ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BUDIDAYA KEPITING SOKA DI DESA PUSAKAJAYA UTARA KECAMATAN CILEBAR KABUPATEN KARAWANG
RAVITIA DEWI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ravitia Dewi NIM H3411025
ABSTRAK RAVITIA DEWI Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Soft Shell Crab adalah kepiting bakau yang dipanen pada saat molting untuk mendapatkan karapas baru yang dikenal sebagai kepiting soka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha tambak budidaya kepiting soka dengan menggunakan dua skenario perhitungan. Skenario I, petani menyewa tambak dengan biaya investasi sebesar Rp 122 965 00. Sedangkan skenario II, petani membeli tambak dengan biaya investasi sebesar Rp 197 965 000. Analisis kelayakan diukur melalui analisis non finansial dan finansial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis non finansial usaha ini layak dijalankan tetapi usaha ini masih terdapat kekurangan pada aspek teknis yaitu usaha ini masih belum memenuhi peraturan pemerintah (Nomor 1/Permen-KP/2015). Hasil analisis finansial pada skenario I menunjukkan NPV sebesar Rp 125 123 297, IRR 87.72 persen, Net B/C 3.17, dan PP 2.19 tahun. Skenario II menunjukkan NPV sebesar Rp 75 530 826, IRR 32.23 persen, Net B/C 1.61 dan PP 4.12 tahun. Berdasarkan hasil analisis finansial skenario I lebih menguntungkan daripada skenario II. Analisis switching value menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan penurunan jumlah produksi daripada kenaikan harga benih kepiting soka. Kata kunci: analisis kelayakan, analisis switching value, kepiting soka
ABSTRACT RAVITIA DEWI. Feasibility Analysis of Soft Shell Crab Aquaculture Ponds Business at Pusakajaya Utara District of Cilebar, Karawang. Supervised by ANNA FARIYANTI. Soft Shell Crab is a mud crab harvested during the molting phase of molt to get new carapace known as soft-shelled crabs. The purpose of this study is to analyze the feasibility aquaculture ponds business of soft shell crab by using two scenarios. On the first scenario, farmers rent the pond with an investment cost of Rp 122 965 000. Meanwhile on the second scenario, farmers buy the pond with an investment cost of Rp 197 965 000. The feasibility analysis was measured through non-financial and financial method. The reasearch showed that the nonfinancially the business was feasibility. Although, there were still some technical problem. The technical aspect which did not match the government regulations (No. 1 / Permen-KP / 2015). The reasearch of financially at scenario I showed NPV is Rp 125 123 297, IRR 87.72 percent, Net B/C 3.17 and PP 2.19 years. Scenario II showed NPV is Rp 75 530 826, IRR 32.23 percent, Net B/C 1.61 and PP 4.12 years. Base on result of analysis financial scenario I more give benefit than scenario II. The result of sensitivity analysis showed that this business more sensitive to reduction production than reduce price of soft shell crab juvenile. Keywords: Feasibility analysis, switching value analysis, soft shell crab
ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BUDIDAYA KEPITING SOKA DI DESA PUSAKAJAYA UTARA KECAMATAN CILEBAR KABUPATEN KARAWANG
RAVITIA DEWI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Harianto, MS dan Yanti Nuraeni M, SP M Agribus selaku dosen penguji sidang dan Astuti Rahmawati selaku pembahas dalam seminar hasil penelitian. Selain itu, saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Martani selaku pemilik dan Pak Herman selaku pengelola usaha budidaya kepiting soka yang bersedia menjadi objek dalam penelitian ini dan juga memberikan arahan dalam penulisan ini, Bapak Adit beserta staf dari Balai Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dan Bapak Gede sebagai salah satu staff di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang yang telah memberikan informasi mengenai usaha budidaya kepiting soka serta membantu selama pengumpulan data. Tak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini. Semoga penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Agustus 2015 Ravitia Dewi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
8
Ruang Lingkup Penelitian
8
TINJAUAN PUSTAKA
8
Budidaya Kepiting Soka
8
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka
9
Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Kepiting Soka
11
KERANGKA PEMIKIRAN
12
Kerangka Pemikiran Teoritis
12
Kerangka Pemikiran Operasional
20
METODE PENELITIAN
23
Lokasi dan Tempat Penelitian
23
Jenis dan Sumber Data
23
Metode Pengumpulan Data
23
Metode Pengolahan dan Analisis Data
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
32
Analisis Aspek-aspek Non Finansial
33
Analisis Aspek Finansial
54
SIMPULAN DAN SARAN
68
Simpulan
68
Saran
69
DAFTAR PUSTAKA
70
LAMPIRAN
74
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL 1
2 3 4 5 6 7 8
9
10
11 12 13 14 15 16 17 18 19
Sumbangan sektor perikanan terhadap produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 (Miliar Rupiah) tahun 2009-2013* dan laju pertumbuhan rata-rata sektor perikanan. Tren dan kontribusi volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas (dalam persen), 2012-2013* Jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka tahun 2013 Jenis dan sumber data primer pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Jenis dan sumber data sekunder pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Rangkuman penilaian aspek pasar usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Rangkuman penilaian aspek teknis usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Rangkuman penilaian aspek manajemen dan hukum usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Rangkuman penilaian aspek sosial, ekonomi, dan budaya usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Rangkuman penilaian aspek sosial,ekonomi, dan budaya usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Jumlah dan nilai produksi usaha budidaya kepiting soka Biaya reinvestasi usaha budidaya kepiting soka Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario 1 Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario II Biaya variabel usaha budidaya kepiting soka Hasil analisis laporan laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario I dan II dengan skala 0.5 ha Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario I skala produksi 0.5 ha Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario II skala produksi 0.5 ha Hasil analisis switching value pada usaha budidaya kepiting soka.
1 2 3 24 24 38 49
52
53
54 55 57 58 59 59 62 63 64 68
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Kurva teori investasi Kurva hubungan antara NPV dan IRR Kerangka pemikiran operasional usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang ke restoran (sebagai supplier)
13 19 22 36
5
Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang ke pasar bebas 6 Proses persiapan tambak budidaya kepiting soka 7 Benih kepiting soka (depan) 8 Benih kepiting soka (belakang) 9 Layout tambak usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang 10 Layout rumah jaga usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang 11 Struktur organisasi usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
36 42 44 44 47 48 51
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Asumsi perhitungan analisis finansial usaha budidaya kepiting soka Rincian biaya investasi pada usaha budidaya kepiting soka Proyeksi penyusutan dan nilai sisa per tahun dari investasi usaha budidaya kepiting soka Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario I Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario II Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario I pada skala 0.5 ha Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario II pada skala 0.5 ha Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan penurunan jumlah produksi 8.62 % Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan kenaikan harga benih 15.26 % Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario II dengan perubahan penurunan jumlah produksi 5.25 % Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan kenaikan harga benih 9.21 % Pola tebar usaha budidaya kepiting soka Saung jaga usaha budidaya kepiting soka Saung jaga (depan) usaha budidaya kepiting soka Keranjang besek usaha budidaya kepiting soka Keramba bambu usaha budidaya kepitin soka Keranjang Kepiting (crab box) budidaya kepiting soka Tambak usaha budidaya kepiting soka Kepiting soka dengan metode cutting Penyimpanan kepiting soka Teknik budidaya kepiting soka dengan metode cutting Kepiting soka dengan metode popey Cangkang benih kepiting soka Pakan ikan rucah kepiting soka
75 76 77 78 79 81 82 83 84 85 86 87 88 88 88 88 88 88 89 89 89 89 89 89
PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis perikanan merupakan bisnis yang cukup berpotensi untuk dikembangkan dalam pasar lokal dan pasar internasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) pertanian terbesar setelah tanaman bahan makanan. Sektor perikanan pada tahun 2013 berkontribusi sebanyak Rp 61 661.2 miliar atau 18.5 persen dari total PDB sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor perikanan mengalami pertumbuhan ratarata yang yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu 6.5 persen pada tahun 2009-2013. Dengan demikian sektor perikanan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia berupa peningkatan devisa. Tabel 1 menunjukkan laju pertumbuhan sektor perikanan dibandingkan dengan laju pertumbuhan di sektor lainnya1. Tabel 1 Sumbangan sektor perikanan terhadap produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 (Miliar Rupiah) tahun 2009-2013* dan laju pertumbuhan rata-rata sektor perikanan. Lapangan Usaha Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunanan Peternakan dan hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Total PDB Pertanian
Tahun 2011
2012
2013
Pertumbuh -an ratarata
2009
2010
149 057.8
151 500.7
154 153.9
158 910.1
161 925.5
2.1
45 558.4
47 150.6
49 260.4
52 325.4
54 629.3
4.6
36 648.9
38 214.4
40 040.3
41 918.6
43 902.3
4.6
16 843.6 47 775.1
17 249.6 50 661.8
17 395.5 54 187.7
17 423.0 57 702.6
17 442.5 61 661.2
0.8 6.5
295 883.8
304 777.1
315 036.8
328 279.7
339 661.2
3.5
Keterangan : (*) adalah angka sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)
Bisnis perikanan juga semakin berkembang dilihat dari peningkatan konsumsi ikan per kapita nasional selama lima tahun terakhir dari tahun 2009 2013 sebesar 4.87 persen (KKP 2013). Hal tersebut mengindikasikan permintaan hasil perikanan terus meningkat. Permintaan lainnya datang dari pasar ekspor. Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 6.02 persen, hal ini terlihat dari peningkatan volume ekspor hasil perikanan Indonesia dari 1 159 juta ton pada tahun 2011 menjadi 1 229 juta ton pada tahun 2012 (KKP 2012). Selain itu, nilai ekspor hasil perikanan meningkat sebesar 3.51 persen pada tahun 2013 dibandingkan bulan yang sama 1
BPS. 2012. PDB Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Berdasarkan Harga Konstant [Internet]. [Diakses pada tanggal 27 April 2015]. Tersedia pada: http:/bps.go.id.
2 pada tahun sebelumnya dengan volume ekspor bulan September 2013 sebesar 906 ribu (KKP 2013). Maka dari itu, bisnis perikanan masih berpeluang besar untuk dikembangkan dalam memenuhi tingginya konsumsi dalam negeri dan luar negeri. Kementerian Kelautan Perikanan atau KKP (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2013 terdapat 4 komoditi yang menyumbang volume ekspor hasil perikanan yaitu komoditi ikan lainnya sebesar 41.11 persen, TTC (Tuna,Tongkol,Cakalang) 15.41 persen, rumput laut 14.64 persen, dan udang 11.15 persen. Selanjutnya, 4 komoditi terbesar yang berkontribusi pada nilai ekspor hasil perikanan pada tahun 2013 yaitu udang sebesar 33.10 persen; ikan lainnya 18.83 persen; TTC 16.53 persen; dan kepiting 5.71 persen. Tabel 2 menunjukkan trend dan kontribusi volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas pada tahun 2012 sampai 2013. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepiting merupakan salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai komersial yang tinggi. Tabel 2
Tren dan kontribusi volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas (dalam persen), 2012-2013*
Komoditas
Tren Volume Nilai 2.32 20.44 17.82 11.80 -3.27 -17.35 37.49 32.14 72.64 272.36
Kontribusi volume 2013 2012 11.50 11.28 15.41 13.54 41.11 44.00 2.28 1.72 0.96 0.58
Udang TTC Ikan lainnya Kepiting Ubur-ubur lemak dan minyak -55.29 163.38 0.01 ikan rumput laut 6.23 11.83 14.64 Mutiara -17.93 -22.69 0.02 ikan hias 262.16 10.23 0.55 Lainnya -0.49 1.71 13.85 Total 3.51 6.37 100 Keterangan : (*) adalah angka sementara Sd. September 2013 Sumber: Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2013
Kontribusi nilai 2013 2012 33.10 29.23 16.53 15.73 18.83 24.23 5.71 4.60 0.59 0.17
0.03
0.05
0.02
14.27 0.03 0.16 14.40 100
4.95 0.59 0.58 19.07 100
4.70 0.82 0.56 19.94 100
Kepiting yang diekspor diklasifikasikan menjadi 3 produk. Pertama kepiting beku, hidup, segar atau dingin yang terdiri atas kepiting cangkang lunak, kepiting beku, kepiting segar atau dingin. Kedua kepiting yang diolah atau diawetkan yang terdiri atas kepiting dalam kemasan kedap udara dan lainnya. Ketiga kepiting lainnya yang terdiri atas kepiting rebus dan lainnya (KKP 2013). Kepiting cangkang lunak hanya menyumbangkan volume dan nilai ekspor hasil perikanan masing-masing 6 persen (1 664 898 kg) dan 3 persen (US$ 10 001 499) dari total ekspor kepiting (KKP 2012). Walaupun kepiting cangkang lunak tidak mendominasi hasil ekspor kepiting tetapi kepiting cangkang lunak cukup memiliki nilai jual yang tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Hamdani (2014) harga jual soft crab mencapai Rp 60 000 – Rp 70 000 per kg sedangkan kepiting yang berkulit keras harga jualnya hanya Rp 30 000 – Rp 40 000 per kg atau harga kepiting cangkang lunak dapat mencapai 1.75 – 2.00 kali lipat dari harga kepiting biasa. Sama halnya dengan observasi lapang, ditingkat pengumpul harga kepiting
3 cangkang keras ukuran konsumsi size 200 gram per ekor ke atas memiliki harga Rp 75000 per kg sedangkan harga kepiting cangkang lunak ditingkat petani harganya yaitu Rp 85 000 per kg dan harga ditingkat pengumpul mencapai Rp 95 000 per kg. Dengan kata lain kepiting cangkang lunak memiliki harga 1.2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan harga kepiting cangkang keras ditingkat pengumpul. Oleh karena itu, kepiting cangkang lunak memiliki potensi yang besar dalam menyumbangkan nilai ekspor kepiting Indonesia. Kepiting cangkang lunak atau yang biasa disebut kepiting soka (soft shell crab) banyak diekspor ke negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang ada di dunia. Salah satu negara tujuan ekspor kepiting soka Indonesia adalah benua Asia. Asia menerima ekspor kepiting soka sebanyak 81 persen dari total ekspor kepiting soka yang dihasilkan Indonesia. Pasar ekspor kepiting soka terbesar kedua yaitu Benua Amerika yang pada tahun 2013 ekspornya mencapai 186 528 kg atau 11 persen dari total ekspor. Meskipun demikian, nilai ekspor kepiting soka ke Amerika cukup tinggi yaitu 26 persen dari nilai yang disumbangkan terhadap ekspor kepiting soka. Australia hanya menerima ekspor kepiting soka Indonesia sebanyak 11 persen atau 54 080 kg, dan Eropa merupakan pasar ekspor kepiting soka yang paling sedikit yang hanya menerima ekspor kepiting soka Indonesia sebanyak 69 583 kg atau 4 persen dari total ekspor kepiting soka. Berikut ini adalah Tabel 3 yang menunjukkan jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka tahun 2013. Tabel 3 Jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka tahun 2013 Persentase Benua Tujuan Volume (Kg) Nilai (US $) Ekspor Volume (%) Nilai (%) Asia 1 334 707 6 063 244 81 61 Australia 54 080 423 039 3 4 Amerika 186 528 2 604 671 11 26 Eropa 69 583 910 545 4 9 Total 1 644 898 10 001 499 100 100 Sumber: Kementerian Perikanan dan Kelautan (2013)
Negara-negara Asia yang paling banyak menerima ekspor kepiting soka dari Indonesia adalah Negara Singapura yang permintaannya di tahun 2013 mencapai 455.57 ton, Hongkong 389.67 ton, dan Malaysia 215.59 ton. Sedangkan permintaan lokal datang dari hotel, restoran atau rumah makan yang menyediakan menu seafood. Permintaan tersebut jumlahnya tidak sedikit, banyak restoran yang selalu merasa kekurangan supply kepiting soka. Permintaan kepiting soka yang tinggi dapat mendorong usaha perikanan budidaya berpeluang untuk dikembangkan. Biro Pengembangan BPR dan UMKM atau BPBU BI (2011) menyatakan bahwa kegiatan usaha budidaya kepiting soka mulai tersebar di beberapa lokasi di Indonesia yang memiliki perairan pantai (payau) dan terutama memiliki kawasan hutan bakau. Seperti Banda Aceh, Makassar, Bali dan Nusa Tenggara, perairan Pantai Utara Jawa antara lain di Bekasi, Karawang, Sidoardjo, Pemalang, Demak, Jepara, dan Rembang. Daerah pantai utara khususnya Kabupaten Karawang yang berada di Provinsi Jawa Barat memiliki peluang usaha dalam budidaya kepiting
4 soka karena Karawang memiliki luas hutan mangrove terbesar kedua di Jawa Barat yaitu 9 983.93 ha dengan kondisi hutan dalam keadaan baik terluas di Jawa Barat sebesar 629.66 ha (KKP 2013). Hutan mangrove merupakan habitat alami kepiting, seperti yang dinyatakan oleh Suryani (2006) bahwa hutan mangrove dapat menjadi tempat pemijahan (spawning ground), sehingga cocok untuk berbagai kehidupan biota atau komoditas pantai. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Tulistiana (2006) bahwa hutan mangrove selain sebagai tempat untuk berlindung dari predator, salinitas ekstrem dan tempat memijah, lubang yang berada di bawah hutan mangrove ini sangat berperan dalam perlindungan kepiting dari suhu ekstrem. Dengan demikian hutan mangrove ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk melihat ketersediaan benih kepiting soka, karena semakin luas hutan mangrove semakin banyak jumlah kepiting yang hidup di sekitar hutan mangrove. Kegiatan usaha budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang masih baru dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Jawa. Karawang baru mengenal teknik budidaya kepiting soka pada tahun 2009 oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAPL) Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dibenarkan oleh staff BPBAPL Provinsi Jawa Barat yang bertanggung jawab atas komoditas kepiting soka di Jawa Barat. Karawang yang menjadi tempat pertama pengenalan teknik budidaya kepiting soka di Jawa Barat sampai sekarang tidak banyak diikuti oleh petani tambak lainnya. Bahkan petani tambak yang ditunjuk oleh balai banyak yang usahanya tidak berlanjut. Hal tersebut karena benih yang tersedia jumlahnya sedikit sehingga tidak dapat diproduksi secara massal, akibatnya produksi yang dihasilkannya sedikit sedangkan besarnya biaya tetap usaha ini harus tetap dibayarkan. Oleh sebab itu secara biaya usaha ini menjadi tidak efisien. Sampai saat ini, hanya terdapat satu petani tambak yang masih bertahan mengusahakan budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang. Lokasi usaha budidaya kepiting soka yang ada di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang cukup jauh dari sumber benih yang membuat usaha ini selalu kehabisan benih. Hal tersebut karena adanya persaingan antara kepiting yang dijadikan untuk benih maupun konsumsi. Kepiting yang dijadikan benih mulai banyak dibudidaya di daerah lain yang berbatasan dengan Kabupaten Karawang. Daerah tersebut yaitu Muara Gembong yang ada di Kabupaten Bekasi. Karena itu benih menjadi langka di Kabupaten Karawang. Kelangkaan benih yang terjadi tidak hanya disebabkan rebutan benih, tapi terjadi penurunan populasi kepiting yang dilihat dari ukuran tangkapan kepiting yang semakin kecil dan jumlah kepiting nasional yang semakin menurun dari 2881 ton pada tahun 2011 menjadi 2476 ton pada tahun 2012 (KKP 2012). Saat ini, kondisi tersebut diangkat menjadi isu nasional yang membuat Kementerian Perikanan mengeluarkan peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan pada ukuran tertentu. Peraturan mengenai penangkapan kepiting adalah kepiting yang memiliki panjang karapas ukuran kurang dari 15 cm, berat kurang dari 200 gram, dan kepiting bertelur. Peraturan ini secara langsung akan mempengaruhi usaha budidaya kepiting. Baik pengaruhnya terhadap keberlangsungan usaha maupun terhadap pendapatan petani tambak. Salah satu pengaruh dari peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 adalah menurunnya penjualan kepiting keluar negeri seperti yang terjadi di Makassar, penjualan kepiting ke luar negeri dihambat oleh peraturan tersebut tentang
5 larangan ekspor kepiting dan lobster2. Peraturan tersebut diperkuat dengan peraturan tambahan dalam Surat Edaran Nomor 18/2015 mengenai bobot komoditas kepiting soka yang boleh diperjualbelikan minimal 150 gram. Kondisi ini membuat petani budidaya kepiting soka yang biasa mengirimkan kepiting ukuran berat 50 - 80 gram terpaksa harus menerima kerugian dengan menahan hasil produknya di cool storage dan akibatnya banyak kepiting soka tidak dapat dipasarkan3. Salah satu biaya input terpenting adalah benih kepiting soka. Berdasarkan hasil observasi lapang benih kepiting soka memiliki nilai 92 persen dari total biaya variabel. Jika mengalami perubahan pada kenaikan harga benih maka akan besar pengaruhnya terhadap penerimaan petani tambak. Produksi kepiting soka pun menjadi tidak efisien untuk diproduksi, sebab biaya operasional tidak dapat diimbangi dengan hasil penjualan produksi. Kondisi ini membuat pengusaha mengalami kesulitan dalam menganalisis usahanya dan semakin dipertanyakan kelayakan usahanya. Apabila dilihat dari segi biaya yang dikeluarkan, maka biaya investasi adalah biaya yang cukup besar dalam usaha ini, sehingga perlu dianalisis kelayakan usahanya dan kapan tingkat pengembalian dari biaya yang sudah dikeluarkan petani tambak. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab sedikitnya petani tambak yang mengusahakan budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peraturan Kementerian Perikanan dan Kelautan Nomor 1/Permen-KP/2015 terhadap usaha ini khususnya di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Oleh karena itu alat analisis yang paling tepat dalam menganalisis kasus ini yaitu analisis kelayakan usaha yang dilihat dari aspek finansial dan non finansial yang dikaji secara kuantitatif dan kualitatif. Perumusan Masalah Pada tahun 2011 staff BPBAPL Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa usaha budidaya kepiting soka memiliki peluang yang sangat besar karena dapat memanfaatkan jumlah kepiting bakau ukuran 100 gram yang terbuang atau tidak laku di pasaran. Produksi kepiting soka sempat dihentikan karena masih sedikitnya permintaan dan sedikit pula orang yang masih mengenal produk ini. Berbeda halnya dengan kondisi saat ini, permintaan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah hotel dan restoran di Jawa Barat. Seperti yang dijelaskan oleh KKP (2012) bahwa di Jawa Barat pemasaran hasil perikanan menurut jenis pemasarannya ke rumah makan atau restoran mengalami kenaikan dari 35 288 ton pada tahun 2010 menjadi 35 318 ton pada tahun 2011. Selain itu, Jawa Barat memiliki sarana perdagangan akomodasi terbesar di Indonesia yaitu 189 restoran dan hotel sebanyak 373 (BPS 2014).
2
Fadli, Caherul. 2015. Ekspor Kepiting Sulses di Prediksi Turun [internet]. diakses pada tanggal 4 Juni 2015]. Tersedia pada: http://makassar.tribunnews.com/2015/04/21/ekspor-kepitingsulsel-diprediksi-turun. 3 Sarifudin, Amir. 2015. Ekspor Kepiting Soka Dilarang, Petani Rugi Pulahan Milyar [internet]. [diakses pada tanggal 5 juni 2015]. Tersedia pada: http://economy.okezone.com/read/2015/01/28/320/1098497/ekspor-kepiting-soka-dilarang-petanirugi-puluhan-miliar.
6 Petani tambak yang masih bertahan sampai saat ini sejak tahun 2009 diperkenalkannya teknik budidaya kepiting soka kepada masyarakat Kabupaten Karawang adalah usaha miliki Bapak Martani. Bapak Martani sampai saat ini belum pernah melakukan analisis usaha secara finansial sejak usaha budidaya kepiting soka didirikan, diduga pada awal usaha nilai investasi yang dikeluarkan jumlahnya tidak sedikit. Maka dari itu, usaha ini perlu adanya keputusan jangka pendek dan jangka panjang yang dapat memperhitungkan keuntungan secara finansial. Selain itu, pengaruh dari peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 juga perlu dipertimbangkan dalam perhitungan finansial. Hal tersebut penting dilakukan untuk melihat perubahan yang masih dapat ditoleransi oleh petani tambak dalam melakukan usaha budidaya kepiting soka. Perubahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini yaitu penurunan jumlah produksi penjualan dan kenaikan harga benih kepiting soka. Dua variabel tersebut penting diperhatikan karena variabel tersebut merupakan variabel yang dapat mempengaruhi usaha yang disebabkan oleh peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 sepanjang penelitian berlangsung. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa memulai bisnis tidak cukup hanya dengan mengandalkan feeling dan insting saja, tapi perlu didukung dengan data dan analisis yang komprehensif untuk mengambil keputusan yang berkonsekuensi jangka panjang dan berdampak secara finansial. Pemeliharaan yang cukup lama dan waktu berganti kulit (molting) yang tidak bersamaan serta tingginya kematian kepiting menjadi masalah utama dalam memproduksi kepiting soka (Fujaya et al. 2011). Periode produksi yang lama memerlukan waktu dan biaya tambahan yang lebih besar. Terutama jika hasil penjualan yang diterima tidak sebanding dengan penambahan biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan ukuran yang disyaratkan dalam peraturan tersebut4. Kondisi tersebut membuat petani tambak mengharuskan pengawasan yang ketat selama periode pemeliharaan. Usaha ini menjadi tidak efisien dari segi tenaga kerja dan waktu. Semakin banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan maka semakin banyak pula biaya yang harus dibayarkan. Petani tambak harus mengeluarkan biaya sewa tambak sebesar Rp 5 000 000 per tahun. Biaya tersebut masuk ke dalam biaya investasi pada awal usahanya dan memiliki risiko kerugian karena bila usaha budidaya kepiting soka ini mengalami gagal panen maka pengusaha tambak harus menanggung kerugian sebesar biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tambak tersebut. Biaya awal usaha yang nilainya cukup besar adalah keramba bambu dengan biaya sebesar Rp 50 000 000 atau 38 persen dari total investasi. Keramba bambu ini sangat penting karena keramba bambu digunakan untuk memelihara kepiting soka yang ditebar satu persatu ke dalam keramba. Kebutuhan biaya awal atau investasi dalam usaha ini menjadi penting untuk diperhatikan dalam penelitian ini. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hamdani (2014) di BPBAPL biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun pertama yaitu Rp 91 610 000 nilai tersebut cukup besar bagi pengusaha budidaya perikanan, karena semua biaya yang dikeluarkan akan menjadi risiko usaha dalam memperoleh keuntungan. Hal tersebut sudah seharusnya menjadi pertimbangan dalam mengalokasi investasi. Oleh sebab itu, analisis biaya investasi pada usaha yang dilakukan Pak Martani perlu dianalisis lebih lanjut untuk keputusan bisnis pada masa yang akan datang. 4
Embas R. 2015. Ekspor Kepiting Rugi [internet]. [diakses pada tanggal 12 mei 2015]. Tersedia pada: http://sinarharapan.co/news/read/150423163/eksportir-kepiting-rugi-nbsp-4
7 Usaha ini juga memberikan dampak yang ditimbulkan tidak hanya untuk pelaku bisnis akan tetapi berpengaruh besar terhadap masyarakat sekitar dan pihak lain yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung. Seperti yang diutarakan Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa bisnis di samping untuk mencapai keuntungan, usaha juga diharapkan memberikan manfaat bagi karyawan dan masyarakat sekitar proyek maupun pemerintah. Dampak lainnya dijelaskan oleh BPBU BI (2011) bahwa pembudidayaan kepiting soka selain dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat pembudidaya juga dapat menjadi upaya rehabilitasi dan perlindungan lingkungan pantai dari bahaya abrasi. Hal ini dimungkinkan karena pembudidayaan kepiting soka pada umumnya dilakukan di sekitar hutan bakau (mangrove) yang merupakan sumber utama bahan baku kepiting soka. Untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut adalah dengan menggunakan analisis kelayakan non finansial yang terdiri dari beberapa aspek seperti aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial budaya dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Dampak tersebut diukur untuk melihat perkembangan usaha yang sudah dijalankan selama kurang lebih empat tahun. Sejauh ini usaha milik Pak Martani belum pernah dilakukan analisis kelayakan baik pada awal menjalankan bisnis maupun saat bisnis sedang berjalan. Sehingga perlu adanya evaluasi bisnis. Adapun hal yang dibandingkan dalam evaluasi bisnis adalah seluruh ongkos yang akan ditimbulkan oleh bisnis yang sedang dioperasionalkan serta manfaat atau benefit yang diperkirakan akan diperoleh pengusaha tambak. Penelitian ini difokuskan pada usaha milik perseorangan atau swasta yang berada di lahan sewa Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) untuk mengetahui usaha yang dijalankan selama ini sudah cukup layak untuk dikembangkan daripada usaha lainnya. Dengan begitu diperlukan suatu evaluasi usaha menggunakan kelayakan dari aspek finansial dan non finansial. Berdasarkan perumusan masalah, maka permasalahan yang diteliti mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1 Apakah usaha budidaya kepiting soka layak dijalankan dilihat dari analisis non finansial yang terdiri atas aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan? 2 Apakah usaha budidaya kepiting soka layak diusahakan dilihat dari analisis finansial berdasarkan kriteria investasi yang dikeluarkan? 3 Bagaimana pengaruh perubahan penurunan jumlah penjualan dan kenaikan harga benih yang masih dapat ditoleransi akibat peraturan Nomor 1/PermenKP/2015 pada usaha budidaya kepiting soka? Tujuan Penelitian 1
2 3
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis kelayakan non finansial usaha budidaya kepiting soka berdasarkan aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lingkungan. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka berdasarkan kriteria investasi yang dikeluarkan. Menganalisis tingkat sensitivitas usaha apabila terjadi perubahan penurunan jumlah penjualan dan kenaikan harga benih yang masih dapat ditoleransi
8 akibat peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 pada usaha budidaya kepiting soka. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1 Tersedianya informasi bagi pengusaha budidaya kepiting soka sebagai masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya kepiting soka. 2 Tersedianya informasi bagi mahasiswa yang diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk melakukan penelitian terkait. 3 Tersedianya informasi bagi penulis yang diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang telah diperoleh pada saat perkuliahan serta dapat mengaplikasikan teori-teori dan ilmu yang telah diperoleh sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan kepada usaha tambak perseorangan yang mengusahakan budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah usaha masih dapat dikatakan layak setelah empat tahun berjalan dan perubahan yang masih dapat ditoleransi akibat peraturan pemerintah nomor 1/PermenKP/2015. Fokus penelitian pada aspek kelayakan non finansial adalah menganalisis dan mengevaluasi dampak dari usaha terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan dengan melihat aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. Fokus penelitian pada aspek finansial adalah menganalisis dan mengevaluasi nilai investasi pada awal usaha dengan melihat nilai sekarang untuk perhitungan di waktu yang akan datang selama umur bisnis dengan menilai tingkat pengembalian investasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2015.
