ANALISIS KERAWANAN BANJIR BERBASIS SPASIAL MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) KABUPATEN MAROS Rosma Heryani2 , Dr. Paharuddin M.si1, Drs. Samsu Arif M.Si1 1
2
Dosen Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Mahasiswa Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar Abstrak
Pembuatan peta kerawanan banjir diperlukan sebagai langkah untuk meminimalkan dampak bencana. Penelitian ini bertujuan menentukan skor dan bobot parameter kelas kerentanan banjir dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta memetakan kelas kerawanan banjir Kabupaten Maros berdasarkan hasil analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Tumpangsusun peta menghasilkan peta kerentanan banjir dengan empat kelas kerawanan yaitu: tidak rawan, cukup rawan, rawan dan sangat rawan. Hasil penelitian diperoleh interval kelas kerawanan banjir yaitu : Tidak Rawan (10-130), Cukup Rawan (131-250), Rawan (251370), Sangat Rawan (371-490). Bobot dari parameter Kemiringan lereng, Curah hujan, Jenis tanah, Penggunaan lahan, dan Ketinggian secara berurutan nilainya adalah 38, 22, 16, 14, 10. Semakin rendah kemiringan lereng dan elevasi semakin tinggi skornya. Semakin tinggi curah hujan semakin tinggi skornya. Tubuh air dan jenis tanah aluvial memiliki skor yang tinggi. Wilayah yang Tidak Rawan pada Kecamatan Mallawa seluas 5.37 Km2 (2%). Cukup Rawan pada Kecamatan Mallawa 100.90 Km2 (44%) dan Camba 25.80 Km2 (22%). Rawan di Kecamatan Cenrana dengan luas 165.11 Km2 (80%), Camba luasnya 78.55 Km2 (66%), Tempobulu 155.43 Km2 (54%). Sangat Rawan pada Kecamatan Lau dengan luas 33.62 Km2 (99%) dan Marusu 44.60 Km2 (99%). Kata kunci : kerawanan, banjir, Analytical Hierarchy Process (AHP), SIG Pendahuluan Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis yang memungkinkan curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu menyebabkan timbulnya bencana, salah satunya banjir.
dapat ditimbulkan oleh banjir sehingga pembuatan
peta
diperlukan
sebagai
kerawanan
banjir
langkah
untuk
meminimalkan dampak bencana. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membuat penentuan daerah rawan banjir lebih mudah dianalisis berdasarkan parameter yang digunakan. Dalam penelitian ini
Belum tersedianya informasi tentang peta
metode AHP digunakan untuk menentukan
kerawanan bencana serta kerugian yang
bobot dan skor, sehingga diperoleh kelas
kerawanan sangat rawan, rawan, cukup rawan dan tidak rawan. Banjir Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas
Gambar 1. Struktur Hirarki AHP memanfaatkan persepsi pakar atau informan yang dianggap ahli sebagai input utamanya sehingga diperoleh bobot dari masing-masing kriteria yang digunakan dalam penelitian.
normal (BNPB, 2011). Sistem Informasi Geografis (SIG) Analytical Hierarchy Process (AHP) Menurut Karsidi (2004) Sistem Informasi Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam
sistem
pengambilan
keputusan. Setelah persoalan didefinisikan perlu dilakukan penguraian persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya (elemenelemen). Sehingga diperoleh beberapa tingkatan dari persoalan tersebut. Oleh karena itu, proses analisis ini dinamakan hierarki.
Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasis spasial yang mampu mengolah dan menyajikan informasi secara spasial pula. Pemanfaatan SIG ini akan sangat berguna dalam kaitannya dengan dinamika penggunaan lahan, terlebih lagi dengan ketersediaan model-model aplikatif yang mampu
menyajikan
keruangan.
aspek
dinamika
Lokasi Penelitian Kabupaten Maros terletak dibagian Barat Sulawesi Selatan antara 40°45’- 50°07’ Lintang Selatan dan 109°205’ – 129°12’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Maros
1.619,12
km2
yang
secara
administrasi pemerintahannya menjadi 14 Kecamatan dan 103 Desa / Kelurahan (Pemkab Maros, 2013).
