ANALISIS BIOFISIK DAN HIDROLOGI LOKASI REHABILITASI MANGROVE DI DESA TEMBURUN KABUPATEN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Evriyani Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,
[email protected]
Chandra Joei Koenawan Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Struktur vegetasi mangrove alami, menganalisis biofisik dan hidrologi lokasi rehabilitasi mangrove di Desa Temburun Kabupaten Anambas Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 - Januari 2016. Jenis penelitian ini dilakukan dengan teknik survey lapangan secara langsung dan pengukuran (in situ) di wilayah pesisir Desa Temburun Kabupaten Anambas. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada vegetasi alami mangrove alami di 14 plot terdapat 13 jenis mangrove dimana jenis Rhizophora apiculata merupakan jenis yang memiliki kerapatan yang tertinggi dengan jumlah 30.700 ind/ha. Sehingga jenis mangrove inilah yang cocok untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, hal ini karena jenis ini mampu hidup dan beradaptasi dengan baik dilingkungan lokasi tersebut. Pada lokasi rehabilitasi mangrove, kualitas air secara fisika kimia seperti suhu, salinitas, DO, pH perairan dan pH tanah sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Dimana rata rata nilai suhu 29,68°C, salinitas 34,51‰, DO 9,51 mg/l, pH perairan 8 dan pH tanah 5,59. Kondisi subtrat dilokasi rehabilitasi mangrove yaitu berkategori pasir berlumpur berkerikil tidak cocok dengan jenis mangrove yang ditanam di lokasi tersebut yaitu Rhizophora sp. Hal ini karena jenis Rhizophora sp lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus. Sedangkan jenis Avicennia dan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir. Selain kualitas perairan secara fisika kimia, kualitas perairan secara hidrologi berupa arus dan pasang surut sudah baik, dimana arus termasuk lambat yaitu (<0,1 m/dt) dan pasang surut diurnal dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang naik dan satu kali pasang surut dengan periode 24 jam 50 menit.
Kata Kunci: mangrove, biofisik dan hidrologi
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the structure of the natural mangrove vegetation, biophysical and hydrology analysis of mangrove rehabilitation site in the village district Temburun Anambas Riau Islands Province. The study was conducted in November 2015 January 2016. This type of research was done by using direct field survey and measurement (in situ) in coastal areas Temburun Anambas village. From the results of research and discussion can be concluded that the natural mangrove vegetation in 14 plots, there were 13 types of mangrove where Rhizophora apiculata is a species that has the highest density with the amount of 30,700 ind / ha. So mangrove species is suitable for mangrove rehabilitation activities, it is because of this type can live and adapt well to the environment of the site. At the location of mangrove rehabilitation, water quality chemical physics such as temperature, salinity, DO, pH waters and soil pH are good for the growth of mangroves in rehabilitation activities. Where the average value of the temperature of 29.68 ° C, 34.51 ‰ salinity, DO 9.51 mg/l, pH 8 water and soil pH 5.59. Condition mangrove rehabilitation substrate location that is categorized gravelly muddy sand does not match the type of mangrove planted in the location that is Rhizophora sp. This is because Rhizophora sp prefers soft mud rich in humus. While this type of Avicennia and Sonneratia live well in sandy soils. In addition to water quality in chemical physics, hydrology water quality in the form of currents and tides are good, which flows including slow is (<0.1 m/s) and diurnal tidal where in one day occurred one high tide and one ebb with a period of 24 hours and 50 minute.
Key words: mangrove, biophysical and hydrology
Berdasarkan hal tersebut maka timbullah
PENDAHULUAN
rumusan masalah yaitu bagaimana kondisi Kabupaten
Kepulauan
Anambas
struktur vegetasi mangrove alami, kondisi
terletak antara 2°10’0” - 3°40’0” LU s/d
biofisik dan hidrologi ekosistem mangrove
105°15’0” - 106°45’0” BT (UU No 33
di
Tahun 2008 dalam Febrin dan Utomo,
Temburun.
lokasi
rehabilitasi
mangrove
Desa
2013). Salah satu ekosistem pesisir yang
Adapun tujuan dari penelitian ini
banyak terdapat di Kepulauan Anambas
yaitu untuk mengetahui struktur vegetasi
yaitu ekosistem mangrove.
mangrove alami seperti keanekaragaman,
Hutan mangrove merupakan salah
kerapatan, frekuensi, luas penutupan dan
satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan
indeks nilai penting, menganalisis biofisik
khas,
dan hidrologi lokasi rehabilitasi mangrove
tetapi
sangat
rentan
terhadap
kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya. mangrove
yang
mengakibatkan
Pemanfaatan tidak
(Hendri,
perlunya
melakukan
hutan
terkontrol dapat
rusaknya
mangrove
Desa Temburun.