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Kepiting Soka Kepiting cangkang lunak dikenal dengan "soft shelling crab" di Indonesia kemudian disingkat menjadi "kepiting soka", selain itu nama kepiting soka ini banyak disebut oleh orang Jawa dengan sebutan kepiting soka khususnya orang Jawa yang ada di Desa Mojo Pemalang (BPBU BI, 2011), mereka lebih suka menyebutnya soka daripada menyebut soft shell crab yang terlalu panjang. Istilah tersebut mulai menyebar ke seluruh Indonesia dan kemudian kepiting cangkang lunak ini terkenal dengan sebutan kepiting soka.
9 Kepiting soka adalah kepiting bakau yang memiliki cangkang lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Kepiting soka adalah kepiting pada kondisi ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit yang lunak. Kepiting soka ini adalah kepiting yang biasa dimakan oleh masyarakat namun keunikannya terdapat dari proses budidayanya yaitu dipanen pada saat kepiting sedang berganti kulit atau molting. Pada saat itu kondisi cangkang dan kulit kepiting masih sangat lembut atau masih lunak. Seperti yang diutarakan oleh Fujaya et al. (2013) bahwa Kepiting lunak (soft shell crab) adalah salah satu makanan laut (seafood) di dunia yang terkenal karena kelezatannya dan kepiting ini bukanlah spesies baru, melainkan kepiting bakau (Scylla spp.) yang dipanen sesaat setelah mereka melepaskan cangkang yang keras (molting) dan cangkang baru masih dalam keadaan lunak. Adapun proses molting adalah fenomena umum pada semua crustacean dan esensial untuk pertumbuhan, metamorfosis dan reproduksi. Proses molting bagi kepiting merupakan proses regenerasi dengan merangsang fisiologi hormonal untuk menumbuhkan kembali anggota badan yang patah dan rusak5. Keunikan dari kepiting cangkang lunak adalah cita rasa yang berbeda hadir saat menikmati lezatnya kepiting yang cangkangnya langsung bisa dimakan karena tidak perlu menggunakan tang untuk memotong cangkangnya. Biasanya kepiting cangkang lunak ini diolah dengan digoreng tepung. Kepiting goreng tepung yang renyah dan lembut itu dengan mudah dapat dinikmati tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Saat mengkonsumsi kepiting cangkang lunak yang digoreng tepung dengan cara digigit teksturnya empuk seperti jamur krispi6. KKP (2012) pada jurnal kelautan mengatakan bahwa kepiting lunak dapat diidentifikasi dengan jalan memijit atau menekan secara perlahan bagian tubuh kepiting. kepiting lunak yang dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting yang baru saja molting atau paling tidak baru berumur empat jam sejak molting pada kondisi demikian, bagian cangkang kepiting pun lunak apalagi bagian tubuh yang lainnya. Adapun menurut Nurdin dan Armando (2010) kepiting soka adalah nama lain dari kepiting cangkang lunak yang dimiliki kepiting ini bukan karena jenis kepitingnya. Namun, lunaknya cangkang kepiting disebabkan kepiting baru melewati tahap ganti kulit (molting). Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka Penelitian terdahulu terkait analisis kelayakan usaha yaitu dilakukan oleh BPBU BI (Biro Pengembangan BPR dan UMKM, Bank Indonesia 2011) tentang pola pembiayaan budidaya kepiting soka. Di dalam buku tersebut sudah cukup lengkap dalam menganalisis kelayakan non finansial dan finansial termasuk pola pembiayaannya. Penelitian tersebut dilakukan di Kota Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Hasil Kelayakan non finansial menunjukkan bahwa usaha budidaya 5
Kompas. 2008. Yushinta, Sang Penakluk Kepiting [Internet]. [Diakses pada tanggal 10 Mei 2015]. Tersedia pada: http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/0624130/yushinta.sang.penakluk.kepiting 6 Lestari, Sri. 2015. Makan Kepiting Langsung dengan Cangkangnya [internet]. [diakses pada tanggal 5 juni 2015]. Tersedia pada: http://travel.kompas.com/read/2015/05/31/181700527/Makan.Kepiting.Langsung.dengan.Cangkan gnya.
10 kepiting soka layak diusahakan dan merupakan suatu kegiatan usaha yang memiliki prospek yang baik dan layak untuk dikembangkan ditinjau dari aspek pasar dan aspek teknis. Hasil kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka dengan skala usaha 1 ha berdasarkan kriteria investasinya yaitu NPV bernilai 661,194,821 yang berarti layak untuk dijalankan. IRR lebih besar dari 1 yaitu 46 persen, Net B/C Ratio yaitu 2 yang berarti layak untuk diusahakan karena bernilai lebih dari satu. Nilai Payback Period-nya yaitu 2,01 tahun artinya pembesaran kepiting soka akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah berjalan selama dua tahun satu bulan. Hal itu berarti tingkat pengembaliannya kurang dari umur ekonomisnya selama 5 tahun. Sehingga berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BPBU BI (2011) secara aspek finansial, usaha budidaya kepiting soka yang dilakukan oleh petani di Kota Pemalang layak untuk di jalankan. Penelitian lain dilakukan oleh Hamdani (2014) tentang kelayakan usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang ditinjau dari aspek non finansial usaha budidaya kepiting soka layak untuk diusahakan dengan skala tambak 1 ha. Hal itu dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi budaya dan aspek lingkungan layak untuk diusahakan. Adapun hasil analisis finansial usaha yang dilakukan dengan menggunakan investasi sebesar Rp 91 610 000 menghasilkan NPV sebesar Rp 55 969 166.43 atau lebih besar dari pada satu yang berarti bahwa usaha ini layak untuk dijalankan secara finansial. Nilai Net (B/C) yang diperoleh dari analisis yang dilakukan yaitu 3.67 atau lebih dari 1, berarti usaha ini memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi karena setiap kerugian Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3.67. Kriteria investasi lain yang memenuhi syarat kelayakan yaitu nilai IRR sebesar 123.9 persen yang berarti investasi pada usaha ini dapat memberikan keuntungan internal sebesar 123.9 persen per tahun dan lebih besar dari discount factor yang digunakan yaitu 16 persen. Serta nilai Payback Period yaitu 1.1 persen yang berarti pembesaran kepiting soka akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah berjalan selama satu tahun satu bulan enam hari yang berarti layak karena kurang dari umur ekonomisnya yaitu 3 tahun. Jangka waktu tersebut kurang dari umur usaha. Sehingga secara keseluruhan dari aspek finansial usaha pembesaran kepiting soka di BPBAPL Karawang layak untuk diusahakan. Penelitian usaha budidaya kepiting soka ini mirip dengan penelitian usaha komoditas sejenis seperti usaha udang dan lobster. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2006) tentang kelayakan finansial usaha budidaya udang windu menunjukkan hasil usaha layak untuk dijalankan. Usaha budidaya udang windu membutuhkan investasi sebesar Rp 1 056 840 000 dengan menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 1 281 908 760.51, Net B/C sebesar 3.02 dan IRR sebesar 57.90 persen selama umur proyek 8 tahun. Hasil kriteria investasi usaha budidaya kepiting soka dengan komoditas sejenisnya layak untuk diusahakan secara finansial. Perbedaan usaha budidaya kepiting soka dengan udang (komoditas sejenis) menunjukkan bahwa nilai investasi yang lebih kecil pada usaha budidaya kepiting soka sebesar Rp 91 610 000 dan usaha udang windu yang membutuhkan Rp 1 056 840 000 dapat menghasilkan nilai Net B/C, dan IRR yang lebih besar yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2014) memperoleh nilai Net B/C 3.67 dan IRR 123.9
11 persen dibandingkan usaha budidaya udang windu yang dilakukan Ginting (2006) menghasilkan Net B/C sebesar 3.02 dan IRR sebesar 57.90 persen. Oleh sebab itu usaha budidaya kepiting soka dapat menjadi salah satu pilihan alternatif penanaman investasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tempat lokasi, waktu, karakteristik, dan budaya yang berbeda pada objek penelitiannya, adapun objek penelitian ini yaitu pengusaha swasta di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Objek penelitian ditujukan kepada pelaku usaha komersial untuk mencari keuntungan. Sedangkan lokasinya yaitu di Kabupaten Karawang yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2014) namun di desa dan kecamatan yang berbeda. Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Kepiting Soka Usaha budidaya kepiting soka tidak lepas dengan kondisi yang berubahubah yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha. Salah satu penelitian sensitivitas yang pernah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh BPBU BI (2011). Menurut BPBU BI (2011) hasil analisis sensitivitas yang menggunakan metode switching value menggunakan tiga parameter. Parameter pertama menggambarkan ketika terjadi perubahan pada komponen outflow berupa kenaikan biaya variabel. Parameter kedua adalah ketika terjadi perubahan pada komponen inflow berupa penurunan harga output (harga jual kepiting soka) dan parameter ketiga juga ketika terjadi perubahan pada komponen inflow berupa penurunan jumlah produksi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan usaha budidaya kepiting soka maksimum mengalami kenaikan biaya variabel sampai 52.8 persen. Selanjutnya mengalami penurunan maksimum harga output dengan harga jual kepiting soka mencapai 23.82 persen dari besarnya harga jual kepiting soka dalam kondisi normal. Penurunan maksimum jumlah produksi kepiting soka yaitu 23,23 persen. Apabila melebihi batas maksimum analisis sensitivitasnya maka usaha budidaya kepiting soka menjadi tidak layak untuk dijalankan. Selanjutnya penelitian yang sudah dilakukan oleh pengkajian balai budidaya air payau Takalar terhadap pengusaha soka di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dengan R/C rasio 1,94 untuk skala <1000 ekor dan 2,24 untuk skala >1000 ekor. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdani (2014) yang menggunakan analisis sensitivitas bahwa usaha mengalami kondisi penurunan produksi sebesar 12 persen, kenaikan harga benih 25 persen,dan terjadi kenaikan harga benih 20 persen diikuti harga pakan 25 persen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka sangat sensitif terhadap perubahan produksi namun tidak terlalu berpengaruh pada kenaikan benih dan pakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan oleh Ginting (2006) melihat kepekaan usaha pada dua komponen yaitu harga pakan udang dan harga jual udang merupakan komponen biaya utama dan biaya terbesar. Analisis menunjukkan usaha budidaya udang windu masih dapat dikatakan layak jika mengalami perubahan maksimum kenaikan harga pakan sebesar 18.75 persen dan penurunan maksimum harga jual udang windu sebesar 14.55 persen selama umur proyek.
12
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Studi Kelayakan Usaha Usaha budidaya kepiting soka merupakan suatu proyek pertanian. Gittinger (1986) menyatakan bahwa proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Proyek secara umum merupakan kegiatan yang mengeluarkan biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil. Proyek juga sangat membedakan kegiatan produksi dan kegiatan investasi, dari proyek tersebut dapat kita tentukan, kuantifikasi, biasanya pada proyek-proyek pertanian dapat dihitung nilainya. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa kegiatan investasi menjadi suatu pilihan bagi pemilik modal untuk mengelola sumber daya yang semakin langka. Sehingga bagi pemilik modal: (1) perlu mengetahui secara pasti tingkat manfaat yang dicapai suatu bisnis, (2) dapat memilih alternatif bisnis, (3) dapat menentukan prioritas investasi dari pilihan alternatif yang ada, (4) dapat mengurangi pemborosan sumberdaya. Maka dari itu, kegiatan investasi perlu dianalisis kelayakannya yang dapat menunjukkan apakah bisnis yang direncanakan sudah dilakukan layak untuk dilaksanakan atau dipertahankan. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi memberikan hasil bila dilaksanakan dan merupakan dasar untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi atau bisnis layak untuk dijalankan. Sama halnya dengan yang dijelaskan oleh Kasmir dan Jakfar (2009) mengatakan bahwa studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Suliyanto (2010) bahwa studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stakeholder) dibandingkan dampak negatif yang akan diperoleh. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa studi kelayakan bisnis adalah alat untuk mengukur dan menilai suatu bisnis investasi yang akan, sedang dan sudah dilaksanakan layak (memberi manfaat) atau tidak (rugi). Dan ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam melakukan studi kelayakan bisnis yaitu tentang investasi yang ditanamkan ke dalam bisnis. Biasanya investasi ini dilihat jika suatu pihak atau seseorang dapat melihat suatu kesempatan usaha yang dapat memberikan manfaat secara ekonomis, serta dapat memperoleh suatu keuntungan yang layak dari investasi yang ia tanamkan dalam bisnis tersebut. Adapun manfaat dari investasi memiliki waktu dikeluarkan dan diterima yang berbeda selama umur usaha. Hal ini karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau dinamakan konsep time value of money (Nurmalina et al. 2010). Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai acuan dari berbagai sumber buku dalam menganalisis kelayakan usaha yaitu teori investasi dan teori biaya-manfaat. Kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain karena pada
13 dasarnya studi kelayakan bisnis ini adalah membandingkan komponen-komponen biaya dan manfaat dari periode waktu yang ditentukan. Berikut adalah penjelasannya. Teori Investasi Investasi merupakan suatu kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit (Grey at al. 1992 dalam Nurmalina et al. 2010). Menurut Nurmalina et al. (2010) sumber-sumber yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan bisnis dapat berbentuk barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu. Pilihan jenis investasi ini akan dipertimbangkan bagi pengusaha untuk menggunakan modal yang dimilikinya. Selain itu, investasi akan berkaitan time value of money, hal ini pun sangat bergantung dengan tingkat suku bunga yang ditentukan oleh pemerintah, namun tingkat suku bunga memiliki hubungan korelasi yang negatif dengan investasi. Apabila suku bunga naik maka jumlah investasi akan berkurang, dengan suku bunga yang tinggi orang akan memilih menabung daripada berinvestasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Mankiw (2006) yang menyatakan bahwa investasi sangat bergantung pada tingkat suku bunga. Gambar 1 menunjukkan kurva hubungan antara tingkat suku bunga dan investasi. Tingkat suku bunga riil (r)
Investasi (I) Gambar 1 Kurva teori investasi Sumber: Mankiw (2006)
Untuk mengukur kelayakan investasi pada bisnis maka dibutuhkan beberapa kriteria investasi. Adapun menurut Nurmalina et al. (2010) kriteria investasi dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan apakah suatu bisnis layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu, setiap kriteria kelayakan dapat dipakai untuk menentukan urutan-urutan berbagai alternatif bisnis dari investasi yang sama. Teori Biaya dan Manfaat Menurut Gittinger (1986) analisa ekonomi proyek-proyek pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaat dan menentukan proyekproyek yang mempunyai keuntungan yang layak. Hal itu sesuai dengan tujuan pengusaha untuk mencari keuntungan atau manfaat yang sebesar-besarnya.
14 Manfaat dari adanya kegiatan bisnis baik bagi perusahaan, pemerintah, maupun masyarakat, yaitu memperoleh keuntungan secara finansial bagi pemilik bisnis, membuka peluang pekerjaan, menghasilkan manfaat ekonomi berupa peningkatan devisa, tersedianya sarana dan prasarana, membuka isolasi wilayah, meningkatkan persatuan dan membantu pemerataan daerah (Kasmir dan Jakfar, 2009). Nurmalina et al. (2010) mengatakan bahwa manfaat atau benefit dapat berbentuk tingkat konsumsi yang lebih besar, penambahan kesempatan kerja, perbaikan tingkat pendidikan atau kesehatan, dan perubahan atau perbaikan suatu sistem struktur. Maka dari itu, benefit dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur. Indirect or secondary benefit adalah manfaat yang dapat mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat yang riil ada tapi sulit diukur. Biaya secara umum didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis (Nurmalina et al. 2010). Komponen- komponen biaya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga dan sunk cost atau biaya yang dikeluarkan sebelum investasi yang direncanakan akan ditetapkan. Aspek Kelayakan Usaha Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis kelayakan terbagi dalam dua kelompok yaitu aspek finansial dan non finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Namun banyaknya aspek yang diperhatikan dalam suatu analisis kelayakan sangat tergantung kepada karakteristik dari masing-masing bisnis. Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan bisnis meliputi 7 aspek yang terdiri dari aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis/operasional, aspek manajemen dan organisasi, aspek ekonomi dan sosial, aspek dampak lingkungan. Sedangkan menurut Kadariah et al. (1999) proyek dapat dievaluasikan dari enam aspek, yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Berikut adalah beberapa aspek yang akan dianalisis pada penelitian ini. Aspek-aspek Non Finansial Aspek non finansial yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budidaya, serta aspek lingkungan. Berikut adalah penjelasan masing-masing aspek. Aspek Pasar Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa aspek pasar adalah untuk menentukan besarnya produksi yang berkaitan dengan permintaan yang akan datang dan untuk mengetahui besarnya permintaan dilakukan dengan peramalan pasar. Hasil produksi yang telah dibuat sesuai dengan kondisi pasar harus pula ditunjang oleh strategi untuk mencapai target penjualan yang telah ditentukan. Strategi ini dikenal dengan nama strategi pemasaran. Untuk menentukan strategi
15 pemasaran perlu terlebih dahulu melihat peluang pasar dan analisis pesaing kemudian menentukan strategi pemasaran dengan bauran pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi). Hal yang sama diutarakan oleh Nurmalina et al. (2010) bahwa aspek pasar dan pemasaran mempelajari tentang: 1 Permintaan secara total maupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai yang diperkirakan besar proyeksinya. 2 Penawaran dari dalam negeri dan impor serta bagaimana perkembangannya di masa lalu dan perkiraan di masa yang akan datang dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. 3 Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya, apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya. 4 Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle), pada tahap apa produk yang akan dibuat. 5 Perkiraan penjualan yang dapat dicapai perusahaan, market share yang dapat dikuasai perusahaan. Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan bisnis, Besarnya permintaan produk serta kecenderungan perkembangan permintaan selama masa kehidupan bisnis yang akan datang perlu diperkirakan dengan cermat. Tanpa perkiraan jumlah permintaan produk yang teliti di kemudian hari bisnis dapat terancam karena adanya kekurangan atau kelebihan permintaan. Maka dari itu, suatu usaha dikatakan layak jika terdapat permintaan produk yang mencukupi selama umur proyek (Jumingan 2009). Aspek Teknis Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa penilaian terhadap aspek teknis sangat penting dilakukan sebelum perusahaan dijalankan. Apabila perusahaan tidak dianalisis dengan baik akan berakibat fatal bagi perusahaan dan perjalanan bisnis di kemudian hari. Tujuan penilaian aspek teknis dan produksi adalah menentukan lokasi, layout gedung dan ruangan, serta teknologi yang dipakai. Kajian aspek teknis ini sangat bergantung dari karakteristik bisnis karena setiap usaha memiliki prioritas sendiri dalam melakukan operasional bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2010) beberapa hal yang perlu dikaji dalam aspek teknis antara lain lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi dan equipment. 1) Lokasi bisnis Variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi bisnis ini terdiri atas variabel utama dan variabel bukan utama yang dimungkinkan untuk berubah. Variabel utama antara lain (1) ketersediaan bahan baku, bila suatu usaha memerlukan bahan baku dalam jumlah yang besar maka bahan baku menjadi variabel yang cukup penting dalam penentuan lokasi bisnis sehingga pengusaha perlu mengetahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan, kelayakan harga bahan baku, kapasitas, kualitas, dan kontinuitas sumber bahan baku, serta biaya pendahuluan yang diperlukan sebelum bahan baku diproses. (2) Letak pasar yang dituju, informasi yang perlu diperoleh antara lain daya beli konsumen, pesaing dan analisis pasar lainnya. (3) Tenaga listrik dan air, pada
16 perusahaan yang menggunakan listrik dalam jumlah besar tentu perlu mengetahui ketersediaan listrik di suatu lokasi. Sama halnya dengan kebutuhan air bagi perusahaan yang menggunakan air cukup banyak. (4) Supply tenaga kerja yang sangat mempengaruhi biaya produksi yang ditanggung oleh perusahaan harus tersedia dengan baik. (5) Fasilitas transportasi, hal ini berkaitan dengan pertimbangan bahan baku dan pertimbangan pasar. Jika lokasi berdekatan dengan sumber bahan baku, maka pertimbangan utama adalah transportasi menuju pasar. 2) Luas produksi Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Luas produksi hanyalah salah satu alat ukur dari luas perusahaan. Sama halnya yang ditulis oleh Suliyanto (2010) bahwa luas produksi merupakan jumlah atau volume hasil produksi yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Jumlah produksi yang terlalu besar akan menyebabkan adanya penumpukkan barang di gudang sehingga menimbulkan pemborosan, dan sebaliknya bila terlalu kecil akan menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan pasar dan berakibat kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Menurut keduanya ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, kapasitas produksi, jumlah dan kemampuan tenaga kerja, kemampuan finansial dan manajemen perusahaan, serta ketersediaan faktor-faktor produksi lain, baik perubahan teknologi maupun bahan-bahan dasar. 3) Proses produksi Proses produksi dikenal dengan tiga jenis proses yaitu (1) proses produksi yang terputus-putus (interminten), (2) kontinu, dan (3) kombinasi. Sistem yang kontinu akan lebih mampu mengurangi tingkat risiko akibat fluktuasi harga dan efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem yang terputus. 4) Layout Layout ini mencakup layout site, layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan yakni konsistensi dengan teknologi produksi, arus produk dalam proses produksi yang lancar dari satu proses ke proses lain, penggunaan ruangan yang optimal, kemudahan melakukan ekspansi, meminimisasi biaya produksi, dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja. 5) Pemilihan teknologi dan equipment Patokan umum yang dapat digunakan dalam memilih jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Penggunaan teknologi ini sangat berkaitan erat dengan pemilihan mesin dan peralatan. Karena pemilihan mesin mengikuti jenis teknologi yang ditetapkan. Pemaparan yang dijelaskan oleh Nurmalina et al. (2010) sesuai dengan yang dijelaskan oleh Suliyanto (2010) bahwa sebuah ide bisnis dikatakan layak berdasarkan aspek teknis apabila diperoleh lokasi yang layak, dapat mencapai luas produksi yang optimal, tersedia teknologi, dan dapat menyusun layout bisnis, baik pabrik maupun kantor secara optimal. Sama halnya yang dijelaskan oleh Jumingan (2009) Usaha dapat dikatakan layak berdasarkan aspek teknis apabila
17 terdapat lokasi yang tepat, ada mesin dan peralatan yang diperlukan teknologi yang sesuai dengan tuntutan pasar, tersedia bahan baku dan penolong dalam jumlah yang cukup dan kontinu sehingga tidak mengganggu proses produksi, tenaga kerja yang terampil dalam jumlah yang cukup dan tingkat upah yang wajar, dan biaya ikutan lainnya yang masih dapat dikatagorikan sebagai biaya wajar. Biaya yang wajar ini artinya biaya yang pantas dikeluarkan dan tidak perlu harus mengubah struktur biaya yang telah dianggarkan. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen dan hukum menurut Kasmir dan Jakfar (2009) dinilai secara terpisah. Pengertian aspek hukum membahas masalah-masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usaha sampai izin-izin yang dimiliki. Aspek manajemen menilai para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang sesuai dengan keahlian dan pembagian pekerjaannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian usaha. Dengan begitu struktur organisasi yang dibentuk harus sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Dengan demikian, usaha dapat dikatakan layak berdasarkan aspek manajemen dan hukum apabila terdapat struktur organisasi yang menjalankan fungsi dan tujuannya, serta terdapat izin untuk menjalankan bisnis. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa aspek manajemen terdiri dari manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Masa pembangunan bisnis mempelajari siapa pelaku bisnis, bagaimana jadwal penyelesaian bisnis, dan siapa yang melakukan studi masing-masing aspek kelayakan bisnis. Manajemen dalam operasi mempelajari bagaimana bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa anggota direksi dan tenaga-tenaga inti. Adapun aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan dan mempelajari jaminan-jaminan yang akan disediakan bila menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin. Aspek manajemen dan hukum pada suatu usaha akan diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerja sama (networking) dengan pihak lain. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Analisis aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dikaji secara deskriptif untuk mengetahui dampak dari kegiatan usaha budidaya kepiting soka pengusaha tambak terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Analisis aspek sosial menurut Nurmalina et al. (2010), mempelajari tentang manfaat yang mungkin akan dialami masyarakat atas pengorbanan sosial yang telah dilakukan dengan adanya pembangunan suatu bisnis di lokasi sekitar tempat tinggal mereka, misalnya kelancaran lalu lintas, semakin ramainya daerah tersebut, adanya penerangan listrik, telepon dan sarana lainnya. Aspek ekonomi akan menilai suatu bisnis yang mampu memberikan peluang dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah berupa pembayaran pajak, dan menambah aktivitas ekonomi. Berikutnya aspek budaya berfungsi melihat perubahan dalam teknologi atau peralatan mekanis suatu bisnis. Selain itu, aspek budaya pada usaha
18 ini dapat mengidentifikasi perubahan yang terjadi di masyarakat berupa perubahan dalam kebiasaan pekerjaan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, usaha dapat dikatakan layak berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan budaya apabila suatu usaha mampu memberikan dampak positif lebih banyak atau memberikan manfaat dibandingkan kerugiannya kepada berbagai pihak (Kasmir dan Jakfar 2009). Hal yang sama dijelaskan oleh Nurmalina et al. (2010) bahwa suatu usaha dapat dikatakan layak bila memberikan manfaat dibandingkan kerugiannya dan dapat diterima oleh masyarakat. Suatu usaha tidak akan ditolak oleh masyarakat bila secara sosial budaya diterima dan secara ekonomi memberikan kesejahteraan. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin buruk. Maka dari itu, kegiatan investasi harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan yang merugikan karena pertimbangan tersebut dapat menunjang keberlangsungan suatu usaha (Nurmalina et al. 2010). Pertimbangan tersebut membutuhkan suatu analisis yang bertujuan untuk menentukan apakah bisnis yang akan dilaksanakan memberikan dampak positif atau negatif terhadap lingkungan hidup. Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa kegiatan usaha atau proyek dapat menghasilkan dampak secara langsung di waktu sekarang atau beberapa waktu kemudian di masa yang akan datang. Analisis dampak lingkungan secara khusus meliputi dampak lingkungan sekitar, baik di dalam usaha/proyek maupun di luar proyek yang akan dijalankan. Dengan demikian kegiatan usaha layak diusahakan apabila usaha tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Aspek Finansial Analisis finansial dikaji dengan kuantitatif melalui analisis biaya dan manfaat, analisis laba rugi, dan analisis kriteria investasi. Adapun analisis kriteria investasi meliputi net present value (NPV), internal rate return (IRR), net benefit cost ratio (Net B/C), payback pariod (PP), dan analisis sensitivitas. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta keseluruhan manfaat yang diterima selama proyek dijalankan. Selanjutnya analisis laba rugi diperoleh dari hasil analisis biaya dan manfaat selama satu tahun periode produksi. Analisis laba rugi akan menghasilkan komponen pajak yang merupakan pengurangan dalam cashflow perusahaan. Setelah diketahui pajak maka dilakukan penyusunan cashflow sebagai dasar perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi akan menunjukkan layak tidaknya usaha dari sisi finansial. Sehingga untuk menilai suatu kegiatan investasi usaha sensitif atau tidak terhadap perubahan yang akan terjadi. Nurmalina et al. (2010), cashflow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan asal sumber-sumber kas dan bagaimana penggunaannya. Beberapa kriteria yang dipakai dalam penilaian kelayakan adalah nilai bersih sekarang (Net Present Value), rasio manfaat biaya bersih (Net Benefit and Cost Ratio), tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return), dan
19 masa pengembalian investasi (Payback Period). Berikut adalah penjelasan kriteria investasi menurut Nurmalina et al. (2010): 1 Net Present Value (NPV) Net Present Value atau manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0). 2 Net Benefit-Cost Ratio Net benefit-cost ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha dapat dikatakan layak jika Net B/C Ratio lebih besar dari satu dan tidak layak jika Net B/C lebih kecil dari satu. 3 Internal Rate of Return (IRR) IRR atau tingkat pengembalian internal adalah tingkat pengembalian terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat Discount Rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Sebuah bisnis dapat dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR). Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kurva hubungan antara NPV dan IRR Sumber: Nurmalina et al. (2010)
4
Payback Period Payback Period merupakan alat untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya termasuk kemungkinan besar akan dipilih. Usaha dapat dikatakan layak apabila memiliki payback period kurang dari umur bisnis.
