ESTIMASI NILAI EKONOMI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)
TEGUH PRASETIO
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Teguh Prasetio NIM H44110072
ABSTRAK
TEGUH PRASETIO. Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang). Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN. Budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) merupakan pengelolaan budidaya ikan bandeng dan rumput laut dalam satu areal tambak yang mulai berkembang di Desa Tambaksari. Aktivitas budidaya tersebut dilakukan untuk memanfaatkan ruang dalam tambak secara optimal dan meningkatkan pendapatan petambak. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari, (2) mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, (3) menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, (4) mengkaji alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, pendekatan surplus produsen, cost benefit analysis, dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil dari penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petambak adalah hasil panen ikan bandeng, hasil panen rumput laut, dan total cost. Surplus produsen yang diperoleh petambak polikultur per hektar tambak sebesar Rp 20.255.910,71/tahun dan total nilai ekonomi kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari mencapai Rp 1.650.856.722,91/tahun. Berdasarkan analisis finansial, usaha per hektar tambak budidaya polikultur layak untuk dilaksanakan karena memiliki nilai NPV sebesar Rp 90.360.812,61, nilai Net B/C sebesar 2,62, dan IRR sebesar 32,7 %. Alternatif kebijakan yang tepat untuk diterapkan adalah pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur karena dapat meningkatkan produksi usaha dan tingkat pendapatan petambak. Kata kunci: nilai ekonomi, analisis kelayakan, tambak polikultur, ikan bandeng (Chanos chanos), rumput laut (Gracillaria).
ABSTRACT
TEGUH PRASETIO. Economic Value Estimation and Feasibility Analysis of Polyculture of Milkfish and Gracillaria Aquaculture (Case study: Tambaksari Village, Tirtajaya District, Karawang Regency). Supervised by TRIDOYO KUSUMANTANTO and BENNY OSTA NABABAN. Polyculture aquaculture (milkfish and Gracillaria) is a aquaculture management of milkfish and seaweed on one pond that began to develop in the Tambaksari Village which aims to utilize the space of the pond optimally and increase the income of farmers. The purpose of this research are (1) to analyze the factors which affecting the income of polyculture farmers in Tambaksari Village, (2) to estimate the economic value of polyculture aquaculture activities in Tambaksari Village, (3) to analyze the financial feasibility of polyculture aquaculture activities in Tambaksari Village, (4) to examine the development policy alternatives for polyculture aquaculture in Tambaksari Village. The method used in this research are multiple regression analysis, producer surplus approach, cost benefit analysis, and Exponential Comparative Method. The result of this research shows that the factors that significantly affect the income of farmers are the fish harvest, seaweed harvest, and the total cost. The producer surplus obtained by polyculture farmers per hectare aquaculture area is Rp 20,255,910.71/year and the total economic value of polyculture aquaculture per hectare in Tambaksari Village is Rp 1,650,856,722.91/year. Based on the financial analysis, polyculture is feasible because per hectare of this business shows NPV of Rp 90,360,812.61, the value of the Net B/C of 2.62, and IRR of 32.7 %. Best alternative policy to be implemented is expand aquaculture area for polyculture aquaculture activities because increase production and income of farmers. Keywords: economic value, feasibility analysis, polyculture aquaculture, milkfish (Chanos chanos), seaweed (Gracillaria).
ESTIMASI NILAI EKONOMI DAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)
TEGUH PRASETIO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi dengan judul “Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan, mengestimasi nilai ekonomi, menganalisis kelayakan usaha, dan alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Bapak Sumartono dan Ibu Sutari beserta kakak penulis, Anton Aryadi Kartono dan Santi Puji Lestari atas doa dan motivasinya. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP selaku Dosen Penguji Utama dan Ibu Arini Hardjanto, S.E, M.Si selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Pihak BPBAPL Karawang, BLUPPB Karawang, dan seluruh petambak responden atas kesediaannya untuk diwawancarai dalam pengumpulan data. 5. Teman-teman sebimbingan, Ochi, Susilo, Ade, Adhi, dan Dina serta seluruh teman-teman ESL 48 atas segala saran, bantuan,dan dukungannya selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dalam mewujudkan suatu kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya polikultur. Bogor, Maret 2016
Teguh Prasetio
xiii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................... xv DAFTAR TABEL................................................................................................ xvii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xix 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 6 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9 2.1 Tambak .................................................................................................... 9 2.2 Sistem Budidaya Tambak ....................................................................... 10 2.3 Ikan Bandeng ......................................................................................... 11 2.4 Rumput Laut .......................................................................................... 13 2.5 Budidaya Tambak Secara Polikultur ....................................................... 14 2.6 Analisis Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan ..................... 15 2.7 Nilai Ekonomi ........................................................................................ 16 2.8 Analisis Kelayakan Usaha ...................................................................... 17 2.9 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ............................................ 20 2.10 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 21 3. KERANGKA PENELITIAN ....................................................................... 25 4. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 29 4.1 Metode Penelitian ................................................................................... 29 4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 29 4.3 Metode Pengambilan Contoh .................................................................. 30 4.4 Metode Analisis Data ............................................................................. 31 4.4.1 Identifikasi Karakteristik Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ........................................................... 31 4.4.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ............. 31 4.4.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ............. 34 4.4.4 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ............................. 35 4.4.5 Alternatif Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari .................................................... 39 4.5 Batasan Penelitian .................................................................................. 41
xiv
5. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ......................................................... 43 5.1 Keadaan Geografis Desa Tambaksari...................................................... 43 5.2 Gambaran Usaha Budidaya Tambak Desa Tambaksari ........................... 44 5.3 Karakteristik Petambak Responden ......................................................... 46 6. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 51 6.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ............................................................................................. 51 6.1.1. Variabel yang Berpengaruh Nyata terhadap Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ................................................................................. 52 6.1.2 Pengujian Asumsi Linear Berganda ............................................. 54 6.2 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ............................................................................................. 55 6.2.1 Biaya Produksi ............................................................................ 55 6.2.2 Analisis Nilai Produksi ................................................................ 58 6.2.3 Analisis Surplus Produsen ........................................................... 60 6.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari .................. 62 6.3.1 Aspek Pasar ................................................................................ 62 6.3.2 Aspek Teknis .............................................................................. 64 6.3.3 Aspek Manajemen ....................................................................... 70 6.3.4 Aspek Sosial ............................................................................... 71 6.3.5 Aspek Lingkungan ...................................................................... 72 6.3.6 Aspek Finansial ........................................................................... 74 6.4 Alternatif Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari ................................................................................ 83 7. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 91 7.1 Simpulan ................................................................................................ 91 7.2 Saran ...................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 93 LAMPIRAN .................................................................................................... 95 RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 127
xv
DAFTAR TABEL
Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13 14 15 16 17
18 19 20 21
Halaman Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional Tahun 2010 – 2014................................................................................................. 1 Produksi dan nilai produksi perikanan Kabupaten Karawang Tahun 2013.................................................................................................. 2 Produksi dan nilai produksi perikanan tambak Kabupaten Karawang berdasarkan Kecamatan Tahun 2013........................................................... 3 Matriks penelitian terdahulu...................................................................... 24 Matriks jenis dan sumber data................................................................... 30 Uji autokorelasi..........................................................................................34 Matriks metode analisis data..................................................................... 41 Penggunaan wilayah di Desa Tambaksari................................................. 44 Hasil analisis regresi berganda pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari................................................................................... 52 Rataan biaya produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015........................................................................................................... 57 Rataan nilai produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015........................................................................................................... 59 Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015........................................................................................................... 61 Nilai sisa investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari........................................... 75 Rataan biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari.................................... 76 Rataan biaya reinvestasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ..................... 76 Rataan biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015...... 77 Rataan biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015................................................................................................ 79 Hasil analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari............. 80 Hasil analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari..................... 82 Nilai total alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur................................................................................................... 88 Penentuan peringkat alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur....................................................................................... 88
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Halaman Ikan bandeng (Chanos chanos)................................................................. 12 Rumput laut Gracillaria............................................................................ 14 Kerangka penelitian................................................................................... 27 Tambak polikultur di Desa Tambaksari.................................................... 45 Usia petambak polikultur di Desa Tambaksari.......................................... 46 Tingkat pendidikan petambak polikultur di Desa Tambaksari.................. 47 Lama usaha petambak polikultur di Desa Tambaksari.............................. 48 Jumlah tanggungan petambak polikultur di Desa Tambaksari.................. 48 Status kepemilikan tambak di Desa Tambaksari...................................... 49 Gudang rumput laut di Desa Tambaksari.................................................. 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1 2 3 4 5
6 7
8
9
10 11
12
13
14
15
Halaman Peta spasial lokasi penelitian..................................................................... 97 Kuesioner penelitian untuk petambak....................................................... 98 Kuesioner penelitian kepada instansi/pihak terkait................................. 103 Aktivitas budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang.............................................................. 105 Hasil analisis regresi berganda faktor-faktor berpengaruh terhadap pendapatan petambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari..................................................... 106 Biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari....... 108 Biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015.............................................................................................. 110 Biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015.............................................................................................. 112 Hasil panen usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015.............................................................................................. 114 Surplus produsen petambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015..................... 116 Perhitungan analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari..................................................................................... 118 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan harga jual ikan bandeng sebesar 12 persen, cateris paribus......................................................................................... 120 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan produksi rumput laut Gracillaria sebesar 15 persen, cateris paribus....................................................................... 122 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 25 persen, cateris paribus.................................................................................................... 124 Perhitungan nilai alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur dengan Metode Perbandingan Eksponensial............. 126
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut luas
dan ribuan pulau. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan laut seluas 5,8 juta km2. Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2009). Dengan wilayah laut Indonesia yang luas tersebut, Indonesia memiliki potensi yang besar pada sektor perikanan yang terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan budidaya memiliki pertumbuhan volume produksi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan volume produksi perikanan tangkap. Sektor perikanan budidaya memiliki peningkatan volume produksi dari 13.300.905 ton pada tahun 2013 meningkat 9,17 % menjadi 14.521.349 ton pada tahun 2014. Namun pada sektor perikanan tangkap, sebagian wilayah perairan laut diduga telah mengalami overfishing yang mengakibatkan pertumbuhan volume produksi perikanan tangkap lebih rendah dibandingkan perikanan budidaya yaitu dari 5.863.170 ton pada tahun 2013 meningkat sebesar 5,75 % menjadi 6.200.180 ton pada tahun 2014 seperti terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Tabel 1. Rincian Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya
Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional Tahun 2010 - 2014 2010
2011
Tahun (ton) 2012
2013
2014
5.384.418
5.714.271
5.829.194
5.863.170
6.200.180
6.277.923
7.928.963
9.675.533
13.300.905
14.521.349
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015 Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya masih dapat dikembangkan secara optimal agar tingkat produksi perikanan nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Perikanan budidaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara optimal salah satunya adalah budidaya perikanan tambak.
2
Budidaya tambak merupakan pola budidaya perikanan yang memiliki prospek usaha potensial untuk dikembangkan dan mampu mendukung dalam peningkatan taraf hidup masyarakat di wilayah pesisir. Tambak merupakan sumberdaya lahan yang dibangun sebagai kolam air payau di wilayah pesisir (Kordi, 2011). Salah satu sistem budidaya tambak yang saat ini mulai berkembang di wilayah Pantura Jawa Barat dan menjadi salah satu program pengembangan yang dicanangkan oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah sistem budidaya tambak polikultur. Budidaya tambak polikultur merupakan pengelolaan budidaya dua atau lebih jenis spesies/komoditi dalam satu areal tambak dengan prinsip penggunaan ruang tambak yang efektif dan bertujuan untuk meningkatkan penerimaan masyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai petambak (Kordi, 2012). Budidaya tambak polikultur yang umum dilaksanakan adalah budidaya polikultur 2 komoditi antara budidaya ikan bandeng dengan udang ataupun budidaya ikan bandeng dengan rumput laut Gracillaria. Budidaya tambak polikultur yang saat ini sedang dikembangkan oleh pihak KKP adalah budidaya polikultur 2 komoditi antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria di wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang memiliki potensi perikanan budidaya yang besar khususnya budidaya tambak seperti terlihat pada Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2.
Produksi dan nilai produksi perikanan Kabupaten Karawang Tahun 2013 Rincian
I. PERAIRAN LAUT II. PERAIRAN UMUM 1. Sungai 2. Situ (Waduk) 3. Rawa III. PERAIRAN BUDIDAYA 1. Tambak 2. Kolam 3. Sawah (Mina Padi) 4. Jaring Apung TOTAL
Total Produksi Nilai Produksi (Ton) (Rp 1000) 8.551,08 110.302.077,75 200,91 1.863.908,00 64,83 593.110,00 94,75 924.218,00 41,33 346.580,00 39.852,68 894.740.480,00 36.648,48 853.751.465,00 2.605,89 32.738.645,00 360,87 5.200.575,00 237,44 3.049.795,00 48.604,67 1.006.906.465,75
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2014.a Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor perikanan Kabupaten Karawang memiliki total produksi dan nilai produksi yang baik pada tahun 2013. Pada tahun 2013, produksi perikanan Kabupaten Karawang mencapai 48.604,67 ton.
3
Kontribusi terbesar diperoleh dari subsektor perikanan budidaya sebesar 39.852,68 ton dengan nilai produksi mencapai Rp 894.740.480.000,00. Pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa budidaya tambak memberikan kontribusi tertinggi terhadap total produksi perikanan Kabupaten Karawang tahun 2013 dengan total produksi mencapai 36.648,48 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor budidaya tambak di Kabupaten Karawang memiliki potensi untuk dikembangkan secara lebih optimal khususnya untuk pengembangan budidaya tambak polikultur tersebut agar terjadi peningkatan produksi maupun nilai produksi perikanan. Kecamatan Tirtajaya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Karawang yang memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian total produksi perikanan Kabupaten Karawang pada tahun 2013 seperti terlihat pada Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Produksi dan nilai produksi perikanan tambak Kabupaten Karawang berdasarkan Kecamatan Tahun 2013 Kecamatan
Cilamaya Kulon Cilamaya Wetan Tempuran Cilebar Pedes Cibuaya Tirtajaya Batujaya Pakisjaya TOTAL
Luas Areal Tambak Produksi Nilai Produksi (Ha) (Ton) (Rp 1000) 833,80 502,66 13.946.985 79,00 3.396,12 107.976.333 663,20 2.957,95 88.259.577 561,00 2.314,35 77.997.062 909,00 2.145,84 54.578.259 4.571,00 5.089,34 117.329.287 3.575,00 6.365,75 124.027.455 1.587,20 7.349,05 166.600.765 2.049,60 6.527,42 103.035.742 14.828,80 36.648,48 853.751.465
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2014.b Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, produksi perikanan tambak di Kecamatan Tirtajaya sebesar 6.365,75 ton dengan nilai produksi mencapai Rp 124.027.455.000,00. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa dengan potensi luas tambak 3.575 hektar, maka Kecamatan Tirtajaya memiliki peluang untuk mengembangkan budidaya polikultur tersebut. Desa Tambaksari merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Tirtajaya dengan mayoritas masyarakat setempat bermata pencaharian sebagai petambak. Areal tambak di Desa Tambaksari yang dimanfaatkan untuk budidaya tambak seluas 827 hektar dari total lahan tambak seluas 3.575 hektar di Kecamatan Tirtajaya (Desa Tambaksari, 2013). Pelaksanaan budidaya tambak polikultur ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria di Desa Tambaksari masih belum optimal.
4
Masih belum optimalnya pelaksanaan budidaya tambak polikultur tersebut dikarenakan belum diketahuinya secara jelas informasi mengenai teknis pengelolaan yang tepat dan potensi maupun manfaat ekonomi dan sosial dari pelaksanaaan budidaya polikultur tersebut. Jika budidaya tambak polikultur dilaksanakan secara optimal di Desa Tambaksari maka dapat memberikan manfaat yang lebih tinggi bagi petambak secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian mengenai estimasi nilai ekonomi dan analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur agar dapat dihasilkan suatu kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. 1.2
Perumusan Masalah Budidaya tambak polikultur merupakan suatu pola pengelolaan budidaya
dua jenis komoditi atau lebih dalam satu areal tambak secara bersama-sama yang dilaksanakan dengan tujuan untuk memanfaatkan secara efektif dan optimal ruang yang ada pada areal tambak dan sekaligus merupakan upaya peningkatan produksi dengan membudidayakan lebih dari satu komoditi (Kordi, 2012). Budidaya tambak polikultur 2 komoditi antara budidaya ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria merupakan salah satu sistem pengelolaan tambak yang dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial maupun ekologi. Manfaat ekonomi yang didapatkan dari budidaya tambak polikultur adalah adanya peningkatan produksi dan penerimaan bagi para petambak yang diperoleh dari dua komoditi yang dibudidayakan. Secara sosial, budidaya tambak polikultur dapat membantu penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat sekitar. Budidaya tambak polikultur juga dapat memberikan manfaat ekologi berupa absorbsi cemaran tambak yang dilakukan rumput laut sehingga kualitas air tambak akan lebih baik dan kondisi lingkungan kawasan tambak akan tetap terjaga kelestariaannya (Kordi, 2012). Desa Tambaksari memiliki peluang dan potensi yang luas untuk mengembangkan budidaya tambak polikultur tersebut. Akan tetapi, pelaksanaan budidaya tambak polikultur belum optimal. Hal tersebut dikarenakan masih kurangnya informasi mengenai teknis pengelolaan yang tepat dan potensi maupun manfaat ekonomi dan sosial dari pelaksanaan budidaya polikultur tersebut.
5
Belum optimalnya pelaksanaan budidaya tambak polikultur berbanding terbalik dengan kondisi dan potensi yang dimiliki wilayah Desa Tambaksari. Hal tersebut dikarenakan secara karakteristik wilayah, Desa Tambaksari memiliki areal tambak potensial dengan luas 827 ha yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan budidaya polikultur tersebut. Faktor-faktor pendukung lain seperti kesesuaian iklim, cuaca dan letak geografis Desa Tambaksari yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa mendukung untuk pelaksanaan budidaya polikultur tersebut. Peta wilayah Desa Tambaksari disajikan pada Lampiran 1. Pemanfaatan kawasan budidaya tambak di Desa Tambaksari yang optimal untuk pengembangan budidaya polikultur akan membantu dalam peningkatan produktivitas hasil tambak dan kesejahteraan petambak. Budidaya tambak polikultur tersebut harus mampu memberikan manfaat ekonomi, sosial, maupun ekologi bagi petambak dan masyarakat sehingga pengembangan budidaya tambak polikultur layak untuk dilaksanakan. Pengembangan budidaya tambak polikultur perlu terus dilakukan sehingga didapatkan berbagai alternatif kebijakan yang mendukung terciptanya pengelolaan budidaya tambak polikultur terbaik. Dengan demikian, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai budidaya tambak polikultur tersebut sehingga dihasilkan suatu kebijakan yang tepat dan mendukung untuk pengelolaan dan pengembangan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Berdasarkan uraian masalah diatas, maka aspek kajian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari?
2.
Bagaimana nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari?
3.
Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari?
4.
Bagaimana alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari?
6
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari.
2.
Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.
3.
Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.
4.
Mengkaji alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di
Desa
Tambaksari,
Kecamatan Tirtajaya,
Kabupaten Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mencari kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur yang dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari menggunakan analisis regresi berganda. Estimasi nilai ekonomi dilakukan dengan pendekatan surplus produsen untuk mengetahui kontribusi ekonomi dari pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur dilakukan dengan pendekatan cost benefit analysis untuk mengetahui kelayakan budidaya polikultur ditinjau dari analisis finansial. Alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dianalisis dengan metode perbandingan eksponensial. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan budidaya polikultur terbaik di Desa Tambaksari dilihat dari sudut pandang instansi terkait di wilayah Kabupaten Karawang.
7
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1.
Penulis, sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana Institut Pertanian Bogor serta sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengelolaan ekonomi sumberdaya wilayah pesisir.
2.
Para pelaku usaha budidaya tambak untuk memperoleh informasi mengenai potensi dan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pelaksanaan budidaya tambak polikultur dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.
3.
Pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun stakeholder terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan budidaya.
4.
Akademisi, sebagai informasi dan rujukan dalam pengembangan disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai pengembangan budidaya tambak polikultur.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tambak Menurut Kordi (2011), tambak adalah wadah budidaya ikan yang
dibangun di daerah pesisir/pantai, terutama hutan mangrove, estuaria, dan teluk untuk mempermudah memperoleh pasokan air payau untuk mengisi tambak. Umumnya tambak dibangun untuk budidaya udang dan ikan bandeng. Lokasi yang dipilih untuk membangun tambak memiliki kisaran pasang surut antara 1,5 – 2,5 m. Jika perbedaan pasang surut lebih dari 2,5 m memerlukan pematang yang besar dan kuat, sedangkan perbedaan pasang surut lebih rendah dari 1,5 m, suplai air tambak membutuhkan pompa. Menurut Kordi (1997) berdasarkan letak tambak terhadap laut dan muara sungai, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1.
Tambak Layah adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut, di tepi pantai atau muara sungai. Di daerah pantai dengan perbedaan tinggi air pasang surut yang besar, air laut dapat menggenangi daerah tambak ini sampai sejauh 1,5 - 2 km dari garis pantai ke arah daratan tanpa mengalami perubahan salinitas yang mencolok. Salinitas pada tambak layah sama dengan air pantai, yaitu sekitar 30 permil. Dibanding dengan tambak yang jauh ke daratan, tambak layah mempunyai salinitas air yang cukup tinggi. Hal tersebut karena air laut yang masuk ke dalam tambak dan berasal dari laut masih bersalinitas tinggi dan kemudian mengalami penguapan sehari-hari setelah ditahan dalam petakan tambak yang menyebabkan salinitas terus meningkat. Pada musim kemarau tambak layah kadang mempunyai kehidupan organisme di dalam tambak.
2.
Tambak Biasa terletak di belakang tambak layah. Tambak ini selalu terisi oleh campuran antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Campuran kedua air tersebut dikenal sebagai air payau dengan salinitas berkisar 15 permil. Salinitas pada tambak tersebut akan meningkat selama tambak diisi dengan air laut dan akan menurun kembali jika diisi dengan air tawar dari sungai atau hujan.
10
3.
Tambak Darat terletak jauh sekali dari pantai. Akibat letaknya jauh dari pantai, tambak ini biasanya hanya terisi oleh air tawar, sedangkan air laut seringkali tidak mampu mencapainya. Walaupun di beberapa tempat air mampu mencapainya, tetapi karena perjalanan air laut cukup jauh, salinitasnya menjadi sangat menurun. Suplai air dipertahankan hanya selama musim hujan dan jika hujan berkurang, maka sebagian dari tambak menjadi kering sama sekali. Salinitas tambak darat sangat rendah sekitar 5 – 10 permil.
2.2
Sistem Budidaya Tambak Menurut Kordi (2011) terdapat beberapa sistem budidaya perikanan
diantaranya yaitu: 1.
Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif Pengelolaan budidaya dengan sistem ektensif atau tradisional sangat sederhana dan padat penebaran rendah. Pada budidaya bandeng di tambak misalnya, nener ditebar dengan kepadatan 3.000 - 5.000 ekor/ha. Dengan padat penebaran tersebut dipanen bandeng 300 - 1.000 kg/ha/musim. Tambak di pesisir yang dikelola secara tradisional seringkali dibuat untuk menjebak ikan dan udang. Pada saat pasang, pintu tambak dibuka sehingga benih ikan dan udang mengikuti air pasang masuk ke dalam tambak. Pintu tambak kemudian ditutup dan berbagai jenis ikan dan udang dibiarkan hidup selama beberapa waktu sampai mencapai ukuran konsumsi. Ikan dan udang di tambak memanfaatkan berbagai pakan alami di dalam tambak. Petambak tidak melakukan pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air yang lain. Dengan cara pengelolaan seperti ini produktivitas tambak sangat rendah. Selain karena pengelolaan yang sangat sederhana, berbagai biota yang berada di dalam tambak juga merupakan faktor penghambat produktivitas karena kompetisi dan pemangsaan.
2.
Sistem Budidaya Semi-Intensif Sistem budidaya semi intensif memiliki petak (pada tambak) pemeliharaan biota lebih kecil dibandingkan pada pengelolaan ekstensif dan padat penebaran lebih tinggi yakni pada ikan bandeng antara 1 - 2 ekor/m2 dan pada udang windu antara 5 - 20 ekor/m2. Pada tambak, kegiatan dimulai dari
11
pengelolaan tanah, pengapuran, dan pemupukan. Selama pemeliharaan, biota budidaya juga diberikan pakan buatan dan tambahan secara teratur 1 - 2 kali/hari dan penggantian air dilakukan 5 - 20 % setiap hari. 3.
