ANALISIS KEDUDUKAN BAD AN HUKUM DARI FIRMA Hardijan Rusli. (Dosen FH UPH)
ABSTRACT Firma or 'vennootschap onder Firma' is a partnership form which is frequently used by investors. Firma is governed by the commercial code and the provisions of the Maatschap contained in the civil code. Maatschap is a contract law not a partnership form law so it is dellned as a contract whereby two or more persons agree to contribute something together, to carry on a business together, in order to share in the profits accruing from the effort. Maatschap is a contract law that governs those who carry on business together usually deemed as a partnership form. Firma is not defined as a contract but as a partnership form used for traders and businessmen. Maatschaap is not a legal entity nor a legal partnership form. In the Maatschap, partners are not bound to each other because Maatschaap is not a legal partnership form nor a legal entity. A partner of Maatschap will bind other partners if only they have given power of attorney or their business has got the benefits of the transaction. In the Firma, each partner has the right to act in the name of the Firma within the scope of its activities and it binds the Firma (entity) but each partner, in the Firma, is responsible for each and every liability of the Firma toward third parsons. Even though each partner can bind the Firma (entity), many lawyers still deem that the Firma is not a legal entity because each partner as legal subject of natural person has responsibility of each and every the Firma's liability. It seems that the Firma is not a legal entity but only as legal subject of natural person because each partner has the responsibility to pay off the Firma's liability. The matter that scholars are still arguing until nowadays is whether Firma is a legal subject (entity) ?
Pengantar Walaupun istilah badan hukum sudah lama ada dan dikenal banyak orang serta sering dipergunakan, tetapi sampai saat ini pengertian badan hukum masih belum tuntas, hal ini terbukti dari: a. Masih belum ada kata sepakat dari para ahli hukum Indonesia bahkan ahli hukum Internasional tentang apa itu badan hukum; b. Masih diperdebatkannya tentang apakah Firm itu sebagai badan hukum atau bukan.
DR Wirjono Prodjodikoro SH (Hukum Perkumpulan Perseroan Dan Koperasi di Indonesia, halaman 10) mengatakan bahwa tentang badan hukum dalam ilmu pengetahuan hukum belum terdapat suatu batas ukuran yang tegas dan prinsipil. Begitu juga, Ali Rido SH (Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, halaman 9) mengatakan bahwa:"Mengenai perwujudan dari badan hukum
47
sudah berabad-abad lamanya menjadi perselisihan dan perjuangan pendapat dari para ahli luikiim. Selama belum dapat diketemukan suatu pandangan dan pendapat yang tepat dan benar di dalam methode dari bentuk-bentuk pengertian umum dan dalam nilai bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi tafsiran peraturan-peraturan undangundang pada khususnya maka selama itu pula akan tetap merupakan perjuangan pendapat." Menurut Chidir Ali SH persoalan apa itu badan hukum adalah persoalan teori hukum dan karena itu banyak ahli hukum yang mengemukakan teori badan hukum, di antaranya adalah: 1. Teari Fiksi dari Freidrich Carl von Savigny(1779- 1861); 2. Teori Organ dari Otto von Gierke (1841-1921); 3. Teori Kekayaan Bersama dari Rudolf von Jhering (1818 - 1892); 4. Teori Kekayaan Bertujuan dari A. Brinz; 5. Teori Kenyataan Yuridis dari E. M. Meijers. Sebenarnya teori teori badan hukum tersebut di atas semuanya hanyalah teori yang mencoba memberikan penjelasan atau
pembenaran tentang keberadaan atau eksistensi badan hukum, bukan tentang apa itu badan hukum. Jadi kalau ada orang yang ingin mengetahui apa itu badan hukum dari teori-teori maka mereka akan kecewa, karena teori-teori itu tidak akan dapat memberikan jawaban yang memuaskan bahkan mungkin akan bisa menyesatkan pembacanya. H F A Vollmar (Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, halaman 378) mengatakan bahwa teori-teori semacam itu tidak mempunyai nilai praktis sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut disini. Soenawar Soekowati (Chidir Ali SH, halaman 29 - 30) juga mengemukakan bahwa teori-teori dari badan hukum itu memperbincangkan persoalanpersoalan yang tidak hakiki. J H P Bellefroid (Chidir Ali SH, halaman 39) menyatakan bahwa untuk pengetahuan ilmu hukum yang sekarang berlaku, teori-teori tersebut tidak berarti, karena hukum yang berlaku memperbolehkan badan hukum yang terdiri (didirikan) oleh manusia turut serta dalam pergaulan hukum disamping orang. Berdasarkan banyaknya teori badan hukum tersebut maka para ahli hukum mencoba membuat rangkuman dari teori-teori tersebut dengan menyusun suatu doktrin syarat-syarat
48
suatu badan hukum. F.X. Suhardana, SH (Hukum Perdata I, halaman 59) menyebutkan doktrin syarat-syarat tersebut adalah: 1. adanya kekayaan yang terpisah; 2. mempunyai tujuan tertentu; 3. mempunyai kepentingan sendiri; 4. ada organisasi yang teratur. (Syahrani, 1985, halaman 61-62; Rido, 1983, hal. 45-60.)
