ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN KEPITING SOKA DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU DAN LAUT (BPBAPL) KARAWANG, KABUPATEN KARAWANG
HAMDANI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Hamdani H34086043
ABSTRAK HAMDANI. Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh SUHARNO. Sektor perikanan dan kelautan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya memberikan kontribusi terhadap pembangunan dalam menciptakan tatanan masyarakat yang lebih baik Salah satu komoditas perikanan laut yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di sektor perikanan adalah kepiting soka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang berdasarkan aspek non finansial dan finansial. Semua aspek non finansial dan finansial usaha ini layak untuk diusahakan. Kegiatan usaha usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang sangat sensitif terhadap perubahan produksi. Kata kunci: kepiting soka, aspek non finansial, aspek finansial.
ABSTRACT HAMDANI. Feasibility Analysis Of Soft-Shelled Crabs Enlargement Business at Karawang Aquaculture Development Center Brackish and Marine. Supervised by SUHARNO. Fisheries and marine sector has a very important role in contributing to the development effort in creating a better social order. One of marine culture commodity good prospects for development in the fisheries sector are soft-shelled crabs. The objectives of this research are to analyze the feasibility of soft-shelled crabs enlargement business at Karawang Aquaculture Development Center Brackish and Marine based non-financial and financial aspects. All non-financial aspects and financia aspects is feasible to do. . Keywords: Soft-Shelled Crabs, non-financial aspect, financial aspect.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBESARAN KEPITING SOKA DI BALAI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU DAN LAUT (BPBAPL) KARAWANG, KABUPATEN KARAWANG
HAMDANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang Nama : Hamdani NIM : H34086043
Disetujui oleh
Dr.Ir. Suharno, M.Adev Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang : Hamdani Nama : H34086043 NIM
Disetujui oleh
Vfr(L
Dr.Ir. Suharno, M.Adev
Pembimbing
Diketahui oleh
MS
Tanggal Lulus:
2 0 FEB 2014
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan, karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis menganalisis kelayakan usaha Pembesaran kepiting soka dari aspek non finansial dan aspek finansial, serta menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, seperti bagi pembudidaya, investor, ataupun masyarakat luas untuk mempelajari maupun menerapkan usaha pembesaran kepiting ini .
Bogor, Januari 2014 Hamdani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA (OPSIONAL)
5
KERANGKA PEMIKIRAN
8
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE
8 17 19
Lokasi dan Waktu Penelitian
19
Analisis Non Finansial
20
Analisis Finansial
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
25
Analisis Aspek‐Aspek Non Finansial
26
Analisis Kelayakan Finansial
34
SIMPULAN DAN SARAN
41
Simpulan
41
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
44
RIWAYAT HIDUP
48
DAFTAR TABEL 1 Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2011 2 Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya Kabupaten Karawang 3 Nilai Nilai Sisa Investasi Usaha Pembesaran Kepiting Soka 4 Rincian Investasi Usaha Budidaya Kepiting Soka 5 Biaya Reinvestasi Usaha Pembesaran Kepiting Soka 6 Biaya Tetep 7 Rincian Biaya Variabel Budidaya Kepiting Soka 8 Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran kepiting Soka 9 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Penurunan Produksi 12 Persen 10 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi Kenaikan Harga Benih 25 Persen 11 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi Kenaikan Harga Benih 20 Persen dan 25 Persen Pakan Rucah
1 2 34 35 35 36 37 38 39 39 40
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
5 6 7 8 9
Perkembangan Konsumsi Komoditi Perikanan di Kabupaten Karawang Kurva Investasi Kurva Hubungan Antara NPV dan IRR Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka di di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang Denah Lokasi Petak Budidaya Kepiting Soka Proses Pemotongan Rucah dan Pemberian Pakan Kepiting yang Siap Panen Pengemasan dan Penyimpanan Kepiting Soka Penimbangan Kepiting Soka
2 9 16
19 29 30 31 31 32
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka 2 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Penurunan Produksi 12 Persen 3 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka Analisis Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan kenaikan Harga Benih 25 Persen 4 Analisis Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan Kenaikan Harga Benih 20 Persen dan Harga Pakan Naik 25 Persen
44 45
46 47
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17 ribu, memiliki panjang pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Australia yang mencapai panjang pantai sekitar 81 ribu km. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya laut yang besar, baik sumber daya hayati maupun non hayati (DKP, 2011). Sumber daya perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan. Sumber daya perikanan yang beragam, dan permintaan yang tinggi di dalam maupun di luar negeri, merupakan kesempatan untuk memperbaiki perekonomian negara (Ditjen Pemasaran Luar Negeri KKP, 2011). Berdasarkan Tabel 1, subsektor perikanan merupakan salah satu penyumbang terbesar kedua pada Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian untuk kurun waktu 2008 hingga 2012. Subsektor perikanan memiliki kenaikan rata-rata terbesar kedua dari keempat subsektor pertanian lainnya. Hal ini berarti, subsektor perikanan Indonesia berpotensi untuk dikembangkan lebih besar lagi. (KKP, 2013). Tabel 1. Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2008-2012 Lapangan Nilai PDB (dalam Rp Milyar) Usaha 2008 2009 2010 2011 2012 Tanaman 349.795,0 419.194,8 482.377,1 530.603,7 574 330,00 Bahan Makanan Tanaman 105.960,5 111.378,5 136.026,8 153.884,7 159 753,90 Perkebunana Peternakan 83.276,1 104.883,9 119.371,7 129 297,70 146 089,70 Kehutanan 40.375,1 45.119,6 48.289,8 51 781,30 54 906,50 Perikanan 137.249,5 176.620,0 199.383,4 226 691,00 255 332,30 716.656,2 857.196,8 985.448,8 1.091.447,30 1.190.412,40 Total Sumber : Badan Pusat Statistik (2012). Jawa Barat memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari kondisi eksisting potensi perairan umum, seperti pantai yang panjangnya mencapai 805 kilometer, sungai dengan panjang 13.666 kilometer, areal budidaya perikanan yang cukup luas mencapai 58.698 hektar, danau/situ seluas 4.757 hektar, dan 3 waduk besar yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur dengan luas total mencapai 21.429 hektar. Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki prospek yang sangat cocok untuk mengembangkan produksi perikanan budidaya, karena Jawa Barat memiliki iklim yang kondusif dan memiliki wilayah yang luas untuk budidaya di setiap kabupatennya, salah satunya adalah Kabupaten Karawang (DPKP, 2010).
2 Kabupaten Karawang mempunyai potensi untuk mengembangkan sektor perikanan karena mempunyai perairan yang cukup luas. Sumberdaya perairan cukup besar di daerah ini, terutama yang berdekatan dengan sungai dan daerah yang berada di sepanjang pesisir pantai. Maka kabupaten ini mulai mengandalkan sektor perikanan sebagai salah satu pilar pembangunan daerahnya setelah melihat potensi yang ada. Potensi perairan di Kabupaten Karawang tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya Kabupaten Karawang Potensi Dimanfaatkan
Jenis Perairan Keseluruhan Perikanan Tangkap • Panjang Pantai 84,23 Km 84,23 Km • Panjang Sungai 744,00 Km 577,00 Km • Rawa 20,00 Ha 5,00 Ha • Bekas Galian 282,30 Ha 132,00 Ha Perikanan Budidaya • Tambak 18.273,30 Ha 13.405,00 Ha • Kolam 980,00 Ha 927,13 Ha • Mina Padi 11.881,50 Ha 225,00 Ha • KJA 86 unit 44 unit Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang (2010)
Selain sebagai produsen Kabupaten Karawang merupakan salah satu pasar yang potensial untuk komoditi perikanan, hal ini dapat dilihat dari data permintaan dan konsumsi per kapita ikan yang terus meningkat setiapa tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1. Perkembangan Konsumsi Komoditi Perikanan di Kabupaten Karawang (Kg/Kapita/Tahun) 25 24 23 22 21 20 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 1 Perkembangan Konsumsi komoditi Perikanan di Kabupaten Karawang Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang (2010)
Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkomsumsi produk perikanan baik berupa hasil perikanan laut dan
3 air tawar yang banyak tersedia di setiap daerah dan penyebab lain adalah semakin maraknya kasus flu burung dan penyakit kuku yang menyerang unggas dan ternak menyebabkan masyarakat beralih ke komoditi perikanan karena takut tertular penyakit tersebut. Salah satu komoditi yang diminati oleh konsumen dari produk perikanan adalah kepiting. Kepiting sangat diminati konsumen karena memiliki rasa gurih, enak dan juga bergizi tinggi. Keunggulan dari kepiting antara lain daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Kepiting mengandung kolesterol, tetapi rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber niacin, folate, pottassium, merupakan sumber protein, Vitamin B12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996). Kepiting yang sangat digemari konsumen saat ini adalah kepiting soka. Kepiting ini sangat diminati oleh pasar, meskipun harganya lebih mahal dibandingkan kepiting biasa, kepiting ini tetap diburu oleh konsumen. Harga kepiting soka dapat mencapai Rp 60.000-70.000/kg, harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan harga kepiting bisa yang mencapai Rp 30.000-40.000/kg. Prospek pasar kepiting soka tidak hanya dalam negeri, kepiting soka selain dipasarkan dalam negeri juga diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, Hongkong, Malaysia dan beberapa negara Eropa. Sedangkan untuk pasar dalam negeri kepiting soka banyak digemari masyarakat terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera, kalimantan dan Suluwesi (Nurdin, 2010). Usaha penangkapan kepiting banyak dilakukan oleh nelayan di sekitar pesisir, namun usaha ini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan karena usaha dipandang belum begitu menguntungkan dibanding usaha lain. Dengan banyaknya nelayan melakukan usaha penangkapan kepiting sehingga banyak hasil tangkapan yang tidak terserap pasar karena belum mencapai ukuran konsumsi . Salah satu usaha agar hasil tangkapan nelayan tersebut dapat terserap dan meningkatkan nilai jualnya dari kepiting adalah dengan melakukan usaha pembesaran kepiting soka. Kepiting soka adalah kepiting bakau yang dibudidayakan dan dilakukan pemanen disaat molting sehingga cangkannya menjadi lunak dan mudah untuk dikonsumsi. Dengan melakukan usaha ini maka dapat meningkatkan harga jual kepiting. Usaha pembesaran kepiting soka ini sangat penting untuk dikaji lebih dalam. Hal ini dikarenakan dengan adanya pembesaran kepiting soka diharapkan mampu menjawab permasalahan nelayan tangkap, yaitu membantu nelayan dengan menyerap kapiting hasil tangkapan nelayan yang umumnya mempunyai harga lebih murah dan bahkan tidak laku dipasaran karena memenuhi ukuran konsumsi yaitu sekitar 100 gram/ekor. Perumusan Masalah Berdasarkan prospek yang telah digambarkan membuat bisnis ini semakin menarik bagi para petani, namun masih terkendala berbagai hal diantaranya dalam hal teknis dan biaya karena budidaya kepiting soka termasuk masih baru dan informasi budidayanya masih kurang, sehingga belum banyak masyarakat yang
4 menekuninya. Memelihara kepiting soka lebih sulit dari kepiting lainnya karena membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Disamping itu modal yang dibutuhkan dalam budidayanya cukup besar baik untuk membeli komponen investasi maupun input (benih). Budidaya ini juga cukup beresiko dalam hal teknis (pada saat proses cutting) apabila tidak cermat maka akan menyebabkan kematian pada benih. Salah satu instansi yang berhasil membudidayakan kepiting soka adalah Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang. BPBAPL Karawang merupakan tempat proyek percontohan milik pemerintah untuk budidaya kepiting soka saat ini, yang diharapkan dapat memberikan informasi cara budidaya dan informasi finansial yang didapat menunjang dalam bisnis ini bagi masyarakat. Sesuai dari salah satu tujuan balai yaitu menyelengarakan ketatausahaan balai, balai diberikan wewenang dan dituntut untuk mandiri, salah satu usaha yang diwujutkan dalam tujuan tersebut yaitu melakukan usaha pembesaran kepiting soka. Namun, saat akan didirikan dan sampai usaha ini berjalan belum pernah dilakukan analisis kelayakannya. Hal ini tentu berlawan dengan pendapat yang dikemukan oleh Nurmalina et al. (2009), bahwa dalam memulai bisnis tidak cukup hanya dengan mengandalkan feeling dan insting saja, tapi perlu didukung dengan data dan analisis yang komprehensif untuk mengambil keputusan yang berkonsekkuensi jangka panjang dan berdampak secara finansial. Maka langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meyakinkan bahwa usaha ini dapat memberikan keuntungan baik bagi pelakunya maupun pihak lain maka kegiatan studi kelayakan bisnis perlu dilakukan. Saat ini saja, hampir setiap bisnis yang akan didirikan, dikembangkan dan diperluas maupun dilikuidasi selalu didahului dengan kegiatan yang disebut studi kelayakan. Kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi akan menyebabkan kerugian dan resiko yang besar. Penilaian investasi dalam bisnis dalam studi kelayakan bisnis yang bertujuan untuk menghindari keterlanjuran investasi yang tidak menguntungkan karena bisnis yang tidak layak. Mengingat pentingnya penerapan studi kelayakan bisnis dalam suatu usaha, maka usaha ini perlu dilakukan analisis kelayakannya dari berbagai aspek baik aspek non finansial dan finansial. Aspek-aspek itu terdiri dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, dan aspek finansial agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan gambaran diatas, maka permasalahan yang diteliti menyangkut pertanyaan-pertanyan sebagai berikut : 1. Bagaimana kelayakan budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek pasar ? 2. Bagaimana kelayakan finansial budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek finansial ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah: 1. Menganalisis kelayakan budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek
5 teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek pasar. 2. Menganalisis kelayakan finansial budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek finansial. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti : 1) Bagi petani, hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif budidaya dengan hasil yang lebih baik. 2) Bagi investor atau masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal pada budidaya kepiting soka. 3) Bagi mahasiswa Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai studi kelayakan untuk peneliti selanjutnya. 4) Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu yang didapat selama perkuliahan di kampus.
