ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA BERAS MERAH ORGANIK (STUDI KASUS: UD SIRTANIO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR)
RIZQI ARDHINI QOHAR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Beras Merah Organik (Studi Kasus: UD Sirtanio Banyuwangi, Jawa Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Rizqi Ardhini Qohar NIM H34090109
ABSTRAK RIZQI ARDHINI QOHAR. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Beras Merah Organik (Studi Kasus: UD Sirtanio Banyuwangi, Jawa Timur). Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI. Beras merah organik merupakan beras sehat yang kaya serat alami dan ramah lingkungan. Salah satu daerah penghasil beras merah organik di Jawa Timur adalah Kabupaten Banyuwangi. UD Sirtanio merupakan salah satu usaha beras merah organik yang didirikan atas dasar adanya informasi mengenai tingginya permintaan beras merah organik di wilayah Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan pengembangan usaha beras merah organik UD Sirtanio ditinjau dari aspek finansial dan aspek non finansial serta menganalisis nilai pengganti terhadap kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen. Sebelumnya telah dilakukan analisis leasing yang hasilnya menunjukkan bahwa rencana pengembangan usaha lebih menguntungkan daripada kondisi saat ini. Rencana pengembangan usaha dalam penelitian ini terdiri dari dua skenario dengan sumber modal yang berbeda. Skenario I menggunakan sumber modal sendiri, sedangkan skenario II menggunakan sumber modal kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman bank. Berdasarkan hasil analisis aspek finansial dan aspek non finansial dapat disimpulkan bahwa pengembangan usaha beras merah organik UD Sirtanio layak untuk direalisasikan. Dari pengembangan usaha skenario I diperoleh NPV sebesar Rp2 924 093 674, Net B/C sebesar 4.771, IRR sebesar 54 persen, dan tingkat pengembalian selama 2 tahun 9 bulan 28 hari. Sedangkan dari pengembangan usaha skenario II diperoleh NPV sebesar Rp1 498 919 714, Net B/C sebesar 7.255, IRR sebesar 94 persen, dan tingkat pengembalian selama 2 tahun 17 hari. Selain itu, usaha ini lebih sensitif terhadap penurunan nilai rendemen daripada kenaikan harga gabah, yaitu sebesar 0.705759509 pada skenario I dan 0.752592975 pada skenario II. Kata kunci: beras merah organik, kelayakan usaha, leasing, pengembangan usaha
ABSTRACT RIZQI ARDHINI QOHAR. Feasibility Analysis of Organic Brown Rice Business Development (Case Study: UD Sirtanio, Banyuwangi, Jawa Timur). Supervised by TINTIN SARIANTI. Organic brown rice is a healthy rice with high natural fibre and ecofriendly. One of the organic brown rice producing area in East Java is Banyuwangi. UD Sirtanio is one of the organic brown rice company that established due to the information about high demand of organic brown rice in Banyuwangi and its surroundings. The purpose of this research is to analyze the feasibility of organic brown rice business development in UD Sirtanio through financial and non financial aspects with the switching value toward the mark-up of grain and decline of yield value. Leasing analysis has previously been done and
the results show that the business development plan more profitable than current conditions. The business development plant in this research consists of two scenarios with different capital sources. Scenario I uses its own capital resources, while scenario II uses capital source combination of its own capital with bank loans capital. Based on the results of the analysis of the financial and non financial aspects can be concluded that organic brown rice business development in UD Sirtanio is feasible to be realized. From the business development of scenario I, the NPV earned is Rp2 924 093 674, Net B/C is 4.771, IRR is 54 percent, and the payback period for 2 years 9 months 28 days. While the business development of scenario II, the NPV earned is Rp1 498 919 714, Net B/C is 7.255, IRR is 94 percent, and the payback period for 2 years 17 days. In addition, this business is more sensitive toward the decline of yield value than the mark-up of grain, which is 0.705759509 for scenario I and 0.752592975 for scenario II. Keywords: business development, feasibility analysis, leasing analysis, organic brown rice
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA BERAS MERAH ORGANIK (STUDI KASUS: UD SIRTANIO BANYUWANGI, JAWA TIMUR)
RIZQI ARDHINI QOHAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Beras Merah Organik (Studi Kasus; UD Sirtanio Banyuwangi, Jawa Timur) Nama : Rizqi Ardhini Qohar NIM : H34090109
Disetujui oleh
Tintin Sarianti, SP, MM Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Beras Merah Organik (Studi Kasus: UD Sirtanio Banyuwangi, Jawa Timur)”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Juli 2013. penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan pengembangan usaha baik dari aspek finansial maupun non finansial, serta menganalisis besarnya pengaruh kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen terhadap kelayakan usaha. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran, serta Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS dan Ibu Eva Yolynda, SP, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para staf dan dosen Departemen Agribisnis yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi, Abdurrahman Jauhari, Shohib Qomadillah, dan Abdul Malik selaku pemilik usaha yang telah bersedia memberikan informasi serta menjadi tempat penelitian penulis, serta teman-teman yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Abah Abdul Kohar, Umi Istikomah, Mas Luthfi, Mas Farid, Ulin, Rizal, Ikmal, Mbak Ukis, Mbak Lela, Ayzar, penghuni Gemezz (Fita, Riris, dan Ira), teman-teman Womenpreneur, dan Agribisnis 46 atas doa, dukungan, bantuan serta sarannya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Rizqi Ardhini Qohar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Potensi Beras Merah untuk Peningkatan Mutu Pangan Persepsi Produsen terhadap Beras Merah Aek Sibundong dalam Menciptakan Peluang Pasar Penelitian Kelayakan Penambahan Investasi KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Leasing Analisis Kelayakan Non Finansial Analisis Kelayakan Finansial Analisis Switching Value Asumsi Dasar Penelitian GAMBARAN UMUM USAHA BERAS MERAH ORGANIK Profil Perusahaan Informasi Produk Struktur Organisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Keuntungan Sewa dan Beli Aset Produksi Aspek Non Finansial Kelayakan Pengembangan Usaha Aspek Finansial Kelayakan Pengembangan Usaha Analisis Switching Value SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix ix 1 1 4 6 6 7 7 7 8 8 10 10 20 23 23 23 23 23 24 24 24 26 27 28 28 29 29 30 30 32 40 51 53 53 54 55 57 78
DAFTAR TABEL 1 Penyediaan dan penggunaan beras tahun 2009 - 2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014 2 Sebaran lahan tanam padi merah organik Kabupaten Banyuwangi 2013 3 Leasing aset 4 Biaya investasi bangunan 5 Biaya investasi, nilai sisa, dan penyusutan 6 Biaya reinvestasi 7 Biaya variabel tahun pertama 8 Biaya variabel tahun ke-2 hingga tahun ke-16 9 Biaya tetap skenario I 10 Biaya tetap skenario II 11 Rincian pinjaman dan modal sendiri 12 Penjadwalan hutang 13 Hasil analisis laporan laba rugi 14 Kriteria kelayakan investasi skenario I 15 Kriteria kelayakan investasi skenario II 16 Hasil analisis switching value skenario I dan skenario II
1 3 30 36 42 43 44 45 46 47 47 48 49 50 51 52
DAFTAR GAMBAR 1 Fungsi investasi 2 Hubungan antara NPV dan IRR 3 Kerangka pemikiran operasional analisis pengembangan usaha beras merah organik UD SIrtanio 4 Beras merah dan beras merah putih 5 Struktur organisasi UD Sirtanio 6 Kemasan beras merah organik 7 Perbandingan peningkatan dan penurunan retur per bulan 8 Saluran pemasaran beras merah organik UD Sirtanio 9 Alur kegiatan produksi UD Sirtanio 10 Mesin vacuum packaging 11 Mesin penggilingan padi 12 Pemberdayaan masyarakat setempat
10 19 22 29 30 32 33 34 37 38 38 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi padi menurut wilaah 2010 - 2012 2 Analisis leasing 3 Proyeksi volume produksi berdasarkan nilai rendemen dan retur
57 59 60
4 5 6 7 8 9 10 11
Layout Siklus budidaya dan panen Proyeksi penjualan (Rp) per bualan setiap tahunnya Proyeksi laba rugi skenario I Proyeksi laba rugi skenario II Proyeksi cash flow skenario I Proyeksi cash flow skenario II Analisis switching value skenario I terhadap kenaikan harga gabah sebesar 1.555229745 12 Analisis switching value skenario I terhadap penurunan nilai rendemen sebesar 0.705759509 13 Analisis switching value skenario II terhadap kenaikan harga gabah sebesar 1.466844655 14 Analisis switching value skenario II terhadap penurunan nilai rendemen sebesar 0.752592975
61 62 63 64 65 66 68 70 72 74 76
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Salah satunya adalah beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Hal ini menjadikan tingkat kebutuhan konsumsi beras Indonesia terus meningkat sementara peningkatan produksi beras belum mampu menyeimbangi peningkatan kebutuhan konsumsi tersebut. Untuk menutupi ketidakseimbangan tersebut, maka pemerintah melakukan kebijakan impor beras. Tabel 1 Penyediaan dan penggunaan beras tahun 2009 – 2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014 No
Uraian
2010 40 239 38 830 683 -726 40 239 39 139 1 100 162.08
Tahun 2011* 2012** 41 073 41 517 38 437 40 373 2 745 2 405 1 1 108 1 261 41 073 41 517 39 953 40 352 1 120 1 165 163.02 165.23
2013** 2014** Penyediaan (000 ton) 42 165 42 265 Produksi 40 112 40 134 Impor 2 473 2 637 Ekspor 1 1 Perubahan stok 419 500 Penggunaan (000 ton) 42 165 42 265 Bahan makanan 41 008 41 110 Lainnya 1 157 1 159 Ketersediaan per 165.76 166.18 kapita per tahun (kg) Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin dalam Respati et al. (2013) Keterangan : *) Angka sementara **) Angka prediksi Pusdatin A 1 2 3 4 B 1 2 C
2009 37 454 37 665 245 2 448 37 454 36 441 1 018 157.50
Berdasarkan data di atas komponen total penyediaan beras merupakan angka produksi beras ditambah impor, dikurangi ekspor dan perubahan stok pada tahun yang bersangkutan. Data ekspor dan impor tersedia hingga tahun 2012, sementara perubahan stok baru tersedia hingga tahun 2011, dan kemudian dilakukan prediksi hingga 2014. Pada tahun 2009, produksi beras sebesar 37.67 juta ton, kemudian ditambah impor beras sebesar 245 ribu ton, dikurangi ekspor sebesar 2 ribu ton dan dikurangi perubahan stok sebesar 448 ribu ton, sehingga total ketersediaan beras tahun 2009 mencapai 37.46 juta ton. Setelah periode tahun 2009, impor beras Indonesia menunjukkan pola meningkat hingga menjadi sebesar 2.41 juta ton pada tahun 2012, serta diprediksikan menjadi sebesar 2.47 juta ton pada tahun 2013 dan kembali naik menjadi 2.64 juta ton pada tahun 2014 (Respati et al. 2013). Pada awalnya, pemenuhan kebutuhan pangan hanya terfokuskan pada kecukupan jumlah tanpa memperhatikan segi asupan gizi dan dampak yang akan ditimbulkan pada lingkungan. Namun saat ini hampir seluruh penduduk dunia memperhatikan ketiga hal tersebut seiring dengan berkembangnya trend hidup back to nature. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan menjadi lebih baik dengan menerapkan sistem pertanian organik. Pertanian organik menurut Nasahi (2010) merupakan sistem manajemen produksi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem tanah dan
2
produksi tanaman. Pelaksanaan pertanian organik dititikberatkan pada penggunaan input yang dapat diperbaharui, bersifat alami, dan menghindari penggunaan input sintesis maupun produk rekayasa genetika. Sebagian besar sistem pertanian yang diterapkan di Indonesia adalah pertanian non organik (konvensional). Pestisida merupakan zat pembunuh atau pengendali hama yang biasa digunakan dalam pertanian konvensional. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat mengakibatkan keracunan hingga kematian. Menurut WHO dalam Raini (2007) diperkirakan setiap tahun terjadi kasus keracunan pestisida sekitar 25 juta kasusatau sekitar 68 493 kasus setiap hari. Kematian akibat keracunan pestisida pernah terjadi di Indonesia tepatnya di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Magelang pada bulan Juli 2007. Berdasarkan laporan Harian Republika tanggal 26 September 2007 dalam Raini (2007), hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan dipastikan akibat keracunan pestisida. Selain dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida sintetis, pertanian konvensional juga memberikan dampak negatif akibat penggunaan pupuk anorganik. Menurut Sulistyowati dalam penggunaan kimia mengakibatkan tanah menjadi keras, sehingga dibutuhkan energy yang lebih berat untuk mengolah tanah. Cacing-cacing tanah yang seharusnya berfungsi menggemburkan tanah secara alami tidak mampu mengikuti kecepatan penguraian yang diperlukan manusia. Oleh karena itu diperlukan penerapan sistem pertanian organik untuk mengembalikan kondisi tanah. Salah satu prinsip yang mendasari pertanian organik adalah prinsip kesehatan. Dalam IFOAM (2005) disebutkan bahwa pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai kesatuan tak terpisahkan. Tujuan dari pertanian organik adalah menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam pertanian organik dihindari penggunaan pupuk non organik, pestisida, dan obat-obatan yang dapat berdampak merugikan kesehatan. BIOCert (2006) menyebutkan bahwa pada tahun 2005 pasar beras organik Indonesia mengalami pertumbuhan sekitar 22 persen pertahunnya yang mencapai angka Rp28 milyar. Dan diikuti juga dengan peningkatan volume produksi dari 1 180 ton di tahun 2001 menjadi hampir 11 000 ton di tahun 2004. Adanya peningkatan pasar ini juga diimbangi dengan peningkatan jumlah petani organik di Indonesia yang pada tahun 2001 berjumlah 640 orang menjadi 1 700 orang di tahun 2004. Peningkatan jumlah petani organik ini juga didukung oleh harga jual beras organik yang lebih tinggi daripada harga beras non organik. Beberapa waktu terakhir ini muncul jenis beras organik yang mulai dibudidayakan di Indonesia, yaitu beras merah organik. Beras merah dikenal sebagai beras sehat yang kaya serat alami dan cocok sebagai makanan penunjang diet. Hasil penelitian Cina dalam Suardi (2005) menunjukkan bahwa ekstrak larutan beras merah mengandung protein, asam lemak tidak jenuh, beta-sterol, camsterol, stigmasterol, isoflavones, saponin, Zn dan Fe, lovastatin, dan mevinolin-HMG-CoA. Unsur mevinolin-HMG-CoA merupakan reduktase inhibitor yang dapat mengurangi sintesis kolesterol di hati. Menurut penelitian Suardi (2005), beberapa galur persilangan F6 dari BP140F/Silugonggo//Oryza glaberrima///Silugonggo memperlihatkan varietas
3
dengan warna beras merah yang bervariasi dengan kadar protein relatif tinggi, tanaman pendek, umur sangat genjah, dan relatif toleran kekeringan. Pemasaran beras merah masih terbatas dan harganya relatif tinggi dibandingkan beras putih. Dalam Suardi (2006) disebutkan bahwa pada tahun 2005 beras merah menjadi kontributor tunggal produk pangan berserat tinggi dan merupakan pangan olahan alami yang sehat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 21 persen serta mampu mencapai nilai penjualan sebesar Rp70 milyar. Dan hingga saat ini permintaan terhadap beras merah terus meningkat. Mengetahui peningkatan pertumbuhan dan besarnya manfaat beras merah bagi kesehatan yang didukung dengan penerapan pertanian organik, maka terdapat potensi yang besar untuk mengembangkan usaha beras merah organik. Diperkirakan di tahun 2013 ini, jumlah produksi beras merah organik masih belum bisa memenuhi jumlah permintaan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari jauhnya selisih harga di pasar antara beras putih dengan beras merah. Namun hingga saat ini penelitian mengenai pengembangan usaha beras merah organik di Indonesia masih jarang dilakukan, sehingga belum dapat dipastikan seberapa besar potensi tersebut. Hal ini didukung dengan fakta sulitnya mencari informasi mengenai jumlah produksi dan tingkat konsumsi, lahan budidaya, dan rataan harga dasar beras merah di Indonesia. Penelitian tentang beras merah yang selama ini telah dilakukan hanya sebatas mengenai penemuan variatas, kandungan gizi, manfaat, serta tingkat kesadaran dan konsumsi konsumen saja. Selain itu, data mengenai daerah-daerah yang menjadi sentra beras merah di Indonesia juga masih belum tersedia. Salah satu daerah penghasil beras merah organik di provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Banyuwangi. Potensi yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi untuk menjadi salah satu sentra beras merah didukung dengan kesuburan tanah dan ketersediaan lahan sawah yang luas. Berikut ini merupakan data sebaran lahan tanam padi beras merah organik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013. Tabel 2 Sebaran lahan tanam padi merah organik Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 Lokasi Luas lahan (Ha) Bangunsari, Songgon 1.8 Kalibaru Kulon 0.75 Kalibaru Manis 0.2 Kalibaru Wetan 0.62 Kembiritan 0.9 Lemahbang Kulon 0.75 Macan Putih, Kabat 2.225 Padang, Singojuruh 1.63 Singojuruh 0.7 Sragi, Songgon 0.5 Sumberbaru, Singojuruh 2 Tegalharjo, Glenmore 0.85 Temurejo 0.4 Sumber: P4S Banyuwangi (2013)
4
UD Sirtanio merupakan salah satu produsen beras merah organik yang didirikan atas dasar adanya informasi mengenai tingginya permintaan beras merah organik di wilayah Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya. Usaha ini didirikan di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Usaha ini terus mengalami pertumbuhan setiap bulannya, dimana dapat dilihat dari peningkatan produksi dan penjualan. Pada awal berdiri volume produksi dan penjualan kurang dari 1.5 ton, sedangkan di tahun 2013 volume produksi dan penjualan mencapai 6 ton per bulan. Akan tetapi selama ini sebagian hampir semua aset produksi yang digunakan masih sewa, sehingga terdapat ketidakpastian dalam kontinuitas usahanya, yaitu apabila pemilik aset sudah tidak mau menyewakan aset-aset produksinya tersebut.