Sistem Budidaya Intensif Pola pengelolaan budidaya perairan intensif banyak diterapkan pada budidaya air tawar, laut, dan tambak. Teknologi budidaya intensif ditandai dengan petak tambak yang lebih kecil antara 0,2 - 0,5 ha. Persiapan lahan untuk pemeliharaan
(pengolahan
tanah,
perbaikan
wadah
budidaya)
dan
penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, bahan kimia) menjadi mutlak dan biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang diberikan secara teratur. Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung usaha seperti pompa dan aerator. Produksi pada sistem intensif sangat tinggi seperti pada budidaya ikan bandeng dan udang windu di tambak mencapai > 4 ton/ha/musim tanam. 2.3
Ikan Bandeng Bandeng merupakan komoditi penting dalam dunia perikanan Indonesia,
karena selain rasanya gurih, harganya dapat dijangkau, tahan terhadap serangan penyakit, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga sangat baik dibudidayakan, juga telah menembus pasar ekspor. Ikan bandeng mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata. Mata diseliputi oleh selaput bening. Warna badan putih keperakperakan dengan punggung biru kehitaman (Kordi, 1997). Menurut Kordi (1997), bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos
12
Ikan bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang dengan 14 – 16 jari-jari sirip punggung, 16 – 17 jari-jari sirip dada, 11 – 12 jari-jari sirip perut, 10 – 11 jari-jari sirip anus, dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Ikan bandeng merupakan ikan laut yang terkenal sebagai petualang ikan walaupun dapat hidup di tambak air payau maupun dipelihara di air tawar. Ikan bandeng dapat berenang mulai dari perairan laut yang salinitasnya 35 permil atau lebih dan kemudian dapat masuk mendekat ke muara sungai (salinitas 15 – 20 permil), bahkan sampai ke tempat-tempat yang airnya tawar (Kordi, 1997). Secara visual, ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos) Bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, yakni sejenis ikan yang mempunyai toleransi terhadap perubahan kadar garam (salinitas) yang luas serta tahan terhadap perubahan salinitas yang tinggi dalam waktu singkat. Dengan demikian, bandeng dapat hidup di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Bandeng dapat menempuh perjalanan jauh, dan akan tetap kembali ke pantai apabila akan berkembang biak. Benih ikan bandeng atau nener yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin, atau gelombang) akan mencapai daerah pantai dengan ukuran sekitar 11 - 13 mm dan berat 0,01 gr dalam usia 2 - 3 minggu yang dikenal sebagai nener. Bandeng yang dibudidayakan di tambak dikenal sebagai pemakan klekap (tahi air atau bangkai) yang merupakan kehidupan kompleks yang didominasi oleh ganggang biru (Cyanophyceae) dan ganggang kresik (Baccillariophyceae). Bandeng muda berenang hingga di sekitar pantai dan masuk ke muara-muara sungai, namun
13
bandeng tetap memijah di laut. Bandeng mulai dewasa ketika mencapai umur 3 tahun. Bandeng memijah di dekat pantai pada perairan yang jernih pada kedalaman 40 – 50 meter (Kordi, 2011). 2.4
Rumput Laut Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh
melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi (fisika, kimia, dan pergerakan air laut) serta jenis substrat dasarnya (Anggadiredja et al, 2006). Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisi Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu: 1.
Rhodophyceae (Ganggang Merah)
2.
Phaeophyceae (Ganggang Cokelat)
3.
Chlorophyceae (Ganggang Hijau)
4.
Cyanophyceae (Ganggang Biru-Hijau) Dari 4 kelas rumput laut tersebut, hanya 3 kelas yang merupakan golongan
alga atau rumput laut ekonomis yaitu alga hijau, alga cokelat, dan alga merah. Jumlah alga laut atau rumput laut yang bermanfaat dan bernilai ekonomis mencapai 61 jenis dari 27 marga rumput laut yang sudah biasa dijadikan makanan oleh masyarakat wilayah pesisir dan 21 jenis dari 12 marga digunakan sebagai obat tradisional (Kordi, 2012). Beberapa jenis rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis dan sejak dahulu sudah diperdagangkan adalah Eucheuma sp., Gracilaria sp., dan Gelidium sp. Jenis rumput laut yang cocok dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria sp. meskipun habitat awalnya berasal dari laut. Hal tersebut terjadi karena memiliki tingkat toleransi hidup yang tinggi sampai pada salinitas 15 per mil. Jenis rumput laut tersebut dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng dan/atau udang karena ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk kelangsungan hidupnya (Anggadiredja et al, 2006). Secara visual, rumput laut Gracillaria dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut.
14
Gambar 2. Rumput laut Gracillaria Budidaya
rumput
laut
memiliki
jumlah
produksi
dan
peluang
pengembangan yang sangat baik. Produksi rumput laut memberikan kontribusi terbesar terhadap total produksi perikanan budidaya nasional tahun 2014 dengan persentase sebesar 70,47 %. Perkembangan produksi rumput laut dari tahun 2010 - 2014 menunjukkan trend yang sangat positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun mencapai 27,72 % (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Budidaya rumput laut memiliki potensi pengembangan yang sangat luas karena mempunyai masa pemeliharaan yang mudah dan cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat. Keuntungan pengembangan rumput laut tersebut lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil, penggunaan teknologi yang sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka lebar. Hal tersebut karena rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, kosmetik, obat-obatan dan lainnya. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah pengembangan industrialisasi rumput laut di sentra-sentra penghasil rumput laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). 2.5
Budidaya Tambak Secara Polikultur Rumput laut dapat dibudidayakan secara polikultur dengan organisme lain
seperti udang windu, ikan bandeng, kerapu, dan kerang. Menurut Utojo et al. (1993) dalam Kordi (2012) budidaya polikultur dengan 3 komoditi (rumput laut, bandeng, dan udang windu) mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lebih cepat dan membuat produksi bandeng dan udang windu relatif lebih tinggi karena
15
rumput laut yang ditebarkan di dasar tambak dapat berfungsi sebagai pelindung dan merupakan tempat menempelnya organisme epifit makanan bandeng dan udang. Bandeng yang dibudidayakan secara polikultur dengan rumput laut tidak memangsa rumput laut jika diberi pakan buatan. Polikultur bisa dilakukan dengan dua komoditi (rumput laut dan bandeng), tiga komoditi (rumput laut, udang, dan ikan) ataupun empat komoditi (rumput laut, ikan, udang, dan kerang). Tetapi umumnya polikultur dilakukan dengan tiga komoditi (rumput laut, udang, dan ikan, terutama bandeng). Untuk penerapan polikultur tiga komoditi (rumput laut, ikan, dan udang), setelah tambak siap ditebari, benih rumput laut ditebarkan secara merata di dalam tambak. Setelah 20 hari rumput laut dipelihara secara monokultur agar thallus yang mengalami stagnasi menyesuaikan diri dan dapat tumbuh dengan baik, benih udang ditebar dengan kepadatan 10 - 12 ekor/m2 atau 100.000 ekor/ha. Setelah 45 hari pemeliharaan rumput laut dan udang, biasanya muncul klekap. Saat itu benih ikan (bandeng) ukuran gelondong (5 - 10 cm) sebanyak 1.000 - 1.500 ekor/ha dapat ditebar (Kordi, 2012). 2.6
Analisis Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
tertentu yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur adalah metode analisis regresi berganda. Analisis regresi menyangkut studi tentang hubungan antara satu variabel yang disebut dengan variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan dan satu atau lebih variabel lain yang disebut variabel bebas atau variabel penjelas. Meskipun analisis regresi berkenaan dengan hubungan antara satu variabel tak bebas dengan satu atau lebih variabel bebas, namun keterkaitan tersebut tidak selalu menyiratkan adanya hubungan sebab akibat. Dalam hal ini, tidak selalu berarti bahwa variabel bebas merupakan penyebab dan variabel tak bebas sebagai akibat. Jika hubungan sebab-akibat diantara keduanya memang ada, maka hubungan tersebut harus dilandasi oleh beberapa teori (ekonomi) (Gujarati, 2007). Regresi berganda adalah regresi di mana lebih dari satu variabel penjelas atau variabel bebas, digunakan untuk menjelaskan perilaku variabel tak bebas. Model regresi linear berganda yang paling sederhana adalah regresi tiga variabel
16
dimana perilaku variabel tak bebas Y dikaji dalam hubungannya dengan dua variabel penjelas, X1 dan X2 (Gujarati, 2007). Dalam hal variabel penjelas lebih dari dua variabel maka dapat dirumuskan sebagai berikut. Y = b0+ b1X1t+ b2X2t... + bnXnt + ut ...............................(2.1) Keterangan : Y
= variabel tak bebas
b0
= intercept
b1...bn
= koefisien variabel
X1...Xn
= variabel-variabel penjelas
u
= faktor gangguan stokhastik
t
= observasi ke-t
2.7
Nilai Ekonomi Nilai ekonomi kawasan sumberdaya dapat dihitung melalui pendekatan
surplus produsen. Nilai ekonomi sering disebut rent ekonomi karena pada dasarnya konsep nilai ekonomi adalah surplus yang dihasilkan. Surplus merupakan perbedaaan antara harga yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya dengan biaya per unit input yang digunakan untuk menjadikan sumberdaya tersebut menjadi suatu komoditi. Selisih tersebut sering disebut sebagai rente per unit atau unit rent (Fauzi, 2010.a). Menurut Fauzi (2010.b), salah satu hal yang krusial dari ekonomi sumberdaya alam adalah bagaimana surplus dari sumberdaya alam dimanfaatkan secara optimal. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan dari masyarakat dari mengekstrasi dan mengkonsumsi sumberdaya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Surplus merupakan perbedaaan antara harga yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya dengan biaya per unit input yang digunakan untuk menjadikan sumberdaya tersebut menjadi suatu komoditi. Selisih tersebut sering disebut sebagai rente per unit atau unit rent (Fauzi, 2010.a). Rente atau rent juga dapat diartikan sebagai nilai dari input produktif ketika digunakan melebihi biaya yang diperlukan. Rent tidak lain adalah residual
17
setelah seluruh biaya dibayarkan dan biasanya diterima oleh pemilik sumberdaya. Konsep rent bukanlah konsep sewa, namun merupakan konsep ekonomi yang tidak lain adalah nilai surplus (surplus value). Rent sumberdaya terkait erat dengan derajat pengelolaan perikanan. Rente yang positif bisa dihasilkan dari pengelolaan yang baik, dan rente yang negatif bisa ditunjukkan dari pengelolaan yang buruk (Fauzi, 2010.a). Rente sumberdaya merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh pemilik sumberdaya dan merupakan selisih antara jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumberdaya dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya, sedangkan surplus konsumen sama dengan manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumberdaya alam dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Namun perhitungan surplus yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah surplus produsen. Pendekatan perhitungan rente sumberdaya dapat dikategorikan dalam tiga pendekatan utama yakni (Fauzi, 2010.a): 1. Pendekatan surplus. Pendekatan ini digunakan pada kasus dimana pemerintah tidak melakukan intervensi kebijakan sehingga rente sumberdaya langsung diterima oleh pelaku ekonomi sebagai surplus produsen. Pendekatan ini terbatas hanya pada satu komoditi. 2. Pendekatan harga bersih. Pendekatan ini dikembangkan untuk multi komoditi dengan merinci komponen biaya untuk mengekstrak sumberdaya. Pendekatan ini banyak mengandalkan data nasional yang umumnya tercatat pada kantor statistik nasional. 3. Pendekatan melalui keragaan finansial dan ekonomi dengan merinci struktur biaya dan penerimaan industri perikanan. Pendekatan ini menggunakan data hasil survei dari industri penangkapan ikan yang kemudian dirinci berdasarkan komponen biaya yang dikeluarkan oleh industri tersebut. 2.8
Analisis Kelayakan Usaha Studi kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik
pada sebuah proyek maupun bisnis yang sedang berjalan, sehingga kita mengetahui berhasil atau tidaknya investasi yang telah ditanamkan baik secara finansial (swasta) maupun ekonomi (pemerintah). Dalam merencanakan dan
18
menganalisis proyek yang efektif harus mempertimbangkan banyak aspek yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Seluruh aspek tersebut saling berhubungan dan suatu putusan mengenai satu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan terhadap aspek lainnya. Secara umum analisis kelayakan terbagi menjadi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial (Gittinger, 1986). 2.8.1. Aspek Pasar Evaluasi aspek pasar sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan proyek/usaha. Aspek pasar meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). 2.8.2. Aspek Teknis Analisis teknis berhubungan dengan input proyek dan ouput berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Indikasi suatu proyek dikatakan layak dalam menjalankan usahanya dapat dilihat dari adanya perkembangan produksi yang dihasilkan, lokasi usaha yang strategis, infrastruktur yang mendukung seperti fasilitas jalan, listrik, transportasi, pengadaan bahan baku serta sarana produksi mudah diperoleh. Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan (Gittinger, 1986). 2.8.3. Aspek Manajemen Analisis manajemen berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek dengan pembentukan tim kerja, pembagian kerja, pembuatan rencana kerja agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, dan keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek (Gittinger, 1986). 2.8.4. Aspek Sosial Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial. Analisis sosial berhubungan dengan
19
manfaat/dampak secara sosial maupun lingkungan dari suatu proyek terhadap kehidupan masyarakat, bisa berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif pembangunan proyek pada masyarakat sekitar antara lain adalah ikut menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan penduduk sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung, peningkatan fasilitas infrastruktur umum dan lain sebagainya. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa pencemaran lingkungan karena limbah, hingga faktor keamanan yang tidak nyaman untuk berinvestasi (Gittinger, 1986). 2.8.5. Aspek Finansial Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis proyek adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan sumbersumber yang diperlukan (biaya). Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek. Kriteria yang umum digunakan dalam analisis finansial dan analisis ekonomi antara lain Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV), Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net Benefit Cost-Ratio, Net B/C), dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return, IRR). a. Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV) Net Present Value dari suatu proyek adalah nilai sekarang (Present Value) dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Proyek dinyatakan layak jika NPV lebih besar atau sama dengan nol. Jika NPV sama dengan nol berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi tersebut proyek tidak untung dan tidak rugi, sedangkan NPV lebih kecil dari nol proyek tidak layak dilakukan. Sumber-sumber yang dipakai proyek tersebut lebih baik dialokasikan pada kegiatan yang lebih menguntungkan. b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu proyek layak dilaksanakan jika nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu. Artinya manfaat yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Apabila Net B/C lebih kecil dari satu,
20
proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh tidak dapat menutupi biaya yang telah dikeluarkan . c. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return, IRR) Internal Rate of Return adalah tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persentase. Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu proyek layak dilaksanakan jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan discount rate yang berlaku. Jika nilai IRR lebih kecil dari discount rate yang berlaku, proyek tidak layak untuk dilaksanakan. d. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan harga dan kenaikan biaya yang terjadi terhadap kelayakan suatu usaha, yaitu layak ataupun menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal tersebut diperlukan karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Pada sektor pertanian, proyek dapat berubah-ubah yang biasanya bersumber dari fluktuasi harga-harga input dan output maupun perubahan pada volume produksi (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value (nilai pengganti), dimana analisis tersebut mencari beberapa perubahan maksimum yang membuat NPV sama dengan nol. Pada analisis tersebut dicari berapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat diskonto yang digunakan (Gittinger, 1986). 2.9
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode
untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik tersebut digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan
21
keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. MPE mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Dalam menggunakan MPE, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: 1.
Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih.
2.
Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi.
3.
Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria.
4.
Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria.
5.
Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif.
6.
Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara
dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin dan Maghfiroh, 2010). 2.10
Penelitian Terdahulu Rubiana (2010) melakukan penelitian tentang “Analisis Kelayakan
Pembesaran Ikan Bandeng dengan Keramba Jaring Apung di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat”. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah dari aspek pasar yaitu terdapat peluang permintaan dan penawaran. Hasil analisis aspek teknis menjelaskan teknik budidaya perikanan dengan KJA sudah dikenal di Kecamatan Muara Gembong. Aspek manajemen usaha sederhana dengan bentuk usaha badan usaha perorangan. Aspek lingkungan dan sosial ekonomi usaha pembesaran ikan bandeng KJA di Kecamatan Muara Gembong memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lingkungan sekitar diantaranya terserapnya tenaga kerja dan pemberdayaan masyarakat pesisir.
22
Dampak negatif yang terjadi jika tidak memperhatikan lingkungan adalah terjadi pencemaran air akibat dari sisa pakan ikan. Dengan demikian perlu dilakukan pemeliharaan kualitas air dan pemberian pakan sewajarnya. Disamping itu budidaya perikanan dengan KJA bisa dijadikan alternatif teknis budidaya perikanan yang baru selain tambak yang sering rusak karena terjadi banjir. Hasil analisis aspek finansial menunjukkan bahwa kedua skenario yaitu skenario I (modal sendiri) dan skenario II (modal pinjaman) layak untuk dijalankan karena kedua skenario sudah memenuhi kriteria kelayakan investasi, diantaranya yaitu nilai Net Present Value (NPV) lebih dari nol, nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih dari satu, Internal Rate Return (IRR) lebih dari tingkat diskonto yang digunakan dan Payback Period (PP) berada sebelum masa proyek berakhir. Hasil analisis sensitivitas switching value dengan dua variabel parameter yaitu peningkatan harga pakan ikan bandeng dan penurunan penjualan ikan bandeng dengan variabel penurunan harga jual dan penurunan produksi ikan bandeng menunjukkan bahwa penurunan penjualan ikan bandeng lebih sensitif. Kedua skenario menunjukkan bahwa skenario II (modal pinjaman) lebih sensitif (peka) terhadap perubahan–perubahan yang terjadi baik pada perubahan peningkatan harga pakan ikan bandeng ataupun penurunan penjualan ikan bandeng. Murachman, et al. (2010) melakukan studi mengenai “Model Polikultur Udang Windu, Ikan Bandeng, dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional”. Studi dilakukan dengan metode studi kasus di Dusun Tanjung Sari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang mendukung penentuan lokasi kolam, yaitu jenis tanah di atas kolam, sumber air tawar, sumber air laut, dan keberadaan hutan mangrove. Kualitas dan kesuburan air cukup baik dan berada pada kisaran standar kualitas air untuk tambak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara padat tebar untuk udang windu dan ikan bandeng pada tipe polikultur tiga komoditi dan polikultur dua komoditi. Padat tebar rumput laut pada polikultur tiga komoditi adalah 975 kg/ha. Keberadaan rumput laut pada polikultur tiga komoditi dapat meningkatkan kualitas air menjadi lebih baik dibandingkan pada polikultur dua komoditi. Keuntungan finansial pada polikultur
23
tiga komoditi adalah Rp. 20.717.628 dan Rp. 11.924.115 pada polikultur dua komoditi untuk tiap hektar tambak pada satu musim tanam. Siboro, et al (2014) melakukan penelitian mengenai “Laju Pertumbuhan Udang Windu (Penaeus monodon), Ikan Bandeng (Chanos chanos), dan Rumput Laut (Eucheuma cottonii, Gracilaria sp) pada Budidaya Polikultur dengan Padat Tebar yang Berbeda di Desa Sungai Lumpur, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan pada Udang Windu (Penaeus monodon), Ikan Bandeng (Chanos-chanos), dan Rumput Laut (Eucheuma cotonii, Gracilaria sp) pada budidaya polikultur dengan padat tebar yang berbeda. Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian adalah metode eksperimental dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan menggunakan uji One Away Anova dengan 2 perlakuan dan 9 pengulangan. Penelitian dilakukan pada 2 lokasi tambak dengan luas 2 ha per tambaknya, dimana yang diamati adalah pertumbuhan setiap 10 hari selama 80 hari dengan padat tebar yang berbeda yaitu: 1. Tambak A : Padat tebar (40.000 benih udang windu, 20.000 benih ikan bandeng, 30 kg rumput laut jenis Gracilaria sp dan 20 kg rumput laut jenis Eucheuma cottoni) 2. Tambak B : Padat tebar (30.000 benih udang windu, 10.000 benih ikan bandeng, 20 kg rumput laut laut jenis Gracilaria sp dan 10 kg rumput laut jenis Eucheuma cottoni). Hasil penelitian menunjukkan jika laju pertumbuhan berat rata-rata udang windu tertinggi dengan nilai 7,963 % pada perlakuan A dan pada perlakuan B dengan nilai 7,667 %. Laju pertumbuhan berat rata-rata ikan bandeng lebih tinggi pada perlakuan A dengan nilai 6,867 %. Hal tersebut disebabkan karena dilakukan pemberian pakan, sedangkan perlakuan B dengan nilai 6,528 %. Laju pertumbuhan panjang udang windu telihat padat tebar yang tinggi memiliki panjang rata-rata yang lebih tinggi dengan nilai 0,288 cm dan diikuti perlakuan B dengan nilai 0,236 cm. Laju pertumbuhan panjang rata-rata ikan bandeng pada Tambak A lebih tinggi dengan nilai 0,284 cm dari perlakuan B dengan nilai 0,231 cm. Secara singkat penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut.
24
Tabel 4. Matriks penelitian terdahulu No Nama Penulis Judul Penelitian 1.
Galih Rubiana (2010)
2.
Murachman et al. (2010)
3.
Siboro et al. (2014)
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini mengkaji alternatif kebijakan untuk pengembangan sistem budidaya tambak polikultur
Analisis Kelayakan Pembesaran Ikan Bandeng dengan Keramba Jaring Apung di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat Model Polikultur Penelitian ini membahas Udang Windu, Ikan mengenai nilai ekonomi Bandeng, dan budidaya rumput laut secara Rumput Laut polikultur dengan bandeng. (Gracillaria Sp.) Penelitian ini membahas Secara Tradisional kelayakan usaha budidaya tambak polikultur Laju Pertumbuhan Penelitian ini tidak Udang Windu membahas mengenai teknis (Penaeus monodon), budidaya polikultur Ikan Bandeng Penelitian ini membahas (Chanos chanos), mengenai kelayakan dan Rumput Laut finansial usaha budidaya (Eucheuma cottonii, polikultur 2 komoditi Gracilaria sp) pada Budidaya Polikultur dengan Padat Tebar yang Berbeda di Desa Sungai Lumpur, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan
3. KERANGKA PENELITIAN
Sistem budidaya tambak polikultur merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi komoditi perikanan budidaya nasional dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang bergantung hidup pada usaha budidaya tambak melalui pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan efisien untuk usaha budidaya tambak. Penelitian ini dilatar belakangi adanya pemanfaatan kawasan budidaya tambak di Desa Tambaksari untuk pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur. Budidaya tambak polikultur yang mulai berkembang di Desa Tambaksari merupakan budidaya antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria dalam satu areal tambak. Areal tambak di Desa Tambaksari belum termanfaatkan secara optimal untuk usaha budidaya polikultur sehingga potensi pengembangan budidaya
polikultur
masih
luas.
Adanya
potensi
tersebut
menjadikan
pengembangan usaha budidaya polikultur diharapkan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat khususnya yang bermata pencaharian sebagai petambak. Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan dalam pengembangan budidaya polikultur di Desa Tambaksari. Besarnya nilai ekonomi pemanfaatan kawasan tersebut erat hubungannya dengan tingkat produktivitas hasil tambak dan secara langsung akan berpengaruh kepada pendapatan yang diperoleh petambak. Dengan demikian, informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur sangat penting untuk diketahui. Analisis yang digunakan dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur adalah analisis regresi berganda. Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur dapat dilihat dari tingkat produktivitas yang dihasilkan dalam pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Analisis yang digunakan dalam perhitungan nilai ekonomi adalah surplus produsen. Nilai ekonomi memberikan
26
gambaran besarnya manfaat atau pendapatan yang diterima masyarakat dari aktivitas budidaya polikultur tersebut. Salah satu tujuan dari program pengembangan budidaya tambak polikultur adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Indikator pencapaian tujuan pelaksanaan budidaya polikultur dapat dilihat dari kelayakan pelaksanaan usaha budidaya polikultur ditinjau dari analisis finansial. Dengan demikian, analisis kelayakan finansial usaha dapat dilakukan menggunakan pendekatan cost benefit analysis. Analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur dapat dijadikan sebagai gambaran keragaan ekonomi dan kelayakan usaha budidaya polikultur dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan, dan aspek finansial. Alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur diperlukan untuk menghasilkan suatu kebijakan pengelolaan budidaya polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya. Penilaian terhadap alternatif kebijakan pengembangan budidaya polikultur dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai ekonomi pemanfaatan kawasan dan kelayakan usaha budidaya tambak polikultur tersebut ditinjau dari analisis finansial. Pada akhirnya hasil penelitian ini dapat menghasilkan suatu kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya. Berdasarkan uraian diatas, secara rinci kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut.