20 Analisis Sensitivitas atau Nilai Pengganti (switching Value) Analisis sensitivitas merupakan salah satu perlakuan terhadap ketidakpastian. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase tertentu yang sudah diketahui atau diprediksi. Kemudian dinilai seberapa besar sensitivitas perubahan variabelvariabel tersebut berdampak pada hasil kelayakan, besarnya nilai NPV, IRR, dan nilai Net B/C (Gittinger 1986). Sedangkan menurut Kadariah et al. (1999) analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis atau kegiatan usaha bila terdapat kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat. Selain itu analisis sensitivitas juga digunakan untuk melihat perubahan yang dapat ditoleransi akibat kondisi ekonomi pemerintah yang langsung mengatur komoditas tertentu sehingga dapat berdampak terhadap penerimaan petani tambak. Analisis sensitivitas yang akan dilakukan pada usaha budidaya kepiting soka Pak Martani akan menggunakan pendekatan switching value atau nilai ganti sampai terjadi perubahan yang masih dapat ditolerir selama produksi menghasilkan keuntungan normal dan masih dapat diusahakan. Analisis switching value menurut Nurmalina et al. (2010) merupakan perhitungan yang mengukur “perubahan maksimum” dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Oleh karena itu, perubahan jangan melebihi nilai tersebut. Bila melebihi maka bisnis menjadi tidak layak untuk dijalankan. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol (NPV=0). Perbedaan yang mendasar antara analisis sensitivitas yang biasa dilakukan dengan switching value adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara empirik (misalnya penurunan harga output 20 persen) bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Berbeda halnya dengan analisis switching value justru perubahan tersebut yang dicari misalnya perubahan maksimum dari penurunan harga output yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Analisis switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara coba-coba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat perubahan di dalam komponen inflow atau outflow (Nurmalina et al. 2010). Kerangka Pemikiran Operasional Pemikiran operasional yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dilandasi oleh permasalahan yang dihadapi pelaku usaha budidaya kepiting soka yang didukung dengan data terbaru. Penurunan jumlah benih kepiting soka menjadi salah satu faktor penyebab utama usaha budidaya kepiting soka tidak banyak diminati oleh petani tambak. Selanjutnya pemanenan yang tidak serentak membuat usaha ini berpeluang mengeluarkan biaya operasional yang semakin besar dan tidak diimbangi dengan penerimaan petani tambak. Kondisi pasar output kepiting soka menunjukkan hal yang berbeda, permintaan akan produk ini sangat tinggi karena produk memiliki nilai atau keunikan dari produk kepiting biasa yaitu kulitnya yang sangat lunak sehingga
21 membuat orang ingin mencoba produk olahan kepiting cangkang lunak dengan harga tinggi sekalipun. Hal itu dibuktikan dengan tingginya harga jual kepiting soka dari harga kepiting cangkang keras ditingkat pengumpul. Kendala lain yang dihadapi dalam usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang adalah peraturan pemerintah yang baru saja ditetapkan pada awal tahun yaitu peraturan Nomor 1/Permen-KP/ 2015 pasal 3 ayat 1 mengenai penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan. Salah satu komoditas yang dilarang adalah kepiting, di mana kepiting merupakan objek utama dalam penelitian ini. Peraturan tersebut berbunyi penangkapan kepiting dapat dilakukan dengan ukuran lebar karapas di atas 15 cm, dan peraturan tambahan pada Surat Edaran Nomor 18/ Men-Kp/I/2015 mengenai pembatasan ukuran kepiting yang boleh ditangkap dan dapat diperjualbelikan untuk kepiting dengan ukuran berat lebih dari 200 gram dan khusus kepiting soka dengan ukuran berat lebih dari 150 gram. Peraturan tersebut tentu akan mempengaruhi berbagai kegiatan usaha budidaya kepiting soka baik aspek non finansial dan finansial yang berdampak pada kelayakan usaha. Aspek non finansial ini akan mempengaruhi aspek pasar dari segi penjualan dengan ukuran kepiting harus lebih besar dari 150 gram per ekor apabila kurang dari ukuran tersebut membuat penjualan kepiting soka menjadi terhambat karena tidak semua produk dapat diterima oleh pasar. Selain itu aspek pasar ini juga akan menganalisis jalur distribusi pemasaran kepiting soka baik yang dijual ke pasar bebas atau dijual ke restoran sebagai supplier tetap. Selanjutnya akan mempengaruhi aspek teknis dari dari segi penggunaan benih kepiting soka dan aspek lainnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Adapun dari aspek finansial peraturan ini akan mempengaruhi pendapatan petani tambak dan kemudian akan diteliti dengan menggunakan analisis switching value untuk melihat perubahan yang masih dapat ditoleransi oleh petani tambak. Di samping itu, biaya untuk investasi awal membuat usaha ini semakin sulit diikuti oleh petani tambak yang kebanyakan mereka memiliki keterbatasan modal. Salah satu investasi awal yaitu penggunaan tambak baik yang disewa maupun yang dibeli. Tambak yang digunakan pada usaha yang dilakukan oleh Pak Martani adalah hasil sewa di BLUPPB Karawang dan tambak yang disewa ini tidak semua orang dapat memperoleh akses sewa tambak di BLUPPB Karawang. Oleh sebab itu, penelitian ini akan dilakukan dua skenario. Skenario tersebut akan dihitung dalam analisis finansial. Hal tersebut untuk menilai usaha budidaya kepiting soka dari berbagai pihak yang dapat dengan mudah melakukan usaha budidaya kepiting soka. Skenario pertama, petani tambak menyewa tambak pada balai dengan biaya Rp 5 000 000 per 5000 m2. Skenario kedua, petani tambak membeli tambak dengan biaya Rp 75 000 000 per 5000 m2. Penelitian ini dilakukan untuk melihat alternatif pilihan yang menguntungkan dalam melakukan usaha budidaya kepiting soka, apakah membeli atau menyewa tambak. Gambar 3 menunjukkan pemikiran operasional kelayakan usaha budidaya.
22
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
23
METODE PENELITIAN Lokasi dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pengusaha swasta budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara RT 04/RW 01, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa hanya terdapat satu petani tambak yang masih melakukan usaha budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang. Selain itu, tempat penelitian ini dijadikan sebagai kasus untuk usaha budidaya kepiting soka yang ada di Kabupaten Karawang yang kemudian diteliti menggunakan analisis kelayakan finansial dan non finansial. Pertimbangan lainnya yaitu usaha ini sudah berjalan cukup lama yaitu 4 tahun. Oleh Sebab itu, usaha ini perlu melakukan evaluasi usaha dalam mengidentifikasi biaya yang sudah dikeluarkan pada awal tahun dengan menggunakan kriteria investasi baik aspek finansial maupun non finansial. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2014 sampai Februari 2015. Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini diolah dengan menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung pemilik tambak, karyawan, dan masyarakat sekitar lokasi penelitian. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi kegiatan dan usaha yang dijalankan baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran studi pustaka dari berbagai literatur dari buku, jurnal, internet, dan hasil publikasi dinas atau instansi yang terkait. Seperti buku yang diterbitkan oleh BI UMK, Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP). Dinas Pertanian dan Perikanan Karawang dan berbagai Pustaka lainnya, serta skripsi terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data primer yaitu observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang diajukan kepada pemilik dan pengelola tambak sebagai pelaku usaha yang terlibat langsung dalam keputusan usaha budidaya kepiting soka. Selain itu beberapa daftar pertanyaan yang terdapat di dalam kuesioner diajukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembudidayaan kepiting soka seperti Pemerintah Kabupaten Karawang. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mendatangi kantor Dinas Pertanian dan Perikanan Karawang, Badan Pusat Statistik (BPS) Karawang, pencarian di internet dan studi literatur yang relevan. Adapun alat pengumpul data yang digunakan yaitu daftar pertanyaan berupa kuesioner, alat pencatat, dan alat
24 dokumentasi elektronik (foto digital). Berikut adalah Tabel 4 yang merupakan jenis dan sumber data primer Tabel 4 Jenis dan sumber data primer pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Jenis data
Primer
Aspek kajian
Sumber data Pak Martani, Pak Herman dan stakeholder usaha budidaya kepiting soka Masyarakat pasar sasaran
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum
Stakeholder usaha budidaya kepiting soka
Pak Herman
Masyarakat sekitar lokasi usaha Kelurahan desa pusaka jaya utara Pak Martani dan Pak Herman
Aspek Sosial, Budaya
Ekonomi,
dan
Aspek Lingkungan
Aspek Finansial
Jenis dan sumber data sekunder pada usaha budidaya kepiting soka diperoleh dari berbagai sumber literatur seperti yang dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan sumber data sekunder pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Jenis Data
Aspek Kajian Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Hukum
Manajemen
dan
Sumber Data Buku Studi Kelayakan Bisnis Literatur tentang pasar dan Pemasaran Buku Studi Kelayakan Bisnis Buku manajemen Operasional Buku kelayakan usaha budidaya kepiting soka
Buku Studi Kelayakan Bisnis Buku manajemen Sumberdaya Manusia Literatur tentang Hukum Bisnis
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Buku Studi Kelayakan Bisnis
Aspek Lingkungan
Buku Studi Kelayakan Bisnis
Aspek Finansial
Buku Studi Kelayakan Bisnis Buku tentang Keuangan dan Akuntansi
Sekunder
25 Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha non finansial yang dijelaskan secara deskriptif. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lingkungan. Metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi. Adapun kriteria investasi diukur dengan menghitung Net Present Value (NVP), Internal Rate of Returns (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Periode (PP), serta analisis sensitivitas. Data dalam analisis kuantitatif dikumpulkan, kemudian diolah dengan menggunakan kalkulator dan komputer software Microsoft Excel yang akan ditampilkan dalam bentuk tabulasi sehingga dapat dijelaskan secara deskriptif. Kriteria Kelayakan Non Finansial Analisis non finansial pada usaha budidaya kepiting soka akan mengkaji beberapa aspek yang terdiri atas aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan (Nurmalina et al. 2010). Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa masing-masing aspek ini tidak tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan misal dari aspek teknis dalam hal kemampuan berproduksi akan sangat terkait dengan finansial. Hubungan kriteria kelayakan non finansial lain dijelaskan oleh Kasmir dan Jakfar (2009) bahwa penilaian masing-masing aspek nantinya harus dinilai secara keseluruhan bukan berdiri sendiri. Jika ada aspek yang kurang layak akan diberikan beberapa saran perbaikan, sehingga memenuhi kriteria layak dan jika tidak memenuhi kriteria tersebut sebaiknya jangan dijalankan. Analisis Aspek Pasar Analisis aspek pasar dilihat dari potensi pasar budidaya perikanan khususnya kepiting soka sehingga dapat dikatakan layak jika usaha tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang menguntungkan (Suliyanto 2010). Selain itu aspek pasar ini juga diperlukan untuk mengetahui tingkat penawaran dan tingkat permintaan pasar masa lalu, sekarang dan masa mendatang. Dan beberapa bagian dari keseluruhan potensi pasar yang dapat diserap oleh pengusaha tambak budidaya kepiting soka, serta strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai target pemasaran. Apabila terpenuhi maka usaha yang dilakukan oleh pengusaha tambak dilihat dari aspek pasar layak untuk dijalankan. Alat untuk mengukur kelayakan aspek pasar yaitu dengan melihat peluang pasar dan analisis pesaing, kemudian menggunakan strategi bauran pemasaran yang diklasifikasikan menjadi empat unsur yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi (Kasmir dan Jakfar 2009). Berikut adalah alat untuk mengukur bauran pemasaran dalam aspek pasar pada usaha budidaya kepiting soka (Suliyanto 2010).
26 1 Produk Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. 2 Price Harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Penentuan harga sangat mempengaruhi tingkat bisnis. Harga adalah satusatunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur lainnya menghasilkan biaya. 3 Distribusi Distribusi merupakan semua kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan membuat produk yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen dapat dengan mudah diperoleh pada waktu dan tempat yang tepat. Saluran distribusi merupakan saluran yang digunakan untuk menyalurkan barang dari produsen sampai ke tangan konsumen akhir. 4 Promosi Promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan unit usaha untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada pasar sasaran. Pada dasarnya aspek pasar dilakukan dengan menganalisis tingkat kemampuan perusahaan untuk mencapai volume penjualan yang menguntungkan. Sehingga aspek pasar dikatakan layak apabila potensi pasar kepiting soka dan pangsa pasar usaha budidaya kepiting soka memadai untuk pemasaran produk, pasar input tersedia dalam jumlah yang mencukupi, dan produk yang dijual memiliki daya saing atau keunggulan dibandingkan dengan produk serupa yang dimiliki oleh perusahaan lain. Analisis Aspek Teknis Aspek teknis ini dikaji secara kualitatif. Adapun hal-hal yang akan dianalisis dalam aspek ini adalah lokasi bisnis, luas produksi, layout, dan pemilihan jenis teknologi, dan equipment (Nurmalina et al. 2010): 1 Lokasi Bisnis Lokasi bisnis untuk usaha budidaya kepiting soka ini akan dilihat melalui variabel utama dan variabel bukan utama. Variabel utama antara lain (1) ketersediaan bahan baku, semakin jauh lokasi bisnis dari bahan baku maka semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya transportasi bahan baku. (2) Letak pasar yang dituju, sama halnya dengan lokasi bisnis, pasar yang dituju memerlukan biaya distribusi dan transportasi, oleh karena itu letak pasar yang dituju harus dilihat dari kedekatan lokasi bisnis dengan pasar. (3) Tenaga listrik,dan air menjadi penting diperhatikan dalam lokasi bisnis karena menyangkut kelancaran dalam kegiatan bisnis, sehingga tenaga dan listrik harus diperhatikan ketersediaannya. (4) Supply tenaga kerja juga akan berkaitan dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, sebab berkaitan dengan upah tenaga kerja, serta keterampilan dalam mengusahakan budidaya kepiting soka. (5) Fasilitas transportasi ini dilihat dari jarak dan akses lokasi bisnis untuk menuju pasar maupun jarak dari lokasi bahan baku. Dengan demikian usaha akan dikatakan layak apabila lokasi usaha semakin dekat dengan lokasi bisnis, letak pasar yang dituju, sumber
27
2
3
4
5
tenaga listrik dan air, ketersediaan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi dan dapat mengefisienkan biaya produksi. Luas Produksi Untuk mengetahui luas produksi pada usaha budidaya kepiting soka yaitu dengan mengukur jumlah produksi yang seharusnya diproduksi agar mencapai keuntungan yang optimal, dan menggunakan beberapa indikator seperti bahan dasar yang digunakan, barang yang dihasilkan, peralatan mesin-mesin yang digunakan, serta jumlah tenaga kerja yang digunakan. Proses produksi Aspek teknis dikaji sangat penting dilihat dari proses produksi yang dilakukan oleh petani tambak dalam menghasilkan kepiting soka. Proses produksi ini dianalisis secara deskriptif dengan menganalisis jenis proses produksi yang dilakukan. Apabila proses produksinya tidak melanggar hukum yang berlaku maka usaha ini layak untuk dijalankan. Layout Layout usaha kepiting soka akan dijelaskan secara deskriptif yang mencakup layout site, layout pabrik, dan layout bangunan bukan pabrik. Selanjutnya menjelaskan bagaimana pengaruhnya terhadap proses produksi, proses pemasaran dan biaya produksi. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment. Pemilihan jenis teknologi dan equipment dianalisis dengan cara melihat peralatan dan penggunaan mesin yang dipakai. Penggunaan teknologi dan peralatan mesin mempunyai hubungan yang erat sekali. Analisis akan dijelaskan secara deskriptif.
Analisis Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen akan dikaji secara kualitatif. Aspek yang dianalisis meliputi fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Selanjutnya dianalisis struktur organisasinya apakah sudah ada pembagian tugas yang jelas atau tidak. Seberapa banyak tenaga kerja yang digunakan. Aspek hukum yang dianalisis pada penelitian ini adalah izin dalam menjalankan usaha, bentuk badan usaha, maupun sertifikat-sertifikat yang dimilki oleh pengusaha budidaya kepiting soka. Menurut Nurmalina et al. (2010), aspek manajemen dikatakan layak apabila alokasi pengorganisasian sumber daya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan kebutuhan serta implementasi pekerjaan yang dapat mendukung pencapaian tujuan dan target perusahaan. Sehingga aspek manajemen dan hukum diperlukan dalam hal mempermudah menjalankan usaha budidaya kepiting soka. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Aspek sosial yang dikaji pada penelitian ini yaitu dampak dari usaha budidaya kepiting soka terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Seperti peningkatan pendapatan, pembukaan lapangan pekerjaan, serta peningkatan keahlian masyarakat dalam mengusahakan budidaya kepiting soka. Menurut Nurmalina et al. (2010), dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Oleh sebab itu kegiatan usaha yang
28 dijalankan dapat diterima oleh masyarakat sekitar dengan memberikan kesejahteraan secara sosial, ekonomi dan budaya. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis terhadap lingkungan. Pengaruh tersebut dilihat dari perubahan lingkungan ke dalam kondisi yang semakin baik atau sebaliknya (Nurmalina et al. 2010). Analisis dikatakan layak apabila usaha yang bersangkutan tidak menghasilkan limbah yang dapat merugikan lingkungan atau masyarakat sekitar. Aspek lingkungan yang dikaji pada usaha budidaya kepiting soka yaitu limbah yang dihasilkan oleh usaha budidaya kepiting soka. Limbah tersebut kemudian di analisis apakah dampak tersebut memberikan perubahan suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik kimia, biologi atau sosial. Dampak yang ditimbulkannya apakah ada yang langsung mempengaruhi pada saat usaha dilakukan sekarang maupun di waktu yang akan datang (Kasmir dan Jakfar 2009). Kriteria Kelayakan Finansial Analisis Finansial mengkaji perhitungan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan usaha budidaya kepiting soka. Dana yang dikeluarkan untuk membangun biasanya tidak sedikit seperti membiayai dana pra investasi, pengadaan tambak, rumah jaga, mesin, peralatan dan biaya-biaya lainnya yang bersangkutan. Sehingga dana untuk membangun biaya tersebut disebut sebagai modal tetap. Sedangkan dana operasional adalah dana yang berkaitan dengan proses produksi dan besar biaya yang dikeluarkan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Adapun biaya yang termasuk ke dalam dana operasional yaitu dana untuk perawatan dan pemeliharaan peralatan serta biaya tenaga kerja. Dana operasional ini disebut sebagai modal kerja. Aspek finansial bertujuan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan memiliki manfaat bagi pengelola usaha. Terlebih aspek ini sangat berkaitan dengan time value of money. Aspek ini sangat penting untuk dianalisis baik sebelum bisnis dilaksanakan, sedang dilaksanakan, ataupun sesudah bisnis dilaksanakan. Aspek ini dikaji secara kuantitatif melalui analisis biaya dan manfaat, analisis laba rugi, analisis kriteria investasi. Menurut Nurmalina et al. (2010) kriteria investasi meliputi net present value (NPV), internal rate of return (IRR), net benefit cost ratio (Net B/C), payback pariod (PP), dan analisis sensitivitas. Berikut adalah penjelasan dari kriteria investasi: Net Present Value (NPV) Net Present Value atau manfaat bersih adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Dengan kata lain NPV adalah selisih antara total present value laba dengan total present value biaya atau jumlah present value dari laba bersih selama umur bisnis. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang Rupiah (Rp). Suatu usaha dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat biaya yang diterima melebihi biaya
29 yang dikeluarkan atau NPV lebih besar dari pada nol. Menurut Nurmalina et al. (2010) nilai NPV tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: Bt = Manfaat (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t N = Tahun kegiatan (t = 1, 2, 3, …] n) i = Tingkat discount rate (persen) = Discount factor (DF) pada tahun ke-t Kriteria Penilaian: Jika NPV > 0, maka usaha tersebut menguntungkan dan layak dilaksanakan. Jika NPV = 0, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi, keputusan diserahkan pada pihak manajemen perusahaan. Jika NPV < 0, maka usaha tersebut merugikan dan tidak layak dilaksanakan. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net benefit cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur usaha. Usaha dikatakan layak apabila Net B/C ratio yang dihasilkan dalam pengembangan usaha tersebut lebih besar dari satu. Menurut Nurmalina et al. (2010), secara matematis rumus yang digunakan dalam perhitungan Net B/C ratio adalah sebagai berikut:
Keterangan: Bt = Manfaat (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t i = Discount rate (persen) t = Tahun Kriteria penilaian: Net B/C > 1, maka usaha layak atau menguntungkan Net B/C = 1, maka usaha tidak untung dan tidak rugi Net B/C < 1, maka usaha tidak layak atau merugikan Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) menunjukkan rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi. IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat nilai NPV usaha tersebut sama dengan nol. Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh usaha untuk sumber daya yang digunakan. Suatu usaha dikatakan layak apabila IRR yang
30 dihasilkan lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang berlaku. Satuan dalam IRR adalah persentase (%). Menurut Nurmalina et al. (2010), secara matematis rumus yang digunakan dalam perhitungan IRR adalah sebagai berikut:
= Discount rate yang menghasilkan NPV positif = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NVP 1 = NPV yang bernilai positif NPV 2 = NPV yang bernilai negatif Kriteria Penilaian: Jika IRR > DR, Usaha layak untuk dijalankan Jika IRR < DR, Usaha tidak layak untuk dijalankan. Payback Period (PP) Payback period (PP) merupakan perhitungan untuk melihat periode waktu yang diperlukan oleh suatu usaha untuk dapat mengembalikan biaya investasi. Perhitungan dilakukan dengan cara menilai manfaat bersih yang terdapat pada cashflow lalu didiskontokan dan dikomulatifkan. Semakin kecil angka yang dihasilkan, semakin cepat tingkat pengembalian suatu investasi. Metode Payback Period merupakan metode yang menghitung seberapa cepat investasi yang dilakukan bisa kembali, karena itu hasil perhitungannya dinyatakan dalam satuan waktu yaitu tahun atau bulan (Husnan dan Muhammad 2000). Usaha dinyatakan layak apabila usaha kurang dari umur bisnis. Analisis Nilai Pengganti (switching Value) Analisis switching value dilakukan untuk menghitung ambang batas perubahan variabel yang masih bisa ditoleransi agar usaha masih layak dijalankan dan memberikan keuntungan normal (Nurmalina et al. 2010). Adapun variabelvariabel yang dapat diubah dalam analisis switching value adalah penurunan jumlah produksi, dan kenaikan harga benih kepiting soka. Variabel tersebut sangat berpengaruh terhadap biaya dan penerimaan dari usaha yang dijalankan. Teknis dalam analisis ini dilakukan dengan cara coba-coba terhadap perubahan yang terjadi pada semua variabel sehingga diketahui nilai penurunan dan peningkatan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha budidaya kepiting soka agar masih memperoleh keuntungan normal. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam menganalisis kelayakan secara finansial maupun non finansial usaha budidaya kepiting soka yang dilakukan oleh Pak Martani diperlukan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut: 1. Umur proyek analisis kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka yaitu selama 5 tahun berdasarkan pertimbangan penggunaan komponen investasi yang paling penting dengan umur ekonomis yang paling lama, yaitu keramba bambu dan juga investasi terbesar yaitu 38 persen dari total biaya investasi.
