ANALISIS KESESUAIAN DAN KETERLAKSANAAN BAHAN AJAR MODUL BIOLOGI KELAS VIII SEMESTER II DI SMP LABORATORIUM UM
Aidillah Nurvita Rachman 1), Moh. Amin 2), dan Susilowati 3) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5, Malang, 65145 Telp : (0341) 562180, Fax : (0341) 551 921 E-mail :
[email protected]
Abstrak: SMP Laboratorium UM merupakan sekolah yang menggunakan sistem semi modul. Belum ada penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap modul yang digunakan dan bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan modul tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan kesesuaian isi modul biologi dan keterlaksanaan pembelajaran modul. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari analisis dokumen dan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran yang terjadi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, catatan lapangan, dan analisis dokumen. Disimpulkan bahwa bahan ajar modul biologi yang digunakan dapat dikategorikan baik dengan rata-rata kesesuaian sebesar 66,7% dan rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran adalah 64,8%. Kata kunci: analisis, bahan ajar, modul biologi
SMP Laboratorium UM merupakan salah satu sekolah yang berdiri di Kota Malang. Sekolah ini berlindung di dalam naungan dari salah satu universitas negeri di Kota Malang yaitu Universitas Negeri Malang. Salah satu hal yang khas dari sekolah ini adalah digunakannya KTSP dengan pembelajaran yang dikembangkan oleh pakar pendidikan Universitas Negeri Malang yang berorientasi pada belajar tuntas dan maju berkelanjutan dengan menggunakan sistem semi modul. Pembelajarannya menggunakan sistem semi modul (pembelajaran Mastery Progressive) ini akan memberikan layanan percepatan secara alami (akselerasi alami) pada peserta didik. Sebagai salah satu bahan ajar, modul memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang harus dipenuhi untuk menjadi suatu bahan ajar yang baik. Amin, dkk (2006) menyebutkan modul sebagai suatu unit bahan yang dirancang secara khusus sehingga dipelajari oleh pelajar secara mandiri. Modul merupakan program pembelajaran, disusun secara sistematis, dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur, memuat tujuan pembelajaran, bahan, dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Depdiknas (2008) menyebutkan bahwa struktur penulisan modul sering dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) bagian pembuka, yang terdiri atas judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi, dan tes wal modul; 2) bagian inti modul, yang terdiri dari pendahuluan/tinjauan umum materi, hubungan dengan materi atau pelajaran lain, uraian materi, penugasan, dan rangkuman;
3) bagian penutup yang mencakup glosarry atau daftar istilah, tes akhir modul, dan indeks. Pembelajaran dengan menggunakan modul memiliki karakteristik tersendiri. Santyasa (2009) mengemukakan modul pembelajaran memiliki beberapa ciri, yaitu: 1) didahului oleh pernyataan sasaran belajar, pengetahuan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menggiring partisipasi siswa secara aktif, 2) memuat sistem penilaian berdasarkan sistem penugasan, 3) memuat semua unsur bahan pelajaran dan semua tugas pelajaran, 4) memberi peluang bagi perbedaan antar individu siswa, serta 5) mengarah pada suatu tujuan belajar tuntas. Ciri-ciri ini juga dapat dijadikan sebagai pembeda antara modul dan bahan ajar lainnya. Widodo & Jasmadi (2008) mengemukakan bahwa modul harus memenuhi efektifitas penggunanya dan memenuhi beberapa karakteristik diantaranya adalah self instructional, self contained, stand alone (berdiri sendiri), adaptif, dan user friendly. Modul yang digunakan di sekolah ini tentu telah mendapatkan pengawasan yang serius dalam hal pembuatan dan pelaksanaaannya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMP Laboratorium UM pada tanggal 24 Februari 2013 belum ada evaluasi secara terprogram dan berkesinambungan yang dilakukan terhadap modul yang digunakan. Evaluasi dan perbaikan yang dilakukan adalah kesadaran dari guru-guru yang bersangkutan dengan bantuan pengawasan dari Badan Pengembangan Laboratorium Pendidikan (BPLP) Universitas Negeri Malang. Modul yang digunakan di sekolah ini, diketahui juga belum pernah dianalisis bagaimana keefektifannya dalam membelajarkan siswa untuk memahami materi-materi biologi sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan dalam Permendiknas. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya diadakan penelitian untuk melihat dan menelaah isi modul dan keterlaksanaannya sebagai bahan ajar di SMP Laboratorium UM baik dari segi dokumen maupun proses pembelajaran yang berlangsung. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, maka akan diketahui kesesuaian kaidah modul sebagai bahan ajar di sekolah dan implementasinya dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian ini lebih lanjut dapat dilakukan perbaikan atau pengembangan modul tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan juga kegiatan pembelajaran dengan sistem modul yang dilakukan di SMP Laboratorium UM.