Perumusan Masalah Mayoritas masyarakat menganggap beras merah merupakan beras mahal untuk kalangan ekonomi atas. Sebagai salah satu produsen baru dalam industri beras merah, UD Sirtanio mempunyai visi untuk merubah pola pikir masyarakat mengenai konsumsi beras merah. Dalam menjalankan bisnisnya, UD Sirtanio bermitra dengan lembaga-lembaga pendukung yang ada, seperti lembaga P4S dan laboratorium penelitian Sucofindo. Kemitraan dengan P4S berupa penyediaan petani mitra yang merupakan anggota dari P4S. Selain itu, P4S juga berperan dalam penjamin mutu beras merah organik yang dihasilkan dengan melakukan pengawasan dan pengontrolan standard budidaya para petani mitra. Sedangkan Sucofindo berperan dalam kegiatan quality control. Sistem budidaya yang digunakan para petani mitra telah mengikuti standard dan persyaratan pertanian organik. Hal ini dikarenakan setiap kegiatan budidaya yang dilakukan mulai dari pengolahan lahan hingga pasca panen selalu dilakukan pengontrolan secara kontinu. Saat ini lahan produksi petani mitra beras merah organik telah mencapai 13.625 Ha yang tersebar di beberapa kecamatan di Banyuwangi. Sebelum bermitra dengan seorang petani, terlebih dahulu dilakukan uji peta denah dan lokasi lahan milik petani tersebut. Tujuan dari pengujian tersebut adalah untuk menjamin kondisi lahan yang akan digunakan bebas dari kontaminasi pestisida dan pengaruh dari lahan pertanian non organik. Biasanya petani yang baru bergabung menjadi mitra tidak langsung lolos sertifikasi organik, sehingga untuk sementara waktu masih dalam masa transisi dan beras yang dibudidayakan masih beras putih. Sedangkan petani yang telah lolos uji sertifikasi organik masuk ke dalam golongan mitra tani prima dan diperkenankan membudidayakan beras merah organik. Bertambahnya petani yang ingin menjadi mitra tani dari UD Sirtanio ini dikarenakan harga beli gabah yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan sebelum menjadi mitra dan selalu di atas harga pasar. Data rata-rata harga gabah tahun 2012 – 2013 menurut kualitas, komponen, mutu, dan HPP di tingkat petani Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1. Keuntungan yang diterima setelah menjadi mitra tani UD Sirtanio adalah adanya jaminan kontrak harga untuk mengantisipasi terjadinya fluktuasi harga pasar, sehingga mitra tani tidak merasa khawatir apabila harga beras di pasar
5
turun. Dengan adanya kontrak pembelian ini berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani. UD Sirtanio merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang peningkatan nilai tambah dari gabah kering panen hingga menjadi beras merah organik yang siap jual dan memasarkannya. Sumber bahan baku utama berasal dari petani-petani mitra yang kemudian akan digiling dan diberi penambahan nilai. Untuk mengangkut gabah dari sawah menuju gudang penyimpanan, UD Sirtanio masih menggunakan mobil sewa. Proses penyimpanan, penjemuran dan penggilingan padi juga dilakukan dengan menyewa lantai jemur dan mesin penggilingan milik koperasi pertanian setempat. Setelah digiling dilakukan sortasi untuk memisahkan beras dengan kotoran. Proses terakhir adalah pengemasan menggunakan mesin vacuum agar beras lebih tahan lama jika disimpan. Hingga saat ini mesin vacuum yang biasa digunakan juga masih sewa. Sebagaimana kondisi suatu bisnis yang sedang berkembang, UD Sirtanio memerlukan biaya modal yang besar untuk memenuhi kebutuhan investasi dan operasional. Akan tetapi modal yang dimiliki UD Sirtanio sangatlah terbatas, sehingga hampir semua peralatan produksi, bangunan, dan kendaraan operasional (mobil) yang digunakan UD Sirtanio masih sewa hingga saat ini. Untuk ke depannya UD Sirtanio berencana mengembangkan usahanya dengan memiliki peralatan produksi, bangunan, dan kendaraan operasional sendiri. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepastian bahwa pemilik selamanya bersedia menyewakan aset-aset produksinya tersebut. Maka rencana pembelian aset-aset produksi perlu dilakukan untuk menjaga kontinuitas produksi ke depannya. Untuk mengetahui apakah rencana membeli aset-aset produksi sudah tepat daripada menyewa, maka perlu dilakukan analisis leasing. Studi kelayakan rencana pengembangan usaha juga perlu dilakukan baik dari aspek finansial maupun non finansial. Hal ini bertujuan memastikan bahwa rencana pengembangan usaha beras merah organik layak untuk dijalankan. UD Sirtanio merupakan usaha yang belum lama berdiri tetapi telah mengalami keberhasilan yang cukup menjanjikan. Rencana pengembangnab usaha ini terdiri dari dua skenario dengan komposisi sumber modal yang berbeda. Sumber modal skenario I berasal dari modal sendiri. Sedangkan skenario II menggunakan kombinasi modal pinjaman dan modal sendiri. Seperti halnya bisnis pada umumnya, UD Sirtanio tidak akan lepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa mengalami perubahan. Beberapa ketidakpastian faktor produksi menjadi penyebab terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan pengembangan usaha beras merah organik. Salah satu ketidakpastian dapat berasal dari penurunan nilai rendeman gabah yang akan berpengaruh langsung terhadap jumlah produksi beras merah organik. Peristiwa ketidakpastian lainnya dapat dilihat pada kenaikan BBM yang baru saja terjadi dan berpengaruh terhadap kenaikan harga beli gabah, sehingga mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi lainnya dan pada akhirnya juga meningkatkan harga jual produk. Adanya potensi perubahan harga bahan baku dan produk tersebut dapat mempengaruhi kelayakan pengembangan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis switching value untuk melihat kepekaan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio dari adanya perubahan-perubahan terhadap kondisi input dan output produksi. Analisis ini akan dilakukan terhadap variabelvariabel terpenting yang berpengaruh terhadap usaha. Pada usaha beras merah
6
organik UD Sirtanio variabel-variabel terpenting dan paling berpengaruh adalah penurunan nilai rendeman gabah dan kenaikan harga gabah. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat perbandingan keuntungan yang akan diperoleh antara rencana pengadaan aset berupa tanah, banguna produksi, mesin-mesin produksi, dan kendaraan operasional dengan sewa aset yang selama ini dilakukan oleh UD Sirtanio? 2. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio berdasarkan aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan? 3. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio berdasarkan aspek finansial? 4. Bagaimana tingkat toleransi usaha beras merah organik pada UD Sirtanio terhadap penurunan nilai rendeman gabah dan kenaikan harga gabah yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis tingkat perbandingan keuntungan yang akan diperoleh antara rencana pengadaan aset berupa tanah, banguna produksi, mesin-mesin produksi, dan kendaraan operasional dengan sewa aset yang selama ini dilakukan oleh UD Sirtanio. 2. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio berdasarkan aspek non finansial yang meliputi aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. 3. Menganalisis kelayakan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio berdasarkan aspek finansial. 4. Menganalisis tingkat toleransi usaha beras merah organik pada UD Sirtanio terhadap penurunan nilai rendeman gabah dan kenaikan harga gabah yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: 1. Sebagai sarana latihan dan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan tentang agribisnis yang telah dipelajari selama perkuliahan di Institut Pertanian Bogor. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pengusaha beras merah organik tentang kelayakan usaha dan pembuatan rencana usaha selanjutnya. 3. Memberikan tambahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
7
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya dilakukan di UD Sirtanio yang berlokasi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penelitian ini membahas mengenai pemberian nilai tambah terhadap beras merah mulai dari gabah kering panen menjadi beras hingga proses pemasarannya. Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji mengenai sistem leasing yang diterapkan oleh UD Sirtanio, aspek-aspek finansial, dan non finansial.Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi, dan aspek lingkungan. Sedangkan aspek finansial terdiri atas kriteria kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cash flow yang akan diolah menggunakan software Microsoft Excel. Hal ini dilakukan untuk meneliti kelayakan pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio.
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Beras Merah untuk Peningkatan Mutu Pangan Penelitian Suardi (2005) mengenai perbaikan mutu padi beras merah melalui persilangan antar varietas sehingga diharapkan munculnya padi beras merah varietas unggul yang berpotensi dalam meningkatkan mutu pangan. Selain sebagai makanan pokok, beras merah sangat bermanfaat bagi kesehatan seperti menyembuhkan penyakit kekurangan vitamin A (rabun ayam) dan vitamin B (beri-beri) serta dapat mengatasi masalah kekurangan gizi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pigmen antosianin yang merupakan sumber pewarna merah pada beras merah berperan sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes, dan hipertensi. Meskipun memiliki banyak manfaat, namun tingkat produktivitas padi beras merah pada umumnya rendah serta penelitian padi beras merah belum menjadi prioritas. Pemasaran beras merah juga terbatas dan harganya relatif tinggi. Oleh karena itu potensi padi beras merah akan digali lebih intensif melalui penelitian ini. Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa varietas Oryza glaberrima dengan warna merah berpeluang menjadi tetua dalam pemuliaan untuk mendapatkan padi beras merah yang toleran terhadap kekeringan, umur genjah, kadar protein tinggi, dan sebagai sumber pigmen antosianin dengan beras berwarna merah. Beberapa galur persilangan F6 dari BP140F/Silugonggo//Oryza glaberrima///Silugonggo memperlihatkan varietas dengan warna beras merah yang bervariasi dengan kadar protein relatif tinggi, tanaman pendek, umur sangat genjah, dan relatif toleran kekeringan. Dari galurgalur turunan F6 dan seterusnya diharapkan dapat diperoleh varietas padi yang sesuai untuk lahan sawah tadah hujan yang beriklim kering, sehingga produksi beras merah dapat ditingkatkan. Selain itu, varietas padi ini juga dapat memperbaiki konsumsi gizi dan menambah koleksi plasma nutfah padi.
8
Persepsi Produsen terhadap Beras Merah Aek Sibundong dalam Menciptakan Peluang Pasar Penelitian Indrasari dan Adnyana (2007) mengenai pelepasan galur BP1924-1e-5-2 dengan nama varietas Aek Sibundong yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Untuk mangkaji persepsi produsen terhadap beras merah yang ditawarkan, dilakukan penelitian di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan. Data yang dikumpulkan adalah persepsi produsen terhadap produksi beras merah relatif terhadap komoditas pesaingnya dalam hal produktivitas, biaya produksi, risiko kegagalan ketahanan penyakit, umur, dan kemudahan dalam pemeliharaan, serta dasar pertimbangan produsen secara umum dalam memilih komoditas yang akan ditanam. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara tatap muka menggunakan kuesioner sebagai pedoman. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 700 orang yang terdiri dari petani produsen, konsumen, dan pengusaha. Tanggapan produsen terhadap beras merah Aek Sibundong yang sedang dipromosikan dibandingkan dengan beras yang biasa ditanam petani cukup beragam di antara provinsi yang dikaji. Namun, secara umum sebanyak 11-56 persen petani mengatakan beras merah Aek Sibundong lebih baik dibanding padi jenis lainnya. Keunggulan komoditas ini terutama pada aspek produktivitas dan ketahanan terhadap penyakit, biaya produki yang dibutuhkan, umur panen, dan kemudahan dalam pemeliharaan hampir sama dengan komoditas padi lainnya.
Penelitian Kelayakan Penambahan Investasi Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian mengenai studi kelayakan pengembangan usaha dengan penambahan investasi, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2008) mengenai analisis kelayakan usaha pembuatan bandeng isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, penelitian Widiyanthi (2007) mengenai analisis kelayakan investasi penambahan mesin vacuum frying untuk usaha kecil pengolahan kacang (studi kasus di PD Barokah Cikijing Majalengka Jawa Barat), dan penelitian Novianti (2010) mengenai kelayakan investasi usaha penggilingan padi pada kondisi risiko (studi kasus di penggilingan padi skala kecil Sinar Ginanjar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Dari penelitian-penelitian terdahulu ini terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu jenis komoditi yang diteliti, lokasi penelitian, serta permasalahan yang dihadapi. Sedangkan persamaannya dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu menganalisis kelayakan penambahan investasi dilihat dari aspek finansial dan non finansial. Dalam penelitian ini komoditi yang diteliti adalah beras merah organik di UD Sirtanio Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dengan permasalahan rencana pengembangan usaha dengan penambahan investasi berupa lantai jemur, ruang produksi, mesin penggilingan padi, mesin vacuum packaging, dan kendaraan operasional. Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2008) memiliki tiga skenario dimana skenario II adalah ekspansi usaha dengan penambahan bahan baku dan
9
alat produksi sebesar dua kali lipat dari kapasitas normal. Berdasarkan analisis non finansial usaha bandeng isi pada BANISI layak untuk dilaksanakan karena tidak ditemukannya faktor penghambat pada tiap aspek.Hasil kelayakan finansial pada skenario II diperoleh nilai NPV Rp213 884 273; Net B/C 5.4296; IRR 91 persen dan Payback Period selama 2 tahun 1 bulan. Analisis finansial terhadap ketiga skenario menunjukkan bahwa hanya skenario I dan II yang layak untuk dijalankan.Dari kedua skenario tersebut, skenario II merupakan skenario yang paling layak untuk dijalankan. Berdasarkan analisis switching value usaha ini sensitif terhadap penurunan harga jual, kenaikan harga bandeng, dan penurunan tingkat penjualan. Widiyanthi (2007) menganalisis kelayakan usaha pengolahan kacang PD Barokah apabila terjadi penambahan mesin vacuum frying. Analisis kelayakan non finansial penambahan mesin vacuum frying layak untuk dijalankan. Aspek kelayakan finansial dilakukan terhadap aspek finansial kelayakan usaha dan aspek finansial kelayakan penambahan mesin vacuum frying. Secara finansial penambahan penambahan mesin vacuum frying juga lebih layak untuk dijalankan dibuktikan dengan nilai kriteria investasi, yaitu NPV Rp553 843 037; Net B/C 2.76; IRR 47.70 persen dan Payback Period selama 2 tahun 6 bulan. Analisis finansial kelayakan usaha juga layak untuk diusahakan dengn nilai NPV Rp1 405 678 570; Net B/C 1.98; IRR 32.22 persen; dan payback period selama 3 tahun 10 bulan. Hasil analisis switching value penambahan mesin vacuum frying menunjukkan bahwa usaha sensitif terhadap perubahan harga jual.penambahan mesin vacuum frying Novianti (2010) mengemukakan dalam penelitianya bahwa usaha penggilingan padi di Kabupaten Karawang didominasi oleh penggilingan padi skala kecil, dimana salah satunya adalah penggilingan padi Sinar Ginanjar. Penggilingan padi Sinar Ginanjar akan melakukan penambahan konfigurasi mesin dengan modal dari investor untuk memperoleh keuntungan maksimal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan studi kelayakan bisnis terhadap usaha penggilingan padi Sinar Ginanjar. Berdasarkan analisis pada aspek non finansial penggilingan padi Sinar Ginanjar layak untuk dijalankan. Analisis finansial dilakukan pada dua kondisi usaha, yaitu kondisi tanpa risiko dan kondisi risiko. Pada kondisi tanpa risiko dengan tingkat diskonto 12 persen layak dilakukan investasi dimana diperoleh nilai NPV Rp322 915 059; IRR 28 persen; Net B/C 1.83; dan payback period selama 4 tahun 0.9 bulan. Analisis aspek finansial pada kondisi risiko juga menunjukkan layak dilakukan investasi Tingkat risiko terbesar berdasarkan nilai koefisien variasi adalah risiko harga dengan nilai NPV yang diharapkan sebesar Rp59 440 085; standar deviasi 108 146 306; dan koefisien variasi 1.82. Sedangkan pada risiko produksi nilai NPV yang diharapkan Rp259 662 572; standar deviasi 388 618 762; dan koefisien variasi 1.50. Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada komoditi ang diteliti.. Selain itu, lokasi tempat dilakukannya penelitian kali ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kelayakan pengembangna usaha dengan penambahan investasi dimana metode analisis yang digunakan hampir sama seperti penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu menggunakan analisis leasing, analisis kelayakan investasi, dan analisis switching value.
10
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Investasi Investasi merupakan komponen yang paling sering berubah dalam GDP serta menghubungkan masa sekarang dan masa depan. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal oleh perusahaan untuk membeli barangbarang modal dan perlengkapan produksi guna menambah kemampuan produksi barang dan jasa. Definisi lain investasi menurut Pratomo dan Nugraha (2009) adalah membeli suatu aset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Salah satu alasan berinvestasi adalah mempersiapkan masa depan sedini mungkin melalui perencanaan kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan saat ini. Inflasi merupakan salah satu penyebab perlunya dilakukan investasi. Menurut Mankiw (2003) investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi ke dalam tiga sub kelompok, yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Mankiw (2003) juga menjelaskan adanya hubungan antara investasi dan tingkat bunga. Jumlah permintaan barang-barang modal bergantung pada tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai investasi. Jika suku bunga meningkat, proyek investasi yang menguntungkan semakin sedikit dan jumlah permintaan barang-barang investasi akan turun. Hubungan keterkaitan antara investasi dan tingkat bunga dapat dilihat pada fungsi berikut. Tingkat bunga riil, r
Fungsi investasi, I (r)
Kuantitas investasi, I
Gambar 1 Fungsi investasi Dalam perekonomian tingkat bunga dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan atau tingkat bunga yang dibayar investor untuk
11
meminjam uang. Sedangkan tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Dengan kata lain bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya menentukan jumlah investasi (Mankiw 2003). Teori Leasing Lease didefinisikan oleh Kieso et al. (c2007) sebagai perjanjian kontraktual antara lessor dan lessee yang memberikan hak kepada lessee untuk menggunakan properti tertentu yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu dengan membayar sejumlah uang (sewa) yang sudah ditentukan secara periodik. Seringkali ditemukan bahwa lease lebih memberikan keuntungan bagi lessee daripada kepemilikan properti. Beberapa keuntungan yang umumnya dinikmati oleh lessee adalah : 1. Pembiayaan 100 persen dengan suku bunga tetap Perjanjian lease pada umumnya tanpa uang muka dari lessee, sehingga membantu penghematan dana modal lessee yang terbatas. Sebagian besar lessee merupakan perusahaan baru dan sedang berkembang. Pembayaran lease bersifat tetap, sehingga melindungi lessee dari inflasi dan meningkatnya biaya uang. 2. Proteksi terhadap keusangan Peralatan yang dilease dapat mengurangi risiko keusangan bagi lessee karena adanya pemindahan risiko nilai residu kepada lessor. Dalam perjanjian lease, lessee diperbolehkan untuk menukarkan peralatan lama dengan yang baru atau membatalkan lease lama dan menciptakan lease yang baru. Dimana biaya lease baru akan ditambahkan ke saldo lease lama dikurangi dengan nilai tukar tambah peralatan lama. 3. Fleksibilitas Perjanjian lease memiliki batasan-batasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perjanjian hutang lainnya. Hal ini dikarenakan lessor mampu membuat perjanjian lease yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan lessee. 4. Pembiayaan yang lebih murah Beberapa perusahaan menyadari bahwa pembiayaan dengan lease lebih menghemat biaya daripada jenis pembiayaan lainnya. Perusahaan baru yang sedang mengalami depresi atau perusahaan yang terkena tarif pajak rendah akan melakukan lease untuk memperoleh keuntungan pajak yang bila tidak dilakukan akan hilang. Pengurangan pajak melalui beban penyusutan tidak memberikan manfaat berarti bagi perusahaan yang mempunyai laba kena pajak kecil. Melalui leasing, perusahaan leasing dapat memperoleh manfaat ini dan kemudian memberikannya kepada lessee atau pemakai aktiva yang dilease berupa pembayaran sewa yang lebih rendah. 5. Keuntungan pajak Perusahaan tidak melaporkan aktiva atau kewajiban yang termasuk dalam perjanjian lease dengan alasan untuk tujuan pelaporan finansial. Namun dengan alasan tujuan perpajakan, perusahaan dapat mengkapitalisasi dan mendepresiasi aktiva lease. Hasilnya, perusahaan melakukan pengurangan di muka dan sekaligus mengurangi pajaknya. 6. Pembiayaan di luar neraca
12
Beberapa lease tidak mengakibatkan bertambahnya hutang pada neraca atau mempengaruhi rasio keuangan, tetapi dapat menambah kemampuan perusahaan untuk melakukan pinjaman. Pembiayaan di luar neraca semacam itu penting bagi perusahaan tertentu. Teori Biaya Manfaat Biaya didefinisikan oleh Nurmalina et al. (2010) sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis kelayakan adalah biaya investasi, biaya operasional, dan biaya lainnya. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal kegiatan dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian. Sedangkan biaya yang dikeluarkan setiap proses produksi adalah biaya operasional. Manfaat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit. Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur akibat adanya peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, serta perubahan bentuk produk. Indirect or secondary benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis sehingga berpengaruh terhadap lingkungan eksternal di luar bisnis. Sedangkan intangible benefit adalah manfaat yang riil ada tapi sulit diukur. Menurut Hafidh (2010) analisis manfaat biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran keuntungan atau kerugian serta kelayakan suatu proyek. Analisis ini memperhitungkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program atau proyek. Perhitungan manfaat serta biaya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Analisis ini mempunyai penekanan dalam perhitungan tingkat keuntungan atau kerugian dengan mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai. Studi Kelayakan Bisnis Pengambilan keputusan dalam berinvestasi selalu didasarkan pada hasil analisis studi kelayakan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2010) studi kelayakan bisnis merupakan analisis dasar penilaian layak atau tidaknya suatu kegiatan investasi atau bisnis untuk dijalankan dengan melihat manfaat atau hasil dari kegiatan apabila dilaksanakan. Analisis kelayakan terhadap rencana investasi perlu dilakukan untuk meminimalkan risiko dan mengetahui besarnya manfaat yang akan diperoleh apabila investasi dijalankan. Besarnya manfaat yang diperoleh haruslah sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan untuk investasi. Menurut Rangkuti (2012) terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat studi kelayakan bisnis: 1. Besarnya dana yang digunakan 2. Tingkat ketidakpastian proyek 3. Kompleksitas proyek Selain ketiga hal tersebut, terdapat juga kesalahan-kesalahan yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya dan penundaan penyelesaian proyek. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain: 1. Kesalahan perencanaan 2. Kesalahan dalam memperkirakan permintaan 3. Kesalahan dalam menggunakan teknologi yang akan digunakan
13
4. Kesalahan dalam perkiraan kebutuhan tenaga kerja 5. Kesalahan dalam pengendalian proyek Aspek Studi Kelayakan Dalam melakukan analisis kelayakan bisnis terdapat aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan. Aspek-aspek yang saling berkaitan ini mempunyai pengaruh terhadap manfaat yang akan diperoleh. Nurmalina et al. (2010) membagi aspek-aspek tersebut ke dalam dua kelompok, yaitu aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial ekonomi, serta aspek lingkungan. Aspek Pasar Analisis terhadap aspek pasar perlu dilakukan karena tanpa adanya permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan, maka suatu proyek bisnis tidak akan berhasil. Tujuan dari analisis aspek pasar adalah untuk mengetahui seberapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang bersangkutan (Umar 2000). Menurut Subagyo (2007) kurang diperhatikannya aspek pasar akan menyebabkan beberapa kerugian dan kegagalan suatu proyek, yaitu produk yang ditawarkan tidak diminati konsumen, produk tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, serta produk yang ditawarkan laku, tetapi pangsa pasar kecil dan volume penjualannya rendah sehingga tidak dapat menutupi biaya yang telah dikeluarkan. Analisis aspek pasar merupakan aspek yang dikaji paling awal karena untuk mengetahui ada tidaknya peluang pasar dari produk yang dihasilkan merupakan faktor utama dalam penentuan keputusan proyek. Menurut Soeharto (1999) dalam analisis aspek pasar terdapat tiga hal penting yang perlu dikaji, yaitu: 1. Penawaran dan permintaan a. Perincian permintaan Perincian permintaan terdiri dari: - Area; dibagi menjadi area yang akan dikaji potensi daya serapnya. - Spesifikasi produk; dibedakan atas beberapa tingkat spesifikasi, misalnya produk yang bermutu tinggi, sedang, dan rendah. b. Permintaan masa depan dan saat ini Permintaan saat ini dapat dikumpulkan dan dilihat dari catatan statistik. Sedangkan untuk mengetahui permintaan pada masa yang akan datang perlu dilakukan peramalan dengan menggunakan berbagai variabel yang didasarkan pada informasi saat ini. c. Penawaran Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penawaran produk yaitu: - Besarnya penawaran saat ini dan potensinya di masa yang akan datang. - Besarnya kapasitas produksi. - Jenis produk. d. Konsumen Konsumen merupakan salah satu penentu dari tingkat permintaan pasar. Informasi konsumen perlu dikaji juga menyangkut masalah demografi dan sosiologi yang dapat ditelusuri melalui pertanyaan-pertanyaan berikut: - Mengapa mereka membeli.