27
Pengembangan sistem budidaya tambak polikultur
Pemanfaatan lahan tambak polikultur (bandeng dan rumput laut) di Desa Tambaksari
Faktor yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur
Nilai ekonomi kawasan budidaya tambak polikultur
Analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur
Aspek: Pasar Teknis Manajemen Sosial Lingkungan
Analisis Regresi Berganda
Surplus Produsen
Aspek finansial: NPV Net B/C IRR Analisis Sensitivitas
Cost Benefit Analysis
Kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya Gambar 3. Kerangka penelitian
Altenatif pengembangan budidaya tambak polikultur
Metode Perbandingan Eksponensial
4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
survei. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sampel. Penelitian survei sampel adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Silalahi, 2009). Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden yang mewakili suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada responden. 4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner terhadap pengelola atau petambak budidaya polikultur 2 komoditi (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria). Data primer yang dibutuhkan antara lain karakteristik petambak polikultur, karakteristik usaha budidaya tambak polikultur, penerimaan dari hasil panen budidaya tambak polikultur per musim panen, dan pengeluaran usaha budidaya tambak polikultur per musim panen. Kuesioner penelitian untuk pengumpulan data primer dari petambak responden disajikan pada Lampiran 2. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain keadaan fisik lokasi penelitian, peta wilayah penelitian, luas wilayah yang digunakan untuk budidaya tambak polikultur, potensi perikanan dan lahan tambak di lokasi penelitian, serta informasi lainnya yang menunjang penelitian. Keseluruhan data sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur, diantaranya dengan cara pengumpulan data dari Pemerintah Kabupaten Karawang, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang, Desa Tambaksari, buku referensi, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung. Jenis dan sumber data serta parameter yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 5 sebagai berikut.
30
Tabel 5.
Matriks jenis dan sumber data
Jenis Data 1. Data Primer
Parameter Data karakteristik petambak polikultur
Data karakteristik usaha budidaya tambak polikultur
Data penerimaan usaha budidaya tambak polikultur Data pengeluaran untuk usaha budidaya polikultur 2. Data Sekunder
4.3
Satuan Unit Sumber Data Responden Usia (Tahun) Pendidikan (Tahun) Jumlah tanggungan keluarga (orang) Status kepemilikan lahan (sewa/milik pribadi) Responden Lama usaha (Tahun) Luas tambak (Ha) Hasil panen bandeng (kg/ha/musim) Hasil panen rumput laut (kg/ha/musim) Jumlah Tenaga Kerja (orang) Hasil panen bandeng 1 tahun Responden (kg/tahun) Hasil panen rumput laut 1 tahun (kg/tahun) Harga jual bandeng (Rp/kg) Harga jual rumput laut (Rp/kg) Biaya investasi usaha Responden budidaya polikultur (Rp) Total biaya tetap (Rp/tahun) Total biaya variabel (Rp/tahun)
Data kondisi Luas wilayah penelitian Kementerian fisik lokasi (Ha) Kelautan dan penelitian Perikanan Luas lahan tambak di lokasi Data potensi Dinas, penelitian (Ha) perikanan Perikanan Jumlah produksi perikanan budidaya dan Kelautan budidaya (ton/tahun) Kab. Nilai produksi perikanan Karawang budidaya (Rp/tahun) Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya.
Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari
informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan data atau sampel adalah sampling jenuh (sensus). Metode pengambilan sampel tersebut merupakan teknik penentuan sampel apabila jumlah populasi relatif kecil atau kurang dari 30 orang (Sangadji dan Sopiah, 2010). Penelitian ini menggunakan
31
metode sampling jenuh (sensus) dengan batasan bahwa responden yang dipilih sebagai sampel adalah petambak polikultur dengan 2 komoditi (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari yang telah berproduksi minimal selama satu tahun dengan besar sampel sebanyak 28 orang petambak dan 10 orang perwakilan dari instansi/pihak terkait. 4.4
Metode Analisis Data Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Minitab 15 dan Microsoft Office Excel 2007. Metode analisis data dilaksanakan sebagai berikut. 4.4.1 Identifikasi Karakteristik Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) Identifikasi karakteristik responden petambak polikultur di Desa Tambaksari dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena berdasarkan data yang terkumpul (Silalahi, 2009). 4.4.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) Analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pendapatan
petambak
polikultur di Desa Tambaksari dilakukan dengan membentuk fungsi pendapatan. Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah analisis regresi berganda. Model regresi yang digunakan untuk membentuk fungsi pendapatan ditentukan berdasarkan pada hasil perbandingan analisis regresi berganda yang dilakukan dengan menggunakan model regresi linear dan model regresi log linear. Berikut ini adalah fungsi pendapatan petambak polikultur menggunakan model regresi linear: Pndpt = a + b1 LU + b2 LT + b3 PB + b4 PRL+ b5 TC + ε ................................(4.1) Fungsi pendapatan petambak polikultur dengan menggunakan model regresi log linear adalah sebagai berikut: Ln Pndpt = a + b1Ln LU + b2Ln LT + b3Ln PB + b4Ln PRL+ b5Ln TC + ε .....(4.2)
32
Keterangan: Pndpt
= Pendapatan petambak (Rp/tahun)
a
= Intercept
b1 … , b6
= Koefisien regresi yang akan diduga
LU
= Lama usaha (tahun)
LT
= Luas tambak (ha)
PB
= Hasil panen ikan bandeng (Kg/ha/tahun)
PRL
= Hasil panen rumput laut Gracillaria (Kg/ha/tahun)
TC
= Total cost (Rp/ha/tahun)
ε
= Galat atau error Penentuan model regresi yang digunakan untuk membentuk fungsi
pendapatan petambak dalam analisis regresi berganda tersebut didasarkan pada beberapa kriteria pemilihan. Kriteria pemilihan model regresi yang digunakan adalah (Gujarati, 2007): 1.
Memiliki nilai signifikansi statistik yang baik.
2.
Tanda koefisien regresi variabel penjelas sesuai dengan postulat ekonomi.
3.
Memenuhi uji asumsi linear berganda agar menghasilkan estimator terbaik. Variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam model ditentukan
berdasarkan teori-teori penelitian terdahulu. Hipotesis yang dibangun adalah variabel lama usaha, luas tambak, hasil panen bandeng, dan hasil panen rumput laut berpengaruh positif sedangkan variabel total cost responden berpengaruh negatif terhadap pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari. Analisis faktor-faktor berpengaruh terhadap pendapatan petambak dilakukan menggunakan perangkat lunak (software) Minitab 15. Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi pendapatan tersebut agar menghasilkan estimator terbaik, sehingga diperoleh model yang lebih akurat. Beberapa pengujian statistik yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut (Gujarati, 2007): 1.
Uji Multikolinearitas (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara
33
peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan : -
……………………………
R² adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS yakni exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan. 2.
Normalitas Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal.
Melalui probability plot of RESI 1 masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus. Selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS). Normalitas terpenuhi apabila nilai K-S hitung lebih kecil dari K-S tabel dan P value lebih dari 5 %. 3.
Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
adalah
untuk
melihat
apakah
terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk sebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.
Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi berupa korelasi
diantara faktor gangguan. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji tersebut dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor
34
pengganggu et-1. Melihat ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan ketentuan seperti terlihat pada Tabel 6 sebagai berikut (Firdaus, 2004). Tabel 6.
Uji autokorelasi
D-W Kurang dari 1,10 1,10 dan 1,54 1,55 dan 2,46 2,46 dan 2,90 Lebih dari 2,91
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
4.4.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) Penelitian ini
menggunakan pendekatan surplus produsen untuk
menghitung nilai ekonomi dari pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur. Menurut Fauzi (2010.b), pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
dari
mengekstraksi
dan
mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumber daya alam. Kurva penawaran merupakan turunan dari fungsi biaya. Kurva penawaran diturunkan dengan memisalkan fungsi keuntungan produsen sebagai berikut (Fauzi, 2010.b): )-
……………………….. . )
Keterangan : π
= Keuntungan petambak (Rp/ha/tahun)
X1
= Jumlah produksi komoditi ikan bandeng (Rp/kg)
X2
= Jumlah produksi komoditi rumput laut (kg/ha/tahun)
P1
= Harga jual komoditi ikan bandeng(Rp/kg)
P2
= Harga jual komoditi rumput laut (kg/ha/tahun)
C1
= Biaya produksi ikan bandeng (Rp/ha/tahun)
C2
= Biaya produksi rumput laut (Rp/ha/tahun)
Maka maksimisasi keuntungan akan menghasilkan : P
C xi
C
…………………………………….. . )
35
Keterangan : P
= Harga jual komoditi (Rp/kg)
MC(X)
= Biaya marjinal produksi komoditi i (Rp)
Pada penelitian ini dihitung nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari selama satu tahun dengan pendekatan surplus produsen dilihat berdasarkan selisih antara penerimaan usaha budidaya selama satu tahun dengan total biaya produksi yang dikeluarkan selama satu tahun. Perhitungan surplus produsen sebagai berikut: Pp
{ Abb x Bb + Abrl x Brl } - Cp …………………… . )
Keterangan : SPp
= Surplus produsen tambak polikultur (Rp/ha/tahun)
Abb
= Rata-rata produksi ikan bandeng (kg/ha/tahun)
Bb
= Rata-rata harga komoditi ikan bandeng (Rp/kg)
Abrl
= Rata-rata produksi rumput laut (kg/ha/tahun)
Brl
= Rata-rata harga komoditi rumput laut (Rp/kg)
Cp
= Rata-rata biaya produksi tambak (Rp/ha/tahun) Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini untuk melihat nilai
ekonomi kawasan budidaya tambak polikultur selama satu tahun. Nilai ekonomi yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. 4.4.4 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) Analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur dilakukan melalui 2 pendekatan analisis yakni analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kelayakan usaha budidaya tambak polikultur ditinjau dari analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur dengan menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR) (Gittinger, 1986).
36
1)
Analisis Aspek Pasar Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi output yaitu terdapat suatu
permintaan yang efektif akan didapatkan penerimaan yang menguntungkan dari kegiatan pemasaran. Dari sudut pandang input yaitu mengkaji pasar input dan pasar output, harga, bagaimana penawaran baik informasi di masa lalu maupun di masa yang akan datang, distribusi atau jalur pemasaran untuk input, proporsi penjualan untuk pasar yang dituju, rantai pemasaran output produksi, dan kendala dalam pemasaran output produksi (Gittinger, 1986). 2)
Analisis Aspek Teknis Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai lokasi budidaya tambak polikultur, besar skala operasi/luas produksi, ketersediaan input, fasilitas produksi dan peralatan yang digunakan, ketepatan penggunaan teknologi, perencanaan output, dan kendala produksi yang dapat terjadi, serta proses produksi yang dilakukan (Gittinger, 1986). 3)
Analisis Aspek Manajemen Aspek manajemen dilihat berdasarkan sesuai tidaknya usaha dengan pola
sosial budaya masyarakat setempat, spesifikasi keahlian, dan tanggung jawab pihak yang terlibat untuk mengelola usaha (Gittinger, 1986). 4)
Analisis Aspek Sosial Aspek sosial dapat dilakukan dengan menganalisis perkiraan dampak yang
ditimbulkan terhadap berjalannya usaha terhadap kondisi sosial masyarakat, lingkungan maupun terhadap manfaat-manfaat kegiatan usaha secara menyeluruh. Aspek sosial dikaji secara deskriptif untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha budidaya tambak polikultur (Gittinger, 1986). 5)
Analisis Aspek Finansial Perhitungan analisis aspek finansial memerlukan kriteria investasi yang
dapat digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kelayakan investasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan (discounted cashflow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau semua biaya dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan.
37
a.)
Net Present Value (NPV) Net Present Value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi. NPV menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi atau merupakan jumlah nilai penerimaaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut: n
NP
∑ t 0
Bt - Ct 1 + i)t
………………………… . )
Keterangan: Bt
= Penerimaan (Benefit) tahun ke-t (Rupiah)
Ct
= Biaya (Cost) tahun ke-t (Rupiah)
n
= Umur proyek (Tahun)
i
= Tingkat suku bunga / Discount rate (persen)
t
= Periode (Tahun)
Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu : 1. NP
≥ 0 berarti secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena
manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya. 2. NPV = 0, berarti secara finansial usaha berada pada kondisi break even karena manfaat yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. 3. NP
≤ 0 berarti secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya/tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. b.)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus
manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Angka tersebut menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan uang. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai Net B/C rasionya sebesar satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunity capital, tetapi jika nilai Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986). Rumus yang digunakan sebagai berikut:
38
n
Net B/C
Bt C t
1 i
t
t 0 n
untuk Bt C t 0
Bt C t untuk Bt C t 0 t t 0 1 i
.....................(4.8)
Keterangan: Net B/C
= Nilai Benefit-cost ratio
Bt
= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t (Rupiah)
Ct
= Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah)
n
= Umur proyek (Tahun)
i
= Tingkat suku bunga / Discount rate (persen)
t
= Periode (Tahun).
c.)
Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari
suatu proyek/usaha sama dengan nol. Internal Rate of Return adalah tingkat ratarata keuntungan intern tahunan dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek/usaha layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku maka proyek/usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut : i1 + |NP
NP 1 | (i1 1 - NP 2
- i2 )………………..………… .
Keterangan: NPV1 = NPV yang bernilai positif (Rupiah) NPV2 = NPV yang bernilai negatif (Rupiah) i1
= Discount rate yang menghasilkan NPV positif (persen)
i2
= Discount rate yang menghasilkan NPV negatif (persen)
d.)
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat kembali hasil analisis suatu
kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan didalam perhitungan biaya atau manfaat (Kadariah, 2001). Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek yang mengandung
39
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Gittinger, 1986). Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai. Dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur kepekaan perubahan parameter terhadap kelayakan investasi usaha. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengasumsikan terjadi tingkat perubahan parameter yang mempengaruhi pendapatan usaha. Perubahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi aktual yang umum terjadi di lokasi penelitian. Parameter perubahan yang digunakan adalah: (1) penurunan harga jual ikan bandeng, (2) penurunan hasil produksi rumput laut Gracillaria, dan (3) peningkatan harga jual pupuk. 4.4.5 Alternatif Kebijakan Pengembangan Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Penggunaan MPE dalam alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu (Marimin dan Maghfiroh, 2010): 1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, 2. Menentukan kriteria perbandingan keputusan yang penting untuk dievaluasi, 3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap keputusan, 4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, 5. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan 6. Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada nilai total masingmasing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut: m
Total nilai TNi
∑ j 1
Kij )TKKj …………………………….. .10)
40
Keterangan: TNi
= Total nilai alternatif ke-i
Rkij
= Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat n
= Jumlah pilihan keputusan
m
= Jumlah kriteria keputusan Alternatif-alternatif keputusan yang disusun diantaranya pemanfaatan areal
tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur, penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur, dan perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya. Penilaian terhadap alternatif keputusan dilakukan oleh responden dari perwakilan instansi/pihak terkait dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Kuesioner penelitian untuk pengumpulan data primer dari instansi/pihak terkait disajikan pada Lampiran 3. Penyusunan alternatif keputusan tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya adalah: 1. Pemanfaatan areal tambak di Desa Tambaksari untuk budidaya tambak polikultur belum optimal, padahal secara potensi dan karakteristik wilayah, Desa Tambaksari potensial untuk pengembangan usaha budidaya polikultur tersebut. 2. Penerapan usaha budidaya tambak polikultur dengan konsep silvofishery perlu dilakukan agar aktivitas usaha budidaya polikultur dapat berlangsung secara berkelanjutan dan menghasilkan manfaat secara ekonomi, sosial, maupun ekologi. 3. Prasarana dan sarana perikanan budidaya yang ada di Desa Tambaksari masih sangat sederhana dan perlu perbaikan agar aktivitas usaha tambak dapat terlaksana secara lebih efektif dan efisien Alternatif-alternatif tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan untuk menghasilkan suatu strategi kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 7 sebagai berikut.
41
Tabel 7. No 1.
2.
3.
4.
Matriks metode analisis data
Tujuan Penelitian Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari Mengkaji altenatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari
Jenis Data Data Primer
Metode Analisis Data Analisis Regresi Berganda
Data Primer
Surplus Produsen
Data Primer
Cost Benefit Analysis
Data Primer
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data tersebut diperoleh dari wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. 4.5
Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut.
1.
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang.
2.
Budidaya tambak polikultur adalah pengelolaan dua jenis atau lebih spesies/komoditi yang dibudidayakan secara bersamaan di dalam satu areal tambak.
3.
Satuan luas usaha yang digunakan adalah areal tambak usaha budidaya tambak polikultur dengan rata-rata luas 1 hektar.
4.
Responden adalah petambak polikultur 2 komoditi (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang yang telah berproduksi minimal selama 1 tahun. Perwakilan dari instansi terkait terdiri dari Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
5.
Analisis faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur dilakukan dengan analisis regresi berganda menggunakan model regresi log linear. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi
42
pendapatan petambak adalah lama usaha (tahun), luas tambak (hektar), hasil panen ikan bandeng (kg/ha/tahun), hasil panen rumput laut Gracillaria (kg/ha/tahun), dan total cost (Rp/tahun). 6.
Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur diestimasi dengan menggunakan pendekatan surplus produsen.
7.
Kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur dianalisis dengan menggunakan pendekatan cost benefit analysis. Kelayakan usaha budidaya tambak polikultur dilihat dari hasil perhitungan dan analisis aspek-aspek kelayakan finansial suatu usaha meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan, dan aspek finansial.
8.
Aspek finansial kelayakan usaha budidaya tambak polikultur dilihat dari hasil perhitungan kriteria investasi usaha seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), dan Internal Rate of Return (IRR), serta analisis sensitivitas.
9.
Tingkat suku bunga yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha adalah suku bunga deposito 1 tahun Bank BRI pada bulan Agustus 2015 sebesar 7,4 %.
10.
Penilaian alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikutur di Desa Tambaksari dilihat dari sudut pandang instansi/pihak terkait seperti BPBAPL Karawang, BLUPPB Karawang, dan kelompok petambak. Penilaian dikaji menggunakan metode perbandingan eksponensial.
43
5. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1
Keadaan Geografis Desa Tambaksari Desa Tambaksari terletak di Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kecamatan Tirtajaya berada pada jarak 8 km dari Pantai Utara Pulau Jawa dengan ketinggian 3 meter dari permukaan laut. Suhu udara rata-rata 27ºC dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1.1003.200 mm/th. Luas Kecamatan Tirtajaya adalah sekitar 9.225 ha, meliputi daratan, pesawahan dan areal tambak. Secara administratif, Kecamatan Tirtajaya terletak di sebelah utara-barat dari Kabupaten Karawang, memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut (BPS Kabupaten Karawang, 2014.b): 1. Sebelah Utara
: Laut Jawa
2. Sebelah Barat
: Kecamatan Batujaya
3. Sebelah Selatan
: Kecamatan Jayakerta
4. Sebelah Timur
: Kecamatan Cibuaya
Desa Tambaksari terletak di Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang dengan luas wilayah 2.476 ha dan terbagi atas 7 Dusun yaitu Dusun Pilang, Cinara, Cisoma, Tambaksumur I, Tambaksumur II, Sarakan dan Cibese. Secara administratif, Desa Tambaksari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut (Desa Tambaksari, 2013): 1. Sebelah Utara
: Laut Jawa
2. Sebelah Barat
: Desa Karyabakti, Kecamatan Batujaya
3. Sebelah Selatan
: Desa Medankarya dan Sabajaya
4. Sebelah Timur
: Desa Tambaksumur
Desa Tambaksari yang terletak berdekatan dengan Pesisir Laut Jawa merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Tirtajaya dengan aktivitas perekonomian masyarakat setempat yang tinggi dalam usaha perikanan budidaya tambak baik budidaya tambak secara monokultur maupun budidaya tambak secara polikultur (Desa Tambaksari, 2013).
44
5.2
Gambaran Usaha Budidaya Tambak Desa Tambaksari Kawasan budidaya tambak di Desa Tambaksari merupakan tambak yang
memiliki kadar air payau yang sumber airnya berasal dari campuran air tawar dan air asin dari laut. Kawasan tambak Desa Tambaksari sebagian besar dimanfaatkan untuk usaha budidaya tambak ikan bandeng secara monokultur dan baru sebagian kecil areal tambak yang dimanfaatkan untuk usaha budidaya tambak polikultur ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria. Wilayah tambak di Desa Tambaksari seluas 2.027 hektar yang terdiri dari tambak milik dan tambak Perhutani. Secara jelas, penggunaan wilayah di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Penggunaan wilayah di Desa Tambaksari No
Jenis Penggunaan
1 Tanah Darat 2 Sawah 3 Tambak Milik 4 Tambak Perhutani 5 Tanah Bengkok Total Wilayah Sumber: Desa Tambaksari, 2013
Luas Wilayah (Hektar) 76 370 827 1.200 4 2.476
Persentase Penggunaan (%) 3,06 14,93 33,40 48,45 0,16 100
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa luas wilayah tambak milik di Desa Tambaksari seluas 827 hektar. Wilayah tambak milik tersebut mayoritas dimanfaatkan sebagai areal untuk usaha budidaya tambak ikan bandeng secara monokultur sedangkan hanya sebagian kecil yang telah dimanfaatkan sebagai areal usaha tambak polikultur. Dengan wilayah tambak seluas 827 hektar tersebut budidaya polikultur berpotensi untuk dikembangkan secara lebih optimal di Desa Tambaksari. Hasil wawancara menunjukkan bahwa masih rendahnya pemanfaatan wilayah tambak untuk budidaya polikultur dikarenakan pengaruh budaya setempat dan pola pikir petambak. Petambak beranggapan usaha tambak yang paling sesuai untuk mereka laksanakan adalah ikan bandeng. Sistem budidaya tambak baru yang dilaksanakan dipandang cukup sulit untuk berkembang di Desa Tambaksari meskipun memiliki potensi lebih tinggi secara ekonomi maupun sosial. Budidaya tambak polikultur yang berkembang di lokasi penelitian adalah budidaya polikultur ikan bandeng dan rumput laut. Budidaya tambak polikultur adalah sistem budidaya dua atau lebih jenis komoditi/spesies dalam satu areal
45
tambak yang sama. Rumput laut yang dibudidayakan secara polikultur adalah jenis Gracillaria. Rumput laut jenis tersebut memiliki karakteristik yang paling cocok untuk dibudidayakan di areal tambak dibandingkan jenis rumput lainnya dan dapat membantu menciptakan pakan alami untuk ikan bandeng (Kordi, 2012). Gambaran kondisi tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut.
Gambar 4. Tambak polikultur di Desa Tambaksari Tambak polikultur di Desa Tambaksari masih dilakukan secara tradisional. Komoditi yang dikembangkan secara polikultur di Desa Tambaksari adalah ikan bandeng (Chanos chanos) dan rumput laut Gracillaria. Hal tersebut dilakukan karena kedua komoditi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga budidaya polikultur dapat meningkatkan output produksi per unit areal tambak dan pendapatan petambak tersebut. Masa panen untuk komoditi ikan bandeng selama 6 bulan sekali dan komoditi rumput laut Gracillaria dapat dipanen selama 2 bulan sekali. Pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur terdiri dari proses penebaran benih, pengontrolan dan pengelolaan rutin, proses panen hingga mencapai proses pasca panen. Pengontrolan dan pengelolaan rutin yang dilakukan meliputi kegiatan meratakan rumput laut yang mengumpul di suatu tempat di dalam tambak akibat terbawa angin dan menghilangkan organisme pengganggu, kegiatan penggantian air, dan kegiatan pemupukan. Pada saat masa panen, kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pemanenan ikan bandeng dengan menggunakan bantuan jaring (cukal) serta pemanenan rumput laut Gracillaria yang sudah sesuai untuk dipanen dengan menggunakan alat bantu panen karpet
46
karet. Proses pasca panen, ikan bandeng yang sudah dipanen dari dalam tambak disortir terlebih dahulu sebelum dijual ke pasar, sedangkan rumput laut Gracillaria yang sudah dipanen perlu melewati proses penjemuran terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai tingkat kekeringan rumput laut Gracillaria sesuai dengan yang disyaratkan oleh konsumen (perusahaan pengolahan). Setelah itu, rumput laut yang telah kering dapat dikemas dalam sebuah karung dan dijual kepada konsumen. Gambaran aktivitas budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Lampiran 4. 5.3
Karakteristik Petambak Responden Petambak yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini merupakan
petambak polikultur ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria. Hasil wawancara dengan petambak responden, maka diperoleh karakteristik sebagai berikut: a.
Usia Usia berkaitan dengan kondisi fisik responden dalam melakukan kegiatan
pengelolaan usaha tambak polikultur. Responden memiliki tingkat usia yang bervariasi, yaitu dari usia 30 tahun hingga 60 tahun. Sebaran usia responden dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut. Responden dengan usia 30 - 40 tahun menjadi responden yang dominan dengan persentase sebesar 32 %. Petambak dengan usia 51 – 60 tahun menjadi responden terbesar kedua dengan persentase 29 %.
Usia 29 %
32 % 30-40 Tahun 41-45 Tahun 46-50 Tahun
25 %
14 %
51-60 Tahun
Gambar 5. Usia petambak polikultur di Desa Tambaksari b.
Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola pikir
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Sebanyak 78 % dari total responden berpendidikan terakhir SD, 11 % berpendidikan terakhir SMP/sederajat, 7 %
47
berpendidikan terakhir SMA/sederajat dan 4 % tidak tamat SD. Tingkat pendidikan petambak dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.
Tingkat Pendidikan 11 %
7% 4% Tidak Tamat SD SD SMP SMA 78 %
Gambar 6. Tingkat pendidikan petambak polikultur di Desa Tambaksari Diagram di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan petambak masih rendah dengan mayoritas petambak merupakan lulusan SD. Hal tersebut disebabkan oleh keadaan ekonomi sehingga petambak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, pola pikir responden dan budaya di lokasi penelitian yang menyatakan bahwa setelah dewasa nanti mereka memiliki tanggung jawab untuk meneruskan usaha tambak yang sebelumnya dilaksanakan oleh orang tua atau keluarga mereka juga menjadi salah satu penyebab mereka lebih memilih menjadi petambak dibandingkan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. c.
Lama Usaha Lama usaha berkaitan dengan strategi dan cara petambak untuk melakukan
aktivitas pengelolaan dengan baik. Semakin lama usaha petambak terlaksana, maka strategi dan cara pengelolaan yang dilakukan akan semakin baik. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan 61 % petambak memiliki pengalaman mengelola budidaya polikultur selama 1 - 3 tahun. Sementara sisanya, 28 % petambak dengan pengalaman 4 - 5 tahun, dan 11 % petambak dengan pengalaman lebih dari 5 tahun. Lama usaha petambak polikultur dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut.
48
Lama Usaha 28 %
11 % 1-3 Tahun 4-5 Tahun > 5 Tahun 61 %
Gambar 7. Lama usaha petambak polikultur di Desa Tambaksari Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa mayoritas responden melaksanakan usaha budidaya tambak polikultur selama 1 – 3 tahun. Hal tersebut disebabkan usaha tambak polikultur baru berkembang di lokasi penelitian selama 5 tahun terakhir dan mayoritas responden sebelumnya melaksanakan budidaya tambak ikan bandeng secara monokultur. d.
Jumlah Tanggungan Berdasarkan hasil wawancara, jumlah tanggungan responden petambak
polikultur di Desa Tambaksari sebanyak 4 % petambak dengan tanggungan 1 orang, dan 46 % petambak dengan tanggungan 2 orang. Selain itu sebanyak 32 % petambak dengan jumlah tanggungan 3 orang, 14 % petambak dengan tanggungan 4 orang, dan 4 % petambak dengan jumlah tanggungan 5 orang. Jumlah tanggungan petambak polikultur dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut. Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas petambak responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak 2 orang.
Jumlah Tanggungan 14 %
4% 4%
1 2 3 4 46 %
32 %
5
Gambar 8. Jumlah tanggungan petambak polikultur di Desa Tambaksari
49
e.
Status Kepemilikan Tambak Berdasarkan kepemilikan lahan tambak, sebanyak 78 % responden
petambak polikultur memiliki status kepemilikan tambak milik sendiri, 11 % dengan status kepemilikan tambak sewa, dan 11 % dengan status kepemilikan tambak gadai. Status kepemilikan tambak responden petambak polikultur dapat dilihat pada Gambar 9 sebagai berikut.
Status Kepemilikan Tambak 11 %
11 % Milik Sewa Gadai 78 %
Gambar 9. Status kepemilikan tambak di Desa Tambaksari Usaha tambak yang dilakukan para petambak secara umum dilakukan turun temurun dengan meneruskan dan/atau mengelola warisan tambak dari orang tua atau keluarganya yang kepemilikannya menjadi milik sendiri. Sebagian petambak yang berasal dari desa luar menyewa dari penduduk setempat dan beberapa petambak yang membantu meminjamkan dana untuk petambak lain biasanya diberikan tambak sebagai penggadaian dari dana yang dipinjamkan.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Hasil perbandingan analisis regresi berganda menggunakan model regresi
linear dan model regresi log linear menunjukkan bahwa model regresi log linear menghasilkan kriteria pemilihan model yang lebih baik. Kriteria tersebut adalah model regresi log linear memiliki nilai signifikansi statistik yang lebih baik, tanda koefisien regresi variabel penjelas sesuai dengan postulat ekonomi, dan memenuhi uji asumsi linier berganda jika dibandingkan model regresi linear. Dengan demikian, analisis regresi berganda menggunakan model log linear untuk membentuk fungsi pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari. Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan software Minitab 15 menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Ln PNDPT = 17,3 + 0,0140 Ln LU + 0,0088 Ln LT + 0,850 Ln PB + 1,22 Ln PRL - 0,988 Ln TC + ε Keterangan : PNDPT
= Pendapatan petambak polikultur (Rp/ha/tahun)
LU
= Lama usaha (tahun)
LT
= Luas tambak (ha)
PB
= Hasil panen ikan bandeng (Kg/ha/tahun)
PRL
= Hasil panen rumput laut Gracillaria (Kg/ha/tahun)
TC
= Total cost (Rp/ha/tahun)
ε
= Galat atau error Hasil analisis regresi berganda pendapatan petambak polikultur Desa
Tambaksari disajikan pada Tabel 9 sebagai berikut. Hasil analisis regresi berganda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
52
Tabel 9. Hasil analisis regresi berganda pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari Variabel Koefisien SE Koefisien T hitung P value VIF Konstanta 17,333 2,381 7,28 0,000 Lama Usaha 0,01405 0,06756 0,21 0,837 3,326 Luas Tambak 0,00880 0,06257 0,14 0,889 1,182 Hasil Panen Ikan 0,8502 0,1539 5,53 0,000 1,585 Bandeng Hasil Panen Rumput 1,2185 0,1630 7,48 0,000 2,958 Laut Gracillaria Total Cost -0,9877 0,1386 -7,13 0,000 3,491 R-Sq 81,0 % R-Sq (adj) 76,7 % Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 1,96212 0,39242 18,74 0,000 Residual Error 22 0,46060 0,02094 Total 27 2,42272 Durbin-Watson 1,83984 Sumber: Hasil Output Minitab 15, 2015
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diketahui bahwa nilai R-Sq (adj) sebesar 76,7 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 76,7 % keragaman pendapatan petambak dijelaskan oleh variasi variabel bebas yang terdapat di dalam model (lama usaha, luas tambak, hasil panen ikan bandeng, hasil panen rumput laut Gracillaria, dan total cost) dan sisanya sebanyak 23,3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. 6.1.1. Variabel yang Berpengaruh Nyata terhadap Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan software Minitab 15 maka variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari sebagai berikut. 1.
Lama Usaha Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel lama usaha
berpengaruh positif terhadap pendapatan petambak polikultur. Variabel lama usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petambak polikultur pada taraf nyata α
% dikarenakan memiliki P value sebesar 0,837. Variabel lama
usaha tidak berpengaruh signifikan diduga karena pendapatan petambak lebih dipengaruhi oleh seberapa banyak hasil panen yang dapat diperoleh dalam setiap
53
tahun dan tidak terlalu dipengaruhi oleh seberapa lama petambak melaksanakan usaha budidaya polikultur. Hal tersebut dikarenakan petambak yang baru memulai usaha tambak polikultur dapat memperoleh informasi dan pengetahuan dari petambak lain yang lebih dahulu melaksanakan usaha tambak polikultur mengenai pengelolaan tambak yang tepat dan baik untuk mendapatkan hasil panen yang optimal. 2.
Luas Tambak Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel luas tambak
berpengaruh positif terhadap pendapatan petambak polikultur. Variabel luas tambak tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petambak polikultur pada taraf nyata α
% dikarenakan memiliki P value sebesar 0,889. Hal
tersebut dikarenakan pendapatan petambak tidak terlalu dipengaruhi oleh luasan tambak, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh pengelolaan tambak yang dapat menghasilkan hasil produksi maksimal meskipun dengan areal tambak yang tidak luas. 3.
Hasil Panen Ikan Bandeng Hasil panen ikan bandeng yang diestimasi dalam penelitian ini merupakan
total bobot ikan bandeng yang dipanen per hektar tambak selama 1 tahun pengelolaan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel hasil panen ikan bandeng berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petambak polikultur pada taraf nyata α
% karena memiliki P value sebesar 0,000 dan berpengaruh
positif terhadap pendapatan petambak polikultur. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang dibangun bahwa setiap peningkatan hasil panen ikan bandeng diduga akan meningkatkan pendapatan petambak polikultur. Semakin tinggi hasil panen ikan bandeng maka pendapatan petambak polikultur juga semakin tinggi. Hal tersebut karena sumber pendapatan utama petambak polikultur berasal dari hasil produksi komoditi ikan bandeng yang dibudidayakan secara polikultur. 4.
Hasil Panen Rumput Laut Gracillaria Hasil panen rumput laut yang diestimasi dalam penelitian ini merupakan
total bobot rumput laut Gracillaria kering yang dipanen per hektar tambak selama 1 tahun pengelolaan. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel hasil panen rumput laut Gracillaria berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
54
petambak polikultur pada taraf nyata α
% karena memiliki P value sebesar
0,000 dan berpengaruh positif terhadap pendapatan petambak polikultur. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang dibangun bahwa setiap peningkatan hasil panen rumput laut diduga akan meningkatkan pendapatan petambak polikultur. Semakin tinggi hasil panen rumput laut Gracillaria maka pendapatan petambak polikultur juga semakin tinggi. Hal tersebut karena kontribusi pendapatan petambak polikultur dari hasil produksi rumput laut Gracillaria lebih tinggi dibandingkan hasil produksi ikan bandeng. 5.
Total Cost Total cost yang digunakan untuk diestimasi dalam penelitian ini
merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan petambak untuk pengelolaan tambak per hektar tambak selama satu tahun pengelolaan. Total cost yang dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel total cost berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petambak polikultur pada taraf nyata α
% karena memiliki P value
sebesar 0,000 dan berpengaruh negatif terhadap pendapatan petambak polikultur. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis awal yang dibangun bahwa setiap peningkatan total cost diduga akan menurunkan pendapatan rata-rata yang diterima petambak polikultur. 6.1.2 Pengujian Asumsi Linear Berganda a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF. Apabila nilai VIF lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 berkisar antara 1,182 dan 3,491 sehingga dapat disimpulkan dalam model tersebut tidak terjadi multikolinearitas. b. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan melihat normal probability plot dan uji Kolmogorov-Smirnov. Pada Lampiran 5 Gambar E ditunjukkan bahwa titik-titik yang terdapat pada normal probability plot terletak pada suatu garis linier dan berdasarkan hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS), nilai KS adalah 0,103
55
dengan P-value melebihi 15 % dan terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-Tabel (0,250) sehingga dapat disimpulkan bahwa data menyebar normal. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot yang dihasilkan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Lampiran 5 Gambar B (Versus Fits) memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukkan tidak adanya pola yang sistematis. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. d. Uji Autokorelasi Uji Durbin Watson digunakan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi pada model. Berdasarkan hasil analisis regresi pada Lampiran 5 diperoleh nilai uji Durbin Watson sebesar 1,83984. Berdasarkan metode pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi. 6.2
Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari
6.2.1 Biaya Produksi Biaya produksi merupakan komponen biaya yang harus dikeluarkan petambak untuk penggunaan suatu barang dan jasa selama kegiatan usaha budidaya tambak polikultur berlangsung. Biaya produksi terdiri dari biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan pada awal pelaksanaan suatu usaha. Biaya investasi umumnya dikeluarkan untuk pembelian sarana dan peralatan yang mendukung pelaksanaan suatu usaha dan dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama (Soekartawi, 1995). Biaya investasi dalam kegiatan usaha budidaya tambak polikultur di lokasi penelitian terdiri dari biaya pembelian lahan tambak serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Peralatan yang digunakan dalam
56
kegiatan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari adalah pompa air, pintu air dan laha, waring, dan karpet karet. Pompa air adalah alat yang digunakan untuk mengisi air tambak, dapat digunakan selama 5 tahun. Pintu air berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air tambak, sedangkan laha adalah bambu yang disusun di sekeliling pintu air yang digunakan untuk mencegah ikan bandeng dewasa agar tidak keluar dari tambak, dapat digunakan selama 4 tahun. Waring di lokasi penelitian digunakan sebagai alas penjemuran rumput laut setelah dipanen, dapat digunakan selama 4 tahun. Karpet karet merupakan alat yang digunakan pada saat proses pemanenan dan digunakan di dalam areal tambak. Alat tersebut berfungsi sebagai alas untuk mengumpulkan hasil panen rumput laut basah dari dalam tambak untuk selanjutnya rumput laut tersebut dipindahkan ke darat, dapat digunakan selama 3 tahun. Rumah jaga digunakan sebagai tempat beristirahat sementara bagi para petambak ketika melakukan aktivitas pengelolaan tambak setiap harinya. Rincian pengeluaran biaya investasi petambak responden untuk usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 6. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap dan pengeluaran biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh, sedangkan biaya variabel merupakan pengeluaran yang jumlahnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995). Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha budidaya tambak polikultur di lokasi penelitian terdiri dari biaya pajak lahan, biaya rehabilitasi tambak, upah tenaga kerja pengelola, upah tenaga kerja panen, sewa tambak dan sewa pompa air. Biaya variabel yang dikeluarkan pada usaha budidaya tambak polikultur di lokasi penelitian terdiri dari biaya pembelian benih ikan bandeng, pembelian bibit rumput laut Gracillaria, pembelian obat-obatan, pembelian pupuk, dan pembelian bahan bakar minyak. Rataan biaya produksi usaha budidaya tambak polikultur per hektar tambak di Desa Tambaksari selama satu tahun ditampilkan pada Tabel 10 sebagai berikut.
57
Tabel 10. Rataan biaya produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015 No
Komponen
1 Biaya Tetap Pajak Lahan Rehabilitasi Tambak Upah TK Pengelola Tambak Upah TK Panen Sewa Tambak Sewa Pompa Air Total Biaya Tetap 2 Biaya Variabel Benih Ikan Bandeng Bibit Rumput Laut Gracillaria Obat-Obatan Pupuk Bahan Bakar Minyak Total Biaya Variabel 3 Total Biaya Produksi Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Biaya Hektar/Tahun (Rp) 257.678,57 641.190,48 2.485.714,29 9.818.859,89 321.428,57 217.857,14 13.742.728,94 1.227.815,93 2.505.471,61 517.500,00 517.809,07 414.000,00 5.182.596,61 18.925.325,55
Pada Tabel 10 terlihat bahwa biaya tetap per hektar tambak yang dikeluarkan untuk budidaya polikultur di Desa Tambaksari rata-rata sebesar Rp 13.742.728,94/tahun. Pengeluaran terbesar dari biaya tetap tersebut berasal dari upah tenaga kerja panen yaitu sebesar Rp 9.818.859,89/tahun. Upah tenaga kerja panen terdiri dari tenaga kerja panen ikan bandeng dan tenaga kerja panen rumput laut Gracillaria. Tenaga kerja panen tersebut merupakan tenaga kerja tidak tetap dan termasuk ke dalam tenaga kerja tidak terampil. Penentuan upah untuk kedua jenis tenaga kerja panen tersebut memiliki perbedaan. Penentuan upah tenaga kerja panen ikan bandeng ditentukan oleh seberapa banyak ikan bandeng yang berhasil dipanen oleh tenaga kerja setiap musim panen. Upah tenaga kerja panen ikan bandeng di Desa Tambaksari rata-rata sebesar Rp 250,00 per kilogram berat ikan bandeng, sudah termasuk dengan alat panen ikan bandeng. Upah tenaga kerja panen rumput laut didasarkan pada seberapa banyak rumput laut kering yang dapat diperoleh oleh setiap orang tenaga kerja. Upah yang umum berlaku di lokasi penelitian sebesar Rp 2.000,00 per kilogram rumput laut kering. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja panen sangat beragam karena besarnya pengeluaran ditentukan oleh seberapa banyak hasil produksi yang dapat diperoleh dalam setiap musimnya. Secara rinci biaya tetap yang dikeluarkan setiap petambak responden
58
pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Tabel 10 tersebut, terlihat juga biaya variabel yang dikeluarkan petambak polikultur di Desa Tambaksari per hektar tambak selama satu tahun. Biaya variabel per hektar tambak yang dikeluarkan untuk budidaya polikultur di Desa Tambaksari rata-rata sebesar Rp 5.182.596,61/tahun. Biaya pembelian bibit rumput laut Gracillaria memiliki proporsi pengeluaran
yang
tertinggi
pada
komponen
biaya
variabel
yaitu
Rp
2.505.471,61/ha/tahun. Harga bibit rumput laut Gracillaria di lokasi penelitian secara umum adalah Rp 1.500,00/kg. Padat penebaran bibit rumput laut Gracillaria rata-rata sebanyak 1.670 kg/ha. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih ikan bandeng adalah Rp 1.227.815,93/ha/tahun. Harga jual benih ikan bandeng ukuran 5 - 8 cm di lokasi penelitian adalah Rp 250,00 – Rp 350,00/ekor. Benih ikan bandeng yang ditebar per hektar tambak untuk setiap musim rata-rata sebanyak 2.500 ekor. Dalam satu tahun benih ikan bandeng yang ditebar untuk setiap hektar tambak di Desa Tambaksari dapat mencapai 5.000 ekor. Penggunaan obat-obatan dan pupuk untuk usaha budidaya polikultur di Desa Tambaksari bervariasi dari sisi jumlah maupun jenis yang digunakan. Jenis obat yang sering digunakan oleh petambak adalah saponin dan indosulfane, sedangkan jenis pupuk yang banyak digunakan pada usaha budidaya polikultur merupakan pupuk NPK. Besar biaya rata-rata yang dikeluarkan petambak per hektar tambak untuk obat-obatan dan pupuk masing-masing sebesar Rp 517.500,00/tahun dan Rp 517.809,07/tahun. Secara rinci biaya variabel yang dikeluarkan petambak responden pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Lampiran 8. 6.2.2 Analisis Nilai Produksi Aktivitas budidaya tambak polikultur merupakan budidaya ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria dalam satu areal tambak. Pada budidaya polikultur, ikan bandeng memiliki masa panen selama 6 bulan, sehingga dalam satu tahun ikan bandeng dapat dipanen sebanyak 2 kali. Rumput laut Gracillaria memiliki masa panen sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Hasil panen ikan bandeng dan
59
rumput laut Gracillaria pada setiap musim umumnya tidak selalu sama karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi air, cuaca, kualitas bibit, dan teknik pengelolaan yang dilakukan oleh setiap petambak. Nilai rata-rata produksi hektar per tahun didapat dari hasil perkalian antara jumlah produksi ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria (kg) hektar per tahun dengan harga jual ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria per kilogram (Rp). Penentuan harga jual ikan bandeng di lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pada harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul yaitu secara umum Rp 15.000,00 per kilogram. Penentuan harga jual rumput laut Gracillaria di lokasi penelitian ditentukan pada harga jual yang telah ditetapkan oleh seorang pengumpul besar atau kelompok usahatani yaitu secara umum Rp 6.000,00 per kilogram. Rumput laut Gracillaria yang dijual kepada pengumpul besar merupakan rumput laut kering yang telah melewati proses penjemuran terlebih dahulu. Rataan nilai produksi usaha budidaya tambak polikultur per hektar tambak dalam satu tahun disajikan pada Tabel 11 sebagai berikut. Tabel 11. Rataan nilai produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015 Penerimaan Usaha
Produksi/Musim (Kg/Ha)
Harga Jual (Rp/Kg)
Ikan Bandeng
360,33
15.464,29
Rumput Laut Gracillaria
1.248,67
5.607,14
Total Nilai Produksi
Nilai Produksi (Rp/Hektar) Per musim Per Tahun 5.574.409,34 11.148.818,68 7.008.104,40
28.032.417,58
12.582.513,74
39.181.236,26
Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Tabel 11 tersebut menunjukkan bahwa dari responden petambak polikultur di Desa Tambaksari, diketahui rata-rata hasil produksi panen ikan bandeng per hektar tambak sebanyak 360 kg/musim dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 15.464,29/kilogram. Pada komoditi rumput laut Gracillaria, diketahui rata-rata hasil produksi panen rumput laut kering di Desa Tambaksari per hektar tambak sebanyak 1.249 kg/musim dengan rataan harga jual rumput laut kering sebesar Rp 5.607,14/kilogram. Nilai produksi rata-rata ikan bandeng per hektar tambak yaitu Rp 5.574.409,34/musim atau sebesar Rp 11.148.818,68/tahun. Nilai produksi rumput laut Gracillaria per hektar tambak yaitu Rp 7.008.104,40/musim atau sebesar Rp 28.032.417,58/tahun. Dengan demikian, rataan total nilai produksi
60
yang dapat diperoleh dari komoditi ikan bandeng dan rumput Gracillaria per hektar tambak mencapai Rp 39.181.236,26/tahun. Secara rinci hasil produksi panen yang diperoleh setiap petambak responden polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Lampiran 9. 6.2.3 Analisis Surplus Produsen Penelitian ini
menggunakan pendekatan surplus produsen untuk
mengestimasi total nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Menurut Fauzi (2010.b), pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumber daya alam. Nilai ekonomi dapat diperoleh dengan mengetahui nilai surplus produsen petambak polikultur. Perhitungan surplus produsen dilakukan dengan menghitung penerimaan rata-rata per hektar tambak selama satu tahun. Perhitungan penerimaan rata-rata dengan cara mengalikan rata-rata jumlah hasil produksi panen hektar per tahun dengan harga jual produk per kilogam. Setelah diperoleh penerimaan rata-rata petambak hektar per tahun, kemudian dikurangkan dengan rata-rata total biaya produksi hektar per tahun. Besar surplus produsen perlu diketahui terlebih dahulu untuk mengetahui nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Setelah nilai surplus produsen diketahui, estimasi nilai ekonomi dapat diperoleh dengan cara mengalikan surplus produsen tersebut dengan luas areal tambak polikultur di Desa Tambaksari yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Perhitungan nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari disajikan pada Tabel 12 sebagai berikut dan perhitungan nilai surplus produsen untuk masing-masing petambak responden dapat dilihat pada Lampiran 10.
61
Tabel 12. Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015 No
Komponen 1 Hasil Produksi Panen (Hektar/Tahun) 2 Biaya Produksi (Hektar/Tahun) a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel c. Total Biaya Produksi 3 Surplus Produsen (Hektar/Tahun) Total Nilai Ekonomi/Tahun Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Nilai (Rp) 39.181.236,26 13.742.728,94 5.182.596,61 18.925.325,55 20.255.910,71 1.650.856.722,91
Berdasarkan hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 12 diatas, diketahui bahwa nilai surplus produsen budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari per hektar tambak sebesar Rp 20.255.910,71/tahun. Secara keseluruhan jika semua areal tambak yang dikelola oleh petambak responden di Desa Tambaksari dimanfaatkan dan berproduksi untuk usaha budidaya tambak polikultur tersebut, maka total nilai ekonomi dari pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari mencapai Rp 1.650.856.722,91/tahun. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur dapat menghasilkan surplus produsen yang jauh lebih tinggi bagi petambak dibandingkan dengan usaha budidaya tambak monokultur ikan bandeng. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Larastiti (2011) yang menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon selama satu tahun untuk setiap satu hektar tambak adalah Rp 3.402.255,00. Nilai surplus produsen tersebut menjadi gambaran nilai kontribusi kawasan terhadap usaha budidaya polikultur. Berdasarkan perhitungan tersebut, aktivitas budidaya tambak polikultur layak untuk dikembangkan secara lebih maksimal karena telah memberikan kesempatan petambak untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Apabila keseluruhan areal tambak yang ada di Desa Tambaksari dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya tambak polikultur maka akan menghasilkan kontribusi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan yang lebih maksimal. Hal tersebut akan sangat membantu dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petambak serta masyarakat sekitar Desa Tambaksari.
62
6.3
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari
6.3.1 Aspek Pasar Aspek pasar dalam analisis kelayakan suatu usaha berkenaan dengan permintaan terhadap suatu produk, harga jual suatu produk, potensi dan pangsa pasar, serta strategi pemasaran dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh suatu usaha (Gittinger, 1986). Suatu produk diharapkan dapat diterima dengan baik oleh pasar tujuan sehingga analisis aspek pasar pada sebuah usaha budidaya tambak polikultur penting untuk dilakukan. 6.3.1.1 Potensi Pasar Ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria merupakan hasil produksi tambak polikultur di Desa Tambaksari yang memiliki potensi usaha yang baik saat ini jika dilihat dari segi permintaan. Permintaan terhadap ikan bandeng berasal dari pedagang pengumpul maupun masyarakat umum yang memiliki tingkat konsumsi ikan bandeng cukup tinggi. Permintaan terhadap rumput laut Gracillaria berasal dari perusahaan pengolahan rumput laut yang berada di wilayah Tangerang. Berdasarkan hasil wawancara, permintaan terhadap ikan bandeng di pasar sudah dapat dipenuhi dengan baik dan hasil produksi yang dijual sudah dapat terserap dengan baik oleh pasar. Perusahaan pengolahan yang menjadi konsumen rumput laut Gracillaria umumnya dapat menyerap rumput laut Gracillaria kering dari Desa Tambaksari berapapun jumlahnya dan terkadang belum mampu memenuhi permintaan dari perusahaan terutama pada saat musim hujan tiba. Hal tersebut dikarenakan kendala pada proses pengeringan rumput laut maupun kendala ketersediaan produk. Berdasarkan hasil wawancara diketahui juga jika minimal satu minggu sekali dilakukan pengiriman rumput laut Gracillaria kering kepada perusahaan pengolahan dan hal tersebut menunjukkan permintaan pasar terhadap rumput laut Gracillaria kering cukup tinggi. 6.3.1.2 Strategi Pemasaran a.