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang berusaha untuk mendeskripsikan gejala, keadaan, peristiwa, atau kejadian aktual tentang pembelajaran biologi dengan menggunakan sistem modul di SMP Laboratorium UM, tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap objek yang diteliti. Peneliti disini bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Penelitian dilakukan selama dua puluh kali pertemuan pada kelas VIII-D di SMP Laboratorium UM. Data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Bentuk Instrumen
Data Analisis Dokumen Keterlaksanaan penggunaan modul
Sumber Data Dokumen (modul pembelajaran biologi kelas VIII) Proses pembelajaran
Teknik Pengumpulan Data Penilaian
Observasi, Wawancara, Catatan lapangan
Bentuk Instrumen Lembar Penilaian
Lembar observasi Lembar wawancara Lembar catatan lapangan
Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menelaah semua data yang diperoleh dari hasil analisis dokumen, hasil observasi, wawancara, dan catatan lapangan yang telah diperoleh. Dokumen berupa modul pembelajaran dianalisis dengan menggunakan kriteria-kriteria yang terdapat dalam lembar penilaian yang dibuat sesuai dengan Diktat Penulisan Modul milik Depdiknas 2008. Indikator keterlaksanaan pembelajaran dibuat berdasarkan indikator yang terdapat dalam IPKG. Selanjutnya nilai kesesuaian isi modul pembelajaran dengan pedoman yang ada dihitung dengan menggunakan rumus: Nilai kesesuaian komponen modul= X 100% Hasil perhitungan dimasukkan dalam tabel persentase sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dasar yang digunakan untuk menilai kesesuaian isi modul pembelajaran biologi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
Kriteria Kualifikasi Penilaian pada Modul
Nilai rata-rata 80% - 100% 65% - 79% 55% - 64% < 55% (diadaptasi dari Ghozali, 2009)
Kriteria Valid Sangat valid/sangat baik Valid/ baik Kurang Valid/kurang baik Tidak Valid/tidak baik
Sedangkan kriteria keterlaksanaan pembelajaran yang terjadi selama dua puluh pertemuan ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3
Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran
Nilai >80 % 55% - 80% 40% - 55% < 40% (diadaptasi dari Pedoman Pendidikan UM, 2003)
Kriteria Berhasil Cukup berhasil Kurang berhasil Tidak berhasil
Pengecekan keabasahan temuan dilakukan dengan menggunakan metode triangulasi teori.
Kesesuaian dengan kriteria (%)
HASIL 1. Analisis Dokumen Modul Ada dua penggalan modul yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu Modul Fotosintesis (M.IPA.BIO VIII/II.7) dan Modul Gerak Tumbuhan (M.IPA.BIO VIII/II.8). Modul yang dianalisis ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pembuka, bagian inti, dan bagian penutup modul. Pada bagian pembuka komponen modul yang dipenuhi pada kedua modul adalah sebesar 66,7%. Hal ini menunjukkan bahwa bagian pembuka modul dapat dikategorikan kurang baik. Komponen bagian pembuka yang belum terdapat dalam kedua modul tersebut yaitu peta informasi. Tes awal modul adalah bagian pembuka modul yang digunakan sebagai prasarat untuk melangkah ke modul berikutnya berada di bagian lain, yaitu bagian evaluasi modul yang dipegang oleh guru. Pada bagian pendahuluan, diperoleh data bahwa masing-masing komponen dalam modul adalah 69,0% dengan kriteria baik untuk Modul Fotosistesis dan 64,3% dengan kriteria kurang baik untuk Modul Gerak Tumbuhan. Rata-rata pemenuhan untuk bagian inti modul ini adalah sebesar 66,7% dan dikategorikan baik. Komponen yang masih belum terdapat pada bagian pendahuluan adalah hubungan materi dengan pelajaran lain, penugasan dan rangkuman. Bagian selanjutnya dari modul yang akan dianalisis adalah bagian penutup. Pada bagian penutup modul rata-rata persentase masing-masing komponennya adalah 75% (baik). Komponen pada panduan yang masih belum terdapat pada kedua modul adalah indeks. Perbandingan masing-masing bagian dari kedua modul ini akan disajikan dalam Gambar 1. 76 74 72 70 68 66 64 62 60 58
75 75 Modul Fotosintesis
69 67 67 64
Modul Gerak Tumbuhan
Pendahuluan Gambar 1
Inti Penutup Bagian Perbandingan Kesesuaian Bagian Modul Fotosintesis dan Modul Gerak Tumbuhan dengan Panduan Penulisan Modul Depdiknas (2008)
Selain poin-poin tersebut di atas, ada juga beberapa hal lain yang terdapat dalam modul yang digunakan di SMP Laboratorium UM ini. Hal tersebut diantaranya adalah adanya peta kedudukan modul yang menunjukkan daftar penggalan modul biologi apa saja yang telah, sedang, dan akan ditempuh selama tiga tahun di sekolah ini. Selain itu pada bagian pendahuluan modul juga terdapat daftar cek kemampuan yang berisi 10 pertanyaan mengenai topik yang dipelajari di modul ini dan juga lembar rencana belajar siswa. Bagian rencana kegiatan juga ditujukan agar siswa mampu memprogram sendiri berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan modul tersebut.