TINJAUAN PUSTAKA Kepiting Soka Kepiting soka adalalah nama lain dari kepiting cangkang lunak. Lunaknya cangkang yang dimiliki kepiting ini bukan karena jenis kepitingnya. Namun, lunaknya cangkang kepiting ini disebababkan kepiting baru melewati tahapan ganti kulit (molting). Jadi, cangkang kepiting yang keras ditinggalkan dan muncul cangkang baru yang masih lunak. Cangkang baru yang lunak ini juga akan mengeras beberapa saat setelah terjadi molting (Nurdin, 2010). Menurut nurdin (2010), ada beberapa spesies kepiting di Indonesia, ada yang terdapat di lingkungan air tawar, bakau dan laut. Adapun jenis yang berpotensi besar untuk dibudidayakan adalah kepiting bakau dan rajungan. Terdapat empat jenis kepiting bakau yang ditemui di Indonesia, yaitu kepiting bakau merah (Scylla olivacea), kepiting bakau hijau (S. Serrata) atau giant mud crab karena kepiting ini dapat mencapai ukuran sangat besar yaitu 2-3 kg/ekor, kepiting bakau ungu (S. Tranquebarica), dan kepiting bakau putih (S. Paramamosain). Lebih lanjut Nurdin (2010), menjelaskan bahwa semua jenis kepiting bakau tersebut berpotensi untuk dijadikan produk kepiting soka. Namun, kepiting yang dapat mempunyai ukuran lebih besar yang berpotensi untuk dijadikan kepiting bercangkang lunak atau kepiting soka, yaitu kepiting bakau hijau (S. Serrata) atau giant mud crab, kepiting bakau ungu (S.Tranquebarica), dan kepiting bakau putih ( S. Paramamosain). Penelitian Terdahulu Studi kelayakan yang berhubungan dengan komoditas kepiting sampai saat ini masih belum ada terutama mengenai analisis kelayakan usaha pembesaran
6 kepiting soka. Penelitian-penelitain terdahulu mengenai komoditas ini masih membahas cara budidaya atau produksi dan belum sampai mengenai aspek finansial. Berikut ini studi kelayakan yang berhubungan dengan pengusahaan perikanan. Wijayanto (2005) penelitiannya yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas Kolam Air Deras, studi kasus di MN Fish Farm, Kabupaten Subang. Dari penelitian ini menunjukan hasil perhitungan diperoleh bahwa usaha pembesaran ikan mas air deras MN Fish Farm layak pada tingkat diskonto 6 persen dengan modal sendiri. Hasil yang didapat adalah NPV sebesar Rp. 823.606.812,00 dengan Net B/C sebesar 3,06 dan IRR sebesar 26 persen serta pengembalian modal (MPI) selama 4 tahun 6 bulan. Proyek ini menghasilkan keuntungan bersih sekarang yang positif, pengeluaran sebesar Rp 1,00 menghasilkan manfaat sebesar Rp 3,06 dan tingkat pengembalian internal dari proyek lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku. Selain dengan skenario satu, ini dilakukan analisis dengan perubahan skenario yaitu dengan modal sebagian berasal dari pinjaman bank (Skenario II). Pada Skenario II tingkat diskonto yang digunakan adalah 6 dan 15 persen. Hasil yang diperoleh dengan suku bunga 6 persen adalah NPV sebesar Rp 682.145.459,00, Net B/C 4,41 dengan IRR sebesar 32 persen dan PMI 5 tahun 1 bulan. Usaha ini masih layak untuk dilaksanakan dengan Skenario II pada tingkat suku bunga sebrsar 6 persen, pelaksanaan usaha dengan modal pinjaman dari bank lebih layak untuk dilaksanakan. Pada tingkat suku bunga 15 persen dengan modal sebagian berasal dari pinjaman bank hasil yang diperoleh adalah NPV sebesar Rp 324.433.731 Net B/C sebesar 2,62 dengan sebesar IRR 22 % dan MPI 6 tahun 1 bulan. Nilai NPV positif dan Net B/C lebih besar dari pengeluaran, sedangkan nilai IRR sebesar 22 % menunjukan bahwa usaha tersebut akan dapat mengembalikan pinjaman beserta bungunya karena pengembalian internal usaha tersebut lebih besar dari suku bunga kredit yang berlaku yaitu 15 persen. Analisis sensitivitas dilakukan pada penurunan harga output sebesar 5,65%, 11,11% dan 16,67%, serta kenaikan harga input benih sebesar 30,4% dan harga input pakan sebesar 7,91%. Usaha masih layak apabila terjadi kenaikan harga benih sebesar 30,4%, kenaikan harga pakan sebesar 7,91%, penurunan harga output sebesar 5,56% dan kenaikan suku bunga menjadi 15%. Penelitian yang dilakukan Wijayanto (2005) ini menganalis kelayakan usaha hanya dari segi finansial saja. Dalam menganalisis finansial, dia menggunkan kriteria investasi yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP serta dilakukan analisis sensitivitas. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia karena SBI merupakan acuan bagi semua bank. Agustika (2009) telah melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan Perluasan Usaha Pemasok Ikan Hias Air Tawar Budi Fish Farm, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian dilihat dari aspek teknis menunjukan bahwa perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persiapan pengadaan ikan hias dari petani maupun dalam proses produksinya, dari aspek manajemen menunjukan perusahaan menggunakan struktur organisasi yang sederhana akan tetapi mampu menjalankan tugas masing-masing sesuai dengan kewajibannya; aspek sosial melihat sejauh mana keluhan dari masyarakat sekitar
7 lokasi usaha terhadap kegiatan perusahaan. Aspek pasar menunjukan peluang yang masih terbuka lebar untuk bisnis ikan hias ini. Penentuan kelayakan aspek non finansial ini berdasarkan pengamatan langsung dan hasil wawancara dari pemilik. Hasil dari perhitungan aspek finansial menunjukan bahwa perhitungan nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 483.160.979,00 berarti bahwa investasi yang ditanam pada 10 tahun yang akan datang dapat memberikan keuntungan bersih sebesar Rp 483.160.979,00; Net B/C sebesar 2,70 artinya setiap Rp. 1,00 investasi bersih yang dikeluarkan pada tahun ke 10 akan memberikan keuntungan bersih sebesar Rp 2,70,00; dengan IRR sebesar 66% menunjukan bahwa usaha ini layak dan mampu mengembalikan modal dalam tingkat bunga sebesar 66% per tahun. Jika bunga pinjaman bank yang berlaku kurang dari nilai tersebut maka usaha ini layak untuk dijalankan, sebaliknya jika suku bunga pinjaman bank yang berlaku lebih besar dari 66% per tahun berarti usaha ini tidak layak untuk dijalankan. Dalam menganalisis finansial, Agustika (2009) menggunkan kriteria investasi yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia. Bukit (2007), analisis kelayakan usaha ikan patin dari analisis finansial menunjukan bahwa nilai NPV yang dihasilkan dari budidaya pembenihan ikan patin adalah positif sebesar Rp 108.796.492,2. Nilai NPV pada tingkat diskonto 8% yang lebih besar dari nol, ini berarti usaha pembenihan ikan patin yang dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat atau keuntungan sebesar Rp 108.796.492,2 untuk jangka waktu 10 tahun. Nilai Net B/C ratio 1,725 lebih besar dari satu, artinya setiap pengeluaran investasi sebesar satu rupiah sekarang akan menerima tambahan pendapatan sebesar Rp 1,725 dan berarti layak. Nilai IRR dari pembenihan ikan patin sebasar 22,75% dan nilai ini berada diatas tingkat bunga deposito yang berlaku yaitu 8 persen, berarti modal yang diinvestasikan di usaha pembenihan ikan patin lebih menguntungkan dibandingkan ditabung dalam bentuk deposito. Payback period atau titik pengembalian investasi dari usaha pembesaran kepiting sokasetelah usaha ini berjalan selama tiga tahun sembilan bulan. Penelitian yang dilakukan Bukit (2007) ini menganalis kelayakan usaha hanya dari segi finansial saja. Dalam menganalisis finansial, dia menggunkan kriteria investasi yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP serta dilakukan analisis sensitivitas. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia. Penelitian mengenai Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari Desa Tanjungsari, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta oleh Irianni (2006) bertujuan menganalisis Keuntungan usaha, menganalisis kelayakan investasi yang ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan harga faktor produksi, dalam hal ini adalah pakan. Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai berdasarkan kriteria investasi yang terdiri dari NPV, Net B/C, dan IRR. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis usaha adalah
8 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia yang sering menjadi patokan bagi pengusaha. Hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai NPV sebesar Rp 225.116.401,83,00 nilai B/C diperoleh sebesar 19,38 dan niali IRR sebesar 707%. Hasil analisis sensitivitas dengan metode switching value diperoleh bahwa usaha masih layak dijalankan dengan adanya peningkatan harga pakan sampai batas kenaikan sebesar 800,91%, karena nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama dengan 1, sedangkan IRR sama dengan tingkat suku bunga. Perbedaan penelitian ini adalah tempat perusahaan dan komoditas yang diproduksi. Dari penelitian terdahulu memberikan masukan bagi penulis mengenai sejauh mana penelitian sebelumnya mengenai analisis finansial dan analisis non finansial. Hal ini memeberikan gambaran bagi penulis dengan topik studi kelayakan bisnis. Selain itu, dari penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan non finansial yang ingin dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi, sehingga dapat menjadi acuan bagi penulis untuk menganalisis usaha dari kegiatan produksi kepiting soka di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Menurut Gittinger (1986), usaha atau proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan usaha adalah siklus usaha yang terdiri dari tahaptahap identifikasi, persiapan dan analisis penelitian, pelaksanaan dan evaluasi. Evaluasi usaha sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan usaha. Studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Muhammad 2005). Menurut Nitisumito dalam Permatasuri (2004), evaluasi proyek identik dengan studi kelayakan (feasible study), karena di antara keduanya terdapat faktor kesamaan pokok yaitu bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha atau proyek. Evaluasi tersebut kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan apakah suatu gagasan usaha atau proyek dapat diteruskan (diterima) atau dihentikan (ditolak). Namun demikian, selain memiliki faktor kesamaan di antara keduanya, terdapat faktor-faktor ketidaksamaan dilihat dari beberapa segi, antara lain: 1. Studi kelayakan dilaksanakan pada waktu suatu gagasan usaha belum dilaksanakan, sedangkan evalusi proyek dapat dilaksanakan sebelum, pada waktu atau setelah selesainya suatu proyek. 2. Umumnya ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek lebih luas dari ruang lingkup pembahasan studi kelayakan. Studi kelayakan lebih menitikberatkan pada kelayakan suatu gagasan usaha dilihat dari segi
9 kacamata pengusaha sebagai individu, sedangkan evaluasi proyek melihat kelayakan suatu proyek tidak hanya dilihat dari kacamata individuindividu yang terkena akibat langsung dari suatu proyek, tetapi juga dilihat dari kacamata masyarakat lebih luas yang mungkin mendapat akibat tidak lansung proyek. 3. Sejalan dengan ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek yang lebih luas, maka metode evaluasi yang digunakan umumnya lebih rumit dari metode evaluasi dalam studi kelayakan. Evaluasi dalam studi kelayakan menekankan aspek finansial, sedangkan pada evaluasi proyek menekankan aspek ekonomi, meskipun aspek finansial juga diperhatikan. Teori Investasi Pada saat merencanakan, memulai, dan menjalankan suatu bisnis, pengusaha dihadapkan kepada pertimbangan apakah bisnis yang dijalankannya layak atau tidak. Biasanya langkah awal yang menjadi bahan pertimbangan adalah penyediaan modal untuk investasi. Investasi memiliki umur ekonomis dan akan mengalami penyusutan tiap tahunnya. Oleh sebab itu, investasi tidak hanya dipersiapkan pada saat awal memulai bisnis saja, tetapi juga pada saat bisnis tersebut tengah berjalan. Berdasarkan hal tersebut maka didapat pengertian dari investasi, yaitu suatu usaha menanamkan modal barang dalam bentuk wujud fisik yang sangat menunjang kegiatan produksi dengan masa pakai lebih dari satu tahun dan investasi tersebut mesti dilakukan lagi pada saat umur ekonomisnya telah habis agar bisnis yang dijalankan tetap berjalan (Gittinger, 1986 dan Sundjaja dan Barlian, 2003). Sumber lain menyatakan bahwa investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu dan proyek itu sendiri dapat bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek yang ada (Sutojo, 1983). Investasi berkorelasi negatif dengan suku bunga, di mana jika suku bunga turun maka jumlah investasi akan bertambah dan sebaliknya apabila suku bunga naik maka jumlah investasi akan berkurang (Gambar 2). Investasi (Rp)
Suku Bunga (%) Gambar 2 Kurva Investas Sumber : Samuelson (1967)
Para investor selalu dihadapkan dengan peluang untuk mendapatkan tingkat pengembalian positif dari dana yang diinvestasikannya. Oleh karenanya saat dari aliran kas keluar dan aliran kas masuk mempunyai konsekuensi ekonomi yang penting, yang dikenal sebagai nilai waktu dari uang (Sundjaja dan Barlian, 2003). Menurut Nurmalina et al. (2009), ada beberapa alasan nilai uang berubah dari waktu ke waktu, yaitu adanya inflasi, kesempatan konsumsi, dan produktifitas. Jika terjadi inflasi dan kesempatan konsumsi, uang yang kita miliki sekarang akan lebih berharga daripada pada masa yang akan datang. Hal ini