tergantung pada syarat mana yang telah dipenuhi oleh perkumpulan atau badan hukum maupun badan usaha tadi, yakni:
I. Kemungkinan telah dipenuhi syarat yang dimintakan oleh doktrin; atau II. Telah dipenuhi syarat yang diminta oleh perundang-undangan; atau III. Telah dipenuhi syarat yang dimintakan hukum kebiasaan dan yurisprudensi. Menurut H.M.N. Purwosutjipto, S.H. (Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-bentuk Selain syarat doktrin yang perusahaan, halaman 65) syarat-syarat dikemukakan oleh Ali Rido S.H. agar suatu badan dapat dinamakan terdapat syarat doktrin menurut Meyers badan hukum ialah: yang terdiri dari 4 (empat) unsur, 1. adanya harta kekayaan (hak-hak) yaitu: dengan tujuan tertentu, terpisah dari kekayaan pribadi para sekutu ba- 1. Terkumpulnya jadi satu hak-hak dan itu; subjektif untuk suatu tujuan tertentu dengan cara yang demikian, maka/ 2. kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama yang sehingga kekayaan yang bertujuan bersifat stabil; itu dapat dijadikan objek tuntutan hutang-hutangtertentu(ai"zonderlijk 3. adanya beberapa orang sebagai obyect van verbal). Jadi tegasnya pengurus dari badan itu. hams ada harta kekayaan yang terpiMenurut Chidir Ali S.H. (Badan sah, lepas dari kekayaan anggotaHukum, halaman 53) ada beberapa anggotanya. macam syarat agar sesuatu perkumpulan atau badan ataupun badan 2. Harus ada kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum, dan usaha itu dapat dikatakan mempunyai kepentingan yang dilindungi itu kedudukan sebagai suatu badan hams bukan kepentingan satu orang hukum (rechtspersoon). atau beberapa orang saja. Jadi kapan dan bilamana dapat dikatakan adanya badan hukum itu 3. Meskipun kepentingan itu tak terle-
49
tak pada orang-orang tertentu, namun kepentingan itu harus stabil, artinya tak terikat pada suatu waktu yang pendek saja, tetapi untuk jangka waktu yang panjang. Contohnya: Fancy Fair. Benar pada Fancy Fair ini kepentingan untuk orang banyak, tetapi memenuhi untuk kepentingan yang stabil, sehingga Fancy Fair tak dapat dianggap sebagai badan hukum. 4. Harus dapat ditunjukkan suatu harta kekayaan yang tersendiri, yang tidak saja untuk obyek tuntutan, tetapi juga yang dapat dianggap oleh hukum sebagai upaya pemeliharaan kepentingankepentingan tertentu yang terpisah dari kepentingan anggota-anggotanya.Kriteria ini merupakan ajaran yangdipraktekkan oleh Juridische Realiteitsleer. R Ali Rido S.H. (Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, edisi 2, 2001, halaman 52) menyatakan:"Pada badan-badan atau perkumpulanperkumpulan yang tidak dengan tegastegas dinyatakan sebagai badan hukum, penetapan kedudukan badan hukum itu ditentukan dengan jalan melihat hukum-hukum yang mengatur tentang badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu. Jika dari
peraturan-peraturan itu dapat diambil konklusi adanya sifat-sifat, ciri-ciri atau dengan kata lain adanya unsurunsur badan hukum, badan-badan dan perkum-pulan-perkumpulan itu adalah suatu badan hukum. Dengan muda dapat kita katakana, bahwa kedudukan badan hukum itu ada, jika organisasi itu merupakan suatu kesatuan sendiri, mempunyai kepribadian sendiri, mempunyai tujuan sendiri dan mempunyai harta kekayaan sendiri. Namun, dalam hal menetapkan unsur-unsur mana yang diang-gapnya merupakan syarat mutlak, ini adalah tidak mudah. Karena itu, janganlah kita heran melihat adanya perbedaanperbedaan mengenai pandangan itu, hingga dengan perbedaan pendapatpendapat ini membawa konsekuensi, bahwa suatu perkumpulan yang satu mengatakan bukan badan hukum dan yang lainnya mengatakan adalah suatu badan hukum. Perbedaan pendirian antara Molengraaff dan Scholten mengenai kedudukan badan hukum suatu Firma adalah suatu contoh yang jelas". Molengraaff menitik beratkan kepada pertanggungjawabannya. Suatu badan adalah badan hukum jika pertanggungjawabannya terbatas hanya pada kekayaan badan itu saja dan adalah bukan suatu badan hukum
50
jika pertanggungjawabannya itu diletakkan pada para anggotaanggotanya, secara individual langsung terhadap harta kekayaan pribadi masing-masing. Sebaliknya Scholten berpendapat, ada tidaknya pertanggungjawaban yang terbatas itu bukan syarat mutlak untuk menentukan ada atau tidak adanya kedudukan badan hukum. Dengan adanya pertanggungjawaban yang terbatas atau tertutupnya pertanggungjawaban secara individual sudah tentu badan itu adalah suatu badan hukum. Akan tetapi, dalil ini tidak dapat kita gunakan dalam hal sebaliknya! (R AH Rido S.H., 2001, halaman 71-72). Jelas bahwa dari adanya teori dan doktrin tersebut, pengertian badan hukum bukan menjadi jelas tetapi malah menjadi makin rumit, karena memang teori dan doktrin badan hukum tersebut tidaklah menjelaskan tentang apa itu badan hukum tetapi hanya sebagai pembenaran atau penjelasan tentang adanya badan hukum. Syarat yang diminta oleh undangundang misalnya adalah pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM untuk Perseroan terbatas. Sedangkan syarat yang diminta oleh hukum kebiasaan dan yurisprudensi untuk Yayasan adalah:
51
a. harus terdapat pemisahan kekayaan; b. ada tujuan tertentu; c. ada organisasi (pengurus); (Chidir Ali S.H., halaman 66). Pada tahun 2001 ini telah diundangkan UU tentang Yayasan yaitu UU No. 16/Tahun 2001 yang akan berlaku pada 6 Agustus 2002, sehingga nantinya syarat untuk mendirikan Yayasan tidak lagi berdasarkan kebiasaan dan yurisprudensi tetapi adalah undang-undang.
MASALAH KEDUDUKAN BADAN HUKUM DARI FIRMA. H.M.N. Purwosutjipto, S.H. (halaman 64-65) menyatakan bahwa persoalan apakah persekutuan Firma itu badan hukum, merupakan suatu persoalan yang harus lekas mendapat jawaban, Hal ini juga yang mendorong penulis untuk mengadakan suatu penelitian atas masalah kedudukan badan hukum dari firma karena masalah ini penting yang dapat menjernihkan dan memberikan suatu kepastian hukum tentang apa itu badan hukum. Beliau menginventarisasi pendapat-pendapat yang ada sehubungan dengan persoalan tersebut, yaitu: A. Eggens, Guru Besar pada Recht-
shogeschool (R H S) di Jakarta, menganggap persekutuan Firma itu badan hukum, karena adanya: 1. kekayaan yang terpisah, yang berupa seluruh hak dan kewajiban persekutuan yang merupakan satu kesatuan; 2. para sekutu bersama sebagai satu kesatuan yang merupakan sebagai yang berhak dan yang berkewajiban terhadap. B. Zeylemaker, juga Guru Besar di R.H.S. di Jakarta, menentang pendapat Eggens tersebut. Eggens dianggap menggunakan istilah "badan hukum" yang menyimpang dari yang lazim yaitu sebagai sebuah kesatuan yang dapat dikenal, karena kekayaannya yang terpisah dan pertanggunganjawabnya yang terpisah pula. C. Kongres para Sarjana Hukum tahun 1936 di Jakarta dengan suara terbanyak membenarkan pendapat Eggens. D. Di Belgi, dalam undang-undang tanggal 18 Mei 1873, pasal 2 menentukan bahwa persekutuan firma, persekutuan komanditer, dan koperasi adalah badan hukum. E. Di Perancis menurut Polak dan Molengraaff, para penilis dan yurisprudensi beranggapan bahwa persekutuan firma itu adalah badan hukum.