2012).
TINJAUAN PUSTAKA
ekosistem Untuk
upaya
itu
perbaikan
Menurut Macnae (1968) dalam Noor
dkk,
(2006)
menyebutkan
kata
kondisi maupun pemeliharaan ekosistem
mangrove
mangrove, salah satunya yaitu merehabilitasi
bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris
ekosistem
dan
grove. Sementara itu, menurut Mastaller
Mussadun, 2014). Fungsi rehabilitasi untuk
(1997) dalam Noor dkk, (2006) kata
upaya pemulihan ekosistem mangrove pada
mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno
kondisi semula. Dalam merehabilitasi suatu
mangi-mangi
kawasan
menerangkan marga Avicennia dan masih
mangrove
ekosistem
mengetahui
faktor
mempengaruhi
(Fikriyani
mangrove
perlunya
lingkungan
pertumbuhan
yang
ekosistem
Kepulauan
Anambas
untuk
bagian timur. Menurut Setyawan dkk., (2002) Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, lima spesies semak,
Temburun yang terletak di Kecamatan
sembilan spesies herba dan rumput, 29
Siantan
spesies epifit dan dua spesies parasit, serta
Penanaman
di
digunakan
Desa
Timur.
yaitu
yang
digunakan sampai saat ini di Indonesia
mangrove seperti biofisik dan hidrologinya. Salah satu kegiatan rehabilitasi di
merupakan perpaduan antara
mangrove
selama 3 tahun di Desa Temburun belum
beberapa
terlihat hasil yang baik, hal ini terlihat dari
Kompilasi
hasil survei lapangan, bibit mangrove yang
mangrove segara Anakan disusun oleh 64
disemai dan ditanam selalu gagal (mati)
spesies.
serta
pertumbuhan
sangat
lambat.
spesies
alga
dan
menunjukkan
bryophyta. ekosistem
Menurut Hendri (2012) dari sekian
B.
Jenis Penelitian
banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis
Jenis
penelitian
ini
dilakukan
mangrove yang banyak ditemukan antara
dengan teknik survey lapangan secara
lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.),
langsung di wilayah pesisir Desa Temburun,
bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera
Kabupaten Anambas, pengukuran in situ
sp.) dan bogem atau pedada (Sonneratia
serta menganalisis biofisik dan hidrologi
sp.), merupakan jenis mangrove yang utama
wilayah
yang banyak dijumpai. Jenis jenis mangrove
pemetaan lokasi penelitian, suhu, salinitas,
tersebut adalah kelompok mangrove yang
pH perairan, DO dan substrat, menggunakan
menangkap,
software Arcgis.
menahan
endapan
dan
rehabilitasi
mangrove
dengan
menstabilkan tanah habitatnya. C. METODE PENELITIAN
A.
Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama
3 bulan (November 2015 - Januari 2016) di Desa
Temburun,
Kecamatan
Siantan,
Kabupaten Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Berikut ini adalah gambar lokasi pengambilan data beserta keterangannya: 1.
Area pengambilan data untuk struktur vegetasi mangrove alami seluas ± 5,3 ha dengan 14 titik pengambilan data.
2.
Area pengambilan data jenis substrat, kualitas air dan kondisi lainnya ± 4,6 ha dengan ±110 titik pengambilan data. D.
Batasan Masalah Penelitian ini menetapkan batasan-
batasan sebagai berikut: 1.
Kondisi mangrove alami yang diteliti berupa pembuatan plot untuk kategori pohon dengan ukuran 10 x 10 meter dan tidak untuk kategori anakan dan semai
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data Desa Temburun Sumber: Lab. SIK MSP Umrah
2.
Penelitian kondisi struktur vegetasi mangrove
alami
hanya
mengidentifikasi
jenis
mangrove,
kerapatan, frekuensi, luas penutupan,
akurat. Dimana setiap plot berukuran 10 x 10 meter untuk pohon.
indeks nilai penting dan tidak untuk meneliti zonasi mangrove itu sendiri
E.
Prosedur Penelitian Prosedur
penelitian
ini
menggunakan dua data yaitu data primer dan data
sekunder.