Produk Produk yang dipasarkan dari usaha tambak polikultur di Desa Tambaksari
adalah ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria kering. Ikan bandeng yang dipasarkan adalah bandeng dengan jumlah 3 - 4 ekor per kilogram. Rumput laut
63
Gracillaria kering yang dipasarkan adalah rumput laut dengan tingkat kekeringan 16 % sesuai dengan yang disyaratkan oleh perusahaan (Hasil wawancara, 2015). b.
Harga Penentuan harga jual untuk ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria
kering memiliki perbedaan. Harga jual ikan bandeng di tingkat petambak secara umum sebesar Rp 15.000,00 per kilogram. Penentuan harga jual ikan bandeng tersebut diperoleh berdasarkan pada harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul maupun harga yang berlaku umum di tempat pelelangan ikan di Desa Tambaksari. Harga jual rumput laut Gracillaria kering di tingkat petambak adalah Rp 6.000,00 per kilogram yang diperoleh berdasarkan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul besar (Kelompok Agar Makmur). Berdasarkan hasil wawancara, para petambak berpendapat harga jual yang mereka terima untuk hasil produksi tambak polikultur sekarang masih cukup baik dan telah sesuai dengan harga pasar yang umum berlaku. c.
Distribusi Petambak polikultur menjual hasil produksinya kepada pedagang
pengumpul dan perusahaan pengolahan rumput laut. Distribusi penjualan ikan bandeng dilakukan secara langsung dari petambak ke pedagang pengumpul. Distribusi penjualan rumput laut Gracillaria kering dari petambak kepada perusahaan pengolahan dilakukan melalui perantara suatu kelompok usahatani rumput laut yang bernama Agar Makmur. Kelompok Agar Makmur bertindak sebagai pengumpul produksi rumput laut Gracillaria kering yang dijual oleh tiap petambak. Kelompok Agar Makmur juga bertindak sebagai distributor tunggal rumput laut Gracillaria kering dari Desa Tambaksari ke perusahaan pengolahan di wilayah Tangerang. Kelompok Agar Makmur menjadi distributor tunggal dikarenakan telah memiliki ikatan kerjasama dengan perusahaan pengolahan tersebut selama beberapa tahun terakhir dan ikatan kerjasama tersebut memiliki jangka waktu yang panjang. 6.3.1.3 Hasil Analisis Pasar Berdasarkan hasil analisis aspek pasar diketahui jika jumlah permintaan terhadap ikan bandeng maupun rumput laut Gracillaria kering cukup tinggi, terutama untuk komoditi rumput laut yang memiliki jumlah permintaan lebih
64
tinggi daripada jumlah penawaran yang tersedia. Selain itu, dari sisi harga jual produk sudah baik dan sesuai dengan kondisi pasar. Pola distribusi penjualan produk tersebut sudah terlaksana dengan baik dan jelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Tingginya permintaan pasar produk dengan harga yang baik memberikan peluang bagi ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria yang dibudidayakan secara polikultur di Desa Tambaksari untuk dapat terserap semua oleh pasar dan bahkan memberikan insentif bagi petambak untuk meningkatkan hasil produksinya. 6.3.2 Aspek Teknis Aspek lain yang sangat penting selain aspek pasar adalah aspek teknis. Hal tersebut karena dengan mempertimbangkan perencanaan produksi (aspek teknis) yang baik dan tepat dapat membantu tercapainya kelancaran dan kesuksesan suatu usaha yang dilaksanakan. Aspek teknis yang dikaji dalam usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari meliputi lokasi usaha, proses produksi, dan ketepatan teknologi yang digunakan. 6.3.2.1 Lokasi Usaha Pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria perlu mempertimbangkan lokasi yang tepat seperti akses terhadap ketersediaan input produksi, kondisi iklim, serta mempunyai aksesibilitas dan fasilitas transportasi yang baik agar pengangkutan input produksi ataupun pendistribusian output bisa dilakukan dengan cepat dan murah. Usaha budidaya tambak polikultur dilaksanakan di Desa Tambaksari Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lokasi tersebut menjadi salah satu pusat aktivitas usaha tambak polikultur karena Desa Tambaksari memiliki kawasan areal tambak potensial yang luas dan bisa dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya polikultur. Desa Tambaksari juga merupakan wilayah dengan mayoritas masyarakat setempat bermata pencaharian usaha budidaya tambak dikarenakan secara geografis berdekatan dengan Laut Jawa. Pemanfaatan areal tambak di Desa Tambaksari masih belum optimal karena masih terdapat
65
potensi untuk mengembangkan budidaya tambak polikultur di areal tambak yang ada tersebut. Akses terhadap ketersediaan input produksi pada pelaksanaan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari tergolong mudah. Input produksi utama yang digunakan pada usaha budidaya polikultur diantaranya benih ikan bandeng, bibit rumput laut Gracillaria, pupuk, dan obat-obatan. Pengadaan input produksi tersebut dapat diperoleh dari toko penyedia input produksi yang ada di sekitar Desa Tambaksari maupun dari wilayah Karawang lainnya, sehingga pengadaan input tergolong mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Ketersediaan air dan keadaan iklim Desa Tambaksari mendukung untuk kelancaran pelaksanaan budidaya tambak polikultur. Ketersediaan air laut dalam budidaya polikultur sangat mudah dan melimpah di lokasi usaha karena secara geografis lokasi usaha berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Keadaan salinitas atau kadar garam air laut di wilayah Kabupaten Karawang secara umum yaitu sekitar 25 - 30 permil dan tingkat pH air laut 7 - 8, sesuai untuk mendukung budidaya tambak polikultur tersebut (BPLH Kabupaten Karawang, 2013). Lokasi usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari terletak di daerah perkampungan namun dengan keadaan jalan yang sudah beraspal. Secara geografis, Desa Tambaksari berdekatan dengan Pasar Rengasdengklok dan telah memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI), sehingga pemasaran produk kepada konsumen menjadi lebih mudah dan murah dari sisi biaya pengangkutan dan distribusi. Keuntungan juga diperoleh dalam hal akses terhadap pengadaan input produksi seperti benih ikan bandeng, pupuk, maupun obat-obatan yang menjadi lebih mudah untuk diperoleh. Desa Tambaksari merupakan wilayah dengan aktivitas perekonomian masyarakat setempat bertumpu pada usaha budidaya tambak. Mata pencaharian utama masyarakat Desa Tambaksari adalah sebagai petambak maupun tenaga kerja pada usaha budidaya tambak. Penyediaan tenaga kerja untuk usaha budidaya tambak polikultur dapat dipenuhi sendiri dari lingkungan sekitar Desa Tambaksari.
66
6.3.2.2 Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur Kegiatan yang dilakukan pada usaha budidaya tambak polikultur adalah pemilihan
lokasi,
persiapan tambak,
pengadaan dan penebaran
benih,
pemeliharaan, panen, dan pasca panen. Tahapan kegiatan budidaya tambak polikultur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan Lokasi Lokasi yang digunakan untuk usaha budidaya tambak polikultur pada umumnya merupakan areal tambak yang sebelumnya digunakan sebagai tambak monokultur ikan bandeng. Areal tersebut kemudian difungsikan secara optimal untuk budidaya polikultur antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria. Pemilihan
lokasi
untuk
usaha
budidaya
tambak
polikultur
harus
mempertimbangkan hal–hal sebagai berikut (Kordi, 2012): a. Memiliki pengaruh pasang surut air laut yang baik untuk mempermudah pergantian air tambak; b. Kuantitas dan kualitas air memadai: salinitas 15 - 25 permil, pH air tambak 6 – 9, dan bebas dari pencemaran; c. Mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal/perkampungan d. Ketinggian air 60 – 80 cm 2. Persiapan Tambak Proses persiapan tambak yang dilakukan meliputi kegiatan perbaikan konstruksi tambak, pengangkatan lumpur dasar tambak, pemberantasan hama dengan pemberian saponin, pemupukan, dan pemasukan air. Persiapan tambak dalam kegiatan budidaya tambak polikultur bertujuan untuk memperbaiki konstruksi tambak yang telah rusak seperti adanya kebocoran pada tambak. Selanjutnya hal tersebut juga dilakukan untuk menguraikan bahan organik atau sisa – sisa pakan yang menumpuk pada dasar tambak, menjaga kualitas tanah dan air sesuai untuk usaha tambak polikultur, dan memberantas hama, kompetitor maupun pengganggu komoditi yang akan dibudidayakan (Kordi, 2012). 3. Pengadaan dan Penebaran Benih Benih ikan bandeng yang akan ditebar diperoleh dari hasil pembibitan ikan bandeng. Benih ikan bandeng yang ditebar umumnya dengan ukuran 5 - 8 cm. Benih ikan bandeng berasal dari wilayah Kabupaten Karawang. Bibit rumput laut
67
yang akan ditebar diperoleh dari hasil budidaya rumput laut Gracillaria di tambak. Bibit yang digunakan adalah thallus atau rumput laut yang masih muda dan sehat dengan panjang sekitar 5 – 10 cm. Bibit rumput laut Gracillaria tersebut diperoleh dari para petambak di sekitar Desa Tambaksari yang telah membudidayakan rumput laut Gracillaria. Bibit rumput laut ditanam dengan cara menebarkannya secara merata di dasar tambak pada saat cuaca teduh yaitu pagi hari atau sore hari. Pada pelaksanaan budidaya tambak polikultur tersebut setelah tambak siap ditebari, benih rumput laut ditebarkan secara merata di dasar tambak. Setelah 60 hari pemeliharaan rumput laut, biasanya muncul klekap/lumut. Saat itu benih ikan bandeng ukuran gelondong (5 - 8 cm) sebanyak 2.000 - 3.000 ekor/ha dapat ditebar. 4. Pemeliharaan Setelah bibit rumput laut dan benih ikan bandeng ditebar secara merata di dasar tambak, dilakukan pemeliharaan rutin terhadap kedua komoditi tersebut. Pemeliharaan yang dilakukan diantaranya meliputi kegiatan pengontrolan, penggantian air, dan pemupukan. Pengontrolan meliputi kegiatan meratakan rumput laut yang mengumpul di suatu tempat di dalam tambak akibat terbawa angin serta kegiatan menyingkirkan organisme pengganggu seperti lumut dan siput. Penggantian air dilakukan minimal setiap tiga hari sekali dengan tujuan untuk mempertahankan salinitas dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketinggian air dalam tambak juga perlu untuk diatur. Pada awal penebaran bibit rumput laut, pada minggu pertama hingga keempat ketinggian air diatur sekitar 30 – 60 cm. Pada minggu kelima hingga minggu kedelapan ketinggian air diatur setinggi 60 - 80 cm. Setelah memasuki minggu kedelapan tersebut, biasanya akan muncul lumut yang dapat menghambat laju pertumbuhan rumput laut Gracillaria. Lumut tersebut dapat menghalangi pasokan cahaya matahari yang dibutuhkan dalam pertumbuhan rumput laut Gracillaria. Pada saat muncul lumut tersebut, benih ikan bandeng dapat ditebar untuk mengurangi dan memakan lumut di sekitar rumput laut yang dapat mengganggu pertumbuhan rumput laut tersebut. Setelah dilakukan pemeliharaan selama 4 bulan, rumput laut siap untuk dipanen
68
sebagai bibit untuk petak tambak lainnya maupun siap dipanen untuk dipasarkan kepada konsumen. Kegiatan pemupukan pada budidaya polikultur dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut seperti nitrogen, phosphat, dan oksigen. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK. Kegiatan pemupukan pada usaha budidaya polikultur di lokasi penelitian umumnya dilakukan tidak dengan jumlah yang besar. Hal tersebut dikarenakan kandungan nutrisi di areal tambak lokasi penelitian sudah terpenuhi secara baik untuk pertumbuhan rumput laut Gracillaria. Pemupukan dilakukan jika petambak merasa pertumbuhan rumput laut sedikit lambat dan terhambat. Waktu pemupukan dilakukan secara insidentil didasarkan pada pengalaman yang dimiliki petambak selama ini. Pemberian pakan tambahan terhadap ikan bandeng tidak dilakukan pada usaha budidaya polikultur karena ketersediaan pakan sudah terpenuhi secara alami dari tanaman rumput laut Gracillaria. 5. Panen Panen dilakukan secara bertahap. Ikan bandeng dipanen setiap enam bulan sekali atau memiliki masa panen dua kali dalam satu tahun. Pemanenan ikan bandeng dilakukan dengan menggunakan alat bantu jaring (cukal) untuk menangkap ikan bandeng yang ada di dalam tambak. Rumput laut Gracillaria dapat dipanen sebanyak empat kali dalam satu tahun. Panen rumput laut dilakukan dengan menggunakan tangan. Pemanenan rumput laut dilakukan dengan mengangkat sebagian tanaman yang sudah matang untuk dipanen. Tanaman tersebut lalu dicuci dan dibersihkan dengan air di dalam tambak untuk menghilangkan lumpur dan kotoran. Selanjutnya tanaman tersebut ditampung pada sebuah karpet karet sebagai alat bantu panen yang dapat mengapung untuk mempercepat proses pemindahan hasil panen ke darat. 6. Pasca Panen Setelah hasil panen dari dalam tambak sudah berada di darat, selanjutnya ikan bandeng yang sudah dipanen dilakukan proses penyortiran dan pengukuran berat ikan bandeng. Selanjutnya langsung dijual kepada pedagang pengumpul maupun tempat pelelangan ikan di Desa Tambaksari dan pasar tradisional lainnya.
69
Rumput laut Gracillaria yang sudah dipanen perlu melalui proses yang lebih panjang sebelum dapat dipasarkan. Rumput laut yang sudah dipanen dari dalam tambak kemudian dikeringkan diatas sebuah alas (waring) selama 1 – 2 hari untuk mencapai tingkat kekeringan dengan kadar air sekitar 16 %. Rumput laut yang sudah kering diayak untuk menghilangkan butir garam halus dan debu yang menempel sekaligus melakukan sortir ulang sebelum kemudian dimasukkan ke dalam karung. Selanjutnya rumput laut tersebut langsung dijual petambak kepada kelompok usahatani rumput laut Agar Makmur yang bertindak sebagai unit usaha pengumpul rumput laut Gracillaria di Desa Tambaksari. Kelompok tani tersebut memiliki sebuah gudang penyimpanan rumput laut. Gudang tersebut berfungsi agar rumput laut yang sudah dibeli dari petambak dapat disimpan sebelum didistribusikan kembali kepada perusahaan pengolahan. Gudang rumput laut Gracillaria Kelompok Agar Makmur dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut.
Gambar 10. Gudang rumput laut di Desa Tambaksari Rumput laut yang berada di gudang penyimpanan tersebut akan dijemur kembali untuk menyeragamkan tingkat kekeringan rumput laut tersebut sesuai dengan yang disyaratkan perusahaan yaitu 16 %. Hal tersebut dilakukan karena umumnya di tingkat petambak, kekeringan rumput laut dari petambak berbedabeda dan belum sesuai standar perusahaan. Setelah penjemuran ulang tersebut, dilakukan pengepakan rumput laut ke dalam karung dengan berat 50 – 100 kg per karung dengan menggunakan mesin pres sebelum rumput laut kering tersebut didistribusikan ke perusahaan pengolahan.
70
Hasil uraian aspek teknis di atas menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Hal tersebut karena usaha budidaya tambak polikultur dapat meningkatkan hasil produksi dan penerimaan para petambak. Secara teknis dengan berbagai fasilitas pendukung yang ada, usaha budidaya polikultur sudah terlaksana dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, meski secara teknis layak dikembangkan dan dilaksanakan tetapi petambak masih memiliki kendala dalam teknis pengelolaan terutama ketika musim hujan tiba. Dengan demikian perlu adanya perbaikan pada sisi teknis pengelolaan serta adanya inovasi dan adaptasi untuk meminimalisir kerugian yang mungkin didapat petambak akibat kendala cuaca tersebut. 6.3.3 Aspek Manajemen Aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada (Rubiana, 2010). Sistem manajemen yang dilakukan pelaku usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari masih tergolong sederhana. Usaha budidaya polikultur di Desa Tambaksari tergolong dalam usaha perseorangan. Petambak pengelola melaksanakan usaha secara perseorangan dan mereka berperan sebagai pemilik, manajer dan penanggung jawab sekaligus terhadap usaha yang mereka laksanakan. Umumnya petambak pengelola tidak memiliki tenaga kerja tetap yang bertugas membantu dalam pengelolaan usaha. Hal tersebut dikarenakan petambak tidak memiliki mata pencaharian selain usaha tambak sehingga petambak memiliki waktu yang luas untuk mengelola usaha milik sendiri. Petambak pengelola bertanggung jawab sendiri terhadap kelancaran aktivitas pengelolaan usaha yang mereka laksanakan, baik secara teknis maupun keuangan secara keseluruhan. Sistem manajemen yang dilakukan petambak pengelola terhadap usaha yang dilaksanakan adalah pengelolaan dan kontrol aktivitas usaha setiap hari serta melakukan pencatatan hasil produksi dan pengeluaran biaya produksi setiap musimnya. Sistem kontrol dilakukan untuk menjaga agar kualitas dan kuantitas produk yang akan dipasarkan terjaga. Pencatatan hasil dan pengeluaran biaya produksi dilakukan dengan tujuan agar petambak mengetahui secara pasti keuntungan yang diperoleh dari usaha yang mereka laksanakan.
71
Setiap memasuki masa panen, petambak pengelola menggunakan jasa tenaga kerja panen untuk membantu mengambil hasil produksi usaha di areal tambak. Tenaga kerja panen bersifat sebagai tenaga kerja tidak tetap dan mulai bekerja hanya pada saat musim panen tiba. Tenaga kerja panen yang digunakan petambak pengelola terdiri dari tenaga kerja panen ikan bandeng dan tenaga kerja panen rumput laut Gracillaria. Tenaga kerja panen ikan bandeng bertanggung jawab terhadap pengambilan produksi ikan bandeng dari dalam areal tambak. Tenaga kerja panen rumput laut Gracillaria bertanggung jawab terhadap pemanenan rumput laut Gracillaria basah dari areal tambak hingga proses pengeringan rumput laut Gracillaria yang siap untuk dijual. Sistem pengupahan yang dilakukan terhadap tenaga kerja panen tersebut berdasarkan pada berat ikan bandeng maupun rumput laut Gracillaria kering yang berhasil dipanen oleh tenaga kerja. Ditinjau dari aspek manajemen, sistem manajemen masih dilakukan secara sederhana dan bersifat perseorangan. Akan tetapi usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan karena sistem manajemen dan pengawasan terhadap usaha yang dilaksanakan sudah dilakukan dengan sangat baik selama ini. 6.3.4 Aspek Sosial Usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari memiliki peranan penting terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar. Aktivitas budidaya polikultur memberikan kesempatan kerja bagi penduduk sekitar sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui budidaya tambak polikultur membuka penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat sekitar. Hal tersebut karena dalam pelaksanaan budidaya tambak polikultur membutuhkan banyak tenaga kerja mulai dari tenaga kerja pengelola, tenaga kerja panen, tenaga angkut, tenaga kerja pengeringan serta tenaga packing. Penyerapan tenaga kerja pada usaha budidaya polikultur lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada usaha budidaya monokultur. Usaha budidaya tambak polikultur membutuhkan tenaga kerja panen minimal sebanyak 10 orang setiap musim panennya, sedangkan pada usaha budidaya tambak ikan bandeng secara monokultur panen ikan bandeng sudah
72
dapat dilakukan dengan minimal 6 orang tenaga kerja setiap musim panen. Selain itu, pada budidaya tambak polikultur memiliki kebutuhan tenaga kerja yang lebih beragam jika dibandingkan usaha budidaya tambak monokultur, seperti membutuhkan tenaga kerja pengeringan rumput laut dan tenaga kerja packing. Tenaga kerja pengeringan dan tenaga kerja packing yang dibutuhkan pada usaha budidaya tambak polikultur masing-masing minimal sebanyak 10 orang dan 6 orang tenaga kerja (Hasil wawancara, 2015). Penyerapan tenaga kerja pada usaha budidaya tambak polikultur tersebut umumnya tidak terlalu mempermasalahkah tingkat pendidikan, akan tetapi lebih menekankan pada tingkat kemauan dari masyarakat untuk menjadi tenaga kerja yang membantu usaha petambak pemilik. Penyerapan tenaga kerja usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari tersebut juga secara langsung membantu masyarakat sekitar berkesempatan memperoleh penghasilan yang hampir setara dengan UMR yang berlaku. Contohnya seperti tenaga kerja pengeringan dan packing yang bekerja di kelompok Agar Makmur memperoleh upah sebesar Rp 110.000,00 per hari (Hasil wawancara, 2015). Ditinjau dari aspek sosial, usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan karena dapat membuka kesempatan kerja yang luas dan lebih beragam bagi masyarakat sekitar jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada usaha budidaya tambak monokultur. 6.3.5 Aspek Lingkungan Usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari tidak memberikan dampak negatif terhadap masyarakat maupun lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jika usaha budidaya polikultur akan membuat air di dalam tambak menjadi jernih dan dampak residu dari penggunaan pupuk dan obat-obatan terhadap kondisi tanah menjadi kecil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Utojo et al. (1993) dalam Kordi (2012) yang menyatakan bahwa rumput laut yang dibudidayakan secara polikultur dengan budidaya bandeng dalam satu lahan tambak akan mengabsorbsi cemaran dalam tambak sehingga kualitas air menjadi lebih baik. Selain itu, budidaya polikultur tersebut dapat mengurangi jumlah lumut dalam tambak yang dapat mengganggu pertumbuhan rumput laut Gracillaria (Sambu et al., 2013).
73
Pengelolaan usaha budidaya tambak polikultur dapat diintegrasikan dengan tanaman mangrove agar diperoleh manfaat ekologi yang lebih tinggi. Integrasi pengelolaan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui penerapan sistem tambak silvofishery. Menurut Boekeboom et al. (1992) dalam Sambu et al. (2013), silvofishery yaitu suatu model pengelolaan yang mensinergikan antara aspek ekologi dan aspek ekonomi. Silvo sebagai upaya pelestarian mewakili aspek ekologi, sedangkan fishery adalah kegiatan perikanan sebagai upaya pemanfaatan mewakili aspek ekonomi. Sistem tambak silvofishery dapat memberikan manfaat ekologi yang tinggi seperti mengoptimalkan fungsi konservasi, mencegah terjadinya erosi pantai dan intrusi air laut ke darat, mengurangi dampak gelombang air pasang, dan menjamin keberadaan ekosistem hutan mangrove. Akan tetapi, penerapan sistem tambak silvofishery pada budidaya polikultur tersebut perlu menggunakan model tambak yang sesuai agar tidak mengganggu kehidupan, pertumbuhan, dan hasil produksi komoditi yang dibudidayakan. Model tambak silvofishery secara umum terdiri dari model empang parit, model empang parit yang disempurnakan, model komplangan, dan model tanggul {(Bengen, 2002) dalam (Sambu et al., 2013)}. Model tambak silvofishery yang sesuai untuk budidaya polikultur ikan bandeng dan rumput Gracillaria adalah perpaduan antara model empang parit dan model tanggul. Perpaduan model tambak tersebut bermanfaat untuk menjaga keseimbangan perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di areal tambak serta memperkuat tanggul dari longsor dan kebocoran. Selain itu, kedua model tersebut memiliki bentuk sederhana dan biaya konstruksi yang dibutuhkan lebih murah. Namun, pada penerapan model empang parit perlu diatur jarak tanam antar tanaman mangrove yang lebih lebar sehingga sinar matahari dapat mencapai areal tambak dengan baik. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan rumput laut Gracillaria dan kelangsungan kehidupan ikan bandeng tidak terganggu. Ditinjau dari aspek lingkungan, usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan karena dapat memberikan manfaat ekologi yang tinggi.
