ANALISIS KESESUAIAN KARTU PEMBIAYAAN SYARIAH BERDASARKAN FATWA DAN STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU DI INDONESIA Ares Albirru Amsal Miranti Kartika Dewi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini menganalisis mengenai kesesuain kartu pembiayaan syariah (KPS) berdasarkan fatwa dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Kartu ini lebih sering dikenal dengan kartu kredit syariah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan operasional dan akuntansi yang dilakukan dalam menjalankan produk kartu tersebut. Lalu dari sana akan ditelaah bagaimana kegiatan operasional maupun akuntansi KPS berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Inonesia no: 54/DSN-MUI/X/2006, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107 Akuntansi Ijarah, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK 59 Akuntansi Perbankan Syariah dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia 2003. Dalam penelitian ini didapati bahwa penerapan KPS menggunakan tiga akad utama. Akad tersebut adalah qardh (pinjaman), ijarah (jasa) dan kafalah (jaminan). Penerapan KPS dari segi operasionalnya sudah memenuhi seluruh fatwa DSN MUI walaupun terdapat beberapa hal yang masih dipertanyaan oleh sebagian ahli fiqih. Untuk penerapan akuntansi, baik PSAK 57, PSAK 107 dan PAPSI 2003 masih terdapat hal yang harus disesuaikan dengan standar tersebut meski standar yang menjadi acuan KPS tidak mengatur seluruh pencatataan transaksinya. Pendahuluan Perkembangan bank syariah Indonesia saat ini telah mampu menghasilkan berbagai produk dan layanan. Satu dari sekian banyak layanan yang disajikan bank syariah adalah kartu pembiayaan syariah. Kartu ini lebih akrab didengar dengan istilah kartu kredit syariah. Dalam hal ini, penelitian akan mencoba menggunakan terminologi Kartu Pembiayaan Syariah (KPS) dibandingkan istilah Kartu Kredit Syariah. Hal ini didasarkan pada terminologi yang digunakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 19 ayat 1 poin h “Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: h. melakukan usaha kartu
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah”. Diharapkan perubahan ini dapat memberikan perbedaan antara kredit dan pembiayaan yang berdasarkan syariah. Hingga saat ini, perbankan syariah di Indonesia baru mengeluarkan tiga produk kartu pembiyaan syariah. Produk KPS ini dimulai oleh Bank Danamon Syariah tahun 2007, lalu disusul oleh BNI Syariah tahun 2009 dan CIMB Niaga Syariah tahun 2010. Masing-masing produk kartu tersebut bernana Dirham Card, iB Hasanah Card dan CIMB Niaga Syariah Gold. Dengan munculnya KPS yang diawali pada tahun 2007 lalu, tentunya telah ada penelitian yang dilakukan terkait KPS sebelumya. Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Pujiyono (2005) yang membahas mengenai islamic credit card sebagai salah satu sarana belanja masyarakat menggunakan sistem syariah. Dari penelitain ini disimpulkan bahwa walaupun memiliki tantangan yang tidak mudah, penerapan KPS amatlah cerah prospek kedepannya jika diterapkan dan dikelola dengan baik. Sulaiman (2007), membahas mengenai jenis-jenis banking card syariah yang salah satunya adalah kartu pembiayaan syariah. Dari tulisan ini dijabarkan mengenai akad-akad yang terjadi pada kartu pembiayaan syariah tersebut. Selanjutnya, Suka (2011) mengkaji mengenai analisis persepsi kartu kredit syariah oleh nasabah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa umat Muslim di Indonesia, pada dasarnya menyadari bahwa bunga atau riba itu dilarang di agama Islam. Tetapi dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa banyak ragu-ragu untuk pemahaman responden tentang akad kartu pembiayaan syariah. Dari penelitain diatas tentu ada hal-hal yang belum terbahas dengan sempurna dan akan dibahas lebih rinci dalam penelitian ini. Hal-hal tersebut diantaranya adalah; business process dari KPS, penjabaran proses penerbitan KPS dari awal sampai ke tangan pemegang kartu hingga saat kartu ini digunakan. Akad dan operasionalisasi dari KPS dan ditinjau dari aspek kesesuaian fatwa dan regulasi. Peninjauan perlakuan akauntansi dari KPS, lalu akan ditinjau dari standar akuntansi yang berlaku. Kesesuaian terhadap standar akuntansi yang brlaku di Indonesia. Penelitian ini akan dikhususkan mencoba melengkapi hal yang disebutkan diatas yaitu: a. Bagaimanakah sistem pelaksanaan produk kartu pembiayaan syariah? b. Bagaimanakah kesesuaian produk kartu pembiayaan syariah berdasarkan ketentuan syariah Islam, Al-Qur’an, Hadis, Fatwa DSN-MUI?