Dimana
data
primer
mencakupi data mengenai kondisi mangrove dan struktur vegetasi mangrove,
data
pengukuran kualitas air seperti suhu, DO, pH, salinitas, substrat, arus, pasang surut dan data
pembuatan
peta
menggunakan
Gambar 2. Penentuan lingkaran batang mangrove sesuai Kepmen LH No 201 tahun 2004 2.
Suhu
GRADISTAT, software R dan software
Pengukuran
suhu
menggunakan
Arc.gis 10.1. Sedangkan data sekundernya
Multitester
yaitu literatur yang terkait dari berbagai
elektrodanya dicelupkan diperairan lalu
sumber.
putar batang tersebut secara perlahan lalu
Berikut
ini
prosedur
untuk
penelitian yaitu:
1.
Kondisi
dimana
ujung
batang
catat angka yang tertera dilayar. mangrove
dan
struktur
3.
Salinitas
vegetasi mangrove alami Metode
pengukuran
Pengukuran salinitas menggunakan sesuai
Hand Refraktometer dimana sampel air di
dengan Kepmen LH No 201 Tahun 2004
letakkan dikaca prima lalu tutup perlahan
yang digunakan untuk mengetahui kondisi
kaca tersebut, lihat melalui kaca pengintai,
mangrove
dan akan terlihat pada lensa nilai/ salinitas
alami
ini
adalah
dengan
menggunakan Metode Transek Garis dan
dari air yang sedang diukur, lalu catat
Petak Contoh (Line Transect Plot). Metode
nilainya.
Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan
4.
pH tanah
contoh populasi suatu ekosistem dengan
Mengukur pH tanah menggunakan
pendekatan petak contoh yang berada pada
alat
garis
ditancapkan ke tanah atau subtrat yang akan
yang
ditarik
melewati
wilayah
soil
tester
dimana
soil
tester
ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini
diukur,
merupakan salah satu metode pengukuran
mengukur pH tanah. Lihat penunjuk pada
yang paling
soil tester dimana nilai pH tanah berkisar 1-
mudah dilakukan,
namun
memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang
14.
kemudian tekan tombol untuk
5.
Hidro-Oseanografi
pH air
TNI
Angkatan
Laut
Mengukur pH air menggunakan
terdekat. Data yang diambil yaitu selama 2
Multitester dimana ujung batang elektoda
tahun yaitu tahun 2015-2016 di perairan
dicelupkan diperairan yang akan diamati lalu
Anambas.
catat angka yang tertera dilayar. 9. 6.
Arus Pengukuran
DO Pengukuran
DO
arus
menggunakan
biasanya
current meter dimana setelah menentukan
menggunakan Multitester dimana ujung
lokasi titik sampling, propeller pada current
batang elektroda dicelupkan, lalu catat
meter di masukkan di perairan, kemudian
angka yang tertera dilayar.
kecepatan arus air berupa jumlah putaran per detik akan muncul di monitor current meter.
7.
Jenis Substrat Sampel subtrat diambil dengan cara
F.
menyekop bagian permukaan subtrat pada
Analisis Data Penelitian
ini
nantinya
akan
setiap titik sampling menggunakan sendok
disajikan dalam bentuk data deskriptif yang
semen sebanyak (±500 gr). Sampel subtrat
di dukung dengan data sekunder seperti
yang telah diambil dipindahkan ke dalam
studi kepustakaan dan jurnal yang terkait
plastik sampel lalu dianalisis.
serta penggunaan software Arcgis 10.1
a.
Sampel
dikeringkan
cara
dalam pembuatan peta
agar
mangrove. Berikut ini data yang diperoleh
mempercepat pengeringan, setelah itu
dalam analisa vegetasi mangrove (Tjandra
sampel
dan Ronaldo, 2011) sebagai berikut:
dijemur
lalu
dengan
disangrai
yang
kering
diayak
lokasi rehabilitasi
menggunakan ayakan b.
Berat
ayakan
kosong
ditimbang
a.
=
terlebih dahulu c.
Berat ayakan ditimbang beserta isi
=
Berat yang bertahan = berat ayakan dan sampel – berat ayakan kosong
e.
Penentuan menggunakan
butiran
b.
× 100%
Frekuensi (F) jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies jumlah seluruh petak contoh
dan
Frekuensi relative (FR)
Software R
= 8.
Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis
=
dilakukan
GRADISTAT
jumlah individu suatu jenis luas petak pengamatan seluruhnya
Kerapatan relative (KR)
sampel d.
Kerapatan (K) ind/ha
Pasang surut Mengukur pasang surut air laut
yaitu dengan mengambil data dari dinas
c.
Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis
× 100%
Luas penutupan spesies (C) =
luas bidang dasar area luas seluruh petak contoh
Luas penutupan relative spesies (CR) =
luas penutupan spesies penutupan seluruh spesies
HASIL DAN PEMBAHASAN
× 100% A.
Kemudian dihitung indeks nilai
dan Lokasi Penelitian Salah satu lokasi untuk rehabilitasi
penting (INP) dengan menggunakan rumus: Indeks nilai penting (INP) = FR + KR+CR
Kondisi Umum Kabupaten Anambas
mangrove di Kepulauan Anambas berada di
Kriteria baku kerusakan mangrove
dekat perkampungan Desa Temburun (±700
berdasarkan Keputusan Menteri Negara
m dari perkampungan Desa Temburun),
Lingkungan Hidup No 201 Tahun 2004
Kecamatan Siantan Timur. Dimana lokasi
dapat dilihat yaitu pada tabel 2.
penelitian
Tabel 2. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove
penanaman dengan luas 5.510, 51 m2 dan
Kriteria
Baik
Penutupan
Kerapatan
(%)
(pohon/ha)
>75
>1500
Sangat
Sedang
Rusak
>50 – < 75
Jarang
terdapat
2
lokasi
103, 88 m2 dengan keberadaan mangrove yang tumbuh secara alami (5,3 ha) dimana benih yang ditanam seluruhnya Rhizophora sp.
Padat
tersebut
pada
lokasi
rehabilitasi
mangrove
>1000 – <
terdapat rumah penjaga untuk kegiatan
1500
rehabilitasi mangrove. Bentuk area lokasi
< 50
< 1000
rehabilitasi
berbentuk
seperti
huruf
U
(Semakin menyempit pada ujungnya dan Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus : 𝑣 =
𝑠
yang tersebar di sepanjang pantai dan
𝑡
terdapat sungai kecil.
Dimana v s t
relatif banyak terdapat vegetasi mangrove
: Kecepatan arus (m/det) : Jarak (m) : Waktu (det)
Tabel 3. Baku Mutu Mangrove Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 No Parameter Baku Mutu 1
Suhu (°C)
28-32
2
Salinitas (‰)
s/d 34
3
pH
7-8,5
4
DO (mg/l)
>5
Gambar 3. Peta Kondisi Lokasi Rehabilitasi Mangrove
B.
Jenis mangrove alami dan kriteria
dalam suatu unit area. Nilai kerapatan
kerapatan mangrove
mangrove alami terlihat pada gambar 4.
Jenis mangrove alami di sekitar lokasi Rehabilitasi perlu diketahui, hal ini untuk melihat kondisi suatu ekosistem mangrove berupa jenis, kerapatan, tutupan dan INP. Tabel 4. Kriteria Kerapatan dan Persen Tutupan Mangrove Struktur vegetasi mangrove alami
Gambar 4. Diagram Kerapatan Vegetasi Mangrove Alami
pada sekitaran lokasi penelitian dari 14 plot
Nilai kerapatan mangrove alami
ditemukan total 13 jenis mangrove alami dimana 13 jenis mangrove tersebut dapat
minimal
dilihat pada tabel dibawah. No
Jenis
K
1
Avicennia alba
2
Avicennia
Kriteria
C%
INP
300
Jarang
1.84%
4.29
1000
Sedang
0.63%
4.49
1000
Sedang
0.58%
4.43
3900
Sangat
8.12%
30.76
marina
Dimana
nilai
minimal vegetasi mangrove alami yaitu jenis
ind/ha, kriteria jarang. Sedangkan nilai
jenis
Bruguiera gymnorrizha
5
maksimal.
maksimal vegetasi mangrove alami yaitu
Avicennia officinalis
4
dan
Rhizophora stylosa dengan kerapatan 100
(ind/ha)
3
dari 14 plot memiliki nilai kerapatan
Ceriops
padat 400
Jarang
0.30%
2.96
1800
Sangat
4.28%
15.29
Rhizophora
apiculata
dengan
kerapatan 30.700 ind/ha kriteria sangat padat.
zippeliana 6
Lumnitzera littorea
7
padat
Lumnitzera
30700
Sangat
45.51%
131.10
18.56%
44.99
lokasi rehabilitasi tersebut jenis yang baik
alami yang tertinggi adalah jenis Rhizophora
Rhizophora
apiculata 30.700 ind/ha.