Lalu H.M.N. Purwosutjipto S.H. menyatakan bahwa menurut pendapat umum di Indonesia persekutuan firma itu belum merupakan badan hukum. Beliau mengakui bahwa unsur-unsur materil yang ada dalam persekutuan firma sudah mencukupi untuk menjadi badan hukum, tinggal unsur formil yang belum, yaitu "pengesahan dari Pemerintah". Kalau unsur terakhir ini sudah terpenuhi, maka persekutuan firma adalah badan hukum. Pendapat dari H.M.N. Purwosutjipto S.H. ini sungguh membingungkan, karena beliau menyatakan bahwa suatu badan adalah badan hukum bila memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu adanya harta kekayaan dengan tujuan tertentu, adanya tujuan kepentingan bersama yang stabil dan adanya pengurus, di mana dalam syarat-syarat ini tidak terdapat unsur formil. Tetapi dalam mengkaji kedudukan badan hukum dari firma beliau menambahkan satu syarat formil yaitu pengesahan. Apakah syarat-syarat yang beliau tentukan itu belum komplit atau kekurangan syarat formil itu, kalau memang begitu kenapa beliau tidak menyebutkan saja bahwa syarat untuk badan hukum ada 4 (empat) bukan 3 (tiga). Polak menolak kedudukan badan hukum bagi perseroan firma. Dijelaskan selanjutnya, undang-undang,
52
secara eksplisit, sama sekali tidak menetapkan bahwa perseroan firma itu adalah suatu badan hukum dan secara implisitpun pasal-pasal yang mengaturnya dapat kita simpulkan sama sekali tidak memberikan pengertian kedudukan sebagai badan hukum. (R AH Rido, S.H., halaman 76). Menurut R Ali Rido (2001, halaman 77-79) memang para ahli hukum pada umumnya berpendapat bahwa perundang-undangan tidak memberikan kedudukan badan hukum bagi perseroan firma. Bahkan pendapat ini diperkuat dengan beberapa keputusan-keputusan pengadilan seperti keputusan H.R. 3 Pebruari 1854, W. 1513;23Desember 1892, W. 6287; H.R. 20 November 1914, W. 9789. Namun ada juga putusan H.R. yang memberikan pengakuan kepada perseroan firma mempunyai suatu kekayaan sendiri terpisah dan dengan kekayaan itu mempunyai tujuan sendiri yaitu putusan H.R. 26 November 1897, W.7074. Lalu pada tahun 1927 terdapat putusan H.R. 14 April 1927, W. 11664 yang memberikan vonnis kepailitan tersendiri terhadap perseroan firma di samping vonnis tiap-tiap anggota firma itu sendiri. Kedua putusan ini mendukung pendapat bahwa firma adalah badan hukum.
Vollmar yang mempunyai pendapat bahwa firma bukan badan hukum, setuju dengan pemikiran Polak atas putusan H.R. tahun 1927 tersebut dengan menegaskan bahwa kepailitan sebuah firma adalah kepailitan dari para anggota perseroan firma. Dengan demikian, vonnisvonnis hanya dijatuhkan terhadap anggota-anggota perseroan firma saja dan tidak terhadap din firma, tetapi mengapa dalam boedel-boedel para anggota firma ada pula boedel perseroan firma. Mengapa dipisahkan suatu boedel perseroan firma tersendiri? Bukankah ini berarti adanya hak tuntutan dari para kreditur (krediturkreditur firma) terhadap kesatuan yang mempunyai harta kekayaan sendiri dan terpisah itu yang berarti pula adanya hubungan hukum antara pihakpihak ketiga dengan kesatuan itu yang tidak lain adalah perseroan firma? Molengraaff menekankan adanya pertangungjawaban yang terpisah pada suatu badan hukum dan karena pada Firma tidak terdapat pertanggung jawaban yang terpisah maka Firma bukan badan hukum. Sedangkan Scholten tetap menganggap Firma adalah badan hukum walaupun tidak terdapat pertanggung jawaban yang terpisah sama seperti pendapatnya Eggens.
53
Mengapa bisa timbul perbedaan pendapat atas kedudukan badan hukum dari Firma? Penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan penyebab timbulnya masalah ini adalah karena tidak adanya kesamaan pengertian tentang apa itu No. AHLI HUKUM 1. EGGENS
2. SCHOLTEN 3. ZEYLEMAKER
4. HMN PURWO SUTJIPTO
5. POLAK 6. MOLENGRAAFF
ALASAN FIRMA BADAN HUKUM SEKUTU SATU KESATUAN DAN ADA KEKAYAAN TERPISAH, TIDAK TERPENGARUH PERTANGGUNGJAWABAN PRIBADI BADAN HUKUM SETUJU DENGAN EGGENS BUKAN BADAN HUKUM KARENA TIDAK ADA PERTANGGUNGJAWABAN TERPISAH (TERBATAS) BUKAN BADAN KARENA TIDAK ADA PENGESAHAN DARI PEMERINTAH HUKUM BUKAN BADAN HUKUM BUKAN BADAN HUKUM
badan hukum atau belum adanya definisi Firma yang dapat diterima semua pihak, seperti terlihat dari table di bawah ini. Dari pendapat para ahli hukum tersebut di atas terlihat bahwa pengertian apa itu badan hukum masih berbeda-beda sehingga tidak ada kesamaan pendapat tentang kedudukan badan hukum dari Firma. Pengertian apa itu badan hukum ada yang menekankan pada pertang-
54
TIDAK DITETAPKAN UNDANGUNDANG KARENA TIDAK ADA PERTANGGUNGJAWABAN TERPISAH (TERBATAS)
gungjawaban yang terpisah dari harta pribadi seperti pendapat dari: Zeylemaker dan Molengraaff. HMN Purwosutjipto menekankan pada pengesahan dari pemerintah, sedang-kan Polak menekan pada ketentuan dalam peraturan perundangundangan, apakah peraturan itu menetapkan sebagai badan hukum atau bukan. Setelah mengetahui masalahnya maka mudah untuk mencari pemecah-
annya yaitu dengan menentukan hak-hak subjektif yaitu wewenang dahulu apa itu badan hukum yang (link) dan kewajiban atau dengan kata lain karena manusia sebagai dapat diterima semua pihak. pendukung hak dan kewajiban. Disini perlu diperhatikan bahwa APA ITU SUBJEK HUKUM subjek hukum tidaklah sama Membahas badan hukum berati dengan pendukung hak dan juga membahas subjek hukum, karena kewajiban, tetapi subjek hukum badan hukum adalah salah satu dari adalah orang (persoon) yang mampu untuk menjadi subjek dari subjek hukum. Subjek Hukum ada dua yaitu: hubungan hukum (rechtsperBadan Hukum dan Manusia Pribadi. soonlijkheid) dan kemampuan ini Membahas Subjek Hukum samajuga disebabkan manusia adalah membahas tentang kecakapan berbuat pendukung hak dan kewajban. yaitu kewenangan untuk melakukan Hal ini dapat dimengerti karena perbuatan-perbuatan hukum sendiri ada pendukung hak dan kewajiban (EX. Suhardana, S.H., halaman 50). tetapi mereka bukan subjek hukum, Article 6 dari Universal Declara- misalnya orang yang belum dewasa tion of Hitman Rights menya- atau orang dewasa yang ada di bawah takan:"Everyone has the right to rec- pengampunan. Segala kepentingan ognition everywhere as a person be- hukum mereka harus diwakili. Sehubungan dengan hal tersebut tidak fore law". Karena itu Paul Scholten menyatakan tepatlah kalau mengatakan bahwa bahwa manusia adalah orang (persoon badan hukum itu adalah segala sesuatu - bahasa Belanda) dalam hukum yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban seperti (Chidir Ali S.H. halaman 10). van Apeldoorn menyatakan bahwa yang banyak dianut oleh para ahli orang dalam artian yuridis ialah hukum selama ini. setiap orang yang mempunyai Hubungan hukum adalah suatu wewenang hukum yaitu kecakapan perikatan (Prof. Subekti SH, Pokokuntuk menjadi subjek hukum pokok Hukum Perdata, halaman 122), (Chidir Ali SH, halaman 12). Dalam yaitu suatu hubungan yang ada memberikan kedudukan sebagai kewajiban (perikatan). Sedangkan subjek hukum terhadap manusia perikatan timbul karena undangkarena manusia dapat memiliki undang atau perjanjian.