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
c. Bagaimanakah perlakuan akuntansi terhadap kartu pembiayaan syariah? d. Bagaimanakah kesesuaian perlakuan akuntansi transaksi produk kartu pembiayaan syariah berdasarkan PSAK 59 dan 107 serta Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003)? Tinjauan Teoritis Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 10/8/PBI/2008 pada pasal 1 angka (4) kartu kredit didefinisikan sebagai alat pembayaran berupa kartu untuk melunasai kawajiban dari suatu kegiatan ekonomi termasuk didalamnya untuk pembelanjaan atau tarik tunai dimana kewajian tersebut ditanggung sebelumnya oleh penerbit kartu. Pada tahapan selanjutnya pemegang kartu melakukan pelunasan kepada penerbit dengan cara sekaligus (charge card) atau angsuran. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card, KPS dapat didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang behukum antara para pihak yang berkaitan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa yang diterbitkan DSN. Secara umum KPS menggunakan tiga buah akad yaitu kafalah (jaminan), qardh (utang), dan ijarah (jasa). Secara lebih rinci ketiga akad tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Kafalah: Menurut Antonio (1999) dalam Suka (2011), kafalah merupakan jaminan dari penangung yang diberikan kepada pihak ketiga sebagai pemenuhan kewajiban yang ditanggung atau pihak kedua. Dengan kata lain, kafalah itu berarti mengalihkan tanggung jawab yang dijamin kepada orang lain sebagai penjamin. 2. Qardh: Definisi qardh menurut Antonio (1999) dalam Suka (2011) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih ataupun diminta kembali, dengan kata lain merupakan pinjaman tanpa imbalan. Jadi, qardh dapat dikatakan sebagai pinjaman yang tidak mengandung riba atau bunga, dimana nantinya si peminjam harus membayarkan pinjaman tersebut kepada si pemberi pinjaman. Pada PAPSI 2003 dijelaskan qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau
kesepakatan
antara
peminjam
dan
pihak
yang
meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Menurut Tarmizi (2012) qardh juga dapat diartikan sebagai menyerahkan barang/uang kepada seseorang untuk dipergunakan kemudian
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
orang tersebut menyerahkan ganti yang sama dengan barang yang telah digunakannya. 3. Ijarah: Ijarah dapat diartikan sebagai perpindahan hak guna atau manfaat suatu barang atau jasa, dalam waktu yang telah disepakati dengan memberikan upah (ujrah) tanpa diikuti oleh perpindahan kepemilikian barang atau jasa tadi. (Nurhayati, Wasilah 2009). Dalam KPS, akad ijarah berarti penerbit kartu bertindak sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu (nasabah). Atas akad ini, pemegang kartu dapat dikenakan biaya keanggotaan (membership fee). Pengambilan fee dengan akad ijarah ditentukan dengan asumsi bahwa bank syariah telah menyediakan jasa pembayaran dan pelayanan kepada pemegang kartu. Pengambilan fee atas penyediaan jasa tersebut dikenakan kepada pemegang kartu
sebagai
bentuk
(cardholder/muqtaridh).