10 dikarenakan nilai uang pada saat sekarang dapat dimanfaatkan lebih banyak daripada pada masa yang akan datang karena adanya faktor risiko dan ketidakpastian. Sementara pada faktor produktifitas atau “earning power” uang, ketika kita mendepositokan uang di bank atau melakukan investasi pada suatu bisnis dengan harapan memperoleh return pada masa yang akan datang maka jumlah uang tersebut dapat berlipat ganda daripada jika kita hanya menyimpan uang di dalam rumah saja. Adapun besarnya perbedaan uang pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang tergantung dari biaya yang ditimbulkan pada waktu menentukan pilihan (opportunity cost). Di mana setiap orang bahkan setiap negara akan mempunyai biaya yang berbeda-beda. Opportunity cost of capital atau biaya imbangan dari modal yang akan diinvestasikan dalam bisnis merupakan dasar dalam penentuan tingkat bunga (tingkat diskonto/discount factor atau tingkat penggandaan/compounding factor). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Muhammad, 2005). Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009), studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan. Studi kelayakan bisnis akan menganalisis suatu bisnis tidak hanya pada saat akan dijalankan tetapi sampai bisnis tersebut berjalan nantinya dengan tidak ada batasan waktu. Hal yang sama juga diungkapkan Umar (2007), beliau mengatakan studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu, sedangkan studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Teori Biaya dan Manfaat Menurut Debertin (1986), biaya total (total cost) adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang seharusnya tidak berubah dengan atau tanpa memproduksi output oleh petani, sedangkan biaya variabel adalah biaya produksi yang berkaitan langsung dengan tingkat output yang dihasilkan Dalam menjalankan suatu bisnis diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi biaya dan manfaat dalam bisnis yang akan atau sedang dijalankan. Biasanya biaya menimbulkan beban bagi pengusaha atau orang-orang yang menjalankan aktivitas bisnis dan kegiatan ekonomi, sedangkan manfaat akan menjadi prioritas bagi pengusaha yang menjalankan bisnisnya atau orang-orang yang menjalankan suatu kegiatan ekonomi. Jadi, Apapun yang mengurangi pendapatan dan mengurangi jumlah barang dan jasa akhir jelas adalah suatu biaya dan apapun yang langsung menambah hal tersebut jelas adalah suatu manfaat (Gittinger, 1986). Adapun komponen-komponen biaya tersebut adalah (Nurmalina et al., 2009) : 1. Barang-barang fisik Barang atau bahan dalam bentuk fisik dibutuhkan baik sebagai material untuk terbentuknya aset bisnis maupun yang dibutuhkan untuk bahan material dalam operasional bisnis. Barang-barang fisik tersebut relatif lebih mudah
11 dikenali karena wujudnya yang tampak dan akan sangat mempermudah pelaku usaha jika mereka mau mencatat barang-barang fisik yang dimilikinya. 2. Tenaga kerja Tenaga kerja secara umum sering dibedakan atas dua landasan, yaitu terdidik (skilled labour) dan tidak terdidik (unskilled labour). Semakin terdidik dan terlatih biasanya mobilitasnya makin besar dan berimplikasi pada biaya yang relatif besar, dan sebaliknya makin tidak terdidik akan sulit mobilitasnya. Dalam menjalankan bisnis, pelaku usaha harus menetapkan upah minimum karyawan berdasarkan Upah Minimum Propinsi, di samping juga memperhatikan besarnya tanggung jawab tugas yang dipegang oleh karyawan tersebut. 3. Tanah Komponen ini tidak habis terpakai selama umur bisnis dan tanah juga tidak sulit diidentifikasi atau dikenali. Tanah memegang peranan penting dalam penentuan lokasi bisnis dan luasan yang digunakan. Berbeda dengan barang investasi lain (jika tanah yang digunakan adalah dibeli atau bukan disewa), tanah tidak memiliki umur ekonomis dan umur teknis sehingga tidak mengalami penyusutan, bahkan harga tanah akan terus meningkat dari tahun ke tahun. 4. Biaya tak terduga Dalam dunia bisnis terdapat perubahan-perubahan, baik pada perubahan harga domestik ataupun internasional yang diakibatkan oleh inflasi pada periode tertentu suatu bisnis. Sedangkan seringkali di dalam perencanaan bisnis sangat sulit untuk mengetahui ketepatan suatu harga karena adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu di dalam perencanaan bisnis yang baik harus memasukkan unsur-unsur biaya tak terduga, seperti biaya tak terduga yang bersifat fisik dan biaya tak terduga harga. 5. Sunk Cost Sunk cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan. Sunk cost diperlukan karena biasanya pelaku usaha hanya memperkirakan biaya dan manfaat yang akan datang, bukan pengeluaran di masa lalu yang tidak akan muncul di dalam perhitungan bisnis. Untuk manfaat dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Tangible benefit, yaitu manfaat yang dapat diukur. Seperti peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Tidak seperti pada indirect atau secondary benefit dan intangible benefits, pada tangible benefit lebih difokuskan pada peningkatan manfaat dari suatu proses dan hasil output dari kegiatan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan atau usaha yang dijalankan. 2. Indirect atau secondary benefit, yaitu manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Pada indirect atau secondary benefit lebih ditekankan pada multiplier effect dari bisnis yang dijalankan oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitar lingkungan usaha. 3. Intangible benefits, yaitu manfaat yang riil ada tetapi sangat sulit untuk diukur. Seperti perbaikan lingkungan hidup di sekitar lingkungan atau tempat bisnis. Pada intangible benefits lebih ditekankan pada aspek estetika, keindahan,
12 sosial, dan budaya dari bisnis yang dijalankan yang berpengaruh terhadap orang-orang sekitar. Adapun yang termasuk ke dalam manfaat adalah : 1. Nilai Produksi Total Nilai produksi total adalah nilai yang didapatkan dari produksi total yang dihasilkan pada suatu usaha dan dikalikan dengan harga per satuan produk tersebut. 2. Penerimaan Pinjaman (Loan) Penerimaan pinjaman adalah semua tambahan modal yang diterima suatu usaha untuk digunakan sebagai biaya investasi, biaya tetap ataupun biaya variabel. Pinjaman ini dapat berasal dari berbagai pihak dan instansi, seperti pihak bank, kreditor ataupun teman dan keluarga. 3. Bantuan (Grants) Bantuan adalah semua tambahan dana yang diterima suatu usaha yang sifatnya bantuan atau hibah. Dana ini dapat berupa uang tunai ataupun barang. Untuk dana yang berupa barang, maka dana tersebut dikuantifikasikan terlebih dahulu ketika memasukkannya ke dalam komponen manfaat. 4. Nilai Sewa Nilai sewa adalah nilai dari hasil menyewakan alat atau bahan yang dimiliki oleh suatu usaha. 5. Salvage Value Salvage value adalah nilai barang investasi yang tidak habis selama umur usaha. Nilai ini diukur pada akhir usaha atau di tahun terakhir usaha. Setelah mengelompokkan bisnis ke dalam komponen biaya dan manfaat, maka dapat dilakukan perhitungan incremental net benefit untuk mengetahui tambahan manfaat bersih dari adanya bisnis baru terhadap bisnis lama. Incremental net benefit atau manfaat bersih tambahan yaitu manfaat bersih dengan bisnis (net benefit with business) dikurangi manfaat bersih tanpa bisnis (net benefit without business). Yang menjadi dasar pertanyaan dari perhitungan Incremental Net Benefit adalah apakah faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak ataupun belum termanfaatkan dapat memberikan manfaat atau tidak bagi bisnis yang dijalankan selanjutnya (Nurmalina et al., 2009). Aspek-aspek Analisis Kelayakan Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Menurut Umar (2007), membagi analisis kelayakan menjadi aspek teknis dan teknologi, aspek pasar dan pemasaran, aspek yuridis, aspek sosial, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek finansial. Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek analisis kelayakan terdiri dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Sedangkan menurut Husnan dan Suwarno (2005), aspek-aspek studi kelayakan terdiri dari aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum, dan ekonomi negara. Namun tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka tekadang juga ditambah studi tentang dampak sosial. Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek pasar dan pemasaran menempai urutan pertama dalam studi kelayakan (Sutojo, 1983). Hal ini dikarenakan bisnis tidak akan berjalan kalau tidak ada pasar yang menampung produk yang dihasilkan, seberapapun bagusnya
13 produk tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Umar (2007), yaitu pengkajian aspek pasar penting dilakukan karena tidak ada proyek bisnis yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut. Menurut Nurmalina et al. (2009), pada aspek pasar dan pemasaran mempelajari tentang : 1. Permintaan. Permintaan adalah jumlah barang yang ingin dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen. Permintaan di sini baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, atau perusahaaan besar pemakai. Di sini juga perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut. 2. Penawaran. Penawaran adalah jumlah barang atau jasa (output yang dihasilkan) yang mampu dihasilkan oleh produsen. Penawaran di sini baik yang berasal dari dalam negeri, maupun juga yang berasal dari impor. Selain itu, pada penawaran juga dibahas tentang bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini seperti jenis barang yang bisa menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan sebagainya yang perlu diperhatikan. 3. Harga. Pada harga akan dilihat apakah ada kecenderungan perubahan harga. Selain itu juga dilihat bagaimana pola harga output tersebut. 4. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan Pada bagian ini akan mengkaji tentang market share yang bisa dikuasai perusahaan. Pada bagian market share ini dikenal istilah pengukuran pasar potensial dan pengukuran sales potensial. Pasar potensial merupakan keseluruhan jumlah produk yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu atau permintaan industri jika usaha pemasaran (marketing effort) yang dilakukan perusahaan dalam industri tersebut mencapai titik optimal, sedangkan sales potensial merupakan proporsi dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh bisnis yang bersangkutan atau permintaan perusahaan tertentu di bawah usaha pemasaran (marketing effort) yang dilakukan (market share perusahaan). Market Share =
Sales Revenue output usaha pada tahun t x100 % ∑ Sales Revenue output industri pada tahun t
Selain itu ada juga pemasaran output yang merupakan bagian dari aspek pasar. Pada pemasaran output berisi tentang pembahasan output yang dihasilkan, baik output utama maupun sampingan dan juga saluran pemasaran yang akan dilewati atau ditempuh. Aspek Teknis Husnan dan Muhammad (2005) mengatakan bahwa aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Analisis secara teknis berhubungan dengan proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa. Hal ini sangat penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas supaya analisis secara teknis dapat dilakukan dengan teliti (Gittinger 1986). Aspek-aspek lain dari analisa proyek
14 hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan, walaupun asumsi-asumsi teknis dari suatu perencanaan proyek mungkin sekali perlu direvisi sebagaimana aspek-aspek yang lain diteliti secara terpelinci. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Manajemen dalam operasi menganalisis bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masingmasing jabatan, dan berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan. Sedangkan pada aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan dilaksanakan dikaitkan dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan pinjaman, berbagai akat, sertifikat, dan izin (Nurmalina et al., 2009). Menurut Gitinger (1986), analisi aspek institusional-organisasi-manajerial ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial, budaya, lembaga yang akan dilayani proyek di masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek. Menurut Umar (2007), aspek manajemen dilaksanakan dalam dua macam, yang pertama yaitu manajemen pada saat pembangunan proyek bisnis, terkait penyusunan rencana kerja, siapa yang terlibat, dan bagaimana mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan proyek. Kedua manajemen saat bisnis dioperasionalkan secara rutin, antara lain menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha jenis pekerjaan, struktur organisasi serta pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat secara keseluruhan (Nurmalina et al., 2009). Dalam pelaksanaannya suatu usaha tidak hanya memperhatikan keuntungan pribadi atau individu saja. Pada aspek sosial, perusahaan tidak dapat hidup sendiri. Perusahaan hidup bersama-sama dengan komponen lain dalam suatu tatanan kehidupan yang pluralistis dan kompleks, walau hendaknya selalu berada dalam keseimbangan (Umar, 2007). Sementara itu, pada aspek ekonomi akan dianalisis mengenai peluang suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Sedangkan pada aspek budaya yang dianalisis adalah bagaimana secara budaya teknologi atau peralatan mekanis dalam bisnis dapat mengubah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat (Nurmalina et al., 2009). Menurut Gittinger (1986), analisis aspek sosial berkaitan dengan hal-hal yang menjadi pertimbangan-pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial tersebut sebab tidak ada proyek yang akan bertahan lama bila tidak bersahabat dengan lingkungan. Beberapa pertanyaan yang menjadi permasalahan mengenai penciptaan lapangan kerja, kualitas masyarakat, kontribusi proyek dan dampak lingkungan yang merugikan dari keberadaan proyek.