55
dan kewajiban, yaitu manusia dapat memiliki harta kekayaan dan harta kekayaan manusia itu baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan yang dibuat manusia tersebut (pasal 1131 KUHP). Subjek hukum adalah suatu kepribadian hukum atau suatu pribadi dalam hukum yang berarti bahwa pribadi tersebut dapat menjadi pihak/ subjek dari suatu hubungan hukum atau mampu (cakap) melakukan suatu perbuatan hukum. Manusia adalah suatu pribadi dalam hukum atau subjek hukum karena itu manusia dapat melakukan perbuatan hukum dan perbuatan hukum itu menimbulkan hubungan hukum atau perikatan. Pasal 1329 KUHP. menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap atau mampu untuk membuat perikatanperikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Perikatan adalah hubungan hukum yang ada kewajibannya dan hubungan hukum terjadi karena adanya perbuatan hukum. Jadi dengan kata Manusia pribadi adalah subjek hukum lain pasal 1329 KUHP. itu menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap Manusia adalah subjek hukum membuat perikatan-perikatan atau karena manusia adalah pendukung hak cakap melakukan perbuatan hukum
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum atau hubungan hukum (perikatan). Kemampuan menjadi subjek dari hubungan hukum sama dengan kemampuan (cakap) untuk melakukan perbuatan hukum, karena hubungan hukum itu tercipta atau terjadi dari suatu perbuatan hukum/ perjanjian (selain dari UU tentunya). Berdasarkan penjelasan di atas dapatlah didefinisikan bahwa : "Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut peraturan yang berlaku dapat melakukan perbuatan hukum atau dapat menjadi subjek dalam suatu hubungan hukum". Penulis menekankan disini subjek hukum itu sesuatu yang menurut peraturan yang berlaku (hukum posit if) , karena kalau tidak ada peraturan yang mengatur siapa saja yang merupakan subjek hukum bisa terjadi ketidak pastian hukum. Sekarang harus diketahui peraturan mana yang menetapkan bahwa manusia pribadi dan badan hukum adalah subjek hukum.
f-
atau menyatakan bahwa orang adalah subjek hukum sepanjang undangundang tidak menyatakan lain. Pasal 1329 KUHP. ini meru-pakan peraturan yang mengatur tentang subjek hukum manusia secara umum. Lalu adakah peraturan yang menyatakan pengecualiannya ? Ada, yaitu pasal 1330 KUHP. yang menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk mengadakan perikatan adalah: 1. Orang yang belum dewasa yaitu anak di bawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (pasal 47 UU No. 1/ Tahun 1974 tentang Perkawinan); 2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan yaitu orang-orang dewasa karena sesuatu hal (misal: dungu, gila, boros, mata gelap) ditetapkan sebagai orang yang diampunan yaitu sama seperti orang yang tidak cakap melakukan per buatan hukum; 3. Orang-orang perempuan. Ketentuan tentang orang perempuan ini telah dikesampinkan oleh SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 3/1963 tertanggal 5 September 1963. Dari pasal 1330 KUHP. ini nyatalah bahwa tidak semua manusia adalah subjek hukum karena ada orang yang ditentukan sebagai tidak
cakap membuat perikatan melakukan perbuatan hukum orang yang belum dewasa dan dewasa yang ditaruh di bawah ampuan.
atau yaitu orang peng-
Badan Hukum adalah Subjek Hukum Badan Hukum adalah subjek hukum artinya adalah badan hukum adalah suatu pribadi dalam hukum yang dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat (cakap) melakukan perbuatan hukum. Jadi dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum adalah merupakan unsur pokok dari suatu badan hukum. Suatu badan adalah badan hukum bila badan tersebut dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat (cakap) melakukan perbuatan hukum. Menurut peraturan badan yang bagaimanakah yang merupakan badan hukum? Kalau subjek hukum manusia ditentukan dalam pasal 1329 dan 1330 KUHP,maka mengenai subjek hukum badan hukum secara umum diatur dalam pasal 1653 sampai 1665 KHUP. tentang perjanjian perkum-pulan (zedelijke lichamen). Menurut Chidir Ali SH (halaman
51
22 - 23) pasal 1653 sampai 1665 dalam Buku III KUHP. yang mengatur tentang badan-badan susila (zedelijke lichamen) yang sekarang ini disebut sebagai badan hukum. F AH Rido SH (halaman 35 - 36) menyatakan bahwa pasal 1653 KUHPer.jika dikatakan sebagai peraturan dasar dan ketentuan umum bagi badan hukum adalah berlebihan tetapi pasal 1653 KUHP. setidaktidaknya adalah satu-satunya pasal yang merupakan ketentuan umum. Satu-satunya peraturan yang merupakan ketentuan-ketentuan umum mengenai badan hukum ialah bab kesembilan dari Buku III KUHP. tentang zedelijke lichamen atau badanbadan hukum susila. Peraturan yang mengatur tentang badan hukum sebagai subjek hukum ada pada pasal 1654 KUHP. yang menyatakan sebagai berikut: Perkumpulan atau badan yang sah adalah pribadi (subjek hukum) seperti manusia, karena badan tersebut berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata. Jadi badan yang sah adalah badan hukum (subjek hukum) karena badan tersebut berkuasa melakukan tindakan-tindakan perdata atau melakukan perbuatan hukum. Masalahnya sekarang badan yang
sah itu badan yang bagaimana? Dalam pasal pertamanya yaitu pasal 1653 KUHP. yang merupakan peraturan umum menyebut adanya 3 (tiga) macam perkumpulan (badan hukum), ialah: 1. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum; 2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum; 3. Perkumpulan yang diperkenankan dengan undang-undang atau kesusilaan. Pasal pertama ini ternyata mengatur baik badan hukum publik maupun badan hukum privat. Akan tetapi, tidak memberikan perbedaan antara koparasi dengan pemisahan kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, karena selain menyebut tentang perkumpulan dari orang-orang, juga tentang lembaga umum yang diadakan (ingesteld) oleh kekuasaan umum. Dari pasal 1653 dan 1654 KUHP. ini dapat disimpulkan bahwa badan hukum adalah badan yang sah dan badan yang sah itu terdiri dari: badan yang diadakan dan diakui oleh kekuasaan umum serta badan yang diperkenankan atau diperbolehkan dengan u n d a n g - u n d a n g atau kesusilaan. Diperkenankan dengan undang-undang mencakup juga diperkenankan oleh hukum kebiasaan, seperti badan hukum Yayasan.