14
- Di mana mereka membeli. - Kapan mereka membeli. e. Kebijakan, perencanaan, dan peraturan pemerintah Kebijakan, perencanaan, dan peraturan pemerintah berpengaruh besar terhadap penawaran dan permintaan produk serta dapat menjangkau aspek lainnya, seperti: - Perencanaan nasional yang berkaitan dengan pembangunan fasilitas dan prasarana produksi. - Peraturan pengendalian impor-ekspor. - Kebijakan dan peraturan aspek finansial. - Pajak dan bea masuk. - Kebijakan pemakaian produk dan sumberdaya domestik. - Rangsangan ekspor. - Pemberian subsidi. 2. Pangsa pasar dan persaingan a. Pangsa pasar Hal-hal yang perlu dikaji meliputi: - Menentukan sasaran pangsa pasar yang ingin diraih. - Upaya penetrasi pasar. - Komposisi marketing mix. b. Persaingan Dalam persaingan perlu diperhatikan: - Jenis pasar - Identifikasi perusahaan pesaing; skala usaha, kinerja, serta strateginya. - Jumlah serta kualifikasi produk yang dihasilkan. - Kemungkinan adanya substitusi produk. c. Harga Penentuan harga berpengaruh besar terhadap pangsa pasar dan persaingan. Dalam harga perlu diperhatikan: - Bagaimana struktur dan berapa sasaran total harga. - Berapa besar tingkat harga produk sejenis. - Bagaimana respons terhadap fluktuasi harga pesaing. - Apakah harga berubah berdasarkan musiman. 3. Strategi pemasaran a. Promosi - Luas dan lingkup jangkauan. - Metode yang digunakan. b. Distribusi - Cara pendistribusian produk. - Transportasi. - Pengemasan. Aspek Teknik Aspek teknik dalam studi kelayakan mempelajari tentang kebutuhankebutuhan teknikal proyek. Menurut Umar (2000) yang termasuk ke dalam aspek teknis antara lain penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi proyek, serta letak pabrik yang paling menguntungkan. Kemudian dari analisis aspek teknik tersebut dapat disusun
15
rencana jumlah pengadaan aset tetapnya. Kerugian atau kegagalan yang bisa terjadi akibat kurangnya analisis terhadap aspek teknis menurut Subagyo (2007) antara lain: Permintaan terhadap produk tinggi, tetapi skala produksi rendah diakibatkan rendahnya kapasitas mesin sehingga opportunity cost juga tinggi. Terlalu jauhnya lokasi perusahaan dari pasar (konsumen) yang mengakibatkan bertambahnya biaya transportasi sehingga profit margin menjadi rendah. Sedangkan pemindahan lokasi pabrik dibutuhkan biaya yang tinggi. Dengan demikian, profit margin yang rendah bisa terjadi karena kesalahan dalam menentukan lokasi pabrik. Waktu produksi yang dibutuhkan terlalu lama. Hal ini bisa terjadi karena proses produksi yang dipilih tidak tepat sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan dan kehilangan pasar. Aspek Manajemen dan Hukum Dalam aspek manajemen dipelajari hal-hal yang berkaitan dengan rencana pengelolaan dan pelaksanaan bisnis. Rangkuti (2012) membagi aspek manajemen ke dalam dua hal pokok, yaitu manajemen waktu dan manajemen operasional. Manajemen waktu menekankan pada penyusunan rencana dan perkiraan waktu yang digunakan dalam pelaksanaan bisnis. Penyusunan jadwal pekerjaan dibuat dengan mengalokasikan waktu yang tersedia untuk pelaksanaan masing-masing bagian dengan waktu penyelesaian yang optimal. Sedangkan manajemen operasional menekankan pada penjadwalan. Analisis aspek manajemen lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya karena bersifat tidak kasat mata dan cenderung kualitatif. Kebutuhan pengalaman dan keahlian dalam mengelola bisnis juga tidak dapat digambarkan secara visual. Sedangkan hal yang dipelajari dalam aspek hukum mengenai bentuk badan usaha yang digunakan dan jaminan-jaminan yang bisa disediakan apabila akan mengajukan pinjaman modal usaha (Nurmalina et al. 2010). Kesalahan dalam manajemen dan pemilihan bentuk badan usaha dapat menimbulkan permasalahan yang rumit bagi perusahaan sehingga perusahaan tidak berjalan harmonis dan sehat. Apabila legalitas perusahaan tidak lengkap atau perizinannya tidak dipenuhi, maka perusahaan akan ditutup paksa oleh pemda. Hal ini biasa terjadi akibat ketidaktahuan atas aspek legalitas dalam usaha (Subagyo 2007). Aspek Sosial Ekonomi Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yang dialami masyarakat di sekitar lokasi bisnis. Kelayakan aspek sosial dinilai dari besarnya dampak bisnis terhadap penambahan kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran. Dampak sosial yang lainya adalah pemerataan kesempatan kerja dan pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti semakin lancarnya lalu lintas di daerah tersebut, adanya penambahan sarana, dan daerah tersebut menjadi semakin ramai. Sedangkan dampak dari aspek ekonomi yang dapat diberikan oleh suatu bisnis adalah peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan penambahan aktivitas ekonomi (Nurmalina et al. 2010).
16
Aspek Lingkungan Aspek lingkungan menganalisis pengaruh yang diberikan oleh suatu bisnis terhadap lingkungan. Menurut Hufschmidt et al. dalam Nurmalina et al. (2010) pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis bisnis akan menunjang kelangsungan bisnis tersebut, karena bisnis yang tidak bersahabat dengan lingkungan tidak akan bertahan lama. Pertimbangan terhadap masalah dampak lingkungan yang merugikan dalam analisis investasi bisnis perlu dilakukan. Oleh karena itu rencana penanganan terhadap limbah yang dihasilkan harus dilakukan secara bijaksana, sehingga biaya penanganan limbah perlu dimasukkan ke dalam analisis kelayakan. Penentuan Umur Bisnis Penentuan umur bisnis berguna untuk mengetahui kapan perusahaan harus melakukan reinvestasi terhadap aset usaha. Menurut Nurmalina et al. (2010) panjang umur bisnis dapat ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis. 1. Umur ekonomis (sering dipakai) Penetapan umur berdasarkan jangka waktu yang diperkirakan sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar dalam bisnis. 2. Umur teknis Pemakaian umur teknis bertujuan untuk mempermudah perhitungan. Umur bisnis besar bergerak (di berbagai bidang) lebih mudah memakai umur teknis dari unsur-unsur investasi. Pada umunya umur teknis lebih panjang dari umur ekonomis. 3. Bisnis dengan umur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun biasanya umur bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai-nilai sesudah 25 tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10 persen maka present valuenya akan lebih kecil karena nilai DF mendekati nol. Aspek Finansial Aspek finansial menurut Kasmir dan Jakfar (2010) merupakan aspek yang digunakan untuk menilai kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh. Aspek ini sama pentingnya dengan aspek lainnya, bahkan ada beberapa pengusaha lebih mengutamakan analisis aspek finansial karena aspek ini menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan perusahaan, sehingga menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk diteliti kelayakannya. Secara keseluruhan penilaian dalam aspek finansial meliputi : 1. Sumber-sumber dana yang akan diperoleh 2. Kebutuhan biaya investasi 3. Estimasi pendapatan dan biaya investasi selama beberapa periode termasuk jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur investasi. 4. Proyeksi neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa periode ke depan. 5. Kriteria penilaian investasi 6. Rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan. Analisis aspek finansial menurut Arifin dan Fachrudin (2006) bertujuan melakukan serangkaian analisis dengan perhitungan secara tepat dan akurat dari suatu investasi modal dengan membandingkan aliran biaya dengan kemanfaatan
17
menggunakan berbagai kriteria investasi. Pada dasarnya aspek finansial membandingkan investasi yang dilakukan dengan cash flow. Analisis kelayakan aspek finansial biasanya dilakukan setelah aspek-aspek lainnya terpenuhi. Hal ini dikarenakan estimasi biaya sangat dipengaruhi oleh metode-metode yang direncanakan dalam bisnis yang akan dilakukan. Berbagai pertimbangan dalam estimasi biaya harus teruji dan memenuhi syarat dari evaluasi aspek-aspek lainnya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam aspek finansial adalah kebutuhan sumber dana, cash flow, dan penilaian investasi (Rangkuti 2012). Laporan Laba Rugi Definisi laporan laba rugi menurut Nurmalina et al. (2010) adalah laporan yang berisi tentang total penerimaan pengeluaran dan kondisi keuangan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi. Dalam laporan ini digambarkan bagaimana kinerja perusahaan sebagai upaya untuk mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan dalam bisnis. Menurut Rangkuti (2012) laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang menyajikan seluruh hasil operasi (pendapatan/profitabilitas) dan beban yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu. Laporan ini menunjukkan bagaimana perusahaan menghasilkan keuntungan atau kerugian. Perkiraan laba rugi merupakan salah satu proyeksi keuangan yang menggambarkan perkiraanperkiraan keuntungan atau kerugian yang akan dialami perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan proyeksi laporan laba rugi menurut Kasmir dan Jakfar (2010) menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Selain itu, proyeksi laporan laba rugi juga menggambarkan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama. Dari laporan tersebut dapat dilihat kondisi keuangan perusahaan apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam suatu periode atau beberapa periode. Penyusunan Cash Flow Salah satu proyeksi keuangan yang penting untuk dapat menilai seberapa jauh proyek investasi yang didirikan dapat dianggap laak adalah proyeksi aliran kas (cash flow). Analisis cash flow merupakan gambaran tentang besarnya biaya dan pendapatan yang diperoleh melalui penghitungan semua penerimaan dan pengeluaran selama proses produksi berlangsung. Proyeksi aliran kas menunjukkan penyajian yang sistematis tentang penerimaan dan pengeluaran kas selama periode operasi tertentu serta menggambarkan penentuan saldo kas akhir pada laporan neraca. Dari proyeksi ini dapat ditentukan seberapa jauh proyek dapat menghasilkan income yang merupakan salah satu pendapatan dari proyek apabila telah berjalan. Untuk selanjutnya dibandingkan pada besarnya pengeluaran-pengeluaran yang harus dibuat untuk menjalankan proyek. Proyeksi cash flow setiap tahun dapat dilihat dengan memperhatikan jumlah pemasukan dan pengeluaran yang terjadi pada tahun yang bersangkutan (Rangkuti 2012). Cash flow menurut Nurmalina et al. (2010) merupakan arus manfaat bersih sebagai hasil pengurangan arus biaya terhadap arus manfaat. Unsur-unsur
18
yang terdapat dalam cash flow adalah inflow (arus penerimaan), outflow (arus pengeluaran), net benefit (manfaat bersih), dan incremental net benefit (manfaat bersih tambahan) apabila diperlukan. Arus penerimaan dalam cash flow menurut Kasmir dan Jakfar (2010) dapat berupa pinjaman dari lembaga keuangan atau hibah dari pihak tertentu. Penerimaan juga dapat diperoleh dari penghasilan atau pendapatan yang berhubungan langsung dengan usaha yang sedang dijalankan seperti penjualan. Di samping itu, penerimaan juga bisa berasal dari pendapatan lain di luar usaha utama. Sedangkan arus pengeluaran merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode. Pengeluaran tersebut berupa biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan kegiatan usaha, seperti pembayaran cicilan hutang dan bunga pinjaman, biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan biaya-biaya lainnya. Dalam cash flow semua data pendapatan yang akan diterima dan biaya yang akan dikeluarkan diestimasikan sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang. Estimasi biaya dan pendapatan merupakan perkiraan seberapa besar pendapatan yang akan diterima dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam suatu periode. Analisis Kelayakan Investasi Penilaian investasi dilihat dari aspek profitabilitas komersialnya untuk menilai layak atau tidaknya suatu proyek untuk dilaksanakan dapat dilakukan melalui pengukuran berbagai kriteria investasi. Kriteria-kriteria yang akan digunakan tersebut berkaitan dengan konsep nilai waktu uang (time value of money) yang menunjukkan adanya perbedaan nilai uang antar waktu. Salah satu penyebab terjadinya perbedaan nilai uang ini adalah adanya inflasi. Dengan terjadinya inflasi, nilai uang saat ini akan lebih tinggi daripada nilai uang di masa mendatang walaupun jumlahnya sama. Kriteria-kriteria investasi yang biasa digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) (Rangkuti 2012). 1. Net Present Value (NPV) Definisi Net Present Value menurut Nurmalina et al. (2010) adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya. Suatu bisnis dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kas bersih. Menurut Rangkuti (2012) unsur-unsur utama dalam penggunaan NPV adalah mengidentifikasi nilai Discount Rate (DR) yang ditentukan berdasarkan biaya modal untuk mengetahui cash flow di masa yang akan datang. NPV merupakan jumlah dari discounted net cash flow dari waktu ke waktu. 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Nurmalina et al. (2010) menjelaskan bahwa Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Net B/C ratio merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Apabila suatu bisnis atau investasi memiliki Net B/C lebih besar dari satu, maka bisnis tersebut dikatakan layak. Begitu pula sebaliknya, bisnis dikatakan tidak layak apabila Net B/C lebih kecil dari satu.
19
3. Internal Rate of Return (IRR) Specific rate of return dari cash flow suatu proyek selama masa investasi dapat ditentukan dengan Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mengukur aspek keuangan suatu investasi. Hal ini dikarenakan IRR dapat memberikan gambaran profitabilitas suatu investasi dalam persentase. Apabila terdapat ketidakpastian mengenai discount rate atau sulitnya menentukan discount rate yang paling sesuai, maka IRR dapat dijadikan pedoman. Dengan IRR, rata-rata pengembalian dapat segera terlihat. NPV (Rp)
IRR Suku Bunga (%) Gambar 2 Hubungan antara NPV dan IRR Nilai IRR yang dapat diterima dalam suatu investasi adalah perbandingan nilai investasi tersebut apabila disimpan di bank dengan tingkat suku bunga tertentu. Bisa juga merupakan perbandingan dengan return apabila ditanamkan dengan investasi syariah dengan sistem bagi hasil tertentu. Semakin tinggi risiko investasi, maka nilai IRR juga semakin tinggi. IRR memiliki keterkaitan yang erat dengan NPV. Hal ini dikarenakan IRR dapat dilihat sebagai discount rate yang menjadikan NPV dari investasi sama dengan nol, yang artinya mendiskonto seluruh net cash flow sehingga menghasilkan NPV sama dengan nol (Rangkuti 2012). Menurut Nurmalina et al. (2010) penghitungan tingkat IRR dilakukan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatif). 4. Payback Period (PP) Metode payback period disebut juga metode non-discounted cash flow. Tujuan dilakukannya pengukuran investasi menggunakan metode ini adalah untuk melihat kekuatan pengembalian modal tanpa mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money). Pada umumnya metode ini digunakan untuk memilih dari berbagai alternatif usaha dengan risiko tinggi, karena modal yang telah ditanamkan secepat mungkin harus bisa segera kembali. Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu pengembalian investasi. Kriteria penilaian kelayakan bisnis berdasarkan payback period adalah apabila payback period lebih kecil dari periode investasi, maka usulan investasi layak dilanjutkan. Sebaliknya apabila payback period lebih besar dari periode investasi, maka usulan investasi tidak layak dilanjutkan (Rangkuti 2012)
20
Kelemahan dari metode ini adalah diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) serta diabaikannya cash flow setelah periode payback. Kelemahan yang pertama dapat diatasi dengan memakai discounted payback period (Nurmalina et al. 2010). Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) Menurut Gittinger dalam Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value) yang merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output dan penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan switching value ini mengacu kepada besarnya perubahan yang terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol. Perbedaan antara analisis sensitivitas dengan switching value adalah besarnya perubahan pada analisis sensitivitas sudah diketahui secara empirik bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Sedangkan perubahan pada switching value masih harus dicari, misalnya besarnya perubahan maksimum dari penurunan harga output yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Dalam perhitungan switching value, harga output tidak boleh turun melebihi nilai pengganti. Apabila harga turun melebihi nilai pengganti tersebut, maka bisnis tidak layak (NPV = 0).
Kerangka Pemikiran Operasional Semakin maraknya gerakan go green dan pembiasaan pola hidup sehat mendorong masyarakat untuk semakin peduli terhadap kondisi lingkungan dan peduli terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Kepedulian terhadap makanan ini tidak hanya sebatas pada kandungan nutrisi makanan saja, melainkan hingga proses produksinya. Dalam proses produksi diharapkan tidak memperburuk kondisi lingkungan. Bahkan justru harus bisa memperbaiki kondisi lingkungan yang semakin rusak ini. Salah satu bahan pangan yang bisa menjawab tantangan ini adalah komoditi beras merah organik. Saat ini minat konsumsi masyarakat terhadap beras merah organik semakin meningkat. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap beras merah organik juga meningkat. Kondisi tersebut telah menciptakan peluang bagi perkembangan usaha beras merah organik. UD Sirtanio merupakan salah satu usaha beras merah organik yang didirikan atas dasar adanya informasi permintaan beras merah organik yang tinggi. Analisis studi kelayakan usaha perlu dilakukan terhadap UD Sirtanio untuk mengetahui sejauh mana kelayakan rencana pengembangan usaha dari UD Sirtanio baik dari aspek non finansial maupun finansial. Hal ini dikarenakan dalam rencana pengembangan usahanya UD Sirtanio memerlukan modal yang besar dan belum dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha, sehingga penelitian mengenai kelayakan pengembangan usaha menjadi penting untuk dilakukan.
21
Penelitian kelayakan pengembangan usaha yang akan dilakukan meliputi leasing, aspek non finansial dan finansial. Aspek finansial meliputi aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial ekonomi, dan aspek lingkungan. Pada aspek pasar, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi penawaran dan permintaan yang akan menunjukkan adanya peluang pasar serta bauran pemasaran dan strategi pemasaran yang diharapkan. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi lokasi usaha, layout, dan proses produksi. Pada aspek manajemen dan hukum, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi struktur organisasi, job description, sistem upah, bentuk badan usaha, dan perizinan usaha. Pada aspek sosial ekonomi, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi pengaruh usaha terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian masyarakat setempat. Pada aspek lingkungan akan dilakukan analisis mengenai pengaruh usaha terhadap lingkungan sekitar. Analisis terhadap aspek finansial meliputi analisis aspek finansial dan analisis switching value (nilai pengganti). Pada analisis finansial akan diukur kelayakan usaha UD Sirtanio dengan menggunakan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan usaha beras merah organik UD Sirtanio. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.
22
Kesadaran terhadap pentingnya makanan sehat dan kepedulian lingkungan Produk organik sebagai alternatif makanan sehat yang ramah lingkungan Beras merah organik merupakan sumber karbohidrat berserat tinggi UD Sirtanio merupakan salah satu produsen baru beras merah organik Persaingan semakin ketat Modal terbatas Sebagian besar investasi yang digunakan masih sewa Analisis leasing
Sewa investasi
Beli investasi
Studi kelayakan rencana pengembangan usaha dengan penambahan investasi
Analisis non finansial (aspek pasar, teknis manajemen dan hukum, sosial ekonomi, dan lingkungan)
Tidak layak Perlu dilakukan perhitungan ulang untuk mengetahui besaran pengembangan yang layak
Analisis finansial (NPV, Net B/C, IRR, PP) Skenario I dan Skenario II Analisis switching value
Layak Baik dilakukan pengembangan karena dapat memberikan keuntungan
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sertanio
23
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di UD Sirtanio yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Banyuwangi merupakan salah satu daerah sentra beras merah organik di Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei – Juli 2013.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data hasil wawancara dengan pengelola usaha dan observasi langsung di lokasi penelitian. Data primer yang dikumpulkan meliputi data aspek non finansial dan aspek finansial dari UD Sirtanio di lokasi penelitian serta berbagai data pendukung lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai studi pustaka hasil riset atau penelitian terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, media massa, dan situs internet yang relevan guna mendukung penelitian yang dilakukan.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan pengelola UD Sirtanio, karyawan-karyawan, dan pemasok bahan baku usaha beras merah organik. Sedangkan pengumpulan data sekunder melalui studi literatur beberapa buku, skripsi, jurnal, artikel-artikel terkait dari internet, dan pengolahan data-data yang diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui gambaran usaha beras merah organik di tempat penelitian dari berbagai aspek non finansial seperti analisis aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial ekonomi, dan aspek lingkungan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan perhitungan nilai uang untuk mengkaji kelayakan finansial UD Sirtanio. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan usaha beras merah organik di UD Sirtanio secara finansial dengan melakukan perhitungan kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).
24
Data kuantitatif yang diperoleh selama penelitian, terutama mengenai biaya-biaya dan penerimaan di dalam cash flow diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007. Pemilihan program ini dikarenakan program ini telah lazim digunakan dan relatif mudah digunakan. Sedangkan data kualitatif akan diolah dengan menggunakan penjelasan secara deskriptif.
Leasing Penelitian ini menggunakan analisis leasing sebagai dasar penyusunan rencana pengembangan bisnis. Dengan analisis leasing akan diketahui keputusan mana yang lebih menguntungkan bagi perusahaan antara menyewa aset atau membeli aset. Secara matematis rumus leasing dapat dituliskan sebagai berikut : Perhitungan harga sewa oleh lessor ∑ ( ) ( ( ) ( )) NPV Lor Nilai tunai sewa
=
(
)
∑
[ ( )( Nilai tunai beli = Dimana : Lo = nilai aset Lt = nilai sewa yang ditetapkan lessor K = biaya modal T = pajak = umur aset n
(
)
)]
Analisis Kelayakan Non Finansial Analisis kelayakan non finansial yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kelayakan usaha dari aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial ekonomi, serta aspek lingkungan. Pada aspek pasar, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi penawaran dan permintaan yang akan menunjukkan adanya peluang pasar serta bauran pemasaran dan strategi pemasaran yang diharapkan. Pada aspek teknis, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi lokasi usaha, layout, dan proses produksi. Pada aspek manajemen dan hukum, variabel-variabel yang akan dianalisis meliputi struktur organisasi, job description, sistem upah, bentuk badan usaha, dan perizinan usaha. Pada aspek sosial ekonomi, variabelvariabel yang akan dianalisis meliputi pengaruh usaha terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian masyarakat setempat. Pada aspek lingkungan akan dilakukan analisis mengenai pengaruh usaha terhadap lingkungan sekitar.