Selain hal tersebut, pada kedua modul yang digunakan oleh SMP Laboratorium UM ini memang tidak dilengkapi dengan kunci jawaban, baik kunci jawaban untuk latihan soal, maupun kunci jawaban untuk semua lembar kerja yang terdapat dalam kedua modul.kunci jawaban tidak diberikan kepada siswa dengan pertimbangan modul digunakan sebagai bahan ajar di kelas secara bersama-sama. Selain kunci modul, bagian yang hanya dipegang oleh guru adalah bagian evaluasi modul. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Ibu Dra. Yayuk Prihatnawati, pada tanggal 20 Februari 2013, modul yang digunakan di SMP Laboratorium UM tidak dibedakan antara modul untuk siswa dan modul untuk guru. Modul yang digunakan terdiri dari tiga bagian, yaitu modul, kunci modul, dan evaluasi modul. Dua modul yang dianalisis ini, jika dibandingkan dengan komponenkomponen modul yang telah ditetapkan Depdiknas (2008), masih ada komponenkomponen yang belum dilengkapi yaitu nilai karakter siswa. Setelah dilakukan analisis terhadap komponen-komponen modul yang digunakan sebagai bahan ajar kelas VIII di SMP Laboratorium UM pada tahun ajaran 2012/2013 dapat diambil kesimpulan sementara bahwa semua komponen modul di SMP Laboratorium UM pada prinsipnya sama dengan komponen-komponen modul yang telah ditetapkan oleh Depdiknas (2008). Perbedaannya hanya terdapat pada penggunaan istilah dan letak masing-masing komponennya saja. 2. Proses Pembelajaran Modul Pengamatan terhadap proses pembelajaran dilakukan selama dua puluh pertemuan. Proses pembelajaran dilakukan secara klasikal dengan bimbingan guru dimana siswa menempuh penggalan modul yang sama dalam setiap pertemuan. Setiap selesai membelajarkan suatu penggalan modul, maka siswa baru memperoleh modul yang baru dengan judul yang sama untuk satu kelasnya. Guru juga mengkombinasikan beberapa metode pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan. Pada pembelajaran Modul Fotosintesis, guru menerapkan metode STAD dan eksperimen, sedangkan pada Modul Gerak Tumbuhan guru menggunakan metode ceramah dan praktikum, serta beberapa permainan. Hasil pengamatan secara langsung dari proses pembelajaran yang terjadi, peneliti melihat memang sering kali siswa dilibatkan untuk mengoreksi bersama hasil evaluasi dari modul sebelumnya. Guru juga terlihat memberikan pembahasan dan penguatan pada saat proses tersebut dilakukan. Namun, peneliti belum melihat guru untuk meminta siswa yang belum tuntas belajarnya untuk mengerjakan kembali soal evaluasi. Evaluasi akhir modul ini dapat digunakan guru untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan dalam modul yang mereka pelajari. Hal ini dilakukan secara bersama-sama dengan waktu yang telah ditentukan oleh guru pada akhir pembelajaran dari suatu modul. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, evaluasi Modul Fotosintesis dilakukan pada tanggal 27 Maret 2013 dan evaluasi untuk Modul Gerak Tumbuhan dilakukan pada tanggal 10 April 2013. Sekolah ini menggunakan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk menentukan ketuntasan belajar bagi siswa. KKM untuk pelajaran IPA di sekolah ini adalah 70. Siswa yang mendapatkan hasil evaluasi dibawah angka tersebut, dapat dikatakan tidak tuntas belajarnya.