58
Istilah badan hukum yang dalam bahasa Belandanya: Rechtspersoon dan bahasa Inggrisnya: Legal Entity, menurut Black's Law Dictionary adalah:" Legal existence. An entity, other than a natural person, who has sufficient existence in legal contemplation that it can function legally, be sued or sue and make decisions through agents as in the case of corporation. " Karena badan hukum ini merupakan suatu konstruktif fiktif dari hukum maka dalam menjalankan tugasnya sebagai pribadi atau subjek hukum, yang tampil sebagai badan hukum itu adalah pengurusnya yang ditentukan dalam perjanjian/akta pendirian (pasal 1655 KUHR). Ketentuan tentang pengurus ini harus dicantumkan dalam perjanjian/ akta pendirian, karena kalau tidak ditetapkan siapa yang merupakan pengurus maka menurut pasal 1657 KUHP. tidak ada satu anggotapun yang berkuasa untuk bertindak atas nama badan hukum. Pasal 1661 KUHP. menentu-kan bahwa para anggota suatu perkumpulan tidak bertanggung jawab secara pribadi untuk perikatan-perikatan perkumpulan. Jadi para anggota itu tidak terikat atas perikatan perkumpulan tetapi
perkumpulan itulah yang terikat. Lalu ayat 2 pasal 1661 KUHP. selanjutnya menentukan bahwa hutang-hutang hanyalah dapat dilunasi dari harta kekayaan perkumpulan. Pasal 1661 KUHP. inilah yang sering digunakan sebagai unsur utama atau penentu untuk menentukan apakah suatu badan adalah badan hukum atau bukan. Dalam hal unsur penentu badan hukum (legal entity) adalah pasal 1661 ayat 2 KUHP. maka badan hukum itu tidak berbeda dengan Business Entity. Pengertian Business Entity adalah suatu unit usaha tersendiri yang aktivitasnya dicatat tersendiri terpisah dari aktivitas pribadi orang-orang yang berkepentingan (stakeholders) (Warren, Carl S, et al, 19th edition, halaman 10) Business Entity mencakup unit usaha dari besar sampai yang terkecil sekalipun, misalnya penjual rokok di jalanan. Penjual rokok di jalanan adalah suatu unit usaha (Business Entity) tetapi unit usaha ini secara hukum bukanlah badan hukum (Legal Entity). Pengertian Legal Entity adalah berbeda dengan Business Entity, karena itu sungguhlah salah kalau unsur penentu dari suatu badan hukum adalah pertanggung jawaban dari anggota badan hukum itu harus
59
terbatas (tidak mencakup harta pribadi). Dalam Business Entity memang harus ada pemisahan harta tetapi dalam Legal Entity pemisahan harta ini tidaklah merupakan unsur penentu badan hukum. Suatu badan adalah badan hukum bila badan tersebut dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum. Lalu bagaimana dengan pasal 1661 KUHP. yang menentukan bahwa para anggota suatu perkum-pulan tidak bertanggung jawab secara pribadi untuk perikatan-perikatan perkumpulan? Pasal 1661 KUHP. ini adalah bagian hukum perikatan yang merupakan hukum pelengkap (aanvullend recht) bukan hukum yang memaksa. Pengertian hukum pelengkap ini ialah bahwa dalam hal para anggota itu tidak menentukan pertanggung jawaban perkumpulan secara lain maka yang dipakai adalah pertanggung jawaban yang ditentukan oleh hukum pelengkap itu. Tetapi bila para anggota menyepakati pertanggung jawaban yang berbeda maka yang dipakai adalah ketentuan yang disepakati bersama itu bukan seperti yang ditetapkan dalam pasal 1661 KUHP. Karena itu perlu dipahami
bahwa penentuan pertanggung jawaban yang mencakup harta pribadi tidaklah menentukan bahwa badan tersebut bukan badan hukum. Penentuan suatu badan adalah badan hukum atau bukan adalah berdasarkan unsur dapat atau tidaknya badan tersebut menjadi subjek atau dapat atau tidaknya badan tersebut melakukan perbuatan hukum. Dari penjelasan tersebut di atas perlu dibedakan antara harta perkumpulan/badan secara ekonomi (harta pembukuan) dan secara hukum/yuridis (harta badan hukum). Harta badan secara ekonomi berbeda dengan modal badan, seperti yang terlihat dari persamaan akuntansi yang berikut: Harta (Asset) = Kewajiban (Liabilities) + Modal (Owner's Equity). Modal menurut pembukuan (equity) terdiri dari modal kontribusi dan sisa laba ditahan. Modal kontribusi terdiri dari modal dalam Anggaran dasar ditambah modal disetor tambahan (J M Smith dan K F Skousen, Intermediate Accounting, ninth edition, halaman 694). Modal dalam Anggaran Dasar dapat disimpulkan adalah modal disetor karena modal kontribusi terdiri dari dua yaitu modal dalam Anggaran Dasar dan modal disetor tambahan.
60
Modal disetor tambahan terjadi misalnya karena adanya agio saham yaitu harga penjualan saham di pasar perdana lebih besar dari harga nominalnya, dan kelebihan harga inilah yang disebut sebagai modal disetor tambahan. Modal perseroan terbatas, menurut pasal 34 UU No. 1/Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa modal perseroan adalah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Masalahnya sekarang modal atau harta manakah yang menjadi jaminan atas perikatan P.T. ? Harta yang menjadi jaminan itu apakah modal dasar atau modal ditempatkan atau modal disetor? Sudah pasti yang menjadi harta jaminan atas perikatan P.T.menurut pasal 3 UU PT adalah modal disetor karena modal dasar belum tentu semuanya telah disetor dan modal ditempatkan, sekarang menurut UU No. 1/Tahun 1995 hams telah disetor semuanya sebelum pengesahan. Pasal 3 UU No. 1/Tahun 1995 menyatakan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Pertanggung jawaban dari pemegang saham secara
terbatas yang ditentukan dalam pasal 3 UU No. 1/1995 adalah merupakan harta yang menjadi jaminan atas perikatan Perseroan Terbatas atau harta P.T. secara yuridis. Berdasarkan pasal 3 ini maka harta yang menjadi jaminan atas perikatan P.T. adalah hanya terbatas pada nilai saham yang telah diambil oleh para pemegang saham (pertanggung jawaban terbatas) yang sesuai dengan pasal 1661 KUHP. Harta yang menjadi jaminan atas perikatan badan hukum P.T. atau harta badan hukum P.T. ini adalah terbatas pada harta pembukuan saja karena UU menentukan demikian. Pertanggung jawaban terbatas pada PT bukan karena PT itu badan hukum tetapi karena UU menentukan demikian. Seandainya dalam ketentuan (UU) tercanlum pertanggung jawaban secara tidak terbatas (seperti dalam Firma) maka yang berlaku adalah apa yang diatur dalam ketentuan atau UU. Ketentuan atau UU Firma (pasal 18 KUHD) menentukan bahwa anggota perkumpulan (pemodal) bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan atas perikatan dari Firma. Dalam Firma maka harta yang menjadi jaminan bagi perikatan Firma atau harta Firma adalah harta pembukuan dan mencakup harta pribadi pemodal Firma.