-
Peta kemiringan lereng
-
Peta ketinggian (elevasi)
-
Peta penggunaan lahan
-
Peta jenis tanah
Analisis Kerawanan Banjir Untuk mengetahui kerawanan banjir dari suatu wilayah maka diperlukan penetuan nilai kerawanan banjir. Secara matematis persamaan tersebut adalah : K = a * X(Tp) + b * X(E) + c * X(Lu) + d * X(So)+ e * X(Ch)……. (1) Dimana: K
= kerawanan banjir
a, b, c, d, e parameter
=
X
= skor kelas
Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten
Tp
= kemiringan lereng
Maros
E
= elevasi/ ketinggian
Lu
=penutup/penggunaan lahan
So
= jenis tanah
Ch
= curah hujan
Alat dan Bahan -
Kuisioner
-
Expert Choice 11
-
Software SIG
-
Peta curah hujan
bobot
masing-masing
Wilayah dengan kerawanan banjir yang tinggi akan memiliki nilai yang tinggi.
Klasifikasi kerawanan banjir ditentukan berdasarkan nilai kerawanan yang telah diperoleh. Untuk mengetahui interval nilai kelas kerawanan digunakan persamaan : KI=
…………….(2)
Dimana: Gambar 3. Peta Kerawanan Banjir = kelas interval
Kerawanan Banjir
Kmin = nilai kerawanan terendah n
= jumlah kelas yang diinginkan
Dalam penelitian ini kelas kerawanan (n) dibuat menjadi empat kelas yaitu : sangat
Luas (sqKm)
Kmax = nilai kerawanan tertinggi
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Bantimurung Bontoa Camba Cenrana Lau Mallawa Mandai Maros Baru Marusu Moncongloe Simbang Tanralili Tempobulu Turikale
KI
Kecamatan
Tidak Rawan Rawan
Cukup Rawan Sangat Rawan
rawan, rawan, cukup rawan dan tidak
Gambar 4. Diagram luas kerawanan banjir
rawan.
1. Kemiringan
Hasil dan pembahasan
lereng semakin
lereng semakin cepat air mengalir dan semakin
Tabel 1. Interval nilai kelas kerawanan banjir Kelas kerawanan banjir Tidak rawan Cukup rawan Rawan Sangat rawan
10-130 131-250 251-370 371-490
pendek
waktu
pengakumulasian debit banjir. 2. Curah
Interval (K)
curam
hujan
yang
tinggi
lebih
memungkinkan terjadinya banjir karena banyak menghasilkan debit air. 3. Jenis
tanah
sangat
berpengaruh
terhadap proses infiltrasi. Tanah yang
memiliki tekstur halus memiliki tingkat
tinggi skornya. Tubuh air dan jenis tanah
infiltrasi
aluvial memiliki skor yang tinggi.
yang
rendah
sehingga
menimbulkan aliran permukaan (run
2.
off) meningkat.
kelas
4. Penggunaan
lahan
mempengaruhi
besarnya air limpasan hasil hujan yang
5. Ketinggian. Daerah dengan ketinggian rendah rawan terhadap banjir karena air dari
tempat
tinggi
Banjir
disetiap
Kecamatan yaitu : - Tidak Rawan pada Kecamatan Mallawa
luas kecamatan, sedangkan kecamatan lainnya 0%. - Cukup Rawan pada Kecamatan Mallawa luasnya 100.90 Km2 dengan persentase
terakumulasi di tempat rendah.
sebesar 44%, Camba dengan luas 25.80
Kesimpulan 1.
Kerawanan
seluas 5.37 Km2 atau sebesar 2% dari
telah melebihi laju infiltrasi.
bergerak
Luas wilayah dan persentase dari
Km2 persentasenya 22%. Cenrana 10.60
Dari hasil AHP diperoleh:
Km2 dan Tempobulu sebesar 15.32 Km2
- Interval kelas kerawanan banjir yaitu :
dengan
persentase
5%.
Kecamatan
Tidak Rawan (10-130) , Cukup Rawan
Bantimurung dengan luas 0.96 Km2 dan
(131-250), Rawan (251-370), Sangat
Bontoa luasnya 1.01 Km2 keduanya
Rawan (371-490).
dengan
- Bobot parameter Kemiringan lereng,
persentase
1%.
Kecamatan
lainnya 0%.
Curah hujan, Jenis tanah, Penggunaan
- Rawan di Kecamatan Cenrana dengan
lahan, dan Ketinggian secara berurutan
luas 165.11 Km2 dan persentase 80%,
nilainya adalah 38, 22, 16, 14, 10.