Analisis Kelayakan Finansial Dalam analisis aspek finansial diperlukan kriteria investasi yang menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Kriteria investasi yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Net Present Value (NPV)
25
Net Present Value menurut Nurmalina et al. (2010) adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya. Suatu bisnis dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut: NPV = ∑
∑
∑ Net B/C =
∑
)
(
)
(
)
∑
( ) Dimana: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0,1,2,3,…,n), tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya i = Tingkat DR (%) Kriteria yang digunakan dalam penilaian NPV adalah sebagai berikut: Jika NPV = 0 (nol), maka hasil investasi (return) usaha akan sama dengan tingkat bunga (bagi hasil) yang dipakai dalam analisis. Usaha dapat dikatakan tidak untung maupun rugi (impas). Jika NPV < 0, maka investasi tersebut rugi atau hasilnya di bawah tingkat bunga (bagi hasil) yang dipakai. Jika NPV > 0, maka investasi tersebut menguntungkan atau hasilnya melebihi tingkat bunga yang dipakai. 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Menurut Nurmalina et al. (2010) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Net B/C ratio merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Apabila suatu bisnis atau investasi memiliki Net B/C lebih besar dari satu, maka bisnis tersebut dikatakan layak. Begitu pula sebaliknya, bisnis dikatakan tidak layak apabila Net B/C lebih kecil dari satu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: (
-
( ) Dimana: Bt = manfaat pada tahun t Ct = biaya pada tahun t i = discount rate (%) t = tahun 3. Internal Rate of Return (IRR) Specific rate of return dari cash flow suatu proyek selama masa investasi dapat ditentukan dengan Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mengukur aspek keuangan suatu investasi. Hal ini dikarenakan IRR dapat memberikan gambaran profitabilitas suatu investasi dalam persentase. Semakin tinggi risiko investasi, maka nilai IRR juga semakin tinggi. IRR memiliki keterkaitan yang erat dengan NPV. Hal ini dikarenakan IRR dapat dilihat sebagai discount rate yang menjadikan NPV dari investasi sama dengan nol (Rangkuti 2012).
26
Menurut Nurmalina et al. (2010) penghitungan tingkat IRR dilakukan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatif). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari opportunity cost of capital-nya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: IRR = ( ) Dimana:
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif I2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif 4. Payback Period (PP) Metode payback pediod disebut juga metode non-discounted cash flow yang digunakan untuk melihat kekuatan pengembalian modal tanpa mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money). Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu pengembalian investasi. Kriteria penilaian kelayakan bisnis berdasarkan payback period adalah apabila payback period lebih kecil dari periode investasi, maka usulan investasi layak dilanjutkan. Sebaliknya apabila payback period lebih besar dari periode investasi, maka usulan investasi tidak layak dilanjutkan (Rangkuti 2012) Kelemahan dari metode ini adalah diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) serta diabaikannya cash flow setelah periode payback. Kelemahan yang pertama dapat diatasi dengan memakai discounted payback period (Nurmalina et al. 2010). Payback Period = Dimana:
I Ab
= besarnya biaya investasi yang diperlukan = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Analisis Switching Value Menurut Gittinger dalam Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value) yang merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan switching value ini mengacu kepada besarnya perubahan yang terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol. Untuk menentukan besarnya perubahan tersebut dilakukan secara trial and error (coba-coba). Dalam perhitungan switching value, harga output tidak boleh turun melebihi nilai pengganti. Apabila harga turun melebihi nilai pengganti tersebut, maka bisnis tidak layak (NPV = 0). Analisis switching value dilakukan terhadap variabel-variabel yang paling berpengaruh terhadap kelayakan pengembangan usaha beras merah organik di UD Sirtanio. Variabel yang dianggap paling berpengaruh adalah harga gabah kering dan nilai rendemen.
27
Asumsi Dasar Penelitian
1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9.
Asumsi dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: Rencana pengembangan usaha terdiri dari dua skenario dengan sumber modal yang berbeda. Skenario I menggunakan modal sendiri, sedangkan untuk skenario II sumber modal berasal dari pinjaman Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 65 persen dan modal sendiri sebesar 35 persen. Pada skenario I tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia pada bulan Juli 2013 sebesar 6.5 persen karena pemilik tidak melakukan pinjaman kepada bank komersial. Pinjaman BRI yang digunakan merupakan produk kredit ritel dengan tingkat suku bunga 11.5 persen pada bulan Juli 2013. Tingkat diskonto pada skenario II sebesar 9.75 persen menggunakan rata-rata tertimbang antara tingkat suku bunga kredit ritel BRI dan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia, dikarenakan sumber modal berasal dari kombinasi antara modal sendiri dan modal pinjaman BRI. Umur proyek adalah 16 tahun, didasarkan pada umur ekonomis mesin penggilingan padi dengan pertimbangan bahwa mesin penggilingan padi merupakan aset penting dalam usaha beras merah organik yang memerlukan biaya investasi cukup besar. Cash flow merupakan proyeksi berdasarkan hasil penelitian dan informasi yang didapatkan pada tahun 2013. Analisis switching value dilakukan terhadap penurunan nilai rendemen gabah dengan asumsi harga input dan harga output tetap dan terhadap kenaikan harga gabah dengan asumsi volume produksi dan harga output tetap. Harga tanah setiap tahun diasumsikan sama hingga akhir tahun proyek. Perhitungan penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
10. Kemampuan pasok gabah kering sawah petani mitra tani padi merah organik setiap bulan sebesar 11.84 ton. 11. Rendemen beras merah organik sebesar 0.56. 12. Sisa gabah sortasi (lass) sebesar 5 persen dan menir sebesar 3 persen dari rendemen. 13. Volume produksi setiap bulan sebesar ± 6.1 ton yang didasarkan pada kemampuan pasok petani mitra padi merah organik, yaitu 92 persen dari rendemen. 14. Penjualan beras merah organik per bulan sebesar 6 039 kg, yaitu 99 persen dari volume produksi bulanan. 15. Harga jual beras merah di tingkat produsen sebesar Rp18 000 per kg 16. Retur beras merah setiap bulannya 1 persen, didasarkan pada nilai retur maksimal. 17. Produk retur diterima pada bulan ketiga.
28
18. Beras retur yang diterima akan digiling lagi bersama dengan sisa gabah sortasi (lass) yang menghasilkan rendemen 0.5 kemudian dijual dengan harga Rp7 000 per kg. 19. Menir dijual dengan harga Rp5 000 per kg.
GAMBARAN UMUM USAHA BERAS MERAH ORGANIK Profil Perusahaan UD Sirtanio merupakan usaha bersama yang didirikan pada tahun 2012 oleh Abdurrahman Jauhari bersama dengan empat temannya, yaitu Shohib Qomad Dillah, Abdul Malik, Ahmad Tesario, dan Mahar Indra. Usaha beras merah organik yang berada di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur ini bergerak di bidang pengolahan gabah hingga penjualan beras. Dalam memulai usahanya, UD Sirtanio sepenuhnya menggunakan modal sendiri dengan jumlah yang terbatas. Keterbatasan modal tersebut mengakibatkan hingga saat ini sebagian besar bangunan dan peralatan produksi masih sewa, antara lain ruang produksi, gudang, lantai jemur, mesin penggilingan padi, dan mesin vacuum packaging. Usaha beras merah organik UD Sirtanio ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan pandangan masyarakat terhadap pola hidup sehat, yaitu mulai diliriknya beras merah sebagai pangan sehari-hari pengganti beras putih. Selain itu, pemilihan produk beras merah organik juga dilatarbelakangi dengan mulai bertambahnya lahan sawah organik di wilayah Banyuwangi. Pertambahan lahan sawah organik ini berkaitan dengan program sistem pertanian organik yang tengah digalahkan oleh P4S di Banyuwangi guna mengembalikan kondisi tanah di Banyuwangi. Program P4S tersebut dilihat sebagai peluang untuk memudahkan realisasi usaha dilihat dari sisi sumber bahan baku, sehingga UD Sirtanio memulai kerja sama kemitraannya dengan petani-petani anggota P4S. Kerja sama kemitraan yang ditawarkan oleh UD Sirtanio berupa jaminan pasar dan kontrak harga gabah yang di atas rataan harga gabah biasa apabila petani-petani tersebut bersedia mengganti komoditinya menjadi beras merah organik dan mematuhi seluruh prosedur yang telah ditetapkan. Beras merah organik yang diproduksi UD Sirtanio telah mendapatkan sertifikasi SNI pada November 2012. Sertifikasi SNI ini merupakan bantuan dari Dinas Pertanian yang saat itu mempunyai program pemberian bantuan sertifikasi guna mendukung industri kecil di Banyuwangi. Adanya sertifikasi SNI ini memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan produksi tiap bulannya. Meskipun telah mendapatkan sertifikasi SNI, permasalahan produksi yang paling mendasar belum ditemukan solusinya. Permasalahan tersebut adalah tingginya retur produk, yaitu berkisar antara 7 hingga 10 persen tiap bulan. Sumber permasalahan ini berasal dari karakteristik beras merah yang cepat tengik dan tidak tahan lama bila disimpan. Akhirnya pada Januari 2013 UD Sirtanio berhasil menemukan solusi yang tepat, yaitu menggunakan vacuum packaging machine. Dengan sistem pengemasan ini beras bisa disimpan lebih lama dan tidak cepat tengik selama kemasan belum dibuka.
29
Informasi Produk Pada tahun awal berdirinya usaha beras merah organik ini, produk yang dikembangkan adalah aneka beras. Diantaranya: beras putih organik, beras merah organik, dan kombinasi beras merah dan putih organik yang dikemas bersama dengan proporsi tertentu dalam satu kemasan. Namun produk beras putih organik dan beras kombinasi kurang diminati oleh konsumen, sehingga mulai dari Agustus 2012 hanya difokuskan pada produk beras merah organik hingga saat ini.
Gambar 4 Beras merah dan beras merah putih Produk utama UD Sirtanio adalah beras merah organik yang telah lolos uji organik dan mendapat sertifikasi SNI. Beras merah yang diproduksi berasal dari lahan pilihan yang ditanam dengan teknik budidaya khusus, serta diawasi dengan ketat. Dalam budidaya beras merah tersebut digunakan pupuk organik istimewa dan agensi hayati tanpa aplikasi pestisida kimia, sehingga menghasilkan beras yang berkualitas dan aman dikonsumsi. Beras merah organik UD Sirtanio ini juga telah mendapatkan sertifikat bebas residu kimia dari SUCOFINDO No. 3508880. Sedangkan kecukupan gizi dari produk tersebut telah mendapatkan sertifikat kecukupan gizi dari Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain produk utama yang berupa beras merah organik, terdapat juga produk sampingan dari UD Sirtanio. Produk sampingan tersebut berupa menir dan beras putih poles yang berasal dari beras retur dan lass (sisa gabah sortasi) yang digiling kembali dengan rendemen 0.5 sehingga warna beras tidak semerah produk utama tetapi juga tidak seputih beras putih. Rata-rata dalam sebulan terdapat menir sebesar 3 persen dan lass sebesar 5 persen dari nilai rendemen gabah (0.56), serta beras retur sebesar 1 persen dari volume produksi.
Struktur Organisasi UD Sirtanio adalah usaha bersama di bidang pertanian dengan usaha peningkatan nilai tambah dan pemasaran pada beras merah organik, dimana usaha ini masih beroperasi dalam skala menengah dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua risiko dalam kegiatan yang dilakukan. Struktur
30
organisasi yang dimiliki UD Sirtanio cukup sederhana. Berikut ini skema struktur organisasi UD Sirtanio. Direktur Abdurrahman Jauhari
Div. Produksi Shohib Qomad Dillah
Div. Pemasaran Abd Malik Ahmad Tesario
Div. Keuangan Mahar Indra
Div. Budidaya Samanhudi
Gambar 5 Struktur organisasi UD Sirtanio
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Keuntungan Sewa dan Beli Aset Produksi Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa UD Sirtanio masih menyewa berbagai bangunan dan peralatan produksinya. Oleh karena itu diperlukan perhitungan untuk membuktikan mana yang lebih menguntungkan antara sewa dan membeli sendiri bagi UD Sirtanio, di mana nantinya akan mengarah pada rencana pengembangan bisnis. Berikut ini merupakan daftar bangunan dan perlengkapan yang dileasing oleh UD Sirtanio. Tabel 3 Leasing aset No Uraian Keterangan 1 Tanah 588 m2 2 Bangunan 3 3 Mesin penggilingan padi 1 4 Vacuum packaging 1 5 Kendaraan operasional Pick up L300 Jumlah
Nilai (Rp) 235 200 000 275 798 000 205 000 000 16 000 000 150 000 000 881 998 000
Alasan UD Sirtanio melakukan leasing aset dikarenakan terbatasnya sumberdaya modal. Walaupun hingga saat ini aset-aset tersebut bukan milik sendiri, yang terpenting biaya operasional tertutupi dan usaha tetap berjalan. Untuk ke depannya UD Sirtanio berharap bisa memiliki aset sendiri. Hal ini dapat dilihat dari penyisihan biaya modal sebesar 25 persen dari total pendapatan penjualan beras merah organik.
31
Analisis penghitungan leasing ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah keputusan sewa investasi lebih menguntungkan daripada membeli sendiri. Penghitungan dilakukan berdasarkan asumsi umur ekonomis dari mesin vacuum packaging, yaitu 3 tahun. Penggunaan asumsi tersebut dikarenakan mesin vacuum packaging memiliki pengaruh yang cukup besar dalam bisnis dan memiliki umur terpendek dibandingkan dengan aset yang lain. Nilai total leasing aset UD Sirtanio sebesar Rp881 998 000 dengan umur aset 3 tahun. Biaya modal yang digunakan untuk untuk membeli aset-aset tersebut adalah 25 persen dengan pajak penghasilan sebesar 25 persen. Berdasarkan informasi tersebut dapat dilakukan penghitungan analisis leasing, sehingga diperoleh keputusan sewa atau beli. Dari penghitungan diperoleh nilai tunai sewa sebesar Rp738 526 326. Sedangkan nilai unai beli lebih kecil dari nilai tunai sewa, yaitu sebesar Rp724 120 358. Perhitungan analisis leasing selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan analisis leasing di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli aset lebih menguntungkan daripada menyewa. Akan tetapi dikarenakan sumberdaya modal yang masih terbatas, maka keputusan membeli aset akan dijadikan sebagai rencana pengembangan usaha UD Sirtanio. Sehingga analisis kelayakan yang akan diperhitungkan berikutnya merupakan analisis kelayakan pengembangan usaha UD Sirtanio dengan penambahan investasi berupa bangunan, peralatan/mesin produksi, dan kendaraan operasional. Pada awal pendirian usaha, UD Sirtanio mengalami keterbatasan modal yang mengharuskannya untuk menyewa hampir semua alat-alat produksi dan bangunan. Keputusan tersebut dilakukan agar bisnis tetap bisa berjalan tanpa mengajukan pinjaman modal. Akan tetapi setiap kegiatan bisnis pasti memiliki ketidakpastian yang akan mempengaruhi kestabilan bisnis. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam sewa adalah adanya kerusakan alat dan pemilik berhenti menyewakan alat tersebut. Apabila peristiwa tersebut benarbenar terjadi, maka kontinuitas produksi beras merah akan terganggu. UD Sirtanio perlu melakukan tindakan pencegahan terhadap ketidakpastian tersebut. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah menyusun rencana pengembangan usaha dengan menambah investasi yang selama ini masih menyewa kepada pihak lain. Rencana penambahan investasi tersebut berupa pembelian mesin vacuum packaging, penggilingan padi, mobil, lantai jemur, gudang penyimpanan gabah, dan ruang produksi. Terdapat dua skenario penambahan investasi dengan variasi sumber modal yang direncanakan. Skenario I sumber modal sepenuhnya milik sendiri tanpa adanya pinjaman dari pihak mana pun. Skenario II sumber modal berasal dari kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman Bank Rakyat Indonesia (BRI). Penyusunan skenario II ditujukan untuk perencanaan yang dapat segera direalisasikan tanpa harus menunggu terlalu lama dalam pengumpulan modal sendiri yang jumlahnya cukup besar apabila menggunakan rencana skenario I. Berdasarkan analisis leasing yang telah dilakukan sebelumnya, pembelian alat-alat produksi memberikan keuntungan yang lebih besar daripada sewa. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha dengan penambahan investasi untuk mengetahui tingkat kelayakannya dari berbagai aspek sebelum rencana tersebut direalisasikan. Aspek-aspek yang akan dianalisis adalah
32
aspek finansial dan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial ekonomi, dan lingkungan.
Aspek Non Finansial Pengembangan Usaha Aspek Pasar Strategi bauran pemasaran yang diterapkan terdiri dari strategi produk, strategi distribusi, strategi harga, dan strategi promosi. Strategi produk berkaitan dengan bagaimana desain produk dan macam-macam produk yang dihasilkan. Strategi distribusi merupakan strategi untuk menentukan metode dan jalur distribusi yang digunakan dalam menyalurkan produk ke pasar. Strategi harga berkaitan tentang penentuan harga jual masing-masing produk. Strategi promosi bertujuan mengenalkan produk yang ditawarkan untuk menarik konsumen. Strategi produk yang dilakukan oleh UD Sirtanio adalah membedakan produk ke dalam produk utama dan produk sampingan. Produk utama merupakan beras merah organik kualitas terbaik yang dikemas menggunakan metode vacuum sehingga dihasilkan beras merah dengan daya simpan lebih lama dan kualitas tetap terjaga sehingga dapat menekan volume produk retur. Metode pengemasan vacuum ini baru diterapkan sejak awal tahun 2013, dimana sebelumnya tidak ada pengemasan secara khusus yang berakibat pada tingginya volume produk retur.
Non vacuum packaging Vacuum packaging Gambar 6 Kemasan beras merah organik Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan berupa menir dan beras putih poles. Menir merupakan sisa beras sortasi yang tidak bisa dikategorikan ke dalam produk utama karena berupa patahan beras. Beras putih poles merupakan sisa dari sortasi yang masih berbentuk gabah (lass) yang digiling kembali bersama dengan beras retur dengan rendemen sebesar 0.5 sehingga diperoleh beras dengan ukuran yang kecil dan warnanya tidak semerah produk utama bahkan sengaja digiling hingga mendekati warna putih. Volume produksi UD Sirtanio tergantung dari manajemen stok, melalui perhitungan permintaan pasar, proyeksi penjualan, dan stok gudang. Saat ini pasar
33
yang telah berhasil dimasuki oleh UD Sirtanio telah mencakup beberapa kota di Jawa dan Bali, yaitu Banyuwangi, Jember, Malang, Pasuruan, Probolinggo, Surabaya, Lumajang, Tulungagung, Blitar, Kediri, Gresik, Klaten, Bogor dan Bali. Perluasan pasar berpengaruh positif terhadap volume produksi beras merah yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai 6.1 ton pada bulan Juli 2013. Volume produksi beras merah dari Januari 2013 hingga Juli 2013 terjadi peningkatan secara kontinuitas. Hal ini dikarenakan pengemasan telah menggunakan mesin vacuum, sehingga kualitas beras lebih terjaga dan masa simpannya lebih panjang. Dengan adanya sistem pengemasan vacuum tersebut, rasa beras tidak cepat tengik selama kemasan belum dibuka dan belum rusak. Sebelum menggunakan mesin kemas vacuum, jumlah produk retur per bulannya bisa mencapai 10 persen dari volume produksi. Namun dengan adanya mesin vacuum packaging, saat ini retur tiap bulannya kurang dari 1 persen. Berikut merupakan grafik perbandingan peningkatan produksi dan penurunan retur per bulan. 7000 6000 5000 4000 3000 2000
retur (kg) volume produksi (kg)
1000 0
Gambar 7 Perbandingan peningkatan dan penurunan retur per bulan Rencana pengembangan usaha dalam penelitian ini disusun berdasarkan kondisi pasar saat ini dan adanya potensi pasar untuk ke depannya. Pertumbuhan pasar yang terjadi pada beberapa bulan terakhir saat penelitian dilakukan dijadikan acuan dasar penyusunan rencana kegiatan produksi. Data rencana produksi setiap bulan dengan pertimbangan potensi pasar, nilai rendemen, dan nilai retur dapat dilihat pada lampiran 3. Pemasaran yang dilakukan oleh UD Sirtanio dilakukan oleh distributor dan sales. Untuk pemasaran oleh distributor produk dikirimkan ke agen-agen di berbagai kota yang telah menjadi langganan. Dari agen, beras akan dibeli oleh para pengecer kemudian dipasarkan sehingga sampai ke tangan konsumen atau dari agen menjual langsung ke konsumen akhir. Selain itu, distributor bisa juga menjual langsung ke konsumen akhir. Sedangkan pemasaran melalui sales adalah pengiriman produk dilakukan oleh para sales ke langganan masing-masing, baik
34
berupa agen, pengecer beras, maupun langsung ke konsumen akhir. Saluran pemasaran beras merah organik dapat dilihat pada gambar berikut ini Sales
Produsen
Distributor
Sales
Agen
Pengecer
Konsumen
Gambar 8 Saluran pemasaran beras merah organik UD Sirtanio Sales merupakan bagian terpisah dari UD Sirtanio. Sales pada umumnya mengambil barang dari produsen dengan harga yang telah ditetapkan kemudian mengambil keuntungan dari selisih penjualan kepada langganannya. Jumlah sales beras merah saat ini kurang lebih 13 orang. Sales-sales tersebut sangat membantu dalam pemasaran beras merah organik UD Sirtanio. Apalagi bagi pasar-pasar baru, karena sales merupakan media promosi yang mudah meyakinkan konsumen di pasar-pasar yang baru dimasuki. Pemasaran yang dilakukan oleh sales mencapai 70 persen terhadap total penjualan. Periode distribusi produk umumnya dilakukan sebulan sekali atau dua kali pada setiap kota, tergantung pada jumlah pemesanan dan stok gudang yang ada. Strategi distribusi produk sampingan berbeda dengan strategi yang digunakan pada produk utama. Saluran distribusi untuk produk sampingan lebih sederhana, yaitu dari produsen langsung ke konsumen akhir atau dari produsen ke pedagang pengecer. Kesederhanaan saluran distribusi produk sampingan dikarenakan produk tersebut bukanlah fokus utama dalam usaha, sehingga UD Sirtanio tidak mengharapkan laba yang tinggi dan yang terpenting produk tersebut laku terjual. Penentuan harga jual produk utama berdasarkan biaya produksi, biaya distribusi, dan laba. Harga yang ditetapkan kepada distributor adalah Rp18 000 per kg. Sedangkan harga untuk sales berkisar antara Rp18 000 hingga Rp19 000. Harga di tingkat agen berkisar antara Rp20 000 hingga Rp21 000 dan di pengecer sebesar Rp22 000 – Rp23 000. Pada konsumen akhir harga jual produk menjadi Rp24 000 – Rp25 000 per kg. Harga jual produk sampingan berupa menir dan beras putih poles jauh berbeda dengan harga produk utama. Menir dijual dengan harga Rp5 000 per kg, sedangkan beras putih poles dijual dengan harga Rp7 000 per kg. Perbedaan harga yang jauh tersebut dikarenakan kualitas produk yang lebih rendah dan jika dijual dengan harga yang lebih tinggi tidak akan laku dijual. Strategi promosi yang digunakan adalah publisitas dan penjualan pribadi. Publisitas berupa promosi untuk menarik konsumen melalui kegiatan pameran atau bazar produk organik. Sedangkan penjualan pribadi atau personal selling dilakukan oleh sales. Selain publisitas dan penjualan pribadi, promosi juga dilakukan menggunakan media brosur guna menunjang strategi promosi yang diterapkan.