61
Harta yang menjadi jaminan dari perikatan suatu perkumpulan/badan, secara hukum sebenarnya adalah merupakan harta badan hukum. Jadi secara hukum (yuridis) harta badan hukum itu tidak selalu harus terpisah dari harta pribadi anggota badan hukum, karena harta badan hukum itu adalah harta yang menjadi jaminam atau tanggungan atas perikatan dari badan hukum, yang dalam hal ini tergantung pada ketentuan dari badan hukum itu sendiri. Bila ketentuan badan hukum itu menentukan bahwa yang menjadi jaminan atau tanggungan tidak mencakup harta pribadi (pertanggung jawaban terbatas) maka itulah yang menjadi harta badan hukum itu. Tetapi bila dalam ketentuan badan hukum itu menyatakan bahwa harta yang menjadi jaminan atau tanggungan mencakup harta pribadi (seperti dalam Firma) maka harta badan hukum itu adalah mencakup harta pribadi itu karena pengertian harta badan hukum (secara yuridis) adalah harta yang menjadi jaminan dari suatu perikatan badan hukum. Harta yang menjadi jaminan atau tanggungan dari perikatan suatu badan bukanlah faktor penentu apakah suatu badan adalah badan hukum atau bukan.
badan hukum adalah apakah suatu badan dapat menjadi subjek dalam suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum atau tidak ? FIRMA.
Firma diatur dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan KUHP. sesuai dengan pasal 15 KUHD. Karena KUHD merupakan Hukum Khusus dan KUHPer. merupakan Hukum Umum maka berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis, yang berarti bahwa untuk masalah hukum yang sama bila ada diatur dalam hukum khusus dan hukum umum maka yang diberlakukan adalah hukum khusus tersebut. Jadi hukum yang khusus meniadakan hukum yang umum. Menurut pasal 16 KUHD, Firma ialah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Nama bersama dari bentuk perusahaan Firma ditandai dengan adanya kata Firma di depan nama bersama itu baik dalam transaksi maupun dalam akta pendirian. Dalam menjalankan perusahaan, masing-masing pemodal/sekutu Faktor atau unsur penentu suatu mempunyai kewenangan untuk
62
mengadakan perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan perusahaan kecuali bila pemodal itu dikeluarkan dari kewenangannya (pasal 17 KUHD). Dalam hal tidak ada pemodal yang dikeluarkan dari kewenangan untuk mengadakan perbuatan hukum bagi perusahaannya maka dianggap bahwa masing-masing pemodal saling memberikan kuasa umum bagi dan atas nama semua pemodal untuk melakukan perikatan atau perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Bila ada pemodal Firma yang dicabut kewenangannya untuk mengadakan perikatan bagi perusahaan maka pemodal tersebut jelas bukan pemodal Firma tetapi adalah pemodal Komanditer. Pemodal Komanditer mempunyai tanggung jawab terbatas pada jumlah uang yang telah atau harus disetor sesuai dengan kewenangannya yang terbatas pula (pasal 20 KUHD). Pertanggung jawaban pemodal terhadap pihak ketiga adalah bersifat tanggung menanggung atau secara pribadi untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD). Bersifat pribadi untuk keseluruhan artinya bahwa masing-masing pemodal bertanggung jawab secara pribadi untuk semua perikatan perusahaan termasuk perikatan yang
63
dibuat oleh pemodal lainnya serta perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Perikatan tanggung menanggung disebut juga sebagai perikatan tanggung renteng yaitu pemodal Firma semuanya mempunyai kewajban yang sama yaitu masing-masing dapat dituntut untuk keseluruhan dan pemenuhan oleh salah satu pemodal membebaskan pemodal-pemodal lainnya terhadap pihak ketiga (pasal 1280 KUHP). Perikatan tanggung menanggung bagi pemodal Firma atas perikatan Firma ditetapkan dalam pasal 18 KUHD sebagai hukum yang memaksa, karena itu walaupun tidak dinyatakan secara tegas dalam perusahaan Firma, tanggung jawab para pemodal tetap secara tanggung menanggung (pasal 1282 KUHP). Si debitur dalam suatu perikatan tanggung menanggung dapat menagih seluruh piutangnya kepada salah satu (siapa saja) pemodal yang dipilihnya dengan tidak dapat bagi pemodal tersebut untuk meminta tagihan tersebut dipecah atau menagih hanya kewajiban dari pemodal tersebut saja (pasal 1283 KUHP),. Walaupun kreditur telah menagih kepada salah satu pemodal, kreditur tetap masih dapat menagih kepada debitur atau pemodal lainnya (pasal 1284 KUHP).