31 2. Produk yang dihasilkan yaitu kepiting soka ukuran konsumsi, capit kepiting soka, dan cangkang kepiting soka. 3. Modal yang digunakan besarnya berdasarkan kebutuhan usaha selama periode produksi berlangsung. Modal tersebut berasal dari modal sendiri. 4. Satu siklus produksi yaitu 15 hari. Berdasarkan waktu terbanyak benih kepiting molting. 5. Perbaikan tambak dilakukan tiga kali dalam 1 tahun selama 15-20 hari. Oleh sebab itu 1 tahun terdapat 18 siklus periode produksi, akan tetapi pada tahun 1 usaha memiliki 15 siklus. Hal tersebut dikarenakan usaha baru memproduksi kepiting soka pada bulan ke tiga. Keterlambatan tersebut akibat persiapan tambak yang dilakukan oleh BLUPPB Karawang. 6. Jumlah benih yang digunakan sebanyak 385 kg (10 ekor per kg). Berat kepiting yang sudah siap panen 130 gram per ekor dengan survival rate atau daya tahan hidup 63 persen, sehingga produksi kepiting soka yang dihasilkan dalam satu periode produksi adalah 241 kg. Hal ini juga berdasarkan pengalaman petani tambak selama produksi kepiting soka yang dilakukan kurang lebih selama 4 tahun. 7. Harga jual kepiting soka Rp 85 000 per kg. Harga benih kepiting soka yaitu Rp 30 000 per kg. Penentuan harga berdasarkan harga pasar selama penelitian berlangsung pada bulan Januari – Februari 2015. 8. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan rata-rata sebanyak 5 g per ekor per hari atau 186 kg per siklus untuk 385 kg benih. Adapun harga pakan yaitu Rp 3 500. 9. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito BRI pada bulan Februari 2015 yang berjangka waktu satu tahun yaitu 7 persen, dengan melihat suku bunga tersebut petani dapat memilih apakah modal tersebut lebih baik diinvestasikan atau disimpan dalam bentuk deposito. 10. Analisis finansial dibuat dua skenario dengan dua penjualan pemasaran. Skenario I petani tambak menyewa tambak 0.5 ha sebesar Rp 5 000 000 per tahun dan skenario II petani tambak membeli tambak dengan luas 0.5 ha sebesar Rp 75 000 000. Pemasaran kedua skenario tersebut ada yang dijual ke pasar bebas dan dijual langsung ke restoran untuk menjadi supplier tetap restoran. 11. Biaya yang dikeluarkan pada usaha budidaya kepiting soka terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. 12. Nilai sisa dapat dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan metode garis lurus di mana harga beli dibagi umur ekonomis. Berikut adalah rumus penyusutan investasi:
13. Uji sensitivitas dilakukan karena penurunan produksi dan kenaikan harga benih. Kondisi ini disebabkan oleh peraturan pemerintah Nomor 1/PermenKP/2015. 14. Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang No. 46 Tahun 2013 pasal 2 dan 3, yaitu sebesar 1 % (karena memiliki peredaran bruto tidak
32 melebihi Rp 4 800 000 000 dalam satu tahun pajak) dan berlaku tetap hingga akhir usaha.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi Usaha budidaya Kepiting soka yang dilakukan oleh Pak Martani berlokasi di lahan sewa BLUPPB Karawang Kementerian Perikanan dan Kelautan yang beralamat di Blok A Desa Pusakajaya Utara RT 04/ RW 01 Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat. Adapun lokasi tambak ini dipilih karena BLUPPB Karawang menyediakan fasilitas keamanan yang tinggi. Hal itu dibuktikan ketatnya penjagaan oleh satpam. Letak tambak yang disewa Pak Martani diatur oleh pengelola BLUPPB Karawang. Infrastruktur untuk menjangkau lokasi ini cukup baik, walaupun masih terdapat jalanan yang rusak. Namun hal itu tidak berpengaruh besar terhadap proses produksi maupun pemasaran output dan input. Sejarah Usaha budidaya kepiting Soka didirikan pada tahun 2011, Pak Martani adalah pemilik dari usaha ini namun yang mengelola usaha adalah Pak Herman. Pada mulanya Pak Martani memiliki restoran seafood dan biasa membeli hasil panen kepiting soka dari BPBAPL Karawang, karena produksi kepiting soka di BPBAPL Karawang tidak selalu berkelanjutan, sedangkan permintaan di restoran tinggi. Akhirnya Pak Martani terpaksa membuka usaha budidaya sendiri. Pak Herman yang bekerja di balai diminta untuk bekerja di Pak Martani hingga saat ini. Adapun pesaing tidak banyak bermunculan karena usaha yang dikelola oleh kelompok petani yang modalnya didukung oleh BPBAPL Karawang banyak yang merugi dan tak berlanjut, hanya usaha milik Pak Martani yang terus berkembang di Karawang dan merupakan usaha yang paling besar. Berdasarkan hal tersebut dengan umur usaha yang sudah cukup lama yaitu berjalan 4 tahun, modal yang dikeluarkan pada awal usaha ini sudah cukup banyak terutama biaya investasi. Pada awal tahun usaha, Pak Martani harus banyak membeli keramba bambu dengan harga Rp 100 000 per 72 kotak keranjang serta biaya persiapan tambak untuk membuat rumah jaga dan membeli freezer untuk menyimpan hasil panen. Nilai yang dikeluarkan tentu tidak sedikit, sehingga nilai tersebut menjadi perhatian dalam penelitian ini. Modal yang ditanamkan pada awal usaha menurut pemilik usaha sebesar Rp 150 juta. Modal itu merupakan modal sendiri. Saat ini ia menyewa luas lahan 1 ha dengan biaya sewa per tahun yaitu Rp 10 000 000 yang terdiri dari dua tambak yang berukuran 0.5 Ha. Satu tambak untuk usaha kepiting soka dan sisanya untuk usaha lain. Meskipun demikian usaha kepiting soka tetap menjadi usaha utamanya. Sebab menurutnya permintaan akan kepiting soka tak pernah habis. Banyak konsumen datang menemui pengelola untuk memenuhi permintaan konsumsi baik dari rumah tangga, restoran, dan kepentingan Balai apabila ada
33 tamu terhormat yang datang serta permintaan yang datang dari eksportir. Sedangkan untuk mempermudah perhitungan dalam analisis finansial sewa tambak untuk 0.5 ha dihargai sebesar Rp 5 000 000. Analisis Aspek-aspek Non Finansial Usaha yang berjalan selama empat tahun ini memiliki banyak perubahan, baik mengikuti perubahan global ekonomi dan peraturan pemerintah yang turut langsung mengatur komoditas yang akan diteliti, serta pengaruhnya terhadap lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial masyarakat. Analisis kelayakan usaha ini dapat mengukur bagaimana usaha dapat diterima oleh masyarakat dan dapat menghasilkan manfaat positif yang lebih besar daripada kerugiannya (Nurmalina et al. 2010). Berikut adalah penjelasan beberapa pengaruh usaha ini terhadap aspek-aspek non finansial: Aspek Pasar Aspek pasar saat ini menjadi penting untuk diperhatikan dalam memulai atau sedang menjalankan suatu bisnis karena aspek pasar menjadi tolak ukur keberhasilan dan memperebutkan konsumen dari persaingan perusahaan. Nurmalina et al. (2010) menjelaskan bahwa aspek pasar pada studi kelayakan bisnis merupakan hal utama untuk mendapatkan perhatian sebab aspek pasar dapat memperkirakan perkembangan permintaan selama masa kehidupan bisnis yang akan datang agar perusahaan dapat beroperasi secara efisien. Aspek pasar pada usaha budidaya kepiting soka akan menganalisis tentang potensi pasar dan strategi pemasaran yang dilakukan petani tambak di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Potensi pasar akan menganalisis jumlah penawaran dan permintaan kepiting soka selama usaha sudah berjalan yaitu kurang lebih 4 tahun. Strategi pemasaran akan melihat bauran pemasaran. Menurut Jumingan (2009) bauran pemasaran merupakan cerminan cara untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan dan mendapatkan laba. Oleh sebab itu bauran pemasaran yang digunakan untuk melihat strategi pemasaran adalah untuk memuat rencana yang menghasilkan keuntungan yang kompetitif dan rencana untuk menawarkan kepuasan yang lebih besar dari usaha lainnya. Potensi Pasar Pasar produk hasil perikanan sampai saat ini masih terbuka luas, salah satunya adalah pasar untuk komoditas kepiting cangkang lunak. Permintaan pasar banyak datang dari pasar ekspor dan lokal. Permintaan ekspor kepiting soka biasanya datang melalui pedagang pengumpul dan permintaan lokal biasanya datang dari restoran atau hotel, sedangkan untuk dikonsumsi keluarga permintaan kepiting soka masih sangat sedikit, namun hal itu tidak membuat permintaan kepiting soka menjadi menurun, karena biasanya para keluarga pun lebih memilih mengkonsumsi kepiting soka melalui restoran atau rumah makan seafood. Dengan demikian, tingginya permintaan mengindikasi bahwa kepiting soka memiliki pasar yang masih potensial untuk dikembangkan dan ditingkatkan,
34 sehingga para petani budidaya kepiting soka memiliki peluang besar untuk memenuhi permintaan pasar. Kepiting soka yang diproduksi di Desa Pusakajaya Utara hanya menerima permintaan yang datang dari restoran milik petani tambak, yaitu restoran Mang King yang ada di Depok dekat kampus UI Salemba, Gubuk Udang Cibubur yang terdapat di sekitar Bumi Perkemahan Cibubur. Bahkan jika ada produksi lebih, hasil produksi dapat dipasarkan ke restoran yang ada di Solo yaitu restoran Mang King Solo. Selain itu, petani tambak juga memasok beberapa restoran lainnya yang terdapat di wilayah Jakarta. Setiap Minggu, permintaan kepiting soka untuk restoran Mang King Depok mencapai 100 kg, restoran Gubug Udang mencapai 150 kg, dan Mang King Solo mencapai 70 kg. Akan tetapi permintaan tersebut tidak selalu terpenuhi. Berdasarkan observasi lapang produksi yang dapat dicapai oleh petani tambak rata-rata per Minggu yaitu 120 kg. Dengan demikian petani tambak hanya mampu memenuhi permintaan dari restoran Gubug Udang Cibubur saja. Kondisi ini menunjukkan terjadi gap antara permintaan dan penawaran kepiting soka, sehingga para petani budidaya kepiting soka memiliki peluang untuk memenuhi potensi pasar yang masih terbuka luas. Sedikitnya orang yang menggeluti usaha budidaya kepiting soka membuat persaingan usaha ini relatif rendah. Walaupun terdapat banyak pesaing, usaha ini tidak akan mampu memenuhi permintaan pasar. Adanya persaingan justru membuat usaha ini saling melengkapi dalam memenuhi permintaan pasar. Khususnya konsumen pada saat supplier utamanya tidak mampu memenuhi permintaan yang datang. Pada kondisi tersebut pengusaha kepiting soka tidak merasa takut produknya tidak diterima di pasar. Akan tetapi usaha ini memiliki risiko tinggi dan membutuhkan persediaan investasi yang cukup besar, sehingga petani lebih banyak mengusahakan budidaya perikanan lain, seperti udang dan bandeng. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hamdani (2014) bahwa permintaan datang dari restoran Seafood dan pedagang pengumpul, perusahaan pengelola atau eksportir dengan jumlah permintaan setiap Minggu yaitu 50 kg. Hal yang sama dijelaskan oleh BPBU BI (2011) sumber permintaan datang dari perusahaan pengekspor kepiting dan institutional market seperti restoran atau rumah makan. Adapun BPBU BI (2011) dalam penelitian hanya mampu memenuhi permintaan sebanyak 30 kg per hari dan tercatat produksi kepiting soka di Pemalang pada tahun 2009 sebesar 18.2 ton dan tahun 2010 yaitu 25.3 ton. Produksi tersebut tetap tidak dapat memenuhi permintaan ekspor kepiting dari Negara Singapura saja pada tahun 2013 mencapai 455.57 ton. Strategi Pemasaran Target pasar yang akan dilakukan oleh petani tambak kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara adalah melakukan pemasaran ke restoran-restoran seafood. Restoran tersebut merupakan restoran milik sendiri dan beberapa rekan pemilik yang sama-sama mengusahakan restoran seafood. Selain itu, kepada masyarakat sekitar tambak yang ingin membeli langsung ke petani tambak. Untuk memberikan gambaran dan mempermudah analisis strategi pemasaran kepiting soka dilakukan pembedaan jalur distribusi yaitu ada yang dijual ke pasar bebas melalui tengkulak (pengumpul) atau eksportir dan ada juga yang dijual ke restoran
35 seafood menjadi supplier tetap. Proses menjadi supplier tetap ini biasa disesuaikan dengan kapasitas petani tambak dalam memproduksi kepiting soka. Dalam mencapai target tersebut, petani tambak perlu melakukan bauran pemasaran agar lebih memahami produk yang akan dijual. Adapun bauran pemasaran komoditi kepiting soka yang diproduksi di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang adalah sebagai berikut: 1 Produk Produk yang diproduksi oleh petani tambak yaitu kepiting soka ukuran konsumsi dengan berat 130 – 150 gram per ekor atau size 6 – 8 ekor per kg. Sama halnya yang dijelaskan oleh BPBU BI (2011) bahwa ukuran kepiting soka yang dapat dipanen yaitu size 6 – 8 ekor per kg karena adanya penambahan bobot tubuh dari size 10 - 12 ekor per kg. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hamdani (2014) produk yang dihasilkannya ukuran 100 - 130 gram per ekor. Menurut pengelola usaha penjualan produk dengan ukuran tersebut sebelum adanya peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 tidak menjadi masalah karena ukuran tersebut tidak dikomplain tetapi banyak diminati oleh konsumen akhir. Produk ini memiliki keunikan dari kepiting cangkang keras, karena pada produk ini kita dapat mengkonsumsi semua bagian kepiting tak terkecuali karapas dan kulitnya, sehingga memudahkan untuk dikonsumsi. Hal tersebut yang menjadi perhatian konsumen untuk membeli produk kepiting soka. Produk ini bukan produk baru melainkan diversifikasi dari produk lamanya yaitu kepiting cangkang keras. Petani tambak hanya menjual produk kepiting soka dalam keadaan beku dan tidak diklasifikasikan menjadi grade tertentu dengan berbagai standar kualitas maupun ukuran, semua kepiting lunak yang diproduksi akan diterima oleh restoran asalkan kepiting yang dijualnya berkulit lunak. Akan tetapi kekurangan dari produk ini adalah kepiting yang dihasilkan tidak mengandung daging yang banyak seperti daging kepiting biasanya, hal itu karena selama proses pemeliharaan kepiting mengalami stres dan selera makan kepiting berkurang, dan hal ini juga mempengaruhi bobot kepiting soka. Selain dapat menghasilkan kepiting soka, usaha ini dapat memberikan pemasukan tambahan dari penjualan capit dan kaki jalan kepiting serta cangkang benih setelah kepiting molting. Penjualan capit dan kaki jalan dapat dijual dengan isinya atau isinya saja. Adapun harga capit dan kaki jalan dengan isinya yaitu Rp 6.000 per kg dan harga capit dan kaki jalan yang hanya diambil isinya saja yaitu Rp 40 000 per kg. Untuk harga cangkang nilainya sangat rendah yaitu Rp 2000 per kg. 2 Price Harga merupakan faktor penentu tingkat pendapatan yang akan diperoleh petani tambak. Harga kepiting soka di Desa Pusakajaya berdasarkan pengamatan selama penelitian mencapai Rp 85 000 per kg di tigkat pengumpul. Hal tersebut karena petani tambak sebagai pengambil harga (price taker) dari harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar. Harga tersebut juga sama dengan harga jual kepiting soka ke restoran milik sendiri. Harga tersebut cukup kompetitif dengan harga-harga di daerah lainnya seperti Bekasi tepatnya di Muara Gembong, harga kepiting soka Rp 95 000 per kg. Harga tersebut juga tidak terlalu rendah. Akan tetapi penelitian yang dilakukan
36 Hamdani (2014) pada usaha BPBAPL Karawang harga kepiting soka hanya Rp 60 000 per kg. Walaupun demikian usaha BPBAPL masih layak untuk diusahakan secara aspek finansial. Oleh sebab itu, dengan harga tersebut tentu petani tambak layak dalam mengusahakan bisnis ini dalam memperoleh pendapatan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh BPBU BI (2011) bahwa harga ditingkat pembudidaya di Pemalang berada pada kisaran Rp 50 000 – Rp 65 000 per kg. Berdasarkan hal tersebut tentu saja harga yang diterima petani tambak di Desa Pusakajaya Utara sangat layak untuk memperoleh keuntungan. 3 Distribusi Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani adalah distribusi produk. Distribusi produk memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana alur produk dapat sampai ke konsumen, dan jalur mana yang efisien untuk dipilih agar konsumen dapat dengan mudah mengakses produk. Saat ini jalur distribusi yang dilakukan petani tambak adalah memasarkan produknya langsung ke restoran seafood, dengan sistem pihak restoran menjemput barang langsung ke tambak, sehingga jika terjadi risiko kerusakan produk ditanggung oleh pihak restoran. Untuk lebih jelas mengenai alur distribusi petani tambak kepiting soka di Karawang dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini:
Gambar 4 Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang ke restoran (sebagai supplier) Jalur distribusi yang dilakukan petani tambak di Karawang sangat pendek hal ini menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk biaya transportasi dan pemasaran sangat rendah. Adapun distribusi lain yang dapat dilakukan oleh petani tambak kepiting soka yaitu menjualnya ke pasar bebas melalui pedagang pengumpul atau eksportir dengan tujuan penjualan kepiting soka ke luar negeri dan pasar lokal. Penjualan dengan jalur ke pedagang pengumpul memiliki jalur yang cukup pendek seperti Gambar 5 di bawah ini:
Gambar 5 Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang ke pasar bebas Berdasarkan Gambar 5 usaha budidaya kepiting soka yang menjual ke pasar bebas melalui pengumpul kepiting cukup memiliki saluran pemasaran yang pendek. Hal itu karena pengumpul banyak yang langsung datang ke tambak untuk menawarkan kerja sama penjualan kepiting soka. Termasuk di
37 dalamnya biaya atas pengiriman kepiting soka dari Karawang ke Jakarta ditanggung oleh pedagang pengumpul. Hal itu juga dapat menguntungkan pengumpul sebab biasanya pengumpul memperoleh kepiting soka dari luar pulau Jawa dengan harga pemasaran yang cukup tinggi. Oleh sebab itu penjualan kepiting soka baik dijual ke restoran sendiri maupun ke pengumpul sangat layak sebab dapat mengefisienkan biaya transportasi. Penjualan ke pasar bebas ini tidak perlu di khawatirkan tidak diterima oleh pasar selama tidak melarang peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 hal itu karena dalam penjelasan potensi pasar kepiting soka masih sangat terbuka luas baik untuk memenuhi pasar lokal maupun pasar ekspor. Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh BPBU BI (2011) penjualan kepiting soka di Bengkulu biasa menjual 80 persen kepiting soka ke pedagang pengumpul atau eksportir yang ada di Jakarta dan 20 persen dijual ke konsumen akhir yang ada di sekitar lokasi usaha. Sama halnya dengan petani tambak di Bengkulu penjualan kepiting soka di Pemalang dijual ke dua target pasar yaitu perusahaan pengekspor kepiting dan institusional market seperti restoran. Hal tersebut sama dengan jalur distribusi usaha milik BPBAPL Karawang (Hamdani 2014) bahwa penjualan kepiting soka dapat dilakukan melalui dua jalur tersebut tanpa takut penjualan tidak diterima oleh pasar. 4 Promosi Petani tambak tidak melakukan promosi bila produk langsung dipasarkan melalui restoran milik sendiri. Promosi hanya dilakukan bila produk dijual ke pasar bebas atau mencoba menjual ke restoran lain menggunakan teknik personal selling atau menawarkan barang secara langsung dengan membawa contoh produknya bahkan petani tambak memberikan secara gratis sebagai upaya promosi dan pengenalan kepiting soka. Pernyataan lain datang dari BPBU BI (2011) bahwa pembudidaya tidak perlu melakukan promosi karena banyak yang mau menerima hasil panen kepiting soka. Berdasarkan indikator dalam analisis aspek pasar yang terdiri dari permintaan dan penawaran serta bauran pemasaran yang telah dilakukan maka usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara layak untuk usahakan. Hal ini karena jumlah permintaan masih tidak diimbangi oleh jumlah penawaran, sehingga masih terdapat permintaan pasar yang belum terpenuhi. Seperti halnya yang dijelaskan oleh BPBU BI (2011) dan Hamdani (2014) mengatakan bahwa masih terdapat permintaan yang tidak dapat terpenuhi. Oleh sebab itu, usaha ini masih memiliki potensi pasar yang besar untuk dikembangkan. Dengan demikian, pengusaha atau petani tambak dapat memproduksi kepiting secara efisien sekarang dan di masa yang akan datang selama umur bisnis. Peraturan menteri Nomor 1/Permen-KP/2015 sangat mempengaruhi aspek pasar usaha budidaya kepiting soka di beberapa daerah sentral produksi kepiting. Walaupun bukan sentral produksinya, Karawang juga terkena imbas dari peraturan menteri tersebut yaitu tidak boleh menangkap dan memperjualbelikan kepiting soka ukuran kurang dari 150 gram. Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran Nomor 18 tahun 2015 Kementerian Perikanan. Dengan demikian, produk yang dihasilkan mulai bulan Januari 2015 harus sesuai dengan yang disyaratkan agar kepiting soka yang dihasilkan dapat dijual dan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Hal tersebut bukan berarti usaha selama ini tidak layak karena
38 banyak penelitian sebelumnya juga menjelaskan bahwa kepiting soka yang layak jual dilihat dari kepiting cangkang lunaknya bukan ukurannya (Nurdin dan Armando 2010). Hal tersebut juga mendorong petani tambak untuk mulai memperhatikan perubahan dalam melakukan usaha budidaya kepiting soka. Berikut adalah Tabel 6 yang menunjukkan indikator penilaian kelayakan non finansial pada aspek pasar usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Tabel 6 Rangkuman penilaian aspek pasar usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria 1. Potensi Pasar 2. Bauran pemasaran Produk
Harga
Distribusi
Promosi
Indikator penilaian Permintaan > penawaran
Ukuran produk > 150 gram per ekor Penentuan harga Spesifikasi harga Saluran distribusi
Sarana Promosi
Penilaian
Hasil
Sumber penilaian
320 kg per Minggu > 120 kg per Minggu
Layak
Nurmalina et al. (2010) dan Jumingan (2009)
130 - 160 gram per ekor > 150 gram per ekor
Layak
Surat Edaran Nomor 18/ Men-Kp/I/2015
Price taker
Layak
Kepiting soka ukuran konsumsi = Rp 85000 per kg 1. Petani tambak - restoran konsumen akhir 2. Petani tambak- pengumpul / tengkulak/ eksportirkonsumen akhir Personal selling
Layak
Kasmir dan Jakfar (2009) Berdasarkan kondisi di lapangan Nurdin dan Armando (2010) dan BPBU BI (2011)
Layak
Layak
Hamdani (2014)
Aspek Teknis Aspek teknis dalam analisis kelayakan penting untuk diperhatikan. Hal ini menyangkut dengan penaksiran biaya yang akan dikeluarkan petani tambak selama proses produksi berlangsung. Selain itu aspek teknis ini juga perlu diperhatikan dalam menghasilkan produk yang kontinuitas di masa sekarang dan masa depan sebagai suatu peluang usaha yang akan memberikan dampak berupa peningkatan pendapatan. Jika dalam proses produksi terdapat pelanggaran yang tidak sesuai norma maupun hukum yang berlaku, maka produksi dapat dikatakan tidak layak. Oleh sebab itu, aspek teknis ini perlu dianalisis dari beberapa hal seperti: lokasi usaha, proses produksi, luas produksi, layout usaha, serta fasilitas yang disediakan demi menunjang proses produksi. Lokasi usaha Usaha budidaya kepiting soka berada di tambak sewa BLUPPB Karawang, lokasi ini dipilih berdasarkan petunjuk dari Balai. Alasan lain pemilihan lokasi ini karena tingkat keamanan yang tinggi dan akses infrastruktur yang cukup baik. Selain itu karena relasi Pak Martani yang pernah menjabat sebagai kepala Dirjen P2HP KKP , menggunakan kesempatan ini untuk menyewa tambak. Kondisi lain akan dijelaskan dalam beberapa variabel di bawah ini:
39 1
2
Ketersediaan Benih Usaha Budidaya kepiting soka ini berjarak 49,2 km dari pasar input. Jarak tersebut dinilai cukup jauh dan benih kepiting yang datang merupakan sisa penjualan kepiting di pasar input sehingga tak jarang petani tambak merasa kehabisan benih untuk dibudidaya. Hal tersebut terjadi karena lokasi pasar input berbatasan dengan daerah lain yang sama-sama memiliki permintaan kepiting bakau yang tinggi untuk dikonsumsi dan dibudidayakan. Walaupun demikian, beban biaya dan risiko kematian benih ditanggung oleh pemasok atau pedagang pengumpul kepiting sehingga petani tambak tidak perlu dibebani oleh biaya ini. Akan tetapi untuk ketersediaan benih saat ini masih sangat terbatas. Para pedagang pengumpul mendapatkan benih dari hasil tangkapan alam yang diperoleh nelayan. Sama halnya dengan penelitian sebelumnya yaitu Hamdani (2014) dan BPBU BI (2011) bahwa benih kepiting soka berasal dari tangkapan alam. Kondisi di atas membuat pemerintah mengeluarkan peraturan Nomor 1/ Permen-Kp/2015 tentang pelarangan penangkapan kepiting, alasannya karena benih di alam saat ini terancam ketersediaannya, akibatnya usaha ini juga menjadi tidak layak dari segi ketersediaan benih. Seperti yang berlangsung pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang, ketersediaan benih pada usaha ini juga semakin menipis, hal ini dilihat dari ukuran benih yang semakin kecil yang diperoleh dari pedagang pengumpul. Akan tetapi usaha ini masih dapat dikatakan layak jika ketersediaan benih terus konsisten dengan memperoleh benih dari petani pembesaran kepiting atau mengkarantina benih kepiting sendiri. Cara ini juga merupakan cara yang baik untuk menangani ukuran benih yang hampir tidak serentak dan mengantisipasi bila ukuran benih tidak sesuai dengan peraturan pemerintah. Adapun cara lain untuk memperoleh benih adalah membudidayakan kepiting. Hanya saja peralatan untuk budidaya kepiting masih dalam tahap penelitian dan belum dapat dilakukan oleh petani. Selain itu keberhasilan membudidayakan kepiting banyak mengalami kegagalan, seperti penelitian yang dilakukan oleh BPBAPL Karawang. Biaya budidaya kepiting untuk menghasilkan benih kepiting soka jauh lebih besar daripada memperoleh benih kepiting soka dengan cara membeli dari pedagang pengumpul. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya untuk menghasilkan benih kepiting soka menjadi tidak efisien. Letak Pasar yang Dituju Jakarta merupakan kota besar dan memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga kebutuhan pangan harus dapat terpenuhi, salah satunya adalah konsumsi hasil perikanan. Sehingga Jakarta merupakan pasar terbesar untuk produk hasil perikanan khususnya perikanan budidaya kepiting soka. Karawang yang menjadi kota penyangga kota Jakarta, dapat menjadi pilihan untuk mengusahakan hasil perikanan budidaya, hal ini karena Karawang memiliki luas pantai yang cukup panjang, dan kondisi lingkungan yang masih baik dalam mendukung usaha budidaya perikanan. Penelitian sebelumnya, seperti BPBU BI (2011) dan Hamdani (2014) kepiting soka yang dihasilkannya banyak yang dikirim ke Jakarta untuk memasok pasar lokal dan pasar ekspor yang kebanyakan pedagang pengumpulnya berlokasi di Jakarta.