35
Berdasarkan analisis potensi pasar beras merah organik UD Sirtanio, dapat disimpulkan bahwa pengusahaan beras merah organik ini layak untuk diusahakan. Hal ini didasarkan pada besarnya potensi pasar untuk produk beras merah organik dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Selain itu, harga jual yang tinggi juga dapat menggambarkan bahwa usaha beras merah organik dapat mendatangkan keuntungan. Aspek Teknis 1. Lokasi Usaha Usaha beras merah organik UD Sirtanio berada di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Beberapa alasan dalam pemilihan lokasi produksi adalah: a. Lokasi produksi UD Sirtanio Lokasi produksi beras merah organik UD Sirtanio turut berpengaruh terhadap output yang dihasilkan dan biaya produksi. Saat ini Kecamatan Singojuruh merupakan daerah pemasok gabah terbesar dengan luas lahan 4.33 Ha dari 13,325 Ha total lahan pemasok yang tersebar di beberapa daerah Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan lokasi di Kecamatan Singojuruh tersebut cukup menghemat biaya produksi, yaitu biaya transportasi karena letak penggilingan, gudang, lantai jemur, dan ruang produksi yang berdekatan. b. Fasilitas transportasi UD Sirtanio berada di Desa Sumberbaru sekitar 3 km dari jalan raya. Meskipun jauh dari jalan raya, infrastruktur di Desa Sumberbaru cukup baik. Salah satunya adalah infrastruktur jalan aspal dengan kondisi baik, sehingga lokasi usaha mudah untuk dijangkau oleh sarana transportasi. Tidak ada kesulitan menuju lokasi usaha karena fasilitas jalan yang telah memadai sehingga dapat diakses kendaraan beroda dua maupun kendaraan beroda empat. c. Letak pasar yang dituju Hingga saat ini UD Sirtanio lebih banyak menjual hasil produksinya kepada sales dan agen-agen yang tersebar di Jawa dan Bali dibandingkan langsung ke konsumen akhir. Hal ini dikarenakan cara penjualan seperti itu lebih efektif dan efisien. Selain itu, juga dikarenakan UD Sirtanio belum memiliki outlet atau kantor pemasaran tersendiri untuk menjual langsung kepada konsumen akhir. d. Letak sumber bahan baku Sumber bahan baku utama UD Sirtanio adalah gabah padi merah organik yang kemudian diolah menjadi beras. Bahan baku tersebut relatif mudah didapatkan, mengingat Kecamatan Singojuruh khususnya dan Kabupaten Banyuwangi pada umumnya merupakan penghasil padi merah organik. Jarak lokasi usaha dengan bahan baku bervariasi, mengingat UD Sirtanio tidak hanya membeli gabah di Kecamatan Singojuruh saja melainkan juga berbagai daerah di Kabupaten Banyuwangi. e. Tenaga listrik dan air Lokasi usaha beras merah organik telah dijangkau oleh aliran listrik sehingga tidak ada masalah dalam penggunaan listrik. Selain itu, sumber air juga berlimpah di daerah lokasi usaha dikarenakan letak
36
geografis Desa Sumberbaru yang tinggi sehingga pasokan air di desa tersebut cukup melimpah. f. Suplai tenaga kerja UD Sirtanio tidak mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja. Suplai tenaga kerja dapat diperoleh dari warga sekitar lokasi usaha. Tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengangkutan, penjemuran gabah, sortasi, dan pengemasan. 2. Layout Salah satu rencana pengembangan usaha dalam aspek teknis adalah memiliki bangunan produksi sendiri. Dimana akan didirikan tiga bangunan penunjang kegiatan produksi, antara lain ruang produksi, lantai jemur, dan gudang penyimpanan gabah. Biaya investasi yang dianggarkan untuk mendirikan ketiga bangunan tersebut sebesar Rp275 798 000 termasuk biaya perizinan mendirikan bangunan (IMB). Berikut ini tabel rincian biaya masingmasing bangunan. Tabel 4 Biaya investasi bangunan Bangunan Luas (m2) Biaya (Rp) IMB (Rp) Ruang produksi 50 80 000 000 100 000 Lantai jemur 378 45 000 000 378 000 Gudang penyimpanan 160 150 000 000 320 000 gabah Jumlah
Nilai (Rp) 80 100 000 45 378 000 150 320 000 275 798 000
Ruang produksi yang akan digunakan UD Sirtanio memiliki luas bangunan sebesar 50 m2. Struktur ruang produksi ditata sesuai dengan alur proses produksi. Ruang produksi ini terbagi menjadi tiga, yaitu ruang sortasi, pengemasan, dan administrasi. Lantai jemur yang digunakan memiliki luas 378 m2 terletak tidak jauh dari ruang produksi. Di dekat lantai jemur terdapat gudang penyimpanan gabah yang bangunannya menyatu dengan penggilingan padi. Luas bangunan gudang penyimpanan gabah sebesar 160 m2. Letak bangunan yang saling berdekatan tersebut bertujuan untuk mempermudah dan menghemat biaya pengangkutan. Untuk lebih lengkapnya layout dapat dilihat pada lampiran 4. 3. Proses Produksi Bahan baku utama yang digunakan oleh UD Sirtanio adalah gabah merah organik dari sawah-sawah para petani mitra. Saat ini total lahan petani mitra yang telah tersertifikasi lahan organik seluas 13.625 Ha dimana letaknya tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Banyuwangi. Waktu budidaya padi merah organik yang dibutuhkan adalah 105 hari dengan 15 hari waktu istirahat lahan, sehingga lahan bisa ditanami padi untuk siklus kedua setelah 120 hari. Dengan 120 hari periode budidaya dalam satu siklus, maka dalam satu tahun maksimal terdapat tiga siklus budidaya per setiap lahan. UD Sirtanio memerlukan pasokan gabah merah organik yang merupakan bahan baku utama untuk produksi secara rutin setiap bulannya. Pasokan gabah yang diperlukan oleh UD Sirtanio setiap bulannya sebesar 11.84 ton yang dihasilkan dari lahan tanam seluas 3.4 Ha, sehingga luas lahan tanam per periode selalu sama yaitu 3.4 Ha. UD Sirtanio menyusun jadwal tanam/panen
37
untuk semua lahan petani mitra agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pasokan gabah. Penyususnan jadwal siklus budidaya padi merah juga disertai dengan pengecekan secara langsung dari pihak UD Sirtanio untuk menjamin bahwa para petani mitra mematuhi jadwal tersebut. Pengecekan dilakukan minimal seminggu sekali dan maksimal dua minggu sekali. Siklus budidaya dan panen setiap tahunnya dapat dilihat pada lampiran 5. Adanya penjadwalan budidaya dan panen lahan-lahan petani mitra berpengaruh langsung terhadap proses produksi beras merah organik UD Sirtanio. Hal ini dikarenakan proses penggilingan gabah dilakukan dua kali dalam seminggu dimana dalam sekali giling dibutuhkan 1.5 ton gabah kering yang telah dijemur. Dimana proses penggilingan gabah dilakukan dua kali dalam seminggu. Pengangkutan gabah Penjemuran gabah Penggilingan gabah Menir
Sortasi beras
Disatribusi ke warung atau langsung dijual ke konsumen akhir
Beras kualitas 1 (produk utama)
Penimbangan per 1 kg
Pengemasan vacuum
Lass
Beras retur
Digiling kembali dengan rendemen 0.5 Disatribusi ke warung atau langsung dijual ke konsumen akhir
Tempel stiker label Pengemasan kardus Penyimpanan dan distribusi Gambar 9 Alur kegiatan produksi UD Sirtanio Proses produksi beras merah organik UD Sirtanio hampir sama dengan produksi beras pada umumnya. Gabah kering sawah yang merupakan bahan
38
baku dibeli dan diambil langsung dari petani oleh UD Sirtanio. Kemudian gabah diangkut dari sawah menju ke gudang penggilingan. Sebelum digiling, gabah dijemur terlebih dahulu hingga gabah mencapai standar kadar air yang biasa digunakan. Penggilingan gabah hanya dilakukan dengan pecah kulit tanpa dipoles. Hal ini ditujukan meminimalisir hilangnya kandungan gizi yang terletak di bagian terluar beras yang mana akan berkurang apabila beras dipoles. Sortasi dilakukan setelah melalui proses penggilingan untuk memisahkan kotoran, menir, dan lass yang tidak bisa dipisahkan saat proses penggilingan. Beras merah yang telah disortasi, kemudian dikemas dalam kemasan plastik 1 kg dengan pengemasan vacuum. Tahap terakhir adalah penempelan stiker label pada tiap kemasan. Sisa menir dan lass dari proses sortasi tidak dibuang, melainkan dijual atau diolah lagi. Menir akan dijual tanpa proses pengemasan khusus seperti produk utama. Sedangkan lass akan digiling kembali bersamaan dengan beras retur dengan rendemen sebesar 0.5. Penggilingan lass dan beras retur bertujuan mengikis lapisan terluar beras, sehingga lass bisa menjadi beras dan lapisan terluar dari beras retur yang rusak bisa dihilangkan. Alur produksi secara jelasnya bisa dilihat pada skema gambar 8 di atas. 4. Spesifikasi Mesin Spesifikasi vacuum packaging machine DZ400 Made In Chamber size Single Sealing Bar Double Sealing Bar Power Machine Size Optional Harga
: China : 440 x 420 x 75 cm : 400x 10 mm : 400 x 10 mm : 220-240 V/50-60 Hz. 900W : 49(W) x 54(L) x 57(H) cm : Gas Flush. Busch Pump. : Rp16 000 000 (Enam belas juta rupiah)
Gambar 10 Mesin vacuum packaging
Gambar 11 Mesin penggilingan padi
39
Aspek Manajemen dan Hukum Manajemen yang dilakukan UD Sirtanio cukup sederhana, tetapi memiliki pembagian tugas yang jelas. Direktur berperan dalam mengarahkan dan mengawasi seluruh kegiatan usaha membawahi empat divisi, yaitu divisi produksi, pemasaran, keuangan, dan divisi budidaya. Divisi produksi bertanggung jawab terhadap seluruh proses produksi mulai pembelian gabah dari petani hingga pengemasan. Divisi pemasaran bertanggung jawab terhadap distribusi dan pemasaran produk. Selain itu, divisi pemasaran juga berperan dalam membuka pasar baru. Divisi keuangan bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh transaksi keuangan yang terjadi. Sedangkan divisi budidaya bertanggung jawab terhadap penjadwalan panen dan mengontrol budidaya padi petani mitra. Selain manajemen pembagian tugas, UD Sirtanio juga menerapkan manajemen produksi guna mengontrol volume produksi setiap bulannya. Tujuan dari manajemen produksi ini adalah untuk menghindari produksi berlebih dan kurangnya pasokan bahan baku. Manajemen produksi terdiri dari manajemen stok gudang dan manajemen proyeksi penjualan. Dengan adanya manajemen produksi ini, permintaan pasar setiap bulannya dapat dipenuhi oleh UD Sirtanio dengan baik. Pengembangan usaha yang akan dilakukan juga berdampak positif terhadap manajemen waktu produksi, yaitu menjadi lebih efisien. Proses produksi sebelum adanya pengembangan usaha memerlukan waktu cukup lama, yaitu dimana UD Sirtanio masih menyewa mesin penggilingan padi. Hal ini dikarenakan pemilik tidak hanya menyewakan mesin kepada UD Sirtanio, melainkan juga menyewakan kepada petani-petani lainnya. Setiap kali akan melakukan proses penggilingan gabah, UD Sirtanio harus mengecek kebersihan mesin penggilingan secara teliti dan melakukan penggilingan gabah dengan jumlah yang sedikit untuk memastikan tidak ada gabah atau beras dari pengguna sebelumnya. Pengecekan tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas beras merah yang diproduksi. Apabila telah memiliki mesin penggilingan sendiri pengecekan tidak perlu dilakukan, sehingga akan menghemat waktu produksi. UD Sirtanio juga menggunakan tenaga kerja dari masyarakat setempat untuk kegiatan sortasi, pengemasan, dan penjemuran. Kegiatan sortasi menggunakan tiga tenaga kerja dengan upah sebesar Rp250 per kg. Untuk pengemasan menggunakan dua tenaga kerja dengan upah Rp300 per kg. Sedangkan penjemuran hanya menggunakan satu tenaga kerja dengan upah Rp5 000 per 100 kg. Penambahan investasi berupa bangunan memerlukan berbagai prosedur dalam pengadaannya. Dimulai dari pembelian tanah dan mengurus perizinan kepemilikan (balik nama). Setelah berlakunya kepemilikan tanah, UD Sirtanio harus mengurus perizinan mendirikan bangunan ke pemda setempat. Aspek hukum tidak berhenti di tahap pengadaan saja, tetapi UD Sirtanio juga harus menanggung pajak bumi dan bangunan yang dibayarkan setiap tahun. Berdasarkan hasil analisis aspek manajemen dan hukum, dapat dikatakan bahwa rencana pengembangan usaha beras merah organik oleh UD Sirtanio tidak ditemukan adanya permasalahan manajemen dan hukum yang dapat menghambat jalannya usaha. Oleh karena itu, rencana penambahan investasi berupa bangunan dan alat-alat produksi layak untuk dijalankan.
40
Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Keberadaan UD Sirtanio tidak memberikan dampak buruk terhadap kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat setempat. Usaha beras merah organik yang dilakukan UD Sirtanio merupakan salah satu kegiatan yang memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu manfaat adanya usaha beras merah organik ini adalah berkurangnya angka pengangguran di Desa Sumberbaru dengan pemanfaatan tenaga kerja dari masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan.
Gambar 12 Pemberdayaan masyarakat setempat Limbah yang dihasilkan oleh usaha beras merah organik UD Sirtanio tidak berbahaya bagi keseimbangan lingkungan. Usaha ini mempunyai limbah penggilingan padi yang tidak termanfaatkan berupa sekam dan dedak. Limbah sekam dan dedak sengaja tidak dimanfaatkan oleh UD Sirtanio karena akan diberikan kepada petani dan masyarakat sekitar. Sekam biasanya digunakan untuk campuran ketika mengolah sawah sebelum ditanami padi. Sedangkan dedak dimanfaatkan masyarakat untuk pakan ternak. Sehingga apabila dilihat dari rencana pengembangan usaha pada aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengembangan usaha beras merah organik ini layak untuk dijalankan.
Aspek Finansial Kelayakan Pengembangan Usaha UD Sirtanio merupakan badan usaha yang menggunakan sumberdaya modal sendiri dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, sehingga dibutuhkan perhitungan yang tepat dalam perencanaan bisnis ke depannya. Penelitian ini akan menggunakan dua skenario rencana penambahan investasi dengan sumber modal yang berbeda. Dimana penghitungan kelayakan terhadap dua skenario ini ditujukan mengetahui skenario mana yang paling sesuai dengan kondisi usaha saat ini. Pada skenario I, sumber modal yang digunakan sepenuhnya merupakan modal sendiri. Sedangkan sumber modal yang digunakan dalam skenario II merupakan kombinasi antara modal pinjaman dan modal sendiri dengan proporsi
41
perbandingan 65 persen dan 35 persen. Modal pinjaman merupakan produk kredit ritel BRI dengan tingkat suku bunga sebesar 11.5 persen pada bulan Juli 2013. Besaran nilai perbandingan proporsi sumber modal pada skenario II disesuaikan dengan nilai pinjaman terbesar yang dapat diberikan oleh BRI pada produk kredit ritel, yaitu sebesar 65 persen dari total nilai pinjaman yang diajukan oleh nasabah. Tingkat diskonto yang digunakan pada skenario I merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia sebesar 6.5 persen pada bulan Juli 2013 dikarenakan keseluruhan modal merupakan modal sendiri. Sedangkan tingkat diskonto pada skenario II menggunakan nilai rataan dari suku bunga kredit ritel BRI dengan tingkat suku bunga deposito Bank Indonesia, yaitu sebesar 9.75 persen. Penggunaan tingkat diskonto rataan dikarenakan sumber modal pada skenario II berasal dari kombinasi antara modal sendiri dan modal pinjaman BRI. Analisis kelayakan finansial pada usaha ini menggunakan asumsi bahwa semua biaya dan manfaat yang terjadi pada tahun pertama adalah sama sampai dengan akhir tahun umur proyek. Analisis kelayakan finansial dilakukan terhadap penambahan investasi berupa lantai jemur, gudang, ruang produksi, mesin penggilingan padi, mesin vacuum packaging, dan mobil. Kriteria yang digunakan dalam perhitungan antara lain NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Umur proyek pengembangan usaha beras merah organik adalah 16 tahun yang didasarkan pada umur ekonomis mesin penggilingan padi. Aspek Finansial Kelayakan Investasi Penambahan Aset Analisis aspek finansial kelayakan investasi penambahan aset dilakukan sebagai rencana pengembangan usaha, Aset-aset yang akan ditambahkan berupa lantai jemur, gudang, ruang produksi, penggilingan padi, vacuum packaging, dan mobil pick up L300. Perhitungan yang dilakukan menggunakan asumsi bahwa perusahaan telah berjalan dan layak untuk diusahakan. 1. Arus Tunai Arus tunai dari usaha produksi beras merah organik ini terdiri dari arus manfaat dan biaya. Manfaat dan biaya dalam analisis ini dibatasi pada manfaat dan biaya yang dapat diperhitungkan. Arus tunai yang diperhitungkan dimulai pada tahun pertama hingga tahun terakhir sesuai dengan umur proyek. Tahun pertama merupakan tahun persiapan dan dimulainya investasi sehingga UD Sirtanio akan mengeluarkan biaya investasi yang besar. Sedangkan proses produksi dimulai pada dua bulan terakhir tahun pertama. Arus tunai yang diperhitungkan pada tahun pertama merupakan angka-angka faktual yang terjadi pada tahun pertama hingga tahun keenam belas yang diasumsikan sama. 2. inflow Arus penerimaan dari kedua skenario pengembangan usaha beras merah organik ini memiliki sedikit perbedaan. Pada skenario I penerimaan berasal dari nilai penjualan produksi total dan nilai sisa. Penerimaan skenario II berasal dari nilai penjualan produksi total, pinjaman bank, dan nilai sisa. Nilai penjualan produksi total merupakan penerimaan dari penjualan produk utama yang berupa beras merah organik dan penjualan produk sampingan berupa menir dan beras putih poles. Produk utama merupakan beras merah organik kualitas 1 yang dijual dengan harga Rp18 000 per kg. Beras putih poles merupakan campuran beras retur dengan sisa gabah sortasi (lass) yang digiling lagi menjadi beras putih dan dijual dengan harga Rp7 000 per kg. Sedangkan harga jual menir sebesar Rp5 000
42
per kg. Nilai produksi total pada bulan pertama diasumsikan sama dengan bulanbulan berikutnya, yaitu perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jualnya. Volume produksi dalam satu bulan diasumsikan konstan sebesar 6.1 ton beras yang berasal dari pasokan gabah sebesar 11.84 ton. Nilai penjualan produksi total pada kedua skenario diasumsikan sama. Rincian nilai penjualan produksi total per bulan pada tiap tahun disajikan dalam lampiran 6. Selain dari penjualan, penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang terdapat hingga akhir umur bisnis. Nilai sisa merupakan estimasi atau perkiraan harga jual aktiva tetap setelah umur pakainya berakhir. Perhitungan nilai sisa menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa pada kedua skenario diasumsikan sama. Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan jenis, jumlah, dan nilai dari aset-aset (aktiva tetap) yang ditambahkan pada kedua skenario, yaitu berupa penambahan ruang produksi, lantai jemur, gudang, mesin penggilingan padi, mesin vacuum packaging, dan kendaraan operasional. Nilai sisa investasi pada usaha beras merah organik UD Sirtanio dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5 Biaya investasi, nilai sisa, dan penyusutan No
Investasi
Umur ekonomis (tahun)
1
Tanah
2
20
6
Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan digital
7
Tampi
8 9
3 4 5
Harga satuan (Rp) 400 000
Nilai investasi (Rp)
Nilai sisa (Rp)
235 200 000
235 200 000
275 798 000
55 159 600
Penyusutan per tahun (Rp) 13 789 900
16
205 000 000
205 000 000
12 812 500
8
150 000 000
150 000 000
18 750 000
3
16 000 000
16 000 000
11 333 333
4 666 667
3
250 000
250 000
166 666
83 333
0.5
10 000
30 000
Bak beras
3
100 000
300 000
200 000
100 000
Serok
3
50 000
100 000
66 666
33 333
882 678 000
302 126 265
50 295 733
Total
60 000
Pada skenario II terdapat sumber penerimaan lain yang tidak terdapat di skenario I, yaitu pinjaman dari bank. Pinjaman berasal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang merupakan jenis produk kredit ritel. Berdasarkan informasi mengenai rincian produk kredit ritel BRI yang diperoleh dari salah satu karyawan BRI, nilai maksimum alokasi dana dari produk kredit ritel ini yang bisa diberikan oleh BRI sebesar 65 persen dari nilai dana pinjaman yang diajukan oleh nasabah dengan periode angsuran antara 5 hingga 10 tahun. Kekurangan modal yang sebesar 35 persen merupakan modal yang berasal dari nasabah yang bersangkutan. Oleh karena itu, besarnya persentase kombinasi sumber modal telah disesuaikan dengan acuan nilai maksimal yang bisa diperoleh dari produk kredit ritel dari BRI. Besarnya pinjaman yang bisa didapatkan sebesar 65 persen dari total modal yang diperlukan yaitu sebesar Rp680 954 250, dimana total kebutuhan
43
modal untuk pengembangan usaha sebesar Rp1 047 621 923. Sedangkan kekurangan modal yang sebesar 35 persen, yaitu Rp366 667 673 diperoleh dari modal sendiri. Pinjaman dibayarkan secara diangsur selama 10 tahun yang merupakan periode angsuran terlama agar pembayarannya tidak terlalu memberatkan UD Sirtanio, terutama di awal-awal tahun pembayaran angsuran. 3. Outflow Outflow merupakan aliran kas yang dikeluarkan oleh perusahaan. Arus pengeluaran terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan selama kegiatan produksi berlangsung. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada awal tahun proyek untuk membeli aset-aset yang dibutuhkan oleh usaha tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aktiva tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari awal pendirian usaha hingga usaha tersebut bisa dioperasikan. Sumber pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan investasi dapat digunakan modal sendiri, modal pinjaman, atau kombinasi dari keduanya. Pada penelitian ini digunakan dua skenario pengembangan usaha dengan sumber pembiayaan investasi yang berbeda. Skenario I menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari modal sendiri, sedangkan skenario II menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari kombinasi modal sendiri dengan modal pinjaman. Biaya investasi yang dikeluarkan pada kedua skenario pengembangan usaha diasumsikan sama, yang terdiri dari tanah, bangunan (ruang produksi, gudang, dan lantai jemur), kendaraan operasional (mobil), timbangan digital, tampi, bak beras, dan serok. Rincian biaya investasi bisa dilihat pada tabel 5. Total biaya investasi pada kedua skenario pengembangan usaha yang dikeluarkan sebesar Rp882 678 000. Biaya investasi terbesar dialokasikan untuk pembelian tanah sebesar Rp235 200 000 dan pembangunan fasilitas produksi sebesar Rp275 798 000 yang berupa ruang produksi, gudang, dan lantai jemur. Selain itu biaya investasi dengan jumlah yang besar juga dialokasikan untuk pembelian mesin penggilingan padi seharga Rp205 000 000 dan pembelian kendaraan operasional berupa mobil pick up L300 seharga Rp150 000 000. Pembelian mesin penggilingan sudah termasuk biaya instalasi mesin sebesar Rp25 000 000. Biaya investasi juga dialokasikan untuk pembelian mesin vacuum packaging seharga Rp16 000 000. Sedangkan biaya investasi yang lainnya dialokasikan untuk alat-alat produksi dengan nilai yang tidak besar, yaitu berupa timbangan digital, tampi, bak beras, dan serok.