padat
Rhizophora
5800
Rhizophora
Sangat padat
Scyphiphora
Sonneratia
Jarang
0.20%
2.26
untuk kegiatan rehabilitasi yaitu Rhizophora
300
Jarang
0.14%
2.60
apiculata, karena jenis ini mampu hidup dan
2200
Sangat
12.67%
30.04
6.17%
20.89
Mangrove
100.00%
300
Avicennia spp adalah vegetasi mangrove
beradaptasi dengan baik di lingkungan
alba 13
1800
granatum Total
tersebut dibandingkan jenis yang lain.
padat
Xylocarpus
Sehingga pada
100
hydrophillacea 12
diketahui bahwa nilai kerapatan mangrove
5.91
stylosa 11
diatas
1.00%
mucronata 10
diagram
Jarang
apiculata 9
gambar
600
racemosa 8
Dari
Sangat padat
49900
jenis
Rhizopora
spp
dan
yang sering digunakan untuk rehabiliasi dan 1.
Kerapatan mangrove Menurut
Humaidy
peluang (2010)
kerapatan mangrove yaitu jumlah total tegakan dari suatu jenis mangrove tertentu
keberhasilannya
(Humaidy, 2010).
cukup
tinggi
2.
300
Persen tutupan mangrove Menurut Haryanto (2013) tutupan
(Humaidy,
2010).
Diagram
INP
ditampilkan pada gambar 6.
relatif menggambarkan kepadatan mangrove yang ada di suatu ekosistem. Tutupan relative ini memiliki nilai maksimal 100 %. Nilai persen tutupan mangrove dapat dilihat dari gambar 5.
Gambar 6. Diagram Indeks Nilai Penting (INP) pada Mangrove Indeks
Gambar 5. Diagram Persen Tutupan
Persen tutupan mangrove pada 13 jenis mangrove tersebut memiliki nilai tutupan
mangrove
maksimal
didominasi oleh mangrove jenis Rhizophora apiculata dengan nilai 45,51%. Kanopi utama hutan mangrove didominasi oleh Avicennia rumphiana, Avicennia officials, Bruguiera
cylindrica,
gymnorhiza,
dan
alami
di
dekat
Rhizophora
apiculata
penelitian,
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan persen tutupan relatif (CR) dengan nilai total 300%. Dimana nilai tertinggi INP yaitu pada jenis Rhizophora apiculata 131,1% dan INP terendah jenis Rhizophora sylosa 2,26%.
C.
Kualitas perairan laut secara fisika kimia kualitas
perairan
laut
secara fisika kimia seperti suhu, salinitas,
INP INP
memberikan
adalah suatu
nilai
gambaran
yang mengenai
pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan dalam
ekosistem
mangrove.
Menurut Fajar dkk., (2013) makin tinggi nilai indeks nilai penting suatu jenis mangrove terhadap jenis lainnya, makin tinggi pula peranan suatu jenis mangrove pada
lokasi
menjumlahkan 3 nilai yaitu nilai Kerapatan
Kondisi
mangrove
(INP)
Bruguiera
menurut (Setyawan dkk., 2002).
3.
Penting
kategori pohon pada vegetasi mangrove
Vegetasi Mangrove Alami
persen
Nilai
komunitas
tersebut.
Rincian
perhitungan INP berkisar antara 0 sampai
DO, pH perairan dan pH tanah perlu diketahui,
hal
ini
karena
sangat
mempengaruhi pertumbuhan mangrove itu sendiri. Berikut ini adalah tabel hasil pengukuran kualitas perairan laut dengan 98 titik sampling untuk suhu, salinitas, DO, pH perairan dan 81 titik sampling untuk pH tanah di lokasi penelitian dan Baku Mutu mangrove menurut Tahun 2004.
Kepmen LH No. 51
Tabel 5. Standar Baku Mutu Mangrove
dengan Baku Mutu mangrove menurut
Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu 2832°C. Suhu yang optimal mampu membuat mangrove
dalam
kegiatan
rehabilitasi
tumbuh dengan baik.
2.
Salinitas Menurut Haryanto (2013) salinitas
1.
merupakan salah satu faktor lingkungan
Suhu
yang sangat menentukan perkembangan, Suhu memegang peranan penting bagi kehidupan yang ada di laut dan merupakan faktor penentu kehidupan dan pertumbuhan mangrove. Suhu yang baik akan
mempengaruhi
tumbuh
dan
pertumbuhan dan komposisi
mangrove.