40 Jarak antara Karawang - Jakarta tidak terlalu jauh, sedangkan restoran yang bekerjasama dalam penjualan produksi hanya menempuh jarak 89.3 km. Jarak tersebut masih bisa dijangkau dengan mudah baik dari segi infrastruktur dan waktu, sehingga kepiting soka masih dalam keadaan baik untuk sampai ke restoran, karena jika terlalu lama di luar freezer maka kepiting dapat mencair dan akibatnya tercium bau amis. 3 Tenaga Listrik dan Air Listrik dan air merupakan input terpenting untuk usaha ini. Hal ini karena usaha budidaya kepiting soka cukup membutuhkan listrik dan air dalam proses produksi maupun pascapanen. Listrik dan air ini difasilitasi oleh BLUPPB, sehingga petani tambak cukup membayarnya melalui BLUPPB. Pada proses produksi listrik dibutuhkan pada saat akan menyedot dan mengalirkan air laut dari sungai ke tandon dan dari tandon ke tambak, serta lampu sorot untuk menjaga keamanan tambak di malam hari. Proses pascapanen membutuhkan listrik untuk penggunaan freezer dalam penyimpanan hasil produksi. Penggunaan listrik ini juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pekerja sehari - hari seperti hiburan pada saat jam makan siang dan penyediaan dispenser hanya untuk menyediakan air panas dan mengopi. Karena usaha budidaya kepiting soka ini membutuhkan pengawasan yang intensif yaitu hampir 24 jam dan rumah jaga yang berfungsi sebagai tempat teduh untuk para pegawai yang berjaga di malam hari maupun siang hari. Fasilitas ini sangat memudahkan petani tambak karena petani tambak tidak perlu membeli alat pompa dan membuat aliran air. Sehingga ada biaya yang dapat dihemat. Akan tetapi kemudahan tersebut juga harus dibayar setiap bulan sebagai input tetap yang harus dikeluarkan petani tambak. Hanya saja petani tambak cukup membayar sejumlah listrik yang dipakai selama satu bulan. Adapun nilai tersebut yaitu Rp 250 000. Kebutuhan air pada usaha budidaya kepiting soka sangat penting pengaruhnya dalam proses produksi, karena akan mempengaruhi keberhasilan produk yang dihasilkan. Sebab air merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tingkat kematian kepiting soka. Jika kualitas air menurun akan menyebabkan kepiting stres dan rentan terhadap penyakit. Terdapat penelitian terdahulu mengenai kualitas air pada usaha budidaya kepiting soka di objek penelitian yang sama yaitu penelitian yang dilakukan Wahyuningsih (2013) menyatakan bahwa: a. Do (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut 5.84 – 7.00 ppm. Menurut Ghuffron (2007) dalam Wahyunigsih (2013) Nilai tersebut cukup baik karena masih dalam kisaran optimal dalam budidaya perikanan yaitu sekitar 5.00-7.00 ppm. Artinya ikan masih dapat bertahan hidup walaupun akan sedikit menghambat pertumbuhan ikan. b. Suhu pada pengukuran kualitas air tambak berkisar antara 26-300C. Nilai tersebut juga masih dalam kisaran optimum menurut Afriyanto dan Liviawaty (1992) dalam Nurdin dan Armando (2010). Menurut Wahyuningsih (2013) selama penelitian suhu tidak banyak mengalami perubahan besar dalam proses produksi. c. PH PH pada kolam tambak mencapai 7.26 – 8.08 nilai tersebut cukup layak untuk pertumbuhan ikan karena masih dalam kisaran optimumnya yaitu
41
4
5
6.5 – 9.00 (Ghufron 2007 dalam Wahyuningsih 2013). Salinitas perairan pada tambak budidaya kepiting soka yaitu 26 ppt. nilai tersebut masih dapat dikatakan normal menurut Afriyanto dan Liviawaty (1992) dalam Nurdin dan Armando (2010), karena termasuk dalam batas tolerir organisme akuatik yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Supply Tenaga Kerja Usaha budidaya kepiting soka yang dijalankan Pak Martani memiliki supply tenaga kerja yang banyak, hal ini karena lokasi usahanya berada di tambak sewa BLUPPB Karawang yang juga banyak tenaga kerja yang disediakan balai. Ketersediaan supply tenaga kerja berasal dari masyarakat sekitar lokasi usaha yang diberikan pelatihan terlebih dahulu. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2014) dan BPBU BI (2011) bahwa supply tenaga kerja berasal dari penduduk sekitar lokasi usaha yang diberikan pelatihan terlebih dahulu dalam melakukan pekerjaan dengan jumlah tenaga kerja dalam 1 ha sebanyak 2 orang tenaga kerja dan umumnya laki-laki. Fasilitas Infrastruktur dan Transportasi Usaha budidaya kepiting soka memiliki fasilitas infrastruktur yang cukup baik, dilihat dari akses jalan yang mudah dijangkau oleh roda dua maupun roda empat. Namun ada sedikit bagian jalan menuju tambak yang kurang baik yaitu sekitar 2 - 3 km masih ada yang masih menggunakan jalan tanah, sehingga ketika musim hujan turun, jalanan menjadi sedikit licin dan berlumpur. Namun secara keseluruhan akses jalan dari tambak menuju pasar input dan pasar output sudah sangat baik. Fasilitas transportasi yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu menggunakan jasa ojek dan pihak pemasok benih atau restoran yang langsung mengambil ke tambak. Untuk jasa ojek sendiri digunakan pada saat mengirim hasil panen maupun membeli benih dari nelayan dengan kuantitas maksimal yang dapat dibawa yaitu 60 kg, karena dibawa menggunakan styrofoam yang dapat membawa maksimal 30 kg dengan ukuran 100 cm x 65 cm.
Luas Produksi Luas Produksi usaha budidaya kepiting soka ini dapat diukur menggunakan kapasitas tambak yang dapat digunakan untuk budidaya kepiting soka. Kapasitas tambak sendiri hanya dapat dibuat jembatan kontrol sepanjang 50 m. Sepanjang jembatan kontrol tersebut juga bisa dipasang keramba bambu sehingga kapasitas maksimal untuk memproduksi kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara sebanyak 5 ton kepiting soka. Kondisi di atas dilakukan agar oksigen dapat masuk ke dalam air. Hal tersebut dapat menjadi salah satu upaya mengurangi risiko produksi dan gagal panen. Akan tetapi produksi yang dapat dicapai oleh petani tambak yaitu 4.11 ton selama satu periode produksi karena kapasitas keramba bambu kepiting yang dimiliki oleh petani tambak. Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan oleh petani tambak dalam menghasilkan kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara berlangsung selama 15- 30 hari periode produksi dan 4 bulan sekali untuk perbaikan tambak. Fokus kegiatan usahanya hanya sampai menghasilkan produk dan dijual langsung ke restoran milik petani
42 tambak. Proses produksi kepiting soka terdiri dari beberapa tahapan mulai dari persiapan tambak sampai proses pascapanen. Beberapa tahapan tersebut adalah: 1 Persiapan Tambak Persiapan tambak dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal ini untuk membuat kualitas air di tambak tetap terjaga dan juga untuk memperbaiki keranjang dan jembatan jika terjadi kerusakan. Persiapan ini memiliki beberapa rangkaian proses sampai tambak benar-benar siap untuk digunakan kembali. Berikut adalah Gambar 6 yang menunjukkan rangkaian proses persiapan tambak:
Gambar 6 Proses persiapan tambak budidaya kepiting soka Tambak yang telah dipakai langsung dikuras dan dikeringkan selama 3 hari atau sampai benar-benar kering tergantung musim dan cuaca. Selanjutnya tambak diberi obat saponin sebanyak 10 kg sebagai obat untuk mematikan binatang-binatang kecil seperti keong, pemberian saponin ini ditunggu sampai berwarna kemerahan sekitar 4 hari. Selama proses pemberian saponin petani tambak juga bisa membuat jembatan kontrol dan persiapan keranjang yang akan digunakan. Kemudian diberi kapur sebanyak 500 kg untuk 1 kolam tambak ukuran 100 m x 50 m. Pengapuran tersebut membutuhkan waktu 3 hari sampai mengeras. Adapun tujuan dari pengapuran ini adalah untuk mengeraskan dan mengendapkan tanah agar tanah dan lumpur tidak naik ke permukaan jika kolam diisi air. Setelah tambak benar-benar kering maka isi tambak dengan air kurang lebih 50 persen. Kemudian diamkan 2 hari. Proses selanjutnya tambak diberi obat lodan yang merupakan bahan untuk pemulihan kualitas air tambak atau menetralisir air. Seperti yang disebutkan oleh Wahyuningsih (2013) untuk menjaga kualitas air agar senantiasa baik, maka air yang digunakan untuk pemeliharaan dilakukan pemberian lodan. Jumlah lodan yang dibutuhkan untuk kolam ukuran 100 m x 50 m adalah 1 bungkus yang berisi 1 kg. Pemberian lodan ini membutuhkan waktu selama 2 hari. Selanjutnya diisi air sampai penuh. Sambil mengisi air, petani tambak dapat sambil memasang keramba bambu yang akan dipakai untuk proses produksi, biasanya waktu yang dibutuhkan ini hanya memerlukan waktu 3 hari. Berdasarkan hal tersebut waktu yang dibutuhkan dalam proses persiapan tambak yaitu 15 hari. Semua proses persiapan tambak di atas sama seperti persiapan tambak untuk udang dan bandeng7. Selain itu pemberian saponin sebagai 7
Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim. 2014. Budidaya Udang Vannamei (litopenaeus vannamei) Pola Tradisonal Plus [Internet]. [Diakses pada tanggal 6 Mei 2015]:
http://dkp.kaltimprov.go.id/jurnal-3-budidaya-udang-vannamei-litopenaeusvannamei-pola-tradisional-plus.html
43
2
pemberantas hama juga bisa dilakukan setelah pengapuran dan pemupukan seperti yang dijelaskan oleh Ruslan (2004). Benih Kepiting Soka Benih yang digunakan untuk budidaya kepiting soka yaitu benih yang berukuran tidak lebih dari 200 gram. Hal tersebut karena benih yang sudah memiliki ukuran lebih 200 gram atau sudah dewasa akan sulit untuk dibudidaya menjadi kepiting soka. KKP (2011) menjelaskan bahwa frekuensi ganti kulit pada kepiting yang masih muda lebih cepat, dan semakin tua kepiting frekuensi ganti kulit semakin jarang. Oleh sebab itu benih kepiting yang ukuran 150 gram sampai 200 gram cocok dijadikan benih untuk produksi kepiting cangkang lunak baik betina maupun jantan (Nurdin dan Armando 2010). Ukuran kepiting yang biasa digunakan petani tambak sebagai benih adalah ukuran kepiting size 9 – 11 ekor per kg atau 70 – 110 gram per ekor. Benih yang digunakan ini rata-rata memiliki panjang karapas 6 cm – 13 cm. Selama 4 tahun berjalan usaha ini dapat dikatakan layak karena konsumen kepiting soka tidak mempermasalahkan ukuran. Namun di tahun ke lima usaha ini menjadi dipertanyakan kelayakannya karena adanya peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 1/Permen-KP/2015, penggunaan benih oleh petani tambak di Desa Pusakajaya Utara ini tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan maka benih kepiting soka tidak layak untuk digunakan. Peraturan tersebut dijelaskan dalam Surat Edaran Nomor 18 tahun 2015 Kementerian Perikanan. Akan tetapi peraturan ini masih baru sehingga dampaknya tidak terlalu besar dalam usaha ini sebab peraturan tersebut dapat diatasi oleh petani tambak dengan menyesuaikan ukuran benih yang dapat disesuaikan dengan peraturan tersebut. Solusi dari peraturan menteri tersebut adalah dengan menyeleksi ukuran benih. Seleksi benih ini dapat dilakukan dengan cara mengkarantina kepiting yang masih di bawah ukuran standar. Sehingga petani tambak dapat melanjutkan usaha budidaya kepiting soka. Adapun alternatif lain yang dapat membantu petani tambak dalam memproduksi kepiting soka yang berkelanjutan dengan ketersediaan benih yang terus ada yaitu membuat budidaya benih kepiting, akan tetapi hal itu sangat sulit dilakukan bagi petani tambak yang masih menggunakan teknik tradisional. Hal ini karena teknik budidaya yang menghasilkan benih kepiting sampai saat ini masih dalam tahap penelitian sehingga sangat sulit diikuti oleh petani tambak. Selain itu biaya untuk budidaya benih kepiting memerlukan biaya yang cukup besar. Petani tambak budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara biasa membeli benih dari daerah Muara Baru Pakis Jaya, Muara Gembong Bekasi, dan Losari Cirebon. Sedangkan asal kepiting tersebut berasal dari tangkapan nelayan di alam. Adapun harga benih kepiting soka adalah Rp 30 000. Kepiting yang dibawa nelayan ke petani tambak kemudian diseleksi mana yang masuk ke dalam kriteria benih kepiting soka. Setelah itu benih langsung dicuci kemudian ditimbang. Hasil timbangan tersebut dibeli oleh petani tambak. Kepiting bakau yang tidak lolos seleksi akan dibawa kembali oleh nelayan atau pedagang pengumpul. Berikut adalah Gambar 7 dan Gambar 8 kepiting bakau yang dapat dijadikan benih kepiting soka.
44
Gambar 7
Benih kepiting soka (depan)
Gambar 8 Benih kepiting soka (belakang)
3 Teknik Budidaya Kepiting Soka Proses selanjutnya setelah pemilihan benih yaitu pemotongan capit dan kaki jalan benih kepiting soka, pemotongan tersebut memiliki tujuan untuk merangsang pertumbuhan kepiting dalam menghasilkan organ baru. Pada saat itu kepiting akan melakukan proses molting atau berganti kulit, Akan tetapi pemotongan ini membuat kepiting mengalami stres. Kondisi tersebut akan merangsang kepiting menghasilkan kepiting baru dengan cangkang yang masih lunak. Pemotongan tersebut memiliki beberapa metode dalam menghasilkan kepiting soka atau kepiting cangkang lunak. Berikut adalah teknik budidaya kepiting soka yang dilakukan oleh petani tambak di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang: a) Metode Cutting Metode cutting adalah metode dengan cara memotong semua capit dan kaki jalan kepiting kecuali kaki renang, pemotongan ini dilakukan secara manual menggunakan gunting, dan gunting yang digunakan juga gunting besi agar gunting tidak mudah patah ketika akan memotong benih. Pemotongan kaki dilakukan pada ujung kaki jalan sehingga secara otomatis pangkal kaki jalan patah dengan sendirinya. Metode cutting ini merupakan metode yang paling cepat untuk menghasilkan kepiting soka karena hanya membutuhkan waktu 15 hari agar kepiting dapat molting dan siap dipanen. Begitu juga penelitian yang dilakukan Harianto (2012) teknik budidaya kepiting soka dengan metode cutting membutuhkan waktu 14 – 17 hari untuk dapat dipanen. Selain itu pada metode ini tidak perlu menggunakan crab box cukup menggunakan keramba bambu atau keranjang besek yang harganya lebih murah. Adapun harga keramba bambu Rp 100.000 berisi 72 petakan, dan keranjang besek Rp 12 000 per lusin. b) Metode Popey Metode popey adalah metode dengan cara memotong semua kaki jalan kecuali capit dan kaki renang. Metode ini digunakan untuk menghasilkan kepiting soka dengan bobot lebih besar daripada metode cutting. Biasanya pada metode popey ini hanya kaki jalan saja yang dipotong, sehingga masih ada kaki renang dan capit. Selanjutnya, pada saat molting kepiting akan menghasilkan kepiting soka dengan capit
45
4
5
terlihat lebih besar. Waktu yang dibutuhkan untuk metode ini lebih lama dari cutting yaitu 32 – 55 hari. hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Harianto (2012). Sedangkan untuk pemeliharaannya juga harus menggunakan crab box tujuannya yaitu agar kepiting tidak bisa keluar dari keranjang. c) Metode Natural Metode natural biasa dipakai jika terdapat benih kepiting soka yang mulai menunjukkan tanda-tanda akan mengalami molting yaitu retaknya karapas bagian bawah. Sehingga kepiting hanya dipelihara hingga molting dengan sendirinya. Metode natural ini akan menghasilkan kepiting soka dengan ukuran dua kali lipat dari benih kepiting. Kekurangan pada metode ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam menghasilkan kepiting soka yaitu hampir satu bulan lebih. Menurut Harianto (2012) metode alami atau natural membutuhkan waktu 35 – 40 hari untuk pemeliharaan sampai kepiting molting. Proses pemeliharaan ini harus menggunakan crab box. Tujuannya adalah sama dengan metode popey, sehingga secara ekonomis metode ini tidak ekonomis dan cukup mahal karena waktu pemeliharaannya yang cukup lama. Selain itu metode ini juga jarang dipergunakan karena tidak banyak kepiting hasil tangkapan yang secara alami mengalami proses molting. Berdasarkan penjelasan di atas, petani tambak yang ada di Desa Pusakajaya Utara biasa menggunakan metode cutting. Metode tersebut dipilih atas pertimbangan proses panen yang lebih cepat dalam menghasilkan kepiting cangkang lunak. Selain itu metode tersebut dinilai lebih ekonomis karena tidak terlalu banyak membutuhkan crab box yang harga satuannya cukup mahal. Sama halnya yang dijelaskan oleh Harianto (2012) bahwa pemotongan capit dan kaki jalan merupakan perlakukan yang ideal untuk usaha budidaya kepiting soka karena memiliki laju pertumbuhan bobot harian yang tinggi sehingga biomassa akhir yang diperoleh untuk penjualan tinggi dan dapat menghasilkan siklus produksi 17 kali dalam satu tahun. Jumlah siklus tersebut lebih banyak dari metode popey dan natural yang hanya memiliki 9 siklus periode produksi dalam satu tahun. Penebaran Benih Proses selanjutnya adalah penebaran benih yang sudah dipotong ke dalam keramba bambu, keranjang besek dan crab box satu persatu. Penebaran ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menambah kondisi stres benih kepiting pasca proses cutting. Keranjang yang akan digunakan pada proses ini ada 3 jenis yaitu crab box, keramba bambu, dan keranjang besek. Crab box hanya dapat diisi oleh satu ekor kepiting, sama halnya dengan keranjang besek. Sedangkan satu keramba bambu dapat diisi 72 benih kepiting soka dengan ukuran luas 1.2 m2. Penebaran dilakukan satu persatu karena tingkat kanibalisme kepiting pada saat mengalami proses molting sangat tinggi. Pemberian Pakan dan Pemeliharaan Pakan yang digunakan pada budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara adalah ikan rucah. Ikan rucah diperoleh dari hasil pelelangan terdekat, atau dari pengumpul ikan yang letaknya tidak jauh dari lokasi tambak. Pemberian pakan dilakukan sebanyak satu kali dalam sehari. Pemberian pakan
46 ini dilakukan pada sore hari. Hal tersebut dilakukan karena kepiting sebagai hewan nokturnal yang mencari makan di sore sampai malam hari. Adapun dosis pakan diberikan sekitar 5 gram per hari per ekor. Saat ini harga pakan ikan rucah Rp 3 500 per kg. Pemeliharaan yang dilakukan petani tambak adalah melakukan pengendalian kualitas air dengan cara membuang 50 persen air dari tambak dan diisi dengan air yang baru. Pengendalian air dilakukan pada hari ke 15. Hal tersebut juga dilakukan untuk mempercepat proses molting dengan memanipulasi habitat yang sebenarnya. Selain itu, pembuangan 50 persen air tambak dilakukan untuk menjaga pH air payau. Pemeliharaan benih kepiting soka dilakukan 3 kali dalam 24 jam yaitu pada jam 8 pagi, jam 2 siang, dan jam 10 malam. Hal ini karena kepiting tidak panen secara serentak dan bersamaan. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya mengatasi risiko gagal panen. Sebab benih kepiting yang sudah molting akan kembali mengeras dalam waktu 4 – 6 jam. Selain itu kepiting akan lepas dari keramba karena sudah memiliki capit dan kaki jalan utuh, tak jarang banyak keranjang yang rusak karena digigit kepiting yang sudah molting. 6 Panen dan Pascapanen Pemanenan dilakukan apabila di keranjang kepiting terdapat dua ekor kepiting, karena salah satu dari keduanya adalah kepiting soka atau kepiting cangkang lunak, dan yang lainnya adalah cangkangnya. Pemanenan tersebut harus segera dilakukan kurang dari 4 - 6 jam karena kepiting akan kembali mengeras dan kepiting bisa lepas dari keranjang, terutama keranjang yang menggunakan keramba bambu dan keranjang besek. Setelah kepiting diangkat dari kolam, kepiting harus segera dimasukkan ke dalam stryrofoam ukuran 100 cm x 65 cm yang berisi air tawar. Hal tersebut dilakukan agar kepiting tetap dalam keadaan lunak dan dapat mengurangi kadar garam yang tinggi. Adapun tujuan dari pengurangan kadar garam atau rasa asin yang terkandung di dalam kepiting soka terjadi karena kerap kali konsumen mengeluh tentang rasa kepiting soka yang terasa lebih asin. Perendaman kepiting di dalam air tawar berlangsung selama dua jam. Setelah itu, kepiting langsung dikemas menggunakan plastik ukuran 20 cm x 10 cm dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin (freezer). Menurut petani tambak pada proses pemanenan ini tidak ada pemilihan grade tertentu, karena kepiting tersebut sudah dipesan langsung oleh restoran. Kemudian pesanan tersebut akan dijemput oleh pihak restoran. Pengiriman ke restoran biasanya menggunakan styrofoam ukuran 100 cm x 65 cm yang dapat menampung kepiting soka 30 kg. Beberapa restoran yang menjadi pemesannya adalah restoran yang berada di Jakarta yaitu Saung Mang King di Depok, Saung Udang di Cibubur. Jika panen berlebih biasa menjualnya ke restoran yang ada di Solo. Layout Usaha Layout usaha budidaya kepiting soka merupakan gambaran penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dibuat petani tambak. Layout tersebut meliputi layout tambak dan layout rumah jaga. Berikut adalah gambaran layout tambak dan layout rumah jaga.
47 1
Tambak Luas tambak yang digunakan untuk usaha budidaya kepiting soka yaitu 5000 m2. Konstruksi tambak tersebut dibangun dengan bentuk persegi panjang yang memiliki ukuran panjang 100 m dan lebar 50 m. Tambak tersebut memiliki jenis pintu air masuk (inlet) dan keluar (outlet) (Wahyuningsih 2013). Jenis pintu masuk dan keluar adalah menggunakan pipa paralon atau PVC. Pipa tersebut berukuran sangat kecil sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengalirkan air selain itu pipa jenis ini cukup mudah rusak atau pecah karena tidak mampu menahan beban di atasnya, ukuran pipa tersebut berukuran 8 inci dengan panjang pintu masuk (inlet) 4 cm dan panjang pintu keluar 6 m. pintu masuk air memiliki dua buah pipa dan pintu keluar air terdapat tiga buah pipa. Teknologi tambak yang digunakan adalah semi intensif, hal ini karena konstruksi tambak seluruhnya menggunakan tanah, sedangkan untuk konstruksi saluran air dan pintu air merupakan teknologi intensif. Tambak tersebut dapat dibangun jembatan kontrol sepanjang 100 m akan tetapi petani tambak hanya membangun jembatan kontrol sepanjang 50 m. Kapasitas tambak tersebut dapat menampung 5 ton benih kepiting soka. Pemeliharaannya pun menggunakan sistem jaring apung. Tambak ini diberi izin usaha langsung oleh BLUPPB Karawang. Adapun lokasi tambak ini berada di blok A, lokasi ini sangat dekat dengan kantor. Hal tersebut memudahkan secara administratif jika petani tambak membutuhkan apapun dalam pelaksanaan usaha. Adapun layout tambak dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Layout tambak usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Berdasarkan Gambar 9 Layout tambak usaha budidaya kepiting soka sudah cukup baik dalam hal konstruksi dilihat dari aliran masuk dan keluar
48 serta penempatan rumah jaga. Selain itu dilihat dari jembatan kontol yang dipasang. Pembuatan jembatan yang hanya 50 m ini juga sudah cukup tepat dalam memanfaatkan luasan tambak. Jika Jembatan kontrol dipasang sampai 100 m maka tambak akan penuh dengan keranjang yang dipasang terapung, hal tersebut dapat mengurangi kadar oksigen yang terkandung di dalam air, dan akibatnya akan memengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting soka. 2 Rumah Jaga Pembuatan rumah jaga dengan ukuran 6 m x 5 m sudah yang paling tepat, sebab rumah jaga cukup untuk menampung semua hasil panen dan menyimpan barang-barang penting selama proses produksi seperti freezer dll. Pembuatan rumah jaga ini sangat berguna bagi pekerja, karena pekerja dapat beristirahat sambil menjaga tambak. Rumah jaga ini disertai fasilitas hiburan berupa TV, kompor, dan dispenser. TV digunakan saat jam istirahat, kompor biasa digunakan untuk memasak capit kepiting yang akan diambil dagingnya kemudian dijual, selain itu dapat digunakan juga untuk memasak mie saat pegawai lembur untuk mengontrol kepiting soka di malam hari. Dispenser digunakan untuk ngopi para pegawai. Sehingga layout rumah jaga ini terasa sangat nyaman. Adapun pembuatan rumah jaga ini sepenuhnya terbuat dari bambu, sehingga tak jarang ada sebagian bagian rumah jaga yang mulai rapuh. Hal tersebut mengingat rumah jaga ini sudah berdiri dari 4 tahun yang lalu. Berdasarkan layout tambak dan posisi rumah jaga usaha ini dapat dikatakan layak. Konstruksi tambak yang telah dibuat mempermudah arus produk dari proses penerimaan bibit kemudian pemotongan capit jalan dan capit kaki sampai pemeliharaan dan proses pemanenan. Pembuatan konstruksi tambak dengan posisi tersebut dapat meminimalisir biaya produksi dan dapat memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan dan kenyamanan pekerja. Berikut adalah Gambar 9 yang menunjukkan layout rumah jaga usaha budidaya Kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang.:
Gambar 10 Layout rumah jaga usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
49 Berdasarkan Gambar 10, secara aspek teknis usaha budidaya kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara layak untuk dijalankan, karena semua kriteria dalam aspek teknis memenuhi standar yang layak dalam menjalankan usaha termasuk di dalamnya tidak melanggar peraturan pemerintah. Kelayakan tersebut dilihat dari beberapa kriteria yaitu lokasi usaha, luas produksi, proses produksi dan layout usaha. Lokasi usaha layak karena lokasinya sangat strategis dekat dengan pasar output dan input. Akses untuk menuju pasar sudah sangat baik karena dapat diakses oleh roda dua dan empat. Fasilitas listrik serta pengairan tersedia jumlahnya, begitu juga supply tenaga kerja. Hanya saja pada ketersediaan bahan baku berupa benih kepiting soka semakin sulit diperoleh petani tambak. Hal tersebut terkendala karena peraturan menteri, sehingga para nelayan kepiting malas mencari kepiting. Hal ini dikarenakan tidak semua kepiting hasil tangkapan dapat dijualbelikan. Proses produksi sebelumnya layak diusahakan karena tidak ada aturan khusus mengenai ukuran benih yang digunakan dan hasil panen. Akan tetapi setelah adanya peraturan pemerintah baik sesuai dengan peraturan Nomor 1/Permen-Kp/2015 atau ketetapan yang ditulis dalam Surat Edaran Nomor 18/ Men-Kp/I/2015, petani tambak harus mulai menyeleksi ukuran benih dan hasil panen yang diproduksi agar tidak melanggar peraturan. Oleh sebab itu secara aspek teknis usaha masih dapat dikatakan layak dengan syarat benih yang digunakan harus memenuhi peraturan yang ada. Layout usaha layak karena dapat mempermudah proses produksi dilihat pada konstruksi tambak usaha ini adalah semi insentif (Wahyuningsih 2013). Berdasarkan hal tersebut tambak usaha budidaya kepiting soka memenuhi kriteria pembangunan tambak untuk perikanan budidaya sesuai dengan pernyataan Nurdin dan Armando (2010) bahwa tambak untuk budidaya kepiting soka sama dengan tambak udang dengan skala tambak tradisional, semi intensif maupun intensif. Dengan demikian, secara aspek teknis layak karena dapat mengefisienkan biaya dan mengoptimalkan sumber rdaya. Berikut adalah Tabel 7 yang menunjukkan rangkuman dari analisis non finasial berdasarkan penilaian aspek teknis usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Tabel 7 Rangkuman penilaian aspek teknis usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria
Indikator penilaian
1. Lokasi Usaha Ketersediaa n bahan baku
Sumber benih
Letak pasar yang dituju
Jumlah bahan baku Harga Jarak pasar dekat dengan pasar output Biaya distribusi yang efisien
Penilaian
Hasil
TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dan Pedagang pengumpul kepiting Kontinuitas
Layak
Kompetitif Karawang -Jakarta menempuh jarak 89.3 km atau waktu 2-3 jam Ditanggung oleh pihak restoran
Layak Layak
Layak
Layak
Sumber penilaian
Nurdin dan Armando (2010) dan BPBU BI (2011) Kasmir dan Jakfar (2009) Suliyanto (2010) Kasmir dan Jakfar (2009) Kasmir dan Jakfar (2009)
50 Tabel 7 Rangkuman penilaian aspek teknis usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria Tenaga listrik dan air
Supply Tenaga Kerja (TK)
Fasilitas Infrastruktur dan Transportasi
2. Luas Produksi
3. Proses produksi
Indikator penilaian Sumber listrik
PLN
Layak
Nurmalina et al. (2010)
Sumber air
Laut
Layak
Jumlah TK
2 orang
Layak
Nurmalina et al. (2010) berdasarkan kondisi di lapangan
Ketersediaan TK Biaya TK
tersedia dengan kebutuhan 2 orang TK Rp 1 500 000
Layak
Kondisi Jalan
Mendukung (di aspal dan beton)
Layak
Fasilitas yang dimiliki Keramba bambu 500, keranjang besek 300, dan crab box 500 Persiapan tambak
Motor
150 gram per ekor < benih kepiting soka >200 gram per ekor Teknik budidaya kepiting soka Penebaran benih Pemberian pakan dan pemeliharaan Panen < 4 - 6 jam setelah molting Pascapanen 4. Layout usaha
Tambak Rumah jaga
Penilaian
Hasil
Layak
Sumber penilaian
berdasarkan pekerjaan yang dilakukan berdasarkan pekerjaan yang dilakukan Kasmir dan Jakfar (2009), nilainya berdasarkan biaya standar upah di BLUPPB Karawang
< 41100 kotak pemeliharaan atau 4.11 ton
Layak
Jumlah crab box yang dimiliki Petambak
Pengeringan, pemberian saponin, pengapuran, pemberian obat lodan, pemasangan keramba apung (terlaksana dengan baik) 70 - 110 gram per ekor
Layak
Harianto (2012)
Tidak layak
Surat Edaran Nomor 18/ Men-Kp/I/2015, Nurdin dan Armando (2010)
Metode cutting, popey, dan natural
Layak
Harianto (2012)
satu persatu
Layak
Harianto (2012), Nurdin dan Armando (2010) Wahyuningsih (2013)
1 hari sekali dan pengontrolan 3 kali dalam sehari penen dilakukan < 4 jam kemudian dilakukan perendaman Pengemasan, penyimpanan freezer, pengiriman Semi intensif (100 m x 50 m)
Layak
6 m x 5 m dapat menyimpan hasil panen
Layak
Layak Layak
Nurdin dan Armando (2010), Wahyuningsih (2013) Wahyuningsih (2013) Nurdin dan Armando (2010) Suliyanto (2010)
51 Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen pada dasarnya adalah menilai pengelola proyek bisnis, manajemen sendiri merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam menjalankan suatu bisnis secara keseluruhan untuk mencapai berbagai macam tujuan yang dikehendaki oleh berbagai macam pihak yang bersangkutan. Sehingga perlu adanya penilaian dari struktur organisasi, bentuk badan usaha yang dipilih, dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Tenaga kerja pada usaha budidaya kepiting soka yaitu berjumlah 3 orang. Jumlah ini tidak banyak namun dari segi keahlian dan berpengalaman mereka sudah cukup baik dalam budidaya kepiting soka. Jumlah tenaga kerja yang tidak terlalu banyak ini sudah cukup efisien karena usaha ini tidak banyak membutuhkan tenaga kerja dilihat dari kegiatan yang dilakukan, hanya saja usaha ini membutuhkan waktu yang intensif dalam proses produksi. Sehingga tenaga kerja dapat saling bergantian dalam melakukan pekerjaan selama proses produksi berlangsung. Adapun struktur organisasi pada usaha budidaya kepiting soka masih termasuk ke dalam struktur organisasi sederhana, adapun struktur organisasi kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Struktur organisasi usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Usaha budidaya Kepiting soka cukup layak untuk dijalankan dilihat dari aspek manajemen. Hal tersebut berdasarkan struktur organisasi yang digambarkan pada Gambar 11 di atas, walaupun belum memiliki struktur organisasi secara formal, tetapi pembagian tugas pada usaha ini cukup jelas antara pemilik, manajer operasional dan tenaga kerja operasional. Dengan demikian usaha ini memiliki bentuk usaha perseorangan yang modalnya berasal dari satu orang pemilik. Hal ini didukung oleh pernyataan dari BPBU BI (2011) bahwa pada umumnya petani pembudidaya ikan menerapkan bentuk kelembagaan usaha perseorangan, namun dapat bergabung dengan kelompok tani atau koperasi. Oleh karena itu struktur
52 organisasinya sangat sederhana, umumnya terdiri atas pemilik usaha dan beberapa orang tenaga kerja operasional. Pemilik yang mempunyai modal usaha memiliki tugas untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan permodalan dan biaya yang dibutuhkan selama proses produksi berlangsung. Manajer operasional yang mengawasi dan mengontrol produksi serta melaporkan kepada pemilik terkait kebutuhan yang operasional. Tenaga kerja atau pegawai yang mengerjakan produksi dan pemeliharaan, pemberian pakan dan pengontrolan untuk pemanenan. Usaha budidaya kepiting soka masih mengandalkan izin yang diberikan oleh balai, akan tetapi BLUPPB Karawang merupakan suatu instansi pemerintah maka secara perizinan usaha ini diperbolehkan. Walaupun kekuatan hukumnya masih sangat lemah dengan tidak adanya bukti tertulis sebagai pernyataan izin usaha. Hal tersebut tidak menghambat proses kegiatan bisnis yang sedang dan sudah dijalankan, sehingga secara aspek hukum usaha ini masih dapat dikatakan layak. Adapun rangkuman penilaian aspek pasar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rangkuman penilaian aspek manajemen dan hukum usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria Manajemen
Hukum
Indikator penilaian Struktur organisasi
Ada
Penilaian
Hasil Layak
Pembagian kerja
Ada
Layak
Izin usaha
Ada
Layak
Sumber penilaian Nurmalina et al. (2010) Nurmalina et al. (2010) Nurmalina et al. (2010)
Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Usaha ini secara sosial tidak merugikan masyarakat sekitar karena kegiatan usaha budidaya kepiting soka dapat menjadi tempat untuk belajar budidaya kepiting soka bagi siapa saja yang berminat melakukan bisnis yang serupa. Usaha budidaya kepiting soka juga memberikan pengaruhnya terhadap ekonomi masyarakat berupa lapangan pekerjaan. Hal tersebut dibuktikan adanya tiga orang tenaga kerja yang dipekerjakan, selain memberikan lapangan kerja seperti pegawai tambak, usaha ini juga dapat memberikan pekerjaan lain seperti pekerjaan tukang ojek benih dan pengrajin keramba bambu. Usaha ini juga menyumbang pendapatan daerah berupa pajak penghasilan. Secara aspek budaya kepiting cangkang lunak ini memberikan nilai budaya berbeda dari biasanya, salah satunya adalah pengolahan kepiting cangkang keras pada umumnya dengan kepiting cangkang lunak, sehingga secara budaya usaha ini memberikan kesan yang baru dan berbeda. Selama 4 tahun berjalan, usaha ini tidak menimbulkan dampak yang buruk. Secara aspek sosial, ekonomi dan budaya usaha budidaya kepiting soka tidak bertentangan dengan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat hanya saja budidaya ini tidak masuk ke dalam animal walfare karena menyakiti kepiting untuk mempercepat proses ganti kulit yang dipanen sesaat setelah ganti kulit. Hal tersebut terjadi karena petani tambak lebih menyukai teknik pemotongan capit dan
53 kaki jalan (cutting) dalam memproduksi kepiting soka. Kondisi ini sesaat tidak akan masalah, tapi jika ditinjau dari sisi lingkungan dan pemasaran kepiting mancanegara yang memperhatikan aspek lingkungan, kepiting asal Indonesia akan ditolak di pasaran ekspor8. Oleh sebab itu petani sudah harus memperhatikan teknik baru dalam budidaya kepiting soka. Adapaun rangkuman penliaian aspek sosial, ekonomi, dan budaya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rangkuman penilaian aspek sosial, ekonomi, dan budaya usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria Dampak sosial masyarakat Dampak ekonomi masyarakat Dampak budaya Dampak global
Indikator penilaian Multiplier effect
Penilaian
Hasil
Sumber penilaian
Tempat untuk belajar budidaya kepiting soka
Layak
Nurmalina et al. (2010)
Penyerapan Tenaga Kerja
Ada 2 orang tenaga kerja
Layak
Nurmalina et al. (2010)
Teknik pengolahan teknik yang animal walfare
Memasak kepiting keras menjadi kepiting lunak Teknik budidaya menyakiti hewan
Tidak layak
Nurmalina et al. (2010) Kompas 2008
Aspek Lingkungan Usaha Budidaya kepiting soka hampir tidak menghasilkan limbah lingkungan, hal ini terjadi karena usaha budidaya kepiting soka menghasilkan limbah yang dapat diolah kembali. Adapun limbah yang dihasilkan adalah cangkang capit, kaki jalan, dan kerapas benih yang telah molting. Limbah tersebut dijual kepada penadah, sehingga petani tambak memperoleh pendapatan lain selain kepiting soka. Limbah tersebut masih dapat dijual karena banyak di cari orang. Khususnya untuk limbah cangkang kepiting mengandung zat kitin yang dapat dimanfaatkan di berbagai industri modern diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedical, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan (Puspawati dan Simpen 2010). Limbah buangan berupa air tambak tidak mencemari lingkungan dan tidak merugikan masyarakat sekitar karena limbah langsung di buang ke laut melalui saluran air. Dilihat dari aspek lingkungan usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang layak untuk dijalankan karena tidak menimbulkan limbah yang dapat merugikan lingkungan sekitar. Berdasarkna hal tersebut usaha budidaya kepiting soka ini layak berdasarkan aspek lingkungan. Berikut adalah Tabel 10 yang menunjuukan rangkuman penilaian aspek lingkungan.