74
6.3.6 Aspek Finansial Analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dilaksanakan layak dan menguntungkan secara finansial. Analisis finansial menggunakan asumsi bahwa analisis dilakukan pada usaha tambak polikultur dengan rata-rata luas areal tambak satu hektar. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteriakriteria penilaian investasi yang terdiri Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Pada analisis kriteria investasi tersebut, digunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh petambak polikultur Desa Tambaksari selama umur proyek yaitu 10 tahun dengan menggunakan tingkat bunga deposito 1 tahun Bank BRI pada bulan Agustus 2015 sebesar 7,4 %. 6.3.6.1 Arus Manfaat (Inflow) Dalam sebuah cashflow, inflow merupakan segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan sebuah usaha (Hamdani, 2014). Manfaat atau inflow dari usaha budidaya tambak polikultur yaitu penjualan ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria kering yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya serta nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis digunakan selama periode usaha. a. Penerimaan Penjualan Ikan Bandeng. Ikan bandeng yang diperoleh dari usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dijual dalam bobot kilogram. Hasil produksi rata-rata ikan bandeng yang diperoleh dari usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari setiap musim panen sebanyak 360 kg/ha. Harga jual rata-rata yang berlaku yaitu Rp 15.464,29/kg. Ikan bandeng dapat dipanen sebanyak 2 kali dalam satu tahun. Pendapatan rata-rata yang diperoleh petambak polikultur di Desa Tambaksari dari produksi ikan bandeng setiap musim panen adalah Rp 5.574.409,34/ha atau mencapai Rp 11.148.818,68/ha/tahun. Hasil proyeksi sepuluh tahun kedepan menunjukkan bahwa nilai penjualan ikan bandeng pada tahun pertama lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut disebabkan periode awal digunakan untuk melakukan investasi dalam persiapan tambak dan ikan bandeng hanya dapat dipanen sebanyak 1 kali.
75
b. Penerimaan Penjualan Rumput Laut Gracillaria. Rumput laut Gracillaria yang diperoleh dari usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dijual dalam bobot kilogram. Rumput laut yang dijual merupakan rumput laut kering dengan tingkat kekeringan sekitar 16 %. Hasil produksi rata-rata rumput laut Gracillaria setiap musim panen yaitu 1.249 kg/ha. Harga jual rata-rata rumput laut Gracillaria yaitu Rp 5.607,14/kg. Rumput laut Gracillaria dapat dipanen sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Pendapatan ratarata yang diperoleh petambak polikultur di Desa Tambaksari dari produksi rumput laut Gracillaria setiap musim panen yaitu Rp 7.008.104,40/ha atau dapat mencapai Rp 28.032.417,58/ha/tahun. Hasil proyeksi sepuluh tahun kedepan menunjukkan bahwa nilai penjualan rumput laut Gracillaria pada tahun pertama lebih kecil dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut disebabkan periode awal digunakan untuk melakukan investasi dalam persiapan tambak dan rumput laut Gracillaria pada periode awal hanya sebanyak 2 kali panen. c. Nilai Sisa Nilai sisa adalah nilai dari semua biaya modal proyek yang tidak habis digunakan selama periode proyek (Gittinger, 1986). Pada penelitian ini diperoleh nilai sisa investasi pada akhir tahun kesepuluh yaitu Rp 62.840.178,-. Nilai sisa diperhitungkan sebagai penerimaan pada tahun kesepuluh. Rincian nilai sisa disajikan pada Tabel 13 sebagai berikut. Tabel 13. Nilai sisa investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari No
Jenis Investasi
1 Lahan Tambak 2 Pompa Air 3 Pintu Air dan Laha 4 Waring 5 Rumah Jaga 6 Karpet Karet Total Nilai Sisa (Rp) Sumber: Hasil Analisis Data, 2015
Umur Teknis (Tahun) 5 4 4 10 3
Nilai Beli (Rp) 56.250.000 1.875.000 953.571 1.428.571 4.428.571 653.571
Nilai Sisa (Rp) 56.250.000 375.000 715.178 1.071.428 4.428.571 0 62.840.178
6.3.6.2 Arus Pengeluaran (Outflow) Outflow adalah aliran kas yang dikeluarkan dalam suatu usaha. Outflow usaha budidaya tambak polikultur dikelompokkan menjadi tiga macam biaya yaitu biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel.
76
a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan saat menjalankan usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak habis dalam satu kali periode produksi. Biaya investasi yang diperhitungkan dalam cashflow terdiri dari: biaya investasi pada tahun ke satu dan biaya reinvestasi pada saat proyek berjalan. Biaya investasi awal terdiri atas biaya investasi pembuatan tambak serta biaya investasi perlengkapan. Rincian rataan biaya investasi awal usaha dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut. Tabel 14. Rataan biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari No
Jenis Investasi
Satuan
Umur Teknis (Tahun)
1 2 3 4 5 6
Lahan Hektar Pompa Air Buah Pintu air dan Laha Buah Waring Roll Rumah Jaga Buah Karpet Karet Buah Total Biaya Investasi Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
5 4 4 10 3
Total Biaya (Rp) 56.250.000 1.875.000 953.571 1.428.571 4.428.571 653.571 65.589.284
Komponen biaya yang diperhitungkan dalam biaya reinvestasi merupakan komponen-komponen yang memiliki umur teknis kurang dari sepuluh tahun. Rincian rataan biaya reinvestasi dapat dilihat pada Tabel 15 sebagai berikut. Tabel 15. Rataan biaya reinvestasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari No
Jenis Investasi
1 Pompa Air 2 Pintu air dan Laha 3 Waring 4 Karpet Karet Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Umur Teknis (Tahun) 5 4 4 3
Nilai Reinvestasi (Rp) 1.875.000 953.571 1.428.571 653.571
b. Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 1995). Total biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 13.742.728,94/ha/tahun. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari meliputi biaya pajak tambak, biaya rehabilitasi tambak, upah tenaga kerja pengelola, upah tenaga kerja panen, sewa
77
tambak dan sewa pompa air. Rincian rataan biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut. Tabel 16. Rataan biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015 No
Komponen Pajak Lahan Rehabilitasi Tambak Upah TK Pengelola Tambak Upah TK Panen Sewa Tambak Sewa Pompa Air Total Biaya Tetap Sumber : Hasil Analisis Data, 2015 1 2 3 4 5 6
Biaya Hektar/Tahun (Rp) 257.678,57 641.190,48 2.485.714,29 9.818.859,89 321.428,57 217.857,14 13.742.728,94
1. Pajak Tambak Berdasarkan hasil wawancara, nilai pajak tambak untuk setiap tambak memiliki perbedaan. Nilai rata-rata pajak tambak di Desa Tambaksari sebesar Rp 257.678,57/ha/tahun. 2. Biaya Rehabilitasi Tambak Biaya rehabilitasi tambak dikeluarkan umumnya sebanyak dua kali tiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara, proses rehabilitasi tambak dilakukan dalam waktu 10 hari setiap satu kali panen dengan menggunakan jasa tenaga kerja harian. Upah tenaga kerja harian tersebut sebesar Rp 80.000,00/hari. Total biaya rata-rata untuk rehabilitasi tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 641.190,48/tahun. 3. Upah Tenaga Kerja Pengelola Jasa tenaga kerja pengelola dalam usaha budidaya tambak polikultur digunakan oleh pemilik tambak yang memiliki mata pencaharian selain usaha tambak atau memiliki areal tambak lebih dari satu. Secara umum, upah yang diterima tenaga kerja pengelola tersebut bisa mencapai Rp 800.000,00/bulan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat 5 orang petambak pemilik dari total 28 orang responden yang menggunakan jasa tenaga kerja pengelola tersebut. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja pengelola budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 2.485.714,29/tahun.
78
4. Upah Tenaga Kerja Panen Tenaga kerja panen dalam usaha tambak polikultur di Desa Tambaksari terdiri dari tenaga kerja panen ikan bandeng dan tenaga kerja panen rumput laut Gracillaria. Nilai upah tersebut memiliki perbedaan. Upah tenaga kerja panen ikan bandeng yang berlaku di lokasi penelitian yaitu Rp 250,00/kg berat ikan. Upah tenaga kerja panen rumput laut Gracillaria yang berlaku di lokasi penelitian yaitu Rp 2.000,00/kg rumput laut kering. Total biaya rata-rata upah tenaga kerja panen pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari sebesar Rp 9.818.859,89/ha/tahun. 5. Sewa Tambak Biaya sewa tambak yang berlaku di lokasi penelitian yaitu Rp 3.000.000,00/ha/tahun. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 3 orang petambak yang mengelola usaha dengan kepemilikan tambak sewa seluas 8 hektar, sehingga total biaya rata-rata untuk sewa tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 321.428,57/ha/tahun. 6. Sewa Pompa Sewa pompa dilakukan oleh petambak responden yang tidak memiliki kepemilikan pompa air sendiri. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk sewa pompa air yaitu Rp 217.857,14/tahun. c. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan bertambah atau berkurangnya produksi dan akan mengalami perubahan jika volume produksi berubah (Soekartawi, 1995). Biaya variabel yang dikeluarkan dalam usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari meliputi biaya pembelian benih ikan bandeng, bibit rumput laut Gracillaria, obat-obatan, pupuk, dan bahan bakar minyak. Besarnya total biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 5.182.596,61/ha/tahun. Secara rinci, rataan biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dapat dilihat pada Tabel 17 sebagai berikut.
79
Tabel 17.
Rataan biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015
No
Komponen Benih Ikan Bandeng Bibit Rumput Laut Gracillaria Obat-Obatan Pupuk Bahan Bakar Minyak Total Biaya Variabel Sumber : Hasil Analisis Data, 2015 1 2 3 4 5
Biaya Hektar/Tahun (Rp) 1.227.815,93 2.505.471,61 517.500,00 517.809,07 414.000,00 5.182.596,61
1. Benih Ikan Bandeng Padat penebaran benih ikan bandeng untuk setiap musim sebanyak 2.000 3.000 ekor/hektar. Penebaran benih ikan bandeng dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Harga benih ikan bandeng yang berlaku di lokasi penelitian yaitu Rp 250,00 – Rp 350,00 per ekor dengan panjang benih sekitar 5 - 8 cm. Total biaya rata-rata untuk pembelian benih ikan pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 1.227.815,93/ha/tahun. 2. Bibit Rumput Laut Gracillaria Padat penebaran bibit rumput laut Gracillaria sebanyak 1.670 kg/ha. Bibit yang digunakan adalah rumput laut yang masih muda dan sehat dengan panjang sekitar 5 – 10 cm. Harga bibit rumput laut Gracillaria di lokasi penelitian yaitu Rp 1.500,00 per kilogram. Total biaya rata-rata untuk pembelian bibit rumput laut Gracillaria adalah Rp 2.505.471,61/ha/tahun. 3. Obat-Obatan Jenis obat-obatan yang digunakan di lokasi penelitian adalah saponin ataupun indosulfane. Secara umum, pemberian obat-obatan dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun setelah panen ikan bandeng dilakukan. Total biaya ratarata untuk pembelian obat-obatan pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu Rp 517.500,00/ha/tahun. 4. Pupuk Jenis pupuk yang digunakan di lokasi penelitian adalah pupuk NPK. Pemberian pupuk pada usaha tambak polikultur dilakukan secara insidentil, sesuai kebutuhan dan kondisi tambak polikultur. Total biaya rata-rata untuk pembelian pupuk pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari adalah Rp 517.809,07/ha/tahun.
80
5. Bahan Bakar Minyak Pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dilakukan untuk mengoperasikan pompa air. Jenis BBM yang digunakan adalah solar dengan harga yang berlaku Rp 6.900,00/liter. Total biaya rata-rata untuk pembelian BBM pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari adalah Rp 414.000,00/tahun 6.3.6.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diperoleh kriteria investasi pada usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dan dapat dilihat pada Tabel 18 sebagai berikut. Pehitungan lengkap analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari ditampilkan pada Lampiran 11. Tabel 18. Hasil analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari No
Kriteria Investasi 1 Net Present Value (NPV) (Rp) 2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 3 Internal Rate of Return (IRR) Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Hasil Perhitungan 90.360.812,61 2,62 32,7 %
Hasil perhitungan kriteria investasi menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari menghasilkan nilai NPV lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 90.360.812,61. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha layak untuk dilaksanakan secara finansial. Nilai Net B/C yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah 2,62. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan investasi memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi yaitu usaha layak dilaksanakan jika nilai Net B/C lebih besar sama dengan 1. Nilai Net B/C sebesar 2,62 menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1 akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 2,62. Ukuran kriteria investasi lainnya yaitu IRR. IRR yang diperoleh dari usaha budidaya tambak polikultur adalah 32,7 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penggunaan investasi pada usaha tersebut lebih baik atau dapat memberikan keuntungan internal sebesar 32,7 % per tahun. Nilai tersebut lebih besar daripada tingkat discount rate yang digunakan yaitu 7,4 % sehingga dapat dikatakan bahwa usaha layak secara finansial untuk dikembangkan dan dilaksanakan.
81
Berdasarkan analisis kelayakan finansial tersebut, nilai NPV, Net B/C, dan IRR yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa secara finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Hasil analisis kelayakan finansial tersebut dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi instansi terkait untuk melakukan pengembangan secara lebih optimal terhadap budidaya tambak polikultur agar dapat menjadi sektor utama yang mendukung peningkatan pendapatan petambak dan masyarakat Desa Tambaksari serta dapat berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian daerah Kabupaten Karawang. 6.3.6.4 Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Analisis sensitivitas digunakan untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau usaha apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau pada suatu kegiatan investasi atau usaha (Kadariah, 2001). Perhitungan analisis sensitivitas tersebut dilakukan dengan melakukan perubahan beberapa parameter dalam perhitungan kelayakan usaha. Parameter yang digunakan dalam analisis usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari yaitu (1) penurunan hasi penjualan ikan bandeng yang didasarkan pada perubahan harga jual ikan bandeng sebesar 12 %, (2) penurunan hasil penjualan rumput laut Gracillaria yang didasarkan pada perubahan penurunan produksi Gracillaria sebesar 15 %, dan (3) peningkatan harga jual pupuk sebesar 25 %. Pemilihan parameter perubahan tersebut berdasarkan pada kondisi yang sering terjadi di lokasi penelitian. Penurunan
hasil
penjualan
produk
merupakan
komponen
yang
menentukan terhadap penerimaan. Penurunan penjualan ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria akan berpengaruh kepada cashflow usaha maupun penerimaan petambak polikultur. Perubahan kenaikan harga pupuk yang diduga diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah maupun ketersediaan yang rendah dapat berimbas terhadap peningkatan biaya produksi. Secara langsung hal tersebut akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petambak. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 19 sebagai berikut. Hasil perhitungan analisis
82
sensitivitas secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14. Tabel 19. Hasil analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Parameter Persentase Perubahan Perubahan 1 Penurunan harga 12 % jual ikan bandeng 2 Penurunan produksi 15 % Gracillaria 3 Peningkatan harga 25 % pupuk Sumber : Hasil Analisis Data, 2015 No
NPV (Rp) 81.758.401,35
Net B/C
IRR
2,45
30,1 %
63.323.611,44
2,09
24,7 %
89.468.172,04
2,60
32,5 %
Tabel 19 menunjukkan bahwa pada kondisi penurunan harga jual ikan bandeng sebesar 12 persen menghasilkan nilai NPV Rp 81.758.401,35, Net B/C 2,45, dan IRR sebesar 30,1 %. Penurunan produksi Gracillaria sebesar 15 persen menghasilkan nilai NPV Rp 63.323.611,44, Net B/C 2,09, dan IRR sebesar 24,7 %. Perubahan peningkatan harga jual pupuk sebesar 25 persen menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 89.468.172,04, Net B/C 2,60, dan IRR sebesar 32,5 %. Hasil analisis sensitivitas tersebut telah menunjukkan bahwa pada kondisi terjadi perubahan penurunan harga jual ikan bandeng dan hasil produksi Gracillaria dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai kriteria kelayakan investasi usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Hal tersebut dikarenakan hasil penjualan ikan bandeng dan Gracillaria merupakan komponen
terbesar
dalam
cashflow
usaha
budidaya
polikultur
yang
mempengaruhi tingkat pendapatan petambak. Akan tetapi, pada kondisi terjadinya perubahan harga jual pupuk tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai kriteria kelayakan investasi usaha budidaya polikultur. Hal tersebut dikarenakan pembelian pupuk dalam usaha tidak dilakukan dalam jumlah yang besar sehingga perubahan harga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan petambak. Secara umum dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur lebih sensitif terhadap perubahan penurunan hasil produksi rumput laut Gracillaria jika dibandingkan dengan perubahan penurunan harga jual ikan bandeng dan peningkatan harga jual pupuk. Hal tersebut karena dengan persentase
83
perubahan yang rendah pada hasil produksi rumput laut Gracillaria telah menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap nilai kriteria kelayakan investasi. Hal tersebut didukung pula oleh hasil analisis data yang menunjukkan bahwa hasil penjualan rumput laut Gracillaria memiliki proporsi nilai tertinggi dalam cashflow usaha budidaya polikultur yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari. Dengan demikian, perubahan yang terjadi terhadap hasil produksi tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan serius dari pihak-pihak terkait agar kerugian yang dapat diterima dari perubahan tersebut terhadap pendapatan petambak dapat diminimalisir. 6.4
Alternatif Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, usaha budidaya tambak
di Desa Tambaksari sudah terlaksana dengan baik. Hal tersebut terjadi karena Desa Tambaksari dikenal sebagai salah satu pusat aktivitas budidaya tambak ikan bandeng di Kabupaten Karawang. Pada beberapa tahun ini, budidaya tambak di Desa Tambaksari sudah terjadi perkembangan dengan mulai terlaksananya usaha tambak ikan bandeng yang dibudidayakan secara polikultur dengan rumput laut Gracillaria. Namun, dari sisi pelaksanaannya, budidaya polikultur tersebut masih belum dapat berkembang secara optimal di Desa Tambaksari. Hal tersebut terjadi karena petambak belum mengetahui secara jelas mengenai pengelolaan budidaya polikultur yang tepat dan manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh dari usaha tersebut. Hal tersebut didukung pula oleh adanya budaya wilayah setempat yang kuat yang menyatakan bahwa hanya usaha tambak ikan bandeng (monokultur) yang paling sesuai dilaksanakan di wilayah mereka. Potensi perikanan budidaya di Desa Tambaksari dan Kabupaten Karawang secara umum sangat tinggi. Menurut pihak Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, karakteristik lahan di sepanjang pesisir Kabupaten Karawang sangat sesuai untuk pelaksanaan budidaya tambak polikultur tersebut. Selain itu, Kabupaten Karawang juga merupakan daerah sumber perikanan terbesar kedua di Pesisir Utara Jawa Barat setelah Indramayu. Potensi perikanan yang tinggi tersebut dapat menjadi faktor pendorong bagi stakeholder terkait dan para pelaku usaha untuk melakukan upaya pengembangan
84
secara lebih maksimal terhadap budidaya polikultur tersebut. Namun, dari upaya yang telah dilaksanakan, pengembangan budidaya polikultur belum terlaksana secara optimal. Hal tersebut karena belum adanya suatu kebijakan yang dapat mengatur secara spesifik mengenai pelaksanaan budidaya polikultur tersebut di wilayah Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil estimasi nilai ekonomi diperoleh bahwa budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari menghasilkan surplus produsen sebesar Rp 20.255.910,71/ha/tahun dan total nilai ekonomi pemanfaatan kawasan mencapai Rp 1.650.856.722,91/tahun. Begitu pula dari hasil analisis finansial kelayakan usaha, budidaya tambak polikultur tersebut layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Melihat hasil penelitian tersebut, maka alternatif kebijakan pengembangan yang perlu dilaksanakan adalah kebijakan yang mendukung peningkatan produksi dan tingkat pendapatan petambak secara optimal. Apabila kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara tepat dengan dukungan dari berbagai stakeholder terkait, maka diharapkan tercipta suatu kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya polikultur terbaik. Alternatif-alternatif kebijakan pengembangan yang dapat disusun adalah sebagai berikut: a. Pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur. b. Penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur. c. Perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya. Penilaian alternatif dilakukan untuk mengetahui persepsi responden mengenai alternatif kebijakan pengembangan budidaya polikultur yang telah disusun. Responden terdiri dari perwakilan instansi maupun pihak tertentu yang memiliki keterkaitan dalam pengembangan sektor budidaya perikanan dan/atau mengetahui kondisi sektor perikanan budidaya di Desa Tambaksari dan Kabupaten Karawang. Pihak tersebut terdiri dari Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, serta kelompok petambak di wilayah Desa Tambaksari. Penilaian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner sebagai alat bantu penilaian. Responden tersebut memberikan skor terhadap masing-masing alternatif sesuai dengan persepsi dari setiap responden.
85
Pemberian skor menggunakan skala likert 1 sampai 4, dengan 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif. Hasil penilaian masing-masing responden terhadap alternatif kebijakan pengembangan budidaya polikultur dapat dilihat secara jelas pada Lampiran 15. Alternatif kebijakan pengembangan yang pertama adalah pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur. Seluruh responden secara umum memiliki pandangan yang serupa terhadap alternatif kebijakan tersebut yaitu sangat efektif untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Apabila alternatif secara tepat dilaksanakan maka dipandang dapat menghasilkan diversifikasi produk pada usaha tambak dan bisa meningkatkan pendapatan bagi petambak dari komoditi yang dibudidayakan. Budidaya tambak polikultur dari sisi teknis sangat sederhana, mudah, dan murah. Secara sosial, budidaya polikultur akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat sekitar lokasi usaha. Akan tetapi, jika alternatif tersebut ingin dilakukan maka terlebih dahulu perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan dempon (percontohan) secara berkala di lokasi alternatif tersebut akan dilaksanakan. Hal tersebut diperlukan agar petambak mengetahui teknis pengelolaan budidaya polikultur yang tepat. Selain itu, tidak seluruh areal tambak yang ada di Desa Tambaksari ataupun Kabupaten Karawang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pemanfaatan usaha budidaya tambak polikultur tersebut. Alternatif kebijakan pengembangan yang kedua yaitu penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur. Masing-masing responden memiliki pandangan yang berbeda terhadap alternatif tersebut. Menurut pihak BPBAPL Karawang alternatif efektif dilaksanakan. Hal tersebut karena secara teknis mangrove dapat memberikan manfaat sebagai daerah asuhan yang banyak menghasilkan makanan ikan. Secara ekologi, tanaman mangrove tersebut dapat berfungsi pula sebagai pencegah terjadinya abrasi pantai. Selain itu, daun dan buah tanaman mangrove dapat diolah menjadi pupuk alami dan produk yang bernilai ekonomi. Hal tersebut dapat membuat tambak menjadi lebih subur dan menghemat biaya produksi dan secara langsung akan membuat pendapatan petambak meningkat.
86
Pihak BLUPPB
Karawang
berpendapat
alternatif kurang
efektif
dilaksanakan karena berpandangan bahwa secara umum petambak di Kabupaten Karawang belum mengetahui secara jelas pengelolaan yang tepat terhadap sistem tambak silvofishery. Selain itu, pengelolaan sistem tambak silvofishery dipandang akan membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi. Meskipun memberikan manfaat ekologi tinggi, namun secara ekonomi alternatif tersebut kurang efektif apabila dilaksanakan karena masih rendahnya daya serap pasar terhadap produk yang dihasilkan. Pihak kelompok petambak Desa Tambaksari berpandangan alternatif efektif dilaksanakan karena tambak silvofishery dirasa dapat menjaga ekosistem dan menjaga kualitas air tambak. Akan tetapi, meski mengetahui dapat memberi manfaat ekologi yang tinggi namun responden berpandangan alternatif tersebut belum sangat efektif jika dilaksanakan di Desa Tambaksari. Hal tersebut karena secara umum sistem tambak silvofishery belum secara luas diketahui oleh petambak di Desa Tambaksari baik dari sisi pengelolaan maupun manfaat yang dapat diperoleh. Petambak juga beranggapan sistem silvofishery dalam pelaksanaannya akan membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi dan kurang sesuai untuk petambak yang masih memiliki pendapatan terbatas. Alternatif kebijakan pengembangan yang ketiga terkait dengan perbaikan prasarana dan sarana sektor perikanan budidaya. Ketiga pihak responden memiliki persepsi berbeda terhadap pelaksanaan alternatif tersebut. Pihak BPBAPL Karawang secara umum berpandangan alternatif efektif dilaksanakan karena dapat membantu dalam peningkatan pelaksanaan budidaya polikultur yang lebih efektif dan efisien. Akan tetapi, pihak BPBAPL berpendapat pelaksanaan alternatif tersebut akan mengalami berbagai hambatan dalam hal pendanaan karena keterbatasan APBD Kabupaten Karawang maupun APBD Provinsi Jawa Barat. Menurut pihak BLUPPB, secara teknis masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai aspek dimensi tambak yang memadai untuk budidaya polikultur tersebut. Responden dari kelompok petambak Desa Tambaksari memiliki pandangan yang berbeda mengenai alternatif tersebut. Kelompok petambak beranggapan alternatif sangat efektif jika dilaksanakan karena dapat membantu usaha yang dilaksanakan menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hal tersebut
87
akan sangat membantu dalam peningkatan produktivitas hasil tambak. Responden berpendapat apabila alternatif tersebut dilakukan, perbaikan harus difokuskan kepada hal yang berhubungan langsung dengan teknis pengelolaan usaha. Perbaikan dapat difokuskan pada sarana pendukung seperti saluran air ke tambak, perbaikan pematang tambak, bantuan pengadaan pompa air bagi para petambak, dan lainnya. Setelah dilakukan analisis dari penilaian responden terhadap masingmasing alternatif kebijakan pengembangan, dilakukan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam MPE adalah sebagai berikut (Marimin dan Maghfiroh, 2010): 1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan Alternatif keputusan yang dipilih adalah menentukan alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak yang dapat dilaksanakan sesuai dengan hasil perhitungan nilai ekonomi dan kelayakan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Alternatif-alternatif tersebut adalah: a. Pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur. b. Penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur. c. Perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya. 2. Menentukan kriteria atau kriteria perbandingan keputusan Penetuan kriteria perbandingan keputusan yang digunakan berbeda dengan model MPE pada umumnya. Umumnya, kriteria keputusan merupakan beberapa faktor penting dalam mendapatkan suatu keputusan yang tepat (Fadhilah, 2015). Dalam penelitian ini kriteria keputusan ditentukan berdasarkan pada perbandingan persepsi responden mengenai tingkat kepentingan masing-masing alternatif keputusan yang telah disusun. 3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap alternatif Tingkat kepentingan ditentukan dengan menentukan besarnya bobot dari masing-masing alternatif yang ada. Penentuan bobot dilaksanakan melalui wawancara terhadap reponden yang diwakili oleh perwakilan dari BPBAPL Karawang sesuai dengan persepsi responden mengenai kepentingan alternatif tersebut.