No 1 2 3 4 5 6
Uraian Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan digital Tampi Bak beras Serok
Tabel 6 Biaya reinvestasi Umur Jumlah Harga satuan ekonomis (buah) (Rp) (tahun) 8 1 150 000 000 3 3 0.5 3 3
1 1 3 3 2
16 000 000 250 000 10 000 100 000 50 000
Nilai (Rp) 150 000 000 16 000 000 250 000 30 000 300 000 100 000
44
Berdasarkan rincian biaya investasi pada tabel 5, terdapat beberapa aset yang umur ekonomisnya habis sebelum umur proyek berakhir, yaitu kendaraan operasional, mesin vacuum packaging, timbangan, tampi, bak beras, dan serok. Oleh karena itu, selain biaya investasi terdapat juga biaya reinvestasi yang dikeluarkan UD Sirtanio apabila aset-aset tersebut telah habis umur ekonomisnya. Biaya reinvestasi pada kedua skenario diasumsikan sama. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara rutin setiap tahunnya dan berhubungan dengan kegiatan operasional selama usaha berjalan. Biaya ini berkaitan langsusng dengan proses produksi beras merah organik, yaitu jumlah input yang digunakan serta output yang dihasilkan. Terdapat dua komponen dalam biaya operasional, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya selalu berubah sesuai dengan perkembangan produksi dan tingkat penjualan. Biaya variabel yang digunakan pada kedua skenario pengembangan usaha diasumsikan sama. Setiap tahunnya UD Sirtanio mengeluarkan biaya variabel untuk pengeluaran yang sama. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh UD Sirtanio antara lain biaya bahan baku gabah kering sawah, biaya bahan pembantu yang terdiri dari karung, plastik, stiker, kardus, lakban, solar, dan bensin serta biaya upah tenaga kerja langsung yang terdiri dari tenaga angkut (kuli) ke gudang, tenaga/kuli jemur, tenaga angkut ke sortasi, tenaga sortasi, jasa penggilingan beras putih poles, dan tenaga pengemasan beras merah organik. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan pada tahun pertama lebih kecil dari tahun-tahun selanjutnya. Rincian biaya variabel tahun pertama disajikan tabel berikut. Tabel 7 Biaya variabel tahun pertama No Uraian Jumlah Harga satuan (Rp) 1 Gabah kering 23 680 kg 4 300 / kg sawah (GKS) 2 Kuli ke gudang 23 680 kg 9 000 / 100 kg 3 Kuli jemur 23 680 kg 5 000 / 100 kg 4 Kuli ke sortasi 13 260.80 kg 6 500 / 100 kg 5 Sortasi 13 260.80 kg 250 / kg 6 Biaya giling beras 663.04 kg 150 / kg putih poles 7 Karung 23 680kg 2 500 / 100 kg 8 Plastik 12 199.94 kg 1 000 9 Stiker 12 199.94 kg 600 10 Kardus 12 199.94 kg 3 750 / 20 kg 11 Lakban 12 199.94 kg 7 500 / 400 kg 12 Tenaga kemas 12 199.94 kg 300 / kg 13 Solar 2 bulan 1 115 000 / bulan 14 Bensin 2 bulan 1 420 000 / bulan Total
Nilai (Rp) 101 824 000 2 131 200 1 184 000 861 952 3 315 200 99 456 592 000 12 199 936 7 319 962 2 287 488 228 749 3 659 981 2 230 000 2 840 000 140 773 923
Biaya variabel dikeluarkan oleh UD Sirtanio mulai dari tahun pertama yang merupakan tahun persiapan atau tahun ke-0, karena UD Sirtanio mulai beroperasi pada dua bulan terakhir tahun pertama. Awal sepuluh bulan tahun pertama merupakan masa persiapan pengembangan usaha, yaitu realisasi
45
penambahan aset mulai dari pembelian tanah, pendirian bangunan, pembelian mesin dan kendaraan operasional, hingga instalasi mesin. Oleh karena itu, kapasitas produksi pada tahun pertama belum optimal sehingga biaya variabel yang dikeluarkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya yaitu sebesar Rp140 773 923. Pada tahun kedua hingga tahun ke-16 besarnya biaya variabel lebih besar dari tahun pertama yaitu sebesar Rp844 753 339. Biaya variabel diasumsikan sama pada tahun kedua hingga tahun ke-16. Berikut ini rincian biaya variabel tahun kedua hingga tahun ke-16. Tabel 8 Biaya variabel tahun ke-2 hingga tahun ke-16 No Uraian Jumlah Harga satuan (Rp) Nilai (Rp) 1 Gabah kering 142 080 kg 4 300 / kg 610 944 000 sawah (GKS) 2 Kuli ke gudang 142 080 kg 9 000 / 100 kg 12 787 200 3 Kuli jemur 142 080 kg 5 000 / 100 kg 7 104 000 4 Kuli ke sortasi 79 564,80 kg 6 500 / 100 kg 5 171 712 5 Sortasi 79 564,80 kg 250 / kg 19 891 200 6 Biaya giling beras 4 710,24 kg 150 / kg 706 535 putih poles 7 Karung 142 080 kg 2 500 / 100 kg 3 552 000 8 Plastik 73 199,62 1 000 73 199 616 9 Stiker 73 199,62 600 43 919 770 10 Kardus 73 199,62 kg 3 750 / 20 kg 13 724 928 11 Lakban 73 199,62 kg 7 500 / 400 kg 1 372 493 12 Tenaga kemas 73 199,62 kg 300 / kg 21 959 885 13 Solar 12 bulan 1 115 000 / bulan 13 860 000 14 Bensin 12 bulan 1 420 000 / bulan 17 040 000 Total 844 753 339 Berdasarkan rincian biaya variabel di atas dapat dilihat bahwa komponen biaya variabel yang paling dominan adalah biaya bahan baku yang berupa gabah kering sawah sebesar Rp610 944 000 dan memiliki proporsi 72.32 persen dari total biaya variabel. Biaya bahan baku tidak hanya mendominasi biaya variabel, melainkan juga seluruh biaya operasional dengan proporsi sebesar 69.30 persen pada skenario I dan sebesar 56.49 persen pada skenario II. Bahan baku berupa gabah kering sawah diperoleh dari para petani mitra UD Sirtanio. Beras dibeli dari petani dengan harga Rp4 300 per kg dari sawah petani, sehingga seluruh biaya pengangkutan dan transportasi menuju gudang ditanggung oleh UD Sirtanio. Tenaga angkut ke gudang adalah tenaga angkut yang disewa untuk mengangkut gabah dari sawah petani menuju mobil dan mengangkutnya kembali dari mobil menuju gudang penyimpanan gabah, sehingga besar upahnya berbeda dengan tenaga angkut sortasi. Sedangkan tenaga angkut sortasi mengangkut beras yang telah digiling dari gudang menuju ruang produksi. Kuli jemur melakukan proses penjemuran gabah yang disimpan di gudang hingga diperoleh standar kadar air yang biasa digunakan sebelum proses penggilingan gabah menjadi beras. Pembayaran upah ketiga tenaga kerja langsung tersebut dihitung setiap 100 kg gabah/beras. Sedangkan untuk tenaga kerja sortasi dan kemas, pembayaran upah dihitung setiap 1 kg. Tenaga kerja sortasi melakukan
46
penyortasian/pemisahan beras dari kotoran, menir, dan lass sehingga dihasilkan beras merah organik kualitas 1 yang akan dilanjutkan ke tahap pengemasan. Tenaga kerja kemas akan menimbang dan mengemas beras merah organik kualitas 1 tersebut ke dalam kemasan 1 kg dengan menggunakan mesin vacuum packaging. Proses pengemasan tidak berhenti di tahap itu saja, melainkan dilanjutkan dengan pengepakan beras kemasan 1 kg ke dalam kardus dengan kapasitas 20 kg beras. Biaya bahan pembantu yang diperlukan selama kegiatan produksi antara lain karung, plastik, stiker, kardus, lakban, solar, dan bensin. Karung digunakan untuk mengemas gabah kering dengan kapasitas 100 kg dan beras setelah digiling dan disortasi sebelum dikemas ke dalam kemasan 1 kg. Kebutuhan plastik dan stiker disesuaikan dengan volume produksi beras merah organik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan kemasan 1 kg beras berupa plastik dimana labelnya berupa stiker yang ditempelkan di kemasan plastik tersebut. Sedangkan pengepakan digunakan kardus dengan kapasitas 20 kg. Lakban digunakan untuk menyegel kardus dimana kapasitas 1 lakban adalah 20 kardus. Solar digunakan sebagai bahan bakar mesin penggilingan padi dan bensin sebagai bahan bakar kendaraan operasional. Komponen biaya operasional yang lainnya adalah biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun dan besarnya tidak dipengaruhi oleh perkembangan jumlah produksi dan tingkat penjualan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh UD Sirtanio antara lain biaya upah tenaga kerja tetap (pengelola), perawatan kendaraan dan mesin, alat-alat tulis kantor, listrik, biaya pajak, dan angsuran pinjaman. Skenario I dan skenario II memiliki biaya tetap yang berbeda. Berikut merupakan rincian biaya tetap pada skenario I.
No Uraian 1 Gaji pengelola 2 Perawatan kendaraan 3 Perawatan mesin 4 Listrik 5 ATK 6 Pajak Total
Tabel 9 Biaya tetap skenario I Tahun ke-1 (Rp) Tahun ke-2 – ke-16 (Rp) 21 600 000 21 600 000 380 000 2 280 000 800 000 1 300 000 60 000 1 625 741 25 765 741
4 800 000 7 800 000 360 000 100 237 158 137 077 158
Beberapa komponen biaya tetap skenario I pada tahun pertama memiliki nilai yang lebih kecil dari tahun-tahun berikutnya, yaitu perawatan kendaraan, perawatan mesin, pembelian alat tulis kantor, dan biaya pajak. Hal ini dikarenakan usaha mulai beroperasi pada dua bulan terakhir tahun pertama, sehingga biaya tetap yang dikeluarkan hanya untuk operasional dua bulan tersebut. Berbeda dengan tahun-tahun berikutnya dimana kegiatan usaha telah stabil. Untuk gaji pengelola besarnya selalu sama dari tahun pertama hingga tahun ke-16 dikarenakan pengelola selalu aktif mulai dari perencanaan pengembangan usaha dan persiapan pengembangan usaha hingga usaha berjalan sampai akhir umur proyek. Sedangkan rincian biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario II memiliki
47
sedikit perbedaan dengan biaya tetap skenario I. Rincian biaya tetap dari skenario II dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10 Biaya tetap skenario II No Uraian Tahun ke-1 (Rp) 1 Gaji pengelola 21 600 000 2 Perawatan kendaraan 380 000 3 Perawatan mesin 800 000 4 Listrik 1 300 000 5 ATK 60 000 6 Pajak 7 Angsuran (tahun 1-10) 118 061 948
Tahun ke-2 (Rp) 21 600 000 2 280 000 4 800 000 7 800 000 360 000 81 802 599 118 061 948
Komponen biaya tetap yang berbeda dari kedua skenario adalah biaya pajak dan adanya biaya angsuran yang harus dibayarkan pada skenario II. Biaya pajak pada skenario I nilainya konstan mulai dari tahun kedua hingga tahun ke-16. Sedangkan biaya pajak pada skenario II kestabilan biaya pajak terjadi dari tahun ke-11 hingga tahun ke-16 yaitu sebesar Rp100 237 158. Pada tahun pertama tidak ada biaya pajak yang dikeluarkan karena usaha masih mengalami kerugian. Besaran biaya pajak tahun kedua hingga tahun ke-10 yaitu Rp81 802 599; Rp83 076 906; Rp84 497 758; Rp86 082 008; Rp87 848 447; Rp89 818 026; Rp92 014 107; Rp94 462 737; dan Rp97 192 960. Di dalam biaya tetap skenario II terdapat biaya angsuran yang harus dibayarkan setiap tahunnya selama sepuluh tahun dengan besaran yang sama yaitu Rp118 061 948. Berikut ini adalah tabel rincian mengenai besarnya angsuran, pokok pinjaman, dan bunga yang harus dibayarkan pada periode tertentu. Tabel 11 Rincian pinjaman dan modal sendiri Uraian Pinjaman Jangka waktu pengembalian Tingkat suku bunga Capital recovery factor Angsuran per tahun modal sendiri DF DF rataan
Nilai Rp680 954 250 10 tahun 11.50% 0.17337721 Rp118 061 948 Rp366 667 673 6.50% 0.0975
Besarnya modal yang dibutuhkan adalah Rp1 047 621 923 dimana pada skenario II sumber modal merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman bank. Biaya modal sendiri sebesar Rp366 667 673 atau 35 persen dari total modal, sedangkan 65 persen modal berasal dari pinjaman Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pinjaman yang digunakan merupakan produk kredit ritel dengan tingkat suku bunga 11.5 persen per tahun pada Bulan Juli 2013 dengan jangka waktu pengembalian selama sepuluh tahun. Ketika suatu usaha mengajukan pinjaman modal kerja kepada pihak bank, maka penyusunan penjadwalan hutang perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan
48
penjadwalan hutang dapat membantu nasabah untuk mengetahui besaran bunga dan pokok pinjaman yang harus dipenuhi. Berikut ini merupakan penjadwalan hutang UD Sirtanio pada skenario II.
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel 12 Penjadwalan hutang Pokok pinjaman Biaya bunga Angsuran (Rp) (Rp) (Rp) 39 752 209 78 309 739 118 061 948 44 323 713 73 738 235 118 061 948 49 420 941 68 641 008 118 061 948 55 104 349 62 957 599 118 061 948 61 441 349 56 620 599 118 061 948 68 507 104 49 554 844 118 061 948 76 385 421 41 676 527 118 061 948 85 169 744 32 892 204 118 061 948 94 964 265 23 097 683 118 061 948 105 885 155 12 176 793 118 061 948
Sisa pokok pinjaman (Rp) 641 202 041 596 878 327 547 457 387 492 353 038 430 911 689 362 404 585 286 019 164 200 849 420 105 885 155 0
4. Analisis Laba Rugi Laporan laba rugi merupakan proyeksi laporan keuangan yang menggambarkan besarnya perolehan pendapatan pada suatu periode ke periode berikutnya. Perhitungan laba rugi menyajikan seluruh hasil operasi penerimaan dan beban yang dikeluarkan selama umur proyek. Dari laporan laba rugi ini dapat terlihat kondisi keuangan perusahaan apakah menghasilkan keuntungan atau kerugian dalam suatu periode atau beberapa periode. Komponen laporan laba rugi terdiri dari penerimaan, biaya operasional, dan biaya lain dalam menjalankan bisnis, yaitu penyusustan, bunga pinjaman, dan pajak penghasilan. Perhitungan laba rugi akan berpengaruh terhadap besarnya pajak penghasilan usaha yang mana juga akan mempengaruhi hasil perhitungan cash flow. Pada penelitian ini digunakan dua skenario pengembangan usaha dengan sumber dana yang berbeda, sehingga terdapat dua laporan laba rugi yang dapat dibandingkan. Dalam laporan laba rugi akan diketahui keuntungan dari setiap skenario pengembangan usaha yang sedang dijalankan. Jika dilakukan perbandingan terhadap kedua laporan laba rugi tersebut, maka dapat diketahui skenario mana yang akan memberikan keuntungan terbesar. Perbandingan laba rugi kedua skenario dapat dilihat pada tabel 13. Berdasarkan hasil perhitungan laporan laba rugi pada tabel 13 dapat dilihat bahwa kedua skenario memiliki nilai laba bersih yang berbeda. Skenario I menggunakan modal yang berasal dari modal sendiri, sedangkan skenario II menggunakan kombinasi sumber modal yaitu modal sendiri dengan modal pinjaman bank. Pada skenario I diperlukan modal sebesar Rp1 047 621 923 yang seluruhnya berasal dari modal sendiri. Berdasarkan hasil analisis laba rugi pada skenario I diperoleh rata-rata laba bersih selama 16 tahun sebesar Rp282 221 833. Analisis laba rugi skenario I secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Pada skenario II jumlah modal yang diperlukan sama seperti skenario I yaitu sebesar Rp1 047 621 923. Perbedaannya terletak pada sumber modal yang digunakan dimana skenario II menggunakan kombinasi antara modal sendiri
49
dengan modal pinjaman bank dengan proporsi yang berbeda. Besarnya modal usaha yang dipinjam dari bank sebesar Rp680 954 250 atau 65 persen dari total modal usaha. Berdasarkan hasil analisis laba rugi pada skenario II diperoleh ratarata laba bersih selama 16 tahun sebesar Rp257 678 045. Analisis laba rugi skenario II secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. Tabel 13 Hasil analisis laporan laba rugi Laba Bersih Tahun Skenario I (Rp) Skenario II (Rp) 1 4 877 222 (71 806 775) 2 300 711 474 245 407 798 3 300 711 474 249 230 718 4 300 711 474 253 493 274 5 300 711 474 258 246 025 6 300 711 474 263 545 341 7 300 711 474 269 454 079 8 300 711 474 276 042 321 9 300 711 474 283 388 212 10 300 711 474 291 578 879 11 300 711 474 300 711 474 12 300 711 474 300 711 474 13 300 711 474 300 711 474 14 300 711 474 300 711 474 15 300 711 474 300 711 474 16 300 711 474 300 711 474 Rata-rata per tahun 282 221 833 257 678 045 Berdasarkan hasil analisis laba rugi di atas dapat dilihat bahwa pada skenario I dapat diperoleh laba yang lebih besar dibandingkan dengan laba yang diperoleh dari skenario II. Perbedaan laba bersih yang diperoleh oleh kedua skenario dikarenakan adanya biaya bunga dengan nilai cukup besar yang harus dibayarkan pada skenario II dan tidak di skenario I, sedangkan nilai penerimaan dan biaya-biaya operasional kedua skenario sama. Oleh karena itu adanya biaya bunga berpengaruh langsung terhadap besarnya laba bersih yang akan diterima. 5. Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Kelayakan finansial pengembangan usaha beras merah organik ini dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu Net Pesent Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Proyeksi keuangan penting yang biasa digunakan sebelum menghitung analisis kriteria kelayakan investasi adalah cash flow. Proyeksi cash flow menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran kas dalam satu umur proyek. Rencana pengembangan usaha beras merah organik terdiri dari dua skenario, yaitu skenario I dimana sumber modal sepenuhnya merupakan modal sendiri dan skenario II dengan sumber modal kombinasi antara modal sendiri dan modal pinjaman bank. Skenario I merupakan rencana pengembangan usaha yang menggunakan modal sendiri tanpa melakukan pinjaman. Alasan penyusunan skenario pengembangan usaha tanpa pinjaman ini adalah pemilik tidak ingin usahanya terlibat hutang dan memang sejak awal pendirian usaha modal usaha
50
yang digunakan sepenuhnya modal sendiri. Untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha skenario I terlebih dahulu dilakukan penghitungan cash flow (lampiran 9) dan dilanjutkan dengan analisis kriteria kelayakan finansial. Tingkat diskonto yang digunakan pada skenario I merupakan tingkat diskonto Bank Indonesia pada bulan Juli 2013, yaitu sebesar 6.5 persen. Hasil kriteria kelayakan finansial pengembangan usaha beras merah organik skenario I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 14 Kriteria kelayakan investasi skenario I Kriteria Hasil NPV Rp2 924 093 674 Net B/C 4.771 IRR 54% Payback Period 2.827 Berdasarkan kriteria kelayakan finansial pada tingkat diskonto 6.5 persen diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp2 924 093 674. Hal ini berarti rencana pengembangan usaha beras merah organik layak untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan (present value) sebesar Rp2 924 093 674 selama umur proyek, yaitu 16 tahun. Net B/C yang dihasilkan lebih besar dari satu, yaitu sebesar 4.771. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp1 akan menghasilkan manfaat sebesar 4.771 kali dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Net B/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa rencana pengembangan usaha layak untuk dilaksanakan. Sdangkan nilai IRR yang diperoleh sebesar 54 persen menunjukkan bahwa UD Sirtanio akan memperoleh keuntungan jika modal yang dimiliki digunakan untuk melakukan pengembangan usaha dibandingkan jika modal tersebut didepositokan di bank yang hanya memiliki tingkat suku bunga 6.5 persen. Hasil analisis payback period yang berdasarkan nilai sekarang dan tingkat diskonto 6.5 persen adalah sebesar 2.827. Nilai tersebut menunjukkan bahwa untuk memperoleh kembali nilai investasi yang telah dilakukan diperlukan waktu selama 2 tahun 9 bulan 28 hari. Dengan demikian pengembalian modal pengembangan usaha terjadi sebelum umur proyek berakhir. Berdasarkan keempat kriteria kelayakan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha beras merah organik skenario I oleh UD Sirtanio dengan modal sepenuhnya adalah modal sendiri layak untuk dilakukan. Skenario II merupakan rencana pengembangan usaha beras merah organik yang menggunakan kombinasi dua sumber modal. Kombinasi tersebut menggunakan modal pinjaman Bank Rakyat Indonesia sebesar 65 persen dan 35 persen modal sendiri. Oleh karena itu, tingkat diskonto yang digunakan pada rencana pengembangan usaha skenario II merupakan nilai rata-rata tertimbang dari suku bunga Bank Rakyat Indonesia dan suku bunga deposito Bank Indonesia pada bulan Juli 2013 yaitu sebesar 9.75 persen. Tingkat suku bunga kredit ritel BRI yang berlaku pada bulan Juli 2013 sebesar 11.5 persen, sedangkan untuk suku bunga deposito Bank Indonesia sebesar 6.5 persen. Analisis penghitungan cash flow rencana pengembangan usaha UD Sirtanio skenario II secara lengkap
51
dapat dilihat pada lampiran 10. Hasil kriteria kelayakan finansial pengembangan usaha beras merah organik skenario II dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15 Kriteria kelayakan investasi skenario II Kriteria Hasil NPV Rp1 498 919 714 Net B/C 7.255 IRR 94% Payback Period 2.046 Berdasarkan kriteria kelayakan finansial pada tingkat diskonto 9.75 persen diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp1 498 919 714. Hal ini berarti rencana pengembangan usaha beras merah organik layak untuk dilaksanakan karena akan memberikan keuntungan (present value) sebesar Rp1 498 919 714 selama umur proyek, yaitu 16 tahun. Net B/C yang dihasilkan lebih besar dari satu, yaitu sebesar 7.255. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp1 akan menghasilkan manfaat sebesar 7.255 kali dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Net B/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa rencana pengembangan usaha layak untuk dilaksanakan. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh sebesar 94 persen menunjukkan bahwa UD Sirtanio akan memperoleh keuntungan jika modal yang dimiliki digunakan untuk melakukan pengembangan usaha dibandingkan jika modal tersebut didepositokan di bank yang hanya memiliki tingkat suku bunga 9.75 persen. Hasil analisis payback period yang berdasarkan nilai sekarang dan tingkat diskonto 9.75 persen adalah sebesar 2.046. Nilai tersebut menunjukkan bahwa untuk memperoleh kembali nilai investasi yang telah dilakukan diperlukan waktu selama 2 tahun 17 hari. Dengan demikian pengembalian modal pengembangan usaha terjadi sebelum umur proyek berakhir. Berdasarkan keempat kriteria kelayakan yang dilakukan menunjukkan bahwa pengembangan usaha beras merah organik skenario II oleh UD Sirtanio dengan kombinasi modal pinjaman dan modal sendiri layak untuk dilakukan.