8
Kompas. 2008. Yushinta, Sang Penakluk Kepiting [Internet]. [Diakses pada tanggal 10 Mei 2015]. Tersedia pada: http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/0624130/yushinta.sang.penakluk.kepiting
54 Tabel 10 Rangkuman penilaian aspek sosial,ekonomi, dan budaya usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Kriteria Limbah kepiting soka Limbah buangan air
Indikator penilaian capit dan kaki jalan, kerapas benih kepiting soka Kualitas air
Saluran air
Penilaian
Hasil
Sumber penilaian
Dijual
Layak
Harianto (2012), Nurdin dan Armando (2010),
Berada dalam batas ambang normal kualitas air untuk budidaya perikanan
Layak
Baik
Layak
Harianto (2012), Wahyuningsih (2013), Nurdin dan Armando (2010) Harianto (2012), Wahyuningsih (2013), Nurdin dan Armando (2010)
Analisis Aspek Finansial Analisis kelayakan yang dilakukan petani tambak usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara bertujuan untuk mengetahui apakah usaha yang sudah berjalan empat tahun ini sudah cukup layak secara finansial, sehingga perlu dianalisis rencana kelayakan finansial usaha di tahun yang sekarang dan yang akan datang. Kelayakan tersebut dilihat dari manfaat yang diperoleh petani tambak berupa penerimaan yang menguntungkan. Aspek finansial ini akan mengkaji jumlah dana yang telah dikeluarkan untuk membangun dan mengoperasikan usaha budidaya kepiting soka selama umur proyek yaitu 5 tahun. Penentuan umur proyek tersebut berdasarkan umur ekonomis keramba bambu karena merupakan aset yang paling penting dan mahal untuk usaha budidaya kepiting soka yaitu sekitar 41 persen dari total investasi. Adapun aspek ini akan dikaji secara kuantitatif melalui analisis biaya dan manfaat, laba rugi, dan analisis kriteria investasi melalui arus kas usaha. Perhitungan untuk analisis finansial ini menggunakan dua skenario. Skenario I petani tambak menyewa tambak dan skenario II petani tambak membeli tambak dengan luas tambak 0.5 ha. Perbedaan dari dua skenario tersebut yaitu terdapat pada biaya investasi dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani tambak. Hasil analisis ini bertujuan melihat investasi awal yang digunakan dan menilai mana yang lebih layak diusahakan. Arus Kas (Cashflow) Arus kas merupakan aliran kas yang ada di perusahaan dalam satu periode tertentu (Jakfar dan Kasmir 2009). Pada usaha budidaya kepiting soka arus kas meliputi arus manfaat atau gambaran uang yang masuk dan arus biaya atau gambaran uang yang keluar. Berikut adalah penjelasan dari jenis-jenis arus kas usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang:
55 Arus Manfaat (Inflow) Manfaat yang diperoleh pada usaha ini adalah penjualan kepiting soka ukuran konsumsi yaitu 130 - 150 gram per ekor atau size 6 sampai 7 ekor per kg. Manfaat lain diperoleh dari hasil penjualan capit dan kaki jalan yang jumlahnya 10 persen dari total benih. Hasil dari penjualan usaha disebut sebagai nilai produksi total. Selain nilai produksi total, usaha ini juga memperoleh manfaat dari nilai sisa. Nilai tersebut diperoleh dari nilai sisa investasi yang masih dapat dijual atau ditukar lagi dan akumulasi pada tahun terakhir umur usaha. Arus manfaat ini sama untuk ke dua skenario perhitungan. Adapun penjelasan dari nilai produksi total dan nilai sisa adalah sebagai berikut: 1 Nilai Produksi Total Produk yang dapat menghasilkan penerimaan bagi petani tambak yaitu kepiting soka ukuran konsumsi, capit dan kaki jalan, serta cangkang kepiting. Untuk capit dan kaki jalan ada yang langsung dijual berupa dagingnya saja atau melalui proses perebusan terlebih dahulu. Akan tetapi pada penelitian ini mengasumsikan capit dan kaki jalan mentah saja yang diproduksi agar tidak double accounting. Berikut adalah nilai produksi total yang dihasilkan petani tambak di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar kabupaten Karawang selama satu periode produksi atau 15 hari. Adapun usaha ini dimulai pada bulan ke 3 di tahun pertama, dengan jumlah siklusnya 15 kali produksi dan tahun ke 2 sampai tahun ke 5 terdapat 18 siklus produksi per tahun. Perhitungan jumlah siklus tersebut disebabkan tiga kali perbaikan tambak dalam satu tahun yaitu pada bulan ke 3, ke 7 dan ke 12. Berikut adalah Tabel 11 yang menunjukkan perhitungan penerimaan yang yang akan diperoleh petani tambak berupa produksi total. Tabel 11 Jumlah dan nilai produksi usaha budidaya kepiting soka Jenis penerimaan Kepiting Soka Capit dan kaki jalan Cangkang Kepiting Soka Total
Jumlah/ siklus (kg) 241.00 38.50 39.00
Nilai (Rp) Harga (Rp)
Tahun 1
Tahun 2 - 5
85 000 6 000
307 275 000 3 465 000
368 730 000 4 158 000
2 000
1 155 000
1 386 000
311 895 000
374 274 000
Berdasarkan Tabel 11, dalam satu siklus usaha budidaya kepiting soka dapat memproduksi kepiting soka sebesar 241 kg dari total benih yang dapat ditebar, hal ini karena benih kepiting memiliki tingkat kelangsungan hidup 66.3 persen dan terjadi kenaikan bobot benih 30 persen dari bobot awal. Selain itu, jumlah benih produksi ini diperoleh dari rata-rata produksi yang pernah dilakukan oleh petani tambak. Oleh sebab itu, setiap tahun petani tambak memperoleh penerimaan kepiting soka sebesar Rp 374 274 000. Kecuali, tahun pertama yang memperoleh Rp 311 895 000 atau 15 siklus panen. Adapun capit dan kaki jalan diperoleh dari 10 persen total bobot benih kepiting soka termasuk cangkang lama yang dihasilkan setelah proses molting. Sehingga total penerimaan yang diperoleh petani tambak dari hasil
56 penjualan capit dan kaki jalan pada tahun ke 1 yaitu Rp 3 465 000 dan tahun ke 2 sampai tahun ke 5 yaitu Rp 4 158 000. Sedangkan cangkang kepiting yang dapat dihasilkan oleh petani tambak pada tahun pertama Rp 1 155 000 dan tahun ke 2 sampai tahun 5 yaitu Rp 1 386 000. Penerimaan tersebut cukup besar bagi petani tambak budidaya kepiting soka sebagai usaha utama. Jadi petani tambak memperoleh penerimaan total sebesar Rp 311 895 000 pada tahun 1 dan Rp 374 274 000 pada tahun 2 sampai tahun 5. 2 Nilai Sisa Nilai sisa usaha budidaya kepiting soka dihitung dari nilai investasi yang tidak habis dipakai selama umur usaha. Nilai sisa dihitung di akhir usaha dan dimasukkan ke dalam nilai inflow. Investasi yang masih memiliki nilai sisa pada umur ekonomis usaha terdapat pada Lampiran 3. Nilai sisa investasi ini akan dimasukkan ke dalam Inflow di tahun ke lima atau tahun terakhir pada umur usaha budidaya kepiting soka. Nilai tersebut juga merupakan penerimaan dalam usaha budidaya kepiting soka. Besarnya nilai sisa yang diperoleh oleh petani tambak adalah Rp 9 432 500. Nilai sisa didominasi oleh investasi berupa peralatan usaha budidaya kepiting soka. Arus Biaya (Outflow) Outflow adalah aliran arus kas yang dapat mengurangi manfaat. Outflow ini merupakan biaya-biaya yang sudah dikeluarkan pada awal pembangunan maupun selama usaha berjalan. Komponen-komponen yang terdapat di dalam outflow adalah biaya investasi dan biaya operasional. Berikut adalah biaya-biaya yang termasuk ke dalam outflow usaha budidaya kepiting soka: 1 Biaya Investasi Biaya Investasi dikeluarkan pada awal pendirian usaha. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan satu kali untuk memperoleh beberapa kali manfaat sampai usaha ini tidak menguntungkan lagi secara ekonomis. Biaya investasi pada usaha budidaya kepiting soka dikeluarkan pada tahun pertama di bulan ke tiga karena usaha ini memerlukan waktu untuk persiapan proyek mulai dari mengurus izin usaha dan pembuatan rumah jaga. Biaya investasi yang paling penting dalam usaha ini adalah keranjang kepiting berupa keramba bambu dengan umur ekonomis 5 tahun, sehingga umur usaha ini mengikuti umur keramba bambu yaitu 5 tahun. Pada skenario pertama biaya investasi usaha membutuhkan dana Rp 122 965 000 dan skenario dua membutuhkan dana investasi sebesar Rp 197 965 000. Adapun biaya investasi dapat dilihat pada lembar Lampiran 2. Biaya investasi yang paling penting dalam usaha ini adalah keranjang kepiting berupa keramba bambu dengan umur ekonomis 5 tahun, sehingga umur usaha ini mengikuti umur keramba bambu yaitu 5 tahun. Nilai investasi yang sudah dikeluarkan akan mengalami penyusutan setiap tahunnya, adapun perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Penyusutan pada skenario satu maupun skenario dua memiliki jumlah yang sama. Hal ini karena penyusutan terjadi pada investasi yang akan mengalami pengurangan fungsi karena faktor dipakai, umur, dan kerusakan. Terdapat satu investasi yang tidak mengalami penyusutan yaitu tambak, hal ini karena tambak yang digunakan merupakan tambak tanah sehingga tidak mengalami penyusutan. Besarnya pengurangan fungsi investasi harus
57 diperhitungkan sebagai biaya (SLI 2010). Adapun nilai penyusutan dapat dilihat pada lampiran 3. Investasi yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur usaha akan diganti dengan yang baru, adapun biaya yang dikeluarkan untuk pergantian investasi dinamakan reinvestasi. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan akan berbeda-beda tergantung umur ekonomis dari masing-masing peralatan dan jumlah peralatan yang perlu direinvestasi. Nilai reinvestasi pada skenario 1 dan 2 memiliki nilai yang sama karena nilai reinvestasi yang dikeluarkan adalah untuk investasi berupa peralatan yang menunjang usaha budidaya kepiting soka. Pada tahun kedua usaha ini sudah mengeluarkan biaya reinvestasi. Berikut adalah Tabel 12 biaya reinvestasi usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Tabel 12 Biaya reinvestasi usaha budidaya kepiting soka Jenis Jembatan Kontrol Keranjang (Basket Besek) Pompa Air Ember kecil Ember besar Gunting besi Senter (baterai 6 volt) Lampu sorot PVC 8 inci Bambu penyangga crab box Total biaya reinvestasi
Nilai reinvestasi (Rp) 3 665 000 3 600 000 5 000 000 200 000 250 000 150 000 150 000 3 000 000 250 000 3 000 000 19 265 000
Berdasarkan Tabel 12 usaha budidaya kepiting soka memerlukan biaya reinvestasi sebesar Rp 19 265 000 pada tahun ke 3 dan tahun ke 5 selama umur usaha. Reinvestasi harus dilakukan agar usaha masih tetap berjalan dengan peralatan yang efisien untuk digunakan, sehingga tidak menghambat proses produksi. 2 Biaya Operasional Biaya operasional pada usaha budidaya kepiting soka terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya operasional merupakan gambaran tentang pengeluaran selama proses produksi untuk menghasilkan produk dalam satu periode produksi. a) Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh jumlah produksi yang dihasilkan selama satu periode produksi. Pada masing-masing skenario memiliki biaya tetap yang berbeda. Biaya penyusutan dimasukkan ke dalam biaya tetap untuk menghitung penurunan fungsi dari investasi yang disebabkan oleh faktor pakai, umur, dan kerusakan-kerusakan (Suliyanto 2010) 1. Skenario I Pada skenario pertama yaitu menyewa tambak maka biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani tambak meliputi gajih tenaga kerja, biaya transportasi, biaya listrik, biaya penunjang karyawan dan biaya
58 sewa tambak. Berikut adalah Tabel 13 mengenai rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario I. Tabel 13 Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario 1 Jenis biaya tetap
Jumlah
Gaji tenaga kerja 3 Biaya transportasi 3 Listrik 1 Penunjang karyawan 1 Sewa tambak Total biaya tetap
2.
Harga satuan (Rp/Bulan) 5 000 000 100 000 250 000 600 000
Nilai (Rp) Tahun 1
Tahun 2-5
45 000 000 900 000 2 250 000 5 400 000 5 000 000 58 550 000
60 000 000 3 600 000 3 000 000 7 200 000 5 000 000 78 800 000
Biaya tetap tenaga kerja diberikan setiap bulan sebesar Rp 1 500 000 perorang, sedangkan gaji untuk pengelola tambak sebesar Rp 2 000 000 per bulan. Maka dari itu, gaji yang harus dibayarkan setiap bulan oleh pemilik tambak sebesar Rp 5 000 000. Biaya transportasi diberikan setiap satu bulan sebesar Rp 100 000 kepada semua pekerja. Biaya transportasi diberikan untuk setiap pembelian pakan ikan rucah dari tempat pelelangan ikan dan setiap pengiriman produksi sampai ke depan pintu tol Karawang Barat. Biasanya biaya transportasi diperlukan setiap hari. Maka dari itu biaya transportasi ini diberikan setiap bulan. Biaya listrik dihitung berdasarkan amper meter yang dipasang di dekat rumah jaga dan dibayarkan setiap bulan melalui BLUPPB Karawang sejumlah Rp 250 000. Biaya sewa tambak seluas 0.5 ha dibayarkan setahun sekali sejumlah Rp 5 000 000. Sedangkan penunjang karyawan terdiri dari biaya harian karyawan seperti biaya makan untuk karyawan yang bekerja di malam hari dan biaya kopi atau biaya-biaya lain seperti biaya warung yang sifatnya tidak terduga selama periode produksi. Biaya penunjang karyawan ini selalu dikeluarkan setiap bulan sebesar Rp 600 000. Sehingga biaya tetap pada skenario I yang harus dikeluarkan petani tambak selama satu tahun adalah Rp 58 550 0000, berbeda dengan tahun pertama petani tambak hanya mengeluarkan Rp 78 800 000. Skenario II Biaya tetap skenario ke dua sama dengan skenario pertama, perbedaannya pada biaya sewa tambak tidak masuk ke dalam biaya tetap. Hal ini karena biaya tambak dikeluarkan sebagai biaya investasi yang dikeluarkan pada awal usaha budidaya kepiting soka. Sebab biaya tambak yang dikeluarkan pada skenario II diganti dengan membeli tambak di awal tahun. Berikut adalah Tabel 14 rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario ke II.