Perikatan secara tanggung menanggung bukan membebankan seluruh kewajiban perusahaan kepada salah satu pemodal yang ditagih oleh kreditur tetapi hanya dalam hal penagihan, kreditur boleh menagih seluruh keseluruhan kewajiban perusahaan tersebut pada salah satu pemodal sedangkan dalam hal pembebanan masing-masing pemodal tetap dibebankan hanya yang menjadi kewajibannya masing-masing (pasal 1292 KUHP). Pembebanan kewajiban masingmasing pemodal karena tidak diatur dalam KUHD maka berlaku pasal 1633 KUHP.tentang persekutuan perdata seperti berikut:"Jika dalam perjanjian persekutuan tidak telah ditentukan bagian masing-masing pemodal dalam keuntungan dan kerugian persekutuan maka bagian masing-masing adalah seimbang dengan apa yang telah dimasukkan dalam persekutuan. Terhadap pemodal yang hanya memasukkan tenaganya bagian keuntungan dan kerugian pemodal tersebut ditetapkan sama dengan pemodal yang memasukkan uang atau barang paling sedikit". Jadi pembebanan kerugian dan keuntungan dari suatu Firma kepada anggota-anggotanya atau pemodalpemodalnya adalah seimbang modal
yaitu makin besar modal yang dimasukkan dalam Firma maka makin besar pula pembebanan dalam kerugian maupun dalam keuntungan. Pemodal yang akan menerima pembagian keuntungan paling besar bila perusahaan untung adalah wajar bila akan menanggung kerugian yang paling besar pula bila perusahaan rugi. Pembebanan kerugian dan keuntungan adalah merupakan hukum pelengkap dan karena itu para pemodal dapat mengatur pembebanan kerugian dan keuntungan perusahaan yang berbeda dari yang diatur dalam pasal 1633 KUHP dengan batasan: 1. Para pemodal tidak dapat menjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya masing-masing bagian kepada salah satu dari pemodal atau kepada seorang pihak ketiga; 2. Janji bahwa semua keuntungan untuk salah seorang pemodal adalah batal tetapi boleh menjanjikan semua kerugian akan dipikul atau ditanggung oleh seorang pemodal atau lebih. Pasal 19 dan 20 KUHD menyatakan bahwa poerusahaan Komanditer (C.V. / Commoanditaire Vennootschap) adalah perusahaan yang terdiri dari: A. Satu atau beberapa pemodal Firma yang bertanggung jawab secara
64
tanggung menanggung untuk keseluruhan; dan B. Satu atau beberapa pemodal Komanditer yang hanya memberikan uang/modalnya saja tanpa ikut bekerja dalam perusahaan, karena itu tanggung jawabnya atas perikatan perusahaan terbatas pada modal yang telah atau harus dimasukkan. Bilamana nama pemodal Komanditer dipakai sebagai nama perusahaan Firma dan atau pemodal Komanditer ikut bekerja dalam perusahaan walaupun dikuasakan untuk itu maka pemodal Komanditer tersebut akan mempunyai tanggung jawab secara tanggung menanggung untuk keseluruhan atas segala kewajiban perusahaan (pasal 21 KUHD). Cara mendirikan perusahaan Komanditer adalah sama dengan cara mendirikan perusahaan Firma karena sebenarnya perusahaan Komanditer adalah perusahaan Firma yang ada pemodal Komanditernya. Setiap pemodal berhak melakukan perbuatan perikatan bagi perusahaan Firma bila tidak ditetapkan lain dalam akta otentik (pasal 17 KUHD). Walaupun seorang atau lebih pemodal telah ditetapkan dalam akta otentik sebagai orang yang tidak diperbolehkan melakukan perbuatan perikatan bagi Firma tetapi bila akta otentik pendirian Firma belum didaftar
dan diumumkan maka ketentuan tersebut dianggap tidak ada atau tidak berlaku dan Firma itu menjadi Firma iimiiin yaitu: (pasal 29 KUHD): a. Firma yang menjalankan segala macam urusan; b. Didirikan tanpa batas waktu; c. Tidak ada seorang pemodalpun yang dikecualikan dari hak untuk melakukan perbuatan perikatan bagi Firma. Bila akta otentik pendirian Firma telah didaftar dan diumumkan maka segala perbuatan para pemodal yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam akta otentik tidak mengikat Firma (pasal 17 ayat 2 KUHD). Firma harus didirikan dengan akta otentik akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga (pasal 22 KUHD). Kalimat pasal 22 ini sangat membingungkan karena pada bagian awal kalimat disebutkan untuk mendirikan Firma harus dengan kata otentik lalu pada bagian akhir kalimat disebutkan kemungkinan tiadanya kata otentik tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka perkataan harus dalam pasal 22 ini ditafsirkan sebagai seharusnya, sehingga akta otentik dalam mendirikan Firma bukan merupakan syarat mutlak. Dengan kata lain bila
65
ada beberapa orang yang mendirikan Firma tanpa akta otentik dan Firma itu telah dinyatakan secara terangterangan terhadap umum atau pihak luar yang dengan siapa Firma mengadakan hubungan hukum maka dianggap bahwa Firma itu sudah ada walaupun tanpa akta otentik pendirian Firma. Akta otentik bukan syarat mutlak bagi Firma dapat juga disimpulkan dari pasal 31 KUHD yang menyatakan bahwa akta otentik juga harus dibuat dalam hal-hal: 1. Membubarkan Firma sebelumwaktu yang ditentukan; 2. Firma bubar karena ada pemodal yang mengundurkan diri atau berhenti; 3. Memperpanjang mas berlakunya Firma setelah habis masa berlakunya; 4. Mengadakan perubahan-perubahan penting dalam akta otentik. Lalu dalam pasal 31 ayat 2 KUHD dibyatakan bahwa bila ada kelalaian pembuatan akta otentik untuk hal atau perbuatan nomor 1, nomor 2, dan nomor 4 di atas berakibat tidak berlakunya perbuatan-perbuatan tersebut sedangkan untuk kelalaian pembuatan akta otentik atas perbuatan nomor 3 yaitu memperpanjang maswa berlakunya Firma setelah habis masa berlakunya tidak dinyatakan berakibat batalnya perbuatan itu tetapi dianggap
66
bahwa Firma itu tetap diperpanjang atau berlaku sebagai Firma umum (pasal 31 ayat 3 KUHD). Dengan kata lain untuk memperpanjang masa berlakunya Firma dapat dilakukan tanpa akta otentik. Pasal 23 KUHD mengharuskan para pemodal mendaftarkan akta pendirian (otentik) Firma di kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat serta pasal 28 KUHD mewajibkan para pemodal untuk mengumumkan petikan akta dalam Berita Negara. Dalam pasal 26 KUHD ditetapkan bahwa dalam petikan dari akta pendirian harus memuat saat mulai berlakunya atau berdirinya dan berakhirnya Firma. Bila saat mulai berlakunya atau berdirinya Firma ditetapkan dalam akta otentik maka akan timbul beberapa masalah hukum antara lain: 1. Seandainya saat berdirinya Firma dalam akta otentik ditetapkan pada saat pendaftaran atau pengumuman akta pendirian maka hal ini berarti bahwa sebelum tanggal tersebut Firma belum ada. Tetapi pasal 29 ayat 1 KUHD jelas mengatakan bahwa sebelum ada pengumuman dan pendaftaran akta otentik pendirian Firma maka Firma itu dianggap sebagai Firma umum. Jadi pasal 29 ayat 1 KUHD ini