Fee
dari yang
keanggotaan diterima
pemegang oleh
penerbit
kartu kartu
(issuer/muqridh) merupakan iuran keanggotaan (membership fee/rusum aludhwiyah), termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pengguna kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu. Pihak yang terlibat dalam KPS tidaklah jauh berbeda dengan kartu kredit umumnya. Pada tulisan Wahab (2009) terdapat tiga pihak utama terkait kartu kredit. Pihak tersebut merupakan Issuer, Merchant, dan Cardholder. 1. Issuer: Issuer dapat diartikan sebagai penerbit dan sekaligus pengelola dari kartu kredit. Penerbit tidak hanya berupa bank, akantetapi juga dapat berupa lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan lembada non-keuangan. Jika ingin menerbitkan sebuah kartu kredit maka bank tersebut diwajibkan mengikuti regulasi yang dibuat oleh Bank Indonesia. 2. Merchant: Merchant adalah pihak yang menerima jasa pembayaran melalui kartu kredit. Bisa dikatakan penjual produk atau jasa seperti supermarket, website jual-beli dan lainnya. Sebelum menerima pembayaran dengan kartu kredit, merchant telah melakukan perjanjian kerjasama dengan issuer. 3. Cardholder: Cardholder adalah pihak pemegang kartu yang menggunakan jasa pebiayaan melalui KPS. Pemegang kartu ini sebelum diberikan kepercayaan oleh Issuer harus melengkapi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan oleh Issuer. Prosess penggunaan KPS dapat dilihal pada gambar berikut ini;
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Gambar Alur Kartu Pembiayaan Syariah 1 2 7
Cardholder
6
4
Issuer 3 5
Merchant Sumber: Kasmir (2001) dalam Pujiyono (2005) dengan penyesuaian
1. Calon cardholder mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu dengan memenuhi segala persyaratan dan peraturan yang telah dibuat oleh bank syariah (issuer). Pada tahap ini akan dijelaskan hak dan kewajiban masingmasing pihak antara calon cardholder dan issuer. 2. Apabila telah disetujui maka issuer akan menerbitkan kartu setelah melalui penelitian terhadap kredibilitas dan kapabilitas calon cardholder tersebut. Pada tahap ini terjadi kesepakatan akan akad-akad yang akan dilakukan antara kedua belah pihak. 3. Issuer dalam rangka memberikan pelayanan kepada cardholder melakukan kerjasama dengan merchant agar kartu tersebut nantinya dapat digunakan. Pada tahap ini terjadi kafalah, penjaminan cardholder terhadap merchant. 4. Dengan kartu yang telah dipegangnya, cardholder dapat melakukan transaksi pembelanjaan barang atau jasa di tempat-tempat yang telah mengikat perjanjian dengan issuer dengan menunjukkan KPS tersebut sebagai bukti transaksi. Pada tahapan ini terjadi ijarah penggunaan kartu oleh cardholder. 5. Issuer atas kesepakatan di awal membayarkan transaksi yang terjadi antara cardholder dan merchant setalah dilakukan pemotongan harga. Pada tahapan ini terjadi peminjamam/qardh dari issuer ke merchant. 6. Merchant memberikan barang/jasa yang sebelumnya telah dibayarkan oleh issuer terhadap cardholder. 7. Cardholder membayar kewajibannya kepada issuer atas pinjaman yang diberikan sekaligus fee atas kafalah dan ijarah yang dinikmatinya. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah untuk melihat bagaimana kesesuaian kartu pembiayaan syariah yang telah dikeluarkan dengan syariah Islam, PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dan Pedoman
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003). Jenis penelitaian ini adalah kualitatif dan eksploratori. Penelitian eksploratori (exploartory study) menurut Sekaran (2007) dilakukan jika peneliti tidak banyak mengenai situasi yang akan diteliti, atau minimnya informasi yang tersedia mengenai bagaimana masalah terselesaikan dimasa lalu. Studi ini mengkaji lebih dalam suatu objek untuk mendapatkan pemahaman atau jawaban terhadap permasalahan ada. Selanjutnya, kulaitatis berarti penelitian ini melibatkan analisis data atau informasi yang bersifat deskriptif dan belum dapat dikuantifikasi. Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Sekaran (2007) menyebutkan data primer yaitu data yang diperoleh dari tangan pertama untuk analisis berikutnya agar dapat ditemukan solusi dari data yang diteliti. Sumber data ini bisa berupa hasil observasi langsung, kuisioner ataupun wawancara. Dalam penelitian ini data primer yang di ambil adalah melalui wawancara. Sedangkan data sekunder mengacu pada data atau informasi yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan dari jurnal atau semua informasi yang didapat secara tidak langsung dan bergun bagi peneliti. Sumber data sekunder yang digunakan oleh peneliti disini adalah catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, publikasi Bank Indonesia, dan situs web dan internet. Hasil Penelitian Dalam fatwa DSN-MUI No.54/X/DSN-MUI/2006 tentang Syariah Card dijelaskan mengenai berbagai macam ketentuan KPS.. Dengan adanya ketentuan tersebut maka bank yang akan menerbitkan KPS dengan membuat draft atas semua hal yang berkaitan dengan produk kartu tersebut. Termasuk dalam proses perjanjian yang akan menjadi kesepakatan dari pihak yang akan menjadi pemegang kartu (card holder ) dan pihak bank sebagai penerbit kartu. Proses penyusunan draft ini akan dilakukan oleh divisi bisnis kartu dari bank tersebut. Setelah seluruh draft tersebut dibuat oleh divisi bisnis kartu maka draft akan diajukan ke divisi hukum untuk dilihat dari aspek legalitasnya. Dengan adanya persetujuan dari divisi hukum maka pihak divisi bisnis kartu mewakili bank langsung menuju ke bagian Badan Pengawas Syariah (DPS). Langkah selanjutnya adalah mempresentasikan produk rancngan produk KPS ke Bank Indonesia, kemudian baru bisa beroperasi. Setelah KPS telah resmi menjadi produk bank maka pihak bank bisa memasarkan produk ini ke pasar.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Masyarakat dapat mempunyai KPS jika
mendaftarkan dirinya sebagai
nasabah pemegang kartu dengan cara datang terlebih dahulu ke bank penerbit kartu (issuer) untuk mengajukan permohonan. Selain itu, calon cardholder juga harus memenuhi semua ketentuan-ketentuan yang ada seperti persyaratan, kuasa, dan persetujuan meliputi surat pernyataan tunduk pada syarat-syarat ketentuan dalam buku petujuk layanan kartu dan ketentuan lainnya yang berlaku di bank. Calon cardolder terakhir diminta untuk memberikan pernyataan mengenai kuasa dan atau persetujuan kepada pihak bank. Saat menggunakan kartu baik dalam berbelanja maupun saat melakukan tarik tunai di ATM lain bank akan bertindak sebagai penjamin pada kepada merchant atau bank lain (kafalah) untuk nasabah. Saat itu juga bank berperan sebagai pemberi pinjaman kepada nasabah atas kewajiban transaksi yang dilakukan. Sebagai balas jasanya maka bank menerima ujrah dari layanan yang ia berikan. Sumber pendapatan bank dari KPS lebih rinci antara lain; 1) Annual Membership Fee/ Annual fee. Uang iuran tahunan yang diberikan kepada bank sebagai setoran keanggotaan. Jumlahnya tetap dan berasal dari ujrah akad kafalah. 2) Monthly Fee. Uang iuran bulanan yang diberikan kepada bank sebagai setoran keanggotaan. Jumlahnya tetap telah ditentukan diawal berdasarkan jenis KPS. Monthly fee ini akan diberi potongan dalam bentuk cash rebate jika memenuhi ketentuan transaksi dan pembayaran. Cash rebate adalah bentuk apresiasi dari bank kepada pemegang kartu yang telah melakukan pembayaran yang sifatnya sebagai pengurang monthly membership fee. Cash rebate dapat dihitung dari pengurangan limit kartu dikurang outstanding tagihan setelah melakukan pembayaran transaksi ke bank, dikali dengan fee rate 2,95% pada bank XYZ. 3) Cash advance fee (rusum sahb al-nuqud). Uang yang harus dibayarkan oleh cardholder kepada issuer. Jumlahnya flat tidak tergantung pada jumlah penarikan tetapi per jumlah seringnya penarikan dilakukan. 4) Fee produk feature. Jika cardholder menggunakan fasilitas penunjang KPS seperti pembelian pulsa, pembayaran tagihan kebutuhan rumah tangga dan lainnya maka dikenakan fee. 5) Konsekuansi keterlambatan. Konsekuensi keterlambatan berupa late charge dan ta’widh. Late charge adalah denda yang dikenakan tepada pemegang
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
kartu karena terlambat memenuhi kewajiban pembayarannya. Denda ini nantinya dimasukkan kedalam dana sosial. Ta’widh adalah biaya kerugian yang dialami bank jika saat nasabah terlambat melakukan pembayaran. Biaya ini dapat berupa biaya penagihanan dan diakui sebagai pendapatan ta’widh. Untuk mencegah penggunaan kartu untuk transaksi yang diluar syariah, bank pada awal kesepakatan telah meminta komitmen dari pemegang kartu untuk hanya menggunakan kartu pada transaksi yang sesuai syariah. Lebih jauh, bank juga menerapkan sistem Merchant Criteria Code (MCC). Sistem ini mengkategorikan merchant yang dilarang dalan transaksi syariah. Jika nasabah menggunakan kartu ini pada kategori ini maka secara sistem kartu akan menolak untuk melakukan transaksi. Gambar: Alur Bussiness Process Kartu Pembiayaan Syariah pada bank XYZ Calon cardholder mengajukan permohonan
Issuer/ bank melakukan penawaran
2