15 Tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan yang sebesarsebesarnya, namun demikian perusahaan tidak dapat hidup sendirian dan hendaknya perusahaan memiliki tanggung jawab sosial. Beberapa tanggung jawab sosial perusahaan seperti penelitian, penyediaan lapangan pekerjaan baru, melaksanakan alih teknologi, meningkatkan mutu hidup dan pengaruh positif (Umar, 2007). Aspek Lingkungan Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Hufschmidt et al., 1987 dalam Nurmalina et al., 2009). Aspek Finansial ( Keuangan) Analisis finansial dalam suatu usaha dilakukan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang dijalankan terhadap pelaku usaha tersebut atau secara privat. Selain itu, analisis finansial juga berperan dalam mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas dari suatu bisnis, sehingga dapat diketahui apakah suatu bisnis layak atau tidak layak untuk dijalankan. Adapun setiap kriteria investasi menggunakan present value yang telah didiscount dari arus-arus biaya dan manfaat selama umur suatu proyek (Nurmalina et al., 2009) . Analisis secara finansial menggunakan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari empat bagian, yaitu : 1) NPV (Net Present Value) Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha pembesaran kepiting soka. Usaha ini layak jika nilai NPV yang diperoleh lebih besar dari nol (NPV > 0). 2) IRR (Internal Rate of Return) Perhitungan IRR dilakukan untuk melihat tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan pada usaha pembesaran kepiting soka. Usaha pembesran kepiting soka dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh lebih besar atau sama dengan discount rate yang digunakan. IRR memiliki hubungan dengan NPV, di mana IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol (Gambar 3). 3) Net B/C Perhitungan Net B/C berfungsi untuk melihat perbandingan antara jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dengan keseluruhan jumlah manfaat (benefit) yang diperoleh. Usaha pembesaran kepiting soka dikatakan layak jika perhitungan Net B/C yang dilakukan menghasilkan nilai yang lebih besar atau sama dengan satu. 4) PP (Payback Period) Periode pengambilan (Payback Period) adalah perkiraan jangka waktu (dalam tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan atau melunasi investasi semula. Inilah metode formal yang pertama sekali digunakan untuk mengevaluasi proyek penganggaran barang modal (Weston dan Brigham, 1989).
16
NPV
IRR
Suku Bunga (%)
Gambar 3. Kurva Hubungan Antara NPV dan IRR Sumber : Nurmalina, Sarianti, Karyadi (2009) Analisis Sensitivitas Tujuan dari analisis sensitivitas adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada kesalahan atau perubahan dalam dasar–dasar perhitungan biaya atau manfaat. Dalam analisis kepekaan setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti bahwa setiap kali harus diadakan analisis kembali. Hal ini diperlukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi di waktu yang akan datang. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan harga dan kenaikan biaya yang terjadi terhadap kelayakan suatu usaha, yaitu layak ataupun menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Dalam analisis sensitivitas, setiap kemungkinan harus dicoba yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini diperlukan karena analisis proyek biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Pada sektor pertanian, proyek dapat berubah-ubah yang biasanya bersumber dari fluktuasi harga-harga input dan output maupun perubahan pada volume produksi (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value (nilai pengganti), dimana analisis ini mencari beberapa perubahan maksimum membuat NPV sama dengan nol. Perubahan-perubahan yang terjadi misalnya perubahan tingkat produksi, harga jual output maupun harga input. Teknik analisis ini dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol. Analisis switching value merupakan salah satu variasi dari analisis sensitivitas yang mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Pada analisis ini dicari
17 berapa nilai pengganti pada komponen manfaat dan biaya yang masih memenuhi kriiteria minimum kelayakan investasi. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha budidaya kepiting merupakan salah satu bidang usaha yang memiliki prospek menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan ekspor kepiting kita dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, peluang usaha ini banyak menarik para penanam modal untuk terlibat di dalamnya. Salah satunya adalah Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang. Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk nelihat apakah usaha budidaya kepiting soka layak untuk dilaksanakan atau tidak, sehingga perlu dilakukan pembahasan mengenai aspekaspek yang berkaitan seperti aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, serta aspek finansial. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis finansial untuk melihat nilai NPV, IRR, Net B/C ratio, dan Payback Period. Menurut Umar (2007), NPV merupakan selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang untuk menentukan nilai sekarang itu diperlukan tingkat suku bunga yang relevan. Analisis pendapatan usaha yang digunakan adalah analisis keuntungan dan R/C ratio. Penelitian ini juga menggunakan aspek-aspek kelayakan investasi yang berbeda-beda setiap analisis aspeknya. Aspek pasar menggunakan analisis kuantitatif deskriptif, sedangkan aspek sosial, aspek manajemen dan aspek teknis menggunakan analisis kualitatif deskriptif. Aspek finansial menggunakan analisis cashflow melalui perhitungan NPV, Net B/C, dan IRR. Kriteria kelayakan yang digunakan untuk aspek pasar yaitu bahwa produk kepiting soka yang dihasilkan mempunyai peluang pasar. Kriteria kelayakan pada aspek teknis ditunjukkan dengan adanya peningkatan produksi dan nilai penjualan. Aspek sosial ditunjukkan dengan respon masyarakat sekitar yang tidak mempunyai keluhan apapun selama usaha berjalan, aspek manajemen menggunakan kriteria kelayakan yang ditunjukkan dengan pengelolaan dan pemeliharaan manajemen yang baik dan benar sesuai dengan kebutuhan usaha. Aspek finansial menggunakan kriteria kelayakan NPV> 0, Net B/C > 1, dan IRR> tingkat diskonto yang ditetapkan. Jika NPV> 0, maka proyek dikatakan layak atau bermanfaat karena dapat menghasilkan laba lebih besar dari modal. Apabila NPV=0, berarti proyek menghasilkan sebesar opportunity cost faktor produksi modal, dalam kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. Jika nilai NPV<0, maka proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang digunakan sehingga menunjukkan bahwa proyek tersebut tidak layak dilakukan. Nilai Net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Proyek dikatakan layak untuk dilakukan apabila nilai Net B/C ratio menunjukkan angka lebih dari satu, sebaliknya apabila Net B/C ratio menunjukkan angka kurang dari satu maka proyek tidak layak dilakukan. Untuk menget ahui periode pengembalian modal dapat menggunakan payback period.
18 Analisis sensitivitas juga digunakan dalam penelitian ini untuk menguji kepekaan suatu perubahan keadaan terhadap kelayakan investasi. Hasil dari analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Apabila dari hasil evaluasi kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka yang dilakukan oleh Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dilaksanakan, maka sebaiknya balai mempertahankan usahanya dengan melakukan pengembangan-pengembangan lebih lanjut guna mencapai keuntungan yang optimal. Sebaliknya, apabila hasil dari evaluasi kelayakan yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, maka balai sebaiknya mengadakan perbaikan–perbaikan dalam hal manajemen, teknis, dan pasar dalam operasional usahanya. Karangka pemikiran operasional dapat dilihat pada gambar 4.