menyatakan bahwa Firma sudah ada atau berlaku sebelum pendaftaran dan pengumuman, karena itu saat berdirinya Firma tidak dapat ditentukan pada saat pendaftaran dan pengumuman, melainkan harus sebelumnya. 2. Seandainya waktu pendirian Firma ditetapkan sesuai dengan tanggal pembuatan akta otentik maka hal ini berarti bahwa sebelum ada akta otentik Firma belum ada. Tetapi pasal 22 KUHD dalam kalimat akhirnya menyebutkan "ketiadaan akta tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga", hal ini berarti bahwa ada kemungkinan Firma berdiri sebelum atau tanpa akta otentik. Masalah hukum timbul bila ada pemodal yang melakukan perbuatan hukum sebelum akta otentik dibuat apakah perbuatan hukum pemodal tersebut mengikat Firma? Penulis berpendapat bahwa perbu-atan hukum pemodal sebelum adanya akta otentik akan mengikat Firma atau sah karena redaksinya pasal 22 KUHD membuka peluang tersebut. Pasal 26 KUHD menyatakan bahwa petikan akta otentik yang akan didaftarkan harus memuat diantaranya adalah waktu berakhirnya Firma. Penentuan masa berakhirnya Firma dalam akta otentik kiranya tidak
67
berlaku bagi pihak luar karena Firma yang sudah habis masa berlakunya tetap dianggap masih berlaku walaupun tanpa akta otentik dan hal ini juga ditegaskan dalam pasal 31 bagian kedua KUHD. Analisis Kedudukan Badan Hukum Firma Dan Kesimpulan Badan Hukum adalah salah satu subjek hukum karena itu badan hukum dapat menjadi subjek atau pihak dalam suatu hubungan hukum atau dengan kata lain badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum. Menurut pasal 1654 KUHP. badan yang dapat melakukan tindakantindakan perdata (badan hukum) adalah badan yang sah. Badan yang sah itu badan yang bagaimana? Menurut pasal 1653 KUHP. badan atau perkumpulan terdiri dari: a. badan yang diadakan atau diakui oleh kekuasaan umum/pemerintah; b. badan yang diperbolehkan atau didirikan untuk sesuatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Berdasarkan pasal 1653 dan 1654 KUHP. ini dapat disimpulkan bahwa badan yang sah atau badan yang dapat melakukan tindakan perdata (badan hukum) terdiri dari:
-*• badan yang diadakan dan diakui oleh kekuasaan umum, serta -*• badan yang diperbolehkan atau yang didirikan untuk sesuatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undangundang, seperti Yayasan sebelum berlakunya UU Yayasan. Firma adalah bentuk perusahaan yang diakui oleh kekuasaan umum (pemerintah) serta juga merupakan badan yang diperbolehkan atau didirikan secara tidak bertentangan dengan undang-undang bahkan didirikan sesuai dengan undang-undang karena itu Firma merupakan badan yang sah atau merupakan badan hukum.
diketahui bahwa Firma dapat melakukan perbuatan hukum atau menjadi subjek dari suatu hubungan hukum. Secara konkrit dalam kenyataan Firma telah diakui dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum. Berdasarkan kesanggupan Firma untuk menjadi subjek hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum maka Firma adalah badan hukum. Firma adalah pendukung hak dan kewajiban karena itu perbuatan hukum dari Firma ada yang menjamin yaitu harta dari badan hukum Firma itu sendiri.
Karena Firma adalah badan hukum maka Firma dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum. Secara hukum menurut pasal 17 KUHD, Firma dapat melakukan perbuatan hukum atau menjadi subjek dari suatu hubungan hukum melalui perbuatan dari pemodalnya. Pasal 17 KUHD menyatakan setiap pemodal dalam hal tidak dikecualikan dapat melakukan perbuatan hukum yang mengikat Firma dengan pihak ketiga.Jadi Firma melakukan perbuatan hukum melalui para pemodalnya. Dari pasal 17 KUHD ini dapat
68
Manakah yang merupakan harta dari badan hukum Firma? Ketentuan pasal 18 KUHD menyatakan bahwa masing-masing pemodal mempunyai tanggung jawab secara tanggung menanggung untuk seluruhnya atas segala perikatan Firma. Firma mempunyai harta secara pembukuan yang terpisah dari harta pribadi masing-masing pemodal. Harta Firma secara pembukuan ini bukanlah harta Firma secara yuridis karena harta Firma secara yuridis adalah harta yang menjadi jaminan atas perikatan Firma.
Harta Firma secara pembukuan ini beserta harta pribadi para pemodal Firma adalah merupakan harta Firma secara yuridis karena harta inilah yang menjadi jaminan atas perikatan Firma. Harta dari suatu badan hukum secara yuridis, yaitu harta yang menjadi jaminan atas perikatan badan tersebut tidaklah merupakan unsur penentu bagi status badan hukum dari suatu badan hukum. Harta yang menjadi jaminan atas perikatan Firma mencakup harta pribadi para pemodal dan harta secara pembukuan. Harta yang menjadi jaminan inilah yang disebut sebagai harta badan hukum secara yuridis. Pertanggung jawaban suatu badan hukum baik secara terbatas (tidak mencakup harta pribadi) maupun
69
secara tidak terbatas tidaklah menentukan status badan hukum dari suatu badan. Faktor kesanggupan menjadi subjek hukum atau kesanggupan melakukan perbuatan hukum merupakan factor yang menentukan badan itu badan hukum itu atau bukan. Prosedur pendirian Firma tidak memerlukan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan soal pengesahan inipun tidak merupakan faktor penentu Firma itu badan hukum atau bukan karena pengesahan dari Menteri bukanlah unsur utama. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Firma adalah badan hukum karena: "dapat menjadi subjek dari suatu hubungan hukum atau dapat melakukan perbuatan hukum".
DAFTAR PUSTAKA
1. DR Wirjono Prodjodikoro SH; Hukum Perkumpulan Perseroan Dan Koperasi di Indonesia, Penerbit Dian Rakyat, Cetakan Ketiga, 1985. 2. Ali Rido SH; Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan Perkumpulan, Koperasi Yayasan, Wakaf, 1981, Penerbit Alumni. 3. R Ali Rido SH; Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Edisi Kedua, Penerbit Alumni, 2001. 4. Chidir Ali SH; Badan Hukum, Penerbit Alumni 1987. 5. HFA Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, Penerbit CV Rajawali 1984. 6. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 7. Kitab Undang-undang Hukum Dagang. 8. FX S u h a r d a n a , SH; Hukum Perdata I, PT Prenhallindo, 2001. 9. Prof. R Subekti SH; Aneka Perjan-
V
jian, Edisi Keempat, Penerbit Alumni, 1981. 10. HMN Purwosutjipto SH; Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 2, Bentuk-bentuk perusahaan, Penerbit Jambatan, 1999. 11. Prof. Subekti, SH; Pokok Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa, 1987. 12. Hadi Setia Tunggal, SH; Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Asasi Manusia, Cetakan Ke-2, Harvarindo, 2000. 13. Warren, Reeve, Fess; Accounting, 19th edition, South-Western College Publishing. 14. Drs. CST Kansil SH; Modul Hukum Perdata, Cetakan Kedua, PT Pradnya Paramita, Jakarta. 15.Hardijan Rush, SH; Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, PustakaSinarHarapan, Jakarta, 1997. 16. Black's Law Dictionary.