Analisis 3 Nasabahh
1
Nasabah diapprove
4
Nasabah terlambat
7
Ya
Ta’widh dan Late charge
Nasabah Bertransaksi dan / atau menggunakan fasilitas lainnya 5
Nasabah membayar cicilan dan/ atau fee
6
Tidak 8
Kembali ke nomor 5
9
Sumber: hasil olahan penulis
Keterangan: 1. Bank setelah mendapatkan izin produk dari BI, maka akan melakukan penawaran produk ke para calon cardholder. 2. Paca calon cardholder yang tertarik untuk memiliki produk KPS dapat mendatangi kantor cabang issuer untuk melakukan pengajuan KPS. 3. Setelah calon cardholder mengajukan permohonan dan melengkapi berkas, maka akan dilakukan analisi calon cardholder berdasarkan berkas yang diberikan. 4. Cardholder resmi menjadi pemegang kartu dan terjadi serah terima kartu.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
5. Cardholder menggunakan kartu untuk transaksi atau menggunakan layanan yang terdapat dalam kartu tersebut. 6. Setelah cardholder mengguankan haknya maka ia juga akan dituntut untuk membayar kewajibannya kepada issuer baik berupa pembayaran cicilan tau fee. 7. Setelah nasabah/ cardholder membayar kewajibannya maka issuer akan memeriksa pembayaran tersebut. 8. Jika nasabah terlambat maka akan masuk pada mekanisma late charge dan ta’widh. 9. Jika tidak maka cardholder bisa kembali melakukan transaksi menggunakan kertu seperti biasa. Diskusi Analisis ini akan membandingkan antara fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dengan perlakuan operasional yang terjadi di lapangan. Fatwa yang digunakan dalam anlisis ini adalah Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. 1. Tidak menimbulkan riba (sesuai*): KPS dalam praktiknya tidak menerapkan sistem pemberian/ penarikan bunga (riba) bagi penggunanya. Pendapatan bank diperolah dari fee yang diterima dari nasabah ataupun merchant. Meskipun begitu, masih ada catatan yang perlu diperhatikan dalam penerapan KPS ini. Catatan ini berupa penerapan fee kafalah, ta’widh, late charge. 2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah (Sesuai*): Pada awal pengajuan permohonan penggunaan KPS, ada kesepakatan bagi calon pengguna untuk tidak menggunakannya untuk transaksi yang dilarang syariat. KPS juga dilengkapi dengan Merchant Criteria Code. 3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan. (sesuai): KPS membatasi pembelanjaan yang dilakukan oleh cardholder dengan pagu maksimal pembelanjaan. Pembatansan ini berdasarkan pada jenis kartu yang digunakan oleh cardholder. 4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya (sesuai): Salah satu persyaratan mendapatkan KPS tersebut adalah dokumen pendapatan yang dimiliki calon cardholder. Dari dokumen
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
tersebut issuer akan menilai apakah si pemohon memiliki kesanggupan finasial atau tidak untuk melunasi kewajinbannya. 5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah (sesuai): Fasilitas yang ditawarkan oleh KPS tidak ada yang bertentangan dengan syariah Islam. 6. Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) (sesuai): Issuer menerima membership fee baik secara berkala. Hal ini telah dikomunikasikan kepada calon cardholder saat mengajukan permohonan KPS. 7. Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn). (sesuai) : Issuer bekerjasama dengan merchant untuk mempermudah transaksi dan juga untuk bahan promosi produk merchant kapada cardholder. Jika transaksi terjadi maka issuer mendapatkan fee. 8. Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb alnuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. (sesuai) : Issuer mengambil fee dari penarikan uang tunai. Hal ini termasuk pada jasa pinjaman qardh yang diberikan issuer kepada cardholder. Biaya penarikan ini flat dan tidak ingin bergantung pada jumlah nominal uang yang diambil 9. Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah (sesuai*).: Issuer menerima fee dari cardholder sebagai jaminan atas segala transaksi yang dilakukan menggunakan KPS, termasuk penarikan uang pada ATM non issuer. Akantetapi fee kafalah ini masih dipertentangkan oleh beberapa pakar fiqih. 10. Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.(sesuai): Pada saat menerima permohonan penggunaan KPS maka issuer dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan akad-akad KPS. 11. Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biayabiaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.(sesuai*) : Issuer mengenakan ta’widh kepada cardholder yang terlambat membayar
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
kewajibannya.