Data yang diperoleh dari 26 siswa yang berada di kelas VIII-D untuk pembelajaran Modul Fotosintesis terdapat 5 orang siswa atau sekitar 19,2% yang belum tuntas, sedangkan untuk Modul Gerak Tumbuhan ada kenaikan presentase ketidaktuntasan siswa menjadi 23%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada proses pembelajaran Modul Gerak Tumbuhan banyak jam pelajaran yang berkurang akibat adanya kegiatan UAS dan UAN untuk siswa kelas IX. Adanya pengurangan waktu memungkinkan keadaan siswa kurang kondusif dalam menerima pelajaran yag disampaikan. Hasil penilaian pada lembar penilaian keterlaksanaan pembelajaran terdapat pada Tabel 4. Tabel 4
No. 1 2 3
4
5
6
Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
Indikator Mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran Melaksanakan kegiatan pembelajaran Mengelola interaksi kelas Bersikap terbuka dan luwes serta membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar Mendemostrasikan kemampuan khusus dalam matapelajaran IPA Melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar modul
Modul Fotosintesis %
Kriteria
Modul Gerak Tumbuhan %
Kriteria cukup berhasil cukup berhasil cukup berhasil
91
berhasil
78
86
berhasil
67
86
berhasil
77
60
cukup berhasil
51
kurang berhasil
86
berhasil
73
cukup berhasil
53
kurang berhasil
43
kurang berhasil
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa secara umum pembelajaran yang terjadi pada penggalan Modul Fotosintesis adalah berhasil, sedangkan pada penggalan Modul Gerak Tumbuhan secara umum pelaksanaan pembelajaran berada pada kategori cukup berhasil. Hal ini menunjukkan adanya penurunan tingkat keterlaksanaan pembelajaran pada Modul Gerak Tumbuhan bila dibandingkan dengan proses pembelajaran yang terjadi pada Modul Fotosintesis. Penurunan tersebut dimungkinkan terjadi karena pada pembelajaran modul ini sempat digantikan oleh guru lain sehingga diperlukan sedikit waktu bagi siswa untuk beradaptadi dengan guru tersebut. Berdasarkan data-data tentang pembelajaran modul yang diambil pada penerapan dua penggalan modul yaitu antara bulan Februari-April 2013 di Kelas VIII-D SMP Laboratorium UM masih belum memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran modul terutama dalam hal penerapan belajar tuntas dan menghargai adanya perbedaan kecepatan siswa dalam belajar/prinsip akselerasi alami. Sedangkan untuk proses pembelajarannya sendiri secara umum dapat dikatakan cukup baik.
PEMBAHASAN 1. Kelengkapan Isi Masing-masing Komponen Modul Berdasarkan data yang telah diperoleh sebelumnya, pada bagian pembuka modul, diketahui bahwa kriteria yang telah terpenuhi adalah sebesat 66,7%. Komponen yang belum terdapat pada modul yang digunakan adalah peta informasi. Peta informasi sendiri merupakan gambaran kaitan antara topik-topik yang dipelajari dalam suatu modul. Hal ini senada dengan Depdiknas (2008) yang menyatakan bahwa pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan antar topiktopik. Berdasarkan definisi ini, peta informasi yang ada dalam komponen modul milik Depdiknas (2008), identik dengan peta konsep pada komponen modul yang disepakati di SMP Laboratorium UM. Hasil analisis terhadap modul menunjukkan bahwa peta informasi belum terdapat di dalam modul. Prastowo (2011) menyebutkan bahwa peta konsep ini akan memberikan informasi penting tentang hubungan antar topik, sehingga pembaca (siswa) akan lebih mudah untuk melihat ruang lingkup materi secara komprehensif. Peta konsep merupakan salah satu bagian dari strategi organisasi. Suparno (2012) menyebutkan bahwa salah satu pernyataan dalam teori Ausubel mengenai teori belajar bermakna (meaningful learning) bahwa setiap orang memiliki skema-skema tentang macam-macam hal yang saling berkaitan yang mengkonstruksi pemikirannya. Tes awal modul mungkin dapat juga dikatakan sebagai pretest. Depdiknas (2008) menambahkan bahwa pretest ini juga digunakan untuk memeriksa apakah pembelajar telah menguasai materi prasyarat untuk mempelajari materi modul. Di modul yang digunakan di sekolah ini memang tidak terdapat