Camba luasnya 78.55 Km2 persentasenya
- Skor
parameter.
rendah
66%, Tempobulu 155.43 Km2 persentase
ketinggian,
54%, Mallawa 120.01 Km2 dengan
Semakin tinggi curah hujan, semakin
persentase 53%, Bantimurung dengan
kemiringan
lereng
Semakin dan
luas 53.96 Km2 persentase 38%, Bontoa
32.17 Km2 persentase 15%, Camba
15.17 Km2 persentase 20%, Tanralili
dengan luas 14.20 Km2 persentase 12%,
10.52 Km2 persentase 17%, Moncongloe
Mallawa
dengan luas 6.36 Km2 persentase 15%,
persentase 1%.
Simbang 13.90 Km2 persentase 13%, Mandai 4.26 Km
2
persentase 10%,
Turikale 1.51 Km2 persentase 6%, Maros Baru 1.05 Km2 persentase 3%, Marusu dengan luas 0.51 Km2 dan Lau 0.44 Km2 keduanya dengan persentase 1%. - Sangat Rawan pada Kecamatan Lau dengan luas 33.62 Km2 dan Marusu 44.60 Km2 dengan persentase 99% dari luas kecamatan, selanjutnya kecamatan Maros Baru dengan luas 30.46 Km2 persentase 97%. Turikale 25.00 Km2 persentase 94%, Mandai 37.97 Km2 persentase
90%, Simbang 90.16 Km2
persentase 87%, Km
2
Moncongloe 34.47
persentase 85%. Tanralili dengan
luas 52.42 Km2 persentase 83%, Bontoa 60.27
Km2
persentasenya
79%.
Bantimurung dengan luas 85.91 Km2 dengan persentase
61%, Tempobulu
114.87 Km2 persentase 41%, Cenrana
dengan
luas
1.34
Km2
DAFTAR PUSTAKA BNPB. 2011. Indeks rawan bencana Indonesia. Hadi, B.S. 2005. Sistem Informasi Geografis Dan Urgensinya Dalam Pembangunan Nasional. Hermono, dan Budinetro. 2012. Penentuan Peringkat Lokasi Bendungan Pengendali Banjir Di Semarang. Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air .Pusat Litbang Sumber Daya Air Hidayat, Y.M dan Dhemi. 2012. Kajian Optimalisasi Penggunaan Air Irigasi Di Daerah Irigasi Wanir Kabupaten Bandung. Imamuddin, M. dan Trihono K. 2006. Penerapan Algoritma Ahp Untuk Prioritas Penanganan Bencana Banjir. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Karsidi, A. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dinamis Dengan Sistem Informasi Geografis Berbasis Markov Cellular Automata. Dalam Buku: Menata Ruang Laut Terpadu, Cetakan Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Pembuatan Peta Rawan Longsor Dan Banjir Bandang Akibat Runtuhnya Bendungan Alam
Kodoatie, R. J dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab Dan Metode Pengendaliannya Dalam Persfektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Komara, A. 2006. http://www.bakosurtanal.go.id/artikel/sho w/kerawanan-peta-rawan-bencana-dankesiapan-menghadapi-bencana. Akses tanggal 19 Desember 2013. Pemkab Maros. 2013. Http://maroskab.go.id/topografi. Official Website Kabupaten Maros. Akses Tgl 4 September 2013. PERKABNPB, 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, Nomor 02. BNPB Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi & Geomatika). Penerbit Informatika, Bandung Rahman, A. 2011. Penuntun praktikum inderaja dan system informasi geografis perairan (GMKB604). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Ristya, W. 2012. Kerawanan Wilayah Terhadap Banjir Di Sebagian Cekungan Bandung. Skripsi Departemen Geografi F.MIPA UI. Depok. Seniarwan. 2013. Model Spasial Genangan Dan Risiko Bencana Banjir: Studi Kasus Wilayah Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai. Sinaga, J. 2009. Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Skripsi Fak. Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam.Universitas Sumatera Utara Suherlan, E. 2001. Zonasi Tingkat Rawan Banjir Kabupaten Badung Menggunakan Sistim Informasi Geografis. Skripsi Prodi Agrometeorologi IPB. Bogor.