Penetapan ta’widh ini di pertanyakan oleh banyak ulama
karena penerapannya yang sama dengan penalty. 12. Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial. (sesuai*): Denda keterlambatan dikenakan kepada cardholder sebagai bagian dari pengingatan agar membayar kewajiban tepat waktu. Walaupun denda ini dimasukkan kedalah rekening sosial akan tetapi penggunaan rekening sosial itu sendiri bisa saja berdampak positif pada perusahaan dalam bentuk nama baik. Pada akhirnya perusahaan bisa diartikan memperoleh keuntungan dari dana non halal. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.(sesuai): Penyelesaian masalah (selain pidana) pada tahap pertama dilakukan dengan bermusyawarah antara cardholder dan issuer. Selanjutnya naik ke Badan Arbitrase Syari’ah. Jika masih belum mendapatkan kesepakatan maka kedua belah pihak dapat menentukan tempat selanjutnya untuk menyelesaikan perkara. Pada transaksi/event yang terjadi pada KPS memang tidak semuanya termasuk dalam katagori akad qardh, ijarah dan kafalah. Penelitian ini hanya akan difokuskan untuk membedah pada lingkup tiga akad utama yang ada pada KPS. Untuk analisis kesesuaian dengan PSAK 59, PSAK 107 dan PAPSI 2003 juga akan difokuskan pada ketentuan pada ketiga akad utama KPS tersebut. Bank ABC adalah bank parner dari bank XYZ dalam mengelola produk KPS. 1. PSAK 59: Pinjaman qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat terjadinya (sesuai) : Pinjaman qardh memang diakui sesuai jumlah yang dipinjamkan kepada cardholder. Pencatannya juga dilakukan langsung oleh sistem saat terjadinya peminjaman. 2. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat pinjaman qardh diberikan Db. Pinjaman qardh Kr. Kas/ rekening nasabah/kliring (sesuai): Pencatatan penarikan uang tunai via ATM diakui dengan mendebit akun Pembiayaan KPS Lancar dan mengkredit akun Kas. Untuk penarikan di kantor cabang dilakukan pencatan oleh bank ABC dan XYZ sekaligus, dimana pada bank ABC didebit akun Giro Internal Divisi Bisnis Kartu dan mengkredit Kas. Pada bank XYZ terjadi
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
pencatatan
Pembiayaan KPS lancar (debit) dan Pinjaman Kartu Kredit
Lancar (kredit). 3. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penerimaan biaya administrasi Db. Kas Kr. Pendapatan operasional lainnya-pendapatan administrasi pinjaman qardh (belum sesuai): ssuer pada hal ini tidak memisahkan antara biaya administrasi dan fee dari pelaksanaan qardh (cash advance). Pada pencatatan biaya administrasi langsung dimasukkan pencatatan fee cash advance yang merupakan imbalan dari pemberian jasa pada akad ijarah atas fasilitas penggunaan ATM. 4. PAPSI 2003: Pada saat penerimaan imbalan Db. Kas Kr. Pendapatan operasional lainnya - pendapatan administrasi pinjaman qardh (-):Imbalan yang dimaksud disini adalah imbalan yang tidak disyaratkan sebelumnya karena imbalan yang disyaratkan saat melaksanakan akad qardh sama dengan riba. Dalam hal ini issuer berdasarkan hasil penelusuran
peneliti
tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun. 5. PAPSI 2003: Pada saat pelunasan/cicilan Db. Kas/rekening nasabah/kliring Kr. Pinjaman qardh (sesuai) : Pada saat cardholder melakukan pembayaran pinjaman maka bank ABC akan mencatat Rekening Cardholder pada Giro Internal Divisi Bisnis Kartu. Pada H+1 baru dilakukan pemindahan dari Rekening Giro Divisi Bisnis Kartu (debit) ke akun Pinjaman Kartu Kredit Lancar (kredit). Pada saat yang sama bank XYZ akan mencatat Pinjaman Kartu Kredit Lancar pada Pembiayaan KPS Lancar. Hal diatas peneliti anggap telah memenuhi ketentuan. 6. PAPSI 2003: Pada saat penghapusan pinjaman qardh. Db. Cadangan penyisihan kerugian pinjaman qardh Kr. Pinjaman qardh (sesuai) : Penghapusan qardh yang tidak tertagih dilakukan dengan mendebit akun Pembiayaan KPS Hapus Buku lalu mengkredit Pembiayaan KPS Golongan KPS-nya. 7. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat perolehan Db. Aktiva ijarah Kr. Kas/Rekening (-):Dikarenakan akad ijarah yang diterapkan pada KPS adalah ijarah dalm bentuk jasa maka tidak ada pencatatan biaya perolehannya. 8. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penyusutan Db. Biaya penyusutan Kr. Akumulasi penyusutan aktiva ijarah (-):Seiring dengan pencatatan perolehan,