88
4. Melakukan penilaian terhadap masing-masing alternatif Penilaian alternatif dilakukan oleh responden dengan memberikan skor terhadap masing-masing alternatif. Responden terdiri dari perwakilan pihak BPBAPL Karawang, BLUPPB Karawang, dan kelompok petambak polikultur di Desa Tambaksari. Penentuan besarnya skor dilakukan menggunakan skala likert yang menunjukkan 1 adalah tidak efektif, 2 adalah kurang efektif, 3 adalah efektif, dan 4 adalah sangat efektif. 5. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif Nilai total dalam MPE diperoleh dengan menjumlahkan skor dari masingmasing alternatif yang dipangkatkan dengan bobotnya. Nilai total tersebut dapat dilihat pada Tabel 20 sebagai berikut. Tabel 20. Nilai total alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur Alternatif Kebijakan Pengembangan
Nilai
a. Pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur b. Penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur c. Perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
1.685 920 1.205
6. Menentukan urutan prioritas keputusan Penentuan urutan dilakukan dengan mengurutkan alternatif keputusan dari nilai terbesar sampai nilai terkecil. Melalui penentuan urutan tersebut, dapat diperoleh
alternatif
keputusan
yang
terbaik
untuk
dikembangkan
dan
dilaksanakan. Urutan alternatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut. Tabel 21. Penentuan peringkat alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur Alternatif Kebijakan Pengembangan a. Pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur b. Penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur c. Perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Nilai
Peringkat
1.685
1
920
3
1.205
2
Berdasarkan Tabel 21, maka diperoleh alternatif kebijakan pengembangan yang terbaik untuk dikembangkan dan dilaksanakan adalah pemanfaatan areal
89
tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur. Alternatif tersebut berada pada urutan pertama berdasarkan dari perhitungan nilai total MPE. Pengembangan usaha budidaya tambak polikultur yang terbaik untuk dikembangkan dan dilaksanakan di Desa Tambaksari meurut hasil analisis Metode Perbandingan Eksponensial adalah pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur. Kebijakan tersebut dipandang sebagai alternatif yang paling tepat untuk dikembangkan karena terdapat potensi pemanfaatan secara lebih optimal areal tambak di Desa Tambaksari untuk pelaksanaan budidaya polikultur. Hal tersebut didukung juga dengan kondisi aktual Desa Tambaksari yang memiliki areal tambak seluas 827 hektar yang dapat dimanfaatkan secara lebih optimal untuk budidaya polikultur. Secara karakteristik geografis wilayah, Desa Tambaksari sesuai untuk pengembangan budidaya tambak polikultur tersebut. Selain itu, budidaya tambak polikultur dari teknis pelaksanaannya sangat mudah dilaksanakan. Berdasarkan aspek ekonomi, biaya produksi yang dibutuhkan pada usaha tersebut tidak terlalu besar dan penerimaan yang diperoleh petambak akan jauh lebih tinggi jika dibandingkan budidaya ikan bandeng secara monokultur. Dengan demikian, usaha budidaya tambak polikultur dipandang sangat tepat apabila dikembangkan di Desa Tambaksari dalam rangka mendukung peningkatan kesejahteraan petambak dan masyarakat serta pendapatan daerah Kabupaten Karawang. Perbaikan parasarana dan sarana perikanan budidaya berada di peringkat kedua sebagai alternatif kebijakan terbaik untuk dikembangkan. Prasarana dan sarana perikanan budidaya di Desa Tambaksari maupun Kabupaten Karawang secara umum dipandang masih kurang memadai untuk mendukung pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan usaha budidaya polikultur membutuhkan prasarana dan sarana yang memadai agar pengelolaan usaha budidaya tambak polikultur tersebut dapat terlaksana secara lebih maksimal Penerapan sistem tambak silvofishery berada di urutan terakhir sebagai alternatif kebijakan terbaik untuk dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan sistem tambak silvofishery dipandang masih belum sesuai diterapkan di Desa Tambaksari karena teknis pengelolaan belum diketahui secara luas oleh petambak. Selain itu,
90
sistem tambak silvofishery dipandang membutuhkan biaya pengelolaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengelolaan tambak dengan sistem terbuka. Pada satu sisi lainnya, pendapatan petambak masih terbatas meskipun sistem tambak silvofishery dipandang memberikan manfaat ekologi yang lebih tinggi. Penerapan sistem tambak silvofishery pada budidaya tambak polikultur antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria tersebut juga memerlukan kajian lebih lanjut mengenai penggunaan model tambak silvofishery yang tepat. Apabila model tambak silvofishery yang digunakan kurang tepat maka dapat mengganggu kehidupan ikan bandeng dan pertumbuhan rumput laut Gracillaria. Penggunaan model tambak silvofishery yang kurang tepat akan menghalangi pasokan cahaya yang dibutuhkan untuk kehidupan dan pertumbuhan komoditi yang dibudidayakan secara polikultur tersebut. Hal tersebut secara langsung akan berakibat pada terganggunya hasil produksi ikan bandeng maupun rumput laut Gracillaria tersebut. Pelaksanaan berbagai alternatif kebijakan pengembangan tersebut agar dapat terlaksana secara lebih optimal, perlu juga mendapat dukungan dari berbagai instansi terkait di wilayah Kabupaten Karawang. Instansi terkait tersebut terdiri dari Pemerintah Kabupaten Karawang, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang, BPBAPL dan BLUPPB Karawang, dan instansi terkait lainnya. Dukungan dari berbagai instansi tersebut dapat berupa penerapan suatu peraturan yang dapat mendukung pelaksanaan alternatif secara optimal dan pemberian bantuan input produksi bagi para pelaku usaha. Selain itu, perlu dilakukan juga kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pengembangan teknologi secara berkala kepada petambak pelaku usaha. Diharapkan dengan dukungan dan langkah tersebut, akan tercipta berbagai inovasi pengelolaan dan pengembangan budidaya polikultur lainnya secara lebih maksimal. Dengan demikian, diharapkan budidaya tambak polikultur dapat menjadi sektor yang berkontribusi besar terhadap
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
perekonomian daerah Kabupaten Karawang.
Desa
Tambaksari
dan
7. SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petambak polikultur pada taraf nyata α = 5 % berdasarkan analisis regresi berganda adalah hasil panen ikan bandeng, hasil panen rumput laut Gracillaria, dan total cost. 2. Surplus produsen yang diterima petambak polikultur di Desa Tambaksari per hektar tambak yaitu Rp 20.255.910,71/tahun, maka total nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur Desa Tambaksari dengan luas areal tambak 81,5 hektar mencapai Rp 1.650.856.722,91/tahun. 3. Hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek lingkungan, dan aspek finansial memperlihatkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari layak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria investasi yang menunjukkan nilai NPV mencapai Rp 90.360.812,61, Net B/C sebesar 2,62, dan IRR mencapai 32,7 %. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur lebih sensitif terhadap perubahan penurunan produksi rumput laut Gracillaria dibandingkan perubahan penurunan harga jual ikan bandeng dan peningkatan harga jual pupuk. 4. Hasil penilaian responden dari perwakilan pihak BPBAPL Karawang, BLUPPB Karawang, dan kelompok petambak Desa Tambaksari menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial menunjukkan bahwa alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur yang terbaik untuk dikembangkan dan dilaksanakan di Desa Tambaksari adalah pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur.
92
7.2
Saran Saran yang dapat direkomendasikan adalah:
1. Pemerintah Kabupaten Karawang dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang perlu melakukan kajian mengenai wilayah Kabupaten Karawang yang potensial untuk pengembangan budidaya tambak polikultur. Hal tersebut diperlukan agar optimalisasi areal tambak di Kabupaten Karawang untuk budidaya polikultur dapat terlaksana secara maksimal dan dapat berkontribusi lebih tinggi terhadap peningkatan perekonomian daerah. 2. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang dan BPBAPL Karawang diharapkan dapat melakukan kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pengembangan teknologi budidaya tambak polikultur secara berkala. Hal tersebut dilakukan agar terjadi efisien pelaksanaan budidaya dan tercipta berbagai inovasi teknologi pengelolaan budidaya polikultur yang dapat mendukung tercapainya peningkatan produktivitas hasil tambak. 3. Perubahan-perubahan pada hasil produksi dalam usaha budidaya tambak polikultur perlu mendapat perhatian dan penanganan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Hal tersebut dimaksudkan agar pihak-pihak terkait dapat mengantisipasi dan melakukan langkah adaptasi terhadap kondisi yang dapat merugikan usaha budidaya tambak polikultur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., A. Zatnika, H. Purwoto, S. Istini. 2006. Rumput Laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Anonimous. 2014. Peta Karawang [Internet]. [diunduh 24 Februari 2015]. Tersedia pada: http://karawangkab.go.id/Peta-Karawang. [BPLH] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kabupaten Karawang. 2013. Buku Laporan Data Status Lingkungan Hidup Karawang Tahun 2013 [Internet]. Karawang (ID). [diunduh 27 Februari 2015]. Tersedia pada http://www.bplh.karawang.kab.go.id/dokumen/Buku-II-Buku-Data-SLH2013. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Karawang. 2014.a. Karawang Dalam Angka 2014 [Internet[. Karawang (ID). [diunduh 27 Februari 2015]. Tersedia pada http://www.karawangkab.go.id/dokumen/kda-tahun-2014. [BPS] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Karawang. 2014.b. Kecamatan Tirtajaya Dalam Angka 2014 [Internet]. Karawang (ID). [diunduh 27 Februari 2015]. Tersedia pada http://www.karawangkab.go.id/dokumen/tirtajayatahun-2014. Desa Tambaksari. 2013. Buku Profil dan Statistik Desa Tambaksari. Karawang (ID). Dewan Kelautan Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I [Internet]. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP);[diunduh 24 Februari 2015]. Tersedia pada http://dekin.kkp.go.id/view.php/. Fadhilah, P.N. 2015. Analisis Bioekonomi dan Sistem Bagi Hasil Perikanan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus) di Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fauzi, A. 2010.a. Ekonomi Perikanan: Teori Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fauzi, A. 2010.b. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Gittinger, J.P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Sutomo S, K. Mangiri, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Gujarati, D.N. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi J.A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Hamdani. 2014. Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
94
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 [Internet]. Jakarta (ID: [diunduh 28 Agustus 2015}. Tersedia pada http://kkp.go.id/index.php/2015/03/10/ laporan-akuntabilitas-kinerja-lakip-kementerian-kelautan-dan-perikanankkp-tahun-2014/. Kordi, K.M.G.H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem Polikultur. Semarang (ID): Dahara Prize. Kordi, K.M.G.H. 2011. Buku Pintar Budidaya 32 Ikan Laut Ekonomis. Yogyakarta (ID): ANDI. Kordi, K.M.G.H. 2012. Jurus Jitu Pengelolaan Tambak untuk Budidaya Perikanan Ekonomis. Yogyakarta (ID): ANDI. Larastiti, R. 2011. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Marimin, N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Murachman, N. Hanani, Soemarno, S. Muhammad. 2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 1(1): 1–10. Rubiana, G. 2010. Analisis Kelayakan Pembesaran Ikan Bandeng Dengan Keramba Jaring Apung di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sambu, A.H., A. Damar, D.G. Bengen, F. Yulianda. 2013. Desain Tambak Silvofishery Ramah Lingkungan Berbasis Daya Dukung: Studi Kasus Kelurahan Samataring, Kabupaten Sinjai. Jurnal Segara. 9(2): 157-165. Sangadji, E.M., Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta (ID): ANDI. Siboro, G.F., Melki, Isnaini. 2014. Laju Pertumbuhan Udang Windu (Penaeus monodon), Ikan Bandeng (Chanos chanos), dan Rumput Laut (Eucheuma cottonii, Gracilaria sp) pada Budidaya Polikultur dengan Padat Tebar yang Berbeda di Desa Sungai Lumpur Kabupaten OKI Sumatera Selatan. Maspari Journal. 6(1): 46-55. Silalahi, U. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung (ID): PT. Refika Aditama. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta spasial lokasi penelitian
Sumber: http://karawangkab.go.id/Peta-Karawang diakses pada 24 Februari 2015
98
Lampiran 2. Kuesioner penelitian untuk petambak INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor (16680) Telp.(0251) 8621 834.Fax. (0251) 8421 762 KUESIONER PENELITIAN Tambak polikultur dengan 2 komoditi (Bandeng dan Rumput Laut) Hari/Tanggal
:
Nomor Responden
:
Nama Responden
:
Alamat Responden
:
No. Telpon/HP : Kuesioner ini digunakan sebagai acuan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam skripsi yang berjudul “Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)” oleh Teguh Prasetio (H44110072), Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Saya memohon kesediaan Anda untuk dapat mengisi kuesioner berikut dengan sebenar-benarnya tanpa bekerjasama. Kuesioner ini bukan untuk keperluan publikasi dan politik sehingga Anda tidak perlu khawatir mengenai kerahasiaannya. Terima kasih banyak atas bantuannya. A. Karakteristik Responden 1. Usia
:
2.
Pendidikan Terakhir
:
3.
Status Perkawinan
: a. Menikah
4.
Jumlah tanggungan
: ……………………….....................orang
5.
Lama Usaha
: .........................................................tahun
6.
Penghasilan
: p……………………..................../bulan
7.
Pekerjaan Tambahan
:a. Ya
b. Belum Menikah
b. Tidak
Jika ya, penghasilan........................./bulan 8.
Status Kepemilikan Lahan
: a.Milik
b.Bukan Milik
9.
Luas Lahan Tambak
: ..........................................................ha
99
B. Biaya Investasi Usaha Budidaya Tambak Polikultur
No
Jenis Investasi
Jumlah
Harga satuan (Rp)
Umur Teknis (Tahun)
Total Biaya Investasi (Rp)
1 Lahan Tambak 2 Pompa Air 3
Pintu Air dan Laha
4 Waring 5 Rumah Jaga 6 Kapet Karet
C. Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak Polikultur Jenis Biaya Tetap
No
1 Pajak Lahan 2
Rehabilitasi Lahan Tambak
3 Sewa alat panen 4 Sewa Tenaga Kerja Panen 5 Sewa Tambak 6
Upah Tenaga Kerja Pengelola
Jumlah/musim
Harga (Rp)
Total Biaya Tetap/musim (Rp/musim)
Total Biaya Tetap/tahun (Rp/tahun)
100
D. Biaya Variabel Usaha Budidaya Tambak Polikultur Jenis Biaya Variabel
No
1
Benih ikan bandeng
2
Bibit rumput laut Gracillaria
Jumlah/musim
Harga satuan (Rp)
Total Biaya Variabel (Rp/musim)
Total Biaya Variabel/tah un (Rp/tahun)
3 Obat-Obatan 4 Pupuk 5 BBM
E. Penerimaan Usaha Budidaya Tambak Polikultur Penerimaan Usaha Komoditi
Bobot (Kg/musim)
Harga Jual (Rp/kg)
Jumlah musim panen/tahun (satuan)
Total Penerimaan Hasil Panen/tahun (Rp/tahun)
Bandeng Rumput Laut Lainnya
F.
Aspek Pasar
1.
Bagaimana penawaran dan permintaan terhadap komoditi bandeng dan rumput laut di pasaran? Jawab:
2.
Bagaimana mekanisme penjualan dan rantai pemasaran yang anda lakukan terhadap komoditi yang dibudidayakan? Jawab:
3.
Menurut anda, bagaimana harga jual dari bandeng dan rumput laut di pasaran? Apakah sudah kompetitif? Jawab:
101
4.
Kendala apa yang anda hadapi dalam pemasaran komoditi bandeng dan rumput laut di pasaran? Jawab:
G.
Aspek Teknis
1.
Bagaimana akses anda terhadap ketersediaan input produksi di pasaran? Apakah cukup mudah untuk mendapatkan input produksi? Jawab:
2.
Teknologi apa yang anda gunakan dalam menjalankan usaha budidaya tambak ini? Apakah sudah sesuai dan memadai? Jawab:
3.
Menurut anda, apakah fasilitas dan peralatan yang digunakan sudah sesuai untuk mendukung usaha budidaya tambak ini? Jawab:
4.
Kendala apa yang anda hadapi dalam menjalankan kegiatan usaha budidaya tambak ini? Jawab:
H.
Aspek Manajemen
1.
Bagaimana cara anda dalam menjalankan manajemen terhadap tenaga kerja dan lahan serta investasi yang anda miliki? Jawab:
2.
Apakah dalam menjalankan usaha budidaya tambak polikultur ini, anda pernah mengalami kendala dalam hal manajemen? Jawab:
102
I.
Aspek Sosial dan Lingkungan
1.
Menurut anda, dampak sosial apa saja yang timbul dari usaha budidaya tambak ini terhadap masyarakat sekitar? Jawab:
2.
Apakah dampak sosial yang timbul dari usaha budidaya tambak ini berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar? Jawab:
3.
Apakah usaha budidaya tambak polikultur ini menimbulkan dampak positif/negatif terhadap kondisi lingkungan sekitar? Jawab:
103
Lampiran 3. Kuesioner penelitian kepada instansi /pihak terkait INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor (16680) Telp.(0251) 8621 834.Fax. (0251) 8421 762 KUESIONER PENELITIAN Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penelitian tugas akhir skripsi yang berjudul “Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)” oleh Teguh Prasetio, Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi bapak/ibu/saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Atas perhatian dan partisipasinya, saya ucapkan terima kasih.