59 Tabel 14 Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario II Jenis biaya tetap Jumlah Harga Nilai (Rp) satuan Tahun 1 Tahun 2-5 (Rp/Bulan) Gaji tenaga kerja 3 5 000 000 45 000 000 60 000 000 Biaya 3 100 000 900 000 3 600 000 transportasi Listrik 1 250 000 2 250 000 3 000 000 Penunjang 1 600 000 5 400 000 7 200 000 karyawan Total biaya tetap 53 550 000 73 800 000 Berdasarkan Tabel 14 biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani tambak bila petani tambak membeli tambak dengan luas tambak 0.5 ha (skenario II) pada tahun pertama mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp 53 550 000 dan pada tahun ke dua sampai tahun ke lima sebesar Rp 73 800 000. Hal ini jelas bahwa biaya tetap pada skenario ke dua jauh lebih kecil dari pada skenario pertama. b) Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh aktivitas produksi selama satu periode produksi. Biaya variabel untuk skenario I dan II memiliki nilai yang sama besar. Biaya variabel usaha budidaya kepiting soka dikeluarkan pada tahun ke 1 sebesar Rp 189 106 250 dan tahun 2 sampai 5 sebesar Rp 226 783 500. Biaya variabel usaha budidaya kepiting soka terdiri dari benih kepiting soka, pakan berupa ikan rucah, vitamin, obat antibiotik, styrofoam, Plastik ukuran 10 cm x 20 cm, kapur kaptan, dan saponin. Berikut adalah Tabel 15 yang menunjukkan biaya variabel usaha budidaya kepiting soka. Tabel 15 Biaya variabel usaha budidaya kepiting soka Jenis biaya variabel Benih kepiting soka Pakan (Ikan Rucah) Vitamin Obat antibiotik Styrofoam Plastik ukuran 10 x 20 Kapur kaptan Saponin
Jumlah/ siklus
Satuan
Harga satuan (Rp/Siklus)
Tahun 1
Nilai (Rp) Tahun 2 - 5
385
kg
30 000
173 250 000
207 900 000
186
kg
3 500
9 738 750
11 686 500
0.5 0.5
kg kg
75 000 75 000
562 500 562 500
675 000 675 000
8 3
box kg
25 000 28 000
3 012 500 1 260 000
3 615 000 1 512 000
500
kg
600
600 000
600 000
10
kg
6 000
Total biaya variabel
120 000
120 000
189 106 250
226 783 500
60
i) Benih kepiting soka Jumlah benih yang digunakan untuk memproduksi kepiting soka tidak dapat ditentukan oleh petani tambak. Hal ini karena jumlah benih sangat bergantung dengan hasil tangkapan alam yang diperoleh nelayan, sedangkan petani tambak memperoleh benih kepiting dari tempat pelelangan ikan atau pedagang pengumpul. Jumlah benih yang digunakan pada perhitungan ini diasumsikan konstan yaitu 385 kg per satu siklus atau 15 hari. Hal ini berdasarkan rata - rata produksi yang dialami petani tambak dalam 7 bulan terakhir di tahun 2014. Dalam satu tahun yang terdiri dari 20 siklus, petani tambak dapat memelihara benih sebanyak 7 700 kg benih. Adapun harga benih kepiting soka yaitu Rp 30 000 per kg. Penentuan harga benih kepiting soka berdasarkan harga pasar yang berlaku selama penelitian ini berlangsung yaitu pada bulan Januari - Februari 2015. ii) Pakan Pakan yang digunakan untuk budidaya kepiting soka berupa ikan rucah, harga pakan yaitu Rp 3 500 per kg. Kebutuhan pakan untuk satu ekor kepiting pada umumnya 5 g. Dalam perhitungan ini menggunakan hasil selama observasi lapang dan pengalaman petani tambak dengan rata-rata pembelian pakan untuk 385 kg benih kepiting soka membutuhkan pakan 185 kg per siklus. Pengalaman petani tambak yang dijadikan acuan dalam perhitungan pakan karena tidak semua pakan yang dibeli sama dengan pakan yang dibutuhkan kepiting soka. Hal tersebut karena ada pakan yang sebagian busuk. Harga pakan ini ditentukan berdasarkan harga yang berlaku selama penelitian ini berlangsung yaitu pada bulan Januari – Februari 2015. iii) Vitamin Kebutuhan vitamin ini sangat diperlukan bagi kepiting. Vitamin diberikan untuk menjaga daya tahan tubuh dan sebagai upaya mengurangi tingkat kematian benih kepiting soka. Kematian benih kepiting soka disebabkan oleh penyakit. Adapun kebutuhan selama satu produksi adalah 0.5 kg atau setengah bungkus. Penggunaannya yaitu dengan mencampurkan vitamin ke dalam pakan yang sudah dipotong-potong. Harga satu bungkus vitamin adalah Rp 150 000. Jadi, kebutuhan vitamin dalam satu siklus adalah Rp 75 000. iv) Obat Antibiotik Obat antibiotik juga dimasukkan ke dalam campuran pakan. Jumlah antibiotik dan harganya sama dengan kebutuhan vitamin. Jadi harga antibiotik Rp 75 000. Tetapi antibiotik ini dicampurkan ke dalam pakan dengan dicampur air terlebih dahulu. v) Styrofoam Styrofoam digunakan untuk mengemas produk kepiting soka. Alasan menggunakan styrofoam adalah untuk menjaga suhu kepiting soka yang beku agar tetap dingin selama perjalanan dari tambak sampai ke restoran yang dituju. Ukuran yang dipakai adalah 100 cm x 60 cm dengan kapasitas 30 kg kepiting soka. Harga styrofoam yaitu Rp 25 000 per buah. Jadi, kebutuhan styrofoam masih sangat tergantung
61 dengan panen yang dihasilkan. Selain itu, styrofoam juga digunakan untuk merendam kepiting yang baru saja mengalami proses molting. vi) Plastik ukuran 10 cm x 20 cm Plastik digunakan untuk mengemas kepiting soka yang akan disimpan ke dalam lemari pendingin. Panen kepiting soka membutuhkan 1 kg plastik untuk 100 kg kepiting soka. Sehingga 241 kg kepiting akan membutuhkan 3 kg plastik. Adapun harga plastik per kg yaitu Rp 28 000. vii) Kapur kapan Pemberian kapur hanya dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Februari da Juni. Pemberian kapur untuk satu kolam tambak yaitu sebesar 500 kg kapur. Harganya Rp 60 000 per 100 kg kapur. Kapur ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur sehingga kolam yang diisi air lumpurnya tidak naik ke atas. viii) Saponin Kebutuhan saponin adalah membunuh mikroorganisme pembawa penyakit. Saponin dibutuhkan pada saat pembersihan kolam. Sama halnya pemberian kapur kaptan yang diberikan dua kali dalam satu tahun. Jumlah yang dibutuhkan untuk satu kolam tambak 100 cm x 50 cm adalah 10 kg dengan harga Rp 6000 per kg. Analisis Laba Rugi Analisis laba rugi digunakan untuk menggambarkan kinerja usaha budidaya kepiting soka selama satu periode produksi. Komponen laba rugi terdiri dari penerimaan hasil penjualan, biaya operasional, termasuk di dalamnya biaya penyusutan dan biaya pajak. Rincian laba rugi akan berpengaruh terhadap pajak penghasilan, yang secara langsung mempengaruhi cashflow. Besarnya penentuan pajak mengacu pada UU Nomor 46 tahun 2013 tentang pajak penghasilan. Usaha ini dikenakan pajak usaha sebesar 1 persen karena usaha ini memperoleh penghasilan kurang dari Rp 5 miliar. Analisis laba rugi usaha ini mulai dihitung pada tahun pertama atau tahun 2015. Hal itu karena usaha yang sudah berjalan selama 4 tahun lalu dievaluasi pada tahun ke 4 tepat pada tahun 2015. Dalam menganalisis kelayakan finansial usaha memerlukan perencanaan biaya pada waktu saat ini sampai waktu yang akan datang selama umur bisnis. Adapun harga yang digunakan pada usaha ini menggunakan nilai sekarang (present value) dari semua biaya dan manfaat yang diterima. Hal ini karena adanya pengaruh waktu dari setiap biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima (Nurmalina et al. 2010). Analisis laba rugi usaha ini mulai dihitung pada tahun pertama karena petani tambak sudah memperoleh penerimaan. Pada skenario I usaha ini dapat memperoleh laba bersih sebesar Rp 31 589 800 di tahun pertama dan Rp 35 420 260 di tahun ke 2 sampai ke 5. Adapun skenario II memperoleh laba bersih pada tahun pertama sebesar Rp 36 589 800 dan tahun ke 2 sampai tahun ke 5 memperoleh laba sebesar bersih sebesar Rp 40 420 260. Perolehan laba bersih yang dihasilkan pada skenario II lebih besar daripada skenario I. Hal ini menunjukkan kinerja keuangan usaha budidaya kepiting soka pada skenario II lebih baik dari skenario I. Secara lebih rinci laporan laba rugi usaha budidaya kepiting soka dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
62 Biaya penyusutan masuk ke dalam laporan laba rugi sebagai biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap tahun jumlah biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani tambak pada skenario I dan II jumlahnya sama besar yaitu Rp 29 542 500. Sama halnya dengan pajak penghasilan yang harus dibayarkan pada skenario I dan II. Nilai tersebut di bayarkan pada tahun pertama sebesar Rp 3 118 950 dan tahun ke 2 sampai tahun ke 5 sebesar Rp 3 742 740. Selanjutnya nilai pajak ini akan dimasukkan ke dalam arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka. Berikut adalah Tabel 16 yang menunjukkan hasil perhitungan analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka. Tabel 16 Hasil analisis laporan laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario I dan II dengan skala 0.5 ha Laba bersih (Rp) Tahun Skenario I Skenario II 2015 31 589 800 36 589 800 2016 35 420 260 40 420 260 2017 35 420 260 40 420 260 2018 35 420 260 40 420 260 2019 35 420 260 40 420 260 Analisis Kelayakan Investasi Studi kelayakan bisnis memiliki tujuan untuk mengetahui apakah usaha memiliki manfaat bagi pengelola usaha. Manfaat yang akan diperoleh petani tambak setiap tahunnya ini akan berkaitan dengan konsep time value of money, di mana nilai sekarang akan berbeda dengan nilai di waktu yang akan datang, maka dari itu dalam menganalisis kelayakan diperlukan discount factor dari setiap biaya atau manfaat yang diterima. Analisis kelayakan ini dilakukan pada dua skenario yaitu skenario I dan II. Skenario I yaitu petani tambak menyewa tambak dengan luas tambak 0.5 ha atau 5000 m2 sebesar Rp 5 000 000. Skenario II petani tambak membeli tambak dengan luas lahan 0.5 ha sebesar Rp 75 000 000. Analisis kelayakan dengan menggunakan dua skenario ini bertujuan untuk menilai usaha yang dapat memberikan manfaat atau keuntungan lebih besar. Apakah sebaiknya petani tambak menyewa tambak atau membeli tambak. Hal ini melihat tambak merupakan komponen investasi awal yang nilainya cukup besar dan penting, dan hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masih sedikitnya petani tambak melakukan usaha budidaya kepiting soka, mengingat masalah utama dari pertanian secara luas adalah keterbatasan modal yang dimiliki. Oleh sebab itu analisis kelayakan dilakukan untuk menilai apakah usaha budidaya kepiting soka layak untuk diusahakan dengan mudah oleh berbagai pihak dengan keterbatasan modal yang dimiliki. Alat ukur yang digunakan dalam menghitung kelayakan investasi pada usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara yaitu menggunakan kriteria investasi yang terdiri dari manfaat bersih saat ini (NPV), rasio manfaat biaya (Net B/C), tingkat pengembalian internal (IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period). Analisis kriteria investasi diperoleh dari hasil data olahan cashflow yang terdapat pada Lampiran 6 dan 7.
63 1. Skenario I Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka pada skenario I menunjukkan hasil kelayakan dengan kriteria investasi yang layak diusahakan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario I skala produksi 0.5 ha Kriteria investasi
Penilaian
NPV IRR Net B/C Payback period
>0 > DR (7%) >1 < Umur Usaha (5 Tahun)
Nilai perhitungan Rp 125 123 297 87.72% 3.17 2.19
Hasil penilaian pada df 7% Layak Layak Layak Layak
Berdasarkan Tabel 17 dengan skenario petani tambak menyewa tambak 0.5 ha, nilai NPV diperoleh sebesar Rp 125 123 297, nilai tersebut lebih besar dari 0, artinya usaha budidaya kepiting soka yang dilakukan petani tambak di Desa Pusakajaya Utara layak untuk dijalankan. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya kepiting soka dapat memberikan manfaat bersih saat ini sebesar Rp 125 123 297 selama jangka waktu 5 tahun atau selama umur bisnis. Nilai Net B/C sebesar 3.17, artinya setiap kerugian Rp 1 akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 3.17. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya kepiting soka layak untuk dijalankan karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 (Net B/C>1). Nilai IRR usaha budidaya kepiting soka yaitu 87 persen, artinya usaha ini dapat memberikan pengembalian internal selama umur bisnis sebesar 87 persen. Jadi, usaha ini layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari discount rate-nya yaitu 7 persen. Payback period pada usaha ini yaitu 2.19 atau 2 tahun 2 bulan 9 hari, artinya usaha ini layak dijalakan karena tingkat pengembalian investasi kurang dari 5 tahun atau kurang dari umur usaha. 2. Skenario II Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka pada skenario II menunjukkan hasil kriteria investasi yang layak diusahakan hal ini karena semua kriteria investasi dapat terpenuhi sesuai yang disyaratkan. Hanya saja nilai analisis kriteria investasi pada skenario II lebih kecil dari skenario II. Perbedaan skenario I da II terletak pada biaya investasi pada awal tahun usaha, hal ini menyebabkan hasil perhitungan pada kriteria analisis kelayakan finansial lebih kecil daripada usaha dengan menggunakan skenario I. Berikut adalah Tabel 18 hasil analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario II pada skala usaha 0.5 ha.
64 Tabel 18 Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario II skala produksi 0.5 ha Kriteria investasi NPV IRR Net B/C Payback period
Penilaian >0 > DR (7%) >1 < Umur Usaha (5 Tahun)
Nilai perhitungan Rp
75 530 826 32.23% 1.61 4.12
Hasil penilaian pada df 7% Layak Layak Layak Layak
Berdasarkan Tabel 18 dengan skenario petani tambak membeli luas tambak 0.5 ha. nilai NPV diperoleh sebesar Rp 75 530 826, nilai tersebut lebih besar dari 0, artinya usaha budidaya kepiting soka yang dilakukan petani tambak di Desa Pusakajaya Utara jika membeli tambak 0.5 ha layak untuk dijalankan. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya kepiting soka dapat memberikan manfaat bersih saat ini sebesar Rp 75 530 826 selama jangka waktu 5 tahun atau selama umur bisnis. Nilai Net B/C sebesar 1.61, artinya setiap kerugian Rp 1 akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 1.61. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya kepiting soka layak untuk dijalankan karena nilai Net B/C lebih besar dari 1 (Net B/C>1). Nilai IRR usaha budidaya kepiting soka yaitu 32.23 persen, artinya usaha ini dapat memberikan pengembalian internal selama umur bisnis sebesar 32.23 persen. Jadi, usaha ini layak untuk dijalankan karena IRR lebih besar dari discount rate-nya yaitu 7 persen. Payback period pada usaha ini yaitu 4.12 atau 4 tahun 1 bulan 15 hari, artinya usaha ini layak dijalakan karena tingkat pengembalian investasi kurang dari 5 tahun atau kurang dari umur usaha. Berdasarkan hasil analisis kelayakan dengan menggunakan empat kriteria investasi usaha budidaya kepiting soka pada kedua skenario layak untuk diusahakan. Akan tetapi jika dibandingkan usaha budidaya kepiting soka pada skenario I dikatakan lebih layak dan menguntungkan daripada skenario II. Hal tersebut karena skenario I memiliki Kriteria investasi yang lebih layak. Hal itu dilihat dari nilai NPV, IRR, dan Net B/C yang lebih besar selain itu Payback period yang lebih cepat dalam mengembalikan investasi yang dikeluarkan. Oleh sebab itu sebagai pemilik usaha budidaya kepiting soka memilih untuk menyewa tambak adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan dengan membeli tambak. Selain itu faktor eksternal lain jika membeli tambak memiliki risiko yang lebih besar sebab petani tambak perlu mengeluarkan biaya lainnya sebelum usaha dijalankan seperti biaya memperoleh tambak atau biaya untuk balik nama, hal itu tentu mengeluarkan biaya yang lebih besar. Biaya lainnya adalah persiapan tambak yang lebih besar, biaya peralatannya seperti membeli pompaan air dan membuta pembuatan saluran air dari laut ke tambak dan persiapan listrik yang dapat dijangkau selama usaha budidaya kepiting soka berjalan. Berdasarkan hal tersebut petani tambak yang menyewa tambak untuk usaha budidaya kepiting soka akan lebih efisien dari segi biaya yang dikeluarkan selama umur bisnis. Hubungan keempat kriteria investasi usaha budidaya kepiting soka ini saling berkaitan, nilai NPV menunjukkan hasil yang dapat mempengaruhi kriteria
65 investasi lainnya. Ketika NPV semakin besar maka nilai penerimaan semakin besar. Hal itu mengindikasikan pengembalian modal internal semakin cepat kembali dan keuntungan semakin besar. Hal tersebut karena NPV merupakan selisih antara present value laba dengan present value biaya. Semakin besar nilai NPV maka semakin besar Net B/C yang dihasilkan atau penambahan biaya akan menghasilkan manfaat bersih yang lebih besar. Semakin besar Net B/C akan semakin cepat waktu pengembalian modal yang dikeluarkan yaitu dilihat dari PP. Selain itu dengan besarnya nilai NPV akan menunjukkan nilai IRR yang semakin besar dan menunjukkan modal internal yang maksimum yang dapat diperoleh dari modal yang dikeluarkan selama umur bisnis. Berdasarkan hasil analisis kelayakan investasi baik pada skenario I dan II, usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang layak secara aspek finansial. Oleh sebab itu usaha ini layak untuk diusahakan dan dikembangkan karena semua kriteria investasi dapat terpenuhi sesuai dengan kriteria yang disyaratkan. Kondisi di lapangan menunjukkan hal yang berbeda, usaha ini tidak banyak diikuti oleh petani tambak walaupun secara aspek finansial usaha ini sangat menguntungkan bagi petani tambak. Banyak alasan yang diperoleh dari hasil observasi lapang terkait petani tambak yang tidak mengikuti usaha ini atau yang sudah menjalankan tidak bertahan melakukan usaha ini. Alasan pertama berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka dengan dua skenario menunjukkan nilai investasi untuk usaha budidaya kepiting soka sangat tinggi. Skenario I memerlukan biaya investasi awal sebesar Rp 122 965 00 dan skenario II biaya investasi awal yang dikeluarkannya sebesar Rp 197 965 000. Nilai tersebut sangat besar bagi petani tambak yang memiliki keterbatasan modal, sehingga petani tambak tidak mampu mengeluarkan biaya sebesar itu. Hal ini karena melihat hampir rata-rata keluarga petani memiliki ekonomi di bawah rata-rata. Oleh sebab masih sedikitnya petani tambak mampu mengusahakan budidaya kepiting soka terutama untuk membeli keramba bambu sebanyak 500 buah yang memerlukan biaya sebesar Rp 50 000 000 sebagai biaya investasi. Alasan kedua yaitu ketersediaan benih yang jumlahnya tidak banyak membuat usaha ini tidak dapat memproduksi kepiting soka dalam jumlah besar. Apabila dibandingkan dengan usaha sejenis seperti usaha budidaya udang vaname dengan menggunakan luas tambak 1000 m2 mampu menghasilkan 15 ton sampai 16 ton dalam satu siklus produksi (Ilmiaawan 2014) sedangkan kepiting soka dalam luas lahan tambak ukuran 5000 m2 hanya mampu menghasilkan 4.11 ton dalam satu siklus produksi. Jumlah benih yang dihasilkan tersebut tidak selalu tercapai karena jumlah benih tidak selalu tersedia. Selain itu, benih untuk usaha budidaya udang mudah untuk diperoleh karena benih yang digunakan biasanya hasil budidaya sehingga petani dapat memprediksi penjualan. Karakteristik kepiting yang tidak dapat molting secara serentak membuat usaha ini harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menunggu kepiting yang belum dapat dipanen seperti biaya pakan dan biaya listrik untuk penyimpanan lebih lama kepiting soka yang sudah panen di dalam freezer. Hal tersebut juga membuat siklus produksi dalam satu tahun akan menjadi lebih sedikit. Alasan kedua adalah kebutuhan biaya investasi di awal usaha yang besar membuat petani tambak tidak mampu menyediakan modal yang cukup untuk memulai usaha ini.
66 kondisi tersebut membuat petani tambak tidak berani melakukan usaha budidaya kepiting soka akibatnya sedikit petani tambak yang mengusahakan budidaya kepiting soka. Sedikitnya petani tambak yang mengikuti dan bertahan dalam usaha ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh BPBU BI (2011) bahwa secara ekonomis budidaya kepiting soka menguntungkan, namun tidak banyak pengusaha budidaya kepiting soka di Indonesia yang bertahan dalam usahanya karena periode pemeliharaan yang cukup lama dan waktu berganti kulit yang tidak serentak. Hal tersebut menyebabkan biaya pemeliharaan menjadi besar. Selain itu petani tambak membutuhkan tempat penyimpanan atau alat pembekuan untuk menampung kepiting soka yang dihasilkan, namun tentu saja hal ini menimbulkan biaya yang cukup besar. Dalam penelitian ini dengan skala tambak 0.5 ha dengan satu periode produksi menghasilkan kepiting soka 241 kg membutuhkan 3 freezer dan mengeluarkan biaya 8 persen dari totol investasi. Dengan demikian bagi petani tambak yang tidak memiliki modal, alat penyimpanan akan menjadi masalah utama dalam biaya produksi. Masalah penting lainnya yang membuat usaha ini tidak banyak diikuti adalah ketersediaan benih yang semakin sulit diperoleh. Terutama setelah adanya peraturan Nomor 1/Permen-KP/ 2015 tentang aturan lobster, rajungan dan kepiting yang boleh ditangkap dan diperjualbelikan khususnya kepiting soka yang aturannya diperjelas dalam Surat Edaran Nomor 18/MEN-KP/I/2015. Hal tersebut membuat petani lain juga banyak yang berhenti dari usaha ini dan lebih memilih usaha rumput laut9. Maka dari itu, jika usaha ini diteruskan dengan sumber benih yang berasal dari tangkapan alam dan jumlahnya yang tidak pasti membuat usaha semakin tidak efisien dari segi waktu dan tenaga. Ada banyak biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya. Ketidakpastian dari sumber benih ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang dapat dihasilkan oleh petani tambak. Selain itu, benih merupakan input yang memiliki biaya paling besar yaitu 92 persen dari semua biaya input variabel pada usaha budidaya kepiting soka. Pandangan yang sama dijelaskan oleh KKP (2012) dalam Jurnal Kelautan dan perikanan menyebutkan, walaupun secara ekonomis budidaya kepiting soka kelihatan menguntungkan, namun sebagian besar pengusaha soka tidak bisa bertahan lama. Berbagai kendala dihadapi terutama ketersediaan benih yang bersaing dengan kebutuhan konsumsi menyebabkan benih di beberapa sentral produksi menjadi langka. Ketersediaan benih yang semakin terbatas mendorong petani tambak semakin tidak bersemangat melakukan usaha budidaya kepiting soka, terutama semenjak adanya peraturan Nomor 1/Permen-KP/ 2015 menyebabkan ketersediaan benih semakin langka dan membuat usaha budidaya kepiting soka semakin banyak yang gulung tikar karena tidak lagi dapat memproduksi kepiting soka dan kepiting soka yang sudah diproduksi menjadi tidak dapat dijual ke pasar. Kondisi ini juga diperlihatkan oleh produksi yang dilakukan BPBAPL bahwa pada tahun 2015 pihak balai sudah tidak lagi memproduksi kepiting soka.
9
Noer Cahairuddin. 2015. Jerit Pembudidaya Kepiting di Tengah Permen-KP 1/2015. [Internet]. [Diakses pada tanggal 7 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.kaltengpos.web.id/berita/detail/17736/jerit-pembudidaya-kepiting-di-tengah-permenkp-12015.html.
67 Analisis Switching Value Analisis switching value merupakan salah satu metode untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap suatu hasil analisis kelayakan investasi. Salah satu keadaan yang berubah-berubah tersebut dapat disebabkan oleh peraturan suatu negara yang dapat mempengaruhi suatu usaha baik langsung maupun tidak langsung. Analisis switching value yang dilakukan pada usaha budidaya kepiting soka adalah untuk melihat dampak dari peraturan pemerintah yang baru diterapkan pada bulan Januari 2015 yaitu peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015. Berdasarkan observasi lapang dan pemberitaan mengenai peraturan pemerintah tersebut akan mempengaruhi dua keadaan yaitu penurunan jumlah produksi dan kenaikan harga benih kepiting soka. Penurunan produksi terjadi karena ada tambahan peraturan dalam Surat Edaran Nomor 18/2015 mengenai bobot komoditas kepiting soka yang boleh diperjualbelikan minimal 150 gram. Akibatnya kepiting soka yang belum memenuhi peraturan, sebagian penjualan kepiting soka tidak sepenuhnya dapat dijual ke pasar. Petani yang sudah memproduksi kepiting soka dan ukurannya kurang dari 150 gram membuat hasil panennya tidak dapat terima oleh pasar akibatnya hasil panen tertahan di freezer atau cool storage dan menyebabkan penurunan penjualan. Keadaan lain yaitu terjadi petani tambak dapat mengalami gagal panen yang disebabkan benih yang tidak berhasil molting, karena terserang penyakit selama masa pemeliharaan untuk menghasilkan kepiting soka yang dapat memenuhi standar ukuran sesuai peraturan Nomor 1/Permen-Kp/2015 dan dijelaskan dalam Surat Edaran Nomor 18/MEN-KP/I/2015. Seperti pernyataan KKP (2011) menjelaskan bahwa frekuensi ganti kulit pada kepiting yang masih muda lebih cepat, dan semakin tua kepiting frekuensi ganti kulit akan semakin jarang. Hal yang sama dijelaskan oleh BPBU BI (2011) bahwa kepiting muda akan semakin sering melakukan molting dibandingkan dengan kepiting dewasa. Berdasarkan observasi lapang, penurunan jumlah produksi lebih berpengaruh terhadap hasil penjualan daripada penurunan harga jual, karena harga kepiting soka tidak banyak mengalami perubahan bahkan cenderung stabil. Maka dari itu, penurunan jumlah yang disebabkan oleh paraturan menteri tersebut cenderung memiliki pengaruh yang besar terhadap penerimaan usaha. Kenaikan harga benih dilihat dari sedikitnya jumlah benih yang tersedia di pasar atau langkanya benih yang dapat dijual nelayan kepada pengumpul untuk dijual kembali ke petani tambak. Kondisi ini disebabkan nelayan yang tidak banyak berlayar untuk menangkap kepiting, sehingga supply benih kepiting soka menurun akibatnya harga benih meningkat. Selain itu benih merupakan biaya input paling besar yaitu 92 persen dari semua biaya input variabel pada usaha budidaya kepiting soka Perhitungan switching value dilakukan untuk menganalisis batas perubahan yang dapat ditoleransi agar usaha masih layak dijalankan dan masih dalam ambang batas yang dapat memberikan keuntungan normal. Analisis switching value dilakukan pada kedua skenario. Adapun variabel perubahannya sama yaitu terjadi penurunan jumlah produksi dan kenaikan harga benih seperti yang dijelasakan sebelumnya. Berikut ini adalah Tabel 19 yang menunjukkan hasil
68 analisis switching value usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang baik skenario I dan II. Tabel 19 Hasil analisis switching value pada usaha budidaya kepiting soka. Batas perubahan (%) Perubahan Skenario I Skenario II Penurunan jumlah produksi kepiting soka 8.69 5.25 Kenaikan harga benih kepiting soka 15.26 9.21 Berdasarkan Tabel 19, skenario I usaha budidaya kepiting dapat memperoleh laba normal dengan perubahan penurunan jumlah produksi sebesar 8.69 persen. Hal yang berbeda pada perubahan akibat kenaikan harga benih kepiting soka, usaha dapat memperoleh laba normal apabila usaha mengalami batas perubahan sebesar 15.26 persen. Usaha budidaya kepiting soka menjadi tidak layak untuk diusahakan apabila mengalami batas perubahan yang disebutkan. Hasil analisis switching value pada skenario I dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Hasil analisis switching value pada skenario II menunjukkan bahwa usaha budidaya kepiting soka tidak boleh melebihi perubahan penurunan jumlah produksi kepiting soka sebesar 5.25 persen dan kenaikan harga benih sebesar 9.21 persen. Apabila usaha budidaya kepiting soka melebihi batas perubahan tersebut, maka usaha budidaya kepiting soka menjadi tidak layak diusahakan. Hasil analisis switching value skenario II dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value dari kedua skenario usaha budidaya kepiting soka ini tampak lebih sensitif terhadap perubahan yang disebabkan oleh penurunan jumlah produksi kepiting soka daripada kenaikan harga benih. Hal ini karena sedikit saja perubahan yang terjadi usaha sudah memperoleh laba normal. Hasil analisis sensitivitas lainnya dilakukan oleh Hamdani (2014) bahwa penurunan jumlah produksi kepiting soka sebesar 12 persen mempengaruhi usaha secara signifikan dibandingkan dengan variabel lainnya seperti kenaikan harga benih 25 persen dan kenaikan harga benih 20 persen yang diikuti harga pakan rucah 25 persen. Sama halnya dengan usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang baik pada skenario I dan Skenario II usaha lebih sensitif terhadap perubahan yang disebabkan oleh peraturan menteri Nomor 1/Permen-KP/2015 pada variabel penurunan jumlah produksi kepiting soka. Hal tersebut karena sedikit saja perubahan dampaknya sangat besar terhadap keuntungan yang diperoleh petani tambak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berikut ini adalah simpulan yang dapat diperoleh dari hasil analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka petani tambak di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang Jawa Barat:
69 1
2
3
Berdasarkan hasil analisis non finansial yang terdiri dari aspek pasar baik yang dijual ke restoran maupun dijual ke pasar bebas atau tengkulak, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan usaha budidaya kepiting soka layak untuk diusahakan. Akan tetapi berdasarkan aspek teknis usaha ini masih dapat dikatakan layak dengan syarat. Syaratnya usaha ini memenuhi peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 yaitu menggunakan benih dengan panjang karapas lebih dari 15 cm atau ukuran kepiting soka dengan berat 150 gram ke atas. Hal tersebut dilakukan agar usaha masih tetap layak untuk diusahakan. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka petani tambak di Desa Pusaka jaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang layak untuk diusahakan dan dikembangkan lebih lanjut dari masa sekarang sampai masa yang akan datang. Akan tetapi jika dibandingkan usaha budidaya kepiting soka sebaiknya dilakukan dengan skenario I. Hal ini karena skenario I atau menyewa tambak jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan skenario II yang membeli tambak. Hal ini dapat dilihat dari kriteria kelayakan investasi usaha skenario I lebih besar dari skenario II. Skenario I menghasilkan nilai NPV Rp 125 123 297, IRR 87.72 persen, Net B/C 3.17, dan PP 2.19 atau 2 tahun 2 bulan 9 hari. Skenario II menunjukkan hasil NPV sebesar Rp 75 530 826, IRR persen. Net B/C 1.61, dan PP 4.12 atau 4 tahun 1 bulan 15 hari. Berdasarkan hal tersebut keputusan petani tambak dalam mengalokasikan dana untuk investasi pada usaha budidaya kepiting soka terutama dengan skenario I adalah keputusan yang sangat tepat. Hal ini karena keputusan tersebut lebih menguntungkan daripada mengalokasikan dananya dalam bentuk deposito di bank yang memiliki tingkat pengembalian sebesar 7 persen. Berdasarkan hasil analisis switching value, peraturan Nomor 1/PermenKP/2015 akan mempengaruhi dua keadaan baik pada skenario I dan II yaitu penurunan jumlah produksi kepiting soka dan kenaikan harga benih kepiting soka. Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa pada skenario I usaha budidaya kepiting soka tidak dapat melebihi perubahan dalam penurunan produksi kepiting soka sebesar 8.69 persen dan kenaikan harga benih sebesar 15.26 persen. Hasil analisis switching value pada skenario II usaha ini tidak boleh melebihi penurunan jumlah produksi kepiting soka sebesar 5.25 persen dan kenaikan harga benih kepiting soka sebesar 9.21 persen. Artinya usaha ini baik skenario I dan II dapat dikatakan layak dan memperoleh laba normal selama usaha tersebut tidak melebihi batas perubahan yang disebutkan. Namun jika dibandingkan baik skenario I dan II, usaha ini lebih sensitif terhadap perubahan yang dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi daripada kenaikan harga benih kepiting soka. Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan dalam pelaksanaan usaha budidaya kepiting soka di waktu sekarang dan yang akan datang adalah: 1 Membuat alternatif pembesaran benih dengan melakukan karantina dan seleksi benih terlebih dahulu lalu disesuaikan dengan ukuran yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah Nomor 1/Permen-KP/2015. Proses karantina
70 benih dapat dilakukan pada tambak dekat hutan mangrove yang menyerupai habitat alami kepiting. Alternatif ini juga merupakan salah satu upaya untuk melestarikan lingkungan dengan menjaga ekosistem dari kelestarian hutan mangrove. Hal tersebut juga dapat menunjang kegiatan bisnis dalam menjaga ketersediaan benih apabila stok di pasar sedang habis. Hal lainnya adalah membuat alternatif dengan menggunakan teknologi atau teknik baru untuk memproduksi kepiting soka agar panen dapat dilakukan secara serentak serta mengurangi ketidakpastian penambahan biaya pemeliharaan 2 Pelaksanaan usaha budidaya kepiting soka sebaiknya mulai menggunakan teknologi dalam menghasilkan benih kepiting soka, karena sampai saat ini teknologi tersebut masih dalam tahap penelitian. Oleh karena itu pentingnya peranan pemerintah untuk mensosialisasikan dan mengenalkan teknologi kepada masyarakat dalam menghasilkan benih kepiting soka agar ketersediaan benih tersedia secara kontinuitas. 3 Pelaksanaan usaha budidaya kepiting soka sebaiknya mulai memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi baik yang disebabkan oleh peraturan pemerintah maupun kondisi yang tidak pasti agar mengantisipasi kondisi yang dapat merugikan usaha budidaya kepiting soka. Maka dari itu diperlukan analisis lebih lanjut dampak peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 yang dapat mempengaruhi usaha ini. 4 Pemerintah juga sebaiknya mensosialisasikan terlebih dahulu dan tanggap dalam memberikan solusi alternatif dari dampak yang ditimbulkan oleh peraturan yang dibuat. Peraturan ini tidak hanya mempengaruhi pelaku usaha melainkan pihak yang berkepentingan seperti nelayan kepiting. Jika nelayan tidak dapat menangkap kepiting lalu dari mana petani tambak dapat memperoleh benih kepiting soka untuk melanjutkan usaha ini, mengingat petani tambak masih mengandalkan benih kepiting soka dari tangkapan alam.