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
karena ijarah pada praktik KPS berupa jasa maka tidak ada penyusutan yang terjadi. 9. PAPSI 2003: Pencatatan pada saat penerimaan sewa dari lessee Dr. Kas/Rekening penyewa Kr. Pendapatan sewa (sesuai) Pencatatan saat menerima balas jasa dilakukan dengan debit pada pembiayaan dan kredit pada pendapatan. 10. Kafalah dimasukkan pada pendapatan operasi lainnya dan dilaporkan pada laporan laba-rugi. (sesuai) : Pembahasan mengenai kafalah pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 tidak terlalu banyak, sehingga cukup sedikit yang dapat dilihat kesesuaiannya. Pada KPS akad kafalah digunakan untuk menjamin cardholder terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara cardholder dengan merchant, dan atau penarikan tunai selain bank atau ATM bank issuer. Fee kafalah dalam praktik KPS diberikan oleh merchant atau entitas keuangan lain sebagai upah perantara transaksi. Pencatatan fee ini dimasukkan pada pendapatan operasional lainnya seperti pendapatan dari merchant atau pendapatan dari entitas keuangan lainnya (contoh: Master Card). Jika ditinjau dari PSAK 59 dan PSAK 107 serta
Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia 2003 maka dapat disimpulkan bahwa praktik penerapan perlakuan akuntansi yang ada pada KPS telah cukup baik. Akan tetapi masih ada hal yang menjadi catatan dalam beberapa hal. Catatan tersebut diantaranya; •
Biaya administrasi qardh tidak dipisahkan pencatatannya dengan ujrah fee cash advance melainkan digabungkan dalam bentuk fee cash advance (via ATM atau mesin EDC issuer)
•
Peraturan terkait ijarah yang dipaparkan pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 lebih cenderung merupakan ijarah dalah hal sewa menyewa barang dalam bentuk fisik sedangkan dalam praktik KPS ijarah yang diterapkan merupakan dalam bentuk jasa. Namun untuk PSAK 107 dapat dikatakan telah sesuai.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Mekanisme pada kartu pembiayaan syariah (KPS) dimulai dengan pengajuan penggunaan KPS oleh calon cardholder/ nasabah. Calon pengguna kartu harus melengkapi berbagai dokumen dan persyaratan yang telah ditetapkan issuer/penerbit kartu. Selanjutnya isser akan menganalisis pengajuan tersebut dari berbagai sudut pandang seperti pendapatan bulanan, status tempat tinggal, tanggungan dan sebagainya. Disini juga akan di cek rekam jejak pemohon jika telah pernah bertransaksi dengan issuer sebelumnya. Setelah pengajuan disetujui, maka cardholder akan diberikan kartu untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Saat cardholder menggunakan kartu tersebut untuk bertransaksi, maka issuer akan bertindak sebagai penjamin/kafil bagi pemegang kartu kepada merchant. Jika nasabah melakukan tarik tunai pada ATM atau mesin EDC issuer maka akan berlaku akad qardh dimana issuer berarti meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah. Atas pemberian manfaat jasa (ijarah) fasilitas yang diberikan pada nasabah, seperti tarik tunai, produk feature (fasilitas pendamping pada KPS) maka issuer menerima fee dari cardholder. 2. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap Fatwa DSN-MUI No: 54/DSNMUI/X/2006 Tentang Syariah Card, penerapan kartu pembiayaan syariah telah memenuhi segala kaidah yang telah ditetapkan dalam fatwa tersebut. Akan tetapi
masih
ada
beberapa
hal
yang
perlu
menjadi
catatan
dalam
penerapannya menurut Tarmizi (2012): •
Ta’widh atau biaya ganti rugi atas keterlambatan cardholder tidak diperbolehkan karena hukuman untuk orang yang terlambat membayar kewajibannya (utang) tidak diperbolehkan dengan membayar dengan sejumlah uang. Jika membayar sejumlah uang karena keterlambatan sama saja melakukan penambahan pembayaran atas utang sebelumnya.
•
Denda keterlambatan atau late charge tidak diperbolehkan walaupun nantinya dimasukkan kedalam rekening sosial.