Nama Instansi Jabatan
: : :
ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR YANG BERKELANJUTAN SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN 1. Seberapa efektifkah upaya pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng-rumput laut) guna meningkatkan hasil produksi dan tingkat pendapatan petambak secara berkelanjutan? 1.Tidak efektif 2. Kurang efektif 3. Efektif 4. Sangat efektif Alasan:
104
2. Seberapa efektifkah penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha tambak polikultur untuk meningkatkan hasil produksi dan tingkat pendapatan petambak secara berkelanjutan? 1.Tidak efektif 2. Kurang efektif 3. Efektif 4. Sangat efektif Alasan:
3. Seberapa efektifkah perbaikan prasarana dan sarana perikanan pada usaha tambak polikultur untuk meningkatkan hasil produksi dan tingkat pendapatan petambak secara berkelanjutan? 1.Tidak efektif 2. Kurang efektif 3. Efektif 4. Sangat efektif Alasan:
105
Lampiran 4. Aktivitas budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang
a. Rumput Laut Gracillaria
c. Karpet Karet (alat bantu panen)
e. Proses pengemasan rumput laut
b. Proses pemanenan Gracillaria
d. Penjemuran Gracillaria
f. Kegiatan wawancara dengan petambak
106
Lampiran 5. Hasil analisis regresi berganda faktor-faktor berpengaruh terhadap pendapatan petambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Regression Analysis: Ln Pndpt versus Ln LU. Ln LT. Ln PB. Ln PRL. Ln TC. Pndpt LU LT PB PRL TC
= Pendapatan petambak polikultur (Rp/ha/tahun) = Lama usaha (tahun) = Luas Tambak (ha) = Hasil panen ikan bandeng (kg/ha/tahun) = Hasil panen rumput laut (kg/ha/tahun) = Total cost (Rp/ha/tahun)
The regression equation is Ln Pndpt = 17,3 + 0,0140 Ln LU + 0,0088 Ln LT + 0,850 Ln PB + 1,22 Ln PRL - 0,988 Ln TC Predictor Constant Ln LU Ln LT Ln PB Ln PRL Ln TC
Coef 17,333 0,01405 0,00880 0,8502 1,2185 -0,9877
S = 0,144694
SE Coef 2,381 0,06756 0,06257 0,1539 0,1630 0,1386
R-Sq = 81,0%
PRESS = 1,34004
T 7,28 0,21 0,14 5,53 7,48 -7,13
P 0,000 0,837 0,889 0,000 0,000 0,000
VIF 3,326 1,182 1,585 2,958 3,491
R-Sq(adj) = 76,7%
R-Sq(pred) = 44,69%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 22 27
SS 1,96212 0,46060 2,42272
MS 0,39242 0,02094
Durbin-Watson statistic = 1,83984
F 18,74
P 0,000
107
Lampiran 5. (Lanjutan) Residual Plots for Ln Pndpt A. Normal Probability Plot
B. Versus Fits
99
0,4
Residual
Percent
90 50 10
0,2 0,0 -0,2
1
-0,2
0,0 Residual
0,2
0,4
16,2
16,5
17,1
17,4
D. Versus Order
8
0,4
6
0,2
Residual
Frequency
C. Histogram
16,8 Fitted Value
4 2
0,0 -0,2
0
-0,3
-0,2
-0,1 0,0 0,1 Residual
0,2
0,3
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 Observation Order
E. Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev
95
N KS P-Value
90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,3
-0,2
-0,1
0,0 0,1 RESI1
0,2
0,3
0,4
-7,73984E-15 0,1306 28 0,103 >0,150
Lampiran 6. Biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari
1
Lahan Tambak Biaya (Rp) 5 300.000.000
2
4
0
0
0
1
1.000.000
20
8.000.000
0
0
10
1.500.000
3
1
0
1
1.500.000
1
800.000
3
1.200.000
1
1.000.000
4
600.000
4
2,5
150 000.000
1
3.000.000
1
1.000.000
1
400.000
1
5.000.000
2
300.000
5
4
240 000.000
0
0
1
700.000
2
800.000
1
3.000.000
4
600.000
6
6,5
390.000.000
0
0
3
4.500.000
6
2.400.000
3
21.000.000
16
2.400.000
7
4
100.000.000
1
3.000.000
1
800.000
4
1.600.000
0
0
6
900.000
8
2
120.000.000
1
2.500.000
1
700.000
0
0
1
20.000.000
2
300.000
9
3
180.000.000
1
2.500.000
1
1.000.000
2
800.000
0
0
2
300.000
10
1
60.000.000
0
0
1
600.000
1
400.000
0
0
2
300.000
11
1,5
90.000.000
1
1.500.000
1
700.000
0
0
1
20.000.000
2
300.000
12
2
120.000.000
1
2.500.000
1
1.000.000
2
800.000
0
0
2
300.000
13
3
75.000.000
1
3.000.000
1
800.000
3
1.200.000
0
0
4
600.000
14
4,5
270.000.000
1
3.500.000
1
1.000.000
2
800.000
0
0
6
900.000
15
2
120.000.000
1
2.500.000
1
800.000
2
800.000
0
0
4
600.000
16
5
300.000.000
1
3.500.000
1
1.000.000
6
2.400.000
0
0
6
900.000
17
3
180.000.000
1
3.000.000
1
800.000
3
1.200.000
0
0
4
600.000
18
1,5
90.000.000
1
1.500.000
1
700.000
0
0
1
20.000.000
2
300.000
19
1,5
90.000.000
0
0
1
800.000
1
400.000
0
0
2
300.000
108
Responden
Luas (Ha)
Pompa Air Jumlah Biaya (Buah) (Rp) 1 3.500.000
Pintu Air dan Laha Jumlah Biaya (Buah) (Rp) 1 700.000
Jumlah (Roll) 25
Waring Biaya (Rp) 10.000.000
Rumah Jaga Jumlah Biaya (Buah) (Rp) 1 30.000.000
Karpet Karet Jumlah Biaya (Buah) (Rp) 8 1.200.000
Lampiran 6. (Lanjutan) 20
3
80.000.000
1
2.500.000
1
800.000
3
1.200.000
0
0
4
600.000
21
3
180,000.000
1
3.000.000
1
800.000
3
1.200.000
0
0
4
600,000
22
2
120.000.000
1
3.000.000
1
800.000
2
800.000
0
0
2
300.000
23
2
120.000.000
1
2.000.000
1
700.000
0
0
0
0
2
300.000
24
2
120.000.000
0
0
1
800.000
1
400.000
0
0
2
300.000
25
2,5
150.000.000
0
0
1
800.000
5
2.000.000
1
4.000.000
8
1.200.000
26
2
120.000.000
1
2.000.000
1
800.000
1
400.000
0
0
2
300.000
27
5
300.000.000
1
3.000.000
1
800.000
2
800.000
0
0
6
900.000
28
3
0
0
0
1
1.000.000
0
0
0
0
4
600.000
109
Lampiran 7. Biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015
1
Luas Tambak (Hektar) 5
Pajak Tambak (Rp Ha/Tahun) 300.000
Rehab Tambak (Rp Ha/Tahun) 480.000
Upah TK Panen (Rp Ha/Tahun) 10.400.000
0
0
0
Total Biaya Tetap (Rp Ha/Tahun) 11.180.000,00
2
4
300.000
400.000
20.250.000
19.200.000
3.000.000
800.000
43.950.000,00
3
1
200.000
500.000
12.175.000
9.000.000
3.000.000
0
24.875.000,00
4
2,5
350.000
640.000
5.640.000
0
0
0
6.630.000,00
5
4
325.000
400.000
6.250.000
9.000.000
0
800.000
16.775.000,00
6
6,5
180.000
1.000.000
14.923.077
21.600.000
0
1.500.000
39.203.076,92
7
4
200.000
400.000
10.150.000
0
0
0
10.750.000,00
8
2
300.000
800.000
10.400.000
0
0
0
11.500.000,00
9
3
300.000
533.333
8.125.000
0
0
0
8.958.333,33
10
1
180.000
800.000
8.125.000
0
0
400.000
9.505.000,00
11
1,5
300.000
1.066.667
9.226.667
0
0
0
10.593.333,33
12
2
300.000
800.000
8.175.000
0
0
0
9.275.000,00
13
3
200.000
500.000
12.166.667
0
0
0
12.866.666,67
14
4,5
200.000
533.333
8.166.667
0
0
0
8.900.000,00
15
2
200.000
500.000
12.175.000
0
0
0
12.875.000,00
16
5
200.000
480.000
12.200.000
0
0
0
12.880.000,00
17
3
180.000
800.000
8.166.667
0
0
0
9.146.666,67
18
1,5
300.000
1.066.667
9.226.667
0
0
0
10.593.333,33
19
1,5
200.000
1.066.667
8.106.667
0
0
500.000
9.873.333,33
110
Responden
Upah TK Pengelola (Rp/Tahun)
Sewa Tambak (Rp Ha/Tahun)
Sewa Pompa (Rp/Tahun)
Lampiran 7. (Lanjutan) 20
3
200.000
500.000
12.150.000
0
0
0
12.850.000,00
21
3
300.000
533.333
8.200.000
0
0
0
9.033.333,33
22
2
300.000
400.000
6.175.000
0
0
0
6.875.000,00
23
2
300.000
800.000
10.360.000
0
0
0
11.460.000,00
24
2
300.000
500.000
8.150.000
0
0
800.000
9.750.000,00
25
2,5
300.000
640.000
12.920.000
10.800.000
0
500.000
25.160.000,00
26
2
200.000
800.000
8.125.000
0
0
0
9.125.000,00
27
5
300.000
480.000
6.600.000
0
0
0
7.380.000,00
28
3
300.000
533.333
8.200.000
0
3.000.000
800.000
12.833.333,33
111
Lampiran 8. Biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015
Responden
112
1
Benih Bandeng (Hektar/Tahun) Jumlah Harga Biaya (Ekor) (Rp) (Rp/Tahun) 5.000 250 1.250.000
Bibit Rumput Laut Gracillaria (Hektar/Tahun) Jumlah Harga Biaya (Kg) (Rp) (Rp/Tahun) 2.000 1.500 3.000.000
Jumlah (Box) 8
Obat-Obatan (Hektar/Tahun) Harga Biaya (Rp/Box) (Rp/Tahun) 170.000 1.360.000
Pupuk (Hektar/Tahun) Jumlah Harga Biaya (Kg) (Rp/Kg) (Rp/Tahun) 300 2.500 750.000
BBM (Hektar/Tahun) Jumlah Biaya (Liter) (Rp/Tahun) 80 552.000
Total Biaya Variabel (Rp/Tahun) 6.912.000
2
7.500
250
1.875.000
2.000
1.500
3.000.000
0
0
0
50
2.500
125.000
60
414.000
5.414.000
3
4.000
250
1.000.000
1.000
1.500
1.500.000
2
220.000
440.000
300
2.350
705.000
20
138.000
3.783.000
4
9.600
250
2.400.000
1.600
1.500
2.400.000
4
110.000
440.000
80
2.500
200.000
40
276.000
5.716.000
5
5.000
250
1.250.000
2.500
1.500
3.750.000
3
110.000
330.000
250
2.250
562.500
60
414.000
6.306.500
6
4.615
250
1.153.846
2.308
1.500
3.461.538
12
110.000
1.320.000
138
2.500
346.154
120
828.000
7.109.538
7
4.000
250
1.000.000
2.000
1.500
3.000.000
2
220.000
440.000
300
2.350
705.000
90
621.000
5.766.000
8
5.000
250
1.250.000
2.000
1.500
3.000.000
8
170.000
1.360.000
300
2.500
750.000
50
345.000
6.705.000
9
4.000
250
1.000.000
1.000
1.500
1.500.000
2
110.000
220.000
200
2.500
500.000
80
552.000
3.772.000
10
4.000
250
1.000.000
1.000
1.500
1.500.000
0
0
0
100
2.500
250.000
20
138.000
2.888.000
11
4.000
250
1.000.000
2.000
1.500
3.000.000
6
170.000
1.020.000
300
2.500
750.000
40
276.000
6.046.000
12
5.000
250
1.250.000
1.250
1.500
1.875.000
3
110.000
330.000
250
2.500
625.000
50
345.000
4.425.000
13
4.000
250
1.000.000
2.000
1.500
3.000.000
2
220.000
440.000
200
2.350
470.000
60
414.000
5.324.000
14
4.000
250
1.000.000
1.111
1.500
1.666.667
2
110.000
220.000
200
2.500
500.000
90
621.000
4.007.667
15
5.000
250
1.250.000
2.000
1.500
3.000.000
2
220.000
440.000
200
2.350
470.000
50
345.000
5.505.000
16
6.000
250
1.500.000
2.000
1.500
3.000.000
2
220.000
440.000
200
2.350
470.000
80
552.000
5.962..000
17
5.000
250
1.250.000
1.000
1.500
1.500.000
4
110.000
440.000
200
2.500
500.000
50
345.000
4.035.000
Lampiran 8. (Lanjutan) 18
4.000
250
1.000.000
2.000
1.500
3.000.000
6
170.000
1.020.000
300
2.500
750.000
20
138.000
5.908.000
19
4.000
250
1.000.000
1.333
1.500
2.000.000
0
0
0
200
2.500
500.000
40
276.000
3.776.000
20
4.000
250
1.000.000
1.667
1.500
2.500.000
2
220.000
440.000
200
2.350
470.000
60
414.000
4.824.000
21
5.000
250
1.250.000
2.000
1.500
3,000.000
3
110.000
330.000
200
2.500
500.000
60
414.000
5.494.000
22
4.000
250
1.000.000
1.500
1.500
2.250.000
4
110.000
440.000
250
2.500
625.000
60
414.000
4.729.000
23
5.000
250
1.250.000
2.000
1.500
3.000.000
8
170.000
1.360.000
300
2.500
750.000
50
345.000
6.705.000
24
4.000
250
1.000.000
1.500
1.500
2.250.000
0
0
0
150
2.500
375.000
70
483.000
4.108.000
25
4.800
250
1.200.000
2.000
1.500
3.000.000
6
110.000
660.000
240
2.500
600.000
70
483.000
5.943.000
26
5.000
250
1.250.000
1.000
1.500
1.500.000
2
170.000
340.000
200
2.500
500.000
50
345.000
3.935.000
27
6.000
250
1.500.000
1.000
1.500
1.500.000
6
110.000
660.000
200
2.500
500.000
100
690.000
4.850.000
28
6.000
250
1.500.000
2.000
1.500
3.000.000
0
0
0
100
2.500
250.000
60
414.000
5.164.000
113
Lampiran 9. Hasil panen usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari Tahun 2015
114
Responden
Luas Tambak (Hektar)
Ikan Bandeng Bobot Harga (Kg/ha) (Rp/kg)
Rumput Laut Bobot Harga (Rp/kg) (Kg/ha)
Hasil panen ikan bandeng (Rp ha/tahun)
Hasil panen rumput laut (Rp ha/tahun)
Total panen (Rp/ha/musim)
Total panen (Rp/ha/tahun)
1
5
500
15.000
1.500
6.000
15.000.000
36.000.000
16.500.000
51.000.000,00
2
4
500
18.000
2.500
6.000
18.000.000
60.000.000
24.000.000
78.000.000,00
3
1
350
15.000
1.500
5.000
10.500.000
30.000.000
12.750.000
40.500.000,00
4
2,5
400
17.000
800
5.000
13.600.000
16.000.000
10.800.000
29.600.000,00
5
4
625
15.000
750
6.000
18.750.000
18.000.000
13.875.000
36.750.000,00
6
6,5
308
18.000
1.846
6.000
11.076.923
44.307.692
16.615.385
55.384.615,38
7
4
300
15.000
1.250
5.000
9.000.000
25.000.000
10.750.000
34.000.000,00
8
2
400
15.000
1.500
6.000
12.000.000
36.000.000
15.000.000
48.000.000,00
9
3
250
15.000
1.000
6.000
7.500.000
24.000.000
9.750.000
31.500.000,00
10
1
250
15.000
1.000
5.000
7.500.000
20.000.000
8.750.000
27.500.000,00
11
1,5
400
15.000
1.333
6.000
12.000.000
32.000.000
14.000.000
44.000.000,00
12
2
350
15.000
1.000
6.000
10.500.000
24.000.000
11.250.000
34.500.000,00
13
3
333
15.000
1.500
5.000
10.000.000
30.000.000
12.500.000
40.000.000,00
14
4,5
333
15.000
1.000
6.000
10.000.000
24.000.000
11.000.000
34.000.000,00
15
2
350
15.000
1.500
5.000
10.500.000
30.000.000
12.750.000
40.500.000,00
16
5
400
15.000
1.500
5.000
12.000.000
30.000.000
13.500.000
42.000.000,00
17
3
333
15.000
1.000
5.000
10.000.000
20.000.000
10.000.000
30.000.000,00
18
1,5
400
15.000
1.333
6.000
12.000.000
32.000.000
14.000.000
44.000.000,00
Lampiran 9. (Lanjutan) 19
1,5
267
15.000
1.000
5.000
8.000.000
20.000.000
9.000.000
28.000.000,00
20
3
300
15.000
1.500
5.000
9.000.000
30.000.000
12.000.000
39.000.000,00
21
3
400
15.000
1.000
6.000
12.000.000
24.000.000
12.000.000
36.000.000,00
22
2
350
15.000
750
6.000
10.500.000
18.000.000
9.750.000
28.500.000,00
23
2
400
15.000
1.500
6.000
12.000.000
36.000.000
15.000.000
48.000.000,00
24
2
300
15.000
1.000
6.000
9.000.000
24.000.000
10.500.000
33.000.000,00
25
2,5
240
18.000
1.600
6.000
8.640.000
38.400.000
13.920.000
47.040.000,00
26
2
250
15.000
1.000
5.000
7.500.000
20.000.000
8.750.000
27.500.000,00
27
5
400
15.000
800
6.000
12.000.000
19.200.000
10.800.000
31.200.000,00
28
3
400
17.000
1.000
6.000
13.600.000
24.000.000
12.800.000
37.600.000,00
115
Lampiran 10. Surplus produsen petambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015
1
5
Hasil panen hektar/tahun (Rp) 51.000.000,00
2
4
78.000.000,00
43.950.000,00
5.414.000
28.636.000
114.544.000
3
1
40.500.000,00
24.875.000,00
3.783.000
11.842.000
11.842.000
4
2,5
29.600.000,00
6.630.000,00
5.716.000
17.254.000
43.135.000
5
4
36.750.000,00
16.775.000,00
6.306.500
13.668.500
54.674.000
6
6,5
55.384.615,38
39.203.076,92
7.109.538
9.072.000
58.968.000
7
4
34.000.000,00
10.750.000,00
5.766.000
17.484.000
69.936.000
8
2
48.000.000,00
11.500.000,00
6.705.000
29.795.000
59..590.000
9
3
31.500.000,00
8.958.333,33
3.772.000
18.769.667
56.309.000
10
1
27.500.000,00
9.505.000,00
2.888.000
15.107.000
15.107.000
11
1,5
44.000.000,00
10.593.333,33
6.046.000
27.360.667
41.041.000
12
2
34.500.000,00
9.275.000,00
4.425.000
20.800.000
41.600.000
13
3
40.000.000,00
12.866.666,67
5.324.000
21.809.333
65.428.000
14
4,5
34.000.000,00
8.900.000,00
4.007.667
21.092.333
94.915.500
15
2
40.500.000,00
12.875.000,00
5.505.000
22.120.000
44.240.000
16
5
42.000.000,00
12.880.000,00
5.962..000
23.158.000
115.790.000
17
3
30.000.000,00
9.146.666,67
4.035.000
16.818.333
50.455.000
18
1,5
44.000.000,00
10.593.333,33
5.908.000
27.498.667
41.248.000
116
Responden
Luas Tambak (Hektar)
Biaya Tetap hektar/tahun (Rp) 11.180.000,00
Biaya Variabel hektar/tahun (Rp) 6.912.000
Surplus Produsen hektar/tahun (Rp) 32.908.000
Surplus Produsen/tahun (Rp) 164.540.000
Lampiran 10. (Lanjutan) 19
1,5
28.000.000,00
9.873.333,33
3.776.000
14.350.667
21.526.000
20
3
39.000.000,00
12.850.000,00
4.824.000
21.326.000
63.978.000
21
3
36.000.000,00
9.033.333.00
5.494.000
21.472.667
64.418.000
22
2
28.500.000,00
6.875.000,00
4.729.000
16.896.000
33.792.000
23
2
48.000.000,00
11.460.000,00
6.705.000
29.835.000
59.670.000
24
2
33.000.000,00
9.750.000,00
4.108.000
19.142.000
38.284.000
25
2,5
47.040.000,00
25.160.000,00
5.943.000
15.937.000
39.842.500
26
2
27.500.000,00
9.125.000,00
3.935.000
14.440.000
28.880.000
27
5
31.200.000,00
7.380.000,00
4.850.000
18.970.000
94.850.000
28
3
37.600.000,00
12.833.333,33
5.164.000
19.602.667
58.808.000
117
Lampiran 11. Perhitungan analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput lautGracillaria) di Desa Tambaksari Tahun
Komponen INFLOW Hasil PenjualanIkan Bandeng Hasil Penjualan Rumput Laut Gracillaria
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
5.574.410
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
14.016.209
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418 62.840.178
Nilai Sisa 19.590.619
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
102.021.415
56.250.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
Waring
1.428.571
0
0
0
142.8571
0
0
0
1.428.571
0
Rumah Jaga
4.428.571
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Karpet Karet
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
65.589.284
0
0
653.571
2.382.142
1.875.000
653.571
0
2.382.142
653.571
Pajak Tambak
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
Rehabilitasi Tambak
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
Upah Tenaga Kerja Pengelola
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
Upah Tenaga Kerja Panen
4.909.430
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
Sewa Tambak
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
Sewa Pompa
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
8.833.299
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Lahan Pompa Air Pintu Air dan Laha
Total Biaya Investasi 2. Biaya Tetap
118
Total Biaya Tetap
Lampiran 11. (Lanjutan) 3. Biaya Variabel Benih Bandeng
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
Bibit Rumput Laut
2.505.472 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
Pupuk
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
BBM
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
79.605.180
18.925.325
18.925.326
19.578.897
21.307.468
20.800.326
19.578.897
18.925.326
21.307.468
19.578.897
Obat-Obatan
Total Biaya Variabel Total Outflow Net Benefit
-60.014.561
20.255.911
20.255.911
19.602.340
17.873.769
18.380.911
19.602.340
20.255.911
17.87.3769
82.442.518
DF (7,4%)
0,931098696
0,866944783
0,807211157
0,751593256
0,699807501
0,651589852
0,606694462
0,564892422
0,525970598
0,489730538
-55.879.479,83
17.560.756,46
16.350.797,70
14.732.986,87
12.508.197,92
11.976.815,36
11.892.631,38
11.442.410,88
9.401.077,20
40.374.618,69
PV Net Benefit NPV Net B/C IRR
90.360.812,61 2,62 32,7%
119
Lampiran 12. Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan harga jual ikan bandeng sebesar 12 persen, cateris paribus Tahun
Komponen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4.905.480
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
9.810.960
14.016.209
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
INFLOW Hasil Penjualan Ikan Bandeng Hasil Penjualan Rumput Laut Gracillaria Nilai Sisa
62.840.178 18.921.689
37.843.378
37.843.378
37.843.378
37.843.378
37.843.378
37.843.378
37.843.378
37.843.378
100.683.556
56.250.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
Waring
1.428.571
0
0
0
142.8571
0
0
0
1.428.571
0
Rumah Jaga
4.428.571
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Karpet Karet
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Lahan Pompa Air Pintu Air dan Laha
65.589.284
0
0
653.571
2.382.142
1.875.000
653.571
0
2.382.142
653.571
2. Biaya Tetap Pajak Tambak
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
Rehabilitasi Tambak
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
Upah Tenaga Kerja Pengelola
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
Upah Tenaga Kerja Panen
4.909.430
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
Sewa Tambak
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
Sewa Pompa
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
8.833.299
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
Total Biaya Investasi
120
Total Biaya Tetap
Lampiran 12. (Lanjutan) 3. Biaya Variabel Benih Bandeng
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
2.505.472 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
Pupuk
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
BBM
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
79.605.180
18.925.325
18.925.326
19.578.897
21.307.468
20.800.326
19.578.897
18.925.326
21.307.468
19.578.897
Net Benefit
-60.683.491
18.918.053
18.918.052
18.264.481
16.535.910
17.043.052
18.264.481
18.918.052
16.535.910
81.104.659
DF (7,4%)
0,931098696
0,8669448
0,8072112
0,7515933
0,6998075
0,6515899
0,6066945
0,5648924
0,5259706
0,4897305
-56.502.319,01
16.400.906,96
15.270.862,99
13.727.461,07
11.571.954,15
11.105.080,01
11.080.959,73
10.686.664,47
8.697.402,70
39.719.428,28
Bibit Rumput Laut Obat-Obatan
Total Biaya Variabel Total Outflow
PV Net Benefit NPV Net B/C IRR
81.758.401,35 2,45 30,1%
121
Lampiran 13. Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria)di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan produksi rumput laut Gracillariasebesar 15 persen, cateris paribus Tahun
Komponen INFLOW Hasil Penjualan Ikan Bandeng Hasil Penjualan Rumput Laut Gracillaria Nilai Sisa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
5.574.410
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.913.777
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555
23.827.555 62.840.178
17.488.187
34.976.374
34.976.374
34.976.374
34.976.374
34.976.374
34.976.374
34.976.374
34.976.374
97.816.552
56.250.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
Waring
1.428.571
0
0
0
142.8571
0
0
0
1.428.571
0
Rumah Jaga
4.428.571
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Karpet Karet
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Lahan Pompa Air Pintu Air dan Laha
65.589.284
0
0
653.571
2.382.142
1.875.000
653.571
0
2.382.142
653.571
2. Biaya Tetap Pajak Tambak
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
Rehabilitasi Tambak
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
Upah Tenaga Kerja Pengelola
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
Upah Tenaga Kerja Panen
4.909.430
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
Sewa Tambak
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
Sewa Pompa
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
8.833.299
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
Total Biaya Investasi
122
Total Biaya Tetap
Lampiran 13. (Lanjutan) 3. Biaya Variabel Benih Bandeng
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
2.505.472 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
2.505.471 517.500
Pupuk
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
517.809
BBM
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
5.182.597
79.605.180
18.925.325
18.925.326
19.578.897
21.307.468
20.800.326
19.578.897
18.925.326
21.307.468
19.578.897
Net Benefit
-62.116.993
16.051.048
16.051.048
15.397.477
13.668.906
14.176.048
15.397.477
16.051.048
13.668.906
78.237.655
DF (7,4%)
0,931098696
0,866944783
0,807211157
0,751593256
0,699807501
0,651589852
0,606694462
0,564892422
0,525970598
0,489730538
-57.837.051,09
13.915.372,74
12.956.585,37
11.572.640,20
9.565.603,25
9.236.969,30
9.341.564,28
9.067.115,63
7.189.442,89
38.315.368,87
Bibit Rumput Laut Obat-Obatan
Total Biaya Variabel Total Outflow
PV Net Benefit NPV Net B/C IRR
63.323.611,44 2,09 24,7 %
123
Lampiran 14. Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 25 persen, cateris paribus Tahun
Komponen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
5.574.410
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
11.148.819
14.016.209
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
28.032.418
INFLOW Hasil Penjualan Ikan Bandeng Hasil Penjualan Rumput Laut Gracillaria
62.840.178
Nilai Sisa 19.590.619
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
39.181.237
102.021.415
56.250.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
1.875.000
0
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
0
0
953.571
0
Waring
1.428.571
0
0
0
142.8571
0
0
0
1.428.571
0
Rumah Jaga
4.428.571
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Karpet Karet
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
0
0
653.571
65.589.284
0
0
653.571
2.382.142
1.875.000
653.571
0
2.382.142
653.571
Pajak Tambak
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
257.679
Rehabilitasi Tambak
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
641.190
Upah Tenaga Kerja Pengelola
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
2.485.714
Upah Tenaga Kerja Panen
4.909.430
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
9.818.860
Sewa Tambak
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
321.429
Sewa Pompa
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
217.857
8.833.299
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
13.742.728
Total Inflow OUTFLOW 1. Biaya Investasi Lahan Pompa Air Pintu Air dan Laha
Total Biaya Investasi 2. Biaya Tetap
124
Total Biaya Tetap
Lampiran 14. (Lanjutan) 3. Biaya Variabel Benih Bandeng
1.227816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
1.227.816
Bibit Rumput Laut
2.505.472
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Obat-Obatan
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
517.500
Pupuk
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
647.261
BBM
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
414.000
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
5.312.049
79.734.632
19.054.777
19.054.778
19.708.349
21.436.920
20.929.778
19.708.349
19.054.778
21.436.920
19.708.349
Net Benefit
-60.144.013
20.126.459
20.126.459
19.472.888
17.744.317
18.251.459
19.472.888
20.126.459
17.744.317
82.313.066
DF (7,4%)
0,931098696
0,8669448
0,8072112
0,7515933
0,6998075
0,6515899
0,6066945
0,5648924
0,5259706
0,4897305
-56.000.012,42
17.448.528,73
16.246.302,60
14.635.691,62
12.417.606,44
11.892.465,75
11.814.093,56
11.369.284,42
9.332.989,25
40.311.222,09
Total Biaya Variabel Total Outflow
PV Net Benefit NPV Net B/C IRR
89.468.172,04 2,60 32,5 %
125
Lampiran 15. Perhitungan nilai alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur dengan Metode PerbandinganEksponensial Alternatif Kebijakan Pengembangan
126
a. Pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur b. Penerapan sistem tambak silvofishery pada usaha budidaya tambak polikultur c. Perbaikan prasarana dan sarana perikanan budidaya
BPBAPL Bobot
BLUPPB
Kepala
Kasie Pengujian
Kasie APK
Kadiv Air Payau
4
3
4
3
4
4
3
4
3
4
3
3
2
Kelompok Agar Makmur
Kelompok Mina Wanabahari Nilai
Ketua
Ketua
Anggota
Peringkat
Anggota
Anggota
Anggota
3
4
3
4
3
4
1.685
1
2
3
3
3
3
3
3
920
3
2
4
3
4
3
3
4
1.205
2
127
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Desember 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Sumartono dan Ibu Sutari. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SD Yapis Bogor. Tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertamanya di SMP Negeri 3 Bogor. Tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 8 Bogor. Penulis pada tahun 2011 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di REESA (Resource and Environmental Economics Student Association) sebagai anggota divisi Study and Research Development pada tahun 2013-2014.