tes awal modul. Guru melihat apakah siswa telah menguasai materi prasarat dengan mengadakan evaluasi akhir. Soal evaluasi berada pada bagian evaluasi modul yang dimiliki oleh guru. Bagian selanjutnya dari modul yang dianalisis adalah bagian inti modul. Hasil analisis data menyebutkan bahwa bagian inti dari modul ini berada dalam kriteria kurang baik atau kurang sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam panduan penulisan modul oleh Depdiknas (2008). Kebanyakan komponen yang belum dipenuhi dari bagian pendahuluan ini adalah manfaat mempelajari modul, harapan tentang materi yang akan dipelajari, dan kaitan dengan materi sebelumnya. Selain itu komponen yang belum dipenuhi adalah penugasan, dan rangkuman. Tes formatif pada modul terdapat di bagian akhir dari modul berupa latihan soal. Manfaat mempelajari modul merupakan bagian yang menjelaskan kepada siswa mengenai manfaat apa saja yang akan diperoleh setelah mempelajari modul. Prastowo (2011). Penulisan manfaat ini akan membantu siswa untuk lebih memperhatikan materi yang akan dipelajari, karena merasa ada manfaatnya dalam kehidupannya sehari-hari. Harapan dan kaitan dengan modul sebelumnya, selayaknya juga terdapat pada bagian pendahuluan modul. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa untuk mengembangkan konsep yang telah dipelajarinya dan mampu menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang telah dipelajari. Prastowo (2011), menyebutkan harapan dalam modul berisi sejumlah saran dan pengharapan bagi siswa agar lebih meningkatkan kompetensinya, tidak sekedar dari modul yang telah dipelajari.
Bagian terakhir yang dianalisis adalah bagian penutup. Hasil analisis menyebutkan bahwa bagian ini berada dalam kategori yang cukup baik berdasarkan panduan penulisan modul yang dibuat oleh Depdiknas. Bagian yang belum terdapat di bagian penutup adalah indeks. Depdiknas (2008) menyebutkan bahwa indeks ini memuat istilah-stilah penting dalam modul serta halaman dimana istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam modul supaya pembelajar mudah menemukan topik yang ingin dipelajari. Kata-kata dalam indeks merupakan kata-kata kunci yang kemungkinan akan dicari oleh pembelajar/siswa. Selain apa yang terdapat dalam panduan milik Depdiknas (2008), SMP Laboratorium UM juga memiliki panduan penulisan modul yang telah disepakati bersama.Berdasarkan panduan tersebut, ada bagian lain dari modul yang hanya dipegang oleh guru yaitu Evaluasi Modul (EM) dan bagian Kunci modul (KM) untuk setiap penggalan modul yang dibuat. Kedua bagian modul tersebut menjadi pegangang bagi guru dan tidak diberikan kepada siswa dengan pertimbangan agar siswa belajar dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang ada dengan membaca modul yang dimilikinya. 2. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Modul Hasil analisis data menyebutkan bahwa pembelajaran yang terjadi di SMP Laboratorium UM yang menggunakan sistem modul, masih belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran dengan sistem modul seperti apa yang telah disampaikan. Modul baru dibagikan kepada siswa setelah pembahasan soal evaluasi modul sebelumnya. Jika waktu masih memungkinkan, maka kegiatan pembelajaran dilakukan segera setelah modul itu dibagikan. Hal ini mengakibatkan, siswa kurang siap dalam menerima pelajaran karena mereka belum memiliki kesempatan untuk membaca materi yang ada dalam modul. Hal ini juga kurang sesuai dengan pendapat Santyasa (2009) yang menyatakan bahwa sebaiknya modul dibagikan kepada siswa paling lambat seminggu sebelum pembelajaran. Wijaya, dkk. (1992) dalam Prastowo (2011), menyatakan bahwa peserta didik paling tidak memiliki lima peranan untuk pembelajaran yang menggunakan modul, yaitu sebagai pemecah masalah, pembaca yang baik, pendengar yang baik, pemikir, dan penemu konsep atau dalil. Catatan lapangan yang terjadi pada tanggal 27 Februari 2013 mengindikasikan bahwa siswa tidak memenuhi peran peserta didik dalam pembelajaran modul seperti yang telah dijelaskan. Minat siswa kurang dalam membaca materi modul. Salah satu cara lain untuk menghargai adanya perbedaan kecepatan belajar yang dimiliki oleh siswa dalam satu kelas menurut Winkel (1996) adalah diciptakannya diferensiasi intern, yaitu terdapat modul-modul pokok yang harus dikuasai oleh semua siswa dan terdapat modul pengayaan/kegiatan pengayaan bagi siswa yang membutuhkannya. Hal ini dirasa cukup mampu untuk melayani kebutuhan belajar dari masing-masing siswa yang terdapat dalam satu kelas. Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 10 April 2013 mennyebutkan bahwa siswa tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh guru untuk membaca modul sebelum evaluasi diberikan menunjukkan bahwa minat siswa untuk membaca modul masih kurang. Rendahnya minat baca siswa terhadap modul ini disarankan dapat diatasi dengan
pemberian tugas rumah. Tugas rumah ini dapat diberikan sebelum pembelajaran modul berikutnya pada bagian penugasan modul. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengetahuan awal tentang materi yang akan dibahas secara lebih kontekstual. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa secara umum modul yang digunakan sebagai bahan ajar di SMP Laboratorium UM berada dalam kategori baik menurut panduan penulisan modul milik Depdiknas 2008. Hasil analisis menyebutkan bahwa dari dua penggalan modul yang dianalisis, terlihat bahwa bagian pembuka rata-rata memenuhi 66,7% kriteria yang ditetapkan dan dapat dikategorikan baik, bagian inti rata-rata memenuhi 66,7% sehingga dapat dikategorikan baik. Pada bagian dari penutup kriteria yang dipenuhi rata-ratanya adalah 75% dan dapat dikategorikan baik. Komponenkomponen modul yang ditetapkan oleh SMP Laboratorium UM tidak jauh berbeda dengan panduan penulisan modul yang telah ditetapkan oleh Depdiknas (2008). Perbedaan terletak pada pemakaian istilah dan peletakan masing-masing komponennya saja. Keterlaksanaan pembelajaran yang terjadi dengan menggunakan modul di sekolah ini memang belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran modul. Namun, secara umum keterlaksanaan pembelajaran yang telah terjadi rata-rata memenuhi 64,8% dan dapat dikategorikan cukup berhasil. Saran-saran yang dapat diberikan untuk modul yang digunakan dan pembelajarannya adalah: 1) modul yang digunakan masih perlu dilengkapi dengan komponen-komponen lain seperti yang telah disebutkan yaitu, peta informasi modul, tes awal modul, hubungan materi dengan pelajaran lain, penugasan, rangkuman, dan indeks, 2) modul pengayaan dan modul perbaikan selain modul pokok yang digunakan perlu dipikirkan untuk segera ditindaklanjuti, 3) guru dapat mengintegrasikan sintak-sintak metode pembelajaran angberisfat konstruktivis dan kooperatif yang digunakannya pada modul, 4) modul yang dibuat disarankan untuk disusun menjadi beberapa kegiatan belajar dalam satu penggalannya dengan aktivitas belajar yang berbeda-beda, 5) penambahan tugas rumah dalam bagian penugasan modul disarankan untuk dipikirkan dan segera ditindaklanjuti. DAFTAR RUJUKAN Amin, Muhammad., Widodo W., Pratiwi, Rinie., Chandra, Didi T., Sumartini, dan Sulastri, S. 2006. Panduan Pengembangan Bahan Ajar IPA. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. 2008. Penulisan Modul. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional. Ghozali, R. 2009. Pengembangan Buku Petunjuk Praktikum Kimia SMA Kelas X Semester I Berbasis Pendekatan Inkuiri Terbimbing. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Pedoman Pendidikan UM. Edisi 2009. Malang: BAAKPSI Universitas Negeri Malang. Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press. Santyasa, I Wayan. 2009. Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul. Makalah disajikan dalam Pelatihan Bagi Para Guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Universitas Pendidikan Ganesha, Bali, 12-14 Januari 2009, Suparno, Paul. 2012. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Widodo, Chomsin, S., dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gramedia. Winkel. W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.