19 Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang
Budidaya Kepiting Soka Termasuk Baru Belum Pernah dilakukan Analisis Kelayakan Modal Investasi Cukup Besar
Analisis Kelayakan Usaha
• • • •
Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Sosial dan Buadaya Aspek Lingkungan
Aspek Finansial • • • • •
NPV Net B/C IRR Payback Period Analisis Sensitivitas
Tidak Layak
Layak
Rekomendasi Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut
20 (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang ini dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan balai ini adalah kiblat atau leader dalam budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang bahkan Indonesia pada umumnya. Teknik Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dan observasi dengan pihak balai yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti: Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang, Perpustakaan Fakultas Perikanan IPB, Perpustakaan Pusat IPB (LSI), serta penelusuran melalui internet, buku -buku, dan literatur-literatur lain yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini antaralain: 1. Data gambaran umum balai yang meliputi sejarah balai, struktur organisasi balai, aktivitas produksi, jenis produk, pemasaran, dan keuangan. 2. Data historis balai, yaitu komponen-komponen biaya investasi, biaya variabel dan biaya tetap, harga jual produk, volume produksi, dan realisasi penjualan. Metode Analisis Data Data yang diperoleh merupakan jawaban secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai aspek-aspek usaha budidaya kepiting soka yang dilakukan oleh Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang yang meliputi analis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, budaya dan lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka dengan menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Returns (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), serta analisis sensitivitas. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan kalkulator dan komputer yaitu Microsoft Excel. Hasil pengolahan data tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi dengan cara memasukkan data primer ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami. Data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian deskriptif serta dalam bentuk tabel, bagan atau gambar sehingga mudah memahaminya. Analisis Non Finansial Penelitian ini akan membahas kelayakan usaha budidaya kepiting soka. Adapun analisis non finansial mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek social dan aspek lingkungan Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran Analisis aspek pasar dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran pasar terhadap kepiting soka serta dilakukan dengan menggunakan bauran pemasaran, yaitu seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk
21 mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasarannya (Kotler et al, 1997). Adapun alat-alat bauran pemasaran dapat diklasifikasikan menjadi empat unsur, yaitu: 1) Produk Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi dalam rangka memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan yang mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemasan produk. 2) Harga Harga adalah jumlah nilai yang dikeluarkan konsumen dengan manfaat dari memliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga adalah satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur lainnya memnghasilkan biaya. 3) Distribusi Disrtibusi meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menjadikan produk tersedia dan mudah didapat oleh konsumen sasaran melalui pengidentifikasian saluran pemasaran yang efisien. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan. 4) Promosi Promosi meliputi semua kegiatan yang di lakukan unit usaha untuk mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada pasar sasaran. Aspek pasar dikatakan layak apabila potensi pasar kepiting soka dan pangsa pasar usaha budidaya kepiting soka memadai untuk pemasaran produk, pasar input tersedia dalam jumlah mencukupi, dan produk yang dijual memiliki dayasaing atau keunggulan dibandingkan dengan produk serupa yang dimiliki oleh perusahaan pesaing lain. Analisis Aspek Teknis Analisis secara teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu proyek yang diusulkan, seperti keadaan tanah di daerah proyek dan potensinya bagi pengembangan usaha, ketersediaan air baik secara alami maupun pengadaan (kemungkinan untuk membangun irigasi), serta varietas benih yang cocok. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan ini, analisis secara teknis akan dapat menentukan hasil -hasil yang potensial (Gitinger, 1986). Analisis teknis perlu dikaji secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan, terkait kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai, pemakaian peratan dan mesin, lokasi proyek, input proyek (penyediaan) dan output (produksi). Aspek teknis dikatakan layak jika pemilihan teknologi dan proses budidaya berhasil dengan baik. Analisis Aspek Manajemen Aspek manajemen dalam proyek merupakan hal -hal yang menyangkut bentuk usaha, kemampuan staf proyek untuk menjalankan aktivitas administrasi dengan garis wewenang dan tanggungjawab yang sudah jelas dalam organisasi proyek serta kebutuhan upah tenaga kerja (Gittinger, 1986). Aspek manajemen perlu dikaji secara deskriptif untuk dapat melihat sumber daya manusia dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan pada Di Balai
22 Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, serta untuk melihat sumber daya lain seperti struktur organisasi yang berguna dalam menentukan garis kerja guna mengatur pelaksanaan operasional unit usaha serta sistem informasi yang digunakan dalam unit usaha. Proyek dikatakan layak apabila unit usaha menggunakan sistem manajemen sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat membantu mencapai tujuan. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis aspek sosial dilakukan secara deskriptif kondisi sosial sekitar perusahaan/balai. Pada analisis ini dilihat kondisi sosial dan dampak serta manfaat usaha terhadap pembangunan keseluruhan. Usaha ini dikatakan layak apabila mempunyai dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak negatif akibat mendirikan proyek tersebut. Aspek sosial perlu dikaji untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan usaha budidaya kepiting soka terhadap kondisi sosial masyarakat di sekitar perusahaan/balai maupun terhadap manfaat-manfaat yang ditimbulkan secara menyeluruh dari usaha ini. Proyek ini dikatakan layak jika unit usaha mempunyai dampak positif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak negatif yang timbul akibat dari mendirikan proyek tersebut. Analisis Aspek Finansial Analisis aspek finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan dan membahas kelayakan secara finansial usaha budidaya kepiting soka untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini adalah kelayakan yang dilihat dari sudut pandang individu atau organisasi atau pelaku usaha. Perhitungan aspek finansial ini menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokkan kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi. Lalu setiap kriteria investasi menggunakan present value yang telah didiscount dari arus-arus biaya dan manfaat selama umur suatu proyek (Nurmalina et al., 2009). Adapun kriteria investasi untuk menganalisis aspek finansial, yaitu : 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah selisih antara manfaat dan biaya, dengan kata lain suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Secara matematis perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : n B Ct NPV = t t t 1 (1 i ) Di mana : n = Umur bisnis (3 tahun) Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t=1). i = Tingkat DR (%) 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. IRR meghitung kelayakan bisnis yang dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang
23 ditanamkan. Secara matematis perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : NPV1 IRR = i1 x(i2 i1 ) NPV 2 NPV1 Di mana : i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Secara matematis perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) dapat dirumuskan sebagai berikut : n Bt C t t ( Bt Ct ) 0 t 1 (1 i ) Net B/C = n Bt C t ( Bt Ct ) 0 t t 1 (1 i ) Di mana : n = Umur bisnis (3 tahun) Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun 4. Payback Period (PP) Payback Period (PP) adalah suatu metode untuk mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Secara matematis perhitungan Payback Period (PP) dapat dirumuskan sebagai berikut : I PP = Ab Di mana : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya Analisis Nilai Pengganti (sensitive analysis) Analisis sensitivitas adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk menguji secara sistematis apa saja yang terjadi pada penerimaan dan biaya usaha apabila terjadi perubahan-perubahan yang tidak terduga yang berbeda dengan perkiraan dalam perencanaan. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis atau kegiatan usaha bila terdapat kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat (Kadariah et al, 1999). Analisis ini dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi,
24 apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan didalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek -proyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Gittinger, 1986). Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai dan dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap dayatarik proyek. Analisis sensitivitas dalam penelitian usaha budidaya kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dilakukan untuk menguji kepekaan perubahan terhadap kelayakan investasi, yang menyebabkan dilakukannya analisis sensitivitas ialah adanya perubahanperubahan antara lain terjadinya penurunan jumlah produksi, peningkatan harga benih, dan peningkatan harga pakan /ikan rucah. Analisis sensitiviatas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value (nilai ganti), dimana analisis ini mencari beberapa perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar proyek masih bisa dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal. Variabel-variabel yang dirubah dalam analisi switching value adalah, penurunan jumlah produksi, peningkatan harga benih, dan peningkatan harga pakan rucah dimana variabel-variabel tersebut sangat menentukan penerimaan unit usaha. Analisis ini dilakukan dengan teknik coba-coba terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan dan penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam usaha budidaya kepiting soka agar masih memperoleh keuntungan normal. Asumsi Dasar Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka menggunakan beberapa asumsi yaitu: 1. Produk yang dihasilkan hanya satu jenis produk yaitu kepiting soka ukuran konsumsi. 2. Modal yang digunakan usaha tersebut diasumsikan sama yaitu sebesar Rp 100 juta yang berasal dari investor dan pinjaman dari bank 3. Umur proyek dari analisis kelayakan finansial usaha pembesaran kepiting soka adalah 3 tahun 4. Kegiatan pembesaran kepiting soka dilakukan 1 kali dalam 2 bulan, jumlah benih yang digunakan sebanyak 504 kg (16 ekor/kg) . Berat kepiting yang sudah siap panen 100 gram/ekor dengan survival rate atau daya tahan hidup 70%. Harga jual kepiting soka terendah Rp 60.000/kg. 5. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito BRI tahun 20013 berjangka waktu satu tahun adalah 8,25 persen, dengan melihat suku tersebut petani dapat memilih apakah modal tersebut lebih baik diinvestasikan atau disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan suku bunga pinjaman 16 persen digunakan untuk melihat apakah pinjaman dari bank lebih menguntungkan daripada modal sendiri. 6. Biaya yang digunakan dalam usaha pembesaran kepiting soka terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
25 7. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan metode garis lurus dimana harga beli dibagi umur ekonomis, sedangkan untuk harga tanah diasumsikan sama harga beli dengan harga jual pada akhir proyek. 8. Uji sensitivitas dengan melakukan penurunan produksi kerena terserang penyakit, serta terjadi kenaikan benih dan pakan karena terjadi musim gelombang yang menyebabkan nelayan banyak yang tidak melaut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) terletak di Ketinggian 1,5 m dari permukaan laut Pantai Utara.Mempunyai lahan dengan luas 15 ha denga rincian 12 ha merupakan lahan pertambakan, sedangkan 3 halainnya merupakan lahan perumahan dan perkantoran. Sepanjang pantainya sendiri merupakan tipe pantai berpasir hitam.Suasana sekitar lokasi adalah suasana laut dengan mayoritas tumbuhan disekitar lokasi adalah pohon bakau, sedangkan pekerjaan utama penduduk di sekitar umumnya bekerja sebagai petambak dan nelayan. Ketinggian tempat diatas permukaan laut sekitar 1,5 m dengan rentang suhu berkisar 24oC - 33oC dan pH air rata-rata 6 – 8.5, DO berkisar 3–4.5 mg/liter dan tingkat kecerahan 35 cm. Sumber air dalam kegiatan budidaya, BPBAPL dalam mengairi areal pertambakan berasal dari saluran irigasi teknisi dengan debit air yang mengaliriareal pertambakan 50–100 liter/detik yang di pengaruhi oleh pasang surut lautPantai Utara dengan penggunaan pompa submersible,. Suplai air bersih berasaldari air tanah Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) terletak di Jl. Raya Cipucuk No. 13–15, Dusun Sukamulya, Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang dengan ketinggian 1–2 meter di atas permukaan laut (dpl) pada surut rata –rata terendah. Sumberdaya Alam Dari awal pembentukannya, instansi ini bernama Unit Pembinaan Budidaya Air Payau (UPBAP) mempunyai lahan dengan 15 ha dengan rincian 12 ha merupakan lahan pertambakan, sedangkan 3 ha lainnya merupakan lahan perumahan dan perkantoran. Sejarah Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang merupakan salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) dilingkungan dinas Perikanan propins jawa barat. BPBAPL Karawang berdiri pada tahun 1975 dengan nama Unit Pembinaan Budida Air payau (UPBAP), Sebelum menjadi UPBAP Balai ini merupakan tambak dinas propinsi jawa barat yang di kelola oleh dinas perikanan kabupaten karawang.pada masa kepemimpinan Ir.Miftah tahun 1975 sampai kepemimpinan Ir.Tien Hindasah tahun 1998,Balai ini merupakan basis dari semua penyuluh di 5 kabupaten sejawa barat. Pada awal berdirinya,balai ini telah banyak mengalami pergantian kepemimpinan.UPBAP di awal berdirinya sampai menjadi balai di pimpin oleh 5 kepada Unit di
26 antaranya:Ir.Miftah tahun (1975-1980), Ir.Hery Hermawan (1984-1990) dan terakhir oleh Ir.Tien Hindasah (1990-1998). Selanjutnya pada tahun 1998 UPBAP Berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) yang dijabat oleh Tata Tamami,A.Pi dari tahun 1998 sampai tahun 2002. Pada tahun 2002 BPBAP berubah menjadi BPBPLAPU sesuai dengan keputusan Gubenur propinsi jawa barat Nomor 821.2/SK.860 G/Peg/2002 tanggal 2 juli 2002 tentang alih tugas/alih jabatan di lingkungan Dinas perikana dan Kelautan Propinsi, Maka BPBAP berubah menjadi Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut,Air payau dan udang (BPBAPLAPU) dengan status Eselon III. Sebagai salah satu lembaga pengkajian,penerapan,dan pengembangan teknologi perikanan ikan laut air payau,maka BPBPPLAPU Karawang memiliki tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) yang telah di tetepkan melalui Surat Keputusan Gubenur Propinsi jawa barat nomor 45 tahun 2002 tentang tugas pokok,fungsi dan rincian tugas Unit Pelaksanaan Teknis Dinas di lingkungan Dinas Perikanan Propinsi jawa barat. Balai ini semenjak berubah menjadi BPBPLAPU sampai sekarang telah tiga kali mengalami pergantian kepemimpinan:Ir.Acmad Dermawan ,BA dari tahun 2002 sampai tahun 2005,selanjutnya di pimpin kembali oleh Tata Tamani,A.Pi (2005-2007) dan Dede Sunendar,A.Pi (2007-sekarang).pada awal tahun 2010 telah mengalami perubahan nomenclature yaitu dari BPBPLAPU Menjadi BPBAPL (Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut). Analisis Aspek‐Aspek Non Finansial Analisis Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam studi kelayakan bisnis. Aspek-aspek yang lain tidak akan berarti jika aspek pasar diabaikan dan perkembangan perikanan dewasa ini lebih berfokus pada kemampuan pasar dalam menyerap produk yang dihasilkan. (tidak seperti dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I di mana pertanian lebih fokus kepada peningkatan produksi pertanian). Berikut adalah analisis lebih lanjut mengenai aspek pasar pada komoditi kepiting soka. Potensi Pasar Kepiting soka memiliki potensi bisnis yang cukup cerah saat ini, hal ini dapat dilihat dari segi permintaan. Para konsumen kepiting soka ini adalah restoran seafood, pedagang pengumpul, perusahaan pengolahan dan eksportir. Untuk beberapa restoran, setiap restorannya permintaanya rata-rata 50 kg/minggu, sedangkan perusahaan pengolahan dapat menyerap kepiting soka berapa pun banyaknya bahkan selama ini perusahaan pengolahan masih mengalami kekurang pasokan untuk kepiting. Konsumen utama Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang adalah restoran seafood dan perusahaan pengolahan. Konsumen tersebut berasal dari daerah Kabupaten Karawang maupun dari daerah luar Kabupaten Karawang, seperti Jakarta, Cikarang, dan bahkan dari Bogor Berdasarkan pengalaman balai sendiri, selama ini hasil produksi yang dijual oleh terserap semua oleh konsumen, bahkan selama ini BPBAPL masih belum mampu memenuhi permintaan pasar yang sangat tinggi karena masih kekurangan produk.