DAFTAR PUSTAKA Agus M. 2008. Analisis Carrying Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scylla sp) di Kabupaten Pemalang – Jawa Tengah [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Agustina L. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu (Panaeus monodon) di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi [skripsi]. Bogor (ID): Universitas Diponegoro. Armayuni. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp) (Studi Kasus: Number One Fish Farma, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPBU BI] Biro Pengembangan BPR dan UM KM Bank Indonesia. 2011. Budidaya Kepiting Soka. Jakarta (ID): Bank Indonesia. Erfina S. 2011. Analisis Kelayakan Investasi Pengusaha Ikan Gurami (studi kasus di perusahaan Mekar Tambak Sari, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
71 Fujaya Y, Aslamyah S. Usman Z. 2011. Respon Molting, Pertumbuhan dan Mortalitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea) yang di Suplementasi Vitomolt melalui Injeksi dan Pakan Buatan. Ilmu Kelautan. 16(4) 211-218. Fujaya Y, Trijuno DD, dan Husnidar. 2013. Pengaruh Siklus Bulan Terhadap Dinamika Hormon Ecdysteroid Kaitannya dengan Aktivitas Molting Kepiting Bakau (Scylla olivacea) pada Budidaya Kepiting Cangkang Lunak [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Ginting F. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Udang Windu di PT Kuala Laras Sentana, Kecamatan Medan Deras, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hamdani. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harianto E. 2012. Efisiensi Budidaya Kepiting Bakau Scylla serrata Cangkang Lunak Pada Metode Pemotongan Capit dan Kaki Jalan, Popey, dan Alami [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hazemi R. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kepiting Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Husnan S, Muhammad S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Jumingan. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kadariah, Karlina L, C Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: UI Press. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kemala D. 2010. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan bawal Air Tawar Kabupaten Bogor, Jawa barat (Studi Kasus di Sabrina Fish Farm) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kepiting Lunak Berkat Bayam. 2009. Ikan Konsumsi.[Internet]. [diunduh 2015 April 28]. Tersedia pada: http://www.trubus-online.co.id/kepiting-lunakberkat-bayam/. [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2012. Kepiting Lunak. Jurnal Kelautan dan Perikanan [Internet]. (12 Maret 2014, [diunduh 2014 Nov 10]). Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7497/KEPITING-LUNAK/. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi dan Pelabuhan Asal ekspor. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, dan Ekspor-Impor Setiap Provinsi Seluruh Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2013. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Udang Merajai Ekspor Perikanan. Jurnal Kelautan dan Perikanan. Siaran Pers [Internet]. (2 April 2014, [diunduh 2014 Nov 11]). Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/10528/UDANG-MERAJAIEKSPOR-PERIKANAN/.
72 [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penangkapan Lobster (panulirus spp.), Kepiting (Syclla spp.), Rajungan (portunus pelagicus spp.). Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (panulirus spp.), Kepiting (Syclla spp.), Rajungan (portunus pelagicus spp.). Jakarta (ID): KKP Kordi K., M.G.H., 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng. Semarang (ID): Penerbit Dhara Prize. Mankiw NG. 2006. Makro Ekonomi. Nurmawan Iman dan Liza Fitria, penerjemah; Hardani Wibi, Barnadi Devri, dan Saat Suryadi, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Makro Ekonomi. Ed ke-8. Meistika R. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurdin M, Armando R. 2010. Cara Cepat Panen Kepiting Soka dan Kepiting Telur. Depok (ID): Penebar Swadaya. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A., 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki perbedaan Bruto Tertentu. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Puspawati NM, Simpen I N. 2010. Optimalisasi Deastilasi Khitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood menjadi Khitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOh. Jurnal Kimia. 4(1):79-90. Putranto DA.2007. Analisis Efisiensi Produksi Kasus Budidaya Penggemukan Kepiting Bakau Di Kabupaten Pemalang [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Rachmani AA. 2011. Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele Phyton (Clarias sp.) pada Usaha gudang Lele, Kota Bekasi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachmawati, Tuty. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Konveksi Kulit Domba di Perusahaan Perorangan Kulit Kalong Bogor [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosmawati. 2010. Analisis Kelayakan Pengusaha Ikan Lele Dumbo (kasus: Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, propinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ruslan BM. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tambak Udang Windu CV Surya Putra Agroindustri di Kecamatan Sindangbarang Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sinaga MP. 2014. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias Black Ghost (Afteronotus albifrons) Pada Vizan Farm di Kecamatan Bojongsari Kota Depok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simatupang BV. 2013. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Hias Cardinal Tetra (Paracheirodonaxelrodii) di Kirana Fish Farm Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Subri M. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
73 Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Suryani M. 2006. Ekologi Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal) dalam Ekosistem Mangrove di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu [thesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Semarang. Tulistiana. 2006. Tipologi ekosistem Mangrove dan Hubungannya dengan Keberadaan Kepiting (Brachyura) di KPH Mantingan Desa BAnggi Kabupaten Rembang Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyuningsih Y. 2013. Teknik Produksi Kepiting Soka di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang [laporan praktek kerja lapang]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
74
LAMPIRAN
75 Lampiran 1 Asumsi perhitungan analisis finansial usaha budidaya kepiting soka Uraian Satuan Jumlah Keterangan Umur proyek Tahun 5 Komponen investasi terpenting adalah keranjang bambu dengan umur ekonomis 5 dan juga investasi terbesar yaitu 37 persen dari total biaya investasi. Tambak pada skenario I Ha 0.5 Harga sewa Rp 5 000 000 Tambak pada skenario II Ha 0.5 Harga beli tambak Rp 75 000 000 Sumber modal Rp - Perseorangan atau modal sendiri besarnya disesuaikan dengan kebutuhan usaha Siklus produksi Hari 15 Berdasarkan waktu terbanyak benih kepiting molting Perbaikan tambak dilakukan 3 kali dalam Hari 15 1 tahun terdapat 18 siklus periode produksi hal ini untuk setahun yaitu bulan ke 3, ke 7 dan ke 12 memberikan toleransi keterlambatan dalam perbaikan tambak. Selain itu di tahun pertama hanya terdapat 15 siklus karena usaha baru dimulai pada bulan ke 3. Jumlah benih ( 1 kg benih size 6 - 7 dengan Kg 385 Berdasarkan rata-rata pembelian benih terakhir tahun 2014 bobot 150gr/ekor) per molting 15 hari Jumlah kepiting soka Kg 241 Berdasarkan rata-rata pembelian benih terakhir tahun 2015 Harga benih Rp/kg 30 000 Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung yaitu dari Januari - Februari 2015 Tingkat kehidupan (survival rate = SR) % 63 Persentase dari benih kepiting soka Peningkatan bobot kepiting soka dari bobot % 30 Persentase dari benih kepiting soka awal Harga jual kepiting soka Rp/kg 85 000 Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung yaitu dari Januari - Februari 2015 Jumlah pakan/ ikan rucah Kg/hari 12.4 Satu siklus membutuhkan pakan 185 kg Harga pakan/ ikan rucah Rp/kg 3 500 Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung yaitu dari Januari - Februari 2015 Tingkat proses molting % 100 Persentase dari benih kepiting soka
76
Tingkat suku bunga (Discount factor)
%
Pajak
%
7 Berdasarkan tingkat suku bunga deposito Bank BRI pada Bulan Maret 2015 1 Berdasarkan UU No 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan
Lampiran 2 Rincian biaya investasi pada usaha budidaya kepiting soka Investasi Umur ekonomis Satuan Jumlah Harga satuan (Rp) Total (Rp) skenario I Total (Rp) skenario II Saung jaga 6 Tahun unit 1 20 000 000 20 000 000 20 000 000 Jembatan kontrol 2 tahun unit 1 3 665 000 3 665 000 3 665 000 Crab box 5 tahun buah 1500 15 000 22 500 000 22 500 000 Keramba bambu 5 tahun buah 500 100 000 50 000 000 50 000 000 2 ukuran 1.2 m Keranjang (basket 2 tahun lusin 300 12 000 3 600 000 3 600 000 besek) Pompa air 3 tahun unit 1 5 000 000 5 000 000 5 000 000 Freezer (kapasitas 100 5 tahun unit 3 3 500 000 10 500 000 10 500 000 kg) Timbangan duduk 5 tahun buah 1 200 000 200 000 200 000 kapasitas 10 kg Timbangan gantung 5 tahun buah 1 500 000 500 000 500 000 kapasitas 100 kg Ember kecil 2 tahun buah 10 20 000 200 000 200 000 Ember besar 2 tahun buah 10 25 000 250 000 250 000 Gunting besi 2 tahun buah 5 30 000 150 000 150 000 Senter (baterai 6 volt) 2 tahun buah 3 50 000 150 000 150 000 Lampu sorot 2 tahun buah 1 3 000 000 3 000 000 3 000 000
PVC 8 inci Bambu penyangga crab box Beli tambak
2 tahun 2 tahun
buah buah
5 300
50 000 10 000
250 000 3 000 000
250 000 3 000 000
ha
0.5
75 000 000 Total biaya investasi
122 965 000
75 000 000 197 965 000
Lampiran 3 Proyeksi penyusutan dan nilai sisa per tahun dari investasi usaha budidaya kepiting soka Jenis investasi Saung jaga Jembatan kontrol Crab box Keramba bambu ukuran 1.2 m2 Keranjang (basket besek) Pompa air Freezer (kapasitas 100 kg) Timbangan duduk kapasitas 10 kg Timbangan gantung kapasitas 100 kg Ember kecil Ember besar Gunting besi Senter (baterai 6 volt) Lampu sorot PVC 8 inci
Nilai beli skenario 1 20 000 000 3 665 000 22 500 000 50 000 000 3 600 000 5 000 000 10 500 000 200 000 500 000 200 000 250 000 150 000 150 000 3 000 000 250 000
Nilai beli skenario 2 20 000 000 3 665 000 22 500 000 50 000 000 3 600 000 5 000 000 10 500 000 200 000 500 000 200 000 250 000 150 000 150 000 3 000 000 250 000
Umur pakai 5 2 5 5 2 2 5 5 5 2 2 2 2 2 2
Nilai sisa skenario I dan II
3 000 000 150 000
400 000
Penyusutan/Tahun skenario I dan II 4 000 000 1 832 500 4 500 000 10 000 000 1 800 000 2 500 000 1 500 000 40 000 70 000 100 000 125 000 75 000 75 000 1 300 000 125 000
Nilai Sisa pada tahun 5 skenario I dan II 1 832 500
1 800 000 2 500 000
100 000 125 000 75 000 75 000 1 300 000 125 000 77
78
Bambu penyangga crab box Beli tambak Total
3 000 000 122 965 000
3 000 000 75 000 000 197 965 000
2 5
3 550 000
1 500 000
1 500 000
29 542 500
9 432 500
Lampiran 4 Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario I Uraian Penerimaan 1. Produksi kepiting soka 2. Capit dan kaki jalan benih 3. Cangkang benih Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Variabel A. Benih kepiting soka B. Pakan (Ikan rucah) C. Vitamin D. Obat antibiotik E. Styrofoam F. Plastik ukuran 10 x 20 G. Kapur kaptan H. Saponin Total Biaya Variabel Laba Kotor Biaya Tetap A. Gajih tenaga kerja
1
2
Tahun 3
4
5
307 275 000 3 465 000 1 155 000 311 895 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
173 250 000 9 738 750 562 500 562 500 3 000 000 1 260 000 600 000 120 000 189 093 750 122 801 250
207 900 000 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
207 900 000 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
207 900 000 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
207 900 000 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
45 000 000
60 000 000
60 000 000
60 000 000
60 000 000
B. Biaya transportasi C. Listrik D. Perawatan investasi E. Sewa tambak F. Biaya penyusutan Total Biaya Tetap Laba bersih sebelum bunga dan pajak Biaya Bunga Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak 1% (Pajak Pendapatan) Laba Bersih Setelah Pajak
900 000 2 250 000 5 400 000 5 000 000 29 542 500 88 092 500 34 708 750
3 600 000 3 000 000 7 200 000 5 000 000 29 542 500 108 342 500 39 163 000
3 600 000 3 000 000 7 200 000 5 000 000 29 542 500 108 342 500 39 163 000
3 600 000 3 000 000 7 200 000 5 000 000 29 542 500 108 342 500 39 163 000
3 600 000 3 000 000 7 200 000 5 000 000 29 542 500 108 342 500 39 163 000
34 708 750 3 118 950 31 589 800
39 163 000 3 742 740 35 420 260
39 163 000 3 742 740 35 420 260
39 163 000 3 742 740 35 420 260
39 163 000 3 742 740 35 420 260
Lampiran 5 Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario II Uraian Penerimaan 1. Produksi kepiting soka 2. Capit dan kaki jalan benih 3. Cangkang benih Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Variabel A. Benih kepiting soka B. Pakan (Ikan rucah) C. Vitamin
1
2
Tahun 3
4
5
307 275 000 3 465 000 1 155 000 311 895 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
368 730 000 4 158 000 1 386 000 374 274 000
173 250 000 9 738 750 562 500
207 900 000 11 686 500 675 000
207 900 000 11 686 500 675 000
207 900 000 11 686 500 675 000
207 900 000 11 686 500 675 000 79
80
D. Obat antibiotik E. Styrofoam F. Plastik ukuran 10 x 20 G. Kapur kaptan H. Saponin Total Biaya Variabel Laba Kotor Biaya Tetap A. Gajih tenaga kerja B. Biaya transportasi C. Listrik D. Perawatan investasi F. Biaya penyusutan Total Biaya Tetap Laba bersih sebelum bunga dan pajak Biaya Bunga Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak 1% (Pajak Pendapatan) Laba Bersih Setelah Pajak
562 500 3 000 000 1 260 000 600 000 120 000 189 093 750 122 801 250
675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 226 768 500 147 505 500
45 000 000 900 000 2 250 000 5 400 000 29 542 500 83 092 500 39 708 750
60 000 000 3 600 000 3 000 000 7 200 000 29 542 500 103 342 500 44 163 000
60 000 000 3 600 000 3 000 000 7 200 000 29 542 500 103 342 500 44 163 000
60 000 000 3 600 000 3 000 000 7 200 000 29 542 500 103 342 500 44 163 000
60 000 000 3 600 000 3 000 000 7 200 000 29 542 500 103 342 500 44 163 000
39 708 750 3 118 950 36 589 800
44 163 000 3 742 740 40 420 260
44 163 000 3 742 740 40 420 260
44 163 000 3 742 740 40 420 260
44 163 000 3 742 740 40 420 260
Lampiran 6 Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario I pada skala 0.5 ha Tahun Uraian 1 2 3 INFLOW Produksi total kepiting soka 311 895 000 374 274 000 374 274 000 Nilai sisa Total Inflow 311 895 000 374 274 000 374 274 000 OUTFLOW 1. Biaya investasi 122 965 000 19 265 000 2. Biaya tetap 58 550 000 78 800 000 78 800 000 3. Biaya variabel 189 093 750 226 768 500 226 768 500 4. Pajak penghasilan usaha 1% 3 118 950 3 742 740 3 742 740 TOTAL OUTFLOW 373 727 700 309 311 240 328 576 240 Net benefit (61 832 700) 64 962 760 45 697 760 Discount factor 7% 0.935 0.873 0.816 PV/Tahun (57 787 570) 56 740 990 37 302 984 PV Benefit/tahun 291 490 654 326 905 407 305 519 072 PV Cost/Tahun 349 278 224 270 164 416 268 216 087 NPV Rp 125 123 297 IRR 87.72% PV Positif 182 910 867 PV Negatif (57 787 570.09) Net B/C 3.17 Payback period 2.19 2 Tahun 2 Bulan 9 Hari
4 374 274 000
5
374 274 000
374 274 000 9 432 500 383 706 500
78 800 000 226 768 500 3 742 740 309 311 240 64 962 760 0.763 49 559 779 285 531 843 235 972 064
19 265 000 78 800 000 226 768 500 3 742 740 328 576 240 55 130 260 0.713 39 307 113 273 577 431 234 270 318
81
82
Lampiran 7 Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario II pada skala 0.5 ha Tahun Uraian 1 2 3 INFLOW Produksi total kepiting soka 311 895 000 374 274 000 374 274 000 Nilai sisa Total Inflow 311 895 000 374 274 000 374 274 000 OUTFLOW 1. Biaya investasi 197 965 000 19 265 000 2. Biaya tetap 53 550 000 73 800 000 73 800 000 3. Biaya variabel 189 093 750 226 768 500 226 768 500 4. Pajak penghasilan usaha 1% 3 118 950 3 742 740 3 742 740 TOTAL OUTFLOW 443 727 700 304 311 240 323 576 240 Net Benefit (131 832 700) 69 962 760 50 697 760 Discount factor 7% 0.935 0.873 0.816 PV/Tahun (123 208 131) 61 108 184 41 384 474 PV Benefit/tahun 291 490 654 326 905 407 305 519 072 PV Cost/Tahun 414 698 785 265 797 222 264 134 598 NPV Rp 75 530 826 IRR 32.23% PV Positif 198 738 957 PV Negatif (123 208 131) Net B/C 1.61 Payback period 4.12 4 Tahun 1 Bulan 15 Hari
4 374 274 000
5
374 274 000
374 274 000 9 432 500 383 706 500
73 800 000 226 768 500 3 742 740 304 311 240 69 962 760 0.763 53 374 255 285 531 843 232 157 588
19 265 000 73 800 000 226 768 500 3 742 740 323 576 240 60 130 260 0.713 42 872 044 273 577 431 230 705 387
Lampiran 8 Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan penurunan jumlah produksi 8.62 % Tahun Uraian 1 2 3 4 5 INFLOW 1. Produksi kepiting soka 280 573 416 336 688 099 336 688 099 336 688 099 336 688 099 2. Capit dan kaki jalan benih 3 465 000 4 158 000 4 158 000 4 158 000 4 158 000 3. Cangkang benih 1 155 000 1 386 000 1 386 000 1 386 000 1 386 000 nilai sisa 9 432 500 Total Inflow 285 193 416 342 232 099 342 232 099 342 232 099 351 664 599 OUTFLOW 1. Biaya investasi 122 965 000 19 265 000 19 265 000 2. Biaya tetap 58 550 000 78 800 000 78 800 000 78 800 000 78 800 000 3. Biaya variabel 189 093 750 226 768 500 226 768 500 226 768 500 226 768 500 4. Pajak penghasilan usaha 1% 2 851 934 3 422 321 3 422 321 3 422 321 3 422 321 TOTAL OUTFLOW 373 460 684 308 990 821 328 255 821 308 990 821 328 255 821 Net benefit (88 267 268) 33 241 278 13 976 278 33 241 278 23 408 778 Discount factor 7% 0.935 0.873 0.816 0.763 0.713 PV/Tahun (82 492 774) 29 034 220 11 408 806 25 359 612 16 690 135 PV Benefit/tahun 266 535 903 298 918 770 279 363 336 261 087 230 250 731 999 PV Cost/Tahun 349 028 677 269 884 550 267 954 530 235 727 618 234 041 864 NPV Rp (0) IRR 7.00% PV Positif 82 492 774 PV Negatif (82 492 774) Net B/C 1.00 Payback period 1.00
83
84
Lampiran 9 Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan kenaikan harga benih 15.26 % Uraian INFLOW Produksi kepiting soka nilai sisa Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya investasi 2. Biaya tetap 3. Biaya variabel Benih kepiting soka Pakan (ikan rucah) Vitamin Obat antibiotik Styrofoam Plastik ukuran 10 x 20 Kapur kaptan Saponin Total Biaya Variabel 4. Pajak penghasilan usaha 1% TOTAL OUTFLOW Net benefit Discount factor 7% PV/Tahun PV Benefit/tahun PV Cost/Tahun NPV
1
2
Tahun 3
4
5
311 895 000
374 274 000
374 274 000
374 274 000
311 895 000
374 274 000
374 274 000
374 274 000
374 274 000 9 432 500 383 706 500
122 965 000 58 550 000
78 800 000
19 265 000 78 800 000
78 800 000
19 265 000 78 800 000
239 621 482 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 258 489 982 3 742 740 341 032 722 33 241 278 0.873 29 034 220 326 905 407 297 871 187
239 621 482 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 258 489 982 3 742 740 360 297 722 13 976 278 0.816 11 408 806 305 519 072 294 110 265
239 621 482 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 258 489 982 3 742 740 341 032 722 33 241 278 0.763 25 359 612 285 531 843 260 172 230
239 621 482 11 686 500 675 000 675 000 3 600 000 1 512 000 600 000 120 000 258 489 982 3 742 740 360 297 722 23 408 778 0.713 16 690 135 273 577 431 256 887 296
199 684 568 9 738 750 562 500 562 500 3 000 000 1 260 000 600 000 120 000 215 528 318 3 118 950 400 162 268 (88 267 268) 0.935 (82 492 774) 291 490 654 373 983 428 Rp (0.00)
IRR PV Positif PV Negatif Net B/C Payback period
7.00% 82 492 774 (82 492 774) 1.00 5.57
5 Tahun 6 Bulan 30 Hari
Lampiran 10 Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario II dengan perubahan penurunan jumlah produksi 5.25 % Tahun Uraian 1 2 3 4 5 INFLOW 1. Produksi kepiting soka 291 156 557 349 387 869 349 387 869 349 387 869 349 387 869 2. Capit dan kaki jalan benih 3 465 000 4 158 000 4 158 000 4 158 000 4 158 000 3. Cangkang benih 1 155 000 1 386 000 1 386 000 1 386 000 1 386 000 nilai sisa 9 432 500 Total Inflow 295 776 557 354 931 869 354 931 869 354 931 869 364 364 369 OUTFLOW 1. Biaya investasi 197 965 000 19 265 000 19 265 000 2. Biaya tetap 53 550 000 73 800 000 73 800 000 73 800 000 73 800 000 3. Biaya variabel 189 093 750 226 768 500 226 768 500 226 768 500 226 768 500 4. Pajak penghasilan usaha 1% 2 957 766 3 549 319 3 549 319 3 549 319 3 549 319 TOTAL OUTFLOW 443 566 516 304 117 819 323 382 819 304 117 819 323 382 819 Net Benefit (147 789 958) 50 814 050 31 549 050 50 814 050 40 981 550 Discount factor 7% 0.935 0.873 0.816 0.763 0.713 PV/Tahun (138 121 456) 44 382 959 25 753 423 38 765 795 29 219 279 PV Benefit/tahun 276 426 689 310 011 240 289 730 131 270 775 823 259 786 759 PV Cost/Tahun 414 548 145 265 628 281 263 976 708 232 010 028 230 567 480 85
86
NPV IRR PV Positif PV Negatif Net B/C Payback period
Rp
(0) 7.00% 138 121 456 (138 121 456) 1.00 5.47
5 Tahun 5 Bulan 16 Hari
Lampiran 11 Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I dengan perubahan kenaikan harga benih 9.21 % Tahun Uraian 1 2 3 4 5 INFLOW Produksi total kepiting soka 311 895 000 374 274 000 374 274 000 374 274 000 374 274 000 Nilai sisa 9 432 500 Total Inflow 311 895 000 374 274 000 374 274 000 374 274 000 383 706 500 OUTFLOW 1. Biaya investasi 197 965 000 19 265 000 19 265 000 2. Biaya tetap 53 550 000 73 800 000 73 800 000 73 800 000 73 800 000 3. Biaya variabel Benih kepiting soka 189 207 258 227 048 710 227 048 710 227 048 710 227 048 710 Pakan (ikan rucah) 9 738 750 11 686 500 11 686 500 11 686 500 11 686 500 Vitamin 562 500 675 000 675 000 675 000 675 000 Obat antibiotik 562 500 675 000 675 000 675 000 675 000 Styrofoam 3 000 000 3 600 000 3 600 000 3 600 000 3 600 000 Plastik ukuran 10 x 20 1 260 000 1 512 000 1 512 000 1 512 000 1 512 000 Kapur kaptan 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 Saponin 120 000 120 000 120 000 120 000 120 000
Total Biaya Variabel 4. Pajak penghasilan usaha 1% TOTAL OUTFLOW Net Benefit Discount factor 7% PV/Tahun PV Benefit/tahun PV Cost/Tahun NPV IRR PV Positif PV Negatif Net B/C Payback period
Rp
205 051 008 3 118 950 459 684 958 (147 789 958) 0.935 (138 121 456) 291 490 654 429 612 111 (0) 7.00% 138 121 456 (138 121 456) 1.00 5.47
245 917 210 3 742 740 323 459 950 50 814 050 0.873 44 382 959 326 905 407 282 522 447
245 917 210 3 742 740 342 724 950 31 549 050 0.816 25 753 423 305 519 072 279 765 649
245 917 210 3 742 740 323 459 950 50 814 050 0.763 38 765 795 285 531 843 246 766 047
245 917 210 3 742 740 342 724 950 40 981 550 0.713 29 219 279 273 577 431 244 358 153
5 Tahun 5 Bulan 21 Hari
Lampiran 12 Pola tebar usaha budidaya kepiting soka Uraian
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persia pan Pemeli haraan Panen
87
88
Lampiran 13 Saung jaga usaha budidaya kepiting soka
Lampiran 15 Keranjang besek usaha budidaya kepiting soka
Lampiran 17 Keranjang Kepiting (crab box) budidaya kepiting soka
Lampiran 14 Saung jaga (depan) usaha budidaya kepiting soka
Lampiran 16 Keramba bambu usaha budidaya kepitin soka
Lampiran 18 Tambak usaha budidaya kepiting soka
89
Lampiran 19 Kepiting soka dengan metode cutting
Lampiran 20 Penyimpanan kepiting soka
Lampiran 21 Teknik budidaya kepiting Lampiran soka dengan metode cutting
22 Kepiting soka dengan metode popey
Lampiran 23 Cangkang benih kepiting Lampiran 24 Pakan ikan rucah kepiting soka soka
90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juni 1993 di Karawang. Penulis adalah anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Ayahanda Eman Suherman dan Ibunda Euis Gartika Subaekah. Dengan adik bernama Aditya Reza. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kutagandok 1 pada tahun 2005 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2008 di SMPN 2 Rengasdengklok. Pendidikan selanjutnya menengah atas pertama di SMAN 5 Karawang yang selesai pada tahun 2011. Penulis diterima di Insitut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Sarjana pada tahun 2011 pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama masa kemahasiswaan penulis berkesempatan memperoleh Beasiswa Unggulan CIMB Niaga dari tahun 2011 – 2015. Selama Menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan menjadi pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis pada periode 2013 sebagai sekertaris 2. Pada tahun 2014 penulis berkesempatan menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) sebagai staff kementerian Pertanian.