sangat mempengaruhi jenis vegetasi mangrove. Di lokasi penelitian, pada area rehabilitasi mangrove rata–rata ketinggian lahannya adalah 40 m dengan ketinggian maksimumnya adalah 200 m (Zulfikar et al.,2016). Sedangkan ketinggian lahan pada komunitas mangrove yang tersebar di Desa Temburun berada di bawah 3 m dan pengamatan secara manual ketinggiannya berada di bawah 0,05 m. daratan. Berdasarkan data tersebut jenis parameter ini tergolong kategori sangat sesuai dan diberi bobot 4. Gambar 4 merupakan tingkat elevasi yang terdapat di lokasi penelitian.
Dilihat dari gambar tersebut, keadaan lokasi yang sedikit miring, datar dan agak landai menjadikan air bebas mengalir dan tidak menyebabkan erosi pada ekosistem mangrove yang baru dilakukan penanaman pada lokasi rehabilitasi . b. Jenis vegetasi Hasil identifikasi mangrove menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian dijumpai 13 spesies mangrove. Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai dilokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai dilokasi penelitian No. 1
Famili Avicenniaceae
2
Rhizophoraceae
3
Combretaceae
4 5 6
Rubiaceae Sonneratiaceae Meliaceae
Spesies (Nama Ilmiah) Avicennia alba Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera gymnorrizha Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata Rhizopora stylosa Ceriops zippeliana Lumnitzera littorea Lumnitzera racemosa Scyphiphora hydrophillacea Sonneratia alba Xylocarpus granatum
Jumlah 3 10 10 39 307 58 1 4 18 6
Persentase 0,60% 2,00% 2,00% 7,82% 61,52% 11,62% 0,20% 0,80% 3,61% 1,20%
3 22 18
0,60% 4,41% 3,61%
499
100,00%
Dari 13 spesies yang di temukan dilokasi penelitian, spesies Rhizopora apiculata merupakan spesies yang paling mendominasi di lokasi penelitian dengan jumlah 61,52% dari total keseluruhan di lokasi penelitian. Sehingga spesies jenis ini merupakan jenis spesies yang sesuai untuk dijadikan benih dalam melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove. Parameter kesesuaian ini termasuk kedalam kategori sangat sesuai dan diberikan bobot 4, karena terdapat lebih dari 5 spesies mangrove dilokasi rehabilitasi. Untuk melihat kondisi umum ekosistem mangrove alami di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Tingkat Elevasi Lahan di lokasi penelitian (Sumber : Zulfikar et al., 2016)
9
di lokasi rehabilitasi mangrove adalah tipe pasir berlumpur berkerikil.
Gambar 5. Kondisi umum mangrove alami di Lokasi Penelitian (Sumber :Zulfikar et al., 2016) c. Jenis substrat Jenis substrat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha rehabilitasi mangrove. Menurut Chapman (1977) dalam Noor et al., (1999) sebagian besar jenis–jenis mangrove tumbuh dengan baik pada kondisi tanah yang berlumpur bukan tanah yang berpasir ataupun berbatu. Berdasarkan hasil pemetaan sedimen dengan menggunakan USGS, Gradistat dan klasifikasi Folk (Gambar 6), hasil yang diperoleh yaitu terdapat empat tipe sedimen pada lokasi penelitian yaitu pasir berlumpur, pasir dengan sedikit kerikil, pasir berkerikil berlumpur, dan pasir. Adapun tipe substrat yang mendominasi
Gambar 6. Klasifikasi Jenis Substrat di Lokasi Penelitian (Sumber : Zulfikar et al.,, 2016) Mengingat jenis mangrove yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi ini yaitu jenis Rhizophora Apiculata. Menurut Setiawan et al., (2002), jenis mangrove Rhizophora lebih menyukai substrat yang berlumpur dan kaya akan humus. Oleh karena itu, Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka parameter ini dimasukkan dalam kategori sangat sesuai dan diberikan bobot 4. d. Salinitas Mangrove dapat hidup dan tumbuh subur di pesisir dengan kadar salinitas antara 10-30 ppt, namun ada jenis mangrove yang dapat tumbuh pada kondisi garam yang lebih tinggi. Adapun hasil pengukuran salinitas yang di peroleh di lokasi rehabilitasi terdapat pada Gambar
10
Salinitas ‰
7, sedangkan untuk melihat hasil sebaran salinitasnya dapat dilihat pada Gambar 8. 40.00 20.00 0.00 1 10192837465564738291 Titik Penelitian
penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Adapun hasil pengukuran suhu yang di peroleh di lokasi penelitian terdapat pada Gambar 9, sedangkan untuk melihat hasil sebaran suhunya dapat dilihat pada Gambar 10. 34.00 32.00
Gambar 7. Histogram hasil pengukuran salinitas di Desa Temburun Dari gambar diatas, terlihat bahwa kisaran salintas rata–rata yang diperoleh di lokasi penelitian adalah 34, 52 ‰, dengan nilai salinitas minimum 30 ‰ dan maksimum 37 ‰. Dari kisaran yang diperoleh, parameter kesesuaian ini diberi bobot 2 dan termasuk dalam kategori sesuai bersyarat untuk melakukan penanaman kembali.