27 Target Pasar Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang melakukan target pasar produk kepiting soka mereka adalah adalah restoranrestoran seafood di sekitar Karawang dan Jakarta serta perusahaan pengolahan ikan, namun Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang lebih mengutamakan restoran-restoran seafood karena harga di restoran-restoran lebih mahal dan tidak banyak menuntut kreteria dari produk. Pemasaran a) Produk Produk yang dipasarkan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang adalah kepiting soka dengan ukuran 100-130 gram/ekor. Dalam penjualan kepiting soka ini, yang paling diminati oleh konsumen adalah kepiting yang sehat dan sudah mencapai ukuran kepiting konsumsi pada umumnya yaitu 100-130 gram/ekor. b) Harga Pihak balai akan mengetahui pendapatan yang diterima dengan melakukan penetapan harga jual. Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang menetapkan harga jual untuk kepiting soka ukuran 100-130 gram/ekor dengan harga Rp 60.000/kg. Penetapan harga yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang merupakan harga yang sesuai dengan harga di pasaran. c) Promosi Promosi yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang adalah dengan menawarkan langsung kepada restoran-restoran seafood dan perusahaan pengolahan ikan. Selain dengan menewarkan langsung kepada konsumen, biasanya para calon pembeli datang langsung ke lokasi budidaya dan sebagian minta diantarkan ke lokasi tempat pembeli. d) Distribusi Sejauh ini Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang menjual hasil produksinya kepada restoran dan perusahaan pengolahan ikan. Distribusi dari balai ke restoran dan perusahaan pengolahan dilakukan sendiri tanpa melewati prantara. Hasil Analisis pasar Berdasarkan analisis potensi pasar jumlah permintaan masih jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah penawaran kepiting soka. Dapat disimpulkan bahwa budidaya kepiting soka yang dijalankan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang ini layak untuk diusahakan. Dengan besarnya jumlah permintaan dibandingkan produk yang ditawarkan maka memberikan ruang untuk produk (kepiting soka) yang dihasilkan Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang terserap semua oleh pasar bahkan Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dapat meningkatkan produksinya. Analisis Aspek Teknis Aspek lain yang sangat penting selain aspek pasar adalah aspek teknis. Hal ini disebabkan karena melalaikan perencanaan produksi (aspek teknis) dapat menimbulkan kesulitan bahkan kegagalan dalam pelaksanaan suatu gagasan
28 usaha. Aspek teknis yang dikaji dalam budidaya kepiting soka meliputi lokasi usaha, proses produksi, dan ketepatan teknologi yang digunakan. Berikut adalah hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis. Lokasi Usaha Usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang terdapat di Jl. Raya Cipucuk No. 13, Desa Pusaka Jaya Utara Kec. Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini berdasarkan beberapa alasan diantaranya : 1) Ketersediaan Bahan Baku Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dalam melakukan usahanya mendapatkan pengadaan sarana produksinya diperoleh dari Jawa Barat. Bahan baku utama yang digunakan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang berupa benih kepiting pakan dan rucah, untuk harga benih kepiting Rp 16.000/kg. Pengadaan sarana produksi yang berasal dari Karawang adalah diantaranya pengadaan ikan rucah, pipa, keranjang pompa, bambu dan plastik. 2) Listrik, Air dan Kondisi Alam Tenaga listrik yang digunakan untuk kegiatan produksi kepiting soka sudah menjangkau lokasi usaha. Sehingga untuk penggunaan listrik tidak ada masalah. Tenaga listrik untuk usaha ini berasal dari PLN dan jika terjadi gangguan listrik maka antisipasi dengan menggunakan genset. Sementara untuk ketersediaan air dalam kegiatan kepiting soka sangat melimpah di sekitar lokasi usaha. Pada kegiatan pembesaran kepiting soka, air yang digunakan adalah air laut. Kualitas air yang memenuhi persyaratan untuk usaha pembesaran kepiting soka yaitu salinitas 25-30 ppt, pH 6,5- 8,5. Kegiatan pembesaran tidak dapat dilakukan dengan pH di bawah 6 karena kepiting akan mengalami stres serta pertumbuhan akan melambat dan dapat mengakibatkan kematian. Kondisi iklim di daerah unit usaha sendiri cukup mendukung untuk dilakukan usaha pembesaran kepiting soka. Suhu untuk kegiatan pembesaran kepiting soka berkisar 29-35ºC. 3) Suplai Tenaga Kerja Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dikelola oleh satu penanggung jawab produksi dan 4 orang karyawan tetap bagian produksi. Tenaga kerja di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan yang bekerja di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang berasal dari penduduk sekitar didirikannya usaha pembesaran kepiting soka. 4) Fasilitas Transportasi Lokasi usaha Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang terletak diperkampungan namun telah memiliki fasilitas jalan aspal. Untuk alat transpotasi tersedia ojek dan angkutan umum. Lokasi Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang terletak di Jl. Raya Cipucuk dan tidak sulit untuk diakses. Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang hanya terfokus pada kegiatan pembesaran
29 saja. Setelah kepiting molting langsung dipanen kemudian kepiting yang dipanen dijual. Kegiatan Pembesaran Kepiting Soka Usaha pembesaran kepiting soka, kegiatan yang dilakukan adalah pemilihan lokasi, persiapan tambak, pendisainan dan konstruksi keranjang (basket), pengadaan dan penebaran benih, pemeliharaan dan pemberian pakan, panen dan pasca panen. Tahapan kegiatan pembesaran kepiting soka yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan Lokasi Lokasi budidaya pada petak A.1.1 berupa tambak yang memenuhi berbagai persyaratan teknis. Pemilihan lokasi tersebut perlu mempertimbangkan hal– hal sbb: Bebas daripengaruh banjir; Kualitas air memadai: salinitas 25-30 ppt, pH 6,5- 8,5 dan bebas dari pencemaran; Mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal/Penampungan; Ketinggian air 70 – 120 cm
Saluran air pemasukan
Petak A.1.2
Lokasi budidaya Petak A.1.1
rumah
Saluran air pengeluaran
Gambar 5 Denah Lokasi Petak Budidaya Kepiting Soka 2. Persiapan Tambak Proses persiapan tambak yang dilakukan meliputi kegiatan perbaikan kontruksi tambak, pengeringan dan pengangkatan lumpur dasar tambak, penebaran kapur, pemasangan skala air/ papan komoditas, pemasangan saringan air pada pipa pemasukan, pemasangan jalan inspeksi, pemasangan instalasi listrik dan air. Persiapan tambak dalam kegiatan budidaya kepiting soka untuk memperbaiki konstruksi tambak yang telah rusak seperti adanya kebocoran pada tambak, selanjutnya untuk menguraikan bahan organik atau sisa – sisa pakan yang menumpuk pada dasar tambak, mengoksidasi asam sulfat atau hydrogen sulfida (H2S) yang berada di dasar tambak, meningkatkan derajat keasaman (pH) tanah, memberantas hama, kompetitor maupun pengganggu. 3. Pendisainan dan Konstruksi karamba
30 Setelah dilakukan pengisian air kemudian dilakukan pemasangan rakit kontruksi karamba. karamba untuk pemiliharaan kepiting terbuat dari plastik dengan ukuran panjang 25cm x 10cm. untuk menempatkan keranjang digunakan rakit yang terbuat dari rangkaian bambu dan paralon yang telah dirangkai. Rangkaian karamba dimasukan didalam bambu yang sudah dirangkai. Satu rangkai bambu atau getek dapat memuat 76 basket untuk pemeliharaan kepiting. Sedangkan satu rakit dibuat dengan rangkaian bambu sebanyak 3 buah jadi dalam satu rakit terdapat 228 keranjang basket. 4. Pengadaan dan Penebaran Benih Kepiting yang akan di tebar diperoleh dari hasil penangkapan di alam atau dari hasil budidaya pembesaran tradisional di tambak. Kepiting yang ditebar dengan bobot minimal 60 gram dan maksimal 100 gr. Benih kepiting berasal dari daerah pamanukan Subang. Proses pemilihan kepiting yang baik dengan cara melihat secara visual bagian kepiting secara lengkap dan utuh, diusahakan kepiting yang tidak lembek/baru molting, kepiting yang memilki ukuran lebih besar dipisahkan karena akan lama untuk dijadikan soka. Penempatan Kepiting bibit yang telah disortir kedalam keranjang yang tersedian dengan ketentuan 1(satu) bibit kepiting diletakan kedalam setiap 1(satu) keranjang. Tali yang mengikat pada kepiting dibuka lalu memasukan kepiting dalam keranjang kemudian keranjang diikat agar kepiting tidak lepas. 5. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan Pemberian pakan berupa ikan segar (ikan rucah) sebanyak 5-10% BB/hari dengan frekuensi pemberian 1 kali/hari pada sore hari. Sebelum pakan diberikan dicuci bersihkan dahulu kemudian dialakukan pemotongan pakan. Pakan segar yang diberikan berupa ikan layur tidak terlalu banyak kerana pemberian berlebih akan mengakibatkan pembusukan dalam keranjang apabila pakan tidak dimakan. Pemberian pakan kepiting langsung diberikan pada kepiting. Selama pemeliharaan pengecekan kulaitas air tetep dijaga agar salinitas air tidak terjadi fluktuasi yang tinggi sehingga daya hidup kepiting akan bertahan lebih lama. Pemeliharaan antara 1-2 bulan tergantung pada tingkat molting kepiting.
Gambar 6 Proses Pemotongan Rucah dan Pemberian Pakan
31 Pemeliharaan kepiting dilakukan pengontrolan dan pembersihan kepiting dari lumut yang menempel, proses pembersihan dilakukan 3 kali sehari atau dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya lumut yang menempel. 6. Panen Panen dilakukan secara selektif yaitu memilih kepiting yang telah melakukan molting kemudian diangkat dan dipisahkan. Kepiting yang telah molting dicatat berapa per harinya kepiting yang telah jadi soka. Kepiting yang telah molting memiliki tubuh yang sangat lunak sehingga harus hati– hati dalam mengangkatnya.
Gambar 7 Kepiting yang Siap Panen Cara pemanenan kepiting dari keramba dengan melakukan pengecekan 3 jam sekali. Waktu pengecekan kepiting pada pagi hari pukul 6, siang pukul 12, sore pukul 6 dan malam hari pukul 12. Kepiting yang sudah terlihat molting ditandai dengan adanya 2 cangkang dalam keranjang. Kepiting yang sudah jadi soka diambil kemudian dikumpulkan dalam wadah baskom direndam dengan air tawar/ sebelum masuk freezer kepiting dibasahi dengan kain lembut. Kepiting yang yang telah melakukan molting dikumpulkan pada satu wadah atau dibekukan menggunakan freezer atau dalam lemari pendingin sebelumnya kepiting dimasukan terlebih dahulu kedalam plastik. Kepiting yang telah beku kemudian dikumpulkan sampai cukup untuk dijual.
Gambar 8 Pengemasan dan Penyimpanan Kepiting Soka
32 7. Pasca Panen Proses pasca panen atau pendistribusian kepiting dilakukan setelah kepiting yang telah molting dikumpulkan dan telah cukup banyak untuk dilakukan penjualan. Hal pertama yang dilakukan yaitu mempersiapkan sterofoam yang telah dialasi oleh koran agar suhu didalam tetap terjaga. Kemudian dilakukan penimbangan kepiting yang akan dijual hal ini diperlukan sebagai pembanding dengan hasil timbangan di tempat penjual.