Nilai salinitas pada perairan mangrove dapat berubah setiap saat. Berikut ini nilai salinitas yang ditampilkan dalam bentuk grafik pada gambar 8.
kembangnya mangrove secara baik juga, baik ekosistem mangrove alami maupun ekosistem
mangrove
dalam
kegiatan
rehabilitasi. Berikut ini adalah suhu perairan lokasi rehabilitasi yang tersaji dalam bentuk grafik (gambar 7).
Gambar 8. Grafik Salinitas Perairan Lokasi Penelitian Nilai rata-rata
salinitas sebesar
34,51 ppm dengan nilai minimum dan Gambar 7. Grafik Suhu Perairan Lokasi Penelitian
maksimum 30-37 ppm. Salinitas perairan di lokasi penelitian termasuk baik hal ini sesuai dengan Baku Mutu mangrove menurut
Gambar 7 merupakan grafik suhu perairan
Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu
di lokasi penelitian dimana rata-rata suhu
sampai dengan 34‰. Menurut Setyawan dkk., (2002)
perairan pada lokasi rehabilitasi mangrove di Desa Temburun sebesar 29,68°C dengan
Salinitas
nilai minimum dan maksimum sebesar 28-
bervariasi, berkisar 0,5-35 ppt, karena
32,10°C. Suhu di lokasi penelitian tersebut
adanya masukan air laut saat pasang dan air
optimal, hal ini karena suhu tersebut sesuai
kawasan
mangrove
sangat
tawar dari sungai, khususnya pada musim
4.
hujan.
pH perairan Menurut
Haryanto
(2013)
pH
merupakan faktor yang berperan penting 3.
sebagai penentu dalam pertumbuhan dan
DO Oksigen terlarut / Disolve Oxigen
perkembangan mangrove. Kondisi pH juga
(DO) merupakan jumlah oksigen yang
mempengaruhi
terlarut dalam air (Haryanto, 2013). DO
Berikut nilai pH perairan pada gambar 10
sangat memberikan peran penting bagi
dalam bentuk grafik.
pertumbuhan
ekosistem
mangrove
komposisi
mangrove.
itu
sendiri. DO yang baik bagi ekosistem mangrove yaitu >5 mg/l menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004. Nilai DO pada lokasi
Rehabilitasi
(gambar
9). Gambar 10. Grafik pH Perairan Lokasi Penelitian Nilai pH rata-rata perairan di lokasi penelitian yaitu 8 dengan nilai minimum dan
Gambar 9. Grafik DO Perairan Lokasi
maksimumnya yaitu 6,21-8,91. Baku Mutu pH
Penelitian
perairan
pada
mangrove
menurut
Menurut Setyawan dkk., (2002)
Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu 7-8,5.
jumlah oksigen terlarut dalam perairan
pH perairan tersebut tergolong baik karena
mangrove umumnya lebih rendah daripada
sesuai dengan Baku Mutu yang ada.
di laut terbuka. Berdasarkan Baku Mutu mangrove menurut Tahun
2004,
DO
Kepmen LH No. 51 perairan
di
5.
pH tanah pH
lokasi
tanah
mempengaruhi
penelitian tergolong baik yaitu rata-rata DO
pertumbuhan suatu ekosistem mangrove.
sebesar 9,51 mg/l dimana nilai minimum
Hal ini karena pH tanah menentukan derajat
dan maksimumnya 3,70-15,60 mg/l (>5
keasaman suatu tanah atau subtrat untuk
mg/l) sehingga DO tergolong baik bagi
tumbuhnya mangrove tersebut. Dimana nilai
kegiatan rehabilitasi mangrove. Menurut
pH
Chaerani
mangrove yaitu sedikit asam. Grafik nilai
(2011)
menyatakan
bahwa
kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya diperairan
dipengaruhi
oleh
suhu
dan
salinitas, meningkatnya suhu menyebabkan kandungan oksigen bertambah.
tanah
yang
baik
bagi
ekosistem
pH tanah dapat dilihat pada gambar 11.
Jenis
subtrat
pada
110
titik
sampling di lokasi penelitian yang berada di sekitar
rehabilitasi
mangrove
dengan
menggunakan metode ayakan, Gradistat, pemetaan sedimen USGS dan klasifikasi Folk tahun 1974 maka ada 4 kategori jenis Gambar 11. Grafik pH Tanah Lokasi Penelitian pH Tanah memiliki nilai rata-rata
substrat
yaitu
pasir
berlumpur,
pasir
berlumpur dengan sedikit kerikil, pasir
dari 81 titik sampling yaitu 5,59 dengan nilai
berlumpur berkerikil, dan kerikil pasir
minimum dan maksimumnya yaitu 4,33-
berlumpur.