•
Fee atas kafalah tidak diperbolehkan karena bentuk penjaminan yang dilakukan oleh issuer haruslah bersifat sukarela dan tidak meminta imbalan.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Jika penjamin melaksanakan hal tersebut maka hakikatnya adalah riba yang didapatkan dari akad qardh. 3. Pencatatan, pengakuan, pengukuran akuntansi yang dilakukan atas kartu pembiayaan syariah mengacu pada PSAK 59 tahun 2002 dan PSAK 107 tahun 2008 yang diterbitkan oleh IAI dan PAPSI 2003 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pencatatan ini difokuskan pada tiga akad utama yaitu tentang qardh, ijarah dan kafalah. 4. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syariah dan PSAK 107 tentang akuntansi ijarah dan PAPSI 2003, praktik perlakuan atas transaksi pada KPS sudak baik, namun ada beberapa catatan yang perlu ditelaah yaitu: •
Biaya administrasi qardh tidak dipisahkan pencatatannya melainkan digabungkan dalam bentuk fee cash advance (via ATM atau mesin EDC issuer)
•
Dikarenakan peraturan terkait ijarah yang dipaparkan pada PSAK 59 dan PAPSI 2003 lebih cenderung merupakan ijarah dalah hal sewa menyewa barang dalam bentuk fisik sedangkan dalam praktik KPS ijarah yang diterapkan merupakan dalam bentuk jasa. Oleh karena itu pencatatan akuntansi ijarah pada KPS tidak memuat pencatatan dalam hal biaya perolehan dan penyusutan barang sewa. Namun untuk PSAK 107 dapat dikatakan telah sesuai.
Saran Bagi pembaca (masyarakat umum): Menggali informasi lebih dalam mengenai konsep praktik kartu pembiayaan syariah dan mempertimbangkannya sebagai pilihan dalam pemanfatan instrumen keuangan syariah di Indonesia. Bagi masyarakat ilmiah: 1. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian. Contohnya dengan dapat membandingkan kedua produk KPS yang ada di Indonesia kini. 2. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian terkait bagaimana kartu pembiayaan syariah dapat mendorong pola berbelanja masyarakat Indonesia yang baik dan halal.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
3. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian tentang kartu pembiayaan syariah yang kemudian bisa direkomendasikan kepada DSN atau ulama ataupun pada pihak regulator lainnya. 4. Melanjutkan dan mengembangkan penelitian kearah potensi pengembangan produk
layanan
lainnya
yang
memungkinkan
dilakukan
oleh
kartu
pembiayaan syariah. Bagi issuer: 1. Tidak
menerapkan
keterlambatan
late
pembayaran
charge
dan
kewajiban
ta’widh oleh
sebagai
cardholder
konsekuensi akan
tetapi
menggantinya bengan bentuk konsekuensi lain seperti kurungan penjara ataupun dicemarkan nama baiknya. 2. Tidak memungut fee kafalah. 3. Menyempurnakan sistem forbidden merchant sehingga menjadi kodifikasi hingga tingkat produk/ jasa tidak hanya sampai ke merchant. 4. Memisahkan pencatatan biaya administrasi qardh dengan fee ijarah yang diperoleh. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia: 1. Penyempurnaan bagi peraturan akuntansi yang berlaku, khususnya terkait perlakuan akuntansi syariah atas ijarah dalam bentuk jasa. 2. Membuat peraturan bahwa komponen denda keterlambatan dan ta’widh harus dihilangkan dari laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dan ganti rugi, karena sudah termasuk kategori riba. Bagi Dewan Syariah Nasional 1. Meningkatkan pengawasan terhadap penerapan praktik KPS pada entitas keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan, prinsip dan nilainilai syariat 2. Memperbarui aturan dengan ketetapan yang merujuk pada fatwa intenasional yaitu fatwa yang membolehkan pengenaan fee kafalah kepada cardholder. 3. Meninjau ulang fatwa ketetapan terkait diperbolehkannya late charge, ta’widh dan menggantinya dengan hukuman kurungan atau pencemaran nama baik.
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013
Kepustakaan Bank Indonesia. (2003). Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia PAPSI 2003. Jakarta: Bank Indonesia. DSN-MUI (2006). Fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card Ikatan Akuntan Indinesia (2008). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 107) Akuntansi Ijarah. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Ikatan Akuntan Indinesia (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 59) Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Karim, A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Nastiti, D (8 Juli 201). Pencatatan akuntansi KPS. (Ares. A, Pewawancara) Nurhayati, S., & Wasilah. (2011). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Nurminto, M. (13 Juni 2013). Operasional KPS. (Ares. A, Pewawancara) Oxford Dictionary (1995). Pujiyono (2005). Islamic Credit Card (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer) Quran & Hadis. Tarmizi, E. (2012). Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: PT Berkat Mulia Insani. Sekaran, U. (2010). Research Methods for Business. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd. Suka, G (2011). Analisis Persepsi Kartu Kredit Syariah oleh Nasabah Sulaiman, A (2007) Banking Sharia Card Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqih. Tarmizi, E. (9 Juni 2013). Pendapat terhadap KPS (Ares. A, Pewawancara) UU-RI (2008). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008
Analisis kesesuaian…, Ares Albirru Amsal, FE UI, 2013