Gambar 9 Penimbangan Kepiting Soka Hasil uraian aspek teknis di atas menunjukkan bahwa secara umum yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dijalankan dan dikembangkan karena usaha pembesaran kepiting ini dapat meningkatkan hasil produksi kepiting soka dan meningkatkan hasil jual. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen pada dasarnya menilai para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada. Aspek ini meneliti sistem manajerial suatu usaha. Struktur organisasi digolongkan menjadi empat macam yaitu sistem lini, fungsional, divisional, dan matriks. Sistem lini biasanya terdapat pada perusahaan kecil dengan skala industri rumah tangga. Demikian pula dengan struktur organisasi di usaha pembesaran kepiting soka yang dimiliki oleh balai pengembangan budidaya air payau dan laut (BPBAPL) karawang termasuk dalam organisasi lini dan masih tergolong sederhana. Usaha pembesaran ini dibangun oleh kepala balai dan sekaligus sebagai. Tetapi penanggung jawab produksi dipegang oleh ketua pelaksana yang dibantu oleh tiga orang karyawan yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan. Dimulai dari penebaran benih, memberi pakan dan memelihara hingga siap dipanen. Karyawan diberi tempat tinggal yang dekat dengan usaha pembesaran sehingga memudahkan untuk menjaga usaha agar tetap baik. Karyawan bekerja dari pagi samapi sore, dan mendapat gaji setiap bulan dan akan mendapatkan bonus apabila mencapai target ketika panen. Usaha pembesaran kepiting soka ini belum memiliki badan hukum yang resmi dari pemerintah setempat namun usaha ini dibawah naungan oleh Balai
33 Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang Modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha pembesaran ikan ini seluruhnya berasal dari pemerintah daerah Jawa Barat. Usaha ini dapat digolongkan dalam usaha perorangan karena modal usaha yang digunakan berasal dari satu sumber. Analisis Aspek Sosial Usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang memiliki peran penting terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar. Kegiatan pembesaran memberikan kesempatan kerja bagi penduduk sekitar lokasi pembesaran, sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan taraf pendapatan masyarakat di sekitar lokasi. Penyerapan tenaga kerja tidak terlalu mempermasalahkah tingkat pendidikan akan tetapi kemauan dari pekerja untuk belajar dan jujur terhadap unit usaha. Dilihat dari aspek sosial, usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dijalankan karena kegiatan usaha ini juga dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Aspek Lingkungan Usaha ini tidak memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar. Hal ini karena buangan atau limbah dari kegiatan usaha hanya berupa air bekas pemeliharaan yang dibuang kedalam selokan sehingga air tersebut tidak mencemari lingkungan dan tidak merugikan masyarakat sekitar. Dilihat dari aspek Lingkungan usaha Usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dijalankan karena tidak menimbulkan limbah yang dapat mengganggu lingkungan sekitar. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan usaha pembesarasan kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak dan menguntungkan secara finansial. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteriakriteria penilaian investasi yang terdiri; NPV, IRR, Net B/C rasio, dan Payback period. Untuk menganalisis empat kriteria tersebut, digunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang selama umur proyek yaitu 10 tahun. Penentuan umur proyek tersebut berdasarkan umur ekonomis dari bangunan, dan tambak, karena merupakan aset yang paling penting untuk usaha pembesaran kepeiting soka. Arus Manfaat (Inflow) Dalam sebuah cash flow, inflow merupakan segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan sebuah usaha. Manfaat atau inflow dari usaha pembesaran kepiting soka yaitu penjualan kepiting soka ukuran konsumsi dan nilai sisa. a. Pendapatan Penerimaan dalam kegiatan pembesaran kepiting pembesarasan kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang
34 dihasilkan dari jumlah penjualan kepiting ukuran konsumsi dengan harga jual Rp 55.000/kg. Pembesaran kepiting soka dilakukan sebanyak 5 kali per tahun. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada usaha pembesaran kepiting soka Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang ada 3 tambak yang digunakan untuk pembesaran. Untuk target produksi panen pada pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang adalah sekitar 585 kg per siklusdari 3 tambak yang dioprasikan dan dalam setahun mampu menghasilkan 2.925 kg dengan SR 70%. Harga jual kepiting soka ukuran konsumsi rata-rata adalah Rp 60.000 per kilogram. Harga jual tersebut diasumsikan konstan dari tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-3 dengan tingkat harga Rp 60.000 per kilogramnya. Sedangkan produksi capit kepiting yang dihasilkan 100,8 kg per siklusnya dan dalam setahun dapat menghasilkan 504 kg per tahunnya dengan harga Rp 10.000/kg b. Nilai Sisa (Salvage Value) Nilai sisa adalah nilai barang atau peralatan yang tidak habis selama usaha berjalan. Nilai sisa dihitung diakhir usaha, dan dimasukan ke dalam komponen inflow. Nilai sisa yang terdapat dalam usaha pembesran kepiting soka dapat menjadi tambahan manfaat bagi usaha tersebut. Arus penerimaan yang berasal dari nilai sisa dihitung berdasarkan nilai dari investasi peralatan yang masih tersisa pada akhir umur usaha. Peralatan yang masih memiliki nilai sisa pada akhir umur usaha (pada tahun kesepuluh) adalah (Tabel 3). Tabel 3 Nilai Nilai Sisa Investasi Usaha Pembesran Kepiting Soka Uraian
Umur Ekonomis
Nilai Sisa
Pompa Submersibel
2
250.000
PVC 2 inchi
2
60.000
Freezer
5
5.000.000
Rumah Jaga
10
10.000.000
Total
15.310.000
Outflow (Arus Pengeluaran)
Outflow adalah aliran kas yang dikeluarkan oleh usaha. Outflow pembesaran kepiting soka dikelompokkan menjadi dua macam bentuk biaya yaitu biaya investasi dan biaya operasional. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan saat menjalankan usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak habis dalam satu kali periode produksi. Biaya investasi ditanamkan atau dikeluarkan pada suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam periode yang akan datang, yakni selama umur usaha, atau selama usaha tersebut dijalankan. Unit usaha pembesaran kepiting soka terhitung dalam analisis finansial mulai dari tahun ke nol. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun ke nol
35 sebesar Rp 91.610.000. Sedangkan nilai penyusutan yang didapat pada usaha pembesaran kepiting soka Rp 23.665.000. Penghitungan penyusutan dari peralatan tersebut menggunakan metode garis lurus. Penyusutan terbesar per tahun adalah bangunan, hal ini karena nilai investasi bangunan paling besar setelah lahan, sedangkan lahan tidak memiliki nilai penyusutan. Peralatan investasi lainnya memiliki umur ekonomis yang kurang dari umur proyek, sehingga memerlukan investasi ulang atau reinvestasi Rincian biaya investasi yang dikeluarkan oleh usaha pembesaran kepiting soka, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Rincian Investasi Usaha Budidaya Kepiting Soka No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Karamba bambu Tambang Pompa Submersibel PVC 2 inchi Ember Senter Gunting Freezer Rumah Jaga Saung Jaga
Umur ekonomis
Satuan Jumlah
3 tahun 2 tahun 1 tahun
buah buah rol
2 tahun 2 tahun 2 tahun 3 tahun 1 tahun 5 tahun 10 tahun 5 tahun
unit buah buah buah buah unit Unit unit
900 300 3 1 20 6 1 6 3 1 1
Harga Satuan (Rp) 50.000 7.000 300.000
45.000.000 2.100.000 900.000
2.500.000 30.000 20.000 70.000 30.000 3.000.000 30.000.000 1.000.000
2.500.000 600.000 120.000 210.000 180.000 9.000.000 30.000.000 1.000.000
Jumlah (Rp)
Biaya Reinvestasi Biaya reinvestasi dikeluarkan untuk mengganti peralatan investasi yang telah habis masa ekonomisnya sebelum unit usaha berakhir. Biaya reinvestasi yang dikeluarkan berbeda-beda tiap tahunnya tergantung dari banyaknya peralatan yang perlu diperbaharui. Peralatan investasi seperti gunting, ember, pipa, tambang dan senter merupakan jenis peralatan yang tidak tahan lama dan harus diperbaharui. Oleh karena itu, pada tahun kedua dari umur usaha sudah mulai dikeluarkan biaya reinvestasi untuk mengganti peralatan tersebut. Rincian biaya reinvestasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Biaya Reinvestasi Usaha Pembesaran Kepiting Soka
No Jenis 1 Tali Tambang 2 Ember 3 Gunting Total
Nilai Reinvestasi 900.000 120.000 180.000 1.200.000
Biaya Operasional Selain biaya investasi dan reinvestasi, biaya lain yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha pembesaran kepiting soka adalah biaya operasional. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan selama usaha berjalan. Biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya variabel.
36 1). Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang meliputi gajih pegawai 4 orang, gajih manejer satu orang, abodemen listrik, pulsa, dan biaya penyusutan. Rincian biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Biaya Tetep No 1 2 3 4 5
Jenis Gajih Pegawai Gajih Menejer Abodemen listrik Pulsa HP Sewa Tambak
Jumlah (Buah/Unit) 3 orang 1 orang 1 1 3 Jumlah Total
Harga Satuan (Rp/Bulan) 3.000.000 2.000.000 400.000 100.000 500.000
Jumlah (Rp/Tahun) 36.000.000 24.000.000 4.800.000 1.200.000 6000.000 72.000.000
Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun kegiatan pembesaran kepiting soka sebesar Rp 68.005.800. Upah untuk karyawan sebesar sepuluh persen dari penjualan benih ikan patin.. Gajih yang diperoleh satu orang karyawan sebesar Rp 1.000.000 setiap bulan. Satu tahun gajih untuk satu orang karyawan sebesar Rp 12.000.000. Sedangkan untuk gajih manejer Rp 2.000.000 per bulannya, Satu tahun gajih untuk satu orang manajer sebesar Rp 24.000.000. Biaya yang dikeluarkan untuk abodeman listrik Rp 400.000 per bulan dan dalam setahun biaya untuk abodemen listrik sebesar Rp 4.800.000. Listrik dalam kegitan usaha pembesaran kepiting soka baik penerangan sekitar tambak, saung rumah tempat tinggal karyawan. Biaya komunikasi berupa pulsa dikeluarkan setiap bulannya Rp 100.000 dan biaya untuk pembelian pulsa pertahunnya sebesar Rp 1.200.000. 2. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan bertambah atau berkurangnya produksi. Biaya variabel akan mengalami perubahan jika volume produksi berubah. Beberapa biaya variabel yang sangat berpengaruh adalah benih kepiting soka dan pakan rucah. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan setiap tahun untuk pembesarasan kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang yaitu Rp 50.600.000. Biaya-biaya variabel tersebut terdiri dari : 1) Benih Kepiting Soka Benih merupakan input terbesar dalam usaha pembesaran kepiting soka. Setiap siklus produksi jumlah benih yang dibutuhkan adalah 504 kg dengan harga Rp 16.000/kg, dalam satu siklus biaya yang butuhkan adalah Rp 8.064.00. Usaha pembesaran kepiting soka dalam setiap tahun dapat dilakukan sebayak 5 siklus dan membutuhkan benih sebanyak 2.520 kg. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan benih kepiting soka dalam usaha ini setiap tahunnya adalah Rp 40.320.000. 2) Pakan Rucah Pakan merupakan faktor produksi yang cukup penting. Selain lingkungan, proses budidaya kepiting soka sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah pakan yang diberikan. Bagi pembudidaya kepiting soka, pengetahuan terhadap pakan
37 hewan krustacea ini penting untuk diketahui sebelumnya. Dengan begitu, masalah ketersediaan dan pengadaan pakan bisa diantisipasi sebelumnya sehingga budidaya dapat berjalan dngan baik. Kepiting termasuk pemakan segala (Omnivora). Hanya saja, kecendrungan utama kepiting adalah memakan hewan atau daging ( Herbivora) seperti ikan. Pakan yang diberikan dalam usaha pembesaran kepiting soka ini adalah ikan rucah. Ikan rucah bisa diperoleh di tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Di tempat ini, ikan-ikan apkir soalah tidak punya harga. Kita bisa mendapatkan ikan apkiran dengan harga yang relatif murah. Sealain mengandalkan ikan apkiran dari pelanggan, kita bisa menagkap ikan dari perairan alami disekitar lingkungan bakau. Jika mendapat hasil tangkapan yang banyak, dapat dimasukkan ke kolam penampungan atau disimpan dalam freeze. Pemberian pakan sebanyak sebanyak 10 persen dari total bobot tubuh. Setiap siklusnya usaha pembesaran kepiting soka di di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang membutuhkan 5.040 kg ikan rucah dengan harga Rp 2.000/kg. Dalam setahun usaha pembesaran kepiting soka di di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang mengeluarkan dana sebesar Rp 10.080.000 untuk pembelian pakan rucah. 3) Plastik UK Kepiting yang telah molting dikemas ke dalam kantong plastik sesaat setelah dipanen. Kepiting soka yang sudah penen dimasukkan kedalam kantong Kantong plastik, dalam setiap kantong palstik dimasukkan satu ekor ekor kepiting soka. Setelah dikemas dalam kantong plastik kepiting soka disusun di dalam freezer untuk dibekukan. Pembekuan kepiting soka tersebut dilakukan agar tetap awet. Biasanya kepiting soka yang dibekukan dapat tahan sampai setahun. Plastik UK yang dibutuhkan untuk pengemasan kepiting soka dalam setiap siklusnya sebanyak 5 bungkus dengan harga Rp 10.000 per bungkusnya. Dalam setahun dibututuhkan plastik UK sebanyak 20 bungkus dengan total biaya Rp 200.000. Tabel 7 Rincian Biaya Variabel Budidaya Kepiting Soka Jumlah Harga Satuan No Jenis Biaya (Buah/Unit) (Rp/Bulan) Benih Kepiting 1 2.520 16.000 Soka 2 Pakan Rucah 5.040 kg 2.000 3 Plastik UK 25 10.000 Jumlah total
Jumlah (Rp/Tahun) 40.320.000 10.080.000 200.000 50.600.000
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Kepiting Soka Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan suatu usaha dijalakan. Metode yang digunakan untuk mengukur kelayakan usaha pembesaran kepiting soka adalah metode penilaian investasi yang meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PP). Pada analisis kelayakan finansial digunaka skenario yaitu dengan usaha menggunakan modal pinjaman dengan tingkat suku bunga 16 persen.