Analisis Switching Value Hasil analisis kelayakan finansial dengan berbagai kriteria kelayakan menyatakan bahwa kedua skenario pengembangan usaha beras merah organik pada UD Sirtanio layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Namun, hal tersebut dapat terjadi dengan asumsi tidak terjadi perubahan-perubahan dari arus manfaat dan biaya. Untuk mengetahui hasil analisis kelayakan pengembangan usaha apabila terjadi perubahan-perubahan dalam perhitungannya, maka dilakukan analisis switching value terhadap arus manfaat dan biaya. Asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis switching value: 1. Kenaikan harga beli gabah, pembelian gabah merupakan komponen biaya terbesar dari total biaya operasional. 2. Penurunan rendemen, akan berdampak pada penurunan volume produksi dan penurunan nilai penjualan.
52
3. Semua manfaat dan biaya selain harga gabah dan nilai rendemen diasumsikan konstan. Kenaikan harga beli gabah padi merah organik dapat terjadi, mengingat beras merupakan kebutuhan pokok yang harganya mudah berubah akibat kenaikan atau penurunan harga kebutuhan lain non beras. Selama ini perubahan harga gabah selalu dipengaruhi oleh kondisi alam dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Perubahan harga ini telah dibuktikan beberapa waktu lalu ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp4 500 menjadi Rp6 500 setiap liternya. Pada waktu BBM belum mengalami kenaikan, harga beli gabah adalah Rp4 000 per kg. Akan tetapi harga gabah naik menjadi Rp4 300 per kg ketika terjadi peristiwa kenaikan harga BBM. Penurunan rendemen juga merupakan parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan penurunan nilai rendemen bisa terjadi sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksi secara pasti. Ketidakpastian nilai rendemen ini dikarenakan perubahan nilai rendemen terjadi akibat pengaruh dari cuaca, kondisi lingkungan, dan sistem budidaya yang diterapkan petani. Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada harga beli gabah dan nilai rendemen yang akan menghasilkan keuntungan normal (NPV = 0; IRR = tingkat diskonto; dan Net B/C = 1). Analisis dilakukan dengan menguji secara coba-coba hingga diperoleh berapa persen perubahan harga beli gabah dan nilai rendemen yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk mengetahui risiko mana ang lebih sensitif terhadap perubahan parameter kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen, maka perlu dilakukan perbandingan analisis switching value antara skenario I dan skenario II. Tabel 16 Hasil analisis switching value skenario I dan skenario II Switching Value Parameter Skenario I Skenario II Maksimum kenaikan harga gabah 1.555229745 1.466844655 Maksimum penurunan nilai rendemen 0.705759509 0.752592975 Berdasarkan hasil perbandingan analisis di atas dapat dilihat bahwa maksimum kenaikan harga gabah pada skenario I sebesar 1.555229745, sedangkan maksimum penurunan nilai rendemen sebesar 0.705759509. Nilai perubahan terhadap kedua parameter pada skenario I menunjukkan bahwa penurunan nilai rendemen lebih sensitif (peka) dibandingkan parameter kenaikan harga gabah. Hal ini dapat diartikan UD Sirtanio tidak akan mendapatkan keuntungan dan kerugian ketika terjadi kenaikan harga gabah sebesar 1.555229745 serta penurunan nilai rendemen sebesar 0.705759509. Perhitungan cash flow skenario I untuk analisis switching value terhadap kenaikan harga beli gabah dan penurunan nilai rendemen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11 dan 12. Nilai maksimum kenaikan harga gabah pada skenario II sebesar 1.466844655, sedangkan maksimum penurunan nilai rendemen sebesar 0.752592975. hasil perbandingan kedua parameter di skenario II ini menunjukkan bahwa penurunan nilai rendemen lebih sensitif (peka) dibandingkan dengan parameter kenaikan harga gabah. Hal ini dapat diartikan UD Sirtanio tidak akan
53
mendapatkan keuntungan dan kerugian ketika terjadi kenaikan harga gabah sebesar 1.466844655 serta penurunan nilai rendemen sebesar 0.752592975. Perhitungan cash flow skenario II untuk analisis switching value terhadap kenaikan harga beli gabah dan penurunan nilai rendemen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13 dan 14. Hasil analisis switching value terhadap kedua parameter tersebut merupakan nilai maksimum yang dapat ditolerir oleh UD Sirtanio dalam mengembangkan usaha berdasarkan kedua skenario yang telah direncanakan. Apabila nilai kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen mengalami peningkatan lebih besar dari nilai di atas, maka pengembangan usaha beras merah organik akan mengalami kerugian. Kenaikan harga gabah seringkali terjadi akibat pengaruh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Langkah manajerial yang dapat dilakukan ketika terjadi kenaikan harga gabah yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap analisis keuangan terutama biaya operasional yang dikeluarkan. Apabila penerimaan masih bisa menutupi biaya operasional dan memberikan laba, maka UD Sirtanio tidak perlu menaikkan harga jual beras merah. Akan tetapi apabila penerimaan masih belum bisa menutupi biaya operasional dan merugi, maka UD Sirtanio perlu menaikkan harga jual beras merah. Penurunan nilai rendemen seringkali terjadi akibat pengaruh kondisi alam serta sistem dan kondisi lingkungan budidaya. Langkah manajerial yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penurunan nilai rendemen yaitu dengan meningkatkan komunikasi dan interaksi antara manajemen dengan para petani mitra. Proses interaksi akan menjembatani bagi UD Sirtanio untuk mengetahui permasalahan budidaya dan kondisi lingkungan yang sedang dihadapi oleh petani, sehingga permasalahan tersebut bisa segera dipecahkan. Selain itu, UD Sirtanio juga bisa mengontrol sistem dan kondisi lingkungan budidaa secara lebih intens.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Berdasarkan hasil analisis leasing, rencana pengadaan aset berupa tanah, bangunan produksi, mesin-mesin produksi, dan kendaraan operasional lebih menguntungkan bagi UD Sirtanio daripada sewa aset yang selama ini dilakukan. 2. Analisis kelayakan terhadap aspek non finansial secara keseluruhan yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, serta aspek sosial ekonomi, dan aspek lingkungan menunjukkan bahwa pengembangan usaha beras merah organik UD Sirtanio layak untuk dijalankan. Pada aspek pasar, UD Sirtanio berpeluang untuk lebih memperluas jangkauan pasarnya. Secara teknis, lokasi bangunan yang saling berdekatan serta infrastruktur yang cukup memadai sangat membantu jalannya usaha. Penambahan aset mengefisienkan manajemen produksi beras merah organik. Usaha beras merah organik juga memberikan dampak baik bagi sosial, ekonomi, dan lingkungan sekitar.
54
3. Hasil analisis finansial terhadap pengembangan usaha skenario I dan skenario II dengan menggunakan kriteria penilaian investasi juga menunjukkan bahwa kedua skenario layak untuk dijalankan. Hal ini dibuktikan dengan nilai kriteria kelayakan investasi kedua skenario dimana nilai NPV lebih dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu, IRR lebih dari nilai tingkat diskonto yang digunakan, serta payback period sebelum umur proyek berakhir. Pada skenario I diperoleh nilai NPV sebesar Rp2 924 093 674; Net B/C sebesar 4.771; IRR sebesar 54 persen; dan payback period sebesar 2.827. Sedangkan dari skenario II diperoleh nilai NPV Rp1 498 919 714; Net B/C sebesar 7.255; IRR sebesar 94 persen; dan payback period sebesar 2.046. 4. Dari hasil perhitungan switching value terhadap kedua skenario pengembangan usaha menunjukkan usaha beras merah organik UD Sirtanio sensitif terhadap kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen. Pada skenario I hasil analisis switching value diperoleh nilai maksimum kenaikan harga gabah yang dapat ditolerir sebesar 1.555229745 dan nilai maksimum penurunan nilai rendemen yang dapat ditolerir sebesar 0.705759509. Sedangkan pada skenario II hasil analisis switching value diperoleh nilai maksimum kenaikan harga gabah yang dapat ditolerir sebesar 1.466844655 dan nilai maksimum penurunan nilai rendemen yang dapat ditolerir sebesar 0.752592975.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan pada usaha beras merah organik UD Sirtanio diantaranya: 1. Berdasarkan analisis aspek pasar, jangkauan pasar UD Sirtanio terus meluas sejak awal berdirinya usaha. Sistem pemasaran yang digunakan sudah efisien dan efektif, yaitu dengan menggunakan agen distributor di setiap daerah pemasaran serta adanya sales yang mengambil beras dari produsen. UD Sirtanio dapat lebih memperluas jangkauan pasar dengan membuat kantor pemasaran yang lokasinya strategis, sehingga mudah diakses oleh calon konsumen beras merah organik. 2. UD Sirtanio sebaiknya mempekerjakan tenaga sortasi yang lebih muda untuk meningkatkan produktivitas. 3. Berdasarkan hasil analisis finansial yang dilakukan pada kedua skenario, sebaiknya UD Sirtanio menggunakan skenario II. Hal ini dikarenakan hanya dalam waktu dua tahun modal usaha sudah kembali. Selain itu, pengembangan usaha skenario II ini bisa segera direalisasikan karena menggunakan modal pinjaman. 4. Analisis switching value menunjukkan bahwa UD Sirtanio cukup sensitif terhadap kenaikan harga gabah dan penurunan nilai rendemen. Antisipasi kenaikan harga gabah bisa dilakukan dengan menaikkan harga jual beras apabila biaya operasional masih belum mampu tertutupi. Sedangkan penurunan nilai rendemen diantisipasi dengan lebih mengontrol sistem dan lingkungan budidaya.
55
DAFTAR PUSTAKA [BIOCert] Board of Indonesian Organic Certification. 2006. Indonesia: Pasar Beras Organik Mencapai Rp 28 Milyar. Newsletter TRUST In Organic (2) [Internet]. [diunduh 2013 Feb 27]. Tersedia pada: http://www.biocert.or.id/files/edition_e5243b6e478c711f62e0d5a664805f 55ba0b. [IFOAM] International Federation of Organic Agriculture Movements. 2005. Prinsip-Prinsip Pertanian Organik. [Internet]. [diunduh 2013 Maret 3]. Tersedia pada: http://www.ifoam.org/sites/default/files/poa_folder_indonesian.pdf Arifin J, Fachrudin M. 2006. Aplikasi Excel Bisnis Perbankan Terapan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hafidh AA. 2010. Modul Mata Kuliah Evaluasi Proyek Cost-Benefit Analysis. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Indrasari SD, Adnyana MO. 2007. Persepsi Produsen terhadap Beras Merah Aek Sibundong dalam Menciptakan Peluang Pasar. Jurnal Apresiasi Hasil Penelitian Padi 2007. 803-819. Kasmir, Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kieso DE, Weygandy JJ, Warfield TD. c2007. Akuntansi intermediate Edisi Keduabelas Jilid 3. Salim E, penerjemah; Saat S, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Intermediate Accounting Twelfth Edition. Mankiw NG. 2003. Teori Makroekonomi Edisis Kelima. Nurmawan I, penerjemah; Kristiaji WC, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics 5th Edition. Maulana MES. 2008. Analisis kelayakan usaha pembuatan bandeng isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasahi C. 2010. Peran Mikroba dalam Pertanian Organik. Bandung: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Novianti E. 2010. Kelayakan Investasi Usaha Penggilingan Padi pada Kondisi Risiko (Studi Kasus di Penggilingan Padi Skala Kecil Sinar Ginanjar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pangkalan Ide. 2010. Agar Jantung Sehat (Tip dan Trik Memilih Makanan agar Jantung Sehat). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Pratomo EP, Nugraha U. 2009. Reksa Dana Solusi Perencanaan Investasi di Era Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Raini M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan. XVII(3): 10-18.