Gambar 8. Hasil sebaran salinitas di Lokasi Penelitian (Sumber : Zulfikar et al.,, 2016) e. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha rehabilitasi mangrove. Suhu berperan
30.00 28.00 26.00 24.00 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 Titik Penelitian
Gambar 22. Histogram hasil pengukuran suhu di Desa Temburun
Gambar 10. Hasil sebaran Suhu di Lokasi Penelitian (Sumber : Zulfikar et al,, 2016) Berdasarkan histogram di atas, kisaran rata–rata suhu pada lokasi penelitian yaitu 29,10 oC. Dengan suhu minimum 28 o C dan suhu maksimum 32,10 oC. Maka kisaran suhu tersebut di beri bobot 1 dan termasuk dalam kategori tidak sesuai.
11
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Dalam hal ini yaitu untuk kegiatan rehabilitasi mangrove. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi perlu mengetahui serta memahami terlebih dahulu mengenai karakteristik mangrove serta faktor penunjang pertumbuhan dan kehidupan mangrove. Berdasarkan data pengukuran parameter ekologi di lokasi penelitian dan telah dilakukan pengolahan lebih lanjut, maka hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan rehabilitasi mangrove di Desa Temburun, Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis kesesuaian lahan rehabilitasi mangrove di Desa Temburun No. 1 2 3 4 5
Parameter Elevasi lahan Jenis Vegetasi mangrove Jenis Substrat Salinitas Suhu
Hasil Pengukuran
Bobot
Skor
Nilai
< 0,05 m
0,33
4
1,32
13
0,27
4
1,08
4
0,8
2 1
0,26 0,07 3,53 4 88,25
Berlumpur 0,20 berkerikil o 34,52 /oo 0,13 29,10 oC 0,07 Total Skor Skor Tertinggi Nilai Skor Evaluasi (%)
Berdasarkan tabel kesesuaian di atas, untuk data elevasi lahan di masukkan kedalam kategori sangat sesuai dengan kisaran < 0,05 m, untuk data jenis vegetasi mangrove dimasukkan kedalam kategori sangat sesuai, karena telah di temukan 13 jenis vegetasi mangrove di lokasi penelitian. Data jenis substrat yang terdapat di lokasi penelitian dimasukkan kedalam kategori sangat sesuai karena
kondisi substrat di sekitar lokasi rehabilitasi dominan dengan tipe pasir berlumpur berkerikil atau lanau. Untuk data salinitas dimasukkan kedalam kategori sesuai bersyarat, dimana rata – rata nilai salinitas di lokasi yaitu 34,52 o /oo, sedangkan untuk data suhu dimasukkan dalam kategori tidak sesuai karena rata-rata nilainya 29,10 oC. Berdasarkan hasil persentase dari data analisis kesesuaian lahan untuk kawasan rehabilitasi mangrove di desa temburun dimasukkan kedalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dengan nilai persentase 88,25 %. Meskipun lokasi tersebut masuk dalam kategori sangat sesuai untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, namun perlu dilakukan perbaikan atau perubahan model serta bentuk rehabilitasi mangrove. Bentuk perbaikan untuk kegiatan rehabilitasi mangrove di desa Temburun yaitu dengan melakukan sistem pembibitan di daerah pasang surut, penanaman dilakukan terlebih dahulu di dekat muara sungai, serta daerah yang akan dilakukan rehabilitasi harus dipagari terlebih dahulu. Sedangkan untuk rekomendasi dalam model rehabilitasi dilakukan yaitu metode guludan (Gambar 11).
Gambar 11. Metode Rehabilitasi mangrove “Metode Guludan” (sumber: www.yumpu.com)
12
Bentuk model rehabilitasi mangrove menggunakan metode guludan ini memiliki kekurangan yaitu dengan melakukan penambahan substrat maka akan mengganggu bebrapa komunitas yang hidup di substrat lahan rehabilitasi mangrove tersebut. Selain Metode Guludan, metode yang direkomendasi lainnya yaitu Metode Rumpun berjarak (Gambar 12).