38 Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka diperoleh kriteria investasi pada usaha Pembesaran pembesaran kepiting soka Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran kepiting Soka Kriteria Investasi Net Present Value (NPV) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Internal Rate Return (IRR) Payback Period (PP)
Hasil 55.969.166 3,67 123,9% 1,1
Berdasarkan hasil perhitungan kriteria investasi diatas, usaha pembesaran kepiting soka Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang menghasilkan nilai NPV lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 55.969.166. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan secara finansial. Nilai Net B/C yang diperoleh dari analisis ini adalah 3,67. Hal ini berarti penggunaan investasi memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi dimana nilai Net B/C nya lebih dari 1. Nilai Net B/C sebesar 3,67 menunjukkan bahwa setiap biaya sebesar Rp 1 akan menghasilkan Rp 3,67. Ukuran kriteria investasi lainnya yaitu IRR. IRR yang diperoleh dari usaha pembesaran kepiting soka adalah 123,9 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penggunaan investasi pada usaha ini lebih baik atau dapat memberikan keuntungan internal sebesar 123,9 persen per tahun. Nilai tersebut lebih besar daripada tingkat discount factor yang digunakan yaitu enam belas persen sehingga dapat dikatakan bahwa usaha ini layak secara finansial untuk dijalankan. Berdasarkan jangka waktu pengembalian investasinya, digunakan analisis Payback Period dan dari hasil analisis yang dilakukan, usaha pembesaran kepiting soka akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah berjalan selama satu tahun satu bulan enam hari. Jangka waktu tersebut kurang dari umur usaha sehingga dapat dikatakan bahwa, usaha pembesaran kepiting soka Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dijalankan. Berdasarkan analisis finansial di atas, nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Dengan demikian bahwa secara finansial, layak untuk dijalankan. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Apakah kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis sensitif tidak terhadap perubahan yang terjadi. Untuk melakukan analisis sensitivitas digunakan perubahan beberapa parameter. Parameter yang sering digunakan yaitu penurunan jumlah produksi, penurunan harga jual dan kenaikan harga. Untuk Menganalisis sensitivitas kali ini dikondisikan terjadinya penurunan produksi sebesar 12 persen, terjadi kenaikan harga benih 25 persen dan kondisi terakhir terjadi kenaikan harga benih 20 persen dan harga pakan 25 persen. Pemilihan variabel-variabel ini bedasarkan yang sering terjadi dilapangan. Pada kondisi
39 terjadinya penurunan produksi sebesar 12 persen diperoleh nilai NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period pada usaha pembesaran kepiting soka dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Penurunan Produksi 12 Persen Kriteria Investasi Hasil Net Present Value (NPV) -2.496.050 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 1,17 Internal Rate Return (IRR) 11,72% Payback Period (PP) 10,17 Berdasarkan perhitungan sensitivitas diperoleh NPV, IRR, Net B/C, dan PP yakni masing-masingnya Rp -2.496.050, 11,72 persen, 1,17 dan sepuluh tahun dua bulan satu hari. Nilai perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa penurunan produksi sebesar 10 persen memberikan perubahan yang sangat besar pada usaha pembesaran kepiting soka. Besarnya NPV yang diperoleh dari usaha pembesaran kepiting soka selama proyek berlangsung jika terjadi penurunan produksi 10 persen ialah sebesar Rp -2.496.050,-. Hal tersebut menunjukan bahwa manfaat bersih yang diterima dari usaha pembesaran kepiting soka selama umur proyek dan tingkat discount factor (DF) 16% tidak layak untuk dilaksanakan atau merugikan sebab biaya yang keluarkan lebih tinggi dibandingkan benefit yang dperoleh. IRR merupakan nilai discount rate (DR) yang membuat NPV proyek sama dengan “nol”. IRR 11,72% sementara tingkat bunga (Interest) yang berlaku 16 % sebab IRR lebih kecil dari suku bunga maka NPV yang dihasilkan akan lebih kecil dari nol sehingga proyek tidak layak dilaksanakan. Net B/C merupakan perbandingan jumlah PV positif dengan jumlah PV negatif. Net B/C sama dengan 1,17 atu lebih besar dari 1, artinya : proyek tersebut layak untuk dilaksanakan, sebab setiap 1 satuan biaya yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan 1,17 satuan manfaat bersih. Berdasarkan perhitungan sensitivitas diperoleh NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period . Nilai perhitungan tersebut mengindikasikan bahwa penurunan produksi sebesar 10 persen memberikan perubahan yang sangat besar pada usaha pembesaran kepiting soka dan dapat dikatakan tidak layak dilaksanakan. Pada Tabel 10 mengukur sensitivitas karena kenaikan harga benih kepiting soka sebesar 25 persen. Tabel 10 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi Kenaikan Harga Benih 25 Persen Kriteria Investasi Hasil Net Present Value (NPV) 23.522.130 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 2 Internal Rate Return (IRR) 64,32% Payback Period (PP) 2,32
40 Pada kondisi kenaikan harga benih sebesar 25 persen diperoleh nilai NPV Rp 23.522.130, IRR 64,32 persen, Net B/C 2 dan Payback Period 2,32. Berdasarkan nilai yang diperhitungkan pada kondisi kenaikan harga benih sebesar 25 persen menunjukkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka tersebut masih layak dilaksanakan. Pada Tabel 11 mengukur sensitivitas karena terjadi kenaikan harga benih kepiting soka sebesar 20 persen dan pakan 25 persen. Tabel 11 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi Kenaikan Harga Benih 20 Persen dan 25 Persen Pakan Rucah Kriteria Investasi Hasil Net Present Value (NPV) 22.390.202 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 1,96 Internal Rate Return (IRR) 61,58% Payback Period (PP) 2,31 Pada kondisi kenaikan harga benih 20 persen dan pakan rucah 25 persen diperoleh nilai NPV Rp 22.390.202, IRR 61,58% persen dan Net B/C 1,96. Berdasarkan nilai yang diperhitungkan pada kondisi kenaikan harga benih 20 persen dan pakan rucah 25 persen menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan pada usaha pembesaran kepiting soka tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka sangat sensitif terhadap perubahan penurunan produksi sebesar 12 persen, sedangkan pada kenaikan harga benih 25 persen, dan kenaikan harga benih 20 persen dan pakan rucah 25 persen usaha pembesaran kepiting soka ini tidak terpengaruh secara signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun kesimpulan yang telah didapatkan berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan adalah : 1. Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lingkungan memperlihatkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka layak untuk diusahakan. 2. Analisis kelayakan finansial usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari indikator kriteria investasi yang menunjukkan nilai NPV mencapai Rp 55.969.166, IRR mencapai 123,9 persen, Net B/C mencapai 3,67, dan payback period mencapai 1 tahun 1 bulan 6 hari. 3. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pembesaran kepiting soka sangat sensitif terhadap perubahan produksi namun tidak terlalu berpengaruh pada kenaikan benih dan pakan.
41 Saran Adapun saran yang dapat direkomendasikan bagi kegiatan pengembangan usaha pembesaran kepiting soka adalah : 1. Perubahan-perubahan produksi dalam usaha pembesaran kepiting soka perlu mendapat perhatian yang serius bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini dimaksudkan agar pihak-pihak yang berkepentingan tersebut dapat mengantisipasi kondisi yang dapat merugikan usaha pembesaran kepiting soka. 2. Unit usaha ini juga sebaiknya mencari alternatif lain yang bisa digunakan sebagai pakan kepiting selain pakan rucah seperti , antisipasi kalau pakan rucah sulit didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA Afrizal H. 2009. Teknik Pemoultingan Kepiting (Scylla sp) Cangkang Lunak dan Penanganan hasil Panen. http://thunnus918.wordpress.com/2009/04/30/teknik-pemoultingankepiting-scylla-sp-cangkang-lunak-dan-penanganan-hasil-panen/. [Diakses 1 Juni 2013]. Armayuni. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius Sp) (kasus Number One Fish Farm, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Agustika D. 2009. Analisis Kelayakan Perluasan Usaha Pemasok Ikan Hias Air Tawar Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia : BPS Indonesia 2012. Jakarta : BPS. Bukit A. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Patin di Kabupaten Bogor (kasus Pembenihan di Kecamatan Ciampea dan Pembesaran di Kecamatan Kemang). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York : Macmillan, Inc. Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang. 2010. Profile Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang. Karawang : DPKP Kabupaten Karwang. [DKP] Depertemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Perkembangan Produksi Perikanan Indonesia. Jakarta : DKP Indonesia. Ermin F. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobter Air Tawar di CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera Lobter Farm. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI Press.
42 Heidyningsih NA. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Death By Chocolate & Spageti Restaurant Kota Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Husnan S, Muhammad S. 2005. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Irianni R. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan IkanNila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari Desa Tanjungsari, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kadariah et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi 2. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jilid 2. Jakarta : Prehalindo. Meistika R. 2011. Analisis Faktor Permintaan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kepiting. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nurdin M, Armando R. 2010. Cara Cepat Panen Kepiting Soka dan kepiting Telur. jakarta. Penebar Swadaya. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Perdana H. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Ikan Nila pada Keramba Jaring Apung Sistem Jaring Kolor di KJA Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Permatasuri CI. 2004. Analisis Kelayakan Pengusahaan Kapri Manis Varietas Sunakku di CV. Almara Lembang, Bandung [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rachmina D, Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rohmawati O. 2010. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias Air Tawar Pada Arifin Fish Farm, Desa Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Sembiring JM. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang (Clarias sp) (kasus Yoyok Fish Farm, Desa Pasir Angin, Kecamatan Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat ) [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sundjaja RS, Barlian I. 2003. Manajemen Keuangan. Edisi Keempat. Bandung : Literata Lintas Media. Sumantri B. 2011. Kelayakan Pengembangan Usaha Integrasi Padi dengan Sapi Potong Pada Kondisi Risiko di Kelompok Tani Dewi Sri Kabupaten Karawang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Surahmat. 2009. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma Macropomum), Ben’s Fish Farm di Cimanggu, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
43 Sutojo S. 1983. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Umar H. 1998. Manajemen Risiko Bisnis, Pendekatan Finansial dan Nonfinansial. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. _______. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi kedua. Jakarta : PT. SUN. Weston JF, Brigham EF. 1989. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi Kesembilan. Jakarta : Erlangga Wijayanto, E. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas Kolam Air Deras Kasus MN Fish Farm Kabupaten Subang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
44 Lampiran 1 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka
45 Lampiran 2 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Penurunan Produksi 12 Persen
46 Lampiran 3 Analisis Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan kenaikan Harga Benih 25%
47 Lampiran 4 Analisis Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan Kenaikan Harga Benih 20 Persen dan Harga Pakan Naik 25 Persen
48
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Parupuk pada tanggal 4 Juli 1984. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Jumran dan Ibunda Siti Aminah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parupuk pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di Madasah Sanawiyah Taman Iman Telaga Indah. Pendidikan lanjutan menengah atas di Madrasah Aliyah, Pondok Posantren Darul Hijrah diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur reguler pada tahun 2005. Selanjutnya penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan tingkat sarjana di Departemen Agribisnis Program Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.