56
Rangkuti F. 2012. Studi Kelayakan Bisnis dan Investasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Respati E, Hasanah L, Wahyuningsih S, Sehusman, Manurung M, Supriyadi Y, Rinawati. 2013. Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 4(2): 11-15 Soeharto I. 1999. Manajemen Proyek: Dari Konseptual sampai Operasional. Jakarta: Erlangga. Suardi DK. 2005. Padi Beras Merah: Pangan Bergizi yang Terabaikan? [catatan penelitian]. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(4): 1-3. . 2005. Potensi Beras Merah untuk Peningkatan Mutu Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 24(3): 93-100. Subagyo A. 2007. Studi Kelayakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Subroto MA. 2008. Real Food True Health. Jakarta: Agromedia Pustaka. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius. Umar H. 2000. Business an Introduction. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Widiyanthi F. 2007. Analisis kelayakan investasi penambahan mesin vacuum frying untuk usaha kecil pengolahan kacang (studi kasus di PD. Barokah Cikijing Majalengka Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
2012
2013
4 276,90
4 256,96
4 345,36
4 424,16
4 377,74
Mei
Juni
Juli
Agustus
4 581,08
Agustus
April
4 587,16
Juli
4 269,25
4 503,10
Juni
4 667,85
4 448,57
Mei
Maret
4 232,08
April
Februari
4 437,56
Maret
4 776,92
4 724,86
Januari
4 812,16
Februari
Gabah Kering Giling
3 862,13
3 885,29
3 860,73
3 834,91
3 725,51
3 621,41
4 156,31
4 406,32
3 965,89
3 898,75
3 918,21
3 802,70
3 669,04
3 783,15
4 265,58
4 333,19
Gabah Kering Panen
Kualitas Gabah (Rp/Kg)
Januari
Tahun / Bulan
3 574,28
3 581,89
3 434,74
3 420,78
3 312,89
3 157,24
3 549,24
3 804,19
3 586,91
3 472,02
3 507,91
3 462,40
3 274,95
3 378,06
3 475,13
3 744,51
Rendah
12.68
12.59
12.61
12.66
12.74
12.18
12.80
12.74
13.06
12.97
12.73
12.44
12.76
12.75
12.92
12.20
Gabah Kering Giling
18.98
18.90
18.43
18.66
18.85
19.65
18.71
17.67
18.38
19.37
18.22
18.43
18.84
19.16
17.94
17.78
Gabah Kering Panen
Kadar Air (%)
25.50
25.10
24.61
25.89
26.01
26.61
26.81
24.81
25.20
25.61
25.48
24.60
25.99
25.94
26.71
24.74
Rendah
2.06
2.35
2.11
2.17
2.17
2.17
2.13
2.38
2.17
2.30
2.41
2.27
2.26
2.13
2.04
2.13
Gabah Kering Giling
4.97
5.38
5.26
5.22
5.25
5.02
4.95
4.75
5.21
5.49
5.06
4.97
5.11
4.93
5.11
4.95
Gabah Kering Panen
Kadar Hampa/Kotoran (%)
9.03
8.83
9.69
8.61
9.60
9.90
9.53
10.18
10.53
10.55
10.14
8.96
9.75
9.70
10.44
10.72
Rendah
Lampiran 1 Rata-rata harga gabah berdasarkan kualitas, komponen, mutu, dan HPP di tingkat petani Indonesia 2012 - 2013
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
2 640
2 640
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
3 300
HPP1) (RP/Kg)
57
4 405,39
4 467,78
4 585,88
4 773,62
September
Oktober
November
Desember
4 130,79
4 048,23
3 930,35
3 911,14
Data tahun 2012-2013 berasal dari release BRS setiap bulan
- 1) HPP = Harga Pembelian Pemerintah berdasarkan Inpres
Keterangan :
Sumber: Subdirektorat Statistik Harga Produsen, BPS
58
3 780,99
3 815,32
3 667,57
3 604,34
12.82
12.59
12.67
12.32
18.21
18.65
18.63
18.22
25.39
24.14
24.85
25.66
2.15
2.23
2.22
2.01
5.32
5.18
5.18
4.97
8.65
10.47
8.09
8.11
3 300
3 300
3 300
3 300
59
Lampiran 2 Analisis Leasing Diketahui
Ditanya Jawab : NPV Lor
: Lo = Rp 881 998 000 k = 25% T = 25% n = 3 tahun m = k(1 – T) = 0.1875 : sewa atau beli? ∑
(
)
( (
)
(
( ( 1,464Lt Lt = 504 457 872.6 Nilai tunai sewa = (
Nilai tunai beli
)
∑
)
(
)) (
))
)
= = Rp 738 526 325.5 [ ( )( )] = = 881 998 000 – (0.25 × = 881 998 000 – 157 877 641.8 = Rp 724 120 358.2
× 2.148)
1
2
3
Gabah rendeman (0.56) beras merah (0.92 rendeman) lass (0.05 rendeman) retur (0.01 beras merah) beras putih menir (0.03 rendeman) beras merah terjual
2 11840 6630.40 7900906 331.52 61.00 196.26 198.91 6038.97
1 11840 6630.40
7900906 331.52
61.00 196.26 198.91 6038.97
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
3 11840 6630.40
Volume produksi tahun ke-2 hingga tahun ke-16
Gabah rendeman (0.56) beras merah (0.92 rendeman) lass (0.05 rendeman) retur (0.01 beras merah) beras putih menir (0.03 rendeman) beras merah terjual
Volume produksi tahun 1 4
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
4 11840 6630.40
5
7
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
5 11840 6630.40
6
10
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
Bulan 6 7 11840 11840 6630.40 6630.40
Bulan 8 9
Lampiran 3 Proyeksi volume produksi berdasarkan nilai rendemen dan retur
60
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
9 11840 6630.40
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
10 11840 6630.40
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
11 11840 6630.40
165.76 198.91 6038.97
165.76 198.91 6038.97
8 11840 6630.40
12 11840 6630.40 7900906 331.52
11840 6630.40 7900906 331.52
11
61.00 196.26 198.91 6038.97
7900906 331.52
12 11840 6630.40
sortasi
Lampiran 4 Layout
administrasi
pengemasan penggilingan
Lantai jemur
Gudang gabah
61
2
1
Keterangan:
2
1
Lahan budidaya periode 1
Lahan budidaya periode 2
Lahan budidaya periode 3
Lahan budidaya periode 4
Panen
Pengistirahatan lahan
:
:
:
:
:
4
4
:
3
3
Lampiran 5 Siklus budidaya dan panen
62
5
5
7
Tahun 2 dst. 6 7
6
Tahun 1
8
8 lahan 1
9
lahan 2
9
10
lahan 3
10
11
lahan 4
11
12
12
Biaya giling putih
Total
Beras poles
Menir
Beras merah
Produk
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
1
Biaya giling putih
Total
Beras putih
Menir
2
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
Beras merah terjual
kudorP
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
3
1
4
4
5
6
111,069,809
1,373,819
994,560
58,878
58,878
Total penjualan tahun 2 dst
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
6
7
8
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
Total biaya giling putih tahun 2 dst
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
5
7
Tahun 1
Tahun 2 dst
Total biaya giling putih tahun 1
Total penjualan tahun 1
3
108,701,430
2
Lampiran 6 Proyeksi penjualan (Rp) per bulan setiap tahunnya
8
10
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
9
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
9
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
10
49,728
110,856,310
1,160,320
994,560
108,701,430
11
58,878
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
11
99,456
49,728
221,712,620
110,856,310
1,160,320
994,560
108,701,430
12
12
706,535
58,878
1,332,837,704
111,069,809
1,373,819
994,560
108,701,430
63
1
Penerimaan Penjualan beras 221,712,620 biaya variabel: biaya bahan baku Gabah Kering Sawah 101,824,000 Giling beras putih poles 99,456 Karung 592,000 Plastik 12,199,936 Stiker 7,319,962 Kardus 2,287,488 Lakban 228,749 Solar 2,230,000 Bensin 2,840,000 Biaya tenaga kerja langsung Kuli ke gudang 2,131,200 Kuli jemur 1,184,000 Kuli ke sortasi 861,952 Tenaga sortasi 3,315,200 Tenaga kemas 3,659,981 Total biaya variabel 140,773,923 Marjin kotor 80,938,696 Biaya tetap Gaji pengelola 21,600,000 Perawatan kendaraan 380,000 Perawatan mesin 800,000 Listrik 1,300,000 ATK 60,000 Penyusutan 50,295,733 Total biaya tetap 74,435,733 Laba kotor 6,502,963 Pajak (25%) 1,625,741 Laba bersih 4,877,222
Uraian
1,332,837,704
610,944,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
21,600,000
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
610,944,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
21,600,000
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
3
1,332,837,704
2
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
4
5
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
Lampiran 7 Proyeksi laba rugi skenario I
64
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
6
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
7
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
8
9
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
tahun
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
10
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
11
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
12
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
13
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
14
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
15
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 100,237,158 300,711,474
21,600,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885 844,753,339 488,084,365
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
16
1
Penerimaan Penjualan beras 221,712,620 biaya variabel: biaya bahan baku Gabah Kering Sawah 101,824,000 Giling beras putih poles 99,456 Karung 592,000 Plastik 12,199,936 Stiker 7,319,962 Kardus 2,287,488 Lakban 228,749 Solar 2,230,000 Bensin 2,840,000 Biaya tenaga kerja langsung Kuli ke gudang 2,131,200 Kuli jemur 1,184,000 Kuli ke sortasi 861,952 Tenaga sortasi 3,315,200 Tenaga kemas 3,659,981 Total biaya variabel 140,773,923 Marjin kotor 80,938,696 Biaya tetap Gaji pengelola 21,600,000 Perawatan kendaraan 380,000 Perawatan mesin 800,000 Listrik 1,300,000 ATK 60,000 Penyusutan 50,295,733 Total biaya tetap 74,435,733 Laba kotor 6,502,963 bunga 78,309,739 laba sebelum pajak (71,806,775) Pajak (25%) 0 Laba bersih (71,806,775)
Uraian
1,332,837,704
610,944,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
844,753,339 488,084,365
21,600,000
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 68,641,008
332,307,624 83,076,906 249,230,718
610,944,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
844,753,339 488,084,365
21,600,000
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 73,738,235
327,210,397 81,802,599 245,407,798
3
1,332,837,704
2
337,991,033 84,497,758 253,493,274
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 62,957,599
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
4
344,328,033 86,082,008 258,246,025
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 56,620,599
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
5
Lampiran 8 Proyeksi laba rugi skenario II
351,393,788 87,848,447 263,545,341
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 49,554,844
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
6
359,272,105 89,818,026 269,454,079
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 41,676,527
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
7
368,056,428 92,014,107 276,042,321
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 32,892,204
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
8
9
377,850,949 94,462,737 283,388,212
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 23,097,683
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
tahun
388,771,839 97,192,960 291,578,879
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632 12,176,793
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
10
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
11
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
12
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
13
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
14
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
15
65
400,948,632 100,237,158 300,711,474
2,280,000 4,800,000 7,800,000 360,000 50,295,733 87,135,733 400,948,632
21,600,000
844,753,339 488,084,365
12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200 21,959,885
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 13,380,000 17,040,000
610,944,000
1,332,837,704
16
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK Listrik
Inflow 1. Penjualan beras 2. Penjualan mesin vacuum 3. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
21,600,000
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
101,824,000 2,131,200 1,184,000 861,952 3,315,200
99,456 592,000 12,199,936 7,319,962 2,287,488 228,749 3,659,981 2,230,000 2,840,000
21,600,000
380,000 800,000 60,000 1,300,000
150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
205,000,000
60,000
1,332,837,704
221,712,620
235,200,000 275,798,000
1,332,837,704
2
221,712,620
1
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
3
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
4
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
5
Lampiran 9 Proyeksi cash flow skenario I
66
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
6
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
7
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
9
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
150,000,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
Tahun
1,332,837,704
8
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
10
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
11
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
12
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
13
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
14
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
15
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,001
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,634,963,969
1,332,837,704
16
Biaya pajak Total Outflow Net Benefit DF 6,5% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
1,625,741 1,047,621,923 (825,909,304) 0.939 (775,501,694) (775,501,694) 3,699,595,368 2,924,093,674 4.771 54% 2.827
100,237,158 881,653,339 451,184,365 0.882 397,790,884
100,237,158 881,653,339 453,184,365 0.828 375,168,265
100,237,158 898,303,339 434,534,365 0.777 337,773,596
100,237,158 881,653,339 451,184,365 0.730 329,310,822
100,237,158 881,653,339 453,184,365 0.685 310,582,707
100,237,158 898,303,339 434,534,365 0.644 279,625,564
100,237,158 881,653,339 451,184,365 0.604 272,619,665
100,237,158 1,031,653,339 303,184,365 0.567 172,012,628
100,237,158 898,303,339 434,534,365 0.533 231,487,770
100,237,158 881,653,339 451,184,365 0.500 225,687,942
100,237,158 881,653,339 453,184,365 0.470 212,852,926
100,237,158 898,303,339 434,534,365 0.441 191,636,940
100,237,158 881,653,339 451,184,365 0.414 186,835,558
100,237,158 881,653,339 453,184,365 0.389 176,210,102
67
100,237,158 898,303,340 736,660,629 0.365 268,951,354
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK
Inflow 1. Penjualan beras 2. Pinjaman 3. Penjualan mesin vacuum 4. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
21,600,000
2,280,000 4,800,000 360,000
101,824,000 2,131,200 1,184,000 861,952 3,315,200
99,456 592,000 12,199,936 7,319,962 2,287,488 228,749 3,659,981 2,230,000 2,840,000
21,600,000
380,000 800,000 60,000
150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
205,000,000
60,000
1,332,837,704
902,666,869
235,200,000 275,798,000
1,332,837,704
2
221,712,620 680,954,250
1
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
3
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
4
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
5
Lampiran 10 Proyeksi cash flow skenario II
68
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
6
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
7
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
9
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
150,000,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
Tahun
1,332,837,704
8
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
10
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
11
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
12
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
13
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
14
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
15
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,634,963,969
1,332,837,704
16
Listrik Biaya pajak Angsuran Total Outflow Net Benefit DF 9.75% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
1,300,000 0 118,061,948 1,165,683,871 (263,017,002) 0.911 (239,651,027) (239,651,027) 1,738,570,741 1,498,919,714 7.255 94% 2.046
7,800,000 81,802,599 118,061,948 1,081,517,886 251,319,818 0.830 208,649,658
7,800,000 83,076,906 118,061,948 1,082,792,193 252,045,511 0.756 190,662,542
7,800,000 84,497,758 118,061,948 1,100,863,045 231,974,659 0.689 159,890,415
7,800,000 86,082,008 118,061,948 1,085,797,295 247,040,409 0.628 155,147,704
7,800,000 87,848,447 118,061,948 1,087,563,734 247,273,970 0.572 141,498,302
7,800,000 89,818,026 118,061,948 1,106,183,313 226,654,391 0.521 118,176,857
7,800,000 92,014,107 118,061,948 1,091,729,394 241,108,310 0.475 114,544,950
7,800,000 94,462,737 118,061,948 1,244,178,024 90,659,680 0.433 39,244,014
7,800,000 97,192,960 118,061,948 1,113,558,247 219,279,457 0.394 86,487,364
7,800,000 100,237,158 981,890,497 352,947,207 0.327 115,572,738
7,800,000 100,237,158 981,890,497 350,947,207 0.359 126,122,326
998,540,497 334,297,207 0.298 99,741,035
7,800,000 100,237,158 981,890,497 350,947,207 0.272 95,406,593
7,800,000 100,237,158
981,890,497 352,947,207 0.248 87,426,243
7,800,000 100,237,158
69
998,540,497 636,423,472 0.226 143,639,447
7,800,000 100,237,158
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK Listrik
Inflow 1. Penjualan beras 2. Penjualan mesin vacuum 3. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
21,600,000
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
158,359,714 2,131,200 1,184,000 861,952 3,315,200
99,456 592,000 12,199,936 7,319,962 2,287,488 228,749 3,659,981 2,230,000 2,840,000
21,600,000
380,000 800,000 60,000 1,300,000
150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
205,000,000
60,000
1,332,837,704
221,712,620
235,200,000 275,798,000
1,332,837,704
2
221,712,620
1
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
3
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
4
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
5
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
6
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
7
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
9
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
150,000,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
Tahun
1,332,837,704
8
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
10
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
11
Lampiran 11 Analisis switching value skenario I terhadap kenaikan harga gabah sebesar 1.555229745
70
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
12
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
13
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
14
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
15
2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000
21,600,001
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
950,158,282 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,634,963,969
1,332,837,704
16
Biaya pajak Total Outflow Net Benefit DF 6,5% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
0 1,104,157,637 (882,445,017) 0.939 (828,586,871) (828,586,871) 828,586,870 (0) 1.000 9% 10.613
15,433,588 1,220,867,620 111,970,084 0.882 98,719,464
15,433,588 1,220,867,620 113,970,084 0.828 94,350,030
15,433,588 1,237,517,620 95,320,084 0.777 74,094,502
15,433,588 1,220,867,620 111,970,084 0.730 81,724,818
15,433,588 1,220,867,620 113,970,084 0.685 78,107,587
15,433,588 1,237,517,620 95,320,084 0.644 61,339,066
15,433,588 1,220,867,620 111,970,084 0.604 67,655,817
15,433,588 1,370,867,620 -36,029,916 0.567 (20,441,689)
15,433,588 1,237,517,620 95,320,084 0.533 50,779,490
15,433,588 1,220,867,620 111,970,084 0.500 56,008,806
15,433,588 1,220,867,620 113,970,084 0.470 53,529,794
15,433,588 1,237,517,620 95,320,084 0.441 42,037,755
15,433,588 1,220,867,620 111,970,084 0.414 46,366,839
15,433,588 1,220,867,620 113,970,084 0.389 44,314,591
71
15,433,588 1,237,517,621 397,446,348 0.365 145,105,805
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK Listrik Biaya pajak Total Outflow
Inflow 1. Penjualan beras 2. Penjualan mesin vacuum 3. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
101,824,000 2,131,200 1,184,000 608,331 2,339,734
70,192 592,000 8,610,221 5,166,133 1,614,416 161,442 2,583,066 2,230,000 2,840,000
21,600,000 380,000 800,000 60,000 1,300,000 0 1,038,802,734
205,000,000 150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
60,000
940,662,883
156,475,789
235,200,000 275,798,000
940,662,883
2
156,475,789
1
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
942,662,883
2,000,000
940,662,883
3
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 845,355,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
940,662,883
940,662,883
4
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
940,662,883
940,662,883
5
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
942,662,883
2,000,000
940,662,883
6
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 845,355,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
940,662,883
940,662,883
7
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
940,662,883
9
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 978,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
150,000,000
942,662,883
2,000,000
940,662,883
Tahun
940,662,883
8
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 845,355,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
940,662,883
940,662,883
10
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
940,662,883
940,662,883
11
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
942,662,883
2,000,000
940,662,883
12
Lampiran 12 Analisis switching value skenario I terhadap penurunan nilai rendemen sebesar 0.705759509
72
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 845,355,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
940,662,883
940,662,883
13
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
940,662,883
940,662,883
14
21,600,000 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 828,705,898
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
60,000
942,662,883
2,000,000
940,662,883
15
21,600,001 2,280,000 4,800,000 360,000 7,800,000 15,430,313 845,355,899
498,644 3,552,000 51,661,325 30,996,795 9,686,498 968,650 15,498,398 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,649,985 14,038,404
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,242,789,148
940,662,883
16
Net Benefit DF 6,5% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
(882,326,945) 0.939 (828,476,005) (828,476,005) 828,476,005 (0) 1.000 9% 10.613
111,956,985 0.882 98,707,915
113,956,985 0.828 94,339,186
95,306,985 0.777 74,084,320
111,956,985 0.730 81,715,258
113,956,985 0.685 78,098,610
95,306,985 0.644 61,330,637
111,956,985 0.604 67,647,902
-36,043,015 0.567 (20,449,121)
95,306,985 0.533 50,772,512
111,956,985 0.500 56,002,254
113,956,985 0.470 53,523,642
95,306,985 0.441 42,031,978
111,956,985 0.414 46,361,415
113,956,985 0.389 44,309,498
397,433,249 0.365 145,101,022
73
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK
Inflow 1. Penjualan beras 2. Pinjaman 3. Penjualan mesin vacuum 4. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
21,600,000
2,280,000 4,800,000 360,000
149,359,990 2,131,200 1,184,000 861,952 3,315,200
99,456 592,000 12,199,936 7,319,962 2,287,488 228,749 3,659,981 2,230,000 2,840,000
21,600,000
380,000 800,000 60,000
150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
205,000,000
60,000
1,332,837,704
902,666,869
235,200,000 275,798,000
1,332,837,704
2
221,712,620 680,954,250
1
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
3
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
4
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
5
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
6
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
7
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
9
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
150,000,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
Tahun
1,332,837,704
8
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
10
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
11
Lampiran 13 Analisis switching value skenario II terhadap kenaikan harga gabah sebesar 1.466844655
74
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
12
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,332,837,704
1,332,837,704
13
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,332,837,704
1,332,837,704
14
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
60,000
1,334,837,704
2,000,000
1,332,837,704
15
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
706,535 3,552,000 73,199,616 43,919,770 13,724,928 1,372,493 21,959,885 13,380,000 17,040,000
896,159,941 12,787,200 7,104,000 5,171,712 19,891,200
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,634,963,969
1,332,837,704
16
Listrik Biaya pajak Angsuran Total Outflow Net Benefit DF 9.75% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
1,300,000 0 118,061,948 1,213,219,861 (310,552,992) 0.911 (282,964,002) (282,964,002) 282,964,002 (0) 1.000 13% 11.657
7,800,000 10,498,614 118,061,948 1,295,429,842 37,407,862 0.830 31,056,594
7,800,000 11,772,921 118,061,948 1,296,704,148 38,133,555 0.756 28,846,539
7,800,000 13,193,773 118,061,948 1,314,775,000 18,062,703 0.689 12,449,865
7,800,000 14,778,023 118,061,948 1,299,709,251 33,128,453 0.628 20,805,517
7,800,000 16,544,462 118,061,948 1,301,475,689 33,362,014 0.572 19,090,842
7,800,000 18,514,041 118,061,948 1,320,095,269 12,742,435 0.521 6,643,864
7,800,000 20,710,122 118,061,948 1,305,641,349 27,196,354 0.475 12,920,355
7,800,000 23,158,752 118,061,948 1,458,089,980 -123,252,276 0.433 (53,352,428)
7,800,000 25,888,975 118,061,948 1,327,470,202 5,367,502 0.394 2,117,029
7,800,000 28,933,173 1,195,802,452 139,035,251 0.327 45,527,162
7,800,000 28,933,173 1,195,802,452 137,035,251 0.359 49,247,307
1,212,452,452 120,385,251 0.298 35,918,187
7,800,000 28,933,173 1,195,802,452 137,035,251 0.272 37,253,656
7,800,000 28,933,173
1,195,802,452 139,035,251 0.248 34,439,512
7,800,000 28,933,173
75
1,212,452,452 422,511,516 0.226 95,359,966
7,800,000 28,933,173
Outflow 1. Biaya Investasi Tanah Bangunan Mesin penggilingan padi Kendaraan operasional Vacuum packaging Timbangan Tampi Bak beras Serok 2. Biaya Operasional Btaya Variabel Gabah Kering Sawah (GKS) Kuli ke gudang Kuli jemur Kuli ke sortasi Tenaga sortasi Giling beras putih poles Karung Plastik Stiker Kardus Lakban Tenaga kemas Solar Bensin Biaya Tetap Gaji pengelola Perawatan kendaraan Perawatan mesin ATK
Inflow 1. Penjualan beras 2. Pinjaman 3. Penjualan mesin vacuum 4. Nilai sisa Total Inflow
Uraian
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
21,600,000
2,280,000 4,800,000 360,000
101,824,000 2,131,200 1,184,000 648,699 2,494,996
74,850 592,000 9,181,586 5,508,952 1,721,547 172,155 2,754,476 2,230,000 2,840,000
21,600,000
380,000 800,000 60,000
150,000,000 16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
205,000,000
60,000
1,003,084,293
847,813,610
235,200,000 275,798,000
1,003,084,293
2
166,859,360 680,954,250
1
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,005,084,293
2,000,000
1,003,084,293
3
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,003,084,293
1,003,084,293
4
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,003,084,293
1,003,084,293
5
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,005,084,293
2,000,000
1,003,084,293
6
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,003,084,293
1,003,084,293
7
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,003,084,293
9
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
150,000,000
1,005,084,293
2,000,000
1,003,084,293
Tahun
1,003,084,293
8
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,003,084,293
1,003,084,293
10
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,003,084,293
1,003,084,293
11
12
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,005,084,293
2,000,000
1,003,084,293
Lampiran 14 Analisis switching value skenario II terhadap penurunan nilai rendemen sebesar 0.752592975
76
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
1,003,084,293
1,003,084,293
13
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,003,084,293
1,003,084,293
14
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
60,000
1,005,084,293
2,000,000
1,003,084,293
15
2,280,000 4,800,000 360,000
21,600,000
531,734 3,552,000 55,089,517 33,053,710 10,329,284 1,032,928 16,526,855 13,380,000 17,040,000
610,944,000 12,787,200 7,104,000 3,892,194 14,969,977
16,000,000 250,000 60,000 300,000 100,000
302,126,265 1,305,210,558
1,003,084,293
16
Listrik Biaya pajak Angsuran Total Outflow Net Benefit DF 9.75% PV PV negatif PV positif NPV Net B/C IRR Payback Period
1,300,000 0 118,061,948 1,158,268,409 (310,454,799) 0.911 (282,874,532) (282,874,532) 282,874,532 0 1.000 13% 11.657
7,800,000 10,494,231 118,061,948 965,689,579 37,394,714 0.830 31,045,678
7,800,000 11,768,538 118,061,948 966,963,886 38,120,407 0.756 28,836,593
7,800,000 13,189,390 118,061,948 985,034,738 18,049,555 0.689 12,440,802
7,800,000 14,773,640 118,061,948 969,968,988 33,115,305 0.628 20,797,260
7,800,000 16,540,079 118,061,948 971,735,427 33,348,866 0.572 19,083,319
7,800,000 18,509,658 118,061,948 990,355,006 12,729,287 0.521 6,637,009
7,800,000 20,705,739 118,061,948 975,901,087 27,183,206 0.475 12,914,109
7,800,000 23,154,369 118,061,948 1,128,349,717 -123,265,424 0.433 (53,358,119)
7,800,000 25,884,592 118,061,948 997,729,940 5,354,353 0.394 2,111,844
7,800,000 28,928,790 866,062,190 139,022,103 0.327 45,522,857
7,800,000 28,928,790 866,062,190 137,022,103 0.359 49,242,581
882,712,190 120,372,103 0.298 35,914,264
7,800,000 28,928,790 866,062,190 137,022,103 0.272 37,250,081
7,800,000 28,928,790
866,062,190 139,022,103 0.248 34,436,255
7,800,000 28,928,790
77
882,712,190 422,498,368 0.226 95,356,999
7,800,000 28,928,790
78
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara yang terlahir dari pasangan Bapak Abdul Kohar dan Ibu Istikomah pada tanggal 16 September 1990 di Banyuwangi, Jawa Timur. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Darul ‘Ulum 2 Jombang dan lulus seleksi masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) serta jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan keduanya diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staf dan bendahara divisi eksternal SES-C IPB. Penulis juga pernah aktif dalam OMDA Banyuwangi dan menjadi pengurus IKALUM IPB. Selain itu, penulis juga pernah aktif mengajar privat untuk tingkat SMP dan SMA.