Gambar 12. Metode Rumpun Berjarak, Sumber : Sihardejournal.wordpress.com Dari kedua bentuk atau model dari rehabilitasi mangrove, maka peneliti menyimpulkan bahwa metode guludan lebih efisien untuk di lakukan di Desa Temburun. Hal tersebut di karenakan kondisi saat pasang di Desa Temburun yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan seluruh area penanaman mangrove tertutupi oleh genangan air. Selain itu, apabila tidak ingin mengubah metode penanaman dapat di lakukan dengan perubahan ukuran anakan mangrove. Mengingat kondisi lingkungan di Desa Temburun yang sesuai untuk kegiatan rehabilitasi mangrove hanya saja dikarenakan pasang surut maka diperkirakan lokasi tersebut dapat merekrut anakan mangrove jenis Rhizophora yang memiliki panjang hampir 50 – 70 cm.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesesuaian lahan untuk kawasan rehabilitasi mangrove di Desa Temburun termasuk dalam kategori S1 yaitu sangat sesuai dengan nilai persentase 88,25 %. Kesesuaian kondisi ekologi di Desa Temburun juga sangat mendukung untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi mangrove dengan di temukan 13 Jenis mangrove di Desa Temburun, serta didukung dengan kualitas lingkungan yang tergolong dalam kategori baik meskipun ada sebagian parameter yang melebihi ambang batas tetapi hal tersebut masih dapat ditolerir oleh ekosistem mangrove untuk kelangsungan hidupnya. Saran yang dapat dilakukan yaitu penetuan kriteria kesesuaian lahan dapat disempurnakan dengan melakukan penilaian secara keseluruhan terhadap seluruh parameter ekologis, baik secara parameter fisika, kimia maupun biologi sehingga hasil kesesuaian lahan lebih akurat dan lebih detail tingkat persentasenya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya sederhana ini. DAFTAR PUSTAKA Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove (Fungsi dan Peranannya). Yogyakarta: Kanisius. Barkey, R. 1990. Mangrove Sulawesi Selatan (Struktur, Fungsi dan
13
Laju Degradasi, Prosiding seminar Keterpaduan Antara Konservasi dan Tata Guna Laha Basah di Sulawesi Selatan. LIPIPemda Sulawesi Selatan Brown, B. 2006. 5 Tahap Rehabilitasi Mangrove, Mangrove Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia, Yogyakarta, Indonesia Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., & Sitepu, M.J. 2008. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Djunaedi, Otong Suhara. 2011. Sumberdaya Perairan “potensi, masalah dan pengelolaan”. Bandung: Widya Padjajaran. Efizon, Deni dan Alit Hindri Yani. 2010. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut. Pekan Baru: UR PRESS. Iman, Akhzan Nur. 2014 . Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Rehabilitasi Mangrove dengan Pendekatan Analisis Elevasi Di Kuri Caddi, Kabupaten Maros. Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makasar. Iskandar, untung. 2008. Kelola Ekosistem Pulau Kecil “Refleksi dan Pembelajaran Kehutanan Indonesia”. Jakarta: Wana Aksara.
Kordi,K.M.G.H. 2012. Ekosistem Mangrove “potensi, fungsi, dan pengelolaan”. Jakarta: Rineka Cipta. KPLP Provinsi Kepulauan Riau 2015 – 2016 Kusmana, C. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Tumbuhan. Pelatihan Tehnik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Kustanti, Asihing. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Nurlailita. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dan Strategi Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Birem Bayeun Dan Kecamatan Rantau Selamat Kabupaten Aceh Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Noor, Y. R, Khazali ,M, Suryadiputra I N.N.1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PHKA/WI-IP. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang Bencana di wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil. Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika Bandung. Priyono, Aris. 2010. Panduan Praktis Teknis Rehabilitasi Mangrove di Wilayah Pesisir Indonesia. Semarang, keSEMaT.
14
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kepulauan Anambas 2005-2025. Romimohtarto. K dan Juwana. S. 2009. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Bilogi Laut. Jakarta: Djambatan. Setiawan, Ahmad Dwi; Susilowati, A, dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa “Petunjuk Praktikum Biodiversitas; Studi Kasus Mangrove”. Surakarta: Kelompok Kerja Biodiversitas Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 2 No.2. 68 - 71 Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tjandra, Ellen. Ronaldo, Yosua. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Bogor; Pakar Media. Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya: Brilian Internasional. Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2008 Tentang pemekaran dari Kabupaten Natuna. Wikipedia Ensiklopedia Bebas.
Zulfikar, Andi. Koenawan, Chandra Joe, Annuardi, Assyuhada, Didik Juliardi, Agung Saputro, Fatimah Farhana, Evriyani, Vika Retno Wijayanti, Mega Mernisa. 2016. Assessment and Suitability Analysis of Mangrove Rehabilitasion at Temburun Village. PPSPL. Universitas Maritim Raja Ali Haji.