6,50. pH tanah termasuk baik karena bersifat
rehabilitasi mangrove hampir seluruhnya
sedikit asam. Menurut Setyawan dkk.,
terletak pada pasir berlumpur berkerikil.
(2002) tanah mangrove
netral
Menurut Setyawan dkk., (2002) Avicennia
hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri
dan Sonneratia hidup dengan baik pada
pereduksi belerang dan adanya sedimentasi
tanah berpasir, sedangkan Rhizophora lebih
tanah lempung yang asam. Onzila dan
menyukai lumpur lembut yang kaya humus,
Kusmana (2008) dalam Fajar dkk., (2013)
adapun Bruguiera menyukai tanah lempung
menyatakan bahwa pH tanah dengan kisaran
yang mengandung sedikit bahan organik.
bersifat
Menurut
nilai antara 6-7 merupakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove.
Akan
dalam
Substrat
pada
Hardjosentono
Kushartono
mengemukakan 6.
tetapi
(2009)
bahwa
lokasi
(1979) yang
ketergantungan
terhadap jenis substrat jelas ditunjukkan oleh
Substrat (sedimen) yang terbentuk
marga Avicennia dan Rhizopora. Dimana
berfungsi sebagai tempat hidup dan tempat
ciri umum untuk substrat yang berlumpur
mencari makan bagi organisme hidup di
dalam Rhizophora apiculata pada tanah
daerah tersebut. Kesuburan dari substrat
yang
mangrove tersebut karena adanya bahan
Rhizophora
organik yang terkandung di dalamnya
dengan pantai yang berpasir atau karang
(Kushartono, 2009).
yang memiliki lapisan lumpur atau pasir.
D.
berlumpur
dangkal
stylosa
erat
sedangkan hubungannya
Kualitas perairan laut secara hidrologi Kualitas
perairan
laut
secara
hidrologi berupa arus dan pasang surut perlu diketahui.
Hal
ini
untuk
melihat
pengaruhnya dalam pertumbuhan ekosistem Gambar 12. Segitiga Shepard Subtrat
mangrove. Berikut ini kondisi hidrologi
berupa arus dan pasang surut di lokasi
kecepatan arus secara tak langsung akan
rehabilitasi mangrove.
mempengaruhi substrat dasar suatu perairan. Berdasarkan kecepatannya maka arus dapat
1.
dikelompokkan menjadi arus sangat cepat
Arus Arus suatu perairan laut merupakan
(>1 m/dt), arus cepat (0,5-1 m/dt), arus
salah satu faktor penentu tumbuhnya sutu
sedang (0,1-0,5 m/dt) dan arus lambat (<0,1
ekosistem mangrove. Menurut Chaerani
m/dt).
(2011)
faktor
utama
yang
dapat
menimbulkan arus yang relatif kuat adalah
2.
Pasang surut
angin dan pasang surut. Menurut Hasmawati
Menurut Chaerani (2011) pasang
(2001) dalam Chaerani (2011) menyatakan
surut adalah naik turunnya air laut (mean sea
bahwa kecepatan arus secara tak langsung
level) sebagai gaya tarik bulan dan matahari.
akan mempengaruhi substrat dasar perairan.
Pasang naik akan menimbulkan gelombang
Grafik arus ditampilkan pada gambar 13.
laut dimana sedimen akan menyebar di dekat pantai, sedangkan bila air laut surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas (Kaharuddin, 1994 dalam Chaerani, 2011). Tabel 6. Pasang Surut Perairan Anambas Selama 2 Tahun (2015-2016)
Gambar 13. Grafik Arus Lokasi Penelitian Arus perairan laut pada 69 titik sampling di lokasi penelitian memiliki nilai minimal dan maksimal yaitu 0,037 m/s 0,073 m/s, dengan nilai rata-rata 0,044 m/s. Nilai
arus
tersebut
termasuk
dalam
kelompok arus lambat. Arus yang lambat sangat baik bagi pertumbuhan mangrove apalagi bagi kegiatan rehabilitasi mangrove. Hal ini Karena arus yang kuat dapat membuat bibit mangrove yang baru ditanam terlepas dari substrat dan terbawa arus sehingga
kemungkinan
penanaman
mangrove bisa gagal.
(2011),
Anambas yang terjadi selama 2 tahun yang terhitung dari tanggal 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2016 diketahui bahwa tipe pasang surut diperairan tersebut yaitu pasang surut diurnal, dimana pasang surut ini berdasarkan pada nilai Formzahl
3.563
(>3.00). Menurut Iman (2014) tipe pasang
Menurut Hasmawati (2001) dalam Chaerani
Dari hasil tabel 6, pasang surut perairan
menyatakan
bahwa
surut
harian tunggal (diurnal tide) yang
artinya telah terjadi kondisi dimana dalam
Selain
kualitas
perairan
secara
kimia,
kualitas
perairan
secara
satu hari terjadi satu kali pasang naik dan
fisika
satu kali pasang surut dengan periode 24 jam
hidrologi berupa arus dan pasang surut juga
50 menit.
sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Arus perairan PENUTUP
sekitar lokasi penelitian termasuk lambat yaitu dengan nilai 0,044 m/s (<0,1 m/dt).
A.
Kesimpulan Dari
hasil
Pasang surut di perairan Anambas selama 2 penelitian
dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada vegetasi mangrove alami di 14 plot terdapat 13 jenis mangrove dimana jenis Rhizophora apiculata merupakan jenis yang memiliki
tahun dari tahun 2015-2016 yaitu jenis pasang surut diurnal dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang naik dan satu kali pasang surut dengan periode 24 jam 50 menit.
kerapatan, persen tutupan mangrove dan INP yang tertinggi dari jenis yang lain
B.
Saran
dengan nilai 30.700 ind/ha, 45,51% dan 131,10. Sehingga jenis mangrove inilah yang cocok untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, hal ini karena jenis ini mampu hidup
dan
beradaptasi
dengan
baik
dilingkungan lokasi tersebut.
Sebaiknya
sebelum
melakukan
kegiatan rehabilitasi mangrove, perlunya mengetahui terlebih dahulu lokasi dan kondisi yang akan dijadikan tempat untuk rehabilitasi seperti jenis yang cocok ditanam dengan kesesuaian parameter yaitu biofisik
Pada lokasi rehabilitasi mangrove, kualitas air secara fisika kimia seperti suhu, salinitas, DO, pH perairan dan pH tanah sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Dimana rata rata nilai suhu 29,68°C, salinitas 34,51‰, DO
dan
hidrologinya.
pengawasan dan kegiatan
Selain
baik
perlunya
pengontrolan setelah
rehabilitasi
bekerjasama
itu
mangrove dari
pihak
yang LSM,
masyarakat setempat bahkan pemerintah setempat.
9,51 mg/l, pH perairan 8 dan pH tanah 5,59. Sedangkan
kondisi
subtrat
dilokasi
rehabilitasi mangrove yaitu berkategori pasir
DAFTAR PUSTAKA
berlumpur berkerikil tidak cocok dengan jenis mangrove yang ditanam di lokasi tersebut yaitu Rhizophora sp. Hal ini karena jenis Rhizophora sp lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus sedangkan jenis
Chaerani, N. 2011. Kerapatan, Frekuensi dan Tingkat Penutupan Jenis Mangrove di Desa Coppo Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Avicennia dan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir.
Fajar, A., Oetama, D., Afu, A. 2013. Studi Kesesuaian Jenis untuk
Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mengrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut. Universitas Halu Oleo. Kendari. Febrin, T. dan Utomo, C. 2013. Pesona Selam Kepulauan Anambas. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fikriyani, M. dan Mussadun. 2014. Evaluasi Program Rehabilitasi Mangrove di Pesisir Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Jurnal Ruang. Universitas Diponegoro. Semarang. Haryanto, A. 2013. Efektifitas Rehabilitasi Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Tesis. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Hendri. 2012. Struktur Vegetasi Mangrove Pesisir Perairan Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Kepulauan Riau Humaidy, D. 2010. Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove Untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Iman, A., N. 2014. Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Rehabilitasi Mangrove dengan Pendekatan Analisis Elevasi di Kuri Caddi, Kabupaten Maros. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kamalia. 2012. Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Perairan Pesisir Kelurahan Sawang Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Kepulauan Riau Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor 201. Tahun 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Khordi, K. M. G. H. 2011. Ekosistem Mangrove Potensi Fungsi dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta Khordi, K. M. G. H., Tancung, A. B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Peraiaran. Rineka Cipta. Jakarta Kushartono, E., W. 2009. Beberapa aspek BioFisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal. Universitas Diponegoro. Semarang Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. PanduanPengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor. (Cetakan kedua) Setyawan, A. D., Susilowati, A., Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Tjandra, E. dan Ronaldo, Y. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Pakar Media. Bogor